Anda di halaman 1dari 26

Referat

KOORDINASI:

FISIOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIS

Oleh:

Eny Aleda Watumlawar (15014101178)

Ellisabeth Maria Harahap (15014101177)

Renold Christian Ibrahim (15014101165)

Masa KKM: 2 Januari 5 Februari 2017

Supervisor Pembimbing

dr. Corry Mahama, Sp.S

BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

KOORDINASI: FISIOLOGI DAN MANIFESTASI KLINIS

Telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada tanggal 2017

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing,

dr. Corry Mahama, Sp.S


PENDAHULUAN

Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impuls

ke susunan saraf pusat dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Dalam meregulasi

keseimbangan (ekuilibrium), terdapat tiga sistem berbeda yang berpartisipasi didalamnya,

yaitu sistem vesibuler, sistem proprioseptif (yaitu, persepsi posisi otot dan sendi), dan sistem

visual. Organ yang paling berperan pada sistem koordinasi adalah serebellum sebagai pusat

keseimbangan dan pergerakan. Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap,

tonus, mengintegrasi dan mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada cerebelar bermanifestasi

secara klinis berupa gangguan pergerakan dan keseimbangan.1,4

Gangguan pada fungsi koordinasi dapat berupa gangguan posisi sikap waktu berdiri

dan sikap badan sewaktu bergerak, postur dan gaya berjalan, dan dekompresi gerakan volunter.

Pemeriksaan fungsi koordinasi bertujuan untuk menilai adanya gangguan pada keseimbangan,

posisi, postur, gaya berjalan, gerakan involunter, serta gerakan terarah secara halus dan tepat.1,8

Pada pemeriksaan koordinasi dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan ekuilibrium dan non

ekuilibrium. Pemeriksaan ekuilibrium mengacu pada pemeliharaan keseimbangan dan

koordinasi tubuh secara keseluruhan termasuk didalamnya adalah Tes Romberg, sedangkan

pemeriksaan non ekuilibrium menilai kemampuan pasien dalam melakukan gerakan yang

berlainan, seringkali relatif baik, gerakan disengaja dengan ekstremitas yaitu finger to nose

test, disdiaddokinesia, heel to knee test.9


ANATOMI DAN FISIOLOGI FUNGSI KOORDINASI

Fungsi koordinasi melibatkan beberapa sistem organ, yaitu:

1. Serebellum

Serebelum adalah organ sentral untuk kontrol motorik halus. Struktur ini memproses

informasi dari berbagai jaras sensorik (terutama vestibular dan proprioseptif), bersama impuls

motorik, dan memodulasi aktivitas area nuklear motorik di otak dan medulla spinalis. Secara

anatomis, serebelum tersusun dari dua hemisfer dan vermis yang terletak diantaranya.

Serebelum terhubung dengan batang otak melalui tiga pedunkulus serebeli.1

Serebelum terletak di fossa posterior. Permukaan superiornya diselubungi oleh tentorium

serebeli, yaitu suatu lipatan ganda dura mater yang menyerupai tenda yang memisahkan

serebelum dari serebrum. Permukaan serebelum, tidak seperti serebrum, menunjukkan banyak

lekukan kecil yang berjalan horizontal (folia), yang satu sama lain dipisahkan oleh fisura.

Bagiansentral serebelum yang sempit yang menghubungkan kedua hemisfer masing-masing

sisi disebut vemis.1

Gambaran serebelum dari bawah menunjukkan bagian teratas ventrikel keempat yang

terletak dianatara pedunkuli serebelares. Ventrikel keempat berhubungan dengan rongga

subarakhnoid melalui sebuah apertura mediana (foramen Magendie) dan dua apertura lateralis

(foramen Luschka). Disebelah kaudal pedunkulus serebri inferior dan medius, terdapat suatu

struktur pada masing-masing sisi yang disebut flokulus; kedua flokulus dihubungkan

menyebrangi garis tengah melalui bagian vermis yang disebut nodulus. Bersama-sama,

struktur ini membentuk lobus flokulonodularis.1


Korteks serebeli tersusun atas tiga lapisan yaitu:

Lapisan molekuler (stratum molekulare). Lapisan ini terutama terdiri dari prosesus

selular, yang mayoritas merupakan akson sel granuler- serabut pararel, dan dendrit sel

purkinje.1

Lapisan sel Purkinje (statum ganglionare). Lapisan tipis ini hanya mengandung badan

sel Purkinje yang besar, tersusun berdampingan dalam barisan-barisan.1

Lapisan sel granular (stratum granulosum). Lapisan ini hampir seluruhnya terdiri dari

badan sel granular kecil yang tersusun padat, yang berjumlah lebih dari 95% dari

seluruh neuron serebelum.1

Serebelum merupakan suatu pusat koordinasi yang mempertahankan keseimbangan

dan mengontrol tonus otot melalui sirkuit regulasi umpan-balik yang kompleks, dan

memastikan eksekusi semua proses motorik terarah yang tepat dan terkoordinasi dengan baik

secara sementara. Koordinasi gerakan serebelar terjadi secara tidak disadari. Tiga komponen

utama serebelum berdasarkan filogenik dan fungsional, yaitu:1

o Vestibuloserebelum

Arkhiserebelum (secara filogenik merupakan bagian serebelum tertua) berhubungan erat

dengan aparatus vestibularis. Struktur ini menerima sebagian besar imput aferennya dari nuklei

vestibulares dibatang otak dengan demikian disebut juga vestibuloserebelum.1

Fungsi. Vestibuloserebelum menerima impuls dari aparatus vestibularis yang membawa

informasi mengenai posisi dan gerakan kepala. Output aferennya memengaruhi fungsi motorik

mata dan tubuh sedemikian rupa sehingga ekuilibrium dapat dipertahankan pada semua posisi

dan pada semua gerakan.1


Hubungan sinaptik. Lengkung refleks berikut ini berpartisipasi dalam mempertahankan

ekuilibrium (keseimbangan). Dari organ vestibular, impuls berjalan baik secara langsung

maupun tidak langsung (melalui nuklei vestibulares) ke korteks vestibuloserebelaris, dan

menuju nuklei fastigii. Korteks vestibulosselebelaris menghantarkan impuls kembali ke nuklei

vestibulares serta ke formasio retikularis; dari tempat ini, traktus vestibulospinalis dan traktus

retikulospinalis serta fasikulus longitudinalis medialis memasuki batang otak dan medula

spinalis untuk mengontrol fungsi motorik spinal dan okulomotor. Lengkung refleks ini

memastikan stabilisasi postur, gaya berjalan, dan posisi mata dan memungkinkan fiksasi

tatapan.1

Lesi Vestibuloserebelum. Gangguan fungsional lobus flokulonodularis atau nukleus fastigii

menyebabkan pasien kurang dapat menempatkan dirinya pada lapangan gravitasi bumi, atau

tidak dapat memfiksasi tatapannya pada objek yang diam saat kepalanya bergerak.1

Disekuilibrium. Pasien mengalami kesulitan berdiri tegak (astasia) dan berjalan

(abasia), dan gaya berjalan pasien lebar-lebar dan tidak stabil, menyerupai gaya

berjalan orang yang sedang mabuk (ataksia trunkal). Heel-to-toe walking tidak dapat

dilakukan. Ketidakseimbangan bukan disebabkan oleh defisiensi impuls proprioseptif

mencapai kesadaran, tetapi akibat koordinasi respons otot-otot terhadap gravitasi yang

salah.1

o Spinoserebelum

Paleoserebelum menerima sebagian besar input aferennya dari medulla spinalis dan,

dengan demikian disebut juga spinoserebelum. Spinoserebelum sebagian besar terdiri dari

vermis dan zona paravermian.1


Fungsi. Spinoserebelum mengontrol tonus otot dan mengoordinasi kerja kelompok-kelompok

otot antagonistik yang berpartisipasi pada postur dan gaya berjalan. Output aferennya

memengaruhi aktivitas otot-otot anti gravitasi dan mengontrol kekuatan gaya yang diinduksi

oleh gerakan (misalnya, inersia dan gaya sentrifugal).1

Hubungan. Korteks spinoserebelum menerima input aferennya dari medulla spinalis melalui

traktus spinoserebelaris posterior, traktus spinoserebelaris anterior, dan traktus

kuneoserebelaris (dari nukleus kuneatus asesorius). Korteks zona paravermis terutama

berproyeksi ke nukleus globosus dan nukleus emboliformis,sedangkan korteks vermian

terutama berproyeksi ke nukleus fastigii. Output eferen nuklei ini kemudian melanjutkan

melalui pedunkulus serebelaris superior ke nukleus ruber dan formasio retikularis,tempat

impuls yang telah dimodulasi dihantarkan melalui traktus rubrospinalis,traktus

rubroretikularis,dan traktus retikulospinalis ke neuron motorik spinal masing-masing setengah

bagian tubuh dipersyarafi oleh korteks serebeli ipsilateral,tetapi tidak ada susunan

somatotropik yang tepat.Beberapa output eferen nukleus emboliformis berjalan melalui

talamus ke korteks motorik-terutama bagian yang mengontrol otot-otot proksimal ekstremitas

(yang menyelubungi panggul dan bahu) serta tubuh. Dengan cara ini, spinoserebelum juga

memengaruhi gerakan volunter yang terarah pada kelompok otot-otot ini.1

Lesi spinoserebelum. Manifestasi utama lesi zona vermis serebeli dan paravermis serebeli

adalah sebagai berikut.

Lesi lobus anterior dan bagian superior vermis di dan didekat garis tengah

menimbulkan ataksia cara berdiri (stance) dan gaya berjalan (gait). Ataksia gait

(abasia) yang ditimbulkan oleh lesi tersebut lebih berat dibandingkan ataksia stance

(astasia). Pasien yang menderita gangguan ini menunjukkan cara berjalan yang lebar
dan tidak stabil yang berdeviasi ke sisi lesi, dan terdapat kecendrungan untuk jatuh

kesisi tersebut. Ataksi stance terlhat dengan tes romberg: ketika pasien berdiri dengan

mata tertutup, dorongan ringan pada sternum menyebabkan pasien berayun

kebelakang dan kedepan dengan frekuensi 2-3 Hz. Jika lesi hanya terbatas pada bagian

superior vermis, uji telunjuk-hidung dan tes tumit lutut tulang kering masih dapat

dilakukan secara akurat.1

Lesi bagian inferior vermis menyebebkan ataksia stance (astasia) yang lebih berat

dibandingkan ataksia gait. Pasien mengalami kesulitan untuk duduk atau berdiri

dengan stabil, dan, pada tes romberg, bergoyang secara perlahan ke belakang dan

kedepan, tanpa kecendrungan ke arah tertentu.1

o Serebroserebelum

Neoserebelum merupakan bagian terbesar serebelum. Perkembangan filogenetiknya terjadi

bersamaan ekspansi serebrum dan saat transmisi menuju cara berdiri yang tegak dan gaya

berjalan yang benar.1

Hubungan. Serebroserebelum menerima sebagian besar input neuralnya secara tidak langsung

dari bagian korteks serebri yang luas, terutama dari area broadmann 4 dan 6 (area motorik dan

premotorik) melalui traktus kortikopontis tetapi juga,sebagian kecil, dari oliva melalui traktus

olivoserebelaris. serebelum menerima peringatan lebih lanjut dari semua gerakan volunter

yang direncanakan yang dimulai di korteks serebri, sehingga serebelum dapat segera

mengirimkan impuls modulasi dan korektif kembali ke korteks motorik melalui

jarasdentatotalamokortikalis. Nukleus dentatus juga berproyeksi kebagian parvoselularis

nukleus ruber. Tidak seperti nukleus ruber lainnya, bagian ini tidak mengirimkan serabutnya

ke medula spinalis melalui traktus rubrospinalis. Namun, serabut ini berproyeksi melalui
traktus tegmentalis sentralis ke oliva inferior, yang kemudian berproyeksi kembali ke

serebroserebelum. Lengkung umpan balik neural dentato-rubro-oliva-serebelaris ini memiliki

peran yang penting dalam pengolahan impuls neosereberal.1

Fungsi. Hubungan serebroserebelum yang kompleks memungkinkan struktur ini untuk

meregulasi semua gerakan terarah secara halus dan tepat. Melalui jaras spinoserebelaris aferen

yang menghantarkan dengan sangat cepat, serebroserebelum secara terus-menerus menerima

informasi terbaru mengenai aktivitas motorik di perifer. Dengan demikian ia dapat

memperbaiki setiap kesalahan dalam perjalanan gerakan volunter untuk memastikan bahwa

gerakan tersebut dilakukan secara halus dan tepat. Pola pengeksekusi berbagai jenis gerakan

yang sangat banyak kemungkinan disimpan di serebelum, seperti pada komputer, sepanjang

hidup individu, sehingga dapat dipanggil kembali setiap saat. Dengan demikian, begitu kita

mencapai tahap perkembangan tertentu, kita dapat melakukan gerakan sulit yang telah

dipelajari secara cepat, relatif tidak memerlukan usaha, dan sesuai kehendak dengan cara

memanggil fungsi regulasi presisi di serebelum. Fungsi serebelum berkisar dari koordinasi

gerakan hingga pengolahan stimulus sensorik dan informasi yang relevan terhadap memori.1

Lesi serebroserebelum. Lesi serebroserebelum tidak menimbulkan paralisis, tetapi

menimbulkan kerusakan berat pada eksekusi gerakan volunter. Manifestasi klinis selalu

ipsilateral terhadap lesi penyebabnya.1

Dekomposisi gerakan volunter. Gerakan ekstremitas ataksik dan tidak terkoordinasi,

dengan dismetria, disinergia, disdiadokokinesis, dan tremor saat melakukan gerakan

volunter (intention tremor). Abnormalitas ini lebih jelas pada ekstremitas atas

dibandingkan ekstremitas bawah, dan gerakan kompleks terkena lebih berat

dibandingkan gerakan sederhana. Disdiadokokinesia adalah gangguan gerakan


bergantian secara cepat akibat kerusakan koordinasi ketepatan waktu beberapa

kelompok otot antagonistik: gerakan seperti pronasi dan supinasi tangan secara cepat

menjadi lambat, terputus-putus, dan tidak berirama.1

2. Sistem Vestibularis

Sistem vestibular terdiri dari labirin, bagian nervus kranialis kedelapan (yaitu, nervus

vestibularis, bagian nervus vestibulokokhlearis), dan nuklei vestibularis di batang otak,

dengan koneksi sentralnya.1

o Labirin

Labirin terletak di dalam bagian petrosus os temporalis dan terdiri dari utrikulus, sakulus, dan

tiga kanalis semisirkularis. Labirin membranosa terpisah dari labirin tulang oleh rongga kecil

yang terisi perilimf; organ membranosa itu sendiri berisi endolimf. Utrikulus, sakulus, dan

bagian kanalis semisirkularis yang melebar (ampula) mengandung organ reseptor yang

berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan.1

Tiga kanalis semisirkularis terletak dibidang yang berbeda. Kanalis semisirkularis

lateral terletak dibidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis lainnya tegak lurus

dengannya dan satu sama lain. Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis melebar

pada salah satu ujungnya untuk membentuk ampula, yang berisi organ reseptor sistem

vestibuler, krista ampularis. Rambut-rambut sensorik krista tertanam pada salah satu ujung

massa gelatinosa yang memanjang yang disebut kupula, yang tidak mengandung otolit.

Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis menstimulasi rambut-rambut sensorik krista

yang merupakan reseptor kinetik.1

Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya, makula utrikularis dan

makula sakularis. Makula sakularis terletak secara vertikal di dinding medial sakulus. Sel-sel
rambut makula tertanam di membran gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat,

disebut statolit. Reseptor ini menghantarkan impuls statik, yang menunjukkan posisi kepala

terhadap ruang, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot.

Impuls yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks yang

berfungsi untuk mengoordinasikan otot ekstraokuler, leher, dan tubuh sehingga

keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala.1

o Nervus Vestibulokokhlearis

Nervus vestibulokokhlearis merupakan stasiun berikutnya untuk transmisi impuls di

sistem vestibuler. Ganglion vestibulare terletak dikanalis auditorius internus; mengandung sel-

sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel reseptor di organ vestibular, dan

yang prosesus sentralnya membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan nervus

kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internur, menembus ruang

subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.

Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak didasar

ventrikel keempat.1

Kompleks nuklear vestibularis terbentuk oleh:

Nukleus vestibularis superior (Bekhterev)1

Nukleus vestibularis lateralis (Deiteirs)1

Nukleus vestibularis medialis (Schwalbe)1

Nukleus vestibularis inferior (Roller)1

.
PEMERIKSAAN TES KOORDINASI

1. Inspeksi cara berjalan (gait)

Gait adalah cara atau gaya berjalan yang umumnya meliputi kecepatan bergerak (meter

per detik) dan jumlah langkah per unit waktu (langkah per menit = cadence). Siklus berjalan

dimulai ketika tumit salah satu kaki menyentuh pijakan (heal-strike/ heel-on) sampai dengan

tumit yang sama kembali menyentuh pijakan. Selama satu siklus berjalan terdapat fase

bersentuhan dengan pijakan (stance phase) dan fase kaki berada diudara (swing phase). Stance

phase (60%) dimulai ketika kaki bersentuhan dengan pijakan (heel-strike) dan berakhir ketika

kaki terangkat meninggalkan pijakan (toe-off), sedangkan swing phase (40%) dimulai ketika

kaki terangkat meninggalkan pijakan dan berakhir ketika kembali bersentuhan dengan

pijakan.6

a b c d

Gambar 1. Elemen dasar siklus berjalan. 7

a. Heel strike phase b. Loading/stance phase


c. Toe off phase d. Swing phase

Tujuan Pemeriksaan:

Menilai apakah adanya kesimpangsiuran atau abnormalitas gerakan berjalan, dimana akan

ada kecenderungan untuk menyimpang garis atau jatuh kesalah satu sisi.8

Prosedur pemeriksaan:

Mintalah pasien berjalan menuruti garis lurus dengan mata terbuka dan tertutup.

Perhatikan panjang langkahnya dan lebar jarak kedua telapak kakinya. 4,8

Interpretasi:

Positif = Tampak kelainan gait abnormal

Negatif = Tidak tampak kelainan gaya berjalan

Gait abnormal terdiri dari:

Antalgik. Kaki yang sakit memiliki loading phase yang singkat. Gait ini

didapatkan pada pasien yang mengalami nyeri pada kaki dan berusaha tidak

menumpukkan badannya pada kaki yang sakit, seperti trauma lutut, tumit atau

kaki, kaki diabetik, deformitas pada sendi lutut ataupun pada gout arthritis.7

Trendelenberg. Abduksi pada coxae tidak abduktif sehingga panggul

kontralateral akan jatuh pada swing phase. Gait ini biasa disebabkan karena

adanya nyeri panggul dan paha.7

Waddle. Disebut juga trendelenberg bilateral = jalan bebek. Gait ini biasa

didapatkan pada orang hamil, pagets disease, dan romberg distrofi.7

Scissor. Kedua tungkai genu valgum, biasa didapatkan pada pasien stroke dan

trauma tulang belakang.7


Paraparetik. Gerakan fleksi dan ekstensi kaku pada tungkai, jari kaki

mencengkram lantai. Didapatkan pada pasien parkinson dan ataksia.7

Pada lesi unilateral di serebellum kecenderungan untuk jatuh ialah ke sisi lesi. Gait pada

ataksik serebellum disebabkan gangguan mekanisme koordinasi serebelum dan sistim

penghubungnya. Ataksia terjadi baik saat mata tertutup mauoun terbuka. Lesi pada

vermis/garis tengah terdapat gangguan gait berupa jalan bergoyang, semopoyongan, ireguler,

mengayun kesatu sisi dan sisi lainnya, gerakan tiba-tiba kedepan/kesamping, titubasi dan

langkah lebar. Tidak mampu berjalan tandem atau mengikuti garis lurus pada lantai. Dapat

dijumpai tremor dan gerakan bergoyang pada seluruh tubuh. Pada kelainan yang terlokalisir

pada satu hemisfer serebelum atau jaras penghubungnya, atau penyakit vestibuler unilateral,

didapatakan goyangan atau devial menetap ke sisi lesi.3

2. Shallow knee bend

Shallow kneebend adalah teknik membangun kekuatan otot di atas paha. Latihan ini hanya

boleh dilakukan jika pasien dalam keadaan merasakan sakit yang sangat minimal. Jika pasien

tidak memiliki kelainan yang parah pada lutut dan tidak merasakan sakit, bisa dilakukan 8-12

kali pengulangan.2

Prosedur Pemeriksaan:2

a. Pasien diminta untuk berdiri dengan posisi kedua tangan bertumpu pada meja atau kursi

dengan kaki selebar bahu.

b. Perlahan-lahan lutut ditekuk sehingga posisi berubah menjadi setengah berjongkok.

c. Pastikan lutut tidak bergerak di depan jari-jari kaki.

d. Pasien kemudian diminta untuk merendahkan posisi sekitar 15 cm dengan posisi tumit

tetap di lantai.
e. Pasien lalu diminta untuk kembali ke posisi semula secara perlahan-lahan.

Gambar 2. Tes Shallow Knee Bend

3. Tes Romberg

Tujuan Pemeriksaan:

Untuk menilai adanya gangguan di susunan vestibular atau di funikulus dorsalis (atau

serebelum).8

Prosedur pemeriksaan:

Tes Romberg dilakukan dengan cara meminta pasien untuk berdiri dengan kedua kaki

berdekatan satu sama lain dengan mata terbuka. Setiap bergoyang signifikan atau

kecenderungan untuk jatuh dicatat. Pasien kemudian diminta untuk menutup matanya.,

biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Selain melihat munculnya goyangan pada

pasien, penting juga untuk memperhatikan berat ringannya goyangan serta posisinya

timbulnya goyangan (bergoyang dari pinggul atau pergelangan kaki seluruh tubuh). Demi

keamanan pasien dokter harus berada di sekitar pasien (dapat menghadap pasien atau di

sisinya) dengan tangan direntangkan di kedua sisi pasien untuk mendukung (tanpa

menyentuh pasien). Tes Romberg ini dianggap positif jika ada ketidakseimbangan yang

signifikan dengan mata tertutup atau ketidakseimbangan secara signifikan memburuk pada

saat menutup mata (jika ketidakseimbangan sudah ada mata terbuka). 4,5,8
Interpretasi:

Positif = terjatuh saat menutup mata

Negatif = tidak terjatuh saat menutup mata

Pada umumnya dengan pemeriksaan tes Romberg kita bisa membedakan antara lesi

serebellum dengan gangguan proprioseptik dengan melihat hasil tes sewaktu membuka dan

menutup mata. Pada waktu membuka mata penderita masih sanggup berdiri tegak (pada

permulaan terjadi ayunan beberapa kali masih dianggap wajar/normal), tetapi begitu mata

ditutup, penderita langsung mengalami kesulitan untuk mempertahankan diri dan jatuh kearah

yang tidak bisa ditentukan (bisa kedepan atau kebelakang). Sedangkan pada gangguan

serebellum pada waktu membuka mata pun penderita sudah mengalami kesulitan berdiri tegak

dan akan cenderung berdiri dengan kedua kaki yang lebar (widebase). 9

Gambar 3. Tes Romberg

4. Tes Romberg dipertajam

Tujuan Pemeriksaan:

Menilai adanya disfungsi sistem vestibular.4


Prosedur Pemeriksaan

Pada tes ini minta pasien berdiri dengan salah satu kaki berada di depan kaki yang

lainnya. Tumit kaki yang satu berada tepat di depan jari-jari kaki yang lainnya (tandem).

Pasien kemudian diminta untuk melipat lengan di dada dan menutup matanya. Pasien orang

normal mampu berdiri dalam posisi ini selama 30 detik atau lebih. 4,8

Interpretasi:

Positif = tidak dapat berdiri selama 30 detik atau lebih

Negatif = dapat berdiri selama 30 detik atau lebih

5. Tes telunjuk hidung

Tujuan Pemeriksaan:

Untuk menilai apakah ada gangguan pada serebelum yang menyebabkan ataxia tipe

dismetria.4

Prosedur Pemeriksaan:

Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi berbaring, duduk atau berdiri.

Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total, lalu pasien diminta untuk

menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya. Mula-mula dengan gerakan

perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. 4,8

Interpretasi:

Positif = tidak dapat menunjuk hidung dengan benar

Negatif = dapat menunjuk hidung dengan benar

Gangguan pada serebelum atau saraf-saraf propioseptif dapat juga menyebabkan ataxia tipe

dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau menghentikan suatu
gerak motorik halus. Dengan tes finger-to-nose (tes jari hidung) dapat terlihat adanya intention

tremor , sedangkan pada resting tremor (Parkinson tremor) maka sewaktu istirahat akan tampak

tremor tersebut. 8,9

Gambar 4. Tes telunjuk-hidung

6. Tes tumit lutut

Tujuan Pemeriksaan:

Untuk melihat apakah ada ataksia (gangguan koordinasi) dan melihat adanya gangguan pada

serebelum.4

Prosedur pemeriksaan:

Mintalah pasien pasien berbaring dengan kedua tungkai diluruskan, kemudian pasien

diminta menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut tungkai lainnya, minta pasien

menggerakkan tunit itu meluncur dari lutut ke pergelangan kaki melalui tibia.4,5

Interpretasi:

Positif = tidak dapat melakukan gerakan dengan benar

Negatif = dapat melakukan gerakan yang benar


Gambar 5. Tes Tumit Lutut

7. Tes untuk disdiadokinesis

Diadokokinesia adalah kemampuan untuk melakukan gerakan cepat secara bersilangan.

Sedangkam disdiadokokinesia adalah gangguan gerakan secara bergantian secara cepat akibat

kerusakan koordinasi ketepatan waktu beberapa kelompok otot antagonistik: gerakan seperti

pronasi dan supinasi tangan secara cepat menjadi lambat, terputus-putus, dan tidak

berirama.5,8,9

Tujuan Pemeriksaan:

Untuk melihat adanya gangguan pada serebelum khususnya lesi pada serebroserebelum

yang menyebabkan adanya dekomposisi gerakan volunter.1

Prosedur Pemeriksaan:

Mintalah pasien merentangkan kedua tangannya ke depan, kemudian mintalah pasien

mensupinasi dan pronas lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat.4,8
Interpretasi:

Positif = tidak dapat melakukan gerakan dengan benar

Negatif = dapat melakukan gerakan dengan benar

Tes disdiadokinesis akan terganggu pada lesi UMN, serebellum, dan sindrom ganglia

basalis. Pasien Parkinson mungkin mengerjakan tapping tes dengan cukup baik, tetapi

penderita akan mengalami kesulitan pada gerakan disdiadokinesia. 9

Gambar 6 . Tes untuk disdiadokinesia

Pemeriksaan Penunjang pada gangguan koordinasi:

Elektroneuromiografi (EMG)

EMG merupakan suatu pemeriksaan yang non-invasif dan dipergunakan untuk memeriksa

keadaan saraf perifer dan otot.Dan merupakan pelengkap dari pemeiksaan klinis neurologis

maupun pemeriksaan penunjang lain (mis.MRI), sehingga dari hasil-hasil pemeriksaan tersebut

dapat ditarik suatu kesimpulan.


Jangkauan pemeriksaan EMG adalah sesuai dengan gangguan Lower Motor Neuron (LMN)

yang meliputi cornu anterior, radiks, pleksus, saraf prefier, paut saraf otot dan otot.

Somato Senseric Evoked Potential (SSEP)

Adalah pemeriksaan yang dipergunakan untuk melihat atau mempelajari lesi-lesi yang

letaknya lebih proksimal, sepanjang jaras somato-sensorik (dengan kata lain yang tidak

terjangkau dengan EMG jadi dapat yang bersifat Upper Neuron/UMN).

Intraoperatif Neurofisiologik Monitoring

Suatu tindakan yang dikerjakan akan menempuh resiko. Lapangan intraoperatif merupakan

satu bagian yang penuh dengan resiko dan pembedahan itu sendiri dapat menimbulkan

berbagai resiko pada system persyarafan dan anggota gerak.

Pembiusan (anaesthesia) diaplikasikan untuk mencapai penekanan /supresi pada fungsi

motorik dan sensorik pasien selama proses pembedahan, namun supresi tersebut tidak mampu

memberikan informasi klinis dini/memberi peringatan dini kepada operator jika terjadi bahaya

yang mengancam, yang tepat pada waktunya.

Sebagai metode alternatif dari monitoring dan untuk menjaga keselamatan fungsi syaraf dari

seorang pasien yang pada saat sedang dalam keadaan terbius total, merupakan tujuan dari

intraoperatif neurofisiologik monitoring.

Intraoperatif Neurofisiologik Monitoring merupakan bagian dari neurofisiologi yang tergolong

berusia masih sangat muda. Alat ini baru dipergunakan sejak tahun 1994 di Amerika Serikat.

Idealnya adalah bahwa prosedur monitoring ini tidak menambah resiko dari pembedahan, akan

tetapi sebaliknya dapat menunjukan manfaat yang positif dalam mengurangi insiden yang

dapat membahayakan system persyarafan.


Suatu tujuan dari intraoperatif neurofisiologik monitoring yaitu mendeteksi pada saat yang

tepat setiap terjadi kemundurang fungsi pada system persarafan yang dapat terjadi selama

operasi berlangsung, sehingga dapat segera kepada operator untuk segera memodifikasi

tindakan pembedahan agar fungsi dapat tetap terpelihara.

Penyakit atau Kelainan pada Sistem Koordinasi

Kelainan dan penyakit pada sistem koordinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara

lain karena adanya kerusakan pada sistem koordinasi akibat luka, infeksi mikroorganisme,

penggunaan obat-obatan yang melebihi dosis, atau kerusakan sistem koordinasi yang bersifat

genetis. Beberapa kelainan dan penyakit pada sistem koodnasi adalah sebagai berikut:

Kelainan dan Penyakit pada Sistem Saraf

Migrain

Penyakit sistem saraf ini mengakibatkan penderitanya merasakan sakit di sebagian kepalanya.

Bagian sebelah kiri maupun kanan.Penyakit sistem saraf ini cenderung dianggap sepele.Namun

bila dibiarkan, penyakit sistem saraf ini dapat merusak sel-sel saraf pada otak menjadi rusak.

Sakit Kepala

Penyakit sistem saraf ini sepertinya merupakan penyakit yang paling banyak dikeluhkan oleh

manusia. Penyebabnya, sebagian besar berasal dari tingkat ketegangan pada sistem saraf

manusia. Jika sudah begini, kepala akan terasa sangat berat dan biasanya sering diikuti oleh

hilangnya keseimbangan tubuh.


Vertigo

Tidak berbeda jauh dengan kedua penyakit sistem saraf di atas, Vertigo juga mengakibatkan

penderitanya menjadi pusing kepala, kehilangan keseimbangan, tetapi justru kepala terasa

sangat ringan, melayang dan sering mengalami gangguan jika berada di ruangan.

Alzheimer

Alzheimer adalah penyakit sistem saraf yang berupa kehilangan kemampuan untuk peduli

kepada diri sendiri. Penderita penyakit sistem saraf ini kehilangan kemampuan dalam hal

mengingat peristiwa yang baru terjadi. Penerita penyakit sistem saraf ini kemudian menjadi

bingung, menjadi pelupa, sering mengulang-ulang pertanyaan yang sama, bahkan tersesat saat

berada di tempat yang tak asing baginya atau sering dikunjungi.

Stroke

Stroke merupakan kematian sel-sel otak disertai gangguan fungsinya yang disebabkan oleh

terganggunya aliran darah otak. Penyebab stroke yang paling umum adalah tekanan darah

tinggi atau arterosklerosis atau kedua-duanya.

Meningitis

Penyakit sistem saraf ini disebabkan karena terjadinya peradangan pada meninges. Penyakit

sistem saraf ini dapat menular, dan ditularkan melalui virus.Virus tersebut yang kemudian

menginfeksi selaput saraf pada manusia.

Polio
Polio merupakan penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh infeksi virus pada sel-sel

saraf motorik otak dan sumsum tulang belakang. Penyakit ini menular dan jika sudah

menyerang tidak dapat diobati. Penularannya dapat melalui makanan. Pencegahan penyakit ini

dilakukan dengan vaksin antipolio yang diberikan pada bayi melalui imunisasi oral

(diminumkan).

Epilepsi

Epilepsi merupakan penyakit pada sistem saraf yang disebabkan karena adanya gangguan

penghantar impuls listrik pada sel-sel saraf, penderita tumor otak, trauma pada kepala,

pengguna obat-obat bius dan penderita cacat otak bawaan. Penderita epilepsi sering mengalami

kejang-kejang sampai dari mulutnya mengeluarkan cairan seperti busa. Epilepsi dapat

disembuhkan dengan berobat teratur.


DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 4. Jakarta: EGC;

2012.p.163-165.214-227.

2. Husney A, Rigg J. Shallow Standing Knee Bend. EBMD Medical Reference Healthwise

Staff 7 March 2013: 1B

3. Japardi I. Aspek Neurologik Gangguan Berjalan. USU Digital Library. Medan. 2002. 1-

12

4. Lumbantobing SM. Tes Untuk Menilai Keseimbangan. Dalam: Neurologi Klinik

Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2014.p.73-110

5. Mirawati DK, Widjojo S, Suroto, Sudomo A. Pemeriksaan Neurologis. Ilmu Penyakit

Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012.

6. Muharyasir L. Gaya Berjalan (Gait). Dalam: Gait. Medan: Fakultas Kedokteran

Universitas Islam sumatera Utara; 2013. P. 1-2.

7. Ostosky KM, Van Swearingen JM, BurdettRG, Gee Z. Comparison ofGait Characteristics

in Young and Old Subject. Phys Ther1994; 76:637-46

8. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian Rakyat; 2008.p.327-

328.455-459

9. T. Juwono. Pemeriksaan Sistem Koordinasi. Dalam: Pemeriksaan Klinik Neurologik

Dalam Praktek. Jakarta: EGC; 1996. P 78-84.

Anda mungkin juga menyukai