KEGAWATDARURATAN
NAMA MAHASISWA :
NIM :
PENYUSUN
TIM KEPERAWATAN KGD
2019/2020
KEPERAWATAN KEDAWATDARURATAN
1. Visi
Menjadi Perguruan Tinggi pusat pendidikan kesehatan sehingga tercipta lulusan yang
unggul, serta dapat bersaing dikancah Nasional melalui proses Pendidikan, Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat tahun 2018.
2. Misi
Misi STIKes YATSI Tangerang adalah :
a. Menghasilkan lulusan yang unggul
b. Melakukan karya ilmiah dibidang kesehatan dan terlibat aktif dalam penelitian
ilmiah yang dapat digunakan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan,
tekhnologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan.
c. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang
terbaik sebagai bentuk pengabdian masyarakat dalam pembangunan bangsa dan
system sesuai dengan perkembangan iptek sebagai bentuk kepedulian system
akademik.
d. Melakukan kerjasama dengan institusi terkait di dalam maupun di luar negeri.
3. Visi
Visi Program Studi Keperawatan :
Menjadikan Program Studi Berstandar Nasional tahun 2018 dalam menghasilkan
tenaga yang profesional melalui proses Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat, dengan unggulan Kegawatdaruratan.
4. Misi
Misi Program Studi Keperawatan :
1. Menghasilkan lulusan pendidikan Keperawatan yang unggul dalam bidang
kegawatdaruratan.
2. Menghasilkan karya ilmiah di bidang keperawatan dan terlibat aktif dalam
penelitian ilmiah yang dapat digunakan dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan, tekhnologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauanpelayanan
asuhan keperawatan.
3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang
terbaik di bidang keperawatan sebagai bentuk pengabdian masyarakat dalam
pembangunan bangsa dan system sesuai dengan perkembangan IPTEK sebagai
bentuk kepedulian system akademik.
4. Melakukan kerjasama dengan instansi-instansi terkait.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Informasi umum
Deskripsi mata ajar
Mata ajar Keperawatan Gawat Darurat (Gadar) tahap profesi merupakan sintesa
dari konsep dan prinsip Gadar melalui penerapan ilmu dan teknologi keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dewasa yang sedang atau
cenderung mengalami perubahan fisiologis ataupun struktur. Asuhan yang diberikan
didasari pada pendekatan proses keperawatan yang komprehensif dan berlandaskan
pada aspek etika dan legal keperawatan.
Fokus pembelajaran profesi adalah melakukan asuhan keperawatan pada klien
yang mempunyai masalah aktual dan potensial apapun penyebanua, yang mengancam
kehidupan yang terjadi secara mendadak atau tidak dapat diperkirakan, pada kondisi
yang tidak dapat dikendalikan. Tujuan dari asuhan yang diberikan adalah untuk
menangani masalah kegawatdaruratan dan kekritisan untuk menvegah kematian atau
kecacatan yang mungkin terjadi pada klien dengan pendekatan proses keperawatan
yang komprehensif.
Masing – masing sistem dalam pokok bahsan akan dijabarkan dalam sub pokok
bahsan yang meliputi pengenalan tanda- tanda kegawtan pada masing – masing sistem,
serta memberikan pertolongan sesuai dengan proses keperawatan gawat darurat.
Kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan dilakukan dengan pengalaman praktik
klinik di area pelayanan gawat darurat dan pelayanan kritis di rumah sakit.
BAB II
TUJUAN DAN KOMPETENSI
Kompetensi yang harus dicapai ini terdiri dari 6 elemen kompetensi yang saling terkait.
Berikut ini merupakan elemen kompetensi dan kriterian penampilan kerja dari tiap
elemen.
1) Melakukan asuhan keperawtan dengan kegawatan luka akar dengan luas luka lebih dari
50%
2) Mengenal obat-obatan untuk kegawatan luka bakar
j. Kegawatan endokrin
1) Mampu melakukan asuhan keperawatan pad koma hiperglikemi dan hipoglikemi
2) Melakukan asuhan keperawatan pasien dengan kegawatan KAD dan hiperosmolat non
ketosis
k. Kegawatan infeksi nosokomial
1) Mampu melakukan asuhan keperawata pada pasien dengan syok septik
BAB III
PROSES PEMBELAJARAN
A. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran klinik yang digunakan pada mata ajar Gadar profesi ini
adalah konferens, penugasan tertulis dan penugasan klinik, ronde keperawatan,
persentasi dan belajar mandiri. Berikut ini merupaka tabel mengenai deskripsi, tujuan
dan tahapan prosedur pelaksanaan dari tiap-tiap metode pembelajaran tersebut :
Tabel-1. Deskripsi, tujuan dan Tahapan Prosedur Pada Metode Pembelajaran
Klinik Yang Digunakan Pada Praktik Gadar Profesi
Metode Deskripsi Tujuan Tahapan Prosedur
Pembelajaran
klinik
Konferens Konferens klinik Pre konferens : 1. Tentukan tujuan
klinik (pre dan adalah diskusi diskusi untuk konfrens sebelumnya.
post confrence) untuk membahas melakukan 2. Pembimbing klinik (PK)
aspek-aspek pengecekan berperan sebagai
praktik klinik terhadap kesiapan fasilitator dan
mahasiswa dan narasumber PK harus
rencana kegiatan bersikap terbuka, tidak
setiap harinya. mendominasi, fokus
Post confrence : menciptakan diskusi
Diskusi untuk yang nyaman dan
mengevaluasi menstimulasi partisipasi
kegiatan asuhan semua mahasiswa
keperawatan, 3. Sebelum melakukan
evaluasi diri konfrens, mahasiswa
mahasiswa, peer harus mempelajari hal
review, dan yang akan diskusikan.
rencana kegiatan 4. Mahasiswa atau PK
selanjutnya, menyampaikan
melatih kesimpulan konferens
kemmapuan
pemecahan
masalah
Penugasan Penugasan klinik Mempersiapkan 1. Setiap kali mahasiswa
tertulis, seperti yang dibuat pengetahuan yang memperoleh kasus baru
laporan secara tertulis harus dimiliki oleh untuk dikelola,
pendahuluan, mahasiswa mahasiswa harus
dan rencana sebelum membuat laporan
pendidika melakukan praktik pendahuluan.
B. Tata Tertib
Berikut ini merupakan tata tertib praktik klinik yang harus dipatuhi baik oleh
mahasiswa maupun pembimbing klinik.
9. Saling menghargai dan bekerja sama secara baik dengan pembimbing lain
10. Menjadi contoh peran perawat profesional bagi mahasiswa
11. Bersedia menerima masukan dari tim pembimbing lain jika terdapat
pelanggaran/hal yang tidak sesuai dengan tata tertib
C. Tempat praktik
Tempat praktik yang digunakan pada m.a Kegawatdaruratan profesi adalah ruang
/ Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit (ICU).
Kriteria pemilihan rumah sakit
Rumah sakit yang digunakan adalah terutama rumah sakit pendidikan untuk tenaga
kesehatan. Pemilihan rumah sakit terutama didasarkan pada: ketersediaan kasus sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai; ketersediaan pembimbing klinik yang sesuai
dengan standar pembimbing klinik di Stikes Yatsi Tangerang dan lokasi rumah sakit
yang telatif dekat dengan kampus Stikes Yatsi.
BAB IV
A. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan praktik Kegawatdaruratan dilakukan selama 5 (empat) minggu termasuk
kegiatan ujian. Secara umum kegiatan dan proses pemeblajaran klinik dapat dilihat
pada tabel matrik rancangan pembelajaran dibawah ini
BAB V
EVALUASI
A. Tujuan Evaluasi
Secara umum evaluasi praktek klinik kegawatdaruratan, bertujuan untuk menilai
kompetensi mahasiswa dalam menerapkan proses keperawatan pada masalah
kegawatdaruratan.
2 Inovasi 20%
4 Afektif 10%
TOTAL 100%
Catatan :
- instrumen evaluasi dapat dilihat pada lampiran
- bagi mahasiswa yang dinyatakan tidak lulus ujian praktik klinik, diberikan
kesempatan untuk mengulang ujian praktik klinik hanya sekali.
A. Prosedur Evaluasi
proses pelaksanaan evaluasi mengikuti prosedur berikut ini :
1. Evaluasi Laporan Pendahuluan (LP)
a. Laporan pendahuluan dievaluasi di hari pertama praktik klinik oleh
pembimbing masing-masin ruangan.
b. Pembimbing klinik dan pendidik dapat meminta mahasiswa untuk
memperbaiki laporan pendahuluan jika diperlukan
2. Evaluasi kinerja klinik dilakukan 3x untuk setiap mahasiswa (ditiap bagian yang
berbeda).
a. Mahasiswa menyiapkan format-format evaluasi yang akan digunakan
b. Pembimbing klinik dan pendidik melakukan evaluasi
c. Hasil evaluasi disampaikan pada mahasiswa dan disimpan oleh pembimbing
klinik dan pendidik
3. Prosedur ujian klinik dapat dilihat pada lampiran
B. Kriteria Kelulusan
Mahasiswa dinyatakan lulus jika :
1. Mendapat nilai minimal 71 pada hasil penilaian evaluasi proses dan minimal 71
pada penilaian ujian klinik.
2. Memenuhi kehadiran 100%
3. Mematuhi tata tertib termasuk tata tertib yang terdapat pada buku pedoman
mahasiswa Keperawatan Ners STIKes Yatsi.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing assessment
process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian Emergency
Nursing Journal, 12; 130-136
Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat darurat
(PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK. UNPAD. Diakses dari
http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013.
Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St.
Louis Missouri : Elsevier Mosby.
Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine medical
care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency.
Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use among aults aged
18-64: early release of estimates from the national health interview survey, January-June
2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_january-
june_2011.pdf
Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with medical
emergency team (MET) guidelines. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithMETGuidelines.asp
x.
Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses dari
http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4 tanggal 5 Mei 2013
Lombardo, D. (2005). Patient asessment. In: Newbury L., Criddle L.M., ed. Sheehy’s manual
of emergency care, ed 6. Philadelphia: Mosby.
Lyandra, april, Budhi, Antariksa, Syahrudin. (2011). Ultrasonografi Toraks. Jurnal Respiratori
Inonesia Volume 31 diakses dari http://jurnalrespirologi.org/ tanggal 28 April 2013.
Mancini MR, Gale AT.(2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen Publication.
Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info Media
Medis.
O’keefe, M.F.,Limmer D., Grand, H.D., Murray, R.H., Bergebon J.D., (1998). Emergency Care,
eighth Ed., New Yersey, Prentice Hall. Inc. A. Simon & Schuster Co.
Practitioner Emergency Medical Technician. (2012). Clinical practice guidelines for pre-hospital
emergency care. Ireland : Pre-Hospital Emergency Care Council. ISBN 978-0-
9571028-2-8.
The National Institue for Health and Clinical Excellence. (2007). Head injury: triage,
assessment, investigation and early management of head injury in infant, children and
adults. London: The National Institue for Health and Clinical Excellence
Thygerson, Alton. (2006). First aid 5th edition. Alih bahasa dr. Huriawati Hartantnto. Ed. Rina
Astikawati. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
Vanderbilt Medical Center. (2011). Viewing and printing adult ED nursing assessment
documentation. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari
http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/sss2/files/View_Print_Adult_ED_Nurs_Assess_D
oc_2_10_11.doc
Widjaya, Cristina. (2002). Uji Diagnostik pemeriksaan kadar D-dimer plasma pada diagnosis
stroke iskemik. FK. UNPAD. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id tanggal 28 april 2013.
Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford :Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1. PANDUAN PENGKAJIAN
2. FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
3. FORMAT PENGKAJIAN ICU
4. FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
5. FORMAT INTERPRETASI EKG
6. FORMAT INTERPRETASI ASAM BASA
7. FORMAT PENILAIAN DOKUMENTASI
8. FORMAT PENILAIAN SUPERVISI
9. FORMAT PENILAIAN AFEKTIF
10. FORMAT PENILAIAN LAPORAN PENDAHULUAN
11. FORMAT PENILAIAN PERSENTASI
PANDUAN PENGKAJIAN
1. TINJAUAN TEORI
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda dengan
pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan manajemen
penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter yang lebih dari satu.
Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan mengenai
penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang meliputi (Fulde, 2009) :
1. Primary survey
2. Resuscitation
3. History
4. Secondary survey
5. Definitive care
A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen
segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika
langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran
tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai
pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary
survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk
perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian
intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,
intervention, reassessment)
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., &
Pletz, 2009) :
a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk
mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai
kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan
pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin,
penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya
tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan
telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya
menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera
adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis.
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien
secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Alur Primary Survey pada Pasien Medical Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care
Council, 2012) :
Alur Primary Survey pada Pasien Trauma Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care
Council, 2012) :
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan
bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat
masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
(Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimalharus
diperolehlangsung daripasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,usia, dan cacatatau
kondisipasienyang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau
orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena
akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera wajah,
maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau vertebra
lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga
(Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen
ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan kondisi
pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat digunakan beberapa
pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association, 2007):
C. have you ever felt should Cut down your drinking?
A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?
G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your nerver or get rid
of a hangover (Eye-opener)
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan masalah konsumsi
alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam proses
pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam setahun terakhir ini
seberapa sering pasanganmu” (Emergency Nursing Association, 2007):
Hurt you physically?
Insulted or talked down to you?
Threathened you with physical harm?
Screamed or cursed you?
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :
Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih
baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut
Emergency Nurses Association,(2007).
Komponen Nilai normal Keterangan
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral,
aksila, dan rectal. Untuk
mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri
pulmonal, kateter urin,
esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial
dengan pengukur suhu. Suhu
dipengaruhi oleh aktivitas,
pengaruh lingkungan, kondisi
penyakit, infeksi dan injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi
perlu dievaluais irama
jantung, frekuensi, kualitas
dan kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi
meliputi frekuensi, auskultasi
suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari
peningkatan usah abernafas
adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi
interkostal, tidak mampu
mengucapkan 1 kalimat
penuh.
Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor
melalui oksimetri nadi, dan
hal ini penting bagi pasien
dengan gangguan respirasi,
penurunan kesadaran,
penyakit serius dan tanda
vital yang abnormal.
Pengukurna dapat dilakukan
di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari
gambaran kontraktilitas
jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan
vaskuler perifer. Tekanan
sistolik menunjukkan cardiac
output, seberapa besar dan
seberapa kuat darah itu
dipompakan. Tekanan
diastolic menunjukkan fungsi
tahanan vaskuler perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui
di UGD karena berhubungan
dengan keakuratan dosis atau
ukuran. Misalnya dalam
pemberian antikoagulan,
vasopressor, dan medikasi
lain yang tergantung dengan
berat badan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang dengan
cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala
penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya
pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri
tekan serta adanya sakit kepala(Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel.Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri. Apabila
terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena pembengkakan di
mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat
kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah
pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman
mata (macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya
anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas(pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss,
bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi
dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut
jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi
jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan
cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan
(penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas
tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam,
tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet,
memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma.
Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).
Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang
hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan
DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi
organ berlumen misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cederaberat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan
syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol
perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau
kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan sebelum
memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen
rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus
musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya
darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat, karakter dan
jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh memegang 20
sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur.
Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun
jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit
dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan
Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk
frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa
sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang,
Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
g. Ekstermitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,
jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen
dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD
118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi
harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari
periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat
pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal
pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat
didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum
dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi syok
yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam keadaan
tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita mulai
sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
Neurologis
h. Bagian punggung
i. Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan penderita
dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan
punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,
ecchymosis, ruam, lesi, dan edema
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan
oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short
atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti
tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan
fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak
dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan
imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau
tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila
terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi
oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural
subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil,
2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang,twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan respon
sensori
C. Focused Assessment
Focused assessment atau pengakajian terfokus adalah tahap pengkajian pada area
keperawatan gawat darurat yang dilakukan setelah primary survey, secondary survey,
anamnesis riwayat pasien (pemeriksaan subyektif) dan pemeriksaan obyektif (Head to toe).
Di beberapa negara bagian Australia mengembangkan focused assessment ini dalam
pelayanan di Emergency Department, tetapi di beberapa Negara seperti USA dan beberapa
Negara Eropa tidak menggunakan istilah Focused Assessment tetapi dengan istilah
Definitive Assessment (O’keefe et.al, 1998).
Focused assessment untuk melengkapi data secondary assessment bisa dilakukan
sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana injury ditemukan. Yang paling banyak
dilakukan dalam tahap ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik atau bahkan
dilakukan pemeriksaan ulangan dengan tujuan segera dapat dilakukan tindakan definitif.
D. Reassessment
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika penderita
dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006). Dalam melakukan secondary
survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti :
1) Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan perdarahan
dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa mngethaui perdarahan yang
terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan
hemetemesis, melena atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan
penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan yaitu:
a. Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
b. Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angio displasia, Dilafeuy, varises
gastropati kongestif
c. Duodenum :Ulkus, erosi,
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan
perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding)
(Djumhana, 2011).
2) Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus
dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat
menilai lebih baik pada mukosa saluran napas normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang
memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai
penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial, tumor intra
bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening,
yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening
subkarina atau intra bronkus (Parhusip, 2004).
3) CT Scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang di pakai pada kasus-kasus emergensi seperti
emboli paru, diseksi aorta, akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan
dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara
jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai
kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih
dari 90 % kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke (Widjaya,
2002). Pemeriksaaan CT. scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan
diotak, tumor otak, kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga perur
dan khususnya kelainan pembuluh darah, jantung (koroner), dan pembuluh darah umumnya
(seperti penyempitan darah dan ginjal (ishak, 2012).
4) USG
Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik non invasif menggunakan gelombang suara
dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz ( >20 kilohertz) untuk menghasilkan gambaran
struktur organ di dalam tubuh.Manusia dapat mendengar gelombang suara 20-20.000 hertz
.Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14 kilohertz digunakan untuk diagnostik.
Gelombang suara dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer atau probe. Obyek
didalam tubuh akan memantulkan kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap
oleh suatu sensor, gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di
layar. Daerah yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru
dapat menayangkan suatu obyek dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan
berwarna. USG bisa dilakukan pada abdomen, thorak (Lyandra, Antariksa, Syaharudin,
2011)
5) Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan di ruang gawat
darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang dipancarkan
akibat pengeboman anoda wolfram oleh electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film
polos dihasilkan oleh pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien dan
menampilkan film radiologi. Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi menyebabkan
pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna putih.
Udara paling sedikit menyerap radiasi, meyebabakan pejanan pada film maksimal sehingga
film nampak berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan
sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam skala abu-abu. Radiologi bermanfaat untuk
dada, abdoment, sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi penyakit degenerative,
metabolic dan metastatik (tumor). Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam membantu
diagnosis meningkat. Sebagian kegiatan seharian di departemen radiologi adalah
pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini
karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding
pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat (Ishak, 2012).
Unit gawat darurat harus selalu dalam keadaan siap siaga. Perawat gawat darurat harus
siap mengenali adanya abnormalitas pada sistem dan berpartisipasi dalam penatalaksanaan
pasien dengan tepat. Berbagai kondisi bisa saja terjadi, sehingga tidak ada alasan bagi perawat
yang tidak dapat mengkaji pasiennya dengan tepat.Mengikuti pendekatan pengkajian
terorganisasi merupakan hal yang sangat penting, tetapi yang paling penting adalah gagasan
bahwa setiap perawat harus membuat dan menggunakan secara konsisten pendekatan yang
bermakna bagi setiap individu.
Area pengkajian pertama harus selalu pengkajian sistem kardiovaskuler dan respirasi.
Pengkajian tersebut merupakan pengkajian utama yang dimandatkan pada semua perawat gawat
darurat untuk dilakukan pada semua pasien. Tanda vital merupakan indikator yang signifikan
dari kondisi saat ini dan kondisi berikutnya. Tubuh memiliki mekanisme luar biasa, dan tanda
vital berperan sebagai indikator yang menunjukkan fungsi nmekanisme kompensasi tersebut.
Pengukuran tanda vital menjadi tren (diulang dari waktu ke waktu) dan sering direkomendasikan
di lingkungan gawat darurat sehingga dapat menggambarkan status pasien secara akurat dan
dapat memperkirakan hasil secara efektif (Lyer, P.W., Camp, N.H.,2005). Pada pasien injury
diperlukan penatalaksanaan yang agak berbeda dimana pengkajian, diagnose, dan tindakan
dilakukan secara bersamaan (Fulde, 2009). Pada pengkajian awal pada pasien dengan trauma,
apabila terdapat multiple injury maka dilakukan pemeriksaan head to toe secara cepat, akan
tetapi jika jika tidak multiple maka segera lakukan focused assesment,
Pemeriksaan umum dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan utama,
seperti tingkat kesadaran, kualitas bicara, organisasi pikiran, dan tampilan umum. Satu aspek
yang penting dari pengkajian adalah pembentukan hubungan terapeutik. Perawat harus
memberikan privasi ketika berbicara dengan pasien, dan ia harus menggunakan sentuhan dan
penjelasan verbal untuk meyakinkan pasien sebelum melakukan pemeriksaan dan prosedur.
Perawat Triase atau staf EMS mengirim pasien ke area pengobatan perawat utama yang
bertanggung jawab untuk perawatan individu selama berada di UGD. Yang harus dimasukkan
dalam perawatan dan harus dilakukan oleh perawat utama adalah pengkajian pasien yang tepat
waktu dan penetapan bukti tertulis pengkajian fisik lengkap pada setiap pasien. Tetapi, hal ini
tidak berarti bahwa perawat harus melakukan pengkajian fisik lengkap pada pasien. Eksplorasi
patofisiologi terkait dan riwayat sebelumnya, selanjutnya dokumentasikan juga keluhan utama
dan pengkajian tanda vital.
Prioritas pengkajian lainnya berkenaan dengan pasien trauma. Pemeriksaan utama ABCD
(airway, breathing, circulation, disability) harus dikaji dan didokumentasikan pada saat
kedatangan sebagai data dasar dan harus mencerminkan konsistensi di semua pengkajian medis
dan keperawatan. Pengkajian mekanisme cedera juga merupakan hal yang sangat penting.
Dalam hal ini petugas EMS juga sangat membantu. Informasi ini akan sangat menghemat waktu
dan menyelamatkan kehidupan dengan mengarahkan fokus klinis ke struktur internal dan sistem
tubuh yang paling rentan terhadap jenis cedera tertentu (Lyer, P.W., Camp, N.H.,2005).
Pengkajian di UGD dirancang untuk mengenali kegawatdaruratan yang mengancam kehidupan
dan mengumpulkan cukup data untuk menentukan prioritas perawatan dalam waktu yang sangat
sempit. Setiap saat, dan untuk setiap pasien, perawat gawat darurat diharapkan untuk
Gambar 1. Pendekatan sistematik pada pengkajian pasien dan manajemen di UGD (Curtis,
Murphy, Hoy, dan Lewis, 2009)
Pendekatan sistematis yang digunakan Curtis, Murphy, Hoy, dan Lewis (2009) dalam
pengkajian pasien dewasa di UGD akan memberikan data yang tepat dan cepat. Langkah
pertama kali adalah pengkajian riwayat kesehatan akan meliputi; riwayat nyeri, gejala yang
berhubungan, riwayat medis terdahulu/riwayat pembedahan sebelumnya, pengobatan, alergi,
periode menstruasi terakhir, kejadian yang signifikan selama 24 jam sebelum sakit/ mekanisme
dari cedera, tindakan saat ini untuk mengatasi masalah, dan riwayat sosial. Langkah kedua
adalah pengkajian kritis (potential red flag) yang bertujuan menentukan keakutan dari penyakit
pasien dan kebutuhan tindakan yang segera berdasarkan kombinasi tanda klinis dan faktor
riwayat. Langkah ketiga adalah pengkajian klinis yang mengikuti mnemonic ABCD (Airway,
Breathing, Circulation dan Disability/Neurological function). Pada langkah ketika ini, intervensi
dapat segera dilakukan jika ditemukan ancaman kematian pada salah satu elemen pengkajian ini,
misalnya; jika ditemukan ketidakadekuatan pernafasan yang diperlukan ventilator maka akan
difokuskan pada pengkajian pernafasan sebelum dilanjutkan ke pengkajian sirkulasi. Selanjutnya
tahap keempat adalah investigasi yang merupakan suatu tindakan dalam pemeriksaan diagnostik
dan tes laboratorium untuk mengidentifikasi perawatan definitive yang tepat. Langkah kelima
sebagi langkah terakhir adalah intervensi keperawatan yang dilakukan bersamaan dengan
pengkajian keperawatan. Hal tersebut didasarkan pada proses keperawatan yang interaktif dan
non linear dimana banyak tindakan yang akan terjadi secara simultan, misalnya ketika mengkaji
pasien yang baru tiba di UGD, sambil menggunakan pakaian pelindung dan alat pelindung diri
lainnya maka akan dilakukan juga pengkajian riwayat penyakit yang dialami (Curtis, Murphy,
Hoy, dan Lewis, 2009). Pengkajian ulang dilakukan sebagai respon pasien terhadap intervensi
keperawatan yang diberikan dan potensial kerusakan yang akan terjadi melalui komunikasi
secara tertulis dan verbal dari langkah pertama.
Berdasarkan dari berbagai format pengkajian yang disampaikan diatas dan tinjaun teori,
kami merangkum bentuk pengkajian keperawatan gawat darurat untuk orang dewasa. Pengkajian
keperawatan gawat darurat ini dapat dilakukan oleh perawat UGD dengan mudah dan singkat
dalam situasi UGD yang krodit. Pengkajian ini dilengkapi dengan diagnosa keperawatan dan
intervensi keperawatan yang akan dilakukan pada situasi kegawatdaruratan. Pada lampiran 1
dapat dilihat pengkajian keperawatan gawat darurat pada orang dewasa
Example Case :
Riwayat penyakit sekarang
2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian dibawa berobat ke dokter umum dan dikatakan ISK.
± 2 jam yang lalu pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi
ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak ada kejang
sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Umum Tangerang pukul 00.15 WIB.
Kemudian dari RSUT klien dirujuk ke IGD RSU Usada Insani pukul 13.00 WIB. Klien datang di
IGD RS Usada insani dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E1M2V1. Kemudian klien dirujuk
ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif dengan ventilator. Saat pengkajian di ICU
klien soporokoma dengan GCS E1M2VET, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2
70%, PEEP + 5, VT 487, RR 38x/menit. Vital Sign : TD 140/90 mmHg, Heart rate 160x/menit,
Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada
akumulasi secret di mulut dan di selang ET, tidak terpasang mayo dan lidah tidak turun. Terdapat
retraksi otot interkosta dengan RR 38 x/menit dan terdengar ronkhi basah di basal paru kanan.
CRT < 3 detik. Di ICU klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam, Ranitidin
/12 jam, dan infuse RL 20 tpm.
PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Pada jalan napas terpasang ET, ada akumulasi sekret di mulut dan selang ET, lidah tidak
jatuh ke dalam dan tidak terpasang OPA.
b. Breathing
RR : 38 kali/menit, tidak terdapat nafas cuping hidung, terdapat retraksi otot interkosta,
tidak menggunakan otot bantu pernapasan, ada suara ronkhi basah di basal paru kanan dan
tidak terdapat wheezing, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP + 5,
VT 487. Suara dasar vesikuler.
c. Circulation
TD 140/98 mmHg, MAP 112, HR 124x/menit, SaO2 100%, capillary refill < 3 detik, kulit
tidak pucat, konjungtiva tidak anemis.
d. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1M2VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis, dan besar pupil 2
mm.
e. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 ⁰C
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada oedem
2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua pupil miosis,
reflek pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas cuping hidung
5. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta, tidak ada
penggunaan otot bantu napas, RR 38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi basah di basal
paru kanan
8. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
9. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
10. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas
TRIAGE P1 P2 P3 P4
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing N/A
Intervensi :
Suara Nafas : Snoring Gurgling 1. Stridor
Manajemen N/A
airway;headtilt-chin lift/jaw
thrust
Keluhan/data Lain: ... ...
2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
3. … …
4. … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d … …
…
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d … … …
CIRCULATION 2. Inefektif perfusi jaringan b/d … … …
Keluhan Lain : … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d …
……
EXPOSURE 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d … … …
3. … … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Regimen terapiutik inefektif b/d … …
…
ANAMNESA 2. Nyeri Akut b/d … … …
3. … … …
Intervensi :
1. … … …
2. … … …
Alergi :
Medikasi :
Even/Peristiwa Penyebab:
Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
2. … … …
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. … … …
2. … … …
RONTGEN CT-SCAN USG EKG Kriteria Hasil : … … …
ENDOSKOPI Lain-lain, ... ...
Intervensi :
Hasil : 1. … … …
2. … … …
Nim :
DENGAN .....................................................
DI .......................................................
A. PENGKAJIAN
Sumber data :
Tanggal masuk :
1. IDENTITAS
a. Identitas klien
Nama :
Umur :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
No. RM :
Diagnosa Medik :
Umur :
Alamat :
Hubungan :
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan utama :
b. Riwayat penyakit sekarang :
c. Riwayat penyakit dahulu :
d. Riwayat penyakit keluarga :
3. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway :
b. Breathing :
c. Circulation :
d. Dissability :
e. Equipment :
4. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. AMPLE
Allergi
Medication
Past illnes
( ) tidak
Last meal
Event
Status Kesadaran
Leher
Dada Paru-paru
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Abdomen Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Genetalia
Ektremitas
Integumen
d. Status eliminasi
Urine
Fekal
3) Balance cairan
Tgl Intake Output Balance cairan
Parenteral Urine
Makan+minum Feses
Muntah
Drain
Darah
Total : Total :
f. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
2) Hasil Ekg
Kesan
5) Pemeriksaan Kultur
g. Therapy
Tgl Jenis therapy Indikasi
ANALISA DATA
Diagnosa Keperawatan
1. ..................................
2. ..................................
3. ..................................
RENCANA KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI EVALUASI
MASALAH KESEHATAN
1. Definisi
2. Etiologi
3. Manifestasi klinik
4. Patofisiologi
5. Data penunjang
PROSES KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan
- Rumusan diagnosa keperawatan disusun berdasarkan teori dalam bentuk aktual/PES
atau dalam bentuk PE
- Diagnosa dilengkapi dengan data obyektif dan subyekti serta data penunjang
2. Perencanaan
- Kolom tujuan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus berdasarkan SMART
- Kolom rencana tindakan disertai rasional tindakan.
Nama & Tanda Tangan Nama & Tanda Tangan Nama & Tanda Tangan
( ) ( ) ( )
LAPORAN
INTERPRETASI EKG
DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
YATSI TANGERANG
2019/2020
ELEKTROKARDIOGRAFI
A. DEFINISI
D. ELEKTROKARDIOGRAM
F. PROSEDUR
G. DAFTAR PUSTAKA
INTERPRETASI EKG
Nama :
No. CM :
Diagnosa medis :
Tanggal perekaman :
HASIL :
1. Irama
2. Frekuensi
aVF
3. Axis
I I
aVF
Axis :
4. Gelombang P
Lebar :
Tinggi :
Interpretasi P
5. Gelombang QRS
Lebar : detik
Interpretasi QRS
6. Gelombang Q
Tinggi :
Interpretasi Q :
7. Interval PR
Lebar :
8. Segment ST
9. Kesimpulan
LAPORAN
DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
YATSI TANGERANG
2019/2020
1. PENGERTIAN
5. INTREPETASI HASIL
6. DAFTAR PUSTAKA
Nama :
No CM :
Diagnose Medis :
KESAN
Kesimpulan :
Tangerang,
Nilai Batas Lulus Minimal : 71 (B) Penguji,
1. Definisi penyakit
2. Patofisiologi keperawatan
3. Data focus pengkajian
Wawancara
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan diagnostic
Perencanaan:
Prinsip tujuan
Prinsip tindakan untuk masing-masing diagnose
Rasional untuk tiap prinsip tindakan
Pengelolaan medis
5. Daftar pustaka
6. Pengumpulan tepat waktu
7. Tulisan rapid an jelas
Jumlah
Tangerang,
Nilai Batas Lulus Minimal : 71 (B) Pembimbing,