Anda di halaman 1dari 156

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI

PADA ORANG DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA


DI RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Oleh

STARKI
NIM: 187106002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

1
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI
PADA ORANG DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
DI RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter


Spesialis dalam Program Studi Psikiatri pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Oleh:

STARKI
187106002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

2
PERNYATAAN

Judul Tesis
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI
PADA ORANG DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
DI RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam tesis ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis pada Program Studi Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil
karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan
ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian
disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-
bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik
yang penulis sandang dan sanksi sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 01 Maret 2022


Penulis

STARKI

v
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI
PADA ORANG DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
DI RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN

Starki, Elmeida Effendy, Nazli Mahdinasari Nasution


Departemen Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak
Tujuan:
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada
Orang Dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Instalasi Rawat Jalan
bedah Urologi RS. DR. Pirngadi Medan.
Metode :
Penelitian ini merupakan penelitian multivariat tipe prediktif dengan pendekatan
potong lintang untuk mengetahui hubungan faktor depresi pada orang dengan
BPH di Instalasi Rawat Jalan bedah Urologi Rumah Sakit DR. Pirngadi Medan.
Untuk menilai gejala depresi dengan menggunakan instrumen Beck Depression
Inventory- II (BDI-II)
Hasil :
Sebanyak 119 subjek ikut serta dalam studi ini, berjenis kelamin laki-laki. Dengan
nilai rerata±s.b umur (64,14±8,219) tahun, nilai median (min-maks) lama sakit
4(1-7) tahun, nilai median (min-maks) lama pendidikan 9(2-16) tahun, mayoritas
66 orang (55,5%) subjek tidak menikah, nilai median (min-maks) indeks massa
2
tubuh (IMT) 21,10 (18,50–23,80) kg/m , mayoritas 73 orang (61,3%) subjek tidak
ada riwayat Diabetes mellitus (DM), mayoritas 61 orang (51,3%) subjek ada
riwayat hipertensi, mayoritas 112 orang (94,1%) subjek tidak ada riwayat Chronic
Kidney Disease (CKD), nilai rerata±s.b Skor IIEF-15 (22,66±4,261), nilai
rerata±s.b Skor IPSS (15,57 ± 7,136). Pada studi ini terdapat hubungan yang
signifikan antara variable bebas dan skor depresi pada orang dengan BPH dimana
umur (p<0,001), Skor IIEF-15 (p<0,001), Skor IPSS (p<0,001), lama sakit
(p=0,001) dan riwayat DM (p=0,001).
Kesimpulan :
Faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH di
instalasi rawat jalan Urologi rumah sakit DR. Pirngadi Medan adalah umur, Skor
IIEF-15, Skor IPSS, lama sakit, dan riwayat DM
Kata Kunci : BPH, depresi, Beck Depression Inventory- II (BDI-II).

vi
Factors Related to Depressive Symptoms in Individuals with Benign
Prostatic Hyperplasia in Dr. Pirngadi Hospital Medan
Starki, Elmeida Effendy, Nazli Mahdinasari Nasution
Psychiatry Department,
Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara

Abstract
Objective: This study is to investigate factors related to depressive symptoms in
individuals with Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) attending Urology
Outpatient Clinic of Dr. Pirngadi Hospital Medan.
Method : This cross sectional multivariate predictive study is to assess depressive
symptoms in individuals with BPH. Depressive symptoms were measured by
using Beck Depression Inventory (BDI-II).
Result : A total of 119 subjects participated in this study were male with age of
(mean+SD) is 64.14+8.219 that have been living with BPH for 4 years (1-7
years). Median length of education is 9 years (2-16 years), and more than half of
subjects were not married (n=66, 55.5%). Body mass index was found
21.10kg/m2 (18.50-23.80). 73 subjects (61.3%) had no history of diabetes mellitus
(DM), while 61 subjects were found to have hypertension. Majority of our
subjects (n=112, 94.1%) also did not have chronic kidney disease. Mean score of
IIEF-15 was found 15.57+7.136. Our study showed that there is significant
relationship between some independent risk factors with depressive symptoms
score, as in the following; agr (p<0.001), IIEF-15 score (p<0.001), IPSS score
(p<0.001), duration of illness (p=0.001), and DM (p=0.001).
Conclusion : Age, IIEF-15 score, IPSS score, duration of illness, and DM are
independent risk factors related to depressive symptoms score in individuals with
BPH attending urology outpatient clinic at Dr. Pirngadi Hospital Medan.
Key words : BPH, depression, Beck Depression Inventory- II (BDI-II).

vii
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak

memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

3. Ibu dr. Cut Adeya Adella, Sp.O.G.(K), selaku Ketua TKP PPDS Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

4. Bapak dr. Muhammad Surya Husada, M.Ked(KJ), Sp.K.J, selaku Ketua

Departemen dan guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan,

dukungan dan arahan dalam penelitian ini.

5. Ibu Prof. Dr. dr. Elmeida Effendy. M.Ked(KJ), Sp.K.J(K), selaku Guru

Besar dan Ketua Program Studi PPDS Psikiatri Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara serta Pembimbing yang telah membimbing

dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(KJ), M.Sc, Sp.K.J(K),

selaku guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan

dan arahan dalam penelitian ini.

viii
7. Ibu dr. Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp.K.J, selaku guru penulis yang telah

banyak memberikan bimbingan, dukungan dan arahan dalam penelitian

ini.

8. Bapak Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.K.J(K.), selaku Guru Besar penulis

yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan dan arahan dalam

penelitian ini.

9. Bapak dr. H. Harun Thaher Parinduri, Sp.K.J (K), selaku guru penulis

yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan dan arahan dalam

penelitian ini.

10. Bapak Prof. dr. H. M. Joesoef Simbolon, Sp.K.J (K), selaku Guru Besar

penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan dan arahan

dalam penelitian ini.

11. Bapak dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.K.J, selaku guru penulis yang telah

banyak memberikan bimbingan, dukungan dan arahan dalam penelitian

ini.

12. Ibu dr. Nazli Mahdinasari Nasution, M.Ked(KJ), Sp.K. J, selaku

pembimbing dan guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan,

dukungan dan arahan dalam penelitian ini.

13. Ibu dr. Cindy Chias Arthy, M.Ked(KJ), Sp.K.J, selaku guru penulis yang

telah banyak memberikan bimbingan, dukungan dan arahan dalam

penelitian ini.

14. Responden penelitian yang telah meluangkan waktunya untuk mengikuti

penelitian ini.

ix
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh

dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada

seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memeberkati kita

semua. Amin.

Medan, 01 Maret 2022

Penulis,

Starki

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ............................................................... i


PENETAPAN dan PENGESAHAN PENGUJI TESIS .............................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Hipotesis .............................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................. 5
1.4.1 Tujuan Umum .......................................................... 5
1.4.2 Tujuan khusus .......................................................... 5
1.5 Manfaat penelitian ............................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 8
2.1. Benign Prostatic Hyperplasia ................................................ 8
2.1.1 Definisi..................................................................... 8
2.1.2 Etiologi dan Prevalensi ............................................ 9
2.1.3 Perjalanan Penyakit dan Penatalaksaan ................... 10
2.2. Depresi pada orang dengan Benign Prostatic Hyperplasia . 12
2.3. Hubungan depresi pada orang dengan Benign Prostatic
Hyperplasia.......................................................................... 13
2.3.1. Faktor genetik .......................................................... 15
2.3.2. Faktor coping mechanisms ...................................... 16
2.3.3. Faktor peradangan .................................................... 17
2.3.4. Faktor obat-obatan ................................................... 17
2.4. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan depresi pada
Benign Prostatic Hyperplasia.............................................. 18
2.5. Alat Ukur ............................................................................. 23
2.6. Kerangka Teori .................................................................... 28
2.7. Kerangka Konseptual........................................................... 29
2.8. Definisi Operasional ............................................................ 30

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 32


3.1. Desain Penelitian ................................................................. 32
3.2. Tempat dan Waktu ............................................................... 32
3.3. Populasi................................................................................ 32
3.4. Sampel ................................................................................. 32
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................... 33
3.6. Besar Sampel ....................................................................... 33

xi
3.7. Cara Pengambilan Sampel ................................................... 42
3.8. Cara Kerja ............................................................................ 42
3.9. Kerangka Kerja .................................................................... 43
3.10. Identifikasi variabel ............................................................. 43
3.11. Rencana manajemen analisis data........................................ 44
3.12 Masalah etika ....................................................................... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................. 47


4.1. Karakteristik Demografik .................................................... 47
4.2. Umur .................................................................................... 49
4.3. Lama sakit ............................................................................ 49
4.4. Lama pendidikan.................................................................. 50
4.5. Status pernikahan ................................................................. 50
4.6. IMT ...................................................................................... 51
4.7. Riwayat DM......................................................................... 51
4.8. Riwayat hipertensi ............................................................... 52
4.9. Riwayat CKD ....................................................................... 53
4.10. Skor IIEF-15 ........................................................................ 53
4.11. Skor IPSS ............................................................................. 54

BAB V DISKUSI ...................................................................................... 61


5.1. Prosedur Penelitian .............................................................. 61
5.2. Skor Depresi ........................................................................ 62
5.3. Biological Plausibility ......................................................... 63
5.4. Persamaan dan perbedaan hasil penelitian........................... 68
5.4.1 Umur ........................................................................ 68
5.4.2 Lama sakit ................................................................ 68
5.4.3 Lama Pendidikan ..................................................... 69
5.4.4 Status Pernikahan ..................................................... 70
5.4.5 IMT .......................................................................... 70
5.4.6 Riwayat Diabetes Melitus (DM) .............................. 71
5.4.7 Riwayat Hipertensi................................................... 71
5.4.8 Riwayat Chronic Kidney Disease (CKD) ................ 72
5.4.9. Skor IIEF-15 ............................................................ 72
5.4.10 Skor IPSS ................................................................. 73
5.5. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian ............................... 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 75


6.1 Kesimpulan .......................................................................... 75
6.2. Saran .................................................................................... 76
DAFTAR RUJUKAN..................................................................................... 77

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Gambaran Demografik orang dengan BPH .............................. 47


Tabel 4.2. Hubungan bivariat umur dengan depresi .................................. 49
Tabel 4.3. Hubungan bivariat lama sakit dengan depresi .......................... 49
Tabel 4.4. Hubungan bivariat lama pendidikan dengan depresi................ 50
Tabel 4.5. Hubungan bivariat status pernikahan dengan depresi .............. 50
Tabel 4.6. Hubungan bivariat IMT dengan depresi ................................... 51
Tabel 4.7. Hubungan bivariat Riwayat DM dengan depresi ..................... 51
Tabel 4.8. Hubungan bivariat Riwayat hipertensi dengan depresi ............ 52
Tabel 4.9. Hubungan bivariat Riwayat CKD dengan depresi ................... 53
Tabel 4.10. Hubungan bivariat Skor IIEF-15 dengan depresi ..................... 53
Tabel 4.11. Hubungan bivariat Skor IPSS dengan depresi.......................... 54
Tabel 4.12. Model Summary skor depresi pada Multivariat pertama .......... 55
Tabel 4.13. Model Summary Skor Depresi pada Multivariat kedua ............ 56
Tabel 4.14. Statistik residu skor depresi ...................................................... 56
Tabel 4.15. Resume analisis regresi linier faktor-faktor yang
berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH .... 58
Tabel 4.16. Faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada
orang dengan BPH .................................................................... 60

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Grafik histogram untuk menguji asumsi linearitas ................ 59


Gambar 4.2. Normal P-P plot untuk melihat asumsi normalitas dari
residu ...................................................................................... 59

xiv
DAFTAR SINGKATAN

AUA : American Urological Association


AUR : Acute Urinary Retention
BDI : Beck Depression Inventory
BPH : Benign Prostatic Hyperplasia
CAD : coronary artery disease
CES-D : Center for Epidemiologic Studies Depression
CHD : Coronary Heart Disease
CKD : Chronic Kidney Disease
DM : Diabetes mellitus
DSM : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
IIEF : The International Index of Erectile Function
IPSS : International Prostate Symptom Score
IMT : indeks massa tubuh
LUTS : Lower Urinary Tract Symptoms
PSA : Prostate Specific Antigen
SNRI : Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitor
TURP : Transurethral Resection of the Prostate
TWOC : Trial Without Catheter
5Αri : 5-Alpha Reductase Inhibitor

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Ethical Clearence


Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian
Lampiran 3 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Lampiran 4 Data Sampel Penelitian
Lampiran 5 Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 6 Beck Depression Inventory-II (BDI-II)
Lampiran 7 International Prostate Symptom Score (IPSS)
Lampiran 8 IIEF-15
Lampiran 9 Data SPSS Studi Pendahuluan
Lampiran 10 Data Sampel Penelitian Pendahuluan
.

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan salah satu penyakit yang paling umum di dunia,

terutama karena hubungannya dengan berbagai penyakit kronis. Hal ini terkait

dengan peningkatan angka bunuh diri dan merupakan penyebab masalah medis

dan sosial yang serius. Depresi sangat erat kaitannya dengan penyakit kronis,

termasuk penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Keluhan yang

disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa Lower Urinary Tract Symptoms

(LUTS), yang terdiri atas gejala obstruksi, gejala iritasi, dan gejala pasca

berkemih. Lower Urinary Tract Symptoms terjadi >70% pada laki-laki umur 80

tahun. Demikian pula dengan BPH > 80% dijumpai pada laki-laki berumur 50-80

tahun. Benign Prostatic Hyperplasia diakui sebagai penyebab utama dari LUTS.1

Nokturia merupakan salah satu faktor risiko LUTS untuk depresi karena

mengganggu tidur pada malam hari. Ketika tingkat keparahan LUTS pada BPH

lebih berat, maka risiko depresi juga meninngkat secara signifikan. Inkontinensia

urin dan kandung kemih yang terlalu aktif adalah dua penyakit urologis yang juga

relevan dengan depresi. Kedua penyakit ini juga berkaitan erat dengan umur yang

dapat mempengaruhi kualitas hidup serta meningkatkan kondisi depresi pasien

dan anggota keluarga. Laki-laki yang lebih tua yang menderita penyakit prostat,

secara umum memiliki pikiran negatif, memiliki rasa malu dan tidak berguna.

Depresi adalah salah satu gangguan mental yang paling umum dengan prevalensi

yang terus meningkat, mengingat hubungan depresi erat kaitannya dengan bunuh

1
2

diri dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian

dunia.1

Keprihatinan yang meningkat mengenai penyakit yang berkaitan dengan

populasi lanjut usia telah diamati di seluruh dunia. Benign Prostatic Hyperplasia

adalah penyakit paling umum diantara laki-laki yang berusia lanjut. Meskipun

tidak mengancam jiwa, BPH dikaitkan dengan morbiditas serius, termasuk

peningkatan risiko depresi, penurunan kualitas hidup, dan penurunan aktivitas

seksual. Jika BPH tidak segera diobati, komplikasi serius seperti Acute Urinary

Retention (AUR), infeksi saluran kemih dan batu kandung kemih dapat terjadi,

sehingga menimbulkan biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan menimbulkan

beban keuangan yang cukup besar bagi pasien dan keluraga. 2

Angka kejadian BPH di Indonesia berdasarlan survei hospital prevalence

di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2013 ditemukan 3.804

kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 66,61 tahun. Sedangkan data yang

didapatkan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tahun 2016 ditemukan 718

kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 67.9 tahun.3

Studi Chao dkk di Taiwan pada tahun 2011, dalam pengamatan selama 2

tahun dengan melibatkan sebanyak 16130 orang dengan umur diatas 40 tahun

yang didiagnosis dengan BPH dilibatkan dalam studi ini. Ditemukan sebanyak

856 dari pasien telah didiagnosis dengan depresi selama periode satu tahun.

Benign Prostatic Hyperplasia sering dikaitkan dengan rasa malu, gangguan

kesehatan fisik, seksual, gangguan tidur yang buruk dan berbagai gangguan

dengan aktivitas sehari-hari. Temuan ini menunjukkan bahwa BPH memiliki

dampak signifikan pada fungsi mental laki-laki dan mungkin membutuhkan


3

perhatian medis. Sangat penting jadi perhatian karena depresi secara klinis

berhubungan secara signifikan dengan peningkatan mortalitas dan deteksi dini

gejala depresi secara klinis relevan karna dapat mencegah kematian akibat bunuh

diri.5

Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dari 4.035 dengan umur

diatas 40 tahun yang didiagnosis dengan BPH, menggunakan Kuesioner Beck

Depression Inventory (BDI) ditemukan sebanyak 22,4% mengalami depresi

sedang, 20,8% mengalami depresi sedang-berat dan 1,6% mengalami depresi

berat. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi adalah umur

dengan nilai p<0,001, lama sakit dengan nilai p<0,001, status perkawinan dengan

nilai p<0,001, lama pendidikan dengan nilai p<0,001, berat badan dengan nilai

p<0,001, disfungsi ereksi dengan nilai p<0,001, penyakit Diabetes mellitus (DM)

dengan nilai p<0,001, Hipertensi dengan nilai p<0,001, Chronic Kidney Disease

(CKD) dengan nilai p<0,001.4

Studi Won dkk di Korea pada tahun 2015, sebanyak 711 orang dengan

usia diatas 40 tahun yang didiagnosis BPH dengan gejala LUTS. Menggunakan

kuesioner Center for Epidemiologic Studies Depression (CES-D) ditemukan

sebanyak 468 pasien mengalami gejala depresi ringan, sebanyak 183 pasien

memiliki gejala depresi sedang dan 60 pasien mengalami gejala depresi berat.

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi adalah tingkat keparahan

LUTS dengan nilai p<0,001, umur dengan nilai p<0,001. Inkontinensia urin dan

kandung kemih yang terlalu aktif adalah dua gejala penyakit BPH yang relevan

dengan depresi. Kedua gejala ini juga terkait erat dengan umur, kondisi tersebut

juga mengganggu tidur yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.1


4

Dari studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015 menyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi dan lama pendidikan dengan nilai

p=0,069, status pernikahan dengan nilai p=0,149, indeks massa tubuh (IMT)

dengan nilai p=0,274, penyakit DM dengan nilai p=0,051 pada LUTS yang

disebabkan oleh BPH.1 Studi Zhijie dan kawan-kawan ini juga menjelaskan tidak

terdapat hubungan antara IMT dan depresi.6 Berdasarkan studi Chao dkk pada

tahun 2011 di Taiwan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dan depresi

pada pasien BPH dengan nilai p=1.00.5 Studi Young dkk di Korea pada tahun

2014 mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan depresi antara variable

demografik seperti tingkat pendidikan, status pernikahan. 7

1.2 Rumusan Masalah

Dari beberapa studi tersebut diatas tampak bahwa faktor-faktor yang

berhubungan dengan depresi pada orang dengan BPH adalah tidak konsisten.

Melalui tinjauan kepustakaan, menurut peneliti, studi yang melihat faktor-faktor

yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH belum pernah

dilakukan di Sumatera Utara. Oleh karena itu, maka melalui studi ini, peneliti

ingin mencari faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan skor depresi pada

orang dengan BPH.

1.3 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara umur dan depresi pada orang dengan BPH

2. Terdapat hubungan antara lama sakit dan depresi pada orang dengan

BPH
5

3. Terdapat hubungan antara lama pendidikan dan depresi pada orang

dengan BPH

4. Terdapat hubungan antara status pernikahan dan depresi pada orang

dengan BPH

5. Terdapat hubungan antara IMT dan depresi pada orang dengan BPH

6. Terdapat hubungan antara DM dan depresi pada orang dengan BPH

7. Terdapat hubungan antara hipertensi dan depresi pada orang dengan BPH
8. Terdapat hubungan antara CKD dan depresi pada orang dengan BPH
9. Terdapat hubungan antara disfungsi ereksi dan depresi pada orang
dengan BPH
10. Terdapat hubungan antara International Prostate Symptom Score (IPSS)
dan depresi pada orang dengan BPH

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi pada

orang dengan BPH.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik orang dengan BPH

2. Untuk mengetahui hubungan antara umur dan depresi pada orang dengan

BPH

3. Untuk mengetahui hubungan lama sakit dan depresi pada orang dengan

BPH

4. Untuk mengetahui hubungan lama pendidikan dan depresi pada orang

dengan BPH
6

5. Untuk mengetahui hubungan antara status pernikahan dan depresi pada

orang dengan BPH

6. Untuk mengetahui hubungan antara IMT dan depresi pada orang dengan

BPH

7. Untuk mengetahui hubungan antara DM dan depresi pada orang dengan

BPH

8. Untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dan depresi pada orang

dengan BPH

9. Untuk mengetahui hubungan antara CKD dan depresi pada orang dengan

BPH

10. Untuk mengetahui hubungan antara disfungsi ereksi dan depresi pada

orang dengan BPH

11. Untuk mengetahui hubungan antara skor IPSS dan depresi pada orang

dengan BPH

1.5 Manfaat penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada klinisi

mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan depresi pada

orang dengan BPH sehingga membantu klinisi dalam skrining kesehatan

mental pada orang dengan BPH dengan menggunakan kuisioner BDI-II

2. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi

pada orang dengan BPH, diharapkan dapat membantu mengurangi angka

depresi akibat BPH.


7

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian

lainnya yang sejenis atau penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

acuan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benign Prostatic Hyperplasia

2.1.1 Definisi

Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis yang merupakan

penyakit urologi paling umum diantara laki-laki lanjut usia dimulai dengan

pertumbuhan sel epitel dan stroma baik dari zona transisi maupun daerah

periuretra. Penyakit ini dimulai dari terjadinya hiperplasia sel stroma dan sel epitel

kelenjar prostat. Banyak faktor yang diduga berperan dalam

proliferasi/pertumbuhan kelenjar prostat jinak. Pada dasarnya BPH tumbuh pada

laki-laki yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan

testosterone, disamping itu, pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola diet,

mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga berhubungan dengan

proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut

mampu memengaruhi sel prostat untuk mensintesis Growth Factor, yang

selanjutnya berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel kelenjar prostat. 8

BPH merupakan pembesaran prostat yang timbul dari proliferasi stroma dan

epitel, pada manusia proses proliferasi ini terjadi secara eksklusif di zona transisi

dan kelenjar periuretral. Secara klinis BPH merupakan yang menggambarkan

bertambahnya volume prostat akibat adanya perubahan histopatologis yang jinak

pada prostat. Manifestasi klinis dari pembesaran prostat termasuk gejala saluran

kemih bawah, obstruksi saluran keluar kandung kemih, pengosongan kandung

kemih yang tidak lengkap, retensi urin akut dan kronis, infeksi saluran kemih

8
9

(ISK), urosepsis, batu kandung kemih dan hematuria. Gejala LUTS

menggambarkan fenotipe yang berbeda dari sekelompok gangguan yang

mempengaruhi prostat dan kandung kemih yang memiliki manifestasi klinis yang

sama.9

2.1.2 Etiologi dan Prevalensi

Kelenjar prostat adalah organ genitalia laki-laki yang terletak disebelah

inferior buli-buli, didepan rektum dan membungkus uretra posterior. Kelenjar

prostat memiliki berat normal ±20 gram pada orang dewasa. Jaringan prostat

terdiri dari dua komponen dasar yaitu komponen kelenjar yang terdiri dari saluran

Secretory dan Asini dan komponen stroma yang terutama terdiri dari kolagen dan

otot polos. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan volume prostat dan

peningkatan tonus otot polos dari stroma. Sedangkan fase perkembangan dari

BPH terdiri dari peningkatan nodul BPH di zona periuretra dan fase peningkatan

yang signifikan dari ukuran nodul kelenjar. Kompresi fisik uretra dapat

disebabkan oleh BPH dan mengakibatkan obstruksi saluran keluar kandung

kemih, proses ini melalui dua mekanisme yang berbeda, pertama peningkatan

volume prostat, yang disebut komponen statis dan kedua peningkatan tonus otot

polos stroma, yang disebut komponen dinamis. Pada gilirannya, dapat muncul

secara klinis sebagai gejala LUTS, infeksi saluran kemih, Acute Urinary Retention

(AUR), gagal ginjal hematuria, dan batu kandung kemih. Laki-laki dengan BPH

biasanya memiliki volume prostat minimal 20 mL. 10

Prevalensi BPH meningkat secara nyata dengan bertambahnya usia.

Kejadian BPH pada umumnya dimulai diatas usia 50 tahun, kasus BPH

mempengaruhi 70% laki-laki di Amerika yang berusia 60-69 tahun dan 80% dari
10

mereka yang berusia 70 tahun atau lebih. Tren ini menunjukkan peningkatan yang

substansial dalam jumlah insiden dan prevalensi kasus BPH beberapa dekade

mendatang.11 Angka yang pasti kejadian BPH di Indonesia belum pernah diteliti,

tetapi sebagai gambaran Hospital Prevalence di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-

rata umur penderita berusia 66,61 tahun.3

2.1.3 Perjalanan Penyakit dan Penatalaksaan

Meskipun jarang mengancam jiwa BPH memberikan keluhan yang dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari obstruksi pada leher

kandung kemih dan uretra. Selanjutnya obstruksi ini dapat menimbulkan

perubahan struktur kandung kemih maupun ginjal sehingga menyebabkan

komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan

oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS, yang terdiri atas gejala obstruksi

(Voiding Symptoms), gejala iritasi (Storage Symptoms), dan gejala pasca

berkemih. Gejala obstruksi meliputi pancaran kemih lemah dan terputus

(Intermitensi), merasa tidak puas sehabis berkemih. Gejala iritasi meliputi

frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia. Gejala pasca berkemih berupa

urine menetes (Dribbling); hingga gejala yang paling berat adalah retensi urin.9

Untuk mendeteksi kemungkinan menderita penyakit BPH bisa dilakukan

pemeriksaan fisik dan colok dubur, sedangkan untuk pemeriksaan penunjang bisa

berupa, urinalisis, pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan Prostate Specific

Antigen (PSA), pancaran urine, Residu urine dan pencitraan uretrosistoskopi serta

urodinamik. Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki kualitas hidup

pasien. Terapi yang didiskusikan dengan pasien tergantung pada derajat keluhan,
11

keadaan pasien, serta ketersediaan fasilitas setempat, pilihannya berupa

konservatif (Watchful Waiting), medikamentosa, pembedahan, dan lain-lain

(kondisi khusus). Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting

yaitu pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya

tetap diawasi oleh dokter. Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan

skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas

sehari-hari.

Pada watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan mengenai segala

sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:

1. Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah

makan malam.

2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada

kandung kemih

3. Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

fenilpropanolamin

4. Jangan menahan kencing terlalu lama.

5. Penanganan konstipasi

Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7. Jenis

obat yang digunakan adalah, α1-blocker, 5α-reductase inhibitor, Antagonis

Reseptor Muskarinik, Phospodiesterase-5 inhibitor, Terapi Kombinasi (α1-

blocker + 5α-reductase inhibitor dan α1-blocker + antagonis reseptor

muskarinik). Indikasi tindakan pembedahan seperti Transurethral Resection of the

Prostate (TURP), Laser Prostatektomi dan Operasi Terbuka hanya pada BPH

yang sudah menimbulkan komplikasi, seperti (retensi urine akut, gagal Trial
12

Without Catheter (TWOC), infeksi saluran kemih berulang, hematuria

makroskopik berulang, batu kandung kemih, penurunan fungsi ginjal yang

disebabkan oleh obstruksi akibat BPH dan perubahan patologis pada kandung

kemih dan saluran kemih bagian atas).3,12

2.2. Depresi pada orang dengan Benign Prostatic Hyperplasia

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-

III, depresi merupakan suatu suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala

utama mood yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya

energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya

aktifitas, serta beberapa gejala lainnya seperti konsentrasi dan perhatian yang

berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan

bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan atau

perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur yang terganggu dan

nafsu makan berkurang.13

Depresi adalah kondisi umum yang berdampak buruk dan negatif pada

kualitas hidup, dengan perkiraan prevalensi seumur hidup sebesar 16,5%. Depresi

berperan dalam patogenesis sejumlah penyakit kronis, termasuk BPH. Hubungan

ini juga telah diidentifikasi antara depresi dan diagnosis urologis seperti

inkontinensia, gejala BPH dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup dan depresi.

Selain itu, gejala depresi juga berhubungan dengan pengobatan BPH. Banyak

studi telah menyarankan bahwa parameter psikiatri seperti depresi mungkin

memiliki peran putatif dalam pengembangan BPH. Lebih lanjut, depresi dapat

menjadi penghalang untuk pengobatan yang efektif untuk pasien ini. 11


13

Manifestasi klinis dari BPH sangat terkait dengan gangguan kejiwaan

seperti depresi, kecemasan, kerentanan stres, dan gangguan aktivitas instrumental

selama hidup sehari-hari. Hubungan penting antara BPH dan depresi, dimana

depresi secara signifikan dikaitkan dengan tingkat keparahan penyakit serta juga

melibatkan dalam semua tahapan perkembangan penyakit ini. Depresi berdampak

pada persepsi diri, kepatuhan pengobatan, strategi koping dan status klinis dalam

berbagai penyakit kesehatan mental dan fisik.7

2.3. Hubungan depresi pada orang dengan Benign Prostatic Hyperplasia

Depresi berperan dalam patogenesis sejumlah penyakit kronis, termasuk

penyakit BPH, hubungan juga telah diidentifikasi antara depresi dan diagnosis

urologis seperti inkontinensia. Gejala BPH dikaitkan dengan penurunan kualitas

hidup dan depresi, dan literatur sangat menunjukkan bahwa mungkin juga ada

hubungan patofisiologis antara BPH dan depresi, Selain itu, gejala depresi juga

berhubungan dengan pengobatan BPH. Penelitian telah menyarankan bahwa

parameter psikiatri seperti depresi mungkin memiliki peran putatif dalam

pengembangan LUTS sekunder akibat BPH. Lebih lanjut, depresi dapat menjadi

penghalang untuk pengobatan yang efektif untuk pasien BPH. Pemahaman yang

lebih baik tentang hubungan antara BPH dan depresi dapat mengarah pada

perbaikan manajemen. Beberapa mekanisme fisiologis telah diusulkan yang dapat

menjelaskan hubungan antara depresi dan LUTS sekunder akibat BPH. Salah satu

kemungkinannya adalah kelainan fisiologis sentral seperti peningkatan tonus

adrenergik, yang menyebabkan gejala depresi, juga dapat berkontribusi pada

gejala urologis. Ada kemungkinan bahwa peradangan kronis mungkin merupakan


14

penyebab umum dari kedua penyakit ini. Diketahui dengan baik bahwa

peradangan berkontribusi pada patofisiologi depresi, pasien depresi sering

menunjukkan peningkatan signifikan pada biomarker inflamasi seperti protein C-

reaktif, interleukin-6, dan tumor necrosis factor-α. Jalur inflamasi ini mungkin

juga berkontribusi pada hubungan antara depresi dan keadaan penyakit inflamasi

lainnya. Ada spekulasi bahwa depresi dan LUTS sekunder akibat BPH terkait

dengan neurotransmiter tertentu yang juga berperan dalam depresi, kemungkinan

berkontribusi pada perkembangan gejala klinis dan bahkan hasil pengobatan pada

pasien dengan LUTS sekunder akibat BPH. Ada kemungkinan bahwa faktor lain,

seperti latar belakang etnis, dapat berperan dalam hubungan ini. 11

Sebuah dasar neurokimia umum mungkin berspekulasi terkait dengan

depresi, kecemasan, somatisasi dan fungsi kandung kemih. Sebuah hubungan

yang menarik antara sistem serotonin pusat dan perifer,norepinefrin, dan fungsi

saluran kemih bagian bawah, dimana yang merupakan neurotransmitter

monoamine fungsi biologisnya kompleks dan beragam, mengatur suasana hati,

kognisi, penghargaan, pembelajaran, ingatan, dan berbagai proses fisiologis.

Faktanya, duloxetine (serotonin norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI)) telah

disetujui untuk pengobatan inkontinensia urin di Eropa pada tahun 2004. Telah

ditemukan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dan aktivitas

elektromiografi sfingter uretra dalam model hewan, yang dimediasi oleh

peningkatan di ekstraseluler serotonin atau norepinephrine, selain itu,

pengurangan serotonin mengembangkan frekuensi kencing dan menyebabkan

detrusor over-activity, yang berhasil dibalik oleh fluoxetin. Penelitian lain juga

menunjukkan bahwa peran serotonin dalam fungsi kemih merupakan serotonin


15

reuptake transporter knockout mice (-/-) menunjukkan disfungsi kandung kemih,

ditandai dengan peningkatan signifikan dalam frekuensi kontraksi kandung kemih

non-voiding spontan dan penurunan volume berkemih. Juga ditemukan bahwa

efek utama pelepasan norepinephrine dari terminal saraf simpatis adalah pada

kontraksi uretra yang dimediasi melalui reseptor α1- dan α2-adrenergik. Oleh

karena itu antidepresan seperti SNRI dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan

penyimpanan urin dengan mengurangi kontraktilitas kandung kemih dan

meningkatkan resistensi saluran keluar kandung kemih. 7

Mekanisme yang bertanggung jawab untuk terjadinya depresi pada orang

dengan BPH tidak diketahui dan kemungkinan multifaktorial. Bukti menunjukkan

bahwa depresi yang dialami oleh orang dengan BPH bukanlah entitas yang

homogen. Untuk mengelola komorbiditas ini seefektif mungkin, penting untuk

terlebih dahulu memahami kontributor potensial terhadap depresi individu. Secara

kronologis, risiko paling awal mungkin merupakan kecenderungan genetik

terhadap depresi, faktor Coping Mechanisms, peradangan, penyakit penyerta,

farmakoterapi, gaya hidup tidak sehat.4,8,11

2.3.1. Faktor genetik

Dampak depresi pada BPH telah memberikan bukti tentang dampak

parameter psikiatri, khususnya depresi. Orang yang menderita BPH akan

meningkatkan resiko depresi, dan orang yang depresi memperburuk kondisi gejala

BPH yang dialami. Kerabat derajat pertama dari individu dengan depresi berat 2

hingga 3 kali lebih mungkin untuk mengalami depresi. Dari studi Epidemiologi

bahwa Laumann dan kawan-kawan menemukan bahwa pada laki-laki

Nonhispanic White, Nonhispanic Black, and Hispanic, gejala depresi paling kuat
16

pada laki-laki Hispanik. Gejala depresi secara bermakna juga dikaitkan dengan

peningkatan kemungkinan kejadian BPH. Ada kemungkinan bahwa faktor lain

seperti latar belakang etnis, dapat berperan dalam hubungan ini. 11,14

2.3.2. Faktor coping mechanisms

Individu yang berbeda menggunakan strategi yang berbeda untuk

mengatasi keadaan afektif negatif dan masalah kehidupan. Strategi dikembangkan

untuk mengidentifikasi cara mengurangi stres. Pada pasien yang menderita

penyakit kronis seperti depresi pada pasien BPH Mekanisme koping seperti itu

penting baik dalam periode stres akut ataupun keadaan darurat. 15,16

Penggunaan beberapa gaya koping ini mungkin terbukti

bermanfaat. Misalnya, dalam sebuah studi tentang mekanisme koping dan depresi

pada laki-laki lanjut usia yang sakit medis, sebagian besar responden mencari

kenyamanan dalam keyakinan dan praktik keagamaan. Hal ini pada gilirannya

berbanding terbalik dengan tingkat keparahan depresi mereka. Mekanisme koping

juga terkait dengan pemahaman pasien tentang penyakit serta gejalanya dan cara

dia mengelola penyakitnya. Misalnya, dukungan untuk gejala depresi ditemukan

terkait dengan lebih banyak menyalahkan diri sendiri dan pelampiasan

emosional. Konsekuensi negatif yang dirasakan dari depresi menyebabkan koping

lebih aktif, koping religius, dan menyalahkan diri sendiri, sedangkan persepsi

penyakit sebagai kronis menyebabkan kurang perencanaan pada pihak pasien.

Oleh karena itu, perilaku koping dipengaruhi oleh sejumlah parameter dan

menyadari gaya koping pasien.16


17

2.3.3. Faktor peradangan

Peran peradangan pada gangguan depresi menjadi semakin menarik

selama dua dekade terakhir dan bukti menunjukkan bahwa peradangan berperan

dalam depresi. Bukti yang mengaitkan inflamasi dengan depresi berasal dari tiga

pengamatan berbeda, pertama peningkatan kadar penanda inflamasi pada pasien

dengan depresi, bahkan tanpa adanya penyakit, kedua kejadian bersama depresi

dengan penyakit inflamasi dan terakhir peningkatan risiko depresi dengan

pengobatan sitokin. Sitokin telah diketahui mempengaruhi hampir setiap jalur

yang terlibat dalam patogenesis depresi termasuk perubahan ekspresi

neurotransmiter, fungsi neuroendokrin, plastisitas sinaptik, dan ganglia

basal. Kesamaan antara perilaku penyakit yang diinduksi sitokin dan depresi lebih

jauh mendukung peran peradangan dalam depresi serta berhasilnya efek anti

inflamasi dari pengobatan antidepresan itu sendiri. 17

2.3.4. Faktor obat-obatan

Efek samping obat yang digunakan untuk pengobatan BPH dan prosedur

pembedahan merupakan faktor risiko untuk perkembangan disfungsi ereksi dan

gejala depresi. Bahwa penggunaan 5-Alpha Reductase Inhibitor (5Αri), telah

dikaitkan dengan prevalensi depresi 1,52 kali lebih tinggi. 5-αRI dapat

menyebabkan perkembangan depresi. Serta selektif A1-Selective Alpha-

Adrenolytic (ARA) dapat mengganggu ejakulasi.4


18

2.4. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan depresi pada Benign

Prostatic Hyperplasia

1. Umur

Keprihatinan yang meningkat mengenai depresi pada umur yang lebih tua

dengan penyakit kronis telah lama diamati diseluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri

bahwa umur mempengaruhi depresi pada pasien BPH, semakin meningkat maka

resiko depresi akan semakin besar. Studi yang dilakukan oleh Barbara dkk pada

tahun 2015 di Polandia, dari 4035 orang yang berpartisipasi maka didapatkan 22,4

% mengalami depresi dan dilaporkan umur tertinggi yang mengalami depresi

antara 61-80 tahun sebanyak 22,8 %. Sejalan dengan prevalensi BPH yang

meningkat 80 % secara bertahap dimulai umur 50 sampai dengan 80 tahun.4

2. Lama sakit

Tingkat keparahan gejala pada BPH bisa berbeda pada tiap penderita,

tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu. Semakin lama seseorang

menderita BPH akan semakin meningkatkan beban pikiran, biaya dan stres yang

dialami. Studi yang dilakukan oleh Barbara dkk pada tahun 2015 di Polandia,

dengan menggunakan alat ukur BDI, dari 4035 orang yang berpartisipasi orang

dengan BPH maka didapatkan 22,4% mengalami depresi. dijumpai bahwa faktor

lama sakit berhubungan dengan depresi pada orang dengan BPH. Dijumpai lama

sakit <1 tahun 0%, 1-2 tahun 0,8%, 3-5 tahun 2.3%, dan >5 tahun 3 % mengalami

depresi, dengan nilai p<0,001.4

3. Lama pendidikan

Pada pasien BPH membutuhkan perawatan diri, semakin tua usia maka

akan semakin rendah perolehan pengetahuan yang dimiliki. Pada studi park dan
19

kawan-kawan di Korea dari 362 sampel dijumpai sebanyak 85.8% berpendidikan

rendah dibawah (tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)), dimana pemahaman

mereka tentang BPH kurang, sehingga mereka mungkin lebih rentan terhadap

depresi.18

4. Status pernikahan

Pernikahan dapat memberikan manfaat kesehatan bagi banyak orang. Studi

Sung dkk pada tahun 2015 di Korea dijumpai status pernikahan yang buruk

(perceraian, janda, duda) menjadi salah satu faktor terjadinya depresi pada orang

dengan BPH. Status pernikahan terkait dengan dukungan keluarga dan sosial.

Secara keseluruhan, semakin besar tingkat dukungan sosial yang dirasakan,

semakin kecil kemungkinan seorang orang dengan akan melaporkan gejala

depresi.15

5. Indeks massa tubuh

Gaya hidup yang tidak sehat dan obesitas, adalah beberapa faktor yang

diketahui mempengaruhi terjadinya depresi, orang yang kelebihan berat badan

mengalami kesehatan fisik yang lebih buruk dan lebih banyak cenderung diet.

Kedua faktor tersebut dikaitkan dengan depresi. Pada studi yang dilakukan oleh

Barbara dkk pada tahun 2015 di Polandia, dari 4035 orang yang berpartisipasi

maka didapatkan 28,9% mengalami mengalami depresi dengan obesitas, dimana

penilian status gizi dinilai berdasarkan BMI menurut kriteria WHO. 4

6. Diabetes mellitus

Sejalan dengan data sebelumnya bahwa peningkatan prevalensi terjadinya

depresi pada pasien BPH, seiring dengan bertambahnya usia dan juga dipengaruhi

oleh penyakit penyerta seperti penyakit DM. Studi yang dilakukan oleh Barbara
20

dkk pada tahun 2015 di Polandia, menunjukkan bahwa 22,4% pasien yang dirawat

karena BPH yang mengalami depresi. Terjadinya depresi dikaitkan dengan

penyakit penyerta yang salah satunya penyakit DM. 4,11 Diabetes yang tidak

terkontrol dengan baik dapat menyebabkan diuresis osmotik, yang mungkin

terkait dengan frekuensi kencing dan nokturia dan juga mempengaruhi melalui

mekanisme neuropatik, mempengaruhi saraf motorik dan sensorik. Penyakit

diabetes berpotensi mempengaruhi tidak hanya komponen dinamis dari fungsi

saluran kemih bagian bawah melalui kandung kemih. tetapi juga pertumbuhan

prostat. Hal ini diduga menjadi alasan bahwa pada pasien BPH dengan DM akan

meningkatkan terjadinya prevalesi depresi.19

7. Hipertensi

Pada pasien dengan hipertensi yang mengalami depresi terkait dengan

kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan yang lebih buruk. Hubungan

antara depresi dan morbiditas jantung seperti hipertensi akan memungkinan

melibatkan efek fisiologis dan perilaku dari depresi. Antara 31-45% pasien

dengan coronary artery disease (CAD), termasuk mereka dengan CAD stabil,

angina tidak stabil, atau infark miokard dan hipertensi menderita gejala depresi

yang signifikan secara klinis.20 Studi yang dilakukan oleh Barbara dkk pada tahun

2015 di Polandia mengungkapkan bahwa kejadian dan keparahan depresi pada

pasien BPH berhubungan dengan usia yang lebih tua, tingkat pendidikan yang

lebih rendah, status pernikahan, gaya hidup menetap, komorbiditas seperti

penyakit arteri koroner, infark miokard, gagal jantung dan hipertensi. 4


21

8. Chronic kidney disease

Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

utama, terutama pada laki-laki lanjut usia. Salah satu faktor risiko yang mungkin

untuk penyakit ginjal kronis adalah penyakit BPH. gejala yang berhubungan

dengan obstruksi kandung kemih merupakan faktor risiko penyakit ginjal kronis. 21

Depresi sangat umum dihubungkan dengan kualitas hidup yang buruk dan

peningkatan mortalitas di antara orang yang lebih tua dengan CKD, sebagian

disebabkan oleh perubahan psikososial dan biologis yang menyertai dialisis.22

Depresi menjadi bagian penting pada pasien gagal ginjal dengan dengan BPH,

Analisis statistik mengungkapkan bahwa kejadian dan keparahan depresi

berhubungan dengan usia yang lebih tua, tingkat pendidikan yang lebih rendah,

status pernikahan, gaya hidup menetap, serta penyakit komorbiditas (seperti

obesitas, obesitas viseral, penyakit arteri koroner, infark miokard atau stroke masa

lalu, gagal jantung, diabetes dan penyakit ginjal kronis). Studi menunjukkan

bahwa 22,4% pasien yang dirawat karena BPH memiliki depresi, dan 71,9%

Terjadi depresi dikaitkan dengan komorbiditas yang salaha satunya adalah

penyakit gagal ginjal.4

9. Disfungsi ereksi

Disfungsi ereksi adalah kondisi klinis yang sangat umum, terutama

ditemukan pada mereka yang berusia di atas 40 tahun. Hal yang sama berlaku

untuk gejala saluran kemih yang disebabkan oleh BPH. Fungsi kemih dan ereksi

dapat dipengaruhi oleh perubahan tonus otot polos yang disebabkan oleh

peningkatan respon adrenergik. Disfungsi ereksi telah dan terus menjadi perhatian

dibidang andro-urologi. Meskipun disfungsi seksual tidak berdampak langsung


22

pada morbiditas dan mortalitas, hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup

seseorang. Ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual dapat

menyebabkan frustrasi, depresi dan kecemasan individu yang terkena dampak dan

calon pasangannya. Disfungsi ereksi didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang

konsisten untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk

kinerja seksual yang memuaskan. Depresi adalah masalah kesehatan yang sangat

umum yang mempengaruhi kualitas hidup sejumlah besar laki-laki dan

pasangannya. Libido yang menurun, secara signifikan menyebabkan depresi pada

orang dengan BPH dibandingkan dengan pasien yang hanya mengalami BPH

tampa terjadi penurunan libido dengan nilai p<0,001. Hal yan serupa terjadi

sebaliknya, bahwa pasien depresi menyebabkan penurunan libido yang

menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi.23

10. Lower urinary tract symptoms (LUTS)

Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) adalah gangguan

penyimpanan, seperti urgensi berkemih siang hari dan nokturia, dan/atau

gangguan buang air kecil, seperti keragu-raguan, aliran lemah, mengejan,

dan buang air kecil dalam waktu lama. Nokturia adalah LUTS yang paling

sering dilaporkan pada BPH. Gejala saluran kemih bagian bawah LUTS terjadi

pada>70% laki-laki di atas usia 80 tahun. Demikian juga, prevalensi BPH,

sebanyak > 80% dijumpai pada laki-laki berusia 50-80 tahun. Oleh karena itu,

cukup banyak laki-laki lanjut usia dengan BPH juga menderita LUTS. BPH diakui

sebagai penyebab utama LUTS. Nokturia merupakan salah satu faktor risiko

LUTS untuk depresi karena mengganggu tidur pada malam hari. Beberapa

penelitian telah menunjukkan bahwa LUTS yang relevan dengan BPH berkaitan
23

erat dengan usia, depresi, dan kualitas hidup. Kualitas hidup menurun dengan

meningkatnya keparahan LUTS seperti meningkatnya frekuensi berkemih,

volume sisa urin dan nokturia menyebabkan insomnia, mempengaruhi pasien

secara emosional, dan berhubungan langsung dengan depresi, sehingga sering

merasa malu dan tidak percaya diri atas penyakit yang diderita. Selain itu, LUTS

tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup pasien, tetapi juga anggota keluarga.

Studi yang dilakukan oleh Won dkk pada tahun 2015 di Korea mengungkapkan

bahwa kejadian dan keparahan depresi pada pasien BPH berhubungan dengan

LUTS dengan nilai p <0,001.1

2.5. Alat Ukur

a. Beck depression inventory-II (BDI-II)

Instrumen BDI-II pertama kali dikembangkan pada tahun 1961 oleh Aaron

T. Beck, dari pusat terapi kognitif, Philadelphia, Pennsylvania. Tujuan

dikembangkan alat ukur BDI adalah untuk mengukur gejala dan keparahan

depresi pada orang dengan umur diatas 13 tahun. 24

Beck Depression Inventory-II yang diterbitkan pada tahun 1996, berisi

revisi substansial dari BDI-IA yang asli dan yang direvisi, pada BDI-II hal-hal

yang berkaitan dengan penurunan berat badan, citra tubuh, hipokondria, dan

kesulitan kerja dihilangkan sehingga penilaian gejala sesuai dengan Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV). Alat ukur

ini divalidasi dengan menggunakan sampel mahasiswa, orang dengan rawat jalan

psikiatri dewasa, dan orang dengan rawat jalan psikiatri remaja. Jumlah

pertanyaan pada BDI-II terdapat 21 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi

alat ukur ini adalah 5 sampai dengan 10 menit dan pengisian secara lisan selama
24

15 menit. Pedoman interpretasi dari BDI-II adalah 0-13: normal, 14–19: depresi

ringan, 20–28: depresi sedang, dan 29–63: depresi berat. Alat ukur ini memilki

internal consistency yang lebih tinggi dibandingkan BDI-IA dengan cronbach’s α

yang dilaporkan adalah 0,92 untuk orang dengan rawat jalan dan 0,93 untuk

mahasiswa. Test-retest correlation BDI-II adalah 0,93. Sensitivitas atau responsif

terhadap perubahan pada BDI-II telah terbukti sensitif terhadap perubahan depresi

dalam cross cultural study: Perbedaan 5 poin berhubungan dengan perbedaan

klinis minimal penting, 10-19 poin perbedaan sedang, dan ≥20 poin perbedaan

besar.24 Telah dilakukan uji validitas BDI-II versi Indonesia oleh Ginting dkk pada

tahun 2012 yang dilakukan pada populasi sehat, orang dengan Coronary Heart

Disease (CHD) dan orang dengan depresi. Dari hasil studi didapati nilai

cronbach’s α untuk BDI-II versi Indonesia adalah 0,90 untuk peserta yang sehat,

0,87 untuk CHD, dan 0,91 untuk orang dengan depresi. Pola keseluruhan dari

hasil studi menunjukkan validitas BDI-II versi Indonesia dapat digunakan sebagai

instrumen skrining depresi di Indonesia. Construct validity BDI-II versi Indonesia

dapat diterima.25

b. International Prostate Symptom Score

Keluhan LUTS yang disebabkan oleh BPH sering terjadi pada laki-laki

usia lanjut. Prevalensi BPH sendiri semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. BPH dengan gejala LUTS dapat mengakibatkan kualitas

hidup seseorang menurun dan kurang produktif. Adanya kebutuhan untuk

mengukur gejala-gejala tersebut demi memfasilitasi pengambilan keputusan

dalam pengobatan dan tindak lanjut dalam praktek klinik maupun dalam

penelitian, mendorong badan konsultasi BPH yang disponsori oleh WHO


25

merekomendasikan penggunaan IPSS sebagai instrumen untuk mengukur gejala-

gejala tersebut. Hingga saat ini IPSS sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa

terutama di Eropa. Beberapa versi IPSS yang diterjemahkan tersebut telah

divalidasi untuk memastikannya memiliki arti dan maksud yang sama dengan

IPSS versi bahasa Inggris Amerika yang dibuat oleh American Urological

Association (AUA) Practice Guidelines Committee.26

International Prostate Symptom Score versi bahasa Indonesia sudah

banyak digunakan di berbagai rumah sakit di Indonesia untuk membantu

pengambilan keputusan dalam tatalaksana BPH. IPSS di Indonesia telah di uji

validitas dan realibilitas kedalam versi Bahasa Indonesia oleh Sthephanus dkk

dimanado pada tahun 2019, memiliki validitas dan reabilitas yang baik. Validasi

IPSS diuji dengan mengorelasikan hasil skor IPSS yang didapat dengan skor

kualitas hidup (Quality of Life). Reliabilitas IPSS diuji melalui dua cara yaitu

dengan uji konsistensi internal dan uji test retest pada kelompok subyek. Hasil uji

korelasi Pearson mendapatkan semua nilai korelasi memiliki nilai p <0,05, jadi ke

8 pertanyan yang terdapat dalam IPSS yang digunakan pada pasien yang belum

mendapatkan terapi TURP ialah valid. Hasil uji Cronbach memperlihatkan ke 8

pertanyaan ini memiliki reliabiltas sebesar 0,93, yang berarti ke 8 pertanyaan

skoring BPH yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki konsisten

yang sangat tinggi. Hasil uji t pada kelompok uji sebelum dan setelah menjalani

tindakan TURP dengan nilai p<0,001. maksud, serta fungsi yang sama dengan

versi WHO, serta memiliki sensitivitas terhadap perubahan gejala pada penderita

BPH dari sebelum dan setelah menjalani TURP.26 IPSS terdiri atas 7 pertanyaan

yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Berat -
26

ringannya keluhan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang

diperoleh, yaitu: skor 0-7: ringan, skor 8-19: sedang, dan skor 20-35: berat.3

c. The International Index of Erectile Function

Disfungsi seksual sebagai salah satu yang paling umum di dunia yang

mempengaruhi sekitar 30% populasi laki-laki global, disfungsi ereksi telah dan

terus menjadi perhatian di bidang andro-urologi. Di Indonesia, prevalensi penyakit

penyakit pada tahun 2019 dilaporkan mencapai 35,6% dari populasi laki-laki.

Meskipun disfungsi seksual tidak berdampak langsung pada morbiditas dan

mortalitas, hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan

frustrasi, depresi dan kecemasan individu yang terkena dampak dan calon

pasangannya. Untuk mengembangkan strategi terapeutik yang tepat, diperlukan

diagnosis yang tepat. Kuesioner penilaian diri adalah alat yang lebih efektif untuk

menilai fungsi seksual laki-laki dibandingkan dengan tindakan fisiologis berbasis

laboratorium yang banyak digunakan. The International Index of Erectile

Function (IIEF)-15 adalah ukuran hasil yang dilaporkan pasien untuk

mengevaluasi masalah terkait seksual pada laki-laki Ini berisi 15 pertanyaan yang

diklasifikasikan ke dalam lima domain: fungsi ereksi, fungsi orgasme, hasrat

seksual, kepuasan intercours, dan kepuasan keseluruhan. Kuesioner ini terbukti

efektif dan tepat untuk mendiagnosis masalah yang berkaitan dengan masalah

seksual, karena mudah dipahami oleh pasien. Ini memenuhi kriteria psikometri

standar untuk reliabilitas dan validitas, memiliki tingkat sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi, dan sangat terkait dengan pengukuran hasil pengobatan

lainnya.27
27

The International Index of Erectile Function (IIEF)-15 index telah

dilakukan uji validasi dan reabilitas versi bahasa Indonesia pada penderita

disfungsi ereksi oleh Ikbal Yudhistira pada tahun 2015. Tingkat validitas yang

sangat baik berdasarkan skor r yang jauh lebih tinggi dengan nilai r>0,254 dan

nilai p<0,01. Sebagian besar domain menunjukkan homogenitas yang sangat baik

dengan nilai (Cronbach’s Alpha = (α> 0,9) )Kepuasan keseluruhan (α = 0,705)

dan hasrat seksual (α = 0,631) sedikit lebih rendah dibandingkan ke domain lain.

Namun demikian, konsistensinya tetap masih dapat diterima. Sebagian besar juga

menunjukkan keandalan yang sangat baik. Secara keseluruhan, kuesioner

dianggap reliable, dapat menentukan bahwa itu valid, konsisten, dan dapat

diandalkan.27

Fungsi ereksi dievaluasi berdasarkan 6 pertanyaan, menghasilkan skor

maksimum 30 poin. Hasil di bawah 25 poin dianggap abnormal, yaitu

menunjukkan disfungsi ereksi. Evaluasi fungsi orgasme menggunakan 2

pertanyaan menghasilkan skor maksimal 10 poin. Hasil di bawah 9 poin dianggap

tidak normal. Hasrat seksual juga dievaluasi menggunakan 2 pertanyaan,

menghasilkan skor maksimum 10 poin, dan hasil di bawah 9 poin dianggap tidak

normal. Kepuasan hubungan seksual dievaluasi berdasarkan 3 pertanyaan,

menghasilkan skor maksimum 15 poin, dan nilai ambang batas adalah 13 poin.

Kepuasan keseluruhan dari aktivitas seksual dievaluasi menggunakan 2

pertanyaan, menghasilkan skor maksimum 10 poin, dan hasil di bawah 9 poin

dianggap tidak normal.2


28

2.6. Kerangka Teori

Benign Prostatic
Hyperplasia
(BPH)
Faktor genetik

Faktor coping
mechanisms
Depresi pada orang
dengan BPH
Faktor peradangan

Faktor Obat-obatan

Sosiodemografik Komorbiditas
pada orang dengan penyakit
Lower Urinary Tract Symptoms
dengan BPH (LUTS)
kronis lainnya
29

2.7. Kerangka Konseptual

Umur

Lama sakit

Lama Pendidikan

Status pernikahan

Indeks massa tubuh

Diabetes Melitus
SKOR BDI-II

Hipertensi

Chronic Kidney Disease

Disfungsi ereksi

LUTS

Variabel bebas Variabel tergantung


30

2.8. Definisi Operasional

Alat ukur dan


NO Variabel Definisi operasional Hasil ukur Skala
cara ukur

1. Orang dengan Orang dengan BPH yang - Wawancara Orang Nominal


yang didiagnosis oleh dengan BPH
Benign Prostatic spesialis atau residen bedah - Rekam
urologi. Medis
Hyperplasia

(BPH)

2. Umur Lamanya waktu hidup atau Wawancara Dalam tahun Numerik


ada sejak dilahirkan.
3. Lama sakit Lamanya waktu sejak awal Wawancara Dalam tahun Numerik
orang dengan BPH di
diagnosis BPH Rekam Medis

4. Lama Pendidikan Lamanya mengikuti Wawancara Dalam tahun Numerik


pendidikan formal

5. Status pernikahan Dibedakan atas masih dalam Kartu identitas -Menikah Nominal
ikatan pernikahan (menikah), pasien
dan tidak dalam ikatan -Tidak
perkawinan /duda, atau tidak menikah
menikah.
6. Indeks massa Penilaian untuk mengetahui Timbangan kg/m2 Numerik
tubuh tingkat keidealan tubuh berat badan
seseorang sesuai dengan yang tersedia
di instalasi
tinggi badan dan berat badan
rawat jalan
yang dimiliki. IMT= BB
(TB)2

7. Penyakit Diabetes mellitus - Wawancara - Ada Nominal


(DM) yang dialami saat ini.
Diabetes mellitus - Rekam - TIdak Ada
Medis

8. Hipertensi Penyakit hipertensi yang - Wawancara - Ada Nominal


diderita saat ini.
- Rekam - TIdak Ada
Medis

9. Penyakit Chronic Kidney - Wawancara - Ada Nominal


Disease (CKD) yang diderita - TIdak
Chronic Kidney saat ini - Rekam Ada
Disease Medis
31

10. Disfungsi ereksi Ketidakmampuan yang - Wawancara Dalam angka Numerik


dialami dalam mencapai dengan
atau mempertahankan ereksi Kuesioner
dengan baik. IIEF-15

11. LUTS LUTS adalah gangguan -Wawancara -Dalam Numerik


penyimpanan, seperti urgensi dengan angka
berkemih siang hari dan koesioner
nokturia, dan / atau gangguan IPSS
buang air kecil, seperti
keragu-raguan, aliran lemah,
mengejan, dan buang air
kecil dalam waktu lama
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian multivariat regresi linier tipe prediktif

dengan pendekatan potong lintang yaitu menganalisis hubungan antara beberapa

variabel bebas dengan variabel tergantung dengan menggunakan instrumen BDI

II.29

3.2. Tempat dan Waktu

Tempat Penelitian : RSU Dr. Pirngadi Medan

Waktu Penelitian : September – November 2021

3.3. Populasi

Populasi Target : Orang dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Populasi Terjangkau : Orang dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang

datang ke RSU Dr. Pirngadi Medan periode September –

November 2021

3.4. Sampel

Orang dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang datang ke RSU

Dr. Pirngadi Medan periode September – November 2021 yang memenuhi kriteria

inklusi dan ekslusi

32
33

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi

1. Usia ≥ 50 Tahun

2. Kooperatif

Kriteria Eksklusi

1. Komorbid dengan gangguan psikiatri lainnya

2. Kelemahan fisik seperti buta, tuli, dsb

3. Pasien BPH yang belum melakukan tindakan pembedahan dan

Transurethral Resection of the Prostate (TURP).

3.6. Besar Sampel

Pada studi ini terdapat 10 variabel bebas, dan dalam menentukan rumus

besar sampel ini akan dicari hubungan bivariat untuk setiap variabel bebas,

kemudian besar sampel yang paling banyak yang akan menjadi besar sampel pada

studi ini. Untuk variabel bebas berskala kategorik akan digunakan diagnosis

penelitian analitik komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok satu kali

pengukuran untuk melihat hubungan bivariatnya. Untuk variabel bebas berskala

numerik akan digunakan diagnosis penelitian analitik korelatif numerik tidak

berpasangan satu kali pengukuran untuk melihat hubungan bivariatnya. 29

Terdapat dua langkah sebelum menentukan besar sampel untuk penelitian

multivariat prediktif numerik satu kali pengukuran. Cara yang pertama adalah

dengan menggunakan tabel besar sampel untuk diagnosis penelitian multivariat

prediktif numerik satu kali pengukuran. Setelah itu, kita tetap harus menghitung

seluruh hubungan bivariat antara setiap variabel bebas terhadap variabel


34

tergantung. Kemudian penentuan besar sampel akan dilihat jumlah besar sampel

yang paling banyak.29

Langkah Pertama

Dengan menetapkan kesalahan tipe satu 5% dan kesalahan tipe dua 20%

untuk hipotesis dua arah serta koefisien determinasi 0,25 adalah 54 subjek. 29

Langkah kedua

Penentuan besar sampel juga harus dipertimbangkan berdasarkan rumus

besar sampel untuk hubungan bivariatnya untuk setiap variabel bebas, seperti

diketahui bahwa variabel bebas pada penelitian terdiri dari variabel kategorik dan

variabel numerik.29

Untuk mencari besar sampel pada diagnosis penelitian analitik komparatif

numerik tidak berpasangan dua kelompok satu kali pengukuran, maka terlebih

dahulu kita mencari rumus untuk simpang baku gabungan yaitu29

(sg)2 = (s12 x (n1-1) + s22 x (n2-1))


n1+n2-2
dimana:

sg = simpang baku gabungan

sg2 = varian gabungan

s1 = simpang baku kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

s2 = simpang baku kelompok 2 pada penelitian sebelumnya

n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya


35

Setelah didapatkan simpang baku gabungan, maka langkah selanjutnya

adalah :

n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x Sg) 2

x1-x2

dimana, parameter yang berasal dari kepustakaan adalah sg (simpang baku

gabungan), sedangkan yang ditetapkan peneliti adalah zα, zβ, dan x1-x2, oleh

karena itu pada penelitian ini ditetapkan bahwa

zα = nilai standar alfa  5% = 1,96  2 arah

zβ = nilai standar beta  20% = 0,84

S = simpang baku gabungan

x1-x2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 4,2

Penetapan selisih rerata minimal yang dianggap bermakna ditentukan

melalui judgement peneliti yaitu nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah

21, pada rating scale, biasanya minimal perbaikan ditentukan melalui partial

response yaitu pengurangan 20% gejala, berdasarkan hal tersebut, maka

dipertimbangkan selisih minimal rerata yang dianggap bermakna secara logis dan

etis adalah 20% dari 21, yaitu 4,2.

Variabel Status Pernikahan

Skor BDI II

Kelompok 1 = Menikah (n = 7, s = 1.60)

Kelompok 2 = Tidak Menikah (n = 13, s = 7.46)

(sg)2 = (s12 x (n1-1) + s22 x (n2-1))


36

n1+n2-2

(sg)2 = (1.602 x (7-1) + 7,462 x (13-1))


7+13-2

(sg)2 = 15,36 + 667,8


18

(sg)2 = 37,95

Sg = √37,95

Sg = 6,16

Setelah didapatkan nilai sg, maka:

n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x S) 2

x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 6,16)
4,2

n1 = n2 = 33,78  34

Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variabel status
pernikahan adalah 34 untuk setiap kelompok.

Variabel Diabetes mellitus (DM)

Skor BDI II

Kelompok 1 = Ada Riwayat (n = 9, s = 10,34)

Kelompok 2 = Tidak Ada Riwayat (n = 11, s = 6,52)

(sg)2 = (s12 x (n1-1) + s22 x (n2-1))


n1+n2-2

(sg)2 = (10,342 x (9-1) + 6,522 x (11-1))


37

9+11-2

(sg)2 = 855,28 + 425,1


18
(sg)2 = 71,13

Sg = √71,13

Sg = 8,43

Setelah didapatkan nilai sg, maka :


n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x S) 2

x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 8,43)
4.2

n1 = n2 = 33,16  34

Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variable variabel

Diabetes mellitus (DM) adalah 33 untuk setiap kelompok.

Variabel Riwayat Chronic Kidney Disease (CKD) Sebelumnya

Skor BDI II

Kelompok 1 = Ada Riwayat (n = 4, s = 12,89)

Kelompok 2 = Tidak Ada Riwayat (n = 16, s = 6,94)

(sg)2 = (s12 x (n1-1) + s22 x (n2-1))


n1+n2-2

(sg)2 = (12,892 x (4-1) + 6,942 x (16-1))


4+16-2

(sg)2 = 499,23 + 722,4


18

(sg)2 = 67,87
Sg = √67,87
38

Sg = 8,24

Setelah didapatkan nilai sg, maka :

n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x S) 2

x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 8,24)
4.2

n1 = n2 = 38,28  39

Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variabel riwayat Chronic

Kidney Disease (CKD) sebelumnya adalah 38 untuk setiap kelompok.

Variabel Hipertensi

Skor BDI II

Kelompok 1 = Bekerja (n = 6, s = 10,44)

Kelompok 2 = Tidak Bekerja (n = 14, s = 5,65)

(sg)2 = (s12 x (n1-1) + s22 x (n2-1))


n1+n2-2

(sg)2 = (10,442 x (6-1) + 5,652 x (14-1))


6+14-2

(sg)2 = 544,95 + 414,96


18
(sg)2 = 53,33

Sg = √53,33

Sg = 7,30

Setelah didapatkan nilai sg, maka :


39

n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x S) 2

x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 7,30)
4,2

n1 = n2 = 47,72  48

Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variable hipertensi

adalah 47 untuk setiap kelompok.

Untuk mencari besar sampel untuk diagnosis penetian analitik korelatif

numerik numerik, digunakan rumus besar sampel sebagai berikut.

Keterangan:

n = jumlah subjek

Alpha (α) = kesalahan tipe satu ditetapkan 5%

Zα = nilai standar alpha = 1,96

Beta (β) = kesalahan tipe dua ditetapkan 20%

Zβ = nilai standar beta = 0,84

r = koefisien korelasi minimal yang dianggap bermakna


40

Variabel umur

Skor BDI II

Diketahui r = 0,87 (korelasi positif)

=8

Variabel lama sakit

Skor BDI II

Diketahui r = 0.45 (korelasi positif)

= 34

Variabel lama pendidikan

Skor BDI II

Diketahui r = 0.85 (korelasi negatif)

= 7,938
41

Variabel IMT

Skor BDI II

Diketahui r = 0.25 (korelasi positif)

= 118,99  119

Variabel IIF-5

Skor BDI

Diketahui r = 0.61 (korelasi negatif)

= 19

Variabel IPSS

Skor BDI

Diketahui r = 0.81 (korelasi positif)

= 9,15 10

Berdasarkan beberapa rumus besar sampel diatas disimpulkan bahwa jumlah besar

sampel yang terbanyak adalah 119 subjek.29


42

3.7. Cara Pengambilan Sampel

Cara Pengambilan Sampel : Non probability sampling tipe consecutive

sampling.29

3.8. Cara Kerja

Orang dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang datang ke RSU

Dr. Pirngadi Medan yang memenuhi kriteria Inklusi dan eksklusi akan diberikan

informed consent dan diminta untuk menandatangani informed consent. Setelah

itu akan dilakukan wawancara dan anamnesa serta menilai skor depresinya

dengan menggunakan kuesioner BDI-II, keluhan LUTS dengan kuesioner skor

IPSS dan disfungsi ereksi dengan kuesioner skor IIEF-15. Setelah itu, data

penelitian akan dikumpulkan dan diinterpretasi serta diolah lebih lanjut.


43

3.9. Kerangka Kerja

Orang dengan Benign


Prostatic Hyperplasia (BPH)
yang datang ke RSU dr.
Pirngadi Medan

Inklusi Eksklusi

Inform consent

Wawancara dan Mengukur skor


Depresi menggunakan kuesioner
BDI II

Analisa Data

3.10. Identifikasi variabel

Variabel bebas berskala kategorik: status pernikahan, hipertensi, CKD) dan DM

Variabel bebas berskala numerik: umur, lama sakit, lama pendidikan, IMT, skor

disfungsi ereksi dan skor IPSS pada orang dengan BPH.

Variabel tergantung : Skor BDI II pada orang dengan BPH


44

3.11. Rencana manajemen analisis data

Pengolahan data dilakukan secara manual dan dengan komputer, dengan

langkah-langkah:

1. Pemeriksaan data

Data yang terkumpul dalam bentuk wawancara diperiksa sesuai petunjuk

pengisian.

2. Pemberian kode

Kelengkapan data diperiksa dan diberi kode dengan cara merubah data dari

bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka. Pemberian kode ini berguna

untuk proses entry data.

3. Pemasukan data

Data yang telah diberi kode berguna mempermudah analisa data dan

mempercepat proses pemasukan data.

4. Tabulasi data

Data dimasukkan ke program komputer, kemudian data diklarifikasi ke dalam

tabel yang telah dipersiapkan.

5. Analisis data
Analisis regresi linier hanya dapat digunakan apabila syarat-syarat uji regresi

linier terpenuhi, adapun syarat regresi linier diantaranya adalah sebaran residu

normal (pembuktian dengan grafik histogram), rerata residu = 0 (pembuktian

secara deskriptif), tidak ada outlier (pembuktian dengan Case Wise

Diagnostic), konstan (pembuktian dengan grafik scatter antara residu dengan

variabel bebas), independen (pembuktian dengan uji Durbin-Watson), tidak

ada multikolinearity (pembuktian dengan uji korelasi Pearson dan Uji

toleransi) pada variabel bebas, serta hubungan variabel bebas dan terikat
45

adalah linier (pembuktian dengan grafik scatter antara variabel bebas dengan

variabel tergantung).30

Langkah-langkah uji regresi linier untuk variabel bebas numerik adalah

lakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolgomorov-Smirnov apabila

salah satu dari variabel bebas atau variabel numerik berdistribusi normal, akan

dilakukan uji Pearson, dan apabila kedua variabel tidak berdistribusi normal maka

akan dilakukan uji Spearman. Apabila korelasi variabel bebas mempunyai nilai

p<0,25 maka, variabel bebas tersebut memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam

analisis multivariat regresi linier.30,31

Untuk analisis yang variabel bebas kategorik rencana analisisnya adalah:

1. Analisis deskriptif dan uji normalitas

2. Analisis bivariat dengan T test independent atau Mann Whitney U

3. Analisis multivariat

4. Resume analisis

5. Melaporkan analisis

Untuk analisis yang variabel bebas numerik rencana analisisnya adalah:

1. Analisis deskriptif dan uji normalitas

2. Analisis bivariat dengan uji Pearson

3. Analisis multivariat

4. Resume analisis

5. Melaporkan analisis
46

3.12 Masalah etika

Pelaksanaan penelitian diupayakan mengikuti pola dan norma-norma

pelaksanaan penelitian ilmiah yang standar. Pada pihak responden yang

diwawancarai telah diminta informed consent. Peneliti telah mendapat persetujuan

dari Komite Etik Penelitian dari Universitas Sumatera Utara dengan nomor:

278/KEP/USU/2021.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Demografik

Tabel 4.1. Gambaran Demografik orang dengan BPH

Rerata±s.b Median (min-maks) n%


Umur(Tahun) 64,14 ± 8,219
Lama Sakit(Tahun) 4 ( 1-7 )
Lama 9 ( 2-16 )
Pendidikan(Tahun)
Status Pernikahan
- Menikah 53 (44,5)
- Tidak Menikah 66 (55,5)
2
IMT (kg/m ) 21,10 (18,50–23,80)
Riwayat Diabetes
Melitus (DM)
- Ada 46 (38,7)
- Tidak ada 73 (61,3)
Riwayat hipertensi
- Ada 61 (51,3)
- Tidak ada 58 (48,7)
Riwayat Chronic
Kidney Disease (CKD) 7 (5,9)
- Ada 112 (94,1)
- Tidak ada
Skor IIEF-15 22,66 ± 4,261

Skor IPSS 15,57 ± 7,136

Tabel 4.1 disajikan untuk menjawab tujuan khusus pertama, yaitu untuk

mengetahui gambaran karakteristik demografik pada orang dengan BPH. Adapun

variabel kategorik yang dibahas di tabel 4.1 adalah status pernikahan, DM,

hipertensi dan CKD. Data kategorik disajikan dalam jumlah (n) dan persentase
31
(%).

Variabel numerik yang dibahas pada tabel 4.1 adalah umur, lama sakit,

47
48

lama pendidikan, IMT, Skor IIEF-15 dan Skor IPSS. Variabel numerik disajikan

dalam pemusatan (rerata) dan penyebaran (simpang baku) karena didapati data

berdistribusi normal dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan pada studi ini jumlah

sampel adalah n=119, dimana nilai p>0,05 yaitu variabel umur, variabel Skor

IIFF–15 dan variabel Skor IPSS. Selebihnya variabel numerik disajikan dalam

pemusatan (median) dan penyebaran (minimum dan maksimum) karena data

berdistribusi tidak normal dengan uji Kolmogorov- Smirnov dan pada studi ini
32
jumlah sampel adalah n=119 dimana nilai p<0,05 untuk setiap variabel.

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa variabel status pernikahan yang terbanyak

adalah tidak menikah 66 subjek (55,5%). Dari variabel DM yang terbanyak adalah

tidak mengalami penyakit DM yaitu sebanyak 73 (61,3%). Dari variabel

hipertensi yang terbanyak adalah ada penyakit hipertensi yaitu sebanyak 61 subjek

(51,3%). Dari variabel CKD yang terbanyak adalah tidak ada penyakit CKD

sebanyak 112 subjek (94,1%).

Dari tabel 4.1 juga terlihat bahwa varibel umur memiliki rerata ± simpang

baku 64,14±8,219. Nilai median(min-maks) dari variabel lama sakit adalah 4 (1–

7). Nilai median(min-maks) dari variabel lama pendidikan adalah 9 ( 2 - 16 ). Nilai

median (min-maks) dari variabel IMT adalah 21,10 (18,50 – 23,80). Nilai rerata ±

simpang baku dari variabel Skor IPSS adalah 22,66 ± 4,261. Nilai rerata ±

simpang baku dari variabel Skor IIEF-15 adalah 15,57 ± 7,136.

Pada studi ini jumlah variabel bebas adalah 10 variabel, oleh karena itu

analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda atau analisis linier

multivariat dengan kerangka konsep prediktif. Langkah-langkah yang dilakukan

untuk analisis regresi linier multivariat adalah deskriptif dan analisis uji
49

normalitas, analisis bivariat, analisis multivariat, resume analisis dan yang terakhir

adalah laporan hasil. Syarat untuk suatu variabel bebas diikutsertakan dalam

analisis regresi multivariat adalah untuk analisis bivariatnya dengan nilai p<0,25.

adapun pada studi ini terdapat 10 variabel bebas, diantaranya adalah 6 variabel
31,32
bebas berskala numerik dan 4 variabel bebas berskala kategorik.

Data Bivariat

4.2. Data Numerik Bivariat

4.2.1 Analisis bivariat variabel umur

Tabel 4.2.Analisis bivariat antara umur dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b N r p
Skor BDI-II 21,50±8,708
Umur 64,14±8,219 119 0,471 <0,001

Uji Pearson

Pada tabel 4.2. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel

umur dilakukan uji Pearson karena variabel berdistribusi normal dan syarat

linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson didapatkan

variabel umur dengan nilai p<0,001 Karena nilai p<0,25 maka variabel umur

memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis multivariat regresi
31
linier dengan kerangka konsep prediktif.

4.2.2 Analisi bivariat variabel lama sakit

Tabel 4.3 Analisis bivariat antara lama sakit dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b median(min-maks) n r p


Skor BDI-II 21,50±8,708
Lama sakit 4(1-7) 119 0,413 <0,001
50

Uji Pearson

Pada tabel 4.3. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel

lama sakit dilakukan uji Pearson karena salah satu variabel berdistribusi normal

dan syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson

didapatkan variabel lama sakit dengan nilai p<0,001. Karena nilai p<0,25 maka

variabel lama sakit memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis
31
multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.

4.2.3 Analisi bivariat variabel lama pendidikan

Tabel 4.4. Analisi bivariat antara lama pendidikan dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b median(min-maks) n r p


Skor BDI-II 21,50±8,708
Lama 9(2-16) 119 0,413 0,286
Pendidikan
Uji Pearson

Pada tabel 4.4. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel

lama pendidikan dilakukan uji Pearson karena salah satu variabel berdistribusi

normal dan syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji

Pearson didapatkan variabel lama pendidikan dengan nilai p=0.286. Variabel lama

pendidikan tidak memenuhi syarat untuk dimasukan kedalam analisis multivariat


31
regresi linier, dikarenakan syarat untuk p<0,25 tidak terpenuhi.

4.2.4 Analisi bivariat variabel status pernikahan

Tabel 4.5. Analisi bivariat antara status pernikahan dengan skor depresi

Variabel median (min-maks) n p


Status pernikahan
- Menikah 18(7-38) 53
51

- tidak menikah 22(6-37) 66 0,415


uji Mann-Whitney U

Pada tabel 4.5. untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel

status pernikahan, terdiri dari hanya 2 kelompok. Karena variabel status

pernikahan tidak berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi

normal, maka dilakukan uji Mann-Whitney U. Hasil dari uji Mann- Whitney U

didapatkan variabel status pernikahan dengan nilai p=0,415. Variabel status

pernikahan tidak memenuhi syarat untuk dimasukan kedalam analisis multivariat


31
regresi linier, dikarenakan syarat untuk nilai p<0,25 tidak terpenuhi.

4.2.5 Analisi bivariat variabel IMT

Tabel 4.6. Analisi bivariat antara IMT dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b median (min-maks) n r p


Skor BDI-II 21,50±8,708
IMT 21,10 (18,50-23,80) 119 0,292 <0,001
Uji Pearson

Pada tabel 4.6. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel

IMT dilakukan uji Pearson karena salah satu variabel berdistribusi normal dan

syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson

didapatkan variabel IMT dengan nilai p<0,001. Karena nilai p<0,25 maka variabel

IMT memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis multivariat
31
regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.

4.2.6 Analisi bivariat variabel riwayat DM

Tabel 4.7. Analisis bivariat antara riwayat DM dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b n p
Riwayat DM
52

- Ada 26,35±7,394 46 <0,001


- Tidak ada 18,44±8,098 73
uji t independent

Pada tabel 4.7 untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel

riwayat DM, terdiri dari hanya 2 kelompok. Karena variabel riwayat DM

berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi normal, maka

dilakukan uji t-independent. Hasil dari uji t independent didapatkan variabel

riwayat DM dengan nilai p<0,001. Karena nilai p<0,25 maka variabel riwayat DM

memenuhi syarat untuk dapat dimasukan kedalam uji analisis multivariat regresi
31
linier dengan kerangka konsep prediktif.

4.2.7 Analisi bivariate variabel riwayat hipertensi

Tabel 4.8. Analisi bivariat antara riwayat hipertensi dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b n p
Riwayat hipertensi
- Ada 21,56±9,124 61 0,937
- Tidak ada 21,43±8,327 58
uji t independent

Pada tabel 4.8. untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel

riwayat hipertensi, terdiri dari hanya 2 kelompok. Karena variabel riwayat

hipertensi berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi normal,

maka dilakukan uji t-independent. Hasil dari uji t independent didapatkan variabel

riwayat hipertensi dengan nilai p=0,937. Variabel riwayat hipertensi tidak

memenuhi syarat untuk dimasukan kedalam analisis multivariat regresi linier,


31
dikarenakan syarat untuk nilai p<0,25 tidak terpenuhi.
53

4.2.8 Analisi bivariat variabel riwayat CKD

Tabel 4.9. Analisi bivariat antara riwayat CKD dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b n p
Riwayat CKD
- Ada 23,57±3,409 7 0,518
- Tidak ada 21,37±8,927 112
uji t independent

Pada tabel 4.9. untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel

riwayat CKD, terdiri dari hanya 2 kelompok. Karena variabel riwayat CKD

berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi normal, maka

dilakukan uji t-independent. Hasil dari uji t independent didapatkan variabel

riwayat CKD dengan nilai p=0,518. Variabel riwayat CKD tidak memenuhi syarat

untuk dimasukan kedalam analisis multivariat regresi linier, dikarenakan syarat


31
untuk nilai p<0,25 tidak terpenuhi.

4.2.9 Analisi bivariat variabel skor IIEF-15

Tabel 4.10. Analisi bivariat antar skor IIEF-15 dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b n r p
Skor BDI-II 21,50±8,708
119 -0,453 <0,001
Skor IIEF-15 22,66±4,261
Uji Pearson

Pada tabel 4.10. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel

Skor IIEF-15 dilakukan uji Pearson karena variabel berdistribusi normal dan

syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson

didapatkan variabel Skor IIEF-15 dengan nilai p<0,001 Karena nilai p<0,25 maka

variabel Skor IIEF-15 memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji
31
analisis multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.
54

4.2.10 Analsis bivariat variabel skor IPSS

Tabel 4.11. Analisi bivariat antar skor IPSS dengan skor depresi

Variabel rerata±s.b n r p
Skor BDI-II 21,50±8,708
119 0,427 <0,001
Skor IPSS 15,57±7,136
Uji Pearson

Pada tabel 4.11 untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel

Skor IPSS dilakukan uji Pearson karena variabel berdistribusi normal dan syarat

linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson didapatkan

variabel Skor IPSS dengan nilai p<0,001 Karena nilai p<0,25 maka variabel Skor

IPSS memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis multivariat
31
regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.

Data Multivariat

Setelah dilakukan analisis bivariat, maka dilanjutkan analisis multivariat

apabila telah memenuhi syarat-syarat untuk melakukan uji regresi linier yaitu

syarat dari residu, variabel tergantung, variabel bebas, dan hubungan variabel
31
tergantung dengan variabel bebas.

Ketika melakukan uji multivariat regresi linier dengan kerangka konsep

prediktif disarankan untuk menggunakan metode backward, dimana artinya

program SPSS akan menyaring data dari variabel bebas yang mempunyai

autokorelasi serta tidak bermakna secara statistik sampai ditemukan model yang

paling sesuai secara statistik. Sebelumnya pada data SPSS III.2.2 terlihat bahwa

nilai Anova <0,01, yang artinya setidaknya terdapat 1 variabel bebas yang

signifikan secara statistik. Oleh karena itu kita kemudian dapat melanjutkan untuk
31
melihat model summary dengan satu koefisien determinasi yang terbaik.
55

Tabel 4.12. Model Summary skor depresi pada Multivariat pertama

Model Summaryc

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Durbin-Watson
Square Estimate
1 .756a .572 .549 5.848
2 .751b .564 .544 5.878 2.273

Pada tabel 4.12 terlihat bahwa model 1 merupakan model dengan koefisien

determinasi yang tertinggi yaitu 54,9%. Walaupun demikian merujuk pada tabel

koefisien model 1 (SPSS III.1.1) terlihat bahwa model tersebut belum fit. Hal

tersebut dikarenakan terdapatnya satu variabel bebas dengan nilai p>0,05 yaitu

variabel IMT denga nilai p=0,144 maka untuk memperoleh model multivariat

regresi linier yang fit, disarankan untuk membuang variabel bebas yang paling

tidak bermakna supaya diperoleh model yang fit. Berdasarkan pertimbangan

statistik maka diputuskan untuk membuat analisis regresi linier yang baru, dengan

membuang variabel IMT karena variabel ini merupakan variabel yang paling tidak
31
bermakna dengan nilai p=0,144.
56

Tabel 4.13. Model Summary Skor Depresi pada Multivariat kedua

Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of


Model R R Square Durbin-Watson
Square the Estimate
1 .751a .564 .544 5.878 2.273

Pada tabel 4.13. setelah analisis regresi linier diulang dengan membuang

variabel IMT maka dari tabel terlihat bahwa model 1 merupakan model dengan

koefisien determinasi yang tertinggi yaitu 54,4% terlihat merupakan model yang
31
fit karena tidak terdapat autokorelasi dimana nilai tolerance>0,4.

Tabel 4.14. Statistik residu skor depresi

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 7.42 33.32 21.50 6.538 119
Residual -15.602 14.169 .000 5.752 119
Std. Predicted Value -2.153 1.808 .000 1.000 119
Std. Residual -2.654 2.410 .000 .979 119

Pada tabel 4.14. untuk syarat dari residu adalah sebaran residu harus

normal, rerata residu nol, tidak ada outlier, konstan (homoscedasticity), dan

independent. Dari grafik histogram dan plot terlihat bahwa sebaran tersebut

memberikan kesan normal, ditambah lagi dengan uji normalitas menggunakan

Kolmogorov-Smirnov juga menunjukkan nilai p=0,200 yaitu p>0,05, oleh karena

itu dapat disimpulkan bahwa sebaran residu adalah normal. Dari gambar tabel

4.14 terlihat bahwa rerata residu adalah 0 oleh karena itu syarat rerata residu 0

sudah terpenuhi. Dari tabel 4.14 juga terlihat bahwa nilai minimum -2,654 dan

nilai maksimum adalah 2,410 dan simpang baku adalah 0,979 oleh karena itu

syarat tidak ada outlier juga terpenuhi yaitu dimana nilai rentang residu didalam

simpang baku -3 dan simpang baku 3. Selain itu dari terlihat bahwa nilai Durbin-
57

Watson pada tabel 4.13. model summary adalah 2,273 sehingga syarat

independent dari residu terpenuhi, yaitu di sekitar angka 2. Dari data SPSS III.2.6.

juga terlihat bahwa grafik scatter antara residu dengan variabel bebas adalah
31
konstan yaitu tidak membentuk pola tertentu.

Untuk syarat dari variabel tergantung (skor depresi) telah memenuhi syarat

dilakukan uji regresi linier yakni berdistrubusi normal. Dan pada studi ini telah

memenuhi syarat tersebut dengan p=0,200 dengan uji Kolmogorov- Smirnov.

Hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung juga dengan kesan linier

sehingga syarat ini juga telah terpenuhi. Pada tabel 4.13. terlihat bahwa model

yang mempunyai nilai koefisien determinasi yang terbaik yaitu model 1 sebesar

54,4%. Dari data SPSS III.2.3. model 1 menunjukkan tidak ada nilai tolerance

<0,4, sehingga syarat tidak adanya autokorelasi atau multikolineariti sudah


31
terpenuhi.
58

Tabel 4.15. Resume analisis regresi linier faktor-faktor yang berhubungan


dengan skor depresi pada orang dengan BPH

Multivariat
Kedua
Model Didapatkan model yang terdiri Model ini diperoleh setelah
dari Skor IIEF-15, umur, Skor semua variabel dikeluarkan
IPSS, riwayat DM dan lama secara bertahap dengan metode
sakit backward
Pengujian Linearitas : terpenuhi Scatter memberikan kesan linier
asumsi Normalitas : terpenuhi Grafik histogram dan plot
memberikan kesan normal
(lampiran)
Rerata residu nol : terpenuhi Rerata = 0
Residu tidak ada outlier : Rentang nilai residu -3 s.d. 3
terpenuhi simpang baku
Residu konstan : terpenuhi Grafik tidak membentuk pola
tertentu (lampiran)
Independent : terpenuhi Nilai Durbin-Watson mendekati 2
Tidak ada multikolineariti : Toleransi > 0,4
terpenuhi
Persamaan Skor Depresi = 10,22 + 0,29*
regresi umur + -0,64* Skor IIEF-15 +
0,30* Skor IPSS + 0,97* lama
sakit + 4,05* riwayat DM
Adjusted R 54,4% Kemampuan hubungan umur,
Skor IIEF-15, Skor IPSS, lama
sakit dan riwayat DM untuk
menjelaskan hubungan dengan
skor depresi
Koefisien Umur = 0,278 Kekuatan korelasi positif lemah
korelasi Skor IIEF-15 = -0,296 Kekuatan korelasi negatif lemah
Skor IPSS = 0,249 Kekuatan korelasi positif lemah
lama sakit = 0,221 Kekuatan korelasi positif lemah
riwayat DM = 0,228 Kekuatan korelasi positif lemah
59

Laporan analisis regresi linier

Dengan melakukan analisis metode backward, diperoleh persamaan

regresi linier berdasarkan tabel resume analisis regresi linier, Skor Depresi =

10,22 + 0,29* umur + -0,64* Skor IIEF-15 + 0,30* Skor IPSS + 0,97* lama sakit

dan 4,05* riwayat DM. Semua asumsi regresi linier seperti linearitas, normalitas,

residu nol, residu tidak ada outlier, independent, konstan (homoscedasticity) telah
31
terpenuhi.

Gambar 4.1. Grafik histogram untuk menguji asumsi linearitas

Gambar 4.2. Normal P-P plot untuk melihat asumsi normalitas dari residu
60

Tabel 4.16. Faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada


orang dengan BPH

Variabel Correlation Regresi p


Coefficients Multivariat β
Konstan
Umur 0,278 0,29 <0,001
Skor IIEF-15 -0,296 -0,64 <0,001
Skor IPSS 0,249 0,30 <0,001
lama sakit 0,221 0,97 0,001
riwayat DM 0,221 4,05 0,001
Adjusted R2 = 54.4%

Tabel 4.16. disajikan untuk menjawab hipotesis tentang skor depresi. Oleh

karena itu dari hasil tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

yang sangat bermakna antara variabel umur dan skor depresi p<0,001, terdapat

hubungan yang sangat bermakna antara Skor IIEF-15 dan skor depresi p<0,001,

terdapat hubungan yang sangat bermakna antara Skor IPSS dan skor depresi

p<0,001, terdapat hubungan yang bermakna antara dan skor depresi p=0,001 dan

terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat DM dan skor depresi p=0,001
31
pada orang dengan BPH.
BAB V

DISKUSI

5.1. Prosedur Penelitian

Studi ini merupakan studi analitik observasional. Berdasarkan jumlah

variabel bebas studi ini merupakan studi multivariat karena variabel bebas pada

studi ini lebih dari satu. Berdasarkan segi waktu penelitian ini merupakan potong

lintang. Diagnosis penelitian untuk pertanyaan utama pada studi ini adalah regresi

linier dengan kerangkan konsep prediktif karena studi ini berusaha untuk mencari

hubungan dari beberapa faktor variabel bebas terhadap variabel tergantung, serta
31,33
variabel tergantung pada studi ini berskala numerik yaitu skor depresi.

Studi ini dilaksanakan di Rumah sakit umum dr. Pirngadi Medan bulan

September–November 2021, dimana subjek dari studi ini adalah sebanyak 119

subjek orang dengan BPH yang berobat di poli bedah urologi Rumah sakit umum

dr. Pirngadi Medan selama bulan bulan September sampai dengan November

2021. Penentuan besar sampel dari subjek penelitian ditentukan berdasarkan studi

pendahuluan.

Studi ini tidak tersedia sampling frame, maka cara pengambilan sampel

dengan cara probability sampling tidak memungkinkan untuk dilakukan, oleh

karena itu cara pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan cara non

probability sampling yaitu consecutive sampling yang dianggap sama baiknya

dengan probability sampling. Dimana setiap subjek penelitian yang datang secara

berurutan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta setuju untuk ikut

penelitian setelah diberikan informed consent akan dimasukkan ke dalam studi

61
62

33
ini. Uji statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS versi

22.

Studi ini berhasil menjawab semua hipotesis penelitian. Adapun hipotesis

penelitian ini adalah terdapat hubungan antara umur, lama sakit, lama pendidikan,

status pernikahan, IMT, riwayat DM, riwayat hipertensi, riwayat CKD, Skor IIEF-

15 dan Skor IPSS pada orang dengan BPH yang berobat di instalasi rawat jalan

bedah urologi.

5.2. Skor Depresi

Varibel bebas pada studi multivariat ini yang memenuhi syarat untuk

dimasukkan ke dalam analisis multivariat regresi linier dengan kerangka konsep

prediktif adalah variabel umur, IMT, Skor IIEF-15, Skor IPSS, lama sakit dan

riwayat DM, karena variabel ini memiliki nilai p<0,25. Selanjutnya semua

variable tersebut diikutsertakan kedalam uji multivariat dengan menggunakan

metode backward untuk analisis, yang artinya akan dicari suatu model yang

mempunyai koefisien determinasi yang tertinggi. Pada analisis multivariat ini

dilakukan dua kali analisis multivariat, karena sudah tercapai suatu model yang

fit, variabel bebas yang tersisa sudah menunjukkan nilai yang bermakna dengan

nilai p<0.05.32

Hasil dari studi terlihat bahwa variabel umur, Skor IIEF-15, Skor IPSS,

lama sakit dan riwayat DM berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan

BPH. Pada Hasil studi diapatkan variabel umur memiliki koefisien korelasi positif

terhadap skor depresi yang berarti semakin tinggi umur pada orang dengan BPH

berhubungan dengan skor depresi yang lebih tinggi. Variabel skor IIEF-15 yang
63

mengukur disfungsi ereksi memiliki koefisein korelasi negatif terhadap skor

depresi yang berarti semakin rendah Skor IIEF-15 berhubungan dengan skor

depresi yang lebih tinggi. Variabel Skor IPSS yang mengukur gejala LUTS

memiliki koefisien korelasi positif yang berarti semakin tinggi Skor IPSS

berhubungan dengan skor depresi yang lebih tinggi. Variabel lama sakit memiliki

koefisien korelasi positif yang berarti semakin lama sakit berhubungan dengan

skor depresi yang lebih tinggi. Variabel riwayat DM memiliki koefisien korelasi

positif yang berarti mengalami riwayat DM berhubungan dengan skor depresi

yang lebih tinggi. Hasil studi ini sesuai dengan hipotesis 1,2,6,9 dan 10 diamana

terdapat hubungan anatar variabel umur, lama sakit, riwayat DM, Skor IIEF-15,

dan skor IPSS dengan skor depresi.

5.3. Biological Plausibility

Disfungsi ereksi adalah masalah kesehatan umum yang mempengaruhi

kualitas hidup banyak laki-laki dan pasangannya. Insiden disfungsi ereksi pada

laki-laki antara diatas 50 tahun diperkirakan sebanyak 52%. Di masa lalu,

sebagian besar kasus disfungsi ereksi dianggap memiliki etiologi psikogenik.

Namun, sejak perkembangan teknologi menjadi jelas bahwa etiologi disfungsi

ereksi dalam banyak kasus adalah multifaktorial. Disfungsi ereksi secara

signifikan dikaitkan dengan usia, dan beberapa penyakit penyerta seperti BPH.

Hubungan yang tepat dari disfungsi ereksi dan depresi tidak dipahami dengan

baik. secara teoritis mungkin bahwa hilangnya fungsi ereksi dapat memicu gejala

depresi. Perubahan pola tidur, penurunan minat dan respons terhadap aktivitas

yang menyenangkan, dan antisipasi hasil negatif adalah semua manifestasi dari
64

depresi. Depresi akibat episode disfungsi ereksi dapat melanggengkan kegagalan

ereksi, depresi lebih lanjut, dan akhirnya mengarah pada penghindaran

kesempatan seksual. Temuan bahwa laki-laki dengan disfungsi ereksi yang

mengalami BPH lebih kecil kemungkinannya untuk menikah disfungsi ereksi juga

dapat mengakibatkan insiden yang lebih tinggi dari kurangnya atau kehilangan

pernikahan dan hubungan. Tidak jarang laki-laki dengan disfungsi ereksi merasa

marah, frustrasi, sedih, atau bahkan tidak percaya diri. 34 Meskipun disfungsi

seksual tidak berdampak langsung pada morbiditas dan mortalitas, hal ini sangat

mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Ketidakmampuan untuk melakukan

hubungan seksual dapat menyebabkan frustrasi, depresi dan kecemasan individu

yang terkena dampak dan pasangannya.23

Keprihatinan yang meningkat mengenai depresi pada umur yang lebih tua

dengan penyakit kronis telah lama diamati diseluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri

bahwa umur mempengaruhi depresi pada pasien BPH, semakin meningkat umur

maka resiko depresi akan semakin besar. Pada dasarnya BPH tumbuh pada laki-

laki yang menginjak usia tua. Prevalensi BPH meningkat secara nyata dengan

bertambahnya usia. Kejadian BPH pada umumnya dimulai diatas usia 50 tahun,

kasus BPH mempengaruhi 70% laki-laki di Amerika yang berusia 60-69 tahun

dan 80% dari mereka yang berusia 70 tahun atau lebih. 4-11 Orang dewasa lebih tua

yang depresi cenderung tidak mendukung gejala afektif dan lebih mungkin

menunjukkan perubahan kognitif, gejala somatik, dan kehilangan minat dari pada

orang dewasa yang lebih muda. Faktor risiko yang mengarah pada perkembangan

depresi kehidupan akhir kemungkinan terdiri dari interaksi kompleks antara

kerentanan genetik, diatesis kognitif, perubahan neurobiologis terkait usia, dan


65

peristiwa stres. Insomnia adalah faktor risiko yang sering diabaikan untuk depresi

kehidupan lanjut, terlepas dari risiko predisposisi mana yang paling menonjol,

mungkin pembatasan aktivitas sehari-hari. Mendampingi pemikiran kritis diri

dapat memperburuk dan mempertahankan keadaan depresi. Pandangan umur

tentang faktor-faktor risiko yang dapat membantu menjelaskan terjadinya depresi

pada orang yang lebih tua. Faktor biologis diusia tua dapat menjelakan kondisi

utama terjadinya depresi pada usia yang lebih tua Perubahan kardiovaskular dan

neurologis yang terjadi dengan penuaan normal atau dengan penyakit terkait usia

tampaknya meningkatkan kerentanan terhadap depresi. 35

Tidak dapat dipungkiri bahw LUTS merupakan salah satu faktor yang

sering menyebabkan depresi pada pasien BPH. Nokturia adalah LUTS yang

paling sering dilaporkan pada BPH. Nokturia merupakan salah satu faktor risiko

LUTS untuk depresi karena mengganggu tidur pada malam hari. Beberapa

penelitian telah menunjukkan bahwa LUTS yang relevan dengan BPH berkaitan

erat dengan usia, depresi, dan kualitas hidup. Kualitas hidup menurun dengan

meningkatnya keparahan LUTS seperti meningkatnya frekuensi berkemih,

volume sisa urin dan nokturia menyebabkan insomnia, mempengaruhi pasien

secara emosional, dan berhubungan langsung dengan depresi, sehingga sering

merasa beban hidup, malu dan tidak percaya diri atas penyakit yang diderita. 1

Beberapa mekanisme fisiologis telah diusulkan yang dapat menjelaskan

hubungan antara depresi dan LUTS akibat BPH. Salah satu kemungkinannya

adalah kelainan fisiologis sentral seperti peningkatan tonus adrenergik, yang

menyebabkan gejala depresi, juga dapat berkontribusi pada gejala urologis. Ada

kemungkinan bahwa peradangan kronis mungkin merupakan penyebab umum


66

dari kedua penyakit ini. Diketahui dengan baik bahwa peradangan berkontribusi

pada patofisiologi depresi, pasien depresi sering menunjukkan peningkatan

signifikan pada biomarker inflamasi seperti protein C-reaktif, interleukin-6, dan

tumor necrosis factor-α. Jalur inflamasi ini mungkin juga berkontribusi pada

hubungan antara depresi dan keadaan penyakit inflamasi lainnya. Ada spekulasi

bahwa depresi dan LUTS sekunder akibat BPH terkait dengan neurotransmiter

tertentu yang juga berperan dalam depresi, kemungkinan berkontribusi pada

perkembangan gejala klinis dan bahkan hasil pengobatan pada pasien dengan

LUTS sekunder akibat BPH. Ada kemungkinan bahwa faktor lain, seperti latar

belakang etnis, dapat berperan dalam hubungan ini. 11

Sejalan dengan penjelasan sebelumnya bahwa peningkatan prevalensi

terjadinya depresi pada pasien BPH, seiring dengan bertambahnya usia dan juga

dipengaruhi oleh penyakit penyerta seperti penyakit DM. Terjadinya depresi

dikaitkan dengan penyakit penyerta yang salah satunya penyakit DM.4,11 Diabetes

yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan diuresis osmotik, yang

mungkin terkait dengan frekuensi kencing dan nokturia dan juga mempengaruhi

melalui mekanisme neuropatik, mempengaruhi saraf motorik dan

sensorik. Penyakit diabetes berpotensi mempengaruhi tidak hanya komponen

dinamis dari fungsi saluran kemih bagian bawah melalui kandung kemih, tetapi

juga pertumbuhan prostat. Hal ini diduga menjadi alasan bahwa pada pasien BPH

dengan DM akan meningkatkan terjadinya prevalesi depresi.19

Satu lagi faktor yang sangat erat kaitan dengan depresi pada pasien BPH

adalah lama sakit. Tingkat keparahan gejala pada BPH bisa berbeda pada tiap

penderita, tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu. Semakin lama


67

seseorang menderita BPH akan semakin meningkatkan beban pikiran, biaya dan

stres yang dialami.4 Terkait dengan kemampuan orang dengan BPH untuk

menyesuaikan diri dengan beban penyakit adalah dari mekanisme koping

internal.16 Semakin lama menderita BPH, semakin berat keparahan gangguan

depresi dimana penyakit BPH yang berkepanjangan dapat menyebabkan


4-11
ketidakberdayaan dan juga dapat menyebabkan beban keuangan.

Pada studi ini terlihat bahwa variabel umur, Skor IIEF-15, skor IPSS, lama

sakit dan riwayat DM berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH.

Hasil tersebut didapati melalui analisis multivariat sehingga terlihat apa saja

faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH. Oleh

karena itu variabel-variabel yang berhubungan dengan skor depresi patut

dipertimbangkan sebagai suatu psikopatologi pada orang dengan BPH.

Beberapa mekanisme fisiologis telah diusulkan yang dapat menjelaskan

hubungan antara depresi dan BPH. Salah satu kemungkinan adalah bahwa

kelainan fisiologis sentral seperti peningkatan tonus adrenergik, yang

menyebabkan gejala depresi, juga dapat menyebabkan gejala urologis. peradangan

kronis juga mungkin merupakan penyebab umum dari kedua penyakit ini. Hal ini

juga diketahui bahwa berkontribusi peradangan pada patofisiologi depresi berat,

pasien depresi sering menunjukkan peningkatan signifikan dalam biomarker

inflamasi seperti protein C-reaktif, interleukin-6, dan tumor necrosis factor-

α. Jalur inflamasi ini mungkin juga berkontribusi pada hubungan antara depresi

dan keadaan penyakit inflamasi lainnya. Data tambahan bahkan menunjukkan

hubungan dua arah antara depresi dan keadaan penyakit inflamasi, dan ada

kemungkinan bahwa hubungan ini dapat meluas ke BPH. Ada spekulasi bahwa
68

depresi dan BPH terkait dengan neurotransmiter tertentu yang juga berperan

dalam depresi, kemungkinan berkontribusi terhadap perkembangan gejala klinis

dan bahkan hasil pengobatan pada pasien dengan BPH.11

5.4. Persamaan dan perbedaan hasil penelitian

5.4.1 Umur

Pada studi ini rerata±s.b. dari umur adalah 64,14±8,219. Pada analisis

bivariat didapati hubungan yang sangat bermakna antara variabel umur dan total

skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001, karena nilai p<0,25

maka variabel umur dapat dimasukan kedalam uji analisis multivariat regresi

linier dengan kerangka konsep prediktif, dan setelah dilakukan analisis multivariat

terdapat hubungan yang sangat bermakna antara umur dan skor depresi pada

orang dengan BPH dengan nilai p<0,001 dan r=0,278 (kekuatan korelasi positif

lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015,

dimana variabel umur berhubungan dengan skor depresi pada pasien BPH dengan

nilai p<0,001.4 Hal ini juga sejalan dengan Studi Won dkk di Korea pada tahun

2015, dimana variabel umur berhubungan dengan skor depresi dengan nilai

p<0,001.1 Namun berbeda dengan studi Chao dkk pada tahun 2011 di Taiwan

bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan depresi pada pasien BPH

dengan nilai p=1.00.5

5.4.2 Lama sakit

Pada studi ini median(min-maks) dari lama sakit adalah 4 (1-7). Pada

analisis bivariat, terdapat hubungan yang sangat bermakna antara variabel lama

sakit dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001, karena

nilai p<0,25 maka variabel lama sakit dapat dimasukan kedalam analisis
69

multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif dan ketika dilakukan

analisis multivariat didapati hubungan yang bermakna antara variabel lama sakit

dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p= 0,001 dan r=0,221

(kekuatan korelasi positif lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara dkk di

Polandia pada tahun 2015, dimana didapati hubungan antara lama sakit dan skor

depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001,4 Hal ini juga sejalan

dengan Studi Won dkk di Korea pada tahun 2015, dimana variabel umur

berhubungan dengan skor depresi dengan nilai p<0,001.1 Hal ini juga sejalan

dengan studi Chao dkk pada tahun 2011 di Taiwan, dimana variabel lama sakit

berhubungan dengan skor depresi dengan nilai p=0,001.5 Juga sejalan dengan

studi Claire dkk pada tahun 2015 di Amerika, dimana variabel lama sakit

berhubungan dengan skor depresi dengan nilai p=0,001.11

5.4.3 Lama Pendidikan

Pada studi ini median(min-maks) dari lama pendidikan adalah 9(2-16)

tahun. Pada analisis bivariat didapati hubungan yang tidak bermakna antara

variabel lama pendidikan dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan

nilai p=0,286. Variabel lama pendidikan tidak memenuhi syarat untuk dimasukan

kedalam analisis multivariat regresi linier, dikarenakan syarat untuk nilai p<0,25

tidak terpenuhi. Hal ini sejalan dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea

pada tahun 2015 menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi
1
dengan lama pendidikan pada pasien BPH dengan nilai p=0,069. Begitu juga

Studi Young dkk di korea pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa tidak dijumpai

hubungan depresi antara variable demografik seperti tingkat pendidikan. 7 Namun

berbeda dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, salah satu faktor
70

yang berhubungan dengan depresi adalah tingkat pendidikan dengan nilai


4
p<0,001.

5.4.4 Status Pernikahan

Pada studi ini untuk status pernikahan pada orang dengan BPH yang

terbanyak adalah tidak menikah 66 (55,5%) dan menikah 53(44,5%). Pada analisis

bivariat didapati hubungan yang tidak bermakna antara variabel status pernikahan

dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p=0,415. Variabel

status pernikahan tidak memenuhi syarat untuk dimasukan kedalam analisis

multivariat regresi linier, dikarenakan syarat untuk nilai p<0,25 tidak terpenuhi.

Hal ini sejalan dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi dengan status


1
pernikahan pada pasien BPH nilai p=0,149, hal ini juga sama dengan studi

juneyank dkk pada tahun 2011 di seoul korea bahwa tidak terdapat hubungan

antara status pernikahan dengan depresi pada pasien BPH. 7 Namun berbeda

dengan dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana didapati

hubungan antara status pernikahan dan skor depresi pada orang dengan BPH

dengan nilai p<0,001.4

5.4.5 IMT

Pada studi ini median(min-maks) dari IMT adalah 21,10 (18,50–23,80)

kg/m2. Pada analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara variabel

IMT dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p=0,001, karena

nilai p<0,25 maka variabel lama sakit dapat dimasukan kedalam analisis

multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif dan ketika dilakukan
71

analisis multivariat tidak didapati hubungan yang bermakna antara variabel IMT

dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p= 0,144 dan r=0,98.

ini sejalan dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi dengan IMT pada
1
pasien BPH, Namun berbeda dengan dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada

tahun 2015, dimana variabel IMT berhubungan dengan skor depresi pada pasien

BPH dengan nilai p<0,001.4

5.4.6 Riwayat Diabetes Melitus (DM)

Pada studi ini untuk riwayat DM pada orang dengan BPH terbanyak

adalah tidak ada riwayat DM 61,3% dan ada riwayat DM 38,7%. Pada analisis

bivariat, hasil dari uji t independent didapatkan variabel riwayat DM dengan nilai

p<0,001, karena nilai p<0,25 maka variabel riwayat DM dapat dimasukan

kedalam uji analisis multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif,

dan setelah dilakukan analisis multivariat terdapat hubungan yang bermakna

antara riwayat DM dan skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p=0,001

dan r=0,228 (kekuatan korelasi positif lemah). Hal ini sejalan dengan dengan

Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana variabel riwayat DM

berhubungan dengan skor depresi pada pasien BPH dengan nilai p<0,001.4

Namun berbeda dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi dengan riwayat DM


1
pada pasien BPH.

5.4.7 Riwayat Hipertensi

Pada studi ini untuk riwayat hipertensi pada orang dengan BPH terbanyak

adalah ada riwayat hipertensi 51,3% dan tidak ada riwayat hipertensi 48,7%. Pada
72

analisis bivariat, hasil dari uji t independent didapatkan variabel riwayat hipertensi

dengan nilai p=0,937. Variabel riwayat hipertensi tidak memenuhi syarat untuk

dimasukan kedalam analisis multivariat regresi linier, dikarenakan syarat untuk

nilai p<0,25 tidak terpenuhi. Hal ini sejalan dengan dengan Studi Xiong dkk di

China pada tahun 2021, dimana variabel riwayat hipertensi tidak berhubungan

dengan skor depresi pada pasien BPH dengan nilai.36 Namun berbeda dengan

Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana variabel riwayat

hipertensi berhubungan dengan skor depresi pada pasien BPH dengan nilai

p<0,001.4

5.4.8 Riwayat Chronic Kidney Disease (CKD)

Pada studi ini untuk riwayat CKD pada orang dengan BPH terbanyak

adalah tidak ada riwayat CKD 94,1% dan ada riwayat CKD 5,9%. Pada analisis

bivariat, hasil dari uji t independent didapatkan variabel riwayat CKD dengan

nilai p=0,518. Variabel riwayat CKD tidak memenuhi syarat untuk dimasukan

kedalam analisis multivariat regresi linier, dikarenakan syarat untuk p<0,25 tidak

terpenuhi. Hal ini sejalan dengan dengan Studi Yang Xiong dkk di China pada

tahun 2021, dimana variabel riwayat CKD tidak berhubungan dengan skor depresi

pada pasien BPH.37 Namun berbeda dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada

tahun 2015, dimana variabel riwayat CKD berhubungan dengan skor depresi pada

pasien BPH dengan nilai p<0,001.4

5.4.9. Skor IIEF-15

Pada studi ini rerata±s.b. dari Skor IIEF-15 adalah 22,66±4,261. Pada

analisis bivariat didapati hubungan yang sangat bermakna antara variabel Skor

IIEF-15 dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001,
73

karena nilai p<0,25 maka variabel Skor IIEF-15 dapat dimasukan kedalam uji

analisis multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif, dan setelah

dilakukan analisis multivariat terdapat hubungan yang sangat bermakna antara

Skor IIEF-15 dan skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001 dan

r=0,296 (kekuatan korelasi negatif lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara

dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana variabel Skor IIEF-15 berhubungan

dengan skor depresi pada pasien BPH dengan nilai p<0,001.4

5.4.10 Skor IPSS

Pada studi ini rerata±s.b. dari Skor IPSS adalah 15,57±7,136. Pada

analisis bivariat didapati hubungan yang sangat bermakna antara variabel Skor

IPSS dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001, karena

nilai p<0,25 maka variabel Skor IPSS dapat dimasukan kedalam uji analisis

multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif, dan setelah dilakukan

analisis multivariat terdapat hubungan yang sangat bermakna antara Skor IPSS

dan skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001 dan r=0,249

(kekuatan korelasi positif lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara dkk di

Polandia pada tahun 2015, dimana variabel Skor IPSS berhubungan dengan skor

depresi pada pasien BPH dengan nilai p<0,001.4

5.5. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian

Kelebihan dari studi ini adalah alat ukur BDI-II memiliki sensifitas dan

spesifitas yang baik serta berdasarkan sepengetahuan peneliti melalui peninjauan

kepustakaan, studi dengan metode dan alat ukur serupa belum pernah dilakukan di

Pulau Sumatera.
74

Keterbatasan dari studi ini adalah studi ini tidak dilakukan pada

multicenter karena keterbatasan sumber daya.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pada karakteristik sosiodemografik pada orang dengan BPH, variabel

status pernikahan yang terbanyak adalah tidak menikah yaitu 66 subjek

(55,5%), variabel riwayat DM yang terbanyak adalah tidak ada riwayat

DM sebanyak 73 subjek (61,3%), variabel riwayat hipertensi yang

terbanyak adalah ada riwayat hipertensi yaitu 61 subjek (51,3%),

variablel riwayat CKD yang terbanyak adalah tidak ada riwayat CKD

112 subjek (94,1%), rerata umur adalah 64,14 ± 8,219, nilai median(min-

maks) lama sakit adalah 4 ( 1-7 ), nilai median(min- maks) lama

pendidikan adalah 9 ( 2-16 ), nilai median(min-maks) IMT adalah 21,10

(18,50–23,80), rerata skor IIEF-15 22,66 ± 4,261, rerata skor IPSS adalah

15,57 ± 7,136.

2. Terdapat hubungan antara umur dan skor depresi pada orang dengan

BPH dengan nilai p<0,001 dan r=0,278

3. Terdapat hubungan antara lama sakit dan skor depresi pada orang dengan

BPH dengan nilai p= 0,001 dan r=0,221

4. Tidak terdapat hubungan antara lama pendidikan dan skor depresi pada

orang dengan BPH

5. Tidak terdapat hubungan antara status pernikahan dan skor depresi pada

orang dengan BPH

6. Tidak terdapat hubungan antara IMT dan skor depresi pada orang

dengan BPH

75
76

7. Terdapat hubungan antara riwayat DM dan skor depresi pada orang

dengan BPH

8. Tidak terdapat hubungan antara riwayat hipertensi dan skor depresi pada

orang dengan BPH

9. Tidak terdapat hubungan antara riwayat CKD dan skor depresi pada

orang dengan BPH

10. Terdapat hubungan antara skor IIEF-15 dan skor depresi pada orang

dengan BPH dengan nilai p<0,001 dan r=0,296

11. Terdapat hubungan antara skor IPSS dan skor depresi pada orang dengan

BPH dengan nilai p<0,001 dan r=0,249

6.2. Saran

1. Dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi

pada orang dengan BPH diharapkan klinisi lebih memperhatikan adanya

simtom depresi pada orang dengan BPH.

2. Dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi

pada orang dengan BPH diharapkan klinisi dapat mempertimbangkan

pemberian tindakan intervensi sedini mungkin kepada orang dengan BPH

yang mengalami depresi.

3. Memberikan edukasi kepada orang dengan BPH dan keluarga, bahwa

orang dengan sering merasa kehilangan kepercayaan diri.

4. Hasil studi ini dapat menjadi bahan acuan untuk dilakukan studi lain serta

dapat dilanjutkan dengan metode serupa dengan multicentre dan waktu

yang lebih panjang.


DAFTAR RUJUKAN

1. Jeong WS, Choi HY, Nam JW. Men With Severe Lower Tract Symtoms
Are at Increased Risk of Depression. Seoul. 2015. p. 286-292.
2. Wang W, Guo Y, Zhang D. The prevalence of benign prostatic hyperplasia
in mainland China: evidence from epidemiological surveys. China. 2015. p.
1-12.
3. Tjahjodjati, Soebadi DM, Umbas R. Panduan Penatalaksanaan Klinis
Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Ikatan Ahli
Urologi Indonesia (IAUI). Edisi III. 2017. p. 1-24.
4. Pietrzyk B, Glinianowicz MO, Owczarek A. Depressive symptoms in
patients diagnosed with benign prostatic hyperplasia. Poland. 2015. p. 1-11
5. Huang CY, Chiu KM, Chung SD. Increased risk of depressive disorder
following the diagnosis of benign prostatic enlargement: One-year follow-
up study. Taiwan. 2011. p. 395-399.
6. Yu ZM, Parker L, Dummer TJ. Depressive symptoms, diet quality, physical
activity, and body composition among populations in Nova Scotia, Canada:
Report from the Atlantic Partnership for Tomorrow's Health. Canada. 2013.
p. 106-113.
7. Yang YJ, Koh JS, Ko HJ, Cho KJ. The Influence of Depression, Anxiety
and Somatization on the Clinical Symptoms and Treatment Response in
Patients with Symptoms of Lower Urinary Tract Symptoms Suggestive of
Benign Prostatic Hyperplasia. Seoul. 2014. p. 1145-1151.
8. Chunghtai B, Lee R, Te A, Kaplan S. Role of Inflammation in Benign
Prostatic Hyperplasia. Department of Urology New York. 2011. p.147-150.
9. Lepor H. Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History of Benign
Prostatic Hyperplasia. Department of Urology, New York University School
of Medicine, New York. 2004. p. 1-8.
10. Patel ND, Parsons JK, Epidemiology and etiology of benign prostatic
hyperplasia and bladder outlet obstruction. Department of Urology, Moores
UCSD Cancer Center, University of California, San Diego, and Section of
Surgery, VA San Diego Medical Center, La Jolla, CA, USA. 2014. p. 170-
176.
11. Dunphy C, LCaor L, Te A, Kaplan S. Relationship Between Depression and
Lower Urinary Tract Symptoms Secondary to Benign Prostatic Hyperplasia.
Department of Urology, Weill Cornell Medical College, New York. 2015. p.
51-57.
12. Chair G, Bachmann A, Descazeaud A, Drake M. Guidelines on the
Management of Non-Neurogenic Male Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS), incl. Benign Prostatic Obstruction (BPO). European Association of
Urology 2014. p.1-26.
13. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), 1st edition. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 1993;
1993.
14. Laumann EO, Kang JH, Glasser DB, Rosen RC. Lower Urinary Tract
Symptoms are Associated With Depressive Symptoms in White, Black and

77
78

Hispanic Men in the United States. Division of Urology, University of


North Carolina, New York. 2007. p. 233-240.
15. Koh JS, Ko HJ, Wang SM, Cho KJ, Kim JC. The Relationship between
Depression, Anxiety, Somatization, Personality and Symptoms of Lower
Urinary Tract Symptoms Suggestive of Benign Prostatic Hyperplasia. Seoul,
Republic of Korea. 2015. p. 268-273.
16. Kasi PM, Naqvi HA, Afghan AK, Khawar T, Khan FH. Coping Styles in
Patients with Anxiety and Depression. Pakistan. 2012. p. 1-7.
17. Zunszain PA, Hepgul N, Pariante CM. Inflammation and Depression.
London. 2012. p.1-17.
18. Park S, Ryu JM, Lee M. Quality of Life in Older Adults with Benign
Prostatic Hyperplasia. Seoul. 2020. p. 1-12.
19. Sarma AV, Burke J, Jacobson D, Gree ME, Sauver JS. Associations
Between Diabetes and Clinical Markers of Benign Prostatic Hyperplasia
Among Community-Dwelling Black and White Men. California. 2008. p.
476-482.
20. Huffman JC, Celano CM, Beach SR, Motiwala SR, Januzzi JL. Depression
and Cardiac Disease: Epidemiology, Mechanisms, and Diagnosis. Boston.
2013. p. 1-14.
21. Boden JM, Fergusson DM. Alcohol and Depression. Christchurch Health
and Development Study, University of Otago, Christchurch School of
Medicine and Health Sciences, Christchurch, New Zealand. 2010. p. 906-
914.
22. Rule AD, Jacobson DJ, Roberts RO, Girman CJ, Gree ME, Lieber MM. The
association between benign prostatic hyperplasia and chronic kidney disease
in community-dwelling men. Pennsylvania. 2004. p. 2376-2382.
23. Shirazian S, Grant CD, Aina O, Mattana J, Khorassani F. Depression in
Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease: Similarities and
Differences in Diagnosis, Epidemiology, and Management. New York.
2016. p. 94-107.
24. Shabsigh R, Klein LT, Seidman S, Kaplan SA, Lehrhoff BJ. Increased
Incidence of Depressive Symptoms in Men With Erectile Dysfunction.
Columbia. p. 484-452.
25. Smarr KL, Keefer AL. Measures of Depression and Depressive Symptoms.
Beck Depression Inventory-II (BDI-II), Center for Epidemiologic Studies
Depression Scale (CES-D), Geriatric Depression Scale (GDS), Hospital
Anxiety and Depression Scale (HADS), and Patient Health Questionnaire-9
(PHQ-9). Columbia. 2011. p. 454-466.
26. Ginting H, Naring G, Vanderveld WM, Srisayekti W. Validating the Beck
Depression Inventory-II in Indonesia’s general population and coronary
heart disease patients. Indonesia. 2013. p. 235-242.
27. Tangel SJ, Monoarfa A, Monoarfa RA. Validasi International Prostate
Symptom Score Versi Bahasa Indonesia pada Penderita Lower Urinary
Tract Symptoms di Poliklinik Urologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Indonesia. 2019. p. 92-96.
28. Kloping YP, Muharram FR, Reswari AM. Validity and reliability of the
Indonesian version of the International Index of Erectile Function.
Indonesia. 2020. p. 1-5.
79

29. Dahlan MS. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang


Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta. Sagung Seto. 2014.
30. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan seri 2 edisi 5. Jakarta: Epidemiologi Indonesia.
2019.
31. Dahlan MS. Regresi Linier. Seri 10 Edisi 2. Jakarta: Epidemiologi
Indonesia. 2018.
32. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan kesehatan. Jakarta.
Epidemiologi Indonesia. 2014.
33. Sastroasmoro S, Ismael S. dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi 3.
Jakarta. Sagung Seto. Jakarta. 2008.
34. Shabsigh R, Klein L, Seidman S, et all. In increased incidence of
depressive symptoms in men with erectile dysfunction. New York. 1998. p.
1-5.
35. Fiske A, Wetherell JL, Gatz M. in Depression in Older Adults. Swedia.
2009. p. 363-389.
36. Xiong Y, Zhang YC, Jin T, et all. Ini Depressive males have higher odds of
lower urinary tract symptoms suggestive of benign prostatic hyperplasia: a
retrospective cohort study based on propensity score matching. China.
20021. p. 633-639.
37. Xiong Y, Zhang F, Wu C, et all. InThe Circadian Syndrome Predicts Lower
Urinary Tract Symptoms Suggestive of Benign Prostatic Hyperplasia Better
Than Metabolic Syndrome in Aging Males: A 4 Year Follow-Up Study.
China.2021. p.1-8.
80

Lampiran 1
81

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Bapak/Ibu/Sdr/I Yth.
Saya, dr. Starki, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Kedokteran Psikiatri FK-USU dan saat ini sedang melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi
pada orang dengan dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Rumah Sakit
Pirngadi Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor
yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH. Pada penelitian
saya ini, saya akan memberikan souvenir berupa satu botol kecil minyak kayu
putih untuk orang BPH yang bersedia menjadi sampel penelitian.
Partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/I dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa
paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya Bapak/Ibu/Sdr/I
menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan mendapatkan
sanksi apapun atau kehilangan haknya sebagai pasien. Setelah memahami
berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapakan saudara/I yang terpilih
sebagai sukarelawan pada penelitian ini, mengisi lembar persetujuan turut serta
dalam penelitian, yang telah disiapkan. Jika selama menjalani penelitian terdapat
hal-hal yang kurang jelas sehubungan dengan penelitian ini, maka saudara/I dapat
menghubungi saya: dr. Starki, Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU,
telepon 085373018998

Medan, 2021
Hormat saya,

dr. Starki
82

Lampiran 3

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Jenis Kelamin:
Umur :
Alamat :
No. telp :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian


“Faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan dengan
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), dan setelah mendapat kesempatan tanya
jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka
dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia diikutkan
dalam penelitian tersebut.

Medan, 2021

Yang menerima persetujuan Yang memberi penjelasan

dr. Starki

Saksi-saksi Tanda tangan


1. ________________ ___________
2. ________________ ___________
83

Lampiran 4

DATA SAMPEL PENELITIAN

Nomor Responden : Tgl. / / 2021


Data Demografik Pasien
1. Nama :
2. Usia :
3. Lama Pendidikan :
4. Status Pernikahan :
5. IMT :
6. Riwayat Diabetes Melilitus (DM) :
7. Riwayat sakit jantung :
8. Riwayat penggunaaan alkohol :
9. Riwayat CKD :
10. Skor IIF-5 :
11. Skor IPSS :
12. Skor BDI II :
84

Lampiran 5

RIWAYAT HIDUP PENELITI


Data pribadi
Nama : Starki
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Lembah Binuang, Simpang 4, Pasaman Barat 05
September 1985
Agama : Islam
Alamat : Jln. Flamboyan Raya. Komp. Perumahan
WAIKIKI, Blok M no 11. MEDAN
Telepon : 085373018998

Riwayat pendidikan
Tahun 1992-1998 : SD 30 Lembah Binuang
Tahun 1998-2002 : Makhad Darussalam Pinagar Pasbar
Tahun 2002-2005 : MAN 2 Bukittinggi.
Tahun 2005-2011 : Pendidkan dokter umum di Fakultas Kedokteran
Universitas Baiturrahmah Padang
Tahun 2018-sekarang : Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Riwayat pekerjaan
Tahun 2011 – 2014 : Dokter Utama Klinik Pratama Wirjanto Pusat,
Jaksel
Tahun 2014 – 2018 : Dokter Umum di RSUD Kab Pasbar, Sumbar
85

Lampiran 6

BECK DEPRESSION INVENTORY-II (BDI-II)

Nama :

Umur :

( Pilihlah salah satu penyataan yang anda anggap sesuai dengan diri anda saat ini,
dengan memberi tanda silang (x) pada huruf di depan penyataan yang anda pilih )
1. 0. Saya tidak merasa sedih
1. Saya merasa sedih
2. Saya merasa sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat
menghilangkannya
3. Saya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi

2. 0. Saya tidak merasa berkecil hati terhadap masa depan


1. Saya merasa berkecil hati terhadap masa depan
2. Saya merasa tidak ada sesuatu yang saya nantikan
3. Saya merasakan bahwa tidak ada harapan di masa depan dan segala
sesuatunya tidak dapat di perbaiki

3. 0. Saya tidak merasa gagal


1. Saya merasa lebih banyak mengalami kegagalan daripada rata – rata orang
2. Kalau saya meninjau kembali hidup saya, yang dapat saya lihat hanyalah
banyak kegagalan
3. Saya merasa sebagai seorang pribadi yang gagal total

4. 0. Saya memperoleh kepuasan atas segala sesuatu seperti biasanya


1. Saya tidak dapat menikmati segala sesuatu seperti biasanya
2. Saya tidak lagi memperoleh kepuasan yang nyata dari segala sesuatu
3. Saya merasa tidak puas atau bosan terhadap apa saja

5. 0. Saya tidak merasa bersalah


1. Saya cukup sering merasa bersalah
2. Saya sering merasa sangat bersalah
3. Saya merasa bersalah sepanjang waktu

6. 0. Saya tidak merasa bahwa saya sedang dihukum


1. Saya merasa bahwa saya mungkin dihukum
2. Saya mengharapkan agar dihukum
3. Saya merasa bahwa saya sedang dihukum
86

7. 0. Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri


1. Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
2. Saya merasa jijik terhadap diri saya sendiri
3. Saya membenci diri saya sendiri

8. 0. Saya tidak merasa bahwa saya lebih buruk daripada orang lain
1. Saya selalu mencela diri saya sendiri karena kelemahan atau kekeliruan
saya
2. Saya menyalahkan diri saya sendiri sepanjang waktu atas kesalahan –
kesalahan saya
3. Saya menyalahkan diri saya sendiri atas semua hal buruk yang terjadi

9. 0. Saya tidak mempunyai pikiran untuk bunuh diri


1. Saya mempunyai pikiran – pikiran untuk bunuh diri, tetapi saya tidak akan
melaksanakannya
2. Saya ingin bunuh diri
3. Saya akan bunuh diri kalau ada kesempatan

10. 0. Saya tidak menangis lebih dari biasanya


1. Sekarang saya lebih banyak menangis daripada biasanya
2. Sekarang saya menangis sepanjang waktu
3. Saya biasanya dapat menangis, tetapi sekarang saya tidak dapat menangis
meskipun saya ingin menangis

11. 0. Sekarang saya tidak merasa lebih jengkel daripada sebelumnya


1. Saya lebih mudah jengkel atau marah daripada biasanya
2. Saya sekarang merasa jengkel sepanjang waktu
3. Saya tidak dibuat jengkel oleh hal – hal yang biasanya menjengkelkan saya

12. 0. Saya masih tetap senang bergaul dengan orang lain


1. Saya kurang berminat pada orang lain dibandingkan dengan biasanya
2. Saya tak kehilangan sebagian besar minat saya terhadap orang lain
3. Saya telah kehilangan seluruh minat saya terhadap orang lain

13. 0. Saya mengambil keputusan – keputusan sama baiknya dengan sebelumnya


1. Saya lebih banyak menunda keputusan daripada biasanya
2. Saya mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam mengambil keputusan
daripada sebelumnya
3. Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan apa pun

14. 0. Saya tidak merasa bahwa saya kelihatan lebih jelek daripada sebelumnya
1. Saya merasa cemas jangan – jangan saya tua atau tidak menarik
2. Saya merasa bahwa ada perubahan – perubahan tetap pada penampilan
saya yang membuat saya kelihatan tidak menarik
3. Saya yakin bahwa saya kelihatan jelek
87

15. 0. Saya dapat bekerja dengan baik seperti sebelumnya


1. Saya membutuhkan usaha istimewa untuk mulai mengerjakansesuatu
2. Saya harus memaksa diri saya untuk mengerjakan sesuatu
3. Saya sama sekali tidak dapat mengerjakan apa – apa

16. 0. Saya dapat tidur nyenyak seperti biasanya


1. Saya tidak dapat tidur nyenyak seperti biasanya
2. Saya bangun 2-3 jam lebih awal dari biasanya dan sukar tidur kembali
3. Saya bangun beberapa jam lebih awal daripada biasanya dan tidak dapat
tidur kembali

17. 0. Saya tidak lebih lelah dari biasanya


1. Saya lebih mudah lelah dari biasanya
2. Saya hampir selalu merasa lelah dalam mengerjakan segala sesuatu
3. Saya merasa terlalu lelah untuk mengerjakan apa saja

18. 0. Nafsu makan saya masih seperti biasanya


1. Nafsu makan saya tidak sebesar biasanya
2. Sekarang nafsu makan saya jauh lebih berkurang
3. Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali

19. 0. Saya tidak banyak kehilangan berat badan akhir - akhir ini
1. Saya telah kehilangan berat badan 2,5 kg lebih
2. Saya telah kehilangan berat badan 5 kg lebih
3. Saya telah kehilangan berat badan 7,5 kg lebih. Saya sengaja berusaha
mengurangi berat badan dengan makan lebih sedikit :- ya – tidak

20. 0. Saya tidak mencemaskan kesehatan saya melebihi biasanya


1. Saya cemas akan masalah kesehatan fisik saya, seperti sakit dan rasa nyeri;
sakit perut; ataupun sembelit
2. Saya sangat cemas akan masalah kesehatan fisik saya dan sulit
memikirkan hal – hal lainnya
3. Saya begitu cemas akan kesehatan fisik saya sehingga saya tidak dapat
berpikir mengenai hal – hal lainnya

21. 0. Saya tidak merasa ada perubahan dalam minat saya terhadap seks pada
akhir – akhir ini
1. Saya kurang berminat terhadap seks kalau dibandingkan dengan biasanya
2. Sekarang saya sangat kurang berminat terhadap seks
3. Saya sama sekali kehilangan minat terhadap seks
88

Lampiran 7

International Prostate Symptom Score (IPSS)


Nama Responden :
Tanggal Pemeriksaan :
Umur :

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

DALAM 1 BULAN Tidak Kurang Kurang Kadang- Lebih Hampir Skor


TERAKHIR pernah dari dari kadang dari selalu
sekali setengah (sekitar setengah
dalam 50%)
lima kali

1 Incomplete emptying 0 1 2 3 4 5
Seberapa sering Anda
merasa masih ada sisa
selesai kencing?

2 Frequency Seberapa sering 0 1 2 3 4 5


Anda harus kembali
kencing dalam waktu
kurang dari 2 jam setelah
selesai kencing?

3 Intermittency Seberapa 0 1 2 3 4 5
sering Anda mendapatkan
bahwa Anda kencing
terputus-putus?

4 Urgency Seberapa sering 0 1 2 3 4 5


Anda merasa sulit untuk
menahan kencing Anda?

5 Weak stream Seberapa 0 1 2 3 4 5


sering pancaran kencing
Anda lemah?

6 Straining Seberapa sering 0 1 2 3 4 5


Anda harus mengejan
untuk mulai kencing?

Tidak 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali 5 kali skor


pernah atau
lebih

7 Seberapa sering anda 0 1 2 3 4 5


harus bangun untuk
89

kencing sejak mulai tidur


dimalam hari hingga
bangun di pagi hari

TOTAL IPSS SKOR (Pertanyaan 1-7) :

TOTAL SKOR : 0-7 Gejala Ringan ; 8-19 Gejala Sedang ; 20-35 Gejala Berat
90

Lampiran 8

IIEF-15
Pertanyaan-pertanyaan berikut menanyakan tentang dampak dari masalah ereksi
yang mengganggu kehidupan seksual anda dalam 4 minggu terakhir. Responden
dimohon untuk menjawab setiap pertanyaan dengan jujur dan sejelas mungkin.
Jawaban anda akan membantu Dokter untuk memilih terapi yang paling sesuai
dengan keadaan anda. Definisi untuk membantu proses pengisian kuesioner:

• Aktivitas seksual meliputi Hubungan seksual, bercumbu, dan masturbasi.


• Hubungan seksual didefinisikan sebagai penetrasi seksual terhadap pasangan
anda.
• Stimulasi seksual meliputi situasi merangsang seperti pemanasan, konten
erotik, daN sebagainya.
• Ejakulasi adalah keluarnya cairan semen dari kemaluan (atau sensasi
ejakulasi).
• Orgasme adalah sensasi klimaks yang muncul setelah stimulasi atau hubungan
seksual.
DALAM 4 MINGGU TERAKHIR CENTANG SATU KOTAK UNTUK TIAP
PERTANYAAN!

Q1 Seberapa sering anda mampu mendapatkan ereksi saat beraktivitas


seksual?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
5. Setiap saat
Q2 Seberapa sering ereksi anda cukup kuat untuk melakukan penetrasi
ketika berhubungan seksual?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
91

2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)


3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
5. Setiap saat

Q3 Seberapa sering anda mampu melakukan penetrasi terhadap pasangan


ketika berhubungan seksual,?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual
5. Setiap saat

Q4 Seberapa sering anda mampu mempertahankan ereksi setelah


melakukan penetrasi terhadap pasangan ketika berhubungan seksual?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
5. Setiap saat

Q5 Seberapa sulit anda mampu mempertahankan ereksi saat berhubungan


seksual?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Amat sangat sulit
2. Sangat sulit
92

3. Sulit
4. Sedikit Sulit
5. Tidak sulit

Q6 Berapa kali anda mencoba untuk melakukan hubungan seksual?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Satu sampai dua kali
2. Tiga sampai empat kali
3. Lima sampai enam kali
4. Enam sampai sepuluh kali
5. Sebelas kali atau

Q7 Seberapa sering anda merasa puas saat beraktivitas seksual?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
5. Setiap saat

Q8 Apakah anda menikmati aktivitas seksual?

0. Tidak ada aktivitas seksual


1. Tidak menikmati sama sekali
2. Tidak terlalu menikmati
3. Cukup menikmati
4. Sangat menikmati
5. Aman sangat menikmati
93

Q9 Seberapa sering anda mengalami ejakulasi ketika berhubungan seksual?

0. Tidak ada stimulasi atau aktivitas seksual


1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
5. Setiap saat

Q10 Seberapa sering anda mengalami orgasme atau klimaks ketika


berhubungan seksual?

1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah


2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
5. Setiap saat

Q11 Seberapa sering anda dapat merasakan hasrat seksual?

1. Hampir tidak pernah atau tidak pernah


2. Beberapa kali (Kurang dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
3. Kadang-kadang (Sekitar separuh total frekuensi aktivitas seksual)
4. Sering (Lebih dari separuh total frekuensi aktivitas seksual)
5. Setiap saat
94

Q12 Berapa tingkat hasrat seksual anda?

1. Sangat rendah atau tidak ada hasrat seksual


2. Rendah
3. Sedang
4. Tinggi
5. Sangat tinggi

Q13 Seberapa puas anda dengan kehidupan seksual anda secara


keseluruhan?

1. Sangat tidak puas


2. Sedikit tidak puas
3. Antara puas dan tidak puas
4. Sedikit puas
5. Sangat puas

Q14 Seberapa puas anda dengan hubungan seksual bersama pasangan


hidup anda?

1. Sangat tidak puas


2. Sedikit tidak puas
3. Antara puas dan tidak puas
4. Sedikit puas
5. Sangat puas

Q15 Berapa tingkat keyakinan anda untuk mendapatkan dan


mempertahankan ereksi?
95

1. Sangat rendah
2. Rendah
3. Sedang
4. Tinggi
5. Sangat tinggi

Evaluasi Fungsi Skor Maksimum


A Fungsi Ereksi (Q1, Q2, Q3, Q4, Q5, Q15) 30

B Fungsi Orgasme (Q9, Q10) 10

C Hasrat Seksual (Q11, Q12) 10

D Kepuasan Seksual (Q6, Q7, Q8) 15

E Kepuasan Secara Keseluruhan (Q13, Q14) 10


96

Lampiran 9

DATA SPSS STUDI PENDAHULUAN


Skor BDI II

Uji Normalitas Skor BDI II

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Skor BDI 20 100.0% 0 0.0% 20 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error

Skor BDI Mean 16.40 1.914

95% Confidence Interval for Lower Bound 12.39


Mean Upper Bound 20.41

5% Trimmed Mean 15.78

Median 15.50

Variance 73.305

Std. Deviation 8.562

Minimum 6

Maximum 38

Range 32

Interquartile Range 12

Skewness .985 .512

Kurtosis .801 .992

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor BDI .136 20 .200* .912 20 .071

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
97

Uji Normalitas Status Pernikahan


Descriptives
Status Pernikahan Statistic Std. Error

Skor BDI Menikah Mean 8.29 .606

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 6.80

Upper Bound 9.77

5% Trimmed Mean 8.26

Median 8.00

Variance 2.571

Std. Deviation 1.604

Minimum 6

Maximum 11

Range 5

Interquartile Range 2
Skewness .374 .794

Kurtosis .588 1.587

Tidak Menikah Mean 20.77 2.070

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 16.26

Upper Bound 25.28

5% Trimmed Mean 20.41

Median 19.00

Variance 55.692

Std. Deviation 7.463

Minimum 10

Maximum 38

Range 28

Interquartile Range 9

Skewness 1.147 .616

Kurtosis 1.437 1.191

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Status Pernikahan Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor BDI Menikah .185 7 .200* .967 7 .877

Tidak Menikah .209 13 .124 .905 13 .156

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
98

Uji Normalitas Riwayat DM


Descriptives

Riwayat DM Statistic Std. Error

Skor BDI Ada Mean 19.00 3.448

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 11.05

Upper Bound 26.95

5% Trimmed Mean 18.56

Median 16.00

Variance 107.000

Std. Deviation 10.344

Minimum 8

Maximum 38

Range 30

Interquartile Range 18

Skewness .898 .717

Kurtosis -.168 1.400

Tidak ada Mean 14.27 1.968

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 9.89

Upper Bound 18.66

5% Trimmed Mean 14.14

Median 15.00

Variance 42.618

Std. Deviation 6.528


Minimum 6

Maximum 25

Range 19

Interquartile Range 11

Skewness .167 .661

Kurtosis -1.480 1.279

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Riwayat DM Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor BDI Ada .170 9 .200* .908 9 .301

Tidak ada .198 11 .200* .916 11 .287

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
99

Uji Normalitas Riwayat Chronic Kidney Disease (CKD)


Descriptives
Riwayat Ginjal Statistic Std. Error
Skor BDI Ada Mean 22.25 6.447
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 1.73
Upper Bound 42.77
5% Trimmed Mean 22.22
Median 22.00
Variance 166.250
Std. Deviation 12.894
Minimum 7
Maximum 38
Range 31
Interquartile Range 25
Skewness .108 1.014
Kurtosis .464 2.619
Tidak Ada Mean 14.94 1.736
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 11.24
Upper Bound 18.64
5% Trimmed Mean 14.49
Median 15.00
Variance 48.196
Std. Deviation 6.942
Minimum 6
Maximum 32
Range 26
Interquartile Range 10
Skewness .887 .564
Kurtosis .808 1.091

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Riwayat Ginjal Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor BDI Ada .166 4 . .997 4 .991
Tidak Ada .152 16 .200* .924 16 .196
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
100

Uji Normalitas Hipertensi


Descriptives
Hipertensi Statistic Std. Error

Skor BDI Ada Mean 23.50 4.264

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 12.54

Upper Bound 34.46

5% Trimmed Mean 23.50

Median 22.00

Variance 109.100

Std. Deviation 10.445

Minimum 9

Maximum 38

Range 29

Interquartile Range 18
Skewness .095 .845

Kurtosis -.665 1.741

Tidak ada Mean 13.36 1.510

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 10.09

Upper Bound 16.62

5% Trimmed Mean 13.23

Median 13.00

Variance 31.940

Std. Deviation 5.652

Minimum 6

Maximum 23

Range 17

Interquartile Range 11

Skewness .315 .597

Kurtosis -1.336 1.154

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

hipertensi Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor BDI Ada .167 6 .200* .979 6 .945

Tidak ada .162 14 .200* .924 14 .252

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
101

Variabel Umur

Korelasi BDI II dengan Umur


Correlations
Skor BDI Umur

Skor BDI Pearson Correlation 1 .866**

Sig. (2-tailed) .000

N 20 20
Umur Pearson Correlation .866** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


102

Variabel Lama Sakit

Korelasi BDI II dengan Lama Sakit

Correlations

Skor BDI lama sakit

Skor BDI Pearson Correlation 1 .448*

Sig. (2-tailed) .048

N 20 20

lama sakit Pearson Correlation .448* 1

Sig. (2-tailed) .048

N 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


103

Variabel Lama Pendidikan

Korelasi BDI II dengan Lama Pendidikan

Correlations
Skor BDI Lama Pendidikan

Skor BDI Pearson Correlation 1 -.854**

Sig. (2-tailed) .000

N 20 20

Lama Pendidikan Pearson Correlation -.854** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


104

Variabel IMT

Korelasi BDI II dengan IMT

Correlations
Skor BDI IMT

Skor BDI Pearson Correlation 1 .248

Sig. (2-tailed) .291

N 20 20

IMT Pearson Correlation .248 1

Sig. (2-tailed) .291

N 20 20
105

Variabel IIF-5

Korelasi BDI II dengan IIEF-15

Correlations
Skor BDI Skor IIEF-5

Skor BDI Pearson Correlation 1 -.606**

Sig. (2-tailed) .005

N 20 20
Skor IIEF-5 Pearson Correlation -.606** 1

Sig. (2-tailed) .005

N 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


106

Variabel IPSS

Korelasi BDI II dengan IPSS

Correlations
Skor BDI Skor IPSS
Skor BDI Pearson Correlation 1 .807**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
Skor IPSS Pearson Correlation .807** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Korelasi BDI II dengan IPSS

Correlations
Skor BDI Skor IPSS
Skor BDI Pearson Correlation 1 .807**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
Skor IPSS Pearson Correlation .807** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
107

DATA SPSS HASIL PENELITIAN


I. Karakteristik demografik
I.1. Data kategorik

Riwayat Hipertensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 61 51.3 51.3 51.3

Tidak ada 58 48.7 48.7 100.0

Total 119 100.0 100.0

Status Pernikahan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Menikah 53 44.5 44.5 44.5

Tidak Menikah 66 55.5 55.5 100.0

Total 119 100.0 100.0

Riwayat DM

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 46 38.7 38.7 38.7

Tidak Ada 73 61.3 61.3 100.0

Total 119 100.0 100.0

Riwayat CKD

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 7 5.9 5.9 5.9

Tidak Ada 112 94.1 94.1 100.0

Total 119 100.0 100.0


108

I. 2 Analisis Bivariat Variabel Kategorik


1.2.1 Variabel Riwayat Hipertensi

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
Riwayat Hipertensi N Percent N Percent N Percent
Skor BDI Ada 61 100.0% 0 0.0% 61 100.0%
Tidak ada 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Descriptives
Riwayat Hipertensi Statistic Std. Error
Skor BDI Ada Mean 21.56 1.168
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.22
Upper Bound 23.89
5% Trimmed Mean 21.51
Median 21.00
Variance 83.251
Std. Deviation 9.124
Minimum 6
Maximum 38
Range 32
Interquartile Range 16
Skewness .020 .306
Kurtosis -1.132 .604
Tidak ada Mean 21.43 1.093
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.24
Upper Bound 23.62
5% Trimmed Mean 21.33
Median 21.50
Variance 69.337
Std. Deviation 8.327
Minimum 8
Maximum 38
Range 30
Interquartile Range 14
Skewness .210 .314
Kurtosis -.983 .618
109

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Riwayat Hipertensi Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor BDI Ada .101 61 .193 .958 61 .036

Tidak ada .080 58 .200* .960 58 .056

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Independent Samples Test

Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95%
Confidence
Interval of the
Sig. Difference
(2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Skor Equal
BDI variances -
assumed .747 .389 .079 117 .937 .126 1.604
3.050
3.303

Equal
variances
-
not .079 116.808 .937 .126 1.600 3.295
3.043
assumed
110

1.2.2 Variabel Riwayat Pernikahan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

Status Pernikahan N Percent N Percent N Percent

Skor BDI Menikah 53 100.0% 0 0.0% 53 100.0%

Tidak Menikah 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%

Descriptives
Status Pernikahan Statistic Std. Error
Skor BDI Menikah Mean 20.91 1.244
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 18.41
Upper Bound 23.40
5% Trimmed Mean 20.71
Median 18.00
Variance 81.972
Std. Deviation 9.054
Minimum 7
Maximum 38
Range 31
Interquartile Range 17
Skewness .326 .327
Kurtosis -1.185 .644
Tidak Menikah Mean 21.97 1.041
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.89
Upper Bound 24.05
5% Trimmed Mean 21.99
Median 22.00
Variance 71.568
Std. Deviation 8.460
Minimum 6
Maximum 37
Range 31
Interquartile Range 13
Skewness -.090 .295
Kurtosis -.848 .582
111

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Status Pernikahan Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor BDI Menikah .135 53 .017 .935 53 .006

Tidak Menikah .064 66 .200* .968 66 .089

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Test Statisticsa

Skor BDI

Mann-Whitney U 1596.500
Wilcoxon W 3027.500
Z -.816
Asymp. Sig. (2-tailed) .415

a. Grouping Variable: Status


Pernikahan

1.2.3 Variabel Riwayat DM

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

Riwayat DM N Percent N Percent N Percent

Skor BDI Ada 46 100.0% 0 0.0% 46 100.0%

Tidak Ada 73 100.0% 0 0.0% 73 100.0%


112

Descriptives

Riwayat DM Statistic Std. Error


Skor BDI Ada Mean 26.35 1.090
95% Confidence Interval for Lower Bound 24.15
Mean
Upper Bound 28.54
5% Trimmed Mean 26.67
Median 27.50
Variance 54.676
Std. Deviation 7.394
Minimum 7
Maximum 38
Range 31
Interquartile Range 10
Skewness -.618 .350
Kurtosis .071 .688
Tidak Ada Mean 18.44 .948
95% Confidence Interval for Lower Bound 16.55
Mean
Upper Bound 20.33
5% Trimmed Mean 18.11
Median 17.00
Variance 65.583
Std. Deviation 8.098
Minimum 6
Maximum 36
Range 30
Interquartile Range 11
Skewness .613 .281
Kurtosis -.479 .555

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Riwayat DM Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor BDI Ada .100 46 .200* .964 46 .160
Tidak Ada .097 73 .086 .940 73 .002
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
113

Independent Samples Test


Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. Interval of the
(2- Mean Std. Error Difference
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Skor Equal
BDI variances .626 .431 5.363 117 .000 7.909 1.475 4.988 10.831
assumed
Equal
variances
5.475 102.231 .000 7.909 1.445 5.044 10.775
not
assumed

1.2 4 Variabel Riwayat CKD

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
Riwayat CKD N Percent N Percent N Percent
Skor BDI Ada 7 100.0% 0 0.0% 7 100.0%
Tidak Ada 112 100.0% 0 0.0% 112 100.0%

Descriptives
Riwayat CKD Statistic Std. Error
Skor BDI Ada Mean 23.57 1.288
95% Confidence Interval for Lower Bound 20.42
Mean
Upper Bound 26.72
5% Trimmed Mean 23.63
Median 23.00
Variance 11.619
Std. Deviation 3.409
Minimum 18
Maximum 28
Range 10
Interquartile Range 5
Skewness -.299 .794
Kurtosis -.205 1.587
Tidak Ada Mean 21.37 .844
95% Confidence Interval for Lower Bound 19.69
Mean
Upper Bound 23.04
5% Trimmed Mean 21.28
Median 21.00
Variance 79.694
Std. Deviation 8.927
114

Minimum 6
Maximum 38
Range 32
Interquartile Range 16
Skewness .138 .228
Kurtosis -1.137 .453

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Riwayat CKD Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Skor BDI Ada .180 7 .200* .957 7 .796

Tidak Ada .083 112 .054 .957 112 .001

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Sig. Interval of the
(2- Mean Std. Error Difference
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Skor Equal
BDI variances 8.027 .005 .648 117 .518 2.205 3.401 -4.530 8.941
assumed
Equal
variances
1.432 12.126 .177 2.205 1.540 -1.146 5.557
not
assumed
115

II. 1 Data Numerik

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Skor BDI 119 100.0% 0 0.0% 119 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error
Skor BDI Mean 21.50 .798
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.92
Upper Bound 23.08
5% Trimmed Mean 21.42
Median 21.00
Variance 75.828
Std. Deviation 8.708
Minimum 6
Maximum 38
Range 32
Interquartile Range 15
Skewness .101 .222
Kurtosis -1.065 .440

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor BDI .071 119 .200* .964 119 .003
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Descriptives
Statistic Std. Error
Umur Mean 64.14 .753
95% Confidence Interval for Lower Bound 62.65
Mean
Upper Bound 65.63
5% Trimmed Mean 64.06
Median 64.00
Variance 67.547
Std. Deviation 8.219
Minimum 50
Maximum 80
Range 30
116

Interquartile Range 13
Skewness .146 .222
Kurtosis -.943 .440
Lama Pendidikan Mean 8.83 .371
95% Confidence Interval for Lower Bound 8.10
Mean Upper Bound 9.57
5% Trimmed Mean 8.82
Median 9.00
Variance 16.395
Std. Deviation 4.049
Minimum 2
Maximum 16
Range 14
Interquartile Range 7
Skewness .010 .222
Kurtosis -1.096 .440
IMT Mean 21.1258 .14863
95% Confidence Interval for Lower Bound 20.8315
Mean
Upper Bound 21.4201
5% Trimmed Mean 21.1221
Median 21.1000
Variance 2.629
Std. Deviation 1.62135
Minimum 18.50
Maximum 23.80
Range 5.30
Interquartile Range 3.00
Skewness .054 .222
Kurtosis -1.331 .440
Skor IIEF-5 Mean 22.66 .391
95% Confidence Interval for Lower Bound 21.88
Mean Upper Bound 23.43
5% Trimmed Mean 22.68
Median 23.00
Variance 18.160
Std. Deviation 4.261
Minimum 15
Maximum 30
Range 15
Interquartile Range 7
Skewness -.091 .222
Kurtosis -1.007 .440
Skor IPSS Mean 15.57 .654
95% Confidence Interval for Lower Bound 14.28
Mean Upper Bound 16.87
5% Trimmed Mean 15.43
Median 15.00
117

Variance 50.925
Std. Deviation 7.136
Minimum 4
Maximum 30
Range 26
Interquartile Range 12
Skewness .189 .222
Kurtosis -.963 .440
lama sakit Mean 3.94 .182
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.58
Mean
Upper Bound 4.30
5% Trimmed Mean 3.93
Median 4.00
Variance 3.920
Std. Deviation 1.980
Minimum 1
Maximum 7
Range 6
Interquartile Range 4
Skewness .063 .222
Kurtosis -1.227 .440

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Umur .061 119 .200* .970 119 .008
Lama Pendidikan .089 119 .023 .958 119 .001
IMT .096 119 .009 .939 119 .000
Skor IIEF-5 .079 119 .068 .963 119 .002
Skor IPSS .077 119 .083 .963 119 .002
lama sakit .131 119 .000 .920 119 .000
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
118

II.2. Analisis Bivariat Variabel Numerik

II.2.1 Variabel Umur

Correlations

Skor BDI Umur


Skor BDI Pearson Correlation 1 .471**
Sig. (2-tailed) .000
N 119 119
Umur Pearson Correlation .471** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 119 119
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
119

II.2.2 Variabel Lama Sakit

Correlations

Skor BDI lama sakit

Skor BDI Pearson Correlation 1 .413**

Sig. (2-tailed) .000

N 119 119

lama sakit Pearson Correlation .413** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 119 119

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


120

II.2.3 Variabel Lama Pendidikan

Correlations

Skor BDI Lama Pendidikan

Skor BDI Pearson Correlation 1 -.099

Sig. (2-tailed) .286

N 119 119

Lama Pendidikan Pearson Correlation -.099 1

Sig. (2-tailed) .286

N 119 119
121

II.2.4 Variabel IMT

Correlations

Skor BDI IMT

Skor BDI Pearson Correlation 1 .292**

Sig. (2-tailed) .001

N 119 119

IMT Pearson Correlation .292** 1

Sig. (2-tailed) .001

N 119 119

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


122

II.2.5 Variabel Skor (IIEF-15)

Correlations

Skor BDI Skor IIEF-5

Skor BDI Pearson Correlation 1 -.453**

Sig. (2-tailed) .000

N 119 119

Skor IIEF-5 Pearson Correlation -.453** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 119 119

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


123

II.2.6 Variabel Skor IPSS

Correlations

Skor BDI Skor IPSS

Skor BDI Pearson Correlation 1 .427**

Sig. (2-tailed) .000

N 119 119

Skor IPSS Pearson Correlation .427** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 119 119

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


124

III. Analisis Multivariat

III.1. Analisis Multivariat Pertama

III.1.1. Model Summary

Model Summaryc

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson

1 .756a .572 .549 5.848


2 .751b .564 .544 5.878 2.273

a. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS,


Umur, IMT

b. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS, Umur

c. Dependent Variable: Skor BDI

III.1.2. Uji Anova

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 5117.331 6 852.889 24.938 .000b

Residual 3830.417 112 34.200

Total 8947.748 118

2 Regression 5043.294 5 1008.659 29.192 .000c

Residual 3904.454 113 34.553

Total 8947.748 118

a. Dependent Variable: Skor BDI


b. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS,
Umur, IMT
c. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS, Umur
125

III.1.3. Coefficients

Coefficientsa

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics

Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) -.695 9.595 -.072 .942

Umur .280 .070 .264 3.971 .000 .864 1.158

IMT .527 .358 .098 1.471 .144 .860 1.163

Skor IIEF-5 -
-.589 .131 -.288 .000 .925 1.081
4.485

Skor IPSS .300 .080 .246 3.750 .000 .888 1.126

lama sakit 1.005 .288 .229 3.488 .001 .890 1.124

dummy_tidakDM_Banding_adaDM 3.555 1.226 .200 2.900 .004 .806 1.240

2 (Constant) 10.224 6.114 1.672 .097

Umur .294 .070 .278 4.194 .000 .881 1.136

Skor IIEF-5 -
-.604 .132 -.296 .000 .930 1.075
4.589

Skor IPSS .304 .080 .249 3.786 .000 .889 1.125

lama sakit .972 .289 .221 3.364 .001 .895 1.117

dummy_tidakDM_Banding_adaDM 4.052 1.184 -.228 3.421 .001 .873 1.146

a. Dependent Variable: Skor BDI

III.1.4. Residual Statistic

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 7.42 33.32 21.50 6.538 119


Residual -15.602 14.169 .000 5.752 119
Std. Predicted Value -2.153 1.808 .000 1.000 119
Std. Residual -2.654 2.410 .000 .979 119

a. Dependent Variable: Skor BDI


126

III.2. Analisis Multivariat Kedua

III.2.1. Model Summary

Model Summaryb

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson

1 .751a .564 .544 5.878 2.273

a. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS, Umur
b. Dependent Variable: Skor BDI

III.2.2. Uji Anova

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 5043.294 5 1008.659 29.192 .000b

Residual 3904.454 113 34.553

Total 8947.748 118

a. Dependent Variable: Skor BDI


b. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS, Umur

III.2.3. Coefficients

Coefficientsa

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics

Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 10.224 6.114 1.672 .097

Umur .294 .070 .278 4.194 .000 .881 1.136

Skor IIEF-5 -
-.604 .132 -.296 .000 .930 1.075
4.589

Skor IPSS .304 .080 .249 3.786 .000 .889 1.125

lama sakit .972 .289 .221 3.364 .001 .895 1.117

dummy_tidakDM_Banding_adaDM 4.052 1.184 .228 3.421 .001 .873 1.146


127

b. Dependent Variable: Skor BDI


III.2.4. Residual Statistic

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 7.42 33.32 21.50 6.538 119
Residual -15.602 14.169 .000 5.752 119
Std. Predicted Value -2.153 1.808 .000 1.000 119
Std. Residual -2.654 2.410 .000 .979 119
a. Dependent Variable: Skor BDI

III.2.5. Pembuktian Normalitas, rerata Residu = 0, dan tidak ada Outlier.

Descriptives
Statistic Std. Error
Unstandardized Residual Mean .0000000 .52730961
95% Confidence Interval for Lower Bound -1.0442166
Mean
Upper Bound 1.0442166
5% Trimmed Mean -.0531548
Median -.3174113
Variance 33.089
Std. Deviation 5.75226878
Minimum -15.60165
Maximum 14.16871
Range 29.77037
Interquartile Range 8.00157
Skewness .197 .222
Kurtosis -.114 .440
Standardized Residual Mean .0000000 .08970667
95% Confidence Interval for Lower Bound -.1776436
Mean
Upper Bound .1776436
5% Trimmed Mean -.0090428
Median -.0539985
Variance .958
Std. Deviation .97858424
Minimum -2.65418
Maximum 2.41040
Range 5.06458
Interquartile Range 1.36124
Skewness .197 .222
Kurtosis -.114 .440
128

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Unstandardized Residual .068 119 .200* .989 119 .453


Standardized Residual .068 119 .200* .989 119 .453

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

III.2.6. Histogram
129
130

Lampiran 10
Data Sampel Penelitian Pendahuluan

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
JMS 27 69 16 menikah 23.5 ada ada tidak ada 4 17 16

AL 18 62 14 menikah 20.6 tidak ada tidak ada ada 3 29 8

RH 9 56 7 tidak 19.1 tidak ada tidak ada ada 2 26 12


menikah

FA 23 59 13 tidak 21.6 ada tidak ada ada 5 19 4


menikah

CS 10 53 7 menikah 19.1 tidak ada tidak ada tidak ada 1 22 6

RC 16 52 9 menikah 19.8 tidak ada tidak ada tidak ada 2 29 5

SS 31 71 5 menikah 23.9 ada tidak ada ada 6 18 30

FR 8 56 7 menikah 18.9 tidak ada tidak ada ada 2 26 23

FS 29 72 15 menikah 23.6 ada tidak ada tidak ada 4 18 14

AH 14 57 9 tidak 19.7 tidak ada tidak ada tidak ada 3 27 30


menikah

RA 18 55 5 menikah 20.4 tidak ada tidak ada ada 5 22 25


131

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
AP 23 66 7 tidak 21.8 tidak ada tidak ada tidak ada 6 24 13
menikah

DF 11 57 4 menikah 19.3 tidak ada tidak ada tidak ada 2 26 20

ASP 31 71 13 menikah 23.3 ada tidak ada ada 7 22 23

EH 7 54 4 menikah 18.9 tidak ada tidak ada ada 1 30 10

EDS 34 79 15 menikah 23.2 ada tidak ada tidak ada 7 15 4

NK 10 59 4 tidak 19.2 tidak ada tidak ada ada 1 27 24


menikah

TK 35 72 13 tidak 22.5 ada tidak ada tidak ada 7 16 4


menikah

FH 9 51 10 menikah 19.2 tidak ada tidak ada tidak ada 3 25 6

ROD 27 70 7 tidak 22.1 ada tidak ada ada 5 21 19


menikah

BH 35 61 13 menikah 23.4 tidak ada tidak ada tidak ada 6 17 24

OS 32 75 11 tidak 23.6 ada tidak ada ada 6 24 26


menikah

RS 18 62 5 menikah 20.3 tidak ada tidak ada tidak ada 3 29 26


132

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
AB 12 77 10 menikah 19.6 tidak ada tidak ada ada 3 25 4

HS 23 62 8 tidak 22.1 ada ada tidak ada 4 16 26


menikah

TP 16 65 11 menikah 20.2 tidak ada tidak ada ada 5 29 9

FH 26 61 10 menikah 19.4 tidak ada tidak ada tidak ada 6 16 15

TN 20 52 16 menikah 19.1 tidak ada tidak ada tidak ada 4 29 7

KA 19 72 9 tidak 19.6 ada tidak ada tidak ada 3 26 19


menikah

UB 29 72 7 menikah 22.4 ada tidak ada tidak ada 5 20 30

MR 11 79 13 menikah 19.4 tidak ada tidak ada tidak ada 1 27 13

AH 31 78 4 tidak 23.4 ada tidak ada ada 6 22 17


menikah

SI 18 53 11 menikah 20.2 tidak ada ada tidak ada 2 25 17

AB 13 73 10 menikah 19.3 tidak ada tidak ada tidak ada 1 27 17

AW 32 73 5 tidak 23.4 ada tidak ada ada 6 24 5


menikah
133

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
KH 24 64 9 tidak 22.8 tidak ada tidak ada ada 5 23 17
menikah

AO 38 60 2 menikah 24.1 ada tidak ada ada 7 15 24

RL 30 68 7 menikah 23.8 tidak ada tidak ada ada 4 28 21

AG 23 64 9 tidak 22.4 ada tidak ada tidak ada 3 21 15


menikah

RN 11 59 10 menikah 19.6 tidak ada tidak ada tidak ada 1 30 12

IK 19 67 3 menikah 20.8 ada tidak ada tidak ada 2 30 19

PT 15 62 11 menikah 19.7 tidak ada tidak ada ada 5 26 14

LS 10 74 10 menikah 19.5 tidak ada tidak ada tidak ada 1 28 12

HR 29 57 6 tidak 22.7 ada tidak ada tidak ada 4 21 16


menikah

LH 8 52 14 tidak 19.2 tidak ada tidak ada ada 1 28 25


menikah

FR 28 68 2 tidak 23.5 ada tidak ada ada 3 20 14


menikah

SA 16 65 11 menikah 19.6 ada tidak ada tidak ada 4 23 26


134

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
ARS 32 70 4 tidak 23.9 tidak ada tidak ada ada 7 18 11
menikah

MA 27 64 3 tidak 22.4 ada tidak ada ada 7 22 25


menikah

AB 17 62 11 menikah 20.3 tidak ada tidak ada ada 4 25 10

SL 10 51 10 tidak 19.3 ada tidak ada tidak ada 1 27 13


menikah

AN 30 70 12 menikah 23.6 tidak ada tidak ada ada 7 17 25

HS 22 67 9 menikah 21.2 tidak ada tidak ada ada 4 23 21

AS 19 68 11 tidak 20.7 ada tidak ada tidak ada 3 24 18


menikah

RY 11 60 12 tidak 19.5 tidak ada tidak ada ada 2 29 12


menikah

JH 9 59 3 tidak 19.3 tidak ada tidak ada ada 2 28 6


menikah

RZ 24 50 8 tidak 22.4 ada tidak ada tidak ada 3 21 30


menikah

ARS 15 61 11 menikah 19.5 tidak ada tidak ada ada 5 26 8


135

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
BN 21 67 13 tidak 20.9 tidak ada tidak ada ada 6 23 16
menikah

HS 13 75 12 menikah 19.5 ada tidak ada ada 2 28 7

MA 37 57 2 tidak 23.8 ada tidak ada ada 7 25 25


menikah

MAL 28 67 6 menikah 22.2 tidak ada ada ada 6 18 15

J 22 73 12 tidak 21.4 tidak ada tidak ada tidak ada 3 24 16


menikah

AS 17 68 15 tidak 20.1 tidak ada tidak ada tidak ada 2 26 14


menikah

MS 25 68 3 tidak 22.9 ada tidak ada ada 5 22 16


menikah

A 15 55 11 menikah 20.1 tidak ada tidak ada ada 4 25 13

D 35 71 4 tidak 23.5 tidak ada tidak ada ada 7 18 26


menikah

JN 21 63 4 menikah 21.1 tidak ada tidak ada ada 6 23 11

JH 19 59 5 tidak 20.6 tidak ada tidak ada tidak ada 1 23 11


menikah
136

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
I 8 55 2 tidak 19.2 tidak ada tidak ada tidak ada 1 27 7
menikah

E 24 53 12 menikah 19.1 ada tidak ada tidak ada 3 20 14

KH 22 69 6 tidak 21.5 ada ada ada 2 22 30


menikah

YS 16 50 2 menikah 19.1 tidak ada tidak ada tidak ada 4 15 6

MA 25 76 8 tidak 23.1 tidak ada tidak ada tidak ada 5 21 18


menikah

HD 38 80 4 menikah 24.1 ada tidak ada tidak ada 7 25 14

IHS 30 50 5 tidak 23.1 tidak ada tidak ada ada 6 24 20


menikah

EI 24 64 5 tidak 22.8 tidak ada tidak ada tidak ada 3 21 26


menikah

SK 16 80 10 tidak 19.8 tidak ada tidak ada tidak ada 4 23 8


menikah

LBT 34 69 5 tidak 24.2 tidak ada tidak ada ada 7 16 23


menikah

DBD 36 78 2 tidak 23.9 tidak ada tidak ada ada 7 15 22


137

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
menikah

HD 32 70 6 tidak 23.3 ada tidak ada tidak ada 6 18 19


menikah

MS 21 65 9 menikah 21.2 tidak ada tidak ada tidak ada 5 19 15

HA 11 54 12 menikah 19.2 tidak ada tidak ada ada 2 17 7

EA 25 61 12 tidak 23.4 tidak ada ada tidak ada 4 19 15


menikah

HS 22 68 12 tidak 21.6 tidak ada tidak ada ada 2 21 6


menikah

BAD 30 77 14 menikah 19.4 ada tidak ada tidak ada 5 19 20

HPS 9 58 12 menikah 19.2 tidak ada tidak ada ada 1 27 7

PA 19 65 8 tidak 20.5 ada tidak ada ada 3 21 16


menikah

TA 7 55 15 tidak 18.9 ada tidak ada ada 1 30 6


menikah

SS 33 78 3 menikah 23.1 tidak ada tidak ada tidak ada 6 17 21

JO 20 61 15 tidak 21.2 tidak ada tidak ada ada 4 23 18


138

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
menikah

RS 15 56 15 tidak 19.6 tidak ada tidak ada ada 2 23 12


menikah

MS 33 65 16 menikah 22.6 tidak ada tidak ada ada 7 24 20

YI 17 73 5 tidak 20.1 tidak ada tidak ada tidak ada 4 19 11


menikah

HA 13 60 12 menikah 20.1 tidak ada tidak ada tidak ada 2 16 10

HS 12 58 9 tidak 19.3 tidak ada tidak ada ada 1 28 11


menikah

AS 25 64 14 tidak 22.6 ada tidak ada ada 5 20 22


menikah

RY 21 61 14 tidak 21.3 tidak ada tidak ada ada 4 22 19


menikah

JH 28 60 8 tidak 22.9 ada tidak ada tidak ada 5 20 18


menikah

RZ 14 51 9 tidak 19.5 tidak ada tidak ada tidak ada 3 26 20


menikah

ARS 34 74 3 tidak 24.2 ada tidak ada tidak ada 6 20 22


139

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
menikah

BN 17 63 6 tidak 19.9 tidak ada tidak ada ada 5 17 9


menikah

HS 34 75 6 menikah 24.5 ada tidak ada tidak ada 7 25 10

MA 37 80 6 tidak 24.1 ada tidak ada ada 7 27 25


menikah

DS 25 76 8 tidak 22.6 ada tidak ada tidak ada 5 20 21


menikah

MAI 22 60 3 menikah 19.8 tidak ada ada tidak ada 2 24 9

BHS 20 63 14 tidak 21.5 tidak ada tidak ada ada 6 24 17


menikah

KN 13 73 8 menikah 19.3 ada tidak ada ada 1 15 10

DPS 33 54 14 tidak 23.9 ada tidak ada tidak ada 7 25 24


menikah

ADM 8 58 6 tidak 19.1 tidak ada tidak ada tidak ada 1 20 5


menikah

SDP 30 76 13 tidak 22.9 ada tidak ada ada 4 28 15


menikah
140

LAMA Status Lama Skor Skor


NAMA Skor BDI UMUR IMT DM CKD Hipertensi
PENDIDIKAN Pernikahan Sakit IFF-15 IPSS
RFS 14 66 7 tidak 19.7 tidak ada tidak ada tidak ada 2 15 8
menikah

SKH 28 58 8 menikah 23.1 ada tidak ada ada 5 19 21

PL 22 65 10 tidak 21.7 tidak ada tidak ada ada 3 22 9


menikah

HS 12 51 8 tidak 19.4 tidak ada tidak ada tidak ada 2 27 9


menikah

BN 22 55 13 tidak 21.6 ada tidak ada tidak ada 5 19 5


menikah

PG 6 55 3 tidak 18.8 tidak ada tidak ada ada 1 17 7


menikah

WS 20 63 16 tidak 10.3 ada tidak ada ada 3 30 9


menikah

FAL 36 63 16 menikah 23.6 tidak ada tidak ada tidak ada 7 21 22

Anda mungkin juga menyukai