2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
KETERAMPILAN KLINIS
1
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
TIM PENYUSUN
2
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
3
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
DAFTAR ISI
4
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
DESKRIPSI MODUL
Tim Penyusun
5
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
TATA TERTIB
6
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
7
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
8
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Tingkat
No Keterampilan Kompetensi
KOMUNIKASI
1. Menyelenggarakan komunikasi lisan maupun tulisan 4A
2. Menulis rekam medik dan membuat pelaporan 4A
PEMERIKSAAN FISIK
1. Penilaian keadaan umum 4A
2. Penilaian respirasi 4A
3. Pengukuran tekanan darah 4A
4. Penilaian denyut kapiler 4A
5. Inspeksi abdomen 4A
6. Palpasi (dinding perut, kolon, hepar, lien, aorta, rigiditas 4A
dinding perut)
7. Perkusi (pekak hati dan area traube) 4A
8. Pemeriksaan bimanual ginjal 4A
9. Pemeriksaan nyeri ketok ginjal 4A
9
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan komunikasi mahasiswa mampu :
1. Menggali informasi dari pasien dengan tepat dan lengkap mengenai keluhan-keluhan yang
dirasakan, riwayat penyakit saat ini, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat pribadi dan sosial, dan tinjauan sistem tubuh pada keluhan sistem pencernaan.
2. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan dapat dimengerti.
A. ANAMNESIS
TINJAUAN GEJALA SPESIFIK YANG SERING DIJUMPAI
Anda akan menemukan berbagai macam keluhan gastrointestinal pada praktik klinik
sehari-hari. Anamnesis yang cermat sering akan membawa anda pada kelainan yang ada
di balik keluhan tersebut. Bagian ini membicarakan permasalahan gastrointestinal, seperti
gangguan pencernaan, anoreksia, nausea, atau vomitus, hematemesis, nyeri abdomen,
disfagia atau odinofagia, perubahan defekasi konstipasi atau mencret, serta ikterus.
Gejala-gejala penyakit abdomen yang paling sering ditemukan adalah:
- Gangguan pencernaan atau anoreksia
- Mual, muntah, atau hematemesis
- Nyeri abdomen
- Disfagia atau odinofagia
- Perubahan buang air besar
- Perdarahan rectum
- Ikterus
- Distensi abdomen
- Pruritus (gatal)
Mekanisme dan patofisiologi yang menimbulkan tanda dan gejala pada kelainan
sistem digestif, hepatobilier, dan pankreas adalah nyeri, gangguan fungsi,
perdarahan gastrointestinal, gejala sistemik, tanda-tanda dekompensasi organ,
obstruksi organ berongga, dan iritasi peritoneum. Anamnesis yang cermat akan
membawa pada kelainan yang ada di balik keluhan tersebut.
“Bagaimana selera makan bapak/ibu?” merupakan pertanyaan terbuka yang baik
dan dapat membawa kita pada persoalan penting lainnya seperti gangguan
pencernaan, nausea, vomitus, dan anoreksia. Pasien sering mengeluhkan gangguan
pencernaan, suatu keluhan yang sering ditemukan dan mengacu kepada keadaan
distress yang berkaitan dengan makan, kendati pasien menggunakan istilah ini
untuk gejala yang berbeda-beda. Temukanlah lebih lanjut apa yang dimaksud oleh
pasien mengenai keluhannya tersebut.
Kemungkinannya meliputi :
1. Heartburn, Didefinisikan sebagai perasaan terbakar atau panas dibalik sternum
(retrosternal) yang dapat menjalar dari daerah epigastrium hingga leher. Biasanya
10
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
keluhan ini berasal dari esofagus. Jika keluhan ini menetap, khususnya di daerah
epigastrium, heartburn dapat menimbulkan pertanyaan mengenai penyakit jantung.
Sebagian pasien penyakit jantung koroner menjelaskan rasa nyerinya sebagai perasaan
seperti terbakar yang “menyerupai keluhan dispepsia”.
▪ Berikan perhatian yang khusus terhadap apa yang menimbulkan rasa tidak nyaman
tersebut dan tindakan apa yang dapat menguranginya?
▪ Apakah keluhan heartburn dipicu oleh aktivitas fisik dan berkurang dengan istirahat,
yang menunjukan kemungkinan angina?
▪ Ataukah keluhan tersebut berkaitan dengan makanan dan menjadi semakin parah
pada saat makan atau sesudah makan, yang menunjukan refluks gastroesofageal?
2. Gas yang berlebihan, khususnya dengan gejala sendawa yang sering, meteorismus,
atau distensi abdomen atau flatus (pengeluaran gas lewat rektum). Temukan apakah
gejala ini berhubungan dengan konsumsi susu atau produk susu.
3. Perasaan penuh dalam perut atau perasaan mudah kenyang yang merupakan
ketidakmampuan untuk makan makanan dengan takaran yang penuh.
4. Nausea dan vomitus, Nausea sering dijelaskan sebagai perasaan mual dan tidak enak
pada lambung dan dapat berlanjut dengan muntah (retching atau vomiting). Retching
merupakan gerakan spasmodik dada dan diafragma yang mendahului dan berakhir
dengan vomitus atau ekspulsi isi lambung (muntahan) yang kuat melalui mulut.
Sebagian pasien mungkin tidak benar-benar muntah, tetapi isi esofagus atau
lambungnya mengalir naik tanpa didahului nausea atau retching; keadaaan ini
dinamakan regurgitasi.
▪ Tanyakan tentang setiap muntahan yang dimuntahkan ataupun tentang bahan yang
keluar pada regurgitasi dan jika mungkin, lakukan inspeksi untuk melihatnya sendiri.
− Bagaimana warna muntahannya?
− Seperti apakah bau muntahan itu?
− Berapa banyakkah yang sudah dimuntahkan?
▪ Tanyakan secara spesifik apakah muntahannya mengandung darah dan coba untuk
menentukan berapa banyak darah yang dimuntahkan. Anda mungkin dapat
membantu pasien dalam menyebutkan takarannya, misal satu sendok teh? Dua
sendok teh? Secangkir penuh?
▪ Muntahan yang berwarna kecoklatan atau kehitaman dengan gambaran separti
“ampas kopi” menunjukan darah yang sudah terkena asam lambung. Muntah
dengan muntahan seperti ampas kopi atau dengan darah yang berwarna merah
dinamakan hematemesis.
▪ Apakah gejala yang diperlihatkan oleh pasien menunjukan komplikasi vomitus,
seperti aspirasi muntahan ke dalam paru, yang dapat terjadi pada pasien yang
berusia lanjut, pasien yang keadaan umumnya jelek atau pada pasien dengan
penurunan kesadaran?
▪ Apakah terdapat gejala dehidrasi atau gangguan keseimbangan elektrolit akibat
vomitus yang lama atau kehilangan darah yang signifikan?
5. Nyeri abdomen, Nyeri abdomen memiliki beberapa kemungkinan mekanisme serta pola
klinisnya dan memerlukan pemeriksaan klinis yang cermat. Karena itu, penting untuk
menguasai tiga kelompok besar nyeri abdomen di bawah ini:
11
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
▪ Nyeri Viseral, Nyeri viseral terjadi ketika organ-organ abdomen yang berongga
seperti intestinum atau percabangan bilier melakukan kontraksi kuat secara
abnormal atau jika organ-organ tersebut mengalami distensi atau peregangan.
Organ-organ padat, seperti hepar, dapat pula menimbulkan rasa nyeri jika
kapsulnya teregang. Lokasi nyeri viseral mungkin sulit ditentukan. Nyeri tersebut
seringkali dapat diraba di dekat garis tengah dengan ketinggian bervariasi menurut
struktur yang terkena seperti diilustrasikan gambar.
Nyeri viseral memiliki kualitas yang bervariasi dan dapat berupa sakit perut atau
rasa mulas, rasa panas seperti terbakar, kram, ataupun rasa pegal. Jika keluhan ini
bertambah berat, dapat disertai perspirasi, pucat, mual, muntah, dan perasaan
gelisah.
Nyeri viseral pada kuadran kanan atas terjadi karena distensi hepar yang
meregangkan kapsula hepatika pada hepatitis alkoholik.
▪ Nyeri Parietal, Nyeri parietal berasal dari peritoneum parietalis dan disebabkan
oleh inflamasi. Nyerinya berupa perasaan pegal yang menetap yang biasanya lebih
hebat daripada nyeri viseral dan memiliki lokasi yang lebih tepat di daerah struktur
yang sakit. Rasa nyeri ini akan bertambah parah jika pasien bergerak atau batuk.
Biasanya pasien dengan nyeri ini lebih menyukai berbaring diam.
Nyeri viseral di daerah periumbilikal pada apendisitis akut stadium awal disebabkan
oleh distensi apendiks atau inflamasi apendiks. Nyeri viseral ini berangsur-angsur
akan berubah menjadi nyeri parietal pada kuadran kanan bawah akibat inflamasi
peritoneum parietalis yang ada di dekatnya.
▪ Nyeri alih (referred pain), Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari organ
dalam tetapi dilukiskan oleh pasien sebagai nyeri yang terletak di dinding perut atau
dada, bahu, rahang, atau daerah lain yang dipasok oleh saraf somatis. Nyeri
berasal dari daerah yang disuplai oleh saraf somatis yang memasuki medulla
spinalis pada segmen yang sama seperti saraf sensoris dari organ yang
menyebabkan nyeri. Misalnya nyeri bahu kanan dapat timbul pada kolesistitis akut,
12
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
nyeri testis dapat timbul pada kolik ginjal atau apendisitis, nyeri akibat pleuritis atau
infark miokard akut dapat beralih ke abdomen bagian atas.
dalam kerongkongan atau di daerah retrosternum yang tidak berkaitan dengan menelan
bukan merupakan disfagia yang sebenarnya.
▪ Minta pasien untuk menunjuk ke tempat disfagia terasa dan menjelaskan tipe
makanan yang menimbulkan keluhan tersebut. Apakah disfagia terjadi ketika
memakan makanan yang relatif padat seperti daging atau makanan yang lebih
lunak seperti daging cincang dan kentang giling, ataukah ketika meminum cairan
yang panas atau dingin?
▪ Tentukan waktu terjadinya. Kapan disfagia tersebut hilang timbul atau menetap?
Apakah semakin lama semakin parah? Jika iya, berapa lama waktunya? Gejala dan
keadaan medis apa yang menyertainya?
8. Odinofagia, Odinofagia didefinisikan sebagai rasa nyeri ketika menelan, dapat terjadi
dalam 2 bentuk. Nyeri yang menusuk dan panas seperti terbakar menunjukan inflamasi
mukosa sedangkan nyeri yang terasa diremas dan seperti kram menunjukan penyebab
muskular. Odinofagia dapat menyertai disfagia, tetapi kedua gejala itu dapat terjadi
secara sendiri-sendiri.
9. Perubahan Buang Air Besar, Dalam hal traktus gastrointestinal bawah, kita sering
perlu menilai fungsi usus. Hal ini dapat dimulai dengan pertanyaan terbuka:
▪ “Bagaimana buang air besar Bapak/Ibu?”
▪ “Berapa sering Bapak/Ibu buang air besar?”
▪ “Apakah Bapak/Ibu mengalami sulit buang air besar?”
▪ “Apakah Bapak/Ibu memperhatikan adanya perubahan pada kebiasaan buang air
besar?”
Frekuensi defekasi normal berkisar dari tiga kali sehari hingga dua kali
seminggu. Pasien memiliki pandangan yang beragam mengenai konstipasi dan diare.
Pastikan untuk mendapatkan kejelasan tentang apa yang dimaksudkan pasien dengan
istilah-istilah ini. Sebagai contoh, apakah konstipasi? Suatu penurunan frekuensi buang
air besar? Pengeluaran feses (tinja) yang keras dan mungkin nyeri? Perlu mengejan
dengan tenaga yang tidak biasa dilakukan? Perasaan buang air besar yang tidak tuntas
atau masih terasa tekanan di dalam rektum?
Tanyakan apakah pasien benar-benar melihat kotorannya. Jika ”YA”, bagaimana
warnanya dan seberapa banyak jumlah kotorannya tersebut? Obat apakah yang sudah
dikonsumsi pasien untuk mengatasi gejala tersebut? Apakah obat-obatan, stres, kondisi
lingkungan berperan dalam permasalahan ini? Kadang-kadang terdapat konstipasi total
tanpa adanya feses atau gas yang keluar, dan keadaan ini dinamakan obstipasi.
Warna feses merupakan suatu yang penting ditanyakan. apakah feses yang
dikeluarkan mirip petis (black tarry stools), yang menunjukan gejala melena atau adanya
darah merah di dalam feses yang dikenal dengan istilah hematoschezia. Jika kedua
keadaan ini ditemukan, tentukan berapa lama dan berapa sering keduanya terjadi. Jika
darahnya berwarna merah, berapa banyak darah yang ada dalam feses? Apakah darah
murni yang tercampur dengan feses ataukah darah itu hanya terdapat pada permukaan
feses?
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang berlebihan dan biasanya
feses tersebut tidak berbentuk atau encer. Tanyakan tentang konsistensi dan volume
feses serta frekuensi buang air besar.
15
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Tanyakan lebih lanjut apakah feses tersebut berlemak atau berminyak? Berbuih?
Berbau busuk? Mengapung pada permukaan air karena mengandung gas yang
berlebihan sehingga sulit disiram sampai bersih di toilet? Apakah juga disertai dengan
lendir, nanah, atau darah?
Penting juga untuk mengetahui apakah gejala diare sampai membangunkan
pasien di malam hari? Faktor apakah yang memperberat atau meringankan gejala?
Apakah pasien merasa lebih enak setelah buang air besar atau masih terdapat desakan
buang air yang hebat disertai mengejan sekalipun feses yang keluar hanya sedikit atau
tidak ada; keadaan ini dikenal dengan nama tenesmus. Bagaimana keadaan sekitar?
Apakah berhubungan dengan perjalanan, stres, atau pemakaian obat baru? Apakah ada
anggota keluarga atau pendamping yang memiliki gejala serupa? Apakah ada gejala lain
yang menyertai?
10. Ikterus, Ikterus atau jaundice, yaitu perubahan warna kulit dan sklera menjadi
kekuningan karena peningkatan kadar bilirubin.
Ketika memeriksa pasien dengan ikterus, berikan perhatian khusus pada gejala
yang menyertai dan lingkungan ketika sakit itu terjadi. Bagaimana warna urin ketika
pasien sakit? Tanyakan pula tentang warna feses. Ketika ekskresi empedu ke dalam
usus halus sama sekali tersumbat, warna fases berubah menjadi abu-abu atau warna
cerah, atau akolik-feses tanpa empedu.
Apakah kulit terasa gatal tanpa penyebab yang jelas? Apakah disertai rasa
nyeri? Bagaimana polanya? Apakah bersifat kembuhan di masa lalu?
Apakah terdapat faktor risiko untuk penyakit hati, seperti:
▪ Hepatitis
Melancong atau makan pada tempat yang sanitasinya buruk, minum air yang
terkontaminasi atau makan makanan yang tercemar (hepatitis A), pajanan parenteral
atau membran mukosa dengan cairan tubuh yang terinfeksi, seperti darah, serum, air
mani, dan air liur, khususnya melalui hubungan seksual dengan pasangan yang
sudah terinfeksi atau melalui penggunaan bersama jarum suntik untuk menyuntikkan
obat (hepatitis B), penggunaan obat-obat terlarang yang disuntikan intravena atau
transfusi darah (hepatitis C).
▪ Hepatitis alkoholik atau sirosis alkoholik (wawancarai dengan cermat tentang
kebiasaan minum minuman keras/beralhokol).
▪ Kerusakan hati karena intoksikasi obat-obatan, pelarut industri, atau racun/toksin
dari lingkungan.
▪ Penyakit atau pembedahan pada kandung empedu yang dapat mengakibatkan
obstruksi bilier ekstrahepatik.
▪ Kelainan bawaan dalam riwayat keluarga.
11. Perdarahan rectum, Perdarahan mungkin bermanifestasi sebgai darah merah segar,
darah yang bercampur tinja, atau darah hitam seperti ter. Darah merah segar melalui
rectum disebut hematoskezia, dapat terjadi pada tumor kolon, penyakit divertikulum, atau
kolitis ulceratif.
Tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada pasien yang
mengalamiperdarahan rectum:
16
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
“Sudah berapa lama anda menemukan darah merah segar di dalam tinja anda?”
“Apakah darahnya tercampur dengan tinja?”
“Apakah ada garis darah pada permukaan tinja?”
“Apakah ada perubahan dalam kebiasaan buang air besar anda?”
“Apakah ada perasaan dalam rectum anda bahwa anda buang air besar tetapi tidak
dapat?”
“Apakah anda pernah mengeluarkan lebih dari satu kali tinja hitam seperti ter? jikaya,
Kapan?”
“Sudah berapa lama anda mengeluarkan tinja hitam seperti ter?”“Apakah anda merasa
nyeri kepala?”
“Apakah anda menderita mual yang berkaitan dengan tinja ini? Muntah? Mencret?Nyeri
perut? Berkeringat?”
Referensi
1. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and History Taking.
8th ed. Philadelphia: JB. Lippincott; 2008.
2. Burnside JW, McGlynn TJ. Physical Diagnosis. 17ͭʰ ed. Jakarta: EGC; 1995.
3. Gondodiputro S. Rekam medik Dan Sistem Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan Primer (Puskesmas). Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran UNPAD; 2007.
4. Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC; 2010.
17
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
18
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Lesson Plan
NO KEGIATAN WAKTU
1. - Mereview kegiatan pembelajaran yang akan berjalan 5 menit
2. - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba melakukan
anamnesis terhadap pasien simulasi dan membuat narasi
riwayat penyakit sekarang pada lembarrekam medik yang
sudah disediakan
- Meminta mahasiswa untuk refleksi 85 menit
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
3. Penutup 10 menit
19
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan pemeriksaan fisik abdomen, mahasiswa mampu:
1. Melakukan pemeriksaan fisik abdomen: inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasidengan
benar dan sistematis.
2. Melakukan pemeriksaan hepar
3. Melakukan pemeriksaan lien
4. Melakukan pemeriksaan ginjal
LANDASAN TEORI
Dinding Abdomen
Muskulus rektus abdominis dapat ditemukan apabila seseorang dalam posisi terlentang
mengangkat kepala dan bahunya.
Untuk tujuan deskripsi, abdomen dibagi menjadi 4 kuadran menurut dua garis imajiner
yang saling tegak lurus dan berpotongan di umbilicus, yaitu:
1. Kuadran kanan atas
2. Kuadran kanan bawah
3. Kuadran kiri atas
4. Kuadran kiri bawah.
Abdomen juga dapat dibagi menjadi 9 regio, seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.
20
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
21
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Pada waktu memeriksa abdomen, dapat teraba beberapa organ yang normal. Kolon
sigmoid dapat teraba sebagai suatu saluran sempit yang agak keras pada kuadran kiri bawah,
sedangkan caecum dan sebagian dari colon ascenden membentuk suatu tube yang lebih lunak
dan lebih besar di kuadran kanan bawah. Bagian dari colon transversum dan kolon descenden
dapat pula diraba.
Walaupun tepi bawah hepar normal terletak lebih rendah dari pada batas bawah kosta
kanan, karena konsistennya yang lunak kadang-kadang normal sulit untuk diraba.
22
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Bagian bawah dari ginjal kanan, kadang-kadang dapat juga diraba pada kuadran kanan atas,
tetapi pada daerah yang lebih dalam terutama pada wanita yang kurus, dengan dinding
abdomen yang betul-betul relaks. Pulsasi dari aorta abdominalis dapat terlihat dan biasanya
teraba dibagian atas abdomen, sedangkan pulsasi arteri iliaka kadang- kadang teraba di
kuadran bawah.
Kandung kemih yang penuh dan teregang dan uterus dalam kehamilan dapat teraba di
atas symphisis pubis. Pada orang kurus dengan dinding abdomen yang relaks, beberapa
sentimeter di bawah umbilicus, kadang- kadang teraba promontorium sacralis atau tepi depan
vertebra sacralis pertama. Pada pemeriksaan yang belum familiar dengan suatu tonjolan yang
keras seperti ini, kadang–kadang menyalahartikan sebagai suatu tumor. Processus xyphoideus
juga suatu tonjolan yang kadang-kadang dirasakan dan disalahartikan sebagai tumor oleh
pasien.
Cavum abdomen meluas mulai dari daerah di bawah diaphragma yang terlindungi oleh
kosta. Di daerah yang terlindung ini, terletak sebagian besar dari hepar, ventrikulus, dan seluruh
bagian dari lien normal. Organ-organ pada daerah terlindung tersebut tidak dapat diraba
(dipalpasi), tetapi dengan perkusi dapat diperkiraan adanya organ-organ tersebut. Sebagian
besar dari kandung empedu normal terletak disebelah dalam hepar, sehingga hampir tidak dapat
dibedakan. Duodenum dan pancreas terletak dibagian dalam kuadran atas abdomen, sehingga
dalam keadaan normal tidak teraba.
Ginjal adalah organ yang terletak di daerah posterior, terlindung oleh tulang rusuk, sudut
costovertebral (sudut yang dibentuk oleh batas bawah kosta ke-12 dengan proccesus
transversus vertebra lumbalis) merupakan daerah untuk menentukan ada tidaknya nyeri ginjal.
4. Ketika melakukan palpasi, ajak pasien untuk berbicara terutama pada pasien yang sensitif
terhadap rasa geli (dapat mengaburkan hasil pemeriksaan karena kontraksi otot-otot
abdomen).
5. Ketika menilai adanya nyeri tekan pada abdomen, pemeriksa bertanya sambil melihat
ekspresi wajah pasien, apakah tampak ekspresi wajah yang kesakitan.
6. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah yang terasa sakit dan memeriksa daerah
tersebut terakhir.
7. Lakukan pemeriksaan dengan perlahan, hindarkan gerakan yang cepat dan tiba- tiba.
8. Pemeriksaan abdomen pada anak-anak dilakukan dengan urutan Inspeksi, Auskultasi,
Palpasi dan Perkusi. Hal ini dilakukan karena pada anak-anak, pemeriksaan palpasi dan
perkusi dapat mempengaruhi frekuensi suara usus. Sedangkan pada orang dewasa
dapat dilakukan urutan pemeriksaan seperti pada anak-anak maupun dengan urutan
seperti pada pemeriksaan regio yang lain (Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi).
9. Pada pemeriksaan palpasi abdomen, pasien diminta untuk menekuk lututnya agar otot-
otot abdomen rileks
INSPEKSI
1. Kulit : menilai apakah ada sikatriks, striae, tanda-tanda inflamasi, jejas, atau vena yang
melebar (venektasi). Secara normal, mungkin terlihat vena-vena kecil. Striae alba
didapatkan pada pasien obese dan post gravida. Sedangkan striae rubra didapatkan
pada pasien Sindroma Cushing. Vena yang melebar dapat terlihat pada sirosis hepatis
atau bendungan vena cava inferior. Perhatikan pula apakah ada rash atau lesi-lesi kulit
lainnya.
2. Umbilikus: perhatikanlah bentuk dan lokasinya, dan apakah ada tanda-tanda inflamasi
atau hernia.
3. Perhatikanlah bentuk permukaan (contour) abdomen termasuk daerah inguinal dan
femoral. Apakah permukaan abdomen datar, cembung atau cekung (skapoid). Bentuk
permukaan abdomen yang cembung didapatkan pada pasien dengan obesitas, gravida,
tumor/massa dan ascites. Penonjolan supra-pubik bida didapatkan pada kehamilan atau
kandung kencing yang penuh. Tonjolan asimetri mungkin terjadi karena pembesaran
organ setempat atau masa.
4. Simetrisitas dinding abdomen.
5. Pembesaran organ : mintalah penderita untuk bernafas, perhatikan apakah nampak
adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus costa.
6. Massa
7. Gerakan peristaltik: Gerakan peristaltik normal terlihat pada orang yang sangat kurus.
Gambaran darm contour menandakana adanya dilatasi usus, misalnya pada ileus
obstruktif.
8. Pulsasi: Pulsasi aorta yang normal kadang-kadang dapat terlihat di daerah epigastrium.
24
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
PALPASI
1. PALPASI SUPERFICIAL
Palpasi ringan (superfisial) dilakukan untuk menilai adanya nyeri tekan abdomen,
nyeri lepas, rangsang peritoneum dan massa superficial. Posisi kaki pasien agak fleksi
pada panggul dan lutut. Pemeriksa melakukan palpasi ringan dengan menggunakan
telapak tangan ujung jari-jari secara bersama-sama dengan sudut 45o. Lakukanlah
gerakan menekan yang lembut dan ringan pada semua regio abdomen. Hindarkan suatu
gerakan yang menyentak.
2. PALPASI DALAM
Palpasi dalam dilakukan untuk menilai adanya massa pada abdomen dan adanya
pembesaran organ, seperti hepar, lien dan ginjal. Posisi kaki pasien agak fleksi pada
panggul dan lutut. Dengan menggunakan permukaan palmar dari ujung-ujung jari,
terutama sisi medial dari jari telunjuk, pemeriksa melakukan palpasi dalam di semua regio
abdomen.
Apabila terdapat adanya massa, tentukanlah lokasinya, ukurannya, bentuknya,
konsistensinya, mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada tekanan atau tidak. Massa di
abdomen dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis :
a. Fisiologis (uterus dalam kehamilan).
b. Inflamasi (diverticulitis colon atau pseudocyst pancreas).
c. Vaskuler (aneurisma aorta)
d. Neoplastik (uterus yang miomatosa, karsinoma kolon, atau ovarium)
e. Obstruktif (kandung kencing yang teregang).
25
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Pemeriksaan Lien
Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma, di sebelah posterior garis midaksila.
Suatu daerah kecil suara redup dapat ditemukan di antara suara sonor paru dan suara timpani,
tetapi mencari suara redup lien ini tidak banyak gunanya. Perkusi lien hanya berguna kalau
dicurigai atau didapatkan splenomegali. Apabila membesar, lien akan membesar ke arah
depan, ke bawah dan ke medial, mengganti suara timpani dari lambung dan kolon, menjadi
suara redup.
Apabila anda mencurigai splenomegali, cobalah pemeriksaan-pemeriksaan berikut :
1. Perkusilah daerah spatium intercosta terbawah di garis aksilaris anterior kiri. Daerah ini
biasanya timpani. Kemudian mintalah penderita untuk menarik nafas panjang dan lakukanlah
perkusi lagi. Apabila lien tidak membesar, suara perkusi tetap timpani. Apabila suara menjadi
redup pada inspirasi, berarti ada pembesaran lien. Walaupun demikian, kadang-kadang
terdapat juga suara redup pada lien normal (falsely positivesplenic percussion sign).
2. Perkusilah daerah redup lien dari berbagai arah. Apabila ditemukan daerah redup yang luas,
berarti terdapat pembesaran lien. Pemeriksaan perkusi untuk mengetahui adanya
26
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
pembesaran lien, dapat terganggu oleh isi lambung dan kolon, tetapi pemeriksaan ini dapat
menunjukkan adanya pembesaran lien sebelum lien teraba pada palpasi.
27
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
28
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Apabila suara menjadi redup pada inspirasi, berarti ada pembesaran lien. Walaupun
demikian, kadang-kadang terdapat juga suara redup pada lien normal (falsely positive
splenic percussion sign).
AUSKULTASI :
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan
kemungkinan adanya gangguan vaskuler.
Letakkan diafragma stetoskop dengan lembut pada abdomen. Dengarkanlah suara usus,
dan perhatikanlah frekuensi dan karakternya. Suara yang normal terdiri dari click dan gurgles,
dengan frekuensi kira-kira 5-35 x/menit. Kadang-kadang pemeriksa dapat mendengarkan
borborygmi, yaitu gurgles yang panjang. Karena suara usus akan disebarkan ke seluruh
abdomen, maka mendengarkannya pada suatu tempat saja, yaitu di regio umbilicalis. Tetapi
apabila pada anamnesis dicurigai adanya gangguan peristaltik usus maka pemeriksaan
auskultasi dilakukan pada semua regio abdomen. Suara usus ini dapat berubah pada diaret,
ileus obstruktif, ileus paralitik dan peritonitis.
Pada penderita dengan hipertensi, periksalah daerah epigastrium dan daerah kuadran
kanan dan kiri atas, apakah ada bising. Bising pada sistole dan diastole pada penderita
hipertensi menunjukan adanya stenosis arteria renalis. Sedangkan bising sistole saja pada
epigastrium dapat terdapat pada orang normal, apabila dicurigai adanya influensi arteri pada
tungkai, periksalah adanya bising sistolik dan diastolik pada arteria illaca dan femoralis.
29
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
30
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
LANGKAH-LANGKAH
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
DILAKUKAN
NO ASPEK YANG DINILAI YA TIDAK
1 Komunikasi Efektif:
a. Memperkenalkan diri
b. Informed consent: Menjelaskan tujuan, prosedur, risiko
pemeriksaan, memastikan pasien memahami penjelasan dokter,
meminta ijin kepada pasien.
2 Pemeriksa melakukan cuci tangan sebelum pemeriksaan fisik.
3 Posisi penderita berbaring terlentang. Penderita diminta
menyingkap pakaiannya ke atas agar semua bagian abdomen
terlihat. Bagian tubuh yang tidak diperiksa ditutup dengan selimut.
4 Penderita diminta untuk relaks, lengan bebas diletakkan disepanjang
sisi tubuh. Bernafas seperti biasa, untuk menghilangkan ketegangan
ajaklah penderita untuk bercakap- cakap.
5 Dokter berdiri disebelah kanan penderita.
INSPEKSI
6 Menilai bentuk abdomen (cembung, cekung, datar)
7 Menilai ada tidaknya kelainan pada permukaan kulit (sikatrik, striae,
tanda-tanda inflamasi, jejas, venektasi)
8 Menilai keadaan umbilicus (bentuk, lokasi dan ada tidaknya kelainan
seperti tanda-tanda inflamasi, hernia) dan daerah inguinal.
AUSKULTASI
18. Melakukan pemeriksaan bising usus pada region umbilikalis. Nilai
apakah terdengar bising usus dan berapa kali per enit.
31
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
32
BLOK 2.2 GASTROINTESTINAL SYSTEM
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti latihan keterampilan IPM, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menggali riwayat penyakit pada pasien terkait sistem digestif.
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang terkait sistem digestif.
LESSON PLAN
NO KEGIATAN WAKTU
1 - Instruktur memperkenalkan diri
- Mengenal nama mahasiswa
- Menjelaskan tujuan latihan 5 menit
- Menilai persiapan mahasiswa mengenai topik keterampilan
yang akan dipelajari
2 - Meminta salah seorang mahasiswa untuk mencoba
melakukan Integrated Patient Management
- Meminta mahasiswa untuk refleksi 20 menit
- Meminta mahasiswa lain untuk memberikan feedback
- Instruktur memberikan feedback
4 Penutup 5 menit
33