Anda di halaman 1dari 17

PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI

Ririn Andasari, S.Tr.Kes.,M.Fis

Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa


penghantaran impuls ke susunan saraf pusat dan perintah untuk memberi
tanggapan rangsangan. Dalam meregulasi keseimbangan (ekuilibrium), terdapat
tiga sistem berbeda yang berpartisipasi didalamnya, yaitu sistem vesibuler, sistem
proprioseptif (yaitu, persepsi posisi otot dan sendi), dan sistem visual. Organ yang
paling berperan pada sistem koordinasi adalah serebellum sebagai pusat
keseimbangan dan pergerakan. Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam
mengatur sikap, tonus, mengintegrasi dan mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi
pada cerebelar bermanifestasi secara klinis berupa gangguan pergerakan dan
keseimbangan.1,4

Gangguan pada fungsi koordinasi dapat berupa gangguan posisi sikap


waktu berdiri dan sikap badan sewaktu bergerak, postur dan gaya berjalan, dan
dekompresi gerakan volunter. Pemeriksaan fungsi koordinasi bertujuan untuk
menilai adanya gangguan pada keseimbangan, posisi, postur, gaya berjalan,
gerakan involunter, serta gerakan terarah secara halus dan tepat.1,8

Pada pemeriksaan koordinasi dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan


ekuilibrium dan non ekuilibrium. Pemeriksaan ekuilibrium mengacu pada
pemeliharaan keseimbangan dan koordinasi tubuh secara keseluruhan termasuk
didalamnya adalah Tes Romberg, sedangkan pemeriksaan non ekuilibrium
menilai kemampuan pasien dalam melakukan gerakan yang berlainan, seringkali
relatif baik, gerakan disengaja dengan ekstremitas yaitu finger to nose test,
disdiaddokinesia, heel to knee test.9

1
ANATOMI DAN FISIOLOGI FUNGSI KOORDINASI

Fungsi koordinasi melibatkan beberapa sistem organ, yaitu:

1. Serebellum

Serebelum adalah organ sentral untuk kontrol motorik halus. Struktur ini
memproses informasi dari berbagai jaras sensorik (terutama vestibular dan
proprioseptif), bersama impuls motorik, dan memodulasi aktivitas area nuklear
motorik di otak dan medulla spinalis. Secara anatomis, serebelum tersusun dari
dua hemisfer dan vermis yang terletak diantaranya. Serebelum terhubung dengan
batang otak melalui tiga pedunkulus serebeli.1

Serebelum terletak di fossa posterior. Permukaan superiornya diselubungi


oleh tentorium serebeli, yaitu suatu lipatan ganda dura mater yang menyerupai
tenda yang memisahkan serebelum dari serebrum.Permukaan serebelum, tidak
seperti serebrum, menunjukkan banyak lekukan kecil yang berjalan horizontal
(folia), yang satu sama lain dipisahkan oleh fisura. Bagiansentral serebelum yang
sempit yang menghubungkan kedua hemisfer masing-masing sisi disebut vemis.1

Gambaran serebelum dari bawah menunjukkan bagian teratas ventrikel


keempat yang terletak dianatara pedunkuli serebelares. Ventrikel keempat
berhubungan dengan rongga subarakhnoid melalui sebuah apertura mediana
(foramen Magendie) dan dua apertura lateralis (foramen Luschka). Disebelah
kaudal pedunkulus serebri inferior dan medius, terdapat suatu struktur pada
masing-masing sisi yang disebut flokulus; kedua flokulus dihubungkan
menyebrangi garis tengah melalui bagian vermis yang disebut nodulus. Bersama-
sama, struktur ini membentuk lobus flokulonodularis.1

Korteks serebeli tersusun atas tiga lapisan yaitu:

2
 Lapisan molekuler (stratum molekulare). Lapisan ini terutama terdiri dari
prosesus selular, yang mayoritas merupakan akson sel granuler- serabut
pararel, dan dendrit sel purkinje.1
 Lapisan sel Purkinje (statum ganglionare). Lapisan tipis ini hanya
mengandung badan sel Purkinje yang besar, tersusun berdampingan dalam
barisan-barisan.1
 Lapisan sel granular (stratum granulosum). Lapisan ini hampir seluruhnya
terdiri dari badan sel granular kecil yang tersusun padat, yang berjumlah
lebih dari 95% dari seluruh neuron serebelum.1

Serebelum merupakan suatu pusat koordinasi yang mempertahankan


keseimbangan dan mengontrol tonus otot melalui sirkuit regulasi umpan-balik
yang kompleks, dan memastikan eksekusi semua proses motorik terarah yang
tepat dan terkoordinasi dengan baik secara sementara. Koordinasi gerakan
serebelar terjadi secara tidak disadari.Tiga komponen utama serebelum
berdasarkan filogenik dan fungsional,yaitu:1

o Vestibuloserebelum

Arkhiserebelum (secara filogenik merupakan bagian serebelum tertua)


berhubungan erat dengan aparatus vestibularis. Struktur ini menerima sebagian
besar imput aferennya dari nuklei vestibulares dibatang otak dengan demikian
disebut juga vestibuloserebelum.1
Fungsi. Vestibuloserebelum menerima impuls dari aparatus vestibularis yang
membawa informasi mengenai posisi dan gerakan kepala. Output aferennya
memengaruhi fungsi motorik mata dan tubuh sedemikian rupa sehingga
ekuilibrium dapat dipertahankan pada semua posisi dan pada semua gerakan.1
Hubungan sinaptik. Lengkung refleks berikut ini berpartisipasi dalam
mempertahankan ekuilibrium (keseimbangan). Dari organ vestibular, impuls
berjalan baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui nuklei vestibulares)
ke korteks vestibuloserebelaris, dan menuju nuklei fastigii. Korteks
vestibulosselebelaris menghantarkan impuls kembali ke nuklei vestibulares serta

3
ke formasio retikularis; dari tempat ini, traktus vestibulospinalis dan traktus
retikulospinalis serta fasikulus longitudinalis medialis memasuki batang otak dan
medula spinalis untuk mengontrol fungsi motorik spinal dan okulomotor.
Lengkung refleks ini memastikan stabilisasi postur, gaya berjalan, dan posisi mata
dan memungkinkan fiksasi tatapan.1
Lesi Vestibuloserebelum. Gangguan fungsional lobus flokulonodularis atau
nukleus fastigii menyebabkan pasien kurang dapat menempatkan dirinya pada
lapangan gravitasi bumi, atau tidak dapat memfiksasi tatapannya pada objek yang
diam saat kepalanya bergerak.1
 Disekuilibrium. Pasien mengalami kesulitan berdiri tegak (astasia) dan
berjalan (abasia), dan gaya berjalan pasien lebar-lebar dan tidak stabil,
menyerupai gaya berjalan orang yang sedang mabuk (ataksia trunkal).
Heel-to-toe walking tidak dapat dilakukan. Ketidakseimbangan bukan
disebabkan oleh defisiensi impuls proprioseptif mencapai kesadaran,
tetapi akibat koordinasi respons otot-otot terhadap gravitasi yang salah.1

o Spinoserebelum

Paleoserebelum menerima sebagian besar input aferennya dari medulla


spinalis dan, dengan demikian disebut juga spinoserebelum. Spinoserebelum
sebagian besar terdiri dari vermis dan zona paravermian.1
Fungsi. Spinoserebelum mengontrol tonus otot dan mengoordinasi kerja
kelompok-kelompok otot antagonistik yang berpartisipasi pada postur dan gaya
berjalan. Output aferennya memengaruhi aktivitas otot-otot anti gravitasi dan
mengontrol kekuatan gaya yang diinduksi oleh gerakan (misalnya, inersia dan
gaya sentrifugal).1
Hubungan. Korteks spinoserebelum menerima input aferennya dari medulla
spinalis melalui traktus spinoserebelaris posterior, traktus spinoserebelaris
anterior, dan traktus kuneoserebelaris (dari nukleus kuneatus asesorius). Korteks
zona paravermis terutama berproyeksi ke nukleus globosus dan nukleus
emboliformis,sedangkan korteks vermian terutama berproyeksi ke nukleus

4
fastigii. Output eferen nuklei ini kemudian melanjutkan melalui pedunkulus
serebelaris superior ke nukleus ruber dan formasio retikularis,tempat impuls yang
telah dimodulasi dihantarkan melalui traktus rubrospinalis,traktus
rubroretikularis,dan traktus retikulospinalis ke neuron motorik spinal masing-
masing setengah bagian tubuh dipersyarafi oleh korteks serebeli ipsilateral,tetapi
tidak ada susunan somatotropik yang tepat.Beberapa output eferen nukleus
emboliformis berjalan melalui talamus ke korteks motorik-terutama bagian yang
mengontrol otot-otot proksimal ekstremitas (yang menyelubungi panggul dan
bahu) serta tubuh. Dengan cara ini, spinoserebelum juga memengaruhi gerakan
volunter yang terarah pada kelompok otot-otot ini.1
Lesi spinoserebelum.Manifestasi utama lesi zona vermis serebeli dan paravermis
serebeli adalah sebagai berikut.
 Lesi lobus anterior dan bagian superior vermis di dan didekat garis
tengah menimbulkan ataksia cara berdiri (stance) dan gaya berjalan (gait).
Ataksia gait (abasia) yang ditimbulkan oleh lesi tersebut lebih berat
dibandingkan ataksia stance (astasia). Pasien yang menderita gangguan ini
menunjukkan cara berjalan yang lebar dan tidak stabil yang berdeviasi ke
sisi lesi, dan terdapat kecendrungan untuk jatuh kesisi tersebut. Ataksi
stance terlhat dengan tes romberg: ketika pasien berdiri dengan mata
tertutup, dorongan ringan pada sternum menyebabkan pasien berayun
kebelakang dan kedepan dengan frekuensi 2-3 Hz. Jika lesi hanya terbatas
pada bagian superior vermis, uji telunjuk-hidung dan tes tumit lutut tulang
kering masih dapat dilakukan secara akurat.1
 Lesi bagian inferior vermis menyebebkan ataksia stance (astasia) yang
lebih berat dibandingkan ataksia gait. Pasien mengalami kesulitan untuk
duduk atau berdiri dengan stabil, dan, pada tes romberg, bergoyang secara
perlahan ke belakang dan kedepan, tanpa kecendrungan ke arah tertentu.1

o Serebroserebelum

5
Neoserebelum merupakan bagian terbesar serebelum. Perkembangan
filogenetiknya terjadi bersamaan ekspansi serebrum dan saat transmisi menuju
cara berdiri yang tegak dan gaya berjalan yang benar.1

Hubungan. Serebroserebelum menerima sebagian besar input neuralnya secara


tidak langsung dari bagian korteks serebri yang luas, terutama dari area
broadmann 4 dan 6 (area motorik dan premotorik) melalui traktus kortikopontis
tetapi juga,sebagian kecil, dari oliva melalui traktus olivoserebelaris. serebelum
menerima peringatan lebih lanjut dari semua gerakan volunter yang direncanakan
yang dimulai di korteks serebri, sehingga serebelum dapat segera mengirimkan
impuls modulasi dan korektif kembali ke korteks motorik melalui
jarasdentatotalamokortikalis. Nukleus dentatus juga berproyeksi kebagian
parvoselularis nukleus ruber. Tidak seperti nukleus ruber lainnya, bagian ini tidak
mengirimkan serabutnya ke medula spinalis melalui traktus rubrospinalis. Namun,
serabut ini berproyeksi melalui traktus tegmentalis sentralis ke oliva inferior, yang
kemudian berproyeksi kembali ke serebroserebelum. Lengkung umpan balik
neural dentato-rubro-oliva-serebelaris ini memiliki peran yang penting dalam
pengolahan impuls neosereberal.1
Fungsi. Hubungan serebroserebelum yang kompleks memungkinkan struktur ini
untuk meregulasi semua gerakan terarah secara halus dan tepat. Melalui jaras
spinoserebelaris aferen yang menghantarkan dengan sangat cepat,
serebroserebelum secara terus-menerus menerima informasi terbaru mengenai
aktivitas motorik di perifer. Dengan demikian ia dapat memperbaiki setiap
kesalahan dalam perjalanan gerakan volunter untuk memastikan bahwa gerakan
tersebut dilakukan secara halus dan tepat. Pola pengeksekusi berbagai jenis
gerakan yang sangat banyak kemungkinan disimpan di serebelum, seperti pada
komputer, sepanjang hidup individu, sehingga dapat dipanggil kembali setiap saat.
Dengan demikian, begitu kita mencapai tahap perkembangan tertentu, kita dapat
melakukan gerakan sulit yang telah dipelajari secara cepat, relatif tidak
memerlukan usaha, dan sesuai kehendak dengan cara memanggil fungsi regulasi

6
presisi di serebelum.Fungsi serebelum berkisar dari koordinasi gerakan hingga
pengolahan stimulus sensorik dan informasi yang relevan terhadap memori.1
Lesi serebroserebelum. Lesi serebroserebelum tidak menimbulkan paralisis,
tetapi menimbulkan kerusakan berat pada eksekusi gerakan volunter. Manifestasi
klinis selalu ipsilateral terhadap lesi penyebabnya.1
 Dekomposisi gerakan volunter. Gerakan ekstremitas ataksik dan tidak
terkoordinasi, dengan dismetria, disinergia, disdiadokokinesis, dan tremor
saat melakukan gerakan volunter (intention tremor). Abnormalitas ini
lebih jelas pada ekstremitas atas dibandingkan ekstremitas bawah, dan
gerakan kompleks terkena lebih berat dibandingkan gerakan
sederhana.Disdiadokokinesia adalah gangguan gerakan bergantian secara
cepat akibat kerusakan koordinasi ketepatan waktu beberapa kelompok
otot antagonistik: gerakan seperti pronasi dan supinasi tangan secara cepat
menjadi lambat, terputus-putus, dan tidak berirama.1

2. Sistem Vestibularis

Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian nervus kranialis kedelapan (yaitu,
nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei vestibularis di
batang otak, dengan koneksi sentralnya.1

o Labirin
Labirin terletak di dalam bagian petrosus os temporalis dan terdiri dari utrikulus,
sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari
labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi perilimf; organ membranosa itu
sendiri berisi endolimf. Utrikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan.1
Tiga kanalis semisirkularis terletak dibidang yang berbeda. Kanalis
semisirkularis lateral terletak dibidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis
lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Masing-masing dari ketiga
kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk

7
ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibuler, krista ampularis. Rambut-
rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang
memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan
endolimf di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista
yang merupakan reseptor kinetik.1
Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya, makula
utrikularis dan makula sakularis. Makula sakularis terletak secara vertikal di
dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membran gelatinosa
yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Reseptor ini
menghantarkan impuls statik, yang menunjukkan posisi kepala terhadap ruang ,
ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot. Impuls
yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks
yang berfungsi untuk mengoordinasikan otot ekstraokuler, leher, dan tubuh
sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis
pergerakan kepala.1

o Nervus Vestibulokokhlearis
nervus vestibulokokhlearis merupakan stasiun berikutnya untuk transmisi
impuls di sistem vestibuler. Ganglion vestibulare terletak dikanalis auditorius
internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input
dari sel reseptor di organ vestibular, dan yang prosesus sentralnya membentuk
nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang
kemudian melintasi kanalis auditorius internur, menembus ruang subarakhnoid di
cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak
didasar ventrikel keempat.1
Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh:
 Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)1
 Nukleus vestibularis lateralis (Deiteirs)1
 Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)1
 Nukleus vestibularis inferior (Roller)1

8
.

PEMERIKSAAN TES KOORDINASI

1. Inspeksi cara berjalan (gait)


Gait adalah cara atau gaya berjalan yang umumnya meliputi kecepatan
bergerak (meter per detik) dan jumlah langkah per unit waktu (langkah per menit
= cadence). Siklus berjalan dimulai ketika tumit salah satu kaki menyentuh
pijakan (heal-strike/ heel-on) sampai dengan tumit yang sama kembali menyentuh
pijakan. Selama satu siklus berjalan terdapat fase bersentuhan dengan pijakan
(stance phase) dan fase kaki berada diudara (swing phase). Stance phase (60%)
dimulai ketika kaki bersentuhan dengan pijakan (heel-strike) dan berakhir ketika
kaki terangkat meninggalkan pijakan (toe-off), sedangkan swing phase (40%)
dimulai ketika kaki terangkat meninggalkan pijakan dan berakhir ketika kembali
bersentuhan dengan pijakan.6

a b c d

9
Gambar 1. Elemen dasar siklus berjalan. 7

a. Heel strike phase b. Loading/stance phase


c. Toe off phase d. Swing phase
 Tujuan Pemeriksaan:
Menilai apakah adanya kesimpangsiuran atau abnormalitas gerakan berjalan,
dimana akan ada kecenderungan untuk menyimpang garis atau jatuh kesalah
satu sisi.8
 Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien berjalan menuruti garis lurus dengan mata terbuka dan
tertutup. Perhatikan panjang langkahnya dan lebar jarak kedua telapak
kakinya. 4,8
 Interpretasi :
Positif = Tampak kelainan gait abnormal
Negatif = Tidak tampak kelainan gaya berjalan

Gait abnormal terdiri dari:


 Antalgik.Kaki yang sakit memiliki loading phase yang singkat.
Gait ini didapatkan pada pasien yang mengalami nyeri pada kaki
dan berusaha tidak menumpukkan badannya pada kaki yang sakit,
seperti trauma lutut, tumit atau kaki, kaki diabetik, deformitas pada
sendi lutut ataupun pada gout arthritis.7
 Trendelenberg. Abduksi pada coxae tidak abduktif sehingga
panggul kontralateral akan jatuh pada swing phase. Gait ini biasa
disebabkan karena adanya nyeri panggul dan paha.7
 Waddle. Disebut juga trendelenberg bilateral = jalan bebek. Gait
ini biasa didapatkan pada orang hamil, paget’s disease, dan
romberg distrofi.7
 Scissor. Kedua tungkai genu valgum, biasa didapatkan pada pasien
stroke dan trauma tulang belakang.7

10
 Paraparetik. Gerakan fleksi dan ekstensi kaku pada tungkai, jari
kaki mencengkram lantai. Didapatkan pada pasien parkinson dan
ataksia.7

Pada lesi unilateral di serebellum kecenderungan untuk jatuh ialah ke sisi


lesi. Gait pada ataksik serebellum disebabkan gangguan mekanisme koordinasi
serebelum dan sistim penghubungnya. Ataksia terjadi baik saat mata tertutup
mauoun terbuka. Lesi pada vermis/garis tengah terdapat gangguan gait berupa
jalan bergoyang, semopoyongan, ireguler, mengayun kesatu sisi dan sisi lainnya,
gerakan tiba-tiba kedepan/kesamping, titubasi dan langkah lebar. Tidak mampu
berjalan tandem atau mengikuti garis lurus pada lantai. Dapat dijumpai tremor dan
gerakan bergoyang pada seluruh tubuh. Pada kelainan yang terlokalisir pada satu
hemisfer serebelum atau jaras penghubungnya,atau penyakit vestibuler unilateral,
didapatakan goyangan atau devial menetap ke sisi lesi.3

2. Shallow knee bend


Shallow kneebend adalah teknik membangun kekuatan otot di atas paha.
Latihan ini hanya boleh dilakukan jika pasien dalam keadaan merasakan sakit
yang sangat minimal. Jika pasien tidak memiliki kelainan yang parah pada lutut
dan tidak merasakan sakit, bisa dilakukan 8-12 kali pengulangan.2
 Prosedur Pemeriksaan:2
a. Pasien diminta untuk berdiri dengan posisi kedua tangan bertumpu pada
meja atau kursi dengan kaki selebar bahu.
b. Perlahan-lahan lutut ditekuk sehingga posisi berubah menjadi setengah
berjongkok.
c. Pastikan lutut tidak bergerak di depan jari-jari kaki.
d. Pasien kemudian diminta untuk merendahkan posisi sekitar 15 cm dengan
posisi tumit tetap di lantai.
e. Pasien lalu diminta untuk kembali ke posisi semula secara perlahan-lahan.

11
Gambar 2. Tes Shallow Knee Bend

3. Tes Romberg

 Tujuan Pemeriksaan:
Untuk menilai adanya gangguan di susunan vestibular atau di funikulus
dorsalis (atau serebelum).8
 Prosedur pemeriksaan:
Tes Romberg dilakukan dengan cara meminta pasien untuk berdiri dengan
kedua kaki berdekatan satu sama lain dengan mata terbuka. Setiap bergoyang
signifikan atau kecenderungan untuk jatuh dicatat. Pasien kemudian diminta
untuk menutup matanya., biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Selain melihat munculnya goyangan pada pasien, penting juga untuk
memperhatikan berat ringannya goyangan serta posisinya timbulnya goyangan
(bergoyang dari pinggul atau pergelangan kaki seluruh tubuh). Demi keamanan
pasien dokter harus berada di sekitar pasien (dapat menghadap pasien atau di
sisinya) dengan tangan direntangkan di kedua sisi pasien untuk mendukung
(tanpa menyentuh pasien). Tes Romberg ini dianggap positif jika ada
ketidakseimbangan yang signifikan dengan mata tertutup atau
ketidakseimbangan secara signifikan memburuk pada saat menutup mata (jika
ketidakseimbangan sudah ada mata terbuka). 4,5,8
 Interpretasi :
Positif = terjatuh saat menutup mata
Negatif = tidak terjatuh saat menutup mata

12

12
Pada umumnya dengan pemeriksaan tes Romberg kita bisa membedakan
antara lesi serebellum dengan gangguan proprioseptik dengan melihat hasil tes
sewaktu membuka dan menutup mata. Pada waktu membuka mata penderita
masih sanggup berdiri tegak (pada permulaan terjadi ayunan beberapa kali masih
dianggap wajar/normal), tetapi begitu mata ditutup, penderita langsung
mengalami kesulitan untuk mempertahankan diri dan jatuh kearah yang tidak bisa
ditentukan (bisa kedepan atau kebelakang). Sedangkan pada gangguan serebellum
pada waktu membuka mata pun penderita sudah mengalami kesulitan berdiri
tegak dan akan cenderung berdiri dengan kedua kaki yang lebar (widebase). 9

Gambar 3. Tes Romberg

4. Tes Romberg dipertajam

 Tujuan Pemeriksaan:
Menilai adanya disfungsi sistem vestibular.4
 Prosedur Pemeriksaan
Pada tes ini minta pasien berdiri dengan salah satu kaki berada di depan
kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada tepat di depan jari-jari kaki
yang lainnya (tandem). Pasien kemudian diminta untuk melipat lengan di dada
dan menutup matanya. Pasien orang normal mampu berdiri dalam posisi ini
selama 30 detik atau lebih. 4,8

13
 Interpretasi :
Positif = tidak dapat berdiri selama 30 detik atau lebih
Negatif = dapat berdiri selama 30 detik atau lebih

5. Tes telunjuk hidung

 Tujuan Pemeriksaan:
Untuk menilai apakah ada gangguan pada serebelum yang menyebabkan ataxia
tipe dismetria.4
 Prosedur Pemeriksaan:
Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi berbaring, duduk
atau berdiri. Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total,
lalu pasien diminta untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari
telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan
cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. 4,8

 Interpretasi :
Positif = tidak dapat menunjuk hidung dengan benar
Negatif = dapat menunjuk hidung dengan benar
Gangguan pada serebelum atau saraf-saraf propioseptif dapat juga
menyebabkan ataxia tipe dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk
memulai atau menghentikan suatu gerak motorik halus. Dengan tes finger-to-nose
(tes jari hidung) dapat terlihat adanya intention tremor , sedangkan pada resting
tremor (Parkinson tremor) maka sewaktu istirahat akan tampak tremor tersebut. 8,9

Gambar 4. Tes telunjuk-hidung


14

14
6. Tes tumit lutut

 Tujuan Pemeriksaan:
Untuk melihat apakah ada ataksia (gangguan koordinasi) dan melihat adanya
gangguan pada serebelum.4
 Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien pasien berbaring dengan kedua tungkai diluruskan ,
kemudian pasien diminta menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut
tungkai lainnya, minta pasien menggerakkan tunit itu meluncur dari lutut ke
pergelangan kaki melalui tibia.4,5
 Interpretasi :
Positif = tidak dapat melakukan gerakan dengan benar
Negatif = dapat melakukan gerakan yang benar

Gambar 5. Tes Tumit Lutut

15
7. Tes untuk disdiadokinesis

Diadokokinesia adalah kemampuan untuk melakukan gerakan cepat secara


bersilangan. Sedangkam disdiadokokinesia adalah gangguan gerakan secara
bergantian secara cepat akibat kerusakan koordinasi ketepatan waktu beberapa
kelompok otot antagonistik: gerakan seperti pronasi dan supinasi tangan secara
cepat menjadi lambat, terputus-putus, dan tidak berirama.5,8,9

 Tujuan Pemeriksaan:
Untuk melihat adanya gangguan pada serebelum khususnya lesi pada
serebroserebelum yang menyebabkan adanya dekomposisi gerakan volunter.1
 Prosedur Pemeriksaan:
Mintalah pasien merentangkan kedua tangannya ke depan, kemudian
mintalah pasien mensupinasi dan pronas lengan bawahnya (tangannya) secara
bergantian dan cepat.4,8
 Interpretasi :
Positif = tidak dapat melakukan gerakan dengan benar
Negatif = dapat melakukan gerakan dengan benar
Tes disdiadokinesis akan terganggu pada lesi UMN, serebellum, dan
sindrom ganglia basalis. Pasien Parkinson mungkin mengerjakan tapping tes
dengan cukup baik, tetapi penderita akan mengalami kesulitan pada gerakan
disdiadokinesia. 9

Gambar 6 . Tes untuk disdiadokinesia

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 4. Jakarta:


EGC; 2012.p.163-165.214-227.
2. Husney A, Rigg J. Shallow Standing Knee Bend. EBMD Medical Reference
Healthwise Staff 7 March 2013: 1B
3. Japardi I. Aspek Neurologik Gangguan Berjalan. USU Digital Library.
Medan. 2002. 1-12
4. Lumbantobing SM. Tes Untuk Menilai Keseimbangan. Dalam: Neurologi
Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.p.73-110
5. Mirawati DK, Widjojo S, Suroto, Sudomo A. Pemeriksaan Neurologis. Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
2012.
6. Muharyasir L. Gaya Berjalan (Gait). Dalam: Gait. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Islam sumatera Utara; 2013. P. 1-2.
7. Ostosky KM, Van Swearingen JM, BurdettRG, Gee Z. Comparison ofGait
Characteristics in Young and Old Subject. Phys Ther1994; 76:637-46
8. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat;
2008.p.327-328.455-459
9. T. Juwono. Pemeriksaan Sistem Koordinasi. Dalam: Pemeriksaan Klinik
Neurologik Dalam Praktek. Jakarta: EGC; 1996. P 78-84.

17

Anda mungkin juga menyukai