Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
izin dan rahmat-Nya Buku Saku Pelayanan Promotif dan Preventif Bagi
Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer telah selesai dan
menjadi acuan bagi Fasilitas Pelayanan kesehatan primer di seluruh
Indonesia.
2
TIM PENYUSUN
KONTRIBUTOR
3
DAFTAR ISI
4
BAB IV MASALAH KESEHATAN DI FASILITAS
PELAYANAN PRIMER (KELOMPOK PENYAKIT
NON INFEKSI) ............................................................................ 67
A. DIABETES MELITUS (DM) .................................................... 67
B. HIPERTENSI ......................................................................... 70
C. GASTRITIS ............................................................................ 75
D. OBESITAS ............................................................................. 78
E. KARIES GIGI ......................................................................... 82
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
6
klinik dengan tujuan mencegah komplikasi atau perburukan gangguan
kesehatannya. Tujuan utama seluruh upaya tersebut adalah
peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup manusia.
Pasien yang telah mengalami hipertensi misalnya, diberikan
edukasi cara mengontrol tekanan darah. Kegagalan upaya menstabilkan
tekanan darah akan berbahaya bagi sistem vaskuler di otak, jantung,
ginjal, dan lain sebagainya. Pasien harus diajarkan gejala dan tanda
terjadinya komplikasi atau masalah kesehatan lain akibat hipertensinya,
sehingga dapat ditangani dengan cepat dan mengurangi akibat yang
lebih fatal. Hal yang sama juga harus dilakukan pada penderita Diabetes
Mellitus, Asma, dan lain sebagainya. Edukasi diperlukan pada penderita
penyakit infeksi untuk mempercepat proses penyembuhan, mengenali
gejala dini komplikasi atau penyulit penyakit, dan untuk mencegah
terulangnya masalah tersebut.
Sasaran upaya promotif dan preventif adalah pasien sendiri
(sasaran langsung), keluarga pasien sebagai kelompok terkecil dan
terdekat dengan pasien, dan lingkungan sekitar yang dapat
mempengaruhi atau terpengaruh oleh kondisi pasien. Sebagai dokter
yang menangani pasien secara langsung, harus selalu melakukan
upaya promotif dan preventif ini dengan pendekatan patient centered,
family approach, dan community approach. Diharapkan upaya ini akan
meningkatkan efektivitas pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang
dilakukan sesuai pedoman. Pada tahap awal topik yang dibahas pada
buku ini terbatas pada kasus/penyakit/masalah kesehatan yang sering
dijumpai di masyarakat dan di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
B. Tujuan
7
1. Tersedianya pedoman upaya promotif dan preventif yang
seharusnya dilakukan dokter di fasilitas pelayanan primer untuk
masalah kesehatan yang tercantum pada buku saku ini.
2. Tersedianya format upaya promotif dan preventif yang dapat
dikembangkan pada kasus-kasus atau masalah kesehatan lain yang
ditemukan di fasilitas pelayanan primer setempat.
3. Tersedianya referensi telaah kualitas pelayanan kesehatan primer
yang menggunakan prinsip pelayanan komprehensif, terkoordinasi,
dan kontinu.
C. Sasaran
D. Bentuk Penulisan
8
6. Daftar kepustakaan
E. Topik/Cakupan Materi
Materi yang akan dibahas pada buku ini terbagi atas beberapa kelompok
1. Upaya promotif dan preventif yang bersifat umum, meliputi:
kebiasaan hidup sehat
bayi dan balita
anak usia sekolah
remaja
usia lanjut
2. Upaya promotif dan preventif pada masalah kesehatan yang banyak
ditemukan di fasilitas pelayanan kesehatan primer:
Kelompok masalah kesehatan akibat infeksi:
1. Influenza
2. Demam Tifoid
3. Demam Berdarah Dengue (DBD)
4. Dermatitis
5. Diare
6. Pneumoni dan bronkopneumoni
7. Morbili
8. Tuberkulosis
9. HIV
10. Hepatitis
Kelompok masalah kesehatan tidak disebabkan oleh infeksi
1. Diabetes Mellitus
2. Hipertensi
3. Gastritis
4. Obesitas
5. Karies gigi
9
BAB II
MASALAH KESEHATAN UMUM
1. Pola Makan
10
yang biasa mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok tidak dapat
dipaksa menggantinya dengan ubi atau sagu. Edukasi terfokus pada
informasi dan motivasi agar makanan yang dikonsumsi mengandung
semua unsur gizi secara seimbang.
Dokter diharapkan untuk selalu mengingatkan pola makan yang
sehat pada setiap kesempatan berkomunikasi dengan pasien secara
individu, keluarga, dan masyarakat agar berbagai macam penyakit dapat
dihindarkan atau dikendalikan dengan baik.
Kiat melakukan edukasi sebagai bagian dari upaya promotif dan
preventif terkait pola makan adalah:
1. Pada pasien yang mengalami gangguan kesehatan berupa infeksi.
a. Penjelasan pada pasien (jika memungkinkan):
Jumlah kalori yang diperlukan dalam keadaan sehat untuk
menjaga kondisi tubuh sesuai kategori pekerjaan/aktivitas
(ringan, sedang, berat), baik untuk perempuan maupun laki-
laki.
Kebutuhan kalori untuk mengatasi infeksi yang menganggu
fungsi dan metabolism tubuh
Jenis makanan (bahan dan jenis masakan) yang dapat
meningkatkan daya tubuh agar dapat mengatasi masalah
infeksi segera
Tips mengatasi gangguan selera makan pada pasien yang
sedang mengalami gangguan kesehatan
b. Penjelasan pada keluarga terdekat pasien:
Kebutuhan makanan untuk mendukung proses penyembuhan
pasien
Teknik monitoring konsumsi makanan pasien yang sedang
dalam proses penyembuhan
Jenis makanan yang sebaiknya dihindarkan karena akan
menganggu proses penyembuhan (interaksi dengan obat,
dan lain-lain)
2. Pasien dengan gangguan metabolisme.
a. Penjelasan pada pasien:
Meminta pasien menuliskan/mengisi formulir catatan pola
makan untuk waktu tertentu berturut-turut.
Mendiskusikan pola makan pasien berdasarkan informasi
yang terdapat dalam formulir catatan makanan pasien. Fokus
11
diskusi adalah pola makan dan jumlah kalori yang dikonsumsi
dengan pola makan saat ini.
Mendiskusikan upaya mengurangi konsumsi makanan jika
makanan yang dikonsumsi saat ini melebihi kebutuhan kalori
sesuai pedoman kebutuhan kalori. Diskusi diupayakan
mencapai kesepakatan mengenai jenis makanan yang
dikurangi, jumlah/volume yang dikurangi. Apabila
pengurangan makanan akan mengakibatkan gangguan pada
pasien, subsitusi makanan dengan kandungan kalori rendah.
Mengedukasi pasien cara menghitung kalori makanan yang
dikonsumsi.
Pasien yang harus membatasi konsumsi zat gizi tertentu,
seperti garam, gula, dan lain-lain, hendaknya diberikan
edukasi kiat mengkonsumsi makanan dengan selera
berbeda. Tujuannya agar pasien tidak kembali ke pola
konsumsi biasa karena tidak tahan dengan rasa makanan
yang tidak enak.
b. Penjelasan pada keluarga terdekat pasien:
Mengupayakan dukungan keluarga untuk ikut mengontrol
makanan pasien dengan pola yang telah didiskusikan
bersama pasien.
Mengedukasi keluarga agar dapat menghitung jumlah kalori
yang dikonsumsi pasien dan mencocokkan dengan
kebutuhan pasien.
Mengupayakan agar perubahan pola konsumsi makanan
juga didukung oleh seluruh anggota keluarga yang tinggal
serumah sehingga pasien tidak merasa berjuang sendiri.
Mengedukasi keluarga, khususnya yang bertanggungjawab
menyediakan makanan dirumah tentang cara memasak dan
menyajikan makanan bagi pasien dengan kebutuhan khusus.
Contoh, jika pasien harus mengkonsumsi makanan rendah
garam, maka masakan yang dimasak diberi garam dengan
jumlah terbatas dahulu, lalu disisihkan untuk pasien.
Kemudian baru ditambahkan garam sesuai selera anggota
keluarga lainnya. Dengan demikian makanan hanya berbeda
cita rasa, tidak ada perbedaan masakan yang dilihat oleh
pasien.
3. Pasien anak dengan kasus infeksi atau gangguan metabolisme:
12
a. Edukasi hanya dapat dilakukan pada orang tua dan anggota
keluarga yang bertugas menyiapkan makanan:
Tanamkan bahwa anak bukan miniatur orang dewasa.
Anak memiliki kebutuhan sendiri dalam jumlah kalori dan
jenis makanan karena masih dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan.
Cara penyajian harus dibuat menarik, baik warna maupun
wadah penyajiannya.
Edukasi menu sehat seimbang untuk bayi, balita dan anak
usia sekolah agar orangtua dan keluarga memahami
perbedaannya.
b. Supaya menarik, edukasi hendaknya disertai dengan
menampilkan gambar atau foto yang dapat memberikan inspirasi
kepada orangtua atau anggota keluarga yang bertugas
menyediakan makanan.
4. Pasien lanjut usia dengan kasus infeksi atau gangguan metabolisme:
a. Pasien lanjut usia tidak dapat disamakan dengan dewasa.
b. Pasien lanjut usia memerlukan hal-hal khusus yang harus
dikenali oleh pasien dan keluarganya.
c. Selera makan pasien lanjut usia jauh menurun.
d. Pasien lanjut usia rentan dengan gangguan dehidrasi dan
malnutrisi sehingga perlu diingatkan agar menjaga asupan
makanan dan minuman pasien
13
d. Olah raga yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada pasien
sesuai gangguan kesehatannya.
e. Frekuensi dan durasi olah fisik/olah raga yang sehat dan
mendukung penyembuhan pasien.
2. Edukasi untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi sistem
organ:
a. Jenis olah fisik yang harus dilakukan sehari-hari.
b. Olah raga yang harus dihindarkan.
c. Tanda bahaya jika melakukan olah raga untuk menjaga agar
pasien tidak mengalami kejadian buruk.
d. Kiat melakukan olah fisik sesuai gangguan fungsi yang sedang
dialami (gangguan fungsi jantung, respirasi, hati, gastrointestinal,
sistem saraf, dan lain-lain).
3. Edukasi umum untuk masyarakat yang belum jatuh sakit:
a. Jenis olah fisik yang baik dan benar.
b. Frekuensi dan durasi olah raga yang menyehatkan.
c. Manfaat langsung olah fisik terhadap kesehatan.
d. Manfaat tidak langsung olah fisik terhadap kesehatan.
e. Bahaya olah raga berlebihan.
f. Tanda dini jika terjadi gangguan kesehatan pada saat berolah
raga.
14
b. Istirahat diperlukan untuk memberikan kesempatan tubuh
melakukan pemulihan setelah berbagai aktivitas yang dilakukan.
c. Salah satu bentuk istirahat adalah tidur.
2. Tidur merupakan kebutuhan penting manusia untuk memulihkan
kondisi tubuh setelah berbagai aktivitas. Pada saat tidur terjadi
penurunan aktivitas metabolisme tubuh yang ditandai dengan
relaksasi otot-otot, penurunan tekanan darah, penurunan suhu,
penurunan Basal Metabolic Rate (BMR), dan lain sebagainya.
Beberapa butir penting tentang tidur yang dapat diinformasikan pada
pasien adalah:
a. Setiap manusia memerlukan tidur
b. Kebutuhan tidur manusia berbeda, tergantung umur dan kondisi
fisik:
Umur; bayi memerlukan tidur 12-24 jam, anak 10-12 jam,
remaja 8-10 jam, dewasa 7-8 jam, usia lanjut 6-7 jam
Kondisi tidak sehat/sakit, akan meningkatkan kebutuhan
istirahat dan tidur untuk pemulihan
3. Rekreasi adalah salah satu upaya penting untuk istirahat dan
menurunkan ketegangan. Berbagai aktivitas dapat dijadikan ajang
rekreasi, diantaranya berkebun, memasak, mengunjungi tempat
wisata, berenang santai, dan berbagai aktivitas ringan lainnya.
Rekreasi diperlukan tubuh karena menciptakan kegembiraan yang
dapat meningkatkan kebugaran dan kesegaran tubuh.
5. Hygiene Perorangan
15
1. Menjaga kebersihan diri adalah bagian dari pencegahan terhadap
berbagai jenis penyakit infeksi dan investasi parasit.
2. Beberapa hal penting yang harus diingatkan kepada pasien dan
keluarganya adalah:
a. Selalu mencuci tangan sebelum memegang atau mengkonsumsi
makanan dan minuman.
b. Selalu mencuci tangan setiap keluar dari toilet.
c. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.
d. Menggunakan masker ketika berada di daerah berdebu, kumuh
dan diantara orang yang sedang mengalami flu atau gangguan
kesehatan yang berpotensi menular melalui udara.
16
Penggunaan tembakau berdampak negatif bagi kesehatan.
Penggunaan tembakau diperkirakan mengakibatkan 70% kematian yang
disebabkan oleh penyakit-penyakit paru kronik, bronkitis kronik dan
emfisema, 40% kematian karena stroke, dan 90% kematian karena
kanker paru. Pada tahun 2020, WHO memprediksikan penyakit yang
berkaitan dengan tembakau sebagai satu-satunya penyebab kematian
terbesar yang secara global mengakibatkan sekitar 8,4 juta kematian per
tahun.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa asap tembakau di
lingkungan berbahaya bagi kesehatan. Anak-anak khususnya adalah
yang paling rentan. Diperkirakan lebih dari 97% penduduk Indonesia
terpapar secara tetap pada asap tembakau lingkungan di rumah mereka
sendiri, 43 juta diantaranya adalah anak-anak berusia 0-14 tahun.
Ciri para perokok dan calon perokok yang perlu diwaspadai
dokter guna melakukan tindakan pencegahan agar tidak mulai merokok:
Status sosio-ekonomi rendah
Merokok karena pertemanan atau keluarga
Terpajan rokok di tempat umum
Kurang mampu menahan diri untuk tidak merokok
Kurang mendapat perhatian dari orang tua yang juga perokok
Kemudahan memperoleh rokok
Berpendapat bahwa merokok adalah norma masyarakat
Berpendidikan rendah
Kepribadian rendah diri
Berperangai agresif
Nikotin yang terkandung dalam asap rokok meningkatkan
tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Nikotin juga dapat memicu
gen aterogenik pada sel endotel arteri koroner dan arteri lain pada
umumnya. Karena itu serangan jantung koroner dan stroke meningkat
secara bermakna dibandingkan kelompok yang tidak merokok.
Nikotin menimbulkan ketagihan, itulah sebabnya anak dari
keluarga perokok yang sering terpajan asap rokok di rumah akan
cenderung menjadi perokok. Demikian pula mereka yang terpajan rokok
di tempat kerjanya. Selain itu para perokok berat akan sulit berhenti
merokok kecuali terpaksa berhenti karena sudah muncul efek samping.
Bagi perokok, kebutuhan akan nikotin sangat mendesak seperti
timbulnya rasa lapar, haus, dan seks. Perokok remaja cenderung
menjadi pecandu narkoba dan melakukan agresi seksual. Begitu banyak
17
efek samping merokok namun kenyataannya hal itu terjadi secara
perlahan dalam jangka waktu lama sehinga ketika terdiagnosis efek
sampingnya sebenarnya sudah terlambat lebih dari 10 tahun dan tidak
dapat pulih kembali. Lebih parah lagi adalah bahwa perokok pasif
ternyata lebih berbahaya daripada perokok aktifnya.
1. Bahaya Rokok
a. Kanker:
Merokok berkaitan erat dengan timbulnya kanker paru, kandung
kemih, payudara, serviks, esophagus, saluran cerna, pankreas,
ginjal, mulut, dan nasofaring,
b. Penyakit lain:
Penyakit Jantung Koroner
Serangan jantung
Aterosklerosis dan akibatnya
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Impotensi
Hipertensi
Gangguan kesuburan
Memperparah asma
Katarak
18
memberikan informasi tentang bahaya rokok.
Sampaikan risiko dan dampak akibat rokok pada tubuh,
keluarga, dan lingkungan terdekat pasien.
Himbau untuk selalu mengingatkan orang disekitarnya untuk
tidak merokok agar tidak menganggu kesehatan orang lain.
Mengajak anggota keluarga untuk saling mengingatkan.
b. Edukasi pada pasien yang merokok:
Motivasi untuk berhenti merokok dengan cara drastis atau
bertahap.
Ingatkan kesehatan keluarga sekarang dan masa
mendatang, mengingat pajanan asap rokok dapat
menyebabkan ketagihan pada remaja.
Minta pasien menjauhkan diri dari anak jika hendak merokok.
Hendaknya menjauhi restoran atau tempat umum yang tidak
memiliki tempat merokok khusus karena setiap orang yang
berada di lingkungan itu akan menjadi perokok pasif.
Berikan motivasi yang dapat memunculkan niat untuk
membenci dan sungguh-sungguh berhenti merokok.
Minta pasien untuk memberitau teman dan orang terdekat
jika ingin berhenti merokok.
Sediakan stiker slogan menghindari asap rokok misalnya:
Merokok itu haram hukumnya
Dilarang merokok disini, Banyak anak-anak
Merokok itu bodoh
Uang untuk beli rokok sebaiknya ditabung untuk
pendidikan anak
Kejantanan seseorang bukan karena rokoknya tetapi
tanggung-jawabnya.
Merokok di tempat umum pastilah berdosa.
Orang terpelajar dan berbudaya tidak merokok di tempat
umum.
Kampus/mall/hotel/bandara bebas asap rokok
Tips ringan untuk upaya berhenti merokok:
Himbau pasien untuk bergaul dengan orang yang tidak
merokok.
Sering-sering pergi ke tempat yang ruangannya ber-AC
karena di tempat tersebut biasanya tidak diperbolehkan
19
merokok
Buang semua barang-barang yang berhubungan dengan
rokok.
Jika ingin merokok, tundalah 10-20 menit lagi atau diganti
dengan makanan berkalori rendah yang menyehatkan
misalnya buah-buahan.
Kurangi merokok sedikit demi sedikit.
Saat santai sibukkan diri dengan memanfaatkan gadget
untuk kontak dengan teman atau bermain game.
Cari pengganti rokok, misalnya permen dan lain-lain
Coba lagi jika masih gagal.
3. Daftar Kepustakaan
1. Departemen Kesehatan. Fakta Tembakau Indonesia Data
Empiris untuk Strategi Nasional Penanggulangan Masalah
Tembakau. Jakarta, 2004
2. Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.
2013
20
BAB III
MASALAH KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN
PRIMER (KELOMPOK PENYAKIT AKIBAT INFEKSI)
A. INFLUENZA
1. Gambaran Umum
21
c. Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang
pendekatan pengobatan kasus influenza.
22
3. Tutup mulut dan hidung ketika batuk dengan tissue dan
langsung buang.
4. Cuci tangan sesering mungkin dengan pembersih tangan
berbahan dasar alkohol.
5. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut penderita flu
karena virus ada pada cairan di tempat tersebut
6. Lakukan kebiasaan sehat lainnya yaitu bersihkan seluruh
permukaan yang sering disentuh orang dengan
desinfektan (misalnya gagang pintu, tombol lift, pegangan
di bis umum, dsb), banyak tidur, akitifitas fisik teratur,
kendalikan stres, banyak minum cairan.4
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
23
2. Laporan RIskesdas 2010.
3. Preventing the Flu: Good Health Habits Can Help Stop
Germs. http://www.cdc.gov/flu/protect/habits.htm
4. Sumary recommendation: prevention and control of influenza
with vaccines: Recommendation of the ACIP-United States,
2013-14, http:// www.cdc.gov/flu/ professionals /acip/2013-
summary-recommendations.htm
5. Total Number of influenza from puskesmas of flu positif by
week.
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/ili/influenza_p
ositif_minggu34tahun2013_puskes_ili.pdf
B. DEMAM TIFOID
1. Gambaran Umum
24
Komplikasi yang dikhawatirkan adalah perforasi usus
sehingga tirah baring menjadi pilihan tepat untuk menghindari lebih
memberatnya luka pada usus halus yang disebabkan oleh kuman.
Perdarahan saluran usus juga dapat terjadi dengan adanya gejala
makin lemas, pucat, sesak, muntah atau berak darah.
Berkembangbiaknya kuman dalam darah dan menyebar di dalam
darah dapat menimbulkan gejala toksik kuman dan bahkan sepsis.
25
Menggunakan masker penutup mulut pada saat pengelolaan
makanan untuk menghindari cipratan liur ke makanan.
c. Peningkatan kebiasaan penggunaan jamban yang sesuai
standar. Menurut Riskesdas 2013, hanya 55% masyarakat
Indonesia pernah mengenal jamban dan menggunakannya oleh
karena itu penyediaan jamban dan edukasi penggunaan jamban
yang benar akan mengurangi prevalensi tifus
d. Penyembuhan total penderita tifus. Penderita demam tifus yang
tidak sembuh total biasanya karena tidak diobati atau diobati
dengan tidak tuntas, akan tetap mengandung Salmonella typhii
pada liur, urin dan fecesnya.
e. Pengobatan antibiotika selama 7-14 hari. Pada akhir pengobatan
sebaiknya diperiksa kadar kuman dalam darahnya. Bila masih
ada dilakukan kultur resistensi tes, karena resisten obat pada
beberapa penderita demam tifus telah dilaporkan. Bila resisten
maka ganti dengan antibiotika yang sesuai, dan bila tidak
resisten dengan antibiotik sebelumnya, maka minum obat selama
28 hari.
f. Pencegahan spesifik demam tifus dengan vaksin
Vaksin tifoid terdapat dua macam, yaitu vaksin kuman yang
dimatikan dengan disuntikkan dan vaksin kuman yang
dilemahkan dalam bentuk pil. Vaksin tifus suntik tidak boleh
diberikan pada anak berusia kurang dari 2 tahun, wanita hamil
dan menyusui. Vaksin tifus oral tidak boleh diberikan pada anak
kurang dari 6 tahun, wanita hamil dan menyusui. Dianjurkan
untuk diulang setelah 5 tahun bila masih tinggal di daerah
endemi.
26
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
1. Gambaran Umum
27
Virus ini disebarluaskan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti,
oleh karena itu pemberantasan vektor merupakan pencegahan yang
terbaik untuk tidak berkembang luasnya infeksi dengue ini.
Pencegahan primer
o Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
individu, keluarga dan kelompok masyarakat dalam menjaga
kebersihan diri dan lingkungan untuk mencegah penularan
penyakit.
o Upaya untuk meningkatkan pengetahuan individu, keluarga
dan masyarakat tentang perjalanan penyakit demam dengue
dan demam berdarah dengue.
Pencegahan sekunder
Upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien demam berdarah.
Pencegahan tersier
Upaya rehabilitasi pada pasien untuk meningkatkan kualitas
hidup.
a. Individual
Pencegahan primer:
Untuk mencegah penularan sebaiknya menggunakan
pakaian lengan panjang dan celana panjang di daerah yang
banyak nyamuknya. Pada bagian yang terbuka gunakan
losion anti nyamuk seperti DEET, minyak kayu putih dengan
lemon dan sebagainya.
Gunakan kelambu pada tempat tidur bayi, kereta dorong bayi
dan keranjang bayi serta jaring anti nyamuk pada pintu dan
jendela.
Pencegahan sekunder:
28
Kewaspadaan individu akan adanya risiko demam berdarah
pada saat demam perlu ditingkatkan karena diagnosis dini
dapat menurunkan morbiditas. Berikan edukasi kepada
pasien tentang tanda-tanda kemungkinan demam dengue,
seperti demam tidak khas yang terjadi tiba-tiba disertai sakit
kepala, kadang mual dan lemah selama beberapa hari tanpa
adanya tanda influenza dan memeriksakan diri secepatnya
ke fasilitas kesehatan.
Berikan edukasi tentang teknik mengukur suhu tubuh dan
cara kompres dengan air hangat dan pemberian obat
penurun demam bila diperlukan misalnya parasetamol, tidak
boleh diberikan obat yang mengandung asam salisilat seperti
aspirin, aspilet atau asetosal.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, anjurkan kepada
pasien dan keluarga mempertahankan asupan cairan, berupa
cairan dan makanan yang mudah dicerna dan tidak
mengandung asam, jus, sari buah, oralit, makanan lunak dan
tidak pedas. Bagi pasien anak yang masih dapat makan dan
minum secara oral tetapi kehilangan nafsu makan anjurkan
kepada keluarga agar menyiapkan makanan dengan porsi
kecil, tetapi sering, siapkan makanan dalam keadaan hangat,
modifikasi situasi/lingkungan (menggunakan saran bermain).
Pencegahan tersier
Anjurkan kepada pasien untuk melanjutkan pengobatan di
rumah dan meningkatkan asupan nutrisi selama fase
penyembuhan.
Hindari pemberian makanan yang mengandung asam seperti
jus jeruk, jus jambu yang berlebihan.
Anjuran untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Anjurkan kepada pasien maupun keluarga (orangtua bagi
pasien anak) untuk menjaga kebersihan personal, mengingat
pada pasien di masa penyembuhan sering terdapat ruam
kulit, jelaskan teknik/cara memandikan, penggunaan sabun
mandi, dan lain-lain.
b. Keluarga/kelompok masyarakat
29
Pencegahan penyakit demam berdarah dengan memberikan
motivasi kepada keluarga untuk memodifikasikan lingkungan
yang dapat menghindarkan perkembanganbiakan nyamuk
antara lain:
o Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
o Memberikan bubuk Abate pada air yang tertampung
o Menggunakan kawat nyamuk
o Menggunakan anti nyamuk bila diperlukan
o Berpartisipasi dalam upaya kerja bakti PSN dan
pengasapan (fogging)
Perlu ditingkatkan kewaspadaan keluarga akan tanda-tanda
demam berdarah pada anggota keluarga dengan tanda-tanda
demam dengue. Berikan edukasi kapan harus kembali
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan, apabila dijumpai
keluhan atau tanda kegawatan seperti:
o Anak tampak lemas
o Bila ada tanda-tanda perdarahan dari hidung (mimisan)
dan saluran cerna (muntah berwarna hitam)
o Kaki dan tangan dingin
o Tinja berwana hitam
o Nyeri ulu hati
o Kejang
o Gelisah
c. Masyarakat umum
Seperti penyakit lain yang disebarluaskan oleh vektor,
pemberantasan demam berdarah sangat tergantung pada
pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan lingkungan bebas
nyamuk. Pemberantasan sarang nyamuk dan jentik perlu
dilakukan dengan edukasi mengenai siklus hidup dan
karakteristik nyamuk Aedes aegypti antara lain:
1) Nyamuk tersebut khusus berada di daerah tropis dan
subtropis
2) Nyamuk kecil hitam dengan garis putih pada badan dan
pergelangan kakinya
3) Lebih suka menggigit di dalam rumah terutama pada
manusia
30
4) Senang meletakkan telurnya pada genangan air alamiah
maupun genangan air non alamiah seperti beton, ban,
kaleng, dan sebagainya, terutama yang mengandung
material organik seperti ganggang, daun kering dan
sebagainya. Lebih sering pada genangan air ditempat sejuk
seperti dibawah bayangan pohon atau rumah.
5) Setelah 3 hari menghisap darah, nyamuk meletakkan
telurnya di permukaan air. Telur dapat bertahan berhari-hari
tanpa menjadi kering di permukaan air. Ketika hujan turun
membajiri permukaan atas telur, maka akan menetas menjadi
jentik.
6) Untuk bertahan hidup, jentik akan makan semua jenis bahan
organik yang ada di air. Jentik berkembang menjadi nyamuk
dewasa dalam 7-8 hari, dan nyamuk dewasa hidup selama 3
minggu. Nyamuk dapat terbang sejauh 200-400 meter.
7) Udara panas merupakan udara yang cocok untuk
berkembangnya jentik dan nyamuk Aedes.
31
dibersihkan, taburkan bubuk abate secara teratur seminggu
sekali.
7) Hubungi puskesmas terdekat bila jumlah nyamuk meningkat
luar biasa secara tiba-tiba.
5. Daftar Kepustakaan
32
Haemorrhagic Fever. Comprehensive Guidelines.New Delhi:
WHO SEARO 1999.
6. World Health Organization. Global strategy for dengue
prevention and control. 2012 - 2020. Diunduh dari http://
apps.who.int/iris/bitstream/10665/75303/1/9789241504034_eng.
pdf
D. DERMATITIS
1. Gambaran Umum
33
Upaya promotif dan preventif pada buku ini ditekankan pada
dermatitis kontak karena dermatitis atopi dan dermatitis seboroik
merupakan penyakit yang penyebabnya belum pasti.
Dermatitis kontak dapat dicegah dengan cara menghindari
kontak dengan zat terebut. Namun karena seringkali dihubungkan
dengan kesehatan kerja, maka upaya promotif dan preventif
ditekankan pada pencegahan dermatitis kontak pada tempat kerja.
a. Individual
Menghindari kontak dengan penyebab dermatitis kontak di
lingkungan kerja, antara lain dengan cara:
Ganti bahan yang menimbulkan iritan dengan bahan lain yang
lebih aman
Bila memungkinkan pekerjaan diganti dengan alat atau mesin
Proses pekerjaan dilakukan dengan secepat mungkin
Menggunakan pegangan mekanik
Menggunakan peralatan untuk melakukan pekerjaan tersebut
Tidak menggunakan tangan kosong sebagai alat kerja
Beri jarak aman dengan bahan penyebab iritan tersebut
b. Keluarga/kelompok masyarakat
Pada tempat kerja yang menggunakan bahan atau zat iritan
yang dapat menimbulkan alergi, sebaiknya memiliki prosedur yang
diikuti oleh pekerjanya untuk melindungi kulit pekerja.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk melindungi kulit di tempat kerja
adalah:
Bila terkena bahan iritan secepatnya cuci dengan air mengalir
Setelah dicuci segera diseka dengan kain untuk meyakinkan
tidak ada residu di atas kulit
Sediakan handuk kertas atau handuk katun yang halus di tempat
kerja
Berikan losion kulit pada pekerja setiap sebelum dan sesudah
bekerja
34
Tempat kerja harus menyediakan sarung tangan dan sepatu
yang sesuai untuk mencegah kontak dengan iritan. Pastikan
sarung tangan untuk pekerja terbuat dari bahan yang aman dan
nyaman dengan ukuran yang pas dan peruntukan penggunaan
sarung tangan harus jelas. Penggunaan dan penyimpanan
sarung tangan harus benar. Ganti sarung tangan dengan yang
baru pada saat yang diperlukan
Pada tempat kerja tersebut sebaiknya dilakukan pemeriksaan
regular terhadap kulit mengenai kemungkinan dermatitis kontak
untuk menemukan dermatitis pada tahap dini. Penemuan pada tahap
dini dapat mencegah perkembangan dermatitis yang parah sehingga
mengganggu kehidupan keseharian pekerja.
c. Masyarakat umum
Pengetahuan yang baik mengenai pencegahan dermatitis kontak
pada masyarakat umum merupakan upaya yang baik. Masyarakat
ditingkatkan pengetahuannya mengenai zat-zat yang sering
menimbulkan dermatitis kontak seperti sabun cuci, bahan pembersih
lantai dan sebagainya.
Poster tentang cara mencuci tangan atau bagian tubuh lain bila
terkena bahan iritan. Poster diletakkan dekat dengan sumber air
mengalir yang terdekat dengan tempat kerja.
Poster cara menggunakan, membersihkan dan menyimpan alat
pelindung diri, dalam hal ini sarung tangan dan sepatu,
sebaiknya ada dibeberapa tempat terutama di tempat
penyimpanan sarung tangan.
Poster tentang anjuran pemeriksaan kulit secara regular atau bila
timbul gejala dini penyakit ke dokter perusahaan dipasang di
berbagai tempat di lingkungan pekerjaan.
5. Keterangan Tambahan
35
Penyuluhan pada tempat kerja dan pemeriksaan kulit secara
teratur pada pekerja harus dilakukan pada tempat bekerja yang
menggunakan bahan-bahan yang sering menimbulkan iritasi.
Pemilik kerja dan para pekerja harus diyakinkan bahwa
walaupun tidak membahayakan jiwa namun dermatitis kontak dapat
menurunkan produktifitas kerja.
6. Daftar Kepustakaan
E. DIARE
1. Gambaran Umum
36
Diare kronis biasanya disebabkan oleh protozoa berspora
dan parasit anaerob. Jika diare lebih dari 4 minggu harus diwaspadai
adanya keadaan imunokompromis pada pasien. Selain keadaan
imunokompromis, dapat pula disebabkan oleh infeksi kronis, irritable
bowel diseases, malabsorpsi karbohidrat, obat-obatan tertentu,
hiper/hipotiroid, penggunaan laksatif, efek radiasi, keganasan kolon
dan keadaan lain yang tidak diketahui.
37
dengan Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium
bifidum) yang terbukti memiliki efikasi terhadap
pencegahan diare
2. Pencegahan dehidrasi dan dengan cara:
Memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang
upaya rehidrasi oral (URG) di rumah dan tanda-tanda
untuk merujuk ke fasilitas kesehatan. Rehidrasi oral
adalah upaya pertama yang dapat dilakukan di rumah.
Pemberian air bermineral merupakan upaya awal
rehidrasi yang dapat dilakukan yaitu dengan
menambahkan 1 gelas air matang dengan 2 sendok teh
gula dan setengah sendok teh garam. Cairan untuk
rehidrasi ini diberikan segelas setiap kali buang air besar.
Sediaan yang telah siap adalah bubuk oralit.
Menganjurkan pemberian ASI seperti biasa selama diare
dan dalam masa penyembuhan.
3. Menjaga kondisi fisik pasien selama diare dengan cara:
Mengurangi aktifitas fisik yang berat pada pasien.
Edukasi pada keluarga untuk ikut menjaga diet pasien
dengan makanan lunak sampai frekwensi buang air
kurang dari 5 kali per hari.
c. Masyarakat umum
Edukasi diberikan kepada masyarakat tentang pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk menurunkan angka
kejadian diare. Perilaku kebersihan pribadi dan kebersihan
lingkungan merupakan kebiasaan dan seringkali berhubungan
dengan faktor sosial dan budaya. Perlu diberikan motivasi untuk
mengubah kebiasaan yang berhubungan dengan faktor budaya yang
dapat meningkatkan risiko kejadian diare, misalnya kebiasaan
minum air tanpa dimasak, buang air besar tidak di jamban dan
sebagainya.
Pemahaman masyarakat untuk mencegah dehidrasi pada
diare merupakan upaya yang penting untuk mencegah kematian.
Kegiatan edukasi untuk memberikan pengetahuan yang baik kepada
masyarakat guna mencegah dehidrasi pada diare akut dapat
dilakukan secara reguler tanpa menunggu terjadinya kasus diare.
38
Selain itu materi penyuluhan tentang pengetahuan
kewaspadaan diare kronis yang dapat disebabkan oleh keadaan
imunokompromis, sebaiknya disampaikan pada kelompok yang
risiko tinggi infeksi HIV sehingga deteksi dini dapat cepat dilakukan.
39
Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-
celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga
lainnya
Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus
tertutup
e. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban
harus ditutup setiap selesai digunakan
Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher
angsa harus tertutup rapat oleh air
Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan
pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang
kotoran
Lantai jamban harus kedap air dan permukaan jangan
licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik
f. Aman digunakan oleh pemakainya
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada
dinding lubang kotoran dengan pasangan batau atau
selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang
terdapat di daerah setempat
g. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi
pemakainya
Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang
kotoran
Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda
lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran
Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang
kotoran karena jamban akan cepat penuh
Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati.
Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa
dengan kemiringan minimal 2:100
h. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
Jamban harus berdinding dan berpintu
Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga
pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.
40
3. Gerakan cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan cara-cara
sebagai berikut:
Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun.
Tak perlu harus sabun khusus antibakteri, namun lebih
disarankan sabun yang berbentuk cairan.
Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik.
Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan,
sela-sela jari, dan kuku.
Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain
Gunakan tisu/handuk sebagai penghalang ketika mematikan
keran air
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
41
3. McFarland, L. Meta-analysis of probiotics for the prevention of
traveler's diarrhea. Travel Medicine and Infectious Disease.
Volume 5, Issue 2, March 2007, Pages 97105
4. Tujuh syarat membuat jamban. Diunduh dari http:
//sanitasi.or.id/index.php? option=com_content&view=article&id=
255:tujuh-syarat-membuat-jamban-sehat &catid= 55: artikel&
Itemid=125
1. Gambaran Umum
42
Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae. Adapun
bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenzae, Klebsiella
pneumonia, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan
Moraxella catarrhalis. Bakteri lain adalah bakteri atipikal (bakteri
parasit yang hidup intraseluler dan tidak memiliki dinding sel). Bakteri
gram positif lebih banyak menjadi penyebab pneumoni, dan
pneumokokus adalah penyebab tersering. Sedangkan kelompok
virus yang dapat menyebabkan pneumonia adalah virus influenza,
virus RSV (RSV), adenovirus, dan metapneumovirus. Adapula virus
herpes simpleks (jarang), dan sitomegalovirus yang menyebabkan
pneumonia akibat terjadinya immunocompromised.
Jamur yang juga dapat menyebabkan anemia diantaranya
Histoplasma capsulatum, Blastomyces, Cryptococcus neoformans,
Pneumocystis jiroveci, dan Coccidoide immitis. Infeksi jamur
umumnya terjadi pada keadaan immunocompromised seperti pada
infeksi HIV.
Pneumonia dapat juga disebabkan oleh parasit seperti
Toxoplasma gondii, Strongyloides stercoralis, dan ascariasis.
Walaupun jarang sekali, namun tetap harus diperhatikan dan
dipertimbangkan.
Pneumonia dapat terjadi pada semua kelompok usia,
walaupun terbanyak pada anak. Kondisi fisik yang rentan sangat
mudah terinfeksi penyebab pneumonia. Mengingat penyakit ini
termasuk penyakit yang mudah menular maka pencegahan
penularan harus dilakukan untuk menekan laju kasus pneumonia.
Komplikasi pneumonia adalah efusi pleura, empiema, abses paru,
pneumotoraks, gagal napas, dan sepsis.
43
4. Meningkatkan pengetahuan pasien, keluarga, dan masyarakat
untuk mengidentifikasi tanda awal pneumonia dan segera
mencari pertolongan medis.
44
adalah mencegah penularan dan itu harus melibatkan
masyarakat secara aktif. Hal-hal yang harus disampaikan ke
masyarakat adalah:
Pentingnya menjaga hygiene perorangan dengan selalu
mencuci tangan sebelum memegang makanan pada saat
menyuapkan makanan anak atau menyajikan makanan untuk
orang lain
Pentingnya menjaga gizi dengan mengkonsumsi makanan
sehat dan berimbang, bersih dan mengandung kadar gizi
yang baik.
Edukasi mengenali gejala dan tanda orang terinfeksi
pneumonia.
Edukasi deteksi dini kasus penyulit pneumonia yang harus
segera mendapatkan pertolongan, seperti:
Anak tidak mau menyusu, minum susu atau minum
lainnya.
Selalu memuntahkan semua makanan dan minuman
yang dikonsumsi.
Anak tampak lemas, pucat, dan tidak merespon secara
adekuat komunikasi yang dilakukan kepadanya.
Anak mengalami kejang dan/atau penurunan kesadaran
Edukasi cara mencegah penularan dalam keluarga dan
masyarakat terdekat pasien
45
5. Daftar Kepustakaan
G. MORBILI
1. Gambaran Umum
46
Morbili disebabkan oleh virus morbili yang berasal dari family
Paramyxoviridae. Penularan Morbili terjadi melalui kontak dengan
sekret (ingus atau ludah) yang terinfeksi virus Morbili, baik melalui
kontak langsung maupun melalui udara.
Virus Morbili dapat menyerang semua kelompok umur,
namun anak-anak berisiko lebih besar dibandingkan dengan
kelompok dewasa. Risiko tinggi penyakit Morbili dijumpai pada
manusia dengan penekanan sistem imunologi seperti:
1. Terinfeksi HIV/AIDS
2. Penderita leukemia
3. Pasien pengguna kortikosteroid dosis tinggi.
4. Anak yang tidak mendapat imunisasi campak.
Pasien-pasien yang sedang terinfeksi virus Morbili, dapat bertambah
berat gejala kliniknya jika pada saat yang sama juga mengalami
malnutrisi, hamil, imunodefisiensi dan defisiensi vitamin A.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah
bronkopneumonia yang dapat menimbulkan kematian.
47
3. Teknik Melaksanakan, Cakupan Materi, Kendala Yang
Mungkin Dihadapi Saat Pelaksanaan Upaya Promotif Dan
Preventif
48
a. Menjaga asupan gizi agar daya tahan tubuh dapat terjaga
dengan baik.
b. Imunisasi campak sesuai jadwal.
c. Menghindari daerah endemik Morbili jika daya tahan tubuh
menurun.
d. Menjaga hygiene perorangan seperti mencuci tangan.
e. Menjaga sanitasi lingkungan, khususnya lingkungan terdekat
f. Menggunakan masker yang banyak penderita gejala seperti
flu (batuk dan pilek).
2. Mengedukasi masyarakat untuk mengenali gejala dan tanda dini
kasus Morbili, terutama gejala seperti flu (flu like syndrome)
3. Mengedukasi masyarakat untuk mengenali gejala dan tanda
awal terjadinya komplikasi Morbili
5. Daftar Kepustakaan
49
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003
4. William J Hueston. Acute Bronchitis dan Pneumonia. In Paulman
and Paulman. Taylor's Manual of Family Medicine. 2008. Wolters
Kluwer. Philadelphia
H. TUBERCULOSIS
1. Gambaran Umum
50
sangat dipengaruhi oleh perilaku pasien pengidap tuberkulosis
dalam hal membuang dahak disembarang tempat.
Infeksi tuberkulosis dapat menyerang seluruh kelompok
umur, tidak terkecuali bayi dan balita. Secara sistematis, populasi
berisiko dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Kelompok bayi dan balita yang daya tahun tubuhnya tidak prima
atau yang hidup dilingkungan penderita tuberculosis.
2. Bayi dan balita yang tidak mendapatkan imunisasi BCG akan
berpotensi mengalami penyulit tuberkulosis
3. Kelompok yang memiliki status gizi buruk
4. Pasien yang sedang mengalami gangguan imunologi seperti
pasien terinfeksi HIV/AIDS
5. Pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan
kortikosteroid dosis tinggi
a. Upaya Promotif
1. Promotif dengan fokus pada bayi dan balita sehat:
51
Evalusi status imunisasi dan pastikan bayi atau balita
tersebut telah mendapatkan imunisasi dasar dan/atau
ulangan BCG sesuai jadwal yang telah diatur dalam
program.
Menelusuri potensi penularan infeksi tuberkulosis dalam
rumah tangga dengan menjajaki kemungkinan adanya
anggota keluarga yang sedang mengidap tuberkulosis.
Mengedukasi orangtua bayi dan balita untuk senantiasa
memperhatian hygiene anaknya agar tidak mudah tertular
kuman tuberkulosis yang banyak terdapat dilingkungan
sekitar.
Edukasi keluarga pasien untuk menghindari kontak
dengan anggota keluarga atau lingkungan terdekat lain
yang terduga atau sudah menderita tuberkulosis
Edukasi tanda dan gejala infeksi tuberkulosis untuk
mengingatkan agar segera mengunjungi fasilitas
pelayanan kesehatan jika bayi dan balitanya
menunjukkan gejala dan tanda tersebut.
b. Upaya Preventif
1. Preventif untuk Personal/Individu
52
Beberapa hal penting yang harus dilakukan untuk
mencegah penularan kasus tuberkulosis dan deteksi dini
komplikasi pada kasus tuberkulosis adalah dengan
mengupayakan penjaringan kasus pada setiap orang yang
memiliki gejala batuk berdahak secara terus menerus selama
2 - 3 minggu.
Upaya lain adalah pencegahan Multi Drug Resistance
(MDR), yaitu semua orang yang memiliki gejala tuberkulosis
dengan satu atau lebih kriteria berikut:
1) Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus
kronik)
2) Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2
3) Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di fasyankes
Non DOTS.
4) Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5) Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan.
6) Pasien TB kambuh.
7) Pasien TB yang kembali berobat setelai lalai/default.
8) Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR
9) ODHA dengan gejala TB-HIV.
Upaya menemukan kasus secara dini dan
menghindarkan risiko MDR merupakan hal penting untuk
menurunkan prevalensi tuberkulosis.
53
karenanya kebersihan lingkungan rumah harus
terjaga dengan baik
54
Komitmen politis, dengan peningkatan dan menjaga
kesinambungan pendanaan, ketersediaan obat dan
SDM yang tetap terjaga
Upaya penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis yang terjamin mutunya.
Menjaga agar pengobatan standar dapat dijalankan
sesuai pedoman, dengan supervisi dan dukungan
bagi pasien.
Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang
efektif.
Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang
mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program.
5. Keterangan Tambahan
55
3. Hemoptoe/hemoptysis
4. Bronkiektasis
5. Pneumotoraks
6. Daftar Kepustakaan
I. HIV
1. Gambaran Umum
56
Provinsi dengan prevalensi tertinggi kasus AIDS berturut turut dari
yang paling tinggi adalah Papua, Bali, DKI Jakarta, Kalimantan
Barat, Sulawesi Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau, D.I
Yogyakarta, Maluku dan Bangka Belitung. Provinsi Jawa Timur
berada pada urutan ke 12, namun bila dilihat dari jumlah orang yang
terkena maka Jawa Timur menduduki tempat kedua sesudah Papua.
Angka rata-rata Provinsi secara nasional untuk prevalensi kasus HIV
hingga Juni 2013 adalah 18,38 per 100.000 penduduk.
57
ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil di air mata, air liur, cairan
otak, keringat dan air susu ibu. HIV tidak dapat menembus kulit yang
utuh yaitu kulit yang tidak lecet atau luka. Oleh karena itu HIV tidak
menular melalui:
Bersenggolan atau berjabatan tangan dengan pengidap HIV
Bersentuhan dengan pakaian atau barang lain bekas penderita
HIV
Penderita AIDS bersin atau batuk-batuk didepan kita
Mencium pipi dan dahi
Berenang di kolam renang atau menggunakan WC yang sama
Melalui makanan atau minuman, gigitan nyamuk dan serangga
lain.
a. Individu
Berikan edukasi kepada individu tentang:
o Pentingnya setia pada pasangan dan tidak melakukan
seks di luar pernikahan karena berganti-ganti
pasangan seksual akan meningkatkan resiko
penularan virus HIV.
o Penggunaan kondom untuk melindungi diri dari
penularan virus khususnya pada populasi berisiko.
o Bahaya narkoba termasuk penggunaan jarum suntik
yang sama untuk lebih dari satu orang.
o Pentingnya melakukan tes HIV sebelum menikah
Jika harus menerima transfusi, berikan darah transfusi yang
telah melalui screening virus HIV.
Setiap alat yang digunakan untuk orang banyak yang berisiko
membawa virus HIV harus disterilkan terlebih dahulu.
b. Keluarga/kelompok masyarakat
Perempuan usia reproduksi dilaksanakan pencegahan primer
untuk tidak terinfeksi HIV, termasuk perempuan yang
memiliki anak kecil
58
Perempuan yang hidup dengan HIV dicegah untuk tidak
hamil, apalagi kehamilan yang tidak diinginkan, gunakan
metode keluarga berencana yang sesuai
Perempuan hamil yang hidup dengan HIV dicegah untuk
tidak menularkan HIV ke bayinya
Bayi dan anak yang hidup dengan HIV ditatalaksana agar
tidak berkembang menjadi AIDS
c. Masyarakat umum
1) Dalam rangka menurunkan 50% angka HIV diantara
perempuan usia produktif, upaya global yang
direkomendasikan adalah:
mencegah peningkatan risiko potensial terinfeksinya
calon ibu hamil, ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu
menyusui
mendorong pasangan untuk melakukan sex aman,
menghilangkan kekerasan dan menjadi pasangan yang
mendukung
meningkatkan kewaspadaan akan adanya kemungkinan
menularkan HIV ke anak dan cara pencegahannya
meningkatkan kemampuan konseling HIV dan melakukan
pemeriksaan penunjang pada pasangan untuk
mendeteksi dini dan mengobati lebih awal
2) Dalam rangka menurunkan angka kehamilan yang tidak
diinginkan sampai 0, upaya yang direkomendasikan adalah:
meningkatkan kesadaran keluarga berencana dan
berbagai metoda kontrasepsi
meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan akan
adanya hak asasi reproduksi
menghilangkan stigma dalam pelayanan klinik dan
komunitas untuk menyediakan pelayanan yang baik
mengenai reproduksi dan kesuburan pada perempuan
dengan HIV
3) Dalam rangka menurunkan 90 % kematian pada saat ibu
melahirkan hingga 12 bulan paska melahirkan, serta
menurunkan 90% kematian bayi dan anak balita akibat HIV,
upaya yang direkomendasikan adalah:
59
menurunkan risiko perempuan usia reproduksi terkena
HIV
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
J. HEPATITIS
1. Gambaran Umum
60
Hepatitis adalah keadaan seseorang yang terkena infeksi
virus hepatitis yaitu virus yang terutama menyerang liver. Indonesia
merupakan daerah endemik hepatitis dimana dapat dijumpai 5
macam virus hepatitis yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus
hepatitis C, virus hepatits D dan virus hepatitis E. Meskipun demikian
virus hepatitis D dan E masih jarang ditemui di Indonesia.
Masa inkubasi virus tersebut berbeda-beda. Masa inkubasi
virus hepatitis A adalah 2-6 minggu, virus hepatitis B adalah 2-6
bulan dan virus hepatitis C adalah 2 minggu - 6 bulan.
Virus hepatitis ditularkan melalui 3 cara yaitu 1) fecal-oral
(virus hepatitis A, E, non-A, non-B, non-C, non-E), 2) hubungan
seksual (virus hepatitis C, dicurigai virus hepatitis B), dan 3) melalui
serum darah (virus hepatitis B, C dan D).
61
merokok, konsumsi alkohol, dan obat-obatan yang bersifat
toksik bagi liver.
Berhubungan seksual yang aman dengan tidak berganti-ganti
pasangan dan penggunaan kondom bagi populasi risiko
tinggi.
Advokasi kepada individu dan keluarga tentang pentingnya
imunisasi hepatitis.
Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi, remaja dan
dewasa (catch up immunization)
62
Jenis Kontak rumah Kontak seksual Alat kedokteran,
hepatitis tangga dan kedokteran gigi,
pencegahan salon
spesifik yang kecantikan, dan
dianjurkan alat intervensi
lainnya
immunoglobulin.
Vaksin hep atitis A
diberikan pada
anak usia 1-18
tahun dalam 2-3
dosis pemberian.
Untuk dewasa
hanya diperlukan
2 dosis booster
dalam jangka 6-12
bulan. Vaksin
hepatitis A efektif
hingga 15-20
tahun lebih.
B Hindari Gunakan kondom Hindari seluruh
bersentuhan latex bila pemakaian alat-
dengan darah dan berhubungan alat yang terkena
cairan tubuh dari seksual dengan orang HbsAg +
penderita hepatitis penderita HbsAg+ untuk digunakan
B. atau yang kembali ke orang
dicurigai, atau lain. Bila tidak
Vaksinasi hepatitis
yang tidak diketahui pasti
B sangat
diketahui. apakah HbsAg +,
dianjurkan untuk
maka didaerah
seluruh pekerja Pemberian
endemik harus
kesehatan, Hepatitis B
dilakukan
anggota keluarga, immunoglobulin
pembersihan alat
pekerja seksual pada:
total dengan
komersial, yang
pasangan rendaman klorin
terpapar dengan
seksual (hetero 0.5 % selama 10
penderita hepatitis
maupun menit, kemudian
B (HbsAg +), atau
63
Jenis Kontak rumah Kontak seksual Alat kedokteran,
hepatitis tangga dan kedokteran gigi,
pencegahan salon
spesifik yang kecantikan, dan
dianjurkan alat intervensi
lainnya
tahanan di homoseksual) bilas dengan air
penjara, atau dengan HbsAg + mengalir, cuci
orang lain yang dengan sabun,
orang yang
kemungkinan dan lakukan
tersuntik (pekerja
terinfeksi. pemanasan
kesehatan atau
dengan autoclave
Vaksin hepatitis B pengguna
dapat narkoba)
memproteksi
neonatus yang
hingga 15 tahun
lahir dari ibu
atau lebih.
HbsAg +
Indonesia
mengharuskan
vaksin hepatitis B
pada semua bayi
baru lahir hingga
18 tahun.
Pemberian 3 dosis
dalam waktu 6
bulan akan
memproteksi
dengan baik.
C Penularan sangat Belum diketahui Dicurigai melalui
rendah dengan pasti, tranfusi darah,
karena dalam duh atau alat-alat
tubuh pasien kedokteran
hepatitis C tidak invasif lainnya
mengandung
RNA virus.
Catatan: belum ada vaksin untuk virus hepatitis C, D dan E. HEV (vaksin
hepatitis E sedang dalam proses lisensi di Cina)
64
2) Pencegahan penularan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan
cara antara lain:
Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai untuk mencegah
penularan virus hepatitis kepada petugas kesehatan
Mencegah penularan hepatitis melalui alat suntik dan alat
invasif lainnya dengan cara antara lain menggunakan jarum
suntik sekali pakai, sterilisasi alat, pengelolaan limbah sesuai
standar dan sebagainya.
65
4. Keterangan Tambahan
5. Daftar Kepustakaan
66
BAB IV
MASALAH KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN
PRIMER (KELOMPOK PENYAKIT NON INFEKSI)
1. Gambaran Umum
67
2. Objektif Upaya Promotif dan Preventif
Pencegahan primer
Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yang berisiko
tentang faktor-faktor risiko DM
Pencegahan sekunder
Upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah menyandang DM.
Pencegahan tersier
Upaya rehabilitasi pada pasien untuk meningkatkan kualitas
hidup dan mencegah kecacatan menetap.
Pencegahan Primer:
a. Sasaran:
Kelompok yang memiliki faktor risiko
Riwayat keluarga dengan diabetes
Usia >45 tahun
Riwayat melahirkan bayi >4000 gram atau riwayat DM
Gestasional
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, <2500 gram
Berat badan lebih (IMT >23 Kg/m2)
Kurang aktifitas fisik
Hipertensi > 140/90 mmHg
Dislipidemia (HDL <35 mg/dl, dan atau total gliserida >250
mg/dl)
PCOS (Polycystic Ovary Syndrome)
Riwayat glukosa darah terganggu sebelumnya
Riwayat penyakit kardiovaskular (stroke, PJK, PAD)
b. Materi:
Penyuluhan untuk kelompok yang mempunyai risiko tinggi:
1. Materi program untuk penurunan berat badan
68
Penelitan menunjukkan penurunan berat badan 5 10%
dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM
tipe-2.
2. Diet sehat
Jumlah asupan kalori untuk mencapai berat badan
ideal
Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan
diberikan secara terbagi dan seimbang.
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat
larut.
3. Latihan jasmani
Memperbanyak melakukan aktifitas fisik sehari-hari
seperti jalan kaki, menyapu, menggunakan tangga
saat menuju lantai yang tidak terlalu tinggi
Latihan jasmani yang dianjurkan 150 menit/ minggu,
dengan latihan aerobic sedang (50-70% dari denyut
jantung maksimal), atau 90 menit/ minggu dengan
latihan aerobic berat (mencapai denyut jantung >70%
maksimal). Latihan dibagi menjadi 3-4 kali/ minggu
4. Berhenti merokok
Penyuluhan untuk perencana kebijakankesehatan
tentang dampak sosio-ekonomi penyakit DM dan
pentingnya penyediaan fasilitas/ sarana umum yang
memadai dalam upaya mendorong masyarakat untuk
lebih sering melakukan aktifitas fisik.
c. Kendala
Perubahan perilaku untuk memilki gaya hidup sehat,
membutuhkan komitmen, dan konsistensi untuk melakukannya
terus menerus, dan kendala terbesar adalah petugas kesehatan
sebagai role model implementasi gaya hidup sehat.
a. Media
Flipchart, atau infocus dengan layar di fasilitas pelayanan
kesehatan primer atau di berbagai kegiatan kemasyarakatan
seperti pengajian, gereja, posyandu, dll.
69
Latihan jasmani bersama secara regular
b. Alat Bantu
Poster, leaflet, buku panduan atau diari gaya hidup sehat yang
berisi catatan makanan harian dan catatan latihan jasmani
c. Alat Peraga
Food model dengan ukuran rumah tangga
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
B. HIPERTENSI
1. Gambaran Umum
70
sebagai hipertensi. Sebagian besar orang tersebut belum
terdiagnosis sebelumnya oleh tenaga kesehatan.
Secara keseluruhan penderita hipertensi tercatat mencapai
43 juta orang. Sekitar 20 juta diantaranya tidak terobati dengan obat-
obatan antihipertensi. Sedangkan dari 23 juta pasien hipertensi yang
telah terobati dengan anti hipertensi, sekitar 12 juta diantaranya tidak
terkontrol dengan baik. Kepatuhan pasien dan perhatian dokter
sangat diperlukan untuk mengontrol tekanan darah pasien, karena
faktor yang mempengaruhi keberhasil upaya mengontrol hipertensi
tersebut sangat banyak. Peran dokter sangat penting untuk menjaga
dan memberikan motivasi pada pasien.
71
Mengurangi asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol per
hari (sekitar 2,4 g natrium atau 6 g sodium klorida).
Menjaga asupan kalium (lebih dari 90 mmol atau 3.500
mg per hari).
Mengkonsumsi diet yang kaya buah-buahan dan sayuran
dan produk susu rendah lemak
Mengendalikan berat badan dengan mengajarkan pasien
menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT), atau lingar
pinggul dan lingkar perut untuk menentukan status gizi.
Usahakan IMT berkisar diangka 18,5-24,9 kg/m2
Memotivasi pasien untuk bersedia melakukan olah fisik
seperti berjalan kaki secara teratur (jarak, kecepatan, dan
waktu tempuh), atau bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Misalnya berjalan cepat selama kurang lebih
30 menit setiap hari
Melakukan rekreasi secara teratur, untuk mengendalikan
tingkat ketegangan/ stress
Memeriksakan diri secara teratur. Latih pasien untuk
dapat mengukur tekanan darah sendiri dan melatih untuk
pencatatan hasil pemeriksaan, sehingga dapat
ditunjukkan ke dokter pada saat berkonsultasi
b. Pada pasien dan keluarga yang telah terdeteksi hipertensi
Edukasi pada pasien:
1. Mengedukasi pasien untuk melakukan modifikasi
gaya hidup sebagaimana disampaikan pada butir
sebelumnya
2. Edukasi risiko jika tekanan darah tidak terkontrol
3. Latihkan mengukur tekanan darah, mencatat, dan
membawa ke dokter saat control
Edukasi keluarga pasien:
1. Edukasi cara memasak makanan yang sesuai untuk
pasien hipertensi, karena jika diperlukan restriksi
garam, harus diajarkan cara mengajarkan
menyediakan makanan dengan kebutuhan khusus itu
2. Motivasi keluarga untuk mendampingi pasien
melakukan olah raga atau olah fisik yang diperlukan
untuk mendukung pengendalian hipertensi
72
3. Membantu memonitor pasien untuk mengukur
tekanan darah dan turut memantau
Edukasi keluarga pasien untuk risiko akibat hipertensi
tidak terkontrol dan deteksi dini jika terjadi komplikasi/
penyulit
Cakupan Materi:
a. Pendekatan Pencegahan Primer
Hipertensi dapat dicegah secara komplementer dengan
penerapan strategi untuk individu, keluarga, populasi dan
kelompok beresiko tinggi. Strategi pencegahan yang diterapkan
sejak awal kehidupan, memberikan hasil terbaik untuk jangka
panjang karena menghindari prekursor yang menyebabkan
hipertensi dan mengurangi seluruh beban bagi penderita
hipertensi dan komplikasinya.
Strategi pencegahan untuk masyarakat
(populationbased), diarahkan pada populasi yang berisiko tinggi
termasuk mereka dengan tekanan darah normal tinggi, riwayat
keluarga hipertensi, kelebihan berat badan atau obesitas, gaya
hidup yang tidak sehat, kelebihan asupan natrium dan/atau tidak
cukup asupan kalium, konsumsi alkohol dan merokok.
73
disinsentif ekonomi untuk gaya hidup sehat, tidak ada biaya bagi
dokter untuk kegiatan konseling dan pencegahan hipertensi, dokter
yang tidak dibayar untuk kegiatan promotif dan preventif, harga yang
lebih tinggi untuk produk rendah natrium dan harga murah unyuk
produk tinggi natrium
a. Flipchart
b. Banner
c. Brosur
d. Contoh/ alat peraga kandungan gizi
e. Contoh formulir pencatatan tekanan darah
f. Kebijakan Menkes / Pemerintah Daerah
5. Keterangan Tambahan
74
7. Pencegahan dan Pengobatan tekanan darah tinggi, harus
disertai dengan perubahan gaya hidup baik pada anak-anak
maupun orang dewasa.
6. Daftar Kepustakaan
1. Flack JM, Neaton J, Grimm R Jr, et al. For the Multiple Risk
Factor Intervention Trial Research Group. Blood pressure and
mortality among men with prior myocardial infarction. Circulation.
1995;92(9):2437 45.
2. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure. The sixth report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure. Arch Intern Med.
1997;157(21):241346.
3. Stamler J, Stamler R, Neaton JD. Blood pressure, systolic and
diastolic, and cardiovascular risks. U.S. population data. Arch
Intern Med. 1993;153(5):598615.
4. Vasan RS, Larson MG, Leip EP, et al. Impact of high-normal
blood pressure on the risk of cardiovascular disease. N Engl J
Med. 2001;345(18):12917.
5. Wolz M, Cutler J, Roccella EJ, Rohde F, Thomas T, Burt V.
Statement from the National High Blood Pressure Education
Program: prevalence of hypertension. Am J Hypertens.
2000;13:1034.
C. GASTRITIS
1. Gambaran Umum
75
konsumsi alkohol yang berlebihan
stres
Gastritiis karena infeksi oleh Helicobacter pylori (H. pylori),
bakteri atau virus lain
Gejala klinis gastritis diantaranya adalah mual, muntah, rasa
kembung, perih/ nyeri, rasa terbakar di ulu hati dan dada, cegukan,
kehilangan selera makan, dan dalam keadaan berat dapat terjadi
muntah darah yang berwarna seperti kopi, serta BAB berdarah
(melena). Pasien gastritis sering berkunjung berulang dan dokter
harus mewaspadai setiap kunjungan pasien, walaupun kasus ini
terlihat ringan.
Gastritis yang tidak tertangani dengan baik, berpotensi
mengalami anemia kronik, jika terjadi perdarahan lambung kronik,
dan dapat pula meningkatkan risiko terjadinya kanker lambung.
Untuk mencegah terjadinya risiko tersebut, maka deteksi dini dan
edukasi agar pasien peduli kesehatan lambungnya menjadi sangat
penting.
Pada laporan kunjungan di Puskesmas maupun praktik
dokter, kasus grastritis menempati 10 penyakit terbanyak dan
kunjungan berulangnya juga tinggi.
a. Pencegahan primer
Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yang berisiko
tentang faktor-faktor yang mendorong terjadinya gastritis, dan
upaya mencegahnya.
b. Pencegahan sekunder
Upaya untuk mencegah memberatnya kasus gastritis dan
mengedukasi pasien agar mewaspadai gejala makin
memberatnya gastritis.
a. Pencegahan Primer:
76
Memberikan penyuluhan kelompok atau masyarakat tentang
kesadaran pentingnya menjaga kesehatan dengan:
Menghindari rokok dan minuman beralkohol
Hidup tenang dan pandai menyiasati tekanan pekerjaan
atau tekanan hidup
Mendorong agar melakukan olah raga secara teratur
Memperkenalkan obat yang mudah didapatkan di warung
atau tempat lain, yang berpotensi menyebabkan gastritis
dan cara meminumnya jika diperlukan
Melakukan edukasi perorangan pada setiap pasien yang
diduga sedang mengalami stres, untuk menyiasati stres
dengan upaya pengalihan ke kegiatan lain. Begitu pula pada
pasien yang sedang mendapatkan obat-obatan anti inflamasi
karena mengalami gangguan kesehatan tertentu. Anjurkan
pasien untuk tidak hanya memperhatikan jenis obat,
melainkan juga tanda-tanda awal terjadinya komplikasi pada
lambung.
b. Pencegahan sekunder
Edukasi pasien upaya menghindari terjadinya hematemesis
dan melena jika sudah mengalami gastritis
Edukas pasien tentang gejala terjadinya kanker lambung dan
upaya yang harus dilakukan
Kendala yang mungkin dihadapi pada saat melakukan
edukasi atau penyuluhan pada pasien, keluarga, dan masyarakat
adalah: kurangnya kesadaran pasien, keluarga, dan masyarakat
pentingnya mencegah gastritis dan adanya kemungkinan
gastritis berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.
Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan alat bantu/ alat
peraga penyuluhan atau edukasi yang menarik bagi pasien.
77
Menyediakan film atau foto-foto tentang lambung
sehat dan lambung sakit, serta gambar-gambar
yang menunjukkan penyebab gastritis.
Alat bantu : Poster dan leaflet tentang gaya hidup sehat
bebas rokok dan alkohol.
Poster dan leaflet tentang lambung sehat dan
lambung yang mengalami gastritis.
Flip chart untuk penyuluhan kelompok tentang
pencegahan primer dan sekunder gastritis.
Alat peraga : Obat-obat yang dapat menyebabkan gastritis
Manekan lambung utuh dan permukaan dalam
lambung yang sehat dan sakit
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
D. OBESITAS
1. Gambaran Umum
78
Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada
semua kelompok umur dan pada semua strata sosial ekonomi. Pada
anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas merupakan
masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa.
Kegemukan dan obesitas pada anak berisiko berlanjut ke masa
dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit
metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes
mellitus, kanker, osteoartritis, dan lain-lain. Pada anak, kegemukan
dan obesitas juga dapat mengakibatkan berbagai masalah
kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak seperti
gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea
(henti napas sesaat) dan gangguan pernafasan lain.
Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh faktor
lingkungan. Faktor genetik meskipun diduga juga berperan tetapi
tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi
kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor lingkungan terutama
terjadi melalui ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku
makan dan aktivitas fisik. Hal ini terutama berkaitan dengan
perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.
Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi
kegemukan dan obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar
9,2%. Sebelas propinsi, seperti D.I. Aceh (11,6%), Sumatera Utara
(10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau (10,9%), Lampung
(11,6%), Kepulauan Riau (9,7%), DKI Jakarta (12,8%), Jawa Tengah
(10,9%), Jawa Timur (12,4%), Sulawesi Tenggara (14,7%), Papua
Barat (14,4%) berada di atas prevalensi nasional.
Fokus pembahasan masalah obesitas pada buku ini adalah
obesitas pada anak sekolah (kelas 1 12). Pencegahan dan
penanggulangan perlu dilakukan sedini mungkin mulai dari usia
muda. Dikarenakan kegemukan dan obesitas pada masa anak
berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi
mengalami penyakit metabolik dan penyakit degeneratif di kemudian
hari. Dengan demikian obesitas pada anak memerlukan perhatian
yang serius dan penanganan yang tepat dengan melibatkan peran
orang orang dekat dalam lingkungan hidupnya seperti orang tua dan
guru di sekolah selain petugas kesehatan.
79
Promotif dan preventif dilakukan untuk:
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang definisi
obesitas
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang
penyebab dan risiko obesitas
Mengedukasi pasien dan keluarga untuk mencegah terjadinya
obesitas, atau upaya mengatasi obesitas pada anak dengan cara
mempromosikan gaya hidup sehat meliputi pola dan perilaku
makan serta aktifitas fisik, yang dimulai dari lingkungan keluarga
dan lingkungan sekolah.
80
Target penurunan BB yang sehat
Kendala
Perubahan perilaku untuk memilki gaya hidup sehat,
membutuhkan komitmen, dan konsistensi untuk
melakukannya terus menerus, dan kendala terbesar adalah
keluarga petugas kesehatan sebagai role model
implementasi gaya hidup sehat.
a. Media
Flipchart atau infocus dengan layar di sekolah, di fasilitas
pelayanan kesehatan primer, diberbagai kegiatan
kemasyarakatan seperti pengajian, gereja, posyandu, dan
lain-lain.
Latihan jasmani bersama secara regular
b. Alat Bantu
Timbangan
81
Microtoise
Formulir
Tabel IMT
Materi KIE
Buku pencatatan dan pelaporan
Poster, leaflet
c. Alat Peraga
Food model dengan ukuran rumah tangga
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
E. KARIES GIGI
1. Gambaran Umum
82
makanan akan bereaksi menghasilkan asam dan toksin. Asam yang
dihasilkan bakteri akan menyebabkan kerusakan gigi, sedangkan
racunnya akan menyebabkan radang gusi. Populasi berisiko adalah
seluruh kelompok rentan, mulai dari ibu hamil, bayi dan balita, anak
usia sekolah, sampai lansia
Karies dini (karies email) tidak menimbulkan keluhan, hanya
berupa bercak putih pada permukaan gigi, selanjutnya jika dibiarkan
tanpa perawatan preventif, karies akan berkembang menjadi ngilu
(karies dentin) dan sakit spontan (karies profunda). Apabila
dibiarkan, karies dapat berkembang menjadi infeksi gigi seperti
abses. Disamping itu, lubang gigi yang besar dan sakit membuat
seseorang cenderung untuk mengunyah satu sisi (sisi gigi yang
sehat), hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya karang gigi yang
kemudian berkembang menjadi penyakit jaringan penyangga gigi
(gingivitis dan periodontitis). Gingivitis dan periodontitis selanjutnya
menyebabkan penyakit sistemik, seperti antara lain diabetes melitus,
atherosklerosis dan mengakibatkan BBLR serta kelahiran prematur.
Keterlambatan penanganan dapat berakibat pencabutan gigi
pada akhirnya berdampak edentulism (ompong) yang mempengaruhi
quality of life
a. Individual
Pemeliharaan kebersihan gigi-mulut dimulai sejak bayi, yaitu
menggunakan kasa basah untuk membersihkan lidah, gusi dan
langit-langit mulut bayi setiap setelah meminum ASI. Ketika sudah
tumbuh (6 bulan 2 tahun), gigi susu bayi dibersihkan dengan cara
disikat dengan pasta gigi berfluor selapis tipis pada permukaan sikat
gigi. Anak umur 2 6 tahun menyikat gigi dengan menggunakan
83
pasta gigi sebesar kacang polong. Sampai umur 8 tahun, seorang
anak harus didampingi saat menyikat gigi.
Waktu untuk menyikat gigi adalah pagi sesudah makan dan
malam sebelum tidur dengan menyikat seluruh permukaan gigi
selama 2 menit. Kandungan fluoride dalam pasta gigi yang
dianjurkan adalah 1000-1500 ppm (minimal 800 ppm ion fluoride
bebas). Perlu diingat, disarankan untuk tidak berkumur atau
berkumur sekali saja setelah menyikat gigi agar fluor tetap berikatan
dengan permukaan gigi.
Pada anak dengan resiko karies tinggi dianjurkan untuk
dilakukan aplikasi sealant pada gigi molar tetapnya, disamping itu,
bentuk upaya preventif lainnya adalah kumur fluor dan pengulasan
fluor topikal. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan teratur ke dokter
gigi dua kali dalam setahun.
c. Masyarakat umum
Fluoridasi sumber air/air minum (air minum dalam kemasan)
merupakan upaya yang direkomendasikan untuk sumber air yang
tidak mencapai kadar fluor 0.7 ppm
84
- Fasilitas pelayanan kesehatan gigi di fasilitas kesehatan
- Upaya Kesehatan Sekolah untuk meningkatkan kebiasaan
pemeliharaan kesehatan gigi dan pemeriksaan berkala
kesehatan gigi-mulut
5. Keterangan Tambahan
6. Daftar Kepustakaan
85