Anda di halaman 1dari 65

MODUL PRAKTIKUM

MATA KULIAH FISIOLOGI KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS


PRODI SARJANA KEBIDANAN

TIM PENULIS
1. Ni Putu Sri Haryati,S.Keb.,Bd.,M.Keb
2. Ni Made Ayu Yulia Raswati Teja, S.Si.T.,M.Kes

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


Jl. Tukad Balian No.180 Renon, Denpasar Sel., Denpasar, Bali
Jl. Tukad Pakerisan No. 90 Panjer, Denpasar, Bali
PRODI SARJANA KEBIDANAN
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KEBIDANAN

TIM PENULIS
1. Ni Putu Sri Haryati,S.Keb.,Bd.,M.Keb
2. Ni Made Ayu Yulia Raswati Teja, S.Si.T.,M.Kes

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


2023

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karunia serta rahmat-
Nya sehingga Modul Fisiologi Kehamilan, Persalinan dan Nifas Program Studi (Prodi)
Sarjana Kebidanan dapat diselesaikan tepat waktu. Modul Praktikum ini diharapkan
dapat membantu mahasiswa dalam melakukan pembelajaran praktikum Mata Kuliah
Fisiologi Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Pada modul berisi panduan mengenai
petunjuk penggunaan buku praktikum yang memudahkan mahasiswa dalam kegiatan
praktikum. Selain itu, pada modul juga berisi tujuan pembelajaran, uraian materi, contoh
kasus, standar operating prosedur, daftar tilik dan daftar referensi. Kompetensi dalam
Fisiologi Kehamilan, Persalinan dan Nifas merupakan integrasi yang holistik antara
pengetahuan, keterampilan/psikomotor maupun sikap. Modul ini berisi tentang kegiatan
belajar praktikum untuk keterampilan- keterampilan klinik dalam Fisiologi Kehamilan,
Persalinan dan Nifas untuk mendukung kompetensi utama Sarjana Kebidanan.
Harapan kami dengan adanya modul Praktikum Fisiologi Kehamilan, Persalinan
dan Nifas dapat menjadi panduan dalam melakukan kegiatan praktikum untuk dosen dan
mahasiswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Modul praktikum
ini masih jauh dari sempurna, sehingga kami mengharapkan masukan dari pembaca
untuk perbaikan pelaksanaan penyusunan modul pada kegiatan mendatang. Semoga
modul praktikum ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, Agustus 2023


Penulis

VISI DAN MISI


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
(ITEKES) BALI

ii
Visi:

Menjadi pusat inovasi teknologi dan kesehatan yang berkarakter dan berwawasan global

MISI:
1. Melaksanakan tata kelola institusi yang baik sesuai dengan sistem penjaminan mutu
2. Menyelenggarakan pendidikan di bidang teknologi dan kesehatan yang dinamis
berlandaskan kearifan lokal
3. Menyelenggarakan penelitian yang berkualitas dan berkesinambungan di bidang teknologi
dan kesehatan
4. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat di bidang teknologi dan kesehatan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
5. Mengembangkan kerjasama di tingkat regional, nasional maupun internasional
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan di bidang teknologi dan
kesehatan

VISI DAN MISI FAKULTAS KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
(ITEKES) BALI

iii
Visi:
Menjadi pusat inovasi kesehatan yang berkarakter dan berwawasan global

MISI:
1. Melaksanakan tata kelola fakultas yang baik sesuai dengan sistem penjaminan mutu
2. Menyelenggarakan pendidikan di bidang kesehatan yang dinamis berlandaskan kearifan
lokal
3. Menyelenggarakan penelitian yang berkualitas dan berkesinambungan di bidang kesehatan
4. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat di bidang kesehatan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan di bidang kesehatan

VISI DAN MISI


PRODI SARJANA KEBIDANAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
(ITEKES) BALI

iv
VISI
Menghasilkan lulusan Sarjana Kebidanan dan Profesi Bidan yang inovatif dalam upaya
promotif preventif pada pelayanan kebidanan yang berkarakter dan berwawasan global.
MISI
1. Melaksanakan tata kelola yang baik dengan sistem penjaminan mutu.
2. Menyelenggarakan Program Pendidikan Kebidanan Program Sarjana dan Pendidikan
Profesi Bidan yang inovatif dalam upaya promotif preventif pada pelayanan kebidanan
untuk menghasilkan lulusan yang profesional berdasarkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Menyelenggarakan penelitian yang berkualitas dan berkesinambungan yang inovatif
dalam upaya promotif preventif dalam pelayanan kebidanan.
4. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang inovatif dalam upaya promotif
preventif dalam pelayanan kebidanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR ISI

v
Hal.
Cover …………………………………… i
Kata Pengantar iii
Visi Misi ITEKES Bali iv
Visi Misi Fakultas Kesehatan …………………………………… v
Visi Misi Sarjana Kebidanan …………………………………… vi
Daftar Isi …………………………………… vii
Petunjuk Penggunaan Buku …………………………………… viii
Praktikum

Modul 1 Konsep Dasar farmakologi …………………………………… 10


Kebidanan
Modul 2 Farmakokinetika …………………………………… 19
Modul 3 Perubahan …………………………………… 28
Farmakokinetika Pada Kasus
kebidanan
Modul 4 Farmakodinamika …………………………………… 33
Modul 5 Klasifikasi Obat …………………………………… 42
Modul 6 Pertimbangan …………………………………… 53
Farmakologi Dalam Pemberian
Terapi

vi
PEN
DA
HU
LU
AN

Nama Modul : Modul Fisiologi Kehamilan, Persalinan dan Nifas


Mata Kuliah : Fisiologi Kehamilan, Persalinan dan Nifas
SKS : 4 SKS (3T/ 1P)
Jam Praktikum : 4480 Menit
Metode Bimbingan : Role Play dan case study
Tempat : Kelas

vii
PET
UNJ
UK
PEN
GG
A. Persiapan Praktikum
UN
1. Pelajari
AAmodul praktikum sebelum kegiatan praktikum dimulai sesuai dengan topik
N untuk memudahkan pemahaman saat melakukan kegiatan praktikum.
kegiatan,
BU
2. Bawalah modul praktikum saat dilakukannya kegiatan praktikum
KU
3. IkutiPRA
tata tertib yang tercantum dalam modul praktikum untuk memperlancar kegiatan
KTI
4. Mengamprah dan mempersiapkan alat praktikum sesuai topik yang diajarkan
KU
B. Teknis bimbingan
M
1. Pada awal pembelajaran praktikum, anda harus membaca materi, mengenai topik
praktikum yang diajarkan.
2. Selanjutnya anda akan melakukan praktek dengan membentuk kelompok kecil secara
bergantian
3. Setiap mahasiswa mempunyai daftar tilik tentang topik yang diajarkan yang terdapat
kemajuan pembelajaran (terlampir), selanjutnya mahasiswa beserta kelompoknya
membuat kontrak belajar dengan pembimbing.
4. Mahasiswa dapat melakukan praktikum secara mandiri bersama kelompok untuk
meningkatkan keterampilan dengan melakukan penilaian mandiri melalui daftar tilik.

C. Tata Tertib Praktikum


1. Mentaati peraturan yang berlaku
2. Kehadiran selama melakukan kegiatan praktikum harus 100%
3. Setiap anda melakukan praktikum wajib untuk menandatangani daftar kehadiran
4. Berpenampilan sopan dan rapi lengkap dengan atribut

D. Tips Pembelajaran Praktikum


1. Bacalah kembali modul praktikum sesuai topik yang diajarkan
2. Pahami dulu format penuntun belajar/SOP sesuai topik yang diajarkan
3. Praktik dilaksanakan sesuai jadwal yang telah disusun sebelumnya sebagai dasar untuk
melakukan kontrak waktu dengan pembimbing
4. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, lakukan praktek ulang bersama teman Anda

viii
5. Untuk mengetahui perkembangan capaian pelaksanaan praktikum, gunakan lembar
penilaian yang sudah Anda gunakan
6. Mintalah teman Anda untuk melakukan penilaian sesuai topik yang kalian lakukan
7. Setiap selesai praktek, mintalah masukan untuk perbaikan praktikum berikutnya

ix
Adaptas
i Sistem
Modul 1 Urinari
a
Dalam
Kehami
lan

Setelah mengikuti pembelajaran, Anda akan mampu memahami Sistem Urinaria


Dalam Kehamilan.

Setelah menyelesaikan kegiatan modul 1, mahasiswa akan mampu:


1. Memahami Definisi System Perkemihan
2. Memahami Perubahan Anatomis Dan Fisiologis System Perkemihan Pada Ibu Hamil Per
Trimester
3. Memahami Kelainan-Kelainan System Perkemihan Pada Ibu Hamil
4. Memahami Perubahan Anatomis Pada Ginjal Dan Ureter
5. Memahami Faktor Infeksi Perkemihan
6. Memahami Pencegahan Infeksi kandung Kemih

Pada modul 1 akan membahas materi-materi sebagai berikut:


1. Definisi System Perkemihan
2. Perubahan Anatomis Dan Fisiologis System Perkemihan Pada Ibu Hamil Per Trimester
3. Kelainan-Kelainan System Perkemihan Pada Ibu Hamil
4. Perubahan Anatomis Pada Ginjal Dan Ureter
5. Faktor Infeksi Perkemihan
6. Pencegahan Infeksi kandung Kemih

10
Adaptas
i Sistem
Urinaria
Dalam
Kehamil
1. Definisi System Perkemihan an

2. Perubahan Anatomis Dan Fisiologis System Perkemihan Pada Ibu Hamil Per Trimester
3. Kelainan-Kelainan System Perkemihan Pada Ibu Hamil
4. Perubahan Anatomis Pada Ginjal Dan Ureter
5. Faktor Infeksi Perkemihan
6. Pencegahan Infeksi kandung Kemih

C
o
n
1. Seorang Ibu bersama anaknya datatang ke rumah sakit ingin melakukan pemeriksaan
mata dikarenakan mata anaknya bengkak sebagai seorang bidan sebaiknya kita
t
memberikan obat steril jenis apa ?
A. Obat serbuk
o
11
h
k

B. Salep mata
C. Tablet hisap
D. Obat gel
2. Di sebuah desa terdapat anak kecil yang sedang sakit panas dan keluarga anak itu tidak
memiliki biaya untuk membawa ke rumah sakit atau bidan. Sebagai seorang bidan yang
saat itu melakukan kunjungan kita seharusnya memberikan obat jenis apa sedangkan anak
tersebut tidak bisa atau tidak mau minum obat dengan jenis pill maka apa yang harus di
lakukan bidan, obat jenis apa yang bidan bisa berikan ?
A. Kapsul
B. Tablet
C. Injeksi
D. Serbuk

12
RA
N
GK
Selamat anda telah belajar melakukan Pembelajaran Farmakologi sebagai calon bidan
U
telah menguasai salah satu kompetensi dalam memberikan asuhan kebidanan pada mata
M
kuliah Farmakologi. Hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam modul 1 ini adalah
A
sebagai berikut :
N
1. Pengertian Farmakologi Kebidanan
2. Ruang Lingkup Farmakologi Kebidanan
3. Pengenalan Obat-Obatan dalam Kebidanan

13
Farmak
okinetik
Modul 2 a

Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa mampu memahami tentang


Farmakokinetika

Setelah menyelesaikan kegiatan modul 2, mahasiswa akan mampu:


1. Memahami tentang absorpsi obat
2. Memahami tentang distribusi obat
3. Memahami tentang Metabolism obat
4. Memahami tentang Ekskresi obat

Pada modul 2 akan membahas materi-materi sebagai berikut:


1. Absorpsi Obat
2. Distribusi Obat
3. Metabolism Obat
4. Ekskresi Obat

14
Farmak
okinetik
a

1. Absorpsi Obat
Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat
kedalamtubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik
(Aiache,et al.,1993). Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya
menentukan efektivitas obat(Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja
di jaringan atau organ, obattersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada
umumnya, membran sel mempunyaistruktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran
lipid semipermeabel (Shargel and Yu,1985). Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat
itu larut dalam cairan biologis. Kelarutanserta cepat-lambatnya melarut menentukan
banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberianobat per oral, cairan biologis utama
adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membran biologis obat masuk ke peredaran
sistemik. Disolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari bentuk sediaannya. Secara
ringkas proses biofarmasetik digambarkan dalam gambar 1 (Joenoes,2002). Obat yang
terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi, jika obat tersebutterikat pada
kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Jika obat sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum
masuk ke kapiler disebut penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding kapiler
danmasuk ke dalam saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2002).
Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam sirkulasi sistemik
bisadicapai dengan tiga langkah yaitu :
a. Penghantaran obat pada tempat absorpsinya
b. Obat dalam bentuk larutanc.
Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2002).Absorpsi obat adalah langkah
utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari sistemLADME (Liberasi-Absorpsi-
Distribusi-Metabolisme-Ekskresi). Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi)
sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama, sehinggadapat mempengaruhi
efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).

15
 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat
a. Ukuran partikel obat
Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang
kontakdengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel, bertambah luas permukaan
total, bertambahmudah larut (Joenoes, 2002).
b. Pengaruh daya larut obat
Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:
- Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat
- Sifat fisik: modifikasi fisik obat
- Prosedur dan teknik pembuatan obat
- Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien (Joenoes, 2002).
c. Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat.
- Temperatur- pKa dan derajat ionisasi obat.

2. Distribusi Obat
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan standar yang sangat penting
dalam upaya mempertahankan mutu dan integritas distribusi obat di setiap rantai distribusi
mulai dari industri farmasi hingga fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, rumah
sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat dan toko obat. Dengan demikian, pengawasan
pasca pemasaran dalam kerangka penerapan CDOB dimaksudkan untuk memastikan
bahwa mutu, khasiat, dan keamanan obat di sepanjang jalur distribusi tetap dipertahankan
sesuai dengan karakteristik pada saat obat dimaksud disetujui untuk beredar. Pedoman
teknis CDOB diterbitkan untuk memberikan penjelasan dan penjabaran tentang prinsip
CDOB sehingga dapat diterapkan secara efektif oleh fasilitas distribusi obat dan/atau
bahan obat termasuk industri farmasi yang melaksanakan kegiatan distribusi obat. Selain
itu pedoman teknis juga diperlukan oleh para inspektur CDOB di lapangan dalam menilai
pemenuhan aspek CDOB pada fasilitas distribusi. Buku Pedoman Teknis CDOB
diterbitkan pertama kali pada tahun 2003 yang kemudian direvisi pada tahun 2012 menjadi
Buku Pedoman Teknis CDOB edisi tahun 2012. Seiring dengan dinamika perkembangan
dunia kefarmasian, Buku Pedoman Teknis CDOB edisi tahun 2012 direvisi menjadi Buku
Pedoman Teknis CDOB edisi tahun 2020.
Secara umum distribusi obat dimulai dari gudang farmasi, lalu ke Instalasi dan
didistribusikan ke setiap departemen, apakah akan digunakan untuk rawat jalan atau rawat

16
inap. Selain itu, PBF juga dapat langsung mendistribusikan obat ke apotek, dibedakan
pengelolaannya antara obat resep dan non- resep.
Mengingat:
1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen Ordonnantie, Staatsblad 1949:
419);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5062);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
8. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi;
10. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;

17
11. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.21.3546 Tahun 2009;
3. Metabolism Obat
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme
hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat
merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat
farmakologis obat. Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-
sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran pencernaan,
paru-paru, ginjal, dan kulit.
Terdapat 2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Pada reaksi-reaksi ini, senyawa
yang kurang polar akan dimodifikasi menjadi senyawa metabolit yang lebih polar. Proses
ini dapat menyebabkan aktivasi atau inaktivasi senyawa obat. Reaksi fase I, disebut juga
reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan
desiklikasi. Reaksi oksidasi terjadi bila ada penambahan atom oksigen atau penghilangan
hidrogen secara enzimatik. Biasanya reaksi oksidasi ini melibatkan sitokrom P450
monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen. Obat-obat yang dimetabolisme
menggunakan metode ini antara lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan steroid.
Reaksi oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi C-OH, hal ini mengakibatkan
beberapa senyawa yang tidak aktif (pro drug) secara farmakologi menjadi senyawa yang
aktif. Juga, senyawa yang lebih toksik/beracun dapat terbentuk melalui reaksi oksidasi ini.
Reaksi fase II, disebut pula reaksi konjugasi, biasanya merupakan reaksi detoksikasi dan
melibatkan gugus fungsional polar metabolit fase I, yakni gugus karboksil (-COOH),
hidroksil (-OH), dan amino (NH2), yang terjadi melalui reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi,
dan glukoronidasi. Reaksi fase II akan meningkatkan berat molekul senyawa obat, dan
menghasilkan produk yang tidak aktif. Hal ini merupakan kebalikan dari reaksi
metabolisme obat pada fase I.
Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor fisiologis (usia,
genetika, nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan juga induksi enzim yang terlibat
dalam proses metabolisme obat. Selain itu, faktor patologis (penyakit pada hati atau ginjal)
juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.

18
 Faktor yang memengaruhi metabolisme obat
Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi produksi enzim ini seperti di bawah
ini.
a. Makanan atau obat-obatan lain yang dapat menimbulkan interaksi obat atau
mengganggu efektivitasnya.
b. Perbedaan laju metabolisme yang diwariskan lewat gen.
c. Kondisi medis yang menyerang liver seperti sirosis hati.
d. Faktor usia, misalnya anak-anak dan lansia.
Pada anak-anak, terutama bayi yang baru lahir, hati tidak bisa memproduksi enzim
tersebut dengan sempurna. Sementara pada lansia, kemampuan hati semakin menurun
untuk memproduksi enzim tersebut. Sehingga anak-anak dan lansia biasanya diberikan
dosis obat yang rendah untuk memudahkan kerja hati. Metabolisme obat merupakan
bagian dari kinetika obat, yakni proses masuknya obat ke dalam tubuh, lalu diserap,
hingga dikeluarkan zat sisanya. Mengetahui metabolisme dan perjalanan obat di dalam
tubuh akan membantu Anda memahami lama reaksi obat hingga bagaimana obat
bekerja mengatasi keluhan sakit.

4. Ekskresi Obat
Ekskresi merupakan proses berpindahnya obat dari lingkungandalamkeluar tubuh.
Ginjal merupakan organ utama yang berperan pada ekskresi obat. Besar ekskresi obat
merupakan hasil resultante antara tiga proses yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif, dan
reabsorbsi pasif.Filtrasi glomerulus merupakan fungsi linier yang tidak jenuh, dapat
memfilter obat yang bermuatan atau tidak bermuatan tetapi tidak dapat memfilter obat
yang terikat protein plasma atau yang mempunyai berat molekul yang relatif besar.
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma akan
mengubah filtrasi obat yang selanjutnya mempengaruhi waktu paruh obat (waktu yang
dibutuhkan untuk obat menjadi separuh konsentrasi).
Sekresi aktif yang terjadi di tubulus proksimal memainkan peran kecil dalam ekskresi
fisiologis normal, namun berperan penting dalam ekskresi beberapa obat. Sistem sekresi
ini dapat memfasilitasi obat-obat yang tidak dapat melalui filtrasi glomerulus karena obat
yang bermuatan baik anion atau kation sering berikatan dengan protein plasma. Namun
karena ikatan dengan protein bersifat reversibel, maka sistem sekresi aktif dapat secara
cepat dan efisien memindahkan obat yang terikat protein dari darah ke tubulus. Di dalam

19
sistem sekresi tubular aktif, obat dapat menjadi substrat untuk dua sistem, yaitu sekresi
untuk organik anion dan organik kation. Antara kedua substrat obat tersebut dapat saling
berkompetisi sehingga salah satu obat dapat mengalami penghambatan sekresi. Obat yang
mengalami filtrasi dapat direabsorpsi di sel tubulus ginjal. Transportasi aktif di tubulus
distal dikaitkan secara fisiologis dengan asam urat endogen, glukosa dan asam amino.
Difusi nonionik pasif terjadi di seluruh lumen tubular kembali ke sirkulasi sistemik,
yang tergantung pada gradien konsentrasi, gradien pH, kelarutan lipid, derajat ionisasi, dan
ukuran molekul. Peningkatan keasaman urin tubular sangat mempengaruhi laju reabsorpsi
elektrolit lemah. Bentuk yang tidak terion dapat segera menyebar kembali ke sirkulasi,
sedangkan bentuk terionisasi terjebak dalam urin di tubulus dan diekskresikan. Sebaliknya
dengan urin alkalin membantu reabsorpsi basa lemah dan ekskresi asam lemah. Dalam
overdosis obat, manipulasi pH urin kadang digunakan untuk mencegah reabsorpsi.
Pemberian ammonium chloride menghasilkan urine asam sedangkan sodium bikarbonat
menghasilkan urin alkali. Dengan demikian memanipulasi pH urin merupakan salah satu
cara menangani keracunan obat karena dapat meningkatkan ekskresi obat. Pada gambar
ekskresi obat melalui ginjal di bawah ini terlihat proses filtrasi glomerulus, sekresi aktif,
dan reabsorpsi tubular.

20
C
o
n
1. Ibu bersama dengan suaminya datang ke TPMB untuk melakukan pemeriksaan. Bidan
t
memberikan obat kepada ibu dengan efektifitas penyerapan obat dengan masuknya
molekul-molekul obat ke dalam tubuh untuk menuju peredaran darah setelah melewati
o
sawar biologic. Dalam Farmakokinetika obat yang di berikan termasuk ke dalam ?
h
A. Absorpsi obat
B. Distribusi obat
C. Metabolisme obat
k
D. Ekskresi obat
2. Ibu datang
a ke TPMB berniatan untuk konsultasi karena ibu sering mengonsumsi obat-
obatan dan ibu merasa takut nanti terjadi masalah dengan organ tubuhnya. Lalu bidan
s
menjelaskan bahwa jika di konsumsi dengan anjuran tidak berlebihan itu wajar-wajar saja
karena di dalam tubuh terdapat organ yang melakukan ekskresi dengan cara pindahnya
obat dari lingkungan dalam keluar tubuh. Nah organ tubuh manakah yang berperan
seperti penjelasan di atas berikut ?
A. Paru-paru
B. Hati
C. Ginjal
D. Limfe

5.

21
RA
N
GK
Selamat anda telah belajar melakukan Pembelajaran Farmakologi sebagai calon bidan
U
telah menguasai salah satu kompetensi dalam memberikan asuhan kebidanan pada mata
M
kuliah Farmakologi. Hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam modul 2 ini adalah
A
sebagai berikut :
N
1. Absorpsi Obat
2. Distribusi Obat
3. Metabolism Obat
4. Ekskresi Obat

22
Perubah
an
Modul 3 Farmak
okinetik
a Pada
Kasus
Kebida
nan

Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa mampu memahami tentang perubahan


farmakokinetika pada kasus kebidanan

Setelah menyelesaikan kegiatan modul 3, mahasiswa akan mampu:


1. Memahami tentang perubahan farmakokinetika pada kasus kebidanan

Pada modul 3 akan membahas materi-materi sebagai berikut:


1. Perubahan farmakokinetika pada kasus kebidanan

23
Perubah
an
Farmak
okinetik
a Pada
Perubahan fisiologis yang dinamis terjadi
Kasus pada tubuhseorang wanita hamil karena
terbentuknya unit fetal-plasental-maternal. Kebidan
Keadaan ini mempengaruhi farmakokinetika obat
an
baik dari segi absorbsi, distribusi, maupun eliminasinya.Perubahan-perubahan itu antara lain
terjadi pada fungsi salurancerna, yang akan berpengaruh pada kecepatan absorbsi obat;
perubahan fungsi saluran napas akan mempengaruhi absorbsiobat inhalan di paru, sedangkan
pada ginjal wanita hamil akanterjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus yang akan meng-
akibatkan eliminasi obat melalui ginjal meningkat.Pada seorang wanita yang hamil akan
terjadi peningkatan jumlah volume cairan tubuh yang berakibat penurunan kadar puncak obat
dalam serum. Kondisi hipoalbuminemia yangterjadi selama kehamilan menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah protein pengikat (protein binding),sehingga kadar obat bebas
yang terdapat dalam darah akan meningkat. Sepertidiketahui, obat yang beredar bebas dalam
darah adalah yangmenimbulkan efek terapetik, oleh karena itu pemberian obat pada wanita
hamil mengandung risiko efek terapetik yang berlebihan, yang kadangkala justru
menimbulkan efek toksik baik pada ibu maupun janinnya.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas pemberianobat pada wanita hamil harus


sungguh-sungguh memper-hitungkan dosis yang tepat yang didasari oleh pengetahuantentang
kadar obat bebas dalam darah.Berikut ini akan diuraikan tentang dasar-dasar
perubahanfarmakokinetika obat yang terjadi pada wanita hamil, danimplikasinya terhadap
pengawasan dan penyesuaian dosis dari beberapa jenis obat yang penting dalam kehamilan.

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK UNIT FETAL-MATERNAL

Hasil survai epidemiologis menunjukkan bahwa antarasepertiga hingga duapertiga dari


seluruh wanita hamil akan mengkonsumsi setidaknya 1 macam obat selama kehamilan.Obat-
obat yang sering digunakan antara lain antimikroba,antiemetik, obat penenang dan analgesik
Sesuai dengan perkembangan kehamilan akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang
dinamis terhadap farma-kokinetik obat yang meliputi proses absorbsi, distribusi, daneliminasi
obat. Pemberian obat pada masa kehamilan yangterutama ditujukan pada ibu, seringkali
tanpa memperhitung-kan efeknya pada plasenta dan janin yang merupakan suatuunit yang
saling berinteraksi selama kehamilan. Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan obat
dapatmelewati sawar plasenta dengan mudah, sehingga membuat janin sebagai penerima obat

24
yang tidak berkepentingan.Sebaliknya, dengan ditemukannya teknik diagnosis antenatalyang
semakin canggih, muncul upaya untuk memberi terapi pada janin intrauterin melalui
pemberian obat pada ibunya. Respon ibu dan janin terhadap obat selama
kehamilandipengaruhi oleh dua faktor utama:

1. Perubahan absorbsi, dis-tribusi, dan eliminasi obat dalam tubuh wanita hamil.
2. Unit plasental-fetal yang mempengaruhi jumlah obat yang melewati sawar plasenta,
persentase obat yang dimetabolisme oleh plasenta, distribusi dan eliminasi obat oleh
janin.

Perubahan farmakokinetika obat akibat Perubahan &aternal

1. Absorbsi Saluran Cerna


Pada wanita hamil terjadi penurunan sekresi asam lambung dibandingkan wanita tidak
hamil!, disertai peningkatan sekresi mukus, kombinasikedua hal tersebut akan
menyebabkan peningkatan p+ lambung dan kapasitas buffer. Secara klinik hal ini akan
mempengaruhi ionisasi asam-basa yang berakibat pada absorbsinya.
2. Absorbsi Paru
Pada kehamilan terjadi peningkatan curah jantung, tidal volume, ventilasi, danaliran
darah paru. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan peningkatan absorbsial eolar,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat inhalan.
3. Distribusi
volume distribusi obat akan mengalami perubahan selama kehamilan akibat peningkatan
jumlah volume plasma hingga Peningkatan curah jantung akan berakibat peningkatan
aliran darah ginjal sampai pada akhir trimester /, dan peningkatan aliran darah uterus
yang mencapai puncaknya pada aterm '01-("23jam 4 akan menuju ke plasenta) akan
mendarahi myometrium. akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan kadar
puncak obat dalam serum.
4. Pengikatan protein
Sesuai dengan perjalanan kehamilan, olume plasma akan bertambah, tetapitidak diikuti
dengan peningkatan produksi albumin, sehingga menimbulkan hipoalbuminemia
fisiologis yang mengakibatkan kadar obat bebas akanmeningkat. obat-obat yang tidak
terikat pada protein pengikat secarafarmakologis adalah obat yang aktif, maka pada
wanita hamil diperkirakan akanterjadi peningkatan efek obat.

25
C
o
n
t wanita hamil terjadi penurunan sekresi asam lambung disertai peningkatan
1. Seorang
sekresi
o mucus, kombinasi kedua hal tersebut akan menyebabkan peningkatan p+ lambung
dan kapasitas
h buffer dan akan mempengaruhi ionisasi asam-basa yang berakibat absorbsi.
Termasuk kedalam absorbs apakah kasus diatas ?
A. Absorbsi paru
k
B. Distribusi
a
C. Pengikatan protein
s
D. Absorbsi saluran cerna
u Wanita hamil mengalami perubahan yang dinamis karena terbentuk dari unit ?
2. Seorang
A. Plasenta-maternal-internal-fetal
s
B. Internal-maternal-fetal
C. Fetal-plasenta-maternal
D. Maternal-fetal-plasenta

26
RA
N
GK
Selamat anda telah belajar melakukan Pembelajaran Farmakologi sebagai calon bidan
U
telah menguasai salah satu kompetensi dalam memberikan asuhan kebidanan pada mata
M
kuliah Farmakologi. Hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam modul 3 ini adalah
A
sebagai berikut :
N
1. Perubahan farmakokinetika pada kasus kebidanan

27
Farmak
odinami
Modul 4 ka

Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa mampu memahami tentang


farmakodinamika.

Setelah menyelesaikan kegiatan modul 4, mahasiswa akan mampu:


1. Memahami pengertian farmakodinamika
2. Memahami ikatan obat-reseptor
3. Memahami interaksi obat
4. Memahami tentang efek samping obat

Pada modul 4 akan membahas materi-materi sebagai berikut:


1. Pengertian farmakodinamika
2. Ikatan obat-reseptor
3. Interaksi obat
4. Efek samping obat

28
Farmak
odinami
ka

1. Pengertian
Farmakodinamik (PD) adalah studi tentang efek biokimia dan fisiologis obat
(terutama obat-obatan farmasi). Efeknya dapat termasuk yang dimanifestasikan dalam
hewan (termasuk manusia), mikroorganisme, atau kombinasi organisme (misalnya,
infeksi).
Farmakodinamik dan farmakokinetik adalah cabang utama farmakologi, dengan
sendirinya menjadi topik biologi yang tertarik dalam studi interaksi antara zat kimia
endogen dan eksogen dengan organisme hidup. Secara khusus, farmakodinamik adalah
studi tentang bagaimana suatu obat mempengaruhi suatu organisme, sedangkan
farmakokinetik adalah studi tentang bagaimana organisme mempengaruhi obat tersebut.
Keduanya secara bersama-sama memengaruhi dosis, manfaat, dan efek samping.
Farmakodinamik kadang disingkat sebagai PD dan farmakokinetik sebagai PK, terutama
dalam referensi gabungan (misalnya, ketika berbicara tentang model PK / PD).
Farmakodinamik memberi penekanan khusus pada hubungan dosis-respons, yaitu
hubungan antara konsentrasi dan efek obat. [1] Salah satu contoh yang dominan adalah
interaksi reseptor obat sebagaimana dimodelkan oleh di mana L, R, dan LR masing-
masing mewakili konsentrasi kompleks ligan (obat), reseptor, dan reseptor ligan.
Persamaan ini merupakan model dinamika reaksi yang disederhanakan yang dapat
dipelajari secara matematis melalui alat-alat seperti peta energi bebas.
2. Ikatan Obat-Reseptor
Infeksi merupakan masalah kesehatan yang banyak diderita oleh masyarakat terutama
di negaraberkembang. Infeksi nosokomial diantara jenis infeksi yang diderita masyarakat
karena paparan dari Rumah Sakit. Prevalensi infeksi nosokomial dilaporkan dari rumah
sakit di kawasan timur tengah11,8%, Asia tenggara 10,0%, Eropa 7,7%, dan Pasifik
Barat 9,0% (WHO, 2002).Banyak faktor yang dapat menyebabkan infeksi diantaranya
mikroorganisme seperti bakteri,virus, parasit, atau fungi. Selain itu juga faktor
meningkatnya pertumbuhan dan mobilitas pendudukdunia, kepadatan penduduk di kota-
kota dengan sanitasi yang buruk, produksi makanan yangbesar dan distribusi secara
internasional, makanan yang tidak sehat, paparan manusia untuk vektorpenyakit dan
reservoir, dan perubahan ekologi yang mengubah komposisi dan ukuran seranggavektor

29
dan reservoir hewan (Racaniello, 2004) Obat yang umum digunakan untuk mengatasi
infeksi adalah antibiotik. Antibiotik merupakanobat yang digunakan pada infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Pemilihan antibakteri harusdilakukan secara rasional. Secara
sederhana diartikan sebagai meresepkan obat yang tepat, dalamdosis yang adekuat untuk
durasi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan klinis pasien serta denganharga yang
paling rendah (Ambawani and Mathur, 2006). Sedangkan menurut World Health
Organization (WHO) Global Strategy, penggunaan antibiotik yang tepat adalah
penggunaanantibiotik yang efektif dari segi biaya dengan peningkatan efek terapeutik
klinis, meminimalkan toksisitas obat dan meminimalkan terjadinya resistensi. Sefotaksim
merupakan salah satu antibakterisefalosforin generasi ketiga yang digunakan untuk
perawatan infeksi seperti gonorrhoe, sinusitisakut, dan pneumonia.

Obat dapat memberikan efek terapetik dengan cara tanpa diperantarai reseptor (aksi
obatnon spesifik) atau dengan diperantarai reseptor (aksi obat spesifik). Kebanyakan obat
bekerja secaraspesifik melalui interaksi dengan reseptornya.Reseptor merupakan suatu
protein spesifik yang terdapat dalam tubuh yang akan berinteraksidengan obat atau
metabolit obat. Reseptor merupakan tempat molekul obat berinteraksi membentuksuatu
kompeks yang reversibel sehingga pada akhirnya menimbulkan respon. Suatu senyawa
yangdapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon disebut agonis. Selain itu
senyawa yang dapatmembentuk kompleks dengan reseptor tapi tidak dapat menimbulkan
respons dinamakan antagonis.Sedangkan senyawa yang mempunyai aktivitas diantara
dua kelompok tersebut dinamakan antagonisparsial. Pada suatu kejadian dimana tidak
semua reseptor diduduki atau berinteraksi dengan agonisuntuk menghasilkan respons
maksimum, sehingga seolah-olah terdapat kelebihan reseptor, kejadianini dinamakan
reseptor cadangan merupakan komponen spesifik sel yang jika berinteraksi denganagonis

30
atau obat akan menghasilkan efek.Pada umumnya, ikatan obat-reseptor bersifat
reversibel sehingga obat segera meninggalkanreseptor bila kadar obat dalam cairan luar
sel menurun. Ikatan yang terlibat pada interaksi obat-reseptor harus relatif lemah tetapi
masih cukup kuat untuk berkompetisi dengan ikatan lainnya. Ikatan kimia yang terlibat
dalam interaksi obat reseptor antara lain adalah ikatan-ikatan kovalen,ion-ion yang saling
memperkuat (reinforce ions), ion (elektrostatik), hidrogen, dan lain-lain.Interaksi obat
dan reseptor dapat diprediksi secara in silico menggunakan perangkat lunakMolegro
Virtual Docker. Menurut IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry n
silico merupakan disiplin ilmu yang menggunakan metode matematika untuk
menghitung sifatmolekular atau untuk menstimulasi kelakuan sistem molekular
(Waterbeemd et al., 1997). Denganmetode docking ini dapat diprediksi afinitas obat dan
reseptornya, jenis ikatan, gugus farmakofor,dan asam amino pada reseptor yang
berikatan dengan obat (Molegro, 2011).
1. AGONIS
- Obat disebut sbg agonis ketika berikatan dengan reseptor, obat tersebut
menimbulkan efek.
- Agonis mengaktifkan reseptor untuk menghasilkan sinyal.
2. ANTAGONIS
- Obat yang berikatan dengan reseptor namun tidak mengaktifkan reseptor untuk
menghasilkan sinyal.
- Mengganggu agonis dalam mengaktifkan reseptor
- Obat yang menghambat atau mengurangi aksi agonis.

31
3. AFINITAS
Kemampuan obat untuk berikatan dengan reseptor
1. Jenis-jenis ikatan Obat-Reseptor (O-R): Kovalen : sangat kuat, pada kebanyakan
kasus bersifat irreversible.
2. Elektrostatik : jenis ikatan O-R yg sangat umum, lebih lemah dari ikatan kovalen.
3. Hidrofobik : ikatan lebih lemah, misalnya ikatan obat larut lemak dengan lipid
membran sel.
Ikatan O-R yang ireversibel:
e.g :
- Ikatan antara gugus acetyl dari acetylsalicylic acid (aspirin) dan cyclooxygenase
(enzim COX). Enzim COX disintesis kembali oleh tubuh beberapa hari kemudian
- Ikatan antara Obat PPI dengan Enzim H+ , K+ ATPase (Pompa proton), sehingga
menahan pelepasan asam lambung selama 24-48 jam atau hingga pompa proton
disintesis kembali.

32
Pada umumnya ikatan obat bersifat reversible. Kekuatan O-R yg reversible
diukur dengan konstanta disosiasi (Kd). Nilai Kd = 1/2Bmax atau konsentrasi
yang diperlukan oleh ligan untuk berikatan dengan ½ konsentrasi reseptor
4. POTENSI
Menunjukkan dosis relatif dari dua agonis atau lebih untuk memproduksi kekuatan
efek yang sama.
5. EFIKASI
Seberapa baik sebuah obat dalam menghasilkan efek Obat-obatan yang tidak
berikatan dengan reseptor fisiologis:
- Antasida : menetralkan asam lambung
- Manitol : menarik air, diuresis
- Obat-obat infeksi : Antibiotik, antivirus, antiparasit

3. Efek Samping Obat


Semua obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis kondisi kesehatan dapat
menyebabkan efek samping. Namun, memang tak semua obat akan menimbulkan efek
sampingnya tersebut. Faktanya, kebanyakan orang yang minum beberapa obat tertentu
tidak mengalami efek samping atau mungkin hanya mengalami efek yang ringan saja.
Munculnya efek samping suatu obat tergantung dengan usia, berat badan, jenis kelamin,
dan kondisi kesehatan secara menyeluruh. Selain itu, tingkat keparahan penyakit dapat
meningkatkan peluang efek samping itu muncul. Pasalnya, semakin parah masalah
kesehatan, semakin banyak dan beragam obat yang dikonsumsi. Hal ini yang kemudian
membuat efek samping obat dapat muncul.
 Kapan perlu ke dokter jika mengalami efek samping obat ?
Penting untuk memahami potensi efek samping obat dan apa yang harus dilakukan
jika gejalanya muncul. Bila memang mulai merasakan gejala efek samping, segera
sampaikan hal ini pada dokter, meskipun gejala yang dirasakan masih tergolong
ringan. Mungkin kondisi tersebut tidak membahayakan kesehatan, tapi munculnya
efek samping obat yang ringan menandakan bahwa obat tersebut tidak bereaksi
sebagaimana mestinya.
 Segera kunjungi dokter Anda jika Anda memiliki salah satu dari efek samping ini :
- Sakit perut
- Penglihatan kabur

33
- Sembelit
- Diare
- Pusing
- Sakit kepala
- Mulut kering
- Hilang selera makan
- Palpitasi
- Masalah dengan koordinasi
- Telinga berdenging
- Ruam kulit atau gatal-gatal
- Pembengkakan tangan atau kaki
- Kehilangan kesadaran atau pingsan

Beberapa efek samping mungkin tidak membuat merasa sakit, untuk itu dokter
biasanya akan meminta untuk melakukan tes laboratorium rutin untuk mendeteksi
masalah apa pun sejak dini. Misalnya, jika mengonsumsi obat untuk kolesterol tinggi,
seperti Lipitor (Atorvastatin), dokter kemungkinan besar akan merekomendasikan
menjalani tes fungsi hati sebelum memulai obat, yaitu 12 minggu setelah memulai terapi,
dan setelahnya secara berkala.
 Jika sudah begini, apakah harus berhenti minum obat?
Semua obat memiliki manfaat dan risiko. Risikonya adalah kemungkinan efek
samping yang serius dari obat yang di konsumsi. Risiko ini bisa ringan hingga berat.
Namun, beberapa efek samping ringan pun terkadang bisa mengganggu aktivitas.
Beberapa efek samping mungkin berat dan membutuhkan perawatan medis, sementara
yang lainnya mungkin ringan. Efek samping yang berat atau parah terkadang menjadi
salah satu alasan utama mengapa orang berhenti menggunakan obat yang dianjurkan.
Namun, jangan berhenti minum obat tanpa berbicara dengan dokter terlebih dahulu.
Jika berpikir memiliki efek samping serius yang berbahaya bagi kesehatan, segera
periksakan ke dokter atau datang ke rumah sakit terdekat. Jika memiliki efek samping
yang mengkhawatirkan, dokter mungkin akan mengubah dosis, mencoba obat yang
berbeda di kelas obat yang sama, atau merekomendasikan beberapa jenis perubahan
pola makan atau pola hidup. Beberapa efek samping yang berat mungkin dapat
mengancam jiwa, seperti kerusakan hati. Oleh karena itu, pahami betul apa manfaat

34
dan efek samping yang mungkin terjadi sebelum minum obat. Minta dokter atau
perawat Anda untuk menjelaskannya.

C
o
n
1. Metode Docking yaitu salah satunya berfungsi dapat berikatan dengan reseptor dan
t
menimbulkan efek serta mengaktifkan reseptor untuk menghasilkan sinyal yaitu ke dalam
jenis o
apa ?
A. Agonis
h
B. Antagonis
C. Afinitas
k
D. Potensi
a ibu merasa binggung kapan ia harus memeriksakan dirinya ke dokter jika
2. Seorang
mengalami efek samping dari ibat yang ia minum ?
s
A. Saat gejala sudah tidak bisa di tahan
u
B. Jika gejalanya muncul dan sudah merasakan gejala
C. Disaat gejala sudah menyebar keseluruh tubuh
D. Saat tidak ada gejala

35
36
RA
N
GK
Selamat anda telah belajar melakukan Pembelajaran Farmakologi sebagai calon bidan
U
telah menguasai salah satu kompetensi dalam memberikan asuhan kebidanan pada mata
M
kuliah Farmakologi. Hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam modul 4 ini adalah
A
sebagai berikut :
N
1. Pengertian farmakodinamika
2. Ikatan obat-reseptor
3. Interaksi obat
4. Efek samping obat

37
Klasifik
asi obat
Modul 5

Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa mampu memahami tentang klasifikasi


obat

Setelah menyelesaikan kegiatan modul 5, mahasiswa akan mampu:


1. Memahami bentuk sediaan obat
2. Memahami tentang golongan obat

Pada modul 5 akan membahas materi-materi sebagai berikut:


1. Bentuk sediaan obat
2. Golongan obat

38
Klasifik
asi Obat

1. Bentuk Sediaan Obat


Sediaan obat adalah bentuk fisik atau bentuk yang dihasilkan dari bahan pembuatan
obat yang dapat diberikan kepada pasien. Sediaan obat farmasi ini sangat penting, karena
bentuk sediaan bisa mempengaruhi cara kerja dan efek obat pada tubuh manusia. Obat
biasanya disajikan dalam berbagai bentuk sediaan yang berbeda untuk memberikan
pilihan yang lebih mudah bagi pasien atau pemakai obat. Pada umumnya, sediaan obat
farmasi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu sediaan padat, sediaan cair, dan
sediaan semisolid. Di bawah ini merupakan beberapa contoh dari masing-masing
kelompok menggunakan gambar-gambar yang menarik:Sediaan Padat
1. Sediaan padat
merupakan bentuk fisik obat yang berwujud padat atau keras. Beberapa contoh dari
sediaan padat antara lain:
A. Tablet
Bentuk sediaan obat yang paling umum dan akrab bagi banyak orang adalah
tablet. Tablet adalah sediaan obat dalam bentuk padat dan biasanya berbentuk
silinder atau persegi panjang. Tablet bisa memiliki berbagai ukuran, bentuk,
warna, dan tekstur, tergantung pada obat yang digunakan. Contoh tablet antara
lain: Paracetamol, Aspirin, dan Vitamin C.
B. Kapsul
Kapsul adalah salah satu bentuk sediaan obat yang mirip dengan tablet, tetapi
berisi bahan aktif obat yang dikemas dalam kapsul lunak atau keras. Kapsul
umumnya terdiri dari bahan kapsul yang terbuat dari gelatin yang dapat larut di
dalam tubuh manusia. Ada dua jenis kapsul, yaitu kapsul lunak dan kapsul keras.
Contoh kapsul antara lain: Antibiotik Amoxicillin dan Vitamin E.
C. Pil
Pil juga merupakan salah satu bentuk sediaan padat yang populer. Pil adalah
sediaan obat yang terbuat dari bahan aktif yang dikemas dalam kulit pelindung
yang keras. Pil bisa dipecah menjadi beberapa bagian jika dosis yang diinginkan
lebih kecil dari ukuran pil yang utuh. Pil biasanya berwarna putih atau warna lain
tergantung pada bahan obat yang digunakan.
D. Puyer atau bubuk
Puyer atau bubuk adalah bentuk sediaan obat yang berupa serbuk halus. Puyer
biasanya digunakan untuk diseduh dengan air atau minuman lainnya sebelum
diminum. Contoh obat yang berbentuk puyer adalah parasetamol anak atau obat
flu yang diseduh dengan air hangat.

39
2. Sediaan Cair
Sediaan cair merupakan bentuk fisik obat yang berwujud cair. Biasanya obat-obatan
dalam bentuk cair digunakan untuk pasien yang sulit menelan obat padat atau untuk
memudahkan penyerapan obat oleh tubuh. Berikut adalah beberapa contoh dari
sediaan cair :
A. Sirup
Sirup adalah salah satu bentuk sediaan obat yang paling umum digunakan,
terutama untuk anak-anak. Sirup biasanya memiliki rasa yang enak dan aroma
yang menyenangkan. Sirup sendiri terbuat dari larutan gula dan air, dengan
tambahan bahan obat-obatan. Sirup memiliki konsistensi yang lebih kental
dibandingkan dengan air biasa. Contoh obat yang berbentuk sirup adalah
paracetamol anak atau vitamin.
B. Tetes
Tetes adalah bentuk sediaan obat yang berbentuk cairan seperti air yang
dijatuhkan ke dalam mata atau telinga. Obat tetes biasanya digunakan untuk
pengobatan masalah kesehatan mata atau telinga. Contoh obat dalam bentuk tetes
adalah obat mata berbasis antibiotik atau tetes telinga untuk mengatasi infeksi
telinga.
C. Injeksi
Injeksi adalah bentuk sediaan obat yang diberikan melalui suntikan langsung ke
dalam otot, vena, atau kulit. Obat dalam bentuk injeksi memiliki kadar kekuatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan lainnya. Injeksi biasanya
digunakan untuk mengatasi kondisi kesehatan yang membutuhkan pemulihan
yang cepat dan efektif. Contoh obat yang diinjeksikan adalah antibiotik untuk
terapi infeksi yang serius atau insulin untuk pasien diabetes.

3. Sediaan Semisolid
Sediaan semisolid adalah bentuk fisik obat yang memiliki konsistensi seperti gel atau
salep. Sediaan semisolid umumnya digunakan untuk pengobatan masalah kesehatan
kulit seperti luka bakar, dermatitis, atau infeksi jamur pada kulit. Berikut adalah
contoh sediaan semisolid:
A. Krim
Krim adalah bentuk sediaan obat yang berbentuk gel lembut yang biasanya
digunakan untuk pengobatan kulit yang kering atau gatal-gatal. Krim memiliki
konsistensi yang lebih kental dibandingkan dengan salep. Contoh sediaan obat
dalam bentuk krim adalah krim antibiotik atau krim kortikosteroid untuk
mengobati reaksi alergi pada kulit.
B. Salep
Salep adalah bentuk sediaan obat yang mirip dengan krim, tetapi memiliki
konsistensi yang lebih padat dan lebih berminyak. Salep umumnya digunakan
untuk pengobatan masalah kesehatan kulit yang lebih parah seperti eksim atau
psoriasis.
C. Gel

40
Gel adalah bentuk sediaan obat yang memiliki tekstur seperti gel atau jeli. Gel
biasanya mengandung bahan obat dalam bentuk air atau minyak yang dicampur
agar memiliki konsistensi yang kental. Gel digunakan terutama untuk pengobatan
masalah kesehatan kulit seperti jerawat atau luka kecil.

2. Golongan Obat
Masalah penggolongan obat di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No.917 Tahun 1993. Berbagai jenis obat yang saat ini ada dan beredar di
tanah air dibagi dalam beberapa kategori penggolongan masing-masing yang diatur oleh
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Tujuan dari penggolongan obat
tersebut adalah untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan, juga
memudahkan pengamanan ketika obat didistribusikan. Bagaimana pun, obat dapat
menimbulkan efek samping apabila dikonsumsi sembarangan tanpa melihat dosis serta
aturan pemakaian. Golongan obat yang dimaksud pada Permenkes No.
917/MENKES/PER/X/1993 Pasal 1 Bagian 3 adalah: obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotik, obat keras, psikotropika dan narkotika. Seluruh jenis obat di atas
adalah obat sintetik dan obat semi-sintetik yang terbuat dari bahan kimia dan/atau bahan
dari unsur tumbuhan dan hewan yang telah masuk dalam kategori bahan obat atau
campuran atau paduan dari keduanya. Jadi obat herbal atau obat tradisional (TR) tidak
masuk ke dalam penggolongan di atas karena bahan pembuatnya adalah bahan alami.

Penggolongan Obat Menurut Permenkes Berikut ini jenis penggolongan obat berdasarkan
penandaan di kemasannya:
1. Obat Bebas (OB)

Golongan obat bebas ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi
hitam. Kode ini menunjukkan bahwa obat tersebut dapat dibeli secara bebas tanpa
menggunakan resep dokter. Di negara-negara Barat, obat ini disebut OTC atau over-
the-counter. Obat OTC paling aman dan bisa dibeli bebas di warung, toko obat,
maupun apotek. Meskipun disebut aman, obat bebas tetap tidak boleh digunakan
sembarangan. Pasalnya, obat apa pun memiliki kandungan kimia yang berdampak
bagi kesehatan tubuh.

41
Obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas biasanya digunakan untuk mengatasi
penyakit yang memiliki gejala ringan. Contoh obat bebas adalah parasetamol,
vitamin, multivitamin, dan antasida.Obat bebas adalah obat yang penggunaannya
terbukti tidak menimbulkan resiko berbahaya sehingga bisa dibeli tanpa harus
meminta resep dokter. Obat ini dapat digunakan dalam menangani penyakit
simptomatis ringan (minor illness) yang bisa dilakukan secara mandiri (swamedikasi)
oleh masyarakat luas. Misalnya: paracetamol, ibuprofen, suplemen vitamin, OBH,
antasida DOEN, dll. Pada kemasan obat bebas, penandaan yang mudah dilihat adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi hitam.
2. Obat bebas Terbatas (OBT)

Golongan obat jenis ini sebenarnya masih bisa dibeli tanpa resep dokter, namun tetap
tergolong obat keras. Jadi, bagi orang yang memiliki penyakit tertentu, penggunaan
obat ini harus dilakukan dengan hati-hati dan sebaiknya menggunakan resep dokter.
Meski gejala dan keluhan penyakit sama, obat yang digunakan belum tentu sama.
Obat ini ditandai dengan lingkaran biru bergaris tepi hitam. Penggunaan obat ini pun
harus mengikuti aturan pengobatan yang tertera pada kemasan. Jangan lupa,
perhatikan tanggal kedaluwarsa obat, serta bacalah informasi pada kemasan tentang
petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan, efek samping, dosis obat, cara
menyimpan obat, dan lainnya.

Selain itu, terdapat 5 jenis obat bebas terbatas, yaitu :


P.No.1: Awas! Obat keras. Baca aturan pemakaiannya.
P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No.3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
P.No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
P.No.5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
Contoh obat bebas terbatas adalah CTM, Theophylline, Tremenza, dan Lactobion.

42
3. Obat keras

Golongan obat keras hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Golongan obat ini
ditandai dengan lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K di
tengah yang menyentuh garis tepi. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini,
misalnya antibiotik, obat-obatan yang mengandung hormon, obat penenang, dan lain-
lain. Contoh obat keras adalah asam mefenamat, loratadine, alprazolam, clobazam,
pseudoefedrin, dan sebagainya.
Perlu diketahui, contoh obat keras tersebut tidak bisa sembarang dikonsumsi, karena
dapat berbahaya, meracuni tubuh, memperparah penyakit, atau menyebabkan
kematian sehingga harus digunakan sesuai aturan yang tepat.
Obat keras atau obat daftar G (Gevaarlijk yang maknanya berbahaya) membutuhkan
resep dokter untuk memperolehnya di apotek serta rumah sakit. Obat G ini termasuk
diantaranya adalah jenis psikotropika. Akan tetapi ada pengecualian obat keras yang
bisa dibeli tanpa resep dokter yakni jenis Obat Wajib Apotek (OWA) misalnya obat
ranitidin, antasid, salbutamol, linestrenol, basitrasin krim, dll. Tentang OWA ini,
daftar obatnya terdapat dalam peraturan tentang OWA 1, 2 dan 3 yang diatur pada UU
Obat Keras STATBLAD 1937 No. 541, namun telah diperbarui pada STATBLAD
1949 N0. 419 dan SK Menkes No. 2396/A/SK/VI/83 tentang tanda khusus obat
keras daftar G. Penandaan obat keras adalah berupa lingkaran berwarna merah dengan
garis tepi hitam dan huruf K besar menyentuh garis tepi. Terdapat tulisan “Harus
Dengan Resep Dokter di kemasannya”.

43
4. Obat Golongan Narkotika

Narkotika merupakan golongan obat yang paling berbahaya. Golongan obat narkotika
mempunyai simbol seperti tanda plus dengan lingkaran berwarna merah. Obat ini
hanya bisa didapatkan dengan resep dokter, dengan tanda tangan dokter, disertai
nomor izin praktik dokter pada resep tersebut, dan tidak dapat menggunakan salinan
resep. Golongan obat narkotika berbahan dasar tanaman atau buatan berupa sintetis
ataupun semi-sintetis. Obat-obatan narkotika atau psikotropika dapat menimbulkan
ketergantungan pada penggunanya, sehingga pemakaiannya perlu diawasi dengan
ketat sesuai anjuran dan kebutuhan. Selain itu, obat narkotika dapat memengaruhi
susunan saraf pusat dan memengaruhi perilaku serta aktivitas di titik tertentu.
Golongan obat jenis ini sering digunakan dokter sebagai obat bius dan antinyeri atau
analgetik potensi kuat. Oleh karena itu, penggunaan obat ini hanya boleh dilakukan
dengan dilakukan oleh dokter atau dengan pengawasan dokter. Contoh obat-obatan
golongan narkotik adalah obat batuk yang mengandung kodein.
Narkotika dalam pengertiannya yang tertulis pada UU Narkotika No 3 Tahun 2015
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
5. Obat Fitofarmaka

44
Golongan obat ini memiliki tanda kristal salju berwarna hijau di lingkaran kuning
dengan tepi warna hijau. Beda obat fitofarmaka dengan obat herbal biasa terletak pada
proses pengolahan bahan herbal yang telah ditunjang oleh bukti ilmiah secara
penelitian klinis (sampai ke manusia), sehingga dapat disetarakan dengan obat
modern. Penelitian klinis akan lebih meyakinkan para dokter untuk menggunakan
obat fitofarmaka karena telah teruji. Oleh karena itu, obat ini dapat disetarakan
dengan obat-obat modern lainnya. Contoh golongan obat fitofarmaka adalah obat
untuk memperkuat daya tahan tubuh kamu.
6. Obat Herbal Terstandar (OHT)

Golongan obat ini ditandai dengan simbol lingkaran kuning dengan garis tepi hijau
dan gambar tiga buah bintang hijau di dalamnya. Obat ini merupakan obat yang
diekstrak dari bahan alami, seperti dari tanaman, hewan, maupun mineral.
Umumnya obat ini telah ditunjang dengan bukti ilmiah, yaitu secara penelitian
praklinis, uji toksisitas, produksinya melewati proses rumit, keterampilan dan
teknologi tinggi. Contoh obat herbal terstandar adalah obat untuk meredakan rasa
nyeri saat haid dan obat untuk menyembuhkan diare.
7. Obat herbal (Jamu)

Kemasan obat herbal dilabeli dengan gambar logo tumbuhan atau pohon berwarna
hijau dengan lingkaran hijau. Bahan dasar dari obat herbal terbuat dari seluruh bagian

45
tanaman yang telah diolah untuk mendapatkan khasiatnya sesuai dengan prosedur
keamanan. Obat herbal atau jamu biasanya diwariskan secara turun temurun selama
beberapa generasi, karena dinilai berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit.
Contoh obat herbal yang sering ditemukan di pasaran adalah obat untuk mencegah
masuk angin. Itu dia ketujuh jenis atau penggolongan obat dan contohnya yang harus
kamu ketahui sebelum menggunakannya. Perhatikan cara pakai, tanggal kedaluwarsa,
dan jenis obat berdasarkan simbol di atas. Jangan sampai kamu salah menggunakan
obat karena akan berdampak buruk untuk kesehatan pada kemudian hari. Jika masih
punya pertanyaan mengenai simbol yang tertera pada obat-obatan yang kamu beli,
gunakan layanan Tanya Dokter dengan mengunduh aplikasi KlikDokter untuk
bertanya langsung kepada dokter.
8. Obat Golongan Psikotropika
Pengertian Psikotropika pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 adalah zat atau
obat alamiah/sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas
mental dan perilaku.
obat jenis psikotropika dibagi menjadi:
A. Golongan I Adalah jenis yang digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
(penelitian) serta tidak untuk pemakaian terapi. Jenis golongan I berpotensi
memicu ketergantungan.
B. Golongan II Adalah jenis yang dapat dipakai untuk pengobatan dan penggunaan
dalam terapi serta penelitian, namun berpotensi besar memicu ketergantungan.
C. Golongan III Adalah jenis yang berkhasiat pengobatan dan dipakai untuk terapi
serta penelitian (ilmu pengetahuan) namun punya potensi sedang untuk memicu
ketergantungan.
D. Golongan IV Adalah jenis yang dapat dipakai dalam pengobatan, sangat luas
digunakan dalam terapi serta ilmu pengetahuan, serta potensi ketergantungannya
sangat kecil. Untuk jenis psikotropika diberi penanda sama seperti penanda obat
keras: lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dan huruf K besar
yang menyentuh garis tepi.

46
C
o
n
1. Farmasi
t bingguh caranya membedakan obat bebas karena memiliki kemiripan, Nah jenis
obat bebas terbatas (OBT) yaitu lambangnya berwarna apa ?
o
A. Hijau
B. Merah dengan hufuf K di dalamnya
h
C. Biru
D. Kuning
2. Permenkes no berapa yang mengeluarkan penggolongan obat bebas ?
k
A. Permeskes No. 917/MENKES/PER/X/1993
B. Permenkes No. 817/PER/X/1990
a
C. Permenkes No. 200
D. Permeskes
s No. 916/MENKES/PER/1993

47
RA
N
GK
Selamat anda telah belajar melakukan Pembelajaran Farmakologi sebagai calon bidan
U
telah menguasai salah satu kompetensi dalam memberikan asuhan kebidanan pada mata
M
kuliah Farmakologi. Hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam modul 5 ini adalah
A
sebagai berikut :
N
1. Bentuk sediaan obat
2. Golongan obat

48
Pertimb
angan
Modul 6 Farmak
ologi
Dalam
Pember
ian
Terapi
Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa mampu memahami Pertimbangan
farmakologi dalam pemberian terapi.

Setelah menyelesaikan kegiatan modul 6, mahasiswa akan mampu:


1. Memahami terapi intravena
2. Memahami terapi Intramuskular
3. Memahami terapi intracutan
4. Memahami obat oral
5. Memahami obat rektal

Pada modul 6 akan membahas materi-materi sebagai berikut:


1. Terapi intravena
2. Terapi intramuscular
3. Terapi intracutan
4. Obat oral
5. Obat rektal

49
Pertimb
angan
Farmak
ologi
Dalam
1. Terapi Intravena
Pemberi
an
Terapi

Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan
menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit, nutrisi dan obat
melalui pembuluh darah (Potter & Perry, 2006). Sedangkan menurut Dougherty (2008)
mengatakan bahwa terapi intravena adalah penyediaan akses yang bertujuan untuk
pemberian hidrasi intravena atau makanan dan administrasi pengobatan. Kanula biasanya
dimasukkan untuk terapi jangka pendek maupun untuk injeksi bolus atau infus singkat
dalam perawatan di rumah ataupun di unit rawat jalan. Banyak vena dapat digunakan
untuk terapi intravena (IV), tapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda diantara
tempat-tempat ini. Vena di ekstremitas dipilih sebagai lokasi perifer dan pada mulanya
merupakan tempat satu-satunya yang digunakan oleh perawat. Karena vena ini relatif
aman dan mudah dimasuki, vena-vena di ekstremitas atas paling sering digunakan. Vena
lengan dan tangan diperlihatkan pada gambar 1. Vena-vena kaki sangat jarang, kalaupun
pernah, digunakan karena resiko tinggi terjadi tromboemboli, vena ini merupakan cara
terakhir dan dapat dilakukan hanya sesuai dengan program medik dokter. Tempat-tempat
tambahan untuk dihindari termasuk vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di
bawah area yang plebitis, vena yang sklerotik atau bertrombus, lengan dengan pirai
arteriovena atau fistula, atau lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau
kerusakan kulit. Selain itu, lengan pada sisi yang mengalami mastektomi dihindari karena
aliran vena balik yang terganggu.
Vena sentral yang sering digunakan oleh dokter termasuk vena subklavia dan vena
jugularis interna, adalah memungkinkan untuk mengakses (mengkanulasi) pembuluh
darah yang lebih besar ini bahkan ketika vena perifer sudah kolaps, dan vena ini
memungkinkan pemberian larutan dengan osmolar tinggi. Meskipun demikian bahayanya
jauh lebih besar dan mungkin termasuk penusukan yang kurang hati-hati masuk ke dalam
arteri atau rongga pleura. Idealnya, kedua lengan dan tangan harus di inspeksi dengan

50
cermat sebelum tempat pungsi vena spesifik dipilih. Lokasi harus dipilih yang tidak
mengganggu mobilisasi. Untuk alasan ini, fosa antekubital dihindari, kecuali sebagai
upaya terakhir. Tempat yang paling distal dari lengan atau tangan umumnya digunakan
pertama kali sehingga IV yang berikutnya dapat dilakukan ke arah yang atas.

Hal-hal berikut menjadi pertimbangan ketika memilih tempat penusukan vena:


a. Kondisi vena
b. Jenis cairan atau obat yang akan diinfuskan
c. Lamanya terapi
d. Usia dan ukuran pasien
e. Riwayat kesehatan dan status pasien sekarang
f. Ketrampilan tenaga kesehatan
Vena harus dikaji dengan palpasi dan inspeksi. Vena harus teraba kuat, elastis, besar dan
bulat, tidak keras, datar, atau bergelombang. Karena arteri terletak dekat vena dalam fosa
antekubital, pembuluh darah harus dipalpasi terhadap pulsasi arteri (bahkan dengan
terpasangnya turniket) dan dihindari pemasangan kanul pada pembuluh darah yang
berpulsasi (Smeltzer & Bare, 2002).

2. Terapi intramuscular
Injeksi intramuskuler ( IM ) adalah pemberian obat / cairan dengan cara dimasukkan
langsung ke dalam otot (muskulus). Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah
paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi berbaring), dorsogluteal (posisi
tengkurap), atau lengan atas (deltoid), paha bagian depan (Rectus Femoris), daerah ventro
gluteal (M. Gluteus Medius).

TUJUAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAMUSKULAR


Pemberian obat dengan intramuscular bertujuan agar absorpsi obat lebih cepat disbanding
dengan pemberian secara subcutan karena lebih banyaknya suplai darah di otot tubuh.
Untuk memasukkan dalam jumlah yang lebih besar obat yang diberikan melalui subcutan.
Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah atau mengurangi iritasi obat. Namun
perawat harus nerhati-hati dalam melakukan injeksi secara intramuscular karena cara ini
dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri dan rasa takut pad pasien.

LOKASI INJEKSI INTRAMUSKULAR


1. Paha (vastus lateralis)
Posisi klien terlentang dengan lutut agak fleksi. Area ini terletak antar sisi median
anterior dan sisi midlateral paha. Otot vastus lateralis biasanya tebal dan tumbuh
secara baik pada orang deawasa dan anak-anak. Bila melakukan injeksi pada bayi

51
disarankan menggunakan area ini karena pada area ini tidak terdapat serabut saraf dan
pemubuluh darah besar. Area injeksi disarankan pada 1/3 bagian yang tengah. Area
ini ditentukan dengan cara membagi area antara trokanter mayor sampai dengan
kondila femur lateral menjadi 3 bagian, lalu pilih area tengah untuk lokasi injeksi.
Untuk melakukan injeksi ini pasian dapat diatur miring atau duduk.

1. Pada orang dewasa m. vastus lateralis terletak pada sepertiga tengah paha bagian
luar. Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit diatasnya perlu ditarik atau
sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
2. Indikasi : - Bayi dan anak-anak
3. Dosis obat 1 – 4 ml (1 – 3 ml u/ bayi)
4. Langkah:
1. Posisikan os telentang atau duduk.
2. Temukan trochanter terbesar dan kondilus femur lateral. Area suntik : 1/3
tengah dan aspek antero lateral paha.
3. Volume ideal antara 1 – 5 ml (untuk bayi 1 - 3 ml).
2. Ventrogluteal
Posisi klien berbaring miring, telentang, atau telentang dengan lutut atau panggul
miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi. Area ini juga disebut area von hoehstetter.
Area ini paling banyak dipilih untuk injeksi muscular karena pada area ini tidak
terdapat pembuluh darah dan saraf besar. Area ini ini jauh dari anus sehingga tidak
atau kurang terkontaminasi.
a. Indikasi : - Orang dewasa dan anak-anak
b. Dosis obat 1 – 3 cc, 20 – 23 gauge, 1 – ½ inch jarum.
c. Langkah :
1. Posisikan os telentang lateral

52
2. Letakan tangan kanan anda pada pinggul kiri pasien pada trochanter mayor
atau sebaliknya, posisikan jari telunjuk sehingga menyentuh SIAS (Spina
Iliaca Anterior Superior). Kemudian gerakkan jari tengah anda sejauh
mungkin menjauhi jari telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka jari telunjuk dan
jari tengah anda akan membentuk huruf V. Suntikan jarum ditengah-tengah
huruf V, maka jarum akan menembus M.Gluteus Medius.
3. Volume suntikan ideal antara 1 – 4 ml

3. Lengan atas (deltoid)


Posisi klien duduk atau berbaring datar dengan lengan bawah fleksi tetapi rileks
menyilangi abdomen atau pangkuan. Area ini dapat ditemukan pada lengan atas
bagian luar. Area ini jarang digunakan untuk injeksi intramuscular karena mempunyai
resiko besar terhadap bahaya tertusuknya pembuluh darah, mengenai tulang atau
serabut saraf. Cara sederhana untuk menentukan lokasi pada deltoid adlah meletakkan
dua jari secara vertical dib awah akromion dengan jari yang atas diatas akromion.
Lokasi injeksi adalah 3 jari dibawah akromion.
1. Mudah dan dapat dilakukan pada berbagai posisi. Namun, kekurangannya adalah
area penyuntikan kecil, jumlah obat yang ideal (antara 0,5 – 1 mm).
2. Jarum disuntikan kurang lebih 2,5 cm tepat dibawah tonjolan akromion.
3. Organ penting yang mungkin terkena adalah arteri brachialis atau nervus radialis.
Hal ini terjadi apabila kita menyuntik terlalu jauh kebawah.
4. Minta pasien untuk meletakkan tangan di pinggul, dengan demikian tonus ototnya
akan berada pada kondisi yang mudah disuntik dan dapat mengurangi nyeri.

53
4. Dorsogluteal
Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat harus teliti dan hati- hati sehingga
injeksi tidak mengenai saraf skiatik dan pembuluh darah. Lokasi ini dapat digunakan
pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 3 tahun, lokasi ini tidak boleh
digunakan pada anak dibawah 3 tahun karena kelompok usia ini otot dorsogluteal
belum berkembang. Salah satu cara menentukan lokasi dorsogluteal adalah membagi
area glutael menjadi kuadran-kuadran. Area glutael tidak terbatas hanya pada bokong
saja tetapi memanjang kearah Kristal iliaka. Area injeksi dipilih pada kuadran area
luar atas.
Perlu diingat :
a. Paling mudah dilakukan, namun angka terjadinya komplikasi paling tinggi.
b. Hati-hati terhadap nervus sciatus dan arteri glutea superior.
c. Volume suntikan ideal adalah antara 2-4 ml.
d. Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut sedikit fleksi.
e. Indikasi : dosis 1 – 3 cc, (≤ 5 cc), 20 – 23 gauge, 1 – ½ inch jarum, sudut 90⁰
f. KI: anak < 2 tahun atau os berbadan kurus

54
5. Rectus Femoris
Pada orang dewasa, m. rectus femoris terletak pada sepertiga tengah paha bagian
depan. Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau
sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat. Volume
injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml). Lokasi ini jarang digunakan,
namun biasanya sangat penting untuk melakukan auto-injection, misalnya pasien
dengan riwayat alergi berat biasanya menggunakan tempat ini untuk menyuntikkan
steroid injeksi yang mereka bawa kemana-mana.

3. Terapi intracutan
Memberikan obat melalui suntikan intracutan atau intradermal adalah suatu tindakan
membantu proses penyembuhan melalui suntikan ke dalam jaringan kulit atau intra
dermis. Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis"
yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya
mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil, makanya
penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat
dibandingkan. Karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal
dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap
mikroorganisme.
Injeksi intracutan (IC) adalah pemberian obat kedalam lapisan dermal kulit tepat
dibawah epidermis. Biasanya hanya sejumlah kecil larutan yang digunakan(contoh 0,1
ml).Metode pemberian ini sering kali digunakan untuk uji alergi dan penapisan
tuberkulosis.
TUJUAN INJEKSI INTRAKUTAN / IC
Dibawah ini merupakan tujuan dilakukannya pemberian suntikan / injeksi intrakutan :
1. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan dokter.
2. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam pemberian obat.
3. Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu (misalnya tuberculin
tes).
4. Menghindarkan pasien dari efek alergi obat (dengan skin test).
5. Digunakan untuk test tuberkulin atau tes alergi terhadap obat-obatan tertentu.
6. Pemberian vaksinasi.
LOKASI INJEKSI INTRAKUTAN / IC

55
Lokasi injeksi intracutan biasanya pada :
1. lengan bawah bagian dalam
2. dada atas
3. punggung dibawah skapula
4. Lengan kiri umumnya digunakan untuk penapisan TBC
5. lengan kanan digunakan untuk semua pemeriksaan lain.
6. Dilengan atas, yaitu tiga jari di bawah sendi bahu tepat di tengah daerah muskulus
deltoideus.
7. Dilengan bawah, yaitu bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari
pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari peredaran darah.
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI INJEKSI INTRAKUTAN / IC
1. Indikasi Injeksi IC
a. Pasien yang membutuhkan tes alergi (mantoux tes).
b. Pasien yang akan melakukan vaksinasi.
c. Menegakkan diagnosa penyakit.
d. Sebelum memasukkan obat.
2. Kontraindikasi Injeksi IC:
a. Pasien yang mengalami infeksi pada kulit.
b. Pasien dengan kulit terluka.
c. Pasien yang sudah dilakukan skin tes.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN INJEKSI INTRAKUTAN / IC
A. Keuntungan Injeksi IC
a. Suplai darah sedikit, sehingga absorbsi lambat.
b. Bisa mengetahui adanya alergi terhadap obat tertentu.
c. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam pemberian
obat.
B. Kerugian Injeksi IC
a. Apabila obat sudah disuntikkan, maka obat tersebut tidak dapat ditarik lagi. Ini
berarti, pemusnahan untuk obat yang mempunyai efek tidak baik atau toksik
maupun kelebihan dosis karena ketidakhati-hatian akan sukar dilakukan.
b. Tuntutan sterilitas sangat ketat.
c. Memerlukan petugas terlatih yang berwenang untuk melakukan injeksi.
d. Adanya resiko toksisitas jaringan dan akan terasa sakit saat penyuntikan.

56
4. Obat oral
Pemberian obat oral dilakukan melalui mulut. Penggunaan obat melalui oral bertujuan
terutama untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah
keseluruh tubuh. Dalam pemberian obat oral, ada beberapa hal yangharus diperhatikan
oleh perawat, yaitu adanya alergi terhadap obat yang akandiberikan, kemampuan klien
untuk menelan obat, adanya muntah dan/atau diareyang dapat mengganggu obsorpsi
obat, efek samping obat, dan kebutuhan pembelajaran mengenai obat yang diberikan.

Bentuk Obat Oral


Bentuk obat oral dibagi menjadi 2 yaitu: bentuk obat padat dan bentuk obat caira. Bentuk
obat padat untuk pemakaian oral adalah:Tablet, Kapsul, Pil, dan serbuk.
1. Tablet
Tablet adalah bahan obat yang dipadatkan tanpa bahan tambahan (murni bahan obat)
Macam – macam tablet adalah

57
a. Tablet Kempa
Jenis obat berbentuk tablet yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Obat
berbentuk tablet ini dibuat sesuai dengan bentuk cetakannya dan memiliki
ukuranyang sangat bervariasi. Contoh Vit C2).
b. Tablet kunyah
Tablet besar yang tidak ditelan tetapi dikunyah. Biasanya, jenis obat tablet seperti
ini memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan obat–obat yang lainnya.
contohobat antasid.
c. Tablet Hipodermik
Jenis obat tablet hipodermik ini adalah obat tablet yang mudah larut di dalam
air.Proses pelarutannya juga terjadi secara sempurna.
d. Tablet EfervensenPenggunaan tablet dilarutkan dulu dalam segelas air akan
keluar gas CO2 dan tabletakan pecah dan larut. Contoh Calcium D. Redoxon
(C.D.R.)
2. Kapsul
Obat jenis kapsul terdiri dari bahan obat yang dibungkus dengan bahan padat,
yangmudah larut. Bahan pembungkus ini sangat berguna agar obat mudah
ditelan,menghindari bau dan rasa yang tidak enak dari obat, serta menghindari kontak
langsung dengan sinar matahari. Obat bentuk kapsul umumnya berbentuk bulat
panjang dengan pangkal dan ujungnya yang tumpul.

Macam–macam kapsul :
a. Kapsul gelatin keras
Terdiri dasar sebagai wadah obat dan tutupnya. bentuknya keras,hingga banyak
orang yang menyangka kaca yang tidak dapat hancur. Tetapi bila kapsul ini kena
air akan mudah lunak dan hancur.

58
b. Kapsul gelatin lunak
Tertutup dari pabrik dan obatnya sudah dari dulu diisi dipabrik. Agar menarik
kapsul ini diberi warna-warni
3. Pil
Pil ini adalah bentuk obat yang berbentuk bundar (bulat) padat kecil yang
mengandung bahan atau zat obat.

4. Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk
pemakaian oral atau dalam atau untuk pemakaian luar. Bentuk serbuk mempunyai
luas permukaan yang lebih luas, sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah
terdispersidaripada bentuk sediaan padat lainnya (seperti kapsul, tablet, pil). Anak-
anak dan orangdewasa yang suka mengalami kesusahan menelan obat bentuk kapsul
atau tablet, akanlebih mudah bila menelan obat yang sediaannya sudah berbentuk
serbuk, dan selain itukarena serbuk oral bisa dicampur dengan air minum atau
sediaan cair lainnya untukmembantu menelan obat.

59
Macam-macam serbuk :
a. Serbuk terbagi (pulveres/divided powder/ chartulae)
Bentuk serbuk ini berupa bungkusan serbuk dalam kertas permanen atau dalam
kanton-kantong plastik kecil,tiap bungkus merupakan 1 dosis.
b. Serbuk tak terbagi (pulvis/ bulk powder)
Serbuk dalam jumlah yang banyakditempatkan dalam dos, botol mulut lebar.
Sebagai contoh ialah bedak.
c. Serbuk efervesen
Serbuk yang berupa granul kecil yang mengandung asam sitrat dannatrium
bikarbonat. Cara penggunaannya dilarutkan dulu dalam segelas air, terjadi reaksi
antara asam dan natrium bikarbonat dengan mengeluarkan CO2 dan
akanmenimbulkan rasa seperti limun.

5. Obat rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik lebihcepat
dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk obat
yangmudah dirusak oleh asam lambungTujuan Pengobatan Rektal : Lokal dan
Sistemik.

1. Pengobatan lokal: wasir, radang rektum, lokal anastesi atau konstipasi.


2. Sistemik :
a. penderita muntah atau ada gangguan saluran cerna
b. zat aktif terurai dalam saluran cerna
c. zat aktif terurai melalui siklus enterohepatik dan first pass effect
d. penderita tidak mau menelan obat karena rasa yang tidak enak

60
e. menghindari pemberian secara parenteral
Bentuk sediaan obat rektal :
- larutan / suspensi / dan clysma
- suppositoria
- kapsul rektum
Penggunaan dalam kehidupan sehari-hari sediaan kapsul rektum jarang ditemui,hal ini
karena sediaan tersebut berhubungan dengan penyakit berat atau salah satu prosudur
obat dalam melakukan kegiatan secara medis, namun untuk sediaan larutan /suspensi
tidak sulit kita untuk menemukannya. larutan / suspensi / dan clysma seringdigunakan
untuk efek lokal misal: wasir, laksatif. Sediaan suppositoria yang beradadipasaran
biasanya adalah obat analgetik maupun antipiretik.
Adalah Microlax yang merupakan salah satu produk sediaan suspensi yang
penggunaannya secara rectal yang digunakan sebagai laksatif enema yang efektif
untukmengatasi Susah BAB (sembelit) yang disebabkan oleh feses yang mengeras
danmenumpuk di daerah rektum; ditandai dengan anal blocked (terdapat sumbatan
fesesmengeras di anus), feses keras dan berukuran besar (mega kolon), merasa sakit
yangluar biasa di daerah sekitar anus saat mengejan, evakuasi feses secara
manual(memerlukan bantuan).

61
C
o
n
1. Seorang anak mengalami susah BAB dan tidak mau minum obat, Obat jenis apa yang
t berikan bidan untuk menangani masalah di atas ?
bisa di
A. Terapi
o intracutan
B. Obat rectal
h oral
C. Obat
D. Terapi intramuscular
2. Seorang ibu datang ke TPMB melakukan permeriksaan pada anaknya yang sedang sakit
k
tetapi anak tersebut meritih tidak mau di injeksi/suntik apa yang harus dilakukan oleh
bidanadan oba apa yang seharusnya di berikan oleh bidan ?
A. Obat oral
s rectal
B. Obat
C. Terapi
u intravena
D. Terapi intracutan
s

62
RA
N
GK
U anda telah belajar melakukan Pembelajaran Farmakologi sebagai calon bidan
Selamat
M salah satu kompetensi dalam memberikan asuhan kebidanan pada mata
telah menguasai
A
kuliah Farmakologi. Hal-hal penting yang sudah anda pelajari dalam modul 6 ini adalah
N:
sebagai berikut
1. Terapi intravena
2. Terapi intramuscular
3. Terapi intracutan
4. Obat oral
5. Obat rektal

DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Batuk, N. (2019). Makalah Farmakologi Obat Oral.

Fitriaturohmah, A., & Fadhilah Fauziah . (2017). OBAT YANG LAZIM DIGUNAKAN DALAM KEBIDANAN.
19.

PRASETYO, S. T. (2014). MAKALAH PRAKTIKUM BIOFARMASETIKAABSORBSI OBAT SECARA INVITRO.

Sholihin, M. (n.d.). Obat-Obatan dalam Kebidanan. 24.

wulandari, T. (2021). Modul Farmakologi Kebidanan.

63
64

Anda mungkin juga menyukai