Anda di halaman 1dari 79

MODUL KETERAMPILAN MEDIK

SEMESTER 5

NEUROPSIKIATRI DAN SISTEM INDERA KHUSUS

Penyusun
dr. Nindya Shinta R., M.Ked., Sp.THT-KL
dr. Azham Purwandhono, M.Si, Sp.N
dr. Cicih Komariah, Sp.M
dr. Inke Kusumastuti, M.Biomed., Sp.KJ
dr. Komang Yunita W.P, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021

1
PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan berkah kepada kita semua hingga buku ini dapat disusun.
Materi dalam modul keterampilan medik ini meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik
penyakit di bidang neuropsikiatri dan sistem indera khusus. Materi ini mengalami
perbaikan dan diharapkan dapat membantu mahasiswa mencapai keterampilan yang
diperlukan di bidang tersebut hingga memiliki kesiapan untuk menghadapi pendidikan
klinis nantinya, serta di dunia kerja selanjutnya. Terima kasih kami ucapkan kepada
semua pihak yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penyusunan modul ini.
Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan untuk perbaikan
berkelanjutan di tahun-tahun berikutnya.

Jember, Juli 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1. Gambaran umum.........................................................................................................4
2. Tujuan umum...............................................................................................................4
3. Hasil belajar.................................................................................................................4
4. Dasar pengetahuan.......................................................................................................5
5. Referensi......................................................................................................................5
METODE BELAJAR..........................................................................................................7
1. Proses pembelajaran.................................................................................................7
2. Evaluasi.....................................................................................................................7
JADWAL KEGIATAN.......................................................................................................8
1 ANAMNESIS NEUROLOGI DAN PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF................9
2 ANAMNESIS PSIKIATRI DAN PEMERIKSAAN STATUS MENTAL....................12
CONTOH KASUS PSIKIATRI...................................................................................15
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS PSIKIATRI.................20
3 PEMERIKSAAN NERVI KRANIALES.......................................................................22
4 PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK DAN KOORDINASI.....................................29
5 PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS..................................35
6 PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS.........................................................................38
7 PEMERIKSAAN KESADARAN DAN TANDA MENINGEAL.................................41
CONTOH KASUS NEUROLOGI...............................................................................46
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS NEUROLOGI.............47
8 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI............................................56
CONTOH KASUS OFTALMOLOGI..........................................................................61
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS OFTALMOLOGI.......62
9 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK.............................63
CONTOH KASUS TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK.........................................70
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS TELINGA, HIDUNG,
TENGGOROK..............................................................................................................71
10 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN DERMATOLOGI..........................................73
CONTOH KASUS DERMATOLOGI.........................................................................77
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS DERMATOLOGI.......78

3
PENDAHULUAN
1. Gambaran umum
Modul keterampilan medik ini meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit
di bidang neuropsikiatri dan sistem indera khusus.
2. Tujuan umum
Materi ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mencapai keterampilan yang
diperlukan di bidang tersebut hingga memiliki kesiapan untuk menghadapi
pendidikan klinis nantinya, serta di dunia kerja selanjutnya.
3. Hasil belajar
Adapun tujuan khusus pembelajaran keterampilan medik ini dirumuskan sesuai
Standar Kompetensi Dokter Indonesia, dan mencakup area-area kompetensi
sebagai berikut:
Komunikasi efektif
Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
sebagai berikut:
a. Mampu melakukan sambung rasa kepada pasien, antara lain dengan
memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan pemeriksaan
b. Mampu menggali identitas pasien
c. Mampu menggali keluhan utama, riwayat klinis, riwayat keluarga, dan
riwayat psikososial pasien yang berhubungan dengan keluhan utama dan
riwayat penyakit sekarang
d. Mampu menjelaskan keadaan penyakit yang diderita pasien dan
manajemen yang direncanakan
Keterampilan klinis
Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan melakukan tindakan secara mandiri,
kompetensi keterampilan medis sebagai berikut:
a. Anamnesis neurologi dan pemeriksaan fungsi kognitif
b. Anamnesis psikiatri dan pemeriksaan status mental
c. Pemeriksaan nervi kraniales
d. Pemeriksaan sistem motorik dan koordinasi
e. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis
f. Pemeriksaan sistem sensoris
g. Pemeriksaan tanda meningeal
h. Anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi
i. Anamnesis dan pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok
j. Anamnesis dan pemeriksaan dermatologi
Etika, moral, medikolegal dan profesionalisme serta keselamatan pasien
Mahasiswa diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip etika, moral,
medikolegal, dan profesionalisme serta keselamatan pasien sebagai berikut:
a. Menunjukkan sikap profesional, antara lain ditunjukkan dengan posisi
duduk yang tegak dan sopan, bersikap ramah, melakukan kontak mata,
serta bicara dengan jelas dalam bahasa yang dapat dimengerti pasien
b. Menciptakan situasi pemeriksaan kondusif bagi pasien, misalnya dengan
menempatkan pasien pada ruangan yang tenang dan bila perlu,
memfasilitasi kebutuhan tambahan pasien terkait pemeriksaan
c. Melakukan pemeriksaan secara sistematis dan sesuai prioritas

4
d. Mampu membuat rekam medik pasien yang terbaca jelas dan mudah
dimengerti
e. Menunjukkan penghargaan atas hak-hak pasien, misalnya hak untuk
kerahasiaan, hak atas informasi yang tepat terkait kondisinya, serta hak
untuk menyetujui atau menolak dilakukannya pemeriksaan
4. Dasar pengetahuan
1. Komunikasi dokter pasien
2. Anatomi dan fisiologi di bidang neuropsikiatri dan sistem indera khusus
3. Manifestasi klinis berbagai kondisi neuropsikiatri dan sistem indera khusus
4. Prosedur pemeriksaan klinis berbagai kondisi neuropsikiatri dan sistem indera
khusus

DAFTAR TUTOR
Kelompo Nama Tutor Nomor HP
k
A dr. Nindya Shinta R., M.Ked., Sp.THT-KL 08113599599
B dr. Azham Purwandhono, M.Si, Sp.N 081331176218
C dr. Ulfa Elfiah, M.Kes., Sp.BP-RE(K) 085257227499
D dr. Septa Surya Wahyudi, Sp.U 08123479140
E dr. Laksmi Indreswari, Sp.B 082245042134
F dr. Rosita Dewi, M.Biotek / 0895366599096 /
dr. Komang Yunita, Sp.S 081330746655
G dr. Erfan Efendi, Sp.An 081331700327
H dr. Novan Krisno Adji, Sp.BS 081234569819
I dr. M. Ali Shodikin, M.Kes., Sp.A / 08155007780 /
dr. Inke Kusumastuti, M.Biomed., Sp.KJ 081904243828
J dr. Pulong Wijang P, PhD
K Dr. dr. Aris Prasetyo, M.Kes 0811354710
L dr. Supangat, M.Kes., Ph.D, Sp.BA 085655860096
M Dr. dr. Nugraha Wahyu Cahyana, Sp.M(K) 082139661855
N dr. M. Hasan, M.Kes., Sp.OT 081249212022

5. Referensi
(2018). Retrieved from geekymedics.com.
Benbassat, J. (2015). Teaching Professional Attitudes and Basic Clinical Skills to
Medical Students. Basel: Springer International Publishing.
Bickley, L. S., & Szilagyi, P. G. (2017 ). Bates’ guide to physical examination and
history taking. Wolters Kluwer.
Duncan, M. D., Chapman, L. W., & Shah, M. P. (2016 ). Lippincott Q&A Medicine :
review for clinical rotations and exams. Wolters Kluwer.
Forrest, K., McKimm, J., & Edgar, S. (Eds.). (2013). Essential Simulation in Clinical
Education. John Wiley & Sons, Ltd.
Gondhowiardjo, T., & Simanjuntak, G. (2006). Panduan Manajemen Klinis Perdami.
Jakarta: CV Ondo.

5
Ophtalmic Case Studies. (n.d.). Retrieved August 19, 2018, from Medical College of
Wisconsin:
https://www.mcw.edu/ophthalmology/education/ophthcstudies/Case3.htm
Panduan Ketrampilan Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer,
Edisi 2017.
Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Pemeriksaan Neurologi Praktis Edisi Pertama. 2018. Jakarta : Penerbit
Kedokteran Indonesia.
Siegel, L. (1998). The head and neck history and examination. In G. Adams, L. Boies,
& Higler, Fundamentals of Otolaryngology 6th ed. (pp. 13-23). Philadelphia:
WB Saunders.

6
METODE BELAJAR
1. Proses pembelajaran
Pelatihan keterampilan medik akan menggunakan model pembelajaran yang ada
seperti pasien simulasi dan manekin. Pelatihan pada pertemuan pertama dilakukan
dengan instruktur dan pada pertemuan kedua secara mandiri dengan pengawasan
instruktur. Belajar mandiri juga dapat dilakukan oleh mahasiswa tanpa pengawasan
instruktur, baik di lingkungan kampus maupun di rumah.
Pada pertemuan pertama, instruktur akan memperkenalkan materi yang akan
dipelajari, melakukan demonstrasi cara melakukan prosedur yang akan dilatih, dan
selanjutnya membimbing mahasiswa satu per satu secara bergantian saat melakukan
latihan. Instruktur juga membimbing mahasiswa untuk merefleksikan keterampilan
yang telah dilakukan, meminta mahasiswa lain dan pasien simulasi (jika ada) untuk
memberikan umpan balik kepada mahasiswa yang melakukan praktik keterampilan,
serta melakukan tanya jawab terkait materi yang dipelajari. Pada pertemuan kedua,
mahasiswa akan kembali bergantian melakukan latihan dan mendapatkan umpan balik
dari instruktur maupun teman sekelompok.
Konsultasi pakar dapat dilaksanakan atas permintaan mahasiswa apabila
menemui kesulitan dalam melakukan ketrampilan yang diajarkan pada saat berada di
ruang ketrampilan maupun belajar mandiri. Konsultasi pakar bisa dilaksanakan dalam
kelompok kecil maupun besar, tergantung kebutuhan.
2. Evaluasi
Evaluasi Ketrampilan Medik (TRAMED) dilaksanakan pada minggu XV
dengan mempertimbangkan proses selama mengikuti kegiatan belajar-mengajar, etika,
penguasaan pengetahuan, dan praktik. Pencapaian masing-masing komponen nilai
tidak boleh kurang dari 55 untuk dapat lulus. Bobot masing-masing komponen nilai
adalah sebagai berikut:
1. Nilai pertemuan mingguan : 20%
2. Nilai Ujian : 80%
Penilaian mingguan maupun nilai ujian dilakukan menggunakan daftar cek di
mana pada tiap topik, akan terdapat poin-poin tertentu. Untuk tiap poin, dapat
diberikan nilai sesuai ketentuan berikut:
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan dengan tidak lengkap dan/atau benar
2 = Dilakukan dengan lengkap dan benar

Nilai akhir berupa angka 0-100 dengan penjenjangan seperti matriks berikut:
ANGKA HURUF NILAI KETERANGAN
≥80 A 4 Istimewa
75≤AB<80 AB 3,5 Sangat Baik
70≤B<75 B 3 Baik
65≤BC<70 BC 2,5 Cukup Baik
60≤C<65 C 2 Cukup
55≤CD<60 CD 1,5
Kurang
50≤D<55 D 1
45≤DE<50 DE 0,5
Sangat Kurang
<45 E 0

7
JADWAL KEGIATAN
Blo Alokasi
Pekan Materi Pemateri
k waktu
XIII I OVERVIEW 1 jam dr. Nindya Shinta R, M.Ked., Sp.THT-KL
2 jam Mandiri
II 1. Anamnesis neurologi, 1 jam dr. Azham Purwandhono, M.Si,. Sp.N
pemeriksaan fungsi 2 jam Tutor + Mandiri
kognitif
III 2. Anamnesis & pemeriksaan 1 jam dr. Inke Kusumastuti, M.Biomed., Sp.KJ
psikiatri 2 jam Tutor + Mandiri
IV 3. Pemeriksaan nervi kranialis 1 jam dr. Azham Purwandhono, M.Si,. Sp.N
2 jam Tutor + Mandiri
V Review materi 1, 2, 3 2 jam Mandiri

UJIAN BLOK
XIV I 4. Pemeriksaan sistem 1 jam dr. Novan Krisno Adji, Sp.BS
motorik dan koordinasi 2 jam Tutor + Mandiri
II 5. Pemeriksaan refleks 1 jam dr. Azham Purwandhono, M.Si,. Sp.N
fisiologis dan patologis 2 jam Tutor + Mandiri
III 6. Pemeriksaan sistem 1 jam dr. Azham Purwandhono, M.Si,. Sp.N
sensoris 2 jam Tutor + Mandiri
IV 7. Pemeriksaan kesadaran dan 1 jam dr. Novan Krisno Adji, Sp.BS
tanda meningeal 2 jam Tutor + Mandiri
V Review materi 4, 5, 6, 7 2 jam Mandiri
UJIAN BLOK
XV I 8. Anamnesis dan 1 jam dr. Nugraha Wahyu C, Sp,M
pemeriksaan fisik mata 2 jam Tutor + Mandiri
II 9. Anamnesis dan 1 jam dr. Nindya Shinta R., M.Ked., Sp.THT-KL
pemeriksaan fisik telinga, 2 jam Tutor + Mandiri
hidung, tenggorok
III 10. Anamnesis dan 1 jam dr. Ulfa Elfiah, M.Kes., Sp.BP-RE(K)
pemeriksaan fisik 2 jam Tutor + Mandiri
dermatologi
IV Review materi 8, 9, 10 2 jam Mandiri

UJIAN KETERAMPILAN MEDIK

8
1 ANAMNESIS NEUROLOGI DAN PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF

Deskripsi umum
 Anamnesis terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam keluhan utama pasien.
 Pemeriksaan fungsi kognitif untuk penapisan dapat dilakukan dengan mini mental
state examination (MMSE) yang menilai beberapa domain kognitif yaitu orientasi,
registrasi, atensi, kalkulasi, mengingat kembali, dan bahasa.

Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan anamnesis neurologi dan pemeriksaan
fungsi kognitif secara mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan bahan
1. Meja dan kursi atau bed pemeriksaan
2. Alat tulis
3. Kertas kosong
4. Pensil dan arloji
5. Formulir MMSE
6. Rekam medis atau kertas untuk mencatat

Prosedur anamnesis neurologi


1. Perkenalkan diri dan tanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan,
status pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2. Jelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan
pemeriksaan
3. Keluhan utama dengan pola OLDCART: Onset (awitan gejala), Location (lokasi),
Duration (durasi), Character (karakter), Aggravating /Alleviating Factors (Faktor-
faktor yang memperparah atau mengurangi gejala), Radiation (penyebaran), Timing
(waktu)
4. Lakukan anamnesis penyakit secara sistematis, meliputi: riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan (termasuk riwayat alergi), riwayat
penyakit keluarga, riwayat sosial ekonomi, gaya hidup
5. Catat anamnesis dengan jelas di lembar rekam medis
Prosedur Mini Mental State Examination (MMSE)
Pemeriksaan ini dilakukan sesuaia dengan panduan pada formulir MMSE. Interpretasi
hasil pemeriksaan dilakukan sesuai pedoman skor kognitif global sebagai berikut:
Nilai 24-30 : Normal
Nilai 17-23 : Kemungkinan gangguan kognitif
Nilai 0-16 : Definitif gangguan kognitif

9
Mini Mental State Examination (MMSE)

Nama pasien: _______________________________________ (L/P) Umur: __________


Pendidikan: _____________________________ Pekerjaan: _______________________
Pemeriksa: _________________________ Tanggal pemeriksaan: __________________

Keluhan/tanda klinis :
Nilai
NO Pemeriksaan Maks
Nilai
ORIENTASI
1 Sekarang tahun, musim, bulan, tanggal, hari apa? 5
2 Kita berada di mana? (Negara, provinsi, kota, rumah sakit, lantai/kamar) 5
REGISTRASI
3 Sebutkan tiga buah nama benda (apel, meja, koin), tiap benda satu detik, 3
kemudian minta pasien mengulang tiga nama benda tersebut. Nilai 1 untuk
tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutan
dengan benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Hentikan 5
setelah 5 jawaban
ATAU
Minta pasien untuk mengeja terbalik kata WAHYU (nilai diberikan pada
huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien diminta menyebut kembali tiga nama benda di atas 3
BAHASA
6 Pasien diminta menyebut nama benda yang ditunjuk pemeriksa (pensil, 2
arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata berikut: 1
“namun”, “tanpa”, “bila”
8 Pasien diminta melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan tangan kanan, 3
lipatlah menjadi dua, dan letakkan di lantai”
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah: 1

PEJAMKAN MATA ANDA


10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat dengan spontan 1

11 Pasien diminta meniru/menyalin gambar di bawah ini: 1

SKOR TOTAL 30
Sumber : POKDI Behavioral Neurology PERDOSSI (modifikasi Folstein)

10
11
Daftar cek anamnesis neurologi dan pemeriksaan fungsi kognitif
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Anamnesis Neurologi
1 Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan, status
pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan pemeriksaan
3 Mengeksplorasi keluhan utama dengan pola OLDCART: Onset, Location, Duration
(durasi), Character, Aggravating /Alleviating Factors, Radiation, Timing
4 Melakuan anamnesis riwayat penyakit sekarang
5 Melakuan anamnesis riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan, riwayat alergi
6 Melakuan anamnesis riwayat penyakit keluarga
7 Melakuan anamnesis riwayat sosioekonomi dan gaya hidup
8 Mencatat anamnesis dan hasil pemeriksaan dengan jelas di rekam medis
Pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination (MMSE)
9 Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan
10 Melakukan penilaian orientasi waktu
11 Melakukan penilaian orientasi tempat
12 Menyebutkan tiga buah nama benda (jeruk, uang, mawar), tiap benda satu detik, kemudian
minta pasien mengulang tiga nama benda tersebut
13 Meminta pasien melakukan pengurangan 100 dengan 7 hingga 5 kali ATAU meminta pasien
untuk mengeja terbalik kata WAHYU
14 Meminta pasien untuk menyebutkan kembali nama benda yang disebutkan sebelumnya
15 Meminta pasien menyebut dua nama benda yang ditunjuk pemeriksa (pensil, arloji)
16 Meminta pasien mengulang rangkaian kata “tanpa kalau dan atau tetapi”
17 Meminta pasien melakukan tiga perintah berurutan yang disampaikan sekaligus
18 Meminta pasien untuk membaca perintah dan melakukannya
19 Meminta pasien untuk menulis sebuah kalimat
20 Meminta pasien untuk meniru gambar di lembar MMSE
21 Memberikan penilaian dengan tepat
22 Menginterpretasi hasil penilaian MMSE
Nilai total

12
2 ANAMNESIS PSIKIATRI DAN PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Deskripsi umum
Anamnesis psikiatri dan pemeriksaan status mental merupakan bagian utama dari
penilaian psikiatri. Selain menentukan perjalanan penyakit, proses wawancara yang
dilakukan pada pasien dengan keluhan psikiatri juga merupakan sarana untuk menilai
status mental pasien yang nantinya akan mengarahkan pada penegakan diagnosis

Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan anamnesis psikiatri dan pemeriksaan
status mental secara mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan Bahan
1. Alat tulis 1 set
2. Rekam medis atau kertas untuk mencatat 1 set
3. Kursi 2 buah
4. Meja 1 buah

Prosedur anamnesis psikiatri dan pemeriksaan status mental


1. Persiapkan ruangan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
 Ruangan sebaiknya nyaman dan sebisa mungkin kedap suara
 Pastikan keamanan ruangan dengan menempatkan posisi pemeriksa di area yang
dekat dengan pintu keluar, menyingkirkan barang-barang berbahaya dari dalam
ruangan, serta mengetahui lokasi ‘panic button’ (jika ada). Jika dirasa perlu,
anamnesis dan pemeriksaan status mental dapat dilakukan dengan didampingi oleh
petugas keamanan.
2. Lakukan pendekatan pada pasien
 Perkenalkan diri dan tanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan,
status pernikahan, agama, ras/suku bangsa) serta pengantarnya (jika ada)
 Jelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan
pemeriksaan
 Berikan penekanan tentang kerahasiaan pemeriksaan
3. Lakukan observasi pada tampilan umum pasien (cara berpakaian, kebersihan, postur,
kontak verbal dan visual dengan pemeriksa, perilaku, ekspresi wajah, sikap terhadap
pemeriksa)
4. Tanyakan keluhan utama dari pasien dan pendamping pasien dengan pertanyaan
terbuka. Lakukan penilaian untuk karakteristik, durasi, dan progresi keluhan ini
5. Tanyakan adanya gejala-gejala lain yang terkait dengan keluhan utama tersebut.
 Lakukan penapisan untuk menilai ada atau tidaknya gejala-gejala yang
berhubungan dengan perubahan kesadaran dan kognisi, suasana perasaan, proses
pikir (bentuk, arus, dan isi pikir), persepsi panca indera, kemauan/dorongan
instingtual, serta gangguan psikomotor.

13
 Lakukan penapisan untuk gejala-gejala yang berpotensi terkait dengan
kegawatdaruratan, misalnya pencederaan diri sendiri dan orang lain, agitasi/gaduh
gelisah, efek samping obat yang signifikan
 Lakukan penilaian untuk karakteristik, durasi, dan progresi dari gejala-gejala
tambahan tersebut.
6. Lakukan eksplorasi terhadap konteks di mana keluhan pasien ini terjadi
 Tanyakan apakah ada kejadian-kejadian tertentu yang dapat menjadi pemicu
munculnya gejala serta hal-hal yang sejauh ini sudah dilakukan untuk meringankan
manifestasi gejala
 Tanyakan masalah-masalah yang saat ini dialami pasien (misalnya masalah
interpersonal dalam keluarga atau lingkungan kerja, masalah dalam pendidikan,
masalah sosioekonomi, masalah terkait hukum, perubahan situasi kehidupan, dsb.)
7. Tanyakan tentang ada atau tidak adanya riwayat keluhan serupa sebelumnya dan
perjalanan gangguan sebelumnya (durasi, karateristik gejala, diagnosis, terapi, durasi
terapi, kesesuaian terapi dengan anjuran dokter, dsb.)
8. Lakukan penilaian untuk derajat gangguan fungsional pasien: efek gejala terhadap
aktivitas sehari-hari, makan, tidur, hubungan interpersonal, pekerjaan/pendidikan, dsb.
Akronim yang berguna untuk menyingkat eksplorasi gejala: ‘NOTEPAD’
Nature (karakteristik), Onset (awitan), Triggers (pemicu), Exacerbating/relieving (hal-
hal yang memperburuk/melegakan), Progression (progresi), Associated symptoms
(gejala-gejala yang terkait), Disability (hendaya).
9. Tanyakan tentang persepsi pasien terhadap kondisi sakitnya untuk menilai tilikan
pasien
10. Tanyakan riwayat medis pasien saat ini, riwayat medis sebelumnya, serta riwayat
medis dan psikiatri pada keluarga untuk menilai kemungkinan ada atau tidaknya
gangguan jiwa yang terkait dengan kondisi medis pasien
11. Tanyakan tentang riwayat penggunaan NAPZA pada pasien untuk menilai
kemungkinan ada atau tidaknya gangguan jiwa yang terkait dengan pemakaian
NAPZA
12. Tanyakan tentang riwayat tumbuh kembang serta kepribadian pasien sebelum sakit
pada pasien, dan konfirmasi data dari pasien ini dengan data yang disampaikan oleh
pendamping pasien
13. Catat hasil anamnesis dan pemeriksaan status mental dengan jelas di lembar rekam
medis

14
Daftar cek anamnesis dan pemeriksaan status mental
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Anamnesis Penyakit Mata dan persiapan pemeriksaan
1. Mempersiapkan ruangan yang nyaman dan aman
2. Melakukan pendekatan pada pasien dengan memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan
pemeriksaan, meminta persetujuan pasien untuk melakukan pemeriksaan, dan memberi
penekanan tentang kerahasiaan pemeriksaan
3. Menggali identitas pasien
4. Melakukan observasi pada tampilan umum pasien (cara berpakaian, kebersihan, postur, kontak
verbal dan visual dengan pemeriksa, perilaku, ekspresi wajah, sikap terhadap pemeriksa)
5. Mengeksplorasi keluhan utama dari pasien dan pendamping pasien (karakteristik, durasi, dan
progresi keluhan)
6. Menanyakan adanya gejala-gejala lain yang terkait dengan keluhan utama
7. Melakukan penapisan untuk menilai ada atau tidaknya gejala-gejala yang berhubungan dengan
perubahan kesadaran dan kognisi, suasana perasaan, proses pikir (bentuk, arus, dan isi pikir),
persepsi panca indera, dorongan instingtual/kemauan, serta gangguan psikomotor
8. Melakukan penapisan untuk gejala-gejala yang berpotensi terkait dengan kegawatdaruratan
9. Melakukan penilaian untuk karakteristik, durasi, dan progresi dari gejala-gejala tambahan
tersebut.
10. Melakukan eksplorasi terhadap konteks di mana keluhan pasien ini terjadi
11. Menanyakan ada atau tidak adanya riwayat keluhan serupa sebelumnya dan perjalanan
gangguan sebelumnya (durasi, karateristik gejala, diagnosis, terapi, durasi terapi, kesesuaian
terapi dengan anjuran dokter, dsb.)
12. Meakukan penilaian untuk derajat gangguan fungsional pasien: efek gejala terhadap aktivitas
sehari-hari, makan, tidur, hubungan interpersonal, pekerjaan/pendidikan, dsb.
13. Menanyakan persepsi pasien terhadap kondisi sakitnya untuk menilai tilikan
14. Menanyakan riwayat medis pasien saat ini, riwayat medis sebelumnya
15. Menanyakan riwayat medis dan psikiatri pada keluarga
16. Menanyakan riwayat penggunaan NAPZA
17. Menanyakan riwayat tumbuh kembang serta kepribadian pasien sebelum sakit pada pasien dan
mengonfirmasinya pada pendamping pasien
18. Mencatat hasil anamnesis dan pemeriksaan status mental dengan jelas di lembar rekam medis
Total nilai

15
CONTOH KASUS PSIKIATRI

KASUS 1
IDENTITAS PASIEN
Nama : Wina
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jember
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku : Bali
Agama : Hindu

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Pasien diwawancara dalam posisi duduk berhadapan dengan pemeriksa mengenakan
jaket merah dan celana panjang hitam, wajah tanpa riasan tapi tampak bersih dan rapi.
Pasien memiliki tinggi badan sekitar 150 cm, kulit sawo matang, berperawakan kurus,
dengan rambut hitam panjang yang terurai, serta postur agak membungkuk. Selama
wawancara roman muka pasien jarang menampakkan perubahan ekspresi emosi,
menjawab pertanyaan pemeriksa dengan memakai bahasa Indonesia yang jelas, mudah
dimengerti, menjawab sesuai pertanyaan pemeriksa dengan volume dan kecepatan
sedang, fluktuasi intonasi yang minimal dan artikulasi yang jelas. Sesekali pasien tidak
langsung menjawab dan tampak seperti berpikir dalam waktu yang agak lama sebelum
akhirnya menjawab pertanyaan. Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya, mengenali
pengantar, tahu lokasi saat ini berada, dan tanggal pemeriksaan.
Keluhan Utama
Autoanamnesa : lemas dan sakit kepala
Heteroanamnesa : sakit kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Saat diperiksa, pasien awalnya mengatakan tidak memikirkan macam-macam, tapi
kemudian sambil menangis, ia mengatakan perasaannya sedih memikirkan sakitnya.
Keluhan yang dirasakan paling signifikan saat ini adalah badan lemas dan sakit kepala
yang dikatakan mulai muncul sekitar setahun yang lalu setelah operasi usus buntu. Sakit
kepala dirasakan seperti rasa berat di belakang kepala hingga punggung atas, dan kadang
sangat nyeri hingga membuat pasien menangis. Selain lemas dan sakit kepala, pasien juga
mengatakan matanya silau (sehingga tidak nyaman saat naik motor, membuka HP,
maupun laptop), tangan dan kaki gemetar, dan haid dua kali dalam sebulan. Kondisi ini
dirasakan memburuk dan dirasa paling parah sekitar enam bulan yang lalu.
Pasien menyangkal mendengar suara-suara yang menyalahkan atau memerintah, atau
melihat wujud atau bayang-bayang yang menyeramkan, tetapi ia menyebutkan bahwa
tidurnya sangat terganggu. Pasien sulit masuk tidur, bangun lebih cepat, dan dalam
tidurnya pasien bermimpi melihat binatang-binatang menyeramkan yang mengejarnya di
rawa-rawa atau hantu yang menyeramkan. Nafsu makan pasien menurun dan berat
badannya menurun hingga 8 kg dalam beberapa bulan terakhir.

16
Karena kondisinya fisiknya serta konsentrasinya yang dirasa terganggu, sekitar
Sembilan bulan lalu pasien akhirnya memutuskan berhenti dari pekerjaan yang baru
dijalaninya selama sekitar 3 bulan. Pasien menghabiskan waktu di rumah dan tidak lagi
berkeinginan untuk melakukan berbagai aktivitas yang dulu senang dilakukannya,
misalnya bertemu dan jalan-jalan bersama teman-temannya, mendaki gunung, dan
menulis. Pasien menonaktifkan berbagai media sosial yang dimilikinya karena merasa
tidak ingin ditanya macam-macam tentang sakitnya oleh orang lain dan karena pasien
tidak ingin iri pada teman-temannya yang bisa bekerja dan travelling. Pasien juga merasa
tidak enak dikasihani orang lain terlebih ketika teman-temannya mengunjungi dan hanya
bisa bermain di rumah, tidak bisa jalan-jalan seperti sebelumnya. Pasien merasa mungkin
saat ini ia sedang dihukum karena selama ini ia mungkin bersikap jahat. Ia merasa
bersalah karena menghabiskan biaya dan merepotkan orang tuanya untuk merawatnya,
padahal sebagai seorang sarjana yang seharusnya bisa bekerja, pasien sebenarnya
berharap bisa membantu keuangan keluarganya yang selama ini cenderung pas-pasan.
Pasien sempat menyebutkan bahwa ia merasa seperti parasit yang tidak berguna. Ia sudah
diperiksa oleh berbagai dokter selama sekitar setahun terakhir, dan mengatakan sempat
sangat putus asa karena tidak tahu apa sakitnya, tapi saat ini ia berusaha berupaya lagi
agar bisa sembuh.
Pasien menyangkal adanya riwayat senang berlebihan atau merasa energi meningkat.
Ia mengaku bahwa saat naik gunung atau sedang jalan-jalan ke tempat yang baru ia
memang bersemangat dan sangat menikmati, tapi setelah kegiatan selesai, pasien
biasanya merasa lelah dan kemudian tidur lebih lama. Riwayat belanja berlebihan
disangkal. Pasien mengatakan bahwa ia cenderung hemat sehingga ia punya dana
cadangan untuk biaya-biaya tak terduga. Kadang jika mood-nya jelek, pasien memang
suka pergi ke supermarket, tapi di sana kebanyakan ia hanya melihat-lihat dan membeli
satu atau dua barang kecil saja. Yang paling sering dibelinya adalah alat tulis.
Riwayat Medis dan Psikiatri Sebelumnya
Kelas 5 SD: Pingsan di sekolah, mabuk darat di perjalanan
Masa kuliah: 1) Serangan maag akut tiga kali; pernah ke UGD sekali, mendapatkan
suntikan, lalu rawat jalan; 2) Kecelakaan dan jatuh dari motor. Cedera ringan, tidak
mendapatkan perawatan medis
Dua tahun lalu: nyeri perut kanan, didiagnosis usus buntu dengan pembengkakan
dan perlengketan; dioperasi
Sejak setahun lalu hingga sekarang: Mata silau dan berkunang-kunang, sempat
akan pingsan saat upacara bendera, sering merasa kedinginan di dalam kantor hingga
harus memakai pakaian berlapis-lapis, serta mengeluh sakit kepala tak tertahankan.
Keluhan berlangsung terus-menerus. Sempat didiagnosis SLE, tetapi kemudian hasil
laboratorium ditemukan negatif pada pemeriksaan ulangan. Saat ini pasien juga dirawat
oleh dokter spesialis saraf dengan diagnosis nyeri kepala tipe tegang dengan yellow flag,
mendapatkan terapi paracetamol 3x1 gram dan diazepam 2x2 mg. Tidak ada riwayat
psikiatri sebelumnya.
Riwayat Penggunaan NAPZA: tidak ada
Riwayat kepribadian sebelumnya
Pasien mengatakan dirinya adalah orang yang tertutup yang tidak terbiasa
mengekspresikan sesuatu dengan berbicara. Teman-teman pasien menyebutnya sebagai
orang yang irit bicara dan tempat curhat yang paling menyenangkan karena berpikiran

17
positif dan tidak banyak berkomentar saat dicurhati. Pasien dikatakan sangat memikirkan
perasaan orang lain, sok kuat, dan sulit minta bantuan. Meski tertutup, pasien cenderung
mudah bergaul dan memiliki banyak teman yang berinteraksi dengannya saat ia
berorganisasi, jalan-jalan, atau mendaki gunung.
Pasien cenderung pemilih, terencana, dan punya target untuk dirinya sendiri, tapi
sulit mengatakan “tidak” pada orang lain, sehingga kadang pasien menghindar jika
tampaknya ada potensi konflik dengan orang lain terkait pilihan atau rencananya. Orang
tua pasien mengatakan bahwa pasien adalah anak yang hemat dan tidak suka minta-minta
berbagai hal sejak dulu hingga sekarang. Pasien dikatakan aktif, punya banyak kegiatan
bersama teman-temannya, cukup mandiri, tidak suka merepotkan, tidak banyak
mengeluh.
Riwayat Keluarga
Ibu pasien dikatakan sebagai orang yang sangat mudah cemas dan penakut. Ibu
pasien juga punya riwayat sakit maag, kaku di leher, perasaan mengganjal saat menelan,
sakit kepala, dua kali keguguran, kesulitan menelan, dan saat ini dirawat oleh psikiater
dengan gangguan somatoform.
Salah satu paman dari pihak ayah suka minum-minum dan temperamental.
Salah satu bibi dari pihak ayah pasien dan nenek meninggal mendadak karena
penyakit jantung. Tidak diketahui adanya riwayat sakit medis lainnya.
Riwayat Tumbuh kembang, pendidikan, dan pekerjaan
Pasien menerima imunisasi sesuai jadwal yang direkomendasikan dan disusui
hingga usia 1 tahun. Secara umum pasien merupakan anak yang sehat dengan tumbuh
kembang yang normal. Pasien adalah anak yang ceria, penurut, dan tidak merepotkan.
Karena kedua orang tuanya bekerja, pasien seringkali dijaga berganti-ganti oleh tante dan
neneknya baik dari pihak ayah maupun ibu. Pasien termasuk anak yang aktif dan
berprestasi selama di sekolah maupun kuliah.
Saat kuliah, pasien sempat menjalani kerja paruh waktu sebagai guru privat untuk
murid SD. Setelah lulus kuliah, pasien sempat bekerja di di bagian logistik di suatu PT
setahun yang lalu, namun karena kondisi fisiknya, pasien akhirnya memutuskan berhenti
bekerja di tempat tersebut tiga bulan kemudian. Setelahnya, pasien belum bekerja hingga
sekarang.

18
KASUS 2
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Fadli
Usia : 17 tahun
Alamat : Lumajang
Pekerjaan : pelajar
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status pernikahan : Belum menikah
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Keluhan Utama
Autoanamnesa : Tidak ada keluhan
Heteroanamnesa : Bicara kacau
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diperiksa dalam posisi duduk di lantai, ditemani oleh ibunya, saat itu
mengenakan baju kaos berwarna ungu dan celana jeans pendek berwarna coklat dengan
warna yang masih bagus dan tanpa noda atau kotoran. Rambut pasien berwarna hitam,
tampak acak-acakan tetapi masih cukup bersih. Pasien berperawakan sedang dengan
tinggi sekitar 170 cm dan berat badan sekitar 60 kg, kulit berwarna sawo matang. Selama
wawancara berlangsung, pasien banyak bicara dan menatap mata pemeriksa. Pasien
sering mengubah posisi duduknya selama bicara. Ia banyak menggunakan gerakan tangan
seiring bicara, juga saat ia sesekali mendengarkan pertanyaan pemeriksa. Pasien dapat
menyebutkan nama lengkap, umur, alamat tinggalnya, lahir di mana dan kapan, waktu
saat pemeriksaan, orang yang diajak sekarang serta di mana berada saat itu dengan benar.
Saat ditanya mengapa dibawa ke rumah sakit, pasien menjawab bahwa ia tidak
gila, kemudian mengatakan “Saya di sini jadi dokter okey, dokter penyakit luar dan
dalam okey.” Saat ditanya kalau menjadi dokter mengapa dirawat di rumah sakit, pasien
berkata, “Saya Fadli Jason ranger merah pembela kebenaran dan keadilan, sarjana
kedokteran, keperawatan, kebidanan, pokoknya banyak titel-titel di kepala, semua bisa
okey”. Kemudian pasien tiba-tiba merengek, “Kakak, bawakan bunga tujuh rupa,
Pakistan sekarang sudah merdeka karena cinta… Cinta adalah malapetaka. Bersama
kita bisa, doraemon dan Nobita, pakai baling-baling bambu, nanti ke Jepang, ke
Belanda, sama ke Bogor kakak”. Kemudian pasien melanjutkan, ”Gara-gara ini nih,
gara-gara yang dapat juara, tahu, bagaimana mengatasi semua hal ini”. Kemudian
pemeriksa menanyakan kenapa tidak mendapatkan juara pasien menjawab “Gimana bisa,
mainannya jin.” Saat ditanyakan siapa yang mainannya jin pasien menjawab “Jinjin itu
Astro. Leader” kemudian berdiri dan bernyanyi sambil berjoget, “Lirikan matamu,
menarik sapi. Semua pasti tunduk padaku karena aku mendaki gunung lewati lembah,
sungai mengalir indah ke samudera.”
Saat ditanya apa yang dirasakan sekarang, pasien menjawab, “Saya merasa
senang.” Saat ditanyakan lebih lanjut antara rentang nilai satu hingga sepuluh berapa nilai
kesenangannya, pasien dengan semangat mengatakan bahwa nilainya sebelas. Ia juga
menambahkan, “Saya merasa sehat. Jaminan Kesehatan Nasional. Tolong turunkan
semua pesawat di Bandara dari Tuhan Yang Maha Esa karena saya telah berpulang”.

19
Saat ditanya apa yang dimaksud dengan berpulang, pasien menjawab, “Itu kakak, aku
mau la la la doraemon. Mau ke Jepang. Konnichiwa, Arigato.”
Pasien kemudian mengatakan bahwa di ruangan banyak hantu, bahwa semua
orang yang berbaju putih adalah hantu. Pasien juga mengatakan bahwa ia mendengar
banyak orang berbicara di telinganya, tetapi tidak jelas apa yang dibicarakan. Pasien
hanya berkata, “Pokoknya mereka bilang dengarkan curhatku.”
Berdasarkan informasi dari pengantar, pasien dibawa ke UGD karena mengamuk
dan melempar barang-barang yang ada di rumahnya. Pasien dibawa ke RS dengan mobil
keluarganya. Saat sampai di UGD, pasien dikatakan langsung turun dari kendaraan, dan
dengan semangat mengajak semua orang untuk bersalaman, menyapa mereka dengan
Bahasa Inggris. Pasien sempat mengatakan pada orang tuanya bahwa ia diikuti oleh
seratus orang, sehingga ia harus memberi contoh pada mereka dengan berlari-lari.
Pasien mulai menunjukkan gejala sekitar dua minggu yang lalu, pertama kali di
sekolah. Saat itu pasien tiba-tiba menangis di sekolah dan tidak mau bicara, sampai
akhirnya ia dijemput orang tuanya untuk dibawa pulang. Saat dibawa pulang, dikatakan
pasien sempat kerasukan hingga memotong rambutnya sendiri dengan pisau. Pasien
mengatakan ia melakukan hal itu karena rambutnya diguna-guna oleh pacarnya. Pasien
kemudian dibawa ke dukun, dan dikatakan keluhan sempat membaik. Beberapa hari
berikutnya pasien sudah dapat kembali ke sekolah. Pasien sudah tidak menangis lagi dan
tidak menunjukkan tanda-tanda kerasukan, tetapi masih tampak agak gusar dan tetap
tidak mau menceritakan masalahnya.
Sekitar dua hari setelahnya, pasien berbicara sendiri, dan berjalan-jalan di sekitar
rumahnya. Pasien kembali diajak ke dukun oleh keluarganya, tapi tidak membaik. Ia
malah berteriak-teriak, bernyanyi, dan menari. Selanjutnya pasien tidak masuk sekolah.
Pasien juga mulai menurun nafsu makannya, malas mandi, serta tidak tidur sejak hari itu.
Riwayat Medis dan Psikiatri Sebelumnya: Tidak ada riwayat gangguan medis maupun
psikiatri yang signifikan sebelumnya
Riwayat Penggunaan NAPZA: Tidak ada
Riwayat kepribadian sebelumnya
Pasien disebut sebagai anak yang hemat, sangat perhitungan pada uang dan sangat
menghargai barang. Ia juga pengertian pada kondisi keluarganya yang tidak selalu bisa
langsung mengabulkan apa yang ia inginkan. Pasien beberapa kali mengatakan
keinginannya untuk bisa mandiri secara finansial, bahkan kalau bisa membantu keuangan
keluarga. Karena itulah pasien akhirnya mengikuti beberapa bisnis, di mana ia diajak oleh
temannya. Ibu pasien mengatakan bahwa ada kemungkinkan pasien merasa stress karena
bisnis yang diikutinya ini tidak menghasilkan sebanyak yang diharapkan pasien.
Riwayat Keluarga
Pada keluarga, tidak ditemukan perilaku seperti yang ada pada pasien; tetapi
dikatakan salah satu paman pasien adalah seorang paranormal. Saat diklarifikasi lebih
jauh seperti apa aktivitas paranormal paman pasien tersebut, pasien dan orang tuanya
tidak terlalu tahu karena pamannya tinggal di Bogor. Tidak ada riwayat bunuh diri atau
perilaku aneh lainnya dalam keluarga.
Riwayat Tumbuh kembang, pendidikan, dan pekerjaan
Pasien dikatakan lahir dan memiliki riwayat tumbuh kembang yang normal.
Selama sekolah pasien selalu mendapatkan ranking sepuluh besar. Pasien belum pernah
bekerja selain bisnis yang dikerjakannya sebagai sampingan.

20
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS PSIKIATRI

IDENTITAS PASIEN
Nama : Lila
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kaliwates
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Bercerai
Suku : Jawa
Agama : Kristen
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Keluhan Utama
Autoanamnesis : Tidak ada keluhan
Heteroanamnesis : Mengamuk
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien datang diantar oleh polisi dan keluarga karena mengamuk sejak sore.
• Pasien diwawancara dalam posisi berbaring di atas tempat tidur dengan kedua tangan dan kaki terikat.
Pasien memakai lipstik pink terang, eyeliner warna elektrik dan kuteks warna silver. Pasien mengenakan
baju atasan warna ungu yang terbuka di perut dan hot pants.
• Pasien mampu menyebutkan nama, di mana dan siapa yang mengantar saat ini
• Saat ditanya apa yang dirasakan, pasien menjawab sambil melotot, “Apa kamu ini? Banyak tanya.
Panggil psikiater, nggak level kamu ni. Minggir sana! Saya ini waras! Saya ini sukses, rumah saya di
mana-mana, semua orang saya bantu. Mereka sukses karena saya. Kamu yang bodo. Nggak cocok jadi
dokter. Cocoknya kamu jadi pelacur aja!” Selanjutnya pasien terus bicara tentang kehidupannya sambil
memaki setiap orang yang dilihatnya
• Pasien menyangkal mendengar suara suara yang tidak didengar orang lain
• Ia mengatakan stress karena suaminya menikah lagi dengan pegawai Matahari.
• Menurut keluarga, pasien dibawa ke polsek karena mengamuk di rumahnya.
• Keluarga mengetahui bahwa pasien sulit tidur selama beberapa bulan terakhir, tetapi tidak tahu pasti
bagaimana aktivitas pasien sehari-hari karena pasien tinggal sendiri di rumahnya. Mereka hanya tahu
pasien punya bisnis toko online.
• Pasien dikatakan sudah berpisah dengan suaminya sejak setahun yang lalu. Perpisahan ini karena pasien
sering mengamuk dan nyaris membakar rumah.
Riwayat Medis dan Psikiatri Sebelumnya
Sempat diopname sekali akibat gangguan jiwa. Saat itu pasien dikatakan sangat mudah marah dan
menangis, merasa hidupnya tidak ada artinya, hingga berusaha menusuk dirinya sendiri. Tidak diketahui
obat apa yang diterima. Pasien tidak rutin kontrol dan minum obat.
Ada riwayat diabetes dan tekanan darah tinggi, tetapi tidak minum obat dan kontrol rutin
Riwayat Penggunaan NAPZA: Ada riwayat penggunaan alkohol dan sabu, tapi tidak tahu kapan
terakhir dikonsumsi. Beberapa bulan terakhir ini pasien merokok 1-2 pak sehari.
Riwayat kepribadian sebelumnya: Merupakan pribadi yang sensitif dan suka memendam masalah,
namun saat tidak sedang kambuh, secara umum baik dan polos seperti orang normal
Riwayat keluarga: 3 dari 9 saudara ayahnya mengalami gejala serupa. Riwayat DM pada ibu
Riwayat tumbuh kembang, pendidikan/pekerjaan
Tumbuh kembang normal. Selama sekolah maupun kuliah merupakan anak yang biasa saja. Pasien
menikah setahun setelah lulus kuliah, kemudian bercerai 4 tahun kemudian karena suaminya melakukan
kekerasan. Dua tahun berikutnya pasien menikah lagi, dan bercerai tahun lalu. Selama menikah, pasien
bekerja sebagai pedagang tas dan pakaian, dan tiga tahun terakhir melakukannya secara online.

21
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
a. Deskripsi Umum
Penampilan tidak wajar, kontak verbal/visual meningkat, sikap tidak kooperatif
b. Kognisi
Kesadaran jernih. Perhatian mudah teralih. Tidak ada gangguan berbahasa atau kalkulasi
c. Mood/Afek
Marah/ iritabel
d. Proses Pikir
Bentuk pikir : Nonlogis, nonrealistis
Arus pikir : Logore
Isi pikir : Waham kebesaran (+)
e. Gangguan Persepsi
Halusinasi (-), Ilusi (-)
f. Dorongan Instingtual
Insomnia tipe campuran (+), raptus (+), hipobulia (-)
g. Tilikan
Derajat 1

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : Gangguan Afektif bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik (F31.2)
Aksis II : Ciri kepribadian emosional tak stabil
Aksis III : Diabetes mellitus
Aksis IV: Masalah dengan primary support group
Aksis V : GAF saat diperiksa : 40-31
GAF terbaik 1 tahun terakhir : 90-81

22
3 PEMERIKSAAN NERVI KRANIALES

Deskripsi umum
 Pemeriksaan nervi kraniales dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada nervi
kraniales beserta interpretasi/penilaiannya
 Dua belas pasang nervi cranialis menghubungkan dengan pusat sistem saraf. Sistem
saraf ini menerima informasi dari dunia luar termasuk dari viscera. Fungsi motorik
yang diatur oleh nervi cranialis ditujukan pada pengaturan fungsi organ-organ khusus,
yaitu vokalisasi, mastikasi, gerakan menelan makanan dan kontrol reflek pernafasan
dan visceral. Implikasi fisiologis dan anatomis dari gangguan fungsi nervi cranialis
sangat penting dalam diagnosis klinik.

Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemeriksaan nervi kraniales secara
mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan bahan
Set pemeriksaan neurologi lengkap

Prosedur pemeriksaan nervus olfaktorius (N I)


1. Memberitahukan kepada pasien bahwa daya penciumannya akan diperiksa.
2. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau kelainan pada
rongga hidung.
3. Meminta pasien untuk menutup salah satu lubang hidung.
4. Meminta pasien untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya: ekstrak kopi, ekstrak
jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang hidung yang terbuka.
5. Meminta pasien menyebutkan jenis bau yang diciumnya.
6. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung kontralateral.
Catatan
 Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit
 Bahan yang dipakai harus dikenal oleh pasien
 Bahan yang cepat menguap tidak boleh digunakan dalam pemeriksaan ini sebab bahan
tersebut dapat merangsang nervus trigeminus (N V) dan alat-alat pencernaan.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan fungsi nervus olfaktorius kedua sisi
adalah baik.

23
Prosedur pemeriksaan nervus optikus (NII)
Fungsi nervus optikus dapat di periksa dengan beberapa teknik pemeriksaan. Pada bagian
latihan akan dibatasi pada pemeriksaan visus dan pemeriksaan lapang pandang.
Pemeriksaan tajam pengelihatan (visus)
Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen, hitung
jari, gerakan tangan dan senter. Petunjuk lengkap pemeriksaan ini dapat dilihat pada topik
“Anamnesis dan pemeriksaan oftalmogi.”
Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan memeriksa batas-batas penglihatan bagian
perifer. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan 3 teknik, yaitu tes konfrontasi dengan
tangan, tes dengan kampimeter, tes dengan perimeter.
Pada modul ini, pemeriksaan yang digunakan adalah pemeriksaan tes konfrontasi
dengan prosedur sebagai berikut:
1. Meminta pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 meter.
2. Meminta pasien menutup mata kirinya dengan tangan untuk memeriksa mata kanan.
3. Meminta pasien melihat hidung pemeriksa
4. Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan ke kiri dan dari atas ke
bawah.
5. Meminta pasien untuk mengatakan bila masih melihat jari-jari tersebut.
6. Menentukan hasil pemeriksaan.
7. Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata sebelah kiri dengan menutup mata
sebelah kanan.
Jenis-jenis kelainan lapangan pandang:
 Tidak mampu melihat secara total.
 Hemianopsia : tidak mampu melihat sebagian lapangan pandang (temporal; nasal;
bitemporal; binasal)
 Hemianopsia homonim
 Quadrantanopsia homonym

Prosedur pemeriksaan nervi okulares (N III, IV, VI)


Pemeriksaan nervi okulares meliputi pemeriksaan gerakan bola mata,
pemeriksaan kelopak mata, dan pemeriksaan pupil.
Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata:
1. Memberitahukan pada pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap gerakan
bola matanya.
2. Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan pasien (nistagmus).
3. Meminta pasien untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan ke
segala arah.
4. Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya (hambatan dapat terjadi
pada salah satu atau kedua mata).
5. Meminta pasien untuk menggerakkan sendiri bola matanya.
Prosedur pemeriksaan kelopak mata:
1. Meminta pasien untuk membuka kedua mata dan menatap kedepan selama satu
menit. Meminta pasien untuk melirik ke atas selama satu menit.

24
2. Meminta pasien untuk melirik ke bawah selama satu menit. Menilai adanya lid lag
(situasi di mana kelopak mata terletak lebih tinggi dari normal pada bola mata saat
pasien melihat ke bawah) atau lagoftalmos (ketidakmampuan menutup mata secara
penuh).
3. Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan membandingkan lebar
celah mata (fisura palpebralis) kanan dan kiri.
4. Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu kelopak mata yang menutup dan sulit
dibuka.
Lig lag/tanda von Graefe Lagoftalmos Ptosis

Keterlambatan penurunan Kelopak mata tidak Kelopak mata tidak


kelopak mata atas pada sepenuhnya dapat menutup sepenuhnya terangkat
pandangan ke bawah bola mata saat mata terpejam saat mata dibuka
Keterangan: tanda panah menunjukkan kondisi bola mata yang abnormal

Prosedur pemeriksaan pupil:


1. Melihat diameter pupil pasien (normal 3 mm).
2. Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau anisokor).
3. Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
4. Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk: menyorotkan cahaya ke arah pupil
lalu mengamati ada tidaknya miosis dan mengamati apakah pelebaran pupil segera
terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil.
5. Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirek: Mengamati perubahan diameter
pupil pada mata yang tidak disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan
sorotan cahaya langsung.
6. Memeriksa refleks akomodasi pupil dengan meminta pasien melihat jari telunjuk
pemeriksa pada jarak yang agak jauh. Selanjutnya, pasien diminta untuk terus melihat
jari telunjuk pemeriksa yang digerakkan mendekati hidung pasien. Amati gerakan
bola mata dan perubahan diameter pupil pasien (pada keadaan normal kedua mata
akan bergerak ke medial dan pupil menyempit).

Prosedur pemeriksaan nervus trigeminus (N V)


Pemeriksaan N V meliputi pemeriksaan motorik dan sensorik. Adapun prosedur
pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan fungsi motorik:
a. Meminta pasien untuk merapatkan gigi sekuat kuatnya.
b. Pemeriksa mengamati muskulus masseter dan muskulus temporalis (normal:
kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama).
c. Meminta pasien untuk membuka mulut.
d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan gigi seri atas dan
bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan terdorong ke arah lesi).

25
2. Pemeriksaan fungsi sensorik
a. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah dahi, pipi, dan
rahang bawah.
b. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi air hangat pada
daerah dahi, pipi, dan rahang bawah.
3. Melakukan pemeriksaan refleks kornea
a. Menyentuh kornea dengan ujung kapas (normal pasien akan menutup mata/
berkedip).
b. Menanyakan apakah pasien dapat merasakan sentuhan tersebut.

Prosedur pemeriksaan nervus facialis (NVII)


Pemeriksaan fungsi nervus VII meliputi pemeriksaan motorik nervus fasialis,
pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus intermedius.
Pada modul ini, akan dilakukan pemeriksaan motorik dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Meminta pasien untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).
2. Mengamati muka pasien bagian kiri dan kanan apakah simetris atau tidak.
3. Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata, lipatan kulit
nasolabial dan sudut mulut.
4. Meminta pasien menggerakkan mukanya dengan cara sbb:
a. Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
b. Mengangkat alis.
c. Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba membuka dengan tangan.
d. Memoncongkan bibir atau nyengir.
e. Meminta pasien menggembungkan pipinya, lalu pemeriksa menekan pipi kiri dan
kanan untuk mengamati apakah kekuatannya sama. Bila ada kelumpuhan maka
angin akan keluar dari bagian yang lumpuh.

Prosedur pemeriksaan nervus vestibulokoklear (NVIII)


Pemeriksaan nervus vestibulokoklearis meliputi pemeriksaan fungsi pendengaran
dan fungsi vestibular. Petunjuk lengkap pemeriksaan fungsi pendengaran ini dapat dilihat
pada topik “Anamnesis dan pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok.” Pemeriksaan
fungsi vestibular dilakukan dengan pemeriksaan nistagmus, Romberg, dan berjalan
dengan mata tertutup. Petunjuk lengkap pemeriksaan fungsi pendengaran ini dapat dilihat
pada topik “Pemeriksaan sistem motorik dan koordinasi.”

Prosedur pemeriksaan nervus glossofaringeus (N IX) dan nervus vagus (N X)


1. Pasien diminta untuk membuka mulutnya.
2. Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan ke bawah, sementara itu pasien
diminta untuk mengucapkan a-a-a panjang.
 Akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan bergerak ke atas. Lengkung
langit-langit di sisi yang sakit tidak akan bergerak ke atas.
 Pada adanya gangguan pada m. stylopharingeus, maka uvula tidak simetris tetapi
tampak miring tertarik ke sisi yang sehat.

26
 Pada adanya gangguan sensibilitas, maka jika dilakukan perabaan pada bagian
belakang lidah atau menggores dinding pharyng kanan dan kiri, refleks muntah
tidak terjadi.

Prosedur pemeriksaan nervus aksesorius (N XI)


Nervus aksesorius tersusun atas komponen kranial dan spinal yang merupakan
serabut motorik yang menginervasi otot-otot laring dan faring serta musculus trapezius
dan sternokleidomastoideus.
1. Untuk mengetahui adanya paralisis m. sternokleidomastoideus, pasien diminta
menolehkan kepalanya kearah sisi yang sehat, kemudian kita raba m.
sternokleidomastoideus. Bila terdapat paralisis N. XI di sisi tersebut, maka akan teraba
m. sternokleidomastoideus itu tidak menegang.
2. Untuk mengetahui adanya paralisis m. trapezius, pada inspeksi akan tampak bahu
pasien di sisi yang sakit adalah lebih rendah daripada di sisi yang sehat dan margo
vertebralis skapula di sisi yang sakit tampak lebih ke samping daripada di sisi yang
sehat.

Prosedur pemeriksaan nervus hipoglosus (N XII)


Nervus hipoglosus hanya mempunyai satu komponen motor somatik dan
menginervasi semua otot intrinsik dan sebagian besar otot ekstrinsik lidah (genioglosus,
styloglosus dan hyoglosus). Pemeriksaan nervs hipoglosus dilakukan dengan menilai
adanya disartria dan deviasi lidah.
1. Kelumpuhan pada n. hipoglossus akan menimbulkan gangguan pergerakan lidah.
Akibat gangguan pergerakan lidah, maka perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan
dengan baik, disebut dengan disartria.
2. Dalam keadaan diam, lidah tidak simetris, biasanya bergeser ke daerah sehat karena
tonus di sini menurun.
3. Bila lidah dijulurkan, lidah akan berdeviasi ke sisi sakit.
4.

27
Daftar cek pemeriksaan nervi kraniales
Nama mahasiswa : Tanggal penilaian :
N Nilai
Aspek yang dinilai
o 0 1 2
1 Pemeriksa memperkenalkan diri ke pasien/keluarga pasien
2 Pemeriksa menjelaskan tujuan pemeriksaan
3 Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien dan pemeriksaan selalu dimulai dari sisi kanan kemudian kiri
NI:
4 Pemeriksa memastikan pasien sadar dan jalan nafas bebas
5 Paemeriksa menanyakan ke pasien apakah mengenali bau/aroma bahan yang akan diperiksa
(tembakau, kopi, vanili,dll)
6 Meminta pasien menutup satu lubang hidungnya
7 Bahan (tembakau, kopi, vanili,dll) diletakkan pada lubang hidung yang tidak tertutup dan pasien
diminta mengidentifikasikan bahan tersebut. Kemudian berpindah ke lubang hidung satunya
N II :
8 Melakukan pemeriksaan visus dengan hitung jari, gerakan tangan, dan senter
9 Melakukan pemeriksaan lapangan pandang dengan tes konfrontasi :
a. Jarak dokter-pasien 60-100 cm
b. Jari tangan dokter harus berada tepat ditengah-tengah jarak tersebut
c. Gerakan jari mulai dari lateral dan medial, superior dan inferior di mana mata yang diperiksa
menatap lurus ke depan (tidak melirik) dan mata yang lain dalam keadaan tertutup
N II & N III :
10 Melakukan penilaian ukuran pupil dan membandingkan kanan kiri
11 Melakukan pemeriksaan refleks pupil terhadap cahaya langsung dan tak langsung
12 Melakukan pemeriksaan refleks akomodasi pupil
N III, IV & VI :
13 Melakukan pemeriksaan gerakan bola mata pada enam arah dengan pola huruf ”H” dan menilai
adanya diplopia, nistagmus, strabismus dan deviasi
14 Melakukan penilaian adanya ptosis, lid lag, dan lagoftalmos
NV:
15 Melakukan pemeriksaan motorik :
a. Pasien diminta menggigit
b. Palpasi dan bandingkan kekuatan kontraksi m. masseter kanan kiri serta m.temporalis kanan kiri
16 Melakukan pemeriksaan sensorik: bandingkan sensasi kulit satu sisi dengan sisi lain pada daerah muka
dan kepala dengan bantuan jarum, kapas dan tabung yang berisi air hangat/dingin
17 Melakukan pemeriksaan refleks kornea :
a. Langsung: pasien diminta melirik ke kanan atas, sentuhkan ujung kapas pada kornea mata kiri
bawah, kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks kanan kiri
b. Tak langsung: sentuhan kapas pada kornea kanan akan menimbulkan refleks menutup mata pada
mata kiri dan sebaliknya
N VII :
18 Melakukan penilaian dalam posisi diam adanya asimetri muka, gerakan abnormal serta ekspresi muka
19 Melakukan pemeriksaan adanya asimetris ketika pasien mengangkat alis, menutup mata kuat-kuat,
memperlihatkan gigi, mencucu, meniup sekuatnya, serta menarik sudut mulut kebawah
20 Melakukan interpretasi lesi sentral atau perifer
N VIII :
21 Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran dengan tes rinne, weber dan schwabach
22 Melakukan pemeriksaan vestibular dengan menilai adanya nistagmus dan tes romberg atau berjalan
dengan mata tertutup

28
N IX & X :
23 Gerakan palatum: pasien diminta mengucapkan huruf a dengan panjang, sementara dokter melihat
gerakan uvula dan archus pharyngeus
24 Refleks muntah: meraba dinding belakan pharynx dengan spatel, bandingkan refleks muntah kanan
kiri
25 Melakukan penilaian adanya mudah tersedak, sulit menelan, dan suara bindeng

N XI :
2 M. .sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan gerakan fleksi lateral dari kepala/leher pasien
6 dan sebaliknya
2 m.trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua bahu pasien kebawah
7
N XII :
2 Pasien diminta menjulurkan lidah, dinilai adanya deviasi
8
2 Pasien diminta menggerakkan lidah ke kanan dan ke kiri, dinilai kanan kiri
9
3 Ujung jari pemeriksa ditempatkan pada salah satu pipi pasien kemudian pasien diminta mendorongnya
0 dengan ujung lidah, dinilai kekuatan dorongan kanan kiri
3 Menilai adanya disartria dan menginterpretasikannya
1
Total nilai

29
4 PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK DAN KOORDINASI

Deskripsi umum
 Pemeriksaan fungsi motorik, meliputi observasi, penilaian tonus otot, pemeriksaan
trofi otot, pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas
 Koordinasi gerak merupakan fungsi yang membutuhkan kerja cerebellum, system
sensoris, dan sistem vestibular. Gangguan koordinasi secara umum ditunjukkan
dengan berkurang atau hilangnya koordinasi volunteer dari gerakan otot-otot.
Gangguan ini secara keseluruhan disebut sebagai ataksia, dan dapat muncul dalam
bentuk cara berjalan yang abnormal (gait abnormality), perubahan bicara, dan
abnormalitas pada gerakan mata.
 
Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemeriksaan sistem motorik dan
koordinasi secara mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan bahan
Set pemeriksaan umum dewasa
Palu refleks
Penlight

Prosedur pemeriksaan fungsi motorik


Observasi
Pemeriksa melakukan observasi terhadap pasien dengan gangguan motorik pada
waktu ia masuk ke kamar periksa. Apakah ia berjalan sendiri? Apakah ia dipapah?
Bagaimana gaya berjalannya? Setiap gangguan somatomotorik yang ringan dapat
diketahui dari observasi terhadap gerakan menutup/ membuka kancing baju,
menggantungkan pakaian, melepaskan sandal, menaiki tempat periksa, merebahkan diri
dan sebagainya. Bilamana pasien sudah berbaring di atas tempat periksa, simetri tubuh
pasien harus diperhatikan. Pemeriksaan juga dilakukan untuk menilai adanya gerakan
involunter yang abnormal (tremor, khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, tik,
fasikulasi dan miokloni)
Penilaian tonus otot
Pada waktu lengan bawah digerakkan pada sendi siku secara pasif, otot-otot
ekstensor dan fleksor lengan membiarkan dirinya ditarik dengan sedikit tahanan yang
wajar. Tahanan ini dikenal sebagai tonus otot. Jika tonus otot meningkat, maka
pemeriksamendapat kesulitan untuk menekukkan dan meluruskan lengan. Jika tonus otot
hilang, maka pemeriksa tidak merasakan tahanan. Penilaian tonus otot dapat dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
1. Otot bahu: menggerakkan sendi bahu seperti abduksi-adduksi dan elevasi, kemudian
merasakan adanya tahanan pada m. deltoideus.
2. Lengan atas: menggerakkan sendi siku secara pasif, yaitu fleksi dan ekstensi
berulang-ulang dan merasakan adanya tahanan pada otot-otot di lengan atas

30
3. Lengan bawah: menggerakkan tangan pasien secara pasif (pronasi-supinasi) dan
merasakan adanya tahanan pada otot-otot di lengan bawah
4. Tangan: pemeriksa memfleksikan dan mengekstensikan jari-jari tangan pasien
(menggenggam dan membuka)
5. Pinggul: memfleksikan dan mengekstensikan kaki pasien pada articulatio coxae
6. Paha: memfleksikan dan mengekstensikan kaki pasien pada sendi lutut
7. Betis: Pemeriksa melakukan dorsofleksi dan plantar-fleksi secara pasif pada kaki
pasien dan merasakan adanya tahanan pada otot betis (m. gastrocnemius)
8. Kaki: memfleksikan dan mengekstensikan jari kaki pasien
Prosedur pemeriksaan trofi otot
Pemeriksaan trofi otot dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pengukuran
pada otot bahu, lengan atas, lengan bawah, tangan, pinggul, paha, betis dan kaki.
1. Inspeksi
a. Perhatikan bentuk dan ukuran otot, baik masing-masing atau sekelompok otot,
adanya gerakan abnormal, adanya kontraktur dan deformitas.
b. Perhatikan apakah otot tampak normal (eutrofi), membesar (hipertrofi) atau tampak
kecil (atrofi).
c. Perkembangan otot ditentukan oleh faktor keturunan, profesi, cara hidup, gizi dan
latihan/ olahraga.
d. Bandingkan kanan dan kiri.
2. Pengukuran: Bila terdapat asimetri, maka pengukuran kelompok otot yang sama harus
dilakukan, meliputi panjang otot dan lingkaran otot. Patokan untuk mengukur
lingkaran anggota gerak kedua sisi harus diambil menurut bangunan anggota gerak
yang sama, misalnya 10 cm diatas olekranon.
3. Palpasi: Otot yang normal akan terasa kenyal pada palpasi, otot yang mengalami
kelumpuhan (LMN) akan lembek, kendor dan konturnya hilang.

Prosedur pemeriksaan kekuatan otot


1. Otot bahu:
a.Meminta pasien untuk melakukan elevasi (mengangkat tangan) kemudian tangan
pemeriksa menahannya.
b. Meminta pasien untuk melakukan abduksi kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
2. Otot lengan:
a.Meminta pasien untuk melakukan fleksi pada sendi siku kemudian tangan pemeriksa
menahannya. Pemeriksaan ini terutama menilai kekuatan otot bisep dan
brachioradialis.
b. Meminta pasien untuk melakukan ekstensi pada sendi siku kemudian tangan
pemeriksa menahannya. Pemeriksaan ini terutama menilai otot trisep.

31
3. Otot tangan
a.Meminta pasien untuk menekuk jari-jari tangan (fleksi pada sendi interfalang),
kemudian tangan pemeriksa menahannya.
b. Meminta pasien untuk meluruskan jari-jari tangan, kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
c.Meminta pasien untuk mengepalkan tangan dan mengembangkan jari-jari tangan.
4. Otot panggul
a.Meminta pasien untuk melakukan fleksi pada sendi panggul, kemudian tangan
pemeriksa menahannya
b. Setelah fleksi maksimal, pemeriksa meluruskan sendi panggul tersebut.
5. Otot paha
a.Meminta pasien untuk melakukan fleksi pada sendi lutut, kemudian tangan
pemeriksa menahannya. Pemeriksaan ini untuk menilai kekuatan m. biseps femoris.
b. Setelah fleksi maksimal, pemeriksa meluruskan sendi lutut tersebut.
6. Otot kaki
a.Meminta pasien untuk melakukan dorsofleksi pada kaki, kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
b. Meminta pasien untuk melakukan plantar fleksi kemudian tangan pemeriksa
menahannya.
7. Derajat kekuatan otot ditetapkan sebagai berikut :
0: jika tidak timbul kontraksi otot.
1: jika terdapat sedikit kontraksi otot.
2: jika tidak dapat melawan gravitasi.
3: jika dapat melawan gravitasi tanpa penahanan.
4: jika dapat melawan gravitasi dengan penahanan sedang.
5: jika dapat melawan gravitasi secara penuh.

Prosedur pemeriksaan koordinasi


1. Penilaian cara berjalan: mintalah pasien berjalan, perhatikan panjang langkahnya
dan lebar jarak kedua telapak kakinya
2. Tes Romberg
a.Pemeriksa berada di belakang pasien
b. Pasien berdiri tegak dengan kedua tangan di dada, mata terbuka, amati 30 detik
c.Setelah itu pasien diminta menutup mata dan diamati selama 30 detik
d. Tes Romberg dinyatakan negatif (-) pada pasien yang stabil dan dapat menjaga
keseimbangan dengan baik pada mata terbuka maupun tertutup. Tes dinyatakan
positif (+) jika pasien bisa berdiri dengan kedua kaki rapat saat mata terbuka, tetapi
terjatuh saat mata ditutup. Pada pasien dengan hasil tes Romberg (+), sebutkan pula
ke arah mana pasien jatuh (kanan atau kiri).
3. Tes Jalan tandem: Pasien diminta berjalan dengan sebuah garis lurus menempatkan
tumit di depan jari kaki bergantian.
4. Penilaian disimetria
Disimetria merupakan salah satu bentuk ataksia yang ditunjukkan dengan
ketidakmampuan menyasar posisi yang diinginkan dengan tangan, lengan, tungkai,
atau mata. Penilaian ini dilakukan untuk menilai adanya disdiadokoninesia dan hipo-
atau hipermetria.

32
a. Penilaian disdiadokoninesia
Disdiadokoninesia dinyatakan positif (+) bila gerakan lamban dan tidak tangkas.
 Tes pronasi-supinasi/rapid alternating movement: mintalah pasien
merentangkan kedua tangannya ke depan, kemudian mintalah pasien
mensupinasi dan pronasi tangannya secara bergantian dan cepat. Positif bila
gerakan lamban dan tidak tangkas.
 Tapping test: mintalah pasien untuk mengetuk lengan atau kaki mereka
berulang-ulang dengan cepat
b. Penilaian hipo- atau hipermetria
 Tes Telunjuk-Hidung: Mintalah pasien merentangkan kedua lengannya ke
samping. Kemudian mintalah pasien menyentuh hidungnya dengan jari
telunjuknya bergantian tangan kanan dan kiri. Pertama dengan mata terbuka dan
kedua dengan mata tertutup.
 Tes Telunjuk-hidung-telunjuk: Mintalah pasien untuk secara bergantian
menyentuh hidungnya kemudian menyentuh telunjuk pemeriksa yang
diposisikan berpindah-pindah di depan wajah pasien.
 Tes Tumit-Lutut: minta pasien menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut
tungkai lainnya, kemudian minta pasien menggerakkan tumit itu meluncur dari
lutut ke pergelangan kaki melalui tulang tibia dan akhirnya melewati dorsum
pedis untuk menyentuh ibu jari kaki.

33
Daftar cek pemeriksaan sistem motorik dan koordinasi
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
No Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
Pemeriksaan fungsi motorik
1 Melakukan Observasi: sikap, bentuk tubuh, gerakan involunter yang abnormal
(tremor, khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi dan miokloni)
2 Pemeriksaan tonus otot: menggerakkan sendi dengan perlahan untuk
pemeriksaan hipotonia
3 Menggerakkan sendi dengan cepat atau mendadak untuk pemeriksaan hipertonia
(spastisitas, clonus, rigiditas, miotonia)
4 Melakukan pemeriksaan pada eksteremitas atas dan bawah dengan
membandingkan kanan kiri dan menginterpretasikan hasil
5 Pemeriksaan trofi otot: melakukan inspeksi, pengukuran, dan palpasi pada
ekstremitas kanan dan kiri untuk menentukan trofi otot
6 Pemeriksaan kekuatan otot: menggerakan ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah pasien (fungsi nerve C5-S2) sementara pasien mempertahankan atau bila
pasien kurang kooperatif, pasien menggerakkan dan dokter yang menahan
7 Posisi sewaktu tes kekuatan otot harus tepat
8 Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan dengan gradasi skor 0-5
Pemeriksaan koordinasi
9 Pemeriksaan disdiadokoninesia:
a. Tes pronasi-supinasi/rapid alternating movement: mintalah pasien
merentangkan kedua tangannya ke depan, kemudian mintalah pasien
mensupinasi dan pronasi tangannya secara bergantian dan cepat. Positif bila
gerakan lamban dan tidak tangkas.
b. Tapping test: mintalah pasien untuk mengetuk lengan atau kaki mereka
berulang-ulang dengan cepat
c. Nilai adanya tidaknya diadokokinesia dari kecepatan, irama dan kehalusan
gerakan
10 Penilaian hipo- atau hipermetria
a. Tes Telunjuk-Hidung: Mintalah pasien merentangkan kedua lengannya ke
samping. Kemudian mintalah pasien menyentuh hidungnya dengan jari
telunjuknya bergantian tangan kanan dan kiri. Pertama dengan mata terbuka
dan kedua dengan mata tertutup.
b. Tes Telunjuk-hidung-telunjuk: Mintalah pasien untuk secara bergantian
menyentuh hidungnya kemudian menyentuh telunjuk pemeriksa yang
diposisikan berpindah-pindah di depan wajah pasien.
c. Tes Tumit-Lutut: minta pasien menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut
tungkai lainnya, kemudian minta pasien menggerakkan tumit itu meluncur
dari lutut ke pergelangan kaki melalui tulang tibia dan akhirnya melewati
dorsum pedis untuk menyentuh ibu jari kaki.
d. Bandingkan kanan kiri, lakukan dengan mata terbuka dan tertutup
e. Nilai adanya tidaknya hipo- atau hipermetria dari ketepatan gerakan pasien
11 Knee-heel test :
a. Pasien mengangkat salah satu tungkai tinggi-tinggi kemudian menempatkan
tumitnya pada lutut yang satu lagi dan meluncurkan kakinya ke bawah
sampai ke ibu jari kaki
b. Bandingkan kanan kiri, lakukan dengan mata terbuka dan tertutup

34
12 Pemeriksaan gait & body movement: pasien diminta berjalan sementara dokter
memperhatikan postur, keseimbangan, gerak lambaian tangan dan ayunan kaki
untuk mengenali adanya abnormal gait & body movement (scissor gaitt,
stepping gait, spastic hemipareses, parkinsonism, claw-hand, droop-foot, ataxia,
tremor, korea dll)
13 Toe walking test & heel walking test : pasien diminta berjalan dengan ujung jari
dan kemudian tumit
14 Tandem walking : pasien diminta berjalan menurut garis lurus
Pemeriksaan standing & specified ways
15 Romberg test : pasien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapatkan,
pertama kali dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup selama 5-10
detik
16 Meminta pasien lompat ditempat dengan satu kaki
17 Meminta pasien sedikit menekuk lutut secara bergantian
18 Meminta pasien berdiri dari posisi duduk tanpa bantuan
19 Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan
Nilai total

35
5 PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS

Deskripsi umum
 Yang dimaksud dengan refleks fisiologis adalah refleks regangan otot, yang muncul
sebagai akibat rangsangan terhadap tendo atau periosteum atau kadang-kadang
serhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Refleks tadi seringkali disebut dengan
istilah yang keliru, misalnya refleks tendo atau refleks periosteum. Yang menimbulkan
gerakan refleks sebenarnya adalah adanya regangan otot, sedang tendo itu sendiri
hanya merupakan tempat di mana rangsangan mudah diberikan
 Alat yang dipergunakan biasa disebut palu refleks (hammer reflex) yang pada
umumnya dibuat dari bahan karet, walaupun bahan lain dapat pula dipergunakan.
Namun demikian untuk mencapai hasil yang baik, bahan karet yang lunak lebih umum
dipakai. Bahan tersebut tidak akan menimbulkan rasa nyeri pada pasien. Rasa nyeri
pada pemeriksaan refleks memang harus dihindari oleh karena akan mempengaruhi
hasil pemeriksaan.
 Refleks patologis merupakan respons yang umumnya tidak ditemukan pada individu
normal. Refleks patologis pada ekstremitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul,
lebih reliabel dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan reflex
patologis pada ekstremitas atas.

Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemeriksaan refleks fisiologis dan
patologis secara mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan bahan
Bed pemeriksaaan
Palu refleks

Prosedur pemeriksaan refleks fisiologis


1. Pemeriksaan refleks biseps
a. Pasien duduk dengan santai
b. Lengan dalam keadaan lemas, lengan bawah dalam posisi antara fleksi dan ekstensi
serta sedikit pronasi
c. Siku pasien diletakkan pada lengan/tangan pemeriksa
d. Pemeriksa meletakkan ibu jarinya di atas tendo biseps, kemudian pukullah ibu jari
tadi dengan palu refleks yang telah tersedia. Reaksi utama adalah kontraksi otot
biseps dan kemudian fleksi lengan bawah. Apabila refleks meningkat maka zona
refleksogen akan meluas dan refleks biseps ini dapat muncul dengan mengetuk
daerah klavikula
2. Pemeriksaan refleks triseps
a. Pasien duduk dengan santai
b. Lengan pasien diletakkan di atas lengan/tangan pemeriksa

36
c. Posisi pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks biseps
d. Lengan pasien dalam keadaan lemas, relaksasi sempurna. Apabila telah dipastikan
bahwa lengan pasien sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba triseps: tak teraba
tegang), pukul tendo yang lewat di fossa olekrani. Triseps akan berkontraksi dengan
sedikit menyentak, gerakan ini dapat dilihat dan sekaligus dirasakan oleh lengan
pemeriksa yang menopang lengan pasien.
3. Pemeriksaan refleks brakioradialis
a. Posisi pasien dan pemeriksa sama dengan pemeriksaan refleks biseps
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius bagian distal dengan memakai palu
refleks yang datar. Akan timbul gerakan menyentak pada tangan
4. Pemeriksaan refleks patela/kuadriseps
a. Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
b. Meraba daerah kanan-kiri tendo patela untuk menetapkan daerah yang tepat
c. Tangan pemeriksa yang satu memegang paha pasien bagian distal, dan tangan yang
lain memukul tendo patella tadi dengan palu refleks secara cepat (ayunan palu
refleks bertumpu pada sendi pergelangan tangan). Tangan yang memegang paha
tadi akan merasakan kontraksi otot kuadriseps, dan pemeriksa dapat melihat tungkai
bawah yang bergerak secara menyentak untuk kemudian berayun sejenak
5. Pemeriksaan refleks tendon Achilles
a. Pasien dapat duduk dengan tungkai menjuntai, atau berbaring, atau dapat pula
pasien berlutut di mana sebagian tungkai bawah dan kakinya menjulur di luar meja
pemeriksa
b. Pada dasarnya pemeriksa sedikit meregangkan tendon Achilles dengan cara
menahan ujung kaki kearah dorsofleksi
c. Tendon Achilles dipukul dengan ringan tapi cepat. Akan muncul gerakan fleksi kaki
yang menyentak

Prosedur pemeriksaan refleks patologis


Pada pemeriksaan refleks patologis ekstremitas bawah (Babinski, Chaddock,
Gordon, Schaeffer, Oppenheim), jika refleks patologis positif, akan terjadi dorsofleksi ibu
jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari lainnya. Cara pemeriksaan
refleks patologis ekstremitas bawah adalah sebagai berikut:
a. Babinski’s sign: pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu
refleks
b. Chaddock’s sign: pemerika menggores di bawah dan sekitar maleolus eksterna ke
arah lateral dengan palu refleks ujung tumpul
c. Gordon’s sign: pemeriksa menekan otot-otot betis dengan kuat
d. Schaeffer’s sign: pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat
e. Oppenheim’s sign: pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan
telunjuk pada permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal
Pada pemeriksaan refleks patologis ekstremitas atas (refleks Hoffman dan
Tromner), pemeriksaan dinyatakan positif jika timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari
telunjuk, dan jari-jari lainnya. Cara pemeriksaan refleks patologis ekstremitas bawah
adalah sebagai berikut:
a. Refleks Hoffmann: melakukan petikan pada kuku jari tengah
b. Refleks Tromner: mencolek ujung jari tengah

37
Daftar cek pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
No Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
Pemeriksaan Refleks Fisiologis
1 Persiapan :
a. Membuat pasien sesantai mungkin, bila perlu memintanya menarik kedua tangan (jendrasic
maneuver) atau mengatupkan gigi untuk mengalihkan perhatian
b. Kekuatan pukulan palu refleks diatur agar tidak terlalu kuat atau lemah
c. Menginterpretasikan refleks dengan gradasi 0 - 4+
2 Refleks biseps
a. Memfleksikan lengan pasien terhadap siku 90°, supinasi dan lengan bawah ditopang
b. Menempatkan jari pada tendon m.biceps, kemudian dipukul dengan palu refleks
3 Refleks triceps
a. Memfleksikan lengan pasien terhadap siku 90°, dan lengan bawah ditopang
b. Mengetok tendon triceps dengan palu refleks
4 Refleks brakioradialis
a. Memposisikan pasien sedikit pronasi dan lengan bawah ditopang
b. Mengetok 3-5 cm diatas pergelangan tangan dengan palu refleks
5 Refleks patella
a. Memfleksikan tungkai pasien (baik posisi pasien duduk/berbaring)
b. Mengetok tendon patella dengan palu refleks
6 Refleks achilles
a. Memposisikan kaki pasien dorsoflexi, bisa dengan menyilangkan di atas tungkai bawah
kontralateral
b. Mengetok tendon achilles dengan palu refleks
Pemeriksaan refleks patologis
7 Refleks hoffman: memegang tangan pasien dan memfleksikannya, lalu jari tengah pasien dijepit
antara telunjuk & ibu jari, dengan ibu jari gores kuat ujung jari tengah pasien
8 Refleks tromner: memposisikan pergelangan tangan pasien hiperekstensi, lalu ujung jari tengah
disentil
9 Refleks babinski: melakukan goresan pada telapak kaki sisi lateral dari tumit ke arah ujung kaki
membentuk huruf”L”
10 Refleks oppenheim: mengurut dengan bantalan jari dengan kondisi tangan terkepal, sepanjang tepi
depan tulang tibia dari atas ke bawah
11 Refleks gordon: memencet otot gastrocnemius
12 Refleks chaddock: menggores sepanjang tepi lateral maleolus dari bawah ke atas
13 Refleks schaefer: Memencet tendon achilles
14 Menginterpretasi hasil pemeriksaan
Nilai total

38
6 PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS

Deskripsi umum
 Adanya gangguan pada otak, medula spinalis, dan saraf tepi dapat menimbulkan
gangguan sensorik.
 Pada pemeriksaan sensoris, kesadaran pasien harus penuh dan tajam (kompos mentis
dan kooperatif), pasien tidak boleh dalam keadaan lelah, dan prosedur pemeriksaan
harus benar-benar dimengerti oleh pasien karena pemeriksaan fungsi sensorik benar-
benar memerlukan kerjasama yang sebaikbaiknya antara pemeriksa dengan pasien.
 Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi
perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan; dengan demikian harus dicatat gradasi atau
tingkat perbedaannya. Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada
setiap individu, pada tiap bagian tubuh, dan pada individu yang sama tetapi dalam
situasi yang berlainan. Oleh sebab itu, pemeriksa perlu menganjurkan pasien untuk
melakukan pemeriksaan ulang pada hari berikutnya
 Perlu ditekankan mengenai azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu
dibandingkan dengan bagian kanan. Juga pelu dipahami tentang azas ekstrem:
pemeriksaan dikerjakan dari ujung atas dan ujung bawah ke arah pusat. Hal ini untuk
menjamin kecermatan pemeriksaan.
 Pemeriksaan fungsi sensorik harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa),
menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan, tanpa menyakiti pasien,
dan pasien tidak boleh dalam keadaan tegang
 Perlu ditekankan bahwa hasil pemeriksaan fungsi sensorik pada suatu saat tidak dapat
dipercaya, membingungkan, dan sulit dinilai. Dengan demikian kita harus berhati-hati
dalam hal penarikan kesimpulan.

Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemeriksaan sistem sensoris secara
mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan bahan
Jarum biasa/peniti/jarum pentul atau jarum yang terdapat dalam pangkal palu refleks
Tabung yang diisi air dingin atau air panas
Garpu tala 128 Hz

Prosedur pemeriksaan sensoris


1. Pemeriksaan nyeri superfisial
a. Mata pasien tertutup.
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tersebut terhadap dirinya sendiri.
c. Tekanan terhadap kulit pasien seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan
perlukaan.

39
d. Rangsangan terhadap kulit dikerjakan dengan ujung jarum dan kepala jarum secara
bergantian, sementara itu pasien diminta untuk menyatakan sensasinya sesuai
dengan pendapatnya.
e. Pasien juga diminta untuk menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas
ketajaman rangsangan di daerah yang berlainan.
f. Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya menurun, maka rangsangan dimulai
dari daerah tadi dan menuju arah yang normal.
2. Pemeriksaan sensasi suhu
a. Pasien lebih baik dianjurkan dalam posisi berbaring dengan mata pasien tertutup.
b. Tabung dingin/panas terlebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.
c. Tabung ditempelkan pada kulit pasien, dan pasien diminta untuk menyatakan
apakah tersa dingin atau panas.
d. Sebagai variasi, pasien dapat diminta untuk menyatakan adanya rasa hangat.
3. Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
a. Pasien duduk atau berbaring dengan mata tertutup
b. Jari-jari pasien harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan digerakkan secara
pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan mungkin sehingga dihindari adanya
tekanan terhadap jari-jari tadi. Jari yang diperiksa harus dipisahkan dari jari-jari di
sebelah kiri/kanannya sehingga tidak bersentuhan, sementara itu jari yang diperiksa
tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun.
c. Pasien diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari ataupun apakah
ada gerakan pada jarinya. Apabila diperoleh kesan adanya gangguan sensasi gerak
dan posisi maka dianjurkan untuk memeriksa bagian tubuh lain yang ukurannya
lebih besar, misalnya tungkai bawah atau lengan bawah.
4. Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
a. Getarkan garpu tala terlebih dahulu, dengan jalan ujung garpu tala dipukulkan pada
benda padat/keras yang lain, kemudian pangkal garpu tala segera ditempelkan pada
bagian tubuh tertentu.
b. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.
5. Pemeriksaan sensasi tekan
a. Pasien dalam posisi berbaring dan mata tertutup.
b. Ujung jari atau benda tumpul ditekankan atau disentuhkan lebih kuat terhadap kulit.
Di samping itu juga dapat diperiksa dengan menekan struktur subkutan misalnya
massa otot, tendo dan saraf itu sendiri, baik dengan benda tumpul atau dengan
cubitan dengan skala yang lebih besar.
c. Pasien diminta untuk menyatakan apakah ada tekanan dan sekaligus diminta untuk
mengatakan daerah mana yang ditekan tadi.
6. Pemeriksaan sensasi nyeri dalam atau nyeri tekan
a. Massa otot, tendo atau saraf yang dekat permukaan ditekan dengan ujung jari atau
dengan mencubit (menekan di antara jari telunjuk dan ibu jari)
b. Pasien diminta untuk menyatakan apakah ada perasaan nyeri atau tidak;
pernyataan ini dicocokkan dengan intensitas tekanan atau cubitan.

40
Daftar cek pemeriksaan sensoris
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Mengemukakan maksud dan tujuan pemeriksaan
2 Melakukan pemeriksaan nyeri superfisial dengan bantuan jarum tajam dan tumpul,
bandingkan kanan kiri atau daerah abnormal dan daerah normal
3 Melakukan pemeriksaan nyeri tekan dalam dengan menekan tendon achilles
4 Melakukan pemeriksaan temperatur dengan bantuan tabung berisi air hangat dan dingin,
bandingkan kanan kiri atau daerah abnormal dan daerah normal
5 Melakukan pemeriksaan sentuhan halus dengan bantuan kapas, bandingkan kanan kiri atau
daerah abnormal dan daerah normal
6 Melakukan pemeriksaan getar dengan bantuan garpu tala 128 Hz yang digetarkan dan
diletakkan pada daerah dengan tulang yang menonjol, bandingkan kanan kiri atau daerah
abnormal dan daerah normal
7 Melakukan pemeriksaan posisi dimana pasien mengangkat kedua lengan dengan mata
tertutup kemudian kita gerakkan ke atas dan ke bawah, pasien diminta menentukan lengan
mana yang lebih tinggi
8 Melakukan pemeriksaan sensasi deskriminasi di mana pasien menutup mata kemudian diberi
2 rangsangan tumpul pada 2 titik anggota gerak secara serentak, pasien bisa membedakan
adanya 2 rangsangan, bandingkan kanan kiri atau daerah abnormal dan daerah normal
9 Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan
Total nilai

41
7 PEMERIKSAAN KESADARAN DAN TANDA MENINGEAL

Deskripsi umum
  Kesadaran merupakan suatu kondisi ketika seseorang dapat memberikan respons
yang sesuai terhadap lingkungan dan orang sekitar. Kesadaran juga ditandai dengan
mengertinya seseorang terhadap tempat dia berada, siapa dirinya, di mana dia
tinggal, dan waktu saat itu.
 Tingkat kesadaran dapat dinilai secara kuantitatif (dengan Glaslow Coma
Scale/GCS) maupun kualitatif.
 Dahulu, GCS hanya dipakai untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien dengan
cedera kepala. Namun, saat ini GCS juga digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
saat memberikan pertolongan darurat medis. Terdapat tiga komponen dalam
penilaian GCS, yaitu pembukaan mata (eye), kemampuan bicara (verbal), dan
gerakan tubuh (motoric).
 Pada pasien yang tingkat kesadarannya tidak bisa dinilai secara kuantitatif, dapat
digunakan penilaian tingkat kesadaran secara kualitatif.
 Tanda-tanda meningeal timbul karena tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang
hipersensitif karena adanya perangsangan atau peradangan pada selaput otak
meninges (meningitis) akibat infeksi, kimiawi maupun karsinomatosis. Perangsangan
meningeal bisa terjadi juga akibat perdarahan subarachnoid.

Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemeriksaan kesadaran (secara
kualitatif dan kuantitatif) dan tanda meningeal secara mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan bahan
Bed pemeriksaan

Prosedur pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif dengan GCS


Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan skor terhadap kondisi pasien sesuai kriteria
berikut:
Komponen Kondisi pasien Skor
Pembukaan Tidak ada pembukaan mata meski telah diberikan rangsangan 1
mata bunyi dan rangsangan nyeri
(Eye) Dengan rangsangan nyeri 2
Dengan rangsangan bunyi/dipanggil/diajak bicara 3
Spontan 4
Kemampuan Tidak mengeluarkan suara sedikitpun, meski sudah dipanggil 1
bicara atau dirangsang nyeri
(Verbal) Mengeluarkan suara erangan/rintihan tanpa kata-kata 2
Dapat berkomunikasi tapi tidak jelas atau hanya mengeluarkan 3
kata-kata tapi bukan kalimat yang jelas

42
Dapat menjawab pertanyaan tapi seperti kebingungan atau 4
percakapan tidak lancar
Dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan benar 5
dan sadar penuh terhadap orientasi lokasi, lawan bicara, tempat,
dan waktu
Gerakan Tidak ada respons gerakan tubuh walau sudah diperintahkan atau 1
tubuh diberi rangsangan nyeri
(Motoric) Ekstensi. Hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki, atau 2
menekuk kaki dan tangan saat diberi rangsangan nyeri (Ekstensi
lengan, abduksi,endorotasi bahu, pronasi lengan bawah)
Fleksi patologis. Hanya menekuk lengan dan memutar bahu saat 3
diberi rangsangan nyeri
Fleksi normal/menjauhi nyeri. Dapat menggerakkan tubuh 4
menjauhi sumber nyeri ketika dirangsang nyeri
Melokalisir nyeri. Bagian tubuh yang tersakiti dapat bergerak 5
dan orang yang diperiksa dapat menunjukkan lokasi nyeri.
Mengikuti perintah. Melakukan gerakan sesuai perintah 6
Skala GCS didapat dinyatakan dengan menunjukkan ketiga komponennya (misalnya
dinyatakan sebagai E4V5M6) atau dijumlahkan hingga nilai total maksimal 15.
Pada pasien dengan cedera kepala, total skor GCS ini dapat digunakan untuk menilai
derajat keparahan cedera kepala. Skor GCS 3-8 menunjukkan cedera kepala berat, 9-12
cedera kepala sedang, dan 13-15 menunjukkan cedera kepala ringan.
Pada kondisi di mana salah satu komponen GCS tidak dapat dinilai, maka skor untuk
komponen tersebut dinyatakan dengan ‘x.’ Berikut adalah beberapa contoh kondisi yang
dapat menyebabkan salah satu komponen GCS tidak dapat dinilai secara valid dan
ditandai sebagai ‘x’:
Ex Vx Mx
Pasien dengan trauma mata Pasien bisu/tuli Pasien retardasi mental
Pasien ptosis Pasien demensia Pasien tuli
Pasien terintubasi

Prosedur pemeriksaan kesadaran secara kualitatif


Pada kondisi di mana kesadaran tidak dapat dinilai dengan GCS, penilaian kesadaran
dapat dinyatakan secara kualitatif sesuai definisi berikut:
1. Kompos mentis, merupakan kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon
pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat menjawab
pertanyaan penanya dengan baik. Kondisi ini setara dengan GCS 15-14.
2. Apatis, merupakan kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan
terhadap lingkungan sekitarnya. Kondisi ini setara dengan GCS 13-12.
3. Delirium, merupakan kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai dengan
kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan siklus tidur,
merasa gelisah, mengalami disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta.
Kondisi ini setara dengan GCS 11-10.
4. Somnolen, merupakan kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa
dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan tersebut berhenti,
maka pasien akan langsung tertidur kembali. Kondisi ini setara dengan GCS 9-7.

43
5. Sopor, merupakan kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat
dibangunkan dengan rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri. Meskipun
begitu pasien tidak dapat bangun sempurna dan tidak mampu memberikan respons
verbal dengan baik. Kondisi ini setara dengan GCS 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan, merupakan kondisi penurunan kesadaran di mana
pasien tidak dapat memberikan renspons pada rangsangan verbal dan bahkan tidak
dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih akan
terlihat refleks kornea dan pulpil yang baik. Pada kondisi ini respons terhadap
rangsangan nyeri tidak cukup terlihat atau hanya sedikit. Kondisi ini setara dengan
GCS 4.
7. Koma, merupakan kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam. Dalam
kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spondan dan tidak muncul juga respons
terhadap rangsangan nyeri. Kondisi ini setara dengan GCS 3.

Prosedur pemeriksaan tanda meningeal


1. Kaku Kuduk
a. Pasien berbaring terlentang di atas tempat tidur.
b. Secara pasif kepala pasien dilakukan fleksi dan ekstensi. Pada keadaan normal, ia
akan menekuk dengan bebas. Jika pasien memiliki kaku kuduk, leher melawan
fleksi dan pasien merasa kesakitan. Jika kaku kuduk berat, anda dapat menaikkan
kepala pasien dan badan dengan tulang belakang seperti batang lurus atau pasien
seperti patung.
c. Karena kaku kuduk yang nyata mengindikasikan iritasi meningeal, pemeriksa harus
membedakannya dari bentuk rigiditas servikal lainnya. Dengan kaku kuduk yang
nyata, leher hanya melawan fleksi. Leher bergerak bebas melalui rotasi dan
ekstensi, karena gerakan ini tidak meregangkan meninges, medulla spinalis, dan
radiks nervi spinales.
d. Untuk menunjukkan rigiditas hanya mempengaruhi otot leher, tempatkan tangan
anda pada dahi pasien. Secara pasif gulingkan kepala pasien dari satu sisi ke sisi
lainnya untuk menunjukkan rotasi kepala yang bebas meski ada resistensi terhadap
fleksi. Kemudian angkat bahu pasien untuk membiarkan kepala jatuh ke arah
belakang, menguji kebebasan ekstensi
e. Rigiditas servikal ditunjukkan dengan adanya resistensi terhadap gerakan leher ke
segala arah. Sebaliknya, kaku kuduk secara khusus berarti resistensi terhadap fleksi
leher, yaitu rigiditas bagian belakang leher
2. Tanda Brudzinski I
a. Pasien berbaring telentang.
b. Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien.
c. Lakukan gerakan fleksi pada kepala pasien dengan cepat, gerakan fleksi ini
dilakukan semaksimal mungkin.
d. Tanda Brudzinski positif jika sewaktu dilakukan gerakan fleksi kepala pasien timbul
fleksi involunter pada kedua tungkai.

3. Tanda Brudzinski II
a. Pasien berbaring terlentang.

44
b. Tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara pasif pada sendi panggul dan sendi
lutut (seperti Tanda Kernig).
c. Tanda Brudzinski II positif jika sewaktu dilakukan gerakan di atas tadi, tungkai
yang kontralateral secara involunter ikut fleksi.
4. Tanda Brudzinsky III
a. Melakukan penekanan secara bersamaan pada os zygomaticus dengan kedua ibu jari
b. Memperhatikan adanya fleksi pada kedua lengan
5. Tanda Brudzinsky IV
a. Melakukan penekanan di atas os pubis dengan kedua ibu jari
b. Memperhatikan adanya fleksi pada tungkai
6. Tanda Lasegue
a. Pasien diminta untuk berbaring terlentang di atas tempat tidur.
b. Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul pasien dengan cara salah satu
tangan memegang tumit pasien dan mengangkatnya sementara tangan yang lain
menekan lutut supaya tetap lurus (straight leg raising test)
c. Memperhatikan apakah ada tahanan atau rasa sakit sebelum sudut 70°
7. Tanda Kernig
a. Pasien berbaring terlentang.
b. Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut dari pasien.
c. Kemudian dilakukan ekstensi pada sendi lutut.
d. Tanda Kernig positif jika pada waktu dilakukan ekstensi pada sendi lutut <135 O,
timbul rasa nyeri, sehingga ekstensi sendi lutut tidak bisa maksimal.

45
Daftar cek pemeriksaan kesadaran dan tanda meningeal
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif dengan GCS
a. Melakukan penilaian pembukaan mata (eye)
b. Melakukan penilaian aspek verbal
c. Melakukan penilaian motoric
d. Menentukan skor GCS dan interpretasinya
2. Menentukan kesadaran pasien secara kualitatif
3. Pemeriksaan kaku kuduk
a. Meletakkan tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang berbaring
b. Memfleksikan kepala pasien sampai dagu menyentuh dada saat pasien ekspirasi
c. Menggerakkan kepala pasien kekiri dan kekanan untuk membedakan dengan
rigiditas
4. Tanda Brudzinski I
a. Menempatkan tangan dibawah kepala pasien
b. Menekuk kepala pasien sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada
c. Meletakkan tangan yg satu di atas dada pasien untuk menahan badan
d. Memperhatikan adanya fleksi pada tungkai
5. Tanda Brudzinski II
a. Meminta pasien berbaring, lalu satu tungkai difleksikan pada satu panggul
b. Memperhatikan adanya fleksi pada tungkai yang lain
6. Tanda Brudzinski III
a. Melakukan penekanan secara bersamaan pada os zygomaticus dengan kedua ibu
jari
b. Memperhatikan adanya fleksi pada kedua lengan
7. Tanda Brudzinski IV
a. Melakukan penekanan diatas os pubis dengan kedua ibu jari
b. Memperhatikan adanya fleksi pada tungkai
8. Tanda Lasegue
a. Meminta pasien berbaring dengan diluruskan kedua tungkainya
b. Mengangkat lurus satu tungkai pasien kemudian difleksikan pd sendi panggulnya
c. Memposisikan tungkai yang satu lagi dalam keadaan lurus
d. Memperhatikan apakah ada tahanan atau rasa sakit sebelum sudut 70°
9. Tanda Kernig
a. Meminta pasien berbaring lalu difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai
sudut 90 º
b. Kemudian tungkai bawah diekstensikan pada sendi lutut sampai 135 º
c. Memperhatikan apakah ada tahanan atau rasa sakit sebelum sudut tersebut
Total nilai

46
CONTOH KASUS NEUROLOGI

KASUS I
Identitas
Nama Tn. Kardi
Usia 67 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Pensiunan
Status pernikahan Menikah
Pendidikan terakhir S1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD dengan keluhan bicara pelo dan lemah badan separuh bagian kanan
sejak sekitar 8 yang lalu. Saat keluhan muncul, pasien tiba-tiba merasa lemas, jatuh terduduk
sehingga dibawa tetangganya pulang ke rumah. Pasien tidak pingsan, demam, nyeri dada,
kejang, tidak mengalami gangguan penglihatan ataupun mengalami kecelakaan beberapa saat
sebelum mengalami kelemahan. Pasien tidak mengonsumsi obat tertentu untuk mengatasi
kelemahannya tersebut. Lima jam setelah mengalami kelemahan, pasien merasa lemasnya
belum membaik. Pasien tidak merasa baal di tubuh yang lemas. Pasien baru pertama kali
mengalami hal ini.
Pasien juga merasa bicara pelo setelah mengalami lemas, namun pasien tidak merasa kaku
pada separuh wajah dan tidak merasa sulit menelan. Pasien dapat mengerti perkataan lawan
bicara dengan baik. Pasien juga tidak mengalami gangguan pendengaran.
Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat penyakit hipertensi saat memeriksaan diri ke Puskesmas sekitar 5 tahun yang lalu,
namun pasien tidak minum obatnya (Captopril) secara rutin. Riwayat penyakit lain disangkal.
Pasien tidak merokok juga tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan. Pasien jarang
berolahraga, makan teratur tiga kali sehari namun jarang makan buah dan sayur, kerap
mengonsumsi makanan yang digoreng.

KASUS II
Identitas
Nama Tn. Bahrun
Usia 55 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Wiraswasta
Status pernikahan Menikah
Pendidikan terakhir S1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke praktik dokter umum dengan keluhan utama pusing berputar saat bangun
tidur sejak kemarin. Pusing dirasakan seperti berputar di mana diri pasien merasa sekitarnya
berputar, terus-menerus sampai mengganggu aktivitas dan harus tiduran. Kepala tidak terasa
berdenyut, tegang, maupun seperti ditimpa beban berat. Saat pusing pasien merasakan
badannya berkeringat lebih. Pusing terjadi semakin sering sampai mengganggu aktivitas pasien
bahkan harus tiduran karena rasanya seperti akan jatuh. Silau bila melihat cahaya. Pusing
bertambah jika pasien berubah posisi, dan pusing berkurang jika pasien tiduran terlentang.
Mual (+), muntah (+) sebanyak ± 3 kali, jumlah banyak, isi muntahan seperti yang dimakan.
Telinga berdenging (-), nyeri telinga (-), pandangan dobel (-), mata kabur (-), demam (-).
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat sakit yang sama sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit lain. Riwayat alergi
dan riwayat serupa pada keluarga disangkal.

47
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
Status Marital : Menikah
Suku : Madura
Agama : Islam
Pekerjaan : Sopir
Alamat : Bagon, Puger

II. AUTO/ HETEROANAMNESIS


A. KELUHAN UTAMA
Kelemahan anggota gerak kanan
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke RSDS dengan keluhan tangan dan kaki kanan tiba-tiba terasa lemah
sejak pukul 04.00 (9/9/2018) setelah pasien bangun tidur. Pasien setelah bangun tidur
kemudian berjalan dengan kaki kanan diseret dan setelah beberapa langkah pasien
lemas, gemetar dan terjatuh. Pasien mengatakan tangan dan kaki kanan pasien terasa
semakin berat. Pasien sebelumnya tidak mengeluh nyeri kepala, mual, maupun
muntah. Bicara pasien jelas dan tidak perot. Kejang dan penurunan kesadaran
disangkal. Pasien menyangkal adanya keluhan serupa sebelumnya.
Pasien dibawa ke PKM Puger dan kemudian di rujuk ke RSDS. Pasien sampai ke
RSDS siang harinya dan keluhan menetap. Keluhan kelemahan tangan dan kaki kanan
pasien menetap hingga dilakukan pemeriksaan.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Hipertensi(+) tidak terkontrol; Diabetes Militus(-); Keluhan serupa sebelumnya (-)

D. RIWAYAT PENGOBATAN
Disangkal

E. KERACUNAN
Disangkal

F. PENYAKIT KELUARGA
Hipertensi (-) Diabetes Militus (-) Keluhan serupa (-)

G. KEADAAN PSIKOSOSIAL
Pasien bekerja sebagai sopir dengan penghasilan per bulan sekitar Rp. 1.500.000.
Pasien memiliki 2 orang anak masing-masing usia 20 tahun dan 15 tahun. Pasien
tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Rumah pasien berukuran 7x5 m, dengan 2
kamar tidur dan 1 kamar mandi luar.

48
III. STATUS INTERNA SINGKAT
A. KEADAAN UMUM
 Kesadaran : GCS 4-5-6
 Tensi : 160/90 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Suhu : 36,6
 RR : 18 x/menit
 TB : 165 cm
 BB : 60 kg
B. KEPALA
 Bentuk : normocephal
 Mata
 Sklera : ikterik -/-
 Konjungtiva : anemis -/-
 Telinga/ Hidung : sekret -/- darah -/-
 Mulut : sianosis (-)
 Lain-lain :-

C. LEHER
 Struma : (-)
 Bendungan vena : (-)
 Lain-lain : pembesaran KGB (-)

D. THORAK
 Jantung
- Inspeksi : Tak tampak iktus cordis
- Palpasi : iktus cordis teraba di ICS V mid clavicula line sinistra
- Auskultasi : S1S2 tunggal, e/g/m -/-/-
 Paru-paru
- Inspeksi : Simetris +/+, ketertinggalan gerak -/-, retraksi -/-
- Palpasi : Fremitus raba normal/normal
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Lain-lain :-

E. ABDOMEN
 Hepar : Hepatomegali (-)
 Limpa : Splenomegali (-)
 Lain-lain : Flat, BU (+) normal, timpani, soepel

F. EKSTREMITAS
 Superior : Akral hangat +/+ ,oedema -/-
 Inferior : Akral hangat +/+, oedema -/-

49
IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT
 Emosi dan Afek : adekuat
 Proses berfikir
 Bentuk : realistik
 Arus : koheren
 Isi : waham (-)
 Kecerdasan : dalam batas normal
 Pencerapan : halusinasi (-), ilusi (-) depersonalisasi (-) derealisasi (-)
 Kemauan : dalam batas normal
 Psikomotor : dalam batas normal
 Ingatan : amnesia (-)

V. STATUS NEUROLOGIK
A. KEADAAN UMUM
 Kesadaran
- Kualitatif : Compos mentis
- Kuantitatif : GCS 4-5-6
 Pembicaraan
- Disartria : (-)
- Monoton : (-)
- Scanning : (-)
- Afasia : Motorik : (-)
Sensorik : (-)
Amnestik/ anomik : (-)
 Kepala
- Asimetri : (-)
- Sikap Paksa : (-)
- Tortikolis : (-)
- Lain-lain : (-)

 Muka
- Mask : (-)
- Myopatik : (-)
- Full Moon : (-)
- Lain-lain : (-)

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. A. RANGSANGAN SELAPUT OTAK
- Kaku kuduk : (-)
- Kernig : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
B. LASEQUE TEST : (-)

50
2. NERVI KRANIALES
 N. I Kanan Kiri
 Hypo/ Anosmia : (-) (-)
 Parosmia : (-) (-)
 Halusinasi : (-) (-)
 N. II Kanan Kiri
 Visus : >2/60 >2/60
 Lapang pandang : tidak dilakukan tidak dilakukan
o Nasal : normal normal
o Temporal atas : normal normal
o Superior : normal normal
o Inferior : normal normal
 Melihat warna : normal normal
 Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan
 N. III, N. IV, N. VI Kanan Kiri
 Kedudukan bola mata : di tengah di tengah
 Pergerakan bola mata :
- Ke nasal : (+) (+)
- Ke temporal atas : (+) (+)
- Ke bawah : (+) (+)
- Ke atas : (+) (+)
- Ke temporal bawah : (+) (+)
- Nistagmus : (-) (-)
 Eksoftalmos : (-) (-)
 Ptosis : (-) (-)
 Pupil Kanan Kiri
- Bentuk : bulat bulat
- Lebar : 3 mm 3 mm
- Perbedaan lebar : (-) (-)
- Refleks cahaya langsung : (+) (+)
- Refleks cahaya konsensual : (+) (+)

 N. V Kanan Kiri
 Cabang Motorik
 Otot masseter : parese (-) parese (-)
 Otot temporal : parese (-) parese (-)
 Otot Pterygoideus int/ ext : parese (-) parese (-)
 Cabang Sensorik
- I : sensibilitas (+) sensibilitas (+)
- II : sensibilitas (+) sensibilitas (+)
- III : sensibilitas (+) sensibilitas (+)
 Refleks kornea langsung : (+) (+)
 Refleks kornea konsensual : (+) (+)

51
 N. VII
 Waktu diam
- Kerutan dahi : simetris simetris
- Tinggi Alis : simetris simetris
- Sudut mata : simetris simetris
- Lipatan nasolabial : simetris simetris
 Waktu gerak
- Mengerutkan dahi : (+) (+)
- Menutup mata : (+) (+)
- Mencucu – bersiul : (+) (+)
- Memperlihatkan gigi : (+) (+)
- Pengecapan ⅔ depan lidah : (+) (+)
- Hyperakusis : (-) (-)
- Sekresi air mata : tdk dilakukan tdk dilakukan
- Refleks kornea langsung : (+) (+)
- Refleks kornea konsensual : (+) (+)
 N. VIII
 Vestibular Kanan Kiri
- Vertigo : (-) (-)
- Nistagmus ke : (-) (-)
- Tinitus aureum : (-) (-)
- Tes Kalori : tdk dilakukan tdk dilakukan
 Koklear Kanan Kiri
- Weber : tdk dilakukan tdk dilakukan
- Rhinne : tdk dilakukan tdk dilakukan
Schwabach : tdk dilakukan tdk dilakukan
Tuli konduktif : tdk dilakukan tdk dilakukan
Tuli perseptif : tdk dilakukan tdk dilakukan
 N. IX, N. X
 Bagian Motorik
- Suara biasa/ parau/ tak bersuara : biasa
- Kedudukan arcus pharynx : simetris
- Kedudukan uvula : di tengah
- Pergerakan arcus faring/ uvula: simetris, ketertinggalan gerak (-)
- Detak jantung : 88 x/menit
- Menelan : (+), disfagia (-)
- Bising usus : 16 x/menit
 Bagian Sensorik (pengecapan ⅓ belakang lidah)
- Refleks oculo-cardiac : tdk dilakukan
- Refleks carotico-cardiac: tdk dilakukan
- Refleks muntah : tdk dilakukan
- Refleks pallatum molle : tdk dilakukan
 N. XI Kanan Kiri
 Mengangkat bahu : (+) (+)
 Memalingkan kepala : (+) (+)

52
 N. XII
 Kedudukan lidah
- Waktu istirahat : deviasi (-)
- Waktu gerak : deviasi (-)
 Atrofi : Kanan: (-) Kiri: (-)
 Fasikulasi/ tremor : Kanan: (-) Kiri: (-)
 Kekuatan lidah pada bagian dalam pipi: (+) (+)

3. EXTREMITAS
A. SUPERIOR
 Inspeksi : atrofi (-) atrofi (-)
 Palpasi : atrofi (-), hipertrofi (-) atrofi (-), hipertrofi (-)
 Perkusi : normal normal
 Motorik
 Kekuatan otot
 Lengan Ka Ki
- M. Deltoid (abduksi lengan atas) : 3 5
- M. Biceps (flexi lengan bawah) : 3 5
- M. Triceps (ekstensi lengan bawah) : 3 5
- Flexi sendi pergelangan tangan : 3 5
- Extensi sendi pergelangan tangan : 3 5
- Membuka jari-jari tangan : 3 5
- Menutup jari-jari tangan : 3 5
 Tonus otot : hipotoni(-) hipotoni(-)
hipertoni(-) hipertoni(-)
 Refleks fisiologis : Biseps : +2 +2
Triseps : +2 +2
Brakioradialis : +2 +2
 Refleks patologis : Hoffman : (-) (-)
Tromner : (-) (-)
 Sensibilitas Ka Ki
 Eksteroseptik
- Rasa nyeri superfisial : (+) (+)
- Rasa suhu (panas/ dingin) : (+) (+)
- Rasa raba ringan : (+) (+)

 Propioseptik
- Rasa getar : (+) (+)
- Rasa tekan : (+) (+)
- Rasa nyeri tekan : (+) (+)
- Rasa gerak dan posisi : (+) (+)
 Enteroseptik
- Nyeri alih : (-) (-)
 Rasa kombinasi
- Stereognosis : (+) (+)
- Barognosis : (+) (+)

53
- Grafestesia : (+) (+)
- Sensory extinction : (+) (+)
- Loss of body image : (-) (-)
- Diskriminasi taktil dua titik : (+) (+)

B. INFERIOR
 Inspeksi : atrofi (-) atrofi
(-)
 Palpasi : atrofi (-), hipertrofi (-) atrofi (-),
hipertrofi (-)
 Perkusi : normal normal
 Motorik
 Kekuatan otot
 Tungkai
Ka Ki
- Fleksi articulatio coxae (tungkai atas) : 3 5
- Fleksi articulatio coxae (tungkai atas) : 3 5
- Fleksi sendi lutut (tungkai bawah) : 35
- Ekstensi sendi lutut (tungkai bawah) : 3 5
- Fleksi plantar kaki : 35
- Ekstensi dorsal kaki : 35
- Gerakan jari-jari : 35
 Tonus otot : hipotoni(-) hipotoni(-)
hipertoni(-) hipertoni(-)
 Refleks fisiologis : Patella : +2
+2
Achilles : +2 +2
 Refleks patologis : Babinsky : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)

 Sensibilitas Ka Ki
 Eksteroseptik
- Rasa nyeri superfisial : (+) (+)
- Rasa suhu (panas/ dingin) : (+) (+)
- Rasa raba ringan : (+) (+)
 Propioseptik
- Rasa getar : (+) (+)
- Rasa tekan : (+) (+)
- Rasa nyeri tekan : (+) (+)
- Rasa gerak dan posisi : (+) (+)
 Enteroseptik
- Nyeri alih : (-) (-)
 Rasa kombinasi

54
- Stereognosis : (+) (+)
- Barognosis : (+) (+)
- Grafestesia : (+) (+)
- Sensory extinction : (+) (+)
- Loss of body image : (-) (-)
- Diskriminasi taktil dua titik : (+) (+)

4. BADAN
 Inspeksi : simetris
 Palpasi
 Otot perut : kenyal
 Otot pinggang : kenyal
 Kedudukan diafragma : Gerak : simetris
Istirahat : simetris
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : BU (+) 16x/menit
 Motorik
 Gerakan cervical vertebrae
- Fleksi : (+)
- Ekstensi : (+)
- Rotasi : (+)
- Deviasi lateral : (-)

 Gerakan dari tubuh


- Membungkuk : (+)
- Ekstensi : (+)
- Lateral deviation : (-)
 Refleks-refleks
- Refleks dinding abdomen : kontraksi umbilikus (+)
- Refleks interskapula : (+)
- Refleks gluteal : tidak dilakukan
- Refleks cremaster : tidak dilakukan
- Refleks anal : tidak dilakukan

5. KOORDINASI (GAIT DAN KESEIMBANGAN)


 Jari tangan ke jari tangan : kanan (-) kiri (+)
 Jari tangan ke hidung : kanan (-) kiri (+)
 Rapid alternating movement : disdiadokokinesia (+)
 Tapping dengan jari-jari tangan : disdiadokokinesia (+)
 Tapping dengan jari-jari kaki : disdiadokokinesia (+)
 Jalan di atas tumit : tidak dilakukan
 Jalan di atas jari kaki : tidak dilakukan
 Tandem walking : tidak dilakukan
 Jalan lurus lalu putar : tidak dilakukan
 Jalan mundur : tidak dilakukan
 Hopping : tidak dilakukan
 Berdiri dengan satu kaki : tidak dilakukan

55
 Romberg test, jatuh ke : tidak dilakukan

6. FUNGSI LUHUR
 Apraksia : (-)
 Aleksia : (-)
 Agrafia : (-)
 Akalkulia : (-)
 Finger agnosia : (-)
 Membedakan kanan dan kiri : (+)
7. REFLEKS PRIMITIF
 Refleks menggenggam : (-)
 Refleks mencucu : (-)
 Refleks menghisap : (-)
 Refleks palmo-mental : (-)
8. SISTEM VEGETATIF
 Miksi : (+) spontan
 Defekasi : (+)
 Sekresi keringat : (+)

56
8 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

Deskripsi umum
 Anamnesis terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam keluhan utama pasien.
 Pemeriksaan oftalmologi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik mata,
funduskopi, dan pemeriksaan visus.
 Pemeriksaan fisik mata dilakukan untuk mengetahui kondisi jaringan penunjang
(adneksa) sistem penglihatan seperti kelopak mata, sistem air mata, otot-otot
ekstraokuler, pergerakan dan posisi bola mata dan pemeriksaan segmen anterior bola
mata yang terdiri dari konjungtiva, sklera, kornea, bilik mata depan, iris, pupil dan
lensa kristalina.
 Funduskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai kelainan-kelainan
pada vitreous dan retina. Untuk dokter umum, funduskopi digunakan untuk
menegakkan diagnosis kekeruhan pada media refraksi terutama pada lensa kristalina
(katarak)
 Pemeriksaan visus (tajam penglihatan) dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca
mata, bertujuan untuk mengetahui fungsi penglihatan pada setiap mata secara
terpisah.

Tujuan Belajar
 Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
 Mahasiswa mampu memahami dan melakukan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi secara mandiri, di mana pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik mata,
funduskopi, serta pemeriksaan visus dan koreksi refraksi
 Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan Bahan
1. Alat tulis 1 set
2. Rekam medis atau kertas untuk mencatat 1 set
3. Kursi 2 buah
4. Meja 1 buah
5. Senter 1 buah
6. Lup 1 set
7. Funduskopi 1 set
8. Kartu Snellen (Snellen Chart)

57
Prosedur anamnesis penyakit mata
1. Perkenalkan diri dan tanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan, status
pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2. Jelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan
pemeriksaan
3. Keluhan utama dengan pola OLDCART: Onset (awitan gejala), Location (lokasi),
Duration (durasi), Character (karakter), Aggravating /Alleviating Factors (Faktor-
faktor yang memperparah atau mengurangi gejala), Radiation (penyebaran), Timing
(waktu)
4. Lakukan anamnesis penyakit secara sistematis, meliputi: riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan (termasuk riwayat alergi), riwayat
penyakit keluarga, riwayat sosial ekonomi, gaya hidup
5. Catat anamnesis dengan jelas di lembar rekam medis

Prosedur pemeriksaan fisik mata


1. Berikan penjelasan singkat tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan mintalah izin
pasien untuk melakukan pemeriksaan
2. Nilailah bentuk, posisi dan gerak bola mata, alis, bulu mata dan dan kelopak mata atas
dan bawah.
3. Lakukan eversi kelopak mata kanan dan kiri secara bergantian untuk menilai
konjungtiva tarsalis.
 Pasien duduk didepan slit lamp
 Sebaiknya mata kanan pasien diperiksa dengan tangan kanan pemeriksa.
 Ibu jari memegang margo, telunjuk memegang kelopak bagian atas dan meraba
tarsus, lalu balikkan
 Setelah pemeriksaan selesai kembalikan posisi kelopak mata
4. Lakukan pemeriksaan oftalmologi sederhana pada kedua kornea dengan
memperhatikan refleks kornea, yaitu refleks cahaya pada permukaan kornea yang
berbentuk bintik cahaya.
5. Lakukan pemeriksaan oftalmologi sederhana pada bilik mata depan (camera oculi
anterior/COA). Amati kondisi iris, kejernihan COA, kedalaman COA.
6. Lakukan pemeriksaan oftalmologi sederhana pada pupil dengan menilai refleks pupil
langsung dan tidak langsung serta menilai simetri pupil dengan menilai diameternya
7. Lakukan pemeriksaanoftalmologi sederhana pada sklera
8. Lakukan pemeriksaanoftalmologi sederhana pada lensa dengan menyinari pupil dari
depan dan dari sudut 45 derajat di lateral untuk menilai kekeruhannya
9. Tuliskan data pemeriksaan dengan jelas dalam rekam medis

Prosedur pemeriksaan funduskopi


1. Berikan penjelasan singkat tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan mintalah
izin pasien untuk melakukan pemeriksaan
2. Posisikan pasien dalam posisi duduk ataupun berbaring.
3. Berdirilah di depan pasien dengan memegang alat funduskopi.
4. Peganglah alat funduskopi dengan sisi tangan yang sama dengan sisi mata pasien yang
akan diperiksa.

58
5. Nyalakan sinar dari funduskopi hingga maksimal dan diatur sesuai ukuran pupil
pasien.
6. Arahkan sinar dari funduskopi ke arah pupil pasien yang akan diperiksa.
7. Lihatlah refleks fundus mata pasien dari jarak 5-10 cm dari jarak kornea pasien
melalui pupil yang berbentuk bulat berwarna kemerahan dengan kekuatan lensa
funduskopi 6-9 dioptri. Jika terlihat seluruh refleks fundus maka dinyatakan bahwa
lensa kristalina pasien jernih (mata normal). Jika terlihat hanya sebagian refleks fundus
dan sebagian lagi berwarna gelap/kehitaman maka lensa kristalina pasien mengalami
kekeruhan sebagian (katarak immmatur). Jika tidak terlihat refleks fundus dan semua
daerah pupil berwarna gelap/kehitaman maka lensa kristalina pasien mengalami
kekeruhan seluruhnya (katarak matur).
Prosedur pemeriksaan visus
1. Berikan penjelasan singkat tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan mintalah
izin pasien untuk melakukan pemeriksaan
2. Lakukan pemeriksaan di ruangan yang memiliki penerangan yang cukup.
3. Tempatkan pasien pada jarak 6 meter dari alat pemeriksaan yang digunakan. Sebelum
memulai pemeriksaan, anjurkan kepada pasien untuk melepas kaca mata atau lensa
kontak yang sedang dikenakannya.
4. Lakukan pemeriksaan pada kedua mata secara bergantian. Tutup mata yang tidak
diperiksa dengan menggunakan telapak tangan atau penutup mata
5. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen
 Minta pasien untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai
dengan membaca garis terbawah (huruf atau angka terkecil) dan jika tidak terbaca,
pasien diminta untuk membaca huruf/angka di atasnya.
 Tunjuk huruf dengan cepat sehingga pasien tidak mempunyai waktu untuk
berfikir/mengingat atau mengakomodasi.
 Tentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca.
 Bila pasien tidak dapat membaca huruf sampai baris normal di kartu Snellen maka
pasang pinhole pada mata tersebut. Dengan pinhole, pasien dapat melanjutkan
bacaannya. Jika terdapat kemajuan ketajaman penglihatannya, mungkin pasien
mengalami kelainan refraksi. Bila dengan pinhole pasien tidak terdapat kemajuan
ketajaman penglihatannya kemungkinan pasien menderita kelainan pada media
refraksi seperti sikatrik kornea, katarak dan lainnya.
 Nyatakan tajam penglihatan dalam 6/D. Pembilang adalah jarak antara pasien
dengan kartu Snellen. Penyebut adalah jarak dimana satu huruf/angka seharusnya
dapat dibaca. Contoh: bila baris huruf/angka yang terbaca tersebut terdapat pada
baris dengan tanda 30, artinya visus pasien tersebut 6/30 artinya pada jarak 6
meter, pasien hanya dapat membaca huruf/angka yang seharusnya dapat dibaca
jelas pada jarak 30 meter oleh orang normal. Tajam penglihatan dikatakan normal
jika tajam penglihatan adalah 6/6.
6. Pemeriksaan visus dengan hitung jari
 Jika pasien tidak dapat membaca huruf, atau bila pasien tidak dapat membaca
huruf yang paling atas/terbesar pada kartu snellen, maka lakukan pemeriksaan
hitung jari.

59
 Perintahkan pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Mulai hitung jari pada jarak
6 meter (ditulis 6/60). Bila tidak terlihat, maka pemeriksa maju 1 meter dan
seterusnya sampai berjarak setengah meter di depan pasien (ditulis 0,5/60).
7. Pemeriksaan visus dengan gerakan tangan
 Bila pasien tidak dapat mengitung jari, maka pasien perintahkan melihat gerakan
tangan si pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 300 meter.
 Gerakan tangan dilakukan maksimal pada jarak 1 meter, tajam penglihatan 1/300
meter.
8. Pemeriksaan visus dengan senter
 Bila gerakan tangan tidak dapat terlihat, maka gunakan senter.
 Jika pasien dapat melihat lampunya menyala, maka visus = 1/~. Visus 0 jika
cahaya senter tidak dapat dilihat lagi.

60
Daftar cek Anamnesis dan Pemeriksaan Oftalmologi
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Anamnesis Penyakit Mata dan persiapan pemeriksaan
1 Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan, status
pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan pemeriksaan
3 Mengeksplorasi keluhan utama dengan pola OLDCART: Onset, Location, Duration (durasi),
Character, Aggravating /Alleviating Factors, Radiation, Timing
4 Melakuan anamnesis riwayat penyakit sekarang
5 Melakuan anamnesis riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan, riwayat alergi
6 Melakuan anamnesis riwayat penyakit keluarga
7 Melakuan anamnesis riwayat sosioekonomi dan gaya hidup
8 Mencatat anamnesis dan hasil pemeriksaan dengan jelas di rekam medis
8 Memberi penjelasan singkat tentang pemeriksaan dan meminta izin pasien untuk memeriksa
10 Memposisikan pasien dan diri sendiri dengan tepat
11 Memeriksa kedua mata secara bergantian
Pemeriksaan fisik mata
12 Melakukan penilaian bentuk, posisi dan gerak bola mata, alis, bulu mata dan kelopak mata atas dan bawah
13 Melakukan eversi kelopak mata kanan dan kiri secara bergantian untuk menilai konjungtiva tarsalis
14 Melakukan pemeriksaan refleks kornea pada kedua mata
15 Melakukan pemeriksaan bilik mata depan (BMD) pada kedua mata dengan mengamati kondisi iris,
kejernihan BMD, kedalaman BMD
16 Melakukan penilaian refleks dan simetri pupil
17 Melakukan pemeriksaan sklera
18 Melakukan pemeriksaan lensa dengan menyinari pupil dari depan dan dari sudut 45 derajat di lateral
Pemeriksaan funduskopi
19. Memegang funduskop dengan sisi tangan yang sama dengan sisi mata pasien yang diperiksa.
20. Menyalakan sinar dari funduskopi hingga maksimal, mengatur sesuai ukuran pupil pasien.
21. Mengarahkan sinar dari alat ke arah pupil pasien yang akan diperiksa.
22. Melihat refleks fundus mata pasien dari jarak 5-10 cm dari jarak kornea pasien melalui pupil dengan
kekuatan lensa funduskopi 6-9 D
Pemeriksaan visus
23. Menempatkan pasien pada jarak 6 meter dari alat periksa dan meminta melepas kacamata/lensa kontak
24. Menutup mata yang tidak diperiksa dengan menggunakan telapak tangan atau penutup mata
25. Meminta pasien untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan membaca
garis terbawah (huruf atau angka terkecil) dan jika tidak terbaca, pasien diminta untuk membaca
huruf/angka di atasnya.
26. Menunjuk huruf dengan cepat sehingga pasien tidak mempunyai waktu untuk berfikir/mengingat atau
mengakomodasi.
27. Menggunakan pinhole bila perlu
28. Jika pasien tidak dapat membaca huruf, atau bila pasien tidak dapat membaca huruf yang paling
atas/terbesar pada kartu snellen, maka lakukan pemeriksaan hitung jari.
29. Bila pasien tidak dapat mengitung jari, maka pasien diperintahkan melihat gerakan tangan pemeriksa
30. Bila gerakan tangan tidak dapat terlihat, maka gunakan senter untuk pemeriksaan visus
31. Menyatakan tajam penglihatan dalam 6/D
Total nilai

61
CONTOH KASUS OFTALMOLOGI

KASUS I
Identitas
Nama Tn. F
Usia 22 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Mahasiswa
Status pernikahan Belum menikah
Pendidikan terakhir S1

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan utama gatal dan iritasi pada mata. Keluhan
telah berlangsung selama empat hari. Awalnya keluhan muncul di mata kiri, kemudian
diikuti oleh mata kanan. Dari kedua mata juga banyak keluar kotoran mata berwarna
putih kekuningan dan rasa kotor pada mata, seingga ada kesulitan membuka mata
terutama di pagi hari. Mata tidak terlalu merah, tapi ada sensasi seperti mengganjal,
penurunan pengelihatan, dan kadang pengelihatan kabur. Hingga kini pasien belum
menggunakan obat mata apapun. Riwayat paparan terhadap benda-benda di lingkungan yang
menyebabkan iritasi mata, disangkal oleh pasien. Pasien tinggal satu rumah dengan beberapa
teman kontrakan, salah satu di antaranya mengalami mata merah sekitar dua minggua yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat trauma atau bedah mata, amblyopia, atau strabismus. Tidak ada penggunaan
kacamata atau lensa kontak. Tidak ada riwayat medis lain yang signifikan.
Riwayat keluarga (-). Riwayat alergi (-)

KASUS II
Identitas
Nama Tn. N
Usia 70 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Tidak bekerja
Status pernikahan Menikah
Pendidikan terakhir SMA

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan utama nyeri mata kiri. Keluhan ini disertai keluarnya air mata,
mudah silau, dan pandangan kabur. Keluhan terjadi setelah mata pasien tidak sengaja tertendang
oleh cucunya yang berusia dua tahun sekitar dua jam yang lalu. Pasien juga melaporkan adanya
perasaan seperti ada benda asing di mata kirinya. Ia menyangkal seolah melihat kilatan cahaya,
bayangan yang melayang-layang, atau kotoran mata semakin banyak. Keluhan membaik saat
mata ditutup dan memburuk jika mata terbuka, apalagi jika terpapar cahaya. Pasien belum
melakukan pengobatan apapun untuk kondisi matanya saat ini.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat penyakit yang menyebabkan kebutaan. Tidak ada riwayat penggunaan lensa
kontak, trauma lain pada mata, atau amblyopia. Pasien menjalani operasi katarak tiga tahun lalu.
Riwayat penggunaan zat, riwayat alergi, dan riwayat gangguan mata pada keluarga disangkal.
Pasien memiliki riwayat apendektomi dan saat ini menjalani pengobatan untuk hipertensi dengan
hidroklortiazid. Tidak ada riwayat penyakit lainnya.

62
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS OFTALMOLOGI

ANAMNESIS
Identitas
Nama Yolanda
Usia 18 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Pekerjaan Pelajar
Status pernikahan Belum menikah
Pendidikan terakhir SMA

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama: benjolan di kelopak mata atas kiri
Benjolan muncul sejak 1 bulan yang lalu dengan disertai rasa nyeri, gatal, dan rasa mengganjal.
Nyeri muncul terutama bila tersentuh atau posisi menunduk. Awalnya muncul sebagai benjolan
kecil kemerahan kemudian semakin lama semakin besar sehingga kelopak mata bawah pada
kedua mata menjadi merah dan bengkak.
Tidak ada gejala lain yang menyertai
Sudah coba diobati sendiri dengan obat tetes mata yang dijual di toko, tapi belum membaik
Riwayat penyakit sebelumnya (-). Riwayat keluarga (-) Riwayat alergi (-)

STATUS OFTALMOLOGIS
OD OS
6/6 Visus tanpa koreksi 6/6
– Visus dengan koreksi –
+ Refleks fundus +
- Nystagmus -
madarosis (-), madarosis (-),
trkikhiasis (-)
Silia/supersilia trkikhiasis (-)
Udem (-) Palpebra superior Udem (+)
Udem (-) Palpebra inferior Udem (-)
Benjolan berukuran 5 mm,
Benjolan (-) Margo palpebra kemerahan
Lakrimasi N Aparat lakrimalis Lakrimasi N
Hiperemis (-), Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-),
folikel (-), Konjungtiva fornicis folikel (-),
papil (-) Konjungtiva bulbi papil (-)
Putih Sklera Putih
Jernih Kornea Jernih
Cukup dalam Kamera Okuli Anterior Cukup dalam
Coklat, rugae (+) Iris Coklat, rugae (+)
Bulat, RP (+) Pupil Bulat, RP (+)
Bening Lensa Bening
Jernih Korpus Vitreum Jernih
Dalam batas normal Fundus Dalam batas normal
Bebas kesegala arah Gerakan bulbus okuli Bebas kesegala arah

63
9 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK

Deskripsi umum
 Anamnesis terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam keluhan utama pasien.
 Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan telinga (inspeksi, otoskopi,
tes pendengaran), hidung dan sinus paranasalis (inspeksi, rinoskopi anterior,
rinoskopi posterior, transiluminasi sinus), dan inspeksi tenggorok.
Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
telinga, hidung, tenggorok secara mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan Bahan
1. Alat tulis 1 set
2. Rekam medis atau kertas untuk mencatat 1 set
3. Kursi 2 buah
4. Meja 1 buah
5. Lampu kepala 1 set
6. Spekulum (corong) telinga 1 set
7. Spekulum hidung Hartmann 1 set
8. Otoskop 1 set
9. Cermin faring 1 set
10. Spatula lidah 1 set
11. Garpu tala 1 set
12. Sarung tangan 1 set
13. Masker 1 set
14. Desinfektan 1 set

Prosedur anamnesis penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok


1. Perkenalkan diri dan tanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan,
status pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2. Jelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan
pemeriksaan
3. Keluhan utama dengan pola OLDCART: Onset (awitan gejala), Location (lokasi),
Duration (durasi), Character (karakter), Aggravating /Alleviating Factors (Faktor-
faktor yang memperparah atau mengurangi gejala), Radiation (penyebaran), Timing
(waktu)
4. Lakukan anamnesis penyakit secara sistematis, meliputi: riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan (termasuk riwayat alergi), riwayat
penyakit keluarga, riwayat sosial ekonomi, gaya hidup
5. Catat anamnesis dengan jelas di lembar rekam medis

64
Prosedur pemeriksaan fisik telinga
Cara duduk
1. Duduklah berhadapan dengan pasien.
2. Pertemukan lutut kanan pemeriksa dengan lutut kanan pasien atau lutut kiri pemeriksa
bertemu dengan lutut kiri pasien.
3. Saat memeriksa bagian yang kontralateral, ubahlah posisi kepala pasien. Sedangkan
posisi duduk pemeriksa dan pasien tidak berubah.
Memasang Lampu Kepala
1. Pasanglah lampu kepala, sehingga lampu berada di tengah kening, di antara kedua
mata.
2. Hidupkan lampu kepala.
3. Periksa fungsi lampu kepala dengan mengarahkan cahaya lampu ke telapak tangan
pemeriksa.
Memeriksa Daun Telinga
1. Inspeksi: perhatikan daerah daun telinga dan daerah di sekitarnya seperti daerah
belakang (retroaurikular) dan depan (preaurikular).
2. Palpasi: lakukan perabaan, penekanan, atau penarikan daun telinga. Tentukan ada atau
tidak adanya kelainan.
Memeriksa Liang Telinga Dan Membran Timpani
1. Pemeriksaan liang telinga dan membran timpani dapat dilakukan dengan mengarahkan
lampu kepala ke arah liang telinga. Pemeriksaan dapat dibantu dengan corong telinga
untuk membebaskan liang telinga dari rambut pada liang telinga tersebut.
2. Karena liang telinga tidak lurus, untuk melihat ke dalam, pada orang dewasa daun
telinga sebelumnya tariklah kebelakang atas. Selain dengan menggunakan corong
telinga, pemeriksaan ini juga dapat mengguanakan otoskop.
Memeriksa Liang Telinga Dan Membran Timpani dengan Otoskop
1. Luruskan terlebih dahulu liang telinga dengan cara menarik daun telinga dengan
lembut ke arah belakang atas. Bila telinga yang diperiksa adalah telinga kanan, daun
telinga ditarik dengan tangan kiri, dan otoskop dipegang dengan tangan kanan.
Sebaliknya, bila telinga yang akan diperiksa adalah telinga kiri, daun telinga daun
ditarik dengan tangan kanan, dan otoskop dipegang dengan tangan kiri.
2. Pegang otoskop dengan ibu jari dan jari tangan lainnya dengan arah mendatar seperti
memegang pena.
3. Agar posisi otoskop stabil, tempatkan jari kelingking tangan yang memegang otoskop
pada pipi pasien.
4. Masukkan Spekulum (corong) otoskop dengan hati-hati kedalam liang telinga.
5. Bila spekulum telah masuk, hidupkan lampu otoskop. Untuk memperluas lapangan
penglihatan, spekulum otoskop digerakkan di dalam liang telinga, terutama untuk
melihat liang telinga dan membran timpani secara keseluruhan.

65
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan dengan penala
1. Getarkan penala (mis. 32 Hz) dengan jari kita.
2. Mula-mula, dengarkan sendiri hingga suara hampir hilang sesudah itu kita letakkan
kedekat telinga orang yang akan diperiksa, bila masih didengarnya kita namakan
positif (+), bila tidak didengarnya lagi dinamakan negatif (-).
3. Lakukan lagi dengan garpu tala lainnya sehingga dapat kita data seperti contoh berikut:
Kanan Frekuensi penala Kiri
+ 16 -
+ 32 -
+ 64 -
+ 128 -
+ 256 +
+ 512 +
+ 1024 +
+ 2048 +
+ 4096 +
Dengan melihat hasilnya kita dapat menentukan apakah pasien mengalami tuli
konduktif atau tuli perspektif. Dalam gambar ini ada tuli koduktif telinga kiri.

Pemeriksaan Rinne:
Tes ini dilakukan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui
tulang pada telinga yang diperiksa.
Prosedur pemeriksaan:
1. Getarkan penala (512 Hz).
2. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus pasien.
3. Bila tidak didengar lagi, letakkan kira-kira 2,5 cm di depan lubang telinga pasien. Pada
orang yang pendengarannya normal, pasien masih mendengar suara di muka lubang
telinga tersebut; disebut Rinne positif (+).

Pemeriksaan Weber:
Tes ini dilakukan untuk membandingkan hantaran tulang telinga yang sakit dan telinga
yang sehat.
Prosedur pemeriksaan:
1. Getarkan penala (256-512 Hz)
2. Letakkan pada garis medial kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah
gigi seri, atau di dagu).
 Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga, maka
disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah
telinga mana bunyi terdengar lebih keras, disebut weber tidak ada lateralisasi.
 Normal: suara didengar sama pada bagian kanan dan kiri.
 Pada tuli konduktif suara didengar pada telinga yang sakit, dinamakan Weber
lateralisasi ke bagian yang sakit.
 Pada tuli perseptif suara didengar pada telinga yang sehat dinamakan Weber
lateralisasi ke bagian yang sehat.

66
Pemeriksaan Schwabach:
Tes ini dilakukan untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal.
Prosedur pemeriksaan:
1. Getarkan penala (256-512 Hz)
2. Letakkan dahulu pada mastoid yang memeriksa.
3. Bila pemeriksa tidak mendengar lagi, letakkan pada mastoid pasien. Bila pasien masih
mendengarnya berarti pasien menderita tuli konduktif dan dinamakan Schwabach
memanjang. Bila pasien tidak mendengarnya lagi berarti pasien menderita tuli saraf
dan dinamakan Schwabach memendek.

Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung Luar
1. Inspeksi: bentuk luar hidung dapat menunjukkan kemungkinan kelainan di dalam
hidung. Perhatikan adanya deviasi atau depresi tulang hidung, pembengkakan hidung
dan sinus paranasal.
2. Palpasi: dengan jari dapat lakukan palpasi adanya krepitasi tulang hidung pada fraktur
atau rasa nyeri pada peradangan.

Rinoskopi Anterior
1. Ambil spekulum hidung. Tekan gagang bagian bawah dari spekulum dengan jari
tengah dan sampai ke jari manis dari tangan sebelah kiri
2. Letakkan ujung jari telunjuk pada ujung hidung pasien dan ibu jari diluruskan.
3. Bukalah lubang hidung perlahan-lahan dan tenang. Ujung spekulum jangan mengenai
bagian dalam hidung (septum dll.) untuk menghindari nyeri pada pasien
4. Lihat terlebih dahulu vestibulum nasi. Pemeriksaan vestibulum dapat juga dengan cara
mendorong ujung hidung ke atas (pada anak-anak).

Rinoskopi Posterior
1. Lakukan dengan memakai cermin faring (terdiri dari cermin bulat bertangkai).
2. Pemeriksaan harus tenang, tujukan lampu ke tekak (faring).
3. Tekan bagian lateral lidah perlahan-lahan dengan tangan kiri (memegang spatel).
Jangan ditekan pada pangkal lidah karena mengakibatkan refleks muntah.
4. Sebelumnya panaskan dahulu cermin di atas lampu spiritus, supaya jangan ada
endapan uap air pada waktu memeriksa di dalam mulut.
5. Dengan tangan kanan, pegang cermin faring seperti memegang pena.
6. Kemudian masukkan ke mulut pasien antara uvula dan pangkal lidah, dan cerminnya
di arahkan ke atas. Letaknya gagang cermin pada sudut mulut kiri. Arah cermin kira-
kira membentuk sudut 45O dengan dataran horizontal. Cermin jangan mengenai faring
oleh karena akan mudah menimbulkan muntah apalagi pada orang yang sensitif.
7. Gerakkan kaca ini ke atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan kita dapat melihat gambaran
nasofaring dan hidung bagian belakang.

Pemeriksaan Sinus Paranasal


1. Inspeksi: amatilah dengan seksama daerah muka, apakah terdapat pembengkakan
yang menandakan adanya infeksi pada sinus. Pembengkakan pada lokasi sinus dapat

67
memberikan petunjuk adanya sinusitis, kecuali pada infeksi sinus etmoid di mana
pembengkakan jarang terjadi jika tidak terbentuk abses.
2. Palpasi dan perkusi: Lakukanlah penekanan atau pengetukan pada bagian-bagian
tertentu wajah, yang merupakan lokasi dari sinus paranasalis. Timbulnya rasa nyeri
menunjukkan kemungkinan sinusitis.

Transiluminasi sinus paranasal


1. Lakukan pemeriksaan di kamar gelap.
2. Pemeriksaan sinus maksilaris: dekatkan kedua lampu dan masukkan ke dalam mulut
pasien, kemudian pasien diminta menutup mulutnya. Bila tidak ada kelainan, kedua
pipi dan bawah orbita kelihatan terang karena dengan mudah cahaya menembus sinus.
Bila ada tumor atau radang di dalam sinus, cahaya tidak dapat menembus pipi
sehingga pipi kelihatan gelap. Bandingkan antara kanan dan kiri
3. Pemeriksaan sinus frontalis: Ujung lampu ditekankan pada epikantes, di bawah tulang
dahi

Pemeriksaan tenggorok
Pemeriksaan Faring dan Rongga Mulut
1. Pasang lampu kepala dan diarahkan krongga mulut.
2. Nilai keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.
3. Pegang spatula lidah dengan tangan kiri.
4. Tekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula lidah.
5. Nilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus faring, tonsil, mukosa pipi,
gusi dan gigi.
6. Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut. Palpasi daerah rongga mulut untuk menilai
apakah ada massa tumor, kista, dll.

Laringoskopi indirek
1. Minta pasien untuk menjulurkan lidah.
2. Pegang ujung lidah dengan tangan kiri, ibu jari bagian atas, jari telunjuk dan jari
tengah pada bagian bawah lidah, kita pegang lidah dengan kain kasa. Jangan
terlampau keras memegang lidah sebab dapat menimbulkan rasa nyeri dan frenulus
dapat berdarah oleh karena menyentuh gigi.
3. Letakkan kaca laring yang sudah dipanaskan pada punggung tangan kita, untuk
merasakan apakah terlalu panas atau tidak. Selanjutnya masukkan ke mulut pasien
dengan cermin diarahkan ke bawah.
4. Letakkan kaca pada palatum molle dan jangan mengenai faring agar tidak
menginduksi refleks muntah. Dengan merubah arah cermin depan kita dapat melihat
bayangan dari laring.

68
Daftar cek keterampilan Anamnesis dan Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Anamnesis dan persiapan pemeriksaan
1. Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan, status
pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan pemeriksaan
3. Mengeksplorasi keluhan utama dengan pola OLDCART: Onset, Location, Duration
(durasi), Character, Aggravating /Alleviating Factors, Radiation, Timing
4. Melakuan anamnesis riwayat penyakit sekarang
5. Melakuan anamnesis riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan, riwayat alergi
6. Melakuan anamnesis riwayat penyakit keluarga
7. Melakuan anamnesis riwayat sosioekonomi dan gaya hidup
8. Mencatat anamnesis dan hasil pemeriksaan dengan jelas di rekam medis
9. Memberi penjelasan singkat tentang pemeriksaan dan meminta izin pasien untuk memeriksa
10. Melakukan pemeriksaan untuk kedua telinga secara bergantian
Pemeriksaan telinga
11. Duduk berhadapan dengan pasien dengan posisi yang tepat
12. Memasang dan memeriksa fungsi lampu kepala sebelum melakukan pemeriksaan
13. Melakukan inspeksi daun telinga dan palpasi daun telinga
14. Menarik daun telinga ke belakang atas kemudian memeriksa liang telinga dan membran
timpani dengan corong
15. Menarik daun telinga ke belakang atas sebelum memeriksa liang telinga dan membrane timpani
dengan otoskop
16. Memegang otoskop dengan benar: arah mendatar seperti memegang pena, menempatkan jari
kelingking tangan yang memegang otoskop pada pipi pasien
17. Memasukkan Spekulum (corong) otoskop dengan hati-hati kedalam liang telinga.
18. Menghidupkan lampu ototskop saat spekulum telah masuk dan menggerakkannya di dalam
liang telinga untuk dapat melihat liang telinga dan membran timpani secara keseluruhan.
Pemeriksaan pendengaran
19. Pemeriksaan dengan penala: menggetarkan penala (mis. 32 Hz) dengan jari, mendengarkan
suaranya hingga hampir hilang kemudian mendekatkannya pada orang yang akan diperiksa
20. Melakukan hal yang sama dengan penala lain yang memiliki frekuensi berbeda
21. Pemeriksaan Rinne: menggetarkan penala 512 Hz, meletakkannya pada mastoid pasien, lalu
di depan lubang telinga pasien jika tidak terdengar lagi
22. Menentukan hasil pemeriksaan Rinne (positif atau negatif)
23. Pemeriksaan Weber: menggetarkan penala 256-512 Hz dan meletakkannya pada garis
medial kepala (vortex, gigi, dll
24. Menentukan ada atau tidak adanya lateralisasi
25. Pemeriksaan Schwabach: mengetarkan penala 256-512 Hz, meletakkannya pada mastoid
yang memeriksa, kemudian pada mastoid pasien
26. Menentukan adanya Schwabach memanjang atau Schwabach memendek.

69
Pemeriksaan hidung dan sinus paranasal
27. Melakukan inspeksi dan palpasi pada hidung luar
28. Rinoskopi Anterior: mengambil spekulum hidung dan menekan gagang bagian bawah dari
spekulum dengan jari tengah dan sampai ke jari manis dari tangan sebelah kiri
29. Meletakkan ujung jari telunjuk pada ujung hidung pasien dan ibu jari diluruskan.
30. Membuka lubang hidung perlahan-lahan dengan ujung spekulum yang tidak mengenai bagian
dalam hidung (septum dll.)
31. Menilai kondisi di dalam cavum nasi
32. Rinoskopi Posterior: mempersiapkan cermin faring dan mengarahkan lampu ke faring
33. Menekan bagian lateral lidah perlahan-lahan dengan tangan kiri (memegang spatel)
34. Memegang cermin faring dengan tangan kanan dan memasukkannya ke mulut pasien antara
uvula dan pangkal lidah dengan tidak mengenai faring
35. Menggerakkan kaca ini ke atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan untuk dapat melihat nasofaring
dan hidung bagian belakang
36. Pemeriksaan sinus paranasal: melakukan inspeksi, palpasi, dan perkusi sinus paranasal
37. Transiluminasi sinus paranasal: melakukan pemeriksaan di kamar gelap.
38. Pemeriksaan sinus maksilaris: dekatkan kedua lampu dan masukkan ke dalam mulut pasien,
kemudian pasien diminta menutup mulutnya
39. Pemeriksaan sinus frontalis: Ujung lampu ditekankan pada epikantes, di bawah tulang dahi
Pemeriksaan tenggorok
40. Pemeriksaan Faring dan Rongga Mulut: memasang lampu kepala dan diarahkan ke
rongga mulut.
41. Menilai keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah
42. Memegang spatula lidah dengan tangan kiri dan menggunakannya untuk menekan bagian
tengah lidah
43. Menilai rongga mulut, dinding belakang faring, uvula, arkus faring, tonsil, mukosa pipi, gusi dan
gigi
44. Mengeluarkan spatula lidah dari rongga mulut dan melakukan palpasi daerah rongga mulut
45. Laringoskopi indirek: meminta pasien untuk menjulurkan lidah.
46. Memegang ujung lidah dengan tangan kiri, ibu jari bagian atas, jari telunjuk dan jari tengah pada
bagian bawah lidah dengan kain kasa
47. Meletakkan kaca laring yang sudah dipanaskan pada punggung tangan kita, untuk merasakan
apakah terlalu panas atau tidak. Selanjutnya masukkan ke mulut pasien dengan cermin
diarahkan ke bawah.
48. Meletakkan kaca pada palatum molle kemudian merubah arah cermin depan agar dapat melihat
bayangan dari laring.
Total nilai

70
CONTOH KASUS TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK

KASUS I
ANAMNESIS
Identitas
Nama : Ny. W
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : karyawan pabrik tembakau
Status pernikahan : menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke praktik dokter dengan keluhan hidung buntu.
Hidung terus-menerus tersumbat sejak satu bulan yang lalu, dengan disertai gangguan
penciuman, ingus kental berwarna hijau, dan gangguan pengecapan. Pasien juga mengeluh
sakit kepala, mimisan, hidung terasa kering, dan jadi lebih tidak tahan udara dingin. Orang di
sekitarnya mengatakan bahwa nafas pasien berbau. Pasien tidak nyenyak tidur karena keluhan
yang dirasakannya. Kondisi ini memberat saat kondisi fisik pasien terlalu capek. Selama ini
pasien sudah menggunakan obat tetes hidung yang dibeli sendiri di apotek dan merasa lebih
enak saat mendapatkan larutan cuci hidung untuk mengatasi hidung bau, tapi keluhannya
belum sepenuhnya hilang.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat batuk lama tetapi sudah menyelesaikan pengobatan selama 6 bulan.
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit serupa atau penyakit lainnya.

KASUS II
ANAMNESIS
Identitas
Nama Tn. R
Usia 51 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Petani
Status pernikahan Menikah
Pendidikan terakhir SMP
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke klinik dengan keluhan utama hidung tersumbat.
Keluhan ini sudah dialami sejak sekitar sebulan terakhir. Hidung tersumbat disertai keluarnya
cairan dari kedua hidung. Awalnya cairan bening, tapi lama kelamaan menjadi kuning
kehijauan, kental, dan bau. Pada dua minggu terakhir pasien merasakan penurunan penciuman
di kedua hidung serta nyeri di mata kanan, nyeri tekan di kedua pipi, dan nyeri kepala seperti
ditusuk-tusuk yang hilang timbul. Keluhan demam dan batuk disangkal. Keluhan nyeri
memburuk saat pasien mengambil posisi tertentu, dan membaik dengan obat sakit kepala yang
dibeli pasien di warung.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat penyakit serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit lain yang
signifikan. Tidak diketahui ada penyakit dalam keluarga. Pasien tidak memiliki alergi obat
ataupun makanan.

71
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS TELINGA, HIDUNG,
TENGGOROK

ANAMNESIS
Identitas
Nama Tn. T
Usia 25 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Pegawai swasta
Status pernikahan Menikah
Pendidikan terakhir S1

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan penciuman berbau busuk pada hidung sebelah
kanan. Keluhan ini disertai nyeri pada pipi sampai depan telinga.
1 tahun yang lalu pasien mengaku mulai mencium bau busuk dari hidung sebelah kanan.
Batuk, pilek, pusing, bersin-bersin, demam, lendir yang turun dari tenggorok, nyeri pada pipi,
kening dan belakang mata disangkal. Saat itu pasien disarankan operasi sinus tetapi pasien
menolak.
6 bulan yang lalu pasien mengalami flu berat disertai demam. Flu berlangsung lebih dari 1
minggu. Ingus yang keluar berwarna bening kadang bercampur kehijauan dan kental serta tidak
ada darah. Mulai dirasa ingus tertelan lewat tenggorok. Tenggorok dirasa sakit dan sakit
menelan. Nyeri pipi sebelah kanan dirasa menjalar sampai ke depan telinga. Telinga kanan
juga dirasa penuh dan berdengung. Pasien merasa sakit pada pipi dan kepala terutama saat
sujud. Bau busuk yang tercium dari hidung sebelah kanan belum membaik
1 bulan yang lalu pasien kembali mengalami flu, keluar ingus kental berwarna hijau, berbau
busuk dari hidung sebelah kanan, nyeri pipi yang menjalar hingga telinga makin sering dirasa
1 minggu yang lalu pasien berobat ke RS dengan keluhan hidung sebelah kanannya yang terus
mencium bau busuk. Kemudian pasien diminta untuk menjalani foto sinus.

Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada riwayat alergi obat, makanan, debu, maupun udara dingin. Tidak ada riwayat serupa
pada keluarga.

72
STATUS THT
Telinga
Kanan Kiri
Normotia Bentuk telinga luar Normotia
Normal Daun telinga Normal
Tidak ada kelainan Retroaurikular Tidak ada kelainan
(-) Nyeri tekan (-)
Merah muda, serumen (-) Liang telinga Merah muda, serumen (-)
(-) Discharge (-)
Intak, putih, Intak, putih,
refleks cahaya (+) di jam 5
Membran timpani refleks cahaya (+) di jam 7
(-) Tumor (-)
Tidak ada lateralisasi Tes weber Tidak ada lateralisasi
(+) Rinne (+)
Sama dengan pemeriksa Swabbach Sama dengan pemeriksa

Hidung
Kanan Kiri
Normal, deformitas (-) Bentuk hidung Normal, deformitas (-)
Dahi (-), pipi (+) Nyeri tekan Dahi (-), pipi (-)
Tenang Vestibulum Tenang
Lapang Cavum nasi Lapang
Tidak ada Discharge Tidak ada
Hiperemia (-) Mukosa Hiperemia (-)
Tidak ada Tumor Tidak ada
Eutrofi, hyperemia (-) Konka Eutrofi, hyperemia (-)
Transiluminasi redup pada Transiluminasi terang pada
sinus maksilaris
Sinus keempat sinus
Normal Koana Normal

Tenggorok
Mulut : trismus (-), oral hygiene baik
Dispnea : ada/tidak ada
Sianosis : ada/tidak ada
Mukosa : merah muda. Hiperemia (-)
Stridor : ada/tidak ada
Suara : normal
Tonsil : T1/T1
Uvula : Di tengah
Arkus faring : Simetris

73
10 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN DERMATOLOGI

Deskripsi umum
 Anamnesis terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam keluhan utama pasien.
Tujuan anamnesis penyakit kulit dan kelamin adalah memperoleh data informasi
tentang permasalahannya berkaitan dengan kelainan kulit pada pasien yang secara
umum anamnesis ini dapat membantu menegakkan diagnosis sekitar 60-70%
 Pemeriksaan dermatologi dilakukan dengan inspeksi umum serta inspeksi dan palpasi
ujud kelainan kulit (UKK), terutama pada area-area yang di mana lesi cenderung
ditemukan, atau pada area-area yang tidak langsung tampak jelas dengan inspeksi.
 Pemeriksaan dermatologis perlu dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya pada area
dengan jumlah lesi yang banyak dan dikeluhkan oleh pasien, namun juga pada area-
area kulit lain yang terkadang tidak terlihat atau tidak dikeluhkan oleh pasien.
Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
dermatologi secara mandiri
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip etika, moral, medikolegal, dan
profesionalisme serta keselamatan pasien

Prosedur pembelajaran
Alat dan Bahan
1. Meja dan kursi
2. Kursi pasien dan pedamping pasien
3. Lampu penerangan
4. Lup/kaca pembesar
5. Alat tulis

Prosedur anamnesis
1. Perkenalkan diri dan tanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan,
status pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2. Jelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan
pemeriksaan
3. Tanyakan mengenai keluhan utama pasien yang membuat pasien datang untuk
berobat.
4. Lakukan penggalian mengenai riwayat penyakit sekarang (RPS) dengan pola
OLDCART:
a. Onset: Kapan gejala muncul, apakah didahului gejala sistemik? Lesi pertama/
UKK primer yang muncul apa? Bagaimana perubahan bentuk lesi kulit tersebut?
b. Lokasi: Di mana letak lesi? Jika ada bbrp lokasi mana yang paling sering atau
tampak paling signifikan?
c. Duration (durasi): Berapa lama lesi muncul? Jika ada lebih dari satu lesi, lesi
mana yang muncul paling lama? Apakah lesi cenderung menetap atau hilang
timbul?

74
d. Character (karakter): Pasien dapat memberikan keluhan subjektif maupun
objektif terkait karakteristik lesi
 Keluhan objektif, yaitu keluhan yang saat ini terlihat nyata pada tubuh pasien
dengan bahasa yang digunakan oleh pasien, misalnya adanya bintil (papul,
vegetasi, komedo), bercak (makula, purpura), bentol (urtika), benjolan/tumor
(nodul, tumor,kista), gelembung berisi cairan (vesikel, bulla), gelembung
berisi nanah (pustula), bisul (abses), sisik (skuama), keropeng (krusta), lecet
(erosi, ekskoriasi), borok (ulkus)
 Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien, misalnya rasa
gatal, rasa panas, rasa dingin, rasa sakit, kebas/kesemutan, kurang/tidak
berasa
e. Aggravating/Alleviating Factors (Faktor-faktor yang memperparah atau
mengurangi gejala)
f. Radiation (penyebaran): Mana lokasi lesi yang pertama kali muncul? Bagaimana
pola penyebaran lesi?
g. Timing (waktu): Bagaimana karakteristik fluktuasi lesi dari waktu ke waktu?
9. Lakukan anamnesis penyakit secara sistematis, meliputi: riwayat peny akit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat pengobatan (termasuk riwayat alergi), riwayat penyakit
keluarga, riwayat sosial ekonomi, gaya hidup
10. Catat anamnesis dengan jelas di lembar rekam medis

Pemeriksaan Efloresensi Kulit

Efloresensi terdiri dari efloresensi primer dan sekunder.

Efloresensi primer, yaitu:


- Makula: kelainan kulit berbatas tegas setinggi permukaan kulit, berupa perubahan
warna semata-mata.
- Papula: penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter <0,5
cm dan berisi zat padat.
- Plak: peninggian di atas permukaan kulit, permukaan rata dan berisi zat padat,
diameter >2 cm
- Urtika: edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan.
- Nodus: massa padat sirkumskrip, terletak di kutan dan subkutan, dapat menonjol.
Nodulus: nodus yang berukuran <1 cm
- Vesikel: gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran <0,5 cm garis tengah,
mempunyai dasar. Vesikel yang berisi darah disebut vesikel hemoragik.
- Bula: vesikel yang berukuran lebih besar, disebut juga dengan bula hemoragik, bula
purulen dan bula hipopion.
- Pustul: vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah vesikel
disebut dengan vesikel hipopion.

75
- Kista: ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun sisa sel. Kista tidak
terbentuk karena peradangan, namun dapat terjadi radang. Tumor: penonjolan di atas
permukaan kulit yang merupakan pertumbuhan sel atau jaringan tubuh.

Efloresensi sekunder, yaitu:


- Skuama: lapisan stratum korneum terlepas dari kulit, dapat berbentuk seperti tepung
atau tebal dan luas, seperti kertas. Bentuknya dibedakan menjadi pitiriasiformis
(halus), psoriasiformis (berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis),
lamellar (berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-lembaran) dan keratotik
(terdiri dari zat tanduk).
- Krusta: cairan badang yang mongering, dapat bercampur dengan jaringan nekrosis
maupun benda asing. Warna krusta terdiri dari kuning muda (dari serum), kuning
kehijauan (dari pus), kehitaman (dari darah).
- Erosi: kelainan kulit yang disebabkan jaringan yang tidak melampaui stratum
basal.
- Ulkus: hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi, memiliki dasar, dinding,
tepi dan isi.
- Sikatriks: terdiri dari jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit
licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Sikatriks dapat berbentuk atrofik (kulit
mencekung) dan hipertrofik (menonjol). Jika sikatriks hipertrofik melebihi batas luka
disebut dengan keloid.
- Abses: kumpulan nanah dalam jaringan atau kutis/subkutis.
- Likenifikasi: penebalan kulit hingga garis-garis lipatan atau relief kulit tampak
lebih jelas.

Efloresensi khusus antara lain adalah kanalikuli, milia, komedo, eksantema,


telangiektasi, vegetasi, raseola, dst.

Prosedur pemeriksaan dermatologi


1. Berikan penjelasan singkat tentang pemeriksaan pada pasien dan minta persetujuan
pasien untuk melakukan pemeriksaan
2. Posisikan pasien pada posisi yang tepat untuk pemeriksaan
3. Lakukan inspeksi secara umum untuk menilai distribusi, jumlah, dan lokasi lesi
4. Kaca pembesar atau lup dapat digunakan untuk membantu melihat lesi yang
berukuran kecil.
5. Lakukan penilaian untuk ukuran dan warna lesi
6. Lakukan penilaian untuk konfigurasi dan morfologi lesi
7. Lakukan palpasi pada lesi untuk menilai kedalaman lesi
8. Lakukan pemeriksaan lebih teliti pada kuku dan tangan
9. Lakukan pemeriksaan pada rambut dan kulit kepala
10. Lakukan pemeriksaan pada membran mukosa
11. Tuliskan dengan jelas hasil pemeriksaan pada rekam medis

76
Daftar cek anamnesis dan pemeriksaan dermatologi
Nama mahasiswa :
Tanggal penilaian :
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Anamnesis dan persiapan pemeriksaan
1. Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien (nama, umur, tingkat pendidikan, status
pernikahan, agama, ras/suku bangsa)
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan pasien untuk melakukan pemeriksaan
3. Mengeksplorasi keluhan utama dengan pola OLDCART: Onset, Location, Duration
(durasi), Character, Aggravating /Alleviating Factors, Radiation, Timing
4. Melakuan anamnesis riwayat penyakit sekarang
5. Melakuan anamnesis riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan, riwayat alergi
6. Melakuan anamnesis riwayat penyakit keluarga
7. Melakuan anamnesis riwayat sosioekonomi dan gaya hidup
8. Mencatat anamnesis dan hasil pemeriksaan dengan jelas di rekam medis
Pemeriksaan dermatologi
9. Memberi penjelasan singkat tentang pemeriksaan dan meminta izin pasien untuk memeriksa
10. Posisikan pasien pada posisi yang tepat untuk pemeriksaan
11. Lakukan inspeksi secara umum untuk menilai distribusi, jumlah, dan lokasi lesi
12. Lakukan penilaian untuk ukuran dan warna lesi
13. Lakukan penilaian untuk konfigurasi dan morfologi lesi
14 Lakukan palpasi pada lesi untuk menilai kedalaman lesi
.
15 Lakukan pemeriksaan lebih teliti pada kuku dan tangan
.
16 Lakukan pemeriksaan pada rambut dan kulit kepala
.
17 Lakukan pemeriksaan pada membran mukosa
.
18 Tuliskan dengan jelas hasil pemeriksaan pada rekam medis
.
Total nilai

77
CONTOH KASUS DERMATOLOGI

KASUS I
ANAMNESIS
Identitas
Nama Nn. V
Usia 16 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Pekerjaan Pelajar
Status pernikahan Belum menikah
Pendidikan terakhir SMA kelas 1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan lenting-lenting di kulit yang muncul sejak kemarin.
Lenting dirasakan gatal dan sedikit nyeri. Lenting lenting mula-mula muncul di belakang
telinga, kemudian leher, pundak, wajah. Sekitar sebulan yang lalu sepupunya yang masih SD
yang tinggal tidak jauh dari rumahnya juga mengalami sakit yang sama sehingga ia berpikir
bahwa mungkin ia tertular dari sepupunya itu. Pasien mengeluh dalam 2 hari terakhir merasa
demam, nyeri kepala, tidak enak badan, lemah, dan pegal-pegal. Keluhan ini berkurang bila
minum parasetamol.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami cacar air saat umur 7 tahun. Tidak ada riwayat penyakit lain yang
signifikan. Tidak ada riwayat penyakit lain dalam keluarga. Tidak ada riwayat alergi.

KASUS II
ANAMNESIS
Identitas
Nama Tn. M
Usia 50 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Petani
Status pernikahan Menikah
Pendidikan terakhir SMP

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan utama bercak kemerahan dan bersisik pada kedua tangan, kaki,
dan kepala disertai dengan rasa gatal yang muncul sejak ± 1 tahun yang terakhir. Awalnya
bercak berupa bintik-bintik merah berukuran kecil disiku, lambat laun melebar dan bergabung
menjadi satu. Di atas bercak tersebut terdapat sisik yang berwarna putih tidak berminyak.
Bercak dirasa gatal dan pasien merasa enak jika digaruk. Gatal yang dirasakan mempengaruhi
aktivitas pasien dan tidak bertambah jika pasien berkeringat. Ada keluhan kulit kering. Rambut
rontok dan ketombe disangkal. Pasien tidak merasa nyeri, pedih, rasa terbakar dan tidak panas.
Pasien sudah berobat ke puskesmas dan mendapat obat yang dioleskan (nama obat lupa),
namun keluhannya hanya hilang sementara dan kembali muncul sehingga pasien akhirnya
memilih berobat ke RS.
Pasien tidak batuk pilek atau pun sakit lainnya. Pasien tidak merokok maupun meminum
minuman beralkohol dan menyangkal ada masalah yang ia pikiran.
Riwayat penyakit dahulu

78
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Riwayat penyakit lain disangkal.
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat alergi makanan maupun
obat disangkal.
CONTOH CARA PENGISIAN LEMBAR REKAM MEDIS DERMATOLOGI

ANAMNESIS
Identitas
Nama Ny. H
Usia 42 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Pekerjaan Ibu rumah tangga
Status pernikahan Menikah
Pendidikan terakhir SMP
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : gatal, merah-merah sejak satu bulan terakhir.
Gatal dirasakan sela jari pada kedua tangan, ketiak, perut. Pada awalnya keluhan tersebut
hanya timbul plenting-plenting (papul) kecil kemerahan yang gatal pada telapak tangan, lalu
diikuti bercak – bercak putih di sekitarnya. Beberapa hari kemudian lenting-lenting kemerahan
juga timbul di daerah ketiak dan perut. Akibat garukan, beberapa lesi berubah menjadi erosi.
Keluhan dirasakan mengganggu tidur karena gatal terutama muncul pada malam hari. Belum
dilakukan apapun untuk mengatasi hal ini.
Sekitar satu bulan yang lalu suami pasien baru pulang bekerja dari Malaysia dan sudah
mengeluh gatal – gatal serta kemerahan pada tubuhnya, setelah beberapa hari keluhan tersebut
juga dialami oleh pasien dan anaknya dengan gejala yang serupa.

Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada riwayat penyakit serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat sakit kronis atau pembedahan.
Pasien tidak ingat apakah keluarganya ada yang memiliki penyakit tertentu. Tidak ada riwayat
alergi.

STATUS DERMATOLOGI
Lokasi 1 (Interdigitalis): tampak papul
eritem yang tersebar diskret, dengan bercak
putih disekitarnya
Lokasi II (Aksila): tampak papul eritem
yang tersebar diskret, dengan bercak putih II II II II
disekitarnya
Lokasi III (Abdomen): tampak papul eritem III
yang tersebar diskret, dengan bercak putih
disekitarnya. tampak pula ekskoriasi, I
multipel, tersebar.

79

Anda mungkin juga menyukai