Penyusun :
TIM KMB 3
1
VISI DAN MISI STIKES BANYUWANGI
Visi
Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi di bidang Kesehatan yang menghasilkan
tenaga kesehatan berdaya saing global berlandaskan pada keimanan dan
ketaqwaan pada tahun 2025.
Misi:
1. Menyelenggarakan proses pendidikan akademik,profesi dan vokasi yang
berdaya saing global serta berorientasi pada pengembangan hard skill dan soft
skill
2. Melaksanakan penelitian di bidang kesehatan yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan serta berorientasi kepada kebutuhan
masyarakat.
3. Mengembangkan aktivitas pengabdian masyarakat yang berkontribusi dalam
pembangunan kesehatan dengan mengacu kepada hasil penelitian dan
kearifan lokal.
4. Menciptakan lulusan yang memiliki kemandirian, keimanan dan ketaqwaan.
5. Mengembangkan kerjasama institusional dalam negeri dan luar negeri sebagai
upaya optimalisasi kegiatan Tridarma.
6. Mengembangkan jiwa kewirausahaan dan wawasan kebangsaan kepada
seluruh akademika
2
VISI MISI PRODI PENDIDIKAN NERS
Visi :
Menjadi program studi pendidikan ners yang unggul di bidang keperawatan
holistik berbasis spiritual serta berdaya saing asia tahun 2025
Misi :
1. Menyelenggarakan pendidikan akademik dan ners dengan keunggulan
keperawatan holistik berlandaskan spiritual
2. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan
keunggulan keperawatan holistik berlandaskan spiritual
3. Mengoptimalkan kerjasama dalam negeri dan luar negeri sebagai optimalisasi
kegiatan tridharma perguruan tinggi
Tujuan:
1. Menghasilkan lulusan yang unggul pada keperawatan holistik berlandaskan
spiritual
2. Menghasilkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang memiliki
keunggulan keperawatan holistik berlandaskan spiritual
3. Menghasilkan kerjasama dalam negeri dan luar negeri sebagai optimalisasi
kegiatan tridharma perguruan tinggi
3
PRAKATA
Banyuwangi,
Penulis
4
DAFTAR ISI
Judul ...................................................................................................................................... 1
Visi-Misi ............................................................................................................................... 3
Prakata ................................................................................................................................. 4
Pendahuluan ..................................................................................................................... 6
Peta Kompetensi ............................................................................................................. 8
Materi 1 ............................................................................................................................... 9
Materi 2 ............................................................................................................................... 39
Materi 3 ............................................................................................................................... 59
Materi 4 ............................................................................................................................... 73
Referensi ............................................................................................................................. 88
5
BAB I
PENDAHULUAN
C. Materi
1. Materi 1 Asuhan Keperawatan Penyakit Sistem Persyarafan
2. Materi 2 Asuhan Keperawatan Penyakit Sistem Integumen
3. Materi 3 Asuhan Keperawatan Penyakit Sistem Persepsi Sensori
4. Materi 4 Asuhan Keperawatan Penyakit Sistem Musculoskeletal
7
PETA KOMPETENSI (PETA CAPAIAN PEMBELAJARAN)
Perencanaan Prosedur
keperawatan pada khusus
klien
8
BAB II
Materi 1
Asuhan Keperawatan Penyakit
Sistem Persyarafan
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa mampu:
1. Memahami pegkajian keperawatan pada penyakit sistem persyarafan
2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada penyakit sistem persyarafan
3. Menyusun intervensi keperawatan pada penyakit sistem persyarafan
B. Materi
Kemampuan khusus yang dimiliki oleh sel saraf seperti iritabilita, sensitivitas
terhadap stimulus, konduktivitas, dan kemampuan mentranmisi suatu respon
terhadap stimulus diatur oleh sistem saraf melalui 3 cara yaitu:
1. Input sensoris yaitu menerima sensasi atau stimulus melalui respor yang
terletak di tubuh, baik eksterneal maupun internal.
2. Akivitas intergratif yaitu respons mengubah stimulus mnjdi impuls listrik
yang mejalar sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, kemudian
9
menginterpretasikan stimulus sehingga respons terhadap informasi dapat
terjadi.
3. Out put yaitu impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh respons
yang sesuai dari otak dan kelenjar yang disebut dengan efektor
10
Gambar 2.1 Stuktur Neuron
2) Sel Neuroglia
Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam se
yang secara keseluruhan menyokong, melindungi, dan sumber nutrisi
sel saraf pada otak dan medulla spinalis, sedangkan sel Schwann
merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron diluar sistem
saraf pusat. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron
dengan perbandingan sekitar sepuluh banding satu. Ada empat sel
neuroglia yang berhasil diindentifikasi yaitu :
a) Astrosit adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus
panjang, sebagian besar melekat pada dinding kapilar darah melalui
pedikel atau “kaki vascular”. Berfungsi sebagai “sel pemberi makan”
bagi neuron yang halus. Badan sel astroglia berbentuk bintang dengan
banyak tonjolan dan kebanyakan berakhir pada pembuluh darah
sebagai kaki perivaskular. Bagian ini juga membentuk dinding
perintang antara aliran kapiler darah dengan neuron, sekaligus
mengadakan pertukaran zat diantara keduanya. Dengan kata lain,
membantu neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai
untuk konduksi impuls dan transmisi sinaptik. Dengan cara ini pula
sel-sel saraf terlindungi dari substansi yang berbahaya yang mungkin
saja terlarut dalam darah, tetapi fungsinya sebagai sawar darah otak
tersebut masih memerlukan pemastian lebih lanjut, karena diduga
11
celah endothel kapiler darahlah yang lebih berperan sebagai sawar
darah otak.
b) Oligodendrosit menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan
jumlah prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek. Merupakan sel glia
yang bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam susunan saraf
pusat. Sel ini mempunyai lapisan dengan subtansi lemak mengelilingi
penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubung
myelin.
c) Mikroglia ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya
memiliki peran fagositik. Sel jenis ini ditemukan di seluruh sistem saraf
pusat dan dianggap berperan penting dalam proses melawan infeksi.
d) Sel ependimal membentuk membran spitelial yang melapisi rongga
serebral dan ronggal medulla spinalis. Merupakan neuroglia yang
membatasi system ventrikel sistem saraf pusat. Sel-sel inilah yang
merupakan epithel dari Plexus Coroideus ventrikel otak,
3) Selaput Myelin
Merupakan suatu kompleks protein lemak berwarna putih yang
mengisolasi tonjolan saraf. Mielin menghalangi aliran Natrium dan
Kalium melintasi membran neuronal dengan hamper sempurna. Selubung
myelin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf dan terdapat celah-selah
yang tidak memiliki myelin, dinamakan nodus ranvier, Tonjolan saraf
pada sumsum saraf pusat dan tepi dapat bermielin atau tidak bermielin.
Serabut saraf yang mempunyai selubung myelin dinamakan serabut
myelin dan dalam sistem saraf pusat dinamakan massa putih (substansia
Alba). Serabut-serabut yang tak bermielin terdapat pada massa kelabu
(subtansia Grisea).
Myelin ini berfungsi dalam mempercepat penjalaran impuls dari
transmisi di sepanjang serabut yang tak bermyelin karena impuls berjalan
dengan cara “meloncat” dari nodus ke nodus lain di sepanjang selubung
myelin. Cara transmisi seperti ini dinamakan konduksi saltatorik.
12
Hal terpenting dalam peran myelin pada proses transmisi di
sebaut saraf dapat terlihat dengan mengamati hal yang terjadi jika tidak
lagi terdapat myelin disana. Pada orang-orang dengan Multiple Sclerosis,
lapisan myelin yang mengelilingi serabut saraf menjadi hilang. Sejalan
dengan hal itu orang tersebut mulai kehilangan kemampuan untuk
mengontrol otot-otonya dan akhirnya menjadi tidak mampu sama sekali.
13
Sinaps sangat rentan terhadap perubahan kondisi fisiologis :
1. Alkalosis
Diatas PH normasl 7,4 meningkatkan eksitabilitas neuronal. Pada PH 7,8
konvulsi dapat terjadi karena neuron sangat mudah tereksitasi sehingga
memicu output secara spontan.
2. Asidosis
Dibawah PH normal 7,4 mengakibatkan penurunan yang sangat besar
pada output neuronal. Penurunan 7,0 akan mengakibatkan koma.
3. Anoksia
Atau biasa yang disebut deprivasi oksigen, mengakibatkan penurunan
eksitabilitas neuronal hanya dalam beberapa detik.
4. Obat-obatan
Dapat meningkatkan atau menurunkan eksitabilitas neuronal.
o Kafein menurunkan ambang untuk mentransmisi dan mempermudah
aliran impuls.
o Anestetik local (missal novokalin dan prokain) yang membekukan
suatu area dapat meningkatkan ambang membrane untuk eksitasi
ujung saraf.
o Anastetik umum menurunkan aktivasi neuronal di seluruh tubuh.
4. Impuls Saraf
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan
menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja
atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui
jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut.
Impuls > Reseptor > Saraf Sensorik > Otak > Saraf Motorik > Efektor
(Otot)
14
b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari.
Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang
sangat singkat dan tidak melewati otak..
Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
1) Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
2) Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang
masuk ke mata.
15
Sistem saraf dibagi dua yakni :
o Saraf Pusat berupa Otak dan Medulla Spinalis.
o Saraf Tepi
16
Gambar 6 Lapisan Otak
1) Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat
total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4
kilogram dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan informasi di
otak dilakukan pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan
neuron sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai
pengembangan neuron yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak
seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam
(lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan)
dinamakan girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang
saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus.
Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah,
dan otak belakang. Para ahli mempercayai bahwa dalam perkembangannya,
otak vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi khas. Otak
belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam
penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam penciuman.
17
Gambar 6.1 Otak
a) Prosencephalon
Prosencephalon terdiri atas cerebrum, talamus, dan hipotalamus.
1) Cerebrum
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari
volume seluruh bagian otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling
penting dalam penerjemahan informasi yang Anda terima dari mata,
hidung, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas
dua belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap
belahan tersebut akan mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar
terdiri atas dua belahan, yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak
kanan. Otak kanan sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh
bagian kiri, serta bekerja lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang
berkaitan dengan seni atau kreativitas. Bagian otak kiri mempengaruhi
kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja aktif pada saat Anda
berpikir logika dan penguasaan bahasa atau komunikasi. Di antara
bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat jembatan jaringan saraf
penghubung yang disebut dengan corpus callosum.
18
Gambar 6.1.1 Belahan pada Prosencephalon
2) Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi
menuju otak besar. Talamus memilih data menjadi beberapa kategori,
misalnya semua sinyal sentuhan dari tangan. Talamus juga dapat
menekan suatu sinyal dan memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu
talamus menghantarkan informasi menuju bagian otak yang sesuai
untuk diterjemahkan dan ditanggapi.
3) Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai
macam hormon. Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh,
tekanan darah, rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual. Hipotalamus
juga dapat disebut sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi
oleh obatobatan yang menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin
dan kokain. Pada bagian lain hipotalamus, terdapat kumpulan sel
neuron yang berfungsi sebagai jam biologis. Jam biologis ini menjaga
ritme tubuh harian, seperti siklus tidur dan bangun tidur. Di bagian
permukaan otak besar terdapat bagian yang disebut telensefalon serta
diensefalon. Pada bagian diensefalon, terdapat banyak sumber kelenjar
yang menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar pituitari
(hipofisis). Bagian telensefalon merupakan bagian luar yang mudah kita
amati dari model torso
19
Gambar 6.3.1 Pembagian Fungsi pada Cerebrum
b) Mesencephalon
Mesencephalon merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam
sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat
pengaturan refleks pupil pada mata. Mesencephalon terletak di permukaan
bawah cerebrum. Pada mesencephalon terdapat lobus opticus yang berfungsi
sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian mesencephalon, banyak
diproduksi neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi
kerusakan pada bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson.
20
Sebagai pusat relaksasi, bagian mesencephalon banyak menghasilkan
neurotransmitter dopamin.
c) Myelencephalon
Myelencephalon tersusun atas cerebellum, medula oblongata, dan pons
varoli. Myelencephalon berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi
gerakan otot. Myecenphalon akan mengintegrasikan impuls saraf yang
diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting dalam menjaga
keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas. Kerja myelencephalon
berhubungan dengan sistem keseimbangan lainnya, seperti proprioreseptor
dan saluran keseimbangan di telinga yang menjaga keseimbangan posisi
tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh yang diolah di
bagian cerebrum akan diterima oleh cerebellum melalui jaringan saraf yang
disebut pons varoli. Di bagian cerebellum terdapat saluran yang
menghubungkan antara otak dengan sumsum tulang belakang yang
dinamakan medula oblongata. Medula oblongata berperan pula dalam
mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh
darah, gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan sumsum
tulang belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut
sebagai sumsum lanjutan.
2) Medulla Spinalis
22
Gambar Medula Spinalis
Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf medula
spinalis. Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut
saraf medula spinalis keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap pasang
serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung,
23
mata, telinga, dan sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf
sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem
saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya,
yaitu sebagai berikut.
24
pupil mata, dan menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem saraf otonom
ini dibedakan menjadi dua.
1. Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini
terutama untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa
yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara
lain mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata,
memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang menghambat, antara lain
memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi, dan
menghambat kontraksi kantung seni.
2. Sistem Saraf Parasimpatik
25
B) KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan
data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien (Tarwoto, 2013). Hal-hal yang
perlu dikaji antara lain:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register dan diagnosis medis.
b. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi
dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
26
e. Riwayal Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen), pasien acuh tak
acuh terhadap lingkungan (apati), mengantuk yang dalam (sopor), spoor
coma, hingga penrunn kesadaran (coma), dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat
kesadaran letargi dan compos mentis dengan GCS 13-15.
2) Tanda Tanda Vital
a) Tekadan darah
Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik memiliki riwata
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80.
Tekanan darah akan meningkat dan menurun secara spontan. Perubahan
tekanan darah akibat stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.
b) Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan bersihan
jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke non
hemoragik
27
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non
hemoragik
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, pasien akan
menutup kelopak mata. Sedangkan pada nervus VII (facialis) : biasanya alis
mata simetris, dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan
hidung, menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak
simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta
mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopakmata tidak oedema. Pada pemeriksaannervus II (optikus): biasanya
luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotorius): biasanya
diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebral dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV
(troklearis): biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas
dan bawah. Nervus VI (abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius): kadang
ada yang bisa menyebutkan bauyang diberikan perawat namun ada juga yang
tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda
danpada nervus VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak
lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan –
hidung.
7) Mulut & gigi
Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri
28
dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkanrasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa
asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglosus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan, namun
artikulasi kurang jelas saat bicara.
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan
gesekan jari dariperawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.
9) Leher
Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non
hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).
10) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
11) Jantung
Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat P
alpasi : biasanya iktus kordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
12) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
Pada pemeriksaan reflek dinnding perut, pada saat perut pasien digores,
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
29
13) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra.
Capillary Refill Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada
pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanyapasien stroke non
hemoragik tidak dapat melawan tahananpada bahu yang diberikan
perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak
ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek Hoffman tromner
biasanya jari tidak mengembang ketika di beri reflek ( reflek
Hoffman tromner (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat
telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek
babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis digores biasanya jari kaki juga
tidak berespon ( reflek Caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
( reflek openheim (+)) dan pada saat betis di remas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa ( reflek Gordon (+)). Pada
saat dilakukan treflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat
diketukkan (reflek patella (+)).
h. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : merasa kesulitan untuk melakukann aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah,
susah untuk beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan
terjadikelemahan umum, gangguan pengelihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
i. Sirkulasi
1) Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipertensi
postural.
30
2) Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme atau
malformasi vaskuuler, frekuensi nadi bervariasi dan disritmia.
j. Integritas Ego
1) Gejala : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa
2) Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
k. Eliminasi
1) Gejala : terjadi perubahan pola berkemih
2) Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
l. Makanan atau Cairan
1) Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah
2) Tanda : kesulitan menelan dan obesitas.
m. Neurosensori
1) Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, pengelihatan menurun, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman.
2) Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragik, gangguan fungsi kongnitif, pada wajah terjadi
paralisis, afasia, ukuran atau reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang
n. Kenyamanan atau Nyeri
1) Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
2) Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
o. Pernapasan
1) Gejala : Merokok
2) Tanda : ketidakmampuan menelan atau batuk , hambatan jalan napas,
timbulnya pernapasan sulit dan suara nafas terdengar ronchi.
p. Keamanan
Tanda : masalah dengan pengelihatan, perubahan sensori persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespon,
terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan.
2. Diagnosa Keperawatan
31
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI
DPP PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan
menghidu dan melihat.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas.
g. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio
retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan
tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien
berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien
dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).
32
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Risiko Perfusi Serebral Tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan tekanan intrakranial (I.06194)
Efektif dibuktikan dengan keperawatan selama .... jam 1.1 Identifikasi penyebab peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Embolisme (D.0017). diharapkan perfusi serebral 1.2 Monitor tanda gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
(L.02014) dapat 1.3 Monitor status pernafasan pasien
adekuat/meningkat dengan 1.4 Monitor intake dan output cairan
Kriteria hasil : 1.5 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
1) Tingkat kesadara meningkat tenang
2) Tekanan Intra Kranial 1.6 Berikan posisi semi fowler
(TIK) menurun 1.7 Pertahankan suhu tubuh normal
3) Tidak ada tanda tanda 1.8 Kolaborasi pemberian obat deuretik osmosis
pasien gelisah.
4) TTV membaik
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen pencedera keperawatan selama … jam 2.1 Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas,
fisiologis (iskemia) (D.0077). diharapkan tingkat nyeri intensitas nyeri
(L.08066) menurun dengan 2.2 Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : 2.3 Identifikasi respon nyeri non verbal
1) Keluhan nyeri menurun. 2.4 Berikan posisi yang nyaman
2) Meringis menurun 2.5 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
33
3) Sikap protektif menurun (misalnya relaksasi nafas dalam)
4) Gelisah menurun. 2.6 Kolaborasi pemberian analgetik
5) TTV membaik
3 Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)
dengan ketidakmampuan keperawatan selama … jam 3.1 Identifikasi status nutrisi
menelan makanan (D.0019). diharapkan ststus nutrisi 3.2 Monitor asupan makanan
(L.03030) adekuat/membaik 3.3 Berikan makanan ketika masih hangat
dengan kriteria hasil: 3.4 Ajarkan diit sesuai yang diprogramkan
1) Porsi makan 3.5 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat
dihabiskan/meningkat
2) Berat badan membaik
3) Frekuensi makan membaik
4) Nafsu makan membaik
5) Bising usus membaik
6) Membran mukosa membaik
4 Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan 4.1 Monitor fungsi sensori dan persepsi:pengelihat an, penghiduan,
berhubungan dengan keperawatan selama … jam pendengaran dan pengecapan
ketidakmampuan menghidu diharapkan persepsi sensori 4.2 Monitor tanda dan gejala penurunan neurologis klien
dan melihat (D.0085). (L.09083) membaik dengan 4.3 Monitor tanda-tanda vital klien
kriteria hasil:
1) Menunjukkan tanda dan
34
gejala persepsi dan sensori baik:
pengelihatan, pendengaran,
makan dan minum baik.
2) Mampu mengungkapkan
fungsi pesepsi dan sensori
dengan tepat.
5 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
berhubungan dengan keperawatan selama … jam 5.1 Identifikasi adanya keluhan nyeri atau fisik lainnya
gangguan neuromuskular diharapkan mobilitas fisik 5.2 Identifikasi kemampuan dalam melakukan pergerakkan
(D.0054). (L.05042) klien meningkat 5.3 Monitor keadaan umum selama melakukan mobilisasi
dengan kriteria hasil: 5.4 Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan
1) Pergerakan ekstremitas pergerakan
meningkat 5.5 Anjurkan untuk melakukan pergerakan secara perlahan
2) Kekuatan otot meningkat 5.6 Ajarkan mobilisasi sederhana yg bisa dilakukan seperti duduk
3) Rentang gerak (ROM) ditempat tidur, miring kanan/kiri, dan latihan rentang gerak
meningkat (ROM).
4) Kelemahan fisik menurun
6 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit (I.11353)
kulit/jaringan berhubungan keperawatan selama … jam 6.1 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
dengan penurunan mobilitas diharapkan integritas 6.2 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
(D.0129). kulit/jaringan (L.14125)
35
meningkat dengan kriteria hasil : 6.3 Anjurkan menggunakan pelembab
1) Perfusi jaringan meningkat 6.4 Anjurkan minum air yang cukup
2) Tidak ada tanda tanda infeksi 6.5 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
3) Kerusakan jaringan menurun 6.6 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
4) Kerusakan lapisan kulit
5) Menunjukkan terjadinya
proses penyembuhan luka
7 Risiko jatuh dibuktikan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh (I.14540)
dengan kekuatan otot keperawatan selama … jam 7.1 Identifikasi faktor resiko jatuh
menurun (D.0143). diharapkan tingkat jatuh 7.2 Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
(L.14138) menurun dengan 7.3 Pastikan roda tempat tidur selalu dalam keadaan terkunci
kriteria hasil: 7.4 Pasang pagar pengaman tempat tidur
1) Klien tidak terjatuh dari 7.5 Anjurkan untuk memanggil perawat jika membutuhkan bantuan
tempat tidur untuk berpindah
2) Tidak terjatuh saat 7.6 Anjurkan untuk berkonsentrasi menjaga keseimbangan tubuh
dipindahkan
3) Tidak terjatuh saat duduk
8 Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi: defisit bicara (13492)
berhubungan dengan keperawatan selama … jam 8.1 Monitor kecepatan,tekanan, kuantitas,volume dan diksi bicara
penurunan sirkulasi serebral diharapkan komunikasi verbal 8.2 Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
(D.0119) (L.13118) meningkat dengan
36
kriteria hasil: komunikasi
1) Kemampuan bicara 8.3 Berikan dukungan psikologis kepada klien
meningkat 8.4 Gunakan metode komunikasi alternatif (mis. Menulis dan
2) Kemampuan mendengar dan bahasa isyarat/ gerakan tubuh)
memahami kesesuaian ekspresi 8.5 Anjurkan klien untuk bicara secara perlahan
wajah / tubuh meningkat
3) Respon prilaku pemahaman
komunikasi membaik
4) Pelo menurun
37
C. Evaluasi
38
BAB III
Materi 2
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa mampu:
1) Memahami pegkajian keperawatan pada penyakit sistem integumen
2) Merumuskan diagnosis keperawatan pada penyakit sistem integumen
3) Menyusun intervensi keperawatan pada penyakit sistem integumen
B. Materi
A. Definisi
Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang
disebut sebagai sistem integumen. Integument berasal dari bahasa yunani yaitu
integumentum yang artinya penutup yang terdiri sebagian besar adalah
kulit ,rambut ,kuku, dan kelenjar. Sistem integumen adalah sistem organ yang
paling luas. Sistem ini terdiri atas kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku, rambut,
kelenjar (keringat dan sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk stimuli
perubahan internal atau lingkungan eksternal).
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang berkontribusi terhadap
total berat tubuh sebanyak 7 %. Keberadaan kulit memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya kehilangan cairan yang berlebihan, dan mencegah
masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi
ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan mekanik
seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-
perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun sebuah barier
39
yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut
berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital.
B. Anatomi Sistem integument
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu : epidermis (kulit ari), dermis (kulit
jangat atau korium) dan lapisan subkutan/hipodermis
1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan
lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda :
400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150
μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut).
Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis.
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit
menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap
rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit
(melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel
khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin
yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap
warnanya.. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dengan
demikian akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya
ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang
disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans
mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan
membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik
dan neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-
sarah simpatis , yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf
40
dan kemampuan kulit melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres
dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan meningkatkan rangsang
simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi
kemampuannya mencegah kanker.
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam sebagai berikut:
1. Stratum Korneum /lapisan tanduk, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng,
tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini
merupakan lapisan terluar dimana eleidin berubah menjadi keratin
yang tersusun tidak teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya
lebih sedikit sel-sel saling melekat erat.
2. Stratum Lucidum tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan tipis
yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat. Stratum
lucidum terdiri dari protein eleidin. Selnya pipih, bedanya dengan
stratum granulosum adalah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti
dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan
ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki
3. Stratum Granulosum/ lapisan keratohialin, terdiri atas 2-4 lapis sel
poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin.
Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi
perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap
masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.
4. Stratum Spinosum/ stratum malphigi / pickle cell layer, tersusun dari
beberapa lapis sel di atas stratum basale. Sel pada lapisan ini berbentuk
polihedris dengan inti bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak
mempunyai tonjolan sehingga tampak seperti duri yang disebut spina
dan terlihat saling berhubungan dan di dalamnya terdapat fibril sebagai
intercellular bridge.Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen;
filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas
(kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel
41
spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami
gesekan seperti telapak kaki.
5. Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis (berbatasan dengan dermis), tersusun dari selapis sel-sel
pigmen basal , berbentuk silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat
melanin. Pada lapisan basal ini terdapat sel-sel mitosis.
Ket :
A: Melanosit
B: Sel Langerhans
C: Sel Merkel
D:Nervanda
Stratum Korneum
Stratum Lucidum
Stratum Granulosum
Stratum Spinosum
Basal membran
42
terdapat serat elastin dan kolagen yang sangat tebal dan saling berangkai satu
sama lain menyerupai jaring-jaring. Dengan adanya serat elastin dan kolagen
akan membuat kulit menjadi kuat, utuh kenyal dan meregang dengan baik.
Komponen dari lapisan ini berisi banyak struktur khusus yang melaksanakan
fungsi kulit. Terdiri dari :
1) Kelenjar sebaceous/sebasea (kelenjar lemak)
43
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis kelenjar
keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
a) Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis,
serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan
bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari
sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di
sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin.
Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel
rambut lalu ke permukaan luar.
Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan ini
dilakukan oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen. Kolagen
merupakan komponen jaringan ikat yang utama dan dapat ditemukan pada
berbagai jenis jaringan serta bagian tubuh yang harus diikat menjadi satu.
Protein ini dihasilkan oleh sel-sel dalam jaringan ikat yang dinamakan
fibroblast. Kolagen diproduksi dalam bentuk serabut yang menyusun dirinya
dengan berbagai cara untuk memenuhi berbagai fungsi yang spesifik. Pada
kulit serabut kolagen tersusun dengan pola rata yang saling menyilang.
Kolagen bekerja bersama serabut protein lainnya yang dinamakan
elastin yang memberikan elastisitas pada kulit. Kedua tipe serabut ini secara
45
bersama-sama menentukan derajat kelenturan dan tonus pada kulit.
Perbedaan serat Elastin dan kolagen, adalah serat elastin yang membuat
kulit menjadi elastin dan lentur sementara kolagen yang memperkuat jaring-
jaring serat tersebut. Serat elastin dan kolagen itu sendiri akan berkurang
produksinya karena penuaan sehingga kulit mengalami kehilangan
kekencangan dan elastisitas kulit.
5) Syaraf nyeri dan reseptor sentuh
Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan
permukaan yang terdiri dari saraf-saraf motorik dan saraf sensorik. Ujung
saraf motorik berguna untuk menggerakkan sel-sel otot yang terdapat pada
kulit, sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima rangsangan yang
terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit ujung-ujung, saraf sensorik ini
membentuk bermacam-macam kegiatan untuk menerima rangsangan.
3. Subkutan
Jaringan Subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling
dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan
bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.
Banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan syaraf juga
terdapat gulungan kelenjar keringat dan dasar dari folikel rambut. Jaringan ini
memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas
tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin
seseorang, dan secara parsial menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki
dengan perempuan. Makan yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan
lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun
merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh. Tidak seperti
epidermis dan dermis, batas dermis dengan lapisan ini tidak jelas.
Pada bagian yang banyak bergerak jaringan hipodermis kurang, pada
bagian yan melapisi otot atau tulang mengandung anyaman serabut yang kuat.
Pada area tertentu yng berfungsi sebagai bantalan (payudara dan tumit)
terdapat lapisan sel-sel lemak yang tipis. Distribusi lemak pada lapisan ini
banyak berperan dalam pembentukan bentuk tubuh terutama pada wanita.
46
gambar : struktur kulit
47
c. Kutikula merupakan membran tipis, terdiri dari sel-sel pipih/gepeng yang
mengalami keratinisasi, transparan. Secara mikroskopis tersusun seperti
genting, terdiri dari 1-3 lapis sel-sel yang sebagian mengalami keratinisasi.
Folikel rambut terdiri dari kompnen dermis dan epidermis. Pada
dasarnya folikel rambut bagian dermis terlihat menonjol, disebut papila yang
terdiri dari : jaringan ikat, pembuluh darah dan sel-sel saraf. Bagian luar papila
diliputi sel-sel epitel yang disebut germinal matri, dan ujung folikel rambut
tampak membesar. Sel-sel germinal matrik (puncak papila) berproliferasi
membentuk rambut yang dapat tumbuh terus. Bagian sentral Germinal Matrik
(puncak papila) membentuk bagian medula rambut dan kortex. Bagian perifer
membentuk selubung akar rambut yaitu selubung akar dalam dan selubung
akar luar.
Selubung akar dalam hanya pada bagian bawah folikel, terdiri dari 3
lapisan yaitu lapisan kutikula, merupakan lapisan dalam, dekat kutikula dari
kortek rambut terdiri dari sel-sel pipih. Lapisan Husley, merupakan lapisan
tengah dan Lapisan Henle, yaitu lapisan luar, terdiri dari 1 lapis sel yang
seluruhnya mengalami keratinisasi. Sel-sel selubung akar dalam mempunyai
keratohialin yang bersifat asidofil dan disebut granula trichohyalin, yang
dengan H.E. tampak kemerahan.
Selubung akar luar terletak pada dasar folikel, lanjutan dari Germinal
Matrix, hanya terdiri dari 1 lapis sel-sel sesuai stratum basale epidermis. Lebih
ke atas, sel-sel terdiri dari beberapa lapis, sesuai lapisan epidermis. Selubung
Jaringan Ikat merupakan dermis yang langsung berhubungan / menyelubungi
folikel rambut. Dipisahkan dari selubung akar luar oleh membran basales.
Musculus Erector Pili merupakan otot polos yang melekat pada pertengahan
selubung jaringan ikat, ujung lainnya berakhir pada stratum papillare dermis,
dengan arah miring ke atas. Kontraksi otot ini menyebabkan : rambut berdiri
tegak, kulit melekuk, dan sekret kelenjar sebasea keluar. Inervasinya berasal
dari serabut saraf simpatis.
Warna rambut tergantung kualitas dan kuantitas pigmen korteks. Bila
sedikit / kurang tampak putih. Campuran rambut putih dan berpigmen, tampak
abu-abu (uban). Rambut coklat atau hitam disebabkan oleh adanya melanin.
48
Melanosit terdapat pada matrix folikel rambut, yang dapat mengalami mitosis.
Melanosit kemudian akan terdorong ke atas.
2. Kuku
Kuku berpoliferasi membentuk matriks kuku, epidermis yang tepat di
bawahnya menjadi dasar kuku yang berbentuk U bila dilihat dari atas dan
diapit oleh lipatan kulit yang merupakan dinding kuku. Lempeng kuku terdiri
dari sisik epidermis yang menyatu erat dan tidak mengelupas. Badan kuku
berwarna bening sehingga kelihatan kemerahan karena ada pembuluh kapiler
darah di dalam dasr kuku.
Sel-sel stratum korneum meluas dari dinding kuku ke permukaan
lempeng kuku sebgai epikondrium atau kutikula. Kuku tumbuh dari akarnya
yang terletak di bawah lapisan tipis kulit yang dinamakan kutikula.
Pertumbuhan kuku berlangsung sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-
rata 0,1 mm/hari. Pembaruan total kuku jaringan tangan memerlukan waktu
sekitar 170 hari, sedangkan kaki sekitar 12 – 18 bulan. Bagian dari kuku,
49
terdiri dari, ujung kuku atas ujung batas, badan kuku yang merupakan bagian
yang besar. dan akar kuku (radik).
.
D. Warna kulit
Warna kulit sangat beragam, dari yang berwarna putih mulus, kuning,
coklat, kemerahan atau hitam. Setiap warna kulit mempunyai keunikan tersendiri
yang jika dirawat dengan baik dapat menampilkan karakter yang menarik. Warna
kulit terutama ditentukan oleh :
1. Oxyhemoglobin yang berwarna merah
5. Lapisan stratum corneum yang memiliki warna putih kekuningan atau keabu-
abuan.
51
matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila
terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba
yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans.
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid
seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon
dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl 4, dan merkuri.
Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat
peradangan. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat
berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi
lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara
kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar
eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang
terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan
terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di
epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah
yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
52
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui
dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh
kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam
jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga
panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah,
tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit
pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas
oleh tubuh.
6. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu
memodifikasi prekursor dan menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang
aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium
makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah. Walaupun
tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi
kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik
masih tetap diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan
emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di
bawah kulit.
1. Pengkajian
Pengkajian Menurut (luckmanandsorensen”s, 1993) data pengkajian
tergantung pada tipe, berat dan permukaan tubuh yang terkena, antara lain :
a. Aktivitas / Istirahat Tanda : Penundaan kekuatan, tahanan, keterbatasan
rentang gerak, perubahan tonus.
b. Sirkulasi Tanda : Hipotensi (syok), perubahan nadi distal pada ekstremitas
yang cedera, kulit putih dan dingin (syok listrik), edema jaringan, disritmia.
c. Integritas ego Tanda dan Gejala : Kecacatan, kekuatan, menarik diri
53
d. Eliminasi Tanda : diuresis, haluaran urine menurun fase darurat,
penurunan mobilitas usus.
e. Makanan / Cairan Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan
muntah
f. Neurosensori Gejala : area kebas, kesemutan Tanda : perubahan orientasi,
afek, perilaku, aktivitas kejang, paralisis (Cedera aliran listrik pada aliran
Saraf)
g. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri, panas
h. Pernafasan
i. Gejala : Cedera inhalasi (terpajan lama) Tanda : serak, batuk, sianosis, jalan
nafas atas stridor bunyi nafas gemiricik, ronkhiSecret dalam jalan nafas
j. Keamanan Tanda : destruksi jaringan, kulit mungkin coklat dengan tekstur
seperti : lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan parut tebal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbonmonoksida,obstruksi trakeobronkial, keterbatasan pengembangan
dada
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler
dan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstisial 15
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler
dan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstisial
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetaboik, katabolisme protein
e. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan
kulit/jaringan, pembentukan edema
f. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan
permukaan kulit
g. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan
respons imun, prosedur invasif
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur
3. Intervensi Keperawatan
54
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).
55
3) Berikan dorongan untuk melakukan ROM aktif
4) Hindari memplester sekitar yang terbakar
5) Kolaborasi ; pertahankan penggantian cairan perprotokol
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetaboik, katabolisme protein (Doenges, 2000)
Tujuan : masukan nutrisi adekuat
Intervensi :
1) Pertahankan jumlah kalori ketat
2) Berikan makanan sedikit tapi sering
3) Timbang berat badan setiap hari
4) Dorong orang terdekat untuk menemani saat makan
5) Berikan diet tinggi protein dan kalori
6) Kolaborasi dengan ahli gizi
e. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan
kulit/jaringan, pembentukan edema (Doenges, 2000)
Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol, ekspresi wajah rileks
Intervensi :
1) Kaji terhadap keluhan nyeri lokasi, karakteristik, dan intensitas
(skala 0- 10)
2) Anjuran teknik relaksasi
3) Pertahanan suhu lingkungan yang nyaman
4) Jelaskan setiap prosedur tindakan pada pasien
5) Kolaborasi pemberian analgetik
f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan
respons imun, prosedur invasif (Effendi. C, 1999).
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
2) Terapkan teknik aseptik antiseptik dalam perawatan luka
3) Pertahankan personal higiene pasien
4) Ganti balutan dan bersihkan areal luka bakar tiap hari
5) Kaji tanda-tanda vital dan jumlah leukosit
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
56
g. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan
permukaan kulit (Doenges, 2000).
Tujuan : Menunjukkan regresi jaringan, mencapai penyembuhan tepat
waktu.
Intervensi :
1) Kaji atau catat ukuran, warna, kedalaman luka terhadap iskemik
2) Berikan perawatan luka yang tepat
3) Pertahankan tempat tidur bersih, kering
4) Pertahankan masukan cairan 2500-3000 ml/Hr
5) Dorong keluarga untuk membantu dalam perawatan diri
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur
(Effendi. C, 1997)
Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi, meningkatkan kekuatan dan fungsi
yang sakit.
Intervensi :
1) Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka bakar
2) Pertahankan area luka bakar dalam posisi fungsi fisiologis
3) Beri dorongan untuk melakukan ROM aktif tiap 2-4 jam
4) Jelaskan pentingnya perubahan posisi dan gerakan pada pasien
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam rehabilitasi
57
C. Evaluasi
58
BAB IV
Materi 3
Asuhan Keperawatan Penyakit
Sistem Persepsi Sensori
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa mampu:
1. Memahami pegkajian keperawatan pada penyakit sistem persepsi
sensori
2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada penyakit sistem persepsi
sensori
3. Menyusun intervensi keperawatan pada penyakit sistem persepsi
sensori
B. Materi
59
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Penglihatan (Mata)
Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang
sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari:
60
(Syaifuddin, 2014).
61
Telinga bagian tengah
62
. Telinga bagian dalam
63
5. Anatomi dan Fisiologi Sistem Peraba (Kulit)
a. Anatomi Kulit
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal
yang berbeda- beda: 400−600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan
dan kaki) dan 75−150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan
kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas
lapisan:
1) Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis.
2) Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang yang merangsang sel Limfosit T. Sel Langerhans juga mengikat,
mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T.
Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi
kulit.
3) Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris
dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus d.
Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam sebagai berikut:
64
a) Stratum Korneum, terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng, tanpa
inti
b) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik
yang sangat gepeng.
C ) Stratum Granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng
yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin.
D ) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum
saling terikat dengan filamen.
E ) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah
pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid
Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis. Dermis terdiri atas
dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan
stratum reticular.
- Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis,
terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati
fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari
pembuluh (ekstravasasi).
b. Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum
papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur
(terutama kolagen tipe I). Selain kedua stratum di atas, dermis juga
mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut,
kelenjar keringat, dan kelenjar. Pada bagian bawah dermis, terdapat
suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan
mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga
fasia superficial, atau panikulus adiposus.
- Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis,
terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati
fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari
pembuluh (ekstravasasi). b. Stratum retikulare, yang lebih tebal
dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak
65
teratur (terutama kolagen tipe I). Selain kedua stratum di atas,
dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel
rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea. Pada bagian bawah
dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan
subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini
disebut juga fasia superficial, atau
panikulus adiposus (Syaifuddin, 2014).
66
2014). kelenjar sebacea. Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu
jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung
sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia
superficial, atau panikulus adiposus (Syaifuddin, 2014). b. Fisiologi
Kulit
pada bagian ferifer seperti tangan dan telapak kaki akan teraba dingin
akibat vasokontriksi
C. Kelembaban Secara normal kulit akan teraba kering saat disentuh.
Pada suatu kondisi saat ada peningkatan aktifitas dan pada
peningkatan kecemasan kelembaban akan meningkat (Muttaqin,
2011).
69
4) Adanya ketidakseimbangan antara telinga yang satu dengan telinga
yang lain
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Otoskopik : Untuk memeriksa meatus akustikus
eksternus dan membrane timpani dengan cara inspeksi.
Hasil:
a) Serumen berwarna kuning, konsistensi kental
b) Dinding liang telinga berwarna merah muda
2) Audiometri: Audiogram nada murni menunjukkan tuli perseptif
bilateral simetris, dengan penurunan pada frekuensi diatas 1000 Hz.
3) Tes Ketajaman Pendengaran
a. Tes penyaringan sederhana
Hasil : klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang
disebutkan.
b. Klien tidak mendengar dengan jelas detak jarum jam pada
jarak 1-2 inchi.
4) Uji Rinne
Hasil : Klien tidak mendengar adanya getaran garpu tala dan tidak
jelas mendengar adanya bunyi dan saat bunyi menghilang
2. Diagnosa Keperawatan
Perawat dapat menegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
2) Gangguan persepsi sensori : pendengaran b.d perubahan penerimaan
sensori yang ditandai dengan tampak bingung saat diajak bicara.
3) Risiko Cedera b.d disfungsi sensori
4) Gangguan komunikasi verbal b.d degenerasi tulang pendengaran bagian
dalam
5) Ansietas b.d Ancaman terhadap konsep diri
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1 Gangguan Persepsi Luaran Utama : - Intervensi Utama : - Minimalisasi
Sensori Definisi : Persepsi Sensori Rangsangan
70
Perubahan Setelah 1. Observasi: - Periksa status
persepsi terhadap dilakukan mental, status sensori, dan
stimulus baik intervensi tingkat kenyamanan.
internal maupun selama 24 jam, 2. Terapeutik: - Diskusikan
eksternal yang maka Persepsi tingkat toleransi terhadap beban
disertai dengan Sensori sensor. - Batasi stimulus
respon yang Meningkat lingkungan -Jadwalkan aktifitas
kurang, berlebihan dengan kriteria harian dan waktu istirahat -
atau terdistorsi. hasil: Kombinasikan
Penyebab : 1. Melamun prosedur/tindakan dalam satu
1.Gangguan menjadi waktu, sesuai kebutuhan
Penglihatan berkurang 3. Edukasi: - Ajarkan cara
2.Gangguan 2. Konsentrasi meminimalisasi stimulus
Pendengaran semakin
3.Gangguan membaik
penghidupan 3. Verbalisasi
Gejala dan Tanda mendengar
Mayor: 1. bisikan
Mendengar suara berkurang
bisikan atau 4. Perilaku
melihat bayangan menarik diri
2. Merasakan semakin
sesuatu melalui menurun
indera perabaan,
penciuman,
perabaan, atau
pengecapan
C. Evaluasi
2. Bagaimana pengkajian keperawatan pada penyakit sistem persepsi
sensori?
3. Rumuskan diagnosis keperawatan prioritas pada penyakit sistem
71
persepsi sensori!
4. Susunlah intervensi keperawatan pada penyakit sistem persepsi sensor
72
BAB V
Materi 4
A. Tujuan Pembelajaran
1. Memahami pegkajian keperawatan pada penyakit sistem
muskuloskeletal
2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada penyakit sistem
muskuloskeletal
3. Menyusun intervensi keperawatan pada penyakit sistem
muskuloskeletal
B. Materi
a. Otot (Musculus)
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.
Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar
otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh
tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di bawah permukaan kulit.
Fungsi sistem muskuler/otot:
75
Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron
(melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus
wanita hamil.
Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur Mikroskopis Otot Polos
Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh
myofilamen-myofilamenJenis otot polos
76
Gambar 1.1
Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel,
yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi
melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot.
77
Ligamen
Ligamen Tipis
Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament
kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan
terjadinya pergerakan.
Ligamen jaringan elastik kuning.
Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus
dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang
lengan atas.
1. Skeletal
Tulang/ Rangka
78
dan otot-otot yang.
3. Melekat pada tulang
4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan
salah satu jaringan pembentuk darah.
5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium
daridalam darah misalnya.
6. Hemopoesis
Struktur Tulang
Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak
hidup (matriks).
Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
1. Tulang Kompak
b. Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum
c. Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis
Sendi
1. Synarthrosis (suture)
Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan,
strukturnya terdiri atas fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di
tengkorak.
2. Amphiarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan,
strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang
3. Diarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang
terdiri dari struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan
bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala dan leher), dan sendi
pelana (jempol/ibu jari).
81
Gambar 1.4
82
secara degenerative/patologis yang disebabkan awalnya pendarahan, kerusakan
jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak, pucat/perubahan
warna kulit dan terasa kesemutan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah punya
penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis atau
penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular.
d. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi hidup sehat Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan
atau gangguan pada personal hygiene atau mandi.
b. Pola nutrisi dan metabolisme Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan,
walaupun menu makanan disesuakan dari rumah sakit.
c. Pola eliminasi Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami
kesulitan waktu BAB di kaenakan imobilisasi, feses warna kuning, pada
pasien fraktur tidak ada gangguan BAK.
d. Pola istirahat dan tidur Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang
disebabkan karena nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.
e. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan
karena fraktur mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat
atau keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri Klien mengalami gangguan percaya diri sebab
tubuhnya perubahan pasien takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
g. Pola sensori kognitif Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika
pada pola kognotif atau pola berfikir tidak ada gangguan.
h. Pola hubungan peran Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien
merasa tidak berguna sehingga menarik diri.
i. Pola penggulangan stress Penting ditanyakan apakah membuat pasien
menjadi depresi / kepikiran mengenai kondisinya.
j. Pola reproduksi seksual Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami
perubahan pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga
pasien tidak mengalami gangguan pola reproduksi seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan
83
klien meminta mendekatakan diri pada Allah SWT.
PEMERIKSAAN FISIK
Menurut (Muttaqin 2015) ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan
fisik secara umum (status general)untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan
perawatan total (total care).
1. Pemeriksaan fisik secara umum
Keluhan utama:
a. Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis yang bergantung
pada klien
b. Kedaaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat. Tanda-tanda vital tidak
normal terdapat gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan,baik fungsi maupun
bentuk.
Pemeriksaan fisik secara Head To Toe:
a. Kepala
Inspeksi : Simetris, ada pergerakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflek menelan ada
c. Wajah
Inspeksi :Simetris, terlihat menahan sakit,
Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada
lesi, dan tidak ada oedema.
d. Mata
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan seperti kongjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
e. Telinga
Inspeksi :Normal, simetris,
Palpasi : Tidak ada lesi, dan nyeri tekan
84
f. Hidung
Inspeksi : Normal, simetris
Palpasi : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung
g. Mulut
Inspeksi : Normal, simetris
Palpasi : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
h. Thoraks
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak bengkak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Tidak ada ronchi, wheezing, dan bunyi jantung I, II reguler
i. Paru.
Inspeksi :Pernafasan meningkat,regular atau tidak tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi:Pergerakan simetris, fermitus teraba sama.
Perkusi:Sonor, tidak ada suara tambahan.
Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya.
j. Jantung
Inspeksi :tidak tampak iktus jantung
Palpasi :nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi:suara S1 dan S2 tunggal
k. Abdomen
Inspeksi : simetris,bentuk datar
Palpasi :turgor baik, tidak ada pembesaran hepar.
Perkusi :suara timpani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : peristaltic usus normal ± 20 x/menit
l. Inguinal, genetalia, anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan BAB.
2. Keadaan luka.
Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut:
85
a. Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien,
kemudian warna kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan lemak,
otot,kelenjar limfe, tulang dan sendi, apakah ada jaringan parut,warna
kemerahan atau kebiruan atau hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan
pembengkakan atau adakah bagian yang tidak normal.
b. Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada kulit,
apakah teraba denyut arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palpasi
daerah jaringan lunak supaya mengetahui adanya spasme otot,artrofi otot,
adakah penebalan jaringan senovia,adannya cairan didalam/di luar sendi,
perhatikan bentuk tulang ada/tidak adanya penonjolan atau abnormalitas.
c. Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara
aktif/pasif, apa pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan pemeriksaan
stabilitas sandi, apa pergerakan menimbulkan rasa nyeri, pemeriksaan (range
of motion) danpemeriksaan pada gerakan sendi aktif ataupun pasif.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan atau cidera jaringan lunak.
2. Hambatanmobilitas fisik b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,
imobilisasi.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d edema.
4. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diaknosa Tujuan dan Kriteria Interfensi
Hasil
1. Nyeri akut 1. Mampu mengontrol 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan nyeri (mengetahui secara komprehensif termasuk
dengan penyebab nyeri, mampu lokasi, karakteristik, durasi,
terputusnya menggunakan teknik frekuensi, kualitas dan faktor
kontinuitas non farmakologi untuk presipitasi.
jaringan atau mengurangi nyeri) 2. Observasi reaksi non verbal
cidera 2. Melaporkan bahwa dari ketidaknyamanan
jaringan nyeri berkurang dengan 3. Bantu pasien dan keluarga
lunak menggunakan untuk mencari dan menemukan
86
manajemen nyeri dukungan.
3.Mampu mengenali 4. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri (skala, intensitas, mempengaruhi nyeri seperti
frekuensi, dan tanda suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri) kebisingan.
4.Menyatakan rasa 5. Kurangi faktor presipitasi
nyaman setelah nyeri nyeri
berkurang 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
5.Tanda tanda vital untuk menentukan intervensi
dalam rentang normal 7. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi:napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin
8.Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang
nyeri, berapalama nyeriakan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dariprosedur
11. Monitor vital sign
C. Evaluasi
1. Bagaimana pengkajian keperawatan pada penyakit sistem
muskuloskeletal ?
2. Rumuskan diagnosis keperawatan prioritas pada penyakit sistem
muskuloskeletal!
3. Susunlah intervensi keperawatan pada penyakit sistem
muskuloskeletal!
87
REFERENSI
Barber B, Robertson D, (2012) Essential of Pharmacology for Nurses, 2nd edition, Belland Bain
Ltd. Glasgow.
Black J.M., Hawks J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk hasil
yang diharapkan (3-vol set). Edisi Bahasa Indonesia 8. Elsevier (Singapore) Pte. Ltd.
Bulechek G.M., Butcher H.K., Dochterman J.M., Wagner C. (2013) . Nursing Interventions
Classification (NIC). 6th edition. Mosby: Elsevier Inc.
Johnson, M., Moorhead, S., Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Maas, M. L. & Swanson, S. (2012).
NOC and NIC Linkages to NANDA-1 and Clinical Conditions: Supporting Critical
Reasoning and Quality Care, 3rd, edition. Mosby: Elsevier Inc.
Lewis S.L., Dirksen S.R., Heitkemper M.M., Bucher L. (2014). Medical Surgical Nursing,
Assessment and Management of Clinical Problems. 9th edition. Mosby: Elsevier Inc.
Lynn P. (2011). Taylor’s Handbook of Clinical Nursing Skill, China: Wolter Kluwer Health.
Moorhead S., Johnson M., Maas M.L., Swanson E. (2013). Nursing Outcomes Classifications
(NOC): Measurement of Health Outcomes. 5th edition. Mosby: Elsevier Inc.
Waugh A., Grant A., Nurachmah E., Angriani R. (2011). Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi Rass
dan Wilson. Edisi Indonesia 10. Elsevier (Singapore) Pte. Ltd.
Waugh A., Grant A.. (2014). Buku Kerja Anatomi dan Fisiologi Ross and Woilson. Edisi Bahasa
Indonesia 3. Churchill Livingstone: Elsevier (Singapore) Pte. Ltd.
Herdman, T., Shigemi Kamitsuru; alih bahasa, Budi Anna Keliat, Henny Suzana Mdiani, Teuku
Tahlil (2018) : NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan klasifikasi. Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Ackley B.J., Ladwig G.B. (2014). Nursing Diagnosis Handbook: An Evidence Based Guide to
Planning Care. 10th edition. Mosby: Elsevier Inc.
Dudek, S. G. (2013). Nutrition Essentials for Nursing Practice, 7th. Lippincott: William Wilkins.
Grodner M., Escott-Stump S., Dorner S. (2016) Nutritional Foundations and Clinical
Applications: A Nursing Approach. 6th edition. Mosby: Elsevier Inc.
Hall E. (2014). Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Bahasa Indonesia 12.
Saunders: Elsevier (Singapore) Pte. Ltd.
Huether S.E. and McCance K.L. (2016). Understanding Pathophysiology. 6th edition. Mosby:
Elsevier Inc.
Madara B, Denino VP. (2008). Pathophysiology; Quick Look Nursing, 2nd eddition. Jones and
Barklet Publisher, Sundbury.
McCamce, K.L. & Huether, S.E. (2013). Pathophysiology: The Biologic Basic for Disease in
Adults and Children, 7th edition. Mosby: Elsevier Inc.
McCuistion L.E., Kee, J.L. and Hayes, E.R. (2014). Pharmakology: A Patient Centered Nursing
Process Approach. 8th ed. Saunders: Elsevier Inc.
Skidmore-Roth, Linda (2016). Mosby’s 2016 Nursing Drug Reference. 29th edition. Mosby:
Elsevier Inc.