Anda di halaman 1dari 95

MODUL PEMBELAJARAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

TIM PENYUSUN
KARISMA DWI ANA,S.Kep.,Ns.,M.Kep
DARSINI, S.Kep.,Ns.,M.Kes
ELLY RUSTANTI, S.Si, M.Sc

i
MODUL PEMBELAJARAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Tim Penyusun:
Karisma Dwi Ana,S.Kep.,Ns.,M.Kep
Darsini, S.Kep.,Ns.,M.Kes
Elly Rustanti, S.Si, M.Sc

Penerbit: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Jombang

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
karunia-Nya Modul Pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah I ini dapat kami
susun. Modul pembelajaran ini disusun untuk memberikan gambaran dan
panduan kepada mahasiswa sehingga mahasiswa diharapkan dapat belajar
secara mandiri dan mengerti akan tujuan pembelajaran. Modul ini diharapkan
dapat menjadi acuan belajar bagi mahasiswa untuk pencapaian kompetensi
Keperawatan Medikal Bedah I yang mencakup sistem pernafasan,
kardiovaskuler dan hematologi.
Modul ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan, oleh sebab
itu saran dan masukan yang positif sangat kami harapkan demi perbaikan modul
ini. Mudah-mudahan modul ini bisa memberikan manfaat bagi yang
membacanya.

Jombang, September 2020

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Deskripsi Modul: ............................................................................................ 1
B. Tujuan Modul ................................................................................................. 1
C. Informasi Mata Kuliah ................................................................................... 1
D. Rancangan Pembelajaran ............................................................................... 3
E. Langkah-langkah pembelajaran Small Group discussion (SGD): .................. 5
F. Peran Dan Tugas Mahasiswa .......................................................................... 6
G. Laporan tugas ................................................................................................. 6
H. Evaluasi .......................................................................................................... 7
BAB II MATERI PERKULIAHAN ..................................................................... 8
MATERI SISTEM RESPIRASI ........................................................................... 8
a. Definisi Pernafasan.......................................................................................... 8
b. Anatomi Sistem Pernafasan ............................................................................ 8
c. Mekanisme Pernafasan .................................................................................. 13
d. Konsep penyakit Pada sistem pernafasan ..................................................... 15
e. Standart Operasional Prosedur Pada Sistem Pernafasan ............................... 32
MATERI SISTEM KARDIOVASKULAR .......................................................... 40
a. Anatomi Jantung............................................................................................ 40
b. Fisiologi Jantung ........................................................................................... 49
c. Biofisika Jantung ........................................................................................... 53
d. Pemeriksaan Radiologi pada Sistem Kardiovaskular ................................... 56
e. Pemeriksaan Laboratorium............................................................................ 59
f. Konsep penyakit Pada sistem kardiovaskuler ................................................ 60
MATERI SISTEM HEMATOLOGI..................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Modul:
Modul ini di susun sebagai panduan dalam materi Keperawatan Medikal
Bedah I yang berisi tentang prinsip-prinsip teoritis dan keterampilan keperawatan
tentang sistem respirasi, kardiovaskular dan hematologi pada orang dewasa. Fokus
mata kuliah ini meliputi berbagai aspek yang terkait dengan biologi, histologi,
biokimia, anatomi, fisiologi, patofisiologi, ilmu keperawatan medikal bedah, ilmu
penyakit dalam, farmakologi,nutrisi, bedah dan rehabilitasi. Kegiatan belajar
mahasiswa berorientasi pada pencapaian kemampuan berfikir sistematis,
komperhensif dan kritis dalam mengaplikasikan konsep Keperawatan Medikal
Bedah I dengan pendekatan asuhan keperawatan sebagai dasar penyelesaian
masalah dengan memperhatikan latar belakang budaya pasien, berlandaskan aspek
legal-etik keperawatan. Evaluasi belajar mahasiswa dilakukan melalui proses
belajar dan pencapaian kompetensi yang berbasis budayanya.
B. Tujuan Modul
Setelah menggunakan modul ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbal
2. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera baik peserta belajar
maupun instruktur atau dosen.
3. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan
motivasi dan gairah belajar, mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi
langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan
mahasiswa.
4. Memungkinkan mahasiswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya
C. Informasi Mata Kuliah
Materi : Keperawatan Medikal Bedah I
Pertemuan : 17 kali pertemuan

1
Sasaran : Mahasiswa Keperawatan semester III
Deskripsi Mata Kuliah
Mata Kuliah ini mengajarkan mahasiswa tentang pemahaman konsep
dasar tentang Keperawatan Medikal Bedah yang meliputi biologi, histologi,
biokimia, anatomi, fisiologi, patofisiologi, ilmu keperawatan medikal bedah, ilmu
penyakit dalam, farmakologi,nutrisi, bedah dan rehabilitasi sistem respirasi,
kardiovaskular dan hematologi, gangguan system tersebut meliputi gangguan
peradangan, kelainan degenerative, keganasan dan trauma, yang termasuk dalam
10 kasus terbesar baik lokal, regional, nasional dan internasional. Lingkup
bahasan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi asuhan terhadap klien.
Intervensi keperawatan meliputi terapi Modalitas Keperawatan pada berbagai
kondisi termasuk terapi komplementer dengan pendekatakan proses keperawatan
yang komprehensif.
Standart Kompetesi:
a. Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah 1
mahasiswa mampu:
b. Mahasiswa mampu memahami dasar asuhan keperawatan dengan kasus
gangguan sistem pernafasan, kardiovaskuler dan hematologi pada klien
dewasa dengan memperhatikan aspek legal dan etis
c. Mahasiswa mampu melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan
kasus gangguan sistem pernafasan, kardiovaskuler dan hematologi pada
klien dewasa dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
d. Mahasiswa mampu mengintegrasikan hasil-hasil penelitian kedalam
asuhan keperawatan dalam mengatasi masalah sistem pernafasan,
kardiovaskuler dan hematologi
e. Mahasiswa mampu melaksanakan fungsi advokasi dan komunikasi pada
kasus dengan gangguan sistem pernafasan, kardiovaskuler dan
hematologipada klien dewasa
f. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada
kasus dengan gangguan sistem pernafasan, kardiovaskuler dan hematologi
pada klien dewasa sesuai dengan standar yang berlaku dengan berfikir

2
kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan
efektif
D. Rancangan Pembelajaran
Mingg Kemampuan akhir Bahan kajian Strategi
u yang diharapkan pembelajar
an
I Melakukan simulasi asuhan Review Sistem pernafasan : Collaborative
keperawatan dengan kasus
1. Menjelaskan anatomi, fisiologi, Learning
gangguan sistem pernafasan
Biokimia dan fisika pada sistem Kuliah

Melakukan simulasi konsep pernafasan interaktif


penyakit pada sistem Konsep penyakit Pada sistem
pernafasan pernafasan :
1. TB Paru
2. Kanker paru
3. PPOK
4. Asma
5. Gagal nafas akut
II Melakukan asuhan Asuhan keperawatan (pengkajian, Collaborative
keperawatan dengan kasus
analisa data, diagnosis Learning
gangguan sistem pernafasan
keperawatan, intervensi, Kuliah
implementasi dan evaluasi secara interaktif
komprehensif meliputi bio-psiko-
sosio- spiritual) pada klien TB
Paru, kanker paru, PPOK ,asma
dan gagal nafas akut
III Mahasiswa mampu Farmakologi dan terapi diet pada Collaborative
Melakukan simulasi
pada klien TB Paru, kanker paru, Learning
farmakologi dan terapi diet
PPOK,asma, dan gagal nafas akut Kuliah
pada sistem pernafasan
interaktif
IV Mahasiswa mampu Review Sistem kardiovaskuler: Kuliah
Melakukan simulasi anatomi

3
dan fisiologi sistem 1. Menjelaskan anatomi, fisiologi, interaktif
kardiovaskuler
Biokimia dan fisika pada sistem
Melakukan simulasi konsep
kardiovaskuler
penyakit pada sistem
kardiovaskuler Konsep penyakit Pada sistem
kardiovaskuler
1. hipertensi
2. Aterosklerosis Koroner
3. Angina Pektoris
4. Miokard Infark
5. Gagal jantung
V Melakukan asuhan Asuhan keperawatan (pengkajian, Collaborative
keperawatan pada analisa data, diagnosis Learning
sistem kardiovaskuler keperawatan, intervensi, Kuliah
implementasi dan evaluasi secara interaktif
komprehensif meliputi bio-psiko-
sosio- spiritual) pada klien
hipertensi, Aterosklerosis Koroner,
Angina Pektoris, Miokard Infark,
Gagal jantung
VI Melakukan simulasi Farmakologi dan terapi diet pada Collaborative
farmakologi dan terapi pada klien hipertensi, Learning
diet pada sistem Aterosklerosis Koroner, Angina Kuliah
kardiovaskuler Pektoris, Miokard Infark, Gagal interaktif
jantung
VII Melakukan simulasi Review Sistem hematologi : Collaborative
anatomi dan fisiologi 1. Menjelaskan anatomi, fisiologi, Learning
sistem hematologi Biokimia dan fisika pada sistem Kuliah
hematologi interaktif
Melakukan simulasi Konsep penyakit Pada sistem
konsep penyakit pada hematologi

4
sistem hematologi a. Anemia
b. Leukemia Anemia (hemolitik
dan proliferatif)
c. Lekemia
d. Hemofilia
e. Lekopenia
f. Polisitemia
g. Multipel mieloma
h. Limfoma maligna
VIII Melakukan asuhan Asuhan keperawatan (pengkajian, Collaborative
keperawatan pada analisa data, diagnosis Learning
sistem hematologi keperawatan, intervensi, Kuliah
implementasi dan evaluasi secara interaktif
komprehensif meliputi bio-psiko-
sosio- spiritual) pada klien Anemia
(hemolitik dan proliferatif),
Lekemia, Hemofilia, Lekopenia,
Polisitemia, Multipel mieloma,
Limfoma maligna

E. Langkah-langkah pembelajaran Small Group discussion (SGD):


1. Identifikasi dan mencari kata-kata sulit dari kasus (mahasiswa
mendaftar/menuliskan kata-kata sulit atau pertanyaan tanpa diskusi)
2. Definisikan masalah yang akan didiskusikan (mahasiswa mungkin memiliki
pandangan/pendapat yang beragam dari kasus, mahasiswa menuliskan daftar
masalah yang disetujui kelompok)
3. Sesi ‘brainstorming’ untuk mendiskusikan masalah. (mahasiswa memberikan
penjelasan berdasar pada pengetahuan dasar, dan menuliskan jawaban atas
permasalahan yang ditemukan)
4. Penyusunan penjelasan menjadi solusi yang bersifat tentative/belum pasti
(mahasiswa menuliskan dan mengorganisasikan penjelasan)

5
5. Menyusun tujuan pembelajaran (tutor mengarahkan tujuan pembelajaran yang
terfokus, dapat dicapai, komprehensif dan sesuai)
6. Belajar mandiri (mahasiswa menggabungkan informasi dari berbagai macam
sumber yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Buku teks, jurnal, artikel,
internet, dll)
7. ‘Group sharing’ (mahasiswa mengidentifikasi semua referensi yang dimiliki
dan berbagi hasil dengan anggota kelompok lainnya, tutor mengevaluasi
proses pembelajaran baik perorangan maupun kelompok)
F. Peran Dan Tugas Mahasiswa
Dalam proses pembelajaran ini masing-masing mahasiswa mempunyai
peran sebagai:
1. Ketua, bertugas:
a. Memimpin kelompok dalam proses diskusi
b. Mempertahankan dinamika kelompok
c. Memotivasi partisipasi anggota kelompok
d. Memastikan agar laporan selesai dan menjadi catatan yang akurat
e. Sekretaris, bertugas:
f. Berpartisipasi dalam diskusi
g. Mencatat sumber-sumber belajar pada kelompok
h. Mencatat hasil diskusi kelompok
i. Anggota, bertugas:
j. Mengikuti dan berpartisipasi proses diskusi
k. Mendengar aktif dan menghormati anggota lain yang mengutarakan
pendapat
l. Menanyakan pertanyaan terbuka
m. Mencari semua tujuan pembelajaran
n. Berbagi informasi dengan anggota kelompok yang lain
G. Laporan tugas
1. Laporan diketik dengan Ms. Word (ukuran kertas A4 margin Left: 3;
Right: Top: 2.5; Bottom 2, 5).
2. Susunan penulisan:

6
 Halaman depan/cover: Judul, logo umm, nama kelas dan kelompok,
daftar nama dan NIM anggota kelompok, nama program studi,
fakultas dan universitas).
 Isi:
A. Kasus
B. Kata-kata sulit dari kasus.
C. Definisikan masalah
D. Daftar pertanyaan  jawaban dari hasil reference
E. Daftar pustaka
F. Membuat 10 soal multiple choice dan jawabanya dari laporan yang
telah dikerjakan.
3. Tugas dikumpulkan paling lambat 4 hari setelah diskusi.
H. Evaluasi
1. Penilaian Formatif
Penilaian ini terdiri dari:
a. Nilai pelaksanaan diskusi tutorial
Pada diskusi tutorial mahasiswa akan dinilai berdasarkan kehadiran,
aktifitas dan kreativitas, sikap dan interaksi serta relevansi.
b. Nilai laporan
Laporan hasil diskusi
c. Nilai UTS/UAS
Ujian tengah/akhir semester
2. Penilaian Sumatif
Prosentase penilaian adalah sebagai berikut:
a. Diskusi (keaktifan dan kecakapan) 20 %
b. Laporan 20 %
c. UTS dan UAS 60 %
Total 100 %

7
BAB II
MATERI PERKULIAHAN
MATERI SISTEM RESPIRASI
ANATOMI, FISIOLOGI, BIOKIMIA DAN FISIKA PADA SISTEM
PERNAFASAN

a. Definisi Pernafasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung CO2(karbondioksida) sebagai sisab dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menhembuskan disebut ekspirasi.
Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara dan oksigen ditarik dari udara
masuk ke dalam darah dan CO2 akan dikeluarkan dari darah secara osmose.
Seterusnya CO2 akan dikeluarkan melalui tractus respiratorius (jalan pernafasan)
dan masuk ke dalam tubuh melalui kapiler –kapiler vena pulmonalis kemudian
masuk ken serambi kiri jantung (atrium sinistra) kemudian ke aorta keseluruh
tubuh disini terjadi oksidasi sebagai ampas dari pembakaran adalah CO2 dan zat
ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung, ke bilik
kanan,dan dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan-jaringan
paru-paru akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses
pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme sedangkan sisa dari
metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis, dan kulit.

b. Anatomi Sistem Pernafasan


Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan
paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang
melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya.
Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.
1. Hidung
Hidung = Naso = Nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (cavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi).

8
Didalam terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan
kotoran-kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.
a. Bagian luar dinding terdiri dari kulit
b. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
c. dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang
hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah:
1) konka nasalis inferior ( karang hidup bagian bawah)
2) konka nasalis media(karang hidung bagian tengah)
3) konka nasalis superior(karang hidung bagian atas).
Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus
superior (lekukan bagian atas), meatus medialis(lekukan bagian tengah dan
meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati
oleh udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan
dengan tekak, lubang ini disebut koana.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis,
yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga
tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis
pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju
ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut
terutama terdapat di bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut-serabut syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut nervus
olfaktorius.
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-
langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak
dengan rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki,
yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris.
Fungsi hidung, terdiri dari
i. bekerja sebagai saluran udara pernafasan

9
ii. sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung
iii. dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
iv. membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan
oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.
2. Faring
Tekak/faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga
hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan
rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium. Ke bawah
terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus.
Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat
terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan
adenoid. Disebelahnya terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di
sebelah belakang terdapat epiglotis( empang tenggorok) yang berfungsi
menutup laring pada waktu menelan makanan.
Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian:
1. Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut
nasofaring.
2. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut
orofaring
3. Bagian bawah sekali dinamakan laringgofaring.
3. Laring
Laring/Pangkal Tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal
tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.

10
Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:
1. Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria.
2. Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
3. Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
4. Kartilago epiglotis (1 buah).
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis
yang dilapisi oleh sel epiteliumnberlapis. Proses pembentukan suara
merupakan hasil kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah
dan bibir. Perbedaan suara seseorang tergsantung pada tebal dan panjangnya
pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara wanita.
4. Trakea
Trakea/Batang Tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia,hanya bergerak kearah luar.
Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-
benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang
memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
5. Bronkus
Bronkus/ Cabang Tenggorokan terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri,
bronkus lobaris kanan ( 3 lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).bronkus
lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri
terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalisini kemudian
terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.
 Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
nafas.

11
 Bronkiolus terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis( yang
mempunyai kelenjar lendir dan silia)
 Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain
jalan nafas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
 Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.
6. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat
sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
Terdiri atas 3 tipe:
 Sel-sel alveolar tipe I : sel epitel yang membentuk dinding alveoli.
 Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik dan mensekresikan
surfaktan ( suatu fosfolifid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps)ahanan
 Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan
bekerja sebagai mekanisme pertahanan.
7. Paru – paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga
dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh dareah besar. Setiap paru mempunyai apeks
dan basis, paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus dan fisura
interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus
tersebut terbagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
8. Pleura
Merupakan lapisan tipisyang mengandung kolagen dan jaringan elastis.
Terbagi menjadi 2:
 Pleura perietalis yaitu yang melapisi rongga dada.

12
 Pleura viseralis yaitu yang menyelubungi setiap paru-paru.
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernafsan. Juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
mencegah kolap paru-paru.
c. Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam
keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan
saraf otonom.
a. Respirasi
1) Repirasi luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler dan merupakan pertukaran O2 dan
CO2 antara darah dan udara.
2) Respirasi dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah
dalam kapiler dengan sel-sel tubuh dan merupakan pertukaran O2 dan
CO2 dari aliran darah ke seluruh tubuh.
b. Jenis Respirasi
1. Pernapasan Dada
Merupakan adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk.
Terdapat dua fase yaitu:
a. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang
rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam
rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan diluar sehingga
udara luar yang kaya oksigen masuk.
b. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya
otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya
tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan
luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida
keluar.

13
2. Pernapasan perut
Merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot
diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.
a. Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga
diafragma mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan
menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
b. Fase Ekspirasi. Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot
diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga
dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara
keluar dari paru-paru.
c. Volume Udara Pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai
4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia.
Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan
bernapas, serta kondisi kesehatan.
d. Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung
pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan,
ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari
(24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit.
Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi
dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen
udara berkurang. Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam
kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar
oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk
diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
e. Proses Kimiawi Respirasi Pada Manusia
 Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 H2+CO3 ¬H2 + CO2

14
 Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 Hb O2
 Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : : Hb O2 Hb O2
 Pengangkutan karbohidrat di dalam tubuh : : CO2 + H2O H2+CO2
d. Konsep penyakit Pada sistem pernafasan
Sistem pernapasan merupakan organ- organ tubuh yang sangat penting.
Jika alat- alat ini terganggu karena penyakit atau kelainan maka proses pernapasan
akan terganggu, bahkan dapat menyebabkan kematian. Berikut beberapa penyakit
pada sistem pernapasan:
1. TB Paru
TB adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis.
Definisi dan Etiologi:
Tuberculosis merupakan salah satu penyakit pernafasan yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang mempunyai sifat: basil berbentuk
batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80°C),
mudah mati terkena sinar ultra violet (matahari) serta tahan hidup berbulan-bulan
pada suhu kamar dan ruangan yang lembab. Bakteri ini dapat menyerang seluruh
organ tubuh manusia, namun yang paling sering diserang adalah paru-paru (maka
secara umum sering disebut sebagai penyakit paru-paru/TB Paru-paru. Bakteri
ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian dalam alveolus terdapat bintil-
bintil. Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang terganggu karena
adanya bintik-bintik kecil pada dinding alveolus. Jika bagian paru-paru yang
diserang meluas, sel-selnya mati dan paru-paru mengecil.
Manifestasi klinis TB Paru:
Gejala-gejala penyakit TB Paru adalah: batu berdahak selama tiga
minggu atau lebih, dalam dahak pernah didapati bercak darah, demam selama
satu bulan lebih terutama pada siang dan sore, menurunnya nafsu makan dan
juga berat badan, sering berkeringat saat malam, dan sesak nafas akibatnya napas
penderita terengah-engah. Keadaan ini menyebabkan:
 Peningkatan kerja sebagian otot pernapasan yang berfungsi untuk
pertukaran udara paru-paru

15
 Mengurangi kapasitas vital dan kapasitas pernapasan
 Mengurangi luas permukaan membran pernapasan, yang akan
meningkatkan ketebalan membran pernapasan sehingga menimbulkan
penurunan kapasitas difusi paru-paru
Patofisiologi TB
Setelah seseorang menghirup Mycobakterium Tuberkolosis, kemudiam
masuk melalui mukosiliar saluran pernafasan, akhirnya basil TBC sampai ke
alveoli (paru), kuman mengalami multiplikasi di dalam paru-paru disebut dengan
Focus Ghon, melalui kelenjar limfe basil mencapai kelenjar limfe hilus. Focus
Ghon dan limfe denopati hilus membentuk Kompleks Primer. Melalui kompleks
Primer inilah basil dapat menyebar melalui pembulih darah samapi keseluruh
tubuh. Perjalanan penyakit selanjutnya ditentukan oleh banyaknya basil TBC dan
kemampuan daya tahan tubuh seseorang, kebanyakan respon imun tubuh dapat
menghentikan multiplikasi kuman, namun sebaqgian kecil basil TBC menjadi
kuman Dorman. Kemudian kuman tersebut menyebar kejaringan sekitar,
penyebaran secara Bronchogen keparu-paru sebelahnya, penyebaran secara
hematogen dan limfogen ke organ lain seperti; tulang, ginjal, otak. Terjadi
setelah periode beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer, reaktivasi
kuman Dorman pada jaringan setelah mengalam multiplikasi terjadi akibat daya
tahan tubuh yang menurun/lemah. Reinfeksi dapat terjadi apabila ; ada sumber
infeksi, julmlah basil cukup, virulensi kuman tinggi dan daya tahan tubuh
menurun
TB dapat menyebabkan kematian. Sebagian besar orang yang terinfeksi
oleh bakteri tuberculosis menderita TB tanpa mengalami gejala, hal ini disebut
latent tuberculosis. Apabila penderita latent tuberculosis tidak menerima
pengobatan maka akan berkembang manjadi active tuberculosis. Active
tuberculosis adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh tidak mampu untuk
melawan bakteri tuberculosis yang terdapat dalam tubuh, sehingga menimbulkan
infeksi terutama pada bagian paru-paru.
Menurut WHO, kurang lebih 33 % penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis, dan hampir sepertiga orang yang terinfeksi berada di Asia

16
Tenggara. Pada tahun 2010, ditemukan 8,8 juta kasus baru tuberkulosis di
seluruh dunia. 1,4 juta diantarnya berakhir dengan kematian.
Di Indonesia, kurang lebih ada 500.000 kasus baru TB setiap tahunnya.
Sepertiganya meninggal dunia. Besarnya jumlah kematian akibat TB membuat
Indonesia menduduki peringkat tiga jumlah dan kasus kematian penderita TB
yang merupakan penyakti menular ini.
Tes Diagnostik TB
Tes Diagnostik yang dapat dilakukan untuk menegakkan penyakit TB
adalah:
 Bakteriologis dengan specimen dahak, cairan pleura, cairan
serebrospinalis.
 Dahak untuk menentukan BTA, specimen dahak SPS (sewaktu, Pagi,
sewaktu). Dinyatakan positip bila 2 dari 3 pemeriksaan tersebut
ditemukan BTA positip.
 Foto thorax : Bila ditemukan 1 pemeriksaan BTA positip, maka perlu
dilakukan foto thorax atau SPS ulang, bila foto thorax dinyatakan positip
maka dinyatakan seseorang tersebut dinyatakan BTA positip, bila foto
thorax tidak mendukung maka dilakukan SPS ulang, bila hasilnya negatip
berarti bukan TB paru.
 Uji Tuberkulin yaitu periksaan guna menunjukan reaksi imunitas seluler
yang timbul setelah 4 – 6 minggu pasien mengalami infeksi pertama
dengan basil BTA. Uji ini sering dengan menggunakan cara Mantoux test.
Bahan yang dipakai adalah OT (old tuberculin), PPD (purified protein
derivate of tuberculin). Cara pemberian, Intra Cutan (IC), pada 1/3 atas
lengan bawah kiri, pembacaan hasil dilakukan setelah 6-8 jam
penyuntikan, hasil positip, bila diameter indurasi lebih dari 10 mm,
negatip bila kurang dari 5 mm, meragukan bila indurasi 5-10 mm
Penatalaksanaan Farmakologi TB
Pengobatan TBC bertujuan untuk; menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain, mencegah
terjadinya resistensi terhadap obat. Pengobatan membutuhkan waktu yang lama

17
6-8 bulan untuk membunuh kuman Dorman. Terapi TB yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:
 Pengguna vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin). Vaksin BCG diberikan
mulai dari bayi. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat
bertahan untuk 10 – 15 tahun, sehingga pada usia 12 – 15 tahun dapat
dilakukan vaksinasi ulang.
 Pengobatan pada pasien latent tuberculosis.
 Pengobatan pada active tuberculosis dengan menggunakan antibiotic/
ARV selama kurang lebih 6 bulan tidak boleh putus.
 Terdapat farmakologi anti TBC yaitu:
- Obat bacterisidal: Isoniasid (INH), rifampisin, pirasinamid
- Obat dengan kemampuan sterilisasi : rifampisin, PZA
- Obat dengan kemampuan mencegah resistensi: rifampisin dan INH,
sedangkan etambutol dengan streptomisin kurang efektif.
Cara pengobatan terdiri dari 2 fase:
1. Fase initial/fase intensif (2 bulan) Fase ini membunuh kuman dengan
cepat, dalam waktu 2 minggu pasien infeksius menjadi tidak infeksi
dan gejala klinis membaik BTA positip akam menjadi negatip dalam
waktu 2 bulan
2. Fase Lanjutan (4-6 bulan) Fase ini membunuh kuman persisten dan
mencegah relaps. Pada pengobatan ini (fase I dan II) membutuhkan
pengawas minum obat (PMO) Contoh pengobatan 2(HRZE)/4(HR)3,
maksudnya adalah :
a. Fase initial obatnya adalah 2(HRZE), lama pengobatan 2 bulan
dengan obat INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol
diminum tiap hari.
b. Fase lanjutan 4(HR)3, adalah lama pengobatan 4 bulan, dengan
INH dan rifampisin diminum 3 kali sehari
Pengobatan yang rutin dan berhasil minimal memakan waktu 6 bulan,
namun ketidaksabaran dan ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan,
membuat penyakit TB kadang sulit diberantas.

18
Cara Penularan TB
Penularan TB paling banyak dan paling mudah melalui udara. Itulah
mengapa organ yang pertama kali diserang tuberkulosis adalah sistem
pernapasan manusia terutama paru-paru. Tuberkulosis dapat menjadi penyakit
kronis yang menyebabkan jaringan luka yang cukup luas di paru-paru.
Tuberkulosis dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh, mulai dari sistem
saraf, sistem getah bening, hingga tulang dan persendian. Tuberkulosis tulang
disebut juga tuberkulosis milier.Orang-orang yang beresiko tinggi terkena
tuberkulosis adalah orang-orang pengguna narkotika, para petugas medis dan
orang-orang yang bekerja di rumah sakit.
Resiko penularan pada orang yang merokok lebih besar dua kali lipat
daripada orang yang tidak merokok. Demikian juga dengan orang yang
kecanduan alkohol dan penderita diabetes melitus, resiko penularan tuberkulosis
menjadi tiga kali lipat dari orang biasa.
Dahak ataupun bersin yang dikeluarkan oleh penderita TB banyak
mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis. Anak-anak dengan kekebalan
tubuh belum sempurna sangat rentan terhadap penularan TB, terlebih jika mereka
berada dalam satu lingkungan penderita TB. Untuk pencegahan penularan TB
pada anak-anak, imunisasi BCG adalah imunisasi yang wajib selain hepatitis B,
Polio, DPT, dan campak.
Pencegahan terbaik tuberkulosis adalah dengan menjaga lingkungan tetap
bersih dan sehat. Kualitas udara yang buruk memperparah penderita tuberkulosis.
Penderita tuberkulosis juga harus dijauhkan dari anak-anak
Asuhan Keperawatan Pasien dengan TB
1. Pengkajian: Batuk lebih dari 3 minggu, berdahak, kadang batuk darah,
nyeri dada, sesak nafas, demam keringat malam hari, lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, riwayat paparan TBC, riwayat vaksinasi.
Suara nafas bronchial, ronchi basah, gerakan nafas tertinggal, perkusi redup.
2. Diagnose Keperawatan dan intervensi:

19
a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang ada,
kerbatasan kognitif atau salah interpretasi. Tujuan : pasien memahami
proses penyakit dan kebutuhan pengobatan dirinya. Intervensi:
- Kaji pengetahuan tentang penyakitnya, identifikasi salah persepsi
dan reaksi emosi
- Kaji kemampuan dan perhatian untuk belajar, tingkat
perkembangan dan hambatan untuk belajar
- Identifikasi support system termasuk orang lain yang berperan
- Ciptakan hubungan saling percaya antara pasien-perawat dqan
lainya.
- Ajarkan tentang TBC dan penatalaksanaannya meliputi :
Sifat penyakit dan penyebaranya. Tujuan pengobatan dan prosedur
control. Pencegahan penyakit ke orang lain. Pentingnya memelihara
kesehatan dengan diet TKTP, latihan dan istirahat yang teratur,
hindari merokok. Nama obat, dosis, tujuan dan efek samping dari
masing-masing obat. Minum cairan 2,5 – 3 liter tiap hari. Segera
lapor ke dokter bila ada, nyeri dada, batuk darah, kesulitan bernafas,
penurunan penglihatan, penurunan pendengaran.
- Dokumentasikan seluruh pengajaran dan hasilnya.
b. Ketidakefektifan penatalksanaan terapi obat berhubungan dengan
ketidakmampuan mengelola penatalaksanaan pengobatan yang cukup
kompleks dan lama. Tujuan : Klien mendapatkan program pengobatan
yang memadai dan paripurna. Intervensi:
- kaji kemampuan perawatan diri klien dan adanya support system
- Kaji pengetahuan dan penger-tian klien terhadap penyakit,
komplikasi, penatalaksaan dan resiko yang lain, bila perlu berikan
pengetahuan tambahan
- Kolaborasi dengan keluarga atau lainnya untuk mengiden-tifikasi
hambatan pengobatan
- Berikan instruksi secara tertulis atau verbal dengan jelas tentang
pemberian obat dan caranya

20
- Rujuk klien ke pelayanan kese-hatan masyarakat untuk mem-
berikan pengobatan lanjutan
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan sifat basil
mikobakterium tuberkulosa yang tahan hidup setelah disekresikan
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses infeksi paru
e. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret
kental, upaya batuk buruk, kelemahan.
f. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, sering batuk, dyspnea. Tujuan: Berat badan klien menuju
BB ideal, Perubahan pola hidup untuk mempertahankan/
meningkatkan BB ideal. Intervensi:
- Kaji status nutrisi pasien secara periodic
- Berikan diet TKTP
- Anjurkan untuk membawa makanan dari rumah bila tidak nafsu
makan dari RS
- Anjurkan makan sedikit-sedikit tetapi sering
- Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
- Tingkatkan nafsu makan klien dengan: Ruangan bebas bau yang
tidak sedap, Atur jadwal tindakan perawatan dengan jam makan,
Sediakan menu yang menarik.

2. Kanker paru
Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price,
Patofisiologi, 1995). Definisi menurut Underwood, Patologi (2020) kanker paru
merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru.
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm
jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan,
terutama asap rokok.( Suryo, 2010).
Etiologi Kanker Paru
a. Merokok: Asap tembakau mengandung lebih dari 4,000 senyawa-senyawa
kimia, banyak darinya telah ditunjukkan menyebabkan kanker, atau

21
karsinogen. Dua karsinogenik-karsinogenik utama didalam asap tembakau
adalah kimia-kimia yang dikenal sebagai nitrosamines dan polycyclic
aromatic hydrocarbons.
b. Merokok Pasif: Pekerja-pekerja asbes yang tidak merokok mempunyai suatu
risiko sebesar lima kali mengembangkan kanker paru daripada bukan
perokok, dan pekerja-pekerja asbes yang merokok mempunyai suatu risiko
sebesar 50 sampai 90 kali lebih besar daripada bukan perokok.
c. Radon Gas: adalah suatu gas mulia secara kimia dan alami yang adalah suatu
pemecahan produk uranium alami (Produk radio aktif). Ia pecah/hancur
membentuk produk-produk yang mengemisi suatu tipe radiasi yang
mengionisasi. Radon gas adalah suatu penyebab kanker paru yang dikenal,
dengan suatu estimasi 12% dari kematiankematian kanker paru diakibatkan
oleh radon gas.
d. Kecenderungan Keluarga: Penelitian akhir-akhir ini telah melokalisir suatu
daerah pada lengan panjang dari kromosom manusia nomor 6 yang
kemungkinan mengandung suatu gen yang memberikan suatu kepekaan
yang meningkat mengembangkan kanker paru pada perokok-perokok.
e. Penyakit-Penyakit Paru: Kehadiran penyakit-penyakit paru tertentu,
khususnya chronic obstructive pulmonary disease (COPD), dikaitkan dengan
suatu risiko yang meningkat sedikit (empat sampai enam kali risiko dari
seorang bukan perokok) untuk mengembangkan kanker paru bahkan setelah
efek-efek dari menghisap rokok serentak telah ditiadakan.
f. Sejarah Kanker Paru sebelumnya Orang-orang yang selamat dari kanker
paru mempunyai suatu risiko yang lebih besar daripada populasi umum
mengembangkan suatu kanker paru kedua. Orang-orang yang selamat dari
non-small cell lung cancers (NSCLCs, lihat dibawah) mempunyai suatu
risiko tambahan dari 1%-2% per tahun mengembangkan suatu kanker paru
kedua. Pada orangorang yang selamat dari small cell lung cancers (SCLCs),
risiko mengembangkan kankerkanker kedua mendekati 6% per tahun.

22
g. Polusi Udara: Polusi udara dari kendaraan-kendaraan, industri, dan tempat-
tempat pembangkit tenaga (listrik) dapat meningkatkan kemungkinan
mengembangkan kanker paru pada individu-individu yang terpapar.
Patofisiologi Kanker Paru
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi
yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi
di bagian distal. Gejala–gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengan pada
auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur–struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium,
otak, tulang rangka.
Pemeriksaan Diagnostik Kanker Paru
o Radiologi; Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta
Tomografi dada.
o Bronkhografi; Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
o Laboratorium (Sitologi sputum, pleural, atau nodus limfe,Pemeriksaan
fungsi paru dan GDA, Tes kulit, jumlah absolute limfosit)
o Histopatologi (Bronkoskopi, Biopsi Trans Thorakal (TTB), Torakoskopi,
Mediastinosopi, Torakotomi.
o CT-Scanning, MRI
Penatalaksanaan Medis Kanker Paru
1. Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti
penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara

23
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena
kanker.
o Toraktomi eksplorasi: Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka
penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan
biopsy.
o Pneumonektomi; pengangkatan paru,
o Lobektomi ; pengangkatan lobus paru
2. Radiasi ; Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap
pembuluh darah bronkus.
3. Kemoterafi: Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Asuhan Keperawatan Kanker Paru
1. Pengkajian
Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
 Aktivitas/istirahat; Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas, kelesuan
 Sirkulasi: obstruksi vana kava, Bunyi jantung: gesekan pericardial,
Takikardi/ disritmia,
 Integritas ego : Perasaan takut, Takut hasil pembedahan, Menolak kondisi
yang berat/ potensi keganasan, Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang
diulang – ulang.
 Eliminasi ; Diare yang hilang timbul, Peningkatan frekuensi/jumlah urine
Makanan/ cairan ; Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, Kesulitan menelan, Haus/peningkatan masukan
cairan, Kurus, Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava),
edema wajah/periorbital)
 Nyeri/ kenyamanan ; Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan
tidak selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh

24
perubahan posisi, Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma)
 Pernafasan ; Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau produksi sputum, Nafas pendek, Serak, paralysis pita suara. Dispnea,
Peningkatan fremitus taktil, Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi,
Hemoptisis.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999)
 Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien,
Frekuensi dan irama jantung,
 Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan
Ht), Pemantauan tekanan vena sentral,
 Status nutrisi.
 Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di
operasi.
 Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
2. Diagnose Keperawatan dan intervensi
a. Kerusakan pertukaran gasberhubungan dengan Hipoventilasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Kehilangan fungsi
silia jalan nafas, Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru,
Meningkatnya tahanan jalan nafas
c. Ketakutan/Anxietas berhubungan dengan Krisis situasi, Ancaman untuk/
perubahan status kesehatan, takut mati, Faktor psikologis
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan
dengan Kurang informasi, Kesalahan interpretasi informasi, Kurang
mengingat.
e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Pengangkatan jaringan
paru, Gangguan suplai oksigen, Penurunan kapasitas pembawa oksigen
darah (kehilangan darah)
f. Nyeri (akut) berhubungan dengan Insisi bedah, trauma jaringan, dan
gangguan saraf internal, Adanya selang dada, Invasi kanker ke pleura,
dinding dada.

25
3. COPD/PPOK
Cronic Obstruktif Pulmonal Disease(COPD) atau PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronis). PPOK merupakan suatu kondisi dimana aliran udara pada
paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini seringkali kombinasi
dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (bronkhitis kronis, emfisema, asthma) dengan
suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.
(Enggram, B. 1996).
Manifestasi Klinik
- Peningkatan dispnea
- Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, napas cuping hidung)
- Penurunan bunyi napas
- Takipnea
- Gejala yang menetap pada penyakit dasar
Pemeriksaan Diagnostik
- Gas darah arteri : PaO2 rendah, PaCO2 tinggi
- Sinar X dada: hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area
paru-paru
- Pemeriksaan faal paru : FEV1 dan ratio FEV1/FVC
- Darah : peningkatan Hb, hematokrit, jumlah darah merah dan peningkatan
IgE serum
Asuhan Keperawatan pasien PPOK/COPD
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi adalah
 Gangguan pertukaran gas s.d. pembatasan jalan napas, kelelahan otot
pernapasan, peningkatan produksi mucus
 Ketidakefektifan bersihan jalan napas s.d. ketidakadekuatan batuk,
peningkatan produksi mucus
 Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh s.d.
ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja
pernapasan
 Cemas s.d. episode dypsnea atau serangan asthm

26
4. Asma
Asma merupakan suatu penyakit pada sistem pernafasan yang menliputi
peradangan dari jalan nafas dan gejala-gejala bronchospasme yang bersifat
reversibel (Crockett).
Etiologi
Asma/sesak napas merupakan suatu penyakit penyumbatan saluran
pernapasan yang disebabkan alergi terhadap rambut, bulu, debu, atau tekanan
psikologis. Asma bersifat menurun.
Global Initiative for Asthma, sebuah lembaga nirlaba internasional untuk
penanggulangan asma, mendefinisikan asma sebagai gangguan pada selaput pipa
udara yang menyalurkan udara ke dalam paru-paru. Pada penyakit asma, paru-
paru tidak dapat menyerap oksigen secara optimal. Asma ditandai dengan
kontraksi yang kaku dari bronkiolus yang menyebabkan kesukaran bernapas.
Asma dikenal dengan bengek yang disebabkan oleh hipersensitivas bronkiolus
(disebut asma bronkiale) terhadap benda-benda asing di udara. Asma merupakan
penyempitan saluran pernapasan utama pada paru-paru. Kelainan ini tidak
menular dan bersifat genetis atau bawaan seseorang sejak lahir. Kelainan ini juga
dapat kambuh jika suhu lingkungan cukup rendah atau keadaan dingin, udara
kotor, alergi, dan stres (tekanan psikologis).
Hampir separuh jumlah penderita mendapat asma karena alergi ataupun
sistem pernafasan yang terlalu sensitif terhadap debu, obat, makanan, dan
minuman.Pola hidup tidak sehat turut mempengaruhi timbulnya penyakit asma,
seperti merokok dan stress.
Asma adalah penyakit sistem pernapasan manusia yang paling banyak di
derita di dunia. Di tahun 2010, penderita asma di seluruh dunia berkisar 300 juta
orang. Sementara jumlah penderita asma di Indonesia mencapai 12 juta orang atau
kurang lebih 6 % dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Asma bukanlah
penyakit menular, sehingga jika ada salah satu anggota keluarga yang terserang
asma, anggota lain tidak perlu panik.

27
Patofisiologi Asma

Manifestasi Klinis Asma


Gejala penyakit Asma antara lain:
a) Nafas yang berbunyi ngiiik ... ngiiik.
b) Mengalami sesak napas sehingga bernapas dengan tersenggal-senggal.
c) Nafas pendek, biasanya hanya terjadi ketika berolahraga.
d) Badan terlihat letih dan lesu serta kurang bersemangat.
e) Rasa sesak dan berat di dada.
f) Mengalami kesulitan untuk tidur dengan nyenyak.

28
g) Batuk-batuk hanya pada malam hari dan cuaca dingin. batuk (mungkin
produktif atau non produktif)
h) Mudah terkena alergi seperti udara dingin, debu, atau jenis makanan
tertentu.
i) Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara
karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.
j) Mudah lelah ketika melakukan aktivitas fisik.
Apabila gejala-gejala tersebut muncul, maka seseorang yang menderita
asma akan kesulitan untuk melakukan pernapasan dikarenakan adanya kontraksi
pada otot-otot bronkul yang mengakibatkan penyempitan pada saluran
pernapasan.
Pemeriksaan Diagnostik
- Gas darah arteri : PaO2 rendah, PaCO2 tinggi
- Sinar X dada: hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area
paru-paru
- Pemeriksaan faal paru : FEV1 dan ratio FEV1/FVC
- Darah : peningkatan Hb, hematokrit, jumlah darah merah dan peningkatan
IgE serum.
Penatalaksanaan Farmakologi Asma
Management Jenis obat yang biasa digunakan adalah:
h. Bronkodilator
i. Antihistamin
j. Steroids
k. Antibiotic
l. Ekspektorans Oksigen digunakan 3 L/m dengan cannula nasal
m. Nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase.
Saat serangan asma terjadi, biasanya penderita kronis diberikan obat
semprot yang mengandung epinefrine atau isoproterenol yang dapat dihisap
dengan segera saat terjadi serangan asma. Untuk tingkat akut, epinefrin tidak lagi
disemprotkan, namun diinjeksikan (disuntik) ke dalam tubuh penderita.

29
Jika tidak ada epinefrine, penderita dapat ditolong sementara dengan
memberikan minuman hangat atau menghirup uap air panas. Bisa juga dengan
memberikan hembusan angin segar dari kipas angin untuk membantu proses
pernapasan penderita. Penyakit asma mungkin tidak dapat dihilangkan dari
sistem pernapasan manusia, namun penyakit ini dapat dikontrol agar gejala dan
serangannya tidak mengganggu aktivitas bekerja.
Penatalaksanaan non farmakologis asma:
1) Jangan tinggal ditempat yang kotor yang sudah kotor karna polusi
2) Jangan memelihara binatang yang bulunya banyak dan halus.
Misalnya kucing, kelinci, dan sebagainya
3) Selalu memakai baju hangat dan selendang leher saat cuaca sedang dingin
4) Jangan terlalu banyak melakukan olahraga yang membutuhkan napas
panjang bila napas tidak kuat.
5) Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dipsnea. Pemberian
porsi yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan langsung banyak.
Sekitar 50 % penderita asma melakukan terapi pengobatan alternatif,
namun belum cukup bukti yang memastikan bahwa terapi-terapi tersebut efektif
mengobati asma.
Asuhan Keperawatan pada pasien Asma
1. Pengkajian:
a. Riwayat atau faktor penunjang:
o Merokok (faktor penyebab utama)
o Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat
o Riwayat alergi pada keluarga
o Riwayat asthma pada anak-anak
b. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
o Alergen
o Stress emosional
o Aktivitas fisik yang berlebihan
o Polusi udara
o Infeksi saluran napas

30
2. Diagnose Keperawatan dan intervensi
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembatasan jalan napas,
kelelahan otot pernapasan, peningkatan produksi mucus. Intervensi:
- Observasi: status pernapasan, hasil gas darah arter, nadi dan nilai
oksimetri
- Berikan obat yang telah diresepkan
- Konsultasikan pada dokter jika gejala tetap memburuk dan menetap
(komplikasi utama gagal napas)
- Berikan oksigen yang telah dilembabkan 2 – 3 L/menit
- Pertahankan posisi fowler’s dengan tangan abduksi dan disokong
oleh bantal atau duduk condong ke depan dengan ditahan oleh meja
- Hindari penggunaan depresan saraf pusat secara berlebihan
(sedatif/narkotik) g) anjurkan untuk berhenti merokok
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
ketidakadekuatan batuk, peningkatan produksi mucus
c. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan
kerja pernapasan. Intervensi:
- Observasi : intake dan out put tiap 8 jam, jumlah makanan yang
dikonsumsi, BB tiap minggu
- Ciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan bebas dari bau
selama makan
- Perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
- Bersihkan meja sebelum makanan dihidangkan
- Tidak menggunakan pengharum ruangan yang terlalu menyengat
- Fisioterapi dada dan nebulizer selambatnya 1 jam sebelum makan
- Tempat yang tepat untuk membuang tissue dan sekret.
- Rujuk ke Ahli gizi jika makanan yang dikunsumsi kurang dari 30 %
d. Cemas berhubungan dengan episode dypsnea atau serangan asthma.

31
e. Standart Operasional Prosedur Pada Sistem Pernafasan
a. SOP Nebulisasi
Pengertian Nebulisasi merupakan terapi inhalasi dengan menggunakan
alat inhalasi/nebulizer yang menyemburkan medikasi atau
agent pelembab, seperti agen bronkodilator atau mukolitik,
menjadi partikel makroskopik dan mengirimkannya ke paru-
paru ketika pasien menghirup nafas (Smeltzer, 2006)
Tujuan a. Merelaksasi saluran pernafasan
b. Menekan proses peradangan
c. Mengencerkan dan memudahkan pengeluaran dahak
d. Mendilatasikan bronkus sehingga jalan nafas terbuka
e. Menfasilitasi kepatenan jalan nafas
Prosedur I. Persiapan Alat
1. Alat Nebulizer set (cup, selang, cap, T-shape tube, mouth-
piece/masker) atau prepackage nebulizer dan aplikator
2. Obat (misal. Ventolin)
3. Normal saline
4. Oksigen
5. Alkohol swep
II. Persiapan Pasien
1. Jelaskan pada pasien tindakan yang akan dilakukan
2. Posisikan klien senyaman mungkin, atau posisi semi
fowler
3. Jaga privasi
III. Pelaksanaan
1. Kaji kemampuan klien menggunakan nebulizer
2. Periksa kembali catatan medis tentang penggunaan
dosis obat nebulizer.
3. Cek alergi obat dan hipersensitivitas
4. Cuci tangan sebelum menyiapkan nebulizer
5. Amati kondisi klien
6. Auskultasi bunyi nafas
7. Siapkan obat, buka tutup obat dengan cara memutar
8. Pisahkan masker nebulizer atau T piece (cap) dengan
cup obatnya
9. Pasang cup obat masker pada tangan kiri dan obat
pada tangan kanan
10. Masukkan obat kedaam cup obat dengan posisi sejajar
mata ujung obat dengan ujung obat tidak menyentuk
cup obat
11. Rapatkan cap & cup dengan cara memutar. Pastikan
tidak menyentuh obat dan obat tidak tumpah
12. Nyalakan kompresor, pastikan uap obat mulai muncul
13. Berikan masker/ T piece pada pasien
14. Minta klien untuk menghirup nafas dalam dan

32
mengeluarkannya selama uap masih ada
15. Matikan mesin apabila obat telah habis
16. Auskultasi bunyi nafas
17. Amati respon klien
18. Cuci tangan
Evaluasi
1. Kenyamanan pasien
2. Dokumentasikan Bunyi nafas; normal, tidak ada
roncki, wheezing
3. Jumlah obat yang diberikan
4. Respon pasien
Referensi Materi Praktikum Ilmu Keperawatan Universitas Brawijaya
2014-2015.
Black, J.M, Jacob, E.M, (2005), Medical Surgical Nursing
Clinical Management For Continuity of Care. 5th
Edition, Philadelpia: WB. Saunders
Doenges, Marilynn E. (2006). Nursing Care Plan : Guidelines
for Individualizing Clien Care Across the Life Span.
7th edition. Philadelphia.
Hudak, CM (1997). Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.
Jakarta : EGC.
Ignatavicius & Workman. (2006). Medical Surgical Nursing :
Critical Thinking for Collaborative Care. 5th. USA :
Saunders.
Potter, PA., and Perry, AG. (2006). Fundamental of Nursing,
Concept, Process and Practice, 4th eds. St Louis:
Mosby.
Smeltzer, Suzanne C. (2006). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia :
Lippincot

33
b. SOP Fisioterapi Nafas
Pengertian Fisioterapi nafas merupakan kombinasi beberapa tindakan
terapi pernafasan yang terdiri dari clapping, vibrasi dan
postural drainage.
a. Clapping (perkusi dada) adalah tindakan pengetukan
dinding dada di atas daerah paru yang sekresinya akan
didrainase.
b. Vibrasi adalah teknik fisioterapi nafas dengan
memberikan getaran halus pada dinding dada, di atas
daerah paru yang sekresinya akan didrainase.
c. Postural drainage adalah teknik pengaturan posisi
tertentu memanfaatkan gaya gravitasi untuk
mengalirkan sekresi pulmonar pada area tertentu dari
lobus paru,
Tujuan a. Memperbaiki ventilasi
b. Mengeluarkan sekresi di jalan napas
c. Menurunkan akumulasi skret pada klien yang tidak
sadar atau lemah
d. Meningkatkan efisiensi otot-otot respirasi
Indikasi a. Pasien tidak sadar,
b. Pasien dengan penurunan kemampuan untuk batuk,
c. Pasien dengan atelektasis.
Kontraindikasi a. Pasien dengan PTIK
b. Pasien dengan Trauma Medul Spinalis
c. Pasien dengan Fraktur Costae
d. Pasien dengan Post Op. Bedah Thorak
Prosedur I. Persiapan Alat
1. Bantal (2-3 bantal)
2. Hospital Bed atau Kursi
3. Gelas berisi air hangat
4. Handuk
5. Alat vibrator jika ada
6. Tisu
7. Stetoskop
8. Wadah (sputum pot) tertutup berisi desinfektan
9. Hanscoen
10. Bengkok
11. Sketsel/ tirai
II. Persiapan Pasien
1. Mengidentifikasi klien.
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan tersebut
pada klien dan keluarga.
3. Mempersiapkan alat-alat dan mengatur posisinya di
samping tempat tidur, memindahkan peralatan yang
tidak diperlukan.

34
4. Menjaga privacy klien dengan menutup pintu/tirai dan
jendela.
III. Prosedur
1. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan.
2. Postural Drainage:
a. Atur posisi klien dengan meletakkan bantal
atau dengan merubah tinggi rendah tempat
tidur (khusus tempat tidur elektrik) sesuai
letak sputum (kecuali terdapat
kontraindikasi).
3. Clapping:
a. Letakkan handuk pada area yang akan dilakukan
perkusi (clapping).
b. Anjurkan klien untuk menarik nafas dalam.
c. Lakukan tepukan dengan tangan yang
disungkupkan secara mantap selama 2-5 menit
atau sesuai batas toleransi klien dengan
kecepatan sedang sampai cepat sekali (2-5
x/detik).
d. Perhatikan kondisi klien selama tindakan.
4. Vibrasi:
a. Handuk diletakkan pada area yang akan
dilakukan vibrasi.
b. Posisikan telapak tangan mendatar atau gunakan
alat vibrator (bila tersedia).
c. Lakukan vibrasi pada saat pasien ekspirasi.
d. Ulangi sampai 3x, jika klien ingin batuk berikan
penampung sputum ke dekat pasien dan usap
dengan tissue.
e. Perhatikan kondisi klien selama tindakan.
5. Berikan kesempatan pada klien jika klien ingin
minum. Tiga prosedur di atas (No. 2,3, dan 4) dapat
dilakukan bersamaan sekaligus(bila tidak terdapat
kontraindikasi) atau kombinasi. Lebih efektif
apabila setelah prosedur di atas (No. 2,3, dan 4)
klien dianjurkan untuk batuk efektif, atau dilakukan
nebulizer dan suctioning (pada klien yang reflek
batuknya menurun atau dalam kondisi tidak sadar)
6. Kaji kembali pola nafas klien termasuk suara nafas,
penggunaan otot bantu nafas, irama dan kedalaman
pernafasan.
7. Merapikan klien dan tempat tidur klien dan
mengembalikan alat-alat pada tempat semula.
8. Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
Evaluasi 1. Adakah bunyi napas tambahan disemua atau sebagian
lapang paru pada pemeriksaan auskultasi

35
2. Frekuensi pernapasan sudah dalam batas normal atau
tidak
3. Pernapasan klien tanpa atau disertai retraksi
4. Mampu atau tidak klien batuk efektif
5. Dokumentasikan bunyi napas sebelum dan sesudah
procedural, Karekteristik pernapasan, Perubahan tanda
vital yang bermakna, Warna, jumlah, dan konsistensi
secret, Kemampuan mengeluarkan sputum atau
kebutuhan untuk pengisapan secret, Toleransi terhadap
terapi, dan Penggantian sumber oksigen
Referensi 1. SPO Keperawatan Dasar Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga

36
c. SOP Suction
Pengertian Suctioning Endotracheal (penghisapan lendir) merupakan cara untuk
mengeluarkan secret/lendir melalui pipa endotrakeal atau trakeostomi
dengan menggunakan mesin penghisap.
Tujuan 1. Mempertahankan jalan napas terbuka untuk membantu pernapasan
dan mempertahankan continous positive airway pressure
2. Memfasilitasi pembersihan sekret
Indikasi 1. Klien tidak sadar
2. Klien dengan penurunan reflek batuk
3. Klien dengan pemakaian ETT (Endo Tracheal Tube) dan ventilator
4. Klien dengan pemakaian ETT (Endo Tracheal Tube) post weaning
ventilator
5. Klien dengan pemakaian tracheostomy dan ventilator
6. Klien dengan pemakaian tracheostomy post weaning ventilator
Kontraindikasi 1. Sianosis
2. Bradikardi
3. Aritmia (tergantung kasus)
4. Edema paru (tergantung kasus)
Komplikasi Infeksi, Bradikardi, Hipoksia, Trauma mukosa, Bronkospasme,
Hipotensi sekunder, dan Aspirasi
Prosedur I. Persiapan Alat
1. Meja tempat tidur
2. Mesin suction (portable atau wall suction) lengkap dengan
manometer dan penampung sputum yang berisi desinfektan
3. Kateter penghisap dengan ukuran yang tepat:
a. Neonatus: 6 – 8 Fr
b. 6 bulan: 6 – 8 Fr
c. 18 bulan: 8 – 10 Fr
d. 24 bulan: 10 Fr
e. 2–4 tahun: 10 – 12 Fr
f. 4–7tahun: 12 Fr
g. 7– 10 tahun: 12 – 14 Fr
h. 10–12 tahun: 14 Fr
i. Dewasa: 14 – 16 Fr
4. 1 set alat steril yang terdiri dari: 2 buah cucing dan kasa
5. Alat saturasi oksigen
6. Korentang,
7. Air steril (Aquabidest)
8. Larutan savlon
9. Alkohol
10. Gel/pelumas
11. Sarung tangan steril
12. Kom steril (untuk tempat catheter suction re-use)
13. Handuk kecil
14. Silco spray (bila ada)

37
15. Stetoskop
16. Masker
17. Bengkok
18. Ember berisi larutan clorine 0,5%.

II. Persiapan Pasien


1. Mengidentifikasi identitas klien,
2. Menjelaskan prosedur, manfaat dan hal-hal yang perlu dilakukan
klien dan keluarga pada saat penghisapan dilakukan.
3. Siapkan posisi klien sesuai dengan letak sputum, bantu dengan
fisioterapi nafas (yang sesuai dengan kebutuhan klien) dan atau
berikan nebulisasi terlebih dahulu.
4. Atur pelaksanaan suctioning: sebelum makan atau 2 jam setelah
makan atau sesuai kebutuhan.
5. Letakkan handuk di bawah bantal atau di bawah dagu
6. Menjaga privasi klien dengan memasang penghalang atau menutup
pintu.
7. Jauhkan dari sumber polusi
III. Prosedur Tindakan

1. Mempersiapkan alat-alat dan mengatur posisinya di samping tempat


tidur.
2. Cek fungsi mesin suction dan atur tekanan. Kekuatan regulator
vacum:
A. Wall suction:
- Dewasa: 110 – 150 mmHg
- Anak: 95 – 110 mmHg
- Bayi: 50 – 95 mmHg
B. Portable suction:
Dewasa: 10 – 15 mmHg
Anak: 5 – 110 mmHg
Bayi: 2 – 5 mmHg
3. Mencuci tangan dan mengenakan masker.
4. Buka set steril, siapkan dalam cucing masing-masing diisi dengan
larutan savlon dan air steril (aquabidest).
5. Bila menggunakan kateter suction yang masih dalam kemasan
steril, buka dan dengan mempertahankan kesterilan letakkan pada
area steril. Bila menggunakan kateter suction re-use, ambil kateter
suction dari kom steril dengan menggunakan korentang dan
letakkan pada area steril.
6. Gunakan sarung tangan steril pada tangan dominan dan tangan
tidak dominan boleh tidak steril.
7. Dengan tangan dominan ambil kateter suction sesuai kebutuhan,
ambil kasa steril dan basahi dengan alkohol.
8. Nyalakan mesin suction dengan tidak dominan.
9. Bila CS re-use bersihkan bagian luar dan bagian dalam kateter

38
tersebut dengan cara menghisapkan pada kasa basah atau pada
aquabidest steril.
10. Ambil selang penghubung mesin suction dengan tangan yang tidak
dominan dan hubungkan dengan pangkal kateter.
11. Lakukan oksigenasi, cek saturasi oksigen.
12. Masukkan CS sampai menyentuh carina dengan posisi tidak
menghisap.
13. Tarik CS 1 cm kemudian lakukan penghisapan secara intermitten
dengan membuka dan menutup vent, sambil memutar dan menarik
CS (tidak > 15 detik).
14. Lakukan oksigenasi (bisa sambil melakukan fisioterapi nafas ulang
dengan tangan yang tidak dominan), cek saturasi oksigen.
15. Bersihkan CS dengan kasa, larutan savlon dan kemudian aquabidest
steril.
16. Ulangi tindakan penghisapan sampai sekret bersih.
17. Sambil melakukan penghisapan perhatikan nadi dan SaO2 klien.
18. Saat penghisapan dilakukan motivasi klien untuk batuk efektif.
19. Tetap perhatikan kesterilan CS selama tindakan.
20. Auskultasi kembali apakah sekret sudah benar-benar bersih.
21. Kalau perlu lakukan penghisapan di area hidung dan mulut klien
bila tindakan akan segera diakhiri.
22. Bila sudah bersih masukkan CS ke dalam larutan desinfektan dan
lepaskan sarung tangan.
23. Merapikan klien dan tempat tidur klien.
24. Mengembalikan alat-alat pada tempat semula.
25. Mencuci tangan.

Evaluasi 1. Tidak ada atau terdapat bunyi napas bersih pada pemeriksaan
auskultasi
2. SaO2 normal
3. Apakah frekuensi napas klien dalam batas normal
4. Klien tampak tenang atau tidak selama tindakan
5. Tidak memperlihatkan atau memperlihatkan tanda-tanda
kecemasan.
Referensi SPO Keperawatan Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

39
MATERI SISTEM KARDIOVASKULAR
ANATOMI, FISIOLOGI, BIOKIMIA DAN FISIKA PADA SISTEM
KARDIOVASKULER
a. Anatomi Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Bentuk jantung
menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut
juga basis kordis. Disebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
Jantung terletak di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V & VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya pukulan jantung yang disebut iktus
kordis. Ukuran jantung lebih kurang sebesar segenggam tangan kanan dan
beratnya kira-kira 250-300 gram.
Anatomi Luar Jantung
1) Lapisan jantung
Lapisan jantung terdiri atas pericardium, miokardium, dan endokardium.
a. Pericardium
Lapisan ini merupakan kantong pembungkus jantung yang letaknya
dalam mediatinum minus, posterior terhadap korpus sterni dan rawan iga ke-2
sampai dengan iga ke-6. Pericardium visceral (fibrosum) bagian kantong
yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sternum tendinium
diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar melekat pada sternum
melalui ligamentum sternoperikardial.
Pericardium parietal (serosum) membatasi pericardium fibrosum dengan
pericardium serosum disebut epikardium, mengandung sedikit cairan yang
berfungsi sebagai pelumas. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir
yang berfungsi sebagai pelican untuk menjaga agar pergesekan antara
pericardium tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. Pada permukaan
posterior jantung pericardium serosum membentuk vena besar disebut sinus
obliges dan sinus transverses.
b. Miokardium

40
Lapisan jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria
sinistra bercabang menjadi arteri desenden anterior dan tiga arteri
sirkumfleks. Arteri koronaria dektra memberikan darah untuk sinoatrial node,
ventrikel kanan, dan permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria
mengembalikan darah ke sinus dan bersikulasi langsung ke dalam paru-paru.
Susunan otot jantung (miokardium):
 Susunan otot atria: serabutnya sangan tipis, kurang teratur,dan tersusun
dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria sehingga terlihat
paling nyata. Di bagian depan atria beberapa serabut masuk ke dalam
septum atrioventrikular. Lapisan dalam terdiri atas serabut-serabut
berbentuk lingkaran.
 Susunan otot ventrikel: membentuk bilik jantung yang dimualai dari cincin
atrioventrikular sampai apeks jantung.
 Susunan otot atrioventrikular: merupakan dinding pemisah antara atrium
dan ventrikel.
c. Endokardium
Dinding dalam atrium (endokardium) diliputi oleh membrane yang
mengkilat terdiri atas jaringan endotel (selaput lender yang licin). Bagian ini
memiliki kumpulan otot paralel yang mengarah ke depan krista. Mengarah ke
aurikula dari ujung bawah krista terminalis teradapat sebuah lipatan
endokardium menonjol yang dikenal sebagai vulvula vena kava inferior yang
terletak di depan muara vene inferior menuju ke sebelah tepid an disebut
fossa ovalis. Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan terdapat hubungan
melalui orifisium artikulare
2) Permukaan Jantung
Permukaan jantung terdiri atas tiga lapis, yaitu fasies sternokostalis,
fasies dorsalis, dan fasies diafragmatika.
 Fasies sternokostalis: permukaan yang menghadap ke depan berbatasan
dengan dinding depan toraks dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel
dekstra, dan sedikit ventrikel sinistra.

41
 Fasies dorsalis: permukaan jantung yang menghadap ke belakang,
berbentuk segiempat, berbatasan dengan mediastinum posterior, dan
dibentuk oleh dinding atrium sinistra sebgaian atrium dekstra dan sebagain
kecil ventrikel sinistra.
 Fasies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung berbatasan sengan
sentrum tendinium diafragma yang dibentuk oleh dinding ventrikel sinistra
dan sebagian kecil ventrikel dekstra.
3) Tepi Jantung
Tepi jantung (margo kostalis) terdiri atas dua lapis yaitu margo dekstra
dan margo sinistra.
 Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan yang membentang dari vena
kava superior sampai apeks kordis. Lapisan ini dibentuk oleh dinding
atrium dekstra dan dinding ventrikel dekstra. Lapisan ini dibentuk oleh
dinding atrium dekstra dan dinding ventrikel dekstra. Selain itu, lapisan ini
juga memisahkan fasies sternokostalis degan fasies diafragmatika sebelah
kanan.
 Margo sinistra; bagian ujung sebelah kanan tepi membentang dari bagian
bawah muara vena pulmonalis sinistra (bagian atas) dan dinding ventrikel
sinistra (bagian bawah), serta memisahkan fasies sternokostalis dengan
diafragmatika sebelah kiri
4) Alur Permukaan jantung
Alur pada permukaan jantung ada tiga jenis yaitu: sulkus
atrioventrikularis, sulkus longitudinalis anterior, dan sulkus longitudinal
posterior.
 Sulkus atrioventrikularis, alur yang mengelilingi atas dan bawah basis
kordis, terletak di antara batas kedua atrium dan kedua ventrikel jantung.
 Sulkus longitudinalis anterior, alur ini terdapat pada fasies sternokostalis
mulai dari celah di antara arteri pulmonalis dengan aurikula sinistra sampai
ke apeks kordis. Sulkus ini merupakan batas antara kedua ventrikel dari
belakang bawah.

42
 Sulkus longitudinalis posterior, alur ini terdapat pada fasies diafragma
kordis mulai dari sulkus koronarius dekstra yang bermuara ke vena kava
inferior menuju apeks kordis. Sulkus ini merupakan batas antara kedua
ventrikel dari belakang bawah
Anatomi dalam Jantung/Ruang-ruang Jantung
1. Atrium dekstra
Atrium dekstra terdiri atas rongga utama dari aurikula di luar, sedangkan
bagian dalam membentuk suatu rigi krisata terminalis. Pada bagian utama atrium
yang terletak posterior terhadap rigi terdapat dinding halus yang secara
embriologis berasal dari sinus venosus. Bagian atrium yang terletak di depan rigi
mengalami trabekulasi akibat berkas serabut otot yang berjalan dari krista
terminalis.
Muara yang terletak pada atrium kanan adalah sebagai berikut.
o Vena kava superior: bermuara ke bagain atas atrium kanan. Muara ini tidak
mempunyai katup dan berfungsi mengembalikan darah dari setengah bagian
tubuh atas.
o Vena kava inferior: lebih besar dari vena kava superior, bermuara ke bagian
dalam bawah atrium dekstra dan berfungsi mengembalikan darah ke jantung
dari setengah bagian tubuh bawah.
o Sinus koronarius: bermuara di dalam atrium kanan dan bermuara antara vena
kava inferior dengan osteum ventricular yang dilindungi oleh katup yang
tidak berfungsi.
o Sinus atrioventrikuler dekstra; bagian anterior vena kava inferior dilindungi
oleh valvula bikuspidalis, disamping itu banyak bermuara vena-vena kecil
yang mengalirkan darah dari jantung ke dalam atrium kanan.
2. Ventrikel dekstra
Berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum atrioventrikuler
dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui trunkus pulmonalis. Lapisan
dinding ventrikel dekstra jauh lebih tebal dari pada atrium dekstra.
o Valvula trikuspidalis, melindungi osteum atrioventrikuler yang dibentuk oleh
lipatan endokardium dan sebagian jaringan fibrosa yang terdiri dari tiga

43
kuspis (trikuspidalis) atau saringan (anterior, septalis, dan inferior). Basis
kuspis melekat pada cincin fibrosa rangka jantung. Bila ventrikel
berkontraksi, M.Papilaris berkontraksi mencegah agar kuspis tidak terdorog
ke atrium dan tidak terbalik ketika tekanan intraventrikuler meningkat.
o Vulva pulmonalis, melindungi osteum pulmonalis yang terdiri atas dua kuspis
(saringan) semilunaris arteri pulmonalis yang dibentuk oleh lipatan
endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa. Mulut muara kuspis arahnya ke
atas dan bila arahnya ke dalam trunkus pulmonalis dinamakan sinus. Selama
fase sistolik, katup kuspis pada ventrikel tertekan pada dinding trunkus
pulmonalis oleh darah yang keluar. Selama diastolic, darah mengalir ke
jantung masuk ke sinus, katup kuspis terisi dan menutup osteum pulmonalis.
3. Atrium sinistra
Atrium sinister terdiri atas rongga dan aurikula ya g terletak di belakang
atrium dekstra dan membentuk sebagian besar basis (fasies posterior). Pada
bagian belakang atrium sinister terdapat sinus obligue pericardium serosum dan
pericardium fibrosum. Bagian dalam atrium sinister dan bagian aurikula
mempunyai rigi otot seperti aurikula kanan. Muara atrium sinistra vena
pulmonalis dari masing paru-paru bermuara pada dinding posterior dan tidak
mempunyai katup, osteum ventrikuler sinistra yang dilindungi oleh valvula
mitralis.
4. Ventrikel sinister
Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum atrioventrikuler
sinistra dan aorta melalui osteum aorta. Dinding ventrikel kiri tiga kali lebih tebal
dari ventrikel kanan. Tekanan dara intraventrikuler sinistra enam kali lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan dari ventrikel kanan.
o Valvula mitralis (valvula bikuspidalis) melindungi osteum atroventrikuler
yang terdiri atas dua kuspis (anterior dan posterior). Kuspis anterior lebih
besar dan terletak di antara osteum atrioventrikular dan aorta.
o Valvula semilunaris aorta, melindungi osteum aorta dan strukturnya sama
dengan valvula semiliunaris arteri pulmonalis. Salah satu kuspis terletak di
dinding aorta membentuk dinding sinus aorta anterior yang merupakan asal

44
dari arteri koronaria dekstra dan sinus posterior sinistra yang merupakan asal
arteri koronaria sinistra.
Pembuluh Darah
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah ke seluruh tubuh.
Saluran darah ini merupakan sistem tertutup dan jantung sebagai pemompanya.
Fungsi pembuluh darah adalah mengangkut (transportasi) darah dari jantung ke
seluruh bagian tubuh dan mengangkut kembali darah yang sudah dipakai kembali
ke jantung. Fungsi ini disebut sirkulasi darah. Darah mengangkut gas-gas, zat
makanan, sisa metabolisme, hormon, antibodi, dan keseimbangan elektrolit.
Pembuluh darah utama dimulai dari aorta yang keluar dari ventrikel sinistra
melalui belakang kanan arteri pulmonalis, membelok ke belakang melalui radiks
pulmonalis kemudian turun sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma,
selanjutnya ke rongga panggul dan berakhir pada anggota gerak bawah.
1. Aliran darah coroner
Merupakan aliran yang memberi makan jantung sendiri. Ada tiga
pembuluh darah darah utama yang mendistribusikan darah di dalam otot
jantung yaitu arteri koronaria dekstra, arteri intraventrikel anterior, dan arteri
sirkumfleksa sinistra
o Arteri Koronaria dekstra : mengurus distribusi nutrisi dan darah otot
jantung kanan depan dan belakang, serta otot jantung kiri bagian belakang
bawah yang berhadapan dengan diafragma.
o Arteri intraventrikuler anterior : memberikan darah untuk jantung kiri
depan dan septum jantung.
o Arteri sirkumfleksa sinistra : mengurus distribusi darah untuk otot jantung
kiri bagian lateral dan otot jantung kiri bagian posterior. Bila terjadi
sumbatan aliran darah koroner pada satu cabang akan menyebabkan
iskemia di daerah tertentu yang dapat berkembang menjadi infark miokard
2. Aliran darah portal/Vena
Adalah aliran darah balik atau darah vena yang berasal dari usus halus,
usus besar, lambung, limpa, dan hati. Aliran darah sistem portal ini
mempunyai pintu keluar yaitu vena porta, menuju hati melalui arteri hepatika

45
dan keluar melalui vena hepatika, lalu masuk ke jantung melalui vena kava
inferior.
Hati merupakan organ terbesar yang memproses bermacam-macam jenis
reaksi kimia dan menerima zat makanan dari sistem pencernaan. Jika terjadi
kerusakan struktur jaringan hati maka akan menghambat aliran darah karena
jaringan hati mengerut sehingga darah tidak bisa dialirkan
3. Aliran darah pulmonal
Aliran darah berawal dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis
kemudian bercabang ke paru-paru kiri, paru-paru kanan, dan ke alveoli
(kapiler alveoli) yaitu tempat terjadinya difusi oksigen dan karbon dioksida.
Karbon dioksida lebih banyak berdifusi dengan kapiler menuju rongga
alveoli, sedangkan oksigen lebih banyak berdifusi dengan rongga alveoli
menuju kapiler darah. Darah yang banyak mengandung oksigen mengalir
menuju vena pulmonalis kiri dan kanan masuk ke atrium kiri terus ke
ventrikel kiri dan siap dipompakan ke aliran darah sistemik.
4. Aliran darah sistemik
Aliran darah simpatik berawal dari ventrikel kiri lalu masuk ke seluruh
tubuh melalui aorta dan bercabang melalui arteriol kemudian menjadi kapiler
dan masuk ke dalam jaringan/sel kemudian keluar menjadi kapiler vena
(venolus) menjadi vena, vena kava superior tubuh bagian atas, dan vena kava
inferior tubuh bagian bawah. Selanjutnya masuk ke jantung melalui vena
kava.
Sirkulasi Darah
1. Sirkulasi Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang
membawa darah keseluruh tubuh. Pembuluh darah arteri yang paling besar keluar
dari ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri mempunyai dinding yang tebal dan
kuat tetapi mempunyai sifat elastis. Selain itu, arteri mempunyai 3 lapisan yaitu
tunika intima, tunika media, dan tunika eksterna.
Arteri mendapat darah dari pembuluh darah halus yang mengalir
didalamnya dan berfungsi memberikan nutrisi pada pembuluh yang bersangkutan

46
disebut vasa vasarum. Arteri dapat berkontraksi dan berdilatasi yang disebabkan
pengaruh susunan saraf otonom.
Lapisan pembuluh darah arteri :
o Tunika intima (interna) : merupakan lapisan yang paling dalam,
berhubungan dengan darah dan terdiri atas lapisan endothelium dan
jaringan fibrosa.
o Tunika media : merupakan lapisan tengah yang terdiri atas jaringan otot
polos, sifatnya sangat elastis dan mempunyai sedikit jaringan fibrosa.
Arteri dapat berkontraksi dan berdilatasi disebabkan pengaruh otot tunika
media ini.
o Tunika eksterna (adventitia) : merupakan lapisan yang paling luar, terdiri
atas jaringan ikat gembur untuk memperkuat dinding arteri dan jaringan
fibrotik yang elastis.
2. Sirkulasi Darah Aorta
Aorta merupakan pembuluh darah arteri yang paling besar, keluar dari
jantung bagian ventrikel sinistra melalui aorta asendens, membelok ke belakang
melalui radiks pulmonalis sinistra turun sepanjang kolumna vertebralis dan
menembus diafragma turun ke abdomen. Jalan aorta terdiri atas tiga bagian yaitu :
aorta asendens, arkus aorta, dan aorta desendens.
o Aorta asendens : muncul pada basis ventrikel sinistra berjalan ke atas dan
depan, panjangnya kira-kira 5 cm, mempunyai dua cabang yaitu arteri
koronaria dekstra dan arteri koronaria sinistra.
o Arkus aorta : merupakan lanjutan aorta asendens melengkung ke arah kiri,
terletak di belakang manubrium sterni berjalan ke atas, ke belakang dan ke
kiri trakea setinggi angulus sterni. Bagian yang melengkung ke arah kiri di
depan trakea sedikit turun ke bawah sampai vertebra torakalis keempat.
o Aorta desendens : merupakan lanjutan dari arkus aorta menurun mulai dari
vertebra torakalis IV sampai dengan vertebra lumbalis IV. Setelah itu
berjalan di sebelah kiri korpus vertebra setinggi angulus sterni, kemudian
berlanjut pada mediastinum posterior sampai vertebrae XII melewati

47
hiatus aortikus diafragma berlanjut sampai vertebra lumbalis IV kemudian
bercabang dua menjadi aorta torakalis dan aorta abdominalis.
3. Sirkulasi Darah Vena
Pembuluh darah vena merupakan kebalikan dari pembuluh darah arteri
yang berfungsi untuk membawa darah dari alat tubuh kembali masuk ke dalam
jantung. Bentuk dan susunannya hampir sama dengan arteri. Katup pada vena
terdapat di sepanjang pembuluh darah. Katup tersebut berfungsi untuk mencegah
darah tidak kembali lagi ke sel atau jaringan. Vena yang terbesar adalah vena
pulmonalis, bercabang menjadi vena, lalu venolus yang selanjutnya menjadi
kapiler.
Vena yang masuk ke jantung
o Vena kava superior
Vena besar yang menerima darah dari bagian atas leher dan kepala
yang dibentuk oleh persatuan dua vena brakiosepalika yang masuk ke
atrium dekstra. Vena azigos bersatu pada permukaan posterior vena kava
superior sebelum masuk ke pericardium.
o Vena kava inferior
Merupakan vena besar yang menerima darah dari alat tubuh bagian
bawah, menembus sentrum tendinium setinggi vertebra tarakalis dan
masuk ke bagian terbawah atrium dekstra.
o Vena pulmonalis
Dua vena pulmonalis yang meninggalkan paru-paru membawa
darah beroksigen (banyak mengandung oksigen) dan masuk ke atrium
sinistra.
4. Sirkulasi kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil disebut juga pembuluh
rambut. Pada umumnya, kapiler meliputi sel-sel jaringan karena secara langsung
berhubungan dengan sel . Pembuluh kapiler terdiri atas kapiler arteri dan kapiler
vena.
a. Kapiler arteri

48
Kapiler arteri merupakan tempat berakhirnya arteri. Semakin kecil
arteri maka akan semakin hilang lapisan dinding arteri sehingga kapiler
hanya mempunyai satu lapisan yaitu lapisan endotelium. Lapisan ini
sangat tipis sehingga memungkinkan cairan darah/limfe merembes keluar
jaringan membawa air, mineral, dan zat makanan. Proses pertukaran gas
antara pembuluh kapiler dengan jaringan sel kapiler arteri bertujuan
menyediakan oksigen dan menyingkirkan karbon dioksida.
b. Kapiler vena
Lapisan kapiler vena hampir sama dengan kapiler arteri. Fungsi
kapiler vena adalah membawa zat sisa yang tidak terpakai oleh jaringan
berupa zat ekskresi dan karbon dioksida. Zat sisa tersebut dibawa keluar
dari tubuh melalui venolus, vena , dan akhirnya keluar tubuh melalui tiga
proses yaitu pernapasan, keringat, dan feses.
Fungsi kapiler adalah sebagai berikut :
o Sebagai penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena
o Tempat terjadinya pertukaran zat antara darah dan cairan jaringan
o Mengambil hasil dari kelenjar
o Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus
o Menyaring darah pada ginjal.
b. Fisiologi Jantung
1. Hemodinamika Jantung
Prinsip penting yang menentukan arah aliran darah adalah alirah darah dari
cairan dari daerah bertekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Tekanan yang
bertanggung jawab terhadap aliran darah dalam sirkulasi normal dibangkitkan
oleh kontraksi otot ventrikel . ketika otot berkontraksi, darah terdorong dari
ventrikel ke aorta selama periode dimana tekanan ventrikel kiri melebihi tekanan
aorta. Bila kedua tekanan menjadi seimbang, katup aorta akan menutup dan
keluarand ari ventrikel kiri terhenti. Darah yang telah memasuki aorta akan
menaikkan tekanan dalam pembuluh darah tersebut. Akibatnya terjadi perbedaan
tekanan yang akan mendorong darah secara progresif ke arteri, kapiler dank e
vena. Darah kemudian kembali ke atrium kanan karena tekanan dalam kamar ini

49
lebih rendah dari tekanan vena. Perbedaan tekanan juga bertanggung jawab
terhadap aliran darah dari arteri pulmonalis ke paru dan kembali ke atrium kiri.
Perbedaan tekanan dalam sirkulasi pulmonal secara bermakna lebih rendah dari
tekanan sirkulasi sistemikkarena tahanan aliran di pembuluh darah pulmonal lebih
rendah.
Siklus jantung.
Selama diastolic, katup atrioventrikularis terbuka, dan darah yang kembali
ke vena mengalir ke atrium dan kemudian ke ventrikel. Mendekati akhir periode
diastolik tersebut, otot atrium akan berkontraksi sebagai respon terhadap sinyal
yang ditimbulkan oleh nodus SA. Kontraksi kemudian meningkatkan tekanan di
dalam atrium dan mendorong sejumlah darah ke ventrikel. Darah yang masuk tadi
akan meningkatkan volume ventrikel sebanyak 15%sampai 25%. Pada titik ini,
ventrikel itu sendiri mulai berkontraksi (sistolik) sebagai respon terhadap
propagasi impuls listrik yang dimulai dari nodus SA beberapa milidetik
sebelumnya.
Selama sistolik, tekanan di dalam ventrikel dengan cepat meningkat,
mendorong katup AV untuk menutup. Konsekuensinya tidak ada lagi pengisian
ventrikel dari atrium, dan darah yang disemburkan dari ventrikel tidak dapat
mengalir balik ke atrium. Peningkatan tekanan secara cepat di dalam ventrikel
akan mendorong katup pulmonalis dan aorta terbuka, dan darah kemudian
disemburkan ke arteri pulmonalis dan ke aorta. Keluarnya darah mula – mula
cepat, dan kemudian, ketika tekanan masing – masing ventrikel dan arteri yang
bersangkutan mendekati keseimbangan aliran darah secara bertahap melambat.
Pada saat berakhir sistolik, otot ventrikel berelaksasi dan tekanan dalam kamar
menurun dengan cepat. Penurunan tekanan ini cenderung mengakibatkan darah
mengalir balik dari arteri ke ventrikel, yang mendorong katup semiluner untuk
menutup. Secara bersamaan, begitu tekanan di dalam ventrikel menurun drastis
sampai di bawah tekanan atrium, nodus AV akan membuka, ventrikel mulai terisi,
dan urutan kejadian terulang kembali.

50
Penting diingat bahwa kejadian mekanis yang berhubungan dengan pengisiaan
dan penyemburan oleh jantung sangat berhubungan erat dengan kejadian listrik
yang mengakibatkan kontraksi dan relaksasi jantung.
Faktor penentu Hemodinamika:
1. Preload
Volume akhir diastolik ventrikel disebut juga preload atau beban
awal yaitu derajat regangan serabut otot ventrikel jantung pada akhir
diastolic sesaat sebelum kontraksi ventrikel. Petunjuk beban awal ventrikel
kiri adalah tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, sedangkan petunjuk
beban awal ventrikel kanan adalah tekanan vena sentral (central venous
pressure).
Kemampuan vascular perifer untuk mengembalikan darah ke
jantung akan meningkatkan preload, yang juga akan dipengaruhi oleh
penurunan resistensi atau tahanan perifer yang mengakibatkan peningkatan
aliran balik vena, konstriksi vena, dan penurunan tekanan intratorakal (saat
inspirasi dalam). Venous return atau aliran balik vena adalah jumlah darah
yang mengalir dari sistem vena ke dalam atrium kanan per menit. Faktor –
faktor yang menurunkan kemampuan relaksasi ventrikel adalah efusi
pericardial (cor tamponade), perikarditis, miokarditis, endokarditis,
hipertrofi dan lain – lain.
2. Kontraksilitas.
Kontraksilitas adalah kemampuan sel – sel otot jantung untuk
memberikan reaksi terhadap rangsangan kontraksi atau kekuatan serabut
otot miokard untuk memendek yang ditentukan oleh interaksi ion kalsium,
aktin dan myosin. Penurunan kontraksilitas dapat dipengaruhi oleh
iskemia atau injuri miokard, gagal jantung, anoksia, asidosis, anestesi,
barbiturate dan lain – lain.
3. Afterload.
Beban akhir ventrikel disebut juga afterload yaitu besarnya tahanan
yang dikembangkan oleh ventrikel selama sistolik untuk membantu
membuka katup aorta dan pulmonal serta untuk memompa darah ke dalam

51
arteri pulmonalis dan aorta, juga ke dalam pembuluh perifer. Jika afterload
melebihi batas fisiologis, maka ventrikel tidak mampu memompa darah
pada volume sekuncup yang normal. Tekanan nadi atau pulse pressure
(selisih tekanan sistolik dan diastolik) merupakan gambaran tekanan yang
dihasilkan ventrikel untuk melawan tahanan yang ada di aorta. Tekanan
nadi normal yaitu antara 30 – 50 mmHg. Jika tekanan nadi menurun, maka
daya kontraksi ventrikel menurun, demikian juga dengan curah jantung.
Tekanan diastolic merupakan indikator afterload
2. Elektrofisiologi Jantung
Aktivitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas
membran sel yang memungkinkan pergerakan ion – ion melalui membran
tersebut. Dengan masukkan ion – ion maka muatan listrik sepanjang membran ini
mengalami perubahan yang relative. Terdapat tiga macam ion yang mempunyai
fungsi penting dalam elektrofisiologi sel yaitu kalium (K), natrium (Na) dan
kalsium (Ca). kalium lebih banyak terdapat di dalam sel, sedangkan kalsium dan
kalium lebih banyak terdapat di luar sel.
Dalam keadaan istirahat, sel – sel otot jantung mempunyai muatan postifi
di luar sel dan muatan negative pada bagian dalam sel. Ini dapat dibuktikan
dengan galvanometer. Perbedaan muatan bagian luar dan bagian dalam sel disebut
resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan sering terjadi perubahan
muatan dalam sel menjadi positif, sedangkan diluar sel menjadi negatif. Proses
terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah
rangsangan sel berusaha kembali pada keadaan muatan semula proses ini
dinamakan repolarisasi. Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial.
Aksi potensial terjadi disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan
termis. Aksi potensial dibagi menjadi 5 fase:
1) Fase istirahat: bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam
bermuatan negates (polarisasi). Membran sel lebih permeabel terhadap
kalium daripada natrium sehingga sebagian kecil kalium merembes ke luar
sel. Dengan hilangnya kalium maka bagian dalam sel menjadi relative
negatif.

52
2) Fase deoplarisasi (cepat): disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
membran terhadap natrium, sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam.
Akibatnya, muatan di dalam sel menjadi positif sedangkan di luar sel
menjadi negatif.
3) Fase polarisasi parsial: segera setelah terjadi depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalium kedalam sel, sehingga muatan positif di
dalam sel menjadi berkurang.
4) Fase plato (keadaan stabil): fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang
agak lama sesuai dengan masa refraktor absolut dari miokard. Selama fase
ini tidak terjadi perubahan muatan listrik. Terdapat keseimbangan antara ion
positif yang masuk dan yang ke luar. aliran kalsium dan natrium ke dalam
sel perlahan – lahan diimbangi dengan keluarnya kalium dari dalam sel.
5) Fase repolarisasi (cepat): pada fase ini muatan kalsium dan natrium secara
berangsur – angsur tidak mengalir lagi dan permeabilitas terhadap kalium
sangat meningkat sehingga kalium keluar dari sel dengan cepat. Akibatnya,
muatan positif dalam sel menjadi sangat berkurang sehingga pada akhir
muatan di dalam sel menjadi relatif negatif dan muatan di luar sel relatif
positif.
c. Biofisika Jantung
1. Listrik Jantung
Jantung sebenarnya tergantung dalam suatu medium konduktif. Bila satu
bagian ventrikel menjadi elekronegatif bila dibandingkan dengan sisanya, arus
listrik mengalir dari daerah berdepolarisasi ke daerah berpolarisasi dalam jalur
memutar besar. Selama sisa siklus depolarisasi arus listrik terus mengalir dalam
arah dari basis jantung menuju ke apeks, sewaktu impuls menyebar dari
permukaan endokarnial ke luar melalui otot ventrikel.
Dalam membuat perekaman elektrokardiografik, digunakan bermacam-
macam posisi standar untuk penempatan elekktroda dan positif atau negatifnya
polaritas rekaman selama setiap siklus jantung ditentukan oleh orientasi elektroda
dengan mengingat aliran arus di dalam jantung, beberapa system elektroda
konvensional yang biasanya disebut sandapan elektrokardiografik.

53
o Aliran arus listrik dari masa sinsitium otot jantung
Sebelum masa sisitium otot jantung terangsang semua bagian luar sel
otot itu bermuatan positif dan bagian dalam bermuatan negatif. Begitu suatu
daerah sinsitium jantung terdepolarisasi, muatan negative akan bocor keluar
dari serabut otot yang mengalami depolarisasi sehingga daerah permukaan ini
menjadi elektronegatif. Karena proses depolarisasi menyebar kesegala arah
melalui jantung, perbedaan potensial yang tampak hanya menetap selama
seperbeberapa ribu detik,dan perhitungan voltase yang sebenarnya hanya
dapat dilakukan dengan alat perekam yang berkecepatan tinggi.
o Aliran arus listrik yang mengelilingi jantung pada dada (paru)
Walaupun sebagian besar paru terisi oleh udara tapi dapat juga
menghantarkan arus listrik yang cukup besar dan cairan yang terdapat dalam
jaringan lain yang terletak di sekeliling jantung juga dapat menghantarkan
arus listrik dengan mudah. Oleh karena itu,sebenarnya jantung terendam did
lam media yang konduktif. Bila satu bagian ventrikal mengalami depolarisasi
maka daerah itu akan menjadi elektronegatif di bandingkan bagian lainnya.
Aliran listrik akan mengalir dari daerah yang terdepolarisasi menuju ke
daerah yang terpolarisasi melalui jalur melingkar yang besar.
Impuls jantung mula-mula akan sampai di bagian septum ventrikal dan
selanjutnya segera menyebar ke permukaan dalam dari sisa ventrikel lainnya.
Keadaan ini akan menyebabkan kenegatifan di bagian dalam ventrikel, sedangkan
di bagian luar dinding ventrikel akan mengalami kepositifan, dengan arus listrik
akan mengalir melalui cairan yang terdapat di sekeliling ventrikael menurut jalur
elips. Dengan kata lain arus listik rata-rata dengan kenegatifan akan mengalir
kebasal jantung dan arus listrik rata-rata dengan kepositifan akan mengalir ke
bagian apeks.
Selama berlangsungnya sebagian besar sisa proses depolarisasi, arus juga
tetap mengalir menurut arah penyebaran yang sama, sementara depolarisasi
menyebar dari permukaan endokardium keluar melalui masa otot ventrikel.
Kemudian, sesaat sebelum proses depolarisasi selesai melintasi ventrikel, selama
kira-kira 0,01 detik, rata-rata aliran arus listrik ini akan terbalik, yakni akan

54
mengalir dari apeks ventrikel menuju ke bagian basal, sebab bagian ja ntung yang
paling akhir terdepolarisasi adalah dinding bagian luar ventrikel yang dekat
dengan basal jantung.
Jadi pada ventrikel jantung yang normal, selama hampir seluruh siklus
depolarisasi, arus mengalir dari negative ke positif, terutama dari arah basal
jantung menuju ke apeks kecuali pada bagian akhir dari proses depolarisasi.
2. Konduksi Jantung
Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran
listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus, yaitu:
o Otomatisasi, kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
o Irama, kemampuan membentuk impuls yang teratur.
o Daya konduksi, kemampuan untuk menyalurkan impuls.
o Daya rangsang,kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut di atas, maka secara spontan dan teratur
jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang di salurkan melalui system
hantaran untuk merangsang otot jantung dan bisa menimbulkan kontraksi otot.
Perjalanan impuls di mulai dari nodus SA ke nodus AV,sampai ke serabut
purkinje.
Di dinding atrium kanan terdapat nodus sinoatrial (SA). Sel-sel dari nodus
SA memiliki otomatisasi. Karena nodus SA secara normal melepaskan impuls
dengan kecepatan lebih cepat dari pada sel jantung lain dengan otomatisasi 60-100
denyut/menit. Jaringan khusus ini bekerja sebagai pemacu jantung normal. Pada
bagian bawah septum interatrial terdapat nodus atrioventrikuler (AV). Jaringan ini
bekerja untuk menghantarkan, memperlambat, potensial aksi atrial sebelum ia
mengirimnya ke ventrikel. Potensial aksi mencapai nodus AV pada waktu yang
berbeda. Nodus AV memperlambat hantaran dari potensial aksi ini sampai semua
potensial aksi telah di keluarkan atrium dan memasuki nodus AV.
Setelah sedikit perlambatan ini, nodus AV melampau potensial aksi
sekaligus, ke jaringan konduksi ventrikular, memungkinkan kontraksi simultan
semua sel ventrikel. Pelambatan nodus AV ini juga memungkinkan waktu untuk

55
atrium secara penuh mengejeksi kelebihan darahnya ke dalam ventrikel, sebagai
persiapan untuk sistole ventrikel.
Dari nodus AV, impuls berjalan ke berkas his di septum interventrikular
ke cabang berkas kanan dan kiri, dan kemudian melalui satu dari beberapa serat
purkinye ke jaringan miokard ventrikel itu sendiri. Potensial aksi dapat melintasi
jaringan penghantar 3-7 kali lebih cepat dari pada melalui miokard ventrikel.
Maka berkas, cabang dan serabut purkinye dapat mendekati kontraksi simultan
dari semua bagian ventrikel,sehingga memungkinkan terjadinya penyatuan kerja
pompa maksimal.
d. Pemeriksaan Radiologi pada Sistem Kardiovaskular
1. Thorax X-ray (Rontgen)
- Chest radiography: Dilakukan untuk menentukan ukuran, silhouette dan
posisi jantung, juga menilai kongesti paru, klasifikasi katup jantung,
penempatan Central Venous Pressure Chateter atau endotracheal
tube dan alat monitoring hemodinamik.
- Cardio Thoraxic Ratio (CTR): Adalah cara menghitungkan pembesaran
jantung. Nilai CTR ≤ 50% adalah normal, jika > 50% menandakan
kardiomegali.
2. Echocardiography (ECG)
Echocardiography menggunakan ulrasonik guna mengkaji struktur
dan gerakan katup jantung. Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu
pengkajian dan diagnosis kardiomiopati, kerusakan katup, pericardial
effusion, fungsi ventrikel kiri, aneurisma ventrikel dan tumor jantung.
Pemeriksaan dengan Echocardiography merupakan suatu
pemeriksaan yang multak harus dilakukan pada penderita penyakit jantung
(pasien diduga terkena penyakit jantung), baik pada anak-anak maupun
pada orang dewasa. Rasanya tidak lengkap bila seorang penderita penyakit
jantung belum dilakukan pemeriksaan Echocardiography. Pemeriksaan
Echocardiography biasanya dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan klinis
yang seksama dan pemeriksaan EKG, treadmil atau foto rontgen.

56
Saat ini Echocardiography sudah merupakan pemeriksaan yang
hampir rutin dikerjakan pada setiap pasien penderita penjakit jantung.
Pemeriksaan ini merupakan salah satu cara untuk menilai kesehatan
jantung, diantaranya:
a) Mengetahui adanya penyakit jantung bawaan,
b) Menilai fungsi jantung,
c) Menilai kekuatan kontraksi otot-otot jantung,
d) Menilai adanya kelainan katup,
e) Menilai keadaan pembuluh darah koroner,
f) Melihat terdapatnya trombus,
g) Mengetahui adanya infeksi jantung,
h) Menilai adanya peradangan pada jantung,
i) Mencari komplikasi pada jantung dari penyakit-penyakit lainnya
(misalnya: infeksi virus dapat berakibat miokarditis, penyakit
kawasaki yang sangat mirip dengan campak atau rubela dapat
menyebabkan kerusakan pada arteri koroner, dsb)
3. Cardiac Fluoroscopy
Suatu pemeriksaan sederhana dengan sinar-X yang menampilkan
aktivitas jantung. Pemeriksaan ini dilakukan melalui observasi visual terus-
menerus terhadap gerakan jantung, paru, dan pembuluh darah dengan suatu
layar luminescent x-ray dalam ruangan gelap. Fluoroscopy digunakan
dalam penempatan dan pengaturan posisi kateter intrakardiak dan
IV pacemaker wire. Pemeriksaan ini juga membantu mengidentifikasi
struktur abnormal, kalsifikasi, dan tumor jantung.
4. Arteriography (angiography)
Merupakan prosedur diagnostic invasif yang meliputi prosedur
fluoroscopy dan strudi x-ray atau rontgen. Prosedur ini dilaksanakan jika
ada indikasi obstruksi atau penyempitan atau aneurisma arteri.
5. Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi (EKG) merupakan pemeriksaan rutin yang paling
umum dilakukan pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskular. EKG

57
dapat menilai irama jantung, denyut jantung, axis bidang frontal dan
horizontal, gangguan konduksi, kerusakan miokard dan gangguan
elektrolit. Tujuan EKG bagi Klien dalam Asuhan Keperawatan:
 Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan dari irama jantung
(aritmia) Irama mengacu kepada keteraturan gelombang EKG. Setiap
variasi irama normal dan urutan eksitasi jantung disebut aritmia.
Artitmia dapat terjadi akibat adanya fokus ektopik, perubahan
aktivitas pemacu nodus SA atau gangguan hantaran.
 Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan myocardium seperti
infarct, hipertropi atrial atau ventrikel.
 Untuk mengetahui pengaruh atau efek obat-obat jantung terutama
digitalis dan quinidine
 Untuk mengetahui adanya gangguan-gangguan elektrolit
 Untuk mengetahui adanya perikarditis
6. Treadmill Test/Uji Latih Jantung Beban (ULJB)
Treadmill test adalah uji latih jantung beban dengan cara
memberikan stress fisiologi yang dapat menyebabkan abnormalitas
kardiovaskuler yang tidak ditemukan pada saat istirahat.
b. Respons denyut jantung.
Peningkatan denyut jantung merupakan respon dari sistem
kardiovaskuler terhadap latihan yang dapat diukur untuk pertama
kalinya dan merupakan mekanisme utama dari peningkatan curah
jantung (CO) dimana : CO = HR X SV Denyut jantung meningkat
secara linier sesuai dengan beban peningkatan beban kerja (work
loads) dan peningkatan ambilan oksigen (oksigen uptake).
c. Respons tekanan darah
Tekanan darah meningkat dengan meningkatnya kerja dinamik
yang mengakibatkan peningkatan curah jantung (CO). Tekanan
sistolik meningkat segera dalam beberapa menit pertama dan
kemudian terjadi tingkat penyesuaian yang disebut “stedy state“ (saat
penyesuaian). Sedang tekanan diastolik tidak mengalami perubahan

58
yang nyata, bila terjadi peningkatan tekanan diastolik (DBP)
menandakan adanya hipertensi yang labil .
7. Kateterisasi Jantung
Prosedur diagnostik invasif yang dilakukan dengan menginsersikan
kateter khusus (misalnya: Swan Ganz Catheter) ke dalam ruang jantung
kiri dan/atau kanan, serta arteri koroner. Kateterisasi jantung untuk
mengukur tekanan dalam berbagai kamar jantung dan untuk menentukan
saturasi oksigen dalam darah. Kateter jantung paling sering digunakan
untuk mengkaji patensi arteri koronaria pasien dan untuk menentukan
terapi yang diperlukan
8. Holter Dan Blood Pressure Monitoring
Pemantauan terhadap aktivitas listrik jantung selama 24 jam terus
menerus dengan menggunakan peralatan Holter, sehingga gangguan irama
yang timbul sewaktu-waktu dapat terekam didalam alat ini. Selain
memantau aktivitas listrik jantung, sarana Holter juga dilengkapi dengan
pencatatan tekanan darah. Setelah pemasangan, pasien dipersilakan untuk
pulang dan mencatat semua kegiatan maupun keluhannya sepanjang hari.
Pasien diharuskan kembali ke rumah sakit keesokan harinya pada waktu
yang telah ditentukan untuk mengevaluasi hasil pemantauan
e. Pemeriksaan Laboratorium
1) Sistem hematologic: hemoglobin, hematokrit, LED, leukosit, eritrosit,
trombosit dan lain – lain.
2) Serum isoenzim kardiak: CK-MB, CPK, SGOT, LDH, dan troponin.
3) Serum lipid: kolesterol total, Low Density Lipoprotein, High Density
Lipoprotein, trigliserida.
4) Faal hemostasis (tes koagulasi): waktu protrombin dan waktu parsial
tromboplastin (pre dan pasca terapi fibrinolistik atau antikoagulan).
5) Arterial Vlood Gasses (ABG): pH, PaCO2, PaO2, HCO3-, saturasi
oksigen, Base Excess.
6) Tes fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin, urobilin.

59
7) Tes fungsi ginjal: Blood Urea Nitrogen/Ureum, kreatinin (creatinine),
asam urat (uric acid).
8) Kimia darah: kadar gula darah (acak, puasa, dan 2 jam post pandrial).
9) Elektrolit: kalium (K+), natrium (Na+), kalsium (Ca2+), klorida (Cl-),
fosfor.
10) Urine analisis: reduksi, sedimentasi.
11) Serum katekolamin.
12) Kultur darah

f. Konsep penyakit Pada sistem kardiovaskuler


1. Hipertensi
Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan pada
sistol diatas 139 mmHg atau tekanan diastole diatas 90 mmHg.
Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi pada umunya tidak mempunyai penyebab yang
spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi
menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer) yaitu hipertensi dimana penyebabnya tidak
diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti stress
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Natrium (Na), merokok dan stress.
- Genetik: Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada usia
lanjut serta pelabaran pembuluh darah, respon nerologi terhadap stress
atau kelainan eksresi atau transport Natrium.
- Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
b. Hipertensi Sekunder, yaitu hipertensi yang diakibatkan karena penyakit
ginjal atau penggunaan kontrasepsi hormonal

60
Manifestasi Klinis Hipertensi
Meningkatnya tekanan sistole di atas 140 mmHg atau tekanan diastole di
atas 90 mmHg, sakit kepala bagian belakang, epistaksis/mimisen, rasa berat
ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, lemah dan lelah. Manifestasi
klinis di atas tidak semua harus muncul, yang terpenting adalah adanya
peningkatan tekanan darah yang abnormal.
Patofisiologi Hipertensi
Proses atau patofisiologi terjadinya hipertensi diawali dari meningkatnya
tekanan darah atau hipertensi bisa terjadi melalui beberapa cara, yaitu:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak darah pada
setiap detiknya atau stroke volume.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya maka menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut, karenanya darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan darah. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, di mana dinding arterinya
telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
c. Tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika
arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena
perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkuilasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah, hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak
mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh, volume darah
dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat, kondid akan
lebih buruk pada usia lanjut, karena penyempitan pembuluh darah yang
disebabkan arterioklerosis, Sebaliknya jika : aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, karena tekanan darah tidak tinggi,
sehingga banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di
dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari system saraf yang

61
mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Ginjal mengendalikan tekanan
darah melalui beberapa cara:
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam
dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah tetap normal. Ginjal juga
bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
rennin, yang memicu pembentukan hormone angiotensin, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada
ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Perdangan dan cedera pada salah
satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Sistem
saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara
waktu akan : meningkatkan tekanan darah selama respon fight – or – flight
(reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar). Meningkatkan kecepatan dan
kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi
memperlebar arteteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang
memerlukan pasokan darah yang lebih banyak). Mengurangi pembuangan air dan
garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh.
Melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang
merangsang jantung dan pembuluh darah.

Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan dengan
menggunakan obat-obatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu : mempunyai efektivitas yang
tinggi, mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal,
memungkinkan penggunaan obat secara oral, tidak menimbulkan intoleransi,
harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh pasien dan memungkinkan

62
penggunaan dalam jangka panjang. Golongan obat-obatan yang diberikan pada
pasien dengan hipertensi antara lain golongan diuretic, golongan beta bloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angiotensin
Penatalaksanaan hipertensi golongan non farmakologis antara lain : Diet
dengan pembatasan atau pengurangan konsumsi garam, penurunan Berat Badan
akan dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas
rennin dalam plasma dan kadar aldosteron dalam plasma. Aktivitas, pasien
disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan
medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang.
Pemeriksaan Diagnostik Hipertensi
Pemeriksaan penunjang untuk pasien hipertensi sebenarnya cukup dengan
menggunakan tensi meter tetapi untuk melihat komplikasi akibat hipertensi,
maka diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:
- Hemoglobin/Hematokrit: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
- Blood Urea Nitrogen (BUN)/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi/fungsi ginjal.
- Glukosa: Hiperglikemi (Diabetus Millitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
- Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
ada Diabetus Millitus.
- EKG: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
- Foto thorak: pembesaran jantung
Asuhan Keperawatan pasien dengan Hipertensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi pembuluh darah.

63
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
3. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangan sumber informasi yang didapat.

64
2. Acute coronary syndrome
Definisi
Acute coronary syndrome (ACS)/ Jantung coroner adalah gejala yang
disebabkan adanya penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri
koroner baik sebagian/total yang mengakibatkan suplai oksigen pada otot jantung
tidak terpenuhi.
Definisi lainnya adalah keadaan yang mengancam kehidupan dengan tanda
khas terbentuknya jaringan nekrosis otot yang permanen karena otot jantung
kehilangan suplai oksigen. Infark miokard juga diketahui sebagai serangan
jantung atau serangan koroner dapat menjadi fatal bila terjadi perluasan area
jaringan yang rusak. MI terjadi sebagai akibat dari suatu gangguan mendadak
yang timbul karena suplai darah yang kurang akibat oklusi atau sumbatan pada
ateri koroner. Fungsi otot jantung pada dasarnya terus menerus memerlukan
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, tergantung pada kebutuhan otot.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan kerusakan jaringan secara permanen
dengan perluasan area nekrosis yang membahayakan.
Infark miokard akibat aterosklerotik CAD merupakan kasus terbanyak.
Pada kebanyakan klien dengan CAD, thrombus atau bekuan diatas plaque
aterosklerotik arteri koroner memperbesar gangguan aliran darah miokard.
Tipe infark miokard didasarkan pada lokasi infark dan meliputi lapisan-
lapisan otot jantung. Infark miokard dikelompokkan sebagai anterior, inferior,
lateral, atau posterior. Area infark dapat meliputi sub-endokardium, epikardium,
atau diseluruh lapisan (tiga lapisan) otot jantung atau transmural. Kebanyakan
infark miokard terjadi pada ventrikel kiri karena suplai oksigen terbesar di
tempat tersebut. Sekitar sepertiga infark miokard meliputi permukaan inferior
dari ventrikel kiri dan ventrikel kanan hasil otopsi mengungkapkan prosentase
kecil dari infark ventrikel kanan.
Etiologi
Faktor penyebab sumbatan atau penyempitan pembuluh darah jantung
antara lain stres, atherosclerosis/trombosis dan emboli meliputi:
A. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :

65
 Faktor pembuluh darah :
- Aterosklerosis.
- Spasme
- Arteritis
 Faktor sirkulasi :
- Hipotensi
- Stenosos aurta
- Insufisiensi
 Faktor darah :
- Anemia
- Hipoksemia
B. Curah jantung yang meningkat :
 Aktifitas berlebihan
 Emosi
 Makan terlalu banyak
 Hypertiroidisme
 Polisitemia
C. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
 Kerusakan miocard
 Hypertropimiocard
 Hypertensi diastolic
Faktor predisposisi terjadinya IMA:
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
- Usia lebih dari 40 tahun. Umur, telah dibuktikan adanya hubungan antara
umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada
laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur.
Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20
tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada
perempuan sebelum menopause (45 tahun) lebih rendah dari pada laki-laki

66
dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan
meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
- Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause. Jenis kelamin, di Amerika Serikat gejala PJK sebelum
umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan.
Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari
perempuan.
- Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor :
1) Hipertensi, komplikasi yang terjadi pada hipertensi biasanya akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada
hipertensi yang tidak diobati akan menimbulkan penyempitan pembuluh
darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai arteri
miokardium.
2) Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena
termasuk faktor resiko utama PJK. Kadar kolesterol darah dipengaruhi
oleh susunan makanan seharihari yang masuk dalam tubuh (diet),
hiperkolesterol akan menimbulkan pengendapan pada arteri yang pada
akhirnya akan mengakibatkan penyempitan arteri.
3) Merokok, Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu
faktor resiko utama PJK. orang yang merokok > 20 batang perhari dapat
mempengaruhi atau memperkuat efek hipertensi. Penelitian Framingham
mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10X
lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5X
lebih dari pada bukan perokok.
4) Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan
> 21 % pada perempuan. Obesitas sering didapatkan bersama-sama
dengan hipertensi, Diabetus Millitus, dan hipertrigliseridemi. Obesitas
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol.

67
5) Diabetus Millitus, Pasien diabetes militus akan menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah yaitu atherioskelerosis baik total atau sebagian
sehingga aliran darah ke jantung mengalami penurunan.
6) Exercise/Latihan dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
memperbaiki kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi.
Exercise juga bermanfaat bagi fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard,
Menurunkan Berat Badan sehingga lemak tubuh yang berlebihan
berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol. Membantu
menurunkan tekanan darah dan Meningkatkan kesegaran jasmani.
7) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor:
1) Inaktifitas fisik
2) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
3) Stress psikologis berlebihan
Patofisiologi
Jika pembuluh darah mengalami suatu sumbatan maka aliran darah
mengalami suatu penurunan sehingga otot jantung mengalami kekurangan
oksigen, dengan adanya penurunan aliran darah akan memunculkan gejala yaitu
nyeri dada tapi nyeri dada pada pasien gangguan pembuluh darah jantung yaitu
nyeri dada yang menjalar ke bahu kiri, rahang dan dada seperti tertindih atau
diremas. Untuk meyakinkan adanya sumbatan, maka diperlukan pemeriksaan
penunjang sederhana yaitu perekaman EKG (Elektro Kardio Grafi).
Klasifikasi
Kreteria PJK berdasarkan keluhan, hasil rekaman EKG dan Laboratorium Darah
No Pembagian Keadaan Hasil Pemeriksaan
pembuluh Keluhan EKG Laboratorium
darah jantung
1 Angina Penyempitan Nyeri dada Normal CPK-CKMB,
Pektoris sementara yang menjalar Troponin T,
ke lengan kiri SGOT Normal

68
2 Iskhemik Penyempitan Nyeri dada Adanya CPK-CKMB,
miokard sebagian yang menjalar ST Troponin T,
infark ke lengan kiri depresi SGOT Normal
atau naik
3 Infark Penyempitan Nyeri dada Adanya CPK-CKMB,
miokard total yang menjalar ST Troponin T,
ke lengan kiri elevasi SGOT naik

Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut


Tanda dan gejala infark miokard adalah :
 Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas,
ini merupakan gejala utama.
 Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
 Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
 Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
 Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
 Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
 Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
Skor nyeri menurut White :
 A= Tidak mengalami nyeri
 B= Nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas

69
 C= Nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya
aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk
kepala dan lainnya.
Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan Enzim jantung :
a) CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b) LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali
normal
2. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak
dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T
tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang
terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya
nekrosis.
4. Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat memepengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas, contoh hipokalemia/hiperkalemia.
5. Sel darah putih:
Leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM
sehubungan dengan proses infalamasi.
6. Kecepatan sedimentasi:
Meningkat pada hari ke 2-3 setelah MI, menunjukkan inflamasi.
7. Kimia:
Mungkin normal tergantung abnormal fungsi/perfusi organ aku/kronis.
8. GDA/Oksimetri nadi:
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut/kronis.

70
9. Kolesterol/Trigeliserida serum:
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IM.
10. Foto dada:
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventricular.
11. Ekokardiogram:
Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup/dinding ventikular, dan konfigurasi/fungsi katup.
12. Pemeriksaan pencitraan nuklir
- Thalium: mengevaluasi aliran darah miokardia dan status sel miokardia,
contoh lokasi/luasnya IM akut/sebelumnya.
- Technetium: terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrotik.
13. Pencitraan darah jantung/MUGA: Mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakkan dinding regional, dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
14. Angiografi koroner: Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri koroner
dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi
dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung
angioplastic/emergensi.
15. Digital subtraction angiography (DSA): Teknik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit
arteri perifer.
16. Nuclear magnetic resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi vaskuler, pembentukan
plak, area necrosis/infark, dan bekuan darah.
17. Tes stres olahraga: Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
(sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan).
Penatalaksanaan Farmakologi dan terapi diet
 Rawat ICCU, puasa 8 jam

71
 Tirah baring, posisi semi fowler.
 Monitor EKG
 Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
 Oksigen 2 – 4 lt/menit
 Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
 Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
 Bowel care : laksadin
 Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
 Diet rendah kalori dan mudah dicerna
 Psikoterapi untuk mengurangi cemas

ASKEP
Pengkajian
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien infark miokard akut
 Nyeri (akut) berhubungan dengan Iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri coroner
 Intoleransi aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplay oksigen
miokard dan kebutuhan
 Ansietas/Ketakutan b/d Ancaman atau perubahan kesehatan dan status
sosioekonomi
 Curah Jantung, Menurunkan, Risiko Tinggi Terhadap Perubahan
frekuensi, irama, konduksi elektrikal, Penurunan preload/peningkatan
tahanan vaskuler sistemik (TVS)
 Perfusi Jaringan, Perubahan, Risiko Tinggi Terhadap
Penurunan/penghentian aliran darah, contoh vasokontriksi,
hipovolemia/kebocoran, dan pembentukan tromboemboli.
 Volume Cairan, Kelebihan, Risiko Tinggi Terhadap Penurunan perfusi
organ (ginjal) Peningkatan natrium/etensi air, Peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area
interstitial/jaringan.

72
5. Gagal jantung
Farmakologi dan terapi diet
ASKEP

73
MATERI SISTEM HEMATOLOGI
ANATOMI, FISIOLOGI, BIOKIMIA DAN FISIKA PADA SISTEM
HEMATOLOGI

Definisi
Obat yang dapat mempengaruhi hematologic
1. Asam Aminosalisilik (Pamisil, PAS) yang berfungsi sebagai anti
tluberkulin: dapat menyebabkan leukositosis sekunder terhadap
hipersensitivitas dan anemia.
2. Amphotericin B (Fungizone) yang berfungsi sebagai anti fungal : dapat
menyebabkan penurunan agregasi platelet, perpanjangan waktu
perdarahan.
3. Asam Asetilsalisilik (aspirin) dan aspirin yang mengandung bahan
(seperti: Empirin, Percodan) yang berfungsi sebagai analgesik, antipiretik,
antiinflamatori: dapat menyebabkan anemia, leucopenia.
4. Azathioprine (Imuran) yang berfungsi sebagai immunosuppressi: anemila,
leucopenia, trombositopenia. Carbamazepine (Tegretol) anti kejang:
anemila, leucopenia, trombositopenia. Chloramphenicol (Chloromycetin)
antibiotic: Anemia, neutropenia, trombositopenia.
5. Chlorothiazide (Diuril) yang berfungsi sebagai diuretic: Trombositopenia
(kadang-kadang).
6. Kontrasepsi oral dan diethylstilbestrol yang berfungsi untuk control
kelahiran, gejala menopausal, perdarahan uterin, kanker prostate dan dapat
menyebabkan: Peningkatan factor II, V, VII, VIII, IX, X; peningkatan
trombin; penurunan protrombin dan parsial tromboplastin time (PTT);
peningkatan koagulasi dan pembentukan tromboemboli.
7. Diphenylhydantoin (Dilantin) yang berfungsi sebagai anti kejang,
antiaritmia: anemia.
8. Epinephrine (Adrenalin) yang berfungsi sebagai simpatomimetik dan
dapat menyebabkan: leukositosis.

74
9. Glucocorticoid (Prednisone) yang berfungsi sebagai antiinflamatori dan
dapat menyebabkan: limphopenia, neutropilia.
10. Isoniazide (INH) yang berfungsi sebagai antituberkulin dan dalpat
menyebabkan: neutropenia.
11. Methyldopa (Aldomet) yang berfungsi sebagai antihipertensi dan dalpat
menyebabkan: anemia hemolitik.
12. Phenacetin (APC, bahan Empirin) yang berfungsi sebagai analgesic,
antipiretik yang dapat menyebabkan: anemia.
13. Phenylbutazone (Butazolidin) yang berfungsi sebagai antiiflamatori yang
dapat menyebabkan: Anemia, leucopenia, neutropenia, trombositopenia.
14. Procaiamide hydrochloride (Pronestyl) yang berfungsi sebagai antiaritmia
yang dapat menyebabkan: agranulositosis.
15. Quinidine sulfate yang berfungsi sebagai antiaritmia yang dapat
menyebabkan: Agranulositosis, anemia, trombositopenia.
16. Trimethoprime-sulfamethoxazole (Bactrim, Septra) yang berfungsi
sebagai antibacterial yang dapat menyebabkan: anemia, leucopenia,
neuutropenia, trombositopenia.
17. Agen Antineoplastic yang berfungsi sebagai immunosuppressi,
malignansi yang dapat menyebakan: anemia, leucopenia, trombositopemia.
18. Agen Nonsteroidal Anti-inflammatory yang berfungsi sebagai
antiiflamtori, analgesi, antipiretik yang dapat menyebabkan: inhibisi
agregasi platelet.
19. Qinidine atau quinine, obat penguat pada minuman keras, pemberi rasa
pahit pada minuman keras dapat menyebabkan purpura.
20. Heparin untuk antikoagulasi dapat menyebabkan:
trombositopenia/pseudotrombositopenia.
Manifestas Klinis
Kulit akan tampak pucat karena berkurangnya jumlah hemoglobin
(anemia); kemerah-meahan karena menigkatnya jumalah hemoglobin
(polisitemia); jaundis karena penumpukan pigmen empedu yang disebabkan oleh
hemolisis yang cepat atau berlebihan; purpura, peteki, ekkimosis, hematom yang

75
disebabkan oleh defisiensi hemostatik factor pembeku yang menyebabkan
perdarahan di kulit; ekskoriasi dan pruritus disebabkan oleh garukan pada kulit
karena rasa gatal sekunder terhadap gangguan seperti penyakit Hodgkin dan
peningkatan jumlah bilirubin; ulser pada tungkai disebabkan oleh penyakit sikel
sel terutama terjadi pada bagian maleolus pergelangan kaki; perubahan warna
menjadi kecoklatan disebabkan oleh hemosiderin dan melanin dari eritrosit yang
pecah dan deposit zat besi sekunder terhadap transfuse zat besi yang berlebihan;
sianosis disebabkan oleh penurunan hemoglobin; telengiektasis disebabkan oleh
hiperemik spot disebabkan oleh dilatasi kapiler atau pembuluh darah yang kecil
dan angioma kecil dan cendrung mengalmi perdarahan; angioma disebabkan oleh
tumor benigna pada pembuluh darah atau getah bening; spidernevi disebabkan
oleh dilatasi kapiler-kapiler yang tampak seperti sarang laba-laba, hal ini
berhubungan dengan penyakit liver dan peningkatan kadar estrogen pada
kehamilan.
Pada bagian kuku akan telihat dan teraba rigid memanjang, datar dan
cekung yang disebabkan oleh anemia defisiensi zat besi yang kronik.
Bagian-bagian dari mata dapat terlihat jaundis pada sclera yang
disebabkan oleh penumpukan pigmen empedu karena hemolisis yang berlebihan
atau cepat; pucat pada konjungtiva disebabkan karena penurunan jumlah
hemoglobin (anemia); perdarahan pada retina disebabkan oleh trombositopenia
dan anemia; dilatasi vena-vena akibat polisitema.
Sekitar mulut akan terlihat pucat karena penurunan jumlah hemoglobin
(anemia); ulserasi gusi dan mukosa karena anemia berat dan neutropenia; infiltrasi
pada gusi (membengkak, kemerahan, perdarahan) disebabkan oleh leukemia ;
tekstrur lidah halus oleh karena anemia pernicious dan deriseinsi zat besi
Kalenjar getah bening teraba lunak karena respon normal terhadap infeksi
pada bayi dan anak, adanya invasi kanker pada orang dewasa, pembesaran akibat
infeksi, infiltrasi benda asing, atau gangguan metabolic terutama lemak.
Dada tampak pelebaran mediastinum karena pembesaran nodus lymph;
teraba tenderness/perlunakan pada seluruh bagian sternal karena kondisi leukemia
yang menyebakan erosi tulang; tenderness sternal local karena myeloma multiple

76
akibat dari peregangan periosteum; terdengar takikardia karena mekanisme
kompensatori pada anemia untuk meningkatkan kardiak output; teraba tekanan
pols melebat karena mekanisme kompensatori pada anemia untuk meningkatkan
kardiak output dengan meningkatkan volume sekuncup; terdengar murmur karena
biasanya murmur sistolik akan mucul pada anemia disebabkan oleh peningkatan
jumlah dan kecepatan dari viskositas rendah melalui katup pulmonik; terdengar
bruit (terutama karotis) karena kecepatan dari viskositas darah yang rendah
melalui katub pulmoni; angina pectoris karena peningkatan aliran darah dengan
viskositas rendah melalui pembuluh darah; hipertensi dan bradikardia karena
anemia
Abdomen Dari palpasi ditemukan hepatomegali akibat dari leukemia,
sirosis atau fibrosis sekunder terhadap kelebihan zat besi pada sikel sel atau
thalasemia; spenomegali karena leukemia, lymphoma, mononucleosis; dari
auskultasi akan terdengar bruit dan rub akibat infraksi splenik
Sistem syaraf: Dari hasil pemerisaan sensasi getar, propriosepsi/posisi,
nyeri, sentuhan, getaran dan reflek tendon ditemukan kerusakan fungsi system
saraf karena defisiensi cobalamin atau penekanan dari saraf oleh massa.
Punggung dan ekstremitas: Pasien mengeluh nyeri punggung, yang
merupakan penyebab adalah reaksi hemolitik akut dari nyeri panggul karena
ginjal berperan dalam lproses hemolisis; multiple myeloma dari pembesaran
tumor yang meregang periosteum atau kelemahan jaringan penyokong yang
menyebabkan strain ligament dan spasme otot; dan penyakit sikel sel. Dari
inspeksi akan tampak peteki akibat dari tirah baring pada kondisi pasien yang
mengalami trombositopenia. Athralgia yang disebabkan oleh leukemia karena
adanya penyakit pada tulang: sumsum tulang, dan sikel sel dari hemartrosis.
Pasien juga akan mengeluh nyeri tulang akibat invasi sel leukemia ke tulang,
demineralisasi akibat dari hematopoietik dan malignansi yang padat
meningkatkan kemungkinan patah tulang patologi, dan penyakit sikel sel.
Pemeriksaan Laboratorium Sistem Hematologi
Studi Deskripsi dan Tujuan Nilai Normal
Hb Mengukur kapasitas pengangkutan gas oleh Wanita: 12-16 g/dl (120-

77
sel darah merah 160 g/L)
Pria: 13.5-18 g/dl (135-
180 g/L)

Hct Mengukur volume sel dari darah merah yang Wanita: 38-47 % (38-
diekspresikan sebagai persentasi dari volume 47)
darah total Pria: 40-54 % (40-54)

Total RBC Hitung jumlah sel darah merah dalam Wanita 4,0-5,0 X 10
sirkulasi pangkat 6/µl (4,0-5,0 X
10 pangkat 12/L)
Pria: 4,5-6,0 X 10
pangkat 6/µl (4,5-6,0 X
10 pangkat 12/L)

Isi sel darah


merah
MCV (mean Membedakan ukuran relative sel darah 82-98 fl
corpuscular merah, kekurangan MCV refleksi dari
volume) mikrositosis, penigkatan MCV refleksi
makrositosi

MCH (mean Mengukur rata-rata berat dari Hb/RBC; 23-33 pg


corpuscular MCH yang rendah indikasi dari mikrositosis
haemoglobin) atau hipokromia, MCHC meninggi dari
makrositosis

MCHC (mean Evaluasi saturasi RBC dengan Hb; MCHC 32-36% (0,32-0,36)
corpuscular rendah indikasi dari hipokromia, MCHC
haemoglobin tinggi terjadi pada spherocytosis

78
concentration)

WBC Mengukur jumlah total leukosit 4.000-11.000/µl (4-11


WBC Membedakan masing-masing bagian sel pangkat 9/L)
dilferensial darah putih, membedakan nilai absolute Neutropil: 50-70%
dengan mengalikan persentasi tipe sel oleh (0,50-0,70)
jumlah total sel darah putih dan membagi Eusinopil: 2-4% (0,2-
dengan 100 0,4)
Basopil: 0-2% (0-0,2)
Lymposit: 20-40%
(0,20-0,40)
Monosit: 4-8% (0,4-0,8)

Platelet Mengukur jumlah platelet untuk 150.000-400.000 /µl


mempertahankan fungsi pembekuan (tidak (150-400 X 10 pangkat
mengukur kualitas fungsi platelet) 9/L)

Faktor pembekuan

Studi Deskripsi dan Tujuan Nilai Normal


Jumlah platelet Hitung jumlah dari platelet dalam sirkulasi 15.000-
400.000/µl

Protrhrombin Pengkajian koagulasi ekstrinsik dengan mengukur 12-15 sec


time (PT) factor I, II, V, VII, X

International Standarisasi system dari PT berdasarkan referensi 2.0-3.0*


normalized model kalibrasi dan dihitung dengan
ratio (INR) membandingkan PT pasien dengan nilai control

79
Activated Pengkajian koagulasi inntrinsik dengan mengukur 30-45 sec
partial factor I, II, V, VIII, IX, X, XI, XII; memanjang bila
thromboplastin menggunakan heparin
time (APTT)

Automated Evaluasi koagulasi intrinsic; lebih akurat dari APTT; 150-180


coagulation digunakan selama dialysis, prosedur bypass arteri
time (ACT) koroner, arteriogram

Thromboplastin Refleksi dari generasi tromboplastin; bila abnormal, <12 sec


generation test dilakukan tahap kedua untuk mengidentifikasi (100%)
(TGT) kehilangan factor koagulasi

Bleeding time Mengukur perdarahan insisi kulit yang kecil; refleksi 1-6 min
dari kemampuan konstriksi pembuluh darah kecil

Thrombin time Refleksi adekuasi trombin; perpanjangan trombin 8-12 sec


time indikasi inadekuat koagulasi sekunder terhadap
penurunan aktifitas trombin

Fibrinogen Refleksi dari kadar fibrinogen; peningkatan 200-400


fibrinogen kemungkinan mengindikasikan mg/dl (2.0-
peningkatan pembentukan fibrin, membuat pasien 4.0g/L)
hiperkoagulasi; penurunan fibrinogen indikasi dari
kemungkinan pasien risiko perdarahan

Fibrin split Refleksi dari derajad fibrinolisis; refleksi dari <10mg/L


products kelebihan fibrinolisis dan predisposisi terjadi
perdarahan (bila ada); kemungkinan indikasi dari
disseminated intravascular coagulation (DIC)

80
Clot retraction Refleksi dari retraksi pembekuan dari efek test tube 50-100%
setelah 24 jam; digunakan untuk mengkonfirmasi dalam 24 jam
masalah platelet

Capillary Refleksi dari integritas kapiler ketika tekanan positif No peteki atau
fragility test atau negative dilakukan untuk bagian tubuh yang negative
(tourniquet test, berbeda; test positif mengindikasikan
Rumpel-Leede trombositopenia, reaksi vascular toksik
test)

Protamine Refleksi dari adanya monomer fibrin (bagian fibrin Negative


sulfate test setelah elemen polimerisasi dan stabilisasi
pembekuan); test positif mengindikasikan
predisposisi terjadi perdarahan dan kemungkinan
adanhya DIC

Pemeriksaan Darah
Studi Deskripsi dan Tujuan Nilai Normal
ESR Mengukur sedimentasi atau pengendapan sel Wanita: 1-20 mm
darah merah dalam 1 jam. Proses inflamatori dalam 1 jam
menyebabkan perubahan protein plaslma, Pria: 1-15 mm dalam
menghasilkan agregasi seldarah merah dan 1 jam
membuat mereka bertambah berat. Sedimentasi
yang lebih cepat, ESR meninggi

Jumlah Mengukur sel darah merah immature, refleksi 0,5-1,5% dari jumlah
Reticulosyte dari aktifitas sumsum tulang memproduksi sel sel darah merah
darah merah (0,005-0,015 dari
RBC)

81
Billirubin Mengukur tingkat hemolisis sel darah merah Total: 0,2-1,3 mg/dl
atau ketidakmampuan liver untuk (3,4-22µmol/L)
mengekskresikan jumlah normal bilirubin; Direct: 0,1-0,3mg/dl
meningginya bilirubin indirek dengan masalah (1,7-5,1 µmol/L)
hemolitik Indirect: 0,1-1,0
mg/dl (1,7-17
µmol/L)
Iron
Serum Refleksi dari jumlah iron dikombinasi dengan 50-150 µg/dl (9,0-
protein dalam serum; akurat mengindikasikan 26,9 µmol/L)
status penyimpanan iron dan penggunaannya

Total iron- Mengukur persentasi dari saturasi transferring, 250-410 µg/dl (45-73
binding protein mengikat iron; evaluasi jumlah dari µmol/L)
capacity iron ekstra yang dapat di bawa

Coombs’test Diferensiasi tipe anemia hemolitik; deteksi dari


antibody immune

Direct Deteksi dari antibody yang mendekati sel darah Negative


merah

Indirect Deteksi dari antibody dalam serum Negative

Morfologi sel

Antibody Deteksi bentuk sel darah (megatrombosit) Normal


HIV
Deteksi factor risiko terinfeksi Negative
Antiplatelet
antibody Deteksi factor risiko Negative

82
Antinuclear Deteksi factor risiko Negative
antibody
Deteksi anemia dan trombositopenia Negative
Antiglobulin
test

Pemeriksaan sistem hematologi

Pemeriksaan Deskripsi dan Tujuan Tanggungjawab


Keperawatan
Pemeriksaan Urine Pengukuran menggunakan Mengambil specimen
Bence Jones protein elektroporetik untuk medeteksi adanya urine
protein Bence Jones, yang dapat
terjadi pada kondisi multiple
myeloma, hasil negative
mengindikasikan pasien normal

Radioisotope
Scan liver/spleen Radioaktif isotop diinjeksikan melalui Tidak ada yang spesifik
IV. Gambaran dari pancaran radioaktif
digunakan untuk mengevaluasi
struktur limpa dan liver.

Bone scan Prosedur sama dengan skan limpa, Tidak ada yang spesifik
dalam hal ini digunakan untuk tujuan
evaluasi struktur tulang

Isotopic Radionuclide digunakan untuk Tidak ada yang spesifik


lymphangiography mengkaji kelenjar getah bening dan

83
system kelenjar getah bening.
Technetium 99m. teknik ini lebih
invasive dari pada radiografi
lymphangiography

Radiology
Lymphangiograpraphy Tujuannya adalah untuk mengevaluasi Informasikan kepada
nodus lymph secara cermat. psien tentang apa yang
Radiopaque zat kontras berupa harus di antisipasi.
minyak di infuskan perlahan ke dalam Siapkan format
pembuluh lymph melalui jarum kecil persetujuan. Kaji
pada dorsal kaki. Radioghraph segera sensitifitas terhadap
diambil dan juga pada hari berikutnya iodine. Gerikan
preparat sedasi, bila di
perlukan. Instruksikan
ke pasien bahwa urine
akan berwarna
kebiruan akibat
pengeluaran zat
konntras melalui urine
selama 1-2 hari.
Informasikan tentang
dapat mengalami
demam, kelemahan,
dan pegal otot selama
12-4 jam. Tanda-tanda
dari emboli minyak ke
dalam paru-paru
(batuk-batuk, dispnu,
nyeri pleuritik, dan
batuk darah)

84
Computed tomography Pemeriksaan radiology noninvasive Tidak ada yang spesifik
(CT) menggunakan computer dan sinar –x
mengevaluasi limpa, liver atau nodus
lymph

Magnetic resonance Prosedur noninvasive memberikan Instruksikan pasien


imaging (MRI) gambaran sensitive dari jaringan lunak untuk melepas benda
tanpa menggunakan zat kontras. dari bahan metal dan
Tanpa ionisasi radiasi. Teknik ini katakana tanyakan
digunakan untuk mengevaluasi limpa, tentang riwayat
liver, dan nodus lymph pembedahan
pemasangan plate, atau
bahan metal lainnya.

Biopsy
Bone marrow Dengan teknik mengeluarkan sumsum Jelaskan prosedur ke
tulang melalui area anestesi local pasien. Siapkan format
untuk mengevaluasi status jaringan persetujuan. Jelaskan
pembentukan darah. Digunakan untuk preprosedur akan
mendiagnosa multiple myeloma, diberikan analgesic
semua tipe leukemia, dan beberapa untuk meningkatkan
limpoma dan tumor (misalnya tumor rasa nyaman dan
payudara). Juga untuk mengkaji koperatif. Lakukan
kemanjuran terapi leukemia balutan yang menekan
setelah prosedur. Kaji
perdarahan di area
biopsy

Lymph node biopsy Tujuan untuk pemeriksaan histology Jelaskan prosedur ke


lymph untuk menentukan diagnosis pasien. Siapkan format

85
dan terapi persetujuan. Gunakan
teknik steril saat
Open Dilakukan saat operasi dengan mengganti balutan
visualisasi langsung pada area setelah prosedur.
bersangkutan Evaluasi dengan teliti
adanya komplikasi,
Closed (needle) Dilakukan di tempat tidur atau ruang terutama perdarahan
khusus dan edema

Pemeriksaan Golongan Darah


Golongan RBC Serum aglutinin Donor yang Donor yang
aglutinogen dapat diterima tidak dapat
diterima
A A Anti-B A dan O B dan AB
B B Anti-A B dan O A dan AB
AB A dan B --- A, B, AB, dan O ---
O Donor universal Anti-A dan anti-B O A, B, dan AB

Anatomi

Konsep penyakit Pada sistem hematologi


1. Anemia
Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan dimana rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar hemoglobin (HB) sehingga hematokrit(HT)/viskositas darah menjadi encer.
Anemia menunjukkan suatu gejala penyakit atau perubahan fungsi tubuh bukan
suatu penyakit.
Klasifikasi Anemia
Anemia terbagi dalam beberapa jenis yaitu
- Ketidakadekuatan pembentukan sel darah merah (Eritropoiesis)

86
- Penghancuran sel darah merah yang berlebihan (hemolisi) atau terlalu cepat
- Kehilangan darah( penyebab yang paling umum ) seperti perdarahan atau
menstruasi yang berkepanjangan
- Kurangfnya nutrisi yaiyu defisiensi vitamin B12 atau vitamin C atau zat besi
- Faktor heriditer (brunner dan suddarth, 2000)
Etiologi Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat gangguan atau rusaknya mekanisme
produksi sel darah merah sehingga menurunnya produksi sel darah merah sebagai
akibat kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah
merah, perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal
kronik.
Manifestasi Klinis
Fungsi sel darah merah adalah sebagai pengangkut oksigen, sedangkan
fungsi oksigen adalah untuk metabolisme, dengan adanya penurunan jumlah
oksigen maka metabolisme ikut turun juga, maka gejala yang akan timbul adalah
kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi pucat.
Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis) seperti menstruasi berkepanjangan,
mungkin hanya timbul sedikit gejala hal ini disebabkan karena pasien telah
beradaptasi dengan kondisi kekurangan oksigen, sedangkan pada anemia akut
yang terjadi adalah sebaliknya. Faktor penatalaksanaan yang patut
dipertimbangkan untuk pasien anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah
untuk mengangkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai kecendrungan
rusaknya mekanisme pertahanan selular
Patofisiologi Anemia
Anemia salah satu adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, terpaparnya bahan toksik, invasi tumor, atau akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem
retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari
proses tersebut, billirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran

87
darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka
hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus ginjal
dan ke dalam urine.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut (1)Anoksia
organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah
ke jaringan. (2)Mekanisme kompensasi terhadap anemia.
Gejala yang muncul pada pasien anemia tentu bergantung pada penyakit
yang mendasarinya, demikian juga dengan keparahan serta kronisitasnya anemia.
Manifestasi anemia dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip patofisologik,
sebagian besar Tanda dan gejala anemia mewakili penyesuaian kardiovaskuler
dan ventilasi yang mengkompensasi penurunan massa sel darah merah. Derajat
saat gejala-gejala timbul pada pasien anemik tergantung pada beberapa faktor
pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu untuk
berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala
yang lebih jelas dari pada jika anemia dengan derajat kesakitan yang sama, yang
timbul secara tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya
penyakit vaskuler setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio intermiten,
atau leukeumia serebral sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia.
Penatalaksanaan Anemia
Penatalaksanaan dari pasien anemia pada prinsipnya melihat dari
kasusnya. Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut ini : 1) Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
2) Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efesien. 3) Jenis-jenis
terapi yang dapat diberikan adalah : Pada kasus anemia dengan payah jantung atau
ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan
transfuse sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan
payah jantung tersebut. Terapi khas untuk masing-masing anemia terapi ini
bergantung pada jenis anemia yang di jumpai, misalnya preperat besi untuk
anemia defesiensi besi. Terapi kausal, terapi kausal merupakan terapi untuk
mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia

88
defesiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing-cacing tambang. Terapi ex-
juvantivus (empires) terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat
dipastikan jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi. Terapi
ini hanya dilakukan jika tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat
respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus
dilakukan evaluasi kembali.
Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa anemia, maka diperlukan pemeriksaan
penunjang antara lain Pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara
bertahap sebagai berikut : Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada
setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia
dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada
komponen-komponen berikut ini : kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,
MCV, Dan MCHC), apusan darah tepi. Pemeriksaan rutin merupakan
pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial,
dan hitung retikulosit. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus
dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis
defenitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang. Pemeriksaan atas indikasi )khusus: pemeriksaan ini
akan dikkerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya
adalah untuk mengomfirmasi dugaan diagnosis tersebut pemeriksaan tersebut
memiliki komponen berikut ini: a) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC,
saturasi transferin, dan feritin serum. b) Anemia megaloblastik: asam folat
darah/ertrosit, vitamin B12. c )Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs,
dan elektroforesis Hb. d) Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan
pemeriksaan sitokimia. Sedangkan pemeriksaan laboratorium non hematologis
meliputi Faal ginjal, Faal endokrin terutama untuk melihat produksi eritropoitin,
Asam urat dan Faal hati.

89
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia
Tujuan dari asuhan keperawatan meningkatkan kadar hemogobin dan
jumlah jumlah sel darah merah sehingga pasien mampu melakukan aktivitas
sehari-hari dan meminimalkan komplikasi.
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologist.
5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;
perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
6. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan).
7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

90
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J. & Ladwig, G. B. (2013). Nursing Diagnosis Handbook: An


Evidence-Based Guide to Planning Care, 10e. Mosby elsevier.
Barber B, Robertson D, (2012).Essential of Pharmacology for Nurses, 2nd
edition, Belland Bain Ltd, Glasgow
Bulechek, G. M. & Butcher, H. K. McCloskey Dochterman, J. M. & Wagner, C.
(2012).
Nursing Interventions Classification (NIC), 6e. Philladelphia: Mosby Elsevier
Dudek,S. G. (2013). Nutrition Essentials for Nursing Practice, 7th. Lippincott:
William Wilkins
Johnson, M., Moorhead, S., Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Maas, M. L. &
Swanson, S. (2011). NOC and NIC Linkages to NANDA-I and Clinical
Conditions: Supporting Critical Reasoning and Quality Care, 3e.
Philladelphia: Mosby Elsevier
Lewis S.L, Dirksen S. R, Heitkemper M.M, Bucher L, Harding M. M, (2014).
Medical Surgical Nursing, Assessment and Management of Clinical
Problems. Canada: Elsevier.
Lynn P. (2011). Taylor's Handbook of Clinical Nursing Skill, China: Wolter
Kluwer Health
Madara B, Denino VP, (2008). Pathophysiology; Quick Look Nursing, 2nd ed.
Jones and Barklet Publisher, Sudbury
McCance, K.L. & Huethe, S. E. (2013). Pathophysiology: The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children, 7e. Elsevier
Moorehead, S., Johnson, M., Maas, M.L. & Swanson, E. (2012). Nursing
Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes, 5e.
Mosby Elsevier.
Nanda International. (2014). Nursing Diagnoses 2015-17: Definitions and
Classification (Nanda International). Philladelphia: Wiley Blackwell
Silverthorn, D. U. (2012). Human Physiology: An Integrated Approach (6th
Edition)
Skidmore-Roth, Linda (2009). Mosby's 2009 nursing drug reference Toronto :
Mosby

91

Anda mungkin juga menyukai