Anda di halaman 1dari 34

MODUL KETERAMPILAN KLINIS

BLOK 3.2

TROPICAL DISEASE

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON 2018/2019
TIM PENYUSUN

dr. Tissa Octavira Permatasari, MMedEd


dr. Vivi Meidianawaty, MMedEd
dr. Shofa Nur Fauzah, M.KM
dr. Bambang Wibisono, M.HKes
dr. Kati Sriwiyati, M. BioMed
dr. Dini Norviatin, M.KM
dr. Ruri Eka Maryam, M.M, M.BioMed
M. Duddy Satrianugraha, SSi., MSi.Med
dr. Aprilyan Laras

2
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNSWAGATI CIREBON

Visi Program Studi Pendidikan Dokter Unswagati Cirebon :


Terwujudnya Program Studi Pendidikan Dokter yang unggul di bidang pendidikan
kedokteran berbasis masyarakat yang bereputasi nasional pada tahun 2025.

Misi Program Studi Pendidikan Dokter Unswagati Cirebon :


1. Melaksanakan pendidikan yang unggul dalam bidang pendidikan kedokteran
berbasis masyarakat
2. Melaksanakan penelitian kedokteran dasar dan terapan berbasis masyarakat.
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat berlandaskan pendidikan
kedokteran berbasis masyarakat.

3
DESKRIPSI MODUL

Kemampuan ketrampilan klinik yang baik ditunjang dengan kemampuan


anamnesis, pemeriksaan fisik, tindakan prosedural dan tingkah laku profesional yang
merupakan bekal utama menjadi seorang dokter yang profesional. Untuk mencapai hal
tersebut, disusunlah buku panduan ketrampilan klinik blok 3.2 Tropical diseases. Pada
blok 3.2 ini mahasiswa semester 3 akan mempelajari Clinical Reasoning (CR) dan
Integrated Patient Management (IPM) mengenai penyakit Tropical Diseases guna
menegakkan diagnosis. Pada IPM, mahasiswa diharapkan mampu menegakkan
diagnosis penyakit Tropical Diseases yang banyak terjadi di Indonesia dan negara lain
dengan melakukan anamnesis dengan memperhatikan faktor risiko, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang, serta mampu mengetahui dan memahami prinsip dasar
dalam mengendalikan penyebaran penyakit tropis.

Selain itu, pada blok ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan prosedural
keterampilan klinik berupa pemasangan infus (iv catheter) dan penghitungan cairannya.
Untuk mencapai, tingkat keterampilan klinik yang baik, tentu diperlukan pengetahuan
yang memadai untuk pelaksanaan keterampilan, serta niat baik dari pendidik dan
terdidik. Sebelum pelaksanaan keterampilan klinik ini, berbagai pihak yang terkait
sebaiknya menyiapkan diri serta peralatan yang diperlukan.
Penilaian praktikum keterampilan klinik ini yaitu dengan evaluasi yang diadakan di
akhir semester berupa ujian OSCE. Dimana aspek yang dinilai mencakup informed
consent, kemampuan anamnesis, persiapan peralatan, tindakan pencegahan infeksi,
prosedur tindakan klinik, pemeriksaan fisik, dan profesionalisme.

4
DAFTAR ISI

Visi dan Misi Fakultas Kedokteran Unswagati........................................................ 3

Deskripsi Modul ..................................................................................................... 4

Daftar Isi ................................................................................................................ 5

Tata Tertib Laboratorium Ketrampilan Klinik........................................................... 6

Target Kompetensi dan Aspek yang dinilai.............................................................. 8

Clinical Reasoning................................................................................................... 11

Integrated Patient Management .............................................................................. 13

Prosedur Pemasangan infus ................................................................................... 17

5
TATA TERTIB
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK

1. Di laboratorium, para praktikan harus memakai jas praktikum dan name tag.
2. Praktikan yang akan mengikuti kegiatan keterampilan klinis harus berpakaian
rapidan sopan serta menggunakan jas praktikum.
3. Praktikan tidak diperbolehkan memakai celana jeans dan memakai sandal/sepatu
sandal. Untuk praktikan wanita yang berambut panjang, rambutnya harus terikat
rapi.
4. Praktikan datang tepat waktu dengan membawa buku panduan keterampilan klinis.
Praktikan yang datang terlambat lebih dari 15 menit atau tidak membawa buku
panduan keterampilan klinis, tidak diperbolehkan mengikuti keterampilan klinis pada
hari itu
5. Setiap praktikan berhak untuk mengikuti kegiatan di laboratorium keterampilan
klinis sesuai jadwal dan ketentuan yang berlaku. Praktikan yang akan melakukan
latihan diluar jadwal harus seizin Ka. Lab Keterampilan klinis/Skills Lab.
6. Praktikan harus mengikuti semua materi kegiatan di laboratorium keterampilan
klinis, apabila praktikan tidak mengikuti kegiatan keterampilan klinis, maka harus
menunjukkan surat keterangan sakit atau surat keterangan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Kemudian praktikan harus mengikuti open lab yang harus
berkoordinasi dengan Ka Lab untuk melengkapi materi yang belum diikuti oleh
praktikan.
7. Mahasiswa dibagi atas beberapa kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri
dari ±10 mahasiswa yang dipimpin oleh satu instruktur.
8. Semua praktikan harus aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Keterampilan
Klinis.
9. Selama kegiatan keterampilan klinis, praktikan dilarang menyalakan atau
menggunakan telepon seluler, ipad, dan/atau alat elektronik lainnya. Praktikan juga

6
dilarang merokok, makan dan minum di dalam laboratorium, serta meninggalkan
laboratorium tanpa seijin instruktur.
10. Setiap praktikan wajib menjaga kebersihan ruangan dan kerapihan alat di ruang
Laboratorium Keterampilan Klinis. Kelalaian dalam melakukan hal tersebut akan
mengakibatkan sanksi sesuai ketentuan laboratorium.
11. Tiap kerusakan/kehilangan alat atau fasilitas laboratorium yang dilakukan oleh
praktikan, harus dibuatkan berita acara yang diketahui oleh ketua kelompok dan
instruktur untuk kemudian dilaporkan kepada Koodinator Alat dan Perlengkapan
Laboratorium keterampilan klinis.

7
TARGET KOMPETENSI DAN ASPEK YANG DINILAI

Target kompetensi yang diharapkan pada mahasiswa :


A. Area Profesionalitas yang Luhur
Kompetensi inti
Mampu melaksanakan praktik kedokteran yang profesional sesuai dengan nilai dan
prinsip ke-Tuhan-an, moral luhur, etika, disiplin, hukum, dan sosial budaya.
Lulusan Dokter Mampu
1. Bermoral, beretika, dan berdisiplin
a. Bersikap sesuai dengan prinsip dasar etika kedokteran dan kode etik
kedokteran Indonesia
b. Bersikap disiplin dalam menjalankan praktik kedokteran dan bermasyarakat
2. Berperilaku professional
a. Menunjukkan karakter sebagai dokter yang profesional
b. Bersikap dan berbudaya menolong
c. Mengutamakan keselamatan pasien

B. Mawas Diri dan Pengembangan Diri


Kompetensi inti
Mampu melakukan praktik kedokteran dengan menyadari keterbatasan, mengatasi
masalah personal, mengembangkan diri, mengikuti penyegaran dan peningkatan
pengetahuan secara berkesinambungan serta mengembangkanpengetahuan demi
keselamatan pasien.
Lulusan Dokter Mampu
1. Menerapkan mawas diri
a. Menyadari keterbatasan kemampuan diri dan merujuk kepada yang lebih
mampu
b. Menerima dan merespons positif umpan balik dari pihak lain
untukpengembangan diri
2. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat

8
a. Menyadari kinerja profesionalitas diri dan mengidentifikasi kebutuhan belajar
untuk mengatasi kelemahan

C. Komunikasi Efektif
Kompetensi inti
Mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal denganpasien
pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega, dan profesi lain.
Lulusan Dokter Mampu
1. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya
a. Membangun hubungan melalui komunikasi verbal dan nonverbal
b. Berempati secara verbal dan nonverbal
c. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan dapat
dimengerti
d. Mendengarkan dengan aktif untuk menggali permasalahan kesehatan secara
holistik dan komprehensif

D. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran


Kompetensi Inti
Mampu menyelesaikan masalah kesehatan berdasarkan landasan ilmiah ilmu
kedokteran dan kesehatan yang mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum.
Lulusan Dokter Mampu
1. Menerapkan ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan
ilmuKesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas
yang terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara holistik dan
komprehensif.
a. Menggunakan data klinik dan pemeriksaan penunjang yang rasional untuk
menegakkan diagnosis
b. Menggunakan alasan ilmiah dalam menentukan penatalaksanaan masalah
kesehatan berdasarkan etiologi, patogenesis, dan patofisiologi

9
E. Keterampilan Klinis
Kompetensi Inti
Mampu melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah kesehatan
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
Lulusan Dokter Mampu
1. Melakukan prosedur diagnosis
a. Melakukan dan menginterpretasi hasil auto-, allo- dan hetero-anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan khusus sesuai dengan masalah pasien
b. Melakukan dan menginterpretasi pemeriksaan penunjang dasar dan
mengusulkan pemeriksaan penunjang lainnya yang rasional

2. Melakukan prosedur penatalaksanaan masalah kesehatan secara holistik dan


komprehensif
a. Melakukan edukasi dan konseling
b. Melakukan tindakan medis kuratif

10
Aspek yang Dinilai Dalam Keterampilan Klinis

1. Kemampuan anamnesis: kemampuan mahasiswa melakukan anamnesis


yang lengkap dan terarah sesuai kasus (menanyahkan keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit
dahulu, riwayat keluarga, faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
berhubungan).
2. Kemampuan pemeriksaan fisik: mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik
sesuai masalah klinis pasien dengan menerapkan prinsip yang tepat dan
menggunakan teknik pemeriksaan yang benar dan sistematik.
3. Melakukan tes/ prosedur klinik atau interpretasi data untuk menunjang
diagnosis atau diagnosis banding: kemampuan mahasiswa untuk
melakukan suatu tes/ prosedur klinik yang lengkap dan menyampaikan
prosedur/ hasilnya/ menginterpretasi hasil pemeriksaan penunjang dengan
lengkap dan menjelaskan kepada pasien dengan tepat.
4. Penegakan diagnosis/ diagnosis banding: kemampuan mahasiswa
mengambil menetapkan diagnosis dan diagnosis banding yang lengkap,
sesuai masalah klinis pasien.
5. Tatalaksana farmakoterapi: kemampuan mahasiswa memilih obat yang
rasional.
6. Tatalaksana non-farmakoterapi (tindakan): kemampuan mahasiswa
melakukan tindakan yang sesuai dengan masalah klinis pasien dan lengkap.
7. Komunikasi dan atau edukasi pasien: kemampuan mahasiswa
menunjukan kemampuan berkomunikasi dengan baik (mengucap salam,
menanyakan identitas pasien secara lengkap, menggunakan bahasa yang
bisa dimengerti, menanggapi setiap pertanyaan/ pernyataan pasien baik
verbal maupun non-verbal, memberikan kesempatan bertanya kepada pasien,
dan membina hubungan baik dengan pasien) dan atau memberikan
penyuluhan yang isinya sesuai dengan masalah pasien dan dengan cara
yang tepat.

11
8. Perilaku Profesionalisme: kemampuan mahasiswa menunjukkan semua
aspek profesionalisme dengan baik diantaranya (meminta informed consent,
melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati dan teliti sehingga tidak
membahayakan pasien, memperhatikan kenyaman pasien, melakukan
tindakan sesuai prioritas dan menunjukan rasa hormat pada pasien).

12
CLINICAL REASONING

Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti kegiatan keterampilan penalaran klinis ini, mahasiswa mampu :
1. Menggunakan penalaran klinik dalam penggalian riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit Tropical Diseases.
2. Menggunakan penalaran klinik dalam pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
masalah penyakit-penyakit Tropical Diseases yang dialami pasien.
3. Menggunakan penalaran klinik dalam pengusulan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk menyokong anamnesa dan pemeriksaan fisik.
4. Menjelaskan hasil data laboratorium untuk menyokong diagnosis penyakit-
penyakit Tropical Diseases
5. Menginterpretasi data klinis dan merumuskannya menjadi diagnosis sementara
dan diagnosis banding.
6. Menentukan penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan diagnosis.

Pelaksanaan
• Kasus diberikan melalui fragmen-fragmen secara berurutan. Fragmen pertama yang
akan diberikan sebelum diskusi
• Diskusi Clinical Reasoning dengan metode VennDiag
• Step 1-3 dilakukan sebelum diskusi bersama fasilitator
• Step 4, menanyakan gejala/tanda/hasil pemeriksaan fisik untuk kasus sesuai dengan
dugaan penyakit
• Step 5, membuat diagnosis kerja berdasarkan data pada step 4
• Step 6, menentukan penatalaksanaan awal
• Step 7, untuk investigasi lebih lanjut, mengajukan pemeriksaan penunjang yang
akan dilakukan
• Step 8, membuat diagnosis definitif
• Step 9, menentukan penatalaksanaan kausatif

13
• Step 10, pada akhir sesi menjelaskan proses perjalanan penyakit yang dialami
pasien, sampai pada prognosis
• Diperbolehkan membawa buku / literatur dalam diskusi

Diskusi Clinical Reasoning akan dilakukan dengan metode VennDiag yang meliputi
langkah-langkah:

Gambar 1. Langkah Clinical Reasoning


Diadaptasi dari Venndiag – A tool for learning clinical reasoning oleh Triharnoto & Gandes RR, Universitas Gadjah Mada

14
Kasus 1
Seorang laki-laki berusia 24 tahun datang ke praktik dokter dengan keluhan demam
dan lemas.

Kasus 2
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun diantar oleh orang tuanya ke praktik dokter
dengan keluhan demam dan batuk.

Kasus 3
Seorang laki-laki beruisa 28 tahun datang ke praktik dokter dengan keluhan diare dan
demam.

15
INTEGRATED PATIENT MANAGEMENT (IPM)

Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan IPM, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menggali dan bertukar informasi secara verbal dan non verbal dengan pasien pada
pengelolaan kasus-kasus yang terkait kelainan/ penyakit-penyakit Tropical Diseases
2. Menggali riwayat penyakit pasien melalui faktor risiko pada kasus-kasus yang terkait
kelainan/ penyakit-penyakit Tropical Diseases
3. Melakukan pemeriksaan fisik dasar pada kasus-kasus yang terkait kelainan/
penyakit-penyakit Tropical Diseases
4. Mengusulkan dan menginterpretasikan pemeriksaan penunjang dasar, serta
mengusulkan pemeriksaan penunjang lainnya yang rasional untuk kasus-kasus yang
terkait kelainan/ penyakit-penyakit Tropical Diseases
5. Menginterpretasi data klinis dan merumuskannya menjadi diagnosis sementara dan
diagnosis banding untuk kasus-kasus yang terkait kelainan/ penyakit-penyakit
Tropical Diseases
6. Menentukan penatalaksanaan farmakoterapi dan non-farmakoterapi yang sesuai
dengan masalah pasien terkait Tropical Diseases

16
LANDASAN TEORI

Perubahan iklim dan pemanasan global dalam beberapa tahun terakhir


menyebabkan meningkatnya insidensi penyakit tropis. Peningkatan suhu udara dunia
berperan dalam penyebaran penyakit tropis dan vektor penyakit diantaranya diare, kaki
gajah (filaria), lepra, DBD, malaria, flu, TBC, hepatitis, dan penyakit jamur.

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis sehingga jumlah kasus
penyakit tropis dan infeksi di Indonesia cukup tinggi. Diagnosis penyakit tropis yang
dilakukan oleh seorang dokter dan penentuan tindakan medis terhadap pasien harus
dilakukan secara cermat dan berhati-hati. Kesalahan diagnosis dan tindakan medis bisa
berakibat fatal dan bisa membahayakan nyawa pasien.Oleh karena itu, sebagai
seorang dokter, pengetahuan tentang penyakit infeksi sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis sehingga terapi yang tepat bisa diberikan.

Kegiatan pembelajaran keterampilan klinis pada blok Tropical Diseases kali ini
akan dipelajari pengelolaan pasien secara terintegrasi untuk kasus-kasus penyakit
tropis. Pengelolaan pasien secara terintegrasi adalah pengelolaan pasien dengan
memandang manusia sebagai manusia seutuhnya secara fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya. Pasien
merupakan bagian dari keluarga pasien, dan memperhatikan bahwa keluarga pasien
dapat mempengaruhi oleh situasi dan kondisi kesehatan pasien.
Pengelolaan pasien secara terintegrasi pada blok ini dimulai dari:
1. Anamnesis
Melaksanakan anamnesis dengan pendekatan pasien (patient-centered
approach) dalam rangka memperoleh keluhan utama pasien, kekhawatiran dan
harapan pasien mengenai keluhannya tersebut, serta memperoleh keterangan
untuk dapat menegakkan diagnosis pada kasus-kasus penyakit tropis.
Penggalian riwayat penyakit kali ini lebih menekankan pada pencarian faktor
risiko yang dapat menimbulkan penyakit terutama di daerah tropis.

17
2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Untuk memperoleh tanda-tanda kelainan yang menunjang diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara
menyeluruh,dan bila perlu menganjurkan pemeriksaan fisik secara rasional,
efektif dan efisien demi kepentingan pasien.

Faktor Risiko
Faktor risiko merupakan atribut seseorang/individu (seperti riwayat, usia, jenis kelamin
dan keluarga) dan kebiasaan (mencuci tangan, merokok, membuang sampah) yang
lebih umum di antara orang yang terkena penyakit tertentu dibandingkan orang yang
tidak terjangkit penyakit itu.Faktor risiko biasanya tidak menyebabkan penyakit tetapi
hanya mengubah probabilitas seseorang (atau risiko) untuk mendapatkan penyakit.
Pemeriksaan Rumple Leed (RumpleLeed test)
Rumple leede test dimaksudkan untuk menguji ketahanan kapiler darah menggunakan
pembendungan pada lengan sehingga darah akan menekan dinding kapiler. Jika
dinding kapiler kurang kuat ,maka darah dari kapiler keluar dan merembes dalam
jaringan sekitarnya dan tampak bercak petechiae. Petechiae adalah bintik-bintik merah
akibat perdarahan di dalam kulit. Warna terkadang bervariasi dari merah menjadi
biru/ungu. Petechiae (petekie) mungkin terlihat pada pasien-pasien dengan jumlah
platelet/trombosit yang sangat rendah contohnya pada infeksi virus dengue.

Gambar 2 Petheciae pada demam berdarah

18
Cara pemeriksaan Rumple Leed:
1. Buat lingkaran diameter 5cm, dilengan bawah bagian volar 4cm sebelah distal
dari fossa cubiti
2. Pasang manset sphygnomanometer dilengan atas 2 jari dari fossa cubiti
3. Periksa tekanan darah ( sistol/diastol )
4. Pertahankan tekanan ditengah nilai sistol dan diastol selama 5 menit.
5. Turunkan tekanan, lepas manset, tunggu 5 menit sampai warna kulit kembali
6. Amati ada / tidaknya petekie

Gambar 3. Cara melakukan rumple leede


(sumber: https://www.google.co.uk/search?q=rumple+leed+test&source)

Interpretasi Pemeriksaan Rumple Leed: dalam lingkaran diameter 5 cm, ada 0-10
petekie, masih dalam batas normal, positive >10 petekie, dengue (+) bila ditemukan
>20 petekie

DAFTAR PUSTAKA
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and
History Taking. 8th ed. Philadelphia: Lippincott; 2008.
2. Burnside JW, McGlynn TJ. Physical Diagnosis. 17th ed. Jakarta:EGC; 2005.

19
PROSEDURAL PEMASANGAN INFUS
PEMILIHAN DAN PENGHITUNGAN CAIRAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan prosedural pemasangan infus, pemilihan
dan penghitungan cairan infus, mahasiswa mampu:
1. Melakukan pemasangan infus secara mandiri dan profesional
2. Mengetahui indikasi dan komplikasi pemasangan infus
3. Memahami jenis-jenis dan komposisi cairan infus
4. Memilih cairan infus/iv line yang sesuai
5. Menghitung tetesan cairan infus

Pemasangan infus dilakukan guna memberikan hidrasi secara intravena dan


biasanya dilakukan pada pasien dengan kasus dehidrasi atau pasien DHF. Pemilihan
cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan
kelainan metabolik yang ada. Berbagai cairan mempunyai manfaat dan tujuan yang
berbeda-beda. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai
2 liter larutan isotonis ringer laktat. Namun, ringer laktat tidak selalu merupakan
cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan
tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,
koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.
Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada
pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih
perlu dicegah.
Terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut
dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian. Total cairan tubuh bervariasi
menurut umur, berat badan dan jenis kelamin. Lemak tubuh juga berpengaruh
terhadap cairan, semakin banyak lemak, semakin kurang cairannya. Ada dua bahan
yang terlarut di dalam cairan tubuh yaitu elektrolit dan non-elektrolit
20
Indikasi pemasangan infus
1. Pemberian cairan atau hidrasi secara intravena
2. Pemberian obat intravena
3. Transfusi darah atau komponen darah
4. Situasi lain yang memerlukan akses langsung ke aliran darah sesuai indikasinya

Tempat insersi jarum infus


Secara umum ada beberapa tempat untuk insersi jarum infus pada pemasangan infus
yaitu :
a. Venapuncture perifer
1. Vena mediana kubiti
2. Vena sefalika
3. Vena basilika
4. Vena dorsalis pedis
b. Venapuncture central
1. Vena femoralis
2. Vena jugularis internal
3. Vena subklavia.

Venapuncture perifer:

Gambar 4. Drainase Vena


(sumber:http://www.anatomyatlases.org/AnatomicVariants/Cardiovascular/Images0300/0370.s
html)

21
Gambar 5. Tempat pemasangan infus pada bayi dan anak
(sumber: http://www.ichrc.org/oldsite/a11-penyuntikan)

Venapuncture central:

Gambar 6. Tempat pemasangan kateter sentral

Kontraindikasi Pemasangan Infus

Kontraindikasi relatif pada pemasangan infus:

1. Phlebitis vena

2. Infeksi kulit sekitar

3. Skerosis vena
22
4. Infiltrasi intravena sebelumnya

5. Luka bakar di sekitar venapuncture

6. Fistula arteriovenosa di ekstremitas

7. Cedera traumatis proksimal dari lokasi pemasangan

8. Prosedural bedah yang mempengaruhi ekstremitas

Komplikasi yang dapat timbul dari terapi IV:


1. Infiltrasi (ektravasasi)
2. Trombophlebitis
3. Bakteremia
4. Emboli udara
5. Perdarahan
6. Trombosis
7. Imbalance elektroli,
8. Hematom, dll.

Cara mengatur kecepatan tetesan

Pemberian cairan perinfus harus dihitung jumlah tetesan permenitnya untuk


mendapatkan kebutuhan yang dijadwalkan. Jumlah ml cairan yang masuk tiap menit
dapat digunakan rumus:
Penghitungan tetesan: Jumlah kebutuhan cairan x faktor tetesan
Lama infus (jam) x 60 (menit)
Keterangan:
Faktor tetesan: Makro = 15 atau 20 tetes
Mikro = 60 tetes

23
Tipe-tipe cairan:
1. Isotonik
Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan yang ada
didalam plasma.
a. NaCI normal 0,9 %
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
b. Ringer Laktat
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan
sebagian kecil pada ginjal. RL dapat diberikan dengan aman dalam
jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan
asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok.
c. Komponen -komponen darah (albumin 5 %, plasma)
d. Dextrose 5 % dalam air (D 5 W)
e. Ringer Asetat
Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolisme laktat adalah hampir pada seluruh jaringan tubuh dengan
otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan
resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat
seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer
Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati
menjadi bikarbonat.

2. Hipotonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih kecil dari pada
yang ada di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan
dilusi konsenterasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk
memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel-sel tersebut akan
membesar atau membengkak.
a. Dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45%
24
b. NaCl 0,45%

3. Hipertonik
Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih tinggi daripada yang
ada di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi
larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki
keseimbangan osmotik, sel kemudian akan menyusut.
a. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,9 %
b. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,45 % ( hanya sedikit hipertonis karena
dextrose dengan cepat dimetabolisme dan hanya sementara
mempengaruhi tekanan osmotik). NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5%
digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan
insensibel.
c. Dextrose 10 % dalam air
d. Larutan hiperalimentasi
e. Dextrose 20 % dalam air
f. NaCI 3% dan 5%

Komposisi Cairan

1. Larutan NaCl, berisi air dan elektrolit (Na+, Cl -)


2. Larutan Dextrose, berisi air atau garam dan kalori

3. Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na+, K+, Cl -, Ca++, laktat)
4. Balans isotonik, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori
5. Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah.
6. Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5% plasmanat),
hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotik, menarik cairan dari
interstisiall ke dalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
7. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori).

25
Hal-hal yang harus diperhatikan dengan tipe-tipe infus tersebut:
1. D5W (Dektrose 5% in Water)
Digunakan untuk menggantikan air (cairan hipotonik) yang hilang, memberikan
suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan pemberian obat-obatan atau berfungsi
untuk mempertahankan vena dalam keadaan terbuka dengan infus tersebut.
Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan (hiponatremia, sindroma
pelepasan hormon antidiuretik yang tidak semestinya). Jangan digunakan
dalam waktu yang bersamaan dengan pemberian transfusi ( darah atau
komponen darah).
2. NaCI 0,9%
a. Digunakan untuk menggantikan garam (cairan isotonik) yang hilang,
diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok
hemodinamik.
b. Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik (misal: gagal jantung,
gagal ginjal).
3. Ringer laktat
Digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang hilang, elektrolit tertentu,
dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang.

Tipe - tipe pemberian terapi intravena:


A. IV push
IV push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum suntik secara langsung
ke dalam saluran /jalan infus.
Indikasi
1. Pada keadaan emergency resusitasi jantung, paru, memungkinkan
pemberian obat langsung ke dalam intravena.
2. Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid,
digoksin).
3. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terusmenerus
melalui infus (lidocain, xylocain).
26
4. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi
kebutuhan akan injeksi intramuskuler.
5. Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat
dicampur dalam satu botol.
6. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral (misal: pada
pasien koma) atau intramuskuler (misal: pasien dengan gangguan
koagulasi).

B. Continous Infusion (infus berlanjut) menggunakan alat kontrol.


Continous Infusion dapat diberikan secara tradisional melalui cairan yang
digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena,
intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan
menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun yang ekstemal.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan :


A. Keuntungan
1. Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat.
2. Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang
infus atau adanya penyubatan.
3. Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran infus.
B. Kerugian
1. Memerlukan selang khusus.
2. Biaya lebih mahal.
3. Pompa infus akan dil anjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrasi.

C. Infus sementara (intermittent infusions)


Infus sementara dapat diberikan melalui" heparin lock", "piggybag" untuk infus
yang kontinu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus.

27
TEKNIK PEMASANGAN INFUS
Pemasangan selang intravena:
1. Pertama lakukan verifikasi order yang ada untuk terapi iv.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien.
3. Pilih vena yang layak untuk dilakukan venipuncture:
a. Bagian belakang tangan - vena metakarpal. Jika memungkinkan jangan
lakukan pada vena digitalis.
Keuntungan dilakukannya venipuncture disini adalah lengan dapat
bergerak bebas. Jika kemudian timbul masalah pada sisi ini, gunakan vena
lain diatasnya.
b. Lengan bawah - vena basilica atau cephalica.
Siku bagian dalam - fossa antecubital - median basilic dan median cephalic
untuk infus jangka pendek.
c. Ekstermitas bawah.
▪ Kaki - vena pleksus dorsum, arkus vena dorsalis, vena medikal marginalis.
▪ Mata kaki - vena saphena magna
d. Vena sentralis digunakan:
▪ Jika obat dan infus hipertonik atau sangat mengiritasi,
membutuhkan kecepatan, dilusi volume yang tinggi untuk mencegah reaksi
sistemik dan kerusakan vena lokal ( misal: kemoterapi, hiperalimentasi).
▪ Jika aliran darah perifer dikurangi atau jika pembuluh darah perifer tidak
dapat dimasuki ( misal pada pasien obesitas).
▪ Jika diinginkan monitor CVP.
▪ Jika diinginkan terapi cairan jangka sedang atau jangka panjang.

ALAT DAN BAHAN


1. Infus set/blood set
2. IV catheter
3. Cairan infus
4. Tornikuet/tensimeter
5. Kapas alkohol
28
6. Kasa steril
7. Salep antiseptik
8. Plester, gunting,
9. Spalk dan pembalut (jika diperlukan)
10. Tiang infus
11. Perlak kecil dan alasnya
12. Bengkok
13. Handscoon

Gambar 7. Bagian iv catheter

Macam-macam ukuran iv catheter


➢ Ukuran 16G, digunakan untuk dewasa, bedah mayor, trauma, kondisi dimana
sejumlah besar cairan perlu diinfuskan.
➢ Ukuran 18G, digunakan untuk anak dan dewasa, dapat untuk darah, komponen
darah, dan infus kental lainnya
➢ Ukuran 20G, digunakan untuk anak dan dewasa, sesuai untuk kebanyakan cairan
infus, darah, komponen darah, dan infus kental lainnya
➢ Ukuran 22G, digunakan untuk bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut).
Cocok untuk sebagian besar cairan infus, lebih mudah untuk insersi ke vena yang
kecil, tipis dan rapuh, kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat, sulit insersi
melalui kulit yang keras

29
➢ Ukuran 24G, digunakan untuk neonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut),
sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat.
Untuk vena yang sangat kecil, namun sulit insersi melalui kulit keras.

30
LESSON PLAN PERTEMUAN I

NO KEGIATAN WAKTU
- Instruktur memperkenalkan diri
1 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
- Menjelaskan tujuan latihan
2 - Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik 10 menit
keterampilan yang akan dipelajari
- Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba
melakukan prosedur pemasangan iv line
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
3 15 menit
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan
feedback
- Instruktur memberikan feedback
- Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mencoba sendiri,berpasangan dengan temannya,
4 bergantian memberikan feedback 60 menit
- Instruktur mengobservasi dan memberikan feedback
pada masing-masing kelompok
Penutup
5 10 menit
Diskusi, penugasan, rencana untuk pertemuan II

LESSON PLAN PERTEMUAN II

NO KEGIATAN WAKTU
1. - Mereview kegiatan pembelajaran pada pertemuan I 10 menit
- Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba
melakukan pemilihan dan penghitungan cairan infus
2. 15 menit
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan
31
feedback
- Instruktur memberikan feedback
- Memberikan kesempatan kepada mahasiswa secara
3. bergantian kemudian saling memberikan feedback 65 menit
- Instruktur mengobservasi dan memberikan feedback

DAFTAR PUSTAKA:
1. Silbergleit R, Durkalski V, Lowenstein D, Conwit R, Pancioli A, Palesch Y, dkk.
Intramuscular versus Intravenous Therapy for Prehospital Status Epilepticus. N
Engl J Med. 2012; 366(7): 591–600.
2. Solomowitz BH. Intravenous cannulation: a different approach. Anesth Prog.
1993; 40(1): 20–2.
3. Jin JF, Zhu LL, Chen M, Xu HM, Wang HF, Feng XQ, dkk. The optimal choice of
medication administration route regarding intravenous, intramuscular, and
subcutaneous injection. Patient Prefer Adherence. 2015; 9: 923–42.
4. Doyle JT, Wilson JS, Estes EH, Warren JV. The effect of intravenous infusions of
physiologic saline solution on the pulmonary arterial and pulmonary capillary
pressure in man. J Clin Invest. 1951; 30(4): 345–52.

LANGKAH-LANGKAH PEMASANGAN INFUS

DILAKUKAN
NO Aspek yang dinilai
YA TIDAK
1 Berikan salam, panggil klien dengan sopan
Cek program terapi cairan/review keputusan pemberian
2 terapi cairan
3 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakannya
4 Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan

32
dilakukan
5 Cuci tangan
6 Siapkan alat – alat
Letakkan pasien pada posisi semi fowler atau supine jika tidak
7 memungkinkan
8 Bebaskan lengan pasien dari lengan baju/kemeja
9 Letakkan manset 5-15 cm diatas tempat tusukkan
10 Letakkan alas plastik dibawah lengan klien
11 Hubungkan cairan infus dengan infus set dan gantungkan.
Alirkan cairan infus melalui selang infus sehingga tidak
12 ada udara di dalamnya.
Kencangkan klem sampai infus tidak menetes dan
13 pertahankan kesterilitas.
14 Cuci tangan
15 Pakailah Handscoon
Kencangkan tournikuet/manset tensi meter (tekanan
16 dibawah tekanan sistolik)
Anjurkan pasien untuk mengepal dan membukanya beberapa
kali, kemudian palpasi dan pastikan tekanan yang akan
17 ditusuk
Lakukan desinfeksi lokasi tusukan menggunakan larutan
18 antiseptik
Gunakan ibu jari untuk menekan jaringan dan vena 5 cm
18 dibawah tusukan.
19 Lakukan penusukan dengan posisi jarum 30° terhadap vena
Rendahkan posisi jarum sejajar pada kulit dan tarik jarum
20 sedikit, lalu teruskan plastik iv catheter kedalam vena
21 Tekan dengan jari ujung plastik iv catheter
22 Tarik jarum infus keluar
23 Sambungkan plastik iv catheter dengan ujung selang infus.
33
24 Lepaskan tournikuet/manset
25 Buka klem infus sampai cairan mengalir lancar.
26 Oleskan dengan salep/cairan antiseptik diatas penusukkan.
27 Sambungkan plastik iv catheter dengan ujung selang infuse.
Fiksasi posisi plastik iv catheter dengan plester, kemudian
28 ditutup dengan kassa steril.
Atur tetesan infus sesuai ketentuan, pasang stiker yang
29 sudah diberi tanggal, botol infus ke berapa.
30 Evaluasi hasil kegiatan
31 Bereskan alat-alat
32 Cuci tangan
33 Lepas handscoon
34 Cuci tangan

34

Anda mungkin juga menyukai