Semester 7
Kontributor :
Editor :
dr. Seshy Tinartayu, MSc
Blok 22
Pelayanan Kesehatan Primer yang Berorientasi pada Keluarga dan
Komunitas (Family and Community Oriented Primary Care)
Blok 23
Kedaruratan dan Forensik
Kontributor :
Departemen Bedah :
dr. Nicko Rachmanio,Sp.B.
Departemen Farmakologi :
dr. Imaniar Ranti, M.Sc.
dr. Hidayatul Kurniawati, M.Sc
Departemen Penyakit Dalam :
dr. Agus Widyatmoko, Sp.PD, M.Sc
dr. Fitria Nurul Hidayah, Sp. PD
Pusat Studi Kedokteran Keluarga (PSKK) :
dr. M. Khotibuddin, MPH
dr Oryzati Hilman, MFM, CMFM, Ph.D
Anestesi :
dr. Akhmad Syaiful Fatah Husein
dr. Nova Maryani, Sp.An
Editor :
dr. Seshy Tinartayu, MSc
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, Sang pengatur kehidupan. Tuhan yang
telah menganugerahkan kesempatan dan kemampuan sehingga Buku Panduan Keterampilan
Belajar ini dapat tersusun dengan baik.
Ketrampilan belajar (Skills lab) merupakan salah satu kegiatan rutin yang wajib
ditempuh oleh setiap mahasiswa strata 1 (satu) dalam rangka mencapai gelar tingkat
kesarjanaannya di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Buku Panduan Ketrampilan Medik ini
disusun dengan maksud membantu para mahasiswa, instruktur ketrampilan medik, dosen, dan
pihak lain yang berkepentingan untuk dapat memperoleh informasi yang benar sehingga
proses kegiatan ketrampilan belajar dapat berjalan dengan baik sehingga tercapai kompetensi
keterampilan sesuai capaian pembelajaran.
Buku Panduan Ketrampilan Belajar ini memuat materi yang harus dikuasai oleh
mahasiswa, dan daftar tilik kegiatan ketrampilan. Berbagai hal tersebut disusun sesuai dengan
Standar Pendidikan Dokter dan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku di
Indonesia. Sehingga diharapkan dengan kegiatan ketrampilan medik tersebut, dapat
membantu pencapaian kompetensi dokter umum.
Ucapan terimakasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan Buku Panduan Ketrampilan Belajar Semester 7 ini. Kritik, saran dan masukan
yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan buku ini.
Penyunting
3
Daftar Isi
Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………………................... 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………………… 3
Kata Pengantar ………………………………………………………………………… 4
4
Blok 21
Kedokteran Tropis
5
Materi 1 Keterampilan Belajar Blok 21 (Pertemuan Offline)
Bedah Minor II (incisi dan Eksisi)
C. Teori Dasar
Definisi
Incisi adalah tindakan membuat luka yang dilakukan pada pembedahan, tanpa
mengambil jaringan kulit.
Menurut bentuknya insisi terbagi menjadi :
- Insisi linear
- Insisi elips atau bundar
- Inisisi bentuk “S” atau “Z”
- Insisi tangensial / transversal
dilakukan pada abses atau pada benjolan yang dicurigai ganas. Tujuan incisi pada abses
untuk pengobatan dengan cara mengeluarkan nanah. Tujuan incisi pada kelainan curiga
ganas untuk diagnosa dan disebut juga sebagai biopsi insisi.
Eksisi adalah tindakan bedah mengangkat tumor beserta jaringan sehat di sekitarnya atau
pengambilan seluruh benjolan tanpa menyentuh benjolan tersebut. Dilakukan pada
benjolan baik jinak atau ganas. Bagi tumor curiga jinak seperti FAM (fibroadenoma)
tujuannya untuk tindakan penyembuhan, sedangkan pada kasus benjolan dengan
kecurigaan ganas, tujuan eksisi adalah untuk menegakkan diagnosis patologis.
6
Eksisi luas : pengangkatan tumor dengan jaringan disekelilingnya menggunakan batas
tertentu dari indurasi tumor. Dilakukan hanya untuk benjolan yang sudah dipastikan
keganasannya untuk menyembuhkan misalnya mastektomi radikal (misal : selain jaringan
payudara, otot dada dan kelenjar getah bening aksila juga diangkat). Selain
menyembuhkan atau kuratif, tindakan ini juga dapat bersifat semi kuratif, dimana
membutuhkan modalitas terapi non pembedahan untuk sembuh seperti kemoterapi atau
radioterapi.
INCISI
Syarat : Irisan harus langsung, tidak terputus-putus, sampai ke jaringan subkutis
1. Incisi harus sesuai garis Langer
2. Irisan yang dekat garis persendian harus sejajar dengan aksis/sumbu sendi
3. Incisi sedapat mungkin disembunyikan (tujuan estetis)
4. Sterilitas harus dijaga
5. Arah incisi tidak boleh tegak lurus dengan organ penting (nervus, arteri, vena) di lokasi
incisi
Cara kerja :
1. Inform concent
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan
dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan
permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi.
2. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4. Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi sesuai dengan lokasi dari
abses.
5. Persempit lapangan operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6. Berikan anestesi lokal lidocain 2%
7. Irisan disesuaikan dengan garis Langer pada tempat yang fluktuasi maksimal sepanjang
2 cm, hingga menembus kapsul abses. Dengan klem bengkok kantung abses dibuka
7
secara tumpul sehingga nanah yang terkumpul disitu dapat mengalir keluar melalui luka
insisi.
8. Keluarkan semua infiltrat dengan menggunakan sonde atau cukup menggunakan jari
tangan saja hingga bersih.
9. Pasang tampon (lebar ±1cm) yang telah mengandung betadine ke dalam rongga abses,
tampon tidak boleh dimasukkan terlalu padat, sisakan sepanjang ±5cm di luar luka untuk
mempermudah penggantian atau pengambilan tampon. Selain menggunakan tampon
dapat pula menggunakan selang/drain (dengan NGT atau tranfusi set) yang dimasukkan
ke dalam rongga abses, difiksasi dengan kulit dan ujung luar drain dipasang box suction
atau spuit vaccum kemudian luka operasi ditutup dengan penjahitan.
9. Tutup luka dengan kasa steril yang telah diberi betadine.
10. Ganti tampon setiap hari, hingga luka tidak lagi mengeluarkan pus.
EKSISI
Alah dan bahan :
1. Minor set 6. Lidokain 2%
2. Kassa steril 7. Benang Silk 2.0/3.0
3. Sarung tangan steril 8. Duk Steril
4. Larutan desinfektan 9. Needle Cutting
5. Spuit 3 cc
Cara kerja :
1. Inform concent
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan
dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan
permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi.
2. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4. Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi sesuai dengan lokasi dari
abses.
5. Persempit lapangan operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6. Berikan anestesi lokal lidocain 2%, tunggu beberapa saat, kemudian lakukan pengecekan
menggunakan pinset secara gentle apakah efek anaestesi sudah bekerja.
7. Lakukan eksisi secara lentikular atau bentuk sayatan seperti lensa/elips dengan sumbu
panjang searah dengan arah ketegangan kulit sehingga akan menghasilkan jaringan
parut yang minimal berupa garis lurus.
8. Angkat semua jaringan tumor beserta sedikit jaringan sehat sekitarnya.
8
9. Hentikan perdarahan yang terjadi dengan ligasi.
10. Jahit luka operasi dengan benang non absorbable
11. Tutup luka dengan kassa steril dan betadine
Checklist Incisi
NO KRITERIA Nilai
0 1 2
PERSIAPAN
1 Memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan tindakan, Informed
2 consent
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3 Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4 Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi
5 sesuaidengan
Persempit lokasi dari
Lapangan abses.
operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6 Berikan anestesi lokal dengan lidocain 2%
TINDAKAN INCISI
7 Melakukan Irisan dengan arah disesuaikan garis Langer pada
tempat yang fluktuasi maksimal sepanjang 2 cm hingga
8 menembussemua
Keluarkan kapsulinfiltrate/pus
abses dengan menggunakan sonde atau
jari tangan
9 Irigasi luka dengan normal saline hingga bersih kemudian pasang
tampon (lebar ±1cm) yang telah mengandung betadine ke dalam
rongga abses
10 Tutup luka dengan kassa steril dan plester
11 Memberikan edukasi cara perawatan luka dan waktu kontrol
Total skor
Penjelasan
0: Tidak dilakukan sama sekali
1: Melakukan tetapi tidak lengkap atau tidak benar
2: Melakukan dengan lengkap dan benar
9
Checklist Eksisi
NO KRITERIA N
0 1 2
PERSIAPAN
1 Memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan tindakan, Informed
2 consent
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3 Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4 Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi
sesuai dengan lokasi dari abses.
5 Persempit Lapangan operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6 Berikan anestesi lokal dengan lidocain 2%
TINDAKAN EKSISI
7 Lakukan eksisi secara lentikular atau bentuk sayatan seperti
lensa/elips dengan sumbu panjang searah dengan arah
8 ketegangan
Angkat kulittumor beserta sedikit jaringan sehat sekitarnya
jaringan
9 Hentikan perdarahan yang terjadi dengan ligasi
10 Jahit luka pada kulit dengan benang non absorbable
11 Tutup luka dengan kasa steril dan plester
12 Memberikan edukasi cara perawatan luka dan waktu
kontrol kembali Total skor
Penjelasan
0: Tidak dilakukan sama sekali
1: Melakukan tetapi tidak lengkap atau tidak benar
2: Melakukan dengan lengkap dan benar
10
Materi 2 Keterampilan Belajar Blok 21 (Pertemuan Online)
Managemen Kasus Penyakit Tropis
(Anamnesa, Pemeriksaan fisik, Diagnosis, Penulisan Resep)
C. Teori Dasar
1. Keterampilan Anamnesis
Role Play: Lakukan role-play dalam melakukan ketrampilan anamnesis lengkap
dengan teman anda. Buatlah pasangan 2 orang dan secara bergantian berperan
sebagai:
- Dokter yang akan melakukan anamnesis kepada pasien yang datang dengan
satu/lebih gejala fisik
11
- Pasien yang datang dengan satu/lebih gejala fisik
- Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai observer yang
mengevaluasi dokter dengan menggunakan Daftar Tilik Anamnesis (terlampir)
Selamat bekerja!
IDENTITAS PASIEN:
Nama : ……..…….....………………………………………………………………..
Usia : ………………………………………………………………………………..
Alamat : ..………………………………………………………………………………
Pekerjaan : ..………………………………………………………………………………
Status perkawinan: .………………………………………………………………………....
12
.
……………………………………………………………………………………………….............
.
13
Tenggorokan (mulut & faring)
Leher
Payudara
Paru-paru
Jantung
Pencernaan
Saluran kencing
Alat kelamin: laki –laki/ perempuan
Pembuluh darah perifer
Otot & tulang
Kejiwaan
Saraf
Darah
Endokrin
9. Merangkum riwayat pasien Meringkas temuan riwayat yang ada &
menyatakannya kembali
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengecek kebenarannya
Sampaikan ke pasien apa yang akan dilakukan:
pemeriksaan fisik
10. Komunikasi non-verbal Menjaga tatapan mata
Ekspresi wajah ramah, tersenyum
Postur tubuh terbuka, menghadap pasien
dengan sudut 45 derajat
Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
Penampilan bersih & rapi
11. Empati dan ketrampilan Refleksi isi
mendengar aktif Refleksi perasaan
Penjelasan
0: Tidak dilakukan sama sekali
1: Melakukan tetapi tidak lengkap atau tidak benar
2: Melakukan dengan lengkap dan benar
2. Tuberkulosis
14
- Demam dan berkeringat malam hari.
- Penurunan berat badan, anoreksia, malaise, dan badan lemah.
- Batuk non-produktif dan produktif dalam waktu yang lama.
- Sputum yang bercampur dengan darah (Hemoptysis)
- Pleuritic chest pain.
- Dyspneu, ARDS.
- Setelah batuk : ronki karena obstruksi bronkiolus parsial dan suara napas
amforik klasik.
.
3. Typhoid Fever
- Demam.
- Rose spots, maculopapular rash.
- Bradikardi relatif.
- Gejala neuropsikiatrik seperti delirium dan koma.
- Perforasi usus dan/atau perdarahan gastrointestinal (komplikasi lambat).
4. Malaria
- Gejala klasik malaria, yaitu demam disertai dengan menggigil dan berkeringat.
Pada individu imunocompromise dan anak-anak suhunya dapat mencapai lebih
dari 40° C dan biasanya disertai dengan takikardia dan delirium.
- Nyeri kepala, fatigue, nyeri abdomen, and nyeri otot yang diikuti demam.
- Mual, muntah.
- Hipotensi ortostatik.
- Splenomegali.
- Malaria serebral : penurunan kesadaran, kejang, dan defisit neurologis.
5. Tetanus
- Demam, namun pada beberapa kasus tidak dijumpai demam.
- Spasme dan peningkatan tonus otot pada otot masseter (trismus), disfagia,
kekakuan atau nyeri pada leher, bahu, punggung, dan abdomen.
- Kontraksi otot facialis (risus sardonicus) dan kontraksi otot-otot punggung
(epistothonus)
- Spasme otot-otot pernafasan.
- Pada beberapa kasus didapatkan peningkatan reflek tendon dalam.
- Komplikasi : pneumonia aspirasi, fraktur, ruptur otot, deep vein thrombophlebitis,
emboli pulmoner, ulkus dekubitus, dan rhabdomiolisis.
- Neonatal tetanus : terdapat pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diimunisasi
atau pada perawatan tali pusat yang tidak steril. Onsetnya biasanya terjadi pada
saat 2 minggu setelah kelahiran. Didapatkan gejala malas menyusu, kekakuan,
dan spasme pada tetanus neonatal.
- Local tetanus adalah bentuk yang umum dimana manifestasinya terbatas pada
otot di sekitar luka dan memiliki prognosis baik.
- Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus lokal, biasanya
kelanjutan dari cedera kepala atau infeksi telinga. Biasanya ditemukan trismus
dan disfungsi satu atau lebih nervus kranialis, biasanya nervus ke-7.
- Henti jantung mendadak.
6. Leptospira
- Demam, mual
- Riwayat kontak dengan urine tikus (misal banjir, bekerja di sawah atau
pengelolaan sampah, dll)
- Nyeri otot betis (gastrognemial pain)
- Gangguan BAK (termasuk perubahan warna urine)
- Gangguan fungsi ginjal kasus berat dapat sebabkan gagal ginjal)
15
- Ikterik
3. Penulisan Resep
Blanko resep untuk penulisan resep secara umum di Indonesia terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Identitas dokter.
Umumnya terletak paling atas dari blanko resep dan berisi nama dokter, nomor SP /
SIP, alamat praktik dan nomor telefon.
b. Obat.
Bagian inti dari resep terdapat pada sudut kanan atas tempat dan tanggal resep
ditulis, kemudian di bawahnya mengawali penulisan obat dengan R/ singkatan dari
recipe yang artinya ambillah, kemudian nama obat, dosis, jumlah, aturan pembuatan
kalau resep obat racikan, dan aturan minum atau aturan pakai, diakhiri paraf atau
tanda tangan dokter.
c. Identitas pasien.
Identitas pasien meliputi nama pasien, umur dan alamat tempat tinggal
Penulisan resep secara internasional menggunakan bahasa latin, hal ini mempunyai
alasan bahwa resep merupakan sesuatu yang bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh
dokter dan apotiker saja sehingga pasien tidak boleh tahu tentang isi resep tersebut. Namun
dengan kemajuan zaman dan untuk tujuan mempercepat kesembuhan, maka sifat
kerahasiaan tersebut sudah berkurang dengan penjelasan dan instruksi dokter tentang
penggunaan obat yang ditulis dalam resep. Ketentuan penggunaan bahasa latin sebagai
bahasa baku dalam penulisan resep maka perlu diketahui dan difahami istilah-istilah yang
terkait dengan penulisan resep.
16
Selain hal tersebut di atas teknis yang perlu diperhatikan dalam menuliskan resep
adalah tulisan harus jelas terbaca untuk menghindari kekeliruan baca pihak apotik dan
berakibat keliru pemberian obat yang dapat berakibat fatal bagi pasien, menggunakan pena
yang standar dan tidak menggunakan pensil serta tidak boleh ada coretan. Nama obat
ditulis dalam bentuk nama kimia atau generik, untuk kepentingan pendidikan tidak
dianjurkan menggunakan nama paten atau nama dagang. Obat jadi baik yang berbentuk
tablet, kapsul, sirup, salep dll penulisan resepnya akan lebih mudah dibandingkan obat
racikan atau puyer karena membutuhkan sedikit perhitungan sehingga perlu ketelitian agar
tidak terjadi kekeliruan. Dalam hal ini pengetahuan tentang dosis obat perlu dikuasai baik itu
dosis terapi, dosis maksimal, dosis toksis baik pada anak maupun dewasa serta
pemberiannya apakah dalam bentuk dosis bagi atau dosis tunggal.
Blanko Resep
Nama dokter
Identitas Dokter Alamat
SP/SIP
Tilp/Hp
................., tgl....................
Obat
Superscriptio R/
Inscriptio/prescriptio Remidium cardinale ................................ 10 mg
(obat pokok)
Remidium adjuvan .................................. 2 mg
(obat tambahan)
Corrigens (vehiculum) ............................ qs
(mengubah rasa/bau/aroma obat,zat pembawa)
Subscriptio Mfla............................................................. No ......
(perintah pembuatan bentuk sediaan obat)
Signatura S ...................................................................................
(tandailah)
Paraf/tanda tangan
Nama :
Identitas Pasien Umur :
Alamat :
dr. A
Jalan Kenari 50 Yogyakarta
SP/SIP.01/DU/19xxx Telp./Hp.
0816xxx
17
Yagyakarta, 11 Oktober 2021
R/
Parasetamol 100 mg
SL qs
Nama pasien : by B
Umur : 11 bln Berat badan : 7
kg
Alamat : jl Gatutkaca No. 01 Yogyakarta
Format di atas adalah contoh untuk resep obat racikan (obat yang dosis dan jenis
komposisinya dikehendaki oleh dokter berdasarkan kondisi penyakit dan pasien/BB). Resep
untuk obat jadi tanpa perintah pembuatan bentuk sediaan obat dan setiap selesai penulisan
satu jenis obat dapat diberi signatura, tanda penutup dan paraf atau tanda tangan.
dr. A
Jalan Kenari 50 Yogyakarta
SP/SIP.01/DU/19xxx Telp/Hp. 0816xxx
Yagyakarta, 11 Oktober 2021
Nama pasien : Tn Y
Umur : 50 th
Alamat : jl Arimbi No. 10 Jkt
dr. A
Jalan Kenari 50 Yogyakarta
SP/SIP.01/DU/19xxx Telp/Hp. 0816xxx
18
Yagyakarta, tgl 1 Oktober
2021
R/ Kloramfenikol ed fl No. I
S 3 gtt II OD OS
Nama pasien : Tn Y
Umur : 50 th
Alamat : jl Belimbing No.10 Yogyakarta
19
Materi 3 Keterampilan Belajar Blok 21 (Pertemuan Online)
PENGGUNAAN KETERAMPILAN KONSELING INDIVIDU DENGAN
METODE CEA (KATARSIS-EDUKASI TINDAKAN / AKSI)
C. TEORI DASAR :
Kita sering menyangka bahwa apa yang membuat pasien datang untuk berkonsultasi
kepada dokter adalah penyakit yang mereka alami. Sudut pandang ini adalah salah kaprah,
walaupun sebenarnya ada pasien yang sebenarnya sakit, tetapi yang tidak berkonsultasi.
Salah satu keluh kesah yang paling sering dari para dokter adalah bahwa pasien tidak
berkonsultasi lebih awal sehingga cukup baginya untuk mencegah situasi/ keadaan yang
semakin buruk.
Jelas, keadaan tersebut tidak cukup bagi pasien yang merasa sakit untuk
berkonsultasi. Dia juga harus merasakan tingkat kecemasan yang cukup tentang penyakit
nya untuk pergi ke dokter. Hal ini memiliki implikasi penting dalam cara di mana kita
berurusan dengan pasien seperti ini. Kita bisa berasumsi bahwa untuk sebagian besar
pasien rawat jalan, mereka datang, bukan hanya dengan satu masalah tetapi dengan dua
masalah yaitu penyakit fisik (biologis), dan kecemasan yang dihasilkan dari penyakit fisik
(psikososial). Dan di antara keduanya, maka seringkali kecemasan daripada penyakit itu
sendiri yang telah mendorong berkonsultasi. Bahkan dalam arti sempit, semua illness
merupakan biopsikososial secara alami.
Mengingat semua ini, jika kita ingin benar-benar edukasi pasien dengan pendekatan
holistik dan biopsikososial, maka menjadi penting bagi kita untuk mengatasi penyakit
pasien bukan hanya penyakit fisik, tetapi juga dampak emosional dari penyakit itu. Sir
William Ossler dengan ringkas mengatakan bahwa "dokter yang baik kadang-kadang
mengobati, seringkali meringankan/ meredakan, tapi selalu memberikan
kenyamanan." Pasien mencari nasihat medis yang baik, tetapi mereka juga mencari
20
kenyamanan dalam pengentasan kecemasan yang akhirnya mendorong mereka untuk
konsultasi.
Sayangnya, metode konvensional edukasi pasien berfokus terutama pada
patofisiologi dan farmakologi dan terlalu sedikit pada dampak emosional. Ini bukan berarti
mengatakan bahwa patofisiologi dan farmakologi tidak penting bagi mereka. Dapat
dikatakan membahas patofisiologi dan farmakologi pasien tidak memberikan kenyamanan
kepada pasien, kita harus membuat nyaman pasien sebanyak mungkin. Jika tidak, pasien
pergi dengan perasaan tidak puas dengan berkonsultasi dan karenanya cenderung kurang
mematuhi pengobatan, atau untuk tidak datang kembali kepada kita untuk menindaklanjuti
pengobatan, atau bahkan tidak memikirkan kita waktu berikutnya ketika ia sakit. Lebih
mungkin dia akan tertarik ke dokter yang bisa membuatnya lebih nyaman dengan lebih baik.
Alasan praktis untuk menangani dampak emosional dari penyakit. Sangat sering,
pikiran kita merasakan kacau oleh emosi kita sendiri, dan ketika pasien penuh kecemasan,
mereka merasa sulit untuk mendengarkan upaya kita untuk mengedukasi mereka tentang
informasi dibalik penyakit mereka. Semakin besar kecemasan, semakin sedikit kesempatan
untuk mendengarkan penjelasan kita dalam pikiran pasien. Untuk itu lebih baik menangani
kecemasan dan mendapatkan jalan keluar terlebih dahulu, kemudian baru membahas
mengenai patofisiologi dan farmakologi ketika pasien lebih tenang dan siap untuk
mendengarkan.
Alasan ketiga untuk menangani yang berkaitan dengan emosi. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, yaitu emosi yang disebabkan oleh persepsi. Dengan
menggunakan keterampilan mendengarkan aktif, dokter mampu menangani kecemasan
yang berasal dari persepsi yang telah menyebabkan kecemasan. Sebagai dokter, jika
merasakan bahwa persepsi semacam itu adalah tidak sesuai dengan realita/kenyataan,
maka dokter bisa segera melakukan intervensi dengan memperbaiki kesalahan persepsi
tersebut dengan menenangkan kecemasan dan membuat nyaman pasien. Pasien mungkin
memiliki banyak kesalahan persepsi tentang penyakit mereka, tetapi hanya beberapa dari
persepsi tersebut yang menimbulkan kecemasan. Melalui keterampilan mendengarkan aktif,
dokter secara akurat dapat mengidentifikasi kesalahan persepsi yang paling menimbulkan
kecemasan - apa yang kita sebut sebagai ECMs atau Emotionally Critical Misperceptions
– dan selanjutnya baru berurusan dengan kesalahan persepsi yang lain, untuk
menghasilkan kenyamanan dalam waktu yang sesingkat mungkin - tentu sangat berguna
dalam konsultasi hanya dalam waktu 10 sampai 15 menit, karena pasien lain juga
menunggu untuk mendapatkan pengobatan.
21
CATHARSIS
Semua yang tersebut di atas adalah alasan mengapa dalam model "CEA", huruf "C"
singkatan dari catharsis / katarsis. Pada tahap awalnya pada metode ini kita memberikan
suatu kesempatan kepada pasien untuk menuangkan segala macam perasaannya baik
yang terlihat maupun yang tersembunyi baik berupa pemahaman pasien, rasa takut serta
kecemasan pasien. Yang terbaik pada langkah ini adalah dengan menggunakan
keterampilan mendengarkan aktif untuk membawa keluar emosi pasien yang biasanya
masih tersembunyi. Setelah semua perasaan telah diungkapkan, maka keterampilan
mendengarkan aktif dapat digunakan untuk mengidentifikasi ECMs di balik perasaan
tersebut. Pelepasan perasaan ini memungkinkan membuat pasien untuk berpikir lebih jernih
dan membuatnya lebih mudah menerima langkah berikutnya dalam model CEA, yaitu E
atau Education/Edukasi.
Catatan, bagaimanapun juga, bahwa mengedukasi pasien dalam model ini tidak
berarti seperti memberinya kuliah standar tentang penyakitnya. Kadang-kadang sangat
menarik untuk memberikan pasien penjelasan ilmiah panjang tentang penyakit dan
pengobatannya, yang akan lebih baik jika ada waktu, tetapi biasanya waktunya terbatas.
Oleh karena itu edukasi harus terlebih dahulu diarahkan menuju kesalahan persepsi yang
menyebabkan dampak emosional terbesar. Waktu terbatas, terutama jika ada lebih banyak
pasien menunggu di luar, dan berfokus pada ECMs yang memberikan "luapan terbesar
untuk uang Anda". Penjelasan lebih lengkap dapat diberikan nanti jika waktu
memungkinkan, atau dapat diberikan dalam kunjungan berikutnya. Hal ini tidak perlu dan
pada kenyataannya kontra-produktif-untuk membombardir pasien dengan informasi yang
bahkan mungkin ia tidak meminta. Minimal, apa yang diperlukan adalah untuk memberikan
data yang cukup sehingga kecemasan dapat dihilangkan sehingga pasien bersedia untuk
mematuhi pengobatan..
Agar dapat menjalankan katarsis, dokter dapat fokus pada empat langkah dasar,
dengan menggunakan keterampilan mendengarkan aktif untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dan untuk menuju pada pembicaraan tentang emosi/ perasaan:
1. Apa yang ada di pikiran Anda ketika Anda mulai merasakan gejala Anda?
2. Perasaan apa yang keluar saat pikiran-pikiran itu muncul di benak Anda?
3. Konsekuensi apa dari penyakit Anda yang membuat Anda merasa seperti ini?
Dalam kebanyakan kasus, jawaban atas pertanyaan ini adalah ECM yang akan
menjadi fokus untuk mengedukasi pasien nantinya.
4. Ringkaslah ECM dan emosi yang terkait dengan itu.
22
EDUKASI
Mudah-mudahan, pada titik ini, dua hal akan terjadi pada pasien. Pertama, ia akan
menyampaikan dan mengutarakan emosinya. Kedua, karena ia tidak lagi disibukkan dalam
usaha untuk menutup perasaannya, pasien sekarang memiliki cukup ruang dalam
pikirannya untuk dapat mendengarkan dokter yang akan menyampiakan informasi
mengenai penyakitnya. Ini adalah saat yang tepat untuk mengedukasi emosional-bukan
sebelumnya.
Setelah mengidentifikasi ECM, tugas dokter menggunakan metode CEA untuk
mengedukasi ECM terlebih dahulu sebelum menangani masalah lainnya. ECM adalah
persepsi yang menyebabkan gangguan emosi terbesar. ini adalah persepsi yang telah
menciptakan kekuatan emosional yang telah membawa pasien ke dokter. Karena itu patut
menjadi perhatian prioritas. Jika, misalnya, ketakutan pasien adalah bahwa ia akan mati
karena penyakitnya, tetapi kenyataannya adalah bahwa kematian adalah kemungkinan yang
jauh, maka pernyataan/ penjelasan langsung terhadap hal itu, diikuti oleh penjelasan
sederhana mengapa kematian tidak mungkin, akan memberikan bantuan emosional
terbesar dalam waktu singkat. Mengatasi ECM dengan segera berkomunikasi kepada
pasien bahwa dokter telah mendengarkan dia dan memahami keprihatinan itu, dan
"hubungan" emosional ini yang membawa ke dalam hubungan dokter-pasien bisa sangat
penuh makna.
Dalam menjelaskan aspek biologi penyakit, beberapa petunjuk yang berguna:
Pertama, dokter harus berbicara dalam bahasa klien - yang jelas tidak ditandai dengan
jargon/istilah ilmiah. Penjelasan harus sesederhana mungkin untuk pencapaian pemahaman
pasien. Sebagai aturan umum, istilah ilmiah harus dihindari, kecuali bagi yang pasien sudah
akrab dengan hal itu yang mutlak diperlukan untuk memahami penyakit.
Kedua, kekuatan analogi dalam menjelaskan konsep yang rumit tidak boleh dianggap
remeh. Misalnya, semua orang tahu bagaimana balon meledak saat diisi dengan udara
terlalu banyak. Menjelaskan hubungan antara hipertensi dan perdarahan intrakranial
menjadi lebih mudah dipahami bila menggunakan analogi balon. Sebagai dokter, kita semua
tahu bahwa patofisiologi ini jauh lebih rumit daripada hal itu, tapi untuk pasien, jika
penjelasan sederhana memotivasi dia untuk mematuhi pengobatannya, maka analogi akan
lebih baik dalam memfasilitasi tujuan.
Ketiga, saat ini adalah masa kedokteran berbasis bukti, dan juga semua intervensi kita
harus berbasis bukti, pasien kita umumnya tidak berbicara bahasa EBM. Bahkan pasien
yang terdidik kadang terpengaruh oleh cerita dan kesaksian pribadi dan banyak yang
sebenarnya tidak paham dalam usaha memahami prinsip pada peneltian RCT. Bahkan,
para pendukung obat herbal dan pengobatan alternatif mahal yang tidak rasional, dan belum
terbukti kebenarannya merupakan segmen "edukasi" dari kalangan masyarakat ini. Ini
23
adalah apa yang orang-orang di industri periklanan yang sejak waktu dahulu - bahwa
kecerdasan dan rasionalitas jarang berargumen- mengapa orang mau membeli produk atau
pengobatan itu. Dalam memotivasi pasien untuk mematuhi rencana pengobatan, penting
untuk memberikan bukti ilmiah, tetapi pada saat yang sama, dokter tidak perlu malu untuk
menggunakan cerita dan kesaksian. Misalnya, dia bisa memberitahu pasien kanker
payudara yang takut operasi tentang pasien yang lain yang juga menderita kanker payudara
yang selamat post-mastektomi/kemoterapi, dan kemudian mendorongnya untuk bertemu
dan berbicara dengan pasien ini untuk mendengar kesaksiannya. Pendekatan gabungan
seperti ini jauh lebih efektif.
Keempat, kita harus ingat bahwa persepsi yang menyebabkan kecemasan terbesar
mungkin hanya sedikit yang berkaitan dengan patofisiologi atau farmakologi. Saya ingat
seorang ibu yang membawa putranya yang berusia 3 tahun ke klinik dengan keluhan bahwa
anaknya memiliki berberat badan terlalu rendah dan memerlukan perangsang nafsu makan.
Pada saat dievaluasi, berat badan anak berada dalam ukuran normal, tetapi tidak ada
edukasi kesehatan yang bisa meredakan kecemasan ibu yang terus meminta perangsang
nafsu makan. Tapi ketika saya akhirnya mencoba untuk mendengarkan emosinya, saya
menemukan bahwa sebenarnya dia tidak merasa takut sesuatu yang akan terjadi pada
anaknya, melainkan takut bahwa mertuanya akan berpikir bahwa dia adalah ibu yang buruk
karena anaknya "underweight". Penyelidikan selanjutnya mengungkapkan bahwa anak-anak
di sisi keluarga suaminya itu, pada kenyataannya semua berbadan besar dan kuat,
kelebihan berat badan (overweight). Saya meyakinkannya bahwa pada kenyataannya dia
adalah seorang ibu yang baik, dan bahwa mertuanya adalah orang-orang yang lalai tentang
kesehatan anak-anak mereka. Hanya dengan jaminan ini adalah ia akhirnya bisa
mendengarkan semua penjelasan saya tentang berapa sebenarnya berat badan yang
"normal" untuk usia itu. Dalam situasi ini, faktor-faktor psikososial terkait dengan
patofisiologi jelas melebihi faktor biologis, dan perhatian yang cukup untuk faktor psikososial
muncul hanya sebagai akibat dari mendengarkan lebih sensitif terhadap perasaan (ECM)
dari ibu.
Akhirnya, sebuah katalah yang mampu menenangkan kecemasan: Sementara
pasien sangat cemas membutuhkan kenyamanan, tidak adanya kecemasan sama sekali
juga bukan suatu hal yang baik. Harus ada sedikit kecemasan bagi pasien untuk mematuhi
anjuranl pengobatan. Oleh karena itu tanggung jawab ada pada dokter untuk mengeliminasi
jumlah kecemasan ke tingkat di mana pasien tidak terlumpuhkan oleh ketakutan tapi
sementara pada saat yang sama memastikan bahwa ada kecemasan yang cukup untuk
memberikan energi pasien untuk mengambil langkah-langkah yang tepat terhadap
kesehatan. Kadang-kadang, mungkin perlu untuk meningkatkan kecemasan pasien,
terutama jika pasien cenderung untuk meminimalkan gejala dan tidak cukup termotivasi
24
untuk mematuhi pengobatan. Dalam kasus tersebut, penggunaan sistem keluarga mungkin
manuver yang bisa dilakukan, tapi itu adalah topik untuk panduan selanjutnya.
TINDAKAN / AKSI
Setelah mengedukasi pasien tentang penyakitnya, dokter sekarang harus
mengusulkan tindakan / aksi untuk meringankan pasien dari sakitnya. Sekali lagi, waktu
emosional yang tepat untuk menjelaskan pengobatan yang diusulkan adalah setelah ECM
telah ditangani - bukan sebelumnya. Jika tidak, pasien hanya akan terus kembali ke ECM
dan tidak ada gerakan maju yang dapat dicapai dalam menjelaskan pengobatan.
Dengan asumsi ini telah dilakukan, namun harus diingat bahwa pasien juga mungkin
memiliki ECMs tentang pengobatan, terutama ketika intervensi melibatkan operasi atau
ketika obat yang diberikan memiliki "reputasi" menimbulkan banyak efek samping. Sekali
lagi, keterampilan mendengarkan aktif dapat digunakan untuk mengidentifikasi ECMs
tersebut, sehingga ECMs dapat segera diatasi. Mendengarkan, mengungkapkan, dan
kemudian berurusan dengan ECMs segera mengirim pesan kepada pasien bahwa dokter
mendengarkan dan memahami keprihatinannya. Sekali lagi “koneksi” emosional dapat
terbukti sangat berharga dalam memotivasi pasien untuk mematuhi pengobatan.
Tak perlu dikatakan bahwa prinsip berbasis bukti harus digunakan dalam
merekomendasikan pengobatan. Namun, seperti yang dibahas sebelumnya, dokter juga
harus tahu kapan menggunakan analogi, cerita, dan kesaksian untuk memotivasi pasien
untuk meningkatkan kepatuhannya.
KESIMPULAN
Ringkasan : Semua pasien yang berkonsultasi memiliki dua masalah yang perlu
ditangani yaitu penyakit fisik dan kecemasan yang dirasakan pasien sebagai akibat dari
penyakitnya. Antara dua, itu adalah kecemasan yang biasanya mendorong secara kuat
pasien untuk berkonsultasi. Pendekatan holistic yaitu pendekatan biopsikososial untuk
edukasi mensyaratkan bahwa pasien harus mendapatkan informasi yang baik dan
mendapatkan kenyamananr. Mendengarkan secara aktif memungkinkan dokter untuk
sensitif mengidentifikasi persepsi emosional kritis/ECM pasien tentang penyakitnya. Dengan
memfokuskan upaya kita pada edukasi ECMs, kita dapat memberikan kenyamanan terbesar
dan pencerahan untuk pasien kita dengan waktu paling sedikit.
Pada pandangan pertama, menggunakan keterampilan mendengarkan aktif mungkin
tampak lebih memakan waktu, tapi pada akhirnya, terampil mendengarkan aktif benar-benar
menghemat waktu dan sangat berguna dalam upaya edukasi serta meningkatkan kedekatan
dokter-pasien. Ini hanya menggambarkan pepatah bahwa kadang-kadang, "Jalan berangkat
yang panjang adalah perjalanan pulang yang lebih pendek."
25
D. PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN SKILL LAB
KONSELING INDIVIDU:
METODE CEA (KATARSIS-EDUKASI-TINDAKAN / AKSI)
Role Play:
Lakukan role-play dalam melakukan konseling metode CEA dengan teman anda. Buatlah
pasangan 2 orang dan secara bergantian berperan sebagai:
Dokter yang akan meng-konseling pasien dengan penyakit kronik.
Pasien yang datang dengan penyakit kronik
Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai observer yang
mengevaluasi dokter konselor dengan menggunakan Check List Konseling Metode CEA
Selamat bekerja!
Penyakit Kesalahpahaman
Hipertensi Kontrol ke dokter hanya kalau ada keluhan
Konsumsi timun, seledri dan bawang putih dapat menurunkan tekanan
darah tanpa minum obat sama sekali
Makanan tanpa garam sama sekali dapat menurunkan tekanan darah dan
menggunakan MSG dipakai sebagai pengganti garam saat memasak
makanan
Tidak boleh banyak beraktifitas
Banyak beraktifitas untuk menurunkan tekanan darah
Hipertensi bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)
Diabetes Mengurangi asupan gula (minuman manis), tapi tetap makan karbohidrat
Mellitus lain dalam jumlah tetap/banyak
Mengurangi segala macam karbohidrat/ makanan agar gula darahnya
turun
Harus minum obat setiap hari, termasuk pada saat tidak makan
Takut tergantung dengan insulin, kalau sudah dengan insulin berarti
penyakitnya sudah parah
DM bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)
Kalau sakit DM kaki bisa diamputasi
Orang tua menderita DM anaknya pasti sakit DM juga (padahal DM
26
bersifat genetik multifaktorial, juga tergantung dari gaya hidup)
Orang penderita DM tidak boleh menikah dengan orang penderita DM
Asma Menyangkal diagnosis asma karena merasa orang tua sama sekali tidak
Bronkiale ada yang menderita asma, walaupun ada anggota keluarga alergi
makanan atau rhinitis alergika)
Pasien lupa / tidak mau menghindari zat allergen
Persepsi bahwa asma muncul hanya saat anak-anak, tidak bisa muncul
saat dewasa
27
CHECKLIST/PENILAIAN TEORI
28
CHECKLIST/PENILAIAN UJIAN
No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai
0 1 2
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung Rasa
1 Memberikan salam dan membuat pasien ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
merasa nyaman ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh kesahnya/ uneg-
unegnya....”
B. Catharsis Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit yang
dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya kesalahpahaman
pasien tentang keadaan sakitnya yang menyebabkan kecemasan
(emotionally critical misperception =ECM)
ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan kecemasan
atau yang menyebabkan tekanan emosi terbesar
Empat langkah dasar:
Pertanyaan (3) & Merangkum (1)
C. Edukasi Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi ECM
terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan lainnya tentang
penyakit yang diderita
D. Tindakan / aksi Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.
II. Komunikasi Non Verbal
Aspek-aspek komunikasi non-verbal Menjaga tatapan mata
Ekspresi wajah ramah, tersenyum
Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan ketrampilan mendengar
aktif
Aspek-aspek dari empati dan ketrampilan Refleksi isi
mendengar aktif Refleksi perasaan
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat
29
Blok 22.
Kedokteran
Pelayanan Kesehatan Primer
yang Berorientasi
pada Keluarga dan Komunitas
(Family and Community Oriented Primary
Care)
30
Materi 1 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)
Konseling Metode 5A dan 5R untuk
Perubahan Perilaku Berhenti Merokok
C. Teori Dasar
MENGUBAH PERILAKU KESEHATAN
Pendahuluan
Sebagai orang yang bekerja dalam profesi kesehatan, kita harus menemukan cara
yang paling efektif untuk memperluas manfaat dari kesehatan yang baik bagi semua orang.
Dengan demikian, kita bisa membantu klien yang paling rentan dan mendorong mereka
melakukan perilaku kesehatan yang bertanggung jawab dan mengadopsi gaya hidup yang
kondusif untuk kesehatan yang lebih baik.
Prochaska dan DiClemente (1983) mengembangkan “The Transtheoretical Model
(TTM)” yang merupakan suatu model biopsikososial bersifat integratif untuk
menggambarkan konsep dari suatu proses perubahan perilaku yang disengaja (intentional
behavior change). Perubahan menyiratkan fenomena yang terjadi seiring waktu. Secara
tradisional, perubahan perilaku sering ditafsirkan sebagai suatu peristiwa, seperti berhenti
merokok, berhenti minum minuman beralkohol, atau berhenti makan berlebihan. Dalam
konsep TTM, perubahan disebutkan sebagai proses yang terungkap seiring dengan
berjalannya waktu, melibatkan kemajuan melalui serangkaian tahapan, sehingga sering
disebut juga sebagai “Stages of Change”. Dalam konsep TTM ini terdapat lima tahap
perubahan perilaku, yaitu:
1. Precontemplation (not ready) (tidak siap, tidak berniat untuk melakukan perubahan
perilaku dalam enam bulan ke depan),
2. Contemplation (getting ready) (bersiap-siap, berniat untuk melakukan tindakan
perubahan perilaku dalam enam bulan ke depan),
31
3. Preparation (ready) (siap untuk melakukan tindakan perubahan perilaku dalam 30
hari ke depan, mulai melakukan langkah-langkah kecil),
4. Action (telah melakukan perubahan gaya hidup yang terang-terangan dalam enam
bulan terakhir),
5. Maintenance (melakukan perilaku yang baru selama lebih dari enam bulan)
„Model Tahapan Perubahan (Stages of Change Model)‟ ini sangat berguna ketika
merancang intervensi promosi kesehatan untuk target populasi tertentu. Ini memaksa
praktisi untuk menggunakan strategi yang paling efektif untuk memunculkan dan
mempertahankan perubahan perilaku tergantung pada tahap perubahan orang yang terlibat.
Menurut Prochaska, mayoritas promosi kesehatan atau program pencegahan penyakit
dirancang untuk orang-orang minoritas yang berada dalam tahap tindakan (action). Dia
memperkirakan bahwa di antara orang-orang yang perokok pada tahun 1985, hampir 70%
tidak siap untuk mengambil tindakan. Hasil survei tahapan perubahan di tahun 1986
menunjukkan sebagai berikut: (1) tahap-pre-kontemplasi 35%; (2) tahap kontemplasi 34%;
(3a) tahap bersiap untuk tindakan 15%; (3b) tahap mengambil tindakan 12%; dan (4) tahap
pemeliharaan 4%.
32
3. Persiapan (preparation)
Perokok berencana untuk berhenti merokok dalam waktu satu bulan ke depan.
Strategi: Mengajarkan keterampilan khusus untuk berhenti merokok; membantu perokok
membuat dan melaksanakan rencana tindakan spesifik dan menetapkan target yang
realistis.
4. Tindakan (action)
Perokok sudah berhenti merokok dalam enam bulan terakhir.
Strategi: Memberikan pengalaman belajar berbasis masalah dan berorientasi pada
tindakan; memberikan dukungan sosial dan umpan balik untuk upaya dan mekanisme
koping (cara mengatasi) yang spesifik.
5. Pemeliharaan (maintenance)
Perokok telah berhenti merokok lebih dari enam bulan.
Strategi: Berlanjut memberikan dukungan sosial dan penguatan lanjutan; membantu
melakukan problem-solving, mengajarkan keterampilan pencegahan kekambuhan
berulang, dan menangani masalah kekambuhan secara positif.
6. Penghentian (termination)
Ini didefinisikan sebagai keadaan stabil di mana tidak ada godaan untuk merokok di
semua situasi dan keyakinan maksimum pada kemampuan seseorang untuk melawan
kambuh di semua situasi.
33
dokter harus menggunakan intervensi singkat yang dirancang untuk mempromosikan
motivasi untuk berhenti.
Model 5A’s
The 5As (Ask, Advise, Assess, Assist, Arrange) (Fiore et al, 2008) summarize all the
activities that a primary care provider can do to help a tobacco user within 3−5 minutes in a
primary care setting. This model can guide you through the right process to talk to patients
who are ready to quit about tobacco use and deliver advice. Please find below action and
strategies for implementing each of the 5As (Table 2) (WHO, 2014).
Model 5R’s
The 5 R’s - relevance, risks, rewards, roadblocks, and repetition – are the content areas that
should be addressed in a motivational counseling intervention to help those who are not
ready to quit…
If your patient doesn’t want to be a non-tobacco user (doesn’t think that quitting is
important), please focus more time on “Risks” and “Rewards”. If your patient wants to be a
non- tobacco user but doesn’t think he or she can quit successfully (doesn’t feel confident in
their ability to quit), please focus more time on the “Roadblocks”. If patients remain not ready
to quit, end positively with an invitation to them to come back to you if they change their
minds. Table 3 summarizes some useful strategies to deliver a brief motivational intervention
in primary care (WHO, 2014).
34
35
36
37
D. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Skills Lab
38
Pasifik Barat (120.000, 4%), dan 81% dari kematian kardiovaskular yang disebabkan
merokok pada individu antara 30 dan 69 tahun di negara berkembang. Jumlah kematian
kardiovaskular yang terkait dengan merokok di kalangan laki-laki lebih tinggi daripada di
antara wanita, dengan catatan untuk 78% pria dari semua kardiovaskular yang disebabkan
merokok di negara berkembang.
Kecenderungan menunjukkan bahwa kebiasaan merokok telah meningkat di banyak negara
berkembang selama beberapa dekade terakhir, seperti populasi yang memiliki risiko
kardiovaskular lain seperti kelebihan berat badan dan obesitas. Karena efek dari merokok
pada penyakit kardiovaskular muncul lebih cepat dari penyakit lain yang dipengaruhi oleh
merokok (misalnya, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik), ini berarti peningkatan yang
diharapkan dalam mortalitas kardiovaskular di negara berkembang. Pada saat yang sama,
karena manfaat kesehatan dari berhenti merokok terjadi lebih cepat untuk kardiovaskular
dibandingkan penyakit lain, kebijakan yang mencegah dan mengurangi merokok akan
memiliki manfaat langsung dan besar untuk mengurangi mortalitas kardiovaskular.
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh QTI, 77% dari dokter Indonesia tidak secara rutin
menanyakan pasien tentang merokok.Studi penelitian menunjukkan bahwa jika dokter
memiliki pengingat untuk bertanya tentang merokok, misalnya status merokok adalah
bagian dari tanda-tanda vital, dokter tiga kali lebih mungkin untuk menyarankan pasien
untuk berhenti. Saran sederhana dari seorang dokter telah terbukti untuk meningkatkan
tingkat pantang/ menentang yang signifikan (sebesar 30%) dibandingkan dengan tidak ada
saran (Fiore, et al. 2000).
Ada beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika kita menanyakan riwayat
merokok pasien, yaitu (1) meminta/ menanyakan status merokok untuk semua pasien
(termasuk perempuan, dan remaja); (2) jika pasien tidak merokok, mereka harus ditanya
apakah mereka pernah merokok (karena bahkan setelah berhenti, seorang perokok dapat
mulai lagi); (3) pertanyaan harus disampaikan dengan cara yang baik dan tidak interogatif;
(4) menggali sejarah merokok pasien seberapa banyak mereka merokok rokok setiap hari,
apakah mereka menggunakan bentuk-bentuk lain tembakau); dan (5) membuat catatan
pada status merokok pasien dalam rekam medis (mungkin anda dapat menempatkan status
merokok pasien pada kartu pasien).
Role play
Kasus ini dapat digunakan dalam bermain peran (role play). Salah seorang mahasiswa
bertindak sebagai dokter, dan lainnya bertindak sebagai pasien.Lakukan komunikasi
sederhana yang terintegrasi dengan pasien, dan ingat untuk bertanya tentang status
merokok pasien.
39
Ilustrasi Kasus
Pak TR, berusia 58 tahun, yang mengalami serangan jantung 2 minggu yang lalu, dan baru
saja keluar dari rumah sakit selama seminggu, datang ke praktik dokter ahli jantung untuk
kontrol. Pak TR belum dapat sepenuhnya berhenti merokok dan tidak bisa berbuat banyak
untuk menekan keinginannya untuk merokok. Dia pernah merokok setidaknya satu pak
sehari sebelum serangan jantung, sekarang dia sudah membuat upaya untuk mengurangi
jumlah rokok yang dihisap sampai hanya setengah bungkus sehari, tapi tetap saja ia tak
bisa berhenti sepenuhnya. Dokter menjelaskan bahaya tembakau, efeknya terhadap kondisi
kesehatan pasien, mengenai riwayat serangan jantung sebelumnya, dan risiko lebih tinggi
terkena serangan lain jika kebiasaan merokok diteruskan.
1. Data eksperimental dan klinis terbaru yang mendukung hipotesis bahwa paparan asap
rokok meningkatkan stres oksidatif sebagai mekanisme potensial untuk memulai
disfungsi kardiovaskular. (1)
2. Merokok meningkatkan peradangan, trombosis, dan oksidasi low-density lipoprotein
kolesterol. (1)
3. Sampai dengan 30% dari beberapa korban jiwa kardiovaskular dapat dikaitkan dengan
merokok. (2)
4. Penyakit jantung iskemik (ischemic heart disease = IHD): sebanyak 54% dari kematian
akibat kardiovaskular terkait dengan merokok. (4)
5. Di Pasifik Barat dan daerah Asia Tenggara, IHD disebabkan merokok berkisar 13-33%
pada laki-laki dan dari <% 1 -28 pada wanita. (2)
6. Ada hubungan dosis-respons yang jelas antara jumlah rokok yang dihisap per hari dan
CHD (chronic heart disease). (3)
7. Perokok saat ini memiliki risiko 1,60 kali lebih mungkin untuk memiliki PJK dibandingkan
dengan yang bukan perokok. (3)
8. Berhenti merokok memberikan manfaat yang nyata, yang ditunjukkan dengan rasio
bahaya untuk mantan perokok adalah 0,71 untuk CHD dibandingkan dengan perokok.
(3)
9. Pada tahun 2000, sebuah diperkirakan 1,62 juta kematian kardiovaskular di dunia, 11%
dari total kematian kardiovaskular global yang disebabkan oleh merokok:
- 670 000 kematian kardiovaskular terjadi disebabkan merokok di negara berkembang
dan 960 000 di daerah industri. (4)
- 1,17 juta kematian di antara laki-laki dan 450 000 di antara perempuan. (4)
10. Lebih dari 1 dalam setiap 10 kematian kardiovaskular di dunia pada tahun 2000 yang
disebabkan oleh merokok menunjukkan bahwa penting untuk mencegah kematian
kardiovaskular yang disebabkan oleh merokok sebagai penyebab utama. (4)
40
Referensi:
1. Ambrose JA, Barua RS. The pathophysiology of cigarette smoking and cardiovascular
disease: an update. J Am Coll Cardiol 2004;43:1731-7.
2. Martiniuk AL, Lee CM, Lam TH, Huxley R, Suh I, Jamrozik K, et al. The frtindakan / aksi
of ischaemic heart disease and stroke attributable to smoking in the WHO Western
Pacific and South-East Asian regions. Tob Control 2006;15:181-8.
3. Asia Pacific Cohort Studies Collaboration. Smoking, quitting, and the risk of
cardiovascular disease among women and men in the Asia-Pacific region. Int J
Epidemiol 2005;34:1036-45.
4. Ezzati M, Henley SJ, Thun MJ, Lopez AD. Role of smoking in global and regional
cardiovascular mortality. Circulation 2005;112:489-97.
E. Penilaian
41
4. Jika pasien merokok, tanyakan “Berapa jumlah rokok yang Anda hisap?’
sejak kapan merokok, berapa “Berapa pada awal anda mulai merokok?”;
banyak rokok yang dia “Setiap harinya dalam 1 minggu/1
konsumsi per hari, jenis rokok bulan/3bulan terakhir berapa batang?”
yang dihisap “Rokok jenis apa yang Anda hisap?”;
“Harganya?”
5. Tanyakan apakah sudah ada “Apakah ada gangguan kesehatan yang
gangguan kesehatan yang dirasakan akibat merokok?”
muncul terkait dengan kebiasan
merokok
C. Advice (Memberikan nasihat)
Membujuk semua perokok Mendesak setiap perokok untuk berhenti
bahwa mereka perlu berhenti merokok dengan cara yang jelas, kuat dan
merokok personal (a clear, strong and personalized
manner)
6. Menggali pemahaman perokok: “Apakah Anda tahu tentang dampak negatif
tanyakan apakah perokok tahu merokok bagi Anda? Bagi orang di
tentang dampak negatif sekitarnya?
merokok bagi pasien dan “Apa sajakah dampak negatif tersebut..?”
orang-orang di sekitarnya
7. Jelaskan tentang dampak Menjelaskan berbagai dampak negatif
negatif merokok dalam aspek merokok bagi perokok aktif:
kesehatan, ekonomi, sosial dan 1. Aspek kesehatan
agama 2. Aspek ekonomi
3. Aspek sosial
4. Aspek agama
Menjelaskan dampak negatif merokok bagi
perokok aktif terutama dalam aspek
kesehatan:
1. Secondhand smoke
2. Thirdhand smoke
8. Sampaikan kepada perokok Mendesak setiap perokok untuk berhenti
tentang perlunya berhenti merokok dengan cara yang jelas, kuat dan
merokok (terkait dengan personal (contoh ada dalam dasar teori)
berbagai dampak negatif Menjelaskan berbagai manfaat yang akan
merokok) dan berbagai manfaat diperoleh jika berhenti merokok:
yang akan diperoleh jika 1. Aspek kesehatan
berhenti merokok 2. Aspek ekonomi
3. Aspek sosial
4. Aspek agama
D. Assess (Menilai)
Menilai kesiapan perokok Memberikan 2 pertanyaan utama terkait
untuk melakukan upaya „pentingnya‟ dan „kepercayaan diri‟ untuk
berhenti merokok berhenti merokok (A & B)
9. Tanyakan apakah perokok ingin “Apakah saat ini Anda ingin berhenti
berhenti merokok. merokok?”(A)
Jika YA, tanyakan apa “Apa motivasi/ alasan utama Anda untuk
motivasinya berhenti merokok?”
10. Tanyakan apakah perokok “Apakah (menurut Anda), Anda memiliki
memiliki kesempatan untuk kesempatan untuk berhasil berhenti
berhasil berhenti merokok merokok?” (B)
11. Tanyakan tentang upaya “Apakah Anda pernah melakukan upaya
berhenti merokok sebelumnya; berhenti merokok dalam 1 tahun terakhir ini?”
serta faktor-faktor yang ”Bila YA, berapa lama Anda mampu berhenti?
mendukung dan menghambat (…..minggu; ….bulan);
perokok untuk berhenti ”Apa yang menjadi alasan Anda berhenti
merokok (perlu dicermati untuk pada saat itu?”
digunakan dalam langkah “Apa hal-hal yang mendukung Anda berhenti
Assist) merokok?”
42
“Apa hal-hal yang menghambat Anda berhenti
merokok?”
“Apa tantangan Anda berhenti merokok?”
E. Assisst (Membantu)
Bantu perokok dengan Bantu perokok membuat rencana berhenti
rencana berhenti merokok merokok
Berikan konseling praktis
Berikan dukungan sosial dalam perawatan
Berikan materi pelengkap (pamflet, brosur,
poster, dll), termasuk informasi tentang hot
lines for quit smoking dan sumber rujukan
lainnya
Jika diperlukan, rekomendasikan penggunaan
obat-obat (nicotine replacemet therapy= NRT)
yang telah disyahkan oleh pihak berwenang
12 Membantu perokok Diskusikan tentang gejala-gejala yang dihadapi
mendiskusikan materi berhenti pada saat perokok mencoba berhenti merokok
merokok (withdrawal syndrome)
Diskusikan tentang faktor pemicu untuk
merokok lagi (misal: faktor sosial dan
lingkungan di sekitar); dan strategi untuk
mengatasi hambatan tersebut
Diskusikan tentang dukungan sosial yang ada
(identifikasi siapa yang dapat membantu
perokok selama proses berhenti merokok)
F Arrange to Follow Up (Mengatur rencana tindak lanjut)
Agendakan pertemuan Agendakan pertemuan lanjutan dengan
lanjutan atau rujukan ke interaksi secara langsung atau via telepon/
spesialis terkait sms/ whatsapps
Jika diperlukan, rujuk perokok ke spesialis
terkait
13. Agendakan pertemuan lanjutan WHEN:
berdasarkan kondisi pasien Pertemuan lanjutan ke1 = dalam minggu 1
Pertemuan lanjutan ke2 = dalam 1 bulan
setelah tanggal berhenti
HOW:
Gunakan metode praktis seperti telepon,
kunjungan pribadi dan surat/ email untuk
melakukan tindak lanjut. Menindaklanjuti
dengan pasien dianjurkan dilakukan melalui
kerja tim jika memungkinkan. •
WHAT
Untuk semua pasien:
1. Identifikasi masalah yang sudah dihadapi
dan antisipasi tantangan.
2. Ingatkan pasien bahwa tersedia dukungan
sosial extra-treatment
3. Menilai penggunaan dan masalah
pengobatan.
4. Jadwalkan follow up selanjutnya.
Bagi pasien yang sudah tidak merokok:
* Ucapkan selamat atas kesuksesan mereka.
Bagi pasien yang mengkonsumi rokok
lagi:
1. Ingatkan mereka untuk melihat „kambuh‟
sebagai pengalaman belajar
2. Meninjau ulang keadaan dan mendapatkan
komitmen.
43
3. Hubungkan perokok ke perawatan yang
lebih intensif jika tersedia
II. Komunikasi Non-Verbal
Aspek-aspek komunikasi non-
Artikulasi suara jelas
14. verbal
Intonasi tepat
Menjaga tatapan mata
Ekspresi wajah ramah & tersenyum
Postur tubuh terbuka, gerakan tangan & kaki
sesuai
Menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
Penampilan bersih & rapi
III. Empati & Ketrampilan Mendengar Aktif
15. Aspek-aspek dari empati dan Menunjukkan empati
ketrampilan mendengar aktif Refleksi isi
Refleksi perasaan
Refleksi pengalaman
Keterangan: 0= tidak dilakukan 1= dilakukan tapi tidak tepat
2= dilakukan ecara tepat 3= dilakukan secara tepat & sempurna
44
Materi 2 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)
C. TEORI DASAR
Salah satu prinsip utama dari spesialisasi kedokteran keluarga adalah bahwa
perawatan pasien idealnya terjadi dalam konteks keluarga. Pendekatan berorientasi
keluarga akan sangat berharga dalam pengelolaan penyakit kronis seperti hipertensi dan
diabetes. Ada sebuah badan mengumpulkan penelitian yang menunjukkan bahwa intervensi
keluarga lebih efektif daripada pendekatan individu. Namun kita tahu sangat sedikit tentang
bagaimana untuk memasukkan intervensi keluarga dalam praktek keluarga yang sibuk.
Penggunaan waktu oleh dokter adalah wilayah studi yang hampir tidak terlihat. Hal ini tidak
memerlukan waktu yang panjang tapi sangat penting.
45
Tahap Satu : Penekanan minimal pada keluarga
Tahap Dua : Memberikan informasi medis dan saran
Tahap Tiga : Memunculkan perasaan dan memberikan dukungan emosional
Tahap Empat : Penilaian keluarga dan konseling keluarga
Tahap Lima : Terapi keluarga.
Tahap satu menganggap bahwa keluarga yang diperlukan hanya untuk alasan
medis atau hukum. Tahap kedua adalah terutama terfokus pada biomedis. Hal ini dicapai
ketika dokter mengkomunikasikan informasi medis yang tepat dan saran kepada anggota
keluarga dan menggali informasi dari anggota keluarga. Komunikasi yang efektif,
bagaimanapun, bukanlah terfokus pada pertemuan keluarga saja. Tahap ketiga
menggabungkan antara perasaan anggota keluarga dan kekhawatiran yang berkaitan
dengan kondisi pasien dan pengaruh kondisi pasien pada keluarga. Tahap keempat
memerlukan pemahaman teori sistem keluarga dan pemahaman keterampilan untuk
menggunakan intervensi singkat dengan keluarga untuk meningkatkan peran dan fungsi
keluarga. Tahap kelima memerlukan pelatihan khusus dan pengawasan yang berkaitan
dengan disfungsi keluarga.
Untuk tujuan kita, pengetahuan dan penggunaan keterampilan mendengarkan aktif
dalam pertemuan-pertemuan keluarga membantu kita untuk memberikan informasi medis
dan saran, selain itu juga membantu kita merespon kebutuhan emosional pasien dan
anggota keluarga (tahap 3).
46
b. kepatuhan masalah
c. kontrol yang sedikit terhadap penyakit kronis
d. pemanfaatan layanan kesehatan dengan baik oleh individu atau keluarga
e. somatisasi
f. kecemasan atau depresi
g. penyalahgunaan zat
h. masalah orangtua-anak
i. perkawinan dan kesulitan seksual
FAMILY COUNSELING
Kami akan menentukan intervensi keluarga sebagai intervensi yang mencakup
setidaknya dua anggota keluarga, biasanya pasien dan satu anggota keluarga. Intervensi
yang kami maksud adalah konseling psiko-edukasi atau konseling keluarga.
Kami mendasarkan pendekatan berorientasi keluarga kami pada model psiko-
edukasial yang umumnya berfokus pada membantu keluarga untuk mengatasi penyakit atau
gangguan dengan lebih efektif. Ini mengasumsikan bahwa keluarga adalah kesehatan dan
melakukan yang terbaik untuk mengatasi penyakit.
Dua elemen kunci dari pendekatan adalah dukungan edukasi dan psikologis.
Edukasi melibatkan penyediaan pedoman khusus untuk manajemen penyakit dan bantuan
dengan kemampuan memecahkan masalah. Dukungan psikologis melibatkan empati
47
memberikan, kesempatan untuk berbagi perasaan, dan penilaian tentang bagaimana
keluarga adalah mengatasi, termasuk memperluas jaringan sosial keluarga
48
Contoh pertanyaan yang ditujukan kepada pasien dan anggota keluarga:
a. Apa yang Anda sebut tentang penyakit / cacat anda?
b. Apa yang Anda mengerti tentang penyakit tersebut?
c. Apa yang Anda pikir yang telah menyebabkan penyakit tersebut?
3. Gali / refleksikan perasaan
Hal ini penting untuk menunjukkan empati terutama pada poin ini dan mencerminkan
perasaan yang ditampilkan atau diungkapkan dengan kata oleh pasien
Contoh pertanyaan:
Pasien:
a. Apa yang Anda rasakan dari penyakit Anda?
b. Apa yang tidak bisa lagi Anda lakukan?
c. Bagaimana perasaan Anda tentang penyakit Anda?
d. Bagaimana reaksi/ tindakan keluarga Anda terhadap Anda karena sakit Anda?
e. Bagaimana perasaan Anda tentang mereka retindakan / Aksi?
Anggota Keluarga:
a. Bagaimana penyakitnya mempengaruhi Anda?
b. Bagaimana perasaan Anda tentang / penyakitnya?
49
Arahkan pada masalah-masalah pasien (Treatment/ Tindakan / aksi)
Ini termasuk :
1. Berbagi temuan dengan pasien dan keluarga
2. Libatkan pasien dan keluarga dalam rencana pengelolaan yang sesuai
3. Selanjutnya membahas pengobatan untuk memperbaiki mispersepsi yang tersisa
Contoh pertanyaan:
Pasien dan anggota keluarga:
a. Menurut Anda jenis pengobatan apa yang paling bermanfaat?
b. Hasil penting yang Anda harapkan dari perawatan ini?
Pasien:
a. Hal apa yang mungkin membuat Anda sulit untuk menyembuhkan?
b. Apa yang Anda inginkan dokter lakukan untuk Anda?
Menetapkan Tujuan
Ini termasuk:
1. Ringkaskan diskusi
2. Penjelasan rasa saling membutuhkan
Contoh pertanyaan:
Pasien: Apa yang ingin keluarga Anda lakukan untuk Anda?
Keluarga: Apa yang ingin dia lakukan untuk Anda?
3. Kontrak ulang untuk memenuhi kebutuhan masing-masing
Akankah masing-masing dari anda menyatakan bahwa Anda bersedia untuk
menanggapi kebutuhan satu sama lain?
4. Mengatur rencana perawatan untuk memasukkan tugas pasien dan anggota
keluarga dalam kaitannya dengan kontrak perilaku yang telah ditetapkan di atas
KESIMPULAN
Dasar-dasar filosofis dari praktek keluarga memerlukan dokter keluarga untuk
memiliki pendekatan yang berorientasi keluarga untuk perawatan kesehatan. Ada berbagai
tahap keterlibatan dokter dengan keluarga. Tahap satu sampai empat mengharuskan
mengadakan pertemuan keluarga dan penggunaan keterampilan mendengarkan aktif.
50
Intervensi konseling keluarga tertentu yang dapat digunakan selama pertemuan ini disebut
psiko-edukasi keluarga dan dapat dilakukan selama ada minimal dua anggota keluarga
yang hadir. Ada langkah-langkah yang pasti: katarsis (persepsi dan perasaan), Edukasi
(melalui koreksi kesalahan persepsi emosional kritis), dan TINDAKAN / AKSI (melalui
kontrak perilaku dengan keluarga mengenai perawatan pasien dan keterlibatan keluarga di
dalamnya). Keterampilan mendengarkan secara aktif diterapkan di seluruh tahapan model
untuk memperbaiki kesalahan persepsi dan memberikan dukungan emosional kepada
seluruh anggota keluarga tanpa mengorbankan netralitas.
KONSELING KELUARGA:
METODE CEA (CATHARSIS-EDUKASI-TINDAKAN / AKSI)
Role Play:
Lakukan role-play dalam melakukan konseling metode CEA dengan teman anda. Buatlah
kelompok 3 orang dan secara bergantian berperan sebagai:
Dokter yang akan meng-konseling pasien dengan penyakit kronik beserta seorang
anggota keluarganya.
Pasien yang datang dengan penyakit kronik yang didampingi seorang anggota
keluarganya
Anggota keuarga pasien yang mendampingi pasien berobat ke dokter
Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai observer yang
mengevaluasi dokter konselor dengan menggunakan Check List Konseling Metode CEA
Selamat bekerja!
Penyakit Kesalahpahaman
Hipertensi Kontrol ke dokter hanya kalau ada keluhan
Konsumsi timun, seledri dan bawang putih dapat menurunkan tekanan
darah tanpa minum obat sama sekali
51
Makanan tanpa garam sama sekali dapat menurunkan tekanan darah dan
menggunakan MSG dipakai sebagai pengganti garam saat memasak
makanan
Tidak boleh banyak beraktifitas
Banyak beraktifitas untuk menurunkan tekanan darah
Hipertensi bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)
Diabetes Mengurangi asupan gula (minuman manis), tapi tetap makan karbohidrat
Mellitus lain dalam jumlah tetap/banyak
Mengurangi segala macam karbohidrat/ makanan agar gula darahnya
turun
Harus minum obat setiap hari, termasuk pada saat tidak makan
Takut tergantung dengan insulin, kalau sudah dengan insulin berarti
penyakitnya sudah parah
DM bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)
Kalau sakit DM kaki bisa diamputasi
Orang tua menderita DM anaknya pasti sakit DM juga (padahal DM
bersifat genetik multifaktorial, juga tergantung dari gaya hidup)
Orang penderita DM tidak boleh menikah dengan orang penderita DM
TBC Sakit parah, bisa mati
Malu dijauhi tetangga, menganggap TBC adalah penyakit hina/
penyakitnya orang miskin
Begitu pasien merasa sudah baik tidak meneruskan pengobatan sampai
selesai
Setelah dinyatakan sembuh, pasien berpikir tidak akan kambuh lagi
(padahal dia harus menjaga kondisi tubuhnya tetap sehat)
Pengobatan TBC selama 6 bulan sudah dianggap otomatis selesai
(padahal harus dievaluasi)
Pasien TBC takut dianggap selalu menularkan penyakitnya ke orang lain
walaupun dia sudah melewati pengobatan 2 minggu pertama
Cara penularan dianggap hanya melalui batuk di depan orang lain, tetapi
pasien tetap meludah disembarang tempat
PKTB Flek ditularkan antar anak yang bermain bersama
Anak yang tidak doyan makan dianggap menderita flek
Penyebab dari flek berbeda dengan penyebab penyakit TBC
Orang tua anak tidak merasa perlu mencari sumber penularan dan
melakukan pencegahan
Asma Menyangkal diagnosis asma karena merasa orang tua sama sekali tidak
Bronkiale ada yang menderita asma, walaupun ada anggota keluarga alergi
makanan atau rhinitis alergika)
Pasien lupa / tidak mau menghindari zat allergen
Persepsi bahwa asma muncul hanya saat anak-anak, tidak bisa muncul
saat dewasa
Epilepsi Takut dijauhi orang lain karena dianggap penyakit menular
Merupakan penyakit turunan (padahal sebagaian besar 52enture52 pada
anak adalah idiopatik)
52
CHECKLIST/PENILAIAN TEORI
53
plan) sampai batas yang tepat
Diskusikan pengobatan lebih lanjut untuk
mengkoreksi kesalahpahaman yang masih
ada.
13. Contoh pertanyaan kepada pasien (P) & anggota keluarga (K):
Jenis terapi apa yang menurut Anda paling membantu?
Hasil penting apa yang Anda harapkan dari terapi ini?
14. Contoh pertanyaan kepada pasien (P):
Apa yang membuat penyembuhan sulit untuk Anda?
Apa yangAnda inginkan yang dilakukan dokter (Anda) untuk
Anda?
E. Goal Setting Menentukan tujuan & tindakan yang akan dilakukan
20. Perception checking : Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang penting dari
penyakit & pengelolaannya
Tanyakan tentang hal-hal yang penting yang sudah dipelajari atau
tanyakan jika ada pertanyaan dari pasien
21 Feeling checking : Klarifikasi perasaan pasien & keluarga terhadap keadaan sakitnya
22. Membuat janji untuk pertemuan berikutnya jika
diperlukan
II. Non-komunikasi verbal
23. Aspek-aspek komunikasi non-verbal Menjaga tatapan mata
Ekspresi wajah ramah, tersenyum
Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
Penampilan bersih & rapi
III. Empati & Ketrampilan
Mendengarkan Aktif
24. Aspek-aspek dari empati dan ketrampilan Refleksi isi
mendengar aktif Refleksi perasaan
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat
54
CHECKLIST/PENILAIAN UJIAN
Mendengarkan Aktif
Aspek-aspek dari empati dan ketrampilan Refleksi isi
mendengar aktif Refleksi perasaan
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat
55
Materi 3 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)
Pembuatan media Promosi Kesehatan
C. Teori Dasar
TYPES OF MATERIALS
1. Leaflet, Handout, and Printed Material
Purpose and Advantages:
a. Easy to read, cheap, and flexible
b. Re-readable and easily reprintable
c. Containing detailed information
d. Available for discussion between instructor and audience
Disadvantages:
a. Mass-oriented, neglecting individual aspects
b. Merely intended to disseminate information/raise awareness
c. Short-lived, ending up in the trash when no longer required for use or
study
Solution: Materials should be pretested with the target audience, have eye-catching
and attractive designs, and emphasize illustrations/pictures rather than words.
56
2. Posters/Display
Purpose and Advantages of Posters:
a. Used to raise awareness, trust, as well as to change attitude and behaviors
b. Used to disseminate information and direct people to further sources
c. Possibly produced inexpensively at home
d. Attractive and long-lasting
Disadvantages of Posters:
a. High-quality posters require high cost as well as high level of expertise.
b. Posters are intended for a limited audience.
c. Posters are easily damaged and neglected.
Solution:
a. Use robust and durable materials by overlaying a transparent plastic sheet.
b. Conduct a pretest with the target audience
c. Use charts, pictures, or photos and avoid wordy sentences.
57
5. Pretest aiming at acquiring feedbacks
6. Evaluation
58
5. Setelah click aplikasi tersebut, makan akan muncul start up screen Microsoft Office
Publisher 2007 dengan beberapa pilihan paket desain. Untuk membuat poster
sederhana maka kita click pada Blank Page Size.
6. Anda akan dibawa ke halaman untuk memilih ukuran kertas yang anda inginkan.
Karena ini adalah praktikum, maka mari kita pilih ukuran A4 (Potrait) 21 x 29,7
cmlalu click tombol create.
59
7. Anda akan dibawa ke halaman kosong dengan beberapa tools yang dapat dipilih
pada sisi pojok kiri dan toobar pada bagian ataswindows Publisher untuk membantu
anda dalam merancang poster yang anda inginkan.
8. Pelajari tool maupun toolbar yang tersedia dan mulailah merancang poster promosi
kesehatan (promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif) yang anda inginkan
semenarik mungkin. Jangan lupakan prinsip-prinsip dalam mendesain poster
promosi kesehatan sehingga informasi yang kita kehendaki dapat diterima secara
optimal oleh populasi masyarakat yang kita inginkan.
60
9. Simpan pekerjaan kita dengan clicktoolbarmenu Format Save As dan kemudian
isi baris File name dengan nama atau judul poster dengan akhiran .pub, lalu kita
simpan dengan menekan tombol Save.
7. Anda akan masuk ke windows Publisher dengan template leaflet yang telah anda
pilih. Pada tampilan ini juga tersedia beberapa tools dan toolbar untuk membantu
anda mulai mendesain leaflet anda. Mulailah dengan menghapus isi template dan
mempersiapkan materi yang ingin disampaikan melalui leaflet.
61
Sebelum memulai mendesain leaflet, pertama-tama anda harus mengerti bagaimana
tampilan leaflet anda setelah dilipat. Coba perhatikan gambar di bawah ini:
Halaman 1 pada leaflet adalah halaman yang ketika dilipat akan berada di luar
terbagi menjadi tiga kolom yaitu (dari kiri ke kanan) kolom panel belakang, kolom
rangkuman/ author/ institusi, dan kolom sampul. Sedangkan halaman 2 pada leaflet
adalah halaman isi yang terbagi menjadi 3 kolom yang dapat didesain untuk 3 topik
berbeda maupun 1 topik yang sama. Jika sudah paham, sekarang coba buat leaflet
kalian masing-masing.
Berikut adalah contoh leaflet yang sudah jadi:
62
8. Simpan pekerjaan kita dengan clicktoolbarmenu Format Save As dan kemudian isi
baris File name dengan nama atau judul poster dengan akhiran .pub, lalu kita simpan
dengan menekan tombol Save.
63
3. Software dalam computer untuk membantu membuat poster/leafleat. Bentuk
software bebas sesuai dengan keinginan/kemampuan mahasiswa, misalnya
Microsoft word document, Microsoft publisher, Corel dll
4. Peralatan listrik
Tugas mahasiswa:
1. Mahasiswa harus sudah membawa materi dalam bentuk softcopy sesuai dengan
tema yang telah ditetapkan (setiap mahasiswa satu tema), Apakah tidak dilakukan
maka mahasiswa akan inhal skill lab.
2. Mahasiswa menyiapkan komputer/Laptop/notebook dll
3. Dengan bantuan software, mahasiswa membuat poster/ leaflet. Cara penyusunan
kalimat, isi materi, tata letak dan disain dapat didiskusikan dan difasilitasi oleh
asisten ataupun kelompok
4. Sumber materi atau foto harus dicantumkan dalam leaflet/poster tersebut (bila tidak
membuat / memotret sendiri).
5. Nama mahasiswa tidak dicantumkan dalam cetak leafleat / poster.
E. Penilaian
Assessment of Community Health Education (Teaching Material Development)
Topic :
Name /student number :
No DESCRIPTION 0 1 2 3
1. The language used is easily understood
2. The shape is interesting (colour, image, shape, etc)
3. The writing is readable
4. It is neatly written
5. The theme is clear
6. CONTENT
7. The contents are reflected from the theme and title
8. The contents ofimportantpapers
9. Writinginterestingcontent
10. Contentwritingcan beunderstoodandunderstandable
11. Imagesin accordancewith thecontentwriting
TOTAL
64
Nilai = TOTAL SKOR x 100% =
36
II.
65
Materi 4 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)
Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Dalam Rangka Promosi Kesehatan
(Penyuluhan) di Tingkat Individu, Keluarga dan Masyarakat
C. Teori Dasar
EDUKASI
Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat adalah
dengan metode promosi atau pendidikan (edukasi) kesehatan. Edukasi kesehatan tidak
terlepas dari kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok dan individu sehingga dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang
lebih baik.Inti dari kegiatan edukasi/penyuluhan adalah untuk memberdayakan orang,
kelompok atau masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak
berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang
lebih bermanfaat bagi yang bersangkutan
Ada beberapa metode edukasi kesehatan yaitu metode perorangan, metode kelompok, dan
metode massa. Metode perorangan meliputi bimbingan penyuluhan/edukasi, wawancara,
konseling .Metode kelompok meliputi: kelompok besar (ceramah dan seminar) dan
kelompok kecil (diskusi kelompok, curah pendapat, konseling kelompok, simulasi).
Sedangkan metode massa meliputi: ceramah umum, berbincang-bincang, simulasi, tulisan
di majalah, koran, dan pemasangan billboard.
Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan tersebut, dapat dipilih cara atau metode
komunikasi dan alat bantu yang digunakan dengan ketentuan:Sesuai dengan keadaan
sasaran, cukup dalam kuantitas dan kualitas, tepat mengenai sasaran dan tepat pada
waktunya, amanat harus mudah diterima dan dimengerti, murah biayanya. Sedangkan
metoda komunikasi penyuluhan dapat dilakukan secara perorangan, kelompok atau massa.
Karakteristik adalah suatu sifat yang harus dimiliki oleh penyuluh dalam melaksanakan
tugas, tanggung jawab, hak dan wewengannya. Ada beberapa karakteristik yang harus
dimiliki oleh seorang penyuluh diantaranya yaitu:
1. Sehat mental dan fisik
2. Stabil dalam tingka laku dan tindakan
3. Percaya pada diri sendiri
4. Efektif , integritas, mandiri dan mempunyai kemampuan intelektul yang tinggi
5. Kreatif, pandai mengatasi permasalahan, terampil dam berhubungan dengan
masyarakat, dan bisa menerima kritik dari orang lain
6. Menghormati orang lain, pandai memberikan pengetahuan kepada orang lain, pandai
melakukan teknik dan prinsip perubahan, matang secara psikologis
7. Melaksanakan dan memenuhi kode etik educator dan memiliki kompetensi yang sesuai
66
D. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Skill Lab
1. Mahasiswa harus menyiapkan dan menampilkan poster dan lieflet hasil dari kegiatan
skill lab sebelumnya (pembuatan media promosi).
2. Mahasiswa mempraktekkan komunikasi ke komunitas (rekan sekelompok dn instruktur)
menggunakan media promosi yang telah disisapkan.
3. Diskusi bersama kelompok dengan difasilitasi oleh instruktur tentang isi media promosi
dan cara penyampaian komunikasi komunitas yang dilakukan.
4. Pelaksanaan kegiatan sesuai jadwal pelaksanaa skill lab.
5. Apabila tidak dilakukan maka mahasiswa akan dinggap inhal skill lab.
E. Penilaian
Assessement of Communication Skill Activity
Community Health Education (Coaching)
Topic :
Date : Hour :
Name /student number :
No DESCRIPTION 0 1 2 3
OPENING
2. Opening sentences :
- Interesting and introductory materials
WHILST PRESENTATION,
MATERIALS
3. Content is understandable
INTERACTION
5. Verbal language:
Articulation/pronunciation
Closing
8 Chek or clarification
10 Thanking
TOTAL
COMMENTS AND SUGGESTIONS :
67
0 = tidak dilakukan 2 = dilakukan dengan cukup baik
1 = dilakukan tetapi tidak cukup baik 3= dilakukan dengan sempurna
Notes: tick √on the appropriate space
68
Blok 23.
Kedaruratan dan Forensik
Daftar ketrampilan Hal
Tatalaksana sumbatan jalan nafas ................................................................. 70
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjut (BHL) ...……………. 75
Visum et Repertum ...……………………………………………………………… 110
69
Materi 1 Keterampilan Belajar Blok 23 (Offline)
PENATALAKSANAAN SUMBATAN BENDA ASING PADA JALAN NAPAS
A. PENGERTIAN
Penatalaksanaan membebaskan sumbatan benda asing pada jalan nafas
B. INDIKASI
1. Pada korban tersedak
2. Pasien/korban yang mengalami henti nafas akibat sumbatan benda asing pada jalan nafas
jalan nafas
C. TUJUAN
1. Mampu mengenali kejadian adanya sumbatan benda asing pada jalan nafas
dengan cepat
2. Melakukan inisiasi pertolongan pertama pada korban tersedak
3. Melakukan tata laksana sesuai algoritme sumbatan benda asing pada jalan nafas
D. PERSIAPAN ALAT
1. Maneukin RJP (full body, head chest)
2. Manekin bayi
3. Bag valve mask dewasa, anak
4. Set Intubasi (laryngoscope, ETT, mayo)
5. Sudip lidah (tongue spatel)
6. Sepasang sarung tangan
7. Senter
8. Automated External Defibrilator (AED)
9. Plester
10. Tissue
11. Wrapping plastic
E. PROSEDUR PELAKSANAAN
Tidak semua masalah jalan napas disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang, jalan
napas juga dapat tersumbat oleh benda asing. Meskipun kejadiannya jarang, tetapi sumbatan
jalan napas dapat menyebabkan kematian pada korban. Sumbatan jalan napas bisa terjadi secara
parsial atau komplit. Sehingga gejala yang ditimbulkan dapat bervariasi akibat obstruksi
ringan dan obstruksi berat seperti yang terlihat pada tabel 1. Sumbatan jalan nafas total
ditandai dengan mendadak tidak bisa berbicara, batuk dan bernafas. Berontak sambil
memegangi leher, sianosis, dan mendadak tidak sadar.
70
Tabel 1: Perbedaan antara sumbatan benda asing pada jalan napas ringan dan berat
Tanda lain Tidak dapat berbicara, batuk Tidak dapat berbicara, napas
dan bernapas wheezing, tidak dapat
membatukkan, penurunan
kesadaran
Back Blow
Pada bayi, posisikan bayi tengkurap dengan ditahan lengan bawah kita, ibu jari dan
telunjuk memegang rahang bawah bayi. Untuk anak > 1 tahun, rahang tidak perlu ditopang.
71
Pada dewasa bisa sambil duduk atau posisi membungkuk dan diberi tepukan pada daerah
median antar tulang belikat.
72
Gambar 4: Abdominal thrust dewasa (sumber gambar: Colquhoun et al, 2004)
Chest Thrust
Anak/ Bayi terlentang, posisi kepala lebih dibawah, lakukan hentakan di dada
(sternum) bagian bawah. Dapat digunakan pada orang hamil atau obese.
73
CHECKLIST PENATALAKSANAAN SUMBATAN BENDA ASING
PADA JALAN NAFAS
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Kenali tanda-tanda korban dewasa yang tiba-tiba tersedak
2 Nilai derajat berat ringannya sumbatan jalan napas, tentukan apakah terjadi
sumbatan jalan napas berat (batuk tidak efektif) atau obstruksi ringan (batuk efektif)
3 Jika terjadi obstruksi berat, korban tidak sadar dan dijumpai tanda-tanda henti
jantung lakukan RJP. Aktifkan sistem emergency
4 Jika pasien masih sadar lakukan 5 kali back blows dan dilanjutkan 5 kali
abdominal thrust jika tidak berhasil.
5 Jika terjadi obstruksi ringan, minta pasien untuk membatukkan secara kuat,
secara kontinyu dilakukan pemeriksaan untuk menilai keefektifan batuk
korban, apakah makin memburuk menjadi obstruksi berat atau membaik.
6 Evaluasi ulang apakah korban sudah terbebas dari sumbatan benda asing
7 Jika korban tidak sadar namun ada nafas dan nadi teraba setelah terbebas
dari benda asing pada jalan nafas posisikan korban pada posisi pulih.
TOTAL 14
Referensi:
American Heart Association (2010), Adult Basic Life Support: Guidellines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovasculare care ,
Circulation, 122; 685- 705
American Heart Association (2015), Guidellines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovasculare care
European Resuscitation Council (ERC), (2010), Guidelines for
Resuscitation, Resuscitation, 81, 1219–1276
European Resuscitation Council (ERC), (2005), Guidelines for Resuscitation
Colquhoun, M.C., Handley, A.J., Evans, T.R. (2004), ABC of Rescucitation, fifth
edition, BMJ Publishing Group, London.
74
Materi 2 Keterampilan Belajar Blok 23 (Offline)
Bantuan Hidup Dasar (BHD) – Bantuan Hidup Lanjut (BHL)
Gambar 1:Chain of Survival (langkah-langkah rantai keselamatan, pengenalan secara dini tanda-tanda kegawatan merupakan
komponen dasar/pertama dari ranta keselamatan pasien.
Kejadian kegawatan medis termasuk henti jantung dapat terjadi kapan saja dan di
mana saja, tidak terbatas kepada pasien, tetapi dapat terjadi pada keluarga pasien, bahkan
karyawan rumah sakit. Kebijakan rumah sakit dalam penanganan korban dengan henti
jantung tidak terbatas hanya pada respon terhadap korban dengan henti jantung tetapi juga
meliputi strategi pencegahan yang melibatkan seluruh komponen rumah sakit.
Sistem pengenalan dini penurunan kondisi pasien (early warning system) adalah
komponen pertama dari rantai keselamatan (“Chain of survival). Sistem pencegahan ini
penting mengingat banyaknya kegagalan rumah sakit dalam mengenali secara dini gejala
dan penurunan kondisi pasien, atau bereaksi lambat untuk mencegah kejadian henti jantung.
Sebagian besar kasus kardiorespirasi arrest yang terjadi di rumah sakit secara umum
didahului dengan periode penurunan kondisi klinis yang harus secara dini dikenali.
American Heart Association/European Resuscitation Council tahun 2015
mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki sistem respon yang optimal terhadap
penurunan kondisi (pasien kritis) untuk mencegah terjadinya henti jantung baik pada area
perawatan maupun non perawatan. Kementrian kesehatan RI dalam petunjuk akreditasi rumah
sakit juga memberi amanat bahwa pelayanan resusitasi harus seragam di rumah sakit dan
75
diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai. Diperlukan suatu sistem atau strategi
terhadap penurunan kondisi pasien di rumah sakit, resusitasi secara optimal dan memastikan
bahwa tindakan bantuan hidup dasar dan lanjut dilakukan secara efektif terhadap pasien dengan
kegawatan medis termasuk kejadian henti jantung. Sistem ini melibatkan sumber daya manusia
yang terlatih, peralatan dan obat- obatan yang lengkap dengan standar operasional prosedur
yang baku, yang disebut dengan Code Blue System. Aktivasi code blue system yang ideal harus
mampu memfasilitasi resusitasi pada pasien dengan kegawatan medis dan kondisi henti jantung
dengan respon yang adekuat. Meliputi response time, standar tim resusitasi, standar peralatan, dan
standar perawatan paska resusitasi.
Early Warning Score (EWS) adalah suatu alat yang dikembangkan untuk
memprediksi penurunan kondisi pasien yang secara rutin didapatkan dari pemeriksaan tekanan
darah nadi, kesadaran, sistem pernapasan dan lain-lain. Dengan pengenalan secara dini kondisi
yang mengancam jiwa diharapkan dapat dilakukan respon yang sesuai termasuk melakukan
assessment ulang secara detail, meningkatkan monitoring pasien, melapor ke kepala
perawat atau dokter jaga, melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien atau jika
diperlukan aktivasi Medical emergency team/code blue team apabila memenuhi kriteria
pemanggilan. Diharapkan dengan sistem ini kegawatan secara dini dapat dikenali, dan dapat
dilakukan resusitasi segera serta perawatan pasien sesuai dengan level kegawatannya, apakah
dapat dilakukan perawatan lanjutan di bangsal atau harus dilakukan perawatan di HCU atau
ICU.
Secara umum Early warning dan Code blue system rumah sakit akan
meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam mengenali tanda kegawatan dan aktivasi
sistem emergency, mempercepat Response time, meningkatkan kualitas resusitasi dan
penatalaksanaan paska resusitasi, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas pasien kritis di rumah sakit.
Gambar 2:Code Blue System yang ideal adalah yang mengakomodasi panggilan kegawatan medis dan henti napas/Jantung.
76
B. Komponen tim resusitasi dalam code blue system
Secara prinsip terdapat 3 komponen petugas yang berperan utama pada resusitasi
pasien dengan kegawatan di rumah sakit, terdiri dari:
1. Petugas Non medis terlatih: merupakan petugas non medis dengan keterampilan
bantuan hidup dasar dan aktivasi sistem code blue
2. Tim medis Primer: merupakan petugas medis dengan kemampuan bantuan hidup
dasar dan lanjut (merupakan personel/tim medis yang pertama kali menjumpai
melakukan resusitasi pada korban kritis/henti napas atau henti jantung)
3. Tim medis sekunder (Tim medis reaksi cepat): merupakan petugas medis dengan
komponen dokter dan perawat dengan kemampuan dalam assessment pasien kritis dan
bantuan lanjut termasuk advance airway-breathing management dan didukung dengan
peralatan yang lebih lengkap (termasuk peralatan jalan napas definitif), obat-obatan
emergency termasuk penggunaan defibrillator.
Tim medis reaksi cepat (tim sekunder) melakukan intervensi secara dini pasien-pasien
yang mengalami penurunan kondisi dengan tujuan untuk mencegah kejadian henti jantung di
rumah sakit. Rata-rata publikasi penelitian tentang MET atau rapid response system
dilaporkan telah menurunkan 17-65% angka kejadian henti jantung di rumah sakit setelah
intervensi. Keuntungan lain yang telah didokumentasikan meliputi:
Penurunan angka transfer emergency yang tidak direncanakan ke ICU
Penurunan ICU dan total lama perawatan di rumah sakit
Penurunan angka mortalitas dan morbiditas post operatif di rumah sakit
Meningkatkan angka harapan hidup paska henti jantung di rumah sakit
Agar code blue system dapat berjalan optimal maka petugas kesehatan harus
mampu mengidentifikasi pasien dengan kejadian henti jantung yang telah diprediksi
dikarenakan kondisi terminal sehingga aktivasi code blue menjadi tidak sesuai. Rumah sakit
harus mempunyai kebijakan mengenai DNAR (do not resuscitation), berdasarkan kebijakan
nasional, yang harus dipahami oleh semua petugas kesehatan rumah sakit
Implementasi dari code blue system memerlukan edukasi yang berkelanjutan, evaluasi
data, review dan feedback. Pengembangan dan pemeliharaan sistem ini memerlukan perubahan
kultur jangka panjang dan komitmen finansial dari rumah sakit untuk mewujudkan kultur
patient safety dengan tujuan utama untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
77
Gambar 3: Poster Aktivasi Code Blue System
78
maksimal 5 menit , eskalasi perawatan dan terapi, dan tingkatkan frekuensi
monitoring, minimal setiap 1 jam (pindahkan ke area yang sesuai/area dengan fasilitas bed
side monitor (HCU)).
jika tidak, langkah selanjutnya...
1. Apakah skor > 7 (resiko tinggi), jika ya, maka respon selanjutnya adalah lakukan
resusitasi dan monitoring secara kontinyu, aktivasi tim medis reaksi cepat (telepon 114
), jika waktu telah memungkinkan panggil dokter jaga bangsal dan konsultasikan ke
dokter penanggung jawab pasien (DPJP)
jika tidak, langkah selanjutnya..
1. Apakah pasien mengalami henti jantung (nadi karotis tidak teraba), jika ya lakukan RJP
(Resusitasi Jantung dan Paru) dengan high quality, ambil troli emergency termasuk
defibrilator. Panggil/aktivasi henti jantung ke nomor telepon 114 . Penerima telepon (tim
medis reaksi cepat/TMRC) akan menganalisis informasi dan mengaktifkan tim henti
jantung terdekat untuk menuju lokasi (response time maksimal 5 menit). Tim medis
reaksi cepat segera menuju lokasi kejadian henti jantung.
2. Manajemen paska resusitasi, tentukan Level of care pasien (LOC), transport ke area
yang sesuai
Pasien dengan LOC (0) yaitu pasien dengan kondisi stabil dilakukan perawatan di
bangsal umum.
Pasien dengan LOC (1) yaitu pasien dengan potensial penurunan kondisi tetapi
masih cukup stabil dilakukan perawatan di bangsal umum dengan pengawasan
khusus dari tim spesialis.
Pasien dengan LOC (2) pasien yang memerlukan observasi ketat dan intervensi
termasuk support untuk single organ dilakukan perawatan di HCU (High Care Unit)
Pasien dengan LOC (3) yaitu pasien dengan support pernapasan lanjut atau
support pernapasan dasar dengan sekurang-kurangnya support 2 organ sistem
lainnya dilakukan perawatan di bangsal perawatan intensif.
Pasien dengan problem stadium terminal/DNR (do not resuscitate) dilakukan
perawatan lanjutan di ruang paliatif.
Keterangan: Penentuan resiko pasien dan aktivasi/assessment termasuk pemanggilan tim
medis reaksi cepat termasuk kegawatan lain yang tidak tercantum dalam parameter
fisiologis di atas (misal low urine output, chest pain, obstruksi jalan napas yang mengancam
jiwa, kejang dll), dan keputusan klinis dilakukan oleh tim yang melakukan assessment pasien.
79
Contoh: Alur Early Warning dan Code Blue System (Pasien Dewasa)
80
D. ALUR AKTIVASI TIM MEDIS REAKSI CEPAT (tim Sekunder)
OPSI 1: Aktivasi Kegawatan Medis
Apabila terjadi kondisi dengan kegawatan medis, maka langkah-langkah yang harus dilakukan
sebagai berikut:
1. Petugas primer menjumpai skor EWS > 7 atau salah satu kriteria blue skor, panggil bantuan
petugas lain, lakukan resusitasi, buka jalan napas, berikan oksigen, pasang/pastikan iv
line lancar.
2. Minta petugas lain untuk mengaktifkan code blue 114 (dengan kegawatan medis) dan
mengambil troli emergency terdekat.
3. Telepon diterima oleh anggota Tim Medis Reaksi Cepat (Tim sekunder), dilakukan analisis
terhadap informasi yang masuk (kondisi pasien, lokasi dll).
4. Koordinasi dan instruksi resusitasi oleh tim sekunder ke tim primer
5. Tim medis reaksi cepat segera datang (response maksimal 10 menit)
6. Dilakukan resusitasi secara optimal oleh Tim Medis Reaksi Cepat dan petugas primer
7. Paska resusitasi pasien ditentukan level perawatannya (Level of Care) dan dilakukan
transport jika telah memenuhi kelayakan transport baik kondisi pasien, peralatan dan
obat-obatan dan kesiapan area yang akan dituju.
8. Mengisi lembar rekam medik resusitasi code blue secara lengkap
9. Informasikan/konsultasikan ke DPJP
81
7. Mengisi lembar rekam medik resusitasi code blue secara lengkap
Informasikan/konsultasikan ke DPJP
82
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2015 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care in :
Circulation 2015
Banerjee, Hargreaves, 2007, A Resuscitation Room Guide, 1 st edition,
Oxford university Press
DeVita, MA, M.D. Hillman, K, M, Bellomo, R, 2006, Medical Emergency
Teams Implementation and Outcome Measurement Springer Science+Business
Media, Inc
European Resuscitation Council (ERC), (2015), Guidelines for
Resuscitation:Executive summary, Resuscitation pp. 1-80
Graves, J. (2007). Code blue manual, Royal Brisbane & Womens Hospital
Service District, Quensland
Intensive Care Society, (2009), Levels of Critical Care for Adult Patients:
Standard and guideline
ICSI (Institut for Clinical System Improvement) 2011, Health care protocol:
Rapid Response Team, Fourth edition.
Intensive Care Society, (2009), Levels of Critical Care for Adult Patients:
Standard and guideline
National Early Warning Score (NEWS), 2012 Standardising the assessment of
acute- illness severity in the NHS, Royal College of Physicians, London
Psirides, A, Pedersen A, 2015, Proposal for A National New Zealand Early
Warning Score & Vital Sign Chart, Wellington Regional Hospital
83
II. BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA
A. PENGERTIAN
Bantuan hidup dasar adalah upaya memberikan bantuan hidup secara mekanis
untuk mengembalikan sirkulasi jantung dan paru ke sirkulasi spontan
B. INDIKASI
1. Pasien/korban tidak sadar yang tidak respon dengan rangsangan suara, taktil dan nyeri
2. Pasien/korban yang mengalami henti jantung mendadak
C. TUJUAN
1. Mengenali kejadian henti jantung dan henti napas secara cepat
2. Melakukan inisiasi resusitasi jantung paru
3. Melakukan pijat jantung dan bantuan napas buatan
4. Melakukan tindakan posisi pulih
D. PERSIAPAN ALAT
1. Maneukin RJP (full body, head chest)
2. Bag valve mask
3. Larygeal Mask Airway
4. Set Intubasi (laryngoscope, ETT, mayo)
5. Monitor LCD (Laptop)
6. Sudip lidah (tongue spatel)
7. Sepasang sarung tangan
8. Senter
9. Automated External Defibrilator (AED)
10. Plester
11. Jelly
12. Stetoskop
13. Tissue
14. Wrapping plastic
E. PROSEDUR PELAKSANAAN
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) merupakan aspek dasar dari tindakan
penyelamatan sehubungan dengan kejadian henti jantung. Aspek yang penting dari BLS
termasuk strategi pencegahan, pengenalan yang cepat dari kejadian henti jantung (cardiac
arrest) mendadak, aktivasi dari sistem respon emergency, tindakan dini Cardiopulmonary
rescucitation (CPR)/ resusitasi jantung paru (RJP) dengan perhatian pada kompresi dada,
tindakan secara dini defibrilasi.
84
Tindakan bantuan hidup lanjut (advance life Support) yang efektif dan
penatalaksanaan post cardiac arrest secara terpadu. Serangkaian tindakan di atas disebut
sebagai rantai keselamatan “chain of survival”.
Tujuan bantuan hidup dasar adalah untuk memberikan bantuan sirkulasi sistemik,
ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali
sirkulasi sistemik secara spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap
untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup lanjut atau sampai pasien dinyatakan meninggal.
Kompresi dada merupakan komponen yang sangat penting pada RJP dikarenakan perfusi
selama RJP sangat tergantung dari tindakan ini. Pelaksanaan bantuan hidup dasar dengan segera
dan efektif, dapat meningkatkan keberhasilan resusitasi serta mengurangi gangguan neurologis
yang terjadi
85
penolong lain dapat melakukan bantuan pernapasan dengan bag mask, dan mengaktifkan
defibrillator.
Bantuan hidup dasar pasien dewasa terdiri langkah-langkah seperti di bawah ini:
86
dengan look, listen and feel karena langkah pelaksanaan yang tidak konsisten dan
menghabiskan terlalu banyak waktu.
Gambar 3: Memastikan respon korban dan secara bersamaan memastikan korban bernapas atau tidak, atau bernapas tidak normal
(gasping)
87
Gambar 4. Mengaktifkan sistem emergency (code blue) rumah sakit
88
J. MULAI SIKLUS 30 KOMPRESI DADA DAN 2 BANTUAN NAPAS
Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk mengalirkan darah dan oksigen
selama RJP. Kompresi dada terdiri dari aplikasi tekanan secara ritmik pada bagian setengah
bawah dari sternum. Tindakan kompresi dada ini akan menyebabkan aliran darah akibat
naiknya tekanan intrathorak dan kompresi secara langsung pada jantung. Meskipun
mengalirkan darah dalam jumlah yang sedikit tetapi hal ini sangat penting untuk menghantarkan
oksigen ke otot jantung dan otak, dan meningkatkan keberhasilan tindakan defibrilasi.
Mayoritas kejadian henti jantung pada penderita dewasa dengan angka keberhasilan
hidup tertinggi adalah pasien henti jantung disaksikan (witnessed arrest) dengan irama awal
ventricular fibrillation (VF) atau pulseless ventricular tachycardia (VT). Pada pasien ini,
elemen awal yang paling penting adalah kompresi dada dan segera dilakukannya defibrilasi.
Rekomendasi sebelumnya dari AHA 2005 dengan sekuensial A-B-C (Airway-Breathing-
Circulation), pemberian kompresi dada sering terlambat saat penolong berusaha membuka jalan
napas, memberikan bantuan napas dari mulut ke mulut, atau mencari peralatan bantuan
pernapasan. Rekomendasi yang terbaru sejak th 2010 AHA mengubah sekuen A-B- C menjadi C-A-
B, sehingga diharapkan kompresi dada dan defibrilasi dapat segera diberikan.
89
Gambar 7: Posisi saat melakukan kompresi dada, posisi penolong harus vertikal di atas dada pasien
(Sumber: ERC 2010)
Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada (High Quality
CPR) :
1) Tekan cepat (push fast): Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang
mencukupi (minimal 100 kali/menit tetapi tidak lebih dari 120x/menit)
2) Tekan kuat (push hard): Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan
kedalaman minimal 2 inchi (5 cm) tetapi tidak lebih dari 2,4 inchi (6 cm)
3) Berikan kesempatan untuk dada mengembangkan kembali secara sempurna setelah
setiap kompresi (full chest recoil).
4) seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi maupun durasi
terhadap
kompresi dada yang dilakukan
5) Perbandingan kompresi dada dan ventilasi 30: 2 direkomendasikan. (AHA 2015)
90
Berikan bantuan pernapasan
Tujuan primer pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Setelah 30 kompresi dada , Untuk
penolong awam, buka jalan napas korban dengan maneuver head tilt - chin lift baik pada
korban trauma atau non trauma. Untuk petugas medis, Jika terdapat bukti adanya trauma atau
kemungkinan cedera spinal, gunakan jaw thrust tanpa mengekstensikan kepala saat membuka
jalan napas.
Buka jalan napas dengan head tilt dan chin lift, tekan bagian lunak dari hidung
agar menutup dengan indek dan ibu jari penolong. Buka mulut pasien sambil mempertahankan
chin lift. Ambil napas secara normal, dan letakkan mulut penolong pada mulut korban, dan
pastikan kerapatan antara mulut korban dengan mulut penolong.
Berikan bantuan napas pada mulut pasien sambil melihat pengembangan dada,
pertahankan posisi head tilt dan chin lift, jauhkan mulut penolong dari korban dan lihat dada
korban mengempis saat udara keluar dari korban. Ambil napas kembali secara normal, dan berikan
pernapasan bantuan sekali lagi sehingga tercapai pemberian napas bantuan sebanyak 2 kali.
91
Gambar 7: Algoritme bantuan hidup dasar untuk petugas medis (AHA 2015)
92
Gambar 10: pemberian bantuan napas dari mulut ke mulut
Untuk mengurangi resiko regurgitasi dan aspirasi, penekanan pada kartilago cricoid
(Cricoid pressure) dapat dipertimbangan untuk tenaga medis terlatih dengan jumlah petugas
yang mencukupi, hindari tindakan cricoid pressure yang berlebih yang dapat menyebabkan
obstruksi trachea.
Kedua bantuan pernapasan diharuskan tidak boleh lebih dari 5 detik. Langkah
selanjutnya kembali tangan penolong ke dada korban dan lakukan kompresi dada lanjutan sebanyak
30 kali. Lanjutkan kompresi dada dan pernapasan bantuan dengan rasio 30:2.
Jika awal pemberian napas bantuan tidak menyebabkan pengembangan dinding
dada seperti pada kondisi normal pernapasan. Sebelum melakukan langkah selanjutnya: Lihat
pada mulut korban, dan bersihkan apabila dijumpai adanya sumbatan. Cek kembali
adekuatnya posisi kepala (chin lift dan head tilt). Jika terdapat lebih dari 1 penolong,
penolong yang lain harus bergantian melakukan RJP setiap 2 menit untuk mencegah
kelelahan. Pastikan interupsi dari kompresi dada minimal selama pergantian penolong. Teknik
tersebut di atas berlaku untuk teknik pemberian bantuan pernapasan yang lain, seperti
penggunaan masker ventilasi, dan penggunaan bag valve mask baik 1 penolong maupun 2
penolong dengan atau tanpa suplemen oksigen.
Gambar 11: Pemberian bantuan napas dari masker ventilasi ke mulut korban (Sumber: ERC 2005)
93
Kompresi dada saja tanpa bantuan pernapasan (Chest-compression-only CPR)
digunakan pada situasi: jika penolong tidak terlatih, atau penolong tidak yakin untuk
memberikan bantuan pernapasan. Kompresi dada dilakukan secara kontinyu dengan
kecepatan sekurang-kurangnya 100 kali/menit (tetapi tidak lebih dari 120 kali/menit).
Jangan melakukan interupsi resusitasi sampai: penolong profesional datang dan mengambil
alih RJP, atau korban mulai sadar: bergerak, membuka mata dan bernapas normal, atau
penolong kelelahan.
Gambar 12: Teknik pemberian bantuan ventilasi dengan bag valve mask. Jika memungkinkandan tersedia berikan suplementasi
oksigen100%.
Jika petugas medis/penolong terlatif tersedia, maka teknik pemberian ventilasi dengan
bag mask dengan 2 personel lebih efektif dibandingkan 1 personel. Teknik ventilasi dengan 2
personel diperlukan untuk dapat memberikan ventilasi yang efektif terutama pada korban
dengan obstruksi jalan napas atau compliance paru yang buruk, atau adanya kesulitan
dalam menjaga kerapatan mask dengan muka korban. Dikarenakan teknik dengan 2
personel lebih efektif, harus menjadi perhatian untuk menghindari pemberian volume tidal yang
terlalu besar yang menyebabkan terjadinya ventilasi yang berlebihan.
Selama RJP jika memungkinkan dan tersedia berikan suplemen oksigen saat
memberikan bantuan ventilasi. Studi pada binatang dan data teori menduga adanya efek
yang tidak diinginkan dari pemberian 100% oksgigen. Tetapi perbandingan variasi
konsentrasi O2 selama resusitasi baru dilakukan pada periode bayi baru lahir. Sampai adanya
informasi baru yang tersedia, sangat beralasan untuk petugas medis memberikan oksigen
100 % selama resusitasi. Saat sirkulasi kembali normal, lakukan monitoring saturasi oksigen
sistemik. Sangat beralasan untuk menyediakan peralatan yang sesuai untuk melakukan titrasi
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94% dengan mengatur FiO2 seminimal
mungkin.
94
K. PENGGUNAAN AUTOMATED EXTERNAL DEFIBRILLATOR (AED)
Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan tujuan untuk mendepolarisasikan sel-
sel jantung dan menghilangkan Ventrikel Fibrilasi/Ventrikel takikardia tanpa nadi. Terapi listrik
otomatis (AED) adalah alat yang aman dan efektif apabila digunakan untuk penolong awam dan
petugas medis, dan memungkinkan defibrilasi dilakukan lebih dini sebelum tim bantuan hidup
lanjut datang. Menunda resusitasi dan pemakaian defibrilasi akan menurunkan harapan
hidup. Penolong harus melakukan RJP secara kontinyu dan meminimalkan interupsi kompresi dada
pada saat mengaplikasikan AED dan selama penggunaannya.
Penolong harus konsentrasi untuk mengikuti perintah suara segera setelah alat
diterima, terutama untuk melakukan RJP segera mungkin setelah diinstruksikan. AED standar
dapat digunakan untuk anak-anak dengan usia lebih dari 8 tahun. Untuk anak-anak 1-8 tahun
penggunaan pads pediatric harus digunakan, dengan penggunaan mode pediatric jika
tersedia. AED tidak direkomendasikan untuk anak < 1 tahun.
Pentingnya tindakan defibrilasi segera setelah AED tersedia, selalu ditekankan
pada panduan resusitasi sebagai hal yang mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilan
resusitasi dari kondisi ventrikel fibrilasi atau ventrikel takikardi tanpa pulse. High quality CPR
harus terus dilanjutkan saat defibrillator disiapkan dan pads AED dipasang pada korban.
Saat penolong menyaksikan kejadian henti jantung di luar area rumah sakit dan
tersedia AED, atau petugas medis di rumah sakit dimana tersedia AED dan defibrillator
maka penolong harus segera melakukan RJP dengan kompresi dada dan menggunakan AED
sesegera mungkin. Rekomendasi ini didesain untuk mensuport RJP dan defibrilasi dengan
segera terutama jika AED atau defibrillator dapat tersedia dengan cepat pada saat onset
kejadian henti jantung mendadak.
Pada situasi henti jantung di luar rumah sakit yang kejadiannya tidak disaksikan
oleh penolong, maka dipertimbangkan untuk dilakukan RJP 1 ½ sampai 3 menit sebelum
dilakukan defibrilasi.
95
Gambar13: AED dengan elektroda PAD, aktivitas listrik yang ditimbulkan 2 arah
(bifasik) memungkinkan jantung untuk berkontraksi secara optimal.
96
Gambar 16 (kiri) : Gambar 17 (kanan) :
Saat tombol shock Setelah tombol shock
ditekan, pastikan tidak ada seorangpun ditekan, pastikan segera dilakukan RJP
yang bersentuhan dengan korban. dengan perbandingan 30 kompresi dada dan
2 bantuan pernapasan, sesuai perintah
suara/visual alat AED.
97
pada posisi pulih (recovery) sambil menunggu bantuan datang. Posisi recovery memungkinkan
pengeluaran cairan dari mulut dan mencegah lidah jatuh ke belakang dan menyebabkan
obstruksi jalan napas.
Gambar 18 Gambar 19
Langkah-langkah:
Jika tidak ada bukti trauma letakkan korban dengan posisi miring pada posisi recovery.
Diharapkan dengan posisi ini jalan napas dapat terbuka.
1. Berjongkok di samping korban dan luruskan lutut pasien, letakkan tangan yang dekat
dengan penolong pada posisi salam (90 derajat dari axis panjang tubuh) (gambar 18)
tempatkan tangan yang lain di di dada (gambar 19) . Dekatkan tubuh penolong di atas
tubuh korban, tarik ke atas lutut dan tangan yang lain memegang bahu pasien (gambar
20).
2. Gulingkan korban ke arah penolong dalam satu kesatuan bahu dan lutut pasien
secara perlahan
3. Atur posisi kaki seperti terlihat di gambar, letakkan punggung tangan pada pipi
pasien untuk mengatur posisi kepala (gambar 21).
4. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi secara kontinyu nadi dan
pernapasan korban, sambil menunggu bantuan datang. Jika terjadi henti jantung
posisikan pasien kembali supine dan lakukan RJP kembali.
98
Gambar 20. (Sumber: ERC 2010)
99
AED/defibrillator.
Periksa denyut nadi korban dengan merasakan arteri karotis, jika denyut nadi karotis tidak
teraba, maka mulai siklus kompresi dada dan bantuan pernapasan diberikan dengan
rasio 30:2.
RJP hanya dihentikan dalam waktu yang sesingkat mungkin yaitu pada saat menilai irama
jantung, saat dilakukan defibrilasi pada VF/VT, saat menilai denyut nadi saat irama
jantung yang terorganisasi terdeteksi, atau saat memasang alat bantu jalan napas.
Gambar 22: Jika defibrilator telah tersedia, Pasang Monitor/defibrilator sambil tetap
melakukan RJP dengan kualitas tinggi
Langkah 2:
Jika defibrilator telah tersedia, (gambar 22) segera lakukan pemeriksaan irama jantung
pastikan apakah irama jantung shockable (ventricular fibrillation (VF) dan pulseless
ventricular tachycardia (VT) atau non shockable (pulseless electric activity (PEA) dan
asistole). (gambar 23) VF mempresentasikan aktivitas elektrik yang tidak terorganisasi,
sedangkan VT tanpa pulse merepresentasikan gambaran aktivitas listrik yang masih
terorganisasi, kedua irama jantung ini tidak dapat mengalirkan darah secara signifikan.
PEA menunjukkan suatu grup heterogen irama elektrik jantung yang dihubungkan
dengan tidak adanya aktivias mekanikal ventrikel atau adanya aktivitas mekanikal
ventrikel tetapi tidak cukup untuk menyebabkan pulsasi nadi yang secara klinis
terdeteksi. Asistole menunjukan tidak adanya aktivitas elektrik ventrikel, dengan atau
tanpa aktivitas elektrik atrial jantung.
100
Gambar 23: Stop kompresi dada, analisis irama jantung, pastikan tidak ada penolong yang
menyentuh korban.
Gambar 24: Ventrikel Fibrilasi ; rate: tidak dapat ditentukan, irama kacau, komplek P, QRS dan PR
interval tidak terlihat. Secara klinis tidak dijumpai curah jantung dan denyut nadi.
Gambar 25: Ventrikel Takikardi: rate 100-250 kali/menit, irama teratur, komplek P, dan interval PR
tidak terlihat, komplek Q melebar > 0,10 dtk (monomorfik atau polimorfik).
101
Gambar 26: Asistole: tidak terdapat irama listrik, komplek P, QRS dan PR interval tidak terlihat.
Secara klinis tidak dijumpai curah jantung dan denyut nadi.
Gambar 27: PEA (pulseless electrical activity), aktivitas listrik jantung tanpa adanya
mekanikal ventrikel sehingga secara klinis tidak teraba pulsasi nadi. Seperti contoh gambaran irama
idioventrikular di atas (sumber: Jones, SA, 2005)
Langkah 3-4:
Saat irama jantung dinilai dengan manual defibrillator dan menunjukkan VF atau VT,
penolong lain harus tetap melanjutkan RJP, sedangkan penolong lain melakukan
pengisian energy (charges) pada defibrillator. Jika defibrillator bifasic tersedia,
penolong harus menggunakan energy seperti yang direkomendasikan oleh
perusahaan (dosis awal 120 hingga 200 Joule) untuk mengatasi VF. Jika defibrillator
monofasik digunakan maka shock awal dengan energy 360 Joule dan gunakan dosis
tersebut untuk dosis ulangan jika diperlukan.
Saat pengisian energy defibrillator sudah penuh, RJP dihentikan, setelah
memastikan situasi pasien clear, penolong harus secepat mungkin untuk
memberikan defibrilasi untuk meminimalkan interupsi kompresi dada.
102
Gambar 28: Shock pada irama VF/VT tanpa nadi dengan energi 200 Joule (Bifasik)
Penolong lain segera melanjutkan RJP setelah defibrilasi (tanpa melakukan penilaian irama
jantung atau nadi, dan memulai RJP dengan kompresi dada dan dilanjutkan hingga 5 siklus
(2 menit). Jika memungkinkan akses vaskular dapat dilakukan secara intravena atau
intraosseus. Penolong yang melakukan kompresi dada harus bertukar setiap 2 menit untuk
mencegah kelelahan.
Gambar 29: paska pemberian shock segera lanjutkan RJP dan berikan obat-obatan vasopressor
(epinefrine 1 mg setiap 3-5 menit)
103
Gambar 30: Algoritma Henti Jantung Pasien Dewasa
Langkah 5-6:
Setelah 5 siklus (2 menit) RJP dan dilakukan penilaian irama jantung, jika VF/pulseless
VT menetap diberikan shock yang kedua dan dilanjutkan RJP selama 2 menit, vasopresor
dapat diberikan dengan tujuan utama untuk meningkatkan aliran darah otot jantung selama
RJP. Efek puncak dari pemberian intravena dan intraosseus vasopressor yang diberikan
secara bolus selama RJP memerlukan waktu sekurangnya 1 hingga 2 menit. Jika defibrilasi
yang diberikan gagal untuk memperbaikai irama perfusi, maka pemberian dengan segera
vasopresor setelah shock akan mengoptimalkan aliran darah ke miokard sebelum shock
104
berikutnya.
Pertimbangkan untuk pemasangan alat bantu jalan napas advance (pipa
endotrakheal/supraglottic airway (LMA). Keuntungan dari penggunaaan jalan napas definitif
adalah untuk menghilangkan jeda pada kompresi dada untuk pemberian bantuan napas
(ventilasi), memperbaiki ventilasi dan oksigenasi, menurunkan resiko aspirasi dan
memungkinkan untuk dilakukannya monitoring kapnografi untuk memonitor kulaitas dari
kompresi dada. Kerugian utama adalah interupsi kompresi dada selama pemasangannya
dan resiko dari intubasi esophageal yang tidak dikenali.
105
Langkah 7-8
Setelah RJP selama 2 menit dilakukan cek irama jantung jika VF/pulseless VT
menetap diberikan shock yang ketiga dan dilanjutkan RJP selama 2 menit. Berikan
antiaritmia dan terapi terhadap kemungkinan penyebab yang reversibel (meliputi
hipovolemia, hipoksia, hydrogen ion, hipo/hiperkalemia, hipotermia, tension
pnemothorak, tamponade cordis, toksin, thrombosis pulmonary, dan thrombosis
koroner)
Amiodarone merupakan antiaritmia pilihan utama pada pasien dengan henti jantung
dikarenakan terbukti secara klinis memperbaiki angka ROSC pada pasien dewasa
dengan VF atau pulseless VT. Amiodarone dipertimbangkan saat VF/VT tidak
responsive terhadap CPR, defibrilasi dan terapi vasopresor. Jika amiodaron tidak tersedia
lidokain dapat dipertimbangkan, tetapi secara studi klinis lidokain tidak terbukti
meningkatkan ROSC dibandingkan dengan penggunaan amiodaron.
Magnesium sulfate dipertimbangkan hanya pada saat terjadi gambaran irama
torsades de pointes yang dihubungkan dengan interval QT yang memanjang.
106
B. PENGGUNAAN DEFIBRILATOR
Petugas kesehatan yang bertugas dalam resusitasi jantung paru harus terlatih
dalam menggunakan defibrillator dan direkomendasikan untuk melakukan defibrilasi sedini
mungkin (early defibrillation) baik pada pasien di ruang gawat darurat maupun di luar
fasilitas kesehatan. Defibrilator terdiri dari manual maupun automatis dengan gelompang
monofasik atau bifasik dan dapat digunakan sebagai monitor irama jantung, berfungsi untuk
defibrilasi (asinkron), kardioversi (sinkron) dan sebagai pacemaker.
Persiapan
Defibrilator lengkap dengan paddle.
Elektroda
Jelly EKG
Trolli Emergency dengan peralatan dan obat-obatan emergency
Sebelum digunakan pastikan bahwa alat defibrillator terisi baterei dengan penuh
dan telah dilakukan kalibrasi energi.
107
Prosedur penggunaan defibrillator:
Defibrilator diletakkan disamping (dekat telinga kiri) korban, penolong pertama
sebagai pemegang paddle defibrillator di samping kanan korban, dan penolong kedua yang
melakukan resusitasi jantung di samping kiri korban. Posisi ini dapat disesuaikan sesuai
dengan situasi dan kondisi.
Referensi:
American Heart Association (2010), Adult Advanced Cardiac Life Support: Guidellines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovasculare care ,
Circulation, 122; 729- 767
American Heart Association (2015), Guidellines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovasculare care
European Resuscitation Council (ERC), (2010), Guidelines for Resuscitation,
Resuscitation, 81, 1219–1276
European Resuscitation Council (ERC), (2005), Guidelines for Resuscitation
Jones, S.A., (2005) ECG Notes, Interpretation and Management Guide, F.A Davis
Company, Philadelphia
108
CHECKLIST BANTUAN HIDUP DASAR DAN
BANTUAN HIDUP LANJUT PADA KORBAN DEWASA
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Korban dewasa yang tidak sadar, atau mendadak kolaps, penolong memastikan lingkungan
aman untuk penolong dan korban.
2 Cek Respon. Penolong harus menepuk atau mengguncang korban dengan hati-hati pada
bahunya dan bertanya dengan keras, dan secara bersamaan memastikan korban bernapas
atau tidak, atau bernapas tidak normal (gasping)
3 Aktifkan sistem emergency rumah sakit /code blue system RS atau (119) jika kejadian
diluar RS dan mengambil AED jika tersedia. Informasikan secara jelas alamat/lokasi
kejadian kondisi dan jumlah korban, No. telp yang dapat dihubungi dan jenis kegawatannya.
4 Periksa denyut nadi korban dengan merasakan arteri karotis pada orang dewasa. Lama
pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik, (abaikan jika tidak segera teraba)
5 Segera lakukan kompresi dada jika tidak meraba nadi disertai pemberian ventilasi 2
kali.
6 Lakukan kompresi dada (High Quality CPR):
a. Tekan cepat (push fast): Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang
mencukupi (minimal 100 kali/menit tetapi tidak lebih dari 120x/menit)
b. Tekan kuat (push hard): Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan
kedalaman minimal 2 inchi (5 cm) tetapi tidak lebih dari 2,4 inchi (6 cm)
c. Berikan kesempatan untuk dada mengembangkan kembali secara sempurna
setelah setiap kompresi (full chest recoil).
d. seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi maupun durasi
terhadap kompresi dada yang dilakukan
e. Perbandingan kompresi dada dan ventilasi 30: 2 direkomendasikan
7 Alat AED datang. Nyalakan AED dan tempelkan elektroda pads pada dada korban. Penolong
lain melanjutkan kompresi dada.
8 Periksa Irama Jantung (Shockable/Non-Shockable)
9 Lakukan Shock jika indikasi atau lanjutkan kompresi dada. Jika indikasi irama
Shockable: Perintah sebelum Shock:
“Saya Bebas, Anda Bebas, Semua Bebas!” Kemudian Tekan Shock pada AED
109
Materi 3 Keterampilan Belajar Blok 23 (Online)
Visum et Repertum
110
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.”
2. Pasal 186:
“Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.”
3. Pasal 187 butir C:
“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.”
Hal-hal lain yang harus diperhatikan secara umum saat pembuatan Visum et Repertum
adalah :
1. Diketik di atas berkepala surat instansi pemeriksa
2. Bernomor dan bertanggal
2. Mencantumkan kata”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
4. Tidak menggunakan singkatan, terutama waktu mendiskripsikan temuan pemeriksaan
5. Tidak menggunakan istilah asing
6. Ditandatangani dan diberi nama jelas
7. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
8. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
9. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu
instasi peminta, misalnya POLRI atau penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu,
maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli.
10. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan
sebaiknya hingga 20 tahun.
115
ii. Kejahatan susila / perkosaan : ke bagian kebidanan.
2) Untuk korban mati : bagian Kedokteran Kehakiman.
c. Ditempat yang tidak memiliki fasilitas tersebut, permintaan ditujukan kepada dokter
pemerintah di Puskesmas atau Dokter ABRI/ khususnya dokter Polri. Bila hal ini tidak
memungkinkan, baru dimintakan ke dokter swasta.
d. Korban, baik hidup ataupun mati harus diantar sendiri oleh petugas Polri, disertai surat
permintaannya.
5. Sebaiknya petugas yang meminta Visum / petugas penyidik hadir di tempat otopsi
dilakukan untuk dapat memberikan informasi kepada dokter yang membedah mayat
tentang situasi TKP, barang-barang bukti relevan yang ditemukan, keadaan korban di
TKP hal-hal lain yang diperlukan, agar memudahkan dokter mencari sebab dan cara
kematian korban
Ada delapan hal yang harus diperhatikan pihak berwenang bila meminta dokter untuk
membuat Visum et Repertum korban hidup, yakni:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas peminta Visum et Repertum.
7. Mencantumkan tanggal permintaan Visum et Repertum.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa
Terdapat delapan hal pula yang harus diperhatikan pihak berwenang bila meminta
dokter untuk membuat Visum et Repertum jenasah, yakni:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas peminta Visum et Repertum.
7. Mencantumkan tanggal pemeriksaan jenasah/korban.
8. Jenasah/korban diantar oleh polisi
Pada saat dokter menerima surat permintaan pembuatan Visum et Repertum, dokter
harus mencatat tanggal dan jam penerimaan surat permintaan dan nama petugas yang
mengantar korban atau jenasah. Batas waktu penyerahan hasil Visum et Repertum kepada
116
penyidik adalah selama 20 hari. Apabila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan
atas persetujuan penuntut umum.
Contoh :
“Pada pipi kanan, 5 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 3 cm dibawah sudut mata kanan
sebelah luar, 160 cm diatas tumit”
“Pada dada kiri, 9 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 15 cm dibawah puncak bahu” “Pada
perut sebelah kanan, 5 cm dari garis pertengahan depan (GPD), tepat setinggi pusat” “Pada paha
kanan bagian depan, 7 cm diatas lutut”
119
2. Luka Memar
a. Menyebutkan warna memar
b. Menyebutkan bentuk luka
c. Menentukan ukuran memar dengan mengukur panjang kali lebar luka
Contoh :
“terdapat memar berbentuk tidak beraturan, warna ungu, berukuran 5cm x 3 cm”
3. Luka Lecet
a. Pada luka lecet tekan, diraba konsistensi luka dan menyebutkan warna luka
b. Pada luka lecet geser, diperiksa arah kekerasan dari tepi yang relatif rata ke
ujung luka yang tidak rata dan terdapat penumpukan epitel kulit
c. Menentukan ukuran luka lecet dengan mengukur panjang kali lebar luka
d. Pada luka lecet gores ditentukan ukuran panjang luka saja
Contoh :
“terdapat luka lecet tekan dengan perabaan keras, berwarna coklat, berukuran 6 cm x 0,5 cm”
“terdapat luka lecet geser dengan arah dari bawah ke atas, berukuran 7 cm x 3 cm” “terdapat luka
lecet gores sepanjang 2,5 cm”
6. Luka Tembak
a. Memeriksa bentuk luka
b. Mengukur garis tengah luka
c. Menentukan 4 koordinat kelim lecet disekeliling luka dengan menentukan terlebih
dahulu sumbu terpanjang dan sumbu pendek yang tegak lurus sumbu terpanjang
d. Mengukur 4 koordinat kelim lecet tersebut
e. Memeriksa sekeliling luka untuk ada/tidaknya kelim mesiu, kelim jelaga
f. Memeriksa luka tembak masuk dan keluar. Apabila jumlah luka tembak masuk tidak
sama dengan luka tembak keluar, maka dicari kemungkinan lokasi peluru dari
perabaan diluar
Contoh :
“terdapat luka yang berbentuk lubang dasar rongga dada, dengan garis tengah 7 mm,
disekitarnya terdapat luka lecet dengan lebar sebagai berikut :
1) pada arah kiri dengan lebar 3 mm.
2) pada arah kanan dengan lebar 1 mm.
3) pada arah atas dengan lebar 1 mm.
4) pada arah atas dengan lebar 1 mm.
7. Jejas Jerat
a. Menentukan jenis luka
b. Menentukan arah jejas jerat yang mengelilingi leher
c. Mengukur lebar jejas jerat pada daerah leher depan
d. Menentukan koordinat “X” dan “Y” jejas jerat pada daerah leher samping kanan dan
diukur lebarnya
e. Menentukan koordinat “X” dan “Y” jejas jerat pada daerah leher samping kiri dan diukur
lebarnya
f. Menentukan koordinat “X” dan “Y” jejas jerat pada daerah leher bagian belakang dan
diukur lebarnya
g. Menentukan koordinat, letak dan bentuk jejas jerat dan simpul
h. Menyebutkan kelainan yang terdapat pada tepi jejas (gelembung)
Contoh :
121
“terdapat luka lecet tekan yang melingkari leher dengan arah dari bawah ke atas
dengan lebar sebagai berikut :
1) pada leher depan tepat pada garis pertengahan depan (GPD), tepat diatas
jakun, selebar 1 cm.
2) pada leher samping kanan, 8 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 6 cm
dibawah liang telinga, selebar 1 cm.
3) pada leher samping kiri, 8 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 6 cm
dibawah liang telinga, selebar 1 cm.
4) pada leher belakang kanan, 3 cm dari garis pertengahan belakang (GPB),
tepat pada batas tumbuh rambut belakang, selebar 1 cm.
5) pada leher belakang kiri, 3 cm dari garis pertengahan belakang (GPB), tepat
pada batas tumbuh rambut belakang, selebar 1 cm.
6) perkiraan letak simpul pada belakang kepala, tepat pada garis pertengahan
belakang (GPB), 7 cm diatas batas tumbuh rambut belakang.
8. Listrik
a. Menyebutkan bentuk luka pada kulit, warna, dan perabaannya
b. Menyebutkan bentuk kelainan pada kulit disekitar luka, warna, dan perabaannya
c. Menentukan ukuran luka dengan mengukur panjang kali lebar luka, termasuk
kelainan kulit disekitar luka
Contoh :
“terdapat luka yang berbentuk bulat dengan dasar berwarna hitam, perabaan keras,
disekelilingnya terdapat kulit yang menonjol berwarna pucat dan dikelilingi daerah yang
berwarna kemerahan, dengan ukuran 2 cm x 1,5 cm
9. Luka Bakar
a. Menyebutkan bentuk kelainan pada kulit, disertai warna, ada/tidaknya jaringan kulit
ari, ada/tidaknya gelembung kulit ari, warna kulit ari disekitar luka
b. Menentukan ukuran luka dengan mengukur panjang kali lebar luka
Contoh :
122
“terdapat kulit yang berwarna kemerahan, dan diatasnya terdapat gelembung-gelembung
berisi cairan, berukuran 8 cm x 4 cm”
“terdapat kulit yang berwarna merah kecoklatan dengan kulit ari diatasnya sudah tidak ada lagi,
dan kulit ari disekitarnya berwarna hitam, berukuran 8 cm x 4 cm”
G. INTERPRETASI LUKA
Interpretasi luka dilakukan berdasarkan kriteria yang ada dalam pasal 90 KUHP
tentang luka berat, pasal 352 mengenai luka ringan, serta pasal 351. Untuk kasus anak
mengacu pada pasal 80 UU Perlindungan Anak, sedang KDRT mengacu pada UU PKDRT
pasal. Kualifikasi luka pada dasarnya untuk mengetahui keinginan undang undang.
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan denan menggunakan kekerasan.
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali
atau yang menimbulkan bahaya maut;
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian;
3. Kehilangan salah satu panca indera;
4. Mendapat cacat berat;
5. Menderita sakit lumpuh;
6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
124
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
I. LAMPIRAN
1. Format Visum et Repertum
2. Cek List Penilaian
126
LAMPIRAN-1:
HASIL PEMERIKSAAN
Anamnesis
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Keadaan umum :
Tinggi badan : .............. cm --------------------- Berat badan : ................. kg--------
Tekanan darah : .............. mm Hg ---------------- Frekuensi nadi : .................
x/menit-
Frekuensi nafas : .............. x/menit ---------------- Suhu tubuh : .................. ºC ------
Kepala :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Leher :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Dada :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Perut :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
127
Anggota gerak :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
...............................................................................................................................
KESIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa :
...........................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Karena itu
1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi sakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaannya.
2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit atau mendapat halangan untuk menjalankan
pekerjaan dan jabatannya selama .............. bulan ............... hari dari tanggal .............
sampai tanggal ........................
3. Orang yang bersangkutan :
a. Berada dalam bahaya maut
b. Menderita penyakit/luka yang tidak ada kemungkinan akan sembuh kembali
c. Tidak dapat menjalankan pekerjaan dan jabatannya untuk selam-lamanya.
d. Tidak dapat menggunakan lagi salah satu panca indera, yakni ...........................
e. Mendapat cacat
f. Menjadi lumpuh
g. Terganggu pikirannya lebih dari empat minggu lamanya
h. Keguguran
Yogyakarta,........................................... 2019
Dokter Pemeriksa
Dr. ......................................
128
LAMPIRAN-2:
CEK LIST PENILAIAN VISUM et REPERTUM
Kasus Kekerasan HIDUP/JENAZAH (Kekerasan seksual)
3. Data subjek Tidak mencantumkan data Hanya mencantumkan salah Mencantumkan 2-3 unsur dari Mencantumkan 4unsur dari
subjek yang diperiksa satu unsur saja, dari nama nama, jenis kelamin, umur, nama lengkap, jenis kelamin,
sama sekali saja jenis kelamin saja, umur dan alamat. umur, dan alamat.
saja, atau alamat saja
4. Data Sama sekali tidak Hanya mencantumkan salah Mencantumkan 2-3 unsur Mencantumkan semua unsur
permintaan mencantumkan intansi dan satu unsur saja (nama nama, NRP, pangkat, dan unit nama, NRP, pangkat, dan unit
identitas penyidik yang penyidik, atau unit atau atau satuan kerja atau instansi atau satuan kerja atau instansi
meminta pemeriksaan satuan kerja penyidik) penyidik penyidik
5. Data pemeriksa Tidak mencantumkan nama Mencantumkan 1 unsur dari Mencantumkan 2-3 unsur dari Mencantumkan semua unsur
dokter yang melakukan nama, keahlian/kualifikasi nama, keahlian/kualifikasi atau nama, keahlian/kualifikasi
pemeriksaan sama sekali atau jabatan dan unit atau jabatan dan unit atau institusi atau jabatan dan unit atau
institusi dokter. dokter. institusi dokter.
129
Bagian
Pemberitaan
6. Anamnesis Tidak mencantumkan Hanya mencantumkan salah Mencantumkan dua unsur
anamnesis atau satu unsur saja (informasi (informasi tentang riwayat
alloanamnesis tentang riwayat kekerasan kekerasan umum/ seksual dan
umum/seksual atau keluhan keluhan korban saat ini)
korban saat ini)
7. Tanda vital Tidak mencantumkan tanda- Mencantumkan salah satu Mencantumkan 2-3 unsur Mencantumkan seluruh unsur
tanda vital sama sekali unsur tanda vital saja (tingkat tanda vital (tingkat kesadaran, tanda vital (tingkat kesadaran,
kesadaran, pernafasan, pernafasan, sirkulasi tubuh pernafasan, sirkulasi tubuh
sirkulasi tubuh, dan suhu) dan suhunya) dan suhunya)
8. Lokasi luka Tidak mencantumkan lokasi Hanya mencantumkan satu Mencantumkan region luka Mencantumkan regio luka dan
luka sama sekali unsur lokasi luka dan sisi luka atau koordinat sisi luka atau koordinat dari
dafi sebagian luka setiap luka
9. Karakteristik Tidak mencantumkan Mencantumkan hanya satu Mencantumkan karakteristik Mencantumkan karakteristik
luka karakteristik luka sama sekali karakteristik luka luka secara lengkap tetapi luka secara lengkap dan
kurang tepat atau tidak benar
lengkap tapi benar
10. Ukuran luka Tidak mencantumkan Mencantumkan ukuran luka Mencantumkan luka secara Mencantumkan luka secara
ukauran luka sama sekali secara kualitatif kualitatif dari setiap luka atau kuantitatif dari setiap luka
mencantumkan luka secara
kuantitatif sebagian luka
11.Terapi Tidak mencantumkan Menyebutkan jenis Menyebutkan jenis Mencantumkan secara
pengobatan dan perawatan pengobatan dan atau pengobatan dan atau lengkap jenis pengobatan dan
sama sekali perawatan, tetapi tidak sesuai perawatan, sesuai dengan perawatan yang diberikan
dengan yang tertulis di rekam yang tertulis di rekam medis serta hasil pengobatan dan
medis tetapi tidak lengkap tindak lanjutnya
130
Bagian Kesimpulan
12. Jenis luka Tidak mencantumkan jenis Mencantumkan jenis luka Mencantumkan jenis luka Mencantumkan jenis luka
luka sama sekali secara tidak lengkap, dimana secara tidak lengkap, dimana secara lengkap, yang meliputi
masih ada luka-luka lain yang masih ada luka-luka lain yang seluruh luka yang terdapat
terdapat pada bagian terdapat pada bagian pada bagian pemberitaan dan
pemberitaan yang belum pemberitaan yang belum jenis lukanya benar
dicantumkan dan jenis luka dicantumkan dan jenis luka
tidak tepat tepat
13. Jenis kekerasan Tidak mencantumkan Mencantumkan jenis Mencantumkan jenis Mencantumkan jenis
kesimpulan jenis kekerasan kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara
deskripsi yang tidak benar, deskripsi yang benar, atau deskripsi yang benar dan
atau tidak lengkap untuk tidak lengkap untuk sebagian lengkap untuk semua jenis
semua jenis luka yang jenis luka yang terdapat dalam luka yang terdapat dalam
terdapat dalam bagian bagian pemberitaan bagian pemberitaan
pemberitaan
14. Kualifikasi luka Tidak mencantumkan Mencantumkan kualifikasi Mencantumkan kualifikasi Mencantumkan kualifikasi
kualifikasi luka sama sekali luka, tetapi tidak luka dengan luka dengan menggunakan
menggunakan rumusan dalam menggunakan rumusan rumusan dalam pasal 351,
pasal 351, 352, dan 90 KUHP dalam pasal 351, 352, dan 352, dan 90 KUHP untuk
90 KUHP untuk semua luka
sebagian luka
Tanda-tanda Tidak mencantumkan sama Mencantumkan tanda-tanda Mencantumkan tanda-tanda Mencantumkan tanda-tanda
persetubuhan sekali tanda-tanda persetubuhan secara salah persetubuhan secara tidak persetubuhan secara lengkap
(TIDAK DINILAI persetubuhan lengkap
dlm SL INI)
Memperkirakan Tidak mencantumkan Hanya mencantumkan Mencantumkan perkiraan
umur dan perkiraan umur korban dan perkiraan umur korban atau umur korban dan keterangan
menentukan tidak keterangan tentang pantas keterangan tentang pantas tentang pantas tidaknya
pantasnya korban tidak korban untuk kawin tidaknya korban untuk kawin korban untuk kawin
untuk kawin. saja
(TIDAK DINILAI
dlm SL INI)
131
Hubungan Tidak menyebutkan Menyebutkan Menyebutkan hubungan Menyebutkan hubungan
sebab-akibat hubungan sebab hubungan sebab sebab akibat tetapi tidak sebab akibat dengan
antara apa yang akibat akibat tetapi salah tepat tepat
dilihat dan
ditemukan
dokter dengan
penyebabnya
(sebab mati)
(TIDAK DINILAI
dlm SL INI)