Praktik ILMU
Klinik KEDOKTERAN
JIWA
78<;
Xrnkraf Ttudi Xrnbisi Cnotir Xaki <
SAF XI@YMAT :
SAF ICASNW :
TTD
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 3
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 4
DABTAR ITI
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 5
GAG I
PENDAEULUAN
LATAR GELAKANK
Pendidikan profesi dokter merupakan serangkaian proses dalam suatu kurikulum pendidikan
yang harus dijalani oleh mahasiswa kedokteran. Dalam tahap ini, mahasiswa diharapkan mempunyai
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku dalam bidang keprofesiannya sebagai seorang
dokter. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, praktik klinik dalam kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) tahun 2005 dirancang sebagai modul klinik terintegrasi. Begitu juga dengan praktik klinik di
bagian ilmu kedokteran jiwa, pendidikan profesi dokter juga dirancang dalam bentuk Modul yang
terintegrasi. Di dalam buku panduan praktik klinik ini mencakup sasaran dan metode pembelajaran,
karakteristik mahasiswa, lingkup bahasan, sumber daya, evaluasi, buku rujukan, hingga lampiran.
Modul ini dilaksanakan dalam 5 pekan, setara dengan 2,5 sks.
Dengan adanya buku panduan ini diharapkan mahasiswa dapat belajar dengan lebih terarah
dan tentunya mencapai target yang diharapkan dan sesuai dengan kompetensinya sebagai dokter
umum.
DATAR
TUJUAN
Tujuan Ufuf
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 6
Dengan adanya buku panduan klinik llmu Kedokteran liwa, mahasiswa diharapkan mampu
menggunakan ilmu Biomedik, Klinik, Perilaku, dan Komunitas untuk memahami secara menyeluruh
masalah dalam llmu Kedokteran liwa dalam konteks klinik. Selain itu, juga mampu menjelaskan
rencana penatalaksanaan meliputi farmakokinetik, farmakodinamik, indikasi dan kontraindikasi obat-
obatan yang diperlukan untuk tindakan terapi.
Tujuan Keusus
TATARAN PEMGELAJARAN
Tasaran Pifgilajaran Ufuf
Setelah menjalani stase ilmu kedokteran jiwa, diharapkan mahasiswa mampu melakukan anamnesis,
menegakkan diagnosis, memberikan terapi kegawatdaruratan, dan mengetahui tata cara merujuk
pasien sesuai standar baku dengan menggunakan teknologi kedokteran dan teknologi informasi yang
sesuai dan selalu memperhatikan konsep dan pertimbangan etika.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 7
Karaktiristik Maeasiswa
Setelah tahap akademik (33 blok, selama 7 semester), mahasiswa S-1 akan menjalani tahap
yudisium menjadi Sarjana Kedokteran. Setelah itu, mahasiswa akan menjalani tahap profesi (15
bagian selama 4 semester).
No. Nama staf pengajar lnisial NlP NlDN Status No. Telp.
1 Dr. Abdullah Sahab, SpKl, AS 196711251999031001 Pemprov 08156147784
MARS
2 Dr. Deddy Soestiantoro, DS Diknas 08127111876
SpKl, M.Kes
3 Dr. HM. Zaini Hassan, ZH RSMH 0811232385
SpKl(K)
4 Dr. Puji Rizki Suryani, Pl 198509272010122006 0027098501 Diknas 081367167501
M.Kes
5 Dr. Bintang Arroyantri P, AP 198702052014042002 0005028703 Diknas 081214703678
Sp.Kl
Staf pengajar dari Departemen llmu Kedokteran liwa sebanyak 5 (Lima) orang.
Prasarana
Ruang Kuliah
Alat bantu
ajar
Tempat praktik klinik:
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 8
GAG II
LINKKUP GAEATAN
Selama menjalani praktik klinik di lingkungan Bagian llmu Kedokteran liwa FK Unsri / RS liwa
Ernaldi Bahar, mahasiswa diharapkan dapat mempelajari dan terampil dalam melakukan tindakan
kedaruratan dan pengelolaan pasien psikiatri, dengan tingkat kemampuan yang dicapai sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter lndonesia (SKDl) yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran lndonesia (KKl)
tahun 2012.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 9
✓ Alloanamnesis dengan anggota dan problem ƨolving
keluarga/orang lain yang bermakna • mampu melakukan di bawah
✓ Memperoleh data mengenai supervisi
keluhan/masalah utama
• mampu melakukan secara
✓ Menelusuri riwayat perjalanan
mandiri keterampilan
penyakit sekarang/dahulu
✓ Memperoleh data bermakna mengenai
riwayat perkembangan, pendidikan,
pekerjaan, perkawinan, kehidupan
keluarga
• Pemeriksaan Psikiatri
✓ Penilaian status mental
✓ Penilaian kesadaran
✓ Penilaian persepsi orientasi
intelegensia secara klinis
✓ Penilaian orientasi
✓ Penilaian intelegensia secara klinis
✓ Penilaian bentuk dan isi pikir
✓ Penilaian mood dan afek
✓ Penilaian motorik
✓ Penilaian pengendalian impuls
✓ Penilaian kemampuan menilai realitas
(judgement)
✓ Penilaian kemampun fungsional
(general aƨƨeƨement of functioning)
• Diagnosis dan ldentifikasi Masalah
✓ Menegakkan diagnosis kerja
berdasarkan criteria diagnosis
multitaksial
✓ Membuat diagnosis banding
(diagnosis differensial)
✓ ldentifikasi kedaruratan psikiatri
✓ ldentifikasi masalah di bidang fisik,
psikologis, dan sosial
✓ Mempertimbangkan prognosis
✓ Menentukan indikasi rujuk
• Pemeriksaan Tambahan
✓ Melakukan Mini Mental State
Examination
✓ Melakukan kunjungan rumah apabila
diperlukan
✓ Melakukan kerja sama konsultatif
dengan teman sejawat lainnya
Terapi
Mengetahui teori keterampilan
•
•
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 10
GAG III
METODE PEMGELAJARAN
Metode pembelajaran yang digunakan selama kepaniteraan klinik ilmu kedokteran jiwa
adalah pembelajaran yang aktif, mandiri dan terintegrasi. Metode tersebut meliputi:
l. Tahap orientasi
Tahap ini bertujuan untuk memberikan wawasan mengenai ruang lingkup llmu Kedokteran
liwa seperti yang tercantum dalam lingkup bahasan. Tahap ini terdiri dari:
a. Pretest
Prestest dilakukan saat awal mahasiswa masuk stase ilmu kedokteran jiwa. Pretest
bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh mahasiswa sudah mempelajari bahan
bahan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran jiwa.
b. Kuliah
Kuliah dilaksanakan pada minggu pertama hingga pertengahan minggu kedua.
14 Gangguan neurotik 50
15 Gan guan kepribadian dan retardasi mental 50
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 11
- Bedside teaching dilaksanakan mulai minggu pertama dan ke-dua
kepaniteraan di bangsal RS Ernaldi Bahar dan RSlD Provinsi lambi
- Kasus yang diambil adalah kasus yang sesuai dengan kompetensi dokter
umum yang ada di instalasi rawat inap rumah sakit
- Setiap peserta kepaniteraan minimal mengikuti lima kali bedside
teaching
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 12
- Selama presentasi, peserta kepaniteraan yang bukan presentan menjadi
oponen dan membuat pertanyaan sebanyak minimal setengah jumlah
oponen atau empat pertanyaan jika jumlah oponen kurang dari delapan
• Journal reading / referat
- Referat dilaksanakan pada minggu ke-dua dan ketiga kepaniteraan
- Setiap kelompok terdiri dari 2 mahasiswa
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 13
MATRIU PERKULIAEAN
Pekan l
Pekan ll
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 14
Pekan lll
12.00 07.00
12.00- lSHOMA lSHOMA lSHOMA lSHOMA lSHOMA lSHOMA
12.30
12.30- Referat Referat Referat Case Case Case
14.10
14.00- laga malam laga malam laga malam laga malam laga malam laga malam
07.00
Pekan lV
Pekan V
NB:
n Kegiatan di Poliklinik / bangsal berlangsung setiap hari jika tidak ada kegiatan ilmiah lain.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 15
GAG IR
ERALUATI
Keberhasilan mahasiswa:
86-100 A 4
71-85 B 3
56-70 C 2
41-55 D 1
<41 E <1
Remedial
• Mahasiswa yang mendapat nilai di bawah nilai batas lulus (≥ 71) maka mengikuti remedial.
Untuk nilai C, mengulang ujian. Untuk nilai D, mengulang setengah waktu rotasi (2,5 minggu).
Dan untuk nilai E, mengulang seluruh rotasi.
• ladwal remedial ditentukan oleh Bagian Akademik setelah yudisium dilaksanakan. ladwal
remedial disusun dengan mempertimbangkan kapasitas Bagian.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 16
2. lnstrumen evaluasi hasil pendidikan (EHP)
• Ujian Praktik (kasus)
• Ujian tulis MCQ
3. Pembobotan
No Komponen evaluasi Presentasi
Total 100%
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 17
LAMPIRAN
SkİSOfFenİa
(Dr. Bintang Arroyantri Prananjaya, Sp.KJ)
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala skizofrenia
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien skizofrenia
3. Menyusun daftar diagnosis banding skizofrenia
4. Menegakkan diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGl-lll
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal pasien skizofrenia
6. Mendeteksi efek samping penggunaan obat-obat antipsikotik
7. Mengatasi efek samping penggunaan obat-obat antipsikotik
8. Menentukan prognosis
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk skizofrenia
Pendahuluan
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan gambaran psikopatologi yang bervariasi tetapi
bera yang mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya. Manifestasi ini
bervariasi di antara pasien-pasien dan pada waktu yang berbeda, namun efeknya selalu berat dan
biasanya berlangsung lama. lstilah skizofrenia pertama kali dikenalkan oleh Eugene Bleurer.
Psikopatologi pada skizofrenia tidak terbatas pada gejala psikotik saja, namun juga termasuk
kemudian.
gangguan pada pikiran, perasaan, dan perbuatan. Sehingga berdasarkan fakta ini, hampir semua jenis
menggunakannya
Menurut Eugene untuk mempermudah
Bleurer, memberi
skizofrenia dibagi gambaran
menjadi empatgejala skizofrenia.
subtipe, yang dikenal sebagai subtipe
psikopatologi yang pernah diidentifikasi bisa ditemukan pada pasien dengan skizofrenia. Skizofrenia
klasik dari skizofrenia. Keempat subtipe itu adalah skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik,
pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
skizofrenia katatonik, dan skizofrenia simpleks. Berdasarkan PPDGl-lll, skizofrenia dibagi menjadi
Epidemiologi
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan
Skizofrenia bisa ditemukan
sembilan subtipe, di semua
yaitu skizofrenia masyarakat
paranoid, dan daerah,
skizofrenia dengan
hebefrenik, angka prevalensi
skizofrenia katatonik,dan insiden
skizofrenia
kemampuan
tak terinci, depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia
yang kurang lebih sama. Di Amerika Serikat, skizofrenia mempunyai prevalensi seumur hidup sekitar 1
persen.
lainnya,Menurut studi yang dilakukan oleh The Epidemiologic Catchment Area yang didukung oleh
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 18
National lnstitute of Mental Health (NlMH), prevalensi seumur hidupnya berkisar antara 0.6 sampai
1.9 persen.
Kriteria
Kriteriadiagnosis Skizofrenia berdasarkan PPDGl-lll
Memenuhi salah satu perangkat gejala di bawah ini, yang berlangsung selama setidaknya satu bulan
(tidak termasuk gejala prodormal) dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup secara bermakna
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 19
• Gangguan afek berupa afek tumpul, datar, atau tidak sesuai • llusi
(inappropriate) • Gejala katatonik
• Autisme berupa penarikan diri dari kehidupan nyata • Perilaku abnormal
• Ambivalensi pada emosi, keinginan, atau pikiran lainnya
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 20
Kriteria Diagnosis Skizoafektif
Berdasarkan PPDGl-lll
Kriteria diagnosis skizofrenia harus terpenuhi terlebih dahulu
Kriteria diagnosis gangguan afektif juga harus terpenuhi
Kedua gejala tersebut harus sama-sama menonjol
Diagnosis Banding
Skizofrenia didiagnosis banding dengan berbagai jenis gangguan jiwa karena psikopatologinya yang
beragam. Pada dasarnya, masing-masing subtipe bisa diagnosis banding dengan yang lainnya. Di luar
itu, skizofrenia bisa didiagnosis banding dengan gangguan waham menetap, gangguan mood,
gangguan psikotik akut, gangguan kepribadian skizoid, gangguan kepribadian paranoid, sampai
gangguan skizotipal, tergantung psikopatologi yang ada dan mendominasi.
Tatalaksana
Sampai saat ini, obat antipsikotik merupakan tatalaksana yang utama untuk skizofrenia. Namun
berdasarkan penelitian, intervensi psikososial (termasuk psikoterapi) bisa menambah perbaikan klinis.
Kombinasi obat dan terapi psikososial memberikan manfaat yang lebih baik daripada menggunakan
salah satunya saja.
Tujuan pada terapi skizofrenia adalah mengurangi sampai menghilangkan gejala, memaksimalkan
kualitas hidup dan fungsi adaptif, dan mencapai kesembuhan dan mencegah terjadinya relaps. Terapi
juga harus disesuaikan dengan gejala yang ada saat itu dan terbagi menjadi fase akut, stabilisasi, dan
stabil.
Gejala yang menjadi target terapi (disebut tlrkit syfptnfs) bisa berupa gejala positif, gejala negatif,
gejala disorganisasi. Pemberian terapi pada pasien skizofrenia dibedakan berdasarkan fase
penyakitnya.
A. Fase Akut
Farmakoterapi
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan
perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya
agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
2. Keputusan untuk memulai pemberian obat.
3. Pengikatan atau isolasi hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang
lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara
yaitu sekitar 2-4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik,
pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan
segera perlu dipertimbangkan.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 21
Obat injeksi:
• Olanzapine, dosis 10mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum
30mg/hari.
• Aripriprazol, dosis 9,75mg/injeksi (dosis maksimal 29,25mg/hari), intramuskulus.
• Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum
20mg/hari.
• Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari.
Fluphenazine 12.5-25
decanoate
Anti Psikotik Generasi II (APG-II)
Aripriprazol10-30tablet (5 mg, 10 mg, 15 mg), tetes (1
mg/mL), diƨcmeIt (10 mg, 15 mg), injeksi (9.75 mg/mL)
Obat oral
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika
misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat
tertentu terkait cara pemberiannya.
Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis
anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal
yang dapat mengendalikan gejala.
Psikoedukasi
Tujuan lntervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor lingkungan dan peristiwa-
peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui
komunikasi yang baik, memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang nyaman,
toleran perlu dilakukan.
Terapi lainnya
ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada:42 Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa/Psikiatri.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 22
B. Fase Stabilisasi
Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk mengontrol, meminimalisasi
risiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery).
Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu
sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka
panjang (Iong acting injectabIe), setiap 2-4 minggu.
Psikoedukasi
Tujuan lntervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan skizofrenia dan keluarga dalam
mengelola gejala. Mengajak pasien untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala,
merawat diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku
bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.
C. Fase Rumatan
Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih mampu
mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah
berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan
seumur hidup.
Psikoedukasi
Tujuan lntervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Modalitas
rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional,
cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan
mengelola gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.
Tabel 2. Daftar Obat yang dipakai mengatasi Efek Samping Anti Psikotik Nama Generik
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 23
Propranolol 30-90 3-4 Akatisia
Lorazepam 1-6 12 Akatisia
Difenhidramin 25-50 4-8 Akatisia, distonia, parkinsonisme
Sulfas Atropin 0.5-0.75 12-24 Distonia akut
Prognosis
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 24
Gangguan Bipolar
(Dr. Puji Rizki Suryani, M.Keƨ)
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala mania
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien gangguan bipolar
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan bipolar
4. Menegakkan diagnosis gangguan bipolar berdasarkan PPDGl-lll
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal gangguan bipolar
6. Memahami perbedaan prinsip terapi psikofarmaka pada depresi bipolar dari depresi unipolar
7. Memahami bahaya dan efek samping penggunaan obat penstabil mood serta prosedur untuk
memantaunya
8. Menentukan prognosis gangguan bipolar
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan bipolar
Pendahuluan
Gangguan bipolar adalah gangguan mood berulang yang salah satunya memberikan gambaran mania.
Mania adalah peningkatan mood yang abnormal yang menyebabkan gangguan berat dalam fungsi
kejiwaan. Suatu episode peningkatan mood abnormal yang tidak terlalu menyebabkan gangguan
berat dalam fungsi kejiwaan disebut hipomania. Dalam klasifikasi DSM-V, satu episode mania sudah
memenuhi kriteria untuk gangguan bipolar.
Pasien manik, selain menunjukkan peningkatan mood, juga mengalami suatu peningkatan dalam
jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental. Pasien bisa mengalami peningkatan harga diri,
kepercayaan diri, distraktibilitas, keikutsertaan dalam kegiatan yang menyenangkan, serta penurunan
dalam kebutuhan untuk tidur. Suatu episode manik yang dengan jelas mengikuti penggunaan obat
antidepresan tidak dianggap sebagai suatu gangguan kejiwaan tersendiri (lebih kepada efek dari
obat).
Dalam nomenklatur diagnosis lama, gangguan bipolar dikenal dengan nama psikosis manik-depresif,
folie circulaire, dan siklotimia. Saat ini, siklotimia merujuk kepada diagnosis gangguan mood lain yang
mirip dengan gangguan bipolar tetapi dalam bentuk dan intensitas yang jauh lebih ringan.
Epidemiologi
Gangguan bipolar terjadi kurang dari 1 persen populasi setiap tahunnya. Akan tetapi angka ini
kemungkinan tidak tepat mengingat gangguan bipolar yang ringan seringkali tidak terdiagnosis
dengan tepat. Gangguan kejiwaan ini ditemukan dalam proporsi yang sama antara laki-laki dan
wanita, meskipun episode manik lebih sering dialami oleh pasien laki-laki dan episode depresif oleh
pasien wanita. Usia rata-rata untuk gangguan ini adalah 30 tahun. Karakteristik lain mencakup
pendidikan yang bukan sarjana, tingkat ekonomi menengah ke atas, dan orang yang tidak menikah
atau bercerai lebih banyak ditemukan. Tidak ada perbedaan dalam hal ras.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 25
Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis gangguan bipolar harus didahului oleh penegakan diagnosis mania atau
hipomania yang bisa dialami pasien sebelum maupun saat diperiksa. Apabila gangguan mood yang
dialami sudah berulang, maka diagnosis bipolar bisa ditegakkan. Apabila gangguan mood baru berupa
mania tunggal, menurut PPDGl-lll, diagnosis bipolar belum bisa ditegakkan. Suatu episode mood
campuran, dimana pada episode yang sama tersebut terdapat mood manik dan depresif yang silih
berganti, bisa ditemukan pada gangguan bipolar. Sedangkan dalam diagnosis DSM-V, adanya
gangguan manik tunggal tanpa adanya periode depresi sudah dapat ditegakkan gangguan bipolar.
Selain itu juga terdapat diagnosis gangguan bipolar ll, dimana terdapat suatu gangguan mood
episodik yang terdiri dari hipomania dan depresi, tanpa ada riwayat mania.
Gangguan bipolar, baik mania maupun depresi, bisa menunjukkan gejala psikosis berupa halusinasi
dan atau waham. lsi dari halusinasi atau wahamnya bisa sesuai dengan mood yang dialami, yang
disebut dengan mood-congruent, atau tidak berhubungan dengan mood yang dialami, yang disebut
mood-incongruent. Gejala psikosis tidak ditemukan pada mood hipomania. Kriteria diagnosis mania
dan hipomania berdasarkan lCD-10 dapat dilihat pada table berikut.
Mania Hipomania
Peningkatan keinginan atau dorongan bicara Lebih banyak bicara
Kesulitan berkonsentrasi atau distraktibilitas Kesulitan berkonsentrasi atau
Peningkatan aktivitas atau kegelisahan fisik diƨtractibiIity
(phyƨicaI reƨtIeƨtneƨƨ) Peningkatan aktivitas atau kegelisahan
fIight of Ideaƨ atau pengalaman subjektif fisik (phyƨicaI reƨtIeƨtneƨƨ)
bahwa pikirannya saling berlomba Kurangnya kebutuhan akan tidur
Belanja berlebih, atau perilaku ceroboh dan Belanja berlebih, atau perilaku ceroboh
tidak bertanggung jawab lainnya dan tidak bertanggung jawab lainnya
Peningkatan energi seksual Peningkatan energi seksual
Kurangnya kebutuhan akan tidur Keramahan atau keakraban berlebih
Berkurangnya inhibisi sosial normal, dan
berperilaku tidak sesuai keadaan
gP reanngdg ieol ƨei mt y b u n g a n (infIated) harga
diri atau Pasien mengalami gangguan atau Pasien mengalami gangguan atau penurunan
penurunan yang nyata dalam fungsi sehari-harinya yang ringan, namun kentara, dalam fungsi
sehari-harinya
berorientasitujuanatauenergi,yang
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 26
durasi kapanpun bila ada indikasi rawat). hari
B. Pada periode gangguan afek dan peningkatan B. Pada periode gangguan afek dan
energy atau aktivitas, tiga (atau lebih) gejala peningkatan energi atau aktivitas, tiga
berikut (empat bila afek iritabilitas) ditemukan (atau lebih) gejala berikut (empat bila afek
dalam derajat yang signifikan dan mewakili iritabilitas) ditemukan dalam derajat yang
perubahan yang jelas dari perilaku sehari-hari: signifikan dan mewakili perubahan yang
•
Kepercayaan diri yang tinggi atau jelas dari perilaku sehari-hari:
grandiose • Kepercayaan diri yang tinggi atau
• Menurunnya kebutuhan akan tidur grandiose
(misalnya merasa istirahat cukup setelah • Menurunnya kebutuhan akan tidur
tidur selama 3 jam saja) (misalnya merasa istirahat cukup setelah
• Lebih banyak bicara dari biasanya atau tidur selama 3 jam saja)
ada dorongan untuk terus berbicara • Lebih banyak bicara dari biasanya atau
• Terdapat flight of ideas atau pengalaman ada dorongan untuk terus berbicara
subjektif bahwa pikiran terlalu cepat • Terdapat flight of ideas atau pengalaman
• Distraktibilitas (perhatian terlalu mudah subjektif bahwa pikiran terlalu cepat
dialihkan kepada stimuli yang tidak • Distraktibilitas (perhatian terlalu mudah
penting atau tidak relevan), seperti dialihkan kepada stimuli yang tidak
dilaporkan atau diamati penting atau tidak relevan), seperti
• Peningkatan aktivitas berorientasi tujuan dilaporkan atau diamati
(bisa secara sosial, pada lingkungan kerja • Peningkatan aktivitas berorientasi tujuan
atau sekolah atau seksual) atau agitasi (bisa secara sosial, pada lingkungan kerja
psikomotor (misalnya aktivitas tidak atau sekolah atau seksual) atau agitasi
berorientasi tujuan) psikomotor (misalnya aktivitas tidak
• Keterlibatan berlebihan aktivitas yang berorientasi tujuan)
memiliki potensi tinggi mengalami • Keterlibatan berlebihan aktivitas yang
konsekuensi yang menyakitkan (misalnya memiliki potensi tinggi mengalami
belanja berlebihan, aktivitas seksual konsekuensi yang menyakitkan (misalnya
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 27
tersebut dianggap bukti yang cukup untuk episode disebut episode manic.
menegakkan episode manic dan kelainan F. Episode ini tidak tergolong efek fisiologis
bipolar.
dari zat-zat tertentu (karena
Catatan: Kritera A hingga D mencakup
episode manic. Setidaknya dalam seumur penyalahgunaan, obat-obatan, atau
hidup terjadi satu episode manic untuk adanya fitur psikotik.
menegakkan diagnosis kelainan bipolar l.
Catatan: Episode hipomanik yang muncul
pada saat terapi antidepresan dan
menetap pada tingkat gejala melebihi efek
fisiologis terapi tersebut dianggap bukti
yang cukup untuk menegakkan episode
hipomanik. Tetapi perlu diingat bahwa
satu atau dua gejala (terutama iritabilitas,
ketegangan, dan agitasi setelah terapi
antidepresan) tidak dianggap cukup untuk
diagnosis hipomanik
Catatan: Kritera A hingga F mencakup
episode hipomanic. Episode hipomanik
sering terjadi pada kelainan bipolar l
namun tidak diperlukan untuk diagnosis
kelainan bipolar l.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada gangguan bipolar tergantung pada episode mood apa yang dialami. Secara
umum, suatu gangguan mood sebaiknya didiagnosis banding dengan gangguan mood lain. Namun
secara spesifik, diagnosis banding yang paling sering ditegakkan pada gangguan bipolar episode
manik (terutama yang disertai gejala psikotik) adalah skizoafektif tipe manik. Selain itu, gejala manik
juga bisa didiagnosis banding dengan suatu gangguan kepribadian seperti histrionik, ambang, dan
disosial. Bipolar episode depresif memiliki diagnosis banding yang sama dengan gangguan depresi.
Tatalaksana
Tatalaksana gangguan bipolar tergantung pada episode apa yang dialami oleh pasien (apakah mania
atau depresi). Tatalaksana dibagi menjadi terapi akut dan rumatan. Terapi akut bertujuan untuk
menghilangkan gejala secepat mungkin. Terapi rumatan menargetkan suatu eutimia yang
dipertahankan.
A. Fase Akut
1. Agitasi Akut
lnjeksi:
Lini l:
- lnjeksi im aripriprazol, dosis adalah 9,75 mg/ml, maksimum adalah 29,25 mg/ml (tiga
kali injeksi perhari dengan interval dua jam).
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 28
- lnjeksi im olanzapin, dosis 10 mg/ injeksi, maksimum adalah 30 mg/hari. Pengulangan
injeksi adalah 2 jam.
Lini ll:
- lnjeksi lM Haloperidol 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
- lnjeksi lM Diazepam 10 mg/kali injeksi. Dosis 20-30 mg/hari. dapat diberikan
bersamaan dengan injeksi haloperidol lM. langan dicampur dalam 1 jarum suntik.
2. Mania Akut
Oral:
Lini l: Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripriprazol, litium
atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium atau divalproat + aripriprazol.
Lini ll: Karbamazepin, terapi kejang listrik, litium + divalproat, paliperidon.
Lini lll: Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat + haloperidol, litium dan
karbamezepin, klozapin.
Tidak direkomendasikan:
3. Depresi Akut
Oral:
Lini l: Litium, lamotrigine, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRl, olanzapin
+ SSRl, Litium + divalproat.
Lini ll: Quetiapin +SSRl, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
Lini lll: Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlavaksin, litium + MAOl, TKL, litium atau divalproat atau AA + TCA, litium atau
divalproat atau karbamzepin + SSRl + lamotrigin, penambahan topiramat
Tidak direkomendasikan:
Gabapentin monoterapi, aripriprazol monoterapi.
B. Fase Rumatan
Lini l: litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau divalproat
+ quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RllP), penambahan RllP, aripriprazol.
Lini ll: karbamazepin, litium +divalproat, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium +risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin.
Lini lll: penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan
topiramat, penambahan asam lemak omega 3 dan penambahan okskarbazepin.
Tidak direkomendasikan:
Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 29
Prognosis
Prognosis pasien gangguan bipolar pada umumnya lebih jelek dibanding pasien depresi. Sekitar 40
sampai 50 persen pasien akan mengalami episode keduanya dalam waktu dua tahun. Hanya sekitar 7
persen pasien yang tidak mengalami pengulangan gejala; 45 persen mengalami episode berulang
(sampai sebanyak 30 episode, dengan rata-rata 9 episode, dan 40 persen lebih dari 10 episode), dan
40 persen menjadi kronis. Pada follow up jangka panjang, 15 persen pasien dapat berfungsi dengan
baik, 45 persen berfungsi baik namun mengalami relaps berulang kali, 30 persen mengalami remisi
sebagian, dan 10 persen menjadi kronis.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 30
Depresi
(Dr. Syarifah Ainie)
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala depresi
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien depresi
3. Menyusun daftar diagnosis banding depresi
4. Menegakkan diagnosis depresi berdasarkan PPDGl-lll
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal depresi
6. Memahami bahaya dan efek samping penggunaan obat antidepresan
7. Menentukan prognosis depresi
8. Menjalankan sistem rujukan yang benar
9. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk depresi
Pendahuluan
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan
yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh
diri. ladi, dapat didefinisikan bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (pikiran, perasaan, dan perbuatan) seseorang.
Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, social, dan
pekerjaan.
PPDGl lll membagi depresi menurut tingkat keparahannya yakni ringan, sedang, berat dan disertai
atau tanpa gejala psikotik. Sementara dalam DSM-V terdapat gangguan depresi berat (major
depressive disorder) dan pada digit kelimanya diberikan criteria untuk penentu (ƨpecifier). Ada
beberapa penentu (specifier) yakni: dengan distres cemas, campuran, melankolik,atipikal, psikotik
(psikotik yang kongruen dengan mood dan psikotik yang tidak kongruen dengan mood), katatonia,
onset peripartum dan pola musiman.
Epidemiologi
Depresi adalah gangguan jiwa yang popular di masyarakat, dengan perkiraan terjadi pada 340 juta
jiwa, dengan perbandingan satu dari dua puluh orang di dunia. Sekitar 80% dari individu yang
melakukan bunuh diri umumnya menderita depresi. Prevalensi seumur hidup dua kali lebih besar
pada wanita dibanding pria yakni, 10 hingga 25% pada wanita, dan 5 hingga 12% pada pria. Rata-rata
usia onset adalah 40 tahun, sekitar 50% dari penderita berusia 20-50 tahun, yang berarti dapat terjadi
pada usia kanak-kanak walaupun jarang. Akan tetapi beberapa data epidemiologis akhir-akhir ini
menyatakan bahwa insiden gangguan depresif berat meningkat pada orang usia 20 tahun. Pada
umumnya gangguan ini terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal
yang erat atau yang bercerai atau telah berpisah. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara
depresi dengan faktor ras dan umumnya lebih sering terjadi di daerah pedesaan. . Laki-laki lebih
mungkin untuk menderita episode berulang dan angka kejadian bunuh diri meningkat
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 31
Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis dan klasifikasi depresi menurut PPDGl lll yaitu dikatakan episode depresi F32
jika:
a. Harus memiliki gejala depresi utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) yakni:
1. Afek depresif
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan terganggu
c. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut dibutuhkan sekurang-kurangnya 2
minggu untuk penegakan diagnosis,akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
d. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya
digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
Episode Depresif Ringan, minimal 2 gejala utama ditambah 2 gejala lainnya dan tidak boleh ada
gejala berat diantaranya; disabilitas ringan.
Episode Depresif Sedang, minimal 2 dari 3 gejala utama ditambah 3 (dan sebaiknya 4) gejala
lainnya; disabilitas nyata.
Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik, semua gejala utama depresi harus ada dan ditambah
4 gejala lainnya, beberapa diantaranya harus berintensitas berat; disabilitas berat.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik, kriteria episode depresif berat (F32.2) yang disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan
atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfaktori biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. lika diperlukan
waham atau halusinasi dapat dispesifikasikan apakah serasi dengan mood (mood-congruent).
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 32
Seseorang bisa didiagnosis Gangguan Depresif Berulang (F33.-) menurut PPDGl lll jika memenuhi
kriteria seperti dalam tabel dibawah ini:
menentukan pilihan, yang terjadi hampir setiap hari (menurut pengalaman subjektif
atau melalui pengamatan)
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 33
9. Pikiran berulang mengenai kematian (bukan hanya takut akan kematian), pikiran
bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri dengan rencana yang jelas untuk bunuh diri
Gejala ini menyebabkan distress yang signifikan atau gangguan sosial, pekerjaan, atau aspek
fungsi lainnya
Episode ini tidak tergolong efek fisiologis dari zat tertentu atau kondisi medis lain.
Catatan: Kriteria A hingga C mencakup episode depresi mayor. Episode depresi mayor sering ditemukan pada gangguan bipol
Catatan: Respon terhadap kehilangan yang signifikan dapat mencakup perasaan sedih hebat, penyesalan mengenai kehilang
Walaupun respon demikian dianggap wajar, namun perlu dipertimbangkan adanya episode depresif mayor yang berbarengan
Kejadian dari episode mayor depresif tidak disebabkan oleh kelainan skizoafektif, skizofrenia, kelainan skizofreniform, kelain
Tidak pernah ditemukan episode manic atau hipomanik
Catatan: eksklusi ini tidak berlaku bila episode manic atau hipomanik disebabkan oleh zat
tertentu atau akibat kondisi medis lain.
Diagnosis Banding
Depresi dapat merupakan ciri dari gangguan jiwa lainnya dari hampir semua jenis gangguan jiwa.
Gangguan jiwa yang berhubungan dengan zat, gangguan psikotik, gangguan makan, gangguan
penyesuaian, gangguan kecemasan, dan gangguan somatoform sering disertai dengan gejala depresif
sehingga harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding. Selain itu depresi juga harus dapat
dibedakan dari dukacita (grieving) karena beberapa pasien dengan kehilangan yang berat dapat
berkembang menjadi depresi. Sehingga diagnosis baru dapat ditegakkan apabila penyembuhan tidak
terjadi dan berdasarkan keparahan, lamanya gejala, serta tergantung dari kultur setempat. Depresi
juga harus dapat dibedakan dari gangguan mood lainnya, terutama bipolar. Sehingga benar-benar
harus dicari apakah pasien pernah mengalami episode gejala mirip mania atau hipomania atau
gangguan siklotimia.
Tatalaksana
Terapi saat ini ditekankan pada psikofarmaka dan psikoterapi, selain itu terapi juga harus
menurunkan jumlah dan keparahan stressor pada kehidupan pasien. lenis psikoterapi yang umum
dipakai yaitu terapi kognitif, terapi inter personal, dan terapi perilaku.
Tujuan utama terapi yaitu mengakhiri episode depresi saat ini dan mencegah timbulnya episode
penyakit di masa yang akan datang. Untuk itu dibagi menjadi 3 fase, yaitu: fase akut, fase lanjutan
dan rumatan.
A. Fase Akut
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 34
Adanye penilaian skala berat depresi menggunakan alat ukur Hamilton Depression Rating Scale
(HDRS) dapat membantu menilai beratnya gejala dan perbaikan gejala. Target pengobatan pada
fase akut tercapainya respon atau remisi. Lama terapi fase akut adalah 2-6 minggu.
Adapun indikasi perawatan di rumah sakit adalah:
- Risiko bunuh diri atau pembunuhan
- Kemunduran yang parah dalam memenuhi kebutuhan makan dan perlindungan
- Cepatnya perburukan gejala
- Hilangnya sistem dukungan yang bisa didapat
Dalam memilih medikasi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, diantaranya adalah riwayat
respon pengobatan, prediksi respon gejala terapi, adanya gangguan psikiatri atau medis lain,
keamanan dan potensi efek samping.
B. Fase Lanjutan
Tujuan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan mencegah relaps. Remisi apabila HAM-D < 7
atau MADRS < 8 yang bertahan minimal 3 minggu. Dosis obat sama dengan fase akut.
C. Fase Pemeliharaan
Tujuan pada fase ini adalah untuk mencegah rekurensi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah
risiko rekuren, biaya da keuntungan perpanjangan terapi. Pasien yang telah 3 kali atau lebih
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 35
mengalami episode depresi atau dua episode depresi berat dipertimbangkan terapi pemeliharaan
jangka panjang. Antidepresan yang telah berhasil mencapao remisi dilanjutkan dengan dosis yang
sama selama masa pemeliharaan.
Prognosis
Depresi berat cenderung bersifat kronis sehingga pasien cenderung untuk relaps, akan tetapi pasien
yang dirawat di Rumah Sakit untuk episode pertama memiliki 50% kemungkinan untuk pulih pada
tahun pertama. lnsidens relaps berkurang pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmaka sebagai
profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode saja.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 36
Gangguan Cemas
(dr. AbduIIah Sahab, Sp.KJ, MARS)
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala gangguan cemas
2. Melakukan pemeriksaan awal gangguan cemas
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan cemas
4. Menegakkan diagnosis gangguan cemas berdasarkan PPDGl-lll
5. Memformulasikan penatalaksanaan gangguan cemas
6. Mendeteksi efek samping penggunaan obat-obat anticemas
7. Mengatasi efek samping penggunaan obat-obat anticemas
8. Menentukan prognosis
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan cemas
Pendahuluan
Gangguan cemas adalah gangguan yang ditandai oleh adanya cemas yang irasional dan mengganggu.
Cemas adalah ketegangan memuncak yang disertai oleh rasa takut dan ditandai oleh timbulnya gejala
fisik seperti: takikardi, takipnoe dan tremor. Walaupun gejala fisik yang muncul sama namun cemas
disini berbeda dengan cemas yang normal. Pada cemas yang normal, rasa cemas muncul sebagai
reaksi emosional terhadap suatu yang nyata, ancaman dari luar dan sebanding dengan bahaya yang
dihadapi. Sedangkan pada gangguan cemas, rasa cemas muncul tanpa adanya ancaman dari luar atau
ketika ada ancaman dari luar, reaksi emosional yang muncul berlebihan. Penderita gangguan cemas
sering merasakan penderitaan dan mengalami kelelahan akibat reaksi emosional yang berlebihan,
sehingga menimbulkan gangguan pada pekerjaan dan interaksi sosialnya. Penyebab timbulnya
gangguan ini belum jelas namun sering dikaitkan dengan faktor genetik, kejadian yang traumatis dan
stres.
Berdasarkan PPDGl-lll gangguan cemas dibagi menjadi gangguan cemas fobia (agorafobia, fobia
sosial, fobia khas, gangguan cemas fobia lainnya, gangguan cemas fobia YTT), gangguan cemas
lainnya (gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan campuran cemas dan depresi,
gangguan cemas campuran lainnya, gangguan cemas lainnya YDT, gangguan cemas YTT) dan
gangguan obsesif-kompulsif. Sedangkan berdasarkan DSM-V, gangguan cemas dibagi menjadi
gangguan panik, agorafobia, gangguan fobia (fobia spesifik, fobia sosial), gangguan cemas
menyeluruh, dan gangguan cemas lainnya.
Epidemiologi
Berdasarkan studi pada lima populasi di Amerika Serikat, lnggris dan Swedia, terdapat 2-4,7 per 100
individu yang mengalami gangguan cemas. Wanita lebih banyak dibanding laki-laki dengan rentang
usia 16-40 tahun. Tidak ada perbedaan pada ras kecuali pada gangguan agorafobia dimana ras afrika-
amerika lebih banyak menderita gangguan cemas dibanding ras kulit putih.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 37
Kriteria Diagnostik
Kriteria Diagnostik Agorafobia
Berdasarkan PPDGl-lll Berdasarkan DSM-V
Semua kriteria harus dipenuhi untuk diagnosis • Ketakutan atau kecemasan yang
pasti bermakna pada dua atau lebih keadaan
• Gejala psikologis, perilaku atau otonomik dibawah ini:
- Menggunakan transportasi umum
yaannxigetaimsnbyual merupakan
manifestasi primer - Bjemrabdatand,itpeamsapra)t terbuka (tempat
• Anxietas yang timbul terbatas pada parkir,
(terutama terjadi dalam hubungan dengan) - Berada ditempat tertutup (pasar, sinema)
setidaknya dua dari situasi berikut: banyak - Berada di keramaian
orang/ keramaian, tempat umum, - Berada diluar rumah sendirian
bepergian keIuar rumah, dan bepergian • Situasi tersebut dihindari, atau dilakukan
ƨendiri dengan penderitaan bermakna atau dengan
• Menghindari situasi fobik harus sudah kecemasan akan timbulnya serangan panik dan
merupakan gejala yang menonjol (penderita perlu ditemani
bisa menjadi houƨe bound) • Situasi agorafobia bisa memprovokasi
ketakutan dan kecemasan
• Ketakutan dan kecemasan tidak sesuai dengan
situasi agorafobik dan konteks sosiokultural.
•
Ketakutan,
menyebabkankecemasan, dan
distres pada penghindaran
area sosial,
okupasional, atau area lain yang penting.
• Apabila terdapat kondisi medik yang mendasari
(misalnya: iritable bowel syndrome, penyakit
parkinson), ketakutan, kecemasan cukup
bermakna.
• Kecemasan atau penghindaran fobik tidak
disebabkan oleh gangguan mental lainnya
Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan
yang berdiri sendiri, tuliskan diagnosis spesifik
dimana agorafobia terjadi misalnya gangguan
panik dengan agorafobia atau agorafobia tanpa
gangguan panik.
Speƨifikaƨi :
Perfomance only : Rasa takut hanya terbatas
pada berbicara atau tampil di depan umum
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 39
Kriteria Diagnostik Fobia Spesifik
Berdasarkan PPDGl-lll Berdasarkan DSM-V
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi • Ditandai dengan rasa takut atau gelisah
untuk diagnosis pasti:
terhadap suatu objek atau situasi spesifik
• Gejala psikologis, otonomik atau perilaku
(mis. terbang, ketinggian, binatang, suntikan,
m e ru p
an x i e manifestasi primer dari melihat darah)
a k a n
ta s n y a
• Anxietas harus terbatas pada situasi atau Catatan: Pada anak-anak, rasa takut atau
objek tertentu cemas mungkin ditunjukan dengan menangis,
• Situasi atau objek fobik tersebut sedapat mengamuk, badan kaku, malu-malu, atau
mungkin dihindari tidak mampu berbicara dalam suatu
lingkungan sosial
• Suatu objek fobia hampir selalu langsung
memicu rasa takut dan cemas
• Suatu objek fobia dihindari atau ditahan
dengan rasa takut atau cemas yang terus
menerus
• Rasa takut itu tidak sebanding dengan
bahayasebenarnya yang ditimbulkan oleh
situasi sosial dan konteks sosiokultural.
• Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan terjadi
terus menerus, biasanya berlangsung selama
6 bulan atau lebih.
• Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan
menyebabkan gangguan klinis yang signifikan
di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang
penting lainnya.
• Gangguan ini bukan merupakan gejala dari
gangguan mental lainnya seperti gangguan
Fobia khas ini umumnya tidak ada gejala Kode berdasarkan fobia
psikiatrik lain seperti halnya agorafobia dan 300.29 (F40.218) Binatang (mis. Laba-laba,
fobia sosial serangga, anjing)
300.29 (F40.228) Lingkungan alami (mis.
Ketinggian, badai, air)
300.29 (F40.23x)Darah-suntikan-luka (mis.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r
larum, prosedur medis yang bersifat invasif) Coding note: Pilih kode lCD-10-CM yang spesifik dari berikut:
F40.230 Takut darah; F40.231 takut suntikan atau transfusi; F40.232 Takut penanganan medis lainnya; F40.233Takut luka
300.29 (F40.248) Situational (mis. Pesawat, lift, ruangan tertutup)
300.29(F40.298)Lainnya(mis.Situasiyang menyebabkan tersedak atau muntah; pada anak misalnya suara keras atau sosok berkostu
B e rd a r k n P PD G l -
Untuk diagno s is pas t i ha ru s d it e B e r d a s a rk D S M -
Serangan pa ni k t i b a - t ib a yan g b er
lll
m ukan adanya serangan anxietas berat (ƨevere V
u lang. Serangan panik adalah peningkatan tiba-
attack of autonomic anxiety) dalam masa 1
tiba dari rasa takut yang hebat atau
bulan:
ketidaknyamanan hebat yang memuncak dalam
• Pada keadaan sebenarnya tidak ada bahaya
semenit dan pada saat tersebut empat (atau
• Tidak terbatas pada situasi atau keadaan
lebih) gejala berikut bisa terjadi:
yang telah diketahui sebelumnya
Catatan: peningkatan tiba-tiba bisa terjadi dari
• Keadaan yang relatif bebas pada periode
kondisi tenang atau gelisah
diantara serangan panik (umumnya dapat
1. Palpitasi, jantung berdebar-debar atau
terjadi juga anxietaƨ antiƨipatorik)
peningkatan denyut nadi
2. Berkeringat
3. Bergetar atau menggigil
4. Nafas memendek atau ada yang
menghalangi jalan napas
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada
dada
7. Mual atau distress abdominal
8. Perasaan pusing, tidak stabil, melayang,
atau pingsan
9. Sensasi dingin atau hangat
10. Parestesia (rasa kebas atau kesemutan)
11. Derealisasi (merasa terpisah dari
Adanya gejala lain yang sifatnya sementara Rasa cemas, gelisah, atau gejala fisik lainnya
(untuk beberapa hari), khusunya depresi tidak menyebabkan gangguan klinis yang signifikan di
membatalkan diagnosis utama gangguan area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting
anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak lainnya
memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan anxietas fobik atau
gangguan obsesif-kompulsif
Gangguan yang terjadi tidak disebabkan oleh
obat-obatan atau penyakit lainnya (mis
hipertiroid)
p a n i k a n g g ap a n n e
so s i a l, su a t u o b se s i
g a t if p a d a an gg u a n c e mas
p a d a g a n ggu an o b s es i f
kompulsif, berjauhan dengan rumah pada
separation anxiety disorder, teringat suatu
kejadian traumatik pada gangguan stres
pascatrauma, kenaikan berat badan pada
anorexia nervosa, keluhan fisik pada gangguan
somatik, adanya kekurangan fisik pada gan guan
dismorfik tubuh, memiliki penyakit serius pada
gangguan kecemasan penyakit, atau halusinasi
pada pasien skizofrenia.
Kriteria Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif
Berdasarkan PPDGl-lll DSM-V
Karakteristik gejala harus mencakup hal-hal di Gangguan Obsesif Kompulsif tidak termasuk ke
bawah, yang harus ada hampir setiap hari dalam Gangguan Cemas.
selama dua minggu berturut-turut:
• harus disadari sebagai pikiran atau impuls
diri sendiri
• sedikitnya harus ada satu pikiran atau
tindakan yang berhasil dilawan walaupun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh
penderita
• pikiran untuk melakukan tindakan tersebut
diatas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (perasaan lega
bukan kepuasan atau kesengangan yang
dimaksud)
• gagasan, bayangan atau impuls tersebut
A. Farmakoterapi
Saat ini ada beberapa golongan obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan cemas, diantaranya:
SSRl (sertralin, fluoxetin, paroxetin), benzodiazepin (alprazolam, diazepam, clonazepam), trisiklik
(amitriptilin, imipiramin), tetrasiklik, serta MAOi (phenelzine, tranylcypromine). Berdasarkan hasil
penelitian, SSRl memiliki rentang keamanan yang luas dan efek samping yang minimal, karena itu
penggunaannya lebih disukai dibandingkan golongan obat yang lain. Semua terdapat dalam tabel
dibawah ini:
Gabapentin 300-1200
Adjunctive olanzapin Rispedridon
5-12,5 Sindrom ekstrapiramidal
0-5-1
Tidak direkomendasikan buspiron, trazodon, propanolol, karbamazepin
Tabel rekomendasi farmakoterapi gangguan anxietas menyeluruh
Nama Obat Dosis (mg/hari) Efek samping
Lini pertama Escitalopram Sertralin Venlavaksin
10-20XR Alprazolam Bromazepam Antihistamin
Klobazam Lorazepam Diazepam 25-50
Buspiron lmipramin
Pregabalin Mirtazapin Adjunctive
75-150
olanzapin
Adjunctive risperidon 0,25-4
3-18 Peningkatan BB
Lini kedua 20-30
2-6
2,5-40
10-60
50-300
25-600
15-45
5-12,5
Sindrom ekstrapiramidal
0,5-1
B. Nonfarmakoterapi
Ada beberapa terapi nonfarmakologi yang efektif dalam pengobatan gangguan cemas, yaitu
terapi kognitif perilaku, psikoterapi berorientasi tilikan dan psikoedukasi.
Diagnosis Banding
Beberapa gangguan psikiatrik lainnya memiliki gejala yang mirip dengan gangguan cemas,
diantaranya: gangguan psikotik, gangguan depresif, gangguan kepribadian (paranaoid, menghindar,
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala somatoform
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien gangguan somatoform
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan somatoform
4. Menegakkan gangguan somatoform berdasarkan PPDGl-lll
5. Memfomulasikan penatalaksanaan awal gangguan somatoform
6. Menentukan prognosis gangguan somatoform
7. Menjalankan sistem rujukan yang benar
Pendahuluan
Berdasarkan kriteria diagnostik PPDGl-lll, gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan
yang memiliki gejala fisik dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang akurat. Gejala dan
keluhan somatik cukup serius untuk menimbulkan penderitaan emosional yang bermakna pada
pasien atau mengganggu fungsi sosial atau pekerjaannya serta tidak disebabkan oleh pura-pura yang
disadari atau sengaja dibuat.
Terminologi ”somatoform” pada DSM-lV TR dianggap membingungkan sehingga diubah menjadi
”somatic symptom and related disorders” (gangguan gejala somatik dan gangguan terkait) pada
DSM-V. Terdapat ciri-ciri yang sama dalam kelompok klasifikasi DSM-5 yaitu gejala somatis menonjol
dengan distres dan hendaya yang bermakna. Gangguan ditandai fokus pada masalah somatik yaitu
awalnya datang (berkali-kali) ke dokter umum atau fasilitas pelayanan non-psikiatrik, kemudian
terdapat penekanan pada gejala dan tanda positif (gejala somatik yang menyebabkan distres
ditambah pikiran, perasaan, dan perilaku sebagai respons terhadap gejala tersebut) dan bukan tidak
adanya penjelasan medis untuk gejala somatik. Hal yang terpenting pada gangguan ini bukan pada
gejala somatiknya itu sendiri, melainkan cara gejala tersebut disampaikan dan diinterpretasi.
Gangguan ini mencakup komponen afektif, kognitif, dan perilaku (komprehensif).
Berdasarkan kriteria diagnostik PPDGl-lll, gangguan somatoform terbagi menjadi gangguan
somatisasi, gangguan somatoform tak terinci, gangguan hipokondriasis, disfungsi otonomik
somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan somatoform lainnya dan gangguan
somatoform YTT. Berdasarkan kriteria diagnostik DSM-V, dibagi menjadi Gangguan gejala somatik
(ƨomatic ƨymptom diƨorder) termasuk nyeri, gangguan ansietas penyakit (illneƨƨ anxiety diƨorder),
gangguan konversi (functional neurological ƨymptom diƨorder), faktor psikologis yang mempengaruhi
kondisi medis lain, gangguan buatan (factitiouƨ diƨorder), gejala somatik spesifik lain, gangguan gejala
somatik yang tidak spesifik dan gejala somatik yang tidak spesifik dan gangguan yang terkait.
Epidemiologi
Gangguan somatisasi terjadi 0,1 sampai 0,2 persen populasi. Wanita lebih banyak 5 sampai 20 kali
dari pria. Terjadi lebih sering pada pasien dengan pendidikan rendah dan miskin. Gangguan ini sering
ditemukan bersama dengan gangguan mental lainnya. Sifat atau gangguan kepribadian yang sering
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 47
menyertai adalah yang ditandai dengan ciri penghindaran, paranoid, mengalahkan diri sendiri dan
obsesif-kompulsif.
Prevalensi hipokondriasis sebesar 4 sampai 6 persen populasi. Laki-laki dan wanita sama. Onset gejala
paling sering antara usia 20 dan 30 tahun. Lebih sering terjadi pada ras kulit hitam dibandingkan kulit
putih. Tingkat sosial, pendidikan, ekonomi, dan status perkawinan tidak mempengaruhi.
Kriteria Diagnostik
Kriteria diagnostik seperti yang tercantum di dalam tabel dibawah ini:
Speƨifikaƨi
Dengan nyeri predominan: Gejala somatik
berhubungan dengan nyeri
Persistent : Gejala berat, penurunan nilai-nilai,
berlangsung lama (lebih dari 6 bulan)
Ringan :Hanya satu gejala dari kriteria B
terpenuhi
Sedang : Ada dua atau lebih dari kriteria B yang
terpenuhi
Berat : Dua atau lebih dari kriteria B terpenuhi
dan ada gejala somatik multipel (atau satu gejala
yang sangat berat)
Diagnosis Banding
Kondisi nonpsikiatrik harus disingkirkan. Gangguan somatisasi harus dibedakan dari gangguan
somatoform lainnya, seperti hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan nyeri.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 48
Tatalaksana
Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka datang hanya ke satu dokter. lika
gangguan somatisasi telah terdiagnosis, dokter yang mengobati harus mendengarkan keluhan
somatik sebagai ekspresi emosional, bukan keluhan medis. Berikutnya meningkatkan kesadaran
pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat sampai pasien mau mengunjungi klinisi
kesehatan mental atau psikiater.
Farmakoterapi pada pasien hipokondriasis diberikan jika pasien memiliki suatu kondisi dasar yang
responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan atau depresi berat. Psikoterapi, baik individual
atau kelompok, baik dilakukan pada gangguan somatisasi dan hipokondriasis.
Prognosis
Pada gangguan somatisasi, prognosis buruk sampai sedang. Hal ini dikarenakan perjalanan penyakit
yang kronik.
Sepertiga sampai setengah dari semua pasien hipokondriasis membaik secara bermakna. Prognosis
hipokondriasis baik berhubungan dengan status sosioekonomi tinggi, onset gejala tiba-tiba, tidak
adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi nonpsikiatrik yang menyertai.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 49
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengidentifikasi suatu kepribadian yang khas
2. Mengenali kesepuluh jenis kepribadian khas menurut PPDGl-lll
3. Membedakan gambaran dengan gangguan kepribadian
4. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan kepribadian khas
5. Menegakkan diagnosis gangguan kepribadian khas berdasarkan PPDGl-lll
6. Menentukan prognosis gangguan kepribadian khas
7. Menjalankan sistem rujukan yang benar
8. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan kepribadian khas
Pendahuluan
Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi karakteriologis dan
kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi beberapa bidang dari kepribadian, dan
hampir selalu berhubungan dengan kesulitan pribadi dan sosial. Suatu kepribadian dapat dikatakan
khas apabila kepribadian tersebut bersifat kaku dan mendalam pada sebagian besar situasi personal
dan sosial, yang berarti bahwa ia dapat muncul dan terasa pada hampir semua bidang kehidupan
individu. Perlu diperhatikan bahwa penegakan diagnosis gangguan kepribadian sangat bergantung
pada situasi dan latar belakang sosiokultural dari individu. Sebagian besar pendapat menyatakan
bahwa kepribadian dinyatakan terganggu apabila tidak sesuai dengan norma dan perilaku umumnya
yang ditemukan pada suatu masyarakat tertentu.
Gangguan kepribadian didiagnosis pada aksis ll, sehingga tidak boleh diidentifikasi pada suatu episode
gangguan kejiwaan, dan demikian pula sebaliknya. Apabila terdapat diagnosis pada aksis l, maka pada
umumnya kepribadian hanya dapat diidentifikasi sebelum onset gangguan kejiwaannya. Sehingga
pemeriksa diharapkan berhati-hati dalam menentukan onset dari psikopatologi agar tidak salah
menempatkannya sebagai suatu gangguan kejiwaan atau gangguan kepribadian.
Kepribadian khas merupakan salah satu faktor predisposisi suatu gangguan kejiwaan, dan apabila
memang terjadi maka gangguan yang dialami bisa lebih berat dan mempersulit penatalaksanaan.
Demikian pula pada kasus gangguan fisik, banyak juga pasien yang memiliki kepribadian khas sebagai
kondisi komorbidnya. Kondisi ini bisa dianggap memiliki kedudukan di antara gangguan kejiwaan
ringan (seperti gangguan penyesuaian) dan berat (seperti skizofrenia). Pasien dengan gangguan
kepribadian memiliki gangguan yang nyata dan kronis dalam kemampuan bekerja dan berhubungan
sosial. Sehingga pada pasien demikian seringkali ditemukan suatu riwayat pekerjaan dan pernikahan
yang buruk. Mereka sering dianggap mengganggu, menuntut, dan membebani orang lain. Mereka
bisa pula dianggap meminta dan bergantung kepada orang lain dan melakukan pendekatannya
dengan cara-cara yang tidak pantas.
Pembahasan gangguan kepribadian khas akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
menjelaskan gangguan kepribadian secara umum dan bagian kedua menjelaskan masing-masing
gangguan kepribadian khas.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 50
Epidemiologi
Gangguan kepribadian adalah suatu gangguan yang umum dan kronis. Prevalensinya diperkirakan
sekitar 10 sampai 20 persen pada populasi umum, dengan durasi puluhan tahun. Kebanyakan
perilaku kriminal dan sebagian besar dari populasi penjara dihubungkan dengan suatu gangguan
kepribadian. Sekitar setengah dari semua pasien psikiatri memiliki gangguan kepribadian, yang
seringkali menjadi suatu kondisi komorbid.
Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis gangguan kepribadian khas sebaiknya dilakukan dalam tiga tahap. Sebelum
menentukan suatu kepribadian tertentu, suatu kriteria gangguan kepribadian khas harus terpenuhi
terlebih dahulu. Apabila sudah terpenuhi, pemeriksa kemudian menentukan diagnosis kepribadian
mana yang akan ditegakkan. Terakhir, pemeriksa harus menentukan apakah kasus yang dihadapinya
termasuk gangguan atau gambaran kepribadian.
Gambaran kepribadian mirip dengan gangguan kepribadian. Keduanya mirip dalam hal cara
menghadapi stresor, cara berekspresi, dan cara mempersepsikan lingkungannya. Yang berbeda
adalah bahwa pada kasus gambaran kepribadian khas gejala muncul apabila individu yang dimaksud
terpapar dengan suatu stresor (tanpa stresor, individu bisa saja berperilaku layaknya orang tanpa
kepribadian khas) dan manifestasi klinisnya tidak sampai mengganggu kehidupan individu tersebut
secara substansial.
Terdapat sedikit perbedaan dalam penegakan diagnosis menurut DSM-lV-TR yang menyatakan bahwa
onset perilaku tersebut dapat ditelusuri hingga ke masa remaja atau dewasa awal. Hal ini
menyiratkan bahwa gangguan kepribadian bisa saja memiliki onset penuhnya di luar masa kanak-
kanak atau remaja, seperti yang digariskan dalam PPDGl-lll.
Kepribadian Paranoid
lndividu dengan kepribadian paranoid dicirikan sebagai orang yang mudah mencurigai dan sukar
mempercayai orang lain. Mereka menolak bertanggung jawab (misalnya atas suatu kesalahan) dan
senang melontarkannya kepada orang lain. Mereka sering menunjukkan permusuhan dan mudah
marah.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 51
Epidemiologi
Gangguan kepribadian paranoid memiliki prevalensi sekitar 0,5 sampai 2,5 persen populasi umum, 10
sampai 30 persen pada populasi rawat inap psikiatrik, dan 2 sampai 10 persen pada populasi rawat
jalan psikiatrik. Keluarga pasien skizofrenia memiliki angka yang lebih tinggi daripada yang bukan.
Keadaan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dan tampaknya tidak menunjukkan suatu pola yang
familial. Kemungkinan angka lebih tinggi juga dapat ditemukan pada imigran dan penderita tuli.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam
Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman
Perasaan bermusuhan dan berkeras tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada
Kecurigaan yang berulang dan tanpa dasar tentang kesetiaan dari pasangannya
Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan
Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang mengarah ke persekongkolan dan tidak substantif dari suatu peristiwa
Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian paranoid bisa didiagnosis banding dengan skizofrenia paranoid dan gangguan
waham menetap karena sifatnya yang mudah curiga. Agresivitas yang ditunjukkan juga bisa
didiagnosis banding dengan kepribadian dissosial. Dan distorsi pengalaman yang dialami juga mirip
dengan apa yang terjadi pada kepribadian skizoid.
Tatalaksana
Tatalaksana utama gangguan kepribadian paranoid adalah psikoterapi. Psikoterapi individu lebih baik
dibanding psikoterapi kelompok. Namun bermain peran bisa memberi manfaat untuk perbaikan
kemampuan sosial dan mengurangi kecurigaan. Psikofarmaka dapat digunakan dengan tujuan untuk
mengatasi agitasi dan ansietas. Obat yang dapat digunakan antara lain golongan anticemas dan
antipsikotik.
Prognosis
lndividu dengan kepribadian paranoid memiliki masalah kronis dalam hal bekerja dan berinteraksi
dengan orang lain. Pada beberapa kasus, gangguan yang dialami menetap seumur hidup, dan pada
kasus lainnya gangguan ini menjadi risiko terjadinya skizofrenia dan gangguan waham menetap.
Kepribadian ini juga memberi risiko bagi individu untuk mengalami episode psikosis singkat, depresi,
gangguan obsesif-kompulsif, agorafobia, dan penyalahgunaan zat.
Kepribadian Skizoid
Kepribadian skizoid dicirikan dengan suatu riwayat penarikan diri yang lama. lndividu dengan
kepribadian ini merasakan ketidaknyamanan ketika berinteraksi dengan orang lain. Mereka
cenderung introvert dan memiliki afek yang dingin, dan sering dianggap eksentrik atau penyendiri.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 52
Epidemiologi
Meski prevalensinya belum diketahui secara pasti, diperkirakan 7,5 persen dari populasi umum
memiliki kepribadian ini. Perbandingan antar jenis kelamin juga belum jelas dan diperkirakan rasio
pria-wanita berkisar dua banding satu. Mereka sepertinya memiliki kecenderungan untuk memilih
pekerjaan yang soliter atau malam hari agar tidak banyak berinteraksi dengan orang lain.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan
Emosi dingin, afek mendatar atau tak peduli
Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan atau kemarahan terhadap orang lain
Tidak peduli terhadap pujian maupun kecaman
Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain
Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan
Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu
•
Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku
Diagnosis Banding
Kepribadian skizoid mudah didiagnosis banding dengan skizofrenia, gangguan waham, dan gangguan
afek karena gejalanya yang mirip. Kepribadian ini juga bisa didiagnosis banding dengan kepribadian
paranoid dan kepribadian cemas (menghindar) yang memiliki kecenderungan untuk beraktivitas
sendirian. Gangguan autisme masa kanak dan sindrom Asperger juga bisa didiagnosis banding
berdasarkan kemampuan sosialnya yang terganggu.
Tatalaksana
Psikoterapi memberikan manfaat bagi kepribadian skizoid. lenis psikoterapi yang bisa digunakan bisa
individu maupun kelompok, meskipun memerlukan waktu bagi mereka untuk berpartisipasi sesuai
harapan. Psikofarmaka yang memberi manfaat antara lain antipsikotik, antidepresan, dan stimulansia.
Benzodiazepin dapat digunakan apabila ada kecemasan.
Prognosis
Kepribadian skizoid memiliki kemungkinan untuk menetap seumur hidup. Mereka berisiko mengalami
episode psikosis singkat, gangguan waham, dan skizofrenia, namun jarang mengalami depresi.
Kepribadian Dissosial
lndividu dengan kepribadian dissosial memiliki ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dan
sikapnya dengan aturan dan norma yang berlaku. Mereka cenderung bertindak agresif dan impulsif
sehingga kebanyakan darinya menjadi kriminal, meskipun ini bukan berarti semua individu dengan
Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini adalah 3 persen pada laki-laki dan 1 persen pada perempuan. Kepribadian
ini lebih sering ditemukan pada daerah miskin atau perkotaan. Pada populasi penjara, prevalensi ini
meningkat menjadi setinggi 75 persen. Berdasarkan hubungan kekeluargaan, individu dengan kerabat
dissosial memiliki angka prevalens lima kali lipat dibanding yang bukan.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus serta tidak peduli terhadap norma peraturan, d
Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya
Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi
Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari hukuman
Sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi untuk perilaku yang
membuatnya konflik dengan masyarakat
Diagnosis Banding
Salah satu diagnosis banding utama kepribadian ini adalah penyalahgunaan zat karena keduanya
memiliki kecenderungan untuk melawan aturan atau norma. Diagnosis banding lainnya termasuk
kepribadian paranoid dan kepribadian ambang yang sama-sama agresif.
Tatalaksana
Psikoterapi pada kepribadian disosial lebih efektif bila dilaksanakan secara berkelompok, karena
ketika mereka berada di tengah lingkungan yang mirip, mereka lebih termotivasi untuk berubah. Hal
ini ditunjukkan dengan lebih efektifnya kelompok yang demikian dibanding kurungan penjara dalam
memperbaiki kondisi ini. Psikofarmaka digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang mengganggu,
namun harus diperhatikan kecenderungan mereka untuk menyalahgunakan zat yang dipakai.
Prognosis
Perilaku dissosialnya paling berat pada kepribadian ini cenderung muncul di usia remaja akhir, dan
seiring usia sebagian dari mereka menunjukkan penurunan. Gangguan depresi, penyalahgunaan
alcohol dan zat lain sering ditemukan pada kepribadian ini. Komorbiditas lainnya meliputi gangguan
pengendalian impuls, ansietas, dan gangguan somatisasi.
jalan psikiatrik, dan 20 persen pada pasien rawat inap psikiatrik. Perempuan dikatakan dua kali lebih
banyak memiliki kepribadian ini dibanding laki-laki.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 54
Kriteria Diagnosis
Tipe Impulsif
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah, salah satunya adalah nomor 2
Kecenderungan untuk bertindak tidak terduga dan tanpa mempertimbangkan konsekuensi
Kecenderungan untuk bertengkar dengan orang lain, terutama ketika tindakan impulsifnya ditahan
Rentanterhadapsuatuledakankemarahanataukekerasantanpakemampuanuntuk mengendalikannya
Kesulitan untuk mempertahankan kegiatan yang tidak memberi hasil segera
Mood yang labil dan mudah berubah
Tipe Ambang, tiga gejala tipe impulsif terpenuhi dengan paling sedikit dua tambahan gejala di bawah
Gangguan dan ketidakpastian dalam citra diri, tujuan, dan kesenangan
Mudah terlibat dalam hubungan yang dalam namun tidak stabil dan sering berakhir dengan suatu krisis emosional
Usaha berlebih untuk menghindari peninggalan
Berulang kali mangancam atau berperilaku melukai diri
Perasaan kosong yang kronis
Diagnosis Banding
Ketidakstabilan mood dan afek pada kepribadian ini mirip seperti yang dialami oleh pasien gangguan
mood. Perilaku yang tidak stabil bisa didiagnosis banding dengan perilaku pada skizofrenia.
Agresivitas bisa didiagnosis banding dengan kepribadian paranoid.
Tatalaksana
Pilihan pertama tatalaksana kepribadian ini adalah dengan psikoterapi. American Pƨychiatric
Aƨƨociation (APA) memiliki petunjuk mengenai sifat psikoterapi yang dianjurkan. Terapi perilaku
digunakan untuk mengontrol impuls pasien dan mengurangi kepekaan terhadap kritik dan penolakan.
Psikoterapi bisa lebih efektif bila dilakukan di rumah sakit. Untuk perilaku paraƨuicidal, psikoterapi
Dialectical Behavior Therapy bisa digunakan. Psikofarmaka berguna untuk mengatasi gejala yang
mengganggu fungsi keseluruhan pasien. Golongan obat yang digunakan berupa antipsikotik,
antidepresan, benzodiazepin, dan antikejang.
Prognosis
lndividu dengan kepribadian ini jarang mengalami perubahan dalam perilakunya. Meski tidak ada
bukti gangguan ini menjadi risiko kejadian skizofrenia, namun individu dengan kepribadian ini mudah
mengalami gangguan depresi. Selain itu, mereka juga berisiko mengalami penyalahgunaan zat,
gangguan makan (terutama bulimia), gangguan stres pascatrauma, dan ADHD.
Kepribadian Histrionik
Kepribadian histrionik terkenal dengan perilakunya yang berlebihan dan mencari perhatian. Mereka
cenderung bersikap ekstrovert dan memiliki kesulitan dalam mempertahankan hubungan jangka
panjang.
Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini diperkirakan 2 sampai 3 persen populasi umum dan 10 sampai 15 persen
pada pasien psikiatrik, baik rawat jalan maupun rawat inap. Kepribadian ini jauh lebih sering
ditemukan pada perempuan.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 55
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
Ekspresi emosi yang dibuat-buat, seperti bersandiwara, atau dibesar-besarkan
Bersifat sugestif, sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan atau pendapat orang lain
Keadaan afektif yang dangkal dan labil
Terus menerus mencari kegairahan dan penghargaan dari orang lain, dan aktivitas dimana ia
Kepribadian Anankastik
Kepribadian anankastik dicirikan dengan sikap perfeksionis dan mementingkan keteraturan yang
mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi. Mereka juga sering keras kepala dan sulit
menentukan keputusan dengan mood yang terlalu serius akibat sikapnya tersebut.
Epidemiologi
Angka prevalensi kepribadian ini adalah 1 persen pada populasi umum dan 3 sampai 10 persen pada
pasien psikiatrik. Kepribadian ini dua kali lipat lebih sering ditemukan pada laki-laki dan pada anak
sulung. Kerabat individu ini juga lebih banyak ditemukan juga memiliki kepribadian anankastik. Latar
belakang individu biasanya melibatkan disiplin tinggi.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit
Perasaan ti a d ridan
ragu-ragu gejala di b wah
hati-hati yang berlebihan
Preokupasi dengan hal-hal yang rinci, peraturan, daftar, urutan, organisasi, atau jadwal
Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya pada produktivitas sampai meng
Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
Kaku dan keras kepala
Pemaksaan yang tidak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu, atau keengganan yang tida
Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang paling sering untuk kepribadian ini adalah gangguan obsesif-kompulsif. lsolasi
sosial akibat preokupasi terhadap pekerjaan bisa didiagnosis banding dengan kepribadian skizoid.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 56
Preokupasi yang sama juga bisa tampak pada kepribadian dissosial, meskipun untuk tujuan yang jelas
berbeda.
Tatalaksana
Psikoterapi kelompok dan perilaku bisa memberi perbaikan. Mereka menyenangi terapi dengan
asosiasi bebas dan no-directive therapy. Apabila ada gangguan obsesif-kompulsif, penggunaan
benzodiazepine bisa diberikan.
Prognosis
Apabila menemukan pekerjaan yang tepat (biasanya yang menuntut ketelitian), individu bisa
menjalaninya dengan sangat baik. Beberapa dari mereka bisa menjadi individu yang hangat, terbuka,
dan penyayang. Namun pada kasus lainnya, mereka mudah mengalami depresi (terutama dengan
onset lambat) sampai skizofrenia.
Kepribadian Cemas (Menghindar)
lndividu dengan kepribadian cemas sering disebut memilki suatu inferiority complex. Mereka sering
tampak malu dan merasa rendah diri dan tidak mampu dan sangat sensitif terhadap penilaian negatif.
Epidemiologi
Kepribadian cemas memiliki prevalensi sebesar 0,5 sampai 1 persen pada populasi umum dan 10
persen pada populasi pasien psikiatrik. Laki-laki dan perempuan memiliki proporsi yang sama.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
Perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasif
Merasa dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain
Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan (dalam situasi sosial)
Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai
Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik
Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung at
Diagnosis Banding
Penolakan terhadap interaksi sosial pada kepribadian ini mirip seperti yang ditunjukkan pada
kepribadian skizoid atau fobia sosial, meskipun kepribadian cemas sebenarnya memiliki keinginan
untuk berinteraksi. Kepribadian ini juga bisa didiagnosis banding dengan kepribadian dependen
karena perasaan diri yang tidak mampu.
Tatalaksana
Psikoterapi yang dianjurkan antara lain psikoterapi kelompok dan aƨƨertiveneƨƨ therapy, suatu bentuk
terapi perilaku. Dalam psikoterapi, individu dianjurkan untuk pelan-pelan keluar dan menghadapi
dunia luar yang dianggapnya penuh risiko penghinaan, penolakan, dan kegagalan. Sehingga
diharapkan agar berhati-hati dalam menentukan tugas baginya. Psikofarmaka diberikan apabila ada
gejala depresi atau kecemasan.
Prognosis
Kepribadian cemas bisa berfungsi dengan baik pada suatu lingkungan yang memadai dan melindungi
bagi dirinya. Beberapa berkeluarga dengan hidupnya dikelilingi oleh keluarga tersebut. Namun bila
sistem pendukung ini gagal, mereka rentan terpapar risiko depresi, ansietas, dan fobia sosial.
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 57
Kepribadian Dependen
Kepribadian dependen memiliki ciri sikap yang bergantung secara berlebihan dan pervasif. Mereka
seringkali takut ditinggal sendirian dan bersikap tunduk kepada siapa mereka bergantung.
Epidemiologi
Kepribadian ini termasuk kepribadian yang paling sering ditemukan. Satu penelitian menyiratkan
bahwa sekitar 2,5 persen dari semua gangguan kepribadian merupakan kepribadian dependen.
Perempuan dan urutan lahir lebih kecil lebih sering ditemukan memiliki kepribadian ini.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
Mendorong atau membiarkan orang lain mengambil sebagian besar keputusan penting untuk dirinya
Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia bergantung, dan kepatuhan yang tidak seme
Keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana tempat ia bergantung
Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian karena ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan me
Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya, dan dibiarkan
Kedaruratan Psikiatri
(Dr. Agdullah Sahag, Sp.KJ, MAWS)
Learning Objective
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kedaruratan psikiatri
2. Memahami bahwa kasus-kasus kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang memerlukan
pertolongan segera
3. Membedakan kasus-kasus kedaruratan psikiatri yang merupakan gangguan jiwa murni atau
berhubungan dengan Gangguan Mental Organik
4. Mempunyai keterampilan dalam aƨƨeƨƨment dan teknik evaluasi untuk membuat diagnosis
awal pada kasus-kasus kedaruratan psikiatri, memberi terapi sementara serta menjalankan
sistem rujukan
Pendahuluan
Kedaruratan Psikiatri merupakan cabang llmu Kedokteran liwa dan kedokteran kedaruratan, yang
dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatri. Suatu
• Spesifik
• Berpengalaman
• Mendengarkan
• Observasi
• lnterperetasi
Penatalaksanaan
Terdapat 4 pendekatan dalam memberikan penatalaksanaan pada pasien dengan agitasi, yaitu:
1. Regulasi lingkungan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksaan pasien dengan
agitasi, yaitu:
a. Memastikan keamanan pasien dan tenaga medis
b. Memberikan kenyaman kepada pasien
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 60
Adapun medikasi yang digunakan pada pasien agitasi adalah seperti dalam tabel dibawah ini:
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 61
P r o g r a mS t u d iP r o f e s iD o k t e r Page 62
CLBSLW XYTSLOL
3. An Atlas of Depression
4. Current Diagnostic & Treatment in Psychiatry
5. Depressive Disorder
6. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5th Edition
7. lnternational Classification of Diseases 10th Edition,Chapter V
8. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition
9. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 11th Edition
10. Pedoman Penegakan Diagnosis Gangguan liwa, Edisi lll
11. Psychiatric Secrets 2nd Edition
12. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran liwa/Psikiatri (PNPK liwa/Psikiatri)
13. Principles and Practice of Psychopharmacology 3rd Edition
14. Fulde G, Preisz P. 2011. Managing Aggressive and Violent Patients. Australian Prescriber 34(4):
115-8
15. Bostwick lR, Hallman lS. 2013. Agitation Management Strategies: Overview of Non-pharmacological and
Pharmacological lnterventions. Medsurg Nursing. 22(5): 303-1