Anda di halaman 1dari 19

1

SKENARIO 4
BAYI BESAR

Seorang ibu berusia 37 tahun, G3P2A0 dengan usia kehamilan 40 minggu melahirkan
bayinya di ruang OK. Bayi tersebut lahir dengan sectio caesar, dengan BB lahir 4200 gram
dan saat lahir pasien langsung menangis. ibu pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus sejak
kehamilan anak ke 2. Dokter melakukan perawatan rutin di kamar bersalin. setelah itu, bayi
dirawat di Ruang NICU.

STEP 1
1. Ruang NICU : (Neonatal intensive care unit) adalah ruangan untuk merawat
bayi lahir sampai usia 30 hari yang memerlukan pengobatan dan
perawatan khusus dibawah pemantauan tim dokter.
2. Sectiocaesar : Proses persalinan dengan pembedahan irisan diperut ibu dan rahim
ibu untuk mengeluarkan bayi.
STEP 2
1. Mengapa bayi tersebut bisa besar?
2. Mengapa bayi tersebut dilahirkan secara sectiocaesar? Apa saja indikasi sectio
caesar?
3. Apakah berat badan bayi di skenario termasuk berat badan bayi yang normal?
4. Apakah riwayat Diabetes mellitus berpengaruh dengan kehamilan? Jelaskan!
5. Apakah perawatan pertama yang dapat dilakukan pada bayi tersebut?

STEP 3
1. A. Faktor ibu :factor hiperglikemi, obesitas, riwayat melahirkan.
B. Faktor genetik : DM dikeluarga atau riwayat DMG.
2. Tidak memungkinkan persalinan pervaginam karena dapat menyebabkan distosia
bahu atau robekan jalan lahir. Indikasi SC antara lain :
A. Absolut :Riwayat SC, makrosomia, sungsang, DMG, ibu hipertensi, ibu dengan
penyakit jantung, giant baby, CPD, ibu dengan tumor atau skoliosis.
B. Relatif :permintaan pasien.
2

3. Tidak normal. Karena berat badan bayi baru lahir yang normal adalah 2500-
4000gram.
A. Berat badan lahir normal : 2500-4000gram
B. Berat badan lahir rendah : <2500gram
C. Berat badan lahir lebih : >4000gram
4. Riwayat DM ->ibu hiperglikemia -> transport plasenta ->anak hipoglikemia ->
pankreas -> hiperinsulinemia -> lipolysis lemak rendah ->bayi besar
5. A. NICU (inkubator, monitor, ventilator)
B. OGT
STEP 4
1. A. Resistensi insulin ->hormone diabetik (GH, CRH placental lactogen, progesteron)
-> perubahan pasokan nutrisi ke janin berlebih
B. Hormon HPL, progesteron, prolaktin -> menginhibisi insulin ->hiperinsulinemia
2. Indikasi SC : preeklampsia, CPD, plasenta previa
3. Resiko tinggi pada bayi baru lahir adalah : bayi hipoglikemia, bayi ikhterus, bayi
tetanus neonatus, bayi asfiksia.
4. A. Sebelum usia kehamilan 36 minggu, insulin diproduksi oleh plasenta -> saat usia
kehamilan 36 minggu pancreas sudah matang ->stress bayi ->katekolamin meningkat
-> glucagon menurun ->hiperinsulinemia -> bayi hipoglikemia
5. A. NICU (inkubator, monitor, ventilator)
B. OGT
3

MIND MAP
Etiolog
i
Faktor
risiko Ibu
Bayi beresiko
tinggi

Bayi
Genetik,
Besar
Perawatan obesitas, DM,

Komplikas SC Indikasi Ibu


i

Janin
TTN, asfiksia,
infeksi

STEP 5

1. Jelaskan kriteria bayi beresiko tinggi!


2. Pemeriksaan untuk mengetahui bayi beresiko tinggi
3. Patomekanisme terjadinya bayi beresiko tinggi dihubungkan dengan factor risikonya
beserta tatalaksana bayi beresiko tinggi

STEP 6

Belajar mandiri

STEP 7

1. Kriteria bayi-bayi resiko tinggi yaitu :


a. Bayi lahir dengan masa gestasi < 37 minggu atau > 42 minggu
b. Bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram atau > 4000 gram
c. Bayi besar atau kecil untuk umur kehamilan
4

d. Bayi dengan riwayat penyakit neonatus yang berat atau dengan kematian
saudaranya.

2. Pemeriksaan untuk mengetahui bayi beresiko tinggi


1) Timbang berat badan
Untuk mengetahui apakah bayi mengalami risiko bayi lahir rendah.
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang
kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
2) Ukur lingkar lengan atas (LiLA)
Untuk mengetahui apakah bayi mengalami risiko bayi lahir rendah.
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil
berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu
hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa
bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
9) Anamnesis Ibu
Untuk mengetahui apakah bayi mengalami risiko bayi lahir dengan Berat Bayi
Lahir Rendah. Pada ibu pecandu narkotika mengandung zat-zat adiktif yang dapat
memasuki sirkulasi janin sehingga menyebabkan vasokontriksi arteri umbilikal dan
menekan aliran darah plasenta sehingga menyebabkan suplai nutrisi berkurang dan
terjadi BBLR.2

3. Patomekanisme terjadinya bayi beresiko tinggi dihubungkan dengan faktor risikonya


beserta tatalaksana bayi beresiko tinggi.
1) Kelahiran Kurang Bulan
Kelahiran kurang bulan atau prematur adalah istilah yang digunakan untuk
mendefinisikan neonatus yang dilahirkan terlalu dini. Berdasarkan usia kehamilan,
bayi yang baru lahir mungkin kurang bulan, aterm, atau lebih bulan. Berdasarkan
ukuran, bayi yang baru lahir mugkin tumbuh normal dan sesuai masa kehamilan,
5

kecil ukurannya, yaitu, kecil masa kehamilan, atau tumbuh berlebihan, yaitu, besar
masa kehamilan.1
a. Faktor risiko
Terdapat empat penyabab utama untuk kelahiran kurang bulan, yaitu :
a) Pelahiran atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau
bayi dilahirkan dengan pelahiran caesar prapersalinan
b) Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban
utuh.
c) Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik.
d) Kelahiran kembar dan multi janin yang lebih banyak. 1
2) Bayi Lewat Bulan
a. Pengaruh hormon progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proises biomelekuler pada
persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga
terjadinya kehgamilan postterm adalah karena masih pengaruh progesteron.1
b. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis. Ibu
hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor
penyebab kehamilan postterm.1
c. Teori kortisol
Diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progersteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anesefalus dan tidak
adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.1

d. Saraf uterus
6

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan


membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek, dan bagian bawah
masih tinggi diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm. 1

3). Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa melihat usia gestasi. BBLR merupakan salah satu penyebab
utama morbiditas dan mortalitas neonatus. Dengan pengertian seperti yang telah
diterangkan diatas, bayi BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

Sepsis Neonatal
Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif
dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dala cairan tubuh seperti darah, cairan
sumsum tulang atau cairan kemih. 7
Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya BKB, BBLR, bayi
dengan sindrom gangguan napas atau bayi yang lahir dari ibu berisiko. Sepsis
neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan dini dan awitan
lambat. 7
Mikroorganisme penyebab sepsis
Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial.
Sepsis primer biasanya disebabkan : Streptokokus Grup B, kuman usus Gram
negatif, terutama Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus,
Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), kuman anaerob, dan
Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab sepsis nosokomial adalah
Stafilokokus (terutama Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif
(Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan jamur. 7

Faktor risiko untuk terjadinya sepsis neonatal


a) Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit
yang masih imatur, dan lemahnya sistem imun
7

b) Ketuban pecah dini (>18 jam)


c) Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya
khorioamnionitis, infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh
Streptokokus Grup B, kolonisasi perineal dengan Escherisia coli
d) Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
e) Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir
f) Kehamilan kembar
g) Prosedur invasive
h) Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotracheal
i) Bayi dengan galaktosemi
j) Terapi zat besi
k) Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama
l) Pemberian nutrisi parenteral
m) Pemakaian antibiotik sebelumnya. 7
Tatalaksana
e) Terapi awal
Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/kg/24jam intravena tiap
12 jam, apabila terjadi meningitis untuk umur 0-7 hari 100-
200mg/kg/24jam intravena/intramuskular tiap 12 jam, umur >7 hari 200-
300mg/kg/24jam intravena/intramuskular tiap 6-8 jam, maksimum
400mg/kg/24jam. 7

Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau
alat tajam lainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan,
termasuk sarung tangan, masker, baju, kacamata debu. Tangan dan kulit yang
terkena darah atau cairan tubuh lainnya segera dicuci.7

7). Kehamilan Multiple


Definisi
Kehamilan multiple/ganda ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.1
Faktor Predisposisi
8

a) Usia ibu > 30 tahun


b) Konsumsi obat untuk kesuburan
c) Fertilisasi in vitro
d) Faktor keturunan. (1)
8). Hipoglikemia
Bayi dengan risiko hipoglikemia
Pada bayi baru lahir yang mempunyai risiko hipoglikemia, kadar
glukosa darahnya dipantau secara rutin, terlepas dari pemberian, macam dan
cara minum apapun yang didapatkan. Terdapat 3 kategori bayi yang berisiko
hipoglikemia:

a) Pemakaian glukosa yang berlebihan, termasuk kondisi hiperinsulinemia


b) Produksi dan cadangan glukosa yang tidak memadai
c) Peningkatan pemakaian glukosa dan penurunan produksi. 3

Tatalaksana bayi dengan hipoglikemia

Bayi dengan risiko hipoglikemia, harus dipantau kadar glukosa darahnya.


Glukosa yang diperlukan mungkin belum cukup hanya dengan pemberian
kolostrum saja pada umur beberapa hari, tetapi tidak ada bukti klinik yang
menyebutkan bahwa bayi dengan hipoglikemia asimtomatik mendapatkan
keuntungan dari pemberian glukosa intra vena yang diberikan.

Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI perah dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum. Anjurkan ibu untuk menyusui jika
kondisi bayi bayi baru lahir sudah memungkinkan.3

Tatalaksana pemberian ASI pada bayi hipoglikemia:

a. Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)

1) Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar


glukosa darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri
9

3-10 ml ASI perah tiap kg berat badan bayi, atau berikan suplementasi
(ASI donor atau susu formula)
2) Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya
sampai kadarnya normal dan stabil
3) Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya,
hindari pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa
intra vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan
yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan terapi yang
intensif
4) Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum, mulailah
terapi glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah
5) ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan
konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah
6) Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah,
konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi
(misalnya respon dari terapi yang diberikan). 3

b. Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25
mg/dL atau < 1,1 - 1,4 mmol/L.

1) Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap


kilogram berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian
glukosa 10% intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR)
6-8 mg tiap kilogram berat badan tiap menit
2) Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan
melalui oral atau pipa orogastrik.
3) Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau
>2.5 mmol/L
4) Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang
didapat
5) Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi
hipoglikemia menghilang
10

6) Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat


penurunan pemberian glukosa intra vena secara bertahap (weaning),
sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa
intravena. Kadang diperlukan waktu 24-48 jam untuk mencegah
hipoglikemia berulang.
7) Lakukan pencatatan manifasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining
glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi
klinik (misal respon dari terapi yang diberikan).3

Dukungan pada ibu

Mempunyai bayi yang diperkirakan akan lahir normal dan sehat, tetapi
ternyata kemudian berkembang mengalami hipoglikemia sering mengganggu
kepercayaan pemberian ASI. Ibu sebaiknya diyakinkan bahwa tak ada masalah
dengan air susunya, dan bahwa pemberian suplementasi hanya sementara saja.
Perah ASI dengan tangan ataupun pompa tertentu yang dianjurkan.
Memberikan minum paling tidak 8 kali dalam 24 jam sampai bayi bisa
menyusu dan menghisap dengan baik, akan membantu mempertahankan
produksi ASI. Sangat penting untuk sesegera mungkin menstimulasi produksi
ASI dengan melekatkan bayi ke dada ibu. Kontak kulit-ke-kulit yang
dikerjakan meskipun bayi masih menggunakan akses vena, akan sangat
berguna dan akan menurunkan trauma karena intervensi. Kontak kulit-ke-kulit
akan memberikan termoregulasi fisiologis, yang akan berkontribusi
dalam homeostasis metabolic. Sangat penting untuk melakukan edukasi
kepada ibu tentang pemberian ASI sedini mungkin dan pemberian minum
secara bertahap dengan tidak mengharapkan ASI keluar banyak pada saat awal
menyusui. Bayi mampu menghisap dan menelan selama 5 menit merupakan
pertanda bayi siap beralih dari cara mendapat asupan melalui pipa orogastrik
menuju cara menyusu langsung pada ibu.3

9). Ikterus

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling


11

sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang
kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan
ini. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi pigmen
bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit.

Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh


plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil
alih oleh hati, yang memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian.
Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirubin
dari darah. Walaupun demikian, jumlah bilirubin yang tersisa masih
menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka
jumlah bilirubin yang berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan
jaringan-jaringan tubuh lainnya.

Pada setiap bayi yang mengalami ikterus harus dibedakan apakah


ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologik atau non-fisiologik.
Selain itu, perlu dimonitor apakah keadaan tersebut mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat yang
memerlukan penanganan optimal. 4

Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh

Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu
ke janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia.
Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital,
rubela, dan sepsis. 4

Gejala klinis pada hiperbillirubinemia

Sebagian besar kasus hiperbilirubin- emia tidak berbahaya, tetapi


kadang- kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan
12

kerusakan otak (Kern icterus). Gejala klinis yang tampak ialah rasa kantuk,
tidak kuat menghisap ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata terputar-
putar keatas, kejang, dan yang paling parah bisa menyebabkan kematian. Efek
jangka panjang Kern icterus ialah retardasi mental, kelumpuhan serebral, tuli,
dan mata tidak dapat digerakkan ke atas. 4

Bilirubinometer transkutan

Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan


prinsip kerja memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya (panjang
gelombang 450 nm). Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna
kulit neonatus yang sedang diperiksa.4

Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh
karena itu, ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum
yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin


bebas, antara lain dengan metode oksidase peroksidase. Prinsip cara ini yaitu
berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin dimana
bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin
bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.

Pemecahan heme menghasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah


yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi
bilirubin. 4

Pengobatan
Fototerapi
Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan cahaya
berintensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin dalam kulit.
13

Secara umum, fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5
mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
difototerapi bila konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar mengarahkan
untuk memberikan fototerapi profilaksis 24 jam pertama pada bayi berisiko
tinggi dan berat badan lahir rendah. 4

Intravena immunoglobulin (IVIG)

Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan dengan


faktor imunologik. Pada hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh
inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi, pemberian IVIG dapat
menurunkan kemungkinan dilakukannya transfusi tukar. 4

Transfusi pengganti

Transfusi pengganti digunakan untuk mengatasi anemia akibat eritrosit


yang rentan terhadap antibodi erirtosit maternal; menghilangkan eritrosit yang
tersensitisasi; mengeluarkan bilirubin serum; serta meningkatkan albumin
yang masih bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatannya dangan
bilirubin. 4

Penghentian ASI

Pada hiperbilirubinemia akibat pemberian ASI, penghentian ASI


selama 24-48 jam akan menurunkan bilirubin serum. Mengenai pengentian
pemberian ASI (walaupun hanya sementara) masih terdapat perbedaan
pendapat. 4

Terapi medikamentosa

Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan enzim yang


mening- katkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif
diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan.
14

Penggunaan phenobarbital post natal masih menjadi pertentangan oleh


karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin
dengan mengeluar- kannya melalui urin sehingga dapat menurunkan kerja
siklus enterohepatika.4

Hipotermi
Hipotermi pada neonatus adalah suatu keadaan dimana terjadi
penurunan suhu tubuh yang disebabkan oleh berbagai keadaan terutama karena
tingginya konsumsi oksigen dan penurunan suhu ruangan. Mempertahankan suhu
tubuh dalam batas normal. sangat penting untuk kelangsungan hidup dan
pertumbuhan bayi baru lahir terutama bagi bayi prematur.
Pengaturan suhu tubuh tergantung pada faktor penghasil panas dan
pengeluarannya, sedang produksi panas sangat tergantung pada oksidasi biologis
dan aktifitas metabolisme dari sel-sel tubuh waktu istirahat.
Penyebab Hipotermi
Hipotermi dapat disebabkan oleh :
a) Kehilangan panas yang berlebihan seperti lingkungan atau cuaca
dingin basah atau bayi telanjang.
b) Luas permukaan tubuh pada bayi baru lahir relatif besar sehingga
penguapannya bertambah.
c) Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas tubuhnya
masih rendah.
d) Otot bayi masih lemah. 5

Pencegahan Hipotermi
a. Keringkan bayi dengan seksama.
Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera lahir untuk mencegah kehilangan panas
disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi.Keringkan bayi dengan
handuk atau kain yang telah disiapkan di atas perutibu.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat, serta segera mengganti
handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban.
c. Selimuti bagian kepala
15

Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian kepala
bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat
kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
d. Tempatkan bayi pada ruangan yang panas
Suhu ruangan atau kamar hendaknya dengan suhu 280 C – 300 C untuk
mengurangi kehilangan panas karena radiasi.
e. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah
kehilangan panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir.
Pemberian ASI lebih baik ketimbang glukosa karena ASI dapat mempertahankan
kadar gula darah.
f. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama
jika tidak berpakaian) sebelum melakukan penimbangan terlebih dahulu selimuti
bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. 5

Penanganan Hipotermi
a. Mengeringkan tubuh bayi dengan cepat mulai dari kepala dan seluruh tubuh.
b. Tubuh bayi segera dibungkus dengan selimut, topi atau tutup kepala, kaos
tangan dan kaki.
c. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan
bayi. Untuk menjaga bayi agar tetap hangat dan bayi harus beradadi dalam suatu
pakaian atau yang disebut sebagai metode kanguru.
d. Bila tubuh bayi masih dingin, segera menghangatkan bayi di dalam inkubator
atau melalui penyinaran lampu.
e. Periksa suhu bayi setiap jam.
f. Pemberian ASI sedini dan sesering mungkin.
g. Jika bayi tidak dapat menyusui, berikan perasan ASI dengan menggunakan
metode pemberian alternatif (dipompa).5
16

11). Perdarahan intrakranial

Etilogi
Perdarahan periventrikuler/intraventrikuler adalah perdarahan intrakranial
yang paling sering terjadi pada masa neonatus. Hal ini sering terjadi pada bayi kurang
bulan tetapi dapat juga terjadi pada bayi cukup bulan. Perdarahan
periventrikuler/intraventrikuler melibatkan traktus motorik periventrikuler dan
berhubungan dengan kecacatan neurologis jangka panjang pada anak. Perdarahan ini
dapat merupakan sebab yang cukup bermakna pada morbiditas dan mortalitas pada
bayi yang lahir kurang bulan. Perdarahan pada bayi cukup bulan terjadi karena
perluasan perdarahan dari tempat lain atau memang perdarahannya dalam ventrikel,
yaitu dari pleksuskoroid, matriks germinal sub ependimal atau keduanya. 1

Faktor resiko

Faktor resiko yang cukup kuat pada perdarahan


periventrikuler/intraventrikuler mencakup bayi kurang bulan dan berat badan lahir
rendah, cara persalinan, asfiksia dan resusitasi saat lahir (perdarahan yang muncul
dini), hal ini disebabkan karena matriks germinal mulai berkembang saat trimester II
kehamilan, terjadinya pneumothoraks, bayi kurang bulan yang mendapatkan
ventilator, kejang, serta meningkatnya tekanan darah arteri tiba-tiba karena
peningkatan volume cairan yang diberikan secara intravena. Faktor risiko lain yang
juga berpengaruh adalah kebiasaan merokok ibu, ketuban pecah dini, infeksi
intrauterine, persalinan yang lama, sepsis, hipotermia, hipotensi, PDA dan juga
transfusi tukar. 1

Patofisiologi

Patofisiologi perdarahan periventrikuler/intraventrikuler meliputi fragilitas


intrinsik pembuluh darah pada matriks germinal dan merupakan area yang kaya
dengan vaskularisasi, sebab pada matriks germinal yang belum matang sangat kaya
dengan pembuluh darah yang rapuh karena lemahnya otot vaskuler serta jaringan ikat
yang menopangnya. Lokasinya berada di antara nucleus kaudatus dan thalamus,
sedikit kearah posterior foramen Monro. Pembuluh darah pada daerah ini merupakan
17

perbatasan dengan cairan dan pada cerebrum yang immature berisiko terjadinya
trauma hipoksia dan iskemik. terjadinya peninggian tekanan vena serebral pada saat
persalinan, kesulitan persalinan pervaginam, asfiksia dan gangguan pernapasan. Hal
yang lain juga menyebabkan adalah hilangnya proses auto regulasi otak serta
menurunnya secara tiba-tiba aliran darah dan tekanan di otak. Terjadinya gangguan
respirasi dan metabolik yang berakibat pada fluktuasi aliran darah serebrovaskuler dan
terganggunya auto regulasi. Gangguan iatrogenik pada volumen intravaskuler yang
disebabkan seringnya pemberian bolus intravena pada bayi kurang bulan dan
gangguan pada sistem koagulasi. 1
Gejala
Pada bayi yang mengalami perdarahan periventrikuler/intraventrikuler secara
klinis dapat asimptomatik sekitar 25-50% kasus atau bergejala seperti ubun-ubun
besar yang menonjol, menurunnya hematokrit yang cepat, apnea, bradikardi, asidosis,
kejang, dan perubahan tonus otot serta tingkat kesadaran. Sindrom yang berat pada
perdarahan ini bila terjadi onset yang cepat pada tingkat sopor atau koma,
abnormalitas respirasi, kejang, refleks cahaya yang lambat dan kelemahan otot. Pada
bayi kurang bulan biasanya asimptomatik, beberapa dengan menurunnya kesadaran
dan gerakan, hipotonus, gerakan mata yang aneh. Yang sangat jarang dan berat
sampai dengan koma, hipotonus yang berat. Pada bayi cukup bulan gejala yang khas
adalah otot kejang, apneu, iritabel, muntah dan ubun-ubun besar yang membonjol. 1
Diagnosis
1) USG kepala, keuntungannya adalah tidak invasif dan mudah untuk dilakukan.
Tingkat perdarahan yang terjadi juga dapat diukur pada pemeriksaan ini. USG
digunakan pula untuk menentukan saat timbulnya perdarahan, memantau
perubahan yang terjadi dan meramalkan akibat perdarahan pada masa akut.
rutin dilakukan untuk bayi dengan umur kehamilan < 30 minggu, skrining
dapat dilakukan pada umur 3-7 hari karena perdarahan dini terjadi sebelum umur
tersebut dan diulangi pada umur 28-30 hari yang berguna untuk menemukan
perdarahan onset lambat. Pada bayi yang lebih besar USG kepala dapat dilakukan
apabila terdapat faktor risiko atau adanya gejala hidrosefalus.
Pada pemeriksaan USG akan didapatkan perdarahan intraparenkim dengan
daerah yang lebih ekhoik, baik secara potongan koronal dan sagital. Terdapatnya
18

daerah hiperekhoik memperlihatkan perdarahan yang mengelilingi daerah sentral


yang hipoekhoik. Daerah hipoekhoik ini merupakan daerah resorpsi.
2) CT-scan kepala diindikasikan untuk bayi cukup bulan dengan kemungkinan trauma
otak karena USG kepala tidak dapat memperkirakan luas udem atau perdarahan
intraparenkim dan infark.
3) MRI kepala lebih sensitif sebagai alat evaluasi trauma perventrikuler yang masif
dan untuk mendapatkan prediksi luaran prognosis jangka panjang.1
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 23. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC;2016
2. KEMENKES RI. Pedoman Pelayanan Atenatal Terpadu. Jakarta. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2010.
3. IDAI. Menyusui Bayi Dengan Risiko Hipoglikemia. Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta : 2013
4. Mathindas, Wilar, Wahani. Hiperbilirubinemia pada neonates. Volume 5, Nomor 1.
Jurnal Biomedik ; Maret 2013.
5. Prawiroharjo, S. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo;2016
6. Kosim Sholeh M, Yunanto A. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga.
Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012
7. Marchdante, Karen J. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Singapur:
Elsevier; 2018.

Anda mungkin juga menyukai