TESIS PROFESI
Oleh
EFRIDA HASIBUAN
NIM : 117115014
PEMBIMBING:
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Jantung dan
Pembuluh Darah dalam Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
EFRIDA HASIBUAN
NIM : 117115014
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, Sp.JP(K) DR. dr. Zulfikri Mukhtar, Sp.JP(K)
NIP. 194604301973021001 NIP. 195610261983121001
Mengetahui / Mengesahkan
dr. Ali Nafiah Nst, SpJP(K) Prof.dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)
NIP. 198104142006041002 NIP. 195604051983031004
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah
disebutkan dalam daftar pustaka dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
Efrida Hasibuan
ii
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam
Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program
Pendidikan Profesi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, SpJP(K) dan dr. Cut Arifa Andra, SpJP(K) selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di
saat penulis melakukan penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Ali Nafiah Nasution, SpJP(K) dan dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Card)SpJP selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kritikan dan saran yang begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
Profesi ini.
4. Prof. dr, Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K) dan DR. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP(K)
selaku pembimbing tesis yang dengan penuh kesabaran membimbing, mengoreksi,
dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tulisan ini
dapat diselesaikan.
5. Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K), dr. Andika Sitepu, SpJP(K) dan dr. Ali
Nafiah Nasution, SpJP(K) selaku penguji dalam proposal tesis yang telah
memberikan ide dan arahan serta membuka cakrawala berpikir sehingga dapat
menerapkan pola berpikir yang komprehensif mengenai tulisan ini.
Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan tulisan ini. Akhirnya penulis
mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Efrida Hasibuan
Latar belakang : Anemia berkaitan dengan prognosis yang buruk pada pasien yang dirawat
dengan diagnosis gagal jantung akut. Mekanisme yang menghubungkan anemia dengan
peningkatan kesakitan dan kematian merupakan hal yang kompleks dan dan multi faktor.
Peningkatan beban kerja miokard sebagai kompensasi terhadap penurunan hantaran oksigen
ke jaringan dan kelebihan volume dapat mengakibatkan remodeling ventrikel kiri dengan
hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri yang turut serta terhadap hasil luaran selanjutnya. Tujuan
penelitian adalah untuk menyelidiki peran prognostik anemia pada pasien yang dirawat di
rumah sakit untuk gagal jantung akut (GJA). Penelitian ini meninjau semua pasien dengan
diagnosis utama GJA.
Metode : Penelitian ini merupakan studi retrospektif dilakukan pada 107 pasien dengan
IMAEST, yang masuk pada Agustus 2015- Desember 2016 di Rumah Sakit Umum Haji Adam
Malik. Data klinis dan laboratorium dikumpulkan, termasuk kadar hemoglobin saat masuk,
kemudian pasien dikelompokkan berdasarkan kadar hemoglobin menjadi dua kelompok
dengan anemia dan tanpa anemia. Kemudian dibandingkan terhadap kejadian kardiovaskular
mayor (KKvM) yaitu kematian kardiovaskular atau aritmia ventrikel selama perawatan di
rumah sakit. Uji Chi-square, Fisher, Mann-Whitney, Kruskal-Wallis dan regresi logistik
dilakukan dalam menilai hubungan antara dua atau lebih variabel untuk mendapatkan nilai
rasio odds (OR), nilai p<0.05 dianggap bermakna secara statistik. Anemia didefinisikan
sebagai hemoglobin12 / 13 g / dL saat masuk pada pasien wanita / pria.
Hasil : 107 pasien termasuk (81,32% pria), dengan usia rata-rata 58,32 ± 11 tahun. Anemia
hadir pada 29,99% pasien saat masuk, dengan Hb 11,4 (7,6-12,8) g / dL. Pada angka mortalitas
di rumah sakit lebih tinggi untuk penderita anemia dibandingkan pasien tanpa anemia (53,7%
vs 46,3%, p=<0,001). Angka kejadian kardiovaskular mayor (KKvM) selama perawatan lebih
tinggi untuk pasien anemia dibandingkan tanpa anemia (51,1% vs 48,9%, p = <0,001). Dalam
analisis multivariat, anemia dengan Hb <13 mg / dL (OR 5.724, 95% IK 2.156-15.196,
p=<0,001) dapat memprediksi KKvM secara signifikan selama perawatan pada pasien gagal
jantung akut. Analisis multivariat menunjukkan hubungan antara adanya anemia (OR 5.724,
95% IK 2.156-15.196, p =<0.001), tekanan darah sistolik saat masuk (OR 3.009, 95% IK
1.236-7.324, p=0.015) dan usia ≥ 65 tahun (OR 2.659, 95% IK 0.981-7.208, p=<0,055)
terhadap KKvM.
Kesimpulan : Penelitian ini menegaskan bahwa keberadaan anemia adalah faktor independen
dari KKvM selama perawatan pada pasien yang masuk karena GJA.
Kata Kunci : Anemia, Gagal jantung akut, Morbiditas, Mortalitas
vi
Background : Anemia is associated with a poor prognosis in patients treated with a diagnosis
of acute heart failure. The mechanisms linking anemia with increased morbidity and mortality
are complex and multi-factor. Increased myocardial workload as a compensation for decreased
oxygen delivery to the tissues and excess volume may result in left ventricular remodeling with
hypertrophy and left ventricular dilatation that contribute to subsequent outcomes. The aim of
the study was to investigate the prognostic role of anemia in hospitalized patients for acute
heart failure (GJA). The study looked at all patients with a major GJA diagnosis.
Methods : This study was a retrospective study conducted on 107 patients with IMAEST, who
entered in August 2015- December 2016 at Haji Adam Malik General Hospital. Clinical and
laboratory data were collected, including hemoglobin (Hb) levels at admission, then the
patients were grouped based on Hb levels into two groups with anemia and without anemia.
Then compared against major cardiovascular events (MACE) ie cardiovascular death or
ventricular arrhythmias during hospitalization. Chi-square, Fisher, Mann-Whitney, Kruskal-
Wallis and logistic regression tests were performed in assessing the relationship between two
or more variables to obtain an odds ratio (OR), p<0.05 was considered statistically significant.
Anemia is defined as hemoglobin12 / 13 g / dL upon admission in female / male patients.
Results : 107 patients included (81.32% of men), with an average age of 58.32 ± 11 years.
Anemia was present in 29.99% of patients at admission, with Hb 11.4 (7.6-12.8) g / dL. At the
hospital mortality rate was higher for anemic patients than patients without anemia (53.7% vs
46.3%, p = <0.001). MACE during treatment were higher for anemic patients than without
anemia (51.1% vs 48.9%, p=<0.001). In a multivariate analysis, anemia with Hb <13 mg / dL
(OR 5.724, 95% CI 2,156-15,196, p=<0.001) could predict MACE significantly during
treatment in acute heart failure patients. Multivariate analysis showed an association between
anemia (OR 5.724, 95% CI 2.156-15.196, p=<0.001), systolic blood pressure at admission (OR
3.009, 95% CI 1.236-7.324, p=0.015) and age ≥ 65 years OR 2.659, 95% CI 0.981-7.208,
p=<0.055) to the MACE.
Conclusions : This study confirms that the presence of anemia is an independent factor of
MACE during treatment in patients admitted to AHF.
Keywords : Anemia, Acute Heart Failure, Morbidity, Mortality
vii
Halaman
viii
ix
Lampiran ............................................................................................................. 56
Registri Data Penelitian ........................................................................................ 56
Daftar riwayat hidup ............................................................................................ 57
Persetujuan Komite Etik ...................................................................................... 59
2.1 Stratifikasi pasien yang masuk berdasarkan presentasi klinis awal ................... 7
2.2 Gangguan hemodinak dari disfungsi ventrikel kanan akut...... ....................... 10
2.3 Kongesti dan disfungsi ginjal .......................................................................... 11
2.4 Mekanisme terjadinya anemia pada gagal jantung ........................................... 21
2.5 kurva haemoglobin-oxygen dissociation .......................................................... 23
2.6 Hal yang dapat terjadi pada patogenesis anemia dan gagal jantung ................. 24
2.7 Ketahanan hidup selama follow up. Kurva Kaplan-Meier untuk pasien
dengan gagal jantung akut berdasarkan ada atau tidaknya anemia .................. 25
2.8 Ketahanan hidup selama follow up. Kurva Kaplan-Meier unuk pasien tanpa
anemia atau anemia ringan (Hb ≥ 12 pada laki-laki dan ≥11 g/dl pada
wanita) versus pasien dengan anemia sedang sampai berat (Hb < 12 pada
laki-laki dan <11 g/dl pada wanita. .................................................................. 26
2.9 Diagram Kerangka Teori .................................................................................. 27
2.10 Diagram Kerangka Konsep ............................................................................. 28
4.1 Presentasi klinis pasien gagal jantung akut (persentase) ................................. 37
4.2 Grafik penyebab yang mendasari gagal jantung akut ....................................... 37
4.3 Grafik Kadar Hemoglobin Saat Masuk pada Gagal Jantung Akut ………….. 38
xi
No Judul Halaman
xii
SINGKATAN NAMA
DM : Diabetes Mellitus
EKG : Elektrokardiografi
Hb : Haemoglobin
xiii
LV : Left Ventricle
NO : Nitrit Oxide
PG12 : Prostasiklin
xiv
p : tingkat kemaknaan
α : alpha
β : beta
% : persentase
xv
Anemia sebagai komorbid pada gagal jantung baru-baru ini mulai diteliti
secara sistematis. Studi epidemiologi telah menunjukkan variasi yang luas dalam
prevalensi anemia di antara pasien dengan gagal jantung kronis. Memang,
tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis anemia,
prevalensinya diperkirakan antara 16 dan 48%. Beberapa penelitian telah
menyelidiki dampak anemia terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
gagal jantung akut. Penelitian yang dilakukan oleh Sanchez L dkk, 2006, anemia
(Hb<13g/dL) berkaitan dengan kelangsungan hidup jangka pendek yang lebih
buruk pada pasien dengan gagal jantung akut. Anemia sedang hingga berat
merupakan prediktor independen terhadap kematian pada pasien gagal jantung akut
(Stephan VH dkk, 2010).
Gagal jantung akut (GJA) diartikan sebagai onset baru atau perburukan dari
gejala dan tanda gagal jantung (Ponikowski P, 2016), yang sering membutuhkan
peningkatan terapi yang cepat dan perawatan rumah sakit. Keadaan klinis tipikal
dari GJA termasuk gejala dan tanda yang berkaitan dengan kongesti dan kelebihan
volume dari pada keadaan hipoperfusi (Costanzo MR, Jessup M, 2012). Karena
kongesti merupakan peranan utama untuk sebagian besar kasus GJA, pemahaman
tentang mekanisme patofisiologis yang mendasar terkait kongesti sangat penting
untuk mengobati pasien GJA. Lebih penting lagi, tingkat kongesti dan jumlah organ
yang mengalami kongesti memiliki keterkaitan prognostik pada pasien gagal
jantung (Gheorghiade M, 2010).
Terdapat tanda dan gejala gagal jantung akut yang ringan dan tidak
memenuhi kriteria untuk syok kardiogenik, edema pulmoner, atau krisis
hipertensi.
Terdapat tanda dan gejala gagal jantung terkait dengan tekanan darah tinggi
dan fungsi ventrikel kiri yang masih baik disertai gambaran edema
pulmoner akut pada foto thoraks.
4. Syok kardiogenik
Gagal jantung akut berdasarkan profil hemodinamik dan tanda klinis (Felker GM,
2015)
1. Kelas I: hangat dan kering, dimana tidak dijumpai hipoperfusi dan kongesti
pulmonal. Mortalitas 2.2%.
2. Kelas II: hangat dan basah, dimana tidak dijumpai hipoperfusi, tetapi
dijumpai kongesti pulmonal. Mortalitas mencapai 10.1%.
3. Kelas III: dingin dan kering, dimana dijumpai hipoperfusi, tetapi tidak
dijumpai kongesti pulmonal. Mortalitas mencapai 22.4%.
4. Kelas IV: dingin dan basah, dimana dijumpai hipoperfusi dan kongesti
pulmonal. Mortalitas sekitar 55.5%.
Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi pada pembagian gagal jantung akut
pada tipe hemodinamik, dengan menggunakan sirkulasi perifer dan auskultasi paru.
Klasifikasi ini telah divalidasi secara prognostik pada penanganan pasien
kardiomiopati dan dapat diterapkan pada pasien gagal jantung baik pada waktu
rawatan ataupun setelah pulang (Niemen MS, 2005).
Pembagian gagal jantung akut dalam konteks ini bertujuan untuk menghindari
tumpang tindih berdasarkan tekanan darah sistolik pada saat masuk.
3. Gagal jantung akut hipotensif (tekanan darah sistolik < 90mmHg), meliputi
5% dari kasus gagal jantung akut termasuk syok kardiogenik, dengan angka
mortalitas di rumah sakit >15% (Alla dkk, 2007).
Gagal jantung akut berdasarkan ada tidaknya riwayat gagal jantung (Felker GM,
2015).
1. Gagal jantung akut de novo, merupakan gagal jantung yang pertama kali
dialami seseorang. Berkisar 20% pasien gagal jantung akut karena tipe gagal
jantung ini, biasanya disebabkan oleh sindroma coroner akut.
Adanya tanda dan gejala seperti sesak nafas, orthopnoe, edema, distensi
vena jugularis, ascites, hepatomegali dan ronkhi basah paru selama episode gagal
10
Ada dua teori dasar yang menerangkan terjadinya kongesti pada GJA. Teori
klasik menerangkan kongesti disebabkan oleh retensi natrium dan air, yang
menyebabkan akumulasi cairan ekstra selluler, dan peningkatan berat badan dan
volume peredaran darah yang efektif, disertai disfungsi ginjal (Ponikowski P,
Jankowska EA, 2015). Teori kedua lebih menjelaskan kongesti sebagai akibat dari
pemindahan tiba-tiba dari sirkulasi splanknik ke sirkulasi sistemik, oleh akrena
peningkatan rangsangan simpatis akibat dekompensasi jantung. Rangsangan
menetap dari sistem saraf simpatis, yang disebabkan hipoperfusi jaringan, disertai
dengan penurunan atau menghilangnya respon penghambatan pada baroreflex
karotis. Dalam konteks ini, peningkatan sedikit tonus simpatis pada awal
dekompensasi jantung akan memindahkan darah dengan volume cukup besar dari
sirkulasi splanknik menuju sirkulasi sistemik, yang mana keadaan ini menjelaskan
gejala kelebihan cairan dan kongesti. Berdasarkan teori kedua, tidak ada retensi
cairan dari luar ataupun penambahan berat badan sebelum kondisi dekompensasi
(Marteles MS, Gracia JR, Lopez IG, 2015; Husain Syed F dkk, 2015).
Gambar 2.3. Kongesti dan disfungsi ginjal (Marteles MS, Gracia JR, Lopez IG,
2015)
11
Aldosteron memiliki peranan diluar retensi cairan, dengan aksi penting pada
metalloproteinase dan akhirnya fibrosis dan remodeling ventrikel. Vasopressin dan
hormon anti diuretik juga dilepaskan pada GJA. Peningkatan osmolaritas yang
disebabkan dari absorbsi natrium yang dihasilkan oleh aldosteron secara langsung
menyebabkan pelepasan hormon anti diuretik. Hormon anti diuretik adalah peptida
neurohypophyseal yang turut dalam penyerapan air, sehingga mengendalikan
volume dan tekanan darah. Terakhir, natriuretic peptide memiliki peran mendasar
dalam jaringan neurohormonal yang kompleks ini. Terdapat 5 sub tipe natriuretic
peptide, yaitu atrial natriuretic peptide (tipe A), brain natriuretic peptide (BNP
atau tipe B) dan tipe C, D dan V. Tipe natriuretic peptide yang paling dikenal adalah
atrial natriuretic peptide dan BNP. Keduanya dilepaskan saat dinding atrium dan
ventrikel mengalami tekanan, baik dipicu oleh kelebihan cairan dan iskemia.
12
13
Penanganan dini dari GJA harus terdiri dari tiga tahap: triase, diagnosa dan
pengobatan awal, dan penilaian kembali. Karena GJA merupakan kondisi yang
mengancam jiwa, panduan terbaru untuk penanganan GJA merekomendasikan
bahwa diagnosis dan pengobatan awal harus dilakukan sesegera mungkin, yang
terbaik dalam 30-60 menit pertama setelah perawatan rumah sakit.
Evaluasi klinis awal dari pasien sesak nafas harus menilai tingkat keparahan
GJA, mengkonfirmasi diagnosis GJA dan mengidentifikasi faktor pencetus GJA.
Karena kongesti merupakan gambaran khusus GJA, riwayat dan pemeriksaan fisik
pasien harus terutama fokus terhadap adanya kongesti yang akan mendukung
diagnosis GJA. Kongesti sisi kiri dapat menyebabkan sesak nafas, orthopnoea,
paroxysmal nocturnal dyspnoea, batuk, tachypnoea, auskultasi paru yang patologis
( rokhi basah, ronkhi kering, wheezing) dan hipoksia (Gheorghiade M dkk, 2010).
Tidak adanya ronkhi basah dan foto thoraks yang normal tidak mengeksklusikan
adanya kongesti sisi kiri. Sesungguhnya, 40-50% pasien dengan peningkatan
tekanan di arteri paru dapat memiliki gambaran radiologi dada yang normal
(Chakko dkk, 1991). Kongesti sisi kanan dapat meningkatkan berat badan, edema
perifer kedua sisi, penurunan produksi urin, nyeri perut, mual dan muntah, distensi
vena jugularis atau dijumpai hepato jugular reflux, ascites, hepatomegali, ikterus
(Gheorghiade M dkk, 2010).
14
Namun, mengingat sensitivitas dan spesifisitas gejala dan tanda GJA yang
terbatas, evaluasi klinis harus digabungkan dengan tes tambahan. Berdasarkan
adanya gejala dan tanda dari kongesti organ (basah vs kering) dan / atau hipoperfusi
perifer (dingin vs. Hangat), pasien dapat dikelompokkan didalam empat kelompok
(Nohria A dkk, 2003; Nohria A, Lewis E, Stevenson LW, 2002). Sekitar dua per
tiga pasien GJA dikelompokkan basah dan hangat (kongesti tetapi perfusi baik),
satu per empat basah dan dingin (kongesti dan hipoperfusi), dan hanya sedikit
kering dan dingin (tidak kongesti dan hipoperfusi). Kelompok keempat dengan
keadaan kering dan hangat menggambarkan kompensasi (dekongesti dan perfusi
baik). Pengelompokan ini dapat membantu panduan terapi awal dan memberikan
informasi prognostik (Drazner MH dkk, 2008).
15
Mortalitas gagal jantung akut cukup tinggi, baik pada jangka pendek di
rumah sakit ataupun jangka panjang setelah 6 sampai 12 bulan. Beberapa penelitian
dan studi besar telah banyak mengungkapkan beberapa prediktor kematian pada
pasien gagal jantung akut (Kruger W, 2009). Salah satu studi yang terbesar Acute
Heart Failure Database (AHEAD) registry. Pada studi ini diperlihatkan beberapa
prediktor yang potensial secara statistik berhubungan dengan kejadian kematian
kardiovaskular di rumah sakit (Spinar J dkk, 2011; Breidthardt T dkk, 2011).
Anemia merupakan suatu kondisi dimana sel darah merah tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis spesifik berbeda
sesuai dengan usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal di atas permukaan laut
(ketinggian), perilaku merokok dan berbagai tahap kehamilan. Kekurangan zat besi
diperkirakan menjadi penyebab paling umum anemia secara global, tapi
kekurangan nutrisi lainnya (termasuk asam folat, vitamin B12 dan vitamin A),
inflamasi akut dan kronik, infeksi parasit, dan kelainan bawaan atau didapat yang
mempengaruhi sintesis hemoglobin (Hb), produksi sel darah merah atau
kelangsungan hidup sel darah merah, semuanya bisa menyebabkan anemia.
16
Kadar serum vitamin B12 dan asam folat rendah pada sekelompok kecil
pasien anemia dengan gagal jantung (Witte KK dkk, 2004; Crpmie N, Lee C,
Struthers AD, 2002). Fungsi gastrointestinal sering terganggu pada pasien gagal
jantung (Sandek A dkk, 2007) dan hal ini dapat mengakibatkan kelainan
penyerapan mengakibatkan defisiensi zat besi dan nutrisi lainnya (Anker SD dkk,
1997). Terlebih lagi, perdarahan gastro intestinal yang diinduksi aspirin dapat juga
mengakibatkan defisiensi zat besi. Penelitian yang rinci tentang hemostasis zat besi
pada pasien anemia dengan gagal jantung tidak tersedia. Pada satu penelitian pasien
anemia dengan gagal jantung, 43% memiliki serum zat besi yang rendah (<8
µmol/L) atau ferritin (<30 µmol/L), tetapi anemia mikrositik terlihat 6% dari
subyek (de Silva R dkk, 2006). Sebaliknya, Nanas dkk menemukan habisnya zat
besi yang tersimpan di dalam sumsum tulang dari 73% subyek meskipun serum zat
besi, ferritin dan eritropoietin normal (Nanas JN dkk, 2006).
17
18
Belonje dkk baru ini melaporkan bahwa kadar eritropoietin pada 605 pasien
gagal jantung yang diacak dalam studi koordinatif yang mengevaluasi hasil
konsultasi dan konseling dalam penelitian gagal jantung. Mereka menemukan
bahwa kadar eritropoietin lebih rendah dari yang diharapkan pada mayoritas pasien
(79%), dimana 12% pasien memiliki kadar sesuai harapan dan 9% memiliki kadar
lebih tinggi dari yang diharapkan. Hubungan antara aliran darah ginjal dan produksi
eritropoietin lebih kompleks karena banyak factor yang mempengaruhi produksi
eritropoietin pada gagal ginjal. Tingginya kadar angiotensin II terlihat pada gagal
jantung dimana suplai oksigen menurun disebakan penurunan aliran darah ginjal.
Pda saat bersamaan, Ang II menyebabkan penurunan GFR menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen. Hal tersebut merangsang produksi eritropoietin
dengan menurunkan pengiriman oksigen pada sel penghasil eritropoietin. Beberapa
faktor menerangkan bahwa respon eritropoietin tumpul dan terjadi anemia pada
gagal jantung.
19
2.7.4 Hemodilusi
Anemia dapat disebabkan oleh hemodilusi yang sering terlihat pada pasien
gagal jantung. Androne dkk menemukan bahwa hampir setengah pasien dengan
klinis euvolum dirujuk untuk transplantasi jantung memiliki pseudoanemia yang
disebabkan hemodilusi. Bagaimanapun, yang lainnya telah menemukan bahwa
pasien dengan klinis euvolum memiliki volume plasma normal. Pada kasus apapun,
hal ini masih menjadi pertanyaan apakah pseudoanemia dapat diobati.
20
Gambar 2.4 Mekanisme terjadinya anemia pada gagal jantung (Anand IS, 2008)
21
22
23
2.11 Anemia Berkaitan dengan Hasil Luaran yang Jelek pada Gagal Jantung
Akut
24
Gambar 2.7 Ketahanan hidup selama follow up. Kurva Kaplan-Meier untuk pasien
dengan gagal jantung akut berdasarkan ada atau tidaknya anemia.
25
26
Supresi eritropoiesis
Produksi EPO sumsum tulang
Volume plasma
Produksi sel darah merah
Neurohormones
Cathecolamin
RAA
Natriuretic peptide
Beban kerja Volume AVP
Massa ventrikel kiri
ekstraselular
Remodelling ventrikel kiri
Disfungsi ventrikel kiri Plasma volume Aliran darah ke ginjal
Retensi natrium
Perburukan gagal jantung
dan air
27
KKVM-
Anemia -
KKVM +
Pasien gagal
jantung akut
KKVM -
Anemia +
28
2
n1 = n2 = Zα √2𝑝𝑞 + Zβ √𝑝1𝑞1 + p2q2
p1 – p2
29
dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka didapat jumlah sampel minimal
untuk penelitian ini adalah 30 sampel pada masing-masing kelompok.
1. Gagal jantung akut adalah kumpulan tanda dan gejala yang onset cepat
sebagai akibat gangguan fungsi jantung. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa
penyakit jantung sebelumnya. Gangguan jantung dapat berupa disfungsi
sistolik dan diastolik, abnormalitas irama atau ketidakseimbangan antara
30
3. Gagal jantung akut hipertensif adalah suatu keadaan gagal jantung akut
terdapat tanda dan gejala gagal jantung terkait dengan tekanan darah tinggi
dan fungsi ventrikel kiri yang masih baik disertai gambaran edema
pulmoner akut pada foto thoraks (Nieminen SM dkk, 2005).
4. Edema paru akut adalah terdapat keadaan gagal jantung akut yang ditandai
distress pernafasan yang berat, ronki kasar (crakles) di seluruh lapangan
paru, orthopnoe, saturasi oksigen <90% pada udara kamar sebelum terapi
(Nieminen SM dkk, 2005).
6. Gagal jantung akut high output adalah keadaan gagal jantung akut yang
dijumpai denyut nadi yang cepat (disebabkan oleh aritmia, tirotoksikosis,
anemia, penyakit paget, iatrogenic atau mekanisme lainnya) dengan kondisi
perifer yang hangat, kongesti pulmonal, dan terkadang dengan tekanan
darah yang rendah (Nieminen SM dkk, 2005).
7. Gagal jantung kanan akut adalah suatu keadaan dengan sindroma output
rendah dengan peningkatan vena jugular, hepatomegali dan hipotensi
(Nieminen SM dkk, 2005).
31
9. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat terjadi relaksasi otot
jantung, pada saat pemeriksaan dimana tidak terdengar lagi bunyi
(Korotkoff I) (Rilantono LI, 2013).
13. Aritmia adalah kondisi dimana jantung berdenyut dalam irama yang tidak
normal dimana jantung berdenyut tidak teratur, terlalu cepat (takikardia),
terlalu lambat (bradikardia), bahkan tidak berdenyut sama sekali (asistol)
(Rilantono Li,2013).
14. Fraksi ejeksi (ejection fraction) ventrikel kiri adalah fraksi volumetrik darah
dipompa keluar dari ventrikel kiri setiap denyut jantung yang dihitung
dengan pemeriksaan ekokardiografi M-Mode berdasarkan perbedaan antara
volume sistolik akhir diatolik dan akhir dibagi dengan
32
Variabel independen:
Anemia (skala kategorik).
Variabel dependen:
Kematian kardiovaskular di rumah sakit (skala kategorik).
33
Kriteria eksklusif
Anemia +/-
34
35
Jumlah total subjek penelitian adalah 107 orang. Pasien gagal jantung akut
yang dirawat terbanyak dengan subset klinis syok kardiogenik sebanyak 40 kasus
(37,4%), Oedem Pulmonum/ Acute Lung Oedem (ALO) sebanyak 35 kasus
(32,7%), Acute Decompensated Heart Failure/ ADHF sebanyak 23 kasus (21,5%)
dan 8 kasus (7,5%) dengan Hipertensive Heart failure serta high output failure
sebanyak 1 orang (0.9%) (Gambar 4.1). Penyebab yang mendasari dari gagal
jantung akut paling banyak disebabkan oleh sindroma koroner akut (SKA) 65 kasus
(60.7%), penyakit jantung koroner sebanyak 28 kasus (26,2%), penyakit jantung
hipertensi 9 kasus (8,4%), penyakit katup jantung sebesar 4 kasus (3,7%), penyakit
jantung tiroid 1 kasus (0.9%) (Gambar 4.2).
36
60.7%
26.2%
8.4%
3.7% 0.9%
37
Kadar Hemoglobin
Gambar 4.3 Grafik kadar hemoglobin saat masuk pada Gagal jantung Akut
Presentasi Umur pada kedua kelompok baik pada anemia maupun pada
kelompok yang tidak anemia tidak menunjukan perbedaan yaitu 60±14.67 dengan
57.61±9.92 tahun. Jenis kelamin didominasi oleh lelaki sekitar 87 0rang (81.3%),
dimana dijumpai 23 orang (26,4%) pada yang anemia dan 64 orang (73.6%) pada
yang bukan anemia. Pada presentasi klinis dari subyek penelitian ini didapati rata-
rata tekanan darah sistolik saat masuk rumah sakit 95 mmHg, dengan tekanan
terendah sebesar 50 mmHg dan 260mmHg pada tekanan tertinggi. Denyut Jantung
berkisar rerata 115 x/i, namun diantara yang anemia dan tidak anemia, tidak
memiliki perbedaan yang bermakna.
38
39
40
Dari hasil analisa bivariat diatas maka variabel yang memenuhi syarat untuk
masuk kedalam analisis multivariat adalah umur, jenis kelamin, tekanan darah
sistolik, denyut jantung, status anemia, dan kadar kreatinin saat masuk memenuhi
syarat masuk analisa multivariat.
41
Dengan metode ini, dapat kita lihat bahwa keberadaan anemia dengan kadar
hemoglobin < 13 g/dL dapat mempengaruhi kejadian kardiovaskular mayor
(KKvM) pada pasien dengan gagal jantung akut. Pada tabel diatas, variabel lain
yang berpengaruh terhadap kejadian kardiovaskular mayor adalah anemia
(haemoglobin <13 mg/dL) (OR 5.724, p=<0.001), tekanan darah sistolik <
100mmHg ( OR 3.009, p=0.015) dan umur ≥ 65 tahun ( OR 2.659, p=0.055).
42
Pasien gagal jantung akut pada penelitian ini lebih banyak disebabkan oleh
sindroma koroner akut (60.7%), hal ini relevan dengan beberapa studi besar salah
satunya adalah studi EHFS II : pasien GJA yang dirawat masuk dengan diagnosa
de novo AHF (37%) dengan penyebab SKA (42%). Angka kejadian KKvM selama
perawatan di rumah sakit keseluruhan penelitian ini adalah 42%, dengan angka
KKvM pada pasien anemia 51.1% dan tanpa anemia 48.9%. Angka kematian pada
penelitian ini cukup tinggi yaitu 38.3% dibanding pada penelitian-penelitian
sebelumnya, yang membahas studi epidemiologi tentang gagal jantung akut.
Insiden kematian di rumah sakit pada pasien gagal jantung akut ditemukan rendah
pada studi-studi seperti ALARM-HF (11%), FINN-AKVA (7.1%), ADHERE
(4.0%), EHFS I (6.9%), EHFS II (6.7%), AHEAD (12.7%) dan OPTIMIZE-HF
(3.8%). Perbedaan yang kontras ini didasarkan pada perbedaan karakteristik
populasi dan presentasi syok kardiogenik yang relatif rendah pada studi besar
diatas. Syok kardiogenik didiagnosa hanya 4% pada populasi EHFS II, <1% pada
EHFS I, 2.3% pada FINN-AKVA, 11.7% pada ALARM-HF dan 14.7% pada studi
AHEAD. Sedangkan pada penelitian ini dijumpai kejadian syok kardiogenik yang
lebih tinggi (37.4%). Dilain pihak, penelitian studi lain menunjukkan populasi yang
lebih muda dan lebih sedikit komorbid.
Pada penelitian ini dijumpai prevalensi anemia sebesar 29.99% yaitu 32 dari
107 pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut. Prevalensi pada penelitian ini
lebih rendah dari pada penelitian lain, yang berkisar 50% dan 70% pada registri
OPTIMIZE-HF dan ADHERE. Pada penelitian ini penyebab gagal jantung akut
yang terbesar merupakan sindroma koroner akut (60.7%), tetapi studi-studi yang
lain tidak hanya melibatkan pasien dengan rawatan pertama, tetapi juga pasien
dengan gagal jantung kronik dan riwayat dekompensasi berulang, dimana dijumpai
44
Lama rawatan pada penelitian ini dijumpai lebih lama pada pasien tanpa
anemia walaupun tidak berbeda secara bermakna, hal ini disebabkan karena
tingginya angka kematian pada pasien anemia dibandingkan tanpa anemia. Pada
pasien anemia tekanan darah sistolik dijumpai lebih rendah dibandingkan kelompok
tanpa anemia walaupun tidak berbeda secara bermakna, hal ini sesuai dengan
patofisiologi dimana anemia akan mengakibatkan vasodilatasi perifer yang
kemuadian akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.
Mortalitas di rumah sakit lebih tinggi untuk pasien anemia, hal ini tampak
berbeda bermakna dengan yang dialami pasien tanpa anemia. Dari 38.3% kematian
di dalam rumah sakit didapatkan mortalitas pada kelompok anemia adalah 53.7%,
sedangkan tanpa anemia 46.3%, hal ini sesuai dengan penelitian oleh Kajimoto K,
Sato N dan Takano T, 2014 yang menunjukkan bahwa angka kematian pada
kelompok anemia (31.3%) lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa anemia
(15.5%). Penelitian oleh Latado AL dkk, 2006 menunjukkan bahwa anemia
merupakan prediktor independen terhadap kematian selama perawatan pada pasien
dengan gagal jantung yang berat terlepas apakah pasien dengan fungsi sistolik
ventrikel kiri masih baik atau terganggu.
Baru-baru ini, dilaporkan bahwa pasien gagal jantung dengan anemia lebih
cenderung mengalami disfungsi ginjal secara bersamaan. Penelitian sebelumnya
telah mengidentifikasi efek independen anemia pada hasil setelah penyesuaian
fungsi ginjal, yang menunjukkan bahwa anemia bukan sekadar tanda pengganti
untuk disfungsi ginjal. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa pengaruh anemia
pada hasil klinis pasien gagal jantung akut dengan kreatinin serum awal ≥1,3 mg/dl
meningkatkan kejadian KKvM dibandingkan pada pasien dengan kreatinin serum
<1.3 mg/dl (OR 2.882, p=0.014). Telah diketahui bahwa kontribusi anemia
terhadap peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas tergantung pada tingkat
keparahan disfungsi ginjal secara bersamaan. Penyakit ginjal kronis (PGK)
merupakan komorbid yang sering dijumpai pada gagal jantung, dan penderita
anemia lebih sering memiliki PGK (Anand IS, 2005; McCullough PA, Lepor NE,
45
46
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
47
Adams KF, Fanarow GC, Emerman CL, et al. Characteristics and outcomes of
patients hospitalized for heart failure in United States: rationale, design, and
preliminary observations from the first 100.000 cases in the Acute
Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE). Am Heart J.
2005;149:209-16
Ambrosy AP, Fonarow GC, Butler J, et al. The global health and economic burden
of hospitalizations for heart failure: lessons learned from hospitalized heart
failure registries. J Am Coll Cardiol. 2014;63:1123–1133
Anand IS, Kuskowski MA, Rector TS, et al. Anemia and change in haemoglobin
over time related to mortality and morbidity in patients with chronic heart
failure: results from Val-HeFT. Circulation. 2005;112(8):1121-7
Anand IS, Latini R, Florea VG, et al. C-reactive protein in heart failure: prognostic
value and the effect of valsartan. Circulation. 2005;112(10):1428-34
Anand IS, McMurray J, Whitmore J, et al. Anemia and its relationship to clinical
outcome in heart failure. Circulation. 2004;110(2):149-54
48
Androne AS, Katz SD, Lund L, et al. Hemodilution is common in patients with
advanced heart failure. Circulation. 2003;107(2):226-9
Anker SD, Coats AJ. Cardiac cachexia: a syndrome with impaired survival and
immune and neuroendocrine activation. Chest. 1999;115(3);836-47
Anker SD, Chua TP, Ponokowski P, et al. Hormonal changes and catabolic/anabolic
imbalance in chronic heart failure and their importance for cardiac cachexia.
Circulation. 1997;96(2):526-34
Bauer C, Kurtz A. Oxygen sensing in the kidney and its relation to erhytropoietin
production. Annu Rev Physiol. 1989;51:845-56
Belonze AM, Voors AA, van der Meer P, et al. Endogenous erhytropoietin and
outcome in heart failure. Circulation. 2010;121(2):245-51
Brewer GJ. 2.3-DPG and erythrocyte oxygen affinity. Annu Rev Med. 1974;25:29-
38
Caughey MC, Avery CL, Ni H, Solomon SD, et al. Outcomes of patients with
anemia and acute decompensated heart failure with preserved versus
reduced ejection fraction (from the ARIC Study Community Surveillance)
HHS Public Access. Am J Cardiol. 2014;114:1850–1854.
doi:10.1016/j.amjcard.2014.09.024
Collins AJ. The haemoglobin link to adverse outcomes. Adv stud Med.
2003;3(3C):S194-7
49
Cromie N, Lee C, Struthers AD. Anaemia in chronic heart failure: what is its
frequency in the UK and its underlying causes? Heart. 2002;87(4):377-8
de Silva R, Rigby AS, Witte KK, et al. Anemia, renal dysfunction, and their
interaction in patients with chronic heart failure. Am J Cardiol.
2006;98(3):391-8
Drazner MH, Hellkamp AS, Leier CV, et al. Value of clinician assessment of
hemodynamics in advanced heart failure: the ESCAPE trial. Circ Heart
Fail. 2008;1:170–177
Eckardt KU, Koury ST, Tan CC, et al. Distribution of erhytropoietin producing
cells in rat kidneys during hypoxic hypoxia. Kidney in. 1993;41(3):815-23
Ezekowitz JA, McAlister FA, Armstrong PW. Anaemia is common in heart failure
and is associated with poor outcomes: insights from a cohort of 12.065
patients with new onset heart failure. Circulation. 2003;107(2):223-5
50
Greyson CR. Pathophysiology of right ventricular failure. Crit Care Med. 2008;36
Suppl. 1:S57-65
Husain Syed F, McCullough PA, Birk HW, et al. Cardio pulmonary renal
interaction. A multidisciplinary approach. J Am Coll Cardiol.
2015;65:2433-8
Latado AL, Passos LC, Darze ES, et al. Comparison of the effect of anemia on in-
hospital mortality in patients with versus without preserved left ventricular
ejection fraction. Am J Cardiol. 2006;98:1631-1634
Lauer MS, Evans JC, Levy D. Prognostic implications of subclinical left ventricular
dilatation and systolic dysfunction in men free of overt cardiovascular
disease (the Framingham Heart Study). Am J Cardiol. 1992;70(13):1180–
1184
Marteles MS, Gracia JR, Lopez IG. Pathophysiology of acute heart failure: A world
to know. Rev Clin Esp. 2015. http://dx.doi.org/10.1016/j.rce.2015.09.010
51
Mole DR, Ratcliffe PJ. Cellular oxygen sensing in health and disease. Pediatr
Nephrol. 2008;23(5):681-94
Nieminen MS, Bohm M, Cowie MR, et al. Executive summary of the guidelines on
the diagnosis and treatment of acute heart failure: the Task Force on Acute
52
Nohria A, Tsang SW, Fang JC, et al. Clinical assessment identifies hemodynamic
profiles that predict outcomes in patients admitted with heart failure. J Am
Coll Cardiol. 2003;41:1797–1804
Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, et al. Authors/ Task Force Members,
Document Reviewers. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure: The Task Force for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure of the European Society of
53
Rudiger A, Harjola V-P, Mu¨ller A, et al. Acute heart failure: clinical presentation,
one-year mortality and prognostic factors. Eur J Heart Fail 2005;7:662–670
Stephan VH, Joerg CS, Lea MH, et al. Anaemia is an independent predictor of death
in patients hospitalized for acute heart failure. Clin Res Cardiol.
2010;99:107–113
van der Meer P, Lipsic E, Westenbrink BD, et al. Levels of hemayopoiesis inhibitor
N-acetyl-seryl-aspartyl-lysyl-proline partially explain the occurrence of
anaemia in heart failure. Circulation. 2005;112(12):1743-7
Westenbrink BD, Visser FW, Voors AA, et al. Anaemia in chronic heart failure is
not only related to impaired renal perfusion and blunted erythropoietin
production, but to fluid retension as well. Eur Heart J. 2007;28(2):166-71
54
Young JB, Abraham WT, Albert NM, et al. Relation of low hemoglobin and
anemia to morbidity and mortality in patients hospitalized with heart
failure (Insight from the OPTIMIZE-HF Registry). Am J Cardiol. 2008.
doi:10.1016/j.amjcard.2007.07.067
55
Identitas Pasien
Nama : Tgl Masuk :
Umur : Tgl Keluar :
No. RM : Lama rawatan :
Alamat : No. HP :
Anamnesis :
Keluhan Utama : Nyeri dada/ sesak nafas/………………………..
Skala nyeri :
Fx risiko :
Riwayat hipertensi
Merokok
Riwayat DM
Dislipidemia
Pemeriksaan Fisik
TD: / mmHg. HR: x/I RR: x/i
BB: TB: Sat O2:
Killip: TIMI : Score Grace :
Terjadi Cardiac arrest saat di IGD : O Ya O Tidak
Laboratorium :
Hb: KGD ad:misi: BUN/ur/cr:
Leuko: KGD N/2PP/ HbA1c: Osmolalitas :
Thrombosit: Chol tot/Tri/HDL/LDL: Na/K/Cl :
Trop T : CKMB :
EKG :
CXR : Kardiomegali Ya tidak
Ekokardiografi :
Dx :
O Aritmia
56
I. KETERANGAN PERORANGAN
a. Nama Lengkap : dr. Efrida Hasibuan
b. NIM : 117115013
c. Tempat/Tanggal Lahir : Binjai/ 03 November 1978
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Nomor telepon : 081397978284
h. Tempat Tinggal : Jln. Manggis No. 25 Limau Sundai
Binjai
II. KELUARGA
Nama ayah : H. Hasbullah Hasibuan
Nama ibu : Hj. Rismaini Daulay
III. PENDIDIKAN
a. SD Negeri 025934 Binjai Tamat 1990
b. SMP Negeri 1 Binjai, Tamat tahun 1993
c. SMU Negeri 1 Binjai, Tamat Tahun 1996
d. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Tamat
Tahun 2003
e. Mulai pendidikan kardiologi FK USU : Juli 2012
V. KARYA ILMIAH
Pengarang :
- Leuko Glycemic Index as an In-hospital Prognostic Marker in
Patients with ST-segment Elevation Myocardial Infarction in Haji
Adam Malik General Hospital (The Finalist Free Paper ASMIHA
2016).
57
58