Anda di halaman 1dari 132

Buku Petunjuk Keterampilan Belajar

Semester 7

Kontributor :

dr. Nicko Rachmanio,Sp.B.


dr. Imaniar Ranti, M.Sc.
dr. Hidayatul Kurniawati, M.Sc
dr. Agus Widyatmoko, Sp.PD, M.Sc
dr. Fitria Nurul Hidayah, Sp. PD
dr. M. Khotibuddin, MPH
dr Oryzati Hilman, MFM, CMFM, Ph.D
dr. Akhmad Syaiful Fatah Husein
Sp.An dr. Yosy Budi Setyawan, M.Sc. Sp.An
dr. Nova Maryani, Sp.An

Editor :
dr. Seshy Tinartayu, MSc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2021
1
Buku Petunjuk Keterampilan Belajar
Semester 7
Blok 21
Kedokteran Tropis

Blok 22
Pelayanan Kesehatan Primer yang Berorientasi pada Keluarga dan
Komunitas (Family and Community Oriented Primary Care)

Blok 23
Kedaruratan dan Forensik

Kontributor :

Departemen Bedah :
dr. Nicko Rachmanio,Sp.B.
Departemen Farmakologi :
dr. Imaniar Ranti, M.Sc.
dr. Hidayatul Kurniawati, M.Sc
Departemen Penyakit Dalam :
dr. Agus Widyatmoko, Sp.PD, M.Sc
dr. Fitria Nurul Hidayah, Sp. PD
Pusat Studi Kedokteran Keluarga (PSKK) :
dr. M. Khotibuddin, MPH
dr Oryzati Hilman, MFM, CMFM, Ph.D
Anestesi :
dr. Akhmad Syaiful Fatah Husein
dr. Nova Maryani, Sp.An

Editor :
dr. Seshy Tinartayu, MSc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, Sang pengatur kehidupan. Tuhan yang
telah menganugerahkan kesempatan dan kemampuan sehingga Buku Panduan Keterampilan
Belajar ini dapat tersusun dengan baik.
Ketrampilan belajar (Skills lab) merupakan salah satu kegiatan rutin yang wajib
ditempuh oleh setiap mahasiswa strata 1 (satu) dalam rangka mencapai gelar tingkat
kesarjanaannya di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Buku Panduan Ketrampilan Medik ini
disusun dengan maksud membantu para mahasiswa, instruktur ketrampilan medik, dosen, dan
pihak lain yang berkepentingan untuk dapat memperoleh informasi yang benar sehingga
proses kegiatan ketrampilan belajar dapat berjalan dengan baik sehingga tercapai kompetensi
keterampilan sesuai capaian pembelajaran.
Buku Panduan Ketrampilan Belajar ini memuat materi yang harus dikuasai oleh
mahasiswa, dan daftar tilik kegiatan ketrampilan. Berbagai hal tersebut disusun sesuai dengan
Standar Pendidikan Dokter dan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku di
Indonesia. Sehingga diharapkan dengan kegiatan ketrampilan medik tersebut, dapat
membantu pencapaian kompetensi dokter umum.
Ucapan terimakasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan Buku Panduan Ketrampilan Belajar Semester 7 ini. Kritik, saran dan masukan
yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan buku ini.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Yogyakarta, Agustus 2021

Penyunting

3
Daftar Isi

Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………………................... 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………………… 3
Kata Pengantar ………………………………………………………………………… 4

Blok 21. Kedokteran Tropis ………………………………………………………… 5


1. Bedah minor II (incisi, eksisi) .......................................................................... 6
2. Managemen kasus (anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosis, penulisan
resep) penyakit tropis ..................................................................................... 11
3. Ketrampilan konseling pada edukasi individu dengan metode CEA
(catharsis-education-action) ........................................................................... 21

Blok 22. Kedokteran Pelayanan Kesehatan Primer yang Berorientasi pada


Keluarga dan Komunitas (Family and Community Oriented Primary Care) .. 29
1. Keterampilan konseling 5A dan 5R ……………………………………………… 30
2. Ketrampilan konseling pada edukasi keluarga dengan metode CEA
(catharsis-education-action) ........................................................................... 44
3. Pembuatan Media Promosi Kesehatan ………………………………………… 56
4. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Dalam Rangka Promosi Kesehatan
(Penyuluhan) di Tingkat Individu, Keluarga dan Masyarakat ......…………… 66

Blok 23. Kedaruratan dan Forensik ………………………………………………... 69


1. Tatalaksana sumbatan jalan nafas ................................................................. 70
2. Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjut (BHL) ...……………. 75
3. Visum et Repertum ...……………………………………………………………… 110

4
Blok 21
Kedokteran Tropis

Daftar keterampilan Hal


1. Bedah minor II (incisi, eksisi) .......................................................................... 6
2. Managemen kasus (anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosis, penulisan
resep) penyakit tropis ..................................................................................... 11
3. Ketrampilan konseling pada edukasi individu dengan metode CEA
(catharsis-education-action) ........................................................................... 20

5
Materi 1 Keterampilan Belajar Blok 21 (Pertemuan Offline)
Bedah Minor II (incisi dan Eksisi)

A. Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa mampu melakukan keterampilan incise dan eksisi dengan baik dan benar.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti keterampilan belajar Bedah Minor II (incisi dan Eksisi) diharapkan
mahasiswa mampu :
1. Menegakkan diagnosis dan memilih tindakan incise atau eksisi
2. Melakukan tindakan incisi dan eksisi dengan baik dan benar

C. Teori Dasar
Definisi
Incisi adalah tindakan membuat luka yang dilakukan pada pembedahan, tanpa
mengambil jaringan kulit.
Menurut bentuknya insisi terbagi menjadi :
- Insisi linear
- Insisi elips atau bundar
- Inisisi bentuk “S” atau “Z”
- Insisi tangensial / transversal
dilakukan pada abses atau pada benjolan yang dicurigai ganas. Tujuan incisi pada abses
untuk pengobatan dengan cara mengeluarkan nanah. Tujuan incisi pada kelainan curiga
ganas untuk diagnosa dan disebut juga sebagai biopsi insisi.

Ekstirpasi adalah tindakan pembedahan berupa pengangkatan seluruh massa tumor


beserta kapsulnya. Dilakukan pada tumor yang jinak, memiliki kapsul dan batas tegas
dengan jaringan sekitarnya, misalnya ekstirpasi kista atheroma atau lipoma.

Eksisi adalah tindakan bedah mengangkat tumor beserta jaringan sehat di sekitarnya atau
pengambilan seluruh benjolan tanpa menyentuh benjolan tersebut. Dilakukan pada
benjolan baik jinak atau ganas. Bagi tumor curiga jinak seperti FAM (fibroadenoma)
tujuannya untuk tindakan penyembuhan, sedangkan pada kasus benjolan dengan
kecurigaan ganas, tujuan eksisi adalah untuk menegakkan diagnosis patologis.

6
Eksisi luas : pengangkatan tumor dengan jaringan disekelilingnya menggunakan batas
tertentu dari indurasi tumor. Dilakukan hanya untuk benjolan yang sudah dipastikan
keganasannya untuk menyembuhkan misalnya mastektomi radikal (misal : selain jaringan
payudara, otot dada dan kelenjar getah bening aksila juga diangkat). Selain
menyembuhkan atau kuratif, tindakan ini juga dapat bersifat semi kuratif, dimana
membutuhkan modalitas terapi non pembedahan untuk sembuh seperti kemoterapi atau
radioterapi.

INCISI
Syarat : Irisan harus langsung, tidak terputus-putus, sampai ke jaringan subkutis
1. Incisi harus sesuai garis Langer
2. Irisan yang dekat garis persendian harus sejajar dengan aksis/sumbu sendi
3. Incisi sedapat mungkin disembunyikan (tujuan estetis)
4. Sterilitas harus dijaga
5. Arah incisi tidak boleh tegak lurus dengan organ penting (nervus, arteri, vena) di lokasi
incisi

Alah dan bahan :


1. Minor set 6. Lidokain 2%
2. Kassa steril 7. Duk steril lubang
3. Sarung tangan steril 8. Bengkok
4. Larutan desinfektan 9. Mesh no. 11
5. Spuit 3 cc

Cara kerja :
1. Inform concent
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan
dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan
permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi.
2. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4. Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi sesuai dengan lokasi dari
abses.
5. Persempit lapangan operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6. Berikan anestesi lokal lidocain 2%
7. Irisan disesuaikan dengan garis Langer pada tempat yang fluktuasi maksimal sepanjang
2 cm, hingga menembus kapsul abses. Dengan klem bengkok kantung abses dibuka

7
secara tumpul sehingga nanah yang terkumpul disitu dapat mengalir keluar melalui luka
insisi.
8. Keluarkan semua infiltrat dengan menggunakan sonde atau cukup menggunakan jari
tangan saja hingga bersih.
9. Pasang tampon (lebar ±1cm) yang telah mengandung betadine ke dalam rongga abses,
tampon tidak boleh dimasukkan terlalu padat, sisakan sepanjang ±5cm di luar luka untuk
mempermudah penggantian atau pengambilan tampon. Selain menggunakan tampon
dapat pula menggunakan selang/drain (dengan NGT atau tranfusi set) yang dimasukkan
ke dalam rongga abses, difiksasi dengan kulit dan ujung luar drain dipasang box suction
atau spuit vaccum kemudian luka operasi ditutup dengan penjahitan.
9. Tutup luka dengan kasa steril yang telah diberi betadine.
10. Ganti tampon setiap hari, hingga luka tidak lagi mengeluarkan pus.

EKSISI
Alah dan bahan :
1. Minor set 6. Lidokain 2%
2. Kassa steril 7. Benang Silk 2.0/3.0
3. Sarung tangan steril 8. Duk Steril
4. Larutan desinfektan 9. Needle Cutting
5. Spuit 3 cc

Cara kerja :
1. Inform concent
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan
dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan
permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi.
2. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4. Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi sesuai dengan lokasi dari
abses.
5. Persempit lapangan operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6. Berikan anestesi lokal lidocain 2%, tunggu beberapa saat, kemudian lakukan pengecekan
menggunakan pinset secara gentle apakah efek anaestesi sudah bekerja.
7. Lakukan eksisi secara lentikular atau bentuk sayatan seperti lensa/elips dengan sumbu
panjang searah dengan arah ketegangan kulit sehingga akan menghasilkan jaringan
parut yang minimal berupa garis lurus.
8. Angkat semua jaringan tumor beserta sedikit jaringan sehat sekitarnya.

8
9. Hentikan perdarahan yang terjadi dengan ligasi.
10. Jahit luka operasi dengan benang non absorbable
11. Tutup luka dengan kassa steril dan betadine

D. Petunjuk Pelaksanaan Skills Lab


Masing-masing mahasiswa melakukan keterampilan bedah minor pada kasus
incisi dan eksisi menggunakan alat bantu simulasi sebagai kulit dengan massa. Urutan
tindakan sesuai dengan check list berikut :

Checklist Incisi
NO KRITERIA Nilai
0 1 2
PERSIAPAN
1 Memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan tindakan, Informed
2 consent
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3 Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4 Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi
5 sesuaidengan
Persempit lokasi dari
Lapangan abses.
operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6 Berikan anestesi lokal dengan lidocain 2%
TINDAKAN INCISI
7 Melakukan Irisan dengan arah disesuaikan garis Langer pada
tempat yang fluktuasi maksimal sepanjang 2 cm hingga
8 menembussemua
Keluarkan kapsulinfiltrate/pus
abses dengan menggunakan sonde atau
jari tangan
9 Irigasi luka dengan normal saline hingga bersih kemudian pasang
tampon (lebar ±1cm) yang telah mengandung betadine ke dalam
rongga abses
10 Tutup luka dengan kassa steril dan plester
11 Memberikan edukasi cara perawatan luka dan waktu kontrol
Total skor

Penjelasan
0: Tidak dilakukan sama sekali
1: Melakukan tetapi tidak lengkap atau tidak benar
2: Melakukan dengan lengkap dan benar

9
Checklist Eksisi
NO KRITERIA N
0 1 2
PERSIAPAN
1 Memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan tindakan, Informed
2 consent
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat
3 Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan steril
4 Desinfeksi menggunakan betadine 10% pada lapangan operasi
sesuai dengan lokasi dari abses.
5 Persempit Lapangan operasi dengan menggunakan linen/duk steril
6 Berikan anestesi lokal dengan lidocain 2%
TINDAKAN EKSISI
7 Lakukan eksisi secara lentikular atau bentuk sayatan seperti
lensa/elips dengan sumbu panjang searah dengan arah
8 ketegangan
Angkat kulittumor beserta sedikit jaringan sehat sekitarnya
jaringan
9 Hentikan perdarahan yang terjadi dengan ligasi
10 Jahit luka pada kulit dengan benang non absorbable
11 Tutup luka dengan kasa steril dan plester
12 Memberikan edukasi cara perawatan luka dan waktu
kontrol kembali Total skor

Penjelasan
0: Tidak dilakukan sama sekali
1: Melakukan tetapi tidak lengkap atau tidak benar
2: Melakukan dengan lengkap dan benar

10
Materi 2 Keterampilan Belajar Blok 21 (Pertemuan Online)
Managemen Kasus Penyakit Tropis
(Anamnesa, Pemeriksaan fisik, Diagnosis, Penulisan Resep)

Keterampilan managemen kasus ini merupakan integrasi beberapa materi


keterampilan belajar di blok/semester sebelumnya, sehingga untuk petunjuk yang lebih
rinci dapat dibuka kembali buku petunjuk sebelumnya dengan materi terkait.

A. Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa mampu melakukan menginterpretasikan dan mengintegrasikan hasil dari
serangkaian pemeriksaan (anamnesis dan pemeriksaan fisik sehingga mampu
menegakkan diagnosis penyakit tropis dan memilih farmakoterapi yang tepat (jenis,
sediaan, dosis, dan cara pemberian) dengan menuliskan resep sesuai kaidah yang
benar

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti keterampilan belajar Managemen Kasus Penyakit Tropis diharapkan
mahasiswa :
1. Mampu melakukan anamnesis secara terstruktur dan runut sebagai bagian dari
penegakkan diagnosis penyakit tropis.
2. Mampu melakukan pemeriksaan fisik yang tepat dan benar secara terstruktur dan
runut sebagai bagian dari penegakkan diagnosis penyakit tropis.
3. Mampu memilih usulan penunjang yang sesuai menegakkan diagnosis penyakit
tropis.
4. Mampu menegakkan diagnosis dan diagnosis banding penyakit tropis.
5. Mampu memilih obat yang tepat jenis, dosis dan cara pemberian.
6. Mampu menuliskan resep sesuai kaidah penulisan resep yang baik dan benar

C. Teori Dasar
1. Keterampilan Anamnesis
Role Play: Lakukan role-play dalam melakukan ketrampilan anamnesis lengkap
dengan teman anda. Buatlah pasangan 2 orang dan secara bergantian berperan
sebagai:
- Dokter yang akan melakukan anamnesis kepada pasien yang datang dengan
satu/lebih gejala fisik

11
- Pasien yang datang dengan satu/lebih gejala fisik
- Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai observer yang
mengevaluasi dokter dengan menggunakan Daftar Tilik Anamnesis (terlampir)
Selamat bekerja!

Panduan untuk peran pasien:


 Pilihlah salah satu dari kasus berikut yang akan dibawa untuk diperiksakan ke
dokter
a. Anak dengan PKTB (dibawa oleh ibu/ bapaknya)
b. Kaus demam : Malaria, Dengue, Hepatitis, Leptospira, Tetanus
 Evaluasilah teman yang berperan sebagai dokter dalam melakukan anamnesis
berdasarkan daftar tilik.
Panduan untuk peran dokter:
 Lakukan ketrampilan anamnesis lengkap kepada pasien.
 Tulislah data yang diperoleh ke rekam medis di bawah ini. Rekam medis tersebut
hanya dipergunakan sebagai panduan dalam melakukan bagian-bagian
anamnesis. Jangan terfokus hanya pada menulis (komunikasi tertulis). Fokus
utama Anda adalah pada komunikasi verbal dan non-verbal.

Contoh Rekam Medis :


REKAM MEDIS No.: …………………

IDENTITAS PASIEN:
 Nama : ……..…….....………………………………………………………………..
 Usia : ………………………………………………………………………………..
 Alamat : ..………………………………………………………………………………
 Pekerjaan : ..………………………………………………………………………………
 Status perkawinan: .………………………………………………………………………....

KELUHAN UTAMA: …………………………………………………………………………….....

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


…….………………………………………………..……………………………………..................
...............................................................................................................................................
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
………………….……………………………………………………………………………………
…..…………….......................................................................................................................
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
………………….……………………………………………………………………………………
……………….........................................................................................................................
RIWAYAT PERSONAL SOSIAL:
……………….…………………………………………………...………………………………….
…………………………………………………………………………………………….................
ANAMNESIS SISTEM ( REVIEW SISTEM) :
………………….……………………………………………………………………………............

12
.
……………………………………………………………………………………………….............
.

Check list Anamnesis

No Aspek yang Dinilai Parameter Nilai


0 1 2
1 Memberikan salam,  “Assalamu’alaikum, pak Ali, saya Budi,
mengenalkan diri dan mahasiswa kedokteran. Saya bagian dari tim
membuat pasien merasa medis yang akan menangani Anda.”
nyaman
2. Menanyakan identitas  Nama, usia, alamat, pekerjaan, status
pasien perkawinan

3. Menanyakan keluhan utama Gunakan pertanyaan terbuka (open-ended


(KU) questions)
“Apa yang bisa saya bantu?; Apa yang membawa
Anda ke sini?”
4. Menanyakan riwayat  Lokasi
penyakit sekarang (RPS):  Kualitas
 Kuantitas atau keperahan
 Waktu: Onset, durasi & frekuensi
 Situasi & kondisi saat terjadi
 Faktor-faktor yang memperparah atau
meringankan gejala-gejala (remitting or
exacerbating factors)
 Manifestasi gejala lain yang terkait
5. Menanyakan riwayat  Penyakit masa kanak-kanak
penyakit dahulu (RPD)  Penyakit masa dewasa (medis, bedah, obs-gyn,
psikiatri)
 Pemeliharaan kesehatan (imunisasi, tes skrining)
6. Menanyakan riwayat  Penyakit dalam keluarga
penyakit keluarga (RPK)  Kematian, penyebab dan usia saat meninggal
dari anggota keluarga
7. Menanyakan riwayat  DEWASA:
personal sosial * Pendidikan
* Situasi pekerjaan
* Situasi rumah/keluarga/perkawinan
* Kebiasaan/perilaku gaya hidup (diet, aktivitas
fisik, merokok, alkohol, obat dll)
 ANAK:
* Riwayat kehamilan ibu (ANC, pengobatan, dll)
* Riwayat persalinan ibu
* Riwayat perinatal
* Riwayat nutrisi (ASI, dll)
* Riwayat imunissai
* Riwayat tumbung kembang
8. Anamnesis sistem (review  Kulit
sistem)  Kepala
 Mata
 Telinga
 Hidung & sinus

13
 Tenggorokan (mulut & faring)
 Leher
 Payudara
 Paru-paru
 Jantung
 Pencernaan
 Saluran kencing
 Alat kelamin: laki –laki/ perempuan
 Pembuluh darah perifer
 Otot & tulang
 Kejiwaan
 Saraf
 Darah
 Endokrin
9. Merangkum riwayat pasien  Meringkas temuan riwayat yang ada &
menyatakannya kembali
 Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengecek kebenarannya
 Sampaikan ke pasien apa yang akan dilakukan:
pemeriksaan fisik
10. Komunikasi non-verbal  Menjaga tatapan mata
 Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien
dengan sudut 45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
11. Empati dan ketrampilan  Refleksi isi
mendengar aktif  Refleksi perasaan
Penjelasan
0: Tidak dilakukan sama sekali
1: Melakukan tetapi tidak lengkap atau tidak benar
2: Melakukan dengan lengkap dan benar

2. Ketrampilan Pemeriksaan Fisik dan Penegakan Diagnosis


Temuan Klinis Khas Penyakit Tropis
Baca kembali secara lengkap (Patofisiologi sampai dengan tatalakasan) tentang semua
penyakit tropis beserta kemungkinan / dugaan penyakit lain (diferensial diagnosis).

1. Dengue Haemorhagic Fever :


- Demam.
- Tanda-tanda perdarahan / kebocoran plasma (tourniquet test positif, petekie,
ekimosis, purpura, perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan gastrointestinal, urin
bercampur darah, efusi pleura, ascites, dll).
- Tanda-tanda renjatan / perburukan (penrunan kesadaran, nadi lemah dan cepat,
pernafasan meningkat, tekanan darah menurun, akral dingin, sianosis, dll).
- Hepatomegali.

2. Tuberkulosis

14
- Demam dan berkeringat malam hari.
- Penurunan berat badan, anoreksia, malaise, dan badan lemah.
- Batuk non-produktif dan produktif dalam waktu yang lama.
- Sputum yang bercampur dengan darah (Hemoptysis)
- Pleuritic chest pain.
- Dyspneu, ARDS.
- Setelah batuk : ronki karena obstruksi bronkiolus parsial dan suara napas
amforik klasik.
.
3. Typhoid Fever
- Demam.
- Rose spots, maculopapular rash.
- Bradikardi relatif.
- Gejala neuropsikiatrik seperti delirium dan koma.
- Perforasi usus dan/atau perdarahan gastrointestinal (komplikasi lambat).

4. Malaria
- Gejala klasik malaria, yaitu demam disertai dengan menggigil dan berkeringat.
Pada individu imunocompromise dan anak-anak suhunya dapat mencapai lebih
dari 40° C dan biasanya disertai dengan takikardia dan delirium.
- Nyeri kepala, fatigue, nyeri abdomen, and nyeri otot yang diikuti demam.
- Mual, muntah.
- Hipotensi ortostatik.
- Splenomegali.
- Malaria serebral : penurunan kesadaran, kejang, dan defisit neurologis.

5. Tetanus
- Demam, namun pada beberapa kasus tidak dijumpai demam.
- Spasme dan peningkatan tonus otot pada otot masseter (trismus), disfagia,
kekakuan atau nyeri pada leher, bahu, punggung, dan abdomen.
- Kontraksi otot facialis (risus sardonicus) dan kontraksi otot-otot punggung
(epistothonus)
- Spasme otot-otot pernafasan.
- Pada beberapa kasus didapatkan peningkatan reflek tendon dalam.
- Komplikasi : pneumonia aspirasi, fraktur, ruptur otot, deep vein thrombophlebitis,
emboli pulmoner, ulkus dekubitus, dan rhabdomiolisis.
- Neonatal tetanus : terdapat pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diimunisasi
atau pada perawatan tali pusat yang tidak steril. Onsetnya biasanya terjadi pada
saat 2 minggu setelah kelahiran. Didapatkan gejala malas menyusu, kekakuan,
dan spasme pada tetanus neonatal.
- Local tetanus adalah bentuk yang umum dimana manifestasinya terbatas pada
otot di sekitar luka dan memiliki prognosis baik.
- Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus lokal, biasanya
kelanjutan dari cedera kepala atau infeksi telinga. Biasanya ditemukan trismus
dan disfungsi satu atau lebih nervus kranialis, biasanya nervus ke-7.
- Henti jantung mendadak.

6. Leptospira
- Demam, mual
- Riwayat kontak dengan urine tikus (misal banjir, bekerja di sawah atau
pengelolaan sampah, dll)
- Nyeri otot betis (gastrognemial pain)
- Gangguan BAK (termasuk perubahan warna urine)
- Gangguan fungsi ginjal kasus berat dapat sebabkan gagal ginjal)

15
- Ikterik

CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK

No Aspek Yang Dinilai Nilai


0 1 2
1 Menyampaikan maksud dan tujuan pemeriksaan
2 Mempersiapkan pasien dan melakukan penilaian Keadaan Umum Pasien
3 Melakukan pemeriksaan Vital Sign
4 Melakukan pemeriksaan kepala (sesuai dengan DD Utama)
5 Melakukan pemeriksaan leher (sesuai dengan DD Utama)
6 Melakukan pemeriksaan thoraks (sesuai dengan DD Utama)
7 Melakukan pemeriksaan abdomen (sesuai dengan DD Utama)
8 Melakukan pemeriksaan khusus sesuai DD Utama (Contoh : RL Test,
Pemeriksaan Neurologis, Undulasi, pekak beralih, dsb)
9 Mengakhiri pemeriksaan dengan bacaan hamdalah
10 Merangkum hasil pemeriksaan
Jumlah

3. Penulisan Resep
Blanko resep untuk penulisan resep secara umum di Indonesia terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Identitas dokter.
Umumnya terletak paling atas dari blanko resep dan berisi nama dokter, nomor SP /
SIP, alamat praktik dan nomor telefon.
b. Obat.
Bagian inti dari resep terdapat pada sudut kanan atas tempat dan tanggal resep
ditulis, kemudian di bawahnya mengawali penulisan obat dengan R/ singkatan dari
recipe yang artinya ambillah, kemudian nama obat, dosis, jumlah, aturan pembuatan
kalau resep obat racikan, dan aturan minum atau aturan pakai, diakhiri paraf atau
tanda tangan dokter.
c. Identitas pasien.
Identitas pasien meliputi nama pasien, umur dan alamat tempat tinggal

Penulisan resep secara internasional menggunakan bahasa latin, hal ini mempunyai
alasan bahwa resep merupakan sesuatu yang bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh
dokter dan apotiker saja sehingga pasien tidak boleh tahu tentang isi resep tersebut. Namun
dengan kemajuan zaman dan untuk tujuan mempercepat kesembuhan, maka sifat
kerahasiaan tersebut sudah berkurang dengan penjelasan dan instruksi dokter tentang
penggunaan obat yang ditulis dalam resep. Ketentuan penggunaan bahasa latin sebagai
bahasa baku dalam penulisan resep maka perlu diketahui dan difahami istilah-istilah yang
terkait dengan penulisan resep.

16
Selain hal tersebut di atas teknis yang perlu diperhatikan dalam menuliskan resep
adalah tulisan harus jelas terbaca untuk menghindari kekeliruan baca pihak apotik dan
berakibat keliru pemberian obat yang dapat berakibat fatal bagi pasien, menggunakan pena
yang standar dan tidak menggunakan pensil serta tidak boleh ada coretan. Nama obat
ditulis dalam bentuk nama kimia atau generik, untuk kepentingan pendidikan tidak
dianjurkan menggunakan nama paten atau nama dagang. Obat jadi baik yang berbentuk
tablet, kapsul, sirup, salep dll penulisan resepnya akan lebih mudah dibandingkan obat
racikan atau puyer karena membutuhkan sedikit perhitungan sehingga perlu ketelitian agar
tidak terjadi kekeliruan. Dalam hal ini pengetahuan tentang dosis obat perlu dikuasai baik itu
dosis terapi, dosis maksimal, dosis toksis baik pada anak maupun dewasa serta
pemberiannya apakah dalam bentuk dosis bagi atau dosis tunggal.

Blanko Resep
Nama dokter
Identitas Dokter Alamat
SP/SIP
Tilp/Hp
................., tgl....................
Obat
Superscriptio R/
Inscriptio/prescriptio Remidium cardinale ................................ 10 mg
(obat pokok)
Remidium adjuvan .................................. 2 mg
(obat tambahan)
Corrigens (vehiculum) ............................ qs
(mengubah rasa/bau/aroma obat,zat pembawa)
Subscriptio Mfla............................................................. No ......
(perintah pembuatan bentuk sediaan obat)
Signatura S ...................................................................................
(tandailah)
Paraf/tanda tangan
Nama :
Identitas Pasien Umur :
Alamat :

dr. A
Jalan Kenari 50 Yogyakarta
SP/SIP.01/DU/19xxx Telp./Hp.
0816xxx

17
Yagyakarta, 11 Oktober 2021

R/
Parasetamol 100 mg
SL qs

Mfla pulv dtd No X


S 3 dd pulv I

Nama pasien : by B
Umur : 11 bln Berat badan : 7
kg
Alamat : jl Gatutkaca No. 01 Yogyakarta

Format di atas adalah contoh untuk resep obat racikan (obat yang dosis dan jenis
komposisinya dikehendaki oleh dokter berdasarkan kondisi penyakit dan pasien/BB). Resep
untuk obat jadi tanpa perintah pembuatan bentuk sediaan obat dan setiap selesai penulisan
satu jenis obat dapat diberi signatura, tanda penutup dan paraf atau tanda tangan.

Untuk memberikan gambaran dapat dipelajari contoh-contoh berikut :

dr. A
Jalan Kenari 50 Yogyakarta
SP/SIP.01/DU/19xxx Telp/Hp. 0816xxx
Yagyakarta, 11 Oktober 2021

R/ Ciprofloksasin 500mg No. X


S 2 dd I

R/ Metoclopramide tab No.X


S 3 dd I ac

Nama pasien : Tn Y
Umur : 50 th
Alamat : jl Arimbi No. 10 Jkt

dr. A
Jalan Kenari 50 Yogyakarta
SP/SIP.01/DU/19xxx Telp/Hp. 0816xxx

18
Yagyakarta, tgl 1 Oktober
2021

R/ Kloramfenikol ed fl No. I
S 3 gtt II OD OS

Nama pasien : Tn Y
Umur : 50 th
Alamat : jl Belimbing No.10 Yogyakarta

CHECKLIST PENULISAN RESEP


No Aspek Yang Dinilai Nilai
0 1 2
1 Menuliskan identitas dokter dengan lengkap (Nana, SIP, alamat, No telp.)
2 Menuliskan tanggal pembuatan resep dan tanda pelengkap lain dalam badan
resep (R/, S, paraf, garis penutup, dll)
3 Pemilihan obat tepat indikasi, tepat dosis, tepat bentuk sediaan dan tepat cara
pemberian
4 Menuliskan identitas pasien dengan lengkap (Nama, umur, alamat, berat
badan)
5 Memberikan informasi dan edukasi tentang indikasi, kontra indikasi, cara
pemberian dan efek samping obat
Jumlah
Penjelasan
0: Tidak dilakukan sama sekali
1: Melakukan tetapi tidak lengkap atau tidak benar
2: Melakukan dengan lengkap dan benar

19
Materi 3 Keterampilan Belajar Blok 21 (Pertemuan Online)
PENGGUNAAN KETERAMPILAN KONSELING INDIVIDU DENGAN
METODE CEA (KATARSIS-EDUKASI TINDAKAN / AKSI)

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:


Pada akhir kegiatan Skills Lab, mahasiswa akan mampu melakukan konseling
menggunakan metode CEA (Katarsis-Edukasi-Aksi) untuk pasien individu.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:


Pada akhir kegiatan skill lab, para siswa akan mampu:
1. Menjelaskan manfaat dari konseling metode CEA
2. Menjelaskan langkah-langkah konseling metode CEA
3. Melakukan konseling menggunakan metode CEA untuk pasien individu

C. TEORI DASAR :
Kita sering menyangka bahwa apa yang membuat pasien datang untuk berkonsultasi
kepada dokter adalah penyakit yang mereka alami. Sudut pandang ini adalah salah kaprah,
walaupun sebenarnya ada pasien yang sebenarnya sakit, tetapi yang tidak berkonsultasi.
Salah satu keluh kesah yang paling sering dari para dokter adalah bahwa pasien tidak
berkonsultasi lebih awal sehingga cukup baginya untuk mencegah situasi/ keadaan yang
semakin buruk.
Jelas, keadaan tersebut tidak cukup bagi pasien yang merasa sakit untuk
berkonsultasi. Dia juga harus merasakan tingkat kecemasan yang cukup tentang penyakit
nya untuk pergi ke dokter. Hal ini memiliki implikasi penting dalam cara di mana kita
berurusan dengan pasien seperti ini. Kita bisa berasumsi bahwa untuk sebagian besar
pasien rawat jalan, mereka datang, bukan hanya dengan satu masalah tetapi dengan dua
masalah yaitu penyakit fisik (biologis), dan kecemasan yang dihasilkan dari penyakit fisik
(psikososial). Dan di antara keduanya, maka seringkali kecemasan daripada penyakit itu
sendiri yang telah mendorong berkonsultasi. Bahkan dalam arti sempit, semua illness
merupakan biopsikososial secara alami.
Mengingat semua ini, jika kita ingin benar-benar edukasi pasien dengan pendekatan
holistik dan biopsikososial, maka menjadi penting bagi kita untuk mengatasi penyakit
pasien bukan hanya penyakit fisik, tetapi juga dampak emosional dari penyakit itu. Sir
William Ossler dengan ringkas mengatakan bahwa "dokter yang baik kadang-kadang
mengobati, seringkali meringankan/ meredakan, tapi selalu memberikan
kenyamanan." Pasien mencari nasihat medis yang baik, tetapi mereka juga mencari

20
kenyamanan dalam pengentasan kecemasan yang akhirnya mendorong mereka untuk
konsultasi.
Sayangnya, metode konvensional edukasi pasien berfokus terutama pada
patofisiologi dan farmakologi dan terlalu sedikit pada dampak emosional. Ini bukan berarti
mengatakan bahwa patofisiologi dan farmakologi tidak penting bagi mereka. Dapat
dikatakan membahas patofisiologi dan farmakologi pasien tidak memberikan kenyamanan
kepada pasien, kita harus membuat nyaman pasien sebanyak mungkin. Jika tidak, pasien
pergi dengan perasaan tidak puas dengan berkonsultasi dan karenanya cenderung kurang
mematuhi pengobatan, atau untuk tidak datang kembali kepada kita untuk menindaklanjuti
pengobatan, atau bahkan tidak memikirkan kita waktu berikutnya ketika ia sakit. Lebih
mungkin dia akan tertarik ke dokter yang bisa membuatnya lebih nyaman dengan lebih baik.
Alasan praktis untuk menangani dampak emosional dari penyakit. Sangat sering,
pikiran kita merasakan kacau oleh emosi kita sendiri, dan ketika pasien penuh kecemasan,
mereka merasa sulit untuk mendengarkan upaya kita untuk mengedukasi mereka tentang
informasi dibalik penyakit mereka. Semakin besar kecemasan, semakin sedikit kesempatan
untuk mendengarkan penjelasan kita dalam pikiran pasien. Untuk itu lebih baik menangani
kecemasan dan mendapatkan jalan keluar terlebih dahulu, kemudian baru membahas
mengenai patofisiologi dan farmakologi ketika pasien lebih tenang dan siap untuk
mendengarkan.
Alasan ketiga untuk menangani yang berkaitan dengan emosi. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, yaitu emosi yang disebabkan oleh persepsi. Dengan
menggunakan keterampilan mendengarkan aktif, dokter mampu menangani kecemasan
yang berasal dari persepsi yang telah menyebabkan kecemasan. Sebagai dokter, jika
merasakan bahwa persepsi semacam itu adalah tidak sesuai dengan realita/kenyataan,
maka dokter bisa segera melakukan intervensi dengan memperbaiki kesalahan persepsi
tersebut dengan menenangkan kecemasan dan membuat nyaman pasien. Pasien mungkin
memiliki banyak kesalahan persepsi tentang penyakit mereka, tetapi hanya beberapa dari
persepsi tersebut yang menimbulkan kecemasan. Melalui keterampilan mendengarkan aktif,
dokter secara akurat dapat mengidentifikasi kesalahan persepsi yang paling menimbulkan
kecemasan - apa yang kita sebut sebagai ECMs atau Emotionally Critical Misperceptions
– dan selanjutnya baru berurusan dengan kesalahan persepsi yang lain, untuk
menghasilkan kenyamanan dalam waktu yang sesingkat mungkin - tentu sangat berguna
dalam konsultasi hanya dalam waktu 10 sampai 15 menit, karena pasien lain juga
menunggu untuk mendapatkan pengobatan.

21
CATHARSIS
Semua yang tersebut di atas adalah alasan mengapa dalam model "CEA", huruf "C"
singkatan dari catharsis / katarsis. Pada tahap awalnya pada metode ini kita memberikan
suatu kesempatan kepada pasien untuk menuangkan segala macam perasaannya baik
yang terlihat maupun yang tersembunyi baik berupa pemahaman pasien, rasa takut serta
kecemasan pasien. Yang terbaik pada langkah ini adalah dengan menggunakan
keterampilan mendengarkan aktif untuk membawa keluar emosi pasien yang biasanya
masih tersembunyi. Setelah semua perasaan telah diungkapkan, maka keterampilan
mendengarkan aktif dapat digunakan untuk mengidentifikasi ECMs di balik perasaan
tersebut. Pelepasan perasaan ini memungkinkan membuat pasien untuk berpikir lebih jernih
dan membuatnya lebih mudah menerima langkah berikutnya dalam model CEA, yaitu E
atau Education/Edukasi.
Catatan, bagaimanapun juga, bahwa mengedukasi pasien dalam model ini tidak
berarti seperti memberinya kuliah standar tentang penyakitnya. Kadang-kadang sangat
menarik untuk memberikan pasien penjelasan ilmiah panjang tentang penyakit dan
pengobatannya, yang akan lebih baik jika ada waktu, tetapi biasanya waktunya terbatas.
Oleh karena itu edukasi harus terlebih dahulu diarahkan menuju kesalahan persepsi yang
menyebabkan dampak emosional terbesar. Waktu terbatas, terutama jika ada lebih banyak
pasien menunggu di luar, dan berfokus pada ECMs yang memberikan "luapan terbesar
untuk uang Anda". Penjelasan lebih lengkap dapat diberikan nanti jika waktu
memungkinkan, atau dapat diberikan dalam kunjungan berikutnya. Hal ini tidak perlu dan
pada kenyataannya kontra-produktif-untuk membombardir pasien dengan informasi yang
bahkan mungkin ia tidak meminta. Minimal, apa yang diperlukan adalah untuk memberikan
data yang cukup sehingga kecemasan dapat dihilangkan sehingga pasien bersedia untuk
mematuhi pengobatan..
Agar dapat menjalankan katarsis, dokter dapat fokus pada empat langkah dasar,
dengan menggunakan keterampilan mendengarkan aktif untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dan untuk menuju pada pembicaraan tentang emosi/ perasaan:
1. Apa yang ada di pikiran Anda ketika Anda mulai merasakan gejala Anda?
2. Perasaan apa yang keluar saat pikiran-pikiran itu muncul di benak Anda?
3. Konsekuensi apa dari penyakit Anda yang membuat Anda merasa seperti ini?
Dalam kebanyakan kasus, jawaban atas pertanyaan ini adalah ECM yang akan
menjadi fokus untuk mengedukasi pasien nantinya.
4. Ringkaslah ECM dan emosi yang terkait dengan itu.

22
EDUKASI
Mudah-mudahan, pada titik ini, dua hal akan terjadi pada pasien. Pertama, ia akan
menyampaikan dan mengutarakan emosinya. Kedua, karena ia tidak lagi disibukkan dalam
usaha untuk menutup perasaannya, pasien sekarang memiliki cukup ruang dalam
pikirannya untuk dapat mendengarkan dokter yang akan menyampiakan informasi
mengenai penyakitnya. Ini adalah saat yang tepat untuk mengedukasi emosional-bukan
sebelumnya.
Setelah mengidentifikasi ECM, tugas dokter menggunakan metode CEA untuk
mengedukasi ECM terlebih dahulu sebelum menangani masalah lainnya. ECM adalah
persepsi yang menyebabkan gangguan emosi terbesar. ini adalah persepsi yang telah
menciptakan kekuatan emosional yang telah membawa pasien ke dokter. Karena itu patut
menjadi perhatian prioritas. Jika, misalnya, ketakutan pasien adalah bahwa ia akan mati
karena penyakitnya, tetapi kenyataannya adalah bahwa kematian adalah kemungkinan yang
jauh, maka pernyataan/ penjelasan langsung terhadap hal itu, diikuti oleh penjelasan
sederhana mengapa kematian tidak mungkin, akan memberikan bantuan emosional
terbesar dalam waktu singkat. Mengatasi ECM dengan segera berkomunikasi kepada
pasien bahwa dokter telah mendengarkan dia dan memahami keprihatinan itu, dan
"hubungan" emosional ini yang membawa ke dalam hubungan dokter-pasien bisa sangat
penuh makna.
Dalam menjelaskan aspek biologi penyakit, beberapa petunjuk yang berguna:
Pertama, dokter harus berbicara dalam bahasa klien - yang jelas tidak ditandai dengan
jargon/istilah ilmiah. Penjelasan harus sesederhana mungkin untuk pencapaian pemahaman
pasien. Sebagai aturan umum, istilah ilmiah harus dihindari, kecuali bagi yang pasien sudah
akrab dengan hal itu yang mutlak diperlukan untuk memahami penyakit.
Kedua, kekuatan analogi dalam menjelaskan konsep yang rumit tidak boleh dianggap
remeh. Misalnya, semua orang tahu bagaimana balon meledak saat diisi dengan udara
terlalu banyak. Menjelaskan hubungan antara hipertensi dan perdarahan intrakranial
menjadi lebih mudah dipahami bila menggunakan analogi balon. Sebagai dokter, kita semua
tahu bahwa patofisiologi ini jauh lebih rumit daripada hal itu, tapi untuk pasien, jika
penjelasan sederhana memotivasi dia untuk mematuhi pengobatannya, maka analogi akan
lebih baik dalam memfasilitasi tujuan.
Ketiga, saat ini adalah masa kedokteran berbasis bukti, dan juga semua intervensi kita
harus berbasis bukti, pasien kita umumnya tidak berbicara bahasa EBM. Bahkan pasien
yang terdidik kadang terpengaruh oleh cerita dan kesaksian pribadi dan banyak yang
sebenarnya tidak paham dalam usaha memahami prinsip pada peneltian RCT. Bahkan,
para pendukung obat herbal dan pengobatan alternatif mahal yang tidak rasional, dan belum
terbukti kebenarannya merupakan segmen "edukasi" dari kalangan masyarakat ini. Ini

23
adalah apa yang orang-orang di industri periklanan yang sejak waktu dahulu - bahwa
kecerdasan dan rasionalitas jarang berargumen- mengapa orang mau membeli produk atau
pengobatan itu. Dalam memotivasi pasien untuk mematuhi rencana pengobatan, penting
untuk memberikan bukti ilmiah, tetapi pada saat yang sama, dokter tidak perlu malu untuk
menggunakan cerita dan kesaksian. Misalnya, dia bisa memberitahu pasien kanker
payudara yang takut operasi tentang pasien yang lain yang juga menderita kanker payudara
yang selamat post-mastektomi/kemoterapi, dan kemudian mendorongnya untuk bertemu
dan berbicara dengan pasien ini untuk mendengar kesaksiannya. Pendekatan gabungan
seperti ini jauh lebih efektif.
Keempat, kita harus ingat bahwa persepsi yang menyebabkan kecemasan terbesar
mungkin hanya sedikit yang berkaitan dengan patofisiologi atau farmakologi. Saya ingat
seorang ibu yang membawa putranya yang berusia 3 tahun ke klinik dengan keluhan bahwa
anaknya memiliki berberat badan terlalu rendah dan memerlukan perangsang nafsu makan.
Pada saat dievaluasi, berat badan anak berada dalam ukuran normal, tetapi tidak ada
edukasi kesehatan yang bisa meredakan kecemasan ibu yang terus meminta perangsang
nafsu makan. Tapi ketika saya akhirnya mencoba untuk mendengarkan emosinya, saya
menemukan bahwa sebenarnya dia tidak merasa takut sesuatu yang akan terjadi pada
anaknya, melainkan takut bahwa mertuanya akan berpikir bahwa dia adalah ibu yang buruk
karena anaknya "underweight". Penyelidikan selanjutnya mengungkapkan bahwa anak-anak
di sisi keluarga suaminya itu, pada kenyataannya semua berbadan besar dan kuat,
kelebihan berat badan (overweight). Saya meyakinkannya bahwa pada kenyataannya dia
adalah seorang ibu yang baik, dan bahwa mertuanya adalah orang-orang yang lalai tentang
kesehatan anak-anak mereka. Hanya dengan jaminan ini adalah ia akhirnya bisa
mendengarkan semua penjelasan saya tentang berapa sebenarnya berat badan yang
"normal" untuk usia itu. Dalam situasi ini, faktor-faktor psikososial terkait dengan
patofisiologi jelas melebihi faktor biologis, dan perhatian yang cukup untuk faktor psikososial
muncul hanya sebagai akibat dari mendengarkan lebih sensitif terhadap perasaan (ECM)
dari ibu.
Akhirnya, sebuah katalah yang mampu menenangkan kecemasan: Sementara
pasien sangat cemas membutuhkan kenyamanan, tidak adanya kecemasan sama sekali
juga bukan suatu hal yang baik. Harus ada sedikit kecemasan bagi pasien untuk mematuhi
anjuranl pengobatan. Oleh karena itu tanggung jawab ada pada dokter untuk mengeliminasi
jumlah kecemasan ke tingkat di mana pasien tidak terlumpuhkan oleh ketakutan tapi
sementara pada saat yang sama memastikan bahwa ada kecemasan yang cukup untuk
memberikan energi pasien untuk mengambil langkah-langkah yang tepat terhadap
kesehatan. Kadang-kadang, mungkin perlu untuk meningkatkan kecemasan pasien,
terutama jika pasien cenderung untuk meminimalkan gejala dan tidak cukup termotivasi

24
untuk mematuhi pengobatan. Dalam kasus tersebut, penggunaan sistem keluarga mungkin
manuver yang bisa dilakukan, tapi itu adalah topik untuk panduan selanjutnya.
TINDAKAN / AKSI
Setelah mengedukasi pasien tentang penyakitnya, dokter sekarang harus
mengusulkan tindakan / aksi untuk meringankan pasien dari sakitnya. Sekali lagi, waktu
emosional yang tepat untuk menjelaskan pengobatan yang diusulkan adalah setelah ECM
telah ditangani - bukan sebelumnya. Jika tidak, pasien hanya akan terus kembali ke ECM
dan tidak ada gerakan maju yang dapat dicapai dalam menjelaskan pengobatan.
Dengan asumsi ini telah dilakukan, namun harus diingat bahwa pasien juga mungkin
memiliki ECMs tentang pengobatan, terutama ketika intervensi melibatkan operasi atau
ketika obat yang diberikan memiliki "reputasi" menimbulkan banyak efek samping. Sekali
lagi, keterampilan mendengarkan aktif dapat digunakan untuk mengidentifikasi ECMs
tersebut, sehingga ECMs dapat segera diatasi. Mendengarkan, mengungkapkan, dan
kemudian berurusan dengan ECMs segera mengirim pesan kepada pasien bahwa dokter
mendengarkan dan memahami keprihatinannya. Sekali lagi “koneksi” emosional dapat
terbukti sangat berharga dalam memotivasi pasien untuk mematuhi pengobatan.
Tak perlu dikatakan bahwa prinsip berbasis bukti harus digunakan dalam
merekomendasikan pengobatan. Namun, seperti yang dibahas sebelumnya, dokter juga
harus tahu kapan menggunakan analogi, cerita, dan kesaksian untuk memotivasi pasien
untuk meningkatkan kepatuhannya.

KESIMPULAN
Ringkasan : Semua pasien yang berkonsultasi memiliki dua masalah yang perlu
ditangani yaitu penyakit fisik dan kecemasan yang dirasakan pasien sebagai akibat dari
penyakitnya. Antara dua, itu adalah kecemasan yang biasanya mendorong secara kuat
pasien untuk berkonsultasi. Pendekatan holistic yaitu pendekatan biopsikososial untuk
edukasi mensyaratkan bahwa pasien harus mendapatkan informasi yang baik dan
mendapatkan kenyamananr. Mendengarkan secara aktif memungkinkan dokter untuk
sensitif mengidentifikasi persepsi emosional kritis/ECM pasien tentang penyakitnya. Dengan
memfokuskan upaya kita pada edukasi ECMs, kita dapat memberikan kenyamanan terbesar
dan pencerahan untuk pasien kita dengan waktu paling sedikit.
Pada pandangan pertama, menggunakan keterampilan mendengarkan aktif mungkin
tampak lebih memakan waktu, tapi pada akhirnya, terampil mendengarkan aktif benar-benar
menghemat waktu dan sangat berguna dalam upaya edukasi serta meningkatkan kedekatan
dokter-pasien. Ini hanya menggambarkan pepatah bahwa kadang-kadang, "Jalan berangkat
yang panjang adalah perjalanan pulang yang lebih pendek."

25
D. PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN SKILL LAB

KONSELING INDIVIDU:
METODE CEA (KATARSIS-EDUKASI-TINDAKAN / AKSI)

Role Play:
Lakukan role-play dalam melakukan konseling metode CEA dengan teman anda. Buatlah
pasangan 2 orang dan secara bergantian berperan sebagai:
 Dokter yang akan meng-konseling pasien dengan penyakit kronik.
 Pasien yang datang dengan penyakit kronik
 Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai observer yang
mengevaluasi dokter konselor dengan menggunakan Check List Konseling Metode CEA
Selamat bekerja!

Panduan untuk Peran Pasien:


Pilihlah satu dari masalah kesehatan kronik di bawah ini. Anda datang ke dokter dengan
membawa kecemasan/ kekhawatiran/ ketakutan yang berkaitan dengan
kesalahapahaman tentang penyakit kronik yang Anda derita. Pilihlah satu atau lebih
kesalapahaman yang sesuai dengan penyakit kronik yang Anda pilih. Anda bisa
mengembangkan kesalahpahaman yang terjadi berdasarkan hasil observasi atau
pengalaman pribadi Anda.

Penyakit Kesalahpahaman
Hipertensi  Kontrol ke dokter hanya kalau ada keluhan
 Konsumsi timun, seledri dan bawang putih dapat menurunkan tekanan
darah tanpa minum obat sama sekali
 Makanan tanpa garam sama sekali dapat menurunkan tekanan darah dan
menggunakan MSG dipakai sebagai pengganti garam saat memasak
makanan
 Tidak boleh banyak beraktifitas
 Banyak beraktifitas untuk menurunkan tekanan darah
 Hipertensi bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)

Diabetes  Mengurangi asupan gula (minuman manis), tapi tetap makan karbohidrat
Mellitus lain dalam jumlah tetap/banyak
 Mengurangi segala macam karbohidrat/ makanan agar gula darahnya
turun
 Harus minum obat setiap hari, termasuk pada saat tidak makan
 Takut tergantung dengan insulin, kalau sudah dengan insulin berarti
penyakitnya sudah parah
 DM bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)
 Kalau sakit DM kaki bisa diamputasi
 Orang tua menderita DM anaknya pasti sakit DM juga (padahal DM

26
bersifat genetik multifaktorial, juga tergantung dari gaya hidup)
 Orang penderita DM tidak boleh menikah dengan orang penderita DM

TBC  Sakit parah, bisa mati


 Malu dijauhi tetangga, menganggap TBC adalah penyakit hina/
penyakitnya orang miskin
 Begitu pasien merasa sudah baik tidak meneruskan pengobatan sampai
selesai
 Setelah dinyatakan sembuh, pasien berpikir tidak akan kambuh lagi
(padahal dia harus menjaga kondisi tubuhnya tetap sehat)
 Pengobatan TBC selama 6 bulan sudah dianggap otomatis selesai
(padahal harus dievaluasi)
 Pasien TBC takut dianggap selalu menularkan penyakitnya ke orang lain
walaupun dia sudah melewati pengobatan 2 minggu pertama
 Cara penularan dianggap hanya melalui batuk di depan orang lain, tetapi
pasien tetap meludah disembarang tempat

PKTB  Flek ditularkan antar anak yang bermain bersama


 Anak yang tidak doyan makan dianggap menderita flek
 Penyebab dari flek berbeda dengan penyebab penyakit TBC
 Orang tua anak tidak merasa perlu mencari sumber penularan dan
melakukan pencegahan

Asma  Menyangkal diagnosis asma karena merasa orang tua sama sekali tidak
Bronkiale ada yang menderita asma, walaupun ada anggota keluarga alergi
makanan atau rhinitis alergika)
 Pasien lupa / tidak mau menghindari zat allergen
 Persepsi bahwa asma muncul hanya saat anak-anak, tidak bisa muncul
saat dewasa

27
CHECKLIST/PENILAIAN TEORI

Checklist Konseling Individu Metode CEA


No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai
0 1 2
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung Rasa
1 Memberikan salam dan membuat pasien  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
merasa nyaman  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh kesahnya/ uneg-
unegnya....”
B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit yang
dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya kesalahpahaman
pasien tentang keadaan sakitnya yang menyebabkan kecemasan
(emotionally critical misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan kecemasan
atau yang menyebabkan tekanan emosi terbesar
Empat langkah dasar:
Pertanyaan (3) & Merangkum (1)
2.  “Apa yang Bapak/Ibu pikirkan pada saat
Bapak/Ibu merasakan sakitnya ?”
3.  “Apa yang Bapak/Ibu rasakan pada waktu  Catatan = Emosi dasar manusia : marah, sedih, takut, gembira
Bapak/Ibu berpikir seperti itu ?”
4.  “Hal apa dari penyakit Bapak/Ibu yang  Catatan = Pada kebanyakan kasus, jawaban pada pertanyaan
paling membuat Bapak/Ibu merasa inilah muncul ECM yang akan difokuskan pada edukasi pasien
begitu ?” nantinya
5.  Menyimpulkan ECM dan perasaan yang 
berhubungan dengan ECM tersebut
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi ECM
terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan lainnya tentang
penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien
Edukasi tentang penyakit:
7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan
Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang
8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi 28enture versus penularan infeksi dan
sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan realitas
10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan pasien
(meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi pasien terlalu
melebih-lebihkan realitas
D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.
11. Menerangkan pengelolaan penyakit
12. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang penting dari
penyakit & pengelolaannya
13. Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien terhadap keadaan sakitnya
14. Membuat janji untuk pertemuan berikutnya jika
diperlukan
II. Komunikasi Non Verbal
15. Aspek-aspek komunikasi non-verbal  Menjaga tatapan mata
 Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan ketrampilan mendengar
aktif
16. Aspek-aspek dari empati dan ketrampilan  Refleksi isi
mendengar aktif  Refleksi perasaan
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat

28
CHECKLIST/PENILAIAN UJIAN
No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai
0 1 2
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung Rasa
1 Memberikan salam dan membuat pasien  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
merasa nyaman  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh kesahnya/ uneg-
unegnya....”
B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit yang
dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya kesalahpahaman
pasien tentang keadaan sakitnya yang menyebabkan kecemasan
(emotionally critical misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan kecemasan
atau yang menyebabkan tekanan emosi terbesar
Empat langkah dasar:
Pertanyaan (3) & Merangkum (1)
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi ECM
terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan lainnya tentang
penyakit yang diderita
D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.
II. Komunikasi Non Verbal
Aspek-aspek komunikasi non-verbal  Menjaga tatapan mata
 Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan ketrampilan mendengar
aktif
Aspek-aspek dari empati dan ketrampilan  Refleksi isi
mendengar aktif  Refleksi perasaan
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat

29
Blok 22.

Kedokteran
Pelayanan Kesehatan Primer
yang Berorientasi
pada Keluarga dan Komunitas
(Family and Community Oriented Primary
Care)

Daftar Keterampilan Hal

1. Keterampilan konseling 5A dan 5R ……………………………………………… 30


2. Ketrampilan konseling pada edukasi keluarga dengan metode CEA
(catharsis-education-action) ........................................................................... 44
3. Pembuatan Media Promosi Kesehatan ………………………………………… 56
4. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Dalam Rangka Promosi Kesehatan
(Penyuluhan) di Tingkat Individu, Keluarga dan Masyarakat ......…………… 66

30
Materi 1 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)
Konseling Metode 5A dan 5R untuk
Perubahan Perilaku Berhenti Merokok

A. Tujuan Instruksional Umum:


Pada akhir kegiatan skills lab, mahasiswa akan mampu melakukan konseling metode
5A dan 5R untuk perubahan perilaku berhenti merokok

B. Tujuan Instruksional Khusus:


Pada akhir kegiatan skills lab, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan tahapan perubahan perilaku kesehatan
2. Menjelaskan tahapan konseling 5A untuk berhenti merokok
3. Menjelaskan tahapan konseling 5R untuk memotivasi perokok berhenti merokok
4. Melakukan konseling 5A dan 5R untuk berhenti merokok

C. Teori Dasar
MENGUBAH PERILAKU KESEHATAN
Pendahuluan
Sebagai orang yang bekerja dalam profesi kesehatan, kita harus menemukan cara
yang paling efektif untuk memperluas manfaat dari kesehatan yang baik bagi semua orang.
Dengan demikian, kita bisa membantu klien yang paling rentan dan mendorong mereka
melakukan perilaku kesehatan yang bertanggung jawab dan mengadopsi gaya hidup yang
kondusif untuk kesehatan yang lebih baik.
Prochaska dan DiClemente (1983) mengembangkan “The Transtheoretical Model
(TTM)” yang merupakan suatu model biopsikososial bersifat integratif untuk
menggambarkan konsep dari suatu proses perubahan perilaku yang disengaja (intentional
behavior change). Perubahan menyiratkan fenomena yang terjadi seiring waktu. Secara
tradisional, perubahan perilaku sering ditafsirkan sebagai suatu peristiwa, seperti berhenti
merokok, berhenti minum minuman beralkohol, atau berhenti makan berlebihan. Dalam
konsep TTM, perubahan disebutkan sebagai proses yang terungkap seiring dengan
berjalannya waktu, melibatkan kemajuan melalui serangkaian tahapan, sehingga sering
disebut juga sebagai “Stages of Change”. Dalam konsep TTM ini terdapat lima tahap
perubahan perilaku, yaitu:
1. Precontemplation (not ready) (tidak siap, tidak berniat untuk melakukan perubahan
perilaku dalam enam bulan ke depan),
2. Contemplation (getting ready) (bersiap-siap, berniat untuk melakukan tindakan
perubahan perilaku dalam enam bulan ke depan),

31
3. Preparation (ready) (siap untuk melakukan tindakan perubahan perilaku dalam 30
hari ke depan, mulai melakukan langkah-langkah kecil),
4. Action (telah melakukan perubahan gaya hidup yang terang-terangan dalam enam
bulan terakhir),
5. Maintenance (melakukan perilaku yang baru selama lebih dari enam bulan)
„Model Tahapan Perubahan (Stages of Change Model)‟ ini sangat berguna ketika
merancang intervensi promosi kesehatan untuk target populasi tertentu. Ini memaksa
praktisi untuk menggunakan strategi yang paling efektif untuk memunculkan dan
mempertahankan perubahan perilaku tergantung pada tahap perubahan orang yang terlibat.
Menurut Prochaska, mayoritas promosi kesehatan atau program pencegahan penyakit
dirancang untuk orang-orang minoritas yang berada dalam tahap tindakan (action). Dia
memperkirakan bahwa di antara orang-orang yang perokok pada tahun 1985, hampir 70%
tidak siap untuk mengambil tindakan. Hasil survei tahapan perubahan di tahun 1986
menunjukkan sebagai berikut: (1) tahap-pre-kontemplasi 35%; (2) tahap kontemplasi 34%;
(3a) tahap bersiap untuk tindakan 15%; (3b) tahap mengambil tindakan 12%; dan (4) tahap
pemeliharaan 4%.

Tahapan Perubahan Perilaku Terkait dengan Merokok


Upaya berhenti merokok harus bertujuan untuk memindahkan perokok melalui 5-6 tahapan
perubahan perilaku secara progresif yang diidentifikasi oleh Prochaska dan DiClemente.
Tahapan-tahapan berikut telah diadaptasi untuk digunakan dalam berhenti merokok adalah
sebagai berikut:
1. Pre-kontemplasi (pre-contemplation)
Perokok tidak termotivasi untuk berhenti merokok.
Kemungkinan alasan: ketidaktahuan tentang dampak bahaya rokok, usaha yang gagal di
masa lalu untuk berhenti, sikap fatalistic, dll.
Strategi: Menciptakan kesadaran tentang dampak bahaya rokok dan manfaat yang
didapatkan jika berhenti merokok; membantu menetralisir alasan usaha yang gagal di
masa lalu dan mendorong untuk mencoba lagi.
2. Kontemplasi (contemplation)
Perokok termotivasi untuk berhenti merokok dalam enam bulan ke depan, tapi belum
menetapkan tanggal berhenti.
Strategi: Mendorong dan memotivasi perokok untuk menetapkan target dan membuat
rencana berhenti merokok yang spesifik; menekankan biaya merokok dan manfaat dari
berhenti merokok pada hal yang lebih nyata, misalnya jumlah uang yang terbuang untuk
membeli rokok, menghitung jumlah rokok yang dihisap per hari, pengujian karbon
monoksida.

32
3. Persiapan (preparation)
Perokok berencana untuk berhenti merokok dalam waktu satu bulan ke depan.
Strategi: Mengajarkan keterampilan khusus untuk berhenti merokok; membantu perokok
membuat dan melaksanakan rencana tindakan spesifik dan menetapkan target yang
realistis.
4. Tindakan (action)
Perokok sudah berhenti merokok dalam enam bulan terakhir.
Strategi: Memberikan pengalaman belajar berbasis masalah dan berorientasi pada
tindakan; memberikan dukungan sosial dan umpan balik untuk upaya dan mekanisme
koping (cara mengatasi) yang spesifik.
5. Pemeliharaan (maintenance)
Perokok telah berhenti merokok lebih dari enam bulan.
Strategi: Berlanjut memberikan dukungan sosial dan penguatan lanjutan; membantu
melakukan problem-solving, mengajarkan keterampilan pencegahan kekambuhan
berulang, dan menangani masalah kekambuhan secara positif.
6. Penghentian (termination)
Ini didefinisikan sebagai keadaan stabil di mana tidak ada godaan untuk merokok di
semua situasi dan keyakinan maksimum pada kemampuan seseorang untuk melawan
kambuh di semua situasi.

Mengidentifikasi Tahapan Seorang Perokok


1. Apakah Anda pernah berpikir tentang berhenti merokok?
Tidak - tahap pre-kontemplasi; Ya - Setidaknya tahap kontemplasi
2. Apakah anda ingin berhenti merokok?
Ya - Setidaknya tahap kontemplasi
3. Apakah Anda berencana untuk berhenti merokok pada bulan depan?
Tidak - tahap kontemplasi; Ya - tahap persiapan atau tindakan
4. Berapa lama Anda telah berhenti merokok?
Kurang dari enam bulan –tahap tindakan; lebih dari enam bulan - tahap pemeliharaan

Untuk Pasien Mau Berhenti Merokok


Memberikan motivasi dan mendukung untuk berhenti
Semua pasien yang mengikuti suatu perawatan kesehatan harus memiliki status
penggunaan tembakau yang dinilai secara rutin. Dokter harus menyarankan semua
pengguna tembakau untuk berhenti dan kemudian menilai kesediaan pasien untuk membuat
upaya berhenti. Untuk pasien yang tidak siap untuk melakukan upaya berhenti saat ini,

33
dokter harus menggunakan intervensi singkat yang dirancang untuk mempromosikan
motivasi untuk berhenti.

Model 5A’s dan 5R’s untuk Konseling Berhenti Merokok

Model 5A’s
The 5As (Ask, Advise, Assess, Assist, Arrange) (Fiore et al, 2008) summarize all the
activities that a primary care provider can do to help a tobacco user within 3−5 minutes in a
primary care setting. This model can guide you through the right process to talk to patients
who are ready to quit about tobacco use and deliver advice. Please find below action and
strategies for implementing each of the 5As (Table 2) (WHO, 2014).

Model 5R’s
The 5 R’s - relevance, risks, rewards, roadblocks, and repetition – are the content areas that
should be addressed in a motivational counseling intervention to help those who are not
ready to quit…
If your patient doesn’t want to be a non-tobacco user (doesn’t think that quitting is
important), please focus more time on “Risks” and “Rewards”. If your patient wants to be a
non- tobacco user but doesn’t think he or she can quit successfully (doesn’t feel confident in
their ability to quit), please focus more time on the “Roadblocks”. If patients remain not ready
to quit, end positively with an invitation to them to come back to you if they change their
minds. Table 3 summarizes some useful strategies to deliver a brief motivational intervention
in primary care (WHO, 2014).

34
35
36
37
D. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Skills Lab

PERUBAHAN PERILAKU TERKAIT KEBIASAAN MEROKOK


Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai kegiatan keterampilan medik (skills lab), mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menanyakan secara sistematis kepada semua pasien tentang status merokok
mereka
2. Menilai kesiapan pasien untuk berhenti merokok
3. Menasehati pasien dengan masalah kardiovaskular untuk berhenti merokok
4. Menjelaskan bahaya tembakau pada sistem kardiovaskular
5. Membantu pasien untuk berhenti merokok
6. Mengatur tindak lanjut pada kemajuan penghentian pasien merokok

Menanyakan Riwayat Merokok Pasien


Angka/ jumlah kematian kardiovaskular global diperkirakan yang terkait dengan merokok
adalah 1,62 juta kematian kardiovaskular pada tahun 2000, terhitung 11% dari total global
usia dewasa (30 tahun) kematian kardiovaskular.
Peningkatan merokok selama kuartal terakhir abad kedua puluh di sejumlah negara
berkembang, termasuk bagian dari Asia Tenggara, telah menghasilkan sekitar 10%
(300.000) dari semua kematian kardiovaskular saat dewasa yang disebabkan merokok,
termasuk jumlah kematian kardiovaskular yang jauh lebih besar daripada di Kawasan

38
Pasifik Barat (120.000, 4%), dan 81% dari kematian kardiovaskular yang disebabkan
merokok pada individu antara 30 dan 69 tahun di negara berkembang. Jumlah kematian
kardiovaskular yang terkait dengan merokok di kalangan laki-laki lebih tinggi daripada di
antara wanita, dengan catatan untuk 78% pria dari semua kardiovaskular yang disebabkan
merokok di negara berkembang.
Kecenderungan menunjukkan bahwa kebiasaan merokok telah meningkat di banyak negara
berkembang selama beberapa dekade terakhir, seperti populasi yang memiliki risiko
kardiovaskular lain seperti kelebihan berat badan dan obesitas. Karena efek dari merokok
pada penyakit kardiovaskular muncul lebih cepat dari penyakit lain yang dipengaruhi oleh
merokok (misalnya, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik), ini berarti peningkatan yang
diharapkan dalam mortalitas kardiovaskular di negara berkembang. Pada saat yang sama,
karena manfaat kesehatan dari berhenti merokok terjadi lebih cepat untuk kardiovaskular
dibandingkan penyakit lain, kebijakan yang mencegah dan mengurangi merokok akan
memiliki manfaat langsung dan besar untuk mengurangi mortalitas kardiovaskular.
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh QTI, 77% dari dokter Indonesia tidak secara rutin
menanyakan pasien tentang merokok.Studi penelitian menunjukkan bahwa jika dokter
memiliki pengingat untuk bertanya tentang merokok, misalnya status merokok adalah
bagian dari tanda-tanda vital, dokter tiga kali lebih mungkin untuk menyarankan pasien
untuk berhenti. Saran sederhana dari seorang dokter telah terbukti untuk meningkatkan
tingkat pantang/ menentang yang signifikan (sebesar 30%) dibandingkan dengan tidak ada
saran (Fiore, et al. 2000).
Ada beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika kita menanyakan riwayat
merokok pasien, yaitu (1) meminta/ menanyakan status merokok untuk semua pasien
(termasuk perempuan, dan remaja); (2) jika pasien tidak merokok, mereka harus ditanya
apakah mereka pernah merokok (karena bahkan setelah berhenti, seorang perokok dapat
mulai lagi); (3) pertanyaan harus disampaikan dengan cara yang baik dan tidak interogatif;
(4) menggali sejarah merokok pasien seberapa banyak mereka merokok rokok setiap hari,
apakah mereka menggunakan bentuk-bentuk lain tembakau); dan (5) membuat catatan
pada status merokok pasien dalam rekam medis (mungkin anda dapat menempatkan status
merokok pasien pada kartu pasien).

Role play
Kasus ini dapat digunakan dalam bermain peran (role play). Salah seorang mahasiswa
bertindak sebagai dokter, dan lainnya bertindak sebagai pasien.Lakukan komunikasi
sederhana yang terintegrasi dengan pasien, dan ingat untuk bertanya tentang status
merokok pasien.

39
Ilustrasi Kasus
Pak TR, berusia 58 tahun, yang mengalami serangan jantung 2 minggu yang lalu, dan baru
saja keluar dari rumah sakit selama seminggu, datang ke praktik dokter ahli jantung untuk
kontrol. Pak TR belum dapat sepenuhnya berhenti merokok dan tidak bisa berbuat banyak
untuk menekan keinginannya untuk merokok. Dia pernah merokok setidaknya satu pak
sehari sebelum serangan jantung, sekarang dia sudah membuat upaya untuk mengurangi
jumlah rokok yang dihisap sampai hanya setengah bungkus sehari, tapi tetap saja ia tak
bisa berhenti sepenuhnya. Dokter menjelaskan bahaya tembakau, efeknya terhadap kondisi
kesehatan pasien, mengenai riwayat serangan jantung sebelumnya, dan risiko lebih tinggi
terkena serangan lain jika kebiasaan merokok diteruskan.

Hubungan Tembakau dan Penyakit Kardiovaskular


Berikut ini ada ringkasan beberapa fakta dan bukti tentang hubungan antara tembakau dan
penyakit kardiovaskular. Hal ini bisa digunakan untuk melengkapi diskusi tentang topik
kegiatan ketrampilan medik ini.

Tembakau dan Penyakit Kardiovaskular

1. Data eksperimental dan klinis terbaru yang mendukung hipotesis bahwa paparan asap
rokok meningkatkan stres oksidatif sebagai mekanisme potensial untuk memulai
disfungsi kardiovaskular. (1)
2. Merokok meningkatkan peradangan, trombosis, dan oksidasi low-density lipoprotein
kolesterol. (1)
3. Sampai dengan 30% dari beberapa korban jiwa kardiovaskular dapat dikaitkan dengan
merokok. (2)
4. Penyakit jantung iskemik (ischemic heart disease = IHD): sebanyak 54% dari kematian
akibat kardiovaskular terkait dengan merokok. (4)
5. Di Pasifik Barat dan daerah Asia Tenggara, IHD disebabkan merokok berkisar 13-33%
pada laki-laki dan dari <% 1 -28 pada wanita. (2)
6. Ada hubungan dosis-respons yang jelas antara jumlah rokok yang dihisap per hari dan
CHD (chronic heart disease). (3)
7. Perokok saat ini memiliki risiko 1,60 kali lebih mungkin untuk memiliki PJK dibandingkan
dengan yang bukan perokok. (3)
8. Berhenti merokok memberikan manfaat yang nyata, yang ditunjukkan dengan rasio
bahaya untuk mantan perokok adalah 0,71 untuk CHD dibandingkan dengan perokok.
(3)
9. Pada tahun 2000, sebuah diperkirakan 1,62 juta kematian kardiovaskular di dunia, 11%
dari total kematian kardiovaskular global yang disebabkan oleh merokok:
- 670 000 kematian kardiovaskular terjadi disebabkan merokok di negara berkembang
dan 960 000 di daerah industri. (4)
- 1,17 juta kematian di antara laki-laki dan 450 000 di antara perempuan. (4)
10. Lebih dari 1 dalam setiap 10 kematian kardiovaskular di dunia pada tahun 2000 yang
disebabkan oleh merokok menunjukkan bahwa penting untuk mencegah kematian
kardiovaskular yang disebabkan oleh merokok sebagai penyebab utama. (4)

40
Referensi:
1. Ambrose JA, Barua RS. The pathophysiology of cigarette smoking and cardiovascular
disease: an update. J Am Coll Cardiol 2004;43:1731-7.
2. Martiniuk AL, Lee CM, Lam TH, Huxley R, Suh I, Jamrozik K, et al. The frtindakan / aksi
of ischaemic heart disease and stroke attributable to smoking in the WHO Western
Pacific and South-East Asian regions. Tob Control 2006;15:181-8.
3. Asia Pacific Cohort Studies Collaboration. Smoking, quitting, and the risk of
cardiovascular disease among women and men in the Asia-Pacific region. Int J
Epidemiol 2005;34:1036-45.
4. Ezzati M, Henley SJ, Thun MJ, Lopez AD. Role of smoking in global and regional
cardiovascular mortality. Circulation 2005;112:489-97.

Poin untuk Diskusi:


 Dokter harus mampu menggunakan beberapa cara kreatif untuk menjelaskan kepada
pasien bagaimana efek atau dampak tembakau terhadap CVD mereka dan mengapa
mereka harus berhenti merokok. Misalnya, menggunakan analogi atau gambar: (merokok
menyebabkan penyumbatan "pipa" (pembuluh darah) yang membawa darah.
 Dokter juga bisa menggunakan cerita rakyat umum, atau pepatah umum untuk
menjelaskan efek dari tembakau atau untuk kepentingan berhenti merokok. Dokter juga
bisa menggunakan kisah seorang pasien yang yakin untuk berhenti.
 Dokter harus menekankan pada apa yang akan terjadi dengan jantung mereka jika
pasien terus merokok atau merokok lagi setelah kondisi dirasakan lebih baik.

E. Penilaian

Daftar Tilik Penilaian Konseling Metode 5A

No Aspek yang Dinilai Parameter Nilai


0 1 2 3
I. Komunikasi Verbal
A. Membina sambung rasa
1. Memberikan salam dan  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
membuat pasien merasa  “Ada yang bisa saya bantu? Apa yang
nyaman dikeluhkan? Coba ceritakan...?”
 ”Silahkan menyampaikan keluhannya/ keluh
kesahnya/ uneg-unegnya....”
B. Ask (Bertanya)
Mengidentifikasi secara  Kategori perokok:
sistematis status merokok 1. Mantan Perokok (Tidak merokok dalam 1
semua pasien: perlu tahun)
dilakukan secara rutin dan 2. Perokok Aktif
didokumentasikan 3. Perokok Pasif
2. Tanyakan kepada pasien  “Apakah Anda merokok..?”
apakah ia merokok atau tidak
3. Jika pasien tidak merokok,  “Apakah Anda pernah merokok sebelumnya?’
tanyakan apakah ia pernah  “Sejak kapan Anda berhenti merokok?”
merokok sebelumnya, berapa  “Apa alasan Anda berhenti merokok?”
banyak yang dihisap per hari  “Berapa jumlah rokok yang Anda hisap dulu?”
dan kapan mulai berhenti, serta  “Apakah ada anggota keluarga yang
alasannya. merokok?”
Juga ditanyakan apakah ada
anggota keluarga yang
merokok

41
4. Jika pasien merokok, tanyakan  “Berapa jumlah rokok yang Anda hisap?’
sejak kapan merokok, berapa “Berapa pada awal anda mulai merokok?”;
banyak rokok yang dia “Setiap harinya dalam 1 minggu/1
konsumsi per hari, jenis rokok bulan/3bulan terakhir berapa batang?”
yang dihisap  “Rokok jenis apa yang Anda hisap?”;
“Harganya?”
5. Tanyakan apakah sudah ada  “Apakah ada gangguan kesehatan yang
gangguan kesehatan yang dirasakan akibat merokok?”
muncul terkait dengan kebiasan
merokok
C. Advice (Memberikan nasihat)
Membujuk semua perokok  Mendesak setiap perokok untuk berhenti
bahwa mereka perlu berhenti merokok dengan cara yang jelas, kuat dan
merokok personal (a clear, strong and personalized
manner)
6. Menggali pemahaman perokok:  “Apakah Anda tahu tentang dampak negatif
tanyakan apakah perokok tahu merokok bagi Anda? Bagi orang di
tentang dampak negatif sekitarnya?
merokok bagi pasien dan  “Apa sajakah dampak negatif tersebut..?”
orang-orang di sekitarnya
7. Jelaskan tentang dampak  Menjelaskan berbagai dampak negatif
negatif merokok dalam aspek merokok bagi perokok aktif:
kesehatan, ekonomi, sosial dan 1. Aspek kesehatan
agama 2. Aspek ekonomi
3. Aspek sosial
4. Aspek agama
 Menjelaskan dampak negatif merokok bagi
perokok aktif terutama dalam aspek
kesehatan:
1. Secondhand smoke
2. Thirdhand smoke
8. Sampaikan kepada perokok  Mendesak setiap perokok untuk berhenti
tentang perlunya berhenti merokok dengan cara yang jelas, kuat dan
merokok (terkait dengan personal (contoh ada dalam dasar teori)
berbagai dampak negatif  Menjelaskan berbagai manfaat yang akan
merokok) dan berbagai manfaat diperoleh jika berhenti merokok:
yang akan diperoleh jika 1. Aspek kesehatan
berhenti merokok 2. Aspek ekonomi
3. Aspek sosial
4. Aspek agama
D. Assess (Menilai)
Menilai kesiapan perokok  Memberikan 2 pertanyaan utama terkait
untuk melakukan upaya „pentingnya‟ dan „kepercayaan diri‟ untuk
berhenti merokok berhenti merokok (A & B)
9. Tanyakan apakah perokok ingin  “Apakah saat ini Anda ingin berhenti
berhenti merokok. merokok?”(A)
Jika YA, tanyakan apa  “Apa motivasi/ alasan utama Anda untuk
motivasinya berhenti merokok?”
10. Tanyakan apakah perokok  “Apakah (menurut Anda), Anda memiliki
memiliki kesempatan untuk kesempatan untuk berhasil berhenti
berhasil berhenti merokok merokok?” (B)
11. Tanyakan tentang upaya  “Apakah Anda pernah melakukan upaya
berhenti merokok sebelumnya; berhenti merokok dalam 1 tahun terakhir ini?”
serta faktor-faktor yang  ”Bila YA, berapa lama Anda mampu berhenti?
mendukung dan menghambat (…..minggu; ….bulan);
perokok untuk berhenti  ”Apa yang menjadi alasan Anda berhenti
merokok (perlu dicermati untuk pada saat itu?”
digunakan dalam langkah  “Apa hal-hal yang mendukung Anda berhenti
Assist) merokok?”

42
 “Apa hal-hal yang menghambat Anda berhenti
merokok?”
 “Apa tantangan Anda berhenti merokok?”
E. Assisst (Membantu)
Bantu perokok dengan  Bantu perokok membuat rencana berhenti
rencana berhenti merokok merokok
 Berikan konseling praktis
 Berikan dukungan sosial dalam perawatan
 Berikan materi pelengkap (pamflet, brosur,
poster, dll), termasuk informasi tentang hot
lines for quit smoking dan sumber rujukan
lainnya
 Jika diperlukan, rekomendasikan penggunaan
obat-obat (nicotine replacemet therapy= NRT)
yang telah disyahkan oleh pihak berwenang
12 Membantu perokok  Diskusikan tentang gejala-gejala yang dihadapi
mendiskusikan materi berhenti pada saat perokok mencoba berhenti merokok
merokok (withdrawal syndrome)
 Diskusikan tentang faktor pemicu untuk
merokok lagi (misal: faktor sosial dan
lingkungan di sekitar); dan strategi untuk
mengatasi hambatan tersebut
 Diskusikan tentang dukungan sosial yang ada
(identifikasi siapa yang dapat membantu
perokok selama proses berhenti merokok)
F Arrange to Follow Up (Mengatur rencana tindak lanjut)
Agendakan pertemuan  Agendakan pertemuan lanjutan dengan
lanjutan atau rujukan ke interaksi secara langsung atau via telepon/
spesialis terkait sms/ whatsapps
 Jika diperlukan, rujuk perokok ke spesialis
terkait
13. Agendakan pertemuan lanjutan  WHEN:
berdasarkan kondisi pasien Pertemuan lanjutan ke1 = dalam minggu 1
Pertemuan lanjutan ke2 = dalam 1 bulan
setelah tanggal berhenti
 HOW:
Gunakan metode praktis seperti telepon,
kunjungan pribadi dan surat/ email untuk
melakukan tindak lanjut. Menindaklanjuti
dengan pasien dianjurkan dilakukan melalui
kerja tim jika memungkinkan. •
 WHAT
Untuk semua pasien:
1. Identifikasi masalah yang sudah dihadapi
dan antisipasi tantangan.
2. Ingatkan pasien bahwa tersedia dukungan
sosial extra-treatment
3. Menilai penggunaan dan masalah
pengobatan.
4. Jadwalkan follow up selanjutnya.
Bagi pasien yang sudah tidak merokok:
* Ucapkan selamat atas kesuksesan mereka.
Bagi pasien yang mengkonsumi rokok
lagi:
1. Ingatkan mereka untuk melihat „kambuh‟
sebagai pengalaman belajar
2. Meninjau ulang keadaan dan mendapatkan
komitmen.

43
3. Hubungkan perokok ke perawatan yang
lebih intensif jika tersedia
II. Komunikasi Non-Verbal
Aspek-aspek komunikasi non- 
Artikulasi suara jelas
14. verbal 
Intonasi tepat

Menjaga tatapan mata

Ekspresi wajah ramah & tersenyum

Postur tubuh terbuka, gerakan tangan & kaki
sesuai
 Menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati & Ketrampilan Mendengar Aktif
15. Aspek-aspek dari empati dan  Menunjukkan empati
ketrampilan mendengar aktif  Refleksi isi
 Refleksi perasaan
 Refleksi pengalaman
Keterangan: 0= tidak dilakukan 1= dilakukan tapi tidak tepat
2= dilakukan ecara tepat 3= dilakukan secara tepat & sempurna

44
Materi 2 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)

PENGGUNAAN KETERAMPILAN KONSELING KELUARGA MENGGUNAKAN


METODE CEA (KATARSIS-EDUKASI TINDAKAN / AKSI)

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:


Pada akhir kegiatan laboratorium keterampilan, mahasiswa mampu melakukan
konseling keluarga menggunakan metode CEA

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:


Pada akhir kegiatan laboratorium keterampilan, mahasiswa dapat:
1. Membedakan berbagai tahap keterlibatan dokter dalam keluarga
2. Menjelaskan penggunaan pertemuan keluarga
3. Menjelaskan langkah-langkah konseling keluarga menggunakan metode CEA
4. Melakukan langkah-langkah konseling keluarga menggunakan metode CEA

C. TEORI DASAR
Salah satu prinsip utama dari spesialisasi kedokteran keluarga adalah bahwa
perawatan pasien idealnya terjadi dalam konteks keluarga. Pendekatan berorientasi
keluarga akan sangat berharga dalam pengelolaan penyakit kronis seperti hipertensi dan
diabetes. Ada sebuah badan mengumpulkan penelitian yang menunjukkan bahwa intervensi
keluarga lebih efektif daripada pendekatan individu. Namun kita tahu sangat sedikit tentang
bagaimana untuk memasukkan intervensi keluarga dalam praktek keluarga yang sibuk.
Penggunaan waktu oleh dokter adalah wilayah studi yang hampir tidak terlihat. Hal ini tidak
memerlukan waktu yang panjang tapi sangat penting.

TAHAP KETERLIBATAN DENGAN DOKTER KELUARGA


Meskipun tahap keluarga berorientasi intervensi dalam setiap pertemuan antara
dokter-pasien yang diberikan harus dipengaruhi sebagian oleh sifat masalah yang diajukan
dan keinginan pasien untuk kegiatan tersebut, asumsi filosofis khusus kedokteran keluarga
menyatakan bahwa harus ada bukti orientasi keluarga di hampir setiap wawancara.
Doherty & Baird (1983) membuat kontribusi yang berharga bagi literatur konseptual
pada keluarga berorientasi intervensi dengan mengidentifikasi tahap tertentu dari
keterlibatan keluarga dalam pertemuan antara dokter-pasien. Tahapan berikut dilaksanakan
secara berurutan:

45
Tahap Satu : Penekanan minimal pada keluarga
Tahap Dua : Memberikan informasi medis dan saran
Tahap Tiga : Memunculkan perasaan dan memberikan dukungan emosional
Tahap Empat : Penilaian keluarga dan konseling keluarga
Tahap Lima : Terapi keluarga.

Tahap satu menganggap bahwa keluarga yang diperlukan hanya untuk alasan
medis atau hukum. Tahap kedua adalah terutama terfokus pada biomedis. Hal ini dicapai
ketika dokter mengkomunikasikan informasi medis yang tepat dan saran kepada anggota
keluarga dan menggali informasi dari anggota keluarga. Komunikasi yang efektif,
bagaimanapun, bukanlah terfokus pada pertemuan keluarga saja. Tahap ketiga
menggabungkan antara perasaan anggota keluarga dan kekhawatiran yang berkaitan
dengan kondisi pasien dan pengaruh kondisi pasien pada keluarga. Tahap keempat
memerlukan pemahaman teori sistem keluarga dan pemahaman keterampilan untuk
menggunakan intervensi singkat dengan keluarga untuk meningkatkan peran dan fungsi
keluarga. Tahap kelima memerlukan pelatihan khusus dan pengawasan yang berkaitan
dengan disfungsi keluarga.
Untuk tujuan kita, pengetahuan dan penggunaan keterampilan mendengarkan aktif
dalam pertemuan-pertemuan keluarga membantu kita untuk memberikan informasi medis
dan saran, selain itu juga membantu kita merespon kebutuhan emosional pasien dan
anggota keluarga (tahap 3).

WAKTU UNTUK MENGADAKAN PERTEMUAN KELUARGA


Tidak ada kriteria khusus untuk kapan harus membawa keluarga pasien bersama-
sama dalam pertemuan. Akan lebih baik, meskipun, untuk mengadakan pertemuan keluarga
setiap kali dirasakan oleh dokter bahwa pertemuan tersebut akan sangat membantu bagi
pasien. Ini akan tergantung bukan pada masalah atau situasi tertentu, tetapi keterampilan
dan perhatian dokter.
Susan McDaniel, Thomas Campbell, and David Seaburn (1989) mengadaptasi
protocol/ tatacara berikut dari karya dan ide Doherty and Baird:
1. Secara rutin mengadakan pertemuan keluarga dalam situasi berikut:
a. rawat inap (tentang pendaftaran masuk dan keluar)
b. Obstetrical pengasuhan anak dengan baik secara rutin
c. penyakit terakhir dan kematian
d. penyakit kronis serius
2. Pertimbangkan mengadakan keluarga dalam situasi berikut:
a. penyakit yang serius

46
b. kepatuhan masalah
c. kontrol yang sedikit terhadap penyakit kronis
d. pemanfaatan layanan kesehatan dengan baik oleh individu atau keluarga
e. somatisasi
f. kecemasan atau depresi
g. penyalahgunaan zat
h. masalah orangtua-anak
i. perkawinan dan kesulitan seksual

PEDOMAN UNTUK PERTEMUAN KELUARGA


1. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien sedini mungkin. Secara rutin menanyakan
apakah ada anggota keluarga yang dating bersama dengan pasien dan mengundang
mereka sebagai bagian dari kunjungan.
2. Berpositif dan langsung pada kebutuhan Anda untuk menemui keluarga. Mengharapkan
mereka untuk datang dalam konferensi/ pertemuan. Jelaskan bahwa itu adalah prosedur
rutin.
3. Tekankan pentingnya keluarga sebagai sumber daya dalam merawat pasien. Beritahu
keluarga bahwa Anda membutuhkan bantuan dan pendapat mereka.
4. Menekankan manfaat dari pertemuan keluarga. Menyampaikan bahwa masalah
mempengaruhi semua anggota keluarga.
5. Berikan instruksi khusus untuk pasien kepada siapa mengundang dan bagaimana
mengundang anggota keluarga.
6. Hindari hal-hal berikut:
a. menjadikan perdebatan dan tidak pasti tentang pentingnya pertemuan keluarga
b. menerima kata pasien bahwa anggota keluarga tidak bersedia untuk datang.

FAMILY COUNSELING
Kami akan menentukan intervensi keluarga sebagai intervensi yang mencakup
setidaknya dua anggota keluarga, biasanya pasien dan satu anggota keluarga. Intervensi
yang kami maksud adalah konseling psiko-edukasi atau konseling keluarga.
Kami mendasarkan pendekatan berorientasi keluarga kami pada model psiko-
edukasial yang umumnya berfokus pada membantu keluarga untuk mengatasi penyakit atau
gangguan dengan lebih efektif. Ini mengasumsikan bahwa keluarga adalah kesehatan dan
melakukan yang terbaik untuk mengatasi penyakit.
Dua elemen kunci dari pendekatan adalah dukungan edukasi dan psikologis.
Edukasi melibatkan penyediaan pedoman khusus untuk manajemen penyakit dan bantuan
dengan kemampuan memecahkan masalah. Dukungan psikologis melibatkan empati

47
memberikan, kesempatan untuk berbagi perasaan, dan penilaian tentang bagaimana
keluarga adalah mengatasi, termasuk memperluas jaringan sosial keluarga

D. PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN SKILL LAB


LANGKAH-LANGKAH DALAM KONSELING KELUARGA
Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa peningkatan tahap kepuasan pasien /
tindakan dan kepatuhan yang dicapai ketika pasien lebih tegas berpartisipasi dalam
pengamatan klinis. Hal ini konsisten dengan berpusat pada sudut pandang pasien yang
mendorong ekspresi ide, keprihatinan, dan harapan pasien. Prinsip yang sama dapat
digunakan ketika berhadapan dengan keluarga.
Berurusan dengan keluarga pasti lebih sulit daripada berurusan dengan individu
pasien justru karena ada lebih banyak orang yang mendengarkan dan berurusan dengan
pasien. Prinsip utama adalah untuk tetap netral dalam memberikan setiap anggota
kesempatan untuk berbicara dan didengar. Pertanyaan-pertanyaan penting harus diarahkan
kepada setiap anggota keluarga yang hadir, pikiran dan perasaan mereka harus
direfleksikan kembali sebelum melanjutkan ke pertanyaan berikutnya. Untuk itu, sikap dokter
konselor dalam model konseling keluarga dijelaskan di bawah ini adalah sikap yang
interaktif dari seorang fasilitator direktif dengan seorang pendengar yang non-direktif dalam
model Rogerian. Sikap ini digunakan terus sepanjang semua tahapan pertemuan.
Karena waktu adalah penting dalam praktek keluarga yang sibuk, kami mengusulkan
teknik terstruktur yang mengikuti model Katarsis-Edukasi-TINDAKAN / AKSI yang secara
konsisten dengan pendekatan psiko-edukasial. Ini adalah cara yang sistematis berurusan
dengan masalah medis dan bagaimana mereka dirasakan oleh pasien dan keluarga, dan
mendorong keluarga untuk secara terbuka mendiskusikan penyakit dan tanggapan
emosional mereka.

Diskusikan Masalah Klinis


Ini termasuk:
1. Alasan berkonsultasi
2. Riwayat medis
3. Menilai kondisi kesehatan dengan pemeriksaan fisik jika sesuai anggota keluarga
saat ini akan berfungsi sebagai sumber untuk memverifikasi riwayat medis

Tentukan Masalah Klinis (Katarsis)


Ini termasuk:
1. Jelajahi pemahaman kesehatan pasien dan keluarga
2. Identifikasi mispersepsi kritis emosional

48
Contoh pertanyaan yang ditujukan kepada pasien dan anggota keluarga:
a. Apa yang Anda sebut tentang penyakit / cacat anda?
b. Apa yang Anda mengerti tentang penyakit tersebut?
c. Apa yang Anda pikir yang telah menyebabkan penyakit tersebut?
3. Gali / refleksikan perasaan
Hal ini penting untuk menunjukkan empati terutama pada poin ini dan mencerminkan
perasaan yang ditampilkan atau diungkapkan dengan kata oleh pasien
Contoh pertanyaan:
Pasien:
a. Apa yang Anda rasakan dari penyakit Anda?
b. Apa yang tidak bisa lagi Anda lakukan?
c. Bagaimana perasaan Anda tentang penyakit Anda?
d. Bagaimana reaksi/ tindakan keluarga Anda terhadap Anda karena sakit Anda?
e. Bagaimana perasaan Anda tentang mereka retindakan / Aksi?

Anggota Keluarga:
a. Bagaimana penyakitnya mempengaruhi Anda?
b. Bagaimana perasaan Anda tentang / penyakitnya?

Pasien dan anggota keluarga:


a. Apa yang Anda pikir yang akan terjadi dengan penyakit ini di masa depan?
b. Apa yang paling Anda takutkan tentang penyakit ini?
Apa hal terburuk yang bisa terjadi?

Perbaiki kesalahan persepsi (Edukasi)


Ini termasuk :
1. Definisi : tekankan kronisitas jika masalah tersebut akan memerlukan kepatuhan
seumur hidup
2. Etiologi : tekankan predisposisi genetik terhadap transmisi menular dan sebaliknya
3. Tanda dan gejala
Tekankan komplikasi untuk meningkatkan stres jika persepsi meminimalkan
(menganggap ringan) kenyataan
4. Pengobatan
Mungkin hanya menyebutkan ini dalam melakukannya untuk meyakinkan pasien
bahwa ada pengobatan untuk meredakan perasaan cemas jika persepsi masalah
adalah berlebihan dari kenyataan.

49
Arahkan pada masalah-masalah pasien (Treatment/ Tindakan / aksi)
Ini termasuk :
1. Berbagi temuan dengan pasien dan keluarga
2. Libatkan pasien dan keluarga dalam rencana pengelolaan yang sesuai
3. Selanjutnya membahas pengobatan untuk memperbaiki mispersepsi yang tersisa
Contoh pertanyaan:
Pasien dan anggota keluarga:
a. Menurut Anda jenis pengobatan apa yang paling bermanfaat?
b. Hasil penting yang Anda harapkan dari perawatan ini?
Pasien:
a. Hal apa yang mungkin membuat Anda sulit untuk menyembuhkan?
b. Apa yang Anda inginkan dokter lakukan untuk Anda?

Menetapkan Tujuan
Ini termasuk:
1. Ringkaskan diskusi
2. Penjelasan rasa saling membutuhkan
Contoh pertanyaan:
Pasien: Apa yang ingin keluarga Anda lakukan untuk Anda?
Keluarga: Apa yang ingin dia lakukan untuk Anda?
3. Kontrak ulang untuk memenuhi kebutuhan masing-masing
Akankah masing-masing dari anda menyatakan bahwa Anda bersedia untuk
menanggapi kebutuhan satu sama lain?
4. Mengatur rencana perawatan untuk memasukkan tugas pasien dan anggota
keluarga dalam kaitannya dengan kontrak perilaku yang telah ditetapkan di atas

Penutup dan Tindak Lanjut)


Ini termasuk :
1. Mintalah pertanyaan klarifikasi atau pembelajaran penting yang didapat
2. Melakukan pemeriksaan perasaan
3. Mengatur tanggal dan waktu tertentu untuk tindak lanjut

KESIMPULAN
Dasar-dasar filosofis dari praktek keluarga memerlukan dokter keluarga untuk
memiliki pendekatan yang berorientasi keluarga untuk perawatan kesehatan. Ada berbagai
tahap keterlibatan dokter dengan keluarga. Tahap satu sampai empat mengharuskan
mengadakan pertemuan keluarga dan penggunaan keterampilan mendengarkan aktif.

50
Intervensi konseling keluarga tertentu yang dapat digunakan selama pertemuan ini disebut
psiko-edukasi keluarga dan dapat dilakukan selama ada minimal dua anggota keluarga
yang hadir. Ada langkah-langkah yang pasti: katarsis (persepsi dan perasaan), Edukasi
(melalui koreksi kesalahan persepsi emosional kritis), dan TINDAKAN / AKSI (melalui
kontrak perilaku dengan keluarga mengenai perawatan pasien dan keterlibatan keluarga di
dalamnya). Keterampilan mendengarkan secara aktif diterapkan di seluruh tahapan model
untuk memperbaiki kesalahan persepsi dan memberikan dukungan emosional kepada
seluruh anggota keluarga tanpa mengorbankan netralitas.

D. PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN SKILL LAB

KONSELING KELUARGA:
METODE CEA (CATHARSIS-EDUKASI-TINDAKAN / AKSI)

Role Play:
Lakukan role-play dalam melakukan konseling metode CEA dengan teman anda. Buatlah
kelompok 3 orang dan secara bergantian berperan sebagai:
 Dokter yang akan meng-konseling pasien dengan penyakit kronik beserta seorang
anggota keluarganya.
 Pasien yang datang dengan penyakit kronik yang didampingi seorang anggota
keluarganya
 Anggota keuarga pasien yang mendampingi pasien berobat ke dokter
 Mahasiswa yang berperan sebagai pasien juga bertindak sebagai observer yang
mengevaluasi dokter konselor dengan menggunakan Check List Konseling Metode CEA
Selamat bekerja!

Panduan untuk Peran Pasien:


Pilihlah satu dari masalah kesehatan kronik di bawah ini. Anda datang ke dokter dengan
membawa kecemasan/ kekhawatiran/ ketakutan yang berkaitan dengan
kesalahapahaman tentang penyakit kronik yang Anda derita. Pilihlah satu atau lebih
kesalapahaman yang sesuai dengan penyakit kronik yang Anda pilih. Anda bisa
mengembangkan kesalahpahaman yang terjadi berdasarkan hasil observasi atau
pengalaman pribadi Anda.

Penyakit Kesalahpahaman
Hipertensi  Kontrol ke dokter hanya kalau ada keluhan
 Konsumsi timun, seledri dan bawang putih dapat menurunkan tekanan
darah tanpa minum obat sama sekali

51
 Makanan tanpa garam sama sekali dapat menurunkan tekanan darah dan
menggunakan MSG dipakai sebagai pengganti garam saat memasak
makanan
 Tidak boleh banyak beraktifitas
 Banyak beraktifitas untuk menurunkan tekanan darah
 Hipertensi bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)
Diabetes  Mengurangi asupan gula (minuman manis), tapi tetap makan karbohidrat
Mellitus lain dalam jumlah tetap/banyak
 Mengurangi segala macam karbohidrat/ makanan agar gula darahnya
turun
 Harus minum obat setiap hari, termasuk pada saat tidak makan
 Takut tergantung dengan insulin, kalau sudah dengan insulin berarti
penyakitnya sudah parah
 DM bisa disembuhkan (promosi dari iklan pengobatan alternatif)
 Kalau sakit DM kaki bisa diamputasi
 Orang tua menderita DM anaknya pasti sakit DM juga (padahal DM
bersifat genetik multifaktorial, juga tergantung dari gaya hidup)
 Orang penderita DM tidak boleh menikah dengan orang penderita DM
TBC  Sakit parah, bisa mati
 Malu dijauhi tetangga, menganggap TBC adalah penyakit hina/
penyakitnya orang miskin
 Begitu pasien merasa sudah baik tidak meneruskan pengobatan sampai
selesai
 Setelah dinyatakan sembuh, pasien berpikir tidak akan kambuh lagi
(padahal dia harus menjaga kondisi tubuhnya tetap sehat)
 Pengobatan TBC selama 6 bulan sudah dianggap otomatis selesai
(padahal harus dievaluasi)
 Pasien TBC takut dianggap selalu menularkan penyakitnya ke orang lain
walaupun dia sudah melewati pengobatan 2 minggu pertama
 Cara penularan dianggap hanya melalui batuk di depan orang lain, tetapi
pasien tetap meludah disembarang tempat
PKTB  Flek ditularkan antar anak yang bermain bersama
 Anak yang tidak doyan makan dianggap menderita flek
 Penyebab dari flek berbeda dengan penyebab penyakit TBC
 Orang tua anak tidak merasa perlu mencari sumber penularan dan
melakukan pencegahan
Asma  Menyangkal diagnosis asma karena merasa orang tua sama sekali tidak
Bronkiale ada yang menderita asma, walaupun ada anggota keluarga alergi
makanan atau rhinitis alergika)
 Pasien lupa / tidak mau menghindari zat allergen
 Persepsi bahwa asma muncul hanya saat anak-anak, tidak bisa muncul
saat dewasa
Epilepsi  Takut dijauhi orang lain karena dianggap penyakit menular
 Merupakan penyakit turunan (padahal sebagaian besar 52enture52 pada
anak adalah idiopatik)

52
CHECKLIST/PENILAIAN TEORI

Checklist Konseling Keluarga Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai


0 1 2
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung Rasa
1 Memberikan salam dan membuat pasien &  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
anggota keluarganya merasa nyaman  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh kesahnya/ uneg-
unegnya....”
B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien & anggota keluarga atas
keadaan sakit yang dialami pasien & keluarganya, dapat
mengidentifikasi adanya kesalahpahaman pasien tentang keadaan
sakitnya yang menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan kecemasan
atau yang menyebabkan tekanan emosi terbesar
Menggali pemahaman pasien &
keluarga tentang kesehatan serta
mengidentifikasi adanya ECM
2. Contoh pertanyaan yang ditujukan kepada pasien (P) & anggota
keluarga (K):
 Bagaimana Anda menyebut keadaan sakit yang diderita?
 Bagaimana Anda memahami apa yang menyebabkan keadaan
sakit yang diderita? Menurut Anda apa penyebab keadaan sakit
yang diderita?
Menggali dan merefleksikan perasaan.  Sangat penting untuk menunjukkan empati khususnya pada saat
ini, serta merefleksikan perasaan baik yang dinyatakan secara
verbal maupun yang ditunjukkan (non-verbal) oleh pasien &
keluarga
3. Contoh pertanyaan kepada pasien (P):
 Apa dampak penyakit bagi Anda?
 Apa yang Anda tidak bisa lakukan lagi yang sebenarnya Anda
ingin lakukan?
 Bagaimana perasaan Anda atas penyakit yang Anda derita?
 Bagaimana keluarga Anda bereaksi kepada Anda akibat
keadaan sakit Anda?
 Bagaimana perasaan Anda terhadap reaksi mereka?
4. Contoh pertanyaan yang ditujukan kepada anggota keluarga (K):
 Bagaimana keadaan sakitnya (pasien) berdampak ke Anda?
 Bagaimana perasaan Anda terhadapkeadaan sakitnya (pasien)?
5. Contoh pertanyaan yang ditujukan kepada pasien (P) & anggota
keluarga:
 Apa yang paling Anda takutkan tentang penyakitnya?
 Apa kejadian paling buruk yang mungkin terjadi?
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi ECM
terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan lainnya tentang
penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien & keluarga 
Edukasi tentang penyakit: 
7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan
Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang
8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi 53enture versus penularan infeksi dan
sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan realitas
10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan pasien
(meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi pasien terlalu
melebih-lebihkan realitas
D. Tindakan / aksi  Tangani masalah pasien
 Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.
11. Jelaskan temuan-temuan yang diperoleh
kepada pasien & anggota keluarga
12. Libatkan pasien & anggota keluarga dalam
perencanaan pengelolaan (management

53
plan) sampai batas yang tepat
Diskusikan pengobatan lebih lanjut untuk
mengkoreksi kesalahpahaman yang masih
ada.
13. Contoh pertanyaan kepada pasien (P) & anggota keluarga (K):
 Jenis terapi apa yang menurut Anda paling membantu?
 Hasil penting apa yang Anda harapkan dari terapi ini?
14. Contoh pertanyaan kepada pasien (P):
 Apa yang membuat penyembuhan sulit untuk Anda?
 Apa yangAnda inginkan yang dilakukan dokter (Anda) untuk
Anda?
E. Goal Setting  Menentukan tujuan & tindakan yang akan dilakukan

15. Meringkas diskusi


Memfasiliatasi agar pasien & anggota
keluarga menyatakan kebutuhan bersama
secara jelas
16. Contoh pertanyaan kepada pasien (P):
 Apa yang Anda inginkan untuk dilakukan oleh keluarga Anda?
17. Contoh pertanyaan kepada keluarga (K):
 Apa yang Anda inginkan darinya (pasien) untukAnda?
18. Memfasilitasi agar pasien & anggota Contoh pertanyaan kepada pasien (P) & keluarga (K):
keluarga saling berjanji untuk memenuhi  Bisakah masing-masing Anda menyatakan apa yang masing-
kebutuhan masing-masing masing bersedia lakukan sebagai respon atas kebutuhan yang
sudah dinyatakan?
19. Tentukan rencana pengobatan yang
meliputi tugas-tugas pasien dan anggota
keluarga berkaitan dengan janji perilaku
yang sudah disepakati di atas
F. Closing & Follow Up  Menutup diskusi & menentukan pertemuan berikutnya

20. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang penting dari
penyakit & pengelolaannya
 Tanyakan tentang hal-hal yang penting yang sudah dipelajari atau
tanyakan jika ada pertanyaan dari pasien
21 Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien & keluarga terhadap keadaan sakitnya
22. Membuat janji untuk pertemuan berikutnya jika
diperlukan
II. Non-komunikasi verbal
23. Aspek-aspek komunikasi non-verbal  Menjaga tatapan mata
 Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati & Ketrampilan
Mendengarkan Aktif
24. Aspek-aspek dari empati dan ketrampilan  Refleksi isi
mendengar aktif  Refleksi perasaan
Keterangan:
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat

54
CHECKLIST/PENILAIAN UJIAN

Checklist Konseling Keluarga Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai


0 1 2
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung Rasa
1 Memberikan salam dan membuat pasien &  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”
anggota keluarganya merasa nyaman  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh kesahnya/ uneg-
unegnya....”
B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien & anggota keluarga atas
keadaan sakit yang dialami pasien & keluarganya, dapat
mengidentifikasi adanya kesalahpahaman pasien tentang keadaan
sakitnya yang menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan kecemasan
atau yang menyebabkan tekanan emosi terbesar
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi ECM
terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan lainnya tentang
penyakit yang diderita
D. Tindakan / aksi  Tangani masalah pasien
 Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
penatalaksanaan pasien.
E. Goal Setting  Menentukan tujuan & tindakan yang akan dilakukan

F. Closing & Follow Up  Menutup diskusi & menentukan pertemuan berikutnya

II. Non-komunikasi verbal 


Aspek-aspek komunikasi non-verbal  Menjaga tatapan mata
 Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut 45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati & Ketrampilan 

Mendengarkan Aktif
Aspek-aspek dari empati dan ketrampilan  Refleksi isi
mendengar aktif  Refleksi perasaan

Keterangan:
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat

55
Materi 3 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)
Pembuatan media Promosi Kesehatan

I. Perencanaan Promosi Kesehatan


A. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat membuat bahan promosi kesehatan dan melakukan promosi
kesehatan

B. Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa dapat membuat materi (konten) promosi kesehatan secara tepat
dan komunikatif
2. Mahasiswa dapat membuat poster dan leaflet yang komunikatif dan menarik

C. Teori Dasar
TYPES OF MATERIALS
1. Leaflet, Handout, and Printed Material
Purpose and Advantages:
a. Easy to read, cheap, and flexible
b. Re-readable and easily reprintable
c. Containing detailed information
d. Available for discussion between instructor and audience
Disadvantages:
a. Mass-oriented, neglecting individual aspects
b. Merely intended to disseminate information/raise awareness
c. Short-lived, ending up in the trash when no longer required for use or
study
Solution: Materials should be pretested with the target audience, have eye-catching
and attractive designs, and emphasize illustrations/pictures rather than words.

How to produce printed materials such as leaflets or brochures?


a. Conduct a pretest before multiplying them.
b. Check the font size and type, use of color contrasting to the background
color, and layout.
c. Use concise sentences.
d. Use simple and understandable language.

56
2. Posters/Display
Purpose and Advantages of Posters:
a. Used to raise awareness, trust, as well as to change attitude and behaviors
b. Used to disseminate information and direct people to further sources
c. Possibly produced inexpensively at home
d. Attractive and long-lasting
Disadvantages of Posters:
a. High-quality posters require high cost as well as high level of expertise.
b. Posters are intended for a limited audience.
c. Posters are easily damaged and neglected.
Solution:
a. Use robust and durable materials by overlaying a transparent plastic sheet.
b. Conduct a pretest with the target audience
c. Use charts, pictures, or photos and avoid wordy sentences.

Other mediums of communication, information, and education:


1. Tonel/theater or traditional art performance
2. Film/video
3. Flip chart
4. Flannel graph
5. etc.

How to produce posters/displays?


1. Use concise and clear sentences, focusing on the intended message.
2. Highlight the featured parts of the poster with different font size, type, and color.
3. Use readable font size.
4. Place appropriate words or images at the top center to create maximum visual
effects.
1. Use simple language understandable to the target audience.
2. Make sure that the poster is of considerable size and pay attention to the light
aspects.

Steps in producing a medium:


1. Establishment of objectives and specific goals
2. Design creation
3. Preparation of the material and tools needed
4. Execution of production processes

57
5. Pretest aiming at acquiring feedbacks
6. Evaluation

Tambahan/supplement (hanya alternative software, mahasiswa dibebaskan memakai


software yang disukai dan dikuasai).Tulisan di bawah ini hanya untuk contoh/bantuan
akitivitas skills lab.

Membuat Poster dan Leaflet dengan Microsoft Publisher 2007


Microsoft Office Publisher 2007 adalah sebuah aplikasi desktop publishing dari Microsoft.
Software ini merupakan aplikasi desain yang ringan dan mudah untuk digunakan sehingga
kita tidak perlu memerlukan waktu lama untuk dapat menciptakan kreasi – kreasi desain
pribadi yang menawan untuk sekelas percetakan. Dengan softwere ini, kita dapat membuat
berbagai macam kreasi desain semudah kita click and drag.Selain itu, aneka macam
template desain yang cantik dan unik telah di sediakan olehMicrosoft office publisher 2007
untuk memudahkan penggunaannya dalam menciptakan anekamacam karya desain dalam
waktu yang singkat.

A. Membuat Poster dengan Microsoft Publisher 2007

1. Nyalakan komputer Windows dan klik menu


2. Pilih menu All Porgrams
3. Pilih folderMicrosoft Office
4. Pilih aplikasi Microsoft OfficePublisher 2007

58
5. Setelah click aplikasi tersebut, makan akan muncul start up screen Microsoft Office
Publisher 2007 dengan beberapa pilihan paket desain. Untuk membuat poster
sederhana maka kita click pada Blank Page Size.

6. Anda akan dibawa ke halaman untuk memilih ukuran kertas yang anda inginkan.
Karena ini adalah praktikum, maka mari kita pilih ukuran A4 (Potrait) 21 x 29,7
cmlalu click tombol create.

59
7. Anda akan dibawa ke halaman kosong dengan beberapa tools yang dapat dipilih
pada sisi pojok kiri dan toobar pada bagian ataswindows Publisher untuk membantu
anda dalam merancang poster yang anda inginkan.

8. Pelajari tool maupun toolbar yang tersedia dan mulailah merancang poster promosi
kesehatan (promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif) yang anda inginkan
semenarik mungkin. Jangan lupakan prinsip-prinsip dalam mendesain poster
promosi kesehatan sehingga informasi yang kita kehendaki dapat diterima secara
optimal oleh populasi masyarakat yang kita inginkan.

60
9. Simpan pekerjaan kita dengan clicktoolbarmenu Format  Save As dan kemudian
isi baris File name dengan nama atau judul poster dengan akhiran .pub, lalu kita
simpan dengan menekan tombol Save.

B. Membuat Leaflet dengan Microsoft Publisher 2007


1. Nyalakan komputer Windows dan klik menu
2. Pilih menu All Porgrams
3. Pilih folderMicrosoft Office
4. Pilih aplikasi Microsoft OfficePublisher 2007
5. Setelah click aplikasi tersebut, makan akan muncul start up screen Microsoft Office
Publisher 2007 dengan beberapa pilihan paket desain. Untuk membuat leaflet maka
kita click pada Brochures.

6. Anda akan dibawa ke


halaman untuk memilih
template yang anda inginkan.
Untuk sarana promosi
kesehatan sebaiknya memilih
template dengan tipe
Informational. Untuk
praktikum kali ini kita pilih
Modular, lalu click tombol
create.

7. Anda akan masuk ke windows Publisher dengan template leaflet yang telah anda
pilih. Pada tampilan ini juga tersedia beberapa tools dan toolbar untuk membantu
anda mulai mendesain leaflet anda. Mulailah dengan menghapus isi template dan
mempersiapkan materi yang ingin disampaikan melalui leaflet.

61
Sebelum memulai mendesain leaflet, pertama-tama anda harus mengerti bagaimana
tampilan leaflet anda setelah dilipat. Coba perhatikan gambar di bawah ini:

Halaman 1 pada leaflet adalah halaman yang ketika dilipat akan berada di luar
terbagi menjadi tiga kolom yaitu (dari kiri ke kanan) kolom panel belakang, kolom
rangkuman/ author/ institusi, dan kolom sampul. Sedangkan halaman 2 pada leaflet
adalah halaman isi yang terbagi menjadi 3 kolom yang dapat didesain untuk 3 topik
berbeda maupun 1 topik yang sama. Jika sudah paham, sekarang coba buat leaflet
kalian masing-masing.
Berikut adalah contoh leaflet yang sudah jadi:

62
8. Simpan pekerjaan kita dengan clicktoolbarmenu Format  Save As dan kemudian isi
baris File name dengan nama atau judul poster dengan akhiran .pub, lalu kita simpan
dengan menekan tombol Save.

D. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Skill Lab


Alat dan bahan untuk ketrampilan :
1. Materi dalam bentuk softcopy sesuai dengan tema yang telah ditetapkan (setiap
mahasiswa satu tema)
2. Computer/Laptop/notebook dll (dibawa oleh mahasiswa)

63
3. Software dalam computer untuk membantu membuat poster/leafleat. Bentuk
software bebas sesuai dengan keinginan/kemampuan mahasiswa, misalnya
Microsoft word document, Microsoft publisher, Corel dll
4. Peralatan listrik

Tugas mahasiswa:
1. Mahasiswa harus sudah membawa materi dalam bentuk softcopy sesuai dengan
tema yang telah ditetapkan (setiap mahasiswa satu tema), Apakah tidak dilakukan
maka mahasiswa akan inhal skill lab.
2. Mahasiswa menyiapkan komputer/Laptop/notebook dll
3. Dengan bantuan software, mahasiswa membuat poster/ leaflet. Cara penyusunan
kalimat, isi materi, tata letak dan disain dapat didiskusikan dan difasilitasi oleh
asisten ataupun kelompok
4. Sumber materi atau foto harus dicantumkan dalam leaflet/poster tersebut (bila tidak
membuat / memotret sendiri).
5. Nama mahasiswa tidak dicantumkan dalam cetak leafleat / poster.

E. Penilaian
Assessment of Community Health Education (Teaching Material Development)
Topic :
Name /student number :

No DESCRIPTION 0 1 2 3
1. The language used is easily understood
2. The shape is interesting (colour, image, shape, etc)
3. The writing is readable
4. It is neatly written
5. The theme is clear
6. CONTENT
7. The contents are reflected from the theme and title
8. The contents ofimportantpapers
9. Writinginterestingcontent
10. Contentwritingcan beunderstoodandunderstandable
11. Imagesin accordancewith thecontentwriting

TOTAL

COMMENTS AND SUGGESTIONS:


0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan tetapi tidak cukup baik
2 = dilakukan dengan cukup baik 3= dilakukan dengan sempurna
Notes: tick √on the appropriate space

64
Nilai = TOTAL SKOR x 100% =
36
II.

65
Materi 4 Keterampilan Belajar Blok 22 (Online)
Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Dalam Rangka Promosi Kesehatan
(Penyuluhan) di Tingkat Individu, Keluarga dan Masyarakat

A. Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa dapat melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi
kesehatan tingkat individu, keluarga dan masyarakat

B. Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa dapat melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi
kesehatan tingkat individu (temannya, pasien dll)
2. Mahasiswa dapat melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi
kesehatan tingkat keluarga
3. Mahasiswa dapat melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi
kesehatan tingkat kelompok masyarakat

C. Teori Dasar

EDUKASI
Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat adalah
dengan metode promosi atau pendidikan (edukasi) kesehatan. Edukasi kesehatan tidak
terlepas dari kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
kelompok dan individu sehingga dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang
lebih baik.Inti dari kegiatan edukasi/penyuluhan adalah untuk memberdayakan orang,
kelompok atau masyarakat. Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak
berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang
lebih bermanfaat bagi yang bersangkutan
Ada beberapa metode edukasi kesehatan yaitu metode perorangan, metode kelompok, dan
metode massa. Metode perorangan meliputi bimbingan penyuluhan/edukasi, wawancara,
konseling .Metode kelompok meliputi: kelompok besar (ceramah dan seminar) dan
kelompok kecil (diskusi kelompok, curah pendapat, konseling kelompok, simulasi).
Sedangkan metode massa meliputi: ceramah umum, berbincang-bincang, simulasi, tulisan
di majalah, koran, dan pemasangan billboard.
Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan tersebut, dapat dipilih cara atau metode
komunikasi dan alat bantu yang digunakan dengan ketentuan:Sesuai dengan keadaan
sasaran, cukup dalam kuantitas dan kualitas, tepat mengenai sasaran dan tepat pada
waktunya, amanat harus mudah diterima dan dimengerti, murah biayanya. Sedangkan
metoda komunikasi penyuluhan dapat dilakukan secara perorangan, kelompok atau massa.
Karakteristik adalah suatu sifat yang harus dimiliki oleh penyuluh dalam melaksanakan
tugas, tanggung jawab, hak dan wewengannya. Ada beberapa karakteristik yang harus
dimiliki oleh seorang penyuluh diantaranya yaitu:
1. Sehat mental dan fisik
2. Stabil dalam tingka laku dan tindakan
3. Percaya pada diri sendiri
4. Efektif , integritas, mandiri dan mempunyai kemampuan intelektul yang tinggi
5. Kreatif, pandai mengatasi permasalahan, terampil dam berhubungan dengan
masyarakat, dan bisa menerima kritik dari orang lain
6. Menghormati orang lain, pandai memberikan pengetahuan kepada orang lain, pandai
melakukan teknik dan prinsip perubahan, matang secara psikologis
7. Melaksanakan dan memenuhi kode etik educator dan memiliki kompetensi yang sesuai

66
D. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Skill Lab

1. Mahasiswa harus menyiapkan dan menampilkan poster dan lieflet hasil dari kegiatan
skill lab sebelumnya (pembuatan media promosi).
2. Mahasiswa mempraktekkan komunikasi ke komunitas (rekan sekelompok dn instruktur)
menggunakan media promosi yang telah disisapkan.
3. Diskusi bersama kelompok dengan difasilitasi oleh instruktur tentang isi media promosi
dan cara penyampaian komunikasi komunitas yang dilakukan.
4. Pelaksanaan kegiatan sesuai jadwal pelaksanaa skill lab.
5. Apabila tidak dilakukan maka mahasiswa akan dinggap inhal skill lab.

E. Penilaian
Assessement of Communication Skill Activity
Community Health Education (Coaching)

Topic :
Date : Hour :
Name /student number :

No DESCRIPTION 0 1 2 3
OPENING

1. Greeting,islamic and introducting self

2. Opening sentences :
- Interesting and introductory materials

WHILST PRESENTATION,
MATERIALS
3. Content is understandable

4. Materials are complete

INTERACTION
5. Verbal language:
Articulation/pronunciation

6. Non verbal language (eye contact,smiling and relax) body language


are relevant

Closing

7 Discussion/give opportunity to audience to ask questions

8 Chek or clarification

9 Closing: summarizing and reiteration

10 Thanking

11 Time range (7-10 minutes)

TOTAL
COMMENTS AND SUGGESTIONS :

67
0 = tidak dilakukan 2 = dilakukan dengan cukup baik
1 = dilakukan tetapi tidak cukup baik 3= dilakukan dengan sempurna
Notes: tick √on the appropriate space

Nilai = TOTAL SKOR x 100% =


30

68
Blok 23.
Kedaruratan dan Forensik
Daftar ketrampilan Hal
Tatalaksana sumbatan jalan nafas ................................................................. 70
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjut (BHL) ...……………. 75
Visum et Repertum ...……………………………………………………………… 110

69
Materi 1 Keterampilan Belajar Blok 23 (Offline)
PENATALAKSANAAN SUMBATAN BENDA ASING PADA JALAN NAPAS

A. PENGERTIAN
Penatalaksanaan membebaskan sumbatan benda asing pada jalan nafas

B. INDIKASI
1. Pada korban tersedak
2. Pasien/korban yang mengalami henti nafas akibat sumbatan benda asing pada jalan nafas
jalan nafas

C. TUJUAN
1. Mampu mengenali kejadian adanya sumbatan benda asing pada jalan nafas
dengan cepat
2. Melakukan inisiasi pertolongan pertama pada korban tersedak
3. Melakukan tata laksana sesuai algoritme sumbatan benda asing pada jalan nafas

D. PERSIAPAN ALAT
1. Maneukin RJP (full body, head chest)
2. Manekin bayi
3. Bag valve mask dewasa, anak
4. Set Intubasi (laryngoscope, ETT, mayo)
5. Sudip lidah (tongue spatel)
6. Sepasang sarung tangan
7. Senter
8. Automated External Defibrilator (AED)
9. Plester
10. Tissue
11. Wrapping plastic

E. PROSEDUR PELAKSANAAN
Tidak semua masalah jalan napas disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang, jalan
napas juga dapat tersumbat oleh benda asing. Meskipun kejadiannya jarang, tetapi sumbatan
jalan napas dapat menyebabkan kematian pada korban. Sumbatan jalan napas bisa terjadi secara
parsial atau komplit. Sehingga gejala yang ditimbulkan dapat bervariasi akibat obstruksi
ringan dan obstruksi berat seperti yang terlihat pada tabel 1. Sumbatan jalan nafas total
ditandai dengan mendadak tidak bisa berbicara, batuk dan bernafas. Berontak sambil
memegangi leher, sianosis, dan mendadak tidak sadar.

70
Tabel 1: Perbedaan antara sumbatan benda asing pada jalan napas ringan dan berat

Tanda Obstruksi ringan Obstruksi berat


Apakah kamu tersedak ? Ya Tidak dapat berbicara

Tanda lain Tidak dapat berbicara, batuk Tidak dapat berbicara, napas
dan bernapas wheezing, tidak dapat
membatukkan, penurunan
kesadaran

Gambar 1: Algoritme penatalaksanaan sumbatan benda asing jalan napas.

Langkah-langkah penatalaksanaan sumbatan benda asing jalan napas.


1. Lakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya sumbatan benda asing pada jalan
napas (tanda umum saat makan, korban mungkin akan memegangi lehernya).
2. Nilai derajat berat ringannya sumbatan jalan napas, tentukan apakah terjadi sumbatan
jalan napas berat (batuk tidak efektif) atau obstruksi ringan (batuk efektif) (lihat tabel 1).
3. Jika terjadi obstruksi berat , korban tidak sadar dan dijumpai tanda-tanda henti jantung
lakukan RJP. Aktifkan sistem emergency, Jika pasien masih sadar lakukan 5 kali back blows
dan dilanjutkan 5 kali abdominal thrust jika tidak berhasil.
4. Jika terjadi obstruksi ringan, minta pasien untuk membatukkan secara kuat, secara kontinyu
dilakukan pemeriksaan untuk menilai keefektifan batuk korban, makin memburuk
menjadi obstruksi berat atau membaik.

Back Blow
Pada bayi, posisikan bayi tengkurap dengan ditahan lengan bawah kita, ibu jari dan
telunjuk memegang rahang bawah bayi. Untuk anak > 1 tahun, rahang tidak perlu ditopang.

71
Pada dewasa bisa sambil duduk atau posisi membungkuk dan diberi tepukan pada daerah
median antar tulang belikat.

Gambar 2: Back blow dan Chest thrust


(Sumber gambar: https://slideplayer.com/slide/12259325)

Gambar 3: Back blows dewasa


(Sumber gambar: Colquhoun et al, 2004)

Heimlich manuever/ Abdominal thrust


Hanya untuk dewasa dan anak > 1 tahun.
Penolong berada di belakang korban, minta korban sedikit menunduk. Kepalkan dengan
rapat tangan kanan dan tangan kiri penolong dan memberi hentakan/tekanan di abdomen
bagian atas. Tekanan diberikan ke atas dan belakang. Tanyakan apakah jalan nafas telah
bebas.

72
Gambar 4: Abdominal thrust dewasa (sumber gambar: Colquhoun et al, 2004)

Chest Thrust
Anak/ Bayi terlentang, posisi kepala lebih dibawah, lakukan hentakan di dada
(sternum) bagian bawah. Dapat digunakan pada orang hamil atau obese.

Gambar 5: Chest Thurst pada ibu hamil


(Sumber gambar: https://intisari.grid.id/read/0335528)

73
CHECKLIST PENATALAKSANAAN SUMBATAN BENDA ASING
PADA JALAN NAFAS

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Kenali tanda-tanda korban dewasa yang tiba-tiba tersedak
2 Nilai derajat berat ringannya sumbatan jalan napas, tentukan apakah terjadi
sumbatan jalan napas berat (batuk tidak efektif) atau obstruksi ringan (batuk efektif)
3 Jika terjadi obstruksi berat, korban tidak sadar dan dijumpai tanda-tanda henti
jantung lakukan RJP. Aktifkan sistem emergency
4 Jika pasien masih sadar lakukan 5 kali back blows dan dilanjutkan 5 kali
abdominal thrust jika tidak berhasil.

5 Jika terjadi obstruksi ringan, minta pasien untuk membatukkan secara kuat,
secara kontinyu dilakukan pemeriksaan untuk menilai keefektifan batuk
korban, apakah makin memburuk menjadi obstruksi berat atau membaik.

6 Evaluasi ulang apakah korban sudah terbebas dari sumbatan benda asing

7 Jika korban tidak sadar namun ada nafas dan nadi teraba setelah terbebas
dari benda asing pada jalan nafas posisikan korban pada posisi pulih.
TOTAL 14

Referensi:
 American Heart Association (2010), Adult Basic Life Support: Guidellines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovasculare care ,
Circulation, 122; 685- 705
 American Heart Association (2015), Guidellines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovasculare care
 European Resuscitation Council (ERC), (2010), Guidelines for
Resuscitation, Resuscitation, 81, 1219–1276
 European Resuscitation Council (ERC), (2005), Guidelines for Resuscitation
 Colquhoun, M.C., Handley, A.J., Evans, T.R. (2004), ABC of Rescucitation, fifth
edition, BMJ Publishing Group, London.

74
Materi 2 Keterampilan Belajar Blok 23 (Offline)
Bantuan Hidup Dasar (BHD) – Bantuan Hidup Lanjut (BHL)

I. EARLY WARNING DAN CODE BLUE SYSTEM


A. Pendahuluan
Patient Safety (keselamatan pasien) merupakan komponen dasar dari pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Prinsip utama pelayanan kesehatan adalah (First, do no harm).
Sehingga program keselamatan pasien harus menjadi prioritas pengembangan untuk dapat
dilakukan secara optimal di rumah sakit, sehingga upaya-upaya dalam peningkatan
keselamatan pasien harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

Gambar 1:Chain of Survival (langkah-langkah rantai keselamatan, pengenalan secara dini tanda-tanda kegawatan merupakan
komponen dasar/pertama dari ranta keselamatan pasien.

Kejadian kegawatan medis termasuk henti jantung dapat terjadi kapan saja dan di
mana saja, tidak terbatas kepada pasien, tetapi dapat terjadi pada keluarga pasien, bahkan
karyawan rumah sakit. Kebijakan rumah sakit dalam penanganan korban dengan henti
jantung tidak terbatas hanya pada respon terhadap korban dengan henti jantung tetapi juga
meliputi strategi pencegahan yang melibatkan seluruh komponen rumah sakit.
Sistem pengenalan dini penurunan kondisi pasien (early warning system) adalah
komponen pertama dari rantai keselamatan (“Chain of survival). Sistem pencegahan ini
penting mengingat banyaknya kegagalan rumah sakit dalam mengenali secara dini gejala
dan penurunan kondisi pasien, atau bereaksi lambat untuk mencegah kejadian henti jantung.
Sebagian besar kasus kardiorespirasi arrest yang terjadi di rumah sakit secara umum
didahului dengan periode penurunan kondisi klinis yang harus secara dini dikenali.
American Heart Association/European Resuscitation Council tahun 2015
mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki sistem respon yang optimal terhadap
penurunan kondisi (pasien kritis) untuk mencegah terjadinya henti jantung baik pada area
perawatan maupun non perawatan. Kementrian kesehatan RI dalam petunjuk akreditasi rumah
sakit juga memberi amanat bahwa pelayanan resusitasi harus seragam di rumah sakit dan

75
diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai. Diperlukan suatu sistem atau strategi
terhadap penurunan kondisi pasien di rumah sakit, resusitasi secara optimal dan memastikan
bahwa tindakan bantuan hidup dasar dan lanjut dilakukan secara efektif terhadap pasien dengan
kegawatan medis termasuk kejadian henti jantung. Sistem ini melibatkan sumber daya manusia
yang terlatih, peralatan dan obat- obatan yang lengkap dengan standar operasional prosedur
yang baku, yang disebut dengan Code Blue System. Aktivasi code blue system yang ideal harus
mampu memfasilitasi resusitasi pada pasien dengan kegawatan medis dan kondisi henti jantung
dengan respon yang adekuat. Meliputi response time, standar tim resusitasi, standar peralatan, dan
standar perawatan paska resusitasi.
Early Warning Score (EWS) adalah suatu alat yang dikembangkan untuk
memprediksi penurunan kondisi pasien yang secara rutin didapatkan dari pemeriksaan tekanan
darah nadi, kesadaran, sistem pernapasan dan lain-lain. Dengan pengenalan secara dini kondisi
yang mengancam jiwa diharapkan dapat dilakukan respon yang sesuai termasuk melakukan
assessment ulang secara detail, meningkatkan monitoring pasien, melapor ke kepala
perawat atau dokter jaga, melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien atau jika
diperlukan aktivasi Medical emergency team/code blue team apabila memenuhi kriteria
pemanggilan. Diharapkan dengan sistem ini kegawatan secara dini dapat dikenali, dan dapat
dilakukan resusitasi segera serta perawatan pasien sesuai dengan level kegawatannya, apakah
dapat dilakukan perawatan lanjutan di bangsal atau harus dilakukan perawatan di HCU atau
ICU.
Secara umum Early warning dan Code blue system rumah sakit akan
meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam mengenali tanda kegawatan dan aktivasi
sistem emergency, mempercepat Response time, meningkatkan kualitas resusitasi dan
penatalaksanaan paska resusitasi, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas pasien kritis di rumah sakit.

Gambar 2:Code Blue System yang ideal adalah yang mengakomodasi panggilan kegawatan medis dan henti napas/Jantung.

76
B. Komponen tim resusitasi dalam code blue system
Secara prinsip terdapat 3 komponen petugas yang berperan utama pada resusitasi
pasien dengan kegawatan di rumah sakit, terdiri dari:
1. Petugas Non medis terlatih: merupakan petugas non medis dengan keterampilan
bantuan hidup dasar dan aktivasi sistem code blue
2. Tim medis Primer: merupakan petugas medis dengan kemampuan bantuan hidup
dasar dan lanjut (merupakan personel/tim medis yang pertama kali menjumpai
melakukan resusitasi pada korban kritis/henti napas atau henti jantung)
3. Tim medis sekunder (Tim medis reaksi cepat): merupakan petugas medis dengan
komponen dokter dan perawat dengan kemampuan dalam assessment pasien kritis dan
bantuan lanjut termasuk advance airway-breathing management dan didukung dengan
peralatan yang lebih lengkap (termasuk peralatan jalan napas definitif), obat-obatan
emergency termasuk penggunaan defibrillator.
Tim medis reaksi cepat (tim sekunder) melakukan intervensi secara dini pasien-pasien
yang mengalami penurunan kondisi dengan tujuan untuk mencegah kejadian henti jantung di
rumah sakit. Rata-rata publikasi penelitian tentang MET atau rapid response system
dilaporkan telah menurunkan 17-65% angka kejadian henti jantung di rumah sakit setelah
intervensi. Keuntungan lain yang telah didokumentasikan meliputi:
 Penurunan angka transfer emergency yang tidak direncanakan ke ICU
 Penurunan ICU dan total lama perawatan di rumah sakit
 Penurunan angka mortalitas dan morbiditas post operatif di rumah sakit
 Meningkatkan angka harapan hidup paska henti jantung di rumah sakit
Agar code blue system dapat berjalan optimal maka petugas kesehatan harus
mampu mengidentifikasi pasien dengan kejadian henti jantung yang telah diprediksi
dikarenakan kondisi terminal sehingga aktivasi code blue menjadi tidak sesuai. Rumah sakit
harus mempunyai kebijakan mengenai DNAR (do not resuscitation), berdasarkan kebijakan
nasional, yang harus dipahami oleh semua petugas kesehatan rumah sakit
Implementasi dari code blue system memerlukan edukasi yang berkelanjutan, evaluasi
data, review dan feedback. Pengembangan dan pemeliharaan sistem ini memerlukan perubahan
kultur jangka panjang dan komitmen finansial dari rumah sakit untuk mewujudkan kultur
patient safety dengan tujuan utama untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

77
Gambar 3: Poster Aktivasi Code Blue System

C. ALUR/SISTEM EARLY WARNING DAN CODE BLUE DEWASA


(gambar Langkah-langkah Early Warning System di bangsal perawatan)
1. Pada pasien yang stabil di bangsal (parameter putih (skor 0)), maka monitoring
dan evaluasi dilakukan secara berkala setiap 12 jam, adanya perubahan
parameter fisiologis dan keluhan pasien akan selalu di monitor dan di evaluasi
2. Apabila terjadi penurunan kondisi pasien, maka lakukan pemeriksaan tanda vital
secara menyeluruh meliputi 7 parameter yaitu laju pernapasan, saturasi oksigen,
penggunaan suplementasi O2, tekanan darah sisolik, temperatur, laju jantung dan
kesadaran.
3. Tentukan skor pasien, apakah skor 1-4 (resiko rendah), jika ya, maka respon
selanjutnya adalah, assessment segera oleh perawat senior (response time maksimal 5
menit), eskalasi perawatan (manajemen nyeri, demam, terapi oksigen dll), jika
diperlukan assessment oleh dokter jaga (residen senior)

jika tidak, langkah selanjutnya....


1. Apakah skor 5-6 (resiko sedang) jika ya, maka respon selanjutnya adalah
assessment segera oleh dokter jaga bangsal (residen senior) dengan response time

78
maksimal 5 menit , eskalasi perawatan dan terapi, dan tingkatkan frekuensi
monitoring, minimal setiap 1 jam (pindahkan ke area yang sesuai/area dengan fasilitas bed
side monitor (HCU)).
jika tidak, langkah selanjutnya...
1. Apakah skor > 7 (resiko tinggi), jika ya, maka respon selanjutnya adalah lakukan
resusitasi dan monitoring secara kontinyu, aktivasi tim medis reaksi cepat (telepon 114
), jika waktu telah memungkinkan panggil dokter jaga bangsal dan konsultasikan ke
dokter penanggung jawab pasien (DPJP)
jika tidak, langkah selanjutnya..
1. Apakah pasien mengalami henti jantung (nadi karotis tidak teraba), jika ya lakukan RJP
(Resusitasi Jantung dan Paru) dengan high quality, ambil troli emergency termasuk
defibrilator. Panggil/aktivasi henti jantung ke nomor telepon 114 . Penerima telepon (tim
medis reaksi cepat/TMRC) akan menganalisis informasi dan mengaktifkan tim henti
jantung terdekat untuk menuju lokasi (response time maksimal 5 menit). Tim medis
reaksi cepat segera menuju lokasi kejadian henti jantung.
2. Manajemen paska resusitasi, tentukan Level of care pasien (LOC), transport ke area
yang sesuai
Pasien dengan LOC (0) yaitu pasien dengan kondisi stabil dilakukan perawatan di
bangsal umum.
Pasien dengan LOC (1) yaitu pasien dengan potensial penurunan kondisi tetapi
masih cukup stabil dilakukan perawatan di bangsal umum dengan pengawasan
khusus dari tim spesialis.
Pasien dengan LOC (2) pasien yang memerlukan observasi ketat dan intervensi
termasuk support untuk single organ dilakukan perawatan di HCU (High Care Unit)
Pasien dengan LOC (3) yaitu pasien dengan support pernapasan lanjut atau
support pernapasan dasar dengan sekurang-kurangnya support 2 organ sistem
lainnya dilakukan perawatan di bangsal perawatan intensif.
Pasien dengan problem stadium terminal/DNR (do not resuscitate) dilakukan
perawatan lanjutan di ruang paliatif.
Keterangan: Penentuan resiko pasien dan aktivasi/assessment termasuk pemanggilan tim
medis reaksi cepat termasuk kegawatan lain yang tidak tercantum dalam parameter
fisiologis di atas (misal low urine output, chest pain, obstruksi jalan napas yang mengancam
jiwa, kejang dll), dan keputusan klinis dilakukan oleh tim yang melakukan assessment pasien.

79
Contoh: Alur Early Warning dan Code Blue System (Pasien Dewasa)

80
D. ALUR AKTIVASI TIM MEDIS REAKSI CEPAT (tim Sekunder)
OPSI 1: Aktivasi Kegawatan Medis
Apabila terjadi kondisi dengan kegawatan medis, maka langkah-langkah yang harus dilakukan
sebagai berikut:
1. Petugas primer menjumpai skor EWS > 7 atau salah satu kriteria blue skor, panggil bantuan
petugas lain, lakukan resusitasi, buka jalan napas, berikan oksigen, pasang/pastikan iv
line lancar.
2. Minta petugas lain untuk mengaktifkan code blue 114 (dengan kegawatan medis) dan
mengambil troli emergency terdekat.
3. Telepon diterima oleh anggota Tim Medis Reaksi Cepat (Tim sekunder), dilakukan analisis
terhadap informasi yang masuk (kondisi pasien, lokasi dll).
4. Koordinasi dan instruksi resusitasi oleh tim sekunder ke tim primer
5. Tim medis reaksi cepat segera datang (response maksimal 10 menit)
6. Dilakukan resusitasi secara optimal oleh Tim Medis Reaksi Cepat dan petugas primer
7. Paska resusitasi pasien ditentukan level perawatannya (Level of Care) dan dilakukan
transport jika telah memenuhi kelayakan transport baik kondisi pasien, peralatan dan
obat-obatan dan kesiapan area yang akan dituju.
8. Mengisi lembar rekam medik resusitasi code blue secara lengkap
9. Informasikan/konsultasikan ke DPJP

OPSI 2: Aktivasi Henti Jantung/Henti Napas


Apabila terjadi kondisi henti napas dan henti jantung, maka langkah-langkah yang harus dilakukan
sebagai berikut:
1. Petugas primer (yang pertama kali menjumpai kondisi henti jantung) meminta bantuan
penolong lain dan melakukan RJP dengan kualitas tinggi
2. Minta penolong lain untuk mengaktifkan code blue 114 (dengan henti jantung) dan
mengambil troli emergency terdekat.
3. Telepon diterima oleh anggota Tim Medis Reaksi Cepat (Tim Sekunder), dilakukan analisis
terhadap informasi yang masuk (kondisi pasien, lokasi dll).
4. Tim sekunder harus merespon dan datang ke pasien dalam waktu kurang dari 5 menit
(response time maksimal 5 menit)
5. Resusitasi dilakukan secara adekuat oleh tim primer dan tim sekunder
6. Paska resusitasi pasien ditentukan level perawatannya (Level of Care) dan dilakukan transport
jika telah memenuhi kelayakan transport baik kondisi pasien, peralatan dan obat-obatan
dan kesiapan area yang akan dituju.

81
7. Mengisi lembar rekam medik resusitasi code blue secara lengkap
Informasikan/konsultasikan ke DPJP

82
DAFTAR PUSTAKA
 American Heart Association. 2015 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care in :
Circulation 2015
 Banerjee, Hargreaves, 2007, A Resuscitation Room Guide, 1 st edition,
Oxford university Press
 DeVita, MA, M.D. Hillman, K, M, Bellomo, R, 2006, Medical Emergency
Teams Implementation and Outcome Measurement Springer Science+Business
Media, Inc
 European Resuscitation Council (ERC), (2015), Guidelines for
Resuscitation:Executive summary, Resuscitation pp. 1-80
 Graves, J. (2007). Code blue manual, Royal Brisbane & Womens Hospital
Service District, Quensland
 Intensive Care Society, (2009), Levels of Critical Care for Adult Patients:
Standard and guideline
 ICSI (Institut for Clinical System Improvement) 2011, Health care protocol:
Rapid Response Team, Fourth edition.
 Intensive Care Society, (2009), Levels of Critical Care for Adult Patients:
Standard and guideline
 National Early Warning Score (NEWS), 2012 Standardising the assessment of
acute- illness severity in the NHS, Royal College of Physicians, London
 Psirides, A, Pedersen A, 2015, Proposal for A National New Zealand Early
Warning Score & Vital Sign Chart, Wellington Regional Hospital

83
II. BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA
A. PENGERTIAN
Bantuan hidup dasar adalah upaya memberikan bantuan hidup secara mekanis
untuk mengembalikan sirkulasi jantung dan paru ke sirkulasi spontan
B. INDIKASI
1. Pasien/korban tidak sadar yang tidak respon dengan rangsangan suara, taktil dan nyeri
2. Pasien/korban yang mengalami henti jantung mendadak
C. TUJUAN
1. Mengenali kejadian henti jantung dan henti napas secara cepat
2. Melakukan inisiasi resusitasi jantung paru
3. Melakukan pijat jantung dan bantuan napas buatan
4. Melakukan tindakan posisi pulih

D. PERSIAPAN ALAT
1. Maneukin RJP (full body, head chest)
2. Bag valve mask
3. Larygeal Mask Airway
4. Set Intubasi (laryngoscope, ETT, mayo)
5. Monitor LCD (Laptop)
6. Sudip lidah (tongue spatel)
7. Sepasang sarung tangan
8. Senter
9. Automated External Defibrilator (AED)
10. Plester
11. Jelly
12. Stetoskop
13. Tissue
14. Wrapping plastic

E. PROSEDUR PELAKSANAAN
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) merupakan aspek dasar dari tindakan
penyelamatan sehubungan dengan kejadian henti jantung. Aspek yang penting dari BLS
termasuk strategi pencegahan, pengenalan yang cepat dari kejadian henti jantung (cardiac
arrest) mendadak, aktivasi dari sistem respon emergency, tindakan dini Cardiopulmonary
rescucitation (CPR)/ resusitasi jantung paru (RJP) dengan perhatian pada kompresi dada,
tindakan secara dini defibrilasi.

84
Tindakan bantuan hidup lanjut (advance life Support) yang efektif dan
penatalaksanaan post cardiac arrest secara terpadu. Serangkaian tindakan di atas disebut
sebagai rantai keselamatan “chain of survival”.

Gambar 1: Chain of Survival (sumber: AHA 2015)

1. Surveillance dan strategi pencegahan


2. Pengenalan yang cepat dari kejadian henti jantung (cardiac arrest), Aktivasi dari
sistem respon emergency,
3. tindakan dini resusitasi jantung paru (RJP) dengan kualitas tinggi
4. Tindakan secara dini defibrilasi
5. Tindakan bantuan hidup lanjut (advance life Support)
6. Penatalaksanaan post cardiac arrest secara terpadu

Tujuan bantuan hidup dasar adalah untuk memberikan bantuan sirkulasi sistemik,
ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali
sirkulasi sistemik secara spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap
untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup lanjut atau sampai pasien dinyatakan meninggal.
Kompresi dada merupakan komponen yang sangat penting pada RJP dikarenakan perfusi
selama RJP sangat tergantung dari tindakan ini. Pelaksanaan bantuan hidup dasar dengan segera
dan efektif, dapat meningkatkan keberhasilan resusitasi serta mengurangi gangguan neurologis
yang terjadi

F. LANGKAH-LANGKAH BANTUAN HIDUP DASAR DEWASA


Langkah-langkah Bantuan hidup dasar terdiri dari urut-urutan pemeriksaan diikuti
dengan tindakan, seperti yang diilustrasikan di algoritme bantuan hidup dasar (gambar 2).
Meskipun seakan-akan tindakan dilakukan secara berurutan. Tetapi idealnya apabila
memungkinkan terutama untuk tenaga medis professional dan resusitasi di rumah sakit,
resusitasi dilakukan secara tim yang bekerja secara simultan (sebagai contoh, satu penolong
mengaktifkan sistem emergency sementara penolong lain melakukan kompresi dada,

85
penolong lain dapat melakukan bantuan pernapasan dengan bag mask, dan mengaktifkan
defibrillator.

Bantuan hidup dasar pasien dewasa terdiri langkah-langkah seperti di bawah ini:

Gambar 2: Algoritme Bantuan Hidup Dasar yang disederhanakan (AHA 2015)

G. MENGENALI KEJADIAN HENTI JANTUNG DENGAN SEGERA (CEK RESPON DAN


CEK PERNAPASAN)
Saat menemui korban dewasa yang tidak sadar, atau mendadak kolaps, setelah
memastikan lingkungan aman, tindakan pertama adalah memastikan respon dari korban.
Penolong harus menepuk atau mengguncang korban dengan hati-hati pada bahunya dan
bertanya dengan keras : “ Halo! Halo! Apakah anda baik-baik saja ? (gambar 3). Jika pasien
tidak respon panggil bantuan orang/petugas di sekitar. Pada saat bersamaan penolong
melihat apakah pasien tidak bernapas atau bernapas tidak normal (contoh: gasping). Jika
pasien tidak menunjukkan respon dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping) maka
penolong harus mengasumsikan bahwa pasien mengalami henti jantung. Pada beberapa
menit awal setelah terjadi henti jantung, korban mungkin bernapas tidak adekuat, lambat dan
gasping. Jangan bingung dengan kondisi napas normal. Jika ragu-ragu apakah pasien bernapas
tidak normal, lakukan tindakan sebagaimana pasien tidak bernapas normal.
Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan American Heart Association 2015
mengenai bantuan hidup dasar, penolong tidak perlu melakukan observasi napas spontan

86
dengan look, listen and feel karena langkah pelaksanaan yang tidak konsisten dan
menghabiskan terlalu banyak waktu.

Gambar 3: Memastikan respon korban dan secara bersamaan memastikan korban bernapas atau tidak, atau bernapas tidak normal
(gasping)

H. MENGAKTIFKAN SISTEM RESPON EMERGENCY


Jika pasien tidak menunjukkan respon dan tidak bernapas atau bernapas tidak
normal (gasping) maka perintahkan orang lain mengaktifkan sistem emergency rumah sakit
/code blue system (114) dan mengambil AED jika tersedia (gambar 4). Informasikan secara jelas
alamat/lokasi kejadian kondisi dan jumlah korban, No telp yang dapat dihubungi dan jenis
kegawatannya.
Bila korban bernapas normal, atau bergerak terhadap respon yang diberikan, maka
usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti saat ditemukan atau usahakan
pasien diposisikan ke dalam posisi recovery; panggil bantuan, sambil melakukan
pemantauan terhadap tanda-tanda vital korban secara terus menerus sampai bantuan
datang. Segera setelah anda menentukan ketidaksadaran dan mengaktifkan 114 , pastikan bahwa
korban terbaring terlentang (pada punggungnya) diatas permukaan yang keras dan datar agar
RJP efektif.
Khusus untuk petugas medis pada henti jantung yang disebabkan karena asfiksia
seperti korban tenggelam dan sumbatan benda asing jalan napas yang tidak sadar, petugas medis
harus memberikan RJP 5 siklus (2 menit) sebelum mengaktifkan respon emergency.

87
Gambar 4. Mengaktifkan sistem emergency (code blue) rumah sakit

I. PEMERIKSAAN DENYUT NADI


Pemeriksaan denyut nadi bukan hal yang mudah untuk dilakukan, bahkan tenaga
kesehatan yang menolong mungkin memerlukan waktu yang agak lama untuk memeriksa deyut
nadi, sehingga tindakan pemeriksaan denyut nadi tidak dilakukan oleh penolong awam dan
langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak tidak
sadarkan diri atau penderita tanpa respon yang bernafas tidak normal. Periksa denyut nadi korban
dengan merasakan arteri karotis pada orang dewasa. Lama pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10
detik, jika penolong secara definitif tidak dapat merasakan pulsasi dalam periode tersebut,
maka kompresi dada harus segera dilakukan. (cek nadi dilakukan secara simultan bersamaan
dengan penilaian pernapasan korban).
Jika pernapasan tidak normal atau tidak bernapas tetapi dijumpai denyut nadi pada
korban, maka diberikan bantuan napas setiap 5-6 detik. Lakukan pemeriksaan ulang nadi
korban setiap 2 menit. Hindari pemberian bantuan napas yang berlebihan, selama RJP
direkomendasikan dengan volume tidal 500-600 ml (6-7 ml/kg), atau hingga terlihat dada
korban mengembang.

Gambar 5. pemeriksaan nadi karotis

88
J. MULAI SIKLUS 30 KOMPRESI DADA DAN 2 BANTUAN NAPAS
Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk mengalirkan darah dan oksigen
selama RJP. Kompresi dada terdiri dari aplikasi tekanan secara ritmik pada bagian setengah
bawah dari sternum. Tindakan kompresi dada ini akan menyebabkan aliran darah akibat
naiknya tekanan intrathorak dan kompresi secara langsung pada jantung. Meskipun
mengalirkan darah dalam jumlah yang sedikit tetapi hal ini sangat penting untuk menghantarkan
oksigen ke otot jantung dan otak, dan meningkatkan keberhasilan tindakan defibrilasi.

Gambar6: Posisi tangan saat kompresi dada (Sumber : ERC 2010)

Mayoritas kejadian henti jantung pada penderita dewasa dengan angka keberhasilan
hidup tertinggi adalah pasien henti jantung disaksikan (witnessed arrest) dengan irama awal
ventricular fibrillation (VF) atau pulseless ventricular tachycardia (VT). Pada pasien ini,
elemen awal yang paling penting adalah kompresi dada dan segera dilakukannya defibrilasi.
Rekomendasi sebelumnya dari AHA 2005 dengan sekuensial A-B-C (Airway-Breathing-
Circulation), pemberian kompresi dada sering terlambat saat penolong berusaha membuka jalan
napas, memberikan bantuan napas dari mulut ke mulut, atau mencari peralatan bantuan
pernapasan. Rekomendasi yang terbaru sejak th 2010 AHA mengubah sekuen A-B- C menjadi C-A-
B, sehingga diharapkan kompresi dada dan defibrilasi dapat segera diberikan.

89
Gambar 7: Posisi saat melakukan kompresi dada, posisi penolong harus vertikal di atas dada pasien
(Sumber: ERC 2010)

Mulai dengan kompresi dada dengan cara sebagai berikut:


Posisi penolong berjongkok dengan lutut di samping korban sejajar dengan dada
korban. Letakkan tumit dari salah satu tangan pada pusat dari dada korban (yaitu pada pada bagian
setengah bawah dari sternum korban, letakkan tangan yang lain di atas tangan yang
pertama, jari-jari ke dua tangan dalam posisi mengunci dan pastikan bahwa tekanan tidak di atas
tulang iga korban. Jaga lengan penolong dalam posisi lurus. Jangan melakukan tekanan pada
abdomen bagian atas atau sternum bagian akhir. Posisikan penolong secara vertical di atas dinding
dada korban, dan berikan tekanan ke arah bawah, sekurang-kurangnya 5 cm (tetapi jangan
melebihi 6 cm). Gunakan berat badan anda untuk menekan dada dengan panggul berfungsi
sebagai titik tumpu.
Setelah masing-masing kompresi dada, lepaskan tekanan pada dinding dada secara penuh,
tanpa melepas kontak tangan penolong dengan sternum (full chest recoil) , ulangi dengan
kecepatan sekurang-kurangnya 100 kali/menit (tetapi jangan melebihi 120 kali/menit). Durasi
waktu antara kompresi dan release kompresi harus sama.

Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada (High Quality
CPR) :
1) Tekan cepat (push fast): Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang
mencukupi (minimal 100 kali/menit tetapi tidak lebih dari 120x/menit)
2) Tekan kuat (push hard): Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan
kedalaman minimal 2 inchi (5 cm) tetapi tidak lebih dari 2,4 inchi (6 cm)
3) Berikan kesempatan untuk dada mengembangkan kembali secara sempurna setelah
setiap kompresi (full chest recoil).
4) seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi maupun durasi
terhadap
kompresi dada yang dilakukan
5) Perbandingan kompresi dada dan ventilasi 30: 2 direkomendasikan. (AHA 2015)

90
Berikan bantuan pernapasan
Tujuan primer pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Setelah 30 kompresi dada , Untuk
penolong awam, buka jalan napas korban dengan maneuver head tilt - chin lift baik pada
korban trauma atau non trauma. Untuk petugas medis, Jika terdapat bukti adanya trauma atau
kemungkinan cedera spinal, gunakan jaw thrust tanpa mengekstensikan kepala saat membuka
jalan napas.

Gambar 8: chin lift, head tilt (Sumber : ERC 2010)

Buka jalan napas dengan head tilt dan chin lift, tekan bagian lunak dari hidung
agar menutup dengan indek dan ibu jari penolong. Buka mulut pasien sambil mempertahankan
chin lift. Ambil napas secara normal, dan letakkan mulut penolong pada mulut korban, dan
pastikan kerapatan antara mulut korban dengan mulut penolong.
Berikan bantuan napas pada mulut pasien sambil melihat pengembangan dada,
pertahankan posisi head tilt dan chin lift, jauhkan mulut penolong dari korban dan lihat dada
korban mengempis saat udara keluar dari korban. Ambil napas kembali secara normal, dan berikan
pernapasan bantuan sekali lagi sehingga tercapai pemberian napas bantuan sebanyak 2 kali.

Gambar 9: Jaw thrust (Sumber : ERC 2010)

91
Gambar 7: Algoritme bantuan hidup dasar untuk petugas medis (AHA 2015)

Penolong memberikan bantuan pernapasan sekitar 1 detik (inspiratory time),


dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang, dihindari pemberian
bantuan napas yang cepat dan berlebih. emberian bantuan nafas yang berlebihan tidak
diperlukan dan dapat menimbulkan distensi lambung beserta komplikasinya seperti regurgitasi
dan aspirasi. Lebih penting lagi bahwa pemberian ventilasi yang berlebihan dapat menyebabkan
naiknya tekanan intrathorakal, mengurangi venous return ke jantung dan menurunkan
cardiac output.

92
Gambar 10: pemberian bantuan napas dari mulut ke mulut

Untuk mengurangi resiko regurgitasi dan aspirasi, penekanan pada kartilago cricoid
(Cricoid pressure) dapat dipertimbangan untuk tenaga medis terlatih dengan jumlah petugas
yang mencukupi, hindari tindakan cricoid pressure yang berlebih yang dapat menyebabkan
obstruksi trachea.
Kedua bantuan pernapasan diharuskan tidak boleh lebih dari 5 detik. Langkah
selanjutnya kembali tangan penolong ke dada korban dan lakukan kompresi dada lanjutan sebanyak
30 kali. Lanjutkan kompresi dada dan pernapasan bantuan dengan rasio 30:2.
Jika awal pemberian napas bantuan tidak menyebabkan pengembangan dinding
dada seperti pada kondisi normal pernapasan. Sebelum melakukan langkah selanjutnya: Lihat
pada mulut korban, dan bersihkan apabila dijumpai adanya sumbatan. Cek kembali
adekuatnya posisi kepala (chin lift dan head tilt). Jika terdapat lebih dari 1 penolong,
penolong yang lain harus bergantian melakukan RJP setiap 2 menit untuk mencegah
kelelahan. Pastikan interupsi dari kompresi dada minimal selama pergantian penolong. Teknik
tersebut di atas berlaku untuk teknik pemberian bantuan pernapasan yang lain, seperti
penggunaan masker ventilasi, dan penggunaan bag valve mask baik 1 penolong maupun 2
penolong dengan atau tanpa suplemen oksigen.

Gambar 11: Pemberian bantuan napas dari masker ventilasi ke mulut korban (Sumber: ERC 2005)

93
Kompresi dada saja tanpa bantuan pernapasan (Chest-compression-only CPR)
digunakan pada situasi: jika penolong tidak terlatih, atau penolong tidak yakin untuk
memberikan bantuan pernapasan. Kompresi dada dilakukan secara kontinyu dengan
kecepatan sekurang-kurangnya 100 kali/menit (tetapi tidak lebih dari 120 kali/menit).
Jangan melakukan interupsi resusitasi sampai: penolong profesional datang dan mengambil
alih RJP, atau korban mulai sadar: bergerak, membuka mata dan bernapas normal, atau
penolong kelelahan.

Gambar 12: Teknik pemberian bantuan ventilasi dengan bag valve mask. Jika memungkinkandan tersedia berikan suplementasi
oksigen100%.

Jika petugas medis/penolong terlatif tersedia, maka teknik pemberian ventilasi dengan
bag mask dengan 2 personel lebih efektif dibandingkan 1 personel. Teknik ventilasi dengan 2
personel diperlukan untuk dapat memberikan ventilasi yang efektif terutama pada korban
dengan obstruksi jalan napas atau compliance paru yang buruk, atau adanya kesulitan
dalam menjaga kerapatan mask dengan muka korban. Dikarenakan teknik dengan 2
personel lebih efektif, harus menjadi perhatian untuk menghindari pemberian volume tidal yang
terlalu besar yang menyebabkan terjadinya ventilasi yang berlebihan.
Selama RJP jika memungkinkan dan tersedia berikan suplemen oksigen saat
memberikan bantuan ventilasi. Studi pada binatang dan data teori menduga adanya efek
yang tidak diinginkan dari pemberian 100% oksgigen. Tetapi perbandingan variasi
konsentrasi O2 selama resusitasi baru dilakukan pada periode bayi baru lahir. Sampai adanya
informasi baru yang tersedia, sangat beralasan untuk petugas medis memberikan oksigen
100 % selama resusitasi. Saat sirkulasi kembali normal, lakukan monitoring saturasi oksigen
sistemik. Sangat beralasan untuk menyediakan peralatan yang sesuai untuk melakukan titrasi
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94% dengan mengatur FiO2 seminimal
mungkin.

94
K. PENGGUNAAN AUTOMATED EXTERNAL DEFIBRILLATOR (AED)
Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan tujuan untuk mendepolarisasikan sel-
sel jantung dan menghilangkan Ventrikel Fibrilasi/Ventrikel takikardia tanpa nadi. Terapi listrik
otomatis (AED) adalah alat yang aman dan efektif apabila digunakan untuk penolong awam dan
petugas medis, dan memungkinkan defibrilasi dilakukan lebih dini sebelum tim bantuan hidup
lanjut datang. Menunda resusitasi dan pemakaian defibrilasi akan menurunkan harapan
hidup. Penolong harus melakukan RJP secara kontinyu dan meminimalkan interupsi kompresi dada
pada saat mengaplikasikan AED dan selama penggunaannya.
Penolong harus konsentrasi untuk mengikuti perintah suara segera setelah alat
diterima, terutama untuk melakukan RJP segera mungkin setelah diinstruksikan. AED standar
dapat digunakan untuk anak-anak dengan usia lebih dari 8 tahun. Untuk anak-anak 1-8 tahun
penggunaan pads pediatric harus digunakan, dengan penggunaan mode pediatric jika
tersedia. AED tidak direkomendasikan untuk anak < 1 tahun.
Pentingnya tindakan defibrilasi segera setelah AED tersedia, selalu ditekankan
pada panduan resusitasi sebagai hal yang mempunyai pengaruh penting terhadap keberhasilan
resusitasi dari kondisi ventrikel fibrilasi atau ventrikel takikardi tanpa pulse. High quality CPR
harus terus dilanjutkan saat defibrillator disiapkan dan pads AED dipasang pada korban.
Saat penolong menyaksikan kejadian henti jantung di luar area rumah sakit dan
tersedia AED, atau petugas medis di rumah sakit dimana tersedia AED dan defibrillator
maka penolong harus segera melakukan RJP dengan kompresi dada dan menggunakan AED
sesegera mungkin. Rekomendasi ini didesain untuk mensuport RJP dan defibrilasi dengan
segera terutama jika AED atau defibrillator dapat tersedia dengan cepat pada saat onset
kejadian henti jantung mendadak.
Pada situasi henti jantung di luar rumah sakit yang kejadiannya tidak disaksikan
oleh penolong, maka dipertimbangkan untuk dilakukan RJP 1 ½ sampai 3 menit sebelum
dilakukan defibrilasi.

95
Gambar13: AED dengan elektroda PAD, aktivitas listrik yang ditimbulkan 2 arah
(bifasik) memungkinkan jantung untuk berkontraksi secara optimal.

Langkah-langkah penggunaan AED


• Pastikan penolong dan korban dalam situasi yang aman dan ikuti langkah-langkah bantuan
hidup dasar dewasa. Lakukan RJP sesuai langkah-langkah pada bantuan hidup dasar,
kompresi dada dan pemberian bantuan pernapasan dengan perbandingan 30:2
• Segera setelah alat AED datang. Nyalakan AED dan tempelkan elektroda pads pada dada
korban. Jika penolong lebih dari 1 orang, RJP harus dilanjutkan saat memasang elektroda
pads pada dada korban. Tempatkan elektroda yang pertama di line midaxillaris sedikit
di bawah ketiak, dan tempatkan elektroda pads yang kedua di sedikit di bawah clavicula
kanan (gambar 14).
• Ikuti perintah suara/visual dari alat AED dengan segera. Pastikan bahwa tidak ada orang
yang menyentuh korban saat AED melakukan analisis irama jantung (gambar 15).
• Jika shock diindikasikan. Pastikan tidak ada seorangpun yang menyentuh korban. Tekan
tombol shock (AED yang otomatis penuh akan memberikan shock secara otomatis)
(gambar 12).
• Segera lakukan kembali RJP 30:2 seperti yang diperintahkan oleh perintah
suara/visual alat AED (gambar 16).
• Jika shock tidak diindikasikan, lakukan segera RJP 30:2, sesuai dengan perintah
suara/visual, hingga penolong profesional datang dan mengambil alih RJP, korban mulai
sadar: bergerak, membuka mata dan bernapas normal, penolong kelelahan.

Gambar 14: Gambar 15: Pastikan tidak ada kontak korban


Penempelan elektroda pads. dengan orang lain.

96
Gambar 16 (kiri) : Gambar 17 (kanan) :
Saat tombol shock Setelah tombol shock
ditekan, pastikan tidak ada seorangpun ditekan, pastikan segera dilakukan RJP
yang bersentuhan dengan korban. dengan perbandingan 30 kompresi dada dan
2 bantuan pernapasan, sesuai perintah
suara/visual alat AED.

L. POSISI PULIH (Recovery)


Posisi pulih (recovery) digunakan pada korban dewasa yang tidak respon dengan
pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Posisi ini di desain untuk mempertahankan patensi jalan
napas dan mengurangi resiko obstruksi jalan napas dan aspirasi. Jika korban tidak sadar/tidak
respon tetapi tidak diketemukan gangguan pernapasan dan denyut jantung; atau korban
sudah memiliki pernapasan dan denyut nadi yang adekuat setelah bantuan pernapasan atau
RJP (serta tidak memerlukan imobilisasi untuk kemungkinan cedera spinal), maka posisikan korban

97
pada posisi pulih (recovery) sambil menunggu bantuan datang. Posisi recovery memungkinkan
pengeluaran cairan dari mulut dan mencegah lidah jatuh ke belakang dan menyebabkan
obstruksi jalan napas.

Gambar 18 Gambar 19

Langkah-langkah:
Jika tidak ada bukti trauma letakkan korban dengan posisi miring pada posisi recovery.
Diharapkan dengan posisi ini jalan napas dapat terbuka.
1. Berjongkok di samping korban dan luruskan lutut pasien, letakkan tangan yang dekat
dengan penolong pada posisi salam (90 derajat dari axis panjang tubuh) (gambar 18)
tempatkan tangan yang lain di di dada (gambar 19) . Dekatkan tubuh penolong di atas
tubuh korban, tarik ke atas lutut dan tangan yang lain memegang bahu pasien (gambar
20).
2. Gulingkan korban ke arah penolong dalam satu kesatuan bahu dan lutut pasien
secara perlahan
3. Atur posisi kaki seperti terlihat di gambar, letakkan punggung tangan pada pipi
pasien untuk mengatur posisi kepala (gambar 21).
4. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi secara kontinyu nadi dan
pernapasan korban, sambil menunggu bantuan datang. Jika terjadi henti jantung
posisikan pasien kembali supine dan lakukan RJP kembali.

98
Gambar 20. (Sumber: ERC 2010)

Gambar 21. Posisi recovery (Sumber: ERC 2010)


Penderita dapat digulingkan ke sisi manapun namun lebih disarankan untuk
menggulingkan penderita ke arah penolong sehingga pengawasan dan penghisapan dapat lebih
mudah dilakukan. Jika korban tidak bernapas dengan adekuat, posisi recovery tidak boleh
dilakukan. Korban harus ditempatkan terlentang dan bantuan pernapasan harus diberikan.

III. BANTUAN HIDUP LANJUT DEWASA


A. LANGKAH LANGKAH BANTUAN HIDUP LANJUT DEWASA
Langkah 1:
 Pada saat menemui korban dewasa yang tidak sadar, atau mendadak kolaps, setelah
memastikan lingkungan aman, tindakan pertama adalah memastikan respon dari
korban.
 Pasien yang tidak menunjukkan respon dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal
(gasping) maka penolong harus segera memanggil bantuan/mengaktifkan sistem
emergency rumah sakit untuk memanggil tim profesional dan mengambil

99
AED/defibrillator.
 Periksa denyut nadi korban dengan merasakan arteri karotis, jika denyut nadi karotis tidak
teraba, maka mulai siklus kompresi dada dan bantuan pernapasan diberikan dengan
rasio 30:2.
 RJP hanya dihentikan dalam waktu yang sesingkat mungkin yaitu pada saat menilai irama
jantung, saat dilakukan defibrilasi pada VF/VT, saat menilai denyut nadi saat irama
jantung yang terorganisasi terdeteksi, atau saat memasang alat bantu jalan napas.

Gambar 22: Jika defibrilator telah tersedia, Pasang Monitor/defibrilator sambil tetap
melakukan RJP dengan kualitas tinggi

Langkah 2:
 Jika defibrilator telah tersedia, (gambar 22) segera lakukan pemeriksaan irama jantung
pastikan apakah irama jantung shockable (ventricular fibrillation (VF) dan pulseless
ventricular tachycardia (VT) atau non shockable (pulseless electric activity (PEA) dan
asistole). (gambar 23) VF mempresentasikan aktivitas elektrik yang tidak terorganisasi,
sedangkan VT tanpa pulse merepresentasikan gambaran aktivitas listrik yang masih
terorganisasi, kedua irama jantung ini tidak dapat mengalirkan darah secara signifikan.
 PEA menunjukkan suatu grup heterogen irama elektrik jantung yang dihubungkan
dengan tidak adanya aktivias mekanikal ventrikel atau adanya aktivitas mekanikal
ventrikel tetapi tidak cukup untuk menyebabkan pulsasi nadi yang secara klinis
terdeteksi. Asistole menunjukan tidak adanya aktivitas elektrik ventrikel, dengan atau
tanpa aktivitas elektrik atrial jantung.

100
Gambar 23: Stop kompresi dada, analisis irama jantung, pastikan tidak ada penolong yang
menyentuh korban.

IRAMA JANTUNG “SHOCKABLE’

Gambar 24: Ventrikel Fibrilasi ; rate: tidak dapat ditentukan, irama kacau, komplek P, QRS dan PR
interval tidak terlihat. Secara klinis tidak dijumpai curah jantung dan denyut nadi.

Gambar 25: Ventrikel Takikardi: rate 100-250 kali/menit, irama teratur, komplek P, dan interval PR
tidak terlihat, komplek Q melebar > 0,10 dtk (monomorfik atau polimorfik).

IRAMA JANTUNG “NON SHOCKABLE”.

101
Gambar 26: Asistole: tidak terdapat irama listrik, komplek P, QRS dan PR interval tidak terlihat.
Secara klinis tidak dijumpai curah jantung dan denyut nadi.

Gambar 27: PEA (pulseless electrical activity), aktivitas listrik jantung tanpa adanya
mekanikal ventrikel sehingga secara klinis tidak teraba pulsasi nadi. Seperti contoh gambaran irama
idioventrikular di atas (sumber: Jones, SA, 2005)

Langkah 3-4:
 Saat irama jantung dinilai dengan manual defibrillator dan menunjukkan VF atau VT,
penolong lain harus tetap melanjutkan RJP, sedangkan penolong lain melakukan
pengisian energy (charges) pada defibrillator. Jika defibrillator bifasic tersedia,
penolong harus menggunakan energy seperti yang direkomendasikan oleh
perusahaan (dosis awal 120 hingga 200 Joule) untuk mengatasi VF. Jika defibrillator
monofasik digunakan maka shock awal dengan energy 360 Joule dan gunakan dosis
tersebut untuk dosis ulangan jika diperlukan.
 Saat pengisian energy defibrillator sudah penuh, RJP dihentikan, setelah
memastikan situasi pasien clear, penolong harus secepat mungkin untuk
memberikan defibrilasi untuk meminimalkan interupsi kompresi dada.

102
Gambar 28: Shock pada irama VF/VT tanpa nadi dengan energi 200 Joule (Bifasik)

 Penolong lain segera melanjutkan RJP setelah defibrilasi (tanpa melakukan penilaian irama
jantung atau nadi, dan memulai RJP dengan kompresi dada dan dilanjutkan hingga 5 siklus
(2 menit). Jika memungkinkan akses vaskular dapat dilakukan secara intravena atau
intraosseus. Penolong yang melakukan kompresi dada harus bertukar setiap 2 menit untuk
mencegah kelelahan.

Gambar 29: paska pemberian shock segera lanjutkan RJP dan berikan obat-obatan vasopressor
(epinefrine 1 mg setiap 3-5 menit)

103
Gambar 30: Algoritma Henti Jantung Pasien Dewasa

Langkah 5-6:
 Setelah 5 siklus (2 menit) RJP dan dilakukan penilaian irama jantung, jika VF/pulseless
VT menetap diberikan shock yang kedua dan dilanjutkan RJP selama 2 menit, vasopresor
dapat diberikan dengan tujuan utama untuk meningkatkan aliran darah otot jantung selama
RJP. Efek puncak dari pemberian intravena dan intraosseus vasopressor yang diberikan
secara bolus selama RJP memerlukan waktu sekurangnya 1 hingga 2 menit. Jika defibrilasi
yang diberikan gagal untuk memperbaikai irama perfusi, maka pemberian dengan segera
vasopresor setelah shock akan mengoptimalkan aliran darah ke miokard sebelum shock

104
berikutnya.
 Pertimbangkan untuk pemasangan alat bantu jalan napas advance (pipa
endotrakheal/supraglottic airway (LMA). Keuntungan dari penggunaaan jalan napas definitif
adalah untuk menghilangkan jeda pada kompresi dada untuk pemberian bantuan napas
(ventilasi), memperbaiki ventilasi dan oksigenasi, menurunkan resiko aspirasi dan
memungkinkan untuk dilakukannya monitoring kapnografi untuk memonitor kulaitas dari
kompresi dada. Kerugian utama adalah interupsi kompresi dada selama pemasangannya
dan resiko dari intubasi esophageal yang tidak dikenali.

Gambar 31: Pemasangan intubasi endotracheal

 Jika akses intavena atau intraosseus tidak berhasil didapatkan, epinephrine,


vasopressin dan lidokain dapat diberikan lewat rute endotrakheal tube pada pasien henti
jantung. Dosis optimal yang diberikan lewat endotrakheal tube belum diketahui secara
pasiti, direkomendasikan memberikan 2 sampai 2½ kali pemberian intravena. Obat-obatan
harus diencerkan 5-10 ml dengan air steril atau normal salin dan diinjeksikan langsung
melalui tube endotrakheal.
 Sebelum terpasang alat bantu jalan napas, secara sinkron rasio 30:2 direkomendasikan
dengan kecepatan kompresi dada minimal 100 kali/menit. Saat alat jalan napas advance
terpasang (contoh endotrakheal tube. Atau supraglottic airway), 2 penolong tidak lagi
melakukan siklus kompresi dengan jeda untuk ventilasi, tetapi penolong secara simultan
melakukan kompresi dada dengan kecepatan 100 kali/menit, secara kontinyu tanpa adanya
jeda untuk ventilasi. Penolong lain memberikan ventilasi 1 napas tiap 6-8 detik (8-10 napas per
menit) dan harus dihindari pemberian ventilasi yang berlebihan.

105
Langkah 7-8
 Setelah RJP selama 2 menit dilakukan cek irama jantung jika VF/pulseless VT
menetap diberikan shock yang ketiga dan dilanjutkan RJP selama 2 menit. Berikan
antiaritmia dan terapi terhadap kemungkinan penyebab yang reversibel (meliputi
hipovolemia, hipoksia, hydrogen ion, hipo/hiperkalemia, hipotermia, tension
pnemothorak, tamponade cordis, toksin, thrombosis pulmonary, dan thrombosis
koroner)
 Amiodarone merupakan antiaritmia pilihan utama pada pasien dengan henti jantung
dikarenakan terbukti secara klinis memperbaiki angka ROSC pada pasien dewasa
dengan VF atau pulseless VT. Amiodarone dipertimbangkan saat VF/VT tidak
responsive terhadap CPR, defibrilasi dan terapi vasopresor. Jika amiodaron tidak tersedia
lidokain dapat dipertimbangkan, tetapi secara studi klinis lidokain tidak terbukti
meningkatkan ROSC dibandingkan dengan penggunaan amiodaron.
 Magnesium sulfate dipertimbangkan hanya pada saat terjadi gambaran irama
torsades de pointes yang dihubungkan dengan interval QT yang memanjang.

Langkah 9-11 (Jika irama jantung PEA/ asistole)


 Jika irama jantung yang terdeteksi oleh defibrilator menunjukkan irama non shockable
(asistole atau PEA) maka RJP harus dilanjutkan segera, dimulai dengan kompresi dada,
dan dilanjutkan selama 2 menit hingga cek irama dilakukan kembali. Petugas medis dalam
melakukan kompresi dada harus bertukar setiap 2 menit untuk mencegah kelelahan. Pada
penanganan pasien dengan henti jantung diagnosis dan terapi terhadap penyebab yang
mendasari kejadian henti jantung adalah sangat penting. Petugas medis harus selalu
mengingat dan mengidentifikasi penyebab yang reversible dari henti jantung
 Vasopressor dapat diberikan sesegera mungkin jika tersedia, dengan tujuan utama untuk
meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan otak selama RJP. Epinefrine mempunyai
efek yang menguntungkan pada pasien dengan henti jantung, utamanya dikarenakan
epinephrine mempunyai efek menstimulasi reseptor α-adrenergic yang mempunyai efek
sebagai vasokonstriktor. Direkomendasikan memberikan epinephrine dengan dosis 1 mg
dose of IV/IO setiap 3 sampai 5 menit pada pasien dewasa yang mengalami henti jantung.
Dosis yang lebih besar mungkin diperlukan pada kondisi spesifik seperti overdosis β-
blocker or calcium channel blocker.
 Rekomendasi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan secara rutin atropine pada pasien
PEA atau asistole tidak menunjukkan efek yang menguntungkan. Sehingga atropine sulfat
sudah tidak digunakan lagi pada algoritme henti jantung.

106
B. PENGGUNAAN DEFIBRILATOR
Petugas kesehatan yang bertugas dalam resusitasi jantung paru harus terlatih
dalam menggunakan defibrillator dan direkomendasikan untuk melakukan defibrilasi sedini
mungkin (early defibrillation) baik pada pasien di ruang gawat darurat maupun di luar
fasilitas kesehatan. Defibrilator terdiri dari manual maupun automatis dengan gelompang
monofasik atau bifasik dan dapat digunakan sebagai monitor irama jantung, berfungsi untuk
defibrilasi (asinkron), kardioversi (sinkron) dan sebagai pacemaker.

Gambar 32: Bagian-Bagian Defibrillator


1. Pilihan mode syncrone dan asyncrone
2. Pilihan mode dewasa dan pediatric
3. Menu otomatis/ AED (automated external defibrillation)
4. Pilihan menu monitor
5. Pilihan level energy
6. Tombol pengisian energy
7. Tombol shock
8. Kertas pencetakan irama jantung
9. Pilihan lead/paddle
10. Layar monitor

Persiapan
 Defibrilator lengkap dengan paddle.
 Elektroda
 Jelly EKG
 Trolli Emergency dengan peralatan dan obat-obatan emergency
 Sebelum digunakan pastikan bahwa alat defibrillator terisi baterei dengan penuh
dan telah dilakukan kalibrasi energi.

107
Prosedur penggunaan defibrillator:
Defibrilator diletakkan disamping (dekat telinga kiri) korban, penolong pertama
sebagai pemegang paddle defibrillator di samping kanan korban, dan penolong kedua yang
melakukan resusitasi jantung di samping kiri korban. Posisi ini dapat disesuaikan sesuai
dengan situasi dan kondisi.

Langkah-langkah dalam menggunakan defibrillator:


1. Lakukan RJP dengan kualitas tinggi, jika defibrilator telah tersedia segera tekan tombol power
dan pilih menu monitor, pasang elektroda defibrilator pada dada pasien, hentikan RJP
secara temporer dan lihat gambaran irama jantung pada layar.
2. Jika gambaran EKG pada monitor dan klinis menunjukkan Ventrikel Fibrilasi/Ventrikel
takikardi tanpa nadi lakukan pengisian energi 200 joule (tanda panah putih), sambil
menunggu pengisian energi RJP dilanjutkan.
3. Jika pengisian energi sudah penuh hentikan RJP secara temporer
4. Letakan paddle electrode yang telah diberi jelly di upper-right sternal border (dibawah
klavikula) dan di samping kiri putting susu kiri. Atau “apex” paddle diletakkan di
prekordium kiri dan “sternum” paddle diletakkan di right infrascapular.
5. Pastikan penolong tidak bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan korban,
6. Tekan tombol SHOCK pada paddle, dengan sebelumnya memastikan tidak ada
seorangpun bersentuhan dengan korban dengan mengucapkan “I’m clear, you’re clear,
everybody clear” atau “clear”. Setelah defibrilasi langsung dilanjutkan RJP dimulai
dengan kompresi dada, penilaian irama jantung dilakukan setelah 2 menit.

Referensi:
 American Heart Association (2010), Adult Advanced Cardiac Life Support: Guidellines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovasculare care ,
Circulation, 122; 729- 767
 American Heart Association (2015), Guidellines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovasculare care
 European Resuscitation Council (ERC), (2010), Guidelines for Resuscitation,
Resuscitation, 81, 1219–1276
 European Resuscitation Council (ERC), (2005), Guidelines for Resuscitation
 Jones, S.A., (2005) ECG Notes, Interpretation and Management Guide, F.A Davis
Company, Philadelphia

108
CHECKLIST BANTUAN HIDUP DASAR DAN
BANTUAN HIDUP LANJUT PADA KORBAN DEWASA
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Korban dewasa yang tidak sadar, atau mendadak kolaps, penolong memastikan lingkungan
aman untuk penolong dan korban.
2 Cek Respon. Penolong harus menepuk atau mengguncang korban dengan hati-hati pada
bahunya dan bertanya dengan keras, dan secara bersamaan memastikan korban bernapas
atau tidak, atau bernapas tidak normal (gasping)
3 Aktifkan sistem emergency rumah sakit /code blue system RS atau (119) jika kejadian
diluar RS dan mengambil AED jika tersedia. Informasikan secara jelas alamat/lokasi
kejadian kondisi dan jumlah korban, No. telp yang dapat dihubungi dan jenis kegawatannya.

4 Periksa denyut nadi korban dengan merasakan arteri karotis pada orang dewasa. Lama
pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik, (abaikan jika tidak segera teraba)
5 Segera lakukan kompresi dada jika tidak meraba nadi disertai pemberian ventilasi 2
kali.
6 Lakukan kompresi dada (High Quality CPR):
a. Tekan cepat (push fast): Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang
mencukupi (minimal 100 kali/menit tetapi tidak lebih dari 120x/menit)
b. Tekan kuat (push hard): Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan
kedalaman minimal 2 inchi (5 cm) tetapi tidak lebih dari 2,4 inchi (6 cm)
c. Berikan kesempatan untuk dada mengembangkan kembali secara sempurna
setelah setiap kompresi (full chest recoil).
d. seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi maupun durasi
terhadap kompresi dada yang dilakukan
e. Perbandingan kompresi dada dan ventilasi 30: 2 direkomendasikan

7 Alat AED datang. Nyalakan AED dan tempelkan elektroda pads pada dada korban. Penolong
lain melanjutkan kompresi dada.
8 Periksa Irama Jantung (Shockable/Non-Shockable)
9 Lakukan Shock jika indikasi atau lanjutkan kompresi dada. Jika indikasi irama
Shockable: Perintah sebelum Shock:
“Saya Bebas, Anda Bebas, Semua Bebas!” Kemudian Tekan Shock pada AED

10 Lanjutkan kompresi dan evaluasi nadi tiap 5 siklus atau 2 menit.


11 Jika nadi teraba (ROSC) posisikan korban pada posisi pulih.
TOTAL 22

109
Materi 3 Keterampilan Belajar Blok 23 (Online)
Visum et Repertum

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :


Setelah menempuh ketrampilan medik ini, mahasiswa mampu menerapkan prinsip pembuatan
visum et repertum perlukaan korban hidup sesuai kaidah forensik medikolegal

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :


Setelah menempuh ketrampilan medik ini, mahasiswa mampu:
1. Menyebutkan definisi visum et repertum
2. Menjelaskan tata alur visum et repertum korban hidup
3. Memahami format visum et repertum
4. Mendiskripsikan hasil pemeriksaan perlukaan
5. Menyusun visum et repertum perlukaan korban hidup

A. Definisi Visum et Repertum


Visum et Repertum berasal dari kata latin yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Inggris yaitu something seen atau appearance (visum) dan inventions atau find out (repertum).
Menurut istilah, Visum et Repertum berarti laporan tertulis yang dibuat oleh dokter
berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dokter lihat dan periksa berdasarkan
keilmuannya. Laporan tersebut dokter buat atas permintaan tertulis dari pihak berwenang
untuk kepentingan pengadilan.
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan
dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia
atau bagian dari tubuh manusia, baik yang hidup maupun mati, atas permintaan tertulis
(resmi) dari penyidik yang berwenang yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan denan
sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Pada Lembaran Negara tahun 1973 No.350 pasal satu dan pasal dua menyatakan
bahwa Visum et Repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai
daya bukti dalam perkara-perkara pidana. Visum et repertum adalah alat bukti yang sah
berupa surat, sesuai dengan UU no. 8 tahun 1981 tentang KUHAP (pasal 184 jo pasal 187
butir c KUHAP). Visum et Repertum juga dapat diartikan sebagai keterangan ahli dan surat,
sebagaimana yang tercantum sebagai berikut :
1. Pasal 184 ayat 1: “Alat bukti yang sah ialah :
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;

110
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.”
2. Pasal 186:
“Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.”
3. Pasal 187 butir C:
“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.”

B. Jenis dan Bentuk Visum et Repertum


Berdasarkan sifat status hidup-mati pasien, sda 2 jenis Visum et Repertum, yaitu
Visum et Repertum orang hidup dan Visum et Repertum jenasah. Menurut ketuntasan
penanganan medis maka ada 3 jenis Visum et Repertum, yaitu Visum et Repertum
sementara, Visum et Repertum lanjutan dan Visum et Repertum defenitif.
Visum et repertum definitif diberikan pada korban yang tidak memerlukan perawatan
lebih lanjut. Korban hidup tidak berhalangan untuk mengerjakan pekerjaan harian atau tidak
perlu masuk rumah sakit. Kualifikasi luka pada kesimpulan Visum et repertum ini adalah
kualifikasi C atau ringan. Dalam Visum et repertum ini dokter tidak dibolehkan menggunakan
istilah “penganiayaan” dalam kesimpulan, karena istilah tersebut adalah istilah hukum.
Visum et repertum sementara diberikan kepada korban yang masih perlu pemeriksaan
dan perawatan lebih lanjut, baik di rumah sakit maupun di rumah. Visum et repertum
sementara ini digunakan untuk menahan terdakwa dan pada kesimpulannya tidak
dicantumkan kualifikasi luka karena masih dalam pengobatan dan perawatan yang belum
selesai.
Visum et repertum lanjutan diberikan setelah korban : (1) sembuh; (2) meninggal; (3)
pindah rumah sakit; (4) pindah dokter. Kualifikasi luka pada Visum et repertum lanjutan
adalah setelah perawatan selesai, sehingga sebelum korban sembuh dan pindah ke dokter
lain maka kualifikasi luka tidak dicantumkan.
Berdasarkan jenis kasus yang menimpa korban/pasien, dikenal beberapa jenis visum,
yakni Visum et Repertum perlukaan (termasuk keracunan), Visum et Repertum kejahatan
susila, Visum et Repertum jenasah dan Visum et Repertum psikiatrik. Meskipun jenisnya
bermacam- macam, namun nama resminya tetap sama yaitu “Visum et Repertum”, tanpa kata
keterangan lainnya.
Visum et Repertum perlukaan dibuat terhadap setiap pasien yang menjadi korban
tindak pidana berupa perlukaan, di dalam bagian pemberitaan biasanya disebutkan keadaan
umum korban sewaktu datang, luka-luka atau cedera atau penyakit yang ditemukan pada
pemeriksaan dan di uraikan juga jenis dan sifat luka serta ukuranya.
111
Visum et Repertum kejahatan susila dibuat terhadap setiap pasien yang menjadi
korban tindak pidana berupa kejahatan seksual yang meliputi dugaan adanya persetubuhan,
perkosaan, pada bagian kesimpulan dicantumkan perkiraan tentang usia korban, ada
tidaknya tanda persetubuhan, dan tanda tanda kekerasan pada korban.
Visum et Repertum jenasah dibuat berdasarkan temuan jenasah yang meliputi sebab
sebab kematianya, identitas korban,dan saat kematian.
Visum et Repertum Psikiatrik dibuat guna mengetahui keadaan kejiwaan pelaku tindak
kejahatan, sesuai pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi "barang siapa melakukan perbuatan
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya karena kejiwaanya cacat dalam
tumbuhnya atau terganggu karena penyakit tidak dipidana" dan Visum et Repertum psikiatrik
dibuat oleh dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa maupun rumah sakit.
Visum et Repertum
psikiatrik harus dapat memberikan kejelasan dalam hal :
a. Apakah pelaku kejahataan atau pelanggaran mempunyai penyakit jiwa?
b. Apakah kejahatan atau pelanggaran tersebut merupakan produk dari penyakit jiwa?
c. Pejelasan bagaimana psikodinamiknya sampai kejahatan atau pelanggaran itu dapat
terjadi.
Tujuan pembuatan Visum et Repertum psikiatrik adalah untuk mengetahui apakah
sipelaku dapat dimintakan pertanggungan jawab atas kejahatan yang telah ia lakukan dan
untuk mengetahui keadaan kejiwaan korban sebagai akibat perlakuan yang diterimanya dari
pelaku kejahatan.

C. Struktur Visum et Repertum


Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut :
1. Bagian Pembukaan
Bagian ini hanya sebuah tulisan “Projustitia” yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas
sebagai pengganti materai.
2. Bagian pendahuluan
Bagian ini tidak diberi judul “Pendahuluan”. Merupakan uraian tentang identitas dokter
pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu pemeriksaan, instansi peminta visum,
nomor dan tanggal surat permintaan, serta identitas korban yang diperiksa (nama, jenis
kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan) sesuai dengan permintaan visum et repertum
tersebut
3. Bagian Hasil Pemeriksaan / Pemberitaan
Diberi judul “Hasil Pemeriksaan”. Memuat semua hasil pemeriksaan terhadap “barang
bukti” yang dituliskan secara sistematik, jelas, dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak
berlatar belakang kedokteran.
112
Pemeriksaan yang dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada
yang
tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya
(absis merupakan jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat merupakan jarak
antara luka dengan titik anatomis permanen terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik,
serta ukurannya. Rincian ini sangat penting terutama bagi korban yang kehilangan nyawa
yang tentunya tidak bisa dihadirkan pada saat persidangan.
Pada pemeriksaan korban hidup terdiri dari :
a. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penjelasan hasil pemeriksaan pada korban
hidup berbeda dengan korban mati. Pada korban hidup hanya diuraikan tentang
keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak
pidananya (status lokalis).
b. Tindakan, perawatan, dan indikasinya, atau sebaliknya, alasan-alasan jika
seharusnya dilakukan suatu tindakan namun tidak dilakukan. Uraiannya meliputi
semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini
sangat diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman mengenai tepat-tidaknya
penanganan dokter dan tepat-tidaknya kesimpulan yang diambil.
c. Keadaan akhir korban, terutama mengenai gejala sisa serta cacat tubuh yang sangat
penting untuk membuat kesimpulan. Sehingga uraiannya harus jelas.
Bagian pemberitaan meliputi 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka tubuh,
karakteristik luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan.
4. Bagian Kesimpulan
Diberi judul “Kesimpulan”. Berisi kesimpulan pemeriksa atas hasil pemeriksaan dengan
berdasarkan keilmuan/keahliannya dihubungkan dengan maksud dan tujuan dimintanya
Visum et repertum tersebut. Pada korban hidup berisi setidaknya jenis perlukaan atau
cedera, penyebab, serta derajat luka. Jenis kekerasan juga dimuat dalam kesimpulan ini.
5. Bagian Penutup
Tanpa judul. Merupakan uraian kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et
repertum dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan keilmuan serta mengingat sumpah atau
janji pada saat menerima jabatan dokter dan sesuai dengan KUHAP. Kemudian
dibubuhkan juga tanda tangan dari dokter pembuat Visum et repertum.
Diantara kelimanya, bagian pemberitaan dan kesimpulan Visum et Repertum yang
memberikan kekuatan hukum. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh dokter saat
membuat Visum et Repertum khususnya di bagian pemberitaan, antara lain yaitu :
1. Tidak mencatat keluhan subjektif korban.
2. Tidak menggunakan istilah medis.
113
3. Menulis angka kedalam huruf.
4. Tidak menggunakan singkatan.
5. Tidak membuat diagnosa melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat-sifat dan keadaan luka
korban.
6. Isinya harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut,
yaitu untuk membuat terang perkara pidana

Hal-hal lain yang harus diperhatikan secara umum saat pembuatan Visum et Repertum
adalah :
1. Diketik di atas berkepala surat instansi pemeriksa
2. Bernomor dan bertanggal
2. Mencantumkan kata”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
4. Tidak menggunakan singkatan, terutama waktu mendiskripsikan temuan pemeriksaan
5. Tidak menggunakan istilah asing
6. Ditandatangani dan diberi nama jelas
7. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
8. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
9. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu
instasi peminta, misalnya POLRI atau penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu,
maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli.
10. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan
sebaiknya hingga 20 tahun.

D. Tata Cara Permintaan, Penerimaan dan Penyerahan Visum et Repertum


Permintaan, penerimaan dan penyerahan Visum et Repertum haruslah sesuai kaidah
karena hal tersebut menyangkut hukum. Pihak berwenang yang berhak meminta pembuatan
Visum et Repertum adalah polisi, jaksa dan hakim. Jaksa dan hakim meminta pembuatan
Visum et Repertum melalui penyidik polisi.
Seperti tercantum dalam KUHAP pasal 133 ayat 1, dimana dalam hal penyidik atau
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati, yang
diduga karena peristiwa tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli Kedokteran Kehakiman atau dokter dan atau dokter lainnya, adapun tata cara
permintaannya sebagai berikut :
1. Surat permintaan Visum et Repertum kepada dokter, dokter ahli Kedokteran Kehakiman
atau dokter dan atau dokter lainnya, harus diajukan secara tertulis dengan menggunakan
formulir sesuai dengan kasusnya dan ditanda tangani oleh penyidik yang berwenang.
114
2. Syarat kepangkatan penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan KUHAP pasal 2 yang berbunyi :
a. Penyidik adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurang berpangkat Pembantu Letnan
Dua (Pelda) Polisi (Kepangkatan baru: AIPDA).
b. Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya berpangkat
Sersan Dua (Serda) Polisi (Kepangkatan baru: Bripda).
c. Kapolsek yang berpangkat Bintara di bawah Pelda Polisi karena Jabatannya adalah
Penyidik.
Catatan : Kapolsek yang dijabat oleh Bintara berpangkat Serda Polisi, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1983 Pasal 2 ayat (2), maka Kapolsek
yang berpangkat Serda tersebut karena Jabatannya adalah Penyidik.
Berdasarkan surat keputusan Polri No Skep/1259/X/200 tanggal 3 Oktober 2000,
kepangkatan Polri mengalami perubahan penyebutan, yakni Pembantu Letnan Dua
berubah menjadi Ajun Inspektur Polisi Dua (AIPDA) dan Sersan Dua Polisi menjadi
Brigardir Polisi Dua (Bripda).
3. Dalam surat permintaan Visum et Repertum, kelengkapan data-data jalannya peristiwa
dan data lain yang tercantum dalam formulir, agar diisi selengkapnya, karena data-data
itu dapat membantu dokter mengarahkan pemeriksaan mayat yang sedang diperiksa.
4. Permintaan Visum et Repertum ini diajukan kepada dokter ahli Kedokteran Kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya
Catatan :
Dokter ahli Kedokteran Kehakiman biasanya hanya ada di Ibu Kota Propinsi yang
terdapat Fakultas Kedokterannya. Ditempat-tempat dimana tidak ada dokter ahli
Kedokteran Kehakiman maka biasanya surat permintaan Visum et Repertum ini ditujukan
kepada dokter. Dalam pelaksanaannya maka sebaiknya :
a. Prioritas dokter Pemerintah, ditempat dinasnya (bukan tempat praktek partikelir).
b. Ditempat yang ada fasilitas rumah sakit umum / Fakultas Kedokteran, permintaan
ditujukan kepada bagian yang sesuai yaitu
1) Untuk korban hidup :
i. Terluka dan kecelakaan lalu lintas : kebagian bedah.

115
ii. Kejahatan susila / perkosaan : ke bagian kebidanan.
2) Untuk korban mati : bagian Kedokteran Kehakiman.
c. Ditempat yang tidak memiliki fasilitas tersebut, permintaan ditujukan kepada dokter
pemerintah di Puskesmas atau Dokter ABRI/ khususnya dokter Polri. Bila hal ini tidak
memungkinkan, baru dimintakan ke dokter swasta.
d. Korban, baik hidup ataupun mati harus diantar sendiri oleh petugas Polri, disertai surat
permintaannya.
5. Sebaiknya petugas yang meminta Visum / petugas penyidik hadir di tempat otopsi
dilakukan untuk dapat memberikan informasi kepada dokter yang membedah mayat
tentang situasi TKP, barang-barang bukti relevan yang ditemukan, keadaan korban di
TKP hal-hal lain yang diperlukan, agar memudahkan dokter mencari sebab dan cara
kematian korban
Ada delapan hal yang harus diperhatikan pihak berwenang bila meminta dokter untuk
membuat Visum et Repertum korban hidup, yakni:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas peminta Visum et Repertum.
7. Mencantumkan tanggal permintaan Visum et Repertum.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa
Terdapat delapan hal pula yang harus diperhatikan pihak berwenang bila meminta
dokter untuk membuat Visum et Repertum jenasah, yakni:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas peminta Visum et Repertum.
7. Mencantumkan tanggal pemeriksaan jenasah/korban.
8. Jenasah/korban diantar oleh polisi
Pada saat dokter menerima surat permintaan pembuatan Visum et Repertum, dokter
harus mencatat tanggal dan jam penerimaan surat permintaan dan nama petugas yang
mengantar korban atau jenasah. Batas waktu penyerahan hasil Visum et Repertum kepada

116
penyidik adalah selama 20 hari. Apabila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan
atas persetujuan penuntut umum.

E. DEFINISI DAN KLASIFIKASI PERLUKAAN


Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Ilmu
yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan
disebut Traumatologi.
Pada visum et repertum perlukaan terdapat beberapa definisi perlukaan diantaranya:
1. Luka akibat benda tumpul.
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka, diantaranya luka lecet,
memar dan luka robek atau luka terbuka jika benda tumpul tersebut sedemikian kerasnya
aka menyebabkan patah tulang.
Definisi luka benda tumpul diantaranya :
a. Luka lecet, adalah luka yang superficial akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing walaupun
kerusakanya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan
adanya kerusakan yang hebat pada alat dalam tubuh seperti hancurnya jaringan hati
ginjal atau limpa yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di
daerah yang sesuai dengan alat alat alat dalm tubuh. Sesuai mekanismenya luka
lecet dibedakan dalam 3 jenis.
1) Luka lecet gores (scrath) diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser
lapisan permukaan kulit,dari gambaran ke dalaman luka pada kedua ujungnya
dapat ditentukan arah kekerasan yang terjadi.
2) Luka lecet serut (graze)/geser (friction abrasion), Yaitu luka lecet akibat
persentuhan kulit dehgan permukaan badan yang kasar dengan arah
kekerasan sejajar/miring terhadap kulit, arah kekerasan ditentukan dengan
melihat letak tumpukan epitel.
3) Luka lecet tekan (impression,impact abrasion) yaitu luka lecet akibat penekanan
benda tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit bentuk luka lecet
tekan umunya sam pada bentuk permukaan benda tumpul tersebut, kulit pada
luka lecet tekan tampak berupa daerah kulit yang kaku dengan warna lebih
gelap dari sekitarnya.
b. Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan
yang terjadi sewaktu arang masih hidup, diakibatkan pecahnya pembuluh darah
kapiler dan vena akibat kekerasan benda tumpul salah satu bentuk luka memar yang
dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari benda tumpul ialah apa yang
dikenal sebagai "perdarahan tepi"(marginal haemorhagess).
117
c. Luka robek. Merupakan luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul,
bila kekerasan yang terjadi terlalu kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot.
Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma tumpul yang menyebabkan kulit
teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui maka akan tetrjadi
robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri bentuk luka yang umumnya tidak beraturan,
tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan diantara kedua tepi luka, bentuk
dasar luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau memar di sisi luka.
d. Patah tulang. Patah atau retaknya tulang akibat kekerasan benda tumpul. Patah atau
retaknya tulang akibat benda tajam atau senjata api dapat dibedakan dengan
mengetahui benda yang mengenai tulang dan jaringan korban.
2. Luka akibat benda tajam. Adalah cedera aikbat kekerasan tumpul yang mempunyai tepi
rata ciri-ciri luka seperti luka akibat kekerasan tumpul tetapi bentuknya beraturan di dalam
ilmu kedoteran kehakiman luka akibat benda tajam yang banyak dijumpai terdapat dalam
dua bentuk yaitu dalam bentuk luka iris (incised wound,cut slash,slice) dan dalam bentuk
luka tusuk. Gambaran umum luka adalah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk
garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka
akibat kekerasan tajam dapat beupa luka iris atau sayat, luka tusuk, dan luka bacok. Luka
iris atau sayat dan luka bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak
melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang
berdekatan akibat pergeseran senjata dan sewaktu ditarik akatu akibat bergeraknya
korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa
garis.
3. Luka akibat tembakan senjata api diantaranya
a. Luka tembak masuk
b. Luka tembak pada tulang
c. Luka tembak keluar
Dan klasifikasi luka tembak diantaranya :
a. Luka tembak temple terjadi bila mocong senjata ditekankan pada tubuh korban dan di
tembakan
b. Luka tembak jarak dekat terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban
masih dalam jangkauan butir - butir mesiu.
c. Luka tembak jarak jauh terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban
diluar jangkauan atau jarak tempuh butir butir mesiu yang tidak terbakar
4. Luka akibat bakar yaitu kerusakan jaringan dikarenakan panas suhu berdasarkan
kelainan dikenal pembagian luka bakar berdasarkan berat ringanya kerusakan yaitu:
a. Luka bakar derajat pertama (menurut dupuytren) yaitu setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut.
118
b. Luka bakar derajat ke dua yaitu luka bakar yang pada proses penyembuhan akan
selalu membentuk jaringan parut.
c. Luka bakar derajat ke tiga tubuh akan mengalami destruksi yang hebat sampai ke
lapisan yang paling dalam jaringan otot atau tulang.
5. Luka akibat bahan kimia yaitu luka terjadi akibat efek korosif dari asam kuat kuat atau
basa kuat yang menimbulkan kerusakan jaringan.
6. Luka akibat trauma fisika diantaranya
a. Luka akibat suhu tinggi sama dengan luka pada luka bakar
b. Luka akibat suhu rendah dapat menyebabkan kematian mendadak akibat kegagalan
pusat pengatur suhu maupun kekuranga Oksigen
c. Luka akibat trauma listrik atau petir luka atau kematian yang terjadi akibat efek panas
maupun efek listrik
d. Luka jasmani.
Pada luka jasmani dalam KUHP pasal 90 disebutkan adanya luka berat adalah
terganggunya daya fikiran selama empat minggu atau lebih. maka pemeriksaan
keadaan kejiwaan korban kejahatan haruslah dilakukan. Pada luka jiwa ini diperlukan
pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan psikiatrik, yang dilakukan oleh seorang dokter
ahli ilmu jiwa (psikiater).

F. PEMERIKSAAN DAN DESKRIPSI LUKA


1. Deskripsi Umum Luka
a. Menyebutkan regio/daerah tempat luka berada
b. Menentukan koordinat “X” luka dengan mengukur jarak pusat luka dari garis
pertengahan badan
c. Menentukan koordinat “Y” luka dengan mengukur jarak pusat luka diatas / dibawah dari suatu
patokan organ tubuh
d. Pada kasus kekerasan tajam dan luka tembak, ditentukan koordinat “Z” luka dengan
mengukur jarak pusat luka diatas dari tumit
e. Menyebutkan jenis luka (memar, luka lecet, luka terbuka, patah tulang)

Contoh :
“Pada pipi kanan, 5 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 3 cm dibawah sudut mata kanan
sebelah luar, 160 cm diatas tumit”
“Pada dada kiri, 9 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 15 cm dibawah puncak bahu” “Pada
perut sebelah kanan, 5 cm dari garis pertengahan depan (GPD), tepat setinggi pusat” “Pada paha
kanan bagian depan, 7 cm diatas lutut”

119
2. Luka Memar
a. Menyebutkan warna memar
b. Menyebutkan bentuk luka
c. Menentukan ukuran memar dengan mengukur panjang kali lebar luka
Contoh :
“terdapat memar berbentuk tidak beraturan, warna ungu, berukuran 5cm x 3 cm”

3. Luka Lecet
a. Pada luka lecet tekan, diraba konsistensi luka dan menyebutkan warna luka
b. Pada luka lecet geser, diperiksa arah kekerasan dari tepi yang relatif rata ke
ujung luka yang tidak rata dan terdapat penumpukan epitel kulit
c. Menentukan ukuran luka lecet dengan mengukur panjang kali lebar luka
d. Pada luka lecet gores ditentukan ukuran panjang luka saja
Contoh :
“terdapat luka lecet tekan dengan perabaan keras, berwarna coklat, berukuran 6 cm x 0,5 cm”
“terdapat luka lecet geser dengan arah dari bawah ke atas, berukuran 7 cm x 3 cm” “terdapat luka
lecet gores sepanjang 2,5 cm”

4. Luka Terbuka Tepi Tidak Rata


a. Memeriksa tepi luka
b. Memeriksa dasar luka, dan menyebutkan apakah sampai jaringan bawah kulit, otot,
tulang, atau menembus rongga tubuh
c. Memeriksa ada/tidaknya jembatan jaringan
d. Pada daerah yang berambut, dapat dilihat adanya akar rambut yang tercabut
e. Menentukan ukuran luka terbuka tepi tidak rata dengan merapatkan kedua tepinya dan
mengukur panjang luka
f. Apabila terdapat kehilangan jaringan, maka ukuran luka ditentukan dengan mengukur
panjang kali lebar luka, termasuk memar atau luka lecet disekitarnya
Contoh :
“terdapat luka terbuka tepi tidak rata, dasar otot, terdapat jembatan jaringan, yang bila
dirapatkan membentuk garis sepanjang 5 cm”
5. Luka terbuka tepi rata
a. Memeriksa tepi luka
Memeriksa dasar luka, dan menyebutkan apakah sampai jaringan bawah kulit, otot,
tulang, atau menembus rongga tubuh
b. Memeriksa kedua ujung luka, apakah lancip/tumpul
c. Pada daerah yang berambut, dapat dilihat adanya akar rambut yang terpotong
120
d. Menentukan ukuran luka terbuka tepi tidak rata dengan merapatkan kedua tepinya dan
mengukur panjang luka
Contoh :
“terdapat luka terbuka tepi rata, kedua sudut lancip, dasar otot, yang bila dirapatkan
membentuk garis sepanjang 5 cm”

6. Luka Tembak
a. Memeriksa bentuk luka
b. Mengukur garis tengah luka
c. Menentukan 4 koordinat kelim lecet disekeliling luka dengan menentukan terlebih
dahulu sumbu terpanjang dan sumbu pendek yang tegak lurus sumbu terpanjang
d. Mengukur 4 koordinat kelim lecet tersebut
e. Memeriksa sekeliling luka untuk ada/tidaknya kelim mesiu, kelim jelaga
f. Memeriksa luka tembak masuk dan keluar. Apabila jumlah luka tembak masuk tidak
sama dengan luka tembak keluar, maka dicari kemungkinan lokasi peluru dari
perabaan diluar
Contoh :
“terdapat luka yang berbentuk lubang dasar rongga dada, dengan garis tengah 7 mm,
disekitarnya terdapat luka lecet dengan lebar sebagai berikut :
1) pada arah kiri dengan lebar 3 mm.
2) pada arah kanan dengan lebar 1 mm.
3) pada arah atas dengan lebar 1 mm.
4) pada arah atas dengan lebar 1 mm.

7. Jejas Jerat
a. Menentukan jenis luka
b. Menentukan arah jejas jerat yang mengelilingi leher
c. Mengukur lebar jejas jerat pada daerah leher depan
d. Menentukan koordinat “X” dan “Y” jejas jerat pada daerah leher samping kanan dan
diukur lebarnya
e. Menentukan koordinat “X” dan “Y” jejas jerat pada daerah leher samping kiri dan diukur
lebarnya
f. Menentukan koordinat “X” dan “Y” jejas jerat pada daerah leher bagian belakang dan
diukur lebarnya
g. Menentukan koordinat, letak dan bentuk jejas jerat dan simpul
h. Menyebutkan kelainan yang terdapat pada tepi jejas (gelembung)
Contoh :
121
“terdapat luka lecet tekan yang melingkari leher dengan arah dari bawah ke atas
dengan lebar sebagai berikut :
1) pada leher depan tepat pada garis pertengahan depan (GPD), tepat diatas
jakun, selebar 1 cm.
2) pada leher samping kanan, 8 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 6 cm
dibawah liang telinga, selebar 1 cm.
3) pada leher samping kiri, 8 cm dari garis pertengahan depan (GPD), 6 cm
dibawah liang telinga, selebar 1 cm.
4) pada leher belakang kanan, 3 cm dari garis pertengahan belakang (GPB),
tepat pada batas tumbuh rambut belakang, selebar 1 cm.
5) pada leher belakang kiri, 3 cm dari garis pertengahan belakang (GPB), tepat
pada batas tumbuh rambut belakang, selebar 1 cm.
6) perkiraan letak simpul pada belakang kepala, tepat pada garis pertengahan
belakang (GPB), 7 cm diatas batas tumbuh rambut belakang.

8. Listrik
a. Menyebutkan bentuk luka pada kulit, warna, dan perabaannya
b. Menyebutkan bentuk kelainan pada kulit disekitar luka, warna, dan perabaannya
c. Menentukan ukuran luka dengan mengukur panjang kali lebar luka, termasuk
kelainan kulit disekitar luka
Contoh :
“terdapat luka yang berbentuk bulat dengan dasar berwarna hitam, perabaan keras,
disekelilingnya terdapat kulit yang menonjol berwarna pucat dan dikelilingi daerah yang
berwarna kemerahan, dengan ukuran 2 cm x 1,5 cm

9. Luka Bakar
a. Menyebutkan bentuk kelainan pada kulit, disertai warna, ada/tidaknya jaringan kulit
ari, ada/tidaknya gelembung kulit ari, warna kulit ari disekitar luka
b. Menentukan ukuran luka dengan mengukur panjang kali lebar luka
Contoh :

122
“terdapat kulit yang berwarna kemerahan, dan diatasnya terdapat gelembung-gelembung
berisi cairan, berukuran 8 cm x 4 cm”
“terdapat kulit yang berwarna merah kecoklatan dengan kulit ari diatasnya sudah tidak ada lagi,
dan kulit ari disekitarnya berwarna hitam, berukuran 8 cm x 4 cm”

G. INTERPRETASI LUKA
Interpretasi luka dilakukan berdasarkan kriteria yang ada dalam pasal 90 KUHP
tentang luka berat, pasal 352 mengenai luka ringan, serta pasal 351. Untuk kasus anak
mengacu pada pasal 80 UU Perlindungan Anak, sedang KDRT mengacu pada UU PKDRT
pasal. Kualifikasi luka pada dasarnya untuk mengetahui keinginan undang undang.

Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan denan menggunakan kekerasan.

Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali
atau yang menimbulkan bahaya maut;
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian;
3. Kehilangan salah satu panca indera;
4. Mendapat cacat berat;
5. Menderita sakit lumpuh;
6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 351 KUHP


(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun;
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjarapaling lama tujuh tahun;
(4) Dengan penganiayaan disamakan dengan sengaja merusak kesehatan;
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352 KUHP


(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
123
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian,
diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga
bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi
bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353 KUHP


(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang ebrslah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 354 KUHP


(1) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan
berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP


(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.

Pasal 356 KUHP


Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan
sepertiga:
(1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, isterinya atau
anaknya;
(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan
tugasnya yang sah;
(3) Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dilaksanakan atau diminum.

124
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP


(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebutkan orang lain mendapat luka-
luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.
(2) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu
lima ratus rupiah.

Pasal 80 Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekertasan atau ancaman kekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam
bulan dan/atau denda paling banyak tujuh puluh dua juta rupiah.
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak seratus juta
rupiah.
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak dua ratus
juta rupiah.
(4) Pidana ditambah dengan sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

Pasal 82 Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak tiga ratus
juta rupiah dan paling sedikit enam puluh juta rupiah.
Kualifikasi luka pada dasarnya untuk mengetahui keinginan undang undang tersebut
di atsa, sehingga penyidik akan mengenal 3 kualifikasi luka yaitu:
1. Luka derajat ringan yakni luka yang tidak mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
melakukan pekerjaan atau jabatan.
125
2. Luka derajat sedang. Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam
melakukan pekerjaan atau jabatan untuk sementara waktu
3. Luka derajat berat. Luka yang antara lain mengakibatkan :
a. Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna atau
yang dapat mendatangkan bahaya maut.
b. Tidak leluasa mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian
c. tidak sempurna dalam memakai panca indera
d. terdapat cacat besar
e. menderita kelumpuhan
f. terdapat gugurnya atau matinya kandungan perempuan pidana penjara paling lama 5
tahun.

H. INSTRUKSI UNTUK MAHASISWA


1. Setiap mahasiswa mendaptkan kasus berdasarkan skenario berupa resume rekam medis
pasien dan dokumentasi perlukaan
2. Mahasiswa membuat laporan visum et repertum atas skenario tersebut dengan format
visum et repertum sebaimana yang terlampir
3. Mahasiswa mendiskusikan hasil penulisan visum et repertum dengan instruktur
berdasarkan cek list penilaian visum et repertum

I. LAMPIRAN
1. Format Visum et Repertum
2. Cek List Penilaian

126
LAMPIRAN-1:

Nomor : ………………/VetR/RS…../2019 VISUM ET


REPERTUM
PRO JUSTISIA

Berdasarkan surat dari .......................................... dengan nomor surat ..................... ,


tanggal ........................., yang ditanda tangani oleh ........................., NRP............... ,
jabatan ..................., maka saya Dr. ............................ sebagai...................... di
................................ pada hari ............. tanggal ....................... 2004, pukul ......... WIB,
telah melakukan pemeriksaan terhadap korban bernama ..........................., jenis
kelamin .................., umur ....................,
alamat
..............................................................................., yang menurut penyidik telah
............................................ pada hari ......................, tanggal........................... 2004,
pukul ...................... WIB

HASIL PEMERIKSAAN
Anamnesis
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................

Keadaan umum :
Tinggi badan : .............. cm --------------------- Berat badan : ................. kg--------
Tekanan darah : .............. mm Hg ---------------- Frekuensi nadi : .................
x/menit-
Frekuensi nafas : .............. x/menit ---------------- Suhu tubuh : .................. ºC ------
Kepala :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Leher :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Dada :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Perut :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................

127
Anggota gerak :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
...............................................................................................................................
KESIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa :
...........................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
Karena itu
1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi sakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaannya.
2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit atau mendapat halangan untuk menjalankan
pekerjaan dan jabatannya selama .............. bulan ............... hari dari tanggal .............
sampai tanggal ........................
3. Orang yang bersangkutan :
a. Berada dalam bahaya maut
b. Menderita penyakit/luka yang tidak ada kemungkinan akan sembuh kembali
c. Tidak dapat menjalankan pekerjaan dan jabatannya untuk selam-lamanya.
d. Tidak dapat menggunakan lagi salah satu panca indera, yakni ...........................
e. Mendapat cacat
f. Menjadi lumpuh
g. Terganggu pikirannya lebih dari empat minggu lamanya
h. Keguguran

Penderita kini telah/belum sembuh.


Jika tidak ada komplikasi, mka harapan bahwa penderita akan sembuh lebih kurang
dalam waktu ..............................................
Demikian visum et repertum ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan mengongat
jabatan saya sebagai dokter

Yogyakarta,........................................... 2019

Dokter Pemeriksa

Dr. ......................................

128
LAMPIRAN-2:
CEK LIST PENILAIAN VISUM et REPERTUM
Kasus Kekerasan HIDUP/JENAZAH (Kekerasan seksual)

Variabel Skor Skor Skor Skor


0 1 2 3
Bagian
Pendahuluan
1. Tempat Tidak mencantumkan tempat Hanya mencantumkan salah Mencantumkan nama rumah Mencantumkan dengan
pemeriksaan pemeriksaan sama sekali satu, nama rumah sakit atau sakit atau institusi pemeriksa lengkap nama rumah sakit
institusi pemeriksa atau dan bagian atau instalasi atau institusi pemeriksa dan
bagian atau instalasi tempat secara tidak lengkap bagian atau instalasi secara
pemeriksaan saja lengkap

2. Waktu Tidak mencantumkan waktu Hanya mencantumkan Mencantumkan dengan


pemeriksaan pemeriksaan sama sekali tanggal, bulan, dan tahun lengkap tanggal, bulan, dan
pemeriksaan saja tanpa tahun pemeriksaan serta jam
mencantumkan jam pemeriksaan.
pemeriksaan.

3. Data subjek Tidak mencantumkan data Hanya mencantumkan salah Mencantumkan 2-3 unsur dari Mencantumkan 4unsur dari
subjek yang diperiksa satu unsur saja, dari nama nama, jenis kelamin, umur, nama lengkap, jenis kelamin,
sama sekali saja jenis kelamin saja, umur dan alamat. umur, dan alamat.
saja, atau alamat saja
4. Data Sama sekali tidak Hanya mencantumkan salah Mencantumkan 2-3 unsur Mencantumkan semua unsur
permintaan mencantumkan intansi dan satu unsur saja (nama nama, NRP, pangkat, dan unit nama, NRP, pangkat, dan unit
identitas penyidik yang penyidik, atau unit atau atau satuan kerja atau instansi atau satuan kerja atau instansi
meminta pemeriksaan satuan kerja penyidik) penyidik penyidik
5. Data pemeriksa Tidak mencantumkan nama Mencantumkan 1 unsur dari Mencantumkan 2-3 unsur dari Mencantumkan semua unsur
dokter yang melakukan nama, keahlian/kualifikasi nama, keahlian/kualifikasi atau nama, keahlian/kualifikasi
pemeriksaan sama sekali atau jabatan dan unit atau jabatan dan unit atau institusi atau jabatan dan unit atau
institusi dokter. dokter. institusi dokter.

129
Bagian
Pemberitaan
6. Anamnesis Tidak mencantumkan Hanya mencantumkan salah Mencantumkan dua unsur
anamnesis atau satu unsur saja (informasi (informasi tentang riwayat
alloanamnesis tentang riwayat kekerasan kekerasan umum/ seksual dan
umum/seksual atau keluhan keluhan korban saat ini)
korban saat ini)

7. Tanda vital Tidak mencantumkan tanda- Mencantumkan salah satu Mencantumkan 2-3 unsur Mencantumkan seluruh unsur
tanda vital sama sekali unsur tanda vital saja (tingkat tanda vital (tingkat kesadaran, tanda vital (tingkat kesadaran,
kesadaran, pernafasan, pernafasan, sirkulasi tubuh pernafasan, sirkulasi tubuh
sirkulasi tubuh, dan suhu) dan suhunya) dan suhunya)

8. Lokasi luka Tidak mencantumkan lokasi Hanya mencantumkan satu Mencantumkan region luka Mencantumkan regio luka dan
luka sama sekali unsur lokasi luka dan sisi luka atau koordinat sisi luka atau koordinat dari
dafi sebagian luka setiap luka
9. Karakteristik Tidak mencantumkan Mencantumkan hanya satu Mencantumkan karakteristik Mencantumkan karakteristik
luka karakteristik luka sama sekali karakteristik luka luka secara lengkap tetapi luka secara lengkap dan
kurang tepat atau tidak benar
lengkap tapi benar
10. Ukuran luka Tidak mencantumkan Mencantumkan ukuran luka Mencantumkan luka secara Mencantumkan luka secara
ukauran luka sama sekali secara kualitatif kualitatif dari setiap luka atau kuantitatif dari setiap luka
mencantumkan luka secara
kuantitatif sebagian luka
11.Terapi Tidak mencantumkan Menyebutkan jenis Menyebutkan jenis Mencantumkan secara
pengobatan dan perawatan pengobatan dan atau pengobatan dan atau lengkap jenis pengobatan dan
sama sekali perawatan, tetapi tidak sesuai perawatan, sesuai dengan perawatan yang diberikan
dengan yang tertulis di rekam yang tertulis di rekam medis serta hasil pengobatan dan
medis tetapi tidak lengkap tindak lanjutnya

130
Bagian Kesimpulan
12. Jenis luka Tidak mencantumkan jenis Mencantumkan jenis luka Mencantumkan jenis luka Mencantumkan jenis luka
luka sama sekali secara tidak lengkap, dimana secara tidak lengkap, dimana secara lengkap, yang meliputi
masih ada luka-luka lain yang masih ada luka-luka lain yang seluruh luka yang terdapat
terdapat pada bagian terdapat pada bagian pada bagian pemberitaan dan
pemberitaan yang belum pemberitaan yang belum jenis lukanya benar
dicantumkan dan jenis luka dicantumkan dan jenis luka
tidak tepat tepat

13. Jenis kekerasan Tidak mencantumkan Mencantumkan jenis Mencantumkan jenis Mencantumkan jenis
kesimpulan jenis kekerasan kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara kekerasan dengan cara
deskripsi yang tidak benar, deskripsi yang benar, atau deskripsi yang benar dan
atau tidak lengkap untuk tidak lengkap untuk sebagian lengkap untuk semua jenis
semua jenis luka yang jenis luka yang terdapat dalam luka yang terdapat dalam
terdapat dalam bagian bagian pemberitaan bagian pemberitaan
pemberitaan

14. Kualifikasi luka Tidak mencantumkan Mencantumkan kualifikasi Mencantumkan kualifikasi Mencantumkan kualifikasi
kualifikasi luka sama sekali luka, tetapi tidak luka dengan luka dengan menggunakan
menggunakan rumusan dalam menggunakan rumusan rumusan dalam pasal 351,
pasal 351, 352, dan 90 KUHP dalam pasal 351, 352, dan 352, dan 90 KUHP untuk
90 KUHP untuk semua luka
sebagian luka
Tanda-tanda Tidak mencantumkan sama Mencantumkan tanda-tanda Mencantumkan tanda-tanda Mencantumkan tanda-tanda
persetubuhan sekali tanda-tanda persetubuhan secara salah persetubuhan secara tidak persetubuhan secara lengkap
(TIDAK DINILAI persetubuhan lengkap
dlm SL INI)
Memperkirakan Tidak mencantumkan Hanya mencantumkan Mencantumkan perkiraan
umur dan perkiraan umur korban dan perkiraan umur korban atau umur korban dan keterangan
menentukan tidak keterangan tentang pantas keterangan tentang pantas tentang pantas tidaknya
pantasnya korban tidak korban untuk kawin tidaknya korban untuk kawin korban untuk kawin
untuk kawin. saja
(TIDAK DINILAI
dlm SL INI)

131
Hubungan Tidak menyebutkan Menyebutkan Menyebutkan hubungan Menyebutkan hubungan
sebab-akibat hubungan sebab hubungan sebab sebab akibat tetapi tidak sebab akibat dengan
antara apa yang akibat akibat tetapi salah tepat tepat
dilihat dan
ditemukan
dokter dengan
penyebabnya
(sebab mati)
(TIDAK DINILAI
dlm SL INI)

Skor Visum et Reperum:


(Skor total bagian pendahuluan X1 + Skor total bagian pemberitaan X3 + Skor total bagian kesimpulan X5) : 114 X 100%

Interpretasi Visum et Repertum:


<50% = VeR berkualitas buruk  nilai SL 60
50-75% = VeR berkualitas sedang  nilai SL 70
>75% = VeR berkualitas baik  nilai SL 80

Anda mungkin juga menyukai