Anda di halaman 1dari 96

KORELASI ANTARA JUMLAH KEDALAMAN ST DEPRESI

PREKORDIAL DENGAN KETERLIBATAN DAN DERAJAT KEPARAHAN


STENOSIS ARTERI LEFT ANTERIOR DESCENDING PADA PENDERITA
INFARK MIOKARD AKUT ELEVASI SEGMEN ST INFERIOR

TESIS PROFESI

Oleh

KARTIKA BR KARO
NIM: 127115002

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


KORELASI ANTARA JUMLAH KEDALAMAN ST DEPRESI PREKORDIAL
DENGAN KETERLIBATAN DAN DERAJAT KEPARAHAN STENOSIS ARTERI
LEFT ANTERIOR DESCENDING PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT
ELEVASI SEGMEN ST INFERIOR

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Jantung dan Pembuluh
Darah dalam Program Studi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh
KARTIKA BR KARO
NIM: 127115002

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAR VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


i

Judul Proposal Tesis : Korelasi antara Jumlah Kedalaman ST Depresi Prekordial dengan
Keterlibatan dan Derajat Keparahan Stenosis Arteri Left Anterior
Descending pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST
Inferior

Nama Mahasiswa : Kartika br Karo

Nomor Registrasi : 127115002

Program Studi : Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Andre Pasha Ketaren , Sp.JP(K) Dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)
NIP.197905042003121002 NIP.196104031987091001

Mengetahui / Mengesahkan

Ketua Program Studi Ketua Departemen


SMF Ilmu Penyakit Jantung SMF Ilmu Penyakit Jantung
FK-USU / RSUP HAM Medan FK-USU / RSUP HAM Medan

Dr. Ali Nafiah Nasution,Sp.JP(K) Prof. Dr.Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)


NIP.198104142006041002 NIP.195604051983031004

Universitas Sumatera Utara


ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Kartika Br Karo

NIM : 127115002

Tanda tangan :

Universitas Sumatera Utara


iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam Program Studi
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan


terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti
Program Pendidikan Profesi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, SP.JP(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di saat penulis melakukan penelitian yang
telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan
Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked (cardio), Sp.JP(K) selaku Sekertaris Departemen Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan saran-saran dalam
penelitian ini.
4. dr. Ali Nafiah Nasution,Mked(cardio), Sp.JP(K) dan dr. Yuke Sarastri,Mked
(cardio), Sp.JP selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi PPDS Ilmu Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan kritikan dan saran yang begitu berharga sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini.
5. dr. Andre Pasha Ketaren, SpJP(K) selaku pembimbing satu penulis dalam
penyusunan tesis ini yang telah memberikan ide dan arahan serta membuka

Universitas Sumatera Utara


iv

cakrawala berpikir sehingga dapat menerapkan pola berpikir yang komprehensif


mengenai tulisan ini.
6. dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) selaku pembimbing dua tesis ini yang dengan
penuh kesabaran membimbing, mengoreksi, dan memberikan masukan-masukan
berharga kepada penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
7. Dr.dr. Zulfikri Mukhtar Sp.JP(K) dan dr. Anggia Chairudin Lubis, Mked(cardio),
Sp.JP yang dengan penuh kesabaran telah membimbing, mengoreksi dan
memberikan saran-saran berharga dalam penulisan tulisan ini, sekaligus sebagai
observer 1 dan observer 2 dalam penilaian dan pengolahan hasil angiografi koroner
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
8. Guru-guru penulis : Prof.Dr.T.Bahri Anwar, SpJP(K); Prof.Dr.Sutomo Kasiman,
SpPD, SpJP(K); Prof.Dr.Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K); Prof.Dr.Harris
Hasan, SpPD, SpJP(K); Alm. Dr. Maruli T Simanjuntak SpJP(K); Dr.Nora C
Hutajulu SpJP(K); DR. Dr. Zulfikri Mukhtar SpJP(K); Dr.Isfanuddin Nyak Kaoy,
SpJP(K); Dr.P.Manik, SpJP(K); Dr.Refli Hasan, SpPD, SpJP(K); Dr.Amran Lubis,
SpJP(K); Dr.Nizam Akbar, SpJP(K); Dr.Zainal Safri, SpPD, SpJP; Dr.Andre
Ketaren, SpJP(K); Dr.Andika Sitepu SpJP(K); Dr.Anggia Chairudin Lubis SpJP;
Dr.Ali Nafiah Nasution, SpJP(K); Dr.Cut Aryfa Andra, SpJP; Dr. Hilfan Ade Putra
Lubis SpJP, Dr. Andi Khairul SpJP; Dr. Abdul Halim Raynaldo SpJP(K); Dr. Yuke
Sarastri, SpJP; Dr. Teuku Bob Haykal, SpJP serta guru lainnya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan dan
dorongan selama mengikuti program pendidikan profesi ini.
9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah
memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis
dapat mengikuti Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah.
10. Dr.dr. Taufik Ashar, M.Kes yang telah banyak membantu dalam pengolahan dan
penilaian data statistik penelitian ini.
11.Teristimewa untuk kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi,
yakni (alm)Drs. Kumani Karo-Karo, MPd dan ibunda tercinta Dra. Tamaria Br
Ginting, yang selama ini telah memberikan dukungan dan perhatian baik moril dan
materi serta doa dan nasihat yang tulus agar penulis tetap semangat, sabar dan tegar
dalam mengikuti pendidikan sampai selesai. Begitu juga kepada kedua mertua
yang sangat penulis hormati dan sayangi, yakni Julius Ginting, BA dan Dahlia Br

Universitas Sumatera Utara


v

Sinukaban yang telah memberikan dukungan dan perhatian baik moril dan materi
serta doa dan nasihat yang tulus agar penulis tetap semangat, sabar dan tegar dalam
mengikuti pendidikan sampai selesai Takkan dapat semuanya itu penulis balas
dengan apapun, penelitian ini hanya permulaan bukti kecil tanda terimakasih yang
penulis persembahkan untuk orang tua tercinta.
12.Kepada suami tercinta Dian Socrates Ginting ST yang telah memberikan dukungan
serta doa dan pengertian kepada penulis sehingga penulis tetap semangat dan kuat
dalam menyelesaikan penelitian ini. Serta kepada kedua anak tercinta Joseph
Lionel Javiersky Ginting dan Cathleen Felicia Ginting yang menjadi sumber
semangat dan kekuatan penulis dalam menjalani pendidikan dan menyelesaikan
tulisan ini.
13.Kepada kakak dan adik penulis, yakni Karmila Br Karo MPd, Juna Karo-Karo SH,
Enita Berena Br Karo, Nina Efriliana Br Ginting, (alm) Felix Hendarta Ginting
dan Wita Clarissa Br Ginting yang selalu memberikan semangat dan dorongan
untuk menyelesaikan tesis ini serta seluruh keluarga besar penulis yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan doa dan moril
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
14. Kedua sahabat seperjuangan penulis, dr. Ahmad Handayani Sp.JP dan dr. Jaya
Suganti yang sedari awal masa pendidikan telah bersama-sama dengan penulis
saling membantu dan bekerjasama melalui berbagai proses dalam pendidikan.
Terutama buat dr. Jaya Suganti yang telah memberikan banyak bantuan, ide, dan
kemudahan untuk penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
15. Rekan-rekan sejawat sesama peserta PPDS Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular, terutama kepada dr. Theresia Wina Siagian, dr. Mastanova
Ginting, yang telah memberikan dukungan, masukan dan saran mengenai proses
seminar, metodologi dan pengolahan data statistika serta mengusahakan segala
macam bantuan dengan tulus terkait penyelesaian tesis ini.
16. Rekan-rekan sahabat Kelakar Medan yang telah memberikan waktu dan tenaga
dalam membantu pengambilan sampel penelitian dan memberikan masukkan dan
doa serta bahu membahu dalam mengikuti program pendidikan profesi ini.
14. Perawat yang bertugas di bagian ekokardiografi Zr. Esti Suryani Napitupulu yang
telah meberikan kesempatan kepada penulis pada waktu luang untuk mengambil
data sampel penelitian, serta selalu mengingatkan pemeriksa untuk mengambil
data-data yang dibutuhkan untuk kelengkapan penelitian.

Universitas Sumatera Utara


vi

15. Para perawat CVCU, RIC, Kateterisasi, staf administrasi Ahmad Syafi’i,
Zulkarnaen dan Nanda yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini.

Semoga Allah membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Akhirnya penulis
mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Medan, September 2017


Penulis

Universitas Sumatera Utara


vii

Abstrak

Latar Belakang : Banyak penelitian yang mendukung keterlibatan LAD disease


(menggunakan kriteria angiografi) pada kejadian IMAEST inferior dengan DSST
(Salcedo, 1981; Croft, 1982; Jennings, 1983; Roubin, 1984; Little, 1984), namun
ada juga penelitian lainnya yang tidak mendukung (Gibson, 1982; Ferguson,
1984; Cohen, 1984; Lew, 1985; Brymer, 1985). Walaupun data-data ini tidak
menunjukkan LAD disease sebagai penyebab universal atau mayor dari DSST
prekordial, namun mereka mengindikasikan sejumlah pasien IMAEST inferior
memang memiliki high grade LAD disease. Salah satu gambaran EKG yang
dapat membantu dalam mendeteksi hal ini adalah derajat DSST yang lebih
dalam seperti yang dilaporkan oleh Haraphongse (1983). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui korelasi antara jumlah kedalaman ST depresi prekordial dengan
keterlibatan dan derajat keparahan stenosis LAD pada pasien IMAEST inferior
dengan DSST.

Metode : Sebanyak 60 pasien IMAEST inferior onset <24 jam dengan gambaran
DSST prekordial yang dihospitalisasi dari Desember 2013-Juli 2017 di Rumah
Sakit Umum Haji Adam Malik dianalisis secara retrospektif. Pasien akan dibagi
menjadi empat kelompok berdasarkan jumlah kedalaman DSST prekordial pada
EKG awal. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui korelasi antara jumlah
kedalaman DSST prekordial dengan keterlibatan dan derajat keparahan LAD ,
nilai p <0,05 dianggap bermakna secara statistik.

Hasil : Analisis bivariat menunjukkan jumlah kedalaman DSST prekordial


memiliki korelasi dengan keterlibatan LAD (p=0.01). Selain itu jumlah
kedalaman DSST prekordial juga berkorelasi dengan derajat keparahan LAD
(p=0.01). Kelompok yang memiliki jumlah kedalaman DSST prekordial yang
lebih tinggi cenderung memiliki lesi yang terletak di proksimal dan lesi yang
kompleks, namun tidak signifikan secara statistik (p=0.233 dan p=0.102). Dari
analisis kurva ROC jumlah kedalaman DSST prekordial terhadap keterlibatan
LAD didapati nilai cut-off ≥5.15 mm dengan sensitifitas 70% dan spesifisitas
76.2% %(AUC 0,752 ,95% CI: 0,620 – 0,883 p<0,001)

Kesimpulan : Semakin besar jumlah kedalaman DSST prekordial maka


kemungkinan keterlibatan LAD dengan derajat stenosis yang signifikan menjadi
semakin besar ( p=0.01)

Kata kunci: Jumlah Kedalaman Depresi segmen ST prekordial, IMAEST


inferior, LAD.

Universitas Sumatera Utara


viii

Abstract

Background : There were many studies proved that precordial ST depression in


Inferior STEMI show LAD disease from angiografi (Salcedo, 1981; Croft, 1982;
Jennings, 1983; Roubin, 1984; Little, 1984), but there were also many who
unproved Gibson, 1982; Ferguson, 1984; Cohen, 1984; Lew, 1985; Brymer,
1985). Altought LAD disease was not the main cause of precordial ST depression
in Inferior STEMI, but there were many patients with Inferior STEMI who had
high grade LAD disease. Sum of precordial ST depression is one of ECG criteria
that can help us to prove it (Harapongse;1983). The aim of this study in to know if
there is corelation between sum of precordial ST depression with LAD disease
and the severity of LAD disease in Inferior STEMI patients with precordial ST
depression .
Methods : We analized 60 patients inferior STEMI with precordial ST depression
onset less than 24 hours that hospitalized in Haji Adam Malik General Hospital
since December 2013-June 2017. Patients were divided in to 4 groups based on
sum of precordial ST depression. Bivariate analysis were made to see the
corelation between sum of precordial ST depression with LAD disease and
severity of LAD, p value < 0.05 is statistically significant.

Result : Bivariate analysis show that there is strong corelation between sum of
precordial ST depression with LAD disease (p=0.01). Sum of precordial ST
depression also corelate with severity of LAD (p=0.01). There are also corelation
with location of the lesion in proximal LAD and the complexity of the lesion but
not statistically significant (p=0.233 and p=0.102). Analysis ROC curve sum of
precordial ST depression to LAD disease give the cut off ≥5.15 mm with
sensitivity 70% and spesificity 76.2%(AUC 0,752 ,95% CI: 0,620 – 0,883
p<0,001)
Conclution : There is strong corelation between sum of precordial ST depression
with high grade LAD disease. The more the sum of precordial ST depression the
more posibility high degree LAD disease ( p=0.01).
Key Words : Sum of precordial ST depression, inferior STEMI, LAD disease.

Universitas Sumatera Utara


ix

DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan................................................................................................i
Lembar Pernyataan Orisinalitas..........................................................................ii
Ucapan Terima Kasih...........................................................................................iii
Abstrak..................................................................................................................vii
Abstract................................................................................................................viii
Daftar Isi…............................…………………..........….....………………..…...ix
Daftar Gambar…........................…………………………..……………….…..xii
Daftar Tabel…………………………………….....…………………….….......xiv
Daftar Singkatan dan Lambang……………………………….……...……….xv

BAB I PENDAHULUAN…............................…………….....…………..............1
1.1 Latar Belakang…………………………………..................…….....…1
1.2 Pertanyaan Penelitian.……………………………………….……..….3
1.3 Hipotesis Penelitian………………………………………..………..…4
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………..…..…………...4
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………..……...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………......…………….……………..…...5


2.1. Infark Miokard Akut…………...........................................................5
2.2. Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST (IMAEST) Inferior...........7
2.3. Depresi Segmen ST prekordial pada IMAEST………….…..............9
2.4. Mekanisme Elektrofisiologi Depresi Segmen ST…………….........12
2.4.1. Prinsip EKG Dasar : Segmen ST………………………..........13
2.4.2. Depresi Segmen ST pada Infark Miokard.................................17
2.4.3. Depresi segmen ST pada Infark Miokard (Infark Q wave)........18
2.4.4. Kondisi-kondisi lain yang menyebabkan ST depresi..................18
2.5. Mekanisme Depresi Segmen ST Prekordial pada IMAEST Inferior21

Universitas Sumatera Utara


x

2.5.1. Depresi Segmen ST Sebagai Benign Electrical Phenomenon.22


2.5.2. Depresi Segmen ST Akibat Iskemia Dinding Anterior
Ventrikel..................................................................................26
2.6. Angina Post Infark dengan Depresi Segmen ST…...…....…............33
2.7. Cara Mengukur Kedalaman ST Depresi...........................................34
2.8. Kerangka Teori……………………...……………….......................36
2.9. Kerangka Konsep…………………....…........................…..............37

BAB III METODE PENELITIAN………………....…………………….........38


3.1. Desain Penelitian……......................................................................38
3.2. Tempat dan Waktu………………………………...........................38
3.3. Populasi dan Sampel…………………….…………………...........38
3.4. Besar Sampel…………………………………………....................39
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……………..…………………..........39
3.6. Definisi Operasional………………………..………………….......40
3.7. Identifikasi Variabel………………………..………………….......41
3.8. Alur Penelitian……………………………..……………………...41
3.9. Analisis Data………………………………………..……………..44
3.10. Etika Penelitian……………………………..…………………....44
3.11. Perkiraan Biaya……………………………..…………………....44

BAB IV HASIL PENELITIAN...........................................................................45


4.1.Karakteristik Subyek Penelitian.........................................................45
4.2.Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan
LAD..................................................................................................46

4.3.Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Severitas


LAD..................................................................................................47

4.4.Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Lokasi Stenosis.48

4.5.Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Jumlah Lesi.......49

4.6.Hubungan Jumlah Faktor Risiko terhadap Kedalaman ST Depresi..50

4.7.Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Enzim Jantung..50

Universitas Sumatera Utara


xi

4.8.Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Kejadian Gagal


Jantung..............................................................................................51

4.9.Sensitivitas dan Spesifisitas Sadapan EKG Prekordial terhadap


LAD..................................................................................................51

4.10.Nilai Diagnostik Jumlah Kedalaman ST Depresi untuk


Memprediksi LAD............................................................................52

BAB V PEMBAHASAN .....................................................................................55

BAB VI PENUTUP.................. ...........................................................................58


6.1. Kesimpulan..........................................................................................58
6.2.KeterbatasanPenelitian dan Saran........................................................58
Daftar Pustaka .....................................................................................................59

Universitas Sumatera Utara


xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Definisi Infark Miokard Akut………….........................…….….…….7

2.2 EKG IMAEST Inferior dengan Elevasi Segmen ST pada II, III,aV....9

2.3 Sistem Dominan Right Coronary Artery (RCA) dan Percabangan......9

2.4 Elevasi Segmen ST pada II, III, aVF Disertai DSST prekordial........12

2.5 Komponen EKG : Gelombang P, Kompleks QRS, Segmen ST.........13

2.6 Karakteristik Segmen ST Normal dan Gelombang T…….................14

2.7 Penampang Ventrikel Beserta Infark Subendokardial dan


Transmural..........................................................................................15

2.8 Area Miokardium Iskemia Beserta Aliran Current of Injury..............15

2.9 Iskemia Subendokardial dan Iskemia Akut Transmural…………......16

2.10 Perubahan EKG Sebagai Hasil Iskemia Subendokardial………….....16

2.11 Morfologi Depresi Segmen ST............................................................19

2.12 ST Depresi Akibat Hipokalemia..........................................................20

2.13 ST Depresi Akibat Efek Digitalis........................................................21

2.14 Medan Listrik yang Dihasilkan Oleh Arus Dipole …………….........24

2.15 Pola EKG pada Sadapan Sebelum dan Sesudah Ligasi LAD……......25

2.16 Medan Listrik dari Dua Bagian Jantung Setelah Ligasi LAD Distal
dan proksimal…..….............................................................................26

2.17 Aliran Darah Transmural pada LCx yang Stenosis Sebelum dan
Sesudah Oklusi LAD…........................................................................28

2.18 Hubungan Antara Derajat DSST Anterior dengan Komplikasi...........31

Universitas Sumatera Utara


xiii

2.19 Nilai Kumulatif Survival pada Pasien IMA Inferior…………….......33

2.20 Diagram Kerangka Teori…………………………………..................36

2.21 Diagram Kerangka Konsep…………………………………………..37

3.1 Diagram Alur Penelitian..………………………………………........43

4.1 Persentase Keterlibatan LAD berdasarkan Jumlah Kedalaman ST


Depres..................................................................................................47

4.2 Grafik Severitas LAD berdasarkan Jumlah Kedalaman ST Depresi...48

4.5 Persentase Jumlah Lesi berdasarkan Jumlah Kedalaman ST Depresi.49

4.6 Nilai Sensitifitas dan Spesifisitas dari Sadapan EKG Prekordial


terhadap LAD......................................................................................52

4.7 Kurva ROC Jumlah Kedalaman ST Depresi untuk Memprediksi


LAD.....................................................................................................53

4.8 Kurva sensitifitas dan spesifisitas jumlah kedalaman ST depresi


terhadap LAD......................................................................................54

Universitas Sumatera Utara


xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Mekanisme Terjadinya DSST pada Infark Q Wave………………...19

2.2 Diferensial diagnosa penyebab ST depresi dan T inverse...................20

2.3 Prevalensi LAD disease pada IMA inferior dengan DSST


Prekordial............................................................................................29

2.4 Komplikasi Selama Perawatan Dalam Rumah Sakit pada Pasien IMA
Inferior…………..................................................................................31
2.5 Data Klinis : Usia, Insidens Gagal Jantung Kiri, Aritmia, Mortalitas.31

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian............................................................45


4.2 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan
LAD.....................................................................................................46
4.3 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Severitas
LAD.....................................................................................................47
4.4 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Lokasi Stenosis...48

4.5 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Jumlah Lesi.........49

4.6 Hubungan Jumlah Faktor Risiko terhadap Kedalaman ST Depresi......50

4.7 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Enzim Jantung......50

4.8 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Kejadian Gagal


Jantung................................................................................................51

4.9 Sensitivitas dan Spesifisitas Sadapan EKG Prekordial terhadap LAD51

4.10 Nilai Diagnostik Jumlah Kedalaman ST Depresi untuk Memprediksi


LAD.....................................................................................................54

Universitas Sumatera Utara


xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN NAMA

AAR : Area At Risk

ASE : American Society of Echocardiography

AV : Atrioventricular

AVNRT : Atrioventricular Nodal Reciprocating Tachycardia

CAD : Coronary Artery Disease

DSST : Depresi Segmen ST

EDV : End Diastolic Volume

EF : Ejection Fraction/Fraksi Ejeksi

EKG : Elektrokardiogram

ESV : End Systolic Volume

IKP : Intervensi Koroner Perkutan

IMA : Infark Miokard Akut

IMAEST : Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST

LAD : Left Anterior Descending Artery

LBBB : Left Bundle Branch Block/Blok Cabang Berkas


Kiri

RBBB : Right Bundle Branch Block/Blok Cabang Berkas


Kanan

LCA : Left Coronary Artery/Arteri Koroner Kiri

LCx : Left Circumflex

Universitas Sumatera Utara


xvi

LV : Left Ventricle/Ventrikel Kiri

LVEF : Left Ventricle Ejection Fraction

LVH : Left Ventricle Hypertrophy/Hipertrofi Ventrikel


Kiri

PDA : Posterior Descending Artery

PJK : Penyakit Jantung Koroner

PLB : Posterolateral Branch

RCA : Right Coronary Artery/Arteri Koroner Kanan

RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

RSTD : Reciprocal ST Segment Depression

RV : Right Ventricle/Ventrikel Kanan

SA : Sinoatrial

SCD : Sudden Cardiac Death

VF : Ventricle Fibrilation

VT : Ventricle Tachycardia

LAMBANG

N : Besar Sampel

p : Tingkat Kemaknaan

α : Alpha

β : Beta

< : Lebih Kecil

> : Lebih Besar

Zα : Nilai Baku Alpha = 1,96

Zβ : Nilai Baku Beta = 1,96

Universitas Sumatera Utara


xvii

% : Persentase

S : Simpangan Baku Gabungan

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) merupakan modalitas sederhana


namun sangat bermanfaat dan memegang peranan yang sangat penting dalam
penegakan diagnosis serta evaluasi pasien dengan infark miokard akut (IMA).
EKG merupakan standar emas dalam mengidentifikasi lokasi infrak miokard.
Selain itu EKG juga dapat memprediksikan luas infark dan prognosis penderita
IMA (Birnbaum, 2003; Zimetbaum 2003). Pada infark miokard akut dengan
elevasi segmen ST (IMAEST) dapat dijumpai gambaran khas elevasi segmen ST
pada area infark. Berdasarkan lokasi elevasi segmen ST pada sadapak EKG kita
dapat membedakan lokasi lesi culprit berada di pembuluh darah koroner kanan
atau kiri. Pada IMAEST selain gambaran ST elevasi dapat juga dijumpai
gambaran depresi segmen ST (DSST) pada area sadapan di arah yang berlawanan
dari area infark (area noninfark) dengan prevalensi sekitar 54% hingga 82 % (The
Lancet, 1986; Noriega, 2013; Ferguson, 1984).

IMAEST inferior selama ini dianggap memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan IMAEST anterior, sehingga perlakuan terhadap pasien
dengan IMAEST inferior terkadang menjadi kurang agresif. Sekitar 60%
IMAEST inferior menunjukkan DSST di sadapan prekordial (Sato, 1989).
Kebanyakan penelitian berikutnya memberikan alternatif pendapat bahwa DSST
pada sadapan prekordial saat IMAEST inferior menunjukkan infark luas yang
melibatkan segmen inferoposterior dan lateral, dapat dibuktikan dengan level
enzim jantung yang lebih tinggi, abnormalitas gerakan dinding regional LV yang
lebih berat dan fraksi ejeksi (EF) lebih rendah berbanding pasien tanpa DSST.
Pasien dengan DSST prekordial cenderung mengalami komplikasi jangka pendek

Universitas Sumatera Utara


2

(inhospital) dan panjang serta mortalitas yang lebih tinggi berbanding pasien
tanpa DSST prekordial. (Berger, 1990; Birnbaum, 1996; Jennings, 1983; Gelman,
1982; Herlitz 1987; Hasdai, 1994; Forfar, 1989).

Terdapat pendapat yang menyatakan teori tentang IMAEST inferior


dengan DSST yaitu multivessel coronary disease theory yang menyatakan bahwa
DSST dapat disebabkan oleh iskemia dinding anterior ventrikel kiri yang
diakibatkan oleh LAD disease (Berger, 1990; Singh, 1986; Gelman, 1984). Hal
ini pertama kali dikemukan oleh Blumgart (1940) yang menyatakan istilah
“Ischemia at distance” yang bermakna oklusi total dari suatu arteri koroner dapat
menyebabkan iskemia pada miokardium yang disuplai oleh arteri koroner lain,
jika arteri koroner lain ini mengalami penyempitan yang kritikal dan bergantung
pada aliran darah kolateral dari arteri koroner pertama (Blumgart,1940; Schuster,
1980; Schuster, 1981; Naccarella, 1985; Chaitman 1978; Gibelin, 1986).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya


disimpulkan bahwa DSST prekordial menyatakan keterlibatan LAD pada
IMAEST inferior (multivessel coronary artery disease theory). Hasil penelitian
oleh Knour (2015) dan Atroush (2012) merupakan gabungan dari single vessel
coronary artery disease theory dan multivessel coronary artery disease theory,
mereka berpendapat bahwa DSST di sadapan prekordial pada IMAEST inferior
merepresentasikan kerusakan miokardium yang luas dan LAD disease yang lebih
sering. Maka DSST pada sadapan prekordial pada IMAEST inferior menyatakan
kelompok pasien risiko tinggi oleh karena iskemia luas pada miokardium dan
memerlukan terapi agresif.

Banyak penelitian yang mendukung keterlibatan LAD disease dengan


menggunakan kriteria angiografi (Salcedo, 1981; Croft, 1982; Jennings, 1983;
Roubin, 1984; Little, 1984), sedangkan penelitian lainnya tidak mendukung
(Gibson, 1982; Ferguson, 1984; Cohen, 1984; Lew, 1985; Brymer, 1985).
Walaupun data-data ini tidak menunjukkan LAD disease sebagai penyebab
universal atau mayor dari DSST prekordial, namun mereka mengindikasikan
sejumlah pasien IMAEST inferior memang memiliki high grade LAD disease.
Maka pada beberapa pasien, ishemia at distance memang benar terjadi. Beberapa

Universitas Sumatera Utara


3

gambaran EKG dapat membantu dalam mendeteksi hal ini. Pertama, derajat
DSST yang lebih dalam dapat meningkatkan kecenderungan untuk LAD disease,
seperti yang dilaporkan oleh Haraphongse (1983), bahwa semua pasien (100%)
yang memiliki DSST prekordial lebih dari 0,3 mV memiliki LAD disease, jika
dibandingkan hanya 60% pada pasien dengan DSST prekordial 0,2-0,3 mV dan
sekitar 33% pada pasien dengan DSST prekordial kurang dari 0,2 mV.

Salcedo (1981) menyatakan DSST prekordial pada IMAEST inferior


bukanlah suatu fenomena EKG namun disebabkan LAD disease dengan iskemia
dinding anterior. Haraphongse (1983) menyatakan DSST prekordial pada IMA
inferior berhubungan dengan iskemia miokardium segmen anterior yang
diakibatkan oleh stenosis LAD. Pasien dengan DSST prekordial mengalami
kerusakan miokardium yang lebih luas, multivessel disease dan fungsi ventrikel
kiri yang menurun. Parale (2004) berpendapat pasien IMAEST inferior dengan
DSST apikolateral mempunyai kecenderungan untuk multivessel disease dan
disfungsi ventrikel kiri (LV) yang signifikan. Karapinar (2010) menyimpulkan
DSST prekordial pada IMAEST inferior berhubungan dengan kerusakan
miokardium yang lebih besar dan keterlibatan LAD yang lebih sering, sehingga
dapat dikategorikan dalam kelompok pasien risiko tinggi.
Oleh karena masih ada perbedaan pendapat tentang DSST prekordial
sebagai penanda keterlibatan LAD dan juga penelitian yang spesifik tentang
korelasi kedalaman ST depresi prekordial dengan derajat keparahan stenosis LAD
juga belum pernah dilakukan peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah
terdapat korelasi antara kedalaman ST depresi pada sadapan prekordial dengan
keterlibatan LAD dan derajat keparahan stenosis LAD. Selain itu peneliti juga
ingin meniali sensitifitas dan spesifisitas masing-masing lead prekordial yang
berhubungan dengan keterlibatan LAD.

1.2. Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka pertanyaan dalam
penelitian ini adalah: Apakah terdapat korelasi antara jumlah kedalaman ST
depresi prekordial dengan keterlibatan dan derajat keparahan stenosis LAD pada
pasien IMAEST inferior dengan DSST.

Universitas Sumatera Utara


4

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah : terdapat korelasi antara jumlah kedalaman


ST depresi prekordial dengan keterlibatan dan derajat keparahan stenosis LAD
pada pasien IMAEST inferior dengan DSST.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara jumlah kedalaman ST


depresi prekordial dengan keterlibatan dan derajat keparahan stenosis LAD pada
pasien IMAEST inferior dengan DSST.

1.4.2. Tujuan Khusus

Selain tujuan umum di atas penelitian ini juga bertujuan untuk menilai sensitivitas
dan spesifitas lokasi DSST pada sadapan EKG prekordial dalam memprediksikan
adanya keterlibatan LAD pada pasien IMAEST inferior dengan DSST.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadikan pengukuran kedalaman ST


depresi prekordial pada IMAEST inferior sebagai suatu kriteria EKG sederhana
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini kelompok pasien
IMAEST inferior yang memiliki penyempitan pembuluh darah yang bermakna di
LAD yang merupakan pertanda kelompok dengan resiko timbulnya KKvM yang
lebih tinggi. Karena EKG merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan
tersedia secara luas di hampir semua layanan kesehatan dasar maka hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan secara luas di daerah yang hanya
memiliki modalitas EKG.

Universitas Sumatera Utara


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infark Miokard Akut

Infark Miokard Akut (IMA) adalah suatu definisi operasional yang


menggambarkan spektrum kondisi terjadinya iskemia dan atau infark
miokardiumn yang disebabkan penurunan aliran darah koroner yang bersifat tiba-
tiba (Amsterdam, 2014). IMA merupakan penyebab utama kematian di Amerika
Utara dan Eropa. Di Amerika Serikat, jumlah kematian pertahun akibat penyakit
jantung koroner (PJK) adalah lebih dari 800.000 jiwa (Rosamond, 2007). Sekitar
lebih dari satu juta individu di Amerika Serikat mengalami IMA setiap tahunnya.
Berdasarkan data dijumpai 300.000 lebih individu meninggal sebelum sempat
mendapatkan perawatan rumah sakit. Di Amerika Serikat, setiap 25 detik akan
terdapat satu orang mengalami IMA dan setiap 36 detik akan terdapat 1 orang
yang meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular. Di Indonesia Penyakit
jantung koroner (PJK) menempati peringkat ketiga penyebab kematian setelah
stroke dan hipertensi di Indonesia menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007.
Hampir separuh dari penyebab kematian kardiovaskular adalah akibat dari infark
miokardium akut (IMA) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Berdasarkan deklarasi universal ke tiga yang disampaikan oleh Thygensen


dkk pada tahun 2012 (gambar 2.1), defenisi IMA dijabarkan sebagai peningkatan
dan/atau penurunan nilai biomarker jantung paling sedikit satu nilai di atas
persentil ke-99 dari batas referensi dengan sedikitnya satu kriteria di bawah ini
terpenuhi:

 Adanya gejala iskemia


 Perubahan segmen ST dan gelombang T atau blok berkas cabang
kiri yang baru
 Adanya gelombang Q patologis pada elektrokardiografi (EKG)

Universitas Sumatera Utara


6

 Bukti pencitraan adanya penurunan viabilitas miokard atau


abnormalitas gerakan dinding jantung yang bersifat regional
 Dijumpai adanya trombus intrakoroner pada saat angiografi atau
autopsi.

Infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST) diartikan sebagai


sebuah sindrom klinis yang dicirikan oleh gejala yang dicetuskan oleh iskemia
miokardium yang berhubungan dengan gambaran EKG berupa persisten elevasi
segmen ST dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokardium (O’Gara, 2013).
Penegakan diagnosa IMAEST dilakukan dari anamnesis pasien, pemeriksaan
EKG dan enzim jantung. Gejala klasik IMAEST berupa nyeri dada substernal
dirasakan seperti terhimpit atau tertimpa beban berat, dengan penjalaran ke leher,
rahang, bahu, punggung, lengan kiri dan epigastrium (dengan aktifitas atau
istirahat), durasi >20 menit, disertai diaphoresis, sesak napas, hoyong, palpitasi,
mual, muntah, tidak berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin
(Griffin, 2009; Thygesen, 2012; PERKI, 2014).
Elevasi segmen ST pada keadaan tanpa hipertrofi ventrikel kiri (LVH)
atau blok cabang berkas kiri (LBBB) oleh European Society of Cardiology/
ACCF/AHA/World Heart Federation Task Force for the Universal Definition of
Myocardial Infarction diartikan sebagai elevasi segmen ST baru pada J point di
setidaknya 2 sadapan yang berurutan dengan nilai ≥ 2 mm pada laki-laki (0,2 mV)
atau ≥ 1,5 mm (0,15 mV) pada wanita di sadapan V2-V3 dan/atau ≥ 1 mm (0,1
mV) pada sadapan prekordial ataupun ekstremitas lainnya yang berurutan.
Mayoritas EKG pasien akan berevolusi membentuk gelombang Q. LBBB baru
atau yang diduga baru telah disimpulkan sebagai ekivalen IMAEST (O’Gara,
2013).

Universitas Sumatera Utara


7

Gambar 2.1. Definisi Infark Miokard Akut (ESC guidelines 2012)

2.2. Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST (IMAEST) Inferior

Infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST) inferior merupakan


suatu kejadian oklusi total dari right coronary artery (RCA) pada 80% kasus dan
sisanya sekitar 18-20% dapat disebabkan oleh left circumflex artery (LCx) dan
secara EKG dapat didefinisikan sebagai adanya elevasi segmen ST pada sadapan
II, III, aVF (Birnbaum, 2003; Chou, 2009; Almansori, 2010). Jika melihat
anatomi distribusi arteri koroner pada miokardium, maka akan dijumpai
bermacam variasi, namun RCA hampir selalu mensuplai bagian kanan ventrikel
(RV) dan left coronary artery (LCA) akan mensuplai bagian anterior dari septum
ventrikel dan dinding anterior ventrikel kiri (LV). Pembuluh darah yang akan
mensuplai bagian lain dari LV akan bergantung pada dominansi koroner. Jadi
RCA muncul dari sinus koronarius kanan, sedikit lebih inferior dari LCA. Setelah
keluar dari aorta, RCA menuju ke arah kanan dan posterior dari arteri pulmonalis
dan kemudian keluar dari appendiks atrium kanan untuk kemudian berjalan pada
sulkus atrioventrikular (AV) anterior kanan.

Universitas Sumatera Utara


8

Pada sebagian besar kasus, conus branch merupakan cabang pertama dari
RCA. Pada lainnya conus branch mempunyai muara yang terpisah dari aorta. Jadi
conus branch selalu berjalan anterior untuk mensuplai pulmonary outflow tract.
Terkadang, conus branch dapat merupakan cabang dari LCA. Pada 55% kasus,
sinoatrial nodal artery merupakan cabang berikutnya dari RCA, muncul sekitar
beberapa milimeter dari muara RCA. Pada sekitar 45% kasus, sinoatrial nodal
artery muncul dari proksimal LCx. Ketika RCA berjalan pada sulkus AV anterior,
dia akan memutar ke arah posterior (inferior) sesptum interventrikular. Seiring
dengan ini, RCA akan memberikan beberapa cabang yang mensuplai miokardium
ventrikel kanan (RV); cabang ini disebut RV marginal atau acute marginal.
Cabang ini mensuplai dinding anterior RV. Arteri yang mensuplai posterior
descending artery (PDA) dan posterolateral branch (PLB) akan menentukan
dominansi koroner. Jika PDA dan PLB muncul dari RCA, maka akan disebut
dominan kanan (sekitar 80-85% kasus). Pada kondisi ini, RCA akan mensuplai
segmen inferoseptal dan inferior dari LV. Jika PDA dan PLB muncul dari LCx
maka disebut dominan kiri (sekitar 15-20% kasus). Pada kondisi ini, LCA
mensuplai segmen inferoseptal dan inferior dari LV. Jika PDA muncul dari RCA
dan PLB muncul dari LCx, maka disebut dengan kodominan (sekitar 5% kasus).
Biasanya muncul pada area distal dari muara PDA adalah AV nodal artery, yang
dapat mudah dikenali karena berjalan vertikal dari distal RCA (Kini 2007).
Angka kejadian infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST)
inferior adalah sekitar 40-50% dari keseluruhan IMAEST dan secara umum
dikatakan memiliki prognosis yang lebih baik berbanding IMAEST anterior. Data
dari sejumlah penelitian dengan terapi trombolitik pada IMAEST mendukung
pernyataan ini, dengan angka kematian berkisar 2-9% pada IMAEST inferior
yang mendapatkan terapi sesuai pedoman tatalaksana IMAEST (Berger, 1990;
Kennedy, 1988). Sehingga tidak mengherankan jika kebanyakan penelitian
tersebut gagal menunjukkan adanya penurunan angka kematian setelah
mendapatkan terapi trombolitik pada pasien IMAEST inferior. Akan tetapi,
penting diingat bahwa hampir 50% pasien IMAEST inferior mengalami
komplikasi atau gambaran berbeda yang berhubungan dengan peningkatan

Universitas Sumatera Utara


9

mortalitas, seperti blok jantung, DSST prekordial, infark ventrikel kanan,


sehingga pada akhirnya akan mengubah prognosis pasien (Berger, 1990).

Gambar 2.2 EKG IMAEST inferior dengan elevasi segmen ST


pada sadapan II, III, aVF (Chou, 2009)

Gambar 2.3 Sistem dominan RCA dan percabangan (Kini, 2007)


AV = atrioventricular, PDA = posterior descending artery, RCA = right
coronary artery, RV = right ventricular, SA = sinoatrial

2.3. Depresi Segmen ST Prekordial pada IMAEST Inferior

Infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST) inferior pada EKG


ditandai dengan adanya elevasi segmen ST di sadapan II, III, aVF, dan sekitar

Universitas Sumatera Utara


10

50% pasien dapat disertai dengan gambaran DSST pada sadapan prekordial. Akan
tetapi makna klinis DSST prekordial hingga saat ini masih belum jelas. Pada
awalnya, DSST prekordial hanya dianggap sebagai fenomena EKG oleh karena
refleksi reciprocal arus listrik pada area infark inferior tanpa ada makna anatomis
maupun fisiologis. Namun hal ini tampaknya berlaku hanya pada minoritas pasien
IMAEST inferior. Kebanyakan penelitian menunjukkan pasien dengan DSST
prekordial mempunyai area infark yang lebih luas, yang ditandai dengan kadar
enzim jantung yang lebih tinggi, abnormalitas gerakan dinding regional LV yang
lebih berat, EF yang lebih rendah berbanding pasien tanpa DSST prekordial
(Berger,1990). Lebih lanjut, pasien IMAEST inferior dengan DSST prekordial,
cenderung mengalami komplikasi jangka pendek dan jangka panjang berbanding
pasien tanpa DSST prekordial (Gelman, 1982; Ong, 1983; Gibson 1982; Roubin,
1986; Nasmith, 1982).
Shah (1980) dalam penelitiannya menyatakan pasien IMAEST inferior
yang memiliki DSST prekordial mempunyai disfungsi ventrikel kiri global dan
regional yang lebih besar, serta rata-rata mortalitas dan morbiditas dalam rumah
sakit yang lebih tinggi. Menggunakan angiografi nuklir, penelitian ini berhasil
menemukan abnormalitas gerakan dinding anterior ventrikel kiri pada pasien
IMAEST inferior dengan DSST anterior. Sehingga diduga bahwa DSST anterior
pada kondisi ini merupakan iskemia subendokardium pada dinding anterior
ventrikel kiri, namun ternyata adanya abnormalitas gerakan dinding anteroseptal
bukanlah merupakan temuan umum pada penelitian lainnnya.
Goldberg (1981) berpendapat DSST anterior pada IMAEST inferior
merupakan indikator yang sensitif dan spesifik telah terjadi kerusakan
miokardium luas, terutama melibatkan area posterolateral, hal ini diakibatkan
arteri yang mengalami oklusi total mensuplai area miokardium posterolateral
yang luas. Gibson (1982) dan Pichler (1983) berpendapat pasien IMAEST
inferior yang memiliki DSST prekordial memiliki disfungsi ventrikel kiri global
dan dan regional yang lebih berat oleh karena infark inferior luas atau dinding
inferoposterior dan bukan karena iskemik anteroseptal yang terjadi secara
bersamaan. Ong (1983) dan Little (1984) menyatakan adanya DSST pada

Universitas Sumatera Utara


11

IMAEST inferior sebagai penanda terjadi infark posterolateral luas, dan tidak
berhubungan dengan proses iskemia pada bagian anterior ventrikel kiri.
Ruddy (1986) berpendapat DSST pada sadapan prekordial anterior pasien
IMAEST inferior merepresentasikan lebih dari sekedar fenomena EKG,
gambaran ini menyatakan pasien dengan gangguan gerakan dinding ventrikel dan
hipoperfusi segmen inferior dan sekitarnya yang lebih berat. Fungsi global
ventrikel kiri yang buruk merupakan akibat infark inferior yang lebih luas, dan
bukan disebabkan iskemia anterior. Wong (1993) menyimpulkan DSST
prekordial selama IMAEST inferior mengindikasikan suatu infark yang meluas
hingga ke posterolateral oleh karena oklusi dari suatu arteri dengan distribusi area
posterior besar, tanpa menilai ada tidaknya penyempitan left anterior descending
artery (LAD). Penelitian ini mengatakan adanya DSST prekordial pada EKG awal
pasien IMAEST inferior sangat membantu dalam mengidentifikasi kelompok
pasien dengan risiko tinggi oleh karena memiliki infark luas, yang akan
bermanfaat jika mendapatkan terapi reperfusi. Abbase (2010) melaporkan bahwa
DSST prekordial pada IMAEST inferior merepresentasikan iskemia anterior pada
pasien yang memiliki RCA dengan distribusi anatomis yang sangat luas hingga
dapat mencapai di sekitar apeks jantung untuk mensuplai suatu bagian dari
permukaan anterior ventrikel kiri. Kidambi (2013) menyatakan DSST pada
kondisi IMAEST merefleksikan myocardial area at risk (AAR) yang luas, dan
pasien dengan kondisi ini akan mendapat manfaat jika dilakukan revaskularisasi.
Terdapat dua pendapat lain yang menjelaskan makna DSST prekordial
pada IMAEST inferior, yaitu menyatakan infark luas dengan perjalanan klinis
yang kompleks akibat iskemia dinding anterior oleh karena bersamaan dengan
LAD disease atau menunjukkan infark inferoposterior yang lebih luas dan berat
yang menyebabkan elevasi segmen posterior dan gambaran DSST prekordial pada
EKG 12 sadapan. Penelitian Lembo (1986) dan Hlatky (1985) berpendapat bahwa
IMAEST inferior dengan DSST prekordial ≥ 0,1 mV berhubungan dengan area
infark yang lebih luas, fungsi ventrikel kiri yang jelek, mortalitas dalam rumah
sakit dan satu tahun yang lebih tinggi. Disfungsi ventrikel kiri yang lebih berat
terlihat pada kelompok ini diakibatkan oleh keterlibatan luas miokardium inferior,

Universitas Sumatera Utara


12

posterior, lateral (Becker, 1988; Ong, 1983; Mukharji, 1984; Gibson, 1982;
Gibson, 1982; Lew, 1985; Ruddy, 1986; Boden,1982).
Penelitian menggunakan teknik angiografi yang mengikutsertakan pasien
IMAEST inferior menunjukkan multivessel disease dan stenosis lanjut yang
melibatkan LAD lebih sering dijumpai pada DSST prekordial, terutama bila
DSST prekordial bertahan ≥ 12 jam dari periode awal infark (Becker, 1988;
Chaitman, 1978; Salcedo, 1981). Walaupun hingga saat ini kontroversi tetap
berlanjut, kebanyakan mempunyai pendapat yang sama bahwa IMAEST yang
disertai DSST merepresentasikan nekrosis miokardium yang lebih luas, dan
peningkatanan morbiditas dan mortalitas dalam rumah sakit. EKG DSST persisten
menyatakan kelompok dengan risiko untuk kejadian kardiovaskular di kemudian
hari karena kecenderungan multivessel coronary artery disease (Becker, 1988).

Gambar 2.4 Elevasi segmen ST II, III, aVF disertai DSST prekordial (Chou,
2009)

2.4. Mekanisme Elektrofisiologi dari Depresi Segmen ST

EKG sering digunakan oleh tenaga medis untuk diagnosis maupun


tatalaksana penyakit jantung koroner. Walaupun EKG tidak selalu spesifik dan
sensitif, namun EKG istirahat telah terbukti sebagai salah satu alat diagnostik
yang bermanfaat pada kondisi klinis. Iskemia dan infark miokard sering
diidentifikasi dengan adanya berbagai perubahan pada komponen EKG. Khasnya,

Universitas Sumatera Utara


13

elevasi segmen ST akan merepresentasikan iskemia transmural dan/atau infark


transmural, sedangkan DSST merefleksikan iskemia dan/atau infark
subendokardial. Pada tiap kasus dapat dijumpai kondisi yang berbeda, dan karena
strategi penatalaksanaan baik pada kondisi akut dan jangka panjang dapat berbeda
bergantung pada lokasi anatomis, luasnya keterlibatan miokardium, dan
mekanisme patofisiologi yang terlibat, maka dasar pembentukan DSST haruslah
dimengerti dengan baik (Becker, 1988).

2.4.1. Prinsip EKG Dasar : Segmen ST

Segmen ST adalah bagian EKG yang bermula dari J point (pertautan


antara kompleks QRS dan segmen ST) hingga sampai ke awal gelombang T.
Segmen ST merepresentasikan permulaan dari repolarisasi ventrikel. Pada kondisi
normal, segmen ST adalah isoelektrik; akan tetapi dapat bervariasi (< 1 mm)
dibawah atau diatas garis dasar (baseline). Jika mendeskripsikan segmen ST
sebagai elevasi atau depresi, perlu dibuat perbandingan dengan bagian EKG yang
terletak antara akhir dari gelombang T dan awal dari gelombang P berikutnya
(segmen TP) atau segmen PR sebelumnya (Becker, 1988; Goldberger, 2013).

Gambar 2.5 EKG: gelombang P, Kompleks QRS, segmen ST (Becker,


1988)

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar 2.6 Karakteristik segmen ST normal dan gelombang T. Permulaan dari


segmen ST adalah J point (Goldberger, 2013)

Ketika penghantaran darah yang teroksigenasi ke miokardium menjadi


tidak adekuat, baik oleh karena pengurangan temporer aliran darah atau
peningkatan myocardial demand, maka dapat terjadi iskemia, dan bagian
subendokardial adalah yang pertama kali terkena. Jika iskemia yang terjadi berat
sehingga menimbulkan kerusakan otot maka terjadi infark miokard. Perlu
diperhatikan bahwa dinding ventrikel terdiri dari lapisan luar (epikardium atau
subepikardium) dan lapisan dalam (subendokardium). Perbedaan ini penting
karena iskemia miokardium dapat terbatas hanya paada lapisan dalam (iskemia
subendokardium) atau dapat meliputi keseluruhan dinding ventrikel (iskemia
transmural). Permulaan iskemia pada subendokardium berhubungan dengan
hilangnya kalium intraseluler (K) secara cepat, sehingga menyebabkan suatu
diastolic current injury yang bergerak ke arah keluar menuju epikardium (gambar
2.8 dan 2.9). Oleh karena diastolic current bergerak ke arah luar sehingga
menyebabkan peningkatan baseline EKG (segmen TQ). Ketika depolarisasi
ventrikel terjadi, semua sel-sel miokardium, termasuk yang mengalami iskemia
akan terdepolarisasi. Ketika sel-sel telah terdepolarisasi, tidak dijumpai aliran
current of injury dan karenanya segmen ST yang terdefleksi akan kembali pada
baseline aslinya, yang mana terletak dibawah baseline diastolik yang telah
mengalami elevasi sebelumnya (gambar 2.10). Hasil akhir depresi segmen ST
yang akan kembali ke diastolic baseline yang telah terelevasi ketika sistol
ventrikel selesai (Becker, 1988; Chou, 2009; Goldberger, 2013).

Universitas Sumatera Utara


15

Gambar 2.7 Penampang melintang ventrikel yang menunjukkan perbedaan


antara infark subendokardial, yang melibatkan setengah dalam dari dinding
ventrikel, dan infark transmural yang melibatkan keseluruhan dinding ventrikel.
Gelombang Q merupakan penanda infark transmural, namun tidak semua infark
transmural ada gelombang Q (Goldberger, 2013)

Gambar 2.8 Menunjukkan area miokardium yang mengalami iskemia dan


mengakibatkan aliran current of injury ke arah epikardial dan vektor ST ke arah
endokardium (Becker, 1988)

Universitas Sumatera Utara


16

Gambar 2.9 A. Iskemia subendokardial menyebabkan electrical forces yang


bertanggung jawab untuk segmen ST berdeviasi ke arah lapisan dalam jantung,
sehingga menyebabkan depresi segmen ST, yang menghadap permukaan luar
jantung. B. Iskemia akut transmural (epikardial) menyebabkan electrical forces
yang bertanggung jawab untuk segmen ST berdeviasi ke arah lapisan luar jantung
dan menyebabkan elevasi segmen ST pada sadapan (Goldberger, 2013)

Gambar 2.10 Perubahan EKG sebagai hasil dari proses yang terjadi pada gambar
sebelumnya. Baseline telah berubah dan terletak diatas baseline awal. Tidak
adanya injury flow saat depolarisasi dari miosit yang mengalami iskemik
menyebabkan kembalinya segmen ST ke baseline awal, sehingga memberikan
gambaran depresi segmen ST (Becker, 1988)

Perubahan EKG yang melibatkan segmen ST telah diobservasi dengan


melakukan penelitian eksperimental. Pasien yang mengalami depresi segmen ST
(dengan atau tanpa simptom) umumnya memiliki sistem kolateral yang lebih baik
ke area yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi, jika

Universitas Sumatera Utara


17

dibandingkan dengan pasien elevasi segmen ST. Sehingga secara keseluruhan


disimpulkan bahwa derajat iskemia yang lebih ringan akan menyebabkan depresi
segmen ST, sedangkan iskemia yang lebih berat dan luas menyebabkan elevasi
segmen ST (Hopenfeld, 2004). Angiografi koroner yang dilakukan saat episode
simptomatik dari iskemia miokardium mendukung hipotesis ini; pasien dengan
depresi segmen ST dan nyeri dada lebih cenderung memiliki oklusi arteri koroner
subtotal dan/atau kolateral ke area miokardium yang mengalami iskemia.
(Becker, 1988).

2.4.2. Depresi Segmen ST pada Infark Miokard (Infark non Q wave)

Telah jelas terdokumentasi bahwa infark miokard yang terjadi oleh karena
oklusi arteri koroner menyebar mulai dari endokardial menuju permukaan
epikardium jantung. Secara teori, patologis telah mendefinisikan infark transmural
sebagai infark yang melibatkan 50% sampai 70% dari ketebalan dinding ventrikel,
sedangkan infark non transmural melibatkan kurang dari 50%.
Elektrokardiografer secara tradisional telah mendefinisikan infark transmural
dengan adanya munculnya gelombang Q, dan infark nontransmural dengan
munculnya DSST dengan atau tanpa inversi gelombang T secara simetris, yang
bertahan selama lebih dari 48 jam tanpa ada munculnya gelombang Q. Walaupun
telah terdapat kesepakatan untuk kriteria ini, namun terdapat korelasi yang jelek
antara gambaran EKG dengan perluasan nekrosis miokardium.
Bahkan data dari penelitian eksperimental dan klinis telah
mendokumentasikan kemampuan nekrosis miokardium nontransmural untuk
menimbulkan gelombang Q baik pada elektrocardiogram epikardial maupun
permukaan tubuh. Sebagai tambahan, DSST dan inversi gelombang T merupakan
penemuan yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada berbagai keadaan meliputi
angina pektoris tidak stabil, LVH, perikarditis subakut/kronik, miokarditis,
abnormalitas elektrolit, gangguan metabolik dan penggunaan obat-obatan seperti
digitalis dan neuroleptik fenotiazin. Walaupun begitu, gambaran EKG seperti ini
dengan hasil enzim sesuai dengan infark miokardium akan membantu untuk
mengidentifikasi kedua kelompok pasien seperti ini (Q wave vs non Q wave)

Universitas Sumatera Utara


18

dengan manifestasi klinis, strategi penatalaksanaan, risiko dalam rumah sakit,


prognosis jangka panjang yang berbeda (Becker, 1988).

2.4.3. Depresi Segmen ST pada Infark Miokard (Infark Q wave)

Oklusi total yang terjadi secara tiba-tiba pada sebuah pembuluh darah
epikardial umumnya berhubungan dengan elevasi segmen ST pada sadapan EKG
yang merepresentasikan area kerusakan miokardium. Akan tetapi, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, DSST dapat juga dijumpai pada kondisi ini dimana
telah terbentuk kolateral yang luas dan/atau reperfusi spontan. Mengikuti
terjadinya infark miokardium dengan pembentukan gelombang Q, munculnya
DSST atau perubahan reciprocal pada sadapan EKG yang letaknya jauh dari area
infark dapat merefleksikan beberapa variasi kejadian elektrikal atau patofisiologik
(tabel 2.1). Oleh karena itu, makna klinis perubahan reciprocal tetap merupakan
area yang menarik perhatian dan kontroversi (Becker, 1988).

Tabel 2.1 Mekanisme terjadinya DSST pada infark Q wave (Becker, 1988)

2.4.4. Kondisi-Kondisi Lain yang Menyebabkan ST Depresi

Selain akibat proses iskemik, perubahan pada segmen ST dapat


diakibatkan hal-hal lain. Penyebab-penyabab yang lain ini dikenal dengan
penyebab sekunder. Berbagai hal yang dapat sebagai penyebab sekunder dari ST
depresi dan T inversi dapat dilihat pada tabel 2.2. Walaupun ada beberapa

Universitas Sumatera Utara


19

penyebab sekunder dari ST depresi dan T inversi namun masing-masing memiliki


morfologi khusus yang dapat membedakan. Pada penyebab sekunder kriteria
kompleks QRS untuk LVH, RVH, Blok berkas cabang atau pre-eksitasi biasanya
dijumpai. Gambaran morfologi segmen ST dan gelombang T juga dapat berbeda
sebagai berikut (gambar 2.11):

 Segmen ST dan gelombang T arahnya berlawanan dengan QRS


(discordance). Pada keadaan RBBB, segmen ST dan Gelombang T
arahnya berlawanan dengan bagian terminal dari kompleks QRS.
 Segmen ST dan gelombang T mengalami deviasi ke arah yang sama.
Segmen ST akan mengalami depresi yang down-sloping dan gelombang T
yang inversi pada lead dengan QRS kompleks yang upright sehingga akan
memberikan gambaran “reverse checkmark” asimetris.
 Perubahan segmen ST dan gelombang T yang bersifat tidak dinamis (tidak
mengalami perubahan seiring waktu.

Kondisi klinis yang sering menyebabkan ST depresi adalah gangguan


elektrolit khususnya hipokalemia (gambar 2.12), efek digitalis (gambar
2.13)(Hanna and Glancy,2011)

Gambar 2.11. Morfologi ST depresi. Gambar (A) gambaran khas ST depresi


pada LVH atau LBBB, gambar (B),(C) dan (D) gambaran yang menunjukkan
iskemik (Hanna and Galncy,2011).

Universitas Sumatera Utara


20

Tabel 2.2. Diferensial diagnosa penyebab ST depresi dan T inversi (Hanna


and Glancy,2011)

Gambar 2.12. ST depresi pada hipokalemia. Gambaran ST depresi yang terjadi


pada level kalium (dalam satuan mEq/L). Semakin rendah level kalium maka ST
depresi semakin dalam gelombang U semakin tinggi (Hanna and Glancy,2011) .

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 2.13. Gambaran ST Depresi Akibat Overdosis Digitalis. Ditandai


dengan adanya morfologi ST depresi “Salvador Dali Sagging” (Wetherel,2015)

2.5. Mekanisme Fisiologis Depresi Segmen ST Prekordial IMAEST Inferior

Respon EKG klasik terhadap kejadian IMAEST terdiri dari pembentukan


gelombang Q baru dan elevasi segmen ST pada sadapan yang berorientasi
terhadap bagian jantung yang mengalami infark. Oleh karena area yang
mengalami kerusakan dipertimbangkan terletak pada area inferior dengan
perluasan yang cukup bervariasi ke arah posterior, maka perubahan EKG
umumnya terbatas pada sadapan II, III, aVF. Pada berbagai keadaan juga terlihat
perubahan pada segmen ST di sadapan EKG lainnya. Berikut akan dibahas
mengenai makna fisiologis dan klinis DSST prekordial. Gambaran EKG seperti
ini sebenarnya telah lama dikenal dan sebenarnya telah dikemukakan oleh
Wolferth (1944), akan tetapi hingga saat ini mekanisme yang bertanggung jawab
masih dalam perdebatan (Mirvis, 1988; Birnbaum, 1999).
Pada awalnya terdapat dua mekanisme umum yang telah lama
dipertimbangkan sebagai penyebab DSST prekordial. Pertama, DSST prekordial
dapat merefleksikan perubahan reciprocal dari elevasi segmen ST inferior (benign
electrical phenomenon). Pendapat kedua adalah kebalikkan dari pendapat
pertama, yaitu DSST prekordial dihasilkan oleh adanya iskemia pada dinding
anterior ventrikel kiri. Sehingga dijumpai dua pendapat dengan dasar fisiologis

Universitas Sumatera Utara


22

yang sangat berbeda namun dapat menghasilkan gambaran EKG yang sama
(Mirvis, 1988).

2.5.1. Depresi Segmen ST Sebagai Reciprocal (Benign Electrical Phenomenon)

Pola EKG reciprocal direkam dari dua pasang sadapan dengan orientasi
aksis sadapan yang saling berlawanan. Satu pasang sadapan diperkirakan
merefleksikan secara langsung patofisiologi yang terjadi, sedangkan sadapan
kedua dihasilkan dengan memandang kejadian atau lesi miokardium dari
perspektif yang berlawanan. Sehingga infark miokard pada dinding posterior akan
menghasilkan elevasi segmen ST pada sadapan yang merepresentasikan dinding
posterior sementara disisi yang berlawanan akan menghasilkan DSST anterior.
Elevasi segmen ST disebut primer atau intrinsik, merefleksikan kerusakan
miokardium yang langsung di bawah sadapan tersebut; DSST dapat disebut
reciprocal, sekunder, atau ekstrinsik, merefleksikan kejadian pada miokardium
yang jauh dari sadapan primer. Gambaran reciprocal atau efek sekunder
merupakan konsekuensi biofisika langsung dari aktifitas listrik jantung, dan cara
kerjanya berasal langsung dari konsep dipole theory. Berikut akan dibahas tentang
elemen dasar dipole theory yang diperlukan untuk mendemonstrasikan teori ini
(Mirvis, 1988; Celik, 2003). Beberapa penelitian yang juga mendukung konsep ini
adalah Croft (1982) yang menyatakan DSST anterior umumnya terjadi pada
evolusi dini dari infark inferior transmural, dan secara umum bukanlah merupakan
penanda iskemia anterior yang bermakna dan tidak dapat digunakan untuk
memprediksi fungsi ventrikel kiri pada pasien. Maka DSST anterior merupakan
fenomena EKG. Wasserman (1983) menyatakan DSST anterior berkorelasi erat
dengan derajat elevasi segmen ST. Oleh karena DSST tidak mengubah mortalitas
jangka panjang namun berhubungan dengan derajat elevasi segmen ST maka
disimpulkan sebagai fenomena EKG. Oleh karena DSST berkorelasi dengan
derajat elevasi segmen ST, maka kemungkinan besar DSST merupakan benign
electrical phenomenon.

Universitas Sumatera Utara


23

Elemen Dipole Theory

Sumber listrik jantung dalam bentuk yang paling sederhana berlokasi di


dalam unit elektrikal membran sel yang terpolarisasi. Untuk tujuan mengevaluasi
EKG pada permukaan tubuh, suatu sumber yang ekivalen atau equivalent cardiac
generator dapat menggantikan sumber biologis yang sebenarnya. Ini merupakan
suatu sumber model yang dapat menghasilkan potensial yang sama atau ekivalen
dengan yang dihasilkan oleh sumber biologis alami. Jadi cardiac equivalent
generator yang paling sederhana dan secara luas digunakan adalah sebuah
electrical double layer atau dipole layer pada permukaan jantung. Satu single
dipole dapat digunakan untuk merepresentasikan keseluruhan double layer;
intensitas atau kekuatan dari dipole adalah proporsional terhadap area aktif double
layer dan orientasinya diperkirakan tegak lurus terhadap permukaan jantung.
Sehingga suatu area miokardium aktif dapat diperkirakan menggunakan suatu
single current dipole. Data eksperimental mengkonfirmasi validitas dari model
dipole untuk merepresentasikan respon segmen ST terhadap IMAEST (Mirvis,
1988).
Suatu konsekuensi mayor dari representasi ini adalah medan listrik jantung
yang dihasilkan oleh suatu area infark miokard adalah ekivalen secara kualitatif
bukan kuantitatif terhadap yang dihasilkan oleh suatu single dipole. Untuk
mengilustrasikan properti ini, medan listrik yang dihasilkan oleh dipole akan
dikomputerisasi menggunakan formula matematika standar dan ditampilkan
sebagai gambaran isopotensial pada permukaan conducting bounded sphere
(gambar 2.14). Terdapat 5 gambaran spherical volume conductor; gambar pertama
diarahkan supaya pengamat berhadapan dengan permukaan depan dari sphere,
dan potongan selanjutnya merepresentasikan rotasi serial 72 derajat dari sphere ke
arah kanan. Pada gambar 2.14 A, medan yang dihasilkan oleh single dipole yang
berlokasi pada tengah sphere dan berorientasi langsung ke arah pengamat. Pola ini
memiliki satu sisi dengan puncak potensial positif atau maksimum pada bagian
depan dari sphere yang menyatakan bagian “kepala” dari dipole dan puncak
potensial negatif atau minimum pada sisi yang berlawanan yang menyatakan
bagian “ekor”, dengan gradasi potensial diantara kedua ujung. Bagian maksimum
dan minimum mempunyai potensial absolut yang seimbang (+58,2 uV dan -58,2

Universitas Sumatera Utara


24

uV), dengan jumlah yang sama untuk garis positif dan negatif. Dengan
menggandakan kekuatan dari dipole (gambar 2.14 B) maka juga akan
menggandakan kekuatan baik maksimum maupun minimum hingga +116,3 dan -
116,3 uV,namun tidak akan menggubah gambaran dasar dari pola ini (Mirvis,
1988).

Gambar 2.14 Medan listrik yang dihasilkan oleh arus dipole yang berlokasi
dalam sphere digunakan untuk mengilustrasikan cara kerja medan listrik dipole
dan efek meningkatkan kekuatan dipole. Terdapat 5 gambaran sphere pada setiap
panel dan merepresentasikan rotasi serial 72 derajat dari sphere. Pada setiap
gambaran, garis-garis menghubungkan lokasi dengan potensial sama; garis solid
merupakan potensial positif, garis berkotak merupakan potensial negatif, garis
putus-putus merupakan voltase nol. A. Dipole berlokasi pada tengah sphere dan
diorientasikan langsung kepada pengamat (no.1). Titik positif dan negatif
dihasilkan oleh single dipole. B. Meningkatkan kekuatan dipole akan menambah
nilai potensial namun tidak mengubah lokasi (Mirvis, 1988).

Titik maksimum dan potensial positif yang mengelilingi


merepresentasikan ekivalen dari primer atau elevasi segmen ST intrinsik yang
akan terekam pada sadapan yang langsung berada pada zona infark. Titik
minimum sebaliknya, merepresentasikan reciprocal atau depresi segmen ST
sekunder seperti yang terlihat pada sadapan yang berlawanan arah dari titik
maksimum. Sehingga medan listrik yang dihasilkan oleh sebuah dipole secara
intrinsik dicirikan oleh potensial langsung dan reciprocal yang menjelaskan
orientasi “kepala” dan “ekor”. Keduanya baik maksimum dan minimum
dihasilkan oleh satu dipole yang merepresentasikan suatu kejadian miokardium
tunggal yang sedang berlangsung. Perubahan dalam orientasi dan lokasi dari

Universitas Sumatera Utara


25

dipole akan mengubah posisi dan intensitas dari titik potensial. Jika dipole
dirotasikan menuju suatu orientasi baru, maka posisi titik maksimum akan
berotasi ke area lesi, dengan titik minimum akan bergeser ke arah dinding yang
berlawanan (Mirvis, 1988).
Penelitian terakhir ini telah mengevaluasi efek dari oklusi arteri koroner,
yaitu perubahan reciprocal dapat didemonstrasikan setelah ligasi LAD pada
kelinci. EKG yang berasal dari 2 sadapan elektroda sebelum dan sesudah ligasi
LAD ditunjukkan pada gambar 2.15. Sebelum ligasi, segmen ST pada sadapan
pasien akan berada dalam keadaan isoelektrik. Sekitar 15 menit setelah ligasi
tampak elevasi segmen ST, seperti yang terekam dari sadapan elektroda 1 yang
berlokasi pada lesi iskemik. Sebaliknya, rekaman pada sadapan elektroda 2, yang
berada di lokasi berlawanan dari lesi awal menunjukkan DSST. Maka
disimpulkan elevasi segmen ST merepresentasikan perubahan primer, sedangkan
DSST menggambarkan reciprocal atau perubahan sekunder (Mirvis, 1988).
Gambar 2.16 menunjukkan medan listrik secara keseluruhan dari dua
bagian jantung setelah ligasi LAD distal (gambar 2.16.A) dan proksimal (gambar
2.16.B). Titik maksimum/ potensial positif terletak pada lesi; titik
minimum/potensial negatif (perubahan reciprocal) terletak pada area yang
berlawanan. Keduanya baik maksimum dan minimum kekuatannya akan
meningkat setelah ligasi proksimal LAD, hal ini konsisten dengan jumlah area
iskemia yang lebih luas sehingga akan menghasilkan persamaan dipole yang lebih
intens.

Gambar 2.15 Pola EKG pada sadapan sebelum (A) dan 15 menit sesudah ligasi
LAD (B) Pada sadapan 1, terletak diatas area lesi, menunjukkan elevasi segmen

Universitas Sumatera Utara


26

ST primer; sadapan 2, terletak pada area berlawanan menunjukkan RSTD (Mirvis,


1988).

Gambar 2.16 Menunjukkan medan listrik secara keseluruhan dari dua bagian
jantung setelah ligasi LAD distal (gambar 2.16.A) dan proksimal (gambar
2.16.B). Baik titik maksimum dan titik minimum kekuatannya akan meningkat
setelah ligasi proksimal LAD (Mirvis, 1988)

Pada setiap contoh, voltase positif melingkupi lokasi lesi dan voltase
negatif terletak pada sisi yang berlawanan (reciprocal). Secara kesimpulan, RSTD
merupakan suatu fenomena biofisikal yang akan selalu diekspektasikan pada
pasien setelah IMA dengan elevasi segmen ST primer. Deteksi gambaran ini pada
permukaan tubuh akan bergantung pada interaksi antara faktor fisika meliputi
kekuatan sumber dan lokasi lesi dalam hubungannya dengan sistem sadapan
elektroda di permukaan tubuh yang digunakan (Mirvis, 1988).

2.5.2. Depresi Segmen ST Akibat Iskemia Dinding Anterior Ventrikel Kiri

Bertolak belakang dengan mekanisme yang bertanggung jawab untuk


perubahan reciprocal, terjadinya DSST primer yang merefleksikan iskemia pada
dinding ventrikel tempat terjadinya lesi bergantung pada proses patofisiologis
yang kritikal. Dua skenario memungkinkan untuk kejadian ini. Pertama, iskemia
anterior mungkin tidak bergantung pada terjadinya IMA. Kedua, faktor-faktor
yang menyebabkan IMAEST inferior pada waktu yang sama juga dapat

Universitas Sumatera Utara


27

mencetuskan iskemia anterior. Hal-hal yang mendukung pendapat kedua meliputi:


(1) Perubahan aliran darah transmural pada satu pembuluh darah oleh suatu
kejadian pada sistem arterial yang terletak jauh, yaitu terjadinya ischemia at
distance, dan (2) pembentuknya DSST epikardial dan permukaan tubuh oleh
karena iskemia miokardium (Mirvis, 1988).
Pada kondisi normal, obstruksi atau oklusi dari satu arteri koroner akan
menghasilkan iskemia atau infark yang terbatas pada miokardium yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Sebaliknya, ischemia at distance, terjadi jika
oklusi akut dari satu pembuluh darah akan menyebabkan iskemia pada
miokardium yang diperfusi oleh arteri koroner kedua yang stenosis. Baik iskemia
ataupun infark dapat terjadi. Sehingga suatu oklusi akut akan dapat
mempengaruhi aliran darah ke dua (atau lebih) pembuluh darah (Mirvis, 1988;
Schuster, 1980). Hasil penelitian eksperimental dan klinis telah
mendemonstrasikan bagaimana terjadinya dan konsekuensi fenomena ini. Hasil
eksperimen pada anjing menunjukkan adanya penurunan aliran darah pada area
yang diperdarahi oleh arteri yang mengalami stenosis setelah oklusi akut
pembuluh darah besar kedua. Penurunan aliran terutama terjadi pada area
endokardium, dengan sedikit penurunan pada aliran epikardial. Data pada gambar
2.17, rasio endokardial/epikardial pada zona circumflex menurun dari 0,89 ± 0,07
menjadi 0,4 ± 0,1 setelah oklusi LAD. Kebermaknaan efek ini akan meningkat
dengan bertambahnya derajat keparahan stenosis, ukuran zona miokaradium yang
mengalami iskemia atau infark dan meningkatnya oxygen demand.
Hal ini dapat terjadi jika LCx mengalami stenosis dan LAD diligasi, atau
jika LAD menyempit dan LCx mengalami oklusi total. Berbagai mekanisme
berinteraksi untuk menghasilkan kejadian ini. Pertama, peningkatan oxygen
demand setelah ligasi arteri, terjadi oleh karena peningkatan denyut jantung dan
ukuran ruang jantung dapat memprovokasi untuk terjadinya iskemia baru pada
miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang menyempit secara kritis.
Kedua, peningkatan tekanan balik pembuluh koroner distal yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga menurunkan gradien
tekanan transkoroner yang akhirnya mengurangi aliran darah. Ketiga, oklusi akut
akan mengurangi aliran kolateral pada pembuluh darah yang berdekatan;

Universitas Sumatera Utara


28

mekanisme ini awalnya dikemukakan oleh Blumgart (1940), teori ini lebih efektif
pada kondisi iskemia kronik yang akan menambah kolateralisasi. Akhirnya, oklusi
dari satu arteri dapat meningkatkan derajat keparahan stenosis dari pembuluh
darah yang berdekatan. (Mirvis 1988).

Gambar 2.17 Aliran darah miokardium transmural pada LCx yang mengalami
stenosis sebelum dan sesudah oklusi LAD. Aliran endokardial pembuluh darah
LCx mengalami penurunan setelah oklusi LAD (Schwartz, 1983; Mirvis, 1988)

Hingga saat ini masih menjadi kontroversi apakah DSST anterior dapat
memprediksikan keterlibatan LAD disease, sebab jika pendapat ini tidak terbukti
maka teori ishemia at distance tidak akan bermakna lagi. Data dari berbagai
penelitian klinis yang menyangkut pertanyaan ini telah terangkum dalam tabel
2.3 Untuk setiap laporan penelitian, jumlah pasien dengan atau tanpa DSST
anterior beserta jumlah pasien dengan atau tanpa LAD disease telah terlampir
dengan baik. Banyak penelitian yang mendukung keterlibatan LAD disease
dengan menggunakan kriteria angiografi (Salcedo, 1981; Croft, 1982; Jennings,
1983; Roubin, 1984; Little, 1984), sedangkan penelitian lainnya tidak mendukung
(Gibson, 1982; Ferguson, 1984; Cohen, 1984; Lew, 1985; Brymer, 1985).

Tabel 2.3 Prevalensi LAD disease pada IMA inferior dengan DSST prekordial
(Mirvis, 1988)

Universitas Sumatera Utara


29

Walaupun data-data ini tidak menunjukkan LAD disease sebagai


penyebab universal atau mayor dari DSST prekordial, namun mereka
mengindikasikan sejumlah pasien IMAEST inferior memang memiliki high grade
LAD disease. Maka pada beberapa pasien, ishemia at distance memang benar
terjadi. Beberapa gambaran EKG dapat membantu dalam mendeteksi hal ini.
Pertama, derajat DSST yang lebih dalam dapat meningkatkan kecenderungan
untuk LAD disease, seperti yang dilaporkan oleh Haraphongse (1983), bahwa
semua pasien (100%) yang memiliki DSST prekordial lebih dari 0,3 mV memiliki
LAD disease, jika dibandingkan hanya 60% pada pasien dengan DSST prekordial
0,2-0,3 mV dan sekitar 33% pada pasien dengan DSST prekordial kurang dari 0,2
mV.
Kedua, persisten atau terbentuknya DSST setelah 6 jam dari awal mula
simptom dapat meningkatkan nilai prediktif dari gambaran EKG ini; seperti yang
dilaporkan oleh Tendera dan Campbell (1984), bahwa 80% dari pasien IMAEST
inferior dengan DSST prekordial yang persisten lebih dari 6 jam mempunyai LAD
disease, jika dibandingkan hanya 47% pada pasien dengan DSST prekordial yang
terekam dalam 4 jam setelah awal mula simptom (Mirvis, 1988).
Salcedo (1981) menyatakan DSST prekordial pada IMAEST inferior
bukanlah suatu fenomena EKG namun disebabkan LAD disease dengan iskemia
dinding anterior. Haraphongse (1983) menyatakan DSST prekordial pada IMA
inferior berhubungan dengan iskemia miokardium segmen anterior yang

Universitas Sumatera Utara


30

diakibatkan oleh stenosis LAD. Pasien dengan DSST prekordial mengalami


kerusakan miokardium yang lebih luas, multivessel disease dan fungsi ventrikel
kiri yang menurun. Parale (2004) berpendapat pasien IMAEST inferior dengan
DSST apikolateral mempunyai kecenderungan untuk multivessel disease dan
disfungsi ventrikel kiri (LV) yang signifikan. Karapinar (2010) menyimpulkan
DSST prekordial pada IMAEST inferior berhubungan dengan kerusakan
miokardium yang lebih besar dan keterlibatan LAD yang lebih sering, sehingga
dapat dikategorikan dalam kelompok pasien risiko tinggi. Berdasarkan penelitian-
penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya disimpulkan bahwa DSST
prekordial menyatakan keterlibatan LAD pada IMAEST inferior (multivessel
coronary artery disease theory).
Terdapat bukti yang mendukung konsep bahwa DSST anterior
merepresentasikan infark transmural yang melibatkan area yang luas meliputi
dinding posterior seperti temuan dalam penelitian Gibson (1982). Mereka
mempelajari 48 pasien IMAEST inferior menggunakan angiografi koroner,
submaximal thallium stress test, gated blood pool scan, semua tindakan ini
dilakukan dalam 2 minggu setelah kejadian akut. Sekitar 27 pasien (56%) dengan
DSST memiliki kadar enzim jantung yang lebih tinggi, abnormalitas gerakan
regional yang lebih berat, EF yang lebih rendah. Lebih banyak pasien dengan
DSST anterior memberikan bukti EKG keterlibatan infark posterior berbanding
pasien tanpa DSST (26% vs 5%, p < 0,05). Perfusi miokardium menunjukkan
abnormalitas perfusi inferior dan inferoapikal yan lebih berat dan lebih sering
pada kelompok pasien dengan DSST.
Goldberg (1981) meneliti 25 pasien dengan IMAEST inferior
menggunakan gated blood pool scans. Sekitar 13 dari 14 pasien (93%) dengan
DSST memiliki akinesis posterolateral pada ventrikulografi, dimana jika
dibandingkan dengan 11 pasien tanpa DSST anterior, tidak satu pun dari mereka
memiliki akinesis posterior (p < 0,001). Ong (1983) menganalisis 70 pasien
dengan gated pool scans dan thallium scan. Sekitar 47 pasien dengan DSST
prekordial memiliki abnormalitas gerakan dinding regional inferoposterior, EF
ventrikel kiri yang lebih rendah (45% vs 52%, p < 0,05), dan lebih dari 50% kadar
enzim jantung yang lebih tinggi (1856±1,33 vs 1135±705 units, p < 0,005).

Universitas Sumatera Utara


31

Walaupun mortalitas pasien dengan DSST prekordial lebih tinggi berbanding


pasien tanpa DSST (28% vs 4%), DSST prekordial bukan merupakan prediktor
independen mortalitas jika ukuran infark dan fungsi ventrikel ikut dalam analisis
multivariat.
Hlatky (1985) menggunakan data dari Universitas Duku untuk memeriksa
secara retrospektif 162 pasien yang mengalami IMAEST inferior. Peneliti
menggunakan nilai terendah DSST 0,5 mm pada sadapan V1 sampai V3 sebagai
kriteria inklusi untuk kelompok DSST prekordial. Grup dengan DSST prekordial
memiliki infark yang lebih luas dan persentase infark posterior yang lebih besar
sebagaimana yang ditentukan menggunakan sistem skor QRS. Grup ini juga
mempunyai mortalitas dalam rumah sakit yang lebih tinggi (13% vs 4%, p <
0,001) dan komplikasi nonfatal (didefinisikan sebagai reinfark, hipotensi
persisten, gagal jantung KILLIP III atau IV, dan ventrikular takikardia atau
fibrilasi) berbanding pasien tanpa DSST prekordial (46% vs 29%, p=0,026).
Tidak semua penelitian mengenai makna klinis DSST prekordial memberikan
hasil klinis yang signifikan. Beberapa penelitian gagal menunjukkan bukti
keterlibatan infark yang lebih luas, abnormalitas fungsi ventrikel yang lebih berat
atau bukti adanya infark posterior secara radionuklida pada pasien IMAEST
inferior dengan DSST prekordial (Cohen, 1984; Croft, 1982). Walaupun begitu,
mayoritas penelitian telah menunjukkan bahwa pasien IMA inferior disertai DSST
prekordial mempunyai infark miokardium yang lebih luas berbanding tanpa DSST
prekordial (Berger, 1990).

Universitas Sumatera Utara


32

Gambar 2.18 Hubungan antara derajat DSST anterior dengan terjadinya


komplikasi. Prevalensi komplikasi meningkat secara progresif seiring dengan
semakin dalamnya DSST (Salcedo, 1981)

Tabel 2.4 Komplikasi selama perawatan dalam rumah sakit pada pasien grup I
(IMAEST inferior dengan DSST prekordial) dan grup II (IMAEST inferior tanpa
DSST prekordial) (Roubin, 1984)

Tabel 2.5 Data klinis : usia, insidens gagal jantung kiri, aritmia serta rata-rata
mortalitas pada IMAEST inferior dengan DSST prekordial dan tanpa DSST
prekordial (Gibelin, 1986)

Universitas Sumatera Utara


33

Gambar 2.19 Nilai kumulatif survival pasien IMAEST inferior setelah selesai
rawatan rumah sakit, distratifikasi berdasarkan ada atau tidaknya DSST anterior.
Survival paling buruk terdapat pada kelompok dengan DSST (Hlatky, 1985).

2.6. Angina post infark dengan depresi segmen ST

Iskemia miokardium baik simptomatik atau asimptomatik, yang terjadi


pada masa postinfark (biasanya dalam 10 hari dari kejadian akut), selalu menjadi
permasalahan. Area miokardium yang terlibat, seperti yang direfleksikan dalam
EKG, dapat memberikan informasi penting perihal baik outcome dalam rumah
sakit dan jangka panjang. Schuster dan Bulkley (1980) melakukan autopsi pada
128 pasien dengan IMA. Sekitar 20 pasien (16%) memiliki angina post infark
sebelum kematian mereka. Sekitar 12 dari pasien ini sebelumnya memiliki bukti
gambaran EKG iskemia (depresi segmen ST) pada infarct related zone; 8 pasien
lainnya dengan DSST melibatkan area noninfark, “ischemia at distance” juga
meninggal. Semua pasien dengan ischemia at distance ditemukan memiliki
stenosis signifikan (> 70%) pada arteri-arteri koroner yang mensuplai area
noninfark.
Pada studi lanjutan oleh peneliti yang sama, pasien dengan angina
postinfark yang disertai dengan DSST dipantau selama 6 bulan. Pasien dengan
perubahan EKG yang disugestikan sebagai “ischemia at distance” mempunyai
mortalitas 72% selama periode penelitian, jika dibandingkan dengan 33%
kematian pada pasien dengan iskemia yang terbatas hanya pada area infark. Tentu
saja kedua grup mendemonstrasikan rata-rata mortalitas yang cenderung tinggi

Universitas Sumatera Utara


34

berbanding yang diobservasi pada pasien tanpa angina postinfark. Walaupun


jumlah penelitian yang dilakukan dan total pasien yang terlibat hanya dalam
jumlah kecil, namun berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa angina post
infark dengan bukti adanya iskemia jauh menyatakan kelompok pasien risiko
tinggi untuk kejadian koroner dikemudian hari, baik oleh karena multivessel
coronary artery disease atau sebagai hasil dari sirkulasi kolateral yang berkurang
(Becker, 1988).

2.7. Cara Megukur Kedalaman ST Depresi

Pengukuran kedalaman segmen ST dilakukan dengan mengukur


perbedaan voltase pada titik 40- 80 ms setelah J Point hingga ke garis isoelektris.
Garis isoelektris dapat ditentukan antara gelombang P dan Q (PR interval) atau di
depan gelombang P (TP interval). Hasil pengukurannya dapat dilaporkan dalam
satuan milivolt, mikrovolt, atau milimeter karena satuan EKG standard dibuat
dalam skala 10 mm per milivolt. Sehingga 1 mm sama dengan 0,1 mV.
Pengukuran kedalaman depresi segmen ST segmen dapat dilihat pada gambar
2.21(Hanna and Glancy,2011;Grzegorz ,2014; Drew B,2004). Dengan
menjumlahkan kedalaman masing-masing ST depresi di setiap lead prekordial
yang terdapat DSST maka akan didapatkan nilai Σ DSST. Pengukuran kedalaman
DSST dapat dilakukan secara manual maupun komputerisasi menggunakan
software tertentu.

Universitas Sumatera Utara


35

Gambar 2.20. Cara pengukuran kedalaman ST depresi

Universitas Sumatera Utara


36

2.7. Kerangka Teori

Infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST) inferior

Perubahan segmen ST pada EKG awal

Elevasi segmen ST pada sadapan Depresi segmen ST (DSST) pada


II, III, aVF (area infark) sadapan prekordial (area noninfark)

Kerusakan miokardium luas (segmen “Ischemia at distance”


Benign
posterior dan lateral) oleh karena RCA menyatakan anterior iskemia oleh
electrical
memiliki distribusi anatomia luas karena LADA disease (multivessel
phenomenon
(single vessel coronary disease theory) coronary disease theory)

Iskemia luas pada area miokardium yang


diperdarahi LAD

Gambaran ST depresi prekordial yang


lebih dalam

Universitas Sumatera Utara


37

2.8. Kerangka Konsep

Infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST) inferior

Elevasi segmen ST pada sadapan II, III, aVF (area


infark) dengan adanya DSST prekordial pada EKG
awal
Sesuai kriteria
inklusi & eksklusi

Jumlah kedalaman ST
depresi prekordial

Keterlibatan LAD Derajat keparahan Stenosis LAD

Universitas Sumatera Utara


38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif terhadap pasien-pasien


IMAEST inferior onset <24 dengan DSST jam di Rumah Sakit Haji Adam Malik
(RSHAM) Medan.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data pasien-pasien IMAEST


inferior onset <24 jam dengan DSST dari Rekam Medik RSHAM Medan mulai
dari Desember 2013 hingga Juni 2017.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah pasien-pasien diagnosa IMAEST inferior onset <24


jam dengan DSST. Populasi terjangkau adalah pasien-pasien IMAEST inferior
onset <24 jam dengan DSST di RSHAM. Sampel adalah populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Universitas Sumatera Utara


39

3.4. Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk


penelitian analitik korelatif :

N = Jumlah subjek penelitian


α = Kesalahan tipe I = 5%  tingkat kepercayaan 95%
Β = Kesalahan tipe II = 20%  power (kekuatan penelitian) 80%
Zα = deviat baku alpha  1,96
Zβ = deviat baku beta  0,84

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas maka didapatkan jumlah sampel


minimal untuk penelitian ini adalah 30 .

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

 Pasien IMAEST inferior dengan DSST dengan onset < 24 jam di


RSHAM dan menjalani angiografi koroner selama perawatan rumah
sakit.
 Tidak pernah mengalami IMA sebelumnya (diketahui dari riwayat atau
EKG).
 Tidak mempunyai riwayat gagal jantung.
 Tidak mempunyai riwayat penggunaan digitalis.

Universitas Sumatera Utara


40

3.5.2. Kriteria Eksklusi


 Pasien dengan gambaran EKG bundle branch block (BBB), Left
Ventricle Hyperthrophy (LVH), irama pacu jantung.
 Pasien yang mengalami hipokalemia pada saat admisi
 Pasien dengan gambaran EKG yang tidak layak baca

3.6. Definisi Operasional

1. IMAEST adalah subset dari sindroma koroner akut yang ditandai dengan
adanya nyeri dada khas infark (nyeri dada dengan durasi > 20 menit, dapat
disertai penjalaran hingga leher, rahang bawah atau lengan kiri, tidak
respon sepenuhnya dengan nitrat, dapat disertai dengan gejala aktifasi
sistem saraf otonom seperti mual, muntah serta keringat dingin), naik
dan/atau turunnya nilai enzim jantung (troponin) sedikitnya satu nilai di
atas persentil 99 nilai normal yang disertai dengan adanya elevasi segmen
ST pada EKG yang dinilai J point, pada dua lead yang berhubungan, ≥0.25
mV pada pria <40 tahun, ≥0.2 mV pada pria >40 tahun, atau ≥0.15 mV
pada wanita di lead V2-V3, dan/atau ≥ 0.1 mV pada lead lainnya
(Thygesen, 2012; O’Gara, 2013).
2. IMAEST inferior merupakan suatu kejadian oklusi total dari right
coronary artery (RCA) pada 80% kasus atau sekitar 18-20% oleh left
circumflex artery (LCx) dan secara EKG ditandai oleh adanya elevasi
segmen ST pada sadapan II, III, aVF (Birnbaum, 2003; Chou, 2009;
Almansori, 2010).
3. Depresi segmen ST (DSST) prekordial didefinisikan sebagai depresi
segmen ST horizontal atau downsloping ≥ 1 mm pada setidaknya dua dari
enam sadapan prekordial V1 sampai V6 pada pasien dengan IMAEST
inferior (Becker,1988; Hanna and Glancy,2011) .
4. Jumlah kedalaman DSST prekordial didefenisikan sebagai hasil
penjumlahan kedalaman ST depresi (dalam milimeter) yang dijumpai pada
semua sadapan prekordial (V1-V6) yang terdapat DSST
(Haraphongse,1983).

Universitas Sumatera Utara


41

5. Stenosis LAD dikatakan ada bila dari penilaian angiografi dijumpai


stenosis ≥50%.
6. Blok AV didefinisikan sebagai perlambatan berlebihan atau interupsi pada
propagasi sinyal elektrikal pada jalur sistem konduksi jantung, hal ini
dapat meliputi blok AV derajat 1, 2, 3 (Goldberger, 2013). Dalam
penelitian ini yang diikutsertakan adalah blok AV derajat 3 (Total AV
blok).
7. Gagal jantung akut merupakan komplikasi IMAEST berupa KILLIP II
(dijumpai gagal jantung, ronki basah basal di kedua lapangan paru atau
terdengar S3 gallop) atau KILLIP III (gagal jantung berat, edema paru
akut, ronki basah setengah lapangan paru atau lebih di kedua lapangan
paru).
8. Hipokalemia merupakan suatu kondisi kekurangan kadar kalium dalam
darah dengan nilai < 3,5 mEq/L

3.7. Identifikasi Variabel

Variabel bebas/independen Skala


Kedalaman DSST prekordial Numerik

Variabel terikat/dependen Skala


Stenosis LAD Kategorik
Derajat Keparahan LAD Kategorik

3.8. Alur penelitian

Semua sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosa IMAEST inferior


dengan DSST onset < 24 jam yang dirawat di RSHAM mulai dari Desember 2013
sampai Juni 2017. Peneliti akan memeriksa rekam medis pasien untuk melihat
anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG awal (IGD), foto thoraks, pemeriksaan enzim
jantung (CKMB dan Troponin T), ekokardiografi, dan angiografi koroner yang
telah dilakukan selama masa perawatan untuk menegakkan diagnosis IMAEST

Universitas Sumatera Utara


42

inferior. Semua data ini akan dicatat secara seksama. Dari seluruh data yang
dimiliki pasien IMAEST inferior dengan DSST, data penting awal yang
dievaluasi adalah EKG 12 sadapan pada saat awal masuk RSHAM (IGD) yang
menggunakan kecepatan 25 mm/s dan skala 10 mV/mm. Pengukuran kedalaman
DSST prekordial pada EKG akan dilakukan secara manual dengan menggunakan
micrometer dial caliper 150 mm Krisbow (KW0600352) dan kaca pembesar.
Kedalaman ST depresi akan diukur berdasarkan jarak antara dua garis. Garis (1)
adalah garis isoelektris yang menghubungkan gelombang P dan Q (PR interval).
Garis (2) adalah bagian dari depresi segmen ST yang diambil 40-80 ms dari J
Point. Jarak antara kedua garis tersebut akan diukur dengan micrometer dial
caliper dan dijumlahkan dari masing-masing lead prekordial (V1-V6) yang
terdapat DSST (Σ DSST). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut maka pasien
akan dikelompokkan menjadi beberapa kwartil dan dilihat kedalaman berapa yang
paling baik dalam memprediksikan keterlibatan LAD. Setelah itu dinilai
hubungan kedalaman DSST prekordial dengan derjat keparahan stenosis LAD.
Pengukuran kedalaman ST depresi akan dilakukan oleh dua orang kardiolog yang
masing-masing tidak mengetahui hasil angiografi subjek penelitian. Kemudian
akan dilakukan analisa intra observer variability. Penilaian keterlibatan dan
derajat keparahan stenosis LAD dari hasil angiografi akan dilakukan oleh dua
orang kardilog lain yang juga tidak mengetahui EKG subjek penelitian. Selain itu
juga dilakukan analisis sensitifitas dan spesifisitas tiap-tiap lead prekordial yang
berhubungan untuk memprediksikan keterlibatan LAD.

Universitas Sumatera Utara


43

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Rekam medis pasien IMAEST inferior dengan DSST onset < 24 jam di RSHAM

Memeriksa dan mencatat anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG awal (IGD), foto thoraks,
pemeriksaan enzim jantung, ekokardiografi, dan angiografi koroner

Pengukuran kedalaman ST depresi pada EKG awal (IGD) menggunakan kaca pembesar dan
caliper pada tiap-tiap sadapan prekordial yang dijumpai DSST

Menjumlahkan kedalaman ST depresi dari tiap-tiap sadapan prekordial yang dijumpai DSST

Kwartil I Kwartil II Kwartil III Kwartil IV

Mengkorelasikan tiap kwartil dengan ada atau tidak keterlibatan LAD


Mengkorelasikan kedalaman DSST dengan derajat keparahan LAD
Menilai sensitifitas dan spesifisitas tiap-tiap lead prekordial yang berhubungan dengan
keterlibatan LAD

Gambar 3.1 Diagram Alur penelitian

Universitas Sumatera Utara


44

3.9. Analisis Data

Variabel kategorik dipresentasikan dengan jumlah atau frekuensi (n) dan


persentase (%). Variabel numerik dipresentasikan dengan nilai mean (rata-rata)
dan standar deviasi untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan data numerik
yang tidak berdistribusi normal menggunakan median (nilai tengah), yang
kemudian dibandingkan dengan Student’s t-test atau tes Mann Whitney U. Uji
normalitas variabel numerik pada seluruh subjek penelitian menggunakan uji
transformasi Fisher’s. Untuk menilai korelasi antara jumlah kedalaman DSST
dengan keterlibatan LAD dan severitas LAD digunakan uji Spearman. Analisa
data statistik menggunakan software statistik, nilai p<0,05 dikatakan bermakna
secara statistik.

3.10. Etika Penelitian

Penelitian ini akan meminta persetujuan dari Komite Etik Penelitian


Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.11. Perkiraan Biaya

Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 1.000.000


Pengolahan hasil statistik Rp. 1.000.000
Biaya-biaya lain tak terduga Rp. 1.000.000
Total Rp. 3.000.000

Universitas Sumatera Utara


45

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran


Vaskular RSHAM, pengumpulan sampel dilakukan dengan mengambil data
rekam medis pasien-pasien IMAEST inferior yang dirawat di RSHAM mulai
Desember 2013 hingga Juli 2017. Jumlah pasien IMAEST inferior mulai
Desember 2013 hingga Juni 2017 adalah sebanyak 184 orang, dimana sampel
yang diperoleh adalah sebanyak 60 pasien IMAEST inferior onset <24 jam
dengan gambaran DSST prekordial yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi sehingga dapat diikutsertakan dalam penelitian.

4.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Subyek penelitian dibagi dalam beberapa kwartil berdasarkan jumlah


kedalaman ST depresi prekordial . Pembagian kwartil diawali dengan
mengurutkan jumlah kedalaman ST depresi dari nilai terendah hingga tertinggi
kemudian dibagi menjadi 4 kelompok dengan jumlah subyek pada setiap
kelompok adalah sama. Dari pembagian tersebut didapatkan kisaran nilai jumlah
kedalaman ST depresi pada masing-masing kwartil adalah sebagai berikut:

Kwartil I (Q1) dengan jumlah kedalaman ST depresi prekordial <3.24 mm

Kwartil II (Q2) dengan jumlah kedalaman ST depresi prekordial 3.24-5.34 mm

Kwartil III (Q3) dengan jumlah kedalaman ST depresi prekordial 5.35-7.88 mm

Kwartil IV (Q4) dengan jumlah kedalaman ST depresi prekordial >7.88 mm

Universitas Sumatera Utara


46

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Subyek Berdasarkan Kwartil Jumlah


Kedalaman ST Depresi Prekordial

Kedalaman ST depresi
Karakteristik QIII(5,35-
QI(<3,24) QII(3,24-5,34) QIV(>7,88) p
Subyek 7,88)
(n=15) (n=15) (n=15)
(n=15)
Umur, rerata (SD), 53,53 (8,95) 56,07 (6,12) 55,87 (7,75) 52,27 (6,65) 0,436a
tahun
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-laki 12 (80) 14 (93,3) 10 (66,7) 13 (86,7) 0,273b
Perempuan 3 (20) 1 (6,7) 5 (33,3) 2 (13,3)
Berat badan, rerata 67,87 (7,88) 64,4 (6,53) 67 (8,31) 68,93 (7,65) 0,415a
(SD), kg
Faktor risiko, n (%)
Hipertensi 5 (33,3) 4 (26,7) 9 (60) 10 (66,7) 0,073a
DM 4 (26,7) 6 (40) 8 (53,3) 6 (40) 0,528a
Dislipidemia 7 (46,7) 12 (80) 10 (66,7) 9 (60) 0,292a
Merokok 12 (80) 14 (93,3) 9 (60) 13 (86,7) 0,120a
TDS, rerata (SD), 105 (27,32) 112,67 (19,45) 115,33 (23,87) 124 (41,37) 0,598c
mmHg
TDD, rerata (SD), 68,87 (14,57) 74 (10,56) 72,67 (14,38) 78 (20,77) 0,567c
mmHg
Denyut jantung, rerata 63,53 (17,68) 66,93 (12,13) 74,73 (21,17) 71,27 (17,85) 0,327a
(SD), x/m
Onset nyeri dada, 16,9 (17,54) 16,27 (19,71) 20,2 (18,5) 11,27 (13,87) 0,038c
rerata (SD), jam
< 12 jam 8 (53,3) 9 (60) 7 (46,7) 11 (73,3) 0,494a
> 12 jam 7 (46,7) 6 (40) 8 (53,3) 4 (26,7)
CKMB, rerata (SD) 176,07 (144,02) 221,6 (229,86) 190 (236,79) 193 (147,62) 0,955c
EF, rerata (SD) 54,47 (7,8) 47,53 (9,78) 48 (5,46) 45,2 (9,67) 0,029c
TIMI Risk score, rerata 3,6 (1,84) 3,73 (1,98) 3,93 (1,44) 3,8 (2,34) 0,928c
(SD)
CTR, n (%)
< 50% 9 (60) 8 (53,3) 9 (60) 6 (40) 0,658a

Universitas Sumatera Utara


47

> 50% 6 (40) 7 (46,7) 6 (40) 9 (60)


a
T Independent, b Chi Square, cMann Whitney

Dari gambaran data demografi subyek penelitian (Tabel 4.1) terlihat


bahwa tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dalam hal usia, jenis kelamin dan
berat badan pada masing masing kwartil. Untuk faktor resiko PJK juga tidak
dijumpai perbedaan bermakna untuk semua faktor resiko ( Hipertensi, DM,
Dislipidemia, dan merokok) diantara tiap kwartil. Untuk data presentasi awal
subyek penelitian tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dalam hal rerata
tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut jantung, enzym jantung, dan skor
TIMI diantara masing-masing kwartil. Perbedaan yang bermakna terdapat pada
rerata onset nyeri dada dan rerata fraksi ejeksi ventrikel kiri. Subyek penelitian
pada kwartil IV terlihat memiliki rerata onset nyeri dada yang lebih dini dan fraksi
ejeksi yang lebih rendah dibandingkan kwartil yang lain (p=0.038;p=0.029).

Uji Kesesuaian Inter Observer


Tabel Uji Kesesuaian Inter Observer untuk Penilaian Angiografi LAD
Observer 2 P
Observer 1
Ada Tidak Ada
Ada 38 1 <0,001
Tidak ada 2 19
Nilai kappa = 0,889
Hasil analisis terhadap uji kesesuaian antar observer yang disajikan dalam
tabel di atas dalam menilai LAD dari kedua observer tampak terdapat kesesuaian
yang sangat baik, dengan nilai koefisien kappa = 0,889 dan nilai p <0,001.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat kesesuaian hasil penilaian
LAD antara dua orang observer tersebut.

4.2. Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Stenosis LAD


Berdasarkan Hasil Angiografi Koroner

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 4.2 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Stenosis


LAD Berdasarkan Hasil Angiografi Koroner

LAD
Jumlah Kedalaman ST Depresi, n (%) p*
Ada Tidak Ada

QI(<3.24 mm) 5 (33,3) 10 (66,7) 0,01

QII(3.24 - 5.34 mm) 9 (60) 6 (40)

QIII(5.35 - 7.88 mm) 12 (80) 3 (20)

QIV(> 7.88 mm) 13 (86,7) 2 (13,3)


*Chi Square

Pada kelompok QI (dengan jumlah kedalaman ST depresi) <3.24 mm


terdapat 33.3% subyek dengan stenosis di LAD. Pada kelompok QII (3.24-5.35)
terlihat peningkatan jumlah subyek dengan stenosis LAD yaitu 60%. Pada
kelompok QIII (5.35 - 7.88 mm) angka ini semakin meningkat diamana terdapat
80% subyek dengan stenosis LAD. Subyek dengan stenosis LAD paling banyak
terdapat pada kelompok QIV (>7.88 mm) yaitu sebesar 86.7%. Berdasarkan
grafik histogram pada gambar 4.1 memperlihakan bahwa semakin dalam ST
depresi maka semakin tinggi jumlah subyek yang mengalami stenosis di LAD.
Hasil analisis menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara jumlah kedalaman ST depresi terhadap stenosis
LAD (p=0,01).

100 86,7
80
80
Persentase

60
60
40 33,3

20
0
<3.24 3.24 - 5.34 5.35 - 7.88 > 7.88
Jumlah Kedalaman ST Depresi

Gambar 4.1 Persentase Keterlibatan LAD berdasarkan


Jumlah Kedalaman ST Depresi

Universitas Sumatera Utara


49

4.3. Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Severitas LAD


Berdasarkan Hasil Angiografi Koroner

Tabel 4.3 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Severitas


LAD Berdasarkan Hasil Angiografi Koroner

Severitas LAD
Jumlah Kedalaman ST Depresi p*
Rerata (SD), %

QI(<3.24 mm) 21,67 (32,16) 0,01

QII(3.24 - 5.34 mm) 48 (43,62)

QIII(5.35 - 7.88 mm) 63,6 (37,18)

QIV(> 7.88 mm) 68,6 (33,71)


*Kruskal Wallis

Berdasarkan jumlah kedalaman ST depresi terlihat bahwa semakin dalam


ST depresi maka semakin bertambah tingkat severitas LAD. Pada kelompok QI
(kedalaman <3.24 mm), rerata persentase severitas LAD hanya sebesar 21,67%
(SD=32,16%). Selanjutnya, pada kelompok QII ( kedalaman 3.24 - 5.34 mm),
rerata severitas LAD meningkat menjadi 48 % (SD = 43,62%). Pada kelompok
QIII (kedalaman 5.35 - 7.88 mm), rerata severitas LAD terus meningkat mencapai
63,6% (SD = 37,18%). Pada kelompok QIV (kedalaman >7.88 mm), rerata
sevdritas LAD menjadi 68,6% (SD = 33,71%).
Gambar 4.2 menunjukkan terjadinya peningkatan severitas LAD sesuai dengan
peningkatan jumlah kedalaman ST depresi.

Universitas Sumatera Utara


50

Gambar 4.2 Grafik Severitas LAD berdasarkan Jumlah Kedalaman ST Depresi

4.4. Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Lokasi Stenosis di


LAD

Jumlah subyek dengan jumlah pada kelompok QI( kedalaman ST depresi


> 7,88 mm) yang mengalami stenosis di daerah proksimal adalah sebanyak 11
orang (84,6%). Sementara itu, seluruh subyek pada kelompok QII (kedalaman ST
depresi <3,24 mm) memiliki stenosis yang berlokasi di daerah proksimal. Tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara jumlah kedalaman ST depresi
terhadap lokasi stenosis di proksimal LAD setelah dianalisis menggunakan uji chi
square (p=0,233).

Tabel 4.4.1 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Lokasi


Stenosis di LAD Berdasarkan Hasil Angiografi Koroner

Jumlah Kedalaman ST Lokasi Stenosis


p*
Depresi, n (%) Proksimal Non Proksimal

QI(<3.24 mm) 5 (100) 0 0,233

QII(3.24 - 5.34 mm) 5 (55,6) 4 (44,4)

QIII(5.35 - 7.88 mm) 9 (75) 3 (25)

QIV(> 7.88 mm) 11 (84,6) 2 (15,4)


*Chi Square

Universitas Sumatera Utara


51

Untuk melihat apakah terdapat hubungan jumlah kedalaman dengan lokasi


di proksimal dengan stenosis 100% atau <100% maka dilakukan analisa data
pada yang terkena di proksimal seperti ditampilkan pada tabel 4.4.2.

Tabel 4.4.2 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Derajat


Keparahan Stenosis LAD di Proksimal

Jumlah Kedalaman ST Lokasi Stenosis Proksimal


p*
Depresi, n (%) 100% <100%
<3.24 mm 0 5 (100) 0,252
3.24 - 5.34 mm 2 (40) 3 (60)
5.35 - 7.88 mm 1 (11,1) 8 (88,9)
> 7.88 mm 4 (36,4) 7 (63,6)
*Chi Square

Jumlah subyek dengan jumlah kedalaman ST depresi > 7,88 mm yang


mengalami stenosis di daerah proksimal 100% adalah sebanyak 4 orang (36,4%).
Sementara itu, seluruh subyek dengan jumlah kedalaman ST depresi <3,24 mm
memiliki stenosis yang berlokasi di daerah proksimal <100%. Tidak ditemukan
hubungan yang signifikan antara jumlah kedalaman ST depresi terhadap lokasi
stenosis proksimal setelah dianalisis menggunakan uji chi square (p=0,252).

4.5. Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Jumlah Lesi di LAD

Tabel 4.5 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Jumlah


Lesi

Jumlah Kedalaman ST Jumlah Lesi


p*
Depresi, n (%) Singel Multipel

QI(<3.24 mm) 2 (40) 3 (60) 0,102

QII(3.24 - 5.34 mm) 7 (77,8) 2 (22,2)

QIII(5.35 - 7.88 mm) 10 (83,3) 2 (16,7)

QIV(> 7.88 mm) 12 (92,3) 1 (7,7)


*Chi Square

Universitas Sumatera Utara


52

Jumlah subyek dengan lesi multipel pada kelompok QI subyek( <3,24


mm) adalah sebanyak 3 orang (60%). Proporsi subyek dengan lesi multipel
semakin berkurang dengan peningkatan jumlah kedalaman ST depresi, dengan
proporsi berturut-turut adalah 22,2% pada kelompok QII ( 3,24 – 5,34 mm),
16,7% pada kelompok QIII( 5,35 – 7,88 mm) dan hanya sebanyak 7,7% pada
kelompok QIV( > 7,88 mm). Namun, hasil analisis menggunakan uji Chi Square
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah
kedalaman ST depresi dengan jumlah lesi (p=0,102).

4.6. Hubungan Jumlah Faktor Resiko Terhadap Jumlah Kedalaman ST


Depresi

Tabel 4.6 Hubungan Jumlah Faktor Risiko terhadap Jumlah Kedalaman


ST Depresi

Jumlah Kedalaman ST Depresi, n (%), mm


Jumlah Faktor
QII(3.24 - QIII(5.35 - QIV(> p*
Risiko QI(<3.24)
5.34) 7.88) 7.88)

≥3 9 (18,8) 14 (29,2) 12 (25) 13 (27,1) 0,120

<3 6 (50) 1 (8,3) 3 (25) 2 (16,7)


*Chi Square

Pada kelompok QIV (>7.8mm) terdapat 13 subyek dengan faktor resiko


≥3 (27.1%). Sedangkan, subyek yang memiliki <3 faktor risiko pada kelompok ini
hanya sebanyak 2 orang (16,7%). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan
antara jumlah faktor risiko dengan jumlah kedalaman ST depresi (p=0,120).

4.7. Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Enzym Jantung

Rerata CKMB tertinggi terlihat pada kelompok QII (3.24 - 5.34 mm)
dengan rerata 221,6 dan terendah pada kelompok QI (<3,24 mm) dengan rerata
176,07. Hasil analisis menggunakan uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara


53

tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara jumlah kedalaman ST depresi


dengan enzim jantung (CKMB).

Tabel 4.7 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Enzim


Jantung

CKMB
Jumlah Kedalaman ST Depresi N p*
Rerata (SD)

QI(<3.24 mm) 15 176,07 (144,02) 0,955

QII(3.24 - 5.34 mm) 15 221,6 (229,86)

QIII(5.35 - 7.88 mm) 15 190 (236,79)

QIV(> 7.88 mm) 15 193 (147,62)


*Kruskal Wallis

4.8. Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Kejadian Gagal


Jantung

Tidak ditemukan subyek mengalami gagal jantung pada kelompok QI( <
3,24 mm). Proporsi subyek terbanyak yang mengalaami gagal jantung adalah pada
kelompok QII(3,24 – 5,34 mm) sebanyak 33,3%. Hasil analisis menggunakan uji
Chi Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
jumlah kedalaman ST depresi dengan kejadian gagal jantung (p=0,100).

Tabel 4.8 Hubungan Jumlah Kedalaman ST Depresi dengan Kejadian


Gagal Jantung

Jumlah Kedalaman ST Gagal Jantung


p*
Depresi, n (%) Ada Tidak Ada

QI(<3.24 mm) 0 15 (100) 0,100

QII(3.24 - 5.34 mm) 5 (33,3) 10 (66,7)

QIII(5.35 - 7.88 mm) 2 (13,3) 13 (86,7)

QIV(> 7.88 mm) 3 (20) 12 (80)

Universitas Sumatera Utara


54

*Chi Square

4.9. Sensitivitas dan Spesifisitas Sadapan EKG Prekordial Terhadap Stenosis


di LAD
Untuk melihat kelompok sadapan EKG prekordial mana yang paling baik
dalam memprediksikan adanya stenosis di LAD maka dilakukan analisis statistik
seperti yang terlihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Sensitivitas dan Spesifisitas Sadapan EKG Prekordial


terhadap Stenosis di LAD
LAD Sensitivitas Spesifisitas NPP, NPN, Akurasi,
+ - % % % % %
V1V2 Ya 2 2 5,1 90,5 50 33,9 35
Tidak 37 19
V1V2V3V4 Ya 9 9 23,1 61,9 52,9 30,2 36,7
Tidak 30 13
V3V4V5V6 Ya 6 7 46,2 66,7 46,2 29,8 33,3
Tidak 33 14
V5V6 Ya 2 0 5,1 100 100 36,2 38,3
Tidak 37 21
V1V2V3V4V5V6 Ya 22 4 56,4 81 84,6 50 65
Tidak 17 17

Sensitifitas tertinggi dicapai oleh seluruh sadapan dalam memprediksi


LAD yaitu sebesar 56,4%, dan terendah pada sadapan V1V2 dan V5V6 yaitu
hanya sebesar 5,1%. Spesifisitas 100% dapat dicapai oleh sadapan V5V6, diikuti
oleh sadapan V1V2 dengan spesifisitas sebesar 90,5% dan besar spesisifitas oleh
seluruh sadapan hanya sebesar 81%. Berdasarkan akurasi, maka akurasi tertinggi
diperoleh sebesar 65% yaitu pada seluruh sadapan (V1-V6)
.

Universitas Sumatera Utara


55

V1V2V3V4V5V6 56,4 81
V5V6 5,1 100
V3V4V5V6 46,2 66,7
Spesifisitas
V1V2V3V4 23,1 61,9
Sensitifitas
V1V2 5,1 90,5

0 20 40 60 80 100
Persentase

Gambar 4.6 Nilai Sensitifitas dan Spesifisitas


dari Sadapan EKG Prekordial terhadap LAD

4.10. Nilai Diagnostik Jumlah Kedalaman ST Depresi untuk Memprediksi


LAD

Gambar 4.7 Kurva ROC Jumlah Kedalaman ST Depresi


untuk Memprediksi LAD

Dengan analisis menggunakan kurva ROC, maka dapat diketahui bahwa


jumlah kedalaman ST depresi dalam studi ini memiliki kemampuan untuk

Universitas Sumatera Utara


56

memprediksi LAD karena memiliki nilai Area Under Curve (AUC) sebesar 75,2%
(95% CI: 0,620 – 0,883) dengan nilai p=0,001, p<0,05.
Berdasarkan kurva sensitifitas dan spesifisitas pada gambar 4.8 maka
diperoleh nilai Cut Off untuk jumlah kedalaman ST depresi adalah 5,15 mm.
Dengan menggunakan cut off point 5,15 mm maka didapatkan nilai sensitivitas
jumlah kedalaman ST depresi adalah 69,2% dan spesifisitas 76,2%.

1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
sensitifitas
0,4
0,3 spesifisitas
0,2
0,1
0
2,065

3,125

4,465
4,825
5,285
5,695
6,795
7,075

13,74
19,475
1

7,94
2,25

3,29
3,67

7,56

8,34
10,1

Gambar 4.8 Kurva sensitifitas dan spesifisitas


jumlah kedalaman ST depresi terhadap LAD

Nilai Prediksi Positif (PPV) jumlah kedalaman ST depresi adalah sebesar


84,4% dan Nilai Prediksi Negatif (NPV) adalah 57,1%, dengan nilai akurasi
sebesar 71,7%.

Tabel 4.3 Sensitivitas, spesifisitas, positive dan negative predictive value


dari Cystatin C serum (COP 1,03 mg/l) terhadap CGA

LAD Sensiti Spesifi


NPP NPN Akurasi
Positif Negatif fitas sitas

Jumlah ≥5,15 mm 27 5 69,2% 76,2 84,4% 57,1% 71,7%


kedalaman
<5.15 mm 12 16
ST depresi

Universitas Sumatera Utara


55

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan suatu studi retrospektif yang bertujuan untuk


mengetahui korelasi jumlah kedalaman ST depresi prekordial dengan keterlibatan
dan derajat keparahan LAD pada pasien dengan IMAEST inferior. Tujuan khusus
dari penelitian ini adalah untuk menilai sensitifitas dan spesifisitas masing masing
lead prekordial yang berhubungan dimana terdapat DSST. Pada penelitian ini data
diambil dari rekam medis pasien IMAEST inferior yang dirawat di RSHAM pada
periode Desember 2013 hingga Juni 2017, dengan total sampel sebanyak 60 orang
pasien IMAEST inferior yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Data karakteristik subyek penelitian ini dapat memberikan informasi,
menyokong ataupun menyangkal teori-teori yang telah dikemukakan dari
penelitian-penelitian sebelumnya perihal makna dan implikasi klinis DSST
prekordial pada IMAEST inferior. Penelitian Lembo (1986) dan Hlatky (1985)
berpendapat bahwa IMAEST inferior dengan DSST prekordial ≥ 0,1 mV
berhubungan dengan area infark yang lebih luas, fungsi ventrikel kiri yang jelek,
mortalitas dalam rumah sakit dan satu tahun yang lebih tinggi. Disfungsi ventrikel
kiri yang lebih berat terlihat pada kelompok ini diakibatkan oleh keterlibatan luas
miokardium inferior, posterior, lateral (Becker, 1988; Ong, 1983; Mukharji, 1984;
Gibson, 1982; Gibson, 1982; Lew, 1985; Ruddy, 1986; Boden,1982). Pada
penelitian ini terlihat adanya hubungan yang bermakna secara statistik dalam hal
jumlah kedalaman DSST prekordial dengan Fraksi Ejeksi <40%. Subyek
penelitian yang memiliki jumlah kedalaman ST depresi prekordial >7,88 mm
memiliki rerata fraksi ejeksi yang lebih rendah dibandingkan kwartil lain yang
memiliki jumlah kedalaman ST depresi prekordial yang lebih rendah (p=0.029).
Parameter lain seperti Killip ≥II, Tekanan Darah Sistolik <100 mmHg, Laju
Denyut Jantung >100 x/menit, enzym jantung, dan TIMI risk tidak menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


56

perbedaan yang signifikan. Untuk onset nyeri dada terdapat perbedaan yang
bermakna dalam hal jumlah DSST prekordial. Subyek penelitian dengan jumlah
kedalaman DSST prekordial >7,88 terlihat memiliki rerata onset yang lebih
rendah (p=0.038)
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, dimana kelompok
pasien IMAEST dengan DSST prekordial pasien IMAEST inferior memang
memiliki high grade LAD disease. Derajat DSST yang lebih dalam dapat
meningkatkan kecenderungan untuk LAD disease, seperti yang dilaporkan oleh
Haraphongse (1983), bahwa semua pasien (100%) yang memiliki DSST
prekordial lebih dari 0,3 mV memiliki LAD disease, jika dibandingkan hanya
60% pada pasien dengan DSST prekordial 0,2-0,3 mV dan sekitar 33% pada
pasien dengan DSST prekordial kurang dari 0,2 mV. Pada penelitian ini dijumpai
semakin besar jumlah kedalaman DSST prekordial maka kemungkinan untuk
terdapat stenosis di LAD juga semakin tinggi (p=0.01)). Lebih detail lagi pada
penelitian ini jumlah kedalaman DSST prekordial juga coba dihubungkan dengan
lokasi lesi proksimal atau non-proksimal. Pada subyek penelitian yang memiliki
kedalaman DSST prekordial >7.88 terdapat 10 orang yang memiliki lesi di
proksimal dan jumlahnya paling banyak bila dibandingkan kwartil lain, namun
tidak signifikan secara statistik (p=0.233). Hal ini kemungkinan diakibatkan
karena jumlah sampel yang sedikit. Untuk derajat keparahan stenosis kelompok
dengan jumlah DSST prekordial >7.88 memiliki rerata stenosis yang lebih tinggi
(p=0.01). Tampak pada grafik severitas LAD bahwa semakin besar jumlah
kedalaman DSST prekordial maka semakin tinggi derajat stenosisnya Penelitian
ini menunjukkan bahwa selain menunjukkan adanya keterlibatan LAD (seperti
yang didapatkan dalam penelitian-penelitian sebelumnya), jumlah kedalaman
DSST prekordial yang lebih besar juga menunjukkan kecenderungan lokasi
stenosis di proksimal serta derajat keparahan stenosis yang lebih berat. Dari
analisis kurva ROC untuk jumlah kedalaman DSST prekordial didapati nilai cut-
off ≥5.15 mm yang meberikan nilai sensitifitas 70% dan spesifisitas 76.2 %. Nilai
Prediksi Positif (PPV) jumlah kedalaman ST depresi adalah sebesar 84,4% dan
Nilai Prediksi Negatif (NPV) adalah 57,1%, dengan nilai akurasi sebesar 71,7%.

Universitas Sumatera Utara


57

untuk memprediksikan keterlibatan LAD. Penelitian sebelumnya yang dilakukan


oleh Harapongse (1983) yang mendapatkan nilai >0,3 mV (3 mm) sebagai cut-off
keterlibatan LAD.
Untuk tujuan khusus dari penelitian ini, lokasi DSST prekordial di V1-V6
memberikan hasil yang paling baik bila dibandingkan dengan kelompok lead
prekordial yang behubungan lainnya walaupun angka sensitifitas dan
spesifisitasnnya tidak terlalu tinggi.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa :

1. Terdapat korelasi antara jumlah kedalaman DSST prekordial dengan


keterlibatan LAD, lokasi lesi yang lebih proksimal dan derajat keparahan
yang lebih tinggi.
2. Nilai jumlah kedalaman DSST prekordial ≥5.15 mm memberikan
sensitifitas 70 % dan spesifisitas 76.2%.
3. Lokasi DSST pada kelompok lead prekordial yang berhubungan yang
paling baik memprediksikan keterlibatan LAD adalah V1-V6

6.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran

Sampel pada penelitian ini adalah pasien IMAEST inferior, dimana secara
umum angka prevalensinya lebih rendah dari IMAEST lainnya sehingga dijumpai
kesulitan dalam pengumpulan jumlah sampel minimal. Jumlah sampel dalam
penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang
dilakukan sebelumnya dan hanya dilakukan pada satu tempat penelitian sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar
maupun kerjasama dengan beberapa rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas
rawat inap intensif kardiovaskular agar dapat memberikan hasil yang lebih
representatif.

58

Universitas Sumatera Utara


59

DAFTAR PUSTAKA

Abbase AH. Significance of Reciprocal ST Segment Depression in Acute Inferior


Myocardial Infarction. Medical Journal of Babylon. 2010;10:518-525.

Almansori M, Armstrong PW, Yuling F, et al. Electrocardiographic identification of


the culprit coronary artery in inferior wall ST elevation myocardial infarction.
Canadian Journal of Cardiology. 2010;26(6):293-296.

Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey Jr. DE, Ganiats TG, Holmes Jr.
DE, et al. 2014. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients
With Non–ST-Elevation Acute Coronary Syndromes: Executive Summary.
Journal of the American College of Cardiology.

Becker RC, Alpert JS. Electrocardiographic ST segment depression in coronary heart


disease. American Heart Journal. 1988;115:862–868.

Berger PB, Ryan TJ. Inferior myocardial infarction: high-risk subgroups. Circulation.
1990;81:401-411.

Birnbaum Y, Herz I. Prognostic significance of precordial ST Segment depression on


admission ECG in patients with inferior wall myocardial infarction. Jounal of
American College of Cardiology. 1996;28:313-318.

Birnbaum Y, Wagner G. The initial electrocardiographic pattern in acute myocardial


infarction : correlation with infarct size. Journal of Electrocardiology.
1999;32:122-128.

Universitas Sumatera Utara


60

Birnbaum Y, Drew BJ. The electrocardiogram in ST elevation acute myocardial


infarction: correlation with coronary anatomy and prognosis. Postgrad Med J.
2003;79:490–504.

Blumgart HL, Schlesinger MJ, Davis D, et al. Studies on the relation of the clinical
manifestations of angina pectoris, coronary thrombosis and myocardial
infarction to the pathologic findings. American Heart Journal. 1940;19:1-91.

Boden WE, Bough EW, Korr KS, et al. Inferoseptal infarction: another cause of
'reciprocal' anterior ST-segment depression in inferior myocardial infarction.
American Journal of Cardiology. 1984;54:1216-1223.

Brymer JF, Khaja F, Marzilli M, et al. “Ischemia at a distance”during intermittent


coronary occlusion: a coronary anatomic explanation. Journal of American
College of Cardiology. 1985;6:41-45.

Camara EJ, Chandra N, Ouyang et al. Reciprocal ST change in acute myocardial


infarction : Assessment by electrocardiography and echocardiography. Journal
of American College of Cardiology. 1983;2(2):251-257.

Cannon RO. Ischemia at a distance-So close yet so far. Journal of American College
of Cardiology. 1985;6(1):46-48.

Celik S, Yilmaz R, Baykan M, et al. Are reciprocal changes a consequence of


“ischemia at a distance” or merely a benign electrical phenomenon? A pulsed
wave tissue Doppler echocardiographic study. Annal of Non invasive
Electrocardiology. 2003;8:302–307.

Chaitman BR, Waters DD, Corbara F,et al. Prediction of multivessel disease after
inferior myocardial infarction. Circulation. 1978;57(6):1085-1090.

Universitas Sumatera Utara


61

Cinca J, Noriega FJ, Alvarez-Garcia J, et al. ST-segment deviation behavior during


acute myocardial ischemia in opposite ventricular regions : observatioons in
the intact and perfused heart. Journal of Heart Rhythm. 2014;11(11):2084-91.

Cohen M, Blanke H, Karsh KR, et al. Implications of precordial ST segment


depression during acute inferior myocardial infarction. Arteriographic and
ventriculographic correlations during the acute phase. British Heart Journal.
1984;52:497-501.

Croft CH, Woodward W, Nicod P, et al. Clinical implications of anterior ST segment


depression in patients with acute inferior myocardial infarction. The American
Journal of Cardiology. 1982;50(3):428-436.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

El Atroush H, Effat H, Shehata M, et al. Reciprocal ST segment changes in acute


inferior myocardial infarction: Clinical, hemodynamic, and angiographic
implications. Egyptian Heart Journal. 2012;64:97-103.

Ferguson DW, Pandian N, Kioschos JM, et al. Angiographic evidence that reciprocal
ST-segment depression during acute myocardial infarction does not indicate
remote ischemia : Analysis of 23 patients. The American Journal of
Cardiology. 1984;53(1):55-62.

Forfar JC. Reciprocal ST segment changes in acute myocardial infarction:


informative or incidental ? Quarterly Journal of Medicine. 1989;72:763–765.

Gelman JS, Saltrups A. Precordial ST depression in patients with inferior infarctions:


clinical implications. Br Heart J. 1982;48:560-65.

Universitas Sumatera Utara


62

Gibelin P, Gilles B, Guarino L, et al. Reciprocal ST segment changes in acute inferior


myocardial infarction : Clinical, haemodynamic and angiographic
implications. European Heart Journal. 1986;7:133-139.

Gibson RS. Bishop HL. Stamm RB, et al. Value of early two dimensional
echocardiography in patients with acute myocardial Infarction. American
Journal of Cardiology. 1982;49:1110-9.

Gibson RS, Crampton RS, Watson DD, et al. Precordial ST segmen depression
during acute inferior myocardial infarction: clinical, scintigraphic and
angiographic correlation. Circulation. 1982;66:732-741.

Goldberg HL, Borer JS. Jacobstein JG.,et al. Anterior ST-segment depression in acute
inferior myocardial infarction: indicator of posterolateral infarction.
American Journal of Cardiology. 1981;48:1001-1015.

Goldberger AL, Goldberger ZD, Shvilkin A. Goldberger’s Clinical


Electrocardiographic : A Simplified Approach. Eight edition. St Louis, CV
Mosby; 2013.

Griffin BP, Topol EJ. Manual of Cardiovascular Medicine. Third edition. New York,
Lippincott Williams & Wilkins; 2009.

Hanna E, Glancy D. ST-segment depression and T-wave inversion: Classification,


differential diagnosis, and caveats. Cleveland Clinic Journal of Medicine.
2011:78: 404-414.

Haraphongse M, Jugdutt BI, Rosall RE. Significance of precordial ST-segment


depression in acute trammural inferior infarction: coronary angiographic
findings. Catheterization and Cardiovascular Diagnosis. 1983;9:143-151.

Universitas Sumatera Utara


63

Hasdai D, Sclarovsky S, Solodky A, et al. Prognostic significance of maximal


precordial ST segment depressions in right (V1-V3) versus left (V4-V6)
leads in patients with inferior wall acute myocardial infarction. The American
Journal Cardiology. 1994;74(11):1081-1084.

Herlitz J, Hjalmarson H. Occurrence of Anterior ST depression in Inferior


Myocardial Infarction and relation to clinical outcome. Clin Cardiol.
1987;(10):529-534.

Hlatky MA, Califf RM, Lee KL, et al. Prognostic significance of precordial ST-
segment depression during inferior acute myocardial infarction. American
Journal of Cardiology. 1985;55(4):325-329.

Hopenfeld B, Stintra JG, Macleod RS. Mechanism for ST depression associated with
Contiguouos Subendocardial Ischemia. Journal of Cardiovascular
Electrophysiology. 2004;15:1200-1206.

Jennings K, Reid DS, Julian DG. “Reciprocal” depression of ST segment in acute


myocardial infarction. Br Med J. 1983;287:634-637.

Karapinar H, Yanartas M, Karavelio. Importance of reciprocal ST segment


depression in the extensive coronary artery disease. European Journal of
General Medicine. 2010;7(1):88-91.

Karslberg RP, Tcheng JE, Boris JR, et al. “ACCF/AHA 2011 key data elements and
definitions of a base carddiovascular vocabulary for electronic health record.
Journal of American College of Cardiology. 2011;58(2):202-222.

Kennedy JW, Martin GV, Davis KB, et al. The Western Washington Intravenous
Streptokinase in Acute Myocardial Infarction Randomized Trial. Circulation.
1988;77:345-352

Universitas Sumatera Utara


64

Kidambi A, Mather AN, Uddin A, et al. Reciprocal ECG changes in ST elevation


myocardial infarction is associated with area at risk and myocardial salvage
following revascularization. Journal of Cardiovascular Magnetic Imaging.
2013;15(1):172.

Kini. Normal and Variant Coronary Arterial and Venous Anatomy on High-
Resolution CT Angiography. American Journal of Roentgenology.
2007;188:1665-1674.

Knour M. Significance of Reciprocal ST Segment Depression in ST Elevation


Myocardial Infarction. JACC: Cardiovascular Intervention. 2015;8(2):S15.

Kors JA. Mirror image electrocardiograms and additional electrocardiographic leads :


new wine in old wineskins. Journal of Electrocardiology. 2008;41(3):245-250.

Lembo NJ, Starling MR, Dell’italia LJ, et al. Clinical and prognostic importance of
persistent precordial (V1-V4) electrocardiographic ST segment depression in
patients with inferior transmural myocardial infarction. Circulation.
1986;74(1):56-63.

Lew AS, Maddah J, Shah PK, et al. Factors that determine the direction and
magnitude of precordial ST segment deviations during inferior wall
myocardial infarction. American Journal of Cardiology. 1985;55:883–888.

Little WC, Rogers EW, Sodiums MT. Mechanism of anterior ST segment depression
during acute inferior myocardial infarction. Annal of Internal Medicine.
1984;100:226-229.

Mirvis, DM. Physiological bases for anterior ST segment depression in patients with
acute inferior wall myocardial infarction. American Heart Journal.
1988;116(5):1038-1322.

Universitas Sumatera Utara


65

Mukharji J, Murray S, Lewis SE, et al. Is acute anterior ST depression with acute
transmural inferior infarction due to posterior infarction? A
vectorcardiographic and scintigraphic study. Journal of American College of
Cardiology. 1984;4(1):28-34.

Naccarella FF, WeintraubWS, Agarwal JB, et al. Evaluation of “ischemia at distance”


: Effects of coronary occlusion on a remote area of left ventricle. The
American Journal of Cardiology. 1984;54:869-874.

Nasmith J, Marpole D, Rahal D, et al. Clinical outcomes after inferior myocardial


infarction. Annal of Internal Medicine. 1982;96:22-26.

Noriega FJ, Jorge E, Arzamendi D, et al. Mechanism and diagnostic potential of


reciprocal ECG changes induced by acute coronary occlusion in pigs. Journal
of Heart Rhythm. 2013;10:883-90.
O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction : A Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines. Journal of American College of
Cardiology. 2013;61(4):e78-140.

Ong L, Valdellon B, Coromilas J, et al. Precordial ST segment depression in inferior


myocardial infarction: evaluation by quantitative thallium-201 scintigraphy
and technetium-99 m ventriculography. American Journal of Cardiology.
1983;51:734-139.

Parale GP, Kulkarni PM, Athawale S, et al. Importance of reciprocal leads in acute
myocardial infarction. JAPI. 2004;(52).376-379.

PERKI. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. Centra


Communications; 2014.

Universitas Sumatera Utara


66

Pichler M, Shah PK, Peter T et al. Wall motion abnormalities and


electrocardiographic changes in acute transmural myocardial infarction:
implications of reciprocal ST segment depression. American Heart Journal.
1983;106:1003-1008.

Rosamond W, Flegal K, Friday G, et al. Heart disease and stroke statistics-2007


update: a report from the American Heart Association Statistics Subcommitte.
Circulation. 2007;115:e69-171.

Roubin GS, Shen WF, Nicholson M, et al. Anterolateral ST segment depression in


acute inferior myocardial infarction: angiographic and clinical implications.
American Heart Journal. 1984;107:1177-1182.

Ruddy TD, Yasuda T, Strauss HW, et al. Anterior ST segment depression in acute
inferior myocardial infarction as a marker of greater inferior, apical,
posterolateral damage. American Heart Journal. 1986;112(6):1210-1216.

Rude RE, Croft CH, Willerson JT. “Reciprocal” anterior ST depression early in the
course of transmural inferior myocardial infarction: an ECG finding of
uncertain clinical significance. International Journal of Cardiology.
1983;4:80–85.

Salcedo JR, Baird MG, Chambers J, et al. Significance of reciprocal ST segment


depression in anterior precordial leads in acute inferior myocardial infarction :
Concomitant left anterior descending coronary artery disease? The American
Journal of Cardiology. 1981;48(6):1003-1008.

Sato H, Kodama K, Masuyama T, et al. Right coronary occlusion: its role in the
mechanism of precordial ST segment depression. Journal of American
College of Cardiology. 1989;14:297-302.

Universitas Sumatera Utara


67

Schuster EH, Bulkley BH. Ischemia at a distance after acute myocardial infarction: A
cause of early postinfarction angina. Circulation. 1980;62(3):509-515.

Schuster EH, Bulkley BH: Early post-infarction angina: ischemia at a distance and
ischemia in the infarct zone. New Engl Journal of Medicine. 1981;305:1101-
1105.

Schwartz JS, Cohn JN, Bache RJ. Effects of coronary occlusion on flow in the
distribution of neighbouring coronary artery in dogs. American Journal of
Cardiology. 1983;52:189-95.

Sclarovsky S, Topaz O, Rechavia E, et al. Ischemic ST segment depression in leads


V2-V3 as the presenting electrocardiographic feature of poterolateral wall
myocardial infarction. American Heart Journal. 1987;113:1085-1090.
Shah PK, Pichler M, Berman DS, et al. Noninvasive identification of a high-risk
subset of patients with acute inferior myocardial infarction. American Journal
of Cardiology. 1980;46:915-921.

Singh RN. Ischemia at distance. Journal of American College of Cardiology.


1986;8(2):462.

Tendera M, Campbell WB. Significance of early and late anterior precordial ST


segment depression in inferior myocardial infarction. American Journal of
Cardiology. 1984;1984: 994-6.

The Lancet. Reciprocal Changes Accompanying Acute Myocardial Infarction.


Lancet. 1986:1370-1371.

Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, et al. Third Universal Definition of Myocardial
Infarction. European Heart Journal. 2012;33:2551-2567.

Universitas Sumatera Utara


68

Wasserman AG, Ross AM, Bogaty D. Anterior ST segment depression during acute
inferior myocardial infarction : Evidence for the reciprocal change theory.
American Heart Journal. 1983;106(3):516-520.

Wolferth CC, Bellet S, Liveyzey MM, et al. Negatif displacement of the RS-T
segment in the electrocardiogram and its relationships to positive
displacement. American Heart Journal. 1945;29:229-245.

Wong CK, Freedman B, Bautovich B. Mechanism and significance of precordial ST


segment depression during inferior wall acute myocardial infarction
associated with severe narrowing of the dominant right coronary artery.
American Journal of Cardiology. 1993;71(12):1025-1030.

Zimetbaum PJ, Josephson ME. Use of Electrocardiogram in Acute Myocardial


Infarction. The New England Journal of Medicine. 2003;348:933-40.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. KETERANGAN PERORANGAN
a. Nama Lengkap : dr. Kartika br Karo
b. NIM : 127115002
c. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 02 Maret 1986
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Kristen Protestan
g. Status Perkawinan : Menikah
h. Tempat Tinggal : Jln. Bunga Terompet No. 36 Medan Selayang

II. PENDIDIKAN
a. SD INPRES Sukadame, Tamat tahun 1998
b. SMP Negeri 1 Tigapanah , Tamat tahun 2001
c. SMU Negeri 1 Kabanjahe, Tamat Tahun 2004
d. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Tamat Tahun 2009
e. Mulai pendidikan kardiologi FK USU : Januari 2013

III. KARYA ILMIAH


Penulis :
- QT Interval Prolongation After Non-ST Elevation Myocardial Infarction in Type
2 Diabetic Compare With Nondiabetic Patients
-

Medan, Agustus 2017

Mengetahui, Yang Membuat,


Peneliti Utama
Ketua Program Studi
Kardiologi FK USU

(Dr. Ali Nafiah Nasution, Sp.JP(K) (Dr. Kartika br Karo)

NIP.198104142006041002

Universitas Sumatera Utara


Corelation Between Sum of Precordial ST Depression in Acute Inferior
Myocardial Infarction With Stenosis Severity of Left Anterior
Descending Artery
Kartika br Karo*, Andre Pasha Ketaren, Refli Hasan, Harris Hasan, Zulfikri Mukhtar, Anggia
C Lubis
Department of Cardiology and Vascular Medicine, University of Sumatera Utara, Adam Malik Hospital,
Medan, Indonesia

ABSTRACT:
Background : There were many studies proved that precordial ST depression in Inferior STEMI show LAD
disease from angiografi, but there were also many who unproved . Altought LAD disease was not the main
cause of precordial ST depression in Inferior STEMI, but there were many patients with Inferior STEMI who
had high grade LAD disease. Sum of precordial ST depression is one of ECG criteria that can help us to prove
it . The aim of this study in to know if there is corelation between sum of precordial ST depression with LAD
disease and the severity of LAD disease in Inferior STEMI patients with precordial ST depression .
Methods : We analized 60 patients inferior STEMI with precordial ST depression onset less than 24 hours
that hospitalized in Haji Adam Malik General Hospital since December 2013-June 2017. Patients were
divided in to 4 groups based on sum of precordial ST depression. Bivariate analysis were made to see the
corelation between sum of precordial ST depression with LAD disease and severity of LAD, p value < 0.05 is
statistically significant.
Result : Bivariate analysis show that there is strong corelation between sum of precordial ST depression with
LAD disease (p=0.01). Sum of precordial ST depression also corelate with severity of LAD (p=0.01). There
are also corelation with location of the lesion in proximal LAD and the complexity of the lesion but not
statistically significant (p=0.233 and p=0.102). Analysis ROC curve sum of precordial ST depression to LAD
disease give the cut off ≥5.15 mm with sensitivity 70% and spesificity 76.2%(AUC 0,752 ,95% CI: 0,620 –
0,883 p<0,001)
Conclusion : There is strong corelation between sum of precordial ST depression with high grade LAD
disease. The more the sum of precordial ST depression the more posibility high degree LAD disease (
p=0.01).
Key Words : Sum of precordial ST depression, inferior STEMI, LAD disease.

1 INTRODUCTION with precordial ST depression is multivessel


coronary disease theory which states that precordial
About 60% patients with inferior STEMI also ST depression can be caused by ischemic left
have ST depression in precordial lead.1 anterior wall of the left ventricle caused by LAD
Initially, precordial ST depression is only disease. This is first described by Blumgart (1940)
considered as ECG phenomenon due to reciprocal which states the term "Ischemia at distance"
reflection of electrical currents in the inferior meaning the total occlusion of a coronary artery can
infarct region without any anatomical or cause ischemia in the myocardium supplied by
physiological significance. However this seems to another coronary artery, if this other coronary
apply only to a minority of inferior STEMI artery has a critical narrowing and depends on
patients. Most studies have shown that patients with collateral blood flow from the first coronary artery.6
precordial ST depression have a larger area of Many studies support the involvement of LAD
infarction, characterized by higher cardiac enzyme disease by using angiography criteria,4,7,8,9 while
levels, heavier regional LV wall movement other studies do not support.10,11,12 Although these
abnormalities, and lower Ejection Fraction data do not show LAD disease as major cause of
(EF).2,3,4,5 There is an opinion that inferior STEMI precordial ST depression, they indicate that some
Universitas Sumatera Utara
inferior IMAEST patients do have high grade LAD thoracic photo, cardiac enzyme examination
disease. So in some patients, ishemia at distance is (CKMB and Troponin T/I), echocardiography, and
true. Some ECG images can help in detecting this. coronary angiography that have been done during
A deeper ST depression degree may increase the hospitalization. All these data will be carefully
tendency for LAD disease, as reported by recorded. Of all patients include in this study, the
Haraphongse (1983), that all patients (100%) who initial critical data evaluated were 12 lead ECG at
had a precordial ST depression of more than 0.3 presentation using a speed of 25 mm / s and a scale
mV had LAD disease, compared to only 60% of 10 mV / mm.The depth measurements of ST
patients with preecordial DSST 0.2-0.3 mV and depression on the ECG will be performed manually
about 33% in patients with precordial DSST less using a 150 mm Krisbow (KW0600352) caliper
than 0.2 mV. Because there is still a difference of dial micrometer and magnifying glass.The depth of
opinion about precordial ST depression as a marker ST depression will be measured by the distance
of LAD involvement and also a specific study of between two lines. Line (1) is an isoelectric line
ST depression correlation with the degree of connecting P and Q (PR interval) waves. Line (2) is
severity of LAD stenosis has also never been part of ST segment depression taken 40-80 ms from
conducted researcher aims to determine whether J Point. The distance between the two lines will be
there is a correlation between depression ST measured with a caliper dial micrometer and
depression on lead precordial with LAD summed from each precursor lead (V1-V6) of
involvement and the severity of LAD stenosis. In DSST (Σ DSST). Measurement will be performed
addition the researchers also want to counteract the by two cardiologists who do not know the
sensitivity and specificity of each preordial lead angiography of the study subjects. Then will be
associated with LAD involvement. analyzed intra-observer variability. Assessment of
the involvement and severity of LAD stenosis from
2. METHODS
angiography results will be made by two
This study is a retrospective single centre study intervention cardiologists who are also unaware of
of inferior STEMI patients during the period the study's subject's ECG. Based on these
December 2013 through June 2017. Inferior measurements, the patient will be grouped into
STEMI patients <24 hours onset with precordial several quartiles and see which depth is best in
ST depression, no history of acute MI,no history of predicting LAD involvement. Afterwards, it was
heart failure, and no history use of digitalis were assessed that the sum of ST depression depth
included in this study. Patients with ECG bundle relationship with LAD stenosis severity. It also
branch block (BBB), Left Ventricle Hyperthrophy analyzes the sensitivity and specificity of each
(LVH), rhythm of the pacemaker, experienced associated precordial lead to predict LAD
hypokalemia at admission and patients with ECG involvement.
images not eligible for reading were excluded from
All statistical analyses were performed using
the study. Inferior STEMI is define by the presence
statistical software, and a p value <0.05 was
of typical chest pain infarction (chest pain with
considered significant. Receiver operating
duration> 20 min, may be accompanied by spread
to the neck, lower jaw or left arm, not fully characteristic curve analysis was used to determine
the optimum cut-off values of sum ST depression to
responding with nitrates, may be accompanied by
predict the involvement of LAD and severity of
symptoms of activation of the autonomic nervous
LAD stenosis. Clinical, laboratory, and procedural
system such as nausea, vomiting and sweat ), an
data were compared with the use of Student t or
increase and / or decrease in the value of the
ManneWhitney U test for continuous variables
cardiac enzyme (troponin) at least one value above
(expressed as mean standard deviation for
the 99th percentile of normal values accompanied
parametric variables and median and interquartile
by ST segment elevation in II, III, aVF leads
ranges [25 to 75 percentile levels] for
assessed J point, in two related leads, ≥0.25 mV in
nonparametric variables) and the chi-square or
men <40 years, ≥0.2 mV in men> 40 years, or
Fisher’s exact test for categorical variables
≥0.15 mV in women at lead V2-V3, and / or ≥ 0.1
(expressed as counts and percentages). Continuous
mV in other leads. Precordial ST segment
variables were analyzed for normal distribution
depression (DSST) is defined as horizontal ST
using the Kolmogorov Smirnov test.
segment depression or downsloping ≥ 1 mm in at
least two of the six precordial leads V1 to V6 in 3. RESULTS
patients with inferior IMAEST .13,14 The researcher
The number of inferior IMAEST patients from
will examine the patient's medical record for December 2013 to June 2017 was 184 persons, of
anamnesis, physical examination, early ECG,
Universitas Sumatera Utara
which 60 samples of inferior IMAEST onset <24 Table 1. Baseline Characteristic
hours with precursor DSST features that met the
inclusion and exclusion criteria to be included in
the study. From the description of demographic
data of research subjects (Table 1) it can be seen
that there were no significant differences in age,
sex and weight in each quartile. For CHD risk
factors there was also no significant difference for
all risk factors (hypertension, DM, dyslipidemia
and smoking) between each quartile. For the initial
presentation data of the study subjects there was no
significant difference in mean systolic and diastolic
blood pressure, heart rate, cardiac enzyme, and
TIMI score among each quartile. A significant
difference was found in the mean onset of chest
pain and the mean left ventricular ejection fraction.
The subjects in quartile IV(sum ST depression
>7.88 mm) were seen to have an earlier onset of
chest pain and a lower ejection fraction than the
other quartiles (p = 0.038; p = 0.029).
Table 2 shows the relationship of sum of ST
depression to LAD stenosis. In the quartile I (sum
of ST depression <3.24 mm) there were 33.3%
subjects with stenosis in LAD. In the quartile II
(3.24-5.35) seen an increase in the number of
subjects with LAD stenosis is 60%. In quartile III
group (5.35 - 7.88 mm) this number is increasing
where there are 80% of subjects with LAD stenosis.
Subjects with LAD stenosis were most prevalent in
the quartile IV (> 7.88 mm) of 86.7%.
Based on the histogram graph in Figure 1 it is
found that the more in sum of ST depression the Table 2. Relationship depth sum of ST depression
higher the number of subjects who have stenosis in with LAD stenosis
LAD. The analysis result using chi square test
showed that there was a significant correlation Depth Sum of ST LAD Stenosis p
between depth of sum ST depression amount to Depression, n (%) + - *
LAD stenosis (p = 0,01). Quartile I(<3.24 mm) 5(33,3) 10(66,7) 0,01
Based on sum of ST depression it is seen that
Quartile II(3.24 - 5.34 9 (60) 6 (40)
the more in ST depression the more the LAD mm)
severity level increases. In the Quartile I (depth
<3.24 mm), the mean percentage of LAD severity Quartile III(5.35- 7.88 12(80) 3 (20)
was only 21.67% (SD = 32.16%). Furthermore, in mm)
group Quartile II (depth 3.24 - 5.34 mm), mean of QuartileIV(>7.88 mm) 13 (86,7) 2(13,3)
LAD severity increased to 48% (SD = 43,62%). In
the Quartile III(depth 5.35 - 7.88 mm), the average
LAD severity continued to increase to 63.6% (SD = 100 80 86,7
Persentase

37.18%). In the Quartile IV(depth> 7.88 mm), the 60


mean LAD severity was 68.6% (SD = 33.71%). 50 33,3
Figure 2 shows that as large as the depth of ST
0
depression, stenosis in LAD is more severe. <3.24 3.24 - 5.35 - > 7.88
5.34 7.88
Jumlah Kedalaman ST Depresi

Fig. 1 Relationship of sum of ST depression to LAD


stenosis

Universitas Sumatera Utara


Fig. 3. ROC curve sum of ST depression
Fig. 2. Relationship of depth sum ST depression to severity of
stenosis in LAD
1
The highest sensitivity was achieved by all 0,8
leads in predicting LAD by 56.4%, and the lowest
in V1V2 and V5V6 leads was only 5.1%. The 0,6
100% specificity can be achieved by a lead V5V6, sensitifitas
0,4
followed by a lead of V1V2 with a specificity of spesifisitas
0,2
90.5% and a specific specificity by all leads of only
81%. Based on the accuracy, the highest accuracy 0
4,465
5,285
6,795

13,74
1
2,25
3,29

7,56
8,34
is obtained at 65% ie on all leads (V1-V6).

Fig. 4 Cut off sum of ST depression

4 DISCUSSION
In this study there was a statistically significant
relationship in terms sum of ST depression with
Ejection Fraction <40%. Subjects with a precursor
depth of ST depression> 7.88 mm had a lower
mean ejection fraction than other quartiles having a
lower depth of ST depression of precordial (p =
0.029). This is consistent with the results of
previous studies by Lembo (1986) and Hlatky
(1985) who argue that inferior IMAEST with
precordial DSST ≥ 0.1 mV is associated with a
With the analysis using ROC curve, it can be wider area of infarct, poor left ventricular function.
seen that depth ST depth in this study has the For the onset of chest pain subjects with sum of ST
ability to predict LAD because it has a value of depression > 7.88 were seen to have lower onset
Area Under Curve (AUC) of 75.2% (95% CI: 0.620 rates (p = 0.038).
- 0.883) with p = 0.001 , p <0.05.
Based on the sensitivity and specificity curve The results of this study support previous
of Figure 4, the Cut Off value for depth ST depth is studies, in which Inferior STEMI patients with
5.15 mm. Using a cut off point of 5.15 mm, the precordial ST depression did have high grade LAD
sensitivity of depth ST depth was 69.2% and disease. The deeper degrees of ST depression may
specificity was 76.2%. Positive Prediction Value increase the tendency for LAD disease, as reported
(PPV) sum of ST depression 84.4% and Negative by Haraphongse (1983), that all patients (100%)
Prediction (NPV) value is 57.1%, with an accuracy who had sum of precordial ST depressions more
of 71.7%. than 0.3 mV had LAD disease, compared to only
60% in patients with sum ST depression 0.2-0.3
mV and about 33% in patients with less than 0.2
mV. In this study found the greater the number of
Universitas Sumatera Utara
sum ST depression then the possibility for stenosis coronary anatomic explanation. Journal of American
in LAD is also higher (p = 0.01)). For the severity College of Cardiology. 1985;6:41-45.
3. Birnbaum Y, Herz I. Prognostic significance of
of LAD stenosis, subjects with sum of ST precordial ST Segment depression on admission ECG
depression count> 7.88 had a higher mean stenosis in patients with inferior wall myocardial infarction.
(p = 0.01). Seen on the graph of LAD severity that Jounal of American College of Cardiology.
the greater the depth of sum ST depression the 1996;28:313-318.
higher the degree of stenosis. This study suggests 4. Jennings K, Reid DS, Julian DG. “Reciprocal”
depression of ST segment in acute myocardial
that in addition to indicating the presence of LAD infarction. Br Med J. 1983;287:634-637.
involvement (as found in previous studies), the 5. Hlatky MA, Califf RM, Lee KL, et al. Prognostic
greater depth of sum ST depression is also a greater significance of precordial ST-segment depression
degree of stenosis severity weight. From the ROC during inferior acute myocardial infarction.
curve analysis for the sum of ST depression depth American Journal of Cardiology. 1985;55(4):325-
329.
there was a cut-off value of ≥5.15 mm giving 70% 6. Blumgart HL, Schlesinger MJ, Davis D, et al. Studies
sensitivity and 76.2% specificity %(AUC 0,752 on the relation of the clinical manifestations of
,95% CI: 0,620 – 0,883 p<0,001). Positive angina pectoris, coronary thrombosis and myocardial
Prediction Value (PPV) sum of ST depression infarction to the pathologic findings. American Heart
amounts 84.4% and Negative Prediction (NPV) Journal. 1940;19:1-91.
7. Croft CH, Woodward W, Nicod P, et al. Clinical
value is 57.1%, with an accuracy of 71.7%. to implications of anterior ST segment depression in
predict LAD involvement. Prior research by patients with acute inferior myocardial infarction.
Harapongse (1983), which received a value of> 0.3 The American Journal of Cardiology.
mV (3 mm) as a cut-off of LAD involvement. For 1982;50(3):428-436.
the specific purpose of this study, the ST 8. Little WC, Rogers EW, Sodiums MT. Mechanism of
anterior ST segment depression during acute inferior
depression location in V1-V6 gave the best results myocardial infarction. Annal of Internal Medicine.
when compared to other related precordial lead 1984;100:226-229
groups although the sensitivity and specificity 9. Salcedo JR, Baird MG, Chambers J, et al.
numbers are not too high. Significance of reciprocal ST segment depression in
anterior precordial leads in acute inferior myocardial
infarction : Concomitant left anterior descending
coronary artery disease? The American Journal of
5 CONCLUSION Cardiology. 1981;48(6):1003-1008.
10. Ferguson DW, Pandian N, Kioschos JM, et al.
Based on the results of data analysis obtained in Angiographic evidence that reciprocal ST-segment
this study, it can be concluded that: There is a depression during acute myocardial infarction does
correlation between sum of ST depression in not indicate remote ischemia : Analysis of 23
patients. The American Journal of Cardiology.
precordial leads with LAD involvement and the 1984;53(1):55-62.
degree of LAD severity. The sum of ST depression 11. Gibson RS. Bishop HL. Stamm RB, et al. Value of
depth value of ≥5.15 mm gave a sensitivity of 70% early two dimensional echocardiography in patients
and a specificity of 76.2% %(AUC 0,752 ,95% CI: with acute myocardial Infarction. American Journal
0,620 – 0,883 p<0,001) to predict the presence of of Cardiology. 1982;49:1110-9.
12. Lew AS, Maddah J, Shah PK, et al. Factors that
stenosis in LAD. The location of the DSST in the determine the direction and magnitude of precordial
corresponding precordial lead groups that best ST segment deviations during inferior wall
predicts LAD involvement is V1-V6. myocardial infarction. American Journal of
The number of samples in this study is smaller Cardiology. 1985;55:883–888.
than the previous studies and only done in one 13. Haraphongse M, Jugdutt BI, Rosall RE. Significance
of precordial ST-segment depression in acute
place of research so that further research is needed trammural inferior infarction: coronary angiographic
with larger number of samples as well as findings. Catheterization and Cardiovascular
cooperation with some referral hospitals that have Diagnosis. 1983;9:143-151.
intensive cardiovascular inpatient facility provide 14. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, et al. 2013
more representative results. ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-
Elevation Myocardial Infarction : A Report of the
American College of Cardiology
REFERENCES Foundation/American Heart Association Task Force
1. Sato H, Kodama K, Masuyama T, et al. Right on Practice Guidelines. Journal of American College
coronary occlusion: its role in the mechanism of of Cardiology. 2013;61(4):e78-140.
precordial ST segment depression. Journal of
American College of Cardiology. 1989;14:297-302.
2. Brymer JF, Khaja F, Marzilli M, et al. “Ischemia at a
distance”during intermittent coronary occlusion: a

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai