1
ANATOMI DAN FISIOLOGI FUNGSI KOORDINASI
1. Serebellum
Serebelum adalah organ sentral untuk kontrol motorik halus. Struktur ini
memproses informasi dari berbagai jaras sensorik (terutama vestibular dan
proprioseptif), bersama impuls motorik, dan memodulasi aktivitas area nuklear
motorik di otak dan medulla spinalis. Secara anatomis, serebelum tersusun dari
dua hemisfer dan vermis yang terletak diantaranya. Serebelum terhubung dengan
batang otak melalui tiga pedunkulus serebeli.1
2
Lapisan molekuler (stratum molekulare). Lapisan ini terutama terdiri dari
prosesus selular, yang mayoritas merupakan akson sel granuler- serabut
pararel, dan dendrit sel purkinje.1
Lapisan sel Purkinje (statum ganglionare). Lapisan tipis ini hanya
mengandung badan sel Purkinje yang besar, tersusun berdampingan dalam
barisan-barisan.1
Lapisan sel granular (stratum granulosum). Lapisan ini hampir seluruhnya
terdiri dari badan sel granular kecil yang tersusun padat, yang berjumlah
lebih dari 95% dari seluruh neuron serebelum.1
o Vestibuloserebelum
3
ke formasio retikularis; dari tempat ini, traktus vestibulospinalis dan traktus
retikulospinalis serta fasikulus longitudinalis medialis memasuki batang otak dan
medula spinalis untuk mengontrol fungsi motorik spinal dan okulomotor.
Lengkung refleks ini memastikan stabilisasi postur, gaya berjalan, dan posisi mata
dan memungkinkan fiksasi tatapan.1
Lesi Vestibuloserebelum. Gangguan fungsional lobus flokulonodularis atau
nukleus fastigii menyebabkan pasien kurang dapat menempatkan dirinya pada
lapangan gravitasi bumi, atau tidak dapat memfiksasi tatapannya pada objek yang
diam saat kepalanya bergerak.1
Disekuilibrium. Pasien mengalami kesulitan berdiri tegak (astasia) dan
berjalan (abasia), dan gaya berjalan pasien lebar-lebar dan tidak stabil,
menyerupai gaya berjalan orang yang sedang mabuk (ataksia trunkal).
Heel-to-toe walking tidak dapat dilakukan. Ketidakseimbangan bukan
disebabkan oleh defisiensi impuls proprioseptif mencapai kesadaran,
tetapi akibat koordinasi respons otot-otot terhadap gravitasi yang salah.1
o Spinoserebelum
4
fastigii. Output eferen nuklei ini kemudian melanjutkan melalui pedunkulus
serebelaris superior ke nukleus ruber dan formasio retikularis,tempat impuls yang
telah dimodulasi dihantarkan melalui traktus rubrospinalis,traktus
rubroretikularis,dan traktus retikulospinalis ke neuron motorik spinal masing-
masing setengah bagian tubuh dipersyarafi oleh korteks serebeli ipsilateral,tetapi
tidak ada susunan somatotropik yang tepat.Beberapa output eferen nukleus
emboliformis berjalan melalui talamus ke korteks motorik-terutama bagian yang
mengontrol otot-otot proksimal ekstremitas (yang menyelubungi panggul dan
bahu) serta tubuh. Dengan cara ini, spinoserebelum juga memengaruhi gerakan
volunter yang terarah pada kelompok otot-otot ini.1
Lesi spinoserebelum.Manifestasi utama lesi zona vermis serebeli dan paravermis
serebeli adalah sebagai berikut.
Lesi lobus anterior dan bagian superior vermis di dan didekat garis
tengah menimbulkan ataksia cara berdiri (stance) dan gaya berjalan (gait).
Ataksia gait (abasia) yang ditimbulkan oleh lesi tersebut lebih berat
dibandingkan ataksia stance (astasia). Pasien yang menderita gangguan ini
menunjukkan cara berjalan yang lebar dan tidak stabil yang berdeviasi ke
sisi lesi, dan terdapat kecendrungan untuk jatuh kesisi tersebut. Ataksi
stance terlhat dengan tes romberg: ketika pasien berdiri dengan mata
tertutup, dorongan ringan pada sternum menyebabkan pasien berayun
kebelakang dan kedepan dengan frekuensi 2-3 Hz. Jika lesi hanya terbatas
pada bagian superior vermis, uji telunjuk-hidung dan tes tumit lutut tulang
kering masih dapat dilakukan secara akurat.1
Lesi bagian inferior vermis menyebebkan ataksia stance (astasia) yang
lebih berat dibandingkan ataksia gait. Pasien mengalami kesulitan untuk
duduk atau berdiri dengan stabil, dan, pada tes romberg, bergoyang secara
perlahan ke belakang dan kedepan, tanpa kecendrungan ke arah tertentu.1
o Serebroserebelum
5
Neoserebelum merupakan bagian terbesar serebelum. Perkembangan
filogenetiknya terjadi bersamaan ekspansi serebrum dan saat transmisi menuju
cara berdiri yang tegak dan gaya berjalan yang benar.1
6
presisi di serebelum.Fungsi serebelum berkisar dari koordinasi gerakan hingga
pengolahan stimulus sensorik dan informasi yang relevan terhadap memori.1
Lesi serebroserebelum. Lesi serebroserebelum tidak menimbulkan paralisis,
tetapi menimbulkan kerusakan berat pada eksekusi gerakan volunter. Manifestasi
klinis selalu ipsilateral terhadap lesi penyebabnya.1
Dekomposisi gerakan volunter. Gerakan ekstremitas ataksik dan tidak
terkoordinasi, dengan dismetria, disinergia, disdiadokokinesis, dan tremor
saat melakukan gerakan volunter (intention tremor). Abnormalitas ini
lebih jelas pada ekstremitas atas dibandingkan ekstremitas bawah, dan
gerakan kompleks terkena lebih berat dibandingkan gerakan
sederhana.Disdiadokokinesia adalah gangguan gerakan bergantian secara
cepat akibat kerusakan koordinasi ketepatan waktu beberapa kelompok
otot antagonistik: gerakan seperti pronasi dan supinasi tangan secara cepat
menjadi lambat, terputus-putus, dan tidak berirama.1
2. Sistem Vestibularis
Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian nervus kranialis kedelapan (yaitu,
nervus vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei vestibularis di
batang otak, dengan koneksi sentralnya.1
o Labirin
Labirin terletak di dalam bagian petrosus os temporalis dan terdiri dari utrikulus,
sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari
labirin tulang oleh rongga kecil yang terisi perilimf; organ membranosa itu
sendiri berisi endolimf. Utrikulus, sakulus, dan bagian kanalis semisirkularis
yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan.1
Tiga kanalis semisirkularis terletak dibidang yang berbeda. Kanalis
semisirkularis lateral terletak dibidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis
lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Masing-masing dari ketiga
kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk
7
ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibuler, krista ampularis. Rambut-
rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang
memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan
endolimf di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista
yang merupakan reseptor kinetik.1
Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya, makula
utrikularis dan makula sakularis. Makula sakularis terletak secara vertikal di
dinding medial sakulus. Sel-sel rambut makula tertanam di membran gelatinosa
yang mengandung kristal kalsium karbonat, disebut statolit. Reseptor ini
menghantarkan impuls statik, yang menunjukkan posisi kepala terhadap ruang ,
ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot. Impuls
yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks
yang berfungsi untuk mengoordinasikan otot ekstraokuler, leher, dan tubuh
sehingga keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis
pergerakan kepala.1
o Nervus Vestibulokokhlearis
nervus vestibulokokhlearis merupakan stasiun berikutnya untuk transmisi
impuls di sistem vestibuler. Ganglion vestibulare terletak dikanalis auditorius
internus; mengandung sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input
dari sel reseptor di organ vestibular, dan yang prosesus sentralnya membentuk
nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus kokhlearis, yang
kemudian melintasi kanalis auditorius internur, menembus ruang subarakhnoid di
cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak
didasar ventrikel keempat.1
Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh:
Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)1
Nukleus vestibularis lateralis (Deiteirs)1
Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)1
Nukleus vestibularis inferior (Roller)1
8
.
a b c d
9
Gambar 1. Elemen dasar siklus berjalan. 7
10
Paraparetik. Gerakan fleksi dan ekstensi kaku pada tungkai, jari
kaki mencengkram lantai. Didapatkan pada pasien parkinson dan
ataksia.7
11
Gambar 2. Tes Shallow Knee Bend
3. Tes Romberg
Tujuan Pemeriksaan:
Untuk menilai adanya gangguan di susunan vestibular atau di funikulus
dorsalis (atau serebelum).8
Prosedur pemeriksaan:
Tes Romberg dilakukan dengan cara meminta pasien untuk berdiri dengan
kedua kaki berdekatan satu sama lain dengan mata terbuka. Setiap bergoyang
signifikan atau kecenderungan untuk jatuh dicatat. Pasien kemudian diminta
untuk menutup matanya., biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Selain melihat munculnya goyangan pada pasien, penting juga untuk
memperhatikan berat ringannya goyangan serta posisinya timbulnya goyangan
(bergoyang dari pinggul atau pergelangan kaki seluruh tubuh). Demi keamanan
pasien dokter harus berada di sekitar pasien (dapat menghadap pasien atau di
sisinya) dengan tangan direntangkan di kedua sisi pasien untuk mendukung
(tanpa menyentuh pasien). Tes Romberg ini dianggap positif jika ada
ketidakseimbangan yang signifikan dengan mata tertutup atau
ketidakseimbangan secara signifikan memburuk pada saat menutup mata (jika
ketidakseimbangan sudah ada mata terbuka). 4,5,8
Interpretasi :
Positif = terjatuh saat menutup mata
Negatif = tidak terjatuh saat menutup mata
12
12
Pada umumnya dengan pemeriksaan tes Romberg kita bisa membedakan
antara lesi serebellum dengan gangguan proprioseptik dengan melihat hasil tes
sewaktu membuka dan menutup mata. Pada waktu membuka mata penderita
masih sanggup berdiri tegak (pada permulaan terjadi ayunan beberapa kali masih
dianggap wajar/normal), tetapi begitu mata ditutup, penderita langsung
mengalami kesulitan untuk mempertahankan diri dan jatuh kearah yang tidak bisa
ditentukan (bisa kedepan atau kebelakang). Sedangkan pada gangguan serebellum
pada waktu membuka mata pun penderita sudah mengalami kesulitan berdiri
tegak dan akan cenderung berdiri dengan kedua kaki yang lebar (widebase). 9
Tujuan Pemeriksaan:
Menilai adanya disfungsi sistem vestibular.4
Prosedur Pemeriksaan
Pada tes ini minta pasien berdiri dengan salah satu kaki berada di depan
kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada tepat di depan jari-jari kaki
yang lainnya (tandem). Pasien kemudian diminta untuk melipat lengan di dada
dan menutup matanya. Pasien orang normal mampu berdiri dalam posisi ini
selama 30 detik atau lebih. 4,8
13
Interpretasi :
Positif = tidak dapat berdiri selama 30 detik atau lebih
Negatif = dapat berdiri selama 30 detik atau lebih
Tujuan Pemeriksaan:
Untuk menilai apakah ada gangguan pada serebelum yang menyebabkan ataxia
tipe dismetria.4
Prosedur Pemeriksaan:
Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi berbaring, duduk
atau berdiri. Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total,
lalu pasien diminta untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari
telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan
cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. 4,8
Interpretasi :
Positif = tidak dapat menunjuk hidung dengan benar
Negatif = dapat menunjuk hidung dengan benar
Gangguan pada serebelum atau saraf-saraf propioseptif dapat juga
menyebabkan ataxia tipe dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk
memulai atau menghentikan suatu gerak motorik halus. Dengan tes finger-to-nose
(tes jari hidung) dapat terlihat adanya intention tremor , sedangkan pada resting
tremor (Parkinson tremor) maka sewaktu istirahat akan tampak tremor tersebut. 8,9
14
6. Tes tumit lutut
Tujuan Pemeriksaan:
Untuk melihat apakah ada ataksia (gangguan koordinasi) dan melihat adanya
gangguan pada serebelum.4
Prosedur pemeriksaan :
Mintalah pasien pasien berbaring dengan kedua tungkai diluruskan ,
kemudian pasien diminta menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut
tungkai lainnya, minta pasien menggerakkan tunit itu meluncur dari lutut ke
pergelangan kaki melalui tibia.4,5
Interpretasi :
Positif = tidak dapat melakukan gerakan dengan benar
Negatif = dapat melakukan gerakan yang benar
15
7. Tes untuk disdiadokinesis
Tujuan Pemeriksaan:
Untuk melihat adanya gangguan pada serebelum khususnya lesi pada
serebroserebelum yang menyebabkan adanya dekomposisi gerakan volunter.1
Prosedur Pemeriksaan:
Mintalah pasien merentangkan kedua tangannya ke depan, kemudian
mintalah pasien mensupinasi dan pronas lengan bawahnya (tangannya) secara
bergantian dan cepat.4,8
Interpretasi :
Positif = tidak dapat melakukan gerakan dengan benar
Negatif = dapat melakukan gerakan dengan benar
Tes disdiadokinesis akan terganggu pada lesi UMN, serebellum, dan
sindrom ganglia basalis. Pasien Parkinson mungkin mengerjakan tapping tes
dengan cukup baik, tetapi penderita akan mengalami kesulitan pada gerakan
disdiadokinesia. 9
16
DAFTAR PUSTAKA
17