TESIS
Oleh
STARKI
NIM: 187106002
1
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI
PADA ORANG DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
DI RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN
TESIS
Oleh:
STARKI
187106002
2
PERNYATAAN
Judul Tesis
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI
PADA ORANG DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
DI RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN
TESIS
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam tesis ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis pada Program Studi Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil
karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan
ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian
disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-
bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik
yang penulis sandang dan sanksi sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
STARKI
v
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI
PADA ORANG DENGAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
DI RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN
Abstrak
Tujuan:
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada
Orang Dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Instalasi Rawat Jalan
bedah Urologi RS. DR. Pirngadi Medan.
Metode :
Penelitian ini merupakan penelitian multivariat tipe prediktif dengan pendekatan
potong lintang untuk mengetahui hubungan faktor depresi pada orang dengan
BPH di Instalasi Rawat Jalan bedah Urologi Rumah Sakit DR. Pirngadi Medan.
Untuk menilai gejala depresi dengan menggunakan instrumen Beck Depression
Inventory- II (BDI-II)
Hasil :
Sebanyak 119 subjek ikut serta dalam studi ini, berjenis kelamin laki-laki. Dengan
nilai rerata±s.b umur (64,14±8,219) tahun, nilai median (min-maks) lama sakit
4(1-7) tahun, nilai median (min-maks) lama pendidikan 9(2-16) tahun, mayoritas
66 orang (55,5%) subjek tidak menikah, nilai median (min-maks) indeks massa
2
tubuh (IMT) 21,10 (18,50–23,80) kg/m , mayoritas 73 orang (61,3%) subjek tidak
ada riwayat Diabetes mellitus (DM), mayoritas 61 orang (51,3%) subjek ada
riwayat hipertensi, mayoritas 112 orang (94,1%) subjek tidak ada riwayat Chronic
Kidney Disease (CKD), nilai rerata±s.b Skor IIEF-15 (22,66±4,261), nilai
rerata±s.b Skor IPSS (15,57 ± 7,136). Pada studi ini terdapat hubungan yang
signifikan antara variable bebas dan skor depresi pada orang dengan BPH dimana
umur (p<0,001), Skor IIEF-15 (p<0,001), Skor IPSS (p<0,001), lama sakit
(p=0,001) dan riwayat DM (p=0,001).
Kesimpulan :
Faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH di
instalasi rawat jalan Urologi rumah sakit DR. Pirngadi Medan adalah umur, Skor
IIEF-15, Skor IPSS, lama sakit, dan riwayat DM
Kata Kunci : BPH, depresi, Beck Depression Inventory- II (BDI-II).
vi
Factors Related to Depressive Symptoms in Individuals with Benign
Prostatic Hyperplasia in Dr. Pirngadi Hospital Medan
Starki, Elmeida Effendy, Nazli Mahdinasari Nasution
Psychiatry Department,
Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara
Abstract
Objective: This study is to investigate factors related to depressive symptoms in
individuals with Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) attending Urology
Outpatient Clinic of Dr. Pirngadi Hospital Medan.
Method : This cross sectional multivariate predictive study is to assess depressive
symptoms in individuals with BPH. Depressive symptoms were measured by
using Beck Depression Inventory (BDI-II).
Result : A total of 119 subjects participated in this study were male with age of
(mean+SD) is 64.14+8.219 that have been living with BPH for 4 years (1-7
years). Median length of education is 9 years (2-16 years), and more than half of
subjects were not married (n=66, 55.5%). Body mass index was found
21.10kg/m2 (18.50-23.80). 73 subjects (61.3%) had no history of diabetes mellitus
(DM), while 61 subjects were found to have hypertension. Majority of our
subjects (n=112, 94.1%) also did not have chronic kidney disease. Mean score of
IIEF-15 was found 15.57+7.136. Our study showed that there is significant
relationship between some independent risk factors with depressive symptoms
score, as in the following; agr (p<0.001), IIEF-15 score (p<0.001), IPSS score
(p<0.001), duration of illness (p=0.001), and DM (p=0.001).
Conclusion : Age, IIEF-15 score, IPSS score, duration of illness, and DM are
independent risk factors related to depressive symptoms score in individuals with
BPH attending urology outpatient clinic at Dr. Pirngadi Hospital Medan.
Key words : BPH, depression, Beck Depression Inventory- II (BDI-II).
vii
KATA PENGANTAR
memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan
3. Ibu dr. Cut Adeya Adella, Sp.O.G.(K), selaku Ketua TKP PPDS Fakultas
5. Ibu Prof. Dr. dr. Elmeida Effendy. M.Ked(KJ), Sp.K.J(K), selaku Guru
viii
7. Ibu dr. Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp.K.J, selaku guru penulis yang telah
ini.
8. Bapak Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.K.J(K.), selaku Guru Besar penulis
penelitian ini.
9. Bapak dr. H. Harun Thaher Parinduri, Sp.K.J (K), selaku guru penulis
penelitian ini.
10. Bapak Prof. dr. H. M. Joesoef Simbolon, Sp.K.J (K), selaku Guru Besar
11. Bapak dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.K.J, selaku guru penulis yang telah
ini.
13. Ibu dr. Cindy Chias Arthy, M.Ked(KJ), Sp.K.J, selaku guru penulis yang
penelitian ini.
penelitian ini.
ix
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada
seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memeberkati kita
semua. Amin.
Penulis,
Starki
x
DAFTAR ISI
xi
3.7. Cara Pengambilan Sampel ................................................... 42
3.8. Cara Kerja ............................................................................ 42
3.9. Kerangka Kerja .................................................................... 43
3.10. Identifikasi variabel ............................................................. 43
3.11. Rencana manajemen analisis data........................................ 44
3.12 Masalah etika ....................................................................... 46
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
terutama karena hubungannya dengan berbagai penyakit kronis. Hal ini terkait
dengan peningkatan angka bunuh diri dan merupakan penyebab masalah medis
dan sosial yang serius. Depresi sangat erat kaitannya dengan penyakit kronis,
disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS), yang terdiri atas gejala obstruksi, gejala iritasi, dan gejala pasca
berkemih. Lower Urinary Tract Symptoms terjadi >70% pada laki-laki umur 80
tahun. Demikian pula dengan BPH > 80% dijumpai pada laki-laki berumur 50-80
tahun. Benign Prostatic Hyperplasia diakui sebagai penyebab utama dari LUTS.1
Nokturia merupakan salah satu faktor risiko LUTS untuk depresi karena
mengganggu tidur pada malam hari. Ketika tingkat keparahan LUTS pada BPH
lebih berat, maka risiko depresi juga meninngkat secara signifikan. Inkontinensia
urin dan kandung kemih yang terlalu aktif adalah dua penyakit urologis yang juga
relevan dengan depresi. Kedua penyakit ini juga berkaitan erat dengan umur yang
dan anggota keluarga. Laki-laki yang lebih tua yang menderita penyakit prostat,
secara umum memiliki pikiran negatif, memiliki rasa malu dan tidak berguna.
Depresi adalah salah satu gangguan mental yang paling umum dengan prevalensi
yang terus meningkat, mengingat hubungan depresi erat kaitannya dengan bunuh
1
2
diri dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
dunia.1
populasi lanjut usia telah diamati di seluruh dunia. Benign Prostatic Hyperplasia
adalah penyakit paling umum diantara laki-laki yang berusia lanjut. Meskipun
seksual. Jika BPH tidak segera diobati, komplikasi serius seperti Acute Urinary
Retention (AUR), infeksi saluran kemih dan batu kandung kemih dapat terjadi,
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2013 ditemukan 3.804
kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 66,61 tahun. Sedangkan data yang
didapatkan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tahun 2016 ditemukan 718
Studi Chao dkk di Taiwan pada tahun 2011, dalam pengamatan selama 2
tahun dengan melibatkan sebanyak 16130 orang dengan umur diatas 40 tahun
yang didiagnosis dengan BPH dilibatkan dalam studi ini. Ditemukan sebanyak
856 dari pasien telah didiagnosis dengan depresi selama periode satu tahun.
kesehatan fisik, seksual, gangguan tidur yang buruk dan berbagai gangguan
perhatian medis. Sangat penting jadi perhatian karena depresi secara klinis
gejala depresi secara klinis relevan karna dapat mencegah kematian akibat bunuh
diri.5
Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dari 4.035 dengan umur
dengan nilai p<0,001, lama sakit dengan nilai p<0,001, status perkawinan dengan
nilai p<0,001, lama pendidikan dengan nilai p<0,001, berat badan dengan nilai
p<0,001, disfungsi ereksi dengan nilai p<0,001, penyakit Diabetes mellitus (DM)
dengan nilai p<0,001, Hipertensi dengan nilai p<0,001, Chronic Kidney Disease
Studi Won dkk di Korea pada tahun 2015, sebanyak 711 orang dengan
usia diatas 40 tahun yang didiagnosis BPH dengan gejala LUTS. Menggunakan
sebanyak 468 pasien mengalami gejala depresi ringan, sebanyak 183 pasien
memiliki gejala depresi sedang dan 60 pasien mengalami gejala depresi berat.
LUTS dengan nilai p<0,001, umur dengan nilai p<0,001. Inkontinensia urin dan
kandung kemih yang terlalu aktif adalah dua gejala penyakit BPH yang relevan
dengan depresi. Kedua gejala ini juga terkait erat dengan umur, kondisi tersebut
Dari studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015 menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi dan lama pendidikan dengan nilai
p=0,069, status pernikahan dengan nilai p=0,149, indeks massa tubuh (IMT)
dengan nilai p=0,274, penyakit DM dengan nilai p=0,051 pada LUTS yang
disebabkan oleh BPH.1 Studi Zhijie dan kawan-kawan ini juga menjelaskan tidak
terdapat hubungan antara IMT dan depresi.6 Berdasarkan studi Chao dkk pada
tahun 2011 di Taiwan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dan depresi
pada pasien BPH dengan nilai p=1.00.5 Studi Young dkk di Korea pada tahun
berhubungan dengan depresi pada orang dengan BPH adalah tidak konsisten.
yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH belum pernah
dilakukan di Sumatera Utara. Oleh karena itu, maka melalui studi ini, peneliti
ingin mencari faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan skor depresi pada
1.3 Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara umur dan depresi pada orang dengan BPH
2. Terdapat hubungan antara lama sakit dan depresi pada orang dengan
BPH
5
dengan BPH
dengan BPH
5. Terdapat hubungan antara IMT dan depresi pada orang dengan BPH
7. Terdapat hubungan antara hipertensi dan depresi pada orang dengan BPH
8. Terdapat hubungan antara CKD dan depresi pada orang dengan BPH
9. Terdapat hubungan antara disfungsi ereksi dan depresi pada orang
dengan BPH
10. Terdapat hubungan antara International Prostate Symptom Score (IPSS)
dan depresi pada orang dengan BPH
2. Untuk mengetahui hubungan antara umur dan depresi pada orang dengan
BPH
3. Untuk mengetahui hubungan lama sakit dan depresi pada orang dengan
BPH
dengan BPH
6
6. Untuk mengetahui hubungan antara IMT dan depresi pada orang dengan
BPH
BPH
dengan BPH
9. Untuk mengetahui hubungan antara CKD dan depresi pada orang dengan
BPH
10. Untuk mengetahui hubungan antara disfungsi ereksi dan depresi pada
11. Untuk mengetahui hubungan antara skor IPSS dan depresi pada orang
dengan BPH
lainnya yang sejenis atau penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
acuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
penyakit urologi paling umum diantara laki-laki lanjut usia dimulai dengan
pertumbuhan sel epitel dan stroma baik dari zona transisi maupun daerah
periuretra. Penyakit ini dimulai dari terjadinya hiperplasia sel stroma dan sel epitel
laki-laki yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan
testosterone, disamping itu, pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola diet,
BPH merupakan pembesaran prostat yang timbul dari proliferasi stroma dan
epitel, pada manusia proses proliferasi ini terjadi secara eksklusif di zona transisi
pada prostat. Manifestasi klinis dari pembesaran prostat termasuk gejala saluran
kemih yang tidak lengkap, retensi urin akut dan kronis, infeksi saluran kemih
8
9
mempengaruhi prostat dan kandung kemih yang memiliki manifestasi klinis yang
sama.9
prostat memiliki berat normal ±20 gram pada orang dewasa. Jaringan prostat
terdiri dari dua komponen dasar yaitu komponen kelenjar yang terdiri dari saluran
Secretory dan Asini dan komponen stroma yang terutama terdiri dari kolagen dan
peningkatan tonus otot polos dari stroma. Sedangkan fase perkembangan dari
BPH terdiri dari peningkatan nodul BPH di zona periuretra dan fase peningkatan
yang signifikan dari ukuran nodul kelenjar. Kompresi fisik uretra dapat
kemih, proses ini melalui dua mekanisme yang berbeda, pertama peningkatan
volume prostat, yang disebut komponen statis dan kedua peningkatan tonus otot
polos stroma, yang disebut komponen dinamis. Pada gilirannya, dapat muncul
secara klinis sebagai gejala LUTS, infeksi saluran kemih, Acute Urinary Retention
(AUR), gagal ginjal hematuria, dan batu kandung kemih. Laki-laki dengan BPH
Kejadian BPH pada umumnya dimulai diatas usia 50 tahun, kasus BPH
mempengaruhi 70% laki-laki di Amerika yang berusia 60-69 tahun dan 80% dari
10
mereka yang berusia 70 tahun atau lebih. Tren ini menunjukkan peningkatan yang
substansial dalam jumlah insiden dan prevalensi kasus BPH beberapa dekade
mendatang.11 Angka yang pasti kejadian BPH di Indonesia belum pernah diteliti,
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-
mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari obstruksi pada leher
komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan
oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS, yang terdiri atas gejala obstruksi
urine menetes (Dribbling); hingga gejala yang paling berat adalah retensi urin.9
pemeriksaan fisik dan colok dubur, sedangkan untuk pemeriksaan penunjang bisa
Antigen (PSA), pancaran urine, Residu urine dan pencitraan uretrosistoskopi serta
urodinamik. Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki kualitas hidup
pasien. Terapi yang didiskusikan dengan pasien tergantung pada derajat keluhan,
11
(kondisi khusus). Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting
tetap diawasi oleh dokter. Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan
skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari.
makan malam.
kandung kemih
fenilpropanolamin
5. Penanganan konstipasi
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7. Jenis
Prostate (TURP), Laser Prostatektomi dan Operasi Terbuka hanya pada BPH
yang sudah menimbulkan komplikasi, seperti (retensi urine akut, gagal Trial
12
disebabkan oleh obstruksi akibat BPH dan perubahan patologis pada kandung
III, depresi merupakan suatu suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala
utama mood yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya
aktifitas, serta beberapa gejala lainnya seperti konsentrasi dan perhatian yang
berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang perasaan
bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan atau
perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur yang terganggu dan
Depresi adalah kondisi umum yang berdampak buruk dan negatif pada
kualitas hidup, dengan perkiraan prevalensi seumur hidup sebesar 16,5%. Depresi
ini juga telah diidentifikasi antara depresi dan diagnosis urologis seperti
inkontinensia, gejala BPH dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup dan depresi.
Selain itu, gejala depresi juga berhubungan dengan pengobatan BPH. Banyak
memiliki peran putatif dalam pengembangan BPH. Lebih lanjut, depresi dapat
selama hidup sehari-hari. Hubungan penting antara BPH dan depresi, dimana
depresi secara signifikan dikaitkan dengan tingkat keparahan penyakit serta juga
pada persepsi diri, kepatuhan pengobatan, strategi koping dan status klinis dalam
penyakit BPH, hubungan juga telah diidentifikasi antara depresi dan diagnosis
hidup dan depresi, dan literatur sangat menunjukkan bahwa mungkin juga ada
hubungan patofisiologis antara BPH dan depresi, Selain itu, gejala depresi juga
pengembangan LUTS sekunder akibat BPH. Lebih lanjut, depresi dapat menjadi
penghalang untuk pengobatan yang efektif untuk pasien BPH. Pemahaman yang
lebih baik tentang hubungan antara BPH dan depresi dapat mengarah pada
menjelaskan hubungan antara depresi dan LUTS sekunder akibat BPH. Salah satu
penyebab umum dari kedua penyakit ini. Diketahui dengan baik bahwa
reaktif, interleukin-6, dan tumor necrosis factor-α. Jalur inflamasi ini mungkin
juga berkontribusi pada hubungan antara depresi dan keadaan penyakit inflamasi
lainnya. Ada spekulasi bahwa depresi dan LUTS sekunder akibat BPH terkait
berkontribusi pada perkembangan gejala klinis dan bahkan hasil pengobatan pada
pasien dengan LUTS sekunder akibat BPH. Ada kemungkinan bahwa faktor lain,
yang menarik antara sistem serotonin pusat dan perifer,norepinefrin, dan fungsi
disetujui untuk pengobatan inkontinensia urin di Eropa pada tahun 2004. Telah
detrusor over-activity, yang berhasil dibalik oleh fluoxetin. Penelitian lain juga
efek utama pelepasan norepinephrine dari terminal saraf simpatis adalah pada
kontraksi uretra yang dimediasi melalui reseptor α1- dan α2-adrenergik. Oleh
bahwa depresi yang dialami oleh orang dengan BPH bukanlah entitas yang
meningkatkan resiko depresi, dan orang yang depresi memperburuk kondisi gejala
BPH yang dialami. Kerabat derajat pertama dari individu dengan depresi berat 2
hingga 3 kali lebih mungkin untuk mengalami depresi. Dari studi Epidemiologi
Nonhispanic White, Nonhispanic Black, and Hispanic, gejala depresi paling kuat
16
pada laki-laki Hispanik. Gejala depresi secara bermakna juga dikaitkan dengan
seperti latar belakang etnis, dapat berperan dalam hubungan ini. 11,14
penyakit kronis seperti depresi pada pasien BPH Mekanisme koping seperti itu
penting baik dalam periode stres akut ataupun keadaan darurat. 15,16
bermanfaat. Misalnya, dalam sebuah studi tentang mekanisme koping dan depresi
pada laki-laki lanjut usia yang sakit medis, sebagian besar responden mencari
kenyamanan dalam keyakinan dan praktik keagamaan. Hal ini pada gilirannya
juga terkait dengan pemahaman pasien tentang penyakit serta gejalanya dan cara
lebih aktif, koping religius, dan menyalahkan diri sendiri, sedangkan persepsi
Oleh karena itu, perilaku koping dipengaruhi oleh sejumlah parameter dan
selama dua dekade terakhir dan bukti menunjukkan bahwa peradangan berperan
dalam depresi. Bukti yang mengaitkan inflamasi dengan depresi berasal dari tiga
dengan depresi, bahkan tanpa adanya penyakit, kedua kejadian bersama depresi
basal. Kesamaan antara perilaku penyakit yang diinduksi sitokin dan depresi lebih
jauh mendukung peran peradangan dalam depresi serta berhasilnya efek anti
Efek samping obat yang digunakan untuk pengobatan BPH dan prosedur
dikaitkan dengan prevalensi depresi 1,52 kali lebih tinggi. 5-αRI dapat
Prostatic Hyperplasia
1. Umur
Keprihatinan yang meningkat mengenai depresi pada umur yang lebih tua
dengan penyakit kronis telah lama diamati diseluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri
bahwa umur mempengaruhi depresi pada pasien BPH, semakin meningkat maka
resiko depresi akan semakin besar. Studi yang dilakukan oleh Barbara dkk pada
tahun 2015 di Polandia, dari 4035 orang yang berpartisipasi maka didapatkan 22,4
antara 61-80 tahun sebanyak 22,8 %. Sejalan dengan prevalensi BPH yang
2. Lama sakit
Tingkat keparahan gejala pada BPH bisa berbeda pada tiap penderita,
menderita BPH akan semakin meningkatkan beban pikiran, biaya dan stres yang
dialami. Studi yang dilakukan oleh Barbara dkk pada tahun 2015 di Polandia,
dengan menggunakan alat ukur BDI, dari 4035 orang yang berpartisipasi orang
dengan BPH maka didapatkan 22,4% mengalami depresi. dijumpai bahwa faktor
lama sakit berhubungan dengan depresi pada orang dengan BPH. Dijumpai lama
sakit <1 tahun 0%, 1-2 tahun 0,8%, 3-5 tahun 2.3%, dan >5 tahun 3 % mengalami
3. Lama pendidikan
Pada pasien BPH membutuhkan perawatan diri, semakin tua usia maka
akan semakin rendah perolehan pengetahuan yang dimiliki. Pada studi park dan
19
mereka tentang BPH kurang, sehingga mereka mungkin lebih rentan terhadap
depresi.18
4. Status pernikahan
Sung dkk pada tahun 2015 di Korea dijumpai status pernikahan yang buruk
(perceraian, janda, duda) menjadi salah satu faktor terjadinya depresi pada orang
dengan BPH. Status pernikahan terkait dengan dukungan keluarga dan sosial.
depresi.15
Gaya hidup yang tidak sehat dan obesitas, adalah beberapa faktor yang
mengalami kesehatan fisik yang lebih buruk dan lebih banyak cenderung diet.
Kedua faktor tersebut dikaitkan dengan depresi. Pada studi yang dilakukan oleh
Barbara dkk pada tahun 2015 di Polandia, dari 4035 orang yang berpartisipasi
6. Diabetes mellitus
depresi pada pasien BPH, seiring dengan bertambahnya usia dan juga dipengaruhi
oleh penyakit penyerta seperti penyakit DM. Studi yang dilakukan oleh Barbara
20
dkk pada tahun 2015 di Polandia, menunjukkan bahwa 22,4% pasien yang dirawat
penyakit penyerta yang salah satunya penyakit DM. 4,11 Diabetes yang tidak
terkait dengan frekuensi kencing dan nokturia dan juga mempengaruhi melalui
saluran kemih bagian bawah melalui kandung kemih. tetapi juga pertumbuhan
prostat. Hal ini diduga menjadi alasan bahwa pada pasien BPH dengan DM akan
7. Hipertensi
kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan yang lebih buruk. Hubungan
melibatkan efek fisiologis dan perilaku dari depresi. Antara 31-45% pasien
dengan coronary artery disease (CAD), termasuk mereka dengan CAD stabil,
angina tidak stabil, atau infark miokard dan hipertensi menderita gejala depresi
yang signifikan secara klinis.20 Studi yang dilakukan oleh Barbara dkk pada tahun
pasien BPH berhubungan dengan usia yang lebih tua, tingkat pendidikan yang
utama, terutama pada laki-laki lanjut usia. Salah satu faktor risiko yang mungkin
untuk penyakit ginjal kronis adalah penyakit BPH. gejala yang berhubungan
dengan obstruksi kandung kemih merupakan faktor risiko penyakit ginjal kronis. 21
Depresi sangat umum dihubungkan dengan kualitas hidup yang buruk dan
peningkatan mortalitas di antara orang yang lebih tua dengan CKD, sebagian
Depresi menjadi bagian penting pada pasien gagal ginjal dengan dengan BPH,
berhubungan dengan usia yang lebih tua, tingkat pendidikan yang lebih rendah,
obesitas, obesitas viseral, penyakit arteri koroner, infark miokard atau stroke masa
lalu, gagal jantung, diabetes dan penyakit ginjal kronis). Studi menunjukkan
bahwa 22,4% pasien yang dirawat karena BPH memiliki depresi, dan 71,9%
9. Disfungsi ereksi
ditemukan pada mereka yang berusia di atas 40 tahun. Hal yang sama berlaku
untuk gejala saluran kemih yang disebabkan oleh BPH. Fungsi kemih dan ereksi
dapat dipengaruhi oleh perubahan tonus otot polos yang disebabkan oleh
peningkatan respon adrenergik. Disfungsi ereksi telah dan terus menjadi perhatian
pada morbiditas dan mortalitas, hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup
menyebabkan frustrasi, depresi dan kecemasan individu yang terkena dampak dan
konsisten untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk
kinerja seksual yang memuaskan. Depresi adalah masalah kesehatan yang sangat
orang dengan BPH dibandingkan dengan pasien yang hanya mengalami BPH
tampa terjadi penurunan libido dengan nilai p<0,001. Hal yan serupa terjadi
dan buang air kecil dalam waktu lama. Nokturia adalah LUTS yang paling
sering dilaporkan pada BPH. Gejala saluran kemih bagian bawah LUTS terjadi
sebanyak > 80% dijumpai pada laki-laki berusia 50-80 tahun. Oleh karena itu,
cukup banyak laki-laki lanjut usia dengan BPH juga menderita LUTS. BPH diakui
sebagai penyebab utama LUTS. Nokturia merupakan salah satu faktor risiko
LUTS untuk depresi karena mengganggu tidur pada malam hari. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa LUTS yang relevan dengan BPH berkaitan
23
erat dengan usia, depresi, dan kualitas hidup. Kualitas hidup menurun dengan
merasa malu dan tidak percaya diri atas penyakit yang diderita. Selain itu, LUTS
tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup pasien, tetapi juga anggota keluarga.
Studi yang dilakukan oleh Won dkk pada tahun 2015 di Korea mengungkapkan
bahwa kejadian dan keparahan depresi pada pasien BPH berhubungan dengan
Instrumen BDI-II pertama kali dikembangkan pada tahun 1961 oleh Aaron
dikembangkan alat ukur BDI adalah untuk mengukur gejala dan keparahan
revisi substansial dari BDI-IA yang asli dan yang direvisi, pada BDI-II hal-hal
yang berkaitan dengan penurunan berat badan, citra tubuh, hipokondria, dan
and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV). Alat ukur
ini divalidasi dengan menggunakan sampel mahasiswa, orang dengan rawat jalan
psikiatri dewasa, dan orang dengan rawat jalan psikiatri remaja. Jumlah
pertanyaan pada BDI-II terdapat 21 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi
alat ukur ini adalah 5 sampai dengan 10 menit dan pengisian secara lisan selama
24
15 menit. Pedoman interpretasi dari BDI-II adalah 0-13: normal, 14–19: depresi
ringan, 20–28: depresi sedang, dan 29–63: depresi berat. Alat ukur ini memilki
yang dilaporkan adalah 0,92 untuk orang dengan rawat jalan dan 0,93 untuk
terhadap perubahan pada BDI-II telah terbukti sensitif terhadap perubahan depresi
klinis minimal penting, 10-19 poin perbedaan sedang, dan ≥20 poin perbedaan
besar.24 Telah dilakukan uji validitas BDI-II versi Indonesia oleh Ginting dkk pada
tahun 2012 yang dilakukan pada populasi sehat, orang dengan Coronary Heart
Disease (CHD) dan orang dengan depresi. Dari hasil studi didapati nilai
cronbach’s α untuk BDI-II versi Indonesia adalah 0,90 untuk peserta yang sehat,
0,87 untuk CHD, dan 0,91 untuk orang dengan depresi. Pola keseluruhan dari
hasil studi menunjukkan validitas BDI-II versi Indonesia dapat digunakan sebagai
dapat diterima.25
Keluhan LUTS yang disebabkan oleh BPH sering terjadi pada laki-laki
dalam pengobatan dan tindak lanjut dalam praktek klinik maupun dalam
gejala tersebut. Hingga saat ini IPSS sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa
divalidasi untuk memastikannya memiliki arti dan maksud yang sama dengan
IPSS versi bahasa Inggris Amerika yang dibuat oleh American Urological
validitas dan realibilitas kedalam versi Bahasa Indonesia oleh Sthephanus dkk
dimanado pada tahun 2019, memiliki validitas dan reabilitas yang baik. Validasi
IPSS diuji dengan mengorelasikan hasil skor IPSS yang didapat dengan skor
kualitas hidup (Quality of Life). Reliabilitas IPSS diuji melalui dua cara yaitu
dengan uji konsistensi internal dan uji test retest pada kelompok subyek. Hasil uji
korelasi Pearson mendapatkan semua nilai korelasi memiliki nilai p <0,05, jadi ke
8 pertanyan yang terdapat dalam IPSS yang digunakan pada pasien yang belum
yang sangat tinggi. Hasil uji t pada kelompok uji sebelum dan setelah menjalani
tindakan TURP dengan nilai p<0,001. maksud, serta fungsi yang sama dengan
versi WHO, serta memiliki sensitivitas terhadap perubahan gejala pada penderita
BPH dari sebelum dan setelah menjalani TURP.26 IPSS terdiri atas 7 pertanyaan
yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Berat -
26
diperoleh, yaitu: skor 0-7: ringan, skor 8-19: sedang, dan skor 20-35: berat.3
Disfungsi seksual sebagai salah satu yang paling umum di dunia yang
mempengaruhi sekitar 30% populasi laki-laki global, disfungsi ereksi telah dan
penyakit pada tahun 2019 dilaporkan mencapai 35,6% dari populasi laki-laki.
frustrasi, depresi dan kecemasan individu yang terkena dampak dan calon
diagnosis yang tepat. Kuesioner penilaian diri adalah alat yang lebih efektif untuk
mengevaluasi masalah terkait seksual pada laki-laki Ini berisi 15 pertanyaan yang
efektif dan tepat untuk mendiagnosis masalah yang berkaitan dengan masalah
seksual, karena mudah dipahami oleh pasien. Ini memenuhi kriteria psikometri
spesifisitas yang tinggi, dan sangat terkait dengan pengukuran hasil pengobatan
lainnya.27
27
dilakukan uji validasi dan reabilitas versi bahasa Indonesia pada penderita
disfungsi ereksi oleh Ikbal Yudhistira pada tahun 2015. Tingkat validitas yang
sangat baik berdasarkan skor r yang jauh lebih tinggi dengan nilai r>0,254 dan
nilai p<0,01. Sebagian besar domain menunjukkan homogenitas yang sangat baik
dan hasrat seksual (α = 0,631) sedikit lebih rendah dibandingkan ke domain lain.
Namun demikian, konsistensinya tetap masih dapat diterima. Sebagian besar juga
dianggap reliable, dapat menentukan bahwa itu valid, konsisten, dan dapat
diandalkan.27
menghasilkan skor maksimum 10 poin, dan hasil di bawah 9 poin dianggap tidak
menghasilkan skor maksimum 15 poin, dan nilai ambang batas adalah 13 poin.
Benign Prostatic
Hyperplasia
(BPH)
Faktor genetik
Faktor coping
mechanisms
Depresi pada orang
dengan BPH
Faktor peradangan
Faktor Obat-obatan
Sosiodemografik Komorbiditas
pada orang dengan penyakit
Lower Urinary Tract Symptoms
dengan BPH (LUTS)
kronis lainnya
29
Umur
Lama sakit
Lama Pendidikan
Status pernikahan
Diabetes Melitus
SKOR BDI-II
Hipertensi
Disfungsi ereksi
LUTS
(BPH)
5. Status pernikahan Dibedakan atas masih dalam Kartu identitas -Menikah Nominal
ikatan pernikahan (menikah), pasien
dan tidak dalam ikatan -Tidak
perkawinan /duda, atau tidak menikah
menikah.
6. Indeks massa Penilaian untuk mengetahui Timbangan kg/m2 Numerik
tubuh tingkat keidealan tubuh berat badan
seseorang sesuai dengan yang tersedia
di instalasi
tinggi badan dan berat badan
rawat jalan
yang dimiliki. IMT= BB
(TB)2
METODOLOGI PENELITIAN
II.29
3.3. Populasi
November 2021
3.4. Sampel
Dr. Pirngadi Medan periode September – November 2021 yang memenuhi kriteria
32
33
Kriteria Inklusi
1. Usia ≥ 50 Tahun
2. Kooperatif
Kriteria Eksklusi
Pada studi ini terdapat 10 variabel bebas, dan dalam menentukan rumus
besar sampel ini akan dicari hubungan bivariat untuk setiap variabel bebas,
kemudian besar sampel yang paling banyak yang akan menjadi besar sampel pada
studi ini. Untuk variabel bebas berskala kategorik akan digunakan diagnosis
penelitian analitik komparatif numerik tidak berpasangan dua kelompok satu kali
multivariat prediktif numerik satu kali pengukuran. Cara yang pertama adalah
prediktif numerik satu kali pengukuran. Setelah itu, kita tetap harus menghitung
tergantung. Kemudian penentuan besar sampel akan dilihat jumlah besar sampel
Langkah Pertama
Dengan menetapkan kesalahan tipe satu 5% dan kesalahan tipe dua 20%
untuk hipotesis dua arah serta koefisien determinasi 0,25 adalah 54 subjek. 29
Langkah kedua
besar sampel untuk hubungan bivariatnya untuk setiap variabel bebas, seperti
diketahui bahwa variabel bebas pada penelitian terdiri dari variabel kategorik dan
variabel numerik.29
numerik tidak berpasangan dua kelompok satu kali pengukuran, maka terlebih
adalah :
n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x Sg) 2
x1-x2
gabungan), sedangkan yang ditetapkan peneliti adalah zα, zβ, dan x1-x2, oleh
melalui judgement peneliti yaitu nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah
21, pada rating scale, biasanya minimal perbaikan ditentukan melalui partial
dipertimbangkan selisih minimal rerata yang dianggap bermakna secara logis dan
Skor BDI II
n1+n2-2
(sg)2 = 37,95
Sg = √37,95
Sg = 6,16
n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x S) 2
x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 6,16)
4,2
n1 = n2 = 33,78 34
Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variabel status
pernikahan adalah 34 untuk setiap kelompok.
Skor BDI II
9+11-2
Sg = √71,13
Sg = 8,43
x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 8,43)
4.2
n1 = n2 = 33,16 34
Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variable variabel
Skor BDI II
(sg)2 = 67,87
Sg = √67,87
38
Sg = 8,24
n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x S) 2
x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 8,24)
4.2
n1 = n2 = 38,28 39
Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variabel riwayat Chronic
Variabel Hipertensi
Skor BDI II
Sg = √53,33
Sg = 7,30
n1 = n2 = 2 x (zα+zβ) x S) 2
x1-x2
2
n1 = n2 = 2 x (1,96+0,84) x 7,30)
4,2
n1 = n2 = 47,72 48
Jadi jumlah besar sampel minimal yang digunakan untuk variable hipertensi
Keterangan:
n = jumlah subjek
Variabel umur
Skor BDI II
=8
Skor BDI II
= 34
Skor BDI II
= 7,938
41
Variabel IMT
Skor BDI II
= 118,99 119
Variabel IIF-5
Skor BDI
= 19
Variabel IPSS
Skor BDI
= 9,15 10
Berdasarkan beberapa rumus besar sampel diatas disimpulkan bahwa jumlah besar
sampling.29
Dr. Pirngadi Medan yang memenuhi kriteria Inklusi dan eksklusi akan diberikan
itu akan dilakukan wawancara dan anamnesa serta menilai skor depresinya
IPSS dan disfungsi ereksi dengan kuesioner skor IIEF-15. Setelah itu, data
Inklusi Eksklusi
Inform consent
Analisa Data
Variabel bebas berskala numerik: umur, lama sakit, lama pendidikan, IMT, skor
langkah-langkah:
1. Pemeriksaan data
pengisian.
2. Pemberian kode
Kelengkapan data diperiksa dan diberi kode dengan cara merubah data dari
bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka. Pemberian kode ini berguna
3. Pemasukan data
Data yang telah diberi kode berguna mempermudah analisa data dan
4. Tabulasi data
5. Analisis data
Analisis regresi linier hanya dapat digunakan apabila syarat-syarat uji regresi
linier terpenuhi, adapun syarat regresi linier diantaranya adalah sebaran residu
toleransi) pada variabel bebas, serta hubungan variabel bebas dan terikat
45
adalah linier (pembuktian dengan grafik scatter antara variabel bebas dengan
variabel tergantung).30
salah satu dari variabel bebas atau variabel numerik berdistribusi normal, akan
dilakukan uji Pearson, dan apabila kedua variabel tidak berdistribusi normal maka
akan dilakukan uji Spearman. Apabila korelasi variabel bebas mempunyai nilai
p<0,25 maka, variabel bebas tersebut memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam
3. Analisis multivariat
4. Resume analisis
5. Melaporkan analisis
3. Analisis multivariat
4. Resume analisis
5. Melaporkan analisis
46
dari Komite Etik Penelitian dari Universitas Sumatera Utara dengan nomor:
278/KEP/USU/2021.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 disajikan untuk menjawab tujuan khusus pertama, yaitu untuk
variabel kategorik yang dibahas di tabel 4.1 adalah status pernikahan, DM,
hipertensi dan CKD. Data kategorik disajikan dalam jumlah (n) dan persentase
31
(%).
Variabel numerik yang dibahas pada tabel 4.1 adalah umur, lama sakit,
47
48
lama pendidikan, IMT, Skor IIEF-15 dan Skor IPSS. Variabel numerik disajikan
dalam pemusatan (rerata) dan penyebaran (simpang baku) karena didapati data
berdistribusi normal dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan pada studi ini jumlah
sampel adalah n=119, dimana nilai p>0,05 yaitu variabel umur, variabel Skor
IIFF–15 dan variabel Skor IPSS. Selebihnya variabel numerik disajikan dalam
berdistribusi tidak normal dengan uji Kolmogorov- Smirnov dan pada studi ini
32
jumlah sampel adalah n=119 dimana nilai p<0,05 untuk setiap variabel.
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa variabel status pernikahan yang terbanyak
adalah tidak menikah 66 subjek (55,5%). Dari variabel DM yang terbanyak adalah
hipertensi yang terbanyak adalah ada penyakit hipertensi yaitu sebanyak 61 subjek
(51,3%). Dari variabel CKD yang terbanyak adalah tidak ada penyakit CKD
Dari tabel 4.1 juga terlihat bahwa varibel umur memiliki rerata ± simpang
baku 64,14±8,219. Nilai median(min-maks) dari variabel lama sakit adalah 4 (1–
median (min-maks) dari variabel IMT adalah 21,10 (18,50 – 23,80). Nilai rerata ±
simpang baku dari variabel Skor IPSS adalah 22,66 ± 4,261. Nilai rerata ±
Pada studi ini jumlah variabel bebas adalah 10 variabel, oleh karena itu
analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda atau analisis linier
untuk analisis regresi linier multivariat adalah deskriptif dan analisis uji
49
normalitas, analisis bivariat, analisis multivariat, resume analisis dan yang terakhir
adalah laporan hasil. Syarat untuk suatu variabel bebas diikutsertakan dalam
analisis regresi multivariat adalah untuk analisis bivariatnya dengan nilai p<0,25.
adapun pada studi ini terdapat 10 variabel bebas, diantaranya adalah 6 variabel
31,32
bebas berskala numerik dan 4 variabel bebas berskala kategorik.
Data Bivariat
Variabel rerata±s.b N r p
Skor BDI-II 21,50±8,708
Umur 64,14±8,219 119 0,471 <0,001
Uji Pearson
Pada tabel 4.2. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel
umur dilakukan uji Pearson karena variabel berdistribusi normal dan syarat
linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson didapatkan
variabel umur dengan nilai p<0,001 Karena nilai p<0,25 maka variabel umur
memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis multivariat regresi
31
linier dengan kerangka konsep prediktif.
Tabel 4.3 Analisis bivariat antara lama sakit dengan skor depresi
Uji Pearson
Pada tabel 4.3. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel
lama sakit dilakukan uji Pearson karena salah satu variabel berdistribusi normal
dan syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson
didapatkan variabel lama sakit dengan nilai p<0,001. Karena nilai p<0,25 maka
variabel lama sakit memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis
31
multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.
Tabel 4.4. Analisi bivariat antara lama pendidikan dengan skor depresi
Pada tabel 4.4. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel
lama pendidikan dilakukan uji Pearson karena salah satu variabel berdistribusi
normal dan syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji
Pearson didapatkan variabel lama pendidikan dengan nilai p=0.286. Variabel lama
Tabel 4.5. Analisi bivariat antara status pernikahan dengan skor depresi
Pada tabel 4.5. untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel
pernikahan tidak berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi
normal, maka dilakukan uji Mann-Whitney U. Hasil dari uji Mann- Whitney U
Pada tabel 4.6. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel
IMT dilakukan uji Pearson karena salah satu variabel berdistribusi normal dan
syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson
didapatkan variabel IMT dengan nilai p<0,001. Karena nilai p<0,25 maka variabel
IMT memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis multivariat
31
regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.
Variabel rerata±s.b n p
Riwayat DM
52
Pada tabel 4.7 untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel
berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi normal, maka
riwayat DM dengan nilai p<0,001. Karena nilai p<0,25 maka variabel riwayat DM
memenuhi syarat untuk dapat dimasukan kedalam uji analisis multivariat regresi
31
linier dengan kerangka konsep prediktif.
Tabel 4.8. Analisi bivariat antara riwayat hipertensi dengan skor depresi
Variabel rerata±s.b n p
Riwayat hipertensi
- Ada 21,56±9,124 61 0,937
- Tidak ada 21,43±8,327 58
uji t independent
Pada tabel 4.8. untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel
hipertensi berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi normal,
maka dilakukan uji t-independent. Hasil dari uji t independent didapatkan variabel
Tabel 4.9. Analisi bivariat antara riwayat CKD dengan skor depresi
Variabel rerata±s.b n p
Riwayat CKD
- Ada 23,57±3,409 7 0,518
- Tidak ada 21,37±8,927 112
uji t independent
Pada tabel 4.9. untuk variabel bebas yang berskala kategorik yaitu variabel
riwayat CKD, terdiri dari hanya 2 kelompok. Karena variabel riwayat CKD
berdistribusi normal dan variabel total skor BDI-II berdistribusi normal, maka
riwayat CKD dengan nilai p=0,518. Variabel riwayat CKD tidak memenuhi syarat
Tabel 4.10. Analisi bivariat antar skor IIEF-15 dengan skor depresi
Variabel rerata±s.b n r p
Skor BDI-II 21,50±8,708
119 -0,453 <0,001
Skor IIEF-15 22,66±4,261
Uji Pearson
Pada tabel 4.10. untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel
Skor IIEF-15 dilakukan uji Pearson karena variabel berdistribusi normal dan
syarat linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson
didapatkan variabel Skor IIEF-15 dengan nilai p<0,001 Karena nilai p<0,25 maka
variabel Skor IIEF-15 memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji
31
analisis multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.
54
Tabel 4.11. Analisi bivariat antar skor IPSS dengan skor depresi
Variabel rerata±s.b n r p
Skor BDI-II 21,50±8,708
119 0,427 <0,001
Skor IPSS 15,57±7,136
Uji Pearson
Pada tabel 4.11 untuk variabel bebas yang berskala numerik yaitu variabel
Skor IPSS dilakukan uji Pearson karena variabel berdistribusi normal dan syarat
linearitas terpenuhi dengan total skor BDI-II. Hasil dari uji Pearson didapatkan
variabel Skor IPSS dengan nilai p<0,001 Karena nilai p<0,25 maka variabel Skor
IPSS memenuhi syarat untuk dapat dimasukan ke dalam uji analisis multivariat
31
regresi linier dengan kerangka konsep prediktif.
Data Multivariat
apabila telah memenuhi syarat-syarat untuk melakukan uji regresi linier yaitu
syarat dari residu, variabel tergantung, variabel bebas, dan hubungan variabel
31
tergantung dengan variabel bebas.
program SPSS akan menyaring data dari variabel bebas yang mempunyai
autokorelasi serta tidak bermakna secara statistik sampai ditemukan model yang
paling sesuai secara statistik. Sebelumnya pada data SPSS III.2.2 terlihat bahwa
nilai Anova <0,01, yang artinya setidaknya terdapat 1 variabel bebas yang
signifikan secara statistik. Oleh karena itu kita kemudian dapat melanjutkan untuk
31
melihat model summary dengan satu koefisien determinasi yang terbaik.
55
Model Summaryc
Pada tabel 4.12 terlihat bahwa model 1 merupakan model dengan koefisien
determinasi yang tertinggi yaitu 54,9%. Walaupun demikian merujuk pada tabel
koefisien model 1 (SPSS III.1.1) terlihat bahwa model tersebut belum fit. Hal
tersebut dikarenakan terdapatnya satu variabel bebas dengan nilai p>0,05 yaitu
variabel IMT denga nilai p=0,144 maka untuk memperoleh model multivariat
regresi linier yang fit, disarankan untuk membuang variabel bebas yang paling
statistik maka diputuskan untuk membuat analisis regresi linier yang baru, dengan
membuang variabel IMT karena variabel ini merupakan variabel yang paling tidak
31
bermakna dengan nilai p=0,144.
56
Model Summaryb
Pada tabel 4.13. setelah analisis regresi linier diulang dengan membuang
variabel IMT maka dari tabel terlihat bahwa model 1 merupakan model dengan
koefisien determinasi yang tertinggi yaitu 54,4% terlihat merupakan model yang
31
fit karena tidak terdapat autokorelasi dimana nilai tolerance>0,4.
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 7.42 33.32 21.50 6.538 119
Residual -15.602 14.169 .000 5.752 119
Std. Predicted Value -2.153 1.808 .000 1.000 119
Std. Residual -2.654 2.410 .000 .979 119
Pada tabel 4.14. untuk syarat dari residu adalah sebaran residu harus
normal, rerata residu nol, tidak ada outlier, konstan (homoscedasticity), dan
independent. Dari grafik histogram dan plot terlihat bahwa sebaran tersebut
itu dapat disimpulkan bahwa sebaran residu adalah normal. Dari gambar tabel
4.14 terlihat bahwa rerata residu adalah 0 oleh karena itu syarat rerata residu 0
sudah terpenuhi. Dari tabel 4.14 juga terlihat bahwa nilai minimum -2,654 dan
nilai maksimum adalah 2,410 dan simpang baku adalah 0,979 oleh karena itu
syarat tidak ada outlier juga terpenuhi yaitu dimana nilai rentang residu didalam
simpang baku -3 dan simpang baku 3. Selain itu dari terlihat bahwa nilai Durbin-
57
Watson pada tabel 4.13. model summary adalah 2,273 sehingga syarat
independent dari residu terpenuhi, yaitu di sekitar angka 2. Dari data SPSS III.2.6.
juga terlihat bahwa grafik scatter antara residu dengan variabel bebas adalah
31
konstan yaitu tidak membentuk pola tertentu.
Untuk syarat dari variabel tergantung (skor depresi) telah memenuhi syarat
dilakukan uji regresi linier yakni berdistrubusi normal. Dan pada studi ini telah
Hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung juga dengan kesan linier
sehingga syarat ini juga telah terpenuhi. Pada tabel 4.13. terlihat bahwa model
yang mempunyai nilai koefisien determinasi yang terbaik yaitu model 1 sebesar
54,4%. Dari data SPSS III.2.3. model 1 menunjukkan tidak ada nilai tolerance
Multivariat
Kedua
Model Didapatkan model yang terdiri Model ini diperoleh setelah
dari Skor IIEF-15, umur, Skor semua variabel dikeluarkan
IPSS, riwayat DM dan lama secara bertahap dengan metode
sakit backward
Pengujian Linearitas : terpenuhi Scatter memberikan kesan linier
asumsi Normalitas : terpenuhi Grafik histogram dan plot
memberikan kesan normal
(lampiran)
Rerata residu nol : terpenuhi Rerata = 0
Residu tidak ada outlier : Rentang nilai residu -3 s.d. 3
terpenuhi simpang baku
Residu konstan : terpenuhi Grafik tidak membentuk pola
tertentu (lampiran)
Independent : terpenuhi Nilai Durbin-Watson mendekati 2
Tidak ada multikolineariti : Toleransi > 0,4
terpenuhi
Persamaan Skor Depresi = 10,22 + 0,29*
regresi umur + -0,64* Skor IIEF-15 +
0,30* Skor IPSS + 0,97* lama
sakit + 4,05* riwayat DM
Adjusted R 54,4% Kemampuan hubungan umur,
Skor IIEF-15, Skor IPSS, lama
sakit dan riwayat DM untuk
menjelaskan hubungan dengan
skor depresi
Koefisien Umur = 0,278 Kekuatan korelasi positif lemah
korelasi Skor IIEF-15 = -0,296 Kekuatan korelasi negatif lemah
Skor IPSS = 0,249 Kekuatan korelasi positif lemah
lama sakit = 0,221 Kekuatan korelasi positif lemah
riwayat DM = 0,228 Kekuatan korelasi positif lemah
59
regresi linier berdasarkan tabel resume analisis regresi linier, Skor Depresi =
10,22 + 0,29* umur + -0,64* Skor IIEF-15 + 0,30* Skor IPSS + 0,97* lama sakit
dan 4,05* riwayat DM. Semua asumsi regresi linier seperti linearitas, normalitas,
residu nol, residu tidak ada outlier, independent, konstan (homoscedasticity) telah
31
terpenuhi.
Gambar 4.2. Normal P-P plot untuk melihat asumsi normalitas dari residu
60
Tabel 4.16. disajikan untuk menjawab hipotesis tentang skor depresi. Oleh
karena itu dari hasil tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang sangat bermakna antara variabel umur dan skor depresi p<0,001, terdapat
hubungan yang sangat bermakna antara Skor IIEF-15 dan skor depresi p<0,001,
terdapat hubungan yang sangat bermakna antara Skor IPSS dan skor depresi
p<0,001, terdapat hubungan yang bermakna antara dan skor depresi p=0,001 dan
terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat DM dan skor depresi p=0,001
31
pada orang dengan BPH.
BAB V
DISKUSI
variabel bebas studi ini merupakan studi multivariat karena variabel bebas pada
studi ini lebih dari satu. Berdasarkan segi waktu penelitian ini merupakan potong
lintang. Diagnosis penelitian untuk pertanyaan utama pada studi ini adalah regresi
linier dengan kerangkan konsep prediktif karena studi ini berusaha untuk mencari
hubungan dari beberapa faktor variabel bebas terhadap variabel tergantung, serta
31,33
variabel tergantung pada studi ini berskala numerik yaitu skor depresi.
Studi ini dilaksanakan di Rumah sakit umum dr. Pirngadi Medan bulan
September–November 2021, dimana subjek dari studi ini adalah sebanyak 119
subjek orang dengan BPH yang berobat di poli bedah urologi Rumah sakit umum
dr. Pirngadi Medan selama bulan bulan September sampai dengan November
2021. Penentuan besar sampel dari subjek penelitian ditentukan berdasarkan studi
pendahuluan.
Studi ini tidak tersedia sampling frame, maka cara pengambilan sampel
karena itu cara pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan cara non
dengan probability sampling. Dimana setiap subjek penelitian yang datang secara
berurutan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta setuju untuk ikut
61
62
33
ini. Uji statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS versi
22.
penelitian ini adalah terdapat hubungan antara umur, lama sakit, lama pendidikan,
status pernikahan, IMT, riwayat DM, riwayat hipertensi, riwayat CKD, Skor IIEF-
15 dan Skor IPSS pada orang dengan BPH yang berobat di instalasi rawat jalan
bedah urologi.
Varibel bebas pada studi multivariat ini yang memenuhi syarat untuk
prediktif adalah variabel umur, IMT, Skor IIEF-15, Skor IPSS, lama sakit dan
riwayat DM, karena variabel ini memiliki nilai p<0,25. Selanjutnya semua
metode backward untuk analisis, yang artinya akan dicari suatu model yang
dilakukan dua kali analisis multivariat, karena sudah tercapai suatu model yang
fit, variabel bebas yang tersisa sudah menunjukkan nilai yang bermakna dengan
nilai p<0.05.32
Hasil dari studi terlihat bahwa variabel umur, Skor IIEF-15, Skor IPSS,
lama sakit dan riwayat DM berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan
BPH. Pada Hasil studi diapatkan variabel umur memiliki koefisien korelasi positif
terhadap skor depresi yang berarti semakin tinggi umur pada orang dengan BPH
berhubungan dengan skor depresi yang lebih tinggi. Variabel skor IIEF-15 yang
63
depresi yang berarti semakin rendah Skor IIEF-15 berhubungan dengan skor
depresi yang lebih tinggi. Variabel Skor IPSS yang mengukur gejala LUTS
memiliki koefisien korelasi positif yang berarti semakin tinggi Skor IPSS
berhubungan dengan skor depresi yang lebih tinggi. Variabel lama sakit memiliki
koefisien korelasi positif yang berarti semakin lama sakit berhubungan dengan
skor depresi yang lebih tinggi. Variabel riwayat DM memiliki koefisien korelasi
yang lebih tinggi. Hasil studi ini sesuai dengan hipotesis 1,2,6,9 dan 10 diamana
terdapat hubungan anatar variabel umur, lama sakit, riwayat DM, Skor IIEF-15,
kualitas hidup banyak laki-laki dan pasangannya. Insiden disfungsi ereksi pada
signifikan dikaitkan dengan usia, dan beberapa penyakit penyerta seperti BPH.
Hubungan yang tepat dari disfungsi ereksi dan depresi tidak dipahami dengan
baik. secara teoritis mungkin bahwa hilangnya fungsi ereksi dapat memicu gejala
depresi. Perubahan pola tidur, penurunan minat dan respons terhadap aktivitas
yang menyenangkan, dan antisipasi hasil negatif adalah semua manifestasi dari
64
mengalami BPH lebih kecil kemungkinannya untuk menikah disfungsi ereksi juga
dapat mengakibatkan insiden yang lebih tinggi dari kurangnya atau kehilangan
pernikahan dan hubungan. Tidak jarang laki-laki dengan disfungsi ereksi merasa
marah, frustrasi, sedih, atau bahkan tidak percaya diri. 34 Meskipun disfungsi
seksual tidak berdampak langsung pada morbiditas dan mortalitas, hal ini sangat
Keprihatinan yang meningkat mengenai depresi pada umur yang lebih tua
dengan penyakit kronis telah lama diamati diseluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri
bahwa umur mempengaruhi depresi pada pasien BPH, semakin meningkat umur
maka resiko depresi akan semakin besar. Pada dasarnya BPH tumbuh pada laki-
laki yang menginjak usia tua. Prevalensi BPH meningkat secara nyata dengan
bertambahnya usia. Kejadian BPH pada umumnya dimulai diatas usia 50 tahun,
kasus BPH mempengaruhi 70% laki-laki di Amerika yang berusia 60-69 tahun
dan 80% dari mereka yang berusia 70 tahun atau lebih. 4-11 Orang dewasa lebih tua
yang depresi cenderung tidak mendukung gejala afektif dan lebih mungkin
menunjukkan perubahan kognitif, gejala somatik, dan kehilangan minat dari pada
orang dewasa yang lebih muda. Faktor risiko yang mengarah pada perkembangan
peristiwa stres. Insomnia adalah faktor risiko yang sering diabaikan untuk depresi
kehidupan lanjut, terlepas dari risiko predisposisi mana yang paling menonjol,
pada orang yang lebih tua. Faktor biologis diusia tua dapat menjelakan kondisi
utama terjadinya depresi pada usia yang lebih tua Perubahan kardiovaskular dan
neurologis yang terjadi dengan penuaan normal atau dengan penyakit terkait usia
Tidak dapat dipungkiri bahw LUTS merupakan salah satu faktor yang
sering menyebabkan depresi pada pasien BPH. Nokturia adalah LUTS yang
paling sering dilaporkan pada BPH. Nokturia merupakan salah satu faktor risiko
LUTS untuk depresi karena mengganggu tidur pada malam hari. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa LUTS yang relevan dengan BPH berkaitan
erat dengan usia, depresi, dan kualitas hidup. Kualitas hidup menurun dengan
merasa beban hidup, malu dan tidak percaya diri atas penyakit yang diderita. 1
hubungan antara depresi dan LUTS akibat BPH. Salah satu kemungkinannya
menyebabkan gejala depresi, juga dapat berkontribusi pada gejala urologis. Ada
dari kedua penyakit ini. Diketahui dengan baik bahwa peradangan berkontribusi
tumor necrosis factor-α. Jalur inflamasi ini mungkin juga berkontribusi pada
hubungan antara depresi dan keadaan penyakit inflamasi lainnya. Ada spekulasi
bahwa depresi dan LUTS sekunder akibat BPH terkait dengan neurotransmiter
perkembangan gejala klinis dan bahkan hasil pengobatan pada pasien dengan
LUTS sekunder akibat BPH. Ada kemungkinan bahwa faktor lain, seperti latar
terjadinya depresi pada pasien BPH, seiring dengan bertambahnya usia dan juga
dikaitkan dengan penyakit penyerta yang salah satunya penyakit DM.4,11 Diabetes
yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan diuresis osmotik, yang
mungkin terkait dengan frekuensi kencing dan nokturia dan juga mempengaruhi
dinamis dari fungsi saluran kemih bagian bawah melalui kandung kemih, tetapi
juga pertumbuhan prostat. Hal ini diduga menjadi alasan bahwa pada pasien BPH
Satu lagi faktor yang sangat erat kaitan dengan depresi pada pasien BPH
adalah lama sakit. Tingkat keparahan gejala pada BPH bisa berbeda pada tiap
seseorang menderita BPH akan semakin meningkatkan beban pikiran, biaya dan
stres yang dialami.4 Terkait dengan kemampuan orang dengan BPH untuk
Pada studi ini terlihat bahwa variabel umur, Skor IIEF-15, skor IPSS, lama
sakit dan riwayat DM berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH.
Hasil tersebut didapati melalui analisis multivariat sehingga terlihat apa saja
faktor yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH. Oleh
hubungan antara depresi dan BPH. Salah satu kemungkinan adalah bahwa
kronis juga mungkin merupakan penyebab umum dari kedua penyakit ini. Hal ini
α. Jalur inflamasi ini mungkin juga berkontribusi pada hubungan antara depresi
hubungan dua arah antara depresi dan keadaan penyakit inflamasi, dan ada
kemungkinan bahwa hubungan ini dapat meluas ke BPH. Ada spekulasi bahwa
68
depresi dan BPH terkait dengan neurotransmiter tertentu yang juga berperan
5.4.1 Umur
Pada studi ini rerata±s.b. dari umur adalah 64,14±8,219. Pada analisis
bivariat didapati hubungan yang sangat bermakna antara variabel umur dan total
skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001, karena nilai p<0,25
maka variabel umur dapat dimasukan kedalam uji analisis multivariat regresi
linier dengan kerangka konsep prediktif, dan setelah dilakukan analisis multivariat
terdapat hubungan yang sangat bermakna antara umur dan skor depresi pada
orang dengan BPH dengan nilai p<0,001 dan r=0,278 (kekuatan korelasi positif
lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015,
dimana variabel umur berhubungan dengan skor depresi pada pasien BPH dengan
nilai p<0,001.4 Hal ini juga sejalan dengan Studi Won dkk di Korea pada tahun
2015, dimana variabel umur berhubungan dengan skor depresi dengan nilai
p<0,001.1 Namun berbeda dengan studi Chao dkk pada tahun 2011 di Taiwan
bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan depresi pada pasien BPH
Pada studi ini median(min-maks) dari lama sakit adalah 4 (1-7). Pada
analisis bivariat, terdapat hubungan yang sangat bermakna antara variabel lama
sakit dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001, karena
nilai p<0,25 maka variabel lama sakit dapat dimasukan kedalam analisis
69
multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif dan ketika dilakukan
analisis multivariat didapati hubungan yang bermakna antara variabel lama sakit
dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p= 0,001 dan r=0,221
(kekuatan korelasi positif lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara dkk di
Polandia pada tahun 2015, dimana didapati hubungan antara lama sakit dan skor
depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001,4 Hal ini juga sejalan
dengan Studi Won dkk di Korea pada tahun 2015, dimana variabel umur
berhubungan dengan skor depresi dengan nilai p<0,001.1 Hal ini juga sejalan
dengan studi Chao dkk pada tahun 2011 di Taiwan, dimana variabel lama sakit
berhubungan dengan skor depresi dengan nilai p=0,001.5 Juga sejalan dengan
studi Claire dkk pada tahun 2015 di Amerika, dimana variabel lama sakit
tahun. Pada analisis bivariat didapati hubungan yang tidak bermakna antara
variabel lama pendidikan dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan
nilai p=0,286. Variabel lama pendidikan tidak memenuhi syarat untuk dimasukan
kedalam analisis multivariat regresi linier, dikarenakan syarat untuk nilai p<0,25
tidak terpenuhi. Hal ini sejalan dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea
pada tahun 2015 menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi
1
dengan lama pendidikan pada pasien BPH dengan nilai p=0,069. Begitu juga
Studi Young dkk di korea pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa tidak dijumpai
berbeda dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, salah satu faktor
70
Pada studi ini untuk status pernikahan pada orang dengan BPH yang
terbanyak adalah tidak menikah 66 (55,5%) dan menikah 53(44,5%). Pada analisis
bivariat didapati hubungan yang tidak bermakna antara variabel status pernikahan
dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p=0,415. Variabel
multivariat regresi linier, dikarenakan syarat untuk nilai p<0,25 tidak terpenuhi.
Hal ini sejalan dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015
juneyank dkk pada tahun 2011 di seoul korea bahwa tidak terdapat hubungan
antara status pernikahan dengan depresi pada pasien BPH. 7 Namun berbeda
dengan dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana didapati
hubungan antara status pernikahan dan skor depresi pada orang dengan BPH
5.4.5 IMT
kg/m2. Pada analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara variabel
IMT dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p=0,001, karena
nilai p<0,25 maka variabel lama sakit dapat dimasukan kedalam analisis
multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif dan ketika dilakukan
71
analisis multivariat tidak didapati hubungan yang bermakna antara variabel IMT
dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p= 0,144 dan r=0,98.
ini sejalan dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara depresi dengan IMT pada
1
pasien BPH, Namun berbeda dengan dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada
tahun 2015, dimana variabel IMT berhubungan dengan skor depresi pada pasien
Pada studi ini untuk riwayat DM pada orang dengan BPH terbanyak
adalah tidak ada riwayat DM 61,3% dan ada riwayat DM 38,7%. Pada analisis
bivariat, hasil dari uji t independent didapatkan variabel riwayat DM dengan nilai
kedalam uji analisis multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif,
antara riwayat DM dan skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p=0,001
dan r=0,228 (kekuatan korelasi positif lemah). Hal ini sejalan dengan dengan
Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana variabel riwayat DM
berhubungan dengan skor depresi pada pasien BPH dengan nilai p<0,001.4
Namun berbeda dengan studi Won dan kawan-kawan di Korea pada tahun 2015
Pada studi ini untuk riwayat hipertensi pada orang dengan BPH terbanyak
adalah ada riwayat hipertensi 51,3% dan tidak ada riwayat hipertensi 48,7%. Pada
72
analisis bivariat, hasil dari uji t independent didapatkan variabel riwayat hipertensi
dengan nilai p=0,937. Variabel riwayat hipertensi tidak memenuhi syarat untuk
nilai p<0,25 tidak terpenuhi. Hal ini sejalan dengan dengan Studi Xiong dkk di
China pada tahun 2021, dimana variabel riwayat hipertensi tidak berhubungan
dengan skor depresi pada pasien BPH dengan nilai.36 Namun berbeda dengan
Studi Barbara dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana variabel riwayat
hipertensi berhubungan dengan skor depresi pada pasien BPH dengan nilai
p<0,001.4
Pada studi ini untuk riwayat CKD pada orang dengan BPH terbanyak
adalah tidak ada riwayat CKD 94,1% dan ada riwayat CKD 5,9%. Pada analisis
bivariat, hasil dari uji t independent didapatkan variabel riwayat CKD dengan
nilai p=0,518. Variabel riwayat CKD tidak memenuhi syarat untuk dimasukan
kedalam analisis multivariat regresi linier, dikarenakan syarat untuk p<0,25 tidak
terpenuhi. Hal ini sejalan dengan dengan Studi Yang Xiong dkk di China pada
tahun 2021, dimana variabel riwayat CKD tidak berhubungan dengan skor depresi
pada pasien BPH.37 Namun berbeda dengan Studi Barbara dkk di Polandia pada
tahun 2015, dimana variabel riwayat CKD berhubungan dengan skor depresi pada
Pada studi ini rerata±s.b. dari Skor IIEF-15 adalah 22,66±4,261. Pada
analisis bivariat didapati hubungan yang sangat bermakna antara variabel Skor
IIEF-15 dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001,
73
karena nilai p<0,25 maka variabel Skor IIEF-15 dapat dimasukan kedalam uji
analisis multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif, dan setelah
Skor IIEF-15 dan skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001 dan
r=0,296 (kekuatan korelasi negatif lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara
dkk di Polandia pada tahun 2015, dimana variabel Skor IIEF-15 berhubungan
Pada studi ini rerata±s.b. dari Skor IPSS adalah 15,57±7,136. Pada
analisis bivariat didapati hubungan yang sangat bermakna antara variabel Skor
IPSS dan total skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001, karena
nilai p<0,25 maka variabel Skor IPSS dapat dimasukan kedalam uji analisis
multivariat regresi linier dengan kerangka konsep prediktif, dan setelah dilakukan
analisis multivariat terdapat hubungan yang sangat bermakna antara Skor IPSS
dan skor depresi pada orang dengan BPH dengan nilai p<0,001 dan r=0,249
(kekuatan korelasi positif lemah). Hal ini sejalan dengan Studi Barbara dkk di
Polandia pada tahun 2015, dimana variabel Skor IPSS berhubungan dengan skor
Kelebihan dari studi ini adalah alat ukur BDI-II memiliki sensifitas dan
kepustakaan, studi dengan metode dan alat ukur serupa belum pernah dilakukan di
Pulau Sumatera.
74
Keterbatasan dari studi ini adalah studi ini tidak dilakukan pada
6.1 Kesimpulan
variablel riwayat CKD yang terbanyak adalah tidak ada riwayat CKD
112 subjek (94,1%), rerata umur adalah 64,14 ± 8,219, nilai median(min-
(18,50–23,80), rerata skor IIEF-15 22,66 ± 4,261, rerata skor IPSS adalah
15,57 ± 7,136.
2. Terdapat hubungan antara umur dan skor depresi pada orang dengan
3. Terdapat hubungan antara lama sakit dan skor depresi pada orang dengan
4. Tidak terdapat hubungan antara lama pendidikan dan skor depresi pada
5. Tidak terdapat hubungan antara status pernikahan dan skor depresi pada
6. Tidak terdapat hubungan antara IMT dan skor depresi pada orang
dengan BPH
75
76
dengan BPH
8. Tidak terdapat hubungan antara riwayat hipertensi dan skor depresi pada
9. Tidak terdapat hubungan antara riwayat CKD dan skor depresi pada
10. Terdapat hubungan antara skor IIEF-15 dan skor depresi pada orang
11. Terdapat hubungan antara skor IPSS dan skor depresi pada orang dengan
6.2. Saran
4. Hasil studi ini dapat menjadi bahan acuan untuk dilakukan studi lain serta
1. Jeong WS, Choi HY, Nam JW. Men With Severe Lower Tract Symtoms
Are at Increased Risk of Depression. Seoul. 2015. p. 286-292.
2. Wang W, Guo Y, Zhang D. The prevalence of benign prostatic hyperplasia
in mainland China: evidence from epidemiological surveys. China. 2015. p.
1-12.
3. Tjahjodjati, Soebadi DM, Umbas R. Panduan Penatalaksanaan Klinis
Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Ikatan Ahli
Urologi Indonesia (IAUI). Edisi III. 2017. p. 1-24.
4. Pietrzyk B, Glinianowicz MO, Owczarek A. Depressive symptoms in
patients diagnosed with benign prostatic hyperplasia. Poland. 2015. p. 1-11
5. Huang CY, Chiu KM, Chung SD. Increased risk of depressive disorder
following the diagnosis of benign prostatic enlargement: One-year follow-
up study. Taiwan. 2011. p. 395-399.
6. Yu ZM, Parker L, Dummer TJ. Depressive symptoms, diet quality, physical
activity, and body composition among populations in Nova Scotia, Canada:
Report from the Atlantic Partnership for Tomorrow's Health. Canada. 2013.
p. 106-113.
7. Yang YJ, Koh JS, Ko HJ, Cho KJ. The Influence of Depression, Anxiety
and Somatization on the Clinical Symptoms and Treatment Response in
Patients with Symptoms of Lower Urinary Tract Symptoms Suggestive of
Benign Prostatic Hyperplasia. Seoul. 2014. p. 1145-1151.
8. Chunghtai B, Lee R, Te A, Kaplan S. Role of Inflammation in Benign
Prostatic Hyperplasia. Department of Urology New York. 2011. p.147-150.
9. Lepor H. Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History of Benign
Prostatic Hyperplasia. Department of Urology, New York University School
of Medicine, New York. 2004. p. 1-8.
10. Patel ND, Parsons JK, Epidemiology and etiology of benign prostatic
hyperplasia and bladder outlet obstruction. Department of Urology, Moores
UCSD Cancer Center, University of California, San Diego, and Section of
Surgery, VA San Diego Medical Center, La Jolla, CA, USA. 2014. p. 170-
176.
11. Dunphy C, LCaor L, Te A, Kaplan S. Relationship Between Depression and
Lower Urinary Tract Symptoms Secondary to Benign Prostatic Hyperplasia.
Department of Urology, Weill Cornell Medical College, New York. 2015. p.
51-57.
12. Chair G, Bachmann A, Descazeaud A, Drake M. Guidelines on the
Management of Non-Neurogenic Male Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS), incl. Benign Prostatic Obstruction (BPO). European Association of
Urology 2014. p.1-26.
13. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), 1st edition. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 1993;
1993.
14. Laumann EO, Kang JH, Glasser DB, Rosen RC. Lower Urinary Tract
Symptoms are Associated With Depressive Symptoms in White, Black and
77
78
Lampiran 1
81
Lampiran 2
Bapak/Ibu/Sdr/I Yth.
Saya, dr. Starki, saat ini sedang menjalani Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Kedokteran Psikiatri FK-USU dan saat ini sedang melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan skor depresi
pada orang dengan dengan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di Rumah Sakit
Pirngadi Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor
yang berhubungan dengan skor depresi pada orang dengan BPH. Pada penelitian
saya ini, saya akan memberikan souvenir berupa satu botol kecil minyak kayu
putih untuk orang BPH yang bersedia menjadi sampel penelitian.
Partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/I dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa
paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya Bapak/Ibu/Sdr/I
menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan mendapatkan
sanksi apapun atau kehilangan haknya sebagai pasien. Setelah memahami
berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapakan saudara/I yang terpilih
sebagai sukarelawan pada penelitian ini, mengisi lembar persetujuan turut serta
dalam penelitian, yang telah disiapkan. Jika selama menjalani penelitian terdapat
hal-hal yang kurang jelas sehubungan dengan penelitian ini, maka saudara/I dapat
menghubungi saya: dr. Starki, Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU,
telepon 085373018998
Medan, 2021
Hormat saya,
dr. Starki
82
Lampiran 3
Medan, 2021
dr. Starki
Lampiran 4
Lampiran 5
Riwayat pendidikan
Tahun 1992-1998 : SD 30 Lembah Binuang
Tahun 1998-2002 : Makhad Darussalam Pinagar Pasbar
Tahun 2002-2005 : MAN 2 Bukittinggi.
Tahun 2005-2011 : Pendidkan dokter umum di Fakultas Kedokteran
Universitas Baiturrahmah Padang
Tahun 2018-sekarang : Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Riwayat pekerjaan
Tahun 2011 – 2014 : Dokter Utama Klinik Pratama Wirjanto Pusat,
Jaksel
Tahun 2014 – 2018 : Dokter Umum di RSUD Kab Pasbar, Sumbar
85
Lampiran 6
Nama :
Umur :
( Pilihlah salah satu penyataan yang anda anggap sesuai dengan diri anda saat ini,
dengan memberi tanda silang (x) pada huruf di depan penyataan yang anda pilih )
1. 0. Saya tidak merasa sedih
1. Saya merasa sedih
2. Saya merasa sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat
menghilangkannya
3. Saya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi
8. 0. Saya tidak merasa bahwa saya lebih buruk daripada orang lain
1. Saya selalu mencela diri saya sendiri karena kelemahan atau kekeliruan
saya
2. Saya menyalahkan diri saya sendiri sepanjang waktu atas kesalahan –
kesalahan saya
3. Saya menyalahkan diri saya sendiri atas semua hal buruk yang terjadi
14. 0. Saya tidak merasa bahwa saya kelihatan lebih jelek daripada sebelumnya
1. Saya merasa cemas jangan – jangan saya tua atau tidak menarik
2. Saya merasa bahwa ada perubahan – perubahan tetap pada penampilan
saya yang membuat saya kelihatan tidak menarik
3. Saya yakin bahwa saya kelihatan jelek
87
19. 0. Saya tidak banyak kehilangan berat badan akhir - akhir ini
1. Saya telah kehilangan berat badan 2,5 kg lebih
2. Saya telah kehilangan berat badan 5 kg lebih
3. Saya telah kehilangan berat badan 7,5 kg lebih. Saya sengaja berusaha
mengurangi berat badan dengan makan lebih sedikit :- ya – tidak
21. 0. Saya tidak merasa ada perubahan dalam minat saya terhadap seks pada
akhir – akhir ini
1. Saya kurang berminat terhadap seks kalau dibandingkan dengan biasanya
2. Sekarang saya sangat kurang berminat terhadap seks
3. Saya sama sekali kehilangan minat terhadap seks
88
Lampiran 7
1 Incomplete emptying 0 1 2 3 4 5
Seberapa sering Anda
merasa masih ada sisa
selesai kencing?
3 Intermittency Seberapa 0 1 2 3 4 5
sering Anda mendapatkan
bahwa Anda kencing
terputus-putus?
TOTAL SKOR : 0-7 Gejala Ringan ; 8-19 Gejala Sedang ; 20-35 Gejala Berat
90
Lampiran 8
IIEF-15
Pertanyaan-pertanyaan berikut menanyakan tentang dampak dari masalah ereksi
yang mengganggu kehidupan seksual anda dalam 4 minggu terakhir. Responden
dimohon untuk menjawab setiap pertanyaan dengan jujur dan sejelas mungkin.
Jawaban anda akan membantu Dokter untuk memilih terapi yang paling sesuai
dengan keadaan anda. Definisi untuk membantu proses pengisian kuesioner:
3. Sulit
4. Sedikit Sulit
5. Tidak sulit
1. Sangat rendah
2. Rendah
3. Sedang
4. Tinggi
5. Sangat tinggi
Lampiran 9
Descriptives
Statistic Std. Error
Median 15.50
Variance 73.305
Minimum 6
Maximum 38
Range 32
Interquartile Range 12
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Median 8.00
Variance 2.571
Minimum 6
Maximum 11
Range 5
Interquartile Range 2
Skewness .374 .794
Median 19.00
Variance 55.692
Minimum 10
Maximum 38
Range 28
Interquartile Range 9
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Median 16.00
Variance 107.000
Minimum 8
Maximum 38
Range 30
Interquartile Range 18
Median 15.00
Variance 42.618
Maximum 25
Range 19
Interquartile Range 11
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Riwayat Ginjal Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor BDI Ada .166 4 . .997 4 .991
Tidak Ada .152 16 .200* .924 16 .196
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
100
Median 22.00
Variance 109.100
Minimum 9
Maximum 38
Range 29
Interquartile Range 18
Skewness .095 .845
Median 13.00
Variance 31.940
Minimum 6
Maximum 23
Range 17
Interquartile Range 11
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Variabel Umur
N 20 20
Umur Pearson Correlation .866** 1
N 20 20
Correlations
N 20 20
N 20 20
Correlations
Skor BDI Lama Pendidikan
N 20 20
N 20 20
Variabel IMT
Correlations
Skor BDI IMT
N 20 20
N 20 20
105
Variabel IIF-5
Correlations
Skor BDI Skor IIEF-5
N 20 20
Skor IIEF-5 Pearson Correlation -.606** 1
N 20 20
Variabel IPSS
Correlations
Skor BDI Skor IPSS
Skor BDI Pearson Correlation 1 .807**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
Skor IPSS Pearson Correlation .807** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Skor BDI Skor IPSS
Skor BDI Pearson Correlation 1 .807**
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
Skor IPSS Pearson Correlation .807** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
107
Riwayat Hipertensi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Status Pernikahan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Riwayat DM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Riwayat CKD
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
Valid Missing Total
Riwayat Hipertensi N Percent N Percent N Percent
Skor BDI Ada 61 100.0% 0 0.0% 61 100.0%
Tidak ada 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%
Descriptives
Riwayat Hipertensi Statistic Std. Error
Skor BDI Ada Mean 21.56 1.168
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.22
Upper Bound 23.89
5% Trimmed Mean 21.51
Median 21.00
Variance 83.251
Std. Deviation 9.124
Minimum 6
Maximum 38
Range 32
Interquartile Range 16
Skewness .020 .306
Kurtosis -1.132 .604
Tidak ada Mean 21.43 1.093
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.24
Upper Bound 23.62
5% Trimmed Mean 21.33
Median 21.50
Variance 69.337
Std. Deviation 8.327
Minimum 8
Maximum 38
Range 30
Interquartile Range 14
Skewness .210 .314
Kurtosis -.983 .618
109
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95%
Confidence
Interval of the
Sig. Difference
(2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Skor Equal
BDI variances -
assumed .747 .389 .079 117 .937 .126 1.604
3.050
3.303
Equal
variances
-
not .079 116.808 .937 .126 1.600 3.295
3.043
assumed
110
Cases
Descriptives
Status Pernikahan Statistic Std. Error
Skor BDI Menikah Mean 20.91 1.244
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 18.41
Upper Bound 23.40
5% Trimmed Mean 20.71
Median 18.00
Variance 81.972
Std. Deviation 9.054
Minimum 7
Maximum 38
Range 31
Interquartile Range 17
Skewness .326 .327
Kurtosis -1.185 .644
Tidak Menikah Mean 21.97 1.041
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.89
Upper Bound 24.05
5% Trimmed Mean 21.99
Median 22.00
Variance 71.568
Std. Deviation 8.460
Minimum 6
Maximum 37
Range 31
Interquartile Range 13
Skewness -.090 .295
Kurtosis -.848 .582
111
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Test Statisticsa
Skor BDI
Mann-Whitney U 1596.500
Wilcoxon W 3027.500
Z -.816
Asymp. Sig. (2-tailed) .415
Cases
Descriptives
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Riwayat DM Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor BDI Ada .100 46 .200* .964 46 .160
Tidak Ada .097 73 .086 .940 73 .002
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
113
Descriptives
Riwayat CKD Statistic Std. Error
Skor BDI Ada Mean 23.57 1.288
95% Confidence Interval for Lower Bound 20.42
Mean
Upper Bound 26.72
5% Trimmed Mean 23.63
Median 23.00
Variance 11.619
Std. Deviation 3.409
Minimum 18
Maximum 28
Range 10
Interquartile Range 5
Skewness -.299 .794
Kurtosis -.205 1.587
Tidak Ada Mean 21.37 .844
95% Confidence Interval for Lower Bound 19.69
Mean
Upper Bound 23.04
5% Trimmed Mean 21.28
Median 21.00
Variance 79.694
Std. Deviation 8.927
114
Minimum 6
Maximum 38
Range 32
Interquartile Range 16
Skewness .138 .228
Kurtosis -1.137 .453
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Cases
Descriptives
Statistic Std. Error
Skor BDI Mean 21.50 .798
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 19.92
Upper Bound 23.08
5% Trimmed Mean 21.42
Median 21.00
Variance 75.828
Std. Deviation 8.708
Minimum 6
Maximum 38
Range 32
Interquartile Range 15
Skewness .101 .222
Kurtosis -1.065 .440
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor BDI .071 119 .200* .964 119 .003
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
Umur Mean 64.14 .753
95% Confidence Interval for Lower Bound 62.65
Mean
Upper Bound 65.63
5% Trimmed Mean 64.06
Median 64.00
Variance 67.547
Std. Deviation 8.219
Minimum 50
Maximum 80
Range 30
116
Interquartile Range 13
Skewness .146 .222
Kurtosis -.943 .440
Lama Pendidikan Mean 8.83 .371
95% Confidence Interval for Lower Bound 8.10
Mean Upper Bound 9.57
5% Trimmed Mean 8.82
Median 9.00
Variance 16.395
Std. Deviation 4.049
Minimum 2
Maximum 16
Range 14
Interquartile Range 7
Skewness .010 .222
Kurtosis -1.096 .440
IMT Mean 21.1258 .14863
95% Confidence Interval for Lower Bound 20.8315
Mean
Upper Bound 21.4201
5% Trimmed Mean 21.1221
Median 21.1000
Variance 2.629
Std. Deviation 1.62135
Minimum 18.50
Maximum 23.80
Range 5.30
Interquartile Range 3.00
Skewness .054 .222
Kurtosis -1.331 .440
Skor IIEF-5 Mean 22.66 .391
95% Confidence Interval for Lower Bound 21.88
Mean Upper Bound 23.43
5% Trimmed Mean 22.68
Median 23.00
Variance 18.160
Std. Deviation 4.261
Minimum 15
Maximum 30
Range 15
Interquartile Range 7
Skewness -.091 .222
Kurtosis -1.007 .440
Skor IPSS Mean 15.57 .654
95% Confidence Interval for Lower Bound 14.28
Mean Upper Bound 16.87
5% Trimmed Mean 15.43
Median 15.00
117
Variance 50.925
Std. Deviation 7.136
Minimum 4
Maximum 30
Range 26
Interquartile Range 12
Skewness .189 .222
Kurtosis -.963 .440
lama sakit Mean 3.94 .182
95% Confidence Interval for Lower Bound 3.58
Mean
Upper Bound 4.30
5% Trimmed Mean 3.93
Median 4.00
Variance 3.920
Std. Deviation 1.980
Minimum 1
Maximum 7
Range 6
Interquartile Range 4
Skewness .063 .222
Kurtosis -1.227 .440
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Correlations
Correlations
N 119 119
N 119 119
Correlations
N 119 119
N 119 119
121
Correlations
N 119 119
N 119 119
Correlations
N 119 119
N 119 119
Correlations
N 119 119
N 119 119
Model Summaryc
b. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS, Umur
ANOVAa
III.1.3. Coefficients
Coefficientsa
Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF
Skor IIEF-5 -
-.589 .131 -.288 .000 .925 1.081
4.485
Skor IIEF-5 -
-.604 .132 -.296 .000 .930 1.075
4.589
Residuals Statisticsa
Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), dummy_tidakDM_Banding_adaDM, lama sakit, Skor IIEF-5, Skor IPSS, Umur
b. Dependent Variable: Skor BDI
ANOVAa
III.2.3. Coefficients
Coefficientsa
Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF
Skor IIEF-5 -
-.604 .132 -.296 .000 .930 1.075
4.589
Residuals Statisticsa
Descriptives
Statistic Std. Error
Unstandardized Residual Mean .0000000 .52730961
95% Confidence Interval for Lower Bound -1.0442166
Mean
Upper Bound 1.0442166
5% Trimmed Mean -.0531548
Median -.3174113
Variance 33.089
Std. Deviation 5.75226878
Minimum -15.60165
Maximum 14.16871
Range 29.77037
Interquartile Range 8.00157
Skewness .197 .222
Kurtosis -.114 .440
Standardized Residual Mean .0000000 .08970667
95% Confidence Interval for Lower Bound -.1776436
Mean
Upper Bound .1776436
5% Trimmed Mean -.0090428
Median -.0539985
Variance .958
Std. Deviation .97858424
Minimum -2.65418
Maximum 2.41040
Range 5.06458
Interquartile Range 1.36124
Skewness .197 .222
Kurtosis -.114 .440
128
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
III.2.6. Histogram
129
130
Lampiran 10
Data Sampel Penelitian Pendahuluan