Operator:
Nama : Rafi Ihya Insani Tahir
NIM : 201611101100
Instruktur : Prof. drg. Dwi Prijatmoko, S. H., Ph. D.
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas “Laporan
Kasus Orhodonsia 1” dengan baik meskipun jauh dari kesempurnaan
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas sebagai mahasiswa
profesi orthodonsia I dengan menggunakan bahasa yang sederhana, sehingga
memudahkan pembaca memahami isinya. Kami menyadari bahwa laporan kasus
ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran
kepada semua pihak.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca khususnya penulis. Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada
Prof. drg. Dwi Prijatmoko, S. H., Ph. D. yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis dalam pembuatan tugas ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Cover
Kata Pengantar ..................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................ iii
BAB 1. Pemeriksaan Umum ................................................................ 1
1.1 Pendahuluan ................................................................................. 1
1.2 Riwayat ........................................................................................ 2
1.2.1 Analisa Umum .................................................................. 2
1.2.2 Analisa Lokal .................................................................... 9
1.3 Odontogram ................................................................................. 37
1.4 Pemeriksaan Penunjang Foto Panoramik dan Sefalometri .......... 38
1.5 Rencana Perawatan Umum .......................................................... 62
BAB 2. Laporan Kasus ........................................................................ 63
2.1 Analisa Fungsional ...................................................................... 63
2.2. Analisa Model ............................................................................. 68
2.3 Diagnosa dan Ringkasan ............................................................. 83
BAB 3. Rencana Perawatan dan Prognosa......................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 87
iii
BAB 1. PEMERIKSAAN UMUM
1.1 Pendahuluan
Orthodontik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang
mempelajari pertumbuhan, perkembangan, variasi wajah, rahang dan gigi serta
perawatan perbaikannya untuk tercapainya oklusi normal. Orthodonsia berasal
dari Bahasa Yunani yaitu orthos yang artinya baik, betul, lurus dan odontos yang
artinya gigi. Jadi orthodonsia dapat diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang
bertujuan memperbaiki letak gigi yang tidak teratur atau tidak rata, yang
dimaksud disini adalah gigi terletak pada lengkung rahang yang sama. Menurut
American Association of Orthodontist, orthodonsia adalah ilmu yang mempelajari
pertumbuhan dan perkembangan gigi dan jaringan disekitar gigi dari janin sampai
dewasa dengan tujuan mencegah dan memperbaiki keadaan gigi yang terletak
tidak baik untuk mencapai hubungan fungsional serta anatomis yang normal.
Tujuan perawatan orthodontic adalah untuk mendapatkan susunan gigi
yang teratur, kontak oklusi yang baik, sehingga dapat dicapai fungsi oklusi yang
efisien dan estetika penampilan wajah yang menyenangkan serta hasil perawatan
yang stabil. Tujuan-tujuan diatas tidak dapat dicapai secara sempurna dalam
perawatan orthodonsi apabila pasien tidak kooperatif atau tidak memiliki
Kerjasama yang baik. Selain itu, kondisi gigi geligi yang tidak menunjang dan
hubungan skeletal dan jaringan lunak yang kurang mendukung.
Sebelum melakukan tindakan perawatan orthodontik terhadap kasus
maloklusi, diperlukan seperangkat data yang lengkap tentang keadaan penderita
dari hasil pemeriksaan. Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut
kemudian dilakukan analisis dengan berbagai macam metode. Selanjutkan dapat
ditetapkan diagnosa, etiologi maloklusi, perencanaan perawatan, macam dan
desain alat yang akan dipergunakan, serta memperkirakan prognosis pasien akibat
perawatan yang dilakukan.
4
1.2 Riwayat
1.2.1 Analisa umum
Analisa umum bertujuan untuk mendapatkan informasi Riwayat
Kesehatan atau medical history dari penderita saat masih dalam kandungan
sampai sekarang saat penderita dating ke klinik.
A. Identifikasi Pasien
1. Nama Pasien : Nama pasien dicatat dengan benar sesuai dengan yang
dimaksud pasien
2. Umur : Pencatatan umur diperlukan untuk :
a. Mengetahui apakah pasien masih dalam masa pertumbuhan atau sudah
berhenti
b. Pertumbuhan gigi-geligi masih termasuk periode gigi susu/decidui,
campuran/ mixed atau tetap/permanent.
c. Gigi yang sudah erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut
umur erupsi gigi).
d. Menetapkan jenis alat ortodontik yang tepat untuk digunakan (alat
cekat atau lepasan, alat aktif atau fungsional)
e. Untuk memperkirakan waktu /lama perawatan yang diperlukan.
Apakah perawatan bisa segera dilaksanakan atau harus ditunda,
berapa lama dibutuhkan perawatan aktif dan berapa lama diperlukan
untuk periode retensi
3. Jenis kelamin : Pencatatan jenis kelamin pasien diperlukan berkaitan segi
psikologi perawatan
a. Pasien wanita lebih sensitif dari pada pasien lelaki oleh karena itu
perawatan harus dilakukan dengan cara yang lebih lemah lembut dari
pasien lelaki.
b. Pasien wanita lebih memperhatikan secara detil keteraturan giginya
dari pada pasin laki-laki.
c. Pasien wanita biasanya lebih tertib lebih sabar dan lebih telaten dari
pada pasien lelaki dalam melaksanakan ketentuan perawatan.
5
4. Alamat : Pencatatan alamat (dan nomer telepon) diperlukan agar operator
dapat menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan . Sebaliknya
pasien juga diberi alamat (dan nomer telepon) operator untuk
mempermudah komunikasi.
5. Pendidikan : Dengan mengetahui pendidikan pasien, operator dapat
menyesuaikan cara memberi penerangan, cara memotivasi pasien).
6. Suku bangsa : Pencatatan suku bangsa diperlukan karena suatu kelompok
suku bangsa atau ras tertentu akan mempunyai ciri-ciri spesifik yang
masih termasuk normal untuk kelompok tersebut (misalnya suku bangsa
Negroid sedikit protrusif masih termasuk normal).
7. Nama Orang Tua/wali
Identitas Pasien
Nama lengkap : Siti
No. RM : 065012
Tempat, tanggal lahir : Jember, 17 Agustus 2012
Umur : 8 tahun
Pekerjaan : Siswa SDN Sumbersari Jember
Alamat : Jalan PB Sudirman No. 88 Sumbersari Jember
Status perkawinan : Belum kawin
Nama orang tua : Bp. Bejo
Kebangsaan : Indonesia
Suku bangsa : Jawa
6
1. Keluhan Utama (Chief Complain/Main Complain)
Keluhan utama adalah alasan/motivasi yang menyebabkan pasien datang
untuk dirawat. Dari keluhan yang telah dikemukakan itu akan dapat
diketahui:
- Apa sebenarnya yang pasien inginkan untuk mendapat perbaikan dari
operator/dokter gigi
Apakah keluhan itu memungkinkan untuk ditanggulangi dengan
perawatan orthodontik?
Apakah keluhan itu menyangkut faktor estetik atau fungsional?
Keluhan utama biasanya diikuti oleh keluhan sekunder yaitu keluhan
yang baru disadari setelah mendapat penjelasan dari operator
Apakah ada keadaan lain yang tidak disadari oleh pasien yang
merupakan suatu kelainan yang memungkinkan untuk dirawat secara
ortodontik? Jika ada ini perlu dijeaskan dan dimintakan persetujuan
untuk dirawat.
Keluhan utama biasanya diikuti oleh keluhan sekunder yaitu keluhan
yang baru disadari setelah mendapat penjelasan dari operator. Apakah ada
keadaan lain yang tidak disadari oleh pasien yang merupakan suatu
kelainan yang memungkinkan untuk dirawat secara ortodontik, jika ada ini
perlu dijelaskan dan dimintakan persetujuan untuk dirawat.
Hasil anamnesa: Orang tua pasien datang mengeluhkan gigi
depan anaknya tidak rapi dan berdesakan
7
Hasil anamnesa: pada saat gigi sulung belum tanggal, gigi
penggantinya sudah tumbuh dengan ukuran lebih besar
8
- Perlu diketahui pada umur berapa dan berapa lama penyakit itu diderita
pasien dan apakah sekarang masih dalam perawatan dokter, dokter siapa?
- Penyakit yang dimaksud anatara lain:
Kelainan endokrin
Ketidakseimbangan kelenjar endokrin mempengaruhi metabolisme zat-
zat yang ada dalam tubuh. Hiperfungsi atau hipofungsi kelenjar
endokrin akan menyebabkan gangguan metabolik dan dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan perkembangan kraniodentofasial
seperti menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan muka,
mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi
akar gigi sulung, dan erupsi gigi permanen. Gangguan pada kelenjar
endokrin misalnya glandula hipofise, glandula tyroida, dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan mengakibatkan adanya
anomali pada gigi-giginya. Kelainan endokrin yang terjadi sebelum
lahir dapat menyebabkan hipoplasia gigi. Dari hasil anamnesis
didapatkan pasien tidak memiliki kelainan endokrin.
Penyakit anak
Penyakit yang pernah diderita pasien dan dapat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi sehingga berkaitan
dengan maloklusi, apakah penyakit tersebut dapat menghambat
perawatan yang akan dilakukan, dan apakah penyakit itu dapat menular
ke operator. Biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik.
Pada pemeriksaan tidak didapatkan penyakit sistemik pada anak.
Alergi
Alergi disini perlu ditanyakan karena berpengaruh terhadap perawatan
yang akan diberikan seperti bahan, obat-obatan, produk kesehatan, atau
lingkungan. Beberapa pertanyaan yang diajukan adalah:
- Bagaimana penggunaan obat-obatan selama ini dan bagaimana
reaksinya?
- Adakah pernah sesak napas?
- Apakah ada pada saat memakan makanan tertentu pernah gatal-gatal?
9
Kelainan saluran pernapasan
Kelainan saluran pernapasan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan gigi serta wajah. Kelainan ini dapat berupa adanya
obstruksi atau hambatan saluran napas sehingga pasien harus bernapas
melalui mulut. Bernapas melalui mulut ini dapat menjadi penyebab
terjadinya maloklusi dengan ciri-ciri palatum tinggi, wajah sempit, open
bite, protrusi gigi anterior rahang atas, dan bibir yang tidak kompeten.
Hasil anamnesis menunjukkan pasien tidak memiliki kelainan saluran
pernapasan.
Tindakan operasi
Operasi disini apakah ada tindakan yang menyebabkan maloklusi atau
operasi yang melibatkan daerah dentomaksilofasial. Dari hasil
anamnesis pasien tidak pernah dilakukan perawatan dengan tindakan
operasi yang melibatkan daerah dentomaksilofasial.
Hasil anamnesa: Pasien tidak dicurigai memiliki riwayat penyakit
sistemik dan alergi.
10
- Frekuensi: Berapa kali per jam/perhari dilakukan?
- Intensitas: Seberapa kuat/keras dilakukan?
- Posisi: Bagaimana dan di bagian mana dilakukan?
- Apakah ada hubungan antara bad habit yang dilakukan dengan keadaan
maloklusi
Beberapa kebiasaan buruk yang berhubungan dengan maloklusi:
Menghisap ibu jari/jari lain ataupun menggigit bibir, menyebabkan gigi
protrusif dan open bite
Kebiasaan mengggit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi tetapi
dampaknya hanya pada satu gigi
Bernapas melalui mulut, menyebabkan maksila tidak berkembang,
rahang atas crowding, palatum tinggi dan sempit sehingga timbul
gingivitis karena plak menumpuk
Mendorong lidah, menyebabka gigi protrusif dan open bite
Kebiasaan menghisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisiv
atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisiv bawah.
Hasil anamnesa: Pasien tidak dicurigai memiliki kebiasaan buruk
11
dan saudara-saudaranya apabila memiliki kemiripan dengan pasien maka
kasus tersebut dapat disebabkan oleh faktor keturunan.
Hasil anamnesa: Keluarga Pasien tidak dicurigai memiliki kelainan
sistemik
12
Bayi : 30-40x/menit
Anak : 20-30x/menit
Dewasa : 16-20x/menit
Lansia : 14-16x/menit
Catatan:
- Dispnea : Pernapasan yang sulit
- Tadipnea : Pernapasan lebih dari normal (>20x/menit)
- Bradipnea : Pernapasan kurang dari normal (<20x/menit)
- Apnea : Pernapasan terhenti
- Ipnea : Pernapasan normal
Hasil Pemeriksaan: Respirasi pada pasien yaitu 17 x/menit ( normal )
13
- Axilla : 0,5 oC lebih rendah dari suhu oral
Hasil Pemeriksaan: Hasil pemeriksaan suhu badan pasien adalah 36 oC
14
Martin dan Saller menentukan tipe wajah berdasarkan indeks
morfologi wajah. Indeks tersebut merupakan hasil pengukuran pada tinggi
wajah total (Na-Me) dibagi lebar wajah (Zy-Zy). Titik-titik yang
dibutuhkan dalam pengukuran dapat dilihat pada gambar 8. Titik-titik
tersebut adalah:
1) Na (soft tissue nasion), yaitu titik tengah dari pangkal hidung pada
sutura nasofrontal yang merupakan aspek paling cekung
2) Me (soft tissue menton), yaitu titik paling bawah dari bagian tengah
dagu.
3) Zy (zygomaticum), yaitu titik paling pinggir pada setiap lengkung
zygomaticum.
15
Tipe wajah rata-rata yang dimiliki manusia adalah euryprosopic,
mesoprosopic, dan leeptoprosopic.
16
Tipe wajah euryprosopic
17
b. Tipe Profil
Tipe profil manusia terdiri dari tiga macam yaitu tipe profil
cekung, tipe profil lurus dan tipe profil cembung. Cara menentukan tipe
profil ada 2 yaitu dari jaringan lunak dan jaringan keras (menggunakan foto
sefalometri). Cara pemeriksaan jaringan lunak dilakukan dengan melihat
dari arah samping penderita, kemudian ditarik garis imaginer yang
menghubungkan antara glabella-lip contour- symphysis.
- Tipe profil lurus : apabila glabella-lip contour-sympisis berada pada
satu garis lurus
- Tipe profil cekung : apabila sympisis lebih anterior dibandingkan
glabella-lip contour
- Tipe profil cembung : apabila sympisis lebih posterior dibandingkan
glabella-lip contour
- Cembung (Anteface) bila titik Sub Nasale (Sn) berada di depan titik
Nasion (Na)
- Lurus (Average face) bila titik Sub Nasale (Sn) berada tepat segaris
dengan titik Nasion (Na)
- Cekung (Retroface) bila titik Sub Nasale (Sn) berada di belakang titik
Nasion (Na)
Keterangan:
Nasion terletak pada posisi yang paling rendah yaitu titik anterior dari
pertemuan antara tulang frontal demgam sutura fronto nasalis
18
Gambar 2.3 Tipe Profil
19
berupaya menutup bibi, otot orbicularis oris dan mentalis berkontraksi
kuat, bibir bawah mendorong permukaan palatalgigi insisivus atas. Bibir
bawah seharusnya menutupi sepertiga insisal permukaan labial gigi
insisivus atas. Bibir inkompeten biasanya dapat disebabkan karena:
1. Morfologi tidak adekuat yaitu, anatomi bibir atas pendek sehingga
tidak mampu berkontak
2. Bibir tidak mampu berfungsi dengan baik karena gigi insisivus atas
protrusif, misalnya pada kasus maloklusi angle klas II divisi 1 yang
ekstrem
3. Fungsi bibir yang abnormal diikuti dengan penelanan terbalik,
seringkali terjadi pada individu dengan kebiasaan bernafas melalui
mulut
Bibir inkompeten dapat mengakibatkan protrusi gigi-gigi karena
kurangnya aksi penekanan gigi-gigi oleh bibir atas dan bawah, penampilan
menjadi tidak menarik. Inkompetensi bibir juga dapat mempengaruhi
mastikasi, terjadi gangguan pengunyahan dengan bibir yang tidak
berkontak dan sering kali mengeluarkan bunyi.
20
meliput maksila atau mandibular. Meskipun penyebabnya sangat beragam
kelainan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu defek
perkembangan, trauma, patologi
Hasil Pemeriksaan: Pada pasien tersebut, kondisi wajahnya yaitu
simetris antara bagian kanan dan kiri
e. Tipe kepala
Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada
hubungannya dengan bentuk muka, palatum, maupun bentuk lengkung.
Bentuk kepala ada 3 yaitu, dolikosefalik (panjang dan sempit), mesosefalik
(bentuk rata-rata) dan brankisefalik (lebar dan pendek). Indeks kepala
meliputi:
- Dolisefalik yaitu kurang dari sama dengan 0,75
- Mesosefalik yaitu antara 0,76-0,79
- Brakisefalik yaitu lebih dari sama dengan 0,80
Indeks kranial merupakan istilah untuk pengukuran pada kepala manusia
yang masih hidup
Cara pemeriksaan yaitu penderita didudukkan pada posisi yang paling
rendah, kemudian dilihat dari atas dan diukur perbandingan antara panjang dan
lebar kepala. Yang dinilai dengan indeks sephalik yang didapatkan kemudian
dibagi dengan panjang kepala maksimum.
21
Nilai indeks kepala yaitu :
a. Dolikosephali (kepala panjang sempit) : 70,0 – 74,9
b. Mesosephali (kepala sedang) : 75,0 – 79,9
c. Brahisephali (kepala lebar persegi) : 80,0 – 84,9
Berdasarkan indeks kepala bentuk kepala dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu, brakhisefalik, dolikosefalik dan mesosefalik (Williams
dkk, 1995 cit Golalipour, 2007).
Gambar 2.5
Tipe-tipe kepala : brakhisefalik,
dolikosefalik, mesosefalik (Gallois, 2006)
1. Bentuk Kepala Brakhisefalik
Brakhisefalik mengacu pada individu dengan bentuk kepala yang lebar dan
persegi, dengan nilai indeks kepala yang lebih besar dari rata-rata yaitu >
81%. Bentuk kepala ini cenderung dimiliki oleh ras Mongoloid dengan ciri-
ciri aperturanasalyang membulat, sudut bidang mandibula yang lebih rendah,
bentuk muka segiempat (square), profil wajah prognasi sedang, rongga orbita
membulat, dan puncak kepala tinggi seperti kubah (Gallois, 2006).
Gambar 2.6
Profil wajah ras Mongoloid :
A. Wanita B. Pria (Farida, 2002)
22
2. Bentuk Kepala Dolikosefalik
Menggambarkan individu dengan nilai indeks kepala <75, 9%. Dengan ciri-
ciri memiliki kepala lebar dan sempit, profil wajah panjang dan rendah,
bentuk dan sudut bidang mandibula yang sempit, bentuk muka seperti
segitiga (tapered), diafragma hidung yang sempit, tulang pipi tegak, rongga
orbita berbentuk rektangular dan aperturanasal yang lebar. Kebanyakan
bentuk kepala ini dimiliki oleh ras Negroid dan Aborigin Australia (Umar
dkk, 2011).
Gambar 2.7
Profil wajah ras Negroid :
A. Wanita B. Pria (Farida, 2002)
3. Bentuk Kepala Mesosefalik
Bentuk kepala dengan nilai indeks kepala 76 – 80,9%. Bentuk kepala ini
memiliki karakteristik fisik kepala lonjong dan bentuk muka terlihat oval
dengan zigomatik yang sedikit mengecil, profil wajah ortognasi, apertura
nasal yang sempit, spina nasalis menonjol dan meatus auditory external
membulat. Bentuk kepala seperti ini kebanyakan dimiliki oleh orang
Kaukasoid (Farida, 2002).
Gambar 2.8
Profil wajah ras Kaukasoid :
A.wanita B. pria (Farida, 2002)
23
Hasil Pemeriksaan: Tipe kepala pasien adalah mesosefalik
f. Warna Kulit
Perubahan sianosis dapat mudah diamati pada bibir dan rongga
mulut, sedangkan pallor dan jaundice mudah dideteksi dari warna jari kuku
dan konjungtiva mata. Warna kulit pasien harus rata dan pigmentasi harus
konsisten dengan latar belakang genetic pasien. Lesi adalah area pada
jaringan yang terganggu fungsinya akibat penyakit tertentu atau trauma
fisik. Cyanosis adalah warna kebiruan akibat jumlah oksigen dalam darah
yang tidak adekuat; mungkin karena nafas pendek/shoretness of breath
(kesulitan bernafas), penyakit paru paru, gagal jantung, atau tercekik. Pallor
adalah kulit yang pucat yang tidak normal akibat berkurangnya aliran darah
atau berkurangnya kadar hemoglobin, dan dapat disebabkan olehh berbagai
keadaan penyakit (misalnya anemia, syok, kanker). Jaundice adalah warna
kulit menjadi kuning akibat bilirubin berlebih (pigmen empedu) dalam
darah. Hal ini dapat merupakan indikasi adanya penyakit hati atau saluran
empedu yang terseumbat oleh batu empedu.
Hasil pemeriksaan: Hasil pemeriksaan yaitu tidak ditemukannya
kelainan pada warna kulit pasien
g. Pemeriksaan Mata
a) Posisi dan kesejajaran mata
Simetris atau tidak, apakah ditemukan abnormalitas seperti eksoftalmus,
strabismus. Untuk melihat eksoftalmus secara pasti adalah dilihat dari
atas kepala pasien.
24
Bila mata pasien terlihat menonjol, maka bisa disebut eksoftalmus atau
proptosis. Yang merupakan tanda oftalmopati pada Grave’s disease.
h. Pemeriksaan hidung
a. Inspeksi permukaan luar
Dilihat simetris atau tidak, apakah ada deformitas, tanda tanda
peradangan
25
b. Pemeriksaan mukosa
Harusnya untuk pemeriksaan hidung kita pakai senter. Dilihat ada
tanda tanda peradangan atau tidak
c. Pemeriksaan septum nasi
Dilihat apakah septum nasi defiasi ke salah satu sisi
Hasil pemeriksaan:Pada pasien tidak ditemukannya kelainan pada
hidung
i. Bentuk skeletal
Tipe skeletal teridiri dari tiga yaitu ektomorfik (kurus), mesomorfik
(sedang) dan endomorfik (gemuk). Dari pengukuran BMI diperoleh hasil
13,8 dan termasuk kategori berat badan berkurang. Sehingga tipe skeletal
penderita termasuk ektomorfik.
j. Kelenjar limfe
Pada pemeriksaan ini dilihat apakah terdapat pembesaran pada kelenjar
limfe atau tidak. Pembesaran dapat oleh karena penyebaran (metastase)
infeksi atau tumor ganas di kelenjar limfe tersebut, atau adanya penyakit di
kelenjar limfe itu sendiri (limfoma, limfadenitis, tuberkulosa, dll).
Cara pemeriksaan dilakukan dengan operator berada di sebelah
kanan belakang pasien, pasien menoleh ke kiri untuk memeriksa limfonodi
kanan dan menoleh ke kanan untuk memeriksa limfonodi kiri. Dengan dua
jari bagian dalam yaitu jari telunjuk dan jari tengah dilakukan perabaan
dan diperiksa apakah kelenjar tersebut teraba atau tidak.
26
k. Kelenjar Saliva
Pemeriksaan kelenjar saliva dilakukan dengan palpasi serta mengamati
laju aliran saliva. Pemeriksaan dilakukan pada kelenjar parotis dekster dan
sinister, kelenjar submandibula dekster dan sinister serta kelenjar
sublingual. Pada pasien, setelah dilakukan pemiriksaan didapatkan hasil
pemeriksaan normal pada saat palpasi dan laju aliran saliva normal.
Pemeriksaan Intraoral
a. Kebersihan mulut
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui status kebersihan
rongga mulut pasien, adanya karies, fase geligi serta jumlah gigi yang
ada. Menurut Green dan Vermilion (1964, cit. Nio, 1987) untuk
mengukur kebersihan gigi dan mulut adalah dengan mempergunakan
suatu indeks yang disebut Oral Higiene Indeks Simplified (OHI-S). Nilai
dari OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan
antara debris indeks dan kalkulus indeks.
Tingkat derajat kesehatan gigi dan mulut dapat dilihat besar
kecilnya nilai tingkat kebersihan rongga mulu dan OHI-S, tingkat
kelainan gigi pada gigi permanen / dewasa (DMF – T), tingkat
kebersihan gigi dan mulut itu sneidiri, dipengaruhi oleh tingkat Debris
Index (DI) dan Calculus Index (CI) seeorang.
27
Untuk pemeriksan rahang atas :
Diperiksa gigi molar pertama kanan atas permukaan bucal.
Diperiksa gigi incivus pertama kanan atas permukaan labial.
Diperiksa gigi molar pertama kiri atas permukaan bucal.
Untuk pemeriksan rahang bawah :
Diperiksa gigi molar pertama kanan bawah permukaan lingual.
Diperiksa gigi incisivus pertama kanan bawah permukaan labial.
Diperiksa gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.
Untuk pemeriksan debris indeks (DI – S) dipergunakan sonde yang
ditempatkan pada 1/3 gigi yang kemudian bergerak ke arah 1/3 gingival.
Dalam pemeriksaan debris yang kriteria penilaiannya adalah sebagai
berikut:
Kriteria Penilaian Pemeriksaan Debris
Nila
No Kriteria
i
Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau
1 0
pewarnaan ekstrinsik.
Pada permukaan gigi yang terlihat, pada debris lunak yang
menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang
dari 1/3 permukaan.
2 1
Pada permukaan gigi yang terihat tidak ada debris lunak tetapi
ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi
sebgian atau seluruhnya.
Pada permukaan gigi yang terlihat pada debris lunak yang
3 menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan 2
gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.
Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi
4 permukaan tersebut seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh 3
permukaan gigi.
Skor tersebut dapat diperoleh dengan menjumlahkan skor tiap tahap dulu
sesuai rahang pemeriksaan kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah permukaan
gigi yang diperiksa.
28
Jumlah penilaian debris
Debris Index =
Jumlah gigi yang diperiksa
Skor CI-S dapat diperoleh dengan jumlah skor tiap tahap terlebih dahulu
sesuai daerah pemeriksaan permukaan gigi. Kemudian hasil dibagi dengan
banyaknya jumlah gigi yang diperiksa.
Jumlah penilaian kalkulus
Calculus index=
Jumlah gigi yang diperiksa
29
b. Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8
c. Buruk (poor), apabila niiai berada diantara 1,9-3,0
OHI-S atau Oral Hygiene Index Simplified merupakan hasil penjumlahan
Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI).
Rumus OHI-S = Debris Index (DI) + Calculus Index (CI)
Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut:
a. Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2
b. Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0
c. Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1-6,0.
Hasil Pemeriksaan: Pada pasien skor OHI-S sebesar 0,5 (skor CI-S)
ditambahkan dengan 0,6 (skor DI-S), didapatkan hasil 1,1 maka kebersihan
rongga mulut pasien termasuk baik.
30
maupun vestibular. Interdental papil menutupi bagian interdental gingiva
sehingga tampak lancip.
Konsistensi gingiva tidak dapat digerakkan dan kenyal, karena gingiva
melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak mempunyai lapisan
submukosa.
Tekstur gingiva pada permukaan attached gingiva berbintik-bintik seperti
kulit jeruk. Bintik- bintik ini biasanya disebut stippling. Stippling akan
terlihat jelas apabila permukaan gingiva di enamel.
Posisi gingiva, menunujukkan adanya tingkatan dimana marginal gingiva
menyentuh gigi. Pada saat erupsi gigi, marginal dan sulkus gingiva herada
di puncak mahkota. Dan selama proses erupsi berlangsung pada marginal
dan sulkus gingiva akan terlihat lebih dekat ke arah apikal mendekati akar
gigi.
Hasil Pemeriksaan: Pada pasien tidak ditemukan adalanya kelainan
mukosa rongga mulut.
31
d. Lidah
Lidah pasien perlu diperiksa apakah normal, macroglossia, atau
microglossia. Pasien yang mempunyai lidah besar dintandai oleh:
Ukuran lidah tampak besar dibandingkan ukuran lengkung giginya.
Dalam keadaan relax membuka mulut, lidah tampak luber menutupi
permukaan oklusal gigi-gigi bawah.
Pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan permukaan lingual
mahkota gigi (tongue of identation)
Gigi-gigi tampak renggang – renggang (general diastema)
Hasil Pemeriksaan: Pada hasil pemeriksaan diketahui pasien memiliki
lidah yang normal.
e. Palatum
Palatum perlu diperiksa apakah normal / tinggi/ rendah serta normal/ lebar/
sempit. Pasien dengan pertumbuhan rahang atas ke lateral kurang (kontraksi)
biasanya palatumnya tinggi sempit, sedangkan yang pertumbuhan berlebihan
(distraksi) biasanya mempunyai palatum rendah lebar. Jika ada kelainan lainnya
seperti adanya peradangan, tumor, torus, palatosch dll, dicatat. Palatum harus
diperiksakan untuk menemukan hal – hal berikut:
Variasi kedalaman palatum terjadi pada hubungan dengan variasi bentuk
facial. Kebanyakan pasien dolicofacial memiliki palatum yang dalam
Adanya swelling (lekukan) pada palatum dapat mengindikasikan suatu
keadaan gigi impalsi, adanya kista atau patologis tulang lainnya.
Ulcerasi mukosa dan indentation adalah suatu gambaran dari deep bite
traumatic
Adanya celah palatum diasosiasikan dengan diskontinuitas palatum.
‘The third rugae” biasanya pada garis dengan caninus. Hal ini berguna
dalam perkiraan proklinasi anterior maksilla.
Hasil Pemeriksaan: Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien memiliki
bantuk palatum yang normal.
f. Fonetik
32
Awalnya suara yang dihasilkan adalah bilabial. Misalnya p, b. Kemudian
konsonan ujung lidah seperti t, d, menyusul suara sibilan (s, z) yang
mengharuskan penempatan lidah dekat tetapi tidak menyentuh palatum dan
yang terakhir adalah suara r yang membutuhkan penempatan bagian posterior
lidah yang tepat yang kadang – kadang tidak tercapai pada usia 4 – 5 tahun.
Fungsi fonetik pada pasien tersebut ialah normal.
Hasil Pemeriksaan: Pada hasil pemeriksaan pasien tidak memiliki
gangguan fungsi fonetik.
h. Pemeriksaan gigi-gigi
Pemeriksaan gigi/elemen apa saja yang ada di rongga mulut serta gigi
yang tidak normal maupun gigi yang telah dilakukan perawatan
Hasil pemeriksaan: Berdasarkan hasil pemeriksaan gigi pasien normal, tidak
ada anomali gigi, dan tidak ada bekas perawatan gigi
i. Oklusi
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi apada rahang
atas (maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan
mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua
rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal
system, dan muscular system.
33
Menurut L. F. Andrew, ada 6 patokan untuk mengetahui normal tidaknya
suatu oklusi gigi, diantaranya:
- Hubungan molar: cusp mesiobukal dari M1 rahang atas berada di groove
antara cusp mesiobukal dan cusp bukal tengah dari M1 rahang bawah. Cusp
distobukal dari M1 rahang atas berkontak dengan cusp mesiobukal dari M2
rahang bawah
- Angulasi mahkota gigi: semua mahkota gigi terangulasi ke arah mesial
- Inklinasi mahkota: inklinasi mengarah pada kemiringan mahkota gigi dalam
arah labiolingual ataupun bukolingual
a. Gigi insisif memiliki inklinasi ke arah labial
b. Gigi kaninus dan gigi posterior rahang atas memiliki inklinasi ke arah bukal,
mulai dari gigi caninus sampai premolar. Inklinasi akan lebih besar pada
gigi molar rahang atas
c. Gigi kaninus dan posterior rahang bawah memiliki inklinasi ke arah lingual
- Rotasi : tidak terdapat rotasi yang ditemukan
- Diastema : tidak terdapat celah atau diastema antar gigi
- Bidang oklusal : bidang oklusal berbentuk datar ataupun sedikit melengkung
34
gigi perseorangan karena gigi ini paling menarik perhatian. Lebar masiodistal
pada serviksnya dan pada titik kontak lebih besar sehingga permukaan
labialnya lebih luas daripada gigi depan lainnya (itjiningsih, 1995)
k. Bentuk Ridge
35
Lengkung rahang mempunyai bentuk yang bervariasi. Variasi bentuk
lengkung rahang berdasarkan perbedaan panjang dan lebar lengkung. Jika kedua
ukuran lengkung rahang hampir sama panjang atau mendekati maka bentuk
lengkung rahang adalah lebar. Jika berbeda banyak, menghasilkan bentuk yang
panjang dan sempit. Lengkung rahang anterior dapat diklasifikasikan secara
umum menjadi bentuk square, tapering, dan ovoid, mengikuti bentuk lengkung
gigi sewaktu masih ada. Bentuk lengkung ini berperan dalam mendukung gigi
tiruan dan dalam pemilihan gigi. Berbagai bentuk lengkung rahang yaitu persegi
(square), lancip (tapering) dan lonjong (ovoid) (Gambar 1). Pada ketiga bentuk ini
tampak perbedaannya dengan jelas. Bentuk persegi mempunyai sisi kiri dan kanan
yang hampir sejajar, bentuk lancip mempunyai bagian anterior yang sempit dan
melebar kearah bagian posterior, sedangkan bentuk lonjong mempunyai bagian
yang membulat baik di anterior maupun posterior. Pada rahang atas bentuk ini
diikuti oleh kedalaman atau bentuk palatum. Kedalaman pada bentuk persegi
biasanya dangkal, pada bentuk lancip dalam dan pada bentuk lonjong agak dalam.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien memiliki bentuk lengkung rahang
ovoid.
Gambar 2.11 Bentuk lengkung rahang (A) square, (B) tapering (C) ovoid
36
- Jarak gigit (overjet), yaitu jarak horizontal antara tepi incisal insisiv atas ke
tepi incisal insisiv bawah apabila rahang dalam hubungan sentrik (centric
relation).
- Tumpang gigit (overbite), yaitu jarak vertikal antara tepi incisal insisiv
atas ke tepi incisal insisiv bawah apabila rahang dalam hubungan sentrik.
Dalam keadaan normal, besarnya overbite ini sama dengan tertutupnya
sepertiga arah incisal mahkota klinis gigi insisiv bawah oleh gigi insisiv
atas, kurang lebih 2 – 3 mm (tergantung ukuran insisogingival mahkota
klinis gigi insisiv bawah), jika jarak tersebut lebih besar dari normal (lebih
dalam) disebut deep overbite (dob), excesive bite , dan jika tepi mesial
insisiv bawah mengenai palatum disebut palatal bite.
Gigitan terbuka (open bite), merupakan suatu keadaan adanya celah atau
tidak ada kontak di antara gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah apabila
rahang dalam keadaan oklusi sentrik.
Gigitan silang (cross bite), merupakan suatu keadaan adanya satu atau
beberapa gigi atas terdapat di sebelah palatinal atau lingual gigi-gigi
bawah. Dikenal beberapa macam cross bite:
a. Anterior cross bite, merupakan suatu keadaan ketika insisiv atas
terdapat di sebelah lingual gigi insisiv bawah.
b. Posterior cross bite, macamnya:
Buccal cross bite atau outer cross bite, merupakan suatu keadaan
ketika tonjol palatinal gigi posterior atas terdapat di sebelah
bukal tonjol bukal gigt posterior bawah.
Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal gigi
posterior atas terdapat pada fossa sentral gigi posterior bawah.
Complete lingual cross bite atau inner cross hite atau scissor
bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas
terdapat dr sebelah lingual tonjol lingual gigi posterior bawah.
37
Torus berarti menonjol dalam bahasa latin. Torus merupakan eksostasis yang
terbentuk dari kortikal yang meaebal dengan jumlah yang terbatas dan sumsum
tulang, serta tertutup oleh mukosa yang tipis dan sedikit vaskularisasi. Castro
Reino dkk mengartikan torus atau eksostosis sebagai penonjalan tulang kongenital
dengan karakter jinak mengarah pada asteoblas yang berlebihan sehingga tulang
menjadi memumpuk sepanjang garis dari fusi palatum atau badan mandibula.
Eksostosis yang paling sering ditemukan pada manusia adalah torus palatinus dan
tonus mandibularis. Torus palatinus seperti nodul dari tulang yang terjadi
sepanjang midline dari palatum keras. Torus mandibularis merupakan penonjolan
tulang yang terletak pada aspek lingual dari mandibular.
Hasil pemeriksaan: Berdasarkan hasil pemeriksaan pada pasien tidak
ditemukan adanya torus palatinus maupun torus mandibular
1.2 Odontogram
Keterangan:
12, 22 labioversi
11, 21 palatoversi
41, 31 labioversi
42, 32 linguoversi
38
1.3. Pemeriksaan Penunjang Foto Panoramik dan Sefalometri
1.3.1 Sejarah dan Manfaat Sefalometri
Sejak beberapa abad lalu antropolog mempelajari tubuh manusia dengan
melakukan pengukuran dan pengukurannya dinamakan antropometri. Kepala
manusia dipelajari secara ekstensif dengan fokus mendapatkan relasi yang
proporsional dalam jurusan vertikal maupun horizontal. Selanjutnya berkembang
suatu cabang khusus dari antropometri yaitu kraniometri yang mempelajari
tengkorak. Tengkorak tersebut biasanya ditempatkan pada kraniostat dengan
orientasi sertentu untuk memudankan pengukuran. Kraniostat merupakan cikal
bakal sefalostat atau pemegang kepala dan kemudian sefalostat dikembangkan
menjadi sefalometer. Dengan perubahan ini, sefalometer digunakan untuk
mengukur kepala orang yang masih hidup atau sefalometri. Perangkat yang
digunakan disebut sefalograf dan foto rontgen yang dihasilkan dinamakan
sefalogram yang di Eropa disebut telerontgenogram.
Sefalometri roentgenografi diperkenalkan oleh Hofrath di Jerman dan
Broadbent di Amerika Serikat pada tahun 1931. Pada awalnya sefalometri
digunakan untuk mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kompleks
kraniofasial kemudian berkembang sebagai sarana yang sangat berguna untuk
mengevaluasi keaduan klinis misalnya membantu menentukan diagnosis,
merencanakan perawatan dan menilai hasil perawatan dalam bidang ortodonti.
Sefalometri yang sering digunakan adalah sefalometri lateral. Sefalometri lateral
memungkinkan dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti dari struktur wajah.
Foto sefalometri merupakan rekam ortodonti yang sangat berguna untuk
menentukan kelainan skeletal, letak gigi, profil, dan lain-lain. Sefalometri berguna
bagi klinis dalam mengevaluasi proporsi dentofasial dan mengklasifikasi
maloklusi. Selain itu, sefalometri tidak hanya dapat melihat keadaan patologis
tetapi juga untuk mengobservasi perubahan yang mengarah ke patologis. Manfaat
yang paling penting dari radiografi sefelometri ini adalah mengenal dan
mengevaluasi perubahan akibat dari perawalan ortodontik. Untuk tujuan
diagnostik, manfaat utama dari sefalometri adalah mengklasifikasikan
karakteristik hubungan dental, skeletal, dan profil jaringan lunak pasien.
39
1.3.2 Standardisasi Sefalometri dan Teknik Tracing
Sefalometri adalah peralatan yang terdiri dari alat penghasil sinar x-ray
yang ditempatkan pada jarak tertentu dari pasien, sefalostat untuk fiksasi kepala
pada jarak yang ditentukan dan film yang diletakkan pada kaset untuk menangkap
bayangan kepala. Menurut Stanley jarak sumber sinar dengan kepala adalah 5-6
kaki untuk mengurangi perbesaran ambaran struktur kepala. Sama dengan
Pambudi Rahardjo yang mengatakan jarak rumber sinar dengan kepala adalah 1,5
meter. Pada saat pengambilan foto rontgen, gigi pasien dalam keadaan oklusi
sentrik dimana bibir tidak dipaksakan untuk ditutup. Selain itu, pandangan pasien
lurus ke depan dan bidang Frankfurt Horizontal sejajar lantai.
Metode konvensional untuk menganalisis sebuah sefalogram tidak
langsung dilakukan pada sefalogram tetapi dilakukan tracing terlebih dahulu.
Tracing dilakukan dalam ruangan dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang.
Tracing dilakukan pada kertas kalkir atau asetat 0,003 inci dan menggunakan
pensil yang keras, misalnya H4. Buat 3 tanda pada sefalogram (2 di daerah
kranium dan 1 di daerah vertebrata servikal) sebagai penuntun saat melakukan
tracing supaya tidak terjadi pergeseran. Kertas tracing diletakkan pada sefalogram
dan difiksasi agar posisinya tidak berubah lalu sefalogram beserta kertas tracing
diletakkan pada tracing box dengan iluminasi yang baik.
Pengetahuan mengenai seluruh anatomi kepala diperlukan untuk
melakukan tracing. Perlu diketahui sefalometri dalam bentuk gambar dua dimensi
yang menggambarkan objek tiga dimensi dimana ada struktur kraniofasial berupa
titik unilateral dan bilateral. Pada hasil radiografi sefalometri terkadang struktur
yang berupa titik bilateral akan saling membentuk bayangan. Untuk mendapatkan
struktur yang benar maka titik yang terletak di pertengahan antara kedua titiklah
dianggap sebagai posisi yang benar. Setelah itu ditentukan kontur skeletal dan
jaringan lunak fasial lalu ditentukan titik-titik pada struktur anatomi atau anatomi
landmark yang diperlukan untuk analisis. Titik-titik dihubungkan menjadi garis
dan dua garis yang berpotongan akan menghasilkan sudut. Besar sudut dipelajari
untuk menentukan apakah struktur anatomi tertentu normal atau tidak normal.
Bagian-bagian yang perlu digambar dalam sefalometri antara lain:
40
Profil jaringan lunak, kranium eksternal dan vertebrae
Basis kranial, batas internal kranium, sinus frontal dan ear rods
Tulang maksila termasuk tulang nasal dan fisur pterygomaksila
Mandibula
41
o Spina Nasalis Posterior (SNP): titik paling posterior dari
palatumdurum.
o Titik A (Subspinale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris
rahang atas, secara teoritis merupakan batas tulang basal maksila
dan tulang alveolaris.
o Titik B (Supramentale): titik paling dalam pada kurvatura
alveolaris rahang bawah, secara teori merupakan batas tulang
basal mandibula dan tulang alveolaris.
o Pogonion (Pog): titik paling anterior dari tulang dagu.
o Menton (Me): titik paling inferior dari simpisis mandibula
o Gnation (Gn) : titik tengah antara pogonion dan menton atau titik
paling depan dan paling rendah dari simpisis mendibula.
42
Titik-titik (Landmarks) pada Jaringan Lunak
Titik-titik pada jaringan lunak diuraikan sebagai berikut
a. Jaringan lunak Glabela (G’) : titik paling menonjol dari bidang sagital tulang
frontal.
b. Pronasal (Pn) : titik paling menonjol dari ujung hidung.
c. Subnasal (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
d. Labrale superius (Ls) : titik pada ujung tepi bibir atas.
e. Labrale inferius (Li) : titik pada ujung tepi bibir bawah.
f. Jaringan lunak Pogonion (Pog’) : titik paling menonjol pada kontur jaringan
lunak dagu.
g. Jaringan lunak Menton (Me’) : titik paling inferior pada jaringan lunak dagu.
43
b. Frankfort Horizontal (FH) : bidang yang dibentuk dari hubungan titik Porion
ke titik Orbital. Penentuan lokasi ear rods yang salah akan mengakibatkan
kesalahan juga dalam penentuan letak porion. Oleh karena itu, penentuan
letak ear rods dengan teliti akan menghasilkan posisi bidang Frankfort yang
tepat.
c. Bidang Palatal : bidang yang dihubungkan oleh titik spina nasalis anterior dan
posterior. Bidang ini disebut juga bidang maksila.
d. Bidang Fasial (N-Pog) : bidang yang dihubungkan oleh titik Nasion dan
Pogonion.
e. Bidang Mandibula : bidang yang dihubungkan oleh titik Menton dan Gonion.
Cara termudah adalah membuat garis dari Menton membentuk tangen
terhadap tepi bawah mandibula pada sudut mandibula. Posisi bidang
mandibula akan tidak tepat bila saat pengambilan foto sefalometri pasien
tidak dalam keadaan oklusi sentrik.
f. Bidang Ramus : bidang yang menyinggung tepi posterior dari ramus
ascenden mandibula dan melalui titik artikular.
g. Bidang Oklusi : bidang yang dibentuk dari garis yang melewati oklusal cusp
mesial dari gigi molar dan pertengahan antara ujung gigi insisivus atas dan
bawah. Bidang ini dikenal sebagai bidang oklusal fungsional (FOP).
h. Y-axis (S-Gn) : garis yang dihubungkan oleh titik Sella tursika dengan
Gnation. Garis ini digunakan sebagai indikator pertumbuhan fasial dengan
mengukur sudut antara S-Gn dan bidang Frankfort Horizontal (FH) menurut
analisis Downs. Sedangkan menurut analisis Steiner yaitu sudut antara S-Gn
dengan titik N.
44
Gambar 1.14 Bidang atau garis pada sefalometri
E. Analisis Sefalometri
Analisis sefalometri meliputi analisis dental, skeletal dan jaringan lunak.
Terdapat lima komponen yang biasanya dipelajari dalam analisis sefalometri
pada arah horizontal dan vertikal yaitu basis kranial, rahang atas, rahang
bawah, gigi atas dan gigi bawah. Pengukuran skeletal berguna untuk
mengevaluasi hubungan rahang terhadap basis kranial. Pengukuran dental
berguna untuk menghubungkan gigi terhadap gigi lain, rahang, dan struktur
kranial. Pengukuran jaringan lunak telah berkembang untuk tujuan penegakan
diagnosis dan cenderung menggambarkan hubungan bibir ke hidung dan
dagu. Terdapat banyak analisis yang digunakan dalam sefalometri, antara lain
analisis Downs, Steiner, Ricketss, Tweed, McNamara, Sassouni, Harvold,
Wits, dan Moorrees.
Analisis Skeletal
Analisis skeletal dibagi menjadi dua yaitu pengukuran skeletal
anteroposterior dan vertikal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bishara
mengenai analisis sefalometri pada penduduk lowa ras Kaukasoid di Eropa
utara, pengukuran skeletal anteroposterior berupa pengukuran SNA, SNB,
ANB, Wits (mm), NAPog, SNPog, dan FH:NPog, dan pengukuran skeletal
vertikal berupa pengukuran N-Ans (mm), NMe (mm), N:Ans’ (%), Ar’-Go
(mm), S:Go (mm), MP:SN, MP:FH, NSGn. dan FH:SGn. Penelitian ini tidak
melakukan semua pengukuran di atas. Pengukuran yang dilakukan antara lain
sebagai berikut :
45
Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 82⁰ untuk laki-laki dan 81⁰ untuk
perempuan.
Menurut analisis Tweed, nilai SNA digunakan untuk menentukan posisi
anteroposterior maksila terhadap basis kranial. Sama seperti Stainer, nilai
batas normal SNA adalah 80⁰ - 84⁰. Pasien yang memiliki nilai SNA lebih
dari 84⁰ menginterpretasikan posisi maksila yang prognasi, sedangkan SNA
kurang dari 80⁰ menginterpretasikan posisi maksila yang retrognasi.
46
etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 2⁰ untuk laki-laki dan 3⁰ untuk
perempuan.
Untuk menginterpretasi sudut ANB harus diketahui besar sudut SNA dan
SNB, karena dengan melihat besar sudut ANB belum dapat diketahui rahang
mana yang tidak normal. Nilai ANB lebih dari 10⁰ mengindikasikan
pembedahan, sedangkan nilai ANB negatif mengindikasikan disproporsi
fasial horizontal. Nilai ANB 0,5⁰ - 4,5⁰ menunjukkan pola pertumbuhan
skeletal Klas I. Nilai ANB positif menggambarkan maksila yang lebih maju
daripada mandibula. Nilai ANB negatif menggambarkan mandibula yang
lebih maju daripada maksila. ANB memiliki nilai negatif apabila nilai SNB
lebih besar daripada nilai SNA. Nilai ANB yang lebih besar dari 4,5⁰
menggambarkan pola pertumbuhan skeletal Klas II. Nilai ANB kurang dari
atau sama dengan 0⁰ mengindikasikan pola pertumbuhan skeletal Klas III.
47
Menurut analisis Downs, batas normal sudut konveksitas wajah adalah -8,5 o
sampai 10o. Rata-rata etnik Kaukasoid adalah 0 o yang menunjukkan profil wajah
yang lurus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bishara pada penduduk lowa,
nilai rata-rata normal NAPog untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 3 o
untuk laki-laki dan 6o untuk perempuan.
Sudut NAPog bernilai positif bila garis A-Pog yang diperpanjang terletak
lebih anterior dari garis NA dan sebaliknya. Besar sudut ini dipengaruhi letak titik
subspinalis (titik A) dan Pog dalam jurusan sagital. Sadut negative menunjukkan
wajah yang cekung atau pola skeletal Klas III sedangkan sudut positif
menunjukkan wajah yang cembung atau pola skeletal II. Sudut negative dapat
disebabkan titik A yang terletak posterior atau titik Pog yang terletak anterior
sedangkan sudut yang positif menunjukkan titik A yang anterior atau titik Pog
yang posterior.
48
pada anak berumur 9 tahun dan berkurang 1 o setiap 3 tahun. Sudut bidang
mandibula yang terlalu besar menunjukkan kecenderungan open bite sedangkan
bidang mandibula yang rendah menunjukkan adanya deep bite.
Menurut Steiner bidang mandibula dibentuk antara gonion dan gnation.
Sudut rotasi mandibula adalah inklinasi bidang mandibula terhadap garis SN yang
merupakan indikasi dari proporsi vertikal dari wajah. Nilai sudut rotasi mandibula
yang normal menurut Steiner adalah 32o ± 59o. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Bishara pada penduduk lowa, nilai rata-rata normal MP : SN untuk
etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 28o untuk laki-laki dan 33o untuk
perempuan. Keakuratan nilai dari sudut mandibula dipengaruhi oleh posisi oklusi
sentrik pasien pada saat dilakukan pengambilan foto sefalometri.
49
Y axis menggambarkan posisi dagu apakah lebih maju atau mundur dari
wajah bagian depan. Bila sudut ini lebih besar dari rata-rata menggambarkan pola
skeletal Klas II dan ila lebih kecil menunjukkan pola skeletal Klas III. Nilai sudut
pertumbuhan wajah yang lebih besar dari rata-rata menunjukkan pola
pertumbuhan wajah yang vertical sedangkan nilai yang .lebih kecil dari rata-rata
menunjukkan pola pertumbuhan wajah yang horizontal.
F. Analisis Dental
Analisis dental dibagi menjadi dua yaitu pengukuran dental angular dan
pengukuran dental linear. Pengukuran dental angular berupa sudut interinsisal (U1
: l1), sudut insisivus sentralis atas terhadap basis cranial (U1 : SN), sudut
insisivus sentralis bawah terhadap bidang mandibula (L1 : MP) dan sudut insisvus
sentralis bawah terhadap Frankfort Horizantal (L1 : FH). Pengukuran dental linear
berupa jarak insisvus sentralis atas terhadap bidang A-Pog (U1 : APog), jarak
insisivus sentralis atas terhadap garis N-A (U1 : NA) dan jarak insisivus sentralis
bawah terhadap garis N-B (L1 : NB).
a. Sudut interinsisal (L U1 : L1)
Menurut Downs sudut intersisal adalah sudut yang dibentuk oleh
inklinasi insisivus atas dan insisvus bawah. Sudut intersisisal berhubungan
dengan kedalaman overbite kecuali pada Klas II. Semakin ke labial inklinasi
insisvus atas dan bawah, sudut intersisal yang dihasilkan akan semakin
kecil. Sebaliknya sudut intersisal akan semakin besar jika inklinasi insisvus
50
atas dan bawah lebih ke lingual. Sudut intersisal yang besar biasanya
menunjukkan overbite yang dalam juga.
Menurut analisis Steiner, sudut intersisal adalah sudut yang
menghubungkan posisi relative dan insisivus maksila dan insisivus maksila
dan insisivus mandibula. Jika besar sudut interinsisal kurang dari 130o,
maka gigi maksila dn mandibula harus ditegakkan. JIka besar sudut
interinsisal lebih dari 130o, maka gigi maksila dan mandibula membutuhkan
koreksi kedepan dari inklinasi aksial.
Nilai normal sudut interinsisal adalah 130o± 29o. Menurut Downs
nilai normal mminimum adalah 130o sedangkan maksimum 150,5o dengan
rata0rata 135,4o. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bishara pada
penduduk lowa, nilai rata-rata sudut intersisal untuk etnik Kaukasoid di atas
18 tahun adalah 134o untuk laki-laki dan 130o untuk perempuan.
51
Gambar 2.19 Sudut intersisal dan sudut insisivus atas terhadap basis
kranial anterior
52
ini untuk etnik Kaukasoid di atas 18 tahun adalah 96° untuk laki-laki dan
95° untuk perempuan. Jika nilainya lebih besar maka diperlukan penegakan
insisivus mandibular yang lebih jauh sedangkan jika nilainya lebih kecil
diperlukan kompensasi untuk mengembalikan gigi insisivus ke posisi
sebelum perawatan. Untuk etnik Kaukasoid, nilai rata-rata normalnya
adalah 93°.
53
insisisal insisivus sentralis atas terhadap garis A-Pog semakin baik juga hubungan
gigi insisivus dan bentuk wajah.
54
Gambar 2.22 Hubungan insisivus maksila terhadap bidang N-A
55
G. Analisis Profil Jaringan Lunak
Analisis profil jaringan lunak peting untuk membantu menentukan
diagnosis dan merencanakan perawatan pada pasien yang membutuhkan tindakan
orthognatik surgery. Analisis ini menggambarkan keseimbangan jaringan lunak
antara bibir dan profil jaringan lunak. Insisivus atas dan bawah yang lebih protusif
akan menyebabkan bibir yang protrusive juga.
Ada beberapa analisis jaringan lunak yaitu analisis profil, analisis bibir,
analisisi posisi lidah dan analisis fungsional, dimana penelitian ini lebih lanjut
membahas tentang evaluasi posisi bibir. Evaluasi posisi bibir terdiri dari analisis
Ricketts, analisis Steiner dan analisis Holdaway. Analisis menurut Ricketts yaitu
evaluasi posisi bibir atas dan bawah terhadap garis estetis (E line). Pertama ditarik
garis dari jaringan lunak dagu ke ujung hidung yang disebut garis estetis. Bila
bibir terletak di posterior garis E berarti bernilai negatif. Nilai positif
menggambarkan posisi bibir di anterior garis E. Nilai normal posisi bibir atas
terhadap garis estetis adalah 2-3 mm dan untuk bibir bawah terhadap garis estetis
adalah 1-2 mm.
Analisis Holdaway menggambarkan secara kuantitatif hubungan jaringan
lunak wajah dengan gambaran wajah, baik yang menyenangkan dan harmonis
maupun yang tidak yaitu berupa tangen dari bibir atas terhadap garis N-B. Sudut
inii disebut dengan H Angle. Nilai normal H Angle adalah 7-80. Menurut
Holdaway pengukuran terhadap posisi jaringan lunak dagu lebih baik daripada
pengukuran sudut fasial jaringan keras karena adanya variasi ketebalan jaringan
lunak dagu. Analisis menurut Steiner yaitu evaluasi posisi bibir atas dan bawah
terhadap S line. Pertama ditarik garis dari jaringan lunak dagu ke ujung ke
pertengahan batas
56
Gambar 2.24 Hubungan bibir atas dan bawah terhadap garis E
H. Radiografi Panoramik
Panoramik merupakan salah satu foto rontgen ekstraoral yang telah
digunakan secara umum digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk
mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial. Foto panoramik
pertama dikembangkan oleh tentara Amerika Serikat sebagai cara untuk
mempercepat mendapatkan gambaran seluruh gigi untuk mengetahui kesehatan
mulut tentaranya. Foto panoramik juga disarankan kepada pasien pediatric, pasien
cacat jasmani atau pasien dengan gag refleks. Salah satu kelebihan panoramic
adalah dosis radiasi yang relatif kecil dimana dosis radiasi yang diterima pasien
untuk satu kali foto panoramic hamper sama dengan dosis empat kali foto intra
oral.
Definisi
Gambaran panoramic adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah
gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang
maksila dan mandibular beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan
overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral. Radiografi panoramic
adalah sebuah teknik dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam
satu film.
Indikasi
Adapun seleksi kasus yang memerlukan gambaran panoramik dalam
penegakan diagnosa, diantaranya seperti :
57
1. Adanya lesi tulang atau ukuran dari posisi gigi terpendam yang menghalangi
gambaran pada intra-oral.
2. Melihat tulang alveolar dimana terjadi poket lebih dari 6 mm.
3. Untuk melihat kondisi gigi sebelum dilakukan rencana pembedahan. Foto
rutin untuk melihat perkembangan erupsi gigi molar tiga tidak disarankan.
4. Rencana perawatan orthodonti yang diperlukan untuk mengetahui keadaan
gigi atau benih gigi.
5. Mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada seluruh bagian mandibula.
6. Rencana perawatan implan gigi untuk mencari vertical-height.
1. Siapkan kaset yang telah diisi film atau sensor digital yang telah dimasukkan
kedalam tempatnya.
2. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan.
3. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA.
4. Hidupkan alat untuk melihat bahwa alat dapat bekerja, naik atau turunkan
tempat kepala dan sesuaikan posisi kepala sehingga pasien dapat diposisikan.
5. Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan.
Persiapan pasien :
Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting,
aksesoris rambut, gigi palsu dan alat orthodonti yang dipakainya.
Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien
dan jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat
bergerak.
Pakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak
ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.
Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan
untuk memegang handel agar tetap seimbang.
58
Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka
bersentuhan pada tempat dagu.
Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala
Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke
palatum dengan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.
Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu
dalam saat penyinaran.
6. Persiapan operator:
Operator memakai pakaian pelindung.
Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari
sumber x-ray ketika waktu penyinaran.
Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan
tidak ada pergerakan.
Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi
kepala pada tempatnya.
Ambil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk di proses.
7. Persiapan lingkungan terhadap proteksi radiasi :
Pastikan perangkat sinar X digunakan dengan teknik yang baik dan
parameter secara fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar.
Hindari kemungkinan kebocoran dengan menggunakan kepala tabung
harus radiopaque.
59
Pemeriksaan panoramik sangat membantu untuk menilai apakah suatu
prosedur dental diperlukan sebagai langkah awal sebelum melakukan perawatan
ortodontik. Cntoh pemeriksaan radiografi sebagai berikut: abnormal dapat
ditemukan dalam pemeriksaan ini.
15 25
14 24
45 44 33
43
47 37
Kesimpulan :
Urutan erupsi
RA : 14, 24, 15, 25, 13, 23, 17, 27.
RB : 44, 45, 33, 43, 37, 47.
60
Foto sefalometri (sefalogram) merupakan rekam ortodonti yang sangat
berguna untuk menentukan kelainan skeletal, letak gigi, profil, dan lain-lain.
Meskipun demikian penentuan diagnosis maloklusi tidak dapat didasarkan hanya
pada analisis sefalometri saja. Kombinasi semua analisis akan memberikan
gambaran menyeluruh tentang keadaan pasien.
Analisa sefalometri terbagi dalam pemeriksaan sefalometri lateral dan
frontal. Adapun kegunaan pemeriksaan sefalometri adalah untuk :
- Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial
- Mendiagnosa kelainan kraniofasial;
- Mempelajari profil wajah;
- Merencanakan perawatan ortodonti;
- Evaluasi hasil perawatan ortodonti;
- Merencanakan dan mengevaluasi hasil perawatan bedah ortognati;
- Analisa fungsi sendi rahang;
- Untuk tujuan penelitian.
61
- A (Subspinale) : titik paling dalam pada kurvature alveolaris rahang atas,
secara teoritis merupakan batas tulang basal maksila dan tulang alveolaris.
- B (Supramentale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang
bawah, secara teoritis merupakan batas tulang basal mandibular dan tulang
alveolaris.
- Go (Gonion) : titik tengah pada lekungan sudut mandibular diantara ramus
dan korpus.
- Me (Menton) : titik terendah pada dagu.
62
Jarak A-Npog 4 mm 1 6 mm 2 Protrusi sedang
63
BAB 2. Laporan Kasus
2.1. Analisis Fungsional
a. Free Way Space
Cara Pengukuran:
1. Penderita didudukkan dalam posisi istirahat (rest position), kemudian
ditarik garis yang terhubung antara titik di ujung hidung dan ujung dagu
(paling anterior) dan dihitung berapa jaraknya.
2. Penderita dalam keadaan oklusi sentris, kemudian ditarik garis yang
menghubungkan antara titik di ujung hidung dan ujung dagu (paling
anterior) dan dihitung berapa jaraknya.
3. Nilai FWS = jarak pada saat posisi istirahat dikurangi jarak pada saat
oklusi sentris.
Nilai normal menurut Houston (1989) = 2 -3 mm.
Nilai FWS perlu diketahui dan dapat digunakan sebagai panduan untuk
melakukan atau pemberian peninggian gigit di-posterior sehubungan dengan
adanya gigitan terbalik anterior. Apabila FWS > tumpang gigit maka tidak perlu
diberi peninggian gigit posterior. Apabila FWS < tumpang gigit maka perlu diberi
peninggian gigit posterior.
Nilai free way space merupakan jarak pada posisi istirahat dikurangi jarak
pada saat oklusi sentris.
Hasil pemeriksaan: Pengukuran pada pasien didapatkan hasil free way
spacenya yaitu sebesar 3 mm yang termasuk dalam kategori normal.
- Centric occlusion : 75 mm
- Relaxation occlusion : 78 mm
FWS : 3 mm (normal)
64
b. Path of Closure
Path of Closure merupakan gerakan mandibula dari posisi istirahat menuju
oklusi sentris, Path Of Closure dikatakan normal apabila gerakan mandibula ke
atas, ke muka dan belakang. Bagian otot yang bekerja pada mandibula dalam
keadaan relaksasi dan kondilimandibula pada posisi retrusi pada fosa
glenoidalis. Sedangkan yang tidak normal apabila terdapat deviasi mandibula dan
displacement mandibula. Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi
oklusal maksimum berupa gerakan engsel sederhana melewati free way space
sebesar 2-3 mm. Ada 2 macam perkecualian path of closure yang bisa dilihat
yaitu deviasi mandibula dan displacement mandibula. Perlu dibedakan antara
deviasi mandibula dan displacement mandibula karena perawatannya
berbeda. Deviasi biasanya tidak menyebabkan rasa sakit, keausan pada gigi atau
rusaknya jaringan periodontal. Displacement mandibula
Pada jangka panjang dapat menyebabkan kejadian hal di atas. Normal
apabila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan belakang.
Tidak normal apabila terdapat:
deviasi mandibula
displacement mandibula
Cara Pemeriksaan :
1. Penderita didudukkan pada posisi istirahat (rest position), dilihat
posisi garis mediannya.
2. Penderita diinstruksikan untuk oklusi sentris dari posisi istirahat
dan lihat kembali posisi garis mediannya.
Apabila posisi garis median pada saat posisi istirahat menuju
oklusi sentris tidak ada pergeseran (sliding) BERARTI tidak ada
gangguan path of closure. Apabila posisi garis median pada saat
berada pada posisi istirahat menuju oklusi sentris terdapat pergeseran
(sliding) BERARTI terdapat gangguan path of closure.
Hasil pemeriksaan: Pada hasil pemeriksaan pasien tidak memiliki gangguan
path of closure.
65
c. Sendi Temporo mandibular
Sebagai panduan umum bila pergerakan mandibular normal berarti
fungsinya tidak terganggu, sebaliknya jika gerakan mandibular terbatas biasanya
menunjukkan adanya masalah fungsi.
Cara Pemeriksaan :
1. Penderita didudukkan pada posisi istirahat
2. Diletakkan kedua jari telunjuk operator di bagian luar meatus
acusticus externa kiri dan kanan penderita
3. Penderita di instruksikan untuk membuka dan menutup mulutnya.
Apabila tidak terasa adanya krepitasi saat palpasi di bagian luar
meatus acusticus externa atau bunyi clikcing pada saat membuka dan
menutup mulut BERARTI pola pergerakan TMJ normal.
Hasil pemeriksaan: pasien pola pergerakan TMJ normal.
66
Gambar 2.27 Mengukur jarak interstitial maksimal
Hasil Pemeriksaan: Pada hasil pemeriksaan pasien tidak memiliki gangguan
ROM.
e. Joint Sound
Bunyi sendi gejala yang gejala yang sering terdapat pada seseorang
dengan gangguan sendi temporomandibular. Terjadi pada satu atau kedua sendi
temporomandibularis saat gerakan rahang bawah dan pada semua tujuan dari
gerakan atau pada semua kombinasi gerakan, seperti membuka, menutup, protrusi,
retusi atau pergeseran ke lateral. Bunyi ini terjadi karena adanya perubahan letak,
bentuk, dan fungsi dari komponen sendi temporomandibular. Bunyi yang
dihasilkan dapat bervariasi, mulai dari lemah dan hanya terasa oleh penderita
dengan rasa keras dan tajam. Bunyi ini dapat terjadi pada awal, pertengahan dan
akhir gerak buka dan tutup mulut. Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar
oleh penderita, namun pada beberapa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup keras
sehingga dapat didengar oleh orang lain.
Clicking (kliking) sebagai salah satu bunyi pada sendi
temporomandibular. Secara umum terdapat dua macam bunyi sendi yaitu:
kliking dan krepitus. Kliking merupakan keluhan pada sendi temporomandibular
yang paling sering. Klik dapat terjadi pada setiap waktu selama gerakan
membuka dan menutup dari mandibular. Bunyi kliking adalah bunyi tunggal
dalam waktu yang singkat. Bunyi tersebut dapat berupa bunyi bedebuk perlahan,
samar sampai bunyi retak yang tajam dan keras. Kliking adalah satu suara dengan
waktu yang pendek. Suara ini relatif kuat terdengar dan kadang-kadang terdengar
67
seperti satu tepukan. Klik tunggal (single clicking) adalah bunyi yang terdengar
pada saat membuka mulut, saat kondilus bergerak melewati posterior border
masuk ke zona intermediet diskus. Kliking ini merupakan salah satu gejala paling
awal terjadinya kelainan sendi temporomandibula. Sedangkan kliking ganda
(double clicking) adalah bunyi kliking kedua saat menutup mulut setelah kliking
tunggal terdengar pada waktu membuka mulut. Bunyi ini terdengar saat kondilus
bergerak dari zona intermediet diskus ke posterior border.
Bunyi kliking ada kaitannya dengan perubahan posisi kondil dalam fosa
mandibular. Beberapa penelitian tomografi menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami kliking mempunyai letak kondil yang retroposisi. Seiring dengan
meningkatnya usia, kliking akan lebih sering di termukan. Disamping itu,
bertambahnya usia juga mempunyai hubungan dengan bertambahnya pencabutan
gigi. Kliking bertambah insidennya seiirng dengan berkurangnya jumlah gigi.
TMJ “kliking” sulit di dengan karena bunyinya halus, maka dapat didengar
dengan menggunakan stetoskop.
Krepitus sangat berbeda dengan kliking. 'Krepitus' adalah bersifat difus,
yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau
menutup mulut bahkan keduanya. 'Krepitus' menandakan perubahan dari kontur
tulang seperti pada osteoartrosis. Krepitus disebut pasien dengan bunyi mengerat
atau gemertak menunjukkan adanya perubahan degenerasi. Biasanya krepitus
lebih sering ditemukan seiring dengan bertambahnya usia dan jarang ditemukan
pada populasi usia muda. Seringkali pasien merasakan adanya keterbatasan
gerakan rahang atau gerak rahang yang asimetris, dan bunyi sendi yang biasanya
digambarjan sebagai bunyi keletuk (kliking), letupan (popping), bunyi mencitu
(grating) atau krepitasi. Apabila dilihat secara superfisial, ini terlihat seperti
mekanisme refleks melindungi untuk tujuan peringatan terhadap kerusakan.
Hasil Pemeriksan: Pada hasil pemeriksaan pada pasien tidak terdapat
adanya bunyi saat pergerakan TMJ.
68
f. Pola Atrisi
Pola atrisi adalah permukaan oklusal gigi yang datar atau rata karena faktor
pemakaian atau oleh karena kebiasaan jelek seperti bruxism sehingga
menyebabkan bentuk wajah yang lebih pendek dan fungsi kunyah akan menjadi
terganggu. Bila hal tersebut tidak dirawat, maka akan dapat menimbulkan ngilu
pada gigi serta rasa sakit pada sendi rahang. Pola atrisi dikatakan normal apabila
terjadinya atrisi gigi yang disebabkan oleh karena pemakaian gigi yang telah
lama, misalnya gigi atrisi pada orang yang telah lanjut dan atrisi gigi susu pada
anak-anak yang telah memasuki fase gigi permanen, Sedangkan bila dikatakan
pola atrisi tidak normal apabila terjadinya atrisi gigi oleh karena adanyakebiasaan
jelek, misalnya bruxism, Contohnya atrisi gigi permanen pada penderita usia
muda atau pada anak-anak pada fase gigi pergantian.
Hasil Pemeriksaan: Pada hasil pemeriksaan pada pasien tidak
ditemukan adanya atrisi.
69
Gambar 2.28 Gambar Lengkung Geligi
70
ukur : sliding calipers (jangka sorong), symmetograph, brass wire,
jangka berujung runcing dan penggaris
Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang
tersedia (available space) dengan tempat yang dibutuhkan (required
space). Fungsinya semdiri untuk menctukan macam perawatan pasien
tersebut, apakah termasuk perawatan pencabutan gigi permanen atau
tanpa pencabutan gigi permanen.
Ada berbagai cara untuk mengukur tempat yang tersedia. Ada
berbagai analisa yang dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan
ruang dalam perawatan ortodontik, hal ini tergantung pada fase
pertumbuhan gigi.
b. Analisa pengukuran ruang pada fase geligi permanen : Nance,
Lundstrom, Bolton, Howes, Pont, dan diagnostic setup (Kesling).
c. Analisa pengukuran ruang pada fase geligi campuran : Analisa
gambaran radiografi, Analisa menggunakan Tabel Probabilitas
(Moyers), dan analisa Tanaka-Johnston.
71
4. Rentangkan kembali brasswire membentuk garis lurus kemudian ukur
mulai ujung kawat sampai pangkal (tanda yang sudah dibuat dengan
spidol).
5. Catat hasil pengukuran yang didapat sebagai available space (tempat
yang tersedia) untuk rahang atas
72
5. Hitunglah total pengukuran lebar M-D tiap gigi, catat hasil
pengukuran yang didapat sebagai required space (tempat yang
dibutuhkan) untuk rahang atas dan rahang bawah.
73
Hasil pemeriksaan metode Nance:
a) Tempat yang tersedia:
- Rahang Atas : 67 mm
- Rahang Bawah : 60 mm
74
2. Perkiraan Ukuran Gigi dengan Tabel Probabilitas (Moyers)
Cara menggunakan analisis moyers adalah sebagai berikut :
1. Ukur Lebar M-D keempat gigi I permanen mandibula dan dijumlahkan.
2. Jika terdapat gigi I yang berjejal, tandai jarak antar I dalam lengkung gigi tiap
kuadran dimulai dari titik kontak gigi I sentral mandibula.
3. Ukur jarak tanda di bagian anterior (bagian distal gigi I lateral permanen) ke
tanda di permukaan mesial dari gigi M1 permanen (space available untuk
C,P1 dan P2 dalam 1 kuadran). Dapat dilakukan menggunakan kawat atau
dengan kaliper.
4. Jumlah lebar M-D keempat gigi I mandibula dibandingkan dengan nilai pada
tabel proporsional dengan tingkat kepercayaan 75% untuk memprediksi lebar
gigi C dan P maksila dan mandibula yang akan erupsi pada satu kuadran.
5. Bandingkan jumlah ruang yang tersedia dengan ruang yang diprediksi (dari
tabel) pada kedua rahang. Jika diperoleh nilai negatif, maka dapat
disimpulkan adanya kekurangan ruang.
75
Cara mengukur tempat yang dibutuhkan (required space):
1. Hitung lebar M-D keempat gigi I rahang bawah
2. Jumlah lebar M-D keempat I rahang bawah dibandingkan dengan nilai pada
tabel proporsional (tabel Moyers) untuk memprediksi lebar gigi C dan P
rahang atas dan rahang bawah yang akan erupsi pada satu kuadran.
3. Required space= jumlah lebar M-D keempat I + (2x(nilai pada tabel
prediksi)).
76
3. Perkiraan Ukuran Gigi dengan Tabel Sitepu Cara pengukuran diskrepansi
pada fase geligi campuran dengan menggunakan Tabel Sitepu sama dengan
cara pengukuran diskrepansi menggunakan Tabel Moyers, hanya berbeda
pada Tabel yang digunakan saja. Sitepu (1983) dalam tesisnya menemuan
numus yang sesuai dengan ras Deutro-Melayu. Selain menggunakan rumus,
sitepu juga menggunakan tabel untuk menentukan jumlah lebar mesiodistal
gigi kaninus (C), premolar pertama (P1) dan premolar kedua (P2):
77
Pengukuran empat gigi insisivus rahang atas didapatkan hasil 30,6 mm.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui gigi normal, makrodonsia atau mikrodonsia.
Hasil 30,6 mm mengindikasikan gigi tersebut berukuran normal.
d. Kurva Spee
Kurva spee merupakan garis imaginer yang ditarik dari incisal edge gigi
incisive pertama sampai molar kedua permanen rahang bawah, dilihat dari arah
sagittal berdasarkan model studi. Ada 3 macam yaitu datar, positif dan negative.
Cara pemeriksaannya adalah ditarik garis imaginer yang menghubungkan antara
incisal edge gigi insisif pertama sampai molar kedua permanen rahang bawah.
Kurve of spee datar apabila garis imaginer membentuk garis lurus. Positif apabila
garis imaginer membentuk garis cekung. Negatif apabila garis imaginer
membentuk garis cembung.
Hasil Analisis Model: Hasil analisis pada model kurva spee pasien tergolong
positif.
e. Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi
kelihatan. Adanya diastema pada fase gigi geligi pergantian masih merupakan
keadaan normal, tetapi adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa
lebih lanjut untuk mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak
normal.
Hasil Pemeriksaan: Tidak terdapat diastema pada rahang atas maupun
rahang bawah
78
f. Simetri gigi-gigi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi senama dalam jurusan
sagital maupun transversal dengan cara membandingkan letak gigi permanen
senama kiri dan kanan.
Hasil analisis pada model menunjukkan bahwa gigi:
- 12 lebih mesial dari 22
- 41 lebih mesial dari 31
79
Untuk menilai apakah ada pergeseran garis median lengkung geligi
terhadap median muka dilihat letak gigi insisif sentral kiri dan kanan. Bila titik
kontak insisif sentral terletak disebelah kiri garis median muka maka keadaan ini
disebut terjadi pergeseran ke kiri, demikian pula sebaliknya
Hasil pemeriksaan: Terdapat pergeseran garis median RB 2 mm ke kiri
80
Gambar 2.7 Model Studi
81
Gambar 2.8 Relasi Molar Pertama Permanen
l. Etiologi Maloklusi
Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan
disebabkan faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi maloklusi dapat
digolongkan:
a. Faktor herediter
b. Faktor lokal:
Disharmoni dentomaksila (DDM)
Gigi sulung tanggal premature
Persistensi gigi
Trauma
Pengaruh jaringan lunak
Kebiasaan buruk
Hasil Pemeriksaan:
- Letak salah benih gigi 11, 21, 12, 22, 31, 41
82
m. Indeks PAR
Indeks ini dibuat untuk mengukur hasil perawatan. Beberapa komponen
memiliki skor tertentu dan diberi bobot yang besarnya tergantung kesepakatan
ortodontis. Skoring ini dilakukan pada model sebelum dan sesudah perawatan.
83
Hasil pemeriksaan:
84
5 Midline 1
2.2.2. Ringkasan
a. Diskrepansi
Rahang Atas : -3 mm (kekurangan tempat)
Rahang Bawah : -2 mm (kekurangan
tempat)
Diskrepansi merupakan selisih antara tempat yang tersedia da tempat
yang dibutuhkan. tempat tersedia dapat diukur berdasarkan sudut
inklinasi yang tepat, pengukurannya dengan menggunakan brasswire,
dengan menghitung panjang lengkung geligi dari mesial M1 permanen
kanan ke mesial M1 permanen kiri pada lengkung yng dianggap
benar. Sedangkan tempat yang dibutuhkan yaitu jumlah mesio distal
gigi permanen pengganti. Perhitungan diskrepansi bertujuan untuk:
1. Mengetahui ada tidaknya kekurangan tempat
2. Menentukan macam perawatan
3. Menentukan perlu tidaknya pencabutan
4. Mengetahui apakah gigi tetap yang tumbuh memiliki cukup
atau lebih atau kurang tempat
85
5. Meramalkan derajat kemungkinana yang besar jumlah ruang
dalam milimeter yang dibutuhkan untuk mencapai keteraturan
gigi yang tepat.
b. Tumpang Gigit
12 = 5 mm 11 = 1 mm 21 = 4 mm 22 = 4 mm
42 41 31 32
c. Jarak Gigit
12 = 8 mm 11 = -2 mm 21 = -3 mm 22 = 9 mm
42 41 31 32
d. Etiologi
Letak salah benih gigi 11, 21, 12, 22, 31, 41
86
BAB 3. Rencana Perawatan dan Prognosa
3.2. Prognosa
Prognosa pada kasus ini baik, oleh karena:
a. Pasien dalam masa pertumbuhan
b. Pasien kooperatif
c. Keluarga pasien kooperatif
d. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
87
BAB 4. Desain
Desain
88
DAFTAR PUSTAKA
Eka, E. 2012. Sekilas Ilmu Ortodonti (Keahlian merapikan gigi dan menserasikan
bentuk wajah ). Spesialis Ortodonti Bagian Ortodonti FKG Universitas
Hasanudin. http://www.orthodontic-eka.com/2012/02/sekilas-ilmu-
ortodonti-keahlian.html diakses pada 7 April 2018 pukul 07:11
Iman, Pinandi. 2008. Buku Ajar Ortodonsia II. Yogyakarta: Bagian Ortodonsia
Fak. Kedokteran Gigi UGM.
Proffit, W.R., dkk. 2000. Contemporary Orthodontic, Edisi III. St. Louis: Mosby
Inc.
White, L.W. 1996. Modern Orthodontic Treatment Planning and Therapy, Edisi I.
California: Ormco Corporation.
89