CARDIORESPIRATORY
DISORDERS
1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
TIM PENYUSUN
2
VISI DAN MISI FK
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
3
DESKRIPSI MODUL
5
DAFTAR ISI
6
TATA TERTIB LABORATORIUM KETERAMPILAN
KLINIS
( SKILLS LAB )
8
Aspek Yang Dinilai Dalam Keterampilan Klinis
10
pasien, dan atau memberikan penyuluhan yang
isinya sesuai dengan masalah pasien namun
dengan cara yang tidak tepat
8. Perilaku profesional: kemampuan
mahasiswa meminta informed consent,
melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati
dan teliti sehingga tidak membahayakan
pasien, memperhatikan kenyamanan pasien,
melakukan tindakan sesuai prioritas,
menunjukkan rasa hormat kepada pasien.
11
DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS
SISTEM RESPIRASI
12
DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS
SISTEM KARDIOVASKULAR
13
DAFTAR NAMA PENYAKIT
SISTEM KARDIORESPIRASI
15
VENA DAN PEMBULUH LIMFE
37 Tromboflebitis 3A
38 Limfangitis 3A
39 Limfedema (primer, 3A
sekunder)
40 Insufisiensi vena kronik 3A
16
CLINICAL REASONING
CARDIORESPIRATORY DISORDERS
Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti kegiatan keterampilan penalaran
klinis ini, mahasiswa mampu menggunakan penalaran
klinik dalam :
1. Penggalian riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan sistem kardiorespirasi.
2. Menentukan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan masalah yang dialami pasien.
3. Menentukan diagnosis kerja
4. Mengusulan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan
5. Menentukan penatalaksanaan awal
6. Menentukan diagnosis definitif
7. Menentukan penatalaksanaan kausatif
8. Menjelaskan proses perjalanan penyakit yang
dialami pasien, sampai prognosis
17
Diskusi Clinical Reasoning akan dilakukan dengan
metode VennDiag yang meliputi langkah-langkah:
Pelaksanaan
18
• Kasus diberikan melalui fragmen-fragmen
secara berurutan. Fragmen pertama akan
diberikan sebelum diskusi.
• Step 1-3 dilakukan sebelum diskusi di kampus.
• Step 4, mahasiswa menanyakan gejala/tanda/hasil
pemeriksaan fisik untuk kasus sesuai dengan
dugaan penyakit.
• Step 5, membuat diagnosis kerja berdasarkan
data pada step 4.
• Step 6 menentukan penatalaksanaan awal .
• Step 7, mahasiswa mengusulkan pemeriksaan
penunjang untuk investigasi lebih lanjut.
• Step 8, membuat diagnosis definitif.
• Step 9, menentukan penatalaksanaan kausatif.
• Step 10, menjelaskan proses perjalanan
penyakit yang dialami pasien, sampai pada
prognosis.
• Dalam diskusi ini mahasiswa diperbolehkan
membawa buku / literatur.
19
SKENARIO CLINICAL REASONING (CR)
Skenario CR-1
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang ke Instalasi
Gawat Darurat RS dengan keluhan sesak napas
diserati batuk.
Skenario CR-2
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke Instalasi
Gawat Darurat RS dengan napas pendek disertai
batuk.
Skenario CR-3
Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang Instalasi
Gawat Darurat RS dengan keluhan dada berdebar-
debar disertai sesak nafas.
Skenario CR-4
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke Instalasi
Gaat Darurat RS dengan keluhan nyeri dada dan
keringat dingin
Skenario CR-5
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan sesak napas disertai
batuk berdarah.
20
Skenario CR-6
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak disertai
demam.
Skenario CR-7
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan nyeri menelan disertai
demam.
Skenario CR-8
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke Instalasi
Gaat Darurat RS dengan keluhan sesak disertai batuk
bardahak.
21
INTEGRATED PATIENT MANAGEMENT (IPM)
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan IPM,
diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menggali dan bertukar informasi secara verbal dan
non verbal dengan pasien pada pengelolaan kasus-
kasus yang terkait kelainan/penyakit
kardiorespirasi
2. Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi
untuk menambah pengetahuan mengenai kelainan/
penyakit kardiorespirasi
3. Menggali riwayat penyakit pasien melalui faktor
risiko pada kasus-kasus yang terkait
kelainan/penyakit kardiorespirasi
4. Melakukan pemeriksaan fisik dasar pada kasus-
kasus yang terkait kelainan/penyakit
kardiorespirasi
5. Menginterpretasikan hasil anamnesis serta
pemeriksaan fisik pada kasus-kasus yang terkait
kelainan/ penyakit kardiorespirasi
6. Melakukan dan menginterpretasikan pemeriksaan
penunjang dasar, serta mengusulkan pemeriksaan
penunjang lainnya yang rasional untuk kasus-
kasus yang terkait kelainan/penyakit
kardiorespirasi
22
7. Menginterpretasi data klinis dan merumuskannya
menjadi diagnosis sementara dan diagnosis
banding untuk kasus-kasus yang terkait
kelainan/penyakit kardiorespirasi
23
LANDASAN TEORI
24
dan faktor risiko yang dapat menimbulkan
penyakit/kelainan pada sistem kardiorespirasi.
Gejala-gejala yang biasa muncul pada
penyakit kardiorespirasi antara lain dispnea, nyeri
dada, sianosis, palpitasi, sinkop, Claudication,
wheezing, produksi sputum, batuk, dan edema.
a. Dispnea
Sensasi sesak nafas subjektif disebut
dispnea. Dispnea merupakan manifestasi
penting penyakit kardiopulmoner, meskipun hal
ini dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain
seperti penyakit neurologik, metabolik, dan
psikologik.
Pasien dengan penyakit jantung biasanya
merasa sesak napas pada saat melakukan
aktifitas fisik (exertional dyspnea) dan kadang-
kadang timbul sesak pada saat berbaring
(positional dyspnea atau orthopnea). Sesak
napas yang disertai wheezing kadang-kadang
disebabkan oleh penyakit jantung, tetapi
kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas harus
disingkirkan terlebih dahulu.
Pasien yang merasa tiba-tiba harus menarik
napas dalam-dalam, yang tidak ada
hubungannya dengan aktifitas fisik, yang sering
mengeluh sesak napas atau yang merasa terus
menerus tidak dapat bernapas dengan baik,
bukan gejala dari penyakit jantung, tetapi
25
merupakan gejala kecemasan. Kadang-kadang
sulit untuk membedakan sesak napas yang
disebabkan karena penyakit paru-paru atau
jantung. Paroxysmal nocturnal dyspnea atau
orthopnea merupakan gejala penyakit jantung,
sedangkan wheezing merupakan gejala penyakit
paru paru.
b. Nyeri Dada
Sekitar 50% pasien yang datang ke klinik
kardio mengeluhkan nyeri dada. Nyeri dada
karena penyakit jantung disebut dengan angina
pectoris, penyebabnya adalah karena suplai
darah ke otot jantung tidak mencukupi
kebutuhan metabolisme jantung normal. Pasien
dengan angina pada umumnya mengalami
penyempitan atau stenosis pada satu atau lebih
arteri coronaria. Nyeri timbul karena peningkatan
metabolisme jantung pada waktu peningkatan
aktifitas fisik atau emosional pasien. Sebagian
26
kecil angina disebabkan karena stenosis aorta
atau hypertrophy cardiomyopathy. Sifat khas
angina adalah nyeri dada yang timbul pada
waktu beraktifitas fisik dan menghilang bila
aktifitas dihentikan/istirahat. Nyeri seperti
terbakar, tertusuk, terhimpit atau tercekik.
Nyeri yang mirip dengan angina, tetapi
timbul pada waktu istirahat dapat disebabkan
karena unstable angina atau infark miokard.
Nyeri pada infark miokard sifatnya berat,
persisten, dan sering disertai mual.
27
Tabel 1. Ciri- ciri Nyeri dada
Angina Bukan Angina
Lokasi Retrosternal, difus Di bawah
payudara kiri,
setempat
Penyebaran Lengan kiri, rahang, Lengan kanan
punggung
Deskripsi Nyeri terus-menerus, Tajam, seperti
tumpul, tertekan, seperti ditusuk-tusuk,
diperas, dijepit seperti disayat
Intensitas Ringan sampai berat Menyiksa
Dicetuskan Usaha fisik, emosi, Pernapasan,
oleh makan, dingin sikap tubuh,
gerakan
Dihilangkan Istirahat, nitrogliserin Apa saja
oleh
c. Sianosis
Sianosis sentral terjadi karena tidak
memadainya pertukaran gas di dalam paru-paru
yang menyebabkan penurunan oksigenasi
secara bermakna. Ini seringkali disebabkan oleh
gangguan atau penyakit paru yang
menyebabkan darah vena campuran memintas
paru-paru (misalnya pintas intrakardial).
28
Perubahan warna kebiruan paling baik
dilihat pada membran mukosa mulut (misalnya
frenulum) dan bibir. Sianosis perifer disebabkan
oleh ekstraksi oksigen yang berlebihan di bagian
perifer. Keadaan ini terbatas pada sianosis
ekstremitas (misal jari tangan, jari kaki, hidung).
d. Palpitasi
Palpitasi adalah sensasi tidak nyaman di
dada yang berkaitan dengan berbagai macam
aritmia. Pasien mungkin mengeluhkan jantung
berdebar-debar, denyut yang melompat,
mengetuk-ngetuk, meloncat-loncat, berhenti
atau tidak teratur. Penting untuk ditentukan
apakah pasien pernah mengalami episode yang
sama di masa lalu dan apa yang dilakukan untuk
menghilangkannya. Palpitasi sangat lazim dan
tidak perlu menunjukkan penyakit jantung yang
serius. Setiap keadaan dimana terjadi
peningkatan isi sekuncup (stroke volume),
seperti regurgitasi aorta, mungkin berkaitan
dengan sensasi kontraksi yang kuat.
Pada saat anamnesis, tanyakan apakah
denyut jantung berdebar-debar/tidak teratur
(aritmia) hanya terjadi sementara atau sampai
menyebabkan pasien tidak dapat bekerja dan
harus berbaring. Kadang-kadang aritmia dapat
menyebabkan pingsan.
29
Pada pasien tertentu, palpitasi dicetuskan
oleh makanan tertentu, teh, kopi, anggur dan
coklat. Perlu ditanyakan tentang obat-obat yang
biasanya diminum, terutama decongestan dan
obat flu yang mengandung senyawa
simpatomimetik.
Penyebab palpitasi:
• Ekstrasistole
• Paroxysmal atrial fibrillation
• Paroxysmal supraventricular tachycardia
• Thyrotoxicosis
• Perimenopausal
e. Sinkop
Sinkop (pingsan) adalah hilangnya
kesadaran sementara karena berkurangnya
suplai darah ke otak. Diagnosa banding
utamanya adalah epilepsi. Bila suplai darah ke
otak berhenti agak lama, dapat timbul kejang.
Penyebab sinkop antara lain: simple fainting
(vasovagal syncope), micturition syncope,
hipotensi postural, vertebrobasilar insufficiency
dan aritmia jantung, terutama intermittent heart
block.
Simple fainting disebabkan karena respons
vagal yang menyebabkan denyut jantung
melambat dengan reflex vasodilatasi. Biasanya
30
disebabkan karena kombinasi hilangnya
venous return (misalnya berdiri pada saat
upacara) dengan peningkatan efek simpatik
(terlalu gembira, takut, jijik). Micturition syncope
biasanya terjadi waktu malam hari pada laki-
laki lanjut usia dengan obstruksi prostat.
Pada saat pingsan, hilangnya kesadaran
tidak terjadi mendadak; pasien tampak pucat
atau ‘agak hijau’, baik sebelum atau sesudah
pingsan. Penanganannya adalah dengan
menaikkan tungkai. Sebaliknya sinkop karena
heart block, terjadinya tiba-tiba, tanpa tanda-
tanda sebelumnya. Pasien tampak pucat pada
waktu pingsan, dan bila sadar (biasanya juga
tiba-tiba) wajahnya berwarna agak kemerahan.
Insufisiensi Vertebro-basilar biasanya
terjadi pada lanjut usia. Gejala yang timbul
karena pergerakan leher terganggu. Hipotensi
postural biasanya pada lanjut usia dan
dicetuskan oleh obat antihipertensi.
f. Claudication
Claudication adalah kata Latin yang berarti
berjalan pincang. Intermittent claudication
merupakan suatu keadaan dimana pasien
merasa nyeri pada satu atau kedua tungkai pada
waktu berjalan dan nyeri berkurang bila pasien
istirahat. Seperti angina yang merupakan gejala
31
awal suatu penyakit atheroma yang
mempengaruhi arteri koroner, maka intermittent
claudication biasanya merupakan gejala awal
penyempitan arteri yang mensuplai tungkai.
Nyeri berupa rasa sakit pada betis, paha atau
pantat. Intermittent claudication lebih banyak
mengenai laki-laki dan perokok dari pada yang
bukan perokok.
g. Edema
Pembengkakan tungkai suatu bentuk edema
dependen, sangat sering dikeluhkan pasien.
Pasien dengan gagal jantung kongestif
mengalami edema simetris pada tungkai bawah
yang memburuk dengan berjalannya hari.
Keadaan paling baik di pagi hari setelah tidur
dengan meninggikan tungkai di tempat tidur. Jika
pasien juga mengeluh dispnea, adalah berguna
untuk menentukan mana yang timbul terlebih
dahulu. Pada pasien dengan dispnea dan
edema yang disebabkan oleh gangguan jantung,
dispnea biasanya timbul lebih dahulu sebelum
terjadinya edema.
h. Batuk
Refleks batuk adalah suatu mekanisme
pertahanan normal paru-paru yang berfungsi
melindungi paru-paru dari benda asing dan
32
sekresi yang berlebihan. ISPA berkaitan dengan
batuk yamg membiasanya membaik dalam 2-3
minggu. Batuk yang terus-menerus perlu
diselidiki lebih lanjut.
Batuk adalah suatu ekspirasi paksa yang
terkoordinasi, diselingi dengan penutupan glottis
secara berulang-ulang. Otot-otot ekspirasi
berkontraksi melawan glottis yang tertutup
sebagian, sehingga menimbulkan tekanan tinggi
dalam paru-paru. Kalau glottis tiba-tiba
membuka, ada arus udara eksplosif yang
membersihkan saluran pernafasan.
33
Berkaitan Penyakit neuromuskuler pada
dengan makan esophagus atas
atau minum
i. Produksi sputum
Sputum atau dahak adalah bahan yang
dikeluarkan dengan batuk. Kira-kira 75-100 cc
sputum disekresikan setiap hari oleh bronkus.
Melalui gerak silia, ia dibawa ke atas, ke
tenggorok dan kemudian ditelan secara tidak
disadari bersama-sama dengan saliva.
Peningkatan jumlah produksi sputum
merupakan manifestasi bronkhitis yang paling
dini. Sputum dapat mengandung debris sel,
mukus, darah, pus, atau mikroorganisme.
Sputum harus dilukiskan berdasarkan
warnanya, konsistensinya, jumlah, waktu
terjadinya (pagi, siang, malam) dan ada atau
tidaknya darah. Sputum yang tidak terinfeksi
tidak berbau, transparan, dan berwarna abu
keputihan. Sputum yang menyerupai mucus
disebut mukoid. Sputum terinfeksi mengandung
pus yang mungkin berwarna kuning kehijauan
atau merah disebut purulen. Sputum disertai
darah dapat dicurigai penyakit paru TB Paru atau
keganasan.
34
j. Wheezing
Wheezing adalah bunyi bernada tinggi
abnormal yang disebabkan oleh obstruksi parsial
pada saluran nafas. Bunyi ini biasanya ada
selama bronkhokonstriksi ringan secara
fisiologis. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh
bronkhospasme, edema mukosa, hilangnya
penyokong elastik, dan berliku-likunya saluran
nafas. Asma timbul akibat terjadinya
bronkhospasme yang menyebabkan wheezing
yang berkaitan dengan keadaan ini. Obstruksi
oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau
sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebab
penting lainnya. Wheezing yang terlokalisasi
dengan baik, yang tidak berubah dengan batuk,
mungkin menunjukkan bronkus yang tersumbat
sebagian oleh benda asing atau tumor.
Jangan menyamakan wheezing dengan
asma. Seperti yang akan diuraikan berikut ini,
gagal jantung kongestif biasanya berkaitan
dengan bunyi napas abnormal yang disebut
ronkhi dan biasanya ronkhi basah halus pada
basal paru. Kadang-kadang pada gagal jantung
timbul bronkospasme yang sedemikian beratnya
sehingga penemuan fisik utama adalah
wheezing, bukan krepitasi.
35
Faktor Risiko
Faktor risiko merupakan atribut
seseorang/individu (seperti riwayat, usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit dahulu maupun keluarga
seperti hipertensi, kencing manis, dislipidemia, dan
lain-lain) dan kebiasaan (makan makanan
berlemak/tinggi lemak dan tinggi gula, merokok,
kurang berolah raga) yang lebih umum di antara orang
yang terkena penyakit tertentu dibandingkan orang
yang tidak terjangkit penyakit itu.Faktor risiko
biasanya tidak menyebabkan penyakit tetapi hanya
mengubah probabilitas seseorang (atau risiko) untuk
mendapatkan penyakit.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Untuk memperoleh tanda-tanda kelainan yang
menunjang diagnosis atau menyingkirkan diagnosis
banding perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara
menyeluruh, dan bila perlu menganjurkan
pemeriksaan fisik secara rasional, efektif dan efisien
demi kepentingan pasien.
Pemeriksaan fisik toraks meliputi pemeriksaan
paru dan jantung.
36
PEMERIKSAAN DADA (TORAKS)
Tujuan :
Mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dada dan
alat-alat dalam yang ada di dalam dada dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Alat dan Bahan
1. Bed/tempat tidur pasien
2. Selimut untuk pasien
3. Stetoskop
4. Flashlight/lampu senter
5. Penggaris
6. Handsanitizer
37
5. Setelah melakukan pemeriksaan fisik,
pemeriksa mencuci tangan dan mencatat hasil
pemeriksaan fisik pada lembar rekam medis.
38
Gambar 1. Kelainan Bentuk dinding Dada
Palpasi
Palpasi dada untuk mengetahui:
1. Nyeri tekan, massa, krepitasi
2. Pengkajian terhadap abnormalias yang dapat
dilihat.
3. Ekspansi pernapasan.
4. Fremitus taktil
39
Gambar 2. Teknik Pemeriksaan Ekspansi
Pernapasan
Perkusi
Bertujuan untuk mendapatkan informasi batas-batas,
ukuran, posisi dan kualitas jaringan atau organ (paru,
jantung) yang berada didalamnya. Dengan perkusi
kita dapat mengetahui apakah organ yang kita perkusi
berisi udara, cairan, atau masa padat.
41
Paru bagian depan
1. Lakukan perkusi pada dinding dada anterior
secara sistematis dari atas ke bawah dan
bandingkan antara kanan dan kiri.
2. Menentukan batas paru kanan dan hepar
dengan cara melakukan perkusi pada ICS 2
Linea Midcalvicularis Dextra (lateral angulus
Ludovici Sternum. Tempat dimana terdengar
peralihan suara dari sonor menjadi pekak
adalah batas paru kanan dan hepar. Batas paru
kanan dan hepar normal berada di ICS 6 linea
midclavicularis dextra.
3. Menentukan peranjakan hati/hepar dengan
cara jari tetap berada pada batas paru kanan
dan hepar, kemudian pasien diminta untuk
menarik napas panjang dan ditahan. Lakukan
perkusi ke bawah hingga terdengar suara
peralihan antara sonor dan pekak. Ukur
jaraknya dengan batas paru kanan dan hepar
tadi. Peranjakan hepar dideskripsikan dengan
satuan cm atau ukuran jari.
4. Menentukan batas paru kiri dan lambung
dengan cara melakukan perkusi pada ICS 2
linea axillary anterior ke bawah hingga
terdengar suara peralihan antara sonor dan
pekak.
42
Gambar 4. Lokasi perkusi dan auskultasi paru pada
dinding thorax anterior
43
Gambar 5. Batas Paru Hepar
Auskultasi
Auskultasi paru merupakan tehnik pemeriksaan paling
penting dalam menilai aliran udara melalui
percabangan trakeobronkial. Auskultasi akan
membantu menilai keadaan paru dan rongga pleura di
sekitar tempat auskultasi.
Tehnik pemeriksaan
1. Lakukan auskultasi dengan diafragma
stetoskop secara sistematis, dimulai dari apex
paru (atas clavicula) menuju ke daerah basis
paru.
2. Dengarkan suara napas secara lengkap satu
periode inspirasi dan ekspirasi.
3. Bandingkan antara paru kanan dan kiri.
4. Perhatikanlah apabila terdengar suara
tambahan seperti Rhonki dan Wheezing. Suara
44
napas pada orang normal adalah vesikuler
tanpa suara tambahan.
Suara tambahan yang mungkin ditemukan pada
auskultasi paru:
a. Crackles atau rales, yang merupakan
keabnormalan dari paru (pneumonia,
fibrosis, CHF tahap awal), atau jalan napas
(bronkhitis dan bronkiektasis). Crackles
terdengar selama inspirasi.
b. Wheezing menandai penyempitan jalan
napas, seperti pada asma, COPD,
bronkhiektasis. Wheezing yang dominan
pada saat inspirasi dinamakan stridor.
Biasanya lebih nyaring terdengar pada leher
dibanding dinding dada. Menandai adanya
obstruksi sebagian dari laring atau trakea.
c. Ronkhi menandai adanya sekresi pada jalan
napas yang lebar dan terdengar selama
ekspirasi.
45
Tabel 3. Kelainan Bunyi Pernapasan
46
Tabel 4. Kelainan Jenis Pernapasan
47
Pemeriksaan Fisik Thoraks Posterior
Inspeksi
1. Penderita diminta duduk tegak/berdiri.
2. Perhatikan letak dan bentuk scapula
3. Perhatikan jalan dan bentuk kolumna vertebralis
(apakah ada kifosis, scoliosis, lordosis)
4. Perhatikan apakah ada abnormalitas pada
permukaan kulit, seperti jejas, massa, tanda-
tanda inflamasi.
Palpasi
1. Mengidentifikasi apakah terdapat nyeri tekan,
krepitasi, massa, abnormalitas pada kulit.
2. Melakukan pemeriksaan fremitus taktil
48
Perkusi
Perkusi dada menggunakan dinding dada serta
jaringan di bawahnya sebagai landasan ketukan agar
menghasilkan bunyi yang dapat didengar dan getaran
yang dapat dirasakan.
Membandingkan antara dua daerah, gunakan tehnik
perkusi yang sama pada kedua daerah tersebut.
Lakukan perkusi sebanyak dua kali pada setiap lokasi.
Teknik pemeriksaan:
1. Mulailah lakukan perkusi dari atas ke bawah
secara sistematis
2. Bandingkan kanan dan kiri (daerah perkusi
paru kanan lebih tinggi hilangnya dari daerah
kiri, karena adanya hati)
3. Tepi bawah paru umumnya didapatkan pada
setinggi prosesus VTh X atau VTh XI
Palpasi
1. Melakukan identifikasi ictus cordis dengan cara
meletakkan telapak tangan kanan pada daerah
apex cordis. Rasakan apakah ictus cordis teraba
atau tidak, apakah terdapat thrill. Bila teraba,
lakukan palpasi dengan jari telunjuk untuk
mengetahui punctum maksimum dan deskripsikan
lokasinya.
50
2. Bila sulit meraba ictus cordis pada posisi pasien
supinasi, pasien dapat diposisikan decubitus lateral
kiri.
Perkusi
1. Menentukan batas kanan jantung dengan cara
melakukan perkusi pada linea midclavicular dextra
untuk mencari batas paru (sonor) dengan hepar
51
(redup). Pada posis 2 jari diatas batas paru dengan
hepar dilakukan perkusi ke medial untuk
menentukan batas kanan jantung (redup). Batas
kanan jantung pada orang normal berada di line
parasternal dextra.
2. Menentukan batas kiri jantung dengan cara
melakukan perkusi pada linea axilaris anterior kiri
untuk mencari batas paru (sonor) dengan lambung
(timpani/redup) pada posisi 2 jari diatas batas paru
dengan lambung dilakukan perkusi ke medial untuk
menentukan batas kiri jantung (redup). Batas
jantung kiri pada orang normal berada pada linea
midclavicularis sinistra.
3. Menentukan posisi pinggang jantung dengan cara
melakukan perkusi dari ICS 2 linea parasternalis
sinistra, ke arah bawah. Dengarkan perubahan
bunyi perkusi dari sonor menjadi pekak. Pinggang
jantung pada orang normal berada pada ICS 3 linea
parasternali sinistra.
Auskultasi
1. Mendengarkan suara katup jantung dengan cara
meletakkan stetoskop pada lokasi proyeksi katup
di dinding thorax: katup aorta pada ICS 2 linea
sternalis dextra, katup pulmonal pada ICS 2 linea
sternalis sinistra, katup tricuspid pada ICS 4 linea
sternalis sinistra dan katup bicuspid/mitral pada
ICS 5 linea midcalvicularis sinistra.
52
2. Dengarkan apakah Suara jantung 1 dan 2 normal,
irama/regularitas dan frekuensi. Apakah terdapat
suara murmur, gallop. Bila ada, tentukan
lokasinya.
3. Lakukan penilaian adanya pulsus deficit dengan
cara meletakkan stetoskop pada apex cordis dan
perabaan pada arteri radialis pasien.
54
Tabel 5. Karakteristik Bunyi murmur Jantung
55
Gambar 10. Kelainan bunyi jantung
56
Gambar 11. Vena Jugularis Interna dan Eksterna
58
Gambar 12. Pengukuran JVP
Referensi
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide
to Physical Examination and History Taking. 8th
ed. JB. Philadelphia: Lippincott; 2008.
2. Burnside JW, McGlynn TJ. Physical Diagnosis.
17ͭʰ ed. Jakarta:EGC; 1995.
3. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar
Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia; 2012.
4. Swartz,Mark H. Textbook of Physical
Diagnosis. Philadelphia: WB Saunders
Company; 1989.
5. Gambar : Seidel et al : Mosby’s Physical
Examination Handbook 6th ed
www.studentconsult.com. Diunduh 01/02/10.
59
Lesson Plan pertemuan I
NO KEGIATAN WAKTU
- Instruktur memperkenalkan
1 diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
- Menjelaskan tujuan latihan
- Menilai persiapan mahasiswa
2 10 menit
mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
- Meminta salah seorang
mahasiswa untuk mencoba
melakukan pemeriksaan fisik
thoraks
- Meminta mahasiswa untuk
3 15 menit
refleksi
- Meminta mahasiswa lain
untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan
feedback
- Memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk
mencoba sendiri, bergantian
4 memberikan feedback 60 menit
- Instruktur mengobservasi dan
memberikan feedback pada
masing-masing kelompok
5 Penutup 10 menit
60
Diskusi, penugasan untuk
pertemuan II
61
LANGKAH – LANGKAH PEMERIKSAAN FISIK
THORAKS
DILAKUKAN
NO ASPEK YANG DINILAI YA TIDAK
62
(retraksi intercostal, retraksi
supraclavicular).
8 Menilai pola pernapasan (frekuensi,
kedalaman, regularitas).
PALPASI
9 Memeriksa adanya nyeri tekan, massa,
krepitasi
10 Melakukan pemeriksaan ekspansi
pernapasan
11 Melakukan pemeriksaan fremitus taktil
PERKUSI
12 Melakukan perkusi dinding dada
anterior secara sistematis dari atas ke
bawah dan bandingkan antara kanan
dan kiri.
13 Menentukan batas paru kanan dan
hepar serta peranjakannya
14 Menentukan batas paru kiri dan
lambung
AUSKULTASI
15 Melakukan auskultasi suara napas,
dimulai dari apex paru secara
sistematis dalam satu periode inspirasi
dan ekspirasi.
16 Membandingkan antara kanan dan kiri
17 Mendengarkan apakah terdapat suara
napas tambahan
PEMERIKSAAN THORAKS POSTERIOR
INSPEKSI
63
18 Posisi pasien duduk tegak
19 Memperhatikan letak dan bentuk
scapula, kolumna vertebralis
20 Memperhatikan adanya abnormalitas
pada permukaan kulit, seperti jejas,
massa, tanda-tanda inflamasi.
PALPASI
21 Memeriksa adanya nyeri tekan,
krepitasi, massa, abnormalitas pada
kulit.
22 Melakukan pemeriksaan fremitus vokal
taktil
PERKUSI
23 Melakukan perkusi dinding dada
posterior secara sistematis dari atas ke
bawah dan bandingkan antara kanan
dan kiri.
AUSKULTASI
24 Melakukakan auskultasi suara napas
pada thoraks posterior secara
sistematis dalam satu periode inspirasi
dan ekspirasi.
25 Membandingkan antara kanan dan kiri
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
INSPEKSI
26 Melihat adanya pulsasi ictus cordis
PALPASI
64
27 Melakukan palpasi ictus cordis. Bila
ictus cordis teraba, tentukan lokasi
punctum maksimum.
28 Bila sulit meraba ictus cordis pada
posisi pasien supinasi, pasien dapat
diposisikan decubitus lateral kiri.
PERKUSI
29 Menentukan batas kanan jantung
30 Menentukan batas kiri jantung
31 Menentukan posisi pinggang jantung
AUSKULTASI
32 Mendengarkan suara jantung 1 dan
suara jantung 2
33 Menilai adanya murmur pada katup
jantung
34 Melakukan pemeriksaan untuk
mengetahui adanya pulsus deficit
PEMERIKSAAN JVP
35 Posisi pasien tidur terlentang dengan
sudut elevasi 45° (vena jugularis
interna atau sudut elevasi 30° (vena
jugularis eksterna)
36 Pasien diminta untuk melihat ke sisi kiri
dan pastikan otot
sternocleidomastoideus tidak
berkontraksi.
37 Lakukan identifikasi vena jugularis
eksterna dengan cara membendung
65
pada bagian proksimal vena jugularis
eksterna dilanjutkan pada sisi distal
vena jugularis eksterna atau
indentifikasi vena jugularis interna dan
bedakan dengan arteri carotis
komunis.
38 Mengukur ketinggian titik pengisian
vena jugularis eksterna, tegak lurus
pada Angulus Ludovici menggunakan
2 penggrais.
39 Pemeriksaan fisik thorax selesai,
pemeriksa melakukan cuci tangan.
40 Catat hasil pemeriksaan fisik pada
lembar rekam medis
66
BASIC TRAUMA AND CARDIO LIFE SUPPORT
(BTCLS)
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti latihan keterampilan ini mahasiswa
mampu:
1. Melakukan initial assessment pada pasien
trauma
2. Melakukan initial assessment pada pasien
cardia
3. Mengenali keadaan gawat darurat dengan
triage
4. Melakukan Heimlich maneuver pada pasien
dewasa
5. Melakukan transfer patient
I. LANDASAN TEORI
67
dengan cara penilaian survei primer Basic Life
Support.
68
Menilai Respon Pasien
Pedoman “AVPU”
A (Alert)
Pasien sadar. Mampu berorientasi terhadap tempat,
waktu, dan orang dengan baik.
V (Verbal)
Berespon terhadap rangsang suara.
P (Pain)
Berespon terhadap rangsang nyeri.
U (Unresponsive)
Tidak berespon terhadap rangsang suara maupun
rangsang nyeri.
ATAU
“Shake and shout”
69
Tabel 6. Glasgow Coma Scale (GCS)
Membuka mata Respon verbal Respon motorik
Spontan Orientasi baik Mengikuti perintah
4 5 6
Rangsang Disorientasi dan Lokalisir nyeri
verbal 3 bingung 5
4
Rangsang nyeri Kata-katanya tidak Menghindari nyeri
2 nyambung 4
3
Tidak respon Mengerang Fleksi
1 2 3
Tidak ada respon Ekstensi
1 2
Tidak ada respon
1
Scores:
14–15: Mild dysfunction
11–13: Moderate to severe dysfunction
10 or less: Severe dysfunction (The lowest possible
score is 3.)
70
b. Jika penderita tidak merespon, serta tidak
bernapas atau bernapas tidak normal, maka
dianggap mengalami kejadian henti jantung.
CIRCULATION (C)
71
Gambar 14. Lokasi Kompresi dada
72
Gambar 16. Kompresi dada
3) Setelah lakukan kompresi 30 kali, dengan
menyingkirkan kemungkinan adanya patah tulang
leher, lakukan ventilasi 2 kali dengan membuka
jalan napas.
4) Evaluasi nadi carotis setiap 5 siklus.
5) Bila masih belum teraba denyut nadi leher,
lanjutkan 30x pijat jantung dan 2x nafas buatan.
STOP RESUSITASI JIKA :
AIRWAY (A)
1. Identifikasi masalah
Gangguan pernapasan dapat timbul spontan
oleh obstruksi tiba-tiba atau perlahan-lahan karena
mekanisme lain. Napas cepat merupakan tanda awal
74
terhadap kebutuhan tubuh akan oksigen. Ketakutan
atau gelisah pada pasien tidak sadar harus dievaluasi
berulang, apakah ini berhubungan dengan proses
sakitnya atau beban psikologi. Kasus dengan
melibatkan cedera kepala, pemakaian obat-obatan,
alkohol, cedera thorac dapat menyebabkan gangguan
airway.
Teknik pemeriksaan
1. Penilaian Airway
a. Look :
Pasien gelisah dan perubahan kesadaran.
Menandakan gejala hipoksia dan hiperkarbia.
Terlihat sianosis terutama pada kulit sekitar
mulut dan kuku. Terlihat juga usaha napas
dengan bantuan otot pernapasan tambahan.
Lihat pula apakah ada pergerakan napas,
retraksi iga,benda asing, dan lain-lain
b. Listen :
Dengarkan apakah ada suara, ngorok, seperti
bekumur, bersiul, yang mungkin berhubungan
dengan sumbatan parsial dari laring.
c. Feel :
Rasakan, apakah ada aliran udara yang keluar
dari mulut, adakah getaran di leher akibat
sumbatan parsial.
75
Gambar 17. Penilaian Airway
76
3. Melakukan manajemen airway. Harus diingat
bahwa penanganan terhadap masalah airway
harus senantiasa disertai dengan pengamanan
terhadap cervical spine.
1. Head tilt chin lift maneuver
• Dorong kepala korban dengan mendorong
dahi ke belakang (head tilt) dan pada saat
yang bersamaan dagu korban (chin lift).
• Langkah Head tilt tidak boleh dilakukan
pada pasien dengan kasus trauma,
sampai bisa dibuktikan tidak ada cidera
tulang leher.
77
2. Jaw thrust
• Letakkan siku-siku pada bidang datar
tempat korban dibaringkan. Cari rahang
bawah. Pegang rahang bawah dengan jari-
jari kedua tangan dari sisi kanan dan kiri
korban.
• Dorong rahang bawah dengan mendorong
kedua sudutnya ke depan dengan jari-jari
kedua tangan.
• Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari
telunjuk kedua tangan.
78
Manuver Heimlich
BREATHING (B)
80
Teknik pemeriksaan
1. Penilaian Breathing
a. Look :
lihat apakah ada pergerakan dinding dada
seperti orang bernafas.
b. Listen :
Dengarkan apakah ada suara nafas atau tidak.
c. Feel :
Rasakan, apakah ada aliran udara yang keluar
dari mulut.
2. Jika pasien tidak bernafas atau bernapas pada
tingkat yang kurang dari 8x/menit atau lebih besar
dari 30x /menit, pertimbangkan untuk membantu
ventilasi
81
- Lepaskan mulut penolong dari mulut
penderita, lihat apakah dada penderita
turun waktu ekshalasi.
- Lanjutkan bantuan nafas.
82
Gambar 21. A. Teknik E-C Clamp
83
C circulation (bantuan sirkulasi)
A airway (jalan napas)
B breathing (bantuan napas)
TRANSFER PATIENT
Pada pasien dengan trauma cervical dan tulang
belakang, pemindahan penderita harus dilakukan
dengan hati- hati dan tidak dapat dilakukan sendirian.
Tiga penolong dengan masing-masing penyangga
bagian atas, tengah dan bawah untuk mengurangi
kemungkinan cedera lebih parah. Dalam memiringkan
85
pasien juga perlu dilakukan secara bersama yang
disebut dengan teknik Log Roll.
86
Gambar 21. Log Roll
87
- Posisikan dan amankan pasien. Selama
pemindahan ke ambulans, pasien harus
diamankan dengan kuat ke usungan.
- Persiapkan jika timbul komplikasi pernapasan
dan jantung. Jika keadaan pasien cenderung
berkembang kea rah henti jantung, letakkan
spinal board pendek atau papan RJP di bawah
matras sebelum ambulans dijalankan.
- Melonggarkan pakaian yang ketat karena
pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan
pernapasan
- Pastikan ada keluarga atau teman dekat yang
menemani pasien di dalam ambulans
- Ketika anda meras bahwa ambulans telah siap
diberangkatkan, beri tanda kepada pengemudi
untuk memulai perjalanan ke rumah sakit.
88
III. SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 38 tahun dibawa oleh
keluarganya ke unit gawat darurat RS karena tidak
sadarkan diri sejak 30 menit yang lalu.
Tugas mahasiswa :
- Lakukan penanganan pada pasien ini!
REFERENSI
89
LESSON PLAN
PERTEMUAN 1
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa
mengenai topik keterampilan yang
akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa 15
untuk mencoba melakukan prosedur menit
BTCLS
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 Instruktur memberikan demonstrasi 15
menit
5 - Memberikan kesempatan kepada 55
mahasiswa untuk mencoba sendiri menit
dengan diobservasi temannya
kemudian bergantian memberikan
feedback
- Instruktur memberikan feedback dan
mengobservasi pada masing-masing
kelompok
6 - Penutup 5 menit
90
-Diskusi, penugasan, rencana
pertemuan ke II
PERTEMUAN II
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Mengabsen mahasisiwa 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa
mengenai tpik keterampilan yang
akan dipelajari
2 - Meminta salah seorang mahasiswa 15
untuk mencoba melakukan prosedur menit
BTCLS yang disertai kasus.
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
3 Instruktur memberikan demonstrasi 15
menit
4 - Memberikan kesempatan kepada 60
mahasiswa untuk mencoba sendiri menit
dengan diobservasi temannya
kemudian bergantian memberikan
feedback
- Instruktur memberikan feedback dan
mengobservasi pada masing-masing
kelompok
5 - Penutup 5 menit
91
LEMBAR KERJA
NO KEGIATAN YA TIDAK
1 Penilaian keadaan awal :
1. Memastikan keselamatan
penolong, keselamatan pasien
dan keamanan lingkungan
2. Penolong menggunakan Alat
pelindung diri (APD)
3. Mempertimbangkan mechanism
of injury pada pasien tersebut
4. Menilai kesadaran pasien “Shake
and Shout”
a. Jika penderita menjawab atau
bergerak terhadap respon
yang diberikan, usahakan
tetap mempertahankan posisi
seperti pada saat ditemukan
atau posisikan ke posisi
mantap.
b. Jika penderita tidak
merespon, serta tidak
bernapas atau bernapas tidak
normal, maka dianggap
mengalami kejadian henti
jantung.
92
5. Mempertimbangkan sumber daya
tambahan “Call for Help”
6. Mempertimbangkan adanya
cedera cervical (tetap dipasang
collar neck sampai dipastikan
ketika airway tidak ada cedera
servikal)
2 CIRCULATION
STEP 1 ASSESSMENT
A. Mengidentifikasi denyut nadi a.
karotis atau a. femoralis maksimal
10 detik.
B. STEP 2 MANAGEMENT
Apabila nadi tidak terukur maka
segera lakukan kompresi dada
dengan perbandingan 30:2
3 AIRWAY
STEP 1 ASSESSMENT
a. Look :
Pasien gelisah dan perubahan
kesadaran. Menandakan gejala
hipoksia dan hiperkarbia. Terlihat
sianosis terutama pada kulit
sekitar mulut dan kuku. Terlihat
juga usaha napas dengan
bantuan otot pernapasan
93
tambahan. Lihat pula apakah ada
pergerakan napas, retraksi
iga,benda asing, dan lain-lain
b. Listen :
Dengarkan apakah ada suara,
ngorok, seperti bekumur, bersiul,
yang mungkin berhubungan
dengan sumbatan parsial dari
laring.
c. Feel :
Rasakan, apakah ada aliran
udara yang keluar dari mulut,
adakah getaran di leher akibat
sumbatan parsial.
STEP 2 MANAGEMENT
A. Lakukan Head-lift, Chin-lift atau
Jaw-thrust maneuver
B. Apabila tidak ada perbaikan bias
dilakukan dengan:
a. Intubasi
b. Cricothyroidotomy
STEP 3
Menjaga tulang servikal spine dalam
posisi netral dengan immobilisasi
manual
94
STEP 4
Tetap menjaga imobilisasi servikal
spine meskipun airway sudah baik.
95