Anda di halaman 1dari 208

TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA

1 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KUMPULAN ABSTRAK DAN NASKAH LENGKAP - Dr. dr. Hariadi Hariawan, SpPD-SpJP (K)
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK 2021 - dr. R. Bowo Pramono, SpPD-KEMD
Holistic Approach in Psychosomatic and Palliative Medicine - dr. Doni Priambodo, SpPD-KPTI
In Pandemic Era - dr. Iri Kuswadi, SpPD-KGH
- dr. Ibnu Purwanto, SpPD-KHOM
- dr. Johan Kurnianda, SpPD-KHOM
- dr. Vita Yanti A, Ph.D., SpPD-SpJP
SUSUNAN KEPANITIAAN

Ketua: Seksi akomodasi, pameran, publikasi dan dokumentasi:


Dr. dr. Agus Siswanto, SpPD-KPsi - dr. Eko Aribowo, M.Kes., SpPD-KGer
- dr. Andi Khomeini H.T., SpPD-KPsi
Sekretaris:
dr. Noor Asyiqah Sofia, SpPD-KPsi
Seksi Acara:
Bendahara: dr. Ika Trisnawati, M.Sc., SpPD-KP
1. dr. Fahmi Indrarti, SpPD-KGEH
2. dr. Heni Retno Wulan, SpPD-KP
Seksi Konsumsi:
dr. Deshinta Putri Mulya, SpPD-KAI
Seksi ilmiah:
- dr. Rudi Putranto, SpPD-KPsi, MPH
- Dr. dr. Arina Widya Murni, SpPD-KPsi Sekretariat:
- dr. M. Ali Apriansyah, SpPD-KPsi Lusia Ajeng Ikiningtyas, S.S, M.Hum
- dr. E. Mudjadid, SpPD-KPsi
- dr. Hamzah Shatri, SpPD-KPsi
- dr. Wika Hanida, SpPD-KPsi
- dr. Eko Budiono, SpPD-KP Penerbit:
- dr. Vera Abdullah, SpPD-KPsi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- dr. Ratih Aryanita, SpPD-KPsi FKKMK UGM/RSUP Dr. Sardjito
- Dr. dr. Deddy Nur Wachid, SpPD-KR Yogyakarta
- dr. Putut Bayupurnama, SpPD-KGEH
- dr. M. Robikhul Ihsan, M.Kes, SpPD-KEMD © April 2021. All rights reserved
- dr. Vina Yanti Susanti, Ph.D., SpPD-KEMD ISBN No. 978-602-74240-6-7

Seksi dana:
- dr. Sutanto Maduseno, SpPD-KGEH
- Prof. Dr. dr. Nyoman Kertia, SpPD-KR
- Prof. Dr. dr. Budi Yuli, SpPD-SpJP (K)

ii iii
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Kata Pengantar Daftar Isi


Ketua Panitia
Temu Ilmiah Psikosomatik (TIPS) VI Yogyakarta 2021
Halaman Judul
Assalamu'alaikum wr. wb.
Kata Pengantar .................................................................................... iv
Pelayanan kesehatan paripurna tidak hanya memandang pasien dari segi Daftar Isi .......................................................................................... v
sakit fisik saja, tetapi juga pendekatan dan pengobatan aspek bio-psiko-sosio-spiritual
secara holistik (menyeluruh) dan eklitik (rinci) yang menjadi inti pendekatan kedokteran
KUMPULAN MAKALAH SIMPOSIUM
psikosomatik. Pada kasus-kasus yang dinyatakan sulit sembuh, stadium terminal, atau
tidak ada harapan lagi oleh tim dokter akan dibutuhkan pelayanan khusus, disinilah The Role Of Holistic Approach And Palliative Care:
perawatan paliatif menjadi aspek penting pengobatan. Perawatan paliatif bertujuan Psychosomatic Concept .......................................................................... 3
E. Mudjaddid
untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit stadium lanjut. Perawatan Pemilihan Obat Anti Depresi Pada Penderita
paliatif ini tidak hanya diberikan pada pasien kanker stadium akhir saja, namun kini Hipertensi Dengan Depresi ...................................................................... 5
diberikan pada semua stadium kanker, bahkan juga pada penderita penyakit-penyakit A. Siswanto & Nisma Aulia
lain yang mengancam jiwa, seperti HIV/AIDS dan berbagai penyakit kronis, serta pasien Komorbiditas Depresi Dengan Gagal Ginjal Kronik ........................................ 13
geriatri. Tata kerja perawatan paliatif ini bersifat koordinatif dan melibatkan semua unsur Wika Hanida Lubis
terkait dengan mengedepankan tim kerja yang kuat, membentuk jaringan yang luas,
Management of Gastroesophageal Reflux Disease ......................................... 21
berinovasi tinggi, dan layanan sepenuh hati mulai dari layanan kesehatan primer. Putut Bayupurnama
Menghadapi tantangan di atas, maka Perhimpunan Kedokteran Psikosomatik
Indonesia bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Management of Asthmatic Patients : Psychosomatic Approach ........................ 28
Indonesia Cabang Yogyakarta menyelenggarakan The 6Th Virtual Scientific Meeting Muhammad Ali Apriansyah
on Psychosomatic Medicine 2021 - Temu Ilmiah Psikosomatik (TIPS) dengan tema Dyspepsia Functional: Update In Diagnosis And Treatment ............................. 36
Holistic Approach in Psychosomatic and Palliative Medicine in Pandemic Era Neneng Ratnasari
pada tanggal 3, 4, 10, 11 April 2021 di Yogyakarta.
Peran Sulpiride Pada Tatalaksana Dispepsia Fungsional .................................. 48
Harapan kami melalui workshop dan simposium dalam temu ilmiah ini, E. Mudjaddid
perkembangan - perkembangan baru di bidang kedokteran psikosomatik, khususnya
yang berhubungan dengan perawatan pasien paliatif maupun perawatan pasien secara Depresi Dan Anxietas Pada Penyakit Jantung Koroner .................................. 50
umum di praktek dokter sehari-hari dapat diterapkan dan bermanfaat bagi peserta. Hamzah Shatri Fenandri F. Fedrizal

The Role of Immunonutrition In Critically Ill Patients ................................... 74


Wassalamu'alaikum wr. wb. Doni Priambodo Wijisaksono

Ansietas, Depresi Dan Malnutrisi Pada Perawatan Pasien Paliatif ...................... 91


Hamzah Shatri, Pitt Akbar, Felix F. Widjaja
Dr. dr. Agus Siswanto. Sp.PD, KPsi
Ketua Panitia TIPS VI 2021 Manajemen Terpadu Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis ............................ 104
Eko Budiono

iv v
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Current Updates on Cancer Pain Management: Ketrampilan Komunikasi Pada Rencana Perawatan Masa Depan
Challenges to Implement In Indonesia ..................................................... 108 Pasien Paliatif (Advance Care Planning) ................................................... 253
Johan Kurnianda Rudi Putranto

Perawatan Paliatif Pada Pasien Kanker Paru Breaking Bad News ............................................................................. 257
(Palliative Care For Lung Cancer) .......................................................... 110 Vera Abdullah
Rudi Putranto

Pemilihan Golongan Non Benzodiazepine KUMPULAN ABSTRAK POSTER


Sebagai Obat Anti Insomnia ................................................................... 117
A. Siswanto & Syahirul Alim Depresi Berat Pada Cryptococcosis Dengan Ulkus Kronis ............................. 267
Ridzqie Dibyantari, Amelia Istiqomah, Harun Hudari,
Tatalaksana Gangguan Tidur Pada Usia Lanjut ............................................ 125 Yenny Dian Andayani, M Ali Apriansyah
Dewa P. Pramantara S
Gangguan Cemas Menyeluruh Pada Pasien Terdiagnosa
Peresepan Benzodiazepin Yang Aman Pada Gangguan Tidur ........................... 133 Tumor Kaput Pankreas ........................................................................ 269
Hamzah Shatri, Canggih D. Hidayah, E. Faisal Arlis Karlina, Hadika Pramana, Dobi S Burni,
Suyata, M. Ali Apriansyah
The Effect Of Vitamin D On Mood Status And Inflammation ........................... 146
Deshinta Putri Mulya Keluhan Sesak Nafas Pada Pasien Dengan Depresi :
Tantangan Mendiagnosis Sindrom Hiperventilasi ........................................ 271
Masking Depression In Internal Medicine Patients ...................................... 155 Fauzan Hertrisno Firman, Arina Widya Murni
E. Mudjaddid
Palliative Care In Interstitial Lung Disease With Major Depression
Tatalaksana Menyeluruh Pada Depresi ...................................................... 157 Mixed Anxietas Disorder : A Case Report ................................................. 273
Andri, Nur Hidayah Binti Dzulkifly Herlambang Surya Perkasa, Noor Asyqah, Agus Siwanto,
Heni Retno Wulandari

KUMPULAN MAKALAH WORKSHOP Efikasi Akupuntur Terhadap Manajemen Nyeri Pada Pasien
Dengan Fibromialgia: Sebuah Telaah Pustaka ............................................ 275
Heart Rate Variability Pada Pasien Depresi Dan Ansietas ............................. 171 Edi Kurnawan, Kresna Aditya Raharja
Ratih Arianita Agung
Hubungan Antara Kadar Kolesterol Dan Trigliserida Terhadap
Manajemen Stres Dalam Praktek Klinis Sehari-hari ..................................... 180 Fungsi Kognitif Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Relationship
Arina Widya Murni Between Cholesterol And Trigliceride Levels On Cognitive Function
In Diabetes Melitus Type 2 .................................................................... 278
Terapi Relaksasi Latihan Pasrah Diri (LPD) Pada Penyakit Kronis ..................... 189 Iin Novita Nurhidayati Mahmuda, Fairuz Ulfah, Mira Fitria Rahmawati,
Agus Siswanto, Rico Novyanto, Yohana Sahara, H.A.h. Asdie Bestari Ayu Rahmania, Lydia Ekaputri Nuroctaviani

Pendekatan Psikosomatik Dalam Tatalaksana Nyeri ..................................... 200 Korelasi Antara Kadar Hemoglobin Dan Status Fungsional Pasien Kanker
Wika Hanida Lubis Di Ruang Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang ....................... 280
Sartika Sadikin, Mediarty Syahrir, M Ali Apriansyah
Developing Home Care Services In Hospital .............................................. 215
Muhammad Ali Apriansyah Angka Kejadian Depresi Pada Pasien Paliatif Di Ruang Rawat Inap
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode Januari-desember 2019 .................. 282
Implementasi Pelayanan Paliatif Di Rumah Sakit ......................................... 221 Shinta Suharno, M. Ali Apriansyah
Hamzah Shatri, Giri Satriya, Irman Firmansyah
Korelasi Derajat Keparahan Depresi Dan Dispepsia Fungsional
Manajemen Sesak Pada PPOK ................................................................ 236 Dengan Kortisol Serum Di Poliklinik RSMH Palembang .................................. 284
Heni Retnowulan Sipta Pebrianti, M. Ali Apriansyah, Syadra Bardiman, Erial Bahar

vi vii
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Gambaran Pasien Paliatif Di Ruang Rawat Inap Elevated Systemic Immune-Inflammation Index (SII) In Newly
RSUP Dr. Moh. Hosein Palembang Periode 2016-2019 .................................. 287 Diagnosed Lung Cancer Patient With Moderate Depressions .......................... 310
Yulia Nugraha, M. Ali Apriansyah Indrayana S, Ratih A

Korelasi Antara Kadar 25(OH)D Serum Dan Gejala Depresi Gambaran Gejala Depresi Pada Peserta Didik
Pada Pasien Acquired Immunodeficiency Syndrome Di Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam FK USU ................................................................. 313
Melati Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang ...................................... 289 Ananda Rahmat Putra, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution
M. Ali Apriansyah, M. Ikhsan An, Mediarty Syahrir, Erial Bahar
Gambaran Derajat Depresi Pasien Kanker
Risperidone Versus Olanzapine For The Management Of Psychiatric Di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2018 ...................................... 314
Adverse Effects In Patients Receiving Steroid Therapy ................................. 291 Annisa Yuanita Anggreini, Wika Hanida Lubis
Firshan Makbul
Gambaran Keluhan Klinis Pasien Paliatif
Evidence Based Case-Report : Efektivitas Terapi Kognitif Perilaku Di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juni – Oktober 2018 .......................... 316
Untuk Gangguan Psikosomatik Pada PPOK ................................................ 293 Dewi Fuji Lestari, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum
Edward Faisal, Hamzah Shatri, Rudi Putranto
Perbandingan Derajat Depresi Pada Pasien Sirosis Hepatis Dan
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Depresi Pada Pasien Karsinoma Hepatoseluler Di RSUP H. Adam Malik Medan ............................... 317
Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Fatwa Sitta, Wika Hanida Lubis
Di RS Roemani Muhammadiyah Semarang ................................................. 295
Langgeng Perdhana, Shofa Chasani, Siti Nuraini Gambaran Keluhan Pasien Palitatif
Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2019 ................................................ 319
Palliative Care For Chronic Obstructive Pulmonary Disease Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU,
With Acute On Chronic Respiratory Failure : A Case Report ......................... 297 RSUP H. Adam Malik Medan
Angela Franzeska Natalia
Gambaran Prognostic Palliative Index Pada
A Case Report 50 Y.O. Women With Carcinoma Ovarium Stage IV Pasien Paliatif Di RSUP HAM Tahun 2019 ................................................... 321
Post Chemoteraphy, Severe Depression ................................................... 299 Habibie Hasyim Lubis, Habibah Hanum, Wika Hanida Lubis
Prihandhi Jm, Indra Sp. Ratih A
Gambaran Skor ECOG Dan Karnofsky Pada Pasien Perawatan
A Case Report Minor Depression In 82 Y.O. Man With Acute Paliatif Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2019 .................................... 322
Exacerbation Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease With Lahi Putra Haloho, Habibah Hanum, Wika Hanida Lubis
Community Acquired Pneumonia, Secondary Infection,
Geriatric Anorexia, And Hypoalbuminemia ............................................... 301 Korelasi Skor Spiritual Dengan Kadar CD4 Pada Pasien HIV
Yoga P, Evan E, Ratih A Yang Menderita Depresi Di RSUP Haji Adam Malik Medan .............................. 324
M. Rizal Abdul Munaf, Wika Hanida Lubis, Tambar Kembaren
Perawatan Paliatif Pada Pasien Kanker Payudara : Laporan Kasus ................... 304
Sisca Wulandari, Noor Asyiqah Sofia, Agus Siswanto Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Depresi
Pada Pengasuh Pasien Kanker ................................................................ 326
Benefits Of Cognitive Behavioral Theraphy For Insomnia Miftahul Ihsan, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution
Among Cancer Survivors : A Systematic Review And Meta-analysis
Of Randomized Controlled Trial ............................................................ 306 Perbandingan Kadar Malondialdehyde Serum
Boby Pratama Putra, Felix Nugraha Putra Antara Derajat Gejala Depresi ............................................................... 327
Muhammad Hanif Wibowo, Wika Hanida Lubis,
Case Report 62 Years. Women With ACS EC Sepsis, Melena EC Habibah Hanum Nasution
Non Varieal, Type II DM, Heart Disease Hypertension,
Normochromic Normocytic Anemia OCD Prerenal Aki, Hubungan Lokasi Lesi Hemisfer Dengan Tingkat Depresi
Electroluyte Imbalance, Mixed Depression And Anxiety Disorders ................... 307 Pada Pasien Stroke Iskemik ................................................................... 328
Idil A, Indra Sp, Ratih A Otneil Karnianta, Habibah Hanum, Wika Hanida Lubis

viii ix
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Case Report : Gangguan Cemas (Anxietas Disorder) Gambaran Tingkat Depresi Pasien Kanker Stadium IV
Pada Pasien SLE .................................................................................. 329 Di RSUP Dr. Sardjito ............................................................................ 364
Ratna Tri R, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution Anggia Fitria Agustin, Noor Asyiqah Sofia, Agus Siswanto

Hubungan Status Nutrisi Dengan Tingkat Ansietas, Gambaran Ekspresi Corticotropine Releasing Hormone Receptor
Tingkat Depresi Dan Tingkat Nyeri Pada Pasien Kanker Paru .......................... 331 Pada Pasien Dispepsia Fungsional Dengan Gangguan Psikosomatik .................. 366
Ria Widya Marosa, Mariati Br Gurning, Wika Hanida Lubis Afifah Amatullah, Arina Widya Murni

Laporan Kasus: Bulimia Nervosa Dengan Depresi ........................................ 337 Korelasi Antara Skor DASS 21 Dengan Kadar Kortisol Plasma
Ginting Septi Nina Maria, Lubis Wika Hanida, Dan Interleukin-6 Pada Pasien Asma Bronkial Dengan Ansietas ....................... 368
Nasution Habibah Hanum Edo Yudistira, Arina Widya Murni, Raveinal, Najirman

Nilai PPS Pasien Paliatif Yang Dirawat di Gambaran Kualitas Hidup Pada Penderita Dispepsia Fungsional
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2019 ................................................. 339 Di RSUP Dr. M. Djamil Padang ................................................................ 370
T Rizki, W Hanida, And H Hanum Farah Nadya Arvenila, Arina Widya Murni, Delmi Sulastri

Korelasi Skor (Beck Depression Inventory) BDI II Dengan Hubungan Depresi, Ansietas, Dan Stres Dengan Kejadian
Jenis Kelamin Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 ...................................... 341 Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Tahun Pertama Di Fakultas
Wan Syirli Dastoria, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution Kedokteran Universitas Andalas Sebelum Dan Sesudah Ujian Blok .................. 372
Muhammad Husnul Ikhsan, Arina Widya Murni, Erlina Rustam
Karateristik Pasien Dengan Simptom Depresi Pada Rawatan
Paliatif Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2019 .................................... 348 White Coat Hypertension : Laporan Kasus ................................................ 374
Yosua Marulitua Manullang, Wika Hanida Harry Andrean, Arina Widya Murni

Wanita 63 Tahun Dengan Generalized Anxiety Disorder, Pelayanan Komprehensif Paliative Home Care
Dispepsia Fungsional Dan Hipertensi Stage 1. ............................................ 350 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2019 ................................................. 376
Hutomo WY, Desy P. Ratih A Noor Asyiqah Sofia, Agnesi Zahrah Fadhilah,
Dian Novita Hermawati
Gejala Ansietas Pada Pasien Kanker Stadium IV Di RSUP Dr Sardjito ................. 353
Dian Fitria Kusumawardani, Noor Asyiqah Sofia, Agus Siswanto Karakteristik Pasien Psikosomatik Rawat Jalan
Di RSMC Pada Tahun 2018-2019 ............................................................. 378
Ansietas, Depresi, Dan Malnutrisi Pada Perawatan Pasien Paliatif .................... 355 Edward Faisal, Hamzah Shatri, Rudi Putranto
Felix Firyanto Widjaja
Penilaian Gejala Dengan Edmonton Symptom Assesment
Efisiensi Perawatan Paliatif Kanker Stadium Lanjut System (ESAS) Pada Pasien Kanker Stadium IV Di RSUP Dr. Sardjito ................. 380
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ...................................................... 356 Khoirul Falah, Noor Asyiqah Sofia, Agus Siswanto
Rudi Putranto, Hamzah Shatri, Ratih Arianita Agung,
Felix Firyanto Widjaja Gambaran Kualitas Hidup Pada Pasien Kanker
Stadium IV Di RSUP Dr. Sardjito ............................................................. 382
Gambaran Spiritualitas Pada Pasien Kanker Stadium IV Mahendra Septadi, Noor Asyiqah Sofia, Agus Siswanto
Di RSUP Dr. Sardjito ............................................................................ 358
Septrian Warisman Zega, Noor Asyiqah Sofia, Agus Siswanto Sudden Blindness Impact Acute Stress Disorder: A Case Report ...................... 384
Alvira Rozalina, Rudi Putranto, Hamzah Shatri
Pemeriksaan Helicobacter Pylori Stool Antigen (HPSA) Pada
Penderita Dispepsia Fungsional Dengan Gangguan Psikosomatik ..................... 360 Karakteristik Pasien Psikosomatis Di Poliklinik Psikosomatis
Fajriansyah, Arina Widya Murni RSUP Dr. M. Djamil Padang Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,
Dan Diagnosis Psikosomatis .................................................................. 386
Gambaran Pasien Kanker Paru Di Bangsal Paliatif RSUP Dr. Sardjito ................. 362 Genta Pradana, Arina Widya Murni
Rosandi Himawan, Noor Asyiqah Sofia, Agus Siswanto

x xi
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Studi Kasus : Asites Kilus Refrakter Pada Limfoma


Non-Hodkin Pelayanan Paliatif ............................................................... 388
Gerald Abraham Harianja, Nur Asicha, Hamzah Shatri,
Rudi Putranto, Juferdy Kurniawan, Anna Mira Lubis

Depresi Pada Pasien Geriatri Dengan Globus : Laporan Kasus ......................... 390
Firman, Arina Widya Murni

Hubungan Kekuatan Karakter Dengan Derajat Sindrom Dispepsia


Pada Penderita Dispepsia Yang Beretnis Minangkabau
Di Puskesmas Andalas ......................................................................... 392
Mohammad Fauzan, Arina Widya Murni, Taufik Ashal

Hubungan Rasio Neutrofil Limfosit Dengan


Gejala Depresi Pada Konstipasi Fungsional ................................................ 394
Edward Faisal, Hamzah Shatri, Ari Fahrial Syam

Gambaran Gangguan Psikosomatis Dan Kaitannya Dengan


Penyakit Yang Diderita Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Dalam
RSUP Dr. M, Djamil Padang : Studi Deskriptif ............................................. 396
An Nissa Yoerizta Ratu, Arina Widya Murni

Gangguan Cemas Dan Depresi Pada AIDS Baru Dikenal :


Laporan Kasus .................................................................................. 400
Anggit Pungkas Wibowo, Arina Widya Murni

KUMPULAN
MAKALAH SIMPOSIUM
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK
(TIPS) 2021
“The 6th Virtual Scientific Meeting on Psychosomatic Medicine:
Holistic Approach in Psychosomatic and Palliative Medicine
in Pandemic Era”

xii 1
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

THE ROLE OF HOLISTIC APPROACH AND PALLIATIVE CARE:


PSYCHOSOMATIC CONCEPT
E. Mudjaddid
Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM

Abstrak

Kedokteran Psikosomatik (Psychosomatic Medicine) adalah ilmu yang


mempelajari interaksi dan interrelasi (hubungan timbal balik) antara faktor
psikis dengan faktor fisik (soma) baik dalam keadaan normal maupun sakit.
Dalam perkembangannya ilmu ini mengalami pasang surut sejalan dengan
perkembangan ilmu kedokteran dan tehnologi secara umum. Namun
demikian konsep dasarnya tetap tidak berubah sampai saat ini. Perubahan
yang bermakna terjadi setelah diketahuinya beberapa substansi biokemis dan
biomolekuler yang dapat menerangkan adanya hubungan psikis-fisik
tersebut.
Hubungan antara faktor psikis dengan faktor fisik secara timbal balik
dapat diterangkan melalui kerja sistim syaraf otonom vegetatif, sistim
endokrin, perubahan neurotransmiter, sistim imun, dan adanya hiperalgesia
viseral. Oleh karena itu mempelajari ilmu Psikosomatik sebenarnya sama
dengan mempelajari Psiko-neuro-imuno-endokrinologi. Ilmu Psikosomatik
identik dengan Psiko-neuro-imuno-endokrinologi.
Dalam keadaan normal faktor psikis mempengaruhi sistim syaraf
otonom, sistim endokrin dan sistim imun untuk memelihara kelangsungan
hidup (homeostasis) yang normal dan dinamis. Pada saat seseorang
mengalami stresor psikososial yang tidak bisa dilewati atau tidak bisa
diselesaikan maka akan terjadi gangguan kerja sistim syaraf, sistim imun
maupun sistim endokrin. Secara klinis muncul keluhan-keluhan fisik yang
bermacam-macam berupa keluhan-keluhan sistim gastro-intestinal,
kardiovaskuler, muskuloskeletal, respirasi dsb. Saat inilah seseorang disebut
mengalami gangguan Psikosomatik.
Di bidang Penyakit Dalam gangguan Psikosomatk sering
bermanifestasi sebagai gangguan fungsional berbagai sistim organ, misalnya

2 3
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome, fibromyalgia, gangguan PEMILIHAN OBAT ANTI DEPRESI PADA PENDERITA
jantung fungsional dsb. bahkan ansietas maupun depresi.
Adanya keyakinan bahwa faktor psikis sangat berperan dalam
HIPERTENSI DENGAN DEPRESI
mempengaruhi berbagai sistim organ maka di bidang penyakit dalam terbuka
A. Siswanto1 & Nisma Aulia2
peluang untuk mengembangkan bidang psiko-imunologi, psiko- 1
Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKKMK UGM Yogyakarta
endokrinologi, psiko-nefrologi, psiko-gastroenterologi, psiko-respiratology 2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKKMK UGM Yogyakarta
dll.
Dalam melakukan tatalaksana Gangguan Psikosomatik maupun
perawatan paliatif sangat ditekankan untuk menggunakan pendekatan Pendahuluan
Psikosomatik/ pendekatan holistik yaitu pendekatan model bio-psiko-sosio- Diperkirakan pada tahun 2025 prevalensi hipertensi di seluruh dunia
spiritual sehingga semua aspek yang mempengaruhi timbulnya gangguan adalah 33 %. Pasien dengan hipertensi biasanya memiliki gejala fisik, efek
dapat diatasi dengan baik. Tidak hanya memperhatikan segi fisik tetapi juga samping dari obat anti hipertensi, kualitas hidup yang rendah, kemungkinan
mengedepankan segi psikis dan sosio spiritual. adanya komplikasi hipertensi, penurunan kinerja, yang kesemuanya itu
Untuk berbagai keluhan diberikan obat-obat simtomatik, kemudian membuat mereka rentan terhadap tekanan psikologis terutama depresi.
bila perlu diberikan obat psikofarmaka sesuai indikasi dan sekaligus dilakukan Prevalensi depresi berkisar antara 10 % - 34 % dan menyumbang 3,0 %
psikoterapi. Memberikan obat-obatan sekaligus bersamaan dengan terjadinya kecacatan hidup dan merupakan penyebab kecacatan kedua di
melakukan psikoterapi mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik seluruh dunia. Penelitian prospektif menunjukkan bahwa depresi merupakan
dibandingkan dengan hanya memberikan obat-obatan atau psikoterapi faktor risiko hipertensi dan menurunkan kualitas hidup penderita hipertensi.
sendiri-sendiri. Terdapat sekitar 26,8 % prevalensi depresi pada penderita hipertensi sehingga
perlu penapisan adanya depresi pada penderita hipertensi1.
Kata Kunci: Kedokteran Psikosomatik, Gangguan Fungsional, Pendekatan Hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya gangguan
Holistic/ Pendekatan Psikosomatik. serebrovaskular, infark miokard, gagal jantung kongestif, dan menyebabkan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Padahal, depresi itu sendiri juga
merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Gejala depresi sebelumnya
atau adanya depresi mayor dapat memprediksi peningkatan 2 – 3 kali lipat
kejadian penyakit jantung koroner dan penyakit stroke.
Pasien yang memiliki hipertensi dan depresi dikaitkan dengan
kematian yang lebih tinggi dan risiko komplikasi yang lebih tinggi. Oleh karena
itu, perlu pemberian obat-obatan anti depresi yang tidak menganggu
hipertensi. Atau sebaliknya, perlu pemberian obat-obatan anti hipertensi yang
2
tidak memperburuk depresi .

Pengaruh Anti Depresan terhadap Tekanan Darah


Implikasi lain dari depresi pada pasien hipertensi berkaitan pula
dengan penggunaan antidepresan. Tryciclic antidepresan (TCA) dikaitkan
4 5
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

dengan penurunan tekanan darah dan inhibitor monoamine oksidase (MAOI) cukup besar, terutama pada clomipramine dan amitriptyline. Sedapat
mempunyai efek peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic. Meskipun mungkin menghindari TCA pada pasien berisiko tinggi penyakit kardiovaskular,
serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI) menghasilkan lebih sedikit efek aritmia, dan gagal jantung oleh karena TCA mempunyai efek hemodinamik
4
hemodinamik, hipertensi yang terjadi pada pasien yang menggunakan SSRI berupa hipotensi postural/orthostatic yang cukup besar .
juga telah dilaporkan. Antidepresan lain Venlafaxine (SNRI) dan imipramine
(TCA) dikaitkan dengan peningkatan yang sedikit namun signifikan secara Monoamine Oksidase Inhibitor (MAOI)
statistik pada TD diastolik terlentang. Pemberian fluoxetine (SSRI) pada pasien Mekanisme aksi inhibitor monoamine oksidase (MAOIs) fenelzin
dengan komorbid penyakit kardiovaskular termasuk hipertensi, tidak (Nardil) dan tranylcypromine (Parnate) dikaitkan dengan penghambatan kerja
memberikan perubahan terkanan darah yang signifikan3. enzim monoamine oksidase yakni menghambat konversi enzimatik dari 5HT
Disisi lain juga terdapat hubungan antara penggunaan antidepresan dan NE. Umumnya MAOI digunakan dalam kasus depresi atipikal atau resistan
terhadap tekanan darah pada orang dengan gangguan psikopatologi. terhadap obat. Efek samping MAOI dapat menyebabkan krisis hipertensi
Ditemukan hubungan antara cardiac vagal control (CVC) dan gangguan cemas (terutama dengan konsumsi bersama tyramine, yang ditemukan dalam
atau depresi sebagian besar berkaitan dengan penggunaan antidepresan. banyak makanan seperti anggur dan keju). Efek samping lain adalah sindrom
Penurunan CVC yang signifikan ditemukan pada pengguna tricyclic serotonin, yakni kombinasi dari perubahan status mental, hiperaktivitas
antidepressants (TCAs), selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), and neuromuscular, dan hiperaktivitas otonom5.
noradrenergic and serotonergic (NS). Pilihan obat harus dikaitkan dengan Monoamine oxidase A (MAOA) adalah enzim yang terlibat dalam
masing-masing pasien, dan banyak faktor berdasarkan pengalaman klinis dan metabolisme monoamina, misalnya 5-HT dan noradrenalin. Hal ini mengubah
4
penilaian bukan hanya dari bukti terkontrol . monoamina menjadi asam karboksilat yang sesuai melalui perantara
aldehida. MAOA mengatur konsentrasi intraneuronal bebas dan
Tricyclic Antidepressant (TCA) penyimpanan 5-HT dan noradrenalin yang dilepas. Inhibitor MAOA mengikat
TCA menghambat pengambilan kembali norepinefrin (NE) dan dan menghambat MAOA, mencegah degradasi monoamina. Hal ini
serotonin (5HT). Fenomena ini menjadi mekanisme utama kerja antidepresan menghasilkan simpanan monoamina yang lebih besar yang tersedia untuk
yang membawa perubahan fisiologis neuroreseptor. TCA juga dilaporkan dilepaskan. Inhibitor MAOA digunakan dalam pengobatan depresi. Telah
dapat menghambat reseptor muskarinik, alpha adrenergik, dan histamin. diusulkan bahwa inhibitor MAO mengobati depresi dengan mencegah
Contoh TCA adalah Amitriptyline, nortriptyline, imipramine, desipramine, degradasi monoamina dan menunda regulasi beta-andrenoceptor dan
clomipramine, doxepin, amoxapine. Pada kasus perawatan di rumah sakit, reseptor 5-HT2.
amitriptyline dan clomipramine sedikit lebih efektif daripada TCA lain5. Monoamine oxidase B (MAOB) adalah enzim yang terlibat dalam
Efek samping TCA termasuk sedasi, yang disebabkan oleh blokade metabolisme dopamin. Ini mengubah dopamin menjadi asam karboksilat
reseptor histamin H1; hipotensi postural, karena blokade adrenoreseptor α; terkait melalui perantara aldehida. MAOB mengatur konsentrasi dopamin
dan penglihatan kabur, mulut kering dan sembelit, karena blokade reseptor intraneuronal bebas dan cadangan yang dilepas. Inhibitor MAOB mengikat
asetilkolin muskarinik. Amitriptyline memiliki efek antikolinergik berupa dan menghambat MAOB, mencegah degradasi dopamin. Ini menghasilkan
mulut kering, berkeringat, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin lebih penyimpanan dopamin yang lebih besar yang tersedia untuk dilepaskan.
banyak daripada nortriptyline. Desipramine lebih sedikit bersifat Inhibitor MAOB digunakan dalam pengobatan depresi. Orang dengan depresi
menenangkan, tetapi memiliki insiden kejang yang lebih tinggi (Sharma K, memiliki tingkat MAOB protein otak yang lebih tinggi daripada orang yang
2017; Rang, 2001). TCA memilihi risiko hipotensi postural/ orthostatic yang mengalami depresi5.

6 7
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) desipramine dalam mengobati gejala depresi dan OCD. SSRI ditoleransi sedikit
SSRI diketahui secara selektif menghambat reabsorbsi serotonin dari lebih baik daripada TCA secara keseluruhan.
celah sinaps. Beberapa jenis SSRI adalah fluoxetine, paroxetine, sertraline, Sertraline lebih efektif digunakan pada terap fase akut (6-12 minggu)
citalopram, dan escitalopram. SSRI ini menghasilkan peningkatan tiba-tiba di dibandingkan dengan fluoxetine (OR 0,73, 95% CI 0,59 to 0,92, p=0,007; 8
serotonin di daerah somatodendritik neuron serotonergic yang menyebabkan penelitian, 1352 partisipan). Sertraline berhubungan dengan kejadian
desensitisasi serotonin-1A somatodendritic autoreseptor. Akibatnya, aliran konstipasi dan gangguan berkemih yang lebih rendah dibandingkan dengan
impuls neuron meningkat.Ini menyebabkan peningkatan pelepasan serotonin paroxetine (OR 0.31, 95% CI 0.16 to 0.58, P = 0.0002; 2 penelitian. Penelitian
dari terminal akson, yang berujung pada desensitisasi reseptor serotonin pertama melibatkan 545 participan dengan hasil OR 0.09, 95% CI 0.01 to 0.68,
postinaptik. Desensitisasi reseptor ini dapat berkontribusi pada terapeutik P = 0.02; penelitian lain dengan hasil yang hampir sama melibatkan 353
tindakan SSRI atau bisa menjelaskan perkembangan toleransi untuk efek participan)7.
samping akut SSRI5.
Analisis farmakologis SSRI menunjukkan bahwa agen ini dapat
menyebabkan disinhibisi yang kuat tetapi lambat pada reseptor 5-HT dalam Tabel 1. Perubahan berat badan selama terapi antidepresan
sistem saraf pusat (SSP). Di dalam kasus, mekanisme aksi antidepresan
dimediasi oleh jalur dari raphe otak tengah ke korteks prefrontal. Efek samping
yang ditimbulkan oleh SSRI termasuk kecemasan, gangguan tidur, disfungsi
seksual (Menurunkan libido, mengurangi kesenangan dan mengurangi
gairah), dan gangguan gastrointestinal. Diperkirakan bahwa toksisitas itu
dipengaruhi dari jalur serotonergik reseptor 5-HT2 dan 5-HT3. Terdapat
hubungan timbal balik antara serotonin dan dopamin. Serotonin cenderung
menghambat fungsi seksual dan dopamin cenderung meningkatkan fungsi
seksual. Diyakini jalur serotonin yang turun dari batang otak ke sumsum
tulang belakang yang memediasi berbagai refleks tulang belakang Perubahan berat badan dilaporkan pada pemberian obat-obatan anti
bertanggung jawab untuk disfungsi seksual dalam bentuk masalah ejakulasi depresan. Perubahan berat bada dilaporkan pada 5 dari 7 kasus. Penggunaan
dan orgasme. Telah dilaporkan bahwa aliran serotonergik meningkat melalui mirtazapine mengakibatkan peningkatan gula darah plasma disertai dengan
jalur ini yang dapat menghambat fungsi seksual. Efek negatif serotonin peningkatan berat badan 15,9 kg selama 5 bulan terapi. Tetapi, obat
tentang fungsi seksual dimediasi melalui reseptor 5-HT2. Oleh karena itu. antihipertensi lain mengakibatkan penurunan berat badan yang signifikan,
6
Antagonis 5-HT2 dapat membalik disfungsi seksual yang diinduksi SSRI . yakni nefazodone, paroxetine, fluoxetine. Fluoxetine mengakibatkan
Pada sindrom koroner akut harus memilih obat yang tidak hipoglikemia serta penurunan berat badan sebesar 13 kg dalam 4 bulan terapi.
meningkatkan risiko kejadian kardiak berikutnya. Terdapat bukti terbaik untuk Hal yang berbeda diakibatkan oleh paroxetine. Paroxetine dapat menurunkan
SSRI, mirtazapine, dan bupropion. Pada pasien yang menggunakan obat berat badan sebesar 9,1 kg dalam 3 minggu, namun mengakibatkan
antiinflamasi aspirin / non-steroid yang membutuhkan antidepresan, pilih hiperglikemia. Sertraline mempunyai efek yang hamper sama, yakni dapat
antidepresan non-SRI atau kombinasikan SRI dengan obat pelindung ulkus4. mengakibatkan hiperglikemia, tertapi mempunyai efek penurunan berat
8
Pada kasus kombinasi cemas depresi ditemukan respon kurang baik terhadap badan yang lebih rendah yakni 1,8 kg selama 2 bulan .
pemberian citalopram. Penggunaan sertraline lebih efektif daripada

8 9
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Serotonin/Norepinephrine/Dopamine Reuptake Inhibitor (SNRI) Tabel 2. Pemilihan Anti Depresan


Venlafaxine, duloxetine merupakan contoh antidepresan jenis SNRI. A comparison of antidepressants in the treatment
Pada dosis rendah bertindak seperti golongan SSRI, pada dosis sedang hingga of depressed patients in cardiac populations
Medication Class/mechanism Risks/side effects Benefits
tinggi menyebabkan hambatan reuptake norepinephrine, dan pada dosis yang
Low cost, minimal drug-
sangat tinggi terjadi penghambatan reuptake dopamine agonist. Citalopram SSRI
drug interactions
Antidepresan lain seperti nefazodone dan trazodone bekerja melalui
antagonisme reseptor serotonin-2 dengan blokade serotonin reuptake. Hal ini Low cost, minimal drug-
Newest/least studied
Escitalopram SSRI drug interactions,
menarik untuk disebutkan di sini bahwa SNRI merangsang reseptor 5-HT2 agent
possibly faster onset
dimana sebagai nefazodone dan trazodone memblokir reseptor tersebut. and fewer side effects
Oleh karena itu membuat nefazodone dan trazodone lebih aman daripada Fluoxetine SSRI
Long half-life, more
antidepresan SNRI. Efek samping dari SNRI adalah dapat meningkatkan drug-drug interactions

tekanan darah dan dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti Paroxetine SSRI
Sedation, mild
anticholinergic effects
mual5. Best studied in CAD;
Pemilihan antidepresan sebaiknya tetap mempertimbangkan Sertraline SSRI Sedation, mild
few drug interactions
komorbid penyakit lain yang diderita oleh pasien. Obat – obatan anti depresan Sedation, weight gain,
Atypical antidepressant
dapat memiliki interaksi ataupun efek samping yang timbul dengan adanya Mirtazapine
(5HT2, 5HT3, and alpha2
possible elevation of No sexual dysfunction
lipids
penyakit komorbid lain. Pada pasien dengan komorbid yang berat serta receptor blockade)
keluhan nyeri yang hebat, berhubungan dengan respon antidepresan yang
Selective serotonin and Elevated blood pressure
buruk dan menimbulkan risiko kekambuhan depresi4. Venlafaxine
norepinephrine receptor in 13% at doses of 300
Pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular, aritmia, dan gagal blockade mg or greater
jantung sebaiknya menghindari penggunaan antidepresan jenis TCA. Pada
Increases noradrenergic
sindrom coroner akut, pilihan antidepresan yang disarankan adalah SSRI, Bupropion
and dopaminergic
Initial anxiety No sexual dysfunction
mirtazapine, bupropion (Norepinephrine-dopamine reuptake inhibitor / activity
NDRI). Pada pasien dengan gangguan perdarahan, pilihan antidepresan yang SSRI, selective serotonin reuptake inhibitor; CAD, coronary artery disease

disarankan adalah yang bukan inhibitor serotonin reuptake (SRI) poten. Pada
pasien dengan konsumsi aspirin/NSAIDs membutuhkan antidepresan non-SRI Dari 2 tabel di atas tampak bahwa obat-obatan anti depresan pada
atau dapat diberikan SRI ditambahkan dengan obat pelindung lambung. penderita yang mengalami hipertensi adalah golongan SSRI dalam hal ini
Pada tabel efek samping antidepresan diatas, dapat kita lihat adanya Sertralin.
beberapa perbedaan efek samping yang dimiliki oleh tiap-tiap jenis
antidepresan. TCA dan inhibitor reuptake noradrenaline mempunyai efek Penutup
samping berupa efek antimuskarinik seperti pusing, dan berkeringat. SSRI / Perlu kehati-hatian dalam memilih obat-obatan anti depresan pada
SNRI memiliki efek samping gastrointestinal, stimulasi dan disfungsi seksual. penderita yang mengalami hipertensi. Sebaiknya dihindari golongan TCA
Pada antidepresan mirtazapine memiliki efek samping sedasi dan (dapat memicu aritmogenik, kenaikan berat badan, hipotensi ortostatik),
4
penambahan berat badan . obat-obatan MAOI (dapat meningkatkan tekanan darah, bahkan dapat
memicu munculnya krisis hipertensi pada penderita yang mengonsumsi
10
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Tiramin), golongan SNRI (dapat meningkatkan tekanan darah), Mirtazapin KOMORBIDITAS DEPRESI DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK
(dapat meningkatkan berat badan dan kenaikan lipid). Pilihan obat yang
rasional adalah golongan SSRI dalam hal ini Sertralin. Wika Hanida Lubis
Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam/ SMF Ilmu Penyakit Dalam/ Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP. H. Adam Malik Medan
Daftar Pustaka
1. Krousel-Wood MA & Frohlich ED. 2010. Hypertension and depression: coexisting
barriers to medication adherence. AM. J. Hypertens; 12 (7): 481-486 Pendahuluan
2. Bogner HR, de Vries HF. 2008. Integration of depression and hypertension Depresi disertai dengan gejala-gejala seperti mood depresi,
treatment: a pilot, randomized controlled trial. Ann. Fam. Med 2008;6:295-301. kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau
DOI: 10.1370/afm.843. harga diri rendah, gangguan tidur atau nafsu makan, dan konsentrasi yang
3. Scalco AZ, Scalco MZ, Azul JBS, & Neto FL. 2005. Hypertension and depression. 1
buruk. Berdasarkan statistik terbaru, sekitar 350-450 juta orang di seluruh
Clinics;60(03):241-250 dunia menderita depresi.2
4. Cleare A, Pariante CMand AH Young. 2008. Evidence-based guidelines for treating Depresi mempengaruhi orang dewasa dengan penyakit ginjal tahap
depressive disorders with antidepressants: A revision of the 2008 British
akhir (end stage renal disease/ ESRD), sebagian disebabkan oleh perubahan
Association for Psychopharmacology guidelines
5. Rang HP, Dale MM and Ritter JM. Edinburgh. 2001. Noradrenergic transmission.
psikososial dan biologis akibat dialisis. Depresi sangat lazim dialami oleh
In: Pharmacology, 4th edition. UK: Harcourt Publishers Ltd:139–163. pasien GGK dan ESRD. Fischer et al., melaporkan prevalensi gejala depresi
3
6. Sharma BK. 2017: Antidepressants: mechanism of action, toxicity and possible 27,4% pada pasien GGK ringan hingga sedang. Penelitian terbaru
a m e l i o ra t i o n . J A p p l B i o t e c h n o l B i o e n g . ; 3 ( 5 ) : 4 3 7 ‒ 4 4 8 . D O I : menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit ginjal kronis (GGK) yang tidak
10.15406/jabb.2017.03.00082 menjalani dialisis memiliki tingkat depresi hingga 3 kali lebih tinggi daripada
populasi umum.4 Selain itu, depresi telah dikaitkan dengan kualitas hidup yang
5
buruk dan luaran yang merugikan pada pasien dengan GGK atau ESRD.

Skrining dan Diagnosis


Ada dua strategi untuk skrining depresi pada pasien dengan GGK dan
ESRD. Pendekatan konservatif, hanya menyaring pasien dengan tanda-tanda
depresi. Tanda-tanda ini mungkin termasuk isolasi sosial, perubahan suasana
hati atau fungsi fisik, dan/ atau meningkatnya keluhan fisik (gangguan tidur,
penurunan perawatan diri, kepatuhan yang lrendah terhadap terapi medis
dan dialisis). Pendekatan kedua adalah strategi yang lebih agresif, untuk
menyaring semua pasien GGK atau ESRD baru secara berkala (setiap 6 bulan
6,7
hingga 1 tahun) untuk depresi dengan skrining kuesioner (PHQ-9 atau BDI).
Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), yang diterbitkan
oleh American Psychiatric Association, adalah seperangkat kriteria standar
yang digunakan untuk mendiagnosis gangguan mental.

12 13
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Mengapa Depresi Lebih Sering pada Pasien GGK? dan rawat inap, kepatuhan yang rendah terhadap pengobatan dan penurunan
Interaksi kompleks antara depresi dan GGK bersifat dinamis dan kualitas hidup.
multifaktorial. Dalam membahas hubungan antara depresi dan GGK akan
sangat membantu untuk mempertimbangkan faktor risiko 'upstream' Mortalitas
bersama, serta konsekuensi biopsikososial atau 'downstream' dari kedua Hubungan antara ESRD dan mortalitas masih kontroversial. Studi dari
penyakit. Gambar 1 menunjukkan hubungan kompleks antara penyakit ginjal 1980-an menunjukkan bahwa depresi secara signifikan memprediksi
kronis dan depresi.8 kematian pada pasien ESRD. Beberapa penelitian selanjutnya menggunakan
pengukuran yang lebih terstandarisasi untuk depresi dan metode statistik,
gagal menunjukkan efek depresi pada semua penyebab kematian pada pasien
ESRD.9,10 Suatu meta-analisis mengklarifikasi masalah depresi dan mortalitas
4
pada GGK. Hubungan yang kuat dan signifikan ditemukan antara status
depresi dan risiko semua penyebab kematian.4

Rawatan Rumah Sakit


Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa depresi dikaitkan
dengan peningkatan biaya perawatan kesehatan, termasuk primer,
kekambuhan, rawat inap medis, rawat inap psikiatris dan perawatan
kesehatan mental rawat jalan.8

Kepatuhan
Tatalaksana ketidakpatuhan merupakan salah satu jalur potensial
kondisi depresi dapat mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien
GGK. Kepatuhan pengobatan pada pasien GGK cukup kompleks, di mana
pasien harus mematuhi jadwal dialisis, resep obat dan rejimen diet yang
ditentukan. Mengukur kepatuhan pada pasien ESRD memiliki kesulitan
tersendiri. Sebagian besar penelitian menunjukkan hubungan pengaruh
depresi dan penanda laboratorium serta perilaku kepatuhan yang buruk pada
pasien dialisis.9
Gambar 1. Hubungan kompleks antara penyakit ginjal kronis dan Ketaatan pada diet adalah area penting karena status gizi terbukti
depresi
8
secara signifikan berdampak pada perjalanan dan luaran ESRD. Depresi
dikaitkan dengan gangguan nutrisi pada pasien dialisis,9 dengan tingkat
Mengapa Depresi pada Pasien GGK Penting? ketidakpatuhan terhadap diet yang ditentukan dan rekomendasi pembatasan
Berbagai bukti menunjukkan bahwa depresi klinis dan gejala depresi cairan sekitar 50%. Terapi anti-depresan dalam hubungannya dengan
subklinis dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk luaran klinis yang psikoterapi mendukung peningkatkan status gizi pada individu yang depresi
merugikan pada pasien GGK. Hasil negatif ini termasuk peningkatan mortalitas dengan GGK.9

14 15
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Selain itu, pasien depresi yang menjalani terapi dialisis juga secara Terapi Farmakologis Depresi pada GGK
signifikan lebih mungkin untuk menarik diri dari pengobatan11 dibandingkan Tabel 1. Penggunaan Antidepresan pada Pasien GGK
pasien dialisis yang tidak mengalami depresi.

Kualitas Hidup
Kualitas hidup terkait kesehatan (HRQOL) secara signifikan menurun
pada pasien dengan ESRD. Selain itu, HRQOL telah dikaitkan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Depresi telah ditemukan memiliki
dampak negatif yang mendalam pada HRQOL pada pasien GGK.7 Depresi
dapat berdampak pada HRQOL dalam beberapa cara. Pasien dengan depresi
ditemukan memiliki dua hingga tiga kali lipat gejala medis dibandingkan
8
dengan kontrol tanpa depresi.

Aspek Klinik Depresi pada Pasien GGK


Depresi sering kurang terdiagnosis pada pasien dengan penyakit fisik
serius dan tidak terkecuali GGK. Ada banyak penyebabnya: kurangnya
pengetahuan atau kepercayaan ketika bertanya tentang gejala kesehatan
mental; fokus baik dari staf medis dan pasien hanya pada gejala fisik saja.
Masalah tambahan adalah tumpang tindih antara gejala fisik dan depresi
pasien-pasien dengan penyakit medis yang mendasari. Secara khusus, gejala
depresi seperti: agitasi psikomotor atau retardasi, perubahan selera dan berat
badan, gangguan tidur, dan nyeri dan nyeri sering sulit dibedakan dari
anoreksia, gangguan tidur dan neuropati sekunder akibat ESRD yang
mendasari, terutama ketika uraemia hadir.
Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi
potensi depresi pada pasien ESRD termasuk anemia, gangguan elektrolit, efek
samping dari mediasi dan gejala dari penyakit sistemik lainnya. Diagnosis
depresi pada pasien dengan komorbiditas GGK harus lebih bergantung pada
fitur psikologis, seperti anhedonia, rasa bersalah, kehilangan harga diri,
7
keputusasaan dan ide bunuh diri. Wawancara klinis terstruktur
memungkinkan untuk pemeriksaan yang lebih menyeluruh dari kognitif
pasien, dan dianggap sebagai metode baku emas untuk membedakan gejala
depresi dari keluhan somatik.

16 17
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Terapi Olahraga.
Ada banyak bukti hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan suasana
hati seseorang. Program latihan fisik, bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi
fisik, risiko kardiovaskular dan kemanjuran dialisis, juga dapat memiliki efek
menguntungkan pada gejala depresi dan berbagai ukuran HRQOL di pasien
14
dengan GGK.
Mengubah Rejimen Dialisis.
Hubungan peningkatan frekuensi dialisis dengan tingkat depresi masih belum
jelas.

Daftar Pustaka
1. World Health Organization, World Suicide Prevention Day 2012. Available from:
Http://www.who.int/mediacentre/events/
annual/world_suicide_prevention_day/en/. [Last accessed on 2017 Jun 01].
2. Murray CJ, Lopez AD. Global mortality, disability, and the contribution of risk
factors: Global burden of disease study. Lancet 1997;349:1436-42.
3. Fischer MJ, Xie D, Jordan N, et al. Factors associated with depressive symptoms
and use of antidepressant medica- tions among participants in the Chronic Renal
Insufficiency Cohort (CRIC) and Hispanic-CRIC Studies. Am J Kidney Dis.
2012;60:27–38.
4. Palmer S., Vecchio M., Craig J.C. Prevalence of depression in chronic kidney
disease: systematic review and meta-analysis of observational studies. Kidney
Int. 2013;84:179–191.
5. Belayev L.Y., Mor M.K., Sevick M.A. Longitudinal associations of depressive
Terapi Non-farmakologis symptoms and pain with quality of life in patients receiving chronic hemodialysis.
Cognitive Behavioural Therapy (CBT) Hemodial Int. 2015;19:216–224.
Cognitive behavioural therapy (CBT). CBT adalah terapi berbasis bukti 6. Cohen SD, Norris L, Acquaviva K, et al. Screening, diag- nosis, and treatment of
yang terdokumentasi dengan baik untuk pengobatan depresi. Bagi mereka depression in patients with end- stage renal disease. Clin J Am Soc Nephrol.
2007;2: 1332–1342.
yang berada di rumah sakit umum, CBT mungkin juga memiliki manfaat di luar
7. Hedayati SS, Yalamanchili V, Finkelstein FO. A practical approach to the treatment
pengobatan depresi, termasuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan of depression in patients with chronic kidney disease and end-stage renal
12
mengurangi keparahan rasa sakit dan gejala lainnya. Kemampuan CBT untuk disease. Kidney Int. 2012;81:247–255.
mengubah sikap terhadap penyakit juga sangat relevan, mengingat bahwa 8. Katon WJ (2011) Epidemiology and treatment of depression in patients with
pandangan negatif tentang penyakit terbukti terkait dengan skor BDI yang chronic medical illness. Dialogues in Clinical Neuroscience 13: 7–23.
lebih tinggi.13 9. Koo JR, Yoon JW, Kim SG, et al. (2003) Association of depression with malnutrition
in chronic hemodialysis patients. American Journal of Kidney Diseases 41:
1037–1042.

18 19
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

10. Watnick S, Kirwin P, Mahnensmith R, et al. (2003) The prevalence and treatment MANAGEMENT OF GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
of depression among patients starting dialysis. American Journal of Kidney
Diseases 41: 105–110. Putut Bayupurnama
11. Lacson E Jr, Li NC, Guerra-Dean S, et al. (2012) Depressive symptoms asso- ciate Sub Bagian Gastroenterologi & Hepatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FK-
with high mortality risk and dialysis withdrawal in incident hemo- dialysis UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
patients. Nephrology, Dialysis, Transplantation 27: 2921–2928.
12. Lloyd GG and Guthrie E (2007) Handbook of Liaison Psychiatry. New York:
Cambridge University Press.
13. Guzman SJ and Nicassio PM (2003) The contribution of negative and positive Pendahuluan
illness schemas to depression in patients with end-stage renal disease. Journal of Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu keadaan yang
Behavioral Medicine 26: 517–534. timbul apabila terjadi refluks isi lambung ke dalam esofagus yang
14. Greenwood SA, Lindup H, Taylor K, et al. (2012) Evaluation of a prag- matic menyebabkan gejala yang sangat mengganggu
exercise rehabilitation programme in chronic kidney disease. Nephrology,
Dialysis, Transplantation 27 Suppl 3: iii126–134.

Gambar 1. Definisi GERD dan sindrom-sindrom yang menyertainya menurut


Klasifikasi Montreal (Vakil et al, 2006)

(troublesome symptoms), dengan/tanpa komplikasi. Berdasarkan klasifikasi


Montreal, maka penyakit ini dikelompokkan menjadi sindroma esofagus dan
sindroma ekstra- esofageal.

20 21
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Pada kelompok sindroma esofagus dikenal dengan sindroma simtomatik yang Tabel 1. Kuesioner GERD-Q
tipikal refluks yang berupa heartburn dan regurgitasi, serta sindroma nyeri
No Pertanyaan Frekuensi skor (poin) untuk gejala
dada refluks (lihat Gambar 1). 0 hari 1 hari 2-3 hari 4-7 hari
1. Seberapa sering anda mengalami perasaan 0 1 2 3
Diagnosis GERD terbakar di dada anda (heartburn)?
Pendekatan cost effective dalam penatalaksanaan GERD merupakan 2. Seberapa sering anda mengalami naiknya isi 0 1 2 3
hal yang sangat penting mengingat terapi GERD bersifat jangka panjang. perut ke dalam tenggorokan/mulut anda
(regurgitasi)?
Berdasarkan publikasi yang ada hingga tahun 2005, maka kasus GERD di Asia 3. Seberapa sering anda mengalami nyeri ulu 3 2 1 0
relatif lebih rendah dibanding peningkatan kasus di Eropa dan Amerika hati?
Serikat, namun perlu studi yang komprehensif dalam upaya mengetahui profil 4. Seberapa sering anda mengalami mual? 3 2 1 0
GERD di Indonesia mengingat karakter multi etnis negeri ini. 5. Seberapa sering anda mengalami kesulitan 0 1 2 3
tidur malam oleh karena rasa terbakar di dada
Penegakan diagnosis GERD menjadi awal dari langkah penting untuk
dan/atau naiknya isi perut?
mencapai penatalaksanaan yang cost effektif. Dikenal beberapa tehnik 6. Seberapa sering anda meminum obat 0 1 2 3
pemeriksaan diagnosis GERD, yang dikelompokkan menjadi tes untuk tambahan untuk rasa terbakar di dada
mengetahui refluks (monitor pH intraesophagheal, monitor bilirubin dan/atau naiknya isi perut, selain yang
ambulatorik-bile reflux, monitoring pH dan impedans – non refluks), tes untuk diberikan oleh dokter anda? (seperti Mylanta,
Promag , Polysilane?)
menilai gejala GERD (PPI test, monitoring pH intraesophageal dengan analisa
gejala), tes untuk menilai kerusakan mukosa esofagus (endoskopi atas, biopsi
mukosa esofagus, barium esofagogram), dan tes untuk menilai fungsi Kuesioner ini dapat diisi oleh pasien sendiri dan menggunakan batas
esofagus (manometri esofagus, impedans esofagus, barium esofagogram angka/skor lebih besar dan sama dengan 8 (≥ 8) untuk memastikan 80%
dengan fluoroskopi). Disamping itu ada satu cara lain yang relatif juga kemungkinan diagnosis GERD.
sederhana dan mampu menegakkan diagnosis, mengidentifikasi GERD yang Dari berbagai cara penegakan diagnosis GERD di atas , maka cara yang
mengganggu (disrupting GERD), serta berguna untuk mengevaluasi hasil relatif sederhana dan efektif dalam menegakkan diagnosis adalah dengan
terapi GERD, yaitu kuesioner GERD- Q (lihat Tabel 1). menggunakan tes proton pump inhibitor (PPI test) dan GERD-Q pada pasien-
Keluhan GERD perlu dideferensiasi dengan sebab-sebab lain pasien dengan gejala tipikal GERD (heartburn dan regurgitasi) yang tanpa
mengingat keluhan yang tipikal hanya dua yaitu heartburn dan regurgitasi , disertai tanda-tanda alarm (alarm symptoms), yang berupa disfagia progresif;
yang dalam praktek klinik pasien seringkali tidak bisa menerangkan odinofagia; penurunan berat badan tak dikehendaki, anemia awitan baru,
keluhannya dengan spesifik. Non-cardiac chest pain (NCCP) pada sebuah studi hematemesis dan/atau melena; riwayat keluarga keganasan lambung
berbasis komunitas menemukan bahwa 53% dari seluruh pasien NCCP dan/atau esofagus; penggunaan OAINS kronik; dan usia lebih dari 40 tahun di
mengeluhkan heartburn dan 58% regurgitasi asam. Studi dengan pH-metri daerah prevalensi kanker lambung tinggi.
menunjukkan separuh pasien NCCP mengalami paparan asam abnormal pada Pemeriksaan PPI test adalah dengan memberikan obat PPI pada
esofagus. Penelitian lain juga menemukan gejala GERD dan IBS sering pasien yang dicurigai GERD selama 1-2 minggu. Apabila gejala GERD
ditemukan overlap. menghilang dan setelah obat dihentikan gejala muncul kembali, maka
diagnosis GERD tegak. Endoskopi hanya dilakukan bila pasien yang dicurigai

22 23
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GERD disertai gejala-gejala yang bersifat tanda alarm. Tindakan biopsi esofagus. Apabila butuh terapi jangka panjang maka diupayakan pemberian
esofagus untuk tujuan diagnosis GERD juga tidak dianjurkan, demikian juga dosis terendah yang memberikan respon, termasuk di sini cara on demand dan
dengan skrining Helicobacter pylori. Pemeriksaan esofagogram dengan intermiten. H2 receptor antagonist (H2RA) dapat membantu untuk
barium juga tidak direkomendasikan untuk penegakan diagnosis GERD. ditambahkan saat malam hari pada pasien dengan PPI siang hari dengan
disertai gejala GERD malam hari, namun H2RA cenderung terjadi
Penatalaksanaan GERD takhiphilaksis dalam beberapa minggu terapi. Obat PPI aman untuk ibu hamil.
Penekanan tingkat keasaman lambung menjadi pilihan terapi saat ini, Indonesia membuat suatu panduan manajemen GERD yang
berhubung frekuensi terjadinya gejala refluks berhubungan dengan lamanya menggunakan GERD-Q dan PPI test sebagai sarana awal diagnosis untuk
esofagus terpapar asam lambung dengan pH dibawah 4 (pH<4) , dan PPI menegakkan GERD (lihat Gambar 2 dan 3)
(esomeprazole, rabeprazole, lansoprazole, pantoprazole, omeprazole)
menjadi obat pilihan terapi yang cost-effective untuk GERD. Target dari terapi
GERD adalah menyembuhkan dari gejala-gejala yang terkait dengan GERD,
menyembuhkan esofagitis yang terjadi, mempertahankan remisi, dan
mengobati atau mencegah komplikasi, sehingga tercapai perbaikan kualitas
hidup pasien. Target pH asam lambung yang harus dicapai untuk memberikan
efek terapeutik terhadap GERD adalah tercapainya pH> 4 dan juga lama waktu
pH>4 tersebut dapat dipertahankan. Esomeprazole dibandingkan PPI lainnya
mempunyai kemampuan mempertahankan pH > 4 terlama, yaitu 15 jam,
dibandingkan PPI lain yang hanya sekitar 11-13 jam; disamping itu juga paling
cepat mengurangi gejala pada hari pertama minum obat dan juga lebih cepat
mencapai tahap bebas keluhan heartburn dan lebih lama mempertahankan
remisi. Terapi PPI dianjurkan diawali dengan dosis tunggal 30-60 menit
sebelum makan pagi dan berlangsung selama 8 minggu. Apabila ternyata
belum cukup memberikan respon , maka dosis dapat diberikan dua kali per
hari sebelum makan, seperti pada kasus dengan gejala-gejala GERD malam
hari.
Pada pasien dengan kelebihan berat badan atau obesitas, maka
penurunan berat badan perlu dilakukan dan dapat mengurangi gejala GERD,
sedangkan posisi tidur dengan kepala lebih tinggi dan menghindari makan 2-3
jam sebelum tidur dianjurkan pada pasien dengan GERD nokturnal.
Menghindari secara rutin makanan yang mungkin dianggap menyebabkan
GERD tidak dianjurkan. Setelah gejala GERD terkontrol , maka harus diberikan
pemberian dosis pemeliharaan PPI apabila setelah obat dihentikan gejala Gambar 2. Algoritme terapi berdasarkan proses diagnosis pada pelayanan
muncul lagi dan pada pasien dengan komplikasi esofagitis erosiva dan Barrett kesehatan primer (Konsensus Nasional,2014)

24 25
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

2. The Indonesian Society of Gastroenterology. National Consensus on the


Management of Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia. Acta Med
Indones-Indones J Intern Med 2014; 46:263-271
3. Richter JE. The Many Manifestations of Gastroesophageal Reflux Disease:
Presentation, Evaluation,and Treatment. Gastroenterol Clin N Am 2007; 36 :
577–599
4. Katz PO, Gerson LB, Vela MF. Corrigendum: Guidelines for the Diagnosis and
Management of Gastroesophageal Reflux Disease. Am J Gastroenterol 2013;
108:308 – 328.
5. Malfertheiner P, Nocon M,Vieth M,Stolte M, Jaspersen D, Koelz HR, Labenz J,
Leodolter A, Lind T, Richter K, and Willich SN. Evolution of gastro-oesophageal
reflux disease over 5 years under routine medical care – the ProGERD study.
Aliment Pharmacol Ther 2012; 35: 154–164
6. Fass R and Achem SR. Noncardiac Chest Pain: Epidemiology, Natural Course and
Pathogenesis. J Neurogastroenterol Motil 2011;17:110-123,
7. Hori K, Matsumoto T and Miwa H. Analysis of the Gastrointestinal Symptoms of
Uninvestigated Dyspepsia and Irritable Bowel Syndrome.Gut and Liver
2009;3:192-196

Gambar 3. Algoritme terapi berdasarkan proses diagnosis pada pelayanan


kesehatan sekunder dan tersier (Konsensus Nasional, 2014)

Ringkasan
GERD-Q dan PPI test merupakan cara pendekatan yang sederhana dan
mudah dilakukan pada kasus-kasus GERD dengan gejala tipikal dan tanpa
disertai tanda-tanda alarm, sedangkan proton pump inhibitor masih menjadi
obat pilihan utama terapi GERD dan paling efektif hingga saat ini.

Daftar Pustaka
1. Vakil N, van Zanten SD,Kahrilas P, Dent J,Jones R, and the Global Consensus
Group. The Montreal Definition and Classification of Gastroesophageal Reflux
Disease: A Global Evidence-Based Consensus . Am J Gastroenterol
2006;101:1900–1920

26 27
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

MANAGEMENT OF ASTHMATIC PATIENTS : Menjadi tantangan para klinisi pada semua tingkat pelayanan untuk memahami
masalah tersebut. Diperlukan pendekatan psikosomatik yang bersifat holistik
PSYCHOSOMATIC APPROACH dan eklitik dalam hal mengenali dan menatalaksana penyakit kronik terkait
stres psikologis seperti asma, sehingga didapatkan hasil yang optimal bagi
Muhammad Ali Apriansyah kesehatan pasien asma.
Divisi Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam FK-UNSRI/RSMH
Palembang
Deteksi Dini dan Diagnosis Gangguan Psiksomatik pada Pasien Asma Bronkial
Pendahuluan Mengenali gangguan psikosomatik seperti ansietas dan depresi yang
terjadi pada pasien penyakit kronik seperti asma sangatlah penting. Gejala pada
Sudah sejak lama telah diketahui bahwa asma bronkial diketahui
penyakit kronik terkadang tumpang tindih dengan gejala ansietas dan atau
sebagai suatu penyakit dengan kondisi akibat dampak dari terjadinya distres
depresi, sehingga menyulitkan diagnosis komorbiditas ansietas/depresi pada
psikologis yang berlebihan. Banyak penelitian epidemiologi menyatakan
penyakit kronik. Kepatuhan yang kurang dalam pengobatan, keluhan yang
bahwa gangguan ansietas dan depresi terjadi lebih banyak pada pasien asma
begitu banyak serta kurangnya respon atau tidak terkontrolnya penyakit kronik
dibandingkan populasi umum. Hipotesis terkait hubungan asma dan faktor
tersebut terhadap terapi standar yang diberikan mengindikasikan adanya
psikologis berdasarkan French dan Alexander dijelaskan bahwa asma
gangguan psikosomatik yang terjadi.
merupakan salah satu dari 7 gangguan psikosomatik klasik yang disebabkan
oleh konflik psikologis spesifik. ENVIRONMENTAL DEMANDS
Ansietas dan depresi merupakan gangguan psikosomatik yang sering (Stressors or Life Events)

terdapat bersama-sama dengan penderita asma. Hal tersebut dapat


menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan kualitas APPRAISAL OF DEMANDS
(Adaptive Capacities - Ability to Cope)
hidup pasien asma akibat dampak dari seringnya kekambuhan yang diderita
pasien, sehingga penderita menjadi cemas dan timbul kekhawatiran yang
BENIGN APPRAISAL PERCEIVED STRESS
berlebihan, juga pasien terkadang merasa bosan dengan pengobatan yang
dijalaninya selama ini dan kepatuhan berobat juga menurun, timbul frustasi NEGATIVE EMOTIONAL RESPONSES
dan putus asa. Bahkan diliteratur didapatkan angka sekitar 5-10% penderita
asma berat walaupun telah ditatalaksana dengan terapi standar, difikirkan PHYSICAL RESPONSE BEHAVIORAL RESPONSE
kemungkinan adanya faktor gangguan psikologis yang berperan.
Beberapa penelitian diluar negeri membuktikan adanya korelasi ALTERATIONS IN IMMUNE FUNCTION
bermakna antara kontrol asma yang buruk dengan ansietas dan depresi.
Diantara pasien asma yang berat tidak terkontrol didapatkan hasil bermakna ALTERED INFLAMMATORY RESPONSE
81% gejala cemas dan 31% gejala depresi. Sedangkan di Indonesia, penelitian
di RSMH Palembang yang dilakukan Apriansyah MA dkk, mendapatkan angka
INCREASED RISK OF RESPIRATORY INFECTIONS
depresi ringan (42,5%), depresi sedang (35,0%) dan depresi berat (22,5%)
pada penderita asma yang tidak terkontrol yang berobat jalan di poliklinik
khusus alergi imunologi bagian ilmu penyakit dalam. Angka-angka diatas ASTHMA ACTIVITY ASTHMA EXACERBATIONS
cukup tinggi menunjukkan bahwa gangguan psikosomatik (depresi) pada
penderita asma perlu mendapat perhatian.
Gambar 1. Skema konseptual hubungan stres emosional dan asma

28 29
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Dengan mempergunakan alat kuisioner pada pasien asma bronkial gangguan depresi, dan berkorelasi bermakna antara sensitivitas ansietas dan
dapat dipakai untuk menilai apakah penyakitnya terkontrol baik atau tidak, tingkat keparahan asma.
yaitu Asthma Control Test (ACT). Kuisioner ini merupakan alat monitor asma Ada beberapa penjelasan yang menyatakan bahwa asma, ansietas dan
yang simpel dan mudah digunakan. Kecurigaan didapatkan keadaan pasien depresi mempunyai jalur patofisiologi yang terjadi bersama-sama, yaitu
asma tidak terkontrol, jika skor ACT yang didapatkan kurang atau sama dengan kondisi yang begitu kompleks diakibatkan dari interaksi faktor genetik dan
19. Salah satu penyebab mengapa pasien asma menjadi tidak terkontrol adalah lingkungan. Dengan kata lain bahwa keadaan tersebut akibat adanya
faktor psikis. Maka, setelah itu dapat dilanjutkan dengan skrining untuk “susceptibility genes” yang sama dan/atau faktor resiko lingkungan yang
menegakkan diagnosis gangguan psikosomatik seperti ansietas atau depresi. dilaporkan angka yang tinggi pada keadaan komorbiditas. Selain itu juga bahwa
Penggunaan kuisioner gangguan cemas dan depresi dianjurkan untuk beberapa penelitian pada pasien asma yang dapat terjadi perbaikan melalui
skrining gejala gangguan cemas dan depresi pada pasien penyakit kronik. intervensi psikosomatik dengan cara penatalaksanaan pada depresi dan
Sudah banyak kuisioner depresi yang dapat dipakai dan teruji validitasnya, ansietas yang menyertainya.
yaitu Beck Depression Inventory (BDI), Patient Health Quistionnaire-9 (PHQ-9), Suatu teori kognitif menguraikan bahwa asma menyebabkan
Hamilton Depression Rating Scale (HAM-D), dan Center for Epidemiologic gangguan mental dikarenakan pengalaman serangan berulang dari asma
Studies Depression Scale (CES-D), begitu juga dengan gangguan cemas kita mengakibatkan ketakutan atau katastropik melalui beberapa gejala respirasi
dapat memakai kuisioner khusus skiring gejala cemas, seperti Hamilton dan menimbulkan ansietas sepanjang waktu. Selain itu juga dipertimbangkan
Anxiety Rating Scale (HAM-A), Beck Anxiety Inventory (BAI), Zung Anxiety dari pengalaman dari serangan asma yang tak terduga dapat memicu keadaan
Rating Scale, dan lain-lain. Selanjutnya kita dapat mendiagnosis gangguan putus asa yang menyebabkan depresi. Episode berulang dari hipoksia dan
cemas dan depresi yang mengacu pada kriteria yang dicantumkan dalam hiperkapnia berakibat sirkuit di otak yang memodulasi respon terhadap
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-V (DSM-V) atau ketakutan termasuk yang berada di lokus sereleus dan amigdala menjadi
International Classification Disease -10 (ICD-10). hipereaktif dalam respon terhadap serangan asma atau pengalaman terhadap
sesak.
Hubungan Mekanisme Psikopatologis Gangguan Psikosomatik dan Asma
Pada suatu pusat penelitian, melakukan penelitian jangka panjang
pada 12.944 orang dewasa ditemukan prevalensi asma 9%, dan asma tersebut
berhubungan dengan angka OR 1,41 gejala depresi mempergunakan kuesioner
CES-D. Sebaliknya pada penelitian lain menyatakan kejadian depresi mayor
pada dewasa berhubungan dengan resiko 3-4 kali menjadi asma dibandingkan
pada kelompok yang tidak atau minimal gejala depresi. Sedangkan pada
penelitian fokus pada ansietas, yang melibatkan sampel 15.675 individu
(didapatkan 1403 sampel individu dengan asma), dilaporkan gejala asma
secara bermakna berhubungan dengan ansietas (OR 1,43). Gangguan panik,
gangguan cemas menyeluruh dan fobia merupakan gangguan ansietas yang
sangat berhubungan kuat dengan kejadian asma. Pada suatu penelitian
membandingkan 769 pasien asma dengan 582 orang kelompok kontrol
ditemukan hampir 2 kali lipat peningkatan prevalensi gangguan cemas, dan
angka yang lebih besar didapatkan pada gangguan cemas dibandingkan
Gambar 2. Aksis HPA dan Sistem Respon Stres

30 31
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Stresor yang kronik dan berulang-ulang dapat memicu disregulasi seperti golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dikarenakan
aksis HPA, terjadi perubahan sekresi kortisol dan berakibat pada fungsi organ mempunyai efek samping yang lebih kecil. Begitu juga mekanisme kerja obat
target. Dibawah pengaruh stres kronik, maka respon awal adaptif antiansietas yang terdiri dari golongan benzodiazepin dan golongan non-
hiperkortisolisme berubah sepanjang waktu menjadi hipokortisolisme benzodiazepin, harus difikirkan manfaat dan kerugiannya jika diberikan pada
dikarenakan adanya mekanisme proteksi metabolik. Keadaan ini pasien asma.
memudahkan peningkatan regulasi imunitas selular dalam meningkatkan 2. Non-Farmakologi
produksi sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL-6 dan IL-12. Sitokin- Intervensi pada masalah psikologis berperan sama pentingnya
sitokin tersebut menyebabkan aktivasi berlebihan tidak hanya dengan dengan intervensi lainnya. Terapi relaksasi, terapi menulis (therapeutic
menekan produksi sitokin inflamasi humoral (IL-4 dan IL-10), tetapi juga writing), bio-feedback dapat dikerjakan. Pada suatu meta-analisis sejumlah
menekan fungsi limfosit dan mengganggu sinyal sel T. Akibatnya adalah penelitian yang melakukan psikoterapi berupa edukasi dan Cognitive
penambahan sejumlah jalur inflamasi dan peningkatan kerentanan terjadinya Behavioural Therapy (CBT) pada penderita asma mendapatkan hasil yang baik.
penyakit inflamasi, termasuk asma bronkial, gangguan mood (depresi), Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa pendekatan terhadap
penyakit autoimun, keganasan, sidroma fatiq kronik, sindroma nyeri kronik, tatalaksana pasien asma tidak hanya obat farmakologi (bio), tetapi juga
obesitas dan fibromialgia. menatalaksana pasien juga dengan pendekatan secara Psiko-Sosio-Kulturo-
Spiritual. Menciptakan hubungan yang baik antara dokter-pasien,
Tatalaksana Pendekatan Psikosomatik memberikan kesempatan pasien mengutarakan keluhan dan konfliknya
Dalam penatalaksanaan penyakit kronik terkait gangguan psikologis (ventilasi), melakukan edukasi serta meyakinkan pasien bahwa penyakitnya
seperti asma bronkial haruslah dengan pendekatan terapi paripurna (holistik), dapat diobati dan dikontrol dengan hasil yang baik bila pasien dapat bekerja
yaitu memperhatikan segi-segi fisik dan segi psikososial atau lebih tepatnya sama dalam mengendalikan penyakitnya. Pendekatan agama sangat
dengan pendekatan BIO-PSIKO-SOSIO-KULTURO-SPIRITUAL. membantu memperbaiki kecemasan yang diderita pasien, meningkatkan
1. Farmakologi stabilitas emosi dan keyakinan. Sehingga pasien dapat menerima keadaan dan
Pengobatan terhadap gejala-gejala asma secara fisik diberikan mengendalikan kecemasan serta keputusasaan.
pengobatan standar yang sudah baku sesuai dengan tingkatan beratnya
penyakitnya (bronkodilator, kortikosteroid, dan sebagainya). Sedangkan Simpulan
psikofarmakoterapi ditujukan pada peran reseptor yang spesifik dan Asma bronkial diketahui sebagai suatu penyakit dengan kondisi
pentingnya pemilihan obat secara selektif agar terapi menjadi rasional dan akibat dampak dari terjadinya distres psikologis yang berlebihan. Ansietas dan
hasilnya optimal. Pemilihan obat antiansietas atau antidepresan pada pasien depresi merupakan gangguan psikosomatik yang sering terdapat bersama-
asma harus mempertimbangkan efektifitas obat, tolerabilitas, keamanan dan sama dengan penderita asma. Hal tersebut dapat menyebabkan gangguan
efek samping obat, interaksi dengan obat-obat lain dan kemudahan. aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien asma.
Mekanisme kerja antidepresan adalah mempengaruhi Pendekatan psikosomatik pada talaksana penyakit kronik terkait
neurotransmiter aminergik. Antidepresan yang bekerja selektif akan gangguan psikologis seperti asma bronkial sangatlah penting. Dengan
mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan antidepresan pendekatan Bio-Psiko-Sosio-Kulturo-Spiritual diharapkan hasil yang optimal
spektrum luas. Pemakaian antidepresan seperti golongan trisiklik yang yaitu menurunkan angka morbiditas, mortalitas dan peningkatan kualitas
bersifat spektrum luas tidak dianjurkan pada pasien asma dikarenakan efek hidup pasien asma bronkial.
antikolinergiknya. Dianjurkan pemakaian antidepresan yang bekerja selektif,

32 33
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Daftar Pustaka 14. Leonard B. Clinical implications of mechanisms of action antidepressants.


1. Battermean ED, Hurd SS, Baunes PJ. Global strategy for asthma management ATP 2000;6:178-86
and prevention. GINA executive summary. Eur Respir J 2008;31(1):143-78 15. Betancourt-Pena J, Castro-Valencia DM, Garcia S, Orozco-Leyton ML, Avila-
2. Israel E, Reddel HK. Severe and difficult-to-treat asthma in adults. N Engl J Valencia JC, Benavides-Cordoba V. Impact of pulmonary rehabilitation and
Med 2017;377:965-76 eduational component in patients with severe asthma. Ann Med Health Sci
3. De Carvalho-Pinto RM, Cukler A, Angelini L. Clinical characteristic and Res 2018;8:122-27
possible phenotypes of an adult severe asthma population. Respir Med 16. Prapa T, Porpodis K, Fouka E, Domvri K, Zarogoulidis P, Chasapidou G et al. The
2012;106:638-44 role of psychological factors in the management of severe asthma in adult
4. Apriansyah MA, Putranto R, Shatri H, Salim EM. Correlation depression and patients. Pneumon 2017;30(4):236-42
tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) level in uncontrolled bronchial asthma
patients. JPDI 2016;3(2):18-24
5. Sakellariou AG, Papadopoulos NG. Stress, infection and asthma. Current
Allergy & Clinical Immunology 2008;21(2):70-4
6. Nathan RA, Sorkness CA, Kosinski M, Schatz M, Li JT, Marcus P, et al.
Development of the Asthma Control Test: a survey for assessing asthma
control. J Allergy Clin Immunol 2004;113:59-65
7. American Psychiatric Association. The Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders DSM-V. Washington, DC: American Psychiatric Association;
2013
8. Troyan TD, Khan DA, DeFina LF, Akpotaire O, Goodwin RD, Brown ES. Asthma
and depression: the Cooper Center Longitudinal Study. Ann Allergy Asthma
Immunol 2014;112:432-36
9. Han YY, Forno E, Marsland AL, Miller GE, Celedon JC. Depression, asthma, and
bronchodilator response in a nationwide study of US adults. J Allergy Clin
Immunol Pract 2016;4(1):68-73
10. Gada E, Khan DA, DeFina I, Brown ES. The relationship between asthma and
self-reported anxiety in a predominantly adult population. Ann Allergy
Asthma Immunol 2014;112:329-32
11. Lieshout RJ, Beinenstock J, MacQueen GM. A review of candidate pathways
underlying the association between asthma and major depressive disorder.
Psychosomatic Medicine 2009;71:187-95
12. Guilliams T, Edwards L. Chronic stress and the HPA axis: clinical assessment
and therapeutic considerations. A review of natural and nutarcetical
therapies for clinical pracice 2010;9(2):1-12
13. Bardin PG, Rangaswamy J, Yo SW. Managing comorbid conditions in severe
asthma. MJA 2018;209(2 Suppl):11-17

34 35
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

DYSPEPSIA FUNCTIONAL: UPDATE IN DIAGNOSIS AND epidemiologi serta gambaran klinis antara Timur dan Barat, yang akan
berpengaruh dalam tatalaksana DF. Di negara Barat gejala sub grup “ulcer-like”
TREATMENT dan “reflux-like” lebih dominan, sedangkan di negara Timur sub grup
“dysmotility-like-dyspepsia” dominan. Karena adanya perbedaan tersebut
Neneng Ratnasari patofisiologi DF dapat didasarkan pada: Delayed Gastric Emptying, Gastric
Sub Bagian Gastroenterologi & Hepatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
FK-UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Accommodation, Gastric Hypersensitivity, Duodenal Hypersensitivity to Acid,
Postinfectious Functional Dyspepsia, Inflammation and Immune Activation,
Duodenal Eosinophilia, Helicobacter pylori Infection, Psychosocial Factors.1
Faktor yang terlibat dalam patofisiologi dispepsia fungsional dapat dilihat
Pendahuluan
pada gambar 1.
Dispepsia merupakan sekumpulan simptom yang berasal dari saluran
cerna bagian atas, relatif tidak spesifik, tidak membahayakan, terkadang
terdapat gejala-gejala yang bersamaan. Perlu adanya pendekatan klinis untuk Faktor lain:
membedakan dispepsia fungsional (DF) dengan dispepsia organik. Angka A. Faktor diet dan gaya hidup
prevalensi DF berkisar antara 10% hingga 30%, global prevalensi di komunitas (tobacco, alkohol, obat anti
sekitar 21%. Satu dari 10 orang menderita dispepsia fungsional, yang secara infamasi non-steroidal)
klinik ditunjukkan adanya gejala yang mengganggu seperti: rasa cepat B. Faktor-faktor psikososial (stress,
kenyang, atau postprandial fullness, atau epigastrik terasa sakit atau terasa anxietas, dan depresi
panas. Postprandial distress syndrome (PDS) adalah adanya keluhan rasa cepat
kenyang dan/atau postprandial fullness. Sedangkan epigastric pain syndrome
(EPS) ditunjukkan dengan adanya peningkatan keluhan nyeri perut bagian Gambar 1. Beberapa faktor yang terlibat dalam Patofisiologi dispepsia fungsional.1
atas. Diagnosis DF ditegakkan berdasarkan riwayat klinis serta terbukti tanpa
adanya lesi gaster (ulkus peptic dan kanker gaster) berdasarkan pemeriksaan
gastroskopi. Kondisi lain yang harus dipertimbangkan adalah: adanya refluks
gastroesofageal, infeksi H.pylori serta duodenal eosinofilia. Terapi supresi
asam merupakan terapi utama untuk EPS, sedngkan untuk PDS terapi
prokinetik lebih diutamakan. Terapi lini kedua termasuk pemberian suatu
tricyclic antidepresan dosis rendah, atau non selective serotonin reuptake
1,2
inhibitor.

Etio-patogenesis
Patofisiologi dari FD sesungguhnya masih banyak diperdebatkan belum ada
kesepakatan dikarenakan adanya gejala yang heterogen dan simptom yang
bervariasi yang tentu saja berbeda mekanisme patofisiologinya. Pada
dasarnya keluhan berasal dari lambung walaupun ada juga yang muncul di
duodenum. Selain itu adanya perbedaan geografi merupakan variabel yang
penting dalam patofisiologi dispepsia. Ada perbedaan prevalensi, definisi, Gambar 2. Mekanisme yang berkontribusi dalam kejadian dispepsia fungsional (2)

36 37
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Terdapat beberapa faktor penyebab yang berkontribusi dalam Drossman (2016) mengemukakan tentang konsep Biopsikososial
munculnya keluhan dispepsia, yakni: lingkungan, fisiologi, psikologik dan Model pada pathogenesis, perjalanan klinik dan efek dari penyakit fungsional
biologik (gambar 2). Beberapa hal yang relevan adalah: simptom yang dipicu saluran cerna sesuai dengan kritrtia Roma IV. Adanya hubungan yang erat
dengan makanan (mayoritas), gastric perturbation, duodenal perturbation, antara factor awal kehidupan yang akan berpengaruh terhadap lingkungan
infeksi, Brain-gut disturbances dan genetik. Infeksi dan makanan merupakan psikososial secara individual, fungsional fisiologik sesuai dengan interaksi
etiologi yang paling dominan dan bersifat individual. Sebagian besar keluhan secara antara saluran cerna dengan otak (brain-gut axis). Kondisi ini akan
4
meningkat (80%) muncul 15 menit setelah makan dengan simptom yang berpengaruh pada penampakan klinik maupun keluaran klinik. Secara
bervariasi (epigastric pain syndrome /EPS). Makanan tinggi lemak dapat skematik dapat dilihat pada gambar 4.
memperlambat pengosongan lambung sehingga dapat menimbulkan gejala
dispepsia, begitu pula makan terlalu cepat dan tidak teratur juga
menimbulkan dispepsia. Gangguan hormone pencernaan juga berperan
dalam kejadian DF, terbukti adanya peningkatan cholecystokinin dan
(1,2)
ghrelin.
Berbagai model dikembangkan untuk menerangkan patofisiologi
dispepsia fungsional. Gambar 3, menjelaskan bagaimana orang sehat dapat
megalami FD karena berbagai factor pencetus atau etiologi yang mungkin
dapat saling tumpang tindih untuk memunculkan gejala, mulai dari gejala yang
dispepsia ringan hingga dispepsia berat karesa adanya factor psikologis (stress,
3
kecemasan, depresi hingga gangguan somatisasi).

Gambar 4. Konsep Biopsikososial dari pathogenesis, penampakn klinik dan


efek dari kelainan fungsional gastrointestinal.4

Brain-Gut axis berperan dalam keterkaitan patofisiologi dispepsia


fungsional dengan visceral hypersensitifitas. Pasien dispepsia fungsional akan
terjadi hipersensitifitas visceral yang ditunjukkan dengan adanya aktivasi
system nyeri di gyrus lateral dan inferior-frontal pada tekanan distensi yang
ringan. Akan tetapi tidak ada satupun dari system nyeri medial yang
teraktivasi. System nyeri lateral diantaranya adalah: insula, periaquaeductal
grey (PAG), primary somato-sensory cortex (SI), serta secondary somato-
sensory cortex (SII). Sedangkan sistem nyeri medial diantaranya adalah:
Gambar 3. Patofisiologi Dispepsia fungsional 3 anterior cingulum (ACC) dan prefrontal cortex (PFC). Karakteristik nyeri lateral
adalah: terlokalisir, berkualitas dan instensif; sedangkan karakteristik nyeri
5,6
medial adalah affektif contohnya pada pasien dengan anxietas dan attensi.

38 39
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Patomekanisme brain-gut axis dan gangguan fungsi saluran cerna dapat diantaranya adalah: nyeri perut bagian atas dan lambung terasa kram. Secara
7
dilihat pada gambar 4. skematik dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Patomekanisme brain-gut axis dan gejala klinis dispepsia Gambar 6. Definition of functional dyspepsia according to the Rome IV
5,6
fungsional criteria.7

Diagnosis Tabel 1. Gejala klinis dan relevansi faktor-faktor patofisiologikal pada


Diagnosis dispepsia dapat ditegakkan berdasarkan munculnya satu Dispepsia Fungsional7
atau lebih keluhan dispepsia yang persisten atau kumat-kumatan lebih dari 3
bulan dalam waktu 6 bulan terakhir, serta tidak ada penyakit organik Pathophysiologically relevant factors
Motility disorders - Impaired volume accommodation of the fundus
(struktural) yang dapat menerangkan gejala yang berasal dari regio gastro- - Disproportionate volume distribution in the stomach (too much in the
duodenal. Diagnosis dan klasifikasi Functional gastrointestinal disorders antrum, too little in the fundus)
(FGIDs) didasarkan pada Kriteria Roma. Kriteria Roma mengalami perubahan - Low volume uptake in drinking test
- Antral hypomotility and ↓ antral migratory motor complex es (phase III
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan Kriteria of interdigestive motoricity)
Roma IV (2016), FGIDs disebut sebagai disorders of gut-brain interaction - Uncoordinated antroduodenal motility
(DGBI), yang didapat diterapkan pada multi kultural dan dapat diaplikasikan - Increased postprandial duodenal motility
- Insufficient inhibitory components of the perista ltic reflex in the small
secara klinik. Dispepsia fungsional (DF) dapat dibedakan menjadi dua yaitu: intestine
postprandial distress syndrome (PDS) dan epigastric pain syndrome (EPS).7-11 Sensorimotor - Reduced excitability of enteric nerves in the duodenum
Makanan yang dimakan dapat memunculkan simptom tidak hanya disorders - Gliosis in the duodenal submucous plexus
- ↓Parasympathetic tonus
rasa penuh paska makan (postprandial fullness) dan cepat kenyang (early - ↑ Acid sensitivity in the duodenum
satiety), tetapi juga dapat memunculkan gejala nyeri atau rasa terbakar dan - ↑ Fat sensitivity in the duodenum associated with ↑ CCK sensitivity
mual setelah makan, biasanya tidak disertai muntah. Gejala klinis atau - ↑ Starved and postprandial CCK concentration but ↓ PYY concentration
- ↓ CgA+ enteroendocrine cells in the duodenum
simptom dispepsia fungsional seringkali mengalami tumpang tindih antara Visceral - ↑ Sensitivity after stomach expansion (on an empty stomach and after a
tipe PDS dengan EPS). Simptom PDS diantaranya adalah: kembung, cepat hypersensitivity meal)
penuh, mual, muntah dan hilang nafsu makan. Sedangkan simptom EPS - ↑ Sensitivity after duodenal, jejunal, and rectal expansion

40 41
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Postinfectious - ↑ CD8+ cytotoxic T cells CD 68+ and CCR2+ macrophages Terapi


plasticity of the - ↓ CD4+ T-helper cells in the duodenum Perencanaan terapi dispepsia fungsional pertama kali didasarkan
duodenum
Immune activation - ↑ GDNF, eosinophilic granulocytes and macrophages in duodenal
pada simptom klinik EPS atau PDS dan sudah disingkirkan dispepsia organik
mucosal biopsy samples dan penyakit organ yang memunculkan simptom nyeri abdominal. Perubahan
- ↑ Degranulation of the eosinophilic granulocytes in the duodenum pola makan dengan konsumsi makanan regular dalam jumlah lebih sedikit tapi
- TH2-mediated response in the duodenum
- ↑ GDNF and NGF expression in the H. pylori-positive gastric mucosa
sering serta pengurangan asupan lemak. Mengurangi kecemasan dan
Dysfunctional - ↑ Permeability in the proximal small intestine penyebab psikologis lain sering kali dapat membantu mengurangi simptom.
intestinal barrier Apabila diperlukan intervensi psikologik dapat lakukan apabila keluhan
Genetic - ↑ GNβ3-TT genotype (increased signal transduction between receptor
predisposition and target protein)
menetap.2
- ↓CCK-A receptor CC genotype
Biopsychosocial - ↑ Anxiety, depression, somatization, neuroticism Tabel 3. Alternatif Terapi untuk Dispepsia Fungsional2
factors - ↑ Experience of abuse, stressful life events
- ↓ Functional connectivity of brain regions
Altered microbiota - ↑ Prevotella
Therapeutic Efficacy Subgroup most likely
- Helicobacter pylori intervention to benefit
Helicobacter pylori Superior to placebo EPS
eradication
Gejala klinis dan gangguan fungsional yang dikaitkan dengan substrat- Proton pump inhibitors Superior to placebo EPS
H2-receptor antagonists Superior to placebo EPS
substrat yang berpengaruh pada patofisiologi dispepsia fungsional dapat
Acotiamide Superior to placebo PDS
dilihat pada tabel 1. Dan kriteria Rome IV tentang klasifikasi Functional Buspirone Superior to placebo PDS
Gastrointestinal Disorders–Disorders of Gut-Brain Interaction dapat dilihat Antidepressants-TCAs Superior to placebo if normal EPS
pada table 2. gastric emptying
Antidepressants-SSRI, No better than placebo -
SNRI
Tabel 2. Rome IV Classification of the Functional Gastrointestinal
8-11 Antacids No better than placebo -
Disorders–Disorders of Gut-Brain Interaction. Bismuth salts No better than placebo -
Sucralfate No better than placebo -
A. Esophageal disorders EPS, epigastric pain syndrome; PDS, postprandial distress syndrome; TCA, tricyclic
A1. Functional chest pain A4. Globus antidepressant; SSRI, selective serotonin reuptake inhibitor; SNRI, selective
A2. Functional heartburn A5. Functional dysphagia norepinephrine reuptake inhibitor.
A3. Reflux hypersensitivity
B. Gastroduodenal disorders
B1. Functional dyspepsia B3. Nausea and vomiting disorders
B1a. Postprandial distress syndrome B3a. Chronic nausea vomiting syndrome Endoskopi diperlukan untuk menyikirkan kelainan organ pada regio
B1b. Epigastric pain syndrome B3b. Cyclic vomiting syndrome esofago-gastro-duodenal. Beberapa jenis terapi yang dapat diberikan pada
B3c. Cannabinoid hyperemesis syndrome
kasus dispepsia fungsional dapat dilihat pada tabel 3. Beberapa algoritme
B2. Belching disorders B4. Rumination syndrome
B2a. Excessive supragastric belching tatalaksana farmakologik dan non farmakologik untuk dispepsia fungsional
B2b. Excessive gastric belching dapat dilihat pada gambar 6, 7 dan 8.

42 43
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Gambar 9. Nasional Konsensus Algorithma tatalaksana pasien dispsepsia di


12
Gambar 7. Algoritma terapi pasien Dispepsia Fungsional. tingkat layanan kesehatan (A) dan tatalaksana dispepsia fungsional (B) di
13
(FD, functional dyspepsia; H2RA, histamine type-2 receptor antagonist; Hp, Indonesia.
Helicobacter pylori; PPI, proton pump inhibitor)

Gambar 10. Algorithma tatlaksana Dispepsia yang belum terdiagnosis (A) dan
Gambar 8. Pendekatan Asesmen dan Tatalaksana Dispepsia.1 Dispepsia Fungsional (B) berdasarkan ACG and CAG Clinical Guideline 2017. 14

44 45
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Ringkasan 12. Yamawaki H., Futagami S., Wakabayashi M, Sakasegawa N., Agawa S., etal. 2018.
Dispepsia fungsional merupakan penyakit saluran cerna bagian atas Management of functional dyspepsia: state of the art and emerging therapies.
yang keluhannya sering ditemukan di masyarakat. Diagnosis DF didasarkan Ther Adv Chronic Dis 9(1) 23–32.
pada tidak adanya kelainan secara organik yang dapat dibuktikan melalui 13. Syam AF., Simadibrata M., Makmun D., Abdullah M., Fauzi A., Renaldi K., etal.
2017. National Consensus on Management of Dyspepsia and Helicobacter pylori
pemeriksaan endoskopi. Hipotesis Brain-Gut axis terbukti berkaitan dengan
Infection. Acta Med Indones - Indones J Intern Med 49 (3): 279-287.
etiopathogenesis DF, sehingga tatalaksana DF selain farmakoterapi diperlukan 14. Moayyedi PM., Lacy BE., Andrews CN., Enns RA., Howden CW., Vakil N. 2017.
modifikasi pola hidup dan psikoterapi. ACG and CAG Clinical Guideline: Management of Dyspepsia. Am J Gastroenterol
112:988–1013

Daftar Pustaka
1. Koduru P., Irani M, and Quigley EMM. 2018. Definition, Pathogenesis, and
Management of that Cursed Dyspepsia. Clin Gastroenterol Hepatol.
16:467–479.
2. Talley NJ. 2016. Functional dyspepsia: new insights into pathogenesis and
therapy. Korean J Intern Med. 31:444-456.
3. Otero RW., Zuleta GM., Otero PL. 2014. Update on Approaches to Patients with
Dyspepsia and Functional Dyspepsia. Rev Col Gastroenterol. 29 (2)
4. Drossman DA. 2016. Functional Gastrointestinal Disorders: History,
Pathophysiology, Clinical Features, and Rome IV. Gastroenterology
150:1262–1279.
5. Foster JA, McVey Neufeld KA. 2013. Gut-brain axis: how the microbiome
influences anxiety and depression. Trends Neurosci 36(5):305-12
6. Monnikes H. Functional Dyspepsia Falk Symposium.
https://www.drfalkpharma.de/fileadmin/media/praesentationen/fs161/S2_P
3.pdf
7. Madisch A., Andresen V., Enck P., Labenz J., Frieling T. 2018. The Diagnosis and
Treatment of Functional Dyspepsia. Dtsch Arztebl Int 115: 222–32
8. Futagami S., Yamawaki H., Agawa S., Higuchi K., Ikeda G., et al. 2018. New
classification Rome IV functional dyspepsia and subtypes. Transl Gastroenterol
Hepatol 3:70.
9. Suzuki H. 2017. The Application of the Rome IV Criteria to Functional
Esophagogastroduodenal Disorders in Asia. J Neurogastroenterol Motil 23: 325-
333.
10. Schmulson MJ., Drossman DA. 2017. What Is New in Rome IV. J
Neurogastroenterol Motil. 23:151-163.
11. Drossman DA., Hasler WL. 2016. Rome IV—Functional GI Disorders: Disorders of
Gut-Brain Interaction. Gastroenterology 150:1257–1261.

46 47
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

PERAN SULPIRIDE PADA TATALAKSANA DISPEPSIA depresi. Sekitar 60-70% ansietas dan 50-60% depresi ditemukan pada
dispepsia fungsional.
FUNGSIONAL Tatalaksana dispepsia fungsional harus menggunakan model bio-
psiko-sosio-spiritual (yaitu pendekatan psikosomatis) sehingga tidak hanya
E. Mudjaddid
Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM memberikan obat-obat simptomatik tetapi juga harus melakukan psiko terapi
yang efektif agar hasil pengobatan yang diperoleh lebih memuaskan.
Obat-obat simptomatik untuk gangguan dispepsia fungsional antara
Abstrak lain golongan Proton-pump Inhibitor (PPI), H2 reseptor antagonis, antasida
dan prokinetik. Ansiolitik atau anti depresan dapat diberikan sesuai indikasi
Dispepsia Fungsional merupakan gangguan saluran cerna bagian atas bila dispepsia fungsional disertai dengan adanya ansietas atau depresi.
yang banyak dijumpai pada peraktek sehari-hari. Di populasi umum Sulpiride sebagai antagonis D2 reseptor bermanfaat pada dispepsia
prevalensinya berkisar antara 30-40%. Gangguan ini sering dipelajari sebagai fungsional karena bekerja sebagai prokinetik dan memiliki efek anti ansietas
model gangguan psikosomatik. Keluhan yang sering disampaikan pasien dan anti depresan ringan.
antara lain nyeri diperut, perih, mual, cepat kenyang, begah dan sebagainya. Bersamaan dengan pemberian obat-obatan seharusnya juga
Sering keluhan ini disertai juga keluhan-keluhan lain diluar keluhan saluran dilakukan psikoterapi dan psikoedukasi. Tatalaksana menggunakan obat-obat
cerna. Gangguan ini tidak fatal tetapi sering mengalami kekambuhan, simptomatik, psikofarmaka disertai dengan psikoterapi memberikan hasil
menurunkan kualitas hidup dan memakan biaya yang cukup banyak. yang lebih baik dibandingkan hanya pemberian obat-obat simptomatik saja.
Diyakini bahwa dispepsi fungsional berkaitan dengan faktor psikologis
yang bisa menjadi penyebab maupun faktor pemberat dari perjalanan Kata Kunci : Dispepsia Fungsional, Brain Gut Axis, Ansietas, Depresi
penyakitnya. Namun faktor psikologis sering terlupakan atau bahkan
diabaikan dalam melakukan tatalaksana dispepsia fungsional.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
patofisiologi dispepsia fungsional terjadi karena adanya gangguan pada poros
otak-perut (brain gut axis). Gangguan pada poros ini dapat menimbulkan
kelainan terutama pada sensitivitas dan motilitas saluran cerna.
Menurut kriteria ROME IV (2016) saat ini dispepsia fungsional dibagi
menjadi dua tipe, yaitu tipe Epigastric Pain Syndrome (EPS) dan Post Prandial
Distress Syndrome (PDS). Pada EPS, keluhan yang menonjol adalah rasa nyeri
dan rasa terbakar diperut sedangkan pada PDS yang menonjol adalah keluhan
rasa penuh diperut dan merasa cepat kenyang.
Oleh karena faktor psikis memegang peranan penting untuk
terjadinya dispepsia (terganggunya brain gut axis) maka sering kali dispepsia
fungsional disertai oleh gangguan psikosomatik berupa ansietas maupun

48 49
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

DEPRESI DAN ANXIETAS PADA PENYAKIT JANTUNG Anxiety and Depression Scale (HADS), dan Skala Depresi Geriatric (GDS). Alat-
alat ini bervariasi dalam jumlah pertanyaan dan sistem penilaian. Pengisian
KORONER cukup mudah pada populasi dengan tingkat baca-tulis rerata dan dapat
diselesaikan oleh pasien atau tenaga kesehatan. Setiap alat telah divalidasi
Hamzah Shatri Fenandri F. Fedrizal
Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM secara klinis. Ketidakpastian muncul apakah dokter harus secara rutin
Jakarta, Indonesia menyaring depresi pada pasien yang dengan SKA. Pedoman skrining
bervariasi, dengan beberapa merekomendasikan untuk skrining rutin, yang
lain merekomendasikan terhadap skrining hanya pada pasien dengan faktor
Pendahuluan risiko tambahan.5
Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di Amerika Tatalaksana farmakologis yang paling umum untuk depresi termasuk
1
Serikat, dengan lebih dari 600.000 kematian pada tahun 2014. Penyakit selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs), serotonin-norepinefrin reuptake
jantung koroner (PJK), termasuk penyakit jantung iskemik, adalah jenis inhibitor (SNRIs), antidepresan atipikal dan antidepresan lain yang efek
penyakit jantung yang paling umum dan mengakibatkan sekitar 366.000 terhadap jantung kecil. Perawatan nonfarmakologis meliputi berbagai bentuk
kematian di Amerika Serikat pada tahun 2015.1 Diperkirakan lebih dari 25 juta psikoterapi, latihan aerobik, manajemen stres. Selain itu, sistem pemberian
orang dewasa di Amerika Serikat memiliki penyakit jantung dan lebih dari 1 perawatan yang ditingkatkan, seperti perawatan kolaboratif, telah dievaluasi
juta orang dewasa dirawat di rumah sakit dengan penyakit kardiovaskular dalam studi untuk pengobatan depresi. Perawatan kolaboratif didefinisikan
setiap tahun. Sindrm Koroner Akut (SKA) didefinisikan sebagai gejala klinis sebagai intervensi yang mencakup pendekatan sistematis, multikomponen,
yang terkait dengan iskemia miokard akut yang termasuk angina yang tidak dan berbasis tim yang memastikan pasien menerima perawatan medis,
stabil, infark myokard tanpa elevasi segmen ST, dan infark myokard elevasi pencegahan, dan perawatan kesehatan yang efektif.6,7
segmen ST. Pasien yang menderita SKA berisiko lebih tinggi terhadap luaran
kesehatan yang buruk, dengan depresi menjadi prediktor penting morbiditas Epidemiologi
dan mortalitas pada pasien pasca SKA. Depresi dan anxietas cukup sering Depresi 3 kali lebih sering terjadi pada pasien pasca SKA terutama
ditemukan dan mempengaruhi kualitas hidup, fungsi, dan kesehatan jantung.
2
setelah infark miokard akut daripada depresi di masyarakat umum.8 Penilaian
Pasien berada pada peningkatan risiko gangguan kesehatan mental yang dilakukan di rumah sakit menunjukkan bahwa 15% hingga 20% pasien
3
setelah kejadian SKA, termasuk gangguan depresi mayor. Prevalensi depresi dengan infark miokard akut memenuhi untuk depresi berat atau depresi
pada pasien yang mengalami SKA meningkat secara signifikan dibandingkan mayor, dan proporsi yang bahkan lebih besar menunjukkan pasien dengan
dengan populasi umum. Sebanyak 20% pasien yang menderita SKA juga gejala depresi minor. Tingkat prevalensi depresi telah terbukti lebih tinggi di
ditemukan memiliki gangguan depresi mayor, dan hampir dua pertiga dari antara wanita dalam populasi umum dan di antara pasien jantung, dengan
pasien ini masih memiliki gejala depresi berbulan-bulan setelah kejadian bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa wanita muda mungkin berisiko lebih
10
tersebut. Faktor risiko yang terkait dengan terjadinya depresi pasca SKA tinggi untuk mengalami depresi pasca infark myokard akut. Perkiraan
termasuk jenis kelamin perempuan, status sosial ekonomi rendah, prevalensi depresi pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena angina
kepribadian, dan kurangnya dukungan sosial.4 tidak stabil, angioplasti, operasi bypass, dan operasi katup sama dengan yang
Banyak alat telah dikembangkan untuk menyaring dan mendiagnosis pada pasien dengan infark myokard akut, dengan tingkat yang sedikit lebih
11
depresi. Alat yang dievaluasi pada pasien dengan riwayat SKA meliputi Beck tinggi dilaporkan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Kurang
Depression Inventory-II (BDI-II), Patient Health Questionnaire (PHQ), Hospital diketahui prevalensi depresi pasien dalam sampel rawat jalan, namun, studi

50 51
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

yang ada menunjukkan bahwa baik depresi berat maupun gejala depresi juga Dalam studi cross-sectional yang dilakukan di masa lalu, antara 19 dan 66
jauh lebih tinggi di antara orang-orang dengan PJK di komunitas dibandingkan persen pasien dengan infark miokard memiliki beberapa gangguan mental,
dengan orang-orang tanpa PJK. terutama keadaan depresi dan kecemasan.13-14 Dalam beberapa penelitian, 44
Studi terbaru berdasarkan data National Health Interview Survey persen pasien dengan PJK juga memiliki diagnosis depresi berat. Studi lain
pada 30.801 orang dewasa menemukan prevalensi depresi mayor 12 bulan menemukan bahwa 27 persen pasien yang menjalani operasi cangkok bypass
15
adalah 9,3% pada individu dengan penyakit jantung dibandingkan dengan arteri koroner (CABG) mengalami depresi setelah operasi.
4,8% pada mereka yang tidak memiliki penyakit medis komorbid.11 Prevalensi Depresi adalah faktor risiko independen untuk PJK dan komplikasinya.
depresi berkisar antara 7,9 % hingga 17% pada mereka dengan kondisi medis Peran depresi dalam patogenesis PJK telah dilihat dalam berbagai penelitian
kronis lainnya. Studi ini menemukan bahwa koeksistensi depresi berat dengan longitudinal. Dalam kohort Baltimore dari Epidemiologic Catchments Area
penyakit kronis dikaitkan dengan lebih banyak kunjungan rawat jalan, (ECA) Study, pasien dengan riwayat disforia atau depresi memiliki 4,5 kali risiko
kunjungan gawat darurat, hari-hari yang dihabiskan di tempat tidur karena relatif untuk mengalami infark myokard akut pada follow up dibandingkan
penyakit, dan disabilitas fungsional. Depresi berat dan gejala depresi yang dengan pasien yang tidak depresi, independen terhadap faktor risiko arteri
meningkat dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk pada pasien PJK. koroner lainnya.16
17
Depresi terkait dengan setidaknya dua kali lipat risiko kejadian jantung selama Lesperance et al menskrining 222 pasien untuk depresi saat mereka
1 hingga 2 tahun setelah infark myokard akut, bahkan bila tidak mendapat dirawat di rumah sakit untuk infark akut. Pasien dievaluasi untuk depresi
pengobatan yang baik risiko ini tetap ada sampai 10 tahun. menggunakan versi modifikasi dari Diagnostic International Schedule (DIS).
Anxietas diperkirakan lebih umum terjadi daripada depresi. Sebuah Penilaian depresi dilakukan pada saat rawat inap awal untuk infark myokard
meta-analisis baru-baru ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% pasien dengan akut dan pada satu minggu, enam bulan, dan 12 bulan setelahnya. Pada enam
gagal jantung mengalami peningkatan tingkat kecemasan, dan 13% bulan, 6 hingga 12 bulan, dan 13 hingga 18 bulan, ada enam, tujuh, dan
memenuhi kriteria untuk gangguan kecemasan. Angka prevalensi ini secara delapan kematian, masing-masing (total 21 kematian), yang semuanya terkait
signifikan lebih tinggi daripada mereka yang berada dalam populasi umum. Di dengan depresi. Juga pasien yang mengalami depresi selama rawat inap lebih
antara individu yang secara signifikan mengalami peningkatan kecemasan cenderung mengalami depresi sebelumnya dan menjadi depresi setelah
setelah episode sindrom koroner akut, hanya 50% memiliki resolusi pulang.
kecemasan mereka pada satu tahun setelah kejadian, yang menunjukkan Timbulnya suatu infark myokard akut sering diamati diawali oleh
bahwa bagi banyak pasien kecemasan menjadi masalah kronis.54 suatu prodromal penurunan energi, malaise umum, dan depresi ringan.
Dalam sebuah studi besar, prospektif, follow up dari 4.367 pria dan wanita usia
Hubungan Depresi dengan PJK diatas 60 dengan hipertensi sistolik terisolasi, risiko kematian (RR, 1,25; 95%
Depresi dan penyakit arteri koroner memiliki hubungan dua arah, CI, 1,15-1,36) dan stroke atau infark myokard (RR, 1,18; 95% CI, 1,08-1,30)
yaitu, penyakit arteri koroner dapat menyebabkan depresi dan depresi dikaitkan dengan peningkatan progresif dalam gejala depresi selama waktu
18
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit arteri koroner dan follow up rata-rata dari 4,5 tahun.
komplikasinya; depresi dapat berkontribusi pada kematian jantung Riwayat depresi sebelumnya adalah prediktor gagal jantung kongestif
19
mendadak; dan depresi berkontribusi pada gaya hidup yang tidak sehat dan (CHF) setelah infark myokard akut. Dalam uji coba multicenter, Lauzon et al
ketidakpatuhan terhadap pengobatan.12 mengikuti pasien selama setahun untuk mengukur prevalensi dan efek
Data cross-sectional dan longitudinal menunjukkan hubungan dua prognostik depresi setelah myokard akut. Pasien menyelesaikan BDI selama
arah antara depresi dan PJK. PJK dapat menyebabkan gangguan depresi mayor. rawat inap dan kemudian pada 30 hari, enam bulan, dan satu tahun setelah

52 53
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

infark myokard akut. Pasien depresi memiliki tingkat komplikasi jantung yang kematian lebih dari empat kali lipat selama enam bulan follow up. Laporan
lebih tinggi, termasuk iskemia berulang, infark, atau CHF selama rawat inap tindak lanjut yang diterbitkan oleh penulis yang sama menunjukkan bahwa
pertama di rumah sakit atau kembali untuk angina, infark akut berulang, CHF, depresi merupakan prediktor kematian jantung pasca infark myokard pada 18
atau aritmia dibandingkan dengan pasien tanpa depresi. Hasil ini konsisten di bulan.
semua subkelompok demografis. Studi-studi ini semakin menambah Depresi adalah prediktor independen mortalitas dan kematian
pentingnya depresi dan hubungan PJK karena menunjukkan bahwa depresi kardiovaskular atau perawatan inap setelah infark miokard akut akibat CHF.
memiliki efek pada PJK serta komplikasinya. Rumsfeld et al23 mempelajari apakah depresi memprediksi mortalitas pada
Depresi Dapat Menyebabkan Kematian Jantung Mendadak. Depresi pasien dengan infark akut yang dipersulit oleh gagal jantung. Dalam uji coba
dan kematian jantung mendadak/sudden cardiac death (SCD). Beberapa ini, penulis memasukkan pasien dari Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.
penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengalami depresi setelah infark Mereka menggunakan kuesioner Medical Outcome Study-Depression pada
myokard memiliki risiko lebih tinggi untuk SCD. Dalam studi Empana et al 20 awal sebagai tambahan untuk pemeriksaan klinis komprehensif. Pasien
membandingkan 2.228 pasien dengan depresi dengan kelompok kontrol yang depresi memiliki angka kematian dua tahun yang lebih tinggi (29% vs 18%, P =
terdiri dari 4.164 pasien. Pasien di kedua kelompok berusia 40 hingga 79 0,004) dan kematian kardiovaskular atau rawat inap (42% vs 33%, P = 0,016).
tahun. Dia menemukan bahwa adanya depresi pada pasien dikaitkan dengan Gejala depresi secara signifikan dikaitkan dengan kematian setelah
risiko lebih tinggi serangan jantung dari beberapa analisis statistik diantaranya disesuaikan dengan faktor risiko (HR 1,75, 95% CI 1,15-2, 68, P = 0,01).
analisis tabulasi yang dapat menyebabkan kematian. Dalam studi kasus- Depresi berkontribusi pada gaya hidup tidak sehat dan kepatuhan yang
kontrol ini, mereka menemukan bahwa pasien yang mengalami depresi klinis buruk terhadap pengobatan. Depresi dikaitkan dengan kepatuhan minum
memiliki rasio odds (OR) yang lebih tinggi untuk serangan jantung (OR, 1,88; obat yang buruk, yang mungkin berdampak pada hasil pengobatan untuk
95% CI, 1,59-2,23). Temuan ini persisten bahkan setelah penyesuaian untuk penyakit kardiovaskular. Dalam analisis penelitian yang mengamati depresi
24
faktor perancu, seperti merokok, konsumsi alkohol berat, diabetes, hipertensi, dan kepatuhan, DiMatteo et al menyimpulkan bahwa depresi menunjukkan
riwayat infark sebelumnya, dan riwayat CHF sebelumnya (OR, 1,43; 95% CI, hubungan yang signifikan terhadap ketidakpatuhan dengan rekomendasi
1,18-1,73). Dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami depresi, risiko pengobatan dengan OR. 3,03 (95% CI, 1,964–4,89).
henti jantung meningkat pada pasien dengan depresi dengan OR 1,30 (95% CI, Pasien dengan depresi juga lebih cenderung memiliki gaya hidup yang
1,04-1,63) dan lebih jauh meningkat pada pasien dengan depresi berat tidak sehat, memilih perilaku seperti merokok, gaya hidup tidak aktif, minum
dengan OR 1,77 (95% CI, 1,28-2,45). alkohol, dan tidak patuh dengan obat yang diresepkan. Depresi juga terkait
Depresi meningkatkan angka kematian terkait jantung. Dalam Survei dengan perilaku pencegahan sekunder yang buruk seperti berolahraga dan
Kesehatan Finlandia, yang meneliti hubungan antara depresi dan penyakit berhenti merokok pada pasien dengan sindrom koroner akut.25
kardiovaskular, 8.000 orang dewasa yang sehat diikuti selama rata-rata 6,6
tahun. Pasien dengan depresi menunjukkan peningkatan dalam semua Psikofisiologi dan Psikopatofisiologi Ansietas dan Depresi pada PJK
penyebab kematian total, yang dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Ada bukti yang berkembang bahwa ada beberapa hubungan
pasien tanpa depresi.21 patofisiologis yang menjelaskan efek gangguan psikosomatik pada sistem
Ada banyak bukti bahwa depresi meningkatkan morbiditas dan kardiovaskular dan dapat menjelaskan perannya dalam PJK. Penelitian
mortalitas setelah infark myokard akut. Dalam satu penelitian penting berfokus pada beberapa mediator, berusaha mengidentifikasi bagaimana
22
terhadap 222 pasien oleh Frasure-Smith et al , depresi yang didiagnosis 5 mediator ini diaktifkan oleh faktor psikis.
sampai 15 hari setelah infark myokard dikaitkan dengan peningkatan risiko

54 55
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Hiperaktivitas sistem noradrenergik dan hipofisis hipotalamus meliputi disfungsi baroreflex dan variabilitas QT, kurang dipahami dengan
adrenal. Pada pasien PJK yang mengalami depresi, hiperaktivitas sistem jelas.
noradrenergik adalah salah satu mekanisme penting yang mungkin Fungsi trombosit yang abnormal dikaitkan dengan depresi. Respons
26
menjelaskan hubungan antara depresi dan PJK. Aliran simpatis meningkat trombosit yang meningkat terhadap stres fisiologis dan depresi dapat memicu
pada pasien yang depresi dibandingkan dengan pasien yang tidak depresi aktivasi trombosit, sehingga meningkatkan daya adesif, yang dapat memicu
32 33
melalui efek stres negatif katekolamin pada jantung, pembuluh darah, dan kejadian koroner yang merugikan. Berk dan Plein mempelajari respon
trombosit. Dukungan lebih lanjut dari hubungan katekolamin dengan depresi kalsium intraseluler terhadap stimulasi trombin. Kalsium intraseluler adalah
adalah bahwa peningkatan kadar katekolamin urin berhubungan dengan pembawa pesan untuk agregasi platelet. Mereka menemukan bahwa pasien
emosi negatif dan penurunan dukungan sosial, dan norepinefrin yang tinggi dengan gangguan depresi mayor menunjukkan sensitivitas yang meningkat
27
serta serotonin platelet rendah dikaitkan dengan infark myokard dan depresi. terhadap stimulasi trombin. Ini menunjukkan bahwa respons kalsium
Depresi juga dapat memengaruhi aksis hipotalamus hipofisis adrenal. intraseluler trombosit terhadap stimulasi trombin mungkin memiliki peran
Pasien yang depresi memiliki peningkatan corticotropin-releasing factor (CRF) dalam patogenesis depresi dan PJK.
dalam cairan serebrospinal mereka. Pasien depresi juga gagal menekan Protein reaktif C (CRP), penanda inflamasi sistemik yang tidak spesifik,
28
sekresi kortisol setelah pemberian deksametason. Studi postmortem telah secara konsisten ditemukan meningkat pada pasien depresi. Peningkatan CRP
menunjukkan bahwa otak pasien depresi memiliki lebih banyak neuron yang dapat mengaktifkan endotel koroner dan akumulasi di plak. Peningkatan CRP
29
memproduksi CRF dibandingkan dengan kontrol. Studi ini menunjukkan memiliki peran penting sebagai prediktor kejadian dan infark berulang dan
bahwa depresi menyebabkan penyakit jantung dengan menyebabkan kematian jantung.34
hipotalamus melepaskan CRF, yang pada gilirannya meningkatkan kadar Inflamasi juga meningkatkan depresi dan kecemasan dengan
kortikosteroid, yang dapat memicu aterosklerosis, hiperkolesterolemia, mengurangi neurotransmiter monoamine di otak, dengan mengaktifkan
hipertensi, dan hipertrigliseridemia. neurosirkuit terkait kecemasan, dan dengan mengurangi respons
Tonus otonom yang berubah akibat depresi dihubungkan dengan antidepresan. Disfungsi endotel berhubungan langsung dengan peradangan
35
variabilitas detak jantung yang rendah yang menyebabkan disaritmia. Pasien dan dikaitkan dengan depresi, kecemasan, dan penyakit kardiovaskular.
yang depresi mungkin mengalami penurunan respons sistem saraf
parasimpatis, yang menyebabkan ketidakseimbangan antara sistem saraf Pendekatan Diagnosis Gangguan Psikosomatik pada PJK
simpatis dan parasimpatis.30 Variabilitas denyut jantung atau heart rate Dokter harus memeriksa semua pasien PJK berkaitan dengan masalah
variability (HRV) mengacu pada perubahan denyut-ke-denyut dalam denyut psikis terutama depresi. Ada bukti kuat bahwa depresi mempengaruhi
jantung dan merupakan salah satu pengukuran objektif dari respons dinamis mortalitas dan morbiditas jantung, gaya hidup, dan kepatuhan medis. Skrining
sistem saraf otonom dalam bereaksi terhadap perubahan fisiologis. Tingkat untuk depresi pada perawatan primer dapat memperbaiki luaran klinis. Selain
HRV yang tinggi terlihat pada pasien dengan fungsi jantung yang baik, itu, penilaian cepat terhadap depresi juga dapat membantu mengidentifikasi
sedangkan penurunan pada pasien dengan PJK berat dan CHF. HRV rendah pasien yang berisiko memiliki pencegahan sekunder yang buruk. Selanjutnya
diamati pada pasien dengan depresi berat. HRV bahkan lebih rendah pada kepentingan skrining didukung bukti bahwa pengobatan depresi dengan
pasien depresi dengan PJK dibandingkan dengan pasien PJK tanpa depresi. antidepresan tergolong aman pada pasien dengan PJK.
Dalam sub-studi ENRICHD, Carney et al31 menyimpulkan bahwa HRV yang Beberapa instrumen skrining depresi yang paling sering digunakan
rendah memediasi efek depresi terhadap kelangsungan hidup setelah infark adalah PRIME MD® PHQ 9 (Primary Care Evaluation of Mental Disorders
myokard akut. Bukti lain untuk disfungsi otonom jantung pada depresi, yang Patient Health Questionnaire), Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS),

56 57
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Cardiac Depression Scale (CDS), dan Cardiac Depression Visual Analogue Scale Tinjauan tersebut mencakup enam studi observasional yang
(CD-VAS), BDI, Hamilton Depression Scale (HAM-D), dan Symptom Checklist 90 mengevaluasi empat instrumen skrining: BDI-II, GDS, HADS, dan PHQ. BDI-II
(SCL 90) dapat digunakan untuk mendiagnosis depresi minor dan mayor. dievaluasi dalam empat dari enam studi dan, oleh karena itu, memiliki data
HADS memiliki sensitivitas 81 persen dan spesifisitas 54 persen untuk terbanyak yang mendukung penggunaannya pada pasien dengan SKA. Enam
menentukan diagnosis gangguan depresi berat. CDS cocok untuk studi melibatkan total 1.755 pasien tetapi memiliki prevalensi gangguan
mendiagnosis dan menyaring gejala depresi yang tidak terlalu berat, dan CD- depresi mayor yang relatif rendah. Dalam lima studi, skrining dilakukan di
VAS juga merupakan alat yang berguna untuk menilai ulang gejala depresi settingan rawat inap, dan satu studi dilakukan di fasilitas rehabilitasi jantung.
pada pasien jantung. Namun, masing-masing tools dapat dengan mudah diimplementasikan pada
Para penulis merekomendasikan menggunakan PHQ-9 untuk skrining rawat jalan. Semua instrumen menghasilkan sensitivitas, spesifisitas, dan nilai
depresi pada pasien PJK. PHQ-9 sering digunakan oleh dokter perawatan prediksi negatif yang dapat diterima secara umum tetapi memiliki nilai
primer untuk mendiagnosis depresi, dan ketika digunakan dalam model prediksi positif rendah. Karena nilai prediktif positif yang rendah,
perawatan kolaboratif juga dapat membantu dokter menangani depresi lebih direkomendasikan bahwa diagnosis mengikuti proses dua langkah, dengan
efektif.12 penilaian lebih lanjut mengikuti hasil skrining positif untuk mengkonfirmasi
36
Satu studi merekomendasikan skrining pasien satu bulan setelah adanya depresi.
revaskularisasi koroner daripada pada saat revaskularisasi, karena dua bulan Studi BDI-II menunjukkan sensitivitas 90% dan spesifisitas 80%.
dan enam bulan pasca revaskularisasi adalah prediktor yang lebih kuat untuk Meskipun BDI-II memiliki data terbanyak, dibutuhkan waktu terlama untuk
depresi.13 diselesaikan (5 hingga 10 menit). HADS dievaluasi dalam tiga dari enam studi,
AAFP merekomendasikan agar dokter menyaring depresi, dan kinerjanya mirip dengan BDI-II, dengan sensitivitas yang sedikit lebih
menggunakan alat skrining depresi standar, pada pasien yang baru saja rendah. Ada satu studi masing-masing dari PHQ dan GDS. Studi PHQ termasuk
mengalami peristiwa SKA. Individu harus menjalani penilaian lebih lanjut PHQ-2 dan PHQ-9, yang keduanya melakukan hal yang sama pada populasi
untuk mengkonfirmasi diagnosis depresi. AAFP merekomendasikan skrining pasca-SKA dan populasi umum. GDS, yang telah divalidasi untuk individu yang
untuk depresi pada populasi dewasa umum. Orang dewasa yang memiliki hasil berusia 65 tahun ke atas, juga serupa dengan BDI-II, dengan spesifisitas yang
skrining negatif harus diperiksa ulang berdasarkan faktor risiko, kondisi sedikit lebih tinggi. Bukti yang ada mendukung rekomendasi preferensi untuk
36
komorbiditas, dan peristiwa kehidupan. SKA adalah kondisi komorbiditas yang penggunaan BDI-II karena terbatasnya data untuk alat-alat lain.
dikaitkan dengan peningkatan prevalensi depresi dan juga bisa menjadi Menurut American Heart Association (AHA) penapisan depresi
peristiwa kehidupan yang signifikan. Terdapat berbagai tools yang tersedia setidaknya adalah dengan menggunakan Patient Health Questionnaire (PHQ-
untuk menyaring depresi secara akurat pada pasien yang mengalami SKA. 2) yang memberikan 2 pertanyaan yang direkomendasikan untuk
Dengan demikian, AAFP merekomendasikan bahwa dokter menyaring depresi mengidentifikasi pasien depresi. Jika jawabannya "ya" untuk salah satu atau
pada pasien yang mengalami peristiwa SKA. Dalam pedoman sebelumnya, kedua pertanyaan, disarankan agar semua 9 item PHQ (PHQ-9) ditanyakan.
AAFP merekomendasikan bahwa pasien yang mengalami infark miokard harus PHQ-9 adalah instrumen skrining depresi singkat. Sebagian besar pasien dapat
diskrining untuk depresi menggunakan checklist depresi standar. Tinjauan menyelesaikannya tanpa bantuan dalam 5 menit atau kurang. PHQ-9
sistematis yang diperbarui menemukan bukti yang memadai bahwa menghasilkan diagnosis depresi dan skor keparahan yang dapat digunakan
karakteristik kinerja alat skrining depresi pada individu yang mengalami SKA untuk pemilihan dan pemantauan pengobatan. PHQ-9 telah terbukti memiliki
36
sebanding dengan yang ada pada populasi umum. sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk pasien dengan PJK. Untuk pasien

58 59
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

dengan gejala ringan, disarankan untuk melakukan follow up pada kunjungan kognitif, secara substansial berguna untuk pengobatan depresi pada pasien
berikutnya. Pada pasien dengan skor depresi tinggi, dokter atau perawat harus PJK, sehingga menyoroti penggunaan antidepresan dalam pengobatan
meninjau jawaban dengan pasien. Pasien dengan skor skrining yang depresi pada populasi ini.39
menunjukkan probabilitas tinggi depresi (skor PHQ-9 10 atau lebih tinggi) Studi Sequenced Treatment Alternatives to Relieve Depression
harus dirujuk untuk evaluasi klinis yang lebih komprehensif oleh seorang (STAR*D) memberikan strategi untuk menggunakan antidepresan. STAR * D
profesional yang memenuhi syarat untuk mengevaluasi dan menentukan adalah studi terbesar (4.041 pasien) yang dilakukan untuk menilai kemanjuran
rencana perawatan individual yang sesuai. Pasien harus dinilai lebih obat antidepresan pada pasien dengan rata-rata tiga komorbiditas medis dan
komprehensif dan dievaluasi untuk gangguan mental lainnya (misalnya, satu komorbiditas psikis. Studi ini menghasilkan tingkat remisi sekitar 47
kecemasan) yang juga telah terbukti dikaitkan dengan luaran yang merugikan persen pada delapan minggu pengobatan dengan pengobatan monoterapi
37
pada pasien jantung. selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) selektif. Studi ini meninjau faktor
Ketika mengevaluasi pasien dengan gejala jantung dengan gangguan risiko untuk depresi kronis seperti kualitas hidup yang rendah, tingkat
psikis yang tumpang tindih, sangat penting untuk mengevaluasi pasien pekerjaan yang rendah, dan fungsi sosial yang rendah. Studi ini menyoroti
dengan pendekatan secara psikossomatik untuk memastikan bahwa ada dampak depresi kronis pada beban medis dan sosial ekonomi. Fase 2
diagnosis gangguan psikis , gangguan atau tipe kepribadian atau sifat-sifat penelitian ini menunjukkan bahwa non-responder citalopram memiliki
yang merugikan, gangguan fisik medis yang mendasarinya serta stressor response rate sebesar 25 persen ketika beralih ke venlafaxine, bupropion SR,
40
psikososial dengan lebih tepat. Gangguan kecemasan lazim di antara pasien atau sertraline.
dengan penyakit jantung dan telah dikaitkan dengan luaran yang merugikan. Pada tingkat berikutnya dari studi STAR*D, penulis secara acak
Namun, berbeda dengan depresi, belum ada organisasi yang menugaskan 565 pasien dewasa dengan depresi berat nonpsikotik yang tidak
mengembangkan pedoman untuk skrining kecemasan pada populasi pasien berespon terhadap monoterapi SSRI untuk beralih ke bupropion SR atau
ini. Satu studi yang meneliti prosedur skrining untuk pasien yang berada di unit buspirone. Bupropion SR ditoleransi sedikit lebih baik dan lebih efektif dalam
jantung rawat inap mendukung skrining 2-langkah untuk generalized anxiety menyebabkan remisi pada 33 persen pasien.
disorder (GAD). Skrining awal didasarkan GAD-2 dan pada pasien yang skornya Antidepressan SSRI juga merupakan terapi utama untuk gangguan
menjadi perhatian, dilanjutkan dengan GAD-7.56 kecemasan. Pengobatan depresi tergolong rumit dan mungkin melibatkan
pemantauan ketat dan penggantian obat sebelum pasien mencapai remisi
Tatalaksana Farmakologi penuh. Dokter dapat mulai dengan antidepresan, dimana SSRI lebih disukai,
Mengobati depresi sangat penting pada pasien dengan PJK karena lalu meningkatkan obat ke dosis maksimum terapi. Jika pasien tidak dapat
beberapa alasan. Misalnya, dalam satu studi, mengurangi tekanan emosional mentoleransi obat atau tidak merespons setelah dosis maksimum selama 2
dalam jangka pendek dapat memperbaiki mortalitas jangka panjang pada hingga 4 minggu, maka dapat diganti ke obat lain dari kelas yang sama atau
pasien dengan PJK. Hubungan baik antara psikiater dan dokter umum, di mana lebih disukai dari kelas lain dengan mekanisme kerja yang berbeda. Jika pasien
psikiater memberikan saran kepada dokter umum, sangat membantu dalam masih tidak merespon dan dokter merasa nyaman, maka dapat
mengurangi gejala depresi pasien dengan PJK dalam penelitian lain.38 menambahkan antidepresan lain dengan mekanisme kerja yang berbeda.12
Studi Kanada Cardiac Randomized Evaluation of Antidepressant and AAFP sangat merekomendasikan agar dokter meresepkan obat
Psychotherapy Efficacy (CREATE) dan studi ENRICHD tidak mendapatkan antidepresan, terutama SSRI atau SNRI dan Cognitive Behavioral Therapy
penggunaan psikoterapi, yaitu psikoterapi interpersonal dan terapi perilaku (CBT) yaitu terapi perilaku kognitif, untuk memperbaiki gejala depresi pada

60 61
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

pasien yang memiliki riwayat SKA dan telah didiagnosis dengan depresi. Bukti AHA menyarankan sertraline dan citalopram sebagai obat
berkualitas moderat menunjukkan bahwa pengobatan depresi pada pasien antidepresan lini pertama untuk pasien PJK. Pasien dengan depresi berulang
dengan riwayat SKA dapat memperbaiki gejala depresi. Bukti manfaat terbaik yang sebelumnya mentoleransi dan merespons dengan baik terhadap
adalah kombinasi CBT dan obat-obatan, tetapi pilihan pengobatan harus antidepresan lain dapat melanjutkan menggunakan obat tersebut, kecuali jika
didasarkan pada preferensi pasien, akses ke layanan, dan penilaian klinis.36 dikontraindikasikan. Sebagai contoh, antidepresan trisiklik dan inhibitor
Terdapat data yang terbatas dari efektivitas komparatif obat monoamine oksidase dikontraindikasikan untuk banyak pasien dengan
antidepresan untuk mengobati depresi setelah kejadian SKA. Studi-studi yang penyakit jantung karena efek samping kardiotoksiknya. Jika pengobatan
sudah ada menggunakan berbagai obat, termasuk bupropion , citalopram , farmakologis dimulai, pasien harus diamati dengan seksama selama 2 bulan
escitalopram , mirtazapine , sertraline , dan venlafaxine . Tinjauan sebelumnya pertama dan secara teratur setelahnya untuk memantau risiko bunuh diri,
dari pedoman AAFP 2009 tentang depresi infark pasca miokard menemukan pastikan kepatuhan pengobatan, serta mendeteksi dan mengelola efek
bukti berkualitas tinggi untuk merekomendasikan penggunaan SSRI samping. Sekitar 15% hingga 25% pasien menghentikan antidepresan mereka
dibandingkan antidepresan trisiklik. Antidepresan trisiklik memiliki berbagai selama 6 bulan pertama pengobatan karena efek samping atau kurangnya
efek samping, termasuk potensi kardiotoksisitas, dan oleh karena itu tidak efektivitas.44 Oleh karena itu, interaksi obat yang potensial atau efek samping
boleh digunakan pada pasien dengan penyakit jantung. Efek samping yang harus dipantau secara ketat.
dapat muncul pada penggunaan obat-obatan diatas diantaranya termasuk Obat lini pertama yang direkomendasikan adalah SSRI karena
insomnia, kelelahan, dan kantuk yang dapat memperburuk depresi. Pusing, merupakan pengobatan pilihan bagi pasien PJK yang relatif aman. Kelas obat
takikardia, penglihatan kabur, dan sakit kepala dapat meniru gejala ini termasuk fluoxetine , sertraline , paroxetine), fluvoxamine , citalopram dan
kardiovaskular dan menciptakan kecemasan selain depresi yang sudah ada escitalopram . SSRI secara selektif menghambat re-uptake serotonin oleh
pada pasien yang pernah mengalami SKA.36 neuron presinaptik, sehingga meningkatkan kadar serotonin pada celah
Berdasarkan AHA pilihan tatalaksana depresi termasuk obat sinaptik. Tedapat laporan kasus SSRI yang menyebabkan aritmia, fibrilasi dan
antidepresan, terapi perilaku kognitif, dan aktivitas fisik seperti latihan aerobik flutter atrium, blok jantung, bradikardia, dan takikardia supraventrikular.45
dan rehabilitasi jantung. Berbagai uji klinis acak telah menunjukkan bahwa SSRI, secara umum, dianggap aman untuk jantung. Beberapa penelitian kecil
antidepresan, SSRI sertraline dan citalopram, aman untuk pasien PJK dan dan beberapa penelitian besar seperti SAD HART dan CREATE memberikan
41,42 46,41
efektif untuk tingkat sedang, depresi berat, atau berulang. Studi ENRICHD data mengenai keamanan SSRI pada pasien dengan PJK. Namun demikian
mengungkapkan bahwa pasien yang diobati dengan SSRI, termasuk yang pemantauan sederhana dengan Elektrokardiogram (EKG) tetap diperlukan
46
menerima terapi perilaku kognitif ataupun perawatan biasa, memiliki 42% Glassman et al mengevaluasi keamanan dan kemanjuran pengobatan
penurunan angka kematian atau infark myokard berulang dibandingkan sertraline pada gangguan depresi mayor pada pasien yang dirawat di rumah
39
dengan pasien depresi yang tidak menerima antidepresan. Mengingat sakit untuk infark myokard akut atau angina tidak stabil. Para peneliti
bahwa pengobatan SSRI segera setelah infark myokard tergolong aman, relatif memasukkan 369 pasien gangguan depresif mayor dengan infark myokard
murah, dan mungkin efektif untuk depresi pasca infark myokard, tampaknya atau angina tidak stabil dalam uji coba acak, tersamar ganda, terkontrol
tepat untuk menyaring dan mengobati depresi. Tidak hanya pengobatan plasebo. Pasien secara acak menerima dosis fleksibel (50-200 mg) sertraline
meningkatkan mood dan kualitas hidup, tetapi penelitian telah menunjukkan atau plasebo selama 24 minggu. Tidak ada perubahan yang diamati dalam
bahwa depresi dapat mengganggu kepatuhan, dan pengobatan gejala depresi berbagai parameter, seperti fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF), elongasi QT, atau
dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien pasca infark tindakan jantung lainnya. Hal ini mendukung sertraline sebagai terapi yang
43
myokard.

62 63
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

aman pada pasien dengan depresi dan komorbiditas PJK atau angina tidak Venlafaxine adalah obat kerja ganda yang dapat ditoleransi dengan
stabil. Pengobatan dengan sertraline juga ditemukan berhubungan dengan baik dan memiliki sedikit efek antikolinergik. Obat ini tidak memiliki efek
peningkatan signifikan dalam kualitas hidup dan fungsi pada kelompok yang signifikan pada konduksi jantung, tetapi dapat meningkatkan tekanan darah
mengalami depresi berat. Sertraline telah terbukti memperbaiki HRV, suatu pada dosis yang lebih tinggi. Obat ini dapat digunakan dengan aman jika
ekspresi fungsi otonom jantung pada pasien pasca infark myokard yang tekanan darah dipantau dengan ketat. Obat ini memiliki interaksi CYP P450
12
mengalami depresi. minimal.
Dalam uji coba lain, Lesperance et al 41mengevaluasi pengobatan Mirtazapine, antagonis alpha-2 presinaptik, adalah obat dengan aksi
depresi pada pasien PJK. Penulis secara bersamaan mengevaluasi kemanjuran ganda. Obat ini meningkatkan transmisi nonadrenergik dan serotonergik.
jangka pendek dari obat antidepresan dan psikoterapi interpersonal untuk Mirtazapine tidak memiliki efek kardiovaskular yang signifikan, kecuali
mengurangi gejala depresi. Citalopram lebih unggul daripada plasebo dalam hipotensi postural pada dosis yang lebih tinggi, dan dapat digunakan dengan
mengurangi skor HAM-D selama 12 minggu. Pengurangan skor BDI II juga aman pada pasien dengan PJK. Namun, obat ini dapat menyebabkan sedasi
unggul pada penggunaan citalopram. Penulis tidak menemukan manfaat dan penambahan berat badan, yang bisa menjadi risiko jangka panjang untuk
psikoterapi interpersonal manajemen klinis. PJK.12
SSRI memiliki beberapa interaksi obat-obat berdasarkan pada Bupropion diklasifikasikan sebagai obat monosiklik, yang merupakan
beberapa kerja farmakokinetik. Misalnya beberapa SSRI, seperti fluoxetine inhibitor noradrenalin dan dopamin reuptake inhibitor yang lemah.
dan paroxetine, menghambat sitokrom (CYP) P450-2D6 isoenzim dan dapat Bupropion dianggap aman pada pasien dengan PJK, terutama jika tekanan
menyebabkan peningkatan kadar beta blocker, seperti metoprolol, dan obat darah dan detak jantung mereka dipantau.12
antiaritmia, seperti encainide, propafenone, dan flecainide. SSRI juga memiliki Duloxetine, salah satu antidepresan yang lebih baru, adalah inhibitor
afinitas pengikatan protein yang tinggi, yang harus dipertimbangkan pada reuptake serotonin dan norepinefrin. Obat ini tidak memiliki afinitas yang
pasien yang yang mendapat digoxin dan warfarin. Satu-satunya SSRI yang signifikan terhadap reseptor kolinergik, adrenergik, atau histaminergik.
menunjukkan interaksi dengan digoxin adalah paroxetine, yang secara Duloxetine merupakan substrat dan inhibitor CYP 450-2D6 yang poten dan
signifikan meningkatkan area di bawah kurva konsentrasi untuk digoxin cukup kuat sehingga membutuhkan kehati-hatian saat digunakan bersama
sebesar 18 persen. Selain itu, pemberian bersama fluoxetine dengan warfarin beta blocker dan obat antiaritmia 1-C, yang dimetabolisme oleh isoenzim ini.
telah terbukti memengaruhi waktu protrombin. Berdasarkan studi ini, Tidak banyak yang diketahui tentang keamanan kardiovaskular duloxetine
sertraline atau citalopram ditambah manajemen klinis harus saat ini. Obat ini terkait dengan peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu,
dipertimbangkan sebagai pengobatan lini pertama untuk pasien dengan pemantauan tekanan darah disarankan sebelum dan selama pengobatan
depresi dan PJK.47 dengan duloxetine pada pasien dengan PJK.12
Obat-obatan lainnya yang dianggap aman untuk pasien dengan PJK Obat-obatan yang dapat digunakan dengan sangat hati-hati pada
diantaranya triazolopiridin, subkelas lain dari antidepresan trisiklik, termasuk pasien dengan PJK diantaranya antidepresan trisiklik yang memiliki toksisitas
trazodon. Trazodone jarang digunakan sebagai antidepresan. Namun, dapat kardiovaskular, yang sangat membatasi penggunaannya pada pasien dengan
digunakan dalam dosis rendah untuk insomnia. Penggunaannya terbatas penyakit jantung. Obat-obatan ini juga memiliki efek antikolinergik,
karena hipotensi ortostatik; lebih jauh lagi, jika digunakan untuk mengobati antiadrenergik, dan antihistamin. Mereka dapat menyebabkan sinus
depresi, maka harus digunakan pada dosis yang lebih tinggi, dan memiliki efek takikardia, takikardia supraventrikular, takikardia dan fibrilasi ventrikel,
12
sedatif berat. perpanjangan interval PR, QRS, dan QT, blok jantung derajat pertama, kedua,
dan ketiga, dan perubahan segmen gelombang ST dan T. Obat ini bisa

64 65
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

berakibat fatal pada kasus overdosis. Pasien yang menerima obat jantung, psikoterapi interpersonal. Penelitian ENRICHD adalah uji coba terkontrol
seperti calcium channel blocker, antagonis alfa-adrenergik, diuretik, dan beta- secara acak dari pasien pasca infark myokard, yang dirancang untuk
blocker, mungkin berisiko mengalami efek samping. menentukan apakah pengobatan untuk depresi dan / atau dukungan sosial
Baru-baru ini, formulasi selegilin transdermal disetujui untuk yang rendah akan mengurangi mortalitas dan / atau MI berulang. Pasien
pengobatan gangguan depresi mayor. Dosis rendah (5-10 mg / hari) selegilin diacak untuk mendapatkan terapi perilaku kognitif atau pengobatan biasa.
oral tidak memerlukan pembatasan diet namun bukan antidepresan yang Pasien dalam kelompok CBT diberikan sertraline jika depresi mereka tidak
efektif. Dibandingkan dengan selegilin oral, sistem transdermal selegiline (STS) membaik dalam lima minggu. Intervensi tidak meningkatkan event-free
menunjukkan tingkat obat pada plasma yang stabil, meningkatkan kadar obat survival. Intervensi memperbaiki depresi, meskipun peningkatan relatif pada
ke otak dan menurunkan produksi metabolit. Selegiline transdermal secara kelompok psikososial dibandingkan dengan kelompok pengobatan biasa lebih
spesifik menghambat enzim sistem saraf pusat monoamine oksidase (MAO) A rendah dari ekspektasi. Intervensi ini tampaknya tidak mempengaruhi late
dan B, dengan efek minimal pada MAO A dalam sistem pencernaan dan sistem mortality (29 bulan).49
hati, sehingga mengurangi risiko interaksi dengan makanan yang kaya Beberapa studi mengevaluasi terapi perilaku untuk mengurangi risiko
tyramine. Tidak banyak data tersedia mengenai efek kardiovaskular dari obat kardiovaskular. Blumenthal et al50, secara prospektif menilai hubungan
12
ini. olahraga setelah infark myokard terhadap mortalitas dan infark berulang.
Obat yang harus dihindari pada pasien dengan PJK adalah Sejumlah 2.078 orang yang disurvei tentang kebiasaan olahraga mereka enam
penghambat MAO, kelas antidepresan klasik, digunakan untuk mengobati bulan setelah infark awal dan dikuti mereka selama empat tahun. Setelah dua
depresi dan gangguan kecemasan. Penggunaan obat-obatan ini telah tahun, pasien yang melaporkan olahraga memiliki kurang dari setengah
menurun karena potensi interaksi obat dengan makanan yang kaya tyramine kejadian kardiovaskular dibandingkan dengan pasien yang tidak olahraga
dan obat-obatan lain seperti obat flu dan antidepresan lainnya. Interaksi yang teratur. Mereka menyimpulkan bahwa olahraga memiliki nilai potensial dalam
merugikan ini dapat menyebabkan krisis adrenergik yang fatal atau dapat mengurangi mortalitas dan infark berulang pada pasien infark akut yang
menyebabkan hipotensi postural. Efek samping ini dapat diperburuk pada berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi karena depresi atau memiliki
pasien jantung yang menggunakan diuretik atau antihipertensi lainnya. Beta dukungan sosial yang rendah.
adrenergic blocker juga umumnya dikontraindikasikan pada pasien yang Dalam sebuah studi oleh del Pino et al 51 para peneliti menemukan
menerima penghambat MAO karena efek utama obat pada pasien adalah bahwa kelompok CBT lebih unggul daripada pengobatan medis standar pada
mengintensifkan vasokonstriksi, yang menyebabkan perburukan hipertensi. pasien pria dengan tingkat sosial dan pendidikan rendah untuk mengurangi
12
Penghabat MAO jarang digunakan pada pasien PJK. depresi pada follow up dua tahun.
Pasien yang mengikuti program perubahan gaya hidup, yang
Intervensi Perilaku mengikutsertakan diet vegetarian rendah lemak, pelatihan manajemen stres
Meskipun intervensi perilaku berguna dalam pengobatan depresi, termasuk yoga, meditasi, dan terapi kelompok, serta olahraga ringan dengan
namun data yang ada tidak terlalu mendukung penggunaan terapi perilaku pertemuan kelompok dukungan mingguan, menunjukkan regresi lesi
untuk mengobati depresi pada pasien PJK. Ada beberapa uji klinis intervensi aterosklerotik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menerima terapi
psikososial dan perilaku pada pasien dengan PJK yang menilai dukungan standar. Dengan menggunakan angiografi untuk memantau perkembangan,
suportif. Dalam satu percobaan open-label dari 17 pasien, Koszycki et al48 perbaikan ini dipertahankan pada follow up selama empat tahun.52
menemukan bahwa pasien kardiovaskular dengan depresi yang diberikan Aktivitas fisik dapat memainkan peran yang sangat penting dalam
medikasi dibandingkan dengan tidak diobati merespons serupa terhadap mengurangi risiko kejadian kardiovaskular di antara pasien PJK dengan gejala

66 67
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

depresi. Peningkatan aktivitas fisik dapat memperbaiki gejala depresi; dengan kardiovaskular dapat meliputi kunjungan dokter, EKG, atau penilaian kadar
sendirinya, rejimen latihan aerobik intensif selama 16 minggu telah terbukti obat dalam darah dan pemerisaan lain yang dibutuhkan , berdasarkan
sama efektifnya dengan terapi farmakologis dalam merawat orang dewasa kebutuhan dan keadaan individu pasien.
yang lebih tua untuk gangguan depresi mayor. Aktivitas fisik juga dapat Koordinasi perawatan, kolaborasi antara penyedia layanan kesehatan
mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dengan menekan peradangan. sangat penting pada pasien dengan diagnosis Psikosomatik struktural
Peradangan diketahui sebagai faktor patofisiologis yang penting dalam terutama pada PJK
perkembangan penyakit kardiovaskular, dan banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa gejala depresi berhubungan dengan peningkatan Daftar Pustaka
1. Post-Myocardial Infarction Depression Clinical Practice Guideline Panel. AAFP
peradangan. Intervensi latihan fisik telah terbukti mengurangi peradangan guideline for the detection and management of post-myocardial infarction
pada pasien dengan PJK. Selain itu, tonus parasimpatis yang rendah telah depression. Ann Fam Med. 2009;7(1):71–79.
dikaitkan dengan prognosis yang buruk, gejala yang lebih parah dan kematian 2. Romanelli J, Fauerbach JA, Bush DE, Ziegelstein RC. The significance of
akibat penyakit kardiovaskular. Aktivitas fisik dapat meningkatkan tonus depression in older patients after myocardial infarction. J Am Geriatr Soc.
parasimpatis yang rendah pada pasien dengan depresi berat, dan berfungsi 2002;50(5):817–22.
meningkatkan regulasi emosi dan menekan peradangan.
53 3. Williams RB. Cardiology patient page. Depression after heart attack: why should
I be concerned about depression after a heart attack? Circulation.
2011;123(25):e639–e40.
Kesimpulan 4. Doyle F, McGee H, Conroy R, et al. Systematic review and individual patient data
Dapat ditarik kesimpulan bahwa tingginya prevalensi depresi pada meta-analysis of sex differences in depression and prognosis in persons with
pasien dengan PJK mendukung strategi peningkatan kesadaran dan skrining myocardial infarction: a MINDMAPS study. Psychosom Med.
untuk depresi pada pasien dengan PJK. Secara umum direkomendasikan 2015;77(4):419–28.
skrining rutin untuk depresi pada pasien PJK di berbagai tempat, termasuk 5. Thombs BD, de Jonge P, Coyne JC, et al. Depression screening and patient
outcomes in cardiovascular care: a systematic review. JAMA.
rumah sakit, kantor dokter, klinik, dan pusat rehabilitasi jantung. Kesempatan
2008;300(18):2161–71.
untuk menyaring dan mengobati depresi pada pasien jantung jangan 6. Arroll B, Chin WY, Martis W, et al. Antidepressants for treatment of depression in
terlewatkan, karena pengobatan depresi yang efektif dapat meningkatkan primary care: a systematic review and meta-analysis. J Prim Health Care.
luaran kesehatan yang lebih baik 2016;8(4):325–334.
Pasien dengan hasil skrining positif harus dievaluasi oleh seorang 7. Community Preventive Services Task Force. Mental health and mental illness:
profesional yang memenuhi syarat dalam diagnosis dan pengelolaan depresi. collaborative care for the management of depressive disorders. June 2010.
Pasien-pasien dengan penyakit jantung yang sedang dalam https://www.thecommunityguide.org/findings/mental-health-and-mental-
illness-collaborative-care-management-depressive-disorders
perawatan untuk depresi harus dimonitor secara hati-hati untuk kepatuhan 8. Thombs BD, Bass EB, Ford DE, Stewart KJ, Tsilidis KK, Patel U,et al. Prevalence of
pada penanganan medis mereka, kemanjuran obat, dan keselamatan depression in survivors of acute myocardial infarction. J Gen Intern Med. 2006;
sehubungan dengan kesehatan kardiovaskular dan gangguan esikosomatik 21: 30–38.
ansietas dan ataupun depresi mereka. Pemantauan kesehatan psikosomatik 9. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text
dapat mencakup penilaian terhadap pasien yang menerima antiansietas , Revision (DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric
antidepresan, untuk kemungkinan memburuknya fungsi psikis atau adanya Association; 2000.
10. Rutledge T, Reis VA, Linke SE, Greenberg BH, Mills PJ. Depression in heart failure
kecendrungan pembiaran diri, terutama selama pengobatan awal dimana
a meta-analytic review of prevalence, intervention effects, and associations
dosis dapat disesuaikan, diubah, atau dihentikan. Pemantauan kesehatan with clinical outcomes. J Am Coll Cardiol. 2006; 48: 1527–1537.
68 69
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

11. Egede LE. Major depression in individuals with chronic medical disorders: 25. Covey LS, Glassman AH, Stetner F. Major depression following smoking
prevalence, correlates and association with health resource utilization, lost cessation. Am J Psychiatry. 1997 Feb; 154(2):263-5.
productivity and functional disability. Gen Hosp Psychiatry. 2007; 29: 409–416. 26. Veith RC, Lewis N, Linares OA, Barnes RF, Raskind MA, Villacres EC, Murburg
12. Khawaja IS, Westermeyer JJ, Gajwani P, Feinstein RE. Depression and Coronary MM, Ashleigh EA, Castillo S, Peskind ER. Sympathetic nervous system activity
Artery Disease, The Association, Mechanisms, and Therapeutic Implications. in major depression. Basal and desipramine-induced alterations in plasma
Psychiatry (Edgmont). 2009 Jan; 6(1): 38–51 norepinephrine kinetics. Arch Gen Psychiatry. 1994 May; 51(5):411-22.
13. Lloyd GG, Cawley RH. Distress or illness? A study of psychological symptoms 27. Lechin F, van der Dijs B, Orozco B, Lechin ME, Báez S, Lechin AE, Rada I, Acosta
after myocardial infarction. Br J Psychiatry. 1983 Feb; 142():120-5. E, Arocha L, Jiménez V. Plasma neurotransmitters, blood pressure, and heart
14. Havik OE, Maeland JG. Patterns of emotional reactions after a myocardial rate during supine-resting, orthostasis, and moderate exercise conditions in
infarction. J Psychosom Res. 1990; 34(3):271-85. major depressed patients. Biol Psychiatry. 1995 Aug 1; 38(3):166-73.
15. McKhann GM, Borowicz LM, Goldsborough MA, Enger C, Selnes OA. 28. Sachar EJ, Hellman L, Fukushima DK, Gallagher TF. Cortisol production in
Depression and cognitive decline after coronary artery bypass grafting. Lancet. depressive illness. A clinical and biochemical clarification. Arch Gen Psychiatry.
1997 May 3; 349(9061):1282-4. 1970 Oct; 23(4):289-98.
16. Pratt LA, Ford DE, Crum RM, Armenian HK, Gallo JJ, Eaton WW. Depression, 29. Raadsheer FC, Hoogendijk WJ, Stam FC, Tilders FJ, Swaab DF. Increased
psychotropic medication, and risk of myocardial infarction. Prospective data numbers of corticotropin-releasing hormone expressing neurons in the
from the Baltimore ECA follow-up. Circulation. 1996 Dec 15; 94(12):3123-9. hypothalamic paraventricular nucleus of depressed patients.
17. Lesperance F, Frasure-Smith N, Talajic M. Major depression before and after Neuroendocrinology. 1994 Oct; 60(4):436-44.
myocardial infarction: its nature and consequences. Psychosom Med. 1996 30. Veith RC, Lewis N, Linares OA, Barnes RF, Raskind MA, Villacres EC, Murburg
Mar-Apr; 58(2):99-110. MM, Ashleigh EA, Castillo S, Peskind ER. Sympathetic nervous system activity
18. Appels A. Mental precursors of myocardial infarction. Br J Psychiatry. 1990 Apr; in major depression. Basal and desipramine-induced alterations in plasma
156():465-71 norepinephrine kinetics.Arch Gen Psychiatry. 1994 May; 51(5):411-22.
19. Lauzon C, Beck CA, Huynh T, Dion D, Racine N, Carignan S, Diodati JG, 31. Czajkowski SM, Hayano J, Domitrovich PP, Jaffe AS. Low heart rate variability
Charbonneau F, Dupuis R, Pilote L. Depression and prognosis following hospital and the effect of depression on post-myocardial infarction mortality. Arch
admission because of acute myocardial infarction. CMAJ. 2003 Mar 4; Intern Med. 2005 Jul 11; 165(13):1486-91.
168(5):547-52. 32. Bruce EC, Musselman DL. Depression, alterations in platelet function, and
20. Empana JP, Jouven X, Lemaitre RN, Sotoodehnia N, Rea T, Raghunathan TE, ischemic heart disease. Psychosom Med. 2005 May-Jun; 67 Suppl 1():S34-6.
Simon G, Siscovick DS. Clinical depression and risk of out-of-hospital cardiac 33. Berk M, Plein H. Platelet supersensitivity to thrombin stimulation in
arrest. Arch Intern Med. 2006 Jan 23; 166(2):195-200. depression: a possible mechanism for the association with cardiovascular
21. Aromaa A, Raitasalo R, Reunanen A, et al. Depression and cardiovascular mortality. Clin Neuropharmacol. 2000 Jul-Aug; 23(4):182-5.
diseases. Acta Psychiatr Scand. 1994;(377):77–82. 34. Kop WJ, Gottdiener JSim. The role of immune system parameters in the
22. Frasure-Smith N, Lespérance F, Talajic M Depression following myocardial relationship between depression and coronary artery disease. Psychosom
infarction. Impact on 6-month survival. JAMA. 1993 Oct 20; 270(15):1819-25. Med. 2005 May-Jun; 67 Suppl 1():S37-41.
23. Rumsfeld JS, Jones PG, Whooley MA, Sullivan MD, Pitt B, Weintraub WS, 35. Poston WS, Haddock CK, Conard MW, Jones P, Spertus J. Assessing depression
Spertus JA. Depression predicts mortality and hospitalization in patients with in the cardiac patient. When is the appropriate time to assess depression in
myocardial infarction complicated by heart failure. Am Heart J. 2005 Nov; the patient undergoing coronary revascularization. Behav Modif. 2003 Jan;
150(5):961-7. 27(1):26-36.
24. DiMatteo MR, Lepper HS, Croghan TW. Depression is a risk factor for 36. Post-Myocardial Infarction Depression Clinical Practice Guideline Panel. AAFP
noncompliance with medical treatment: meta-analysis of the effects of guideline for the detection and management of post-myocardial infarction
anxiety and depression on patient adherence. Arch Intern Med. 2000 Jul 24; depression. Ann Fam Med. 2009;7(1):71–79. doi:10.1370/afm.918
160(14):2101-7.

70 71
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

37. Lichtman JH, Bigger JT Jr, Blumenthal JA, Frasure-Smith N, Kaufmann PG, 44. Lespérance F, Frasure-Smith N. Depression in patients with cardiac disease: a
Lespérance F, at al. Depression and coronary heart disease: recommendations practical review. J Psychosom Res. 2000; 48: 379–391.
for screening, referral, and treatment: a science advisory from the American 45. Buff DD, Brenner R, Kirtane SS, Gilboa R. Aassociated with fluoxetine treatment
Heart Association Prevention Committee of the Council on Cardiovascular in an elderly patient with cardiac disease.J Clin Psychiatry. 1991 Apr; 52(4):174-
Nursing, Council on Clinical Cardiology, Council on Epidemiology and 6.
Prevention, and Interdisciplinary Council on Quality of Care and Outcomes 46. Glassman AH, O'Connor CM, Califf RM, Swedberg K, Schwartz P, Bigger JT Jr et
Research: endorsed by the American Psychiatric Association. American Heart al. Sertraline Antidepressant Heart Attack Randomized Trial (SADHEART)
Association Prevention Committee of the Council on Cardiovascular Nursing., Group. Sertraline treatment of major depression in patients with acute MI or
American Heart Association Council on Clinical Cardiology., American Heart unstable angina. JAMA. 2002 Aug 14; 288(6):701-9.
Association Council on Epidemiology and Prevention., American Heart 47. Spina E, Santoro V, D'Arrigo C. Clinically relevant pharmacokinetic drug
Association Interdisciplinary Council on Quality of Care and Outcomes interactions with second-generation antidepressants: an update. Clin Ther.
Research., American Psychiatric Association. Circulation. 2008 ; 118(17):1768-
2008 Jul; 30(7):1206-27.
75.
48. Koszycki D, Lafontaine S, Frasure-Smith N, Swenson R, Lespérance F. An open-
38. Denollet J, Brutsaert DL Reducing emotional distress improves prognosis in
label trial of interpersonal psychotherapy in depressed patients with coronary
coronary heart disease: 9-year mortality in a clinical trial of rehabilitation.
Circulation. 2001 . 104(17):2018-23. disease. Psychosomatics. 2004 Jul-Aug; 45(4):319-24
39. Roest AM, Carney RM, Freedland KE, Martens EJ, Denollet J, de Jonge P. 49. ENRICHD Investigators. Enhancing Recovery in Coronary Heart Disease
Changes in cognitive versus somatic symptoms of depression and event-free (ENRICHD) study intervention: rationale and design. Psychosom Med. 2001,
survival following acute myocardial infarction in the Enhancing Recovery In 63(5):747-55.
C o ro n a r y H ea rt D is ea s e ( E NR I C H D ) st u d y. J Affect D is o rd . 50. Blumenthal JA, Babyak MA, Carney RM, Huber M, Saab PG, Burg MM, Exercise,
2013;149(1–3):335–41. depression, and mortality after myocardial infarction in the ENRICHD trial. Med
40. Trivedi MH, Rush AJ, Wisniewski SR, Nierenberg AA, Warden D, Ritz L, Norquist Sci Sports Exerc. 2004 ; 36(5):746-55.
G, Howland RH, Lebowitz B, McGrath PJ,et al. STAR*D Study Team. Evaluation 51. del Pino A, Gaos MT, Dorta R, García M. Modification of coronary-prone
of outcomes with citalopram for depression using measurement-based care in behaviors in coronary patients of low socio-economic status. Span J Psychol.
STAR*D: implications for clinical practice. Am J Psychiatry. 2006 Jan; 163(1):28- 2005, 8(1):68-78.
40 52. Ornish D, Brown SE, Scherwitz LW, Billings JH, Armstrong WT, Ports TA, et al,
41. Lespérance F, Frasure-Smith N, Koszycki D, Laliberté MA, van Zyl LT, Baker B, et Brand RJ, Gould KL. Can lifestyle changes reverse coronary heart disease? The
al. CREATE Investigators. Effects of citalopram and interpersonal Lifestyle Heart Trial. Lancet. 1990; 336(8708):129-33.
psychotherapy on depression in patients with coronary artery disease: the 53. Peterson JC, Charlson ME, Wells MT, Altemus M. Depression, coronary artery
Canadian Cardiac Randomized Evaluation of Antidepressant and disease, and physical activity: how much exercise is enough?. Clin Ther.
Psychotherapy Efficacy (CREATE) trial. JAMA. 2007; 297: 367–379. 2014;36(11):1518–30. doi:10.1016/j.clinthera.2014.10.003
42. Glassman AH, O'Connor CM, Califf RM, Swedberg K, Schwartz P, Bigger JT Jr, et 54. Grace SL, Abbey SE, Irvine J, et al. Prospective examination of anxiety
al. Sertraline Antidepressant Heart Attack Randomized Trial (SADHEART) persistence and its relationship to cardiac symptoms and recurrent cardiac
Group. Sertraline treatment of major depression in patients with acute MI or events. Psychother Psychosom. 2004;73:344-352.
unstable angina. JAMA. 2002; 288: 701–709. 55. Huffman JC, Celano CM, Beach SR, et al. Depression and cardiac disease:
43. Rieckmann N, Gerin W, Kronish IM, Burg MM, Chaplin WF, Kong G, et al. Course epidemiology, mechanisms, and diagnosis. Cardiovasc Psychiatry Neurol. 2013.
of depressive symptoms and medication adherence after acute coronary
https://www.hindawi.com/journals/cpn/2013/695925/.
syndromes: an electronic medication monitoring study. J Am Coll Cardiol.
56. Spitzer RL, Kroenke K, Williams JB, Lowe B. A brief measure for assessing
2006; 48: 2218–2222.
generalized anxiety disorder: the GAD-7. Arch Intern Med. 2006;166:1092-97

72 73
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

THE ROLE OF IMMUNONUTRITION eksperimental dengan hasil yang potensial menjanjikan. Meskipun, dalam
setting klinis perawatan intensif (Intensive Care Unit), kemanjuran (efikasi) nya
IN CRITICALLY ILL PATIENTS telah terbukti kurang konsisten, kemungkinan besar karena efek dari masing-
masing obat dapat bervariasi dalam kaitannya dengan waktu, dosis, rute
Doni Priambodo Wijisaksono
Divisi Penyakit Tropik Infeksi – Bagian Penyakit Dalam pemberian, interaksi dengan nutrisi lain, keparahan penyakit, dan banyak
FKKMK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta faktor lainnya. Meskipun studi awal-awal abad ini (2000-2009) telah
menunjukkan beberapa manfaat klinis, uji coba multicenter terbaru (2011-
2015) gagal membuktikan manfaat yang konsisten dari imunonutrisi dalam hal
Abstract mortalitas atau outcome klinis lainnya. Meninjau hal ini, belum ada bukti
meyakinkan bahwa imunonutrisi sangat bermanfaat bagi pasien sakit kritis.
Modulation of the inflammatory and immune response to critical Mengingat bahwa zat-zat ini dapat meningkatkan biaya perawatan, dan
illness has been the goal of much research in the past decade. Various drugs mungkin tidak aman di beberapa penyakit, terutama pada pasien sepsis, maka
and nutrients have been tested in various experimental models with pemberian rutin nutrisi-nutrisi ini (glutamin, arginin, asam lemak omega-3,
potentially promising results. Although, in an intensive care clinical setting selenium) saat ini belum dapat kepastian rekomendasi secara kuat pada
(intensive care unit), its efficacy has proven to be less consistent, most likely pasien sakit kritis.
because the effects of each drug can vary in relation to time, dose, route of
administration, interaction with other nutrients, severity disease, and many Kata kunci: imunonutisi, respon kekebalan, pasien sakit kritis
other factors. Although studies in the early part of this century (2000-2009)
have shown several clinical benefits, the most recent multicenter trials (2011-
2015) failed to prove the consistent benefits of immunonutrition in terms of Pendahuluan
mortality or other clinical outcomes. Reviewing this, there was no conclusive Banyak perhatian telah difokuskan pada cara yang benar pemberian
evidence that immunonutrition was very beneficial for critically ill patients. diet pasien sakit kritis. Bukti ilmiah terbaru masih mengkonfirmasi kuat
Given that these substances can increase treatment costs, and may not be safe konsep yang lama, yaitu bahwa energi dan protein yang memadai akan
in some diseases, especially in sepsis patients, the routine administration of meningkatkan outcome bagus pasien.1-3 Upaya-upaya telah dilakukan untuk
these nutrients (glutamine, arginine, omega-3 fatty acids, selenium) is meneliti nutrisi aktif secara farmakologis yang dapat memodulasi respons
currently uncertain of the recommendations strongly in critically ill patients. metabolik dan inflamasi terhadap pasien sakit kritis, dan meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh. Ini disebut juga "imunonutrisi/immunonutrien" (terutama:
Keywords: immunonutrition, immune response, critically ill patients glutamin, asam lemak omega-3, arginin, selenium) yang diberikan sendiri atau
bersama-sama, ditambah dengan konstituen normal dari nutrisi dasar (makro
dan mikronutrien) tetapi dalam jumlah yang tinggi sehingga memperbesar
Abstrak efek farmakologis yang diharapkan. Beberapa imunonutrien ini terbukti
efektif dalam beberapa penelitian, tetapi tidak atau kurang konsisten.
Modulasi respon inflamasi dan kekebalan terhadap penyakit kritis Sebagian besar studi klinis menunjukkan berbagai manfaat dari imunonutrisi
(critical ill) telah menjadi tujuan dari banyak penelitian dalam dekade terakhir yang dilakukan dalam setting operasi elektif untuk kanker gastrointestinal.4-6
ini. Berbagai obat dan nutrisi telah diuji dalam bermacam model Pada pasien sakit kritis, bukti tersebut kontroversial, di mana studi yang lebih
74 75
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

lama menunjukkan beberapa manfaat, tetapi studi-studi terbaru tidak Konsentrasi glutamin plasma saat pasien masuk ke unit perawatan intensif
7-9
menunjukkan manfaat atau bahkan efek negatif. (ICU) adalah prediktor independen untuk hasil yang tidak baik. Glutamin
Tidak ada konsensus tentang kemanjuran (efikasi) imunonutrien pada plasma yang sangat rendah atau sangat tinggi pada 24 jam setelah masuk ICU
15
pasien sakit kritis, bahkan juga dalam pedoman internasional. dikaitkan dengan peningkatan mortalitas 6 bulan. Ada spekulasi bahwa kadar
Mempertimbangkan hasil positif dari studi klinis pertama, atau pedoman yang glutamin plasma rendah pada fase akut penyakit kritis mungkin menjadi
16
dikembangkan sebelum 2010 (seperti pedoman 2009 dari American Society of bagian dari respons adaptif terhadap stres.
Parenteral dan Enteral Nutrition (ASPEN)10 berisi rekomendasi yang telah Studi yang lebih lama tentang suplementasi glutamin sebagian besar
17
dibatalkan atau diturunkan dalam pedoman terbaru, seperti sebagai Surviving adalah studi dengan sejumlah kecil pasien dengan nutrisi parenteral. Hasil
Sepsis Campaign (SSC) 2013 Guideline11 dan 2013 Canada Clinical Practice dari penelitian ini menggembirakan dalam hal manfaat dan hasil, sehingga
12, 13
(CCP) Guidelines. meta-analisis termasuk studi ini merekomendasikan penggunaan glutamin
Pasti ada kesulitan dalam merancang dan melaksanakan uji klinis selama nutrisi parenteral. Ketika glutamin diberikan dengan rute enteral,
10, 18
berkualitas baik pada pasien sakit kritis, karena heterogenitas populasi (sepsis, hasilnya jauh lebih tidak konklusif. Atas dasar serangkaian studi awal ini,
syok septik, trauma, operasi darurat, luka bakar), perbedaan usia dan status pedoman 2006 dari Masyarakat Eropa untuk Parenteral dan Enteral Nutrisi
19 10
gizi, berbagai sediaan komersial, berbagai rute dan modalitas terapi, toleransi (ESPEN) dan 2009 ASPEN guideline merekomendasikan suplementasi
gastro-intestinal yang tidak dapat diprediksi, dan sebagainya. Meskipun glutamin pada pasien ICU, terutama dalam trauma, luka bakar dan operasi
menggunakan atau tidak menggunakan imunonutrisi mungkin memiliki elektif.
dampak yang relevan pada biaya perawatan, tetapi karena banyak dari Pada tahun 2011, sebuah penelitian besar di 10 center Eropa (Scottish
formula ini jauh lebih mahal daripada nutrisi standar, sumber daya ekonomi Intensive care Glutamine - selenium Evaluative Trial - SIGNET) mengevaluasi
yang terbatas, dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan secara kejadian infeksi dan mortalitas pada pasien ICU yang menerima nutrisi
20
keseluruhan, maka memaksa pendekatan berbasis bukti dalam praktik medis parenteral yang dilengkapi dengan glutamin, selenium atau keduanya. Tidak
sehari-hari kita untuk menghindari pemborosan dana. Pada saat yang sama, ada perbedaan yang dilaporkan dalam hal infeksi, kematian, lama tinggal, hari
keselamatan pasien adalah tujuan yang jauh lebih penting daripada penggunaan antibiotik, baik memberikan glutamin sendiri atau dalam
pengendalian biaya, dapat dipengaruhi secara signifikan, baik atau buruk, kombinasi dengan selenium.
dengan adopsi produk tersebut. Ulasan ini bertujuan untuk memeriksa Pada 2013, penelitian multicenter double blind, terkontrol plasebo
8
literatur tentang imunonutrisi pada pasien sakit kritis, dengan fokus khusus (REDOX Trial), membandingkan efek glutamin dan antioksidan (selenium).
pada studi-studi terbaru, sehingga dapat menentukan margin keamanan dan Glutamin tidak dikaitkan dengan manfaat klinis apa pun; sebaliknya, pada
efektivitasnya. kelompok penelitian ada peningkatan mortalitas 28 hari yang tidak signifikan,
ditambah peningkatan mortalitas di rumah sakit dan mortalitas 6 bulan yang
21
Glutamin signifikan. Analisis post hoc mengkonfirmasi hasil ini, menyimpulkan bahwa
Glutamin adalah bahan bakar metabolisme utama untuk banyak sel glutamin dan antioksidan dapat berbahaya pada pasien dengan kegagalan
yang berkembang cepat seperti enterosit dan sel imun. Glutamin memiliki banyak organ.
efek antioksidan, mempertahankan fungsi barrier usus, menghasilkan energi Studi MetaPlus yang lebih baru adalah penelitian multisenter acak
14 9
untuk limfosit dan neutrofil, dan merangsang sintesis nukleotida. Dasar yang dilakukan di 14 ICU di Eropa dan diterbitkan pada 2014. Tidak ada
pemikiran penelitian tentang suplementasi glutamin didasarkan pada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hal infeksi, durasi ventilasi
pengamatan bahwa glutamin pada umumnya habis pada pasien sakit kritis.

76 77
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

mekanis, lama rawat di rumah sakit atau ICU, tetapi suplementasi glutamin Dalam meta-analisis selanjutnya26 kematian di rumah sakit dan enam
dikaitkan dengan angka kematian yang lebih tinggi. bulan kematian tidak berbeda antara kelompok studi dan kelompok kontrol.
Sebagian besar penelitian sebelumnya yang menunjukkan beberapa Tidak ada perbedaan antara pasien yang menerima glutamin enteral atau
manfaat suplementasi glutamin adalah studi single-center yang melibatkan parenteral. Pada subkelompok yang diberi glutamin dosis tinggi (di atas 0,5
populasi kecil pasien. Juga, banyak bukti positif didasarkan pada penelitian g/kg/hari), tingkat kematian secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
pasien bedah dengan nutrisi parenteral yang dilengkapi dengan glutamin. kontrol (p = 0,03). Pada kelompok glutamin, tingkat infeksi secara signifikan
Meta-analisis yang dilakukan dalam dua tahun terakhir (2013-2014) lebih rendah daripada pada kelompok kontrol (p = 0,02), terutama pada pasien
menghasilkan hasil yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan meta- bedah ICU (p = 0,04). Glutamin parenteral juga dikaitkan dengan pengurangan
analisis sebelumnya; namun, kesimpulannya tetap tidak konsisten. infeksi nosokomial yang signifikan (p = 0,03). Lama tinggal di rumah sakit tidak
Pada 2013 Bollhalder melakukan meta-analisis tentang efek dipengaruhi oleh suplementasi glutamin.
suplementasi glutamin parenteral.22 Meskipun terjadi pengurangan signifikan Sebuah analisis penelitian sekuensial mencoba mensintesis hasil dari
27
dalam komplikasi infeksi dan lama rawat inap, tidak ada efek pada mortalitas studi acak yang berfokus pada suplementasi glutamin pada pasien sakit kritis.
keseluruhan. Menggunakan analisis meta-regresi, Fadda et al. menganalisis Percobaan ini menguji kembali meta-analisis Bollhalder plus uji coba REDOX.
studi yang sama yang dimasukkan oleh Bollhalder's meta-analisis dengan titik Titik akhirnya adalah kematian. Kesimpulannya adalah bahwa glutamin pada
akhir yang sama (mortalitas jangka pendek didefinisikan sebagai mortalitas di penyakit kritis tidak dan kurang efektif. Sebagai kesimpulan, manfaat potensial
23
rumah sakit) tetapi mempertimbangkan tren temporal. Analisis mereka dari suplementasi glutamin, terutama pada kejadian infeksi, tampaknya
menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan sebelum tahun 2003 terkait dengan suplementasi asam amino dengan rute parenteral pada pasien
melaporkan peningkatan jangka pendek yang lebih baik. Manfaat sementara bedah. Ada sedikit atau tidak ada bukti bahwa glutamin dapat bermanfaat
ini cenderung kecil atau bahkan tidak ada dalam uji coba yang dilakukan pada pasien ICU, sementara ada beberapa bukti bahwa glutamin dapat
setelah tahun 2003. berbahaya, terutama jika diberikan secara enteral dan atau dengan dosis
Dalam tinjauan sistematis yang diterbitkan pada tahun 2014, tinggi.
24
Wischmeyer menemukan penurunan yang tidak signifikan dari keseluruhan
kematian, komplikasi infeksi dan lama tinggal di ICU, tetapi terjadi Asam Lemak Omega-3
pengurangan yang signifikan dari kematian di rumah sakit dan lama tinggal di Asam lemak omega-3 (FA) adalah asam lemak poli tak jenuh dengan
rumah sakit. Namun, menganalisis peran bias uji coba multicenter versus ikatan ganda antara karbon ketiga dan keempat. Karena mamalia tidak dapat
single center pada hasil, hanya uji coba multicenter yang menunjukkan efek mensintesis ikatan rangkap karbon-karbon, senyawa ini sangat penting untuk
signifikan glutamin parenteral pada mortalitas keseluruhan dan pada infeksi. makanan. Omega-6 FA mempromosikan sintesis prostaglandin E2 dan
Pada tahun yang sama, meta-analisis Cochrane25 meninjau efek leukotriene B4, yang sangat pro-inflamasi, sementara omega-3 FA
suplementasi glutamin pada tingkat infeksi dan mortalitas pada pasien mempromosikan sintesis eikosanoid yang kurang inflamasi seperti
dewasa yang sakit kritis dan pada pasien dewasa setelah operasi besar. Ulasan prostaglandin E3 dan leukotriene B5 dan mengurangi pelepasan sitokin pro-
28, 29
ini menemukan bukti "sedang" bahwa suplementasi glutamin mengurangi inflamasi IL -1 dan TNF-alpha.
tingkat infeksi dan jumlah hari dalam ventilasi mekanis, ditambah bukti Hipotesis populer adalah bahwa senyawa ini dapat meningkatkan
"kualitas rendah" bahwa suplementasi glutamin mengurangi lamanya tinggal hasil klinis pasien sakit kritis dan mengurangi respon inflamasi. Banyak uji
di rumah sakit pada pasien sakit kritis atau pasien bedah. Tidak ada efek pada klinis berdasarkan hipotesis ini telah dilakukan dalam 20 tahun terakhir.
mortalitas dan lama tinggal di ICU. Karena hasil penelitian ini menjanjikan, maka pada tahun 2006-2009 sebagian

78 79
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

besar pedoman - ASPEN, ESPEN, CCP - merekomendasikan formula enteral signifikan. Manfaat yang diamati dalam uji coba di mana formula tinggi lemak
yang mengandung omega-3 FA. Setelah beberapa uji klinis penting yang digunakan mungkin karena adanya jumlah tinggi omega-6 FA pada kelompok
diterbitkan pada 2011,7, 30, 31 ada revisi literatur tentang peran omega-3 dalam kontrol. Kandungan lemak pada kelompok kontrol ini (55% energi) jauh
10, 18, 19
penyakit kritis, dan pedoman terbaru - seperti Guideline CCP 2013 - melampaui apa yang saat ini direkomendasikan dalam praktik klinis.
menurunkan rekomendasinya. Kesimpulannya, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa suplementasi
32
Dalam tinjauan sistematis, Manzanares et al. mengevaluasi efek omega-3 FA memiliki peran dalam nutrisi parenteral atau enteral dari orang
emulsi lipid berbasis omega-3 vs minyak kedelai (kaya omega-6 FA) pada sakit kritis, bahkan pada pasien ARDS.
outcome klinis. Tidak ada efek yang terdeteksi pada mortalitas, durasi
ventilasi, atau lama perawatan di ICU. Para peneliti yang sama menerbitkan Arginin
33
meta-analisis lain pada omega-3 selama nutrisi enteral atau parenteral. Arginin adalah asam amino semi esensial yang disintesis dan
Sekali lagi, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan metabolismenya terjadi melalui banyak jalur yang menghasilkan nitrat oksida
38
pada mortalitas, durasi ventilasi mekanik, infeksi, atau lama tinggal di ICU. (NO), poliamina, prolin, glutamat, kreatin, dan agmatine. Rute pemberian
39-41
Pada tahun yang sama, 2013, sebuah meta-analisis baru menyelidiki glutamin dapat mempengaruhi metabolisme arginin. Data eksperimen
34
peran omega-3 FA dalam nutrisi parenteral. Tidak ada perbedaan yang menunjukkan bahwa arginin meningkatkan fungsi kekebalan tubuh,
ditemukan dalam mortalitas atau infeksi. Ditemukan pengurangan yang sementara kekurangannya merusak respons imun dan dengan demikian dapat
signifikan dalam rawat inap di rumah sakit, tetapi hasil tersebut sangat meningkatkan risiko infeksi nosokomial. Telah dipostulatkan bahwa
dipengaruhi oleh satu studi kecil. Kesimpulannya adalah bahwa meskipun suplementasi arginin dapat membalikkan status kekebalan yang rendah.42
omega-3 FA dapat mengurangi lama tinggal di rumah sakit, tidak ada Kadar arginin plasma selama sepsis telah diukur, dengan hasil yang kontras,
rekomendasi yang dikeluarkan, mengingat kualitas bukti yang kurang. Efek tergantung pada tahap penyakit dimana mereka diukur.43 Kekurangan arginin
35
omega-3 FA diselidiki oleh Chen et al. Tidak ada efek signifikan pada kematian kemungkinan besar menjadi fitur dari tahap awal sepsis, sedangkan kadar
secara keseluruhan ditemukan. Parenteral omega-3 FA tidak berpengaruh arginin dalam plasma meningkat secara progresif ketika keadaan septik
pada mortalitas (P = 0,15), sedangkan suplementasi enteral - setelah memburuk. Dengan demikian, semakin parah sepsis, semakin kecil
7
pengecualian dari OMEGA Trial, yang diidentifikasi sebagai sumber kemungkinan bahwa suplementasi arginin dapat menguntungkan, sebaliknya,
heterogenitas - secara signifikan mengurangi mortalitas (P = 0,007). bahkan dapat membahayakan.
Keterbatasan utama analisis ini adalah ukuran sampel percobaan yang Pada tahun 2001, Heyland et al. menerbitkan meta-analisis pada
terbatas. Heterogenitas populasi dan rute suplementasi yang berbeda adalah suplementasi arginin pada pasien ICU yang menunjukkan bukti efek samping.44
bias utama lainnya. Pemberian arginin tambahan pada sepsis berat dapat meningkatkan sintesis
Dalam meta-analisis terbaru lainnya, Zhu et al. menyelidiki efek NO dalam jumlah besar yang dapat menyebabkan hipotensi, insufisiensi
36
enteral omega-3 FA. Kesimpulannya adalah bahwa pada pasien dengan jantung, peningkatan jaringan dan permeabilitas endotel serta kegagalan
ARDS, suplementasi enteral omega-3 FA tidak efektif dalam hal kematian 28 organ.45 Untuk menetralkan vasodilatasi dan hipotensi pada pasien dengan
37
hari, hari bebas ventilasi, dan hari bebas ICU. Santacruz Herrera et al. syok septik, pemberian inhibitor nitrat oksida sintase nonselektif (546C88)
menerbitkan meta-analisis lain pada ARDS. Penurunan angka kematian hanya diuji oleh Lopez et al.,46 tetapi percobaan mereka dihentikan lebih awal setelah
ditemukan dalam studi di mana omega-3 FA telah dibandingkan dengan solusi ditinjau oleh dewan pemantauan keamanan data independen, sejak kematian
kontrol lemak tinggi (P = 0,001), sementara uji coba menggunakan kelompok hari ke-28 adalah 59% pada kelompok yang diobati vs 49% pada kelompok
kontrol rendah lemak menunjukkan peningkatan mortalitas yang tidak plasebo (P <0,001). Suplementasi arginin pada pasien sakit kritis

80 81
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

meningkatkan produksi NO yang memperkuat sindrom respons inflamasi dengan penurunan angka kematian dan durasi yang signifikan ventilasi
sistemik dan meningkatkan mortalitas. Pedoman 2006-2009 dari ESPEN dan mekanis, pengurangan infeksi yang tidak signifikan dan tidak ada efek
ASPEN, sebagaimana telah dikutip di atas, merekomendasikan penggunaan keseluruhan pada ICU atau LOS rumah sakit. Pengurangan kematian secara
formula enteral yang mengandung arginin pada beberapa populasi pasien, signifikan lebih besar pada subkelompok pasien dengan risiko kematian yang
dengan pengecualian sepsis berat. tinggi (mortalitas 10% pada kelompok kontrol) (P = 0,003) sedangkan tidak ada
12, 13
Analisis literatur terbaru dari kelompok Kanada pada 2013 efek signifikan yang diamati untuk uji coba pasien dengan risiko kematian yang
merekomendasikan untuk menghindari suplementasi arginin pada semua lebih rendah. Uji coba menggunakan dosis lebih dari 500 μg/hari
pasien ICU, setelah mengkonfirmasi meta-analisis sebelumnya oleh Marik dan menunjukkan kecenderungan ke arah kematian yang lebih rendah (P = 0,07).
Zaloga.48 Kedua meta-analisis tidak menemukan efek pada mortalitas, infeksi, Pemberian selenium parenteral dikaitkan dengan kecenderungan penurunan
lama tinggal di rumah sakit, atau tinggal di ICU. Mengingat kemungkinan angka kematian dan infeksi, tetapi pemberian enteral tidak dapat dianalisis,
kerugian pada pasien septik47 dan peningkatan biaya, peneliti tidak karena hanya 1 RCT yang melaporkan efek selenium enteral terhadap hasil
56
merekomendasikan penggunaan arginin pada pasien yang sakit kritis. klinis. Kesimpulannya, hasil meta analisis ini menunjukkan penurunan
mortalitas yang signifikan dengan dosis tinggi parenteral selenium pada
Antioksidan pasien dengan risiko kematian yang tinggi. Meskipun, meta-analisis ini tidak
Sistem pertahanan endogen antioksidan pada manusia terdiri dari termasuk RCT terbaru dan terbesar pada farmakonutrisi: percobaan REDOX
8, 9
berbagai molekul (sebagian besar, elemen seperti tembaga, mangan, seng, dan MetaPlus Trial. Dalam Percobaan REDOX pasien menerima koktail
besi dan selenium) yang melindungi jaringan dari cedera yang disebabkan oleh antioksidan melalui rute enteral termasuk vitamin C, vitamin E, beta-karoten,
spesies oksigen reaktif dan spesies nitrogen reaktif. Pada pasien ICU, level seng dan selenium (300 ug) dan dosis tinggi selenit natrium (total dosis selenit
plasma dari mikro ini mungkin sering berkurang, karena kebocoran interstitial 800 μg). Tidak ada efek pada hasil klinis. Meskipun, kejadian infeksi saluran
dari endotel kapiler, asupan oral yang tidak mencukupi, dan/atau kehilangan kemih secara signifikan lebih tinggi di antara pasien yang ditambah (P = 0,02);
selama terapi penggantian ginjal terus menerus.49, 50 Level serum selenium hal yang sama juga dicatat untuk infeksi luka operasi dalam (P = 0,07). Dalam
telah berkorelasi dengan level imunoglobulin, fungsi neutrofil dan makrofag, analisis post hoc, Heyland et al. menemukan bahwa glutamin dan antioksidan
51-53
pertahanan terhadap kerusakan oksidatif dan regulasi hormon tiroid. muncul sangat berbahaya pada pasien dengan disfungsi ginjal.
Studi-studi yang mengevaluasi peran selenium telah ditandai oleh Hasil tak terduga ini dijelaskan dengan berbagai cara. Fase penyakit
heterogenitas metode yang sangat besar. Beberapa studi klinis telah menguji kritis mungkin sudah terlalu lanjut, sudah berevolusi menuju dua atau lebih
selenium "megadosis", biasanya sekitar 1000 μg/hari, sementara Organisasi kegagalan organ, ketika suplementasi dimulai. Juga, dosis selenium terlalu
54, 57-59
Kesehatan Dunia merekomendasikan asupan harian 70 μg/hari menandakan tinggi jika dibandingkan dengan dosis yang direkomendasikan. Akhirnya,
risiko toksisitas pada 900 μg/hari.54 Ada banyak kontroversi mengenai optimal ketika diberikan sebagai koktail dengan nutrisi dan vitamin lain, ketersediaan
dosis, rute pemberian, lamanya pengobatan, dan tingkat toksik yang hayati selenium enteral mungkin tidak dapat diprediksi. Faktanya, telah
berpotensi.55 Pedoman ASPEN 10 tahun 2009 memasukkan antioksidan dalam terbukti bahwa pemberian enteral selenium dengan asam askorbat dapat
60
daftar imunonutrien untuk digunakan pada pasien ICU bedah dan pasien ICU mengurangi ketersediaan selenium hingga hampir level nol.
medis, "dengan hati-hati dalam pasien dengan sepsis berat ”. MetaPlus Study9 adalah studi multisenter double-blind. Glutamin,
Pada 2012, sebuah meta-analisis menganalisis semua uji klinis acak omega-3 FA dan berbagai antioksidan (vitamin C, seng, vitamin E dan
(RCT) tentang efek mikronutrien sebagai agen farmasi (baik vitamin dan selenium) diberikan kepada kelompok studi. Tidak ada perbedaan signifikan
56
elemen pelacak) pada hasil klinis pasien sakit kritis. Antioksidan dikaitkan dalam kejadian infeksi atau hasil klinis lain yang ditemukan antara kelompok

82 83
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

kontrol dan kelompok studi. Pasien medis yang dilengkapi dengan pasien sakit kritis. Banyak yang berpendapat bahwa ada keterbatasan
imunonutrien menunjukkan mortalitas 6 bulan yang lebih tinggi (P = 0,04). metodologi yang signifikan dalam literatur yang ada yang dapat membatasi
Dalam meta-analisis yang diterbitkan pada 2013, Alhazzani menganalisis efek penafsiran studi. Secara umum, penelitian terlama terlalu kecil (<100 pasien)
selenium pada pasien septik.61 Analisis ini menunjukkan bahwa suplementasi dan memiliki kualitas pengacakan yang buruk. Populasi pasien sangat berbeda
selenium intravena pada dosis ≥100 μg/hari dibandingkan dengan plasebo dalam hal usia, stadium penyakit, antar studi dan bahkan di dalam studi yang
dikaitkan dengan kematian yang lebih rendah. Meski begitu, tidak ada sama. Tingkat peradangan sistemik dan keseimbangan peradangan/aktivitas
perbedaan dalam lama tinggal ICU atau pneumonia nosokomial. Heterogenitas anti-inflamasi, serta generasi regional dan sistemik spesies oksigen reaktif,
yang signifikan antar penelitian yang melaporkan efek samping menghalangi adalah variabel yang tidak diketahui yang dapat bervariasi secara signifikan
penyatuan hasil yang memadai. Pada tahun yang sama, meta-analisis yang antar pasien dan pada pasien yang sama, menjelaskan spektrum efek yang
sama pada selenium pada sepsis62 menyimpulkan bahwa suplementasi berbeda imunonutrien - dari yang bermanfaat menjadi berbahaya - pada pasien
selenium parenteral selama setidaknya 7 hari (P = 0,01), dengan bolus pascabedah vs pasien sakit kritis dan dalam berbagai subkelompok klinis.
preloading (P = 0,01) dan pada dosis tinggi (P = 0,04 ) mungkin dikaitkan dengan Trauma bedah dapat dikaitkan dengan aktivasi terbatas peradangan sistemik
risiko kematian yang lebih rendah. tetapi dengan penekanan fungsi pertahanan seluler yang relevan, yang
Meta-analisis lebih lanjut oleh Landucci et al. menunjukkan bahwa meningkatkan risiko infeksi. Dalam setting ini, arginin dan zat penambah
suplementasi selenium dikaitkan dengan penurunan mortalitas 28-hari dari kekebalan lainnya dapat mengembalikan kompetensi sistem pertahanan
batas signifikansi statistik (P = 0,04) tetapi perkiraan itu sangat tidak tepat.63 seluler dan mengurangi komplikasi infeksi.
Hasil meta-analisis ini menunjukkan pengurangan mortalitas 28 hari, tanpa efek Sebaliknya, penyakit kritis dikaitkan dengan respons inflamasi sistemik
pada kematian 6 bulan terlepas dari dosis, bolus dan lama suplementasi. yang lebih intens dan lebih kompleks, sekunder dari kelebihan oksida nitrat,
Kesimpulannya, sementara beberapa meta-analisis telah menemukan efek spesies oksigen reaktif, dan mediator proinflamasi. Dalam kondisi patofisiologis
selenium terhadap mortalitas, data sulit ditafsirkan. Oleh karena itu, ini ini, nutrisi yang lebih merangsang proses inflamasi, seperti arginin, dapat
menghalangi pemberian rekomendasi berbasis bukti untuk suplementasi merusak. Lebih jauh lagi, pada pasien sakit kritis yang sama, kondisi hiper-
antioksidan pada pasien sakit kritis. Pedoman SSC menyarankan untuk inflamasi dapat terjadi bersamaan dengan depresi respon imun seluler,
menghindari selenium pada sepsis parah11 dan pedoman CCP menyatakan membuat efek nutrisi imun semakin tidak dapat diprediksi. Masalah lain adalah
bahwa penggunaan tersebut "harus dipertimbangkan" pada pasien sakit kritis. bahwa dalam banyak penelitian, banyak nutrisi digabungkan menjadi produk
nutrisi tunggal. Jadi, interaksi antara nutrisi dapat mempengaruhi mekanisme
Diskusi aksi, umur dan efeknya pada organ target. Ada kemungkinan bahwa beberapa
Modulasi respon imun dalam setting penyakit kritis telah menjadi nutrisi, diuji secara individual, mungkin memiliki beberapa efek positif atau
tujuan dari banyak penelitian dalam dua dekade terakhir. Banyak uji coba negatif pada beberapa kelompok pasien, tetapi - ketika dikombinasikan
eksperimental dan klinis telah menyelidiki nutrisi yang berbeda dengan sifat bersama atau diberikan kepada kelompok pasien yang heterogen - mungkin
teoritis penambah kekebalan, berharap bahwa nutrient dapat meningkatkan memiliki efek sebaliknya. Satu lagi area ketidakpastian adalah dosis optimal
hasil klinis pasien. Hasil penelitian ini banyak kontroversial, dan begitu juga setiap nutrisi, yang sebagian besar belum ditentukan. Studi penemuan dosis
kesimpulan dari meta-analisis, dengan fitur yang patut dicatat bahwa studi dalam literatur nutrisi sangat jarang. Hasil penelitian REDOX menunjukkan
terlama dan terkecil menunjukkan lebih banyak bukti efek yang bahwa dosis glutamin dan selenium yang terlalu tinggi mungkin berbahaya.
menguntungkan daripada studi yang terbaru dan terbesar. Setelah 20 tahun Namun, rute pemberian dapat mempengaruhi ketersediaan kadar plasma
studi klinis dan jutaan dana penelitian yang tak terhitung jumlahnya, tidak ada nutrisi. Penyerapan enteral dapat diubah pada pasien yang sakit kritis, sehingga
efek pengobatan positif definitif dari imunonutrien yang telah terbukti pada asupan nutrisi tidak dapat diprediksi. Relevansi bolus sebelum infus dan waktu
84 85
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

suplementasi adalah bidang lain yang tidak diketahui. Studi farmakokinetik 5. Braga M, Gianotti L:Perioperative immunonutrition: cost-benefit analysis. JPEN
imunonutrien sedikit dan kurang meyakinkan. 2005;29(Suppl):S57-S61.
6. Braga M, Wischmeyer PE, Drover JW, Heyland DK:Clinical evidence for
pharmaconutrition in major elective surgery. JPEN 2013;37(Suppl):S66-S72.
Kesimpulan 7. R Rrice T, Wheeler AP, Thompson BT, deBoisblanc BP, Steingrub J, Pock P:Enteral
Modulasi respon inflamasi dan kekebalan terhadap penyakit kritis telah omega-3 fatty acid, linolenic acid and antioxidant supplementation in acute lung
menjadi tujuan dari banyak penelitian dalam sepsis, ARDS, trauma dan luka injury. JAMA 2011;306:1574-81.
bakar. Berbagai obat dan nutrisi telah diuji dalam model eksperimental dengan 8. Heyland D, Muscedere J, Wischmeyer PE, Cook D, Jones G, Albert M, et al. A
hasil yang menjanjikan. Meskipun, dalam setting klinis pasien ICU, belum ada randomized trial of glutamine and antioxidants in critically ill patients. N Engl J
Med 2013;368:1489-97.
kemanjuran yang konsisten ditunjukkan, kemungkinan besar karena efek dari
9. Van Zanten AH, Sztark F, Kaisers UX, Zielmann S, Felbinger TW, Sablotzki AR, et al.
berbagai imunonutrien dapat bervariasi dalam kaitannya dengan waktu, dosis, High-protein enteral nutrition enriched with immune-modulating nutrients vs
rute pemberian, interaksi dengan nutrisi lain, yang keparahan penyakit dan standard high-protein enteral nutrition and nosocomial infections in the ICU: a
banyak faktor lainnya. Sementara literatur saat ini tidak menunjukkan bukti randomized clinical trial. JAMA 2014;312:514-24.
yang meyakinkan bahwa imunonutrien mungkin bermanfaat bagi pasien sakit 10. McClave SA, Martindale RG, Vanek VW, McCarthy M, Roberts P, Taylor B, et al.
kritis, zat ini selalu meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan mungkin Guidelines for the provision and assessment of nutrition support therapy in the
adult critically ill patient:Society of Critical Care Medicine (SCC M) and American
tidak aman atau bahkan berbahaya di beberapa subkelompok, terutama pada
Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN). JPEN J Parenter Enteral Nutr
pasien septik. Dengan demikian, dalam hal keamanan dan efektivitas biaya, 2009;33:277-316.
maka pemberian imunonutrisi (glutamin, arginin, omega-3 FA, selenium) saat 11. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. Surviving
ini kurang dapat direkomendasikan pada pasien sakit kritis. sepsis campaign:International guidelines for management of severe sepsis and
septic shock, 2012. Intensive Care Med 2013;39:165-228.
Daftar Pustaka 12. C critical Care Nutrition. Canadian clinical practice guidelines 2013 [Internet].
Available from: http://www.criticalcarenutrition.com [cited 2016, Feb 18].
1. Alberda C, Gramlich L, Jones N, Jeejeeboy K, Day AG, Dhaliwal R, et al. The
13. Dhaliwal R, Cahill N, Lemieux M, Heyland DK. The Canadian Critical Care Nutrition
relationship between nutritional intake and clinical outcomes in critically ill
Guidelines in 2013: an update on current recommendations and implementation
patients: results of an international multicenter observational study. Intensive strategies. Nutr Clin Pract 2014;29:29-43.
Care Med 2009;35:1728-37. 14. Wischmeyer PE. Glutamine: mode of action in critical illness. Crit Care Med
2. Doig GS , Heighes PT, Simpson F, Sweetman EA . Early enteral nutrition reduces 2007;35(Suppl):S541-4.
mortality in trauma patients requiring intensive care: a meta-analysis of 15. Rodas PC, Rooyackers O, Hebert C, Norberg A, Werneman J. Glutamine and
randomized trials. Injury 2011;42:50-6. glutathione at ICU admission in relation to clinical outcome. Clin Sci
3. Ekpe K, Novara A, Mainardi JL, Fagon JY, Faisy C. Methicillin-resistant 2012;122:591-7.
Staphylococcus aureus bloodstream infections are associated with a higher 16. V van den Berghe G. Low glutamine levels during critical illness: adaptive or
energy deficit than other IC U-acquired bacteremia. Intensive Care Med maladaptive? NEJM 2013;368:1549-50.
2014;40:1878-87. 17. Griffiths RD, Jones C, Palmer TE. Six-month outcome of critically ill patients given
4. Drover JW, Dhaliwal R, Weitzel L, Wischmeyer PE, Ochoa JB, Heyland D: glutamine-supplemented parenteral nutrition. Nutrition 1997;13:295-302.
Perioperative use of arginine-supplemented diets: a Systematic review of the 18. S singer P, Berger MM, Van den Berghe G, Biolo G, Calder P, Forbes A, et al. ES PEN
evidence. J Am Coll Surg 2011;212:385-99. :ES PEN guidelines on parenteral nutrition: intensive care. Clin Nutr 2009;28:387-
5. Braga M, Gianotti L:Perioperative immunonutrition: cost-benefit analysis. JPEN 400.
2005;29(Suppl):S57-S61. 19. Kreymann KG, Berger MM, Deutz NE, Hiesmayr M, Jolliet P, Kazandjiev G, et al. DGE
M (German Society for Nutritonal Medicine), ES PEN (European Society for

86 87
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Parenteral and Enteral Nutrition). ES PEN guidelines on enteral nutrition: 34. Palmer AJ, Clement KM, Ajibola O, Avenell A. The role of omega-3 fatty acid
intensive care. Clin Nutrition 2006;25:210-23. supplemented parenteral nutrition in critical illness in adults:a systematic review
20. Andrews PJD, Avenell A, Noble DW, Campbell MK, Croal BL, Simpson WG, et al. and meta-analysis. Crit Care Med 2013;41:307-16.
Randomized trial of glutamine, selenium, or both, to supplement parenteral 35. Chen W, Jiang H, Zhou ZY, Tao YX, Cai B, Liu J, et al. Is omega-3 fatty acids enriched
nutrition for critically ill patients. BMJ 2011;342:1542-50. nutrition support safe for critically ill patients? A systematic review and meta-
21. Heyland DK, Elke G, Cook D, Berger MM, Wischemyer PE, Albert M, et al. On analysis. Nutrients 2014;6:2148-64.
behalf of the Canadian Critical Care Trails Group. Glutamine and antioxidants in 36. Zhu D, Zhang Y, Li S, Gan L, Feng H, Nie W. Enteral omega-3 fatty acid
the critically ill patient:a post-hoc analysis of a large-scale randomized trial. JPEN J supplementation in adult patients with acute respiratory distress syndrome: a
Parenter Enteral Nutr 2015;39:401-9. systematic review of randomized controller trials with meta-analysis and trial
22. Bollhalder L, Pfeil AM, Tomonaga Y, Schwenkglenks M. A systematic literature sequential analysis. Intensive Care Med 2014;40:504-12.
review and meta-analysis of randomized clinical trials of parenteral glutamine 37. Santacruz CA, Orbegozo D, Vincent JL, Preiser JC. Modulation of dietary lipid
supplementation. Clin Nutr 2013;32:213-23. composition during acute respiratory distress syndrome (AR DS): a systematic
23. Fadda V, Maratea D, Trippoli S, Messori A. Temporal trend of short-term mortality review and meta-analysis. JPEN J Parenter Enteral Nutr 2015;39:837-46.
in severely ill patients receiving parenteral glutamine supplementation. Clin Nutr 38. Wu G, Bazer FW, Davis TA, Kim SW, Li P, Rhodas JM, et al. Arginine metabolism and
2013;32:492-3. nutrition in growth, health and disease. Amino Acids 2009;37:153-68.
24. Wischmeyer PE, Dhaliwal R, McCall M, Ziegler TR , Heyland D. Parenteral glutamine 39. Wu G, Bazer FW, Cudd TA, Jobgen WS, Kim SW, Lassala A, et al. Pharmacokinetics
supplementation in critical illness:a systematic review. Crit Care 2014;18:R76. and safety of arginine supplementation in animals. J Nutr 2007;137:S1673-80.
25. Tao KM, Li XQ, Yang LQ, Yu WF, Lu ZJ, Sun YM, et al. Glutamine supplementation 40. L ligthart-Melis GC , van de Poll MCG , Boelens PG, Dejong CHC, Deutz NE P, van
for critically adults (review). Cochrane 2014;9. Leeuwen PAM. Glutamine is an important precursor for the novo synthesis of
26. Chen QH, Yang Y, He HL, Xie JF, Cai SX, Liu AR, et al. The effect of glutamine therapy arginine in humans. Am J Clin Nutr 2008;87:1282-9.
on outcomes in critically ill patients:a meta-analysis of randomized controlled 41. L ligthart-Melis GC , van de Poll MC, Dejong CH, Boelens PG, Deutz NE , van
trials. Crit Care 2014;18:R8. Leeuwen PA, et al. The route of administration (enteral or parenteral) affects the
27. Maratea D, Fadda V, Trippoli S, Messori A. Glutamine in critically ill patients: trial- conversion of isotopically labeled L-(2-15N)glutamine into citrulline and arginine
sequential analysis. Clin Nutr 2014;33:735-6. in humans. JPEN J Parenter Enteral Nutr 2007;31:343-50.
28. C calder PC. Omega-3 polyunsaturated fatty acids and inflammatory processes: 42. Mizock BA. Immunonutrition and critial illness: an update. Nutrition
nutrition or pharmacology? Br J Clin Pharmacol 2013;75:645-62. 2010;26:701-7.
29. Calder PC.Rationale and use of n-3 fatty acids in artificial nutrition. Proc Soc 43. Chiarla C, Giovannini I, Siegel JH. Plasma Arginine correlations in trauma and
2010;69:565-73. sepsis. Amino Acids 2006;30:81-6.
30. G grau Carmona T, Moran Garcia V, Garcia de Lorenzo A, Heras de la Calle G, 44. Heyland DK, Novak F. immunonutrition in the critically ill patient: more harm than
Quesada Bellver B, Lopez-Martines J, et al. Effect of an enteral diet enriched with good? JPEN J Parenter Enteral Nutr 2001;25(Suppl):S51-6.
eicosapentaenoic acid, gamma-linolenic acid and anti-oxidant on the outcome of 45. Hibbs JB. Infection and nitric oxide. J Infect Dis 2002;185(Suppl 1):S9-17.
mechanically ventilated, critically ill, septic patients. Clin Nutr 2011;30:578-84. 46. Lopez A, Lorente JA, Steingrub J, Bakker J, McLuckie A, Willatts S, et al. Multiple-
31. Stapleton Rd, Martin TR, Weiss NS, Crowley JJ, Gundel SJ, Nathens AB, et al. A center, randomized, placebo controlled, double-blind study of the nitric oxide
phase II randomized placebo- controlled trial of omega-3 fatty acids for the synthase inhibitor 546C88:Effect on survival in patients with septic shock. Crit
treatment of acute lung injury. Crit Care Med 2011;39:1655-62. Care Med 2004;32:21-30.
32. Manzanares W, Dhaliwal R, Jurewitsch B, Stapleton RD, Jeejeebhoy KN, Heyland 47. Heyland DK, Samis A. Does immunonutrition in patients with sepsis do more
DK. Alternative lipid emulsions in the critically ill:a systematic review of the harm than good? Intensive Care Med 2003;29:667-71.
evidence. Intensive Care Med 2013;39:1683-94. 48. Marik PE, Zaloga GP. Immunonutrition in critically ill patients:a systematic review
33. Manzanares W, Dhaliwal R, Jurewitsch B, Stapleton RD, Jeejeebhoy KN, Heyland and analysis of literature. Intensive Care Med 2008;11:1980-90.
DK. Parenteral fish oil in the critically ill:a systematic review and meta-analysis. 49. Motoyama T, Okamoto K, Kukita I, Hamaguchi M, Kinoshita Y, Ogawa H. Possible
JPEN J Parenter Enteral Nutr 2014;38:20-8. role of increased oxidant stress in multiple organ failure after systemic

88 89
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

inflammatory response syndrome. Crit Care Med 2003;31:1048-52. ANSIETAS, DEPRESI DAN MALNUTRISI PADA PERAWATAN
50. Berger MM, Chiolero R. Antioxidant supplementation in sepsis and systemic
inflammatory response syndrome. Crit Care Med 2001;35:S584-90. PASIEN PALIATIF
51. Arther JR, McKenzie RC, Backett GJ. Selenium in the immune system. J Nutr
2003;133:14575-95. Hamzah Shatri, Pitt Akbar, Felix F. Widjaja
52. L lowes DA, Galley HF. Mitochondrial protection by the thioredoxin-2 and Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSCM,
glutathione systems in an in vitro endothelial model of sepsis. Biochem J Jakarta Indonesia
2011;436:123-32.
53. Berger MM, Reymond MJ, Shenkin A, Rey F, Wardle C, Cayeux C, et al. Influence of
selenium supplements on the post-traumatic alterations of the thyroid axis:a
placebo controlled trial. Intensive Care Med 2001;27:91-100.
Pendahuluan
54. World Health Organization (WHO):Selenium, Enviromental Health Criteria 58. Masalah diet pada penyakit tahap lanjut dapat menjadi masalah dan
Geneva, Switzerland: WHO; 1987. perhatian khusus bagi pasien dan keluarga. Gangguan status gizi dikaitkan
55. Pierre JF, Heneghan AF, Lawson CM, Wischmeyer PE, Kozar RA, Kudsk KA. dengan kehilangan massa otot, berkurangnya kekuatan otot, keterbatasan
Pharmaconutrition review: physiological mechanisms. JPEN J Parenter Enteral fungsional, dan peningkatan morbiditas yang semuanya berdampak negatif
Nutr 2013;37:S51-65. pada kualitas hidup dan dapat mengurangi kesintasan.1
56. Manzanares W, Dhaliwal R, Jiang X, Murch L, Heyland D. Antioxidant Laporan dan panduan nasional untuk penyediaan pelayanan paliatif
micronutrients in the critically ill:a systematic review and meta-analysis. Critical merekomendasikan bahwa dietisien dimasukkan sebagai anggota tim
Care 2012;16:R66.
perawatan paliatif, atau setidaknya memiliki hubungan yang erat dengan
57. Sriram K, Lonchyna VA. Micronutrient supplementation in adult nutrition
therapy: practical considerations. JPEN J Parenter Enteral Nutr 2009;33:548-62. mereka. Dietisien perawatan paliatif memiliki pengetahuan dan pemahaman
58. Shenkin A. Selenium in intravenous nutrition. Gastroenterology 2009;137:S61-9. yang lebih tentang aspek diet dari kondisi yang membatasi kehidupan dan
59. A angstwurm MWA, Gaertner R. Practicalities of selenium supplementation in tentang bagaimana nutrisi berdampak positif dan negatif pada gejala yang
critically ill patients. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2006;9:233-8. dialami pasien. Mereka mampu memberikan panduan tentang pengelolaan
60. Robinson MF, Huemmer PK. Effect of a megadose of ascorbic acid, a meal and masalah diet dalam pengaturan perawatan paliatif, menerjemahkan
orange juice on the absorption of selenium as sodium selenite. N Engl J Med pengetahuan terbaru tentang makanan, kesehatan, dan penyakit ke dalam
1985;98:627-9. panduan praktis. Mereka juga membantu pasien untuk membuat pilihan
61. Alhazzani W, Jacobi J, Sindi A, Hartog C, Reinhart K, Kokkoris S, et al. The effect of
makanan berdasarkan kegemaran atau menghindari yang tidak disukai, dan
selenium therapy on mortality in patients with sepsis syndrome:a systematic
review and meta-analysis of randomized controlled trials. Crit Care Med mengurangi dampak gejala yang mempengaruhi asupan makanan. Dietisien
2013;41:1555-64. juga dapat memberi nasihat tentang fortifikasi makanan dan kesesuaian
62. Huang TS , Shyu YC, Chen HY, Lin LM, Lo CL , Yuan SS , et al. Effect of parenteral suplementasi makronutrien dan mikronutrien untuk memperbaiki
selenium supplementation in critically ill patients:a systematic review and meta- kekurangan makanan, tergantung pada tahapan penyakit dan tujuan atau
analysis. PLos ONE 2013;8:e54431. target perawatan.1
63. L landucci F, Mancinelli P, De Gaudio R, Virgili G. Selenium supplementation in Pasien perawatan paliatif dengan kanker stadium lanjut rentan
critically ill patients:a systematic review and meta-analysis. J Critical Care terhadap berbagai masalah kesehatan psikologis dan mental, termasuk
2014;29:150-6.
kecemasan dan depresi. Sebuah studi melaporkan prevalensi 37% untuk
kemungkinan depresi dan 44% untuk kemungkinan kecemasan pada pasien

90 91
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

perawatan paliatif dengan kanker. Untuk pasien perawatan paliatif yang tidak beban gejala tambahan, misalnya, kepatuhan terhadap diet bebas gluten
memiliki kanker, depresi telah dilaporkan pada 50% pasien dengan penyakit untuk seseorang dengan penyakit seliak simptomatik. Dietisien paling baik
2
Parkinson dan pada 20% -30% dari mereka yang menderita demensia. ditempatkan untuk memberikan saran diet yang masuk akal untuk memenuhi
Menilai asupan nutrisi dan kebutuhan pasien membutuhkan persyaratan gizi tanpa mengorbankan keselamatan atau kenyamanan pasien.
penilaian komprehensif tentang kondisi medis, perawatan, dan riwayat diet Faktor yang memengaruhi keputusan ini adalah manfaat untuk pasien,
pasien. Hal ini termasuk evaluasi hasil biokimia darah yang relevan yang keinginan pasien, dan asupan pasien. Hal ini memerlukan kerjasama dengan
tersedia, berat badan saat ini dan riwayat berat badan, keterbatasan staf penyedia makanan untuk memastikan bahwa pilihan makanan yang tepat
fungsional, masalah psikososial, asupan makanan saat ini, gejala terkait gizi, tersedia dan bahwa pilihan makanan dioptimalkan.1
1
dan tujuan diet.
Intervensi yang dilakukan oleh dietisien dalam pelayanan paliatif Manajemen Gejala
dapat dikelompokkan secara luas menjadi lima jenis: promosi dan Pasien dengan kondisi penyakit tahap lanjut yang tidak dapat
pemeliharaan kesehatan, dukungan untuk kebutuhan diet khusus, disembuhkan dan mengancam jiwa sering mengalami gejala, terkait dengan
1
manajemen gejala, dukungan nutrisi, dan dukungan psikososial. penyakit dan manajemennya, yang berdampak pada keinginan dan
kemampuan mereka untuk makan. Gejala-gejala tersebut termasuk disfagia,
Promosi Kesehatan dan Pemeliharaan mual, rasa kenyang dini, sakit mulut, perubahan rasa, dan sulit buang air besar.
Beberapa pasien dengan diagnosis penyakit progresif lanjut dapat Manajemen aktif dari gejala-gejala tersebut dapat meningkatkan kualitas
1
mempertahankan asupan oral yang baik, dengan atau tanpa nafsu makan, hidup.
sampai tahap paling akhir dari penyakit mereka. Dengan tidak adanya
dorongan anabolik yang memadai, energi tambahan yang dikonsumsi oleh Disfagia
pasien di atas kebutuhan harian mereka mungkin disimpan sebagai massa Disfagia disebabkan oleh kondisi apa pun yang melemahkan atau
lemak. Massa lemak berlebih ini meningkatkan kebutuhan metabolisme yang merusak otot dan saraf yang digunakan untuk menelan. Insidens dan
dibebankan pada sistem tubuh dan berpotensi menyebabkan prognosis yang prevalensi disfagia yang tinggi terjadi pada pasien dengan gangguan
lebih buruk. Dietisien dapat memberikan panduan praktis tentang pilihan gaya neurologis, dan kanker kepala dan leher. Disfagia juga dapat terjadi sebagai
hidup dan makanan yang tepat untuk mencegah penyimpanan lemak berlebih akibat dari kaheksia. Walaupun batuk saat makan atau minum adalah gejala
sambil mempertahankan massa lemak bebas yang sangat penting untuk umum dari kondisi ini, beberapa pasien mungkin mengalami aspirasi secara
1
mempertahankan fungsional dan untuk kinerja aktivitas sehari-hari. diam-diam karena kelemahan sentral atau lokal atau koordinasi yang buruk
dari otot-otot faring, berkurangnya sensasi laringofaring, atau gangguan
Nutrisi Suportif untuk Kebutuhan Diet Khusus kemampuan untuk menghasilkan batuk yang adekuat. Fisioterapis wicara dan
Beberapa pasien telah membatasi asupan makanan sejak lama yang bahasa dapat menilai proses menelan dan merekomendasikan konsistensi
membuat pilihan makanan menjadi sulit, terutama jika keinginan dan yang aman atau paling aman untuk mencegah atau mengurangi risiko aspirasi.
kemampuan untuk makan terganggu. Dalam beberapa situasi, pembatasan Kemudian, dietisien dapat memberikan saran dan dukungan kepada pasien
diet mungkin tidak lagi diperlukan, karena potensi beban secara signifikan dan keluarga tentang makanan yang dimodifikasi yang dipilih serta
melebihi potensi manfaat, misalnya, kepatuhan terhadap diet rendah lemak mempertimbangkan kenikmatan atau rasa makanan, mempromosikan
1
untuk pengelolaan peningkatan kadar kolesterol. Dalam situasi lain, pemeliharaan berat badan yang sesuai.
kepatuhan berkelanjutan terhadap diet khusus diperlukan untuk mencegah

92 93
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Mual mengidentifikasi obat mana yang dapat dihentikan untuk mengurangi gejala
Mual adalah perasaan yang tidak menyenangkan dan menyebabkan ini.1
keinginan untuk muntah. Alasan mual dapat multifaktorial dan dapat
diperburuk oleh stres, ketakutan, dan kecemasan. Pasien perlu dikurangi Perubahan Rasa
gejalanya secara cepat dan tepat berdasarkan penilaian menyeluruh dari akar Perubahan rasa cukup berperan pada hilangnya nafsu makan pada
penyebabnya dan mengenali efek buruk yang dimiliki gejala tersebut jika penyakit lanjut, terutama pada kanker tahap lanjut. Makanan bisa terasa
1
gejala tersebut bertahan dalam waktu yang lama. manis, asin, seperti logam, pahit, amis, seperti kardus atau kapas. Dalam
sebuah penelitian kohort prospektif terhadap 192 orang Kanada dengan
Berkurangnya Nafsu Makan kanker metastasis tingkat lanjut, 74% peserta melaporkan perubahan rasa dan
Tidak jarang bagi pasien dalam stadium lanjut penyakit progresif untuk bau. Gejala-gejalanya termasuk persepsi yang meningkat, tumpul, atau
mempunyai sedikit atau tidak ada keinginan untuk makan atau kehilangan berubah dalam bau makanan, dan pasien-pasien ini cenderung terjadi
nafsu makan setelah beberapa gigitan makanan. Beberapa pasien dapat terus penurunan berat badan lebih banyak dan penurunan kualitas hidup. Faktor-
makan secara normal meskipun merasakan kenyang dini, sementara yang lain faktor lain yang memengaruhi perubahan rasa ini beragam termasuk di
memerlukan saran dan dukungan untuk mengatasi hal tersebut. Penyebab antaranya kekurangan mikronutrien (seperti seng, niasin, atau vitamin A),
potensial dari nafsu makan yang buruk dan rasa kenyang dini antara lain obat-obatan, kebersihan mulut yang buruk, perubahan air liur (terlalu banyak
penundaan pengosongan lambung, asites perut, sembelit, dan perubahan dan/atau terlalu sedikit), kerusakan saraf (di kepala), kanker leher, merokok
rasa dan bau makanan. Penyebab yang dapat diperbaiki harus diselidiki dan atau gigi palsu yang tidak pas. Secara teori dimungkinkan untuk mengurangi
rencana diet perlu dipertimbangkan sehubungan dengan beban gejala yang efek perubahan ini dengan melengkapi makanan dengan nutrisi dan vitamin
1
ireversibel. seperti vitamin A, tembaga, nikel, seng, niasin, atau zat besi. Diet ini hanya
1
boleh ditambahkan di bawah pengawasan seorang profesional kesehatan.
Rasa Tidak Nyaman Pada Mulut
Rasa tidak nyaman atau sakit pada mulut dapat disebabkan banyak Konstipasi
hal termasuk infeksi, ulserasi, defisiensi mikronutrien, mulut kering, infiltrasi Konstipasi adalah salah satu gejala yang paling sering ditemui dalam
tumor, dan masalah gigi seperti gigi berlubang atau iritasi gusi akibat gigi palsu perawatan paliatif yang berdampak pada kualitas hidup pasien dan berpotensi
yang tidak pas. Dalam kondisi ini, penghilang rasa sakit dioptimalkan sebelum memerlukan intervensi farmakologis terutama ketika pasien menerima
makan dapat ditawarkan dan kebersihan mulut dilakukan secara teratur untuk penghilang rasa sakit berupa opioid. Baik pencahar dan pencahar stimulan
mencegah bertambahnya ketidaknyamanan yang tidak perlu pada waktu umumnya direkomendasikan untuk manajemen yang optimal. Sebagai bagian
makan. Menjelang akhir hidup, prevalensi komplikasi oral meningkat. Mulut dari tim multidisiplin, dietisien dan dokter harus memastikan bahwa akan ada
kering adalah efek samping yang umum dari banyak obat, termasuk intervensi dini dan pengobatan konstipasi dengan pencahar dan evaluasi
1
antidepresan, analgesik, ansiolitik, antihipertensi, antipsikotik, diuretik, dan ulang asupan makanan dengan hati-hati ketika konstipasi telah sembuh.
obat anti-Parkinson. Mulut kering juga bisa menjadi efek samping dari
pelemas dan penenang otot. Ini juga dapat dihasilkan dari efek samping Nutrisi Suportif
penyakit dan infeksi tertentu termasuk sindrom Sjögren, HIV/AIDS, penyakit Dukungan nutrisi dapat menjadi terapi yang memperpanjang hidup
Alzheimer, diabetes, anemia, cystic fibrosis, artritis reumatoid, hipertensi, bagi pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi karena masalah
penyakit Parkinson, strok, dan gondok. Evaluasi obat dapat membantu mekanik atau fungsional. Intervensi awal dalam situasi seperti itu dapat

94 95
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

mencegah, meminimalkan, atau memperbaiki penurunan berat badan yang masalah tertentu seperti ketidakseimbangan elektrolit, malabsorpsi,
reversibel. Menghitung kebutuhan energi pada penyakit lanjut merupakan kelebihan cairan, atau penyakit kritis. Apabila diperlukan, dietisien dapat
tantangan karena terdapat perubahan dalam komposisi tubuh, termasuk menyarankan kepada pasien dan/atau keluarga mereka tentang cara
pengurangan terkait massa bebas lemak dapat secara signifikan memengaruhi mengelola pemberian makanan enteral di rumah.1
1
pengeluaran energi dan kebutuhan makro dan mikronutrien.
Rencana dukungan gizi yang tepat harus dipastikan untuk Nutrisi Parenteral
dilaksanakan, dievaluasi terus-menerus, dan direvisi untuk memenuhi Pemberian makan parenteral terutama digunakan untuk pemberian
kebutuhan dan preferensi nutrisi pasien yang sedang berlangsung. Dietisien nutrisi pada mereka yang memiliki saluran pencernaan yang tidak berfungsi
dapat memfasilitasi diskusi tentang manfaat dan beban tambahan nutrisi oral, atau tidak dapat diakses, seperti pasien yang mengalami obstruksi. Karena
enteral, dan parenteral untuk individu dengan kondisi fungsional yang pemberian nutrisi parenteral tidak melewati proses pencernaan normal
terbatas dan keluarga mereka untuk memungkinkan pengambilan keputusan tubuh, evaluasi secara rutin sangat penting untuk memastikan pemberian
yang tepat. Dukungan nutrisi dapat diberikan kepada pasien secara oral, makro- dan mikro-nutrien yang tepat. Total nutrisi parenteral sering
enteral (melalui selang makanan yang ditempatkan di dalam lambung atau disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara individu. Penggunaan
usus bagian atas), atau secara parenteral (melalui kateter intravena).1 nutrisi parenteral dalam perawatan paliatif sangat bervariasi antar negara dan
umumnya tidak dianjurkan pada mereka yang memiliki harapan hidup kurang
Suplemen Nutrisi Oral dari 2 bulan karena kemungkinan beban intervensi akan lebih besar daripada
1
Suplemen nutrisi oral banyak digunakan dalam kondisi akut dan manfaatnya.
komunitas untuk individu yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
mereka melalui diet oral saja. Contoh suplemen nutrisi oral antara lain jus, Dukungan Psikososial
1
yogurt, dan puding. Ketika nafsu makan atau berat badan menurun, keluarga mungkin
Produk-produk ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti makanan merasa itu adalah tugas mereka untuk mendorong pasien untuk makan lebih
dan makanan ringan melainkan sebagai pelengkap atau suplemen diet biasa. banyak. Dorongan seperti itu dalam kondisi tertentu malah dapat menjadi
Selain itu, suplemen nutrisi oral sering diresepkan bagi mereka yang masalah baru bagi pasien, terutama ketika keluarga tetap memaksa untuk
mengalami penurunan berat badan yang tidak disengaja dan nafsu makan makan saat penurunan berat badan terus berlangsung namun pasien menolak
yang kurang. Kepatuhan terhadap suplemen yang diresepkan seringkali buruk makanan yang diberikan. Sementara suplemen nutrisi oral dan pemberian
dan konseling diet dinilai lebih efektif dalam pencegahan penurunan berat makanan buatan menggunakan rute enteral atau parenteral dapat
badan.1 mengimbangi kekurangan mikro- dan makro-nutrien, hal ini bukan pengganti
kenikmatan fisik dan psikososial yang diperoleh dari makan. Dukungan nutrisi
Nutrisi Enteral yang diberikan tidak disarankan terlalu invasif dan harus dapat diterima
Enteral feeding tube memungkinkan dukungan nutrisi bagi mereka sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Dietisien dapat
yang memiliki saluran pencernaan fungsional tetapi tidak dapat mendapat mendukung keluarga secara langsung atau mendukung profesional kesehatan
asupan nutrisi yang cukup secara oral. Penilaian secara rutin oleh dietisien lainnya dalam manajemen yang tepat terhadap dampak fisik, psikologis, dan
diperlukan untuk menyeimbangkan asupan nutrisi dan cairan yang cukup sosial dari kehilangan nafsu makan dan perubahan tubuh. Dengan
untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut. Makanan khusus juga tersedia menjelaskan penyebab penurunan berat badan, pasien dan keluarga mungkin
untuk mendukung mereka yang membutuhkan modifikasi nutrisi karena dapat menerima perubahan tubuh dengan lebih baik dan lebih siap

96 97
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

menghadapi penurunan berat badan yang tidak dapat dikembalikan atau Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan suplemen makanan
diperbaiki pada tahap akhir dari proses penyakit.1 untuk mengobati gangguan kecemasan ringan hingga sedang telah meningkat
dan laporan telah menunjukkan bahwa pengalaman emosional negatif terkait
Nutrisi Pada Ansietas dan Depresi dengan peningkatan konsumsi makanan dan peningkatan kandungan
4
Kecemasan adalah perasaan subjektif dari kegelisahan, kesulitan atau makanan yang tidak sehat.
kekhawatiran yang menakutkan bersama dengan sejumlah manifestasi Penelitian telah menunjukkan kontribusi serotonin, melatonin, dan
otonom dan somatik. Hal ini adalah respons normal, emosional, rasional, dan triptofan pada depresi. Sumber serotonin yang kaya termasuk tomat, pisang,
dapat diprediksi terhadap bahaya nyata atau potensial. Namun, jika gejala nanas, prem dan kiwi, sedangkan untuk melatonin antara lain biji fenugreek,
4
kecemasan berlanjut, tidak logis, tidak menentu dan/atau parah dan terjadi mustard putih dan hitam dan biji wolfberry. Aroma jeruk terkenal karena sifat
tanpa adanya kejadian yang menimbulkan stres atau berhubungan dengan penambah atau meningkatkan suasana hati (mood), minyak atsiri yang
4
kejadian sehari-hari, maka hal ini disebut gangguan cemas. diekstraksi dari grapefruit (C. paradisi), lemon (C. lemon), bergamot (C.
Sedangkan depresi adalah gangguan umum yang ditandai dengan bergamia), jeruk nipis (C. aurantifolia), mandarin (C. nobilis) dan jeruk (C.
4
kesengsaraan, kehilangan minat keinginan, rendah diri, kurang tidur, nafsu aurantium) sering digunakan untuk mengobati kecemasan.
makan yang buruk, perasaan lelah dan konsentrasi berkurang. Saat ini Nutrisi seperti seng, asam folat, magnesium, vitamin C dan vitamin
antidepresan secara luas diakui sebagai pilihan yang digemari untuk B12 ditemukan dapat memperbaiki gejala depresi. Nutrisi ini sebagian telah
mengobati depresi, khususnya selective serotonin re-uptake inhibitor sebagai ditemukan untuk memperbaiki suasana hati (mood) melalui peran zat-zat
obat yang paling banyak diresepkan. Sebuah studi menunjukkan bahwa tersebut dalam sintesis neurotransmiter yang dapat diperoleh dari asparagus,
penggunaan antidepresan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam dua puluh bit, kacang polong, kacang-kacangan, kedelai, lentil, kol, bayam, brokoli, biji
4
tahun terakhir di Inggris dan negara-negara Barat lainnya, dengan bukti labu, almon, barley dan jamur.
kecenderungan jangka panjang akan peningkatan resep sejak pertengahan Sebuah tinjauan terhadap 14 studi berbeda mengungkapkan bahwa
1970-an.5,6 orang dengan depresi memiliki kadar asam lemak omega-3 EPA dan DHA yang
Meningkatnya kompleksitas kehidupan sehari-hari dalam budaya rendah. Dalam meta-analisis ini, para peneliti mengungkapkan bahwa kadar
modern menyebabkan tingkat kecemasan dan depresi yang tidak terduga. asam lemak omega-3 EPA dan DHA dan asam lemak omega-3 total jelas lebih
Penyakit yang memengaruhi suasana hati telah dikaitkan dengan nyeri kronis rendah pada orang dengan gejala depresi dibandingkan dengan orang tanpa
di antara pasien di negara berkembang maupun negara maju. Kecemasan dan depresi. Saat ini, tidak ada bukti yang cukup untuk menetapkan bahwa omega-
depresi adalah gangguan kejiwaan yang umum, yang terjadi hingga 15–25% 3 memiliki efek antidepresan. Penelitian tentang hal ini sedang
dari populasi orang dewasa. 7 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikembangkan. Namun, penelitian ini menunjukkan hubungan antara tingkat
8
memproyeksikan bahwa pada tahun 2020, depresi akan menjadi alasan utama omega-3 yang rendah dan suasana hati (mood) yang rendah. Sebuah studi
kedua di balik kematian dini atau kecacatan. Saat ini, banyak terapi digunakan yang lebih baru mengonfirmasi efek baik dari asam lemak omega-3 pada
9
untuk pengobatan kecemasan. Benzodiazepin telah digunakan sebagai obat gejala depresi pada tikus. Satu gram minyak ikan per hari menunjukkan hasil
pilihan untuk ansietas berat dan sekarang sebagian besar digunakan dalam yang jauh lebih baik daripada kelompok kontrol pada semua skala dalam
10
pengobatan gangguan ansietas akut dan kronis serta efektif dalam depresi. depresi.
Namun 12–15% pasien depresi tidak menunjukkan respons sama sekali, Madu diketahui banyak digunakan untuk efek positifnya. Madu
4
bersama dengan kemungkinan efek sampingnya. mengandung sekitar 200 elemen termasuk fruktosa, glukosa, asam amino,
vitamin, mineral, dan enzim. Madu telah menunjukkan kemampuan yang

98 99
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

signifikan untuk mengurangi kecemasan dan memperkuat aktivitas motorik kondisi pasien, sehingga rencana terapi atau intervensi nutrisi yang sesuai
pada tikus. Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan chrysin flavonoid dapat diimplementasikan kepada pasien dengan baik.
dalam madu, sementara chrysin juga telah dilaporkan meningkatkan defisit
kognitif dan kerusakan otak yang disebabkan oleh hipoperfusi serebral kronis Tabel 1. Manajemen gejala terkait nutrisi pada pasien paliatif 3
4
pada tikus.
Ada beberapa penelitian yang mengungkapkan dampak peningkatan
asupan air pada suasana hati dan sensasi fisik. Studi lain menunjukkan bahwa
orang yang tidak mengalami depresi mengonsumsi volume air putih lebih
4
banyak dibandingkan kelompok lain.
Ada beberapa makanan yang harus dihindari untuk menjaga
kesehatan dan stabilitas mental, sebuah studi baru-baru ini menunjukkan
bahwa asupan kue, donat, hamburger, hotdog, dan pizza berhubungan
dengan depresi. Penelitian memperlihatkan konsumen makanan cepat saji
dibandingkan dengan mereka yang makan sedikit atau tidak mengonsumsi
4
makanan cepat saji, 51% lebih tinggi untuk terjadinya depresi.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa konsumsi coklat dikaitkan
dengan depresi. Hasil menunjukkan bahwa makan buah menyebabkan
kecemasan, depresi, dan ketidaknyamanan emosional yang lebih rendah
dibandingkan dengan konsumsi coklat. Studi lain menemukan bahwa keripik,
biskuit, dan coklat berhubungan dengan stres yang lebih tinggi dan kegagalan
kognitif yang lebih besar.4 Sebuah studi meta-analisis yang menilai hubungan
antara intervensi diet dengan gejala depresi dan ansietas menunjukkan bahwa
intervensi diet dapat mengurangi gejala depresi secara signifikan. Tidak
11
ditemukan efek intervensi diet yang diamati untuk ansietas.

Kesimpulan
Gangguan status gizi dikaitkan dengan kehilangan massa otot,
berkurangnya kekuatan otot, keterbatasan fungsional, dan peningkatan
morbiditas yang semuanya berdampak negatif pada kualitas hidup dan dapat
mengurangi kesintasan. Tidak jarang pada pasien dengan penyakit tahap
lanjut mengalami depresi dan ansietas yang dapat mempengaruhi asupan dan
selanjutnya prognosis dan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, diperlukan
kerjasama antara dokter dan dietisien sebagai bagian dari tim pelayanan
paliatif yang harus berjalan dengan baik dalam mengevaluasi kebutuhan dan
mengidentifikasi adanya depresi atau ansietas yang dapat memengaruhi

100 101
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Daftar Pustaka
1. Payne C. Dietetics and nutrition in palliative care. ResearchGate; 2018
2. O'Connor M, White K, Kristjanson LJ, Cousins K, Wilkes L. The prevalence of
anxiety and depression in palliative care patients with cancer in western
Australia and new south wales. MJA 2010; 193: S44–S47.
3. Diet and nutrition in palliative care, a guide for clients and carers. Adelaide Hills
Community Health Service,Government of South Australia, 2012.
4. Khan S, Khan RA. Healthy Diet a Tool to Reduce Anxiety and Depression. J
Depress Anxiety 2016;5: 220.
5. Gunnell D, Ashby D. Antidepressants and suicide: what is the balance of benefit
and harm. BMJ 2004;329: 34-38.
6. Moore M, Yuen HM, Dunn N, Mullee MA, Maskell J, et al. Explaining the rise in
antidepressant prescribing: A descriptive study using the general practice
research database. British Medical Journal 2009;339: b3999.
7. Foyet HS, Tsala DE, Bouba AA, Hritcu L. Anxiolytic and AntidepressantLike Effects
of the Aqueous Extract of Alafia multiflora Stem Barks in Rodents. Adv
Pharmacol Sci 2012: 912041.
8. Ernst E. The risk-benefit profile of commonly used herbal therapies: Ginkgo, St.
John's Wort, Ginseng, Echinacea, Saw Palmetto, and Kava. Ann Intern Med
2002;136: 42-53.
9. Lin PY, Huang SY, Su KP. A meta-analytic review of polyunsaturated fatty acid
compositions in patients with depression. Biol Psychiatry 2010;68: 140-147.
10. de Mello AH, Gassenferth A, Schraiber Rde B, Souza Lda R, Florentino D, et al.
Effects of omega-3 on behavioral and biochemical parameters in rats submitted
to chronic mild stress. Metab Brain Dis 2014;29: 691-699.
11. Firth J, Marx W, Dash S, Carney R, Teasdale SB, Solmi M, et al. The effect of
dietary improvement on symptoms of depression and anxiety: A meta-analysis
of randomized controlled trials. Psychosomatic Medicine 2019;265-280

102 103
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

MANAJEMEN TERPADU PADA PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIS
Eko Budiono1
1
Divisi Pulmologi, Departemen Penyakit Dalam
FKKMK UGM/ RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyebab
kematian terbanyak ke-empat di dunia, dan diperkirakan akan menjadi tiga
besar di tahun 2020. Lebih dari tiga juta orang meninggal karena PPOK di tahun Gambar 1. Terapi Inisiasi pada PPOK sesuai Grup ABCD.
2012, yang merupakan 6% dari seluruh kematian di dunia. PPOK adalah
penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Beban sosial maupun ekonomi yang Setelah dilakukan terapi inisiasi, GOLD 2020 merekomendasikan
ditimbulkan akibat penyakit ini baik kepada pasien, keluarga, maupun negara, untuk melakukan asesmen ulang pada pasien terkait gejala dan eksaserbasi.
menjadikan penyakit ini perlu perhatian khusus. Termasuk menelaah faktor lain yang dapat menghambat keberhasilan terapi,
seperti teknik penggunaan bronkodilator.
Manajemen PPOK Stabil Terdapat algoritma yang direkomendasikan untuk evaluasi terapi
Semua pasien PPOK harus dilakukan penilaian derajat obstruksi aliran farmakologis PPOK. Pada rekomendasi ini digunakan eosinophil count sebagai
udara, keluhan dan riwayat eksaserbasi, paparan terhadap faktor risiko, dan biomarker untuk menentukan penggunaan kortikosteroid inhalasi sebagai
komorbiditas yang ada, sebagai pertimbangan terapi. Tujuan dari terapi PPOK pencegah eksaserbasi.
stabil adalah untuk mengurangi gejala, termasuk mengurangi keluhan pasien,
memperbaiki toleransi terhadap aktivitas, dan meningkatkan status
kesehatan, serta mengurangi risiko, termasuk di antaranya mencegah
progresivitas penyakit, mencegah dan mengobati eksaserbasi, serta
mengurangi angka kematian.
A. Mengidentifikasi dan Menghindari Faktor Risiko
Rokok merupakan faktor risiko yang paling sering ditemukan pada pasien
PPOK. Upaya berhenti merokok harus segera dimulai. Selain itu paparan
polusi udara baik dari dalam ruangan, misalnya asap kayu bakar, maupun
dari luar ruangan seperti debu, asap kendaraan bermotor harus
dihindari. Pada pasien PPOK dengan faktor risiko polusi di tempat kerja,
perlu mendapatkan kebijakan khusus.
B. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yang diberikan bersifat individual berdasarkan hasil
penilaian terhadap gejala dan risiko eksaserbasi dengan metode ABCD. Gambar 2. Algoritma Evaluasi Terapi Farmakologis pada PPOK

104 105
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

C. Terapi Non Farmakologis Mengkonsumsi makanan tinggi protein dapat membantu


Terapi non farmakologis pada PPOK meliputi: mempertahankan kekuatan otot pernapasan. Pada beberapa
1. Manajemen Diri/ Self Management p a s i e n ya n g m e n d a p a t ka n s t e ro i d j a n g ka p a n j a n g
Tujuan dari intervensi manajemen diri adalah untuk memotivasi dan direkomendasikan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium.
melatih pasien untuk beradaptasi dengan sakitnya. Pasien akan Terkadang dibutuhkan suplementasi kalsium karbonat.
menjalani sesi diskusi baik individu maupun kelompok, membahas 5. Perawatan Paliatif dan Akhir Kehidupan
beberapa topik seperti upaya berhenti merokok, terapi farmakologis, Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk meredakan
mencegah eksaserbasi, dan penanganan pertama pada sesak napas, penderitaan pasien dan keluarga dengan penilaian secara
2. Aktivitas fisik komprehensif terhadap masalah fisik, psikososial, dan spiritual.
Berkurangnya aktivitas fisik dapat menurunkan kualitas hidup, Pada perawatan paliatif, pilihan terapi disesuaikan dengan nilai
meningkatkan risiko hospitalisasi dan mortalitas. Menjadi tantangan yang dianut pasien.
besar untuk mengedukasi pasien agar tetap beraktivitasnya secara 6. Vaksinasi
optimal. Vaksin influenza direkomendasikan untuk semua pasien PPOK.
3. Program Rehabilitasi Paru Vaksin Pneumokokal, PCV13, PPSV23, direkomendasikan untuk
Pasien dengan gejala PPOK yang berat dan risiko eksaserbasi (Grup B, pasien berusia lebih dari 65 tahun.
C, dan D) seharusnya diikutsertakan dalam program rehabilitasi paru. 7. Terapi Oksigen
Program ini disesuaikan dengan karakteristik individu. Program ini Terapi oksigen jangka lama (Long term Oxygen Therapy)
meliputi upaya berhenti merokok, berlatih aktivitas fisik, konseling diindikasikan untuk pasien PPOK stabil dengan PaO2 ≤ 7,3 kPa (55
nutrisi, dan pendidikan manajemen diri. Jika memungkinkan pasien mmHg) atau SaO2 dibawah 85%, dengan atau tanpa hypercapnia
menjalani latihan ketahanan hingga mencapai 60-80% dari heart rate yang bertahan selama 2 minggu, atau pasien dengan PaO2 7,3 kPa
maksimal, atau yang menimbulkan gejala. Latihan ketahanan ini (55 mmHg) hingga 8 kPa (60 mmHg) atau SaO2 88% dengan bukti
dapat dilakukan secara berkesinambungan atau berkala. Latihan adanya hipertensi pulmonal, edema perifer oleh sebab gagal
pada ekstremitas atas akan meningkatkan kekuatan lengan dan
jantung kongestif, dan polisitemia (hematokrit>55%). Pasien harus
meningkatkan kapasitas fungsional paru.
dievaluasi setelah 60 sampai 90 hari terapi dengan Analisis Gas
4. Nutrisi Pendukung
Darah.
Makanan yang dikonsumsi ternyata mempengaruhi kemampuan
bernapas seseorang. Tubuh menggunakan makanan sebagai bahan
Daftar Pustaka
bakar untuk beraktivitas. Komposisi yang tepat pada makanan dapat
Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2020. Global Strategy
memudahkan proses pernapasan. For The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Metabolime adalah proses yang merubah makanan dan oksigen Pulmonary Disease, Geneva: WHO Press
menjadi energi dan karbon dioksida. Karbon dioksida adalah produk American Lung Association, 2020, Nutrition and COPD. Retrieved 05/03/2020 from
sisa yang akan dikeluarkan dari tubuh melalui ekshalasi. http://www.lung.org
Metabolisme karbohidrat menghasilkan karbon dioksida lebih Halpin, DMG. 2018. Palliative Care for People with COPD; Effective But Underused,
banyak jika dibandingkan lemak. Bagi penderita PPOK, European Respiratory Journal 51: 1702645
mengkonsumsi rendah karbohidrat akan memudahkan mereka
bernapas.
106 107
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

CURRENT UPDATES ON CANCER PAIN MANAGEMENT: eksaserbasi nyeri di antara background pain, juga merupakan tantangan besar
dalam manajemen nyeri kanker. Hal tersebut dikarenakan breakthrough pain
CHALLENGES TO IMPLEMENT IN INDONESIA umum terjadi di setting pelayanan kanker rawat jalan dan rawat inap, terlebih
pada setting paliatif yang kejadiannya mencapai 80% kasus. Suatu pedoman
Johan Kurnianda
Divisi Hematologi-Onkologi Medis, Department Ilmu Penyakit Dalam klinis yang baik dan kebijakan kesehatan yang bersifat suportif terhadap jenis
RSUP Dr Sardjito / Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyakarat, dan Keperawatan UGM nyeri ini diharapkan dapat meningkatkan luaran dan kualitas hidup pasien
Yogyakarta kanker.
Penelitian dasar maupun translasional telah menemukan banyak
kandidat agen anti-nosisepsi baru. Meskipun begitu, sampai saat ini, belum
Data insidensi dan mortalitas kanker secara global dilaporkan ada lagi obat analgesik baru, sehingga menyisakan opioid sebagai pemain
meningkat drastis dengan angka insidensi sebesar 18,1 juta kasus dan kunci dalam manajemen nyeri kanker. Di regional Asia Tenggara, terutama
mortalitas sebanyak 9,6 juta kasus pada tahun 2018. Data Nasional juga Indonesia, situasi manajemen nyeri kanker dan peresepan opioid masih
mengisyaratkan hal yang sama dengan angka insidensi mendekati 350 ribu memprihatinkan serta di bawah rata-rata global. Hal tersebut tercermin dari
kasus dan lebih dari 200 ribu kasus kematian akibat kanker. Sementara itu, tingginya ketidakpuasan pasien kanker terhadap status nyeri mereka, serta
adanya progres positif dari usaha deteksi kanker dan manajamen kanker ketidakpuasan dari dokter terhadap status kontrol nyeri pasien mereka.
menyebabkan lebih banyak penyintas kanker, tetapi hal tersebut Hambatan dalam memperbaiki akses opioid di wilayah Asia Tenggara secara
menimbulkan masalah lain diantaranya kerapnya rasa nyeri sebagai bagian umum bersumber di tingkat pemerintah, pengampu kebijakan, tenaga
dari progresi kanker yang dirasakan paling tidak 1 dari 2 pasien. Ditambah lagi, kesehatan, dan masyarakat secara umum. Strategi-strategi reformasi obat,
keterlambatan diagnosis dan keterbatasan fasilitas kesehatan telah yang sebelumnya dimulai di India, telah secara positif mengubah wajah
berkontribusi pada lebih banyak pasien kanker dengan stadium lanjut di layanan paliatif di negara tersebut, utamanya dalam hal manajemen nyeri
Indonesia, yang mana di stadium ini 70% pasien akan menderita nyeri. Seperti kanker. Oleh karena itu, di makalah ini akan diwacanakan strategi-strategi
yang diketahui, mayoritas pasien kanker akan mengalami nyeri dengan untuk mengimplementasikan reformasi obat sehingga dapat memperbaiki
derajat sedang – berat, dimana pada derajat ini, opioid masih dianggap akses opioid di Indonesia.
sebagai obat paling efektif, meskipun di sisi lain, timbul masalah mengenai
efek jangka lama berupa terbentuknya toleransi obat, serta efek samping Kata Kunci: Nyeri Kanker; Analgesik Opioid; Layanan Paliatif; Negara
potensial seperti penyalahgunaan obat. Hal tersebut menimbulkan Berkembang
pertanyaan baru terkait eksistensi pendekatan lain yang lebih baru, efektif,
dan aman dalam mengatasi nyeri kanker.
Kunci keberhasilan dari penanganan kanker ditekankan pada
pengkajian nyeri yang teliti dan adanya dukungan efektif dari kolaborasi
interdisiplin. WHO three-steps ladder yang dibuat sekitar tahun '80-an telah
menawarkan pendekatan yang simpel namun sistematik sehingga
memberikan dampak signifikan terhadap manajemen nyeri, serta tercapainya
destigmatisasi serta legitimasi peresepan opioid. Meskipun begitu, masalah
lain seperti timbulnya breakthrough pain yang merupakan suatu periode

108 109
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER PARU


Terapi Modifik asi Penyakit
(PALLIATIVE CARE FOR LUNG CANCER) ( Kuratif, Memperpanjang Hidup atau
Paliatif )
Rudi Putranto
Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusum

Masa Berduka
1. Pendahuluan
Kanker paru merupakan salah satu kanker terbanyak di dunia baik Gejala/Tanda Perjalanan Penyakit Kematian
pada pria maupun wanita. Di Indonesia, diprediksi telah terjadi peningkatan Diagnosis
1
tren kanker paru, tidak hanya pada pria namun juga pada wanita. Menurut
data Globocan (2018), kanker paru menempati urutan ketiga penderita Gambar 1. Integrasi Layanan Kuratif dan Paliatif untuk Penyakit Kronik
2
terbanyak dan sebagai penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Kanker Terminal
3 4
paru di Indonesia sering ditemukan pada stadium lanjut. , Pada keadaan ini, (Sumber : diadaptasi dari American Medical Association Institute for Medical
tatalaksana medis terutama bersifat paliatif. Pendekatan paliatif yang Ethics (1999). EPEC: education for physicians on end-of-life care. Chicago, IL,
diberikan kepada pasien dapat non-invasif maupun invasif, dengan pemberian The Robert Wood Johnson Foundation)
farmakologi atau non-farmakologi yang bertujuan mengurangi penderitaan
pasien dan meningkatkan kualitas hidup.5 Pastrana et al 8 mendefinisikan perawatan paliatif mencakup satu atau lebih
dimensi sebagai berikut:
2. Perawatan Paliatif (Palliative Care) Ÿ Prinsip-prinsip teoritis yang mendasari pemberian perawatan (dampak
a. Pengertian Umum terhadap kematian, ekuitas perawatan).
Perawatan paliatif didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia Ÿ Tujuan perawatan (kualitas hidup, bangkit dari penderitaan).
(WHO, 2002) sebagai pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien Ÿ Kelompok sasaran (misalnya populasi pasien menurut umur, jenis, fase
dan keluarga mereka menghadapi masalah yang terkait dengan mengancam penyakit, peran keluarga, saat konsultasi paliatif dimulai).
6
nyawa penyakit. Perawatan paliatif menggunakan pendekatan tim untuk Ÿ Struktur penyediaan perawatan (misalnya individu atau tim interdisiplin
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga dimulai saat awal perjalanan yang terlibat dalam memberikan perawatan).
penyakit, yaitu mulai dari identifikasi dan penilaian ketat gejala/tanda Ÿ Tugas yang harus dilakukan (misalnya identifikasi dan tatalaksana gejala
penyakit (diagnosis), pemberian standar terapi (operasi, kemoterapi, radiasi) penyakit dan perawatan yang komprehensif).
guna lebih memahami dan mengelola gejala serta komplikasi klinis yang Ÿ Kompetensi penyedia layanan kesehatan (misalnya pengetahuan,
diderita oleh pasien yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual bagi keterampilan dan sikap).
perawatan pasien berupa konseling sampai masa berduka (Diane dan Meier,
2006).7 b. Tujuan Pelayanan
Tujuan pelayanan adalah untuk memberikan kenyamanan dan
menghilangkan gejala fisik yang memberat akibat penyakitnya yang progresif

110 111
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

dan tidak dapat disembuhkan, memberikan dukungan kepada pasien dan


- intervensi lebih jauh untuk memelihara
anggota keluarga dalam menghadapi masalah psikososial dan spiritual, kendali gejala dan kualitas hidup telah
mempromosikan pemahaman dan penghormatan terhadap pasien di akhir direncanakan dan
hidup serta untuk mencegah intervensi yang tidak perlu dan berlebihan dalam - situasi keluarga/pelaku rawat relatif stabil
dan tidak ada masalah baru yang bermakna
rangka untuk memungkinkan kematian yang damai dan bermartabat. Secara
II. Tidak Stabil/Akut
lebih rinci, WHO (2002) memaparkan tujuan dari perawatan paliatif ialah Dibutuhkan perubahan rencana perawatan - Rencana perawatan yang baru telah
sebagai berikut : segera atau tata laksana kegawatan oleh berjalan, dan telah dikaji dan tidak ada
Ÿ Memberikan bantuan komprehensif untuk menangani rasa sakit dan karena perubahan yang diperlukan. Kondisi ini tidak
- Pasien mengalami masalah baru yang tidak mensyaratkan krisis/gejala telah membaik
gejala lain yang dirasakan pasien. diantisipasi dalam rencana perawatan dengan sempurna namun telah ditegakkan
Ÿ Menegaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa kematian sebelumnya dan/atau diagnosis pasti dan rencana perawatan
merupakan proses normal. - Pasien mengalami peningkatan derajat (contoh: pasien stabil atau perburukan)
Ÿ Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual bagi perawatan keparahan penyakit secara cepat dan/atau dan/atau
- Kondisi keluarga/pelaku rawat berubah - Kematian diduga akan terjadi dalam
pasien. secara mendadak dan mempengaruhi beberapa hari (contoh: pasien saat ini dalam
Ÿ Memberikan sistem dukungan kepada pasien semasa hidup sampai perawatan pasien kondisi terminal)
menjelang kematian.
III. Perburukan (Deteriorating)
Ÿ Memberikan sistem dukungan untuk membantu keluarga pasien
Rencana perawatan ditujukan untuk Kondisi pasien datar (contoh: pasien saat ini
mengatasi kesedihan selama pasien sakit sampai masa duka cita (jika kebutuhan yang direncanakan namun stabil) atau
diperlukan ada konseling dukacita). memerlukan kajian periodik karena - Terdapat perubahan mendadak dalam
Ÿ Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan - Status fungsional pasien secara keseluruhan rencana perawatan atau tata laksana
menurun dan kegawatan atau
keluarga. - Pasien mengalami perburukan secara - Keluarga/pelaku rawat mengalami
Ÿ Berusaha memperpanjang masa hidup pasien dengan melakukan bertahap terhadap gejala yang ada saat ini perubahan mendadak dalam kondisinya
terapi diagnostik (kemoterapi/radiasi). dan/atau sehingga berpengaruh pada perawatan
Ÿ Melakukan investigasi lebih lanjut untuk lebih memahami dan - Pasien mengalami masalah baru namun pasien dan intervensi mendesak dibutuhkan
sudah diantisipasi sebelumnya dan /atau (pasien saat ini tidak stabil) atau
mengelola komplikasi klinis pasien. - Keluarga/pelaku rawat mengalami distres - Kematian diduga terjadi dalam beberapa
yang memburuk perlahan sehingga hari (pasien saat ini terminal)
c. Fase Layanan Paliatif berpengaruh pada perawatan pasien
Menurut Ferrris FD et al 9, layanan paliatif diklasifikasikan menjadi lima fase IV. Terminal
Kematian diduga terjadi dalam waktu Pasien meninggal atau
berdasarkan temuan klinis dan stadium penyakit pasien (lihat Tabel 1). beberapa hari - Kondisi pasien berubah dan kematian tidak
lagi dalam beberapa hari (contoh: pasien saat
Tabel 1. Fase Perawatan Paliatif ini stabil atau perburukan)
V. Duka Cita (Pasca Kematian)
Pasien telah meninggal Kasus ditutup
Awal Akhir
Dukungan duka cita disediakan untuk Catat bahwa jika konseling disediakan bagi
I. Stabil
keluarga/pelaku rawat yang anggota keluarga atau pelaku rawat, maka
Masalah dan gejala pasien dapat dikendalikan Kebutuhan pasien dan pelaku rawat
mereka menjadi klien atas haknya sendiri
secara adekuat dengan rencana perawatan bertambah, sehingga membutuhkan
yang telah ada, dan: perubahan pada rencana perawatan yang ada

112 113
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

10,11
Kapan Perlu Pendekatan Paliatif ? aspek manfaat dibanding risiko. Pendekatan farmakologis dan non-
Rekomendasi American College of Chest Physicians farmakologis (non invasif) untuk kontrol masalah nyeri, sesak nafas, batuk,
Untuk pasien Ca Paru stadium IV dengan atau beban gejala berat, dianjurkan inflamasi, nutrisi, rehabilitasi dan psikosomatik (bio-psikososial-spiritual)
terapi kanker standar dikombinasikan dengan palliative care serta dapat diberikan secara selektif.5,10-13
diperkenalkan saat awal pengobatan (Grade 2B)
Manfaat
10,11
Komunikasi apa yang perlu dilakukan terhadap pasien dan keluarga ? Penelitian yang dilakukan Temel et al pada kanker non-small-cell lung
Rekomendasi American College of Chest Physicians metastase menunjukkan bahwa, pendekatan perawatan paliatif dini akan
1. Direkomendasikan pada seluruh dokter yang merawat pasien dengan memperbaiki mood dan kualitas hidup pasien. Dibanding yang mendapat
Ca paru untuk memulai komunikasi tentang prognosis, tujuan terapi standar, pasien yang dilakukan pendekatan paliatif dini akan lebih
13
pengobatan saat diagnosis dan kelanjutan terapi selama perjalanan rendah tindakan agresif/invasive tetapi memperpanjang survival. Demikian
penyakit (Grade 1B) . juga dari segi ekonomis, pendekatan paliatif berhubungan dengan rendahnya
14
2. Direkomendasikan pada seluruh dokter yang merawat pasien dengan biaya terapi.
Ca paru stadium lanjut untuk memulai komunikasi tentang tujuan
pengobatan ; pro-kontra pengobatan yang memperpanjang hidup
dan pilihan perawatan akhir hayat (Grade 1B)

Masalah Gejala :10,11,12


1. Batuk, sesak nafas dan suara serak
2. Metastase tulang
3. Metastase otak
4. Efusi pleura
5. Sindrom vena cava superior
6. Obstruksi endobrakhial
7. Asites rekuren
8. Infeksi
9. Ansietas dan depresi
Gambar 2. Palliative care pathway. NICE.2020
Tatalaksana
Tatalaksana paliatif pasien kanker paru memerlukan pendekatan Penutup
multi dan interdisiplin untuk mengurangi penderitaan dan meningkatkan Kanker paru adalah salah satu kanker dengan mortalitas tinggi, pendekatan
kualitas hidup pasien. Pendekatan paliatif invasif (pembedahan termasuk paliatif diperlukan karena pasien sering datang pada stadium lanjut dengan
minimal invasif, radioterapi dan kemoterapi) dapat dilakukan pada kanker masalah yang kompleks sehingga memerlukan pendekatan multi dan
stadium 4 tahap dini, namun pada tahap lanjut memerlukan pertimbangan interdisiplin.

114 115
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Daftar Pustaka PEMILIHAN GOLONGAN NON BENZODIAZEPINE SEBAGAI


1. Sutandyo N, Suratman E. Non-Small Cell Lung Carcinoma in Women: A
Retrospective Cohort Study in Indonesia. Acta Med Indones - Indones J Intern OBAT ANTI INSOMNIA
Med.2018;50(4):291-98.
2. The Global Cancer Observatory. Indonesia. International Agency for Research on A. Siswanto1 & Syahirul Alim2
1
Cancer. 2019. Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-KMK UGM
2
3. Harsal A, Suratman E, Tambunan Tagor. Overview of lung cancer in Dharmais Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-KMK UGM
National Cancer Hospital, Jakarta, Indonesia. Journal of Thoracic Oncology .
2007;2(8):S564
4. National Institute of Health Research and Development. Hasil utama RISKEDAS Pendahuluan
2018 [document on the internet]. Ministry of Health Republic of Indonesia; no Insomnia adalah gangguan tidur yang ditandai oleh kesulitan dalam
date [cited 2020-02-20]. p. 50---53. Available from: http://www.depkes.go.id/ memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi terlalu awal sehingga
resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf. 3.
menyebabkan kondisi penderita tidak optimal untuk melakukan aktifitas di
5. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Paru.2018
keesokan harinya. Diperkirakan 10% hingga 40% orang dewasa Amerika
6. World Health Organization.(2002) Palliative Care. mengalami insomnia intermiten dan 10% hingga 15% mengalami kesulitan
7. Meier DE. Palliative Care in Hospitals. Journal of Hospital Medicine .2016;1: 21-22. tidur jangka panjang. Lebih dari sepertiga orang dewasa melaporkan
8. Pastrana T, Jünger S, Ostgathe C, Elsner F, Radbruch L. A matter of definition—key beberapa derajat insomnia dalam tahun tertentu, dan 2 hingga 6%
elements identified in a discourse analysis of definitions of palliative care. menggunakan obat-obatan untuk membantu tidur. Diperkirakan 10 hingga
Palliative Medicine .2008;22(3):222–32 15% populasi orang dewasa menderita insomnia kronis, 25% hingga 35%
9. Ferris FD, Bruera E, Cherny N, Cummings C, Currow D, Dudgeon D. Palliative memiliki insomnia sementara1. Meskipun prevalensi insomnia itu tinggi,
cancer care a decade later: accomplishments, the need, next steps -from the ternyata insomnia kurang diakui, kurang terdiagnosis, dan kurang diobati.
American Society of Clinical Oncology. J Clin Oncol of J Am Soc Clin Oncol.
Faktor risiko insomnia meliputi bertambahnya usia, jenis kelamin
2009;27(18):3052–8.
10. Ford DW, Koch KA, Ray DE , Selecky PA. Palliative and End-of-Life Care in Lung perempuan, penyakit kejiwaan, komorbiditas medis, gangguan hubungan
Cancer. CHEST 2013; 143(5)(Suppl):e498S–e512S. sosial, status sosial ekonomi yang lebih rendah, penyalahgunaan zat, faktor
2
11. Haun MW, Estel S, Rücker G, Friederich HC, Villalobos M, Thomas M, Hartmann M. lingkungan, gangguan ritme sirkadian, dan kebersihan tidur yang buruk .
Early palliative care for adults with advanced cancer. Cochrane Database of Insomnia dapat berdampat buruk, baik dalam jangka pendek maupun
Systematic Reviews 2017, Issue 6 : CD011129. panjang. Konsekuensi dapat bervariasi dari konsekuensi akut siang hari seperti
12. NICE Pathway. Supportive and palliative care for lung cancer. National Institute for kantuk hingga konsekuensi paling parah seperti stroke. (Tabel 1)
Health and Care Excellence.2020.
13. Temel JS, Greer JA, Muzikansky A, Gallagher ER, Admane S, Jackson VA, et al. Early
palliative care for patients with metastatic non-small-cell lung cancer. New
England Journal of Medicine 2010;363(8):733–42. [DOI:Early Palliative Care for
Patients with Metastatic Non–Small-Cell Lung Cancer. N Engl J Med
2010;363:733-42.
14. Putranto R, Trisnantoro L, Hendra Y. Penghematan Biaya Perawatan Pasien Kanker
Terminal Dewasa melalui Konsultasi Tim Paliatif di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2017;4: 36-41

116 117
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Tabel 1. Konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang akibat insomnia Ÿ kekhawatiran tentang tidur;
Ÿ kantuk di siang hari;
Konsekuensi siang hari Konsekuensi parah yang kronis Ÿ kesalahan atau kecelakaan di tempat kerja atau saat mengemudi;
Mengantuk Morbiditas jantung
Ÿ kelelahan atau malaise;
Kelelahan Stroke iskemik
Peningkatan ketidakhadiran di tempat kerja Diabetes Ÿ gangguan gastrointestinal;
Berkurangnya kemampuan untuk Intoleransi glukosa Ÿ kurang motivasi;
menyelesaikan tugas Ÿ gangguan mood atau lekas marah;
Gangguan hubungan interpersonal Arthritis Ÿ disfungsi sosial atau kejuruan; atau
Terkantuk -kantuk saat aktivitas sehari-hari Berat badan bertambah Ÿ kinerja yang buruk atau sakit kepala karena tegang.
Iritabilitas Gangguan kejiwaan
Gangguan konsentrasi Gangguan fungsi psikomotor
Tidak dapat menikmati kehidupan keluarga Penurunan kinerja, memori, dan Pengelolaan
dan sosial kewaspadaan Di masa lalu, bromida, barbiturat, paraldehyde, dan methaqualone
(mandrax) adalah di antara obat-obatan yang digunakan sebagai hipnotik
Insomnia juga telah dikaitkan dengan penurunan kinerja, peningkatan
dalam pengobatan insomnia. Meskipun obat tersebut mempunyai sifat
kecelakaan kendaraan bermotor, meningkatnya tingkat rawat inap,
penenang, tetapi karena toksisitasnya yang signifikan, obat tersebut
penurunan kualitas hidup secara keseluruhan, penurunan fungsi kognitif dan
3 dihentikan penggunaannya5. Sekarang banyak modalitas obat-obatan yang
pekerjaan pasien .
tersedia. Tujuan pengobatan untuk insomnia adalah meringankan gejala
malam hari, mengurangi tidur non-restoratif, dan mengurangi gangguan
Diagnosis
fungsi siang hari. Benzodiazepines (BZD) merupakan terapi utama untuk
Studi penelitian sering mendefinisikan insomnia sebagai latensi tidur
insomnia yang telah digunakan selama bertahun-tahun, kemudian muncullah
(waktu yang diperlukan untuk memulai tidur) yang lebih besar dari 30 menit,
obat-obatan nonbenzodiazepine yang baru, termasuk zolpidem.
efisiensi tidur (waktu tidur / waktu di tempat tidur) kurang dari 8 5kurang dari
Obat nonbenzodiazepine pertama kali dikembangkan pada 1980-an,
85%, atau gangguan tidur lebih dari tiga kali seminggu. Baru-baru ini, kurang
memiliki profil farmakologis yang berbeda dari benzodiazepine klasik karena
dari 85%, atau gangguan tidur lebih dari 3 kali seminggu. Menurut
sangat selektif untuk saluran GABA-klorida dalam reseptor tipe I-BDZ (BZ1) di
International Classification of Sleep Disorders disebut menderita insomnia jika
CNS, sehingga menghasilkan obat penenang yang kuat dan profil hipnosis
terdapat satu kriteria dari kelas I dan satu kriteria dari kelas II4.
yang mendominasi aktivitas antikonvulsan dan ansiolitik dan, lebih lanjut,
Kriteria Kelas I:
tampak praktis tanpa sifat miorelaksan. Hipnotik nonbenzodiazepine yang
Ÿ kesulitan memulai dan / atau mempertahankan tidur;
disetujui oleh Food and Drugs Administration (FDA) untuk pengobatan
Ÿ kualitas tidur yang buruk;
insomnia termasuk zolpidem, zaleplon, zopiclone, dan eszopiclone. Zopiclone
Ÿ sulit tidur meskipun ada kesempatan dan keadaan yang memadai
tidak tersedia secara komersial di Amerika Serikat. Dan termasuk obat yang
untuk tidur;
diawasi di Kanada, Jepang, dan beberapa negara Eropa, dan karenanya
Ÿ bangun terlalu awal di pagi hari.
mungkin ilegal untuk dimiliki tanpa resep dokter. Sedangkan Zaleplon telah
Kriteria Kelas II:
dihentikan penggunaannya di Kanada dan Inggris.
Ÿ gangguan siang hari terkait dengan masalah kesulitan tidur
termasuk perhatian, konsentrasi, atau gangguan memori;

118 119
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Zolpidem polisomnografi selama 7,5 jam. Zolpidem mengurangi seringnya bangun


Zolpidem adalah obat hipnotik nonbenzodiazepine yang malam dan bangun awal setelah onset tidur, sedangkan temazepam tidak.
meningkatkan fungsi reseptor GABAA dengan mengikat secara selektif pada Aktivitas hipnotis zolpidem juga telah dieksplorasi dalam populasi
subtipe reseptor omega-1. Pada tanggal 23 April 2007, obat ini telah disetujui pasien yang berbeda dan penilaian termasuk ukuran obyektif dan subyektif
oleh FDA untuk penggunaannya. dari kemanjuran hipnotis untuk durasi pengobatan yang berbeda, dengan
hasil yang menegaskan bahwa 10 mg lebih unggul dari plasebo [32].
Farmakodinamik Akibatnya, 10 mg adalah dosis yang dianjurkan untuk pengobatan jangka
ω1 dan ω2 adalah dua subtipe utama reseptor GABAA. Reseptor pendek insomnia di nonelderly; pada pasien usia lanjut 5 mg telah terbukti
GABAA tipe ω1 adalah reseptor GABAA yang mengandung α1 dan reseptor efektif dalam menginduksi tidur sambil memberikan profil keamanan yang
GABAA ω2 adalah reseptor AB2, α3, α4, α5, α5 dan α6 yang mengandung optimal11.
reseptor GABAA. rec1 reseptor GABAA terutama ditemukan di otak sedangkan
ω2 reseptor terutama ditemukan di tulang belakang. Zolpidem mengikat Keamanan dan Efek Samping Zolpidem
dengan afinitas tinggi pada α1 yang mengandung reseptor GABAA, sekitar 10 Zolpidem memiliki onset yang cepat, durasi aksi yang pendek, dan
kali lipat afinitas rendah untuk yang mengandung subunit reseptor α2 — dan insidensi efek samping yang rendah. Lebih dari 30 studi terkontrol plasebo
α3 — GABAA, dan tanpa afinitas yang cukup besar untuk reseptor yang menunjukkan profil keamanan yang memuaskan dari zolpidem (5-10 mg) pada
mengandung subunit α5. Karena pengikatan selektif, ia memiliki sifat fungsi kognitif siang hari dibandingkan dengan hipnotik lainnya, yaitu,
12
anxiolytic, myorelaxant, dan antikonvulsan yang sangat lemah tetapi sifat flunitrazapam, nitrazepam, dan triazolam . Tampaknya memiliki potensi
hipnotis yang sangat kuat6. kecanduan yang rendah dan beberapa interaksi obat13. Jumlah penelitian
menunjukkan bahwa zolpidem dalam dosis 5 hingga 10 mg aman bahkan
Efikasi Klinis untuk periode pengobatan yang lebih lama hingga 35 hari hingga 3 bulan
Zolpidem mempunyai onset aksi yang cepat serta efek residual dan pengobatan. Itu juga telah terbukti tidak mengganggu peningkatan memori
rebound yang minimal. Zolpidem mengurangi sleep-onset latency, yang diinduksi tidur malam. Juga, dalam satu penelitian lain pasien insomnia
meningkatkan kualitas tidur, meningkatkan stadium 2 dan tidur lambat dan cenderung memilih zolpidem daripada zaleplon pada penilaian nokturnal dan
tidak menunjukkan toleransi atau rebound setelah 5 minggu penggunaan diurnal dalam studi crossover acak, double-blind, crossover yang dilakukan
terus-menerus dari dosis yang direkomendasikan7. Agen ini secara signifikan pada 53 pasien14.
meningkatkan total durasi tidur dan mengurangi sering bangun malam hari; Efek samping umum dari obat ini termasuk kantuk (5%), pusing (5%),
oleh karena itu ini merupakan pengobatan yang tepat untuk pasien yang sakit kepala (3%), gejala gastrointestinal (4%), masalah ingatan (1-2%), mimpi
mengalami kesulitan mencapai tidur yang berkelanjutan. buruk (1-2%), dan kebingungan (1-2%). Beberapa efek samping lainnya
Zolpidem terutama efektif dalam menginduksi tidur dengan efek termasuk ataksia atau koordinasi motorik yang buruk, kesulitan menjaga
8
minimal pada durasi atau pemeliharaan tidur . Obat ini telah digunakan untuk keseimbangan, euforia dan / atau dysphoria, peningkatan nafsu makan,
insomnia tetapi tidak ada studi penggunaannya selama lebih dari 5 minggu9. peningkatan libido, gangguan penilaian dan penalaran, ekstroversi tanpa
Dalam satu penelitian, efek hipnotis zolpidem 10 mg dibandingkan hambatan dalam pengaturan sosial atau antarpribadi dan peningkatan
dengan temazepam 15 mg dan plasebo pada orang dewasa yang sehat10. Obat impulsif.15
diberikan 15 menit sebelum lampu padam, dengan pemantauan Satu studi kasus kontrol retrospektif menunjukkan bahwa
penggunaan zolpidem oleh orang tua dikaitkan dengan hampir dua kali risiko

120 121
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

patah tulang pinggul, meskipun bukti umumnya menunjukkan fakta bahwa tidur atau perawatan tidur. Zolpidem sublingual dosis rendah terbukti efektif
agen hipnosis yang bertindak lebih lama lebih mungkin dikaitkan dengan jatuh pada insomnia tengah malam. Secara keseluruhan obat ini menunjukkan profil
dan pinggul. patah tulang. Ini menjadi jelas dengan salah satu ulasan yang keamanan yang baik dibandingkan dengan hipnotik lainnya dan memiliki
bertujuan untuk membangun hubungan antara pengobatan dengan hipnotik potensi kecanduan yang rendah dan sedikit interaksi obat. Efek samping yang
dan risiko ketidakstabilan postural dan sebagai akibatnya, jatuh dan patah umum dilaporkan termasuk mengantuk, pusing, sakit kepala, dan gejala
tulang pinggul, pada orang tua. Ulasan tersebut menyimpulkan bahwa gastrointestinal. Zolpidem tampaknya menjadi hipnotis baru yang baik dengan
benzodiazepin adalah kelas utama hipnotik yang terlibat dalam penyebab banyak harapan dan memiliki profil keamanan yang lebih tinggi tidak seperti
jatuh dan patah tulang, sedangkan senyawa Z lebih jarang dilaporkan dalam benzodiazepin tradisional tetapi sayang harganya lebih mahal.
konteks ini, dengan zolpidem dianggap berisiko hanya dalam satu studi.
Hubungan antara penggunaan hipnosis dan jatuh diperumit oleh fakta bahwa Daftar Pustaka
masalah tidur di antara orang lanjut usia secara independen terkait dengan 1. Kiley J. Insomnia research and future opportunities. Sleep 1999;22(Suppl
peningkatan risiko jatuh16. 1):S344–S345. [PubMed] [Google Scholar]
2. Buscemi N, Vandermeer B, Friesen C, et al Manifestations and management of
Kesimpulan chronic insomnia in adults. Evid Rep Technol Assess 2005;125:1–10. [PMC free
article] [PubMed] [Google Scholar]
Insomnia dapat muncul dengan presentasi yang berbeda: onset tidur,
3. Cricco M, Simonsick EM, Foley DJ. The impact of insomnia on cognitive
maintenance tidur, offset tidur, tidur non-restoratif, atau kombinasi dari functioning in older adults. J Am Geriatr Soc 2001;49:1185–1189. [PubMed]
gejala-gejala ini. Gejala yang tidak diobati mengakibatkan distres atau [Google Scholar]
gangguan signifikan secara sosial dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang 4. American Academy of Sleep Medicine . International classification of sleep
penting lainnya pada fungsionalitas hari berikutnya. Agen hipnotik disorders: Diagnostic and coding manual, 2nd ed Westchester , IL : American
benzodiazepine adalah farmakoterapi utama untuk insomnia dari tahun 1960- Academy of Sleep Medicine, 2005. [Google Scholar]
an hingga 1980-an, tetapi profil keamanan mereka terbukti tidak sesempurna 5. NHLBI Working Group on Insomnia . Insomnia: Assessment and Management
yang diperkirakan sebelumnya. in Primary Care 1998; NIH Publication No. 98-4088.
Senyawa-senyawa nonbenzodiazepine umumnya mewakili 6. 23. Salvà P, Costa J. Clinical pharmacokinetics and pharmacodynamics of
peningkatan pemakaian benzodiazepin sebagai hasil dari peningkatan zolpidem. Therapeutic implications. Clin Pharmacokinet 1995;29:142–153.
[PubMed] [Google Scholar]
selektivitas pengikatan dan profil farmakokinetik. Namun, potensi efek
7. 26. Buscemi N, Vandermeer B, Friesen C, et al Manifestations and management
amnestik, sedasi residu hari berikutnya, dan penyalahgunaan dan of chronic insomnia in adults. Evid Rep Technol Assess 2005;125:1–10. [PMC
ketergantungan fisik, terutama pada dosis yang lebih tinggi, menggarisbawahi free article] [PubMed] [Google Scholar]
perlunya strategi pengobatan baru. 8. Holm KJ, Goa KL. Zolpidem: An update of its pharmacology, therapeutic efficacy
Zolipidem adalah senyawa imidazo-piridin nonbenzidiazepine yang and tolerability in the treatment of insomnia. Drugs 2000;59:865–889.
bekerja dengan meningkatkan fungsi reseptor GABAA. Ini memiliki afinitas [PubMed] [Google Scholar]
tinggi terhadap α1 yang mengandung subtipe reseptor omega 1. Ikatan 9. Scharf MB, Roth T, Vogel GW, et al A multicenter, placebo-controlled study
selektif ini memberikan padanya properti hipnotis yang kuat. Ini memiliki evaluating zolpidem in the treatment of chronic insomnia. J Clin Psychiat
onset aksi yang cepat dengan efek rebound minimal. Telah ditetapkan sebagai 1994;55:192–199. [PubMed] []
agen onset tidur yang efektif dan penelitian telah menunjukkan 10. Erman MK, Erwin CW, Gengo FM, et al Comparative efficacy of zolpidem and
temazepam in transient insomnia. Hum Psychopharmacol 2001;16:169–176.
kemanjurannya dalam menginduksi tidur dengan efek minimal pada durasi
[PubMed] [Google Scholar]
122 123
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

11. Holm KJ, Goa KL. Zolpidem: An update of its pharmacology, therapeutic efficacy TATALAKSANA GANGGUAN TIDUR PADA USIA LANJUT
and tolerability in the treatment of insomnia. Drugs 2000;59:865–889.
[PubMed] [Google Scholar]
Dewa P. Pramantara S
12. DeClerk AC, Bisserbe JC. Short-term safety profile of zolpidem: Objective
Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Peny. Dalam, FKKMK UGM/KSM Geriatri
measures of cognitive effects. Eur Psychiatry 1997;12(Suppl I):15s–20s. RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta
[PubMed] []
13. Evans SM, Funderburk FR, Griffiths RR. Zolpidem and triazolam in humans:
Behavioral and subjective effects and abuse liability. J Pharmacol Exp
Theraputics 1990;255:1246–1255. [PubMed] [Google Scholar]
Pengantar
14. Allain H, Bentué-Ferrer D, Breton SL, et al Preference of insomniac patients Usia lanjut didefinisikan sebagai seseorang yang berusia kronologis ≥
between a single dose of zolpidem 10 mg versus zaleplon 10 mg. Hum 60 tahun (UU RI, 1998). Pertumbuhan subpopulasi ini dari tahun ke tahun
Psychopharmacol 2003;18:369–374. [PubMed] [Google Scholar] meningkat pesat dan diperkirakan pada tahun 2020 Indonesia akan menjadi
15. Diagnostic Classification Steering Committee of the America Sleep Disorders negara dengan jumlah usia lanjut terbesar ke 6 di dunia (WHO, 1989). Hal ini
Association . International classification of sleep disorders—diagnostic and disebabkan oleh karena adanya peningkatan umur harapan hidup penduduk
coding manual. Rochester, MN : American Sleep Disorders Association, 1990. laki dan wanita Indonesia dari 67,8 tahun pada periode 2000-2005 menjadi
[—Google Scholar]
73,6 tahun pada periode 2020-2025 (World Population Aging, 2013).
16. Wang PS, Bohn RL, Glynn RJ, et al Zolpidem use and hip fractures in older
people. J Am Geriatrics Soc 2001;49:1685–1690. [PubMed] [Google Scholar] Peningkatan jumlah usia lanjut ini menyebabkan peningkatan beban
pembiayaan al., kesehatan oleh karena terjadi peningkatan prevalensi
penyakit kronik degeneratif (Boult et al., 2009), multipatologik, polifarmasi,
munculnya sindrom geriatrik, dan perlunya dukungan keluarga (WHO, 1989).
Gangguan tidur merupakan problem kesehatan yang umum dijumpai
pada usia lanjut. Prevalensi dan insidensi gangguan tidur pada usia lanjut
diperkirakan mencapai 21,4% dan 5-8% per-tahun (Suzuki et al., 2016).
Gangguan tidur atau insomnia merupakan salah satu sindrom geriatrik yang
termasuk 14I (Kane et al., 2009). Lebih dari 50% usia lanjut yang mengalami
insomnia tidak mendapat tatalaksana yang adekuat (Kamel & Gammack,
2006).
Keberhasilan tatalaksana gangguan tidur tergantung pada
pemahaman hal-hal yang mencakup aspek gangguan tidur seperti: 1.
Perubahan fisiologik pola tidur pada usia lanjut, 2. Faktor-faktor yang
berkaitan meliputi kondisi medik, medikasi, kebiasaan tidur, pola hidup
moderen (modern life style)(Suzuki et al., 2016).
Tulisan ini membahas tentang aspek-aspek gangguan tidur dengan
penekanan pada tatalaksananya pada usia lanjut.

124 125
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Pembahasan
Perubahan Fisiologik Akibat Proses Menua pada Pola Tidur
Siklus tidur-bangun dalam 24 jam manusia diatur secara ketat oleh
waktu circadian yang berlokasi di nuklei suprachiasmatik hipotalamus. Siklus
ini disinkronkan oleh faktor eksternal seperti cahaya dan makanan dan telah
diketahui dengan baik bahwa bila waktu tidur berkurang maka diperlukan
waktu tidur lebih lama untuk kompensasi yang dikenal dengan homeostatic
sleep pressure.
Hal ini berarti bahwa sistem homeostatis mengatur tentang
kebutuhan waktu tidur yang diperlukan sedangkan sisten circadian mengatur
waktu tidur yang baik (Neubauer, 2008). Nukleus suprachiasmatik mengatur
sekresi melatonin kelenjar pineal dan melatonin ini memodifikasi waktu
circadian dan sinyal-sinyal transis siang-malam. Kadar melatonin dalam
Gambar 1. Perubahan proses tidur terkait umur pada stage N1, N2, slow-wave
kelenjar pineal rendah pada siang hari dan meningkat setelah gelap (sekitar
sleep, REM, wake after sleep onset, sleep latency dalam menit. Diambil dari
jam 21.00-22.00) serta mencapai puncaknya ketika subuh (sekitar jam 03.00-
Suzuki et al (2016).
05.00). Terdapat 2 model proses regulasi tidur untuk menjelaskan regulasi
tidur 24 jam manusia yaitu: proses S adalah suatu proses yang ditentukan oleh
Penelitian polisomnografi di rumah dan kuesener tidur terhadap 5407
status prilaku sementara dan proses C adalah proses yang secara total
individu usia 45-99 tahun di masyarakat anggota Sleep Heart Health Study
dikontrol oleh circadian pacemaker terlepas dari proses prilaku (Beersma &
Gordijn, 2007). Cohort menunjukkan bahwa baik laki dan perempuan usia lanjut berkaitan
Proses tidur dibagi menjadi non-rapid eye movement (NREM) dan dengan durasi tidur yang memendek, efisiensi tidur berkurang, dan
rapid eye movement (REM). Proses tidur NERM dibagi menjadi tidur dangkal meningkatnya arousal. Pada laki tetapi tidak pada wanita usia lanjut berkaitan
(stage N1 dan N2) dan tidur gelombang lambat (stage 3) sedangkan tidur REM dengan meningkatnya fase tidur ringan (stage 1 dan 2), sementara pada
terjadi periodik dalam siklus sekitar 90-120 menit. Penelitian polisomnografik wanita lebih banyak mengalami masalah dalam falling asleep dan mudah
menunjukkan bahwa 4 perubahan konsisten terjadi terkait proses menua terbangun malam hari serta terbangun lebih awal (Unruh et al., 2008).
yaitu: menurunnya waktu tidur total, efisiensi tidur, tidur gelombang lambat, Penelitian potong lintang terhadap 13.563 usia 47-69 tahun didapatkan
dan meningkatnya terbangun setelah onset tidur seperti terlihat pada gambar bahwa prevalensi keluhan gangguan tidur meliputi kesulitan falling asleep,
1 (Ohayon et al., 2004). mempertahankan tidur, dan non-restorative sleep masing masing 22%, 39%,
dan 35% secara berurutan (Phillips & Mannino, 2005). Gangguan tersebut di
atas yang terkait umur disebabkan oleh perubahan rasitektur tidur dan
sirkadiannya.

Faktor Penyebab Gangguan Tidur


Spielman et al (1987) mendemonstrasikan model 3 faktor untuk
memahami etiologi dan faktor persisitensi gangguan tidur yang meliputi:

126 127
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

faktor predisposisi, presipitasi, dan perpesuasi. Faktor predisposisi mencakup: 3. Terbangun dari tidue lebih awal dari yang diharapkan
demografi, biologik, psikologik, dan sosial seperti: wanita, hilangnya 4. Hambatan ke tempat tidur pada kesempatan yang adekuat
pasangan, pendidikan rendah, penghasilan rendah, perokok, pengguna untuk tidur
alkohol, aktifitas fisik yang rendah. Faktor presipitasi mencakup: 5. Kesulitan tidur tanpa keterlibatan pramurukti
Stres dalam kehidupan, kondisi medik seperti: gangguan respirasi,
disabilitas fisik, persepsi kondisi kesehatan yang buruk. Medikasi seperti: beta B. Laporan pasien atau pramurukti satu atau lebih hal-hal yang
bloker, glukokortikod, Obat anti inflamasi nan steroid (OAINS), dekongestan, berkaitan dengan kesulitan tidur malam hari:
dan anti-androgen mungkin sebagai faktor kontributor insomnia. Faktor 1. Malaise/fatigue
perpesuatif terdiri dari perubahan prilaku dan kognitif yang meliputi: prilaku 2. Kelemahan atensi, konsentrasi, atau memori
pemakaian waktu berlebihan di tempat tidur, cemas akan memulai tidur oleh 3. Kelemahan status sosial, keluarga, pekerjaan, atau pendidikan
karena takut tidak bisa tidur. 4. Gangguan perasaan/iritabel
5. Tidur sianghari berlebihan
Kriteria Diagnostik Gangguan Tidur 6. Problem prilaku (hiperaktif, impulsif, agresif)
Gangguan tidur atau insomnia merupakan perasaan subjektif yang 7. Menurunnya motivasi/semangat/inisiatif
berkaitan demngan kesulitan memulai tidur, durasi, konsolidasi, atau kualitas 8. Kesadaran tentang tidur
tidur walaupun tersedia kesempatan dan situasi yang adekuat untuk tidur.
Sebaliknya gangguan tidur merupakan sindrom International Classification of C. Laporan tentang keluhan tidur/bangun tidak dapat dijelaskan
Sleep Disorders (ICSD) edisi 2 dan 3. Pada ICSD edisi 2 dicantumkan adanya dengan baik bila kesempatan tidak adekuat dan lingkungan tidak
insomnia primer dan sekunder dan sering tumpang tindih antara keduanya. adekuat.
Pada ICSD edisi ke 3 tanpa membedakan insomnia primer dan sekunder ,
semua tipe insomnia yang terjadi sedikitnya 3 malam dalam seminggu dan D. Gangguan tidur dan kaitannya dengan gejala siang hari yang
sedikitnya berlangsung 3 bulan dikelompokkan sebagai insomnia kronik berlangsung minimal 3 bulan.
(Suzuki et al., 2016). Tabel 1 memuat kriteria diagnosis insomnia kronik
menurut ICSD Edisi 3. E. Gangguan tidur yang terjadi minimal 3 kali dalam seminggu.

Tabel 1. Kriteria diagnosis Insomnia Kronik. F. Kesulitan tidur yang tidak dapat dijelaskan dengan gangguan tidur
yang lain.
Kriteria Diagnostik
Kriteria A-F harus terpenuhi Tatalaksana Gangguan Tidur
Tatalaksana gangguan tidur pada usia lanjut meliputi pendekatan non-
A. Laporan pasien atau pengamatan pramurukti, satu atau lebih farmakologik dan farmakologik ( Suzuki et al., 2016; Patel et al., 2018). Edukasi
keluhan berikut: hygiene tidur harus dilakukan sebagai langkah pertama dalam mengatasi
1. Kesulitan memulai tidur pasien dengan gangguan tidur. Langkah berikutnya adalah melakukan
2. Kesulitan mempertahankan tidur penapisan terhadap kondisi medik baik fisik dan atau mental yang mungkin

128 129
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

berkaitan dengan insomnia pasien. Oleh karena pada usia lanjut terjadi obat galongan ini adalah zolpidem, eszopiclone, zaleplone,
perubahan komposisi tubuh terkait proses menua berupa meningkatnya temazepam dan segera diganti bila obat-obat di atas tidak berespon.
lemak tubuh, berkurangnya kandungan air tubuh, dan menurunnya protein Sedasi antidepresan digunakan kalau disertai pengobatan
plasma yang berakibat meningkatnya waktu half-life obat dan potensial depresi/kecemasan dengan contoh obat: trazodon, amitriptylin,
terjadinya efek samping obat maka pendekatan non-farmakologik adalah yang doxepin, mirtazapin. Kombinasikan sedasi antidepresan dengan
pertama dilakukan sebelumnya memutuskan memakai Farmakologik. Tabel 2 benzodiazepin atau ramelteon. Agen sedasi lainnya seperti
memuat hygiene tidur yang harus dilakukan sebelum farmakologik. gabapentin dan tiagabin digunakan pada insomnia komorbid.
4. Over-the-counterantihistamin, herbal, dan suplemen nutrisi tidak
Tabel 2. Higiene Tidur direkomendasikan pada terapi insomnia kronik tidak ada data bukti
1. Latihan teratur klinis yang baik.
2. Lingkungan kamar tidur 5. Tidak direkomendasikan pemakain golongan barbiturat dan kloral
3. Makan teratur hydrat untuk mengatasi insomnia.
4. Batasi minum sebelum tidur 6. Petunjuk umum pemakaian terapi farmakologik dalam mengatasi
5. Hindari kopi insomnia kronik adalah sbb:
6. Hindari alkohol a. Disertai dengan edukasi pasien tentang tujuan dan harapan
7. Hindari merokok terapi, keamanan, efek samping potensial, interaksi obat,
kemungkinan peningkatan dosis, terjadi rebound insomnia, dan
Pendekatan non-farmakologik lain dalam tatalaksana gangguan tidur adanya terapi modalitas lain.
meliputi: terapi kognitif-behavior untuk insomnia, terapi restriktif tidur, terapi b. Follow-up pasien secara reguler dalam beberapa minggu
kontrol stimulus, teknik relaksasi, terapi behavior singkat (Patel et al., 2018). pertama untuk evaluasi efektifitas, potensial efek samping, dan
Pendekatan farmakologik dalam tatalaksana gangguan tidur pada usia perlunya medikasi selanjutnya.
lanjut menurut Pedoman Terbaru American Academy of Sleep Medicine tahun c. Diupayakan pemakain obat dengan dosis pemeliharaan terkecil
2017 hanya didasarkan atas konsensus saja. Rekomendasi tersebut adalah: sehingga dilakukan penurunan atau penghentian obat
1. Terapi hipnotik jangka pendek harus dikombinasikan dengan terapi berdasarkan kombinasi modalitas dengan CBT-I
behavioral dan kognitif. d. Pemakaian hipnotik kronik mungkin diindikasikan untuk
2. Apabila terapi farmakologik akan digunakan maka dipilih agen insomnia refrakter atau dengan komorbiditas kronik. Bila
farmakologik yang spesifik yang ditujukan untuk : a. Pola simptom, b. memungkinkan pasien mendapat terapi kognitif-behaviour
tujuan terapi, c. respon terapi, d. Kenyamanan pasien, e. harga, f. selama terapi farmakologik jangka panjang.
Ketersediaan, g, kondisi komorbiditas, h. Kontraindikasi, i. Interaksi
dengan obat lain, j. efek samping. Kesimpulan
3. Untuk insomnia primer, pemakaian farmakologik baik tunggal atau Tatalaksana gangguan tidur pada usia lanjut dimulai dengan terapi
kombinasi harus memenuhi rekomendasi sbb: dipakai obat non-farmakologik terlebih dahulu yang meliputi : hygiene tidur yang adekuat,
golongan benzodiazepin reseptor agonist yang aksi singkat dan terapi kognitif-behavioural, terapi restriktif tidur, terapi relaksasi, terapi
intermediet atau ramelteon (melatonin reseptor agonist). Contoh kontrol stimulus. Penapisan kondisi medik menyeluruh perlu dilakukan untuk

130 131
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

mengevaluasi kemungkinan kondisi tersebut berkaitan dengan gangguan PERESEPAN BENZODIAZEPIN YANG AMAN
tidur yang dialami. Pemberian terapi farmakologik pada usia lanjut harus
PADA GANGGUAN TIDUR
memperhatikan perubahan nasib obat akibat perubahan komposisi tubuh
terkait umur. Pemberian obat tersebut harus didahului edukasi kepada pasien Hamzah Shatri, Canggih D. Hidayah, E. Faisal
tentang tujuan dan harapan terapi, keamanan, potensi fek samping dan biaya Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyait Dalam
karena pemakaian jangka panjang. FKUI/RSCM, Jakarta Indonesia

Daftar Pustaka
Suzuki, K., Miyamoto, M. & Hirata, K. 2017 Sleep disorders in the elderly: Diagnosis and Pendahuluan
management, J Gen Fam Med 18: 61-71 Tidur merupakan kebutuhan biologis, namun kemampuan untuk
Kamek, N. S. & Gammack, J. K. 2006 Insomnia in the elderly: cause, approach, and tertidur pada waktu yang diinginkan dan mempertahankan tidur tanpa
treatment, Am J Med 119: 463-469 terbangun dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gangguan tidur adalah salah
Neubauer, D. N. 2008 A review of ramelteon in the treatment of sleep disorders , satu gejala yang umum dikeluhkan sehingga seseorang mencari pengobatan
Neuropsichiatr Dis Treat 4: 69-79
medis karena berkaitan dengan penurunan kwalitas hidup, kesehatan mental
Beersma, D. G. & Gordijn, M. C. 2007 Circadian control of the sleep-wake cycle, Physiol
Behav, 90: 190-195 seperti risiko depresi dan ansietas, penyalahgunaan zat, kecelakaan lalu lintas
Ohayon, M. M., Carskadon, M. A., Guilleminault, C. & Vitiello, M. V. 2004 Meta- jalan, kemungkinan penyakit kardiovaskular yang semuanya mempengaruhi
analysis of quantitativesleep parameters from chieldhood to old age in healthy beban ekonomi karena berkurangnya produktivitas seseorang. 2, 4, 5 Etiologi
individuals: developing normaltive sleep values across the human lifespan, insomnia menjadi penting untuk diidentifikasi sehingga penanganan insomnia
Sleep 27: 1255-1273 lebih tepat. 2 Manajemen insomnia memerlukan pendekatan bertahap,
American Academy of Sleep Medicine, International classification of sleep disorders: dimulai dengan upaya untuk meminimalkan dan menghilangkan faktor yang
diagnostic and coding manual, 2nd Ed. 2005 berkontribusi, serta penyakit penyerta yang mengganggu tidur. Insomnia yang
American Academy of Sleep Medicine, International classification of sleep disorders, tidak membaik dengan terapi non farmakologis memerlukan
3rd Ed, 2014 medikamentosa 1, 2, dan obat tidur yang paling umum digunakan adalah
Unruh, M. L., Redline, S., An, M. W. et al 2008 Subjective and Objective sleep quality
golongan benzodiazepin (BZD) yang penggunaannya meningkat secara luas di
and aging in the sleep heart health study, J Am Geriatr Soc 56: 1218-1227
Patel, D., Steinberg, J. & Patel, P. 2018 Insomnia in the Elderly: A Review, J Clin Sleep seluruh dunia dan sebanding dangan peningkatan laporan kejadian mortalitas
,4
Med 14(6) : 1017-1024 yang disebabkan penggunaan yang kurang tepat dan disalahgunkan.2
WHO 1989 Health of the Elderly, Geneva Gangguan tidur yang terbanyak pada prakterk sehari-hari adalah
World Population Aging 2013 Depart of Economic and Social Affairs ' United Nation Insomnia. American Academy of Sleep Medicine (AASM) mendefinisikan
New York. insomnia sebagai persepsi subyektif dari kesulitan inisiasi tidur, durasi,
Boult, C., Giddens, J., Frey, K., Reider, L. & Novak, T.2009 Guided Care: A New Nurse- konsolidasi, atau kwalitas yang terjadi meskipun ada kesempatan yang cukup
Phisician Partnership in Chronic Care, Springer Publishing Company, New York. untuk tidur, dan yang menghasilkan beberapa bentuk gangguan di siang
Undang-Undang R. I. No 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Jakarta. hari.2
,6

132 133
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Epidemiologi Gangguan Tidur Siklus tidur normal dimulai dari fase 1 NREM atau drowsiness,yang
Prevalensi gangguan tidur secara umum dapat ditemukan pada 5% kemudian diikuti dengan fase 2, kemudian diikuti dengan SWS, kemudian
hingga 50% populasi orang dewasa.1 Sebanyak 30% orang dewasa setidaknya kembali ke fase 2 dan dilanjutkan dengan siklus REM. Pada orang dewasa
pernah megeluhkan adanya kesulitan inisiasi untuk tidur dan normal, siklus ini dapat terjadi 5-7 kali tiap periode tidur yang berlangsung
mempertahankan durasi tidurnya. 2 Hal ini juga sebanding dengan lamanya kurang lebih 90 menit dan pada umumnya siklus pertama terjadi
ditemukannya peningkatan jumlah peresepan obat tidur sebesar 293% paling singkat dibandingkan siklus lainnya. Pada 1/3 dari periode tidur, slow
selama tahun 1999-2003 di Amerika Serikat. 3 Belum ada data prevalensi wave sleep mendominasi, sedangkan proporsi dari REM meningkat beberapa
gangguan tidur di Indonesia. Berdasarkan survei National Sleep Foundation jam terahkir dari periode tidur. Periode REM yang pertama biasanya terjadi 70-
(NSF) di Amerika Serikat melaporkan bahwa 30% pasien tidak pernah 90 menit setelah tidur dimulai. Pada masa hidupnya manusia mengalami 2-5%
membahas masalah tidur mereka dengan dokter3 sehingga insomnia sering dari periode tidurnya pada fase 1 NREM, 45-55% pada fase 2, 13-23% pada
7
tidak terdiagnosis dan diabaikan karena kurangnya konsultasi pada tingkat fase SWS dan 20-25% pada fase REM.
layanan primer. Insomnia dapat terjadi pada usia berapa pun tetapi lebih Bagian otak yang berfungsi untuk fungsi terjaga terdiri dari beberapa
banyak pada populasi orang dewasa yang lebih tua, dengan gejala muncul 65% kelompok neuron yang berpusat di sekitar pontine dan formasi reticular
pada usia 65 tahun ke atas.1,2,7 Perempuan berisiko dua kali lebih tinggi meduler dan perluasannya ke hipotalamus. Penelitian pada hewan dan
menderita insomnia dibandingkan laki-laki. Prevalensi insomnia pada manusia mendukung model 2 proses yang mengatur tidur dan bangun:
perempuan meningkat akibat adanya perubahan hormon, contohnya pada homeostatis dan sirkadian. Proses homeostatis adalah dorongan untuk tidur
1
trimester ketiga kehamilan dan saat menopause. Pasien dengan komorbiditas yang dipengaruhi oleh durasi terjaga, sedangkan proses sirkadian
penyakit kronik seperti penyakit paru-paru, gagal jantung, dan penyakit mentransmisikan sinyal stimulasi ke jaringan eksitasi untuk meningkatkan
7
neurologis juga meningkatkan risiko gangguan tidur. Peningkatan prevalensi kesadaran dan berkebalikan terhadap dorongan homeostatis untuk tidur.
insomnia juga dikaitkan dengan gangguan kejiwaan termasuk depresi,
kecemasan, penyalahgunaan zat, dan gangguan stres pascatrauma (Post Mekanisme Kerja Obat Golongan Benzodiazepin (BDZ) pada Insomnia
2
trauma stress disorders/PTSD). Benzodiazepin bekerja sebagai agonis reseptor Benzodiazepin (BZRAs) yang
bekerja melalui reseptor Gamma amino-butyric acid-A/GABAA (Gambar 1)
Fisiologi Tidur untuk mempromosikan tidur dengan menghambat jalur rangsangan batang
Tidur adalah bentuk fisiologis dan berulang dari penurunan kesadaran otak monoaminergik, melalui fasilitasi proyeksi penghambatan VLPO
secara reversibel dimana terjadi penurunan fungsi kognitif secara global GABAergik ke pusat-pusat eksitasi seperti hipotalamus TMN anterior, daerah
sehingga otak tidak merespon secara penuh terhadap stimulus sekitar. Siklus hipotalamus, dan neuron otak. 3, 4, 7 Reseptor GABAA terdiri dari 5 subunit
tidur-bangun meliputi sirkuit neural internal yang kompleks. Pada orang protein yang tersusun dalam cincin di sekitar pori sentral. Sebagian besar
dewasa normal siklus ini dibagi menjadi 5 fase, yakni fase 1 sampai dengan 4 reseptor GABAA terdiri dari 2 subunit alfa, 2 subunit beta, dan 1 subunit
yang disebut Non Rapid Eye Movement Sleep (NREM) dan fase ke 5 yang di gamma. Setelah aktivasi reseptor GABAA, ion klorida mengalir ke dalam sel,
sebut dengan Rapid Eye Movement Sleep (REM). Ke lima siklus ini dapat menghasilkan hiperpolarisasi neuron.8
berulang beberapa kali dalam suatu periode tidur. Fase 1dan 2 disebut light
NREM sedang fase 3 dan 4 disebut deep NREM atau juga dapat dikenali
7
sebagai gelombang delta atau slow-wave sleep (SWS).

134 135
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

waktu paruh yang panjang karena dioksidasi oleh hati (proses yang relatif lebih
lambat) dan dimetabolisme menjadi oxazepam, yang merupakan ansiolitik
aktif. 8 Sebagian besar BZD diserap sepenuhnya tetapi memiliki tingkat
penyerapan yang berbeda. Clorazepate dan DZM keduanya cepat diserap,
yang mengarah ke peningkatan lebih cepat kadarnya di dalam plasma.
Semakin besar sifat lipofilik dari BZD, semakin cepat obat menembus sawar
darah otak (Blood brain barrier/BBB) dan memiliki efek ansiolitik lebih cepat.
Lipofilisitas golongan benzodiazepin beragam, diazepam merupakan contoh
obat yang sangat lipofilik dan lorazepam merupakan jenis yang kurang
lipofilik.3,7,9
Food Drug Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan BZD
Gambar 1. Reseptor GABA lepas kerja langsung (fast release) seperti triazolam (short-acting), estazolam
dan temazepam (intermediate-acting), flurazepam dan quazepam (long-
BzRA secara selektif mengikat ke salah satu dari α-subunit 1, 2, 3, dan 5 acting) untuk mengobati insomnia, namun BZD tidak cocok untuk pasien
dari GABAA dan menghasilkan efek hipnotik, anti-konvulsan, miorelaksan, dan dengan insomnia kronis karena dapat menyebabkan ketergantungan dan
ansiolitik. Sementara non-BZD secara selektif mengikat ke subunit α-1 dari toleransi pada penggunaan jangka panjang, serta dikaitkan dengan sedasi
GABAA dan hanya menghasilkan efek hipnotik. Contoh dari agonis reseptor berlebihan, inkoordinasi motorik, gangguan kognitif, dan amnesia
nonbenzodiazepin (yaitu, zaleplon, zolpidem, eszopiclone) memiliki anterograde.9 Berbagai golongan BZD dapat dilihat di Tabel 1.
selektivitas relatif untuk reseptor GABAA yang mengandung subunit α1,
sehingga menghasilkan lebih sedikit efek samping (yaitu, ataksia, ansiolitik, Tabel 1. Contoh obat-obatan golongan Benzodiazepin (BZD)
9

sifat miorelaksasi) daripada BZRAs non-selektif. Hipnotik non-BzRA, juga


dikenal sebagai Z-drugs, dikenalkan untuk meminimalkan efek samping dan
kecanduan terkait dengan BZD. Hipnotik generasi terbaru yang disetujui oleh
FDA adalah eszopiklon, zaleplon, zolpidem, dan zopiklon. Obat-obatan ini
mengurangi latensi tidur, meningkatkan total waktu tidur (Total sleep
time/TST), dan kwalitas tidur, kecuali zaleplon yang efektif untuk mengurangi
latensi tidur. 4,8

Klasifikasi Benzodiazepin
Benzodiazepin, berdasarkan cara kerjanya dapat dikategorikan menjadi
3 kelompok, yaitu BZD dengan kerja singkat (15 hingga 30 menit), sedang (30
hingga 60 menit), dan panjang (> 60 menit). Setidaknya ada tiga faktor
penentu kecepatan aksi BZD, yaitu: waktu paruh, tingkat penyerapan, dan
lipofilisitas. Waktu paruh ditentukan oleh bagaimana obat dimetabolisme dan
apakah memiliki metabolit aktif. Sebagai contoh, diazepam (DZM) memiliki

136 137
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Tatalaksana Gangguan Tidur dengan Benzodiazepin bekerja lebih lama (misal: nitrazepam, oxazepam), perlu diperhatikan bahwa
Insomnia jangka pendek (kurang dari satu bulan) biasanya disebabkan obat tidur kerja panjang memiliki risiko sedasi residual.2,4,9
oleh stres psikologis atau fisiologis. Untuk pasien dengan pemicu yang dapat Potensi manfaat dari intervensi farmakologis perlu diseimbangkan
diidentifikasi untuk insomnia akut, psikoedukasi sangat dibutuhkan. Ketika dengan efek samping. Meta-analisis dari uji coba terkontrol plasebo secara
insomnia akut bertambah parah atau terkait dengan gangguan fungsional acak menunjukkan bahwa BZD menurunkan latensi tidur dan jumlah
yang berat, maka disarankan penggunaan jangka pendek dari agonis reseptor pencerahan, sementara meningkatkan durasi tidur dan kualitas tidur.
1,2,9
BZD kerja-pendek atau menengah. Perubahan khas yang terkait dengan obat-obatan ini termasuk penurunan
Obat golongan hipnotik dapat berguna untuk pasien yang memiliki durasi untuk onset tidur sekitar 10 menit dan peningkatan waktu tidur total 30
serangan insomnia jangka pendek (yaitu gejala insomnia yang berlangsung <4 hingga 60 menit. Karena sebagian besar BZD yang disetujui untuk insomnia
minggu) sementara secara bersamaan mengobati penyebab yang mendasari. memiliki waktu paruh lebih 8 jam (kecuali untuk triazolam), tidak
Insomnia jangka pendek mungkin perbaikan dengan mengubah kebiasan tidur mengherankan bahwa terdapat residual kelelahan pada hari berikutnya dan
yang baik (sleep hygine), namun pasien dengan gejala persisten yang adanya efek samping potensial disfungsi neuropsikologis. Semakin lama paruh
,9
berlangsung >3 bulan membutuhkan terapi dengan melibatkan terapi perilaku obat, semakin banyak kemungkinan terjadinya efek samping residual.3
kognitif (Cognitive behavioral therapy/CBT) yang dikombinasikan dengan Ada lima BZD yang disetujui FDA untuk insomnia yaitu estazolam,
medikamentosa dan evaluasi penyebab kejiwaan penyerta lainnya. flurazepam, quazepam, temazepam dan triazolam. Triazolam, flurazepam,
Keterbatasan dari pemberian obat tidur adalah efektivitas akan menurun jika quazepam dan estazolam efektif untuk onset tidur dan masalah
digunakan dalam jangka panjang, terutama untuk pasien dengan gangguan mempertahankan kwalitas tidur. Temazepam hanya efektif untuk mengatasi
insomnia, mengingat kurangnya uji coba jangka panjang setelah 12 bulan. masalah onset tidur pada orang dewasa berusia 18–65 tahun. Sedangkan
Sebagian besar obat tidur tidak dianjurkan untuk dikonsumsi lebih dari tiga pada usia >65 tahun, triazolam dan flurazepam sangat membantu untuk onset
bulan, dan obat golongan hipnotik hanya diindikasikan selama empat tidur dan mempertahankan kwalitas tidur. Temazepam telah terbukti
minggu.1,2,4,9 bermanfaat hanya untuk mempertahakan kwalitas tidur.2,3,9
Tujuan terapi farmakologis pemberian BDZ pada insomnia akut adalah Perlu ada kewaspadaan peresepan obat golongan hipnotik untuk
untuk meminimalkan stres psikologis dan fisik tambahan yang dihasilkan oleh pasien yang memiliki ketergantungan alkohol, penyakit paru-paru atau sleep
sulit tidur. Selain itu, pengobatan insomnia jangka pendek dapat mengurangi apnea, karena dapat meningkatkan risiko sedasi berlebihan dan depresi
perkembangan disfungsi kognitif dan respon perilaku terhadap sulit tidur yang pernafasan. Pasien dengan usia tua dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal
2,8
dapat meningkatkan risiko insomnia kronis. Tindak lanjut dalam dua hingga dan hati juga lebih rentan, mengingat bahwa metabolisme obat yang
empat minggu dianjurkan untuk evaluasi kembali penyebab lain insomnia, melambat akan menghasilkan efek sedasi yang berlebihan. Ketergantungan
gejala yang berhubungan dengan tidur saat ini, kecemasan tentang tidur, dan dan toleransi jangka panjang dari BZD belum diketahui dengan baik, dan
untuk memperkuat kebiasaan tidur yang baik. Jika insomnia persisten terjadi, penting untuk berhati-hati ketika memberikan resep di luar penggunaan
2,3,9
evaluasi dan pengobatan dengan CBT untuk insomnia dianjurkan. jangka pendek pada terapi insomnia yang direkomendasikan.
Memilih obat yang tepat tergantung pada jenis gejala insomnia (yaitu Penghentian BZD paling baik dilakukan secara bertahap dan perlahan.
kesulitan memulai tidur atau kesukaran mempertahankan tidur). Pasien yang Pada pemakaian >6 minggu, penghentian obat dilakukan dengan mengurangi
mengalami kesulitan onset tidur dapat diberikan obat yang memiliki onset dosis BZD sebesar 25% setiap dua minggu selama periode 10 minggu dan akan
cepat dengan waktu paruh pendek misalnya temazepam, sedangkan pasien lebih unggul bila dilengkapi dengan CBT, dibandingkan dengan hanya obat
yang terbangun setelah beberapa jam tidur mungkin memerlukan obat yang yang secara mendadak dihentikan.2-4,9

138 139
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

CBT untuk insomnia (CBT-I) lebih disukai sebagai terapi lini pertama Beberapa faktor risiko terjadinya efek samping penggunaan BZD
untuk insomnia kronis pada sebagian besar pasien. CBT-I tidak efektif untuk diantaranya:3
semua pasien dan tidak dapat diakses oleh banyak orang, baik karena ● Durasi penggunaan benzodiazepin yang lebih lama
kurangnya terapis atau keterbatasan asuransi atau waktu. Dalam kasus seperti ● Dosis benzodiazepin yang lebih tinggi
itu, penggunaan obat jangka panjang adalah pendekatan yang dapat diterima ● Tingkat pendidikan yang lebih rendah
jika pasien dievaluasi secara menyeluruh sebelumnya, diikuti secara teratur Penyalahgunaan BZD yang diresepkan berhubungan dengan tingkat
3,9
selama pengobatan, dan terus merespon positif terhadap pengobatan. keparahan insomnia yang berat, penggunaan obat antidepresan bersamaan
Beberapa studi prospektif telah menilai kemanjuran komparatif CBT-I, dengan obat insomnia, atau adanya ketergantungan alkohol yang masih
1-3,9
obat-obatan, dan terapi kombinasi sebagai pendekatan awal. Dalam uji coba berlangsung atau riwayat penggunaan sebelumnya. Paparan kronis
jangka pendek, CBT-I saja dan CBT-I dikombinasi dengan obat menunjukkan terhadap BZD menyebabkan berkurangnya respons-reseptor GABAA, dan ada
hasil yang relatif setara, dan keduanya lebih unggul daripada obat saja. Hasil perubahan ekspresi subtipe reseptor GABAA akibat paparan BZD kronis, yang
studi jangka panjang (12 hingga 24 bulan) juga menunjukkan CBT-I saja atau menyebabkan berkurangnya efek respons penghambatan. Ada peningkatan
dikombinasi dengan obat lebih superior dibandingkan dengan pendekatan ekspresi reseptor glutamatergik setelah penghentian BZD kronis, yang dapat
hanya menggunakan obat saja. CBT-I tanpa obat memiliki keuntungan karena mendasari gejala yang diamati pada sindrom lepas BZD. Efek samping paling
tidak mengekspos pasien terhadap efek samping dan interaksi obat yang umum yang terkait dengan BZD dan nonBZD adalah sedasi sisa siang hari,
potensial, dan itu memberikan pasien dengan keterampilan seumur hidup jika kantuk, pusing, sakit kepala ringan, gangguan kognitif, koordinasi motorik, dan
insomnia kambuh. Preferensi untuk CBT-I atau terapi perilaku lainnya ketergantungan. Selain itu, sebagian besar hipnotik adalah depresi
daripada pengobatan sebagai terapi awal telah disetujui dalam pedoman pernapasan yang dapat memperburuk kondisi sleep apneu atau
6,9 3,9
praktik klinis dari American Academy of Sleep Medicine (AASM). hipoventilasi.
Jika tatalaksana cepat diperlukan untuk alasan klinis (misalnya, Penggunaan hipnotik jangka panjang dapat membentuk kebiasaan, dan
penurunan kapasitas fungsional pada siang hari atau kecemasan berlebihan rebound insomnia dapat terjadi ketika beberapa obat kerja singkat dihentikan
tentang sulit tidur, yang dapat mengganggu kemampuan secara umum) untuk secara tiba- tiba. Efek samping yang jarang terjadi termasuk perilaku kompleks
melakukan terapi CBT maka pendekatan kombinasi dapat digunakan pada fase saat tidur seperti berjalan kaki, mengemudi, melakukan panggilan telepon,
awal dan direncanakan untuk mengurangi medikamentosa dari waktu ke makan, atau berhubungan seks sementara tidak sepenuhnya bangun),
waktu (misalnya enam hingga delapan minggu). Pasien yang ditatalaksana amnesia anterograde (terutama dengan triazolam atau ketika digunakan
dengan CBT dan farmakologi harus melanjutkan CBT selama enam hingga bersama dengan alkohol), perilaku agresif, dan reaksi alergi berat.
delapan minggu dan pasien yang gejalanya berulang mungkin memerlukan Kemungkinan overdosis lethal dapat terjadi terutama bila digunakan
6,7,8 3,9
evaluasi di pusat gangguan tidur, sebelum memulai terapi jangka panjang. bersamaan dengan alkohol atau anti depresan lainnya.
Pada obat dengan waktu paruh lebih lama reaksi penarikan biasanya
Efek Samping Penggunaan Benzodiazepin berkembang setelah satu atau dua bulan, sedangkan pada obat-obatan yang
Penggunaan BZD kronis dapat menyebabkan ketergantungan fisik, bekerja lebih singkat biasanya diperlukan waktu seminggu untuk
sebagaimana dibuktikan oleh sindrom penghentian (Withdrwal) BZD yang menimbulkan gejala. Obat yang bekerja lebih pendek menghasilkan reaksi
diamati pada banyak pengguna BZD jangka panjang setelah penghentian obat. yang lebih singkat dan lebih intens dan dapat dimulai dalam 24 jam setelah
Mekanisme molekuler yang tepat untuk ketergantungan fisik dari penggunaan penghentian. Pada jenis BZD yang diekskresi keluar tubuh lebih lambat,
BZD belum dapat diketahui.9

140 141
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

gejalanya dimulai beberapa hari setelah penghentian dan memuncak dalam Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
sekitar satu minggu.3,5,8 Lebih dari 25% pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Gejala penarikan yang paling umum adalah kegelisahan, lekas marah, memiliki gangguan insomnia. Faktor yang berkontribusi termasuk batuk,
insomnia, ketegangan otot, kelemahan, nyeri dan nyeri, penglihatan kabur, dispnea, penggunaan obat, gangguan pernapasan terkait tidur, dan
dan jantung berdetak kencang, Terkadang gejala-gejala ini sulit dibedakan komorbiditas medik serta psikiatri. Polysomnografi (PSG) untuk
dengan insomnia atau kecemasan yang rekuren. Pada penghentian BZD kerja menyingkirkan gangguan pernapasan yang berhubungan dengan tidur harus
singkat dengan dosis tinggi untuk waktu yang lama, pasien dapat menderita dilakukan pada pasien yang memiliki riwayat desaturasi oksigen, sakit kepala
kejang atau halusinasi.3,8 di pagi hari setelah pemberian oksigen, obesitas, atau penyakit refluks
9
gastroesofageal.
Penggunaan Benzodiazepin untuk Gangguan Tidur pada Kondisi Khusus Studi tentang pengobatan insomnia pada pasien dengan PPOK masih
Populasi Geriatri terbatas. Apabila tidak ditemukan adanya sleep apnea yang teridentifikasi
Pengobatan insomnia pada orang dewasa yang lebih tua membutuhkan pada PSG, CBT-I dianjurkan sebagai terapi lini pertama. Obat-obatan
perhatian yang cermat terhadap peran komorbiditas secara medis, umumnya baru diberikan untuk pasien yang tidak berhasil menggunakan CBT-
neurologis, dan komorbiditas psikiatrik karena penurunan fungsi sistem saraf I, karena adanya kerentanan terhadap efek samping pada pernafasan, daya
pusat pengaturan irama dan ritme sirkadian yang mengatur siklus tidur tahan diafragma, dan saturasi oksigen. Antidepresan penenang, melatonin,
disertai penurunan secara umum fungsi organ – organ tubuh lainnya yang dan gabapentin mungkin merupakan pilihan yang lebih aman daripada BZRAs
1,9
mengakibatkan kesulitan untuk inisiasi tidur dan pencapaian tidur restoratif. pada kebanyakan pasien. BZRAs dapat digunakan pada pasien dengan PPOK
Kerentanan terhadap efek samping meningkat dengan bertambahnya normokapnik, diikuti oleh pemantauan oksimetri semalam.1,2,9
usia dan obat-obatan untuk insomnia sering memperburuk gangguan terkait
usia yang sudah ada seperti ketidakstabilan gaya berjalan, sedasi, disfungsi Penyakit Ginjal Kronik
kognitif, disfungsi urin dan usus, serta aritmia jantung. Orang dengan usia yang Insomnia sangat lazim ditemukan pada pasien dengan penyakit ginjal
lebih tua mungkin memiliki metabolisme obat yang lebih lambat, dan dengan kronis (PGK). Faktor yang berkontribusi mungkin termasuk adanya pruritus,
demikian konsentrasi obat dalam serum lebih tinggi dan dapat bertahan lebih nyeri, kram kaki nokturnal, Restless Leg Syndrome, sleep apnea, penyakit
9
lama. komorbiditas medik lainnya, perubahan ritme sirkadian, dan higiene tidur
Geriatri memiliki risiko efek samping yang sangat tinggi dari obat yang buruk. PSG selama 1 malam harus dilakukan jika terdapat gangguan
hipnotik, termasuk sedasi berlebihan, gangguan kognitif, delirium, pernapasan terkait tidur dan ada didapatkan gejala klinis (misalnya kantuk di
pengembaraan malam hari, agitasi, delirium pasca operasi, masalah siang hari yang berlebihan, mendengkur, tampak apnea selama tidur) dan
3,9
keseimbangan, dan gangguan kinerja kegiatan sehari-hari, peningkatan risiko faktor risiko seperti obesitas dan penyakit ginjal stadium akhir (ESRD).
jatuh dengan konsekuensi berat seperti cedera otak dan patah tulang pinggul, Tidak ada data uji klinis CBT-I pada pasien dengan PGK, karena
telah diamati pada penelitian terdahulu dengan penggunaan obat-obatan pemberian medikamentosa akan meningkatkan risiko lebih lama waktu
golongan BZD dan nonBZD seperti zolpidem, meski terdapat manfaat ekskresi obat dari dalam tubuh dan akan menimbulkan efek obat yang
peningkatan kwalitas tidur, total waktu tidur, dan frekuensi terbangun pada merugikan. Optimalisasi terapi pengganti ginjal merupakan pertimbangan
malam hari, namun manfaat ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan risiko penting pada pasien dengan ESRD. Pemberian zolpidem, zaleplon, dan
dua hingga lima kali penurunan fungsi kognitif atau psikomotor yang dapat clonazepam dapat dipertimbangkan karena dapat memberikan manfaat
ditimbulkan. 2,8,9 meningkatkan kwalitas tidur. Melatonin meningkatkan durasi tidur dalam

142 143
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

studi jangka pendek, dianjurkan pemberiannya dibawah satu tahun, dan 2. Sateia MJ, Sherrill WC, Winter-Rosenberg C, Heald JL. Payer perspective of the
seluruh medikamentosa diberikan dalam dosis awal yang rendah. Pemberian American academy of sleep medicine clinical practice guideline for the
obat-obatan yang dimetabolisme melalui ginjal harus dihindari (missal: pharmacologic treatment of chronic insomnia. J Clin Sleep Med.
gabapentin).1,3,9 2017;13(2):155-57.
3. Grima NA, Bei B, Mansfield D. Management Insomnia. AJGP. 2019;4(4):198-202.
4. Pottie K, Thompson W, Davies S, et al. Deprescribing benzodiazepine receptor
Kehamilan agonists. Can Fam Physician. 2018;64(5):339 - 51.
Gangguan tidur dapat terjadi pada seperempat wanita selama masa 5. Asnis GM, Thomas M, Henderson MA. Pharmacotherapy treatment options for
kehamilan, pada trimester pertama dan meningkat menjadi lebih dari dua insomnia: A primer for clinicians. Int J Mol Sci. 2015;17(1):1-11.
pertiga pada akhir trimester ketiga. Penyebab umum insomnia juga berubah 6. American Academy of Sleep Medicine. International Classification of Sleep
dari waktu ke waktu mulai dari adanya keluhan mual, peningkatan frekuensi Disorders, 3rd ed, American Academy of Sleep Medicine, Darien, IL 2014.
buang air kecil, dan sakit punggung di awal kehamilan menjadi gerakan janin, 7. Carley DW, Farabi SS. Physiology of sleep. Diabetes Spectr. 2016;29(1):5-9.
mulas, kram kaki, RLS, dan keterbatasan fisik dalam mencapai posisi yang 8. Griffin CE, Kaye AM, Rivera Bueno F, Kaye AD. Benzodiazepine pharmacology
nyaman pada akhir kehamilan. Meskipun banyak wanita mengalami gangguan and central nervous system-mediated effects. Ochsner J. 2013;13(2):214-23.
tidur, sebagian besar tidak mengidentifikasinya sebagai kelainan, mungkin 9. Matheson E, Hainer BL. Insomnia: Pharmacologic Therapy. Am Fam Physician.
2017;96(1):29-35.
karena pasien sudah mempersiapkannya atau menyadari bahwa keluhan
hanya bersifat sementara. Namun demikian, beberapa wanita dengan keluhan
yang parah dapat terganggu dan mengakibatkan penurunan fungsional di
siang hari. RLS penting untuk dikenali karena frekuensi yang meningkat pada
saat kehamilan dan sering mengganggu inisiasi tidur. Pilihan pengobatan
termasuk suplementasi zat besi, terapi nonfarmakologi, dan obat-obatan
dapat diberikan pada pasien tertentu.9
Belum ada data penelitian tentang efektifitas CBT-I atau penggunaan
obat untuk tidur pada kehamilan. Antihistamin penenang yang dijual bebas
seperti doxylamine atau diphenhydramine dapat digunakan pada wanita yang
membutuhkan pengobatan dan tidak perbaikan setelah penyebab sulit tidur
yang dapat diatasi telah dilakukan (misalnya RLS, gastroesophageal reflux).
Pilihan farmakologis lainnya, termasuk BZRA dan antidepresan penenang
sebaiknya dihindari karena risiko potensial yang dapat ditimbulkan lebih besar
dibandingkan manfaatnya.9

Daftar Pustaka
1. Atkin, T., Comai, S., & Gobbi, G. Drugs for Insomnia beyond Benzodiazepines:
Pharmacology, Clinical Applications, and Discovery. Pharmacol Rev. 2018.
70(2): 197–245.

144 145
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

THE EFFECT OF VITAMIN D ON MOOD STATUS AND mengontrol inflamasi yang ditimbulkan (Sadeq A & Carlos A, 2012). Peran
vitamin D terhadap penyakit – penyakit kronis yang timbul akibat stres
INFLAMMATION berkepanjangan dapat melalui berbagai jalur, pada bahasan kali ini kami ingin
mengetengahkan bagaimana vitamin D dapat mempengaruhi timbulnya
Deshinta Putri Mulya
Divisi Alergi dan Imunologi Klinik Departemen Penyakit Dalam penyakit kronis yang disebabkan oleh kondisi inflamasi yang berkepanjangan.
FKKMK Universitas Gadjah Mada
Stres dan Inflamasi
Banyak bukti menunjukkan bahwa stres dapat mengaktifkan respons
Pendahuluan peradangan di otak dan juga periferal (Rohleder, 2014).Ada komunikasi antara
Stress adalah kondisi terancamnya homeostasis fungsi tubuh yang neuroendokrin dan sistem kekebalan tubuh. Stres mengaktifkan aksis HPA
dipicu oleh stressor psikologis, lingkungan atau fisiologis. (Landsbergis, P. A, melalui sekresi hipotalamus hormon pelepas kortikotropin (CRH), yang
2003). Peristiwa – peristiwa yang menimbulkan stress dapat memicu biasanya menekan respons imun melalui pelepasan glukokortikoid (GC) dari
beberapa perubahan neurokimiawi, neurotransmitter dan hormonal dengan adrenal. GCs adalah salah satu hormon stres utama yang dilepaskan selama
terutama mengaktifkan sistem saraf simpatis (SNS) dan sumbu hypothalamus respons stres yang terkenal karena sifat imunosupresif dan anti-inflamasinya.
– hipofisis – adrenal (HPA). Ketika rangsangan stress terkendali, tubuh Studi selama tahun 1970-an dan 1980-an mengungkapkan bahwa GC
meresponnya dengan cara fisiologis. Sumbu SNA dan HPA dibangun untuk menghambat proliferasi limfosit dan sitotoksisitas. Lebih lanjut, GC
melepaskan mediator kimia untuk melindungi tubuh dari stress. Misalkan, mengurangi ekspresi beberapa sitokin inflamasi (mis., Tumor necrosis factor α
katekolamin dinaikan untuk meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, (TNF-α), interleukin-6 (IL-6)) dan meningkatkan ekspresi sitokin anti-inflamasi
yang membantu kita melawan atau melarikan diri. Reaksi tubuh yang tepat (misalnya, IL-10, TNF- β; (Sorrells et al., 2009). Namun, para peneliti baru-baru
ini disebut “allostasis” oleh Sterling dan Eyer (1988). Keadaan ini bermanfaat ini telah membuktikan bahwa GC juga memiliki dampak proinflamasi pada
bagi kelangsungan hidup dan pemulihan kita. Namun, ketika rangsangan sistem kekebalan tubuh (Elenkov, 2008) . GC meningkatkan ekspresi dan fungsi
stress berkepanjangan atau berlebihan, dengan kata lain peningkatan NLRP3 inflammasom, mempromosikan sekresi IL-1β sebagai respons
allostasis menyebabkan kondisi patofiologis. Dalam beberapa dekade terhadap ATP. Inflammasom adalah kompleks multi-protein sitoplasma yang
terakhir, akumulasi bukti menunjukan bahwa stress yang parah atau merasakan sinyal bahaya eksogen dan endogen dan memecah sitokin
berkepanjangan ( kronis ) mengakibatkan peningkatan resiko gangguan fisik proinflamasi menjadi sitokin dewasa seperti IL-1β dan IL-18. Hal ini
dan kejiwaan, yang disebut penyakit yang berkaitan dengan stres. Stres adalah menunjukkan peran proinflamasi oleh GC, meningkatkan aktivasi sistem
faktor risiko umum dari 75% - 90% penyakit, termasuk penyakit yang kekebalan tubuh bawaan dalam menanggapi sinyal bahaya (Busillo et al.,
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang paling utama. Penyakit yang 2011). Faktor proinflamasi yang bersirkulasi seperti IL-1, IL-6 dan TNFα secara
paling sering berhubungan dengan stress yang paling umum adalah penyakit langsung menstimulasi aksis hipofisis-adrenal, menghasilkan peningkatan
kardiovaskular (CVD, yaitu, hipertensi dan aterosklerosis), penyakit kadar serum hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan GCs, yang pada
metabolisme ( yaitu, diabetes dan fatty liver), gangguan psikotik dan gilirannya menghambat produksi faktor-faktor proinflamasi ini. (Alley et al.,
neurodegeneratif ( yaitu depresi, penyakit Alzheimer, dan penyakit Parkinson) 2006). Interaksi sistem kekebalan tubuh dan aksis HPA membentuk loop
serta timbulnya kanker ( Cohen et al., 2007). Vitamin D diketahui memiliki umpan balik negatif pada sistem endokrin. Namun, ketika sitokin terlalu
peran dalam aksinya sebagai anti mikroba, anti inflamasi, dan terstimulasi pada beberapa penyakit, loop umpan balik negatif ini dapat
immunomodulasi. Pada kondisi-kondisi penyakit akut peran ini mampu dilemahkan dengan berkurangnya tingkat reseptor-GC (GR) sitoplasma dan

146 147
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

penurunan ekspresi gen anti-inflamasi yang digerakkan oleh GR, sehingga dianggap sebagai mediator utama dalam efek pro-inflamasi yang diinduksi
menyebabkan responsifitas rendah GC (Sterling dan Eyer, 1988). Baik stress
mekanisme proinflamasi maupun antiinflamasi tergantung pada jenis dan
intensitas stresor. Stresor akut tampaknya meningkatkan fungsi kekebalan
tubuh, sedangkan stres kronis bersifat supresif. Stres yang intens
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh secara berlebihan, menyebabkan
ketidakseimbangan peradangan dan anti-peradangan. Laporan dari berbagai
laboratorium telah mengkonfirmasi pro-inflamasi yang disebabkan oleh stres,
antara lain meningkatnya protein C-reaktif (CRP), IL-6, TNFα, IL-1β dan faktor
transkripsi "faktor nuklir kappa B (NF-κB)" (Miller et al. al., 2009) . Selain
peradangan perifer, peradangan sentral yaitu peradangan saraf, juga telah
ditemukan dalam kondisi stres.
Peningkatan sitokin proinflamasi, peningkatan aktivasi mikroglia dan
akumulasi monosit dan makrofag yang diturunkan secara perifer terdeteksi di
otak dengan paparan stres psikologis (Johnson et al., 2005). Sebagai makrofag
yang menetap di otak, mikroglia dianggap sebagai sumber sitokin proinflamasi
utama. Aktivasi mikroglial potensiasi yang ditimbulkan oleh stres adalah
melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Mikroglia mengekspresikan
reseptor GC dan mineralokortikoid, sehingga mikroglia cenderung memiliki
respons langsung terhadap puncak kortikosteron (Calcia et al., 2016) . Selain
itu, reseptor GC juga sangat hadir di hipokampus dan korteks prefrontal,
sehingga kortikosteron yang diinduksi stres mungkin memiliki efek tidak
langsung pada mikroglia. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa
sistem kekebalan bawaan SSP dapat merespons terhadap stresor akut,
sehingga melepaskan sinyal bahaya High mobility Group Box I( HMGB-1) di
otak ke mikroglia yang kemudian bekerja sebagai inflammasome NLRP3,
dalam persiapannya mensekresi IL-1β (Weber et al., 2015). Mikroglia aktif
menampilkan morfologi cabang hipertrofik dengan soma yang membesar dan Gambar 1 : Hubungan Sistem Sistem Saraf Pusat dan Sistem Imunitas
menghasilkan sitokin yang berlebihan untuk merekrut monosit perifer. Tubuh
Peningkatan makrofag otak dan sirkulasi monosit, berkontribusi pada
peningkatan kadar produksi sitokin proinflamasi (yaitu, IL-1β, TNFα, IL-6) di Peran Vitamin D pada Inflamasi Kronis yang disebabkan oleh Stress
otak (Wohleb dan Delpech, 2016).Secara umum, sistem kekebalan yang Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan dampak
terlalu aktif, peningkatan aktivitas melalui jalur SNS, dan penurunan respons kekurangan vitamin D pada depresi,(Jhee JH et al, 2017. Penckofer et al
GCs dapat bekerja secara bersamaan dalam aktivasi respon inflamasi selama (2017). melaporkan intervensi 6 bulan dengan 50.000 IU vitamin D secara
stres. GC, katekolamin, sitokin, dan mediator lain yang dilepaskan oleh stres signifikan menurunkan depresi dan kecemasan pada diabetes mellitus tipe 2

148 149
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

(T2DM) yang mengalami depresi. Suplementasi dengan vitamin D dapat Ini dapat membantu menjelaskan hubungan antara penurunan neurokognitif,
mengurangi tingkat kecemasan pada mereka dengan sindrom pramenstruasi demensia, depresi, dan penyakit Alzheimer dan prevalensi tinggi defisiensi
pada remaja yang memiliki kekurangan vitamin D berat (Tartagni et al, 2016). 25(OH) Vit D.
Meskipun semakin banyak bukti bahwa Vitamin D terlibat dalam Seperti diungkapakan diatas, kondisi stress yang terus menerus dapat
mempengaruhi fungsi otak mamalia, bukti langsung tentang perannya dalam menyebabkan suatu proses inflamasi kronis. Meskipun proses inflamasi
otak manusia masih kurang dikteahui. Dalam penelitian yang dilakukan (Eyles sangat penting untuk pertahanan inang manusia terhadap agen infeksi dan
DW et al, 2005). Diketahui adanya distribusi 1,25-dihydroxyvitamin D3 cedera, inflamasi sistemik yang berkepanjangan berkontribusi terhadap
receptor (VDR), dan 1alpha-hydroxylase (1alpha-OHase), enzim yang patofisiologi banyak penyakit kronis. Peran vitamin D tidak hanya membantu
bertanggung jawab untuk pembentukan vitamin aktif di otak manusia. pada kondisi stress itu sendiri, namun juga memiliki peran pada sel – sel imun
Reseptor dan enzim ditemukan di kedua neuron dan sel glial dalam pola dengan fungsi utama meregulasi reaksi inflamasi dengan cara menekan sitokin
regional dan lapisan-spesifik. VDR terbatas pada nukleus sementara 1alpha- pro inflamasi dan meningkatkan sitokin anti inflamasi melalu mekanisme
OHase didistribusikan ke seluruh sitoplasma. Distribusi VDR di otak manusia inhibisi NF-kB dan P38 melalui jalur yang diperantarai oleh VDR ( Talmor Y,
sangat mirip dengan yang dilaporkan pada tikus. Banyak daerah mengandung 2008)
jumlah yang sama dari VDR dan 1alpha-OHase, namun sel makroseluler dalam
nukleus basalis dari Meynert (NBM) dan sel-sel Purkinje di otak kecil Peran Vitamin D Pada Sel-sel Imun
menyatakan 1alpha-OHase tanpa adanya VDR. Pewarnaan imunohistokimia Pada Sel Dendritik
terkuat untuk reseptor dan enzim ada di hipotalamus dan di neuron besar Sel Dendritik adalah suatu Antigen Presenting Cell (APC) professional
(mungkin dopaminergik) di dalam substantia nigra. Distribusi VDR yang yang memiliki peran penting menjaga respon imun dari sel limfosit T. Secara in
diamati konsisten dengan teori bahwa Vitamin D beroperasi dengan cara yang vitro 1,25(OH)2D3 menghambat diferensiasi dari monocsit menjadi DC,
mirip dengan neurosteroid yang dikenal. Distribusi luas 1alpha-OHase dan sehingga menghambat kemampuan sel APC untuk menstimulasi sel limfosit T.
VDR menunjukkan bahwa Vitamin D mungkin memiliki sifat autokrin / In Vivo 1,25(OH)2D3 memiliki efek secara langsung menekan kerja DC,
parakrin di otak manusia. Vitamin D terkait erat dengan metabolisme mengurangi produksi sitokin IL 12 dan aktivitasnya terhadap Th1 serta
CYP27B1. CYP27B1 diekspresikan dalam neuron dan sel glial pada janin dan menekan produksi sitokin yang dihasilkan oleh Th1 seperti IFN Y, dan IL2. Kerja
dewasa, terutama di substansia nigra supra optik dan jaringan paraventrikular vitamin D dalam menghambat sitokin proinflamatori juga dibuktikan oleh
hipotalamus. Selain itu, VDR diekspresikan oleh hipotalamus, pons, ganglia (Yong Zhang et al 2012 dimana pada kadar fisiologis vitamin D yaitu kisaran 30
basal, dan hippocampus. Ini menunjukan bahwa sangat mungkin Vitamin D – 50 ng/ml , vitamin D dapat memodulasi inflamasi melalui penghambatan
berpartisipasi dalam proses sintesis neurotransmitter, peradangan, dan aktifitas p38 oleh LPS serta menghambat produksi sitokin pro inflamasi oleh
keseimbangan kalsium. Studi lain telah mendokumentasikan bahwa Vitamin D sel-sel monosit terutama IL 6 dan TNF alpha.
dapat melindungi sel-sel saraf dengan efek antioksidannya (Kesby et all ,
2011) Bukti menunjukkan bahwa 1,25 (OH) 2D3 dapat meningkatkan ekspresi Pada Sel Limfosit T
protein pengikat kalsium, meskipun ini tidak dapat ditunjukkan dalam semua Pada hewan coba 1,25(OH)2D3 berhubungan dengan perubahan
penelitian (Eyles DW, 2005). 1,25 (OH) 2D3 juga bisa bertindak dengan naïve CD4 menjadi lebih dominan kearah Th2 dan T reg dibanding Th1 dan
meningkatkan kadar serotonin di otak (Partonen, 1998. Selanjutnya 1,25 (OH) Th17. Pada sel Th2 peran dari 1,25(OH)2D3 belum diketahui secara
2D3 juga telah ditunjukkan untuk merangsang fagositosis amiloid-β dan menyeluruh, dimana 1,25(OH)2D3 mampu menghambat respon IL -4 namun
pembersihan oleh makrofag pada pasien Alzheimer (Masoumi A et al, 2009) dilain pihak meningkatkan produksi IL 10 sehingga meningkatkan fungsi Th2.

150 151
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Sel T regulator memiliki fungsi menekan pengaruh sel T efektor lain seperti sel Daftar Pustaka
Th1 dan Th2. Pada penyakit autoimun, adanya jumlah dan fungsi T regulator Alley, D. E., Seeman, T. E., Ki Kim, J., Karlamangla, A., Hu, P., and Crimmins, E. M. (2006).
yang adekuat, mampu menekan kerja sel T auoreactive. Mereka dengan kadar Socioeconomic status and C-reactive protein levels in the US population:
1,25(OH)2D3 yang rendah mengakibatkan ketidak efektifan produksi maupun NHANES IV. Brain Behav. Immun. 20, 498–504..
kerja sel T regulator, hal ini mendorong terjadinya penyakit autoimun. Busillo, J. M., Azzam, K. M., and Cidlowski, J. A. (2011). Glucocorticoids sensitize the
innate immune system through regulation of the NLRP3 inflammasome. J.
1,25(OH)2D3 meningkatkkan kadar asam fosfat dan antioksidan serta
Biol. Chem. 286, 38703–38713.
memperkuat pelepasan antimikroba seperti misalnya defensin dan Calcia, M. A., Bonsall, D. R., Bloomfield, P. S., Selvaraj, S., Barichello, T., and Howes, O.
cathelicidin oleh sel sel imun. Kemampuan ini memperkuat tubuh dalam D. (2016). Stress and neuroinflammation: a systematic review of the effects of
menghadapi kuman kuman khususnya yang melewati mikroba intraselule stress on microglia and the implications for mental illness.
(Hewison, 2012) Psychopharmacology (Berl) 233, 1637–1650
Cohen, S., Janicki-Deverts, D., and Miller, G. E. (2007). Psychological stress and disease.
JAMA 298, 1685–1687. doi: 10.1001/jama.298.14.1685
Elenkov, I. J. (2008). Neurohormonal-cytokine interactions: implications for
inflammation, common human diseases and well-being. Neurochem. Int. 52,
40–51.
Eyles DW, Smits S, Kinobe R, Hewisn M, McGrath JJ, Distribution of the vitamin D
receptor and 1 alpha-hydroxylase in human brain J Chem Neuroanaf 2005
Jan;29(1): 21 – 30
Hewison, Vitamin D and Immune Function : An Overview, Prot Nutr Soc, 2012
Feb;71(1): 50-61
Jhee JH, Kim H, Park S, Yun HR, Jung SY, Kee YK, et al. Vitamin D deficiency is significantly
associated with depression in patients with chronic kidney disease. PLoS One.
2017;12:e0171009
Johnson, J. D., Campisi, J., Sharkey, C. M., Kennedy, S. L., Nickerson, M., Greenwood, B.
N., et al. (2005). Catecholamines mediate stress-induced increases in
peripheral and central inflammatory cytokines. Neuroscience 135,
1295–1307
Kesby JP, Eyles DW, Burne TH, McGrath JJ (2011). The effects of vitamin D on brain
development and adult brain function. Mol Cell Endocrinol, 347: 121-127.
Gambar 2. Pengaruh Vitamin D terhadap Sel Sel Imun Masoumi A, Goldenson B, Ghirmai S, Avagyan H, Zaghi J, Abel K, et al. (2009).
1alpha,25-dihydroxyvitamin D3 interacts with curcuminoids to stimulate
Kesimpulan amyloid-beta clearance by macrophages of Alzheimer's disease patients. J
Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan melemahnya Alzheimers Dis, 17: 703-717,
sistem imunitas tubuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan timbulnya Miller, G. E., Chen, E., Sze, J., Marin, T., Arevalo, J. M. G., Doll, R., et al. (2008). A
berbagai macam penyakit kronis. Vitamin D tidak hanya berperan dalam functional genomic fingerprint of chronic stress in humans: blunted
memodulasi stres, namun juga memiliki peran dalam memodulasi reaksi glucocorticoid and increased NF-κB signaling. Biol. Psychiatry 64, 266–272.
inflamasi yang terjadi ditubuh sebagai respon dalam menghadapi stress. Partonen T (1998). Vitamin D and serotonin in winter. Med Hypotheses, 51: 267-268]

152 153
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Penckofer S, Byrn M, Adams W, Emanuele MA, Mumby P, Kouba J, et al. Vitamin D MASKING DEPRESSION IN INTERNAL MEDICINE PATIENTS
supplementation improves mood in women with type 2 diabetes. J Diabetes
Res. 2017;2017:8232863
E. Mudjaddid
Yong Zgang, Donald Y.M Leung, Brittany N Richers, Yusen Liu, Linda K Remigio, David W
Divisi Psikosmatik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Riches, Elene Goleva, Vitamin D Inhibits Monocyte / Macrophage
Proinflammatory Cytokine Production by Targeting Mitogen – Activated
Protein Kinase Phosphatase 1, J Immunol 2012 Mar 1 : 188(5): 2127 – 2135
Rohleder, N. (2014). Stimulation of systemic low-grade inflammation by psychosocial Abstrak
stress. Psychosom. Med. 76, 181–189
Sadeq A Quraishi, Carlos A Camargo, Vitamin D in acute stress and critical illness, 2012, Keberadaan depresi masih sering terlupakan, tidak terdiagnosis,
Curr Opin Clin Nutr Metab Care, 2012 Nov 15(6) ; 625 – 634 apalagi bila depresi ditemukan bersama-sama dengan penyakit lain
Sorrells, S. F., Caso, J. R., Munhoz, C. D., and Sapolsky, R. M. (2009). The stressed CNS: (komorbiditas). Pada keadaan komorbiditas depresi sering sulit didiagnosis
when glucocorticoids aggravate inflammation. Neuron 64, 33–39. karena keluhan-keluhan yang dikemukakan dianggap berasal dari penyakit
Sterling, P., and Eyer, J. (1988). “Allostasis: a new paradigm to explain arousal fisiknya.
pathology,” in Handbook of Life Stress, Cognition and Health, eds S. Fisher and Banyak penderita depresi datang dengan keluhan-keluhan fisik yang
J. Reason (Oxford: John Wiley & Sons), 629–649.
beraneka ragam sehingga mendorong para klinisi mencari diagnosis penyakit
Talmor Y, Bernheim J, Klein O, Green J, Rashid G Calcitriol blunts pro-atherosclerotic
parameters through NFkappaB and p38 in vitro. Eur J Clin Invest. 2008 Aug;
fisik dengan melakukan berbagai pemeriksaan yang sebenarnya tidak terlalu
38(8):548-54. diperlukan
Tartagni M, Cicinelli MV, Tartagni MV, Alrasheed H, Matteo M, Baldini D, et al. Vitamin Bentuk depresi dengan keluhan fisik yang bermacam-macam seperti
D supplementation for premenstrual syndrome-related mood disorders in sakit kepala, sakit pinggang, sakit perut, sulit bernafas dsb disebut sebagai
adolescents with severe hypovitaminosis D. J Pediatr Adolesc Gynecol. Masking Depression (Atypical Depression, Depresi terselubung). Gejala lain
2016;29:357–61 yang sering menyertai Masking Depression adalah perubahan perilaku seperti
Weber, M. D., Frank, M. G., Tracey, K. J., Watkins, L. R., and Maier, S. F. (2015). Stress bekerja berlebihan,cepat tersinggung dan penurunan libido.
induces the danger-associated molecular pattern HMGB-1 in the Pasien dengan Masking Depression sering tidak menyadari bahwa
hippocampus of male Sprague Dawley rats: a priming stimulus of microglia dirinya mengalami gangguan mental atau gangguan Psikosomatik bahkan
and the NLRP3 inflammasome. J. Neurosci. 35, 316–324
menyangkal keluhan fisiknya berhubungan dengan depresi dan menolak
untuk mendapatkan penanganan sebagai pasien gangguan Psikosomatik.
Akibatnya pasien berkelana mengunjungi beberapa dokter (shoping
doctor),tetapi keluhannya tidak berkurang bahkan bertambah ,menjadi
misdiagnosis dan mismanagement.
Ada bentuk lain dari Depresi yang gejalanya tidak khas atau atypical
yaitu yang disebut dengan Smiling Depression. Depresi yang penampilannya
tidak murung dan tidak sedih tetapi sebaliknya dapat bangun pagi, bekerja
seperti biasa dan berinteraksi tapi dengan keterpaksaan dan pada saat
sendirian dia merasa hampa dan lelah berlebihan.Jadi dari luar kelihatan
bahagia padahal dalamnya sedih..

154 155
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Keluhan-keluhan depresi harus segera dikenali baik keluhan yang TATALAKSANA MENYELURUH PADA DEPRESI
bersifat fisik maupun keluhan-keluhan psikis agar diagnosis segera dapat
dibuat dan diberikan pengobatan yang tepat. Diagnosis depresi tetap Andri, Nur Hidayah Binti Dzulkifly
mengacu kepada kriteria DSM V. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Selain itu perlu diperhatikan bahwa gejala-gejala fisik depresi sering Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
merupakan bagian dari manifestasi gangguan fungsional organ atau sistim andri@ukrida.ac.id
tertentu misalnya sistim gastrointestinal, muskulo-skeletal, kardiovaskuler,
sistim pernafasan dan sebagainya. Sehingga gejala fisik depresi tumpang
tindih dengan gelala fungsional (komorbid depresi dengan gangguan Pendahuluan
fungsional) Depresi merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling umum
Secara biologis terjadinya depresi dihubungkan dengan peran terjadi. World Health Organization (WHO) mengingatkan bahwa depresi telah
neurotransmitter di celah sinaps, seperti peran serotonin, norepinefrin, menduduki peringkat ketiga beban penyakit dalam skala global sejak tahun
asetilkolin, dan dopamin. Depresi disebabkan karena adanya defisiensi relatif 2004.1 Diperkirakan kasus depresi akan terus meningkat menjadi peringkat
satu atau beberapa neurotransmitter aminergik pada celah sinaps neuron di beban penyakit pada tahun 2030 mendatang. Data WHO menunjukkan saat ini
otak terutama pada sistim limbik. terdapat 121 juta orang mengalami depresi, dimana 5,8% adalah pria dan
Hipotesis lain menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan 9,5% wanita di dunia yang pernah mengalami episode depresi dalam hidup
karena adanya aktivitas neurotransmisi yang berlebihan dan tidak stabil. mereka.1 Perawatan dan pengobatan yang efektif untuk gangguan depresi
Pemberian obat anti depresan didasarkan pada mekanisme obat sangat diperlukan. Hal ini dilakukan agar individu yang mengalami gangguan
untuk memperbaiki sistim neurotransmisi tersebut. tersebut dapat kembali produktif dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak
Tatalaksana Masking Depression sama dengan tatalaksana depresi bergantung pada orang lain, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari
pada umumnya yaitu tidak hanya mengedepankan pemberian obat-obat Saat ini penatalaksanaan depresi tidak hanya diberikan pengobatan
psikofarmaka/anti depresan semata tetapi sejak awal secara serentak harus psikofarmaka saja, namun juga dengan pendekatan psikoterapi. Penggunaan
sudah melakukan pengobatan dengan psikofarmaka dan psikoterapi bersama- obat antidepresan golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
sama yang mencerminkan pendekatan paripurna (pendekatan holistik). seperti Escitalopram, Sertraline, Fluoxetine masih merupakan terapi lini
pertama untuk mengatasi depresi. Selain itu juga psikoterapi kogintif atau
Kata Kunci : Masking Depression, Neurotransmitter, Pendekatan Holistik lebih dikenal dengan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah
satu cara terapi depresi yang efektif.2 CBT merupakan pengobatan
nonfarmakologi yang efektif untuk hampir semua gangguan jiwa, terutama
kecemasan dan depresi. Terapi ini memiliki waktu yang terbatas, mendorong
keterampilan self-help, berfokus pada masalah, bersifat induktif, dan
mengharuskan klien untuk mengembangkan dan mempraktekkan
keterampilan dalam lingkungannya sendiri melalui pekerjaan rumah yang
diberikan.

156 157
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Diagnosis Depresi HTTLPR (transporter serotonin) akan memengaruhi peningkatan atau


Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan penurunan volume amigdala ketika seorang individu terpapar stres.4 Hal ini
yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, perasaan, aktivitas) berpengaruh terhadap munculnya afek depresif dan terganggunya fungsi
seseorang yang ditandai dengan pikiran negatif pada diri sendiri, suasana hati belajar dan memori.
menurun, kehilangan minat atau motivasi, pikiran lambat serta aktivitas Gen BDNF (brain-derived neurotrophic factor), MR (reseptor
menurun. Depresi merupakan suatu kondisi saat seseorang merasa sedih, mineralokortikoid), dan bcl-2 (B-cell lymphoma-2) memengaruhi volume
4
kecewa saat mengalami suatu perubahan, kehilangan maupun kegagalan dan hipokampus. Hal tersebut akan menyebabkan gangguan dalam belajar dan
menjadi patologis ketika tidak mampu beradaptasi.3 memori, serta meningkatkan sensitivitas terhadap stres. Gen bcl-2 juga
Sekitar setengah dari individu mengalami periode prodromal sebelum menyebabkan berkurangnya volume korteks cinguli anterior yang dapat
episode depresi pertama mereka. Gejala prodromal tersebut serupa dengan mengakibatkan gejala anhedonia.
gejala depresi pada umumnya dan dapat terjadi selama beberapa minggu Disfungsi serotonergik yang dipengaruhi oleh gen transporter,
hingga beberapa tahun sebelum diagnosis ditegakkan.3 Gejala tersebut reseptor, dan promoter serotonin akan mengakibatkan peningkatan
5
termasuk kecemasan dan gejala depresi ringan lainnya. Depresi ringan biasa sensitivitas individu terhadap stres. Gen-gen yang sama juga dapat
berlangsung antara 4-30 minggu. Episode yang lebih berat dapat terjadi memunculkan afek depresif. Disfungsi pada sistem CRH (corticotropin-
hingga 6-8 bulan. releasing hormone) dan aksis HPA (Hipotalamus-Pituitari-Adrenal) akan
menimbulkan gangguan fungsi kognisi eksekutif dan perubahan psikomotor,
Patogenesis dan Etiologi Depresi baik retardasi maupun agitasi.
Penyebab spesifik dari gangguan depresi belum diketahui. Disfungsi pada sistem katekolaminergik (deplesi katekolamin) akan
Patofisiologi gangguan depresi juga belum dimengerti secara tepat. Sebagai menyebabkan perubahan psikomotor, gangguan fungsi kognitif, dan gejala
gangguan kejiwaan yang paling sering ditemukan, gangguan depresi anhedonia. Mutasi pada gen-gen lain seperti CHAM2, CREB, dan 5-HT2AR
tampaknya memiliki penyebab multifaktorial dan heterogen. Faktor biologi, akan menyebabkan abnormalitas fase tidur REM.5 Terganggunya fungsi tidur
psikologi, dan sosial memiliki peranan penting dalam patogenesis gangguan tersebut akan menyebabkan berkurangnya fungsi memori dan pembelajaran.
depresi mayor. Gangguan depresi mayor melibatkan baik aspek genetik Abnormalitas gen pada gangguan depresi tak mungkin disebabkan
maupun faktor lingkungan. Bukti dari studi keluarga dan anak kembar karena satu lokus gen saja. Diperlukan interaksi dari beberapa jenis gen yang
menunjukkan bahwa depresi yang berkembang pada anak usia dini lebih berbeda untuk memunculkan gejala depresi pada satu individu. Pemindaian
dipengaruhi oleh pengaruh psikososial daripada genetik. Onset depresi pada genom adalah cara baru yang sangat baik untuk mendeteksi pengaruh genetik,
remaja atau dewasa, meskipun lebih bersifat herediter daripada depresi tetapi pemindai genom rentan memberikan hasil positif palsu dan diperlukan
prepubertas, tetaplah mencerminkan interaksi antara faktor genetik dan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang pasti.
stresor lingkungan.
Faktor Neurobiologi
Faktor Genetik Faktor neurobiologi yang memengaruhi depresi, antara lain: hipotesis
Penelitian terkait keluarga menunjukkan bahwa risiko kerabat dekat monoamin, aksis HPA, serta tidur dan ritme sirkadian.
3
dalam keturunan pertama meningkat sebanyak dua hingga tiga kali, yaitu Ÿ Hipotesis monoamine.
sekitar 15-20%. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya variasi genetik yang Hipotesis monoamin telah menjadi fondasi teori neurobiologis
terjadi pada beberapa endofenotip depresi. Endofenotip NMDAR dan 5- terhadap depresi dalam 50 tahun terakhir. Berdasarkan observasi terhadap
158 159
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

kerja antidepresan, dapat diketahui bahwa depresi disebabkan oleh defisit Ÿ Tidur dan ritme sirkadian
serotonin atau noradrenalin pada celah sinaps pada beberapa sirkuit yang Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama diketahui sebagai
penting dalam patofisiologi depresi. Antidepresan diketahui bekerja dengan salah satu gejala utama gangguan depresi. Polisomnografi telah banyak
memblok transporter serotonin sehingga meningkatkan ketersediaan digunakan dalam studi biologis untuk mengetahui disregulasi tidur pada
neurotransmiter tersebut pada celah sinaps. Sebaliknya, peningkatan pasien dengan gangguan depresi mayor. Beberapa ilmuwan beranggapan
glutamat pada celah sinaps dapat mencetuskan gejala depresi. bahwa depresi dapat mencetuskan gangguan pola tidur, tetapi tidak menutup
6
Ketidakseimbangan antara glutamat dan dopamin akan menyebabkan gejala kemungkinan untuk hal yang sebaliknya.
psikosis. Sistem sirkadian manusia dikontrol oleh pacemaker biologis yang
Gangguan pada neokorteks dan hipokampus dapat memediasi berlokasi pada nukleus suprakiasmatik di hipotalamus. Jam biologis ini
timbulnya gejala kognitif depresi, seperti gangguan memori, perasaan tidak diregulasi oleh zeitgeber eksternal, termasuk siklus gelap/terang, paparan
berharga, rasa bersalah, pikiran yang dipenuhi malapetaka, dan tendensi sinar terang dari lingkungan, maupun kegiatan sosial. Banyak ritme sirkadian,
untuk bunuh diri. Striatum (terutama striatum ventral atau nucleus seperti kortisol, melatonin, dan thyroid stimulating hormone (TSH) terganggu
6
accumbens), amigdala, dan area otak terkait yang penting dalam memori pada depresi.
emosional, dapat memediasi timbulnya gejala anhedonia (menurunnya Gangguan afektif musiman adalah bentuk penyakit depresi yang
ketertarikan terhadap kegiatan yang menyenangkan), kecemasan, dan biasanya muncul selama musim gugur dan musim dingin. Depresi tersebut
berkurangnya motivasi yang sebelumnya mendominasi dalam diri pasien. akan berakhir setelah musim semi dan musim panas. Studi menunjukkan
Lesi vaskular juga dapat berkontribusi terhadap depresi dengan bahwa gangguan afektif musiman juga dimediasi oleh perubahan kadar
mengganggu jaringan saraf yang terlibat dalam regulasi emosi, terutama jalur serotonin dalam sistem saraf pusat. Hal ini juga dipengaruhi oleh ritme
frontostriatal yang menghubungkan korteks prefrontal dorsolateral, korteks sirkadian dan paparan sinar matahari.
orbitofrontal, cinguli anterior, dan cinguli posterior. Komponen lain dari sirkuit
limbik, khususnya hipokampus dan amigdala, telah terbukti terlibat dalam Faktor Neuropsikologi
depresi. Depresi biasa mengikuti suatu stresor psikososial yang berat,
Ÿ Aksis HPA (hipotalamus-pituitari-adrenal) terutama pada episode depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kecil
Alterasi pada aksis HPA telah lama diketahui berhubungan dengan seperti perlakuan yang tidak seharusnya, penelantaran, kehilangan orang tua,
gangguan depresi mayor. Efek biologis dari paparan stres akan memediasi dan dukungan sosial yang tidak adekuat seringkali dialami oleh pasien depresi.
sekresi CRH (corticotropin-releasing hormone). Sekresi CRH tersebut juga akan Bukti dari studi ini menunjukkan bahwa stres dan trauma dapat memengaruhi
meningkatkan pelepasan ACTH (adrenocorticotrophic hormone) dan sistem biologis pada depresi.5
glukokortikoid. Glukokortikoid menyebabkan perubahan sensitivitas reseptor Sebagai contoh, kehilangan ibu pada hewan percobaan akan
adrenergik melalui regulasi sistem adenilat siklase adrenoreseptor beta.5 menyebabkan hipersensitivitas aksis HPA pada individu tersebut. Pada hewan
5
Stres kronik akan menghasilkan hipersensitivitas terhadap aksis HPA. percobaan tersebut ditemukan volume hipokampus yang berkurang. Hal ini
Gangguan depresi mayor berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi sesuai dengan yang terjadi pada pasien depresi dan yang mengalami trauma
CRF pada cairan serebrospinal, meningkatnya imunoreaktivitas terhadap CRF, masa kecil. Pasien depresi yang disebabkan oleh trauma masa kecil pun
ekspresi gen CRF pada nukleus paraventrikular hipotalamik, dan regulasi turun ternyata lebih responsif terhadap psikoterapi dibandingkan dengan terapi
reseptor CRF-R1 di korteks frontal. Sekresi glukokortikoid memiliki efek antidepresan saja.
neurotoksik, terutama terhadap neurogenesis pada hipokampus.

160 161
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Ÿ Diagnosis Depresi
Kotak 1. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor 3
DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan
A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan
depresi mayor/ major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2) kehilangan minat
tidak terklasifikasikan. MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau 1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan
lebih episode depresi mayor (Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan laporan yang subjektif (merasa sedih ata u kosong) atau yang dilihat oleh orang
beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah
dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang 2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau
terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan
yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala yang tidak naik
depresi harus dapat disingkirkan.3 4. Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan
7 perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)
Episode Depresi berdasarkan ICD-10.
6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
Antara kriteria Umum menurut ICD-10 adalah; Episode depresi harus 7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi)
bertahan setidaknya dua minggu. Tidak ada hipomanik atau manik, gejala hampir setiap hari
cukup untuk memenuhi kriteria untuk episode hypomanic atau manik pada 8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
setiap saat dalam kehidupan individu. Tidak disebabkan penggunaan zat 9. Pemikiran untuk ma ti yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa
perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
psikoaktif atau gangguan mental organik.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
Gejala utama dari deperesi adalah perasaan depresi untuk tingkat C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk hampir sepanjang hari dan D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan)
hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan, dan atau kondisi medis umum (hipotiroid)
bertahan selama minimal dua minggu. Kehilangan minat atau kesenangan E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement
dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan. Penurunan energi atau
kelelahan meningkat MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali
Adanya gejala lainnya seperti kehilangan percaya diri atau harga diri diderita atau saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami dua kali
mampu menunjang ke diagnosa episode depresi. Perasaan diri yang tidak episode depresi mayor dengan jarak penyembuhan paling tidak dua bulan.
masuk akal atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak tepat.Berpikiran MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan
tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri. Keluhan atau bukti pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.
7

kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi, seperti keraguan Subtipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul
atau kebimbangan. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis. Adanya dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi
gangguan tidur dan perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan
dengan perubahan berat badan yang sesuai. memprediksikan prognosisnya. Tabel 1 memperlihatkan kriteria-kriteria
depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.

162 163
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Tabel 1. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD. 3 Tabel 2. Derajat keparahan depresi 3

Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Kunci


Depresi melankolis Dengan gambaran Mood nonreaktif, anhedonia, Keparahan depresi Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
melankolis kehilangan berat badan, rasa
bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik, mood yang Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 2 gejala tipikal
memburuk pada pagi hari, minat + 4 gejala depresi lainnya 2. 2 gejala inti lainnya
terbangun di pagi buta 2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan
Depresi atipikal Dengan gambaran atipikal Mood reaktif, terlalu banyak tidur,
makan berlebihan, paralisis yang Sedang 1. Mood depresi atau kehilanga n 1. 2 gejala tipikal
dibuat, sensitive pada penolakan minat + 4 atau lebih gejala depresi 2. 3 atau lebih gejala inti
interpersonal lainnya lainnya
Depresi psikotik Dengan gambaran psikotik Halusinasi atau waham 2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
(waham) bervariasi
Depresi katatonik Dengan gambaran Katalepsi,katatonik, negativism,
Berat 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 3 gejala tipikal
katatonik mutisme, mannerism, echolalia,
minat + 4 atau lebih gejala depresi 2. 4 atau lebih gejala inti
echopraxia (tidak lazim pada klinis
lainnya lainnya
sehari-hari) 2. Gangguan sosial atau pekerjaan Juga dapat dengan atau
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan kriteria yang berat atau ada gambaran tanpa gejala psikotik
MDD psikotik
Gangguan afektif Musiman Onset yang seperti biasa dan
musiman kambuh pada saat musim tertentu
(biasanya musim gugur/dingin) Penatalaksanaan
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu
Farmakoterapi.
postpartum
Semua obat antidepresan yang saat ini beredar di pasaran telah
menjalani uji klinis dan dinyatakan efektif untuk mengatasi depresi
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat dibandingkan dengan placebo. Penelitian terakhir yang dilakukan Cipriani
keparahan MDD menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat. DSM-IV-TR membagi pada tahun 2018 menyatakan bahwa agomelatine, amitriptyline,
tngkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal escitalopram, mirtazapine, paroxetine, venlafaxine dan vortioxetine lebih
sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala efektif dibandingkan antidepresan lainnya. Sedangkan fluoxetine,
psikotik.ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi fluvoxamine, reboxetine dan trazodone dianggap kurang efikasinya.
berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang Antidepresan seperti agomelatine, escitalopram, fluoxetine, sertraline dan
menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk vortioxetine dianggap lebih dapat ditoleransi baik oleh pasien dibandingkan
3
menentukan derajat keparahan. antidepresan lain sedangkan amitriptyline, clomipramine, duloxetine,
fluvoxamine, reboxetine, trazodone, and venlafaxine memiliki angka drop-out
8
paling besar.

164 165
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Terapi Kognitif Perilaku Efektifitas Terapi Kognitif Perilaku


Terapi kognitif perilaku (CBT) bersifat terarah dan dalam waktu yang Beberapa penelitian telah dilakukan oleh perawat jiwa di Indonesia
terbatas, biasanya melibatkan antara 10 dan 20 kali perawatan. Terapi kognitif dalam menerapkan CBT pada pasien dengan gangguan jiwa, dan memberikan
perilaku secara khusus dirancang untuk mengobati depresi. Penggunaannya hasil yang baik. CBT meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku pasien
dalam mengobati gangguan depresi didasarkan bahwa pasien yang dengan harga diri rendah secara signifikan. Terapi ini juga dapat menurunkan
mengalami depresi memiliki pandangan yang menyimpang atas diri mereka tanda dan gejala klien dengan perilaku kekerasan, harga diri rendah, dan
sendiri, dunia, dan masa depan. Distorsi kognitif ini berkontribusi terhadap mampu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, serta psikomotor klien.10
depresi dan dapat diidentifikasi dan dinetralkan dengan terapi kognitif- Hasil penelitian terbaru yang dilakukan dengan menggabungkan dua terapi
perilaku.9 CBT dan REBT (Remotive Emotional Behavior Therapy) memberikan kesan
11
Terapi kognitif perilaku efektif pada pasien dari segala usia. Hal ini yang baik terhadap penderita depresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penting terutama untuk pasien usia lanjut, yang mungkin lebih rentan pemberian CBT dan Psychoeducation dengan menggunakan internet, efektif
terhadap masalah atau efek samping obat. Pada anak-anak dan remaja, dalam menurunkan gejala depresi dan kecemasan dan efektif dari segi biaya
beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kelompok yang mendapat Bahkan pada sebagian besar sampel klinis pediatrik, terapi kognitif-
terapi kognitif-perilaku menampakkan kemajuan yang lebih baik daripada perilaku tampak lebih unggul dibandingkan dengan perawatan manual
kelompok yang tidak mendapat terapi tersebut. Kemajuan tersebut dapat lainnya, termasuk pelatihan relaksasi, keluarga, dan terapi suportif. Namun,
dinilai dalam hal pengurangan gejala depresi dan peningkatan harga diri. semua studi klinis atas terapi kognitif perilaku menemukan bahwa dapat
Adapun tujuan CBT adalah memeriksa dan mengubah pikiran yang terjadi kekambuhan pada saat tindak lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa
belum teramati dan negative. Konselor CBT khususnya berfokus pada distorsi pengobatan harus tetap berlanjut. Mengingat tingginya tingkat relaps dan
kognitif yang berlebihan, seperti pola pikir semua atau tidak sama sekali, kekambuhan depresi, terapi lanjutan direkomendasikan bagi semua pasien
11
prediksi negatif, generalisasi berlebihan, melebihi diri sendiri, mengkritik diri untuk setidaknya 6-12 bulan.
sendiri dan personalisasi (misalnya mengambil peristiwa yang tidak
berhubungan dengan individu tersebut dan membuatnya menjadi berarti: Kesimpulan
selalu saja hujan kalau saya tidak ingin berolah raga). Bersama- sama konselor Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan alam perasaan yang
bekerja dengan konseli untuk mengatasi kurangnya motivasi yang seringkali memunculkan gejala yang mengindikasikan adanya disfungsi afek, emosi,
berhubungan dengan kecenderungan, bahwa konseli memandang pikiran dan aktivitasaktivitas umum. Depresi juga dapat diartikan sebagai
10
permasalahannya sebagai sesuatu yang terlalu besar untuk dipecahkan. perasaan yang sedih dan kehilangan minat terhadap segala sesuatu.
Terapi ini menggunakan pendekatan aktif, direktif, terikat waktu dan Seseorang yang mengalami depresi dapat mengalami gangguan dalam
terstruktur. Terapi ini adalah terapi pemahaman yang menekankan pada kehidupan sehari-hari dan bahkan dalam aktivitas sosialnya. Kognitif adalah
pengenalan dan pengubahan jalan pikiran negatif dan keyakinan yang salah proses memahami yang menekankan pada harapan dan interpretasi
adaptasi. Pendekatan yang didasarkan pada rasionalitas teoritis bahwasannya seseorang terhadap suatu peristiwa atau kejadian, dan bukan pada peristiwa
cara orang merasakan dan berprilaku itu ditentukan oleh cara mereka itu sendiri
menyusun pengalaman. Agar bisa memahami sifat episode atau gangguan Psikofarmaka dengan antidepresan SSRI merupakan terapi lini
emosional, maka hal esensial adalah memfokuskan pada isi kognitif dari reaksi pertama untuk kasus depresi di klinis sehari-hari. Psikoterapi terutama terapi
9
individual terhadap peristiwa atau alur pikiran yang menimbulkan amarah. kognitif perilaku (CBT) merupakan terapi yang menggabungkan dua terapi,
yaitu terapi kognitif dan terapi perilaku. Terapi ini juga bermanfaat dan

166 167
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

terbukti di berbagai penelitian bermanfaat untuk pasien depresi.


Penatalaksanaan yang efektif bagi penderita depresi adalah pengabungan
antara farmakoterapi dan psikoterapi.

Daftar Pustaka
1. World Health Organization 2008, The Global Burden of Disease 2004 update.
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GBD_report_2004u
pdate_full.pdf (diakses 30 Juli 2017)
2. Stuart, G.W.. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 9th ed., Mosby. St.
Louis, Missouri. 2009.
3. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. p. 1-89.
4. Hasler G, Nothoff G .Discovering imaging endophenotypes for major
depression. Mol Psychiatry. 2011;16: 604-19.
5. Goldberg D. The aetiology of depression. Psychol Med .2007;36: 1341-7.
6. Armitage R. Sleep and circadian rhythms in mood disorders. Acta Psychiatr
Scand 115(433): 104-14.
7. Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and
experience in psychiatry. 2007. p. 8-12.
8. Cipriani A, Furukawa T, Salanti G, et al. Comparative efficacy and acceptability
of 21 antidepressant drugs for the acute treatment of adults with major
KUMPULAN
9.
depressive disorder: a systematic review and network meta-analysis. The
Lancet. Vol 391 April 7, 2018
H.Sasmita, B.A Keliat, Budiharto. Peningkatan Kemampuan Kognitif dan
MAKALAH WORKSHOP
Perilaku Pada Klien dengan Harga Diri Rendah Melalui Cognitive Behaviorur
Therapy. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2011; 13:1.
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK
10. Hidayat, Eyet. Pengaruh CBT dan REBT Terhadap Klien dengan PK dan HDR di (TIPS) 2021
RSMM Bogor. Tesis FK-UI. 2011
“The 6th Virtual Scientific Meeting on Psychosomatic Medicine:
Holistic Approach in Psychosomatic and Palliative Medicine
in Pandemic Era”

168 169
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

HEART RATE VARIABILITY PADA PASIEN DEPRESI


DAN ANSIETAS
Ratih Arianita Agung
Divisi Psikosomatik dan Perawatan Paliatif SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran UNS/RSUD Dr Moewardi Surakarta

Pengertian Stress
Stres menurut Hans Selye didefinisikan sebagai respon non spesifik
dari tubuh terhadap setiap tuntutan. Definisi lainnya, stres merupakan
tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun secara mental terhadap suatu
perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan
dirinya terancam. Kenneth Hambly mendefinisikan stres sebagai keadaan
maladaptif di mana sistem saraf simpatis terlalu aktif, menyebabkan gangguan
fisik, psikologis, dan perilaku, baik akut atau kronis.
Hans Seyle, mengusulkan model respons stres tiga tahap. Tahap
pertama adalah "tahap reaksi alarm," di mana tubuh bereaksi terhadap
stresor dengan respons fight-or-flight dan mengaktifkan sistem saraf simpatis
(SNS). Tahap kedua adalah "tahap resistensi," di mana tubuh beradaptasi
dengan stresor. Selama tahap ini, Sistem saraf parasimpatis (PNS)
mengembalikan fungsi fisiologis menjadi normal, sementara tubuh
memfokuskan sumber dayanya terhadap stressor. Meskipun penampilan luar
organisme tampak normal, kadar glukosa darah, kortisol, dan adrenalin tetap
meningkat. Jika stressor terus melampaui kapasitas tubuh untuk
mengatasinya, organisasi akan menghabiskan sumber dayanya, membuatnya
rentan terhadap penyakit atau kematian. Tahap ketiga ini adalah “tahap
kelelahan”. Tahap ini tercapai ketika adaptasi atau resistensi yang diperoleh
hilang.

Heart Rate Variability (HRV)


Heart Rate Variability (HRV) adalah suatu alat untuk mengukur
variasi waktu antara setiap detak jantung ( R ke R). Variasi ini dikendalikan oleh
bagian dari sistem saraf yang disebut sistem saraf otonom (ANS). Saraf
otonom bekerja terlepas dari keinginan kita dan mengatur, antara lain, detak
170 171
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

jantung, tekanan darah, pernapasan, dan pencernaan kita. Sistem saraf Heart Rate Variability Sebagai Pengukur Stress
otonom dibagi lagi menjadi dua komponen besar, sistem saraf simpatik dan Banyak penelitian yang menggunakan HRV untuk mengukur stres,
parasimpatis, juga dikenal sebagai mekanisme fight or flight dan respons beroperasi berdasarkan asumsi bahwa HRV adalah indeks stres yang andal.
relaksasi. Claude Bernarde menemukan bahwa saraf vagus berfungsi sebagai
Otak memproses informasi di area hipotalamus. Hipotalamus, penghubung struktural dan fungsional antara otak dan jantung. Persepsi
melalui ANS, mengirimkan sinyal ke seluruh tubuh baik untuk merangsang tentang ancaman dan keselamatan adalah elemen-elemen inti dari stressor.
atau menekan fungsi yang berbeda. Tubuh kita menangani semua jenis Persepsi ancaman yang terus-menerus berbahaya bagi tubuh manusia dan
rangsangan dan kehidupan terus berjalan. Namun, jika kita stres terus memengaruhi regulasi sirkuit hippocampal, sistem endokrin, ANS, dan lain-
menerus, kurang tidur, pola makan yang tidak sehat, hubungan tidak sehat, lain. Korteks prefrontal (PFC) dan medial PFC (mPFC), khususnya, tampaknya
isolasi atau kesendirian, dan kurang olahraga, keseimbangan ini dapat menjadi penting dalam proses penilaian ini. Dalam konteks yang aman,
terganggu, dan respons dapat berubah menjadi overdrive. representasi ancaman dalam amigdala akan dihambat oleh PFC ventromedial
Heart Rate Variability adalah cara yang non-invasif untuk (vmPFC). Manipulasi vmPFC, seperti intervensi farmakologis, dapat
mengidentifikasi ketidakseimbangan ANS ini. Jika sistem seseorang sering membantu menghambat sirkuit ancaman subkortikal dan mengurangi
dalam kondisi fight or flight, variasi antara detak jantung rendah. Jika respons stres. Proses prefrontal penghambatan ini dapat dinilai dengan
seseorang dalam keadaan lebih santai, variasi antara denyut jantung tinggi. menggunakan ukuran fungsi vagal, seperti HRV. Sebuah penelitian
Dengan kata lain, semakin seimbang ANS, menunjukkan lebih banyak metaanalisis menemukan hubungan antara HRV dan daerah otak (misalnya,
ketahanan dan fleksibilitas. Selama beberapa dekade terakhir, penelitian telah aspek ventral dari mPFC) yang terkait dengan persepsi ancaman yang
menunjukkan hubungan antara HRV yang rendah dan depresi atau berkurang. HRV dapat mengukur tingkat integrasi fungsional dari axis yang
kecemasan. Heart rate variability yang rendah bahkan dikaitkan dengan menghubungkan vmPFC, batang otak dan anatomi perifer dan dapat
peningkatan risiko kematian dan penyakit kardiovaskular. menggambarkan sejauh mana dalam memberikan kontrol yang fleksibel
Orang yang memiliki HRV tinggi mungkin memiliki kebugaran terhadap ANS.
kardiovaskular yang lebih besar dan lebih tahan terhadap stres. HRV juga Berdasarkan penelitian terkait stres dalam HRV dan bukti
dapat memberikan umpan balik pribadi tentang gaya hidup Anda dan neurobiologis yang ada, HRV dapat digunakan sebagai penilaian objektif stres
membantu memotivasi mereka yang sedang mempertimbangkan mengambil dan kesehatan mental. Namun, karena penyakit kejiwaan memiliki banyak
langkah menuju kehidupan yang lebih sehat. HRV bisa menjadi cara yang penyebab dan gejala, pengukuran biologis yang konsisten sulit diperoleh pada
bagus untuk melacak bagaimana sistem saraf bereaksi tidak hanya terhadap individu dengan penyakit mental. Dengan demikian, riwayat psikologis dan
lingkungan, tetapi juga terhadap emosi, pikiran, dan perasaan. medis pasien harus dipertimbangkan sama ketika menafsirkan hasil HRV. Oleh
HRV rendah mencerminkan detak jantung yang monoton teratur. karena itu, HRV dapat dianggap sebagai alat yang mencerminkan aktivitas
Selain itu, HRV rendah dikaitkan dengan gangguan fungsi pengaturan dan jantung dan kesehatan otonom keseluruhan, daripada penyakit mental
homeostatis ANS, sehingga mengurangi kemampuan tubuh untuk mengatasi tertentu atau keadaan penyakit.
stresor internal dan eksternal. Pengurangan HRV saat istirahat mencerminkan Karena konsep stres mencakup faktor biologis dan psikologis,
penurunan respon vagal. Dengan demikian, HRV adalah metode evaluasi objektif dan fisiologis harus diintegrasikan ketika mengevaluasi stres,
elektrokardiografi noninvasif yang dapat digunakan untuk mengukur ANS menggunakan HRV dalam praktik klinis. Banyak penelitian telah menemukan
dalam berbagai situasi klinis (misalnya, selama evaluasi stres psikologis) . hubungan antara kesehatan mental dan HRV. Namun, karena HRV dikaitkan
dengan berbagai faktor stres, durasi stres, kemampuan koping individu, dan

172 173
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

kebiasaan gaya hidup, penelitian ini sulit ditafsirkan. Banyak kondisi fisik dan depresi. Beberapa parameter HRV telah digunakan untuk memisahkan pasien
kebiasaan gaya hidup dapat memengaruhi hasil HRV, termasuk faktor dengan MDD dan kontrol sehat.
fisiologis (misalnya, pernapasan, ritme sirkadian, dan postur), faktor yang Selain itu, penurunan HRV telah dikaitkan dengan tingkat
tidak dapat dimodifikasi (misalnya, faktor usia, jenis kelamin, dan genetik), keparahan depresi dan parameter yang berasal dari HRV telah diterapkan
faktor gaya hidup yang dapat dimodifikasi (misalnya, obesitas, sindrom untuk menggambarkan tingkat keparahan depresi atau bahkan perubahan
metabolik, aktivitas fisik, merokok, dan minum), dan faktor-faktor lain keparahan gejala, namun terdapat hasil yang tidak konsisten ada mengenai
[misalnya, obat-obatan (misalnya antikolinergik, stimulan, dan beta-blocker). hubungan antara HRV dan respon terhadap pengobatan antidepresan.
Pada setiap tahap stres, menyebabkan perubahan fungsi fisiologis, Sampai saat ini, penelitian tentang pemantauan longitudinal HRV dan tingkat
yang tercermin dalam perubahan HRV. Karena berbagai potensi stresor dan keparahan gejala depresi jarang dilakukan. Meskipun beberapa penelitian
respons stres individu, penting untuk memahami konteks otonom menemukan perubahan HRV menjadi normal seiring dengan peningkatan
keseluruhan dan memeriksa riwayat medis dan psikologis pasien ketika keparahan depresi selama pengobatan antidepresan, temuan untuk
menafsirkan hubungan antara HRV dan stres. HRV sensitif terhadap parameter HRV spesifik tetap tidak konsisten.
perubahan aktivitas ANS (misalnya perubahan SNS dan PNS) yang terkait Penelitian yang menyelidiki perubahan dalam parameter HRV dan
dengan stres. Dalam sebagian besar studi, variabel HRV berubah sebagai tingkat keparahan depresi selama waktu adalah penting untuk pemahaman
respons terhadap stres yang disebabkan oleh berbagai sebab. Faktor yang yang lebih baik dari hubungan antara HRV dan keadaan penyakit ketika HRV
paling sering dilaporkan terkait dengan variasi dalam variabel HRV adalah seharusnya digunakan sebagai penanda diagnostik atau prediktif untuk
aktivitas parasimpatis yang rendah, yang ditandai dengan penurunan HF dan depresi. Penanda untuk depresi mungkin membantu dalam perawatan klinis
peningkatan LF. HRV dapat dikaitkan dengan aktivitas jaringan fleksibel dan manajemen penyakit. Upaya sebelumnya untuk menggunakan parameter
struktur saraf, yang secara dinamis diorganisasikan sebagai respons terhadap HRV sebagai penanda untuk depresi sangat menjanjikan.
stressor Pasien depresi menampilkan nilai daya HF yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Hasil ini dapat diartikan sebagai
Heart Rate Variability Pada Depresi berkurangnya kemampuan sistem saraf para-simpatetik untuk mengatur
Depresi beresiko tinggi untuk rekurensi dan terjadi kronisitas. Di denyut jantung melalui aktivitas vagal. Hasil Standard Deviasi (SD)1
Indonesia prevalensi terkait gangguan depresi menurut hasil Riset Kesehatan menunjukkan nilai yang berkurang secara signifikan dalam sampel pasien
Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sebesar 6,1%. depresi dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Hasil ini dapat ditafsirkan
Temuan berulang tentang peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular di sebagai berkurangnya fleksibilitas jangka pendek ANS untuk beradaptasi
antara pasien dengan Major Depressive Disorder (MDD) telah menarik dengan lingkungan dan tugas yang berubah.
perhatian pada regulasi otonom dari denyut jantung sebagai mekanisme Penelitian Hartman (2018) menunjukkan kekuatan HF mampu
patofisiologis potensial dalam depresi. Akibatnya, regulasi ANS, regulasi memprediksi pasien MDD dengan akurasi yang dapat diterima tetapi analisis
denyut jantung yang ditunjukkan oleh ukuran variabilitas denyut jantung regresi mengungkapkan tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik
(HRV) telah berulang kali diteliti. Penelitian yang telah dilakukan antara HRV dan tingkat keparahan gejala. Individu yang depresi mungkin
menunjukkan penurunan HRV yang ditandai oleh nilai-nilai SDNN, RMSSD, terbatas dalam kemampuan mereka untuk menyesuaikan aktivitas ANS
dan High Frequency (HF) yang lebih rendah dan peningkatan nilai daya Low mereka dengan lingkungan yang menantang dan gagal membangkitkan
Frequency (LF) untuk pasien dengan depresi dibandingkan dengan kontrol sumber daya adaptif . Ini dapat menyebabkan gejala depresi fenotipikal
yang sehat. Rasio LF/HF telah ditemukan mengalami penurunan dalam seperti kelelahan, kelelahan, reaktivitas stres dan pola tidur yang terganggu.

174 175
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Juga didapatkan hasil yang signifikan untuk RMSSD, LF power dan SD1. Ada berbagai alasan bahwa HRV akan menurun pada gangguan
Parameter tersebut dapat berfungsi sebagai penanda diagnostik untuk kecemasan. Menurut model integrasi neurovisceral, serabut saraf eferen dari
perbedaan patofisiologis antara MDD dan kontrol sehat. Tetapi karena aktivitas parasimpatis moderat korteks pre-frontal dan penghambatan saraf
mekanisme yang mendasari bahwa parameter-parameter itu tetap vagus dari aktivitas jantung, di mana regulasi saraf vagus yang tepat
interpretasi yang tidak jelas harus diperlakukan dengan hati-hati. memediasi proses inflamasi yang mengarah ke berbagai patologi, termasuk
diabetes tipe-II, depresi klinis, penyakit jantung koroner, dan penyakit
Perubahan HRV dan Keparahan Depresi neurodegeneratif. Model integrasi neurologis juga mencirikan jaringan
Penelitian Hartman meneliti apakah pasien dengan MDD terperinci dari struktur saraf spesifik yang memungkinkan manusia untuk
menunjukkan normalisasi parameter HRV yang paralel dengan peningkatan merespons secara adaptif terhadap pengaruh lingkungan, fisiologis, perilaku,
keparahan gejala depresi setelah 2 minggu pengobatan antidepresan. kognitif, dan emosional. Dalam model ini, sistem saraf otonom yang sehat
Perbedaan antara titik waktu untuk parameter yang mencerminkan ditandai oleh tingkat variabilitas adaptif yang tinggi, atau rheostasis. Sebuah
keparahan depresi (HDRS-17, BDI-II dan IDS-C) adalah signifikan. Individu ilustrasi dari poin ini dapat dilihat dalam pengamatan bahwa sistem
memiliki tingkat keparahan gejala yang lebih rendah setelah 2 minggu kardiorespirasi yang sehat dikarakterisasi oleh pola osilasi kompleks dalam
pengobatan antidepresan dinilai dengan instrumen. Dalam kelompok pasien periode jantung (atau HRV tinggi) sedangkan sistem yang sakit menampilkan
depresi perbedaan antara titik waktu untuk HF, kekuatan LF, SD2 dan Rasio sedikit atau tidak ada variabilitas.
SD1 / SD2 signifikan. Nilai HF dan parameter Non-linear meningkat dari waktu Fitur utama dari model integrasi neurovisceral adalah jaringan
ke waktu dan bahkan lebih jelas pada wanita daripada pria dan dapat diartikan otonom sentral (CAN), jaringan daerah otak yang mengoordinasikan respons
sebagai peningkatan aktivitas vagal. Terdapat peningkatan nilai daya HF otonom, endokrin, dan perilaku dalam tindakan yang diarahkan pada tujuan
berkorelasi dengan pengurangan keparahan gejala, namun varians nya kecil, dan dalam adaptasi terhadap stressor dari lingkungan. Integritas jaringan ini
sehingga perlu penelitian lebih lanjut. dikompromikan dalam kecemasan; respons simptexeksitasi tidak dapat
dihambat secara efektif, menyebabkan gambaran tidak fleksibel. Model
Heart Rate Variability Pada Ansietas integrasi neurovisceral juga menghubungkan hypervigilance dan
Kecemasan adalah hal yang normal di dalam kehidupan karena kekhawatiran, dengan penurunan HRV.
kecemasan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang Penurunan kronis dalam HRV keadaan istirahat tampaknya
mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dikaitkan dengan kecemasan dan ansietas telah terlibat dalam
dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktivitas pengembangan faktor risiko CVD, di mana HRV adalah salah satu mekanisme
sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan. Di Indonesia prevalensi kardiopatogenesis. Penurunan HRV juga dapat diamati selama bentuk
terkait gangguan kecemasan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) kecemasan fasik, seperti serangan panik. Banyak penelitian telah melaporkan
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas penurunan HRV pada orang dengan gangguan kecemasan. Mayoritas studi
atau sekitar 14 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan mental dalam literatur telah berfokus pada gangguan panik (PD); lebih dari 20
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala kecemasan dan depresi penelitian telah dilakukan hingga saat ini pada HRV pada pasien PD. Para
Gangguan kecemasan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular peneliti juga melaporkan dampak gangguan stres pasca-trauma (PTSD),
(CVD) tiga hingga empat kali lipat, setelah memperhitungkan jenis kelamin, gangguan kecemasan umum (GAD), gangguan obsesif-kompulsif (OCD),
penggunaan narkoba, dan depresi, sementara risiko kematian karena gangguan kecemasan sosial (SAD), fobia spesifik, dan gangguan kecemasan
gangguan jantung meningkat dua kali lipat. campuran / kelompok pada HRV. Alasan ketidakkonsistenan dalam hasil di

176 177
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

seluruh penelitian tidak jelas, meskipun dua penjelasan yang mungkin muncul 4. Kim HG, Eun JC, Dai SB, Young HL, Bon HK. Stress and Heart Rate Variability: A
sendiri: ukuran sampel yang kecil dan pembaur umum termasuk komorbiditas Meta-Analysis and Review of the Literature. Korean Neuropsychiatric
psikiatrik dan medis, serta penggunaan obat-obatan. Association. 2018;15(3):225-245.
Secara keseluruhan, dampak kecemasan dan perawatan mereka 5. Neil AR, Danielle B, Kate K, Linda M. Anxiety Disorder: An information Guide.
Center of Addiction and Mental Health. Canada. 2008.
pada HRV beragam.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riskesdas 2018.
Sebuah penelitian metaanalisis dilakukan untuk menentukan dampak Kementrian Kesehatan Indonesia. 2018
kecemasan pada HRV saat istirahat, penanda psikofisiologis kesehatan dan 7. Shafter F, Ginsberg PJ. An Overview of Heart Rate Variability Metrics and
kesejahteraan, meminimalkan variasi antar penelitian. Secara khusus, Norms. Frontiers in Psychiatry. 2017;5(258):1-17.
diperiksa apakah pasien dengan gangguan kecemasan menunjukkan
penurunan HRV relatif terhadap kontrol yang sehat, dan menentukan ukuran
efek ini di seluruh gangguan kecemasan spesifik. Metanalisis oleh Chalmers ini
menyimpulkan bahwa pada pasien dengan kecemasan secara keseluruhan
akan menunjukkan penurunan HRV relatif terhadap peserta yang sehat.

Kesimpulan
Terjadi perubahan nilai HRV pada pasien depresi dan ansietas,
sehingga HRV dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menilai depresi
dan ansietas. HRV dapat mengetahui bagaimana sistem saraf bereaksi tidak
hanya terhadap lingkungan, tetapi juga terhadap emosi, pikiran, dan
perasaan. Pengukuran HRV dapat membantu menciptakan lebih banyak
kesadaran tentang bagaimana pasien hidup dan berpikir, dan bagaimana
perilaku memengaruhi sistem saraf dan fungsi tubuh pasien. Meskipun jelas
tidak dapat membantu pasien menghindari stres, HRV dapat membantu
memahami bagaimana merespons stres dengan cara yang lebih sehat.

Daftar Pustaka
1. Chalmers JA, Daniel SQ, Marie AB, Andrew HK. Anxiety Disorder are
assosiated with reduced heart rate variability: a meta-analysis. Frontiers in
Psychiatry. 2014;5(80):1-11.
2. Hartmann R, Frank MS, Christian S, Ulrich H. Heart Rate Variability as
Indicator of Clinical State in Depression. Frontiers in Psychiatry.
2019;9(735):1-8.
3. Carpeggiani C, Antonio L, Patrizia L, Claudio M, Mauro R, Alberto M, et al.
Early assessment of heart rate variability is predictive of in-hospital death
and major complications after acute myocardial infarction. International
Journal of Cardiology. 2004;96:361-368.

178 179
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

MANAJEMEN STRES DALAM PRAKTEK KLINIS SEHARI-HARI 2. Reaksi Bertahan ( the stage of resistance),
Merupakan waktu yang dipakai untuk mengembalikan
Arina Widya Murni kondisi ke homeostasis (keseimbangan), disinilah yang bisa menjadi
Sub Bagian Psikosomatik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND titik tolak kemampuan atau kegagalan seseorang dalam menghadapi
stresor. Bila seseorang yang menghadapi stresor memiliki mekanisme
koping yang adaptif, maka seseorang tersebut akan kembali normal.
Pendahuluan Akan tetapi bila yang dimiliki orang tersebut mekanisme koping yang
Stres psikologis merupakan keadaan yang non spesifik yang tampilan maladaptif, maka kelainan psikologis akan berlanjut. Masa reaksi
klinisnya berbeda – beda pada setiap orang. Hans Selye, menyatakan bahwa bertahan ini akan berlangsung 3 hari sampai dua minggu.
stress psikologis itu terjadi bila seseorang mengalami kondisi dimana 3. Reaksi Kelelahan ( the stage of exhaustion)
menemui situasi harapan tidak sesuai dengan kenyataan, atau menemui Merupakan waktu yang ditandai dengan munculnya berbagai
situasi yang mengancam atau membahayakan dirinya, namun respon yang keluhan fisik ataupun psikologis yang terjadi setelah lebih kurang dua
diperlihatkan tidak spesifik dan sebenarnya terdapat kemampuan untuk minggu dari awal stresor dialami. Masa ini akan muncul akibat
beradaptasi dengannya. kegagalan sesorang mengaktifkan koping adaptifnya. Keluhan pada
Seseorang yang mengalami stress sebenarnya mudah dikenali, yaitu masa inilah yang dikenal dengan gangguan psikosomatik. Keluhannya
dari perubahan tingkah laku, ekspresi dan mimik wajah serta cara bicara dan muncul setelah lewat masa dua minggu.
cara mengungkapkan perasaannya. Kesulitan yang timbul justru pada cara
mengelolanya, ketika seseorang gagal dalam mengelola stress yang Gangguan psikosomatik merupakan bagian dari telaahan ilmu
dialaminya maka peluang untuk menjadi gangguan psikosomatik bahkan kedokteran psikosomatik, yang sudah berkembang luas di seluruh dunia.
gangguan jiwa yang lebih berat akan lebih besar dan berisiko gangguan Gangguan psikosomatik adalah gangguan fisik dan atau psikologis yang
kesehatan lainnya dan penurunan kualitas hidup. dikeluhkan seseorang yang sebelumnya didahului dengan stresor yang jelas
yang dapat berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi dan faktor pencetus.
Peran Stres Psikologis terhadap Tubuh Namun kadangkala gangguan psikosomatik tidak di dahului oleh streso yang
Seseorang yang menghadapi stress psikologis artinya yang jelas sama sekali. Gangguan psikosomatik ini berpengaruh terhadap
bersangkutan sedang menghadapi tekanan yang dikenal dengan isitlah meningkatnya keluhan penyakit, meningkatnya kunjungan ke dokter atau ke
stresor, dapat berupa kejadian atau peristiwa alam, perlakuan tidak fasilitas pelayanan kesehatan bahkan mempengaruhi kualitas hidup
menyenangkan dan berbagai jenis stresor lainnya. Secara alamiah terdapat seseorang, baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit.
tiga mekanisme yang dapat terjadi dalam menghadapi stressor yang terjadi:1 Ilmu dasar yang perlu dipahami untuk gangguan psikosomatik adalah
1. Reaksi alarm ( siaga)/ alarm reaction, konsep psikoneuroimunendokrinologi. Dalam ilmu
Merupakan reaksi yang spontan dan muncul seketika saat psikoneuroimunoendokrinologi, di pelajari tentang efek stres terhadap
seseorang mengalami stres psikologis Reaksi spontan ini dapat dibagi aktifitas Hipotalamik – Adrenal – Pituitari ( HPA axis) dengan di lepaskannya
kepada dua hal, reaksi menerima / menantang ( fight) atau reaksi ke sirkulasi hormon utama yaitu hormon stres Kortisol. Hormon kortisol inilah
melarikan diri ( flight) . Dalam keseharian kadang di temukan reaksi yang berperan sangat luas terhadap keluhan dan kelainan yang di temukan di
diam ( tidak fight ataupun flight). Masa ini dapat berlangsung 3 – 7 berbagai organ.
hari pertama setelah terpapar stresor.

180 181
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Peran Stres Terhadap Sistem Organ Dan Imunitas peningkatan kortisol plasma di pagi hari daripada sore hari, secara signifikan (p
Tubuh manusia mempunyai regulasi keseimbangan hormonal yang <0,05).3
dikenal dengan istilah homeostatis. Homeostatis merupakan usaha tubuh Kortisol plasma dipercaya memiliki efek imunitas pada mukosa
untuk mempertahankan semua aktivitas tersebut berada dalam batas normal. lambung. Stres psikologis akan mempengaruhi mukosa lambung Interleukin
Hipothalamus sebagai pusat homeostat tubuh yang dengan bantuan system terutama IL-6 melalui jalur sumbu HPA ini. Murni dkk (2017), melakukan studi
neuroendokrin dan system susunan saraf otonom dapat merubah semua dengan pasien Dispepsia Fungsional dengan stres. Ditemukan bahwa pada
fungsi homeostasis tersebut. kelompok stres nilai rata-rata plasma kortisol pagi adalah 24,03 ± 12,18μg / dL,
Stres merupakan suatu sinyal input yang akan menghasilkan sinyal lebih tinggi dari normal, dan nilai rata-rata ekspresi IL-6 pada kelompok ini
output yang ternyata dapat menekan imunitas. Kita dapat merasakan sesuatu dengan pewarnaan imunohistokimia 72,95 ± 19, 49 hubungan signifikan
itu terjadi bila otak meneruskan rasa tersebut melalui syaraf sensori otonom dengan p = 0,05. Tetapi tidak ada yang signifikan pada kelompok tidak stres.
maupun non otonom. Termasuk dalam hal ini adalah pengenalan dan memory Begitu banyak faktor penentu diduga berperan dalam patofisiologi
terhadap objek eksternal, kejadian atau perasaan, seperti emosional, cinta, dispepsia fungsional. Salah satunya adalah tekanan psikologis yang dapat
amarah, kesedihan, duka cita, takut, ansietas , depresi dan lain-lain. meningkatkan kadar kortisol plasma, mempengaruhi proses inflamasi,
Respon terhadap stresor seharusnya dapat memicu mekanisme imunologi dan aktivitas Helicobacter pylori. Murni dkk (2018) melakukan
adaptasi tubuh melalui pengaturan homeostasis tersebut.. Sebagian besar penelitian untuk mengetahui faktor penentu di antara kadar kortisol plasma,
fungsi vegetatif dijaga secara otonom oleh subkortek otak melalui peranan bukti inflamasi seperti IL-6 dan IL-8 ekspresi dan aktivitas Helicobacter Pylori.
hipotalamus. Terdapat komunikasi yang timbal balik antara hipotalamus Ada 80 pasien dengan dispepsia fungsional dengan usia rata-rata 38,9 tahun.
dengan sistim organ tubuh dan sistim imunitas melalui peran berbagai Tingkat kortisol pagi ditemukan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
neurohormonal dan sel imun yang terdapat pada tubuh manusia secara stres. Ekspresi IL-6 dan IL-8 yang lebih tinggi ditemukan pada pasien kelompok
keseluruhannya. non-stres dibandingkan dengan kelompok lain (IL-6: 73.28 (SD 16.60) vs. 72.95
Secara umum patofisiologi dari terjadinya gangguan psikosomatik (SD 19.49; dan IL-8: 18.45 (SD 17.32) vs 14.80 (SD 12.71)), meskipun secara
adalah2 ; stastik tidak signifikan, ada aktivitas Helicobacter pylori yang lebih besar pada
1. Gangguan keseimbangan saraf otonom vegetatif . kelompok dengan stres psikologis dibandingkan dengan kelompok non-stres
2. Gangguan konduksi impuls melalui neurotransmiter. karena ada reaksi antigen-antibodi yang menyerang submukosa. Faktor yang
4,5
3. Hiperalgesia alat viseral dominan adalah kadar kortisol plasma sore.
4. Gangguan sistem endokrin / hormonal Dari studi di atas, yang penting adalah kadar kortisol plasma terbukti
5. Perubahan pada sistem imun. dapat menjadi penanda adanya tekanan psikologis dalam tubuh seseorang,
sehingga dapat digunakan dalam perawatan kesehatan primer dan dapat
Hormon kortisol telah diketahui memainkan peran penting dari stres digunakan untuk deteksi dini stres psikologis di pasien dengan sindrom
dan dapat menjadi bagian dari patofisiologi penyakit fungsional seperti dispepsia.
dispepsia fungsional. Beberapa penelitian telah menunjukkan peranan dari Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi imunitas
kortisol plasma dikaitkan dengan stres psikologis yang menyebabkan berupa :
penderita mengalami gangguan psikosomatik. - Kualitas dan kuantitas stres yang timbul
Murni dkk (2006) melakukan studi tentang kadar kortisol plasma - Kemampuan individu dalam mengatasi stres secara efektif
pada pasien dispepsia fungsional dengan depresi, ditemukan bahwa ada - Kualitas dan kuantitas rangsang imunitas

182 183
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

- Lamanya stres Ada beberapa tahap yang dijalani dalam melatih koping adaptif,
- Latar belakang lingkungan sosio kultural pasien dimulai dengan tahap pertama melakukan ventilasi atau mengungkapkan
- Faktor pasien sendiri ( umur, jenis kelamin, status gizi ) semua pikiran negatif dan keluhan yang dirasakan. Ventilasi dapat
disampaikan kepada orang lain atau dokter yang bisa dipercaya atau melalui
Semua proses perubahan tersebut diatas dapat terjadi bersamaan teknik menuliskan nya dalam buku catatan harian. Dianjurkan ventilasi ini
dan tumpang tindih , menghasilkan berbagai gejala dan tanda penyakit dan berjalan lebih kurang 2 minggu dan harus tuntas serta tidak menyimpan
dapat dialami sebagai keluhan psikosomatik murni ataupun bersamaan sedikitpun masalah atau stresor yang dialami walaupun mungkin hal yang
dengan penyakit organik (komorbid) menakutkan atau memalukan.
Tahap ke dua adalah umpan balik atau biofeedback, merupakan
Manajemen Stres tahap pembuktian bahwa keluhan yang disampaikan tidak sesuai dengan
Kemampuan seseorang untuk menghadapi problem psikologis kelainan yang ditemukan atau tidak ditemukan ada kelainan sama sekali.
dikenal dengan istilah mekanisme koping ( mekanisme adaptasi). Kemampuan Pembuktian dapat dilakukan dengan melakukan berbagai pemeriksaan
koping / adaptasi ini terbagi atas dua, yaitu koping adaptif dan mal adaptif. penunjang yang memang bisa meyakinkan penderita bahwa kekhawatirannya
Seseorang yang memiliki koping adaptif akan mampu bertahan terhadap tentang penyakit yang di derita tidak beralasan.
berbagai stresor yang menimpanya sementara koping maladaptif akan Tahap ke tiga, adalah tahap relaksasi, dimana penderita diajarkan
membuat seseorang itu jatuh sakit dan mengalami gangguan psikosomatik.6 untuk menekan gangguan psikologisnya dengan melatih relaksasi, berupa
Mekanisme koping merupakan upaya yang dilakukan seseorang latihan nafas, musik terapi , yoga dan berbagai teknik relaksasi sesuai dengan
dalam mengatasi , mentolerir dan meminimalkan komplikasi stress saat yang dinginkan oleh penderita. Relaksasi ini berperan besar untuk
menghadapi tekanan emosional. Strategi koping digunakan oleh seseorang mengendalikan sistim saraf otonom yang teraktivasi akibat peningkatan
untuk mengatasi penyakit kronis dan sangat bergantung kepada kemampuan aktifitas poros HPA. Dengan relaksasi , maka diharapkan aktivitas saraf otonom
individu sehingga bisa menjelaskan mengapa seseorang bisa menerima kembali normal dan berada dalam keadaan seimbang sesuai homeostasis
penyakit kronis yang dideritanya,mampu menyesuaikan diri dengan normal.
tantangan yang dialami dan mampu mempertahankan kualitas hidup yang Tahap ke empat adalah latihan perubahan pola pikir, pola berfikir
baik. Optimisme dan pikiran positif akan berefek pada respon imun dan negatif secara bertahap akan dirubah ke pola berfikir positif. Memerlukan
system neuroendokrin. Efek tidak langsung dapat berupa perilaku kesehatan kesabaran dan ketabahan dalam proses ini. Diawali dengan menuliskan
yang lebih baik, meningkatkan koping positif dan strategi adaptif yang lebih berbagai pikiran dan peristiwa negatif,lalu mengkategorisasikan berbagai hal
7
baik. tersebut kepada kategori keharusan dan kepentingan hal itu dikerjakan,
Apakah kemampuan koping adaptif itu dapat dilatih ? Tentu saja bisa, dilanjutkan dengan komitmen yang kuat dari diri penderita sendiri untuk
dan itu memang perlu dilatih dan dilakukan berulangkali. Kemampuan coping berubah.
adaptif juga dipengaruhi oleh seberapa besar kepercayaan diri penderita. Tabel berikut mengajarkan kita untuk mengkategorikan masalah yang
Didapatkan bahwa pada penderita kanker sekalipun apabila memiliki dihadapi, bisa dibuat pada hari minggu untuk masalah atau tugas yang harus
kepercayaan diri yang tinggi ternyata sedikit sekali yang salah dalam dikerjakan dalam satu minggu ke depan. Sebelumnya perlu dibuat daftar
menerima informasi dari dokter tentang penyakit yang di deritanya. Mereka pekerjaan atau masalah yang terlintas di fikiran kita untuk diselesaikan. Lalu
mampu menerima kondisi penyakit yang diderita bahkan berpengaruh beri label masalah atau pekerjaan tersebut sesuai dengan tingkat penting dan
8
terhadap keberhasilan manajemen nyeri yang dialami penderita. urgensinya masalah tersebut.

184 185
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Tabel 1. Pengkategorian masalah berdasarkan derajat pentingnya dan seseorang, sehingga dapat beraktifitas tanpa beban yang berat menggelayut
urgensinya. di fikirannya, sehingga hormon stress tidak berlebihan dan tidak memicu
munculnya gangguan psikosomatik.
No Pentingnya Tingkatan urgensinya Tindakan Setiap kita yang masih diberi kesempatan hidup di dunia, tidak akan bisa
Masalah menghindari stres, yang perlu dilatih adalah kemampuan adaptasi adaptif,
1 Harus Penting Kerjakan segera agar setiap kita bisa melenggang dengan tenang ditengah berbagai stresor
yang berseliweran dalam kehidupan kita, selamat melatih koping adaptif
2 Harus Tidak Penting Kerjakan nanti,/ tunda
tentukan waktunya
anda..!

3 Tidak Harus Penting Delegasikan Kesimpulan


4 Tidak harus Tidak penting Tidak perlu dikerjakan 1. Distres/konflik emosi yang menimbulkan perubahan – perubahan
atau Lupakan fisiologis dan biokemis pada tubuh seseorang berkaitan erat dengan
adanya gangguan pada sistem saraf otonom vegetatif, sistem endokrin
Catatan : dan sistem imun (psiko-neuro-imuno-endokrinologi).
1. Masalah harus dan penting artinya, mutlak kita tuntaskan dan 2. Pemeriksaan kortisol dapat digunakan sebagai penanda stress pada
penting untuk diselesaikan dan kita sanggup melakukannya. kondisi klinis yang sulit dideteksi secara objektif seperti kendala
2. Masalah harus dan tidak penting artinya, mutlak kita tuntaskan komunikasi.
namun tidak penting saat ini untuk diselesaikan, masih bisa ditunda 3. Stres psikologis tidak saja mempengaruhi suasana hati dan perasaan
dan kita sanggup menyelesaikannya. seseorang akan tetapi juga akan mempengaruhi persyarafan, hormonal
3. Masalah tidak harus namun penting, tidak mutlak kita yang dan imunitas seseorang sehingga penyakit yang diderita menjadi
menuntaskannya, masih ada orang lain yang bisa membantu kita, tambah berat dan menurunkan kualitas hidup.
walaupun masalah tersebut penting untuk dituntaskan karena 4. Mekanisme adaptasi / koping adaptif dapat dilatih, dengan beberapa
berpengaruh pada diri kita, kadang kunci penyelesaiannya memang tahap seperti ventilasi, biofeedback, relaksasi dan melatih kemampuan
tidak pada diri kita sendiri, tetapi pada orang lain. berpikir yang positif serta manajemen problem berdasarkan
4. Masalah tidak harus dan tidak penting, masalah tersebut sama pengkategorian masalah berdasarkan kepentingan dan urgensinya.
sekali tidak penting dan tidak mesti kita yang menyelesaikannya,
dapat diserahkan sepenuhnya pada orang lain, walaupun kita Daftar Pustaka
terlibat bukan sesuatu hal yang prioritas buat diselesaikan. 1. Hiramoto RN, Solvason HB, Mei-Hsueh C, dkk. Psychoneuroendocrine
immunology : perception of stress can alter body temperature and natural killer
cell activity. Intern J Neuroscience, 1999: vol 98 p 92 – 129
Tahap awal permasalahan atau tugas dalam satu minggu ke depan
2. Liben P. Neurotransmitter sebagai komunikator antar sel saraf.
sebaiknya dibuat sesuai dengan tabel dan gambar tersebut di atas. Seiring Psikoneuroimnology Kedokteran . Editor : Suhartono Taat Putra, GRAMIK FK
berjalannya waktu maka tidak diperlukan lagi penggambaran tersebut, secara UNAIR-RSU Dr Soetomo, Surabaya; 2005 :58-70
otomatis kita sudah bisa membayangkan dan terbiasa mengkategorikan 3. Darwin E, Murni AW, Zubir N, Edwin AE. The Effect of Psychological Stress on
masalah berdasarkan tingkat penting dan urgensinya masalah tersebut Mucosal IL-6 and Helicobacter pylori Activity in Functional Dyspepsia (Acta
dituntaskan. Teknik ini dapat melatih kemampuan koping/adaptasi adaptif Medica Indonesia Vol 49, No 2 (2017)

186 187
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

4. Murni AW. Hubungan depresi dengan infeksi Helicobacter Pylori serta perbedaan TERAPI RELAKSASI LATIHAN PASRAH DIRI (LPD)
gambaran histopatologi mukosa lambung pada penderita dyspepsia fungsional.
[Tesis Sp2 Psikosomatik], Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia PADA PENYAKIT KRONIS
;2010.
5. Murni AW, Darwin E, Nasrul Z, Edwin AE . Analyzing Determinant Factors for Agus Siswanto1, Rico Novyanto2, Yohana Sahara2, H.A.H. Asdie1
1
Pathophysiology of Functional Dyspepsia Based on Plasma Cortisol Levels, IL-6 Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK-KMK
and IL-8 Expressions and H. pylori Activity ( Acta Medica Indonesiana Vol 50, No Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK-KMK Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
1 (2018)
6. Talley NJ. Functional gastrointestinal disorder. In Friedman Sl, McQuaid KR,
Grendell JH Current editor. Current diagnosis and treatment in
Gasteroenterology, second edition, Mc Graw Hill Co, 2003 : p97- 107 Pendahuluan
7. Ghaffari M, Morowatisharifabad MA,Mehrabi Y, Zare S, Askari J, Alizadeh S. What Latihan pasrah diri (LPD) adalah salah satu jenis Complimentary
are the Hemodialysis Patients style in Coping with Stress? A Directed content Alternative Medicine (CAM) dalam bentuk mind and body theraphy yang telah
Analysis. IJCBNM Oct 2019; vol 7, No 4 dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan telah
8. Mosher CE, DuHamel KN, Egert J, Smith MY. Self-efficacy for Coping with Cancer menjadi salah satu layanan di klinik Psikosomatik, poliklinik penyakit dalam
in a Multiethnic Sample of Breast Cancer Patients: Association with Barriers to RSUP. DR. Sardjito Yogyakarta. Latihan ini merupakan kombinasi antara
Pain Management and Distress. Clin J Pain 2010 ; 26(3):227-234.
relaksasi, repetitive prayer (zikir), guided imagery, dan latihan pernafasan.
Pada dasarnya, LPD akan membangkitkan respon relaksasi yang berujung
pada penurunan respons stress dan depresi1. Jalur reduksi stress dan
penurunan respon inflamasi / peradangan, dan perbaikan simtom depresi
(pada pasien yang menderita depresi) tampaknya merupakan jalur yang
memperantarai efek LPD terhadap berbagai kondisi seperti perbaikan tekanan
darah4, perbaikan kontrol glikemik2,3, perbaikan gangguan tidur / insomnia5,
6
perbaikan gejala pada pasien dengan sistemik lupus eritematosus (SLE) ,
7
perbaikan fungsi paru pada penderita penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ,
serta perbaikan kulaitas hidup serta reduksi simtom depresi pada penderita
berbagai penyakit kronik seperti diabetes mellitus (DM)8, gagal ginjal kronik
9
(GGK) , penyandang HIV Human immunodeficiency virus)/AIDS (Acquired
immune deficiency syndrome)10 dan keganasan11.
Latihan pasrah diri juga memasukkan komponen religius dalam
bentuk repetitive prayer (zikir) sehingga pada umumnya akan lebih diterima
oleh masyarakat Indonesia, dimana religiusitasnya masih cukup kuat,
khususnya pada pasien dengan Agama Islam, dan dengan modifikasi untuk
pasien dengan agama lain. Latihan ini dikerjakan dengan bantuan instruktur
untuk membantu pasien membayangkan sesuatu, bebauan, dan perasaan
bahagia. Latihan nafas selama LDP mencakup menarik nafas dengan pelan

188 189
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

lewat hidung, menahannya untuk waktu tertentu dan mengeluarkannya 7. Berhenti / istirahat sekitar 2-5 detik, lakukan kembali langkah 4-6 hingga
perlahan lewat mulut disertai membayangkan hal-hal diatas dan hilangnya setidaknya 21 siklus pernafasan. Akhiri sesi latihan dengan berdoa,
penyakit. Komponen guided imagery dan latihan pernafasan akan membantu untuk Muslim, dapat ditutup dengan membaca Hamdallah.
pasien untuk masuk kedalam kondisi relaksasi. Proses menarik, menahan dan
mengeluarkan nafas akan berakibat pada terjadinya peningkatan tekanan Hasil-hasil penelitian LPD dan pembahasannya
parsial CO2 di dalam darah untuk sementara waktu, memeberikan efek Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa LPD dapat
vasodilatasi pada sirkulasi darah di otak dan menimbulkan relaksasi. Seluruh menurunkan respon stress dan mencetuskan respon relaksasi. Suatu
proses ini berlangsung selama 15-20 menit (21 siklus), dilakukan 2 kali sehari Randomized controlled trial (RCT) yang melibatkan 44 orang di tahun 2018-
1,3
selama 3 minggu untuk mencapai hasil yang diharapkan . 2019, menunjukkan adanya perbaikan Percieved stress score (PSS) pada
Latihan pasrah diri (LPD) juga diketahui memiliki sejumlah potensi kelompok perlakuan LPD dibandingkan dengan kontrol (∆PSS -5,09 vs -4,64; p
efek samping pada fase-fase awal dilakukannya latihan seperti cemas, sesak, = 0,65). Meskipun secara statistik tidak bermakna, secara klinis mungkin
palpitasi, nyeri, dan peningkatan tekanan darah yang kemudian menghilang bermakna, terlebih dengan melihat bahwa rerata skor PSS awal pada
setelah beberapa sesi LPD, diduga akibat kesalahan teknik LPD yang dilakukan kelompok kontrol adalah 15 (average stress) dan pada kelompok perlakuan 17
oleh pasien 3. (high stress) yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian3,13. Efek LPD
1,3
Berikut adalah cara LPD dilakukan : terhadap respon relaksasi ditunjukkan oleh studi single blind-RCT pada tahun
1. Edukasi pada pasien mengapa LPD perlu dilakukan dan tujuannya 2005, ditemukan penurunan heart rate (HR) dan tekanan darah sebagai
2. Pasien harus berniat untuk melakukan LPD penanda munculnya respon relaksasi yang bermakna secara statistik pada
3. Berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. Sebagai contoh jika kelompok perlakuan dibandingkan kontrol yang dilakukan pada populasi DM
beragama Islam maka pasien diminta berzikir : 1) Ta'awudz, 2) Basmallah, tipe 2 dengan depresi : penurunan HR dibandingkan kelompok kontrol sebesar
3) Hamdallah, 4) Syahadat, 5) Shalawat -3,33 ± 10,58 (p=0,001) , penurunan Tekanan darah sistolik -5,07±19,49 (p =
4
4. Menarik nafas secara perlahan dan dalam melalui hidung dengan mata 0,001) dan tekanan darah diastolik -4,09 ± 14,77 (p=0,001) . Studi single-blind
dan mulut tertutup, untuk mengumpulkan energy, sembari berzikir RCT lain pada tahun 2008 yang dilakukan pada 36 subjek dengan DM tipe 2
dalam hati, membayangkan energy positif masuk ke dalam tubuh seiring dengan depresi menunjukkan penurunan HR secara bermakna pada
masuknya nafas. Zikir dilakukan dalam hati karena jika sembari bicara kelompok LPD (-6x/menit; p=0,001)8.
maka akan sulit mengatur nafas Sejumlah studi telah menunjukkan efek LPD terhadap perbaikan
5. Setelah menarik nafas maksimal, tahan nafas dalam perut dengan simtom depresi pada pasien-pasien dengan penyakit kronik. Widorini dkk.
ditekan dan perut digembungkan. Tetap berzikir dalam hati. Bayangkan Pada tahun 2013 melalui suatu penelitian kuasi eksperimental pada populasi
energi positif yang tadi masuk menyebar ke seluruh tubuh. Tahan nafas dengan HIV menunjukkan bahwa LPD dapat memperbaiki skor Beck
semampunya, tetapi jika bisa, setidaknya 10-20 detik. Semakin lama depression inventory (BDI) dari rerata 19±9,09 menjadi 13,61 ± 8,37 (p =
menahan nafas, semakin baik karena meningkatkan tekanan CO2 dalam 0,003)5. Penelitian lain mengenai efek LPD terhadap gejala depresi pada
darah yang selanjutnya menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. pasien HIV menunjukkan bahwa LPD dapat mengurangi simtom depresi lebih
6. Keluarkan nafas secara perlahan lewat mulut. Bayangkan seluruh racun besar dibandingkan kelompok kontrol, berdasarkan skor Zung Self-rating scale
14
tubuh, penyakit, segala kesedihan, depresi, rasa cemas, kemarahan, (∆skor -7,2 vs -3,3; p=0,003) . Efek LPD terhadap perbaikan simtom depresi
kekecewaaan, dan sebagainya ikut keluar bersama keluarnya nafas. Tetap pada populasi DM tipe 2 dengan hipertensi dan depresi ditunjukkan oleh
lakukan zikir dalam hati selama proses ini . suatu single blind-RCT pada tahun 2005, ditemukan penurunan skor BDI lebih

190 191
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

besar dibandingkan perubahan skor pada kelompok kontrol (-2,31 ± 9,41 ; p = (MPV) dapat menjadi indikator peningkatan aktivitas platelet yang akan
0,002)4. Hidayat dkk. pada tahun 2008 menunjukkan bahwa LPD menurunkan meningkat pada kondisi inflamasi. Penelitian single blind RCT yang dilakukan
skor BDI dari rerata 16 menjadi 9 paska 21hari LPD pada populasi DM tipe 2 oleh Kusnadi dkk. tahun 2017 (n = 55) mengenai pengaruh LPD terhadap MPV
dengan depresi (p=0,01)8. Studi efek LPD terhadap gejala depresi pada pasien pada pasien geriatri dengan gejala depresi menunjukkan bahwa nilai MPV
juga ditunjukkan oleh suatu RCT terhadap 36 pasien gagal ginjal kronik (GGK) pada kelompok perlakuan mengalami penurunan lebih besar dibandingkan
yang menjalani hemodialysis (HD) rutin, dimana ditemukan penurunan skor kontrol (∆MPV -0,78±0,48 vs -0,03±0,23; p<0,01)18. Rudiansyah dkk. Pada
BDI yang lebih besar pada perlakuan dibandingkan kelompok kontrol (-8 vs - tahun 2008 melalui suatu RCT (n = 44) menunjukkan bahwa LPD dapat
4,67; p = 0,001)9. Penurunan skor BDI yang bermakna juga tampak pada menurunkan kadar high sensitive-C Reactive Protein (hs-CRP) pada pasien
populasi PPOK dengan depresi yang diberikan perlakuan LPD 2x/hari selama dengan DM tipe 2 dengan depresi lebih besar dibandingkan kontrol (∆hsCRP -
21 hari dengan metode quasi experimental (p= 0,012; CI 95% : -0,69 – (- 0,14±0,27 vs -0,1±0,85; p=0,343; CI 95% -0,34 – 0,42), hal ini seiring dengan
7,15
4,53)) . Pengaruh LPD terhadap gejala depresi pada pasien dengan lupus penurunan skor BDI yang lebih besar pada kelompok LPD (∆BDI -7,09±6,36 vs -
eritematosus sistemik (SLE) ditunjukkan pada suati RCT terhadap 67 orang 2,24±5,34; p=0,01; CI 95% 1,23 – 8,48). Meskipun penurunan hsCRP dan TNFα
penderita dimana LPD selama 4 minggu menurunkan skor BDI lebih besar tidak bermakna secara statistik tetapi data terhadap kadar IL-6 bermakna,
dibandingkan kontrol, (∆BDI -4,09±4,83 vs -2,88 ±5,33; p = 0,214)6. Pada RCT secara konsisten penelitian-penelitian diatas menunjukkan bahwa LPD dapat
terhadap pasien dengan kanker payudara stadium I-III (n = 54) ditemukan menurunkan derajat inflamasi pada pasien dengan penyakit kronis disertai
bahwa LPD dapat menurunkan skor BDI lebih besar dibandingkan kelompok penurunan skor BDI pada populasi yang mendapatkan terapi LPD19.
kontrol yang mengalami peningkatan skor BDI pada akhir perlakuan (-1,2 vs + Salah satu dampak dari adanya penyakit kronis adalah terjadinya
0,59; p = 0,146)11. Pada dua penelitian diatas, meskipun secara statistik tidak depresi yang kemudian menyebabkan gangguan serta buruknya kualitas tidur
bermakna, tetapi penurunan sebesar itu secara klinis dapat bermakna. yang kemudian akan semakin memperberat depresi yang dialami. Selain itu,
Latihan pasrah diri, melalui perbaikan terhadap simtom stres dan 40-60% pasien dengan depresi mengalami gangguan pada hipotalamus-
depresi serta pengaruhnya pada aksis hipotalamus-pituitari pada akhirnya pituitari-adrenal (HPA) aksis, menimbulkan gangguan dalam pola diurnal
dihipotesiskan akan menurunkan derajat inflamasi. Hal ini didukung oleh pelepasan kortisol. Berbekal dasar bahwa LPD dipandang dapat mengurangi
sejumlah penelitian yang memperlihatkan bahwa LPD dapat menurunkan derajat stress, mengurangi simtom depresi dan inflamasi, maka LPD mungkin
kadar berbagai penanda inflamasi pada berbagai penyakit kronis yang dapat bermanfaat dalam membantu mengatasi gangguan tidur pada pasien-
diketahui merupakan suatu kondisi dengan inflamasi derajat rendah. Suatu pasien dengan penyakit kronis. Suatu penelitian quasi eksperimental
penelitian open, prospective, single blinded, RCT (n = 28) yang meneliti terhadap 18 pasien dengan HIV, depresi, dan penurunan kualitas hidup
pengaruh kombinasi LPD dan fluoksetin vs fluoksetin tunggal terhadap kadar menunjukkan bahwa LPD selama 21 hari dapat memperbaiki kualitas tidur
interleukin-6 (IL-6) pada pasien DM tipe 2 dengan depresi menunjukkan berdasarkan skor Pittsburgh sleep quality index (PSQI) (∆PSQI 8,78±2,36 vs
bahwa pada kelompok LPD dan fluoksetin terjadi penurunan kadar IL6 dan 5,11±2,92; p < 0,001) disertai penurunan skor BDI (∆BDI 19,83±9,09 vs
sebaliknya pada yang mendapatkan fluoksetin tunggal terjadi peningkatan 13,61±8,37; p=0,003)5. Penelitian lain berupa RCT (n = 36) pada populasi
16
kadar IL-6 yang bermakna secara statistik (∆IL6 -13,85 vs +45,37; p = 0,001) . pasien dengan GGK yang menjalani HD rutin menunjukkan perbaikan skor
Penelitian serupa terhadap kadar Tumor necrosis factor-α (TNF-α) PSQI lebih besar pada kelompok dengan LPD dibandingkan kontrol (∆PSQI -
20
menunjukkan penurunan kadar TNF-α pada kelompok yang mendapatkan 2,94±3,47 vs -0,61±2,5; p=0,027, CI95% -4,38 – (-0,28)) . Suastawa dkk. pada
fluoksetin dan LPD, lebih besar dibandingkan yang hanya fluoksetin saja tahun 2013 melakukan suatu penelitian quasi eksperimental mengenai
17
(∆TNFα -0,217±0,561 vs +0,176±0,961; p = 0,185) . Mean platelet volume pengaruh LPD terhadap kualitas tidur pasien PPOK dengan depresi, ditemukan

192 193
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

bahwa LPD mampu menurunkan skor BDI dan skor PSQI yang bermakna p=0,018). Pada analisis terdadap ∆ KDQOL-SF maka kemaknaan hanya terjadi
secara statistik (∆PSQI pre-post 9,78±2,35 vs 5,07±2,75; p < 0,001)21. pada domain sleep dan overall health9.
Perlakuan LPD terhadap pasien PPOK dengan depresi bukan saja Penelitaian LPD terhadap status nutrisi pasien geriatri dengan depresi
dapat menurunkan gejala depresi (diukur dengan skor BDI), tetapi juga dapat (n=48) menunjukkan bahwa LPD dapat meningkatkan skor mini nutritional
memperbaiki fungsi paru pasien sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian assessment (MNA) lebih besar dibandingkan kontrol (∆MNA 2,2±2,376 vs
quasi eksperimental (n=17) pada tahun 2013 dimana paska perlakuan LPD 2 0,375±2,22; p=0,008). Hasil ini diduga terjadi karena LPD dapat membantu
kali sehari selama 21 hari mampu memperbaiki forced expiration volume1 regulasi HPA aksis dan menurunkan aktifitas simpatoadrenal yang berujung
(FEV1) (pre-post : 51,1%±16,41% vs 78,4%±25,89%; p=0,001) dan forced vital pada stabilisasi mood dan gejala depresi dan memperbaiki asupan makanan
24
capacity (FVC) (pre-post : 47,9%±17,34 % vs 75,7% vs 23,04%; p<0,001). pada pasien .
Perbaikan gejala depresi, meningkatnya kepatuhan berobat sekunder karena Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk melihat apakah LPD
perbaikan depresi serta respon stres, penurunan derajat inflamasi, dan dapat membantu dalam kontrol glikemik pada penderita DM tipe 2.
perbaikan HPA aksis mungkin merupakan penjelasan mengapa LPD dapat Mekanisme yang mendasari belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga
7
memperbaiki FEV1 dan FVC pada pasien PPOK dengan depresi . terjadi melalui jalur reduksi stress, regulasi HPA aksis, reduksi aktifitas sistem
Latihan pasrah diri telah diteliti pada pasien-pasien dengan HIV simpatoadrenal dan perbaikan resistensi insulin. Suatu penelitian quasi
dengan depresi. Selain dapat mengurangi simtom depresi sebagaimana telah eksperimental pada 2018 terhadap pasien DM tipe 2 tanpa depresi
didiskusikan diatas, Hidayah dkk. Pada 2014 menunjukkan bahwa LPD dapat menunjukkan bahwa LPD 2x sehari selama 8 minggu dapat menurunkan
memperbaiki skor BDI (∆BDI -3,4±5,4 vs -0,5±1,86; p = 0,007) dan CD4% tingkat stress yang diukur dengan skor PSS (pre-post : 15,36±3,12 vs
(∆CD4% 2±6,5 vs -1,87±5,8; p=0,014) pada penderita HIV dengan depresi22. 10,27±6,49 [-5,09]; p=0,001, CI95% 2,22 – 7,95) dan kadar HbA1C (pre-post :
Kondisi ini terjadi karena CD4% dapat menurun akibat stress psikologis melalui 9,19±1,71 vs 8,8±1,8 [-0,39]; p = 0,049, CI95% 0,001-0,78) yang keduanya
jalur HPA dan SAM (simpato-adrenal-medula) aksis, sehingga reduksi stress bermakna secara klinis maupun statistik24. Studi single-blind RCT yang
dan depresi dapat membantu memperbaiki CD4% pada populasi pasien dilakukan oleh Siswanto dkk. Pada 2018 (n = 44) terhadap pasien dengan DM
tersebut. tipe 2 tanpa depresi menunjukkan kelompok LPD memberikan mengalami
Selain itu, LPD juga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan reduksi stress (∆PSS -5,09±6,47 vs -4,64±5,21 [-0,45]; p=0,655), perbaikan
penyakit kronik. Penelitian pada populasi pasien dengan HIV dan depresi yang resistensi insulin yang diukur dengan homeostatic model assessment-insulin
diukur dengan skor world health organization quality of life-brief version resistance (HOMA-IR) (∆HOMA-IR -0,39±1,52 vs +0,25±2,6 [-0,64]; p=0,976)
(WHOQOL-BREF) menunjukkan perbaikan QOL pada domain sosial (p=0,006), dan perbaikan HbA1C (∆HbA1C -0,55±0,85% vs -0,13±0,82% [-0,42];
3
lingkungan (p=0,002), dan psikologik (p=0,027) dibandingkan dengan kontrol p=0,189) . Perbaikan resistensi insulin (HOMA-IR) dan penurunan skor PSS
yang tidak mendapatkan LPD10. Perbaikan QOL (diukur dengan kidnyey disease meskipun tidak signifikan secara statistik, hasil ini penting karena
quality of life-short form (KDQOL-SF)) tampak pada pasien GGK yang menunjukkan kemaknaan klinis karena mendukung teori bahwa efek LPD
menjalani HD rutin. Pada pasien yang mendapatkan LPD, terjadi perbaikan terhadap kontrol glikemik terjadi melalui perantaraan reduksi stress dan
skor KDQOL-SF pada domain sleep (50,97±18,98 vs 59,26±27,72; p=0,000), regulasi HPA serta simpatoadrenal aksis yang berakibat pada perbaikan
social support (79,63±19,43 vs 85,18±16,05; p=0,001), overall health resistensi insulin dan kontrol glikemik pasien. Pada akhirnya kecilnya jumlah
(53,53±15,39 vs 73,89±16,85; p=0,005), physical functioning (41,39±21,2 vs sampel dan kurangnya power pada penelitian tersebut mungkin menjadi
50,28±19,89; p=0,007), dan general health (41,39±21,34 vs 53,88±16,05; penyebab tidak signifikannya hasil tersebut secara statistik. Pada studi
terakhir, terdapat reduksi HbA1C sebesar -0,55% pada kelompok perlakuan,

194 195
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

dimana penurunan sebesar itu hampir setara dengan penurunan HbA1C oleh membantu kontrol glikemik pada penderita DM tipe 2, memperbaiki status
agen-agen anti diabetik oral seperti alpha glucosidase inhibitor (-0,5 sampai - nutrisi pada pasien geriatric dan mungkin membantu dalam pengelolaan SLE.
0,8%), dipeptidyly peptidase-4 (DPP-4) inhibitor (-0,5%), dan glucagon-like Sejumlah penelitian meski memiliki kemaknaan klinis, tetapi gagal mencapai
peptide-1 (GLP-1) agonist (-0,5%). Hubungan antara HbA1C dengan komplikasi kemaknaan statistik yang mungkin disebabkan karena kurangnya sampel dan
terkait diabetes sendiri telah diketahui dengan jelas dan berhubungan secara power penelitian. Pada akhirnya perlu dilakukan studi / penelitian dengan
linear sebagaimana ditunjukkan oleh studi UKPDS (UK Prospective Diabetes sampel dan power yang lebih besar untuk mengkonfirmasi temuan-temuan
Study) dimana dari studi tersebut diketahui bahwa penurunan HbA1C sebesar tersebut diatas.
1% berhubungan dengan penurunan mortalitas terkait diabetes sebesar 21%,
3,25,26
infark miokard sebesar 14% dan komplikasi mikrovaskuler sebesar 37% . Daftar Pustaka
Suatu RCT mengenai pengaruh LPD terhadap pasien-pasien dengan 1. Siswanto. A., Siregar A.K., Asdie A.H. Treating depression in diabetic patients :
SLE (n=68) dilakukan pada tahun 2018. Berbagai hasil penelitan terdahulu latihan pasrah diri (LPD) revisited. Acta interna Journal of Internal medicine.
yang menunjukkan efek LDP terhadap reduksi stress dan depresi,penurunan 2016. 6 (1): 43-55.
2. Dharma A.D. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kontrol gula darah pada
inflamasi, dan perbaikan kualitas hidup pada beberapa penyakit kronik
penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan gejala depresi [Thesis]. Yogyakarta:
membuatnya menjadi suatu modalitas yang mungkin dapat diterapkan pada Universitas Gadjah Mada. 2006.
pasien dengan SLE. Pada penelitian tersebut LPD dapat menurunkan tingkat 3. Siswanto. A., Juffrie M., Rianto B.U.D., Asdie A.H. The influence of latihan
kelelahan yang diukur dengan skor FSS (∆FSS -6,277±12,68 vs -3,81±12,71; pasrah diri on insulin resistance in individuals with diabetes mellitus type 2
p=0,532), skor BDI (∆BDI -3,97±9,13 vs -3,35±7,80; p=0,969), skor systemic without depression [Disertation]. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitiy.
lupus erythematosus disease activity index (SLEDAI) (∆SLEDAI -1,12 ±7,77 vs 2018.
+2,39±9,04; p=0,171), anti dsDNA (∆ds-DNA -9,26 ±36,41 vs +19,30±133,05; 4. Novianto. D. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kontrol tekanan darah
penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan hipertensi gejala depresi [Thesis].
p=0,791), IL-6 (∆IL6 18,44±26,76 vs 22,73±32,53; p=0,968), dan IL 10 (∆IL10
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2006.
1,09±30,91 vs 1,57±35,02; p=0,343) lebih besar dibandingkan kelompok 5. Widorini N. Efek latihan pasrah diri pada perbaikan kualitas tidur : studi pada
kontrol6. Meskipun secara statistik tidak bermakna, dengan melihat bahwa penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immune
penurunan skor SLEDAI pada pasien dengan LPD mencapai selisih -3,51 maka Deficiency Syndrome (AIDS) [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
secara klinis perubahan tersebut cukup bermakna. Penurunan itu disertai 2013.
perbaikan skor FSS dan BDI serta peningkatan penanda inflamasi yang lebih 6. Achadiono D.N.W.. Pengaruh Latihan Pasrah Diri Pada Pasien Lupus
kecil dibandingkan kelompok kontrol. Eritematosus Sistemik [Disertation]. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitiy.
2018.
7. Richardo M., Siswanto A., Sumardi. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap
Kesimpulan
perbaikan fungsi paru penderita penyakit paru obstruktif kronik dengan
Latihan Pasrah Diri merupakan suatu modalitas terapi non gejala depresi [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2013.
farmakologik yang mudah dilakukan pada pasien-pasien dengan penyakit 8. Hidayat N. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kualitas hidup pada
kronik seperti DM tipe 2, GGK, PPOK, SLE dan HIV/AIDS. Sejumlah penelitian penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan gejala depresi [Thesis]. Yogyakarta:
menunjukkan manfaat LPD untuk reduksi tingkat stress, mengurangi simtom Universitas Gadjah Mada. 2008.
depresi, menurunkan penanda peradangan, memperbaiki kualitas tidur dan 9. Widyaningrum, Siswanto A, Djarwoto B.Effects of latihan pasrah diri in
meningkatkan QOL pada berbagai populasi pasien dengan penyakit kronik. quality of life in chronic kidney disease-dialysis patients with depression
symptoms. Acta interna Journal of Internal medicine. 2013. 3(2) : 16-23.
Latihan ini juga mampu memperbaiki fungsi paru-paru pada pasien PPOK,

196 197
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

10. Novidasari. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kualitas hidup pada 21. Suastawa K.A. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap perbaikan kualitas tidur
penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune penderita penyakit paru obstruktif kronik dengan gejala depresi. [Thesis].
Deficiency Syndrome (AIDS). [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2013.
2012. 22. Hidayah F.N. Efek latihan pasrah diri jangka panjang pada perbaikan simtom
11. Novidasari. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kualitas hidup pada depresi dan CD4 : sebuah studi pada penderita human immunodeficiency
penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune virus/HIV. [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2014.
Deficiency Syndrome (AIDS). [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 23. Ahmad Z. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap status nutrisi usia lanjut
2012. dengan simtom depresi [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
12. Pamungkas S.Y.E. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap perbaikan simtom 2013.
depresi pada pasien kanker payudara. [Thesis]. Yogyakarta: Universitas 24. Novyanto R., Siswanto A., Sofia N.A. Pengaruh latihan pasrah diri (LPD)
Gadjah Mada. 2011. terhadap HbA1C pasien diabetes mellitus tipe II (DMT2) tanpa depresi.
13. Tajudin R. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kualitas tidur pada Dalam : Buku Prosiding The 5th Scientific Meeting on Psychosomatic Medicine
penderita diabetes mellitus tipe 2 tanpa depresi [Thesis]. Yogyakarta: : integrated approach in psychosomatic medicine. Editor : Putranto R., Shatri
Universitas Gadjah Mada. 2019. H., Mudjadid E., Adli M. 2018.
14. Hamra M.Y, Sumardi., Siswanto A., Sofia N.A. .Effects of latihan pasrah diri on 25. Arnold LW, Wang Z. The HbA1c and all-cause mortality relationship in
the improvement of depressive symptoms : a study on human patients with type 2 diabetes is J-shaped: a meta-analysis of observational
immunodeficiency virus (HIV)/acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
studies. The review of diabetic studies : RDS. 2014;11(2):138-52.
patients at RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Acta interna Journal of Internal
26. Ray A, Walford GA, Mannstadt M. Diabetes. In: Sabatine MS, editor.Pocket
medicine. 2011. 1(1) : 26-30.
Medicine: The Massachusetts General Hospital Handbook of Internal
15. Nazara V.K. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap perbaikan gejala depresi
Medicine. 4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2011. p. 7-13.
pada penderita penyakit paru obstruktif kronik [Thesis]. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada. 2012.
16. Androniko D. Pengaruh kombinasi latihan pasrah diri dan fluoksetin
dibandingkan dengan fluoksetin tunggal terhadap perubahan kadar
interleukin-6 : studi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan simtom
depresi [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2016.
17. Tatag P. Pengaruh kombinasi latihan pasrah diri dan fluoksetin dibandingkan
dengan fluoksetin tunggal terhadap perubahan kadar tumor necrosis factor
alpha (TNF α): studi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan simtom
depresi [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2016.
18. Kusnadi. Pengaruh latihan pasrah diri (LPD) terhadap mean platelet volume
(MPV) pada usia lanjut dengan simtom depresi [Thesis]. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada. 2017.
19. Rudiansyah M. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kadar c-reactive
protein pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan gejala depresi.
[Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2008.
20. Wuryanto. Pengaruh latihan pasrah diri terhadap kualitas tidur studi pada
pasien gagal ginjal kronis dengan simtom depresi yang menjalani
hemodialysis rutin. [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2012.

198 199
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

PENDEKATAN PSIKOSOMATIK DALAM TATALAKSANA NYERI dalam berbagai dimensi, termasuk salah satu divisi yang paling penting, nyeri
neuropatik versus nyeri nosiseptif.6 Nyeri neuropatik disebabkan oleh lesi atau
7
Wika Hanida Lubis penyakit yang melibatkan sistem saraf, dan nyeri nosiseptif terjadi sebagai
Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam/ SMF Ilmu Penyakit Dalam/ Fakultas akibat dari kerusakan aktual atau terancam pada jaringan non-neural.8
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP. H. Adam Malik Medan Sebagai salah satu gangguan mental yang paling umum dan
melumpuhkan, depresi telah dilaporkan sebagai kontributor utama ketiga
9
untuk beban penyakit global. Penelitian klinis telah mengungkapkan bahwa
Pendahuluan nyeri kronis, sebagai keadaan stres, sering menyebabkan depresi10 dan bahwa
The International Association for the Study of Pain mendefinisikan hingga 85% pasien dengan nyeri kronis dipengaruhi oleh depresi berat.
11

nyeri sebagai "pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan Pasien yang menderita depresi kronis yang diinduksi rasa sakit menunjukkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau prognosis yang lebih buruk daripada mereka yang hanya menderita nyeri
1
menggambarkan kerusakan tersebut". Nyeri dapat dianggap kronis ketika kronis; dan nyeri kronis dan depresi berkorelasi erat dalam hal terjadinya dan
menetap selama lebih dari 1 bulan setelah penyembuhan jaringan yang perkembangan dan mampu meningkatkan kemajuan keparahan mereka
diantisipasi, atau jika muncul setidaknya 3 dari 6 bulan sebelumnya.2 sendiri.12
Nyeri kronis dilaporkan oleh 18,6% orang dewasa Australia. Hal ini
lebih sering terjadi pada wanita dan mereka yang berpendidikan rendah,
Nyeri dan Depresi
menganggur, lebih tua, cacat atau dalam sistem kompensasi.2 Penyebab umum
Depresi ditandai oleh suasana mood rendah, hilangnya minat dalam
adalah artritis sendi, penyakit cakram degeneratif, cedera traumatis dan
3 aktivitas biasa dan berkurangnya kemampuan untuk merasakan kesenangan.
berbagai jenis sakit kepala. Nyeri kronis juga dapat terjadi sebagai bagian dari
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) merupakan sistem klasifikasi
sindrom nyeri umum, seperti fibromyalgia.
diagnostik umum untuk kondisi kejiwaan.13 Kriteria umum untuk diagnosis
Munculnya nyeri kronis telah dikaitkan dengan berbagai faktor
depresi atau gangguan kejiwaan lainnya adalah setiap gejala yang dialami
risiko fisik, psikologis dan sosial. Penelitian biologi telah mengidentifikasi
mekanisme potensial untuk nyeri kronis dalam nosiseptif, konduksi saraf, harus mengakibatkan tekanan klinis yang signifikan atau gangguan sosial,
regulasi neuron sumsum tulang belakang, plastisitas neuron dan ekspresi gen.4 pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.
Ada bukti bahwa perubahan neuroplastik yang timbul dari nyeri persisten yang Depresi dapat merupakan awal dari, dan berkontribusi pada rasa
tidak dirawat dengan baik dapat menyebabkan sensitisasi, didefinisikan nyeri. Toleransi nyeri menurun pada depresi berat, dan preokupasi somatik
sebagai “peningkatan respons neuron terhadap stimulus normal atau dapat menjadi gejala yang menonjol, terutama pada orang tua.
5
rekrutmen respons terhadap stimulus sub-ambang”. Perubahan neuroplastik Neurotransmiter serotonergik dan noradrenergik terlibat dalam kedua kondisi
adalah salah satu penjelasan yang mungkin untuk perubahan persepsi nyeri ini, dan menunjukkan persistensi klinis terlepas dari pencetus apapun.
yang diubah, persistensi rasa sakit di luar penyembuhan jaringan, dan Mekanisme lain adalah ketika nyeri kronis dan depresi mayor muncul
resistensi terhadap analgesik yang biasa digunakan yang sering ditemukan bersamaan pada penyakit yang mendasari.
pada nyeri kronis.
Mekanisme Molekular Nyeri Terkait Depresi
Definisi Neurotransmiter monoamin, termasuk serotonin (5-HT), dopamin
Nyeri kronis biasanya didefinisikan sebagai nyeri persisten atau (DA), dan norepinefrin (NE), berperan dalam mekanisme molekuler nyeri
intermiten yang berlangsung lebih dari 3 bulan, yang dapat dikategorikan kronis dan depresi. Hipotesis monoamin klasik menyatakan bahwa depresi

200 201
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

terjadi sebagai akibat dari penurunan neurotransmiter monoamin seperti 5- bahaya yang akan datang dan perlunya tindakan yang memberikan nilai
HT dan NE pada sistem saraf pusat (SSP).14 Neurotransmiter monoamin bertahan hidup kepada individu.
berperan penting dalam proses terjadinya serta perkembangan nyeri. Selain Gangguan kecemasan merupakan komorbiditas kedua setelah
itu, stimulasi pada periakuaduktus abu-abu atau di medula ventrolateral depresi pada pasien nyeri kronis. Kecemasan merupakan respons normal
rostral meningkatkan kadar NE dalam cairan serebrospinal dan menimbulkan pada setiap orang, tetapi kecemasan klinis ditandai peningkatan intensitas
efek analgesik, yang dapat diblokir oleh antagonis adrenergik spinal.15 dan pemanjangan perasaan takut yang mengganggu fungsi normal.
Dalam mengeksplorasi perubahan neuroplastisitas nyeri kronis dan Pengukuran kecemasan dengan nyeri kronis juga menunjukkan hubungan
depresi, perhatian juga harus diberikan pada sistem dopaminergik otak yang kuat seperti halnya depresi. Kecemasan dianggap sebagai mediator
tengah karena memiliki peran penting dalam kontrol fungsi otak depan. penting dalam konstruksi kognitif terhadap bencana, kewaspadaan
Bahkan, nyeri kronis telah terbukti memiliki potensi signifikan merusak berlebihan, dan penghindaran rasa takut dalam memperburuk pengalaman
aktivitas DA pada daerah otak tengah limbik.16 Secara khusus, reseptor DA D2, nyeri.
juga dikenal sebagai D2R, adalah protein yang terlibat dalam terjadinya dan
pengembangan depresi.17 Penilaian
Menurut Asmundson et al18 penilaian yang mendalam dan
menyeluruh diperlukan untuk menemukan akar penyebab aspek psikologis
nyeri. Ada beberapa area yang perlu dicakup dalam penilaian: intensitas nyeri,
keparahan dan lokasi, distribusi dan durasi. Hal ini adalah penanda yang
berguna untuk mengukur rasa sakit dan sebagai alat untuk diagnosis banding.
Alat-alat seperti Visual Analogue Scale, 4-Item Pain Intensity Measure atau
Short-form McGill Pain Questionnaire. Penilaian penting lainnya adalah
"pengaruh kognitif, perilaku dan lingkungan" yang spesifik untuk orang dan
dapat membantu dalam penilaian dan kesimpulan yang relevan untuk
18
perawatan.
Penilaian depresi berat pada pasien dengan nyeri kronis harus
dilakukan bersamaan dengan penilaian nyeri. Penilaian nyeri meliputi:
Gambar 1 Mekanisme nyeri pada depresi karakter nyeri, identifikasi kognisi dan perilaku yang menonjol, membedakan
nyeri nosiseptif dan neuropatik, dan menentukan dampak nyeri. Penilaian
Nyeri dan Ansietas komprehensif dapat mencakup masukan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk
Kecemasan adalah keadaan fisiologis yang ditandai oleh komponen obat pereda nyeri. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk mengatasi
kognitif, somatik, emosional, dan perilaku yang menghasilkan rasa takut dan diagnostik yang tumpang tindih ini, masing-masing memiliki sensitivitas dan
19
khawatir. Kecemasan sering disertai dengan gejala fisik seperti jantung spesifisitas yang berbeda.
berdebar dan sesak nafas sementara komponen kognitif berekspektasi akan Pertama, pendekatan inklusi di mana semua gejala dimasukkan
adanya bahaya.13 Gangguan kecemasan umum (GAD) adalah gangguan untuk membuat diagnosis, bahkan jika gejala dapat dijelaskan oleh penyakit
kecemasan yang paling umum didiagnosis pada nyeri kronis. Koeksistensi dan nyeri fisik. Pendekatan ini memiliki kelebihan dari kesederhanaan dan
nyeri dan kecemasan mungkin disebabkan kaerna keduanya menandakan reliabilitasnya, tetapi dapat mengakibatkan overdiagnosis depresi berat.

202 203
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Kedua, pendekatan eksklusi di mana gejala somatik tidak digunakan,


dan hanya menggunakan gejala kognitif untuk membuat diagnosis. Pasien
dengan nyeri kronis dan depresi lebih mungkin untuk menggambarkan
peningkatan kesedihan, penurunan harga diri, penurunan harga diri dan
bunuh diri daripada mereka yang hanya menderita nyeri. Metode eksklusi
mengatasi diagnosis yang tumpang tindih tetapi, pada pasien dengan depresi
berat yang bermanifestasi dalam keluhan somatik, mungkin tidak
terdiagnosis.
Ketiga, pendekatan substitusi, gejala depresi somatik diganti dengan
gejala kognitif atau afektif. Gejala ini termasuk keputusasaan, pesimisme,
lekas marah, menangis, merasa dihukum, atau penarikan sosial. Tidak ada
konsensus tentang gejala yang dapat digunakan sebagai pengganti, atau Gambar 2 Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
jumlah total yang diperlukan. 21
Terakhir, pendekatan etiologi memerlukan penilaian oleh dokter, CBT memiliki enam fase:
apakah gejalanya terkait dengan penyakit fisik atau depresi. Metode ini (1) Penilaian atau penilaian psikologis;
didukung oleh DSM-IV, tetapi memiliki reliabilitas yang rendah. (2) Rekonseptualisasi;
Tidak ada satu pendekatan yang memiliki keunggulan nyata (3) Penerimaan keterampilan;
dibandingkan yang lain. Ketika diagnosis kurang jelas, seperti pada pasien (4) Konsolidasi keterampilan dan aplikasi latihan;
dengan afek yang berfluktuasi, gejala kognitif kurang menonjol atau gejala (5) Generalisasi dan pemeliharaan;
somatik yang jelas, anamnesis keluarga pasien, untuk menentukan perubahan (6) Follow-up pasca perawatan.
kondisi mental yang jelas dan persisten dari waktu ke waktu akan bermanfaat.
Fase rekonseptualisasi membentuk sebagian besar bagian "kognitif" CBT.
Tatalaksana Psikologis Rekonseptualisasi Nyeri
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Perasaan takut akan nyeri merupakan hal wajar. Ketika nyeri berlanjut, pasien
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah metode yang dapat menjadi takut akan nyeri dan berhenti melakukan hal-hal yang menyebabkan
membantu mengelola masalah dengan mengubah cara pasien berpikir dan mereka nyeri, contoh utama: gerakan pada osteoartritis. Ketakutan akan nyeri
berperilaku. Metode ini tidak dirancang untuk menghilangkan masalah tetapi dapat menjadi siklus berlanjut menuju nyeri kronis dan kecacatan. Melalui
membantu mengatasinya secara positif.20 Di bawah ini adalah uraian dari edukasi, rekonseptualisasi nyeri, CBT, dan pendekatan lain siklus ini dapat
berbagai aspek CBT sebagai konsep yang menggabungkan namanya; elemen dihentikan.
kognitif dan perilaku. Elemen-elemen ini dapat dipertimbangkan lebih lanjut
dan memperhitungkan dua teori perilaku: operan dan responden (klasik). Terapi relaksasi
Biasanya Relaksasi akan dianggap sebagai pengobatan "alternatif" dan
direkomendasikan untuk digunakan bersama manajemen medis tradisional.
Salah satu cara kerja terapi relaksasi adalah untuk mengurangi efek stres pada
tubuh memulihkan keseimbangan normal dalam sistem tubuh. Dalam kondisi

204 205
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

stres tubuh memasuki mekanisme fight or flight dan sejumlah perubahan


biokimia terjadi. Denyut jantung, tekanan darah meningkat, pembuluh darah
menyempit serta beberapa respons hormon seperti adrenalin dan kortisol Bi-Directional Titration
serta serotonin neurotransmitter semuanya meningkat. Respons ini penting
dalam jangka pendek tetapi ketika respons ini menjadi kronis, beberapa
konsekuensi yang merusak terjadi. Hal ini berupa: kelelahan, hipertensi, Step 1 Step 2 Step 3 Pain Crisis
(Mild Pain Level 1-3) (Moderate Pain Level 4-6) (Severe Pain Level 6-10) IV/PCa
kecemasan, penurunan kekebalan tubuh, penurunan memori dan
Non-Opioid analgesics Weak Opioids Strong Opioid Spinal Medis
peningkatan lemak tubuh.22
Acetaminophen +/- Non-opioid +/- Non-opioid Nerve Block
Aspirin +/- Adjunct +/- Adjunct Spinal Stimulator
Penatalaksaan Farmakologis Nyeri
NSAIDS Morphine Long Acting Surgical Procedures
Pilihan farmakologis penatalaksanaan nyeri merujuk kepada The
Ketorolac Oxycodone Break Through +/- Adjunct
modified pain ladder World Health Organization (WHO) yang telah terbukti
Hydromorphone Fentanyl Patch Morphine
efektif dalam penatalaksanaan nyeri kanker dan non-kanker. Dalam panduan Hydrocodone Methadone Hydromorphone
ini, terdapat 5 prinsip dasar penataksanaan nyeri, yaitu:23 (+/-) Codeine Fentanyl
1. “By individual”: Mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan
kondisi masing-masing individu. Lakukan monitor dan asesmen nyeri
secara teratur dan sesuaikan dosis anagesik jika perlu. Gambar 3 Modified pain ladder dari WHO24
2. “By the mouth”: Mengacu pada cara pemberian, diutamakan melalui
oral. Ÿ Tahap 1
3. “By the clock”: Mengacu pada waktu pemberian analgesik, pemberian Tahap 1 digunakan untuk penatalaksanaan nyeri skala ringan (score 1-
obat haruslah teratur. 3) . Tahap ini menggunakan obat-obatan golongan acetaminophen
4. “By the ladder”: Mengacu pada pemberian analgesik secara bertahap (Tylenol), Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), dan aspirin,
sesuai dengan level nyeri yang dibagi dalam 3 skala, yaitu: ringan, sedang serta dapat dikombinasikan dengan analgesic adjuvant. Tahap ini
dan berat. diharapkan dapat menurunkan skala nyeri dan meminimalkan teapi
5. “Attention to detail”: Mengacu pada farmakokinetik obat, rute, bentuk nyeri yang lebih agresif. Tabel 1. Menunjukkan NSAID yang umum
ketersediaan, bioavailabilitas, waktu paruh, efek samping dan digunakan pada nyeri skala ringan.25
kontraindikasi analgesic

Modified Pain Ladder dari WHO


Modified Pain ladder dari WHO digunakan sebagai penatalaksanaan nyeri
secara farmakologis. Pain ladder ini terdiri dari 4 tahap yang dibagi
berdasarkan derajat nyeri, yaitu: tahap 1;tahap 2; tahap 3; tahap 4.24 Gambar
24
4. Menunjukkan Modified pain ladder dari WHO.

206 207
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Tabel 1 NSAID yang umum digunakan pada nyeri skala ringan25

Ÿ Tahap 3
Tahap 3 digunakan untuk penatalaksanaan nyeri skala berat (VAS 7-
Ÿ Tahap 2 10). Tahap 3 ini menggunakan obat-obatan eskalasi anti nyeri dan
Tahap 2 digunakan untuk penalaksanaan nyeri skala sedang (score 4- opioid kerja panjang (longer-acting opioid) ditambah dengan
6). Tahap 2 menggunakan obat-obatan pada tahap 1 yang golongan nonopiod.
dikombinasikan dengan opioid kerja pendek (short-acting opioid) Ÿ Tahap 4
dosis rendah atau golongan nonopioid dengan memperhatikan Tahap ini digunakan untuk penatalaksanaan nyeri berat yang tidak
kemungkinan hipersensitif terhadap opioid, dan penggunaan opioid terkontrol atau biasa disebut dengan krisis nyeri, yang biasanya
pertama kali, kelaian fungsi ginjal dan hati sehingga perlu dialami oleh pasien-pasien dengan fase akhir kehidupan. Tahap ini
pemeriksaan fungsi ginjal dan hati sebelum penggunaan obat-obat merupakan tindakan intervensional, blocks (somatic, sympathetic),
ini. spinal medication, spinal cords stimulation, bahkan surgical.

Tabel 2. Obat-obatan Equianalgesik Analgesia Nonopioid dan analgesia adjuvant


WHO pain ladder menggunakan analgesia nonopioid untuk nyeri skala
ringan. Selain itu panduan ini juga merekomendasikan penggunaan analgesia
adjuvant berupa obat-obat golongan non-narkotika dalam upaya menurunkan
kebutuhan opioid dosis tinggi. Berikut ini adalah obat-obatan golongan
analgesia adjuvant:
Ÿ Asetaminophen (Tylenol, Panadol) dapat meredakan nyeri skala
ringan, sama seperti aspirin tetapi tidak memiliki efek anti inflamasi.
Obat ini terdapat dalam bentuk oral, per- rectal dan intravena tetapi
harus penyesuaian dosis pada gangguan hati.
208 209
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Ÿ NSAIDs merupakan analgesic yang istimewa dan memiliki efek anti Ÿ Cannabinoid dapat digunakan dalam penatalaksanaan nyeri kanker.
inflamasi. NSAIDs tersedia dalam bentuk oral dan intravena. Golongan Ÿ Topical analgesik digunakan untuk penatalaksanaan nyeri topical.
obat ini perlu perhatian khusus pada gangguan ginjal dan efek Golongan obat ini antara lain: lidocaine patch (Lidoderm), capsaicin
samping gastrointestinal. konsentrasi tinggi, dan NSAIDs topical yang relative sering digunakan
Ÿ Steroid/ glucocorticoid, merupakan pengobatan anti inflamasi yang dalam penanganan nyeri musculoskeletal.
paling kuat, dengan banyak keuntungan paliatif seperti stimulasi Ÿ Ketamine, digunakan untuk penyakit berat, dengan efek samping
selera makan, pereda muntah, pereda nyeri, bahkan sebagai agen halusinasi.
pemberi rasa senang dan nyaman. Steroid sangat baik diberikan
sebagai kombinasi anti nyeri pasien dengan penyakit stadium akhir. +/- Adjuvant: (Above Non-Opioid Analgesics)
Pada pemakaian jangka panjang, steroid dapat memberikan efek
Multipurpose : Neuropathic :
imunosupresi dan hypoadrenal. Kombinasi steroid dengan antagonis
Glucocorticoids (Dexamethasone/prednisone) Anticonvulsants (Gabapentin)
H2 atau proton pump inhibitor sangat baik untuk mencegah efek
Antidepressants (TCA,SNRI, SSRI) Sodium Channel Drugs (lidocaine)
samping yang tidak baik pada saluran pencernaan.
Alpha-2-adrenergic agonists (clonidine) GABA Agonists (Clonazepam)
Ÿ Analgesik antidepresan sangat baik digunakan pada nyeri kronis,
Cannabinoid (THC) NMDA Inhibitors (Ketamine)
dapat memperbaiki depresi akibat nyeri, ataupun gangguan “mood”
Topical (Lidocaine)
akibat modulasi monoamine. Golongan obat ini berupa
Bowel Obstruction Bone Pain :
norepinephrine, serotonin, dan dopamine. Tricyclic antidepressant
Anticholinergic (scopolamine) Bisphosphonates (Pamidronate)
(TCAs) dapat digunakan untuk meredakan nyeri neuropatik, sakit
Somatostatin Analogue (Octreotide) Calcitonin
kepala seperti tertekan dan insomnia. Serotonin norepinephrine
Holistic Pain Management:
reuptake inhibitors (SNRIs) dapat digunakan sebagai terapi depresi
dan ansietas, sekaligus terapi nyeri psikogenik awal. Rehab, Psycho/social/spiritual, Sleep Hygiene, Pharmacologic, Complementary/Alternative/

Ÿ Anticonvulsant seperti gabapentin dan pregabalin dapat digunakan Integrative, Interventional


sebagai terapi awal untuk nyeri neuropatik. Kombinasi obat-obatan
ini dengan opioid dapat digunakan sebagai terapi nyeri neuropatik Gambar 3 Menunjukkan obat-obatan adjuvant nyeri golongan non-opioid.
24

yang refrakter. Untuk nyeri neuropatik yang didasari ansietas dapat


digunakn ϒ- Aminobutyric acid agonist seperti clonazepam. Kunci Utama dalam Penatalaksanaan Nyeri
Ÿ Benzodiazepin memiliki efek yang sangat menguntungkan pada Ÿ Titrasi : WHO pain ladder dapat ditingkatkan atau diturunkan yang
perawatan paliatif seperti sedasi, pereda ansietas, terapi adjuvant disesuaikan dengan perbaikan dan perburukan gejala yang terjadi
nyeri untuk relaksasi otot, pereda mual, pengobatan delirium, berdasarkan progresivitas penyakit, pengobatan dan faktor fisiologis
ketergantungan alcohol dan insomnia. lainnya.
Ÿ Muscle Relaxant, dapat digunakan untuk meredakan spasme otot dan Ÿ Rotasi atau konversi : Setidaknya terdapat 10% pasien dengan nyeri
nyeri pada musculoskeletal. Obat-obatan golongan ini meningkatkan persisten atau tidak dapat mentoleransi efek samping opioid,
efek somnolen dan sedasi. sehingga harus dipertimbangkan untuk dirotasi ke opioid yang
Ÿ Biphosphonate dipertimbangkan sebagai analgesik tambahan untuk berbeda. Konversi juga diperlukan ketika terjadi pertukaran tingkat
nyeri tulang. kritikal penyakit, dari perawatan berat sampai rawat jalan.
210 211
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

o Perhitungan dosis equianalgesik berdasarkan tabel yang Penutup


sudah ada. Secara otomatis harus dilakukan penurunan 25% - Nyeri merupakan salah satu gejala yang paling umum pasien yang
50% dari dosis sebelumnya perkali pemberian, dan dimonitor mencari pertolongan medis. Depresi dan ansietas harus dipertimbangkan
dalam 24 jam. Pengecualian kepada Fentanyl (duragesic tidak hanya di pusat perawatan kesehatan primer dan klinik nyeri tetapi juga di
transdermal) tidak memerlukan penurunan dosis, kelanjutan rumah sakit dan pusat perawatan paliatif. Edukasi pasien mengenai peran
dosis sampai 24 jam dibutuhkan untuk mencapai efek depresi dan ansietas dalam nyeri adalah yang terpenting. Kesadaran akan
maksimal. Methadone hydrochloride (dolophine; methadone masalah ini oleh tenaga kesehatan di semua disiplin ilmu adalah langkah
HCL) membutuhkan penurunan dosis 75%-90% selama pentiong untuk mencapai layanan pasien yang berkualitas.
pemberian pada pasien karena waktu paruhnya sangat
bergantung pada pasien. Referensi
Ÿ Breakthrough: merupakan intensitas nyeri yang meningkat tiba-tiba 1. Merskey H, Bogduk N, editors; International Association for the Study of Pain.
saat terapi analgesik sedang berlangsung. Penanganan nyeri ini Classification of chronic pain: descriptions of chronic pain syndromes and
dimulai dengan opioid kerja panjang (long-acting opioid). Biasanya, definitions of pain terms. 2nd ed. Seattle, Wash: IASP, 1994.
untuk obat intravena dilakukan dengan pemberian 50% dosis obat 1 2. Blyth FM, March LM, Brnabic AJ, et al. Chronic pain in Australia: a prevalence
study. Pain 2001; 89: 127-134.
jam yang dinilai setiap 15 menit. Sedangkan untuk obat oral, diberikan
3. Breivik H, Collett B, Ventafridda V, et al. Survey of chronic pain in Europe:
10% dari dosis 24 jam yang dinilai setiap 2 jam. Sehingga prevalence, impact on daily life, and treatment. Eur J Pain 2006; 10: 287-333.
penatalaksanaan farmakologis nyeri ini adalah dosis obat rutin 4. Pace MC, Mazzariello L, Passavanti MB, et al. Neurobiology of pain. J Cell Physiol
ditambah dosis breakthrough. 2006; 209: 8-12.
Ÿ Efek samping: Semua analgesik harus diberikan secara hati-hati untuk 5. Woolf CJ, Salter MW. Neuronal plasticity: increasing the gain in pain. Science
menghindari efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping opioid 2000; 288: 1765-1769.
antara lain: konstipasi, mual, somnolen, kejang myoklonik, depresi 6. R. D. Treede, W. Rief, A. Barke et al., “A classification of chronic pain for ICD-11,”
sistem pernapasan, hipogonad, dan sleep-related breathing disorder. Pain, vol. 156, no. 6, pp. 1003– 1007, 2015.
Dalam pemberian analgesik, terutama opioid perlu diperhatikan 7. X. Y. Li, Y. Wan, S. J. Tang, Y. Guan, F. Wei, and D. Ma, “Maladaptive plasticity and
jenis, dosis dan cara pakai obat; komorbid dasar pasien, kemampuan neuropathic pain,” Neural Plasticity, vol. 2016, Article ID 4842159, 2 pages, 2016.
8. S. P. Cohen and J. Mao, “Neuropathic pain: mechanisms and their clinical
pasien dalam mentoleransi efek samping, dan pemberian obat-
implications,” BMJ, vol. 348, p. f7656, 2014.
obatan pencegah efek samping. 9. H. A. Whiteford, L. Degenhardt, J. Rehm et al., “Global burden of disease
attributable to mental and substance use disorders: findings from the Global
Penatalaksanaan Nyeri Holistik Burden of Neural Plasticity 7 Disease Study 2010,” Lancet, vol. 382, no. 9904, pp.
Penanganan nyeri secara holistik meliputi rehabilitasi medik, 1575– 1586, 2013.
pendekatan bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, pemeliharaan tidur yang baik, 10. L. von Knorring, C. Perris, M. Eisemann, U. Eriksson, and H. Perris, “Pain as a
penggunaan obat-obatan yang baik, penggunaan terapi komplementer, terapi symptom in depressive disorders. II. Relationship to personality traits as
alternative yang aman, mengintegrasikan antara penatalaksanan assessed by means of KSP,” Pain, vol. 17, no. 4, pp. 377–384, 1983.
farmakologis; nonfarmakologis,holistic dan intervensi tahap lanjut, sehingga 11. M. J. Bair, R. L. Robinson, W. Katon, and K. Kroenke, “Depression and pain
didapatkan perbaikan keluhan nyeri.24 comorbidity: a literature review,” Archives of Internal Medicine, vol. 163, no. 20,
pp. 2433– 2445, 2003.

212 213
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

12. D. A. Fishbain, R. Cutler, H. L. Rosomoff, and R. S. Rosomoff, “Chronic pain- DEVELOPING HOME CARE SERVICES IN HOSPITAL
associated depression: antecedent or conse- quence of chronic pain? A review,”
The Clinical Journal of Pain, vol. 13, no. 2, pp. 116–137, 1997.
Muhammad Ali Apriansyah
13. American Psychiatric Association. DSM –IV-TR. Sourcebook 2000.
Divisi Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam
14. J. Haase and E. Brown, “Integrating the monoamine, neuro- trophin and cytokine FK-UNSRI/RSMH
hypotheses of depression—a central role for the serotonin transporter?”
Pharmacology & Therapeutics, vol. 147, pp. 1–11, 2015.
15. M. H. Ossipov, G. O. Dussor, and F. Porreca, “Central mod- ulation of pain,” The
Journal of Clinical Investigation, vol. 120, no. 11, pp. 3779–3787, 2010.
Pendahuluan
16. A. M. Taylor, S. Becker, P. Schweinhardt, and C. Cahill, “Mesolimbic dopamine Layanan Home Care (HC) adalah salah satu dari bagian dari
signaling in acute and chronic pain: implications for motivation, analgesia, and keseluruhan layanan kesehatan yang berkesinambungan. Layanan ini menjadi
addiction,” Pain, vol. 157, no. 6, pp. 1194–1198, 2016. salah satu dari beberapa jenis layanan kesehatan yang ada, tidak terpisahkan
17. R. B. Foltran and S. L Diaz, “BDNF isoforms: a round trip ticket between dan saling menunjang. Dengan semakin meningkatnya jumlah penyakit
neurogenesis and serotonin?” Journal of Neurochemistry, vol. 138, no. 2, Part B, kronik, terutama yang progresif baik kanker maupun non-kanker memerlukan
pp. 204–221, 2016. layanan paliatif dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
18. Asmundson,G. Gomez-Perez,L. Richter, A. Carleton, RN. The psychology of pain: cara mengatasi keluhan (simptomatik) dari pasien, maka semua hal yang
models and targets for comprehensive assessment. Chapter 4 in Hubert van terkait dengan kelompok ini juga akan mengalami penyesuaian.
Griensven's Pain: A text book for health care professionals. Elsevier, 2014.
Menurut Kemenkes RI tahun 2007, tentang kebijakan perawatan
19. Cohen-Cole SA, Stoudemire A. Major depression and physical illness. Special
considerations in diagnosis and biologic treatment. Psychiatr Clin North Am
paliatif bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin
1987; 10: 1-17. meningkat jumlahnya, maka dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
20. NHS Choices, 2012. Cognitive behavioural therapy. [online] Available kesehatan bagi pasien-pasien tersebut selain dengan perawatan kuratif dan
a t : h t t p : / / w w w. n h s . u k / c o n d i t i o n s / c o g n i t i v e - b e h a v i o u r a l - rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien paliatif mulai dari
therapy/Pages/Introduction.aspx[Accessed 8th Jan 2014] rumah sakit (RS) maupun rawat rumah atau HC.
21. Gatchel, Robert J.; Rollings, Kathryn H. (2008). "Evidence-informed management Di Indonesia HC sebenarnya bukan merupakan hal yang baru karena
of chronic low back pain with cognitive behavioural therapy". The Spine Journal 8 merawat pasien dirumah sudah dilakukan oleh anggota keluarga maupun oleh
(1): 40–4. perawat sejak zaman dahulu melalui kunjungan rumah. Secara kelembagaan,
22. National Centre for Complementary and Alternative Medicine. Relaxation HC melekat erat dengan rawat inap sebagai salah satu bentuk layanan medis
Techniques for Health: An Introduction. [ONLINE] 24/03/2014
yang memiliki hirarki yang baku.
http://nccam.nih.gov/health/stress/relaxation.htm
23. Takeda F. Relief of cancer pain. Geneva (Switzerland): World Health Organization:
Secara umum, pelayanan HC merujuk kepada pelayanan diagnostik,
1986. terapeutik, dan sosial yang diberikan kepada pasien dirumahnya. Pelayanan
24. Kittelson SM, Elie MC, Pennypacker L. Palliative Care Symptom Management. ini bervariasi dari kunjungan perawat untuk mengecek tanda vital dan
Crit Care Nurs N Am.2015; 27:315-339. kunjungan dokter. Pada layanan HC, terpenuhinya semua kebutuhan individu
25. Delgado-Guay MO, Parsons HA, Li Z, et al. Symptom distress, interventions, and di rumah (guna mempertahankan, meningkatkan, memulihkan kesehatan
outcomes of intensive care unit cancer patients referred to a palliative care serta memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari
consult team. Cancer.2009; 115 (2): 437-45. penyakit yang diderita) dengan jaminan rasa aman dan pembiayaan efektif
menjadi hal utama yang ingin dicapai.

214 215
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Pengertian dan Konsep Home Care Tujuan dan Sasaran Home Care
Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan Tujuan HC secara umum adalah meningkatkan, mempertahankan,
terhadap kesehatan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang memulihkan status kesehatan atau meminimalkan efek penyakit dan
dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. Dimensi ini meliputi keterbatasan yang dialami, biaya lebih murah dibandingkan perawatan
gejala fisik, kemampuan fungsional, kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi institusi, dan lebih diminati oleh pasien dan keluarganya. Secara khusus
sosial, kepuasan terhadap pengobatan, orientasi masa depan, serta fungsi terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu dengan pedoman
dalam bekerja. Hal tersebut merupakan tujuan daripada perawatan paliatif. pelaksanaan, tenaga medis/non-medis terlatih serta sarana dan prasarana
Untuk mencapai hal tersebut dengan pendekatan yang holistik meliputi bio- yang diperlukan tersedia sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar bio-
psiko-sosio-kulturo-spiritual pada saat perawatan pelayanan baik di RS psiko-spiritual pasien dan keluarga secara mandiri.
maupun HC. Tujuan HC dapat dilihat dari perspektif masyarakatnya, pemberi
Palliative Home Care adalah pelayanan perawatan paliatif yang pelayanan, pembiayaan, dan konsumennya. Di negara maju seperti USA,
dilakukan di rumah pasien oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas Medicare sebagai suatu badan yang menanggung biaya Home Health Care
bimbingan/pengawasan tenaga paliatif. Secara konseptual sebagai salah satu menyusun program HC untuk perawatan pasca kondisi akut yang bertujuan
komponen dari pelayanan kesehatan komprehensif yang memberikan memulihkan kondisi pasien ke tingkat sebelum sakit. Medicare memfokuskan
pelayanan kesehatan kepada individu dan keluarganya di rumah untuk upaya perawatan individu di rumah untuk menghindari perawatan institusi serta
promosi kesehatan, mempertahankan dan memulihkan status kesehatannya, perawatan kronik dari dukungan medik berteknologi tinggi sampai
atau meminimalkan efek penyakit dan keterbatasan. Pelayanan kesehatan pemenuhan kebutuhan non-medik yang bertujuan memaksimalkan status
yang diberikan harus direncanakan, dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh fungsional pasien sehingga mampu hidup di lingkungannya yang terbatas.
institusi atau agensi yang meliputi: pelayanan medik, tindakan keperawatan, Kajian kritis tentang tujuan HC di Kanada, dalam kajiannya disebutkan
perawatan gigi, fisioterapi, terapi bicara, terapi okupasi, nutrisi, pelayanan bahwa untuk memaksimalkan efektivitas HC dalam mempertahankan dan
laboratorium, alat bantu kesehatan. memperbaiki status kesehatan harus ditetapkan tujuan yang jelas dan ada
Konsep ini berbeda dengan pelayanan kesehatan yang diberikan bukti tentang tujuan efektivitas tersebut. Tujuannya harus berbasis pasien
secara individual baik oleh dokter, perawat dan fisioterapis berupa kunjungan (Patient/Client Center) dan harus dibedakan antara kuratif, suportif, dan
rumah. Dalam situasi klinik yang kompleks tersebut diperlukan pengetahuan, preventif. Jika program HC memberikan perawatan kuratif, maka keluaran
keputusan klinik, dan ketrampilan pemecahan masalah medik yang baik. (outcome) yang diharapkan adalah pemulihan fungsi akibat hilang sementara
Keterlibatan berbagai disiplin ilmu dan petugas kesehatan dalam program HC atau membatasi penurunan fungsi akibat kondisi aku yang curable. Jika
tidak dapat dihindari. Staf perawat dalam berbagai klasifikasi, fisioterapi, perawatan yang diberikan bersifat suportif, maka tujuannya adalah
okupasi terapis, ahli gizi, pekerja sosial, farmasis sebagai suatu tim bekerja mempertahankan tingkat kemandirian yang optimal selama mungkin.
dengan pendekatan interdisiplin.
Tenaga medis spesialis berperan sebagai konsultan medik, sedangkan Ruang Lingkup Home Care
pelayanan medik langsung dilakukan dokter keluarga. Peran keluarga dan Secara umum lingkup perawatan HC dapat dikelompokkan berupa
masyarakat juga penting dalam memberikan dukungan untuk tercapainya pelayanan medik dan asuhan keperawatan, pelayanan sosial dan upaya
tujuan perawatan dirumah sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien. menciptakan lingkungan yang terapeutik. Hal ini dapat tercapai dengan
memberikan pelayanan medik yang komprehensif, melakukan pendidikan

216 217
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

kesehatan pada pasien dan keluarganya, serta mengembangkan sebagai referensi merencanakan kebutuhan pasien selanjutnya dan dibuat
pemberdayaan pasien dan keluarga. kesepakatan dengan keluarga (waktu, biaya, serta sistem perawatan yang
Jenis kasus yang dapat dilayani meliputi selain terutama kasus-kasus akan dipilih). Ketua pelaksana akan mengawasi dan memantau pelayanan
pasca perawatan di RS berupa penyakit kronik progresif baik kanker maupun perawatan HC yang dilakukan pelaksana.
non-kanker, tetapi juga pada kasus-kasus khusus yang dijumpai di komunitas. Pada tahap terminasi, para pelaksana HC menyelesaikan tugas sesuai
kontrak yang disepakati, melakukan resume dari peralatan dan biaya selama
Struktur Organisasi dan TUPOKSI HC pelayanan perawatan. Koordinator administrasi/keuangan melakukan kajian
Untuk mengelola layanan HC yang merupakan layanan yang kompleks untuk penyelesaian masalah administrasi. Evaluasi pelayanan HC pada
terhadap penyakit yang juga kompleks (kondisi terminal, kondisi usia lanjut) pasien/keluarga dapat dilakukan dengan telpon atau kunjungan kembali
harus memperhatikan standar uraian dan tugas pengelola HC. Diperlukan mengenai pelayanan perawatan, komunikasi, sarana dan lain-lain.
sistem yang teratur dan berjenjang, mulai dari ketua pengelola, ketua bidang
pelayanan, penanggung jawab kasus (koordinator), ketua bidang pelayanan Monitoring dan Evaluasi Layanan Home Care
beserta para pelaksana pelayanan, bahkan diperlukan pelaksana bidang Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan pada layanan HC
administrasi/keuangan. ini. Keakuratan dan kelengkapan pengkajian awal, kesesuaian perencanaan
Ketua pengelola mengkoordinasikan semua kegiatan pengelolaan HC, dan ketepatan tindakan, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan oleh pelaksana
meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan pelaksanaan adalah hal-hal yang harus dievaluasi.
pelayanan, melakukan pengawasan, pengendalian dan pembinaan kinerja Monitoring dengan melakukan kajian untuk dukungan sosial juga
pelayanan, menyusun laporan pelaksanaan HC secara berkesinambungan. perlu dilakukan lebih mendalam. Pengkajian psikologi penting juga dilakukan
Begitu juga dengan uraian tugas dari masing-masing tim yang terlibat. pada tenaga pelaksana yang akan melakukan perawatan jangka panjang pada
Pelaksana pelayanan dapat terdiri dari pelayanan medis (dokter), paramedis pasien. Keluarga juga harus tahu dan juga paham tentang hal ini.
(perawat), fisioterapis melaksanakan sesuai dengan kompetensinya. Konsulen Proses penghentian dan pelayanan HC jika telah mendapatkan kriteria
menerima konsultasi dari pelaksanaan medis dan keperawatan dan tercapai sesuai tujuan, kondisi pasien stabil, program rehabilitasi tercapai
memberikan petunjuk/advis sesuai kesewenangannya. secara maksimal, keluarga sudah mampu melakukan perawatan pasien,
pasien dirujuk, pasien menolak pelayanan lanjutan atau jika pasien meninggal
Kegiatan Home Care dunia.
Rencana kegiatan HC meliputi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan,
implementasi, terminasi, dan tahap pasca kunjungan. Pada tahap persiapan, Simpulan
pihak keluarga dapat menghubungi layanan HC atas rujukan dari rawat inap Layanan Home Care (HC) adalah salah satu dari bagian dari
RS. Persyaratan pasien atau klien yang menerima layanan HC ini terkait keseluruhan layanan kesehatan yang berkesinambungan. Layanan ini menjadi
persyaratan; penjelasan yang akan dikemukakan hanya terbatas pada salah satu dari beberapa jenis layanan kesehatan yang ada, tidak terpisahkan
persyaratan administrasi. Bersedia menandatangani persetujuan layanan dan saling menunjang. Jenis kasus yang dapat dilayani meliputi selain
setelah diberikan penjelasan dan informasi (informed consent). Melakukan terutama kasus-kasus pasca perawatan di RS berupa penyakit kronik progresif
penyelesaian administrasi sesuai dengan aturan dan atau kesepakatan. baik kanker maupun non-kanker, tetapi juga pada kasus-kasus khusus yang
Pihak keluarga dapat menjelaskan masalah yang dialami. Setelah itu dijumpai di komunitas.
dilakukan pengkajian kebutuhan pasien secara komprehensif. Kajian awal

218 219
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Palliative Home Care adalah pelayanan perawatan paliatif yang IMPLEMENTASI PELAYANAN PALIATIF DI RUMAH SAKIT
dilakukan di rumah pasien oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas
bimbingan/pengawasan tenaga paliatif. Secara konseptual sebagai salah satu Hamzah Shatri, Giri Satriya, Irman Firmansyah
komponen dari pelayanan kesehatan komprehensif yang memberikan Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam
pelayanan kesehatan kepada individu dan keluarganya di rumah untuk upaya FKUI/RSCM, Jakarta Indonesia
promosi kesehatan, mempertahankan dan memulihkan status kesehatannya,
atau meminimalkan efek penyakit dan keterbatasan.
Ruang lingkup serta tujuan dari perawatan HC berupa pelayanan Pendahuluan
medik dan asuhan keperawatan, pelayanan sosial dan upaya menciptakan Pelayanan paliatif adalah pendekatan terhadap seseorang secara
lingkungan yang terapeutik. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan utuh sebagai manusia dan bukan hanya penyakitnya. Fokus pelayanan ini
pelayanan medik yang komprehensif, melakukan pendidikan kesehatan pada adalah membantu meringankan penderitaan pasien dan meningkatkan
pasien dan keluarganya, serta mengembangkan pemberdayaan pasien dan kualitas hidup pasien dengan cara mencegah atau segera mengatasi gejala dan
keluarga. efek samping penyakit atau terapi yang didapatkan, termasuk masalah
psikologis, sosial, dan spiritual.1 Pendekatan ini biasa dilakukan pada penyakit
yang serius dan mengancam nyawa, misalnya kanker, penyakit jantung,
Daftar Pustaka gangguan ginjal, penyakit Alzheimer, HIV/AIDS, amyotrophic lateral sclerosis
1. Kemen kes RI., 2007, Kep u tu s an Menteri Kes eh atan RI (ALS), dan lainnya. Institute of Medicine di Amerika Serikat
No.812/Menkes/SK/VII/2007, tentang Kebijakan Perawatan Paliatif. mengidentifikasikan perawatan kanker harus meliputi: pencegahan, deteksi
2. Lang A, Edward N, Fleiszer A. Safety in home care: a broadened perspective awal, diagnosis, terapi, survivorship, dan perawatan akhir hayat.2 Pelayanan
of patients safety school of nursing. International Journal for Quality in ini dapat dilakukan di rumah sakit, poliklinik, hospice, atau bahkan di rumah
Health Care 2010;20(2):130-35 dalam pengawasan tenaga kesehatan.
3

3. Lang A. There's no place like home: research, practice and policy perspectives Pada praktiknya, kebanyakan pelayanan pasien berfokus pada
regarding safety in homecare. International Journal for Quality in Health Care
penyakitnya dengan fokus pada tumor, pendekatan terapi apa yang dapat
2010;20(2):75-77
4. Old, J. L.& Wolley, D. 2014 Frailty dalam R.J. Ham, P.D. Sloane, G. A. Warshaw,
dilakukan, dan konsultasi apa yang dapat ditempuh dari disiplin ilmu medis
J. F. Potter & E. Flaherty (eds): Ham's Primary Care Geriatric. A Case-Based lain. Pelayanan ini biasanya kompleks dan terapi yang dilakukan melibatkan
Approach, 6th Ed.Elsevier pp 323-332 banyak dokter spesialis. Sementara koordinasi antar disiplin ilmu ini terbatas.
5. Martono, H, & Pramantara, D. P. 2006. Pelayanan Kesehatan, Sosial dan Pelayanan paliatif ini mengubah pendekatan yang berfokus pada penyakit
Kesejahteraan pada Lanjut Usia dalam A. W. Sudoyo B, Setiyohadi I. Alwi, M. menjadi berfokus pada pasien, sehingga kebutuhan pasien dan tujuan pasien
Simadibrata, & S. Setiati (eds): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Pusat dan keluarga menjadi penting dalam perencanaan perawatan selanjutnya.
Penerbitan IPD FK UI pp 1443-1449 Fokus pada pasien ini memperluas perawatan dan membutuhkan koordinasi
6. Shirotani, N. Trend and Scope of Home Care Therapy. Asian Med yang jelas antara spesialis dan disiplin ilmu ini termasuk dokter dan perawat
J.1994;2(5):225-31 pelayanan paliatif.1
7. Landers S, Maigan E, Leff B. The future of home health care: A strategic
Di dunia, terdapat 58 juta orang yang meninggal per tahun (45 juta di
framework for optimizing value. Home Health Care Management & Practice
2016;28(4):262-78
negara berkembang dan 13 juta di negara maju) dan setidaknya diperkirakan
setidaknya 60% dari yang akan meninggal ini akan mendapat keuntungan dari

220 221
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

pelAyanan paliatif. Lebih lagi terdapat 600 juta orang berusia lebih dari 60 Terapi dalam pelayanan paliatif mencakup obat-obatan, dukungan
tahun. Bila setidaknya dua anggota keluarga terlibat dalam perawatan pasien, nutrisi, teknik relaksasi, dukungan spiritual dan emosional, dan terapi lainnya.
pelayanan paliatif ini akan memperbaiki kualitas hidup lebih dari 100 juta Pada penyakit kanker, terapi paliatif dapat berupa kemoterapi, operasi, atau
orang per tahun di dunia. Yang perlu digarisbawahi, pelayanan paliatif ini radiasi, yang tetap dapat diberikan bergantung pada rencana perawatan
berguna bukan hanya untuk pasien kanker saja, tetapi juga penyakit kronis pasien tersebut yang ditentukan bersama dalam tim. Secara umumnya, tujuan
lain.4 perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
Dalam pelayanan paliatif, tenaga kesehatan perlu berfokus pada dua - Mengatasi gejala, misalnya nyeri, mual, sesak napas, insomnia, dan
hal, yaitu: (1) pengenalan pelayanan perawatan paliatif; dan (2) penjelasan lainnya akibat penyakit atau terapinya.
mengenai pelayanan paliatif untuk menghadapi kematian, yang sering - Memastikan pasien dan pelaku rawat memahami diagnosis dan target
menjadi topik yang menakutkan bagi keluarga dan pasien – bahkan sebagai terapi.
5
klinisi pembicaraan ini sering dihindari pada awal wawancara. - Mendukung pasien dan keluarga dalam memberi keputusan
Definisi pelayanan paliatif berdasarkan WHO hampir sama seperti di - Bekerja sama dengan tenaga kesehatan terkait lain serta membantu
atas, hanya saja ditekankan untuk identifikasi dini dan penilaian yang baik sistem rujukan
terhadap gejala fisik serta tata laksana nyeri. Beberapa poin penting terkait - Memberi dukungan emosional, sosial, kebutuhan spiritual, dan fisik
6
perawatan paliatif, antara lain: - Memberi dukungan terhadap pelaku rawat dan anggota keluarga lain
1. Meringankan keluhan nyeri dan keluhan berat lainnya dan teman yang berperan sebagai pelaku rawat7,8
2. Menegaskan bahwa kehidupan dan kematian adalah proses kehidupan
yang wajar
3. Tidak bertujuan untuk mempercepat atau menunda kematian
Pelayanan
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan
5. Menyediakan sistem pendukung untuk membantu pasien beraktivitas kuratif
Kondisi
semampunya sampai akhir hidupnya pasien
6. Menawarkan sistem pendukung kepada keluarga dalam mekanisme daya &
pelayanan
tindak (coping mechanism). Pasien dan keluarga merupakan suatu
kesatuan yang harus diperhatikan dan terintegrasi dengan satu unit Pelayanan paliatif
perawatan waktu
7. Melakukan pendekatan tim untuk membantu kebutuhan pasien dan Penyakit
keluarga, termasuk konseling, bila diindikasikan akut kronik mengancam nyawa
8. Meningkatkan kualitas hidup
9. Dapat dikerjakan sedari awal penyakit kronis terdiagnosis, bersamaan Gambar 1. Perjalanan penyakit pada pasien kanker. Pada gambar ini kondisi pasien
dengan terapi lain yang bertujuan untuk memperpanjang masa hidup, (garis merah) secara umum akan mengalami penurunan dan pelayanan paliatif
misalnya kemoterapi atau radiasi, termasuk pemeriksaan lain yang dilakukan sesegara mungkin setelah didiagnosis dan bahkan setelah kematian pelaku
3,6
bertujuan untuk memahami dan menangani komplikasi lain yang terjadi. rawat keluarga memerlukan pelayanan paliatif.
Terapi dalam pelayanan paliatif mencakup obat-obatan, dukungan
nutrisi, teknik relaksasi, dukungan spiritual dan emosional, dan terapi lainnya.

222 223
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Idealnya, pelayanan paliatif diberikan pada pasien sesegera mungkin, Diagnosis


sejalan dengan perjalanan penyakitnya. ASCO merekomendasikan perawatan
Perawatan
paliatif sesegera mungkin atau dalam 8 minggu penyakit kanker lanjut suportif
terdiagnosis. Suatu artikel dari ASCO pada tahun 1998 menjelaskan bahwa
onkologis bertanggung jawab merawat pasien secara komprehensif mulai dari Tidak dapat

saat terdiagnosis sampai seterusnya. Bersamaan dengan diberikannya terapi Perawatan paliatif
antikanker yang adekuat, keluhan pasien dan dukungan psikososial harus
diberikan di semua fase perawatan, termasuk pada fase akhir hidupnya. Terminal

Model perawatan kanker yang digunakan bukan hanya antara pendekatan


kuratif dibandingkan pemberian rasa nyaman pada pasien, namun dikerjakan Perawatan
akhir hidup
secara pararel (Gambar 1).—9 Masa berduka
Pelayanan paliatif berbeda dengan hospice. Pelayanan paliatif
merupakan bentuk pelayanan lebih luas dari hospice. Pelayanan paliatif
dilakukan secara terus menerus selama perawatan kanker, sedangkan hospice
dimulai ketika tidak ada lagi tata laksana kuratif pada pasien dan terapi Gambar 2. Rentang waktu pelayanan perawatan pada pasien kanker
7,8
difokuskan pada kualitas hidup pasien (Gambar 2).
Pelayanan paliatif harus dilaksanakan oleh semua pelaku rawat Tipe program pelayanan paliatif
multidisiplin, secara interdisiplin, yaitu meliputi: Dalam praktiknya, pelayanan paliatif adalah suatu program yang
- dokter yang mengunjungi pasien berkesinambungan dan terus berkembang. Secara garis besar, terdapat dua
- ketua tim hospice tipe pelayanan paliatif, antara lain:
- perawat yang sudah terlatih dengan keadaan pasien menjelang 1. Pelayanan paliatif di rumah sakit
meninggal Program ini dapat dikembangkan sesuai dengan tempat di mana
- rohaniawan yang terdidik dan berpengalaman perawatan diberikan dan tergantung ketersediaan tenaga rawat paliatif.
- koordinator sukarela yang terlatih dalam organisasi dan komunikasi Program ini biasanya terdiri atas pasien, unit terdidik (dengan berbagai
- tenaga sukarela terlatih kemampuan perawatan akut dan fasilitas lainnya), klinik rawat jalan, dan
- tenaga profesional lain, misalnya: terapis, ahli diet, ahli farmasi, dan program rawat di rumah sakit tertentu. Pimpinan dari pelayanan ini dapat
asisten perawat.
5 berupa dokter khusus pelayanan paliatif.
2. Pelayanan paliatif di rumah
Program ini adalah pelayanan di rumah yang dikembangkan dari
perawatan rumah sakit pada saat kondisi akut, tetapi disesuaikan dengan
fasilitas di rumah, dan diberikan selayaknya perawatan intensif singkat
yang terus menerus. Pasien lazimnya hanya dirawat di rumah sakit apabila
terdapat kondisi akut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelayanan paliatif di rumah adalah elemen-elemen yang terkait serta
bagaimana melakukan evaluasi perawatan. Pelayanan paliatif di rumah

224 225
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

disertai dengan adanya sasaran khusus dibandingkan pelayanan paliatif mengancam nyawa, prognosis buruk, berapapun usianya, dan
standar, yaitu perawatan pada kondisi sakit terminal atau menjelang akhir mempersiapkan penerimaan kondisi yang dialami. Pendekatan ini dapat
10
hayat. Pada tahap ini tidak dibutuhkan prognosis spesifik dalam melengkapi dan menambahkan terapi untuk mengubah perjalanan penyakit.
penjelasan perawatan pasien yang menjelang ajal. Selain itu metode yang Perawatan ini dilakukan oleh tenaga terlatih, yang ditujukan terhadap
digunakan juga harus komprehensif dan interdisiplin. Fokus utama kebutuhan fisik, psikososial, dan spiritual yang diperlukan oleh pasien dan
pendekatan ini adalah mempromosikan kualitas hidup dan perawatan keluaga. Model perawatan ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely Saunders
yang diberikan diarahkan pada pasien dan keluarga, sampai dengan masa di St. Christopher Hospice di London. Awalnya istilah ini tidak diterima di
berkabung.5 Perancis, sehingga nama yang digunakan adalah perawatan paliatif atau
5
Evaluasi pelayanan ini menjadi agak sulit karena menyangkut saksi dan terminal care atau end of life care.
orang lain (anggota keluarga, pelaku rawat) yang mengevaluasi
perawatan lengkap. Pendekatan sederhana adalah mengikuti
perkembangan pasien secara mingguan, pada tingkat rumah sakit atau
5
perawatan hospice yang terintegrasi.
3. Pelayanan paliatif di komunitas
Untuk dapat mengintegrasikan pelayanan paliatif ke dalam komunitas
dan memberikan pengalaman kepada pasien dan keluarga, diperlukan
empat komponen yaitu aturan yang tepat, ketersediaan obat yang cukup,
edukasi kepada petugas pelayanan kesehatan dan komunitas, dan
mengimplementasikan pelayanan paliatif pada semua lini komunitas.
Namun proses ini harus disesuaikan dengan konteks budaya, demografi
penyakit, sosioekonomi, dan sistem pelayanan kesehatan negara. Setiap Gambar 3. Peran penatalaksanaan hospice paliatif dalam penyakit10. Garis paling atas
komponen perlu diberikan penilaian luaran jangka pendek, menengah, menggambarkan total kuantitas dari terapi yang diberikan. Garis putus-putus
dan jangka panjang. Pelayanan komunitas ini tidak boleh terlepas dari membagi terapi yang bertujuan untuk menyembuhkan atau memodifikasi penyakit
petugas kesehatan profesional.4 dengan terapi untuk mengurangi gejala atau memperbaiki kualitas hidup.

Pelayanan hospice Patient-centered home care


Pelayanan ini diberikan dalam dimensi perawatan paliatif. Pelayanan Saat ini, paradigma perawatan paliatif pada pasien kanker yang berkembang
hospice diberikan pada pasien dengan prediksi kehidupan <6 bulan, yang salah satunya adalah patient-centered home care. Melalui pendekatan ini,
meliputi hal yang sama dengan pelayanan paliatif meliputi fisik, emosional, perawatan dilakukan dengan berpusat bukan bedasarkan prognosis,
social, dan spiritual. Pada perawatan ini fokus perawatan tidak lagi kuratif, melainkan kebutuhan pasien termasuk secara emosional dan psikososial.
melainkan membuat pasien nyaman. Pelayanan paliatif hospice bertujuan Pendekatan ini dapat diaplikasikan baik pada pasien usia lanjut dengan
mengatasi kondisi akut, mencegah kondisi akut baru, dan menyamankan beragam komorbid maupun pasien usia muda. Tata laksana dilakukan secara
pasien secara pribadi, pengembangan spiritual, dan aktualisasi diri. Pelayanan multidisiplin meliputi onkologi medik, farmasi, psikolog, perawat, tenaga
ini diberikan pada pasien dan/atau keluarga dengan/risiko penyakit yang sosial yang membantu untuk home care, dan tenaga profesional lain
2
tergantung kebutuhan pasien.

226 227
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Selain itu perlu dilakukan upaya koordinasi yang optimal antar tenaga medis lewat daftar tilik terstruktur yang objektif, laporan dokter, dan
kesehatan dan rumah sakit setempat, dengan tetap menerapkan panduan kuesioner yang diisi pasien.2
perawatan yang tepat. Peran pasien dan keluarga sangatlah penting untuk Masalah yang sering dialami pasien pada perawatan paliatif, antara
mendapatkan edukasi yang komprehensif dan mudah dipahami, agar dapat lain: kurang energi, nyeri, mulut kering, napas pendek, sulit tidur, merasa
mengetahui target perawatan dan pemantauan yang adekuat. Dalam mengantuk, kecemasan, merasa gugup, batuk, berat badan turun, nafsu
sinerginya, prinsip perawatan yang dimaksud mencakup beberapa aspek, makan berkurang, mudah tersinggung, gangguan seksual, dan lain
yaitu pelayanan berfokus pada pasien, efektif, aman, efisien, adil, koordinasi, sebagainya. Dalam menentukan target terapi, sangatlah penting untuk
dan sesuai waktunya.2 mengetahui keinginan dari pasien. Ada 3 kategori pelayanan, antara lain:5
Selain perawatan pasien di akhir hidupnya atau perawatan hospice, 1. Berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup
perawatan patient-centered meliputi peran langsung pasien terhadap Kelompok ini biasanya terdiri dari pasien yang lebih lanjut usia, sudah
pengobatannya, misalnya dalam penggunaan kemoterapi oral atau intravena, lelah berobat, mempunyai perasaan yang kurang positif.
baik di rumah atau di fasilitas kesehatan. Home chemotherapy adalah 2. Berusaha untuk memperpanjang masa hidup
pemberian seluruh terapi yang diawali di rumah sakit, dan dilanjutkan di Kelompok ini biasanya pada pasien dengan riwayat kanker yang kurang
rumah.2 Pada kondisi perawatan paliatif, dapat dilakukan pemberian terapi dari 6 bulan terakhir, atau dengan kondisi kanker lama yang tidak
spesifik kanker, namun dengan tujuan yang berbeda-beda, seperti spesifik mengalami perubahan kondisi yang bermakna dalam pengobatan yang
terhadap gejala dan komplikasi, spesifik untuk intervensi antikanker, telah dilakukan.
pencegahan efek samping, dan proses komunikasi. 3. Tidak mengetahui
Pendekatan ini dapat dilakukan bukan hanya pada pasien usia lanjut Kelompok ini tidak mengetahui apa keinginannya secara pribadi
atau tidak bugar, namun juga pada pasien usia muda, karena terbukti Penelitian McCorkle tahun 1989 terhadap perawatan home nursing
pendekatan ini membuat pasien kanker merasa lebih nyaman dan aman. Pada dibandingkan di rumah sakit, menemukan bahwa tidak ada perbedaan
program ini dibutuhkan tenaga home care yang tepat dan kompeten dalam terhadap nyeri dan gangguan mood, namun terdapat perbaikan dalam
menghadapi pasien dan keluarganya, yang biasanya diketuai onkologis yang keluhan distres, ketergantungan sosial, dan persepsi kesehatan. Perawatan ini
bekerja sama dengan pusat-pusat kanker dan tenaga medisnya. Prinsip harus berafiliasi baik dengan rumah sakit setempat. Penelitian lain di Amerika
pendekatan perawatan kanker patient-centered home care adalah tim Serikat terhadap 756 pasien dengan perawatan rumah yang meliputi
kesehatan sesuai arahan onkologis; hubungan dokter-pasien yang kunjungan rumah dan telepon, menunjukkan penurunan perawatan di rumah
berkesinambungan, pelayanan terkoordinasi dan komprehensif, kedokteran sakit (38%), kunjungan ke IGD (30%), dan angka kejadian efek samping mual,
berbasis bukti (kualitas dan keamanan), edukasi dan penguatan pasien dan anemia, dan dehidrasi. Angka kepuasan pasien juga tinggi (92%). Keuntungan
keluarga, peningkatan akses, dan masalah pembiayaan.2 perawatan rumah dari sisi pasien adalah meningkatkan manajemen gejala dan
Perawatan home care membutuhkan pengawasan yang baik dari pengobatan, peningkatan adherens pengobatan, pengoptimalisasi luaran
tenaga medis, namun sampai saat ini belum ada model yang tetap. Namun pengobatan dengan meminimalisasi atau menghindari penundaan terapi,
prinsip yang sering dipakai meliputi dimensi penyakitnya (pasien sebagai peningkatan kualitas fisik dan spiritual kehidupan, meningkatkan dukungan
individu), keseluruhan individu (biopsikososial), landasan yang sama (berbagi pelaku rawat dan psikososial, menurunkan kunjungan emergensi dan
kekuasaan dan tanggung jawab), dan hubungan pasien-dokter (therapeutic perawatan yang tidak perlu, menurunkan lama rawat, menurunkan waktu
alliance). Pendekatan yang sering dilakukan adalah observasi oleh tenaga tunggu; sementara keuntungan bagi penyedia layanan kesehatan adalah
pengawasan akurat pasien di rumah, penyediaan pembaruan klinis dengan

228 229
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

ringkas dan akurat, dukungan pembelajaran kepada pasien yang dilakukan di - Apakah terdapat faktor psikologis atau spiritual?
rawat jalan, menurunkan jumlah panggilan di kantor, menurunkan klaim - Menentukan derajat nyeri (Gambar 4)
2
malpraktek, perbaikan kepuasan kepada dokter.

Implementasi perawatan rumah


Dalam perawatan rumah, salah satu aspek yang sangat penting adalah
koordinasi dengan pelaku rawat di rumah. Beberapa aspek yang harus
diajarkan antara lain:
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang pemberian perawatan paliatif yang Gambar 4. Modalitas dalam menentukan skala nyeri
adekuat, tergantung gejala yang dialami, misalnya pemberian anti-nyeri
atau metode khusus, identifikasi keluhan mulut kering, kesulitan buang air b. Atasi nyeri
besar atau kecil, dsb. - Berikan analgesik
b. Mencatat semua pemberian obat - Memberikan penjelasan tentang obat-obatan yang diberikan dan
c. Memberikan tanggung jawab seoptimal mungkin pada pasien yang efek samping yang dapat timbul
berhubungan dengan perawatan dirinya sendiri - Terapi non-medikamentosa
d. Pemberian tatalaksana non-medikamentosa, khususnya dalam - Pada nyeri kronik, prinsip yang penting diingat adalah:11
menangani nyeri, misalnya: 1. Per oral – bila dapat, usahakan pemberian obat lewat mulut
- Terapi suportif dan konseling, termasuk pendekatan psikologis, (pemberian rektal sebagai alternatif, hindari intramuskular),
spiritual, dan emosional. Rasa nyeri dapat dirasakan lebih berat bila 2. By the clock – memberikan analgesik pada waktu yang tetap,
disertai adanya perasaan bersalah, ketakutan akan kematian, dimulai dari dosis kecil yang dititrasi sampai pasien merasa
sendirian, cemas, atau depresi. nyaman. Pemberian dosis berikutnya diharapkan sebelum efek
- Terapi ventilasi dosis sebelumnya habis. Dan untuk nyeri breakthrough, berikan
- Teknik bernapas dalam dan relaksasi (pada pasien yang tidak psikosis dosis yang sama seperti dosis by the clock,
atau depresi berat) 3. Disesuaikan per individu – pemberian memperhatikan waktu
- Teknik distraksi, misalnya pemberian musik, membayangkan bangun dan tidur pasien, mengajarkan cara kerja dan efek
pemandangan tenang.
11
samping yang dapat timbul,
4. Berdasarkan analgesic ladder dari tingkat paling rendah non-
Manajemen nyeri opioid (aspirin, paracetamol, ibuprofen), menengah (kodein) atau
Dalam terapi nyeri, beberapa hal yang dapat diperhatikan oleh tinggi opioid (morfin oral).
pelaku rawat selama home care.
a. Nilai derajat nyeri pasien11 Selain itu, pasien dan keluarga harus diedukasi mengenai efek
- Tentukan penyebab nyeri lewat wawancara dan pemeriksaan samping yang dapat muncul, misalnya konstipasi, mual muntah, gatal,
- Tentukan tipe nyeri – apakah nyeri yang lazim, misalnya dari tulang dan lainnya (gambar 5). Selain itu, terapi non-medikamentosa juga
atau mulut, atau nyeri khusus, misalnya seperti ditusuk pada nyeri sangat penting, meliputi dukungan emosional, terapi fisis
saraf, zoster, kolik, atau spasme otot. (sentuhan—mengelus, pijat, vibrasi; dingin atau panas; bernapas

230 231
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

11
dalam), terapi kognitif (distraksi misalnya radio, musik, Mencegah ulkus dekubitus pada pasien tirah baring
membayangkan pemandangan), berdoa, terapi-terapi tradisional. - Membantu pasien untuk duduk di kursi secara rutin (jika dapat)
- Mengajari pelaku rawat pemberian morfin oral. Lazimnya morfin - Angkat pasien bangun dari tempat tidur, tidak diseret karena dapat
diberikan ke pasien lewat oral dan by the clock (sekitar setiap 4 jam). merusak kulit
Dosis ekstra dapat diberikan bila nyeri di luar waktu pemberian obat - Edukasi dan memotivasi pasien untuk aktivitas fisik di tempat tidur
dan pemberian morfin tidak dapat dihentikan mendadak.11 (jika dapat)
- Ubah posisi pasien secara rutin, jika dapat setiap 1-2 jam dengan
dibantu bantal atau penyanggah untuk mempertahankan posisi
- Mempertahankan kondisi bersih dan kering
- Memeriksa secara rutin adanya perubahan kulit (warna dan
integritas) pada punggung, pundak, dan pinggul setiap hari
- Meletakkan bahan lembut, misalnya handuk kapas lembut di bawah
pasien

Perawatan mandi11
- Berikan privasi
- Keringkan kulit dengan handuk secara lembut dengan handuk yang
lembut
- Berikan minyak atau pelembab pada tubuh setelah mandi
- Gunakan alas plastik di bawah alas tidur untuk memastikan kondisi
kering
- Pijat bagian punggung, panggul, siku, pergelangan kaki dengan jel
- Cegah kondisi lembab

Mencegah nyeri, kekakuan dan kontraktur otot dan sendi


Ada beberapa hal yang dapat dilakukan saat perawatan rumah. Hal
terpenting adalah motivasi pasien untuk mobilisasi. Bila pasien tidak dapat
Gambar 5. Efek samping anti-nyeri bergerak, edukasi pelaku rawat untuk melakukan latihan gerak pada ketujuh
sendi (pergelangan kaki, lutut, pinggul, pergelangan tangan, siku, pundak,
Perawatan kebersihan mulut leher) setidaknya dua kali sehari baik kiri maupun kanan. Hati-hati dalam
- Gunakan sikat gigi yang lembut untuk menyikat gigi, lidah, langit- memfleksikan atau mengekstensikan sendi jangan sampai menyebabkan
langit, gusi nyeri. Bebaskan pasien untuk melakukan sebisanya dan bantu dalam istirahat.
- Gunakan pasta gigi setiap menyikat gigi Pasien juga dapat dibantu pijat.11
- Berkumur dengan air garam setelah makan dan sebelum tidur
(biasanya 3-4 kali sehari)11

232 233
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Hambatan terhadap implementasi pelayanan paliatif Setiyohadi B SAF, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna
Beberapa hal yang mungkin dapat menjadi hambatan dalam Publishing; 2014.
mengimplementasikan pelayanan paliatif adalah kurangnya tenaga terlatih di 6. World Health Organization. WHO Definition of Palliative Care.
bidang kedokteran paliatif, tantangan dalam mengidentifikasi pasien yang 7. American Society of Clinical Oncology. Caring for the Symptoms of Cancer and its
Treatment.
sesuai untuk dirujuk, butuhnya perubahan budaya terhadap layanan paliatif
8. Ferrell BR, Temel JS, Temin S, Alesi ER, Balboni TA, Basch EM, et al. Integration of
pada berbagai tipe.12 Salah satu cara mengatasi kekurangan ini adalah dengan Palliative Care Into Standard Oncology Care: American Society of Clinical
adanya pelatihan berkelanjutan, atau seminar, ataupun berupa workshop Oncology Clinical Practice Guideline Update. J Clin Oncol. 2017;35(1):96-112.
untuk meningkatkan kapabilitas seseorang. 9. Ferris FD, Bruera E, Cherny N, Cummings C, Currow D, Dudgeon D, et al. Palliative
Cancer Care a Decade Later: Accomplishments, the Need, Next Steps—From the
Kesimpulan American Society of Clinical Oncology. J Clin Oncol. 2009;27(18):3052-3058.
Penyakit kanker sering membawa pasien dalam kondisi terminal dan 10. Ferris FD, Balfour HM, Bowen K, Farley J, Hardwick M, Lamontagne C, et al. A
membutuhkan pelayanan paliatif. Pendekatan pelayanan paliatif sangat Model to Guide Hospice Palliative Care: Based on National Principles and Norms
penting untuk memastikan pasien dapat menjalani kehidupan dan of Practice. Ottawa: Canadian Hospice Palliative Care Association; 2002.
11. World Health Organization (WHO). Palliative Care: symptom management and
kematiannya dengan bermartabat. Adanya pendekatan yang multidisiplin
end-of-life care.
secara interdisiplin akan memberikan kenyamanan pada pasien serta 12. Aldridge MD, Hasselaar J, Garralda E, van der Eerden M, Stevenson D, McKendrick
meningkatkan kualitas hidup pasien. K, et al. Education, implementation, and policy barriers to greater integration of
Perawatan home care adalah perawatan yang lazim sekaligus sangat palliative care: A literature review. Palliat Med. 2016;30(3):224-239.
penting pada pasien kanker. Perawatan paliatif atau hospice perlu
mendapatkan perhatian khusus dari tenaga medis dan pelaku rawat.
Pendekatan yang dilakukan bukan lagi berdasarkan penyakit yang dialami,
melainkan dari keluhan yang dirasakan pasien. Oleh karena itu, pemahaman
tentang perawatan paliatif menjadi sangat penting dalam menatalaksana
pasien kanker.

Daftar Pustaka
1. Grant M, Elk R, Ferrell B, Morrison RS, von Gunten CF. Current Status of Palliative
Care--Clinical Implementation, Education, and Research. CA Cancer J Clin.
2009;59(5):327-335.
2. Tralongo P, Ferraù F, Borsellino N, Verderame F, Caruso M, Giuffrida D, et al.
Cancer patient-centered home care: a new model for health care in oncology.
Ther Clin Risk Manag. 2011;7:387-392.
3. National Cancer Institute. Palliative Care in Cancer.
4. Stjernswärd J, Foley KM, Ferris FD. The Public Health Strategy for Palliative Care. J
Pain Symptom Manage. 2007;33(5):486-493.
5. Harsal A. Penatalaksanaan Pasien Kanker Terminal dan Perawatan di Rumah
Hospis. In: Setiati Siti, Alwi Idrus, Sudoyo Aru W, Simadibrata Marcellus,

234 235
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

MANAJEMEN SESAK PADA PPOK reseptor tidak secara ototmatis mencapai aktivitas sadar. “Sistem
penyaringan” adalah bagian dari proses gerbang sensorik yang berfungsi
Heni Retnowulan1 untuk mencegah sistem saraf pusat dibanjiri stimulus sensorik yang tidak
1
Divisi Pulmonologi, Departemen Penyakit Dalam, relevan. Manusia memiliki kemampuan untuk membawa proses bernafas ke
FKKMK UGM/RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dalam aktivitas yang volunter atau sadar pada saat tertentu. Sehingga sensasi
pernafasan adalah hasil dari pintu masuk saraf ke korteks serebral (stimulus
aferen) untuk memunculkan kesadaran kognitif somatosensori dan respon
Abstrak afektif. Oleh karena itu dispnea mungkin merupakan hasil dari proses
diskriminatif yang mengidentifikasi informasi aferen pada gangguan
Dispnea yaitu pengalaman subyektif ketidaknyamanan bernafas yang pernafasan dan membawa ke aktivitas secara volunter atau sadar sebagai
terdiri dari sensasi berbeda dan rasa ketidaknyamanan yang bervariasi sesuatu yang menyenangkan atau mengancam (yaitu dispnea) (Laviolette dan
intensitasnya, dan kondisi tersebut berhubungan dengan respon emosi dan Lavenziana, 2013).
perilaku. Aktivitas bernafas dalam kondisi normal dilakuakan secara Dengan demikian tidak semua sensasi pernafasan volunter dianggap
involunter, dalam kondisi sesak proses bernafas dialakukan secara sadar. Sesak sebagai dispnea. Proses diskriminatif adalah aktivasi modalitas spesifik
nafas berhubuangan dengan rangsangan sensorik, respon subyektif dan pengolahan saraf kortikal yang dipengaruhi oleh perubahan dalam akivitas
sematik. Dispnea merupakan gejala subyektif, sehingga laporan atau saraf yang mengarah pada kesadaran kognitif. Stimulus aferen yang berbeda
informasi individu pasien merupakan ukuran yang akurat. Instrumen penilaian akan mencetuskan sensasi yang berbeda. Oleh karena dispnea bukan sesnasi
dispnea terdiri dari instrumen unidimensional dan multidimensional. yang bersifat tunggal, ada bebera sensasi yang berbeda dari dispnea, yaitu (1),
Instrumen unidimensional terdiri dari instrumen untuk mengukur respon usaha bernafas, (2) sesak atau dada terasa sempit atau kencang dan (3), lapar
afektif dispnea dan instrumen unidimensional spesifik mengukur dispnea. udara (inspirasi tidak puas) (Laviolette dan Lavenziana, 2013).
Instrumen unidimensional mengukur komponen sensorik atau derajat Sensasi dispnea terjadi karena perbedaan mekanisme fisiologis.
keparahan dispnea selama periode waktu tertentu atau pada titik waktu Misalnya simptom lapar udara mungkin berasal dari stimulasi pusat batang
tertentu saja. Instrumen multidimesional terdiri dari pengukuran indirek otak pernafasan (misal hiperkarbia, hipoksia atau latihan) yang tidak
multidimesi dispnea-penekanan pada aktivitas dan instrumen kualitas hidup diimbangi dengan respon ventilasi yang memadai. Bukti ilmiah menunjukkan
khusus penyakit tertentu. Instrumen multidimensi untuk menilai dispnea bahwa sensasi lapar udara dan usaha bernafas bisa terjadi secara paralel dan
pada beberapa domain seperti aktivitas sehari-hari, fungsi emosi dan mental. independen. Bisa terjadi perbedaan mekanisme dispnea (manifestasi
Manajemen sesak pada PPOK yaitu, (1), identifikasi factor reversibel, subyektif dari neurofisiologi yan berbeda) atau semantik (mekanisme
(2), bronchodilator, (3), antimuskarinik, (4), opioid, (5), manajemen ansietas neurofisiologi yang dipengaruhi usia, konteks sosial, budaya dll) (ATS, 2012).
dan depresi, (6), oksigenasi, (7), dukungan ventilasi, (8), menajemen Selain kualitas dan intensitas sensorik, sensasi pernafasan dipengaruhi juga
intervensi dan (9) exercise. oleh dimensi afektif, yang dapat bervariasi secara independen. Pengolahan
sensasi pernafasan afektif melibatkan jalur kortikal atau jalur yang sama
Neurofisiologi dispnea dengan somatosensasi pernafasaan, respon yang manifes terkait dengan tipe
Pernafasan biasanya dilakukan secara involunter, bahkan jika korteks atau jenis dan kualitas rangsangan pernafasan aferen. Pengolahan afektif
dirangsang secara otomatis, ritme meduler akan terjadi secara terus menerus. berhubungan dengan kualitas ketidaknyaman dan usaha bernafas. Aktivasi
Kondisi ini mirip dengan proses sadar, semua stimulus sensorik yang terdeteksi afektif oleh stimuli pernafasan dapat mencetuskan distres dan memotivasi

236 237
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

perilaku kognitif. Sensasi lapar udara dan usaha bernafas menstimuli rasa Penilaian klinis dispnea
ketidaknyaman dan respon emosi yang berbeda. Sensasi lapar udara lebih Penilaian klinis dispnea yang akurat sangat penting untuk, (1),
dominan mencetuskan kedua respon tersebut (Banzett dkk, 2008). membantu diagnosis penyakit yang mendasari, (2), memahami dampak
Komponen afektif dispnea dijelaskan dalam 2 model, (1), sensasi dispnea pada pasien,dan (3), menyusun rencana tatalaksana pasien
ketidkanyaman bernafas bersifat akut akan menimbulkan efek withdrawal (Bauswein dkk, 2008).
secara cepat dan (2) komponen emosional akan berpengaruh dalam proses Riwayat pasien.
adaptasi jangka panjang (misal perubahan gaya hidup). Sehingga dapat Riwayat klinis komprehensif merupakan bagian yang penting untuk
dikatakan terdapat interaksi yang kuat antara persepsi jangka pendek dengan menilai dispnea dan seharusnya dilakukan sebagai bagian dari tatalaksana
respon afektif jangka panjang. Pada individu sehat dan pasien asma, ketika pasien. Riwayat klinis yang dinilai yaitu, (1), pola dispnea (onset, faktor
diberikan pembebanan inspirasi maka sensasi ketidaknyamanan akan lebih pencetus, karakteristik), (2), gejala lain yang mungkin akan dibandingkan
dominan manifes dibanding peningkatan intensitas sesak. Pengolahan atau dengan sesak nafas, (3), dampak dispnea pada kualitas hidup (kemampuan
manipulasi pada stimulus afektif mengurangi potensi dispnea yang lebih fisik, perawatan diri, kehidupan sosial dan psikologis), (4) modalitas terapi
berat. Manipulasi status emosi dapat mempengaruhi derajat dispnea yang yang saat ini diterima, (5), efeks samping dari modalitas terapi yang diterima,
akan menifes (Leupoltd dan Dahme, 2005). (6), komorbiditas, (7), pemahaman dan interpretasi gejala (Bauswein dkk,
Interaksi antara dimensi afektif dan persepsi dispnea dapat diamati 2008).
pada pasien dengan gangguan pernafasan. Pasien dengan ansietas tinggi atau
depresi dapat meningkatkan sensasi dispnea, dan sebaliknya dispnea dapat Penilaian dispnea
meningkatkan ansietas dan depresi. Ansietas dan depresi akan berdampak Dispnea merupakan gejala subyektif, sehingga laporan atau informasi
pada fungsi pasien sehari-hari, kepatuhan dalam mengkonsumsi obat, rawat individu pasien merupakan ukuran yang akurat. Tetapi laporan dispnea sering
inap dan mortalitas. Terdapat peningkatan prevalensi ansietas dan depresi kali dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial dan perubahan respon (ATS,
pada pasien PPOK dan asma dibanding populasi sehat. Pada pasien PPOK 1999). Banyak alat untuk menilai dispnea tetapi tidak ada yang dapat dijadikan
ansietas dan depresi berhubungan dengan derajat keparhan penyakit, status baku emas. Mayoritas alat ukur dispnea untuk penaykit respirasi kronik telah
kesehatan, eksaserbasi dan rawat inap (Maurer dkk, 2008 ; Papaioannou dkk, divalidasi tetapi belum untuk kasus malignansi dan perawatan paliatif
2013). (Bauswein dkk, 2008).
Seperti deskriptor nyeri, diskriptor sesak nafas menunjukkan variasi
yang cukup lebar yang berhubungan dengan budaya dan bahasa. Sebaliknya, Penilaian klinis PPOK
bahasa dispnea menunjukkan konsistensi karakteristik dispnea. Kuesioner Penilaian klinis PPOK dimulai dari factor risikonya, yaitu sesak nafas,
untuk mengukur dispnea menunjukkan variabilitas yang besar, kondisi batuk kronik, produksi sputum kronik, infeksi saluran nafas bawah berulang
tersebut behubungan dengan populasi yang dipakai untuk menerapkan dan riwayat keluarga PPOK dan atau paparan semasa usia anak misal, berat
kuesioner (sehat, sakit atau keduanya), homogenitas sampel penelitian bada lahir rendah dan riwayat infeksi saluran nafas pada anak.
(diagnosisnya sama atau beragam), jenis penelitian (observasional atau Penilaian klinis PPOK berdasar, (1), adanya abnormalitas hasil
eksperimental), jenis data kuesioner (kualitatisf atau kuantitatif) dan metode pengukuran spirometri, (2), symptom yang manifes, (3), riwayat eksaserbasi
analisis data. Baru baru ini kuesioner yang dikembangkan yaitu sedang dan berat dan risiko di masa mendatang, dan (4), adanya komorbiditas.
Multidimentional Dysonoea Profile (MDP) untuk menilai atau mengukur Pengukuran spirometri diklasifikasikan berdasar nilai FEV1 prediksi, lebih dari
kualitas sensorik dan deskriptor afektif (Meek dkk, 2012). 80%, 50-79%, 30-49% dan kurang dari 30%. Penilaian simtom berdasar skor

238 239
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

dari mMRC (<2 dan >2) dan CAT score (<10 dan >10). Penilaian riwayat mengenai dispnea harus didefinisikan, misalnya “sesak nafas”, “distres karena
eksaserbasi (<2 dan >2). Kombinasi dari komponen tersebut menjadi dasar sesak nafas” atau “usaha bernafas”. Rentang penilaian VAS mulai “tidak sesak
penentuan kelompok pasien PPOK yaitu GOLD A, B, C dan D (Hanania dkk, sama sekali” sampai “sangat sesak nafas”.
2019). Sesak nafas adalah sensasi yang dapat mengubah hasil pengukuran
satu dengan pengukuran berikutnya. Visual analog scale cukup sensitif untuk
mengukur perubahan sesak dalam beberapa menit (Ambrosimo dan Porta,
2001).
Numerical Rating Scale. Dari menajemen nyeri diketahui bahwa NRSs
lebih mudah digunakan dibanding VAS. Dalam pengukuran sesak nafas NRSs
mempunyai korelasi dengan VAS. NRSs dapat diterapkan untuk pengukuran
berulang lebih mudah dibanding VAS. NRSs dan skala Borg dapat dapat
digunakan sebagai alat ukur melalui jaringan telepon tidak seperti VAS (Gift
dan Narsavage, 1998).
Modified Brog Scale. Modified Borg scale yaitu skala kategorik mirip
dengan NRS namun renpon jawaban instrumen adalah istilah diskriptif,
misalanya berat, sedang hingga berat dan seterusnya). Skala Borg memiliki
sifat rasio tetapi tidak sepenuhnya linear. Terdapat perubahan skala penilaian
(GOLD, 2020). tidak bersifat linear. Perubahan derajat simptom tertentu menimbulkan
perubahan skala lebih besar dibanding derajat simtom yang lain (Bausewein,
2008). Didapatkan korelasi modified Borg scale dengan VAS untuk mengukur
Instrumen penilaian dispnea dispnea sebesar r 0,71 (Wilson dan Jones, 1989).
Akan diulas mengenai instrumen yang sesuai dengan praktek klinis. Medical Research Council Scale. Medical research council merupakan
Terdiri dari instrumen unidimensional dan multidimensional. skala kategorikal sederhana dengan tingkat dispnea pada kehidupan sehari-
hari. Metode menjawab atau mengisi instrumen ini dapat dilakukan secara
Instrumen unidimensional. mandiri atau melalui pewawancara. Pengisian instrumen ini dapat
Instrumen unidmensional tersisi dari instrumen unidimensional, diselesaikan dalam waktu 30 detik. Instrumen ini banyak digunakan untuk
instrumen untuk mengukur respon afektif dispnea dan instrumen penilaian awal di Inggris (Bausewein dkk, 2008). Terdapat asosiasi antara MRC
unidimensional spesifik mengukur dispnea. Instrumen unidimensional derajat 3, 4 dan 5 dengan, (1) SGRQ domain activity, (2), SGRQ domain impact,
mengukur komponen sensorik atau derajat keparahan dispnea selama (3), SGRQ domain symptoms, (4), CRQ domain fatique, (5), CRQ domain
periode waktu tertentu atau pada titik waktu tertentu saja. Pengisisan emotional function, (6), CRQ domain mastery, (7), CRQ total, (8), Had domai
instrumen dilakukan secara mandiri karena tidak membutuhkan waktu yang anxiety dan (9), HAD domain depression (Bestal dkk, 1999).
lama.
Visual Analog Scale. VAS adalah garis horizontal atau vertikal, Instrumen untuk mengukur respon afektif dispnea.
biasanya sepanjang 100 mm. Instrumen ini banak digunakan untuk mengukur The breathlessness, cough and sputum scale, dikembangkan untuk
nyeri termasuk dispnea pada titik waktu tertentu. Diskripsi yang jelas mengukur derajat keparahan 3 simtom respirasi pada pasien PPOK. Setiap

240 241
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

item diberikan kisaran pembobotan nilai menggunakan skala likert 0-4. Skor α (cronbach) 0,91 dam kappa sebesar r 0,94. Hasil uji paralel dengan uji jarak
total berkisar 0-12 poin skor total. Konsistensi internal sebesar α (cronbach) tempuh jalan 6 menit sebesar r -0,47 (Eakin dkk, 1998).
0,7 MCID sebesar 1 poin skor. Cancer Dyspnoea Scale.
Instrumen unidimensional spesifik mengukur dispnea. Cancer dyspnoea scale merupakan instrumen yang terdiri dari 12
Oxygen Cost Diagram. Respon jawaban menggunakan garis vertikal item, terdiri dari 3 dimensi yaitu sensations of effort, anxiety dan discomfort.
100 milimeter. Cara menilai sama seperti visual analog scale. Korelasi Masing-masing item diberikan pembobotan nilai 1-5. Satu merujuk pada tidak
intrakelas sebesar r 0,68. Tes parales dengan uji jalan jarak tempuh 12 menit sesak sama sekali dan 5 merujuk pada sangat sesak. Total skor yaitu 48 poin
sebesar r0,60 (Carrieri-Kolman dan Dudgeon, 2005). skor total, 20 poin untuk dimensi sensations of effort, 16 poin skor untuk
dimensi anxiety dan 12 poin skor untuk dimensi discomfort. Konsistensi
Instrumen Multidimensional internal sebesar α (cronbach 0,86) (Tanaka dkk, 2000).
Instrumen multidimesional terdiri dari pengukuran indirek Instrumen kualitas hidup dengan penyakit spesifik.
multidimesi dispnea-penekanan pada aktivitas dan instrumen kualitas hidup Yaitu instrumen yang mengukur dispnea karena aktivitas dan
khusus penyakit tertentu. Instrumen multidimensi untuk menilai dispnea komponen kualitas hidup.
pada beberapa domain seperti aktivitas sehari-hari, fungsi emosi dan mental, Chronic Respiratory Disease Questionnaire. Chronic Respiratory
berbeda dengan instrumen unidimensional. Terdapat hampir 30 instrumen Disease Questionnaire adalah kuesioner yang terdiri dari 20 item. Terdiri dari 4
untuk menilai dispnea yang sedang digunakan sebagai alat ukur dalam dimensi yaitu (1), dyspnoea 5 item, (2), fatique 4 item, (3), emotional function
berbagai macam penelitian (Busewein dkk, 2008). 7 item dan (4), mastery 4 item. Instrumen ini difokuskan untuk menilai dampak
Pengkuran indirek multidimesi dispnea- spesifik pada aktivitas. dispnea terhadap kualitas hidup pada penderita PPOK. Caranya subyek yang
Baseline / transitional dyspnea index (BDI/ TDI) terdiri dari domain dinilai akan diminta untuk menulis 5 aktivitas yang paling berhubungan
gangguan fungsional (derajat perburukan aktivitas sehari-hari), besarnya dengan perburukan dispnea. Kemudian mereka akan diminta untuk menilai
usaha (usaha untuk melakukan aktivitas) dan kondisi aktivitas tertentu yang sesak nafas yang berhubungan dengan masing-masing aktivitas tersebut
dapat mencetuskan kesulitan bernafas. Didapatkan hasil tes paralel BDI dalam 2 mingu terakhir. Setiap item diberikan kisaran pembobotan nilai
dengan MRC sebesar r (-0,7) dan BDI dengan the oxygen cost diagram sebesar menggunakan skala likert 1-7. Satu merujuk pada kondisi sangat sesak dan
r (-0,54). Nilai kappa sebesar r 0,66-0,73 (Mahler dkk, 1984). nilai 7 merujuk pada kondisi sama sekali tidak sesak. Nilai total adalah 35 poin
Pulmonary functional status and dyspnea questionnaire. skor total dibagi 5. Sehingga akan didapatkan nilai gradasi 1-7. MCID 0,5 poin
Pulmonary functional status and dypnea questionnaire terdiri dari 6 skor (Schunemann dkk, 2005). Konsistensi internal sebesar α (cronbach) 0,82
domain yaitu care, mobility, eating, home management, social and (Tsai dkk, 2005).
recreational. Konsistensi internal sebesar α (cronbach) 0,88-0,94. Kappa The St George Respiratory Questionnaire.
sebesar 0,94. Terdiri dari 4 domain yaitu symtom, activity, impact dan total. Di
The university of california sandiego shortness of breath Jogjakarta dilakukan adaptasi bahasa, kultur dan psikologis untuk kuesioner
questionnare. tersebut pada pasien PPOK. Hasil analisis ietm total didapatkan 2 item didrop
The university of california sandiego shortness of breath questionnare karena koefisien item total kurang dari 0,2. Didapatkan konsistensi internal
mengukur aktivitas yang berhubungan dengan 21 aktivitas kehidupan sehari sebesar α (cronbach) 0,76-0,93. Didapatkan kappa eksternal sebesar r 0,50-
hari. Respon jawaban diberikan pembobotan 6 poin skor (0, sama sekali tidak 0,70 (Retnowulan dkk, 2004).
merasakan : 5 tidak bisa melakukan karena sesak). Konsitensi internal sebesar

242 243
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Dilakukan adaptasi SGRQ pada pasien asma rawat jalan. Hasil analisis Kompenen MDP terdiri dari dimensi sensori dan afektif. Dimensi
item total didapatkan 1 item domain symptom didrop, 3 item domain impact sensori (SQ) terdiri dari physical breathing effort, air hungger, tightness,
didrop. Konsistensi internal sebesar α (cronbach) 0.71 -0,90 (Putra dkk, 2012). mental breathing effort dan hyperpnoea. Dimensi afektif terdiri dan
Asthma quality of life questionnaire. ketidaknyamanan bernafas (A1) dan intensitas 5 kategori emosi (A2), terdiri
Asthma quality of life questionnaire terdiri dari domain symptoms, dari depressed, anxious, angry, frustated, dan afraid. Menurut bukti empirik
activity limitation, eviromental stimuli, emotional function dan total. kedatangan pasien di unit emergensi, MDP di katergorikan imediate
Dilakukan adapatasi asthma quality of life pada pasien asma rawat jalan. Hasil perception (SQ dan A1) dan emotional response (A2).
analisis item total didaptkan 1 item domain activity limitation didrop. Validitas dan reliabilias MDP.
Konsistensi internal sebesar α (cronbach) 0,61-0,93 (Gul dkk, 2012). Studi pendahuluan digunakan instrumen psikologis dan psikometrik
Mini asthma quality of Life Questionnaire. untuk menilai validitas dan reliabilitas suatu instrumen.
Mini asthma quality of life questionnaire terdiri dari domain symptom, Terdapat 11 item yang dapat mengukur kondisi pasien di unit
activity, emotion, enviroment dan total. Dilakukan adaptasi pada pasien asma emegensi. Persepsi cepat di instalasi gawat darurat terdiri dari domain SQ, A1
dengan komorbid gastroesofageal refluks rawat jalan. Hasil analisis item total (ketidaknyamanan) dan A2 (respon emosi). Semua iten disajikan dalam 5
didapatkan 1 item domain emotional didrop. Konsistensi internal sebesar α tingkat pembobotan respon. Setidaknya ada 2 domain yang sering kali
(cronbach) 0,70-0,90 (Safitri, 2015). menunjukkan gangguan yaitu domain A1 dan SQ. Sedang gangguan di domain
Motor Neurone Disease Dyspnoea Rating Scale. Motor Neurone A2 terjadi pada kondisi-kondisi khusus.
Disease Dyspnoea Rating Scale terdiri dari 16 item. Instrumen ini ditujukan Respon terhadap perubahan klinis. Tatalaksana di instalasi gawat
pada populasi yang mengalami keterbatasan exercise karena kelemahan darurat biasanya memperbaiki penyakit yang mendasari dispnea. Kondisi
ekstremitas dan kondisi tersebut berhubungan dengan dispnea. Caranya tersebut berpeluang untung menguji instrumen utnuk menilai respon terapi.
subyek yang dinilai akan diminta untuk menulis 5 aktivitas yang paling Perubahan Domain persepsi dan emosi sangat responsif terhadap perubahan
berhubungan dengna perburukan dispnea. Kemudian mereka akan diminta klinis.
untu menilai sesak nafas yang berhubungan dengan masing-masing aktivitas Reliabilitasi. Konsistensi internal dan reliabilitas test-retest sangat
tersebut. Setiap item diberikan kisaran pembobotan nilai menggunakan skala baik selama beberapa jam di instalasi gawat darurat. Reliabilitas MDP akan
likert 1-5. Instrumen ini dapat dijawab secara madiri atau dengan bantuan dan turun bila dilakukan pengukuran dengan jeda waktu beberapa minggu
dapat diselesaikan dalam waktu 10 menit. Instrumen ini dapat diterapkan kemudian (Meek dkk, 2012).
untuk penderita kanker (Busewein dkk, 2008).
Multidimensional Dyspnoea Profile (MDP) Identifikasi faktor reversibel .
Instrumen dispnea pada umumnya digunakan untuk alat ukur Penelitian bersifat surveilans terhadap 869 partisipan di Tanzania,
penelitian klinis dan epidemiologi dan mayoritas menggunakan kuesioner. bertujuan untuk menilai simtom dan factor risiko menurut kelompok
Kuesioner dispnea disajikan dalam beberapa versi bahasa dan cara patisipan sehat dan kelompok pasien PPOK terhadap beban penyakit PPOK.
pengukuran dispnea. Pendekatan psikometrik digunakan untuk validasi Didapatkan hasil TB sebesar RR 5,13 (95%CI 1,97-13,33), perokok RR 2,11 (95%
kuesioner (instrumen). MDP digunakan utnuk mengukur kondisi atau waktu CI 1,29-3,44), jenis kelamin laki-laki RR 1,87 (95% CI 1,16-3,03), usia 41-50
tertentu. Responden harus spesifik pada fokus pada periode tertentu. tahun, 51-60 tahun, lebih dari 60 tahun disbanding 30-40 tahun berturut-turut
Misalnya “after you clim a tree flights of stars” , “the last breathing of the sebesar RR 4,78 (95% CI 1,34-17,10), RR 9,85 (95% CI 5,19-18,71), RR 3,13
mouthpiece” atau “right now” (Banzet dkk, 2015). (95% CI 1,74-5,61) (Magita dkk, 2018).

244 245
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Intervensi farmakologik. sehingga mempunyai efek bronkhodilator lebih lama. Tiotropium


Bronkhodilator. memperbaiki simtom, status kesehatan, meningkatan efektivitas rehabilitasi
Bronkhodilator merupakan terapi untk meningkatkan FEV1 dan atau pulmoner dan menurunakan frekuensi eksaserbasi (GOLD, 2020).
nilai spirometri. Secara prinsip beta 2 agonis untuk merelaksasi otot polos Bronkhodilator inhalasi merupakan terapi yang penting untuk
saluran nafas dengan menstimulasi reseptor beta2 adrenergik, dengan manajemen simtom dan digunakan untuk secara regular untuk mencegah dan
meningkatkan cyclic AMP dan memproduksi antagonis terhadap mengurangi simtom. Penggunaan SABA atau SAMA secara regular atau bila
bronkhokonstriksi. Terdapat 2 jenis yaitu short acting beta agonist (SABA) dan perlu dapat memperbaiki FEV1 dan simtom. Kombinasi SAMA/ SABA lebih
long acting beta agonist (LABA). Efek terapetik SABA biasanya bertahan 4-6 superior disbanding bila diberikan secara tunggal. LAMA/ LABA dapat
jam sedangkan LABA bertahan samapai 12 jam. Formoterol dan salmeterol memperbaiki fungsi paru, sesak nafas, kualitas hidup dan mengurangi
merupakan LABA yang diberikan 2 kali sehari untuk memperbaiki FEV1 dan frekuensi eksaserbasi. LAMA mempunyai efek lebih kuat untuk mengurangi
volume paru, sesak nafas, kualitas hidup, frekuensi eksaserbasi dan jumlah frekuensi eksaserbasi disbanding LABA. Kombinasi LAMA/ LABA
rawat inap karena eksaserbasi, tetapi tidak mempunyai efek terapetik untuk meningkatkan FEV1 dan mengurangi simtom dibanding monoterapi.
menurunkan mortalitas atau laju penurunan fungsi paru. Indacaterol Kombinasi LAMA/ LABA mengurangi frekuensi eksaserbasi dianding
merupakan LABA yang diberikan 1 kali sehari utnuk memperbaki sesak nafas, monoterapi. Tiotropium memperbaiki efektivitas rehabilitasi pulmoner dalam
status kesehatan dan frekuensi eksaserbasi. Beberapa pasien mengalami batu meningkatkan kemampuan exercise. Teofilin mempunyai efek bronchodilator
setelah menggunakan atau menghirup indacaterol (GOLD, 2020). ringan dan dapat memperbaiki simtom (GOLD, 2020).
Sebuah RCT mambandingkan antara indacaterol dengan tiotropium Target intervensi farmkologik yaitu memperbaiki persepsi pasien
bromide pada 1311 pasien PPOK GOLD A dan B. Enam ratus enam puluh tiga terhadap sesak nafas. Bronkhodilator, dapat mengurangi hiperinflasi dinamik
diantaranya menerima indacaterol 150 µg dan 648 sisanya menerima dan beban otot respirasi. Untuk kelompok pasien less symptoms dan lower risk
tiotropium bromide. Perlakukan diberikan selama 12 minggu. Didapatkan of exacerbation (GOLD A – CAT score <10 ; mMRC dyspnea scale score 0-1),
hasil beda rerata perbaikan skor Transition Dyspnea Index sebesar 0,59 poin bronchodilator aksi pendek atau bronchodilator aksi panjang digunakan
sesuai rekomendasi untuk memperbaiki persepsi sesak nafas. Pada pasien
(p<0,001). Didapatkan perbaikan skor TDI leih dari 1 poin skor pada kelompok
dengan manifestasi simtom yng lebih berat (GOLD B atau D ; CAT scre >10 ;
pasien yang menerima indacaterol sebesar RR 1,50 (95% CI 1,20-1,89).
mMRC>2) dan atau pasien disertai less symptoms (GOLD C ; CAT score<10 ;
Didapatkan perbaikan skor the St. George Respiratory Questionnaire sebesar
mMRC 0-1), bronchodilator aksi panjang direkomendasikan sebagai
2,48 poin skor (p< 0,0001). Didapatkan perbaikan skor SGRQ lebih dari 4 poin
monoterapi atau terapi kombinasi (Hanania dkk, 2019).
skor sebesar RR 1,49 (95% CI 1,18-1,187 (Mahler dkk, 2015).
Bronkhodilator kombinasi antara beta agonis aksi panjang/ antagonis
resptor muskarinik, misalnya glycopyrrolate/ indacaterol, umeclidinium/
Antimuskarinik.
vilanterol, tiotropium/ olodaterol dan glycopyrrolate/ formoterol) merupakan
Obat antimuskarinik memblokir efek bronkhokonstriktor dari
pilihan terapi yang dapat memperbaiki persepsi sesak nafas. Perubahan
asetilkolin di reseptor M3 yang diekspresikan di otot polos saluran nafas. Short persepsi sesak nafas dapat dikur menggunakan Transition Dyspnea Index atau
acting antimuscarinic (SAMAs) yaitu ipratropium dan oxitropium, memblokir the St. George Respiratory Questionnaire, dengan cara membandingkan
reseptor M2, yang mempunyai efek vagal menginduksi bronkhokonstriksi. antara kelompok pasien yang mendapat obat tertentu dibandingkan
Long acting antimuscarinic (LAMAs) yaitu tiotropium, aclidinium, kelompok placebo atau kelompok yang mendapat jenis obat lain, dan
glicopyronium bromide dan umeclidinium dapat berikatan dengan reseptor dibandingkan skor sebelum dan setelah mendapatkan terapi (HAnania dan O
muskarininik M3 lebih lama, dan disosiasi lebih cepat reseptor musarinik M2, Donell, 2019).
246 247
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Opioid. Oksigenasi.
Obat lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki sesak nafas yaitu Oksigenasai direkomendasikan untuk pasien PPOK yang mengalami
opioid. Opioid bekerja dengan cara menurunkan neural respiratory drive, hipoksemia saat istirahat, intervensi tersebut dapat menunda munculnya
merubah persepsi sentral, dan atau menurunkan ansietas. Opioid secara sesak nafas pada pasien saat melakukan aktivitas fisik (Hanania dan ODonell,
umum telah digunakan pada pasien dengan end stge disease (Hanania dkk, 2019). Pemberian oksigen jangka panjang (lebih dari 15 jam per hari) dapat
2019). Mekanismenya yaitu dengan merubah proses system sentral terhadap meningkatkan angka harapan hidup pada pasien PPOK yang mengalami
stimulasi aferen sesak. Dosis inisial (awal) dan titrasi harus disesuaikan secara hipoksemia berat saat istirahat.pada pasien yang mengalami hipoksemia
individual dengan melakukan pengawasan efek samping opioid pada pasien ringan atau non hipoksemik, oksigen diberiksan saat pasien melakukan
PPOK. Dosis morfin peroral 5-40 mg (immediate release dan sustained exercise (GOLD, 2020).
release) (O Donnell dkk, 2020). Dukungan ventilasi.
Protocol manajemen sesak nafas dengan terapi opioid pada pasien Eksaserbasi. Non-invasive ventilation (noninvasive positive
PPOK stadium lanjut. ventilation (NPPV) merupakan perawatan standar untuk menurunkan
1. Mulai terapi opioid dengan immediate release morphine syrup morbiditas dan mortalitas pasien yang menjalani rawat inap dengan
2. Titrasi secara bertahap dengan interval mingguan selama 4-6 minggu. eksaserbai dan gagal nafas akut (GOLD, 2020)
3. Mulai morfin 0,5 mg peroral setiap 4 jam ketika dalam kondisi bangun Stabil. Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan pilihan
pada minggu pertama. metode oksigenasi pada pasien PPOK dan obstructive sleep apneu untuk
4. Jika pasien toleran dan terdapat indikasi maka tingkatkan dosis 1 memperbaiki angka harapan hidup dan risiko rawat inap berulang (GOLD,
morfin menjadi 1 mg peroral setiap 4 jam ketika dalam kondisi bangun 2020).
pada minggu 2, tingkatkan dosis morfin menjadi 1 mg per minggu atau
25% dosis tiap minggu sampai tercapai dosis minimal yang dapat Terapi intevensi pada PPOK stabil.
memperbaiki sensasi sesak nafas tercapai. Lung volume reduction surgery dapat memperbaiki survival pada
5. Pada saat dosis minimal tercapai (misalnya tidak terdapat perubahan pasien emfisema berat dengan upper lobe emphysema dan kapasitas paru
dosis selama 2 minggu dan sesak nafas teratasi), preparat lepas yang rendah setelah dilakukan rehabilitasi pulmoner. Bulektomi bertujuan
lambat dengan dosis harian setara dapat dipertimabngkan sebagai untuk menurunkan sesak nafas, memperbaiki fungsi paru dan toleransi
subtitusi. exercise. Transplantasi paru, dapat diterapkan pada pasien tertentu dengan
6. Jika pasien mengalami efek samping opioid seperti nausea atau PPOK sangat berat, tranplantasi dapat memperbaiki kualitas hidup dan
gangguan kesadaran, morfin dapat diganti dengan hidromorfin kapasitas fungsional. Bronkhoskopik intervensi, dapat diterapkan pada pasien
dengan dosis setara (1 mg hidromorfin=5 mg morfin). tertentu dengan emfisema berat. Bronkhoskopik intervensi mengurangi end-
7. Laksatif sebaiknya diberikan secara rutin unutk mencegah konstipasi expiratory lung volume dan dapat memperbaiki toleransi exercise, status
terkait opioid. kesehatan, fungsi paru pada 6-12 bulan setelah intervensi dilakukan,
(Marciniuk dkk, 2011). menggunakan endobronchial valves (GOLD, 2020).

Terapi ansietas. Intervensi non farmakologik.


Terapi ansiolitik dan antidepresan tidak digunakan secara rutin untuk Intervensi non farmakologik seperti latihan exercise, latihan otot
manajemen sesak pada pasien PPOK stadium lanjut (Maciniuk dkk, 2011). inspirasi, rehabilitasi pulmoner dan program self management dianggap
mempunyai efek popsitif terhadap perbaikan persepsi sesak nafas. Cognitive

248 249
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

behavioral therapy dapat memperbaiki ansietas dan sesak nafas (O Donell, Ekkekakis. P., Hall. E., Petruzzello. S., Practical., 2012, markers of the transition from
2020). aerobic to anaerobic metabolism during exercise: rationale and a case for affect-
based exercise prescription. Prev Med 2004; 38: 149–159.
Sebuah penelitian kohort prospektif yang dilakukan di RSUP. Dr.
Gagnon. P., Bussieres. J. S., Ribeiro. F., Gagnon. S. L., Saey., Gagne. N., Provencher. S.,
Sardjito terhadap 177 pasien PPOK stabil, 87 diantaranya menerima Maltais. F., 2012, Influences of spinal anesthesia on exercise tolerance in patients
farmakoterapi dan rehabilitasi pulmoner dan 90 sisanya menerima with chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2012 : Vol
farmakoterapi. Rehabilitasi pulmoner yang diterapkan yaitu Senam Asma 186, Iss. 7, pp 606–15.
Indonesia yaitu terdiri dari exercise kadiopulmoner dan exercise pernafasan Gift. A.G., Narsavage. G., Validity of the numeric rating scale as a measure of dyspnea. Am
(pursed lip breathing). Rehabilitasi dilakukan 2 kali seminggu selama 8 minggu. J Crit Care 1998; 7:200–204.
Gul. I. F., Retnowulan. H., Nur Wachid. D., Sumardi, 2012, Reliability of the Asthma
Didapatkan, (1), median beda jarak tempuh jalan 6 menit sebesar 41 meter (p
Quality of Life Questionnaire in Asthmatic Outpatient, Faculty of Medicine,
<0,001) (memenuhi MCID sebesar 37,9 meter), (2), median beda skor Borg Gadjah Mada University.
scale sebesar 1 poin skor dari 10 poin skor total (p< 0,001), (3), beda rerata skor Hanania NA dan O Donell DE, 2019, Activity-related Dyspnea in Chronic Obstructive
total SGRQ (versi bahasa) sebesar 8,76 poin skor dari 100 poin skor total (p< Pulmonary Disease : Physical and Psychological Consequences, Unmet Needs,
0,001). Sedangkan untuk domain symptoms, activity dan impacts, didapatkan and Future Directions, International Journal of Chronic Obstructive Pulmonary
beda rerata sebesar berturut-turut 7,13, 6,13 dan 8,40 poin skor dari 100 poin Disease : 2019 : 14 : 1127-38.
Ho. S. F., O'Mahony. M. S., Steward. J. A., Breay. P., Buchalter.M., Burr. M. L., 2001,
skor total (p <0,001). Keempat domain tersebut memenuhi MCID sebesar 7,1
Dyspnoea and Quality of Life in Older People at Home, Age and Aging : 2001 : 30 :
poin skor (Retnowulan dkk, 2004). 155-9.
Lansing. R., Gracely. R., Banzett. R., 2009, The multiple dimensions of dyspnea: review
Daftar pustaka and hypotheses. Respir Physiol Neurobiol 2009; 167: 53–60
Ambrosimo. N., Porta. R. Measurement of dyspnoea. Monaldi Arch Chest Dis : 2001; Mahler. D. A., Weinberg. D. H., Wells. C. K., Feinstein A. R., 1984, The Measurement of
56:39–42. Dyspnea – Contents, Interobserver Agreement, and Physiologic Correlates of Two
American Thoracic Society. Dyspnea: mechanisms, assessment and management: a New Clinical Indexes, Chest : 86 : 6 : June : 751-8.
consensus statement, Am J Resp Crit Care Med 1999; 159:321– 340.ment : Update Von Leupoldt. A, Dahme. B., 2005, Differentiation between the Sensory and Affective
on the Mechanism, Assessment, and Management of Dyspnea, Am J Respir Crit Dimension of Dyspnea During Resistive Load Breathing in Normal Subjects. Chest
Care Med : vol 185 : iss 4 : 435-52. 2005; 128: 3345–3349.
American Thoracic Society, 2012, An Official American Thoracic Society State. Magitta NF, Walker RW, Apte KK, Shimwela MD, Mwaiselage JD, Sanga AA, 2018,
Banzett. R. B., Pedersen. S. H., Schwartzstein. R., M., Lansing. R. W., 2008, The Affective Prevalence, Risk FActors and Clinical Correlates of COPD in a Rural Setting in
Dimension of Laboratory Dyspnea, Am J Respir Crit Care Med : vol 177 : 1384-90. Tanzania, Eur Respir J 2018 : 51 : 1700182.
Bauseweina. C., Boothc. S., dan Higginson. I. J., 2008, Measurement of dyspnoea in the Mahler DA, Kertjens HAM, Donohue JF, Buhl R, Lawrence D, Altman P, 2015, Indacaterol
clinical rather than the research setting, Curr Opin Support Palliat Care : 2 : 95 : 99. versus Tiotropium in COPD Patients Calssified as GOLD A and B, Respiratory
Bestall. J. C., Paul. E. A., Garrod. R., Garnham. R., Jones. P. W., Wedzicha. J. A., 1999, Medicine (2015) : 109, 1031-9.
Usefulness of the Medical Research Council (MRC) dyspnoea scale as a measure of Marciniuk DD, Goodridge D, Hernandez P, Rocker G, Balter M, Bailey P, 2011, Managing
disability in patients with chronic obstructive pulmonary disease, Thorax : 1999 : Dyspnea in Patients with Advaced Chronic Obstructive Pulmonary Disease : A
54 : 581-6. Canadian Thoracic Society Clinical Practice Guideline, Can Respir J : vol 18m: non 2
Carrieri-Kohlman dan Dudgeon, 2005, Multidimensional Assessment of Dyspnea, dalam : March/ April : 2011.
S Booth dan D Dudgeon, Dyspnoea in Advanced Disease – A Guide to Clinical Marcora. S., 2009, Perception of effort during exercise is independent of afferent
Management, Oxford. feedback from skeletal muscles, heart, and lungs, J Appl Physiol 106:pp 2060–2.
Eakin. E. G., Resnikoff. P. M., Prewitt. L.M., Ries. A. L., Kaplan. R. M., 1998, Validation of a Maurer. J., Rebbapraga. V., Borson. S., Goldstein. R., Kunik. M. E., Yohanes. A. M., 2008,
New Dyspnea Measure – The UCSD Shortness of Breath Questionnare, Chest : Anxiety and Depression in COPD, Chest : 2008 Oct : 134 (4 suppl) : 43S-56S.
1998 : 113 : 619-24)
250 251
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Meek. P., Banzett. R., Parshall. M. B., Gracely.R. H., Schwartzstein. R. M., Lansing. R., 2012, KETRAMPILAN KOMUNIKASI PADA RENCANA
Reliability and Validity of the Multidimentional Dyspnea Profile, Chest : 2012 : 141
(6) : 1546-53. PERAWATAN MASA DEPAN PASIEN PALIATIF
Morree. H. M., Klein. C., Marcora. S., 2012, Perception of Effort Reflect Central Motor (ADVANCE CARE PLANNING)
Command During Movement Execution, Psychophysiology, 49 (2012), 1242–53.
O'Donnell. D. E., Ora. J., Webb. K., et al., Mechanisms of activity-related dyspnea in
pulmonary diseases, Respir Physiol Neurobiol : 2009; 167: 116–32. Rudi Putranto
O'Donnell. D.E., Bertley. J., Chau. L., Webb. K., Qualitative aspects of exertional Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
breathlessness in chronic airflow limitation: pathophysiologic mechanisms, Am J FKUI – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Respir Crit Care Med 1997; 155: 109–15.
Papaioannou. A. I., Bartziokas. K., Tsikrika. S., Karakontaki. F., Kastanakis. E., Banya. W.,
dkk, 2013, The Impact of Depressive Symptoms on Recovery and Outcome of Latar belakang
Hospitalised COPD Exacerbations, Eur Respir J : 2013 : 41 : 815-23.
Rencana perawatan masa depan (Advance Care Planning/ACP) adalah
Putra. A., Retnowulan. H., Nur Wachid. D., Sumardi, 2012, Reliability of St. George
Respiratory Questionnaire in Asthma Outpatient, Faculty of Medicine, suatu proses dinamis rencana perawatan masa depan yang merupakan diskusi
Universitass Gadjah Mada. berkelanjutan antara pasien dan orang yang merawatnya, keluarga serta
Saey. D., Debigare. R., Leblanc. P., Mador.M. J., Claude. H. Co., Jobin. J., Maltais. F., 2003, tenaga medis (dokter/perawat) mengenai nilai dan kepercayaan pasien, serta
Contractile leg fatigue after cycle exercise: a factor limiting exercise in patients pilihan perawatan dan pengobatannya. Preferensi pasien menjadi fokus
with chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2003; 168: utama dalam memilih perawatan dan pengobatannya di masa depan
425–30.
bilamana mereka tak lagi mampu mengambil atau menyampaikan
Safitri. R., Retnowulan. H., Indrarti. F., Sumardi, 2015, Reliabilty of The Mini Asthma 1
Quality of Life Questionnaire in Adult Astmatic Outpatient with keputusannya sendiri. Advance care planning akan memperhatikan berbagai
Gastroesophageal Reflux Disease Comorbidity, Faculty of Medicine, Universitas aspek dari individu, seperti masalah fisik, psikologis, sosial budaya dan
2
Gadjah Mada. spiritual.
Retnowulan. H., Sadjimin. T., Agni. A. N. Guritno. S., 2004, Hubungan Rehabilitasi Pelaksanaan ACP adalah salah satu wujud penghormatan kepada hak
Pulmoner Dengan Sesak Nafas (Jarak tempuh jalan 6 menit) Pada Penderita otonomi pasien untuk menerima pelayanan kesehatan sejak lahir hingga akhir
Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah
hayatnya dan telah diterima sebagai salah satu indikator mutu pelayanan
Mada.
Schunemann. H.J., Puhan. M., Goldstein. R, Jaeschke. R., Guyatt. G. H., Measurement paliatif yang dikenalkan oleh berbagai asosiasi paliatif di dunia.2
properties and interpretability of the Chronic respiratory disease questionnaire Sebagai tenaga medis, dalam pembuatan keputusan medis baik
(CRQ). COPD 2005; 2:81–89. rencana pemeriksaan maupun terapi memerlukan keterlibatan pasien dan
Smith J, Albert P, Bertella E, et al. Qualitative aspects of breathlessness in health and keluarga. Bagi pasien dan keluarga, membuat keputusan mengenai perawatan
disease. Thorax 2009; 64: 713–718. medis yang ditawarkan tim medis, tidak selalu mudah – terutama karena
Tsai. C. L., Hodder. R. V., Page. J. H., Cydulka. R. K., Rowe. B. H., Camargo Jr. C. A., 2007, The
Short Form Chronic Respiratory Disease Questionnaire was a Valid, Reliable, and
sekarang ada berbagai alat bantu yang dapat memperpanjang hidup meski
Responsive Quality of Life Instrument in Acute Exacerbations of Chronic tidak ada harapan untuk sembuh. Pasien berhak berpartisipasi dan membuat
Obstructive Pulmonary Disease, Journal of Clinical Epidemiology, : May 2008 : vol rencana untuk perawatan kesehatan mereka, terutama saat kelak mungkin
61 : issue 5 : 489-97. pasien tidak mampu membuat keputusan sendiri bagi perawatan
Wilson. R.C., Jones. P. W., A comparison of the visual analogue scale and modified Borg kesehatannya. Karena itu, penting untuk memikirkan dan membicarakan
scale for the measurement of dyspnoea during exercise, Clin Sci : 1989; perasaan dan kepercayaan pasien dengan orang-orang yang dicintai – jauh
76:277–282.
sebelum pasien harus membuat keputusan yang amat penting. 3

252 253
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Proses Perencanaan Perawatan Lanjut berhak mewakili pasien adalah wali yang dikuasakan, pasangan (suami/isteri
Untuk memulai suatu komunikasi perencanaan perawatan lanjut de facto), anak, orang tua, saudara kandung, pengasuh, kerabat dekat lain
(ACP) dengan pasien dan keluarga diperlukan hubungan dokter dan pasien (gambar 1).
yang baik dengan mempertimbangkan waktu yang tepat. Bila hubungan
tersebut kita sudah penuhi, maka ACP dapat dimulai melalui 6 langkah di
bawah ini, yaitu :4
1. Evaluasi kualitas hidup
Mulai dipikirkan oleh pasien kualitas hidup apa yang diinginkan. Tanyakan
pa yang penting dalam hidup pasien. Apa yang dapat dilakukan melalui
pengobatan yang saat ini sedang dilakukan ?
2. Tanyakan kepada pasien apakah pernah berbicara dengan orang yang
dicintai tentang pengambilan keputusan bila pasien tidak bisa mengambil
keputusan sendiri untuk memastikan hal tersebut adalah pilihan pasien
sendiri ?
3. Tanyakan kepada pasien, siapa dari orang yang dicintai yang dapat
mengambil keputusan, mewakili pasien ? Pastikan orang tersebut dapat
mengambil tanggung jawab tersebut.
4. Minta pasien berbicara atau berdiskusi dengan dokter atau tenaga medis
lain, bila telah memahami pilihan kualitas hidup dan orang yang
dipercayai untuk mengambil keputusan
5. Setelah berdiskusi dan mengambil keputusan, pasien akan
menandatangani di lembar edukasi atau surat wasiat/legal.
6. Pasien dapat merubah keputusannya disesuaikan dengan perjalan
pengobatan atau penyakit. Namun sering pasien sulit memutuskan untuk Pelaksana ACP
5,6

melanjutkan berbagai terapi atau menghentikannya. Kita perlu lakukan Dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain dapat melakukan
re-evaluasi sesuai keadaan pasien. komunikasi ACP.
ACP dapat dilaksanakan di rawat jalan atau rawat inap, disesuaikan
dengan kondisi dan kesiapan pasien. Implementasi Advance Care Planning di Indonesia
Pelaksanaan ACP di Indonesia memang belum sepenuhnya berjalan
Advance Directive(Living Will)5,6 karena konsep ACP belum masuk diajarkan sepenuhnya dalam kurikulum
Advance Directive adalah pernyataan tertulis berisi keinginan pasien pendidikan, namun sudah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
atas perawatan kesehatan baginya di kemudian hari (Advance Directive) – No. 812/Menkes/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan paliatif dan
yakni dokumen hukum yang menyatakan pilihan pasien mengenai perawatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.37 Tahun 2014 tentang
medis yang ingin diterima/ditolaknya saat pasien tidak berkompeten untuk Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor.
7,8

mengambil keputusan. Secara legal, maka hirarki pengambil keputusan yang

254 255
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Ringkasan BREAKING BAD NEWS


Rencana perawatan masa depan adalah suatu diskusi berkelanjutan
antara pasien dan orang yang merawatnya, keluarga serta tenaga medis Vera Abdullah
(dokter/perawat) mengenai nilai dan kepercayaan pasien, serta pilihan Divisi Psikosomatik, Bagian / KSM Ilmu Penyakit Dalam
perawatan dan pengobatannya, terutama pengambilan keputusan saat pasien RSUD dr. Zainoel Abidin / FK Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
memburuk dan tidak dapat mengambil keputusan. Sebagai dokter perlu
mendapat keterampilan tersebut agar kualitas hidup pasien yang baik
tercapai. Pendahuluan
Dalam pengelolaan pasien, tentunya seorang klinisi / profesional tidak
Daftar Pustaka mungkin menghindar dari suatu situasi yang sulit, seperti penyampaian
1. HPNA position statement advance care planning. J Hosp Palliat Nurs diagnosis, penentuan pengobatan ataupun prognosis. Kondisi ini merupakan
2018;20:E1-3. bagian dari suatu komunikasi krisis. Kata krisis dimaksudkan suatu kejadian
2. Lin CP, Cheng SY, Mori M, Suh SY, Chan HYL, Martina D, et al. 2019 Taipei yang tidak dapat diprediksi yang berdampak serius terhadap seseorang atau
Declaration on Advance Care Planning: A Cultural Adaptation of End-of-Life sekelompok orang dan menimbulkan dampak negatif. Sebagian dari dampak
Care Discussion . J Pal Med 2019;XX:1-3. negatif tersebut termasuk kematian dan destruksi.
1,2

3. Department of Health, Western Australia. Advance Care Planning: A Klinisi / profesional selalu atau hampir selalu berhadapan dengan
patient's guide. Perth: WA Cancer and Palliative Care Network, Department
penyampaian bad news lebih kurang 60% kasus. Kesulitan dokter dalam
of Health, Western Australia; 2017.
4. Collazo S. Advance care planning: 6 steps for planning your future. MD
menyampaikan bad news dimungkinkan oleh adanya rasa khawatir akan
Anderson Cancer Center, 2013. menyakitkan dan membuat penderitaan bagi pasiennya, takut akan
5. Butler M, Ratner E, McCreedy E, et al. Decision Aids for Advance Care disalahkan atau menimbang-nimbang emosi pasiennya. Semua kondisi emosi
Planning: An Overview of the State of the Science. Ann Intern Med. tersebut tidak bisa diprediksi dan tidak diharapkan, diantaranya menolak,
2014;161:408–418. distress yang dalam, menyalahkan atau takut akan emosi, penyakit dan
6. American College of Physicians. Advance Care Planning. Implementation for kematian. Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa pasien ingin kejujuran
Practices. 2015 akan dokter terkait penyakitnya, menghibur, peduli dan empati serta
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 812/Menkes/SK/VII/2007 tentang keraguannya bisa sirna dengan penjelasan dari dokter. Mereka mengharapkan
Kebijakan Perawatan Paliatif. dokternya bukan hanya profesional dan kompeten dalam kemampuan
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.37 Tahun 2014 tentang 3,4
klinisnya, juga efektif dalam berkomunikasi.
Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor.
Perilaku dokter dan cara dokter menghantarkan bad news sangat
penting terhadap dampak kemudian hari terkait pengobatan, hal tersebut
juga mempengaruhi keputusan pasien terkait keinginan menghentikan atau
melanjutkan pengobatan mereka. Kondisi ini juga menyebabkan mereka
mencari dokter lain dalam penanganan kondisi mereka ataupun tetap
melanjutkan pengobatan medisnya dalam kontrol dokter yang telah
menegakkan diagnosis penyakitnya.5

256 257
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Definisi Langkah-langkah dalam Breaking Bad News


Bad News didefinisikan setiap berita yang dapat mengubah Kunci dalam memberikan BBN yang baik yaitu menjamin transisi dari
pandangan pasien ke depan secara serius dan negatif. Dalam upaya untuk persepsi pasien yang mereka bisa menyadari bahwa mereka mempunyai
menyatakan berita yang sesensitif mungkin, penting untuk membantu pasien penyakit yang mengancam dalam hidupnya atau penyakit yang mengubah
dan keluarganya memahami kondisi, dukungan pasien dan keluarga, serta kehidupannya. Jika berita diberikan terlalu tiba-tiba, pasien akan sulit
meminimalkan risiko distress berlebihan atau memperlama penolakan:6,7 beradaptasi secara psikologis. Terlebih lagi, kita tidak perlu sering kali
Upaya breaking bad new (BBN) merupakan suatu tantangan yang memberitahukan kepada mereka, mereka biasanya memberitahukan kita jika
didasari pada keseluruhan lingkup keahlian dan kemampuan professional. Jika mereka mengizinkan kita untuk hal tersebut.6
kita melakukannya dengan buruk, pasien atau anggota keluarga tidak akan Terdapat beberapa strategi ataupun teknik dalam BBN yang dapat
memaafkan kita, jika kita melakukan dengan baik, pasien tidak akan pernah membantu kita memandu pendekatan ini. Berikut strategi yang dapat
6 6
melupakan kita. dilakukan.
Terdapat sepuluh langkah dalam kita melakukan BBN yaitu:6
Tujuan 1. Persiapan
Proses menghantarkan bad news dapat ditinjau sebagai usatu upaya 2. Apa yang diketahui?
untuk mendapatkan empat tujuan penting. Tujuan pertama yaitu 3. Apa tambahan informasi yang diinginkan?
mengumpulkan informasi dari pasien. Hal ini membantu klinisi menentukan 4. Menghargai jika ada penolakan
pemahaman dan harapan serta kesiapan pasien mendengarkan bad news. 5. Memberikan peringatan atau kewaspadaan
Tujuan kedua yaitu untuk menyediakan informasi yang jelas atau dimengerti 6. Menjelaskan
dalam kaitan dengan kepentingan dan keinginan pasien. Tujuan ketiga yaitu 7. Mendengar dengan hikmat
untuk memberikan dukungan bagi pasien dengan keahlian yang dimiliki untuk 8. Ventilasi perasaan yang dialami
mengurangi dampak emosi dan isolasi yang dialami oleh penerima bad news. 9. Kesimpulan dan membuat suatu rencana
Tujuan terakhir adalah membangun suatu strategi dalam bentuk suatu 10. Menawarkan ketersediaan
8
perencanaan pengobatan dengan masukan dan kerjasama pasien. Strategi berikutnya merupakan suatu panduan yang dapat digunakan bagi staf
klinis. Dimulai dari mempersipkan diri kita, situasi hingga apa yang kita lakukan
Manfaat setelah interview.
Breaking bad news ini akan meningkatkan keyakinan klinisi dalam
6
tugasnya menghantarkan informasi medis yang tidak menyenangkan sehingga Tabel 1. Breaking Bad News – suatu panduan untuk staf klinis
mengurangi stress dan burnout. Hal ini dapat diperoleh dengan adanya suatu
perencanaan untuk menentukan nilai-nilai yang dimiliki pasien, harapan Panduan Catatan
Persiapkan diri Pelajari riwayat pasien, riwayat medis, hasil pemeriksaan penunjang dan
untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan dan suatu strategi yang pilihan tatalaksana / pengobatan untuk kelanjutannya
tertuju kepada distress pasien bilamana bad news dihantarkan. Hal ini juga Latihlah kesiapan dalam interview, termasuk bagaimana bertanya dan respons
menambah keyakinan pasien berpartisipasi dalam keputusan pengobatan menjawab.
8 Siapkan kolega sebagai berikut perawat yang menangani pasien atau perawat
yang sulit. khusus yang menemani kita. Keluarga boleh hadir; namun demikian harus
meminta izin terlebih dahulu kepada pasien.

258 259
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Persiapkan situasi Atur suasana privasi.


semua langkah dari SPIKES, tetapi bila dilakukan dengan demikian
Jangan berdiri di samping pasien ; duduklah karena hal ini membuat pasien dimaksudkan telah mengikuti urut-urutan dalam tatanannya.8-10
lebih rileks dan menunjukkan anda tidak akan menginterograsi berlebihan
terhadapnya. Jika anda baru memeriksa pasien, alokasikan waktu supaya
pasien bisa memakai pakaianya sebelum dilakukan interview. Enam langkah Protokol SPIKES8-10
Nonaktifkan alat komunikasi anda atau biarkan kolega anda menjawab telfon 1. Langkah 1: S – SETTING UP the interview
untuk anda. a. Siapkan hal-hal yang privasi dan tenang: ruang interview ideal; jika
Persiapkan pasien Nilai pemahaman pasien terkait kondisinya. “Boleh bapak/ibu ceritakan
kepada saya apa yang bapak/ibu ketahui tentang penyakit bapak/ibu?” tidak ada, buatlah gordyn pada tempat tidur pasien. Sediakan
Meskipun kebanyakan pasien menginginkan yang detail mengenai penyakit tissue jika sewaktu-waktu diperlukan.
dan diagnosisnya, sebagian pasien tidak menginginkan detail ini dan keinginan b. Libatkan orang lain yang penting bagi pasien: keluarga, pilih satu
ini harus dihormati dan dikelola secara tepat. Jangan memaksakan informasi.
Persiapkan informasi Mulailah dengan bahasa yang dimengerti pasien secara keseluruhan. atau dua sebagai perwakilan.
Gunakan kata-kata non-teknik seperti “menyebar” dibanding “metastase” c. Duduk: posisi duduk akan membuat relaks pasien dan tidak ada
Hindari kebuntuan, karena kondisi ini membuat pasien merasa terisolasi dan batas antara keduanya.
membuatnya marah.
Buat intonasi. “Saya khawatir saya me mpunyai kabar buruk mengenai anda” d. Jalinlah hubungan dengan pasien; mempertahankan sikap kontak
Berikan informasi sedikit -demi sedikit dan berhenti secara periodik untuk mata atau menyentuh/menggenggam tangan untuk menjalin
menilai pemahaman pasien. “Apakah hal ini dapat dimengerti?” atau “Apakah
hubungan.
anda ingin saya jelaskan lebih lanjut?” Bilamana prognosis buruk, hindari
penggunaan kata-kata seperti “Tidak ada lagi yang dapat kami lakukan untuk e. Buat batasan waktu dan interupsi; menyampaikan kepada pasien
anda,” karena tujuan dalam perawatan akan beralih kepada pengontrolan bilamana mereka mau jeda aatau interupsi.
nyeri dan hilangnya gejala.
Persiapkan dukungan Kenali dan identifikasi emosi yang dialami pasien. Bila pasie n diam, gunakan
2. Langkah 2: P – Assessing the patient's PERCEPTION
pertanyaan terbuka, tanyakan kepada mereka bagaimana perasaanya atau a. Buat pertanyaan terbuka. Dapatkan pemahaman pasien
apa yang mereka pikirkan. Hal ini akan membantu mereka dalam penyampaian mengenai kondisi penyakitnya; serius atau tidak, apa yang
emosinya. “Bagaimana perasaan anda sekarang?”
Luangkan waktu bagi mereka untuk mengekspresikan emo sinya dan biarkan
diketahui tentang penyakitnya. Hal ini dapat mengoreksi
mereka tahu bahwa anda memahami dan mengenali emosinya. kesalahpahaman dalam informasi.
Persiapkan suatu Siapkan suatu rencana yang jelas untuk selanjutnya, diskusikan pilihan b. Perhatikan hal-hal yang berkaitan dengan penolakan terhadap
rencana pengobatan atau rencana tata laksana
Tawarkan perjumpaan dan pembicaraan dengan kelua rga jika tidak hadir.
penyakitnya: harapan berlebihan, pemutusan hal penting dalam
Setelah interview Buatlah suatu catatan yang jelas terkait dengan interview, istilah yang pengobatan, tetapi tetap mempertahankan hal-hal yang tidak
digunakan, pilihan yang diskusikan dan rencana ke depan. Pastikan bahwa menguntungkan dalam pengobatan untuk penyakitnya atau
detail interview dibagikan kepada tim multidisiplin, termasuk dokter um um
atau dokter keluarga.
harapan pengobatan yang tidak realistis.
3. Langkah 3: I – Obtaining the patient's INVITATION
a. Mintalah izin untuk mendiskusikan sesuatu ('Ask before you tell').
Strategi ataupun teknik yang kita lakukan tergantung kepada prosedur medis b. Dilakukan bila sebagian besar mengharapkan suatu informasi yang
sebelumnya yang diperlukan oleh masing-masing pasien. Beberapa peneliti lengkap mengenai diagnosis, prognosis dan detail terkait
menyarankan bahwa interview mengenai BBN sebaiknya memasukkan penyakitnya (terbuka dan siap secara mental untuk menerima bad
beberapa kunci dalam teknik berkomunikasi yang akan memfasilitasi jalannya news), namun ada juga sebagian pasien lain tidak
informasi. Para pakar membuat suatu istilah “SPIKES” yang terdiri dari 6 menginginkannya; hindari informasi (hargai hak pasien) dan lebih
langkah. Dalam hal ini, tidak setiap episode dari BBN akan membutuhkan mungkin dimanifestasikan sebagai perjalanan penyakitnya yang
lebih berat.
260 261
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

c. Dapatkan informasi melalui diskusi terkait penjelasan tentang hasil 4. Ke e m p a t , s e te l a h a n d a m e l u a n g ka n wa k t u u n t u k


pemeriksaan penunjang dapat membantu klinisi untuk mengekspresikan perasaannya, biarkan pasien mengetahui
merencanakan diskusi selanjutnya dengan pasien. Jawablah setiap bahwa anda menghubungkan emosi tersebut dengan alasan
pertanyaan yang ditanyakan pasien atau anggota keluarga. untuk emosi dengan membuat suatu pernyataan yang
4. Langkah 4: K – Giving KNOWLEDGE and information to the patient berhubungan.
a. Mengingatkan pasien bahwa bad news akan diberikan untuk 6. Langkah 6: S – STRATEGY and SUMMARY
mengurangi syok yang dapat terjadi dalam proses menyampaikan a. Tanyakan terlebih dahulu rencana ke depan jika pasien telah siap.
bad news dan hal tersebut bisa memfasilitasi proses informasinya. b. Diskusikan rencana pengobatan; pilihan pengobatan jika memang
b. Berikan fakta medis, merupakan salah satu cara dialog dokter- ada.
pasien, dapat dikembangkan dengan suatu panduan sederhana. c. Berikan kesempatan pasien membuat keputusan sehingga dapat
Pertama, mulailah dengan bahasa yang dimengerti pasien dan mengurangi rasa gagal pada diri dokter bilamana pengobatannya
sampaikan secara menyeluruh. Kedua, mulai menggunakan kata- tidak berhasil.
kata non teknik. Ketiga, hindari kebuntuan yang dapat d. Nilai kesalahpahaman pasien dalam diskusi untuk mencegah
menimbulkan keterpurukan bagi pasien dan akhirnya kecederungan terdokumentasi oleh pasien terkait dugaan
menimbulkan kemarahan yang cenderung untk menyalahkan berlebihan efikasi atau kesalahpahaman tujuan pengobatan.
penyampai informasi. Keempat, memberikan informasi sedikit e. Simpulkan pembicaraan
demi sedikit dan menilai secara periodic pemahaman pasien. f. Tawarkan pertanyaan dan persiapkan jawaban untuk pertanyaan
Kelima, bila prognosis buruk, hindari menggunakan frase seperti yang mungkin menyentuh atau terburuk untuk kondisi pasien.
'tidak ada lagi yang dapat kami lakukan untuk anda'.
5. Langkah 5: E – Addressing the patient's EMOTIONS with empathic Dengan BBN diharapkan informasi yang diberikan akan memberikan
responses pemahaman untuk kedua pihak sehingga dengan pemahaman ini akan
a. Beri respon terhadap emosi pasien merupakan tantangan tersulit memudahkan untuk pengambilan keputusan dan rencana yang akan
dalam BBN. Reaksi emosi pasien bisa bermacam-macam mulai dilakukan untuk pasien selanjutnya.
tidak percaya, menangis, menolak atau marah.
b. Upaya yang dapat dilakukan klinisi yaitu memberikan dukungan Kesimpulan
dan solidaritas terhadap pasien dengan memberikan respon Breaking bad news merupakan upaya yang dapat klinisi lakukan dalam
empati. penyampaian kondisi yang sensitif atau negatif bagi pasien dan atau keluarga
Respon empati ada empat (4) langkah, yaitu: dengan memperhatikan tatanan yang terkonsep dan normatif sehingga
1. Pertama, observasi setiap emosi pada diri pasien mendapatkan keputusan yang terbaik sebagai rencana ke depan untuk pasien
2. Kedua, identifikasi emosi yang dialami pasien yang
dan keluarga.
tersembunyi. Jika psien tampak sedih, tetapi diam, gunakan
pertanyaan terbuka.
Daftar Pustaka
3. Ketiga, identifikasi alasan untuk emosinya. Hal ini biasanya 1. Kevin Kok-Yew Tan, Augustine Pang, Janelle Xiaoting Kang. Breaking bad
terkait dengan bad news-nya. Namun demikian, jika tidak news with CONSOLE: Toward a frame work integrating medical protocols
yakin, tanyakan. with crisis communication. Public Relations Review 2018:1-14.

262 263
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

2. Clayton JM, Tattersall MHN. Communication in Palliative Care, In: Textbook of


Palliative Medicine. Bruera E, Higginson IJ, Ripamonti C, Gunten CV editors.
Oxford University Press Inc. 2006;1011-18.
3. Francisco José Ferreira da Silveira, Camila Carvalho Botelho, Carolina Cirino
Valadão. Breaking bad news: doctors' skills in communicating with patients.
Sao Paulo Med J. 2017; 135(4):323-31.
4. Shaw J, Dunn S, Heinrich P. Managing the delivery of bad news: an in-depth
analysis of doctors' delivery style. Patient Education and Counseling
2012;87:186-92.
5. Sobczak K, Leoniuk K, Janaszczyk. Delivering bad news: patient's perspective
and opinions.
6. Zeppetella G, Palliative Care in Clinical Practice, Springer-Verlag London,
2012, 11-23.
7. Biazar G, Delpasand K, Farzi1 F, Sedighinejad A, Mirmansouri A,
Atrkarroushan Z. Breaking Bad News: A Valid Concern among Clinicians. Iran J
Psychiatry 2019; 14: 3: 198-202.
8. Baile WF, Buckman R, Lenzi R, Glober G, Beale EA, Kudelka AP. Spikes-a six-
step protocol for delivering bad news: application to the patient with cancer.
The Oncologist 2000;5:302-11.
9. Joshi R, Family Meetings, an essential component of comprehensive
palliative care, Canadian family physician, Vol 59: June. 2013. 637-9.
10. Baile WF, Parker PA. Breaking bad news. In: Oxford textbook of KUMPULAN
communication in oncology and palliative care. Kissane DW, Bultz BD, Butow
PN, Bylund CL, Noble S, Wilkinson S editors. Oxford University Press. 2017;71-
6.
ABSTRAK POSTER
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK
(TIPS) 2021
“The 6th Virtual Scientific Meeting on Psychosomatic Medicine:
Holistic Approach in Psychosomatic and Palliative Medicine
in Pandemic Era”

264 265
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

DEPRESI BERAT PADA CRYPTOCOCCOSIS


DENGAN ULKUS KRONIS
1
Ridzqie Dibyantari, 1Amelia Istiqomah, 2Harun Hudari,
3
Yenny Dian Andayani, 4M Ali Apriansyah
1
Peserta PPDS Sp1 Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH
2
Divisi Tropik Infeksi Departemen Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH
3
Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH
4
Divisi Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH

Abstrak

Pendahuluan. Cryptococcosis adalah penyakit infeksius dengan gejala klinis


yang luas, disebabkan oleh patogen jamur berkapsul dari genus cryptococcus.
Risiko Infeksi pada daerah endemik sekitar 3% dengan 150.000 Infeksi baru
tiap tahunnya. Gejala depresi banyak dilaporkan pada infeksi cryptococcosis
cerebral. Gejala depresi sering ditemukan pada pasien ulkus kronis dan
berhubungan dengan lambatnya penyembuhan luka.

Laporan kasus. Wanita usia 28 tahun datang ke IGD dengan keluhan utama
luka pada pergelangan kaki kiri tidak sembuh sejak satu tahun SMRS. Luka
awalnya berupa bintil berisi air yang kemudian pecah, berdarah dan bernanah.
Luka serupa juga muncul di pangkal paha kiri. Pasien mencari pengobatan di
Puskesmas, dukun, dan MLM namun luka tidak sembuh. Pasien merasa sedih
dan murung karena luka tidak sembuh. Pasien mengeluh hilang minat, nafsu
makan menurun, sulit tidur, tidak ada semangat. Dari pemeriksaan fisik,
didapatkan tanda vital dalam batas normal, conjunctiva palpebra pucat, moon
face, terdapat luka dengan dasar subcutis di pergelangan kaki, ukuran 8 x 3 cm,
tepi irreguler, ada pus serta di pangkal paha dengan ukuran 20 x 7 cm, tepi
irreguler. Skor BDI 28 dengan kesan depresi berat. Pada pemeriksaan multi
aksial, aksis I depresi berat, aksis II tidak ada diagnosis, aksis 3 sepsis, ulkus
kronis ec cryptococcosis, malnutrisi, anemia, imbalans elektrolit. Pemeriksaan
laboratorium ditemukan anemia normokrom normositer, hipoalbumin,
hipokalsemia, hipokalemia. Kultur pus ditemukan kuman Pseudomonas
aeruginosa dan Cryptococcus laurentii. Biopsi kulit ditemukan sel radang
limfositik tanpa sel ganas. Pasien ditatalaksana dengan cognitive behavioral

266 267
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

theraphy dan amitriptilin 1x12,5 mg, antibiotik, antijamur, antinyeri, koreksi GANGGUAN CEMAS MENYELURUH PADA PASIEN
elektrolit dan albumin, serta transfusi darah. TERDIAGNOSA TUMOR KAPUT PANKREAS
Diskusi. Depresi adalah kondisi heterogen yang luas dengan tanda mood Arlis Karlina*, Hadika Pramana*, Dobi S Burni*, Suyata**, M. Ali Apriansyah***
depresi dan/atau hilang minat. Untuk mempermudah mengenal depresi, *
Peserta PPDS Sp1 Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH
terdapat tiga gejala yang merupakan trias depresi yaitu tidak bisa menikmati **Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH
hidup, tidak ada perhatian pada lingkungan dan lelah sepanjang hari. Depresi ***Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH
sering ditemukan pada pasien luka kronis, setidaknya 30 % pasien mengalami
gejala depresi dan ansietas. Adanya depresi dan ansietas mempengruhi Abstrak
kualitas hidup. Ulkus kronis didefinisikan sebagai adanya disintegritas jaringan
kulit selama lebih dari 8 minggu. Depresi memperlambat kesembuhan luka Pendahuluan. Keganasan merupakan penyakit yang mengerikan bagi
kronis. Pengobatan sindrom depresi harus selalu memperhatikan prinsip kebanyakan orang. Cara, sikap, ataupun reaksi dalam menghadapinya
holistik dan eklitik, yaitu meliputi aspek organo-biologis, psiko-edukatif dan bergantung kepada sejauh mana kemampuan individu yang bersangkutan
sosio-kultural. Tata laksana depresi berat adalah CBT, antidepresan. Pilihan menyesuaikan diri terhadap situasi yang mengancam kehidupannya. Ansietas
anti depresan pada kasus ini berdasarkan gejala insomnia yang dominan, atau kecemasan dapat terjadi setiap hari mulai saat menunggu hasil
sehingga diberikan golongan trisiklik, amitriptilin. pemeriksaan dan kebingungan saat memilih pilihan terapi yang ditawarkan.
Hal ini dapat berpengaruh pada 30-50% pasien yang mengalami keganasan.
Kesimpulan. Pada penyakit kronis sering kali didapatkan gangguan Pada kasus ini dijabarkan isu sosial dan psikologis pasien yang mengalami
psikosomatik seperti depresi, seperti yang ditemukan pada kasus ini. keganasan (tumor kaput pankreas), sehingga perlu deteksi dini dan
Manajemen holistik diperlukan pada infeksi kronis; meliputi tatalaksana tatalaksana holistik dalam pengelolaannya.
infeksi, perbaikan kondisi umum, CBT, antidepresan, tatalaksana diet untuk
memperbaiki kualitas hidup. Laporan Kasus. Seorang pasien laki-laki, sudah menikah, berusia 55 tahun,
tukang servis televisi, datang ke RSMH, sejak 8 bulan ini mengeluh gangguan
Kata kunci: depresi berat, cryptococcosis, ulkus kronis tidur, mudah lelah, gelisah dan sulit berkonsentrasi. Pasien mengkhawatirkan
kondisi fisiknya yang menurun dibanding saat masih muda. Berat badan
Daftar Pustaka menurun, keluhan nyeri perut yang menjalar ke pinggang, demam dan buang
1. Mudjaddid E. Pemahaman dan penanganan psikosomatik gangguan ansietas dan
air besar cair berulang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan ulu hati.
depresi di bidang ilmu penyakit dalam. In Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF, ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Pemeriksaan penunjang: leukosit 13.700/mm3, hitung jenis 0/0/84/10/6,
Interna Publishing. 2014. p 3581-4. amilase 1508 U/L, dan lipase 768 U/L. ALP 137 U/L, LDH: 321, CA 19-9 : 87,24
2. Renner R, Erfurt-Berge C. Depression and quality of life in patients with chronic (<37 U/mL). MRCP menunjukkan bendungan saluran empedu ekstrahepatik,
wounds: ways to measure their influence and their effect on daily life. Chronic dan pelebaran ductus pankreatikus sesuai dengan tumor kaput pankreas.
wound care manag resear. 2017. 4: 143-51. Tidak adanya metastase pada paru dan bagian lain abdomen, mendukung
3. Zhou K, Jia P. Depressive symptoms in patients with wounds: a cross-sectional diagnosis tumor kaput pankreas stadium IB. Gejala psikosomatik pada pasien
study. Wound repair regen. 2016. 24(6): 1059-65. disimpulkan sebagai gangguan cemas menyeluruh. Tatalaksana yang
4. National Collaborating Centre for Mental Health. Depression: the treatment and diberikan pada pasien berupa Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan edukasi
management of depression in adults. 2010. Leichester: British Psychological
Society.

268 269
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

mengenai rencana tindakan pankreatektomi, disertai pemberian obat-obatan KELUHAN SESAK NAFAS PADA PASIEN DENGAN DEPRESI :
antiansietas dan simptomatik lainnya. Keluhan pasien mulai berkurang. TANTANGAN MENDIAGNOSIS SINDROM HIPERVENTILASI
Diskusi. Pasien mengkhawatirkan penyakitnya seringkali kambuh sehingga Fauzan Hertrisno Firman1, Arina Widya Murni2
mengganggu pekerjaan dan mempengaruhi ekonomi keluarga. Hal ini 1
Dokter Umum Rumah Sakit Pendidikan Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat
2
mengakibatkan kecemasan yang menetap sehingga memunculkan gejala Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Psikosomatis, Rumah Sakit Pendidikan
gangguan tidur, mudah lelah, gelisah dan sulit berkonsentrasi. Psikoterapi Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat
meliputi CBT dan edukasi, membuat pasien lebih menerima diagnosis tumor
kaput pankreas. Dengan dukungan yang kuat dari keluarga, pasien mampu
melakukan kembali kegiatan sehari-hari dengan optimal. Abstrak

Kesimpulan. Laporan kasus ini menggambarkan bahwa gangguan Sesak nafas merupakan salah satu gejala yang ditemui pada kasus
psikosomatik seperti kecemasan menyeluruh sering kali diderita oleh pasien sehari-hari terutama di instalasi gawat darurat (IGD). Beragam penyebab
yang mengidap penyakit kronis, dalam kasus ini adalah tumor kaput pankreas. sesak nafas diketahui mulai dari asma, pneumonia, ketoasidosis diabetikum
Hal tersebut dapat menurunkan kualitas hidup pasien sehingga tidak dapat hingga berupa gangguan psikosomatis seperti sindrom hiperventilasi. Kami
melakukan kegiatan sehari harinya secara optimal. Dengan pendekatan terapi melaporkan sebuah kasus dengan keluhan sesak nafas pada pasien dengan
holistik menggunakan psikoterapi CBT serta obat simptomatik lainnya, depresi. Kasus yang terjadi pada seorang perempuan usia 25 tahun yang sudah
didapatkan peningkatan kualitas hidup pada pasien. didiagnosis dengan depresi sejak 3 bulan lalu dan menjalani pengobatan
berupa fluoxetin 1x20 mg dan alprazolam 1x0,25 mg. Keluhan utama pasien ini
Kata Kunci dipicu oleh adanya kejadian terkunci di dalam kamar sehingga menimbulkan
Gangguan kecemasan menyeluruh, tumor kaput pankreas, psikoterapi, keluhan sesak nafas, bersamaan dengan keluhan kesemutan serta kaku di
holistik kedua tangan, dan badan terasa lemas. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien
sadar, tekanan darah 120/80 mm Hg, nadi 128 kali per menit, suhu 37,10C,
pernafasan 35 kali per menit, saturasi oksigen 99 persen di dalam udara ruang.
Daftar Pustaka Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal kecuali Trousseau sign positif
1. Yenny DA, Kanker Pankreas, Dalam: Sudoyo AW dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit dan pemeriksaan penunjang seperti darah rutin, gula darah sewaktu,
Dalam Jilid Edisi VI, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. elektrokardiografi, rontgen thorax, serta elektrolit dalam batas normal.
Jakarta. 2014, hal 1861. Diagnosis sindrom hiperventilasi ditegakkan atas dasar pemeriksaan fisik tidak
2. Swinson R, Antony M, Craven M, Bleau P, Fallu A, et all. Clinical practice guideline menunjukkan adanya kelainan pada sistem organ tetentu dan pemeriksaan
management of anxiety disorder. The Canadian Journal of Pschyciatry. Vol 51, penunjang tidak ditemukan kelainan seperti adanya gangguan pada jantung,
Supplement 2, 2006. p 1-95. paru-paru, metabolik, dan elektrolit. Penanganan pada pasien diberikan
3. Duell EJ, Lucenteforte E, Olson SH, et al. Pancreatitis and pancreatic cancer risk: berupa: menarik-mengeluarkan nafas dalam melalui bantuan media kantong
a pooled analysis in the International Pancreatic Cancer Case-Control plastik, dan selanjutnya diberikan psikoterapi CBT (cognitive behavioral
Consortium. Ann Oncology. 2012; 23:2964–70 therapy). Psikofarmaka pasien yang telah diberikan sebelumnya dilanjutkan
mengingat bahwa pada sindrom ini dapat diberikan golongan obat SSRI dan
benzodiazepin. Menentukan etiologi dari keluhan sesak nafas pada pasien

270 271
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

tetap dilakukan dengan menyingkirkan etiologi organik terlebih dahulu. PALLIATIVE CARE IN INTERSTITIAL LUNG DISEASE WITH MAJOR
Sindrom hiperventilasi perlu dipikirkan sebagai salah satu etiologi dari keluhan DEPRESSION MIXED ANXIETAS DISORDER : A CASE REPORT
sesak nafas pada pasien sehingga penanganan dapat diberikan dengan baik
dan tepat. Herlambang Surya Perkasa1, Noor Asyqah2, Agus Siwanto2, Heni Retno Wulandari3
1
Resident of Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, UGM/RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta,
2
Sub Division of Psikosomatis, Faculty of Medicine UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
3
Sub Division of Pulmonology, Faculty of Medicine UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Abstract

Introduction Interstitial lung disease (ILD) is a condition where there is a large


decrease in quality of life and survival, this condition is similar to malignancy
that requires palliative care. Palliative care is an approach that can improve
the quality of life of people with life-threatening illnesses and their families in
dealing with these problems, both from the physical, psychological, social and
spiritual aspects. Palliative care is still difficult to obtain in ILD patients due to
difficult access and limited health facilities in providing palliative care.

Case Presentation A 44-year-old man came to Sardjito Hospital with


shortness of breath since 1 week before admission. Shortness of breath occurs
during activity and also at rest. This patient is a pulmonary TB patient who is
undergoing treatment with OAT in the 8th month. In this treatment we carry
out several checks such as : Gene Expert on sputum showed that MTB was not
detected, Chest X-ray showed Millier Duplex TB, Positive IGRA Test. Thorax
HRCT shows interstitial lung disease. This patient was finally diagnosed with
Interstitial Lung Disease with Latent TB. Tracing a definitive diagnosis to find
out the type of ILD is not done, as well as related treatment only as supportive
so the patient is then decided to be consulted to the palliative. Palliative
screening scoring in this patient was 10 (> 4) so it was decided to get palliative
care. During treatment at the hospital it was discovered that the patient also
had major depression mixed anxiety disorders. This is shown from the HADS
Score patient (A = 8, D = 17) and also M (+) I (+) S (+) G (+) E (+) C (-) A (- ) P (+) S (-
). Palliative care provided to these patients is Education for patients and
families aimed at improving quality of life, Family Assistance, Acceptance

272 273
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Exercises (LPD), Guided Imagery, Spiritual Assistance, and Morphine EFIKASI AKUPUNTUR TERHADAP MANAJEMEN NYERI
Nebulisation to reduce complaints of shortness of breath. PADA PASIEN DENGAN FIBROMIALGIA:
Result Palliative care is given as long as the patient is treated until the patient
SEBUAH TELAAH PUSTAKA
returns home. Palliative prognostic index (PPI) (> 6) indicates this patient will
Edi Kurnawan1, Kresna Aditya Raharja2
last for 3 weeks. However, through palliative care given to this patient, it shows 1: Rumah Sakit TNI AD Kartika Husada, Kubu Raya, Kalimantan Barat
that this patient can survive more than 3 weeks after the first palliative care is 2: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah
given. Improvements were also seen on the Modified Borg Scale (MBS) at rest,
initially patients complained shortness of breath very severe (8), after being
given palliative care the patient felt improved where MBS improved to 2 Abstrak
(slight). Patient can sincerely accept his condition and Improvements were also
found in major depression and mixed anxiety through HADS scores at the end Pendahuluan. Fibromialgia (FM) adalah suatu sindroma nyeri muskuloskeletal
of treatment (A = 3, D = 5) and M (-) I (-) S (-) G (-) E (-) E (-) C (-) A (-) P (-) S (-). difus kronis yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pendekatan
pengobatan FM hingga saat ini belum menunjukkan efikasi yang baik.
Discussion The main aims of palliative care in ILD are to improve quality of life. Akupuntur merupakan salah satu modalitas klinis yang direkomendasikan
In this case, palliative care provided in the form of Acceptance Exercise, Guided Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan digunakan secara luas oleh praktisi
Imagery, Spiritual Assistance and Morphine nebulisation showed an improve klinis. Akupuntur bisa menjadi alternatif terapi untuk mengatasi nyeri pada
the quality of life of patients. pasien dengan fibromialgia.

Keywords: Palliative Care, Interstitial lung disease (ILD), Paliative Prognostic Metode. Kami menelaah penelitian mengenai efikasi akupuntur sebagai
Index (PPI), Acceptance Exercise, Guided Imagery, Morphine Nebulisation, modalitas terapi nyeri pada subjek FM. Pencarian penelitian dilakukan dengan
Modified Borg Scale (MBS) mencari pada PubMed, ScienceDirect, dan lainnya dengan kata kunci:
Fibromialgia dan Akupuntur. Penelitian yang digunakan dipublikasikan 5 tahun
Reference terakhir hingga 2020 yang terdiri dari telaah sistematik meta analisis, uji acak
Bajwah S, Higginson IJ, Ross JR, et al. The palliative care needs for fibrotic interstitial terkontrol, studi eksperimental hewan uji, studi kohort.
lung disease: a qualitative study of patients, informal caregivers and health
professionals. Palliat Med 2013; 27: 869–76. Hasil. Kami menemukan 17 studi. Terdapat 11 penelitian, diantaranya
Lindell KO, Kavalieratos D, Gibson KF, Tycon L, Rosenzweig M. The palliative care needs
terdapat 4 RCT dan 3 meta-analisis, yang menunjukkan bahwa akupuntur
of patients with idiopathic pulmonary fibrosis: A qualitative study of patients
and family caregivers. Heart Lung 2017; 46: 24–29. efektif dalam mengurangi nyeri. Mekanisme berkurangnya nyeri pada pasien
Overgaard D, Kaldan G, Marsaa K, Nielsen TL, Shaker SB, Egerod I. The lived experience FM ditunjukkan pada beberapa penelitian pada hewan. Berbagai jalur
with idiopathic pulmonary fibrosis: a qualitative study. Eur Respir J 2016; 47: modulasi dan neurotransmiter nyeri dihambat dengan akupuntur pada tikus
1472–80 dengan FM. Sebuah studi uji acak terkontrol mengemukakan bahwa
Raghu G, Collard HR, Egan JJ, et al. An official ATS/ERS/JRS/ALAT statement: idiopathic akupuntur memiliki efek yang bertahan lebih lama dari pengobatan dengan
pulmonary fibrosis: evidence-based guidelines for diagnosis and Tramadol dan Amitriptilin. Beberapa studi menunjukkan akupuntur dapat
management. Am J Respir Crit Care Med 2011; 183: 788–824. memperbaiki kualitas tidur dan menurunkan risiko penyakit jantung kongestif
pada pasien FM. Terlebih, dua studi mengemukakan bahwa akupuntur
merupakan suatu terapi yang relatif aman.
274 275
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Diskusi. Fibromialgia merupakan suatu sindrom ditandai dengan adanya nyeri 7. Kim J, Kim SR, Lee H, Nam DH. Comparing verum and sham acupuncture in
disertai adanya gangguan tidur dan rasa lelah. Nyeri pada pasien FM fibromyalgia syndrome: a systematic review and meta-analysis. Evidence-based
Complement Altern Med. 2019; Article ID 8757685:1-13.
mempengaruhi kualitas hidup. Modalitas terapi nonfarmakologi dapat
8. Da Silva Salazar AP, Stein C, Marchese RR, Della Méa Plentz R, De Souza Pagnussat A.
digunakan untuk mengurangi nyeri. Akupuntur pada hewan coba Electric stimulation for pain relief in patients with fibromyalgia: A systematic review
mempengaruhi phosphorylated phosphatidylinositol 3 kinase, N-metil D- and meta-analysis of randomized controlled trials. Pain Physician.
aspartat, dan reseptor Vallinoid, serta meningkatkan substansi opioid dan 2017;20(2):15–25.
non-opioid endogen. Selain itu, pada manusia akupuntur dapat meningkatkan 9. Mist SD, Jones KD. Randomized controlled trial of acupuncture for women with
aliran darah pada kulit dan otot serta meningkatkan ambang nyeri. Akupuntur fibromyalgia: Group acupuncture with traditional Chinese medicine diagnosis-
memiliki efektifitas dalam menurunkan nyeri pada pasien dengan FM. based point selection. Pain Medicine. 2018;19(9):1–10.
10. Zhang XC, Chen H, Xu WT, Song YY, Gu YH, Ni GX. Acupuncture therapy for
fibromyalgia: A systematic review and meta-analysis of randomized controlled
Kesimpulan. Akupuntur merupakan terapi nonfarmakologis yang efektif trials. J Pain Res. 2019;12:527–42.
dalam mengurangi nyeri pada paseien FM. Selain itu, akupuntur aman dan 11. Vas J, Santos-Rey K, Navarro-Pablo R, Modesto M, Aguilar I, Campos MÁ, et al.
mempunyai efek baik lannya bagi pasien FM. Perlu penelitian lebih lanjut Acupuncture for fibromyalgia in primary care: A randomised controlled trial.
mengenai mekanisme kerja akupuntur dalam mengurangi nyeri pada pasien Acupunct Med. 2016;34(4):257–66.
FM. 12. Yüksel M, Ayaş Ş, Cabioǧlu MT, Yilmaz D, Cabioǧlu C. Quantitative Data for
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation and Acupuncture Effectiveness in
Treatment of Fibromyalgia Syndrome. Evidence-based Complement Altern Med.
Kata Kunci: Fibromialgia, Nyeri, Akupuntur 2019;2019.
13. Yen LT, Hsieh CL, Hsu HC, Lin YW. Preventing the induction of acid saline-induced
fibromyalgia pain in mice by electroacupuncture or APETx2 injection. Acupunct
Daftar Pustaka Med. 2020;00(0).
1. Yen LT, Hsieh CL, Hsu HC, Lin YW. Targeting ASIC3 for Relieving Mice Fibromyalgia 14. Li D, Yang L, Li J. Fibromyalgia syndrome treated with acupuncture at the acupoints
Pain: Roles of Electroacupuncture, Opioid, and Adenosine. [Internet] Sci Rep. of the affected meridians and heavy moxibustion at painful points: a randomized
2017;7(December 2016):1–15. Available from: controlled trial[Internet].Zhongguo Zhen Jiu. 2016;36(2):147–51. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/srep46663 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27348913
2. Zucker NA, Tsodikov A, Mist SD, Cina S, Napadow V, Harris RE. Evoked pressure pain 15. Hsu H-C, Hsieh C-L, Lee K-T, Lin Y-W. Electroacupuncture reduces fibromyalgia pain
sensitivity is associated with differential analgesic response to verum and sham by downregulating the TRPV1-pERK signalling pathway in the mouse brain
acupuncture in fibromyalgia. Pain Medicine. 2017;18(8):1582–92. [Internet]. Acupunct Med. 2020 Jan 16; Available from:
3. Chen CT, Lin JG, Huang CP, Lin YW. Electroacupuncture attenuates chronic https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/31941349
fibromyalgia pain through the phosphorylated phosphoinositide 3-kinase signaling 16. Yen L-T, Hsu Y-C, Lin J-G, Hsieh C-L, Lin Y-W. Role of Asic3, Nav1.7 and Nav1.8 in
pathway in the mouse brain. Iran J Basic Med Sci. 2019;22(9):1085–90. Electroacupuncture-Induced Analgesia in a Mouse Model of Fibromyalgia Pain
4. Wu MY, Huang MC, Chiang JH, Sun MF, Lee YC, Yen HR. Acupuncture decreased the [Internet]. Acupunct Med. 2018 Apr 12;36(2):110–6. Available from:
risk of coronary heart disease in patients with fibromyalgia in Taiwan: A nationwide http://journals.sagepub.com/doi/10.1136/acupmed-2016-011244
matched cohort study. Arthritis Res Ther. 2017;19(1):1–10. 17. Iannuccelli C, Guzzo MP, Atzeni F, Mannocci F, Alessandri C, Gerardi MC, et al. Pain
5. Uğurlu FG, Sezer N, Aktekin L, Fidan F, Tok F, Akkuş S. The effects of acupuncture modulation in patients with fibromyalgia undergoing acupuncture treatment is
versus sham acupuncture in the treatment of fibromyalgia: A randomized associated with fluctuations in serum neuropeptide Y levels [Internet]. Clin Exp
controlled clinical trial. Acta Reumatol Port. 2017;2017(1):32–7. Rheumatol. 35 Suppl 2017; 1(3):81–5. Available
6. Díaz-Toral LG, Banderas-Dorantes TR, Rivas-Vilchis JF. Impact of Electroacupuncture from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28598785
Treatment on Quality of Life and Heart Rate Variability in Fibromyalgia Patients. J
Evidence-Based Complement Altern Med. 2017;22(2):216–22.

276 277
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

HUBUNGAN ANTARA KADAR KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA Abstract


TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PADA DIABETES MELITUS TIPE 2
Diabetes Mellitus (DM) is a type of non-communicable disease that is
Relationship Between Cholesterol And Trigliceride Levels On
still a public health problem, globally, regionally, nationally and locally. The
Cognitive Function In Diabetes Melitus Type 2 prevalence of DM worldwide is 1.9% and makes DM the seventh leading cause
of death in the world. one complication caused by DM is a decline in cognitive
Iin Novita Nurhidayati Mahmuda, Fairuz Ulfah, Mira Fitria Rahmawati,
Bestari Ayu Rahmania, Lydia Ekaputri Nuroctaviani function. Factors that trigger cognitive function include cholesterol levels and
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta high triglyceride levels. The purpose of this study was to determine the
Alamat email: innm209@ums.ac.id relationship of cholesterol levels and triglyceride levels on cognitive function in
Type 2 Diabetes Mellitus in one of the hospitals in Boyolali. This type of
research used in this study was an observational analytic study with a cross
Abstrak sectional approach. The sample in this study amounted to 51 respondents. The
sampling technique used in this study was purposive sampling technique. The
Diabetes Mellitus (DM) merupakan jenis penyakit tidak menular yang data analysis technique of this study was to use the chi-square test. From the
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, results of data analysis using the chi-square test, the results showed that there
nasional maupun lokal. Prevelensi DM didunia sebesar 1.9% dan menjadikan was a relationship between cholesterol levels and cognitive function with a p-
DM sebagai penyebab kematian ke tujuh di dunia. salah satu komplikasi yang value of 0.003 <0.05 and there was a relationship between triglyceride levels
ditimbulkan akibat penyakit DM adalah penurunan fungsi kognitif. Faktor- with cognitive function with a p-value of 0,000 <0.05. There is a relationship
faktor pencetus terjadinya fungsi kognitif diantaranya adaloah kadar between cholesterol levels and cognitive function. There is a relationship
kolesterol dan kadar trigliserida yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk between triglyceride levels and cognitive function.
mengetahui hubungan kadar kolesterol dan kadar trigliserida terhadap fungsi
kognitif pada Diabetes Melitus Tipe 2 di salah satu rumah sakit di daerah Keywords: Cholesterol, Triglycerides, Cognitive Function, Type 2 Diabetes
Boyolali. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 51 responden. Teknik sampling yang digunakan
pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Teknik analisa data
penelitian ini adalah dengan menggunakan uji chi-square. Dari hasil analisa
data dengan menggunakan uji chi-square, didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan antara kadar kolesterol dengan fungsi kognitif dengan nilai p-value
0.003 < 0.05 dan terdapat hubungan antara kadar trigliserida dengan fungsi
kognitif dengan nilai p-value 0.000 < 0.05. Kesimpulan Ada hubungan antara
kadar kolesterol dengan fungsi kognitif. Ada hubungan antara kadar
trigliserida dengan fungsi kognitif.

Kata Kunci: Kolesterol, Trigliserida, Fungsi Kognitif, Diabetes Melitus Tipe 2

278 279
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KORELASI ANTARA KADAR HEMOGLOBIN DAN STATUS Kesimpulan. Terdapat korelasi negatif antara kadar Hb dan skor kemampuan
FUNGSIONAL PASIEN KANKER DI RUANG RAWAT INAP BAGIAN fungsional pasien kanker.
PENYAKIT DALAM RSMH PALEMBANG Kata kunci: kadar Hb, status fungsional, kanker
Sartika Sadikin*, Mediarty Syahrir **, M Ali Apriansyah***
*
Peserta PPDS Sp1 Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH Daftar Pustaka
** Divisi Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH Palembang 1. Lind M, Vernon C, Cruickshank, Wilkinson P, Littlewood T, Stuart N, et al. The level
** Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri/RSMH Palembang of haemoglobin level, in anaemic cancer patients correlates positively with
quality of life. Brit. Jour of Cancer. 2002;86: 1234-49.
2. Rini Noviyani, Ketut Tunas, Ayu Indrayathi, Nyoman G. Budiana. Uji Validitas dan
Abstrak Reliabilitas Kuesioner EORTC QLQ C-30 untuk Menilai Kualitas Hidup Pasien
Kanker Ginekologi di RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia.
2016; 106–14
Pendahuluan. Anemia merupakan kondisi umum pada pasien kanker dan 3. Lionel Uwer, Christine Rotonda, Francis Guillemin, Joëlle Miny, MarieChristine
dikaitkan dengan keluhan fatigue, yang seringkali menyertai pasien kanker Kaminsky. Responsiveness of EORTC QLQ-C30, QLQ-CR38 and FACT-C quality of
dan mempengaruhi status fungsional. Status fungsional yang terganggu akan life questionnaires in patients with colorectal cancer. Health and Quality of Life
menyebabkan menurunnya kualitas hidup. Salah satu instrumen untuk Outcomes 2011, 9:70
mengukur kemampuan fungsional dari kualitas hidup pasien kanker adalah 4. Perwitasari DA. Quality of life measurement in cancer patients before and after
European Organisation for Research and Treatment of Cancer Quality of Life chemotherapy with EORTC QLQ-C30 in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. [Internet]
Questionnairre (EORTC QLQ-C30).
1-4
[July, 14th2016; cited Febuary 22nd2020] available from
http://indonesianjpharm.farmasi.ugm.ac.id/index.php/3/article/view/44
Metode. Penelitian analitik korelatif ini dilakukan dengan metode
crosssectional. Sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosis kanker yang
dirawat di Bagian Penyakit Dalam. Kadar hemoglobin (Hb) saat awal
perawatan diperoleh dari rekam medis. Sampel penelitian diedukasi untuk
mengisi skala fungsional EORTC QLQ-C30 dengan 4 skala keparahan, dimana
skala 4 menyatakan kemampuan fungsional terendah. Total skor pada skala
status fungsional dikalkulasikan lalu korelasinya dengan kadar Hb dianalisis
dengan korelasi Pearson, dengan confidence interval 95% dengan derajat
kemaknaan p < 0.05.

Hasil. Sampel penelitian berusia 46.75±13.75 tahun, jenis kelamin laki-laki


55% dan 75% diagnosis kanker solid (kanker paru, hepatoma, kanker
kolorektal), dan performance status >70% sebesar 55%. Kadar Hb dan
kemampuan fungsional berturut-turut adalah 10.55±1.22 gr/dL dan
17.85±6.9. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif kuat antara kadar Hb
dan skor kemampuan fungsional pasien kanker.

280 281
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

ANGKA KEJADIAN DEPRESI PADA PASIEN PALIATIF Kesimpulan. Didapatkan angka kejadian depresi pada pasien paliatif yang
DI RUANG RAWAT INAP RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG dirawat di RSMH periode Januari s/d Desember 2019 adalah 192 orang dari
seluruh departemen yang ada di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Angka
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2019 kejadian depresi pada keganasan didapatkan 108 orang (86,4%), sedangkan
pada non-keganasan 17 orang (13,6%).
Shinta Suharno *, M. Ali Apriansyah **
*Peserta PPDS Sp1 Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH Palembang
** Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH Palembang Kata kunci : Depresi, Perawatan Paliatif, ICD-10

Abstrak

Pendahuluan. Penyesuaian pada individu yang mengalami terminal illness


pada pasien paliatif umumnya mengikuti pola-pola tahapan yang dapat
diprediksi secara berbeda oleh setiap penderita, seperti depresi. Pada
penelitian review sistematik pada 10 penelitian pada populasi yang menerima
pelayanan paliatif, didapatkan angka kejadian depresi diperkirakan 15%
(berkisar 5-26%). Depresi yang tidak diobati dapat memperburuk perjalanan
dan prognosis penyakit yang dialami pasien paliatif.

Metode. Cross Sectional deskriptif, data dikumpulkan dengan menggunakan


data rekam medis mulai Januari sampai dengan bulan Desember 2019.
Kuesioner yang memuat data identitas pasien, diagnosis, penilaian skrining
dan pengkajian pasien paliatif. Penilaian berat atau ringannya depresi
menggunakan ICD-10.

Hasil. Total pasien rawat inap yang dikonsulkan ke Tim Paliatif RSMH
Palembang periode bulan Januari s/d Desember 2019 adalah 192 orang.
Terdiri dari total jumlah 170 orang pasien keganasan (malignancy) dan total
jumlah 22 orang pasien non-keganasan. Didapatkan jumlah 125 orang (65,1%)
yang mengalami depresi, dan 67 orang (34,9%) yang tidak depresi. Pada
pasien yang mengalami depresi, didapatkan depresi ringan 44 orang (35,2%),
depresi sedang 62 orang (49,6%), dan depresi berat 19 orang (15,2%). Jenis
kelamin laki-laki 84 orang (43,75%), dan perempuan 108 orang (56,25%).
Angka kejadian depresi pada keganasan didapatkan 108 orang (86,4%),
sedangkan pada non-keganasan 17 orang (13,6%).

282 283
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KORELASI DERAJAT KEPARAHAN DEPRESI DAN DISPEPSIA Kesimpulan. Kortisol serum berkolerasi positf sangat kuat dengan derajat
FUNGSIONAL DENGAN KORTISOL SERUM DI POLIKLINIK RSMH keparahan depresi namun berkorelasi negatif sedang dengan dispepsia
fungsional di poliklinik RSMH Palembang.
PALEMBANG
Kata kunci : Dispepsia fungsional, depresi, kortisol serum, skor BDI , skor
Sipta Pebrianti* , M.Ali Apriansyah* , Syadra Bardiman** , Erial Bahar***
*Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK-UNSRI/RSMH Palembang PADYQ
**Divisi Gastroenterohepatologi Ilmu Penyakit Dalam FK-UNSRI/RSMH Palembang
***Falkutas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Daftar Pustaka
1. Longstreth GF, 2004. Functional dyspepsia . Diakses dari Up To date ,
Abstrak September 2004.
2. Zubir N,2002.Diagnosis dan Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional. Editor:
Pendahuluan. Dispepsia fungsional adalah penyakit bersifat kronik berupa Asman Manaf, Elfizon Amir, Fauzar : Naskah lengkap PIB IPD III , Bag Penyakit
kumpulan gejala dan dipercaya menimbulkan depresi yang dapat Dalam FKUA, Padang:115-22.
3. Vythilingam M, Gill JM, Luckenbaugh DA, Gold PW,Collin C, Bonne O (2010).
meningkatkan asam lambung, dismotilitas saluran cerna, inflamasi dan
Low early morning plasma cortisol in posttraumatic stress disorder is
hipersensitif visceral. Derajat keparahan depresi menggunakan skor beck associated with co-morbid depression but not with enhanced glucocorticoid
depression inventory (BDI) dan dispepsia fungsional menggunakan skor porto feedback inhibition, Psychoneuroendocrinology 35 (3): 442-450.
alegre dyspeptic symptoms questionnaire (PADYQ). Di indonesia belum ada 4. Wagner KD, Brent DA. Depressive disorders and suicide. In : Sadock BJ,
publikasi yang menelitian korelasi derajat keparahan depresi dan dispepsia Sadock VA. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry. 9
fungsional dengan kortisol serum di poliklinik RSMH Palembang thEd., 2010; 3652-3663.
5. Arya A, Kumar T. Depression: a review. J Chem Pharm Res 2011, 3(2) : 444-53.
Metode. Penelitian observasional analitik korelasi dengan desain pendekatan 6. Grigoriadis S,Robinson GE.Gender issues in depression.Annal of Clinical
potong lintang. Subjek penelitian adalah pasien dispepsia fungsional dan Psychiatry 2007;19(4):24755.
depresi di poliklinik RSMH Palembang yang dilakukan endoskopi, dihitung skor 7. American Gastroenterological Association Technical Review on the
Evaluation of Dyspepsia. Gastroenterology 2005;129:1756-80.
BDI dan skor PADYQ kemudian di ukur kadar kortisol serum. Analisis Spearman
8. Talley NJ, Phung G, Kalantar JS. ABC of The Upper Gastrointestinal.
digunakan untuk menilai korelasi derajat keparahan depresi dan dispepsia Indigestion ;when is it functional ?. BMJ 2001 ; 323 : 1294 – 7.
fungsional dengan kortisol serum. 9. Solet GA, Samson M, Roelafs JM, t al. Responses to gastric distension in
functional dyspepsia. Gut 1998; 42: 823-9.
Hasil. Subjek penelitian terdiri dari perempuan adalah 16 orang(53,3%) dan 10. Allescher HD. Functional dyspepsia – A multicausal disease and its therapy.
laki-laki 14 orang(46,7%) , median kortisol 6,0 (2,93-15,8 ug/dl), Skor BDI Phytomedicine 2006;13:2-11.
ringan (26,7%), sedang (40,0%), berat (33,3%) dan skor PADYQ normal 11. Daldiyono, Asrul H, Hamzah S. Aspek psikis pada kelainan gastrointestinal :
(20,0%), ringan (46,7%), sedang (23,3%), berat (10,0%). Didapat korelasi Tinjauan Khusus Ansietas dan depresi pada Dispepsia Non Ulkus. Naskah
positif sangat kuat yang bermakna antara derajat keparahan depresi dengan lengkap Simposium Current Diagnosis and treatment in Internal Medicine,
kortisol serum, korelasi negatif kuat yang bermakna antara derajat keparahan Perkembangan di Bidang Psikosomatik, Jakarta:2002.
12. Eller T, Vasar V, Shlik J, Maron E. Pro-inflammatory cytokines and treatment
depresi dengan dispepsia fungsional dan korelasi negatif sedang bermakna
response to escitalopram in majordepressivedisorder. Prog
antara derajat keparahan dispepsia fungsional dengan kortisol serum. Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry.2008;32:445– 450.

284 285
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

13. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of GAMBARAN PASIEN PALIATIF DI RUANG RAWAT INAP
Mental Disorders. 5th ed. Text revision. Washington DC. 2014;429-430.
14. Belmaker RH, Agam G. Mechanism of disease: Major Depressive Disorder.N RSUP DR. MOH. HOSEIN PALEMBANG PERIODE 2016-2019
Engl J Med 2008;358:55-68.
15. Pariante CM, Lightman SL. The HPA axis in major depression: classical Yulia Nugraha *, M. Ali Apriansyah **
theories and new developments. Trends Neurosci 2008;31:464-468. *Peserta PPDS Sp1 Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH Palembang
16. Jackson JL, O'Malley PG, Tomkins G, Balden E, Santoro J, Kroenke K. ** Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI/RSMH Palembang
Treatment of Functional gasterointestinal disorders with anti depressant
medication; a meta analysis. Am J Med, 2000; 108 (1) : 65-72 (abstract).
17. Sakakibara, Y.; Katoh, M.; Kawayanagi, T.; Nadai, M. Species and tissue Abstrak
differences in serotonin glucuronidation. Xenobiotica 2015, 1–7.
18. Azpiroz F., Bouin M., Camilleri M., Mayer E.A., Poitras P., Serra J., Spiller R.C.:
Neurogastroenterol. Motil. 19 (Suppl. 1), 62 (2007).
Pendahuluan. Pelayanan perawatan paliatif adalah pelayanan interdisiplin
19. Dickerson LM, D Pharm, King DE. Evaluation and Management of Non ulcer yang memfokuskan pelayanannya pada peningkatan kualitas hidup pasien
Dyspepsia.Am Fam Physician 2004 ; 70 : 107-14. yang menderita penyakit serius. Pada waktu dahulu pelayanan paliatif lebih
20. Hobson AR, Aziz Q. Brain imaging and functional gastrointestinal disorders: ditujukan kepada pasien-pasien kanker, tetapi dengan berjalannya waktu,
has it helped our understanding. Gut 2004;53:1198–206. kondisi penyakit kronik progresif lainnya seperti gagal jantung, penyakit paru
obstruktif menahun, gagal ginjal kronik, stroke dan HIV/AIDS memerlukan
perawatan ini. Di negara maju, diperkirakan 70% kematian berasal dari
penyakit-penyakit tersebut. Data terkini memperlihatkan bahwa hanya 14%
pasien yang mendapat perawatan paliatif pada akhir kehidupan.

Metode. Cross Sectional deskriptif, data dikumpulkan dengan menggunakan


data rekam medis, kuesioner yang memuat data identitas pasien, diagnosis,
penilaian skrining dan pengkajian pasien paliatif.

Hasil. Total pasien rawat inap yang dikonsulkan ke Tim Paliatif RSMH
Palembang periode bulan Juni 2016 sampai dengan bulan Desember 2019
adalah 432 pasien, terdiri dari 27 orang yang dikonsultasikan dari bulan Juni
sampai Desember 2016; sejumlah 81 orang pada tahun 2017; sejumlah 132
orang pada tahun 2018, dan sejumlah 192 orang pada tahun 2019. Terdiri dari
total jumlah 375 orang pasien keganasan (malignancy) dan total jumlah 57
orang pasien non-keganasan. Dari pasien paliatif yang dirawat tersebut
didapatkan 187 orang (43,29 %) laki-laki dan 245 orang (56,71%) perempuan.
Pasien dirawat tersebar diseluruh Departemen yang ada dibangsal rawat inap
RSMH Palembang. Pasien kasus keganasan terbanyak adalah Ca Mammae.

286 287
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Kasus non-keganasan terbanyak adalah CKD Stage V, sisanya adalah Stroke KORELASI ANTARA KADAR 25(OH)D SERUM DAN GEJALA
Non-Hemoragik, HIV/AIDS, PPOK, gagal jantung berat. DEPRESI PADA PASIEN ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY
SYNDROME DI POLIKLINIK MELATI RUMAH SAKIT
Kesimpulan. Terdapat angka pasien paliatif yang semakin meningkat yang
memerlukan perawatan paliatif di RSMH dari periode Juni 2016 sampai MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Desember 2019. Total jumlah pasien adalah 432 pasien dari seluruh
Departemen yang ada di RSMH. Terdiri dari 375 (86,8%) pasien yang M. Ali Apriansyah*, M. Ikhsan AN*, Mediarty Syahrir**, Erial Bahar***
*Divisi Psikosomatik Departeman Ilmu Penyakit Dalam FK-UNSRI/RSMH Palembang
mengalami penyakit keganasan dan 57 (13,2%) pasien non-keganasan. **Divisi Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam FK-UNSRI/RSMH Palembang
***Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang
Kata kunci : Perawatan Paliatif, Skrining Paliatif, Pengkajian Paliatif

Abstrak

Pendahuluan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan


kumpulan gejala yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Prevalensi hipovitaminosis D pada penderita HIV/AIDS bervariasi antara
29-73%, prevalensi gangguan psikosomatik pada ODHA dilaporkan antara 5%
dan 23%. Belum ada publikasi mengenai korelasi antara kadar 25(OH)D serum
dan gejala depresi pada pasien AIDS. Penelitian ini bertujuan menganalisis
korelasi antara kadar 25(OH)D serum dan gejala depresi pada pasien AIDS di
poliklinik Melati Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.

Metode. Penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang.


Penelitian ini dilakukan di poliklinik Melati RSMH Palembang, sejak bulan
Oktober 2014 sampai dengan bulan April 2015. Subjek penelitian adalah
pasien AIDS yang mengalami gejala depresi berdasarkan nilai skor Beck
Depression Inventory (BDI). Kadar 25(OH)D serum diperiksa dengan metode
Chemiluminescent Immunoassay (CLIA).

Hasil. Dari 41 orang subjek didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 25


orang (61%). Pasien yang memiliki kadar 25(OH)D > 30 ng/ml sebanyak 4 orang
(9,8%), kadar 25(OH)D 10-30 ng/ml sebanyak 28 orang (68,2%) dan kadar
25(OH)D < 10 ng/ml sebanyak 9 orang (22%). Pasien yang mempunyai gejala
depresi ringan didapatkan sebanyak 21 orang (41,2%), depresi sedang

288 289
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

sebanyak 16 orang (39%) dan depresi berat sebanyak 4 orang (9,8%). Analisis RISPERIDONE VERSUS OLANZAPINE FOR THE MANAGEMENT
statistik menunjukkan korelasi yang bermakna antara kadar 25(OH)D serum OF PSYCHIATRIC ADVERSE EFFECTS IN PATIENTS
dan gejala depresi (r = -0,511, p < 0,001)
RECEIVING STEROID THERAPY
Simpulan. Terdapat korelasi negatif dengan kekuatan sedang yang bermakna
Firshan Makbul
antara kadar 25(OH)D serum dan gejala depresi pada pasien Acquired Immune Faculty of Medicine, Hasanuddin University, Makassar, Sulawesi Selatan
Deficiency Syndrome di poliklinik Melati RSMH Palembang.

Kata Kunci: Kadar 25(OH)D serum, Gejala Depresi, AIDS Introduction: Steroids are one of the most commonly prescribed group of
drugs for patients with palliative care. Populations that receive ongoing
steroid therapy require regular monitoring because it has major side effects.
Psychiatric side effects associated with the use of steroid are also widespread,
including irritability, emotional lability, insomnia, and cognitive impairment, to
severe psychotic symptoms including mania, paranoia, and hallucinations.
Both risperidone and olanzapine studies showed us that significant
improvement in treating patients with steroid-induced mental disorder.

Objective: The primary outcome was to conclude the difference outcome


between these two approaches. This will help to identify the best overall
potential of these developments.

Methodology: Reviewer independently screened articles identified from


PubMed, Cochrane Library, Google Scholar, Science Direct databases for
relevant clinical trials and case reports published in English language. We will
follow the recommendations by the Cochrane Collaboration and the Preferred
Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analysis (PRISMA)
statement.

Results: We identified 13 pertinent cases, including 8 case reports treated with


risperidone and 6 case reports treated with olanzapine. Elderly, children and
people with long-term steroid use are vulnerable populations. Our patients
illustrate that adverse effect presentation of steroid-induced mental disorder
varies from patient to patient. Most of them were responsive to low-to-high
doses of risperidone or olanzapine. Patients treated with risperidone

290 291
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

experience improvement in psychiatric symptoms within an average of 3 EVIDENCE BASED CASE-REPORT :


weeks while those treated with olanzapine experience a variable time of EFEKTIVITAS TERAPI KOGNITIF PERILAKU
improvement. No serious adverse effects were observed among these case
UNTUK GANGGUAN PSIKOSOMATIK PADA PPOK
reports.
Edward Faisal​1, Hamzah Shatri​1,2​, Rudi Putranto​1
Conclusion: Overall, these studies show that risperidone and olanzapine are 1​
Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
similarly effective. Evidence about the role of risperidone and olanzapine for Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
2.​
steroid-induced mental disorder is still limited to case series and case reports Komite Etik dan Hukum RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
only. Our review suggests that larger-scale RCTs are urgently required to assess
the effectiveness and tolerability of these drugs for steroid-induced mental
disorder. Abstrak

Pendahuluan. Pasien PPOK memiliki risiko terjadinya gangguan psikosomatik.


Prevalensi gangguan ansietas dan depresi adalah 30-90% dan 13-70% pada
PPOK.1 Menurut rekomendasi GOLD 2 (2020), gangguan ansietas dan depresi
adalah penyakit komorbid penting pada PPOK dan berhubungan dengan
prognosis yang buruk. Gangguan psikosomatik sering underdiagnosed pada
PPOK. Komorbiditas gangguan psikosomatik akan memperburuk kondisi
pasien PPOK yang sudah mengalami penurunan kualitas hidup akibat dari
penyakitnya. Usaha untuk mengurangi gejala PPOK dan gangguan
psikosomatik adalah terapi kognitif perilaku (Cognitive Behavioral
Therapy/CBT).3

Metode. Literatur dicari melalui PubMed, Cochrane, dan Google Scholar pada
tanggal 27 Februari 2020. Kata kunci yang digunakan adalah cognitive
behavioral therapy, anxiety, depression, COPD. Kemudian disesuaikan dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil. Dari 2 artikel yang memenuhi syarat, yang memenuhi syarat adalah
sebuah meta analisis yang dilakukan oleh Li, dkk,–4 dengan judul Mind–Body
Exercise for Anxiety and Depression in COPD Patients: A Systematic Review and
Meta-Analysis dan dipublikasikan dalam International Journal Environmental
Research and Public Health.

292 293
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Diskusi. Gangguan psikosomatik dan PPOK terjadi dua arah. Mekanisme FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEPRESI
hubungan PPOK dan gangguan psikosomatik masih belum diketahui jelas. PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI
Tatalaksana paru dilakukan secara rehabilitasi komprehensif. – 5, 6 Tujuan HEMODIALISIS DI RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG
terapi kognitif perilaku adalah meningkatkan kapasitas otak untuk
mempengaruhi fungsi tubuh dan mengurangi gejala. Mind-body therapy Langgeng Perdhana1, Shofa Chasani2, Siti Nuraini3
(MBT) adalah salah satu bagian dari terapi kognitif.–7 Pengkajian kritis pada 1
Dokter Umum, Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang
2
studi meta analisis Li, dkk.–4 menunjukkan validitas yang baik, dan penting Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Ginjal dan Hipertensi, Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang
untuk dibaca. 3. Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

Kesimpulan. Terapi kognitif cukup efektif untuk gangguan psikosomatik pada


PPOK Pendahuluan. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatri yang sering
ditemukan pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang menjalani
Referensi hemodialisis. Depresi dapat menyebabkan perburukan kondisi fisik pasien
1. Xiao T, Qiu H, Chen Y, Zhou X, Wu K, Ruan X, dkk. Prevalence of anxiety and yang berakibat menurunnya kualitas hidup pasien dan keadaan ini dapat
depression symptoms and their associated factors in mild COPD patients from meningkatkan kematian hingga 46%. Faktor tingkat pendidikan, lama
community settings, Shanghai, China: a cross-sectional study. BMC Psychiatry. menjalani HD dan jenis vaskular diduga berhubungan dengan depresi pada
2018;18 1-7. pasien yang menjalani HD.
2. GIFCOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Lung Disease: 2020 Report Global Initiative For Chronic Metode. Penelitian dengan desain cross sectional ini dilaksanakan pada
Obstructive Lung Disease; 2020. Februari 2020 di Unit Hemodialisis RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
3. Sohanpal R, Pinnock H, Steed L, Marshall KH, Chan C, Kelly M, dkk. Tailored,
Penelitian ini menggunakan total consecutive sampling dengan kriteria inklusi
psychological intervention for anxiety or depression in people with chronic
yakni menjalani HD ≥3 bulan, frekuensi HD 2x seminggu, berusia ≥18 tahun,
obstructive pulmonary disease (COPD), TANDEM (Tailored intervention for
kesadaran compos mentis, tidak terdapat gangguan psikiatri sebelumnya dan
ANxiety and DEpression Management in COPD): protocol for a randomised
controlled trial. Trials. 2020;21.
bersedia ikut dalam penelitian. Sedangkan pasien yang didapatkan
4. Li Z, Liu S, Wang L, Smith L. Mind–Body Exercise for Anxiety and Depression in ketidaklengkapan data, tidak dapat diajak komunikasi, dirawat di RS lain dan
COPD Patients: A Systematic Review and Meta-Analysis. Int J Environ Res Public menjalani Travelling HD dieksklusi dari penelitian. Pada penelitian ini
Health. 2020;17:1-15. dilakukan pengambilan data berupa pendidikan terakhir, lama HD, jenis akses
5. Yohannes AM, Alexopoulos GS. Depression and anxiety in patients with COPD. vaskular serta status depresi. Status depresi diperoleh menggunakan
Eur Respir Rev. 2014;23:345–9. kuesioner Beck Depression Inventory II (BDI-II) yang diterjemahkan ke dalam
6. Tselebis A, Pachi A, Ilias L, Kosmas E, Bratis D, Moussas G, dkk. Strategies to bahasa Indonesia. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis
improve anxiety and depression in patients with COPD: a mental health menggunakan SPSS 18.0, dianalisis bivariat menggunakan chi square.
perspective. Neuropsychiatr Dis Treat. 2016;12:297-38.
7. Bertisch SM, Wee CC, Phillips RS, McCarthy EP. Alternative Mind-Body Therapies Hasil. Pada penelitian ini ditemukan 44,8% responden mengalami depresi
Used by Adults with Medical Conditions. J Psychosom Res. 2009;66: 511–9. yang terbagi menjadi 56,4% mengalami depresi ringan, 15,4% depresi sedang,
dan sisanya 28,2% depresi berat. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan adanya
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan (p=0,028), lama HD

294 295
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

(p=0,006), dan penggunaan kateter double lumen (p=0,005) terhadap depresi PALLIATIVE CARE FOR CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY
pada pasien dialisis. DISEASE WITH ACUTE ON CHRONIC RESPIRATORY FAILURE :
Diskusi. Pasien dengan tingkat pendidikan rendah beresiko 1,8 kali mengalami A CASE REPORT
depresi dibandingkan dengan tingkat pendidikan tinggi. Dikarenakan tingkat
pendidikan tinggi memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas dan Angela Franzeska Natalia
pendidikan merupakan modal awal perkembangan kognitif yang dapat menjadi General Practitioner - RS Pantiwilasa dr. Cipto , Semarang, Indonesia
Correspondency : enjifranzeska@gmail.com ; +6287 8888 000 97
mediator antara suatu kejadian dan mood. Disamping itu, pasien dengan yang
menjalani HD <12 bulan beresiko 1,9 kali mengalami depresi dibandingkan
dengan pasien yang menjalani HD ≥12 bulan. Hal ini dikarenakan semakin lama
menjalani HD maka akan menjadi lebih mudah beradaptasi dan dapat Abstract
mengatasi stressor yang timbul. Selain itu, penggunaan kateter DL beresiko 2,2
kali mengalami depresi dibanding dengan kelompok pasien yang tidak Introduction. Causes of death in patients with COPD include acute on chronic
menggunakan kateter DL sebagai akses vaskular. Hal ini dikarenakan respiratory failure (30%), heart failure (13%), pulmonary infections,
penggunaan AVF memiliki aliran yang lebih tinggi sehingga adekuasi dialisis pulmonary embolism, cardiac arrhythmias and lung cancer. Dyspnea is the
lebih tercapai sehingga penurunan toxin uremi dan koreksi anemia lebih baik most common and distressing symptom in COPD patients, which finally
pada penggunaan AVF. Selain itu, posisi pemasangan CVC dapat mengganggu becomes refractory to routine care, and requires a shift from therapeutic goals
penampilan dan menyebabkan rasa minder dan kurang percaya diri yang dapat of prolonging survival to palliative care of relieving symptoms, improving
menyebabkan depresi. function, and enhancing quality of life. Patients who are offered palliative care
are given an opportunity for communication between the patient, family and
Kesimpulan. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan, provider about their disease, how to cope, and what to expect at their end of
lama HD dan penggunaan kateter DL dengan depresi pada pasien yang
life.
menjalani HD. Hal ini dapat menjadi perhatian agar pasien yang mengalami
depresi dapat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan psikiater, serta
diperlukan edukasi dan tausyiah di lingkungan HD untuk dapat meningkatkan Case Illustration. A 72 years old male came to the ER with shortness of breath
pengetahuan dan rasa ikhlas pasien dalam menerima kondisi penyakitnya saat since a day before admission which was exaggerated the last two hours. He
ini, dan dapat segera beralih menggunakan AV Fistula sebagai akses vaskular experienced productive cough and fever since the last two days. Patient also
yang bersifat permanen. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi lamented chest pain and cold sweat. He had history of COPD and hypertension
rekomendasi bagi seluruh unit HD di Indonesia untuk dapat melakukan but not routinely visited doctor.
skrining, asesmen dan pelaporan mengenai kondisi psikologis pasien yang On the initial examination the patient was conscious with glascow coma
menjalani HD. scale of 15, high blood pressure (199/104 mmHg), tachycardia (121 bpm) with
o
the monitor showing atrial fibrillation, high temperature (38,6 C), tachypneu
Kata Kunci. Depresi, Tingkat Pendidikan, Akses Vaskular, Lama Hemodialisis, (32-35 breaths per minute), and desaturated (SpO2 81%). On the physical
Kateter Double Lumen, Hemodialisis, Penyakit Ginjal Kronis. examination we found rhonchi and wheezing with chest wall retractions. The
laboratory result showed leukocytosis (12,3x103/µL) and arterial blood gas
analysis showed hypercapnea (pCO2 51 mmHg).

296 297
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

The patient was assesed with chronic obstructive pulmonary disease A CASE REPORT 50 Y.O. WOMEN WITH CARCINOMA OVARIUM
with acute on chronic respiratory failure, atrial fibrillation with rapid STAGE IV POST CHEMOTERAPHY, SEVERE DEPRESSION
ventricular response, hypertensive crisis. We offered mechanical ventilation
and ICU admission, but his family agreed to a “do not resuscitate” and elected Prihandhi JM*, Indra SP*. Ratih A**
for no intubation, feeding tubes, invasive procedures of transfers to ICU. *
Internal Medicine Resident at Moewardi Hospital
**
The patient received O2 10 lpm with nonrebreathing mask, inhalation Intenist of Moewardi Hospital
therapy of bronchodilators combined with steroid, antihipertensive and
antiarrythmia medication, paracetamol, benzodiazepin and antidepressant.
The patient then admitted to the ward. He died at the third day of care. His Abstract
family thanked us because he had died the way he wanted.
Introduction. Depression is a mood disorder characterized by moodiness and
Discussion. The management of acute or chronic respiratory failure can be sadness that is deep and ongoing so that the loss of passion in life. Depression
1
managed be either noninvasive ventilation (NIV) or invasive ventilation with affects up to 20%, and anxiety 10%, of patients with cancer.
endotracheal tube. Our patient actually was a candidate for NIV. According to Ovarian cancer (OvCa) is the most common gynaecological cancer and
2
a study, 40-50% of patients with COPD are found to have depression, which is the seventh highest cause of cancer mortality. Further, age and gender have
often untreated and is an independent predictor of mortality. Therefore, drug been consistently identified as significant correlates of anxiety, depression,
3
therapy of COPD in palliative care include benzodiazepines to control anxiety, and problems in daily living among cancer patients. This service begins when
antidepressants to improve mood, opioids and oxygen to control the patient is diagnosed and given concurrently with a specific therapy.
breathlessness.
The optimal time for the discussion of advanced directives and goals of Case Ilustration. A women, 50 year-old, come to the hospital with chief
care should be early in the disease couse as a outpatient, not after an complaint nausea almost every meal and drink. The patient also feels
exacerbation or hospitalization. sometimes pain, burning and bloating. This makes the patient's appetite go
down. The patient has been diagnosed with carcinoma ovarium since August
Conclusion. Important in the management of a patient with COPD, at any 2018 with metastasis. The patient has been on chemotherapy before. The
stage in the disease spectrum, is the discussion of goals of care. Without proper patien consuled to psychosomatic poly by the obsgyn department.
communication and documentation, patients' wishes are unknown resulting in On physical examination it was found that general condition appeared
0
aggressive management at time of acute respiratory failure, which the patient weak, compos mentis, GCS E4V5M6, BP 110/70 mmHg, HR 86 x/m, t 36.1 C, RR
and family are not always wished for. 20 x/m, Sp.02 99%, thoracic breath sounds vesicular +/ +, crackles -/ -,
abdomen within installed ileustomi in the lumbar region sinistra.
Depression screening examination in patients with the results: M (+) I
(+) S (+) G (+) E (-) C (-) A (-) P (-) S (+). PHQ-9 = 25 (Severe Depression) and GAD-7
= 5 (No Worry). A palliative screening score = 7, indicates the need for palliative
intervention. Palliative prognostic score = 4, showing a 30-survival
probability> 70%. PSQI score = 14.

298 299
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Working diagnose in this patient are carcinoma ovarium stage IV post A CASE REPORT MINOR DEPRESSION IN 82 Y.O. MAN WITH ACUTE
chemotherapy, severe depression. Precipitation factor in patient to become EXACERBATION OF CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE
depression are death mind and chemotherapy that is not advanced. The WITH COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA, SECONDARY
aggravation factors between nausea, vomiting, difficulty sleeping, left breast INFECTION, GERIATRIC ANOREXIA, AND HYPOALBUMINEMIA
pain, weakness, sometimes swollen and painful left arm, husband's mind.
Therapy for the patient are domperidon 10mg / 12 hours, fluoxetine Yoga P*, Evan E*, Ratih A**
*
10mg / 24 hours. Patien also gived psikoeducation to help improve problem Internal Medicine Resident at Moewardi Hospital
**
Internist of Moewardi Hospital
solving and communication skills between patient and medical team.

Discussion. Based on the anamnesis, physical diagnostics, and laboratory


Abstract
findings, the patient is diagnosed with carcinoma ovarium stage IV post
chemotherapy, severe depression. The ad vitam and ad functionam prognosis Introduction. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a severe
of this patient is dubia ad malam, therefore the patient is in need for paliaitif pulmonary disease that often times hard to treat which has great impact on
care. the patient's general physical condition, functioning, and quality of life.1
Patient with COPD often present with depression and anxiety symptoms, even
Keywords: depresion, carcinoma ovarium, chemotherapy in mild degree of COPD, which correlate to quality of life of the patient.
Psychological aspects in COPD patients need to be asessed carefully.2
Refference
1. Pitman A, Suleman S, Hyde N, Hodgkiss A. Depression and anxiety in patients Case Ilustration. A 83 year-old man came to the emergency room with chief
with cancer. BMJ. 2018 Apr 25;k1415. complain of shortness of breath since 2 weeks before admission. This patient
2. Watts S, Prescott P, Mason J, McLeod N, Lewith G. Depression and anxiety in had cough with yellowish sputum, but with absence of wheezing and fever. He
ovarian cancer: a systematic review and meta-analysis of prevalence rates. BMJ was diagnosed with COPD since October 2019.
Open. 2015 Nov;5(11):e007618. The patient has a wife and 5 children. He has 1 daughter who has
3. Bergerot CD, Mitchell H-R, Ashing KT, Kim Y. A prospective study of changes in mental retardation, haven't been married and still live with the patient. His
anxiety, depression, and problems in living during chemotherapy treatments: other children already left home and had their own families. Patient currently
effects of age and gender. Support Care Cancer. 2017 Jun;25(6):1897–904. stay at home and not working. Two weeks before admission patient
complained about difficulty to begin to sleep and loss of appetite.
On physical examination it was found that general condition appeared
weak, compos mentis with Glasgow Coma Scale E4V5M6, blood pressure
0
115/62 mmHg, heart rate 85x/minute, temperature 36.4 C, respiratory rate
22x/minute, anaemic conjunctiva was not found, physical examination of the
heart within normal limits, and in pulmonary physical examination thoracic
breath sounds vesicular and crackles were found in both hemithorax but with
absence of wheezing. Abdomen within normal limits.
Laboratory finding of blood examination: hemoglobin 11,6 g/dl,
leucocyte count 6.16 x10^3 /uL, platelet count 339.000 /uL, hematocrite
300 301
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

41,6%, with random blood glucose 74 mg/dL, natrium 125 mmol/L, potassium Keywords: COPD, pneumonia, anorexia, hypoalbuminemia, depression,
4.7 mmol/L, chloride 100.5 mmol/L, blood ureua nitrogen 23.40 mg/dL, psychotherapy
creatinin 0,86 mg/dL, albumin 2,84 g/dL, SGOT 20 U/L, dan SGPT 17 U/L. On
Chest X-Ray an increased of bilateral bronchovesicular pattern, homogenous Reference:
opacity that covered laterobasal aspect minimally, and cardiothoracic ratio of 1. Stage, K. B., Middelboe, T., Stage, T. B., & Sørensen, C. H. (2006). Depression in
0.55 were found, which concluded brochitis, minimal left pleural effusion, and COPD ? management and quality of life considerations. International Journal of
cardiomegaly. COPD, 1(3), 315–320. https://doi.org/10.2147/copd.2006.1.3.315
Depression screening result of the patient as follow: loss of Interest (+), 2. Di Marco F, Verga M, Reggente M, Maria Casanova F, Santus P, Blasi F, et al.
Anxiety and depression in COPD patients: The roles of gender and disease
Sleep disorder (+), and Appetite disorder (+). Hospital Anxiety and Depression
severity. Respiratory Medicine [Internet]. 2006 Oct;100(10):1767–7axis4.
Scale (HADS) scoring for this patient Depression 10 and Anxiety 2 and the Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2006.01.026
Palliative screening score for this patient is 7.
The multiaxial diagnosis of the patient were: Axis I: Minor Depression,
Axis II no diagnosis, Axis III: acute exacerbation of COPD with CAP secondary
infection, anorexia, geriatric, hypoalbuminemia, Axis IV: daughter who has
mental retardation as predisposing factor, COPD as precipitating factor,
Nausea and loss of appetite as aggravating factor, Axis V: GAF 70-61.

Discussion. Based on anamnesis, physical examination, laboratory, and


radiology finding, the working diagnosis for this patient were minor
depression, acute exacerbation of COPD with community acquired pneumonia
secondary infection, anorexia, and hypoalbuminemia. Based on DSM IV
criteria for depressive disorder, patient had loss of interest, sleep disorder, and
appetite disorder. Therapy for the patient were Oxigenation with 3 lpm via
nasal canul, parenteral nutrition, injection of antibiotic Levofloxacin
750mg/24 hour, injection of Omeprazole 40mg/24 hour, and Farbiven :
Pulmicort 1:1 nebulization/8 hour, N-acetylcystein 200mg/8 hour, injection of
metoclopramid 10 mg if needed. Patient were also given supportive
psychotherapy to manage depressive symptom that the patient had where
pharmacological therapy were restricted to reduce the risk of polypharmacy in
elderly.
After treatement of his chronic condition, along with management of
depression symptom there was improvement on symptom of COPD. Patient
were easier to breath, nausea decreased significantly, and also there were
improved on mood and increase in appetite. The patient was discharged after
fourteen days of hospitalization and was planned to regularly visit to the
polyclinic.

302 303
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER PAYUDARA : status performa dengan menggunakan ECOG (Eastern Cooperative Oncology
LAPORAN KASUS Group) Score didapatkan skor 4. Pasien direncanakan untuk perawatan paliatif.
Selama dirawat, pasien ditangani oleh dokter, perawat, ahli gizi, farmasi,
Sisca Wulandari1, Noor Asyiqah Sofia 2 Agus Siswanto3 rohaniawan, petugas dari dinas sosial, dan mendapat pendampingan dari
1
Residen Ilmu Penyakit Dalam, FKKMK UGM / RSUP DR Sardjito, Yogyakarta petugas yayasan yang pernah merawat pasien.
2,3
Staf Divisi Psikosomatis,Bagian Ilmu Penyakit Dalam,FKKMK UGM/RSUP DR.
Sardjito,Yogyakarta. Diskusi: Penderita kanker akan mengalami masalah biologis, psikologis, sosial
dan spiritual. Masalah biologis penderita kanker yaitu nyeri kronis, intoleransi
aktivitas, dan gangguan citra tubuh. Masalah psikologis penderita kanker yaitu
Abstrak cemas dan ketakutan akan masa depan. Masalah sosial penderita kanker yaitu
malu, menilai diri negatif, menolak berinteraksi dengan orang lain. Masalah
Latar Belakang: Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker spiritual, penderita kanker merasa tidak yakin akan keberadaan Tuhan,
terbanyak di Indonesia. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus kanker payudara menganggap penyakit adalah hukuman, dan tidak mampu melakukan ibadah.
ditemukan berada pada stadium lanjut. Pasien dengan kondisi tersebut Perawatan paliatif lebih berfokus pada dukungan dan motivasi ke penderita.
mengalami penderitaan yang memerlukan pendekatan terintegrasi berbagai Kemudian setiap keluhan yang timbul ditangani dengan pemberian obat untuk
disipilin ilmu agar pasien memiliki kualitas hidup yang baik dan pada akhir mengurangi rasa sakit. Perawatan paliatif diperlukan karena setiap orang
hayatnya meninggal secara bermartabat. Paliatif membantu seorang berhak dirawat dan mati secara bermartabat. Perawatan paliatif adalah
penderita kanker untuk hidup lebih nyaman sehingga memiliki kualitas hidup kebutuhan mendesak seluruh dunia untuk orang yang hidup dengan kanker
yang lebih baik. Hal ini merupakan kebutuhan penting bagi kemanusiaan stadium lanjut.
terutama untuk para penderita kanker.
Kesimpulan dan Saran: Program Paliatif pasien kanker adalah pendekatan
Presentasi kasus: Seorang wanita, 42 tahun, penderita kanker payudara sejak terintegrasi oleh tim paliatif untuk mencapai kualitas hidup pasien dan
tahun 2017, mondok dengan keluhan lemas dan nyeri yang dirasakan makin kematian yang bermartabat serta memberikan dukungan bagi keluarga yang
memberat. Pasien pernah menjalani operasi payudara dan menjalani menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien dengan
kemoterapi lini pertama sebanyak 5 siklus namun tidak berespon sehingga mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini, penilaian
dilakukan kemoterapi lini kedua dan lini ketiga. Pasien hidup sendiri, yang seksama, serta pengobatan nyeri dan masalah lain, baik masalah fisik,
menyewa kamar kos berpindah-pindah. Kadang-kadang pasien tinggal di psikososial maupun spiritual. Program paliatif merupakan bentuk layanan
yayasan atau di panti jompo. Pasien pernah menikah tapi telah bercerai lebih kesehatan yang perlu terus dikembangkan, sehingga penatalaksanaan pasien
dari 10 tahun. Pasien tidak memiliki anak. Orang tua pasien tidak diketahui kanker efektif dan efisien.
keberadaannya. Pasien memiliki adik namun telah putus hubungan sejak
lama. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien Kata kunci: Perawatan Paliatif, Kanker Payudara
didiagnosis sebagai carcinoma mammae dextra ER/PR (-), HER 2 (+), suspek
metastase kutis dengan problem cancer pain VAS 6-7, hipoalbuminemia,
hiponatremia hipoosmolar, ulcus cancer. Skor paliatif prognostic index pada
pasien ini yaitu 3.5. Skor penapisan paliatif pada pasien ini yaitu 7. Penilaian

304 305
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

BENEFITS OF COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPHY FOR INSOMNIA CASE REPORT 62 YEARS. WOMEN WITH ACS EC SEPSIS, MELENA EC
AMONG CANCER SURVIVORS : A Systematic review and meta- NON VARIEAL, TYPE II DM, HEART DISEASE HYPERTENSION,
analysis of randomized controlled trial NORMOCHROMIC NORMOCYTIC ANEMIA OCD PRERENAL AKI,
ELECTROLUYTE IMBALANCE, MIXED DEPRESSION AND ANXIETY
Boby Pratama Putra, Felix Nugraha Putra
Faculty of Medicine, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
DISORDERS
Correspondence: boby_pratama_putra@yahoo.co.id
Idil A *, Indra SP*, Ratih A **
Abstract * Internal Medicine Residen at Moewardi Hospital
** Intenist of Moewardi Hospital
Introduction: Cancer and its treatment may cause psychological problems such
as insomnia accounts about 30-60% among cancer survivors. Cognitive Abstract
behavioral therapy for insomnia (CBT-I) is one of psychotherapy modalities and
as important as pharmacological therapies. Previous studies of CBT-I for cancer Introduction. Psychotherapy is a method used to treat certain mental,
survivors showed promising results. This study aims to review the efficacies of emotional and psychological disorders. The aim is to recognize the patient's
CBT-I in people diagnosed with cancer. problem, understand the patient's feelings, accept the strengths and
weaknesses of the patient, and make them think positively about themselves
Methods: We did comprehensive searching with predefined keywords in online and the problems they face. In essence, psychotherapy consists of verbal and
databases of Pubmed, EMBASE, and Cochrane Library. We included all relevant non-verbal communication that is useful for alleviating psychological
randomized controlled trials (RCT) met our inclusion until February 2020. We difficulties.
used The Cochrane Tools for assessing bias risks. Analysis of studies was Supportive psychotherapy aims to strengthen the patient's defense
performed to provide pooled standardized mean difference (SMD) with 95% mechanism against stress. Therapy needs to be held to improve self-control
Confidence Interval (CI) of insomnia severity index (ISI) and sleep efficiency (SE) abilities and provide life motivation; Reeducative psychotherapy aims to
using random effect models.
increase family knowledge to support the patient's recovery by supervising
patients to take medication regularly; Reconstructive psychotherapy aims to
Result: We included 13 RCT studies about CBT-I for cancer patients to be
extracted and analyzed for parameter of SE as primary outcome and ISI as rebuild the patient's self-confidence, explaining to the patient that the patient
secondary outcome. CBT-I improves SE statistically significant among cancer has a passion for life and a strong desire to see the patient's child happy. Reject
survivors with SMD 0.53 (95% CI 0.38-0.69, p<0.00001, I2=41%). This study also all negative thoughts.
shows statistically significant improvement ISI among cancer survivors received
CBT-I intervention with SMD 0.75 (95% CI 0.54-0.96, p<0.00001, I2=66%). Case Illustration. A woman, 62 years old, came to the hospital with the main
complaint of decreased consciousness. Patients are also more likely to get
Conclusion: The use of CBT-I is strongly recommended among cancer survivors. sleepy, blackish stools, 1-2x a day. Patients urinate 7-8 times a day, more often,
However, further long-term studies are needed to establish its efficacies. a little more or less ½ - ¾ glass of mineral water, clear yellow, not red or like tea,
not sandy. Patient's BAK is sometimes accompanied by pain. The patient
Keywords: Cancer, Insomnia, Psychotherapy, Cognitive Behavioral Therapy, admitted having a history of diabetes during the past year. The patient also has
CBT-I. a history of high blood pressure for the past 2 years.

306 307
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Physical Examination: general condition appears weak, Delirium, References


(E3V4M4), BP 160/100 mmHg, HR 122 x / m, t 37.3 C, RR 22 x / m, Sp.02 99% 1. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Day M, Annane D, Bauer M,
with NK, anemic conjunctiva, cast dilated caudolateral, pulmo within normal et al. The Third International Consensus Definitions-for Sepsis and Septic Shock
limits, abdomen within normal limits. Rectal toucher obtained black stool (Sepsis-3). J Am Med Assoc. 2016 Jun; 315 (8): 801-10.
gloves. 2. Rhodes A, Evans L, Alhazzani W, Levy MM, Antonelli M, Jane AM, et al. Surviving
sepsis campaign: Inter-national Guidelines for Management for Sepsis and
Laboratory findings: hemoglobin 6.5, leukocytes 13,300, MCV 92.0fL,
Septic Shock: 2016. Kluwer Health Society of Critical Care Medicine and
MCH 30.0 pg, Ureum 98 mg / dL, Creatinin 1.4 mg / dL, potassium 2.6 mmol / L, Wolters. 2017 May; 45: 6-8.
calcium 1.13 mmol / L, Triglycerides 216 mg / dL . Urinalysis obtained 3. Subekti, M. Diabetic Neuropathy. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
leukocytes 25 / UL. At ECG, sinus tachycardia, HR 12x / min, LAD, left ventricular Simadibrata M, Setiati S, Syam AF, editors. Internal medicine textbook. Volume
hypertrophy. On chest X-ray we found cardiomegaly. The occupational II. VI Edition. Jakarta: Interna Publising; 2015. Pages: 2397-401
diagnoses in these patients are ACS ec Sepsis, Melena ec Non Variceal, Type II 4. Foster DW, Unger RH. Diabetes mellitus. In: Williams Textbook of
DM, Heart Disease Hypertension, Normochromic Norm Ochromatic O OCD, Endocrinology. 9.
Prerenal AKI, Electrolyte Imbalance. Philadelphia Edition: WB Saunders; 1998. Hal: 973-1039.
Outpatient visit (Polyclinic): An examination of psychiatric disorders 5. Yogiantoro M. Clinical Approach to Hypertension. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
screening with the Hospital Anxiety and Depressionn Scale (HDAS) obtained Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Syam AF, editors. Internal medicine textbook.
Volume II. VI Edition. Jakarta: Interna Publising; 2015. Pages: 2261-84.
points A for anxiety = 13 and D for depression = 12. Patients were diagnosed
6. Perkeni. Consensus on the Management and Prevention of Diabetes Mellitus
with Mixed Depression and Anxiety Disorders after an outpatient polyclinic in Indonesia. 3rd revised edition Jakarta: Perkeni; 2015.
visit. 7. Simadibrata M, Syam AF, Abdullah M, Fauzi A, Renaldi K. National Consensus
Therapy for patients is O2 3lpm with NK, RL 20 tpm, Amino Acid on Management of Non-Varicose Gastrointestinal Bleeding in Indonesia.
Infusion 1 fl / 24 hours, Ampicilin injection 1gr / 6 hours, Omeprazole 40mg / 24 Jakarta: Indonesian Gastroenterology Association (PGI); 2012
hours injection, Ramipril 10mg / 24 hours, KSR / 8 hours CaCO3 / 8 hours , 8. Maslim, Rusdi. PPDGJ-III Mental Disorder Diagnosis Mental Handbook.
Atorvastatin 40mg / 24 hours, Transfusion of PRC 4 kolf (2 kolf / day), Jakarta: Department of Mental Medicine FK-Unika Atmajaya; 2001
Supportive, reductive and reconstructive psychotherapy. 9. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Concise Textbook of Clinical
Psychiatry.
Discussion. Based on history, physical diagnostics, and laboratory findings, the 3rd edition. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
10. Zigmond AS and Snaith RP: The Hospital Anxiety and Depression Scale Acta
patient was diagnosed with ACS ecs sepsis, Melena ec Non Variceal, Type II
PsychiatrScand 1983, 67: 361-70
DM, Heart Disease Hypertension, Normochromic Norm Ococyte O OCD,
Prerenal AKI, Electrolyte Imbalance, Mixed Depression and Anxiety Disorders.
The prognosis of ad vitam and ad functionam in this patient is dubai ad night,
therefore the patient requires psychotherapy.

Keywords: sepsis, melena, DM, hypertension, anemia, depression, anxiety,


psychotherapy

308 309
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

ELEVATED SYSTEMIC IMMUNE-INFLAMMATION INDEX (SII) IN NEWLY Discussions. Inflammation associated with cancer progression. Immune cells
DIAGNOSED LUNG CANCER PATIENT WITH MODERATE DEPRESSIONS involved in either malignant cells proliferation and survival, or angiogenesis
and metastasis. Many studies aimed at assessing the role of white blood cells.
Indrayana S*, Ratih A** Inflammatory index calculated based on combination of peripheral blood cells
*Internal Medicine Resident at Moewardi Hospital count such as NLR and PLR was found to be significant prognostic factor in
**Intenist of Moewardi Hospital various types of malignancies.
Depression is highly prevalent in cancer patients. Depression worsen pain
Abstract sensation, increase hospitalizations and length of stay, and linked to lower
quality of life. Depression also associated with cancer progression through
Introduction. Inflammation plays crucial role in cancer development and decreasing activity of tumor suppressor gene and increasing response of
progression. Admission Systemic Immune-Inflammations Index (SII) shows inflammation. Increased NLR and PLR found in depressed person.
prognostic value for cancer severity. Depression in cancer patients is linked to Systemic immune-inflammation index (SII) proven to be predictor of
severity and progressivity of cancer cells. the prognosis of several cancer, stated as superior to other indices and
considered as more objective marker reflects immune and inflammatory
Case Illustrations. A 72 Year Old Man diagnosed with Lung Cancer and Pleural respons. Higher SII are associated with poorer prognosis. Our patient's SII was
Effusion, have moderate depression, and reported history of Diabetes Type 2 383x1010 far higher than the cut-off point (390x109). Although increased
and Hypertension. lymphocyte closely related to metabolic syndrome, it not associated with
Examinations Value insulin resistance in type 2 Diabetes patients. It might caused by depression.
Routine Hematology Hb 11,2;mg/dL Ht 33%; Leukocytes 18,9 x 103/µl; Plt 455,9 x 103/µl; Managing depression would help improve patient's prognosis. We conducted
Eos 1,7%; Basophil 0,40%; Neutrophil 82,5%; Lymphocyte 9,8%; Monocyte 5,6% Supportive Psychotherapy and Fluoxetine to the patient.
Blood Chemistry HbA1c 7.5%; Fasting Blood Glucose 248 mg/dL; Blood Glucose 2 Hour Post
Prandial 253 mg/dL; Uric Acid 6.0 mg/dL, Kolesterol 172 mg/dL, LDL 103 mg/dL;
HDL 38 mg/dL; SGOT 18 mg/dL; SGPT 7 mg/dL; Protein 4.1 g/dL; Albumin 2,6 g/ Conclusion. Elevated SII in this patient, which predict poor prognostic might
dL; Creatinin 1,7 mg/dL, LDH 886 u/l; be associated with depression.
Radiology Thorax PA: Right Pleural Effusion, MSCT with Contrast: Mass and Pleural Effusion
In Inferior Lobe of Right Lung
SII 383 x 1010 cells/L Keyword: Systemic Immune-Inflammations Index, Lung Cancer, Depression,
NLR 8,41
Prognostic, Inflamations.
PLR 46428,57
GDS 14 (Moderate)
PHQ-9 18
HADS Anxiety 7 (Normal) Depression 13 (Moderate)
ECOG 2
Reference
PSQI 14 1. HanahanD,WeinbergRA. Hallmarks of cancer: the next generation.Cell
2011;144:646–74.
2. Haapakoski R, Mathieu J, Ebmeier KP, Alenius H, Kivimäki M. Cumulative
SII: Systemic immune-inflammation index; NLR: Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio; PLR
meta-analysis of interleukins 6 and 1β, tumour necrosis factor α and C-
Platelet-to Lymphocyte Ratio; GDS : Geriatric Depressions Score; PHQ-9:Patient Health
reactive protein in patients with major depressive disorder.Brain Behav
Questionnaire; HADS: Hospital Anxiety and Depression Scale; ECOG: Eastern
Immun. 2015;49:206-215.
Cooperative Oncology Group; PSQI: Pistburg Sleep Quality Index

310 311
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

3. Hong X, CuiB, Wang M, Yang Z, Wang L, Xu Q. 2015. Systemic Immune- GAMBARAN GEJALA DEPRESI PADA PESERTA DIDIK
inflammation Index, Based on Platelet Counts and Neutrophil-Lymphocyte
Ratio, Is Useful for Predicting Prognosis in Small Cell Lung Cancer. The Tohuku
ILMU PENYAKIT DALAM FK USU
Journal of Experimental Medicine. 236(4) p. 297-304
Ananda Rahmat Putra, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution
4. Hu B, Yang XR, Xu Y, Sun YF, Sun C, Guo W, Zhang X, Wang WM, Qiu SJ, Zhou J, Divisi Psikosomatis Universitas Sumatera Utara
Fan J. 2014. Systemic Immune-Inflammation Index Predicts Prognosis of RSUP Adam Malik Medan
Patients after Curative Resection for Hepatocellular Carcinoma. Clinical
Cancer Research 20(23):6212-22. Abstrak
5. Jokela M, Virtanen M, Batty GD. 2016. Inflammation and Specific Symptoms
of Depression. JAMA Psychiatry.73(1):87-88 Pendahuluan. Depresi merupakan satu masa tergangggunya fungsi manusia
6. Kayhan, F., Gündüz, Ş., Ersoy, S. A., Kandeğer, A., & Annagür, B. B. (2017). yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala
Relationships of neutrophil–lymphocyte and platelet–lymphocyte ratios with penyertanya,termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
the severity of major depression. Psychiatry Research, 247, 332–335. konsentrasi, anhedonia, kelelahan, dan rasa putus asa. Seseorang tidak dapat
7. Li, C., Tian, W., Zhao, F., Li, M., Ye, Q., Wei, Y., Li, T., & Xie, K. (2018). Systemic bekerja secara maksimal jika mereka mengalami depresi. Seorang mahasiswa
immune-inflammation index, SII, for prognosis of elderly patients with newly kedokteran harus sehat secara fisik serta psikologis karena mereka akan
diagnosed tumors. Oncotarget, 9(82), 35293–35299. berhubungan dengan seorang pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
8. Linden W, Vodermaier A, Mackenzie R and Greig D.2012 Anxiety and gambaran skor BDI dan faktor-faktor yang mempengaruhi skor BDI pada peserta
depression after cancer diagnosis: prevalence rates by cancer type, gender, didik Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
and age. J Affect Disord. 141:343–351.
9. Mantovani A, Allavena P, Sica A, Balkwill F. 2008. Cancer-related Metode. Penelitian deskriptif dengan metode penelitian potong lintang. Data
inflammation. Nature 454: 436–444. dalam penelitian ini merupakan data primer. Pengumpulan data dilakukan
10. Pinquart M, Duberstein PR. 2010. Depression and cancer mortality: a meta- melalui wawancara langsung dan dilakukan penilaian skor Beck Depression
analysis. Psychol Med. 40:1797–1810. Inventory (BDI). Kriteria inklusi adalah peserta program pendidikan profesi
11. Proctor MJ, McMilan DC, Morrison DS, Fletcher CD, Horgan PG, Clarke SJ. A dokter dan peserta program pendidikan dokter spesialis yang sedang mengikuti
derived neutrophil to lymphocyte ratio predicts survival in patients with pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
cancer. Br J Cancer. 2012;107:695–699.
12. Satin JR, Linden W, Phillips MJ. 2009. Depression as a predictor of disease Hasil. 80 subjek berpartisipasi dalam penelitian ini, laki-laki berjumlah 33 orang
progression and mortality in cancer patients: a meta-analysis. Cancer.
(41,3%), perempuan 47 orang (58,3%). Median skor BDI adalah 3(0-29). Dijumpai
115:5349–5361.
perbedaan signifikan skor BDI pada masing-masing tahap pendidikan (p<0,001).
13. Zhang, Y., Chen, B., Wang, L., Wang, R., & Yang, X. (2019). Systemic immune-
Dijumpai korelasi negatif antara umur dan skor BDI . (R=-0,304, p=0,006)
inflammation index is a promising noninvasive marker to predict survival of
lung cancer: A meta-analysis. Medicine, 98(3),
Kesimpulan. Dijumpai perbedaan bermakna skor BDI pada berbagai tahapan
peserta didik. Dijumpai korelasi negatif antara umur dan skor BDI. Perlu dilakukan
penilaian skor BDI pada peserta didik sebelum memulai pendidikan serta perlu
dilakukan evaluasi berkala skor BDI peserta didik selama menjalani pendidikan
kedokteran.

Keyword : depresi, bdi score, tahap pendidikan

312 313
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN DERAJAT DEPRESI PASIEN KANKER 9 orang (18,0%), dan carcinoma mamae sebanyak 7 orang (14,0%). Carcinoma
DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2018 ovarium, carcinoma penis, carcinoma renal memiliki presentase derajat
depresi berat sebesar 100%. Pasien dengan SLE, osteosarcoma,
Annisa Yuanita Anggreini1, Wika Hanida Lubis1 adenocarcinoma paru, adenocarcinoma recti, dan carcinoma gaster memiliki
1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran presentase derajat sedang sebesar 100%. Jenis kanker lainnya memiliki
Univeristas Sumatera Utara, Medan presentase derajat yang bervasiasi.

Kesimpulan. Pasien kanker di RS. H. Adam Malik Medan lebih banyak


Abstrak memiliki derajat depresi berat.

Latar Belakang. Depresi bisa disebabkan oleh faktor biologik seperti Kata Kunci : kanker, depresi, derajat berat.
gangguan keseimbangan neurotransmitter, gangguan regulasi hormon, faktor
genetik, dan faktor psikososial (stress kehidupan, kepribadian). Progresivitas
kanker, penyebarannya yang luas dan cepat serta adanya serangkaian Daftar Pustaka
pemeriksaan dan protokol terapi yang harus dijalani pasien menimbulkan 1. Sadock B.J, Sadock V.A. Personality Assessment : Adults and Children in Kaplan
stres pada penderitanya. Bila gangguan psikologis ini tidak ditatalaksana and Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry 7th Edition. Lippincott
dengan baik, maka besar kemungkinan pasien kanker mengalami depresi. Williams & Wilkins Publishers. 2000. pp. 2663-2683
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gangguan depresi pasien 2. Smith MM, et al. Perfectionism erodes social self-esteem and generates
kanker di Rumah Sakit H.Adam Malik Medan pada tahun 2018. depressive symptoms: Studying mother-daughter dyads using a daily diary
design with longitudinal follow-up. Journal of Research in Personality 71
(2017) 72–79.
Metode. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional secara 3. Bembnowska M, et al. What causes depression in adults?. Pol J Public Health
retrospektif data dikumpulkan dari rekam medis pasien yang pernah dikonsul 2015;125(2): 116-120.
kepada divisi psikosomatis, departemen ilmu penyakit dalam. Terdapat 50 4. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
orang pasien kanker sebgai subjek penelitian. Data disajikan dalam bentuk Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis RI.
distribusi frekuensi karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, diagnosis Jakarta.
mendasar dari gangguan depresi, pemeriksaan laboratorium, status 5. Widiyono, S., SETIYARINI, S., & EFFENDY, C. (2017). Tingkat depresi pada pasien
metastasis, dan derajat keparahan depresi. kanker di rsup dr. sardjito, yogyakarta, dan rsud prof. dr. margono soekarjo,
purwokerto: pilot study. Indonesian Journal of Cancer, 11(4), 171-177.
Hasil. Terdapat sebanyak 50 orang pasien kanker yaitu, laki-laki 30 orang 6. Wedding, U., Koch, A., Röhrig, B., Pientka, L., Sauer, H., Höffken, K., & Maurer, I.
(2007). Requestioning depression in patients with cancer: contribution of
(60%) dan perempuan 20 orang (40%). Median usia subjek penelitian yaitu
somatic and affective symptoms to Beck's Depression Inventory. Annals of
43,5 tahun. Metastasis pada pasien kanker dijumpai sebanyak 23 orang oncology, 18(11), 1875-1881.
(46,0%). Berdasarkan derajat depresi, yaitu depresi berat sebanyak 25 orang 7. Smith H. R. (2015). Depression in cancer patients: Pathogenesis, implications
(50%), depresi sedang sebanyak 18 orang (36,0%), depresi ringan sebanyak 7 and treatment (Review). Oncology letters, 9(4), 1509–1514.
orang (14,0%). Tiga jenis penyakit terbanyak yang mengalami gangguan https://doi.org/10.3892/ol.2015.2944
depresi, yaitu hepatoma sebanyak 10 orang (20%), carcinoma cervix sebanyak

314 315
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN KELUHAN KLINIS PASIEN PALIATIF DI RSUP PERBANDINGAN DERAJAT DEPRESI PADA PASIEN
H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JUNI – OKTOBER 2018 SIROSIS HEPATIS DAN KARSINOMA HEPATOSELULER
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Dewi Fuji Lestari, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum
Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU,
Fatwa Sitta, Wika Hanida Lubis
RSUP Haji Adam Malik Medan
Divisi Psikosomatis Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak
Abstrak
Pendahuluan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Gambaran
Keluhan Klinis pasien paliatif di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juni – Pendahuluan. Di seluruh dunia sirosis hati menempati urutan ketujuh
Desember2018 penyebab kematian dan insiden karsinoma hepatoselular sendiri terus
meningkat serta menjadi penyebab kematian terbesar ketiga akibat kanker
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan desain setelah kanker paru-paru dan kanker gaster. Penyakit kanker berdampak
Retrospektif dengan mengambil data Rekam Medis pasien yang pernah serius pada kualitas hidup seseorang, di mana pasien sering mengalami
dikonsul kepada tim paliatif bulan Juni 2018 sampai Desember 2018. Analisis penderitaan fisik, psikososial, spiritual, dan masalah lain, menempatkan
data ini dilakukan dengan analisis univariat untuk mengetahui distribusi pasien dengan kanker pada peningkatan risiko depresi. Penelitian ini
frekuensi dan presentasi dari variabel karakteristik responden meliputi usia, bertujuan untuk mengukur dan membandingkan derajat depresi pada pasien
jenis kelamin,keluhan klinis pasien, dan hasil laboratorium. dengan gangguan hati stadium akhir seperti pada sirosis hepatis dan
karsinoma hepatoseluler.
Hasil. Keluhan klinis yang paling banyak dijumpai pada pasien paliatif di RSUP
Haji Adam Malik Medan adalah keluhan nyeri dialami oleh 25 orang pasien Metode. Penelitian cross sectional ini dilakukan pada bulan April sampai Juli
(50,0%), diikuti keluhan sesak nafas oleh 18 orang pasien (36,0%), dan 2018 dengan sampel sebanyak 50 orang. Kriteria inklusi adalah pasien yang
penurunan kesadaran sebanyak 7 orang (14,0%). Metastasis pada pasien telah didiagnosis dengan hepatoma atau sirosis hepatis dan yang mengalami
paliatif dijumpai sebanyak 23 orang (46,0%) dan membutuhkan obat nyeri depresi. Kriteria eksklusinya adalah pasien dalam keadaan emergency dan
sebanyak 30 orang (60,0%). penurunan kesadaran. Penilaian depresi pada penelitian ini adalah
berdasarkan Beck Depression Inventory (BDI) II. Derajat depresi kemudian
Simpulan. Keluhan nyeri merupakan keluhan klinis terbanyak dijumpai pada dibagi berdasarkan 4 derajat yaitu normal (0-9), depresi ringan (10-15),
pasien paliatif di RSUP H. Adam Malik Medan. depresi sedang (16-23), depresi berat (24-63). Untuk menilai hubungan antara
derajat depresi berdasarkan BDI II skor dengan sirosis hepatis dan karsinoma
Kata Kunci. Keluhan klinis, paliatif hepatoseluler digunakan uji chi square dan bila tidak memenuhi syarat akan
digunakan uji Mann-Whitney.

316 317
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Hasil. Kami mendapatkan bahwa kelompok karsinoma hepatoseluler GAMBARAN KELUHAN PASIEN PALITATIF
mempunyai kecenderungan depresi yang lebih berat dibandingkan kelompok DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019
sirosis hepatis. Pada kelompok sirosis hepatis didapatkan subyek dengan
depresi ringan adalah sebanyak 1 orang (4,5%), depresi sedang 11 orang (50%) Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU,
dan depresi berat 10 orang (45,5%). Pada kelompok karsinoma hepatoseluler, RSUP H. Adam Malik Medan
tidak ada subyek yang menderita depresi ringan. Subyek dengan depresi
sedang sebanyak 7 orang (25%) dan depresi berat sebanyak 21 orang (75%).
Berdasarkan uji Mann-Whitney, karsinoma hepatoseluler mempunya Abstrak
peringkat yang lebih tinggi dibandingkan sirosis hepatis yaittu 28,88 dan
21,20 dengan nilai p=0,029. Pendahuluan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Gambaran
Keluhan Pasien Palitatif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2019
Diskusi. Diagnosis kanker mengubah kehidupan, dan merupakan sumber
tekanan psikologis dan emosional yang cukup besar. Keluhan yang lebih buruk Metode. Penelitian deskriptif dengan menggunakan data rekam medik pasien
terlihat pada kelompok pasien dengan perkembangan lanjut dari penyakit yang menjalani perawatan paliatif di RSUP Haji Adam Malik tahun 2019.
hati yang menjadi suatu kanker. Sebagai kesimpulan, derajat depresi pada Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan secara total sampling di
pasien karsinoma hepatoseluler lebih tinggi dibandingkan pasien sirosis Departemen Penyakit dalam divisi Paliatif RSUP Haji Adam Malik Medan.
hepatis. Gejala depresi pada penyakit hati lanjut dan KHS sendiri mungkin Penelitian ini meliputi karakteristik pasien yang menjalani pelayanan paliatif,
tertutupi dengan gejala penyakit hati itu sendiri, namun tetap diperlukan pemeriksaan laoratorium, keluhan dan diagnosis, serta obat-obatan yang
investigasi mengenai ada atau tidaknya gangguan depresi pada sirosis hepatis diberikan pada pasien paliatif.
maupun KHS untuk dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Hasil. Sebanyak 70 subjek yang menjalani pelayanan paliatif yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi berpartisipasi dalam penelitian ini
rerata umur subjek adalah 53,6±13,7. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas
subjek adalah perempuan, yaitu berjumlah 39 orang (55.7%) Rerata kadar
hemoglobin subjek penelitian adalah 9,5±2,4 gr/dL. Median leukosit subjek
3
penelitian adalah 14230 sel/mm . Rerata trombosit subjek penelitian adalah
3
264081 sel/mm . Rerata hematokrit subjek penelitian adalah 20±7 %. Median
ureum subjek penelitian adalah 32 (6-173) mg/dl. Median SGOT subjek
penelitian adalah 40 (11-2296) U/L. Median SGPT subjek penelitian adalah 19
(6-639) U/L. Median albumin subjek penelitian adalah 2.8 gr/dL. diagnosis
keganasan primer yang menjalani pelayanan paliatif terbanyak adalah
keganasan saluran cerna sebanyak 23 pasien (32,9%), Keluhan klinis yang
paling banyak dijumpai adalah keluhan nyeri dialami oleh 57 orang pasien
(81.4%), Metastasis yang dijumpai 54 orang pasien (77,2%)

318 319
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Simpulan. Keluhan klinis yang paling banyak dijumpai adalah nyeri pada pasien GAMBARAN PROGNOSTIC PALLIATIVE INDEX
palitatif di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2019
PADA PASIEN PALIATIF DI RSUP HAM TAHUN 2019
Habibie Hasyim Lubis, Habibah Hanum, Wika Hanida Lubis
Daftar Pustaka Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
1. World Health Organization Definition of Palliative Care. [(diakses pada 06 maret Sumatera Utara, RSUP Adam Malik Medan
2020)]; Available online: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs402/en/
2. Higginson I.J., Addington-Hall J.M. Palliative care needs to be provided on basis of
Abstrak
needs rather than diagnosis. BMJ. 1999;318:123. doi: 10.1136/bmj.318.7176.123
3. Connor S.R., Sepulveda Bermedo M.C., editors. Global Atlas of Palliative CARE at the
End of Life. World Health Organization; Geneva, Switzerland: 2014 Pendahuluan. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk
4. Siegel M., Biegelow S. Palliative care symptom management in the emergency meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit
department: The ABC's of symptom management for the emergency physician. J. yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit
Emerg. Med. 2018;54:23–32. doi: 10.1016/j.jemermed.2017.08.004. melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan
5. Verkissen MN, Hjermstad MJ, Van Belle S, Kaasa S, Deliens L, Pardon K. Quality of life nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual.
and symptom intensity over time in people with cancer receiving palliative care: Prognostic Palliative Index (PPI) digunakan untuk memprediksi angka harapan
Results from the international European Palliative Care Cancer Symptom study. hidup pada pasien kanker stadium akhir didalam rawatan paliatif, dan telah
PloS one. 2019;14(10). divalidasi untuk berbagai jenis kanker. Penelitian ini bertujuan untuk
6. Harding R, Selman L, Agupio G, Dinat N, Downing J, Gwyther L, Mashao T, Mmoledi mengetahui gambaran Prognostic Palliative Index pada pasien paliatif di RSUP
K, Sebuyira LM, Ikin B, Higginson IJ. The prevalence and burden of symptoms HAM tahun 2019.
amongst cancer patients attending palliative care in two African countries.
European journal of cancer. 2011 Jan 1;47(1):51-6.
7. Teunissen SC, Wesker W, Kruitwagen C, de Haes HC, Voest EE, de Graeff A. Symptom
Metode. Desain studi ini adalah deskriptif dengan metode pendekatan potong
prevalence in patients with incurable cancer: a systematic review. Journal of pain lintang. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawatan paliatif di RS
and symptom management. 2007 Jul 1;34(1):94-104. Adam Malik Medan periode Januari – Desember 2019. Kriteria inklusi adalah
8. Barnes EA, Bruera E. Fatigue in patients with advanced cancer: a review. pasien rawatan rawatan paliatif dengan skor penapisan pasien paliatif > 4.
International Journal of Gynecologic Cancer. 2002 Aug 1;12(5):424-8.
9. Van den Beuken-van Everdingen MHJ, de Rijke JM, Kessels AG, Schouten HC, van Hasil. Sebanyak 70 subjek yang memenuhi kriteria diikutsertakan dalam
Kleef M, Patijn J. Prevalence of pain in patients with cancer: A systematic review of penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan distribusi pasien laki –
the past 40 years. Ann Oncol 2007; 18: 1437–49. pmid:17355955 laki berjumlah 31 orang (44,3%). Umur rata – rata subjek dalam penelitian ini
10. Davis MP, Dreicer R, Walsh D, Lagman R, LeGrand SB. Appetite and cancer- adalah 53,6 ± 13,7. Hasil perhitungan nilai PPI rata – rata pada penelitian ini
associated anorexia: A review. J Clin Oncol 2004; 22: 1510–7. pmid:15084624 adalah 3,5 ( 1,5 – 8,5 ).
11. Strömgren AS, Sjøgren P, Goldschmidt D, Petersen MA, Pedersen L, Groenvold M.
Symptom priority and course of symptomatology in specialized palliative care. J
Diskusi. Studi ini menunjukkan rata -rata nilai PPI pada pasien rawatan paliatif
Pain Symptom Manage 2006; 31: 199–206. pmid:16563314
12. Solano JP, Gomes B, Higginson IJ. A comparison of symptom prevalence in far
di RS Adam Malik Medan adalah 3,5 (1,5 – 8,5). Penelitian serupa oleh Palomar-
advanced cancer, AIDS, heart disease, chronic obstructive pulmonary disease and Muñoz et al (2018) melaporkan nilai rata – rata PPI 7.1 ± 3.4, dan penelitian oleh
renal disease. J Pain Symptom Manage 2006; 31: 58–69. pmid:16442483 Hung et al (2014) adalah 8 (6.5–15, 7.5–8.5).
13. Meffert C, Rücker G, Hatami I, Becker G. Identification of hospital patients in need of
palliative care–a predictive score. BMC palliative care. 2016 Dec;15(1):21. Kata Kunci. Palliative performance index, perawatan paliatif,

320 321
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN SKOR ECOG DAN KARNOFSKY PADA PASIEN Dan dengan uji Mann-Whitney didapatkan hubungan antara pasien dengan
PERAWATAN PALIATIF DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN skor ECOG 3 dan Karnofsky 50% dengan luaran pasien hidup, dan secara
statistik sangat signifikan dengan nilai p<0,001.
TAHUN 2019
Kesimpulan. Pada studi ini didapatkan gambaran yang tidak berbeda antara
Lahi Putra Haloho, Habibah Hanum, Wika Hanida Lubis
Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam skor ECOG dan skor Karnofsky, dalam menilai status performa fungsional
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rsup Haji Adam Malik Medan pasien penderita kanker. Dan terdapat hubungan antara skor ECOG dan
Karnofsky dengan luaran pasien penderita kanker yang mendapatkan
perawatan paliatif di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2019.
Abstrak
Kata Kunci. Skor ECOG, karnofsky, perawatan paliatif
Pendahuluan. Perawatan paliatif membangun tujuan untuk meringankan
penderitaan pada semua stadium penyakit, dan tidak hanya sebatas
meningkatkan kenyamanan pasien pada akhir hidupnya. Dibutuhkan
perawatan paliatif untuk meringankan penderitaan pasien dan keluarga
dengan pengkajian dan terapi yang komprehensif terhadap gejala fisik,
psikososial dan spiritual pasien. Status performa pasien adalah pengkajian
terhadap kemampuan pasien untuk mengurus dirinya sendiri. Para ahli
onkologi menggunakan beberapa alat berbeda untuk pengkajian status
performa pasien kanker sebelum membuat keputusan pengobatan
antikanker. Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) dan Karnofsky
Performance Status (KPS) merupakan yang paling sering digunakan untuk
menentukan pengobatan yang sesuai dan standar untuk pengobatan pasien
kanker.

Metode. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif dengan metode potong


lintang, dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien perawatan
paliatif di RSUP Adam Malik Medan periode Januari sampai Desember 2019.
Kriteria inklusi adalah seluruh pasien yang mendapatkan perawatan paliatif.
Kriteria eksklusi adalah penapisan pasien paliatif dengan total skor < 4.

Hasil. Terdapat 70 pasien yang mendapat perawatan paliatif. Laki-laki


berjumlah 31 orang dan perempuan 39 orang. Rerata usia subjek penelitian
adalah 53,6 tahun. Didapatkan rerata skor ECOG 3 dan skor Karnofsky 50%.

322 323
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KORELASI SKOR SPIRITUAL DENGAN KADAR Cd4 positif kuat dengan nilai kadar CD4+ pada pasien HIV/AIDS. Psikoterapi juga
PADA PASIEN HIV YANG MENDERITA DEPRESI meningkatkan perkembangan neuron dan integrasi jaringan saraf. Perubahan
yang terjadi di otak ini sejalan dengan perubahan metabolisme glukosa,
DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
konsentrasi neurotransmitter dan aliran darah, yang pada gilirannya akan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh (CD4).
M. Rizal Abdul Munaf, Wika Hanida Lubis, Tambar Kembaren
Divisi Psikosomatis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Kesimpulan. Pada studi ini didapatkan skor spiritual berkorelasi signifikan
terhadap kadar CD4+ pada pasien HIV yang menderita depresi .Semakin tinggi
skor spiritual menunjukkan semakin tinggi kadar CD4
Abstrak
Kata Kunci. Kadar CD4+, depresi, skor spiritual.
Latar Belakang. Penyakit kronik sangat mempengaruhi konsep jiwa (psikis)
pasien, sehingga diperlukan penatalaksanaan secara holistik. Penyakit serius
seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) sering disertai dengan depresi. Presentase depresi pada penderita
infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency
Syndrome (HIV/AIDS) sebesar 22%-45%, bahkan sebanyak 15%-20%
melakukan percobaan bunuh diri.

Metode. Penelitian ini dilakukan pada semua pasien HIV yang datang berobat
di Klinik Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan secara observasional dengan design potong lintang
(cross-sectional), dimulai pada bulan Juli 2019 sampai bulan September 2019.
Pasien diminta mengisi kuesioner FACIT Sp 12 yang berisi 12 pertanyaan yang
diisi selama ± 5 menit.

Hasil Penelitian. Studi ini melibatkan 52 subjek dengan rerata usia 33±8.5
tahun, Subjek laki-laki sebanyak 35 (67.3%) dan 17 perempuan (32.7%).
Didapat 25 orang depresi berat (48.1%), 14 orang (26.9%) depresi ringan dan
13 orang (35%) depresi sedang. Rerata skor spiritual FACIT adalah 24.15±7.58.
Nilai rerata CD4 adalah 98.11±94.54.

Pembahasan. Pada penelitian didapatkan korelasi negatif kekuatan sedang


yang signifikan antara depresi dan skor spiritual. Skor spiritual berkorelasi

324 325
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERBANDINGAN KADAR MALONDIALDEHYDE SERUM


GEJALA DEPRESI PADA PENGASUH PASIEN KANKER ANTARA DERAJAT GEJALA DEPRESI

Miftahul Ihsan, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution Muhammad Hanif Wibowo,Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution
Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan

Abstrak Abstrak

Latar Belakang. Pengasuh pasien penyakit kronik lebih banyak yang mengalami Latar Belakang. Depresi dapat menjadi masalah serius yang dapat mengganggu
gejala depresi dibandingkan populasi umum. Deteksi dan manajemen gejala kemampuan untuk berfungsi secara normal. Bahkan gejala depresi yang tidak
depresi pada pengasuh penyakit kronik penting untuk meningkatkan fungsi memenuhi kriteria gangguan depresi memiliki efek terhadap status fungsional
dalam memberikan pelayanan. yang signifikan. Stres oksidatif berperan penting dalam patofisiologi depresi.
Studi yang mengevaluasi stres oksidatif antar derajat gejala depresi masih
Tujuan. Untuk mengetahui faktor risiko gejala depresi pada pengasuh pasien terbatas.
kanker untuk upaya deteksi dini. Pengasuh pada studi ini adalah orang yang
merawat dan mendukung pasien kanker selama minimal 3 bulan. Tujuan. Untuk mengevaluasi perbandingan kadar Malondialdehyde (MDA) serum
yang merupakan biomarker stres oksidatif antar derajat gejala depresi.
Metode. Studi potong lintang terhadap 80 pengasuh pasien kanker di RSUP H.
Metode. Studi potong lintang terhadap 80 pengasuh pasien kanker di RSUP H.
Adam Malik dan RSU Permata Bunda Medan pada bulan Januari – Maret 2018.
Adam Malik Medan dan RSU Permata Bunda Medan pada bulan Januari – Maret
Subjek diwawancarai untuk mendapatkan data demografi dan wawancara
2018. Subjek diwawancara menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory-II
menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory-II (BDI-II) untuk menilai
(BDI-II) untuk menilai gejala depresi. Skor 0-13: depresi minimal, 14-19: depresi
derajat gejala depresi. Analisis data dengan uji chi square, fisher exact, dan ringan, 20-28: depresi sedang, 29-63: depresi berat. Kadar MDA serum diperiksa
binary logistic regression dengan tingkat kemaknaan p<0,05. dengan kit MDA HPLC. Analisis data secara univariat, bivariat (Mann Whitney U
test, Spearman Correlation test) dengan tingkat kepercayaan 95%. Signifikan
Hasil. Terdapat 62 subjek (77,5%) dengan gejala depresi minimal + mild dan 18 secara statistik jika p<0,05.
subjek (22,5%) dengan gejala depresi sedang + berat. Dari analisis multivariat,
faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala depresi pada pengasuh adalah Hasil. Terdapat 62 subjek (77,5%) dengan gejala depresi minimal + ringan dan 18
hubungan yang dekat dengan pasien seperti pasangan hidup/ anak, tinggal subjek (22,5%) dengan gejala depresi sedang + berat. Kadar MDA pada pengasuh
bersama dengan pasien, perempuan, dan belum menikah. dengan gejala depresi sedang + berat lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
pengasuh dengan gejala depresi minimal + ringan (p=0,013). Terdapat korelasi
Kesimpulan. Hubungan yang dekat dengan pasien (pasangan hidup/ anak), positif yang signifikan antara kadar MDA dan skor BDI pada pengasuh (p<0,001,
tinggal bersama dengan pasien, perempuan dan belum menikah merupakan r=0,362).
faktor risiko gejala depresi sedang + berat pada pengasuh pasien kanker.
Identifikasi faktor risiko tersebut membantu untuk mengidentifikasi gejala Kesimpulan. Terdapat perbedaan kadar MDA yang signifikan antara gejala
depresi pada pengasuh pasien kanker. depresi sedang + berat dan minimal + ringan.

Kata Kunci. Depresi, pengasuh, kanker, BDI-II Kata Kunci. Depresi, stres oksidatif, malondialdehyde
326 327
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

HUBUNGAN LOKASI LESI HEMISFER DENGAN TINGKAT DEPRESI CASE REPORT : GANGGUAN CEMAS (ANXIETAS DISORDER)
PADA PASIEN STROKE ISKEMIK PADA PASIEN SLE
Otneil Karnianta, Habibah Hanum, Wika Hanida Lubis Ratna Tri R, Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution
Divisi Psikosomatik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,, Fakultas Kedokteran Universitas *Divisi Psikosomatis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik

Abstrak Abstrak

Latar Belakang. Depresi merupakan komplikasi serius pasca stroke yang umum Latar Belakang. Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) atau sering disebut
terjadi. Hampir 30% pasien pasca stroke dapat berkembang menjadi depresi, lupus, merupakan salah satu penyakit kronik yang banyak diderita mulai dari
baik pada tahap awal ataupun tahap akhir. Depresi pasca stroke akan usia remaja sampai dewasa. Berdasarkan data Yayasan Lupus Indonesia (YLI)
mempersulit proses rehabilitasi pasien stroke sehingga deteksi dini diperlukan penderita Lupus di Indonesia ada sekitar 10.114 odapus (orang dengan lupus)
untuk pencegahan komplikasi lebih lanjut. Lokasi lesi spesifik pada otak, di dengan rentang umur antara 15-45 tahun 90 persen di antaranya adalah
antaranya letak lesi hemisfer dikatakan memiliki hubungan erat dengan perempuan muda dan 10 persen sisanya di derita oleh laki-laki dan anak-anak.
terjadinya depresi pasca stroke. Dari hasil beberapa penelitian mengatakan sebanyak 40% penderita lupus
biasanya terkena depresi atau gangguan psikologis. Dimana hal ini dijumpai
Metode. Penelitian cross-sectional ini dilakukan di rawat jalan Neurologi RSUP setelah memperoleh diagnosa lupus 83% mengalami kondisi psikologis seperti
H. Adam Malik Medan dan RS USU pada bulan November 2018 hingga Januari drop, sedih, kecewa, perasaan takut di isolasi oleh lingkungan, kaget, pasrah,
2019 secara konsekutif terhadap 40 orang pasien stroke iskemik yang putus asa, takut dan canggung karena menderita penyakit yang jarang diderita
memenuhi kriteria inklusi. Pasien dilakukan anamnesis dan penilaian tingkat masyarakat umumnya. Kecemasan (anxietas) merupakan keadaan khawatir
depresi berdasarkan DSM (Diagnostic Statistical Mental disorder)-V dan BDI bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Gangguan kecemasan (Anxietas
(Beck Depression Inventory)-II. Analisa data menggunakan uji Chi-square dan disorder) gangguan psikologis yang mencakup ketegangan motorik,
Annova. hiperaktivitas dan harapa serta pikiran yang mendalam.

Hasil Penelitian. Dari 20 orang dengan lesi pada hemisfer kanan di mana 9(45%) Laporan Kasus. Seorang wanita, usia 28 tahun datang ke IGD Rumah Sakit H.
dengan depresi ringan, 7(35%) sedang, dan 4(20%) berat. Sementara dari 20 Adam Malik Medan dengan keluhan Cemas. Cemas dialami pasien akibat
responden dengan lesi pada hemisfer kiri, 3(15%) dengan depresi ringan, penyakitnya yang hilang timbul. Hal ini dialami os dalam 1 bulan ini dan
5(25%) sedang, dan 12(60%) berat. Didapati hubungan yang signifikan antara memberat dalam 1 minggu ini. Cemas diikuti rasa berdebar-debar dan sakit
lokasi lesi hemisfer dengan tingkat depresi pada pasien stroke iskemik di mana kepala. Nyeri dialami di seluruh kepala diikuti di seluruh lengan dan tungkai, dan
lesi pada hemisfer kiri lebih berisiko untuk terjadinya depresi yang lebih berat dialami terus-menerus, tidak tergantung cuaca dan aktivitas. Nyeri kepala
(p=0,026). diikuti perasaan pasien yang tiba-tiba berperilaku diluar keinginan pasien.
Suami pasien mengatakan juga pasien sering mengigau setelah sakit kepala.
Kesimpulan. Lokasi lesi hemisfer kiri dapat menjadi faktor prediktif terjadinya Pasien juga mengeluhkan kulit muka pasien menjadi kemerahan di bagian pipi
depresi pasca stroke yang lebih berat dibandingkan dengan lesi pada hemisfer sekitar hidung yang sebelumya ada timbul dalam 1 bulan terakhir ini. Ruam
kanan pada pasien stroke iskemik. tersebut tidak disertai rasa gatal ataupun panas. Keluhan rambut mudah rontok
dialami pasien bersamaan dengan waktu munculnya bercak tersebut. Pasien
Kata Kunci. Depresi, hemisfer, pasca stroke. tidak tahan panas. Luka pada bibir dialami pasien sejak satu bulan yang lalu dan
328 329
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

memberat 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak mengetahui pasti HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN TINGKAT ANSIETAS,
sejak kapan luka tersebut mulai timbul. Pasien mengeluhkan juga mengalami
TINGKAT DEPRESI DAN TINGKAT NYERI
gangguan penglihatan beberapa bulan ini. Os merupakan pasien SLE diketahui
sejak Agustus 2019, RPO metilprednisolon 3x4 mg, myfortic 2x360 mg tab, PADA PASIEN KANKER PARU
namun tidak minum obat teratur.
Ria Widya Marosa, Mariati Br Gurning, Wika Hanida Lubis
Diskusi. Gangguan kecemasan (anxietas disorder) merupakan gangguan Divisi Psikosomatik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik
Medan
psikologis yang mencakup ketegangan motorik, hiperaktivitas dan harapan
serta pikiran yang mendalam. Freud melihat kecemasan sebagai bagian penting
dari sistem kepribadian, hal yang merupakan suatu landasan dan pusat dari
perkembangan perilaku neurosis dan psikosis. Kecemasan sendiri dibagi Abstrak
menjadi 3 yaitu; kecemasan realistis atau objektif, kecemasan neurosis dan
kecemasan moral. Kecemasan akan bermanifestasi menjadi gangguan panik, Pendahuluan. Insidensi penyakit kanker terus meningkat di seluruh dunia.
palpitasi, dispnea, adanya rasa takut mati, disertai rasa takut akan kembali Kanker paru adalah salah satu jenis kanker yang paling sering dan
seperti ini lagi. Pasien- pasien dengan kondisi penyakit kronis akan lebih tinggi menyebabkan 17,6% dari total kematian terkait kanker.1 Kanker paru memiliki
kejadian gangguan cemas dikarenakan stress yang berulang, kondisi saat sakit survival rate 5 tahun hanya 15% walaupun terdapat kemajuan pengobatan.
dan tidak berlangsungnya pengobatan secara cepat dalam mengatasi sakitnya. Tingkat keparahan kanker paru mempengaruhi kondisi fisik dan emosional
Dalam menegakkan suatu kondisi pasien dengan gangguan cemas atau tidak pasien.2
dapat dilakukan pemeriksan dengan menggunakan skala HARS (Hamilton Defisiensi nutrisi sering terjadi pada pasien dengan kanker paru,
Anxiety Rating Scale) dimana akan ada 14 item yang akan diisi pasien, atau khususnya pada penyakit yang lanjut atau metastasis. Status nutrisi
dapat menggunakan penilaian berdasarkan PPDGJ maupun DSM. Terapi yang mempengaruhi faktor prognosis dan kualitas hidup pasien. Prevalensi
3,4
dapat diberikan dapat secara farmakologi maupun non farmakologi, dimana malnutrisi pada penderita kanker mencapai 40-80%.
non farmakologi dapat dilakukan dengan tehnik pendekatan secara Gangguan subjektif seperti kehilangan nafsu makan (anoreksia) dan
psikoanalisis, pendekatan behavioral, pendekatan kognitif dan pendekatan kondisi kehilangan massa otot dan jaringan lemak secara progresif (kaheksia)
4
biologis. Sedangkan terapi farmakologi yang diberikan dapat berupa obat sering terjadi bersamaan. Kondisi ini disebut cancer anorexia-cachexia
antidepresan, anti-anxietas, dan β-blockers untuk mengontrol beberapa gejala syndrome (CACS) yang didiagnosa pada 80% pada mereka dengan stadium
5,6
fisik. Penegakkam penyakit SLE (sistemik lupus eritromatisus) sendiri dapat terminal. Skrining status nutrisi penting dilakukan untuk mengidentifikasi
diteggak dengan penilaian Kriteria SLEDAI dan disertai gejala klinis yang pasien yang beresiko malnutrisi sehingga dapat segera dilakukan suatu
mendukung dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang berupa anti ds-DNA intervensi yang tepat untuk mencegah perburukan.7
serta ANA test. Gangguan psikologis seperti ansietas dan depresi sering terjadi pada
pasien kanker. Beberapa penyebab yang berperan adalah status ekonomi,
Kesimpulan. Telah dilaporkan pasien wanita 28 tahun datang dengan keluhan nyeri, efek samping pengobatan dan gangguan nutrisi.8 Penelitian ini
cemas diserta rasa berdebar-debar dengan riwayat penyakit SLE dan sudah bertujuan untuk menilai hubungan status nutrisi dengan tingkat ansietas,
menkonsumsi obat-obatan namun tidak teratur sehingga gejala kembali depresi dan nyeri pada pasien kanker paru.
muncul dan sulit disembuhkan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dijumpai
dan kemudian pasien mengatakan takut akan kematian. Metode Penelitian. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik
dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap
Kata Kunci. Gangguan cemas, SLE, psikosomatis, anxiety disorder
330 331
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM). Sampel (85,7%) dan wanita 4 orang (14,3%). Median usia pasien adalah 55,5 (24 - 71)
penelitian ini adalah pasien dengan kanker paru yang menjalani perawatan di tahun. Sebagian besar berprofesi sebagai petani (50%).
departemen pulmonologi di RSUP HAM. Pengumpulan data dilakukan pada Tabel 2 adalah data mengenai status nutrisi, tingkat ansietas, tingkat
Februari 2019. Kriteria inklusi adalah penderita kanker paru berusia minimal depresi dan tingkat nyeri. Berdasarkan skor MNA, sebanyak 92% mengalami
18 tahun. Kriteria eksklusi yaitu sudah mendapat obat kemoterapi dan masalah malnutrisi. Berdasarkan Skor HADS-ansietas, didapatkan 53,6%
memiliki riwayat ansietas atau depresi sebelumnya. mengalami gangguan ansietas. Berdasarkan Skor HADS-depresi, didapatkani
Untuk menilai status nutrisi, kuesioner Mini-Nutritional Assesment 82,2% mengalami gangguan depresi. Berdasarkan Skor VAS, 53,6% memiliki
(MNA) digunakan. Sistem MNA dibuat oleh Guigoz dan saat ini digunakan di persepsi nyeri yang ringan.
USA dan Eropa. Terdiri dari pertanyaan yang berhubungan dengan parameter Tabel 3 menunjukkan perbedaan tingkat ansietas, depresi dan nyeri
antropometrik seperti indeks massa tubuh (IMT), diameter lingkar lengan berdasarkan status nutrisi. Pasien dengan status nutrisi yang normal
atas, diameter lingkar betis, penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir, menunjukkan tingkat ansietas dan tingkat depresi yang lebih rendah.
pola hidup, pola makan (jumlah kalori; protein, buah, sayuran dan cairan), Gambar 1 menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara status
derajat mobilitas, penilaian diri sendiri mengenai status nutrisi dan status nutrisi dengan tingkat ansietas (r= - 0,562; p <0,001), status nutrisi dan tingkat
kesehatan. Nilai maksimum 30 poin. Nilai normal 24-30, resiko malnutrisi 17- depresi (r= - 0,677; p < 0,001). Sedangkan hubungan antara status nutrisi
9
23.5 dan nilai dibawah 17 mengindikasikan malnutrisi. dengan tingkat nyeri didapatkan tidak signifikan (r = - 0,092; p =0,643).
Ansietas dan depresi dinilai dengan menggunakan Hospital Anxiety
and Depression Scale (HADS). Kuesioner ini dibuat untuk mengidentifikasi Diskusi. Sampel penelitian ini didominasi oleh laki-laki berusia diatas 50 tahun
gejala depresi non-somatik. Skala ini banyak digunakan pada pasien kanker yang merupakan representatif dari populasi kanker paru. Status nutrisi yang
yang menjalani perawatan paliatif. Penelitian ini menggunakan masing- buruk dapat meningkatkan morbiditas. Penilaian status nutrisi sangat
masing 7 kuesioner HADS untuk menilai depresi dan ansietas. Setiap penting. The Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) mendapatkan
pertanyaan bernilai 0-3, sehingga total skor adalah 21. Skor dibawah 8 berarti bahwa frekuensi penurunan berat badan pada pasien kanker tergantung pada
normal; skor 8-10 berarti borderline; skor di atas 10 berarti ansietas/depresi.9 subtipe kanker (30% - 87%). Kanker paru digolongkan dengan frekuensi
Untuk menilai nyeri, digunakan Visual Analog Scale (VAS). Skala ini intermediat.9,10. Gioulbasanis et al, meneliti status nutrisi pada pasien kanker
sangat mudah digunakan dengan nilai skor 0-10. Nilai 1-3 merupakan nyeri paru dan mendapatkan 46,2% beresiko malnutrisi dan 26,0% yang mengalami
ringan, 4-6 nyeri sedang dan 7-10 nyeri berat.9 malnutrisi. Penelitian ini mendapatkan gangguan nutrisi mencapai 92%
dengan resiko malnutrisi sebanyak 57,1% dan pasien dengan malnutrisi
Statistik. Seluruh data dianalisa menggunakan SPSS 22. Data demografi sebanyak 35,7%.11 Penelitian Chabowski et al mendapatkan pasien dengan
dianalisa dengan statistik deskriptif, dalam jumlah dan persentase, resiko malnutrisi 33,33% dan pasien dengan malnutrisi 23,02%.9 Etiologi
selanjutnya bila distribusi data normal akan dilaporkan dalam mean ± standar malnutrisi pada pasien kanker adalah kompleks dan multifaktor karena
deviasi sedangkan bila distribusi data tidak normal akan dilaporkan dengan dipengaruhi oleh lokasi dan tipe tumor, stadium penyakit, status fungsional
11
nilai median (minimal-maksimal). Hubungan antara status nutrisi dengan dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi komposisi makanan.
tingkat ansietas, tingkat depresi dan tingkat nyeri menggunakan uji korelasi Gangguan cemas dan depresi sering terjadi pada pasien kanker.
Pearson atau uji korelasi Spearman. Nilai P < 0,05 dianggap signifikan secara National Comprehensive Cancer Network (NCCN) guideline
statistik. merekomendasikan skrining rutin gangguan psikologis pasien kanker pada
12
semua stadium. Gangguan psikologis pada pasien kanker bervariasi.
Hasil. Tabel 1 adalah data demografi 28 pasien kanker paru, laki-laki 24 orang Chabowski et al mendapatkan pasien kanker paru yang mengalami gangguan

332 333
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

depresi dan gangguan ansietas dengan menggunakan HADS-score mencapai terhadap perbaikan gejala klinis yang pada akhirnya membantu pengobatan
65%.9 Nelson et al mendapatkan angka 31% bila menggunakan HADS-score utama dari kanker. Dibutuhkan kolaborasi interdisiplin antara onkologi,
pada populasi keganasan kepala-leher. Penelitian ini mendapatkan 53,6% psikosomatis, paliatif, ahli gizi dan paramedis lainnya dalam penatalaksanaan
pasien mengalami gangguan ansietas dan 82,2% mengalami depresi pasien.
berdasarkan HADS-score.13
Giannousi et al mendapatkan korelasi yang signifikan antara skor Limitasi Penelitian. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu
MNA dengan skor depresi (r= -0.275; P= 0.002), tetapi korelasi antara skor pasien yang heterogen berdasarkan usia, komorbiditas, tipe histologi, status
MNA dengan skor ansietas didapatkan tidak signifikan.14 Chabowski et al ekonomi dan sebagainya. Keterbatasan lainnya adalah tidak dilakukan
mendapatkan korelasi yang signifikan antara skor MNA dengan skor depresi pemantauan selanjutnya mengenai penyakit pasien, yang dapat
(r= -0.604; p<0.001). Chabowski et al juga mendapatkan korelasi yang menerangkan perjalanan alamiah status nutrisi dengan morbiditas dan
signifikan antara skor MNA dengan skor ansietas (r= -0.675; p<0.001) dan skor mortalitas.
9
VAS (r= -0.646; p < 0,001). Zhu et al dan Ma et al mendapatkan korelasi yang
positif antara malnutrisi dan gangguan psikologis (r=0,148, p<0,001; r=0,37, Kesimpulan. Prevalensi yang tinggi dari gangguan nutrisi, gejala somatik dan
p<0,001). Kedua penelitian ini menggunakan Patient-Generated Subjective gangguan psikologis pada pasien dengan kanker paru. Didapatkan korelasi
Global Assesment (PG-SGA) untuk skrining nutrisi dan Distress Thermometer yang signifikan antara status nutrisi dengan tingkat ansietas dan tingkat
12,15
untuk menilai gangguan psikologis. depresi. Diperlukan skrining awal status nutrisi dan gangguan psikologis pada
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian – penelitian pasien kanker agar dapat diberikan intervensi nutrisi, psikoterapi dan
sebelumnya yaitu didapatkan korelasi negatif yang signifikan antara skor MNA farmakologi yang lebih awal untuk mencegah perburukan.
dengan tingkat ansietas (r= - 0,562; p <0,001), tingkat depresi (r= -0,677; p<
0.001). Hasil yang positif dari analisis korelasi ini menunjukkan bahwa status Daftar Pustaka
nutrisi memiliki hubungan dengan tingkat psikologis. Perburukan status 1. Dela Cruz CS, Tanoue LT, Matthay RA. Lung cancer: epidemiology, etiology, and
nutrisi berhubungan dengan perburukan gangguan cemas dan depresi. prevention. Clin Chest Med. 2011;32:605-44.
Gangguan nutrisi dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental 2. Didkowska J, Wojciechowska U, Mańczuk M, et al. Lung cancer epidemiology:
sehingga gejala malnutrisi dan gangguan psikologis dapat tumpang tindih. contemporary and future challenges worldwide. Ann Transl Med. 2016;4:150.
3. Pressoir M, Desne S, Berchery D, et al. Prevalence, risk factors and clinical
Apakah malnutrisi merupakan faktor resiko yang penting dari gangguan
implications of malnutrition in french comprehensive cancer centres. Br J
psikologis belumlah jelas. Studi sebelumnya mendapatkan adanya peran Cancer.2010;102(6):966-971.
sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF-α, IFN-γ yang berhubungan dengan 4. Wu BW, Yin T, Cao WX, et al. Clinical application of subjective global
gejala depresi. Faktor psikologis seperti penerimaan pasien akan penyakitnya assessment in Chinese patients with gastrointestinal cancer. World J
mungkin berhubungan dengan kedua sindrom ini. Dibutuhkan penelitian Gastroenterol. 2009;15(28):3542-3549.
12,15
selanjutnya untuk memastikannya. 5. Fearon K, Strasser F, Anker SD, et al. Definition and classification of cancer
Chabowski et al mendapatkan hubungan yang signifikan antara status cachexia: An international consensus. Lancet Oncol. 2011;12(5):489-495.
9
nutrisi dan tingkat rasa nyeri (r= -0,65, p<0,001). Penelitian ini mendapatkan 6. Del Ferraro C, Grant M, Koczywas M, et al. Management of Anorexia-Cachexia
hubungan antara status nutrisi dengan tingkat nyeri yang tidak signifikan (r = - in Late Stage Lung Cancer Patients. J Hosp Palliat Nurs. 2012;14.
0,092; p =0,643). 7. Moreland SS. Nutrition screening and counseling in adults with lung cancer: a
systematic review of the evidence. Clin J Oncol Nurs. 2010;14:609-14.
Intervensi status nutrisi bersamaan dengan intervensi medis dan
8. Jadoon NA, et al. Assessment of depression and anxiety in adult cancer
psikologis terhadap gangguan psikologis dapat memberikan keuntungan outpatients: a cross-sectional study. BMC Cancer. 2010;10:594.

334 335
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

9. Chabowski M, Polański J, Polańska BJ, Janczak D, Rosińczuk J. Is nutritional LAPORAN KASUS: BULIMIA NERVOSA DENGAN DEPRESI
status associated with the level of anxiety, depression and pain in patients with
lung cancer? J Thorac Dis. 2018;10(4):2303-2310.
Ginting Septi Nina Maria, Lubis Wika Hanida, Nasution Habibah Hanum
10. Dewys WD, Begg C, Lavin PT, et al. Prognostic effect of weight loss prior to
Divisi Psikosomatis - Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
chemotherapy in cancer patients. Eastern Cooperative Oncology Group. Am J
Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Med.1980;69:491-7.
11. Gioulbasanis I, Baracos VE, Giannousi Z, et al. Baseline nutritional evaluation in
metastatic lung cancer patients: Mini Nutritional Assessment versus weight
loss history. Ann Oncol. 2011;22:835-41. Abstrak
12. Zhu C, Wang B, Gao Y, Ma X. Prevalence and relationship of malnutrition and
distress in patient with cancer using questionnaires.BMC Cancer. 2018. Pendahuluan. Pasien dengan gangguan makan menampilkan berbagai
13. Neilson KA, et al. Psychological distress (depression and anxiety) in people macam perilaku makan yang berbeda. Gangguan makan atau eating disorders
with head and neck cancers. Med J Aust. 2010;193(5 Suppl):S48–51.
mencakup anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan binge-eating,
14. Giannousi Z, Gioulbasanis I, Pallis AG, et al. Nutritional status, acute phase
response and depression in metastatic lung cancer patients: correlations and varian lainnya, dan mencakup seluruh gangguan yang serius pada prilaku
association prognosis. Support Care Cancer. 2012;20:1823-9. makan atau regulasi berat badan. Hal ini berkaitan sangat luas dengan efek
15. Ma L, et al. The association between malnutrition and psychological distress in samping dari psikologikal, psikis, dan konsekuensi sosial. Jumlah pasien
patients with ad vanced head-and-neck cancer. Curr Oncol. dengan gangguan makan telah meningkat secara global sejak 50 tahun yang
2013;20(6):e554–60. lalu. Menurut penelitian General Practice Research Database di Inggris pada
tahun 1990-2000 didapatkan kejadian bulimia nervosa 6,6 per 100.000 orang.
Dewasa ini, kejadian bulimia nervosa sekitar 1-1,5% pada populasi dewasa
Amerika Serikat dan mempengaruhi 1-2% remaja. Sekitar 80% pasien bulimia
nervosa adalah perempuan.

Ilustrasi Kasus. Seorang perempuan, usia 22 tahun, mahasiswi, berobat ke


Poliklinik Rawat Jalan Psikosomatis RSUP HAM. Pasien dengan keluhan
penurunan berat badan lebih 20 kg dalam 1 tahun ini. . Pasien merupakan
model dan berusaha menurunkan berat badan hingga lebih dari 20 kg. Asupan
makan dalam porsi yang besar saat di rumah diikuti usaha untuk
memuntahkan apa yang dimakan dijumpai. Keluhan seperti ini terus berlanjut
bahkan lebih 8 kali dalam seminggu. Periode makan besar diikuti usaha utuk
memuntahkan apa yang dimakan terjadi dalam 1 tahun ini. Nyeri didaerah ulu
hati dikeluhkan pasien. Pasien menimbang berat badan lebih dari 8 kali
sebelum dan setelah makan setiap harinya. Amenorea dialami 6 bulan
terakhir. Dari pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal, hanya
ditemukan hipokalemia ringan (2,8 mEq/l). Pemeriksaan gastroskopi dan CT
scan abdomen dalam batas normal. Pasien didiagnosa dengan bulimia

336 337
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

nervosa dengan depresi dan diberikan terapi Cognitive Behavioural Therapy, NILAI PPS PASIEN PALIATIF YANG DIRAWAT
Family Therapy, dan Fluoxetine 1x20 mg. DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2019
Diskusi. Bulimia nervosa adalah sebuah sindrom yang ditandai oleh serangan T Rizki1*, W Hanida1, and H Hanum1
berulang perilaku makan yang berlebih dan preokupasi berlebihan perihal 1
Divisi Psikosomatis, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Haji Adam Malik,
berat badannya, sehingga pasien menggunakan cara yang sangat ketat untuk Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
*
mengurangi efek “menggemukkan” dari makanan. Istilah ini harus dibatasi Email: tayarizki@gmail.com
untuk menjelaskan bentuk gangguan yang ada hubungannya dengan
anoreksia nervosa atas dasar psikopatologi yang sama. Distribusi umur dan Abstrak
jenis kelamin menyerupai anoreksia nervosa, tetapi umur terjadinya
cenderung lebih lambat. Gangguan ini dapat dianggap sebagai sekuele dari Latar Belakang. Palliative performance scale adalah metode prognostik yang
anoreksia nervosa yang menetap (walaupun urutan sebaliknya bisa saja berguna dalam perawatan pada pasien palliative. PPS pertama sekali
terjadi). Pasien yang mulanya anoreksia mungkin tampak membaik sebagai diperkenalkan pada tahun 1996 dan sudah banyak diterjemahkan dalam
akibat kenaikan berat badannya dan kemungkinan timbul kembali berbagai bahasa.
anoreksianya. Muntah yang berulang cenderung menyebabkan kekacauan
elektrolit tubuh, komplikasi fisik, dan kemudian kehilangan berat badan yang Metode. Desain penelitian adalah studi retrospektif dengan mengambil data
hebat. Hipokalemia dan amenorea merupakan komplikasi yang didapatkan dari rekam medis pasien kanker stadium terminal di RSUP H. Adam Malik
dari bulimia nervosa. Cognitive Behavioural Therapy merupakan terapi lini Medan pada tahun 2019 sebanyak 70 pasien sesuai kriteria inklusi dan
pertama dan evidence based therapy. Family therapy merupakan terapi yang eksklusi.
penting untuk kasus yang terjadi pada anak dan dewasa muda. SSRI
(Fluoxetine) merupakan anti depresan yang memiliki efektivitas terbaik dan Hasil. Hasil skor PPS pada pasien paliatif pada RSUP Haji adalam malik medan
dengan efek samping yang paling sedikit. Pasien dengan bulimia nervosa yang pada tahun 2019 memiliki makna bahwa pasien umumnya beraktifitas dalam
mendapatkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi memberikan hasil kondisi duduk atau berbaring, tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-
yang lebih baik. hari, membutuhkan bantuan dalam mengurus diri, dengan kebutuhan asupan
nutrisi normal, dan tingkat kesadaran Compos mentis (50 %). Tidak terdapat
Kesimpulan. Telah dilaporkan suatu kasus pasien bulimia nervosa dengan perbedaan signifikan dalam hal jenis kelamin pada pasien paliatif dalam
depresi yang diberikan terapi kombinasi dengan Cognitive Behavioural perawatan. Hasil skor PPS pasien meninggal 30 (10-50) yang memberikan arti
Therapy, family therapy, dan pemberian Fluoxetine 1x20 mg. Keluhan pasien akan terbatas pada aktifitas pada kasur, tidak mampu melakukan
membaik dan peningkatan berat badan dalam 1 tahun pengobatan. aktifitas apapun, sangat membutuhkan bantuan dalam mengurus diri, dengan
kebutuhan asupan nutrisi normal serta tingkat kesadaran Compos mentis atau
berkabut. Sedangkan hasil skor PPS pasien hidup adalah 50 yang memberikan
arti pasien umumnya beraktifitas dalam kondisi duduk atau berbaring, tidak
mampu untuk melakukan kegiatan, diperkirakan membutuhkan bantuan
dalam mengurus diri, dengan kebutuhan asupan nutrisi normal, dan tingkat
kesadaran Compos mentis.

338 339
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Kesimpulan. Skor PPS merupakan skor yang dapat membantu dalam KORELASI SKOR (BECK DEPRESSION INVENTORY) BDI II
menentukan prognostik bagi pasien paliatif. PPS juga baik sebagai alat DENGAN JENIS KELAMIN PADA PASIEN
komunikasi bagi sesama tenaga medis dalam menentukan langkah untuk
DIABETES MELITUS TIPE 2
terapi selanjutnya.
Wan Syirli Dastoria1, Wika Hanida Lubis2, Habibah Hanum Nasution2
Kata Kunci. Pasien palliatif, kualitas hidup pasien, palliative performance scale 1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2
Divisi Psikosomatis Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Depresi merupakan perasaan sedih, kecewa, putus asa, tidak ada


motivasi, dan hilangnya minat dalam hidup. Depresi dinilai dengan kuesioner
Beck Depression Inventory II (BDI II). Diabetes Melitus (DM) merupakan
penyakit metabolik akibat defisiensi insulin atau resistensi insulin. Kejadian
depresi meningkat pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Selain Diabetes
Melitus sebagai penyakit komorbiditas yang meningkatkan kejadian depresi,
jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian
depresi pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Metode. Penelitian ini bersifat analisis korelatif dengan desain potong lintang,
terhadap penderita DM Tipe 2 yang dinilai karakteristik dan skor BDI II nya di
poliklinik rawat jalan RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan November
2019. Data dialysis menggunakan uji SPPS di mana p<0,05 dianggap signifikan.

Hasil. Terdapat korelasi positif antara skor BDI II dan jenis kelamin (p = 0,0001).
Selain itu terdapat korelasi antara hemoglobin dan usia, kadar gula darah
puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah makan, kadar gula 2 jam sesudah
makan HbA1C (p=0.0001, p=0,0001, p=0,0001)

Kesimpulan. Terdapat korelasi positif antara skor BDI II dan jenis kelamin.

Kata kunci. Depresi, BDI II, diabetes melitus tipe 2

340 341
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Pendahuluan. Depresi sering didefinisikan sebagai perasaan sedih, kecewa, Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik
putus asa, tidak ada motivasi, dan hilangnya minat dalam hidup. Ketika menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak
perasaan ini berlangsung sesaat, disebut sebagai masa “the blues”. Namun dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif sehingga terjadi
ketika berlangsung lebih dari dua minggu dan berdampak pada aktivitas peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (hiperglikemia) (Kementerian
sehari-hari, maka keadaan ini disebut gangguan depresi. Seseorang yang Kesehatan Indonesia, 2014). Diabetes melitus tipe 2, dulunya dikenal dengan
didiagnosis depresi memiliki beberapa gejala diantaranya perubahan nafsu “diabetes tidak tergantung insulin” menempati posisi 90-95 % dari seluruh
makan, berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, hilangnya tenaga, diabetes. ''—(Of and Carediabetes, 2018)
perasaan bersalah, kesulitan berfikir dan mengambil keputusan, dan berfikir Diabetes dan depresi merupakan gangguan klinis yang akan
tentang kematian maupun bunuh diri. ''''(Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz 2017). memberikan dampak lebih buruk ketika terjadi bersamaan. Kualitas
Skrining depresi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa alat hidupnya akan memburuk, pengaturan hidupnya memburuk dan komplikasi
seperti Patient Health Questionnaire – Nine Item (PHQ-9), Center for yang diakibatkan juga meningkat serta harapan hidup menjadi rendah (Sv et
Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D), Geriatric Depression Scale al., 2016)
(GDS), Patient Health Questionnaire – Two Item (PHQ-2), Beck Depression Patofisiologi depresi pada diabetes yaitu pasien depresi memiliki pola
Inventory-II (BDI-II). Penggunaan alat-alat skrining tersebut memiliki makan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti makan berlebihan dan tidak
sensitifitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, sehingga bisa digunakan untuk teratur berolah raga, sehingga meningkatkan resiko terjadi DM tipe 2. Di
membantu diagnosis ataupun monitor terapi depresi. Alat skrining yang samping itu, terjadi disregulasi kronik hipotalamus-pituitary-adrenal (HPA)
paling umum digunakan adalah BDI II, PHQ-2 dan PHQ-9. Kuesioner PHQ-9 axis seperti peningkatan hormon kortisol, penurunan sensitivitas insulin atau
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil positif pada PHQ-2. Sensitifitas inflamasi kronis yang diaktivasi oleh sistem imun.
PHQ-2 adalah 97% dengan spesifisitas 67% pada dewasa, sedangkan PHQ-9 Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai korelai Skor BDI II sebagai
memiliki sensitifitas 61% dan spesifisitas 97%.. Untuk mendeteksi depresi, alat skrining depresi dan jenis kelamin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2.
BDI-II memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi yaitu sensitivitas
81% dan spesifisitas 92%. Interpretasi hasil penilaian skor BDI-II dapat dilihat Materi dan Metode. Penelitian ini merupakan penelitan analitik cross
pada tabel 1 (Gomes-oliveira et al., 2012) sectional yang dilaksanakan pada bulan November tahun 2019 di Poli
Faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya atau menurunnya Endokrinologi dan metabolik Disorder, RSUP H. Adam Malik Medan.
frekuensi depresi pada seseorang adalah umur, jenis kelamin, status Penelitian ini bersifat analitik, dilakukan dengan menggunakan metode
perkawinan, pendidikan,sosial ekonomi, lamanya sakit, stress, dan faktor pengukuran data secara potong lintang. Variabel independen adalah jenis
fisiologi (seperti kelainan hormonal, nutrisi, elektrolit, efek obat - obatan, kelamin pada DM dan variabEL dependen adalah skor BDI II. Semua penderita
kelainan fisik yang multipel yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit serebral/ diabetes melitus tipe 2 yang ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
sistemik)(Keltner, 1995). dan laboratorium, usia ≥ 30 tahun, memberikan persetujuan untuk ikut serta
Terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang hubungan antara dalam penelitian. Sampel akan dieksklusi apabila pasien dengan riwayat
jenis kelamin dan tingkat depresi seseorang. Ada penelitian yang menyatakan depresi sebelumnya, pasien yang pernah mengkonsumsi obat anti depresan,
bahwa wanita memiliki risiko menderita depresi lebih besar dibanding pria, pasien yang tidak dapat memahami isi kuesioner BDI-II. Hasilnya didapatkan
ada yang mengatakan pria dan wanita memiliki risiko menderita depresi yang 50 orang sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
sama besar, dan ada yang menyimpulkan bahwa pria berisiko menderita
depresi dibanding wanita.

342 343
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Hasil. Dari keseluruhan pasien diabetes melitus tipe 2 yang berobat di Poli risiko depresi lebih besar dua kali dibandingkan dengan laki-laki karena
Endokrin RSUP H. Adam Malik Medan pada periode November 2019 berbagai perbedaan seperti hormonal, perbedaan stress psikososial
didapatkan 50 orang yang memenuhi kriteria inklusi sehingga diikutsertakan pengaruh hamil dan melahirkan dan model perilaku tentang keputusasaan
dalam penelitian ini. (Kaplan & Sadock, 1997). Namun hal yang berbeda menyatakan bahwa laki-
Dari 50 orang subyek penelitian, didapatkan laki-laki sebanyak 10 laki dan perempuan memiliki risiko depresi yang sama besar. (Carson, 2000)
orang (20%) dan perempuan sebanyak 40 orang (80%). Dilakukan pencatatan namun penelitian lain menyatakan bahwa pria memiliki risiko depresi lebih
data umur, skor BDI II, VEGF, Hb, leukosit, trombosit, kadar gula darah puasa, berat dibandingkan pada wanita Depresi pada perempuan bersifat magnetic
kadar gula darah 2 jam sesudah makan, HbA1C, kolesterol total, trigliserida, depression berbeda dengan depresi laki-laki yang bersifat dynamic depression
HDL, LDL. Dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang, maka uji normalitas yang merupakan penyebab mengapa depresi pada perempuan mungkin bias
digunakan adalah kolmogorov smirnov. Hasilnya, variabel Hb, leukosit, (Hoeksema, 1990). Pernyataan serupa dengan telah dilaporkan oleh Jonas &
trombosit, kadar gula darah puasa, kadar gula darah 2 jam sesudah makan, Mussolino (2000,) yang mengatakan bahwa pria cenderung mengalami
HbA1C, kolesterol total, HDL, LDL bersifat normal. Sementara umur, skor BDI II, depresi berat daripada wanita. Selain itu, terdapat sejumlah pria yang tidak
VEGF, trigliserida bersifat tidak normal. menyadari bahwa mereka telah berada pada perilaku depresi meskipun
Untuk mengetahui hubungan Skor BDI II dengan jenis kelamin, mereka mengalami gangguan suasana hati. (McKeon, 1992).
dilakukan uji Mann Whitney untuk uji statistik terhadap perbandingan Untuk variabel Skor BDI II, mayoritas sampel memiliki skor BDI II
variabel numerik tidak berpasangan dengan distribusi tidak normal. Hasilnya, antara 0-13 yang berarti tidak depresi. Hal ini didapatkan pada 48 sampel.
9 orang laki-laki tidak depresi dan 2 orang laki- laki mengalami depresi sedang. Sementara 2 sampel memiliki skor BDI II antara 20-28 yang memiliki makna
Sementara itu dari 39 orang perempuan, tidak ada satupun yang mengalami mengalami depresi sedang.
depresi. Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh nilai p= 0,007. Karena nilai p < Setelah dianalisis secara statistik ditemukan terdapat hubungan
0.05, secara statistic terdapat hubungan bermakna skor BDI II dan jenis antara skor BDI II dengan jenis kelamin. Laki- laki memiliki risiko lebih besar
kelamin, laki-laki mempunyai kecenderungan mengalami depresi tingkat mengalami depresi sedang dibandingkan perempuan (p=0,007). Penelitian
sedang dibandingkan perempuan (tabel 3). sebelumnya di Taiwan meneliti tentang hubungan antara jenis kelamin
Terdapat korelasi positif sangat kuat antara Skor BDI II dengan kadar terhadap skor BDI II yang telah diterjemahkan menjadi Bahasa China.
VEGF pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 artinya semakin tinggi skor BDI II Hasilnya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki struktur menjawab
maka semakin tinggi juga kadar VEGF. Namun saat diinterpretasikan, skor BDI pertanyaan yang sama. Namun laki-laki memiliki skor BDI II yang lebih rendah
II tersebut mayoritas tergolong pada kategori tidak depresi. Hal ini terjadi pada pertanyaan tentang rasa pesimis, kegagalan, dan kesulitan konsentrasi.
pada 48 sampel yang memiliki skor BDI II dari 0-13. Hal ini mungkin diakibatkan oleh kultur di Taiwan. Pria Taiwan mendapatkan
penghargaan dan harapan lebih tinggi dari orang tua.(Wu and Huang, 2014).
Diskusi. Variabel demografi merupakan determinan yang penting pada pasien Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di Taiwan pada
depresi yang mengalami diabetes mellitus tipe 2. Pada penelitian ini jumlah tahun 2010. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil yang tidak signifikan
responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 yaitu laki-laki sebanyak 10 atas hubungan jenis kelamin terhadap skor BDI II. (Wu, 2010)
orang dan perempuan sebanyak 40 orang dengan total sampel 50 orang. Pada studi ini, rata-rata usia penderita depresi pada diabetes mellitus
Prevalensi depresi pada wanita diketahui meningkat dibandingkan tipe 2 54.44 ±8.433 (rentang usia 30 -74 tahun). Dan ketika dihubungkan
pada pria. (Kaplan & Sadock, 1997). Sebelumnya pada tahun 1995, Fortinash dengan skor BDI II dengan analisa spearman antara umur dan skor BDI II
& Holoday juga telah lebih dahulu mengatakan bahwa perempuan memiliki didapatkan hasil uji 0.116 dan tidak signifikan dengan nilai P = 0.424. Hal ini

344 345
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

sejalan dengan penelitian sebelumnya di Belanda yang menyatakan tidak ada 6. Glenn, M. B. et al. 2001.Depression amongst outpatients with traumatic
hubungan yang signifikan antara usia dengan depresi. (Roelofs et al., 2013). b r a i n i n j u r y. B r a i n I n j u r y , 1 5 ( 9 ) , p p . 8 1 1 – 8 1 8 . d o i :
Tetapi hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian pada tahun 2001 10.1080/02699050010025777.
yang menyatakan bahwa depresi akan meningkat seiring dengan 7. Gomes-oliveira, M. H. et al. 2012 'Revista Brasileira de Psiquiatria Validation
of the Brazilian Portuguese version of the Beck Depression Inventory-II in a
bertambahnya usia. (Glenn et al., 2001). Hasil yang juga menambah daftar
community sample', validation of the Brazilian Portuguese version of the
penelitian sebelumnya yang menyatakan menunjukkan hubungan antara BDI Beck Depression Inventroy-II in a community sample, 34(4), pp. 389–394.
II dan usia pada pasien rawat jalan poli psikiatri. (Beck et al., 1996). Begitu juga doi: 10.1016/j.rbp.2012.03.005.
dengan penelitian di Jepang pada tahun 2002 menyimpulkan terdapat skor 8. Hoeksema, N., et.al. (1990). Sex Differences in Depression. Stanford, Ca:
BDI II lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria namun tidak terdapat Stanford University Press.
perbedaan signifikan terhadap usia. (Kojima et al., 2002) 9. Keltner, N.L. (1995). Psychiatric Nursing, 2nd.ed. St. Louis: Mosby Year Book.
Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini yaitu penelitian 10. Kojima, M. et al. 2002.Cross-cultural validation of the Beck Depression
ini tidak memasukkan data tentang pengobatan, lam pengobatan yang Inventory-II in Japan. Psychiatry research, 110(3), pp. 291–9. doi:
diberikan serta faktor sosio ekonomi sehingga dapat menjadi perancu hasil 10.1016/s0165-1781(02)00106-3.
penelitian, selain itu jumlah dan proporsi sampel yang kecil kemungkinan 11. Of, S. and Carediabetes, M. 2018. American Diabetes Association. 8.
Pharmacologic approaches to glycemic treatment: Standards of Medical
menyebabkan hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya relevansi pada
Care in Diabetes—2018. Diabetes Care, 41(Supplement 1), p. S73 LP-S85.
beberapa variabel. 12. Roelofs, J. et al. 2013. Norms for the beck depression inventory (BDI-II) in a
large Dutch community sample, Journal of Psychopathology and Behavioral
Kesimpulan. Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan Skor BDI II pada Assessment, 35(1), pp. 93–98. doi: 10.1007/s10862-012-9309-2.
pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli Endokrin RSUP H. Adam Malik Medan. 13. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz Pedro.2017. Kaplan & Sadock's Concise Textbook
of Clinical Psychiatry 4th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwe,pp. 324-457.
Daftar Pustaka 14. Sv, B. et al. 2016. The association between Diabetes mellitus and Depression
1. Beck, A. et al. 1996. Comparison of Beck Depression 1 in Psychiatric Pathophysiological mechanisms, Journal of Medicine and Life, 9(2), pp.
Inventories -1A and - Outpatients. Journal of Personality Assessment, 67(3), 120–125
pp. 588–597. doi: 10.1207/s15327752jpa6703. 15. Symptoms of Depression as a Prospective Risk Faktor for Stroke (Jonas &
2. Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The Nurse-Patient Journey. Mussolino, 2000, http://www. American Psychosomatic.com, diperoleh 1
Philadelphia: WB. Saunders. Comp.Depression After Stroke (2003, Desember, 2006).
http://.medicalcenter.osu.edu, diperoleh 27 November, 2006). 16. Wu, P. C. 2010. Measurement invariance and latent mean differences of the
3. Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The Nurse-Patient Journey. beck depression inventory ii across gender groups, Journal of
Philadelphia: WB. Saunders. Comp.Depression After Stroke (2003, P sy c h o e d u c a t i o n a l A s s e s s m e n t , 2 8 ( 6 ) , p p . 5 5 1 – 5 6 3 . d o i :
http://.medicalcenter.osu.edu, diperoleh 27 November, 2006). 10.1177/0734282909360772.
4. Fortinash & Holoday. (1995). Psychiaric Nursing Care Plans. St Louis: Mosby. 17. Wu, P. C. and Huang, T. W. 2014. Gender-Related Invariance of the Beck
14. Symptoms of Depression as a Prospective Risk Faktor for Stroke (Jonas & Depression Inventory II for Taiwanese Adolescent Samples, Assessment,
Mussolino, 2000, http://www. American Psychosomatic.com, diperoleh 1 21(2), pp. 218–226. doi: 10.1177/1073191112441243.
Desember, 2006).
5. Fortinash & Holoday. (1995). Psychiaric Nursing Care Plans. St Louis:Mosby.

346 347
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KARATERISTIK PASIEN DENGAN SIMPTOM DEPRESI (19,0%), dan Borderline 4 (6,9%), Sedang 15 (25,9%), dengan rerata usia
PADA RAWATAN PALIATIF DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN adalah 53,6±13,7 , jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki.
TAHUN 2019
Kesimpulan. Terdapat 30 pasien paliatif yang terdiagnosa depresi, dengan
jumlah pasien perempuan lebih banyak dari laki-laki, dengan rerata usia
Yosua Marulitua Manullang, Wika Hanida
Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas 53,6±13,7. Pada pemeriksaan hasil laboratorium didapatkan hasil rerata Hb
Sumatera Utara, RSUP H Adam Malik Medan 9,5, Leukosit 14230, Trombosit 264081, Hematokrit 20, Ureum 32, Creatinin
0,86, SGOT 40, SGPT 19, Albumin 2,8.

Abstrak

Pendahuluan. Depresi merupakan salah satu masalah psikosomatik yang


dapat timbul pada pasien-pasien yang sudah memenuhi kriteria untuk
perawatan paliatif. Terkadang diagnosis depresi pada pasien baru diketahui
setelah pasien dikonsulkan kepada perawatan paliatif, yang dimana definisi
dari perawatan paliatif itu sendiri adalah pendekatan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang bekaitan
dengan masalah yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
menghentikan penderitaan dengan identifikasi dan penilaian dini,
penanganan nyeri, dan masalah lainnya, seperti fisik, psikologis, social dan
spiritual (WHO, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
banyak paliatif yang juga mengalami depresi dan mengetahui karateristiknya

Metode. Studi Deskriptif dengan metode pendekatan potong lintang. Sampel


pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang memenuhi kriteria perawatan
paliatif dan sudah dikonsulkan oleh divisi atau departemen lain kepada bagian
perawatan paliatif yang dirawat di RSUP H Adam Malik Medan periode Januari
sampai Desember 2019. Kriteria Inklusi yaitu: seluruh pasien yang memenuhi
kriteria perawatan paliatif. Kriteria Eksklusi yaitu : pasien yang tidak
memenuhi kriteria perawatan paliatif maupun pasien yang tidak dikonsulkan
ke bagian perawatan paliatif dan pasien paliatif yang mengalami penurunan
kesadaran.

Hasil. Terdapat 30 pasien paliatif dengan depresi yang ditegakkan


menggunakan Skor BDI, dengan Skor BDI Normal 28 (48,3%), Ringan 11
348 349
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

WANITA 63 TAHUN DENGAN GENERALIZED ANXIETY epigastrium, pemeriksaan abdomen: nyeri tekan epigastrium, skor PHQ 9:4,
DISORDER, DISPEPSIA FUNGSIONAL DAN HIPERTENSI STAGE 1. GAD 7:6
Laboratory finding: HB 15,1 g/dl, GDS 131 mg/dl, Kolesterol total 235
Hutomo WY*, Desy P*. Ratih A** mg/dl, SGOT 20 U/L, SGPT 13 U/L, EGD: Tak tampak kelainan
*
Internal Medicine Resident at Moewardi Hospital esofagogastroduodenum.
**
Internist of Moewardi Hospital Diagnosis kerja Axis I: Generalized Anxiety Disorder, Axis II: tidak
dinilai, Axis III: Dispepsia fungsional, Hipertensi stage 1, Axis IV: faktro
predisposisi: Kepribadian pasien tertutup, Faktor presipitasi: suami meninggal
Abstrak dunia, hubungan adik dengan keluarga tidak akur, Faktor agravasi: adik
kembali muncul dengan kesulitan ekonomi dan meminta bantuan keluarga,
Introduction. Gangguan ansietas merupakan penyakit yang termasuk Axis V: GAF 80-71
gangguan psikosomatik dengan catatan depresi psikotik tidak termasuk Terapi: non farmakologis: Psikoterapi superficial ventilasi, edukasi,
didalamnya. Pada umumnya gangguan ansietas memiliki ciri-ciri rasa cemas motivasi, Latihan pasrah diri. Farmakologis: Gemfibrozil 300 mg/ 24 jam,
berlebihan mengenai beberapa aktivitas atau kejadian, lebih sering dialami Lansoprazole 30 mg/24 jam
daripada tidak selama 6 bulan dan rasa cemas berhubungan dengan tiga atau
lebih gejala tidak bias istirahat, mudh lelah,kesulitan berkonsentrasi,mudah Discussion. Pada kasus ini pasien dengan generalized anxiety disorder,
1
tersinggung, otot tegang, gangguan tidur. Faktor psikis atau emosi dapat dispepsia fungsional dan hipertensi stage 1 dimana adanya kondisi stressor
mempengaruhi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam psikologis, mental, sosial maupun stress fisik dirasakan oleh tubuh dalam
2
lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa. waktu lama, akan mengganggu sistem homeostasis tubuh, sehingga akan
terjadi pergeseran respon stress dari respon stress akut yang adaptif menjadi
Case Ilustration. Wanita 63 tahun, keluhan utama nyeri ulu hati sejak 4 bulan respon stress kronis yang maladaptif. Gangguan ini akan menyebabkan
sebelum masuk rumah sakit dan memberat sejak 2 bulan, nyeri dirasakan perubahan dari kondisi homeostasis tubuh menjadi kondisi allostasis, dimana
seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, memberat jika pasien dalam kondisi akan terjadi gangguan sekresi norepinefrin, epinefrin, kortisol dan asam
cemas atau dalam keadaan gtertekan dan membaik dengan pemberian lemak. Dampaknya bagi tubuh meliputi peningkatan denyut jantung, tekanan
makanan ataupun obat-obatan lambung, pasien juga mengeluh susah tidur, darah dan terjadi pemecahan lemak yang dapat meningkatkan kadar
nyeri kepala dan otot terasa tegang. kolesterol seperti halnya pada pasien ini.2
Pasien mempunyai masalah keluarga, dimana adik pasien yang dulu Adanya aktivasi sistem saraf simpatis, akan mengakibatkan efek
pergi meninggalkan rumah dan menikah tanpa persetujuan serat bertahun- hipertensi, vasokonstriksi pada pembuluh darah pasien. Akibatnya, pada
tahun hilang kontak dengan kelurga saat ini kembali pulang kerumah setelah pasien ini muncul keluhan hipertensi dan cephalgia. Selain itu aktivasi sistem
pensiun dan ditelantarkan oleh istrinya. Adik pasien meminta bantuan saraf autonom tersebut akan memicu pelepasan epinefrin yang akan
keuangan, pasien merasa kasihan dan jengkel dengan adiknya, karena meningkatkan terjadinya lipolisis, yang akan menimbulkan peningkatan kadar
kejadian ini pasien menjadi sering teringat dengan suaminya yang sudah kolesterol di dalam darah, seperti halnya pada pasien ini.3
meninggal. Psikoterapi superficial seperti ventilasi dimana pasien bercerita
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: composmentis, GCS tentang masalahnya, serta latihan pasrah diri membuat pasien mampu
0 4
E4V5M6, TD 125/80 mmHg, HR 90 x/m, t 36.8 C, RR 20 x/m, vas 3 di mengatasi masalah kecemasanya.

350 351
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

Keywords: General anxiety disorder, Dispepsia fungsional, Psikoterapi GEJALA ANSIETAS PADA PASIEN KANKER STADIUM IV
superficial DI RSUP DR SARDJITO

Dian Fitria Kusumawardani 1, Noor Asyiqah Sofia 2 , Agus Siswanto 2


Reference 1 Peserta Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis, Departemen Penyakit Dalam FK
1. Hudak R and Jacob RG. 2015. Anxiety in the General Medical Setting. In: UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Ackerman K and Dimartini AF, editors. Psycosomatic Medicine. New York: Oxford 2 Divisi Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
University Press. pp. 57-74 Mada/ RSUP DR Sardjito, Yogyakarta
2. Russell G and Lightman S. 2019. The human stress response. Nature Reviews. pp.
1-10.
3. Sultanoff B and Zalaquett C. 2000. Relaxation therapies. In: D Novey, editor. Abstrak
Clinician's complete reference to complementary and alternative medicine. New
York: Mosby. pp. 114-129 Latar belakang. Memiliki diagnosa kanker stadium IV merupakan kondisi yang
4. Mujadid E. Dispepsia fungsional. Dalam: Sudoyo AW, et al editor. Buku Ajar Ilmu menimbulkan ketegangan psikologis dan fisik bagi pasien. Pengobatan dalam
Penyakit Dalam jilid II edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu jangka waktu lama dan ketidakpastian kondisi pasien membuat pasien sering
Penyakit Dalam FKUI:, 2006. Hal 916 merasa dalam kondisi cemas dan tertekan. Masalah ini seringkali terabaikan
oleh tenaga kesehatan, karena lebih berfokus pada penyembuhan pasien.
General Anxiety Disorder -7 (GAD-7) merupakan instrument untuk menilai
gangguan kecemasan / ansietas.

Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi


tingkat ansietas pada pasien kanker di di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Sardjito

Metode. Metode penelitian ini melibatkan 64 pasien berusia >18tahun


dengan diagnosis kanker stadium IV yang dirawat di RSUP dr. Sardjito. Untuk
pengambilan data penelitian ini menggunakan kuesioner General Anxiety
Disorder (GAD) -7 versi Indonesia dan kuesioner data demografi pasien serta
catatan medis pasien.

Hasil Penelitian. Hasil penelitian dari 64 orang responden 30 responden (46.9


%) pria, 34 responden (53.1%) wanita, rerata berusia 51,41 tahun (SD 13,14),
dengan didominasi pendidikan SLTA/SMK 30 responden (47%), status menikah
54 responden (84%), dengan jenis kanker terbanyak adalah kanker kolon pada
18 responden (28.1%). Didapatkan GAD-7 skala 0 -4 sebanyak 35 responden
(55%), skala 5-9 ansietas ringan sebanyak 14 responden (22%) dan skala 10-14

352 353
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

ansietas sedang 11 responden (22%) dan skala 15-21 ansietas berat 4 ANSIETAS, DEPRESI, DAN MALNUTRISI
responden (6%). Pada penelitian ini, jenis kelamin, usia, agama, latar PADA PERAWATAN PASIEN PALIATIF
belakang pendidikan, pekerjaan, jenis kanker tidak mempengaruhi skala
penilaian GAD-7. Dengan analisa regresi, GAD-7 berhubungan dengan Felix Firyanto Widjaja
Palliative prognostic Index dengan regresi sebesar 7.7% (p-value 0.025). Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Kesimpulan. Ansietas merupakan salah satu masalah psikosomatik yang
sering dialami pasien kanker stadium IV. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
dimana GAD-7 menunjukkan hubungan bermakna dengan Palliative Abstrak
prognostic Index.
Masalah diet pada penyakit tahap lanjut dapat menjadi masalah dan
Kata kunci: kanker stadium IV, ansietas, General Anxiety Disorder-7, Palliative perhatian khusus bagi pasien dan keluarga. Gangguan status gizi dikaitkan
Prognostic Index dengan kehilangan massa otot, berkurangnya kekuatan otot, keterbatasan
fungsional, dan peningkatan morbiditas yang semuanya berdampak negatif
pada kualitas hidup dan dapat mengurangi kesintasan.
Menilai asupan nutrisi dan kebutuhan pasien membutuhkan
penilaian komprehensif terhadap kondisi medis, perawatan, dan riwayat diet
pasien. Hal ini termasuk mengevaluasi hasil biokimia darah yang relevan yang
tersedia, berat badan saat ini dan riwayat berat badan, keterbatasan
fungsional, masalah psikososial, asupan makanan saat ini, gejala terkait gizi,
dan tujuan diet.
Intervensi yang dilakukan oleh ahli gizi dalam perawatan paliatif dapat
dikelompokkan secara luas menjadi lima jenis: promosi dan pemeliharaan
kesehatan, dukungan untuk kebutuhan diet khusus, manajemen gejala,
dukungan nutrisi, dan dukungan psikososial.

354 355
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

EFISIENSI PERAWATAN PALIATIF KANKER STADIUM LANJUT sebesar Rp. 102.095.306 (23.605.799–235.943.022). Untuk lama rawat pasien
DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO dengan konsultasi awal adalah 8 (1–91) hari, pertengahan adalah 15,5 (1–43)
hari, dan akhir adalah 30 (18–59) hari.
Rudi Putranto, Hamzah Shatri, Ratih Arianita Agung, Felix Firyanto Widjaja
Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Diskusi. Rentang lama rawat dan biaya rawat pasien kanker stadium lanjut
Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta sangat lebar, karena perawatan pasien sangat individualistik. Perawatan
dengan tim paliatif lebih baik dilakukan terutama pada waktu yang lebih dini.
Perawatan paliatif di RSCM ini banyak dilakukan terutama pada kasus end-of-
Abstrak life yang terlihat dari tingginya mortalitas di akhir perawatan. Perawatan end-
of-life berfokus pada mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya. Saat
Pendahuluan. Pelayanan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas menjelang kematian, beban gejala akan semakin memburuk dan saat itu
hidup pasien termasuk keluarganya, terutama penyakit kanker. Sementara itu, diperlukan intervensi paliatif yang lebih agresif. Berbagai penelitian
penyakit kanker menjadi beban kesehatan dan ekonomi bagi pasien. menunjukkan bahwa perawatan paliatif akan mengurangi biaya, tetapi biaya
Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan lama rawat dan biaya yang yang dimaksud tidak hanya menghitung satu waktu perawatan saja.
dikeluarkan untuk pasien kanker stadium stadium lanjut di RSCM. Penelitian-penelitian tersebut juga banyak menghubungkan dengan tingginya
keberhasilan angka perawatan hospis, menurunnya jumlah perawatan
Metode. Penelitian ini menggunakan data sekunder di RSCM pada Januari- kembali serta menurunkan admisi ke ruang rawat intensif. Penelitian
Desember 2018 dengan subjek pasien kanker stadium lanjut yang mendapat prospektif multisenter pada pasien kanker tahap lanjut memperlihatkan
konsultasi tim paliatif dan berusia ≥18 tahun di ruang rawat dengan data konsultasi pada tim paliatif kurang dari 2 hari dan 6 hari menurunkan biaya
lengkap. Lama rawat dan biaya rawat (direct cost) diambil dari data rumah 24% dan 14%. Kemudian, penting diingat bahwa perawatan paliatif tidak
sakit. Data mengenai jenis kelamin, lokasi kanker, dan kondisi akhir perawatan selalu berhubungan dengan biaya murah. Terkadang untuk meningkatkan
diambil dari rekam medis. Waktu konsultasi tim paliatif dikelompokkan kualitas hidupnya diperlukan obat-obatan ataupun tindakan yang lebih
menjadi awal (hari ke-1 sampai ke-7), pertengahan (hari ke-8 sampai ke-14), agresif, terutama pada pasien yang sudah hampir mendekati akhir hidupnya
dan akhir (lebih dari hari ke-14). Lama rawat dan biaya rawat ditampilkan atau disebut “the high cost of dying”, apalagi kemajuan teknologi membuat
dalam median (rentang). pembiayaan semakin besar. Belum lagi bila kita menilai sisi etik, tentang kapan
pasien boleh diperlakukan untuk meninggal dengan terhormat atau
Hasil. Dari 191 pasien kanker stadium lanjut yang mendapat konsultasi tim diperjuangkan untuk bertahan hidup.
paliatif, biaya rawat adalah Rp. 30.662.242 (4.001.460–270.897.627),
sementara lama rawat adalah 12 (1–91) hari. Sebanyak 60,7% pasien adalah Simpulan. Efisiensi perawatan paliatif pasien kanker stadium lanjut sangat
wanita dan 53,4% meninggal saat perawatan. Lokasi kanker terbanyak adalah beragam. Waktu konsultasi kepada tim paliatif diharapkan dapat dilakukan
kanker serviks (16,2%), payudara (12,6%), hati (8,9%), dan nasofaring (8,4%). sedini mungkin agar lama rawat menjadi lebih singkat dan biaya rawat lebih
Waktu konsultasi saat awal dilakukan pada 67,5% kasus, saat pertengahan kecil.
16,8%, dan saat akhir 15,7%. Biaya rawat pada pasien dengan konsultasi awal
adalah Rp. 20.990.517 (4.001.460–270.897.627), sementara konsultasi
pertengahan Rp. 49.627.139 (6.234.993–258.203.444), dan konsultasi akhir

356 357
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PASIEN Kesimpulan. Pendekatan spiritual merupakan salah satu pendekatan
KANKER STADIUM IV DI RSUP DR. SARDJITO psikologis yang baik untuk pasien kanker stadium IV, hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang menunjukkan FACIT-Sp-12 berhubungan dengan
Septrian Warisman Zega 1, Noor Asyiqah Sofia 2, Agus Siswanto 3
Palliative prognostic Index.
1
Peserta Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis, Departemen Penyakit Dalam
FKKMK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Kata kunci: kanker stadium IV, spiritualitas, Facid-12, Palliative Prognostic
2
Divisi Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam FKKMK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Index

Abstrak

Latar belakang. Kualitas hidup yang baik merupakan salah satu hal yang harus
diperhatikan pada pasien dengan diagnosis kanker stadium IV. Pendekatan
secara spiritual sangat bermanfaat untuk pasien stadium lanjut yang sudah
putus pengharapan. Masalah spiritual merupakan aspek penting dari kualitas
hidup pasien dan dapat dinilai dengan menggunakan Functional Assessment
of Chronic Illness Therapy Spiritual Well-Being (FACIT-Sp-12).

Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi


tingkat spiritualitas pada pasien kanker di di RSUP dr. Sardjito

Metode. Metode penelitian ini melibatkan 64 pasien berusia >18 tahun


dengan diagnosis kanker stadium IV yang dirawat di RSUP dr. Sardjito. Untuk
pengambilan data penelitian ini menggunakan kuesioner Functional
Assessment of Chronic Illness Therapy Spiritual Well-Being (FACIT-Sp-12) versi
Indonesia dan kuesioner data demografi pasien serta catatan medis pasien.

Hasil Penelitian. Hasil penelitian dari 64 orang responden, sebagian besar


responden pria 46,9%, rerata usia 52,2 tahun, pendidikan SLTA/sederajat
48.4%, status menikah 84.4% , dan jenis kanker yang terbanyak adalah kanker
kolon pada 18 responden (28.1%). Total nilai FACIT-Sp-12 responden adalah
34,00±9,09. Pada penelitian ini, jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, jenis
kanker tidak mempengaruhi perbedaan nilai FACIT-Sp-12. Dengan analisa
regresi, FACIT-Sp-12 berhubungan dengan Palliative prognostic Index (p-value
0.000) dengan pengaruh konstribusi sebesar 22.9%.

358 359
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

PEMERIKSAAN HELICOBACTER PYLORI STOOL ANTIGEN (HpSA) 90 – 98 % dalam mendeteksi infeksi H. pylori pada pasien dispepsia di Nigeria.
PADA PENDERITA DISPEPSIA FUNGSIONAL Pourlak et al (2017) mendapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, PPV, NVP dan
DENGAN GANGGUAN PSIKOSOMATIK akurasi HpSA dalam mendiagnosis infeksi H.Pylori yaitu : 96,67%, 93,33%,
93,55%, 96,55% dan 95%.
Fajriansyah*, Arina Widya Murni** Penelitian HpSA pada penderita Dispepsia fungsional dengan
*Peserta PPDS-1 IPD Fakultas Kedokteran Unand / RSUP. Dr. M. Djamil gangguan psikosomatik ini sedang dalam proses penelitian di Bagian Ilmu
**Sub Bagian Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam Penyakit Dalam RSUP.Dr.M.Djamil Padang. Penelitian ini dengan desain Cross
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP. Dr. M. Djamil, Padang sectional study. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive
sampling untuk mendapatkan sebanyak 50 sampel penderita dispepsia
fungsional dengan gangguan psikosomatik, kemudian diperiksa sampel
Abstrak fesesnya. Gangguan psikosomatik dinilai dengan menggunakan kuisioner
DASS 21.
Pendahuluan. Dispepsia fungsional bukanlah penyakit yang mengancam
kehidupan. Studi HEROES-DIP (2011) mendapatkan 76,4 % dari 855 penderita Kesimpulan. Helicobacter pylori Stool Antigen (HpSA) dapat digunakan
sindroma dispepsia merupakan dispepsia fungsional sisanya dispepsia sebagai alat diagnostik non invasif dalam mendeteksi adanya infeksi H. pylori
organik. Rodriguez-Garcia etal (2016), didapatkan prevalensi infeksi H. Pylori pada penderita dispepsia fungsional dengan Gangguan Psikosomatik.
pada pasien dispepsia fungsional sebanyak 58 %.Kuman H. Pylori menjadi
agen patologis utama terjadinya dispepsia fungsional. Prevalensi infeksi H. Kata kunci. HpSA, H.pylori, Dispepsia Fungsional, Gangguan Psikosomatik
pylori pada penderita dispepsia fungsional bervariasi 30-80%. Murni (2017),
mendapatkan aktifitas H.pylori meningkat pada dispepsia fungsional
kelompok stres dibandingkan non stres dengan hasil IHK H.pylori positif 11
orang dari 20 penderita dispepsia fungsional dengan stres.

Metode. Tinjauan Kepustakaan.

Diskusi. Pemeriksaan gold standar diagnostik infeksi H. Pylori adalah


histopatologi dengan IHK H. Pylori mukosa lambung . Pemeriksaan ini sangat
invasif dan menimbulkan rasa tak nyaman bahkan meningkatkan rasa cemas
pada penderita dispepsia dengan gangguan psikosomatik. Untuk mengatasi
hal tersebut, telah dikembangkan pemeriksaan HpSA yang lebih sederhana,
tidak invasif serta mempermudah klinisi dalam mendeteksi adanya infeksi H.
Pylori.
Jeongmin et al (2011),mendapatkannilai akurasi HpSA mencapai 93,8
%, lebih tinggi dari serologi 88,4 %pada kelompokmedical check up rutin.
Smith et al (2011), mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas HpSA mencapai

360 361
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI BANGSAL PALIATIF Diskusi. Perawatan paliatif amat berperan dalam tercapainya kualitas hidup
RSUP DR. SARDJITO yang lebih baik pada pasien kanker paru stadium IV sehingga dapat
mengurangi symptom yang ada dan mempersiapkan kondisi kematian dengan
Rosandi Himawan 1, Noor Asyiqah Sofia 2 Agus Siswanto2 lebih baik.
1
Peserta Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis, Departeme PenyakitDalam FK
UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
2
Sub Bagian Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Kata kunci: Small Cell Lung Carsinoma (SCLC) , Non Small Cell Lung Carsnimoa
Gadjah Mada/RSUP DR Sardjito, Yogyakarta (NSCLC), symptom paliatif, Palliative Prognostic Index, EQ-D5

Abstrak

Latar belakang. Angka kejadian kanker paru mencapai 13% dari semua kanker
di dunia selama tahun 2012. Angka ketahanan hidup 5 tahun secara
keseluruhan masih cukup rendah, sebesar 15,2%. Pasien kanker paru banyak
ditemukan sudah dalam keadaan stadium lanjut sehingga pendekatan paliatif
lebih dikedepankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui symptom
yang menyertai kondisi kanker paru stadium lanjut, skor Palliative Prognostic
Index dan analisis EQ-D5 pada pasien lebih dari 60 tahun, kemudian masing-
masing dianalisis lebih lanjut ke dalam grup Small Cell Lung Carsinoma (SCLC)
dan Non Small Cell Lung Carsnimoa (NSCLC).

Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel penelitian ini


adalah data rekam medik pasien kanker paru di Bagian Penyakit Dalam bangsal
paliatif yudhistira RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2019.

Hasil. Total penderita karsinoma paru yang dirawat di bangsal paliatif selama
tahun 2019 di RSUP dr. Sardjito adalah 57 pasien, sebanyak 44 pasien (77%)
laki-laki dan 13 pasien (23%) perempuan. Symptom yang paling banyak
ditemukan pada pasien kanker paru stadium lanjut antara lain sesak nafas 47
orang (22%), batuk 40 orang (18%), dan nyeri 48 orang (16%). Untuk analisis
PPI didapatkan hasil skor terbanyak >6 sebanyak 28 orang, nilai 4-6 sebanyak
18 orang, nilai kurang dari <4 sebanyak 11 orang. Untuk penilaian skor EQ-D5
pada usia lebih dari 60 tahun didapatkan 38 orang dan didapatkan skor
moderate (6-10) 27 orang (68%) dan skor severe (11-15) 11 orang (32%).

362 363
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PASIEN KANKER STADIUM IV responden (49,2%). Dari PHQ-9 didapatkan hasil depresi minimal sebanyak
DI RSUP DR. SARDJITO 16 responden (25,4%), depresi ringan sebanyak 21 responden (33,3%),
depresi sedang sebanyak 14 responden (22,2%), depresi sedang-berat
Anggia Fitria Agustin1, Noor Asyiqah Sofia2, Agus Siswanto2 sebanyak 6 responden (9,5%) dan depresi berat sebanyak 6 responden (9,5%).
1
Peserta Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis,Departemen Penyakit Dalam FK Analisis hubungan menggunakan uji Rank Spearman's didapatkan nilai p-
UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta value = 0.008. Nilai tersebut menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
2
Divisi Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah depresi dengan Palliative Prognostic Index dengan nilai rho sebesar 0.334
Mada /RSUP DR Sardjito, Yogyakarta
yang menunjukkan adanya kekuatan hubungan yang cukup dengan arah
positif yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat depresi maka
semakin tinggi pula skor PPI.
Abstrak
Kesimpulan. Depresi merupakan salah satu masalah kesehata yang cukup
Latar Belakang. Depresi merupakan salah satu komorbid pada pasien kanker
banyak dialami pasien kanker stadium IV. Depresi yang berat berhubungan
yang dijumpai pada > 10% kasus kanker. Diagnosis kanker sendiri merupakan
dengan nilai Palliative Prognostic Index yang tinggi.
salah hal yang menyebabkan stress baik secara emosi maupun psikologis
sehingga dapat menyebabkan gangguan depresi mayor pada pasien. Di
Kata kunci. Kanker stadium IV, Depresi, Patient Health Questionnnaire (PHQ) –
samping unsur-unsur depresi psikososial yang jelas, mekanisme biologis
9, Palliative Prognostic Index
termasuk kerusakan jaringan, mediator inflamasi, respons stres kronis dan
imunitas mungkin mendasari depresi pada kanker. Patient Health
Questionnnaire (PHQ) – 9 sendiri merupakan salah satu instrumen untuk
menilai depresi.

Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran
tingkat depresi dihubungkan dengan nilai Palliative Prognostic Index saat
admisi pada pasien kanker stadium IV di RSUP dr. Sardjito.

Metode. Metode penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan


melibatkan 63 pasien berusia >18 tahun yang didiagnosa sebagai kanker
stadium IV dan dirawat di RSUP dr. Sardjito. Pengambilan data penelitian ini
menggunakan kuesioner Patient Health Questionnnaire (PHQ) – 9 versi
Indonesia dan data demografi pasien serta catatan medis pasien.

Hasil Penelitian. Hasil penelitian dari 63 orang responden dimana 33


responden (52,4%) pria dan 30 responden (47,6%) wanita dengan rerata usia
51,81 tahun. Tingkat pendidikan responden terbanyak SLTA/SMK 31

364 365
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN EKSPRESI CORTICOTROPINE RELEASING HORMONE mana ditemukan ekspresi yang lemah, sedang dan kuat dengan jumlah
RECEPTOR PADA PASIEN DISPEPSIA FUNGSIONAL berturut-turut 18 pasien (32,1%), 22 pasien (39,3%), dan 16 pasien (28,6%).
DENGAN GANGGUAN PSIKOSOMATIK
Diskusi. Pengaruh faktor psikis atau emosi dalam patofisiologi dispepsia
Afifah Amatullah*, Arina Widya Murni** fungsional dapat terjadi melalui jalur neurogen dengan rangsangan di nervus
* Peserta PPDS-1 IPD Fakultas Kedokteran Universitas Andalas vagus, atau jalur neurohormonal dengan disekresikannya kortikotropin.
** Sub Bagian Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Kortikotropin dapat langsung merangsang korteks adrenal untuk
Universitas Andalas mengeluarkan hormon adrenal yang dapat merangsang produksi asam
lambung. Reseptor hormon kortikotropin atau CRHR diketahui tersebar di
berbagai jaringan tubuh termasuk saluran cerna. Dalam penelitian ini,
Abstrak ditemukan 70% pasien dengan dispepsia fungsional dan gangguan
psikosomatik memiliki ekspresi CRHR yang positif. Penemuan ini sejalan
Pendahuluan. Respon endokrin utama terhadap stres terjadi melalui aksis dengan penelitian Murni tahun 2018 yang menemukan bahwa kadar kortisol
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA), yang menyebabkan sekresi cepat pada pasien dispepsia fungsional yang disertai gangguan stres lebih tinggi
adrenocorticotropin (ACTH) hingga meningkatkan glukokortikoid di sirkulasi. dibandingkan penderita tanpa gangguan stres. Tingginya kadar hormon stres
Corticotropin releasing hormone (CRH) merupakan regulator hipotalamus dan reseptornya di gaster menjadi bukti mengenai mekanisme pengaruh
utama dalam sekresi ACTH yang bekerja melalui reseptor membran di neurohormonal gangguan psikosomatik seperti cemas dan depresi dalam
berbagai jaringan tubuh, yaitu corticotropin releasing hormone receptor mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas
(CRHR). Corticotropin releasing hormone receptor berikatan dan diaktivasi dan vaskularisasi mukosa lambung.
oleh CRH dan menjadi perantara kerja CRH dalam berbagai aspek sebagai
respon terhadap stres, termasuk kecemasan dan depresi. Sistem Kesimpulan. Sebagian besar penderita dispepsia fungsional dengan gangguan
gastrointestinal terutama lambung memiliki hubungan yang sangat erat psikosomatik memiliki ekspresi CRHR yang positif pada gaster.
dengan rangsangan psikis atau emosi, dan bermanifestasi salah satunya
sebagai dispepsia fungsional. Mekanisme pengaruh psikis terhadap dispepsia Kata kunci: CRHR, dispepsia fungsional, stres
dimungkinkan terjadi melalui jalur neurogen dan neurohormonal.

Metode. Penelitian dilakukan pada 80 pasien dispepsia fungsional dengan


gangguan psikosomatik di RSUP Dr M Djamil Padang. Pada pasien dilakukan
esofagogastroduodenoskopi untuk mengambil spesimen jaringan dari antrum
dan fundus gaster. Spesimen yang diambil difiksasi dengan blok parafin dan
dilakukan pewarnaan imunohistokimia untuk menilai ekspresi CRHR.

Hasil. Dari 80 pasien yang diperiksa, didapatkan ekspresi CRHR yang positif
pada 56 pasien atau sebanyak 70% dan negatif pada 24 pasien atau sebanyak
30%. Dari 56 pasien dengan CRHR positif terdapat perbedaan ekspresi CRHR di

366 367
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KORELASI ANTARA SKOR DASS 21 DENGAN KADAR KORTISOL pada jalur imunologis didapatkan antigen yang ditelan oleh APC kemudian
PLASMA DAN INTERLEUKIN-6 PADA PASIEN ASMA BRONKIAL dipresentasikan ke sel Th yang terbagi menjadi Th1 dan Th2. Sel Th1 akan
melepaskan IFN dan lymphotoxin yang menyebabkan inflamasi saluran nafas.
DENGAN ANSIETAS
Sel Th2 akan memicu pelepasan sitokin seperti IL-3, IL-5, IL-6 sehingga
mengaktifasi sel limfosit T dan B. Aktifasi Sel Limfosit T dan B akan melepaskan
Edo Yudistira, Arina Widya Murni*, Raveinal*, Najirman*
*Sub Bagian Psikosomatik/Bagian Ilmu Penyakit Dalam
mediator inflamasi sehingga menyebabkan hiperaktivitas saluran nafas.
*Sub Bagian Alergi Imunologi/Bagian Ilmu Penyakit Dalam Semua gejala ini akan menyebabkan munculnya gejala asma bronkial tidak
*Sub Bagian Rheumatologi/Bagian Ilmu Penyakit Dalam terkontrol dimana terjadi keterbatasan aktivitas dan pengobatan yang lama
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP. Dr. M. Djamil, Padang cenderung menimbulkan ansietas karena pasien cenderung merasa cemas
jika sewaktu-waktu serangan akan datang kembali. Korelasi ini sedang dalam
proses penelitian yang dilakukan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr.M
Abstrak Djamil Padang.

Pendahuluan. Asma bronkial menurut Global Initiative For Asthma (GINA) Kesimpulan. Secara teori dari kepustakaan terdapat korelasi Antara Skor DASS
2018 merupakan suatu penyakit akibat hiperaktivitas otot pernapasan 21 dengan kadar kortisol Plasma dan IL-6 pada pasien asma bronkial dengan
dimana terjadinya bronkokonstriksi sebagai respon dari pemicu dari ansietas
lingkungan.1
Del Giacco et al (2016) mengemukan adanya hubungan yang Kata kunci. Asma Bronkial, Ansietas, Interleukin-6, Kortisol Plasma, DASS 21
signifikan antara asma bronkial dan ansietas. Asma yang didahului kecemasan
didapatkan prevalensi sebesar 48%, di sisi lain kecemasan didahului asma
didapatkan prevalensi sebesar 52% tanpa perbedaan kelompok yang Daftar Pustaka
signifikan. Ansietas, khususnya gangguan mewakili satu-satunya gangguan 1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
kejiwaan secara signifikan terkait dengan asma, dengan hubungan dua arah prevention. 2018 Available at: http://www.ginasthma.org. Accessed May
atau timbal balik.
2 24.2018
2. Del Giacco SR, Cappai A, Gambula L, Cabras S, Perra S, Manconi PE et al. The
Asthma Anxiety connection.Respiratory Medicine.2016;120: 44-53
Metode. Tinjauan Kepustakaan

Diskusi. Pasien asma bronkial terkontrol yang mengalami ansietas yang dipicu
oleh faktor eksternal seperti stres emosional, kejadian paska
trauma,pengalaman hidup. Ansietas dapat merangsang hipotalamus untuk
mensekresikan CRH dan AVP yang akan menstimulasi ACTH di hipofisis.
Stimulasi ACTH akan memicu simulasi sistem saraf simpatis yang
menyebabkan terjadinya disregulasi HPA Axis yang akan menyebabkan kadar
kortisol darah meningkat. Peningkatan kadar kortisol ini akan menyebabkan
penurunan sistem imun dan menyebabkan hipersekresi mukus. Di sisi lain

368 369
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PENDERITA DISPEPSIA Simpulan: Secara umum, kualitas hidup pada penderita dispepsia fungsional
FUNGSIONAL DI RSUP DR.M.DJAMIL PADANG di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah kurang baik (58%).

Farah Nadya Arvenila1, Arina Widya Murni2, Delmi Sulastri3 Diskusi: Diharapkan adanya perhatian khusus oleh bagi institusi terkait RSUP
1
Profesi Dokter FK UNAND (Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang) Dr.M.Djamil untuk melakukan manajemen stress bagi pasien dispepsia
2
Sub Bagian Psikosomati Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang, fungsional sebagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam
3
Bagian Ilmu Gizi FK UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang menghadapi penyakitnya.

Kata Kunci : Kualitas Hidup, Dispepsia Fungsional, Komponen Kualitas Hidup


Abstrak

Pendahuluan. Kualitas hidup menurut World Health Organization Quality of


Life (WHOQOL) didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap
kehidupannya yang mencakup sistem budaya dan nilai dimana individu
tersebut berada. Ketidakseimbangan dari komponen kualitas hidup yang
dapat menyebabkan gangguan pada kualitas hidup tersebut termasuk pada
penderita dispepsia fungsional.

Tujuan: Mengetahui gambaran kualitas hidup pada penderita dispepsia


fungsional di RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan delapan komponen
kualitas hidup sesuai kriteria WHOQOL.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross


sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consectutive
sampling untuk mendapatkan sampel sebanyak lima puluh pasien dispepsia
fungsional. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner SF-36 yang
telah divalidasi.

Hasil: Kualitas hidup berdasarkan fungsi fisik, keterbatasan akibat fisik,


perasaan nyeri, kesehatan secara umum, dan fungsi sosial adalah kurang baik
(nilai SF-36 Mean) sedangkan kualitas hidup berdasarkan keterbatasan
emosional dan kesehatan mental termasuk kategori kualitas hidup baik.
Berdasarkan komponen energi didapatkan nilai yang sama antara kualitas
hidup baik dan kurang baik.

370 371
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

HUBUNGAN DEPRESI, ANSIETAS, DAN STRES DENGAN KEJADIAN Simpulan: Ansietas dan stres berhubungan secara signifikan dengan kejadian
SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA sindrom dispepsia karena p<0,05.
DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
SEBELUM DAN SESUDAH UJIAN BLOK Diskusi: Diharapkan adanya perhatian khusus oleh Bagian Pendidikan
Kedokteran untuk kondisi biologis dan psikologis mahasiswa yang lebih baik.
Muhammad Husnul Ikhsan1, Arina Widya Murni2, Erlina Rustam3
1
Profesi Dokter FK UNAND (Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang) Kata Kunci: depresi, ansietas, stres, sindrom dispepsia, mahasiswa
2
Sub Bagian Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang,
3
Bagian Farmakologi FK UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang

Abstrak

Pendahuluan. Sindrom dispepsia merupakan keluhan gastrointestinal yang


sangat umum di semua kalangan termasuk mahasiswa. Banyak penyebab yang
memicu sindrom dispepsia, salah satunya adalah pengaruh psikologis
khususnya depresi, ansietas, dan stres. Banyaknya ujian kompetensi yang
dilalui mahasiswa kedokteran, sering menimbulkan masalah psikologis.

Tujuan: Mengetahui hubungan depresi, ansietas, dan stres dengan kejadian


sindrom dispepsia pada mahasiswa tahun pertama di Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas sebelum dan sesudah ujian blok.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan one group pre
dan post design. Subjek penelitian diperoleh dengan menggunakan metode
simple random sampling dari populasi lima puluh mahasiswa tahun pertama.

Hasil: Penelitian menggunakan Kuesioner DASS 21 dan Kriteria Roma IV.


Insidensi yang paling tinggi adalah depresi ringan (12,0%), ansietas sedang
(34,0%), dan stres ringan (28,0%), serta sindrom dispepsia pada dua puluh tiga
mahasiswa (46,0%). Depresi dan ansietas mengalami peningkatan secara
signifikan setelah ujian blok. Nilai signifikansi depresi 0,183, ansietas 0,046
dan stres 0,021.

372 373
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

WHITE COAT HYPERTENSION : LAPORAN KASUS tidak memiliki riwayat hipertensi dan tekanan darah di rumah selalu normal.
Pasien mengaku setiap pemeriksaan tekanan darah di klinik selalu tinggi.
Harry Andrean, Arina Widya Murni*
*Sub Divisi Psikosomatik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diskusi. Gangguan ansietas memicu kondisi hiperaktivitas simpatis yang
Andalas / RS Dr. M. Djamil Padang diduga menjadi penyebab utama dari white-coat hypertension. Diagnosis
ditegakkan dengan penigkatan tekanan darah klinik yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan ABPM atau HBPM yang normal. Terapi anti-hipertensi masih
Abstrak kontroversial. Pendekatan non-farmakologi meliputi modifikasi gaya hidup,
restriksi garam, penurunan berat badan jika pasien obes, latiha reguler,
Pendahuluan. White coat hypertension (WCH) merupakan istilah yang berhenti merokok, koreksi kadar gula darah dan lipid, dan follow up yang
dipakai terhadap individu yang tidak menerima terapi anti-hipertensi dengan teratur dengan ABPM setiap 6 atau 12 bulan. Pasien diberikan tatalaksana
peningkatan tekanan darah klinik (≥140/90 mmHg) disertai dengan berupa ventilasai, relaksasi, psikofarmaka berupa clobazam 2x10 mg per-oral
Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) yang normal (<135/85 mmHg) dan manajemen non-farmakologi. Pasien tidak diberikan obat anti-hipertensi.
atau Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) yang normal. White coat Setelah 1 bulan terapi, tekanan darah sistol pada pasien ini turun sampai 20
hypertension terjadi pada 15-30% subjek dengan peningkatan tekanan darah mmHg saat diperiksa di klinik. Perlu diedukasi pada pasien jika kondisi ini tidak
di klinik. Kondisi ini terjadi lebih sering pada wanita, usia tua, non-smoker, ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi sustained hypertension.
wanita hamil, dan subjek tanpa kerusakan target organ. Faktor neural
simpatetik memainkan peran penting dalam perkembangan dan progresi Kata kunci. White coat hypertension, ansietas, simpatetik
menjadi hipertensi. Adanya stress psikologis, seperti gangguan kecemasan
yang timbul saat mengunjungi rumah sakit diperkirakan menjadi faktor
penting munculnya white-coat hypertension.

Metode. Laporan kasus

Hasil. Seorang wanita berusia 32 tahun datang dengan keluhan cemas yang
dirasakan sejak 3 bulan ini. Pencetus rasa cemas tidak jelas. Pasien juga sering
merasa seperti sempoyongan sejak 3 bulan ini. Pasien sudah kontrol ke dokter
saraf, namun tidak ditemukan kelainan di bidang saraf. Ibu pasien sudah
meninggal sejak tahun 2007 akibat penyakit diabetes yang diderita. Pasien
merupakan anak yang paling dekat dengan ibunya sebelum meninggal dan
paling sering mengurus ibunya saat sakit baik di rumah maupun di RS. Pasien
dibesarkan dengan pandangan keluarga bahwa RS merupakan tempat yang
menakutkan. Dari pemeriksaan fisik dijumpai hasil normal kecuali adanya
peningkatan tekanan darah dengan hasil 152/95, 150/90, dan 140/90. Pasien

374 375
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

PELAYANAN KOMPREHENSIF PALIATIVE HOME CARE Hasil. Pada tahun 2019, Home Care RSUP dr Sardjito melayani 150 total pasien
RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2019 aktif dan meliputi 60 pasien paliatif (40% dari total pelayanan pasien).
Terdapat 2 karakteristik pasien paliatif di home care yaitu pasien paliatif
1 cancer sebanyak 35 pasien (58.3%) dan paliatif non cancer sebanyak 25 pasien
Noor Asyiqah Sofia, Agnesi Zahrah Fadhilah, Dian Novita Hermawati2
1
Peserta Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis,Departemen Penyakit Dalam FK (41,6%). Dokter umum bertanggung jawab dalam pembuatan program
UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pelayanan yang bersifat berkelanjutan berupa Rencana Pelayanan
2
Divisi Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Komperhensif yang dapat di evaluasi keberhasilannya setelah 3 bulan
Mada /RSUP DR Sardjito, Yogyakarta program berjalan. Kualitas hidup pasien paliatif dinilai dari potret status
fungsional, angka kejadian decubitus, angka kejadian kontraktur yang terjadi
Abstrak selama masa perawatan. Tim home care terdiri dari dokter spesialis, dokter
umum, perawat, fisioterapi, ahli gizi dan pekerja sosial.
Pendahuluan. Pasien dengan penyakit serius memerlukan perawatan yang
memiliki pengaturan yang baik, dapat secara cepat merespon kebutuhan dan Kata kunci : paliatif care, home care paliatif, rencana pelayanan komperhensif
mengubah status kesehatan, dan sejalan dengan keinginan dan tujuan pasien
dan keluarga. Home Care merupakan suatu jawaban terhadap kesenjangan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan paliatif lanjut, dengan metode
perawatan yang berbasis pada keluarga dan pasien yang dilakukan di tempat
tinggal pasien, dilakukan secara komperhensif, holistik dan berkelanjutan
dengan memperhatikan seluruh unsur biopsikososiokulturspiritual pasien dan
keluarga. Perawatan home care paliatif bertujuan untuk mendekatkan pasien
kepada keluarga, dan diharapkan kualitas hidup pasien dapat meningkat.

Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) memaparkan manajemen alur
pelayanan paliatif secara komperhensif pada pelayanan home care di RSUP Dr
Sardjito Yogyakarta, (2) memberikan gambaran jenis pelayanan komperhensif
pada pelayanan paliatif home care.

Metode. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan


pendekatan kualitatif. Subjek pada penelitian ini adalah pasien paliatif cancer
dan non cancer yang menjalani pelayanan Home Care di RSUP Dr Sardjito pada
tahun 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan seluruh
data pelayanan home care pasien paliatif cancer dan non cancer pada tahun
2019, pelayanan tersebut dilakukan secara komperhensif dan holistik dan
dilakukan oleh multidisiplin dan interdisiplin team meliputi pelayanan visit
dokter spesialis, dokter umum, perawat, fisioterapi, ahli gizi dan pekerja sosial.

376 377
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KARAKTERISTIK PASIEN PSIKOSOMATIK RAWAT JALAN per minggunya. Perkembangan kedokteran Psikosomatik relatif lebih baru dan
DI RSMC PADA TAHUN 2018-2019 berkembang dibandingkan Psikiatri. Dalam 10 tahun terkahir gangguan
–5
psikosomatik semakin meningkat. Pada studi ini lebih sedikit pasien yang
Edward Faisal1, Hamzah Shatri 1,2, Rudi Putranto1 berkunjung ke poli Psikosomatik, kemungkinan dikarenakan kurangnya
1
. Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran pengetahuan, baik dokter dan pasien tentang ilmu Psikosomatik. Studi Wang,
Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta dkk1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan gangguan psikosomatik dan
2.
Komite Etik dan Hukum RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta dokter maupun pasien tidak menyadari gangguan ini. Jadi diperlukan untuk
dokter dilatih tentang kedokteran psikosomatik agar lebih dini menemukan
gangguan psikosomatik dan dapat segera ditatalaksana. 1 Dalam studi ini
Abstrak sudah cukup banyak yang merujuk ke poli Psikosomatik agar ditatalaksana
bersama. Kesulitan dalam tatalaksana harian adalah mempertahankan
Pendahuluan. Saat ini kesehatan mental menjadi tantangan, karena struktur terapi pasin (tidak datang, penolakan, dan datang terlambat), ini
pembiayaan kesehatan per tahun menghabiskan lebih dari 30% total baiya. 1-3 terjadi pada 36,36% pasien.
-5

Gangguan psikosomatik selalu beririsan dengan bidang lain, agar tatalaksana


lebih komprehensif, dibutuhkan kerjasama dengan divisi psikosomatik. Karena Kesimpulan. Pasien yang berkunjung ke poli Psikosomatik semakin banyak
walaupun secara biomedik sudah sembuh, belum tentu kwalitas seorang walaupun adaptasi masih baik.Dari departemen lain perlu ada sinergisme
pasien akan membaik. –4 dengan divisi Psikosomatik Paliatif, dan perlunya edukasi tentang ilmu
Psikosomatik untuk awam.
Metode. Studi potong lintang dilakukan selama 24 bulan terhadap 264 pasien
yang datang berkunjung ke poli rawat jalan divisi Psikosomatik dengan teknik
consecutive sampling. Kemudian data yang ada dilakukan analisa deskriptif.

Hasil. Proporsi pasien perempuan yang berobat ke divisi psikosomatik adalah


64%, dengan rerata (SB) usia adalah 48,0 (15,5) tahun. Proporsi rujukan dari
Departemen ilmu penyakit dalam (IPD) adalah 85,5%. Proporsi gangguan
psikosomatik fungsional dan struktural adalah 87,5% dan 12,5%. Setelah
dilakukan pengkajian di poli Psikosomatik didapatkan proporsi gangguan
Psikosomatik sesuai aksis 1 adalah depresi (34,5%), ansietas (33,3%),
gangguan penyesuaian (13,6%), serangan panik (4,9%), sindrom pasca trauma
(1,9%). Untuk kemampuan adaptasi proporsinya adalah adaptasi baik (81,8%)
dan adaptasi buruk (18,2%).

Diskusi. Studi Evans, dkk.–5 di Austria menunjukkan bahwa poli Psikosomatik


lebih banyak menangani kasus dibandingkan poli Psikiatri (11.670 dan
10.640). Untuk pasien yang datang berobat ke poli Psikosomatik adalah 1.083

378 379
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

PENILAIAN GEJALA DENGAN EDMONTON SYMPTOM responden memiliki status sudah menikah. Jenis kanker yang terbanyak
ASSESMENT SYSTEM (ESAS) PADA PASIEN KANKER adalah kanker organ pencernaan pada 17 pasien (29.3%). Pada penelitian ini,
berdasarkan hasil Edmonton Symptom Assessment System (ESAS), gejala yang
STADIUM IV DI RSUP DR. SARDJITO
paling banyak muncul dan menjadi keluhan yang berat adalah lelah (32.8%)
dan mual (17.2%). Berdasarkan uji statistik Rank Spearman, keluhan nyeri dan
Khoirul Falah 1, Noor Asyiqah Sofia 2, Agus Siswanto 3
1 Peserta Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis, Departemen Penyakit Dalam sesak nafas memiliki hubungan yang bermakna dengan Palliative prognostic
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada / RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Index ( p-value 0.048 dan 0.000).
2. Sub Bagian Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada / RSUP DR Sardjito, Yogyakarta Kesimpulan. Penilaian gejala merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien kanker stadium IV, hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan gejala yang dinilai dengan
Abstrak Edmonton Symptom Assessment System (ESAS) berhubungan dengan
Palliative prognostic Index.
Latar belakang. Masalah yang semakin penting dalam bidang onkologi adalah
mengevaluasi kualitas hidup pada pasien kanker terutama kanker stadium IV. Kata kunci: kanker stadium IV, gejala, Edmonton Symptom Assessment
Kanker dapat menghasilkan banyak gejala yang berbeda, dari mulai gejala System (ESAS), Palliative Prognostic Index
ringan hingga berat yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Penilaian gejala harus dipertimbangkan menjadi rutinitas dalam praktek klinis
di semua tahap kanker. The Edmonton Symptom Assessment System (ESAS)
adalah penilaian gejala yang dikembangkan dan divalidasi untuk populasi
yang terkena kanker dalam bahasa dan budaya yang berbeda.

Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui


gambaran gejala pada pasien kanker stadium IV berdasarkan jenis kanker di di
RSUP dr. Sardjito

Metode. Metode penelitian ini melibatkan 58 pasien berusia >18 tahun


dengan diagnose kanker stadium IV yang dirawat di RSUP dr. Sardjito. Untuk
pengambilan data penelitian ini menggunakan kuesioner The Edmonton
Symptom Assessment System (ESAS) versi Indonesia dan kuesioner data
demografi pasien serta catatan medis pasien.

Hasil Penelitian. Hasil penelitian dari 58 orang responden, 26 responden


(44.8%) pria, 32 responden (55.2%) wanita, rerata usia 51,34 tahun, dengan
didominasi pendidikan SMA/SMK 28 responden (48.3%). Sebanyak 48 (82.8%)

380 381
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN KANKER regresi, Modifikasi Skala McGill berhubungan dengan Palliative prognostic
STADIUM IV DI RSUP DR. SARDJITO Index dengan p value 0,02

Mahendra Septadi 1, Noor Asyiqah Sofia 2, Agus Siswanto 2 Kesimpulan. Kualitas hidup penderita kanker dipengaruhi pemahaman
1
Peserta Pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis, Departemen Penyakit Dalam individu terhadap penyakitnya. Dukungan dari keluarga atau orang terdekat
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta juga berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita kanker stadium IV.
2
Sub Bagian Psikosomatik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Meningkatnya kualitas hidup pasien kanker merupakan salah satu indikator
Universitas Gadjah Mada/ RSUP DR Sardjito, Yogyakarta
keberhasilan pelayanan.

Kata kunci: kanker stadium IV, kualitas hidup, Modifikasi Skala Mc Gill
Abstrak

Latar belakang. Kanker memberikan dampak yang sangat besar pada


penderitanya baik secara fisik, psikologis, social maupun ekonomi yang akan
berpengaruh pada kualitas hidupnya. Kualitas hidup merupakan persepsi
individu terhadap fungsinya dalam bidang kehidupan. Kondisi terminal suatu
penyakit menfokuskan kualitas hidup maksimal dan penanganan gejala-gejala
untuk ditangani. Kualitas hidup penderita kanker dapat dinilai menngunakan
instrumen Indikator Penilaian Kualitas Hidup (Modifikasi Skala Mc Gill).

Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi


kualitas hidup pada penderita kanker di di RSUP dr. Sardjito

Metode. Metode penelitian ini melibatkan 64 pasien berusia >18tahun


dengan diagnose kanker stadium IV yang dirawat di RSUP dr. Sardjito. Untuk
pengambilan data penelitian ini menggunakan kuesioner Indikator Penilaian
Kualitas Hidup (Modifikasi Skala Mc Gill) versi Indonesia dan kuesioner data
demografi pasien serta catatan medis pasien.

Hasil Penelitian. Hasil penelitian dari 64 orang responden 30 responden


(46,9%) pria, 34 responden (53,1%) wanita, berusia 52,2 tahun, dengan
didominasi pendidikan SLTA/SMK 31 responden (48,4%), status menikah 54
responden (84,4%), 19 (29,6%) sebagai ibu rumah tangga, jenis kanker
terbanyak adalah kanker colon pada 18 pasien (28,1%). Dengan analisa

382 383
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

SUDDEN BLINDNESS IMPACT ACUTE STRESS DISORDER: decreases associated with impaired vision. Thoughts, perceptions, approvals,
A CASE REPORT and insights are quite appropriate. Investigations include complete blood
tests, routine urine, serum sodium, potassium and random blood sugar,
1. Alvira Rozalina 2. Rudi Putranto 2. Hamzah Shatri kidney function tests and electro-cardiogram were within normal limits. We
1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran treat this patient wth psychoterapy and ventilation. Benzodiazepine
Universitas Indonesia-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo prescribed to relieve anxiety and symptoms, also Beta-blocker to normalized
2
Divisi Psikosomatis dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran blood pressure.
Universitas Indonesia-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Discussion: Although there are many types of psychotherapy, trauma-focused


cognitive behavioral therapy (TFCBT) is recommended for the treatment of
Abstract
acute stress disorder. TFCBT helps people to become aware and adjust thought
patterns and behaviors that do not help associated with trauma, thus helping
Introduction: Acute stress disorder is a syndrome characterized by the
the recovery process. It usually starts no later than two weeks after a traumatic
emergence of severe anxiety, dissociative, and other symptoms that occur
event, with six weekly sessions of 60 to 90 minutes. If recommended at all,
between three days to one month after exposure to life events that are very
benzodiazepines such as clonazepam will usually only be used in low doses, to
traumatic or stressful.
relieve anxiety and symptoms of short-term arousal. Beta-blockers, a class of
non-addictive drugs, may be prescribed to reduce some of the physical
Case: This case report presents a 48-year-old man who experienced acute
symptoms of ASD. Other medicines, including anti-depressants, are not
stress disorder after suddenly experiencing blindness in both eyes since 3
currently recommended for the treatment of ASD.
weeks ago. He feels agitation every day. Autonomic signs of panic anxiety
(tachycardia, sweating, redness) are usually found. Symptoms appear within a
Conclusion: With this patient's special presentation in an emergency following
few minutes after the impact of the stimulus or the event of loss of vision. He
a major traumatic event, we can learn to deal with and manage secondary
went to the ophtalmologist and was diagnosed retinal detachment of both
psychological trauma in a timely manner that may be experienced by the
eyes. He was planned for surgery but delayed by hypertension and tachycardia
patient, his family, and other relatives.
symptoms. Patients without a history of hypertension or previous heart
problems, after the incident became difficult to sleep and easily anxious
because he can not see. General physical examination of blood pressure
160/90 mmHg and pulse 113 bpm. Other vital parameters are within normal
limits. Systemic examination includes normal neurological evaluation. Visual
examination was found to be 1/300 in both eyes with significantly decreased
visual field. Mental State Examination (MSE) revealed a thin man dressed
appropriately with good hygiene, willing to communicate and cooperate with
the interviewer. Sometimes he talks with his wife. Pre-dominant moods are
anxious. the orientation of the time, place, and person is good enough.
Motoric and sensoric activity is quite good. Attention and vigilance in patients

384 385
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

KARAKTERISTIK PASIEN PSIKOSOMATIS DI POLIKLINIK (22.6%). Disamping itu, karakteristik jenis kelamin pasien psikosomatis di
PSIKOSOMATIS RSUP DR.M. DJAMIL PADANG BERDASARKAN poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang didominasi oleh perempuan sebanyak 191
USIA, JENIS KELAMIN, DAN DIAGNOSIS PSIKOSOMATIS orang (71.8%), sedangkan laki-laki hanya sebanyak 75 orang (28.2%).
Bila dilihat dari karakteristik Diagnosis Psikosomatis, lebih dari
Genta Pradana, Arina Widya Murni* setengah pasien di poliklinik RSUP Dr.M.Djamil Padang menderita GAD, yaitu
*Sub Divisi Psikosomatis Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas sebanyak 146 orang (54.9%). Jenis diagnosis yang paling sedikit ialah Insomnia
Andalas / RSUP Dr. M. Djamil Padang dan tipe lainnya, yaitu sebanyak masing-masing 3%.

Diskusi. Berdasarkan pengamatan, didapatkan usia terbanyak yang


Abstrak mengalami kelainan psikosomatis di Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang ialah
>50 tahun (40,2%). Sejalan dengan penelitian Pulopulus et al (2018), terdapat
Pendahuluan. Permasalahan psikologis yang menimbulkan dampak penyakit hubungan antara usia dengan kejadian psikosomatis dimana didapatkan usia
1
fisik oleh para klinisi disebut dengan gangguan psikosomatis. Berdasarkan tua lebih tinggi dibandingkan dengan usia muda pada gender yang sama. Dari
6

data dari departemen penyakit dalam FKUI penderita psikosomatis mencapai diagram di atas juga didapatkan kejadian psikosomatis di Poliklinik RSUP Dr. M.
50 persen dari jumlah pasien, bahkan 15-30 persen orang meninggal dunia Djamil Padang lebih banyak mengenai wanita (71,8%) dibandingkan dengan
karena gangguan psikosomatis di Jakarta.2 Berdasarkan PPDGJ III (1998) pria (28,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian Mozaffarian (2015) yang
psikosomatis dapat mengenai setiap sistem atau bagian tubuh yang mana pun menyatakan respon terhadap stress pada wanita lebih tinggi daripada pria
dan perjalanan gangguan ini bersifat menahun dan berfluktuasi. dengan jumlah stress yang sama. Untuk jenis diagnosis Psikosomatis yang
Permasalahan psikosomatis dapat disebabkan oleh faktor internal seperti paling banyak ialah GAD dengan jumlah 146 orang (54,9%). Hasil ini sejalan
usia, jenis kelamin, dan genetik, ataupun faktor eksternal seperti stressor, dengan penelitian Dewi et al (2016) yang menemukan sekitar 80% pasien yang
4
dukungan lingkungan, dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitian Pulopulus ditangani setiap bulannya di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Dustira Cimahi yaitu
et al (2018), gangguan psikosomatis lebih sering terjadi pada wanita daripada pasien dengan gangguan kecemasan terutama GAD.8 National Comorbidity
pria, dan biasanya mulai pada usia dewasa muda. Permasalahan psikosomatis Study melaporkan bahwa satu diantara empat orang, memenuhi kriteria
memerlukan diagnosis yang cermat dan harus mendapat penanganan yang untuk sedikitnya satu gangguan ansietas dengan angka prevalensi sebesar
tepat. Selama tidak terdeteksi adanya kelainan psikosomatis pada seseorang, 9
17,7% dalam satu tahun. Bahkan Khan et al pada tahun 2007 menyebutkan
kemungkinan penyakit fisik yang diderita oleh pasien untuk sembuh semakin bahwa GAD merupakan proporsi yang besar beban penyakit di dunia dan
menurun, bahkan dapat menyebabkan derajat kekambuhan yang tinggi. diproyeksikan sebagai penyebab disabilitas nomor dua pada tahun 2020.
10

Metode. Penelitian non eksperimental yang bersifat deskriptif dan dilakukan Kata kunci. Gangguan Psikosomatis, Poliklinik, RSUP Dr. M. Djamil Padang
secara retrospektif terhadap 266 pasien Psikosomatis di Poliklinik RSUP Dr. M.
Djamil Padang selama 5 tahun terakhir.

Hasil Berdasarkan kategori umur, mayoritas pasien berusia >50 tahun yaitu
sebanyak 107 orang (40.2%), dilanjutkan dengan umur 30-50 tahun sebanyak
99 orang (37.2%), dan yang terakhir berumur <30 tahun sebanyak 60 orang

386 387
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

STUDI KASUS : ASITES KILUS REFRAKTER PADA LIMFOMA tinggi protein dengan MCT. Pada pasien yang refrakter dengan tatalaksana
NON-HODKIN PELAYANAN PALIATIF medik dan mempunyai fungsi hati yang normal, transjugular intrahepatic
portosystemic shunt (TIPS) dapat dipertimbangkan untuk mengurangi tekanan
Gerald Abraham Harianja1, Nur Asicha1, Hamzah Shatri1, Rudi Putranto1, Juferdy porta, meskipun data yang ada masih terbatas. Meskipun efek TIPS pada
Kurniawan2, Anna Mira Lubis3 chylous ascites masih minim data, dekompresi porta dipercaya dapat
1
Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran mengurangi aliran limfe dan mengurangi terbentuknya chylous ascites.
Universitas Indonesia-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kambuhnya gejala akibat terjadi disfungsi shunt mendukung teori ini. Yang
2
Divisi Hepatobilier, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran paling penting adalah keuntungan penggunaan TIPS harus melebihi risiko yang
Universitas Indonesia-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 4
3
Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran ditimbulkan.
Universitas Indonesia-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Pada asites refrakter, salah satu pilihan tatalaksana adalah
parasentesis volume besar (large volume paracentesis (LVP)), cairan
Abstrak peritoneum akan dikeluarkan tiap 10-14 hari. Namun kekurangan metode ini
adalah pasien harus menunggu hingga asites menjadi masif kembali baru LVP
Pendahuluan. Asites kilus merupakan suatu bentuk asites yang jarang dan dikerjakan yang mana menyebabkan penurunan kualitas hidup pada pasien
ditandai cairan limfe yang berwarna seperti susu di dalam rongga perut, karena pasien akan mengalami penurunan nafsu makan dan sulit melakukan
1
muncul perlahan disertai distensi abdomen, dan tidak nyeri. Asites kilus aktivitet sehari-hari. Karena harapan hidup pasien dengan end stage liver
terkait limfoma terjadi akibat gangguan drainase limfatik oleh tekanan disease (ESLD) dan asites refrakter (jika tidak memenuhi syarat untuk
eksternal dan akibatnya kebocoran kilus dari limfatik subserosal yang transplantasi hati) rata-rata ≤ 6 bulan, kunjungan rumah sakit yang sering tidak
membesar ke dalam ruang peritoneum.2 Pilihan terapi paliatif untuk asites sesuai dari perspektif paliatif. Salah satu alternatifnya adalah drainase
refrakter akibat malignansi meliputi restriksi cairan, penggunaan diuretik, abdomen jangka panjang (long-term abdominal drains (LTAD)), yang
peritoneal-venous shunt, dan penggunaan kateter drainase.3 digunakan dengan sukses pada pasien yang asitesnya disebabkan oleh
keganasan.5 Salah satu metode drainase yang dapat dipilih pada pasien ini
Ilustrasi Kasus. Pada kasus ini, ditampilkan seorang laki-laki berusia 48 tahun adalah penggunaan kateter pigtail pada pasien. Yang diharapkan dapat
dengan keluhan perut membesar yang berulang dalam 4 bulan terakhir. meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pemeriksaan analisis cairan asites menunjukkan suatu asites kilus.
Pemeriksaan sitologi cairan asites dan biopsi eksisi kelenjar getah bening Kesimpulan. Salah satu perawatan paliatif untuk kasus asites refrakter adalah
menunjukkan limfoma non-Hodgkin. Pasien kemudian dilakukan pemasangan pemasangan kateter pigtail yang dapat mengurangi keluhan pasien terkait
kateter pigtail, dan kemudian dilakukan kemoterapi dengan regimen COP dengan asites dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien.
(cyclophosphamide, oncovin, dan prednisone). Respons pengobatan baik pada
pasien. Pemasangan kateter pigtail merupakan salah satu intervensi paliatif Kata Kunci: asites kilus, kateter drainase, limfoma non-Hodgkin, paliatif
yang sering dilakukan pada pasien dengan asites kilus refrakter dan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Diskusi. Secara inisial, tatalaksana chylous ascites berpusat pada penggunaan


diuretik dan optimalisasi nutrisi dengan diet rendah garam, rendah lemak, dan
388 389
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

DEPRESI PADA PASIEN GERIATRI DENGAN GLOBUS : Kesimpulan. Telah dilaporkan seorang pasien berusia 75 tahun yang
LAPORAN KASUS didiagnosis dengan Globus, sidroma dispepsia, depresi, immobilisasi dengan
ketergantungan berat, frailty, resiko malnutrisi. Terapi gangguan psikosomatik
Firman, Arina Widya Murni* pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara melalui pendekatan
*Sub Divisi Psikosomatis Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas biopsikososiospiritual. Pasien ini menunjukkan respon yang baik terhadap
Andalas / RSUP Dr. M. Djamil Padang
terapi tersebut.

Kata kunci. Globus, depresi, psikosomatis


Abstrak

Pendahuluan. Depresi sering dianggap sebagai bagian yang biasa dari proses Daftar Pustaka
penuaan sehingga sering tidak menjadi perhatian. Sehingga depresi pada 1. Cashman, E.C., Donnelly, M.I., 2010. The Natural History of Globus
lanjut usia perlu ditangani sedini mungkin salah satunya dengan penggunaan Pharyngeus, International Journal of Otolaryngology, 1-4.
instrumen GDS (Geriatric Depretion scale). Globus faringeus sering terjadi saat 2. Lee, Bong E., Kim, Gwang H., 2012. Globus Pharyngeus: A Review of Its
perasaan seseorang sedang emosional, dan lebih sering terjadi pada wanita Etiology, Diagnosis, and Treatment, World Journal of Gastroenterology, 28:
dibandingkan pada pria (53% : 35%) Masalah psikogenik sering dianggap 18, 2462-2471.
menyebabkan atau memicu sensasi globus. Beberapa studi melaporkan 3. Pollack, A., Charles, J., Harrison, C., Britt, H., 2013. Globus Hystericus,
peningkatan jumlah peristiwa kehidupan yang penuh stres sebelum onset Australian Family Physician, 42:10, 683.
4. Mitchell S, Olaleye O, Weller M. Review: current trend in the diagnosis and
gejala, menunjukan bahwa stres kehidupan mungkin kofaktornya.
management of globus pharyngeus. International journal of otolaryngology
and head & neck surgery 2012; 1: 57-62.
Metode. Laporan kasus 5. World Health Organization (WHO). Depression.depression and other
common mental disorders. Geneva: WHO; 2017
Hasil. Laki-laki 75 tahun datang dengan keluhan sulit makan sejak 3 hari yang 6. Friedman, Edward S.; Anderson, Ian M, 2014. Handbook of Depression,
lalu. Dilakukan anamnesis pada pasien dan diketahui pasien memiliki faktor second Edition. London : Springer Healthcare, a part of Springer
Predisposisi adik pasien yang ke berubah setelah menikah dengan orang kaya Science+Business Media.pp:1-29
ke saudara termasuk kepada pasien. Faktor Presipitasi adik pasien meinggal.
Faktor Agrafasi adik pasien tidak membantu dan acuh tak acuh kesaudara
termasuk pasien dikala mereka butuh bantuan. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan fisik, ditemukan nyeri tekan pada epigastrium. Pada
pemeriksaan fisik paru dan jantung tidak ditemukan kelainan. Dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa chest x-ray dengan hasil normal. Pasien ini
didiagnosis dengan Globus, sindrom dispepsi , depresi, immobilisasi dengan
ketergantungan berat, frailty, resiko malnutrisi. Penatalaksanaan pada pasien
ini yaitu pemberian lansoprazole 1x30mg. Sukralfat syr 3xcth2, domperidon
3x10mg, setralin 1x25 mg.

390 391
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

HUBUNGAN KEKUATAN KARAKTER DENGAN DERAJAT mempunyai kekuatan karakter tingkat rendah (58,4%). Berdasarkan uji Fisher
SINDROM DISPEPSIA PADA PENDERITA DISPEPSIA YANG didapatkan nilai p value = 0,001.
BERETNIS MINANGKABAU DI PUSKESMAS ANDALAS
Simpulan: Kekuatan karakter berhubungan secara signifikan dengan derajat
Mohammad Fauzan, Arina Widya Murni, Taufik Ashal* sindrom dispepsia pada penderita sindrom dispepsia yang beretnis
1. Profesi Dokter FK UNAND (Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang), Minangkabau di Puskesmas Andalas.
2. Sub Bagian Psikosomatik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND/RSUP Dr. M. Djamil
Padang, 3. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang Diskusi: Diharapkan kepada tenaga medis dan dokter agar dapat
meningkatkan pelayanan dan perawatan terhadap penanganan sindrom
dispepsia dengan tidak mengabaikan aspek psikologis dan kekuatan karakter
Abstrak yang terdapat didalam diri penderita, sehingga dapat ditangani dengan lebih
baik.
Pendahuluan. Insiden sindrom dispepsia masih tinggi di Sumatera Barat yang
mayoritas masyarakatnya beretnis Minangkabau. Stres merupakan salah satu Kata Kunci : kekuatan karakter, sindrom dispepsia, etnis Minangkabau
faktor yang mempengaruhi kejadian sindrom dispepsia. Stres erat kaitannya
dengan kekuatan karakter, dimana karakter dalam kepribadian dapat
mempengaruhi tingkat sres yang dialami.

Tujuan: mengetahui hubungan kekuatan karakter dengan derajat sindrom


dispepsia pada penderita sindrom dispepsia yang beretnis Minangkabau di
Puskesmas Andalas.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan cross sectional


designyang dilakukan di Puskesmas Andalas. Teknik pengambilan sampel
dengan dengan consecutive sampling non probability dan jumlah sampel 35
orang. Pengumpulan data menggunakan skala kekuatan karakter untuk
menentukan tingkat kekuatan karakter dan pedoman skor dispepsia untuk
menentukan derajat sindrom dispepsia. Setelah didapatkan data dilakukan
analisis dengan menggunakan uji Fisher exact test.

Hasil: Didapatkan penderita sindrom dispepsia sebagian besar memiliki


kekuatan karakter tingkat sedang-tinggi (77,1%), sedangkan dilihat dari
derajat sindrom dispepsia didapatkan penderita sindrom dispepsia derajat
ringan sebagian besar mempunyai kekuatan karakter tingkat sedang-tinggi
(95,6%). Penderita sindrom dispepsia derajat sedang-berat sebagian besar

392 393
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT DENGAN yang mengalami gejala depresi dan tanpa gejala depresi walau secara statistik
GEJALA DEPRESI PADA KONSTIPASI FUNGSIONAL tidak bermakna. Untuk RNL pada yang gejala depresi positif dan tanpa gejala
depresi adalah 1,86 (0,27-7,18) dan 1,58 (0,91-4,03). Hasil analisis korelasi
Edward Faisal1, Hamzah Shatri1,2, Ari Fahrial Syam1,3
Pearson didapatkan koefisien korelasi (r) = 0,028 (p = 0.811), ini sesuai studi
––3
1
. Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Demir dkk. Kemudian dianalisis lebih lanjut RNL dengan gejala depresi berat
Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan hasilnya adalah (r) = 0,263 (p = 0,238), ni sesuai dengan studi Sunbul,
2 –– 4
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dkk. Faktor risiko lain terjadinya gejala depresi yaitu kondisi hidup yang
3
Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas penuh tekanan/distress, kurangnya dukungan sosial dari sekitar, dan riwayat
Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 5, 6
gangguan makan.

Kesimpulan
Abstrak
Secara statistik peningkatan RNL tidak berhubungan dengan gejala depresi,
tapi secara klinis tidak demikian. Gangguan psikosomatik fungional dan gejala
Latar Belakang. Konstipasi fungional cukup banyak terjadi, dan berhubungan
depresi terjadi dua arah. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencari
dengan proses inflamasi. Proses inflamasi yang diwakili oleh rasio neutrofil
faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pasien konstipasi fungsional,
limfosit merupakan marker inflamasi yang cukup stabil, murah, dan banyak
termasuk psikodinamik pasien perlu dinilai.
digunakan, dan diduga ada hubungannya dengan terjadinya gejala depresi.

Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang melibatkan


pasien konstipasi idiopatik kronik berusia 18 - 59 tahun di populasi. Gejala
depresi dengan menggunakan Beck Depression Inventory-II kemudian diambil
sampel darah untuk menilai rasio neutrofil limfosit. Uji hipotesis dilakukan
dengan uji korelasi Pearson.

Hasil. Sebanyak 73 subyek didapatkan rerata (SB) usia adalah 40,29 (11,2)
tahun, dengan proporsi perempuan 90,4%. Median RNL (min-maks) adalah
1,72 (0,27-7,18). Hasil analisis korelasi didapatkan hasil koefisien korelasi (r) =
0,028 (p = 0.811). Selanjutnya coba dianalisis korelasi Pearson pada pasien
gejala depresi berat dan hasilnya adalah (r) = 0,263 dengan p = 0,238

Diskusi Pada penelitian ini mean (SB) rasio RNL adalah 1,72 (0,27-7,18), lebih
tinggi dibandingkan hasil studi Lee dkk.1 yaitu 1,65. Pada studi ini didapatkan
kadar rerata lekosit dan limfosit antara gejala depresi dan tanpa gejala depresi
tidak ada perbedaan. Ini beerbeda dengan studi Shatri dkk.2 yang mengatakan
kadar leukosit lebih rendah. Kadar neutrofil tampak ada perbedaan antara

394 395
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GAMBARAN GANGGUAN PSIKOSOMATIS DAN KAITANNYA DENGAN Hasil. Umur berada pada rerata 45 tahun (rentang 15 – 78 tahun), dengan
PENYAKIT YANG DIDERITA PADA PASIEN RAWAT INAP klasifikasi remaja akhir (17-25 tahun) 39 subyek, dewasa muda (26-35 tahun)
PENYAKIT DALAM RSUP DR. M DJAMIL PADANG: STUDI DESKRIPTIF 38 subyek, dewasa tengah 67 subyek dan dewasa akhir (46-55 tahun) 85
subyek dan lanjut usia (>55 tahun) 51 subyek. Jenis kelamin subyek didominasi
An Nissa Yoerizta Ratu, Arina Widya Murni* oleh perempuan (216 terhadap 94). Diagnosis organik terbanyak yaitu
*Sub Divisi Psikosomatis, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas dispepsia (74 subyek), hipertensi (21 subyek), osteoartritis (17 subyek), dan
Andalas / RSUP Dr M Djamil Padang cefalgia (11 subyek). Diagnosis psikis menunjukkan variasi terutama berupa
ansietas (n=167, 53,69%) dan depresi (n=123, 39,4%). Faktor predisposisi yang
Abstrak umumnya tergali berupa permasalahan keluarga saat ini, namun jarang
menemukan riwayat pada masa kecil. Faktor presipitasi dan agrafasi bervariasi
Latar Belakang. Hubungan antara psikis dan somatik telah menjadi perhatian dari keluarga, ekonomi dan pekerjaan.
1
para ahli dan peneliti sejak dahulu. Ilmu kedokteran psikosomatis merupakan
suatu bidang ilmu interdisipliner yang luas terkait interkasi faktor biologis, Diskusi. Hubungan antara psikis dan somatik telah menjadi perhatian para ahli
1
psikologis dan sosial dalam mengatur keseimbangan kesehatan dan penyakit.
2
dan peneliti sejak dahulu. Dari hasil yang ada, ansietas merupakan diagnosis
Hal-hal tersebut didasarkan dengan dasar-dasar psikofisiologi dan psikis yang paling banyak ditemukan pada pasien rawat inap yang sejalan
psikopatologi seperti gangguan keseimbangan saraf otonom vegetatif, dengan ansietas merupakan gangguan psikis yang paling banyak ditemukan
gangguan konduksi impuls neurotransmiter, hiperalgesia alat viseral, pada komunitas.4 Ansietas dapat dipahami sebagai bagian dari perangsangan
gangguan endokrin atau hormonal serta perubahan sistem imun. yang tidak tepat pada sistem respons stress (respons “fight-or-flight”) yang
Komorbiditas dengan kondisi medis lain sering pula dijumpai yang mungkin melibatkan berbagai sistem kognitif, motoris, neuroendokrin, dan otonom
3
menunjukkan hubungan kausal dua arah yang kompleks antara kesehatan fisik sehingga tidak terbatas pada sistem saraf simpatis. Selain ansietas , gangguan
dan mental.3 Kebutuhan analisis dan strategi psikososial dalam latar belakang psikis yang sering ditemukan adalah depresi yang merupakan salah satu beban
3
medis dapat diberikan pada kondisi keberadaan gangguan kejiwaan, kejadian kesehatan yang besar. Sebuah studi menunjukkan bahwa dukungan sosial
refrakter terhadap intervensi modifikasi gaya hidup oleh dokter non-kejiwaan, merupakan prediktor protektif signifikan terhadap depresi berulang pada laki-
keberadaan perilaku sakit abnormal yang mengganggu pengobatan atau laki, sedangkan perokok dan tipe kepribadian D merupakan faktor risiko yang
sistem kesehatan, atau gangguan kualitas hidup dan fungsional yang tidak signifikan pada perempuan.––– 6 Vulnerabilitas depresi didasarkan pada
2 –––6
didasarkan pada kondisi medis. Hal tersebut didukung dengan intervensi kepribadian, perilaku kesehatan dan faktor sosial. Selain itu, sebuah studi
psikosomatis spesifik dapat menurunkan gejala dan meningkatkan kualitas menuliskan bahwa peningkatan jumlah kejadian stres meningkatkan kejadian
hidup dari pasien.5 –– 7
penyakit kardiovaskular awitan baru. Risiko tersebut meningkat dengan
keberadaan riwayat depresi klinis.–– 7 Depresi juga berhubungan dengan
Metode. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif menggunakan register. 8
sindrom dispepsia pada pasien dalam kemoterapi keganasan. Studi lain
Peserta penelitian adalah pasien rawat inap di RSUP Dr M Djamil Padang menunjukkan prevalensi depresi lebih tinggi dari pada ansietas pada
sejumlah 318 orang dari tahun 2011 sampai dengan 2019. Data yang dianalisis penderita keganasan yang menjalani kemoterapi, dan ada hubungan kuat
berupa umur, jenis kelamin, diagnosis organik, diagnosis psikosomatis, faktor yang bermakna secara statistik antara mekanisme koping dengan kepatuhan
predisposisi, faktor presipitasi, dan faktor agrafasi. melakukan kemoterapi pada penderita keganasan yang mengalami ansietas

396 397
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

9
dan depresi. Studi empiris telah menunjukkan hubungan kuat antara nyeri Menninger Clin [Internet]. 2016 [cited 2020 Mar 5];80:326–47. Available from:
kronis dan gejala depresi maupun ansietas dengan sebuah studi menujukan http://guilfordjournals.com/doi/10.1521/bumc.2016.80.4.326
persentase pasien depresi dua kali lebih besar pada populasi dengan nyeri 6. Tibubos AN, Brähler E, Ernst M, Baumgarten C, Wiltink J, Burghardt J, et al.
Course of depressive symptoms in men and women: differential effects of social,
kronis dibanding tidak (30% terhadap 15%) dan prevalensi ansietas lebih tinggi
psychological, behavioral and somatic predictors. Sci Rep [Internet]. 2019 [cited
50% pada populasi dengan nyeri kronis. 10 Studi lebih lanjut menunjukkan 2020 Mar 4];9:18929. Available from: http://www.nature.com/articles/s41598-
hubungan antara gejala nyeri dan depresi maupun ansietas yang lebih tinggi 019-55342-0
dari pada garis dasar. 11 Studi lain menunjukkan hubungan antara hubungan 7. Berntson J, Patel JS, Stewart JC. Number of recent stressful life events and
antara perbedaan budaya dan hambatan bahasa terhadap gejala fisik dan incident cardiovascular disease: Moderation by lifetime depressive disorder. J
psikologis pada pasien asing pada rumah sakit dan klinik di Jepang.12 Studi juga Psychosom Res [Internet]. 2017 [cited 2020 Mar 4];99:149–54. Available from:
menunjukkan stres psikis dapat meningkatkan aktivitas Helicobacter pylori https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0022399917301708
8. Rulianti MR, Almasdy D, Murni AW. Hubungan Depresi dan Sindrom Dispepsia
yang merupakan salah satu faktor motilitas usus pada pasien dengan
13 pada Pasien Penderita Keganasan yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. M.
dispepsia fungsional. Hal-hal tersebut didasarkan dengan dasar-dasar Djamil Padang. J Kesehat Andalas [Internet]. 2013 [cited 2020 Mar 8];2:137–40.
psikofisiologi dan psikopatologi seperti gangguan keseimbangan saraf otonom Available from: http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/150
vegetatif, gangguan konduksi impuls neurotransmiter, hiperalgesia alat 9. Sonia G, Arifin H, Murni AW. Hubungan Mekanisme Koping dengan Kepatuhan
1
viseral, gangguan endokrin atau hormonal serta perubahan sistem imun. Kemoterapi pada Penderita Keganasan yang Mengalami Ansietas dan Depresi.
Maj Kedokt Andalas [Internet]. 2015 [cited 2020 Mar 8];37:32. Available from:
Kata Kunci. Gangguan psikosomatis, diagnosis, distres, rawat inap, penyakit http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/view/137
dalam, faktor predisposisi, faktor presipitasi, faktor agrafasi. 10. Benjamin S, Morris S, McBeth J, Macfarlane GJ, Silman AJ. The association
between chronic widespread pain and mental disorder: A population-based
Kepustakaan study. Arthritis Rheum. 2000;43:561–7.
1. Mudjaddid E, Shatri H. Gangguan Psikosomatis: Gambaran Umum dan 11. Gómez Penedo JM, Rubel JA, Blättler L, Schmidt SJ, Stewart J, Egloff N, et al. The
Patofisiologinya. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Complex Interplay of Pain, Depression, and Anxiety Symptoms in Patients with
Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Chronic Pain: A Network Approach. Clin J Pain [Internet]. 2020 [cited 2020 Mar
InternaPublishing; 2014. 4 ] ; 1 . A v a i l a b l e f r o m :
2. Fava GA, Cosci F, Sonino N. Current Psychosomatic Practice [Internet]. Vol. 86, http://journals.lww.com/10.1097/AJP.0000000000000797
Psychotherapy and Psychosomatics. 2016 [cited 2020 Mar 5]. p. 13–30. 12. Koyama A, Okumi H, Matsuoka H, Makimura C, Sakamoto R, Sakai K. The physical
Available from: https://www.karger.com/Article/FullText/448856 and psychological problems of immigrants to Japan who require psychosomatic
3. Lyness JM. Psychiatric Disorders in Medical Practice. In: Goldman L, Schafer AI, care: A retrospective observation study. Biopsychosoc Med [Internet]. 2016
editors. Goldman's Cecil Medicine. 26th ed. Philadelphia: Elsevier; 2011. p. [cited 2020 Mar 4];10:7. Available from:
2236–45. http://www.bpsmedicine.com/content/10/1/7
4. Reus VI. Psychiatric disorders. In: Jameson JL, Kasper DL, Longo DL, Fauci AS, 13. Darwin E, Widya Murni A, Nurdin A. The Effect of Psychological Stress on
Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine. 20th Mucosal IL-6 and Helicobacter pylori Activity in Functional Dyspepsia. Acta
ed. McGraw-Hill; 2018. Med Indones. 2017;49:99–104.
5. Parth K, Rosar A, Stastka K, Storck T, Löffler-Stastka H. Psychosomatic patients in
integrated care: Which treatment mediators do we have to focus on? Bull

398 399
TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021 TEMU ILMIAH PSIKOSOMATIK (TIPS) VI 2021 YOGYAKARTA 3, 4, 10, 11 APRIL 2021

GANGGUAN CEMAS DAN DEPRESI PADA AIDS BARU DIKENAL : epigastrium dan peningkatan bising usus.Dilakukan pemeriksaan penunjang
LAPORAN KASUS berupa chest x-ray dengan hasil TB paru. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan serologi Anti HIV didapatkan hasil reaktif pada tiga reagen,
Anggit Pungkas Wibowo, Arina Widya Murni* dilakukan kuesioner Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dengan
*Sub Divisi Psikosomatik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran nilai A = 11 dan D = 13. Pasien ini didiagnosis dengan TB paru terkonfirmasi
Universitas Andalas / RS Dr. M. Djamil Padang klinis, radiologis dan AIDS baru dikenal dengan gangguan Cemas dan Depresi.
Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
kategori satu dan flouxetine 2 x 20mg serta psikoterapi berupa ventilasi dan
Abstrak relaksasi.

Pendahuluan. Gangguan cemas dan depresi merupakan salah satu kelainan Diskusi. Laki-laki 50 tahun datang dengan keluhan lemah, letih dan tidak mau
psikosomatis yang paling sering terjadi. Gangguan cemas adalah keadaan rasa makan sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Dilakukan anamnesis
khawatir yang berlebihan yang terjadi hampir setiap saat dan dapat timbul pada pasien dan diketahui pasien memiliki faktor predisposisi yaitu pasien
tanpa ada penyebab. Sedangkan depresi yang terjadi adalah penurunan pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan berupa sodomi saat
mood, kehilangan minat atau keinginan, rasa kehilangan energi, perasaan bertugas di luar kota 10 tahun lalu, sejak saat itu pasien menjadi murung dan
bersalah, merasa diri tidak berguna serta bisa terjadi gangguan tidur diiringi merasa jijik akan kondisi dirinya. Pasien didiagnosis Tuberkulosis Paru (TB
sulit berkonsentrasi. Masalah ini menjadi kronik yang akan membawanya paru) dan AIDS baru dikenal. Dilakukan konseling didapatkan gangguan cemas
kepada gangguan individu dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Yang paling dan depresi setelah pasien mengetahui mengenai penyakitnya. Pada pasien
terburuk adalah membawanya kepada rasa ingin bunuh diri. Diketahui hampir dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan Rhonki pada apeks paru dan
satu juta orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya, atau dengan kata leukoplakia pada lidah. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan
lain 3000 orang setiap harinya. Pada individu yang diketahui melakukan bunuh epigastrium dan peningkatan bising usus.Dilakukan pemeriksaan penunjang
diri, setidaknya terdapat 20 atau lebih percobaan sebelumnya. berupa chest x-ray dengan hasil TB paru. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan serologi Anti HIV didapatkan hasil reaktif pada tiga reagen,
Metode. Laporan kasus dilakukan kuesioner Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dengan
nilai A = 11 dan D = 13. Pasien ini didiagnosis dengan TB paru terkonfirmasi
Hasil. Laki-laki 50 tahun datang dengan keluhan lemah, letih dan tidak mau klinis, radiologis dan AIDS baru dikenal dengan gangguan Cemas dan Depresi.
makan sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Dilakukan anamnesis Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
pada pasien dan diketahui pasien memiliki faktor predisposisi yaitu pasien kategori satu dan flouxetine 2 x 20mg serta psikoterapi berupa ventilasi dan
pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan berupa sodomi saat relaksasi.
bertugas di luar kota 10 tahun lalu, sejak saat itu pasien menjadi murung dan
merasa jijik akan kondisi dirinya. Pasien didiagnosis Tuberkulosis Paru (TB Kata kunci. TB Paru, AIDS, Depresi, Cemas
paru) dan AIDS baru dikenal. Dilakukan konseling didapatkan gangguan cemas
dan depresi setelah pasien mengetahui mengenai penyakitnya. Pada pasien
dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan Rhonki pada apeks paru dan
leukoplakia pada lidah. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan

400 401

Anda mungkin juga menyukai