Anda di halaman 1dari 62

PRAKTIKUM

PANDUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘ASIYIYAH YOGYAKARTA

(SEMESTER III)

1 Disusun oleh:
Ns. Edy Suprayitno, M.Kep.

Tim Praktikum :
Ns. Doddy Yumam P, M.Kep.
Ns. Estriana Murni, MNS.
NS. Sigit Harun, M.Kep..
Ns. Wantonoro, M.Kep., SP.KMB, Ph.D.
PANDUAN PRAKTIKUM

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘ASIYIYAH YOGYAKARTA

(SEMESTER III)

HALAMAN PENGESAHAN

Buku Panduan Praktikum Keperawatan Medikal Bedah I ini digunakan sebagai panduan dalam
pelaksanaan Praktikum pada Semester III
Program Studi Keperawatan
2 Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Asiyiyah Yogyakarta

Yogyakarta, September 2021

Disetujui oleh Disusun oleh

Ns. Suratini, M.Kep., Sp.Kep.Kom. NS. Edy Suprayitno, M.Kep.

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakaatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan pembuatan panduan Praktikum Keperawatan Medikal
Bedah I. Tujuan penyusunan buku ini adalah memberikan panduan mahasiswa dalam menerapkan
intervensi yang sering ditemui dalam tataran layanan klinik di rumah sakit.

Panduan praktikum ini diberikan pada mahasiswa Program Studi Keperawatan- semester III,
intervensi yang dan ketrampilan-ketrampilan yang sering digunakan ketika melakukan interaksi
pasien di rumah sakit. Praktikum di laboratorium akan dilanjutkan dengan praktikum kepada pasien
di rumah sakit dalam bentuk Praktik KMB semester VIII yang meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi (ketrampilan klinik), evaluasi dan dokumentasi. Pada
praktikum Keperawatan Medikal Bedah I lebih memfokuskan kepada bagaimana mahasiswa
menggunakan kemampuan asuhan keperawatan dewasa dengan menggunakan tahapan proses
keperawatan sesuai dengan masalah yang muncul pada pasien.

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan panduan
praktikum Keperawatan Memedikal Bedah I. Semoga buku panduan ini dapat meningkatkan kualitas
proses pembelajaran keperawatan Medikal Bedah.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa panduan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diperlukan
saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan yang akan datang.

Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakaatuh

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................


KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A.Visi ....... ................................................................................................................
B.Misi........ ................................................................................................................
C.Keunggulan prodi ...................................................................................................
D.Informasi Mata Ajar...............................................................................................
E.Deskripsi Pembelajaran ..........................................................................................
F.Kompetensi .............................................................................................................
D.Penilaian
E.Referensi
BAB II KETRAMPILAN ..........................................................................................

4
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN-PENDIDIKAN PROFESI NERS

VISI
VISI PSK-PSPN adalah menjadi Program Studi Keperawatan-Pendidikan Profesi Ners pilihan
dan unggul bidang palliative care berdasarkan ilmu pengetahuan dan tehnologi berbasis nilai-nilai
islam berkemajuan.

MISI
1) Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bidang
palliative care berdasarkan nilai-nilai Islam berkemajuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa.
2) Mengembangkan kajian bidang palliative care dan pemberdayaan perempuan dalam kerangka
Islam Berkemajuan
3) Mengembangkan program studi ners dengan unggulan palliative care pada semua tingkatan
usia berdasarkan nilai-nilai Islam.

TUJUAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


1. Menghasilkan lulusan berakhlak mulia, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan,
profesional, berjiwa entrepreneur, dan menjadi kekuatan penggerak (driving force) dalam
memajukan kehidupan bangsa.
2. Menghasilkan karya-karya ilmiah keperawatan yang menjadi rujukan dalam penyelesaian
masalah. 5

3. Menghasilkan karya inovatif dan aplikatif keperawatan yang berkontribusi pada pemberdayaan
dan pencerahan.
4. Menghasilkan model berbasis praksis pemberdayaan perempuan berlandaskan nilai-nilai Islam
Berkemajuan.
5. Menghasilkan pemikiran Islam Berkemajuan dan sebagai penguat moral spiritual dalam
implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.
BAB I
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI MATA AJAR


Keperawatan Medikal Bedah I merupakan salah satu mata kuliah pada Program Studi
Keperawata Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Pembelajaran yang dilakukan dengan metode
kuliah teori, tutorial dan praktikum ketrampilan

Fokus mata kuliah ini adalah mengarahkan mahasiswa pada proses penerapan asuhan
keperawatan pada berbagai gangguan sistem tubuh manusia dengan masalah keperawatan secara
komprehensif. Ketrampilan Keperawatan Medikal Bedah terkait dengan gangguan sistem tubuh
yang harus dipraktikan dan dikuasai oleh mahasiswa sebagai upaya untuk mewujudkan lulusan
Ners yang profesianal.

Beberapa ketrampilan yang dilakukan diantaranya pemberian Trasnfusi darah, perawatan WSD,
Pemeriksaan EKG, Pemeriksaan Fisik (Abdomen dan Thotax), teknik kamar bedah, Nebulizer
dan Suctioning

B. KOMPETENSI
Kompetensi utama mata kuliah ini adalah mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif dan kontinyu kepada pasien dengan berbagai masalah kesehatan sesuai
dengan respon yang muncul akibat dari gangguan sistem tubuh.

C. INDIKATOR KOMPETENSI
Setelah mengikuti pembelajaran praktikum Mahasiswa mampu melakukan berbagai
ketrampilani keperawatan:
1. Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan
mendemonstrasikan/menerapkan ketrampilan sesuai dengan tahapannya
2. Mahasiswa mampu memahami rasional tindakan dan melakukan evaluasi terhadap
tindakan ketrampilan yang telah dilakukan
6

D. TATA TERTIB PRAKTIKUM


1. Mahasiswa hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai
2. Mahasiswa (kelompok) wajib mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Mahasiswa wajib mengenakan jas lab.
4. Mahasiswa wajib mengikuti seluruh materi praktikum.
5. Mahasiswa wajib melakukan praktikum mandiri sebelum ujian dilakukan.

E. EVALUASI
Evaluasi berupa ujian ketrampilan (skill) yang telah dipelajari saat praktikum dengan nilai
minimal dinyatakan lulus adalah 70. Jika nilai yang diperoleh mahasiswa kurang dari 70 maka
akan dilakukan ujian ulang.

F. DAFTAR REFERENSI
1. deWit; Stomberg&Dallerd (2021), Medical-Surgical Nursing: Concepts And Practice,
Third Edition,Elsevier: Missouri.
2. Paul; Day&Williams (2016), Canadian Texbooksof Medical-Surgical Nursing. Wolters
Kluwer: Philadelphia.
3. Smith.; Kisiel&Radford (2016), Oxford Handbook of Surgical Nursing. Oxford Unversity
Press: UK Lemone at.al (22021), Medical–Surgical Nursing: Clinical Reasoning in Patient
Care, 6th edition, Pearson Australias: Melborune.
4. Honan (2019), Focus On Adult Health Medical-Surgical Nursing, Wolters Kluwer:
Philadelphia.
5. Hinkle&Cheever (2018). Brunner and Suddarth Texbook of Medical-Surgical nursing,
Wolters Kluwer: Philadelphia.
6. Ignatavicius; Workman&Rebar (2021), Medical-Surgical Nursing, Elsevier.
7. Swearingen (2016), All-in-one Nursing care plan Resource Medical-Surgical, OEdiatric,
Maternity and Psychiatric Mental Health, Elsevier: Missoury.

7
BAB II
KETERAMPILAN

1. PEMERIKSAAN FISIK THORAX DAN ABDOMEN


Kompetensi
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat melakukan keterampilan dalam melakukan
pemeriksaan fisik pada thorak (jantung paru) dan abdomen

Indikator kompetensi
Mahasiswa mampu:
 Melakukan pemeriksaan fisik; Jantung
 Melakukan pemeriksaan fisik; Paru
 Melakukan pemeriksaan fisik; Abdomen

PEMERIKSAAN FISIK; JANTUNG

Jantung berada di bagian depan rongga mediastinum. Ruang mediastinum yang sempit itu memisahkan jantung dari
dinding toraks depan. Di belakang jantung terdapat organ-organ mediastinum lainnya.

Jantung terletak agak melintang di dalam rongga toraks. Dua per tiga bagiannya berada di sebelah kiri garis tengah
8
dan sepertiganya di sebela h kanan garis tengah Proyeksi jantung pada permukaan dada dapat terlihat sebagai beriku:
 Atrium kanan: Merupakan bagian jantung yang terletak paling jauh di sisi kanan, yaitu kira-kira 2 cm di
sebelah kanan tepi sternum setinggi sendi kostosternalis ke-3 sampai ke-6.
 Ventrikel kanan. Menempati sebagian besar proyeksi jantung pada dinding dada.Batas bawahnya adalah garis
yang menghubungkan sendi kostosternalis ke-6 dengan apeks jantung.
 Ventrikel kiri. Ventrikel kiri tidak begitu tampak jika dilihat dari depan. Pada proyeksi jantung pada dada,
daerah tepi kiri –atas selebar 1,5 cm, merupakan wilayah ventrikel kiri. Batas kiri jantung adalah garis yang
menghubungkan apeks jantung dengan sendi kostosternalis ke-2 sebelah kiri.
 Atrium kiri. Adalah bagian jantung yang letaknya paling posterior dan tidak terlihat dari depan. Kecuali
sebagian kecil saja yang terletak di belakang sendi kostosternalis kiri ke-2.

A. Inspeksi jantung
Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang mengungkapan keadaan jantung pada permukaan dada dengan
cara melihat/mengamati.
(1) Bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis
menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis. Prekordium yang gembung dapat terjadi
akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum dan scoliosis
atau kifoskoliosis.
(2) Denyut pada apeks jantung
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan
interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra. Pada keadaan normal, iktus hanya
merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local. Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk
memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang
asalnya dari systole.
(3) Denyut nadi pada dada
Bagian prekordium di samping sternum dapat bergerak naik-turun seirama dengan diastolic dan sistolik.
(4) Denyut vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.Vena yang menunjukkan
denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna

B. Palpasi jantung
Palpasi pada prekordium harus dilakukan dengan telapak tangan dahulu, baru kemudian memakai ujung ujung
jari. Palpasi mula-mula harus dilakukan dengan menekan secara ringan dan kemudian dengan tekanan yang
keras.

Pemeriksaan iktus cordis


Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea
midklavikularis kiri. Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri sternum menandakan keadaan abnormal
yaitu ventrikel kanan yang hipertrofi dan melebar.

Pemeriksaan getaran / thrill


Pada kelainan jantung didapat seperti stenosis mitral akan teraba getaran distolik di apeks jantung dan pada
stenosis aorta akan teraba getaran sistolik di bagian basis jantung

Pemeriksaan gerakan trachea.


Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba. Cara pemeriksaannya
adalah sebagai berikut : Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan kedua jari telunjuknya diletakkan pada trachea
sedikit di bawah krikoid. Kemudian laring dan trachea diangkat ke atas oleh kedua jari telunjuk itu. Jika ada
aneurisma aorta maka tiap kali jantung berdenyut terasa oleh kedua jari telunjuk itu bahwa trachea dan laring
tertarik ke bawah.

C. Perkusi jantung
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung. Batas kiri jantung Kita melakukan perkusi dari
arah lateral ke medial. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas
jantung kiri.
Batas kanan jantung. 9 Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial. Batas bawah kanan jantung adalah
disekitar ruang interkostal III-IV kanan, di line parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal
II kanan linea parasternalis kanan.

D. Auskultasi Jantung.
Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop. Yang dipakai disini adalah stetoskop duplek, yang memiliki dua
corong yang dapat dipakai bergantian. Corong pertama berbentuk kerucut yang sangat baik untuk mendengarkan
suara dengan frekuensi tinggi, sedangkan corong yang kedua berbentuk lingkaran yang sangat baik untuk
mendengarkan bunyi dengan nada rendah.
Normalnya pada auskultasi jantung terdengar bunyi S1 & S2. Bunyi S1 terjadi karena penutupan katup mitral &
trikuspidalis. Sedangkan S2 terjaadi karena penutupan katup semilunar aorta dan arteri pulmonal. Bunyi
abnormal adalah S3 dan S4.
1
PEMERIKSAAN FISIK; PARU
Pada pemeriksaan paru sebaiknya pasien dilepas bajunya sampai pinggang, dan dengan penerangan yang cukup sebab
kontur dan tekstur akan terlihat dengan penerangan yang baik untuk membandingkan dada kanan dan kiri di tempat yang
simetris.

INSPEKSI
Perhatikan irama dan frekuensi pernapasan. Dikenal berbagai tipe yaitu:
 Normal. Rate dewasa 8–16 x/menit dan anak maksimal 44 x/menit.
 Tachypnoea.Cepat dan dangkal.
 Hyperpnoea hiperventilasi. Napas cepat dan dalam.
 Pernapasan Kussmaul. Napas dalam dengan asidosis metabolic.
 Bradypnoea. Napas lambat.
 Napas Cheyne Stokes. Ada perioda siklik antara napas dalam dan apnoe bergantian.
 Pernapasan Biot . Disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat diramalkan, acap ditemukan pada kerusakan
otak di tingkat medulla.

PALPASI.
Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada dinding dada (tumor, benjolan, muskuloskeletal,
rasa nyeri di tempat tertentu, limfonodi, posisi trakea serta pergeserannya, fraktur iga, ruang antar iga)
Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa fremitus taktil. Dinilai dengan hantaran suara yang
dijalarkan ke permukaan dada dan kita raba dengan tangan kita. Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam,
misalnya mengucapkan sembilan puluh sembilan (99) atau satu-dua-tiga dan rasakan getaran yang dijalarkan di kedua
tangan saudara.
- Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misal: pneumonia, fibrosis).
- fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan hantaran ke dinding dada
(efusi Pleura, penebalan pleura, tumor, pneumothorax).

PERKUSI
Dengan perkusi dapat terdengar beberapa kemungkinan suara:
 Suara sonor (resonant): suara perkusi jaringan paru normal.
 Suara redup (dull), ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.
 Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung yang kembung.
 Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati misalnya Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih
bergaung, Metallklang Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras, contoh pada bagian paru yang di
atas daerah yang ada cairannya.
 Suara antara sonor dan timpani, karena udara bertambah misalnya pada emfisema pulmonum, juga pneumothorak.
1

AUSKULTASI
Bunyi napas yang normal
 Vesicular atau pelan dan bernada rendah. Bunyi ini terdengar selama inspirasi, kemudian berlanjut tanpa henti
sepanjang ekspirasi, dan ahirnya terdengar semakin samar-samar sekitar sepertiga perjalanan sepanjang ekspirasi.
 Bronchovesikular dengan bunyi inspirasi dan ekspirasi yang lebih-kurang sama panjangnya dan terkadang
dipisahkan oleh interfal yang sunyi(tanpa suara). Perbedaan nada dan intensitas sering lebih mudah terdekteksi pada
saat ekspirasi.
 Bronchial atau bunyi yang keras dan bernada lebih tinggi dengan interval tanpa suara yang singkat diantara bunyi
inspirasi dan ekspirasi. Bunyi ekspirasi berlangsung lebih lama dari pada bunyi inspirasi

Berikut adalah beberapa bunyi tambahan pada paru-paru


 Ronchi; Terutama terdengar saat inspirasi diatas trakea dan bronkus secara terus menerus, nadanya rendah, terdengar
seperti suara musik.
 Mengi (wheezing) : terdengar terutama saat ekspirasi disemua lapang paru (bisa bernada rendah atau tinggi)
 Pleural friction rub: terdengar saat inspirasi atau ekspirasi pada paru-paru bagian anterior sebagai suara gesekan
yang sangat kasar.
 Stridor: terdengar secara terus menerus pada fase inspirasi seperti suara kerokan yang kasar.

PEMERIKSAAN FISIK; ABDOMEN


Pemeriksaan dilakukan dari sebelah kanan penderita, dengan urutan : inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi

Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas


Hati, kantung empedu, bagian kecil paru, Hati, bagian kecil paru, limfa, lambung

Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah


Usus 12 jari (duo denum), usus besar, usus Ginjal, usus kecil, usus besar
kecil, ginjal

INSPEKSI
Mulailah menginspeksi dinding abdomen dari posisi Anda berdiri di sebelah kanan penderita. Apabila anda akan
memeriksa gerakan peristaltik sebaiknya dilakukan dengan duduk, atau agak membungkuk, sehingga Anda dapat melihat
dinding abdomen secara tangensial
Perhatikan bentuk permukaan (countour) abdomen termasuk daerah inguinal dan femoral: datar, bulat, protuberant, atau
scaphoid. Bentuk yang melendung mungkin disebabkan oleh asites, penonjolan suprapubik karena kehamilan atau
kandung kencing yang penuh. Tonjolan asimetri mungkin terjadi karena pembesaran organ setempat atau massa.
Mintalah penderita untuk bernapas, perhatikan apakah nampak adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus
costa.

1
AUSKULTASI
Gunakan bagian diafragma stetoskop, letakkkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat
kwadaran abdomen

Catatan: (suara usus meningkat pada orang setelah makan)

PERKUSI

Perkusi dimulai dari kwadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam, perhatikan reaksi pasien dan catat bila
pasien merasa nyeri atau nyeri tekan. suara timpani memiliki ciri nada lebih tinggi dari pada resonan karena organ yang
berisi udara sedangkan suara redup mempunyai ciri nada lebih rendah atau lebih datar dari pada resonan. suara ini
terdengar pada masa padat misalnya keadaan acites, keadaan distensi kandung kemih, serta pada pembesaran atau tumor
hepar dan limfe

PALPASI
Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk memeriksa masa abdomen. Dengan menggunakan permukaan pallar dari ujung
jari, lakukan palpasi dalm untuk mengetahui adanya masa. Tentukanlah lokasinya, ukurannya, bentuknya, konsitensinya,
mobilitasnya, apakah pasien merasakan nyeri pada tekanan

1
PEMERIKSAAN FISIK THORAK
NAMA :

NILAI
ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
1.
PERSIAPAN ALAT:
oSARUNG TANGAN, STETOSKOP, BALLPOINT, LEMBAR DOKUMENTASI
2.
TAHAP ORIENTASI
o MEMBERI SALAM DAN MEMPERKENALKAN NAMA PERAWAT.
o MEMANGGIL KLIEN DENGAN PANGGILAN YANG DISENANGI
o MENJELASKAN PROSEDUR DAN TUJUAN TINDAKAN PADA KLIEN
o MEMBERIKAN POSISI YANG NYAMAN PADA PASIEN
o MENCUCI TANGAN
TAHAP KERJA
3. INSPEKSI BENTUK DAN KESIMETRISAN DADA DARI SUDUT PANDANG POSTERIOR DAN LATERAL,
BANDINGKAN DIAMETER ANTEROPOSTERIOR DENGAN DIAMETER TRANSVERSUM/LATERAL.
4. INSPEKSI KESEJAJARAN SPINA.
MINTA KLIEN BERDIRI, DARI POSISI LATERAL DAN BELAKANG (KETIKA INSPEKSI DARI BELAKANG,
MINTA KLIEN MEMBUNGKUK)
AMATI 3 LENGKUNG NORMAL : SERVIKAL, THORAKAL, LUMBAL.
5. POSISIKAN PASIEN SUPINE
AMATI POLA PERNAFASAN (FREKUENSI DAN IRAMA PERNAFASAN, KEDALAMAN, UPAYA BERNAFAS,
RETRAKSI SUPRAKLAVIKULA), ICTUS CORDIS
PEMERIKSAAN THORAK ANTERIOR (POSISI PASIEN TIDUR TERLENTANG)

6. PALPASI THORAK ANTERIOR: KAJI TEMPERATUR DAN INTEGRITAS SELURUH KULIT DADA (JIKA
TIDAK ADA KELUHAN PERNAFASAN).
PALPASI SEMUA AREA DADA UNTUK MENGETAHUI ADANYA MASSA ATAU PERGERAKAN ABNORMAL ,
HINDARI PALPASI YANG DALAM JIKA ADA KELUHAN NYERI (JIKA ADA KELUHAN PERNAFASAN)
7. PALPASI DADA UNTUK MENGETAHUI ADANYA EKSKURSI PERNAFASAN
o LETAKKAN KEDUA TELAPAK TANGAN PADA THORAK BAWAH KLIEN, JARI-JARI DISEPANJANG
SISI LATERAL SELUBUNG IGA (RIB CAGE) DAN IBU JARI DISEPANJANG COSTA
o MINTA KLIEN MENGAMBIL NAFAS DALAM, AMATI PERGERAKAN KEDUA TANGAN
(NORMALNYA GERAKAN SIMETRIS KANAN KIRI)
8. PALPASI DADA UNTUK MENGETAHUI FREMITUS VOCAL/TAKTIL (GETARAN HALUS YANG DIRASAKAN
PADA DINDING DADA KLIEN SAAT KLIEN BERBICARA)
o LETAKKAN PERMUKAAN UJUNG JARI/BAGIAN ULNAR TANGAN PADA DADA ANTERIOR KLIEN,
DIMULAI DIDEKAT APEX PARU
o MINTA KLIEN MENGULANGI BEBERAPA KATA, MISSAL : “ SEMBILAN PULUH SEMBILAN “
o ULANGI 2 LANGKAH DIATAS, GESER KEDUA TANGAN BERURUTAN SAMPAI BAGIAN DASAR PARU
o BANDINGKAN FREMITUS PADA KEDUA PARU DAN FREMITUS ANTARA AREA APEX DAN BASIS
PARU
9. (NORMALNYA
LAKUKAN PERKUS
1I SECARA
SAMA ANTARA KANAN DAN KIRI
SISTEMATIS )
DIMULAI DARI ATAS KLAVIKULA PADA RUANG

SUPRAKLAVIKULAR DILANJUTKAN KEBAWAH HINGGA MENCAPAI DIAFRAGMA


o POSISI TANGAN SAAT PERKUSI: LETAKKAN TANGAN NON DOMINAN DI ATAS PERMUKAAN
TUBUH YANG AKAN DILAKUKAN PERKUSI. UJUNG JARI TENGAH DARI TANGAN DOMINAN
MEMUKUL DASAR PERSENDIAN (TGN NON DOMINAN)
10. AUSKULTASI DADA, LAKUKAN URUTAN SEPERTI LANGKAH YANG DIGUNAKAN DALAM PERKUSI
YANG DIMULAI DARI BRONKI DIANTARA STERNUM DAN KLAVIKULA
PEMERIKSAAN THORAK POSTERIOR (POSISI PASIEN DUDUK)

11. PALPASI THORAK POSTERIOR (EKSPANSI THORAK): LETAKKAN KEDUA TELAPAK TANGAN DIATAS
THORAK BAGIAN BAWAH, KEDUA IBU JARI DIDEKATKAN DIATAS SPINA DAN JARI-JARI
DIREGANGKAN KEARAH LATERAL. MINTA KLIEN MENARIK NAFAS DALAM , AMATI PERGERAKAN
KEDUA TANGAN.
(NORMALNYA GERAKAN SIMETRIS KANAN KIRI)
12. LAKUKAN PALPASI FREMITUS TAKTIL UNTUK BAGIAN POSTERIOR
13. LAKUKAN PERKUSI SECARA SISTEMATIS PD AREA YANG DIGAMBARKAN DI ATAS
14. AUSKULTASI DADA, LAKUKAN URUTAN LANGKAH PADA AREA YANG DIGAMBARKAN DI ATAS,
BANDINGKAN ANTARA SISI KANAN DAN KIRI
15. PALPASI IMPULS VENTRIKELKANAN PADA PARASTERNUM KIRI DAN AREA EPIGASTRIK (KUATNYA
IMPULS DIDUGA PEMBESARAN VENTRIKEL KANAN)
16. PERKUSI JANTUNG
BATAS KIRI JANTUNG: LAKUKAN PERKUSI DARI ARAH LATERAL KE MEDIAL. PERUBAHAN ANTARA
BUNYI SONOR DARI PARU-PARU KE REDUP RELATIF KITA TETAPKAN SEBAGAI BATAS JANTUNG KIRI.
NORMALNYA :
ATAS : ICS II KIRI DI LINEA PARASTRENALIS KIRI (PINGGANG JANTUNG)
BAWAH: ICS V KIRI AGAK KE MEDIAL LINEA MIDKLAVIKULARIS KIRI ( TEMPAT IKTUS)

BATAS KANAN JANTUNG: DILAKUKAN DARI ARAH LATERAL KE MEDIAL. AGAK SULIT MENENTUKAN
BATAS JANTUNG KANAN KARENA LETAKNYA AGAK JAUH DARI DINDING DEPAN THORAK.
NORMALNYA :
ATAS : ICS II KANAN LINEA PARASTERNALIS KANAN
BAWAH : ICS III-IV KANAN,DI LINEA PARASTERNALIS KANAN.
17. AUSKULTASI JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN STETOSKOP PADA AREA YANG DITUNJUKKAN
PADA GAMBAR. GUNAKAN DIAFRAGMA STETOSKOP UNTUK BUNYI NADA TINGGI (MIS : BUNYI S1 &
S2), SEDANGKAN BEL STETOSKOP UNTUK BUNYI NADA RENDAH PADA BATAS STERNUM KIRI BAWAH
DAN APEKS.

NORMALNYA PADA AUSKULTASI JANTUNG TERDENGAR BUNYI S1 & S2. BUNYI ABNORMAL
ADALAH S3 DAN S4. S1 TERJADI KARENA PENUTUPAN KATUP MITRAL & TRIKUSPIDALIS.
SEDANGKAN S2 TERJAADI KARENA PENUTUPAN KATUP SEMILUNAR AORTA DAN ARTERI
PULMONAL.
18. TERMINASI
o MENYIMPULKAN HASIL PROSEDUR YANG TELAH DILAKUKAN.
o MEMBERIKAN REINFORCEMENT SESUAI DENGAN KEMAMPUAN KLIEN.
o MENGAKHIRI KEGIATAN DENGAN CARA MEMBERI SALAM.
19. DOKUMENTASI
o DOKUMENTASIKAN HASIL PENGKAJIAN,
o WAKTU PENGKAJIAN (JAM,TANGGAL)
o TANDA TANGAN DAN NAMA TERANG

TOTAL

KET:
0: TIDAK ADA/ TIDAK DILAKUKAN,
1: ADA, KURANG LENGKAP/ KURANG SESUAI PEDOMAN/ KURANG KOMPETEN
2: ADA, LENGKAP/SESUAI PEDOMAN/ KOMPETEN
NILAI TOTAL : SCORE TOTAL X 100
38

N1ILAI Yogyakarta/........//2021
Evaluator

( )

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


NAMA :

NILAI
ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
1. PERSIAPAN ALAT
o STETOSKOP
o HANDSCOEN
o SELIMUT
o BULLPEN, LEMBAR DOKUMENTASI
2. TAHAP ORIENTASI
o MEMBERI SALAM DAN MEMPERKENALKAN NAMA PERAWAT.
o MEMANGGIL KLIEN DENGAN PANGGILAN YANG DISENANGI
MENJELASKAN PROSEDUR DAN TUJUAN TINDAKAN PADA KLIEN
o
MEMBERIKAN POSISI YANG NYAMAN PADA PASIEN
o
MENCUCI TANGAN
o
TAHAP KERJA
3. INSPEKSI
o POSISIKAN PASIEN SUPINE (TELENTANG)
o BUKA BAJU PASIEN, TURUNKAN CELANA HINGGA SIMFISIS
o TUTUP DADA DAN DAERAH SIMFISIS PASIEN DENGAN SELIMUT
o AMATI PERMUKAAN ABDOMEN (RATA, ABDOMINAL FROG, SCAPOID/CEKUNG)
KESIMETRISAN ABDOMEN, KULIT (WARNA, LESI, PENYEBARAN PEMBULUH DARAH
VENA), GERAKAN DINDING ABDOMEN (GELOMBANG PERISTALTIK, PULSASI),
UMBILIKUS, PEMBESARAN ORGAN, MASSA
4. PALPASI
LAKUKAN PALPASI DIMULAI DARI DAERAH SUPERFICIAL, LALU KE DALAM (JIKA
PASIEN MENGELUHKAN NYERI, SEBAIKNYA DIPERIKSA PALING AKHIR)

JIKA DINDING ABDOMEN TEGANG, MINTA PASIEN UNTUK MENEKUK LUTUT.


TEKAN DAERAH MUSKULUS RECTUS ABDOMINALIS , MINTA PASIEN NAFAS DALAM
(MUSKULUS RECTUS RELAKSASI MAKA ADA SPASME VOLUNTER, JIKA
KONTRAKSI/KAKU MAKA ITU SPASME SEJATI)
5. PALPASI BIMANUAL
(DILAKUKAN DGN 2 TANGAN, UNTUK MEMERIKSA ORGAN DALAM)
LETAKKAN TANGAN KIRI DI PINGGANG KANAN ATAU KIRI PASIEN, DAN TANGAN
KANAN PADA BAGIAN DEPAN DINDING ABDOMEN
6. PERKUSI
o TENTUKAN BAGIAN ABDOMEN YANG AKAN DILAKUKAN PERKUSI, TEMPATKAN
TELAPAK TANGAN KIRI PADA BAGIAN YANG AKAN DI PERKUSI. LAKUKAN
PERKUSI SESUAI URUTAN
o KETUK PUNGGUNG JARI TELUNJUK/TENGAH TANGAN KIRI DENGAN JARI
TELUNJUK/TENGAH TANGAN KANAN
o DENGARKAN SUARA YANG DITIMBULKAN (PERKUSI ABDOMEN NORMAL
ADALAH TIMPANI, HATI BERBUNYI REDUP/DULLNESS)
7. PEMERIKSAAN ASITES SHIFTING DULLNESS
o MIRINGKAN PASIEN SALAH SATU SISI
o PERKUSI ABDOMEN BAGIAN ATAS DAN BAWAH (ATAS TERDENGAN TIMPANI,
BAWAH REDUP)
o MEMINTA PASIEN UNTUK BERBARING KE SATU SISI BERLAWANAN
o PERKUSI ABDOMEN BAGIAN ATAS DAN BAWAH (ATAS TERDENGAN TIMPANI,
BAWAH REDUP)
8. PEMERIKSAAN ASITES DENGAN METODE TES UNDULASI
o MINTA PASIEN UNTUK MENEKAN KEDUA TANGAN DI ATAS GARIS TENGAH
ABDOMEN
o KETOK1SALAH SATU SISI ABDOMEN DENGAN UJUNG JARI DAN RASAKAN
PENJALARAN GETARAN PADA SISI ABDOMEN BERSEBERANGAN
9. AUSKULTASI
MENDENGARKAN PERISTALTIK USUS
LETAKKAN DIAFRAGMA STETOSKOP PADA KUADRAN KIRI BAWAH DINDING
ABDOMEN
DENGARKAN SUARA PERISTALTIK USUS, HITUNG SELAMA 1 MENIT

NORMAL DEWASA : 5 – 35X/MENIT


NORMAL ANAK : 5 – 15
X/MENIT
10. MENDENGARKAN SUARA PEMBULUH DARAH
LETAKKAN DIAFRAGMA STETOSKOP, DENGARKAN BISING YANG MUNCUL
11. TERMINASI
o MENYIMPULKAN HASIL PROSEDUR YANG TELAH DILAKUKAN.
o MEMBERIKAN REINFORCEMENT SESUAI DENGAN KEMAMPUAN KLIEN.
o MENGAKHIRI KEGIATAN DENGAN CARA MEMBERI SALAM.

12. DOKUMENTASI
o DOKUMENTASIKAN KESIMPULAN HASIL PENGKAJIAN,
o WAKTU PENGKAJIAN (JAM,TANGGAL)
o TANDA TANGAN DAN NAMA TERANG
TOTAL

KET:
0: TIDAK ADA/ TIDAK DILAKUKAN,
1: ADA, KURANG LENGKAP/ KURANG SESUAI PEDOMAN/ KURANG KOMPETEN
2: ADA, LENGKAP/SESUAI PEDOMAN/ KOMPETEN
NILAI TOTAL : SCORE TOTAL X 100
24

NILAI Yogyakarta/......../...../2021
Evaluator

( )

 .

1
2. PERAWATAN WSD

Kompetensi
Setelah mempelajari ketrampilan ini, mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan pemasangan WSD.
Indikator kompetensi
Mahasiswa mampu memasang botol WSD:
1. Mahasiswa mampu mengganti botol WSD jika penuh.
2. Mahasiswa mampu melakukan penyedotan (suction) cairan pada botol WSD.
WATER SEAL DRAINAGE (WSD)
a. Pengertian
WSD merupakan suatu tindakan drainase intrapleural yang digunakan setelah
prosedur intrathorakal. Satu atau lebih kateter dada dipasang dalam rongga pleura dan
difiksasi ke dinding dada yang kemudian disambung ke sistem drainase (suction).
b. Indikasi pemasangan WSD
Dilakukan pada kondisi-kondisi seperti trauma, penyakit atau tindakan bedah yang
dapat mengganggu sistem tekanan negatif yang tertutup diparu-paru: Hematotoraks,
Pneumotoraks.
c. Tujuan dari tindakan WSD
o Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak.
o Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
o Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
o Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada.
o Mengembalikan fungsi paru yaitu “mechanis of breathing”.
d. Tipe atau sistem WSD
1. WSD dengan sistem satu botol
o Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks.
o Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1
untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol.
1
o Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk
mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang bisa menyebabkan kolaps paru.
o Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara
dari rongga pleura keluar.
o Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.
o Undulasi (gelembung udara) pada selang cairan mengikuti irama pernafasan yaitu
saat:
 Inspirasi akan meningkat.
 Ekpirasi menurun.
2. WSD dengan sistem 2 botol
o Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol
water seal.
o Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa
udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang
berisi water seal.
o Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura
masuk ke water seal botol 2.
o Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari
rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk
ke WSD Bisasanya digunakan untuk mengatasi adanya cairan dan udara pada
rongga dan pada efusi pleura.
3. WSD dengan sistem 3 botol
o Sama dengan sistem 2 botol,hanya ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah
hisapan yang digunakan.
o Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan.
o Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.
o Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air
botol WSD.
o Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan.
o Botol ke-3 mempunyai 3 selang:
 Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke dua
 Tube pendek lain dihubungkan dengan suction.
 Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka
ke atmosfer.

e. Lokasi Pemasangan WSD


Tempat pemasangan WSD dapat menunjukkan jenis drainase yang diharapkan :
o Selang dada terpasang di bagian apeks dan anterior paru, untuk mengeluarkan
udara dibagian atas paru.
o Selang WSD terpasang dibagian bawah dan posterior, untuk mengeluarkan
cairan.
o Selang WSD ditempatkan di mediastinal, bagian bawah sternum, untuk
mengeluarkan darah/cairan dan mencegah akumulasi/penumpukan disekitar
jantung.
f. Tujuan Perawatan WSD:
o Mengganti balutan dada dan selang WSD
o Memonitor kepatenan dan fungsi sistem WSD.
o Mengganti botol WSD.

Catatan:
a. Sistem 1 Botol:
1) Botol berfungsi sebagai water seal.
2) Pipa dalam botol terendam 2 cm dibawah permukaan air.
b. Sistem 2 Botol Tanpa Suction Control:
1) Botol 1 sebagai penampung cairan drain.
2) Botol 2 sebagai water seal dengan pipa terendam 2 cm dibawah permukaan air.
c. Sistem 2 Botol Dengan Suction Control:
1) Botol 1 berfungsi sebagai water seal.
2) Botol 2 sebagai suction control, pipa udara terendam sedalam 10 – 20 cm air.
d. Sistem 3 Botol
1) Botol 1 sebagai penampung, botol 2 sebagai water seal, dan botol 3 dihubungkan dengan
suction control.
2) Ukuran air dalam botol sama dengan diatas.
3) Disposible Water Seal System sama dengan Sistem 3 Botol.

2
PROCEDURE PERAWATAN WATER SEAL DRAINAGE (WSD)
N NILAI
o PROSEDURE 0 1 2
a 1. TAHAP PENGKAJIAN
o Mengkaji kembali program/instruksi medik.
o Mengkaji status respirasi klien (suara nafas pada kedua lapang paru,
pola nafas, dan saturasi oksigen).
o Mengkaji keluhan klien.
o Mengkaji kepatenan sistem drainage.
o Mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang perawatan WSD.
b 2. TAHAP PERSIAPAN
Persiapan Alat :
o Handscoen bersih dan steril.
o Kapas dan kassa steril.
o Set angkat jahitan (kalau perlu).
o Klem/kocher 2 buah.
o Betadine.
o Alkohol 70%.
o Perlak / alas.
o Neirbeken / bengkok.
o Kantong/tempat balutan kotor.
o Sampiran.
o Plester dan gunting.
o 12. Botol WSD yang baru kalau perlu (jika botol WSD yang sedang
dipakai sudah penuh / pecah).
3. Persiapan Klien
o Menjelaskan prosedur dan tujuan perawatan WSD
c TAHAP IMPLEMENTASI
4. Mencuci tangan dan memakai handscoen bersih.
o Memasang sampiran.
o Membuka pakaian bagian atas klien.
5. Mengatur posisi klien :
o Memberi posisi semifowler / duduk.
o Menyokong din2ding dada dekat pemasangan selang WSD.
o c. Menganjurkan klien untuk nafas dalam dan batuk efektif
6. Mengobservasi luka punksi dan kulit sekitarnya :
 Membuka dan melepaskan balutan dengan sangat hati-hati,
masukkan kedalam kantong yang tersedia.
 Mengamati kondisi luka; apakah ada tanda-tanda infeksi.
 Melakukan palpasi sekitar luka dan selang adanya bengkak dan
krepitasi.
 Mebuka set angkat jahitan, memakai sarung tangan steril dan
melakukan perawatan luka secara steril.
7. Memonitor kepatenan sistem drainase
 Mengobservasi kepatenan fiksasi selang pada dada dan pada botol
WSD.
 Memfiksasi selang dada pada alat tenun tempat tidur dengan klem.
 Memepertahankan level air pada water seal sesuai program.
 Memeriksa adanya kebocoran udara dengan memonitor
gelembung-gelembung udara di botol water seal.
 Memelihara / menjaga agar posisi selang dada /sistem drainase
lebih rendah daripada dada.
 Mengangkat selang dada sesering mungkin untuk mendrainase
cairan kedalam botol WSD.
 Memijat atau mengurut selang setiap 30 menit jika cairan adalah
darah.
 Mengobservasi adanya bekuan darah pada selang dada, bila ada
segera atasi.
 Mengobservasi adanya fluktuasi / undulasi dalam water seal setiap
kali klien bernafas. Normal : 2 – 4 detik (5 – 10 cm).
 Mengontrol lubang pipa udara apakah berfungsi dengan baik.
k. Memastikan bahwa 2 buah klem selalu tersedia disamping
tempat tidur klien.
8. Memantau cairan drainage
o Mengobservasi warna, konsistensi, dan jumlah cairan drain setiap
jam sesudah operasi (24 jam) / bila jumlah cairan drain banyak.
Beri tanda pada botol untuk setiap shift
o Menganjurkan klien untuk batuk dan nafas dalam secara periodik.
o Menganjurkan kepada klien untuk memberitahukan segera bila
ada kesulitan bernafas.
o Mengkolaborasikan bila kondisi klien memburuk (sianosis,
pernafasan cepat dan sesak, empisema subcutan, nyeri dan
perdarahan hebat).
9. Merapikan klien dan peralatan dan mencuci tangan.
d 10. TAHAP EVALUASI
o Mengevaluasi pernafasan klien untuk melihat adanya tanda distress
pernafasan dan adanya nyeri dada.
o Mengevaluasi bunyi nafas dan mengobservasi ekspansi paru.
o Mengobservasi tanda-tanda vital,
o Mengevaluasi kemampuan klien untuk melakukan nafas dalam.
o Memonitor keadekuatan sistem drainage, yang ditandai dengan
pengurangan jumlah drainase, tidak adanya kebocoran, udara dan
ekspansi (pengembangan) total paru-paru.
o Memonitor saturasi oksigen klien.
e 11. DOKUMENTASI
o Mencatat hasil pengkajian dan observasi pada klien dan sistem
drainage klien.
o Mencatat tanggal2dan waktu pelaksanaan prosedur.
o Mencatat respon klien sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan
prosedur.
o Mencatat masalah dan intervensi yang dilakukan

KET:
0: TIDAK ADA/ TIDAK DILAKUKAN,
1: ADA, KURANG LENGKAP/ KURANG SESUAI PEDOMAN/ KURANG KOMPETEN
2: ADA, LENGKAP/SESUAI PEDOMAN/ KOMPETEN
NILAI TOTAL : SCORE TOTAL X 100
22
NILAI Yogyakarta/......../...../2021
Evaluator
( )
3. PEMASANGAN EKG ( ELEKTROKARDIOGRAM )

KOMPETENSI :
Setelah mempelajari keterampilan 1, mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan pemeriksaan EKG secara komprehensif.

INDIKATOR KOMPETENSI:
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa dapat:
1. Melakukan perekaman ECG dengan benar
2. Menjelaskan indikasi pemeriksaan ECG
3. Dapat melakukan pembacaan hasil perekaman ECG normal

EKG ( ELEKTROKARDIOGRAM )
I. DEFINISI
EKG adalah merupakan grafik hasil catatan potensial listrik yang dihasilkan oleh denyut jantung.
(Mervin J. Goldman)

II. TUJUAN
1. Untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung/aritmia
2. Untuk mengetahui adanya kelainan miokardium seperti infark, hipertropi atrial atau ventrikel
3. Untuk mengetahui pengaruh/efek obat-obat jantung terutama digitalis
4. Untuk mengetahui adanya gangguan elektrolit
5. Untuk mengetahui adanya perikarditis

III. SISTEM KONDUKSI


1. SA Nodes : Frekwensi 60 – 100 x/menit, iramanya sinus (sinus rhythm)
2. AV Nodes : Frekwensi 40 – 60 x/menit, iramanya junctional rhythm
3. Berkas His
4. Serabut Purkinye : Frekwensi 20 – 40 x/menit, iramanya idioventrikuler rythm

2
UKURAN KERTAS EKG

Gambaran EKG akan tergores horisontal dan vertikal pada kertas grafik dengan kotak-kotak kecil
berukuran 1 x 1 milimeter (mm).
Tiap milimeter pada sumbu horizontal menyatakan interval waktu 0,04 detik dan tiap milimeter pada
sumbu vertikal menyatakan kekuatan listrik sebesar 0,1 milivolt (mV). Umumnya pada setiap lima kotak
sedang terdapat satu garis tanda yamg menunjukkan panjang kertas EKG, ialah 5 x 5 mm = 25 mm.

Pada rekaman EKG baku telah ditetapkan bahwa :


 Kecepatan rekaman : 25 mm/detik
 Kekuatan voltage : 1 mV = 10 mm

Jadi berarti ukuran kertas EKG :


a. Pada garis horizontal
 Tiap satu mm = 1/25 detik = 0,04 detik
 Tiap lima mm = 5/25 detik = 0,20 detik
 Tiap 25 mm = 1,00 detik
b. Pada garis vertikal
 1 mm = 0,10 mV
 10 mm = 1,00 mV

SANDAPAN EKG 2
Untuk rekaman rutin, terdapat 12 sandapan yaitu :
a. Tiga buah bipolar standard lead (I, II, dan III)
- Sandapan I : Menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kanan (RA)
dan lengan kiri (LA), dimana LA bermuatan lebih positif dari RA
- Sandapan II : Menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kanan
dan tungkai kiri (LL), dimana LL bermuatan lebih positif
dari RA
- Sandapan III : Menggambarkan perbedaan potensial antara lengan kiri dan tungkai kiri,
dimana LL bermuatan lebih positif dari LA
Tiga buah unipolar limb lead (aVR, aVL, aVF)
Sandapan unipolar limb lead adalah rekaman perbedaan potensial antara lengan kanan, lengan
kiri atau tungkai kiri terhadap elektroda indifferen yang berpotensial nol.
- Sandapan Avr = sandapan unipolar lengan kanan yang diperkuat (augmented)
- Sandapan aVL = sandapan unipolar lengan kiri yang diperkuat (augmented)
- Sandapan aVF = sandapan unipolar tungkai kiri yang diperkuat (augmented)

Enam buah unipolar chest lead (V1 sampai dengan V6)


Unipolar chest lead adalah rekaman potensial dari satu titik di permukaan dada
- Sandapan V1 = Sela iga IV garis sternal kanan
- Sandapan V2 = Sela iga IV garis sternal kiri
- Sandapan V3 = Antara V2 dan V4
- Sandapan V4 = Sela iga V garis midklavikular kiri
- Sandapan V5 = Setinggi V4 garis aksilaris anterior kiri
- Sandapan V6 = Setinggi V4 garis aksilaris media kiri
GAMBAR SEBUAH EKG NORMAL

¤ Gelombang P menggambarkan aktivitas depolarisasi atrium. Repolarisasi atrium tidak


tergambarkan karena terlalu kecil dan tertutup oleh kompleks QRS.
¤ Gelombang Q menggambarkan awal fase depolarisasi ventrikel dan merupakan defleksi
negatif pertama dari kompleks QRS.
¤ Gelombang R menggambarkan fase depolarisasi ventrikel dan merupakan defleksi positif
pertama dari kompleks QRS.
¤ Gelombang S menggambarkan fase depolarisasi ventrikel dan merupakan defleksi negatif
sesudah gelombang R
¤ KOMPLEKS QRS = menggambarkan seluruh fase depolarisasi ventrikel
¤ Gelombang T menggambarkan fase repolarisasi ventrikel.
¤ Interval PR merupakan penjumlahan waktu depolarisasi atrium dan waktu perlambatan dari
simpul AV ( AV nodes delay ), yang dihitung dari permulaan gelombang P sampai dengan
permulaan kompleks QRS.Batas normal nilainya adalah 0,12 – 0,20 detik
¤ Interval QRS menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi ventrikel, yang dihitung dari
permulaan gelomabng Q sampai akhir gelombang S. Nilai normalnya < 0,12 detik
¤ Interval QT adalah jarak permulaan gelombang Q sampai dengan akhir gelombang T, yang
menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Nilai normalnya 0,42
detik.
¤ Segment ST dimulai dari akhir gelombang S sampai dengan awal gelombang T. Normalnya
isoelektris berkisar antara – 0,5 mm sampai + 2 mm.

FORMAT PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN EKG

Nilai
Penilaian 0 1 2
Tahap Preinteraksi
1. Lakukan verifikasi order untuk pemeriksaan EKG
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat – alat
Tahap Orientasi
4. Berikan salam, panggil nama klien dengan namanya
5. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien/keluarga
6. Minta persetujuan dari klien/keluarga
7. Beri kesempatan klien untuk bertanya

Tahap Kerja
8. Bantu klien dalam posisi supine. Posisi semi fowler dapat digunakan
untuk klien dengan masalah respirasi
9. Lepaskan semua perhiasan dari logam
10. Berikan privasi dan minta klien untuk melepaskan pakaiannya
terutama di bagian dada, pergelangan tangan dan mata kaki
11. Instruksikan klien untuk tetap berbaring, tidak bergerak, batuk atau
berbicara saat dilakukan perekaman EKG

Pasang elektroda pada tubuh klien dengan lebih dahulu memberikan gel
pada permukaan elektroda
12. Kabel RA (Right Arm, merah) dihubungkan dengan elektroda
di pergelangan lengan kanan
13. Kabel LA (Left Arm, kuning) dihubungkan dengan elektroda
di pergelangan kiri
14. Kabel LL (Left Leg, hijau) dihubungkan dengan pergelangan kaki kiri
15. Kabel RL (R ight Leg, hitam) dihubungkan dengan pergelangan
kaki kanan 2
16. V1 : di ruang interkostal 4 kanan, ditepi kanan sternum
17. V2 : di ruang interkostal 4 kiri di tepi kiri sternum
18. V3 : di pertengahan V2 dan V4
19. V4 : perpotongan antara linea medioklavikularis kiri dengan
ruang interkostal 5 kiri
20. V5 : di perpotongan antara linea axillaris anterior kiri
dengan interkostal 5 kiri
21. V6 : diperpotongan antara linea axillaris media kiri dengan
interkostalis 5 kiri
22. Hidupkan mesin EKG. Putar pengatur lead pada daerah netral
(huruf C) dan aturlah agar jarum pencatat menunjukkan ke tengah
grafik
23. Jalankan kertas grafik. Lakukan kalibrasi dengan menekan tombol
kalibrasi beberapa kali; gunakan kalibrasi dengan menggunakan angka
1. Kemudian hentikan kertas grafik
24. Putar tombol pengatur lead pada pengatur lead I dan aturlah agar
garis dasar terletak di tengah-tengah kertas grafik
25. Jalankan kembali kertas grafik sampai sepanjang  15 cm, lalu
hentikan kembali kertas grafik
26. Ulangi prosedur 5 dan 6 untuk lead II, III, aVR, aVL, aVF, V1,
V2, V3, V4, V5, dan V6
27. Matikan mesin EKG
28. Lepaskan elektroda dan bersihkan kulit dari gel yang tersisa
Tahap Terminasi
29. Evaluasi perasaan klien
30. Akhiri kegiatan
31. Cuci tangan
32. Cantumkan nama, umur klien dan waktu pelaksanaan di kertas EKG

TOTAL

KET:
0: TIDAK ADA/ TIDAK DILAKUKAN,
1: ADA, KURANG LENGKAP/ KURANG SESUAI PEDOMAN/ KURANG KOMPETEN
2: ADA, LENGKAP/SESUAI PEDOMAN/ KOMPETEN
NILAI TOTAL : SCORE TOTAL X 100
64

NILAI Yogyakarta/........//2021
Evaluator

( )

2
4. TRANFUSI DARAH
Kompetensi
Setelah mempelajari ketrampilan ini, mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan tranfusi darah secara komprehensif.

Indikator kompetensi
Mahasiswa mampu:
1. Melakukan pemberian/prosedure tranfusi darah dengan benar.
2. Mendeteksi/mengevaluasi adanya reaksi dari tranfusi darah.

TRANFUSI DARAH
A. Tujuan Tranfusi
1. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen.
2. Memperbaiki volume darah tubuh.
3. Memperbaiki kekebalan.
4. Memperbaiki masalah pembekuan.
B. Indikasi
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan.
2. Anemia kronis jika HB tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma substitute atau larutan
albumin.
C. Jenis Darah Yang Ditransfusikan
1. Whole Blood (Darah Simpan/ Wb)
 450 ml darah + 63 ml CPD Citrat Phospate Dextrose Anticoagulan).
 Simpan 4°C.
 Lama simpan <28 hari.
 Antikoagulan lain : Acid Citrat Dextrose (simpan 4°C selama 21 hari).
 Rendah platelet, F V&VIII, kecuali bila disimpan <6 jam.
 Untuk mengganti volume darah pasien syok hipovolemik perdarahan.
2. Fresh Whole Blood (darah segar)
 12 jam penyimpanan.
 Indikai: pasien2 dengan Hb &platelet rendah, trombositopenia, transfuse massif dengan darah
simpan.
3. Packed Red Cell (PRC)
 Hasil sentrifugasi WB (plasma dikurangi 200ml).
 Volume 300ml (masa hidup 21 hari jika disimpan dalam suhu 4°C).
 1 unit = meningkatkan Hb 1-1,5 gr%.
 Indikasi: anemia kronis dengan normovolemi sirkulasi supaya tidak overload, pasien gagal jantung
, pasien sangat tua, sepsis kronis. Anemia, perdarahan akut yang sudah mendapat penggantian
cairan (dapat dicampur NS untuk pasien shock).
4. Stable Plasma Protein Solution (SPPS)
 Resiko hepatitis sangat kecil
 Pemanasan tinggi.
 Faktor pembekuan kurang, F, V, VIII.
 Infus cepat untuk pasien hipotensi.
 Sangat mahal, dipakai jika tidak sempat cross match.

5. Fresh Frozen Plasma (FFP)


 Dari WB<6 jam simpan. Penyimpanan -20°C (3 bulan).
 Penyimpanan -30°C (1 tahun).
 Diinfuskan setelah mencair.
 Indikasi : mengganti factor koagulasi, mengganti volume plasma.
 Diberikan 10cc/kg satu jam pertama, dilanjutkan 1cc/kg Bb perjam sampai PCPT dan APTT
mencapai nilai 1,5 x nilai control yang normal.
 Terapi plasma tidak tepat untuk memperbaiki pasien hipoalbunemia karena tidak akan
meningkatkan kadar albumin secara nyata.
6. Thrombocyte Concentrate = TC
 Berasal dari 250cc darah utuh.
 Meningkatkan trombosit 5000/ .
 Disimpan pada 22°C bertahan 24 jam. Pada suhu 4°-10°C bertahan 6 jam.
 Diberikan pada DHF, Hemodilusi dengan cairan jumlah besar dan transfuse massif >1,5 x volume
darah pasien sendiri, yaitu bila dijumpai trombositopenia (50.000-80.000 ).
 Penambahan trombosit tidak dapat dilakukan dengan darah utuh segar, sebab trombosit yang
terkandung hanya sedikit.
 Trombosit diberikan cukup sampai pada perdarahan berhenti atau masa perdarahan (bleeding
time) mendekati 2x normal, bukan sampai jumah trombosit normal.
7. Larutan Albumin
 Terdiri dari 5% dan 25% human Albumin.
 Resiko hepatitis <.
 Factor pembekuan (-).
 Tujuan : meningkatkan albumin serum pada : penyakit Hepar, Ekspansi Volume darah.
8. Cryopecipitate
 Sentrifugasi plasma beku
 Konsentrasi tinggi F, VIII
 Untuk terapi : haemofilia dan defisiensi lain
 Resiko hepatitis

Komplikasi Transfusi Darah


A. Reaksi Imunologis
1. Reaksi Transfusi Haemolitik
 Lisis sel darah donor oleh antibody pasien
 Tanda: mengigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher, nyeri kepala, nyeri dada,
mual, muntah, nafas cepat dan dangkal, takhikardi, hipotensi, oliguri, hemoglobinuri, perdarahan
yang tidak bisa diterangkan asalnya, ikterus. Urine coklat kehitaman sampai hitam dan mungkin
berisi hemoglobin dan butir darah merah.
 Terapi: pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan digunakan untuk mempertahankan jumlah
urin yang keluar.
 Diuretika yang digunakan adalah:
- Manitol 25%, 25gr diberikan Iv, pemberian 40 mEq Natrium Bikarbonat.
- Furosemid.
 Bila terjadi anuria menetap perlu tindakan dialysis.
2. Reaksi Transfusi Non Hemolitik
 Reaksi Transfusi “Febrile”
Tanda: mengigil, panas, nyeri kepala, mual, batuk nonproduktif, nyeri otot.
 Reaksi alergi
a. “Anaphylactoid’ bila terdapat protein asing pada darah transfuse
b. Urtikaria, paling sering terjadi pada penderita merasa gatal- gatal. Biasanya muka penderita
sembab. Terapi yang perlu diberikan adalah sntihistamin, dan transfuse harus dihentikan.
B. Reaksi Non Imunologik
1. Reaksi transfuse “Pseudohemolytic”.
2. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.
3. Reaksi karena darah transfuse terkontaminasi.
4. Virus hepatitis.
5. Lain- lain penyakit yang terlibat pada terapi transfuse misalnya Malaris, Sifilis, Virus CMG dan
Virus Epstein- Bar, Parasit serta Bakteri.
6. AIDS.
C. Komplikasi yang berhubungan dengan transfuse darah massif
1. “Dilutional Coagulopathy”.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
3. Intoksikasi SItrat (Komplikasi yang jarang terjadi).
4. Keadaan Asam Basa.
5. Hiperkalemi.
6. Hipotermi.
7. Post Transfusion Hepatitis (PTH).
D. Cara menghindari reaksi Transfusi
1 Tes darah, untuk melihat cocok tidaknya darah donor dan resipien.
2 Memilih tips dan saringan yang tepat.
3 Pada transfuse darurat:
Dalam situasi darurat tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara lengkap, dan jalan singkat untuk
melakukan tes sebagai berikut:
1. Type-Specific : Partially Cross Match Blood
Bila menggunakan darah “un-crossmatch”, maka paling sedikit harus diperoleh type darah
ABO- Rh dan sebagian “crossmatched”.
2. Type –Specific, Uncrossmatched Blood
Untuk tipe darah yang tepat maka tipe ABO-Rh harus sudah ditentukan selama penderita
dalam perj3alanan ke rumah sakit.
3. O-Rh Negatif (Universal Donor) Un-crossmatched Blood.
Golongan darah O kekurangan antigen A dan B, akibatnya tidak dapat dihemolisis dengan baik
oleh anti A ataupun anti B yang ada pada resipien. Oleh sebab itu golongan darah O kita sebut
sebagai donor universal dan dapat digunakan pada situasi yang gawat bila tidak memungkinkan
melakukan penggolongan darah atau “crossmatched”.

TANDA OVERLOAD SIRKULASI


1. Pasien sadar
 Dada sesak.
 Batuk.
 Dispnea.
 Sianosis.
 Vena leher membesar.
 Takikardi.
 Krepitasi basal.
 Edema pulmo.
2. Pasien dalam anastesi
 Takikardia.
 TD menurun.
 Sianosis.
 Vena leher membesar.
 Krepitasi basal.
3. Terapi:
 Stop transfuse.
 Inhalasi O2.
 Sandarkan pasien.
 Digitalis Iv kecuali pasien aggal ginjal dan tua.
 Diuretic furoemid.
 Morfin.
 Aminofilin.
RUMUS-RUMUS TRANSFUSI
1. WB = 6x BB (Kg) x ΔHb.
2. PRC = 4 x BB (Kg) x ΔHb.
3. Albumin = Δ albumin x BB x 0,8.
4. Koreksi asidosis metabolic.
NaHC = BE x 30% x BB
(BE = Base Excess = jumlah asam basa yang harus ditambahkan supaya PH darah meningkat)

ESTIMATED BLOOD VOLUME


Pasien Blood Volume (ml/ KgBB)
Bayi premature 100-110
Bayi Aterm 90- 100
Anak < 10 Kg 85
Anak > 10 Kg 80
Pria Dewasa 70
Wanita Dewasa 65

Penggantian darah pada pasien selama operasi diperimbangkan apabila :


- Operasi sedang berlangsung dan telah kehilangan darah.
Dewasa >25 % dari EBV.
Bayi dan Anak3> 10 % dari EBV.
- Anemia Berat.
- Kelainan Faktor pembekuan darah.
- Sepsis.

Catatan :
 Pada pasien dewasa dengan Hb Normal, perdarahan sampai dnegan 25% dari EBV dapat ditolerir dan
tidak perlu dilakukan transfuse.
 Peradarahan 10- 20% harus hati-hati mungkin perlu darah.
 Penggantian darah selama operasi digunakan Whole Blood (WB).
 Pada kasus-kasus sangat darurat tidak tersedia darah yang sesuai dengan golongan darah pasien,
gunakan O. transfuses elanjutnya selama 2 minggu tetap gunakan O.
 Dulu diyakini bahwa kadar Hb harus lebih tinggi dari 9 sampai 10 ml/dl agar tersedia cukup oksigen
untuk memenuhi kebutuhan organ vital (otak, jantung) dalam mencukupi stress. Sekarang sudah
dibuktikan, bahwa Hb 3 sampai 6 g/dl masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Dari
percobaan diketahui bahwa Hb 2-3 g/dl atau 6-8 % masih mampu menunjang kehidupan (Singler,
1980; Johnson, 1991). Batas “anemia aman” bagi pasien yang memiliki jantung normal adalah
hematokrit 20%. Pasien yang menderita penyakit jantung memiliki batas normal 30%.
 Penggantian volume yang hilang harus didahului karena penurunan 30% saja sudah dapat
menyebabkan kematian. Sebaliknya, batas toleransi kehilangan Hb lebih besar. Kehilangan Hb sampai
batas 50% masih dapat diatasi. Bagi pasien tanpa penyakit jantung, Hb 8-10 gm/dl masih dapat
memberikan cukup oksigen bagi jaringan dengan baik (asal volume sirkulasi normal). Karea itu tidak
semua perdarahan harus diganti transfuse. Terapi diprioritaskan untuk mengembalikan volume
sirkulasi dengan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9 % atau Plasma Substitute / koloid ( Expafusin
Dextran, Hemaccel, Gelafundin)selama Hb masih 8-10 gm/dl. Cara terapi dengan cairan ini disebut
hemodilusi. Perdarahan sampai volume darah masih dapat diganti saja tanpa transfuse.
 Pada kehilangan 30-50% volume darah, maka setelah pemberian cairan, jika Hb < 8- 10 gm/dl atau
hematokrit < 20-25% maka transfuse diberikan.
 Sasaran tranfusi adalah mengembalikan kadar Hb sampai 8-10 gm/dl saja. Tidak perlu sampai Hb
“normal” 15 gm/ dl.
 Dari perhitungan kadar Hb, darah satu kantong hanya menaikkan 0,5gm/dl. Peningkatan sebesar ini
juga dapat dicapai dengan pemberian gizi yang baik dan terapi Fe 2+. Manfaat kenaikan Hb 0,5gm/dl
tidak sebanding dengan resiko penularan penyakit.
 Teknik hemodilusi tidak dapat digunakan pada pasien trauma dan trauma thorax karena dapat
menyebabkan edem otak/paru.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses transfuse darah antara lain:
a. Pemberian darah tidak boleh terlalu cepat karena ada kemungkinan jantung tidak dapat mengkompensasi
penambahan volume darah tersebut. Kerja jantung akan semakin berat yang pada suatu waktu akan dapat
menimbulkan gambaran kepayahan jantung dalam memompa darah.
b. Apabila terjadi salah pemberian, dimana tipe dan jenis darahtidak sesuai, maka akan menimbulkan reaksi
patologis seperti alergi atau bahkan koagulasi massif.
c. Adanya kontaminasi bakteri atau parasit pada saat proses transfuse atau yang berasal dari darah pendonor
akan dapat menimbulkan reaksi yang fatal pada pendonor.

Secara anatomis- fisiologis jumlah darah yang terkandung dalam tubuh manusia yaitu 80cc/ kg BB. Jika terjadi
kehilangan darah, maka setiap 1CC darah yang hilang dapat digantikan dengan 2-4 cc larutan RL/ NaCl.
Secara umum penentuan jumlah darah yang akan di transfusikan menggunakan rumus berikut :

I. KOREKSI dengan Whole Blood (WB): Patokan Hb Ideal = 12


 Dewasa : (Hb Idea3l – Hb sekarang) x BB x 7
 Anak- anak : (Hb Ideal – Hb Sekarang ) x BB x 8

II. KOREKSI dengan Packed Red Cell (PRC): patokan Hb Ideal = 12


 (Hb Ideal – Hb Sekarang) x BB x 7

Masalah yang sering terjadi pada pada saat transfuse darah yaitu tidak lancarnya aliran darah akibat darah
dalam selang infuse (blood set). Karena itu, salah satu cara yang dapat digunakan untuk menjamin kelancaran
tetesan aliran darah di selang infuse adalah dengan menggunakan Blood Warmer.
Namun secara umum penggunaan Blood Warmer adalah sebagai berikut:
a. Untuk transfuse dalam jumlah besar (50% dari volume darah dalam tubuh ).
b. Transfuse pada special age (Neonatus Blood Transfusion).
Peralatan yang diperlukan:
1. Blood Unit.
2. Selang transfusion set dengan filter (Blood Set).
3. Abocath ukuran besar (20 G- 18G).
4. Mesin Blood Warmer.
5. Cairan NaCl.
6. Sarung tangan.

Catatan:

 Dalam melakukan tranfusi identifikasi minimum yg harus ada: Nama, alamat, tanggal lahir, nomor
identitas/RM.
 Monitoring harus dilakukan dalam 15 menit pertama untuk mengetahui adanya reaksi dari adanya
tranfusi.
 Lakukan observasi vital sign sebelum dilakukan proses tranfusi darah dan selama proses tranfusi darah.
 Dokumentasikan start waktu memulai dan mengahiri tranfusi.

PROSEDURE TRANFUSI DARAH


NILAI
ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
Tahap pra interaksi
1 Validasi intruksi dokter untuk keterangan jumlah dan jenis tranfusi
2 Cek HB terahir pasien pada catatan medis
Tahap orientasi
3 Jelaskan prosedur pada klien dan pastikan klien telah menandatangani lembar
persetujuan
4 Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya
5 Persiapkan alat pa da meja trolly
3
 Blood warmer, Darah sesuai golongan darah
 Sarung tangan bersih, NaCL
6 Cuci tangan
Tahap kerja
7 Cocokkan identitas pasien dengan kesesuaian jenis darah pada label kantung
darah yang berasal dari bank darah
8 Observasi tanda-tanda vital pasien sebelum tranfusi
9 Gunakan sarung tangan bersih
10 Lakukan pembilasan selang infus dengan mengalirkan cairan NaCl sekitar
100-200 cc untuk permulaan setiap satu kantung darah.
11 Masukkan selang kedalam blood warmer
12 Nyalakan blood warmer dan tunggu sekitar 5 menit
13 Sambungkan kantung darah dengan selang transfusi darah (Blood set)
14 Buka klem selang dan mulai alirka darah
15 Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum klien pada 5-15 menit pertama
tranfusi
16 Monitor tanda-tanda vital pasien selama tranfusi
17 Lakukan pembilasan kembali dengan mengalirkan sekitar 100-200 ccsetiap
penghabisan satu kantung darah.
Tahap terminasi
18 Rapikan alat
Dokumentasi
19 Dokumentasikan tindakan
TOTAL

KET:
0: TIDAK ADA/ TIDAK DILAKUKAN,
1: ADA, KURANG LENGKAP/ KURANG SESUAI PEDOMAN/ KURANG KOMPETEN
2: ADA, LENGKAP/SESUAI PEDOMAN/ KOMPETEN
NILAI TOTAL : SCORE TOTAL X 100
38

Nilai Yogyakarta/......../...../2021
evaluator

( )

3
5. PROSEDUR TINDAKAN SUCTION
A. Definisi tindakan suction
Upaya membersihkan lendir/secret pada jalan nafas ataupun cairan tubuh melalui penghisapan
dengan alat suction.
B.Tujuan penggunaan suction
Mengeluarkan secret/cairan pada jalan nafas.
Melancarkan jalan nafas.
a. Persiapan Alat
- Bak instrument berisi: pinset anatomi 2, kasa secukupnya.
- NaCl
- Canule section.
- Perlak dan pengalas.
- Mesin suction.
- Sarung tangan
- Handuk
- Masker
- Bengkok
- Oksigenasi
b. Persiapan petugas
- Perawat dua orang yang bertugas: bertanggungjawab pada pemberian oksiegansi dan
perawat lain melakukan suction.
c. Persiapan pasien
- Informasikan pada pasien prosedur dan tujuan tindakan
- Atur posisi yang nyaman (sesuai kondisi pasien)
- Kaji tanda-tanda kebutuhan tindakan suction: gelisah, sekret, muntah dan sesak napas

3
PROSEDUR PELAKSANAAN SUCTION
NO Aspek yang dinilai Nilai (A) Bobot (B) Skor

AxB

A Persiapan Alat 0 1 2
1. Bak instrument: pinset anatomi 2
2. kasa secukupnya.
3. NaCl
4. Canule section.
5. Perlak dan pengalas.
6. Mesin suction.
7. Sarung tangan
8. Handuk
9. Masker
10. Bengkok
11. Oksigenasi
Tahap pre-interaksi
1. Baca catatan keperawatan dan medis
2. Siapkan alat alat
B 3. Siapkan lingkungan klien
4. Cuci tangan
C Tahap Orientasi
1. Berikan salam dan panggil klien dengan
namanya
2. Jelaskan prosedure dan tujuan tindakan.
3. Menjaga privasi pasien
D Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan untuk klien bertanya
2. Cek pernapasan pasien
3. Gunakan sarung tangan
4. Berikan oksigenasi 5-10 menit
5. Letakk3an handuk diatas bagian dada klien
6. Letakkan bengkok didekat klien
7. Memakai sarung tangan, masker
8. Menghubungkan selang suction ke
mesin suction, nyalakan mesin dan
menentukan tekanan antara 100-150
mmHg
9. Berikan oksigenasi bila diperlukan
10. Melakukan suction sambil menarik kateter.
Tidak menarik kateter secara paksa bila
terdapat tahanan. Lakukan suction
maksimal 3 detik.
11. Angkat kateter dan mengulang kembali
sampai tidak ada sekret
12. Bila sudah selesai, berikan oksigen kembali
(bila diperlukan)
13. Bersihkan kateter menggunakan NaCl
14. Lepaskan sarung tangan
15. Cek pernapasan pasien
16. Rapikan alat
E Tahap Terminasi
1. Evaluasi respond dan kondisi klien
2. Simpulkanhasil kegiatan
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dan bersihkan alat
5. Memberikan salam
F Dokumentasi
Catat hasil tindakan dalam catatan
keperawatan.

TOTAL

Ket:
0:Tidak ada/ tidak dilakukan,
1:Ada, kurang lengkap/ kurang sesuai pedoman/ kurang kompeten
2:Ada, lengkap/sesuai pedoman/ kompeten

Nilai total : score total x 100


58

Nilai Yogyakarta/......../....../20....
Evaluator

3
6. PEMBERIAN NEBULIZER
Nebulizer adalah salah satu alat elektromedik yang digunakan untuk memberikan terapi
pengobatan bagi pasien yang terserang penyakit gangguan atau kelainan pada saluran
pernapasan dengan memanfaatkan cairan uap yang sudah tercampur dengan obat. Dimana
cairan uap melalui proses pemecahan cairan obat menjadi kabut yang sangat halus,
sehingga ketika dihirup melalui mulut dan hidung obat akan langsung menuju ke paru-
paru untuk meredakan keluhan batuk dan gejala asma lainnya. Penyakit asma adalah suatu
penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernapasan (bronchiale) pada paru
dimana terdapat peradangan dinding rongga bronchiale sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran napas yang akhirnya seseorang mengalami sesak
napas.
Nebulizer menggunakan oksigen, udara terkompresi atau ultrasonik kekuatan untuk
memecah solusi medis dan suspensi menjadi kecil aerosol tetesan yang dapat langsung
dihirup dari corong perangkat. Definisi aerosol adalah "campuran gas dan partikel cair,"
dan contoh terbaik dari aerosol alami adalah kabut , terbentuk ketika partikel air kecil
menguap dicampur dengan udara ambien panas didinginkan dan berkondensasi menjadi
awan denda terlihat udara tetesan air. Bila menggunakan nebulizer untuk terapi inhalasi
dengan obat-obatan yang akan diberikan langsung ke paru-paru, penting untuk dicatat
bahwa tetesan aerosol dihirup hanya dapat menembus ke dalam cabang sempit saluran
udara lebih rendah jika mereka memiliki diameter kecil 1-5 mikrometer. Jika tidak, mereka
hanya diserap oleh rongga mulut, di mana efeknya rendah.
Prinsip kerja:
Pada ultrasonic nebulizer prinsip kerjanya adalah dengan mengatur tebal kabut serta
mengatur waktu yang diperlukan. Pesawat ini menggunakan piezoelektrik yang
menimbulkan suatu getaran akibat adanya suatu frekuensi untuk memecah cairan obat
menjadi kabut. Frekuensi tersebut dihasilkan oleh suatu rangkaian osilator.
Piezoelektrik: Piezoelektrik secara langsung mengubah energi listrik menjadi mekanik.
Tegangan input yang digunakan menyebabkan bagian keramik meregang dan
memancarkan gelo3mbang ultrasonik. Sensor piezoelektrik terdiri dari bagian seperti
housing, clip-type spring, crystal, dan seismic mass. Prinsipnya yaitu ketika terdapat suatu
frekuensi mengenai piezoelektrik, maka clip-type spring yang terhubung dengan seismic
mass akan menekan crystal, sehingga menyebabkan lapisan tipis antara crystal dengan
housing akan bergetar.
Osilator: Osilator atau pembangkit sinyal adalah suatu rangkaian yang menghasilkan
keluaran yang amplitudonya berubah-ubah secara periodik dengan waktu. Keluarannya
bisa berupa gelombang sinusoida, gelombang persegi, gelombang pulsa, gelombang
segitiga atau gelombang gigi gergaji
Nilai
No. Aspek yang dinilai 0 1 2
1. Persiapan
a. Cek order (nama obat, dosis, rute pemberian)
b. Kaji pasien (termasuk identifikasi pasien)
c. Cuci tangan
d. Siapkan perlengkapan, letakkan di samping tempat tidur
pasien
2. Interaksi
a. Persiapkan pasien
b. Jelaskan tujuan pada pasien
c. Jelaskan prosedur pada pasien
d. Jelaskan waktu yang diperlukan
e. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
3. Pelaksanaan
a. Siapkan obat sesuai dengan dosis yang diorderkan
b. Masukkan obat pada alat nebulizer
c. Hubungkan sungkup dengan alat nebulizer
d. Hubungkan nebulizer dengan aliran listrik
e. Pasang sungkup menutupi mulut dan hidung pasien
f. Hidupkan mesin nebulizer
g. Tunggu sampai obat habis
h. Matikan mesin nebulizer
i. Lepaskan sungkup dari pasien
j. Cabut mesin nebulizer dari aliran listrik
k. Bereskan alat
4. Terminasi
a. Lakukan evaluasi terhadap pasien dengan mengkaji respon
pasien
b. Lakukan terminasi utuk mengakhiri kegiatan
5. Dokumentasi
Dokumentasikan prosedur dan respon pasien
TOTAL
7. TEKNIK KAMAR BEDAH

Kompetensi
Setelah Mempelajari Ketrampilan ini Mahasiswa dapat melakukan Scrubbing, Gowning, Gloving.

Indikator kompetensi
Mahasiswa mampu: Melakukan Scrubbing, Gowning, Gloving.
A. Kamar Bedah : Merupakan suatu unit khusus dirumah sakit untuk melakukan pembedahan baik elektif
maupun akut, sehinnga membutuhkan kondisi sterill.
B. Aseptic : adalah tindakan yang dilakukan dalam upaya untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme
pada aringan atau bahan bahan yang akan digunakan dalam suatu tindakan.
C. Prinsip aseptic harus terus menerus dilakukan oleh tim yang berada di kamar bedah, dengan ketentuan-
ketentuan yang harus dilakukan:
1. Daerah sterill harus tetap terjaga dengan batas yang tegas.
2. Tim bedah tidak menjadi sumber kontaminasi.
3. Hanya tim bedah steril yang boleh berada diruang steril, memakai baju khusus, topi dan masker.
4. Menaati batas tegas garis OK.

42
43
44
45
46
47
48
49
PROSEDUR PELAKSANAAN TEKNIK KAMAR BEDAH
Teknik membersihkan tangan

50
51
52
Teknik memakai jas operasi dan sarung tangan tertutup

53
54
55
Teknik Instrumentasi

56
57
Teknik draping

58
59
CATATAN

60
CATATAN

61
62

Anda mungkin juga menyukai