0
Panduan Tutor
BLOK KEDOKTERAN KELUARGA
Anggota
Kontributor
Dr. Sigit K, SpAn
Dr. Romi Ermawan, SpJP
Dr. Linda Silvana Sari, Sp. A
Dr. Bambang Priyanto, SpBS
Dr. Monalisa Nasrul, SpM
Dr. Marie Yuni, SpM
Dr. Isna Kusuma N, SpM
Dr. Didit Yudhanto, MSc, SpTHT-KL
Dr. Hamsu Kadriyan, SpTHT-KL (K), M.Kes
Dr. Eka Arie Y, M. Biomed, Sp. THT
Dr. Rina Lestari, SpP
Dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S
Dr. Rizkinov Jumsa, M. Kes, Sp. OG
Dr. Bayu Tirta Dirja, Ph. D
1
VISI DAN MISI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
Visi
Misi
2
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
Visi
“Menghasilkan lulusan dokter sesuai standar kompetensi dokter Indonesia dan unggul dalam
kedokteran kepulauan dan mampu berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran yang berdaya saing internasional 2025”
Misi
3
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
hikmat dan kekuatan-Nya sehingga kami dapat memperbaiki buku panduan blok XXI
(Kedokteran Keluarga) ini tepat pada waktunya. Pada blok ini mahasiswa akan mempelajari
tentang konsep keluarga dan konsep serta prinsip kedokteran keluarga. Setelah membaca
buku panduan ini, mahasiswa dan staf pengajar diharapkan mampu menjelaskan gambaran
umum kegiatan, tujuan yang ingin dicapai, strategi pembelajaran yang digunakan, jadwal
kegiatan, serta sistem evaluasi dalam blok ini.
Demikian buku panduan ini disusun dengan harapan dapat dipergunakan semaksimal
mungkin sebagai pedoman dalam proses pembelajaran oleh mahasiswa dan pedoman bagi
tutor dalam membimbing mahasiswa untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.
Terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penerbitan buku panduan ini. Penyusun menyadari bahwa
buku panduan blok Kedokteran Keluarga ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan blok kedokteran keluarga
ini di masa yang akan datang.
4
Mataram, 4 November 2019
Wakil Dekan I
5
DAFTAR ISI
6
TATA TERTIB BLOK
*Surat keterangan sakit harus diserahkan kepada bagian akademik paling lambat 1 hari kerja
setelah ketidakhadiran. Pada kondisi darurat, ijin dapat disampaikan terlebih dahulu secara
lisan pada pengampu mata kuliah, administrator blok, atau koordinator blok pada hari
pertama absen mengikuti kegiatan. Keterangan resmi disusulkan selambatnya satu hari kerja
setelah ketidakhadiran.
**Dalam situasi lain yang mengharuskan mahasiswa meninggalkan kegiatan blok (misalnya
kegiatan keagamaan yang tidak jatuh pada hari raya), mahasiswa sebaiknya berkonsultasi
dengan koordinator blok sebelum mengajukan ijin.
7
GAMBARAN UMUM BLOK
Blok Kedokteran Keluarga merupakan blok terakhir dari total 21 blok yang ada pada
pendidikan pre klinik FK Unram. Blok ini termasuk dalam mata kuliah wajib bagi mahasiswa
semester VII (tahun keempat akademik). Blok Kedokteran Keluarga dilalui dengan masa
studi sepanjang 6 minggu dengan rincian, 4 minggu efektif, 1 minggu diisi dengan
Keterampilan Medik Manajemen Bencana dan 1 minggu untuk masa ujian. Blok XXI
merupakan blok yang mempelajari tentang kedokteran keluarga. Blok ini memberikan
pengetahuan kepada mahasiswa tentang keluarga, masalah kesehatan yang ada dalam
keluarga, peran keluarga dalam masalah kesehatan, kedokteran keluarga serta pengenalan
mengenai dokter keluarga. Pada akhir blok mahasiswa diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan peran keluarga dalam bidang kesehatan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan prinsip kedokteran keluarga
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan kedokteran keluarga secara holistic,
komprehensif dan berkelanjutan
4. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya-upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan
komunitas, dan upaya rujukan
5. Mahasiswa mampu menjelaskan program-program pemerintah terkait dengan
pendekatan keluarga (PIS-PK)
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan KLB, wabah dan bencana
Dalam pelaksanaan minggu efektif mahasiswa dipaparkan dengan kegiatan perkuliahan,
tutorial dengan 4 judul skenario dalam proses diskusi, penugasan dan keterampilan medik
yang berjalan beriringan dengan blok ini. Metode evaluasi yang digunakan dalam blok 21 ini
adalah Multiple Choice Question (MCQ) untuk ujian akhir blok dalam bentuk Computer
Based Test (CBT), kuis pada akhir minggu, dan beberapa penugasan lain
PRIOR KNOWLEDGE
1. Individu Populasi 1
2. Individu populasi 2
3. Individu Populasi 3
8
HUBUNGAN DENGAN BLOK LAIN:
Untuk dapat mengikuti blok ini dengan baik, maka mahasiswa diharapkan sudah memiliki
pengetahuan mengenai ilmu kesehatan masyaraka, ilmu kesehatan komunitas, ilmu
kesehatan pencegahan, pengetahuan umum dalam bidang kedokteran, serta memiliki
keterampilan dalam mencari literatur, membaca dan mengambil inti sari dari literatur,
menulis dengan kaidah ilmiah, serta berpikir kritis (critical thinking). Blok Kedokteran
Keluarga sangat terkait dengan Individu Populasi 1,2, dan 3 yang telah berjalan pada
semester 3, 4 dan 5.
Tabel 1. Peta hubungan luaran pembelajaran di blok XXI dengan blok sebelum
maupun sesudahnya.
Prior knowledge BLOK XXI Future Learning
Individu Populasi 1: Mahasiswa mampu Kepaniteraan Klinik
- Ruang lingkup IKM menjelaskan konsep dan IKM
- Situasi kesehatan peran keluarga dalam o Mampu melaksanakan
masyarakat di Indonesia bidang kesehatan kegiatan promosi,
- Sistem Kesehatan Mahasiswa mampu konseling tentang
Nasional menjelaskan konsep dan kasus dan masalah
- Undang-undang prinsip kedokteran kesehatan individu,
Kesehatan di Indonesia keluarga keluarga dan
Individu Populasi 2: Mahasiswa mampu masyarakat
- Kesehatan Lingkungan menjelaskan pendekatan o Mampu
- Sasaran dan Strategi kedokteran keluarga melaksanakan
Pendidikan dan Promosi secara holistic, kegiatan preventif
Kesehatan komprehensif dan terhadap penyakit dan
- Pelaksanaan Program berkelanjutan masalah kesehatan
Mahasiswa mampu o Mampu melakukan
Promosi Kesehatan di
menjelaskan upaya- komunikasi efektif
Institusi Kesehatan
9
Individu Populasi 3: upaya kesehatan terhadap individu,
- Mahasiswa mengetahui perorangan, upaya kelompok dan
trias epidemiologi dalam kesehatan komunitas, masyarakat
konsep sehat dan sakit dan upaya rujukan o Mampu
- Mahasiswa mengetahui Mahasiswa mampu mengidentifikasi
epidemiologi penyakit menjelaskan program- permasalahan
menular dan penyakit program pemerintah kesehatan kelompok
tidak menular terkait dengan dan masyarakat serta
- Mahasiswa mengetahui pendekatan keluarga mencari solusinya
surveilans epidemiologi (PIS-PK) melalui penerapan
- Mahasiswa aplikasi Data Mahasiswa mampu program/upaya
Statistik di FKTP menjelaskan kesehatan
penatalaksanaan KLB, o Mampu berperan
wabah dan bencana sebagai seorang
leader dalam suatu
tim
10
LEVEL KOMPETENSI
Supervisi
Mengetahui penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan immunisasi dan 4A
11
Daftar kompetensi Level
pengendaliannya
Mengetahui jenis vaksin beserta:
Cara penyimpanan
Cara distribusi
Cara skrining dan konseling pada sasaran 4A
Cara pemberian
Kontraindikasi efek samping yang mungkin terjadi dan upaya
penanggulangannya
Menjelaskan mekanisme pencatatan dan pelaporan 4A
Merencanakan, mengelola, monitoring dan evaluasi asuransi pelayanan kesehatan 4A
misalnya BPJS, jamkesmas, askes, dll
12
MATRIKS KURIKULUM
1 Konsep dan Peran Keluarga dalam Bidang Kesehatan √ √ √ - Demografi [Ujian tulis
MCQ]
Mampu menjelaskan konsep keluarga Sosioantropolog
i
Mampu menjelaskan definisi operasional keluarga
Psikologi
Mampu menjelaskan Bentuk-bentuk keluarga
13
(KDRT, broken home, dll)
14
Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut (FKRTL)
15
Mampu menganalisis factor-faktor penghambat proses
rujukan
8 Bencana
16
Mahasiswa mampu menjelaskan definisi operasional dari
bencana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku
Mampu menjelaskan jenis-jenis dan faktor risiko bencana
Mahasiswa mampu menjelaskan dampak kesehatan yang
muncul pada suatu populasi terdampak
Mahasiswa mampu menjelaskan penanggulangan bencana di
bidang kesehatan
17
TOPIC TREE
KEDOKTERAN
KELUARGA
18
PENILAIAN MAHASISWA
Metode penilaian dan proporsi penilaian yang digunakan dalam blok ini sebagai berikut:
Ujian Teori (CBT) : 80 % (100 soal)
Penugasan : 10 %
Kuis :5%
Tutorial : 5%
PENUGASAN:
Penugasan berupa kunjungan lapangan ke beberapa keluarga yang berada di wilayah kerja
puskesmas sasaran. Mahasiswa akan dibagi menjadi 6 kelompok besar yang akan melakukan
kunjungan lapangan ke Puskesmas di Wilayah Kota Mataram, yaitu:
1. Puskesmas Pagesangan
2. Puskesmas Ampenan
3. Puskesmas Tanjung Karang
4. Puskesmas Babakn
5. Puskesmas Cakranegara
6. Puskesmas Selaparang
19
LUARAN KEGIATAN PEMBELAJARAN (LEARNING OUTCOME)
1 Kuliah : Pengantar Koordinator Blok Mampu menjelaskan gambaran umum pelaksanaan blok
Blok Kedokteran
Keluarga Mampu menjelaskan kaitan antara konten blok dengan blok lain atau
dengan berbagai disiplin ilmu
Tutorial : Tim Tutor Mampu menjelaskan pengaruh keluarga terhadap kesehatan begitu pula
Skenario 1 sebaliknya pengaruh kesehatan terhadap keluarga
Kuliah : Permasalahan Dr. Emmy Amalia, SpKJ Mampu menjelaskan pengertian kesehatan mental secara umum dan khusus
Kesehatan Mental pada keluarga
Pada Keluarga
Mampu mengidentifikasi faktor risiko yang memunculkan permasalahan
mental dalam keluarga
Kuliah: Kesehatan Dr. IK Gerudug, MPH Mahasiswa mengetahui Epidemiologi masalah gerontologi
Geriatri
Mahasiswa mengetahui Problema geriatri saat ini
2 Kuliah : Dr. Rika Hastuti, M. Kes Mampu menjelaskan definisi operasional kedokteran keluarga
Konsep Kedokteran
Keluarga Mampu menjelaskan ruang lingkup kedokteran keluarga
21
Tutorial: Tim Tutor Mampu menjelaskan definisi operasional kedokteran keluarga
Skenario 2
Mampu menjelaskan ruang lingkup kedokteran keluarga
Kuliah : Penilaian Dr. I Ketut Artastra, MPH Mampu mengidentifikasi permasalahan keluarga berdasar teori HL Bloom
Permasalahan Dalam
Keluarga Mampu menjelaskan instrumen-instrumen yang digunakan dalam assesmen
masalah dalam keluarga
Kuliah: Pendekatan Dr. Rika Hastuti, M. Kes Mampu menjelaskan peran dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan (FKTP) dan FKRTL
Kedokteran Keluarga
Mampu menjelaskan upaya-upaya kesehatan dalam menyelesaikan
permasalahan keluarga secara terintegrasi (lintas program dan lintas
sektoral)
3 Kuliah: Upaya Dr. I Ketut Artastra, MPH Mampu menjelaskan berbagai jenis upaya kesehatan perorangan ada di
Kesehatan Indonesia (UKP)
Perorangan
Mampu menjelaskan karakteristik pelayanan kesehatan yang tersedia di
berbagai jenjang fasilitas pelayanan kesehatan
Kuliah: Upaya Dr. IK Gerudug, MPH Mampu menjelaskan berbagai upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang
Kesehatan ada di Indonesia
22
Masyarakat Mahasiswa mampu menjelaskan tentang UKM essensial dan UKM
pengembangan
4 Kuliah : Sistem Dr. Ika Primayanti, MKes Mampu menjelaskan definisi rujukan kesehatan
Rujukan
Mampu menjelaskan berbagai alasan/tujuan pasien dirujuk
23
Mampu menjelaskan alur sistem rujukan
Kuliah: Akses Dr. Lina Nurbaiti, MKes Mampu mendefinisikan ‘akses terhadap pelayanan kesehatan’
Pelayanan Kesehatan
Mampu menjelaskan dimensi-dimensi akses
24
Mahasiswa mampu menjabarkan analisis situasi mengenai kemungkinan
apa saja yang dapat menyebabkan kasus KLB diatas
5 Kuliah: Program Dr. WS Affarah, MPH Mampu menjelaskan pengertian dan tujuan dari PIS-PK
Pemerintah dalam
Upaya Pendekatan Menjelaskan kegiatan program yang terkait PIS-PK
Keluarga (PIS-PK)
Menjelaskan kegiatan program PIS-PK dalam praktek kedokteran
keluarga
Kuliah: KLB dan Made Utama, SKM, M.Epid Mahasiswa mampu menjelaskan definisi operasional dari KLB dan
wabah wabah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
25
Mahasiswa mampu menjelaskan Sistem Kewaspadaan Dini KLB
(SKD-KLB)
Kuliah: Manajemen Made Utama, SKM, M.Epid Mahasiswa mampu menjelaskan definisi operasional dari bencana
Bencana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
26
SUMBER BELAJAR
28
08.40-
09.30 Keluarga
09.30-
10.20
10.20-
11.10
11.10-
12.00 tutorial 3, 4 Mandiri mandiri tutorial 3, 4
12.00-
13.30 ISHOMA
13.30-
14.20
14.20-
15.10 MANDIRI KULIAH
15.10-
16.00 tramed 4 tramed 4
Jumat
Minggu Senin 18/11/19 Selasa 19/11/19 Rabu 20/11/19 Kamis 21/11/19 22/11/19
07.00-
III 07.50
07.50-
08.40
Kuliah Upaya Kuliah Program Pemerintah
08.40- Kesehatan Kuliah Upaya Dalam Upaya Pendekatan
09.30 Perorangan KULIAH Kesehatan Masyarakat Keluarga (PIS-PK) KULIAH
09.30- tutorial 3, 4 tutorial 3, 4
10.20
10.20- MANDIRI Pembimbingan Kunlap MANDIRI
11.10 Terjadwal
11.10-
29
12.00
12.00-
13.30 ISHOMA
13.30-
14.20
14.20-
15.10 MANDIRI KULIAH
15.10-
16.00 tramed 4 tramed 4
Jumat
Minggu Senin 25/11/19 Selasa 26/11/19 Rabu 27/11/19 Kamis 28/11/19 29/11/19
07.00-
IV 07.50
07.50-
08.40 Presentasi mandiri
08.40- Kunjungan
09.30 Lapangan Kuliah KLB dan Wabah Kuliah Manajemen Bencana KULIAH
09.30-
10.20
10.20-
11.10 MANDIRI MANDIRI
11.10-
12.00 MANDIRI tutorial 3, 4 tutorial 3, 4
12.00-
13.30 ISHOMA
13.30- tramed 4 tramed 4
14.20 MANDIRI MANDIRI
14.20-
15.10
30
15.10-
16.00
Jumat
Minggu Senin 25/11/19 Selasa 26/11/19 Rabu 27/11/19 Kamis 28/11/19 29/11/19
07.00-
VI 07.50
07.50-
08.40
08.40-
09.30
09.30-
10.20
10.20-
11.10
11.10- UJIAN CBT
12.00 utama UJIAN tramed UP cbt Blok 20
12.00-
13.30 ISHOMA
13.30-
14.20 UP tramed
14.20-
15.10
15.10-
16.00
31
BLUEPRINT ASSESSMENT
Proporsi
Topik pembelajaran
Level Pengetahuan soal CBT
No (kuliah/praktikum/tutorial – sebutkan judul Cabang Ilmu Terkait
(recall/reasoning) (dari total
topik kuliah/praktikum/tutorial)
100)
1 Konsep dan peran keluarga Recall, Reasoning 7 Antropologi, demografi
2 Permasalahan Kesehatan (fisik, mental, dan Recall, Reasoning Psikiatri, psikologi, epidemiologi
sosial) pada keluarga 7
3 Kesehatan Geriatri Recall, Reasoning 7 Gerontologi, antropologi
4 Konsep Kedokteran Keluarga Recall, Reasoning 7 IKM,IKP,IKK
5 Penilaian permasalahan dalam keluarga Recall, Reasoning 7 IKM,IKP,IKK
6 Pendekatan Pelayanan Kedokteran Keluarga Recall, Reasoning 7 Manajemen kesehatan
7 Upaya Kesehatan Perorangan Recall, Reasoning 7 Manajemen kesehatan
8 Upaya Kesehatan Masyarakat Recall, Reasoning 7 Manajemen kesehatan
9 Akses Pelayanan Kesehatan Recall, Reasoning 7 Manajemen kesehatan
10 Sistem Rujukan Recall, Reasoning 7 Sistem kesehatan
11 PIS-PK Recall, Reasoning 7 Program kesehatan
12 KLB dan Wabah Recall, Reasoning 7 Epidemiologi, statistic
13 Manajemen Bencana Recall, Reasoning 7 Epidemiologi
14 Tutorial Skenario I Recall, Reasoning 3
15 Tutorial Skenario II Recall, Reasoning 3
16 Tutorial Skenario III Recall, Reasoning 3
17 Tutorial Skenario IV Recall, Reasoning 3
18 Tutorial Skenario V Recall, Reasoning 3
TOTAL 100
32
DAFTAR NAMA TUTOR
33
TRIGGER TUTORIAL
Skenario 1
Dokter S adalah seorang dokter keluarga yang sudah bertugas di wilayah Kuripan selama 10
tahun. Setiap hari, ia melayani puluhan pasien dengan bermacam – macam masalah kesehatan.
Pada suatu sore, datang seorang ibu membawa anak perempuannya yang berusia 4 tahun dengan
keluhan diare sejak dua hari yang lalu. Diare terjadi lebih dari 5 kali sehari dengan konsistensi
cair. Pada pemeriksaan antropometri, anak tersebut mengalami gizi kurang. Pasien adalah anak
ketiga dan tinggal bersama orang tua, dua saudara laki – laki pasien, dan nenek dari ibu pasien.
Tiga hari sebelumnya, anak kedua yang berumur 10 tahun juga mengalami keluhan serupa,
namun tidak dibawa berobat dan hanya minum obat yang dibeli oleh ibunya di warung. Untuk
keperluan BAB, keluarga tersebut pergi ke jamban umum di dekat rumah mereka. Sumber air
minum didapatkan dari sumur gali yang digunakan bersama tetangga. Ayah pasien bekerja
sebagai tukang ojek dan ibu pasien berjualan jajanan di depan rumah. Ibu pasien sering merasa
sedih dan uring-uringan kepada anak-anaknya karena suaminya jarang pulang. Sebagai seorang
dokter keluarga, dokter S merasa bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan yang
komprehensif terhadap pasien dan keluarganya.
34
Skenario 2
Seorang anak laki-laki berusia 7 bulan dibawa oleh ibunya dan ditemani oleh seorang kader
kesehatan ke IGD sebuah puskesmas dengan keluhan sesak nafas. Berdasarkan heteroanamnesis,
ibu pasien mengatakan pasien tampak kesulitan bernapas dan bernapas dengan cepat sejak dini
hari. Keluhan disertai batuk, pilek, dan demam sejak 4 hari sebelumnya. Pasien muntah setiap
kali batuk. Keluhan seperti ini baru terjadi pertama kali dan pasien belum pernah dibawa berobat.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, dokter puskesmas memberikan diagnosis pneumonia dan
menganjurkan pasien untuk rawat inap. Pasien merupakan anak pertama, riwayat imunisasi dasar
lengkap sesuai usia dan mendapat ASI ekslusif. Selama kehamilan, ibu melakukan ANC
sebanyak empat kali ke bidan praktik swasta dan persalinan spontan aterm di puskesmas. Berat
badan saat lahir 2100 gram, riwayat tumbuh kembang berdasar buku KIA sesuai dengan usia.
Sehari setelah kepulangan pasien paska rawat inap atas indikasi pneumonia, dokter bersama tim
puskesmas melakukan kunjungan rumah untuk melakukan follow up sekaligus pendataan PIS-
PK. Ibu pasien tidak menggunakan kontrasepsi setelah melahirkan, saat ini sedang hamil anak
kedua, dan telah memeriksakan kehamilannya di posyandu. Ibu mengatakan bahwa lingkar
lengan atasnya kurang dari normal saat diperiksa petugas posyandu, namun ia tidak mengetahui
penyebabnya serta apa yang harus dilakukan.
Ayah pasien adalah seorang perokok aktif, sempat berhenti merokok saat harus menjalani
pengobatan TBC di puskesmas, namun kembali merokok setelah pengobatan selesai dan
dinyatakan sembuh. Nenek pasien yang tinggal serumah diketahui menderita hipertensi sejak
setahun lalu pada saat mengikuti posbindu, namun tidak rutin kontrol ke puskesmas karena
belum memiliki kartu BPJS. Hanya pasien serta ayah dan ibunya saja yang memiliki kartu BPJS,
karena ayah pasien baru saja diangkat menjadi CPNS.
Keluarga pasien tinggal di sebuah pemukiman padat penduduk, namun memiliki sumber air dari
PAM serta jamban sendiri.
Dokter memberikan informasi dan edukasi terkait permasalahan kesehatan keluarga ini sesuai
dengan upaya kesehatan perorangan maupun masyarakat yang ada di Puskesmas. Selanjutnya
tim PIS-PK melakukan analisis serta menghitung Indeks Keluarga Sehat berdasar informasi
yang didapatkan.
35
Skenario 3A (Kelompok Ganjil)
Seorang perempuan G1P0A0 berusia 18 tahun dibawa keluarganya ke IGD RS karena kejang.
Pasien sempat mendapatkan penanganan namun akhirnya meninggal dunia. Dokter
melakukan otopsi verbal kepada ibu pasien untuk mengetahui riwayat pasien. Pasien menikah
pada usia 17 tahun dan suami berusia 19 tahun. Keduanya sama-sama tidak lulus SD. Sebulan
paska menikah, pasien mengeluh mual muntah sehingga ibu pasien menduga anaknya hamil.
Daerah tempat tinggal pasien merupakan dataran tinggi yang dikelilingi oleh perbukitan terjal
sehingga akses pelayanan kesehatan terbatas. Selama kehamilan, pasien hanya melakukan
pemeriksaan kehamilan satu kali karena untuk mencapai lokasi polindes terdekat
membutuhkan waktu 3 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Pada suatu hari,
pasien mengeluh kedua kakinya bengkak. Ibu pasien menganggap hal itu biasa terjadi pada
orang hamil. Tiga hari kemudian, pasien mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati, mual dan
merasa penglihatannya kabur. Ibu pasien tidak melakukan tindakan apapun karena
menganggap bahwa keluhan tersebut disebabkan karena waktu makan yang terlambat.
Keesokan harinya pasien mengeluh sakit kepala semakin memberat sehingga ibu pasien panik
dan membawa pasien ke polindes. Saat itu, suami serta menantunya sedang bekerja menjadi
kuli bangunan di kota, ibu pasien kebingungan sehingga meminta bantuan tetangganya untuk
mengantar pasien ke polindes. Pasien akhirnya diantar menggunakan kendaraan roda tiga
yang biasa digunakan untuk mengangkut gabah. Berdasarkan hasil pemeriksaan, bidan
menduga pasien mengalami pre eklampsia berat sehingga bidan memutuskan untuk merujuk
ke rumah sakit (Fasilitas Kesehatan Rujukan dan Tingkat Lanjut/FKRTL) yang berada di
ibukota kabupaten. Ibu pasien belum menyetujui tindakan perujukan, karena belum ada
persetujuan suami dan menantunya serta memikirkan biaya yang akan dikeluarkan nantinya,
apalagi keluarga ini belum menjadi anggota JKN. Bidan meyakinkan kepada ibu pasien
bahwa kartu KIS dapat diurus menyusul, yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan
nyawa pasien. Setelah sekitar 30 menit berdiskusi dengan keluarga, akhirnya ibu pasien
menyetujui untuk dirujuk. Bidan segera mempersiapkan proses perujukan dan dengan
menggunakan kendaraan roda tiga tadi, pasien dibawa ke RS yang ditempuh kurang lebih 3
jam.
Apa saja yang berkontribusi terhadap kematian ibu pada kasus tersebut? Faktor apa saja yang
mempengaruhi hal-hal tersebut?
36
Skenario 3B (Kelompok Genap)
Seorang bayi laki-laki berusia 5 bulan dibawa ibunya ke polindes satu-satunya di sebuah
pulau kecil di Kepulauan Aru. Ibu mengeluhkan pasien sesak napas sejak 2 hari sebelumnya
disertai demam dan batuk pilek sejak 5 hari sebelumnya. Berdasarkan pemeriksaan fisik,
bidan menduga pasien mengalami pneumonia berat. Bidan berkoordinasi dengan puskesmas
di pulau sebelah untuk merujuk ke rumah sakit (Fasilitas Kesehatan Rujukan dan Tingkat
Lanjut/FKRTL) yang berada di ibukota kabupaten di pulau utama. Ibu pasien belum setuju
untuk dirujuk karena belum meminta persetujuan ayah dan mengkhawatirkan biaya yang akan
dikeluarkan. Keluarga ini belum menjadi anggota JKN. Ayah pasien adalah seorang TKI di
luar negeri. Bidan menjelaskan bahwa kartu KIS dapat diurus kemudian dan bahwa yang
menjadi prioritas saat ini adalah menyelamatkan nyawa anaknya. Akhirnya, ibu pasien setuju
untuk dirujuk. Bidan segera melakukan persiapan rujukan. Dengan menggunakan kendaraan
roda tiga milik desa, pasien dibawa ke pelabuhan yang ditempuh dalam waktu 1 jam.
Selanjutnya, pasien dibawa menyebrang ke pulau utama dengan menggunakan kapal cepat
milik puskesmas selama 3 jam. Setiba di RS, pasien sempat mendapatkan penanganan di IGD
namun tidak tertolong.
Apa saja yang berkontribusi terhadap kematian bayi pada kasus tersebut? Faktor apa saja yang
mempengaruhi akses terhadap pelayanan kesehatan?
37
Skenario 4 A
Hal tersebut diutarakan Bambang menyikapi pernyataan Kemenkes yang menyebutkan bahwa meningkatnya
korban Kejadian Luar Biasa (KLB) Rabies di Kabupaten Dompu, NTB, sebanyak 6 warga meninggal dunia
bertambah dari pekan lalu yang berjumlah 5 orang.
Selanjutnya Bambang mendorong Kementerian Pertanian melalui Direktur Kesehatan Hewan bersama
Kemendagri melalui Pemda memberikan imbauan kepada warga yang memiliki hewan peliharaan untuk wajib
melakukan vaksinasi rabies.
"Seperti anjing, kucing, dan monyet, serta membatasi pergerakan hewan peliharaannya untuk mengurangi risiko
penularan," ujar Bambang di Jakarta seperti dikutip, Kamis (14/2/2019).
Diberitakan, jumlah korban meninggal dunia akibat gigitan anjing di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat
(NTB), terus bertambah. Hingga Senin (11/2/2019), total warga yang meninggal berjumlah 6 orang. Adapun 619
orang lainnya digigit.
"Korban gigitan hingga kini sudah 619 orang, angka kematian jadi 6 orang, 5 orang di Kecamatan Kempo dan 1
orang Banggo Menggelewa. Korban itu semuanya kasus gigitan lama," kata Kepala Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Dompu Zaenal Arifin, Selasa (11/2).
Kasus gigitan sudah merebak hingga wilayah perkotaan, seperti di Matua, seorang kusir benhur diserang anjing.
Sementara di dua desa lainnya, kejadiannya bersamaan dengan 5 orang sekaligus.
"Upaya untuk memutus rantai ini langkah jangka pendeknya satu-satunya kita eliminasi. Untuk jangka
panjangnya tetap kita lakukan vaksinasi," ujarnya.
Atas hal itu, pemda dan warga mengambil langkah serius, yaitu membunuh ribuan anjing liar, baik dengan
ditembak maupun diberi racun.
"Sampai saat ini jumlah anjing yang telah dieliminasi sebanyak 1.078 ekor yang tak bertuan yang kita duga
mengandung rabies. Itu jumlah yang dicampur oleh laporan mandiri dari masyarakat. Jadi masyarakat juga
mengeliminasi anjing liar," ujarnya
Dari berita di atas, apa yang dapat Anda simpulkan terkait penanganan KLB? Bagaimana
penanganan KLB yang seharusnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada?
38
Skenario 4B
YOGYAKARTA —
Sejak 2004, Indonesia seolah tidak pernah lepas dari bencana alam besar. Rentetan peristiwa itu, di samping meluluhlantakkan,
juga membangun kesadaran yang lebih baik. Sebuah buku disusun untuk mencatat semua itu, terutama di sektor kesehatan.
Ada fakta cukup menarik dalam peluncuran dan bedah buku “Relawan Kesehatan di Medan Bencana” di Yogyakarta, Selasa
(2/10). Kenyataan yang sering diabaikan selama ini adalah bahwa Indonesia merupakan negara yang tidak sedang dalam
keadaan perang, tetapi selalu memiliki rakyat yang mengungsi.
Bencana adalah penyebab kondisi itu. Terutama sejak 2004, Indonesia praktis tidak pernah berhenti mengalami bencana alam
besar. Sebuah tim dari Fakultas Kedokteran UGM dan RS Sardjito Yogyakarta, membuat catatan perjalanan penanganan
bencana di sektor kesehatan. Catatan itu memuat apa yang terjadi, dikerjakan dan dipelajari sejak tsunami Aceh 2004 hingga
tsunami Selat Sunda 2018. Menurut Hendro Wartatmo, salah satu dokter dalam tim ini, Indonesia belajar cepat dan menjadi
mandiri terutama di sektor kesehatan, dalam 15 tahun terakhir.
“Kita lebih mandiri. Jadi, sampai tahun 2004 -2006 itu yang menyolok adalah membanjirnya tim asing. Tim yang efektivitasnya
perlu dilihat. Tim asing datang, kita tidak pernah mengecek apakah dia bisa menjahit luka atau tidak. Dan saya punya
pengalaman juga, bahwa mereka ternyata juga tidak selalu lebih baik dari kita. Yang saya lihat, tim asing sudah tidak ada sejak
2015,” ujar Hendro.
Tim asing saat ini lebih banyak diperlukan untuk bantuan-bantuan teknis pembangunan, itupun sudah sangat berkurang.
Indonesia, kata Hendro, berhasil meningkatkan kemampuan penanganan bencana dengan sangat baik. Dalam sebuah paparan
di Brisbane, Australia, Hendro berkisah, muncul pertanyaan mengapa Indonesia tidak lagi menerima tim medis asing. Dia
dengan tegas berani menjawab, bahwa Indonesia mampu mengatasi semua sendiri.
Departemen kesehatan saat ini sedang menyusun program sertifikasi tim medis lapangan. Dengan sertifikasi, setiap tim medis
yang masuk daerah bencana, harus menunjukkan kemampuannya. Tanpa sertifikat kemampuan itu, tenaga medis tidak akan
memperoleh fasilitas.
Namun, kata Hendro, bukan berarti Indonesia tidak lagi mengalami masalah.
“The most problem of disaster response is not lack of any single resources, but control and coordination. Jadi kita kurangnya ada
di koordinasi. Tetapi ini terjadi di manapun, juga di luar negeri. Dalam bencana Badai Katrina, gempa Haiti, masalah koordinasi
tetap ada. Itu karena masalah juga berkembang,” tambah Hendro.
Berkaca dari pengalaman Yogyakarta, Danang Syamsurizal dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) DIY
mengaku, belajar dari bencana adalah proses yang tidak pernah berhenti. Daerah ini mengalami dua bencana besar yaitu
gempa bumi pada 2006 dan letusan dahsyat Merapi pada 2010. Sebelum 2006, Yogyakarta bahwa tidak memahami bencana
gempa bumi.
Terkait koordinasi dan kerja sama, Danang menguraikan lima unsur dalam penanggulangan bencana, yaitu pemerintah, dunia
usaha, masyarakat, akademisi dan media. Secara nasional, Yogyakarta sebagai kota pendidikan memberi sumbangan besar
dalam upaya ini, karena peran akademisi.
“Akademi banyak berada di Yogya, sehingga banyak pemikiran, banyak kajian-kajian, banyak pengalaman-pengalaman empirik.
Dan itu ketika diterapkan sangat membantu penanganan kejadian bencana di berbagai tempat, seperti kekeringan, kebakaran
39
hutan, gempa, tsunami. Di sini banyak perguruan tinggi, karena itu membuat penanganannya menjadi lebih cepat, efektif dan
efisien didukung dengan pendekatan saintifik yang tepat,” kata Danang.
Yogyakarta juga merupakan sumber tenaga relawan yang jumlahnya melimpah. Daerah ini memiliki relawan dengan keahlian
sangat dasar hingga yang sangat berpengalaman, dan siap dikirim ke berbagai lokasi bencana.
Danang mengisahkan, sebelum 2006, Yogyakarta tidak memahami gempa bumi dan risiko yang mengikutinya. Setelah bencana
itu, masyarakat belajar dan regulasi baru disusun sebagai langkah mengurangi risiko bencana. Namun, kini disadari bahwa ke
depan jika terjadi gempa lagi, tantangannya sudah sangat berbeda.
egitu pula dalam bencana Gunung Merapi. Pada 2006, Merapi mengalami fase letusan. Empat tahun kemudian, fase itu kembali
dengan lebih dahsyat. Penanganan pada 2010 banyak didasarkan pada pengalaman 2006, dan ternyata tidak sepenuhnya
tepat. Bencana letusan 2010 berdampak lebih besar dengan kompleksitas masalah yang lebih rumit. Inilah yang disebut
Danang, bahwa belajar adalah proses tanpa henti ketika menghadapi bencana di Indonesia
“Jangan sampai warga kehilangan insting untuk risiko yang dihadapinya. Kita harus punya kesadaran situasional yang berbeda-
beda, karena bencana itu dinamis. Apa yang dulu tidak ada, sekarang ada,” tambah Danang.
Dalam skala nasional, Danang membuat tiga kelompok periode kebencanaan di Indonesia. Pada periode 2004-2008, Indonesia
masih minim pengalaman, sumber daya sangat sedikit tetapi harus menghadapi skala bencana yang besar dan kompleks. Pada
periode 2009-2013 mulai muncul kesadaran prabencana, lahirnya Undang-Undang Penanggulangan Bencana dan lembaga
BNPB dan dikenalkannya Incident Command System (ICS).
Selanjutnya pada 2014-2018, Indonesia sudah lebih taktis dan memperoleh kepercayaan dalam penanganan bencana,
pemanfaatan teknologi informasi yang masif, memiliki banyak sumber daya. Kekurangannya adalah masyarakat sipil masih
lemah dalam penanganan kejadian masif, sehingga peran militer cukup signifikan.
Suparlan dari Yayasan Sheep Indonesia melihat tiga fenomena terkait kebencanaan dalam proses belajar ini. Banyak daerah
kini lebih siap dan menyadari pentingnya upaya pengurangan risiko bencana (PRB), mitigasi dan kesiapsiagaan.
“Di Yogya, kalau tidak ada gempa, bangunan tentu tidak akan memakai struktur beton yang kuat. Sekarang kita memakainya.
Ini adalah salah satu faktor penting karena Indonesia memiliki banyak bencana,” ujar Suparlan.
Kedua adalah kesadaran tentang perlunya pelatihan dalam mengurangi risiko bencana. Rencana kontinjensi (contingency) telah
disusun banyak pihak, yang menguraikan secara rinci siapa melakukan apa dan di mana. Pembagian peran ini penting agar
tidak terjadi tumpang tindih peran di lapangan ketika bencana terjadi. Suparlan juga mencatat, teknologi informasi memiliki peran
besar dalam proses ini. Saat ini, melalui teknologi informasi kebencanaan dapat disusun dalam waktu singkat. Karena itulah
pemanfaatannya harus terus didorong ke depan.
Buku ini disusun berdasar pengalaman empiris selama 15 tahun tim kesehatan UGM dan RS Sardjito. Ada pula paparan
pengalaman penanganan bencana kelaparan di NTB pada tahun 1980 dan letusan Merapi tahun 1994. Peluncuran buku
diadakan di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM.
40
Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana mencatat Indonesia ada di peringkat pertama negara dengan jumlah korban
jiwa tertinggi akibat bencana alam pada 2018. Catatan lembaga ini, pada Agustus 2018 terdapat 564 korban, September naik
menjadi 3.400 orang dan Desember pada angka 453. Total korban pada 2018 di Indonesia adalah 4.417 orang. [ns/uh]
41