Anda di halaman 1dari 12

Skleritis terkait Virus Varisela Zoster

DEFINISI

Skleritis merupakan suatu peradangan pada sklera. Skleritis didefinisikan sebagai gangguan

granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular

yang mengisyaratkan adanya vaskulitis. 1

KLASIFIKASI

Skleritis terbagi menjadi skleritis anterior dan posterior, tergantung pada letak anatomi penyakit.3

1. Skleritis Anterior

Sebanyak 95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Skleritis anterior sendiri terbagi

menjadi subtipe: difus, nodular, dan nekrotikan.2 Insidensi skleritis difus anterior sebesar 40%

dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi

sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak

dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis

diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak

dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit diobati.

a. Difus : Ditandai dengan peradangan yang meluas pada seluruh permukaan sklera. Bentuk

ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster oftalmikus dan gout.
b. Nodular : Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang yang eritem, tidak dapat

digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster

oftalmikus.
c. Necrotizing
Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi sistemik atau komplikasi

okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan penurunan visus. 29% pasien dengan

skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun.


Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu:
i. Dengan inflamasi : Biasa mengikuti penyakit sistemik seperti rheumatoid
arthtitis. Nyeri sangat berat dan kerusakan pada sklera terlihat jelas. Apabila
disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai sklerokeratitis.
ii. Tanpa inflamasi : Biasa terjadi pada pasien yang sudah lama menderita
rheumatoid arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul rematoid dan absennya
gejala. Juga dikenal sebagai skleromalasia perforans.

Gambar 1. Diffuse Anterior Scleritis


Gambar 2. a) Nodular Anterior Scleritis. b) Penipisan dari sklera setelah resolusi dari

nodul

Gambar 3. Skleromalasia perforans

2. Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis anterior.

Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan penglihatan dengan

sedikit atau tanpa kemerahan. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya vitritis

ringan, perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina,

perlengketan cincin koroid, massa di retina, edema caput nervus optikus dan edema

makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior

dangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata

bawah.1,3

ETIOLOGI

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses imunologi yakni

terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks imun) dan disertai

penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba langsung,

Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu:1

Penyakit Autoimun Arthritis rheumatoid, Poliartritis nodosa,

Polikondritis berulang, Granulomatosis

Wegener, Lupus eritematosus sistemik,

Pioderma gangrenosum, Kolitis ulserativa,

Nefropati IgA, Artritis psoriatic


Penyakit Granulomatosa Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra,
Infeksiosa Toksoplasmosis, Herpes Simpleks, Herpes

zoster, Varicela zoster, infeksi pseudomonas,

infeksi streptokokus, dan stafilokokus,

aspergilus
Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal),
Kimia (luka bakar asam atau basa),

Mekanis (trauma tembus, pembedahan),

Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak

Penyakit-penyakit yang dimediasi imun merupakan penyakit utama yang dapat menyebabkan

skleritis, beberapa diantaranya terkait sistemik dan yang lainnya terbatas hanya disekitar mata,

yang termasuk dalam penyakit-penyakit autoimun spesifik organ.2

Di lain pihak, infeksi juga merupakan penyebab yang penting namun jarang terjadi, kurang lebih

dialami 510% dari seluruh pasien dengan inflamasi sclera.2 Bersamaan dengan kemiripan

klinisnya, skleritis infeksius seringkali diawali dengan autoimun 1,2

Dari berbagai agen infeksius penyebab skleritis, virus varicella zoster (VVZ) merupakan yang

paling sering menjadi penyebab.4

PATOFISIOLOGI

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan makrofag

pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera bisa

berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan

perforasi dari bola mata. Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit

imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara

umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses peradangan dapat disebabkan oleh

kompleks imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun

respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV). Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh

kompleks imun yang terdiri dari antibody IgG dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi

menjadi reaksi lokal (reaksi Arthus) dan reaksi sistemik. Reaksi lokal dapat diperagakan dengan
menginjeksi secara subkutan larutan antigen kepada penjamu yang memiliki titer IgG yang

signifikan. Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan

kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang

menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara. Reaksi

sistemik terjadi dengan adanya antigen dalam sirkulasi yang mengakibatkan pembentukan

kompleks antigen antibodi yang dapat larut dalam sirkulasi. Patologi utama dikarenakan

deposisi kompleks yang ditingkatkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan

oleh pengaktivasian dari sel mast. Kompleks imun yang terdeposisi menyebabkan netrofil

mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan membran basement

sekitarnya. Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera, yaitu deposisi

kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler (peradangan mikroangiopati).

Tanda klinis utama skleritis adalah bola mata berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus

vascular profunda di sclera dan episklera yang mungkin nodular sektoral atau difus.

Pada Infeksi varicella zoster primer, virus varicella zoster dapat menyebabkan perkembangan

vesikel pada kelopak konjungtiva dan limbus, yang biasanya membaik secara spontan. Invasi

langsung dan reaksi imun pejamu terhadap virus merupakan mekanisme patofisiologi yang

dikemukakan. 2

Skleritis nodular anterior dengan gambaran klinis nodul sklera akan teraba lunak dan kemerahan;

gambaran ini sulit dibedakan dari skleritis di mediasi imun, hal ini menekankan bahwa seringkali

sulit untuk mendiagnosa skleritis infeksius. Skleritis infeksius biasanya terjadi oleh karena

trauma kecelakaan atau tindakan bedah, endoftalmitis, atau dapat terjadi karena perluasan infeksi

kornea primer.5 Biasanya pasien datang dengan uveitis anterior hipertensif dengan keratik

presipitat difus yang mendahului munculnya skleritis. Uveitis ini mungkin berkaitan dengan
penyakit virus herpes, didukung oleh respon terhadap valasiklovir, dan kemudian dengan PCR

cairan aqueous humor yang akan mengkonfirmasi adanya VVZ. Meskipun infeksi VVZ pada

mata banyak berkaitan dengan kornea dan adneksa mata, namun juga berpengaruh dalam kasus

skleritis.6

DIAGNOSIS

Anamnesis

Keluhan pasien akan bervariasi, tergantung dari tipe skleritis yang dialami pasien. Tanda klinis
utama skleritis adalah bola mata berwarna ungu gelap. Pasien dengan necrotizing anterior
scleritis with inflammation akan mengeluhkan rasa nyeri yang hebat, berat, konstan dan tumpul
disertai ketajaman penglihatan yang menurun, bahkan dapat terjadi kebutaan. Tajam penglihatan
pasien dengan non-necrotizing scleritis biasanya tidak akan terganggu, kecuali bila terjadi
komplikasi seperti uveitis. Rasa nyeri yang dirasakan pasien akan memburuk dengan pergerakan
bola mata dan dapat menyebar ke arah alis mata, dahi, dan dagu. Rasa nyeri juga dapat
memburuk pada malam hari, bahkan dapat membangunkan pasien dari tidurnya. Skleritis dengan
infeksi varicella zoster terlihat pada individu yang tidak mendapat imunisasi cacar air. Biasanya
pasien datang dengan uveitis anterior hipertensif dengan keratik presipitat difus yang mendahului
munculnya skleritis.

Pemeriksaan Fisik dan Oftalmologi

Seperti semua keluhan pada mata, pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan tajam
penglihatan.2,5
o Visus dapat berada dalam keadaan normal atau menurun.
o Gangguan visus lebih jelas pada skleritis posterior.
Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru paru dapat dilakukan apabila
dicurigai adanya penyakit sistemik.
Pemeriksaan Sklera5
o Sklera tampak difus, merah kebiru biruan dan setelah beberapa peradangan,
akan terlihat daerah penipisan sklera dan menimbulkan uvea gelap.
o Area berwarna hitam, abu abu, atau coklat yang dikelilingi oleh peradangan
aktif menandakan proses nekrosis. Apabila proses berlanjut, maka area tersebut
akan menjadi avaskular dan menghasilkan sequestrum berwarna putih di tengah,
dan di kelilingi oleh lingkaran berwarna hitam atau coklat gelap.
Pemeriksaan slit lamp5,6
o Untuk menentukan adanya keterlibatan secara menyeluruh atau segmental. Injeksi
yang meluas adalah ciri khas dari diffuse anterior scleritis.
o Pada skleritis, kongesti maksimum terdapat dalam jaringan episkleral bagian
dalam dan beberapa pada jaringan episkleral superfisial. Sudut posterior dan
anterior dari sinar slit lamp terdorong maju karena adanya edema pada sklera dan
episklera.
o Pemberian topikal 2.5% atau 10% phenylephrine hanya akan menandai jaringan
episklera superfisial, tidak sampai bagian dalam dari jaringan episklera.
o Penggunaan lampu hijau dapat membantu mengidentifikasi area avaskular pada
sklera. Perubahan kornea juga terjadi pada 50% kasus.
o Pemeriksaan kelopak mata untuk kemungkinan blefaritis atau konjungtivitis juga
dapat dilakukan.
Pemeriksaan skleritis posterior
o Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas pada palpasi dan proptosis.
o Dilatasi fundus dapat berguna dalam mengenali skleritis posterior. Skleritis
posterior dapat menimbulkan amelanotik koroidal.6

Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukan papiledema, lipatan koroid, dan perdarahan atau
ablasio retina.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari skleritis.

Laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:1


1. Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah
2. Faktor rheumatoid dalam serum (RF)
3. Antibodi antinuklear serum (ANA)
4. Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)
5. PPD (Purified protein derivative/mantoux test), rontgen toraks
6. Serum FTA-ABS, VDRL serum
7. Serum asam urat
8. Urinalisis

Radiologi : B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya skleritis
posterior.5

Polymerase chain reaction (PCR) dari cairan aqueous humor. 2

PENATALAKSANAAN

Pengobatan pada skleritis membutuhkan pengobatan secara sistemik. Pasien yang terdiagnosa
dengan penyakit penyerta akan memerlukan pengobatan yang spesifik juga. Penatalaksanaan
skleritis dibagi menjadi pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada skleritis
yang infeksius.1,2,6

Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius yaitu NSAIDs, kortikosteroid, atau obat
imunomodulator dapat digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak mencukupi. Pengobatan
tergantung pada keparahan skleritis, respon pengobatan, efek samping, dan penyakit penyerta
lainnya.

o Diffuse scleritis atau nodular scleritis


Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Indometasin 75-150 mg PO/hari,
dibagi 2 kali sehari; tidak melampaui 150 mg/hari atau ibuprofen 600 mg
per hari.
Jika gagal dapat menggunakan 2 jenis NSAIDs yang berbeda. Untuk
pasien resiko tinggi, berikan juga misoprostol atau omeprazole untuk
perlindungan gastrointestinal.
Jika tidak timbul respons 1-2 minggu, berikan terapi Prednisone oral
(Deltasone, Orasone, Sterapred) 0,5-1,5 mg/kg/hari harus segera dimulai.
Kadangkala, penyakit yang berat harus dengan terapi pulsasi intravena
dengan methylprednisolone 1 g. Obat obatan imunosupresif dapat
digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan pertama, tapi dapat juga
digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide, atau
cyclosporine. Khususnya bermanfaat bila terdapat ancaman perforasi. Jika
masih gagal, dapat diberikan obat obatan imunomodulator seperti
infliximab atau adalimumab yang diharapkan dapat efektif.
o Necrotizing scleritis
Obat obatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid pada
bulan pertama, kemudian jika mungkin dikurangi perlahan lahan.
Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.
Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat
memperparah proses nekrosis yang terjadi.

2. Pengobatan untuk skleritis yang infeksius. Pengobatan sistemik dengan atau tanpa
antimikrobial topikal dapat digunakan. Sementara kortikosteroid dan imunosupresif tidak
boleh digunakan.
Pada skleritis terkait virus varicella zoster dapat diberikan valasiklovir ditingkatkan (3 x 1
g per hari).

Gambar 1: Perbaikan klinis dari skleritis nodular anterior berkaitan dengan infeksi virus varicella
zoster. (a) Nodul sklera awal yang kemerahan dengan pembuluh darah yang melebar. (b)
Perbaikan klinis dengan prednisolon oral 40mg per hari, kemerahan tampak berkurang dan nodul
mendatar. (c) Penyembuhan klinis setelah terapi dengan metotreksat; jaringan uvea dibawahnya
tampak melalui sklera yang menipis dan menimbulkan blue-gray appearance.2

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Skleritis dapat menyebabkan berbagai komplikasi yaitu Makular edema dapat terjadi
karena perluasan peradangan di sklera bagian posterior sampai koroid, retina, dan saraf
optic. Komplikasi lainnya yaitu perforasi dari sklera yang mengakibatkan hilangnya
kemampuan mata untuk melihat. Tanpa pengobatan segera dapat terjadi kondisi seperti
katarak, proptosis, ablasio retina, keratitis, glaucoma, uveitis, atau atrofi optik. Uveitis
anterior terjadi pada sekitar 30% kasus skleritis. Sedangkan uveitis posterior terjadi pada
hampir seluruh kasus skleritis posterior, namun tak jarang juga dijumpai pada kasus
skleritis anterior.
Pasien dengan skleritis ringan biasanya tidak akan mengalami kerusakan penglihatan
yang permanen. Hasil akhir cenderung tergantung pada penyakit penyerta yang
mengakibatkan skleritis. Necrotizing scleritis umumnya mengakibatkan hilangnya
penglihatan.2,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR. Sklera. Dalam: Vaughan & Asburys General Ophthalmology, Riordan-

Eva P, Jhon P. Whitcher, Editor. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC,

2009.166-73
2. Loureiro M et al, Nodular Scleritis Associated with Herpes Zoster Virus: An

Infectious and Immune-Mediated Process. Case Reports in Ophthalmological

Medicine. Academic Editor: Cristiano Giusti. Portugal. 2016


3. Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of Ocular

Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America: Library of

Congress Catalog. 2002; 111-6.


4. M. A. Barqi, A. Behrens, and A. M. Alfawaz, Clinical features and visual

outcomes of scleritis patients presented to tertiary care eye centers in Saudi

Arabia, International Journal of Ophthalmology, vol. 8, no. 6, pp. 12151219,

2015.
5. M. G. Reynolds and E. Alfonso, Treatment of infectious scleritis and

keratoscleritis, American Journal of Ophthalmology, vol. 112, no. 5, pp. 543

547, 2001.
6. P. V. Bhat, F. A. Jakobiec, K. Kurbanyan, T. Zhao, and C. S. Foster, Chronic

herpes simplex scleritis: characterization of 9 cases of an underrecognized

clinical entity, American Journal of Ophthalmology, vol. 148, no. 5, pp. 779

789.E2, 2009.

Anda mungkin juga menyukai