Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI


SKENARIO 1

DOSEN PEMBIMBING:
dr. Rusdani., M.KKK

DISUSUN OLEH:

Intan Permatasari Putri S (61119094)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2021
SKENARIO 1
“KEHAMILAN YANG SULIT”

Ny. Aisyah, 42 tahun, memiliki 3 orang anak dan saat ini tengah
hamil 8 bulan. Pada saat kontrol ke Puskesmas ditemukan tekanan darah
Ny. Aisyah 160/110 mmHg, edema pretibia (+) dan protein urin +2,
sehingga dokter puskesmas menduga Ny. Aisyah mengalami pre
eklampsia. Kemudian dokter memasang infus berupa regimen MgSO4,
dokter juga memasang kateter urin dan memberikan obat antihipertensi.
Dokter puskesmas ini sangat memahami bahwa preeklampsia ini adalah
salah satu penyebab kematian utama Ibu dan berisiko terjadinya
Eklampsia, sehingga segera merujuk ke RSUD.
Di RSUD, dokter spesialis Obsgyn melakukan anamnesis ulang
dan diketahui bahwa pada kehamilan 2 bulan Ny. Aisyah pernah
mengalami perdarahan sedikit namun sejak saat itu tidak pernah
perdarahan lagi, dan tidak ada riwayat hipertensi diluar kehamilan.
Dari pemeriksaan fisik dokter menemukan tinggi fundus uteri 2 jari
di atas pusat, DJJ 140x/menit reguler. Kemudian dokter memberikan
penjelasan pada ibu bahwa saat ini ia menderita preeklampsia berat dengan
kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan janin sehingga harus
dilakukan perawatan serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
USG, CTG dan laboratorium. Ibu Aisyah pun dirawat diruang patologi
kehamilan di RSUD. Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada
kehamilan Ny. Aisyah?
TERMINOLOGI ASING

1. Preeklampsia: toksemia pada kehamilan tua yang ditandai


hipertensi edema dan protein uria (Dorland Ed. 29 Hal. 618) Dilla)
2. Edema: Kumpulan cairan abnormal diruang interseluler tubuh
(Dorland Ed. 29 Hal. 528) Roza
3. CTG: Pemantauan terhadap denyut jantung fetak & kontraksi
uterus seperti waktu persalinan (Dorland Ed. 29 Hal. 130) Intan
4. Fundus Uteri: Titik tertinggi dari Rahim (Jurnal UMP) Ragil
5. Ultrasonography: Pencitraan struktur dalam tubuh dengan
mencatat gema gelombang ultrasonic yang diarahkan ke dalam
jaringan dan dipantulkan oleh bidang jaringan yang menghasilkan
perubahan densitas. (Dorland Ed. 30 Hal. 796) Rensi
6. Eklampsia: Konfusi dan koma pada wanita hamil/atau masa nifas
disertai hipertonal edema & proteinurian (Dorland Ed.29 Hal. 256)
Intan.
7. Pretibia: Diatas tibia (Dorland Ed.29 Hal. 621) Intan.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hubungan preeklampsia dengan gangguan
pertumbuhan yang mungkin dialami janin Ny. Aisyah? Siti
2. Mengapa dokter memasang infus berupa regimen MgSO4? Intan
3. Apakah Riwayat preeklampsia bisa terjadi dikehamilan
berikutnya? Roza
4. Mengapa Ny. Aisyah dipasangkan kateter urin? Intan
5. Mengapa dilakukan pemeriksaan USG CTG Laboratorium? Rensi
6. Mengapa preeklampsia dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin? Intan
7. Mengapa Ny. Aisyah mengalami edema pritebia pada saat
kehamilan? Intan
8. Bagaimana hubungan perdarahan yang dialami pada kehamilan
bulan kedua dengan preeklampsia yang dialami Ny. Aisyah? Siti

HIPOTESIS
1. Pada pre-eklampsia terjadi vasokontriksi dan kenaikan viskositas
darah sehingga aliran darah menjadi lambat dan volumenya pun
menurun sehingga janin kurang mendapat oksigen dan nutrisi.
(Siti).
2. Mencegah dan mengurangi spasme (kejang). (Siti)
3. Wanita yang sudah pernah mengalami preeklamsia pada kehamilan
pertama masih memiliki resiko untuk kembali mengalami di
kehamilan kedua dan seterusnya. (Roza)
4. Pemasangan kateter untuk mengetahui volume dan pemeriksaan
proteinuria. (Intan)
5. Pemeriksaan USG untuk mengetahui perkembangan janin, CTG
untuk mengetahui/ memantau DJJ dan kontraksi rahim, dan
laboratorium untuk mengetahui apakah ada protein dalam urin dan
kemungkinan HIV pada ibu hamil. (Intan)
6. - Bisa kekurangan nutrisi karena tidak memadainya aliran darah
rahim ke plasenta
- Adanya keterlambatan pertumbuhan bayi dlm kandungan
- Prematur
- Bayi lahir mati (Intan)
7. Edema pretibia atau edema pada kaki terjadi karena volume darah
selama kehamilan dan tekanan dari rahim ke pembuluh darah di
kaki. Selama kehamilan tubuh memproduksi darah lebih banyak
cairan tubuh untuk membantu memelihara bayi dan melahirkan
tubuh serta mempercepat sendi panggul untuk melahirkan. (Intan)
8. Perdarahan pada T1 bisa dikarenakan abortus imminens, mola
hidatosa atau KET, dimana mola hidatosa merupakan faktor resiko
terjadinya pre-eklampsia atau bisa jadi normal yang terjadi karena
proses implantasi. (Ragil).
SKEMA
Ny. Aisyah, 42 tahun

Datang ke puskesmas

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN PENUNJANG


Identifikasi : Status Generalis : Laboratorium :
- Ny. Aisyah 42th Ibu -Urine (sampel) > proteinuria +2
- Memiliki 3 org anak - Vital Sign ; TD 160/110 -USG
- Hamil 8 bln - TFU 2 jari diatas perut -CTG
- Edema pretibia (+)
Janin
- DJJ 140x/menit

DIAGNOSIS DIAGNOSIS BANDING


G4P3A0 32minggu Diagnosis diferensial pre-
dengan PEB eklampsia:
(Pre Eklampsia Berat) 1. Hipertensi kronik
2. Penyakit ginjal

Diagnosis diferensial eklamsia :

PENATALAKSANAAN 1. Epilepsi

- Pemasangan infus 2. Kejangan karena obat

MgSO4 anastesia

- Pemasangan kateter urin 3. Koma karena sebab lain :

- Obat Antihipertensi perdarahan otak,


meningitis, ensefalitis.
LEARNING OBJECTIVE

1. Menjelaskan epidemiologi Pre eklampsia dan Eklampsia


2. Menjelaskan etiologi dan faktor risiko Pre eklampsia dan
Eklampsia
3. Menjelaskan patofisiologi Pre eklampsia dan Eklampsia
4. Menjelaskan manifestasi klinis Pre eklampsia dan Eklampsia
5. Menjelaskan pendekatan diagnostik Pre eklampsia dan Eklampsia
6. Menjelaskan penatalaksanaan Pre eklampsia dan Eklampsia
7. Menjelaskan komplikasi Pre eklampsia dan Eklampsia
8. Menjelaskan prognosis Pre eklampsia dan Eklampsia

Pembahasan

1. Epidemiologi Pre eklampsia dan Eklampsia

Pre eklampsia

Preeklampsia ialah suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang terjadi


setelah usia kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya
normotensi. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah (140/90
mmHg) yang disertai oleh proteinuria.

Kriteria gejala preeklampsia yang diadopsi dari The Working of the


National High Blood Pressure Education Program 2000 dapat ditegakkan
bila ditemukan tanda-tanda di bawah ini:

• Tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik > 90


mmHg
• Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau +1 pada pemeriksaan kualitatif
• Timbulnya hipertensi setelah usia kehamilan 20 minggu pada
wanita yang sebelumnya normotensi.

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa


berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
Proteinuria adalah penanda penting preeklampsia. Definisi proteinuria
adalah terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam atau 30
mg/dL (+1 pada dipstik) secara menetap pada sampel urin acak.

Epidemiologi Pre eklampsia

Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi dalam


kehamilan masih merupakan salah satu dari lima penyebab utama
kematian ibu di dunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi hipertensi dalam
kehamilan bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6-7,3% dari
seluruh kehamilan.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, angka kejadian preeklampsia
pada tahun 1998 sebesar 3,7% dari seluruh persalinan, sedangkan kematian
ibu akibat preeklampsia dan eklampsia sejak tahun 1987 sampai dengan
1990 sekitar 18%. Di Inggris pada tahun 1998 didapatkan kejadian
hipertensi dalam kehamilan sekitar 5% dan merupakan penyebab utama
kematian maternal serta menyebabkan meningkatnya mortalitas dan
morbiditas perinatal.
Di negara-negara berkembang insidensi preeklampsia sekitar 3-10%
dan eklampsia 0,3-0,7% kehamilan. Di Indonesia, preeklampsia
menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian ibu setelah
perdarahan. Angka kejadian preeklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang
pada tahun 2010 adalah 11,86% dari 1973 persalinan dengan angka
kematian maternal 2,1%.

Eklampsia

Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-


tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau
masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang
disini bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan
neurologis.Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti
halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala
eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain.

Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),


eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale
(postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak
terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati
kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum
melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang
juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.

Epidemiologi Eklampsia

Data epidemiologi yang melaporkan tentang eklamsia dan mortalitasnya


masih jarang. Prevalensi eklamsia secara global dilaporkan sebesar 0,3%.
Riset mengenai prevalensi eklamsia di Indonesia juga masih jarang
ditemukan.
Global

Menurut data analisis sekunder oleh World Health Organization (WHO),


dilaporkan bahwa angka prevalensi eklamsia secara global adalah sebesar
0.3%. Data dari masing-masing negara menunjukkan bahwa prevalensi
penyakit ini bervariasi dan berkaitan dengan status sosio-ekonomi masing-
masing daerah.

Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan


mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang
berkembang. Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan
berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara maju
angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen.

Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab


kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian
bayi antara 45 persen sampai 50 persen. Eklampsia menyebabkan 50.000
kematian/tahun di seluruh dunia, 10 persen dari total kematian maternal.

Kematian preeklampsia dan eklampsia merupakan kematian obsetrik


langsung, yaitu kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan atau
akibat komplikasi tindakan pertolongan sampai 42 hari pascapersalinan.

Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada


ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia
antara lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes
mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga
oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan.

2. Menjelaskan etiologi dan faktor risiko Pre eklampsia dan Eklampsia

Etiologi Pre eklampsia

Etiologi preeklampsia belum diketahui secara pasti. Preeklampsia


diperkirakan terjadi akibat interaksi berbagai faktor risiko dengan
polimorfisme genetik, yang menyebabkan sintesis beberapa protein yang
memiliki fungsi berbeda dari fungsi aslinya.

Para ahli mencoba membeberkan beberapa teori yang diduga


menjadi penyebab preeklampsia, yaitu faktor imunologis, faktor inflamasi,
faktor genetik, faktor nutrisi, komponen vasoaktif dan faktor endotel.
Meskipun sampai sekarang belum ada teori yang pasti berkaitan
dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian
menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya
preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
a. Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeclampsia hampir 2 kali
lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih.
b. Nulipara
Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hamper 3 kali lipat
c. Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia,
memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan
sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia hampir
sama dengan nulipara
d. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan
faktor risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat 7 kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia
onset dan dampak perinatal yang buruk
e. Kehamilan multipel
Sebuah studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan
kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali
lipat.
f. Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau
donor embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang
populer penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin
besar dengan semakin besarnya IMT (Indeks Massa Tubuh). Obesitas
sangat berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan
faktor risiko preeklampsia.
h. Hipertensi kronik
Chappell meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia suprimosed sebesar 22% dan hampir
setengahnya adalah preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk.
Chappell juga menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko yang dapat
dinilai secara dini sebagai prediktor terjadinya preeklampsia
suprimosed pada wanita hamil dengan hipertensi kronik yaitu:
• Riwayat preeklampsia sebelumnya • Penyakit ginjal kronis
• Merokok • Obesitas
• Diastolik > 80 mmHg • Sistolik > 130 mmHg

Etiologi Eklampsia

1. Primigravida atau nullipara, terutama pada umur reproduksi


ekstrem, yaitu 16 tahun dan umur 35 tahun ke atas
2. Multigravida dengan kondisi klinis:
- Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
- Penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronik dan
diabetes mellitus.
- Penyakit-penyakit ginjal.
3. Hiperplasentosis, Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, bayi besar, diabetes mellitus.
4. Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia atau eklamsia.
5. Obesitas dan hidramnion.
6. Gizi yang kurang dan anemi.
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi
kalsium, defisiensi asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidans.

Faktor Risiko Eklampsia

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan komplikasi dari


preeklampsia menjadi eklampsia, meliputi:

• Hamil pada usia tua (diatas 35 tahun) atau usia remaja (dibawah 20
tahun)
• Memiliki riwayat eklampsia pada kehamilan sebelumnya
• Memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan
• Riwayat diabetes gestasional, diabetes yang terjadi dalam masa
kehamilan
• Kehamilan kembar
• Riwayat keluarga mengalami pre-eklampsia atau eklampsia
• Obesitas
• Memiliki riwayat penyakit lupus, arthritis rheumatoid, dan
penyakit ginjal.
3. Menjelaskan patofisiologi Pre eklampsia dan Eklampsia

Patofisiologi Pre eklampsia

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya


spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila
dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka
mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya
merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi
jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema yang
disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial
belum diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia
dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi
daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan
volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

a. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena
vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol,
mungkin akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau
menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin
serta noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat
vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau
prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi
peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil.
Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi
pembalikan ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat
pada malam hari.

b. Regulasi Volume Darah


Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada
preeklampsia. Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu
tapi pada derajat mana hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada
keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya oedem. Bahkan jika
dijumpai oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah
dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi.
Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume
plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.

c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah


Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia
dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan
wanita yang melahirkan BBLR.

d. Aliran Darah di Organ-Organ


1. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen
berkurang 20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh
darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor penting dalam
terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal


Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang
sering menjadi pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia
arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml
menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata
30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan
filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada
sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta
ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya
mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan
menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal
renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron
semuanya meningkat nyata diatas nilai normal wanita tidak hamil.
Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar
progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek
progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron,
namun keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof
(1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah
iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi
darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi
uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan
pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan
vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai
mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun
pada preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan
normal meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi
masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens
fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu
sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat
merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran
protein, biasanya ringan sampai sedang, namun preeklampsia
merupakan penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin
adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan
pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan
tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.

3. Aliran darah uterus dan choriodesidua


Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah
perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsi, dan mungkin
merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang
disayangkan belum ada satupun metode pengukuran arus darah
yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.

4. Aliran darah paru


Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh
karena edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.

5. Aliran darah di mata


Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah.
Bila terjadi hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB.
Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia
dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau
dalam retina.
6. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat
untuk sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga
konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium
yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium
bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali.

Patofisiologi Eklampsia
Eklampsia terjadi karena perdarahan dinding rahim berkurang
sehingga plasenta mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan ischemia
uteroplasenta dan peningkatan tekanan darah. Terjadinya ischemia
uteroplasenta dan hipertensi menimbulkan kejang atau sampai koma pada
wanita hamil.
Pada eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat
dari arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah
dengan sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan
tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum
diketahui sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan
garam,proteinuriamungkin disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga
terjadi perubahan glomerulus.
Perubahan pada organ-organ:
1. Perubahan pada otak
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula
pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat
menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada
keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi
bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka
terjadilah partus prematurus.
3. Perubahan ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang.
Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun,
sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus
dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya
disebabkan oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi
kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang
ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah.
Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retina disebabkan edema intra-okuler
dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi
untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah
atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya:
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran
darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik
sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan
alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium
dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk
bikarbonat natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih
normal.
4. Menjelaskan manifestasi klinis Pre eklampsia dan Eklampsia

Manifestasi klinis Pre eklampsia

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita
hamil. Pada waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala, gangguan
penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut
biasanya sudah berat.

1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol,
sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa
diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin
merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan
sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal.
2. Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului
serangan preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan
merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat
badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1
kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya
preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak
serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas,
seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang
membesar.

3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada
preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak
ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya
dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul
kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan
daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.

4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering
terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada
daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian
analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi,
nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang
pertama.

5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan
serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh
regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan
sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan
ptekie pada korteks oksipital.

Manifestasi klinis Eklampsia

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari
oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan
penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan
proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat.
1. Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah
vasospasme arteriol sehingga tanda peringatan awal muncul adalah
peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik merupakan tanda
prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan
abnormal.

2. Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba


dan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama
preeklampsia. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu
adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg
dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus
dicurigai.

Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama


disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum
timbul gejala edema nondependen yang terlihat jelas, seperti edema
kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar.

3. Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya


suatu penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia
awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama
sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan
dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian
dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan
berat badan yang berlebihan.
4. Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi
semakin sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering
terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan
pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami
serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului
serangan kejang pertama.

5. Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas


merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat
dan dapat menjadi presiktor serangan kejang yang akan terjadi.
Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat
edema atau perdarahan.

6. Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di


antaranya pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan
sebagian atau total. Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia,
dan perdarahan petekie pada korteks oksipital.

5. Menjelaskan pendekatan diagnostik Pre eklampsia dan Eklampsia

Pendekatan diagnostik Pre eklampsia

Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila ditemukan keadaan


hipertensi berat (TD >160/100) dengan proteinuria berat (> 5g/hari atau tes
urin dipstik . positif 2) atau disertai dengan keterlibatan organ lain. Kriteria
lain preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan tanda disfungsi
organ, seperti kejang, edema paru, oliguria, trombositopeni, peningkatan
enzim hati, nyeri perut epigastrik atau kuadaran kanan atas dengan mual
dan muntah serta gejala serebral menetap seperti sakit kepala, pandangan
kabur, penurunan visus atau kebutaan kortikal dan penurunan kesadaran.

Pendekatan diagnostik Eklampsia

Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia


dibagi menjadi ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu
atau lebih tanda dibawah ini :
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110
mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemeriksaan
kualitatif
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam 

4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah
epigastrium 

5) Edema paru atau sianosis. 
Pada umumnya serangan kejang didahului
dengan memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri
kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah
epigastrium, dan hiperrefleksia. Menurut Sibai terdapat beberapa
perubahan klinis yang memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya
kejang, adalah sakit kepala yang berat dan menetap, perubahan mental
sementara, pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual,
muntah. Namun, hanya sekitar 50% penderita yang mengalami gejala ini.
Prosentase gejala sebelum timbulnya kejang eklampsia adaah sakit nyeri
kepala yang berat dan menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-
30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-15%), perubahan mental
sementara (5- 10%). Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan
kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah
wajah. Beberapa saat kemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena
kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15
detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan
keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot-otot
wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan
relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang-
kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita
terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat
tergigit oleh karena kejang otot-otot rahang. Fase ini dapat berlangsung
sampai satu menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi
semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernapasan berhenti.
Selama beberapa detik penderita seperti meninggal karena henti napas,
namun kemudian penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya
pernapasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang
pertama ini akan diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi
dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut
status epileptikus. Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma
selama beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi.
Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih
kesadarannya segera setelah kejang. Namun, pada kasus-kasus yang berat,
keadaan koma belangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami
kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang,
kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang
lama bahkan kematian.
6. Menjelaskan penatalaksanaan Pre eklampsia dan Eklampsia

Penatalaksanaan Pre eklampsia

Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan


penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan
bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan,
akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.
Tujuan pengobatan adalah :
1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah


sakit ialah:
1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang
berulang.
4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.

Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan


karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah
terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature.

Penanganan PEB (Preeklampsia Berat)


Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan
istirahat yang cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan
bila tidak bisa tidur. Bila tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke
arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat antihipertensi serta
dianjurkan untuk rawat inap.
Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau
konservatif. Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan
dengan terapi medikamentosa. Konservatif berarti: kehamilan
dipertahankan bersamaan dengan terapi medikmentosa.
1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada
tanda-tanda impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat
janin, usia janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan penanganan
konservatif. Yang dimaksud dengan impending eklampsia adalah
preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan
darah progresif.
Terapi medikamentosa:
a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap
6 jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam
drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit,
tidak ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam
sebelumnya dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya,
yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV,
dalam 3 menit).
b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila
dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.
Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu,
dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter
foley atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi
tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan
konservatif.
Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4
dihentikan bila tidak ada tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya
dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus
segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6
L/menit.

Penatalaksanaan Eklampsia

Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya


kejang dan mengahiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah ibu mengijinkan. Pengawasan dan perawatan intensif sangat
penting. Untuk menghindari kejangan saat pengangkutan ke RS dapat
diberikan diazepam 20mg IM.
Obat yang dapat diberikan:
• Sodium penthotal sangat berguna menghentikan kejangan dengan
segera bila diberikan intravena. Dosis inisial dapat diberikan 0,2-
0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan. Perlu pengawasan yang
sempurna.
• Sulfas magnesicus yang dapat mengurangi kepekaan saraf pusat
pada hubungan neuro muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain
dalam susunan saraf.
• Dosis awal :
• Dua gram Mg SO4 intravena , (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam
waktu 10 mnt, cara:
• 5ml MgSO4 40% (setara 2 g MgSO4) + 5 ml Dextrose 5%
→ bolus pelan 10mnt
• 6 jam berikutnya:
• 2-3g/jam IV drip diberikan dalam 6 jam, cara: 30ml
MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 495 dextrose 5% =
525ml
• Jumlah tetesan: (525ml/ 6jam) X (20/60) = 29 tetes/menit
• Dosis Rumatan:
• 1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara:
• 12 jam pertama:
• 30ml MgSO4 40% (setara 12g MgSO4) + 500ml dextrose
5% = 530ml
• Jumlah tetesan: (530ml/12jam) X (20/60) = 16 tetes/menit. 12 jam
kedua diberikan dengan cara yang sama.

Syarat - syarat pemberian MgSO4 :


• Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 %
( 1 gram dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit (dalam keadaan
siap pakai)
• Refleks patella (+) kuat
• Frekuansi pernafasan > 16 kali permenit
• Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/kg
bb/jam )

Sulfas magnesikus dihentikan bila :


• Ada tanda - tanda intoksikasi
• Setelah 8 - 24 jam pasca persalinan.
• Lyctic cocktail yang terdiri atas petidin 100mg, klopromazin
100mg, dan prometazin 50mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500ml
dan diberikan secara infuse IV. Jumlah tetesan disesuaikan dengan
tensi penderita.
7. Menjelaskan komplikasi Pre eklampsia dan Eklampsia

Komplikasi Pre eklampsia


Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi
yang biasa terjadi :
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara
berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low
platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet
adalah suatu komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan
yang dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan
dengan keadaan – keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu,
termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi
hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari
kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia.
Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post
partum (30 %). Ciri – ciri dari HELLP syndrome adalah:
• Nyeri ulu hati
• Mual dan muntah
• Sakit kepala
• Tekanan darah diastolik  110 mmHg
• Menampakkan adanya oedema
HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian:
1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:
• Thrombositopenia
- Kelas 1: ≤ 50.000 / μl
- Kelas 2: > 50.000 ≤ 100.000 / μl
- Kelas 3: > 100.000 ≤ 150.000 / μl
• Disfungsi hemolisis - hepatis
- LDH  600 IU / L
- SGOT dan / atau SGPT  40 IU / L
- Ciri – ciri tersebut harus semua terdapat

2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:


• Complete
- Trombosit < 100.000 / μl
- LDH  600 IU / L
- SGOT  70 IU / L
• Parsial
- Hanya satu dari ciri – ciri di atas yang muncul

Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan


pengobatan pada preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan
pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna
untuk :
1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan
memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara
konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan
vaginal maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2x 10 mg
sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg
sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu
dihentikan.
Komplikasi Eklampsia

1. Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai
eklampsia. Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah : (1).
pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada
saat kejang; (2). kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat
hipertensi akibat berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.

2. 
Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan
kejang atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat.
Hemipelgia terjadi pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak
cenderung terjadi pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang
jarang adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa
otak (acute vascular accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran
yang terjadi setelah kejang, atau menyertai preeklampsia yang tanpa
kejang adalah sebagai akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak
juga dapat menyebabkan kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang
menyebabkan koma dan dengan pemberian terapi suportif yang tepat
sampai penderita kembali sadar umumnya prognosis pada penderita adalah
baik.

3. Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan


bersama dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu :
a. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat. 

b. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk 

kembalinya penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang
disebabkan oleh kelainan retina maupun otak, dan akan kebali normal
dalam waktu satu minggu.

4. Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk,


tapi keadaan ini jarang terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa
hari sampai dua minggu, tetapi prognosis untuk kembali normal
umumnya baik, selama tidak ada kelainan mental sebelumnya.
5. 
Sistem hematologi
Plasma daeah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi,
gangguan pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation
(DIC), sindroma HELLP.

6. Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal


meningkat, klirens assam urat menurun, gagal ginjal akut.

7. Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler.

8. Uterus
Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum.
Abrutio plasenta yang dapat menyebabkan DIC.

9. Kardiovaskuler
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun,
tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik,
tekanan vena sentral menurun, tekanan paru menurun.

10. Perubahan Metabolisme umum


Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal.

Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi
sebelum melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena robeknya
plasenta yang melekat didekat kanalis servikalis yang dikenal dengan
plasenta previa atau karena robeknya plasenta yang terletak di tempat lain
di dalam rongga uterus atau yang dikenal dengan solusio plasenta.
Eklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta
walaupun lebih banyak terjadi pada kasus hipertensi kronik.
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500ml atau lebih
darah pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml
pada histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada
histerektomi saesarea darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada
eklampsia sering didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya
hipervolemia seperti pada kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu
hamil pada kasus eklampsia jauh lebih rentan terhadap kehilangan darah
dibandingkan ibu normotensif.

Kematian Maternal
Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan,
persalinan, masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak
tergantung usia dan tempat kehamilan serta tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan disebabkan oleh kecelakaan.
Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena beberapa hal antara
lain karena perdarahan otak, kelinan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan
sindroma HELLP.

Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus
otot uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme
arterioli pada miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju
retroplasenter makin berkurang sehingga dampaknya pada denyut jantung
janin (DJJ) seperti terjadi takikardi, kompensasi takikardi dan selanjutnya
diikuti bradikardi. Komplikasi neonatal pada kasus eklampsia seperti
asfiksia neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum
(31%), sepsis (4%), ikterus (22%). Sebanyak 64,1% bayi dilaporkan harus
mendapatkan perawatan di Special Care Baby Unit dengan indikasi
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum berat
(skor Apgar 5 menit <7), ikterus neonatal, sepsis neonatal. Angka kematian
perinatal pada kasus eklampsia adalah 5411,1 per 1000 kelahiran hidup
diaman 51,4% kematian intrauterin dan 48,6% kematian neonatal.
Penyebab kematian perinatal terbanyak adalah asfiksia (33,3%), sindrom
distress respirasi (22,2%), dan prematuritas (22,2%).

Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak sesuai
dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir kurang
dibawah beratlahir yang seharusnya untuk masa gestasi tertentu atau kecil
untuk masa kehamilan (KMK) yaitu kalau berat lahirnya dibawah presentil
ke-10 menurut kurva pertumbuhan intrauterin Lubhenco atau dibawah 2
SD menurut kurva pertumbuhan intrauterin.
Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan
plasenta normal sebagai akibatnya kehamilan, seperti menipisnya
sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis
dan konversi mesoderm menjadijaringan fobrotik, dipercepat dprosesnya
pada preeklampsia atau eklampsia dan hipertensi. Menurunnya alrand arah
ke plasenta mengakibatkan gangguan fungdi plasenta. Pada hipertensi
yang agak lama pertumbuhan janin terganggu sehingga menimbulkan
dismaturitas, sedangkan pada hipertensi yang lebih pendek terjadi gawat
janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.

Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit sistemik
primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor yang abnormal
ibu. Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
trombositopenia juga mempunyai jumlah trombosit kurang dari
150.000/mm3 waktu lahir, tapi jumlah ini dapat segera menjaadi normal.

Hipermagnesemia
Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih besar
atau sama dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru lahir dari
ibu eklampsia dengan pengobatan magnesium. Pada keadaan ini dapat
terjadi depresi sususan saraf pusat, paralisis otot-otot skeletal sehingga
memerlukan pernapasan buatan.

Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama dengan
sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya tidak jelas,
mungkin mempunyai hubungan dengan agent yang menyebabkan
kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati plasenta janin.
Kematian Perinatal
Kematian perinatal terjadi karena asfiksia nonatorum berat, trauma saat
kejang intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa kasus ditemukan
bayi meninggal intrauterin.
8. Menjelaskan prognosis Pre eklampsia dan Eklampsia

Prognosis Pre eklampsia

Prognosis preeklampsia pada ibu dikaitkan dengan diagnosis dan


pengobatan dini. Jika penderita tidak terlambat mendapatkan penanganan
sesegera mungkin, terlebih untuk kasus gawat darurat, gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah persalinan/terminasi.

Prognosis Eklampsia

Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah


kriteria Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x / menit.
3. Suhu > 40 ° C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.

Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah


satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di
Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan
menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara
tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika
Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian.
Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat
harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.

Daftar Pustaka

Angsar MD dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di


Indonesia. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, 2020

Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia : Lippicott Williams dan


Wilkins, 2020 : 207 -26.

Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams


Obstetrics, 21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange.
Connecticut. 2019. 653 - 694.

Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia :


Current Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.

Galan, H. et al. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. USA:


Elsevier. 2017

Gilstrap LC, Ramin MS, Diagnosis and management of


preeklampsia and eclampsia. American College of Obstetricians
and Gynaecologist 2019;33;159-67

Greer IA, Walters B, Nelson C. Maternal Medicine. London: Elsevier.


2017.
JNPK-KR. Buku Acuan Pelatihan Klinik Pelayanan Obstetri Emergensi
Dasar. Jakarta. 2018
Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, April 2020.

Lana K Wagner, Diagnosis and Management of preeklampsia.


Am Fam Physician , 2019, 70:2317-24

Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders


In Wayne R. Cohen, 2019

Pokharel SM, Chattopadhyay SK. HELLP Syndrome – a pregnancy


disorder with poor diagnosis. 2018

Rambulangi J, Ong T. Preeklampsia dan Eklampsia. In: Rangkuman


Protap Obgyn Unhas. 2019

Report of the National High Blood Pressure Education Program Working


Group on High Blood Pressure in Pregnancy. AmJ. Obstet Gynecol, 2019
; 183 : S1 – S22.

Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi


ilmu kesehatan reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2018; h.64-82.

Sibai BM. Hypertension in pregnancy. In : Obstetrics normal and problem


pregnancies. 4th edition, Churchill Livingstone USA, 2019 : 573-96.
Tierney, M.L., McPhee, S.J., Papadakis, M.A. Current Medical Diagnosis
& Treatment-45th Edition.. USA: Mc Graw Hill co.2019

Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi


ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2017. 281-
301.

Witlin AG, Sibai BM. Diagnosis and Management of Women with HELLP
syndrome. 2018.

Anda mungkin juga menyukai