OLEH
MUHAMMAD TAUFIQ REGIA ARNAZ
137112008
TESIS
Oleh
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
ii
PANITIA TESIS
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
segala berkat, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan
untuk menyelesaikan penulisan tesis akhir ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program
Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan
dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada
penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
/ Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang dengan
sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan
mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan
penyelesaian tesis ini.
3. Alm. Prof. dr. Darulkutni Nasution Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
/ Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang dengan
sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan
mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan
penyelesaian tesis ini.
4. Dr. dr. Khairul P. Surbakti Sp.S(K), Ketua Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang banyak
memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
vi
vii
viii
ix
Riwayat Pendidikan :
SD : SD N 2 Dolok Ulu Kecamatan : Tapian Dolok Tamat tahun : 1999
SMP : SLTP Taman Asuhan Kota : Pematang Siantar Tamat tahun : 2002
SLTA : SMA Negeri 2 Kota : Pematang Siantar Tamat tahun : 2005
S-1 : FK USU Kota : Medan Tamat tahun : 2011
S-2 : FK USU Kota : Medan Tamat tahun : 2019
Riwayat Pekerjaan:
Tahun 2012-2014 : Dokter Umum di Klinik Avicenna dan Rumah Sakit
Islam Malahayati Medan.
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………........... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………… ... x
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. xi
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMBANG……………………………………………………… xv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. xvi
DAFTAR TABEL................................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xix
ABSTRAK.......................................................................................... xx
ABSTRACT......................................................................................... xxi
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1
I.1. Latar Belakang……………………………………………….. 1
I.2 Perumusan Masalah………………………………………… 7
I.3. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 7
I.1.1. Tujuan Umum………………………………………….. 7
I.1.2. Tujuan Khusus…………………………………………. 7
I.4. Hipotesis………………………………………………………. 7
I.5. Manfaat Penelitian…………………………………………… 7
I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian………………… 7
I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan………. 8
I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat………………. 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 9
II.1. EPILEPSI………………………………………………............ 9
II.1.1. Definisi…………………………………………………. 9
II.1.2. Epidemiologi…………………………………………… 9
II.1.3. Klasifikasi…………………………………………... 11
II.1.4. Etiologi………………………………………………. 18
II.1.5. Patofisiologi………………………………………… 19
II.1.6. Diagnosis…………………………………………….... 23
II.2. OBAT ANTIEPILEPSI……………………………............... 28
II.3. ELEKTROENSEFALOGRAFI………………………........... 31
II.3.1. Prinsip Dasar Elektroensefalografi……………… 31
II.3.1.1.Prinsip Mesin EEG …………………… 33
II.3.1.2. Polaritas………………………….............. 33
II.3.2. Penempatan Elektroda………………………… 33
II.3.3. Montage………………………................................ 36
II.3.3.1.Montage Referensial ………………… 37
II.3.3.2.Montage Bipolar………………………….... 37
II.3.4. Artefak…………………………………..................... 38
II.3.4.1.Artefak Fisiologis ……………………… 39
II.3.4.2.Artefak Non-Fisiologis………………........... 45
II.3.5. Prosedur Perekaman EEG……………………… 48
xi
xii
xiii
xiv
% : Persen
µV2 :
Mikrovolt
Hz : Hert
n : Besar sampel
p : Tingkat kemaknaan
P0 : Proporsi penderita epillepsi di RSUP HAM 2018
Pa-P0 : Selisih proporsi yang bermakna
Pa : Perkiraan penurunan prevalensi yang ditetapkan
peneliti
Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,05) yang
telah ditentukan 1,96
Zβ : Nilai baku berdasarkan nilai β (0,10) yang ditentukan
oleh peneliti 1,282
α : Alpha
β : Beta
xv
Halaman
xvi
xvii
xviii
xix
xx
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
muda, terutama menyerang bayi, anak-anak dan remaja. Namun, saat ini
epilepsi dikenali sebagai kelainan umum yang juga dapat terjadi pada usia
yang lebih tua dan juga lansia. Dalam populasi tersebut, epilepsi
penyebab yang paling umum adalah stroke (9,3 %), trauma (8,8 %),
saraf pusat (SSP), stroke dan tumor otak. Riwayat bangkitan demam
parsial dengan aura yang tersering adalah sensasi epigastrium dan gejala
berdasarkan riwayat pasien dan saksi yang melihat bangkitan pasien dan
baik gambaran fokal atau adanya generalized spikes atau spike and wave
2012).
membedakan pasien dengan risiko rendah dan pasien dengan risiko tinggi
dan defisit neurologis. Gambaran EEG yang normal dan tidak adanya
bangkitan ulangan jika memiliki gambaran EEG normal dan tidak ada
diberikan terapi. Namun saat ini belum ada biomarker yang dapat
epilepsi, saat ini, pada praktik klinis, sebagian besar dokter spesialis saraf
peningkatan yang mutlak pada power dari irama alfa, delta, dan beta
dibandingkan dengan EEG pada subjek yang sehat. Penelitian lain yang
peningkatan power dari irama teta dan penurunan frekuensi rerata irama
2017)
dan sadar dengan mata tertutup. Pentingnya irama alfa ditandai dengan
keparahan klinis dan oleh karena itu sangat berguna untuk memantau
korteks frontal dan parietal memainkan peran penting, bahkan jika mereka
tidak memiliki fokus bangkitan. Oleh karena itu, perubahan irama alfa
I.4. HIPOTESIS
penderita epilepsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. EPILEPSI
II.1.1. Definisi
II.1.2. Epidemiologi
perbedaan metode dan tipe pertanyaan. (Mac dkk, 2007). Nilai median
epilepsi meningkat dua kali lipat. Hampir 80% penderita epilepsi hidup di
10,2). Lebih dari separuh dari 50 juta orang dengan epilepsi di seluruh
di Asia Tenggara, tercatat di Laos pada tahun 2006 sebesar 7,7 per 1000
dan di Vietnam pada tahun 2005 sebesar 10,7 per 1000. Pada tahun 2002
et al, 2002).
pada usia dekade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Prevalensi epilepsi
II.1.3. Klasifikasi
Epilepsy (ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi jenis
2. Onset umum
- Motorik
Tonik-klonik
Motorik lainnya
- Nonmotorik (absans)
- Motorik
o Tonik-klonik
o Motorik lainnya
- Nonmotorik
menjadi 3 yaitu :
kompleks.
badan.
o Hiperkinetik
klonus.
2. Onset umum
- Motorik
Tonik-klonik
Klonik
Tonik
Mioklonik
Atonik
Epileptic spasms
bangkitan fokal.
Mioklonik
secara singkat.
- Motorik
o Tonik-klonik
o Epileptic spasms
- Nonmotorik
Behavior arrest
II.1.4. Etiologi
ensefalopati difus.
neurodegeneratif.
II.1.5. Patofisiologi
dan hubungan antar sel-sel saraf. Bangkitan dapat dipicu oleh eksitasi
ataupun inhibisi pada sel saraf. Glutamat yang dilepaskan dari terminal
inotropik glutamat (iGluRs) yang memiliki beberapa sub tipe yaitu NMDA
akan menghasilkan tipe EPSP yang lebih lambat (Moshe dkk, 2015).
pembukaan kanal Ca2+, sehingga ion-ion Na+ dan Ca2+ banyak masuk ke
membran sel atau yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini
dapat memicu masuknya ion-ion Na+ dan Ca2+ yang pada akhirnya dapat
inhibisi primer pada otak adalah Gamma Amino Butyric Acid (GABA).
neuron. Masuknya ion Cl- ini akan meningkatkan muatan negatif dalam
abnormal. Potensial aksi yang terjadi pada satu sel neuron akan
populasi neuronal. Ketiga penyebab ini berinteraksi satu sama lain selama
hasil dari beberapa interaksi mekanisme yang berbeda. Terdapat dua teori
(Scharfman, 2007).
beberapa produk kimiawi lain yang juga ikut berperan seperti misalnya
dendrit, soma dan astrosit, dan pada tahap akhir menyebabkan kematian
epilepsi. Reaksi inflamasi pada sistem saraf pusat merupakan akibat dari
II.1.6. Diagnosis
sebagai berikut:
1. Anamnesis: auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata
lain.
bangkitan?
bangkitan)
Todd’s paresis.
alkohol.
komorbiditas.
kembang
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.
misalnya:
- Trauma kepala
- Tanda-tanda infeksi
- Kelainan kongenital
- Tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan neurologis
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
- Paresis Todd
3. Pemeriksaan penunjang
dengan bangkitan.
Di lain pihak MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau
Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan hematologis
OAE
OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping OAE.
(OAE) dan memantau respon terapi pada setiap pasien dari waktu ke
risiko terjadinya efek samping dan adanya penyakit komorbid yang lain.
Asam valproat sebagai lini pertama pada tipe epilepsi umum. Namun pada
lebih baru disebut sebagai OAE generasi kedua dan ketiga. Sebagian
(Perucca, 2005).
oleh Tmax (waktu untuk tingkat puncak darah maksimal) dan Cmax
dan jumlah dosis OAE dapat dibuat, dengan dosis yang lebih kecil
Distribusi terdiri dari 2 faktor: berapa banyak obat yang terikat dengan
Jika obat sangat polar, itu terutama akan tetap dalam cairan ekstraseluler.
adalah reaksi enzimatik yang terjadi pada suatu obat ketika tubuh
hati. Reaksi fase I dikatalisis oleh enzim cytochrome P450 (CYP450) dari
dieliminasi dari tubuh melalui ginjal dan keluar dari urin. Fisiologi manusia
2005).
II.3. ELEKTROENSEFALOGRAFI
Dikutip dari: Ropper, A.H., Samuels, M.A., Klein, J.P., Prasad, S. 2019. Epilepsy
and Other Seizure Disorders. In: Ropper, A.H., Samuels, M.A., Klein, J.P.,
Prasad, S. Adam’s and Victor’s Principles of Neurology. McGraw Hill. United
States of America. Pp 332-370.
EEG merupakan hasil dari perbedaan potensial listrik yang terekam pada
Sistem mesin EEG ada 2 macam yaitu EEG sistem analog dan
amplifier, dan filter, sedangkan pada EEG sistem digital diperlukan alat
alat yang mengukur perbedaan muatan (voltage) dari dua input sinyal, jadi
II.3.1.2. Polaritas
(Octaviana, 2018).
menggunakan elektroda dengan tipe dan merk yang sama, panjang yang
(A) (B)
20.Pada sistem ini hemisfer kiri ditandai dengan angka ganjil sedangkan
10-20.
pita ukur dengan lebar < 5 mm. Untuk penanda kulit digunakan pensil
atau kiri dari penempatan elektroda, yaitu angka ganjil menunjukkan sisi
kiri dan angka genap menunjukkan sisi kanan.Angka yang lebih rendah
dari jarak nasion ke inion menjadi tanda verteks. Titik kedua dan ketiga di
sagital dan pada sisi yang sebelahnya dengan letak yang sama
(Octaviana, 2018).
garis tengah pada pengukuran sagital dan pada sisi yang sebelahnya
dengan letak yang sama. Titik potong pada separuh (50%) dari
tragus yang 10% dari pengukuran koronal dan titik di atas inion 10%.
(Octaviana, 2018).
II.3.3. Montage
input yang lain. Misal F3-Cz, F4-Cz, P3-Cz; maka elektroda reference
(Octaviana, 2018).
II.3.4. Artefak
(Octaviana, 2018).
kelopak mata, gerakan membuka mata, dan gerakan bola mata arah
(a) (b)
Saat mata menutup, akan terlihat fenomena Bell yaitu bola mata
deviasi ke atas. Oleh karena itu akan terlihat potensial positif pada
sandapan Fp (sama dengan saat bola mata melirik ke atas). Pada saat
menutup mata, tampak pula amplitudo irama alfa pada latar belakang
saat yang bersamaan amplitudo irama alfa pada latar belakang akan
terlihat lebih rendah seperti yang terlihat pada gambar 2.7 (Octaviana,
2018).
Dikutip dari: Tatum WO. Normal EEG. Dalam: Tatum WO, Husain AM,
arah lirikan. Misalnya jika mata melirik ke kiri, maka pada sadapan
serebral:
namun dapat juga terlihat pada bagian temporal, namun dapat juga
elektroda sedikit agar tidak tepat diatas pembuluh darah yang berdenyut.
ini terdapat pada individu yang menyerupai struktur lingkar leher yang
pasien, melainkan dari mesin EEG atau lingkungan sekitar pasien. Artefak
(Octaviana, 2018).
intensif care unit (ICU) yang terdapat mesin penunjang lainnya disekitar
pasien. Artefak ini dapat bersal dari mesin ventilasi, tetesan infus
(Budikayanti, 2018).
(Budikayanti, 2018)
Pada tiap perekaman harus ada periode buka dan tutup mata.
gelombang lain hanya terlihat saat pasien membuka mata. Prosedur ini
sangat mudah diakukan pada pasien yang koopertaif dan tidak kooperatif.
Pada pasien yang tidak kooperatif atau penurunan kesadaran, prosedur ini
II.3.5.1. Hiperventilasi
pada awal rekaman dengan cara meminta pasien untuk menarik nafas
nafas melalui mulut. Frekuensi pernafasan yang ingin dicapai adalah rata-
rata 20 kali per menit selama 3 hingga 5 menit, dilakukan melalui hidung
(Budikayanti, 2018).
belakang. Irama alfa diposterior dan irama beta di anterior akan melambat
(Budikayanti, 2018)
cm (Budikayanti, 2018).
oksipital. Pada pasien epilepsi yang sensitif terhadap cahaya dan epilepsi
parsial) dimalam hari atau pasien tidak tidur sama sekali (deprivasi tidur
total). Tujuan dilakukan prosedur ini adalah adalah agar pasien dapat tidur
Gambar 2.15. EEG Saat Stimulasi Fotik di P3-O1, P4-O2, T5-O1, dan T6-O2.
Dikutip dari: Tatum, W.O. 2008 Normal EEG. In: Tatum W.O., Husain, A.M.,
Benbadis, S.R., and Kaplan, P.W. Handbook of EEG Interpretation. Demos.
United States of America. Pp.1-50.
(Nizmah, 2018).
(Nizmah, 2018).
saat bangun, tutup mata dan rileks, dengan distribusi maksimal di daerah
orang dewasa dan pada 95% anak-anak.Pada keadaan normal irama alfa
pada semua kelompok usia dan terlihat jelas saat rileks atau mengantuk.
dengan amplitudo ≥50 µV dan terlihat pada 50% EEG saat bangun
(Nizmah, 2018).
rhythm. Hal ini tidak berarti adanya abnormalitas otak, kecuali bila disertai
2018).
delta bergabung dengan gelombang alfa pada daerah oksipital dan sering
EEG dapat berupa gelombang paku (spike) dan gelombang tajam (sharp).
2018)
Multiple spike complexes terdiri dari 2 atau lebih spike bifasik, dapat
tidak sama atau lebih tinggi dari gelombang spike (Hamid, 2018).
kontribusi yang sama atau bahkan lebih besar terhadap diagnosis suatu
(a) (b)
(a) (b)
kontur yang tajam dan selama 70 hingga 200 ms. Kepentingan klinis
pasti.
superfisial. Tampak menonjol dan episodik dari aktivitas irama dasar yang
yang teratur dan telah berkembang dalam hal frekuensi, bidang atau
antara epilepsi yang berbeda dan masih menjadi bagian integral dari
klasifikasi sindrom. Rekaman iktal dapat memberikan data yang lebih jauh
dari penyebaran aktivitas iktal. Hal ini penting untuk diketahui bahwa
cm2 dan membuat perubahan pada permukaan korteks yang cukup besar
untuk diambil melalui elektroda yang dipasang pada kulit kepala (Singh,
2016).
frontal daripada dipol vertikal khas yang negatif pada permukaan otak.
kondisi tidur Non-Rapid Eye Movement (REM) yang ringan. Hal ini dapat
(T1-T2).
ekstra mesial. Pada hampir sepertiga pasien, IED dapat bialteral. TIRDA
terlihat hanya pada sebagian kecil pasien, tetapi ketika ada, sangat terkait
lobus temporal mesial terdiri dari aktivitas teta ritmik unilateral 5-9 Hz yang
Perlambatan fokal post iktal atau atenuasi pada sisi mulainya terjadi
tampak pada temporal lateral, tetapi hal ini dapat sulit membedakannya
(A)
(B)
Gambar 2.25. Gambaran EEG Iktal Pada Epilepsi Lobus Temporal. (A).
Average referential montage. (B). Longitudinal bipolar montage.
Dikutip dari: Singh, M. 2016. EEG of Epilepsy. In: Husain, A.M., ed. Practical
Epilepsy. Demos Medical Publishing. New York. Pp 122-135.
Pola iktal terdistribusi luas pada hemisfer saat terjadinya bangkitan dan
terdiri dari aktivitas delta ritmik polimorfik yang tidak teratur. Penyebaran
2016).
epilepsi lobus fontal mesial, tidak ada korelasi elektrografi pada elektroda
kulit kepala. IED, ketika ada, dapat terjadi bilateral sinkron, multifokal, atau
dapat mengalami teta garis tengah berirama selama terjaga atau pelepasa
sinkron pada frontal bilateral. Hal ini penting untuk menyingkirkan periode
IED pada midline atau frontocentral dapat terlihat pada elektroda Fz,Cz,
F3 dan F4, tetapi sekali lagi perlu dibedakan dari kondisi tidur dan
pada awal bangkitan yang dilihat pada sadapan EEG. Munculnya aktivitas
(Singh, 2016).
bilateral sekunder dari pelepasan interiktal telah dilaporkan pada lebih dari
atau melalui stimulasi fotik merupakan kelainan utama pada epilepsi lobus
pada oksipital dapat terjadi normalnya pada 0,9 % anak usia prasekolah.
simptomatik. Hal ini dapat muncul sebagai irama asimetris yang fisiologis
seperti gelombang alfa, lambda, gelombang pada saat stimulasi fotik, atau
(rentang 2,5-5 Hz) dengan defleksi negatif yang memiliki amplitudo yang
pada regio frontal atau regio frontocentral. OIRDA yang menonjol mungkin
juga tampak pada anak-anak antara usia 6 hingga 10 tahun. OIRDA dapat
ke irama dasar yang normal. Epilepsi tipe absans pada masa remaja
yang tidak teratur dengan amplitudo tinggi dengan frekuensi 2-5 Hz yang
Gambar 2.31. Gambaran EEG pada Epilepsi Tipe Absans pada saat
hiperventilasi.
Dikutip dari: Singh, M. 2016. EEG of Epilepsy. In: Husain, A.M., ed. Practical
Epilepsy. Demos Medical Publishing. New York. Pp 122-135.
pasien. Sekitar separuh pasien telah terbukti memiliki IED umum asimetris
atau fokal pada rekaman yang berkepanjangan. Pada saat iktal, bangkitan
sekitar 10-16 Hz, dengan pelepasan yang disertai dengan klinis yang
aktivitas ritmik yang cepat dan difus (sesuai dengan fase tonik), dan diikuti
(A)
(B)
Gambar 2.33. Gambaran EEG Iktal pada Epilepsi Umum Tonik-Klonik. (A).
Fase tonik. (B). Fase klonik.
Dikutip dari: Singh, M. 2016. EEG of Epilepsy. In: Husain, A.M., ed. Practical
Epilepsy. Demos Medical Publishing. New York. Pp 122-135.
Frekuensi dari gelombang spike tersebut kurang dari 2,5 Hz, untuk
terdiri dari supresi dari aktivitas irama dasar dan munculnya aktivitas
absans yang tidak khas menunjukkan aktivitas yang panjang dan umum
(Singh, 2016).
multifokal dan gelombang spike yang kacau dan memiliki amplitudo yang
yang normal untuk irama dasar pada regio posterior dalam keadaan
digital namun tidak penting untuk interpretasi klinis dari rekaman tersebut.
sebagai pengganti analisis EEG secara visual. Tidak ada yang mampu
voltase sinyal dari satu saluran dengan yang lain atau lebih. Seperti
petunjuk ke algoritma interpetif, sehingga hal ini dapat dipilih kembali pada
luas.
analisis EEG digital. Hal ini melibatkan pemisahan sinyal EEG menjadi
frekuensi dalam suatu rekaman EEG. Data ditampilkan sebagai power dari
topografis seperti pada gambar II.37. Brain mapping paling berguna untuk
Dalam hal ini, analisis digital lebih sensitif dibandingkan analisis visual
hari. Walaupun hal ini secara akademis menarik, informasi EEG saat ini
tidak memiliki kegunaan klinis dalam perawatan rutin pada pasien stroke
akut atau transient ischemic attack (TIA). Mungkin dimasa depan, EEG
irama dasar di regio oksipital bahkan dengan kadar serum non toksik dan
Gambar 2.37. Brain Maps Pada Anak dan Dewasa Saat Mata Tertutup Pada
Kondisi Awal Istirahat.
Dikutip dari : Kaiser, D.A. 2006. What Is Quantitative EEG?. Journal of
Neurotheraphy. 10 (4) : 37-52.
gelombang delta dengan kadar obat didalam darah pada rentang normal
ada informasi yang diperoleh melalui prosedur tersebut untuk melihat zona
karbamazepin dan asam valproat. Pada kadar yang toksik, fenitoin dapat
ditandai dengan adanya gelombang spikes yang umum yang tidak tampak
signifikan pada aktivitas irama dasar pada EEG. Dengan analisis EEG
bisa terjadi pada dosis asam valproat yang normal, dengan atau tanpa
asam valproat, EEG memainkan peran yang sangat pentng. Yang ditandai
gelombang trifasik pada EEG. Gagal hati yang fatal setelah pemakaian
asam valproat telah dilaporkan. Tidak ada indikasi bahwa rekaman EEG
pada gelombang teta dan menurunkan rerata frekuensi alfa. Pada pasien
teta dan alfa tetapi tidak mengubah power gelombang beta dan rerata
power pada seluruh gelombang baik alfa, beta, teta dan delta dan juga
valproat dan lamotrigin. dan ditemukan hasil yang tidak signifikan pada
dkk, 2006)
terkontrol dan 73 pasien sehat. Dari hasil didapat bahwa pada kelompok
pada frekuensi puncak dari irama EEG, dan pada kelompok yang
Antiepilepsi
gambar 2.38.
EPILEPSI
Gambaran Epileptiform Umum pada EEG Gambaran Epileptiform Fokal Pada EEG
- 3 Hz Spike and wave discharges - Spikes
- Polyspikes and wave discharges - Sharp waves
- Slow spike wave discharges - Multiple spike complexes
- Generalized paroxysmal fast activity - Spike-wave complexes
- Photo Paroxysmal Responses (PPR) - Polyspike wave complexes
GAMBARAN
ELEKTROENSEFALOGRAFI
RESPONS TERAPI
INTERIKTAL SETELAH 1
ANTIEPILEPSI
BULAN DIBERIKAN TERAPI
ANTIEPILEPSI
BAB III
METODE PENELITIAN
RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Juli 2019 sampai dengan
Januari 2020.
92
n
Z (1 / 2 ) Po (1 Po ) Z (1 ) ) Pa (1 Pa ) 2
Po Pa 2
Z (1 / 2) = deviat baku alpha. utk = 0,05 maka nilai baku normalnya
1,96
Z (1 ) = deviat baku betha. utk = 0,10 maka nilai baku normalnya
1,282
(36,56%)
penunjang.
Torre, 2010)
(Nizmah, 2018).
satu hemisfer
Eksesif beta
yang homolog)
menyeluruh.
III.5.1. Instrumen
Haji Adam Malik Medan diambil secara konsekutif dan yang memenuhi
kriteria inklusi serta tidak ada kriteria eksklusi diikutkan kedalam penelitian
ini, setelah itu diberikan terapi antiepilepsi sesuai dengan tipe bangkitan
Penderita Epilepsi
Idiopatik
Anamnesis
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan EEG
Pemberian Terapi
Antiepilepsi
Analisis Data
Hasil
Fisher Exact.
Januari 2020.
BAB IV
RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode Juli 2019 hingga Januari
subjek adalah 30,84 tahun dengan usia termuda 18 tahun dan usia tertua
lebih dari 1 jenis terapi. Respon terapi yang efektif terdapat pada 16 orang
103
Antiepilepsi
0,109.
IV.2. PEMBAHASAN
menderita epilepsi.
neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan dan juga penderita epilepsi yang
yang memenuhi kriteria inklusi serta tidak ada kriteria eksklusi diikutkan
orang laki-laki (32 %), dengan rerata usia subjek adalah 30,84 tahun,
dengan rentang usia 18-59 tahun dan rearata onset bangkitan subjek
tampak jelas bahwa beberapa faktor risiko definitif untuk epilepsi seperti
cedera kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat banyak dijumpai pada
perempuan adalah 0,7. Sebagian besar tetapi tidak semua penelitian yang
negara barat, angka kejadian epilepsi lebih tinggi pada usia 70 tahun
yang awal kejadiannya pada masa kanak-kanak atau remaja. Survey para
(Hesdorffer, 2008).
bangkitan umum tonik klonik dengan jumlah 20 orang (80 %). Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setiawan dkk pada tahun 2018
bangkitan umum tonik klonik primer dan kurang dari 1 % masing dengan
tipe absans dan mioklonik. 14 % tipe campuran (parsial dan umum) dan 9
% tidak terklasifikasi. Tipe bangkitan umum lebih sering terjadi pada anak-
anak, sementara bangkitan parsial dua kali lebih sering pada usia dewasa
dengan penelitian Mohan dkk pada tahun 2016, dimana sebagian besar
pemberian politerapi pada penderita epilepsi antara lain usia saat onset
antiepilepsi dengan nilai p < 0,005 dengan rasio prevalensi 0,231 (95 %
IK).
Ouyang dkk pada tahun 2017 dimana dari 20 subjek penelitian terdapat
Antiepilepsi
signifikan antara gambaran EEG sebelum dan sesudah terapi dengan nilai
p = 0,109.
pada pasien epilepsi umum dan epilepsi fokal setelah diberikan lamotrigin
pasien epilepsi untuk memantau terapi dengan obat antiepilepsi. Hal ini
2015).
antara gambaran EEG interiktal dengan jenis terapi ( p = 0,222). Hal ini
power pada gelombang delta, teta dan alfa tetapi tidak mengubah power
gelombang beta dan rerata frekuensi alfa. Pada pasien yang mendapat
beta, teta dan delta dan juga meningkatkan rerata frekuensi alfa.
pasien yang mendapat asam valproat dan lamotrigin. dan ditemukan hasil
terkontrol dan 73 pasien sehat. Dari hasil didapat bahwa pada kelompok
pada frekuensi puncak dari irama EEG, dan pada kelompok yang
obat yang lebih baru seperti levetiracetam dan lamotrigin juga dapat
pada gelombang teta dan gelombang delta baik secara visual maupun
2011).
penderita epilepsi dengan nilai p < 0,001, dimana dari 25 subjek yang
EEG yang normal dan 9 orang memiliki respons yang tidak efektif
band yang dinilai melalui analisis EEG pada penderita epilepsi mengalami
menunjukkan performa kognitif yang lebih baik dan kontrol bangkitan yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak efektif (Ouyang dkk,
2017)
gelombang delta dengan kadar obat didalam darah pada rentang normal
ada informasi yang diperoleh melalui prosedur tersebut untuk melihat zona
karbamazepin dan asam valproat. Pada kadar yang toksik, fenitoin dapat
Besser dkk pada tahun 1992 melaporkan tidak ditemukan korelasi antara
alfa dan gelombang delta pada penilaian EEG secara kuantitatif. Lebih
ditandai dengan adanya gelombang spikes yang umum yang tidak tampak
signifikan pada aktivitas irama dasar pada EEG. Dengan analisis EEG
bisa terjadi pada dosis asam valproat yang normal, dengan atau tanpa
asam valproat, EEG memainkan peran yang sangat pentng. Yang ditandai
gelombang trifasik pada EEG. Gagal hati yang fatal setelah pemakaian
asam valproat telah dilaporkan. Tidak ada indikasi bahwa rekaman EEG
tanpa provokasi yang pertama sekali terjadi merupakan hal yang penting
EEG yang abnormal berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi untuk
BAB V
V.1. KESIMPULAN
epilepsi (p = 0,222).
bekerja (44,0 %) dan suku terbanyak adalah suku jawa (32,0 %).
V.2. SARAN
yaitu :
122
DAFTAR PUSTAKA
124
Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J., and Lwanga, S.K. 1990. Adequacy
of Sample Size in Health Studies. Jhon Wiley & Sons Ltd.
England.
Libenson, M. 2010. Electroencephalographic Artifacts. In: Libenson, M.
Practical Approach to Electroencephalography. Saunders Elsevier.
Philadelphia. Pp 124-145.
Libenson, M. 2010. Electroencephalographic Localization. In: Libenson, M.
Practical Approach to Electroencephalography. Saunders Elsevier.
Philadelphia. Pp 55-88.
Libenson, M. 2010. Introduction to Commonly Used Terms in
Electroencephalography. In: Libenson, M. Practical Approach to
Electroencephalography. Saunders Elsevier, Philadelphia. Pp 31-54.
Libenson, M. 2010. The Abnormal EEG. IN: Libenson, M. Practical
Approach to Electroencephalography. Saunders Elsevier.
Philadelphia. Pp 176-203.
Lukasiuk, K., and Pitkanen, A. 2012. Molecular basis of acquired
epileptogenesis. In : Aminoff, M.J., Boller, F., and Swaab, D.F., eds.
Handbook of Clinical Neurology Vol. 107: Epilepsy Part 1. Elsevier
B.V. Amsterdam. Pp 1-10.
Mac, T.L., Tran, D.S., Quet, F., Odermatt, P., Preux, P.M., and Tan, C.T.
2007. Epidemiology, aetiology, and clinical management of epilepsy in
Asia : A systematic review. Lancet Neurology. 6: 533-43.
Misulis, K.E., and Head, T.C. 2003. Special studies in
electroencephalography. In : Misulis, K.E., and Head, T.C. Essentials
of Clinical Neurophysiology. Butterworth Heinemann. United States of
America. Pp117-126.
Mohan, L., Singh, J., Singh, Y., Kathrotia, R., Goel, A. 2016. Association of
Interictal Epileptiform Discharges with Sleep and Anti-Epileptic Drugs
Annals of Neurosciences. 23:230-234.
Moshẻ S.L., Perucca, E., Ryvlin, P., and Tomson, T. 2014. Epilepsy: new
advances. Lancet. 385: 884-98.
Ngugi, A.K., Bottomley, C., Kleinschmidt, I., Sander, J.W., and Newton,
C.R. 2010. Estimation of the burden of active and life-time epilepsy: a
meta-analytic approach. Epilepsia. 51:883–90.
Nizmah. 2018. Gambaran EEG Normal. Dalam: Syeban, Z., Octaviana, F.,
dan Budiyakanti, A., ed. EEG Praktis. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal 33-52.
Octaviana, F. 2018. Artefak. Dalam: Syeban, Z., Octaviana, F., dan
Budiyakanti, A., ed. EEG Praktis. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. Hal 75-92
Octaviana, F. 2018. Prinsip Dasar Elektroensefalografi. Dalam: Syeban,
Z., Octaviana, F., dan Budiyakanti, A., ed. EEG Praktis. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal 1–
18.
Octaviana, F., Budikayanti, A., Wiratman, W., Indrawati, L.A., dan Syeban,
Z. 2017. Bangkitan dan Epilepsi. Dalam : Aninditha, T., dan Wiratman,
W., ed. Buku Ajar Neurologi. Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 75-95.
Octaviana, F., dan Khosama, H. 2014. Epidemiologi Epilepsi. Dalam :
Kusumastuti, K., Gunadharma, S., dan Kustiowati, E., ed. Pedoman
Tatalaksana Epilepsi. Airlangga University Press. Surabaya. Hal 1-4.
Oster, J.M., Gutrecht, J.A., Bagla, R., Arie, J.E., and Cosgrove, G.R. 2012.
Epilepsy. In : Jones, R.H., Srinivasan, J., Allam, G.J., and Baker, R.A.,
eds. Netter’s Neurology. Elsevier Saunders. Philadhelpia. Pp 175-190
Ouyang, C.S., Chiang, C.T., Yang, R.C., Wu, R.C., Wu, H.C., and Lin, L.C.
2017. Quantitattive EEG findings and response to treatment with
antiepileptic medications in children with epilepsy. Brain and
Development. 2017: 1-10.
Perucca E. 2005. An introduction to antiepileptic drugs. Epilepsia. 46: 31-
37.
Pillai, J., and Sperling, M.R. 2006. Interictal EEG and The Diagnosis of
Epilepsy. Epilepsia. 14-22.
yang berjudul:
penderita epilepsi.
selama penelitian berlangsung, atau ada hal yang kurang jelas yang ingin
Medan,...........................2019
Peneliti
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Medan, …………………….2019
Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan
persetujuan
2. Vital Sign
Kesadaran : □ CM □ Apatis □ Somnolen
□Sopor □ Koma
SKG : ………………………………………
Tekanan Darah :...................................................mmHg
Nadi : ………………………………………x / menit
Pernafasan : ………………………………………x / menit
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Isilah kotak untuk setiap serangan kejang yang anda alami dengan hari
yang tepat. Anda bisa mengisi kotak-kotak dengan warna yang berbeda
untuk jenis sesuka hati anda.
Bulan......................................
Jumlah serangan kejang (satu kotak untuk satu serangan):
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Tanggal
Scanned by CamScanner