Anda di halaman 1dari 75

ANEMIA SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN

KARDIOVASKULAR MAYOR SELAMA PERAWATAN DI


RUMAH SAKIT PADA PENDERITA GAGAL JANTUNG AKUT
DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS PROFESI

Oleh

EFRIDA HASIBUAN
NIM : 117115014

PEMBIMBING:

1. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP (K)


2. DR. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP (K)

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


ANEMIA SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR
SELAMA PERAWATAN DI RUMAH SAKIT PADA PENDERITA GAGAL
JANTUNG AKUT DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Jantung dan
Pembuluh Darah dalam Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh
EFRIDA HASIBUAN
NIM : 117115014

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : Anemia Sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor

Selama Perawatan Di Rumah Sakit Pada Penderita Gagal

Jantung Akut Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Efrida Hasibuan

Nomor Registrasi : 117115014

Program Studi : Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, Sp.JP(K) DR. dr. Zulfikri Mukhtar, Sp.JP(K)
NIP. 194604301973021001 NIP. 195610261983121001

Mengetahui / Mengesahkan

Ketua Program Studi/ Ketua Departemen/


SMF Ilmu Penyakit Jantung SMF Ilmu PenyakitJantung
FK-USU / RSUP HAM Medan FK-USU/RSUP HAM Medan

dr. Ali Nafiah Nst, SpJP(K) Prof.dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)
NIP. 198104142006041002 NIP. 195604051983031004

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah
disebutkan dalam daftar pustaka dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar

Medan, Oktober 2017

Efrida Hasibuan

ii

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam
Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program
Pendidikan Profesi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, SpJP(K) dan dr. Cut Arifa Andra, SpJP(K) selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di
saat penulis melakukan penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Ali Nafiah Nasution, SpJP(K) dan dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Card)SpJP selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kritikan dan saran yang begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
Profesi ini.
4. Prof. dr, Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K) dan DR. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP(K)
selaku pembimbing tesis yang dengan penuh kesabaran membimbing, mengoreksi,
dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tulisan ini
dapat diselesaikan.
5. Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K), dr. Andika Sitepu, SpJP(K) dan dr. Ali
Nafiah Nasution, SpJP(K) selaku penguji dalam proposal tesis yang telah
memberikan ide dan arahan serta membuka cakrawala berpikir sehingga dapat
menerapkan pola berpikir yang komprehensif mengenai tulisan ini.

Universitas Sumatera Utara


6. Guru-guru penulis : Prof.dr.T.Bahri Anwar, SpJP(K); Prof.dr.Sutomo Kasiman,
SpPD, SpJP(K); Prof.dr.Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K); Prof.dr.Harris
Hasan, SpPD, SpJP(K); Alm. dr. Maruli T Simanjuntak SpJP(K); dr.Nora C Hutajulu
SpJP(K); Dr. dr. Zulfikri Mukhtar SpJP(K); dr.Isfanuddin Nyak Kaoy, SpJP(K);
dr.P. Manik, SpJP(K); dr.Refli Hasan, SpPD, SpJP(K); dr.Amran Lubis, SpJP(K);
dr.Nizam Zikri Akbar, SpJP(K); dr.Zainal Safri, SpPD, SpJP; dr.Andre Pasha
Ketaren, SpJP(K); dr.Andika Sitepu SpJP(K); dr.Anggia Chairudin Lubis,
M.Ked(Card), SpJP; dr.Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Card), SpJP(K); dr.Cut Aryfa
Andra, M.Ked(Card) SpJP(K); dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Card), SpJP, dr.
Andi Khairul, M.Ked(Card), SpJP; dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked(Card),
SpJP(K); dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Card), SpJP; dr. Teuku Bob Haykal,
M.Ked(Card) SpJP serta guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan selama mengikuti Program
Pendidikan Spesialis ini.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah
memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis
dapat mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah.
8. Teristimewa untuk kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi, yakni
Ayahanda H. Hasbullah Hasibuan dan ibunda Hj. Rismaini Daulay yang telah
memberi kasih sayang dan motivasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan sampai
selesai.
9. Khusus untuk suami tercinta Heri Zulwansyah Pulungan yang selalu menjadi suami
yang selalu setia mendampingi suka dan duka selama menempuh pendidikan serta
memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini. Terima kasih buat segala
pengorbananmu dalam mendampingi dan mengisi segala kekuranganku. Serta anak,
Ahmad Ziqra Zailani Pulungan yang menjadi inspirasi untuk terus belajar dan
berkarya.
10. Ibu mertua Dahlia Nst yang memberikan doa dan nasihat yang tulus agar penulis
tetap semangat, sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
11. Saudara kandung penulis, kakak: Irma Hsb, Yosmalia Hsb, Hodna Sari Hsb,
Amrizal Hsb; adik-adik: Putra Hsb, Nelli Rosa Hsb, dan Ella Sabrina Hsb yang
terus memberikan doa dan bantuan untuk kelancaran pendidikan serta seluruh
keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

Universitas Sumatera Utara


memberikan dukungan doa, moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan.
12. Keempat sahabat seperjuangan penulis kelompok “sepersepuluh”, dr. Zunaidi
Syahputra dr. Dika Ashrinda, dr. Komaria dan dr. Mustika Fadhilah Sarahazti yang
telah banyak memberikan bantuan moril, tenaga dan senantiasa mendoakan
kemudahan dalam pengerjaan tesis ini.
13. Rekan-rekan sahabat Kelakar Medan yang telah memberikan waktu dan tenaga
dalam membantu pengambilan sampel penelitian. Serta anggota Kelakar Medan
lainnya yang telah memberikan masukkan dan doa serta bahu membahu dalam
mengikuti program pendidikan profesi ini.
15. Para perawat CVCU, RIC, kateterisasi, instalasi laboratorium darah serta staf
administrasi kardiologi FK USU Ahmad Syafi’i, Zulkarnaen dan Husna yang telah
membantu terselenggaranya penelitian ini.

Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan tulisan ini. Akhirnya penulis
mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Oktober 2017

Efrida Hasibuan

Universitas Sumatera Utara


Abstrak

Latar belakang : Anemia berkaitan dengan prognosis yang buruk pada pasien yang dirawat
dengan diagnosis gagal jantung akut. Mekanisme yang menghubungkan anemia dengan
peningkatan kesakitan dan kematian merupakan hal yang kompleks dan dan multi faktor.
Peningkatan beban kerja miokard sebagai kompensasi terhadap penurunan hantaran oksigen
ke jaringan dan kelebihan volume dapat mengakibatkan remodeling ventrikel kiri dengan
hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri yang turut serta terhadap hasil luaran selanjutnya. Tujuan
penelitian adalah untuk menyelidiki peran prognostik anemia pada pasien yang dirawat di
rumah sakit untuk gagal jantung akut (GJA). Penelitian ini meninjau semua pasien dengan
diagnosis utama GJA.
Metode : Penelitian ini merupakan studi retrospektif dilakukan pada 107 pasien dengan
IMAEST, yang masuk pada Agustus 2015- Desember 2016 di Rumah Sakit Umum Haji Adam
Malik. Data klinis dan laboratorium dikumpulkan, termasuk kadar hemoglobin saat masuk,
kemudian pasien dikelompokkan berdasarkan kadar hemoglobin menjadi dua kelompok
dengan anemia dan tanpa anemia. Kemudian dibandingkan terhadap kejadian kardiovaskular
mayor (KKvM) yaitu kematian kardiovaskular atau aritmia ventrikel selama perawatan di
rumah sakit. Uji Chi-square, Fisher, Mann-Whitney, Kruskal-Wallis dan regresi logistik
dilakukan dalam menilai hubungan antara dua atau lebih variabel untuk mendapatkan nilai
rasio odds (OR), nilai p<0.05 dianggap bermakna secara statistik. Anemia didefinisikan
sebagai hemoglobin12 / 13 g / dL saat masuk pada pasien wanita / pria.
Hasil : 107 pasien termasuk (81,32% pria), dengan usia rata-rata 58,32 ± 11 tahun. Anemia
hadir pada 29,99% pasien saat masuk, dengan Hb 11,4 (7,6-12,8) g / dL. Pada angka mortalitas
di rumah sakit lebih tinggi untuk penderita anemia dibandingkan pasien tanpa anemia (53,7%
vs 46,3%, p=<0,001). Angka kejadian kardiovaskular mayor (KKvM) selama perawatan lebih
tinggi untuk pasien anemia dibandingkan tanpa anemia (51,1% vs 48,9%, p = <0,001). Dalam
analisis multivariat, anemia dengan Hb <13 mg / dL (OR 5.724, 95% IK 2.156-15.196,
p=<0,001) dapat memprediksi KKvM secara signifikan selama perawatan pada pasien gagal
jantung akut. Analisis multivariat menunjukkan hubungan antara adanya anemia (OR 5.724,
95% IK 2.156-15.196, p =<0.001), tekanan darah sistolik saat masuk (OR 3.009, 95% IK
1.236-7.324, p=0.015) dan usia ≥ 65 tahun (OR 2.659, 95% IK 0.981-7.208, p=<0,055)
terhadap KKvM.
Kesimpulan : Penelitian ini menegaskan bahwa keberadaan anemia adalah faktor independen
dari KKvM selama perawatan pada pasien yang masuk karena GJA.
Kata Kunci : Anemia, Gagal jantung akut, Morbiditas, Mortalitas

vi

Universitas Sumatera Utara


Abstract

Background : Anemia is associated with a poor prognosis in patients treated with a diagnosis
of acute heart failure. The mechanisms linking anemia with increased morbidity and mortality
are complex and multi-factor. Increased myocardial workload as a compensation for decreased
oxygen delivery to the tissues and excess volume may result in left ventricular remodeling with
hypertrophy and left ventricular dilatation that contribute to subsequent outcomes. The aim of
the study was to investigate the prognostic role of anemia in hospitalized patients for acute
heart failure (GJA). The study looked at all patients with a major GJA diagnosis.
Methods : This study was a retrospective study conducted on 107 patients with IMAEST, who
entered in August 2015- December 2016 at Haji Adam Malik General Hospital. Clinical and
laboratory data were collected, including hemoglobin (Hb) levels at admission, then the
patients were grouped based on Hb levels into two groups with anemia and without anemia.
Then compared against major cardiovascular events (MACE) ie cardiovascular death or
ventricular arrhythmias during hospitalization. Chi-square, Fisher, Mann-Whitney, Kruskal-
Wallis and logistic regression tests were performed in assessing the relationship between two
or more variables to obtain an odds ratio (OR), p<0.05 was considered statistically significant.
Anemia is defined as hemoglobin12 / 13 g / dL upon admission in female / male patients.
Results : 107 patients included (81.32% of men), with an average age of 58.32 ± 11 years.
Anemia was present in 29.99% of patients at admission, with Hb 11.4 (7.6-12.8) g / dL. At the
hospital mortality rate was higher for anemic patients than patients without anemia (53.7% vs
46.3%, p = <0.001). MACE during treatment were higher for anemic patients than without
anemia (51.1% vs 48.9%, p=<0.001). In a multivariate analysis, anemia with Hb <13 mg / dL
(OR 5.724, 95% CI 2,156-15,196, p=<0.001) could predict MACE significantly during
treatment in acute heart failure patients. Multivariate analysis showed an association between
anemia (OR 5.724, 95% CI 2.156-15.196, p=<0.001), systolic blood pressure at admission (OR
3.009, 95% CI 1.236-7.324, p=0.015) and age ≥ 65 years OR 2.659, 95% CI 0.981-7.208,
p=<0.055) to the MACE.
Conclusions : This study confirms that the presence of anemia is an independent factor of
MACE during treatment in patients admitted to AHF.
Keywords : Anemia, Acute Heart Failure, Morbidity, Mortality

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ........................................................................................... i


Lembar Pernyataan Orisinalitas ...................................................................... ii
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................ iii
Abstrak ................................................................................................................ vi
Abstract ............................................................................................................... vii
Daftar Isi .............................................................................................................. viii
Daftar Gambar ................................................................................................... xi
Daftar Tabel ........................................................................................................ xii
Daftar Singkatan dan Lambang ........................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 3
1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5


2.1 Definisi Gagal Jantung Akut ......................................................................... 5
2.2 Klassifikasi Gagal Jantung Akut .................................................................. 6
2.3 Patofisiologi Gagal Jantung Akut .................................................................. 9
2.3.1 Adaptasi dan Kelebihan Beban Hemodinamik ……………............... 9
2.3.2 Kongesti Sistemik ................................................................................. 10
2.3.3 Sistem Neurohormonal dan Natriuretic Peptides ................................ 12
2.3.4 Kerusakan Inflamasi dan Stress Oksidatif ............................................ 13
2.3.5 Remodeling Patologi ............................................................................ 13

viii

Universitas Sumatera Utara


2.4 Diagnosis Gagal Jantung Akut .................. .................................................. 14
2.4.1 Evaluasi Klinis ………………………………………………………. 14
2.4.2 Pemeriksaan Tambahan ……………………………………………… 15
2.5 Prediktor Mortalitas Gagal Jantung Akut ...................................................... 16
2.6 Definisi Anemia ............................................................................................. 16
2.7 Patofisiologi Anemi pada Gagal Jantung ....................................................... 17
2.7.1 Kelainan Hematinik .............................................................................. 17
2.7.2 Penyakit Ginjal Kronik dan Gangguan Produksi Eritropoietin ............. 17
2.7.3 Anemia dan Sistem Renin Angiotensin ................................................ 20
2.7.4 Hemodilusi ............................................................................................ 20
2.7.5 Anemia pada Penyakit Kronik .............................................................. 20
2.8 Mekanisme Kompensasi dan Patofisiologi Akibat Anemia ........................... 21
2.9 Mekanisme Non Hemodinamik untuk Mempertahankan Penghantaran
Oksigen pada Anemia ..................................................................................... 22
2.10 Mekanisme Hemodinamik untuk Mempertahankan Penghantaran Oksigen pada
Anemia .......................................................................................................... 23
2.11 Anemia Berkaitan dengan Hasil Luaran yang Jelek pada Gagal Jantung Akut .
...................................................................................................................... 24
2.12 Kerangka Teori …………………………………………………………… 27
2.13 Kerangka Konsep ......................................................................................... 28

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 29


3.1 Desain ............................................................................................................ 29
3.2 Tempat dan Waktu ........................................................................................ 29
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................................... 29
3.4 Besar Sampel ................................................................................................. 29
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ......................................................................... 30
3.6 Definisi Operasional ...................................................................................... 30
3.7 Identifikasi Variabel ....................................................................................... 33
3.8 Alur Penelitian .............................................................................................. 33
3.9 Pengolahan dan Analisa Data ....................................................................... 34
3.10 Etika Penelitian ............................................................................................ 35

ix

Universitas Sumatera Utara


3.11 Perkiraan Biaya ............................................................................................ 35

BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 36


4.1 Karakteristik Penelitian ................................................................................. 36
4.2 Karakteristik Subjek Penelitian ..................................................................... 36
4.3 Analisis Bivariat Variabel Determinan Terhadap KKvM ............................. 40
4.4 Analisis Multivariat dengan Metode Backward Stepwise untuk Memperoleh
Variabel Yang Mempengaruhi KKvM .......................................................... 41

BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 44

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 47


6.1 Kesimpulan ................................................................................................... 47
6.2 Saran .............................................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48

Lampiran ............................................................................................................. 56
Registri Data Penelitian ........................................................................................ 56
Daftar riwayat hidup ............................................................................................ 57
Persetujuan Komite Etik ...................................................................................... 59

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Stratifikasi pasien yang masuk berdasarkan presentasi klinis awal ................... 7
2.2 Gangguan hemodinak dari disfungsi ventrikel kanan akut...... ....................... 10
2.3 Kongesti dan disfungsi ginjal .......................................................................... 11
2.4 Mekanisme terjadinya anemia pada gagal jantung ........................................... 21
2.5 kurva haemoglobin-oxygen dissociation .......................................................... 23
2.6 Hal yang dapat terjadi pada patogenesis anemia dan gagal jantung ................. 24
2.7 Ketahanan hidup selama follow up. Kurva Kaplan-Meier untuk pasien
dengan gagal jantung akut berdasarkan ada atau tidaknya anemia .................. 25
2.8 Ketahanan hidup selama follow up. Kurva Kaplan-Meier unuk pasien tanpa
anemia atau anemia ringan (Hb ≥ 12 pada laki-laki dan ≥11 g/dl pada
wanita) versus pasien dengan anemia sedang sampai berat (Hb < 12 pada
laki-laki dan <11 g/dl pada wanita. .................................................................. 26
2.9 Diagram Kerangka Teori .................................................................................. 27
2.10 Diagram Kerangka Konsep ............................................................................. 28
4.1 Presentasi klinis pasien gagal jantung akut (persentase) ................................. 37
4.2 Grafik penyebab yang mendasari gagal jantung akut ....................................... 37
4.3 Grafik Kadar Hemoglobin Saat Masuk pada Gagal Jantung Akut ………….. 38

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Kadar hemoglobin untuk diagnosa anemi ……………………………….. 17


4.1 Demografi dan Karakteristik Klinis Subjek Penelitian ………………….. 39
4.2 Analisa Bivariat antara Variabel Prognostik dengan KKvM ……………. 40
4.3 Hasil Analisa Multivariat ……………………………………………......... 41

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN NAMA

AHEAD : Acute Heart Failure Database

ADHERE : Acute Decompensated Heart Failure National Registry

ADHF : Acute Decompensated Heart Failure

ADCHF : Acute Decompensated Chronic Heart Failure

AHF : Acute Heart Failure

AHFI : Acute Heart Failure Index

AUC : Area Under The Curve

BUN : Blood Urea Nitrogen

CRT : Cardiac Resynchronization Therapy

CVP : Central Venous Pressure

DM : Diabetes Mellitus

EKG : Elektrokardiografi

ESC : European Society Cardiology

ESCAPE : Evaluation Study of Congestive Heart Failure and


Pulmonary Artery Catheterization Effectiveness

GJA : Gagal Jantung Akut

HDL : High Density Lipoprotein

Hb : Haemoglobin

xiii

Universitas Sumatera Utara


ICD : Implantable Cardioverter Defibrillator

IMANEST : Infark Miokard Akut Non Elevasi segmen ST

IMAEST : Infark Miokard Akut Elevasi segmen ST

KGD : Kadar Glukosa Darah

KKvM : Kejadian Kardiovaskular Mayor

LBBB : Left Bundle Branch Block

LDL : Low Density Lipoprotein

LV : Left Ventricle

LVEF : Left Ventricle Ejection Fraction

NO : Nitrit Oxide

OPTIMIZE-HF : Organizing Program to Initiate Lifesaving Treatment


in Hospitalized Patients with Heart Failure

PCWP : Pulmonary Capillary Wedge Pressure

PG12 : Prostasiklin

PJK : Penyakit Jantung Koroner

RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

SKA : Sindroma Koroner Akut

TGF : Transforming Growth Factor

TNF : Tumor Necroting Factor

WHO : Word Health Organization

xiv

Universitas Sumatera Utara


LAMBANG

n : jumlah subyek penelitian

p : tingkat kemaknaan

α : alpha

β : beta

< : lebih kecil

> : lebih besar

zα : deviat baku alpha

zβ : deviat baku beta

S : simpang baku gabungan

X1 – X2: selisih rerata minimal yang dianggap bermakna

% : persentase

xv

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung akut (GJA) merupakan masalah kesehatan di masyarakat


yang mengakibatkan besarnya angka perawatan di rumah sakit pada penderita
berusia 65 tahun atau lebih (Townsend N, Nichols M, Scarborough P, Rayner M,
2015). Meskipun terdapat kemajuan pengobatan pada gagal jantung kronis selama
dekade terakhir, yang mengakibatkan peningkatan pada angka ketahanan hidup
jangka panjang, hasil luaran pada gagal jantung akut masih buruk dengan angka
perawatan berulang dalam 90 hari dan kematian dalam 1 tahun mencapai 10-30%
(Ambrosy AP, 2014). Meskipun kurang memiliki bukti dari efek yang
menguntungkan pada hasil luaran, pengobatan akut pada GJA masih terdiri dari
ventilasi non invasif pada kasus edema paru, diuretik intravena dan/atau vasodilator
(Mebazaa A dkk, 2015; Mebazaa A dkk, 2016; Ponikowski P dkk, 2016).

Beberapa tahun terakhir telah melihat kemajuan yang signifikan dalam


diagnosis dini dan dalam pengobatan gagal jantung akut dan kronis. Dengan
kelangsungan hidup rata-rata 1,7 tahun pada pria dan 3,2 tahun pada wanita setelah
diagnosis awal gagal jantung kronis, prognosis pasien yang terkena dampaknya
tetap buruk. Yang penting, pasien dengan gagal jantung kronis dapat mengalami
dekompensasi kapan saja. Gagal jantung akut, apakah de novo atau gagal jantung
kronis dekompensata menimbulkan tantangan besar di gawat darurat. Prognosis
pasien yang terkena bahkan lebih buruk daripada pasien dengan penyakit kronis.
Untuk memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien, penting untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi terkena efek samping. Penilaian
biomarker dari sirkulasi serta identifikasi komorbid adalah tugas penting dalam hal
ini, terutama dalam keadaan darurat. Memang, komorbid seperti diabetes mellitus,
gagal ginjal, atau cachexia jantung adalah pertimbangan penting dalam penilaian

Universitas Sumatera Utara


pasien, karena semuanya diketahui memiliki efek yang tidak menguntungkan pada
morbiditas dan mortalitas (Stephan VH dkk, 2010).

Anemia merupakan faktor risiko yang berkaitan dengan angka morbiditas


dan mortalitas pada penderita gagal jantung kronis. Anemia sering dijumpai pada
penderita gagal jantung kronis diseluruh spektrum fraksi ejeksi dan merupakan
prediktor yang kuat untuk kejadian perawatan berulang dan kematian. Diperkirakan
angka kejadian sangat tinggi sesuai dengan tingkat keparahan gagal jantung, mulai
dari <10% pada penderita dengan gejala ringan sampai >50% pada penderita
dengan penyakit lanjut. Etiologi gagal jantung terkait anemia merupakan hal yang
multi faktor, dengan efek dilusi dari kelebihan volume, disertai disfungsi ginjal dan
gangguan produksi eritropoetin, kekurangan zat besi, inflamasi atau aktivasi
sitokin, malnutrisi dan terapi dengan obat-obatan (seperti aspirin, angiotensin-
converting enzyme inhibitors) (Akshay SD, 2013).

Anemia sebagai komorbid pada gagal jantung baru-baru ini mulai diteliti
secara sistematis. Studi epidemiologi telah menunjukkan variasi yang luas dalam
prevalensi anemia di antara pasien dengan gagal jantung kronis. Memang,
tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis anemia,
prevalensinya diperkirakan antara 16 dan 48%. Beberapa penelitian telah
menyelidiki dampak anemia terhadap morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan
gagal jantung akut. Penelitian yang dilakukan oleh Sanchez L dkk, 2006, anemia
(Hb<13g/dL) berkaitan dengan kelangsungan hidup jangka pendek yang lebih
buruk pada pasien dengan gagal jantung akut. Anemia sedang hingga berat
merupakan prediktor independen terhadap kematian pada pasien gagal jantung akut
(Stephan VH dkk, 2010).

Terlepas dari penyebab tertentu, penurunan 1% hematokrit berkaitan


dengan 3% peningkatan risiko kematian. Perubahan nilai haemoglobin (Hb)
sepanjang waktu memberikan tambahan informasi prognostik, dengan peningkatan
risiko kardiovaskular berkaitan dengan anemia yang menetap atau mengalami
perburukan selama pengamatan pada populasi gagal jantung (Anand IS dkk, 2005;
Tang WH, Tong W, Jain A, Francis GS, Harris CM, Young JB, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud mencari
hubungan antara anemia dengan kejadian kardiovaskular mayor pada penderita
gagal jantung akut.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka pertanyaan


penelitian ini adalah:
Apakah anemia dapat menjadi prediktor kejadian kardiovaskular mayor
selama perawatan di rumah sakit pada penderita gagal jantung akut di RS Haji
Adam Malik Medan?

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Anemia dapat menjadi prediktor kejadian kardiovaskular mayor selama


perawatan di rumah sakit pada penderita gagal jantung akut di RS Haji Adam Malik
Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anemia dengan


kejadian kardiovaskular mayor selama perawatan di rumah sakit pada penderita
gagal jantung akut.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Kepentingan akademik


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah tentang
pentingnya penilaian anemia pada penderita gagal jantung akut dalam stratifikasi

Universitas Sumatera Utara


risiko dan memprediksi komplikasi selama perawatan di rumah sakit, serta dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam penatalaksanaan pasien gagal jantung akut yang
lebih optimal selama perawatan di rumah sakit.

1.5.2 Kepentingan masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu penanda yang lebih


mudah dan didapatkan dari pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat digunakan
untuk stratifikasi risiko pasien-pasien gagal jantung akut.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut (GJA) diartikan sebagai onset baru atau perburukan dari
gejala dan tanda gagal jantung (Ponikowski P, 2016), yang sering membutuhkan
peningkatan terapi yang cepat dan perawatan rumah sakit. Keadaan klinis tipikal
dari GJA termasuk gejala dan tanda yang berkaitan dengan kongesti dan kelebihan
volume dari pada keadaan hipoperfusi (Costanzo MR, Jessup M, 2012). Karena
kongesti merupakan peranan utama untuk sebagian besar kasus GJA, pemahaman
tentang mekanisme patofisiologis yang mendasar terkait kongesti sangat penting
untuk mengobati pasien GJA. Lebih penting lagi, tingkat kongesti dan jumlah organ
yang mengalami kongesti memiliki keterkaitan prognostik pada pasien gagal
jantung (Gheorghiade M, 2010).

Penyebab gagal jantung akut diidentifikasi antara lain sindroma koroner


akut, hipertensi emergensi, gagal jantung kanan akut, syok dan dekompensata pada
pasien yang telah diketahui menderita gagal jantung kronis (Marteles MS dkk,
2015). Menurut Poole-wilson, gagal jantung akut merupakan suatu sindroma klinis
disebabkan oleh disfungsi ventrikel sebagai akibat abnormal kondisi jantung yang
diikuti dengan respon ginjal, neural dan hormonal (Kruger W, 2009). Menurut the
European Society of Cardiology, gagal jantung akut didefinisikan sebagai
kumpulan tanda dan gejala dengan onset cepat sebagai akibat gangguan fungsi
jantung. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.
Gangguan jantung dapat berupa disfungsi sistolik dan diastolik, abnormalitas irama
atau ketidakseimbangan antara preload dan afterload. Hal ini mengancam jiwa dan
memerlukan penangan segera (Nieminen SM dkk, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Klassifikasi Gagal Jantung Akut

Panduan terdahulu dari European Society of Cardiology (ESC)


mengelompokkan pasien menjadi enam kelompok berdasarkan karakteristik klinis
dan hemodinamik (Nieminen MS, 2005).

1. Gagal jantung akut dekompensata

Terdapat tanda dan gejala gagal jantung akut yang ringan dan tidak
memenuhi kriteria untuk syok kardiogenik, edema pulmoner, atau krisis
hipertensi.

2. Gagal jantung akut hipertensi

Terdapat tanda dan gejala gagal jantung terkait dengan tekanan darah tinggi
dan fungsi ventrikel kiri yang masih baik disertai gambaran edema
pulmoner akut pada foto thoraks.

3. Gagal jantung akut dengan edema paru

Terdapat distress pernafasan yang berat, ronkhi kasar di seluruh lapangan


paru, orthopnea, saturasi oksigen <90% pada udara kamar sebelum terapi.

4. Syok kardiogenik

Keadaan dimana dijumpai tanda hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung


setelah koreksi preload. Parameter hemodinamik syok kardiogenik antara
lain penurunan tekanan darah (tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau
turunnya tekanan arteri rerata (mean arterial pressure) > 30 mmHg dengan
atau tanpa penurunan diuresis (<0.5 cc/kb/jam), dengan laju nadi lebih dari
60 denyut per menit dengan atau tanpa bukti kongesti organ.

5. Gagal jantung akut high output

Biasanya dijumpai denyut nadi yang cepat (disebabkan oleh aritmia,


tirotoksikosis, anemia, penyakit paget, iatrogenic atau mekanisme lainnya)
dengan kondisi perifer yang hangat, kongesti pulmonal, dan terkadang
dengan tekanan darah yang rendah.

Universitas Sumatera Utara


6. Gagal jantung kanan akut

Ditandai dengan sindroma output rendah dengan peningkatan vena jugular,


hepatomegali dan hipotensi.

Gagal jantung akut berdasarkan profil hemodinamik dan tanda klinis (Felker GM,
2015)

1. Kelas I: hangat dan kering, dimana tidak dijumpai hipoperfusi dan kongesti
pulmonal. Mortalitas 2.2%.
2. Kelas II: hangat dan basah, dimana tidak dijumpai hipoperfusi, tetapi
dijumpai kongesti pulmonal. Mortalitas mencapai 10.1%.
3. Kelas III: dingin dan kering, dimana dijumpai hipoperfusi, tetapi tidak
dijumpai kongesti pulmonal. Mortalitas mencapai 22.4%.
4. Kelas IV: dingin dan basah, dimana dijumpai hipoperfusi dan kongesti
pulmonal. Mortalitas sekitar 55.5%.

Gambar 2.1 Stratifikasi pasien yang masuk berdasarkan presentasi klinis


awal (Ponikowski P dkk, 2016).

Universitas Sumatera Utara


Gagal jantung akut berdasarkan severitas klinis

Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi pada pembagian gagal jantung akut
pada tipe hemodinamik, dengan menggunakan sirkulasi perifer dan auskultasi paru.
Klasifikasi ini telah divalidasi secara prognostik pada penanganan pasien
kardiomiopati dan dapat diterapkan pada pasien gagal jantung baik pada waktu
rawatan ataupun setelah pulang (Niemen MS, 2005).

Gagal jantung akut berdasarkan tekanan darah sistolik (Lucas, 2007).

Pembagian gagal jantung akut dalam konteks ini bertujuan untuk menghindari
tumpang tindih berdasarkan tekanan darah sistolik pada saat masuk.

1. Gagal jantung akut hipertensi (tekanan darah sistolik >140mmHg), 40-50%


kasus gagal jantung akut; kondisi ini biasanya meliputi wanita dengan usia
tua dengan fungsi sistolik yang baik, angka kematian di rumah sakit <5%
(Adams dkk, 2005).

2. Gagal jantung akut normotensi (tekanan darah sistolik 90-140mmHg), 40%


dari hampir semua kasus gagal jantung akut; biasanya meliputi pasien-
pasien dengan perburukan gagal jantung kronik dan relatif dengan ejection
fraction yang rendah. Kematian di rumah sakit berkisar 8-10% (Tavazzi
dkk, 2006).

3. Gagal jantung akut hipotensif (tekanan darah sistolik < 90mmHg), meliputi
5% dari kasus gagal jantung akut termasuk syok kardiogenik, dengan angka
mortalitas di rumah sakit >15% (Alla dkk, 2007).

Gagal jantung akut berdasarkan ada tidaknya riwayat gagal jantung (Felker GM,
2015).

1. Gagal jantung akut de novo, merupakan gagal jantung yang pertama kali
dialami seseorang. Berkisar 20% pasien gagal jantung akut karena tipe gagal
jantung ini, biasanya disebabkan oleh sindroma coroner akut.

2. Gagal jantung akut dekompensata, merupakan gagal jantung akut


diakibatkan oleh perburukan klinis yang terjadi akibat penyakit jantung

Universitas Sumatera Utara


sebelumnya. Biasanya gagal jantung akut tipe ini telah menggunakan
beberapa obat sebelumnya, kemungkinan resistensi cukup tinggi.

2.3 Patofisiologi Gagal Jantung Akut

2.3.1 Adaptasi dan Kelebihan Beban Hemodinamik

Prinsip klasik dan pandangan awal dari gagal jantung berdasarkan


kebutuhan tubuh untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat yang dapat
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Pada kondisi defisit miokard
(kehilangan kontraktilitas, masalah di dalam miokardium dan gangguan katup), ada
nya penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir diastolik dan tekanan
akhir diastolik pada ventrikel kiri, mengakibatkan peningkatan kontraksi atrium
untuk memanfaatkan cadangan jantung. Selain itu, mekanisme Frank-Starling
dimulai dalam beberapa saat, bersama dengan aktivasi sistem simpatis,
mengakibatkan peningkatan kontraktilitas, yang pada akhirnya menyebabkan
perbaikan segera (Mc Murray J, 2010; Mc Murray J, Komadja M, Anker S, Gardner
R, 2006). Ketika kondisi ini menetap, respon adaptif menjadi merugikan dan
mengakibatkan perubahan bentuk dan fungsi ventrikel kiri, suatu fenomena yang
dikenal sebagai remodelling ventrikel. Remodeling mengubah konduksi listrik dan
fungsi ventrikel dan akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal jantung (Mc Murray
J, 2010).

Penjelasan hemodinamik ini sangat jelas dan berguna, namun terutama


terkait dengan disfungsi ventrikel dan sangat sederhana. Miokardium dan kedua
ventrikel berinteraksi dan harus dianggap satu kesatuan dimana disfungsi dan
kelebihan dari satu elemen akan mempengaruhi yang lain. Struktur ventrikel kanan
berbeda dengan ventrikel kiri dalam beberapa hal. Dinding ventrikel kanan lebih
tipis (2-3mm) dari ventrikel kiri (8-11mm). Secara struktural, ada proporsi yang
berbeda dari myosin alpha pada miofibril, dan respon terhadap rangsangan
adrenergik dan aliran koroner yang berbeda. Hal ini memberikan kapasitas yang
cukup besar bagi ventrikel kanan untuk menjadi “shock absorber” akibat perubahan
volume dan aliran balik vena, dimana perubahan ini disebabkan oleh perubahan

Universitas Sumatera Utara


tekanan darah dan postur, volume vaskular yang penuh, respirasi dan maneuver
valsava (Greyson CR, 2008). Beban yang berlebih pada ventrikel kanan secara akut
(tamponade, trombo emboli paru, penyakit jantung katup akut) menghalangi
pengisian ventrikel kiri, yang akan akan menyebabkan penurunan curah jantung.
Hal ini menyebabkan hipoksemia dan perfusi ventrikel kanan yang jelek,
meningkatkan disfungsi dan menghasilkan siklus patologis yang dapat dengan
cepat mengakibatkan kematian. (Gambar 2.2) (Greyson CR, 2008).

Peran regulasi ventrikel kanan bersifat signifikan. Bahkan disfungsi


ventrikel kanan telah terbukti menjadi kunci patofisiologi dan faktor prognostik,
terutama pada pasien dengan gagal jantung fraksi ejeksi normal. Di samping
kesulitan menilai fungsi ventrikel kanan, telah banyak data signifikan, baik dari
studi populasi ataupun kohort pada pasien tertentu, yang menunjukkan nilai
prognosisnya. Sebuah contoh kasus studi kontrol pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi normal, menunjukkan peningkatan tekanan, disfungsi dan perubahan
dimensi ventrikel kanan berhubungan langsung dengan mortalitas (Marteles MS,
Gracia JR, Lopez IG, 2015)

Gambar 2.2 Gangguan hemodinamik dari disfungsi ventrikel kanan akut


(Marteles MS, Gracia JR, Lopez IG, 2015)

2.3.2 Kongesti Sistemik

Adanya tanda dan gejala seperti sesak nafas, orthopnoe, edema, distensi
vena jugularis, ascites, hepatomegali dan ronkhi basah paru selama episode gagal

10

Universitas Sumatera Utara


jantung akut merupakan tanda adanya kongesti. Kongesti menggambarkan adanya
peningkatan tekanan vena sentral dan volume sirkulasi, dimana reservoir yang
paling penting, yaitu sirkulasi vena splanknik (Husain Syed F dkk, 2015; Wattad M
dkk, 2015; Verbrugge FH dkk, 2013).

Ada dua teori dasar yang menerangkan terjadinya kongesti pada GJA. Teori
klasik menerangkan kongesti disebabkan oleh retensi natrium dan air, yang
menyebabkan akumulasi cairan ekstra selluler, dan peningkatan berat badan dan
volume peredaran darah yang efektif, disertai disfungsi ginjal (Ponikowski P,
Jankowska EA, 2015). Teori kedua lebih menjelaskan kongesti sebagai akibat dari
pemindahan tiba-tiba dari sirkulasi splanknik ke sirkulasi sistemik, oleh akrena
peningkatan rangsangan simpatis akibat dekompensasi jantung. Rangsangan
menetap dari sistem saraf simpatis, yang disebabkan hipoperfusi jaringan, disertai
dengan penurunan atau menghilangnya respon penghambatan pada baroreflex
karotis. Dalam konteks ini, peningkatan sedikit tonus simpatis pada awal
dekompensasi jantung akan memindahkan darah dengan volume cukup besar dari
sirkulasi splanknik menuju sirkulasi sistemik, yang mana keadaan ini menjelaskan
gejala kelebihan cairan dan kongesti. Berdasarkan teori kedua, tidak ada retensi
cairan dari luar ataupun penambahan berat badan sebelum kondisi dekompensasi
(Marteles MS, Gracia JR, Lopez IG, 2015; Husain Syed F dkk, 2015).

Gambar 2.3. Kongesti dan disfungsi ginjal (Marteles MS, Gracia JR, Lopez IG,
2015)

11

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Sistem Neurohormonal dan Natriuretic Peptides

Sebagai tambahan terhadap perubahan tekanan dan kontraktilitas, stress


miokard mengaktifkan berbagai jalur neurohormonal untuk mengatasi kongesti dan
hipoperfusi yang disebabkan disfungsi miokard (Mc Murray J, Pfeffer MA, 2005).
Aktivasi sistem saraf simpatis membantu meningkatkan kontraktilitas, detak
jantung dan vasokonstriksi melalui pelepasan norepinephrin dan juga mendorong
pelepasan renin. Bagaimanapun, konsentrasi yang tinggi dan menetap dari
norepinephrine berkaitan dengan prognosis yang jelek dan meningkatkan kematian.
(Mc Murray J, Komajda M, Anker S, Gardner R, 2006). Sistem respon yang sangat
penting lainnya adalah renin angiotensin aldosterone system. Sistem tersebut
diaktivasi terhadap respon hipoperfusi ginjal, menyebabkan peningkatan renin dan
kemudian angiotensin II, dengan vasokonstriksi arteriolar efferent, yang
meningkatkan fraksi filtrasi dan mempertahankan glomerular filtration rate (GFR)
minimal. Bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi aldosterone, yang berarti
retensi cairan dan natrium. Sistem tersebut, walaupun efektif pada jangka pendek,
akan meningkatkan disfungsi miokard dan kematian jika berkepanjangan.

Aldosteron memiliki peranan diluar retensi cairan, dengan aksi penting pada
metalloproteinase dan akhirnya fibrosis dan remodeling ventrikel. Vasopressin dan
hormon anti diuretik juga dilepaskan pada GJA. Peningkatan osmolaritas yang
disebabkan dari absorbsi natrium yang dihasilkan oleh aldosteron secara langsung
menyebabkan pelepasan hormon anti diuretik. Hormon anti diuretik adalah peptida
neurohypophyseal yang turut dalam penyerapan air, sehingga mengendalikan
volume dan tekanan darah. Terakhir, natriuretic peptide memiliki peran mendasar
dalam jaringan neurohormonal yang kompleks ini. Terdapat 5 sub tipe natriuretic
peptide, yaitu atrial natriuretic peptide (tipe A), brain natriuretic peptide (BNP
atau tipe B) dan tipe C, D dan V. Tipe natriuretic peptide yang paling dikenal adalah
atrial natriuretic peptide dan BNP. Keduanya dilepaskan saat dinding atrium dan
ventrikel mengalami tekanan, baik dipicu oleh kelebihan cairan dan iskemia.

12

Universitas Sumatera Utara


2.3.4 Kerusakan Inflamasi dan Stress Oksidatif

Gangguan hemodinamik (hipoperfusi dan kongesti) dianggap sebagai


akibat utama dari gagal jantung, diikuti oleh gangguan neurohormonal. Kronisitas
gagal jantung dan keterlibatan organ lain secara simultan mencetuskan inflamasi,
stress oksidatif dan disfungsi endotel. Keadaan ini berperan dalam patofisiologi
gagal jantung.

C-reactive protein (CRP) merupakan molekul inflamasi pertama yang


berhubungan dengan gagal jantung, dimana prognosis lebih burukpada pasien yang
menunjukkan kadar CRP tinggi dan menetap. Molekul inflamasi lainnya seperti
tumor necrosis factor α (TNF-α) dan interleukin (IL) (terutama IL-1, IL-6 dan IL-
18) mengaktivasi apoptosis dan nekrosis miosit jantung. Endotel memiliki peran
utama dalam respon inflamasi; respon terhadap kongesti berupa produksi radikal
bebas (stress oksidatif) dan pelepasan faktor proinflamasi dan peptide vasoaktif.

Inflamasi sistemik yang laten diikuti oleh peningkatan stress oksidatif.


Peningkatan reactive oxygen species (ROS) dan penurunan sistem eliminasi radikal
bebas menyebabkan produksi stress oksidatif. Status inflamasi yang lama
menurunkan bioavaibilitas vasodilator kuat nitric oxide (NO). ROS yang berlebih
dan NO yang menurun mempermudah kejadian inflamasi dan fenotipe profibrotik,
sehingga nekrosis miokard dan remodelling terjadi lebih cepat. Akibatnya adalah
siklus yang memperberat gangguan hemodinamik dan neurohormonal, dengan efek
buruk terhadap jantung dan progresi ke arah gagal jantung.

2.3.5 Remodeling Patologi

Kelainan struktur miokard pada gagal jantung telah dipahami. Remodelling


jantung merupakan proses perubahan morfologi dan struktural yang disertai oleh
gangguan fungsi. Hipertensi arteri menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, dan lesi
iskemik akut yang menyebabkan nekrosis dan fibrosis posterior diikuti oleh
penipisan dinding ventrikel, yang akhirnya mengakibatkan kardiomiopati dilatasi
(Mc Murray J, 2010; Ponikowski P, Jankowska EA, 2015; Mc Murray J, Komadja
M, Anker S, Gardner R, 2006). Tipe remodeling bergantung pada produksi matriks

13

Universitas Sumatera Utara


ekstraseluler, molekul regulator, miosit, myofibril, protein pengatur dan genetika,
sehingga menjadi target penelitian dan terapi masa depan bagi pasien gagal jantung.

Hasil studi-studi biopsi miokard menunjukkan peningkatan aktivitas


metalloproteinase akan menyebabkan degradasi matriks ekstraselluler yang lebih
luas, dengan remodeling ventrikel yang berujung pada dilatasi ruang jantung dan
disfungsi sistolik.

2.4 Diagnosis Gagal Jantung Akut

Penanganan dini dari GJA harus terdiri dari tiga tahap: triase, diagnosa dan
pengobatan awal, dan penilaian kembali. Karena GJA merupakan kondisi yang
mengancam jiwa, panduan terbaru untuk penanganan GJA merekomendasikan
bahwa diagnosis dan pengobatan awal harus dilakukan sesegera mungkin, yang
terbaik dalam 30-60 menit pertama setelah perawatan rumah sakit.

2.4.1 Evaluasi Klinis

Evaluasi klinis awal dari pasien sesak nafas harus menilai tingkat keparahan
GJA, mengkonfirmasi diagnosis GJA dan mengidentifikasi faktor pencetus GJA.
Karena kongesti merupakan gambaran khusus GJA, riwayat dan pemeriksaan fisik
pasien harus terutama fokus terhadap adanya kongesti yang akan mendukung
diagnosis GJA. Kongesti sisi kiri dapat menyebabkan sesak nafas, orthopnoea,
paroxysmal nocturnal dyspnoea, batuk, tachypnoea, auskultasi paru yang patologis
( rokhi basah, ronkhi kering, wheezing) dan hipoksia (Gheorghiade M dkk, 2010).
Tidak adanya ronkhi basah dan foto thoraks yang normal tidak mengeksklusikan
adanya kongesti sisi kiri. Sesungguhnya, 40-50% pasien dengan peningkatan
tekanan di arteri paru dapat memiliki gambaran radiologi dada yang normal
(Chakko dkk, 1991). Kongesti sisi kanan dapat meningkatkan berat badan, edema
perifer kedua sisi, penurunan produksi urin, nyeri perut, mual dan muntah, distensi
vena jugularis atau dijumpai hepato jugular reflux, ascites, hepatomegali, ikterus
(Gheorghiade M dkk, 2010).

Gejala dan tanda hipoperfusi mengindikasikan keparahan dan dapat


dijumpai hipotensi, tachycardia, denyut nadi yang lemah, cemas, lelah, ekstremitas

14

Universitas Sumatera Utara


berkeringat dingin, penurunan produksi urin dan angina akibat iskemia miokard.
Adanya isi sekuncup yang tidak tepat dan tanda klinis dan biologis dari hipoperfusi
pada GJA diartikan sebagai syok kardiogenik, bentuk disfungsi jantung yang paling
berat (Nohria A dkk, 2003). Syok kardiogenik paling sering berkaitan dengan infark
miokard akut dan kejadian kurang dari 10% kasus GJA tetapi berkaitan dengan 40-
50% kematian selama perawatan (Rudiger A dkk, 2005; Nieminen MS dkk, 2006).

Namun, mengingat sensitivitas dan spesifisitas gejala dan tanda GJA yang
terbatas, evaluasi klinis harus digabungkan dengan tes tambahan. Berdasarkan
adanya gejala dan tanda dari kongesti organ (basah vs kering) dan / atau hipoperfusi
perifer (dingin vs. Hangat), pasien dapat dikelompokkan didalam empat kelompok
(Nohria A dkk, 2003; Nohria A, Lewis E, Stevenson LW, 2002). Sekitar dua per
tiga pasien GJA dikelompokkan basah dan hangat (kongesti tetapi perfusi baik),
satu per empat basah dan dingin (kongesti dan hipoperfusi), dan hanya sedikit
kering dan dingin (tidak kongesti dan hipoperfusi). Kelompok keempat dengan
keadaan kering dan hangat menggambarkan kompensasi (dekongesti dan perfusi
baik). Pengelompokan ini dapat membantu panduan terapi awal dan memberikan
informasi prognostik (Drazner MH dkk, 2008).

2.4.2 Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan laboratorium tambahan berguna untuk menilai pasien GJA.


Natriuretic paptides, termasuk B-type NP(BNP), amino terminal pro-B-type NP
(NT-proBNP) dan pro-atrial NPs (MR-proANP) memperlihatkan akurasi yang
tinggi dan angka prediksi negatif yang baik untuk membedakan sesak nafas akut
akibat dari GJA atau bukan jantung (Peacock WF dkk, 2008). Rendahnya NPs di
sirkulasi (BNP < 100 pg/ml, NT-pro BNP < 300 pg/ml, MR-proANP < 120 pmol/L)
membuat diagnosa GJA tersingkirkan. Penelitian meta-analisis terbaru
mengindikasikan bahwa BNP dan NT-proBNP memiliki sensitivitas 0.95 dan 0.99
dan angka prediksi negatif 0.94 dan 0.98 untuk diagnosa GJA. MR-proANP
memiliki sensitivitas mulai 0.95 sampai 0.97 dan angka prediksi negatif mulai dari
0.90 sampai 0.97 (Peacock WF dkk, 2008).

15

Universitas Sumatera Utara


2.5 Prediktor Mortalitas Gagal Jantung Akut

Mortalitas gagal jantung akut cukup tinggi, baik pada jangka pendek di
rumah sakit ataupun jangka panjang setelah 6 sampai 12 bulan. Beberapa penelitian
dan studi besar telah banyak mengungkapkan beberapa prediktor kematian pada
pasien gagal jantung akut (Kruger W, 2009). Salah satu studi yang terbesar Acute
Heart Failure Database (AHEAD) registry. Pada studi ini diperlihatkan beberapa
prediktor yang potensial secara statistik berhubungan dengan kejadian kematian
kardiovaskular di rumah sakit (Spinar J dkk, 2011; Breidthardt T dkk, 2011).

The Japanese Cardiac Registry of Heart Failure in Cardiology


(JCARECARD), sebuah registry dari Jepang menyatakan insiden dan prediktor-
prediktor kematian dan rehospitalisasi pada pasien gagal jantung akut. Banyak
prediktor gagal jantung akut antara lain, umur yang lebih tua, denyut jantung,
diabetes mellitus dan beberapa prediktor lain menyebabkan kematian di rumah sakit
(Kaneko H, 2015; Jumean MF, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Sanchez L
dkk, 2006, anemia (Hb<13g/dL) berkaitan dengan kelangsungan hidup jangka
pendek yang lebih buruk pada pasien dengan gagal jantung akut.

2.6 Definisi Anemia

Anemia merupakan suatu kondisi dimana sel darah merah tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis spesifik berbeda
sesuai dengan usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal di atas permukaan laut
(ketinggian), perilaku merokok dan berbagai tahap kehamilan. Kekurangan zat besi
diperkirakan menjadi penyebab paling umum anemia secara global, tapi
kekurangan nutrisi lainnya (termasuk asam folat, vitamin B12 dan vitamin A),
inflamasi akut dan kronik, infeksi parasit, dan kelainan bawaan atau didapat yang
mempengaruhi sintesis hemoglobin (Hb), produksi sel darah merah atau
kelangsungan hidup sel darah merah, semuanya bisa menyebabkan anemia.

16

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Kadar hemoglobin untuk diagnosa anemia (WHO, 2011)

2.7 Patofisiologi Anemia pada Gagal Jantung

2.7.1 Kelainan Hematinik

Kadar serum vitamin B12 dan asam folat rendah pada sekelompok kecil
pasien anemia dengan gagal jantung (Witte KK dkk, 2004; Crpmie N, Lee C,
Struthers AD, 2002). Fungsi gastrointestinal sering terganggu pada pasien gagal
jantung (Sandek A dkk, 2007) dan hal ini dapat mengakibatkan kelainan
penyerapan mengakibatkan defisiensi zat besi dan nutrisi lainnya (Anker SD dkk,
1997). Terlebih lagi, perdarahan gastro intestinal yang diinduksi aspirin dapat juga
mengakibatkan defisiensi zat besi. Penelitian yang rinci tentang hemostasis zat besi
pada pasien anemia dengan gagal jantung tidak tersedia. Pada satu penelitian pasien
anemia dengan gagal jantung, 43% memiliki serum zat besi yang rendah (<8
µmol/L) atau ferritin (<30 µmol/L), tetapi anemia mikrositik terlihat 6% dari
subyek (de Silva R dkk, 2006). Sebaliknya, Nanas dkk menemukan habisnya zat
besi yang tersimpan di dalam sumsum tulang dari 73% subyek meskipun serum zat
besi, ferritin dan eritropoietin normal (Nanas JN dkk, 2006).

2.7.2 Penyakit Ginjal Kronik dan Gangguan Produksi Eritropoietin

Eritropoietin merupakan hormon glikoprotein yang mengatur proliferasi sel


erithroid di dalam sumsum tulang sebagai respon terhadap hipoksia jaringan.
Eritropoietin diproduksi terutama di ginjal oleh peritubular fibroblast khusus yang
terletak di dalam korteks dan medulla luar (Eckardt KU dkk, 1993). Rangsangan

17

Universitas Sumatera Utara


utama untuk produksi eritropoietin adalah menurunnya tekanan oksigen (PO2) pada
tingkat peritubular fibroblast yang terletak di dalam korteks dan medulla luar
dimana sensing oksigen dianggap terjadi. Rendahnya PO2 mengaktivasi hypoxia-
inducible factor-1 (HIF-1), yang kemudian menginduksi transkripsi gen
eritropoietin (Mole DR, Ratcliffe PJ, 2008). Ginjal rentan terhadap hipoksia
terlepas dari fakta bahwa ginjal menerima hampir 25% curah jantung dan
menggunakan kurang dari 10% oksigen yang diberikan, disebabkan tekanan
oksigen sangat tidak homogen di seluruh parenkim ginjal.

Untuk mempertahankan gradien osmotik yang dihasilkan oleh loop of henle,


pembuluh darah arteri dan vena yang memasoknya berjalan berlawanan arah dan
dalam kontak dekat. Hal ini menyebabkan adanya shunt difusi oksigen antara
sirkulasi arteri dan vena, menyababkan gradien oksigen di seluruh parenkim ginjal
(Bauer C, Kurtz A, 1989). Akibatnya, tekanan oksigen berkurang dengan
bertambahnya jarak dari permukaan ginjal, mencapai sekitar 10 mmHg di ujung
piramida kortikal dimana sel penginderaan oksigen dan sel penghasil eritropoietin
berada. Hal tersebut membuat area ini sensitif terhadap perubahan kecil pada
tekanan oksigen akibat ketidakseimbangan antara pengiriman dan pemanfaatan
oksigen. Pengiriman oksigen ke area tersebut ditentukan oleh aliran darah ginjal,
hematokrit, dan P50 dari kurva haemoglobin oxygen dissociation.

Sebaliknya konsumsi oksigen ditentukan oleh reabsorbsi natrium di


proximal tubular, yang sangat bergantung pada glomerular filtration rate (GFR).
Meskipun ada bukti yang banyak untuk produksi eritropoietin yang tidak
mencukupi pada PGK, mekanismenya masih belum jelas. Fibrosis
tubulointerstitial, kehilangan tubular, dan kehilangan pembuluh darah mungkin
merupakan faktor yang paling penting yang berkontribusi terhadap penurunan sel
penghasil eritropoietin (Nangaku M, 2006). Pada gagal ginjal, aliran darah ginjal
menurun dan hampir 50% pasien gagal jantung mengalami disfungsi ginjal (Anand
IS, 2005). Temuan ini mengarahkan bahwa penurunan produksi eritropoietin ginjal
adalah penyebab anemia pada HF. Dua studi kecil menemukan bahwa aliran darah
ginjal merupakan faktor penentu independen sekresi eritropoietin (Pham I dkk,

18

Universitas Sumatera Utara


2001), tetapi studi yang terbaru tidak dapat membenarkan hal tersebut pada
kelompok paisen gagal ginjal yang lebih besar (Westenbrink BD dkk, 2007).

Belonje dkk baru ini melaporkan bahwa kadar eritropoietin pada 605 pasien
gagal jantung yang diacak dalam studi koordinatif yang mengevaluasi hasil
konsultasi dan konseling dalam penelitian gagal jantung. Mereka menemukan
bahwa kadar eritropoietin lebih rendah dari yang diharapkan pada mayoritas pasien
(79%), dimana 12% pasien memiliki kadar sesuai harapan dan 9% memiliki kadar
lebih tinggi dari yang diharapkan. Hubungan antara aliran darah ginjal dan produksi
eritropoietin lebih kompleks karena banyak factor yang mempengaruhi produksi
eritropoietin pada gagal ginjal. Tingginya kadar angiotensin II terlihat pada gagal
jantung dimana suplai oksigen menurun disebakan penurunan aliran darah ginjal.
Pda saat bersamaan, Ang II menyebabkan penurunan GFR menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen. Hal tersebut merangsang produksi eritropoietin
dengan menurunkan pengiriman oksigen pada sel penghasil eritropoietin. Beberapa
faktor menerangkan bahwa respon eritropoietin tumpul dan terjadi anemia pada
gagal jantung.

Mungkin faktor yang paling penting adalah peranan inflamasi. Tumor


necrosis factor-α (TNF-α), IL-6 dan beberapa sitokin proinflamasi lainnya (Opasich
C, 2005); neutrophil sirkulsi, dan CRP meningkat pada pasien gagal jantung (Anand
IS, Latini R, Florea VG dkk, 2005) dan berbanding terbalik terhadap Hb. IL-6 dan
TNF-α menghambat produksi eritropoietin pada ginjal dengan mengaktivasi
GATA-2 dan NF-kB. Oleh karena itu, kadar eritropoietin lebih rendah dari yang
diperkirakan. Lagi pula, sitokin juga secara langsung menghambat differensiasi dan
proliferasi dari sel progenitor eritroid di dalam sumsum tulang. Selain itu, IL-6
merangsang produksi protein fase akut hepcidin di hati yang menghambat absosbsi
zat besi oleh usus. Selanjutnya, IL-6 menekan pelepasan feroportin, mencegah
pelepasan zat besi dari tubuh. Dan juga, sitokin proinflamsi berkontribusi terhadap
terjadinya anemia dengan beberapa mekanisme. Bagaimanapun, peningkatan kadar
TNF-α dan IL-6 pada pasien anemia pada Vesnarinone Heart Failure trial
menjelaskan hanya 5% variabilitas kadar haemoglobin pada pasien tersebut (Anand
IS, Rector T, Deswal dkk, 2006).

19

Universitas Sumatera Utara


2.7.3 Anemia dan Sistem Renin Angiotensin

Sistem renin angiotensin tampaknya terlibat erat dalam pengendalian


eritropoiesis. Seperti disebutkan sebelumnya, angiotensin II menurunkan PO2
dengan mengurangi aliran darah ke ginjal dan meningkatkan kebutuhan oksigen,
dan dengan demikian merangsang produksi eritropoietin. Angiotensin II juga secara
langsung merangsang sel progenitor eritroid di dalam sumsum tulang. Penghambat
angiotensin converting enzyme (ACE) dan angiotensin receptor blockers (ARB)
menyebabkan penurunan Hb dengan menurunkan erythropoietin, dan dengan
mencegah kerusakan pada penghambat hematopoiesis N-acetyl-seryl-aspartyl-
lysyl-proline (AcSDKP) (van der Meer P, 2005).

2.7.4 Hemodilusi

Anemia dapat disebabkan oleh hemodilusi yang sering terlihat pada pasien
gagal jantung. Androne dkk menemukan bahwa hampir setengah pasien dengan
klinis euvolum dirujuk untuk transplantasi jantung memiliki pseudoanemia yang
disebabkan hemodilusi. Bagaimanapun, yang lainnya telah menemukan bahwa
pasien dengan klinis euvolum memiliki volume plasma normal. Pada kasus apapun,
hal ini masih menjadi pertanyaan apakah pseudoanemia dapat diobati.

2.7.5 Anemia pada Penyakit Kronik

Meskipun beragam mekanisme dapat mengakibatkan anemia pada pasien


gagal jantung, penyebab anemia yang dapat diobati sering tidak diidentifikasi pada
mayoritas pasien. Dalam penelitian besar subyek dengan anemia dan gagal jantung,
58% subyek dilaporkan memiliki anemia akibat penyakit kronik, meskipun bukti
yang mendukung adanya anemia pada penyakit kronik tidak tersedia dalam
penelitian tersebut (Ezekowitz JA, McAlister FA, Armstrong PW, 2003). Opasich
dkk memberikan bukti yang meyakinkan adanya anemia dari penyakit kronik pada
gagal jantung. Penulis mempelajari 148 subyek dengan karakteristik gagal jantung
stabil dan anemia. Penyebab khusus anemia termasuk di dalamnya penyakit ginjal
kronik, defisiensi zat besi, asam folat, vitamin B12, dan β thalassemia dapat
diidentifikasi hanya pada 43% kasus. Defisiensi zat besi dapat dilihat hanya pada
5% subyek. Sebagian besar subyek yang tersisa (57%), mereka menemukan

20

Universitas Sumatera Utara


aktivasi sitokin proinflamasi, produksi eritropoietin tidak adekuat, atau
pemanfaatan zat besi yang kurang baik meskipun zat besi yang tersedia mencukupi,
memberi kesan anemia penyakit kronis (Weiss G, Goodnough LT, 2005). Oleh
karena itu, anemia penyakit kronis tampaknya menjadi penyebab anemia yang
paling sering pada gagal jantung dan pendekatan rasional untuk koreksi anemia
pada gagal jantung melibatkan penggunaan agen perangsang eritropoiesis.

Gambar 2.4 Mekanisme terjadinya anemia pada gagal jantung (Anand IS, 2008)

2.8 Mekanisme Kompensasi dan Patofisiologi Akibat Anemia

Penurunan oksigenasi jaringan disebabkan anemia kronis mengakibatkan


respon kompensasi hemodinamik dan non hemodinamik. Respon non
hemodinamik terhadap hipoksia termasuk peningkatan eritropoiesis untuk
meningkatkan kapasitas pembawa oksigen, seperti perubahan pada kurva Hgb-
oxygen dissociation, dimana penurunan ikatan hemoglobin untuk pengiriman

21

Universitas Sumatera Utara


oksigen yang lebih besar ke jaringan perifer. Respon hemodinamik lebih kompleks
dan melibatkan vasodilatasi, keadaan high-output dengan aktivasi neurohormonal
(Anand IS, Chandrashekkhar Y dkk, 1993). Keadaan high-output awalnya
membantu meningkatkan transportasi oksigen. Bagaimanapun, perubahan
hemodinamik dan neurohormonal dapat mengakibatkan perburukan jangka panjang
dan turut serta dalam peranan anemia sebagai faktor risiko independen untuk hasil
luaran yang jelek (Anand IS, Kuskowski MA, Rector TS dkk, 2005; Anand IS,
McMurray J, Whitmore J dkk, 2004; O’Meara E, Clayton T dkk, 2006).

2.9 Mekanisme Non Hemodinamik untuk Mempertahankan Penghantaran


Oksigen pada Anemia

Kurva Hgb-oxygen dissociation

Perubahan afinitas dari Hb terhadap oksigen merupakan proses yang cepat


dan reversibel mengikuti ikatan oksigen dan pelepasan oksigen di perifer. Hgb-
oxygen dissociation dipengaruhi oleh beberapa faktor. pH yang rendah dan
tingginya konsentrasi 2,3-diphosphoglycerate (2,3-DPG) menggeser kurva Hgb-
oxygen dissociation ke kanan, dimana terjadi peningkatan P50, penurunan afinitas
Hgb terhadap oksigen, dan memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan. Pada
anemia kronis, konsentrasi sel darah merah pada 2,3-DPG meningkat dan kurva
Hgb-oxygen dissociation bergeser ke kanan (Metivier F, Marchais SJ, Guerin AP,
2000). Kurva yang bergeser ke kanan merupakan mekanisme pemakaian energi
yang paling sedikit untuk meningkatkan penghantaran oksigen ke jaringan tanpa
peningkatan curah jantung yang bermakna. 2,3-DPG merupakan metabolit dari
glikolisis RBC dan merupakan phospat organic yang paling penting untuk
mengatur afinitas oksigen terhadap eritrosit (Brewer GJ, 1974).

22

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 Kurva haemoglobin-oxygen dissociation

2.10 Mekanisme Hemodinamik untuk Mempertahankan Penghantaran


Oksigen pada Anemia

Respon hemodinamik awal terhadap anemia adalah penurunan resistensi


vaskular sistemik, dimana sebagian disebabkan penurunan viskositas darah dan
sebagian lagi, disebabkan peningkatan vasodilatasi diperantarai nitric oxide.
Penurunan resistensi vaskular sistemik menurunkan tekanan darah dan
mengakibatkan aktivasi neurohormonal diperantarai oleh baroreseptor, khususnya
terdapat pada pasien dengan gagal jantung low output (Anand IS, Ferrari R, Kalra
GS dkk, 1991). Peningkatan aktivitas simpatis dan renin-angiotensin-aldosterone
mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan penurunan aliran darah ginjal dan GFR,
menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal menyebabkan peningkatan ekstra
seluler dan volume plasma dan menimbulkan sindroma klinis gagal jantung.
Kombinasi efek dari perluasan volume dan vasodilatasi mengakibatkan
peningkatan curah jantung yang bermakna (Anand IS, Chandrashekkhar Y, Ferrari
R dkk, 1993).

23

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Hal yang dapat terjadi pada patogenesis anemia dan gagal jantung
(Anand IS, 2008)

2.11 Anemia Berkaitan dengan Hasil Luaran yang Jelek pada Gagal Jantung
Akut

Anemia telah memperlihatkan keterkaitan independen dengan peningkatan


risiko kematian pada penderita gagal jantung akut dan kronis pada dua kelompok
dengan fungsi ventrikel kiri terganggu maupun baik (O’Meara E dkk, 2006; Go AS
dkk, 2006). Anemia meningkatkan risiko kematian 20-50% pada penelitian-
penelitian tersebut. Mekanisme yang menghubungkan anemia dengan peningkatan
kesakitan dan kematian belum begitu jelas tetapi merupakan hal yang kompleks dan
dan multi faktor. Peningkatan beban kerja miokard sebagai kompensasi terhadap
penurunan hantaran oksigen ke jaringan dan kelebihan volume dapat
mengakibatkan remodeling ventrikel kiri dengan hipertropi dan dilatasi ventrikel
kiri yang turut serta terhadap hasil luaran selanjutnya (Lauer MS, Evans JC, Levy
D, 1992).

Walaupun hipertropi ventrikel kiri sering dijumpai pada penderita gagal


ginjal kronis dengan anemia, hal tersebut belum jelas apakah berkaitan dengan
anemia atau hipertensi (Levin A, 2002). Pengobatan anemia dengan agen
perangsang eritropoeisis, bagaimanapun, tidak memperlihatkan penurunan
hipertropi ventrikel kiri pada beberapa percobaan klinis, hal ini mungkin berkaitan
dengan terjadinya fibrosis miokard irreversible (Mall G dkk, 1990). Tidak ada data

24

Universitas Sumatera Utara


klinis menghubungkan hipertropi ventrikel kiri dan anemia pada gagal jantung, dan
tidak diketahui apakah koreksi anemia dapat melawan hipertropi ventrikel kiri.
Bagaimanapun, pada satu anak penelitian tentang pasien gagal jantung yang
diikutkan dalam percobaan RENIASSIANCE, peningkatan Hb 1 g/dl dalam 24
minggu berkaitan dengan penurunan massa ventrikel kiri 4,1 g/m2. Seperti yang
diterangkan sebelumnya, pasien dengan kadar Hb yang lebih rendah (Anand IS dkk,
2004).

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan komorbid yang sering dijumpai


pada gagal jantung, dan penderita anemia lebih sering memiliki PGK (Anand IS,
2005; McCullough PA, Lepor NE, 2005). Sejumlah penelitian telah
memperlihatkan bahwa anemia dan gangguan ginjal merupakan prediktor
independen dari hasil luaran pada model multivariate (O’Meara dkk, 2006; Anand
IS dkk, 2005). Risiko relatif kematian pada 2 tahun meningkat 1,6 kali pada
penderita anemia dengan gagal jantung yang juga memiliki PGK pada data dasar
Medicare yang besar (Collins AJ, 2003). Sebagai tambahan, anemia sering
merupakan suatu marker status nutrisi yang jelek dan berkaitan dengan albumin
yang rendah (O’Meara E dkk, 2006; Anand IS, 2005) dan cachexia (Anker SD,
Coats AJ; 1999), dimana keduanya berkaitan dengan hasil luaran yang lebih jelek.
Akhirnya, penderita anemia lebih sering memiliki profil neurohormonal dan sitokin
proinflamasi yang lebih jelek yang juga turut serta terhadap hasil luaran yang buruk
(Anand IS, Rector T, Deswal A dkk, 2006; Rauchhaus M dkk, 2000). Oleh
karenanya, anemia dapat berkaitan dengan prognosis yang lebih jelek melalui
mekanisme yang beragam dan tumpang tindih.

Gambar 2.7 Ketahanan hidup selama follow up. Kurva Kaplan-Meier untuk pasien
dengan gagal jantung akut berdasarkan ada atau tidaknya anemia.

25

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8 Ketahanan hidup selama follow up. Kurva Kaplan-Meier unuk pasien tanpa
anemia atau anemia ringan (Hb ≥ 12 pada laki-laki dan ≥11 g/dl pada wanita) versus pasien
dengan anemia sedang sampai berat (Hb < 12 pada laki-laki dan <11 g/dl pada wanita.

26

Universitas Sumatera Utara


2.12 Kerangka Teori

Gagal Jantung Akut

Kegagalan ventrikel  aliran arteri

Aktivasi sitokin inflamasi (IL-


Aktivasi RAS
6, TNF-α)
Renal oxygen
uptake

Resisten Avaibilitas zat


Hipoksia terhadap EPO besi
peritubular

Supresi eritropoiesis
Produksi EPO sumsum tulang

Volume plasma
Produksi sel darah merah

Anemia Vasodilatasi perifer Tekanan darah

Neurohormones
 Cathecolamin
 RAA
 Natriuretic peptide
Beban kerja Volume  AVP
Massa ventrikel kiri
ekstraselular
Remodelling ventrikel kiri
Disfungsi ventrikel kiri Plasma volume Aliran darah ke ginjal

Retensi natrium
Perburukan gagal jantung
dan air

KKVM meningkat di rumah sakit

Gambar 2.9 Diagram Kerangka Teori

27

Universitas Sumatera Utara


2.13 Kerangka konsep

KKVM-

Anemia -

KKVM +
Pasien gagal
jantung akut
KKVM -

Anemia +

Syok kecuali syok


kardiogenik
KKVM +
Malignansi
Data RM tidak
lengkap

Gambar 2.10 Diagram Kerangka Konsep

28

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi retrospektif yang menguji anemia dalam


memprediksi kematian kardiovaskular di rumah sakit pada pasien-pasien gagal
jantung akut.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan dengan mengambil data pasien-pasien gagal jantung


akut dari Rekam Medik RSHAM Medan mulai dari Agustus 2015 sampai
Desember 2016.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target adalah pasien-pasien dengan diagnosis gagal jantung akut


yang menajalani perawatan di rumah sakit. Populasi terjangkau adalah pasien-
pasien dengan diagnosis gagal jantung akut yang menjalani perawatan di RSHAM.
Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

3.4 Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel uji


analitik komparatif tidak berpasangan, yaitu:

2
n1 = n2 = Zα √2𝑝𝑞 + Zβ √𝑝1𝑞1 + p2q2
p1 – p2

29

Universitas Sumatera Utara


Dimana: n 1= jumlah subjek dengan anemia
n 2= jumlah subjek tanpa anemia
Zα: Deviat baku alfa untuk α = 0,05  α = 1,96
Zβ: Deviat baku β untuk β = 0,20  β = 0,84
p1: proporsi kematian pada kelompok 1 (0,8)
p2: proporsi kematian pada kelompok 2 (0,5)
P: (p1=p2)/2 = 0,65
Q: 1-p = 0,35
q1: 1 – p1
q2: 1 – p2

dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka didapat jumlah sampel minimal
untuk penelitian ini adalah 30 sampel pada masing-masing kelompok.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan diagnosa gagal jantung akut berdasarkan ESC guidelines


acute heart failure 2005 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.5.2 Kriteria Ekslusi

1. Penderita gagal jantung akut dengan komorbid syok kecuali syok


kardiogenik
2. Penderita gagal jantung akut diketahui dengan malignansi stadium lanjut.
3. Penderita gagal ginjal kronis dengan hemodialisa reguler
4. Data rekam medis pasien gagal jantung yang tidak lengkap.

3.6 Definisi Operasional

1. Gagal jantung akut adalah kumpulan tanda dan gejala yang onset cepat
sebagai akibat gangguan fungsi jantung. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa
penyakit jantung sebelumnya. Gangguan jantung dapat berupa disfungsi
sistolik dan diastolik, abnormalitas irama atau ketidakseimbangan antara

30

Universitas Sumatera Utara


preload dan afterload. Hal ini sangat mengancam jiwa dan memerlukan
penatalaksanaan segera (Nieminen SM dkk, 2005)

2. Gagal jantung akut dekompensata (dekompensata gagal jantung kronik atau


de novo) adalah terdapat tanda dan gejala gagal jantung akut yang ringan
dan tidak memenuhi kriteria untuk syok kardiogenik, edema pulmoner atau
krisis hipertensi (Nieminen SM dkk, 2005).

3. Gagal jantung akut hipertensif adalah suatu keadaan gagal jantung akut
terdapat tanda dan gejala gagal jantung terkait dengan tekanan darah tinggi
dan fungsi ventrikel kiri yang masih baik disertai gambaran edema
pulmoner akut pada foto thoraks (Nieminen SM dkk, 2005).

4. Edema paru akut adalah terdapat keadaan gagal jantung akut yang ditandai
distress pernafasan yang berat, ronki kasar (crakles) di seluruh lapangan
paru, orthopnoe, saturasi oksigen <90% pada udara kamar sebelum terapi
(Nieminen SM dkk, 2005).

5. Syok kardiogenik adalah keadaan gagal jantung dimana dijumpai tanda


hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah koreksi preload. Parameter
hemodinamik syok kardiogenik antara lain penurunan tekanan darah
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau turunnya tekanan arteri rerata
(mean arterial pressure) > 30 mmHg dengan atau tanpa penurunan diuresis
(< 0.5 cc/kg/jam), dengan laju nadi lebih dari 60 denyut per menit dengan
atau tanpa bukti kongesti organ (Nieminen SM dkk, 2005).

6. Gagal jantung akut high output adalah keadaan gagal jantung akut yang
dijumpai denyut nadi yang cepat (disebabkan oleh aritmia, tirotoksikosis,
anemia, penyakit paget, iatrogenic atau mekanisme lainnya) dengan kondisi
perifer yang hangat, kongesti pulmonal, dan terkadang dengan tekanan
darah yang rendah (Nieminen SM dkk, 2005).

7. Gagal jantung kanan akut adalah suatu keadaan dengan sindroma output
rendah dengan peningkatan vena jugular, hepatomegali dan hipotensi
(Nieminen SM dkk, 2005).

31

Universitas Sumatera Utara


8. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot
jantung, pada saat pemeriksaan didengar pada bunyi yang pertama terdengar
(Korotkoff I) (Rilantono LI, 2013).

9. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat terjadi relaksasi otot
jantung, pada saat pemeriksaan dimana tidak terdengar lagi bunyi
(Korotkoff I) (Rilantono LI, 2013).

10. Anemia adalah suatu keadaan dimana berkurangnya kadar hemoglobin


darah yang diukur pada saat masuk rumah sakit dengan prosedur
laboratorium patologi klinik, didapati kadar hemoglobin darah <13 g/dL
pada laki-laki dan <12 g/dL pada wanita (WHO, AHEAD registry).

11. Kejadian klinis kardiovaskular mayor selama rawatan didefinisikan sebagai


terjadinya kematian kardiovaskular atau aritmia ventrikel yang terjadi
selama perawatan di rumah sakit.

12. Kematian kardiovaskular adalah kematian yang disebabkan oleh masalah


dan penyakit kardiovaskular.

13. Aritmia adalah kondisi dimana jantung berdenyut dalam irama yang tidak
normal dimana jantung berdenyut tidak teratur, terlalu cepat (takikardia),
terlalu lambat (bradikardia), bahkan tidak berdenyut sama sekali (asistol)
(Rilantono Li,2013).

14. Fraksi ejeksi (ejection fraction) ventrikel kiri adalah fraksi volumetrik darah
dipompa keluar dari ventrikel kiri setiap denyut jantung yang dihitung
dengan pemeriksaan ekokardiografi M-Mode berdasarkan perbedaan antara
volume sistolik akhir diatolik dan akhir dibagi dengan

15. Hipertensi didefinisikan apabila tekanan darah subyek mencapai >140


mmHg sistolik dan/atau >90 mmHg diastolik, sedangkan riwayat hipertensi
didefinisikan apabila memenuhi minimal salah satu kriteria berikut ini
(Karlsbreg dkk, 2011);

- Riwayat pernah didiagnosis oeh dokter menderita hipertensi dan


telah diberikan terapi obat anti hipertensi serta advis diet dan olah
raga.

32

Universitas Sumatera Utara


- Pada anamnesis dijumpai riwayat pemakaian obat anti hipertensi

3.7 Identifikasi Variabel

Variabel independen:
Anemia (skala kategorik).

Variabel dependen:
Kematian kardiovaskular di rumah sakit (skala kategorik).

3.8 Alur Penelitian

Semua sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosis Gagal jantung


akut yang dirawat di RSHAM, dengan klasifikasi klinis berdasarkan acuan dari
European Society of Cardiology 2005 tentang gagal jantung akut. Peneliti
memeriksa rekam medis pasien untuk melihat anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, foto toraks, dan pemeriksaan
laboratorium saat pasien datang atau masuk ke rumah sakit. Semua rekam medis
yang diambil apabila memenuhi data yang lengkap. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit melalui Laboratorium Patologi
Klinik RS Haji Adam Malik Medan. Kemudian diperiksa kadar hemoglobin dan
pasien dengan kadar hemoglobin <13 g/dL pada laki-laki dan <12 g/dL pada wanita
dikelompokkan sebagai kelompok dengan anemia, sedangkan kadar hemoglobin
≥13 g/dL pada laki-laki dan ≥12 g/dL pada wanita dikelompokkan sebagai
kelompok tanpa anemia. Elektrokardiografi diperiksa pada saat masuk Unit Gawat
Darurat. Pemeriksaan Ekokardiografi dilaksanakan pada saat di Unit Gawat Darurat
dan rawatan intensif.

Perjalanan klinis pasien diperiksa saat di Unit Gawat Darurat (UGD),


perawatan di ruang intensif dan bangsal sampai pasien pulang atau meninggal di
dalam laporan rekam medis dan dilakukan pencatatan secara sistematis untuk
mengetahui kejadian kardiovaskular mayor (kematian kardiovaskular atau aritmia
ventrikel) terhadap pasien.

33

Universitas Sumatera Utara


Pasien Gagal Jantung Akut dari data register pasien di
RSHAM

Kriteria eksklusif

Anamnese, hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, EKG,


ekokardiografi, perjalanan penyakit di IGD, rawatan
intensif, rawat inap dan pulang dari rumah sakit pada rekam
medis

Anemia +/-

Diikuti perjalanan penyakit pasien selama di ruang rawat intensif


dan bangsal dari rekam medis, dan dilakukan pencatatan KKVM.

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

3.9 Pengolahan dan Analisa Data

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan bantuan program


komputer. Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut: Variabel
kategorik dipresentasikan dengan jumlah atau frekuensi (n) dan presentase (%).
Variabel numerik dipresentasikan dengan nilai rata-rata (mean) dengan standar
deviasi untuk data yang berdistribusi normal. Uji normalitas variabel numerik pada
seluruh subjek penelitian menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov dengan n > 50.
Perbandingan antara kedua kelompok pada variabel bebas kategorik dan variabel

34

Universitas Sumatera Utara


tergantung kategorik menggunakan uji Pearson Chi Square. Jika syarat uji Chi
Square tidak terpenuhi, maka digunakan uji 2K-Sample Kolmogorov Sminov
(Mukhtar dkk, 2011)

Analisis multivariat dari variable bebas kategorik dengan variabel


tergantung kategorik diuji dengan regresi logistik. Variabel yang ditemukan
mempunyai nilai kemaknaan p < 0,05 pada analisis multivariat ditampilkan dalam
bentuk odds ratio (OR) dengan interval kepercayaan 95%. Variabel dianggap
bermakna jika niali p<0,05.

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini akan meminta persetujuan dari Komite Etik Penelitian


Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.11 Perkiraan Biaya

Pengurusan izin penelitian Rp. 500.000


Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 1.000.000
Pengolahan hasil statistik Rp. 1.000.000
Biaya-biaya lain/tak terduga Rp. 1.000.000
Total Rp. 3.500.000

35

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran


Vaskular RS. H. Adam Malik mulai Agustus 2017 sampai dengan September 2017,
dengan pengumpulan sampel melihat rekam medis pasien gagal jantung akut pada
perawatan di Unit Gawat Darurat (UGD), Perawatan Intensif Kardiovascular
(CVCU) dan perawatan di ruangan (RIC) dan mengikuti perkembangan pasien
melalui pemeriksaan rekam medis secara retrospektif. Jumlah sampel sebanyak 107
orang yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sehingga dapat diikutkan
dalam penelitian.

Dari keseluruhan jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian, dilihat


kadar hemoglobin saat masuk dan perkembangan kejadian kardiovaskular mayor
(KKvM) selama rawatan yang meliputi, kematian, aritmia yang mengancam
ataupun secara keseluruhan kejadian kardiovaskular mayor (total KKvM).

4.2. Karakteristik Subjek Penelitian

Jumlah total subjek penelitian adalah 107 orang. Pasien gagal jantung akut
yang dirawat terbanyak dengan subset klinis syok kardiogenik sebanyak 40 kasus
(37,4%), Oedem Pulmonum/ Acute Lung Oedem (ALO) sebanyak 35 kasus
(32,7%), Acute Decompensated Heart Failure/ ADHF sebanyak 23 kasus (21,5%)
dan 8 kasus (7,5%) dengan Hipertensive Heart failure serta high output failure
sebanyak 1 orang (0.9%) (Gambar 4.1). Penyebab yang mendasari dari gagal
jantung akut paling banyak disebabkan oleh sindroma koroner akut (SKA) 65 kasus
(60.7%), penyakit jantung koroner sebanyak 28 kasus (26,2%), penyakit jantung
hipertensi 9 kasus (8,4%), penyakit katup jantung sebesar 4 kasus (3,7%), penyakit
jantung tiroid 1 kasus (0.9%) (Gambar 4.2).

36

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.1 Presentasi klinis pasien gagal jantung akut (persentase)

60.7%

26.2%

8.4%
3.7% 0.9%

Gambar 4.2 Grafik penyebab yang mendasari gagal jantung akut

Sampel penelitian dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok yang tergolong


anemia dengan kadar haemoglobin pada pria < 13 g/dL, pada wanita <12 g/dL dan
yang bukan anemia dengan kadar hemoglobin ≥ 13 g/dL pada laki-laki dan ≥12
g/dL pada wanita. Ditemukan dengan anemia sebanyak 32 orang (29,99%) dan
tanpa anemia 75 orang (70,01%). Kadar hemoglobin pada level 13 mg/dL terbanyak
ditemukan pada pasien gagal jantung akut sebanyak 12 kasus, 3 kasus anemia
dengan kadar hemoglobin dibawah 10 mg/dL. Kadar hemoglobin terendah 7.6
mg/dL.

Sementara itu pasien yang mengalami total kejadian kardiovaskular mayor


(KKvM) sebanyak 45 orang (42%) dan 62 orang (58%) tanpa kejadian
kardivaskular mayor. Dari yang mengalami kejadian kardiovaskular mayor terdapat
23 orang (51.1%) mengalami anemia, dan 22 orang (48.9%) tanpa anemia
mengalami kejadian kardiovaskular mayor. Kematian kardiovaskular selama

37

Universitas Sumatera Utara


rawatan pada pasien dengan anemia lebih tinggi dibandingkan pasien-pasien tanpa
anemia, yaitu 22 orang (53,7%) berbanding 19 orang (46,3%). Pada kejadian
aritmia ditemukan 6 orang dengan anemia atau sekitar 35,3%; 11 orang (64,3%)
kejadian aritmia pada yang tanpa anemia. Namun secara statistik tidak
memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Untuk lama rawatan sendiri antara
pasien dengan anemia dengan tanpa anemia tidak dijumpai perbedaan bermakna.

Kadar Hemoglobin

Gambar 4.3 Grafik kadar hemoglobin saat masuk pada Gagal jantung Akut

Presentasi Umur pada kedua kelompok baik pada anemia maupun pada
kelompok yang tidak anemia tidak menunjukan perbedaan yaitu 60±14.67 dengan
57.61±9.92 tahun. Jenis kelamin didominasi oleh lelaki sekitar 87 0rang (81.3%),
dimana dijumpai 23 orang (26,4%) pada yang anemia dan 64 orang (73.6%) pada
yang bukan anemia. Pada presentasi klinis dari subyek penelitian ini didapati rata-
rata tekanan darah sistolik saat masuk rumah sakit 95 mmHg, dengan tekanan
terendah sebesar 50 mmHg dan 260mmHg pada tekanan tertinggi. Denyut Jantung
berkisar rerata 115 x/i, namun diantara yang anemia dan tidak anemia, tidak
memiliki perbedaan yang bermakna.

Pada pemeriksaan laboratorium rata-rata kadar hemoglobin 13.70 mg/dl,


dijumpai perbedaan bermakna antara kadar hemoglobin. Kadar Nitrogen Urea

38

Universitas Sumatera Utara


dalam darah (BUN) dengan rata-rata keseluruhan subyek penelitian 25.06 mg/dL,
tidak dijumpai perbedaan bermakna kadar nitrogen urea darah antara subjek yang
anemia dan tidak anemia. Rerata kadar osmolalitas subjek penelitian 299,94,
dengan rerata yang anemia 298 dan 300 mOsm/L bagi yang tidak anemia. Kadar
kreatinin rata-rata 2.07 mg/dL pada semua subjek penelitian, subjek yang anemia
dengan subyek tidak anemia memiliki perbedaan bermakna rerata kadar kreatinin
(2.73 mg/dL dengan 1.79 mg/dL). Tidak dijumpai perbedaan bermakna kadar gula
darah antara subjek penelitian yang anemia dengan yang tidak mengalami anemia.
Kadar gula darah (KGD) rata-rata subjek yang anemia 148 mg/dl dan yang mati
172 mg/dl. Kadar elektrolit tidak didapati perbedaan bermakna pada yang anemia
dan tidak anemia, baik kadar Natrium dan Kalium. Pada kadar Natrium rerata 133
mEq/l dengan yang anemia dan yang tanpa anemia. Rata-rata kadar Kalium seluruh
pasien 4.40 mEq/l. Rerata kadar Kalium subyek penelitian yang anemia 4.31mEq/l
dan 4.45 mEq/l bagi yang tidak anemia. Fraksi ejeksi pada pemeriksaan
ekokardiografi memperlihatkan tidak ada perbedaan hasil baik pada pasien yang
anemia ataupun tanpa anemia.

Pada pasien dengan anemia memperlihatkan angka kejadian kardiovaskular


mayor yang lebih tinggi dibanding pasien tanpa anemia. Kematian selama rawatan
dapat ditemukan lebih tinggi dibanding dengan pasien yang dirawat tanpa anemia.
Demografi dan karakteristik klinis subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Demografi dan Karakteristik Klinis Subjek Penelitian

Karakteristik Seluruh Kondisi Anemia Nilai p


Pasien n:107 Anemia(+) Anemia (-)
(100%) n : 32(29,99%) n: 75(70,01%)
Umur (rerata),tahun 58.32±11.53 60±14.67 57.61±9.92 0.405*
Jenis Kelamin (Pria) 87(81,32%) 23(26,4%) 64(73.6%) 0.102#
Lama Rawatan (hari) 4 (1-20) 3(1-15) 5(1-20) 0.540b
Tekanan Darah Sistolik 95(50-260) 90(60-260) 100(50-220) 0.457b
(mmHg)
Heart Rate (x/i) 115(40-153) 111.5(60-150) 115(40-153) 0.764b
Hemoglobin (g/dL) 13.7 (7.60-18.30) 11,45 (7.60- 14.3 (13-18.30) <0.001b
12.80)
Kadar Urea Nitrogen 25.06 (7.10-324) 26.06 (14.46-324) 23 (7.10-119) 0.095b
Darah / BUN (mg/dL)

39

Universitas Sumatera Utara


Kadar Gula Darah 211 (60-753) 148 (60-471) 172 (79-753) 0.222b
(mg/dL)
Natrium (mEq/L) 133.76±2.10 133±5.09 133±6.31 0.659*
Kalium (mEq/L) 4.40±5.94 4.31±0.83 4.45±0.78 0.423*
Osmolalitas (mOsm/L) 299,94(80.84- 298 (221-321) 300 (80.84- 0.741b
343) 343)
Kreatinin (mg/dL) 2.07±1,68 2.73±1.50 1.79±1.68 0.006*
Ejection Fraction (%) 32(18-65) 32(21-65) 32(18-64) 0.487b
Kejadian Kardiovaskular
Mayor (KKvM)
1. Kematian 41 (38,3%) 22 (53.7%) 19 (46.3%) <0.001#
2. Aritmia 17 (15.9%) 6 (35.3%) 11 (64.7%) 0.597#
3. Total KKvM 45 (42%) 23 (51.1%) 22 (48.9%) <0.001#

Keterangan : p : signifikan <0.05, * : Uji T tidak berpasangan, #: Chi-square test


b : Mann-Whitney test, c : fisher test, n : jumlah

4.2 Analisa Bivariat Variabel Determinan Terhadap KKvM

Analisa Bivariat dipakai dalam penetapan variabel mana yang dapat


berperan sebagai determinan prognostik kematian kardiovaskular mayor pada
pasien gagal jantung akut. Uji Chi-Square digunakan dalam analisa bivariat antar
variabel-variabel prognostik. Alasan dipilihnya analisis ini adalah karena semua
variabel mempunyai skala pengukuran kategorik. Disamping itu juga disajikan nilai
resiko relatif disertai interval kepercayaannya. Analisa bivariat ini yang akan
menyeleksi variabel-variabel mana yang akan masuk ke dalam analisa multivariat.
Variabel yang pada analisa bivariat dengan nilai p < 0.25 akan dimasukan ke
analisa multivariat selanjutnya. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 4.2 Analisa Bivariat antara Variabel Prognostik dengan KKvM.


No Variabel KKvM IK (95%)
KKvM(+) KKvM(-) p# OR Min Maks
N(%) N(%)
1 Umur
≥ 65 tahun 18(40) 11(17,7) 0.011 3.091 1.278 7.477
< 65 tahun 27(60) 51(82,3) Reff
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 34(75.6) 53(85.5) 0.193 0.525 0.197 1.399
Perempuan 11(24.4) 9(14.5) Reff

40

Universitas Sumatera Utara


3 Tekanan Darah Sistolik
<100mmHg 31(68.9) 25(40.3) 0.003 3.277 1.458 7.365
≥100mmHg 14(31.1) 37(59.7) Reff
4 Heart Rate
>100x/i 35(77.8) 41(66.1) 0.190 1.793 0.745 4.312
≤100x/i 10(22.2) 21(33.9) Reff
5 Anemia
Ya (Hb < 13 g/dL) 23(51.1) 9(14.5) <0.00 6.157 2.461 15.40
Tidak (Hb ≥ 13 g/dL) 22(48.9) 53(85.5) 1 Reff 3
6 Kreatinin
≥ 1.3 mg/dL 35 (77.8) 34 (54.8) 0.014 2.882 1.217 6.829
< 1.3 mg/dL 10 (22.2) 28 (45.2) Reff
7 Fraksi ejeksi
≤40% 37(82.2) 47(75.8) 0.425 1.476 0.565 3.856
>40% 8(17.8) 15(24.2) Reff

# Uji Chi-Square. * Uji Fisher .Reff : pembanding.

Dari hasil analisa bivariat diatas maka variabel yang memenuhi syarat untuk
masuk kedalam analisis multivariat adalah umur, jenis kelamin, tekanan darah
sistolik, denyut jantung, status anemia, dan kadar kreatinin saat masuk memenuhi
syarat masuk analisa multivariat.

4.3 Analisis Multivariat dengan Metode Backward Stepwise untuk


Memperoleh Variabel yang mempengaruhi KKvM.

Setelah dilakukan analisa bivariat, analisis multivariat dilakukan dalam


mendeterminasi variabel-variabel dependen yang paling mempengaruhi kejadian
kardiovaskular mayor pada pasien gagal jantung akut. Hasil analisa multivariat
dengan metode backward stepwise LR, didapati hasil pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Analisa Multivariat

41

Universitas Sumatera Utara


Hasil analisa multivariat dengan sistem Backward Method ini menunjukan
proses 5 langkah. Pada tahap awal, dianalisa variabel, lalu selanjutnya variabel yang
mempunyai variabel yang mempunyai nilai p tertinggi dan lebih besar dari 0.05
akan dianulir dari model. Proses akan berhenti ketika semua variabel yang sisa
mempunyai nilai p yang kurang dari 0.05.

Dengan metode ini, dapat kita lihat bahwa keberadaan anemia dengan kadar
hemoglobin < 13 g/dL dapat mempengaruhi kejadian kardiovaskular mayor
(KKvM) pada pasien dengan gagal jantung akut. Pada tabel diatas, variabel lain
yang berpengaruh terhadap kejadian kardiovaskular mayor adalah anemia
(haemoglobin <13 mg/dL) (OR 5.724, p=<0.001), tekanan darah sistolik <
100mmHg ( OR 3.009, p=0.015) dan umur ≥ 65 tahun ( OR 2.659, p=0.055).

42

Universitas Sumatera Utara


43

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN

Pasien gagal jantung akut pada penelitian ini lebih banyak disebabkan oleh
sindroma koroner akut (60.7%), hal ini relevan dengan beberapa studi besar salah
satunya adalah studi EHFS II : pasien GJA yang dirawat masuk dengan diagnosa
de novo AHF (37%) dengan penyebab SKA (42%). Angka kejadian KKvM selama
perawatan di rumah sakit keseluruhan penelitian ini adalah 42%, dengan angka
KKvM pada pasien anemia 51.1% dan tanpa anemia 48.9%. Angka kematian pada
penelitian ini cukup tinggi yaitu 38.3% dibanding pada penelitian-penelitian
sebelumnya, yang membahas studi epidemiologi tentang gagal jantung akut.
Insiden kematian di rumah sakit pada pasien gagal jantung akut ditemukan rendah
pada studi-studi seperti ALARM-HF (11%), FINN-AKVA (7.1%), ADHERE
(4.0%), EHFS I (6.9%), EHFS II (6.7%), AHEAD (12.7%) dan OPTIMIZE-HF
(3.8%). Perbedaan yang kontras ini didasarkan pada perbedaan karakteristik
populasi dan presentasi syok kardiogenik yang relatif rendah pada studi besar
diatas. Syok kardiogenik didiagnosa hanya 4% pada populasi EHFS II, <1% pada
EHFS I, 2.3% pada FINN-AKVA, 11.7% pada ALARM-HF dan 14.7% pada studi
AHEAD. Sedangkan pada penelitian ini dijumpai kejadian syok kardiogenik yang
lebih tinggi (37.4%). Dilain pihak, penelitian studi lain menunjukkan populasi yang
lebih muda dan lebih sedikit komorbid.

Pada penelitian ini dijumpai prevalensi anemia sebesar 29.99% yaitu 32 dari
107 pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut. Prevalensi pada penelitian ini
lebih rendah dari pada penelitian lain, yang berkisar 50% dan 70% pada registri
OPTIMIZE-HF dan ADHERE. Pada penelitian ini penyebab gagal jantung akut
yang terbesar merupakan sindroma koroner akut (60.7%), tetapi studi-studi yang
lain tidak hanya melibatkan pasien dengan rawatan pertama, tetapi juga pasien
dengan gagal jantung kronik dan riwayat dekompensasi berulang, dimana dijumpai

44

Universitas Sumatera Utara


prevalensi anemia lebih tinggi dan sering merupakan marker dari penyakit yang
lebih lanjut.

Lama rawatan pada penelitian ini dijumpai lebih lama pada pasien tanpa
anemia walaupun tidak berbeda secara bermakna, hal ini disebabkan karena
tingginya angka kematian pada pasien anemia dibandingkan tanpa anemia. Pada
pasien anemia tekanan darah sistolik dijumpai lebih rendah dibandingkan kelompok
tanpa anemia walaupun tidak berbeda secara bermakna, hal ini sesuai dengan
patofisiologi dimana anemia akan mengakibatkan vasodilatasi perifer yang
kemuadian akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.

Mortalitas di rumah sakit lebih tinggi untuk pasien anemia, hal ini tampak
berbeda bermakna dengan yang dialami pasien tanpa anemia. Dari 38.3% kematian
di dalam rumah sakit didapatkan mortalitas pada kelompok anemia adalah 53.7%,
sedangkan tanpa anemia 46.3%, hal ini sesuai dengan penelitian oleh Kajimoto K,
Sato N dan Takano T, 2014 yang menunjukkan bahwa angka kematian pada
kelompok anemia (31.3%) lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa anemia
(15.5%). Penelitian oleh Latado AL dkk, 2006 menunjukkan bahwa anemia
merupakan prediktor independen terhadap kematian selama perawatan pada pasien
dengan gagal jantung yang berat terlepas apakah pasien dengan fungsi sistolik
ventrikel kiri masih baik atau terganggu.

Baru-baru ini, dilaporkan bahwa pasien gagal jantung dengan anemia lebih
cenderung mengalami disfungsi ginjal secara bersamaan. Penelitian sebelumnya
telah mengidentifikasi efek independen anemia pada hasil setelah penyesuaian
fungsi ginjal, yang menunjukkan bahwa anemia bukan sekadar tanda pengganti
untuk disfungsi ginjal. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa pengaruh anemia
pada hasil klinis pasien gagal jantung akut dengan kreatinin serum awal ≥1,3 mg/dl
meningkatkan kejadian KKvM dibandingkan pada pasien dengan kreatinin serum
<1.3 mg/dl (OR 2.882, p=0.014). Telah diketahui bahwa kontribusi anemia
terhadap peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas tergantung pada tingkat
keparahan disfungsi ginjal secara bersamaan. Penyakit ginjal kronis (PGK)
merupakan komorbid yang sering dijumpai pada gagal jantung, dan penderita
anemia lebih sering memiliki PGK (Anand IS, 2005; McCullough PA, Lepor NE,

45

Universitas Sumatera Utara


2005). Sejumlah penelitian telah memperlihatkan bahwa anemia dan gangguan
ginjal merupakan prediktor independen dari hasil luaran pada model multivariate
(O’Meara dkk, 2006; Anand IS dkk, 2005). Risiko relatif kematian pada 2 tahun
meningkat 1,6 kali pada penderita anemia dengan gagal jantung yang juga memiliki
PGK pada data dasar Medicare yang besar (Collins AJ, 2003).

Ada beberapa keterbatasan penelitian ini yang perlu diperhatikan. Pertama,


anemia hanya diselidiki saat masuk, jadi tidak diketahui apakah anemia itu persisten
atau sementara pada populasi penelitian saat ini. Kedua, penelitian ini tidak
memiliki informasi tentang etiologi anemia, walaupun kondisi ini sering memiliki
banyak penyebab pada pasien gagal jantung akut. Oleh karena itu, penyelidikan
prospektif diperlukan untuk mengklarifikasi hubungan antara etiologi anemia dan
morbiditas atau mortalitas pada gagal jantung akut.

46

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Anemia dapat menjadi prediktor kejadian kardiovaskular mayor selama


perawatan di rumah sakit pada penderita gagal jantung akut di RS Haji Adam
Malik Medan.

6.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang


lebih besar, dan bersifat prospektif untuk mengklarifikasi hubungan antara etiologi
anemia dan morbiditas atau mortalitas pada gagal jantung akut.

Etiologi anemia pada gagal jantung akut biasanya multifaktorial dan


berhubungan dengan mekanisme yang berbeda; Oleh karena itu, anemia harus
diidentifikasi, didiagnosis dengan benar dan dipertimbangkan target terapeutik pada
semua pasien dengan gagal jantung akut.

47

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Adams KF, Fanarow GC, Emerman CL, et al. Characteristics and outcomes of
patients hospitalized for heart failure in United States: rationale, design, and
preliminary observations from the first 100.000 cases in the Acute
Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE). Am Heart J.
2005;149:209-16

Akshay SD. Hemoglobin concentration in acute decompensated heart failure. J Am


Coll Cardiol. 2013;61(19):1982-4

Alla F, Zannad F, Hipastos G. epidemiology of acute heart failure syndromes. Heart


Fail Rev. 2007;12:91-5

Ambrosy AP, Fonarow GC, Butler J, et al. The global health and economic burden
of hospitalizations for heart failure: lessons learned from hospitalized heart
failure registries. J Am Coll Cardiol. 2014;63:1123–1133

Anand IS, Chandrashekkhar Y, Ferrari R, et al. pathogenesis of oedema in chronic


severe anaemia: studies of body water and sodium, renal function,
haemodynamic variables, and plasma hormones. Br Heart J.
1993;70(4):357-62

Anand IS, Kuskowski MA, Rector TS, et al. Anemia and change in haemoglobin
over time related to mortality and morbidity in patients with chronic heart
failure: results from Val-HeFT. Circulation. 2005;112(8):1121-7

Anand IS, Latini R, Florea VG, et al. C-reactive protein in heart failure: prognostic
value and the effect of valsartan. Circulation. 2005;112(10):1428-34

Anand IS, McMurray J, Whitmore J, et al. Anemia and its relationship to clinical
outcome in heart failure. Circulation. 2004;110(2):149-54

Anand IS. Pathogenesis of anemia in cardiorenal disease. Rev Cardiovasc Med.


2005;6(Suppl 3):S 13-21

48

Universitas Sumatera Utara


Anand IS, Rector T, Deswal A, et al. relationship between proinflammatory
cytokines and anemia in heart failure. Eur Heart J. 2006;27(Suppl 1):485

Anand IS, Ferrari R, Kalra GS, et al. Pathogenesis of edema in constrictive


pericarditis. Studies of body water and sodium, renal function,
hemodynamics, and plasma hormones before and after pericardiectomy.
Circulation. 1989;80(2):299-305

Androne AS, Katz SD, Lund L, et al. Hemodilution is common in patients with
advanced heart failure. Circulation. 2003;107(2):226-9

Anker SD, Coats AJ. Cardiac cachexia: a syndrome with impaired survival and
immune and neuroendocrine activation. Chest. 1999;115(3);836-47

Anker SD, Chua TP, Ponokowski P, et al. Hormonal changes and catabolic/anabolic
imbalance in chronic heart failure and their importance for cardiac cachexia.
Circulation. 1997;96(2):526-34

Bauer C, Kurtz A. Oxygen sensing in the kidney and its relation to erhytropoietin
production. Annu Rev Physiol. 1989;51:845-56

Belonze AM, Voors AA, van der Meer P, et al. Endogenous erhytropoietin and
outcome in heart failure. Circulation. 2010;121(2):245-51

Brewer GJ. 2.3-DPG and erythrocyte oxygen affinity. Annu Rev Med. 1974;25:29-
38

Caughey MC, Avery CL, Ni H, Solomon SD, et al. Outcomes of patients with
anemia and acute decompensated heart failure with preserved versus
reduced ejection fraction (from the ARIC Study Community Surveillance)
HHS Public Access. Am J Cardiol. 2014;114:1850–1854.
doi:10.1016/j.amjcard.2014.09.024

Chakko S, Woska D, Martinez H, et al. Clinical, radiographic, and hemodynamic


correlations in chronic congestive heart failure: conflicting results may lead
to inappropriate care. Am J Med 1991;90:353–359.

Collins AJ. The haemoglobin link to adverse outcomes. Adv stud Med.
2003;3(3C):S194-7

49

Universitas Sumatera Utara


Costanzo MR, Jessup M. Treatment of congestion in heart failure with diuretics and
extracorporeal therapies: effects on symptoms, renal function, and
prognosis. Heart Fail Rev. 2012;17:313–324

Cromie N, Lee C, Struthers AD. Anaemia in chronic heart failure: what is its
frequency in the UK and its underlying causes? Heart. 2002;87(4):377-8

de Silva R, Rigby AS, Witte KK, et al. Anemia, renal dysfunction, and their
interaction in patients with chronic heart failure. Am J Cardiol.
2006;98(3):391-8

Drazner MH, Hellkamp AS, Leier CV, et al. Value of clinician assessment of
hemodynamics in advanced heart failure: the ESCAPE trial. Circ Heart
Fail. 2008;1:170–177

Eckardt KU, Koury ST, Tan CC, et al. Distribution of erhytropoietin producing
cells in rat kidneys during hypoxic hypoxia. Kidney in. 1993;41(3):815-23

Ezekowitz JA, McAlister FA, Armstrong PW. Anaemia is common in heart failure
and is associated with poor outcomes: insights from a cohort of 12.065
patients with new onset heart failure. Circulation. 2003;107(2):223-5

Galvao M, Kalman J, Demarco T, et al. Gender differences in in-hospital


management and outcomes in patients with decompensated heart failure:
analysis from the acute decompensated heart failure national registry
(ADHERE). J Card Fail. 2006. doi:10.1016/j.cardfail. 2005.09.005

Gheorghiade M, Abraham WT, Albert NM, et al. Systolic Blood Pressure at


admission, Clinical Characteristics, and outcomes in Patients Hospitalized
With Acute Heart Failure. JAMA. 2006;296(18):2217-26

Gheorghiade M, Follath F, Ponikowski P, et al. European Society of Cardiology,


European Society of Intensive Care Medicine. Assessing and grading
congestion in acute heart failure: a scientific statement from the acute heart
failure committee of the heart failure association of the European Society of
Cardiology and endorsed by the European Society of Intensive Care
Medicine. Eur J Heart Fail. 2010;12:423–433

50

Universitas Sumatera Utara


Go AS, Yang J, Ackerson LM, et al. Haemoglobin level, chronic kidney disease,
and the risks of death and hospitalization in adults with chronic heart failure:
Anemia in Chronic Heart Failure: Outcomes and Resource Utilization
(ANCHOR) Study. Circulation. 2006;113(23):2713-23

Greyson CR. Pathophysiology of right ventricular failure. Crit Care Med. 2008;36
Suppl. 1:S57-65

Husain Syed F, McCullough PA, Birk HW, et al. Cardio pulmonary renal
interaction. A multidisciplinary approach. J Am Coll Cardiol.
2015;65:2433-8

Krudger W. Acute Heart Failure: putting the puzzle of pathophysiology and


evidence together in daily practise. Birkhauser Verlag AG, Jerman. 2009:1-
56

Latado AL, Passos LC, Darze ES, et al. Comparison of the effect of anemia on in-
hospital mortality in patients with versus without preserved left ventricular
ejection fraction. Am J Cardiol. 2006;98:1631-1634

Lauer MS, Evans JC, Levy D. Prognostic implications of subclinical left ventricular
dilatation and systolic dysfunction in men free of overt cardiovascular
disease (the Framingham Heart Study). Am J Cardiol. 1992;70(13):1180–
1184

Levin A. Anemia and left ventricular hypertrophy in chronic kidney disease


populations: a review of the current state of knowledge Kidney Int Suppl.
2002;80:35-38

Mall G, Huther W, Schneider J, et al. Diffuse intermyocardiocytic fibrosis in


uraemic patients. Nephrol Dial Transplant. 1990;5(1):39–44

Marteles MS, Gracia JR, Lopez IG. Pathophysiology of acute heart failure: A world
to know. Rev Clin Esp. 2015. http://dx.doi.org/10.1016/j.rce.2015.09.010

51

Universitas Sumatera Utara


McCullough PA, Lepor NE. The deadly triangle of anemia, renal insufficiency, and
cardiovascular disease: implications for prognosis and treatment. Rev
Cardiovasc Med. 2005;6(1):1-10

McMurray J. Systolic heart failure. N Engl J Med. 2010;362:228-38

McMurray J, Komajda M, Anker S, et al. Insuficiencia cardiac: epidemiologia,


fisiopatologia y diagnostic. In: Camm AJ, Luscher TF, Serrus PW, editors.
Tratado de medicina cardiovascular de la European Society of Cardiology.
Madrid: European Society of Cardiology. 2006;50-3

McMurray J, Pfeffer MA. Heart failure. Lancet. 2005;365:1877-89

Mebazaa A, Yilmaz MB, Levy P, et al. Recommendations on pre-hospital and early


hospital management of acute heart failure: a consensus paper from the
Heart Failure Association of the European Society of Cardiology, the
European Society of Emergency Medicine and the Society of Academic
Emergency Medicine - short version. Eur Heart J. 2015;36:1958–1966

Mebazaa A, Tolppanen H, Mueller C, et al. Acute heart failure and cardiogenic


shock: a multidisciplinary practical guidance. Intensive Care Med.
2016;42:147–163

Metivier F, Marchais SJ, Guerin AP, et al. Pathophysiology of anaemia: focus on


the heart and blood vessels. Nephrol Dial Transplant. 2000;15(Suppl 3):14-
8

Mole DR, Ratcliffe PJ. Cellular oxygen sensing in health and disease. Pediatr
Nephrol. 2008;23(5):681-94

Nanas JN, Matsouka C, Karageorgopoulos D, et al. Etiology of anemia in patients


with advanced heart failure. J Am Coll. 2006;48(12):2485-9

Nangaku M. chronic hypoxia and tubulointerstitial injury: a final common pathway


to end stage renal failure. J Am Soc Nephrol. 2006;17(1):17-25

Nieminen MS, Bohm M, Cowie MR, et al. Executive summary of the guidelines on
the diagnosis and treatment of acute heart failure: the Task Force on Acute

52

Universitas Sumatera Utara


Heart Failure of the European Society of Cardiology. Eur Heart J.
2005;26(4):384–416. doi:10.1093/eurheartj/ehi044.

Nieminen MS, Brutsaert D, Dickstein K, et al. EuroHeart Survey Investigators,


Heart Failure Association, European Society of Cardiology. EuroHeart
Failure Survey II (EHFS II): a survey on hospitalized acute heart failure
patients: description of population. Eur Heart J. 2006;27:2725–2736

Nohria A, Lewis E, Stevenson LW. Medical management of advanced heart failure.


JAMA. 2002;287:628–640

Nohria A, Tsang SW, Fang JC, et al. Clinical assessment identifies hemodynamic
profiles that predict outcomes in patients admitted with heart failure. J Am
Coll Cardiol. 2003;41:1797–1804

O’Meara E, Clayton T, McEntegart MB, et al. Clinical correlates and consequences


of anemia in a broad spectrum of patients with heart failure: results of the
candesartan in Heart Failure: Assessment of Reduction in Mortality and
Morbidity (CHARM) Program. Circulation. 2006;113(7):986-94

Opasich C, Cazzola M, Scelsi L, et al. blunted erhytropoietin production and


defective iron supply for erythropoiesis as major cause of anaemia in
patients with chronic heart failure. Eur Heart J. 2005;26(21):2232-7

Peacock WF, De Marco T, Fonarow GC, et al. ADHERE Investigators. Cardiac


troponin and outcome in acute heart failure. N Engl J Med. 2008;358:2117–
2126.

Pham I, Andrivet P, Sediarne S, et al. Increased erhytropoietin synthesis in patients


with COLD or left heart failure is related to alterations in renal
haemodynamics. Eur J Clin Invest. 2001;31(2):103-9

Ponikowski P, Jankowska EA. Patogenia y presentacion clinica de la insuficiencia


cardiac aguda. Rev Esp Cardiol. 2015;68:331-7

Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, et al. Authors/ Task Force Members,
Document Reviewers. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure: The Task Force for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure of the European Society of

53

Universitas Sumatera Utara


Cardiology (ESC) Developed with the special contribution of the Heart
Failure Association (HFA) of the ESC. Eur Heart J. 2016;37:2129–2200

Rauchhaus M, Koloczek V, Volk H, et al. Inflammatory cytokines and the possible


immunological role for lipoproteins in chronic heart failure. Int J Cardiol.
2000;76(2-3):125-33

Rudiger A, Harjola V-P, Mu¨ller A, et al. Acute heart failure: clinical presentation,
one-year mortality and prognostic factors. Eur J Heart Fail 2005;7:662–670

Sandek A, Bauditz J, Swidsinski A, et al. Altered intestinal function in patients with


chronic heart failure. J Am Coll Cardiol. 2007;50(16):1561-9

Stephan VH, Joerg CS, Lea MH, et al. Anaemia is an independent predictor of death
in patients hospitalized for acute heart failure. Clin Res Cardiol.
2010;99:107–113

Townsend N, Nichols M, Scarborough P, et al. Cardiovascular disease in Europe–


epidemiological update 2015. Eur Heart J 2015;36: 2696–2705

van der Meer P, Lipsic E, Westenbrink BD, et al. Levels of hemayopoiesis inhibitor
N-acetyl-seryl-aspartyl-lysyl-proline partially explain the occurrence of
anaemia in heart failure. Circulation. 2005;112(12):1743-7

Verbrugge FH, Dupont M, Steels P, et al. Abdominal contributions to cardiorenal


dysfunction in congestive heart failure. J Am Coll Cardiol. 2013;62:485-95

Wattad M, Darawsha W, Solomonica A, et al. interaction between worsening renal


function and persistent congestion in acute decompensated heart failure. Am
J Cardiol. 2015;115:932-7

Weiss G, Goodnough LT. Anemia of chronic disease. N Engl J Med.


2005;352(10):1011-23

Westenbrink BD, Visser FW, Voors AA, et al. Anaemia in chronic heart failure is
not only related to impaired renal perfusion and blunted erythropoietin
production, but to fluid retension as well. Eur Heart J. 2007;28(2):166-71

WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment


of severity. Vitamin and Mineral Nutrition Information System. Geneva,

54

Universitas Sumatera Utara


World Health Organization, 2011 (WHO/NMH/NHD/MNM/11.1)
(http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin. pdf, accessed
[date])

Witte KK, Desilva R, Chattopadhyay S, et al. Are hematinic deficiencies the


cause of anemia in chronic heart failure? Am Heart J. 2004;147(5):924-
30

Young JB, Abraham WT, Albert NM, et al. Relation of low hemoglobin and
anemia to morbidity and mortality in patients hospitalized with heart
failure (Insight from the OPTIMIZE-HF Registry). Am J Cardiol. 2008.
doi:10.1016/j.amjcard.2007.07.067

55

Universitas Sumatera Utara


KELOMPOK I / II
LAMPIRAN 1

REGISTRI DATA PENELITIAN

Identitas Pasien
Nama : Tgl Masuk :
Umur : Tgl Keluar :
No. RM : Lama rawatan :
Alamat : No. HP :

Anamnesis :
Keluhan Utama : Nyeri dada/ sesak nafas/………………………..
Skala nyeri :

Fx risiko :

 Riwayat hipertensi
 Merokok
 Riwayat DM
 Dislipidemia

Pemeriksaan Fisik
TD: / mmHg. HR: x/I RR: x/i
BB: TB: Sat O2:
Killip: TIMI : Score Grace :
Terjadi Cardiac arrest saat di IGD : O Ya O Tidak

Laboratorium :
Hb: KGD ad:misi: BUN/ur/cr:
Leuko: KGD N/2PP/ HbA1c: Osmolalitas :
Thrombosit: Chol tot/Tri/HDL/LDL: Na/K/Cl :
Trop T : CKMB :

EKG :
CXR : Kardiomegali Ya tidak

Ekokardiografi :

Dx :

KKvM selama rawatan: O Kematian

O Aritmia

56

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. KETERANGAN PERORANGAN
a. Nama Lengkap : dr. Efrida Hasibuan
b. NIM : 117115013
c. Tempat/Tanggal Lahir : Binjai/ 03 November 1978
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Nomor telepon : 081397978284
h. Tempat Tinggal : Jln. Manggis No. 25 Limau Sundai
Binjai
II. KELUARGA
Nama ayah : H. Hasbullah Hasibuan
Nama ibu : Hj. Rismaini Daulay

Nama suami : Heri Zulwansyah Pulungan


Nama anak : Ahmad Ziqra Z. Pulungan

III. PENDIDIKAN
a. SD Negeri 025934 Binjai Tamat 1990
b. SMP Negeri 1 Binjai, Tamat tahun 1993
c. SMU Negeri 1 Binjai, Tamat Tahun 1996
d. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Tamat
Tahun 2003
e. Mulai pendidikan kardiologi FK USU : Juli 2012

IV. RIWAYAT PEKERJAAN


 Dokter BSB di RSUD Dr. Raden Mattaher Jambi, sejak Agustus 2003
– Januari 2006.
 PNS RSUD Dr. Djoelham Binjai, sejak April 2006 – sekarang.
Pangkat Penata Tk.I (III/d).

V. KARYA ILMIAH
Pengarang :
- Leuko Glycemic Index as an In-hospital Prognostic Marker in
Patients with ST-segment Elevation Myocardial Infarction in Haji
Adam Malik General Hospital (The Finalist Free Paper ASMIHA
2016).

57

Universitas Sumatera Utara


- Anemia Sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor Selama
Perawatan di Rumah Sakit pada Penderita Gagal Jantung Akut di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

Pengarang Pembantu (Co-author) :


- M.F. Sarahazti, Z. Syahputra, D. Ashrinda, E. Hasibuan, Komariah, J.
Suganti, N.Z. Akbar, A.P. Ketaren, Z. Safri, A.A. Siregar. Mitral
Valve E-Point Septal Separation as a Parameter of Systolic Function
and Independent Predictor for In-hospital Mortality After Acute ST
Elevation Myocardial Infarction.
(Oral Presentation 25thASMIHA 2016)
- M.F. Sarahazti, Z. Syahputra, D. Ashrinda, E. Hasibuan, Komariah, J.
Suganti, N.Z. Akbar, A.P. Ketaren, Z. Safri, A.A. Siregar. Global
Longitudinal Strain as a Predictor of Major Adverse Cardiovascular
Events in 30 days After Acute ST Elevation Myocardial Infarction.
(Moderated Poster 7th InaEcho 2016).

58

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai