Anda di halaman 1dari 102

PERBEDAAN ANTARA VARIAN –G308A TUMOR NECROSIS

FACTOR-α (TNF-α) DAN VARIAN –G174C INTERLEUKIN-6 (IL-6)


PADA ORANG DENGAN SKIZOFRENIA SUKU BATAK DAN
KONTROL SEHAT

TESIS

OLEH

MUNAWIR SARAGIH

177041100

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


PERBEDAAN ANTARA VARIAN –G308A TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α)
DAN VARIAN –G174C INTERLEUKIN-6 (IL-6) PADA ORANG DENGAN
SKIZOFRENIA SUKU BATAK DAN KONTROL SEHAT

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Psikiatri


Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MUNAWIR SARAGIH
177041100

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN

PERBEDAAN ANTARA VARIAN –G308A TUMOR NECROSIS


FACTOR-α (TNF-α) DAN VARIAN –G174C INTERLEUKIN-6 (IL-6) PADA
ORANG DENGAN SKIZOFRENIA SUKU BATAK DAN KONTROL
SEHAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis mengacu

dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, 13 Desember 2019

MUNAWIR SARAGIH

iii
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta telah memberikan

kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini disusun untuk melangkapi persyaratan menyelesaikan Pendidikan

Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

sempurna. Namun demikian besar harapan penulis kiranya tulisan ini dapat

bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang

“Perbedaan antara Varian –G308A Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Varian

–G174C Interleukin-6 (IL-6) pada Orang Dengan Skizofrenia Suku Batak dan

Kontrol Sehat”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama

mengikuti Program Studi Magister Kedokteran Klinik bidang Psikiatri.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis menyampaikan

ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K),

Ketua TKP PPDS–1 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

iv
Universitas Sumatera Utara
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis,

M.Ked(Oph), Sp. M(K) dan Sekretaris Program Studi Magister

Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr.

dr. Mohd. Rhiza Z Tala, M.Ked(OG), Sp.OG(K) yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister

Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked., Sp. K.J. (K) selaku Ketua Program Studi

Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, juga sebagai

guru dan pembimbing tesis penulis yang banyak membagikan

pengetahuan, bimbingan, dan dorongan kepada penulis.

3. dr. Mustafa M. Amin, M.Ked., M.Sc., Sp. K.J. (K) sebagai guru dan

pembimbing tesis penulis yang banyak membagikan pengetahuan,

bimbingan, dan dorongan kepada penulis.

4. dr. Vita Camellia, M.Ked., Sp. K.J. selaku guru yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan,

dan memberi masukan-masukan berharga kepada penulis untuk

menyelesaikan tesis ini.

5. dr. M. Surya Husada, M.Ked., Sp. K.J. selaku Sekretaris Program Studi

Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, selaku guru

yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan,

dorongan, dukungan, dan memberi masukan-masukan berharga kepada

penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

v
Universitas Sumatera Utara
6. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. K.J.(K) selaku guru besar dan penguji yang

banyak membimbing dan memberikan pengetahuan yang berharga kepada

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. dr. H. Harun T. Parinduri, Sp. K.J. (K) selaku guru dan penguji yang

banyak membimbing dan memberikan pengetahuan yang berharga kepada

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Prof. dr. H. M. Joesoef Simbolon, Sp. K.J. (K) selaku guru besar dan

penguji yang banyak membimbing dan memberikan pengetahuan yang

berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

9. dr. Nazli M. Nasution, M.Ked., Sp. K.J. sebagai guru dan pembimbing

tesis penulis yang memberikan bimbingan, masukan, dan dorongan dalam

menyelesaikan tesis ini.

10. dr. Dessy Mawar Zalia, M.Ked, Sp. K.J. sebagai guru yang telah banyak

memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis.

11. dr. Cindy Chias Arthy, M.Ked, Sp. K.J. sebagai guru yang telah banyak

memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis

12. Direktur Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan, Sumatera Utara

atas izin, kesempatan, dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama

melaksanakan penelitian.

13. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS–1 Program Studi Psikiatri Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. M.Affandi , M.Ked., dr.

Friska Gurning, M.Ked., dr. Andrew Handi, M.Ked., dr. Suniaty D.

Lumbantoruan, M.Ked., dr. Anastasia V. F. Sipayung, M.Ked., dr. Nurul

Utami, M.Ked., dr. Roslinda Damanik, M.Ked., dr. Dahlia R. Turangan,

vi
Universitas Sumatera Utara
M.Ked., dr. Franky H. Sitepu, M.Ked., dr. Yusuf Wibisono, dr. Arneil

Sitepu, dr. Ridha Rizki, M.Ked, dr. Yoseva Hotnauli, M.Ked, dr. Rudi

Yusuf, dr. Hengky Freddy S, M.Ked, dr. Ihsan Fadhilah, M.Ked, dr.

Ariwan Selian, dr. Julius Martin Siagian, M.Ked, dr. Ridho Akbar

Syafwan, M.Ked, dr. Sri Andriani, M.Ked, dr. Risni Nanda, dr. Z. Chandra

S. Harahap, dr. Lidya de Vega, M.Ked, dr. Dona Farila Agus, M.Ked, dr.

Huzaipah, M.Ked, dr. Bayu Ariatama, M.Ked, dr. M.Putra M. Lubis, dr.

Agusmita, dr. Thomas Hendriko, dr. Erlina Yulia dan dr. Muhammad

Hasbi yang banyak memberikan masukan serta selalu memberikan

dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

14. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah

bertugas selama menjalani pendidikan.

15. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Alm. Jaminan Saragih dan

Sariana Br. Purba dengan penuh kesabaran dan kasih sayang mendukung

penulis dalam menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

Keberhasilan dalam hidup penulis tidak lepas merupakan berkat doa dan

dukungan orang tua tercinta. Seluruh keberhasilan dalam hidup ini tentu

saja penulis persembahkan kepada keduanya.

16. Istriku tersayang Miftahul Husnah, S.Pd., M.Si, dan anakku Abqari Arslan

Saragih, terimakasih atas segala doa, dukungan, kesabaran, pengertian

yang mendalam, pengorbanan, air mata, bahkan ikut berlelah membantu

dalam segala hal. Tanpa semua itu, penulis tidak akan mampu

menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik.

vii
Universitas Sumatera Utara
17. Seluruh keluarga besarku yang banyak memberikan semangat dan doa

kepada penulis selama menjalani pendidikan, terutama kakak-kakakku Jon

Maini Saragih, S.Kep dan Anita Ernila, S.E, abangku Dolik Saragih, S.P ,

abang iparku Bripka Andi Supriadi Sinaga dan Bripka Sarwedi, S.H, kak

iparku Mely Purba, semua keponakan-keponakanku (Chila, Hafiz, Naya,

Selo, Putra, Adzra dan Nindi), serta kedua bapak & ibu mertuaku

(Taharuman Manday, S.E dan Wida Novia, S.E)

Semoga Tuhan membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah

membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis. Akhirnya

penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi

kita semua.

Medan, 13 Desember 2019

Munawir Saragih

viii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Perbedaan antara Varian –G308A Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Varian –
G174C Interleukin-6 (IL-6) pada Orang Dengan Skizofrenia Suku Batak dan
Kontrol Sehat

Munawir Saragih1, Elmeida Effendy2, Mustafa M. Amin2


Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatera Utara

Latar Belakang: Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental berat dengan


heritabilitas diperkirakan mencapai 80%. Varian –G308A TNF-α dan varian –G174C IL-
6 merupakan daerah promotor gen yang melibatkan single nucleotide polimorphism
(SNP) pada posisi nukleotida -308 dan -174 dan telah dikaitkan dengan produksi TNF-α
dan IL-6 yang lebih tinggi yang diduga dapat berkontribusi dalam patogenesis
skizofrenia.

Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan antara varian –G308A TNF-α dan –G174C IL-6
pada orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan metode Cross-
Sectional, yang dilaksanakan di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap BLUD Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (RSJ. Provsu) Prof. M. Ildrem dari Juni 2019 hingga
November 2019. Telah dilakukan pengambilan sampel sampel sebesar 75 orang dengan
skizofrenia suku Batak dari Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. M. Ildrem Medan dan 75 sampel
kontrol sehat dari warga sekitar Universitas Sumatera Utara (USU) yang bersedia menjadi
subjek. Setelah sampel darah terkumpul sebanyak 150 sampel, dianalisis secara PCR di
laboratorium terpadu Fakultas Kedokteran USU.

Hasil: Dari hasil analisis dengan uji chi-square pada varian –G308A TNF-α diperoleh
nilai p adalah 1,00. yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi
kemunculan genotip GG dan genotip GA pada kelompok ODS maupun kelompok
kontrol. Genotip varian –G308A bukan merupakan faktor resiko terjadinya skizofrenia.
Sedangkan pada varian –G174C IL-6 diperoleh nilai p adalah <0,001,. yang berarti
terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara frekuensi kemunculan genotip GG
dengan genotip GA pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol. Genotip varian –
G174C merupakan faktor resiko terjadinya skizofrenia.

Kesimpulan: Pada varian –G308A TNF-α tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara orang dengan skizofrenia suku batak dengan kontrol sehat, sedangkan pada varian

ix
Universitas Sumatera Utara
–G174C IL-6 ditemukan terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara orang dengan
skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat

Kata Kunci: skizofrenia, TNF-α, Interleukin-6, Suku Batak

1. Peserta PPDS-1 Program Studi Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Staf pengajar Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

x
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Difference between Variant -G308A Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) and


Variant -G174C Interleukin-6 (IL-6) in bataknese people with schizophrenia
and Healthy Control

Munawir Saragih1, Elmeida Effendy2, Mustafa M. Amin2


Department of Psychiatry, Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara

Background: Schizophrenia is a severe mental disorder with heritability estimated at


80%. The -G308A TNF-α variant and the -G174C IL-6 variant are regions of gene
promoters involving single nucleotide polymorphism (SNP) in the nucleotide position of -
308 and -174 and have been linked to higher TNF-α and IL-6 production that are thought
to be can contribute to the pathogenesis of schizophrenia.

Aim:To find out the Difference between Variant -G308A Tumor Necrosis Factor-α (TNF-
α) and Variant -G174C Interleukin-6 (IL-6) in bataknese people with schizophrenia and
Healthy Control

Method: This study is a comparative analytic study using the Cross-sectional method,
which was carried out at the BLUD Inpatient Installation of the North Sumatra Province
Mental Hospital (RSJ. Provsu) Prof. M. Ildrem from June 2019 to November 2019. A
sample of 75 bataknese people with schizophrenia was taken from Prof. Mental Hospital.
dr. M. Ildrem Medan and 75 healthy control samples from residents around the
University of North Sumatra (USU) who were willing to be the subject. After 150 blood
samples were collected, they were analyzed by PCR in the USU Faculty of Medicine
integrated laboratory.

Results: From the results of the analysis with the chi-square test on the TNF-α -G308A
variant, the p value was 1.00. which means there is no significant difference between the
frequency of GG genotype and GA genotype in both the ODS group and the control
group. The -G308A variant genotype is not a risk factor for schizophrenia. Whereas the
variant -G174C IL-6 obtained p value is <0.001 ,. which means that there is a very
significant difference between the frequency of occurrence of GG genotype and GA
genotype in the ODS group and the control group. Genotype variant -G174C is a risk
factor for schizophrenia.
Conclusion: In the TNF-α -G308A variant there was no significant difference between
Bataknese people with schizophrenia and healthy controls, whereas in the variant of -
G174C IL-6 it was found that there were very significant differences between Bataknese
people with schizophrenia and healthy controls.

Keywords: schizophrenia, TNF-α, Interleukin-6, bataknese.

1. Resident of Department of Psychiatry, Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara.


2. The staff of the Department of Psychiatry, Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara.

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................. i

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI.......................................... ii

PERNYATAAN.......................................................................................... iii

UCAPAN TERIMAKASIH.........................................................................iv

ABSTRAK................................................................................................... ix

DAFTAR ISI................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xv

DAFTAR SINGKATAN............................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian............................................................. 5
1.5 Hipotesis Penelitian .......................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 7


2.1 Skizofrenia......................................................................... 7
2.1.1 Sejarah Skizofrenia................................................ 7
2.1.2 Epidemiolog.......................................................... 8
2.1.3 Etiologi................................................................... 8
2.1.4 Kriteria Diagnostik................................................ 13
2.1.5 Pedoman Diagnostik.............................................. 15
2.2 Sitokin ............................................................................... 15
2.2.1 Jenis kelamin, Umur, dan Status hormonal............ 16
2.2.2 Merokok................................................................. 16
2.2.3 Obesitas.................................................................. 17
2.2.4 Perbedaan Ras dan Etnik........................................ 17
2.2.5 Status Sosioekonomik............................................ 17

xii
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Olahraga................................................................. 17
2.2.7 Diet......................................................................... 17
2.2.8 Gangguan Tidur......................................................18
2.2.9 Obat-obatan seperti selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRI), aspirin, statin, dan
antihipertensi.......................................................... 18
2.3 Varian Genetik dan Genotip ........................................... 18
2.4 Varian –G308A pada TNF- α ........................................... 21
2.5 Varian –G174C IL-6 ........................................................ 22
2.6 Suku Batak ........................................................................ 24
2.7 Hardy Weinberg Equilibrium (HWE) ............................... 25
2.8 Kerangka Teori.................................................................. 27
2.9 Kerangka Konsep ............................................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 29


3.1 Disain Penelitian ............................................................... 29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 29
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian......................................... 29
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi............................................. 30
3.5 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel............... 30
3.6 Identifikasi Variabel.......................................................... 33
3.7 Definisi Operasional.......................................................... 34
3.8 Persetujuan Setelah Penjelasan/ Informed Consent........... 37
3.9 Etika Penelitian.................................................................. 37
3.10 Prosedur Penelitian ........................................................... 37
3.11 Analisis Data ..................................................................... 40
3.12 Alur Penelitian................................................................... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................... 42

BAB V PEMBAHASAN............................................................................ 48

BAB VI KESIMPULAN............................................................................. 56
5.1 Kesimpulan......................................................................... 56
5.2 Saran................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 58

LAMPIRAN................................................................................................. 63

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik demografik.............................................................42

Tabel 4.2 Perbedaan distribusi antara alel varian –G308A TNF-α............. 43

Tabel 4.3 Perbedaan distribusi antara alel varian –G174C IL-6................ 43

Tabel 4.4 Perbedaan antara Varian –G308A TNF-α pada Orang Dengan

Skizofrenia Suku Batak dan Kontrol Sehat................................. 44

Tabel 4.5 Perbedaan antara Varian –G174C IL-6 pada Orang Dengan

Skizofrenia Suku Batak dan Kontrol Sehat................................. 45

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka teori .......................................................................... 27

Gambar 2.2 Kerangka konsep ...................................................................... 28

Gambar 3.1 Alur penelitian ......................................................................... 41

Gambar 4.1 Agarose gel electrophoresis RFLP varian –G308A TNF-α


dan varian –G174C IL-6 ........................................................ 42

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian............ 61

Lampiran 2. Pernyataan Persetujuan......................................................... 63

Lampiran 3. Kuisioner Penelitian............................................................. 64

Lampiran 4. Riwayat Hidup Peneliti...........................................................59

Lampiran 5. Data Sampel Penelitian........................................................... 66

Lampiran 6. Hasil Analisis SPSS.................................................................73

xvi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

ODS : Orang Dengan Skizofrenia

TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α

SNP : Single Nucleotide Polimorphism

G : Guanin

A : Adenin

EGF : Epidermal Growth Factor

IL : Interleukin

IL-6 : Interleukin-6

NRG-1 : Neuregulin-1

C : Sitosin

GABA : γ-aminobutyric acid

PPDGJI-III : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

Indonesia-III

SSRI : Selective Serotonin Reuptake Inhibitors

T : Thymin

sIL-6R : soluble Interleukin-6 Receptor

HWE : Hardy Weinberg Equilibrium

BLUD : Badan Layanan Umum Daerah

RSJ. Provsu : Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

PCR : Polymerase Chain Reaction

RFLP : Restriction Fragment Length Polymorphism

FK-USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

xvii
Universitas Sumatera Utara
MINI ICD-10 : the Mini International Neuropsychiatric Interview

International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems-10

IMT : Indeks Massa Tubuh

DNA : DeoxyriboNucleic Acid

EDTA : EthyleneDiamine Tetraacetic Acid

RBC : Red Blood Cell

rpm : rotation per minute

CLS : Cell Lysis Solution

PANSS : Positive and Negative Syndrome Scale

OR : Odds Ratio

PSP : Personal and Social Performance

xviii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia adalah suatu gangguan mental yang ditandai oleh gejala-gejala
positif (waham, halusinasi, dan ucapan tidak terorganisir), negatif (afek datar,
avolisi, miskin bicara dan bahasa, penarikan sosial), serta defisit kognitif (defisit
perhatian, gangguan fungsi eksekutif seperti perencanaan, pemikiran abstrak,
fleksibilitas aturan, dan penghambatan tindakan yang tidak pantas dan informasi
sensorik yang tidak relevan, serta defisit memori jangka pendek dan jangka
panjang).1 Skizofrenia termasuk kedalam 25 besar penyakit yang merupakan
penyebab utama kecacatan di seluruh dunia pada tahun 2013. Prevalensi seumur
hidup skizofrenia cukup rendah (median 4,0 per 1.000 orang) dan kisaran
prevalensi seluruh dunia mencapai 2,6 hingga 6,7 per 1.000 orang,2
Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental berat dengan heritabilitas
diperkirakan mencapai 80%. Beberapa hipotesis telah disajikan untuk
menjelaskan etiopatogenesis dari skizofrenia, beberapa diantaranya berupa
hipotesis genetik, neurodevelopmental, neurodegeneratif neurotransmiter,
neuroimunologi, dll.3 Seiring dengan berkembangnya metode penelitian, terdapat
tiga hipotesis yang dipertimbangkan terkait etiologi skizofrenia yaitu; pertama
skizofrenia merupakan suatu penyakit neurodevelopmental, yaitu suatu gangguan
yang terjadi saat trimester pertama atau kedua awal kehamilan dan akan terpicu
pada masa remaja atau dewasa awal melalui aktivasi sirkuit saraf yang patologik.
Kedua skizofrenia merupakan suatu penyakit neurodegeneratif, yaitu suatu
gangguan progresif kronis dari sistem saraf yang mempengaruhi fungsi neurologis
dan perilaku dan melibatkan perubahan biokimia yang mengarah ke sindrom
histopatologis dan klinis yang berbeda, dan yang ketiga merupakan penggabungan
dari kedua hipotesis diatas yaitu skizofrenia merupakan suatu penyakit
neurodevelopmental progresif. Dikarenakan banyak penelitian maupun temuan
yang mendukungnya, para ilmuan banyak menganut hipotesis
neurodevelopmental, tetapi ada juga temuan yang mengarah ke neurodegeneratif

1
Universitas Sumatera Utara
sehingga etiologi dari skizofrenia ini masih menjadi perdebatan hingga
sekarang.4,5
Gangguan neurodevelopmental mengakibatkan perubahan morfologi dan
arsitektur sel yang ada pada otak, sehingga terjadi defisiensi harmonisasi pada
kapasitas neuron. Selama masa remaja atau dewasa muda, adanya defisiensi ini
serta bersamaan dengan adanya pemicu lain yang berasal dari lingkungan seperti
stres, akan mengarah kepada simtom yang biasa kita lihat pada orang dengan
skizofrenia (ODS). Adapun hal lain yang mungkin terjadi adalah adanya implikasi
sitokin pada etiologi dan patologi skizofrenia.6,7
Sitokin adalah modulator reaksi imun / inflamasi dan regulator untuk
perkembangan otak. Induksi patologis pada sitokin sebagai respon terhadap
infeksi pada ibu hamil memiliki efek buruk pada perkembangan saraf bayi.
Produksi dan pensinyalan sitokin diatur oleh berbagai gen, yang beberapa di
antaranya dapat menyebabkan kerentanan terhadap skizofrenia. Tumor Necrosis
Factor (TNF)-α merupakan salah satu sitokin yang sering dikaitkan dengan
skizofrenia, TNF-α diketahui berkaitan dengan proses proinflamasi, katabolik,
dan aksi imunoregulatori, oleh sebab itu sitokin ini memainkan peran penting
dalam etiopatogenesis skizofrenia dikarenakan peran sitotoksik TNF-α ini dalam
berbagai gangguan saraf. Kadar yang tidak normal dari TNF-α juga berperan
dalam mempengaruhi fungsi otak. Gen TNF-α terletak di lengan pendek
kromosom 6 (6p21.1–21.3), kromosom 6 ini juga sering dikaitkan dengan
kerentanan genetik skizofrenia. Varian –G308A TNF-α merupakan daerah
promotor gen yang terlibat dalam polimorfisme fungsional pada posisi nukleotida
-308 di mana basa guanin (G) digantikan oleh basa adenin (A). Perubahan G
menjadi A tunggal ini disebut juga single nucleotide polimorphism (SNP) dan
SNP pada posisi –G308A TNF-α telah dikaitkan dengan produksi TNF-α yang
lebih tinggi yang diduga dapat berkontribusi dalam patogenesis skizofrenia.8,9
Beberapa penelitian yang mendukung hal diatas adalah penelitian pada
tahun 2001 yang dilakukan oleh Boin et al. penelitian ini dilakukan pada 84 ODS
dengan 138 kontrol sehat yang menemukan perbedaan yang signifikan (p=
0,0042) antara ODS dan kontrol sehat, selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Meira-Lima et al. pada tahun 2002 yang menemukan adanya keeratan hubungan

2
Universitas Sumatera Utara
antara genotipe AA dalam varian –G308A TNF-α dengan skizofrenia juga
mendukung pernyataan diatas dan juga penelitian yang dilakukan di Polandia oleh
Paul-Samojedny et al. pada tahun 2013 yang mengambil kesimpulan bahwa orang
yang memiliki genotip GA-AA pada varian TNF-α akan meningkatkan resiko
orang tersebut menderita skizofrenia paranoid dibandingkan dengan kontrol
sehat.3,10,11
Adapun penelitian yang tidak sejalan dengan hal diatas adalah penelitian
yang dilakukan oleh Pae et al. pada tahun 2003 di Korea yang melakukan
penelitian pada 241 ODS dan 125 kontrol sehat yang melaporkan tidak ada
perbedaan yang signifikan (p=0,811) munculnya genotip GA-AA dalam varian –
G308A TNF- α antara ODS dan kontrol sehat. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Hashimoto et al. pada tahun 2004 di Jepang yang melibatkan 297
ODS dan 458 kontrol sehat juga menemukan tidak adanya perbedaan yang
signifikan antara ODS dan kontrol sehat.12,13
Selain varian –G308A dalam TNF-α, sitokin yang dikaitkan dengan
skizofrenia adalah epidermal growth factor (EGF), interleukin (IL)-1, IL-2, IL-6,
neuregulin-1 (NRG-1),dll. Adapun IL-6 telah diketahui memiliki fungsi mengatur
perkembangan otak, plastisitas sinaptik, dan berbagai perilaku yang berkaitan
dengan makan, tidur dan stres. Terdapat berbagai macam bukti menunjukkan
adanya peran dari IL-6 yang mendasari patogenesis skizofrenia yang terdiri dari
studi meta-analitik yang ketat yang mendukung kadar IL-6 serum yang jauh lebih
tinggi pada pasien skizofrenia yang berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala
serta adanya hubungan skizofrenia dengan polimorfisme gen IL-6. Gen IL-6
manusia terletak pada kromosom 7 (7p15-7p21) dan regulasi ekspresi IL-6
dipengaruhi oleh sedikit variasi dalam promotor. Suatu polimorfisme nukleotida
fungsional G menjadi basa sitosin (C) pada posisi -174 (-G174C) dari promotor
telah dijelaskan terbukti mempengaruhi ekspresi gen IL-6 dengan memodulasi
pengikatan faktor transkripsi seperti GATA1, dengan beberapa studi yang
menunjukkan bahwa alel GG dikaitkan dengan peningkatan kadar IL-6 dalam
darah, peningkatan kadar ini juga merupakan fitur imunologis yang paling sering
dikonfirmasi terkait dengan skizofrenia. Oleh karena itu, hubungan patologis
antara varian –G174C IL-6 dan skizofrenia perlu diperhatikan tetapi menunggu

3
Universitas Sumatera Utara
penyelidikan lebih lanjut.3,8,14
Adapun penelitian yang sudah pernah dilakukan berkaitan dengan varian –
G174C IL-6 adalah penelitian yang dilakukan oleh Paul-Samojedny et al. pada
tahun 2013 yang melibatkan 115 ODS dan 135 kontrol sehat. Penelitian ini tidak
menemukan perbedaan yang signifikan varian ini pada ODS maupun kontrol
sehat. Hal berbeda dilaporkan oleh Zakharyan et al. pada tahun 2012 yang
menemukan perbedaan yang signifikan kemunculan alel C antara ODS maupun
kontrol sehat. Identifikasi kerentanan gen terkait skizofrenia banyak yang
memiliki hasil yang inkonsisten sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
mengkonfirmasi hasil yang sudah ada. Adapun inkonsistensi hasil ini dapat
disebabkan oleh kekhususan etnik maupun latar belakang tertentu lainnya.3,15
Penelitian mengenai varian gen pada sitokin orang dengan skizofrenia masih
sangat terbatas, Samojedny, et al. pada tahun 2012 melakukan penelitian untuk
mencari hubungan polimorfisme IL-2, IL-6 serta TNF-α terhadap orang dengan
skizofrenia paranoid pada populasi Polandia yang hasil penelitiannya
menunjukkan adanya kontribusi gen pada sitokin tersebut dalam terjadinya
skizofrenia.3 Dikarenakan sedikitnya penelitian mengenai hal ini, maka penelitian
tentang perbedaan antara varian –G308A TNF-α dan varian –G174C IL-6
terhadap orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat perlu untuk
dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat perbedaan antara varian –G308A TNF-α dan varian –G174C IL-
6 pada orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan antara varian –G308A TNF-α dan –
G174C IL-6 pada orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol
sehat

4
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik demografik pada orang dengan
skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat
b. Untuk mengetahui perbedaan distribusi frekuensi alel varian -
G308A pada orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol
sehat.
c. Untuk mengetahui perbedaan distribusi frekuensi alel varian –
G174C IL-6 pada orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol
sehat.
d. Untuk mengetahui perbedaan antara varian –G308A TNF-α pada
orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat
e. Untuk mengetahui perbedaan antara varian –G174C IL-6 pada
orang dengan skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat

1.4 Manfaat Penelitian


1. Penelitian ini bisa menjadi dasar bagi dokter untuk mengetahui
kesesuaian teori neurodevelopmental yaitu mengetahui perbedaan varian
–G308A TNF-α dan varian –G174C IL-6 pada orang dengan skizofrenia
suku Batak dan kontrol sehat.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan untuk penelitian sejenis pada populasi yang berbeda.
3. Hasil penelitian ini juga harapkan dapat memberikan gambaran peran
faktor genetik pada kejadian skizofrenia.
4. Bagi penulis, penelitian ini sebagai salah satu syarat kelulusan Magister
Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Menjadi dasar untuk penelitian lain selanjutnya yang membahas
mengenai varian-varian genetik terutama polimorfisme pada sitokin
terkait dengan skizofrenia.

5
Universitas Sumatera Utara
1.5 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat perbedaan antara varian –G308A TNF-α pada orang dengan
skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat
2. Terdapat perbedaan antara varian –G174C IL-6 pada orang dengan
skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat

6
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu gangguan mental yang ditandai oleh gejala-gejala
positif (waham, halusinasi, dan ucapan tidak terorganisir), negatif (afek datar,
avolisi, miskin bicara dan bahasa, penarikan sosial), serta defisit kognitif (defisit
perhatian, gangguan fungsi eksekutif seperti perencanaan, pemikiran abstrak,
fleksibilitas aturan, dan penghambatan tindakan yang tidak pantas dan informasi
sensorik yang tidak relevan, serta defisit memori jangka pendek dan jangka
panjang).1
Skizofrenia ditandai oleh gangguan dalam berbagai modalitas mental,
termasuk berpikir (misalnya, delusi, disorganisasi dalam bentuk pemikiran),
persepsi (misalnya, halusinasi), pengalaman-diri (misalnya, pengalaman perasaan,
impuls, pikiran, atau perilaku seseorang) berada di bawah kendali kekuatan
eksternal), kognisi (misalnya, gangguan perhatian, memori verbal, dan kognisi
sosial), volition (misalnya, kehilangan motivasi), afek (misalnya, ekspresi emosi
tumpul), dan perilaku (misalnya, perilaku yang muncul respons emosional yang
aneh atau tidak sengaja, tidak terduga, atau tidak pantas yang mengganggu
organisasi perilaku).16

2.1.1 Sejarah Skizofrenia


Kraepelin menerjemahkan Morel’s demence precoce menjadi demensia
prekoks, sebuah istilah yang menekankan perubahan kognisi (demensia) dan onset
dini (prekoks) dari gangguan ini. Penderita demensia prekoks digambarkan
mengalami perburukan gejala klinis dari halusinasi dan delusi. Kraepelin
membedakan pasien-pasien ini dari orang-orang yang mengalami episode
penyakit yang berbeda dengan periode berfungsi normal, maka hal ini
diklasifikasikan mengalami psikosis manik-depresif.17
Bleuler menciptakan istilah skizofrenia, yang menggantikan demensia
prekoks. Bleuler memilih istilah ini untuk mengekspresikan adanya keretakan
dalam pikiran, emosi dan perilaku pada penderita gangguan ini. Bleuler

7
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasikan gejala-gejala dasar spesifik dari skizofrenia untuk
mengembangkan teorinya tentang pemisahan jiwa internal dari pasien. Gejala-
gejala ini meliputi gangguan asosiasi pikiran, khususnya asosiasi longgar,
gangguan afektif, autistik, dan ambivalensi yang diringkas seabagai the four As:
asosiasi, afek, autistik dan ambivalensi.17

2.1.2 Epidemiologi
Skizofrenia adalah gangguan neuropsikiatrik pervasif yang global dengan
perkiraan prevalensi 1% pada populasi dewasa mana pun dan rata-rata tingkat
kejadian tahunan 0,2 per 1000 dengan kisaran 0,04-0,58 per 1000 orang. Dalam
hal insidensi di seluruh negara, sebuah studi yang dilakukan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia telah menemukan hasil yang kontras. Dalam studi skizofrenia
yang didefinisikan secara sempit, tingkat kejadian tidak berbeda secara signifikan
di seluruh masyarakat, tetapi ketika skizofrenia lebih luas didefinisikan, tingkat
insiden tertinggi terjadi di negara-negara berkembang dibandingkan dengan
negara-negara industri.18

2.1.3 Etiologi
Beberapa hipotesis telah disajikan untuk menjelaskan etiopatogenesis dari
skizofrenia, beberapa diantaranya berupa hipotesis genetik, neurodevelopmental,
neurodegeneratif neurotransmiter, neuroimunologi, dll.3

2.1.3.1 Hipotesis Genetik


Terdapat kontribusi genetik bagi sebagian bahkan mungkin semua bentuk
dari skizofrenia, dan proporsi yang tinggi dari varians dalam kecenderungan untuk
skizofrenia adalah karena adanya pengaruh genetik, Misalnya, skizofrenia dan
gangguan yang berkaitan dengan skizofrenia (seperti, skizotipal, skizofrenia, dan
gangguan kepribadian paranoid) dimana hal tersebut muncul pada nilai hubungan
yang meningkat di antara kerabat biologis pasien dengan skizofrenia.17

8
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Hipotesis Biokimia
1) Hipotesis Dopamin
Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin adalah berdasarkan
bahwa skizofrenia merupakan hasil dari terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Teori ini berkembang dari dua observasi. Pertama, efikasi dan potensi dari obat-
obat antipsikotik (misalnya, antagonis reseptor dopamin yang berkaitan dengan
kemampuan mereka untuk bertindak sebagai antagonis dari reseptor dopamin D2.
Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik merupakan
psikotomimetik.17

2) Hipotesis Serotonin
Saat ini beberapa hipotesis menyatakan bahwa serotonin yang berlebihan
merupakan penyebab dari simtom positif dan simtom negatif dari skizofrenia.
Aktivitas antagonis serotonin dari clozapin dan antipsikotik generasi kedua
lainnya memiliki efektivitas dari clozapin untuk menurunkan gejala-gejala positif
pada pasien-pasien kronik.17

3) Hipotesis Norepinefrin
Anhedonia telah lama diperhatikan sebagai ciri yang penting dari
skizofrenia. Degenerasi neuronal selektif di dalam sistem saraf norepinefrin dapat
menjelaskan aspek simtomatologi dari skizofrenia. Namun, data biokimia dan
farmakologi yang berhubungan hal ini masih belum meyakinkan.17

4) Hipotesis GABA
Neurotransmiter γ-aminobutyric acid (GABA) memiliki pengaruh pada
patofisiologi skizofrenia berdasarkan penemuan bahwa bbeberapa penderita
skizofrenia mengalami pengurangan neuron GABAergik di hipokampus.17

5) Hipotesis Neuropeptida
Neuropeptida seperti substance P dan neurotensin terletak di lokasi yang
sama dengan katekolamin dan neurotransmiter indolamin dan mempengaruhi aksi
dari neurotransmiter ini. Perubahan dari mekanisme neuropeptida dapat

9
Universitas Sumatera Utara
memfasilitasi, menghambat, atau mengubah pola tujuan dari sistem saraf.17

6) Hipotesis Glutamat
Glutamat telah dilibatkan karena proses pencernaan dari phenyciclidine,
sebuah antagonis glutamat yang dapat mengakibatkan sindrom yang akut yang
mirip dengan skizofrenia.17

7) Hipotesis Asetilkolin dan Nikotin


Beberapa studi postmortem pada skizofrenia telah menunjukkan penurunan
reseptor muskarinik dan nikotin di bagian caudal dari putamen, hipokampus dan
beberapa bagian dari prefrontal korteks, dimana reseptor tersebut berperan dalam
susunan dalam sistem neurotransmiter yang terlibat dalam kognitif, dimana terjadi
gangguan dalam skizofrenia.17

2.1.3.3 Hipotesis Degeneratif Saraf (Neurodegenerative Hypothesis)


Sejumlah proses degeneratif saraf dihipotesiskan, berkisar dari apoptosis
abnormal yang diprogram secara genetik, degenerasi dari neuron-neuron yang
kritis, pemaparan prenatal terhadap anoksia, toksin- toksin, infeksi atau
malnutrisi, proses kehilangan neuronal yang dikenal sebagai excitotoxicity akibat
aksi berlebihan dari neurotransmiter glutamat. Jika neuron- neuron tereksitasi
ketika memperantarai gejala-gejala positif, kemudian mati akibat proses toksik
yang disebabkan neurotransmisi excitatory yang berlebihan, ini membawa ke
stadium residual burn out dan gejala-gejala negatif.19

2.1.3.4 Hipotesis Perkembangan Saraf (Neurodevelopmental Hypothesis)


Banyak teori-teori tentang skizofrenia menyatakan gangguan ini berasal dari
abnormalitas dalam perkembangan otak. Sebagian menyatakan bahwa problem
didapatkan dari lingkungan otak janin. Skizofrenia dapat berawal dengan proses
degeneratif yang didapat yang berpengaruh dengan perkembangan saraf. Sebagai
contoh skizofrenia meningkat pada orang-orang dengan riwayat semasa janin
mengalami komplikasi obstetrik saat dalam kehamilan ibu, berkisar dari infeksi
virus, kelaparan, proses autoimun dan masalah-masalah lain yang menyebabkan

10
Universitas Sumatera Utara
gangguan pada otak di awal perkembangan janin, dapat berkontribusi terhadap
penyebab skizofrenia. Faktor-faktor ini juga akhirnya dapat mengurangi faktor-
faktor pertumbuhan saraf dan merangsang proses-proses tertentu yang membunuh
neuron-neuron yang kritis, seperti sitokin, infeksi virus, hipoksia, trauma,
kelaparan atau stres.19

2.1.3.5 Neuroimunologi
Skizofrenia juga dihubungkan dengan abnormalitas fisiologik diluar otak,
termasuk sistem imun. Belakangan ini ada perkembangan yang cepat
menghubungkan antara imunologi dan penyakit mental kronik, termasuk area
seperti stres, neuroplastisitas, genetik dan sitokin. Sitokin merupakan kelompok
luas dari suatu protein yang bisa disebutkan sebagai hormon dari sistem imun.
Molekul kecil tersebut bisa disekresi oleh berbagai sel dan bertindak sebagai
sinyal antara sel untuk mengatur respon imun terhadap infeksi dan cedera.
Mereka dipertimbangkan sebagai hormon karena kegunaannya menyerupai
hormon klasik sistem endokrin. Sitokin juga sering diatur melalui riam dimana
induksi dari sitokin awal bertugas untuk meningkatkan produksi sitokin
berikutnya, contoh Interleukin-1 (IL-1) menstimulasi pelepasan IL-2, IL-6 (IL-6)
dan TNF-. Beberapa sitokin juga tersedia dalam beberapa bentuk, karena mereka
merupakan produk dari lebih satu gen. Sitokin ini diberikan akhiran dari alfabet
Yunani yaitu , , atau  untuk membedakan mereka satu dengan lainnya.20,21
Hipotesis neuroimunologi yang mengaitkan sistem imun dan skizofrenia
yang populer adalah adanya infeksi pada ibu. terdapat banyak penelitian yang
menganalisis kejadian skizofrenia setelah epidemi influenza, dan mayoritas telah
menemukan peningkatan insiden di antara keturunan yang terpapar. Hubungan
skizofrenia dengan infeksi ibu tidak spesifik pada influenza, karena ada bukti
serologis yang menghubungkan infeksi rubella pada ibu, toksoplasma dan infeksi
genital / reproduksi dengan skizofrenia. Relevansi terhadap literatur berupa:
pertama, bahwa status kekebalan ibu dan janin mungkin penting untuk respon
mereka terhadap infeksi pada ibu. Ini akan membantu menjelaskan hubungan
skizofrenia dengan penyakit autoimun dan alergi, terutama pada ibu. Kedua,
infeksi pada ibu bisa mengubah status kekebalan otak janin. Selain itu, karena

11
Universitas Sumatera Utara
plasenta berfungsi sebagai sumber sel induk hematopoietik untuk janin, infeksi
ibu juga dapat secara permanen mengubah sistem kekebalan perifer janin.22
Peran sitokin pada infeksi ibu sampai terjadinya skizofrenia melibatkan
interaksi kompleks antara sitokin, sistem imun, gen, dan jaringan saraf. Antigen
berupa molekul seperti bakteri dan virus yang mengaktifkan sistem inflamasi
kekebalan tubuh; sel imun, sel T, sel B, makrofag, dan sel natural killer akan
bereaksi terhadap antigen ini dengan memproduksi berbagai macam sitokin. Hal
ini akan membentuk gen resiko berupa varian genetik dalam sitokin tersebut
melalui transduksi sinyal dan ekspresi gen. Selanjutnya protein prekursor dan
peptida akan dilepaskan ke sirkulasi darah dan melewati sawar darah otak, protein
prekursor ini akan berikatan dengan sel saraf diotak dan akan menyebabkan
transmisi di otak yang abnormal, terhambatnya inervasi dan hilangnya sinaps
yang pada akhirnya mengganggu fungsi otak normal dan menyebabkan
skizofrenia.8

2.1.3.6 Sirkuit Saraf


Evolusi bertahap dari konnseptualisasi skizofrenia sebagai gangguan yang
meliputi area-area yang berlainan dari otak sebagai pandangan perspektif
skizofrenia sebagai gangguan dari sirkuit saraf otak. Sebagai contoh, basal
ganglia dan cerebellum secara timbal balik berkaitan dengan lobus frontalis, dan
abnormalitas pada fungsi lobus frontalis terlihat pada studi-studi pencitraan otak.
Hal ini juga menghipotesiskan bahwa lesi perkembangan dini dari jalur
dopaminergik menuju korteks prefrontal menghasilkan gangguan fungsi
prefrontal dan sistem limbik dan menyebabkan gejala-gejala positif dan negatif
dan gangguan kognitif yang diamati pada penderita skizofrenia.17

2.1.3.7 Metabolisme Otak


Studi menggunnakan magnetic resonance spectroscopy (sebuah teknik
untuk mengukur konsentrasi dari molekul spesifik di otak) menemukan penderita
skizofrenia memiliki level phosphomonoester dan fosfat inorganik yang lebih
rendah dan level phosphodiester yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
Selanjutnya, konsentrasi dari N-acethyl aspartate lebih rendah di hipokampus dan

12
Universitas Sumatera Utara
lobus frontalis pada penderita skizofrenia.17

2.1.3.8 Elektrofisiologi
Studi-studi electroencephalografic menunjukkan bahwa banyak penderita
skizofrenia mempunyai rekaman elektrofisiologik abnormal, peningkatan
sensitivitas terhadap prosedur aktivasi (aktivitas spike yang sering setelah
kurangnya tidur, penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas theta dan delta.17

2.1.4 Kriteria Diagnostik


Kriteria diagnosis untuk skizofrenia berdasarkan PPDGJI-III adalah sebagai
berikut :23
Gangguan skizofrenia berdasarkan PPDGJI-III umumnya ditandai oleh
distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak
wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual yang dipertahankan, walaupun defisit kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.23
Walaupun tidak ada gejala-gejala patognomonik yang khusus, dalam
praktek ada manfaatnya untuk membagi gejala-gejala tersebut ke dalam
kelompok-kelompok yang sering terdapat secara bersama-sama, misalnya:
a) “thought echo”, “thought insertion” atau “withdrawal” dan “thought
broadcasting”
b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham yang dipengaruhi
(delusion of influence) atau “passivity”, yang jelas merujuk pada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan
atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional;
c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap
perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh;
d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap
tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai
identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan

13
Universitas Sumatera Utara
“manusia super” (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain);
e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi)
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
h) Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat masa bodo (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-
absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

2.1.5 Pedoman Diagnostik


Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus adanya
sedikit gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih
apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala yang termasuk
salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling sedikit
dua gejala dari kelompok (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara jelas selama
kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan
gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau
tidak) harus didiagnosis pertama sekali sebagai gangguan psikotik lir-skizofrenia

14
Universitas Sumatera Utara
akut (F23.2) dan baru diklasifikasi ulang kalau gejala-gejala tersebut menurun
selama kurun waktu yang lebih lama.23

2.2 Sitokin
Sitokin merupakan suatu protein yang memiliki kelompok yang cukup
banyak dan juga bisa disebut sebagai hormon yang ada pada sistem imun.
Molekul kecil ini dapat dikeluarkan oleh berbagai macam sel dan memiliki peran
yang sangat penting sebagai pembawa pesan antar sel untuk mengatur respon
imun jika terjadi infeksi maupun cedera. Zat ini memiliki peran seperti hormon
klasik endokrin sehingga dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam kelompok
hormon. Sitokin juga sering dilepaskan untuk meningkatkan produksi sitokin
lainnya, sebagai contoh pelepasan Interleukin-1 (IL-1) akan memicu pelepasan
IL-2, IL-6 dan TNF-α.20
Penelitian sebelumnya juga menjumpai adanya peningkatan prevalensi dari
kadar sitokin normal pada pasien skizofrenia dan keluarga derajat pertamanya. Uji
klinik yang menambahkan antipsikotik dengan obat anti-inflammatory nonsteroid
mendukung keterkaitan antara inflamasi dan psikosis. Penemuan ini menyarankan
adanya kemungkinan bahwa kadar sitokin bisa menjadi biomarker kekambuhan
penyakit untuk pasien dengan skizofrenia. Beberapa hal yang memengaruhi
konsentrasi sitokin adalah:21

2.2.1 Jenis Kelamin, Umur, dan Status Hormonal.


Pada satu penelitian perempuan dijumpai memiliki kadar sitokin lebih tinggi
dari laki-laki, sedangkan penelitian lain menjumpai tidak ada perbedaan dari jenis
kelamin terhadap kadar sitokinnya. Sedangkan umur yang lebih tua dijumpai akan
meningkatkan kadar sitokin dan hubungan ini dianggap sebagai suatu proses
linear. Perempuan dianggap memiliki berbagai faktor hormonal yang
memengaruhi proses imunnya termasuk siklus menstruasi, penggunaan
kontrasepsi oral, status menopause, dan penggunaan terapi pengganti hormon.

15
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Merokok
Hasil bervariasi dijumpai terkait hubungan sitokin dan merokok, dimana
pada beberapa penelitian dijumpai riwayat merokok meningkatkan kadar IL-6
sementara penelitian lain menjumpai bahwa tidak ada perbedaan kadar TNF-α
antara orang yang merokok dan tidak merokok.

2.2.3 Obesitas.
Obesitas mengindikasikan peningkatan kadar sitokin, hal ini diperkirakan
karena konsentrasi sitokin berasal dari jaringan adipose, dan adiposity
menghasilkan berbagai marker inflamatori.

2.2.4 Perbedaan Ras dan Etnik.


Penelitian menunjukkan bahwa Afrika-Amerika dan Hispanik memiliki
kadar marker inflamatori yang lebih tinggi dari kulit putih, begitu juga pada
penelitian lain yang membandingkan antara suku asli Amerika dan kulit putih
dijumpai suku asli Amerika memiliki kadar sitokin yang lebih tinggi.

2.2.5 Status Sosioekonomik.


Penelitian sebelumnya menjumpai bahwa orang dengan status
sosioekonomik yang rendah memiliki kadar biomarker inflamasi yang tinggi, dan
kebanyakan ODS memiliki status sosioekonomik yang rendah. Status
sosioekonomik yang rendah juga berhubungan dengan peningkatan kadar IL-6,
TNF-α, dan IL-1ra.24

2.2.6 Olahraga.
Olahraga secara rutin bisa memengaruhi kadar sitokin. Olahraga yang
dimaksudkan disini adalah cardiorespiratory fitness dan olahraga akut, kedua
jenis olahraga ini bisa menurunkan kadar sitokin.

2.2.7 Diet.
Makanan yang dikonsumsi juga memengaruhi kadar sitokin, pada orang
yang mengkonsumsi makanan utuh dijumpai memiliki kadar sitokin yang lebih

16
Universitas Sumatera Utara
rendah, begitu juga dengan diet rendah lemak. Konsumsi kafein juga diperkirakan
memengaruhi kadar dari sitokin, yaitu pada subjek yang mengkonsumsi kopi dua
cangkir per hari dijumpai memiliki peningkatan kadar sitokin.25

2.2.8 Gangguan Tidur.


Beberapa penelitian telah melaporkan hubungan antara gangguan tidur dan
sitokin yang menunjukkan bahwa pada orang dengan gangguan tidur kadar sitokin
lebih tinggi dibandingkan dengan saat malam hari, hal yang sama ditunjukkan
pada pekerja yang memiliki jam dinas bergantian dan orang yang memiliki
keluhan insomnia.

2.2.9 Obat-obatan seperti Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI),


Aspirin, Statin, dan Antihipertensi.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, Obat antidepresan seperti
golongan SSRI memiliki efek yang dapat menurunkan kadar beberapa sitokin.
Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian-penelitian yang subjek
penelitiannya mengonsumsi aspirin, statin, dan obat antihipertensi.24,25

2.3 Variasi Genetik dan Genotip


Variasi genetik menggambarkan perbedaan genetik yang terjadi secara
alami di antara individu-individu dari spesies yang sama. Variasi ini
memungkinkan fleksibilitas dan kelangsungan hidup populasi dalam menghadapi
keadaan lingkungan yang berubah. Akibatnya, variasi genetik sering dianggap
sebagai keuntungan, karena merupakan bentuk persiapan untuk hal yang tidak
terduga. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi variasi genetik diantaranya:26

2.3.1 Pola Perkawinan


Ketika suatu populasi melakukan perkawinan silang, non-random mating
kadang-kadang dapat terjadi karena satu organisme memilih untuk kawin dengan
yang lain berdasarkan sifat-sifat tertentu. Dalam hal ini, individu dalam populasi
membuat pilihan perilaku tertentu, dan pilihan ini membentuk kombinasi genetik
yang muncul pada generasi berikutnya. Ketika ini terjadi, pola kawin populasi itu

17
Universitas Sumatera Utara
tidak lagi acak. non-random mating dapat terjadi dalam dua bentuk, dengan
konsekuensi yang berbeda. Salah satu bentuk non-random mating adalah
inbreeding, yang terjadi ketika individu dengan genotipe yang sama lebih
cenderung untuk kawin satu sama lain daripada dengan individu dengan genotip
yang berbeda. Bentuk kedua dari non-random mating disebut outbreeding, di
mana ada kemungkinan yang meningkat bahwa individu dengan genotip tertentu
akan kawin dengan individu dari genotipe tertentu lainnya. Sedangkan inbreeding
dapat menyebabkan pengurangan variasi genetik, outbreeding dapat menyebabkan
peningkatan variasi tersebut.26

2.3.2 Genetic Drift


Terkadang, bisa ada fluktuasi acak dalam jumlah alel dalam suatu
populasi. Perubahan dalam frekuensi alel relatif ini, yang disebut genetic drift,
dapat meningkat atau menurun secara kebetulan dari waktu ke waktu. Biasanya,
genetic drift terjadi dalam populasi kecil, di mana alel yang jarang terjadi
kemungkinan lebih besar untuk hilang. Setelah dimulai, genetic drift akan
berlanjut sampai alel yang terlibat hilang oleh suatu populasi atau merupakan
satu-satunya alel yang hadir pada lokus gen tertentu dalam suatu populasi. Kedua
kemungkinan ini mengurangi keragaman genetik suatu populasi.26
Genetic drift umum terjadi setelah suatu populasi mengalami population
bottleneck. Population bottleneck muncul ketika sejumlah besar individu dalam
suatu populasi meninggal atau dicegah untuk berkembang biak, yang
mengakibatkan penurunan drastis dalam ukuran populasi. Genetic drift dapat
menyebabkan hilangnya alel yang langka, dan dapat mengurangi ukuran
kumpulan gen. Genetic drift juga dapat menyebabkan populasi baru secara
genetik berbeda dari populasi aslinya, yang telah mengarah pada hipotesis bahwa
Genetic drift memainkan peran dalam evolusi spesies baru.26

2.3.3 Distribusi Fisik


Bagaimana distribusi fisik individu mempengaruhi suatu populasi? Spesies
dengan distribusi luas jarang memiliki susunan genetik yang sama di seluruh
jajarannya. Misalnya, individu dalam populasi yang tinggal di salah satu ujung

18
Universitas Sumatera Utara
rentang dapat hidup di ketinggian yang lebih tinggi dan menghadapi kondisi iklim
yang berbeda dari yang lain yang tinggal di ujung yang berlawanan di ketinggian
yang lebih rendah. Apa dampaknya? Pada batas yang lebih ekstrem ini, frekuensi
alel relatif dapat berbeda secara dramatis dari yang ada di batas yang berlawanan.
Distribusi adalah salah satu cara variasi genetik dapat dipertahankan dalam
populasi besar dengan rentang fisik yang luas, karena kekuatan yang berbeda akan
menggeser frekuensi alel relatif dengan cara yang berbeda di kedua ujungnya.26
Jika individu-individu di kedua ujung jangkauan kembali dan terus
melakukan perkawinan, pencampuran genetik yang dihasilkan dapat berkontribusi
terhadap variasi genetik yang lebih menyeluruh. Namun, jika rentang menjadi
cukup luas sehingga perkawinan silang antara ujung yang berlawanan menjadi
semakin kecil, dan kekuatan yang berbeda yang bertindak di kedua ujung menjadi
lebih dan lebih jelas, dan individu-individu di setiap ujung rentang populasi
akhirnya menjadi berbeda secara genetis dari satu dan lainnya.26

2.3.4 Migrasi
Migrasi adalah perpindahan organisme dari satu lokasi ke lokasi lain.
Meskipun dapat terjadi dalam pola siklus (seperti halnya pada burung), migrasi
ketika digunakan dalam konteks genetika populasi sering merujuk pada
pergerakan individu ke dalam atau keluar dari populasi yang ditentukan. Apa
pengaruh migrasi terhadap frekuensi alel relatif? Jika individu yang bermigrasi
tinggal dan kawin dengan individu tujuan, mereka dapat memberikan arus alel
yang tiba-tiba. Setelah kawin dibuat antara individu yang bermigrasi dan tujuan,
individu yang bermigrasi akan berkontribusi gamet pembawa alel yang dapat
mengubah proporsi alel yang ada dalam populasi tujuan.26

2.4 Varian –G308A pada TNF- α.


Tumor necrosis factor- (TNF-) dihasilkan oleh sel glial yang diaktivasi,
mikroglial, dan astrocyte sewaktu cedera otak atau proses inflamatori. Secara
klasifikasi TNF- dimasukkan ke dalam sitokin proinflamatori yang bertindak
untuk menggabungkan respon imun sehingga membantu mempercepat eliminasi
patogen dan melakukan resolusi terhadap tantangan inflamatori. Kadar TNF-

19
Universitas Sumatera Utara
dan asosiasi genetiknya pada polimorfisme genetik memiliki keterkaitan dengan
banyak penyakit. Alasan dari hal ini adalah keterlibatan polimorfisme gen TNF
pada penyakit dan/ atau manifestasi penyakitnya karena hal tersebut dapat
memengaruhi kadar sitokin in-vivo. Suatu bialelik G (alel TNF1) menjadi A (alel
TNF2) nukleotida polimorfisme 308 yang meningkat dari tempat inisiasi
transkripsi promoter TNF berhubungan dengan meningkatnya kadar TNF dan
kerentanan terhadap penyakit pada subjek manusia. Perubahan genetik TNF-
juga erat kaitannya dengan tingginya produksi TNF-. Beberapa polimorfisme
TNF- telah berhasil di identifikasi terletak di dalam posisi promoternya, yang
berkaitan dengan situs mulainya transkripsi yaitu -1031 (T/C), -863 (C/A), -857
(C/A), -851 (C/A), -419 (G/C), -376 (GA), -308 (G/A), -238 (G/A), -162 (G/A),
dan -49 (G/A). Promoter sendiri berkaitan dengan mulainya suatu proses
transkripsi dan termasuk ke dalam elemen cis-acting yang mengatur ekspresi gen
dan menyimpan polimorfisme yang relevan secara fungsional.20,27
Gen TNF-α terletak di lengan pendek kromosom 6 (6p21.1–21.3) yang
merupakan lokus yang terkait dengan kerentanan genetik skizofrenia. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa gen TNF-α dapat dianggap sebagai gen kandidat
fungsional untuk skizofrenia, daerah promotor gen ini juga terlibat dalam
polimorfisme fungsional pada posisi nukleotida -308 di mana guanin basa (G)
digantikan oleh base adenine (A). Perubahan G menjadi A tunggal ini telah
dikaitkan dengan produksi TNF-α yang lebih tinggi dan dapat berkontribusi dalam
patogenesis skizofrenia.8,9
Tumor necrosis factor (TNF)-α terlibat dalam aksi proinflamasi, katabolik,
serta imunoregulatori dan berperan dalam regulasi diferensiasi, proliferasi dan
kematian sel, serta ikut andil dalam peradangan, respon imun bawaan dan adaptif,
dan juga terlibat dalam berbagai penyakit manusia. Adapun tingkat yang
abnormal dari kadar TNF-α dapat memengaruhi fungsi otak yang baik. TNF-α
juga dihubungkan dengan ekspresi dari transporter serotonin yang juga termasuk
salah satu teori patogenesis skizofrenia yang cukup popular.9,28

20
Universitas Sumatera Utara
2.5 Varian –G174C IL-6
Sitokin adalah modulator imun / reaksi inflamasi dan regulator untuk
perkembangan otak. Induksi patologis sitokin dalam infeksi maternal memiliki
efek buruk pada perkembangan saraf anak. Produksi dan pensinyalan sitokin
diatur oleh berbagai gen, yang beberapa di antaranya mungkin memberikan
kerentanan terhadap skizofrenia. Dengan demikian, sitokin telah diduga sebagai
bagian dari jalur umum komponen genetik dan lingkungan untuk kerentanan
terhadap skizofrenia. Adapun salah satu sitokin yang diduga berperan dalam
etiologi skizofrenia adalah IL-6.8
Dalam sistem saraf pusat, IL-6 telah ditemukan berkontribusi dalam
mengatur perkembangan otak, plastisitas sinaptik, dan berbagai perilaku yang
berkaitan dengan makan, tidur dan stres. Peningkatan kadar IL-6 dalam darah
adalah salah satu fitur imunologis yang paling sering dikonfirmasi terkait dengan
skizofrenia, meskipun temuan yang bertentangan juga telah dilaporkan. Studi
yang menguji kadar darah dan reseptor IL-6 larut (sIL-6R) pada pasien dengan
skizofrenia telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Sebuah meta-analisis
terbaru menunjukkan bahwa ada peningkatan kadar IL-6 dalam darah pada
skizofrenia, tetapi tidak ada perubahan pada sIL-6R. Menariknya, kadar sIL-6R
dalam serum dan CSF berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala paranoid-
halusinasi pada pasien. Dengan demikian, hubungan patologis antara pensinyalan
IL-6 dan skizofrenia perlu diperhatikan tetapi menunggu penyelidikan lebih
lanjut.8
Terdapat berbagai macam bukti menunjukkan adanya peran dari IL-6 yang
mendasari patogenesis skizofrenia yang terdiri dari studi meta-analitik yang ketat
yang mendukung kadar IL-6 serum yang jauh lebih tinggi pada pasien skizofrenia
yang berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala serta adanya hubungan
skizofrenia dengan polimorfisme gen IL-6. IL-6 secara in-vitro juga dapat
menstimulasi saraf untuk mengeluarkan dopamin dan mungkin katekolamin
lainnya. Hipotesis dopamin merupakan salah satu penjelasan paling popular
mengenai patogenesis terjadinya skizofrenia. Gen IL-6 manusia terletak pada
kromosom 7(7p15-7p21) dan regulasi ekspresi IL-6 dipengaruhi oleh sedikit
variasi dalam promotor. Suatu polimorfisme nukleotida fungsional G menjadi C

21
Universitas Sumatera Utara
pada posisi -174 (-G174C) dari promotor telah dijelaskan terbukti mempengaruhi
ekspresi gen IL-6 dengan memodulasi pengikatan faktor transkripsi seperti
GATA1, dengan beberapa studi yang menunjukkan bahwa alel GG, GC dan CC
dikaitkan dengan peningkatan kadar IL-6 dalam darah, peningkatan kadar ini juga
merupakan fitur imunologis yang paling sering dikonfirmasi terkait dengan
skizofrenia.3,8,14
Menurut beberapa penulis, IL-2 dan IL-6 dapat dikaitkan dengan gejala
positif dan negatif yang timbul pada pasien dengan skizofrenia. IL-2
meningkatkan pergantian dopamin di prefrontal korteks, sedangkan IL-6
menginduksi aktivitas serotonin dan dopamin mesokortikal yang lebih tinggi
dalam hippocampus dan korteks prefrontal. Mempertimbangkan bahwa IL-6 juga
meningkatkan pergantian dopamin di korteks frontal, kehadiran tambahan alel C
untuk polimorfisme IL-6 (berpotensi terkait dengan penurunan ekspresi IL-6) juga
dapat berkontribusi pada intensitas gejala negatif yang lebih tinggi. Namun,
karena fakta bahwa IL-6 memiliki aktivitas pro dan antiinflamasi, dan mekanisme
molekuler regulasi transkripsi gen pengkode IL-6 rumit, hasil yang kami peroleh
sulit untuk diinterpretasikan. interpretasi seperti itu juga terhambat oleh fakta
bahwa sitokin sering menunjukkan efek redundan dan pleiotropik. Selain itu,
kombinasi spesifik sitokin dapat bertindak secara sinergis atau antagonis,
tergantung pada keadaan sel target, dan kombinasi dosis dan urutan waktu
pelepasan sitokin.8

2.6 Suku Batak


Suku Batak adalah salah satu suku terbesar di Indonesia. Berdasarkan
sensus dari Badan Pusat Satistik di tahun 2010, suku Batak menempati urutan
ketiga suku terbesar di Indonesia setelah suku Jawa dan suku Sunda dengan
jumlah 8,3 juta jiwa (3,6% penduduk indonesia). Batak merupakan sebuah tema
kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan
berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di Provinsi Sumatra Utara. Suku
bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Tapanuli, Toba, Karo,
Simalungun, Angkola, dan Mandailing. Batak merupakan rumpun suku-suku yang
mendiami sebagian besar wilayah Sumatra Utara.29,30

22
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Batak memiliki falsafah hidup, asas, dan sekaligus sebagai
struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yang disebut dengan Dalihan na
Tolu. Dalihan Natolu ini mempunyai peran dalam hukum perkawinan masyarakat
adat Batak yang tidak dapat dipisahkan selama melangsungkan acara adat
perkawinan yang sah menurut tradisi orang Batak. Hal ini dikarenakan bahwa
keberadaan Dalihan Natolu itu sendiri yang diterima ditengah-tengah masyarakat
Batak sebagai suatu sistem sosial kemasyarakatan.31
Dalam adat Batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga
kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga kaki
tungku (dalihan natolu) sebagai dasar. Ketiga tungku tersebut adalah: Pertama,
Somba Marhulahula/tondong hormat kepada keluarga pihak Istri. Kedua, Elek
Marboru (sikap membujuk/mengayomi saudara wanita). Ketiga, Manat
Mardongan Tubu/sanina (bersikap hati-hati kepada saudara/teman semarga).
Setiap orang dari suku Batak pasti memiliki ketiga peran ini dalam bermasyarakat
dan sebagai konsekuensinya adalah adanya pariban sebagai jodoh yang ditentukan
dari masa anak-anak. Sistem ini yang menyebabkan sebagian besar masyarakat
Batak menikah dengan pariban nya.31

2.7 Hardy Weinberg Equilibrium (HWE)


Hardy-Weinberg Equilibrium berkaitan dengan teori genetik Mendel
dalam konteks populasi diploid, yaitu individu yang bereproduksi secara seksual.
Dengan serangkaian asumsi, teorema ini menyatakan bahwa: frekuensi alel dalam
suatu populasi tidak akan berubah dari generasi ke generasi. jika frekuensi alel
dalam suatu populasi dengan dua alel pada lokus adalah p dan q, maka frekuensi
genotip yang diharapkan adalah p2, 2pq, dan q2. Distribusi frekuensi ini tidak
akan berubah dari generasi ke generasi begitu populasi berada dalam
keseimbangan Hardy-Weinberg. Misalnya, jika frekuensi alel A dalam populasi
adalah p dan frekuensi alel a dalam populasi adalah q, maka frekuensi genotip AA
= p2, frekuensi genotip Aa = 2pq, dan frekuensi genotip aa = q2 . Jika hanya ada
dua alel pada lokus, maka p + q, berdasarkan perhitungan matematika, sama
dengan satu. Frekuensi genotip Hardy-Weinberg, p2 + 2pq + q2, mewakili
ekspansi binomial (p + q) 2, dan juga jumlah satu (sebagaimana frekuensi semua

23
Universitas Sumatera Utara
genotip dalam populasi apa pun, apakah itu dalam kesetimbangan Hardy-
Weinberg atau tidak) ). Teorema Hardy-Weinberg juga dapat diterapkan ke loci
dengan lebih dari dua alel, dalam hal ini frekuensi genotipe yang diharapkan
diberikan oleh ekspansi multinomial untuk semua jenis pemisahan dalam
populasi: (p1 + p2 + p3 +..+ Pk ).32
Kesimpulan dari Teorema Hardy-Weinberg hanya berlaku ketika populasi
sesuai dengan asumsi berikut: Seleksi alam tidak bertindak pada lokus yang
dimaksud (yaitu, tidak ada perbedaan yang konsisten dalam probabilitas
kelangsungan hidup atau reproduksi antara genotip). Baik mutasi (asal alel baru)
maupun migrasi (pergerakan individu dan gen mereka ke dalam atau keluar dari
populasi) tidak memasukkan alel baru ke dalam populasi. Ukuran populasi tidak
terbatas, yang berarti bahwa penyimpangan genetik tidak menyebabkan perubahan
acak dalam frekuensi alel karena kesalahan pengambilan sampel dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Tentu saja, semua populasi alami terbatas dan dengan
demikian mengalami penyimpangan, tetapi teori ini memperkirakan efek
penyimpangan akan lebih jelas pada populasi kecil daripada populasi besar.
Individu dalam populasi bereproduksi secara acak sehubungan dengan lokus yang
dimaksud. Meskipun perkawinan non-acak tidak mengubah frekuensi alel dari
satu generasi ke generasi berikutnya jika asumsi lain berlaku, itu dapat
menghasilkan penyimpangan dari frekuensi genotip yang diharapkan, dan hal ini
dapat menghasilkan seleksi alam untuk menyebabkan perubahan drastis.32

24
Universitas Sumatera Utara
2.8 Kerangka Teori
ETIOLOGI SKIZORFENIA

Hipotesis Neuro Hipotesis Hipotesis


Developmental Genetik Neuro Imunologi

Varian –G308A Varian –G174C

TNF-α IL -6

Gangguan Perkembangan
Otak saat Prenatal dan
Perinatal Sitokin

Iesi pada otak

SKIZORFENIA

Gambar 2.1 Kerangka Teori

25
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Varian –G308 A Orang dengan skizofrenia


TNF-α suku Batak

Varian –G174 C Kontrol Sehat


IL-6

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

26
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan metode
Cross-Sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap
BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara (RSJ. Provsu) Prof. M. Ildrem.
Rumah sakit jiwa ini merupakan rumah sakit jiwa rujukan Provinsi Sumatera
Utara dan memiliki kapasitas rawat inap sejumlah 400 tempat tidur.
Pemeriksaan isolasi DNA dan pemeriksaan polymerase chain reaction –
restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP), telah dilakukan di
laboratorium terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU).
Penelitian telah dilaksanakan dalam kurun waktu Juni 2019 – November
2019, dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, penyusunan
proposal, seminar proposal, pengumpulan data, analisis data, penulisan hasil
penelitian, seminar hasil penelitian, seminar ujian thesis.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi target adalah orang dengan skizofrenia. Populasi terjangkau adalah
pasien-pasien yang berada di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap BLUD RSJ
Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu Juni 2019 – November 2019.
Sampel penelitian adalah pasien-pasien yang berada di Instalasi Rawat Inap
BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu Juni 2019 – November
2019. Cara pengambilan sampel dengan non probability sampling jenis purposive
sampling.

27
Universitas Sumatera Utara
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Sampel merupakan ODS yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria Inklusi untuk ODS
a. Pasien skizofrenia suku Batak yang didiagnosis berdasarkan kriteria
PPDGJ-III.
b. Umur 18-45 tahun
c. Dua generasi keatas merupakan suku batak
d. Kooperatif dan bersedia diwawancarai.
Kriteria Eksklusi untuk ODS
a. Memiliki riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya.
b. Memiliki riwayat penyakit saraf, gangguan endokrin dan penyakit
autoimun.
c. Memiliki riwayat penggunaan alkohol dan zat addiktif lainnya (kecuali
nikotin dan kafein)
d. Obesitas
Kriteria Inklusi untuk kontrol
a. Umur 18-45 tahun.
b. Tidak ada gangguan psikiatri menurut MINI ICD-10
c. Dua generasi keatas merupakan suku batak
d. Kooperatif dan bersedia diwawancarai.
Kriteria Eksklusi untuk kontrol
a. Memiliki riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya.
b. Memiliki riwayat gangguan psikiatri pada keluarga
c. Memiliki riwayat penyakit saraf, gangguan endokrin dan penyakit
autoimun.
d. Memiliki riwayat penggunaan alkohol dan zat addiktif lainnya
e. Obesitas

3.5 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Perhitungan besar sampel dari perbedaan varian –G308A TNF-α pada
ODS suku Batak dan kontrol sehat, komparatif-kategorik-tidak berpasangan-tabel
Bx2 dengan variabel B dianggap nominal.:33

28
Universitas Sumatera Utara
( )

n = Jumlah subjek.

 = Kesalahan tipe satu ditetapkan 5% hipotesis dua arah.

 = Kesalahan tipe dua ditetapkan 20%.

W2 = Besar effek

Poi = Proporsi observed dari suatu sel

Pei = Proporsi expected dari suatu sel

X2 = Nilai Chi square, besarnya bergantung pada degree of freedom (d.f),


alpha dan beta.

d.f = Degree of freedom (derajat kebebasan) yang dihitung dengan rumus


(B-1)(K-1)

B = Jumlah baris

K = Jumlah kolom

Proporsi varian pada kontrol berdasarkan kepustakaan GG 32,6%, GA 58,5%, dan


AA 8,9% dan ditetapkan proporsi GG pada skizofrenia 12%, GA 73%, dan AA
15%, sehingga didapatkan tabel Bx2 sebagai berikut:3,33

Genotip ODS suku Batak Kontrol sehat


GG 12% 32,6%
GA 73% 58,5%
AA 15% 8,9%

Dari tabel diatas didapatkan angka sel a – e untuk menentukan proporsi


observed dan expected dari tiap genotip, dan setelah dimasukkan kedalam rumus
diatas didapatkan besar sampel sebesar 75 sampel/kelompok.

29
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan besar sampel dari perbandingan varian –G174C IL-6 pada
ODS suku Batak dan kontrol sehat, komparatif-kategorik-tidak berpasangan-tabel
Bx2 dengan variabel B dianggap nominal.:33

( )

n = Jumlah subjek.

 = Kesalahan tipe satu ditetapkan 5% hipotesis dua arah.

 = Kesalahan tipe dua ditetapkan 20%.

W2 = Besar effek

Poi = Proporsi observed dari suatu sel

Pei = Proporsi expected dari suatu sel

X2 = Nilai Chisquare, besarnya bergantung pada degree of freedom (d.f),


alpha dan beta.

d.f = degree of freedom (derajat kebebasan) yang dihitung dengan rumus


(B-1)(K-1)

B = Jumlah baris

K = Jumlah kolom

Proporsi varian pada kontrol berdasarkan kepustakaan GG 73%, GC 22%,


dan CC 5% dan ditetapkan proporsi GG pada skizofrenia 52%, GC 47%, dan CC
1%, sehingga didapatkan tabel Bx2 sebagai berikut:14,33

Genotip ODS suku Batak Kontrol sehat


GG 52% 73%
GA 47% 22%
AA 1% 5%

30
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diatas didapatkan angka sel a – e untuk menentukan proporsi
observed dan expected dari tiap genotip, dan setelah dimasukkan kedalam rumus
diatas didapatkan besar sampel sebesar 64 sampel/kelompok.

Besar sampel untuk penelitian polimorfisme minimal adalah 50 sampel


berdasarkan determinasi polimorfisme ditemukan lebih dari satu alel dalam
populasi dengan frekuensi lebih dari 1% yang artinya ditemukan lebih dari 1 alel
diantara 1 alel yang identik dengan 50 orang karena 1 orang memiliki 1 pasang
alel. Dengan memperhatikan besar sampel diatas, maka ditentukan besar sampel
dengan jumlah terbesar pada penelitian ini adalah n1 = n2 = 75 subjek. Total
sampel adalah 150 orang.33,34
Sampel penelitian didapatkan dengan cara non-probability sampling tipe
purposive sampling yaitu dengan memasukkan semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ke dalam penelitian, hingga besar sampel
terpenuhi.

3.6 Identifikas Variabel


1. Variabel Bebas
Varian –G308A TNF-α
Varian –G174C IL-6
2. Variabel terikat
ODS suku Batak
Kontrol Sehat

31
Universitas Sumatera Utara
3.7 Definisi Operasional
N Definisi
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
o Operasional
1 Skizofrenia orang suku Batak kriteria wawancara - Skizofrenia nominal
suku Batak yang didiagnosis diagnostik atau
skizofrenia dengan skizofrenia - Tidak
menggunakan dari PPDGJ skizofrenia.
PPDGJ III/ ICD-10, III/ ICD-10
yang awalnya akan dan
dilakukan penapisan instrumen
dengan MINI ICD
menggunakan 10.
instrumen Hasil ukur:
wawancara
terstruktur Mini
International
Neuropsychiatric
Interview (MINI)
ICD-10 untuk
menyingkirkan
gangguan psikiatrik
lainnya pada subjek.
2 Umur lama waktu hidup kuesioner wawancara - Usia dalam Numerik
atau ada (sejak tahun.
dilahirkan atau
diadakan) hingga
saat wawancara.
Ditetapkan usia awal
adalah usia 18 tahun
dimana seseorang
dapat mengisi
informed consent
sendiri tanpa
perwalian dan batas
usia 45 tahun adalah
batasan usia sebelum
memasuki usia pra
lanjut usia.35,36
3 Obesitas kondisi dimana timbangan rumus - IMT Numerik
2
terdapat kelebihan badan dan IMT=kg/m
lemak tubuh pada ukuran
diri seseorang tinggi badan
dihitung yang
membandingkan
berat badan dengan
tinggi badan dengan
rumus IMT=kg/m2.
Obesitas merupakan
salah satu kondisi

32
Universitas Sumatera Utara
yang dapat
memengaruhi kadar
sitokin.
4 Varian– variansi sekuensi TNF- kit, ekstraksi GG, AA, GA nominal
G308A DNA yang terjadi bahan PCR, DNA dari
ketika 1 nukleotida elektrofores darah vena
tunggal A, T, G, atau is set. perifer
C dalam genom sesuai
berbeda antara dengan
anggota spesis protokol
biologis atau ekstraksi
kromosom DNA dan
berpasangan dalam diamplifikas
diri seseorang. Hal i dengan
ini sering juga menggunak
digunakan sebagai an teknik
petanda analisis polymerase
genetik. chain
reaction
(PCR),
dilanjutkan
dengan
elektrofores
is.
5 Varian– variansi sekuensi IL-6 kit, ekstraksi GG, GC, CC. nominal
DNA yang terjadi bahan PCR, DNA dari
G174C IL-6
ketika 1 nukleotida elektrofores darah vena
tunggal A, T, G, atau is set. perifer
C dalam genom sesuai
berbeda antara dengan
anggota spesis protokol
biologis atau ekstraksi
kromosom DNA dan
berpasangan dalam diamplifikas
diri seseorang. Hal i dengan
ini sering juga menggunak
digunakan sebagai an teknik
petanda analisis polymerase
genetik. chain
reaction
(PCR),
dilanjutkan
dengan
elektrofores
is.
61. Suku Batak Suku Batak adalah Kriteria wawancara Skizofrenia Nominal
diagnostik -Bukan
rumpun suku-suku
skizofrenia Skizofrenia
yang mendiami dari PPDGJ
III dan

33
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar instrumen
MINI ICD
wilayah Sumatra
10
Utara terdiri dari
Tapanuli, Toba,
Karo, Simalungun,
Angkola, dan
Mandailing.
72. Kontrol sehat Orang suku Batak Kriteria Wawancara - Sehat nominal
diagnostik
3. tidak memiliki - Tidak sehat
skizofrenia
gangguan jiwa dari PPDGJ
III dan
dibuktikan dengan
instrumen
wawancara MINI ICD
10
terstruktur
menggunakan
instrumen MINI
ICD-10 yang
menunjukkan hasil
tidak sedang
mengalami
gangguan jiwa,
memiliki riwayat
penyalahgunaan zat,
dan tidak memiliki
gangguan fisik
lainnya.

34
Universitas Sumatera Utara
3.8 Persetujuan Setelah Penjelasan/ Informed Consent
Semua subjek penelitian telah diminta mengisi persetujuan secara tertulis
untuk ikut serta dalam penelitian setelah terlebih dahulu diberi penjelasan yang
terperinci dan jelas.

3.9 Etika Penelitian


Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komite Etika penelitian di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebelum melakukan penelitian
dengan nomor surat 722/TGL/KEPK FK USU-RSUP HAM/2019 pada tanggal 30
Agustus 2019.

3.10 Prosedur Penelitian


Pelaksanaan peneltian ini meliputi persiapan, pengambilan data,
penyusunan hasil, analisis hasil dan penyusunan laporan akhir hasil penelitian.
Persiapan meliputi pengurusan izin dari tempat penelitian dan komite etik
penelitian kesehatan FK USU.
Pengambilan data dengan cara penapisan kriteria inklusi dan eksklusi untuk
pasien skizofrenia dan kontrol. Selanjutnya subjek diminta untuk membaca surat
keterangan tentang penelitian dan menandatangani surat persetujuan setelah
penjelasan untuk mengikuti penelitian. Subjek yang didiagnosis dengan
skizofrenia menggunakan kriteria diagnosis PPDGJ III dinilai dengan wawancara
PANSS dimana nilai PANSS antara 80-150 yang diambil sebagai sampel.
Sedangkan kontrol sehat dinilai dengan Mini ICD-10 untuk menyingkirkan
gangguan psikiatri lainnya. Setelah itu dilakukan pengambilan darah pada subjek
dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan lab, analisis statistik dan penyusunan
laporan hasil .

3.10.1 Teknik mendeteksi polimorfisme dengan PCR-RFLP, allele specific


PCR dengan metoda double antibody sandwich ELISA
Pada pemeriksaan PCR-RFLP dan allele specific PCR dilakukan primer
yang didapatkan dari penelitian sebelumnya dan dilakukan blast untuk
memastikan urutan primer dan enzim, serta primer reverse yang dapat mengenali

35
Universitas Sumatera Utara
situs tersebut. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium terpadu FK USU.
Pengambilan darah kepada subjek dilakukan sejumlah 6 cc dari vena kubiti
anterior. Darah tersebut akan dimasukkan ke dalam vacutaner yang mengandung
ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) dan disimpan dalam suhu 4-80 C hingga
dilakukan isolasi DNA. Metode yang dilakukan untuk isolasi DNA adalah salting
out. Sebanyak 2 ml sampel darah tepi yang mengandung EDTA dimasukkan ke
dalam falcon tube, selanjutnya dicampurkan 6 ml red blood cell (RBC) lysis
solution (perbandingan darah:RBC = 1:3), RBC lysis solution mengandung
199mM EDTA, 100 mM KHCO3, dan 1,45 NH4Cl. Tabung dihomogenisasi
dengan cara dibolak-balik dan diinkubasi pada suhu ruang 270C selama 10 menit.
Selanjutnya tabung dibolak-balik kembali sebelum dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 1500 rotation per minute (rpm) selama 10 menit pada suhu ruang
sehingga mendapatkan supernatant dan pellet (endapan) berwarna putih, lalu
supernatant dibuang. Prosedur di atas di ulang 3 kali hingga mendapatkan pellet
yang terbebas dari sel darah merah.
Setelah itu pellet yang terbentuk ditambahkan cell lysis solution (CLS) yang
mengandung 10mM Tris-HCl, 0,25 mM EDTA, dan 20% SDS. CLS yang
ditambahkan sebanyak l,334 ml dan dilakukan up-down dengan pipet transfer
secara perlahan hingga campuran menjadi homogen. Campuran di inkubasi dalam
water bath pada suhu 370C selama 30-60 menit. Selanjutnya campuran tersebut
ditambahkan protein precipitation (PP) (5 M amonium asetat) sebanyak 867 µl
dan dilakukan vortex secukupnya. Campuran disentrifugasi kembali pada
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit pada suhu 40C sehingga diperoleh
supernatant dan pellet berwarna coklat pada dinding tabung. Supernatant
dipindahkan ke dalam tabung baru yang telah berisi 767 µl larutan isopropanol
dingin, kemudian tabung di bolak-balik sebanyak 25-30 kali hingga terlihat
benang-benang DNA melayang dalam larutan isopropanol. Selanjutnya DNA
dalam isopropanol di inkubasi semalam pada suhu 200C. Setelah inkubasi
semalam dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit,
supernatant lalu dibuang. Selanjutnya ditambahkan etanol 70% dingin sebanyak
867 µl untuk pencucian dan dilakukan invert, kemudian disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit pada suhu 40C hingga diperoleh

36
Universitas Sumatera Utara
supernatant dan pellet DNA. Pellet DNA dikeringkan selama 2 jam pada suhu
ruang atau 1 jam pada suhu 370C. Pengeringan dilakukan dengan meletakkan
tabung dalam posisi miring pada alas tissue kering. Pellet DNA dilarutkan dengan
menambahkan 300 µl larutan TE (10mM Tris-HCl, 0,25 EDTA) kemudian di
inkubasi selama 2 jam pada suhu 370C di dalam water bath. Selanjutnya DNA
dipindahkan ke tabung Eppendorf 1,5 ml dan disimpan pada suhu -200C, dan
DNA siap di analisis untuk tahap berikutnya.
Selanjutnya DNA genomik diekstraksi dari sampel yang mengalami
pembekuan dengan menggunakan metode standar. Polimorfisme basa tunggal
pada posisi -308 dalam region promoter TNF- dibaca dengan PCR
menggunakan metode yang digunakan oleh Wilson et al. pada tahun 1992, primer
oligonukleotid (forward) 5’ AGGCAATAGGTTTTGAGGGCCAT 3’ dan
(reverse) 5’ TCCTCCCTGCTCCGATTCCG 3’. Sedangkan polimorfisme basa
tunggal pada posisi -174 dalam region promoter IL-6 dibaca dengan PCR
sequence specific primer (PCR-SSP) primer oligonukleotid (forward):
5’ATGCCAAGTGCTGAGTCACTA 3’, dan (reverse):
5’TCGAGGGCAGAATGAGCCTC 3’. Kondisi PCR adalah denaturasi pada
suhu 94°C selama 5 menit diikuti oleh 30 siklus pada suhu 94°C selama 30 detik,
55°C selama 30 detik, dan 72°C selama 7 menit. Produk PCR disimpan pada suhu
37°C selama 1 malam dengan 10 unit NcoI enzim restriksi untuk TNF-α dan Nla-
III enzim untuk IL-6, dan dilakukan RLFP dilanjutkan dengan elektroforese pada
agarose gel 4%, dan diwarnai dengan ethidium bromide (ukuran produk alel
TNF1 = 87 base pair, alel TNF2 = 107 base pair dan alel IL-6 1=230/75 base
pair, alel IL-6 2=121/109 base pair).37,38

3.11 Analisis Data


Analisis dari data yang dikumpulkan dilakukan dengan menggunakan
program software statistical package for service solution dengan tahapan:
Analisis data dimulai dengan melakukan analisis variabel terhadap setiap
variabel yang diteliti dan akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Analisis ini akan meliputi jumlah, presentase dan bila memungkinkan interval
kepercayaan dari presentase, untuk data dengan jenis kategorik. Variabel yang

37
Universitas Sumatera Utara
akan dianalisis adalah umur, indeks massa tubuh, Varian –G308A, -G174C pada
ODS suku Batak dan kontrol sehat.
Analisis selanjutnya dilakukan untuk uji komparasi untuk mencari
perbedaan alel varian –G308A pada orang dengan skizofrenia dan kontrol sehat,
kemudian perbedaan alel varian –G174C pada orang dengan skizofrenia dan
kontrol sehat. Dilanjutkan dengan perbedaan genotip varian –G308A pada ODS
suku Batak dan kontrol sehat, dan perbedaan genotip varian –G174C pada ODS
suku Batak dan kontrol sehat
Bila kedua variabel normal dan syarat X2 terpenuhi maka akan dilakukan uji
Chi Square, tapi bila kedua variabel tidak normal maka akan dilakukan uji Fisher.
Untuk menguji normalitas akan digunakan uji Kolmogorov-smirnov untuk besar
sampel lebih dari 50, untuk tiap kelompok. Setelah itu akan dilakukan perhitungan
nilai Odds Ratio (OR). Nilai OR lebih dari satu merupakan faktor resiko , OR
sama dengan satu atau melewati angka satu menunjukkan bahwa variabel bebas
bukan merupakan faktor resiko, dan OR kurang dari satu menunjukkan bahwa
variabel bebas merupakan faktor protektif.

38
Universitas Sumatera Utara
3.12 Alur Penelitian

General Sample

PPDGJ-III Mini ICD-10

ODS suku Batak Kontrol Sehat

Wawancara dengan
kuisioner PANSS

Pengambilan Darah

PemeriksaanVarian Pemeriksaan Varian


–G308A –G174C

Analisis statistik

Laporan hasil

Gambar 3.1 Alur Penelitian

39
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan analisis komparatik kategorik tidak


berpasangan satu kali pengukuran, pengambilan subjek dengan cara non
probability sampling, purposive sampling dan telah dilakukan dengan mengambil
sampel sebesar 75 orang dengan skizofrenia suku Batak dari Rumah Sakit Jiwa
Prof. dr. M. Ildrem Medan dan 75 sampel kontrol sehat dari warga sekitar
Universitas Sumatera Utara (USU) yang bersedia menjadi subjek. Setelah sampel
darah terkumpul sebanyak 150 sampel, dianalisis secara PCR di laboratorium
terpadu Fakultas Kedokteran USU.

Sebanyak 300 band agarose gel elecrophoresis dianalisis, dengan rincian


150 band hasil varian –G308A TNF-α dan 150 band hasil varian –G174C IL-6.
Pembacaan hasil dilakukan sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Wilson et al.
untuk hasil varian –G308A TNF-α dan studi Lagmay et al. untuk pembacaan hasil
varian –G174C IL-6.

Gambar 4.1. Agarose gel electrophoresis RFLP varian –G308A TNF-α (sebelah kiri) dan varian –
G174C IL-6 (sebelah kanan). Baris 1 sebelah kiri tiap gambar = marker (25 base pair tiap baris),
baris 2 = PCR product sebagai kontrol, baris 3,dst = hasil sampel.

4.1 Karakteristik Demografik


Karakteristik demografik yang dianalisa pada kelompok pasien ODS suku
Batak adalah jenis kelamin, umur, IMT, onset sakit, lama sakit dan total skor

40
Universitas Sumatera Utara
PANSS. Untuk kelompok kontrol sehat, karakteristik demografik yang dianalisa
adalah jenis kelamin, umur dan IMT.

4.1.1 Variabel Numerik


Variabel umur, IMT, onset sakit, lama sakit dan total skor PANSS
merupakan variabel skala numerik. Uji normalitas yang digunakan adalah uji
kolmogorov-Smirnov karena jumlah partisipan lebih dari 50. Jika data
berdistribusi normal akan dilakukan uji Independent Sample T Test, jika tidak
normal akan dilakukan transformasi Log10 untuk menormalkan data dan jika
tidak berhasil akan dilakukan uji Mann-Whitney U.

4.1.2 Variabel Katagorik


Jenis kelamin merupakan variabel kategorik dan akan disajikan dalam
distribusi frekuensi, variabel ini dengan fenotip (ODS suku Batak dan kontrol
sehat) diuji menggunakan hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan tabel
2x2, dengan syarat chi-square terpenuhi sehingga digunakan uji chi-square
dengan koreksi yates (chi-square with continuity correction).

Tabel 4.1. Karakteristik demografik


Kelompok
Variabel ODS suku Batak Kontrol Sehat Nilai p
(n=75) (n=75)
Jenis kelamin
Laki-laki 53 (70,7%) 56 (70,9%)
Perempuan 22 (29,3%) 19 (24,1%) 0,71*
Umur 36,00 (22,00-45,00) 29,00 (18,00-45,00) 0,001**
IMT 21,34±2,24 22,07±1,42 0,019***
a
Onset 25,00 (20,00-35,00) -
a
Lama sakit 9,83±4,18 -
a
Total skor PANSS 97,95±8,83 -

Variabel kategorik disajikan dengan n (%), variabel numerik distribusi normal disajikan dengan
nilai rerata± simpang baku, variabel numerik distribusi tidak normal disajikan dengan nilai median
(nilai minimum-nilai maksimum).
* Chi-square with continuity correction
** Mann-Whitney U
*** Independent-samples T test
a. Data hanya untuk kelompok ODS suku Batak

41
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik demografik kelompok ODS suku
Batak dan kontrol sehat. Subjek yang terbanyak dari kelompok ODS suku Batak
maupun kontrol sehat merupakan laki-laki. Pada kelompok ODS, subjek laki-laki
sebanyak 53 orang (70,7%) dan perempuan sebanyak 22 orang (29,3%)
sedangkan pada kelompok kontrol subjek laki-laki sebanyak 56 orang (70,9%)
dan perempuan sebanyak 19 orang (24,1%). Tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara jenis kelamin kedua kelompok (p=0,71). Pada kelompok ODS,
median umur adalah 36 tahun, dengan nilai minimum adalah 22 tahun dan nilai
maksimum adalah 45 tahun. Pada kelompok kontrol, median umur adalah 29
tahun, dengan nilai minimum adalah 18 tahun dan nilai maksimum adalah 45
tahun. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal umur kedua kelompok
(p=0,001). Pada kelompok ODS, nilai rerata IMT adalah 21,34 dengan simpangan
baku ±2,24 sedangkan pada kelompok kontrol nilai rerata IMT adalah 22,07
dengan simpangan baku ±1,42. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua
kelompok dalam hal IMT (p=0,019).

Pada kelompok ODS, median onset sakit adalah 25 tahun dengan nilai
minimum 20 tahun dan nilai maksimum adalah 35 tahun. Rerata lama sakit adalah
9,83 tahun dengan simpangan baku ±4,18 tahun. Rerata total skor PANSS adalah
97,95 dengan simpangan baku sebesar ±8,83.

4.2 Perbedaan Distribusi Alel Varian –G308A TNF-α


Untuk varian –G308A TNF-α, terdiri dari dua alel, yaitu alel G dan alel A.
Variabel alel merupakan variabel kategorik (nominal) sehingga data disajikan
dengan distribusi frekuensi. Perbedaan antara alel varian –G308A TNF-α antara
kelompok ODS dan kontrol diuji dengan chi-square dengan koreksi yates
sehingga ditemukan nilai p dan odds ratio (OR) diperoleh dengan risk estimate uji
chi square.
Tabel 4.2. Perbedaan distribusi antara alel varian –G308A TNF-α
Kelompok
Variabel ODS suku Batak Kontrol Sehat Nilai p OR (95% IK)
(n=75) (n=75)
Alel -G308A
G 144 (96,0%) 144 (96,0%)
A 6 (4,0%) 6 (4,0%) 1,00 1,00(0,315-3,174)

42
Universitas Sumatera Utara
Pada varian –G308A TNF-α, untuk kelompok ODS frekuensi kemunculan
alel G adalah 144 kali (96%) dan alel A adalah 6 kali (4%). Untuk kelompok
kontrol, frekuensi kemunculan alel G adalah 144 kali (96%) dan alel A adalah 6
kali (4%). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi kemunculan
alel pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol (p=1,00). OR adalah 1,00
dengan interval kepercayaan antara 0,315 sampai dengan 3,174.

4.3 Perbedaan Distribusi Alel Varian –G174C IL-6


Adapun varian –G174C IL-6 terdiri dari alel G dan alel C. Variabel alel
merupakan variabel kategorik (nominal) sehingga data disajikan dengan distribusi
frekuensi. Perbedaan antara alel varian –G174C IL-6 antara kelompok ODS dan
kontrol diuji dengan chi-square dengan koreksi yates sehingga ditemukan nilai p
dan odds ratio (OR) diperoleh dengan risk estimate uji chi square.

Tabel 4.3. Perbedaan distribusi antara alel varian –G174C IL-6


Kelompok
Variabel ODS suku Batak Kontrol Sehat Nilai p OR (95% IK)
(n=75) (n=75)
Alel –G174C
G 143 (95,3%) 91 (60,7%)
C 7 (4,7%) 59 (39,3%) <0,001 13,245(5,796-30,266)

Pada varian –G174C IL-6, untuk kelompok ODS frekuensi kemunculan alel
G adalah 143 kali (95,3%) dan alel C adalah 7 kali (4,7%). Untuk kelompok
kontrol, frekuensi kemunculan alel G adalah 91 kali (60,7%) dan alel C adalah 59
kali (39,3%). Terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara frekuensi
kemunculan alel pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol (p<0,001). OR
adalah 13,245 dengan interval kepercayaan antara 5,796 sampai dengan 30,266.

4.4 Perbedaan Varian –G308A TNF-α antara Orang dengan Skizofrenia


Suku Batak dan Kontrol Sehat
Untuk kedua varian ini hardy weinberg equilibrium tidak dapat dilakukan
karena terdapat cell yang bernilai kurang dari lima sehingga jika tetap dihitung
maka hasilnya tidak akurat.

Varian genotip –G308A TNF-α merupakan kombinasi dari alel G dan A,


terdiri dari genotip GG, GA dan AA. Variabel genotip merupakan variabel

43
Universitas Sumatera Utara
kategorik, ODS dan kontrol juga merupakan variabel kategorik sehingga data
disajikan dalam distribusi frekuensi, kemudian akan dilanjutkan dengan uji chi-
square dengan risk estimate untuk mencari nilai OR. Penelitian ini terdiri dari 3
variabel genotip tetapi dikarenakan genotip AA pada ODS maupun kontrol
bernilai 0(0%), sehingga tabel menjadi 2x2, oleh karena itu uji chi-square tetap
dapat dilakukan.

Tabel 4.4. Perbedaan antara varian –G308A TNF-α pada orang dengan
skizofrenia suku Batak dan kontrol sehat
Kelompok
ODS suku Kontrol
Variabel Nilai p OR (95% IK)
Batak Sehat
(n=75) (n=75)
Genotip -G308A
GG 69 (92,0%) 69 (92,0%) 1,00 1,00(0,307-3,254)
GA 6 (8,0%) 6 (8,0%)
AA 0 (0,0%) 0 (0,0%)

Pada kelompok ODS, frekuensi genotip GG adalah 69 (92%), GA adalah 6


(8%) dan AA adalah 0 (0%). Untuk kelompok kontrol, frekuensi genotip GG
adalah 69 (92%), GA adalah 6 (8%) dan AA adalah 0 (0%). Dari hasil analisis
dengan uji chi-square dengan risk estimate untuk genotip GG dan GA, diperoleh
nilai p adalah 1,00, OR = 1,00 dengan IK 0,307-3,254.

4.5 Perbedaan varian –G174C IL-6 antara orang dengan skizofrenia suku
Batak dan kontrol sehat
Varian genotip –G174C IL-6 merupakan kombinasi dari alel G dan C,
terdiri dari genotip GG, GC dan CC. Variabel genotip merupakan variabel
kategorik, ODS dan kontrol juga merupakan variabel kategorik sehingga data
disajikan dalam distribusi frekuensi, kemudian akan dilanjutkan dengan uji chi-
square dengan risk estimate untuk mencari nilai OR. Penelitian ini terdiri dari 3
variabel genotip tetapi dikarenakan genotip CC pada ODS maupun kontrol
bernilai 0(0%), sehingga uji chi-square tetap dapat dilakukan.

44
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Perbedaan antara Varian –G174C IL-6 pada Orang Dengan
Skizofrenia Suku Batak dan Kontrol Sehat
Kelompok
ODS suku Kontrol
Variabel Nilai p OR (95% IK)
Batak Sehat
(n=75) (n=75)
Genotip -G174C
GG 68 (90,7%) 16 (21,3%) <0,001 35,821(13,796-93,012)
GC 7 (9,3%) 59 (78,7%)
CC 0 (0,0%) 0 (0,0%)

Pada kelompok ODS, frekuensi genotip GG adalah 68 (90,7%), GC adalah


7 (9,3%) dan CC adalah 0 (0%). Untuk kelompok kontrol, frekuensi genotip GG
adalah 16 (21,3%), GC adalah 59 (78,7%) dan CC adalah 0 (0%). Dari hasil
analisis dengan uji chi-square dengan risk estimate untuk genotip GG dan GC,
diperoleh nilai p<0,001, OR = 35,821 dengan IK 13,796-93,012.

45
Universitas Sumatera Utara
BAB V

PEMBAHASAN

Studi ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Prof. M. Ildrem Medan untuk
memperoleh subjek pada kelompok ODS dan di sekitar USU untuk memperoleh
subjek pada kelompok kontrol. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai
penelitian ini, seluruh subjek yang diwawancarai bersedia ikut dalam studi dan
menandatangani formulir persetujuan menjadi subjek penelitian. Setelah itu,
kelompok ODS akan ditegakkan diagnosisnya sesuai dengan kriteria diagnosis
PPDGJI III, kedua kelompok diwawancara dengan MINI ICD-10 untuk
menyingkirkan gangguan psikiatrik lainnya. Selanjutnya akan dilakukan
wawancara untuk menyingkirkan riwayat penyakit saraf, gangguan endokrin
maupun penyakit autoimun dan dilakukan pengambilan sampel darah. Seluruh
sampel darah dibawa ke Laboratorium Terpadu FK USU untuk dilakukan PCR
dan RFLP serta electophoresis agarose gel.

5.1 Karakteristik Demografik


Berdasarkan karakteristik demografik, pada penelitian ini subjek terbanyak
adalah laki-laki pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol. Tidak terdapat
perbedaan yang bermakna berdasarkan jenis kelamin diantara kedua kelompok.
Dalam hal umur, median umur kelompok ODS adalah 36 tahun dengan nilai
minimum 22 tahun dan nilai maksimum 45 tahun sedangkan pada kelompok
kontrol median umur adalah 29 tahun dengan nilai minimum 18 tahun dan nilai
maksimum 45 tahun. Terdapat perbedaan bermakna antara umur kelompok ODS
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam studi Charlson et al. pada tahun
2018 dengan judul global epidemiology and burden of schizophrenia yang
melaporkan data prevalensi skizofrenia secara global. Dalam studi ini disebutkan
tidak ada perbedaan jenis kelamin yang diamati dalam prevalensi secara global
dan sekitar 70,8% gangguan skizofrenia ditemukan pada usia 25-54 tahun dengan
prevalensi tertinggi pada usia 40an tahun dan menurun pada usia kelompok usia
lebih tua.39

46
Universitas Sumatera Utara
Median onset sakit subjek pada kelompok ODS adalah 25 tahun dengan
nilai minimum 20 tahun dan nilai maksimum 35 tahun dan rerata lama sakit 9,83
tahun dengan simpangan baku sebesar ±4,18 tahun. Tidak ada usia tertentu yang
dikaitkan dengan skizofrenia karena kondisi ini dapat terjadi pada semua usia.
Hampir semua gangguan skizofrenia diawali dengan tahap prodormal dan
berdampak pada kondisi sosial masing-masing penderita. Adapun onset
skizofrenia terbanyak pada usia 15-25 tahun pada laki-laki dan 15-30 tahun pada
perempuan.39

Rerata total skor PANSS subjek pada kelompok ODS 97,95 dengan
simpangan baku ±8,83. Studi yang dilakukan oleh Kozma et al. pada tahun 2010
melihat faktor-faktor ODS dirawat inap. Studi ini melihat total skor PANSS dan
skor personal and social performance (PSP) dimana skor PANSS dibagi menjadi
3 kategori yaitu rendah (skor PANSS<75), menengah (≥75 dan <95) dan tinggi
(≥95) menemukan bahwa ODS dengan total skor PANSS tinggi memiliki hazard
ratio sebesar 5,45 dibandingkan dengan skor PANSS yang menengah dengan
hazard ratio 2,31.40

5.2 Perbedaan Distribusi Alel Varian –G380A TNF-α


Pada studi ini, ditemukan bahwa frekuensi kemunculan alel G pada
kelompok ODS adalah 96% dan alel A adalah 4%. Untuk kelompok kontrol,
frekuensi kemunculan alel G adalah 96% dan alel A adalah 4%. Dari analisis chi-
square diperoleh nilai p=1,00, yang berarti tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara frekuensi kemunculan alel pada kelompok ODS maupun
kelompok kontrol. Nilai OR yang didapat adalah 1 dengan IK 0,315-3,174. Hal
ini berarti individu dengan alel G memiliki kemungkinan (Odds) yang sama
mengalami skizofrenia dibandingkan dengan individu yang memiliki alel A.
Karena nilai OR sama dengan 1, maka Alel varian –G380A TNF-α bukan
merupakan faktor resiko terjadinya skizofrenia.

Hasil ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Pae et al. pada tahun
2003 yang melakukan studi varian gen yang sama pada populasi Korea. Pada
studi tersebut melibatkan 241 ODS dan 125 kontrol sehat. ODS laki-laki sebesar

47
Universitas Sumatera Utara
45,6% dan ODS perempuan 54,4% dengan rerata umur 32,1±9,5 tahun. Studi ini
menemukan bahwa proporsi alel G pada kelompok ODS adalah 93,6% dan
proporsi alel A adalah 6,4%. Pada kelompok kontrol, proporsi alel G adalah
92,8% dan alel A adalah 7,2%. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna
(p=0,811) antara kemunculan alel G dan alel A pada kelompok ODS maupun
kelompok kontrol.13

Hal yang sama juga ditemukan pada hasil studi yang dilakukan oleh
Hashimoto et al. pada tahun 2004 di jepang yang meneliti analisis pengaruh
polimorfisme promotor gen -308 G/A TNF-α pada pasien skizofrenia jepang
dengan subjek penelitian 297 ODS (164 laki-laki, rerata umur 43,7±14,1 tahun)
dan 458 kontrol sehat (235 laki-laki, rerata umur 36,4±12,6 tahun). Dalam studi
ini dilaporkan bahwa proporsi frekuensi alel G pada kelompok ODS adalah 98,5%
dan frekuensi kemunculan alel A adalah 1,5% sedangkan proporsi frekuensi alel
G pada kelompok kontrol adalah sebesar 99,2% dan kemunculan alel A sebesar
0,8%. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara
kemunculan alel G maupun alel A dengan kejadian skizofrenia. Dalam studi ini
dijelaskan juga bahwa alel minor (-308A) sangat jarang ditemukan pada populasi
jepang (0,8-1,5%) dan sedikit berbeda dengan yang dilaporkan di Korea (6-7%)
oleh Pae et al. tetapi tetap menunjukkan kesesuaian dengan meta analisis yang
dilakukan oleh Sacchetti et al. pada tahun 2007 yang mengambil kesimpulan
bahwa frekuensi kemunculan alel A sangat langka pada populasi Asia
dibandingkan dengan populasi Caucasia. Dalam meta analisis yang dilakukan
oleh Sacchetti et al. tersebut menemukan bahwa selain pada populasi Korea dan
Jepang, studi pada populasi China yang dilakukan oleh Tsai et al. pada tahun
2003 dan Duan et al. pada tahun 2004 juga menemukan frekuensi kemunculan
alel A sebesar 12% dan 7%. Adapun penelitian yang dilakukan di Asia Tenggara
yaitu Singapura yang dilakukan oleh Tan et al. pada tahun 2003 menemukan
frekuensi kemunculan alel A sebesar 12%. Hal ini juga sesuai dengan studi saat
ini yang menunjukkan frekuensi kemunculan alel A sebesar 4% baik pada
kelompok ODS maupun kelompok kontrol.12,13,41

48
Universitas Sumatera Utara
Hasil studi ini tidak sejalan dengan Samojedny et al. pada tahun 2013 yang
melakukan studi yang sama pada populasi Polandia. Studi ini mengikutsertakan
115 ODS (48 perempuan dengan rerata umur 43,3±12,6 tahun) dan 135 kontrol
sehat (43 perempuan dengan rerata umur 41,3±9,0 tahun). Studi ini menggunakan
allele-specific method Polimerase chain reaction (PCR). Studi ini menemukan
bahwa proporsi alel G pada kelompok ODS adalah 51,3% dan pada alel A adalah
48,7% sedangkan proporsi alel G pada kelompok kontrol adalah 61,9% dan pada
alel A adalah 38,1%. Studi ini menemukan adanya hubungan antara kemunculan
alel dengan kejadian skizofrenia (p≤0,05).3

5.3 Perbedaan Distribusi Alel Varian –G174C IL-6


Pada studi ini, ditemukan bahwa frekuensi kemunculan alel G pada
kelompok ODS adalah 95,3% dan alel C adalah 4,7%. Untuk kelompok kontrol,
frekuensi kemunculan alel G adalah 60,7% dan alel C adalah 39,3%. Dari analisis
chi-square diperoleh nilai p<0,001, yang berarti terdapat perbedaan yang sangat
bermakna terhadap frekuensi kemunculan alel G dan alel C varian –G174C IL-6
antara kelompok ODS dan kelompok kontrol. Nilai OR yang didapatkan adalah
13,245 dengan interval kepercayaan 5,796-30,266. Hal ini berarti, individu
dengan alel G varian –G174C IL-6 memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 13,2 kali dibandingkan dengan individu yang memiliki alel C. Nilai OR
diatas 1 memiliki makna bahwa alel G varian –G174C IL-6 merupakan faktor
resiko terjadinya skizofrenia.

Studi ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Zakharyan et al. pada
tahun 2012 di Armenia, yang melakukan studi varian gen yang sama pada
populasi Armenia. Didalam penelitian ini mengikutsertakan 103 ODS dan 105
kontrol sehat. Hasil studi ini menemukan bahwa proporsi alel G pada kelompok
ODS adalah 62% dan alel C adalah 38% sedangkan proporsi alel G pada kontrol
76% dan kelompok alel C adalah 24%. Pada studi ini ditemukan perbedaan yang
signifikan antara frekuensi kemunculan alel dengan kejadian skizofrenia.15

Adapun studi yang dilakukan Samojedny et al. pada tahun 2013 tidak sesuai
dengan studi ini. Studi tersebut melibatkan 115 ODS sehat (rerata usia 43.3 ±12.6

49
Universitas Sumatera Utara
tahun) dan 135 kontrol sehat (rerata usia 41.3 ±9.0 tahun). Studi ini menemukan
bahwa proporsi alel G pada kelompok ODS adalah 54,8% dan alel C adalah
45,2% sedangkan proporsi alel G pada kontrol 60% dan kelompok alel C adalah
40%. Pada studi ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi
kemunculan alel dengan kejadian skizofrenia.3

5.4 Perbedaan varian –G308A TNF-α antara orang dengan skizofrenia


suku Batak dan kontrol sehat
Didalam studi ini, frekuensi kemunculan genotip GG pada kelompok ODS
adalah 92%, GA adalah 8% dan AA adalah 0%. Untuk kelompok kontrol,
frekuensi kemunculan genotip GG adalah 92%, GA adalah 8% dan AA adalah
0%. Dari hasil analisis dengan uji chi-square diperoleh nilai p adalah 1,00,. yang
berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi kemunculan
genotip GG dan genotip GA pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol.
Nilai OR yang didapat adalah 1 dengan IK 0,307-3,254. Hal ini berarti individu
dengan genotip GG memiliki kemungkinan (Odds) yang sama mengalami
skizofrenia dibandingkan dengan individu yang memiliki genotip GA. Karena
nilai OR sama dengan 1, maka genotip varian –G308A bukan merupakan faktor
resiko terjadinya skizofrenia.

Hasil ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Pae et al. pada tahun
2003 yang melakukan studi varian gen yang sama pada populasi Korea. Studi ini
menemukan bahwa frekuensi kemunculan genotip GG pada kelompok ODS
adalah 88%, genotip GA adalah 11,2% dan genotip AA sebesar 0,8%. Pada
kelompok kontrol, frekuensi kemunculan genotip GG adalah 85,6%, genotip GA
adalah 14,4% dan genotip AA sebesar 0%. Tidak ditemukan perbedaan yang
bermakna (p=0,412) antara kemunculan alel G dan alel A pada kelompok ODS
maupun kelompok kontrol.13

Studi ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Hashimoto et al. pada
tahun 2004 di Jepang. Dalam studi ini dilaporkan bahwa frekuensi kemunculan
genotip GG pada kelompok ODS adalah 97%, genotip GA adalah 3% dan genotip

50
Universitas Sumatera Utara
AA sebesar 0%. Pada kelompok kontrol, frekuensi kemunculan genotip GG
adalah 98,5%, genotip GA adalah 1,5% dan genotip AA sebesar 0%. Tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna (p=0,79) antara frekuensi kemunculan
genotip GG dan GA pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol.12

Dalam meta analisis yang dilakukan oleh Sacchetti et al. pada tahun 2007
melaporkan bahwa genotip AA sangat langka pada populasi Asia seperti pada
studi yang dilaporkan sebelumnya oleh Pae et al. pada populasi Korea bahwa
genotip AA dilaporkan sebesar 0,8% pada kelompok ODS dan 0% pada
kelompok kontrol sedangkan studi yang dilakukan oleh Hashimoto et al. pada
tahun 2004 pada populasi Jepang mendapatkan hasil sebesar 0% baik pada
populasi ODS maupun populasi kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian saat ini
pada populasi Batak yang menemukan genotip AA sebesar 0% pada kedua
kelompok subjek.41

Studi ini tidak sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Samojedny et al.
pada tahun 2013 pada populasi Polandia yang melaporkan bahwa frekuensi
kemunculan genotip GG pada kelompok ODS adalah 21,7%, genotip GA adalah
59,1% dan genotip AA sebesar 19,2%. Pada kelompok kontrol, frekuensi
kemunculan genotip GG adalah 32,6%, genotip GA adalah 58,5% dan genotip
AA sebesar 8,9%. Ditemukan perbedaan yang bermakna (p<0,001) antara
frekuensi kemunculan genotip GG dan GA pada kelompok ODS maupun
kelompok kontrol.3

5.5 Perbedaan varian –G174C IL-6 antara orang dengan skizofrenia suku
Batak dan kontrol sehat
Pada studi ini, ditemukan bahwa frekuensi kemunculan genotip GG pada
kelompok ODS adalah 90,7%, GC adalah 9,3% dan CC adalah 0%. Untuk
kelompok kontrol, frekuensi kemunculan genotip GG adalah 21,3%, GC adalah
78,7% dan CC adalah 0%. Dari hasil analisis dengan uji chi-square diperoleh nilai
p adalah <0,001,. yang berarti terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara
frekuensi kemunculan genotip GG dengan genotip GA pada kelompok ODS
maupun kelompok kontrol. Nilai OR yang didapat adalah 35,821 dengan IK

51
Universitas Sumatera Utara
13,796-93,012. Hal ini berarti individu dengan genotip GG memiliki
kemungkinan (Odds) 35,82 kali mengalami skizofrenia dibandingkan dengan
individu yang memiliki genotip GA. Karena nilai OR lebih dari 1, maka genotip
varian –G174C merupakan faktor resiko terjadinya skizofrenia.

Hasil ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Zakharyan et al. pada
tahun 2012 di Armenia, yang melakukan studi varian genotip yang sama pada
populasi Armenia. Pada hasil studi tersebut dilaporkan bahwa frekuensi
kemunculan genotip GG pada kelompok ODS adalah 38%, genotip GC adalah
49% dan genotip CC sebesar 14%. Pada kelompok kontrol, frekuensi kemunculan
genotip GG adalah 58%, genotip GC adalah 36% dan genotip CC sebesar 6%.
Ditemukan perbedaan yang bermakna (p=0,003) antara frekuensi kemunculan
genotip GG dan GC+CC pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol. Dalam
studi ini disebutkan bahwa distribusi dari varian –G174C IL-6 berbeda
berdasarkan letak geografis dan etnis. Dalam The International HapMap
Consortium juga dilaporkan bahwa varian ini cenderung polimorfik pada populasi
Caucasia sedangkan pada populasi Asia dan Afrika cenderung monomorfik (untuk
alel G). Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab perbedaan yang mencolok
pada frekuensi genotip antara studi ini dengan studi yang dilakukan oleh
Zakharyan et al., dimana tidak munculnya genotip CC dalam studi ini dapat
berkaitan dengan perbedaan populasi kedua penelitian walaupun memiliki hasil
penelitian yang sama.15

Studi ini tidak sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Samojedny et al.
pada tahun 2013. hasil studi tersebut dilaporkan bahwa frekuensi kemunculan
genotip GG pada kelompok ODS adalah 20%, genotip GC adalah 69,6% dan
genotip CC sebesar 10,4%. Pada kelompok kontrol, frekuensi kemunculan
genotip GG adalah 31,1%, genotip GC adalah 57,8% dan genotip CC sebesar
11,1%. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p=0,11) antara frekuensi
kemunculan genotip GG dan GC+CC pada kelompok ODS maupun kelompok
kontrol.3

Beberapa hipotesis menyatakan skizofrenia merupakan kelainan bawaan.


Penelitian awal tentang skizofrenia didominasi oleh studi kembar, keluarga, dan

52
Universitas Sumatera Utara
adopsi. saat ini, studi keterkaitan dan genome-wide association telah
mengidentifikasi daerah kromosom dan varian genetik, baik yang diturunkan
maupun yang tidak, yang terkait dengan peningkatan risiko gangguan ini. Adapun
perbedaan hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lain bisa disebabkan oleh
perbedaan populasi dimana perbedaan polimorfisme berkaitan dengan kerentanan
populasi terhadap penyakit. Adanya perubahan polimorfisme akan terus
diwariskan sehingga frekuensi polimorfisme pada masing-masing populasi bisa
berbeda.26

53
Universitas Sumatera Utara
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Subjek yang terbanyak dari kelompok ODS suku Batak maupun kontrol
sehat merupakan laki-laki. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara jenis kelamin kedua kelompok (p=0,71). Pada kelompok ODS,
median umur adalah 36 tahun, dengan nilai minimum adalah 22 tahun dan
nilai maksimum adalah 45 tahun. Pada kelompok kontrol, median umur
adalah 29 tahun, dengan nilai minimum adalah 18 tahun dan nilai
maksimum adalah 45 tahun. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal
umur kedua kelompok (p=0,001). Pada kelompok ODS, nilai rerata IMT
adalah 21,34±2,24 sedangkan pada kelompok kontrol nilai rerata IMT
adalah 22,07±1,42. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua
kelompok dalam hal IMT (p=0,019). Pada kelompok ODS, median onset
sakit adalah 25 tahun dengan nilai minimum 20 tahun dan nilai maksimum
adalah 35 tahun. Rerata lama sakit adalah 9,83 tahun dengan simpangan
baku ±4,18 tahun.rerata total skor PANSS adalah 97,95 dengan simpangan
baku sebesar ±8,83.
2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=1) antara frekuensi
kemunculan alel pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol. Individu
dengan alel G memiliki kemungkinan (Odds) yang sama mengalami
skizofrenia dibandingkan dengan individu yang memiliki alel A. Alel
varian –G380A TNF-α bukan merupakan faktor resiko (OR=1) terjadinya
skizofrenia.
3. Terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi kemunculan alel G
dan alel C varian –G174C IL-6 pada kelompok ODS maupun kelompok
kontrol. individu dengan alel G memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 13,2 kali dibandingkan dengan individu yang memiliki
alel C. Alel G merupakan faktor resiko (OR>1) terjadinya skizofrenia.

54
Universitas Sumatera Utara
4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi kemunculan
genotip GG dan genotip GA pada kelompok ODS maupun kelompok
kontrol. Individu dengan genotip GG memiliki kemungkinan (Odds) yang
sama mengalami skizofrenia dibandingkan dengan individu yang memiliki
genotip GA. genotip varian –G308A bukan merupakan faktor resiko
(OR=1) terjadinya skizofrenia.
5. Terdapat perbedaan yang bermakna antara frekuensi kemunculan genotip
GG dengan genotip GA pada kelompok ODS maupun kelompok kontrol.
Individu dengan genotip GG memiliki kemungkinan (Odds) 35,82 kali
mengalami skizofrenia dibandingkan dengan individu yang memiliki
genotip GA. genotip varian –G174C merupakan faktor resiko (OR>1)
terjadinya skizofrenia.

6.2 Saran
1 Bagi peneliti, studi ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya
dengan populasi dan etnis yang sama maupun berbeda dikarenakan
inkonsistensi hasil studi yang ada sehingga memerlukan konfirmasi beberapa
studi untuk melihat kerentanan suatu varian gen terhadap suatu penyakit.
2 Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengambil sampel maupun
kontrol selain dari etnis yang sama juga dari lingkungan yang sama sehingga
kelompok yang diteliti lebih homogen.

55
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

1. Robertson GS, Hori SE, Powell KJ. Schizophrenia: An integrative


approach to modelling a complex disorder. J Psychiatry Neurosci.
2006;31(3):157-167.
2. Chaiyakunapruk N, Wu DB-C, Chiou C-F, Kotirum S, Teoh SL, Chong
HY. Global economic burden of schizophrenia: a systematic review.
Neuropsychiatr Dis Treat. 2016:357. doi:10.2147/ndt.s96649
3. Paul-samojedny M, Owczarek A, Suchanek R, et al. Association of
Interleukin Paranoid Schizophrenia in a Polish Population. J
Neuropsychiatry Clin Neurosci. 2013;25:72-82.
4. Fatemi SH, Folsom TD. The neurodevelopmental hypothesis of
Schizophrenia, revisited. Schizophr Bull. 2009;35(3):528-548.
doi:10.1093/schbul/sbn187
5. Kulhara P, Gupta S. What is schizophrenia: A neurodevelopmental or
neurodegenerative disorder or a combination of both? A critical analysis.
Indian J Psychiatry. 2010;52(1):21. doi:10.4103/0019-5545.58891
6. Duncan GE, Sheitman BB, Lieberman JA. An integrated view of
pathophysiological models of schizophrenia. Brain Res Rev. 1999;29(2-
3):250-264. doi:10.1016/S0165-0173(99)00002-8
7. Nawa H, Takahashi M, Patterson PH. Cytokine and growth factor
involvement in schizophrenia - Support for the developmental model. Mol
Psychiatry. 2000;5(6):594-603. doi:10.1038/sj.mp.4000730
8. Watanabe Y, Someya W, Nawa H. Cytokine hypothesis of schizophrenia
pathogenesis: Evidence from human studies and animal models. Psychiatry
Clin Neurosci. 2010;64(3):217-230.
http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=emed9&
NEWS=N&AN=2010289623.
9. Naz M, Riaz M, Saleem M. Potential role of Neuregulin 1 and TNF-alpha
(-308) polymorphism in schizophrenia patients visiting hospitals in Lahore,
Pakistan. Mol Biol Rep. 2011;38(7):4709-4714. doi:10.1007/s11033-010-
0606-0

56
Universitas Sumatera Utara
10. Boin F, Zanardini R, Pioli R, Altamura C., Maes M, Gennarelli M.
Association between -G308A tumor necrosis factor alpha gene
polymorphism and schizophrenia. Mol Psychiatry. 2001;6(1):79-82.
http://www.embase.com/search/results?subaction=viewrecord&from=expor
t&id=L32096069%5Cnhttp://dx.doi.org/10.1038/sj.mp.4000815.
11. Meira-Lima I V., Pereira AC, Mota GF, et al. Analysis of a polymorphism
in the promoter region of the tumor necrosis factor alpha gene in
schizophrenia and bipolar disorder: Further support for an association with
schizophrenia. Mol Psychiatry. 2003;8(8):718-720+713.
doi:10.1038/sj.mp.4001309
12. Hashimoto R, Yoshida M, Ozaki N, Yamanouchi Y. Association analysis
of the À 308G > A promoter polymorphism of the tumor necrosis factor
alpha ( TNF- a ) gene in Japanese patients with schizophrenia Short
Communication. 2004:217-221. doi:10.1007/s00702-003-0101-z
13. Pae C, Chae J, Bahk W. Tumor necrosis factor- a gene polymorphism at
position - 308 and schizophrenia in the Korean population. 2003.
14. Kalmady SV, Venkatasubramanian G, Shivakumar V, Gautham S,
Gangadhar BN. Relationship between Interleukin-6 Gene Polymorphism ¨
ve and Hippocampal Volume in Antipsychotic-Naı Schizophrenia :
Evidence for Differential Susceptibility ? 2014;i(5):1-11.
doi:10.1371/journal.pone.0096021
15. Zakharyan R, Petrek M, Arakelyan A, Mrazek F, Atshemyan S, Boyajyan
A. Interleukin-6 promoter polymorphism and plasma levels in patients with
schizophrenia. Tissue Antigens. 2012;80(2):136-142. doi:10.1111/j.1399-
0039.2012.01886.x
16. WHO. International Classification of Diseases (ICD 11). World Health
Organization.
17. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. Elevent Ed. Wolters Kluwer; 2015.
18. Brown AS, Lau FS. A Review of the Epidemiology of Schizophrenia. Vol
23. Elsevier; 2016. doi:10.1016/B978-0-12-800981-9.00002-X
19. Stahl S. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4th Editio. Cambridge:

57
Universitas Sumatera Utara
Cambridge University Press; 2013.
20. Kronfol Z, Remick DG. Cytokines and the brain: Implications for clinical
psychiatry. Am J Psychiatry. 2000;157(5):683-694.
doi:10.1176/appi.ajp.157.5.683
21. Miller BJ, Buckley P, Seabolt W, Mellor A, Kirkpatrick B. Meta-analysis
of cytokine alterations in schizophrenia: Clinical status and antipsychotic
effects. Biol Psychiatry. 2011;70(7):663-671.
doi:10.1016/j.biopsych.2011.04.013
22. Patterson PH. Immune involvement in schizophrenia and autism: etiology,
pathology and animal models. Behav Brain Res. 2009;204(2):313-321.
doi:10.1016/j.bbr.2008.12.016
23. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan Dan
Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III (PPDGJI-III). Jakarta; 1993.
24. Koola MM. Cytokines in Schizophrenia: Hope or Hype? Indian J Psychol
Med. 2016;38(2):97-100. doi:10.4103/0253-7176.178766
25. O’Connor MF, Bower JE, Cho HJ, et al. To assess, to control, to exclude:
Effects of biobehavioral factors on circulating inflammatory markers. Brain
Behav Immun. 2009;23(7):887-897. doi:10.1016/j.bbi.2009.04.005
26. Nature. The Genetic Variation in a Population Is Caused by Multiple
Factors. In: ; 2010. https://www.nature.com/scitable/ebooks/a-brief-history-
of-genetics-defining-experiments-16570302/.
27. Elahi MM, Asotra K, Matata BM, Mastana SS. Tumor necrosis factor alpha
- 308 gene locus promoter polymorphism: An analysis of association with
health and disease. Biochim Biophys Acta - Mol Basis Dis.
2009;1792(3):163-172. doi:10.1016/j.bbadis.2009.01.007
28. Qidwai T, Khan F. Tumour Necrosis Factor Gene Polymorphism and
Disease Prevalence. Scand J Immunol. 2011;74(6):522-547.
doi:10.1111/j.1365-3083.2011.02602.x
29. Badan Pusat Statistik. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama Dan
Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010.
Jakarta; 2010.
30. Hugo G. Indonesia’s Population: Ethnicity and Religion in a Changing

58
Universitas Sumatera Utara
Political Landscape (review). Popul Rev. 2003. doi:10.1353/prv.2004.0003
31. Sitanggang JP. Raja Napogos. Jakarta: Penerbit Jala Permata Aksara; 2010.
32. Christine Andrews. The Hardy-Weinberg Principle. Nat Educ Knowl.
2010;3(10):65.
33. Dahlan M. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel. edisi ke-3.
Jakarta: Salemba Medika; 2010.
34. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.
Perkiraan Besar Sampel. In: Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Sagung Seto; 2011.
35. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016
TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL KESEHATAN LANJUT
USIA TAHUN 2016-2019.
36. Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 35 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak. 2014.
37. Wilson AG, Di Giovine FS, Blakemore AIF, Duff GW. Single base
polymorphism in the human tumour necrosis factor alpha (TNFα) gene
detectable by Ncol restriction of PCR product. Hum Mol Genet. 1992:1(5):
353. doi:10.1093/hmg/1.5.353
38. Lagmay JP, London WB, Gross TG, et al. Prognostic significance of
interleukin-6 single nucleotide polymorphism genotypes in neuroblastoma:
rs1800795 (promoter) and rs8192284 (receptor). Clin Cancer Res.
2009;15(16):5234-5239. doi:10.1158/1078-0432.CCR-08-2953
39. Charlson FJ, Ferrari AJ, Santomauro DF, et al. Global Epidemiology and
Burden of Schizophrenia : Findings From the Global Burden of Disease
Study 2016. 2018;44(6):1195-1203. doi:10.1093/schbul/sby058
40. Kozma CM, Dirani RG, Canuso CM, Mao L. Predicting hospital admission
and discharge with symptom or function scores in patients with
schizophrenia: Pooled analysis of a clinical trial extension. Ann Gen
Psychiatry. 2010;9:1-8. doi:10.1186/1744-859X-9-24
41. Sacchetti E, Bocchio-Chiavetto L, Valsecchi P, et al. -G308A tumor

59
Universitas Sumatera Utara
necrosis factor alpha functional polymorphism and schizophrenia risk:
Meta-analysis plus association study. Brain Behav Immun. 2007;21(4):450-
457. doi:10.1016/j.bbi.2006.11.009

60
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/ siang Bapak/ Ibu,


Saya dr. Munawir Saragih, saat ini saya sedang mengikuti program
pendidikan dokter spesialis kedokteran jiwa di Universitas Sumatera Utara dan
akan melakukan penelitian dengan judul: Perbedaan Varian –G308A Tumor
Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Varian –G174C Interleukin-6 (IL-6) pada Orang
Dengan Skizofrenia Suku Batak dan Kontrol Sehat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara
genetik Varian –G308A Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Varian –G174C
Interleukin-6 (IL-6) pada Orang Dengan Skizofrenia Suku Batak dan Kontrol
Sehat. Pada penelitian ini yang diteliti adalah peran gen Tumor Necrosis Factor-
dan interleukin-6 , dimana gen ini mempengaruhi pengeluaran zat peradangan
yang menghambat proses perkembangan sel saraf saat orang tersebut masih dalam
kandungan ibunya dan selanjutnya hal tersebut mengakibatkan terjadinya
skizofrenia. Tumor Necrosis Factor- dan interleukin-6 merupakan salah satu
pembawa sifat genetik dan bila kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan orang
sehat akan berperan untuk terjadinya skizofrenia sehingga dengan mengetahui hal
ini, maka akan dapat diketahui apakah kedua zat tersebut berhubungan dengan
orang dengan skizofrenia. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi masukan bagi praktisi kesehatan dan pasien untuk mengetahui salah satu
penyebab terjadinya skizofrenia.
Jika Bapak/ Saudara bersedia mengikuti penelitian ini, maka akan
dilakukan wawancara, dan serangkaian pemeriksaan. Setelah melakukan
wawancara, Bapak/ Saudara akan menjalani pemeriksaan darah, yang diambil
dengan jarum suntik yang steril (suci hama) dari pembuluh darah didaerah
pertemuan lengan atas dengan lengan bawah (vena mediana cubiti).
Pengambilan darah akan dilakukan 1 (satu) kali dan darah Bapak/ Ibu
yang diambil hanya akan digunakan untuk pemeriksaan yang berhubungan
dengan penelitian ini. Beberapa kondisi yang dapat terjadi setelah pengambilan
darah adalah rasa lemas, nyeri, atau lebam didaerah sekitar suntikan yang akan

61
Universitas Sumatera Utara
segera menghilang. Sesekali dapat terjadi infeksi didaerah sekitar tempat suntikan
tetapi hal ini jarang terjadi, jika menggunakan alat-alat yang suci hama.
Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat perlakuan yang diberikan
pada pelaksanaan penelitian ini, saya sebagai peneliti akan bertanggungjawab
untuk melaksanakan perawatan Bapak/ Ibu sekalian, dan Bapak/ Ibu dapat
menghubungi saya:
Nama : dr. Munawir Saragih
Alamat rumah : Jln. Rahmadsyah no.321
Telepon : 081362375373
Jika sudah memahami penjelasan yang diberikan, dan bersedia turut serta
sebagai relawan dalam penelitian ini, Bapak/ Ibu dapat mengisi dan
menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Demikian penjelasan
ini saya sampaikan, dan atas kesediaan Bapak/ Ibu turut serta sebagai relawan
penelitian ini saya ucapkan ribuan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 20..
Relawan penelitian

(....................................)

Peneliti

(dr. Munawir Saragih)

62
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 2
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian


“Perbedaan Varian –G308A Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Varian –
G174C Interleukin-6 (IL-6) pada Orang Dengan Skizofrenia Suku Batak dan
Kontrol Sehat” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut,maka dengan ini saya secara
sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia diikutkan dalam penelitian
tersebut..

Medan, 2019
Tanda tangan relawan penelitian

(Nama jelas)

Saksi
Tanda tangan saksi

(Nama jelas)

63
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 3

KUESIONER PENELITIAN

No Kuesioner : Tanggal:__/__/__
Nama : ______________________
Jenis kelamin : ______________________
No telepon genggam : ______________________
Umur/ tanggal lahir : ______________________
Suku : ______________________
Tinggi badan : ______________________
Berat badan : ______________________
Diagnosis* : ______________________
Onset sakit* : ______________________
Lama sakit* : ______________________

BB: kg
IMT = --------------------------------------- = kg/m2
TB: m X TB: m

64
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 4

RIWAYAT HIDUP PENELITI


Data pribadi
Nama : Munawir Saragih
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : 20 Agustus 1987
Agama : Islam
Alamat : Jalan Rahmadsyah no.321, Medan
Telepon : 081362735373

Riwayat pendidikan
Tahun 1993-1999 : SDN 091727
Tahun 1999-2002 : SMP Swasta Orasi Indo
Tahun 2002-2005 : SMA Eria Medan
Tahun 2006-2012 : Pendidkan dokter umum FK UMY
Tahun 2010-2012 : S2 Magister Manajemen Rumah Sakit
Tahun 2018-sekarang : S2 MKK dan PPDS Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran USU

Riwayat pekerjaan
Tahun 2015 : Dokter Honorer Puskesmas Sinaksak
Simalungun
Tahun 2016-sekarang : Dokter PNS RSUD Dr.Tengku Mansyur
Kota Tanjungbalai

65
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 5

Data Sampel Penelitian

Data Kelompok Kontrol


No. Sampel Inisial Umur Jenis Kelamin IMT Hasil IMT Onset Lama sakit PANSS Genotip IL-6 Genotip TNF-α suku ayah suku ibu
K01 TNS 24 Perempuan 21,4 Normal GC GG Batak Batak
K02 RM 20 Laki-laki 20,7 Normal GC GG Batak Batak
K03 SN 23 Laki-laki 22,4 Normal GC GG Batak Batak
K04 GTN 20 Perempuan 23,6 Normal GC GG Batak Batak
K05 HMN 34 Perempuan 23,8 Normal GG GG Batak Batak
K06 YN 31 Perempuan 24,7 Normal GC GG Batak Batak
K07 HN 21 Laki-laki 22,5 Normal GG GG Batak Batak
K08 HS 28 Laki-laki 22,5 Normal GC GG Batak Batak
K09 MHD 23 Perempuan 22,2 Normal GG GG Batak Batak
K10 TS 23 Perempuan 23,8 Normal GC GG Batak Batak
K11 SDF 25 Perempuan 19,3 Normal GG GG Batak Batak
K12 SS 22 Perempuan 21,2 Normal GC GG Batak Batak
K13 DES 24 Perempuan 21,8 Normal GC GA Batak Batak
K14 DS 22 Perempuan 22,2 Normal GG GG Batak Batak
K15 EPS 35 Perempuan 20,1 Normal GC GG Batak Batak
K16 TPS 30 Perempuan 19,1 Normal GC GG Batak Batak
K17 FS 33 Laki-laki 23,4 Normal GG GG Batak Batak
K18 UMM 33 Laki-laki 19,5 Normal GC GG Batak Batak
K19 AHS 34 Laki-laki 21,6 Normal GC GG Batak Batak
K20 DM 29 Laki-laki 24,2 Normal GC GG Batak Batak

66
Universitas Sumatera Utara
K21 EH 33 Laki-laki 22 Normal GC GA Batak Batak
K22 DL 34 Laki-laki 21,5 Normal GG GG Batak Batak
K23 RM 34 Laki-laki 20 Normal GC GG Batak Batak
K24 TT 34 Laki-laki 19,8 Normal GC GG Batak Batak
K25 ES 25 Laki-laki 21,7 Normal GC GG Batak Batak
K26 ET 38 Laki-laki 20 Normal GC GG Batak Batak
K27 TT 36 Laki-laki 20,5 Normal GC GG Batak Batak
K28 OP 24 Laki-laki 23,4 Normal GC GA Batak Batak
K29 HN 32 Laki-laki 23,1 Normal GC GG Batak Batak
K30 ES 40 Perempuan 23,3 Normal GC GG Batak Batak
K31 ESS 40 Laki-laki 23,1 Normal GG GG Batak Batak
K32 TRM 32 Laki-laki 22 Normal GG GG Batak Batak
K33 OPS 36 Laki-laki 23,4 Normal GC GG Batak Batak
K34 OHN 33 Laki-laki 24,8 Normal GC GG Batak Batak
K35 PP 23 Perempuan 22 Normal GC GA Batak Batak
K36 ST 25 Laki-laki 21,5 Normal GG GG Batak Batak
K37 OK 32 Laki-laki 20 Normal GC GG Batak Batak
K38 PG 23 Perempuan 19,8 Normal GC GG Batak Batak
K39 ASS 21 Laki-laki 21,7 Normal GG GG Batak Batak
K40 KS 22 Laki-laki 20 Normal GC GG Batak Batak
K41 RK 25 Laki-laki 20,5 Normal GC GG Batak Batak
K42 TPS 28 Laki-laki 23,4 Normal GC GG Batak Batak
K43 GS 27 Perempuan 23,1 Normal GC GG Batak Batak
K44 SB 24 Perempuan 23,3 Normal GG GG Batak Batak
K45 RRT 24 Perempuan 23,1 Normal GC GG Batak Batak

67
Universitas Sumatera Utara
K46 SSN 28 Perempuan 22 Normal GC GG Batak Batak
K47 KL 28 Laki-laki 23,4 Normal GG GG Batak Batak
K48 TSH 37 Laki-laki 24,8 Normal GC GG Batak Batak
K49 HH 29 Laki-laki 22,6 Normal GC GG Batak Batak
K50 RSN 25 Laki-laki 23,4 Normal GC GG Batak Batak
K51 UN 21 Laki-laki 20,6 Normal GC GG Batak Batak
K52 BJN 36 Laki-laki 21,3 Normal GC GG Batak Batak
K53 AKG 18 Laki-laki 21,1 Normal GG GG Batak Batak
K54 JNS 36 Laki-laki 22,2 Normal GC GG Batak Batak
K55 GS 24 Laki-laki 22,4 Normal GC GG Batak Batak
K56 TT 31 Laki-laki 21,4 Normal GC GG Batak Batak
K57 RSH 40 Laki-laki 20,7 Normal GC GA Batak Batak
K58 SBN 24 Laki-laki 22,4 Normal GC GA Batak Batak
K59 JL 27 Laki-laki 23,6 Normal GC GG Batak Batak
K60 NH 25 Laki-laki 23,8 Normal GC GG Batak Batak
K61 BP 30 Laki-laki 24,7 Normal GC GG Batak Batak
K62 TS 21 Laki-laki 22,5 Normal GG GG Batak Batak
K63 JS 27 Laki-laki 22,5 Normal GC GG Batak Batak
K64 JA 23 Laki-laki 22,2 Normal GC GG Batak Batak
K65 HSP 42 Laki-laki 23,8 Normal GC GG Batak Batak
K66 JRS 31 Laki-laki 19,3 Normal GC GG Batak Batak
K67 AP 44 Laki-laki 22,2 Normal GC GG Batak Batak
K68 RRS 32 Laki-laki 21,4 Normal GC GG Batak Batak
K69 ASP 31 Laki-laki 22,7 Normal GC GG Batak Batak
K70 RT 45 Laki-laki 23,2 Normal GC GG Batak Batak

68
Universitas Sumatera Utara
K71 RG 38 Laki-laki 21,3 Normal GC GG Batak Batak
K72 YS 35 Laki-laki 21,2 Normal GC GG Batak Batak
K73 TUS 31 Laki-laki 22,4 Normal GC GG Batak Batak
K74 RS 33 Laki-laki 22,2 Normal GC GG Batak Batak
K75 HAS 30 Laki-laki 21,4 Normal GG GG Batak Batak

Data Kelompok ODS Suku Batak


No. Sampel Inisial Umur Jenis Kelamin IMT Hasil IMT Onset Lama sakit PANSS Genotip IL-6 Genotip TNF-α suku ayah suku ibu
P01 FKK 43 Laki-laki 20,5 Normal 24 19 112 GG GG Batak Batak
P02 BS 42 Laki-laki 21,8 Normal 25 17 118 GG GG Batak Batak
P03 MRL 37 Laki-laki 22,2 Normal 20 17 114 GG GG Batak Batak
P04 BP 45 Perempuan 20 Normal 30 15 98 GG GG Batak Batak
P05 APS 34 Laki-laki 23,4 Normal 25 9 96 GG GG Batak Batak
P06 ESS 44 Perempuan 19,8 Normal 30 14 105 GG GG Batak Batak
P07 BN 45 Perempuan 22,3 Normal 35 10 118 GG GG Batak Batak
P08 JES 39 Laki-laki 17,7 UW 30 9 108 GG GG Batak Batak
P09 MIT 33 Laki-laki 18,3 UW 22 11 105 GG GG Batak Batak
P10 SAR 45 Laki-laki 21,2 Normal 25 20 106 GG GG Batak Batak
P11 MFL 29 Laki-laki 21,8 Normal 24 5 98 GG GA Batak Batak
P12 RJ 32 Laki-laki 22,2 Normal 30 2 102 GG GG Batak Batak
P13 ISS 35 Laki-laki 20,1 Normal 27 8 87 GG GG Batak Batak
P14 TSR 39 Laki-laki 19,1 Normal 29 10 85 GG GG Batak Batak
P15 SP 38 Laki-laki 12,1 UW 32 6 88 GG GG Batak Batak
P16 JM 39 Laki-laki 22,8 Normal 24 15 104 GG GA Batak Batak
P17 TSS 36 Laki-laki 20,1 Normal 25 11 96 GG GG Batak Batak

69
Universitas Sumatera Utara
P18 AS 32 Perempuan 19,5 Normal 22 10 94 GG GG Batak Batak
P19 AWD 34 Perempuan 15,6 UW 30 4 92 GC GG Batak Batak
P20 LP 36 Laki-laki 23,4 Normal 29 7 88 GG GG Batak Batak
P21 US 38 Perempuan 19,5 Normal 25 13 100 GG GG Batak Batak
P22 SS 35 Perempuan 21,6 Normal 22 13 120 GG GG Batak Batak
P23 MRP 38 Laki-laki 24,2 Normal 20 18 102 GG GG Batak Batak
P24 EK 35 Laki-laki 22 Normal 30 5 87 GC GG Batak Batak
P25 BG 34 Laki-laki 21,5 Normal 32 2 114 GG GG Batak Batak
P26 TPS 34 Laki-laki 20 Normal 24 10 101 GG GG Batak Batak
P27 TP 38 Perempuan 19,8 Normal 25 13 93 GG GG Batak Batak
P28 AA 37 Perempuan 21,7 Normal 31 6 89 GG GG Batak Batak
P29 APT 38 Perempuan 20 Normal 28 10 87 GG GG Batak Batak
P30 JM 38 Laki-laki 20,5 Normal 25 13 103 GG GG Batak Batak
P31 AS 35 Laki-laki 23,4 Normal 25 10 90 GG GG Batak Batak
P32 RP 36 Laki-laki 23,1 Normal 20 16 88 GC GA Batak Batak
P33 SM 36 Laki-laki 23,3 Normal 30 6 103 GG GG Batak Batak
P34 CS 37 Laki-laki 23,1 Normal 25 12 82 GG GG Batak Batak
P35 RPL 38 Laki-laki 22 Normal 28 10 105 GG GG Batak Batak
P36 RPP 35 Laki-laki 23,4 Normal 27 8 81 GG GG Batak Batak
P37 ARR 38 Perempuan 24,8 Normal 20 18 105 GG GG Batak Batak
P38 ES 37 Laki-laki 22,6 Normal 28 9 91 GG GG Batak Batak
P39 SDS 33 Perempuan 23,4 Normal 26 7 88 GG GA Batak Batak
P40 PS 35 Perempuan 20,6 Normal 22 13 99 GC GG Batak Batak
P41 US 33 Perempuan 21,3 Normal 20 13 93 GG GA Batak Batak
P42 AHH 36 Perempuan 21,1 Normal 30 6 101 GG GG Batak Batak

70
Universitas Sumatera Utara
P43 NSS 31 Perempuan 20,8 Normal 21 10 91 GG GG Batak Batak
P44 ML 36 Perempuan 23 Normal 30 6 88 GG GG Batak Batak
P45 LD 36 Perempuan 24,6 Normal 31 5 91 GG GG Batak Batak
P46 IB 39 Perempuan 22,8 Normal 25 14 91 GG GG Batak Batak
P47 WS 32 Laki-laki 24 Normal 24 8 90 GG GG Batak Batak
P48 DP 34 Laki-laki 22,2 Normal 22 12 94 GG GG Batak Batak
P49 IB 36 Laki-laki 19,4 Normal 20 16 101 GG GG Batak Batak
P50 RT 39 Laki-laki 20 Normal 30 9 105 GG GG Batak Batak
P51 AM 39 Laki-laki 22,8 Normal 32 7 101 GG GG Batak Batak
P52 DRN 35 Laki-laki 17,3 UW 25 10 110 GG GA Batak Batak
P53 IN 29 Laki-laki 23,8 Normal 20 9 106 GG GG Batak Batak
P54 WN 40 Laki-laki 23,6 Normal 34 6 103 GG GG Batak Batak
P55 BMS 32 Laki-laki 21,2 Normal 22 10 90 GG GG Batak Batak
P56 RS 29 Laki-laki 15,4 UW 25 4 87 GG GG Batak Batak
P57 ML 34 Laki-laki 22,2 Normal 24 10 97 GG GG Batak Batak
P58 RHM 33 Laki-laki 22,4 Normal 30 3 88 GG GG Batak Batak
P59 MH 28 Laki-laki 21,4 Normal 24 4 92 GG GG Batak Batak
P60 HS 36 Laki-laki 20,7 Normal 22 14 103 GG GG Batak Batak
P61 MARL 33 Laki-laki 22,4 Normal 25 8 93 GG GG Batak Batak
P62 EFH 37 Perempuan 23,6 Normal 31 6 108 GG GG Batak Batak
P63 SS 34 Perempuan 23,8 Normal 22 12 103 GG GG Batak Batak
P64 SGM 32 Laki-laki 24,7 Normal 20 12 96 GG GG Batak Batak
P65 SST 44 Perempuan 22,5 Normal 33 11 102 GG GG Batak Batak
P66 HS 36 Laki-laki 22,5 Normal 31 5 99 GG GG Batak Batak
P67 NS 33 Laki-laki 22,2 Normal 21 12 96 GG GG Batak Batak

71
Universitas Sumatera Utara
P68 SH 35 Laki-laki 23,8 Normal 25 10 102 GG GG Batak Batak
P69 KBS 27 Laki-laki 19,3 Normal 21 6 99 GG GG Batak Batak
P70 NYG 35 Laki-laki 18,7 Normal 24 11 102 GC GG Batak Batak
P71 SJL 37 Laki-laki 21,1 Normal 29 8 108 GC GG Batak Batak
P72 BS 40 Laki-laki 20,2 Normal 31 9 88 GC GG Batak Batak
P73 DS 22 Laki-laki 20,3 Normal 20 2 93 GG GG Batak Batak
P74 ST 41 Laki-laki 20,2 Normal 34 7 103 GG GG Batak Batak
P75 BM 34 Laki-laki 21,3 Normal 23 11 90 GG GG Batak Batak

72
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 6
Hasil Analisis SPSS
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur sampel 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%


Onset skizofrenia 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%
Lama sakit skizofrenia 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%
Total skor PANSS 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%
Index Massa Tubuh 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%
Descriptives

Statistic Std. Error

Umur sampel Mean 35,85 ,482

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 34,89

Upper Bound 36,81

5% Trimmed Mean 35,89

Median 36,00

Variance 17,451

Std. Deviation 4,177

Minimum 22

Maximum 45

Range 23

Interquartile Range 4

Skewness -,166 ,277

Kurtosis 1,275 ,548


Onset skizofrenia Mean 26,03 ,482
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 25,07
Upper Bound 26,99
5% Trimmed Mean 25,91
Median 25,00
Variance 17,432
Std. Deviation 4,175
Minimum 20
Maximum 35
Range 15
Interquartile Range 8
Skewness ,218 ,277
Kurtosis -1,054 ,548

73
Universitas Sumatera Utara
Lama sakit skizofrenia Mean 9,83 ,483
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 8,87
Upper Bound 10,79
5% Trimmed Mean 9,75
Median 10,00
Variance 17,470
Std. Deviation 4,180
Minimum 2
Maximum 20
Range 18
Interquartile Range 7
Skewness ,285 ,277
Kurtosis -,289 ,548
Total skor PANSS Mean 97,95 1,020
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 95,92
Upper Bound 99,98
5% Trimmed Mean 97,65
Median 98,00
Variance 77,970
Std. Deviation 8,830
Minimum 81
Maximum 120
Range 39
Interquartile Range 13
Skewness ,375 ,277
Kurtosis -,354 ,548
Index Massa Tubuh Mean 21,347 ,2586

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 20,831

Upper Bound 21,862

5% Trimmed Mean 21,521

Median 21,700

Variance 5,016

Std. Deviation 2,2397

Minimum 12,1

Maximum 24,8

Range 12,7

Interquartile Range 2,9

Skewness -1,371 ,277

74
Universitas Sumatera Utara
Kurtosis 3,375 ,548

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Umur sampel ,092 75 ,184 ,965 75 ,036


Onset skizofrenia ,170 75 ,000 ,938 75 ,001
Lama sakit skizofrenia ,097 75 ,079 ,980 75 ,273
Total skor PANSS ,099 75 ,066 ,967 75 ,050
*
Index Massa Tubuh ,088 75 ,200 ,912 75 ,000

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Log_Onset 75 100,0% 0 0,0% 75 100,0%

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Log_Onset ,141 75 ,001 ,940 75 ,001

a. Lilliefors Significance Correction

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 53 70,7 70,7 70,7

Perempuan 22 29,3 29,3 100,0

Total 75 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur sampel 75 94,9% 4 5,1% 79 100,0%


Index Massa Tubuh 75 94,9% 4 5,1% 79 100,0%

75
Universitas Sumatera Utara
Descriptives

Statistic Std. Error

Umur sampel Mean 29,35 ,729

95% Confidence Interval for Lower Bound 27,89


Mean Upper Bound 30,80

5% Trimmed Mean 29,13

Median 29,00

Variance 39,878

Std. Deviation 6,315

Minimum 18

Maximum 45

Range 27

Interquartile Range 10

Skewness ,386 ,277

Kurtosis -,581 ,548


Index Massa Tubuh Mean 22,076 ,1648

95% Confidence Interval for Lower Bound 21,748


Mean Upper Bound 22,404

5% Trimmed Mean 22,082

Median 22,200

Variance 2,036

Std. Deviation 1,4269

Minimum 19,1
Maximum 24,8

Range 5,7

Interquartile Range 2,1

Skewness -,176 ,277

Kurtosis -,603 ,548


Tests of Normality
a
Kategori Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

sampel Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur sampel Pasien ,092 75 ,184 ,965 75 ,036

Kontrol ,141 75 ,001 ,964 75 ,031


*
Index Massa Pasien ,088 75 ,200 ,912 75 ,000
Tubuh *
Kontrol ,084 75 ,200 ,976 75 ,163

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

76
Universitas Sumatera Utara
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Log_umur 75 94,9% 4 5,1% 79 100,0%

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Kategori sampel Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Logumur Pasien ,111 75 ,022 ,942 75 ,002

Kontrol ,126 75 ,005 ,973 75 ,114

a. Lilliefors Significance Correction

Jenis Kelamin * Kategori sampel Crosstabulation


Count

Kategori sampel

Pasien Kontrol Total

Jenis Kelamin Laki-laki 53 56 109

Perempuan 22 19 41
Total 75 75 150

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,302 1 ,583
b
Continuity Correction ,134 1 ,714
Likelihood Ratio ,302 1 ,582
Fisher's Exact Test ,714 ,357
Linear-by-Linear
,300 1 ,584
Association
N of Valid Cases 150

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Ranks

Kategori sampel N Mean Rank Sum of Ranks

Umur sampel Pasien 75 98,23 7367,50

Kontrol 75 52,77 3957,50

Total 150

77
Universitas Sumatera Utara
a
Test Statistics

Umur sampel

Mann-Whitney U 1107,500
Wilcoxon W 3957,500
Z -6,420
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000

a. Grouping Variable: Kategori sampel

Group Statistics

Std. Error
Kategori sampel N Mean Std. Deviation Mean

Index Massa Tubuh Pasien 75 21,347 2,2397 ,2586

Kontrol 75 22,076 1,4269 ,1648

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95%
Confidence

Sig. Interval of the

(2- Mean Std. Error Difference

F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Index Equal
- - -
Massa variances 7,396 ,007 148 ,019 -,7293 ,3066
2,378 1,3353 ,1234
Tubuh assumed

Equal
- - -
variances 125,574 ,019 -,7293 ,3066
2,378 1,3362 ,1225
not assumed

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Alel TNF * Kategori


300 100,0% 0 0,0% 300 100,0%
sampel

78
Universitas Sumatera Utara
Alel TNF * Kategori sampel Crosstabulation

Kategori sampel

Pasien Kontrol Total

Alel TNF G Count 144 144 288

% within Kategori sampel 96,0% 96,0% 96,0%

A Count 6 6 12

% within Kategori sampel 4,0% 4,0% 4,0%


Total Count 150 150 300

% within Kategori sampel 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,000 1 1,000
b
Continuity Correction ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,000 1 1,000
Fisher's Exact Test 1,000 ,615
Linear-by-Linear
,000 1 1,000
Association
N of Valid Cases 300

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Alel TNF (G / A) 1,000 ,315 3,174


For cohort Kategori sampel = Pasien 1,000 ,561 1,782
For cohort Kategori sampel = Kontrol 1,000 ,561 1,782
N of Valid Cases 300

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Alel IL-6 * Kategori sampel 300 100,0% 0 0,0% 300 100,0%

79
Universitas Sumatera Utara
Alel IL-6 * Kategori sampel Crosstabulation

Kategori sampel

Pasien Kontrol Total

Alel IL-6 G Count 143 91 234

% within Kategori sampel 95,3% 60,7% 78,0%

C Count 7 59 66

% within Kategori sampel 4,7% 39,3% 22,0%


Total Count 150 150 300

% within Kategori sampel 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 52,525 1 ,000
b
Continuity Correction 50,524 1 ,000
Likelihood Ratio 58,506 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
52,350 1 ,000
Association
N of Valid Cases 300

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Alel IL-6 (G / C) 13,245 5,796 30,266


For cohort Kategori sampel = Pasien 5,762 2,839 11,694
For cohort Kategori sampel = Kontrol ,435 ,363 ,521
N of Valid Cases 300

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Genotip Pasien IL-6 *


150 100,0% 0 0,0% 150 100,0%
Kategori sampel

80
Universitas Sumatera Utara
Genotip Pasien IL-6 * Kategori sampel Crosstabulation

Kategori sampel

Pasien Kontrol Total

Genotip Pasien IL-6 GG Count 68 16 84

% within Kategori sampel 90,7% 21,3% 56,0%

GC Count 7 59 66

% within Kategori sampel 9,3% 78,7% 44,0%


Total Count 75 75 150

% within Kategori sampel 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 73,160 1 ,000
b
Continuity Correction 70,373 1 ,000
Likelihood Ratio 81,501 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
72,672 1 ,000
Association
N of Valid Cases 150

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Genotip Pasien IL-6 (GG


35,821 13,796 93,012
/ GC)
For cohort Kategori sampel = Pasien 7,633 3,760 15,495
For cohort Kategori sampel = Kontrol ,213 ,136 ,334
N of Valid Cases 150

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Genotip Pasien TNF-alpha *


150 100,0% 0 0,0% 150 100,0%
Kategori sampel

81
Universitas Sumatera Utara
Genotip Pasien TNF-alpha * Kategori sampel Crosstabulation

Kategori sampel

Pasien Kontrol Total

Genotip Pasien TNF-alpha GG Count 69 69 138

% within Kategori sampel 92,0% 92,0% 92,0%

GA Count 6 6 12

% within Kategori sampel 8,0% 8,0% 8,0%


Total Count 75 75 150

% within Kategori sampel 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,000 1 1,000
b
Continuity Correction ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,000 1 1,000
Fisher's Exact Test 1,000 ,618
Linear-by-Linear Association ,000 1 1,000
N of Valid Cases 150

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Genotip


Pasien TNF-alpha (GG / 1,000 ,307 3,254
GA)
For cohort Kategori sampel
1,000 ,554 1,804
= Pasien
For cohort Kategori sampel
1,000 ,554 1,804
= Kontrol
N of Valid Cases 150

82
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai