Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL DAN HEPATOBILIER


SKENARIO 3

DOSEN PEMBIMBING:
dr. Rusdani., M.KKK

DISUSUN OLEH:
Intan Permatasari Putri S (61119094)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2021
BLOK GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL DAN HEPATOBILIER
TA. 2021-2022
PRODI KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

SKENARIO 3

KUNING

Ny. Efi. Seorang karyawan swasta, berusia 30 tahun datang ke dokter puskesmas
dengan keluhan mata dan kulit berwarna kekuning-kuningan. Ny. Efi sempat mengalami demam
sejak 2 minggu sebelumnya. Ny. Efi juga mengeluh rasa mual dan nyeri pada perut kanan atas.
Ny. Efi juga mengeluh muntah-muntah. Warna kencing sangat gelap dan seperti teh pekat.
Beberapa bulan yang lalu pernah mendapatkan transfusi darah karena perdarahan kerika persalinan
anaknya.
Hasil pemeriksaan dokter jaga, pasien tampak ikterik, menggigil, suhu 38°C. nyeri tekan
pada hipokhondrium kanan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar bilirubin konjugasi
lebih tinggi dari nilai normal, bilirubin urin ++, sedangkan alkali fosfatase 700 mg. Dokter
menduga Ny. Efi mengalami infeksi pada heparnya akibat infeksi virus Hepatitis dan sumbatan
pada saluran empedu Ny. Efi. Dokter selanjutnya menganjurkan dilakukan pemeriksaan tes
serologi untuk memastikan jenis hepatitis yang diderita oleh Ny. Efi karena ada beberapa jenis
hepatitis seperti Hepatitis A, B, C,D dan E. Dari pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan
bayangan radioopaque di daerah proyeksi ginjal kanan. Pada USG abdomen ditemukan penebalan
dinding vesica felea dengan adanya cholelithiasis multiple dengan pelebaran CBD (ductus
choledocus).
Dokter jaga memberikan antibiotika Intravena , obat-obat simptomatis dan vitamin untuk
meningkatkan daya tahan tubuh pasien dan disiapkan untuk pencitraan lanjutan berupa
cholangiografi. Bagaimana anda menjelaskan kondisi Ny. Efi?

Terminologi Asing
1. Bilirubin : Pigmen empedu yang di hasilkan melalui pemecahan heme dan reduksi bili-verdin
(Latansya)
2. Hipokondrium : Regio Lateral atas abdomen bertumpang tindih dengan tulang iga, pada kedua sisi
epigastrium (Dorland ed 29. Hal 384) Roza
3. Ikterik : Suatu keadaan yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan penumpukan pigmen empedu
di kulit, membran mukosa, dan sklera, yang mengakibatka n pasien tampak kuning disebut juga
ikterus. (Dorland edisi 31 Hal. 1130).Intan
4. Hepatitis : Peradangan hati (Dorland ed.28 hal 510) Siti.
5. Serologi : Kajian mengenai reaksi antigen atau antibody invitro (Dorland ed.29 hal 691). (Roza).
6. Radiopaque : Suatu kualitas atau sifat menghambat lewatnya energi pancaran, seperti sinar X,
tampak sebagai area yang terang atau putih pada film yang telah terpajan. (Dorland ed. 29 Hal.
646). Intan
7. Cholangeografi : Radiografi ductus billiaris (Dorland ed.30 hal 148) Rensi
8. Vesica Falea : Kantung penampung empedu yang berbentuk buah pir ditemukan dalam sebua felica
pada permukaan vesceral hati (uin jakarta)Ragil
9. Cholelithiasis : Adanya pembentukan batu empedu (Dorland ed. 29 Hal. 153) Intan

Rumusan Masalah
1. Kenapa mata dan kulit Ny.Efi berwarna kekuning-kuningan ? Intan
2. Mengapa Ny.Efi mengeluh rasa nyeri pada perut kanan atas dan mengeluh muntah-muntah
? Latansya
3. Mengapa urin Ny.Efi berwarna seperti teh pekat? Siti
4. Apakah ada hubungan transfuse darah dengan keluhan yang dialami Ny.Efi ? Ragil
5. Apakah factor umur dan jenis kelamin dapat mempengaruhi terjadinya icterus? Roza
6. Mengapa Ny.Efi diberikan antibiotic intravena? Rensi
7. Kenapa dilakukan pencitraan lanjutan berupa cholangiografi? Intan
8. Pada scenario kira-kira hepatitis jenis apa yang diderita Ny.Efi ? Intan

Hipotesis
1. Mata dan kulit berwarna kekuning- kuningan karena terjadi kerusakan fungsi hati
sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin di darah dan tersimpan di
kulit dan di mata, yang menyebabkan mata dan kulit menjadi kuning (Siti).

2. Sakit perut sebelah kanan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, mulai dari yang
ringan hingga serius. Meski demikian, kondisi ini umumnya disebabkan oleh gangguan
pada organ tubuh tertentu, seperti hati, kantong empedu, atau ginjal sebelah kanan.

Hepatitis terjadi ketika organ hati atau liver mengalami peradangan akibat infeksi virus
maupun hal lain, seperti efek samping obat-obatan, konsumsi minuman beralkohol
dalam jangka panjang, perlemakan hati, dan penyakit autoimun.
Gejala yang ditimbulkan penyakit hepatitis bisa berupa sakit perut, khususnya di bagian
kanan atas, mual, muntah, lemas, nafsu makan menurun, kotoran berwarna pucat, dan
urine berwarna gelap. (Roza).

3. Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tak larut dalam air sehingga tidak
terekskresikan didalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria terapi terjadi peningkatan
urobilinogen sehingga menyebabkan warna urin gelap. (Dilla).

4. Hubungan antara transfuse darah dan keluhan ny. Efi biasa disebut dengan
inkompatibilitas ABO, yaitu kejadian dimana apabila seseorang menerima transfuse
darah dari dari golongan yang berbeda dan membuat system kekebalan tubuh
menyerang dan menghancurkan sel-sel yang ada pada darah karena dianggap za tasing
yang dapat membahayakan tubuh sehingga dapat menimbulkan icterus. (Roza).

5. Faktor usia tidak mempengaruhi ikterus karena ikterus terdapat pada anak baru lahir
bahkan orang dewasa, umumnya ikterus banyak dialami wanita khususnya ibu hamil.
pada saat hamil menyebabkan peningkatan ratio kolesterol dalam tubuh.(Roza).

6. Untuk menghentikan reaksi infeksi yang terjadi pada hepar (Rensi).

7. Dilakukan pencitraan lanjutan untuk mengeksklusi batu saluran empedu di mana hasil
choledografi tidak memuaskan. (Intan).

8. Pada skenario hepatitis yang diderita Ny.Efi kemungkinan adalah hepatitis B, karena
adanya riwayat transfuse darah. Hepatitis E, karena ada ditemuk an hasil pemeriksaan
yaitu urine berwarna gelap seperti teh.(Intan).
Ny. Efi usia 30 tahun
SKEMA

Datang ke puskesmas

ANAMNESIS PEMERIKSAAN PENUNJANG


PEMERIKSAAN • Pemeriksaan Lab :
• Keluhan utama : FISIK - Kadar bilirubin konjugasi lebih
- Mata dan kulit bewarna - Didapatkan ikterik tinggi dari nilai normal
kuning - Menggigil - Bilirubin urin (+)
- Suhu 39 derajat - Alkali fosfatase 700 mg
- Demam sejak 2
- Nyeri tekan pada • Pemeriksaan Foto Polos
minggu hipocondrium kanan - Abdomen : Bayangan radiopaque di
- Auskultasi daerah proyeksi ginjal kanan
Keluhan tambahan - Perkusi • Pemeriksaan USG
- Mual dan nyeri pada - Penebalan dinding vesical felea
perut kanan atas - Choletiasis multiple
- Pelebaran CBD
- Urin seperti air teh
pekat Riwayat : Transfusi darah
• Pemeriksaan Serologi
- Memastikan jenis hepatitis

DIAGNOSIS DIAGNOSIS BANDING


Hepatitis B dan Cholelitiasis Hepatitis
• Hepatitis A
• Hepatitis D
• Kolangitis

PENATALAKSANAAN Koletiasis
- Antibiotika intravena • Pankreatitis
- obat- obatan simtomatis • Hepatitis
- vitamin
- pencitraan lanjutan
Learning Objective
1. Epidemiologi Hepatitis dan Kandung empedu
2. Etiologi dan faktor risiko Hepatitis dan Kandung empedu
3. Patofisiologi Hepatitis dan Kandung empedu
4. Manifestasi klinis Hepatitis dan Kandung empedu
5. Pendekatan diagnostik Hepatitis dan Kandung empedu
6. Diagnosis banding dari Hepatitis (sirosis hepatis dan karsinoma hepatis) dan gangguan
kandung empedu (Kholesistitis)
7. Penatalaksanaan Hepatitis dan Kandung empedu secara holistik (Farmakologis dan
Nonfarmakologis)
8. Pemberian nutrisi yang tepat pada penyakit hati dan kandung empedu
9. Komplikasi dan prognosis Hepatitis dan Kandung empedu
Pembahasan

1. Epidemiologi Hepatitis dan Kandung empedu

Hepatitis B

Penyebab penyakit adalah virus Hepatitis B (VHB) termasuk DNA virus, famili Hepadnavirus
yang merupakan partikel bulat berukuran sangat kecil 42 nm atau partikel Dane dengan selubung
fosfolipid (HbsAg) (2,5). Virus ini merupakan virus DNA dan sampai saat ini terdapat 8 genotip
VHB yang telah teridentifikasi, yaitu genotip A–H. VHB memiliki 3 jenis morfologi dan mampu
mengkode 4 jenis antigen, yaitu HBsAg, HBeAg, HBcAg, dan HBxAg.

Penyakit hepatitis B mencakup berbagai gejala klinis dari perjalanan akut maupun kronik pada
infeksi virus hepatitis B (HBV). Spektrum penyakit hepatitis B disebabkan oleh respons kekebalan
tubuh pejamu terhadap keberadaan virus yang menyerang hepatosit.

Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw,
dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya. Subtype adw terjadi di
Eropa, Amerika dan Australia. Virus dengan subtipe ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan.
Sedangkan Virus dengan subtipe adw dan adr terjadi di wilayah Malaysia, Thailand, Indonesia.
Dan subtype adr terjadi di Jepang dan China.

Epidemiologi Hepatitis B

Hepatitis B merupakan masalah epidemiologi global dengan Indonesia masuk dalam kategori
sedang-tinggi.

Global
Infeksi Hepatitis B masih menjadi masalah kesehatan global yang menjangkiti hampir 2 miliar
individu dan menyebabkan 350 juta kasus infeksi kronik. Beban epidemiologi akibat infeksi
Hepatitis B dibagi menurut prevalensi individu dengan HBsAg positif yang ditemukan dalam suatu
populasi: prevalensi tinggi (>8% populasi memiliki antigen HBsAg), sedang (2%-7%), dan rendah
(<2%). Wilayah yang memiliki prevalensi rendah (0,1%-2%) antara lain Amerika Serikat, Kanada,
Eropa Barat, dan Australia; sedangkan wilayah yang memiliki prevalensi tinggi banyak ditemukan
di Asia Tenggara, Tiongkok, Timur Tengah, Haiti, dan Afrika).

Kolelitiasis
Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit cairan pencernaan yang mengeras di dalam kantung
empedu. Sedangkan koledokolitiasis adalah batu empedu yang berada di saluran empedu. Terdapat
beberapa mekanisme terbentuknya kolelitiasis, yaitu supersaturasi kolesterol, produksi bilirubin
berlebih, dan hipomotilitas atau gangguan kontraktilitas kantung empedu.
Kolelitiasis yang paling sering ditemukan merupakan batu empedu kolesterol, diikuti dengan batu
empedu pigmen hitam dan coklat. Faktor resiko terbentuknya batu empedu kolesterol adalah jenis
kelamin wanita, usia di atas 40 tahun, obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, diabetes
melitus, dislipidemia, penurunan berat badan drastis, sedentary lifestyle, dan kehamilan.
Kolelitiasis umumnya tidak bergejala. Keluhan utama pasien adalah kolik bilier, yaitu nyeri yang
hilang timbul pada regio hipokondrium kanan atau epigastrium, dengan penjalaran ke puncak
tulang scapula kanan. Perjalanan nyeri tersebut dikenal dengan sebutan Collins sign.

Epidemiologi kolelitiasis
Epidemiologi kolelitiasis atau batu empedu di negara maju sekitar 10‒15% dari populasi dewasa,
dengan prevalensi jenis kolelitiasis kolesterol. Sedangkan di negara Asia epidemiologi kolelitiasis
berkisar 3‒10%.

Kolestasis diamati di semua kelompok umur. Namun, pada kelompok usia anak dan remaja lebih
rentan terhadap kolestasis karena imaturitas hati. Juga, tidak ada perbedaan nyata dalam prevalensi
ikterus kolestatik antara pria dan wanita. Wanita sedikit lebih berisiko mengalami atresia bilier,
kolestasis akibat obat, dan kolestasis intrahepatik pada kehamilan.

Global
Kasus kolelitiasis cukup banyak ditemukan di negara maju, yaitu sekitar 10‒15% dari populasi
dewasa. Kolelitiasis ditemukan pada 6% pria dan 9% wanita. Batu empedu kolesterol adalah jenis
yang paling sering ditemukan, yaitu 90‒95%. Sedangkan di negara-negara di Afrika, kasus
kolelitiasis bukanlah kasus yang khas.

2. Etiologi dan faktor risiko Hepatitis dan Kandung empedu

Etiologi Hepatis B

Penularan hepatitis B melibatkan transfer virus dari orang yang terinfeksi ke orang yang tidak
kebal dengan berbagai cara. Cara utama penularan hepatitis B adalah sebagai berikut:
1. Transmisi horizontal: Ini melibatkan penularan hepatitis B melalui kontak seksual atau kontak
permukaan mukosa. Seks tanpa kondom dan penggunaan narkoba suntikan adalah cara penularan
utama di daerah dengan prevalensi rendah hingga menengah.
2. Transmisi vertikal: Transmisi vertikal melibatkan transmisi virus perinatal dari ibu ke bayi.Ini
adalah cara penularan utama di daerah dengan prevalensi tinggi.
Kontak seksual termasuk hubungan seksual tanpa pelindung (vaginal, oral, atau anal) dan kontak
mukosa melibatkan kontak apapun yang melibatkan air liur pasien yang terinfeksi, sekresi vagina,
air mani, dan darah.
Daerah prevalensi didasarkan pada persentase populasi dengan antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg) positif dengan lebih dari atau sama dengan 8% mewakili daerah dengan prevalensi
tinggi, 2-7% mewakili daerah dengan prevalensi rendah hingga sedang, dan kurang dari 2%
mewakili daerah dengan prevalensi rendah. daerah prevalensi.

Faktor resiko infeksi virus hepatitis B terdiri dari beberapa faktor yaitu riwayat menusuk hidung,
riwayat infeksi menular seksual, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit hepar, riwayat
keluarga yang terinveksi virus hepatitis, penggunaan jarum suntik, riwayat operasi, perawatan gigi,
jenis kelamin laki-laki yang tinggal di daerah industri, tenaga medis (mayoritas petugas di ruang
bedah),penggunaan sikat gigi bersama, penggunaan alat cukur bersama dan penggunaan tato.
Etiologi kolelitiasis

Etiologi kolelitiasis atau batu empedu terdiri dari 3 mekanisme utama, yaitu supersaturasi
kolesterol, produksi bilirubin berlebih, dan hipomotilitas atau gangguan kontraktilitas kantung
empedu. Penyebab kolelitiasis kolesterol terutama berasal dari sekresi kolesterol yang berlebih
oleh sel hepar, disertai hipomotilitas atau gangguan pengosongan kantung empedu. Kolelitiasis
pigmen hitam disebabkan produksi bilirubin yang berlebih akibat pemecahan heme yang tinggi,
seperti pada penderita hemolitik kronis atau sirosis hepatis. Sedangkan kolelitiasis pigmen coklat
disebabkan oleh kolonisasi bakteri akibat sumbatan pada duktus empedu, seperti striktur bilier.

Faktor resiko
• Usia >40 tahun
• Wanita lebih sering terkena dari laki-laki
• Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis
• Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis
• Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.

3. Patofisiologi Hepatitis dan Kandung empedu

Patofisiologi Hepatitis B

Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B mula-mula
melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam
sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat.
VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi
pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB memerintahkan sel hati untuk
membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi
mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita
terhadap infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Proses replikasi virus tidak secara langsung
bersifat toksik terhadap sel, terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan
kerusakan hati ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting
terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin
besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh
respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan
sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen
peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh
molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan
penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+.

Patofisiologi Koletiasis

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari
tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.1 Hati berperan sebagai
metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi
garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya
diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.Kolesterol bersifat
tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang
dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas
solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi
sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat. Etiologi batu
empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati
penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.Batu empedu
kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja
keras untuk menghasilkan cairan empedu.Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam
kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu berpigmen
didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air),
dan pengendapan garam bilirubin kalsium.Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah
merah.

4. Manifestasi klinis Hepatitis dan Kandung empedu

Manifestasi Klinis Hepatitis B

Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi
asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut.
Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi
dengan intensitas yang lebih berat.

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1. Fase Inkubasi Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan ratarata 60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik) Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum,
mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi
dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
3. Fase ikterus Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus
jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang
nyata

4. Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain,
tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat
dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit
ditangani, hanya <10% yang menjadi fulminan.

Manifestasi Klinis Koletiasis

Dapat bersifat Asimtomatis.gejala muncul saat terjadi inflamasi dan obstruksi ketika batu
bermigrasi ke diktus sistikus keluhan khas berupa kolik bilier.karakteristik kolik bilier adalah:

• Nyeri kuadran kanan atas atau epigastrium


• Kadang menjalar ke area interskapularis,skapula kanan atau bahu
Episodik,remiten,mendadak
• Berlangsung 15 menit-5 jam 5.Hilang perlahan dengan sendirinya
• Disertai mual atau muntah

5. Pendekatan diagnostik Hepatitis dan Kandung empedu

Pendekatan diagnostic Hepatitis B

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.


Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi seperti pernah transfusi,
seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi
hepar.Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia, serologis, dan
molekule. Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada
biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati.
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari :
1. Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali nilai normal, serum
bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit, peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali
nilai normal, dan kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik
VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali nilai normal dan kadar
albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat.
2. Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda infeksi VHB kronik adalah
HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6 bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg
berhubungan dengan selubung permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di
dalam darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier.
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien dan terdeteksi sampai
waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-
HBs, kadang terdapat suatu tenggang waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang
memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama periode tersebut, anti- HBc
dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB.3.
3. Beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis hepatitis adalah
Immunochromatography (ICT), ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal
dan hanya tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan rapid
diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih murah dan tidak memerlukan
peralatan komplek. Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzym
immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis infeksi VHB, khususnya di
tempat yang tidak terdapat akses pemeriksaan serologi dan molekuler secara mudah.
Pendekatan diagnostic Koletiasis
a) Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin
timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
b) USG

Pemeriksaan Ultrasonografi USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik
untuk menegakkan diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat
mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.
c) CT Scanning =>Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam
saluran empedu.
d) Magnetic Resonance Imaging (MRI)=> Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini
apabila ada komplikasi sakit kuning.
e) Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut.

6. Diagnosis banding dari Hepatitis (sirosis hepatis dan karsinoma hepatis) dan gangguan
kandung empedu (Kholesistitis)

Diagnosis banding Hepatitis B

Diagnosis bandingnya adalah infeksi virus mononucleosis infeksiosa, CMV, herpes simpleks,
coxsackie virus, dan toksopalsmosis, drug-induced hepatitis, hepatitis aktif kronis, hepatitis
alkoholik, kolesistitis akut, kolestasis, gagal jantung kanan dengan kongesti hepar, kanker
metastasis dan penyakit hati genetic/metabolic (penyakit Wilson, defisiensi alfa 1 antitripsin).

Diagnosis banding : diagnosis klinis dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Banding koletiasis

• Appendicitis
• Cholangitis
• Cholecystitis
Diagnosis banding : diagnosis klinis dan pemeriksaan penunjang.

7. Penatalaksanaan Hepatitis dan Kandung empedu secara holistik (Farmakologis dan


Nonfarmakologis)

Penatalaksanaan Hepatitis B

Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas. Pembatasan aktivitas fisik seperti
tirah baring dapat membuat pasien merasa lebih baik. Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya
asupan kalori utama diberikan pada pagi hari karena banyak pasien mengalami nausea ketika
malam hari.sekitar 95% kasus hepatitis B akut akan mengalami resolusi dan serkovensi spontan
tanpa terapi antiviral.bila terjadi komplikasi hepatitis fulminan,maka dapat diberikan lamivudin
100-150 mg/hari hingga 3 bulan setelah serokonversi atau setelah muncul anti –Hbe pada pasien
HbsAg positif.
Penatalaksanan Koletiasis
a) Pasien Asimtomatis

Belum terdapat bukti yang mendukung intervensi bedah pada kasus asimtomatis.resiko operasi
dianggap lebih besar dari manfaatnya.tatalaksana berupa intervensi gaya hidup,antara lain
olahraga,menurunkan berat badan dan diet rendah kolesterol.
b) Pasien Simtomatis

Pilihan terapi utama berupa intervensi bedah atau prosedur invasif minimal untuk mengeluarkan
batu.terapi farmakologis masih belum menunjukkan efek yang bermakna.
• Intervensi bedah (Kolesistektomi laparoskopi).direkomendasi pada pasien dengan jala
berat atau frekuensi sering,ukuran batu sangat besar >3 cm atau disertai komplikasi atau
penyulit.
• Prosedur endoscopic retrogade cholangiopan creatography (ERCP) dengan sfingterotomi
endoskopik.bertujuan untuk mengeluarkan batu saluran empedu dengan balon-ekstraksi
melalui muara yang sudah dilebarkan menuju duodenum.batu empedu akan keluar bersama
tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama instrumen ERCP.
• Terapi farmaklogis denga asam ursodeksi kolat (10-15 mb/kgBB/hari).

8. Pemberian nutrisi yang tepat pada penyakit hati dan kandung empedu

Nutrisi yang tepat untuk pasien Hepatitis B

• Karbohidrat tinggi, lemak dan protein disesuaikan dengan kondisi tubuh,


• Cukup mineral dan vitamin.
• Hindari makanan yang menggandung gasal (singkong, ketan, ubi dan talas) dan
makanan yang menggandung bumbu yang merangsang dan diet rendah garam.

Nutrisi yang tepat untuk pasien koletiasis


• Lemak yang diberikan harus yang mudah dicerna,
• Kalori, protein dan karbohidrat cukup,
• Tinggi vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K),
• Cukup mineral, banyak air dan bumbu yang tidak merangsang.
• Porsi yang diberikan kecil tetapi sering.

9. Komplikasi dan prognosis Hepatitis dan Kandung empedu

Komplikasi Hepatitis B

Komplikasi

Hepatitis B ketika tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi berupa progresi
menjadi karsinoma hepatoseluler atau sirosis hati.Komplikasi lain yang dapat muncul adalah
sebagai berikut:
• Glomerulonefritis
• Polyarteritis nodosa
• Manifestasi ekstrahepatik dermatologis, kardiopulmoner, sendi, neurologis, hematologis,
maupun gastrointestinal akibat deposisi kompleks imun seperti papular akrodermatitis,
acute necrotizing vasculitis.

Prognosis Hepatitis B
Faktor yang mempengaruhi komplikasi hepatitis B, baik sirosis maupun karsinoma hepatoseluler
seperti kadar HBV DNA, derajat inflamasi dan fibrosis pada awal diagnosis, riwayat konsumsi
alkohol, menentukan prognosis hepatitis B.
Infeksi HBV akut dapat ditangani dengan gejala dan pada pasien yang memiliki kekebalan, dapat
secara spontan diselesaikan. Namun, kemajuan menuju kondisi kronis dapat meningkatkan risiko
terkena karsinoma hepatocellular, sirosis, atau gagal liver akut. Kemungkinan terjadinya risiko ini
bergantung pada genotipe tertentu, dan metode penularan secara vertikal lebih tinggi risikonya
berupa komplikasi jangka panjang dibandingkan dengan kasus transmisi horisontal.

Prognosis Koletiasis
Prognosis nya adalah tergantung dari besar atau kecilnya ukuran batu empedu, karena akan
menentukan penatalaksanaannya, serta ada atau tidak dan berat atau ringannya komplikasi.
Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris
sehingga dapat mengancam jiwa. Kolelitiasis adalah sangat baik karena batu empedu biasanya
muncul tanpa gejala.
Daftar Pustaka

Abraham S, Rivero HG, Erlikh I V., Griffith LF, Kondamudi VK. Surgical and nonsurgical
management of gallstones. Am Fam Physician 2019;89:795–802.

Chang YR, Jang J-Y, Kwon W, Park JW, Kang MJ, Ryu JK, et al. Changes in Demographic
Features of Gallstone Disease: 30 Years of Surgically Treated Patients. Gut Liver 2013;7:719–24.
https://doi.org/10.5009/gnl.2019.7.6.719.

Croagh CMN, Lubel JS. Natural history of chronic hepatitis B: Phases in a complex relationship.
World J Gastroenterol 2014;20:10395–404. doi:10.3748/wjg.v20.i30.10395

Fattovich G, Giustina G, Schalm SW, et al. Occurrence of hepatocellular carcinoma and


decompensation in Western European patients with cirrhosis type B. Hepatology 1995;21:77–82.
doi:10.1016/0270-9139(95)90411-5.

Guarino MPL, Cocca S, Altomare A, Emerenziani S, Cicala M. Ursodeoxycholic acid therapy in


gallbladder disease, a story not yet completed. World J Gastroenterol WJG 2013;19:5029–34.
https://doi.org/10.3748/wjg.v19.i31.5029.

Heuman DM. Gallstones (Cholelithiasis): Practice Essentials, Background, Pathophysiology n.d.


2019. https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview.

Lammert F, Acalovschi M, Ercolani G, van Erpecum KJ, Gurusamy KS, van Laarhoven CJ, et al.
EASL Clinical Practice Guidelines on the prevention, diagnosis and treatment of gallstones. J
Hepatol 2016;65:146–81. https://doi.org/10.1016/j.jhep.2016.03.005.

Latenstein CSS, Wennmacker SZ, De Jong JJ, Van Laarhoven CJHM, Drenth JPH, De Reuver
PR. Etiologies of long-term postcholecystectomy symptoms: A systematic review. Gastroenterol
Res Pract 2019;2019. https://doi.org/10.1155/2019/4278373.
Lindenmeyer CC. Cholelithiasis - Hepatic and Biliary Disorders - MSD Manual Professional
Edition. Cholelithiasis 2020.

McMahon BJ. The natural history of chronic hepatitis B virus infection. Hepatology 2019;49:S45–
55. doi:10.1002/hep.22898.

Njeze GE. Gallstones. Niger J Surg Off Publ Niger Surg Res Soc 2013;19:49.
https://doi.org/10.4103/1117-6806.119236.

Realdi G, Fattovich G, Hadziyannis S, et al. Survival and prognostic factors in 366 patients with
compensated cirrhosis type B: a multicenter study. The Investigators of the European Concerted
Action on Viral.

Hepatitis (EUROHEP). J Hepatol 1994;21:656–66. doi:10.1016/S0168-8278(94)80115-0.


Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of gallbladder disease: Cholelithiasis and cancer. Gut
Liver 2012;6:172–87. https://doi.org/10.5009/gnl.2012.6.2.172.

Tanaja, Jasmin; Lopez, Richard A.; Meer JM. Cholelithiasis. 2019 - StatPearls - NCBI Bookshelf
n.d. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/

Team (UK) ICG. Gallstone Disease: Diagnosis and Management of Cholelithiasis, Cholecystitis
and Choledocholithiasis. National Institute for Health and Care Excellence: Clinical Guidelines.
London: National Institute for Health and Care Excellence (UK): 2014.

Kowdley KV, Wang CC, Welch S, Roberts H, Brosgart CL. Prevalence of chronic hepatitis B
among foreign-born persons living in the United States by country of origin. Hepatology. 2012
Aug;56(2):422-33. [PubMed]

Chan HL, Chan CK, Hui AJ, Chan S, Poordad F, Chang TT, Mathurin P, Flaherty JF, Lin L, Corsa
A, Gaggar A, Subramanian GM, McHutchison JG, Lau G, Lee S, Gane EJ. Effects of tenofovir
disoproxil fumarate in hepatitis B e antigen-positive patients with normal levels of alanine
aminotransferase and high levels of hepatitis B virus DNA. Gastroenterology. 2014
May;146(5):1240-8. [PubMed]

Hasan MS, Karim AB, Rukunuzzaman M, Haque A, Akhter MA, Shoma UK, Yasmin F,
Rahman MA. Role of Liver Biopsy in the Diagnosis of Neonatal Cholestasis due to Biliary
Atresia. Mymensingh Med J. 2018 Oct;27(4):826-833. [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai