Anda di halaman 1dari 188

Edisi 1

BUKU PETUNJUK SKILL


MODUL KETRAMPILAN KLINIS 4
BAGIAN I

KK4

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung


Alamat: JL. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang 50112 PO Box 1054/SM
Telepon. (024) 6583584
Faksimile: (024) 6594366

9
MODUL KETRAMPILAN KLINIS 4

Kontributor:
1. Dr. dr. Sri Priyantini Mulyani,Sp.A.
2. Dr. dr. Minidian Fasitasari.,M.Sc., Sp.GK
3. dr. Azizah Retno Kustiyah, Sp.A., M.Biomed
4. dr. Nur Anna Chalimah Sa'dyah,Sp.PD

Tata Letak dan Desain Sampul: Tim Modul

Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung, Semarang

Hak Cipta © 2023, pada penulis


Hak publikasi pada Penerbit FK UNISSULA
Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari buku ini dalam
bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan Pertama Tahun 2023

Penerbit
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ISLAM SULTAN AGUNG
Jl. Raya Kaligawe km. 4 Semarang 50112 PO BOX
1054/SM,
Telp. (024) 6583584, Fax. (024) 6594366

ISBN:

2
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
TIM MODUL
Ketua : dr. Citra Primavita Sp.A
Sekretaris : dr. Arini Dewi Antari, M. Biomed
Anggota : dr. Fathia Kesuma Dinanti, M. Biomed
dr. Astrandaya Ajie, Sp.An.

3
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
PETA KURIKULUM

4
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah, Rob seluruh alam yang telah memberikan
karunia kepada kami hingga kami dapat menyelesaikan buku petunjuk skill modul ketrampilan klinis
KK4 ini.
Modul ketrampilan klinis 4 merupakan modul keempat dalam rangkaian modul ketrampilan
mahasiswa kedokteran tahap sarjana PSPK Unissula dimana mahasiswa mulai mengenal beragam
teknik pemeriksaan fisik terkait keluhan atau kelainan yang harus dikuasai oleh seorang dokter umum.
Modul ini terdiri dari serangkaian ketrampilan klinis esensial yang harus dikuasai sebanyak 32 jenis
ketrampilan. Disiplin ilmu terkait adalah ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, bedah, obstetri
dan ginekologi, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu penyakit saraf, gizi, radiologi, dan Islam disiplin
ilmu. Dalam pelaksanaan modul ketrampilan klinis 4 ini tiap minggu mahasiswa akan mempelajari
aneka ketrampilan klinis. Diharapkan dengan menguasai berbagai ketrampilan pemeriksaan yang
tercakup dalam modul ketrampilan klinis 4 mahasiswa memiliki bekal dalam memperdalam
pemahaman untuk mempelajari modul-modul klinis berikutnya.
Semoga modul ini dapat bermanfaat, dan membantu mahasiswa dalam pembelajaran
ketrampilan klinis.

Jazakumullhahi khoiro jaza’


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tim Penyusun Modul

5
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
DAFTAR ISI

TIM MODUL .................................................................................................................................. 3


PETA KURIKULUM ..................................................................................................................... 4
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... 5
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 6
CAPAIAN PEMBELAJARAN LULUSAN ................................................................................... 7
PEMETAAN CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH .................................................. 8
1. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kongenital .................................................................................. 16
2. Pengelolaan Pasien Obesitas ..................................................................................................... 49
3. Manajemen Laktasi Pada Ibu Hamil dan Menyusui ............................................................... 76
4. Pemeriksaan dan Tatalaksana Kasus Gizi Buruk ................................................................. 131
5. Terapi Nutrisi Medis pada DM .............................................................................................. 133
6. Pemberian Insulin Mandiri Dan Edukasi SMBG .................................................................. 151
7. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Kelainan Tiroid ............................................................. 170
8. IPM Masalah Sistem Endokrin, Metabolisme dan Nutrisi ................................................... 185
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 186

6
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
CAPAIAN PEMBELAJARAN LULUSAN
Menunjukkan komitmen untuk bersikap dan berperilaku bahwa yang dilakukan dalam
S.1.2
praktik kedokteran merupakan upaya maksimal.
S.2.1 Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk diri dan lingkungannya.
Menegakkan diagnosis, dan diagnosis banding masalah kesehatan dengan menerapkan
KK.8.1 & keterampilan klinis yang sesuai termasuk anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
KU.5
penunjang, interpretasi hasil, serta memperkirakan prognosis penyakit dalam kondisi
CPL 8
tersimulasi.
Melakukan prosedur klinis dalam bidang kedokteran sesuai masalah, kebutuhan pasien
KK.8.3 dan kewenangannya, berdasarkan kelompok/nama penyakit serta masalah/tanda atau
CPL 8
gejala klinik termasuk kedaruratan klinis dalam kondisi tersimulasi.
KK.9.1 Berkomunikasi efektif dan berempati dengan civitas academica dan masyarakat umum.
CPL 9
Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk berita buruk, informed
KK.9.2 consent) dan melakukan konseling dengan cara yang santun, baik dan benar dalam
CPL 9
kondisi tersimulasi.
Menafsirkan data klinik dan pemeriksaan penunjang yang rasional untuk menegakkan
P.5.5
diagnosis.
Menginterpretasi data klinis dan kesehatan individu, keluarga, komunitas dan
P.7.6 masyarakat, untuk perumusan diagnosis atau masalah kesehatan dalam kondisi
tersimulasi.
P.7.8 Menetapkan tatalaksana farmakologis, gizi, aktivitas fisik dan perubahan perilaku yang
rasional dalam kondisi tersimulasi.
Menguasai prinsip keberhasilan pengobatan, memonitor perkembangan penatalaksanaan,
P.7.10
memperbaiki, dan mengubah terapi dengan tepat
P.8.2 Menguasai prinsip penulisan rekam medis yang baik dan benar.
Menerapkan prinsip-prinsip Islam dan bidang keahliannya. sehingga memiliki
KU.ULA.1 ketrampilan secara profesional dalam rangka memberikan pelayanan jasa kepada
masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama yang
Islami

7
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
PEMETAAN CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


I II III IV
Mahasiswa PSPK mampu melakukan pengelolaan pasien
masalah pada Sistem Organ Endokrin, Metabolisme, dan
Nutrisi, masalah pada Sistem Organ Digestif, dan penyakit
degeneratif dengan menentukan diagnosis, dan diagnosis
banding, menetapkan tatalaksana farmakologi dan non √ √ √
farmakologi serta memperkirakan prognosis penyakit dan
menuliskan hasil pada rekam medis dalam praktik kedokteran
dan berkomitmen serta berperilaku untuk memaksimalkan
praktik kedokteran dengan kondisi tersimulasi.
Mahasiswa PSPK mampu menegakkan diagnosis dan
diagnosis banding masalah pada Sistem Organ Endokrin,
Metabolisme, dan Nutrisi, masalah pada Sistem Organ
Digestif, dan penyakit degeneratif dengan menerapkan
keterampilan klinis yang sesuai di antaranya anamnesis,
pemeriksaan fisis, melakukan prosedural tindakan dengan
√ √ √
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk diri dan
lingkungannya, pemeriksaan penunjang, interpretasi hasil,
menyampaikan informasi dan berkomunikasi efektif serta
berempati dan berkomitmen serta berperilaku untuk
memaksimalkan praktik kedokteran dengan kondisi
tersimulasi.
Mahasiswa PSPK mampu melakukan komunikasi efektif dalam
kedokteran komunitas berupa penyampaian informasi yang
terkait kesehatan (termasuk berita buruk, informed consent), √
melakukan konseling dalam kondisi tersimulasi dengan cara
yang efektif, berempati, santun, baik dan benar.
Mahasiswa PSPK mampu melakukan ketrampilan secara
profesional dalam rangka memberikan pelayanan jasa kepada √
masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan
tata kehidupan bersama yang Islami.

8
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
1 – 4 Maret 2023
WAKTU SENIN SELASA RABU KAMIS JUM’AT SABTU
27 Februari 2023 28 Februari 2023 1 Maret 2023 2 Maret 2023 3 Maret 2023 4 Maret 2023

06.45 - 07.35

07.35 - 08.25

08.25 - 09.15 L(SKILL) Skill PF kelainan kongenital hormonal (KK4)

09.15 - 10.05 L(SKILL) Skill PF kelainan kongenital hormonal (KK4)

10.05 - 10.55 L(SKILL) Skill PF kelainan kongenital hormonal (KK4)

10.55 - 11.45 L(SKILL) Skill PF kelainan kongenital hormonal (KK4)

11.45 - 13.00
Istirahat

13.00 - 13.50

13.50 - 14.40

14.40 - 15.15
Istirahat

15.15 - 15.55

15.55 - 16.45

9
6 – 11 Maret 2023
WAKTU SENIN SELASA RABU KAMIS JUM’AT SABTU
6 Maret 2023 7 Maret 8 Maret 2023 9 Maret 2023 10 Maret 2023 11 Maret
2023 2023
06.45 -
07.35
07.35 -
08.25
08.25 -
09.15
09.15 -
10.05
10.05 -
10.55
10.55 -
11.45
11.45 -
13.00 Istirahat

13.00 - L(SKILL) Skill penilaian st. gizi & L(SKILL) Skill Konseling Laktasi
13.50 pengelolaan px obesitas (KK4) (KK4)
13.50 - L(SKILL) Skill penilaian st. gizi & L(SKILL) Skill Konseling Laktasi
14.40 pengelolaan px obesitas (KK4) (KK4)
14.40 -
15.15 Istirahat

15.15 - L(SKILL) Skill penilaian st. gizi & L(SKILL) Skill Konseling Laktasi
15.55 pengelolaan px obesitas (KK4) (KK4)
15.55 - L(SKILL) Skill penilaian st. gizi & L(SKILL) Skill Konseling Laktasi
16.45 pengelolaan px obesitas (KK4) (KK4)

10
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
13 – 18 Maret 2023
WAKTU SENIN SELASA RABU KAMIS JUM’AT SABTU
13 Maret 2023 14 Maret 2023 15 Maret 2023 16 Maret 2023 17 Maret 2023 18 Maret 2023

06.45 - 07.35

07.35 - 08.25

08.25 - 09.15

09.15 - 10.05

10.05 - 10.55

10.55 - 11.45

11.45 - 13.00
Istirahat

13.00 - 13.50

13.50 - 14.40

14.40 - 15.15
Istirahat

15.15 - 15.55

15.55 - 16.45

11
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
20 – 25 Maret 2023
WAKTU SENIN SELASA RABU KAMIS JUM’AT SABTU
20 Maret 2023 21 Maret 2023 22 Maret 2023 23 Maret 2023 24 Maret 2023 25 Maret 2023

06.45 -
07.35
07.35 -
08.25
08.25 -
09.15
09.15 -
10.05
10.05 -
10.55
10.55 -
11.45
11.45 -
13.00 Istirahat

13.00 - L(Skill) Skill pmrxan & L(SKILL) Skill Tx L(Skil) Skill insulin
13.50 tatalaksana kasus GizBur nutrisi medis DM mandiri & Ex SMBG
(KK4) (KK4) (KK4)

13.50 - L(Skill) Skill pmrxan & L(SKILL) Skill Tx L(Skil) Skill insulin
14.40 tatalaksana kasus GizBur nutrisi medis DM mandiri & Ex SMBG
(KK4) (KK4) (KK4)

14.40 -
15.15 Istirahat

15.15 - L(Skill) Skill pmrxan & L(SKILL) Skill Tx L(Skil) Skill insulin
15.55 tatalaksana kasus GizBur nutrisi medis DM mandiri & Ex SMBG
(KK4) (KK4) (KK4)

12
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
15.55 - L(Skill) Skill pmrxan & L(SKILL) Skill Tx L(Skil) Skill insulin
16.45 tatalaksana kasus GizBur nutrisi medis DM mandiri & Ex SMBG
(KK4) (KK4) (KK4)

27 Maret – 1 April 2023


WAKTU SENIN SELASA RABU KAMIS JUM’AT SABTU
27 Maret 28 Maret 2023 29 Maret 2023 30 Maret 2023 31 Maret 2023 1 April 2023
2023
06.45 -
07.35
07.35 -
08.25
08.25 - L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
09.15 & Nutrisi sesi 2 (KK4)
09.15 - L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
10.05 & Nutrisi sesi 2 (KK4)
10.05 - L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
10.55 & Nutrisi sesi 2 (KK4)
10.55 - L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
11.45 & Nutrisi sesi 2 (KK4)
11.45 -
13.00 Istirahat

13.00 - L(Skill) Skill Ax & L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
13.50 PF Tiroid (KK4) & Nutrisi sesi 1 (KK4)
13.50 - L(Skill) Skill Ax & L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
14.40 PF Tiroid (KK4) & Nutrisi sesi 1 (KK4)
14.40 -
15.15 Istirahat

15.15 - L(Skill) Skill Ax & L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
15.55 PF Tiroid (KK4) & Nutrisi sesi 1 (KK4)

13
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
15.55 - L(Skill) Skill Ax & L(Skill) Skill IPM Sistem Endo, Metab,
16.45 PF Tiroid (KK4) & Nutrisi sesi 1 (KK4)

14
Modul Ketrampilan Klinis 4 (2022-2023)
1. PF Kelainan Kongenital

15
1. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kongenital

Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Minggu :1
Waktu : 200 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. ketepatan dalam melakukan pemeriksaan fisik kelainan kongenital pada anak dan
remaja
2. ketepatan dalam mendeteksi kelainan kongenital pada anak dan remaja
3. ketepatan dalam membuat resume hasil pemeriksaan fisik anomali kongenital

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Durasi 200 menit
Panduan 1. Instruktur melakukan pretest terkait materi skill
Tutor 2. Instruktur menjelaskan bagaimana cara pemeriksaan fisik kelainan
kongenital pada anak dan remaja
3. Instruktur memandu/membimbing mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik
kelainan kongenital pada anak dan remaja
4. Instruktur menilai penampilan setiap mahasiswa dalam melakukan
pemeriksaan fisik kelainan kongenital berdasarkan daftar penilaian yang
sudah ditentukan. Penilaian menggunakan I-Class
5. Instruktur memberikan feedback terkait performa mahasiswa saat melakukan
pemeriksaan fisik kelainan kongenital pada anak dan remaja
Tugas 1. Sebelum pertemuan, mahasiswa membaca buku petunjuk skills lab dan
Mahasiswa referensi lainnya terkait PF kelainan kongenital
2. Memperhatikan penjelasan dan panduan instruktur cara melakukan
pemeriksaan fisik kelainan kongenital pada anak
3. Melakukan pemeriksaan pada manekin boneka masing-masing dengan
panduan instruktur
4. Mendengarkan umpan balik dari instruktur

C. DASAR TEORI
Anomali kongenital dan cacat lahir( birth defects) sering di hubungkan dengan kelainan
dismorfik. Dismorfologi berasal dari kata dys (greek: kelainan atau abnormalitas) dan morph
(bentuk). Dismorfologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang malformasi yang timbul
karena proses embryogenesis. Istilah ini sering digunakan untuk mengambarkan segala macam
kelainan struktural yang dapat terjadi pada embrio, fetus, atau bayi yang baru lahir

16
Malformasi kongenital bertanggung jawab atas sebagian besar kematian neonatal dan bayi,
hal ini juga menyumbang sekitar 30% dari rujukan ke rumah sakit anak. Sehingga penting
untuk mengenali kelainan malformasi mayor dan malformasi minor karena dapat menyebabkan
deteksi dini dan intervensi dari gangguan genetik yang menyebabkan malformasi kongenital.
a. Kelainan malformasi mayor adalah kelainan yang berat dan membutuhkan perbaikan fungsi
tubuh sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya,dan perbaikannya membutuhkan
operasi. Contohnya cleft palate, congenital heart disease
b. Malformasi minor adalah kelainan primer yang terkait perubahan kosmetik secara
signifikan. Misalakan telingan yang kecil, jari ke 5 clinodactily, simian crise, yang kadang-
kadang di temukan pula pada manusia normal.

17
KLASIFIKASI ANOMALI KONGENITAL
I. Defek Sistem Tunggal
Merupakan defek yang mengenai satu sistem organ saja atau regio lokal dari tubuh,
diantaranya adalah 1)malformasi, 2)disrupsi, 3)deformasi, dan 4)dysplasia. Masing-masing
defek ini sering juga menjadi komponen dari sindrom multiple malformasi.

1) Malformasi
● Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih pada proses organogenesis.
● Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau
menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap.
● Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ,
atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.
● Contoh malformasi diantaranya adalah cleft palate, anencephaly dan agenesis of limb.

2) Disrupsi
● Disrupsi merupakan perubahan morfologis pada struktur yang disebabkan oleh destruktif
pada jaringan yang semula berkembang normal.
● Disrupsi dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler/iskemia, perdarahan, perlekatan atau
pita amnion.
● Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda tanpa
disertai kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.

18
3) Deformasi
● Deformasi merupakan perubahan morfologis akibat adanya tekanan mekanik abnormal
dalam jangka waktu lama sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari
tubuh yang semula berkembang normal.
● Contoh deformasi yaitu talipes deformity (club-foot), multiple kontraktur dan mikrognatia
(mandibula yang kecil).
● Tekanan ini dapat disebabkan oleh oligohidramnion, kehamilan kembar dan faktor ibu
(primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus).

4) Displasia
● Displasia merupakan kerusakan (kelainan struktur) akibat abnormalitas fungsi atau
organisasi sel menjadi jaringan.
● Displasia dapat mengenai satu macam jaringan. Namun manifestasi kelainan akibat
displasia dapat ditemukan di seluruh tubuh dimana terdapat defek jaringan yang terkena.
● Displasia dapat di sebabkan penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai
kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen
yang dapat menyebab efek klinisnya menetap atau semakin buruk.
● Contoh dysplasia adalah akondroplasia yang termasuk jenis skeletal dysplasia.

19
II. Multiple malformasi

II.1 Syndrome
Syndrome adalah beberapa anomali kongenital terjadi bersamaan secara berulang
dalam pola yang tetap dikarenakan penyebab defek tunggal yang mendasarinya. Contohnya
Apert syndrome, Down syndrome, prader-wili syndrome.

II.2 Sequence
Sequence adalah serangkaian kejadian setelah terjadi kelainan primer tunggal yang
mengawalinya, yang mungkin dapat sebuah malformasi, deformasi, atau disrupsi. Contoh
sequence :
1. Potter sequence yang disebabkan kurangnya cairan amnion atau defek urin output
menyebabkan kondisi oligohidramnion. Kondisi ini menyebabkan kompresi janjin
yang mengakibatkan serangkaian abnormalitas yaitu squashed facial features,
dislokasi panggul, talipes dan hipoplasia pulmoner.

20
2. Pierre robin Sequence yaitu kelainan kongenital pada wajah yang disebabkan karena
tulang rahang yang kurang berkembang sehingga menyebabkan micrognathia, lidah
tergeser kebelakan dan menyebabkan obstruksi jalan nafas

II.3 Association
Malformasi tertentu memiliki kecenderungan untuk terjadi bersama-sama
dibandingkan malformasi tersebut muncul secara sendiri, bersifat non random, dan tak
dapat dijelaskan oleh defek sequence atau sindrom. Penyebab asosiasi seringkali tidak
diketahui. Asosiasi VATER terdiri atas anomali tulang belakang, atresia anus, fistula
tracheo-esophageal, dan kelainan ginjal.

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK

I. PRINSIP UMUM
1. Melakukan anamnesis riwayat kehamilan lengkap, seperti: keaktifan janin dalam
rahim ibu, usia ibu saat hamil, kemungkinan adanya desakan dalam rahim, metode
persalinan, berat badan lahir, adaptasi nenonatus serta gangguan pertumbuhan dan
perkembangan paska natal
2. Menggali riwayat keluarga dan mencari kemungkinan adanya kesamaan kondisi
dengan anggota keluarga lain. Apakah terdapat kemiripan dengan anggota keluarga
lain seperti ayah, ibu atau saudara.

21
3. Mampu menentukan apakah jenis kelainan pasien adalah kelainan mayor, kelainan
minor atau variasi normal.
4. Pertumbuhan berbagai bagian tubuh dan wajah diukur dan dibandingkan dengan
grafik yang memuat kisaran normal sesuai usia, jenis kelamin dan etnis.
II. KEPALA
1. Bentuk dari kepala apakah simetris mulai dari dahi sampai ke ubun-ubun kecil apakah
sutura mengalami impresi atau tidak

2. Ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar apakah mengalami penutupan yang lebih cepat dari
normal misalnya pada craniosinostosis
3. Mengukur lingkar kepala bayi dan masukkan dalam tabel lingkar kepala anak.
Cara mengukur lingkar kepala yaitu dengan menggunakan pita metline melewati glabella
sampai protuberantia occipitalis externa

22
III. WAJAH
1. Alis

Synophyris (Fused eyebrows)


2. Perioculer
Perioculer diukur dengan innercathal, outercanthal dan interpupillary.
Cara melakukan :
1. Posisikan anak pandangan lurus ke depan. Parameter periokuler diukur dengan
menggunakan penggaris keras (rigid) yang di letakan di hadapan mata penderita.
Parameter yang diukur:
a. Innercanthal: mulai dari bagian dalam cantus medial OD ke cantus medial OS
b. Outercanthal: mulai dari bagian dalam cantus lateral OD ke Cantus lateral OS
c. Interpupillari: mengukur di bagian tengah Pupil OD ke tengah dari Pupil OS
Perbandingan jarak dalam kondisi normal inner-outer canthal: inercantal od-os adalah
1:1 (seperti gambar di bawah). Hipotelorism adalah keadaan yang ditandai dengan
pemendekan jarak inner canthal. Hipertelorism adalah keadaan yang ditandai
pemanjangan jarak inner canthal.

23
3. Palpebral fissure
Dalam kondisi normal outercantal dan inner cantal berada dalam satu garis lurus, bila
terjadi perbedaan antara tinggi rendah dari outer cantal di bandingkan innercantal inilah
kemungkinan terjadinya downslanting dan upslanting eye

Upslanting eye

Downslanting eye

4. Mata
Apakah di temukan adanya katarak kongenital, gloukoma kongenital, albinism.

24
5. Hidung
Kita dapat menginspeksi dari bentuk hidung, dalam kondisi normal hidung umumnya
2/3-3/4 jarak antara nasal bridge sampai ketas bibir.
Termasuk anomaly hidung:
a. Kolumela yang pendek sehingga mendorong kebawah nasal tip dan mendistorsi
lubang hidung
b. Hypoplasia alae nasi
c. Broad nasal bridge (pelebaran dari tulang hidung). Kondisi ini biasanya disertai
mild hipotelorism

6. Perioral
Inspeksi dilakukan dengan mengamati simetrisitas dari bibir, mulut, lipatan nasolabial,
panjang dan konfigurasi dari upper lip, philtrum, serta bentuk dari dagu, dan pipi.
Termasuk kondisi anomaly apabila didapatkan:
a. Flat or smooth philthrum
b. Lubang pada sudut bibir tanpa di sertai adanya fistula

25
c. Suspek micrognathia apabila ditemukan bibir yang terlihat tertarik keatas meski
dalam kondisi mulut tertutup

7. Oral cavity
Pemeriksaan oral cavity meliputi inspeksi pada:
a. Lidah: mengamati bentuk dan anatomi lidah (normoglosia, macroglossia, short
frenulum atau bifid tip)
b. Gusi: menutup sempurna atau terdapat celah pada gusi (gnatoschizis)

26
c. Gigi: mengamati bakal gigi dan kelainan bentuk gigi (hyopdontia, absent or
hypoplastic lateral maxillary incisors, supernumery teeths)
d. Palatum: melakukan inspeksi dan palpasi pada arcus palatum untuk mencari adanya
celah palatum, silent cleft palate atau palatum letak tinggi. Palpasi dilakukan dengan
cara jari telunjuk pemeriksaa menyusuri dari ujung dalam palatum mole sampai ke
palatum durum.
e. Uvula: melakukan inspeksi bentuk uvula untuk mencari adanya normo uvula atau
bivid uvula.

8. Telinga
Mengamati telinga dengan cara melihat wajah dari samping kemudian menggunakan
penggaris mengukur 1)panjang telinga yaitu dengan penggaris dari ujung telinga atas
sampai bagian bawah daun telinga, 2) lebar telinga kita nilai dengan mengukur dari tragus
sampai ke bagian lateral dari telinga.Letak telinga normal yaitu puncak crus helicis
telinga kanan dan kiri secara simetris sejajar dengan cantus lateral mata yang sesisi.

Termasuk kondisi minor anomaly apabila didapatkan:


a. Low set ear yaitu telinga letak rendah
b. Telinga rotasi ke posterior (posterior rotated ear)
c. Telinga rotasi ke anterior (anterior rotated ear)

27
28
III. LEHER
Pemeriksaan leher meliputi inspeksi simetrisitas leher, panjang dan pendeknya leher,
adanya excess skin (kulit yang berlebihan) pada leher belakang (misalnya web neck pada
turner syndrome)

IV. DADA
Inspeksi: bentuk dada (pectus carinatus, Pectus excavatum),ectopia cordis, short sternum,
cleft sternum

Jarak nipple (jarak yang jauh, atau super numery nipple)

Pemeriksaan khusus: adalah pemeriksaan jantung dan paru ( sudah dilakukan modul
kardiovasculer)

29
V. EKSTREMITAS
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan mengidentifikasi jumlah jari kaki/tangan,
ukuran telapak tangan/kaki dan rajah tangan.
Kelainan yang dapat di temukan: Brachydactily (jari pendek), Arachnodactily (jari-jari
yang anjang), clinodactily ,syndactily (selaput jari yang tidak sejajar),polydactily (jumlah
jari yang lebih dari normal), camptodactily, ektrodactily (absen jari).

30
31
Dermatloglypics (rajah tangan)
Berikut ini adalah variasi rajah tangan yang dapat terjadi pada orang normal, namun pada single
transverse distal palmar creases (simian creases)30% dapat terjadi pada orang normal dan 70%
menyertai sidroma tertentu

VII. TULANG BELAKANG


Tehnik pemeriksaan meliputi
1. Inspeksi line tulang punggung

32
1. Palpasi adakah bagian dari tulang belakang yang mengalami cleft atau ada masa dan cairan
di sekitar tulang belakang

VI. PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI MATURASI SKELETAL


Pengukuran antropometrik penting pada kasus perawakan pendek, perawakan tinggi (tall
stature) meskipun demikian hampir semua kasus endokrin memerlukan pemeriksaan ini
untuk menilai maturitas skeletal yang banyak dipengaruhi faktor hormonal, metabolisme
Calsium, Vitamin D dan nutrisi. Pengukuran antropometrik bertujuan untuk mengukur
bagian tubuh manusia (rangka skeletal) dalam ukuran panjang maupun berat dengan alat
yang sudah distandarisasi. Saat pengukuran yang harus dipertikan antara lain :
● Sebaiknya semua yang dapat menimbulkan kesalahan pengukuran di buka untuk
meminimalisasi kesalahan akibat variasi berat pakaian (Pasien telanjang). Pada anak
yang besar diganti dengan baju rumah sakit yang ringan dan mengeluarkan isi
kantong.
● Pengukuran tinggi badan menggunakan pengukur batang horizontal yang dapat
digeser ke atas maupun ke bawah pada skala pengukur,

1. Tinggi badan berdiri dan tinggi badan duduk


Idealnya pengukuran menggunakan stadiometer Harpenden dan meja duduk
Harpenden, karena tidak ada maka yang perlu diperhatikan adalah cara fiksasi kepala
supaya tidak bergeser dan dapat diukur mulai tumit hingga ujung kepala yang
menempel di dinding.
Langkah urutan yang harus dikerjakan saat pengukuran tinggi badan berdiri :
a. Sepatu dilepas
b. Anak harus berdiri tegak lurus merapat ke dinding atau pada bidang vertikal yg
kokoh, sikap ekstensi penuh, pandangan lurus ke depan, dari belakang kepala, dada,
daerah gluteus, dan tumit menyentuh dinding, tandai atas kepala dengan lempeng
horizontal yang kokoh atau dengan pinsil yg ada
c. Ukurlah dengan meteran metalik yang ada mulai dari tumit menuju batas kepala
paling atas yang sudah ditandai dengan lempeng horizontal (bila ada) atau tandai
dengan pinsil secara jelas
d. Tulislah ukuran dalam cm

33
Pengukuran tinggi duduk :
a. Cara sama dengan yang diatas, bedanya anak harus duduk merapat ke dinding, bagian
belakang lutut menyentuh tepi meja duduk, bagian belakang kepala dan seluruh punggung
menempel ke dinding, tandai batas atas kepala dengan lempeng horizontal atau pinsil
b. Ukurlah dengan meteran metalik ditempelkan lurus ke dinding mulai permukaan meja
duduk, sampai batas atas kepala yang sudah di tandai
c. Catat ukuran dalam cm, anggaplah ini panjang segmen atas tubuh
d. Selisih antara tinggi badan berdiri dengan tinggi badan duduk sebagai ukuran panjang
segmen bawah tubuh
e. Segmem bawah tubuh seharusnya diukur mulai batas atas simpisis pubis sapai bagian
bawah telapak kaki pada anak yang berdiri merapat di dinding sebagaimana pengukuran
tinggi badan

2. Pengukuran rasio segmen tubuh bagian atas terhadap tubuh bagian bawah
Hitunglah rasio segmen tubuh bagian atas terhadap tubuh bagian bawah yaitu US/LS (US =
upper segment LS = lower segment ). Disproporsional ukuran rasio segmen tubuh atas dan
bawah menandakan suatu displasia tulang.
Umur Ratio normal US/LS
Birth 1.7
3 tahun 1.3
> 8 tahun 1.0

Bila rasio US/LS tidak sesuai rata-rata normal disebut sebagai disproporsional. Pada
kasus perawakan pendek disproporsional ukuran rasio segmen tubuh atas dan bawah
menandakan suatu displasia tulang/skeletal.
Ukuran US yang terlalu pendek dibanding LS dapat ditemukan pada kasus skoliosis
dan kelainan tulang vertebra. Pada kasus dengan LS yang jauh lebih panjang dari
pada US jika disertai rentang lengan diatas normal dapat ditemukan pada sindrom
Marfan (ditandai ukuran ekstremitas sangat panjang).

34
3. Rentang lengan
Langkah urutan yang harus dikerjakan saat pengukuran rentang lengan :
a. Pasien berdiri merapat pada tembok datar, lengan direntangkan sejauh mungkin, sehingga
membentuk sudut 90 dengan aksila
b. Ukurlah jarak antara kedua ujung distal falang jari tengah
Normal untuk anak laki < 10 th & anak perempuan < 11/14 th , rentang lengan lebih
pendek dari tinggi badannya, normal dewasa rentang lengan lebih panjang yaitu pada
laki-laki 5.3 cm, dan wanita 1.2 cm lebih panjang dari tinggi badannya. Pada kasus
sindrom Marfan ukuran rentang lengan sangat panjang.

4. Ukuran panjang lengan atas atau ukuran bahu siku (SE)


Batang meteran ditempatkan pada bahu tengah ke ujung distal humerus dengan siku
membentuk sudut 90 dan lengan atas disamping lateral dada
0

5. Ukuran panjang lengan bawah atau siku metakarpal (EMC)


Batang meteran mulai dariujung siku ke ujung distal metakarpal ketiga dengan jari
tangan menggenggam. Normal rasio SE/EMC = 1, < 0, 98 disebut rhizomelia

Marfan syndrome tall and thin build, disproportionately long arms and legs, and
kyphoscoliosis.Marfan syndromejari-jari sangat panjang dan lentur

35
GIGANTISM

VII. GENITALIA EXTERNA :

identifikasi bagian-bagian genitalia externa normal, pengukuran penis


Perkembangan genitalia externa
sangat dipengaruhi oleh hormon sex laki-laki
(androgen, testosteron).
Genitalia laki-laki normal terdiri dari
: penis, skrotum kanan-kiri, teraba testis
dalam kedua skrotum, terdapat lubang
urethra externa .
Genitalia externa wanita normal
terdiri dari: klitoris, dibawahnya terdapat
lubang urethra externa,dibawahnya lagi
terdapat liang vagina yang dilindungi oleh
kedua labia kanan dan kiri, yaitu labia
mayora bagian luar yang menutupi labia
minora.

Gambar 3. Diferensiasi genitalia eksterna


laki-laki dan perempuan dari primordial
bipotensial.

Pengukuran panjang penis dapat menggunakan lidi kapas dan penggaris, untuk volume testis
menggunakan orchidometer. (gambar disamping)

36
Cara mengukur panjang penis dengan menggunakan lidi kapas dan menggaris:
● rabalah pangkal penis singkirkan lemak sekitarnya hingga alat ukur diusahakan
menyentuh dinding abdomen, (bisa menggunakan lidi yang kedua ujungnya dililit
kapa)
● ukurlah jarak antara ujung yang menempel dinding abdomen sampai ujung glans penis,
berilah tanda
● kemudian ukur jarak lidi kapas yang sudah ditandai dengan penggaris sebagai panjang
penis
cara mengukur volume testis
Pada laki-laki perlu diperiksa kondisi testis
dengan meraba skrotum untuk mencari ada
tidaknya testis yang berbentuk oval pada skrotum
kanan & kiri, ukurlah sebisanya diameter
terpanjang dan terpendek dan bandingka
volumenya dengan orchidometri
Bayi aterm normal rata-rata panjang penis
3.5 cm, atau 2.8 cm - 4.2 cm, dan kedua
skrotumya teraba testis. Kriteria mikropenis
adalah panjang penis (a stretched penile length) <
2 SD rata-rata normal sesuai umur. Bila panjang
penis bayi aterm < 2.5 cm (< 2SD) perlu
dievaluasi sebagai mikropenis. Bila ditemukan
mikropenis atau tidak terabanya tetstis dalam
skrotum atau tidak sempurnanya penyatuan
kedua bagian skrotum bayi maka curiga suatu
kelainan genitalia externa bisa suatu
hipogonadism atau ambiguous genitalia (jenis kelamin yang meragukan).
Deferensiasi normal genitalia externa

Diferensiasi normal dan abnormal sinus urogenital dan genitalia eksterna. Diagram
anatomi laki-laki dan wanita normal mengapit suatu seri dari berbagai tingkat virilisasi wanita
yang dinilai dengan skala Prader. Uterus tetap ada pada wanita yang mengalami virilisasi
bahkan ketika genitalia eksterna mempunyai penampilan laki-laki sempurna (Prader derajat 5).

37
Berbagai derajad maturasi deferensiasi genitalia externa menurut Skala Prader

Berbagai derajad maturasi deferensiasi genitalia externa menurut Skala Prader

AMBIGUOUS GENITALIA (kelamin meragukan)


Defek genitalia luar bawaan sejak lahir yang tidak menampilkan ciri tipikal/karakteristik pada
salah satu jenis kelamin tertentu.
Tipikal ambigus genitalia pada kromosom sex wanita (XX) :
● Pembesaran klitoris menyerupai penis kecil
● Urin keluar dari lubang sepanjang, atas atau bawah dari permukaan klitoris
● Apabila labia bersatu menyerupai skrotum
● Bayi sering disebut sebagai bayi laki-laki tanpa testis (undescended testicles)
● Adanya penyatuan labium kadang teraba menyerupai testis
Tipikal ambigus genitalia pada kromosom sex laki-laki (XY) :
● Mikropenis (< 2-3 cm) menyerupai pembesaran klitoris
● Lubang uretra externa bias disepanjang, atas atau bawah penis
● Skrotum kecil dengan derajad pemisahan labium ringan sampai berat
● Umumnya disertai undescended testicles (testis tidak turun =testis tidak teraba dalam
skrotum)
Penyebab umum :
1. Pseudohermaphrodit
2. Mixed gonadal dysgenesis
3. Congenital adrenal hyperplasia
4. Klinefelter syndrome, Turner Syndrome
5. kegagalan reseptor testosterone
6. kegagalan produksi hormone
7. terapi steroid andogenik pada ibu hamil

38
FENOTIP HIPOGONADISM

Gambar mikropenis pada bayi laki-laki dan hipogonadysm pada turner

Berbagai fenotip genitalia externa pada hiperplasia adrenal kongenital bayi


wanita

A . bayi 2 mg: phallus besar, di batasi chorde, bentuk corong sinus urogenital
B. 4 th : klitoromegali, fusi labioskrotal
C. 45 bln pseudohemaproditism

Congenital adrenal hyperplasia. (HAK) yaitu 46 XX wanita dengan virilisasi ringan,


Defisiensi 21-hydroxylase ,Klitoromegali (klitoris membesar),penyatuan labial-
skrotal, Salt wasting (+) (hiponatremia).

39
SURFACE ANATOMI NORMAL

KELOPAK MATA

DAUN TELINGA

40
RONGGA MULUT

EMBRIOLOGI WAJAH

41
CRANIUM NEONATUS

42
43
KELAINAN PENUTUPAN SUTURA

44
KELAINAN PENUTUPAN SUTURA

ALAT DAN BAHAN


1. Manekin anak / bayi
2. Metline
3. Penggaris kaku
4. Penggaris kayu
5. Timbangan injak / timbangan bayi
6. Pengukur tinggi badan

45
SKENARIO
Seorang ibu datang ke poli tumbuh kembang membawa anaknya yang berusia 2 tahun dengan
keluhan belum bisa berjalan. Berikut ini merupakan beberapa foto yang menunjukkan kondisi
anak tersebut.

46
TUGAS:
Identifikasi malformasi yang di temukan pada pasien tersebut? Praktekkan pada manekin
dan tuliskan temuan anda dalam check list berikut !
Nilai
No Aspek ketrampilan dan medis yang dilakukan
0 1 2
1.
Persiapan pemeriksaan
. Informed consent
a. Meminta penderita untuk membuka baju seperlunya
Langkah-Langkah Pemeriksaan
2. Antropometri
. Berat badan
a. Tinggi badan
b. Tinggi duduk
c. Pengukuran US/LS
.3. Pemeriksaan Kepala
. Bentuk kepala
a. Ubun-ubun
b. Lingkar kepala
4. Pemeriksaan Wajah
. Alis
a. Periokuler
b. Palpebral fissure
c. Kelainan mata lain
d. Hidung
e. Perioral
f. Oral cavity
g. Telinga
5. Leher
6. Dada
7. Ekstremitas
. Jari-jari tangan
a. Jari-jari kaki
b. Rajah tangan
8 Genitalia externa
9 Aspek komunikasi
. Mampu membina hubungan baik dengan pasien secara verbal non
verbal (ramah, terbuka, kontak mata, salam, memperkenalkan diri, empati dan
hubungan komunikasi dua arah, respon).
a. Menyampaikan hasil pemeriksaan dengan bahasa yang mudah
dipahami pasien.
b. Mengucapkan terimakasih
10 Profesionalisme
. Melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati dan teliti sehingga
tidak membahayakan pasien dan diri sendiri
a. Memperhatikan kenyamanan pasien
b. Melakukan tindakan sesuai prioritas
c. Menunjukan rasa hormat kepada pasien
Jumlah

47
2. Pengelolaan Pasien
Obesitas

48
2. Pengelolaan Pasien Obesitas
Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Waktu : 200 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis penilaian status obesitas
2. Melakukan pemeriksaan fisik penilaian status obesitas
3. Menegakkan diagnosis obesitas
4. Memberikan tatalaksana non-farmakologi pada pasien dengan obesitas
5. Membuat mealplan dan memberikan edukasi pada pasien obesitas
6. Melakukan tindakan secara professional

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu 200 menit
praktikum
Panduan Tutor 1. Instruktur menerangkan tentang obesitas (penilaian status obesitas dan
prinsip manajemen obesitas)
2. Instruktur membagi mahasiswa menjadi 3 kelompok
3. Instruktur menyampaikan tugas mahasiswa untuk mendiskusikan
skenario dan berlatih menilai obesitas, melakukan perencanaan
manajemen berat badan, serta melakukan edukasi
4. Instruktur melakukan penilaian terhadap penampilan setiap mahasiswa
Tugas Mahasiswa 1. Sebelum pertemuan, mahasiswa membaca buku petunjuk skills lab dan
referensi lainnya pengelolaan pasien obesitas
2. Memperhatikan penjelasan dari instruktur terkait cara/teknikpenilaian dan
cara edukasi manajemen obesitas
3. Berdiskusi dalam kelompok kecil (dibagi menjadii 3 kelompok kecil) dan
berlatih mengenai penilaian dan edukasi (membuat perencanaan penurunan
berat badan) pada kasus obesitas
4. Mempraktekkan cara/teknik penilaian dan cara edukasi manajemen obesitas

C. DASAR TEORI
I. Obesitas
Obesitas adalah bertambahnya berat badan melebihi rentang normal IMT yang ditandai
dengan akumulasi lemak di dalam tubuh. Obesitas berbeda dengan keadaan kelebihan
berat badan yang sering dijumpai di antara para atlet olahraga beban atau pada orang-
orang tertentu dengan kerangka tubuh yang besar. Obesitas yang morbid akan disertai
dengan peningkatan prevalensi berbagai penyakit, seperti diabetes, stroke, & jenis-jenis
kanker tertentu.
Etiologi
Penyebab obesitas adalah multifaktor, antara lain:
1. Genetik
2. Lingkungan
3. Psikologi

49
4. Fisiologi
Dasar: konsumsi kalori (intake) yang berlebihan dibandingkan dengan energi yang
dikeluarkan (expenditure)
Hal-hal yang diperhatikan: Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap obesitas
Temuan (anamnesis) yang bermakna, antara lain:
 Zat gizi yang biasa dimakan, meliputi:
o kebiasaan makan dan jajan
o jenis & jumlah makanan yang biasa & jarang dikonsumsi di setiap waktu
makan
o metode penyiapan makanan (digoreng, ditumis, dll)
o minuman ringan (termasuk alkohol)
 Kondisi di mana makan terjadi, meliputi:
o waktu makan utama & camilan
o dengan siapa (sendirian, keluarga, teman, dll)
o di mana dan kapan (di meja makan, sambil nonton TV, ketika belajar, dll)
o perasaan yang mempengaruhi makan (kesepian, bosan, depresi, dll)
Penyimpanan catatan (lihat lampiran) dari makanan membantu seseorang
mengetahui kondisi yang mempengaruhi makan.
 Tingkat aktivitas, meliputi:
o ada/tidak jadwal olahraga yang teratur (jenis, frekuensi, lamanya, dan
intentitas)
o lama & intensitas aktivitas fisik yang biasa dilakukan pada jam kerja atau di
luar jam kerja (aktivitas yang diperlukan selama kerja, sekolah, tugas rumah
tangga, atau hobi, dll)
o lama tidur siang & malam

II. PROSEDUR
1. Penilaian obesitas
Dengan data BMI (Body Mass Index) atau IMT (Indeks Massa Tubuh), dapat
diklasifikasikan overweight & obesitas menurut WHO seperti pada Tabel 1. Namun,
suatu penelitian meta-analisis pada berbagai etnis menunjukkan bahwa pada kadar
lemak tubuh, umur, dan jenis kelamin yang sama; orang China, Indonesia, dan
Thailand mempunyai BMI 1.9, 3.2, 2.9 kg/m2 lebih rendah dibanding Kaukasian. Hal
ini menunjukkan bahwa cut-off point BMI untuk obesitas pada populasi tertentu perlu
untuk dikembangkan. Untuk kawasan Asia- Pasifik kini mulai dikembangkan kriteria
overweight & obesitas seperti pada Tabel 2.
Tabel 1. Klasifikasi WHO
Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight < 18.5
Normal range 18.5 – 24.9
Overweight > 25
Pre-obese 25.0 – 29.9
Obese class I 30.0 – 34.9
Obese class II 35.0 – 39.9
Obese class III > 40

50
Tabel 2. Klasifikasi overweight & obesitas berdasarkan BMI, waist
circumference

2. Lingkar perut pada obesitas sentral


Obesitas sentral dapat dinilai memakai beberapa cara. Cara yang paling baik
adalah memakai compared tomography (CT) atau magnetic resonance imaging
(MRI), tetapi kedua cara ini mahal harganya dan jarang digunakan untuk menilai
keadaan ini. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut dan lingkar pinggul (WHR,
Waist-Hip Ratio) merupakan alternatif klinis yang lebih praktis. Lingkar perut dan
rasio lingkar perut dengan lingkar pinggul berhubungan dengan besarnya risiko untuk
terjadinya gangguan kesehatan.
Lingkar perut menggambarkan lemak tubuh dan di antaranya tidak termasuk
sebagian besar berat tulang (kecuali tulang belakang) atau massa otot yang besar yang
mungkin akan bervariasi dan mempengaruhi basil pengukuran. Ukuran lingkar perut
ini berkorelasi baik dengan rasio lingkar perut dan pinggul (WHR) baik pada laki-laki
maupun perempuan serta dapat memperkirakan luasnya obesitas abdominal yang
tampaknya sudah mendekati deposisi lemak abdominal bagian viseral. Lingkar perut
juga berkorelasi baik dengan IMT laki-lakidan perempuan: r = 0,89, P<0,001).
Pada tahun 1995 penelitian di Belanda mendapatkan bahwa lingkar perut > 102
cm pada laki-laki dan > 88 cm pada perempuan berhubungan dengan peningkatan
substansial risiko obesitas dan kumplikasi metabolik. Sedangkan Asia Pasifik
memakai ukuran lingkar perut laki-laki 90 cm dan perempuan 80 cm sebagai
batasan.
Walaupun IMT < 25 kg/m2, obesitas sentral dapat saja terjadi, sehingga
penyesuaian IMT pada keadaan obesitas sentral perlu diperhatikan, terutama bila IMT
di antara 22–29 kg/m2. Lingkar perut dikatakan mempunyai korelasi yang tinggi
dengan jumlah lemak intra abdominal dan lemak total dan telah digunakan baik secara
mandiri atau bersama-sama tebal kulit subkutan untuk mengembangkan suatu korelasi
regresi untuk mengoreksi massa lemak intra abdominal. Ekuasi ini telah divalidasi
dalam sebuah penelitian yang besar jumlahnya di negeri Belanda. Ekuasi dengan
menggunakan lingkar perut saja disesuaikan untuk umur menunjukkan prediksi lemak
tubuh yang baik pada spesimen subyek orang Belanda (r 2=78%) dengan kesalahan

51
yang sama dalam prediksi seperti penelitian lainnya.

3. Penatalaksanaan obesitas
1. Diet: Rendah Kalori Gizi Seimbang
2. Psikoterapi
3. Perubahan perilaku
4. Latihan fisik
5. Obat-obatan
6. Pembedahan
7. Akupunktur
4. Weight-management program
 Merupakan program yang personal dan harus disertai dengan motivasi yang
kuat, dan dukungan dari keluarga atau orang-orang terdekat.
 Prinsip: mengurangi asupan kalori dan meningkatkan pengeluaran energi
 Tujuan yang rasional: 0,5 – 1 kgBB/minggu
 Kalori diturunkan sesuai kebutuhan
Penurunan 500 Kal/hr untuk menurunkan 0,5 kgBB/minggu
 Nutrisi adekuat; dengan komposisi:
o Karbohidrat 50 – 55%
o Protein 15 – 25%
o Lemak 20 – 25%
o Kaya serat
Hasil penurunan BB dengan mengurangi asupan energi dan peningkatan aktivitas fisik
jarang bertahan lama karena berat badan akan naik kembali setelah program selesai,
karena kembali ke pola makan semula dan aktivitas fisik berkurang kembali.
Sebaliknya, hasil penurunan BB akan lebih lestari bila disertai dengan upaya
mengubah perilaku makan dan aktivitas fisik, sehingga perlu diketahui aktivitas
makan & perilaku sebelumnya.
5. Edukasi obesitas
Edukasi yang dapat diberikan untuk mencegah atau menurunkan obesitas meliputi
penurunan asupan kalori (modifikasi diet) dan peningkatan pengeluaran kalori. Pasien
ditekankan untuk bisa mengubah gaya hidup karena program penurunan berat badan
tidak bisa secara instan dan membutuhkan motivasi dan kedisiplinan.
Pengaturan asupan kalori bisa menggunakan perhitungan kalori (seperti Skill Terapi
Gizi Medis pada Pasien DM atau dengan menghitung 25-30 kkal dikalikan BB ideal).
BB ideal dihitung berdasarkan rumus Brocca:
BBI (kg) = (TB dalam cm – 100) x 0,9
(untuk laki-laki dengan TB <160 cm atau perempuan TB < 150 cm tidak perlu
dikalikan 0,9).
Apabila BBI jauh di bawah BB aktual, sehingga dikhawatirkan compliance pasien
rendah, perhitungan dapat dikalikan dengan menggunakan BB adjusted, yang terletak
di antara BB ideal dan aktual, sambil dicek kembali hasil perhitungan BMI untuk BB
yang digunakan.
Kemudian mengatur diet pasien (bisa memilih bahan makanan dan penukarnya seperti
pada Lampiran). Aktifitas fisik disarankan untuk berolahraga secara teratur, minimal
150 menit per minggu, dengan intensitas sedang, durasi masing-masing minimal 30
menit. Macam-macam olahraga dan kalori yang dikeluarkan bisa dilihat pada
Lampiran.
Contoh strategi untuk mengurangi porsi makan utama:

52
 Cuci tangan sebelum makan
 Ambil makanan dengan jumlah yang sesuai
 Tata makanan ke arah lebar piring
 Jauhi meja makan
 Baca doa sebelum makan
 Jangan disertai dengan aktivitas lain
 Porsi suapan keci, mengunyah dengan santai
 Suapan berikutnya setelah mulut kosong
 Hentikan makan sebelum kenyang
 Akhiri makan dengan minum, doa, dan cuci tangan.
Contoh strategi untuk mengurangi cemilan:
 Makan sesuatu harus sesuai jadwal
 Simpan cemilan di tempat yang agak tersembunyi dan sulit dijangkau
 Belanja sesuai kebutuhan dan bawa uang pas
 Minta dukungan orang lain
Contoh strategi untuk meningkatkan pengeluaran energi pada kegiatan sehari-hari:
 Kurangi menyuruh orang lain
 Berkebun, membersihkan daun, memotong rumput
 Tingkatkan kegiatan rumah tangga, misal mencuci piring, membersihkan
lantai, dll
 Parkir kendaraan di tempat yang cukup jauh dari tujuan
 Gunakan tangga daripada lift/eskalator
 Stel TV tanpa remote
 Tingkatkan kebiasaan berolah raga
III. ALAT
1. Alat pengukur tinggi badan
2. Alat pengukur berat badan
3. Tali pengukur
4. Alat tulis
5. Kalkulator atau aplikasi BMI calculator
6. Meja & kursi pemeriksaan

D. DAFTAR PUSTAKA
Hartono, A. 1999. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit: Diagnosis, konseling, dan preskripsi.
Penerbitan Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Instalasi Gizi Perjan RSCM & Asosiasi Dietisien Indonesia. 2007. Penuntun Diet edisi baru,
editor: Sunita Almatsier. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Umum Pengendalian Obesitas. Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengengendalian Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkunga, Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Moore, M.C. 1997. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi, edisi II. Alih bahasa, Oswari,
LD.; editor: Melfiawati S. Penerbit Hipokrates, Jakarta.
Semlitsch et al. 2019. Management of overweight and obesity in primary care—A systematic
overview of international evidence‐based guidelines. Obesity Reviews;20:1218–1230.
Sidartawan Sugondo. Obesitas, dalam Buku Ajar Penyakit Dalam FKUI Jilid III edisi IV
halaman 1941-1947.
Whitney E, Rolfes SR. 2008. Energy Balance and Body Composition, in Understanding
Nutrition 11th ed. Int’l student ed. Thomson Learning Inc., USA.
Williams SR, Schlenker ED. 2003. Appendix: Expenditure Table, in Essentials of Nutrition
& Diet Therapy 8th ed. Mosby. USA.

53
Wiramihardja, K.K. 2004. Behavior Modification in Nutrition and Physical Activity to
Support Weight Reduction Program dalam Buku Abstrak Konas III PDGMI, Simposium
Ilmiah Gizi Medik, Bandung.

E. SKENARIO
Seorang mahasiswi, sebut saja Ana, berusia 21 tahun ingin menurunkan berat badannya.
Dari anamnesa didapatkan bahwa ia seorang anak tunggal dari keluarga menengah ke atas,
tinggal di pusat kota metropolitan. Kedua orang tua bekerja mengelola perusahaan tekstil.
Tidak satu pun dari orang tuanya yang nampak gemuk. Pola makan Ana cukup teratur 3
kali sehari, dengan diselingi makan snack atau camilan. Jika sedang berada di luar rumah,
baik dengan orang tua maupun dengan teman-temannya, Ana selalu makan di restoran.
Apabila dia merasa sepi atau sedih, pola makannya bisa meningkat, terutama es krim,
coklat, atau kripik kentang kegemarannya. Menurut pengakuan Ana, dulunya dia cukup
langsing dan mulai bertambah gemuk sejak lulus SMA 3 tahun yang lalu. Kegiatan sehari-
hari berkuliah diantar sopir pulang pergi. Di rumah ada beberapa pembantu, jadi Ana
hampir tidak pernah melakukan kegiatan olah raga. Tidak seperti ketika di SMA dimana
Ana aktif ikut kegiatan OSIS, kini selama kuliah dia tidak mengikuti kegiatan di luar
jadwal kuliahnya. Olahraga juga tidak pernah dilakukan dengan alasan sulit membagi
waktu antara olahraga, jadwal kuliah & belajar. Keluhan kesehatan lain tidak ada, Ana
hanya merasa gemuk dan ingin menurunkan berat badannya sekitar 10 kg dalam 1 bulan.
Data antropometri Ana: TB 155 cm, BB 72 kg, lingkar perut 84 cm.
Tugas mahasiswa:
1. Melakukan latihan anamnesa berdasar pada kasus di atas. (catatan: jawaban
anamnesa dapat dikembangkan)
2. Menghitung BMI Ana dan menginterpretasikan hasilnya
3. Menghitung kebutuhan kalori
4. Menyusun mealplan
5. Melakukan edukasi berkaitan dengan pola makan atau aktivitas fisiknya
6. Mendiskusikan keinginan Ana dalam menurunkan BBnya selama 1 bulan sebesar
10 kg.

54
F. CHECK LIST
No Aspek ketrampilan dan medis yang dilakukan Nilai
0 1 2 3
Melakukan anamnesis (skenario)
1 a. Makanan/minuman yang biasa dikonsumsi
b. Kondisi dimana makan terjadi
c. Tingkat aktivitas
Melakukan penilaian obesitas
a. Menghitung BMI (skenario dan diri sendiri)
2 b. Mengukur lingkar perut (diri sendiri)
c. Mengukur lingkar pinggul (diri sendiri)
d. Menghitung WHR (diri sendiri)
e. Mengklasifikasikan status gizi (seknario & diri sendiri)

3 Menghitung kebutuhan energi dan menyusun mealplan


Melakukan edukasi (skenario)
a. Weight management program
4 b. Mengurangi intake
c. Meningkatkan expenditure
5 Menyusun meal plan (untuk diri sendiri)
- Hitung kebutuhan kalori dulu sebelumnya
Total

55
Sumber: Whitney E, Rolfes SR. 2008

56
Dikutip dari Whitney E, Rolfes SR. 2008

57
Dikutip dari Wiramihardja, K.K. 2004

58
Dikutip dari Instalasi Gizi Perjan RSCM & Asosiasi Dietisien Indonesia 2007

59
Keterangan:
1. Anjuran ini berlaku untuk orang sehat dengan aktivitas kerja sedang.
2. Bahan makanan yang tertera, dapat ditukar dengan bahan makanan lain dari golongan
yang sama, sesuai dengan satuan penukar.
3. 100 gram nasi berasal dari 50 gram beras
4. Lauk, sayuran, dan buah diukur dalam keadaan mentah

60
Contoh pembagian porsi dan frekuensi makan

61
DAFTAR BAHAN MAKANAN PENUKAR I

Ukuran Rumah Tangga (urt)


Arti singkatan:
bh : buah sdg : sedang
bj : biji bsr : besar
btg : batang ptg : potong
btr : butir sdm : sendok makan
bks : bungkus sdt : sendok teh
pk : pak gls : gelas
kcl : kecil ckr : cangkir
Berikut ini adalah persamaan antara ukuran rumah tangga dengan rata-rata berat:
1 sdm gula pasir : 10 g
1 sdm susu bubuk : 5g
1 sdm tepung beras, tepung sagu : 6g
1 sdm tepung terigu, maizena, hunkwe : 5g
1 sdm margarin, mentega, minyak goreng : 10 g
1 sdm kacang-kacangan kering : 10 g
(kacang tanah, kacang kedelai, kacang tolo, kacang hijau, dll.)

1 gls nasi : 140 g atau 70 g beras


1 ptg pepaya 5 x 15 cm : 100 g
1 bh pisang 3 x 15 cm : 75 g
1 ptg tempe sdg 4 x 6 x 1 cm : 25 g
1 ptg daging sedang 6 x 5 x 2 cm : 50 g
1 ptg ikan sdg 6 x 5 x 4 cm : 50 g
1 bj tahu bsr 6 x 6 x 2 ½ cm : 100 g
1 sdm = 3 sdt = 10 ml
1 gls = 24 sdm = 240 ml
1 ckr = 1 gls = 240 ml

62
Berikut adalah 7 golongan bahan makanan. Bahan makanan pada tiap golongan,
dalam jumlah yang dinyatakan dalam daftar bernilai sama. Oleh karenanya, satu sama
lain dapat saling menukar dan disebut satu satuan penukar.

Golongan I: BAHAN MAKANAN SUMBER HIDRAT ARANG


Satu satuan penukar mengandung: 175 kkalori, 4 gram protein, 40 gram hidrat arang

Golongan II: BAHAN MAKANAN SUMBER PROTEIN HEWANI


Satu satuan penukar mengandung: 95 kkalori, 10 gram protein, 6 gram lemak

63
Golongan III: BAHAN MAKANAN SUMBER PROTEIN NABATI
Satu satuan penukar mengandung: 80 kkalori, 6 gram protein, 3 gram lemak, 8 gram
hidrat arang

Golongan IV: SAYURAN


Sayuran kelompok A, mengandung sedikit sekali energi, protein, dan hidrat arang. Sayuran
ini boleh dipergunakan sekehendak tanpa memperhitungkan banyaknya.

Sayuran kelompok B, dalam satu satuan penukar mengandung: 50 kkalori, 3 gram


protein, dan 10 gram hidrat arang. Satu satuan penukar = 100 gram sayuran mentah
dalam keadaan bersih = 1 gelas setelah direbus dan ditiriskan.

64
Golongan V: BUAH – BUAHAN
Satu satuan penukar mengandung: 40 kkalori, 10 gram hidrat arang.

Golongan VI: SUSU


Satu satuan penukar mengandung: 130 kkalori, 7 gram protein, 9 gram hidrat arang, 7
gram lemak.

Golongan VII: MINYAK


Satu satuan penukar mengandung: 45 kkalori, 5 gram lemak

65
DAFTAR BAHAN MAKANAN PENUKAR II

Ukuran Rumah Tangga (urt)


Untuk memudahkan penggunaan, daftar makanan dalam daftar ini selain dalam ukuran
gram, juga dinyatakan dalam alat ukuran yang lazim terdapat dalam rumah tangga
(urt). Cara ini terbukti cukup teliti dan praktis dalam penyusunan diet. Di bawah ini
dicantumkan keterangan singkatan ukuran rumah tangga.
bh = buah g = gram
bj = biji kcl = kecil
btg = batang ptg = potong
btr = butir sdg = sedang
bsr = besar sdm = sendok makan
gls = gelas (240 ml) sdt = sendok teh

Bahan makanan pada tiap golongan dalam jmlah yang dinyatakan pada daftar, bernilai
gizi hamper sama, oleh karena itu satu sama lain dapat saling menukar. Untuk
singkatnya disebut dengan istilah 1 satuan penukar.

GOLONGAN I
SUMBER
KARBOHIDRAT
1 satuan penukar mengandung: 175 kkalori, 4 g protein, 40 g karbohidrat

66
GOLONGAN II
SUMBER PROTEIN HEWANI

1. Rendah Lemak

1 satuan penukar mengandung: 50 kkalori, 7 g protein, 2 g lemak

2. Lemak Sedang
1 satuan penukar mengandung: 75 kkalori, 7 g protein, 5 g lemak

67
3. Tinggi Lemak
1 satuan penukar mengandung: 150 kkalori, 7 g protein, 5 g lemak

GOLONGAN III
SUMBER PROTEIN NABATI
1 satuan penukar mengandung: 75 kkalori, 5 g protein, 3 g lemak, 7 g karbohidrat

GOLONGAN IV
SAYURAN

Sayuran A

Bebas dimakan. Kandungan energi dapat diabaikan.


baligo lobak
gambas (oyong) slada air
jamur kuping segar slada
ketimun tomat
labu air

68
Sayuran B
1 satuan penukar – 1 gls (100 g) mengandung: 25 kkalori, 1 g protein, 5 g
karbohidrat.
bayam kangkung
bit kucai
buncis kacang panjang
brokoli kecipir
caisim labu siam
daun pukis labu waluh
daun wuluh pare
genjer papaya muda
jagung muda rebung
jantung pisang sawi
kol tauge kacang hijau
kembang kol terong
kapri muda wortel

Sayuran C
1 satuan penukar – 1 gls (100 g) mengandung: 50 kkalori, 3 g protein,
10 g karbohidrat.
bayam merah kacang kapri
daun katuk kluwih
daun melinjo melinjo
daun papaya nangka muda
daun singkong tauge kacang kedelai
daun tales

69
GOLONGAN V
BUAH DAN
GULA
1 satuan penukar mengandung: 50 kkalori, 12 g karbohidrat.

70
GOLONGAN
VI SUSU

1. Susu Tanpa Lemak


1 satuan penukar mengandung: 75 kkalori, 7 g protein, 10 g karbohidrat

2. Susu Rendah Lemak


1 satuan penukar mengandung: 125 kkalori, 7 g protein, 6 g lemak,
10 g karbohidrat

3. Susu Tinggi Lemak


1 satuan penukar mengandung: 150 kkalori, 7 g protein, 10 g lemak
10 g karbohidrat

71
GOLONGAN VII
MINYAK
1 satuan penukar mengandung: 50 kkalori, 5 g lemak
Lemak Tidak Jenuh

Lemak Jenuh

GOLONGAN VIII
MAKANAN TANPA ENERGI
agar-agar gula alternatif: aspartame, sakarin
air kaldu kecap
air mineral kopi
cuka teh
gelatin

Keterangan:
Daftar yang lengkap dapat dibaca pada buku kecil Daftar Bahan Makanan Penukar> Petunjuk
Praktis Sistemik Lengkap untuk Perencanaan Makan. Oleh Kartini S, Sarwono W, Slamet S,
Roza R. 1997. Subbag Metabolik - Endokrin RSCM/FKUI & Instalasi Gizi RSCM

72
Expenditure Table

73
74
74
74
3. Manajemen Laktasi
Pada Ibu Hamil dan
Menyusui

75
3. Manajemen Laktasi Pada Ibu Hamil dan Menyusui

Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Waktu : 200 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan dapat :
 Memberikan edukasi tentang manajemen laktasi kepada Ibu hamil atau menyusui
 Memperagakan tehnik edukasi manajemen laktasi kepada Ibu hamil atau
menyusui

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu Skill 200 menit daring

Tugas Instruktur 1. Instruktur memberikan pretest terkait materi


2. Instruktur menerangkan materi terkait edukasi manajemen laktasi
3. Instruktur melakukan penilaian terhadap penampilan setiap
mahasiswa dalam melakukan edukasi manajemen laktasi. Penilaian
menggunakan I-Class
4. Instruktur memberikan feedback terkait performa mahasiswa saat
melakukan konseling laktasi
Tugas Mahasiswa 1. Sebelum pertemuan, mahasiswa membaca buku petunjuk skills lab
tentang konseling laktasi
2. Memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh instruktur terkait
materi manajemen laktasi
3. Memperagakan konseling laktasi secara berpasangan dan
bergantian sebagai dokter & pasien

C. DASAR TEORI
BERKOMUNIKASI DENGAN IBU TENTANG ASI/MENYUSUI
Dalam menghadapi ibu yang mengalami masalah dalam menyusui, maka ibu yang
mempunyai pengalaman berhasil menyusui sendiri dapat menjadi seorang petugas
kesehatan yang paling baik. Ibu tersebut lebih dari siapapun, akan :
 Dapat merasakan keuntungannya karena dapat menyusui secara berhasil,
bagaimana ringannya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli susu.
 Dapat memperagakan bagaimana mengatasi masalah-masalah sewaktu menyusui
bayinya, seperti puting susu lecet, mastitis, sindroma ASI kurang, bingung puting,
bayi rewel, dll.
 Dapat merasakan perkembangan bayinya yang sangat memuaskan.
 Dapat merasakan jarangnya anak sakit, seperti diare, Infeksi Saluran Pemapasan

76
Akut (ISPA), dibandingkan dengan anaknya yang lain atau bayi lain yang tidak
mendapat ASI.
Jadi keberhasilan menyusui dan mengatasi masalah sewaktu menyusui benar-benar
tergantung pada kesanggupan ibu melakukan upaya-upaya mengatasi masalah dan
melakukan tindakan-tindakan yang benar dalam mengatasi setiap masalah.
Agar ibu dapat mengatasi masalah menyusui secara benar, dokter/petugas kesehatan
harus mengetahui cara bercakap-cakap dengan ibu tentang menyusui dan masalahnya,
serta mengajarkan ibu merawat bayinya di rumah. Untuk ini dibutuhkan keterampilan
dalam berkomunikasi.Kemampuan berkomunikasi dengan baik dapat menunjukkan
perbedaan antara dokter yang efektif dan yang tidak.

MASALAH-MASALAH DALAM BERKOMUNIKASI DENGAN IBU


Karena berbagai alasan, dokter/petugas kesehatan sering berkomunikasi dengan ibu
secara tidak efektif. Beberapa alasannya adalah sebagai berikut :
 Dokter/petugas gagal mendapatkan keterangan yang dihutuhkan.
 Keterangan yang diperlukan salah diartikan
 Ibu tidak mengerti petunjuk yang diberikan
 Ibu tidak sepakat dengan tindakan yang diberikan
 Ibu tidak sanggup melakukan petunjuk-petunjuk
 Petunjuk tidak lengkap
 Ibu tidak ingat apa yang harus dilakukan
Dalam kehidupan sehari-hari, dokter/petugas kesehatan jarang mempunyai waktu
yang cukup untuk bercakap-cakap dengan ibu.Bila tindakan yang diberikan salah, atau
ibu tidak dapat melakukan tindakan, maka waktu yang sedikit itu pun tidak dapat
dimanfaatkannya.
Jelaslah bahwa sudah menjadi kewajiban dokter/petugas kesehatan untuk
memberikan keterangan yang benar tentang cara-cara menghadapi ibu yang kesulitan
menyusui.Dokter/petugas kesehatan, sebagai kepala klinik/ruangan di.rumah sakit atau
tempat praktek. pribadi, harus memantau komunikasi stafnya dengan ibu. Untuk
pemantauan yang efektif komunikasi staf dengan ibu, dokter/petugas kesehatan harus
menjadi seorang komunikator yang baik. Seperti pepatah mengatakan: "Saudara tidak
dapat mengajarkan sesuatu yang tidak saudara ketahui".

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI
Masalah dalam berkomunikasi dengan ibu dapat diatasi dengan menggunakan
kemampuan berkomunikasi sederhana yang diuraikan pada bagian selanjutnya bab ini.
Dengan menggunakan keterampilan ini dokter/petugas kesehatan menjadi seorang
komuniktor yang baik dengan ibu walaupun waktu yang tersedia hanya sedikit.
Mengetahui keterampilan ini juga akan membantu memantau kegiatan berkomunikasi
asisten atau staf lain.
Berikut ini adalah petunjuk berkomunikasi yang perlu diketahui :
Cara mengajukan pertanyaan pemeriksaan :
 cara melakukan penilaian penderita dengan lebih baik
 untuk meyakinkan bahwa ibu mengerti apa yang harus dilakukan di rumah.
 cara memantau komunikasi staf dengan ibu
 bagaimana menggunakan alat peraga/contoh-contoh, agar petunjuk yang diberikan
kepada ibu menjadi lebih menarik dan lebih efektif
 cara menggunakan brosur/pamflet (poster)

77
 cara memuji (memberi penghargaan) sehingga ibu merasa yakin tentang apa yang
dilakukannya dalam merawat anak
A. Pengajuan Pertanyaan Pemeriksaan Menambah Keterampilan Dokter/Petugas
Kesehatan Dalam Berkomunikasi
Pengajuan pertanyaan pemeriksaan dapat memperbaiki komunikasi
dokter/petugas kesehatan dengan ibu secara drastis. Suatu daftar pertanyaan
memastikan hal-hal yang diketahui ibu atau membantu mencari keterangan yang lebih
Iengkap dan spesifik tentang apa yang telah diucapkan ibu. Misalnya bila ibu
mengatakan telah memberikan ASI, ajukan pertanyaan berikut :
 Apakah diberikan ASI saja, atau
 Apa lagi yang ibu berikan untuk minum?
Daftar pertanyaan pemeriksaan dapat juga berupa pertanyaan yang menyebabkan
ibu memberitahu dokter/petugas kesehatan mengenai hal yang telah dipelajarinya.
Dengan cara ini dokter/petugas kesehatan dapat mengetahui apakah ibu ingat dan
mengerti hal yang telah diajarkan kepadanya. Misalnya, setelah menerangkan kepada
ibu cara menyusui yang benar di rumah, dapat diajukan pertanyaan berikut :
 Coba perlihatkan cara menyendawakan bayinya ?
Ketika mengajukan pertanyaan pemeriksaan kepada ibu, agar diajukan pertanyaan
sedemikian rupa sehingga ibu akan menjawab lebih dari sekedar "ya" atau "tidak".
Misalnya, tidak efektif bila bertanya
 Apakah ibu mengerti tanda-tanda bahwa posisi ibu dan bayi sudah benar
waktu menyusui ?
Ibu akan menjawab "ya" walaupun ia mengerti atau tidak. la segan mengatakan
tidak ingat dan takut kelihatan bodoh.
Mengajukan pertanyaan pemeriksaan membutuhkan kesabaran. Ketika
mengajukan pertanyaan kepada ibu. Kita harus diam untuk memberikan kesempatan
kepada ibu berpikir dan renjawab. Bila ibu diam saja, harus diusahakan agar kita tidak
menjawab sendiri pertanyaan itu atau mengubah pertanyaan. Bagaimanapun, perlu
disadari bahwa ibu mungkin tabu jawabannya tetapi karena suatu alasan, lambat
menjawab, mungkin ia merasa takut memberikan jawaban salah, atau ia sungkan
untuk berbicara dengan orang yang dihormati. Itulah sebabnya kita harus menunggu
jawabannya dan mendorong ibu untuk menjawab.
Berikut ini adalah contoh kejadian yang menunjukkan daftar pertanyaan dapat
membantu dalam.memperbaiki komunikasi antara dokter/petugas kesehatan dengan
ibu.
 Bila ibu berkata, "Saya hanya memberi ASI saja", cek arti.pertanyaan itu dengan
menanyakan : "Apakah bayi sudah diberi minuman tambahan?"
 Bila ibu berkata : "Tidak, saya tidak memberikan apa-apa kepadanya", cek
kebenarannya dengan menanyakan :"Apakah ibu memberikan air jeruk? Apakah
ibu memberikan makanan? Apakah ibu memberikan cairan lain? Air tajin?"
 Jika ibu menjawab "ya", misalnya saya beri karena takut kalau hanya diberi ASI
kurang, maka tunjukkan cara-cara pengelolaan sindrom ASI kurang.
Tujuan pertanyaan-pertanyaan pemeriksaan adalah untuk membuat ibu merasa
senang mendapatkan semua keterangan yang diperlukan, sehingga ibu dapat mengerti
hal-hal yang berkenaan dengan menyusui dan untuk meyakinkan hal yang telah
diajarkan kepadanya. Selain itu dengan pertanyaan pemeriksaan ini juga dapat
digunakan untuk menggali hal-hal yang belum diketahui oleh ibu.
Memantau Keterampilan Berkomunikasi Tenaga Kesehatan
Kegunaan lain daftar pertanyaan pemeriksaan adalah untuk memantau komunikasi

78
tenaga kesehatan yang membantu dokter. Bila dokter telah mendelegasikan tanggung
jawab untuk mengajar ibu kepada seorang bidan, perawat atau ibu dari kelompok
pendukung ASI, daftar pertanyaan pemeriksaan dapat membantu untuk memantau
keberhasilan tenaga kesehatan itu mengajar.
Contoh berikut menunjukkan cara pemantauan dicapai :
Siti yang berumur 3 had mendapat ASI dan sekarang slap untuk pulang ke rumah.
Bidan telah berbicara dengan ibunya tentang apa yang harus dilakukan ibu di rumah
untuk merawatnya. Saudara, seorang dokter/petugas kesehatan, tidak melihat atau
mendengar penjelasan itu saudara hanya mempunyai sedikit waktu untuk berbicara
dengan ibunya sebelum mereka pulang. Saudara dapat menanyakan 3 atau 4
pertanyaan pemeriksaan penting tentang perawatan bayi di rumah.
 Jangan tanyakan kepada ibu :
 Apakah bidan sudah menerangkan cara menyusui yang benar? Atau
 Apakah ibu tahu kapan bayi perlu mendapat makanan tambahan, karena ibu
akan takut rnengatakan tidak tahu.
 Akan tetapi, tanyakan kepada ibu :
 Kapan bayi mulai diberi air buah ?
 Berapa lama Siti diberi ASI saja?
 Apa lagi yang akan ibu berikan kepada anak untuk dimakan ?
 Kapan ibu hams membawa kembali bayinya ?
Bila ibu dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan benar, dokter/petugas
kesehatan boleh merasa puas bahwa perawat atau staf dapat berkomunikasi dengan ibu
secara balk.

B. Penggunaan Contoh
Memberikan petunjuk yang jelas untuk ibu adalah hal,yang paling penting dalam
mernberikan pelayanan kesehatan. Langkah pertama .dalam interaksi dengan ibu
termasuk mendapatkan keterangan lengkap dan benar dari ibu untuk menilai keadaan
anak atau masalah yang sedang dihadapinya serta usaha yang telah dilakukan.
Langkah selanjutnya adalah memberikan semua keterangan yang dibutuhkan ibu
untuk mengatasi masalahnya dan meng omunikasikannya dengan jelas.
Penggunaan contoh atau petunjuk akan lebih menarik dan efektif. Contoh/petunjuk
akan lebih tepat, terutama bila contoh itu dihubungkan dengan pengetahuan dan
pengalaman ibu. Sebuah contoh mungkin sebuah objek atau situasi yang dapat
dibayangkan atau tindakan nyata yang bisa dilihat ibu ketika dokter/petugas kesehatan
berbicara.Misalnya, petugas kesehatan dapat memperlihatkan kepada ibu bagaimana
mengelola payudaranya yang mengalami mastitis sambil meminta ibu mengulangi
mengerjakan sendiri. Ibu juga diizinkan untuk memperhatikan ibu lain yang sedang
melakukan hal yang sama, sehingga memungkinkan ibu untuk melihat cara yang benar.
Dengan cara memperagakan akan teringat oleh ibu lebih lama daripada petunjuk-
petunjuk yang hanya diucapkan.
Demonstrasi (peragaan) amat berpengaruh dalam mengajarkan ibu cara, melakukan
tugasnya, mnemperlihatkan kepadanya cara melakukan tugas akan lebih efektif
daripada hanya menceritakan cara melakukannya.. Cara yang paling efektit untuk
mengajarkan ibu mengenai aturan atau keterampilan misalnya mengelola
saluran susu tersumbat adalah rnenyuruhnya memeperhatikan orang yang
sedang mengerjakan kemudian melakukan sendiri dengan bimbingan. Ketika is
mencoba melakukan tugas itu, dokter/petugas kesehatan atau stafnya dapat
memperhatikan bagian tugas yang sulit dilakukan dengan benar, dokter/petugas

79
kesehatan daat merasa yakin bahwa ibu telah mempelajarinya.
Tabel 1.Cara-cara menggunakan alat peraga/contoh
Contoh Cara Menggunakan Contoh
Memperlihatkan gambar Perlihatkan gambar seorang ibu sedang
menyusui
Menyebutkan sebuah contoh Beritahukan posisi yang benar dan
nyata (daripada hanya yangsalah, daripada hanya menyuruh
memberikannya secara umum) menyusul dengan cam yang benar
Memperagakan tugas Perklihatkan kepada ibu cara mengelola
payudara lecet / luka.
Memperlihatkan objek BH yang menopang
Bercerita Bercerita kepada ibu tentang seorang bayi yang
berat badan kurang, dan sering diare
membangkitkan perhatian ibu tentang bahaya
susu botol. Cerita boleh mengungkapkan
perubahan bayi sampai la menjadi gawat.
Menyuruh ibu melakukan sendiri Meminta ibu mengompres sendiri
payudaranya dengan air hangat dan dingin

C. Penggunaan Brosur/Pamfiet
Komunikasi juga akan bertambah baik dengan memberikan setiap ibu sebuah
brosur/pamflet yang telah dirancang untuk mereka. Brosur/pamflet harus
meringkaskan hal-hal yang penting datam merawat seorang anak yang menderita diare
di rumah.Brosur/pamflet harus berisikan kata-kata dan gambar yang menerangkan hal-
hal yang penting.
Bila sebuah brosur/pamflet sudah dibuat, brosur/pamflet harus diperlifiatt an
kepada ibu untuk menguji apakah mereka mengerti pesan yang disampaikan melalui
brosur/pamflet itu. Contoh brosur/pamfiet misalnya cara menyusui yang benar, cara
menyendawakan bayi. Bila di tempat saudara pada saat ini belum ada brosur atau sukar
mendapatkannya, kembangkan sendiri brosur/pamflet tersebut oleh saudarasehingga
ibu di tempat saudara akan mengerti.
Menggunakan brosur/pamflet sambil memberikan petunjuk-petunjuk kepada ibu
adalah cara yang balk dan harus menggunakan contoh. Menunjukkan pada kata-kata
dan gambarnya sambil dokter/petugas kesehatan berbicara akan menolong
memusatkan perhatian ibu tebih baik daripada hanya dengan kata-kata saja. Juga, ibu
boleh membawa brosur/pamflet pulang agar membantu memperkuat apa yang telah
dipelajarinya.
Berikut ini .adalah alasan-alasan mengapa sebuah brosur/pamfiet dapat merupakan
alat komunikasi yang berguna :
 Dengan melihat brosur/pamflet akan mengingatkan dokter/petugas
kesehatan atau stafnya tentang hal-hal utama yang harus dicakup dalam
memberikan informasi sehingga tidak adayang terlupakan. Bila hal -hal
penting terlupakan tanpa sengaja atau karena waktu terlalu pendek, ibu
masih akan mengetahui pesan itu ketika ia melihat kembali brosur/pamflet
itu di rumah.
 Walaupun ibu tidak berpendidikan akan dapat memperoleh manfaat dari
brosur/pamflet dengan memperthatikan gambar dan meminta anggota
keluarga atau tetangga yang dapat membaca informasi yang tertulis.
 Karena ibu menyimpan brosur/pamflet, suatu saat bila menemui masalah

80
menyusui, ibu akan kembali memperhatikan brosur/pamflet dan
menyegarkan ingatannya tentang apa yang hares dilakukan.
 Ibu mungkin akan memperlihatkan brosur/pamflet kepada anggota
keluarga atau tetangga, sehingga lebih banyak orang akan belajar tentang
isi pesan-pesan itu. Ibu akan berterima kasih diberi sesuatu selama
kunjungan itu
 Brosur/pamflet akan meringankan tugas melatih petugas kesehatan dalam
menyampaikan pesan kepada ibu.
D. Pemberian Penghargaan dan Bantuan
Keberhasilan usaha seorang dokter/petugas kesehatan dalam pengelolaan laktasi
yang baik akhirnya ditentukan oleh apakah petunjuk-petunjuk dilaksanakan oleh ibu.
Penggunaan contoh dan brosur/pamflet serta menanyakan pertanyaan pemeriksaan
dapat memastikan bahwa ibu mengerti. Akan tetapi, mengerti cara melaksanakan tugas
tidak menjamin bahwa ibu akan melakukannya.
Oleh karena itu penting bagi petugas kesehatan untuk memberikan bantuan,
penghargaan dan dukungan kepada ibu agar termotivasi untuk melakukan petunjuk
yang telah diberikan.
Pada saat penyuluhan dokter/petugas kesehatan biasanya akan menitik-beratkan
pada pengetahuan dan keterampilan. Mereka mungkin tidak sadar, bahwa di samping
kurangnya pengetahuan dan keterampilan, ada alasan-alasan lain mengapa ibu yang
melahirkan bayi gagal menyusui bayinya secara benar. Petugas kesehatan mungkin juga
merasa tidak dapat memperbaiki beberapa keadaan ibu; misalnya tidak adanya
dukungan dari anggota keluarga di rumah. Akan tetapi, dengan memberikan bantuan,
mereka dapat mempengaruhi ibu untuk mengikuti petunjuk yang diberikan.
Kadang-kadang dalam memberikan petunjuk kepada ibu, petugas kesehatan
mungkin cenderung menitik-beratkan pada kesalahan yang telah dilakukan ibu dalam
mempelajari suatu keterampilan, akan tetapi cara ini bertentangan dengan belajar yang
efektif. Suasana belajar yang baik haws memberikan petunjuk, bahan dan dorongan
yang diperiukan ibu untuk melakukan tugas yang benar. "Melihat mereka melakukan
dengan benar" akan menghasilkan cara belajar yang lebih cepat dan berlanjut daripada
mengkritik kesalahan yang dikerjakan mereka.
Ibu akan ingat dan ingin mengulangi kebiasaan yang menyebabkan ia dihargai atau
yakin dapat melakukannya. Sekalipjn terdapat berbagai cara untuk menyuruh rnencoba
sekali saja kebiasaan yang baru, basil yang positif amat penting agar mereka mau
meneruskannya. Pada klinik yang sibuk, waktu untuk memberikan petunjuk sering
kurang, bila ibu membuat kesalahan, kesalahan itu harus dibetulkan. Di lain pihak,
dokter/petugas kesehatan dapat mengetahui dan memberikan penghargaan bila
seorang ibu melakukan sesuatu secara benar. Ini akan menambah kepercayaan, akan
selalu diingat dan diulanginya tindakan itu.
Kuncinya adalah bicarakan dengan ibu tindakan apa saja yang bisa dilakukannya. Ini
akan meyakinkan bahwa is sanggup dan akan berguna. Selama pembicaraan, cara-cara
untuk menanggulangi masalah yang menghambat kebiasaan balk boleh diutarakan.
Sebagai contoh, petugas kesehatan dapat menanyakan "Makanan apa yang sebaiknya
dimakan oleh ibu yang sedang menyusui?" Bila ibu menjawab, petugas kesehatan dapat
rnemperkuat pendapat bahwa makanan ini baik untuk diberikan kepada ibu yang
menyusui (atau sarankan makanan lain) dan bahas pula cara ibu menyiapkan
makanan. Perhatian petugas kesehatan mengenai keadaan ibu akan membantu
ibu merasa wajib melaksanakan semua anjuran yang telah diberikan.

81
PERSIAPAN DAN TEKNIK MENYUSUI

Persiapan menyusui masa kehamilan merupakan hal yang pelting karena dengan
persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk menyusui bayinya. Untuk itu ibu
hamil sebaiknya masuk dalam kelas "Bimbingan Persiapan Menyusui" (BPM). Suatu
pusat pelayanan kesehatan (rumah sakit, rumah bersalin atau puskesmas) harus
mempunyai kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan ibu hamil yang
menunjang keberhasilan menyusui. Pelayanan pada BPM terdiri atas:
 Penyuluhan (audio-visual) tentang:
 Keunggulan ASI dan kerugian susu buatan,
 Manfaat rawat gabung
 Perawatan puting susu
 Perawatan bayi
 Gizi ibu hamil dan menyusui
 Keluarga berencana, dll
 Dukungan psikologis pada ibu untuk menghadapi persalinan dan keyakinan
dalam keberhasilan menyusui,
 Pelayanan:
 Pemeriksaan payudara
 Perawatan puting susu
 Senam hamil
PERSIAPAN PSIKOLOGIS
Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan sangat berarti,
karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah terjadi pada saat
kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya.Sikap ibu dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain adat/kebiasaan/ kepercayaan menyusui di daerah masing -
masing, pengalaman menyusui sebelumnya atau pengalaman menyusui dalam
keluarga/kerabat, pengetahuan tentang manfaat ASI, kehamilan diinginkan atau
tidak.Dukungan dari dokter/petugas kesehatan, teman atau kerabat dekat sangat
dibutuhkan terutama pada ibu yang baru pertama hamil.
Penyuluhan, siaran radio, televisi/video, artikel di majalah/surat kabar
dapat meningkatkan pengetahuan ibu, tapi tidak selalu dapat mengubah apa yang
dilakukan oleh ibu. Banyak ibu yang mempunyai masalah yang kadang tidak dapat
diutarakan, atau bahkantidak dapat diselesaikan oleh dokter/petugas kesehatan,
karenanya seorang dokter/petugas kesehatan harus dapat membuat ibu tertarik
dan simpati dan juga berusaha mencari seseorang yang dekat atau berperan dalam
kehidupan ibu, suami atau anggota keluarga/kerabat yang lain
Dokter/petugas kesehatan harus dapat memberikan perhatian dan
memperlihatkan simpatinya. Langkah-langkah yang harus diambil dalam
mempersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah:
 Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses dalam
menyusui bayinya: menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui
adalah proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil menjalaninya: bila ada
masalah, dokter/petugas kesehatan akan menolong dengan senang hati.
 Menyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formula
 Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman

82
menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lainnya.
 Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam
keluarga, Ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayinya
sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga
 Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas
kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam
membantu ibu sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk bertanya
tentang masalah yang tengah dihadapinya.
PEMERIKSAAN PAYUDARA
Tujuan pemeriksaan payudara adalah untuk mengetahui lebih dini adanya
kelainan, sehingga diharapkan dapat dikoreksi sebelum persalinan.Pemeriksaan
payudara dilaksanakan pada kunjungan pertama ibu, dimulai dari inspeksi dan
palpasi.
I. Inspeksi
a. Payudara
 Ukuran dan bentuk
Tidak berpengaruh pada produksi ASI.Perlu diperhatikan bila ada
kelainan; seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada
perubahan posisi.
 Kontur/Permukaan
Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka
pada kulit payudara harus dipikirkan ke arah tumor atau keganasan
dibawahnya.Saluran limfe yang tersumbat dapat menyebabkan kulit
membengkak, dan membuat gambaran seperti kulit jeruk.
 Warna kulit
Pada umumnya sama dengan wama kulit perut atau punggung, yang
perlu diperhatikan adalah adanya warna kemerahan tanda radang,
penyakit kulit atau bahkan keganasan.
b. Areola
 Ukuran dan bentuk
Pada umumnya akan meluas pada saat pubertas dan selanta kehamilan
serta bersifat simetris. Bila batas areola tidak rata (tidak melingkar)
perlu diperhatikan lebih khusus.
 Permukaan
Dapat licin atau berkerut.Bila ada sisik putih perlu dipikirkan adanya
penyakit kulit, kebersihan yang kurang atau keganasan.
 Warna
Pigmentasi yang meningkat pada saat kehamilan menyebabkan warna
kulit pada areola lebih gelap dibanding sebelum hamil.
c. Puting Susu
 Ukuran dan bentuk
Ukuran puting sangat bervariasi dan tidak mempunyai arti khusus.
Bentuk putingsusu ada beberapa macam, pada bentuk puting terbenam
perlu dipikirkan retraksi pada keganasan, namun tidak pada semua
puting susu terbenam disebabkan oleh keganasan.
 Pemukaan
Pada umumnya tidak beraturan.Adanya luka dan sisik merupakan suatu
kelainan.
 Warna

83
Sama dengan areola karena juga mempunyai pigmen yang sama atau
bahkan lebih.

II. Palpasi
a. Konsistensi
Dari waktu ke waktu berbeda karena pengaruh hormonal.
b. Massa
Tujuan utama pemeriksaan palpasi payudara adalah untuk mencari massa.
Setiap massa harus digambarkan secara jelas letak dan ciri-ciri massa yang
teraba harus dievaluasi dengan baik, pemeriksaan ini sebaiknya diperluas
sampai ke daerah ketiak.
c. Puting susu
Pemeriksaan puting susu merupakan hal yang terpenting dalam
mempersiapkan ibu untuk menyusui (dibahas khusus di bawah).
Bila pada Inspeksi & Palpasi ditemukan kelainan, maka sebaiknya segera ditangani
atau dikonsultasikan pada dokter ahli bedah/kebidanan.

PEMERIKSAAN PUTING SUSU


Untuk menunjang keberhasilan menyusui maka pada saat kehamilan puting susu
ibu perlu diperiksa kelenturannya dengan cara :
a. Sebelum dipegang periksa dulu bentuk puting susu.

Normal pendek panjang terbenam


terbalik
Gambar 1. Bentuk-bentuk puting susu

b. Cubit areola di sisi puting susu dengan ibu jari dan telunjuk.

Gambar 2. Pemeriksaan kelenturan puling susu.

(a) Puting susu pendek. Apakah lentur atautidak ?;


(b) Bila ditarik seperti ini, maka kelenturannya balk;
(c) Bila masuk ke dalam seperti ini saat dicoba ditarik maka tidak lentur.
c. Dengan perlahan puting susu dan areola ditarik, untuk membentuk "dot", bila puting
susu:
 mudah ditarik, berarti lentur;

84
 tertarik sedikit, berarti kurang lentur;
 masuk ke dalam, berarti puting susu terbenam.
Jika pada pemeriksaan didapatkan kelenturan yang kurang baik atau puting susu
terbenam, maka tindakan pertama yangdilakukan adalah jangan memvonis ibu dengan
memberitahukan pada ibu bahwa hal itu adalah suatu abnormalitas atau kelainan. Tapi
yakinkan ibu bahwa ia tetap dapat menyusui bayinya, karena hal tersebut dapat
dikoreksi.
Puting susu terbenam dapat dikoreksi dengan :
a. gerakan Hoffmann
b. Penggunaan pompa putting

Cara yang dulu digunakan adalah dengan gerakan Hoffmann, sehari dua kali.Cara ini
diganti dengan menggunakan pompa puting yang telah banyak dijual di Indonesia.

(a) (b)
Gambar 3. Gerakan Hoffmann

a. Tarik telunjuk dengan arah sesuai tanda panahpadagambar,


gerakan ini akanrnerenggangkan kulit areola dan jaringan
dibawahnya. Gerakan ini diulang beberapa kali.
b. Gerakan tersebut diulangi dengan letak telunjuk dipindah
berputar sokeliling puling.

Bila pompa puting tidak tersedia, dapat dibuat modifikasi jarum suntik 10 ml.
Bagian ujung dekat jarum dipotong dan kemudian pendorong dimasukkan dari arah
potongan tersebut (lihat gambar 9).Cara penggunaan pompa puting yaitu dengan
menempelkan ujung pompa/jarum suntik pada payudara, sehingga puting berada
didalam pompa (lihat gambar 9).Kemudian tank perlahan sehingga terasa ada
tahanan dan dipertahankan selama 30 detik sampai 1 menit. Bila terasa sakit,
tankan dikendorkan. Prosedur ini diulang terus hingga beberapa kali dalam sehari.

Gambar 4. Penggunaan modifikasi jarum suntik.

85
Setelah persalinan, ibu dengan puting susu terbenam yang belum terkoreksi
masih tetap dapat menyusui bayinya. Biarkan bayi mengisap dengan kuat pada
posisi menyusui yang benar, karena dengan demikian akan memacu perenggangan
puting. Bila ASI terlalu penuh, maka sebaiknya dikeluarkan dulu dengan tangan agar
payudara tidak terlalu keras. Kemudian susukan bayi dengan dibantu sedik it
penekanan pada bagian aerola dengan jan sehingga membentuk "dot".

Gambar 5. Cara memegang puting susu terbenam pada saat menyusui

TEKNIK MENYUSUI
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai
masalah, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenamya sangat
sederhana, seperti misalnya cara menaruh bayi pada payudara ketika menyusui,
dan bayi walau sudah dapat mengisap tetapi mengakibatkan puting terasa nyeri,
dan masih banyak lagi masalah yang lain. Terlebih pada minggu pertama setelah
persalinan seorang ibu lebih peka dalam emosional. Sebenamya hal ini sangat
membantu pada proses mencintai anak (emosi kasih sayang), namun hal ini juga
dapat berpengaruh pada sikap ibu yang menjadi mudah tersinggung. Untuk itu
seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam hal merawat bayi
termasuk menyusui. Orang yang dapat membantunya terutama orang yang
berpengaruh besar dalam kehidupannya atau yang disegani, seperti suami,
keluargalkerabat terdekat, atau kelompok ibu-ibu pendukung AS! dan
dokter/tenaga kesehatan.
Seorang dokter atau tenaga kesehatan yang berkecimpung dalam bidang
laktasi seharusnya mengetahui bahwa walau menyusui itu merupakan suatu proses
alamiah, namun untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan
mengenai teknik-teknik yang benar sehingga pada saatnya dapat disampaikan pada
ibu yang membutuhkan bimbingan setelah persalinan.

POSISI MENYUSUI
Ada berbagai macam posisi menyusui, yang biasa dilakukan adalah dengan
duduk, berdiri atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi
tertentu seperti ibu pasca operasi Caesar, bayi diletakkan disamping kepala ibu
dengan kaki diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara memegang bola,
dimana kedua bayi disusui bersamaan kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar
(penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala
bayi, dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedak.

86
Gambar 6. Cara menyusui bayi

Gambar 7. Berbagai posisi menyusui

87
(a) (b)

Gambar 8. Posisi menyusui memegang bola


(a) Bayi lunggal

(b) Bayi kembar

Gambar 9. Posisi menyusui bayi kembar

LANGKAH-LANGKAH MENYUSUI YANG B E N A R

a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting


susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan
dan menjaga kelembaban puting susu.

b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.


 Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (kaki ibu tidak tergantung) dan punggung
ibu bersandar pada snndaran kursi.
 Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepa a bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala dan tubuh bayi lurus).
 Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di depan.
 Hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi bertiadapan dengan
puting susu.
 Dekatkan badan bayi ke badan ibu.
 Sanggalah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja.
 Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

88
c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang dibawah,
jangan menekan puting susu atau areolanya saja.

a. Meletakkan bayi b. Memegang Payudara

Gambar 10. Cara meletakkan bayi dan memegang payudara

d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara :
 Menyentuhkan bibir bayi ke puting susu, atau
 menyentuh sisi mulut bayi

Gambar 11.Merangsang bayi membuka mulut.

e. Setelah bayi membuka mulut, segera mendekatkan bayi ke arah payudara ibu
sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting susu.
 Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi,
sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan Iidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah
areola.
 Setelah bayi mulai mengisap payudara tak periu dipegang atau disangga
lagi.

CARA PENGAMATAN TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR

Teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet,
ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan
menyusu.

89
Gambar 12. Teknik menyusui yang benar

Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik yang benar, dapat dilihat :
a. bayi tampak tenang.
b. badan bayi menempel pada perut ibu.
c. dagu bayi menempel pada payudara ibu dengan balk.
d. Mulut bayi terbuka lebar
e. Bibir bawah bayi membuka keluar
f. areola tampak lebih banyak di bagian atas daripada di bawah mulut.
g. bayi tampak mengisap dalam dan lambat diselingi istirahat.
h. puting susu ibu tidak terasa nyeri.
i. telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
j. kepala tidak menengadah.

Gambar 13.Menyendawakan bayi.

LAMA DAN FREKUENSI MENYUSUI


Sebaiknya menyusui bayi secara nir-jadwal (on demand), karena bayi akan
menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan
karena sebab lain (kencing, dsb.) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang
sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi
akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak
teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat
berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui nir-jadwal,
sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul. Menyusui

90
pada malam hari sangat berguna bagi ibu yang bekerja, karena dengan sering disusukan
pada malam had akan memacu produksi ASI, dan juga dapat mendukung keberhasilan
menunda kehamilan.
Untuk menjaga keseimbangan besamya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali
menyusui harus dengan kedua payudara dan diusahakan sampai payudara terasa kosong,
agar produksi AS1 akan lebih baik. Setiap menyusui dimulai dengan payudara yang terakhir
disusukan
Selama masa menyusui ibu sebaiknya menggunakan kutang (BH) yang dapat
menyangga payudara, tetapi tidak teralu ketat.

Gambar 14.Kutang (BH) yang baik untuk ibu menyusui.

PENGELUARAN ASI
Apabila ASI berlebihan sampai keluar memancar, maka selama menyusui sebaiknya
ASI dikeluarkan terlebih dahulu untuk menghindari bayi tersedak atau enggan menyusu.
Pengeluaran ASI juga berguna pada ibu bekerja yang akan meninggalkan ASI bagi bayinya di
rumah, ASI yang merembes karena payudara penuh, pada bayi yang mempunyai masalah
mengisap (misal BBLR), menghilangkan bendungan atau memacu produksi ASI saat ibu sakit
dan tidak dapat langsung menyusui bayinya.
Pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Pengeluaran dengan Tangan.
Cara ini yang lazim digunakan karena tidak banyak membutuhkan sarana dan lebih
mudah.
1. Tangan dicuci sampai bersih.
2. Siapkan cangkir/gelas bertutup yang telah dicuci dengan air mendidih.
3. Payudara dimasase dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke arah areola,
ulangi pemijatan ini pada sekeliling payudara secara merata.
4. Dengan ibu jari di sekitar areola bagian atas dan jari telunjuk pada sisi areola yang
lain, daerah areola ditekan ke arah dada.
5. Areola diperas dengan ibu jari dan jari telunjuk, jangan memijat/menekan puting,
karena dapat menyebabkan rasa nyeri/lecet
6. Ulangi tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas, pada mulanya ASI tak keluar, setelah
beberapa kali maka ASI akan keluar.
7. Gerakan ini diulang pada sekeliling areola dari semua sisi agar yakin bahwa ASI
telah diperas dari semua segmen payudara.

91
Gambar 15. Pengeluaran ASI dengan tangan

Gambar 16. Pengeluaran ASI dengan tangan

2. Pengeluaran dengan pompa.


Bila payudara bengkak/terbendung (engorgement) dan puting susu terasa nyeri,
makaakan lebih baik bila ASI dikeluarkan dengan pompa payudara. Pompa baik
digunakan bila ASI benar-benar penuh, tapi pada payudara yang lunak akan Iebih sukar.
Ada dua macam pompa yang dapat digunakan yaitu tangan dan listrik, yang biasa
digunakan adalah pompa payudara tangan:
Cara pengeluaran ASI dengan pompa payudara tangan :
1. Tekan bola karet untukmengeluarkan udara.
2. Ujung lebar tabung diletakkan pada payudara dengan puting susu tepat ditengah,
dan tabung benar-benar melekat pada kulit.
3. Bola karet dilepas, sehingga puting dan areola tertarik ke dalam.
4. Tekan dan lepas beberapa kali, sehingga ASI akan keluar dan terkumpul pada
lekukan penampung pada sisi tabung.
5. Setelah selesai dipakai atau akan dipakai, maka alai harus dicuci bersih
menggunakan air mendidih. Bola karet sukar dibersihkan, oleh karenanya bila
memungkinkan lebih baik pengeluaran ASI dengan tangan.

92
Gambar 17. Pengeluaran ASI dengan pompa
PENYIMPANAN ASI
ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat dengan syarat : bila
disimpan
 di udara terbuka / bebas : 6-8 jam
 di lemari es (4°C) : 24 jam
 di lemari pendingin/beku (-18°C) : 6 bulan

ASI yang telah didinginkan tidak boleh direbus bila akan dipakai, karena
kualitasnya akan menurun yaitu unsur kekebalannya. ASI tersebut cukup
didiamkan beberapa saat di dalam suhu kamar, agar tidak terlalu dingin; atau
dapat pula direndam di dalam wadah yang telah berisi air panas.

PEMBERIAN ASI PERASAN


Yang perlu diperhatikan pada pemberian ASI yang telah dikeluarkan adalah
Cara pemberiannya pada bayi. Jangan diberikan dengan botol/dot, karena hal ini
akan menyebabkan bayi "bingung puting". Berikan pada bayi dengan
menggunakan cangkir atau sendok; sehingga bila saatnya ibu menyusui langsung,
bayi tidak menolak menyusu.
Pemberian dengan menggunakan sendok biasanya kurang praktis
dibandingkan dengan cangkir, karena membutuhkan waktu yang lebih lama.
Namun pada keadaan di mana bayi membutuhkan hanya sedi kit ASI, atau bayi
sering tersedak/muntah, maka lebih baik bila ASI perasan diberikan dengan
menggunakan sendok.
Cara pemberian dengan menggunakan cangkir:
1. Ibu atau yang memberi minum bayi duduk dengan memangku bayi.
2. Pegang punggung bayi dengan lengan.
3. Letakkan cangkir pada bibir bawah bayi.
4. Lidah bayi berada di atas pinggir cangkir dan biarkan bayi mengisap ASI dari
dalam cangkir (saat cangkir dimiringkan).
5. Beri sedikit waktu istirahat setiap kali menelan.

93
Gambar 18. Pemberian ASI dengan cangkir dan sendok.
Selama di rumah sakit/rumah bersalin/puskesmas ibu sedapat mungkin sudah dapat
melakukan semua teknik menyusui dengan benar, untuk itu pesan dokter/petugas
kesehatan sangat penting. Dan akan lebih baik bila ada ibu kelompok pendukung ASI yang
dapat menjadi teman berbincang ibu dalam hal menyusui karena biasanya komunikasi antar
sesama ibu akan lebih terbuka/baik.
Dengan persiapan yang baik pada masa kehamilan dan dilanjutkan dengan persiapan
dan penanganan selanjutnya di kamar bersalin, ruang rawat gabung maupun nasihat pada
saat akan pulang, yang berkesinambungan akan menunjang keberhasilan menyusui.

PEMELIHARAAN PAYUDARA DENGAN MASSAGE


Manfaat massage payudara adalah:
1. Melancarkan refleks pengeluaran ASI (let-down reflex)
2. Cara efektif meningkatkan volume ASI peras/perah
3. Mencegah bendungan pada payudara atau payudara bengkak
Dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan sebanyak dua kali sehari.

Teknik pengurutan:
1. Cuci tangan sampai bersih
2. Tuangkan minyak ke tangan secukupnya

3. Pengurutan dimulai dengan ujung jari


a. Sokong payudara kiri dengan tangan kiri. Buatlah gerakan melingkar kecil-
kecil dengan 2-3 jari tangan kanan mulai dari pangkal payudara dan berakhir
pada daerah puting susu dengan gerakan spiral.

94
b. Buat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir
pada puting susu pada suluruh bagian payudara. Lakukan pengurutan seperti
ini pada payudara kanan.

4. Massage
a. Letakkan kedua telapak tangan di antara 2 payudara. Urutlah dari tengah ke
atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan kedua payudara
secara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini kurang lebih 30 kali.

b. Posisi Diamond Hand


Sangga payudara kiri dengan kedua tangan, ibu jari di atas dan empat jari lain
di bawah. Peras dengan lembut payudara sambil meluncurkan kedua tangan
ke depan arah puting susu. Lakukan hal yang sama pada payudara kanan.

c. Posisi tangan paralel


1. Sangga payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain mengurut

95
payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting
susu. Lakukan gerakan ini kurang lebih 30 kali.
2. Letakkan satu tangan di sebelah atas dan satu lagi di bawah payudara.
Luncurkan kedua tangan secara bersamaan ke arah puting susu dengan cara
memutar tangan. Ulangi gerakan ini sampai semua bagian payudara terkena
urutan.

Pengompresan
Alat-alat yang dipersiapkan
a. Dua buah cawan sedang yang masing-masing diisi dengan air hangat dan air dingin
b. Dua buah handuk kecil
Cara:
a. Kompres kedua payudara dengan handuk kecil hangat selama 2 menit, kemudian ganti
dengan waslap dingin selama 1 menit.
b. Kompres secara bergantian selama 3 kali berturut-turut, dan akhiri dengan kompres
air hangat.

MASALAH DALAM MENYUSUI

Masalah yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan
(periode antenatal), pada masa pascapersalinan dini, dan rnasa pasca persalinanlanjut.
Masalah menyusui dapat timbul pula karena keadaankhusus. Dalam makalah akan
diuraikan masalah menyusui yang diuraikan menurut kelompok sebagai berikut ini.

A. MASALAH MENYUSUI MASA ANTENATAL


Yang termasuk masalah menyusui pada masa antenatal ialah puting datar atau
terbenam dan puting tidak lentur.

Puting Susu Datar atau Terbenam


Untuk mengetahui apakah puting susu datar cubitlah areola di sisi puting susu
dengan ibu jari dan jari telunjuk. Puting susu yang normal akan menonjol, bila tidak berarti
puting susu datar (lihat Modul 4).
Tidak selalu ibu dengan puting susu datar mengalami kesulitan besar waktu
menyusui. Dengan pengalaman banyak ibu yang tetap bisa memberikan AS1 kepada
bayinya. Bila dijumpai puting susu datar dapat dikerjakan:
 Usahakan puting menonjol keluar dengan cara menarik dengan tangan (Gerakan

96
Hoffmann) atau pompa puting susu.
 Kalau tetap tidak bisa, usahakan agar tetap disusui dengan sedikit penekanan pada
bagian areola dengan jari sehingga membentuk "dot" ketika memasukkan puting susu
ke dalam mulut bayi. Bila terlalu penuh ASI dapat diperas dahulu dan diberikan dengan
sendok atau cangkir. Dengan cara demikian diharapkan puting susu akan sedikit demi
sedikit keluar/tentur.
Bila puting susu terbenam, puting akan tampak masuk ke dalam areola sebagian atau
seluruhnya. Keadaan ini dapat disebabkan karena ada sesuatu yang menarik puting susu
ke dalam, misalnya tumor atau penyempitan saluran susu. Kelainan ini seharusnya sudah
diketahui sejak dini, paling tidak saat kehamilan, sehingga dapat diusahakan
perbaikannya.

Bila puting terbenam diusahakan dengan:


 Lakukan gerakan Hoffman, yaitu dengan meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari
di daerah areola, kemudian dilakukan pengurutan menuju ke arah yang berlawanan
(walaupun hasilnya kadang-kadang kurang memuaskan).
 Dapat menggunakan pompa puting susu atau jarum suntik 10 ml yang sudah
dimodifikasi (lihat Modul 4) setiap hari, untuk mencoba supaya puting menonjol
keluar. Namun demikian harus dihindari rasa bosan atau lelah sewaktu mencoba
mengeluarkan puting, karena rasa bosan atau marah justru menyebabkan produksi
ASI berkurang, karena itu harus dipertimbangkan benar, berapa lama ibu mencoba
dengan cara seperti ini.

Puting Susu Tidak Lentur


Puting susu yang tidak lentur menyulitkan bayi untuk menyusu. Walaupun
demikian puting susu yang tidak lentur pada awal kehamilan sering kali sudah menjadi
lentur (normal) pada saat atau beberapa saat menjelang persalinan, sehingga tidak
memerlukan tindakan khusus. Namun sebaiknya tetap dilakukan latihan seperti cars
mengatasi puting susu terbenam.

B. 1.MASALAH MENYUSUI PADA MASA PASCA PERSALINAN DINI

Termasuk di dalam masalah menyusui pasta persalinan dini adalah puting susu
datar atau terbenam, puting lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat dan mastitis
atau abses. Puting susu datar atau terbenam sudah diuraikan sebelumnya, sedangkan
masalah-masalah lain diuraikan di bawah ini.

Puting susu nyeri / lecet


Rasa nyeri ringan pada puting susu yang terjadi awal seringkali terjadi pada wanita
menyusui. Rasa nyeri ini terjadi karena traumaisapan bayi yang sering terjadipadahari-hari
pertama setelah lahir, memberat setelah 3-5hari, kemudian akansembuh. Tidak ada
penanganan khusus, dan biasanyaakan baik kembalisetelah satu minggu.Rasanyeri
yanghebat, adanya lecet, retak dan kulitmembentukcelah-celah,rasa nyeri yang berlanjut
sampai lebih dari 1 minggu merupakan gangguan dalam proses menyusui.
Rasa nyeri yang hebat biasanya terjadi karena teknik menyusuiyangtidak tepat, yang
tidak hanya menimbulkan nyeri tetapi juga akan mempengaruhi kualitas pemberian ASI.
Bila bayi tidak melekat dengan benar, akan menyebabkan ASI yang keluar tidak adekuat
dan selanjutnya akan berakibat berat badan anak tidak naik dan produksi ASI menurun
karena tidak terjadi reflek let down.

97
Selain karena teknik menyusui yang tidak benar, rasa nyeri juga bisa disebabkan oleh
bentuk anatomi mulut atau kebiasaan bayi, seperti lidah yang panjang, mikrognatia berat,
arkus palatum yang tinggi, hipertonisitas, lidah berkerak, gangguan mengisap. Luka pada
puting susu bisa diperberat oleh perawatan kulit di sekitar puting susu yang salah,
perubahan iklim dan sensitivitas kulit. Bila dijumpai lecet atau jenis trauma lain pada
puting susu dikerjakan :
 Kalau rasa nyeri dan luka tidak terlalu berat, ibu bisa terus menyusui bayi dengan
meletakkan dan melekatkan bayi pada posisi yang benar.
 Puting susu diolesi ASI dan biarkan mengering dengan sendirinya.
 Jangan menggunakan kutang yang terialu ketat.
 Apabila rasa nyeri hebat atau luka makin berat, puting susu. diistirahatkan, ASI
dikeluarkan oleh ibu dengan tangan, sebaiknya jangan menggunakan pompa, karena
menambah rasa nyeri dan membuat luka bertambah parah.
Bila rasa nyeri semakin berat atau menetap, pertimbangkan kemungkinan adanya infeksi
bakteri atau jamur.Bakteri penyebab yang paling banyak ditemukan adalah
Staphylococcus aureus, sedang infeksi jamur yang sering adalah Candida albicans.
Untuk menghindari puting susu nyeri atau lecet, perhatikan hal-hal di bawah ini :
 Susui bayi dengan cara meletakkan dan melekatkan bayi pada posisi yang benar.
 Setiap kali hendak menyusui dan sesudah menyusui puting susu diolesi dengan ASI.
 Jangan membersihkan puting susu dengan sabun, alkohol, krim, dan obat-obat yang
dapat merangsang kulit/puting susu.
 Lepaskan isapan bayi dengan cara yang benar, yaitu dengan menekan dagu bayi atau
memasukkan jari kelingking ibu yang bersih ke mulut bayi.

Payudara bengkak
Kadang-kadang payudara terasa membengkak atau penuh.Hal ini terjadi karena
edema ringan oleh hambatan vena atau saluran limfe akibat ASI yang mengumpul di dalam
payudara.Kejadian seperti ini jarang terjadi kalau pemberian ASI sesuai dengan kemauan
bayi (nir-jadwal). Faktor-faktor lain yang menyebabkan payudara bengkak adalah : bayi
tidak menyusu dengan kuat, posisi pada payudara salah sehingga proses menyusu tidak
benar, serta terdapat puting susu yang datar atau terbenam.

Kalau terjadi hal seperti ini dikerjakan:


 bayi disusui, sehingga mengurangi rasa membengkak
 setiap kali menyusui payudara harus sampai kosong
 gunakan BH/kutang yang dapat menopang dengan enak,
 kompres dingin dapat mengurangi rasa tidak enak,
 rasa nyeri dapat pula dikurangi dengan analgesik,
 ASI dapat diperas sedikit dengan tangan, frekuensi pengeluaran hams lebih
sering,
 Beritahu ibu bahwa dalam waktu sehari dua hari keluhan akan reda

Saluran susu tersumbat


Saluran susu tersumbat (obstructive duct) adalah keadaan di mana terjadi
sumbatan pada salah satu atau lebih saluran susu yang disebabkan oleh beberapa
hat, misalnya tekanan jari pada payudara waktu menyusui, pemakaian kutang/BH
yang terlalu ketat, dan komplikasi payudara bengkak yang berlanjut yang
menyebabkan kumpulan ASI dalam saluran susu tidak segera dikeluarkan dan

98
terjadilah sumbatan. Pada ibu yang kurus sumbatan tampak sebagai benjolan yang
teraba lunak.

Sumbatan saluran susu dapat dicegah dengan mengerjjakan :


 perawatan payudara pasca persalinan secara teratur
 memakai BH yang menopang dan tidak terlaiu ketat
 mengeluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila setelah menyusui payudara
masih terasa penuh
Bila ibu terasa nyeri, dapat dikompres dengan air hangat dan dingin, yaitu
kompres air hangat sebelum menyusui supaya bayi Iebih mudah mengisap puting
susu dan kompresdingin setelah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri dan
bengkak. Kompres hangat atau aliran air hangat juga dapat membantu memacu
reflek let down dan memperbaiki aliran air susu. Meletakkan bayi pada posisi
dimana dagu bayi berhadapan dengan sumbatan pada duktus dapat membantu
mengurangi sumbatan. Bila bayi kurang sehat dan hams dipisahkan dengan ibu,
ibu hams memeras payudara secara efektif untuk mengurangi sumbatan.
Sumbatan saluran susu dapat berlanjut menjadi mastitis, karena itu perlu dirawat
dengan baik.

Mastitis dan abses payudara


Mastitis adalah peradangan pada payudara. Bagian yang terkena menjadi
merah, bengkak, nyeri dan panas. Temperatur ibu meninggi, kadang -kadang
disertai menggigil. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan
akibat lanjutan dari sumbatan saluran susu.
Cara mengatasi mastitis ialah :
 dokter memberikan antibiotik
 sering memerlukan obat menghilangkan rasa sakit,
 kompres hangat,
 ibu cukup istirahat dan minum,
 sebenarnya sebelum terbentuk abses menyusui harus diteruskan dengan
dimulai dari bagian yang sakit Kalau terjadi abses, payudara yang sakit tidak
boleh disusukan dan mungkin memerlukan tindakan bedah.

Bila mastitis berlanjut terjadilah abses payudara.Ibu tampak lebih parah


sakitnya, payudara lebih merah mengkilap, benjolan sudah tidak sekeras mastitis,
tetapi mengandung cairan (pus).
Tindakan yang segera dilakukan adaiah :
 merujuk ibu ke dokter bedah untuk melakukan insisi atau drainase
(pengeluaran cairan nanah / pus)
 pemberian antibiotik dosis tinggi
 pemberian analgetik/antipiretik
 ibu harus cukup istirahat
 bayi dihentikan menyusu pada payudara yang sakit sampai abses sembuh,
sedangkan bayi terus menyusu pada payudara yang sehat tanpa jadwal.

99
B. 2. MASALAH MENYUSUI PADA MASA PASCA PERSALINAN LANJUT
Termasuk di dalam masalah menyusui pada nasa pasca persalinan lanjut adalah
sindrom ASI kurang, bingung puting, bayi sering menangis, bayi tidak cukup naik berat
badannya, dan ibu bekerja.

Sindrom ASI kurang


Sindrom ASI kurang adalah bilamana ibu merasa bahwa ASI-nya kurang dengan
berbagai alasan yang menurut ibu merupakan tanda bahwa ASI-nya kurang. Alasan-alasan
tersebut adalah :
 Payudara kecil, padahal ukuran payudara tidak menggambarkan kemampuan ibu
untuk memproduksi ASI. Ukuran payudara ada hubungannya dengan beberapa faktor,
misalnya faktor hormonal (estrogen dan progesterone), keadaan gizi, dan faktor
keturunan. Hormon estrogen akan menyebabkan pertumbuhan saluran susu dan
penimbunan lemak, sedangkan hormon progesterone memacu pertumbuhan kelenjar
susu. Masukan makanan yang berlebihan terutama energi akan ditimbun sebagai
lemak, sehingga payudara akan bertambah besar, sebaliknya penurunan masukan
energi, misalnya karena penyakit akan menyebabkan berkurangnya timbunan lemak
temasuk di payudara, sehingga ukuran payudara berkurang. Seberapapun ukuran
payudara seorang wanita, tetap dianggap normal, kecuali karena kelainan tertentu,
misalnya akibat tumor. Ukuran payudara ideal sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan atau penilaian masyarakat setempat.
 ASI yang tampak berubah kekentalannya, misalnya lebih encer disangka telah
berkurang, padahal kekentalan ASI bisa berubah-ubah.
 Payudara tampak mengecil, lembek, atau tidak merembes lagi, padahal ini suatu tanda
bahwa produksi ASI telah sesuai dengan keperluan bayi.
 Bayi sering menangis disangka kekurangan ASI, padahal bayi menangis karena
berbagai sebab.
 Bayi lebih sering minta diteteki, kecuali karena ASI memang lebih mudah dicerna, juga
bayi memang memerlukan ASI yang cukup untuk tumbuh kembang, dan yang penting:
masalah menyusui bukan hanya memberi makan bayi, tetapi karena bayi juga
memerlukan belaian kehangatan, dan kasih sayang.
 Bayi minta diteteki pada malam hari, hal ini memang penting, karena bayi memerlukan
dekapan dan ASI pada malam hari, di samping itu menyusui malam hari
memperbanyak produksi ASI dan mengurangi kemungkinan sumbatan payudara.
 Bayi lebih.cepat selesai menyusu dibanding sebelumnya, hal ini karena bayi telah
pandai menyusu.

Kalau ada keluhan cobalah mengadakan evaluasi pendekatan psikologis seperti tersebut
di atas dan hal-hal sebagai berikut :
 ibu jangan merokok, karena merokok mengurangi produksi ASI
 kalau ibu menggunakan pil KB, cobalah konsultasi dengan dokter,
 jangan menggunakan alat bantu puting susu, karena membingungkan dan
melelahkan bayi, serta mengurangi produksi ASI,
 teruskanlah menyusui dengan sabar dan sesering mungkin, karena akan
memperbanyak produksi ASI,
 cobalah menyusui dengan payudara pertama selama kurang lebih 10 menit, kemudian
payudara kedua selama kurang lebih 20 menit,karena saat awal bayilebih kuat
menyusu,

100
 hendaklah menyusu dimulai dari payudara yang terakhir disusukan secara berganti-
ganti,
 jangan membelikan susu formula, karena akan membingungkan bayi,
 hendaklah ibu banyak istirahat,
 minum cukup, kira-kira 12-16 galas sehari,
 makanan dengan gizi cukup,
 santai, jangan tegang, karena ketegangan dan kecemasan dapat mengganggu
produksi ASI,
 menyusui dalam suasana yang nyaman

Bingung Puting
Bingung puting (nipple confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi
mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu ibu. Peristiwa ini
terjadi karena proses menyusu pada puting ibu berbeda dengan menyusu pada botol.
Menyusu pada puting memerlukan kerja otot-otot pipi, gusi, langit-langit, dan lidah,
sebaliknya menyusu pada botol bayi secara pasif dapat memperoleh air susu formula,
karena lubang yang terdapat pada dot.
Tanda-tanda bayi bingung puting ialah :
 bayi mengisap puting seperti mengisap dot,
 mengisap secara terputus-putus dan sebentar-bentar
 bayi menolak menyusu
Karena itu untuk menghindari bayi bingung puting :
 jangan mudah menggunakan susu formula tanpa indikasi yang kuat
 kalau terpaksa harus memberikan susu formula, berikan dengan sendok atau pipet,
jangan sekali-kali menggunakan botol, atau bahkan diberi kempengan

Bayi Sering Menangis


Menangis adalah cara bayi berkomunikasi dengan orang-orang di sekitamya. Karena itu
bila bayi sering menangis pertulah dicari sebabnya, yaitu dengan :
 Perhatikan, mengapa bayi menangis, apakah karena laktasi belum berjalan dengan
baik, atau karena sebab lain, seperti ngompol, sakit, merasa jemu, ingin digendong atau
disayang ibu
 Keadaan itu merupakan hal yang biasa, ibu tak perlu camas, karena kecemasan ibu
dapat mengganggu proses laktasi karena produksi ASI berkurang
 Cobalah mengatasi dengan memeriksa pakaian bayi, mungkin periu diganti karena
basah, coba mengganti posisi bayi menjadi tengkurap, dibelai atau digendong.
 Mungkin bayi belum puas menyusu karena posisi bayi tidak benar waktu menyusu,
akibatnya ASI tidak keluar dengan baik.
 Bayi menangis mempunyai maksud menarik perhatian orang lain (ibunya) karena
sesuatu hal (lapar, ingin digendong dan sebagainya), oleh sebab itu janganlah
membiarkan bayi menangis terlalu lama; bayi akan menjadi lelah, menyusu tidak
sempuma, kecuali itu ibu akan bertambah kesal dengan akibat mengganggu proses
laktasi. Ibu haruslah segera memeriksa keadaan bayi, secara psikologis ini penting,
karena bayi akan mempunyai kesan bahwa ibunya memperhatikannya.

Bayi TidakCukup Naik Berat Badannya


ASI adalah makanan pokok bayi sampai usia 4-6bulan. Karena itu bayi usia 4-6
bulan yang hanya mendapat ASI perlu dipantau berat badannya paling tidak sebulan

101
sekali. Bila ASI cukup, berat badan anak akan bertainbah (anak tumbuh) dengan baik.
Untuk memantau kecukupan ASI dengan memantau berat badan dapat digunakan Kartu
Menuju Sehat. Untuk mencegah berat badan yang tidak cukup baik, ada beberapa hal yang
pertu diperhatikan, yaitu
 Perhatikan apakah bayi termasuk bayi yang menyusu lama, atau yang cepat.
 Ibu jangan segera menghentikan memberi ASI, hanya karma merasa bayi sudah cukup
lama menyusu, walaupun sebenamya bayi masih mau menyusu.
 Setelah bayi menyusu dan kemudian berhenti atau tidur, cobalah menyusukan kembali
dengan cara: mengusap pipinya; menidurkan bayi terlentang, gosok pelan perutnya
atau gerakkan kaki atau tangannya, seringkali bayi akan bangun kembali dan menyusu
lagi.
 Perhatikan teknik menyusui ibu, apakah sudah benar, bila masih salah haruslah
diperbaiki.
Bilamana berat badan anak tidak baik, dikonsultasikan ke dokter/dokter spesialis
anak untuk mendapatkan saran selanjutnya.

lbu Bekerja
Sekarang banyak ibu bekerja, sehingga kemudian menghentikan menyusui dengan
alasan pekerjaaan. Sebenamya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk ibu yang
bekerja, sebagai berikut:
Sebelum berangkat kerja, susuilah bayi,
 ASI yang bertebihan dapat diperas atau dipompa, kemudian disimpan di dalam almari
pendingin untuk diberikan kepada bayi saat ibu bekerja,
 Selama ibu bekerja, ASI dapat diperas atau dipompa dan disimpan di almari pendingin
tempat bekerja, atau diantar pulang,
 Beberapa kantor atau instansi ada yang menyediakan Taman Penitipan Bayi dan Anak,
ibu dapat memanfaatkannya untuk kelestarian menyusui,
 Kalau anak sudah mendapatkan makanan pendamping ASI, saat ibu tidak ada di rumah
dapat dimanfaatkan untuk memberikan makanan pendamping, sehingga kemungkinan
menggunakan susu formula lebih kecil,
 Perawat bayi dapat membawa bayi ke tempat ibu bekerja bila memungkinkan,
Hendaklah ibu banyak beristirahat, minum cukup, makan makanan bergizi untuk
menambati produksi ASI.

102
Petugas rumah sakit yang menitipkan anaknyadi TPA tidak perlu khawatir
menyusui bayinya, dengan alasan takut menularkan penyakit pada anaknya. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
 tidak semua penyakit ditularkan dengan kontak langsung
 ibu yang sakit pun tetap dianjurkan untuk menyusui bayinya, apalagi ibu (yang dalam
hal ini juga sebagai petugas kesehatan) yang masih sehat,
 sudah seharusnya petugas mengerti cara membersihkan din setelah merawat pasien
dengan penyakit menular.

B. 3. MASALAH MENYUSUI PADA KEADAAN KHUSUS


Termasuk di dalam masalah menyusui pada keadaan khusus adalah bayi kembar,
bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR),bayi sumbing,bayi sakit danbayi kuning,
ibu melahirkan dengan bedah Caesar, ibu sakit, ibu yang menderita Hepatitis (HBsAg+)
dan AIDS (HIV+).
Jika bayi dirawat di rumah sakit, dianjurkan ada ruang inap bagi ibu yang tujuannya
untuk meningkatkan penggunaan ASI. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, senang2lah
menjenguk, melihat, mengisap bayi dengan kasih sayang. Dengan bantuanya petugas,
kalau mungkin susui secara langsung. Pada saat bayi tidak mungkin menetek langsung,
ASI dikeluarkan, diperas dengan tangan. Kemudian diberikan dengan menggunakan
sendok atau cangkir. Jika bayi mengalami sangat lemah atau mengalami gangguan napas,
benkan ASI melalui pipa lambung dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap
sesuai dengan kemampuan bayi .

Bayi Sumbing
Pendapat yang mengatakan bahwa bayi sumbing tidak dapat menyusu tidaklah
benar. Bilamana bayi mengalami sumbing pada langit-langit Iunak, bayi masih dapat
menyusu tanpa kesulitan dengan posisi khusus; demikian juga bila bayi menderita
sumbing pada bibir. Keadaan yang sulit adalah bila sumbing terjadi pada bibir, langit-langit
keras dan lunak (palatum durum dan palatum molle) sehingga bayi sulit menyusu dengan
sempuma.
Ibu harus tetap mencoba menyusui bayinya, karena bayi masih mungkin bisa
menyusu dengan kelainan seperti ini. Keuntungan khusus untuk keadaan ini ialah, bahwa
menyusu melatih kekuatan otot rahang dan lidah, sehingga memperbaiki perkembangan
bicara. Kecuali itu menyusu mengurangi kemungkinan terjadinya otitis media, padahal
bayi dengan langit-langit sumbing atau terbelah (palatoskisis) mudah menderita otitis
media.
Cara menyusui yang dianjurkan ialah :
 posisi bayi duduk
 pegangtah puting susu dan areolanya selagi menyusui, hal ini sangat membantu bayi
mendapatkan AS1 yang cukup
 bilamana bayi menderita sumbing pada bibir dan langit-langit (labiopalatoskisis), ASI
dikeluarkan dengan manual/pompa, kemudian diberikan dengan sendok/pipet, atau
pada keadaan tertentu botol dengan dot yang panjang sehingga ASI dapat masuk
dengan sempuma. Cara lain dengan pemasangan obturator pada langit-langit. Dengan
cara ini bayi akan belajar mengisap dan menelan ASI, menyesuaikan dengan irama
pernafasannya.

Bayi Kembar
Ibu harus diyakinkan, bahwa is sanggup menyusui bayi kembarnya. Mula-mula ibu

103
dapat menyusui seorang demi seorang, tetapi sebenamya ibu dapat menyusui sekaligus
berdua.Salah satu posisi yang mudah untuk menyusui ialah dengan posisi memegang bola
(football position).
Jika ibu menyusui bersama-sama, bayi haruslah menyusu pada payudarasecara
berganti-ganti, jangan hanya menetappadasatu payudara.Alasannya ialah, kecuali member
variasi kepada bayi, juga kemampuan menyusu masing-masing bayi mungkin berbeda,
sehingga perangsangan puting dapat terjadi secara optimal.
Walaupunfootball position merupakan cara yang baik, ibu sebaiknya mencoba
posisi lain secara berganti-ganti. Susuilah bayi lebih sering, selama waktu yang diinginkan
masing-masing bayi, umumnya lebih dari 20 menit.
Kalau salah seorang bayi harus dirawat di rumah sakit, susuilah bayi yang di rumah,
dan peraslah ASI dari payudara lainnya untuk bayi yang dirawat itu.
lbu sebaiknya mempunyai pembantu, agar tidak lelah.

Bayi kurang bulan/prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah


Bayi berat lahir rendah dan kurang bulan/prematur mempunyai masalah menyusui
karena refleks mengisapnya masih lemah dan koordinasi antara mengisap, menelan dan
bernapas masih belum baik sampai umur kehamilan 37 minggu.Meskipun demikian,
jangan terlalu kaku berpedoman pada umur kehamilan tersebut untuk memulai menyusui
pada bayi prematur dan susuilah bayi lebih sering, walau waktu menyusuinya tidak
lama.Mula-mula sentuhlah langit-langit bayi dengan jari ibu yang bersih untuk
merangsang mengisap.
Kalau memungkinkan dicoba sesegera mungkin menyusui bayi dengan bantuan
petugas.Pada keadaan tidak memungkinkan ASI diperas dengan Langan, diberikan
dengan sendok atau cangkir.Jika bayi sangat lemah atau ada gangguan napas ASI diberikan
melalui pipa lambung, dimulai dengan volume yang sedikit tetapi frekuensi lebih
sering.Volume ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kondisi.
ASI dari ibu dengan bayikurang bulan diperlukan oleh bayinya tersebut,
mempunyai kadar protein dan nutrien lain yang lebih lebih tinggi dibandingkan ASI dari
ibu dengan bayi cukup bulan. Pilihan terbaik adalah AS1 dari ibunya sendiri. Pada keadaan
yang tidak memungkinkan diberikan ASI dari ibu lain.
Perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care).Pada bayi kecil yang stabil
perawatan dengan cara kontak kulit ke kulit, dada bayi dilekatkan kedada ibu. Kehangatan
tubuh , bau dan denyut jantung ibu yang sudah dikenal bagai dalam rahim yang hangat
dan bayi akan terbuai dengan tenang. Bayi akan mencari puting susu ibu dan mulai
menyusu. Dengan bayi perawatan lekat ini juga akan meningkatkan penggunaan ASI.
Selain hal tersebut diatas, cara ini akan melatih percaya diri dalam merawat bayinya dan
memperpendek perawatan di rumah sakit. Bapak atau keluarga lain yang sehat juga bisa
merawat dengan cara ini.

104
Bayi Sakit
Bayi yang sakit mungkin tidak diperbolehkan mendapatkan makanan peroral
dengan indikasi khusus, tetapi pada umumnya bayi masih diperbolehkan mendapatkan
makanan per oral. Dengan demikian maka ASI haruslah terus diberikan. Bahkan pada
penyakit tertentu seperti diare, pemberian ASI malah menguntungkan.
Bayi yang mendapat ASI jarang menderita mencret. Bayi buang air besar sampai 6
kali sehari, lembek, bukanlah mencret. Tidak ada alasan sama sekali untuk menghentikan
ASI karena telah terbukti, bahwa ASI tidak merugikan bagi bayi yang mencret, malahan
mempunyai keuntungan-keuntungan.
Bayi yang mencret memerlukan cairan yang cukup untuk rehidrasi, dan mungkin
memerlukan tatalaksana khusus sesuai dengan keadaan anak. Telah dibuktikan, bahwa
ASI dapat diterima dengan baik oleh anak yang muntah dan mencret. ASI mempunyai
manfaat untuk anak dengan diare, karena:
 ASI dapat digunakan untuk mengganti cairan yang hilang
 ASI mengandung zat-zat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama
diare yang dengan sendirinya dipertukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan
 ASI mengandung zat kekebalan terhadap kuman penyebab diare,
 ASI mengandung zat yang bermanfaat untuk pertumbuhan set selaput lendir usus
yang biasanya rusak akibat diare.
 Anak menderita diare yang mendapat ASI, lama diare lebih pendek serta lebih ringan
dibanding anak yang tidak mendapat ASI.
Kecuali diare, bayi sering kali menderita muntah. Muntah pada bayi disebabkan
oleh berbagai hal. Tatalaksana khusus tergantung pada latar belakang penyebabnya.
Menyusui bukan kontraindikasi untuk anak muntah, dan anak dengan muntah dapat
menerima ASI dengan baik. Susuilah bayi dalam posisi duduk, sedikit-sedikit tetapi lebih
sering. Sendawakan bayi seperti biasanya, tetapi jangan menggoyang-goyang bayi, karena
dapat menyebabkan muntah kembali. Kalau ibu ingin menidurkan bayi, tidurkan dalam
posisi tengkurap atau miring, karena posisi terientang memungkinkan bayi tersedak akibat
muntah yang terjadi.
Bayi Kuning (Ikterus)
Ikterus adalah pewarnaan kuning yang bisa dilihat pada kulit dan sklera mata. Pada
orang dewasa telah timbul ikterus bila kadar bilirubin serum mencapai 2 mgll00 ml,
sedangkan pada bayi baru lahir jarang ikterus timbul sebelum kadar bilirubin dalam serum
mencapai 7 mg1100 ml. Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, yang berasal dari
hemoglobin, mioglobin, sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Sebagian besar berasal
dari hemoglobin dalam eritrosit. Bayi baru lahir menghasilkan kira-kira 8,5 mg bilirubin
per kg perhari, yaitu kira-kira 2 kali produksi orang dewasa yang besamya sekitar 3,6 mg/kg
perhari. Perbedaan ini disebabkan oleh karena neonatus mempunyai jumlah eritrosit per
kg berat badan lebih banyak, umur eritrosit lebih pendek (dua pertiga umur eritrosit
dewasa) dan produksi dari non erotrosit lebih banyak.
Untuk membedakan ikterus fisiologis atau bukan, ada patokan dart Maisels (1981),
yaitu bila didapatkan salah sate tersebut yang dibawah berarti ikterusnya bukan fisiologis:
1. Ikterus muncul dalam 24 jam pertama setelah lahir
2. Konsentrasi bilirubin serum total meningkat lebih dari 5mg/dl perhari.
3. Konsentrasi bilirubin serum total lebih dari 12,9 mg/dl pada bayi cukup bulan
dan di atas 15 mg/dl pada bayi premature.
4. Konsentrasi bilirubin indirek serum di atas 1,5-2 mg/dl.
5. Ikterus berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 mingu pada

105
bayi premature.

Publikasi akhir-akhir ini di Negara Barat terdapat kesan kecenderungan kenaikan


frekuensi peningkatan kadar kadar bilirubin (hiperbillirubinemia) pada bayi cukup
bulan yang mendapat ASI (disbanding bayi mendapat susu buatan). Kadar bilirubin
serum pada hari 3-4 di atas 12mg% dilaporkan antara 11% sampai 26 %. Pada kelompok
bayi yang mendapat ASI dengan hiperbilirubinemia ini kadar direk, kadar Hb, jumlah
retikuosit, hemogram kesemuanya dalam batas normal. Juga tidak ditemukan kelainan
fisik, aktivitas bayi dan inkompatibilitas golongan darah.

Ibu Melahirkan Dengan Bedah Caesar


Pada beberapa keadaan persalinan kadang – kadang perlu tindakan bedah
Caesar, misalnya panggul sempit, plasenta previa, dan lain- lainnya. Persalinan dengan
cara ini dapaty mneimbulkan masalah menyusui, baik terhadap ibu maupun anak.
Ibu yang mengalami bedah Caesar dengan pembiusan umum tidak mungkin segera
dapat menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat pembiusan. Apabila keadaan ibu
mulai membaik(sadar) penyusuandapat segera dimulai dengan bantuantenaga perawat.
Bayipun mengalami akibat yang serupa dengan ibu apabila tindakan tersebut
menggunakan pembiusan umum. Karena pembiusan yang diterima ibu dapat sampai ke
bayi melalui plasenta, sehingga bayi yang masih lemah akibat pembiusan juga akan
mendapat tambahan narkose yang terkandung dalam ASI, sementara ibu masih belum
sadar. Apabila ibu dan anak sudah membaik, dapat dilakukan rawat gabung.
Posisi menyusui yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Ibu dalam posisi berbaring miring dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal,
sementara bayinya disusukan dengan kakinya ke arah ibu.
2. Apabila ibu sudah dapat duduk, bayi dapat ditidurkan di bantal di atas pangkuan
ibudengan posisi kaki bayi mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu.
3. Dengan posisi memegang bola (football position) yaitu ibu terlentang bayi berada
di ketiak ibu dengan kaki ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi.

Ibu Sakit
Pada umumnya ibu sakit bukan alasan untuk menghentikan menyusui, karena bayi
telah dihadapkan pada penyakit ibu sebelum gejala timbul dan dirasakan oleh ibu. Kecuali
itu ASI justru akan melindungi bayi dari penyakit.
Ibu memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus bayi dan keperluan rumah
tangga, karena ia memerlukan istirahat yang cukup.
Ibu sebaiknya mengatakan pada doktemya, bahwa ia menyusui, karena ada obat
yang mungkin dapat mempengaruhi bayi, walaupun pada umumnya aman.

Ibu Yang Menderita Hepatitis (HBsAg+)


Menyusui. diduga menjadi salah satu jalan penularan Hepatitis B pada bayi, karena
sejumlah kecil HBsAg ditemukan pada beberapa sampel ASI dari ibu dengan HbsAg positif.
Namun demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa menyusui dapat
meningkatkan resiko penularan untuk bayi dari ibu dengan HBsAg positif, menyusui
sangat dianjurkan walaupun di daerah yang tidak mempunyai fasilitas vaksinasi hepatitis
(lihat: Isu-isu pemberian ASI).
Jika fasilitas memadai, vaksinasi Hepatitis B sangat direkomendasikan bagi bayi
yangliahir dari ibu pengidap Hepatitis B, terutama di daerah dengan penularan Hepatitis

106
perinatal sangat tinggi. Bila fasilitas vaksinasi Hepatitis B sangat terbatas, prioritas
pemberian vaksinasi sebaiknya dilakukan pada bayi yang akan disusui orang lain selain
ibunya.

Ibu Yang Menderita AIDS (HiV+)


Sejak tahun 1980, ketika HIV pertama kali terdeteksi di dalam ASI, menyusui pada
ibu dengan HIV positif menjadi kontroversial. Pengambil kebijakan kesehatan telah
mencoba mencari pedoman pemberian makan dan minum bayiyang terbaik pada ibu
yang terinfeksi HIV terutama di daerah dengan prevalensi HIV tinggi, seperti negara-
negara di daerah Sub-Saharan Afrika. Sampai saat ini pengambilan keputusan mengenai
pemberian ASI pada daerah tersebut membutuhkan pemikiran untung rugi dengan
seksama. Pengambilan keputusan untuk memberikan ASI dipengaruhi oleh ketakutan
akan adanya penularan HIV melalui ASI, namun dipihak lain ada pula ketakutan lain yaitu
stigma mengenai kematian dan kesakitan yang disebabkan olah faktor lain selain ASI. Ibu
dengan HiV positif bisa menularkan virus kepada anaknya selama kehamilan (in-utero)
atau pada saat persalinan, dan juga dapat ditularkan lewat ASI. Namun demikian
sebagian besar bayi dari ibu dengan HIV positif tidak terinfeksi dari ibunya, dan tidak
tergantung apakah bayi mendapat ASI atau tidak.
Jika 1) susu pengganti tersedia dan terjangkau, dan 2) jika susu pengganti dapat
digunakan dengan cara yang aman, dan 3) jika fasilitas kesehatan tersedia dan
terjangkau, maka bayi dari seorang ibu dengan HIV positif mempunyai angka
kemungkinan hidup lebih besar bila dia diberi susu pengganti daripada ASI. Tetapi bila
ke tiga syarat tersebut tidak terpenuhi, sebagai contoh fasilitas dan akses terhadap
fasilitas kesehatan sangat rendah dan tidak memadai, menyusui merupakan pilihan
pemberian makanan bayi yang terbaik walau ibu terinfeksi HIV.
Kontroversi boleh dan tidaknya seorang ibu yang menderita HIV memberikan ASI
pada bayinya masih terus berlanjut Keputusan untuk menyusui atau tidak sepenuhnya
merupakan hak ibu, namun demikian petugas kesehatan mempunyai tanggung jawab
untuk memberikan keterangan mengenai keuntungan dan risiko pemberian ASI pada
ibu yang menderita HIV positif. UNICEF telah membuat suatu pedoman berdasar dari
berbagai studi, pedoman tersebut di sebutsafer breastfeeding (lihat: Modul Isu-Isu
Mutakhir). Pedomansafer breastfeeding ini meliputi:
 Pemberian ASI dini segera dilakukan dalam waktu 30 menit pertama kelahiran.
 Tenaga kesehatan harus mempunyai ketrampilan manajemen laktasi yang baik,
termasuk cara mempersiapkan ibu untuk dapat menyusui dengan baik dan benar,
posisi dan cara melekatkan bayi segera setelah persalinan.
 Bayi harus sering disusui sesuka bayi balk pagi maupun malam hari, tanpa jadwal.
Bayi harus disusui secara ekslusif dalam waktu minimal 4-6 bulan.
 Pemberian makanan tambahan harus segera dimulai pada umur 6 bulan, kecuali
ada petunjuk khusus dari dokter yang berkaitan dengan pertumbuhan bayi,
makanan tambahan dapat diberikan antara bulan ke 4 dan 6.
 Ibu yang mempunya risiko mengidap HIV harus berusaha agar tidak sampai
terinfeksi selama masa menyusui karena risiko penularan virus akan meningkat
dua kali lipat pada masa infeksi awal HIV.
 Ibu harus segera mencari pertolongan tenaga kesehatan jika menemukan
perlukaan pada puting atau mulut bayi, karena dapat menjadi jalan penularan
virus.
 Biasanya perlukaan terjadi pada satu sisi payudara, untuk itu ibu harus
mengeluarkan dan membuang ASI dari payudara yang sakit tersebut.

107
KAMAR BERSALIN DAN RAWAT GABUNG

Telah kita ketahui bersama bahwa keberhasilan menyusui dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik fisik (gizi ibu sejak hamil sampai menyusui), penyakit tertentu (kelainan
endokrin) lingkungan sosial (sikap dan tingkah laku masyarakat), ekonomi (promosi air
susu buatan/formula yang berlebihan), politik (kebijakan pemerintah) maupun emosional
(sikap ibu terhadap penyusuan). Rumah sakit merupakan sebuah lembaga dimana
orangsakit (termasuk ibu hamil) membutuhkan perawatan baik fisik maupun emosionat
untuk kembali sehat seperti semula.

KAMAR BERSALIN

Sesuai dengan program pemerintah, peningkatan kualitas manusia Indonesia


seutuhnya dapat dicapai antara lain dengan peningkatan penggunaan ASI, maka posisi
rumah sakit dengan kamar bersalinnya menjadi sangat vital, karena disinilah pertama kali
ibu mengadakan kontak dengan bayinya sesaat setelah dilahirkan. Kalau selama dalam
kandungan semua kebutuhan nutrisi janin didapatkan melalui tali pusat, maka di kamar
bersalin bayi membutuhkan kontak kembali dengan ibunya, balk untuk kepentingan
nutrisi maupun untuk kepentingan lainnya.
Dalam protokol kebidanan, ibu masih harus dirawat dikamar bersalin dua jam
setelah melahirkan untuk deteksi dins terjadinya perdarahan postpartum yang sangat
mengancam jiwa. Pertanyaan yang timbul, kemana bayi harus diletakkan sementara ibu
dalam pengawasan intensif untuk menghindari bahaya perdarahan ? kalau dahulu bayi
segera dirawat dikamar bayi, maka sekarang jawabnya adalah bayi diletakkan disamping
ibu atau dalam sebuah boks dekat ibu. Dari sinitah sebenamya rawat gabung mulai
dikerjakan.

Struktur dan Fungsi Kamar Bersalin


 Fungsi Vital
Kamar bersalin terdiri atas kamar persiapan, kamar bersalin yang sebenamya
dan kamar observasi pasca persalinan (kamar pulih).Disamping itu dapat pula
dipisahkan antara kamar untuk kasus septik dan aseptik, kamar tindakan dan non
tindakan dan kamar isolasi. Dalam hubungan dengan pengelolaan laktasi maka adanya
tiga ruang yakni kamar persiapan, kamar persalinan dan kamar observasi menduduki
peran yang panting.
 Struktur
1. Kamar Persiapan
Apabila sebuah rumah sakit sudah berfungsi penuh sebagai RS Sayang Bayi,
maka semua ibu yang masuk kamar bersalin sudah mendapat penyuluhan
manajemen laktasi sejak mereka berada di poliklinik asuhan antenatal. Mereka
sudah memperoleh nasihat tentang keunggulan ASI, kerugian susu formula, gizi ibu
hamil yang menjamin lancamya produksi ASI, beberapa cara perawatan payudara
dan bagaiman cara menyusui yang benar. Ibu bersalin yang seperti ini tidak menjadi
masalah lagi.
Ada kalanya, kadang cukup banyak, ibu datang langsung ke kamar bersalin
tanpa pernah melakukan asuhan antenatal di rumah sakit tersebut Kalaupun
merekamelakukan asuhan antenatal di tempat lain, mungkin petugas di sana juga
belum memahami benar pentingnya manajemen laktasi. Ibu yang akan bersalin
seperti ini perlu mendapat penyuluhan tentang manajemen laktasi.

108
Untuk kepentingan ini perilu dipersiapkan sebuah.ruang, dimana ibu hamil
yang datang untuk bersalin dapat memperoleh keterangan yang jetas tentang
penatalaksanaan ASI. Di dalam ruang persiapan ini perlu dipasang beberapa gambar,
poster, brosur, dll.Untuk membantu memberi konseling tentang ASI. Di dalam
kamar bersalin tidak boleh sama sekali terlihat botol susu, dot atau kempengan
apalagi reklame susu formula yang semuanya akan mengakibatkan gagalnya ibu
menyusui. Dalam melakukan rangkaian tugas ini petugas tidak bolehoveracting
yakni jangan melakukan konseling pada ibu yang sedang kesakitan. Berilah konseling
hanya kepada ibu yang masih kooperatif, yakni ibu yang belum dalam persalinan
atau masih dalarn fase laten.

2. Kamar Bersalin
Kamar bersalin yang sebendmya adalah kamar dimana ibu sudah dalam kala
I fase aktif atau kala II. Pada saat ini seorang ibu hamil berada dalam kondisi yang
paling tidak menyenangkan, karena berada dalam puncak rasa sakit Tidak banyak
yang dapat dilakukan oleh petugas dalam hal manajemen laktasi, karena sulit bagi
ibu untuk diajak berkomunikasi, kecuali hal-hal yang menyangkut proses
persalinan. Meskipun demikian gambar atau poster tentang cara menyusui yang
baik dan benar, serta menyusui segera setelah lahir dapat dipasang di ruang ini.
Dalam waktu 30 menit setelah. lahir, bayi harus segera disusukan. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa rangsangan puting susu akan mempercepat lahirnya
plasenta melalui pelepasan oksitosin, yang dapat mengurangi risiko perdarahan
postpartum. Rangsangan puting susu memacu refleks prolaktin dan oksitosin, dua
refteks yang dibutuhkan dalam proses menyusui. Meskipun ASI belum keluar,
kontak fisik bayi dengan ibu harus tetap dikerjakan karena memeeukan rasa
kepuasan psikologis yang dibutuhkan ibu agar proses menyusui berjalan lancar.
Penyusuan dini dikerjakan pada bayi normal, yaitu bayi lahir dengan nitai
Apgar 5 menit diatas 7 dan refleks mengisap baik. Bayi lahir dengan Asfiksia dan
bayi dengan cacat bawaan sebaiknya tidak segera disusukan kepada ibunya.
Bila ibu mendapat pembiusan umum, penyusuan dilakukan segera setelah ibu
sadar penuh, misal 4-6 jam setelah selesai operasi. Pada keadaan ini efek pembiusan
pada ibu dan bayi telah berkurang sehingga refleks mengisap bayi telah timbul
kembali. Penyusuan pasca operasi memerlukan pertolongan petugas untuk
membantu ibu memegang bayi, membetulkan posisi ibu, dll. Bayi yang lahir dengan
tindakan vakum atau forseps, sering disertai dengan trauma kepala, sehingga tidak
jarang lahir dengan asfiksia. Meskipun demikian penyusuan dapat segera dimulai
dengan bantuan petugas.

3. Kamar Pulih
Selama dua jam ibu dalam observasi kala IV, ibu ditempatkan dalam kamar
pulih. Bayi diletakkan di samping ibu atau dalam sebuah boks yang dapat dilihat ibu.
Sebaiknya diusahakan agar di kamar pulih, ibu tidak terganggu oleh kegaduhan
yang biasanya berasal dari kamar bersalin.Rasa tenteram ibu merupakan modal
keberhasilan menyusui selanjutnya.

RAWAT GABUNG
Banyak rumah sakit, puskesmas, klinik dan rumah bersalin yang belum merawat bayi
baru lahir berdekatan dengan ibunya. Berbagai alasan diajukan antara lain rasa kasihan
karena ibu masih capai setelah melahirkan, mereka perlu istirahat, mereka belum mampu

109
merawat bayinya sendiri. Ada pula kekhawatiran bahwa pada jam kunjungan, bayi mudah
tertular penyakit yang dibawa oleh para pengunjung. Alasan lain adalah rumah sakit /
klinik ingin memberikan pelayanan sebaik-baiknya sehingga ibu bisa istirahat selama
berada di rumah sakit. Namun setelah menyadari akan keuntungannya, sistem rawat
gabung sekarang menjadi kebijakan pemerintah.
Pengertian dan Tujuan
Rawat gabung adalah salah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruang, kamar atau
tempat bersama-sama selama 24jam penuh dalam sehari. Istilah rawat gabung persial yang
dulu banyak dianut, yakni rawat gabung hanya dalam beberapa jam perhari, misal hanya
slang hari sedang pada malam hari bayi dirawat di kamar bayi, sudah tidak dibenarkan lagi.
Tujuan rawat gabung adalah, pertama agar ibu dapat menyusui bayinya sedini
mungkin, kapan saja dan dimana saja ia membutuhkan; kedua agar ibu dapat melihat dan
memahami cara perawatan bayi secara benar yang dilakukan oleh petugas, ketiga agar ibu
mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit
dan yang lebih penting ibu mempunyai bekal keterampilan merawat bayi, termasuk cara
menyusui dan mempertahankannya setelah ibu pulang dari rumah sakit; dan keempat
dengan rawat gabung suami dapat dilibatkan secara aktif untuk membantu ibu dalam
menyusui bayinya secara baik dan benar. Tidak disangkal lagi bahwa dengan rawat gabung
gabung, ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ia dapat selalu kontak dengan buah
hati yang sangat dicintainya, demikian pula bayinya.

Sasaran dan Syarat


Pada prinsipnya kegiatan Peningkatan Penggunaan ASI (PP-ASI) dimulai sejak ibu
hamil pertama kali memeriksakan dirinya di poliklinik asuhan antenatal.Idealnya di
poliklinik ini tersedia sebuah klinik laktasi, yang terdiri atas dua ruang yaitu klinik laktasi
asuhan antenatal dan postnatal.
Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan dibangsal
perawatan pasca persalinan.Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan
pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan
kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal.
Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat
dirawat gabung harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong.
2. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat,
refleks mengisap baik, tidak ada tanda infeksi dll.
3. Bayi yang lahir secara seksio Caesarea dengan pembiusan umum, rawat gabung
dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak mengantuk), misal 4-6 jam setelah
operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun ibu masih mendapat infus.
4. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai Apgar ≥7).
5. Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
6. Berat lahir ≥ 2500 gram
7. Tidak terdapat tanda infeksi intrapartum
8. Bayi dan ibu sehat

Jika tidak memenuhi kriteria di atas, maka rawat gabung tidak perlu atau bahkan tidak
boleh dikerjakan, misal :
1. Bayi yang sangat prematur
2. Bayi beret lahir< 2000 gram

110
3. Bayi dengan sepsis
4. Bayi dengan gangguan napas
5. Bayi dengan cacat bawaan berat, misal :
 kelainan pada susunan syaraf pusat ("hidrosefalus", "meningokel", "anensefali",
dll).
 Kelainan pada saluran pencemaan ("atresia ani", dll)
 kelainan pada celah bibir dan langit ("labiopalatognatoskisis")
 Omfalokel, dll.
6. Ibu dengan infeksi berat misal: infeksi Tuberkulosis terbuka, sepsis, dll.

Beberapa kriteria masih ditentukan juga oleh pertimbangan klinisnya: contoh bayi berat
lahir 2000 s/d 2500 gram dievaluasi, jika bisa rawat gabung dengan pengawasan.
Sebaiknya keputusan apakah bayi akan dirawat gabung atau dirawat pisah ditentukan oleh
dokter anak bersama dokter kebidanan.

Manfaat Rawat Gabung


Manfaat dan keuntungan rawat gabung dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai
dengan tujuannya.
1. Aspek Fisik
Bila ibu dekat dengan bayinya maka ibu dapat dengan mudah menjangkau
bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja
bayinya menginginkan (nir-jadwal), Dengan perawatan sendiri dan menyusui sedini
mungkin akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau
petugas kesehatan. Dengan menyusui dini maka ASI jolong atau kolostrum dapat
memberikan kekebalan (antibodi) yang sangat berharga bagi bayi.Karena ibu setiap
saat dapat melihat bayinya maka ibu dengan mudah dapat mengetahui perubahan-
perubahan yang terjadi pada bayinya yang mungkin berhubungan dengan
kesehatannya.
2. Aspek Fisiologis
Bila ibu dekat dengan bayi, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya akan
lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat
nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Untuk itu, dengan menyusui maka akan
timbul refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim.
Disamping itu akan timbul refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI.
Efek menyusui dalam usaha menjarangkan kelahiran telah banyak dipelajari di banyak
negara berkembang. Secara umum seorang ibu akan terlindung dan kesuburan
sepanjang ia masih menyusui dan belum haid, khususnya bila frekuensi menyusui lebih
sering dan sama sekali tidak menggunakan pengganti ASI (menyusui secara eksklusif).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa daya proteksi menyusui eksklusif terhadap
usaha KB tidak kalah dengan alat KB yang lain.
3. Aspek Psikologis
Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat
(early infant – mother bonding) akibat sentuhan badaniah antara ibu dan bayinya.
Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkernbangan psikologis bayi
selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak
dibutuhkan oleh bayi. Dengan pemberian ASI kapan saja bayi membutuhkan, akan
memberikan kepuasan kepada ibu bahwa is dapat berfungsi sebagai seorang ibu
memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya, disamping merasa dirinya sangat
dibutuhkan oleh bayi dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Keadaan ini akan

111
memperlancar produksi ASI karena seperti telah diketahui refleks let-down bersifat
psikosomatis. Sebaliknya bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung,
merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya diri anak. Ibu akan.merasa bangga
karena dapat menyusui dan merawat bayinya sendiri dan bila ayah dari bayinya
berkunjung akan terasa adanya suatu kesatuan keluarga.

4. Aspek Edukatif
Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang bare mempunyai anak pertama) akan
mempunyai pengalaman yang berguna, sehingga mampu menyusui serta merawat
bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama di rumah sakit ibu akan melihat, belajar
dan mendapat bimbingan bagaimana cara menyusui secara benar, bagaimana cara
merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi dll. Keterampilan ini
diharapkan dapat sebagai modal bagi ibu untuk merawat bayinya dan dirinya sendiri
setelah pulang dari rumah sakit. Di samping pendidikan bagi ibu, dapat juga dipakai
sebagai sarana pendidikan baguskeluarga, terutama suami dengan jalan mengajar
suami dalam membantu isteri untuk proses di atas. Suami akan termotivasi untuk
memberi dorongan moral bagi isterinya agar mau menyusui bayinya. Jangan sampai
terjadi seorang suami melarang isterinya menyusui bayinyakarena suami takut
payudara isterinya akan menjadi jelek. Bentuk payudara akan berubah karena usia
adalah alami, meskipun dengan menggunakan kutang penyangga yang baik, ditambah
dengan nutrisi yang baik, dan latihan otot-otot dada serta menerapkan posisi yang
benar ketakutan mengendomya payudara dapat dikurangi.
5. Aspek Ekonomi
Dengan rawat gabung maka pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi
rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah hal tersebut merupakan suatu
penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian susu buatan, botol susu, dot
serta peralatan lain yang dibutuhkan. Beban perawat menjadi lebih ringan karena ibu
berperan lebih besar dalam merawat bayinya, sehingga waktu terivang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Lama perawatan ibu menjadi iebih pendek karena
involusi rahim terjadi lebih cepat dan memungkinkan tempat tidur digunakan untuk
penderita lain. Demikian pula untuk infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi,
berarti penghematan biaya bagi rumah sakitmaupun keluarga ibu.Bagi ibu juga
penghematan oleh karena lama perawatan menjadi lebih singkat.
6. Aspek Medis
Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan terjadinya infeksi
nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun
bayi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Rawat Gabung.


Keberhasilan rawat gabung yang mendukung peningkatan penggunaan AS1
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain sosial budaya, ekonomi, tatalaksana rumah
sakit, sikap petugas, pengetahuan ibu, lingkungan keluarga, adanya kelompok pendukung
peningkatan penggunaan ASI (KP-ASI) dan peraturan tentang peningkatan ASI atau
pemasaran susu buatan formula.
1. Peranan Soslal-Budaya
Kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi dan pengaruh
kebudayaan Barat menyebabkan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat.
Memberi susu formula dianggap modern dan menempatkan ibu pada kedudukan

112
yang sama dengan ibu golongan atas. Ketakutan akan mengendornya payudara
menyebabkan ibu enggan menyusui bayinya.
Bagi ibu yang sibuk _dengan urusan di luar rumah, sebagai wanita karir atau
isteri seorang pejabat yang selalu dituntut mendampingi kegiatan suami, dapat
menghambat usaha peningkatan penggunaan ASI.Sebagian ibu tersebut pada
umumnya berasal dari golongan menengah atas cenderung untuk _memilih_susu
formula daripada menyusui bayinya. Jika tidak mungkin membagi waktu,
seyogyanya hanya ibu yang sudah tidak menyusui yang boleh dibebani dengan tugas
sampingan di !Liar rumah. Dalam hal Ini peranan suami atau instansi di mana suami
bekerja sebaiknya memahami betul peranan ASI bagi perkembangan bayi.
Iklan menarik melalui media massa serta pemasaran susu formula dapat
mempengaruhi ibu untuk enggan memberikan ASI-nya. Apalagi ikian yang
menyesatkan seolah-olah dengan teknologi yang super canggih dapat membuat
susu formula sebaik dan semutu susu ibu atau bahkan lebih baik dari susu ibu.
Adanya kandungan suatu nutrien yang lebih tinggi dalam susu formula dibanding
dalam ASI bukan jaminan bahwa susu tersebut sebaik susu ibu atau bahkan lebih
baik. Komposisi nutrien yang seimbang dan adanya zat antibodi spesifik dalam ASI
menjamin ASI tetaplebih unggul dibanding susu formula.
2. Faktor Ekonomi
Seperti telah disebutkan di atas, beberapa wanita memilih bekerja di luar
rumah.Bagi wanita karir, hal ini dilakukan bukan karena tuntutan ekonomi,
melainkan karena status, prestise, atau memang dirinya dibutuhkan. Pada sebagian
besar yang lain, ibu bekerja di Iuar rumah semata karena tekanan ekonomi, di mana
penghasilan suami dirasa belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Gaji
pegawai negeri yang relatif rendah dapat dipakai sebagai alasan utama isteri ikut
membantu mencari nafkah dengan bekerja di Iuar rumah.Memang tidak ada yang
perlu disalahkan dalam masalah ini.
Dengan bekerja di luar rumah, ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan
bayinya. Akibatnya ibu cenderung memberikan susu formula dan diberikan dengan
botol. Bila bayi telah mengenal dot/botol maka is akan cenderung memilih botol.
Dengan demikian frekuensi penyusuan akan berkurang dan menyebabkan
produksi menurun. Keadaan ini selanjutnya mendorong ibu untuk menghentikan
pemberian ASI, tidak jarang terjadi sewaktu masa cutinya belum habis.Ibu perlu
didukung untuk memberi ASI penuh pada dan tetap berusaha untuk menyusui
ketika ibu telah kembali bekerja.Motivasi untuk tetap memberikan ASI meskipun
ibu harus berpisah dengan bayinya adalah faktor utama dalam keberhasilan ibu
untuk mempertahankan penyusuannya.Pendirian tempat penitipan bayi
berdekatan dengan/di tempat ibu bekerja merupakan hal yang sangat penting.
3. Peran Tata/aksana Rumah Sakit/Rumah Bersalin
Peran tatalaksana atau kebijakan rumah sakit/rumah bersalin sangat penting
mengingat kini banyak ibu yang lebih menginginkan melahirkan di pelayanan
kesehatan yang baik. Tatalaksana rumah sakit yang tidak menunjang keberhasilan
menyusui harus dihindari, seperti :
 Bayi dipuasakan beberapa had, padahal refleks isap bayi paling kuat adalah
pada jam-jam pertama setelah lahir. Rangsangan payudara dini akan
mempercepat timbulnya refleks prolaktin dan mempercepat produksi ASI.
 Memberikan makanan pre-lakteal, yang membuat hilangnya rasa haus sehingga
bayi enggan menetek.
 Memisahkan bayi dari ibunya. Tidak adanya rawat gabung menyebabkan ibu

113
tidak dapat menyusui bayinya nenjadwal.
 Menimbang bayi sebelum dan sesudah menyusui, dan bila pertambahan berat
badan tidak sesuai dengan yang diharapkan maka bayi diberi susu formula. Hal
ini dapat menimbulkan rasa khawatir pada ibu yang mempengaruhi produksi
ASI.
 Penggunaan obat-obat selama proses persalinan, seperti obat penenang,
preparat ergot dapat menghambat permulaan laktasi. Rasa sakit akibat
episiotomi atau robekan jalan lahir dapat mengganggu pemberian ASI.
 Pemberian sampel susu formula harus dihilangkan karena akan membuat ibu
salah sangka dan menganggap bahwa susu formula sama baik bahkan lebih balk
daripada ASI.
Dalam hal ini perlu kiranya dibentuk klinik laktasi yang berfungsi sebagai tempat
ibu berkonsultasi bila mengalami kesulitan dalam menyusui. Tidak kalah pentingnya
adalah sikap dan pengetahuan petugas kesehatan, karena walaupun tatalaksana
rumah sakit sudah baik bila sikap dan pengetahuan petugas belum menunjang
maka hasilnya kurang memuaskan.
4. Faktor-faktor dalam diri ibu sendiri
Beberapa keadaan ibu yang mempengaruhi laktasi adalah :
a. Keadaan gizi ibu:
Kebutuhan kalori dan nutrien dperlukan sejak hamil.Sebagian kalori ditimbun untuk
persiapan produksi ASI.Seorang ibu hamil dan menyusui perlu mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang agar kuantitas dan kualitas ASI
terpenuhi.Dengan demikian diharapkan bayi dapat tumbuh-kembang secara alami
selama 4 bulan pertama hanya dengan ASI (menyusui secara eksklusif).
b. Pengalaman/sikap ibu terhadap penyusuan:
lbu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman
cara pemberian ASI secara balk dan benar akan menunjang laktasi berikutnyn.
Sebaliknya kegagalan menyusui pada masa lalu akan mempengaruhi pula sikap
seorang ibu terhadap penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan
motivasi dalam dirinya secara suka rela dan penuh rasa percaya did mampu
menyusui bayinya. Pengalaman masa kanakkanak, pengetahuan tentang AS1,
nasihat, penyuluhan, bacaan, pandangan dan nilai yang berlaku di masyarakat akan
membentuk sikap ibu yang positif terhadap masalah menyusui.
c. Keadaan emosi:
Gangguan emosional, kecemasan, styes fisi dan psikis akan mempengaruhi produksi
ASI. Seorang ibu yang masih harus menyelesaikan kuliah, ujian,dll. Tidak jarang
menyebabkan AS1-nya tidak keluar. Sebaliknya suasana keluarga yang tenang,
bahagia, sakinah, penuh pengertian dan dukungan dan anggota keluarga yang lain
(terutama suami), akan membantu menunjang keberhasilan menyusui. Demikian
pula lingkungan kerja berpengaruh ke arah positif atau sebaliknya.
d. Keadaan payudara:
Besar kecil dan bentuk payudara tidak mempengaruhi produksi ASI. Tidak ada
jaminan bahwa payudara besar akan menghasilkan lebih banyak ASI sedang
payudara kecil menghasilkan lebih sedikit. Produksi ASI lebih banyak ditentukan
oleh faktor nutrisi, frekuensi pengisapan puting dan faktor emosi.
Sehubungan dengan faktor di atas, faktor pada payudara yang perlu mendapat
perhatian adalah keadaan puting.Puting harus disiapkan agar lentur dan menjulur,
sehingga mudah ditangkap oleh mulut bayi.Dengan puting yang baik, puting tidak
mudah lecet, refleks mengisap menjadi lebih baik, dan produksi AS1 lebih balk pula.

114
5. Peran masyarakat dan pemerintah
Keberhasilan laktasi merupakan proses belajar-mengajar. Diperlukan
kelompok dalam masyarakat di luar petugas kesehatan yang secara sukarela
,memberikan blmbingan untuk peningkatan penggunaan ASI. Kelompok ini dapat
diberi nama Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) yang dapat memanfaatkan
kegiatan posyandu dengan membuat semacam pojok ASI.
Dari pemerintah, dukungan dan peraturan untuk peningkatan penggunaan
ASI waktu ini cukup besar, antaralain :
1. Inpres No. 14, 1975. Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan
bahwa salah satu program dalam usaha perbaikan gizi adalah peningkatan
penggunaan ASI.
2. Melarang para produsen susu buatan/formula untuk mencantumkan kalimat-
kalimat promosi yang memberikan kesan bahwa susu buatan tersebut
semutu ASI atau lebih balk daripada ASI (Permenkes 240/1985).
3. Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumkan pada
label produksnya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan wama tulisan
merah dan cukup mencolok (Permenkes 76/1975)
4. Melarang promosi susu buatan/formula yang dimaksudkan sebagai pengganti
ASI di semua sarana pelayanan kesehatan (termasuk Posyandu).
5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi umur 4-6 bulan dan
menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan, milik pemerintah maupun
swasta.
7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga
petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat
luas.
8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara
nasional pada hari ibu ke-62 (Desember 1990)
9. Upaya penerapan TO langkah untuk berhasilnya menyusui bagi ibu bersalin di
semua RS, RSB, RB dan Puskesmas dengan tempat tidur.

Pelaksanaan Rawat Gabung dan Kegiatan Penunjangnya


Dalam rawat gabung bayi ditempatkan bersama ibunya dalam sebuah
ruangan sedemikian rupa sehingga ibu dapat melihat dan menjangkaunya k apan
saja bayi atau ibu rrembutuhkannya. Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama
ibunya, atau dalam boks disamping tempat tidur ibu. Modifikasi lain dengan
membuat sebuah boks yang ditempatkan di atas tempat tidur di sebelah ujung kaki
ibu. Yang penting ibu harus bisa melihat dan memantau bayinya, apakah is
menangis karena lapar, kencing atau digigit nyamuk, dll. Tangis bayi merupakan
rangsangan tersendiri untuk membantu produksi ASI.
Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali
keadaankeadaan abnormal, kemudian melaporkannya kepada dokter.Bayi kuning
sering merupakan masalah bagi ibu meskipun sebenarnya keadaan ini seringkali
masih dalam batas fisiologis.
Dokter (anak dan kebidanan) mengadakan visite (bersama) sekurang -
kurangnya sekali dalam sehari. Dokter harus memperhatikan keadaan ibu maupun
bayi, terutama yang berhubungan dengan masalah menyusui. Perlu diperhatikan
apakah ASI sudah keluar, adakah pembengkakan payudara, bagaiman putingnya,
adakah rasa sakit yang mengganggu saat menyusui dll. Demikian pula dengan

115
bayinya, perlu ditanyakan apakah sudah dapat mengisap, kuat atau tidak, rewel
atau tidak, dll.
Ibu menyusui sewaktu-waktu sesuai dengan keinginan bayi, tidak dikenal
lagi penjadwalan dalam memberikan ASI kepada bayinya.
Perawat harus membantu ibu untuk merawat payudara, menyusui,
menyewakan dan merawat bayi secara benar (lihat bawah). Bila bayi sakit/perlu
diobservasi lebih lanjut, dipindah ke ruang bayi bermasalah. Bayi akan
memperoleh perawatan lebih intensif, meskipun tidak berarti ASI tidak diberikan.
ASI tetap diberikan dengan cara ibu mendatangi kamar bayi atau ASI diperas dan
diberikan dengan sendok.
Bila ibu dan bayi sudah diperbolehkan pulang, diberikan penyuluhan lagi
tentang cara merawat bayi, payudara dan cara menyusui yang benar sehingga ibu
di rumah terampil melakukan rawat gabung serta cara mempertahankan
menyusui sekalipun ibu harus berpisah dengan bayinya. Harus ditekankan bahwa
bayi tidak boleh diberi dot/kempengan. Selanjutnya perawat mengumpulkan data
ibu dan bayi dalam sebuah lembar catatan medis yang sudah disiapkan.
Kunjungan pada ibu oleh Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) untuk
memantau masalah dalam menyusui dan memberikan bimbingan. Komunikasi
antar ibu sangat efektif dalam menggali permasalahan yang ada pada ibu yang
baru melahirkan. Nasihat dan bimbingan ibu anggota KP-ASI lebih dapat
menyentuh nurani para ibu yang baru melahirkan,karena bahasanya lebih mudah
dipahami, dan tidak terbatas waktu. Percakapan lebih babasdan terbuka dalam
bertukar pengalaman menuju kebertiasilan menyusui. Ibu diberi motivasi untuk
menjadi kader KP-ASI, sehingga dapat menyebarluaskan pengetahuan dan
pengalamannya tentang menyusui di masyarakat.

Praktek Rawat Gabung


A. Cara memandikan bayi
 Siapkan alat-alat
 Cuci tangan sebelum dan sesudah memandikan
 Bayi diletakkan telentang di atas tempat tidurlmeja dengan alas perlak dan
handuk Muka dan telinga dibersihkan dengan kain (waslap) basah, kemudian
dikeringkan dengan handuk
 Seluruh tubuh bayi disabun dengan menggunakan waslap yang telah diolesi sabun
(leher, dada, perut, lipatan ketiak, kedua tangaMengan, kedua kaki/tungkai, bagian
belakang bayi).
 Bayi diangkat dan dikeringkan dengan handuk.
 Tali pusat ditutup dengan kain kasa yang'telah direndam dalam alkohol 70 %
 Dada, perut dan punggung diolesi minyak talon, tempat lipatan seperti pangkal
paha, ketiak, leher diberi bedak supaya tidak mudah lecet dan diberi pakaian.

B. Cara menyusui
 Cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui
 Ibu duduk atau berbaring santai
 Payudara dimasase supaya lemas
 Tekan areola antara ibu jari dan telunjuk sehingga keluar beberapa tetes ASI.
Oleskan ASI tersebut pada puting susu dan areola sekitamya sebelum menyusui.
 Bayi diletakkan di pangkuan bila ibu duduk, dan di sebelah ibu bila ibu tiduran ibu
harus memegang payudara dengan posisi ibu jari di atas dan keempat jari lainnya

116
di bagian bawah payudara
 Sebagian besar areola payudara harus berada di dalam mulut bayi
 Setiap payudara harus disusui sampai kosong, kurang lebih 10-15 menit
 Bayi menyusu pada dua payudara bergantian, setelah payudara yang pertama
terasa kosong
 Bila akan melepaskan mulut bayi dari puting susu, masukkan jari kelingking
antara mulut bayi dan payudara
 Sesudah selesai menyusui oleskan ASI pada puting susu dan areola sekitarnya
serta biarkan kering oleh udara
 Bayi digendong di bahu ibu atau dipangku tengkurap agar bersendawa.
 Periksa keadaan payudara, mungkinadaperiukaan/pecah-pecahatau terbendung.
 Bayi menyusu setiap kali membutuhkan, sebagian dengan posisi berubah-ubah.
 Pakailah bahan penyerap ASI dibalik kutang, di luar waktu menyusui

C. Cara merawat tali pusat


 Siapkan alat-alat
 Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat
 Tali pusat dibersihkan dengan kain kasa yang dibasahi dengan alkohol 70
 Setelah bersih, tali pusat dikompres dengan alkohoUyodium povidon 10 %
(Betadine), lalu dibungkus dengan kain kasa steril kering
 Setelah tali pusat terlepas (puput), pusar tetap dikompres dengan alkohoVyodium
povidon 10 % (betadine) sampai kering.

Gambar Contoh model rawat gabung

117
ISU-ISU TENTANG PEMBERIAN ASI

VITAMIN A
ASI merupakan sumber energi yang paling higienis, mengandung penuh gizi
essensial, air, faktor kekebalan tubuh dan banyak komponen lain yang sangat berguna
bagi bayi dan anak-anak. ASI mencegah terjadinya defisiensi vitamin A. Vitamin A
merupakan mikronutrien yang sangat diperlukan bayi dan anak-anak untuk
kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Hampir seluruh bayi lahir dengan status simpanan vitamin A yang rendah
dalam tubuhnya. Selama 6 bulan pertama postpartum ibu hams menyusui bayinya
secara eksklusif untuk meningkatkan kadar vitamin A tubuh bayi. ASI akan mencegah
terjadinya infeksl yang akan menurunkan simpanan vitamin A pada bayi dan
mempengaruhi absorpsi vitamin A. Intake vitamin A pada bayi yang diberi ASI
tergantung dari status vitamin A ibu, jenis ASI (berdasar hari postpartum) dan jumlah
ASI yang diminum.

Umur Bayi Sumber vitamin A

Beberapa hari pertama Kolostrum; mengandung vitamian A 3 kali Iipat dan beta-karoten
(precursor vit A yang memberi warna kekuningan) 10 kali. Karena
mengandung kadar vitamin A, antibodi dan zat esensial lain yang
tinggi, kolostrum merupakan imunisasi awal dzlam kehidupan
bayi.

5-14 hari ASI transisional; mengandung vitamin A 2 kali lebih banyak


dibanding ASI matur.

14 hari-6 bulan ASI matur: ASI dari ibu yang sehat -rnengandung 250 IU vitamin A per
100 ml. Namun ASI dari ibu-ibu di negara berkembang hanya
mengandung vitamin A separuhnya. Pada keadaan ini, pemberian
suplementasi vitamin A dosis tinggi pada ibu segera setelah melahirkan
dapat menjamin suplai vitamin A untuk bayi Iewat ASI yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan vitamin A perhari dan menambah
simpanan vitamin A dalam tubuhnya.

Mulai umur 6 bulan, vitamin A hares sudah mulai diperoleh Iewat makanan
yang kaya vitamin A, selain ASI, dan jika diperlukan bayi hares diberikan suplementasi
kapsul vitamin A. Pemberian makanan dan minuman pada bayi yang tidak optimal
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi vitamin A yang mengakibatkan tingginya
angka kesakitan dan kematian bayi dan balita. Risiko terjadinya defisiensi vitamin A
ini lebih besar pada bayi yang ibunya menderita defisiensi vitamin A. Defisiensi
vitamin A pada ibu dapat menyebabkan rendahnya kadar simpanan vitamin A pada
bayi dan rendahnya kadar vitamin A pada ASI.
Bayi dengan defisiensi vitamin A akan kehilangan selera makan/minum,
mempunyai masalah pada mata, daya tahan tubuh terhadap infeksi yang rendah, lebih
sering dan lebih parah rnendapat diare dan campak, anemia defisiensi besi dan lambat
dalam pertumbuhan. Penyakit-penyakit infeksi dan proses radang itu sendiri dapat
memperberat defisiensi vitamin A karena meningkatkan penggunaan dan proses
kehilangan vitamin A. Meningkatnya risiko untuk sakit mengarah pada peningkatan
angka kematian bayi dan balita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa .di

118
masyarakat dengan prevalensi defisiensi vitamin A tinggi, peningkatan status vitamin
A akan menurunkan kematian anak sampai dengan 23%. Vitamin A sangat protektif
mencegah kematian, terutama pada penderita diare dan campak dan dapat
menurunkan derajat keparahan malaria.
Untuk memenuhi kebutuhan vitamin A pada bayi, ibu direkomendasikan untuk
meningkatkan konsumsi vitamin A dengan cara:
1. Selama kehamilan
Di daerah dengan banyak kasus defisiensi vitamin A tinggi dan jarang tersedia
makanan kaya vitamin A, sebaiknya ibu hamil diberi suplementasi vitamin A dosis
rendah (kurang dari 10.000 IU perhari atau 25.000 IU perminggu) atau
multivitamin yang mengandung cukup vitamin A.
2. Saat persalinan
Di daerah dengan banyak kasus defisiensi vitamin A, satu dosis tinggi vitamin A
(200.000 IU) sebaiknya diberikan segera setelah melahirkan, tetapi tidak lebih
dari 8 minggu postpartum.
3. Selama menyusui
Tingkatkan konsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin A, karena
kebutuhan vitamin A selama masa menyusui 1,5 kali lebih banyak bila
dibandingkan dengan wanitausia reproduksi yang tidak hamil dan tidak menyusul.
Perencanaan kehamilan berikutnya (KB) juga diperlukan guna menjaga
kelangsungan pemberian ASI, jarak kehamilan dan membantu proses
penyimpanan vitamin A pada tubuh ibu dan mikronutrien lain.

TUBERKULOSIS
Tenaga kesehatan sering mendapat pertanyaan apakah seorang ibu yang menderita
tuberkulosis (TBC) dapat memberikan ASI kepada bayinya.Di masa lalu dianjurkan untuk
merawat bayi secara terpisah dari ibu yang menderita TBC, setidaknya sampai ibu
menjadi tidak infeksius lagi.Pemisahan ini mengganggu bahkan tidak memungkinkan ibu
untuk menyusui dan merawat bayinya sendiri. Hal ini dapat meningkatkan risiko bayi
untuk menderita penyakit infeksi lain dan juga malnutrisi disebabkan pemberian susu
pengganti. Sehingga kini perawatan terpisah ini sudah tidak dianjurkan lagi.
Ibu yang terinfeksi TBC harus diperiakukan sebagai berikut:
o Untuk mencegah infeksi pada bayi, ibu harus diberi kemoterapi yang adekuat dan
tepat waktu. Pemberian kemoterapi harus sesuai dengan standart pemberian obat
yang direkomendasikan oleh program TBC nasional dan dimonitor oleh tenaga
kesehatan setempat. Standart pemberiankemoterapi Jangka pendek adalah
kombinasi isoniazid, rifampisin, pyrazinamid dan ethambutol selama 2 bulan
pertama dan dilanjutkan hingga 4-6 bulan. Obat antituberkulosis ini tidak
berbahaya jika diberikan pada saat kehamilan dan tidak mempengaruhi ASI.
Sejumlah kecil obat akan terdapat pada ASI dan tidak cukup untuk membuh vaksin
BCG.
o Ibu dapat menyusui bayinya secara eksklusif, minimal selama 4 bulan, atau
sebaiknya hingga 6 bulan, dan dapat meneruskan memberikan ASI hingga 2 tahun.
Bayi yang mempunyai risiko untuk tertuiar TBC harus diimunisasi dengan BCG
segera setelah lahir.Bayi tidak perlu dipisahkan dan ibunya dan dapat menyusul secara
normal.Bayi dengan risiko tinggi tertular TBC ini sebaiknya juga diberi isoniazid 5
mg/kgBB per oral satu kali sehari selama 6 bulan.Dosis ini sangat kecil untuk membunuh
vaksin BCG.

119
Manajemen Perawatan ibu dengan tuberkulosis dan menyusui:
TBC paru aktif TB pare aktif
diagnosis sebelum persalinan diagnosis setelah persalinan

> 2 bulan sebelum < 2 bulan < 2 bulan setelah > 2 bulan setelah
sebelum
Preparat apus Preparat apus - - -
negative positif beberapa
sebelum saat sebelum
persalinan persalinan
Obati ibu. Obati ibu Obati ibu Obati ibu Obati ibu

Menyusui Menyusui Menyusui Menyusui Menyusui

Tidak Bayi diberi Bayi diberi Bayi diberi Bayi diberi


diperlukan isoniazid isoniazid isoniazid isoniazid
kemoterapi selama 6 bulan selama 6 bulan selama 6 bulan selama 6 bulan
untuk
bayi BCG setelah BCG setelah BCG setelah Bila BCG
berhenti berhenti berhenti belum
BCG saat lahir isoniazid isoniazid isoniazid diberikan saat
lahir, bvaksin
BCG
diberikan
 Monitor kesehatan dan berat badan bayi setelah
berhenti
 Jangan berikan BCG pada bayi yang mempunyai gejala yellow fever atau infeksi HIV.
isoniazid
INFEKSI HIV
Sejak tahun 1980, ketika HIV pertama kali terdeteksi di dalam ASI, menyusui
pada ibu dengan HIV positif menjadi kontroversial. Pengambil kebijakan kesehatan
telah mencoba mencari pedoman pemberian makan dan minum bayi yang terbaik
pada ibu yang terinfeksi HIV terutama di daerah dengan prevalensi HIV tinggi, seperti
negara-negara di daerah Sub-Saharan Afrika. Sampai saat ini pengambilan keputusan
mengenai pemberian ASI pada daerah tersebut membutuhkan pemikiran untung rugi
dengan seksama. Pengambilan ' keputusan untuk memberikan ASI dipengaruhi oleh
ketakutan akan adanya penularan HIV melalui ASI, namun dipihak lain ada pula
ketakutan lain yaitu stigma mengenai kematian dan kesakitan yang disebabkan olah
faktor lain selain ASI. Ibu dengan HIV positif bisa menularkan virus kepada anaknya
selama kehamilan (in-utero) atau pada saat persalinan, dan juga dapat ditularkan
lewat ASI. Namun demikian sebagian besar bayi dari ibu dengan HIV positif tidak
terinfeksi dari ibunya, dan tidak tergantung apakah bayi mendapat ASI atau tidak.
Jika 1) susu pengganti tersedia dan terjangkau, 2) susu pengganti dapat
digunakan dengan cara yang aman, dan 3) fasilitas kesehatan tersedia dan terjangkau,
maka bayi dari seorang ibu dengan HIV positif mempunyai angka kemungkinan hidup
lebih besar bila dia diberi susu pengganti daripada ASI. Tetapi bila ke tiga syarat
tersebut tidak terpenuhi, sebagai contoh fasilitas dan akses terhadap fasilit as
kesehatan sangat rendah dan tidak memadai, menyusui merupakan pilihan
pemberian makanan bayi yang terbaik walau ibu terinfeksi HIV.

120
Kontroversi boleh dan tidaknya seorang ibu yang menderita HIV memberikan
ASI pada bayinya masih t er u s berlanjut.Keputusan untuk menyusui atau tidak
sepenuhnya merupakan hak ibu, namun demikian petugas kesehatan mempunyai
tanggung Jawab untuk memberikan keterangan mengenai keuntungan dan risiko
pemberian ASI pada ibu yang menderita HIV positif.UNICEF telah membuat suatu
pedoman berdasar dari berbagal studi, pedoman tersebut disebut safer
breastfeeding.Secara umum pedoman safer breastfeeding ini meliputi:
 Pemberian ASI dini segera dilakukan dalam waktu 30 menit pertama kelahiran.
Tenaga kesehatan harus mempunyai keterampilan manajemen laktasi yang balk,
termasuk cara mempersiapkan ibu untuk dapat menyusui dengan balk dan benar,
posisi dan cara melekatkan bayi segera setelah persalinan.
 Bayi harus sering disusui sesuka bayi baik pagi maupun malam hari, tanpa jadwal.
Bayi harus disusui secara ekslusif dalam waktu minimal 4-6 bulan.
 Pemberian makanan tambahan hams segera dimulai pada umur 6 bulan, kecuali ada
petunjuk khusus dari dokte.r yang berkaitan dengan pertumbuhan bayi, makanan
tambahan dapat diberikan antara bulan ke 4 dan 6.
 Ibu yang mempunya risiko mengidap HIV hams berusaha agar tidak sampai terinfeksi
selama masa menyusui karena risiko penularan virus akan meningkat dua kali lipat
pada masa infeksi awal HIV.
 Ibu harus segera mencari pertolongan tenaga kesehatan jika menemukan perlukaan
pada puting atau mulut bayi, karena dapat menjadi jalan penularan virus.
 Biasanya perlukaan terjadi pada satu sisi payudara, untuk itu ibu hams mengeluarkan
dan membuang ASI dart payudara yang sakit tersebut.

Dengan safer breastfeeding ini diharapkan dapat menurunkan penularan HIV Iewat ASI
bagi ibu-ibu yang tidak mengetahui apakah dirinya mengidap HIV positif, atau ibu yang
mempunyai risiko tinggi terkena HIV dan juga bagi ibu yang menderita HIV positif tetapi
memutuskan untuk tetap menyusui. Beberapa studi sedang dilaksanakan saat ini untuk
melihat dampak dari penyuluhan safer breastfeeding ini terhadap keputusan ibu untuk
menyusui bayinya dan kesehatan bayi di beberapa negara.

121
Safer Breastfeeding untuk wanita yang terinfeksi atau mempunyai risiko terinfeksi HIV

Untuk semua ibu yang memilih untuk menyusui bayinya harus:


o Segera susui setelah persalinan

o Mendapat penyuluhan dan dukungan untuk menyusui dengan posisi dan perlekatan
bayi dan payudara yang benar.

o Mendapat penyuluhan dan dukungan, pengertian, pemahaman dan pelaksanaan


pemberian ASI eksklusif.

o Terbiasa dengan proses menyusui agar dapat mengidentifikasikan masalah yang


mungkin timbul selama menyusui dan cara menanggulanginya; seperti payudara
bengkak atau puting lecet.

o Mendapat penyuluhan dan dukungan Untuk melakukan akitivitas seksual dengan aman
dan memahami risiko tertular HIV melalui ASI dan alternalif penularan lainnya.

o Menerima penyuluhan dandukungan untuk merusak menyusui dan mulai


memberikan makanan tambahan setelah bayi berumur 4-6 bulan.
Untuk ibu dengan HIV positif yang memilih untuk menyusui bayinya harus:
o Dianjurkan untuk mengeluarkan ASI jika tampak tanda-tanda pembengkakan, duktus
yang tersumbat atau infeksi. Ibu harus tetap menyusui dari payudara yang tidak
terinfeksi.
Pengobatan medis harus diupayakan jika pembengkakan dan sumbatan pada duktus
tidak hilang dalam 1-2 hari atau bisa payudara terasa sakit, demam atau adanya tanda
mastitis lainnya atau ada tanda infeksi HIV yang progresif.

o Menerima penyuluhan dan dukungan yang menjelaskan risiko dan keuntungan


menghentikan pemberian AS. Pada kasus ibu dengan HIV positif, kemampuan ibu
mendapat susu pengganti yang aman dan susuai harus di evaluasi. Mereka harus
diberitahubahwa meneruskan pemberian ASI masih tetap mengekspos bayi
terhadap HIV, tetapi penyapihan terlalu dini akan meningkatkan risiko adanya
gangguan pertumbuhan dan penyakit non-HIV seperti diare.

o Ibu harus memutuskan untuk menghentikan pemberian ASI harus menerima penyuluhan
dan dukungan untuk memfalitet perubahan pemberian makanan pada bayi.

HEPATITIS

Menyusui diduga menjadi salah satu jalan penularan Hepatitis pada bayi, karena
sejumlah kecil HbsAg ditemukan pada beberapa sampel ASI dari ibu yang menderita HbsAg
positif.Namun demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa menyusui dapat
meningkatkan risiko penularan untuk bayi dari ibu dengan HBsAg positif, menyusui sangat
dianjurkan walaupun di daerah yang tidak mempunyai fasilitas vaksinasi hepatitis.
Jika fasilitas memadai vaksinasi hepatitis sangat direkomendasikan bagi bayi ya ig
lahir dari ibu yang menderita hepatitis, terutama di daerah dengan penularan hepatitis
perinatal sangat tinggi. Bila fasilitas vaksinasi hepatitis sangat terbatas, prioritas

122
pemberian vaksinasi sebaiknya dilakukan pada bayi yang akan disusui orang lain selain
ibunya.

ANTIBIOTIK DAN MENYUSUI

Pengobatan dengan antibiotika sering kali dibutuhkan saat ibu masih menyusui dan
sebagian besar obat tersebut cukup aman bagi bayi sehingga ASI tetap dapat
diberikan.Namun demikian data mengenai obat-obatan dan ASI ini tidak cukup memadai
sehingga banyak timbul pertimbangan antara risiko bayi terkena obat melalui ASI dan
kesadaran untuk tetap memberikan ASI pada bayinya.Seringkali pertimbangan
penghentian obat maupun penghentian menyusui selama pengobatan hanya berdasarkan
anekdot atau pendapat umum saja.
Obat yang diekskresikan ke dalam ASI dan masuk ke dalam tubuh bayi tergantung
oleh beberapa faktor ibu maupun bayi.Jumlah obat yang ada dalam ASI tergantung dari
konsentrasi obat bebas yang terdapat dalam serum ibu.Konsentrasi ini ditentukan oleh
dosis obat, absorpsi, distribusi jaringan dan protein-binding (yang menurun pada
trimester akhir kehamilan), serta metabolisme dan ekskresi tubuh ibu itu sendiri.Karena
pH ASI lebin rendah bila dibanding dengan serum ibu, transfer obat ke dalam ASI sangat
dipengaruhi oleh tingkat keasaman obat.Absorpsi obat lewat ASI oleh usus bayi tergantung
oleh beberapa faktor termasuk daya larut, pH gastrointestinal, lama transit lambung dan
permeabilitas dari membran mukosa usus.Semua faktor ini sangat dipengaruhi oleh umur
bayi.
Gangguan metabolisme obat pada bayi karena hepar yang tidak matur dapat
menyebabkan akumulasi obat. Namun demikian, kadar obat yang diabsorpsi lewat ASI
relatif sangat rendah dan kapasitas metabolisme cukup memadai. Rendahnya kadar lemak
bayi baru lahir, terutama bayi preterm, juga mempengaruhi metabolisme obat dalam tubuh
bayi. Karena rendahnya kadar lemak dapat menurunkan distribusi obat ke jaringan,
sehingga kemungkinan terjadinya keracunan sangat tinggi karena kadar obat dalam darah
yang tinggi. Obat-obat yang berhubungan dengan bilirubin indirek (seperti sulphonamide)
dapat meningkatkan kadar bilirubin bebas sehingga bisa menyebabkan terjadinya
kemikterus. Konsentrasi obat bebas dalam serum juga dapat meningkat pada bayi dengan
asidosis atau hipoksia.Pemberian obat-obatan seperti penisilin, tetrasiklin dan gentamisin
juga harus diawasi, terutama pada awal kelahiran karena fungsi ginjal pada bayi baru lahir
masih lemah.

Kunci pokok untuk meminimalkan efek pengobatan pada Ibu


o Berhati-hati setiap kali memberi tetapi pada ibu menyusui. Keuntungan dan kerugian
baik bagi ibu dan bayi harus dipertimbangkan dengan seksama.
o Sebisa mungkin hindari pengobatan dengan menggunakan antiblotika yang bekerja
lama dalam tubuh. Penggunaan obat dengan angka paruh pendek akan mengurangi
risiko akumulasi obat.
o Usahakan tidak menyusui pada saat konsentrasi obat dalam tubuh sangat tinggi.
Secara umum hal itu akan terjadi 1-2 jam setelah pengobatan. Anjurkan ibu untuk
minum obat segera setelah menyusui bayinya.
o Jika informasi mengenai obat tersedia, usanakan menggunakan obat yang tidak di
ekskresikan dalam ASI atau hanya dalam jumlah kecil saja.
o Bayi harus diawasi dengan balk, selama ibu dalam pengobatan.
o Menyusui harus dihentikan, bile ibu sangat membutuhkan obat yang mempunyal efek
toksik terhadap bayi.

123
o Kapasitas metabolisme dan ekskresi bayi akan meningkat cepat dengan pertambahan
usia, maka risiko untuk terjadinya toksisitas akibat obat lewat ASI juga akan menurun.

Antibiotika yang sering dipergunakan


Aminoglikosid Muncul dengan cepat dalam ASI tetapi tidak dalam bentuk yang
slap diabsorpsi usus bayi. Tidak dapat digunakan untuk
pengobatan pada bayi. Dianjurkan untuk tetap dilakukan
pengawasan pada bayi.
Amoksisilin Dapat menyebabkan diare. Dapat pula menyebabkan ruam
kulit, sensitisasi dan kandidiasis.

Ampisilin Dapat menyebabkan adanya reaksi sensitivitas bila dilakukan


pengobatan berulang, diare dan kandidiasis.
Aztreonam Diekskresikan dalam ASI sebanyak 1% dari jumlah yang
beredar dalam serum ibu. Dianjurkan untuk menghentikan
pemberian ASI selama dalam pengobatan.
Sefalosporin Hanya diekskresikan dalam jumlah yang sangat kecil dalam
ASI. Dapat menyebabkan diare dan sensitisasi:
° Cefaclor: dapat menyebabkan diare
° Cephalexin; dapat menyebabkan diare
° Cefotaxime: terdapat dalam ASI tetapi tidak diabsorpsi usus
° Ceftriaxone: hanya dalam jumlah yang sangat kecil dalam ASI.
Ciprofloxacin Terdapat dalam ASI. Dilaporkan adanya bayi dengan kolitis
pseuJomembran pada ibu yang minum obat ini tanpa
sepengetahuan dokter.
Cloxacillin Dapat menyebabkan diare
Kloramfenikol Kontraindikasi. Karena dapat merupakan zat toksik pada
sumsum tulang bayi.
Asam Klavulanat Kadar dalam ASI sangat rendah untuk menimbulkan bahaya.
Clindamycin Perlu pengawasan. Ditemukan satu kasus diare dengan darah.
Ko-trimoxasol Risiko terjadinya kernikterus pada bayi yang ikterus dan
terjadinya hemolisis pada bayi dengan defisiensi G6PD sangat
kecil. Dianjurkan untuk tidak diberikan pada 2 minggu pertama
kelahiran.
Eritromisin Dapat menyebabkan diare dan irritabilitas. Diekskresikan dalam
jumlah yang sangat sedikit dalam ASI.
Metronidazol Pada pengalaman individu ditemukan bahwa bayi akan
menolak ASI dari ibu yang baru mendapat pengobatan. Ini
kemungkinan disebabkan oleh rasa pahit yang didapat dari
metabolit larut air yang terkandung dalam metronodazole.
Asam Nalidiksik Risiko untuk bayi sangat kecil, namun dilaporkan dapat
menyebabkan anemia hemolitik.

Nitrofurantoin Diekskresikan dalam ASI dalam jumlah yang sangat kecil.


Dapat menyebabkan hemolitik pada bayi dengan G6PD.

Piperasillin Diekskresikan dalam ASI dalam jumlah dibawah kadar terapi atau
toksik, namun dapat menyebabkan mengubah flora usus.

124
Sulfonamid Risiko untuk terjadinya kernikterus pada bayi ikterus, terutama
pada obat yang long acting. Dapat menyebabkan hemolitik pada
bayi dengan G6PD.
Tetrasiklin Sebagian menganjurkan untuk tidak diberikan pada ibu
Tricarcillin menyusui.
Penisilin dapat ditemui dalam Jumlah yang sangat kecil ada ASI.
Trimeth2prim Tidak ada efek nyata.

Obat malaria dan infeksi cacing


Kloroquin Diekskresikan dalam ASI dalam jumlah yang sangat kecil, tidak
berbahaya dan tidak dapat digunakan
untuk'mengobati/mencegah malaria pada bayi.
Fansidar Memperbesar risiko untuk menderita kernikterus pada bayi
dengan gejala ikterus dan hemolisis pada bays dengan defisiensi
G6PD (karena Sufadoksin)
Maloprim Risiko terhadap sangat kecil, namun demikian dapat
menyebabkan anemia hemolitik karena mengandung Dapsone.
Mefloquine Sebaiknya dihindari bila masih menyusui.
Pirimethamin Diekskresi dalam jumlah yang cukup besar dalam ASI namun
belum diketahui bahayanya bagi bayi.
Mebendazol Dapat diberikan pada ibu menyusui. Tidak ditemukan efek yang
nyata.
Piperazine & 2 dosis dalam 14 hari terpisah. Jangan menyusui selama 8 jam
Senna setelah minum obat.

Obat infeksi jamur, virus dan TBC


Nistatin Tidak diabsorpsi secara oral. Dapat diberikan pada bayi langsung.
Asiklovir Masuk dalam ASI Iewat pengobatan sistemik. Tidak ada informasi
mengenai keamanan obat dalam ASI. Tidak ada efek yang nyata
pada pemberlan 5 hari secara oral.
Gansiktovir Sebaiknya dihindari. Pada penelitian dengan menggunakanbinatang
percobaan, ditemukan efek yang tidak diharapkan pada bayi.

Idoxuridine Dapat menyebabkan rasa tidak enak pada ASI.


Ethambutol Diekskresi dalam ASI dalam jumlah yang tidak besar untuk
membahayakan bayi.
Isoniazid Secara teori dapat menyebabkan konvulsi dan neuropati. Dianjurkan
untukmemberspyridoxine profilaksipada bayi sebagaimanapada
bayinya. Jika perlu lakukan pengawasan pada pemberian obat ini.
Rifampisin Dapat mengubah warna ASI menjadi orange. Diekskresi dalam ASI
dalam Jumlah yang tidak besar untuk membahsyakan bayi.

125
ASMA DAN MENYUSUI
Risiko untuk menderita asma dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bayi Janis
kelamin laki-laki, BE3LR atau prematur, dilahirican dari ibu dengan usia muda, perokok,
dan terpapar oleh debu rumah atau pollen (serbuk bunga). ASI merupakan salah satu
pencegah terjadinya asma, namun hal ins masih kontroversi. Baru belakangan ins
dikemukakan bagaimana ASI dapat mencegah terjadinya infeksi saluran pemapasan (ISPA)
dan asma.
Bagaimana ASI dapat mencegah ISPA dan asma merupakan hal yang sangat
komplek karena menyangkut faktor imunologik dan zat nutrien lain yang terkandung di
dalamnya. Di dalam paru-paru ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Adanya bet,arapa
tetes ASI yang maduk dalam saluran pemapasan dan paru-paru bayi secara alami selama
menyusui, maka akan mengantarkan antibodi dan zat lain yang pelindung saluran
pernapasan. Terlebih di dalam lambung terdapat beberapa aktivitas antibakteri dan
antiviral yang diperoleh dari lemak ASI yang dimetabolisme menjadi lemak bebas. Lemak
bebas ASI ini dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi pada paru-paru.
Komponen yang spesifik dalam ASI dapat memacu proses sistem imun tubuh bayi.
Jumlah sel darah putih yang aktif yang mengeluarkan bahan kimia biologis ke dalam
saluran pencernaan dan jaringan sekitamya, mempengaruhi perkembangan sistem imun.
Bayi yang disusui secara eksklusif mempunyai kelenjar thymus yang lebih besar
dibanding bayi yang diberi susu buatan. Kelenjar thymus ini merupakan pusat kelenjar
yang bekerja untuk sistem imun. Besarnya kelenjar ini mempunyai efek yang sangat
berarti bagi perkembangan sistem imun yang optimal.
Perkembangan fungsi paru-paru juga dipercepat dengan adanya faktor zat
pertumbuhan yang terdapat pada ASI. Zat aktif yang sangat spesifik dalam ASI memacu
perkembangan dan pertumbuhan fungsi dan anatomis saluran pemapasan dan paru-paru
secara optimal. Dengan demikian secara tidak langsung akan mencegah terjadinya
wheezing yang merupakan gejala utama asrna.
ASI banyak mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan dalam
sistem kekebalan tubuh. Omega-3 ini juga ditemukan pada minyak ikan. Pada penelitian
ditemukan bahwa asma jarang ditemukan pada anak yang banyak mengkonsumsi
minyak. ikan. Ibu yang sedang menyusui dan banyak mengkonsumsi minyak ikan akan
menambah kaya kandungan omega-3 untuk bayi. Makanan yang banyak mengandung
antioksidan (vitamin C, E, Zinc dan Selenium) seperti buah segar, sayuran, biji-bijian, juga
sebaiknya dianjurkan untuk ibu menyusui.

ASI DAN PERAWATAN PERINATAL


Program rumah sakit sayang bayi mewajibkan pelayanan rawat gabung dan
pemberian ASI secara dini segera setelah lahir dan rawat gabung.Bayi yang cukup umur
mempunyai perilaku pre-feeding yang spesifik saat lahir, jika dilakukan kontak kulit dini
dengan ibunya segera setelah lahir.Perilaku ini dimulai dengan periode relaksasi dan
kemudian diikuti dengan reflek mengisap secara spontan dan gerakan membuka
mulut.Perilaku ini meningkat dan berlanjut menjadi aktivitas tangan dan mulut. Sekitar 1
jam setelah lahir, bayi dapat mengidentifikasikan payudara ibu sendiri dan akan mulai
mengisap puting. Pengisapan dini dan sentuhan pada puting tampaknya meningkatkan
ikatan batin ibu dan anak dan menunjang keberhasilan menyusui.
Kontak kulit antara ibu-ibu (metode Kanguru) segera setelah lahir selain berguna
untuk menfasilitasi keberhasilan menyusui, juga dapat digunakan untuk menjaga
temperatur tubuh bayi. Sebagian besar bayi akan mengalami hipotermia (< 36,5°C) pada
satu jam setelah lahir. Hipotennia sangat berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas

126
bayi. Beberapa tir.dakan rutin, seperti perawatan dalam inkubator, sering dilakukan.
Temperatur bayi ini sangat dipengaruhi oleh berat badan dan lamanya pemberian
oksigen. Bayi BBLR mempunyai kesulitan dalam mengatur temperatur tubuhnya.
Bayi baru lahir yang dirawat bersama dengan ibu dan dilakukan kontak kulit
(metode Kanguru) akan mempwiyai temperatur dan glukosa darah yang lebih tinggi
dibanding bayi yang dipisahkan dari ibunya. Ini menunjukkan bahwa bayi akan
menghemat energi ketika dihangatkan oleh badan ibu. Keuntungan perawatan ini lebih
efektif dan berguna bagi bayi dibanding manipulasi metabolisme bayi dengan pemberian
oksigen.
Perawatan kontak kulit dini sangat direkomendasi karena dapat dilakukan di
semua tempat pelayanan dan dapat menurunkan biaya perawatan. Namun demikian
peneemaan metode perawatan ini membutuhkan pendekatan kultural dan etnik.

MENYUSUI DAN KANKER


Risiko terkena penyakit kanker payudara dan kanker endometrium ditemukan
61% lebih rendah pada ibu yang pemah menyusui dibanding dengan ibu yang tidak
pemah.menyusui bayinya. Penurunan risiko kanker payudara ini dipengaruhi oleh lama
menyusui, jumlah anak yang disusui dan lama menyusui anak pertama balk pada ibu yang
pre-menopause maupun post-menopause.Penurunan risiko kanker endometrium juga
dipengaruhi oleh lama menyusui.Risiko terendah didapatkan pada ibu yang baru saja
selesai menyusui.Namun risiko ini meningkat dengan semakin lama jarak setelah
penyapihan.
Menyusui juga ditemukan dapat menurunkan risiko terjadinya limfoma pada anak.
Penurunan risiko ini ditemukan lebih besar pada bayi yang disusui lebih dari 6 bulan. Efek
proteksi ini terutama untuk penyakit Hodgkin dan yang terjadi sebelum 6 tahun.
ASI mengandung bahan antikanker yang dikenal sebagai genistein dan daidzein
dalam bentuk yang lebih bioavailable. ASI juga disebutkan mempunyai kontribusi dalam
sistem imun mukosa dengan mengaktifkan limfosit dan epitel, mengarahkan pematangan
epitel mukosa bayi dan menjauhkan dari proses neoplasia. Bahan antikanker dan sistem
imun mukosa ini sangat berguna terutama pada saat pertumbuhan awal dan mass kritis
pertumbuhan, dan juga berguna untuk kehidupan anak selanjutnya (seumur hidup).

D. ALAT
1. Wastafel
2. Sabun tangan
3. Handuk kering
4. Wadah bersih
5. Botol kaca/plastik ASI

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (Tim PP-ASI). Modul Pelatihan “Manajemen
Laktasi”, RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta, 2001.
2. Utami Roesli, Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. PT Elex Komputindo, Jakarta, 2001
F. Skenario
Seorang bayi baru lahir usia 2 hari, lahir dari ibu G1P0A0 hamil 38 minggu secara spontan.
Diketahui ASI belum keluar. Ibu menanyakan ke dokter bagaimana memberi ASI eksklusif
agar berhasil pada bayinya.

127
G. PROSEDUR
Opening
1 Salam & perkenalan, informed consent
Mempersiapkan psikologis ibu
1 Mendorong atau memotivasi ibu
2 Meyakinkan ibu tentang manfaat ASI
3 Membantu memecahkan masalah ibu yang terkait dengan laktasi
4 Mengikutsertakan suami/keluarga
5 Memberi kesempatan ibu bertanya setiap saat
Teknik menyusui
1 Menjelaskan berbagai posisi menyusui: duduk, berbaring, dsb.
2 Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskannya pada puting susu
3 Mulut bayi dihadapkan payudara ibu, mendekatkan badan bayi ke badan ibu, memposisikan
ibu & bayi senyaman mungkin (kepala & tubuh bayi lurus), menyangga seluruh tubuh bayi,
ibu menatap dengan kasih sayang
4 Payudara dipegang dengan ibu jari di atas & jari lain menopang di bawah (bukan menekan
puting susu/areolanya saja)
5 Menyentuhkan puting susu ke bibir/sisi mulut bayi agar bayi membuka mulut (rooting
reflex)
6 Memasukkan puting ke dalam mulut bayi, sehingga bibir bawah & lidah bayi terletak di
bawah puting susu, dan memastikan daerah areola dapat masuk ke dalam mulut bayi
7 Bayi mulai mengisap payudara, dan akan menyusu dengan santai/tenang, payudara tidak
perlu dipegang/disangga lagi
8 Mengecek apakah bayi telah menyusui dengan teknik yang benar:
bayi tampak tenang, badan bayi menempel perut ibu, dagu bayi menempel payudara, mulut
bayi terbuka lebar, bibir bawah bayi membuka keluar, areola lebih banyak di bagian atas
daripada di bwah mulut, bayi tampak menghisap dalam & lambat diselingi istirahat, puting
ibu tidak nyeri, telinga & lengan bayi pada satu garis lurus, kepala tidak mengengadah
Pengeluaran ASI dengan tangan
1 Mencuci tangan sampai bersih
2 Menyiapkan wadah yang telah dicuci dengan air mendidih
3 Memasase payudara dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke arah areola pada
sekeliling payudara secara merata
4 Menekan & memeras (bukan menekan/memijat puting) daerah areola dengan ibu jari di
sekitar areola bagian atas & jari telunjuk pada sisi areola yang lain
Mengulangi gerakan: tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas, dst di sekeliling areola dari
semua sisi, sehingga yakin ASI telah diperas dari semua segmen payudara
Pemberian ASI perasan dengan cangkir/sendok
1 Ibu duduk dengan memangku bayi
2 Memegang punggung bayi dengan lengan
3 Meletakkan cangkir/sendok pada bibir bawah bayi, lidah bayi berada di atas pinggir
cangkir/sendok
4 Sedikit memiringkan cangkir/sendok, membiarkan bayi mengisap ASI (lidah & bibir atas
bayi akan mengisap sendiri cairan ASI yang menempelnya)
5 Memberi sedikit waktu istirahat setiap kali menelan
Closing
1 Mengucapkan terima kasih kepada ibu, memuji ibu, menyarankan ibu untuk melakukan
sendiri di rumah, dsb.

128
H. CHECKLIST MANAJEMEN LAKTASI
No Uraian Nilai
Opening 0 1 2
1 Salam & perkenalan, informed consent
Mempersiapkan psikologis ibu 0 1 2
1 Mendorong atau memotivasi ibu
2 Meyakinkan ibu tentang manfaat ASI
3 Membantu memecahkan masalah ibu yang terkait dengan laktasi
4 Mengikutsertakan suami/keluarga
5 Memberi kesempatan ibu bertanya setiap saat
Teknik menyusui 0 1 2
1 Menjelaskan berbagai posisi menyusui: duduk, berbaring, dsb.
2 Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskannya pada puting susu
3 Mulut bayi dihadapkan payudara ibu, mendekatkan badan bayi ke badan ibu,
memposisikan ibu & bayi senyaman mungkin (kepala & tubuh bayi lurus),
menyangga seluruh tubuh bayi, ibu menatap dengan kasih sayang
4 Payudara dipegang dengan ibu jari di atas & jari lain menopang di bawah
(bukan menekan puting susu/areolanya saja)
5 Menyentuhkan puting susu ke bibir/sisi mulut bayi agar bayi membuka mulut
(rooting reflex)
6 Memasukkan puting ke dalam mulut bayi, sehingga bibir bawah & lidah bayi
terletak di bawah puting susu, dan memastikan daerah areola dapat masuk ke
dalam mulut bayi
7 Bayi mulai mengisap payudara, dan akan menyusu dengan santai/tenang,
payudara tidak perlu dipegang/disangga lagi
8 Mengecek apakah bayi telah menyusui dengan teknik yang benar:
bayi tampak tenang, badan bayi menempel perut ibu, dagu bayi menempel
payudara, mulut bayi terbuka lebar, bibir bawah bayi membuka keluar, areola
lebih banyak di bagian atas daripada di bwah mulut, bayi tampak menghisap
dalam & lambat diselingi istirahat, puting ibu tidak nyeri, telinga & lengan bayi
pada satu garis lurus, kepala tidak mengengadah
Pengeluaran ASI dengan tangan 0 1 2
1 Mencuci tangan sampai bersih
2 Menyiapkan wadah yang telah dicuci dengan air mendidih
3 Memasase payudara dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke arah areola
pada sekeliling payudara secara merata
4 Menekan & memeras (bukan menekan/memijat puting) daerah areola dengan
ibu jari di sekitar areola bagian atas & jari telunjuk pada sisi areola yang lain
Mengulangi gerakan: tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas, dst di sekeliling
areola dari semua sisi, sehingga yakin ASI telah diperas dari semua segmen
payudara
Pemberian ASI perasan dengan cangkir/sendok 0 1 2
1 Ibu duduk dengan memangku bayi
2 Memegang punggung bayi dengan lengan
3 Meletakkan cangkir/sendok pada bibir bawah bayi, lidah bayi berada di atas
pinggir cangkir/sendok
4 Sedikit memiringkan cangkir/sendok, membiarkan bayi mengisap ASI (lidah &
bibir atas bayi akan mengisap sendiri cairan ASI yang menempelnya)
5 Memberi sedikit waktu istirahat setiap kali menelan
Closing 0 1 2
1 Mengucapkan terima kasih kepada ibu, memuji ibu, menyarankan ibu untuk
melakukan sendiri di rumah, dsb.

129
4. Pemeriksaan dan
Tatalaksana Kasus Gizi
Buruk

130
4. Pemeriksaan dan Tatalaksana Kasus Gizi Buruk
Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Waktu : 200 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. Ketepatan dalam mengidentifikasi tanda dan gejala anak dengan gizi buruk
2. Ketepatan dalam melakukan pemeriksaan fisik terkait gizi buruk
3. Ketepatan dalam menginterpretasi data
4. Ketepatan dalam menjelaskan manajemen gizi buruk (10 langkah pengelolaan Gizi
Buruk)

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu pembelajaran 200 menit daring

Panduan Instruktur 1. Instruktur memberikan pretest terkait materi


2. Instruktur menerangkan materi terkait gizi buruk (tanda dan
gejala), pemeriksaan gizi buruk (skill antropometri, z-skor dan
growth chart) serta manajemen gizi buruk
3. Instruktur melakukan diskusi kasus serta penilaian terhadap
penampilan setiap mahasiswa dalam memanajemen pasien
dengan gizi buruk
4. Instruktur melakukan penilaian setiap mahasiswa dalam
melakukan pemeriksaan dan tatalaksana kasus gizi buruk.
Penilaian menggunakan I-Class
Panduan Mahasiswa 1. Sebelum pertemuan, mahasiswa membaca buku petunjuk skills
lab tentang gizi buruk (buku rekomendasi IDAI)
2. Memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh instruktur terkait
materi gizi buruk
3. Mahasiswa memperagakan teknik anamnesis dan pemeriksaan
fisik dengan teman
4. Mahasiswa mempraktekkan pengisian KMS Z-score didampingi
instruktur
5. Melakukan diskusi kasus gizi buruk

C. DASAR TEORI
Buku pedoman penatalaksanaan gizi buruk, terdiri dari:
1. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I
2. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II
3. Pedoman Pelayanan anak gizi buruk
4. Pencegahan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita Di Layanan Rawat Jalan
5. Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita
6. Growth Chart

131
5. Terapi Nutrisi Medis pada
DM

132
5. Terapi Nutrisi Medis pada DM
Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Waktu : 200 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menentukan status gizi pasien berdasarkan data BB dan tinggi badan
2. Menentukan kebutuhan kalori pasien berdasarkan data status gizi
3. Melakukan edukasi terkait pola makan pada pasien DM

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu 200 menit
praktikum
Panduan Tutor 1. Instruktur memberikan pretest terkait materi
2. Instruktur menerangkan materi terapi nutrisi medis pada DM dan
memberi contoh mengenai cara penentuan status gizi, menghitung
kebutuhan kalori dan edukasi perencanaan makan
3. Instruktur melakukan penilaian terhadap penampilan setiap mahasiswa
dalam melakukan terkait terapi nutrisi medis pada DM (penilaian status
gizi, kebutuhan kalori dan edukasi pola makan pada penderita DM)
Tugas Mahasiswa 1. Mahasiswa mengerjakan soal pretest dari instruktur
2. Mahasiswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh
instruktur terkait materi terapi nutrisi medis
3. Mahasiswa berpasangan sebagai dokter & pasien berlatih bergantian
selanjutnya dilakukan penilaian

C. DASAR TEORI
Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan DM yang cukup penting
karena merupakan pilar penatalaksaanaan DM primer sebelum pemberian terapi farmakologis
(obat & insulin) Terapi Nutrisi Medis (GM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
target terapi. Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori
dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari.


Karbohidrat
● Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
● Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
● Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
● Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi.

133
● Sedikit gula dapat dikonsurnsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang sehat dan
pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah besar gula misalnya
pada minuman ringan dan permen.
● Makan tiga kali sehari untuk mend istribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
Lemak
● Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 % kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
● Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
● Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
● Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan
lemak trans antara. lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
● Anjuran konsumsi kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber
asam lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated FattyAcid), membatasi PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acid) dan Asam lemak jenuh.
Protein
● Dibutuhkan sebesar 15 - 20% total asupan energi.
● Sumber protein yang balk adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang, dan kacang kacangan (Leguminosa), tahu, tempe.
● Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0.8 g/kg BB
perhari atau 10 % dari kebutuhan energi dan 65 % hendaknya bernilal biologik tinggi.
Garam
● Anjuran asupan natrium untuk diabetisi sama dengan anjuran untuk masyarakat umum
yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
● Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6 gr/hari garam dapur,
terutama pada mereka yang hipertensi.
● Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.
Serat
● Seperti halnya masyarakat umum, penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi
cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang balk untuk
kesehatan.
● Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat larut.
Pemanis
● Pernanis dikelompokkan menjadi pernanis bergizi dan pernanis tak bergizi. Termasuk
pernanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
● Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol,
mengandung 2 kalori /g
● Batasi penggunaan pemanis bergizi. Dalam penggunaannya pemanis bergizi perlu
diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
● Fruktosa tidak dianjurkan digunakan para diabetisi karena efek samping pada lipid
plasma.
● Pernanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,
neotame.

134
● Pernanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake
/ ADI)
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan diabetisi. Di antaranya
adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori / kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis
kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dan lain-lain.
Jadi rumus Kalori basal per hari seseorang adalah kalori basal/kgBB x BB ideal
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
‒ Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
‒ Bagi pria dengan tinggi badan dibawah l60 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus
modifikasi menjadi :
‒ Berat badan ideal = TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal = BB ideal +10 %


Kurus < BBI -10%
Gemuk > BBI + 10%

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.


Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT
* BB Kurang <1 8,5
* BB Normal 18,5-22,9
* BB Lebih > 23.0
• Dengan risiko 23,0-24,9
• Obes 1 25,0-29,9
• Obes II >30

WHO WPR/lASO/lOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its
Treatment
(Rekomendasi penghitungan dengan IMT lebih akurat, tetapi penghitungan dengan rumus
Brocca yang dimodifikasi merupakan penghitungan termudah yang dapat diajarkan pada
pasien, sehingga pasien dapat mengukur kebutuhan gizinya sendiri).

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain (KONSENSUS PERKENI


2006):
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar
25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB. Ini merupakan kalori basal/kgBB
2. Umur
Penyesuaian umur hanya dilakukan untuk pasien usia di atas 40 tahun dengan perhitungan
kebutuhan kalori sbb:
- dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun,
- dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun
- dikurangi 20%, diatas 70 tahun.
3. Aktifitas Fisik atau Pekerjaan
• kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktifitas fisik
Jenis aktivitas dikelompokkan sebagai berikut:

135
● Keadaan istirahat: penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal yang diberikan
● Ringan: pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan
lain-lain , ditambah 20% dari kebutuhan basal
● Sedang: pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang,
kebutuhan ditambah 30% dari kebutuhan basal
● Berat: petani, buruh, militer daam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan
ditambah 40%
● Sangat berat: tukang becak, tukang gali, pandai besi dll, kebutuhan harus ditambah
50% dari basal
4. Berat Badan
• Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada
tingkat kegemukan
• Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB.
5. Kehamilan/laktasi:
Pada permulaan kehamilan (trimester I) diperlukan tambahan 150 kalori/hari. Pada
trimester II dan III sebanyak 350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan 550
kalori/hari.
6. Adanya komplikasi
.Infeksi trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu memerlukan tambahan
kalori sebesar 13% dari basal untuk tiap kenaikan 1 0 C

Pembagian porsi makan:


Pasien perlu diedukasi untuk pengaturan jadwal makan. Makanan sejumlah kalori terhitung
dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang
(30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara bertahap
disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan
makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Pengaturan jadwal makan sesuai dengan besarnya kalori sesuai (LAMPIRAN HAL 12 & 13)

C. Standar diet Diabetes & Pilihan Makanan


Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berapa kebutuhan bahan
makanan setiap kali makan dalam sehari dalam bentuk penukar (P) Pilihan makanan untuk
diabetisi dapat dijelaskan dengan penghitungan makan diabetisi dan penukarnya agar penderita
bisa menentukan jenis makanan yang disukainya.
(Terdapat di LAMPIRAN HAL 14 dst)

136
PELAKSANAAN LATIHAN SKIL LAB : PENENTUAN STATUS GIZI UNTUK
MENGHITUNG KEBUTUHAN KALORI
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan. Diantaranya dengan
perhitungan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal
ditambah dan dikurangi tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,
kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat badan.
Ada berbagai macam cara pengukuran status gizi pada orang dewasa, tetapi pada intinya adalah
menggunakan BB & TB. Rumus yang dapat dipakai adalah Brocca & IMT.
Penghitungan dengan rumus Brocca merupakan cara yang paling mudah & sederhana
yang akan dilakukan pada skill lab kali ini. Karena pasien juga dapat menghitung sendiri
kebutuhan kalori untuk diit yang diperlukannya
Edukasi dilakukan untuk menentukan makanan standar & makanan penukarnya

Perhitungan berat badan idaman dengan rumus Broca yang dimodifikasi adalah:

Berat badan Idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg


Bagi pria dengan TB < 160 cm dan wanita < 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi
Berat badan Ideal = (TB dalam cm- 100) x 1 kg

Kasus latihan 1:
Pasien laki-laki umur 45 tahun TB 170 cm BB 67 kg , pekerjaan sebagai tukang becak.
Penderita DM tipe 2 . Berapa kebutuhan kalori & edukasi perencanaan makannya? (tentukan
besarnya kebutuhan kalori, perncanaan makan & makanan penukarnya)

Kasus Latihan 2:
Pasien 67 tahun , wanita. Penderita DM tipe 2 sekitar 10 tahun yang lalu. Kontrol rutin ke
dokter. Sudah mendapatkan terapi obat & pernah di edukasi mengenai diit nya sekitar 6 tahun
yll, tetapi GD tidak pernah terkendali GDS terakhir adalah 310 mg/dLSaat ini BB 69 kg, TB
149 cm. Sudah pensiun & pekerjaan dirumah hanya sebagi ibu RT. Bagaimana menetukan
perencanaan makan pada penderita tersebut?

Kasus 1
Pasien wanita umur 56 tahun TB 155 cm BB 80 kg, pekerjaan sebagai guru. Oleh dokter telah
diperiksa profil lipid dan ditemukan adanya peningkatan LDL & Trigliserida. Bagaimana
penentuan status gizi, penghitungan kalori serta edukasi perencanaan makannya (tentukan
besarnya kebutuhan kalori, perncanaan makan & makanan penukarnya)?

Kasus 2
Pasien laki-laki 43 tahun TB 156 cm BB 54 kg, menderita DM yang sedang dirawat karena
luka/ulkus pada kakinya. Suhu badan dalam beberapa hari berkisar 39 derajad celcius.
Bagaimana penentuan status gizi, penghitungan kalori serta edukasi perencanaan makannya
(tentukan besarnya kebutuhan kalori, perencanaan makan & makanan penukarnya)?

Kasus 3
Pasien wanita 35 tahun hamil trimester I dinyatakan DM gestasional. TB 160 cm, BB 70 kg
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Bagaimana penentuan status gizi, penghitungan kalori
serta edukasi perencanaan makannya (tentukan besarnya kebutuhan kalori, perencanaan makan
& makanan penukarnya)

137
CEK LIST PENILAIAN Nama mahasiswa ............................................
Tutor ...........................................

No Tidak Benar Benar


1 Penghitungan status gizi
Kasus 1 0 5
Kasus 2 0 5
Kasus 3 0 5
2. Penetuan kebutuhan kalori
Kasus 1 0 20
Kasus 2 0 20
Kasus 3 0 20

EDUKASI SALAH SATU KASUS


Dilakukan kurang Dilakuakan dengan
benar benar
3 - Menerangkan kebutuhan kalori 2 5
Menerangkan takaran makanan 2 5
- Menerangkan jenis-jenis mkanan 2 5
2 5
- Menerangkan waktu makan
2 5
- Menerangkan makan penukar

TOTAL 100

138
LAMPIRAN FORM PENGHITUNGAN KALORI:
KEBUTUHAN KALORI per HARI
KASUS: ……kasus latihan 1

DATA KLIEN
TB: ……….cm BB ideal = ....................kg (a)
BB aktual: ……..kg Gemuk/kurus
Jenis kelamin = ………………..
Kalori basal = …………/kgBB ideal (b)
Umur = .....................................
Aktivitas fisik/pekerjaan = ....................................
Kehamilan/ menyusui = .... ...................................
Komplikasi = .......................................
Berat badan = ................................. (kurus +20%, gemuk – 20%)

PENGHITUNGAN KALORI PER HARI


Kebutuhan Kalori basal BBI (a) x kal basal (b) = ....................kalori (c)
Koreksi
Umur : .....................................................x.....................=
Aktivitas fisik/pekerjaan; .........................x.....................=
Kehamilan/ menyusui . ....................x.......................=
Komplikasi .......................x......................=
Berat badan .....................x......................=
TOTAL KEBUTUHAN ........................ kalori
------------------------------------------------------------------------------------------------------
KASUS: …… kasus latihan 2
DATA KLIEN
TB: ……….cm BB ideal = .....................kg (a)
BB aktual: ………..kg Gemuk/kurus
Jenis kelamin = ………………..
Kalori basal = ……………/kgBB ideal (b)
Umur = ......................................
Aktivitas fisik/pekerjaan = .......................................
Kehamilan/ menyusui = .......................................
Komplikasi = ........................................
Berat badan = ....................................... (kurus20%, gemuk – 20%)
PENGHITUNGAN KALORI PER HARI
Kebutuhan Kalori basal BBI (a) x kal basal (b) = .......................kalori (c)
Koreksi
Umur : ......................................................x......................=
Aktivitas fisik/pekerjaan; .........................x......................=
Kehamilan/ menyusui . ......................x......................=
Komplikasi ........................x......................=
Berat badan ......................x.....................=

TOTAL KEBUTUHAN ........................ kalori

139
KEBUTUHAN KALORI
KASUS: …… (kasus 1)
DATA KLIEN
TB: ……….cm BB ideal = .....................kg (a)
BB aktual: ………..kg Gemuk/kurus
Jenis kelamin = ………………..
Kalori basal = ……………/kgBB ideal (b)
Umur = ......................................
Aktivitas fisik/pekerjaan = .......................................
Kehamilan/ menyusui = .......................................
Komplikasi = ........................................
Berat badan = ....................................... (kurus20%, gemuk – 20%)
PENGHITUNGAN KALORI PER HARI
Kebutuhan Kalori basal BBI (a) x kal basal (b) = .......................kalori (c)
Koreksi
Umur : ......................................................x......................=
Aktivitas fisik/pekerjaan; .........................x......................=
Kehamilan/ menyusui . ......................x......................=
Komplikasi ........................x......................=
Berat badan ......................x.....................=
TOTAL KEBUTUHAN ........................ kalori

KEBUTUHAN KALORI
KASUS: …… (kasus 2)
DATA KLIEN
TB: ……….cm BB ideal = .....................kg (a)
BB aktual: ………..kg Gemuk/kurus
Jenis kelamin = ………………..
Kalori basal = ……………/kgBB ideal (b)
Umur = ......................................
Aktivitas fisik/pekerjaan = .......................................
Kehamilan/ menyusui = .......................................
Komplikasi = ........................................
Berat badan = ....................................... (kurus20%, gemuk – 20%)
PENGHITUNGAN KALORI PER HARI
Kebutuhan Kalori basal BBI (a) x kal basal (b) = .......................kalori (c)
Koreksi
Umur : ......................................................x......................=
Aktivitas fisik/pekerjaan; .........................x......................=
Kehamilan/ menyusui . ......................x......................=
Komplikasi ........................x......................=
Berat badan ......................x.....................=
TOTAL KEBUTUHAN ........................ kalori

140
KEBUTUHAN KALORI
KASUS: …… (kasus 3)
DATA KLIEN
TB: ……….cm BB ideal = .....................kg (a)
BB aktual: ………..kg Gemuk/kurus
Jenis kelamin = ………………..
Kalori basal = ……………/kgBB ideal (b)
Umur = ......................................
Aktivitas fisik/pekerjaan = .......................................
Kehamilan/ menyusui = .......................................
Komplikasi = ........................................
Berat badan = ....................................... (kurus20%, gemuk – 20%)
PENGHITUNGAN KALORI PER HARI
Kebutuhan Kalori basal BBI (a) x kal basal (b) = .......................kalori (c)
Koreksi
Umur : ......................................................x......................=
Aktivitas fisik/pekerjaan; .........................x......................=
Kehamilan/ menyusui . ......................x......................=
Komplikasi ........................x......................=
Berat badan ......................x.....................=
TOTAL KEBUTUHAN ........................ kalori

141
LAMPIRAN PENGATURAN PORSI MAKAN

KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN SEHARI


(dalam satuan penukar)

1300 sampai 1700 kalori

142
KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN SEHARI
(dalam satuan penukar)

1900 sampai 2300 kalori

143
PENUKAR 1 SUMBER KARBOHIDRAT

Sumber Karbohidrat 1 Penukar:


Energi = 175 kal
Protein =4g
Kabohidrat = 40 g

144
PENUKAR 2 PROTEIN HEWANI

Protein Hewani 1 Penukar:


Energi = 50 kal
Protein =7g
Kabohidrat = 2 g

145
PENUKAR 3 PROTEIN NABATI

Protein Nabati 1 Penukar:


Energi = 75 kal
Protein =5g
Lemak = 3 g
Kabohidrat = 7 g

146
PENUKAR 4 SAYURAN

Sayuran 1 Penukar: 100 g mentah


(1 mangkuk mentah)
Energi = 25 kal
Kabohidrat = 5 g

147
PENUKAR 5. BUAH

Buah 1 Penukar:
Energi = 50 kal
Kabohidrat = 12 g

148
PENUKAR 6. SUSU
Susu 1 Penukar:
Energi = 75 kal
Protein = 7 g
Kabohidrat = 10 g

149
6. Pemberian Insulin
Mandiri Dan Edukasi
SMBG

150
6. Pemberian Insulin Mandiri Dan Edukasi SMBG
Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Waktu : 200 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Melakukan edukasi indikasi penyuntikan insulin
2. Melakukan edukasi waktu penyuntikan insulin
3. Mengetahui penentuan dosis penyuntikan insulin
4. Melakukan dan mengedukasikan cara penyuntikan insulin sesuai tempat dan rotasinya
5. Mengedukasikan efek samping insulin dan cara mengatasinya
6. Mengedukasikan waktu dan cara pemeriksaan gula darah dengan glukometer dengan
cara yang benar

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu 200 menit
praktikum
Panduan Tutor 1. Instruktur memberikan pretest terkait materi
2. instruktur menerangkan dan melihat video pembelajaran terkait materi
pemberian insulin & pemeriksaan gula darah mandiri (SMBG : Self-
monitoring of Blood Glucose)
3. instruktur melakukan penilaian terhadap penampilan setiap mahasiswa
dalam melakukan edukasi pemberian insulin & pemeriksaan gula darah
mandiri (SMBG : Self-monitoring of Blood Glucose)
4. Instruktur memberikan penilaian dengan i-class
Tugas Mahasiswa 1. Mahasiswa mengerjakan soal pretest dari instruktur
2. Mahasiswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh
instruktur terkait materi pemberian insulin & pemeriksaan gula darah
mandiri (SMBG : Self-monitoring of Blood Glucose)
3. Mahasiswa mempraktekkan cara pemberian insulin dan edukasi SMBG
secara roleplay

C. DASAR TEORI
(KONSENSUS PERKENI 2021)
Pendahuluan
Penemuan insulin lebih dari 80 tahun yang lalu merupakan salah satu penemuan
terbesar dalam dunia kedokteran pada abad ke-20. Saat ini, penggunaan insulin mengalami
kemajuan yang pesat. Beberapa kemajuan itu antara lain dalam hal jumlah jumlah
penggunaan insulin per pasien, perbaikan mutu insulin, dan cara penggunaan insulin.
Keuntungan yang mendasar dari penggunaan insulin dibandingkan obat antidiabetik
oral dalam pengobatan diabetes melitus adalah insulin terdapat dalam tubuh secara
alamiah. Selain itu, pengobatan dengan insulin dapat diberikan sesuai dengan pola sekresi
insulin endogen. Sementara itu kendala utama dalam penggunaan insulin adalah
pemakaiannya dengan cara menyuntik dan harganya yang relatif mahal. Namun demikian,
para ahli dan peneliti terus mengusahakan penemuan sediaan insulin sampai bentuk oral
agar penggunaan lebih sederhana dan menyenangkan bagi para pasien.

151
A. TERAPI INSULIN
Pemberian insulin merupakan bagian dari penatalaksanaan DM. Insulin diperlukan pada
keadaan (indikasi insulin):

B. JENIS DAN LAMA KERJA INSULIN:


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis:
 Insulin kerja cepat (rapid-acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate-acting insulin)
 Insulin kerja panjang (long-acting insulin)
 Insulin kerja campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan
menengah (premixed insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat.

C. DASAR PEMIKIRAN TERAPI INSULIN:


● Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin
diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis
● Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemi pada keadaan
puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemi setelah
makan
● Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi-
yang terjadi
● Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa/sebelum makan). Hal ini dapat dicapai denngan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin
basal (insulin kerja sedang, panjang, atau ultrapanjang).
● Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
● Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan HbA1c belum
mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related).

152
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah
insulin kerja cepat (rapid acting) yang disuntikkan 5-10 menit sebelum makan atau
insulin kerja pendek (short acting) yang disuntukkan 30 menit sebelum makan.
● Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia oral untuk
menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peninngkat seekresi insulin
kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen
usus (acarbose), atau metformin (golongan biguanid).
● Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar gula darah harian.

Gambar 1. Profil fisiologi insulin

Gambar 2. Profil Kerja Insulin

153
Gambar 3. Pola Farmakokinetik Berbagai Jenis Insulin

D. TEMPAT SUNTIKAN INSULIN:

Tiap tempat suntikan dipakai 15 kali, (catatan untuk perut 30 kali: 15 x diatas pusat, 15 kali
di bawah pusat). Jarak antar suntikan sekitar 2 jari (2.5 cm)

154
GAMBAR WARNA LARUTAN INSULIN

GAMBAR PERKEMBANGAN INSULIN (Jenis & cara pemakaiannya)

155
Ket gambar: pen insulin dengan isi ulang

GAMBAR: Evolusi Regimen Insulin

Ket gambar: pen insulin sekali pakai

Insulin mix dan fix ratio combination

156
157
158
159
PENILAIAN HASIL TERAPI DNG PEMERIKSAAN GULA DARAH MANDIRI
(PGDM)
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan diabetes tipe 2 harus dipantau secara terencana
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
● Untuk mengetahui apakah target terapi telah tercapai
● Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila target terapi belum tercapai.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
dan 2 jam postprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
2. Pemeriksaan A 1C
Tes hemoglobin terglikasi, yang disebut juga sebagai glycohemoglobin, atau
hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai All C, merupakan cara yang cligunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini ticlak clapat digunakan
untulk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan Al C dianiurkan dilakukan
sebanyalk 4 kali dalam setahun.
3. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak
dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya
sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai
alat-alat tersebut dlapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan
cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara
berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan
cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi diabetisi dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin.
Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan
adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskresi maksimal
glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), clan di antara
siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala),
atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.

160
E. PROSEDURAL CARA PENYUNTIKAN INSULIN:

161
INJEKSI INSULIN
Rapid acting: 1 menit /sesaat sebelum makan
● Kerja cepat (Regular) : 30 menit sebelum makan
● Kerja menegah (NPH) : sebelum tidur malam atau dicampur dengan reguler

● Insulin MIX / Campuran : 30 menit sebelum makan pagi dan malam


PENYIMPANAN INSULIN
● Dalam lemari es 20 – 80 C hingga kadaluarsa
● Pada suhu ruang (300), insulin stabil selama 30 hari
● Hindari suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin)

F. EFEK SAMPING TERAPI INSULIN:


● Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemi, dengan gejala
diantaranya: gemetar, lemas, keringat dingin dll
Penanggulangannya: minum air manis/gula, suntikan insulin kurangi dosis/tunda,
konsultasi ke dokter
● Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan
alergi insulin atau resistensi insulin.

G. PROSEDURE PEMANTAUAN:
● Tes dilakukan pada vvaktu (tergantung tujuan pemeriksaan)
1. sebelum makan
2. 2 jam sesudah makan
3. sebelum tidur malam*
● Diabetisi dengan kontrol buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari sampai target
tercapai
● Diabetisi dengan kontrol baik/stabil tes dilakukan sebanyak 1 - 2 kali/ minggu.
Pemantauan dapat lebih jarang apabila diabetisi terkontrol baik secara konsisten.
Pemantauan glukosa darah pada diabetisi yang mendapat terapi insulin, ditujukan juga
untuk penyesuaian dosis insulin dan memantau timbulnya hipoglikemi.
● Tes lebih sering dilakukan pada diabetisi yang melakukan aktifitas tinggi, pada keadaan
krisis, atau pada diabetis! yang sulit mencapai target terapi (selalu tinggi, atau sering
mengalami hipoglikemi).
*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time)
dilakukan pada 22.00

162
Contoh glukometer : dapat dipergunakan untuk PGDM, Tehnik pemeriksaan
dapat dilihat pada CD

163
Ket: berbagai alat glukometer untuk pemantauan gula darah, harus dilakukan dengan cara yang
benar

164
Berbagai Jenis Sediaan Insulin Eksogen:

165
PELAKSANAAN SKILL LAB
Diskusi setiap kasus mengenai
1. indikasi insulin
2. waktu penyuntikan insulin
3. dosis insulin
4. cara penyuntikan insulin
5. tempat penyuntikan insulin & rotasinya
6. efek samping insulin & cara mengatasinya
7. kapan dilakukan pemeriksaan gula darah
8. cara melakukan pemeriksaan gula darah
Tehnik pemakaian insulin & edukasi penggunaan pada pasien
1. pemakaian insulin dengan pen atau jarum suntik
2. waktu penyuntikan
3. dosis & cara penyuntikan
4. tepat suntikan insulin & rotasinya
5. tanda-tanda hipoglikemi & cara mengatasinya
6. kapan pemantauan/pemeriksaan gula darah mandiri dilakukan

D. SKENARIO
1. Seorang laki-laki 46 tahun BB 67 kg, TB 170 cm dirawat dengan keluhan lukasulit
sembuh, demam, mual, poliuria, GDP 250 mg/dL GD2jPP 347 mg/dL. Penderita akan
diberikan suntikan insulin dengan pen insulin menggunakan insulin kerja cepat 3 x
sehari @ 6 unit & insulin kerja menengah 1 kali per hari 18 unit.
2. Seorang wanita 60 tahun dikirim kembali ke Puskesmas oleh dr. SpPD setelah dirawat
di RS dengan post operasi perut (laparatomi). Pasien tersebut berobat dengan fasilitas
ASKESKIN. Dalam surat rujukan tertulis telah dilakukan pemberian insulin NPH 10
unit. Pasien membawa vial insulin.
3. Wanita 25 tahun sedang hamil 36 minggu, GDS terakhir hasilnya 287 mg/dL.
Sebelumnya telah mendapatkan terapi di RS.Karena belum saatnya melahirkan
penderita tersebut di perbolehkan rawat jalan.Mempertimbangkan biaya & waktu
penderita kontrol pada puskesmas terdekat. Penderita membawa pen insulin, dosis
yang diberikan saat pulang insulin warna putih susu 1 kali sehari dengan dosis @ 10
unit.
4. Laki-laki 56 tahun dengan BB saat ini 39 kg, TB 160 cm. BB 5 bulan yll 50 kg. Saat
ini mengeluh sulit tidur, penglihatan kabur, kaki kesemutan & mudah haus. Cek GD
239 mg/dL Penderita tersebut diberikan suntikan reguler insulin 3 x sehari dengan
menggunakan vial & jarum suntik, dosis @ 6 unit.Penderita direncanakan akan
menyuntikkan sendiri insulinnya.

166
E. CHECK LIST
N Nilai
Aspek ketrampilan dan medis yang dilakukan
o 0 1 2
PENGUASAAN MATERI
1. Indikasi insulin
2. Waktu penyuntikan insulin
3. Dosis insulin
1 4. Cara penyuntikan insulin
5. Tempat penyuntikan insulin & rotasinya
6. Efek samping insulin
7. Kapan dilakukan pemeriksaan gula darah & tujuannya
● Tehnik pemakaian insulin dengan pen
2 ● Tehnik pemakaian insulin dengan jarum/spuit
● Tehnik pemakaian glukometer
EDUKASI SALAH SATU KASUS DENGAN PASIEN
● waktu penyuntikan
● dosis & cara penyuntikan
3 ● tepat suntikan insulin & rotasinya
● tanda-tanda hipoglikemi & cara mengatasinya
● kapan pemantauan/ pemeriksaan gula darah mandiri dilakukan &
tujuannya
Aspek Komunikasi
Menunjukkan kemampuan berkomunikasi dengan menerapkan seluruh
prinsip berikut:
1. mampu membina hubungan baik dengan pasien secara verbal non
verbal (ramah, terbuka, kontak mata, salam, empati dan hubungan
komunikasi dua arah, respon)
4 2. mampu memberikan kesempatan pasien untuk bercerita dan
mengarahkan cerita
3. mampu untuk melibatkan pasien dalam membuat keputusan klinik,
pemeriksaan klinik.
4. mampu memberikan penyuluhan yang isinya sesuai dengan
masalah pasien

Aspek Profesionalisme
Meminta izin secara lisan dan melakukan di bawah ini secara lengkap:
1. melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati dan teliti sehingga
tidak membahayakan pasien dan diri sendiri
5 2. memperhatikan kenyamanan pasien
3. melakukan tindakan sesuai prioritas
4. menunjukan rasa hormat kepada pasien
5. mengetahui keterbatasan dengan merujuk atau melakukan konsultasi
bila diperlukan
Total

167
G. DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2021). Pedoman Pemantauan Glukosa Darah


Mandiri. Jakarta: PB PERKENI.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2021). Pedoman Petunjuk Praktis Terapi
Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus. Jakarta: PB PERKENI.Penatalaksanaan DM
Terpadu, FKUI 2009
3. Manual & CD Humapen*
4. Manual & CD Accucek Active*

168
7. ANAMNESIS DAN
PEMERIKSAAN FISIK
KELAINAN TIROID

169
7. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Kelainan Tiroid
Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Waktu : 200 menit

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mempraktekkan ketrampilan anamnesa kasus kelainan tiroid
2. Mempraktekkan ketrampilan pemeriksaan fisik kelainan tiroid
3. Menggunakan skoring kelainan tiroid untuk mendiagnosa kelainan tiroid
4. Mengenali kasus penyakit endokrin yang bersifat darurat khususnya komplikasi
tirotoksikosis meliputi gejala dan tanda dan membuat diagnosis beradasarkan dugaan
dan kelainan klinis (skor menurut Burch-Wartofsky)

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Durasi 200 menit
Panduan 1. Instruktur melakukan pretest terkait materi skill
Tutor 2. Instruktur membimbing/memandu mahasiswa melakukan anamnesis dan
pemeriksaan kelainan tiroid serta menilai kegawatan pada tiroid (krisis tiroid)
3. Instruktur mengamati dan memberikan feedback saat mahasiswa melakukan
anamnesis dan pemeriksaan pada tiroid
4. Instruktur memberikan penilaian dengan i-class
Tugas 1. Mahasiswa mengerjakan soal pretest dari instruktur
Mahasisw 2. Mahasiswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh instruktur terkait
a anamnesis kelainan tiroid
3. Mahasiswa memperhatikan instruktur ketika memandu melakukan anamnesis
dan pemeriksaan kelainan tiroid serta menilai kegawatan pada tiroid (krisis
tiroid)
4. Mahasiswa mempraktekkan anamnesis dan pemeriksaan kelainan tiroid

C. ALAT DAN BAHAN


1. Penlight
2. Termometer
3. Stetoskop
4. Kertas

D. DASAR TEORI
Penentuan diagnostik
Kelainan fungsi tiroid dapat mengakibatkan hipertiroid maupun hipotiroid. Kedua kelainan
tersebut dapat dilakukan tes diagnostik menggunakan skor/index. Skor untuk menentukan
hypertiroid berbeda dengan skor untuk menentukan hypotiroid.
Pada kasus dengan kecurigaan ada pembesaran kelenjar thyroid (struma) maupun tanpa
pembesaran dapat dilakukan anamnesis untuk menentukan gejala, sedangkan pemeriksaan
fisik dilakukan untuk menentukan tanda.

170
PEMERIKSAAN FISIK THYROID
ANATOMI Kelenjar Thyroid.
Kelenjar thyroid berbentuk seperti kupu-kupu, terdapat dileher depan. Terdiri dari 2 lobus yang
teletak disepanjang trakea. Kedua lobus dihubungkan dengan daerah yang menyempit disebut
isthmus

Letak anatomis kelenjar Thyroid

E. PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK


● INSPEKSI
o Waktu memeriksa kelenjar tiroid hendaknya diperhatikan arah sinar yang
tepat, sehingga masih member gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit
maupun benjolan.
o Posisi pasien sebaiknya duduk selama pemeriksaan dengan leher terlihat
sampai dada atas. Pastikan posisi pasien nyaman. Pemeriksa ada di sebelah
depan penderita. Sebelum pemeriksaan, tangan pemeriksa dicuci terlebih
dahulu.
o Dengan dagu penderita agak diangkat, perhatikan struktur di bagian bawah-
depan leher. Bila diperlukan atau kurang pencahayaan di kamar periksa, dapat
diamati dengan sinar senter kecil dari arah tangensial.
o Amati adanya pembesaran & scar / bekas operasi.
o Untuk memastikan serta melihat gambaran lebih jelas pembesaran kelenjar
tiroid/gondok/ struma/goiter maka penderita diminta untuk membuat
gerakan menelan. Bila kelenjar tiroid ini ikut bergerak saat menelan dipastikan
ada pembesaran tiroid/gondok.

171
Inspeksi dengan manuver penderita diminta gerakan menelan

● PALPASI
Posisi pemeriksa di belakang penderita. Pemeriksa bisa dalam posisi berdiri atau duduk
setinggi penderita. Penderita menoleh ke kanan untuk memeriksa tiroid kanan, kemudian
menoleh ke kiri untuk memeriksa tiroid kiri. Dengan jari telunjuk (dan atau jari tengah)
kedua tangan meraba daerah tiroid (kedua lobus dan isthmus). Kedua daerah tiroid diperiksa
dengan bantuan penderita diminta melakukan gerakan menelan.

172
Catat:
1. ukuran
2. bentuk
3. permukaan
4. adanya nodul
5. konsistensi
6. nyeri tekan
7. mobilitas
8. adanya thrill/getaran

1. Ukuran: catat pembesarannya


Untuk keperluan epidemiologi, gradasi pembesaran kelenjar tiroid menggunakan
klasifikasi Perez (modifikasi), sebagai berikut :
- Derajat 0 : subjek tanpa gondok
- Derajat IA: subjek dengan gondok teraba membesar tetapi tidak terlihat meskipun
leher sudah ditengadahkan maksimal
- Derajat IB: subjek dengan gondok teraba membesar tetapi terlihat dengan sikap
kepala biasa, artinya leher tidak ditengadahkan
- Derajat II: subjek dengan gondok terlihat – visible
- Derajat III: subjek dengan gondok besar sekali, terlihat dari beberapa meter
2. Bentuk: rata/difus atau irreguler
3. Permukaan: halus atau berbenjol
4. Nodul: adakah nodul, jumlahnya?, letaknya?, ukurannya? Nyeri tekan?, mobilitas?
5. Konsistensi: lunak (normal), kenyal (goiter), keras (keganasan)
6. Nyeri tekan: bila positif kemungkinan tyroiditis.
7. Mobilitas: bagaimana terhadap struktur di bawahnya? Pasien disuruh menelan.
Mobile atau tidak.
8. Teraba thrill (getaran akibat bruits).

● PERKUSI
Pemeriksaan dari arah depan kanan penderita, perkusi dilakukan ujung lobus paling bawah
ke belakang/menyamping ke kedua lobus tyhroid. Juga diperlukan perkusi di daerah
retrosternal apabila terdapat pembesaran kearah daerah tersebut

173
● AUSKULTASI
Dengarkan adanya bruits pada tiap lobus yang ditimbulkan karena peningkatan aliran
darah ke thyroid akibat kolateral pembuluh darah karena malignancy.

PEMERIKSAAN FISIK PADA HIPERTIROID


1. Pemeriksaan umum status gizi kurang/underweight
2. Kulit:
● Alopecia
● Palmar eritem (kemerahan pada telapak tangan) gambar bawah
● Flushing
● Basah di kedua telapak tangan (hiperhidrosis)

● Miksedema pretibial : kelainan ditemukan di atas sendi engkel agak di lateral, non
pitting, warna kulit ungu kemerahan

174
3. Tangan:
● Berkeringat
● Fine finger tremor
Pasien meluruskan tangan ke depan dan diletakkan kertas di atasnya. Amati getaran /
tremor yang ditimbulkan

● Onchylosis (kelaianan pd kuku)

onchylosis (kelainan pd kuku)

4. Pulsus: sinus takikardi (frekuensi > 100 x/menit, reguler) atau atrial fibrilasi (pulsus
deficit, irreguler biasanya > 100 x/menit  lebih jelas dengan pemeriksaan EKG/rekam
jantung)
5. Mata:
● Staring : mata membelalak seperti ketakutan

175
● Dalrymple sign: apertura palpebra yang lebar
● Von Graefe sign / lid lag: keterlambatan gerak palpebra mengikuti gerak bola mata ke
bawah
● Stelwag sign: gerakan kedip mata berkurang
● Joffroy sign: gerakan memandang ke atas tanpa diikuti kerut kulit dahi
● Moebius sign: kesulitan konvergensi mata
● Periorbital edema

TANDA HIPOTIROID:
Kelainan pada mata

176
F. INDEKS DIAGNOSTIK UNTUK MENILAI FUNGSI THYROID
. HIPERTIROID
Indeks Wayne
Gejala Skor Tanda Skor
Ya/ Ya/td
tdk k
Sesak bila bekerja +1 Kelenjar tiroid teraba +3 / -3
Berdebar – debar +2 Bising kelenjar tiroid +2 / -2
Kelelahan +2 Exopthalmos +2
Lebih suka udara panas -5 Kelopak mata tertinggal/lid lag +1
Lebih suka udara dingin +5 Gerakan hiperkinetik +4 / -2
Keringat berlebihan +3 Tangan panas +2 / -2
Kegugupan/kegelisahan +2 Tremor halus jari +1
Nafsu makan bertambah +3 Tangan basah +1 / -1
Nafsu makan berkurang -3 Fibrilasi atrium +4
BB naik -3 Nadi teratur :
BB turun +3 ● < 80 x / mnt -3
● 80 – 90 x / menit 0
● > 90 x/ menit +3
Jumlah Jumlah
Keterangan :
Nilai < 10 : Eutiroid , Nilai 10 – 19 : meragukan , Nilai > 20 : Hipertiroid .

Indek New Castle


Keterangan Grade Skor
Usia 15 – 24 0
25 – 34 +4
35 – 44 +8
45 – 54 +12
> 55 +16
Gangguan jiwa Ada / tidak ada -5 / 0
Keragu raguan Ada / tidak ada -3 / 0
Kegelisahan Ada / tidak ada -3 / 0
Nafsu makan meningkat Ada / tidak ada +5 / 0
Struma Ada / tidak ada +3 / 0
Bising kelenjar tiroid Ada / tidak ada +18 / 0
Eksopthalmos Ada / tidak ada +9/0
Kelopak mata tertinggal/lid lag Ada / tidak ada +2 / 0
Tremor halus jari (fine finger tremor) Ada / tidak Ada +7 / 0
Rata – rata frekuensi nadi permenit > 90 +16
80 - 90 +8
<80 0

Jumlah
Keterangan :
Nilai : ( -11 ) – ( + 23 ) : Eutiroid Nilai : ( + 24 + - ( + 39 ) : meragukan
Nilai : ( + 40 ) – ( + 80 ) : Hipertiroid.

177
A. HIPOTIROID
Index Billewicz
Keterangan Grade Skor
Keluhan
Keringat sedikit Ada / tidak + 6 / -2
Kulit kering Ada / tidak +3 / -6
Tidak tahan dingin Ada / tidak +4 / -5
BB bertambah Ada / tidak +1 / -1
Konstipasi Ada / tidak +2 / -1
Suara serak Ada / tidak +4 / -6
Kesemutan Ada / tidak +5 / -1
Pendengaran berkurang Ada / tidak +2 / -1
Tanda
Gerakan lambat Ada / tidak +11 / -3
Kulit kasar Ada / tidak +7 / -7
Kulit dingin Ada / tidak +3 / -2
Udem perianal Ada / tidak +4 /-6
Nadi < 60 x / menit Ada / tdak +4 / -4
Reflek tendo achiles melambat Ada / tidak +15 / -6
Keterangan :
Nilai : +19 : Hipotiroid. Nilai -24 s/d 19 : meragukan
Nilai –24 : Eutiroid

G. SKENARIO
Kasus 1
Seorang wanita usia 40 tahun datang dengan keluhan berdebar-debar, berat badan turun, dan
tangan berkeringat, sesak nafas, mudah gugup, tidak tahan udara panas, nafsu makan baik
Nadi irreguler 140 x/menit, mata membelalak, kelopak mata tertinggal, tangan basah
1. Cari informasi & pemeriksaan lain yang perlu ditambahkan!
2. Tentukan skor hipertiroid dengan index Wayne !

Kasus 2
Laki-laki usia 45 th datang dengan keluhan sulit BAB, kulit kering & jarang berkeringat.
Merasa tambah gemuk, terdapat kesemutan di tungkai kanan & kiri.
Pada pemeriksaan leher, teraba benjolan dileher depan, kulit kasar & dingin, HR 54 x/menit
1. Cari informasi & pemeriksaan lain yang perlu ditambahkan!
2. Tentukan skor hipotiroid dengan index Billewicz !

178
H. CHECK LIST
N Nilai
Aspek ketrampilan dan medis yang dilakukan
o 0 1 2
Persiapan pemeriksaan
● Penderita duduk nyaman.
1 ● Meminta penderita untuk membuka baju dari leher sampai dada depan.
● Meminta penderita untuk mengangkat dagu.
Langkah-Langkah Pemeriksaan Kelenjar Thyroid
INSPEKSI :
● Melakukan inspeksi tiroid dari depan
PALPASI :
● Pemeriksa ada di belakang penderita (berdiri atau duduk setinggi
penderita)
● Melakukan interpretasi 8 hal sebagai berikut:
1. ukuran : Klasifikasi Perez
2. bentuk
2 3. permukaan
4. adanya nodul
5. konsistensi
6. nyeri tekan
7. mobilitas
8. adanya thrill/getaran
PERKUSI :
● Melakukan perkusi di kelenjar tiroid
AUSKULTASI :
● Mendengarkan bruit tiap lobus tiroid (khususnya lobus kanan)
Pemeriksaan fungsi tiroid (hiper dan hipotiroid)
1. Anamnesis gejala hipertiroid, melakukan skor indeks Wayne serta
3 menginterpretasi hasil skor
2. Anamnesis gejala hipotiroid, melakukan skor indeks Billewicz serta
menginterpretasi hasil skor
Jumlah
Keterangan skor 0 : mahasiswa tidak melakukan
1 : mahasiswa melakukan namun belum tepat
2 : mahasiswa benar-benar melakukan dengan tepat

179
KRISIS TIROID

DASAR TEORI
Krisis tiroid (=thyroid storm) adalah suatu komplikasi tirotoksikosis yang amat
membahayakan dan harus segera diberikan penatalaksanaan. Karena angka mortalitas cukup
tinggi (10-70 %), sehingga kecurigaan klinis krisis tiroid saja cukup untuk menjadi dasar
kita untuk mengadakan tindakan agresif. Kecurigaan diagnosis klinis krisis tiroid didasarkan
atas dugaan dan kelainan klinis.
Hampir semua kasus krisis tiroid diawali oleh faktor pencetus atau penyakit.
Berdasarkan tes faal tiroid kita tidak dapat membedakan kasus krisis tiroid dan kasus
tirotoksikosis tanpa komplikasi. Tirotoksikosis adalah sindroma hipermetabolisme dan
hiperaktivitas di sebagian besar tubuh manusia, disebabkan karena kadar fT4 dan/atau fT3
meningkat. Dapat disebabkan karena tidak terkendalinya produksi hormone pada morbus
Graves, struma multinoduler toksik, tiroiditis atau radiasi kelenjar, tiroiditis otonom,
karsinoma atau jaringan tiroid ektopik. Penyebab utama dan tersering dari tirotoksikosis
adalah penyakit Graves.

Manifestasi klinik tirotoksikosis:


 Gejala-gejala: Nervositas, capek, lemah lesu, keringat berlebihan, tidak tahan hawa
panas, tremor, hiperaktivitas, palpitasi, nafsu makan bertambah, berat badan turun
dan gangguan menstruasi.
 Tanda-tanda: Hiperaktivitas, takikardi, aritmia atrial/atrial fibrilasi, hipertensi sistolik,
kulit yang basah-halus dan hangat, tremor pada jari-jari tangan (fine finger tremor),
mata membelalak/eksoftalmos, lid lag sign positif (kelambatan gerak palpebra
mengikuti gerak bola mata ke bawah), Joffroy sign positif (gerakan memandang ke
atas tanpa diikuti kerut kulit dahi), hiperrefleksi dan kelemahan otot.
 Tanda yang mengarah ke penyakit Graves yaitu : gondok difus, oftalmopati,
dermopati dan akropakhi tiroid.
 Karena tolok ukur biokimiawi krisis tiroid tidak ada maka diagnosis didasarkan atas
dugaan dan kelainan klinis.
Dugaan krisis tiroid didasarkan atas trias:
1. Menghebatnya gejala dan tanda tirotoksikosis
2. Hipertermia
3. Penurunan kesadaran

Faktor-faktor pencetus (precipitating factors) yang menimbulkan krisis tiroid antara


lain:
● infeksi
● stress emosional
● penyakit akut, misal infark miokard akut, stroke, tromboemboli paru
● gangguan psikosis akut
● tindakan bedah non tiroid
● partus/proses persalinan
● pasca terapi radionuklir dengan radioiodine
● pasca tiroidektomi
● pasca pemberian terapi iodine dosis tinggi (iodine exposure)
● pemeriksaan radiologi dengan kontras Iod (radiocontrast dye)
● terputusnya pengobatan dengan obat anti tiroid
● terapi dengan amiodarone
● manipulasi berlebihan pada kelenjar tiroid

180
Kalau trias ini terlihat, barulah kita gunakan skor Burch-Wartofsky, yang menekankan tiga
gejala pokok: hipertermi, takikardi dan disfungsi susunan saraf.

Kriteria diagnostik untuk krisis tiroid (Burch-Wartofsky, 1993)


Disfungsi pengaturan panas Sko Disfungsi Sko
Suhu 37,2 – 37,7 Co
r kardiovaskuler r
37,8 – 38,2 C
o
5 Takikardia 99-109 5
38,3 – 38,8 C
o
10 110-119 10
38,9 – 39,3 C
o
15 120-129 15
39,4 – 39,9 C
o
20 130-139 20
≥ 40 C
o
25 ≥ 140 25
Efek pada susunan saraf pusat 30 Gagal jantung
Tidak ada Tidak ada 0
Ringan (agitasi) 0 Ringan (udem kaki) 5
Sedang (delirium, psikosis, letargi berat) 10 Sedang (ronki basal) 10
Berat (koma, kejang) 20 Berat (udem paru) 15

Disfungsi gastrointestinal-hepar 30 Fibrilasi atrium


Tidak ada Tidak ada 0
Ringan (diare, nausea/muntah/nyeri Ada 10
perut) 0
Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas) 10 Riwayat pencetus
Negatif 0
20 Positif 10
Interpretasi : sangat mungkin > 60; mungkin 45-60; impending 25-44; mungkin bukan < 25.

Menilai kesadaran
Penilaian tingkat kesadaran mulai dari keadaan komposmentis hingga koma :
● Komposmentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
● Apatis, yaitu keadaan dimana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.
● Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun
yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
● Somnolen (letargia), yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila
dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
● Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
● Semi-koma, yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon terhadap
rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil)
masih baik. Respon terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
● Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan
tidak ada respon terhadap rangsang nyeri.

Takikardia :suatu keadaan klinis yang ditandai adanya denyut jantung yang regular dengan
frekuensi antara 120 – 160 kali permenit.

Atrial fibrilasi :suatu kelainan irama jantung yang ditemukan dari pemeriksaan
elektrokardiografi dengan ciri : tidak ditemukan adanya gelombang P dan gelombang R
memiliki jarak yang berbeda-beda.
181
. SKENARIO
SKENARIO KASUS 1
Seorang perempuan usia 36 tahun dengan benjolan di leher, difus, berdebar-debar, lemah lesu,
mudah capek.Tangan penderita basah di kedua telapaknya. Menstruasi sering tidak teratur.
Suami penderita mengatakan bila istrinya akhir-akhir ini mudah tersinggung.
Pemeriksaan fisik : KU : tampak lemah, kurus, kesadaran komposmentis
Tanda vital : Tekanan darah = 170/70 mmHg
Nadi = 120 kali/menit, reguler
Frekuensi nafas = 22 kali/menit
Suhu = 37 C
o

Mata : Lid lag sign positif, Joffroy sign positif


Leher : teraba pembesaran kelenjar tiroid, difus, nyeri tekan tidak ada; ikut bergerak saat
gerakan menelan, terdengar bruit.
Jantung : tidak ditemukan kardiomegali, tidak ada gallop; frekuensi denyut jantung 120
kali/menit, reguler.
Paru : dalam batas normal.
Abdomen : tidak ada nyeri perut
Ekstremitas : fine finger tremor +/+
Basah di kedua telapak tangan
Dirawat di bangsal penyakit dalam, pada hari ketiga mendadak timbul panas dengan suhu 39
o
C, kesadaran somnolen, denyut jantung 128 kali/menit, ireguler. Gambaran EKG dengan kesan
atrial fibrilasi.
Pada hari keempat, kesadaran koma, timbul kejang, dan panas semakin tinggi hingga 40,2 C,o

sklera mata ikterik +/+, denyut jantung 140 kali/menit, ireguler. Gambaran EKG dijumpai
infark miokard akut dan atrial fibrilasi.
Instruksi :
1. Susunlah resume abnormalitas yang ditemukan !
2. Lakukan penghitungan skor krisis tiroid pada perawatan hari ketiga !
3. Lakukan penghitungan skor krisis tiroid pada perawatan hari keempat !

SKENARIO KASUS 2
Seorang perempuan usia 55 tahun dengan benjolan di leher, difus, berdebar-debar, lemah lesu,
mudah capek. Tangan penderita basah di kedua telapaknya.
Hasil laboratorium :
Kadar T4 serum : 90 µg/ml (normal 4,5-11,7 µg/ml)
Kadar T3 serum : 8,5 µg/ml (normal 0,8-1,8 µg/ml)
Kemudian penderita minta dioperasi benjolan di lehernya.
Pemeriksaan fisik : KU : tampak lemah, kurus, kesadaran komposmentis
Tanda vital : Tekanan darah = 170/70 mmHg
Nadi = 120 kali/menit, reguler
Frekuensi nafas = 28 kali/menit
Suhu = 37 C
o

Mata : Lid lag sign positif, Joffroy sign positif


Leher : teraba pembesaran kelenjar tiroid, difus, nyeri tekan tidak ada; ikut bergerak saat
gerakan menelan, terdengar bruit.
Jantung : tidak ditemukan kardiomegali, tidak ada gallop; frekuensi denyut jantung 120
kali/menit, reguler.
Paru : ronki basal +/+
Abdomen : dalam batas normal.
Ekstremitas : fine finger tremor +/+
Basah di kedua telapak tangan
182
Pada hari ketiga setelah operasi, mendadak timbul panas dengan suhu 39,2 C, kesadaran
o

somnolen, denyut jantung 128 kali/menit, reguler serta diare positif


Pada hari keempat, kesadaran koma, timbul kejang, panas semakin tinggi hingga 40,2 C, dan
o

sesak nafas, sklera mata ikterik +/+, denyut jantung 136 kali /menit, reguler. Pemeriksaan
radiologis toraks dikesankan gambaran udem paru.
Instruksi :
1. Susunlah resume abnormalitas yang ditemukan !
2. Lakukan penghitungan skor krisis tiroid pada perawatan hari ketiga !
3. Lakukan penghitungan skor krisis tiroid pada perawatan hari keempat !

A. CHECK LIST
Bobot Nila
N
Aspek komponen yang dinilai skor i
o
0 1
1 1
Memilih kriteria diagnostik krisis tiroid, manakah diantara skor A, B
atau C yang merupakan skor Burch-Wartofsky ?
2 Menemukan dan menyebutkan resume abnormalitas yang ditemukan 2
Interpretasi hasil skor Burch-Wartofsky
3 3
Keterangan :
Nilai 0: bila jawaban salah atau tidak benar semua
Nilai 1: bila jawaban benar semua

B. DAFTAR PUSTAKA
1. Djokomoeljanto, eds. Buku Ajar Tiroidologi Klinik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang 2007.
2. Adam JMF, eds. Penatalaksanaan Endokrin Darurat. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia Makassar 2002.

183
8. IPM Masalah Sistem
Endokrin, Metabolisme
dan Nutrisi

184
8. IPM Masalah Sistem Endokrin, Metabolisme dan
Nutrisi

Semester :6
Modul : Ketrampilan Klinis 4
Waktu : 200 menit

D. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan skill lab ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. Ketepatan dalam melakukan anamnesis penilaian kelainan pada Sistem endokrin,


metabolisme dan nutrisi
2. Ketepatan dalam melakukan pemeriksaan fisik kelainan pada Sistem endokrin,
metabolisme dan nutrisi
3. Ketepatan dalam menegakkan diagnosis kelainan pada Sistem endokrin, metabolisme
dan nutrisi
4. Ketepatan dalam memberikan tatalaksana farmakolgi dan non-farmakologi pada pasien
dengan kelainan pada Sistem endokrin, metabolisme dan nutrisi
5. Ketepatan dalam memberikan edukasi
6. Ketepatan dalam melakukan tindakan secara teliti dengan memperhatikan keselamatan
diri dan pasien
7. Ketepatan dalam mampu mendapatkan persetujuan dari pasien

E. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu pembelajaran 200 menit

Panduan Instruktur 5. instruktur menerangkan mekanisme pelaksanaan skill IPM


6. instruktur melakukan penilaian terhadap penampilan setiap
mahasiswa dan memberikan penilaian dengan i-class
7. intruktur memberikan feedback terhadap performa
mahasiswa
Panduan Mahasiswa 6. Mahasiswa mengelola pasien dari anamnesis hingga
penatalaksanaan
7. Mendengarkan feedback yang diberikan oleh instruktur

185
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam JMF, eds. Penatalaksanaan Endokrin Darurat. Perkumpulan Endokrinologi


Indonesia Makassar 2002.
2. Djokomoeljanto, eds. Buku Ajar Tiroidologi Klinik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang 2007.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2021). Pedoman Pemantauan Glukosa Darah
Mandiri. Jakarta: PB PERKENI.
4. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2021). Pedoman Petunjuk Praktis Terapi
Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus. Jakarta: PB PERKENI.Penatalaksanaan DM
Terpadu, FKUI 2009
5. Pedoman Pelayanan anak gizi buruk
6. Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita
7. Pencegahan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita Di Layanan Rawat Jalan
8. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I
9. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II

186

Anda mungkin juga menyukai