Anda di halaman 1dari 30

RESEARCH ARTICLE Journal Reading

Uramoto et al. Journal of Cardiothoracic Surgery 2012, 7:112


http://www.cardiothoracicsurgery.org/content/7/1/112

What factors predict recurrence of a


spontaneous pneumothorax?
Hidetaka Uramoto *, Hidehiko Shimokawa dan Fumihiro Tanaka

Nurul Hidayah R – C11112304

Residen Pembimbing : dr. A. Fahdrin

Supervisor Pembimbing : dr. Rosie, Sp.BTKV


Abstrak

Latar Belakang: Tujuan dari penelitian retrospektif ini untuk mengidentifikasi


faktor risiko rekurensi pasca pembedahan penderita Pneumotoraks spontan (SP).
Total 214 pasien diteliti selama periode lima tahun, ditemukan 35 (16,4%) kasus
rekurensi pasca pembedahan.
Metode: Dengan membandingkan karakteristik klinikopatologis antara kasus
rekuren dan non-rekuren, dan digunakan model regresi logistik untuk memprediksi
faktor risiko rekurensi pasca pembedahan.
Hasil: Perbedaan dalam usia, jenis kelamin, letak lesi, lokasi, ISP, dan CSP tidak
mencapai signifikansi statistik diantara dua kelompok. Namun, insiden rekurensi
Abstrak

lebih tinggi pada subjek non-perokok, yang memiliki komorbid, dan riwayat
pembedahan untuk ISP sebelumnya. Tingkat rekurensi pasca operatif lebih tinggi
pada pasien yang dijahit tangan-dibandingkan dengan perangkat
Kesimpulan: riwayat non-perokok, adanya komorbid, riwayat operasi sebelumnya
untuk ISP, dan penggunaan jahitan tangan dalam penanganan SP meningkatkan
risiko rekurensi pasca operatif.
Kunci: Pneumotoraks spontan, operasi, VATS, rekurensi pasca operasi, faktor
risiko
Pneumotoraks
Terdapatnya udara atau gas
pada kavum pleura, sehingga
dapat mengganggu
oksigenasi dan ventilasi
1 Latar Belakang
 PNEUMOTORAKS SPONTAN masih menjadi masalah kesehatan yang
signifikan karena angka rekurensi yang tinggi
 Dengan penanganan operatif, tingkat rekurensi  10-20%
 Namun demikian, prosedur terbaik belum dapat ditentukan, dan hasil saat ini
belum memuaskan.
TUJUAN dari penelitian ini adalah menentukan faktor risiko rekurensi
pnneumotoraks pasca operatif.
2 Metode
Kriteria pasien dan klinikopatologis

6 dengan
kanker paru
2005 sampai
ipsilateral dan 214 pasien
2010, 221 Pengumpulan
1 dengan dimasukkan
pasien  data
lymphangioleio dalam seri
tindakan
myomatosis penelitian
operatif
(LAM)
dieksklusikan

kebocoran udara persisten, pneumotoraks tension dan adanya lesi bulla yang jelas pada
kunjungan pertama, hemopneumothorax, okupasi pasien, dan rekurensi ipsilateral atau
kontralateral.
Kriteria pasien dan klinikopatologis

Variabel pra operatif Variabel pasca operatif


◉ anamnesis terperinci, ◉ riwayat pleurodesis
◉ usia ◉ komplikasi pasca operatif
◉ jenis kelamin ◉ durasi drainase toraks
◉ kebiasaan merokok, ◉ dan lama perawatan.
◉ riwayat episode
pneumotoraks
◉ modalitas pengobatan
◉ rincian operasi sebelumnya.
Prosedur operasi dan tatalaksana
anestesi umum dan ventilasi paru tunggal dengan ETT lumen - ganda posisi lateral dekubitus

Video thoracoscope 5 atau 10 mm 0° disisipkan pada ICS 7 di linea midaksillaris (lubang drainase pra operatif.)

Port 5 atau 10 mm ditempatkan dalam intercostal space 5 antara tip skapula dan linea aksilaris anterior

Blebs dipertahankan dengan endograsp dan dieksisi dengan endo-GIA stapling device atau ECHELON device atau
dijahit tangan

Buttress stapling dilakukan dengan polyglycolic acid (PGA) atau DUET TRS

Teknik covering dilakukan menggunakan PGA sheet atau surgical absorbable hemostat dengan fibrin-glue

Sebuah tes kebocoran udara dilakukan dibawah tekanan 20cmH2O. Chest tube diletakkan melalui salah satu situs port

Kedua metode yang diterapkan untuk 9 kasus, dan 4


kasus ditangani hanya dengan abrasi  EKSKLUSI
Tatalaksana pasca operatif dan follow up

Chest tube  Drain intercostal


sistem aspirasi, dilepaskan (paru-
ekstubasi di
(suction negatif paru diekspansikan
ruang operasi
5 - atau 10 tanpa kebocoran
cmH2O) udara residual)

Nyeri blok
dipulangkan 
epidural torakal
Follow up memiliki
dan obat
mobilisasi penuh
analgesik oral
Analisis statistik

Chi-square Variabel
& t-tes kategorik

Analisis
Asosiasi regresi
independen logistik
multivarian
Odd ratio &
95%
P-value < 0.05
convidence
interval

Analisis StatView

Diagram featured by
http://slidemodel.com
3 Hasil
Tabel 1 Hubungan antara rekurensi karakteristik klinikopatologis
Karakteristik Total Reka % Non-rek p-value
Semua kasus 214 35 16.4 179
Usia (tahun)
<28 102 17 16.7 85
≥28 112 18 16.1 94 0.906
Jenis Kelamin
Laki-laki 182 28 15.4 154
Perempuan 32 7 21.9 25 0.360
Merokok
Ya 75 7 9.3 68
Tidak 139 28 20,1 111 0.041
Letak Lesi
Kanan 103 16 15.5 87
Kiri 111 19 17.1 92 0.754
Lokasi lesi
Apex 177 29 16.4 148
Selain apex 37 6 16.2 31 0.980
Tabel 1 Hubungan antara rekurensi karakteristik klinikopatologis
Karakteristik Total Reka % Non-rek p-value
Semua kasus 214 35 16.4 179
Komorbid
Ya 44 12 27.3 32
Tidak 170 23 13.5 147 0.028
ISPb
Ya 50 9 18.0 41
Tidak 164 26 15.9 138 0.719
CSPc
Ya 37 5 13.5 32
Tidak 177 30 16.9 147 0.607
Operasi terhadap ISP

Ya 22 8 36.4 14
Tidak 192 27 14.1 165 0.007
a Rek: rekurensi, b ISP: Ipsilateral spontaneous pneumothorax, c CSP Contralateral
spontaneous pneumothorax
Tabel 2 Hubungan antara komorbid dan rekurensi

Komorbid Rek Non-rek


Pneumonia interstisial 7 9
HPa 0 3
BAb 0 3
Emfisema 0 3
Hematotoraks 2 2
PPOKc 0 2
Giant bulla 0 2
Hemofilia 0 2
Tumor paru benigna 0 2
Empyema 2 0
RAd 3 0
Tabel 2 Hubungan antara komorbid dan rekurensi

Karakteristik Rek Non-rek


Kanker paru 1 1
Pneumotoraks katamenial 1 1
Miositis ekstraokular 0 1
Angiosarkoma 0 1
SLEe 0 1
AMf 0 1
Cystic disease of the lung 0 1
a HP: hypersensitivity pneumonia, b BA: bronchial asthma, c COPD: chronic

obstructive pulmonary disease, d RA: rheumatoid arthritis e SLE: systemic


lupus erythematosis, fAM: atypical mycobacteriosis, beberapa subjek
memiliki beberapa komorbid
Tabel 3 Hubungan antara rekurensi dan faktor intraoperatif

Komorbid Total Reka % Non-rek p-value


Pendekatan
VATS 189 31 16.4 158
Torakotomi 25 4 16.0 21 0.959
Metode
Alat 190 29 15.3 161
Jahit tangan 11 5 45.5 6 0.009
Buttress stapling
Ya 27 5 15.3 22
Tidak 187 30 16.0 157 0.745
Covering
Ya 173 30 17.3 143
Tidak 41 5 12.2 36 0.423
Dokter bedah
Konsultan 103 19 18.4 95
Trainee 111 16 14.4 84 0.426
Lama operasi (menit) 120.7 (40-270) 126.0 (35-315) 0.630
Tabel 4 Data perioperatif

Karakteristik Total Rek % Non-rek p-value

Pleurodesis
Ya 15 4 26.7 11
Tidak 199 31 15.6 168 0.263
Komplikasi pasca operatif
Ya 15 4 26.7 11
Tidak 199 31 15.6 168 0.263
Periode drainase (hari) 1.914 (1-4) 2.257 (1-9)
Lama perawatan di rumah 13.3 (2-140) 8.0 (2-140)
sakit (hari)
Tabel 4 Morbiditas / mortalitas

Komplikasi Rek Non-rek

Tanpa komplikasi 31 168


Kebocoran udara 4 11*
Empyma 0 1*
Mortalistas 0 0
Kematian selama perawatan di rumah sakit 0 0

*1 subjek menderita komplikasi pasca bedah kebocoran udara dan empyema


Tabel 6 Analisis univariat faktor yang berkontribusi
terhadap rekurensi
Variabel ORa 95% CIb p-value
Usia : ≤28 1.044 0.506-2.156 0.906
Jenis kelamin : laki-laki 0.649 0.256-1.646 0.363
Merokok : tidak 2.450 1.015-5.917 0.046
Lesi : apex 1.012 0.387-2.646 0.980
Komorbid : ya 2.398 1.0815.319 0.031
ISP : ya 1.165 0.506-2.681 0.719
CSP : ya 0.765 0.276-2.128 0608
Operasi terhadap ISP : ya 3.497 1.339-9.091 0.011
Pendekatan : VATS 1.029 0.331-3.205 0.959
Buttress stapling: Tidak 0.841 0.295-2.392 0.745
Covering: Tidak 0.662 0.240-1.828 0.426
Dokter bedah : Trainee 0.745 0.360-1.540 0.427
Pleurodesis : ya 1.972 0.590-6.579 0.271
Komplikasi : Ya 2.652 0.466-15.152 0.271
aOR: Odds ratio, b 95% CI: 95% confidence interval
Tabel 6 Analisis multivariat faktor yang
berkontribusi terhadap rekurensi
Variabel ORa 95% CIb p-value
Usia : ≤28 1.277 0.489-3.333 0.617
Jenis kelamin : laki-laki 1.237 0.366-4.183 0.732

Merokok : tidak 2.717 1.017-7.257 0.046


Lesi : apex 1.531 0.484-4.844 0.469
Komorbid : ya 3.413 1.236-9.433 0.018
ISP : ya 0.862 0.3615-2.364 0.773
CSP : ya 0.428 0.129-1.420 0.166
Operasi terhadap ISP : ya 4.695 1.486-14.925 0.008
Pendekatan : VATS 1.802 0.464-6.999 0.395
Buttress stapling: Tidak 0.724 0.232-2.262 0.578
Covering: Tidak 0.594 0.193-1.825 0.363
Dokter bedah : Trainee 0.787 0.332-1.867 0.587
Pleurodesis : ya 1.420 0.238-8.475 0.700
Komplikasi : Ya 1.763 0.133-23.255 0.667
4 Diskusi
Riwayat merokok

• Riwayat non-perokok merupakan faktor independen yang memprediksi


rekurensi pasca operasi

• Schramel et. al, 1997


“merokok meningkatkan risiko untuk SP”
Udara distal dapat terperangkap akibat inflamasi bronkhiolar yang
diinduksi oleh rokok, sehingga terjadi overdistensi alveolar dan ruptur

• Ayed et. al., 2006


Penghentian kebiasan merokok dikaitkan dengan penurunan risiko SP
rekuren setelah periode follow up selama beberapa tahun
Riwayat merokok

• Perbedaan ini mungkin karena


Ϭ pembentukan blebs baru karena overdistensi pasca operasi untuk non-
perokok
Ϭ Keberadaan mekanisme yang sama sekali berbeda untuk pengembangan
lesi bullous antara SP alami dan pasca operasi
Ϭ Mekanisme yang tidak diketahui lainnya

• Bense et al., 1993


Blebs subpleural atau bullae, yang diketahui sebagai perubahan pada paru
yang menyerupai emfisema, terlihat di 75-100% pasien dengan SP, bahkan
pada non- perokok
Komorbid

• Tingkat rekurensi pasca operasi lebih tinggi pada pasien dengan komorbid
daripada orang tanpa komorbid.

• Tschopp et al, 2006


Terdapat mekanisme berbeda yang mendasari perkembangan lesi bullous
antara SP yang primer dan sekunder
Riwayat operasi untuk IPS sebelumnya

• Riwayat operasi untuk IPS sebelumnya dikaitkan dengan tingkat rekurensi


yang lebih tinggi.

• Inderbitzi et al, 1994


Lesi bullous baru telah muncul karena overekspansi pasca operasi dari sisa
parenkim paru akibat kehilangan volume dari reseksi paru-paru [6].

• Tidak disangka, CPS tidak mempengaruhi tingkat rekurensi pasca operasi

• Huang et al. 2007


Pembentukan bleb kontralateral memiliki kaitan bermakna dengan rekurensi
kontralateral PS [7].
Penggunaan perangkat vs jahitan tangan

• Tingkat rekurensi pasca operasi lebih tinggi pada pasien yang mendapat
jahitan tangan untuk penanganan blebs daripada mereka yang mendapatkan
penanganan menggunakan perangkat.

• Inderbitzi et al, 1994; Takeno et al, 1993


Terdapat risiko tinggi sisa lesi bullous karena kegagalan metode non reseksi
sebelumnya, seperti ligasi dan looping, yang diketahui berhubungan dengan
tingkat rekurensi tinggi
5 Kesimpulan

 Hasil saat ini mengungkapkan beberapa faktor klinis yang mungkin berguna
sebagai penanda untuk memprediksi rekurensi pasca operasi pada pasien dengan
PS yang akan mendapat tindakan operasi.
 Ahli bedah sebaiknya memberi perhatian tambahan pada pasien dengan faktor
risiko, dan follow up lebih ketat juga harus dipertimbangkan untuk pasien
tersebut.
1. Tschopp JM, Rami-Porta R, Noppen M, Astoul P: Management of spontaneous pneumothorax: state of the
art. Eur Respir J 2006, 28:637–650.
2. Muramatsu T, Nishii T, Takeshita S, Ishimoto S, Morooka H, Shiono M: Preventing recurrence of
spontaneous pneumothorax after thoracoscopic surgery: a review of recent results. Surg Today 2010,
40:696–699.
3. Schramel FM, Postmus PE, Vanderschueren RG: Current aspects of spontaneous pneumothorax. Eur Respir
J 1997, 10:1372–1379.
4. Ayed AK, Bazerbashi S, Ben-Nakhi M, Chandrasekran C, Sukumar M, Al-Rowayeh A, et al: Risk factors of
spontaneous pneumothorax in Kuwait. Med Princ Pract. 2006, 15:338–342.
5. Bense L, Lewander R, Eklund G, Hedenstierna G, Wiman LG: Nonsmoking, non-alpha 1-antitrypsin
deficiency-induced emphysema in nonsmokers with healed spontaneous pneumothorax, identified by
computed tomography of the lungs. Chest 1993, 103:433–438.
6. Inderbitzi RG, Leiser A, Furrer M, Althaus U: Three years’experience in video-assisted thoracic surgery
(VATS) for spontaneous pneumothorax. J Thorac Cardiovasc Surg 1994, 107:1410–1415.
7. Huang TW, Lee SC, Cheng YL, Tzao C, Hsu HH, Chang H, et al: Contralateral recurrence of primary
spontaneous pneumothorax. Chest 2007, 132:1146–1150.
8. Takeno Y: Thoracoscopic treatment of spontaneous pneumothorax. Ann Thorac Surg 1993, 56:688–690.
9. Oka S, Uramoto H, Hanagiri T: Successful extirpation of thoracic pleural lipoma by single port
thoracoscopic surgery. Asian J Surg 2011, 34:140–142.


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai