Anda di halaman 1dari 95

Buku Panduan Keterampilan Klinis

CARDIORESPIRATORY
DISORDERS

1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
TIM PENYUSUN

dr. Tissa Octavira Permatasari, MMedEd

dr. Vivi Meidianawaty, MMedEd

dr. Gunawan Mutiara, Sp.An

dr. Ahmad Fariz M. Z, Sp.PD

dr. Kati Sriwiyati M.Biomed

Dr. Ruri Eka Maryam Mulyaningsih, MM., M.Biomed

2
VISI DAN MISI FK
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

Visi Program Studi Pendidikan Dokter Unswagati


Cirebon :
Terwujudnya Program Studi Sarjana Kedokteran dan
Program Studi Profesi Dokter yang Unggul di Bidang
Pendidikan Kedokteran berbasis masyarakat yang
bereputasi nasional pada tahun 2025.

Misi Program Studi Pendidikan Dokter Unswagati


Cirebon :
1. Melaksanakan pendidikan yang unggul dalam
bidang pendidikan kedokteran berbasis
masyarakat.
2. Melaksanakan penelitian kedokteran dasar dan
terapan berbasis masyarakat.
3. Melaksanakan pengabdian masyarakat
berlandaskan pendidikan kedokteran berbasis
masyarakat.

3
DESKRIPSI MODUL

Buku panduan praktikum keterampilan klinik ini


dibuat untuk mempersiapkan mahasiswa dalam
praktikum. Buku ini memuat materi, prosedur
tindakan, dan tata tertib dalam praktikum
Keterampilan Klinik (Skills Lab). Blok 4.1 ini,
mahasiswa semester 4 akan mempelajari clinical
reasoning (CR), Integrated Patient Management
(IPM), dan Basic Trauma and Cardiac Life Support
(BTCLS). Pada pembelajaran CR dan IPM akan
menegakkan diagnosis pada kasus-kasus
“Cardiorespiratory Disorders”, meliputi anamnesis,
mencari faktor risiko, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, hingga penegakkan diagnosis kerja
maupun diagnosis banding.
Pada IPM mengenai Cardiorespiratory Disorders
mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan
memahami pengaruh faktor lingkungan, faktor genetik
(untuk kelainan genetik) serta dapat menjelaskan
beberapa penyakit pada kelainan Cardiorespiratory
4
yang banyak terjadi di Indonesia dan disesuaikan
dengan standar kompetensi dokter Indonesia.
Pada BTCLS, mahasiswa dapat mengenal dan
mampu melakukan penatalaksanaan kasus-kasus
kegawatan baik kasus trauma maupun kasus jantung
yang sesuai dengan kompetensi dokter umum.
Penilaian Praktikum keterampilan klinis ini yaitu
dengan evaluasi yang diadakan di akhir semester
berupa ujian OSCE. Dimana aspek yang dinilai
mencakup informed consent, kemampuan anamnesis,
persiapan peralatan, tindakan pencegahan infeksi,
prosedur tindakan klinik, pemeriksaan fisik, dan
profesionalisme.

5
DAFTAR ISI

Visi dan Misi Fakultas Kedokteran Unswagati ........ 3

Deskripsi Modul ...................................................... 4

Daftar Isi ................................................................. 6

Tata Tertib Laboratorium Ketrampilan Klinik .......... 7

Penilaian Skills Lab ................................................ 9

Daftar Nama Penyakit Kardiorespirasi.................... 13

Clinical Reasoning .................................................. 15

Integrated Patient Management ............................. 19

Basic Trauma-Cardiac Life Support (BTCLS)......... 64

6
TATA TERTIB LABORATORIUM KETERAMPILAN
KLINIS

( SKILLS LAB )

1. Praktikan yang akan mengikuti kegiatan


keterampilan klinis harus berpakaian rapih dan
sopan serta menggunakan jas praktikum.
2. Praktikan tidak diperbolehkan memakai celana
jeans dan memakai sandal/sepatu sandal. Untuk
praktikan wanita yang berambut panjang,
rambutnya harus terikat rapi.
3. Praktikan datang tepat waktu dengan membawa
buku panduan keterampilan klinis. Praktikan yang
datang terlambat lebih dari 15 menit atau tidak
membawa buku panduan keterampilan klinis,
tidak diperbolehkan mengikuti keterampilan klinis
pada hari itu
4. Setiap praktikan berhak untuk mengikuti kegiatan
di laboratorium keterampilan klinis sesuai jadwal
dan ketentuan yang berlaku. Praktikan yang akan
melakukan latihan diluar jadwal harus seijin Ka.
Lab Keterampilan Klinis/Skills Lab.
5. Praktikan harus mengikuti semua materi kegiatan
di laboratorium keterampilan klinis, apabila
praktikan tidak mengikuti kegiatan keterampilan
klinis, maka harus menunjukkan surat keterangan
sakit atau surat keterangan yang dapat
7
dipertanggungjawabkan. Kemudian praktikan
harus mengikuti open lab yang harus
berkoordinasi dengan Ka Lab untuk melengkapi
materi yang belum diikuti oleh praktikan.
6. Mahasiswa dibagi atas beberapa kelompok
dengan masing-masing kelompok terdiri dari ±10
mahasiswa yang dipimpin oleh satu instruktur.
7. Semua praktikan harus aktif dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran Keterampilan Klinis.
8. Selama kegiatan keterampilan klinis, praktikan
dilarang menyalakan atau menggunakan telepon
seluler, ipad, dan/atau alat elektronik lainnya.
Praktikan juga dilarang merokok, makan dan
minum di dalam laboratorium, serta meninggalkan
laboratorium tanpa seijin instruktur.
9. Setiap praktikan wajib menjaga kebersihan
ruangan dan kerapihan alat di ruang Laboratorium
Keterampilan Klinis. Kelalaian dalam melakukan
hal tersebut akan mengakibatkan sanksi sesuai
ketentuan laboratorium.
10. Tiap kerusakan/kehilangan alat atau fasilitas
laboratorium yang dilakukan oleh praktikan, harus
dibuatkan berita acara yang diketahui oleh ketua
kelompok dan instruktur untuk kemudian
dilaporkan kepada Koodinator Alat dan
Perlengkapan Laboratorium keterampilan klinis.

8
Aspek Yang Dinilai Dalam Keterampilan Klinis

1. Keterampilan komunikasi: kemampuan


mahasiswa menanyakan keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang. riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, faktor-faktor sosial, ekonomi
dan budaya yang berhubungan.
2. Pemeriksaan fisik/psikiatri: kemampuan
mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik
sesuai dengan masalah klinik pasien dengan
menerapkan prinsip menggunakan teknik
pemeriksaan yang benar, sistematik/runut
3. Melakukan tes/prosedur klinik atau
intepretasi data untuk menunjang diagnosis
banding/diagnosis: kemampuan mahasiswa
melakukan tes/prosedur yang lengkap dan
menyampaikan hasil prosedur atau
mengintepretasikan hasil pemeriksaan
penunjang dengan lengkap dan menjelaskan
kepada pasien dengan tepat
9
4. Menentukan diagnosis: kemampuan
mahasiswa menetapkan diagnosis kerja dan
diagnosis banding secara lengkap, sesuai
dengan masalah pasien
5. Tata laksana farmakoterapi: kemampuan
mahasiswa memilih obat dengan tepat sesuai
indikasi, menentukan bentuk sediaan obat
dengan tepat, menetapkan dosis dengan tepat,
menuliskan resep dengan benar
6. Tatalaksana non-farmakoterapi: kemampuan
mahasiswa melakukan tindakan yang sesuai
perintah dan lengkap tetapi dan menyampaikan
alasan dan prosedur pelaksanaan tindakan.
7. Komunikasi dan edukasi pasien:
kemampuan mahasiswa mengucapkan
salam,menanyakan identas pasien,
menggunakan bahasa yang bisa dimengerti,
menanggapi setiap pertanyaan/pernyataan
pasien baik verbal maupun non verbal,
memberikan kesempatan bertanya kepada
pasien, membina hubungan baik dengan

10
pasien, dan atau memberikan penyuluhan yang
isinya sesuai dengan masalah pasien namun
dengan cara yang tidak tepat
8. Perilaku profesional: kemampuan
mahasiswa meminta informed consent,
melakukan setiap tindakan dengan berhati-hati
dan teliti sehingga tidak membahayakan
pasien, memperhatikan kenyamanan pasien,
melakukan tindakan sesuai prioritas,
menunjukkan rasa hormat kepada pasien.

11
DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS
SISTEM RESPIRASI

12
DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS

SISTEM KARDIOVASKULAR

13
DAFTAR NAMA PENYAKIT
SISTEM KARDIORESPIRASI

No Daftar Penyakit Tingkat


Kemampuan
1 Influenza 4A
2 Pertusis 4A
3 Acute Respiratory distress 3B
syndrome (ARDS)
4 SARS 3B
5 Flu burung 3B
PARU
6 Asma bronkial 4A
7 Status asmatikus (asma akut 3B
berat)
8 Bronkitis akut 4A
9 Bronkiolitis akut 3B
10 Bronkiektasis 3A
11 Pneumonia, 4A
bronkopneumonia
12 Pneumonia aspirasi 3B
13 Tuberkulosis paru tanpa 4A
komplikasi
14 Tuberkulosis dengan HIV 3A
15 Pneumothorax ventil 3A
16 Pneumothorax 3A
27 Efusi pleura masif 3B
14
18 Emfisema paru 3A
19 Penyakit Paru Obstruksi 3B
Kronik (PPOK)
eksaserbasiakut
20 Edema paru 3B
21 Abses paru 3A
22 Haematothorax 3B
GANGGUAN DAN KELAINAN PADA JANTUNG
23 Syok (septik, hipovolemik, 3B
kardiogenik, neurogenik)
24 Angina pektoris 3B
25 Infark miokard 3B
26 Gagal jantung akut 3B
27 Gagal jantung kronik 3A
28 Cardiorespiratory arrest 3B
29 Fibrilasi atrial 3A
30 Fibrilasi ventrikular 3B
31 Atrial flutter 3B
32 Ekstrasistol supraventrikular, 3A
ventrikular
33 Kor pulmonale akut 3B
34 Takikardi: supraventrikular, 3B
ventrikular
GANGGUAN AORTA DAN ARTERI
35 Hipertensi esensial 4A
36 Hipertensi sekunder 3A

15
VENA DAN PEMBULUH LIMFE
37 Tromboflebitis 3A
38 Limfangitis 3A
39 Limfedema (primer, 3A
sekunder)
40 Insufisiensi vena kronik 3A

16
CLINICAL REASONING
CARDIORESPIRATORY DISORDERS

Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti kegiatan keterampilan penalaran
klinis ini, mahasiswa mampu menggunakan penalaran
klinik dalam :
1. Penggalian riwayat penyakit pasien yang
berhubungan dengan sistem kardiorespirasi.
2. Menentukan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan masalah yang dialami pasien.
3. Menentukan diagnosis kerja
4. Mengusulan pemeriksaan penunjang yang
diperlukan
5. Menentukan penatalaksanaan awal
6. Menentukan diagnosis definitif
7. Menentukan penatalaksanaan kausatif
8. Menjelaskan proses perjalanan penyakit yang
dialami pasien, sampai prognosis

Petunjuk Pelaksanaan Tugas Diskusi Clinical


Reasoning menggunakan metode Venn Diag:

- Mahasiswa akan diberikan fragmen-fragmen


kasus secara berurutan.
- Fragmen pertama yang akan diberikan
sebelum diskusi.

17
Diskusi Clinical Reasoning akan dilakukan dengan
metode VennDiag yang meliputi langkah-langkah:

Pelaksanaan

18
• Kasus diberikan melalui fragmen-fragmen
secara berurutan. Fragmen pertama akan
diberikan sebelum diskusi.
• Step 1-3 dilakukan sebelum diskusi di kampus.
• Step 4, mahasiswa menanyakan gejala/tanda/hasil
pemeriksaan fisik untuk kasus sesuai dengan
dugaan penyakit.
• Step 5, membuat diagnosis kerja berdasarkan
data pada step 4.
• Step 6 menentukan penatalaksanaan awal .
• Step 7, mahasiswa mengusulkan pemeriksaan
penunjang untuk investigasi lebih lanjut.
• Step 8, membuat diagnosis definitif.
• Step 9, menentukan penatalaksanaan kausatif.
• Step 10, menjelaskan proses perjalanan
penyakit yang dialami pasien, sampai pada
prognosis.
• Dalam diskusi ini mahasiswa diperbolehkan
membawa buku / literatur.

19
SKENARIO CLINICAL REASONING (CR)

Skenario CR-1
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang ke Instalasi
Gawat Darurat RS dengan keluhan sesak napas
diserati batuk.

Skenario CR-2
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke Instalasi
Gawat Darurat RS dengan napas pendek disertai
batuk.

Skenario CR-3
Seorang laki-laki berusia 61 tahun datang Instalasi
Gawat Darurat RS dengan keluhan dada berdebar-
debar disertai sesak nafas.

Skenario CR-4
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke Instalasi
Gaat Darurat RS dengan keluhan nyeri dada dan
keringat dingin

Skenario CR-5
Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan sesak napas disertai
batuk berdarah.

20
Skenario CR-6
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak disertai
demam.

Skenario CR-7
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan nyeri menelan disertai
demam.

Skenario CR-8
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke Instalasi
Gaat Darurat RS dengan keluhan sesak disertai batuk
bardahak.

21
INTEGRATED PATIENT MANAGEMENT (IPM)

Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan IPM,
diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menggali dan bertukar informasi secara verbal dan
non verbal dengan pasien pada pengelolaan kasus-
kasus yang terkait kelainan/penyakit
kardiorespirasi
2. Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi
untuk menambah pengetahuan mengenai kelainan/
penyakit kardiorespirasi
3. Menggali riwayat penyakit pasien melalui faktor
risiko pada kasus-kasus yang terkait
kelainan/penyakit kardiorespirasi
4. Melakukan pemeriksaan fisik dasar pada kasus-
kasus yang terkait kelainan/penyakit
kardiorespirasi
5. Menginterpretasikan hasil anamnesis serta
pemeriksaan fisik pada kasus-kasus yang terkait
kelainan/ penyakit kardiorespirasi
6. Melakukan dan menginterpretasikan pemeriksaan
penunjang dasar, serta mengusulkan pemeriksaan
penunjang lainnya yang rasional untuk kasus-
kasus yang terkait kelainan/penyakit
kardiorespirasi

22
7. Menginterpretasi data klinis dan merumuskannya
menjadi diagnosis sementara dan diagnosis
banding untuk kasus-kasus yang terkait
kelainan/penyakit kardiorespirasi

23
LANDASAN TEORI

Kegiatan pembelajaran keterampilan klinis


pada blok 4.1 Cardiorespiratory Disorders kali ini akan
dipelajari pengelolaan pasien secara terintegrasi
untuk kasus-kasus penyakit kardiorespirasi.
Pengelolaan pasien secara terintegrasi adalah
pengelolaan pasien dengan memandang manusia
sebagai manusia seutuhnya secara fisik, mental,
sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah
lingkungan fisik dan sosialnya. Pasien merupakan
bagian dari keluarga pasien, dan memperhatikan
bahwa keluarga pasien dapat mempengaruhi oleh
situasi dan kondisi kesehatan pasien.
Pengelolaan pasien secara terintegrasi pada
blok ini dimulai dari:
1. ANAMNESIS
Melaksanakan anamnesis dengan
pendekatan pasien (patient-centered approach)
dalam rangka memperoleh keluhan utama pasien,
kekhawatiran dan harapan pasien mengenai
keluhannya tersebut, serta memperoleh
keterangan untuk dapat menegakkan diagnosis
pada kasus-kasus penyakit kardiorespirasi.
Penggalian riwayat penyakit kali ini lebih
menekankan pada pencarian keluhan-keluhan
yang mengarah ke kardiovaskular atau respirasi

24
dan faktor risiko yang dapat menimbulkan
penyakit/kelainan pada sistem kardiorespirasi.
Gejala-gejala yang biasa muncul pada
penyakit kardiorespirasi antara lain dispnea, nyeri
dada, sianosis, palpitasi, sinkop, Claudication,
wheezing, produksi sputum, batuk, dan edema.
a. Dispnea
Sensasi sesak nafas subjektif disebut
dispnea. Dispnea merupakan manifestasi
penting penyakit kardiopulmoner, meskipun hal
ini dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain
seperti penyakit neurologik, metabolik, dan
psikologik.
Pasien dengan penyakit jantung biasanya
merasa sesak napas pada saat melakukan
aktifitas fisik (exertional dyspnea) dan kadang-
kadang timbul sesak pada saat berbaring
(positional dyspnea atau orthopnea). Sesak
napas yang disertai wheezing kadang-kadang
disebabkan oleh penyakit jantung, tetapi
kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas harus
disingkirkan terlebih dahulu.
Pasien yang merasa tiba-tiba harus menarik
napas dalam-dalam, yang tidak ada
hubungannya dengan aktifitas fisik, yang sering
mengeluh sesak napas atau yang merasa terus
menerus tidak dapat bernapas dengan baik,
bukan gejala dari penyakit jantung, tetapi
25
merupakan gejala kecemasan. Kadang-kadang
sulit untuk membedakan sesak napas yang
disebabkan karena penyakit paru-paru atau
jantung. Paroxysmal nocturnal dyspnea atau
orthopnea merupakan gejala penyakit jantung,
sedangkan wheezing merupakan gejala penyakit
paru paru.

Diagnosa banding dispnea, diantaranya:


a. Jantung (gagal ventrikel kiri, stenosis mitral,
penyakit jantung iskemi (atypical angina)).
b. Paru (PPOK, asma, emboli paru, hipertensi
pulmonal)
c. Emosional (Ansietas)
d. Anemia berat

b. Nyeri Dada
Sekitar 50% pasien yang datang ke klinik
kardio mengeluhkan nyeri dada. Nyeri dada
karena penyakit jantung disebut dengan angina
pectoris, penyebabnya adalah karena suplai
darah ke otot jantung tidak mencukupi
kebutuhan metabolisme jantung normal. Pasien
dengan angina pada umumnya mengalami
penyempitan atau stenosis pada satu atau lebih
arteri coronaria. Nyeri timbul karena peningkatan
metabolisme jantung pada waktu peningkatan
aktifitas fisik atau emosional pasien. Sebagian
26
kecil angina disebabkan karena stenosis aorta
atau hypertrophy cardiomyopathy. Sifat khas
angina adalah nyeri dada yang timbul pada
waktu beraktifitas fisik dan menghilang bila
aktifitas dihentikan/istirahat. Nyeri seperti
terbakar, tertusuk, terhimpit atau tercekik.
Nyeri yang mirip dengan angina, tetapi
timbul pada waktu istirahat dapat disebabkan
karena unstable angina atau infark miokard.
Nyeri pada infark miokard sifatnya berat,
persisten, dan sering disertai mual.

Penyebab nyeri dada pada waktu aktifitas


• Angina karena atheroma koroner
• Aortic stenosis
• Hypertrophic cardiomyopathy
Penyebab nyeri dada waktu istirahat
• Infark myocard
• Unstable angina
• Dissecting aortic aneurysm
• Nyeri esophagus
• Pericarditis
• Nyeri pleuritik
• Nyeri musculoskeletal
• Herpes zoster (shingles)

27
Tabel 1. Ciri- ciri Nyeri dada
Angina Bukan Angina
Lokasi Retrosternal, difus Di bawah
payudara kiri,
setempat
Penyebaran Lengan kiri, rahang, Lengan kanan
punggung
Deskripsi Nyeri terus-menerus, Tajam, seperti
tumpul, tertekan, seperti ditusuk-tusuk,
diperas, dijepit seperti disayat
Intensitas Ringan sampai berat Menyiksa
Dicetuskan Usaha fisik, emosi, Pernapasan,
oleh makan, dingin sikap tubuh,
gerakan
Dihilangkan Istirahat, nitrogliserin Apa saja
oleh

c. Sianosis
Sianosis sentral terjadi karena tidak
memadainya pertukaran gas di dalam paru-paru
yang menyebabkan penurunan oksigenasi
secara bermakna. Ini seringkali disebabkan oleh
gangguan atau penyakit paru yang
menyebabkan darah vena campuran memintas
paru-paru (misalnya pintas intrakardial).

28
Perubahan warna kebiruan paling baik
dilihat pada membran mukosa mulut (misalnya
frenulum) dan bibir. Sianosis perifer disebabkan
oleh ekstraksi oksigen yang berlebihan di bagian
perifer. Keadaan ini terbatas pada sianosis
ekstremitas (misal jari tangan, jari kaki, hidung).

d. Palpitasi
Palpitasi adalah sensasi tidak nyaman di
dada yang berkaitan dengan berbagai macam
aritmia. Pasien mungkin mengeluhkan jantung
berdebar-debar, denyut yang melompat,
mengetuk-ngetuk, meloncat-loncat, berhenti
atau tidak teratur. Penting untuk ditentukan
apakah pasien pernah mengalami episode yang
sama di masa lalu dan apa yang dilakukan untuk
menghilangkannya. Palpitasi sangat lazim dan
tidak perlu menunjukkan penyakit jantung yang
serius. Setiap keadaan dimana terjadi
peningkatan isi sekuncup (stroke volume),
seperti regurgitasi aorta, mungkin berkaitan
dengan sensasi kontraksi yang kuat.
Pada saat anamnesis, tanyakan apakah
denyut jantung berdebar-debar/tidak teratur
(aritmia) hanya terjadi sementara atau sampai
menyebabkan pasien tidak dapat bekerja dan
harus berbaring. Kadang-kadang aritmia dapat
menyebabkan pingsan.
29
Pada pasien tertentu, palpitasi dicetuskan
oleh makanan tertentu, teh, kopi, anggur dan
coklat. Perlu ditanyakan tentang obat-obat yang
biasanya diminum, terutama decongestan dan
obat flu yang mengandung senyawa
simpatomimetik.

Penyebab palpitasi:
• Ekstrasistole
• Paroxysmal atrial fibrillation
• Paroxysmal supraventricular tachycardia
• Thyrotoxicosis
• Perimenopausal

e. Sinkop
Sinkop (pingsan) adalah hilangnya
kesadaran sementara karena berkurangnya
suplai darah ke otak. Diagnosa banding
utamanya adalah epilepsi. Bila suplai darah ke
otak berhenti agak lama, dapat timbul kejang.
Penyebab sinkop antara lain: simple fainting
(vasovagal syncope), micturition syncope,
hipotensi postural, vertebrobasilar insufficiency
dan aritmia jantung, terutama intermittent heart
block.
Simple fainting disebabkan karena respons
vagal yang menyebabkan denyut jantung
melambat dengan reflex vasodilatasi. Biasanya
30
disebabkan karena kombinasi hilangnya
venous return (misalnya berdiri pada saat
upacara) dengan peningkatan efek simpatik
(terlalu gembira, takut, jijik). Micturition syncope
biasanya terjadi waktu malam hari pada laki-
laki lanjut usia dengan obstruksi prostat.
Pada saat pingsan, hilangnya kesadaran
tidak terjadi mendadak; pasien tampak pucat
atau ‘agak hijau’, baik sebelum atau sesudah
pingsan. Penanganannya adalah dengan
menaikkan tungkai. Sebaliknya sinkop karena
heart block, terjadinya tiba-tiba, tanpa tanda-
tanda sebelumnya. Pasien tampak pucat pada
waktu pingsan, dan bila sadar (biasanya juga
tiba-tiba) wajahnya berwarna agak kemerahan.
Insufisiensi Vertebro-basilar biasanya
terjadi pada lanjut usia. Gejala yang timbul
karena pergerakan leher terganggu. Hipotensi
postural biasanya pada lanjut usia dan
dicetuskan oleh obat antihipertensi.

f. Claudication
Claudication adalah kata Latin yang berarti
berjalan pincang. Intermittent claudication
merupakan suatu keadaan dimana pasien
merasa nyeri pada satu atau kedua tungkai pada
waktu berjalan dan nyeri berkurang bila pasien
istirahat. Seperti angina yang merupakan gejala
31
awal suatu penyakit atheroma yang
mempengaruhi arteri koroner, maka intermittent
claudication biasanya merupakan gejala awal
penyempitan arteri yang mensuplai tungkai.
Nyeri berupa rasa sakit pada betis, paha atau
pantat. Intermittent claudication lebih banyak
mengenai laki-laki dan perokok dari pada yang
bukan perokok.

g. Edema
Pembengkakan tungkai suatu bentuk edema
dependen, sangat sering dikeluhkan pasien.
Pasien dengan gagal jantung kongestif
mengalami edema simetris pada tungkai bawah
yang memburuk dengan berjalannya hari.
Keadaan paling baik di pagi hari setelah tidur
dengan meninggikan tungkai di tempat tidur. Jika
pasien juga mengeluh dispnea, adalah berguna
untuk menentukan mana yang timbul terlebih
dahulu. Pada pasien dengan dispnea dan
edema yang disebabkan oleh gangguan jantung,
dispnea biasanya timbul lebih dahulu sebelum
terjadinya edema.

h. Batuk
Refleks batuk adalah suatu mekanisme
pertahanan normal paru-paru yang berfungsi
melindungi paru-paru dari benda asing dan
32
sekresi yang berlebihan. ISPA berkaitan dengan
batuk yamg membiasanya membaik dalam 2-3
minggu. Batuk yang terus-menerus perlu
diselidiki lebih lanjut.
Batuk adalah suatu ekspirasi paksa yang
terkoordinasi, diselingi dengan penutupan glottis
secara berulang-ulang. Otot-otot ekspirasi
berkontraksi melawan glottis yang tertutup
sebagian, sehingga menimbulkan tekanan tinggi
dalam paru-paru. Kalau glottis tiba-tiba
membuka, ada arus udara eksplosif yang
membersihkan saluran pernafasan.

Tabel 2. Deskripsi Batuk


Deskripsi Kemungkinan penyebab
batuk
Kering, pendek Infeksi virus, penyakit paru
interstisial, tumor, alergi, ansietas
Produksi kronis Bronkiektasis, bronchitis kronis,
abses, pneumonia bacterial,
tuberculosis
Wheezing Bronkospasme, asma, alergi
Menggonggong Penyakit epiglottis (misal croup)
Stridor Obstruksi trakea
Pagi hari Merokok
Malam hari Tetesan post nasal, gagal jantung
kongestif

33
Berkaitan Penyakit neuromuskuler pada
dengan makan esophagus atas
atau minum

i. Produksi sputum
Sputum atau dahak adalah bahan yang
dikeluarkan dengan batuk. Kira-kira 75-100 cc
sputum disekresikan setiap hari oleh bronkus.
Melalui gerak silia, ia dibawa ke atas, ke
tenggorok dan kemudian ditelan secara tidak
disadari bersama-sama dengan saliva.
Peningkatan jumlah produksi sputum
merupakan manifestasi bronkhitis yang paling
dini. Sputum dapat mengandung debris sel,
mukus, darah, pus, atau mikroorganisme.
Sputum harus dilukiskan berdasarkan
warnanya, konsistensinya, jumlah, waktu
terjadinya (pagi, siang, malam) dan ada atau
tidaknya darah. Sputum yang tidak terinfeksi
tidak berbau, transparan, dan berwarna abu
keputihan. Sputum yang menyerupai mucus
disebut mukoid. Sputum terinfeksi mengandung
pus yang mungkin berwarna kuning kehijauan
atau merah disebut purulen. Sputum disertai
darah dapat dicurigai penyakit paru TB Paru atau
keganasan.

34
j. Wheezing
Wheezing adalah bunyi bernada tinggi
abnormal yang disebabkan oleh obstruksi parsial
pada saluran nafas. Bunyi ini biasanya ada
selama bronkhokonstriksi ringan secara
fisiologis. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh
bronkhospasme, edema mukosa, hilangnya
penyokong elastik, dan berliku-likunya saluran
nafas. Asma timbul akibat terjadinya
bronkhospasme yang menyebabkan wheezing
yang berkaitan dengan keadaan ini. Obstruksi
oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau
sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebab
penting lainnya. Wheezing yang terlokalisasi
dengan baik, yang tidak berubah dengan batuk,
mungkin menunjukkan bronkus yang tersumbat
sebagian oleh benda asing atau tumor.
Jangan menyamakan wheezing dengan
asma. Seperti yang akan diuraikan berikut ini,
gagal jantung kongestif biasanya berkaitan
dengan bunyi napas abnormal yang disebut
ronkhi dan biasanya ronkhi basah halus pada
basal paru. Kadang-kadang pada gagal jantung
timbul bronkospasme yang sedemikian beratnya
sehingga penemuan fisik utama adalah
wheezing, bukan krepitasi.

35
Faktor Risiko
Faktor risiko merupakan atribut
seseorang/individu (seperti riwayat, usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit dahulu maupun keluarga
seperti hipertensi, kencing manis, dislipidemia, dan
lain-lain) dan kebiasaan (makan makanan
berlemak/tinggi lemak dan tinggi gula, merokok,
kurang berolah raga) yang lebih umum di antara orang
yang terkena penyakit tertentu dibandingkan orang
yang tidak terjangkit penyakit itu.Faktor risiko
biasanya tidak menyebabkan penyakit tetapi hanya
mengubah probabilitas seseorang (atau risiko) untuk
mendapatkan penyakit.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Untuk memperoleh tanda-tanda kelainan yang
menunjang diagnosis atau menyingkirkan diagnosis
banding perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara
menyeluruh, dan bila perlu menganjurkan
pemeriksaan fisik secara rasional, efektif dan efisien
demi kepentingan pasien.
Pemeriksaan fisik toraks meliputi pemeriksaan
paru dan jantung.

36
PEMERIKSAAN DADA (TORAKS)
Tujuan :
Mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dada dan
alat-alat dalam yang ada di dalam dada dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Alat dan Bahan
1. Bed/tempat tidur pasien
2. Selimut untuk pasien
3. Stetoskop
4. Flashlight/lampu senter
5. Penggaris
6. Handsanitizer

Langkah awal dan persiapan pemeriksaan:


1. Lakukan informed consent kepada pasien.
2. Posisi penderita dapat duduk atau berbaring
sesuai pemeriksaan yang akan dilakukan.
Pasien diminta untuk membuka bajunya agar
seluruh bagian thorax terlihat. Bagian tubuh
pasien yang tidak diperiksa (abdomen dan
ekstremitas bawah) ditutup dengan selimut.
3. Pemeriksa melakukan cuci tangan sebelum
pemeriksaan fisik.
4. Pemeriksa melakukan pemeriksaan fisik
dengan teknik yang benar, lengkap dan
sistematis serta memperhatikan
profesionalisme.

37
5. Setelah melakukan pemeriksaan fisik,
pemeriksa mencuci tangan dan mencatat hasil
pemeriksaan fisik pada lembar rekam medis.

Pemeriksaan Fisik Thoraks Anterior


Inspeksi
1. Perhatikan bentuk dada, apakah bentuk dada
normal atau terdapat kelainan bentuk dada,
seperti barrel chest, pectus excavatus, pectus
carinatus, dan lain-lain.
2. Perhatikan apakah terdapat pada kelainan
pada permukaan kulit (spider nevi, tanda-tanda
inflamasi, jejas/trauma, massa).
3. Perhatikan sela iga, apakah terdapat
penyempitan, pelebaran atau normal.
4. Perhatikan gerakan dada saat bernapas:
• Apakah gerakan dada simetris antara
hemithorax dextra dan sinistra.
• Apakah terdapat bantuan otot-otot
pernapasan (retraksi intercostal, retraksi
supraclavicular).
• Pola pernapasan (frekuensi, kedalaman,
regularitas).

38
Gambar 1. Kelainan Bentuk dinding Dada

Palpasi
Palpasi dada untuk mengetahui:
1. Nyeri tekan, massa, krepitasi
2. Pengkajian terhadap abnormalias yang dapat
dilihat.
3. Ekspansi pernapasan.
4. Fremitus taktil

39
Gambar 2. Teknik Pemeriksaan Ekspansi
Pernapasan

Teknik Pemeriksaan Fremitus Taktil:


1. Letakkan kedua telapak tangan pada dada
pasien (telapak tangan kanan pada hemithorax
kanan, telapak tangan kiri pada hemithorax
kiri).
2. Pasien diminta untuk mengatakan “tujuh tujuh”
atau “Sembilan Sembilan”.
3. Rasakan apakah hantaran getaran suara pada
kedua telapak tangan sama antara kanan dan
kiri.
4. Lakukan konfirmasi dengan menukar posisi
telapak tangan pada dinding dada pasien
(telapak tangan kanan pada hemithorax kiri,
telapak tangan kanan pada hemithorax kanan).
5. Pasien diminta untuk mengatakan “Tujuh
Tujuh” atau “Sembilan Sembilan”.
40
6. Rasakan apakah hantaran getaran suara pada
kedua telapak tangan sama antara kanan dan
kiri.
7. Interpretasi normal bila fremitus taktil pada
hemithorax kanan sama dengan kiri.

Gambar 3. Lokasi palpasi fremitus taktil

Perkusi
Bertujuan untuk mendapatkan informasi batas-batas,
ukuran, posisi dan kualitas jaringan atau organ (paru,
jantung) yang berada didalamnya. Dengan perkusi
kita dapat mengetahui apakah organ yang kita perkusi
berisi udara, cairan, atau masa padat.

41
Paru bagian depan
1. Lakukan perkusi pada dinding dada anterior
secara sistematis dari atas ke bawah dan
bandingkan antara kanan dan kiri.
2. Menentukan batas paru kanan dan hepar
dengan cara melakukan perkusi pada ICS 2
Linea Midcalvicularis Dextra (lateral angulus
Ludovici Sternum. Tempat dimana terdengar
peralihan suara dari sonor menjadi pekak
adalah batas paru kanan dan hepar. Batas paru
kanan dan hepar normal berada di ICS 6 linea
midclavicularis dextra.
3. Menentukan peranjakan hati/hepar dengan
cara jari tetap berada pada batas paru kanan
dan hepar, kemudian pasien diminta untuk
menarik napas panjang dan ditahan. Lakukan
perkusi ke bawah hingga terdengar suara
peralihan antara sonor dan pekak. Ukur
jaraknya dengan batas paru kanan dan hepar
tadi. Peranjakan hepar dideskripsikan dengan
satuan cm atau ukuran jari.
4. Menentukan batas paru kiri dan lambung
dengan cara melakukan perkusi pada ICS 2
linea axillary anterior ke bawah hingga
terdengar suara peralihan antara sonor dan
pekak.

42
Gambar 4. Lokasi perkusi dan auskultasi paru pada
dinding thorax anterior

43
Gambar 5. Batas Paru Hepar

Auskultasi
Auskultasi paru merupakan tehnik pemeriksaan paling
penting dalam menilai aliran udara melalui
percabangan trakeobronkial. Auskultasi akan
membantu menilai keadaan paru dan rongga pleura di
sekitar tempat auskultasi.
Tehnik pemeriksaan
1. Lakukan auskultasi dengan diafragma
stetoskop secara sistematis, dimulai dari apex
paru (atas clavicula) menuju ke daerah basis
paru.
2. Dengarkan suara napas secara lengkap satu
periode inspirasi dan ekspirasi.
3. Bandingkan antara paru kanan dan kiri.
4. Perhatikanlah apabila terdengar suara
tambahan seperti Rhonki dan Wheezing. Suara

44
napas pada orang normal adalah vesikuler
tanpa suara tambahan.
Suara tambahan yang mungkin ditemukan pada
auskultasi paru:
a. Crackles atau rales, yang merupakan
keabnormalan dari paru (pneumonia,
fibrosis, CHF tahap awal), atau jalan napas
(bronkhitis dan bronkiektasis). Crackles
terdengar selama inspirasi.
b. Wheezing menandai penyempitan jalan
napas, seperti pada asma, COPD,
bronkhiektasis. Wheezing yang dominan
pada saat inspirasi dinamakan stridor.
Biasanya lebih nyaring terdengar pada leher
dibanding dinding dada. Menandai adanya
obstruksi sebagian dari laring atau trakea.
c. Ronkhi menandai adanya sekresi pada jalan
napas yang lebar dan terdengar selama
ekspirasi.

45
Tabel 3. Kelainan Bunyi Pernapasan

46
Tabel 4. Kelainan Jenis Pernapasan

47
Pemeriksaan Fisik Thoraks Posterior
Inspeksi
1. Penderita diminta duduk tegak/berdiri.
2. Perhatikan letak dan bentuk scapula
3. Perhatikan jalan dan bentuk kolumna vertebralis
(apakah ada kifosis, scoliosis, lordosis)
4. Perhatikan apakah ada abnormalitas pada
permukaan kulit, seperti jejas, massa, tanda-
tanda inflamasi.
Palpasi
1. Mengidentifikasi apakah terdapat nyeri tekan,
krepitasi, massa, abnormalitas pada kulit.
2. Melakukan pemeriksaan fremitus taktil

Gambar 6. Lokasi pemeriksaan fremitus taktil pada


pada dinding thorax posterior

48
Perkusi
Perkusi dada menggunakan dinding dada serta
jaringan di bawahnya sebagai landasan ketukan agar
menghasilkan bunyi yang dapat didengar dan getaran
yang dapat dirasakan.
Membandingkan antara dua daerah, gunakan tehnik
perkusi yang sama pada kedua daerah tersebut.
Lakukan perkusi sebanyak dua kali pada setiap lokasi.
Teknik pemeriksaan:
1. Mulailah lakukan perkusi dari atas ke bawah
secara sistematis
2. Bandingkan kanan dan kiri (daerah perkusi
paru kanan lebih tinggi hilangnya dari daerah
kiri, karena adanya hati)
3. Tepi bawah paru umumnya didapatkan pada
setinggi prosesus VTh X atau VTh XI

Gambar 7. Lokasi perkusi dan auskultasi pada thorax


posterior
49
Auskultasi
Tehnik pemeriksaan
1. Lakukan auskultasi secara sistematis dan
secara lengkap satu periode inspirasi dan
ekspirasi.
2. Bandingkan kanan dan kiri.
3. Dengarkan apabila ada perubahan suara, dan
tentukan secara pasti lokasinya.

Pemeriksaan Fisik Jantung


Inspeksi
Melihat apakah pulsasi ictus cordis terlihat pada
dinding dada (dapat dilakukan dengan menyinari
daerah sekitar ictus cordis menggunakan flashlight
sehingga ictus cordis lebih mudah terlihat). Bila terlihat
ictus cordis, deskripsikan lokasinya pada dinding
dada.

Palpasi
1. Melakukan identifikasi ictus cordis dengan cara
meletakkan telapak tangan kanan pada daerah
apex cordis. Rasakan apakah ictus cordis teraba
atau tidak, apakah terdapat thrill. Bila teraba,
lakukan palpasi dengan jari telunjuk untuk
mengetahui punctum maksimum dan deskripsikan
lokasinya.

50
2. Bila sulit meraba ictus cordis pada posisi pasien
supinasi, pasien dapat diposisikan decubitus lateral
kiri.

Gambar 8. Pemeriksaan Identifikasi iktus kordis,


menentukan letak, amplitudo (kuat angkat)
dan thrill

Perkusi
1. Menentukan batas kanan jantung dengan cara
melakukan perkusi pada linea midclavicular dextra
untuk mencari batas paru (sonor) dengan hepar
51
(redup). Pada posis 2 jari diatas batas paru dengan
hepar dilakukan perkusi ke medial untuk
menentukan batas kanan jantung (redup). Batas
kanan jantung pada orang normal berada di line
parasternal dextra.
2. Menentukan batas kiri jantung dengan cara
melakukan perkusi pada linea axilaris anterior kiri
untuk mencari batas paru (sonor) dengan lambung
(timpani/redup) pada posisi 2 jari diatas batas paru
dengan lambung dilakukan perkusi ke medial untuk
menentukan batas kiri jantung (redup). Batas
jantung kiri pada orang normal berada pada linea
midclavicularis sinistra.
3. Menentukan posisi pinggang jantung dengan cara
melakukan perkusi dari ICS 2 linea parasternalis
sinistra, ke arah bawah. Dengarkan perubahan
bunyi perkusi dari sonor menjadi pekak. Pinggang
jantung pada orang normal berada pada ICS 3 linea
parasternali sinistra.

Auskultasi
1. Mendengarkan suara katup jantung dengan cara
meletakkan stetoskop pada lokasi proyeksi katup
di dinding thorax: katup aorta pada ICS 2 linea
sternalis dextra, katup pulmonal pada ICS 2 linea
sternalis sinistra, katup tricuspid pada ICS 4 linea
sternalis sinistra dan katup bicuspid/mitral pada
ICS 5 linea midcalvicularis sinistra.
52
2. Dengarkan apakah Suara jantung 1 dan 2 normal,
irama/regularitas dan frekuensi. Apakah terdapat
suara murmur, gallop. Bila ada, tentukan
lokasinya.
3. Lakukan penilaian adanya pulsus deficit dengan
cara meletakkan stetoskop pada apex cordis dan
perabaan pada arteri radialis pasien.

Gambar 9. Lokasi auskultasi jantung pada dinding


dada

Selain bunyi jantung pada auskultasi, dapat juga


terdengar bunyi akibat kejadian hemodinamik darah
yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung
(cardiac murmur).
Murmur adalah bunyi yang dihasilkan oleh aliran
daah maju melalui suatu katup yang sempit atau
konstriksi ke pembuluh atau ruang yang dilatasi, atau
53
oleh aliran balik darah melalui katup yang tak
kompoten atau defek septal. Klalsifikasi murmur
didasarkan pada ketepatan waktu pada siklus jantung.
Murmur sistolik terjadi antara bunyi S1 dan S2.
Murmur diastolik terjadi setelah bunyi S2 dan sebelum
awitan S1 selanjutnya.
Murmur digambarkan selanjutnya menurut letak
anatomi pada dada anterior dimana bunyi jantung
terdengar paling keras. Adanya penyebaran bunyi
juga harus diperhatikan. Kualitas bunyi yang
dihasilkan digambarkan sebagai bunyi tiupan, parau,
bunyi gaduh, atau musik alami. Intensitas atau
kekerasan bunyi murmur digambarkan dengan
menggunakan sistem tingkatan. Tingkat I terdengar
redup dan hampir tidak terdengar; tingkat II adalah
bunyi lembut; tingkat III terdengar tetapi tidak teraba;
tingkat IV dan tingkat V murmur berhubungan dengan
getaran yang teraba; dan murmur tingkat VI teraba
tanpa stetoskop.

54
Tabel 5. Karakteristik Bunyi murmur Jantung

55
Gambar 10. Kelainan bunyi jantung

Pemeriksaan JVP (Jugular Venous Pressure)


Tekanan pada vena jugularis mendekati tekanan pada
atrium kanan dan tekanan vena sentral (central
venous pressure) yang berhubungan dengan volume
sistem vena. Pengukuran JVP dapat dilakukan pada
vena jugularis interna maupun vena jugularis
eksterna.

56
Gambar 11. Vena Jugularis Interna dan Eksterna

Teknik Pemeriksaan JVP pada Vena Jugularis


Eksterna
1. Posisi pasien tidur terlentang dengan sudut
elevasi 30°.
2. Minta pasien untuk melihat ke sisi kiri dan
pastikan otot sternocleidomastoideus tidak
berkontraksi.
3. Lakukan identifikasi vena jugularis eksterna
dengan cara membendung vena jugularis
eskterna dengan jari telunjuk dari proksimal ke
distal selanjutnya lepas bendungan pada sisi
proksimal.
4. Lihatlah titik pengisian tertinggi pada vena
jugularis eksterna.
5. Ukurlah ketinggian titik tersebut menggunakan
2 penggaris. Penggaris 1 diletakkan tegak lurus
57
pada Angulus Ludovici Sterni dan penggaris 2
setinggi titik, sejajar pada bidang horizontal
(memebentuk sudut 90o dengan penggaris 1).
6. Ukur jarak vertikalnya pada penggaris 1.
7. JVP pada orang normal 5-2 cmH2O.

Teknik Pemeriksaan JVP pada Vena Jugularis


Interna
1. Posisi pasien tidur terlentang dengan sudut
elevasi 45°.
2. Minta pasien untuk melihat ke sisi kiri dan
pastikan otot sternocleidomastoideus tidak
berkontraksi.
3. Lakukan identifikasi vena jugularis interna,
bedakan dengan arteri carotis komunis.
4. Lihatlah titik pengisian tertinggi pada vena
jugularis interna.
5. Ukurlah ketinggian titik tersebut menggunakan
2 penggaris. Penggaris 1 diletakkan tegak lurus
pada Angulus Ludovici Sterni dan penggaris 2
setinggi titik, sejajar pada bidang horizontal
(memebentuk sudut 90o dengan penggaris 1).
6. Ukur jarak vertikalnya pada penggaris 1.
7. JVP pada orang normal 5 ± 2 cmH2O.

58
Gambar 12. Pengukuran JVP

Referensi
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide
to Physical Examination and History Taking. 8th
ed. JB. Philadelphia: Lippincott; 2008.
2. Burnside JW, McGlynn TJ. Physical Diagnosis.
17ͭʰ ed. Jakarta:EGC; 1995.
3. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar
Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia; 2012.
4. Swartz,Mark H. Textbook of Physical
Diagnosis. Philadelphia: WB Saunders
Company; 1989.
5. Gambar : Seidel et al : Mosby’s Physical
Examination Handbook 6th ed
www.studentconsult.com. Diunduh 01/02/10.

59
Lesson Plan pertemuan I
NO KEGIATAN WAKTU
- Instruktur memperkenalkan
1 diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
- Menjelaskan tujuan latihan
- Menilai persiapan mahasiswa
2 10 menit
mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
- Meminta salah seorang
mahasiswa untuk mencoba
melakukan pemeriksaan fisik
thoraks
- Meminta mahasiswa untuk
3 15 menit
refleksi
- Meminta mahasiswa lain
untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan
feedback
- Memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk
mencoba sendiri, bergantian
4 memberikan feedback 60 menit
- Instruktur mengobservasi dan
memberikan feedback pada
masing-masing kelompok
5 Penutup 10 menit

60
Diskusi, penugasan untuk
pertemuan II

Lesson Plan pertemuan II


NO KEGIATAN WAKTU
- Memperkenalkan pasien
simulasi
1. 10 menit
- Mereview kegiatan
pembelajaran pada pertemuan I
- Meminta salah seorang
mahasiswa untuk mencoba
melakukan pemeriksaan fisik
thoraks
2. - Meminta mahasiswa untuk 15 menit
refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
- Memberikan kesempatan
kepada mahasiswa secara
bergantian untuk berlatih dengan
3. pasien simulasi kemudian saling 65 menit
memberikan feedback
- Instruktur mengobservasi dan
memberikan feedback
4. Penutup 10 menit

61
LANGKAH – LANGKAH PEMERIKSAAN FISIK
THORAKS

DILAKUKAN
NO ASPEK YANG DINILAI YA TIDAK

1 Melakukan informed consent kepada


pasien.
2 Posisi penderita dapat duduk atau
berbaring sesuai pemeriksaan yang
akan dilakukan. Pasien diminta untuk
membuka bajunya agar seluruh bagian
thorax terlihat. Bagian tubuh pasien
yang tidak diperiksa (abdomen dan
ekstremitas bawah) ditutup dengan
selimut.
3 Pemeriksa melakukan cuci tangan
sebelum pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN THORAKS ANTERIOR
INSPEKSI
4 Menilai bentuk dada, kelainan pada
permukaan kulit (spider nevi, tanda-
tanda inflamasi, jejas/trauma, massa).
5 Memperhatikan ada tidaknya
penyempitan atau pelebaran sela iga
6 Memeriksa simetrisitas gerakan dada
dextra dan sinistra
7 Memperhatikan ada tidaknya
penggunaan otot-otot bantu napas

62
(retraksi intercostal, retraksi
supraclavicular).
8 Menilai pola pernapasan (frekuensi,
kedalaman, regularitas).
PALPASI
9 Memeriksa adanya nyeri tekan, massa,
krepitasi
10 Melakukan pemeriksaan ekspansi
pernapasan
11 Melakukan pemeriksaan fremitus taktil
PERKUSI
12 Melakukan perkusi dinding dada
anterior secara sistematis dari atas ke
bawah dan bandingkan antara kanan
dan kiri.
13 Menentukan batas paru kanan dan
hepar serta peranjakannya
14 Menentukan batas paru kiri dan
lambung
AUSKULTASI
15 Melakukan auskultasi suara napas,
dimulai dari apex paru secara
sistematis dalam satu periode inspirasi
dan ekspirasi.
16 Membandingkan antara kanan dan kiri
17 Mendengarkan apakah terdapat suara
napas tambahan
PEMERIKSAAN THORAKS POSTERIOR
INSPEKSI

63
18 Posisi pasien duduk tegak
19 Memperhatikan letak dan bentuk
scapula, kolumna vertebralis
20 Memperhatikan adanya abnormalitas
pada permukaan kulit, seperti jejas,
massa, tanda-tanda inflamasi.
PALPASI
21 Memeriksa adanya nyeri tekan,
krepitasi, massa, abnormalitas pada
kulit.
22 Melakukan pemeriksaan fremitus vokal
taktil
PERKUSI
23 Melakukan perkusi dinding dada
posterior secara sistematis dari atas ke
bawah dan bandingkan antara kanan
dan kiri.
AUSKULTASI
24 Melakukakan auskultasi suara napas
pada thoraks posterior secara
sistematis dalam satu periode inspirasi
dan ekspirasi.
25 Membandingkan antara kanan dan kiri
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
INSPEKSI
26 Melihat adanya pulsasi ictus cordis
PALPASI

64
27 Melakukan palpasi ictus cordis. Bila
ictus cordis teraba, tentukan lokasi
punctum maksimum.
28 Bila sulit meraba ictus cordis pada
posisi pasien supinasi, pasien dapat
diposisikan decubitus lateral kiri.
PERKUSI
29 Menentukan batas kanan jantung
30 Menentukan batas kiri jantung
31 Menentukan posisi pinggang jantung
AUSKULTASI
32 Mendengarkan suara jantung 1 dan
suara jantung 2
33 Menilai adanya murmur pada katup
jantung
34 Melakukan pemeriksaan untuk
mengetahui adanya pulsus deficit
PEMERIKSAAN JVP
35 Posisi pasien tidur terlentang dengan
sudut elevasi 45° (vena jugularis
interna atau sudut elevasi 30° (vena
jugularis eksterna)
36 Pasien diminta untuk melihat ke sisi kiri
dan pastikan otot
sternocleidomastoideus tidak
berkontraksi.
37 Lakukan identifikasi vena jugularis
eksterna dengan cara membendung
65
pada bagian proksimal vena jugularis
eksterna dilanjutkan pada sisi distal
vena jugularis eksterna atau
indentifikasi vena jugularis interna dan
bedakan dengan arteri carotis
komunis.
38 Mengukur ketinggian titik pengisian
vena jugularis eksterna, tegak lurus
pada Angulus Ludovici menggunakan
2 penggrais.
39 Pemeriksaan fisik thorax selesai,
pemeriksa melakukan cuci tangan.
40 Catat hasil pemeriksaan fisik pada
lembar rekam medis

66
BASIC TRAUMA AND CARDIO LIFE SUPPORT
(BTCLS)

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti latihan keterampilan ini mahasiswa
mampu:
1. Melakukan initial assessment pada pasien
trauma
2. Melakukan initial assessment pada pasien
cardia
3. Mengenali keadaan gawat darurat dengan
triage
4. Melakukan Heimlich maneuver pada pasien
dewasa
5. Melakukan transfer patient

I. LANDASAN TEORI

Basic Trauma and Cardio Life Support


merupakan bantuan hidup dasar yang dimulai dengan
identifikasi pasien akibat kecelakaan ataupun kasus
medis dari jantung. Dengan menilai respon adanya
tanda kegawatdaruratan atau tidak. Tindakan ini
bertujuan membantu mengembalikan oksigenasi,
ventilasi, dan sirkulasi yang efektif sampai
kembalinya sirkulasi spontan atau hingga intervensi
dapat dimulai. Pelaksanaan tindakan diawal adalah

67
dengan cara penilaian survei primer Basic Life
Support.

PENILAIAN AWAL DAN PENGELOLAANNYA

Beberapa langkah yang harus diperhatikan


sebelum melakukan survei primer adalah sebagai
berikut :

1. Memastikan keselamatan penolong,


keselamatan pasien, dan keselamatan
lingkungan.
2. Penolong menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD)
3. Mempertimbangkan mechanism of injury pada
pasien tersebut
4. Menilai kesadaran pasien
5. Mempertimbangkan sumber daya tambahan
atau “Call for Help”
6. Mempertimbangkan kemungkinan adanya
cedera cervical

68
Menilai Respon Pasien

Pedoman “AVPU”
A (Alert)
Pasien sadar. Mampu berorientasi terhadap tempat,
waktu, dan orang dengan baik.
V (Verbal)
Berespon terhadap rangsang suara.
P (Pain)
Berespon terhadap rangsang nyeri.
U (Unresponsive)
Tidak berespon terhadap rangsang suara maupun
rangsang nyeri.
ATAU
“Shake and shout”

Gambar 13. “Shake and Shout”

69
Tabel 6. Glasgow Coma Scale (GCS)
Membuka mata Respon verbal Respon motorik
Spontan Orientasi baik Mengikuti perintah
4 5 6
Rangsang Disorientasi dan Lokalisir nyeri
verbal 3 bingung 5
4
Rangsang nyeri Kata-katanya tidak Menghindari nyeri
2 nyambung 4
3
Tidak respon Mengerang Fleksi
1 2 3
Tidak ada respon Ekstensi
1 2
Tidak ada respon
1
Scores:
14–15: Mild dysfunction
11–13: Moderate to severe dysfunction
10 or less: Severe dysfunction (The lowest possible
score is 3.)

a. Jika penderita menjawab atau bergerak terhadap


respon yang diberikan, usahakan tetap
mempertahankan posisi seperti pada saat
ditemukan atau posisikan ke posisi mantap.

70
b. Jika penderita tidak merespon, serta tidak
bernapas atau bernapas tidak normal, maka
dianggap mengalami kejadian henti jantung.

CIRCULATION (C)

1) Periksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu


maksimal 10 detik.
2) Jika tidak teraba nadi, segera lakukan kompresi
dada:
a. Penderita dibaringkan di tempat yang datar
dan keras.Tentukan lokasi kompresi dada
dengan cara meletakkan telapak tangan yang
telah saling berkaitan di di 2 jari diatas
Procesus Xyphoideus (Lower half of sternum).
b. Frekuensi 100-120 kali per menit dengan
kedalaman 5-6 cm.
c. Setiap kompresi, pastikan dinding dada
kembali semula sebelum dilakukan kompresi
berikutnya (full recoil).
d. Penolong melakukan kompresi dengan
perbandingan kompresi dan ventilasi 30:2.

71
Gambar 14. Lokasi Kompresi dada

Gambar 15. Kedalaman Kompresi dada

72
Gambar 16. Kompresi dada
3) Setelah lakukan kompresi 30 kali, dengan
menyingkirkan kemungkinan adanya patah tulang
leher, lakukan ventilasi 2 kali dengan membuka
jalan napas.
4) Evaluasi nadi carotis setiap 5 siklus.
5) Bila masih belum teraba denyut nadi leher,
lanjutkan 30x pijat jantung dan 2x nafas buatan.
STOP RESUSITASI JIKA :

1. Ventilasi spontan & sirkulasi (+)


2. 30 menit pasca tindakan tidak ada respon
3. Saat resusitasi diketahui kondisi pasien berada
pada stadium akhir penyakit atau pada kondisi
terminal/tidak dapat disembuhkan
4. Penolong kelelahan
73
5. Setelah melakukan 5x siklus tidak ada respon
6. Lingkungan menjadi berbahaya bagi penolong
7. Resusitasi diambil alih oleh yang bertanggung
jawab atau ada perintah untuk menghentikan
resusitasi.

AIRWAY (A)

Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk


membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal (imobilisasi
cervical).

Tujuan : Membebaskan jalan napas untuk menjamin


jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenase
tubuh. Sistem pernapasan mendukung
metabolisme tubuh dengan jalan
menyediakan oksigen untuk metabolisme sel.
Ketidakmampuan system pernapasan untuk
menyediakan oksigen, terutama ke otak dan
organ vital lainnya akan mengakibatkan
kematian yang cepat.

1. Identifikasi masalah
Gangguan pernapasan dapat timbul spontan
oleh obstruksi tiba-tiba atau perlahan-lahan karena
mekanisme lain. Napas cepat merupakan tanda awal
74
terhadap kebutuhan tubuh akan oksigen. Ketakutan
atau gelisah pada pasien tidak sadar harus dievaluasi
berulang, apakah ini berhubungan dengan proses
sakitnya atau beban psikologi. Kasus dengan
melibatkan cedera kepala, pemakaian obat-obatan,
alkohol, cedera thorac dapat menyebabkan gangguan
airway.

Teknik pemeriksaan
1. Penilaian Airway
a. Look :
Pasien gelisah dan perubahan kesadaran.
Menandakan gejala hipoksia dan hiperkarbia.
Terlihat sianosis terutama pada kulit sekitar
mulut dan kuku. Terlihat juga usaha napas
dengan bantuan otot pernapasan tambahan.
Lihat pula apakah ada pergerakan napas,
retraksi iga,benda asing, dan lain-lain
b. Listen :
Dengarkan apakah ada suara, ngorok, seperti
bekumur, bersiul, yang mungkin berhubungan
dengan sumbatan parsial dari laring.
c. Feel :
Rasakan, apakah ada aliran udara yang keluar
dari mulut, adakah getaran di leher akibat
sumbatan parsial.

75
Gambar 17. Penilaian Airway

2. Apabila terdapat masalah dalam airway. Lakukan


tindakan manajemen airway. Tanda-tanda adanya
sumbatan (ditandai adanya suara nafas
tambahan) :
 Mendengkur (snoring), berasal dari sumbatan
pangkal lidah.
Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust,
pemasangan pipa orofaring/nasofaring,
pemasangan pipa endotrakeal.
 Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di
daerah hipofaring.
Cara mengatasi: finger sweep,
pengisapan/suction.
 Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis.
Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi.

76
3. Melakukan manajemen airway. Harus diingat
bahwa penanganan terhadap masalah airway
harus senantiasa disertai dengan pengamanan
terhadap cervical spine.
1. Head tilt chin lift maneuver
• Dorong kepala korban dengan mendorong
dahi ke belakang (head tilt) dan pada saat
yang bersamaan dagu korban (chin lift).
• Langkah Head tilt tidak boleh dilakukan
pada pasien dengan kasus trauma,
sampai bisa dibuktikan tidak ada cidera
tulang leher.

Gambar 18. Head tilt dan chin lift

77
2. Jaw thrust
• Letakkan siku-siku pada bidang datar
tempat korban dibaringkan. Cari rahang
bawah. Pegang rahang bawah dengan jari-
jari kedua tangan dari sisi kanan dan kiri
korban.
• Dorong rahang bawah dengan mendorong
kedua sudutnya ke depan dengan jari-jari
kedua tangan.
• Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari
telunjuk kedua tangan.

Gambar 19. Jaw thrust

78
Manuver Heimlich

Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar,


lakukan peniupan udara melalui mulut (mouth to
mouth), bila dada tidak mengembang, maka
kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan
dilakukan maneuver Heimlich. Maneuver Heimlich
adalah membuat batuk buatan dengan cara
meninggikan diafragma dan mendorong udara ke
paru- paru. Tindakan ini mungkin dilakukan berkali-
kali dan digunakan untuk mengeluarkan benda asing.
Maneuver Heimlich ini dapat dilakukan dengan
penderita berdiri, duduk ataupun berbaring.

Gambar 20. Manuver Heimlich


79
Teknik Manuver Heimlich:

1. Lingkarkan tangan kita pada pinggang korban


dengan posisi penolong di belakang
2. Membuat kepalan dengan satu tangan penolong
dan taruh di atas bagian atas pusar korban
3. Pegang kuat-kuat kepalan penolong dengan
tangan lain
4. Tekan kuat sambil mendorong cepat ke atas
5. Jagalah pegangan tetap kuat pada korban

BREATHING (B)

Pengertian : Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara


memberikan pernafasan buatan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan
pengeluaran gas CO2.

Tujuan : Menjamin pertukaran udara di paru-paru


secara normal.

Diagnosis : Ditegakkan bila pada pemeriksaan


dengan menggunakan metode Look Listen
Feel (lihat kembali pengelolaan jalan nafas)
tidak ada pernafasan dan pengelolaan jalan
nafas telah dilakukan (jalan nafas aman).

80
Teknik pemeriksaan
1. Penilaian Breathing
a. Look :
lihat apakah ada pergerakan dinding dada
seperti orang bernafas.
b. Listen :
Dengarkan apakah ada suara nafas atau tidak.
c. Feel :
Rasakan, apakah ada aliran udara yang keluar
dari mulut.
2. Jika pasien tidak bernafas atau bernapas pada
tingkat yang kurang dari 8x/menit atau lebih besar
dari 30x /menit, pertimbangkan untuk membantu
ventilasi

1) Bantuan nafas dapat diberikan dengan teknik:


a. Mulut ke mulut
- Pertahankan posisi head tilt chin lift. Jepit
hidung dengan menggunakan ibu jari dan
telunjuk tangan.
- Buka sedikit mulut penderita, tarik napas
panjang, dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut penderita.
Hembuskan napas lambat setiap tiupan
selama 1 detik. Pastikan dada terangkat.

81
- Lepaskan mulut penolong dari mulut
penderita, lihat apakah dada penderita
turun waktu ekshalasi.
- Lanjutkan bantuan nafas.

b. Dengan kantung pernafasan (ambu bag)


- Tempatkan tangan untuk membuka jalan
japas.
- Letakkan sungkup menutupi muka
dengan teknik E-C clamp (bila seorang
diri) yaitu dengan meletakkan jari ketiga,
keempat, kelima membentuk huruf E dan
diletakkan dibawah rahang bawah dan
mengekstensi dagu serta rahang bawah;
ibu jari dan telunjuk membentuk huruf C
untuk mempertahankan sungkup.
- Bila 2 penolong, 1 penolong berada pada
posisi di atas kepala penderita dan
dengan menggunakan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri dan kanan mencegah
agar tidak terjadi kebocoran disekitar
sungkup. Jari-jari yang lain
mengektensikan kepala sambil melihat
pergerakan dada. Penolong kedua
memompa kantung sampai dada
terangkat.

82
Gambar 21. A. Teknik E-C Clamp

PASIEN CARDIAC ARREST/ HENTI JANTUNG

Yaitu ketidak sanggupan curah jantung untuk


memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital
lainya secara mendadak dan dapat kembali normal
jika tindakan tepat, dapat menyebabkan kerusakan &
kematian jika tindakan tidak tepat.
Tanda cardiac arrest :
1. Cardiac Arrest = Nadi Carotis tidak teraba
2. Cardiac Arrest = ECG flat, suara jantung (-)
3. Penapasan berhenti/satu-satu (gasping,
apneu)
4. Dilatasi pupil tidak bereaksi dengan rangsang
cahaya
5. Pasien tidak sadar
Pada pasien dengan curiga cardiac arrest segera
lakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut :

83
C circulation (bantuan sirkulasi)
A airway (jalan napas)
B breathing (bantuan napas)

Mengidentifikasi Prioritas Pasien

Pasien dengan kondisi berikut ini merupakan prioritas


yang membutuhkan transportasi dengan segera :

- Pasien dengan tanda-tanda syok


- Pasien yang tanpa respon
- Pasien dengan Frekuensi napas meningkat
- Pasien yang tidak dapat mengikuti perintah
TRIAGE
Adalah cara pemilahan penderita berdasarkan
kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Ada
dua jenis triage :
- Multiple casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak
melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi
trauma akan mendapatkan prioritas penanganan
terlebih dahulu.
- Mass casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma
melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar dan
84
membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga
yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas
penanganan terlebih dahulu.

Pada triase pemberian tanda/label yang digunakan


secara internasional yaitu warna (Merah, Kuning, hijau
dan hitam )
Label:
- Hijau : penderita tidak luka. Ditempatkan di ruang
tunggu untuk dipulangkan
- Kuning : penderita luka ringan, ditempatkan di
kamar bedah minor UGD
- Merah : penderita dengan cedera berat.
Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan
disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor
- Biru : penderita dalam keadaan berat terancam
jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan
disiapkan masuk ICU
- Hitam : penderita sudah meninggal. Ditempatkan
di kamar jenazah.

TRANSFER PATIENT
Pada pasien dengan trauma cervical dan tulang
belakang, pemindahan penderita harus dilakukan
dengan hati- hati dan tidak dapat dilakukan sendirian.
Tiga penolong dengan masing-masing penyangga
bagian atas, tengah dan bawah untuk mengurangi
kemungkinan cedera lebih parah. Dalam memiringkan
85
pasien juga perlu dilakukan secara bersama yang
disebut dengan teknik Log Roll.

A. Prinsip Melakukan Imobilisasi tulang belakang


Empat orang dibutuhkan untukmelakukan
prosedur modifikasi imobilisasi penderita, seperti
pada long spine board :
- Satu orang untuk mempertahankan imobilisasi
segaris dengan kepala dan leher penderita
- Satu orang untuk imobilisasi badan (termasuk
pelvis dan panggul)
- Satu orang untuk imobilisasi pelvis dan tungkai
- Satu orang untuk mengatur prosedur ini dan
melepas Spine board

B. Prinsip Melakukan Log Roll


Dengan komando dari penolong yang
mempertahankan kepala dan leher dilakukan Log
roll sebagai satu unit kea rah kedua penolong
yang berada di sisi penderita, hanya dilakukan
pemutaran minimal untuk meletakkan spine board
di bawah penderita.Kesegarisan badan penderita
harus dipertahankan sewaktu menjalankan
prosedur ini.

86
Gambar 21. Log Roll

Spine board diletakkan di bawah penderita dan


dilakukan Log roll ke arah Spine board.
Harap diingat, Spine board hanya digunakan
untuk transfer penderita dan jangan dipakai dalam
waktu lama.

C. Mempersiapkan pasien untuk Transportasi


- Lakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Jika
pasien tidak sadar dan menggunakan alat
bantu jalan napas, pastikan mendapat
pertukaran aliran udara yang cukup.
- Amankan posisi spine board di dalam
ambulans

87
- Posisikan dan amankan pasien. Selama
pemindahan ke ambulans, pasien harus
diamankan dengan kuat ke usungan.
- Persiapkan jika timbul komplikasi pernapasan
dan jantung. Jika keadaan pasien cenderung
berkembang kea rah henti jantung, letakkan
spinal board pendek atau papan RJP di bawah
matras sebelum ambulans dijalankan.
- Melonggarkan pakaian yang ketat karena
pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan
pernapasan
- Pastikan ada keluarga atau teman dekat yang
menemani pasien di dalam ambulans
- Ketika anda meras bahwa ambulans telah siap
diberangkatkan, beri tanda kepada pengemudi
untuk memulai perjalanan ke rumah sakit.

II. ALAT DAN BAHAN :


1. Manekin CPR
2. Ambubag
3. Oksigen
4. Long spine board
5. Kasa steril
6. Plester
7. Kapas alcohol

88
III. SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 38 tahun dibawa oleh
keluarganya ke unit gawat darurat RS karena tidak
sadarkan diri sejak 30 menit yang lalu.
Tugas mahasiswa :
- Lakukan penanganan pada pasien ini!

REFERENSI

1. Neumar RW, Otto CW, Link MS, dkk. "Part 8: adult


advanced cardiovascular life support: 2010
American Heart Association Guidelines Updates
for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care". Circulation.
2015; 132: S444-S464 doi:
10.1161/CIR.0000000000000261
2. GMC. The state of basic medical education.
Reviewing quality assurance and regulation. GMC;
2010.

89
LESSON PLAN
PERTEMUAN 1
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri 5 menit
- Mengenal nama mahasiswa
2 - Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa
mengenai topik keterampilan yang
akan dipelajari
3 - Meminta salah seorang mahasiswa 15
untuk mencoba melakukan prosedur menit
BTCLS
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 Instruktur memberikan demonstrasi 15
menit
5 - Memberikan kesempatan kepada 55
mahasiswa untuk mencoba sendiri menit
dengan diobservasi temannya
kemudian bergantian memberikan
feedback
- Instruktur memberikan feedback dan
mengobservasi pada masing-masing
kelompok
6 - Penutup 5 menit

90
-Diskusi, penugasan, rencana
pertemuan ke II
PERTEMUAN II

NO KEGIATAN WAKTU
1 - Mengabsen mahasisiwa 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa
mengenai tpik keterampilan yang
akan dipelajari
2 - Meminta salah seorang mahasiswa 15
untuk mencoba melakukan prosedur menit
BTCLS yang disertai kasus.
- Meminta mahasiswa untuk refleksi
- Meminta mahasiswa lain untuk
memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
3 Instruktur memberikan demonstrasi 15
menit
4 - Memberikan kesempatan kepada 60
mahasiswa untuk mencoba sendiri menit
dengan diobservasi temannya
kemudian bergantian memberikan
feedback
- Instruktur memberikan feedback dan
mengobservasi pada masing-masing
kelompok
5 - Penutup 5 menit

91
LEMBAR KERJA

NO KEGIATAN YA TIDAK
1 Penilaian keadaan awal :
1. Memastikan keselamatan
penolong, keselamatan pasien
dan keamanan lingkungan
2. Penolong menggunakan Alat
pelindung diri (APD)
3. Mempertimbangkan mechanism
of injury pada pasien tersebut
4. Menilai kesadaran pasien “Shake
and Shout”
a. Jika penderita menjawab atau
bergerak terhadap respon
yang diberikan, usahakan
tetap mempertahankan posisi
seperti pada saat ditemukan
atau posisikan ke posisi
mantap.
b. Jika penderita tidak
merespon, serta tidak
bernapas atau bernapas tidak
normal, maka dianggap
mengalami kejadian henti
jantung.

92
5. Mempertimbangkan sumber daya
tambahan “Call for Help”
6. Mempertimbangkan adanya
cedera cervical (tetap dipasang
collar neck sampai dipastikan
ketika airway tidak ada cedera
servikal)
2 CIRCULATION
STEP 1 ASSESSMENT
A. Mengidentifikasi denyut nadi a.
karotis atau a. femoralis maksimal
10 detik.
B. STEP 2 MANAGEMENT
Apabila nadi tidak terukur maka
segera lakukan kompresi dada
dengan perbandingan 30:2

3 AIRWAY

STEP 1 ASSESSMENT
a. Look :
Pasien gelisah dan perubahan
kesadaran. Menandakan gejala
hipoksia dan hiperkarbia. Terlihat
sianosis terutama pada kulit
sekitar mulut dan kuku. Terlihat
juga usaha napas dengan
bantuan otot pernapasan
93
tambahan. Lihat pula apakah ada
pergerakan napas, retraksi
iga,benda asing, dan lain-lain
b. Listen :
Dengarkan apakah ada suara,
ngorok, seperti bekumur, bersiul,
yang mungkin berhubungan
dengan sumbatan parsial dari
laring.
c. Feel :
Rasakan, apakah ada aliran
udara yang keluar dari mulut,
adakah getaran di leher akibat
sumbatan parsial.

STEP 2 MANAGEMENT
A. Lakukan Head-lift, Chin-lift atau
Jaw-thrust maneuver
B. Apabila tidak ada perbaikan bias
dilakukan dengan:
a. Intubasi
b. Cricothyroidotomy

STEP 3
Menjaga tulang servikal spine dalam
posisi netral dengan immobilisasi
manual

94
STEP 4
Tetap menjaga imobilisasi servikal
spine meskipun airway sudah baik.

4 BREATHING: VENTILATION AND


OXYGENATION
STEP 1 ASSESSMENT

A. Tentukan apakah ada nafas


spontan : LLF [Look, Listen, &
Feel] (3-5 detik)
STEP 2 MANAGEMENT
A. Ventilasi dengan menggunakan
bag-mask (12-20 x/menit)
B. Memasang pulse oksimetri

95

Anda mungkin juga menyukai