PRAKTIK KEPERAWATAN
MEDIKA BEDAH I
Tim Penyusun:
Ns, Dian Anggriyanti, S.Kep,M.Kep
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah,
pertolongan dan karuniaNya modul praktikum ini dapat diselesaikan dan
diterbitkan. Modul praktikum Konsep Dasar Keperawatan ini menjelaskan tentang
proses pembelajaran dari praktikum yang ada pada Kurikulum Pendidikan
Keperawatan sebagai pegangan bagi dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan
proses pembelajaran di laboratorium sesuai dengan capaian pembelajaran yang
telah ditetapkan. Sehingga diharapkan konten pembelajaran yang dibahas selama
proses belajar terstandar untuk semua dosen pada pendidikan Keperawatan.
Pembelajaran praktikum ini telah disesuaikan dengan kurikulum dari segi
kedalaman dan keluasan materi pembelajaran, serta menggunakan strategi
pembelajaran menggunakan pendekatan Student Center Learning (SCL). Dengan
diterbitkannya modul ini diharapkan agar pembelajaran praktikum keperawatan
dasar menjadi terarah, mudah, berorientasi pada pendekatan SCL dan terutama
mempunyai kesamaan dalam keluasan dan kedalaman materi pembelajaran,
sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan
menghantar mahasiswa untuk berhasil dengan baik pada ujian akhir ataupun Uji
Kompetensi.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kaprodi Keperawatan
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam dan segenap dosen serta semua pihak
yang telah berkontribusi sampai terbitnya modul praktikum ini. Semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi dosen maupun mahasiswa program Fakultas Keperawatan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB 1 ................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB 2 ................................................................................................ 4
Misi
1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan
berbagai fasilitas belajar, metode, dan sistem pembelajaran kelas dan
praktik (laboratorium, RS, dan pelayanan kesehatan lainnya) sehingga
menghasilkan karakter yang unggul, kompeten dan excellent service;
2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset keperawatan
dan fisioterapi di tingkat lokal maupun nasional dengan menggunakan
pendekatan riset kolaboratif dalam bidang ilmu keperawatan dan
fisioterapi;
3. Mengimplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis
riset untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kesehatan di tingkat
nasional bahkan kawasan regional Asia dengan menekankan upaya
pendekatan preventive health science;
iii
4. Menjalin kerjasama yang baik dengan stakeholder mulai dari pemerintah,
dunia usaha, dan masyarakat sebagai pengguna lulusan.
Misi
1. Meningkatkan kualitas Dosen melalui pendidikan formal berjenjang dan
berlanjut serta non formal melalui pendidikan dan pelatihan non gelar.
2. Menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang terselenggaranya proses
pembelajaran.
3. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kurikulum Program Studi
Keperawatan Diploma Tiga dengan keunggulan keperawatan trauma.
4. Melaksanakan penelitian sesuai dengan roadmap penelitian di bidang
keperawatan terutama keperawatan trauma.
5. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan hasil penelitian
di bidang keperawatan terutama keperawatan trauma.
6. Memperluas jaringan kerjasama baik di dalam maupun luar negeri yang
mencakup Tri Dharma Perguruan Tinggi.
7. Melaksanakan penjaminan mutu dalam penyelenggaraan program studi.
iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Sikap
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan
sikap religious
b. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama,moral, dan etika
c. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan
d. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri
e. Mampu bertanggung gugat terhadap praktik profesional meliputi
kemampuan menerima tanggung gugat terhadap keputusan dan
tindakan profesional sesuai dengan lingkup praktik di bawah
tanggungjawabnya, dan hukum/peraturan perundangan
f. Mampu melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan
peka budaya sesuai dengan Kode Etik Perawat Indonesia
g. Memiliki sikap menghormati hak privasi, nilai budaya yang dianut dan
martabat klien, menghormati hak klien untuk memilih dan menentukan
sendiri asuhan keperawatan dan kesehatan yang diberikan, serta
bertanggung jawab atas kerahasiaan dan keamanan informasi tertulis,
verbal dan elektronik yang diperoleh dalam kapasitas sesuai dengan
lingkup tanggungjawabnya
C. Keterampilan Umum
1
a. Bekerja di bidang keahlian pokok untuk jenis pekerjaan yang spesifik,
dan memiliki kompetensi kerja yang minimal setara dengan standar
kompetensi kerja profesinya
b. Membuat keputusan yang independen dalam menjalankan pekerjaan
profesinya berdasarkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan kreatif
c. Menyusun laporan atau kertas kerja atau menghasilkan karya desain di
bidang keahliannya berdasarkan kaidah rancangan dan prosedur baku,
serta kode etik profesinya, yang dapat diakses oleh masyarakat
akademik
d. Mengomunikasikan pemikiran/argumen atau karya inovasi yang
bermanfaat bagi pengembangan profesi, dan kewirausahaan, yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etika profesi, kepada
masyarakat terutama masyarakat profesinya
e. Bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang profesinya sesuai dengan
kode etik profesinya
f. Memimpin suatu tim kerja untuk memecahkan masalah pada bidang
profesinya
g. Bekerja sama dengan profesi lain yang sebidang dalam menyelesaikan
masalah pekerjaan bidang profesinya
h. Meningkatkan kapasitas pembelajaran secara mandiri
D. Keterampilan Khusus
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang lengkap dan
berkesinambungan yang menjamin keselamatan klien (patient safety)
sesuai standar asuhan keperawatan dan berdasarkan perencanaan
keperawatan yang telah atau belum tersedia
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada area spesialisasi
(keperawatan medikal bedah, keperawatan anak, keperawatan
maternitas, keperawatan jiwa, atau keperawatan komunitas (termasuk
keperawatan keluarga dan keperawatan gerontik) sesuai dengan
delegasi dari ners spesialis
c. Mampu memberikan (administering) obat oral, topical, nasal,
parenteral, dan supositoria sesuai standar pemberian obat dan
kewenangan yang didelegasikan
2
d. Mampu menegakkan diagnosis keperawatan dengan kedalaman dan
keluasan terbatas berdasarkan analisis data, informasi, dan hasil kajian
dari berbagai sumber untuk
e. Menetapkan prioritas asuhan keperawatan; mampu menyusun dan
mengimplementasikan perencanaan asuhan keperawatansesuai standar
asuhan keperawatan dan kode etik perawat, yang peka budaya,
menghargai keragaman etnik, agama dan faktor lain dari klien individu,
keluarga dan masyarakat
E. Pengetahuan
a. Menguasai filosofi, paradigma, teori keperawatan, khususnya
konseptual model dan middle range theories
b. Menguasai konsep teoritis ilmu biomedik
c. Menguasai nilai-nilai kemanusiaan(humanity values)
d. Menguasai konsep dan teknik penegakkan diagnosis asuhan
keperawatan
e. Menguasai konsep dan prinsip manajemen keperawatan secara umum
dan dalam pengelolaan asuhan keperawatan kepada klien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan
F. Strategi Perkuliahan
Pendekatan perkuliahan ini adalah pendekatan Student Center
Learning. Dimana Mahasiswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Metode yang digunakan lebih banyak menggunakan metode ISS (Interactive
skill station) dan Problem base learning. Interactive skill station diharapkan
mahasiswa belajar mencari materi secara mandiri menggunakan berbagai
sumber kepustakaan seperti internet, expert dan lainlain, yang nantinya akan
didiskusikan dalam kelompok yang telah ditentukan. Sedangkan untuk
beberapa pertemuan dosen akan memberikan kuliah singkat diawal untuk
memberikan kerangka pikir dalam diskusi. Untuk materi-materi yang
memerlukan keterampilan, metode yang yang akan dilakukan adalah simulasi
dan demonstrasi.
3
BAB 2
KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan Praktikum 1
2. Uraian Materi
Pemeriksaan vital sign
A. Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang
dikumpulkan oleh perawat selama pengkajian. Perawat mengkaji tanda
vital kapan saja klien masuk ke bagian perawatan kesehatan. Tanda vital
dimasukkan ke pengkajian fisik secara menyeluruh atau diukur satu
persatu untuk mengkaji kondisi klien. Penetapan data dasar dari tanda vital
selama pemeriksaan fisik rutin merupakan control terhadap kejadian yang
akan datang.
Pemeriksaan tanda vital terdiri atas pemeriksaan nadi, pernafasan,
tekanan darah dan suhu. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dalam
menilai fisiologis dari sistem tubuh secara keseluruhan
1) Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari
proses pemompaan jantung. Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk
menyemprotkan darah ke aorta yang sudah penuh, maka dinding arteria
dalam sistem peredaran darah mengembang atau mengembung untuk
mengimbnagi bertambahnya tekanan. Mengembangnya aorta menghasilkan
gelombang di dinding aorta yang akan menimbulkan dorongan atau
denyutan.
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
a. Ateri radalis: Pada pergelangan tangan
b. Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
c. Arteri carotis: Pada leher
d. Arteri femoralis: Pada lipatan paha
4
e. Arteri dorsalis pedis: Pada punggung kaki
f. Arteri popliteal: pada lipatan lutut
g. Arteri bracialis: Pada lipatan siku
5
yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
a. Bayi usia di bawah 1 bulan: 85/15 mmHg
b. Usia 1 – 6 bulan : 90/60 mmHg
c. Usia 6 – 12 bulan : 96/65 mmHg
d. Usia 4 – 6 tahun : 100/60 mmHg
e. Usia 6 – 8 tahun : 105/60 mmHg
f. Usia 8 – 10 tahun : 110/60 mmHg
g. Usia 10 – 12 tahun : 115/60 mmHg
h. Usia 12 – 14 tahun : 118/60 mmHg
i. Usia 14 – 16 tahun : 120/65 mmHg
j. Usia >16 tahun : 130/75 mmHg
k. Usia lanjut : 130-139/85-89 mmHg
3) Pemeriksaan Pernafasan
Pemeriksaan Pernafasan merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk menilai proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai frekwensi, irama, kedalaman, dan
tipe atau pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang paling mudah
di kaji namun paling sering diukur secara sembarangan. Perawat tidak boleh
menaksir pernapasan. Pengukuran yang akurat memerlukan observasi dan
palpasi gerakan dinding dada.
Usia Frekuensi per menit
a. Bayi baru lahir: 35-40
b. Bayi (6 bulan): 30-50
c. Toodler: 25-32
d. Anak-anak: 20-30
e. Remaja: 16-19
f. Dewasa: 12-20
4) Pemeriksaan Suhu
Merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai
kondisi metabolisme dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara
kimiawi maupun metabolisme darah.Suhu dapat menjadi salah satu tanda
infeksi atau peradangan yakni demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi
juga dapat disebabkan oleh hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh atau
6
hipotermia juga dinilai. Untuk pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan
punggung tangan dapat dilakukan, tetapi untuk pemeriksaan yang akurat
harus dengan menggunakan termometer. Termometer yang digunakan bisa
berupa thermometer oral, thermometer rectal dan thermometer axilar.
Proses pengaturan suhu terletak pada hypotalamus dalam sistem saraf
pusat. Bagian depan hypotalamus dapat mengatur pembuangan panasdan
hypotalamus bagian belakang mengatur upaya penyimpanan panas.
Pemeriksaan suhu dapat dilakukan melalui oral, rektal, dan aksila
yang digunakan untuk menilai keseimbangan suhu tubuh serta membantu
menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:
a. Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 – 15
menit.
b. Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 – 5
menit.
c. Mulut, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 – 3 menit
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada
pada 36ºC – 37,5ºC.
7
h. Handscoon
4. Persiapan perawat :
a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
b. Memakai handscoon
c. Lakukan pemeriksaan vital sign
• Pemeriksaan suhu axila
- Megatur posisi pasien senyaman mungkin
- Membuka lengan baju pasien
- Megeringkan axila pasean dengan kasa
- Memastikan termometer dalam angka dibawah 35%
- Memasang termometer di tegah-tegah ketiak pasien da
menganjurkan pasien menjepit termometer dengan tagan
dalam posisi melipat tangan dada.
• Pemeriksaan nadi
- Mengatur posisi pasien senyaman mugkin
- Meluruskan tangan pasien
- Merabah nadi karotis
- Mendekatkan jam tangn
- Catat hasil pemeriksaannya
• Pemeriksaan pernapasan
- Buka baju/klien jika perlu
- Lihat gerakan naik turunnya dada klien,hitung selama
satu menit.
- Perhatikan irama dan kedalaman pernapasan,retraksi
sianosis,adanya apnoe,cutis mermorata,apakah klien
sedang mendapat oksigen atau tidak dan bila klien
menggunakan ventilator,perhatikan model
ventilator,perhatikan ventilator CPAP atau VENT
- Catat hasilnya pada formulir pengawasan khusus
• Pemeriksaan tekanan darah
- Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
- Letakkan tensi meter disamping atas lengan yang akan
di pasang manset
- Meminta atau membantu pasien untuk
membuka/menggulung lengan baju sebatas bahu
8
- Pasang mangset pada lengan bangian atas sekitar 3cm
atas fossa cubiti dengan pipa karet di lengan atas
- Memakai stetoskop pada telinga
- Meraba arteri brakhialis dengan jari tengah dan
telunjuk.
- Meletakkan stetoskop bagian bell diatas arteri brakhialis
- Mengunci skrup balon karet
- Pengunci air raksa di dalam pipa naik (30 mm
Hg)sampai denyut arteri tidak terdengar
- Membuka skrup balon dan menurunkan tekanan
perlahan kira-kira 2mmHg/detik
- Mendengar dengan teliti dan membaca skala air raksa
sejajar dengan mata,pada sekala berapa mulai tedengar
bunyi denyut pertama sampai denyut terakhir
5. Tahap Terminasi
A. Membereskan alat
B. Berpamitan dengan pasien
C. Mencuci tangan
D. Dokumentasi keperawatan
9
Kegiatan Praktikum 2
2. Uraian Materi
Tindakan Pemasangan Nebulizer
A. Pengertian
Nebulizer adalah suatu alat yang bisa menyemburkan medikasi atau agens
pelembab seperti agens bronkodilator atau mukolitik menjadi partikel
mikroskopik dan mengirimkannya ke dalam paru-paru ketika pasien menghirup
napas. Nebulasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup
agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran.
B. Tujuan
1. Mengobati peradangan saluran pernapasan bagian atas menghilangkan
sesak selaput lendir saluran napas bagian atas sehingga lendir menjadi
encer dan mudah keluar.
2. Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab.
3. Melegakan pernapasan.
4. Mengurangi pembekakan selaput lendir.
5. Mencegah pengeringan selaput lendir.
6. Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk.
7. Menghilangkan gatal pada kerongkongan
C. Manfaat
Nebulisasi bermanfaat untuk mengencerkan lendir, mampu melebarkan
(dilatasi) saluran napas dan mengatasi proses radang.
10
D. Indikasi
Indikasi nebulisasi ditujukan untuk meredakan masalah pada saluran
pernapasan sesegera mungkin seperti pada pasien dengan:
1. Asma,
2. Rhinitis alergi,
3. Bronkiolitis,
4. Pneumonia,
5. Penyakit paru menahun,
6. Pasien dengan penyempitan jalan napas atau bronkospasme,
7. Pasien dengan hipereaktivitas bronkus (HRB) dengan atau tanpa retensi
lendir/sputum, dan
8. Keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket.
11
STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDURINHALASI NEBULIZER
Persiapan Alat :
1. Set nebulizer
2. Obat bronkodilator
3. Bengkok
4. Spuit 5 cc
5. Aquades
6. Tisu
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja
1. Mengatur pasien dalam posisi duduk.
2. Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi set nebulizer.
3. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran.
4. Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik.
5. Memasukkan obat sesuai dosis.
6. Memasang masker pada pasien.
7. Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien napas dalam sampai obat
habis.
8. Bersihkan mulut dan hidung dengan tisu.
12
Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat.
2. Berpamitan dengan pasien.
3. Mencuci tangan.
4. Dokumentasi keperawatan.
13
Kegiatan Praktikum 3
2. Uraian Materi
Tindakan Teknik Postural Drainage
A. Pengertian
WSD (Water Seal Drainage)adalah merupakan suatu tindakan invasif yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan baik darah atau pus dari rongga
pleura ataupun rongga thorax (mediastinum) dengan menggunakan selang
penghubung dari rongga ke botol wsd.
B. Tujuan
Tujuan dilakukan tindakan pemangan WSD adalah:
1. Memungkinkan cairan (darah, pus, efusi pleura) keluar dari rongga
pleura.
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura.
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura (reflux drainage)
yang dapat menyebabkan pneumotoraks
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.
5. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
6. Mengembalikan fungsi paru yaitu “mechanis of breathing”.
C. MANFAAT
1. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau
kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shoks.
2. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of
breathing”dapat kembali seperti yang seharusnya.
3. Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga “mechanis of breathing” tetap baik.
14
D. Indikasi
1. Pneumothoraks
2. Hemothoraks
3. Hemopneumothorak
4. Thorakotomy
5. Efusi pleura
6. Emfiema
E. Kontraindikasi
1. Infeksi pada tempat pemasangan.
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
15
3. Sistem tiga botol
Pada sistem tiga botol mempunyai sebuah botol pengumpul (botol
1), sebuah botol water seal (botol 2), dan sebuah botol kontrol
pengisapan (botol 3). Fungsi botol 1 dan 2 sama dengan sistem dua botol
kecuali bahwa botol 2 disambungkan ke botol 3. Botol 3 mempunyai
sebuah selang kontrol manometer dibawah permukaan air steril. Ke
dalaman selang dibawah permukaan air ini menentukan besarnya
pengisapan pada rongga pleura. Botol kontrol pengisapan mempunyai
saluan lain yang digunakan untuk pengisapan. Sistem ini menggunakan
tekanan ekspirasi positif, gravitas, dan pengisapan untuk drainase.
16
2. Bagian basal Postero lateral interkosta ke 8-9 Fungsi: untuk
mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura.
17
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR PERAWATAN WSD
Persiapan Alat
1. Set bedah minor 2
2. Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl
0,9%
3. Kasa steril
4. Plester dan gunting
5. Bengkok/kantong balutan kotor
6. Alkohol 70%
7. Bethadin
8. Handscoon steril
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapanpasien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja
1. Membuka set bedah minor steril
2. Memakai handscoon.
3. Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan
kotor dimasukkan ke dalam bengkok.
4. Mendisinfeksi luka dengan betadin yang sudah diencerkan dengan NaCl.
5. Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya
kemudian diplester
6. Mengeklem selang WSD.
7. Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol.
8. Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang
18
WSD dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru.
9. Membuka klem selang WSD.
10. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam.
11. Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2- 3 kali sehari melakukan
latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD.
Tahap Terminasi
1. Membuka sarung tangan.
2. Berpamitan dengan pasien.
3. Membereskan alat-alat.
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan
19
Kegiatan Praktikum 4
2. Uraian Materi
Tindakan Transfusi Torniquet Test
B. Pengertian
Rumple leed adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan
pembendungan pada bagian lengan atas selama 2-5 menit untuk uji diagnostik
kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit. Rumple leed test adalah salah satu
cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan apakah terkena demam
berdarah atau tidak.
C. Tujuan
Untuk mengetahui ketahanan/kerapuhan dinding pembuluh darah
D. Manfaat
1. Diagnosis awal demam berdarah.
2. Dapat memperkirakan penurunan jumlah trombosit.
3. Dapat mendeteksi adanya perdarahan di bawah kulit (petekie) sebagai
tanda demam berdarah.
E. Indikasi
1. Pasien dengan indikasi demam berdarah.
2. Pasien indikasi penurunan trombosit.
20
diameter kira-kira 2 mm, yang tidak hilang pada penekanan. Petekie dapat
mengalami perubahan warna, awalnya merah kemudian menjadi kebiruan,
semakin memudar dan akhirnya hilang. Petekie dapat timbul 462 dengan dua
cara yaitu secara spontan, karena kelainan hematologi, atau diprovokasi
dengan melakukan uji tourniquet (rumple leed test).
21
STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN
RUMPLED-LEED
Persiapan Alat
1. Tensimeter
2. Penggaris dan Alat tulis
Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja
1. Posisikan pasien baring.
2. Mengukur tekanan darah pasien
3. Menghitung batas tekanan yang akan dipertahankan (MAP atau MABP).
2 (diastole) + sistole = x mmHg 3
3
4. Memompa kembali mansetnya pada batas x mmHg dan mempertahankan
selama 2-5 menit.
5. Perhatikan timbulnya petekie pada kulit di bawah lengan bawah bagian
medial pada sepertiga proximal.
6. Baca hasil tes apakah positif/negatif (Uji dinyatakan positif apabila pada 1
inci persegi (2.8 x 2.8 cm) didapat lebih dari 10 atau lebih petekie).
22
Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat.
2. Berpamitan dengan pasien
3. Mencuci tangan.
4. Dokumentasi keperawatan.
23
Kegiatan Praktikum 5
2. Uraian Materi
Tindakan Pemeriksaan Fisik Integumen
A. Pengertian
Pemeriksaan fisik integumen merupakan suatu cara yang digunakan untuk
melihat kondisi fisi bagian integumen atau kulit untuk melihat keadaan apakah
normal atau adanya kelainan.
B. Tujuan
Untuk melihat adanya kelainan abnormal pada sistem integumen atau kulit
24
STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR TRANFUSI DARAH
PEMERIKSAAN FISIK INTERGUMEN
Persiapan Alat
1. Stetoskop
2. Pencahayaan yang cukup
3. Sarung tangan sekali pakai
Persiapan Pasien
1. Untuk pengkajian total seluruh permukaan kulit, pasien harus
melakukan beberapa posisi.
2. Area yang diperiksa sebaiknya terbuka penuh.
3. Bila area yang hendak diperiksa tidak bersih atau tertutu kosmetik,
mungkin kulit prlu dibersihkan untuk memungkinkan inspeksi yang
adekuat.
b. Palpasi :
1. Palpasi suhu kulit dengan bagian dorsal atau punggung
tangan.
2. Palpasi dengan ujung jari daerah permukaan kulit untuk
merasakan kelembapannya.
3. Tekan ringan kulit dengan ujung jarinuntuk menentukan
keadaan
4. Palpasi ringan kulit untuk memeriksa kelembutan, ketegangan,
dan kedalaman lesi permukaan. Palpasi lebih dalam pada area
yang tampak tidak biasa.
25
5. Kaji turgor dengan mencubit kulit pada punggung tangan pada
dewasa, bagian dada atau perut pada lanjut usia dan bagian kening
pada bayi atau anak usia dibawah dua tahun dan lepaskan.
Perhatikan seberapa muduh kulit kembali ke tempat semula.
6. Kaji kondisi kulit, beri perhatian khusus pada bagian yang
terpajan terhadap tekanan terutama pada klien yang mengalami
gangguan mobilitas untuk mendeteksi adanya gejala lesi tekan
sampai pada ulkus tekan.
Palpasi
1. Palpasi setiap area edema tentang mobilitas, konsistensi, dan nyeri
tekan. Untuk mengkaji pitting edema, tekan kuat area tersebut
selama lima detik dan lepaskan.
2. Catat kelainan warna kulit.
3. Kaji tekstur kulit.
4. Kaji suhu pada pasien yang berisiko gangguan sirkulasi, yaitu
mereka dengan gips atau balutan yang ketat.
5. Rekam warna, bau, jumlah, dan konsistensi dari setiap caira yang
keluar dari lesi.
6. Jangan memijat daerah kemerahan.
7. Catat adanya pucat, lecet, bintil-bintil, atau tak adanya lapisan
superfisial kulit (tanda awal terbentuknya luka tekan).
8. Dokumentasi hasil dari pemeriksaan fisik intergumen.
26
Kegiatan Praktikum 6
2. Uraian Materi
Tindakan Pemeriksaan Fisik Sistem Persepsi Sensori
A. Pengertian
Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan pada keluasan
pandang pasien terhadap objek lateral, medial, superior dan inferior
penglihatan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui fungsi dari indera penglihatan pasien (lapang pandang
pasien terhadap suatu objek).
C. Manfaat
Pemeriksaan fisik sensori bermanfaat untuk mengkaji lapang pandang
untuk mengetahui adanya abnormalitas
27
STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN
FISIK SISTEM PERSEPSI SENSORI
Persiapan Alat
1. Buku catatan
2. Pulpen
3. Sarung tangah/handscoen 1 pasang
4. Masker 1 buah
Prosedur Tindakan
1) Inspeksi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung
seluruh tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode
ini berupaya melihat kondisi klien dengan menggunakan ‘sense of sign’
baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu). Inspeksi
adalah kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang
dilihatnya dan dimana lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk
mengkaji warna kulit, bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh pasien.
Pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk
melihat pasien secara seksama, persistem dan tidak terburu-buru sejak
pertama bertemu dengan cara memperoleh riwayat pasien dan terutama
sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera
pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan
lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara
atau bau dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan
menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut yang
akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis atau terapi.
Cara pemeriksaan :
a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
b. Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien
membuka sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka
sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan
bagian lain ditutupi selimut).
28
c. Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan
abnormalitas.Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di
leher, kulit kebiruan(sianosis), dan lain-lain.
d. Catat hasilnya.
2) Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of
touch’ Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau
tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk
mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu tubuh(temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk,
kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ
tubuh. Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
a. Palpasi ringan
Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara
simultan. Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari
ditekan kebawah perlahan-lahan sampai ada hasil.
b. Palpasi dalam (bimanual)
Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu
tangan untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk
menekan ke bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua
diletakkan melekat pd jari2 pertama.
Cara pemeriksaan :
a. Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri
b. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
c. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
d. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan
relaksasi otot.
e. Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan
tekanan ringan
3) Palpasi
Untuk daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
a. Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur
tulang.
29
b. Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
c. Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya
nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal,
bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill,
serta rasa nyeri raba / tekan.
d. Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
4) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian
tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan
pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh
kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi.
Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan
kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak
jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan.
Cara pemeriksaan :
a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian
yang akan diperiksa
b. Pastikan pasien dalam keadaan rilex
c. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan
relaksasi otot.
d. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan
kering.
e. Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
• -Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan
langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
• Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
Jari tengah tangan kiri di letakkan dengan lembut di
atas permukaan tubuH, Ujung jari tengah dari tangan
kanan, untuk mengetuk persendian, Pukulan harus
cepat dengan lengan tidak bergerak dan pergelangan
tangan rilek, Berikan tenaga pukulan yang sama pada
setiap area tubuh.
30
f. Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh
perkusi.
• Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi,
waktu agaklama dan kualitas seperti drum (lambung).
• Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada
rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
• Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras,
waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
• Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai
menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas
seperti petir (hati).
5) Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan
suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara
nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
a. Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
b. Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
c. Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
d. Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.Suara tidak normal
yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
a. Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat
saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi
(rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia,
TBC.
b. Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat
inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan
hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
c. Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai
pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada
bronchitis akut, asma. Pleura Friction Rub ; bunyi yang
terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu.
Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
31
Cara pemeriksaan :
a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung
bagian yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus
terbuka
b. Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang
nyaman
c. Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor
antara bagian kepala, selang dan telinga
d. Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga
pemeriksa sesuai arah
e. Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan
pada telapak tangan pemeriksa
f. Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang
akan diperiksa
g. Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi
bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung
dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada
tinggi seperti bunyi usus dan paru
Hasil
1. Normal jika pasien dapat melihat gerakan benda dengan jelas
2. Terjadi masalah jika pasien tidak dapat melihat penguji saat
menggerakkan benda
32
Kegiatan Praktikum 7
3. Uraian Materi
B. Tujuan
Untuk memberisikan luka dan merawat jaringan kulit yang terbakar.
C. Manfaat
1. Dapat mencegah infeksi.
2. Mempercepat penyembuhan luka
D. Indikasi
1. Pasien dengan luka bakar.
2. Pasien dengan toksic epidermal necrolitik
3. Pasien dengan sindrom steven jhonson
E. Kontraindikasi
Wajib dilakukan pada pasien dengan luka bakar sehingga tidak ada kontra
indikasi dalam melakukan tindakan ini.
F. Komplikasi
1. Nyeri saat perawatan
2. Risiko infeksi bila teknik aseptik tidak dijalankan dengan baik.
33
STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN LUKA BAKAR
Persiapan Alat
1. Bak instrumen yang berisi:Pinset anatomi, Pinset chirurgis, Gunting
debridemant, Kassa steril, Kom: 3 buah
2. Spuit 5 cc atau 10 cc
3. Sarung tangan
4. Gunting plester
5. Plester
6. Disenfektan
7. NaCl 0,9%
8. Bengkok: 2 buah, 1 buah berisi larutan disenfektan
9. Verband
10. Obat luka sesuai kebutuhan
Prosedur Tindakan
Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan pasien.
2. Mencuci tangan
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat pasien
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja
1. Menjaga privasi pasien.
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas.
3. Memakai sarung tangan.
4. Membuka balutan dengan hati-hati bila sulit basahi dengan NaCl.
5. Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl.
6. Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik (bila ada bulla
jangan dipecah tapi dihisap dengan spuit steril).
34
7. Mengeringkan luka dengan menggunakan kassa steril.
8. Memberikan obat topikal sesuai order pada luka.
9. Mentup luka dengan dressing khusus luka bakar (bila ada) atau
menggunakan kassa steril
10. Memasang verband dan diplester
Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan
2. Merapikan pasien
3. Membereskan alat-alat
4. Berpamitan dengan pasien
5. Mencuci tangan
6. Dokumentasi keperawatan
35
Kegiatan Praktikum 8
2. Uraian Materi
B. Tujuan
Tujuan napas dalam adalah untukmencapai ventilasi yang lebih terkontrol
dan efisien.
C. Manfaat
1. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien, dan untuk
mengurangi kerja bernapas.
2. Latihan pernapasan dapat meningkatkan pengembangan paru sehingga
ventilasi alveoli meningkat dan akan meningkatkan konsentrasi oksigen
dalam darah sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi.
3. Memperbaiki ventilasi.
4. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal
5. Meningkatkan relaksasi otot.
6. Meningkatkan mekanisme batuk agar efektif..
7. Mencegah atelektasis.
8. Memperbaikikekuatan otot-otot pernapasan
9. Memperbaiki mobilitas dada dan vertebrathorakalis serta mengoreksi
pola pernapasan yang abnormal.
D. Indikasi
1. Pasien dengan sesak napas.
36
2. Pasien nyeri.
3. Pasien dengan penyakit pada sistem pernapasan (PPOK, dll).
E. Kontra Indikasi
1. Pasien dengan tekanan intra kranial.
2. Karsinoma paru.
3. Pasien yang terpasang drainage.
37
OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK LATIHAN NAPAS DALAM
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja
1. Mempersiapkan pasien.
2. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan 1 tangan di
abdomen.
3. Melatih pasien melakukan napas perut (menarik napas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan. Jaga mulut tetap tertutup).
4. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung
pada punggung).
5. Meminta pasien menahan napas hingga 3 hitungan.
6. Meminta menghembuskan napas perlahan dalam 3 hitungan (lewat
mulut bibir seperti meniup).
7. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari
otot.
8. Mengevaluasi tindakan (status pernapasan, perasan pasien, dll).
9. Menganjurkan pasien untuk menggunakan teknik ini bila mengalami
sesak napas.
38
Kegiatan Praktikum 9
2. Uraian Materi
B. Tujuan
Untuk memberisikan luka dan merawat jaringan kulit yang mengalami
gangren.
C. Manfaat
1. Mempercepat penyembuhan luka.
2. Dapat mencegah amputasi.
3. Mencegah meluasnya infeksi.
4. Memberi rasa nyaman pada pasien
D. Indikasi
1. Pasien dengan penyakit periferal arterial disease (PAD) yang sudah
timbul luka
2. Pasien dengan ulkus dibetik.
E. Kontraindikasi
Wajib dilakukan pada pasien dengan luka gangren sehingga tidak ada
kontra indikasi dalam melakukan tindakan ini
F. Komplikasi
1. Nyeri saat perawatan.
39
2. Risiko infeksi bila teknik aseptik tidak dijalankan dengan baik.
40
STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN LUKA
GANGREN
Persiapan Alat
1. Bak instrumen yang berisi: Pinset anatomi, Pinset sirugis 2 buah, Gunting
debridment, Kasa steril, Kom 3 buah
2. Sarung tangan
3. Gunting plester
4. Plester
5. Alkohol
6. Betadin/disinfektan lain
7. NaCl 0,9 %
8. Bengkok 2 buah : 1 berisi cairan desinfektan
9. Verband
10. Obat luka sesuai kebutuhan
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien.
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas.
3. Memakai sarung tangan.
4. Membasahi plester dengan alkohol dan membuka dengan menggunakan
pinset sirugis.
5. Membuka balutan lapisan terluar dan membersihkan sekitar luka dan
bekas plester.
6. Membuka balutan lapisan dalam.
41
7. Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus.
8. Melakukan debridmen.
9. Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%.
10. Melakukan kompres desinfektan dan tutup dengan kasa.
11. Memasang plester atau veband.
Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan.
2. Merapikan pasien.
3. Membereskan alat.
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan.
6. Dokumentasi keperawatan.
Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Dokumentasi keperawatan.
42
Kegiatan Praktikum 10
2. Uraian Materi
Tindakan Bladder Training
A. Pengertian
Bladder trining adalah latihan yang dilakukan untuk mengembalikan tonus
otot kandung kemih agar fungsinya kembali normal.
B. Tujuan
1. Melatih pasien untuk melakukan BAK secara mandiri.
2. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang lama.
3. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu
tidak ada karena pemasangan kateter.
C. Manfaat
Mengembalikan tonus otot kandung kemih agar fungsinya kembali normal
sehingga bisa mencegah inkontinensia urin .
D. Indikasi
1. Pasien dengan inkontinensia
2. Pasien dengan pos operasi Benign Hyperplasia Prostate
3. Pasien dengan pemasangan kateter lama
4. Pasien setelah melahirkan
43
STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR BLADDER TRAINING
Persiapan Alat
1. Catatan perawat
2. Klem
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien
2. Tingkat masih dalam kateter
a. Prosedur 1 jam
• Berikan pasien minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam
07.00 s.d. jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum, klem
catheter.
• Kemudian setiap jam kosongkan kandung kemih pasien
dimulai jam 08.00 s.d. jam 20.00 dengan cara klem catheter
dibuka.
• Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak
diklem) dan pasien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada
siang hari.
• Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
program tersebut berjalan lancar dan berhasil.
b. Prosedur 2 jam
• Berikan minum pasien setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari jam
07.00 s.d. jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum, klem
catheter.
44
• Kemudian setiap jam kosongkan kandung kemih pasien
mulai jam 09.00 s.d jam 21.00 dengan cara klem catheter
dibuka
• Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak
diklem) dan pasien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada
siang hari.
• Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai
program tersebut berjalan lancar dan berhasil
3. Tingkat bebas catheter prosedur ini dilaksanakan apabila prosedur 1
sudah berjalan lancar
• Berikan minum pasien setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam
07.00 s.d. jam 19.00, lalu kandung kemih dikosongkan.
• Kemudian catheter dilepas.
• Atur posisi yang nyaman untuk pasien, bantu pasien untuk
konsentrasi BAK, kemudian lakukan penekanan pada area
kandung kemih dan lakukan pengosongan kandung kemih
setiap 2 jam dengan menggunakan urinal.
• Berikan minum terakhir jam 19.00, selanjutnya pasien tidak
boleh diberi minum sampai jam 07.00 pagi untuk
menghindari pasien dari basahnya urine pada malam hari.
• Beritahu pasien bahwa pengosongan kandung kemih
selanjutnya dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada
rangsangan BAK sebelum 2 jam pasien diharuskan
menahannya.
• Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba
mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan urinal.
45
Tahap Terminasi
1. Lepas sarung tangan.
2. Membereskan alat-alat.
3. Berpamitan dengan pasien.
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan
46
Kegiatan Praktikum 11
2. Uraian Materi
Tindakan Pemasangan Bidai
1. Pengertian
Pemasangan bidai adalah suatu tindakan untuk mengatasi atau membantu
pasien yang mengalami patah tulang sehingga tidak terjadi
pergerakan/pergeseran sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih parah.
Bidai atau splak adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang
kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian
tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi) memberikan istirahat dan
mengurangi rasa sakit.
2. Tujuan
1. Mencegah pergerakan tulang.
2. Mengistirahatkan tulang yang patah.
3. Manfaat
1. Mempertahankan posisi pada tulang yang patah agar tidak
bergeser/bergerak.
2. Melindungi tubuh yang cedera
3. Sebagai penyangga pada daerah tubuh yang cedera.
4. Meminimalisir terjadinya edema (pembengkakan).
5. Meminimalisir terjadi kontaminasi dan komplikasi.
6. Mempercepat proses penyembuhan.
7. Mengurangi nyeri.
4. Indikasi
1. Fraktur/patah tulang,baik terbuka ataupun tertutup.
2. Adanya dislokasi pada persendian.
47
5. Kontraindikasi
Pembidaian pada pasien fraktur penting dilakukan, terutama pada pasien
fraktur pada fase pre hospital, sehingga tidak ada kontra indikasi dalam
melakukan tindakan
6. Komplikasi
Pengikatan tidak boleh terlalu kencang akan menyebabkan vaskularisasi
perifer terhambat yang akan menyebabkan kematian jaringan periver.
48
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN BIDAI
Persiapan Alat
1. Spalk
2. Kasa
3. Kapas
4. Plester
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap Kerja
1. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibidai.
2. Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut dengan
kasa/kapas.
3. Melakukan pembidaian melewati dua sendi, dimulai dari atas sampai
bagian bawah yang patah, Pembidaian tidak terlalu kendor dan
kencang.
4. Cek nadi perifer (bila nadi tidak teraba, kendorkan sedikit bidai).
Tahap Terminasi
1. Merapikan pasien.
2. Membereskan alat-alat.
3. Berpamitan dengan pasien.
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan
49
Kegiatan Praktik 12
2. Uraian Materi
Tindakan Mengganti Perban
A. Pengertian
Mengganti balutan atau perban adalah suatu tindakan keperawatan untuk
mengganti balutan dalam perawatan luka untuk mencegah infeksi silang
dengan cara menjaga luka tetap dalam keadaan steril.
B. Tujuan
1. Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi caican dan
dapat menjaga kebersihan luka.
2. Melindungi luka dari kontaminasi luar.
3. Dapat menolong hemostatis (bila menggunakan elastis Perban).
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna.
5. Menurunkan pergerakan dan trauma.
C. Manfaat
Agar tidak terkontaminasi dari luar sehingga sehingga terhindar dari
infeksi
50
PROSEDUR GANTI PERBAN PADA LUKA
Persiapan Alat
• Alat Steril
1. Pinset anatomis 2 buah.
2. Pinset chirurgis 1 buah.
3. jaringan 1 buah.
4. Kassa steril secukupnya.
5. Handscoon steril sesuai ukuran.
6. Korentang.
7. Bak instrumen.
• Alat Tidak Steril
1. APD ( sesuai prosedur).
2. Gunting verban 1 buah.
3. Kassa gulung sesuai dengan kebutuhan.
4. Plester.
5. Pengalas.
6. Nierbeken 2 buah.
7. Alkohol swab.
8. NaCI0,9%.
9. Cairan antiseptic (bila dibutuhkan).
10. Tempatsampah medis.
11. Alat tulis.
Prosedur Tindakan
1. Cuci tangan.
2. Persiapan alat.
3. Jaga privasi.
4. Dekatkan alat-alat ke klien.
5. Atur posisi klien senyaman mungkin.
6. Letakkan pengalas dibawah area luka.
7. Letakkan nierbeken didekat klien.
8. Pasang APD ( sesuai kebutuhan ).
9. Pasang handscoon bersih.
10. Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan
51
menggunakan pinset anatomi, buang balutan bekas kedalam nierbeken.
Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara melepaskan
ujungnya dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara
perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. ( Bila masih terdapat
sisa perekat dikulit, aapat dihilangkan dengan alkohol swab ).
11. Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, berikan cairan NaCI 0,9%
di balutan luka sesuai kebutuhan kemudian angkat balutan dengan
perlahan.
12. Letakkan balutan kotor ke neirbeken lalu buang ke tempat sampah medis,
hindari kontaminasi dengan permukaan luar wadah.
13. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka dan tanda - tanda
infeksi.
14. Membuka set balutan steril, menyiapkan larutan pencuci luka dan obat
luka dengan memperhatikan tehnik aseptic.
15. Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril.
16. Membersihkan luka dengan cairan anti septic atau NaCI 0,9 %.
17. Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan
terapi).
18. Menutup luka dengan cara:
a. Balutan kering
• Lapisan pertama kassa kering steril untuk menutupi daerah insisi
dan bagian sekeliling kulit
• Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
• Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b. Balutan basah kering
• Pertama kassa steril yang telah diberi
• Lapisan kedua kasa steril yang lembab yang sifatnya menyerap
• Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
52
c. Balutan basah basah
• Lapisan pertama kassa steril yang telah
• Lapisan kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap.
• Lapisan ketiga (lapisan paling luar) cairan steril atau anti
mikrobial untuk menutupi area luka dilembabkan dengan cairan
fisiologik untuk menutupi area luka. kassa steril yang sudah
dilembabkan dengan cairan fisiologik.
• Plester dengan rapi.
• Buka sarung tangan dan masukan kedalam nierbeken.
• Lepaskan APD.
• Atur dan rapikan kembali posisi klien senyaman mungkin.
• Buka sampiran.
• Evaluasi keadaan umum klien.
• Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan
bersih, kering dan rapi.
• Cuci tangan.
• Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
53
Kegiatan Praktikum 13
2. Uraian Materi
Teknik Postural Drainage
A. Pengertian
Postural Drainase adalah tindakan keperawatan untuk melepaskan sekresi
dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gravitasi
B. Tujuan
1. Mempercepat pengeluaran sekret
2. Mencegah terkumpulnya sekret pada saluran pernafasan
3. Mencegah terjadinya atelaktasis
C. Indikasi
1. Pasien tirah baring lama
2. Pasien dengan peningkatan produksi sputum’
3. Fibrosia Kistik
4. Bronkietaksis
5. Atelaktasis
6. Pneumonia
D. Kontraindikasi
1. Tension Pneumothoraks
2. Hemoptisis
3. Gangguan kardiovaskuler (Hipertensi, hipotensi, infark miokard)
4. Tekanan intrakranial yang meningkat
5. Cidera kepala dam leher
6. Emfisema
7. Fistula bronkopleura
8. Kondisi dimana dada sangat nyeri
54
Persiapan Alat
1. Bantal
2. Tempat tidur pasien
3. Tissue
4. Handscoen bersih
5. Segelas air hangat
6. Pot sputum dan disinfektan
Persiapan Pasien
3. Mengucapkan salam
4. Menyebutkan nama pasien
5. Mengenalkan diri beserta instansi
6. Menjelaskan tujuan dan manfaat prosedur
7. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum tindakan.
Prosedut Tindakan
1. Mencuci tangan
2. Memasang masker dan sarung tangan bersih
3. Pilih area tersumbat yang akan di drainse berdasarkan pengkajian
disemua bidang paru, data klinis dan gambar foto dada
4. Baringkan pasien dengan posisi yang tepat pada area yang tersumbat.
Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang sesuai kebutuhan dan
ajarkan pasien dengan postur lengan dan posisi kaki yang teat.
Letakkan abntal untuk menyangga dan kenyamanan. Minta pasien
untuk mempertahankan posisi selama 10-15 menit.
5. Selama posisi lakukan perkusi dan vibrasi dada di area yang di
drainase
6. Berikan tissu untuk membersihkan sputum yang keluar
7. Setelah posisi yang pertama, minta pasien untuk duduk dan tarik nafas
dalam dan batuk efektif. Tampung sekret dalam pot sputum
8. Minta pasien untuk istirahat sebentar dan minum sedikit
9. Ulangi kembali langkah 6-12. Setiap tindakan tidak lebih dari 20-30
menit pada bidang paru lain yang terjadi bendungan.
55
Kegiatan Praktikum 14
H. Uraian Materi
Pengkajian Skala Nyeri
E. Pengertian
Asessmen nyeri merupakan asessmen yang dilakukan terhadap pasien
jika didapatkan data subyektif dan/atau data obyektif bahwa pasien yang
sedang mengalami nyeri.
F. Tujuan
4. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
5. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien
G. Manfaat
Tindakan pengkajian pada pasien yang mengalami rasa nyeri bermanfaat
untuk mengetahui lokasi, durasi, intensitas, dan skala nyeri sehingga
memungkinkan untuk lebih memahami intervensi apa yang harus diberikan.
56
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PENGKAJIAN SKALA NYERI
Persiapan Alat
1. Pulpen
2. Assessment skala nyeri/buku catatan
3. Wong-Baker
Prosedur Tindakan
1. Assessmen dilakukan oleh perawat atau dokter
2. Cara melakukanya adalah sebagai berikut
• Mengumpulkan data melalui anamnese
• Mengidentifikasi tingkat nyeri dengan sekala nyeri
Keterangan :
Instruksi : Pasien akan ditanya tentang intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan score 1-10 dengan kriteria :
1 : Tidak nyeri
2-3 : Nyeri ringan, sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari
4-6 : Nyeri sedang, Gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari
7-10 : Nyeri berat (Tidak dapat melakukan aktivitas sehar-hari)
57
DAFTAR PUSTAKA
McCance, K.L. & Huethe, S. E. (2013). Pathophysiology: The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children, 7e. Elsevier
58
59
60