Professional
Organizations
GP FARMASI
◼ Tend to unite GAKESLAB Data Lit
& IPMG multisenter
their given
community
◼ Provide IDI PDSp/m Tim Ahli Pem
uniformity
◼ Enforce
Standards
PDMMI ARSSI
Opinion
Leader
PENTINGNYA MKEK & DEWAN ETIKA PDSp KOMPETEN DI
BIOETIKA & HUMANIORA KES → PDSp “SOSIAL” →
keberjarakan → FORENSIK
A prolonged specialized training in
a body of abstract thought
A collectivity of service orientation
Robinson David : Patients, Practitioners & Medical care, Aspects of
medical sociology . William Heinemann Medical Books, London, 1978.
menentukan sendiri standar pendidikan
adult socialization experience > okupasi
umumnya
Praktek profesi secara legal diatur melalui
perijinan
Badan penilai lisensi beranggotakan kelompok
sendiri
Sebagian besar regulasi profesi disusun
kelompok bersangkutan
Pekerjaan selain uang, prestise dan wewenang,
perlu integritas tinggi
Pelaku relatif tidak dapat dikontrol atau dinilai
oleh orang awam
Norma-norma yang berlaku biasanya lebih
keras dibanding dengan pengaturan hukum.
Para anggota mempunyai identitas dan ikatan
sesama yang kukuh
Pekerjaan tersebut mengikat seumur hidup.
PERILAKU META-KOGNISI
BERINTEGRITAS HABITUASI
KEUTAMAAN PROFESI
= TIPE IDEAL (KODEKI)
MODEL PANUTAN
DSp senior/
konsultan yg
dosen FK MORALITAS PEMBERI
DSp
>< DENGAN SISTEM ETIKOLEGAL,
PERTOBATAN & KENEGARAWAN PROFESI MORALITAS PENGAMBIL
PPDS “basah”
YANG BERTANGGUNGJAWAB
/DPU/DU senior
>< PROFESIONALISME
Puskes 24 Jam PTT Preklinik Pasca PTT
& PPDS minor Karyawan biasa
KEPATUHAN ETIKA &
DISIPLIN PROFESI Koasisten
Praktek Laris
0,01 % Spes Konsultan Senior
0,1 % Spes Konsultan Tdk Laris
1%
Spesialis biasa Laris
10 %
Dr“oid” (Spes loco) Luberan Sp
20 % Dr UmumLaris
PPDS Basah/ 4 besar
50 %
senior “Kering”
FK terkenal
75 %
Ko assFK baru
Calon dokter 100%
APAKAH DR BARU ANAK DR
LANGSUNG MANDIRI ?
Dari segitiga hirarkis sosiologis tersebut – etika
kesejawatan sbg etika sosial harus selalu diingat
adagium:
Dibalik kesuksesan 1 Dr (sub) spesialis senior
berdiri di atas “bangkai penderitaan” yuniornya
dalam kaskade sbb:
◼ 5 senior lain
◼ 10 senior lain yang kurang laku praktik/tidak berkuasa
◼ 100 DU/PPDS “basah”
◼ 200 DUA/”PPDS kering
◼ 1000 koasisten
Kurang mendengarkan pasien / komunikasi
Menakut-nakuti pasien
Surat keterangan sehat, cuti, dll. – tanpa diperiksa
Menarik bayaran tidak wajar, termasuk ke TS
Bertengkar dengan pasien, ingin menolak pasien
Informed consent tidak dilakukan
Tidak menyimpan rahasia pasien secara baik
Rekam medis tidak dibuat
Memuji diri / advertensi
Konflik etikolegal krn perkembangan
subspesialisasi
Pengobatan tidak/blm evidence-based,
Menjual obat/alat, MLM, iklan produk
Kompetensi kurang memadai
Menggunjingkankan kekurangan sejawat di
depan pasien (“celetukan beracun”)
Memakai gelar yang bukan haknya
Kolaborasi dengan perusahaan farmasi, gratifikasi
Aborsi tanpa indikasi medis
Tindakan medik yang bukan kewenangannya
Pelecehan seksual
2. Paket Sectio Caesario yang dikirim dari Bidan ; dengan
biaya paket tertentu (minimal) Rp.X , Rumah Sakit
(Operator, Dokter Anastesi, Asisten, Alat2 yang dipakai,
dll) menerima bayaran langsung Rp.X dari Bidan untuk
perawatan satu hari pasca Operatif. Sedangkan Bidan
tersebut umumnya sudah meminta biaya Rp. X + Y dari
pasien. Rp. Y tersebut kadang2 (jarang sekali) seluruhnya
untuk sang bidan ; namun umumnya Rp. Y tadi dibagi
antara sang bidan dengan dokter operator saja.
Keadaan ini sudah menjadi rahasia umum yang sifatnya
mutualistis antara bidan dan dokter operator, sementara
Rumah Sakit beserta personilnya (diluar operator)
dirugikan.
3. Ada beberapa klinik/tempat praktek pribadi yang
bertindak (tidak resmi) sebagai 'Agen perujuk pasien
ke Rumah Sakit di Luar Negeri' . Mereka
mengumpulkan pasien-pasien yang sebenarnya dapat
dilayani di Rumah Sakit setempat ; untuk dirujuk ke
Rumah Sakit tertentu di negara tetangga (Singapura,
Penang, Kuala Lumpur, dll) dengan sejawat yang
merujuk tersebut mendapat upah tertentu dari Rumah
Sakit tujuan rujukan dan atau sejawat tersebut ikut
mengawal/mengantar pasien, yang tentu saja dibiayai
oleh pasien yang bersangkutan
1. Mengenai fee yang diberikan oleh seorang Ahli
Bedah/Operator kepada Dokter (umum) yang
merujuk pasien, dengan besaran tertentu (Rp.X). Rp.X
ini dijadikan modul negosiasi antara perujuk dengan
Operator sehingga akhirnya pasien ini bisa berpindah
/ ditarik rujukannya, untuk diberikan kepada
operator yang bisa memberikan 'fee' lebih besar dari
Rp.X tadi.
Hal ini sangat banyak terjadi hampir pada semua
dokter yang melakukan tindakan operatif.
UNETHICAL PRACTICES IN THE
MEDICINES CHAIN
Collusion
R&D and clinical trials Evergreening Bribery
Patent
Manufacturing Fraud Overinvoicing
Registration Cartels
Falsification of
safety/Efficacy data Pricing Counterfeit/
substandards
ConfIict Selection
of
Interest Procurement & Import Unethical
Distribution donations
State/regulatory Unethical
capture promotion
Tax
Promotion
Pressure evasion Inspection
Thefts
Adapted from WHO
MEKANISME MORAL HAZARD: connivens
ARROGANCE
GREED
ABUSE OF POWER
MISREPRESENTATION
IMPAIRMENT
CONFLICT OF INTEREST
NON-CONCIENTIOUSNESS
Kondisi manusia: versi Hannah Arendt
Tidak kritis/peka thd isu/masalah etis: era modern,
milenial: manusia mudah menjadi jahat tanpa
menyadarinya/kompromais:
◼ Sekedar menjalankan tugas/SOP (etika minimalis) →
“penyebab” banalitas nurani
◼ Etika (kemampuan menimbang, dialog dengan diri
sendiri/mawas etik, kematangan emosi dan tilikan/insight)
tidak diasah
◼ Kepekaan nilai, via “tatapan wajah penderita sbg perwakilan
wajah Tuhan” << dimaknai
KLUSTER 4 ERA DISRUPTIF 4.0 - BERIKUT KEPRAKTISAN & KEJAHATAN
DOKTER & PASIEN BISA MENGALAMI :
ACTS : DEONTOLOGICAL
Golden rule
Super-tanggungjawab
ENDS : TELEOLOGICAL
PERKEMB
TEKNOLOGI CONSEQUENCES : CONSEQUENTIALIST
(UTILITARIAN)
BIOETIKA
Moral maxim test → CATEGORICAL IMPERATIVE BOX
• Maxim 1
Moral rules
2
Person
1=Rational Being
2= worth in itself creature;
• Maxim
• Maxim 3
(Autonomous = self-
legislating will)
Legislating member;
universal
Kingdom ends
Duty for the sake
Humanity (always as an end); Of Duty
Never as a means →
Intrinsic worth & dignity
ETIKA = “REM”; TEKNOLOGI = “GAS”
Baik mendahului benar:
◼ Baik: orientasi pada luaran/tujuan → teleologik krn urgensi
moral: bila baik/buat bahagia (pasien), maka Dr/RS secara
etis baik
◼ Benar: orientasi perbuatan/aktivitas = proses terbaik utk
capai tujuan → deontologik krn agen/pelaku moral: bila
terbaik maka ia benar secara hukum krn sudah jalankan
kewajiban/ tanggung-jawab (u/ kepentingan terbaik pasien)
Kekosongan/keribetan hukum (utk “benar”):
diperlukan keputusan etik (utk “baik”): kadang2
keputusan “etikolegal”
GOOD
Do the encourage
right thing BAD
R
right
GOOD U
CHARACTER L
wrong
E
S
Best course
of action VALUES = MORALITY Agus Purwadianto. 2017
Nilai - Etik - Moralitas
Contoh 2 Contoh 2
Di zaman Romawi, wanita yang aborsi disiksa Wanita sendiri yang berhak menentukan
hingga mati menerima atau menolak kehamilannya
TEORI ETIKA NORMATIF
Teori Teori
Deontologis Teleologis
Deon = kewajiban Telos = akibat
Kebaikan dinilai dari efek yang dihasilkan
Aliran egoisme Aliran utilitarianisme
Kewajiban manusia Kebaikan dalam pandangan Kebaikan dinilai dari luas
untuk berlaku baik hedonis manfaat sebuah tindakan
Kebaikan bukan Manusia bertindak untuk Tindakan yang baik apabila
dinilai dari bentuk mendapatkan manfaat untuk diri manfaatnya lebih luas dari
perilaku keburukannya
Kebaikan dinilai dari Kebaikan dinilai dari manfaat
niat, motivasi, dan yang dapat diberikan kepada
tujuan dirinya
Nilai - Etik - Moralitas
<<<
• Harm
• Evil
Governing
Moral behavior
• Virtues
• Ideals
• Rules
Rational persons
KD Clouser & B.Gert, 2004
MUKADIMAH WAJIB
JENIS KEWAJIBAN SEHARUSNYA/
◼PASAL SEYOGYANYA
◼ CAKUPAN PASAL TIDAK
◼ PENJELASAN PASAL
SEHARUSNYA
◼ PENJELASAN
CAKUPAN PASAL SEYOGYANYA
TIDAK
PENUTUP
DILARANG
Cakupan Pasal : inspirasi pasal di Kode Etik Dunia/Negara Lain
Terkait kemajuan teknologi/peradaban masyarakatnya
Proporsionalitas kepentingan pribadi dokter (spy tetap
bermartabat) – mis : wajib tingkatkan ilmu dkk,
walaupun itu bukan niat/ motivasi utamanya =
implisit HAK2 DR yg WAJAR, bukan mengutamakan
sistem penghargaan semata
Terkait rasionalitas keputusan profesi (melalui penalaran
pembenaran moral via Bioetika)
Adaptabilitas utk mengelola kebaikan budaya/adat
istiadat NKRI (misal : gotong rotong/tolong
menolong) supaya sinergi dgn budaya profesi,
keselarasan personal-professional – national values).
Kompetensi : cara sah perolehan & menjaganya
(integritas personal & profesional)
Responsibilitas individu insan profesi : cakupan,
jenis, bentuk pd pekerjaan & di luar dinas
Akuntabilitas profesi (“budaya integritas”): isi
semata-mata “kewajiban”
Tekad/kepedulian kemanusiaan : penderitaan,
kerentanan, ketimpangan → yankes sbg yan publik
CAKUPAN PASAL:
• setiap dokter dilarang membuat ikatan atau menerima imbalan
berasal dari perusahaan famasi/obat/vaksin/makanan/suplemen/
alkes/aldok/bahan/produk atau jasa kesehatan/terkait kesehatan
dan/atau berasal dari faskes apapun dan dari manapun dan/atau
berasal dari pengusaha, perorangan atau badan lain yg akan
menghilangkan kepercayaan publik/masy thd dan menurunkan
martabat profesi kedokteran
• dalam kehadirannya dalam pertemuan ilmiah, setiap dokter dilarang
mengikatkan diri untuk mempromosikan/meresepkan barang/produk
dan jasa tertentu, apapun bentuk bantuan sponsrshipnya
• pemberian sponsor kepada seorang dokter haruslah dibatasi pada
kewajaran dan dinyatakan dengan jelas tujuan, jenis, waktu dan
tempat kegiatan ilmiah tsb serta kejelasan peruntukan pemberian
tsb dan secara berkala dilaporkan ke pimpinan organisasi setempat
untuk diteruskan ke Pimpinan Nasional IDI
1. Tekad capai/pertahankan kualitas Yan
TERBAIK kemanusiaan/kesehatan – wujud
SUPER-tanggungjawab profesi luhur/mulia
= KEBERANIAN PENEGAK ATURAN =
menyuarakan kebenaran/keadilan mis:
(menegur TS yang mulai menyimpang) .
2. Tekad berani berkurban (ALTRUISME) demi
contoh perwujudan tegak & kokohnya
SUPER-TANGGUNGJAWAB profesi
Etika tidak bisa diajarkan, namun hanya bisa dicontohkan (model
behavioristik/panutan, hidden curriculum), jaminan kebaikan dan kebenaran suara
hati manusia utk selalu muncul dan menang sepanjang masa) :
Sejalan dengan prinsip nilai2 yang terkandung dalam kepercayaan, tradisi, budaya.
SUPER-TANGGUNGJAWAB = super-kewajiban sbg
BUDAYA INTEGRITAS:
◼ KEWAJIBAN MENDAHULUI kebebasan = {niat - sikap -
tindak – perilaku} SERBA BAIK = KEUTAMAAN karakter
DOKTER BAIK
◼ Tercermin dalam tuntunan perilaku di batang tubuh
KODEKI:
◼ Terlihat dari isi pasal2 : norma MEWAJIBKAN atau
MELARANG perilaku tertentu.