Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

AZOOSPERMIA
OLEH

PUTERI SARI DEWI


140610036

Preseptor :
dr. Hendra Kastiaji, Sp.B

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2019
PENDAHULUAN
 Azoospermia didefinisikan sebagai tidak adanya sperma dalam ejakulasi, diidentifikasi
terjadi pada sekitar 1% dari semua pria dan 10 sampai 15% dari pria yang tidak subur.
Sebuah diagnosis yang tepat untuk azoospermia dan evaluasi yang sistematis pada
pasien diperlukan untuk menetapkan etiologi penyakit sehingga dapat membantu
dalam menentukan pilihan tatalaksana yang tepat dan juga untuk menentukan biaya,
manfaat, risiko dan prognosis untuk keberhasilan pengobatan.
 Tiga modalitas utama yang digunakan untuk investigasi dari sistem reproduksi laki-
laki adalah USG, MRI dan teknik invasif seperti venography dan vasography.
 USG hampir selalu menjadi pemeriksaan pencitraan awal pada infertilitas pria.
Penilaian ditujukan untuk mengevaluasi morfologi testis, patensi duktus eferen dan
anomali prostat. Disfungsi ereksi juga dapat dinilai. USG tetap menjadi andalan karena
bersifat non-invasif, aman dan tersedia secara luas, dan mampu menentukan banyak
kelainan yang relevan dengan infertilitas pria.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
 Azoospermia ==> sebagai tidak adanya sperma dalam ejakulasi.
 Diagnosis ini harus dikonfirmasi oleh sentrifugasi dari spesimen air mani
selama 15 menit pada suhu kamar dengan pemeriksaan mikroskopis bertenaga
tinggi pelet dan kecepatan sentrifugasi minimal 3.000 g.
 Analisis semen harus dilakukan sesuai dengan pedoman WHO 2010, dan
setidaknya dua sampel semen diperoleh lebih dari dua minggu terpisah harus
diperiksa.
EPIDEMIOLOGI
 Secara global Azoospermia terjadi pada 10-20% dari seluruh kasus infertilitas pria.
 Di dunia, infertilitas terjadi pada 10-15% pasangan usia reproduksi. Penyebab
kondisi ini 35% disebabkan oleh faktor wanita saja, 30% oleh faktor laki-laki saja,
20% karena gabungan faktor laki-laki dan perempuan, sedangkan 15% sisanya
tidak diketahui.
 Dari total seluruh kasus infertilitas yang disebabkan oleh faktor pria, azoospermia
terjadi pada 10-20% kasus atau sekitar 1% dari seluruh pria pada populasi normal.
Penyebab azoospermia tersering adalah akibat non-obstruktif (pretestikular dan
testikular), sedangkan azoospermia obstruktif hanya terjadi pada 10-15% kasus.
 Data yang diperoleh di Indonesia menunjukkan kondisi infertilitas yang disebabkan
oleh faktor laki-laki mencapai 36%. Berdasarkan studi yang dilakukan di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, varikokel merupakan faktor penyebab infertilitas
tersering, mencapai 48,5%. Sedangkan azoospermia obstruktif mencapai 8%.
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya, azoospermia dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
1. Pretesticular ==> kelainan endokrin yang mempengaruhi spermatogenesis
2. Testicular ==> testicular melibatkan gangguan intrinsik dari spermatogenesis
dalam testis
3. Post-testicular ==> obstruksi dari sistem duktus pada setiap lokasi saluran
reproduksi laki-laki
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya azoospermia juga dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. obstruktif atau non-obstruktif ==> tidak adanya vas deferens bilateral
bawaan (Congenital Bilateral Absence Of Vas Deferens/CBAVD),
obstruksi vas deferens, ectasia tubular dari rete testis atau epididymis,
lesi inflamasi dari epididimis atau vas deferens, obstruksi inflamasi
saluran ejakulasi, cedera iatrogenik (vasektomi, perbaikan hernia dll),
dan varikokel.
2. non-obstruktif (kegagalan testis primer) ==> sindrom Klinefelter,
mikrodelesi Y, dan kegagalan testis yang tidak dapat dijelaskan.
PATOFISIOLOGI

hormonal

spermatoge
nesis
Penyimpan
an
pengeluara
n sperma
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI PRIA
Organ Eksterna
- Penis
- Skrotum

Organ Interna
- Testis
- Epididimis
- Vas deferens
- Vesika seminalis
- Saluran Ejakulasi
- Kelenjar prostat
- Uretra/saluran kencing
KLASIFIKASI


kelainan terdapat pada sebelum testis, misalnya karena
Pretesticular
kelainan hormon di kelenjar pituitary.


kelaianan terletak pada testis, misalnya kelainan bawaan
Testicular
atau genetik

Posttesticular ●
kelainan terletak setelah testis, misalnya sumbatan
MANIFESTASI KLINIS
 Untuk melihat penyebab pasti adanya gangguan azoospermia, maka diperlukan
pemeriksaan fisik oleh tim medis dan selain dengan cara diwawancara mengenai
berbagai hal yang dirasa sebagai gejala kelainan. Untuk lebih lanjut, dokter juga
biasanya akan melakukan USG untuk memastikan penyebab dari azoospermia
tersebut.
 Setelah diketahui pasti penyebabnya, maka akan dilanjut dengan penanganan
yang tepat disesuaikan dengan penyebab dari azospermia tersebut.
 Salah satu ciri yang mungkin terjadi adalah ukuran testis yang lebih kecil dari
ukuran normal dan terasa lebih lembek yang memungkinkan tidak terjadi
sumbatan pada gangguan azoospermia tersebut. Jika saluran spermatozoa tidak
teraba atau ada beberapa jaringan saluran yang menyebar, maka kemungkinan
terjadinya sumbatan merupakan penyebab dari azoospermia.
DIAGNOSIS KERJA
 Azoospermia biasanya terdeteksi dalam proses penyelidikan
infertilitas. Ini ditetapkan atas dasar dua evaluasi analisis semen yang
dilakukan pada kesempatan terpisah (ketika spesimen mani setelah
sentrifugasi tidak menunjukkan sperma di bawah mikroskop) dan
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. 
 Diagnosis azoospermia ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan genitalia, analisis semen, pemeriksaan
hormon, dan pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan.
 Pada pasien yang datang dengan keluhan infertilitas, perlu dilakukan
anamnesis menyeluruh kepada kedua pasangan.
DIAGNOSIS KERJA
Faktor risiko yang dimiliki serta kemungkinan penyebab dengan mengetahui riwayat
pasien ;
 Pekerjaan, paparan toksin lingkungan
 Onset pubertas
 Kesuburan sebelumnya, fungsi ejakulasi
 Masalah pada testis, seperti trauma, torsio testis, cryptorchidism, orkitis
 Operasi: operasi pelvis, inguinal, skrotum, dan vasektomi
 Penyakit seperti infeksi saluran kemih, dan gondongan/mumps
 Penyakit sistemik seperti diabetes Mellitus, sirosis, gagal ginjal kronik
 Keganasan dan pengobatan yang didapatkan (kemoterapi, radioterapi)
 Penggunaan obat-obatan gonadotoksik seperti simetidin, nitrofurantoin, penghambat
kanal kalsium
DIAGNOSIS BANDING

 Protein plasma seminal TEX101 dan ECM1 baru-baru ini diusulkan


untuk diagnosis diferensial bentuk dan subtipe azoospermia, dan
untuk prediksi hasil TESE. 
 Direkomendasikan bahwa pria hipopituitarisme primer dapat
dikaitkan dengan penyebab genetik, evaluasi genetik diindikasikan
pada pria dengan azoospermia karena hipopituitarisme primer. 
 Pria Azoospermia dengan kegagalan testis disarankan untuk menjalani
uji kariotipe dan  Y-mikro-penghapusan.
PENATALAKSANAAN
 Penatalaksanaan pasien azoospermia bergantung pada penyebabnya.
 Tujuan dari penatalaksaan azoospermia adalah untuk mengembalikan fertilitas
dan mencapai kehamilan.
 Pada 50-60% pasien dengan defisiensi testikular atau azoospemia nonobstruktif,
spermatogenesis masih dapat ditemukan pada lokus tertentu di testis.
 Oleh karena itu, testicular sperm extraction (TESE) dapat dilakukan untuk
mengambil sperma dan digunakan untuk ICSI. Selain menggunakan
TESE, testicular fine needle aspiration (TEFNA) juga dapat dilakukan namun
prosedur ini memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah dan tidak dapat
digunakan untuk pemeriksaan histologi untuk mendeteksi keganasan testis.
 Komplikasi dari TEFNA berupa kerusakan tubulus dan pembuluh darah yang
lebih buruk dibandingkan TESE
KOMPLIKASI
Pada umumnya, pasien yang datang dengan keluhan utama infertilitas
memiliki kondisi penyakit serius lainnya seperti:
 Adenoma kelenjar pituitari
 Tumor yang aktif mensekresikan hormon
 Kanker testis
 Gagal ginjal
 Sirosis hati
 Cystic fibrosis
PROGNOSIS

 Prognosis pasien dengan azoospermia bergantung pada penyebab kondisi


tersebut dan tatalaksana yang dilakukan.
 Keberhasilan ICSI menggunakan sperma dari pasien dengan azoospermia
obstruktif lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan sperma dari pasien
azoospermia nonobstruktif.
 Jumlah sperma yang dapat diperoleh pada azoospermia nonobstruktif juga
dipengaruhi dengan terapi gonadotropik pada pasien dengan hypogonadotropic
hypogonadism (HGH), dan bedah mikro pada pasien dengan varikokel.
 Pasien azoospermia akibat kelainan genetik memiliki prognosis yang lebih
buruk
PENUTUP
 Azoospermia adalah tidak adanya sperma dalam ejakulasi, diidentifikasi terjadi
sekitar 1% dari semua pria dan 10% sampai 15% dari pria yang tidak subur.
 Azoospermia sebagai salah satu gangguan sperma pada infertilitas laki-laki dapat
disebabkan karena faktor genetik dan non genetik.
 Etiologi dari gangguan ini jatuh ke dalam tiga kategori umum, yaitu : pretesticular,
testicular dan post-testicular.
 Penyebab terjadinya azoospermia jiga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
obstruktif atau non-obstruktif.
 Untuk penatalaksanaannya, pasien dengan kegagalan testis primer (azoospremia
non-obstruktif) dilakukan injeksi sperma intracytoplasmic.
 Juga, kita dapat memperoleh sperma secara langsung dari epididimis atau vesikula
seminalis, dalam kasus-kasus azoospermia obstruktif.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai