PENDAHULUAN
Gerakan tubuh atau anggota tubuh yang tepat dan halus selalu membutuhkan
koordinasi dari berbagai organ. Suatu gerakan volunter akan melibatkan serebrum
(untuk penyusunan konsep gerakan), sistem penglihatan (untuk memberi informasi
tentang usaha yang harus dibuat dan pengarahan urutan gerakan), sistem motorik
(sebagai pelaksana), sistem sensorik (sebagai monitor), dan serebellum (sebagai
pengawas, pengatur dan pengarah informasi).1
Serebellum melakukan pengaturan kerja otot, sehingga terjadi kontraksi otot
yang tepat pada saat yang tepat. Hal ini terutama penting pada gerakan involunter
sehingga lesi serebellum menyebabkan gangguan fungsi otot tanpa paralysis volunter.
Secara umum dapat dikatakan fungsi serebellum adalah untuk memelihara
keseimbangan dan koordinasi aksi otot pada gerakan stereotype dan non stereotype.1
Koordinasi meliputi semua aspek dari gerak termasuk keseimbangan, yang
memungkinkan gerakan terjadi dengan bebas, bertujuan, akurat, dengan kecepatan,
irama dan ketegangan otot yang terarah/terkontrol. Keseimbangan juga bisa diartikan
sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass)
atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support)1
Keseimbangan
merupakan
suatu
proses
dimana
tubuh
berusaha
muskuloskeletal (otot, sendi, dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak
(kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon
terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
makna fungsional dan biasanya tidak berhubungan secara klinis. Saat ini, lebih umum
untuk membedakan tiga komponen utama serebelum berdasarkan filogenetik dan
fungsional.2
Arkhiserebelum ( bagian serebelum tertua) berhubungan erat dengan aparatus
vestibularis. Struktur ini menerima sebagian besar input aferen dari nuklei
vestibulares di batang otak dan dengan demikian disebut juga vestibuloserebelum.
Secara anatomis, arkhiserebelum terdiri dari flokulus dan nodulusn(lobus
flokulonodularis)
Paleoserebelum ( bagian serebelum tertua kedua) menerima sebagian besar input
aferen dari medula spinalis, dan dengan demikian disebut juga spinoserebelum.
Struktur ini terdiri dari kulmen dan lobulus sentralis lobi anterior vermis, serta uvula
dan piramis lobus inferior dan paraflokulus.
Neoserebelum (bagian serebelum termuda) merupakan bagian terbesar serebelum.
Struktur ini terbentuk dari dua hemisfer serebeli dan memiliki hubungan fungsional
yang erat dengan korteks serebri, yang berpoyeksi ke struktur ini melalui nuklei
pontis. Dengan demikian, neoserebelum disebut juga pontoserebelum atau
serebroserebelum.
2.2 Fungsi Serebelum dan Lesi Serebelum
Tiga hal penting yang harus diingat untuk memahami fungsi serebelum:
Serebelum menerima sangat banyak input sensorik umum dan khusus, tetapi
tidak berperan serta sedikitpun dalam persepsi ataupun diskriminasi sadar.
Serebelum tidak penting pada sebagian besar proses kognitif tetapi memiliki
peran utama pada pembelajaran dan memori motorik.2
Serebelum
berfungsi
sebagai
pusat
koordinasi
yang
mempertahankan
keseimbangan dan mengontrol tonus otot melalui sirkuit regulasi dan mekanisme
umpan balik yang kompleks dan memastikan eksekusi semua proses motorik terarah
yang tepat dan terkoordnasi dengan baik secara sementara. 3
a. vestibuloserebelum
fungsi. Vestibuloserebelum menerima impuls dari aparatus vestibularis yang
membawa informasi mengenai posisi dan gerakan kepala. Output eferennya
mempengaruhi fungsi motorik mata dan tubuh sedemikian rupa sehingga ekuilibrium
dapat dipertahankan pada semua posisi dan semua gerakan.2,3
Hubungan
sinaptik.
Lengkung
refleks
berikut
ini
berpartisipasi
dalam
adalah gerakan pursuit sakadik dan gaze evoked nystagmus, jika pasien mencoba
untuk mengikuti objek yang bergerak dengan matanya, akan terjadi sentakan
gelombang kuadrat (square wave jerks) yaitu amplitudo mikro sakadik yang
normalnya terjadi pada pursuit okuler, secara abnormal meningkat sehingga dapat
terlihat oleh pemeriksa. Gaze evoked nystagmus lebih jelas ketika mata bergerak ke
arah sisi lesi serebelum dan menghilang juka pandangan dipertahankan ke sisi
tersebut. Jika mata kemudian diarahkan kembali ke garis tengah dapat terlihat
nistagmus dengan arah yang berlawanan (rebound nystagmus)2,3
Lesi vestibuloserebelum dapat mengganggu kemampuan pasien untuk menekan
refleks vestibulokuler (POR) yaitu berupa sentakan sakadik mata ketika menolehkan
kepala. Individu yang sehat dapat menekan reflek ini dengan mempertahankan
tatapannya pada sebuah objek, tetapi pasien dengan lesi vestibuloserebelaris tidak
dapat melakukannya (gangguan supresi POR melalui fiksasi) selain itu, lesi nodulus
dan ovula mengganggu kemampuan POR (nistagmus rotatorik) untuk berhabituasi
dan dapat menimbulakn terlihatnya nistagmus alternan periodik yang berubah arah
setiap 2-4menit.2,3
Lesi serebelum juga dapat menimbulkan berbagai jenis nistagmus komplek, seperti
opsoklonus (gerakan konjugat mata dengan cepat ke berbagai bidang) atau flutter
okuler (opsoklonus hanya pada bidang horizontal saja), yang lokalisasi secara
tepatnya belum dapat dtentukan.
Spinoserebelum
Fungsi. Spinoserebelum mengontrol tonus otot dan mengoordinasi kerja kelompokkelompok otot antagonistik yang berpartisipasi pada postur dan gaya berjalan.
Hubungan . korteks spinoserebelum menerima input aferennya dari medula spinalis
melalui traktus spinoserebelaris posterior, traktus spinoserebelaris anterior dan traktus
kuneoserebelaris (dari nukleus kuneatus asesorius). Korteks zona paravermis
terutama berproyeksi ke nukleus globosus dan nukleus emboliformis, sedangkan
korteks vermian terutama berproyeksi ke nukleus fastigii. Output eferen nuklei ini
kemudian melanjutkan melalui pedunkulus serebelaris superior ke nukleus ruber dan
formasio retikularis, tempat impuls yang telah dimodulasi dihantarkan melalui traktus
rubrospinalis , traktus rubroretikularis dan traktus retikulospinalis ke neuron motorik
spinal. Masing-masing setengah bagian tubuh dipersarafi oleh korteks serebeli
ipsilateral, tetapi tidak ada susunan somatotropik yang tepat.
2,3
Lesi spinoserebelum.
Manifestasi utama lesi zona vermis serebeli dan paravermis serebeli adalah sebagai
berikut:
Lesi lobus anterior dan superior vermis menimbulkan ataksia cara berdiri (stance) dan
gaya berjalan (gait). Ataksia gait yang ditimbulkan lebih berat dibandingkan ataksia
stance. Pasien yang menderita gangguan ini menunjukkan cara berjalan yang lebarlebar dan tidak stabil yang berdeviasi ke sisi lesi dan terdapat kecenderungan untuk
jatuh ke sisi tersebut. Ataksia stance terlihat dengan tes romberg.4
Lesi bagian inferior vermis menyebabkan ataksia stance yang lebih berat
dibandingkan ataksia gait. Pasien mengalami kesulitan untuk berdiri atau duduk
dengan stabil dan pada tes romberg , bergoyang secara perlahan ke belakang dan ke
depan tanpa kecenderungan ke arah tertentu.4
Serebroserebelum
Fungsi . hubungan serebroserebelum yang kompleks memungkinkan struktur ini
untuk meregulasi semua gerakan terarah secara halus dan tepat. Melalui jaras
spinoserebelaris aferen yang menghantarkan dengan sangat cepat, serebroserebelum
secara terus menerus menerima informasi terbaru mengenai aktivitas motorik di
perifer. Dengan demikian ia dapat memperbaiki setiap kesalahan dalam perjalanan
gerakan volunter untuk memastikan bahwa gerakan tersebut dilakukan secara halus
dan tepat.2,3
Lesi serebroserebelum. Lesi yang terjadi pada serebroserebelum tidak menimbulkan
paralisis , tetapi menimbulkan kerusakan berat pada eksekusi gerakan volunter.
Manifestasi klinis selalu ipsilateral terhadap lesi penyebabnya.
Dekomposisi gerakan volunter. Terjadi gerakan ekstremitas ataksik dan tidak
terkoordinasi, dengan dismetria, disinergia, disdiakokinesis dan tremor saat
melakukan gerakan volunter (intention tremor). Abnormalitas ini lebih jelas pada
ekstremitas atas dibandingkan ekstremitas bawah, dan gerakan kompleks lebih berat
dbandingkan
gerakan
sederhana.
Dismetria
yaitu
ketidakmampuan
untuk
menghentikan gerakan terarah tepat pada waktunya, misalnya gerakan jari melewati
lokasi target.2,3
Disinergia yaitu hilangnya kerjasama yang tepat pada beberapa kelompok otot dalam
eksekusi gerakan tertentu ; masing-masing kelompok otot berkontraksi tetapi tidak
dapat bekerjasama secara tepat.
Disdiakokinesia adalah gangguan gerakan bergantian secara cepat akibat kerusakan
koordinasi ketepatan waktu beberapa kelompok otot antagonistik, gerakan seperti
pronasi dan supinasi tangan secara cepat menjadi lambat, terputus-putus dan tidak
berirama.
Rebound phenomenon. Ketika pasien menekan tangan pemeriksa dengn kekuatan
maksimum dan pemeriksa tiba-tiba menarik tangannya, gerakan pasien tidak dapat
dihentikan seperti pada keadaaan normal dan lengannya akan terayun memukul
pemeriksa.
Hipotonia dan hiporefleksia . pada lesi akut hemisfer serebeli , resistensi otot
terhadap gerakan pasif menghilang dan dapat terjadi postur yang abnormal (misalnya
pada tangan). Refleks otot intrinsik juga menghilang pada otot yang hipotonik.
Disartria dan disartrofonia patah-patah (scanning). Manifestasi ini terutama
timbul sebagai akibat lesi paravermis dan menggambarkan gangguan sinergi otot-otot
untuk berbicara. Pasien berbicara pelan dan terputus-putus dengan artikulasi yang
buruk dan dengan penekanan yang abnormal dan datar pada setiap suku kata.
Gangguan Serebelum
a. Tumor serebelum
Berikut ini adalah beberapa tumor yang berasal dari cerebelum dan dapat mengenai
cerebellum.
a. Medulloblastoma/Primitive Neuroectodemaltumor (PNET)
Tumor jenis ini sangat umum terjadi pada tumor otak anak-anak. Insiden
25
persen-35
persen
dari
kanker
otak
pada
anak.
Penyebab
10
dapat mengenai medulla spinalis (60 %), filum terminale di tempat ini ia
terbungkus rapi, sehingga mudah dikeluarkan secara operasi.
Tumor Cerebelum menyebabkan timbulnya gangguan neurologik yang progresif.
Gangguan neurologis pada tumor cerebellum biasanya dianggap disebabkan oleh dua
faktor yaitu gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terjadi penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi
atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
Perubahan suplai darah terjadi akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan serebrovaskuler primer.
Serangkaian kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Peningkatan
tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor
akan mendesak tulang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang kaku.
b. Iskemia dan perdarahan serebelum
Darah arteri mencapai serebelum melalui tiga arteri serebelaris : arteri serebeli
superior, arteri serebeli anterior inferior, dan arteri serebeli inferior posterior.
Perdarahan yang lebih kecil, terutama di hemisfer serebeli menyebabkan manifestasi
fokal yang meliputi ataksia ekstremitas, kecenderungan terjatuh ke sisi lesi dan
deviasi gaya jalan ke arah lesi.
2.3 Pemeriksaan Sistem Koordinasi dan Keseimbangan
Keseimbangan merupakan suatu proses komplek yang melibatkan 3
penginderaan penting yaitu : proprioseptif (kemampuan untuk mengetahui posisi
tubuh), sistem vestibular (kemampuan untuk mengetahui posisi kepala), dan mata
(untuk memonitor perubahan posisi tubuh). Gangguan terhadap salah satu dari ketiga
11
serebelum
murni
akan
menghasilkan
tes
romberg
negatif.
Untuk melakukan tes romberg pasien diminta untuk berdiri dengan kedua tungkai
rapat atau saling menempel. Kemudian pasien disuruh untuk menutup matanya.
Pemeriksa harus berada di dekat pasien untuk mengawasi bila pasien tiba tiba
terjatuh. Hasil romberg positif bila pasien terjatuh. Pasien dengan gangguan
serebelum akan terjatuh atau hilang keseimbangan pada saat berdiri meskipun dengan
mata terbuka.
2. Tes Tandem Walking
Tes lain yang bisa digunakan untuk menentukan gangguan koordinasi motorik adalah
tes tandem walking. Pasien diminta untuk berjalan pada satu garis lurus di atas lantai
dengan cara menempatkan satu tumit langsung di antara ujung jari kaki yang
berlawanan, baik dengan mata terbuka atau mata tertutup.5
12
*Pemeriksaan koordinasi:5
1. Finger to nose test
Gangguan pada serebelum atau saraf saraf propioseptif dapat juga menyebabkan
ataxia tipe dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau
menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah finger to nose test.
Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi berbaring, duduk atau
berdiri. Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total, lalu pasien
diminta untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya.
Mula mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan
mata terbuka dan tertutup.
2. Nose finger nose test
Serupa dengan finger to nose test tetapi setelah pasien menyentuh hidungnya, pasien
diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dan kemudian kembali menyentuh
hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah baik dalam jarak maupun dalam bidang
gerakan.
3.Finger to finger test
Pasien diminta mengabduksikan lengan pada bidang horisontal dan diminta untuk
menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat di tengah tengah
bidang horisontal tersebut. Pertama dengan gerakan perlahan kemudian dengan
gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.
4. Diadokokinesis
Pasien diminta untuk menggerakkan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi
dalam posisi siku diam dengan cepat. Pemeriksaan ini dilakukan baik dengan mata
terbuka maupun tertutup. Pada pasien dengan gangguan serebelum atau lobus
frontalis, gerakan pasien akan melambat atau menjadi kikuk.
13
14
STATUS NEUROLOGI
No. MR
: 00.07.47.68
Nama
: Tn. M
Jenis kelamin
: Pria
Umur
: 60 tahun
Pekerjaan
: Pensiun
Pendidikan
: SMP
Agama
: Kristen
Alamat
Masuk tanggal
: 23 Februari 2016
Keluar tanggal
Dokter
Ko-Assisten
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: 23 Februari 2016
Pasien datang dengan keluhan gemetaran seluruh tubuh terutama ketika duduk
dan berdiri sejak 2 minggu SMRS. Ketika tanggal 6 Februari pasien sempat
dirawat di rumah sakit karena mual dan muntah, lalu pada saat dirawat pasien
diberikan insulin padahal pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis.
Setelah diberikan insulin tersebut gejala gemetaran mulai muncul. Pasien juga
15
mengeluh mual, muntah dan nafsu makan menurun sejak 3 hari yang lalu.
Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien menyangkal
mempunyai riwayat darah tinggi dan kencing manis.
:-
Penyakit dahulu
alkohol
: Suami
: Padat
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4V5M6
Nadi
: 76 x/menit
Tekanan Darah
: Duduk
: 130/90 mmHg
Terlentang
: 110/70 mmHg
Berdiri
: 110/70 mmHg
Umur klinis
: 60 an
Bentuk Badan
: Astenikus
Gizi
: Kurang
Stigmata
: tidak ada
16
Kulit
: Sawo matang
Kuku
KGB
Pembuluh darah
: Arteri Carotis:
Suhu
: 36,5 C
Respirasi
: 0 x/menit
Turgor
: baik
Lain-lain
:-
Palpasi
Auskultasi
PEMERIKSAAN REGIONAL
Kepala
Kalvarium
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Toraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Hepar
Lien
Vesika urinaria
: Tidak teraba
Extremitas
: Oedem (-)
Sendi
Gerakan Leher
: Baik
Gerakan Tubuh
: Baik
17
Nyeri ketok
: Tidak dilakukan
Nyeri sumbu
: Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Rangsang Meningen
Kaku kuduk
:-
Brudzinski I
:-
Brudzinski II : -/-
Laseque
: >70/ >70
Kerniq
: -/-
2. Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)
Kanan
Penciuman
normosmia
normosmia
N. II (Optikus)
Visus kasar
Baik
Baik
Lihat warna
Baik
Baik
Lapangan pandang
Baik
Baik
Funduscopy
Kiri
Tidak dilakukan
: simetris
18
Ptosis
: tidak ada
Strabismus
: tidak ada
Eksoftalmus
: tidak ada
Endoftalmus
: tidak ada
Diplopia
: tidak ada
: Baik
Lateral Kiri
: Baik
Atas
: Baik
Bawah
: Baik
Berputar
: Baik
Pupil
Bentuk
: Bulat
3mm/3mm
Reflek cahaya
Kiri
Langsung
Konsensual
Reflek akomodasi
Kanan
N. V (Trigeminus)
Motorik
19
- Membuka Mulut
: Baik
- Gerakan Rahang
: Baik
- Menggigit
: Baik
Sensorik
- Rasa nyeri
Baik
Baik
- Rasa Raba
Baik
Baik
- Rasa Suhu
Baik
Baik
Reflek:
Reflek Kornea
Tidak dilakukan
Reflek Maseter
N.VII (Fasialis)
Sikap wajah (saat istirahat)
: Simetris
Mimik
: Biasa
Angkat Alis
: Tidak bisa
Kerut Dahi
: Tidak bisa
Lagoftalmus
: Tidak ada
Kembung Pipi
Menyeringai
Fenomena Chvostek
:-
N.VIII (Vestibulokokhlearis)
Vestibularis
-
Nistagmus
:-
Kokhlearis
-
Suara bisik
: kanan = kiri
Gesekan jari
: kanan = kiri
Tes Rinne
: Tidak dilakukan
20
Tes Weber
: Tidak dilakukan
Tes Schwabach
: Tidak dilakukan
Palatum Mole
: intak, simetris
Disfoni
: Tidak ada
Rinolali
: Tidak ada
Disfagi
: Tidak ada
Batuk
: Tidak ada
Menelan
: Baik
Mengejan
: Baik
Refleks Faring
: Baik
Refleks Okulokardiak
: Positif
N.XI (Asesorius)
Menoleh (kanan,kiri,bawah)
: Baik
Angkat Bahu
N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah dalam mulut : simetris
Julur lidah
: baik
Gerakan lidah
: baik
Tremor
: tidak ada
Fasikulasi
: tidak ada
21
3. Motorik
Kanan
Kiri
Lengan
-
Atas
Bawah :
Lengan
Jari
Atas
Bawah :
Kaki
Jari
Tungkai
Berdiri
Tidak dilakukan
Jongkok berdiri
Jalan
Langkah
: tidak dilakukan
Lenggang lengan
: tidak dilakukan
Di atas tumit
: tidak dilakukan
Jinjit
: tidak dilakukan
kanan
kiri
Fleksor
: Normotonus
Hipotonus
Ekstensor
: Normotonus
Hipotonus
Fleksor
: Normotonus
Hipotonus
Ekstensor
: Normotonus
Hipotonus
Tungkai
22
Trofi Otot
Lengan
Eutrofi
Eutrofi
Tungkai
Eutrofi
Eutrofi
: tidak ada
Tetani
: tidak ada
Tremor
: tidak ada
Khorea
: tidak ada
Atetosis
: tidak ada
Statis
-
Duduk
: tidak dilakukan
Berdiri
: tidak dilakukan
Dinamis
-
Telunjuk Hidung
: tidak dilakukan
Jari-jari
: tidak dilakukan
Tremor Intensi
: tidak dilakukan
Disdiadokokinesis
: tidak dilakukan
Dismetri
: tidak dilakukan
Bicara (disartri)
: tidak dilakukan
Menulis
: tidak dilakukan
23
5. Refleks
Refleks Tendo
-
Biseps
: ++ / ++
Triseps
: ++ / ++
: ++ / ++
Refleks Kulit
-
Telapak kaki
: ++ / ++
Kulit perut
: ++ / ++
Kremaster
: tidak dilakukan
Anus Interna
: tidak dilakukan
Anus Externa
: tidak dilakukan
Refleks Abnormal
-
Babinski
: -/-
Chaddock
: -/-
Oppenheim
: -/-
Gordon
: -/-
Schaeffer
: -/-
Hoffman Trommer
: -/-
Klonus lutut
: -/-
Klonus Kaki
: -/-
6. Sensibilitas
Eksteroseptif
- Rasa raba
- Rasa nyeri
24
- Rasa suhu
Propioseptif
- Rasa sikap
- Rasa getar
: tidak dilakukan
7. Vegetatif
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
Salivasi
: tidak ada
Sekresi keringat
: umum
Fungsi Seks
:-
8. Fungsi Luhur
Memori
: baik
Bahasa
: baik
: baik
Visuospatial
: baik
Kognitif
: baik
9. Tanda Regresi
Refleks menghisap
:-
Refleks menggigit
:-
Refleks memegang
:-
Snout Reflex
:-
25
N. Ulnaris
N.Aurikularis Magnus
: teraba
: tidak teraba
11.Laboratorium
Hb
: 17,0g/dl
Leukosit
: 11.900/L
Trombosit
: 221ribu/ul
Ht
: 50,6%
: 134 mmol/L
: 4,4 mmol/L
Cl
: 101 mmol/L
Calsium
: 8,8 mg/dl
12.Resume
Pasien seorang wanita berusia 63 tahun datang dengan keluhan utama lemas
separuh badan sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu. Sakit kepala (+), hilang
timbul. Riwayat hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak terkontrol.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: Lengan kanan :
Lengan kiri
150/90 mmHg
155/90 mmHg
Tungkai kanan:
130/80 mmHg
Tungkai kiri
130/80 mmHg
Nadi
: 92 x/menit
Suhu
: 36,5 C
26
Motorik: 5 5 5 5
2222
5555
2222
: ++ / ++
o APR
: ++ / ++
Refleks patologis
-
Babinski
:-/-
Chaddocs
:-/-
Oppenheim
:-/-
Gordon
:-/-
Schaeffer
:-/-
Klonus lutut
:-/-
Klonus kaki
:-/-
: Vegetatif
27
DIAGNOSA
- Klinis
- Etiologis
- Topis
Diagnosis Banding
o Stroke hemoragik
Terapi
MM/ :
- Aspilet
1 x 80 mg
- Captopril
2 X 150 mg
- Allopurinol
1 x 100 mg
Pemeriksaan Anjuran
CT Brain
EKG
Prognosis
- Ad vitam
:Dubia at bonam
- Ad sanasionum
:Dubia at bonam
- Ad fungsionum
:Dubia at malam
FOLLOW UP
28
9 AGUSTUS 2007
S : Tangan dan kaki sulit digerakkan
O:
KU
KES
TD
: Lka = 165/90
Lki
= 170/90
mmHg
Lka
= 160/90
mmHg
mmHg
Lki
= 160/90
mmHg
Suhu : 36, 5 oC
Nadi
: 80 x /mnt
RR
: 18 x/mnt
RANGSANG MENINGEAL :
: > 70 / > 70
Kernniq
:-/-
NERVUS KRANIALIS
N. I
N. II
N. III, IV, VI
N. V
29
N VII
baik, kembung pipi baik, angkat alis baik menyeringai SNL tidak mendatar
kiri = kanan.
N VIII
dilakukan.
N IX, X
N XI
dibanding kiri.
N XII
Kekuatan motorik 5 5 5 5
5555
2222
2222
Normotonus / Hipotonus
Eutrofi
SENSIBILITAS
REFLEKS TENDON
Bceps
: ++ / ++
Triseps
: ++ / ++
KPR
: ++ / ++
APR
: ++ / ++
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski
: - /-
Chaddock
:-/-
30
Oppenheim
:-/-
Gordon
:-/-
Schaeffer
: - /-
SISTEM OTONOM
Miksi
: Baik
Defekasi
: Baik
FUNGSI LUHUR
CT Brain:
- Etiologis
: Trunkle ataxia
- Topis
: Lesi Cerebelor
P : IVFD D5% II
Futrolit I
MM/ :
- OMZ
2 x 20 mg
- Sucralfat syr
3 X 1C
- Domperidone
3 x 10 mg
- Nistatin drops
3x1
- As. Folat
2 x 5 mg
- Stugeron
2x1
- Miniaspi
1 x 160 mg
31
- Sifrol
2 x 0,25
32