2018
L. Tobing, Andrico N.
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5045
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
GAMBARAN FRAGMENTASI QRS PADA ELEKTROKARDIOGRAM
12 SADAPAN SEBAGAI PENANDA ADANYA JARINGAN PARUT
MIOKARD PADA SIDIK PERFUSI MIOKARD PENDERITA
PENYAKIT JANTUNG KORONER
TESIS MAGISTER
Oleh
dr. Andrico N. L. Tobing
NIM: 137041107
PEMBIMBING:
TESIS MAGISTER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam
Program studi Magister Kedokteran Klinik pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
ANDRICO N. L. TOBING
NIM : 137041107
TESIS MAGISTER
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.
Andrico N. L. Tobing
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan limpahan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam Program Studi Magister Kardiologi
dan Kedokteran Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked (Cardio), Sp.JP(K) dan dr. Yuke Sarastri, M.Ked (Cardio),
Sp.JP(K) selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan
yang telah memberikan kritik dan saran yang berharga dalam penulisan tesis ini.
6. dr. Edison Bun, M.Kes, Sp.KN(K) yang berperan sebagai dokter Sp.KN yang melakukan
interpretasi terhadap hasil SPECT dan juga salah satu pembimbing dalam penyusunan
tesis ini yang telah membimbing, memberikan perbaikan serta masukan yang berharga
sehingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
7. Dr. Anggia C. Lubis, M.Ked (Cardio), Sp.JP yang dengan penuh kesabaran telah
membimbing, mengajar, dan memberikan banyak pencerahan teori dalam penulisan tesis
ini, sekaligus sebagai salah satu observer dalam penilaian dan pengolahan hasil pada tesis
ini sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
8. Guru-guru penulis : Prof.dr.T.Bahri Anwar,Sp.JP(K); Prof.dr.Sutomo Kasiman,Sp.PD,
Sp.JP(K); Prof.dr.Abdullah Afif Siregar,Sp.A(K),Sp.JP(K); Prof.dr.Harris Hasan,Sp.PD,
Sp.JP(K); Alm.dr.Maruli T.Simanjuntak,Sp.JP(K); dr.Nora Christina Hutajulu,Sp.JP(K);
Dr.dr.Zulfikri Mukhtar,Sp.JP(K); dr.Isfanuddin Nyak Kaoy,Sp.JP(K); dr.P.Manik,
Sp.JP(K); dr.Refli Hasan, Sp.PD,Sp.JP(K); dr.Amran Lubis,Sp.JP(K); dr.Nizam Akbar,
Sp.JP(K); dr.Zainal Safri,Sp.PD,Sp.JP; dr.Andre Ketaren,Sp.JP(K); dr.Andika Sitepu
Sp.JP(K); dr.Anggia C. Lubis,Sp.JP; dr.Ali Nafiah Nasution,Sp.JP(K); dr.Cut Aryfa
Andra,Sp.JP(K), dr.Hilfan Ade Putra Lubis,Sp.JP, dr. Andi Khairul,Sp.JP, dr.Abdul
Halim Raynaldo Sp.JP, dr.Yuke Sarastri,Sp.JP, dr. Teuku Bob Haykal,Sp.JP,
dr.Yolandi,Sp.JP serta guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah banyak memberikan bimbingan selama mengikuti program pendidikan profesi ini.
9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti dan
menjalani Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
10. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tergabung dalam “Kelakar”, yang
telah memberikan dukungan, saran, dan kritik dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga
Kelakar semakin kompak, selalu menjadi teman dan keluarga selamanya.
11. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi, yaitu Alm.Ir. R.V.L. Tobing
dan Sondang Isabella Siahaan, SH, yang selama ini telah memberikan kasih sayang, doa,
nasehat dan dukungan materi selama proses pendidikan hingga menyelesaikan tesis ini.
12. Kedua ayah dan ibu mertua yang sangat penulis hormati dan sayangi, John Foster
Marpaung, M. A dan Ritha Zahara Tarigan, SE, MM yang telah memberikan dukungan
kasih sayang, nasehat, doa maupun materi selama proses pendidikan dan dalam
penyelesaian tesis ini.
13. Istriku tercinta, dr. Sweet Chatherine Marpaung, untuk cinta, doa, semangat, keceriaan
dan kesabaran yang tiada henti untuk penulis dalam menjalani pendidikan dan selama
proses penyelesaian tesis ini
14. Abang dan adik kandung penulis, Andreas L. Tobing, SS dan Indriana L. Tobing, SE.
Kakak dan adik ipar penulis, dr.Sweet Caroline Marpaung, dr.Rio Sinulingga, Gihon R.
P. Marpaung, SE yang selalu memberikan doa dan semangat selama proses pendidikan.
15. Kelima sahabat seperjuangan penulis “The Garsa Berat” , dr. Dicky Yulianda, dr. Herman
Sinurat, dr. Hidayat, dr. Sheila Dhiene Putri, dr. Mariyetti Kemuning Nasution yang
menjadi teman dalam berbagi ide, ilmu dan kerjasama selama proses pendidikan PPDS.
16. dr. Bertha Gabriella Napitupulu yang telah membantu penulis dalam metode statitistik dan
pengolahan data hingga terselesaikan tesis ini dengan baik.
17. Tim Futsal Kardiologi, Cardiotone dan Sahabat Teh tarik hijau khususnya dr. Herman,
dr. Suhenda, dr. Erwin, dr. Taufik, dr. Mirhan, dr. Omar, dr. Rian, dr. Fauzan, dr. Imam,
dr. Fahrial sebagai teman saling berbagi dan mendukung selama proses pendidikan.
18. Para perawat dan staf administrasi Departemen Kedokteran Nuklir dan Pusat Jantung
Terpadu RSUPHAM serta staf administrasi kardiologi Ahmad Syafi’i, Nanda dan Husna
yang telah membantu pengumpulan data hingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat berguna
dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Andrico N. L. Tobing
Abstract
Methods: A cross-sectional study of patients with clinical diagnosis of CAD who underwent
Cardiac SPECT. The fQRS defined as morphologies of QRS wave (<120 ms), which included
an additional R wave (R’), notching in the nadir of S wave, or >1 R’ (fragmentation) in 2
contiguous leads, corresponding to a major coronary artery territory. Pathological Q wave,
paced rhythm, typical right or left bundle branch block pattern with QRS duration of ≥ 120 ms
were excluded. MPI was interpreted by visual analysis and semi-quantitative scores on
17-segment assessment according to standard nomenclature.
Results: Total of 72 patients (49 males, mean age 54.7 ± 9.8 years). fQRS was found in 46
patients (64%). The frequency of myocardial scar was significantly higher in patients with
fQRS (89% vs. 15%, p<0.05). Sensitivity, specificity, positive and negative predictive value of
fQRS for any of myocardial scar as detected by SPECT analysis were 91%, 81%, 89%, and
84%, respectively. For regional scar analysis, fQRS has sensitivity and specificity of 87% and
90% for anterior wall, 76% and 80% for inferior wall, 73% and 79% for lateral wall. LVEF
was significantly lower in patients with fQRS (36.9±2.1 vs. 53.2±2.2, p< 0.05).
Conclusion: The fragmented QRS could serve as a novel ECG marker to detect and localize
the myocardial damage in CAD patients. Regional fQRS patterns denote the presence of
regional myocardial scar and are a valuable diagnostic marker of CAD with good sensitivity
and specificity.
Abstrak
Latar belakang: Adanya gambaran fragmentasi QRS (fQRS) pada Elektrokardiogram (EKG)
12 sadapan sering dikaitkan dengan berbagai penyakit jantung. Fenomena ini dapat
menggambarkan gangguan pada sistem konduksi jantung setelah terjadi kerusakan miokard
akibat Penyakit Jantung Koroner (PJK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai
diagnostik fQRS dalam mendeteksi jaringan parut miokard melalui pemeriksaan Sidik Perfusi
Miokard (SPM) menggunakan Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang pada pasien terdiagnosa PJK yang menjalani
pemeriksaan SPECT jantung. Definisi fQRS adalah berbagai morfologi gelombang QRS
(durasi <120 ms), adanya gelombang R tambahan (R'), takik pada dasar gelombang S, atau
> 1 gelombang R' pada 2 atau lebih sadapan yang berpasangan, sesuai wilayah arteri koroner
mayor. Gelombang Q patologis, irama pacu jantung, pola blok cabang berkas kanan atau kiri
yang tipikal dengan durasi QRS ≥ 120 ms akan dieksklusikan. Hasil SPM diinterpretasikan
secara visual dan skor semikuantitatif pada penilaian 17 segmen sesuai standar.
Hasil: Total 72 pasien (49 laki-laki, usia rata-rata 54,7 ± 9,8 tahun). fQRS dijumpai pada 46
pasien (64%). Frekuensi jaringan parut miokard secara signifikan lebih tinggi pada pasien
dengan fQRS (89% vs. 15%, p<0,05). Sensitivitas, spesifisitas, positive dan negative predictive
value fQRS untuk deteksi jaringan parut adalah 91%, 81%, 89%, dan 84%. Dari analisa
jaringan parut regional, fQRS memiliki sensitivitas dan spesifisitas 87% dan 90% untuk
dinding miokard anterior, 76% dan 80% untuk dinding inferior, 73% dan 79% untuk dinding
lateral. Fraksi ejeksi ventrikel kiri secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan fQRS
(36,9±2,1% vs. 53,2±2,2%, p<0,05).
Kesimpulan: Fragmentasi kompleks QRS dapat menjadi penanda baru pada pemeriksaan
EKG untuk mendeteksi kerusakan miokard pada pasien PJK. Wilayah sadapan dengan adanya
gambaran fragmentasi QRS dapat menunjukkan lokasi jaringan parut dan merupakan penanda
penting untuk diagnostik PJK dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang baik.
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar pengesahan .................................................................................... i
Lembar pernyataan orisinalitas ................................................................. iii
Ucapan terima kasih ................................................................................... iv
Abstrak ........................................................................................................ vii
Abstract ....................................................................................................... viii
Daftar isi ...................................................................................................... ix
Daftar gambar ............................................................................................. xii
Daftar tabel ................................................................................................. xiii
Daftar singkatan dan lambang ................................................................... xiv
LAMPIRAN ............................................................................................... 70
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Perbandingan modalitas pencitraan ventrikel kiri dan ukuran infark .... 25
4.1. Karakteristik subyek penelitian ........................................................... 40
4.2. Karakteristik Subyek Penelitian kelompok fQRS dan tanpa fQRS ...... 42
4.3. Perbandingan fraksi ejeksi ventrikel kiri kedua kelompok ................... 43
4.4. Perbandingan volume sistolik akhir ventrikel kiri fase istirahat dan
beban antara kedua kelompok ............................................................. 45
4.5. Perbandingan analisa jaringan parut berdasarkan hasil Sidik
Perfusi Miokard antara kedua kelompok ............................................. 47
4.6. Karakteristik subyek berdasarkan lokasi sadapan fragmentasi QRS
dan lokasi jaringan parut miokard ....................................................... 48
4.7. Hasil uji diagnostik fQRS dan adanya jaringan parut .......................... 49
4.8. Hasil uji diagnostik fQRS anterior ...................................................... 50
4.9. Hasil uji diagnostik fQRS inferior ....................................................... 50
4.10. Hasil uji diagnostik fQRS lateral ......................................................... 51
4.11. Uji Variabilitas Inter-observer (Cohen’s Kappa Coefficient) ............... 52
SINGKATAN NAMA
LAMBANG
n : besar sampel
p : p-value (tingkat kemaknaan)
α : alpha
ß : beta
κ : kappa
> : lebih besar
< : lebih kecil
Zα : nilai baku alpha = 1,96
Zß : nilai baku beta = 0,84
% : persentase
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
teraktivasi. Saat istirahat, cairan intra seluler sebuah sel bermuatan negatif
terhadap jaringan ekstraseluler disekitarnya (Goldberger, 2006).
Terdapat 4 peristiwa elektrofisiologis yang berperan dalam pembentukan EKG
yaitu :
1. Pembentukan impuls dan pacu jantung primer
2. Penghantaran impuls
3. Pengaktifan (depolarisasi) miokardium
4. Repolarisasi (relaksasi) miokardium
Pada awal dari fase depolarisasi terjadi perubahan permeabilitas membran
sel yang cepat yang ditandai dengan masuknya ion Na ke dalam sel yang akan
mengakibatkan potensial aksi intra sel mengalami peningkatan yang tajam dari
-90 menjadi +20 mV (fase 0). Setelah fase depolarisasi, potensial aksi akan
melambat secara perlahan ke potensial istirahat (repolarisasi), dimana fase 1
adalah proses kembalinya potensial intrasel cepat ke 0 mV akibat penutupan ion
Na; fase 2 timbul karena masuknya ion Ca secara lambat ke dalam sel (plateau);
fase 3 terjadi akibat kembalinya potensial intrasel ke potensial istirahat akibat
pengeluaran ion K dari sel. Gelombang kompleks QRS dapat timbul akibat
potensial aksi sel miokard ventrikel pada fase 0 (Goldberger dkk, 2006).
2.2.1 Proses Aktivasi ventrikel
Aktivasi ventrikel merupakan hasil dari dua proses, yaitu aktivasi
endokardium dan aktivasi transmural (Ramanathan, 2006). Aktivasi dari
endokardium diatur oleh distribusi anatomi dan keadaan fisiologis sistem His-
Purkinje. Cabang sistem konduksi kemudian menyebar dengan cepat seperti
struktur pohon dan konduksi yang cepat menyebabkan aktivasi yang nyaris
simultan pada keseluruhan endokardium yang dapat dicapai dalam beberapa
milisekon (Mirvis, 2012).
Pada proses aktivasi endokardium, aktivitas pertama dimulai pada tiga
tempat: (1) dinding paraseptal anterior ventrikel kiri (2) dinding paraseptal
posterior ventrikel kiri (3) bagian tengah septal bagian kiri. Lokus konduksi
dimulai pada insersi cabang-cabang berkas konduksi kiri. Aktivasi pada bagian
septum dimulai pada bagian kiri lalu menyebar ke seluruh septum dari kiri ke
kanan dan dari apeks ke basal. Gelombang konduksi lalu menyebar dari tempat
awal ke arah anterior dan inferior dan kemudian ke arah superior untuk
mengaktivasi dinding anterior dan lateral ventrikel kiri. Daerah posterobasal
ventrikel kiri adalah daerah terakhir yang teraktivasi (Mirvis, 2012).
Eksitasi dari ventrikel kanan dimulai dari Right Bundle Branch, dekat
dengan basal dari otot papilaris anterior dan menyebar keseluruh dinding. Area
terakhir yang teraktivasi adalah konus pulmonal dan area postero basal. Pada
kedua ventrikel, pola eksitasi endokardium dimulai pada permukaan septum dan
menyebar kebawah kearah apeks dan dinding ventrikel, lalu kemudian konduksi
menyebar kebagian posterior dan basal dari arah apeks ke basal. Gelombang
aktivasi kemudian bergerak dari endokardium menuju ke epikardium. Eksitasi
endokardium dimulai pada hubungan antara serat Purkinje ke otot ventrikel dan
konduksi berlanjut dari otot ke otot secara oblique ke daerah epikardium
(Mirvis, 2012).
Gambar 2.1 Urutan aktivasi normal ventrikel kanan dan kiri. Tampak bagian
endokardium dan septum interventrikular terlihat (Durrer, 1968).
gelombang QRS dianggap hanya mewakili aktivitas septum dan ventrikel kiri
(Mirvis, 2012).
Gambar 2.3 Pengaruh filter low-pass. Perekaman EKG dengan filter low-pass 35
Hz menunjukkan hanya 2 spikes pada kompleks QRS (kiri). Perubahan frekuensi
cut-off dari 35 Hz menjadi 150 Hz memperlihatkan 3 tambahan spikes pada
kompleks QRS (kanan).
Gambaran Fragmentasi QRS didefinisikan sebagai adanya berbagai
morfologi gelombang QRS yang berdurasi kurang dari 120 ms dengan adanya
gelombang R tambahan (R'), notching pada gelombang R, notching pada
downstroke atau upstroke gelombang S, atau adanya > 1 R' pada ≥ 2 sadapan yang
berdekatan yang berhubungan dengan wilayah arteri koroner utama pada
pemeriksaan EKG 12 sadapan. (Das dkk, 2006, 2008, 2009; Take dkk, 2012).
Sadapan V1-V5 akan mewakili segmen anterior miokard atau pada daerah
yang diperdarahi arteri Left Anterior Descending (LAD), sadapan I, aVL, dan V6
mewakili segmen lateral miokard atau pada daerah yang diperdarahi arteri Left
Circumflex (LCX) dan sadapan II, III, dan aVF akan mewakili segmen inferior
miokard atau pada daerah yang diperdarahi Right Coronary Artery (RCA)
(Cerqueira dkk, 2002).
Pada pasien dengan DCM, fQRS dapat dijumpai pada pemeriksaan EKG pada 6
sadapan unipolar prekordial kiri, menggunakan high-precision amplifier. Melalui
sebuah studi, fQRS dapat memprediksi frekuensi kejadian kompleks ventrikel
prematur dan Sudden Cardiac Death (SCD) apabila dibandingkan dengan subyek
kontrol tanpa penyakit jantung (Das dkk, 2008). Gambaran fragmentasi QRS ini
dijumpai pada 23-75% pasien DCM dengan kompleks QRS yang sempit dan lebih
sering dijumpai pada kardiopati iskemik (Take dkk, 2012). Sementara pada DCM
non-iskemik, fQRS lebih dihubungkan dengan asinkroni interventrikel, dan dapat
digunakan untuk identifikasi penderita yang akan dilakukan pemasangan Cardiac
Resynchronization Therapy (CRT). fQRS ini juga dapat digunakan sebagai
prediktor mortalitas, kejadian aritmia dan kejadian kardiovaskular lainnya pada
pasien DCM dengan fraksi ejeksi ≤ 40% (Pietrasik dkk, 2012; Take dkk, 2012).
besar tanda-tanda ini dijumpai juga pada gambaran fQRS yang khas. Mereka
menyimpulkan bahwa fQRS mungkin dapat menyederhanakan diagnosis pada
pasien dengan ARVD dengan probabilitas penyakit yang tinggi melalui
pemeriksaan EKG sederhana (Peters dkk, 2008). Gambaran fQRS dijumpai pada
85% penderita ARVD dan semakin banyak sadapan dengan fQRS pada pasien
ARVD, maka fungsi ventrikel kiri akan semakin buruk (Peters dkk, 2008;
Pietrasik dkk, 2012; Take dkk, 2012).
Gambaran fQRS juga sering dijumpai pada pasien dengan mitral stenosis yang
disebabkan oleh demam rematik. Demam rematik akan menyebabkan inflamasi
yang disertai degenerasi katup jantung dan juga kerusakan pada miokardium.
Gambaran fQRS dapat dikaitkan dengan penyakit gagal jantung dengan fraksi
ejeksi yang rendah, hipertensi pulmonal, kelas fungsional NYHA yang buruk, dan
penurunan area katup mitral (Yuce dkk, 2010).
Pada pasien dewasa dengan Tetralogy of Fallot yang telah dilakukan operasi
perbaikan, fQRS mampu memprediksi ventrikel fibrosis yang terdeteksi dengan
Late Gadolinium Enhancement Cardiac Magnetic Resonance (Ga-MRI).
Gambaran fQRS dapat dihubungkan dengan adanya jaringan parut paska operasi
atau fibrosis dari ventrikel kanan, volume ventrikel kanan yang lebih besar, fraksi
ejeksi ventrikal kanan yang lebih buruk dan disfungsi ventrikel kanan yang lebih
luas (Park dkk, 2012).
Sarkoidosis jantung
Suatu studi menunjukkan bahwa fQRS adalah penanda risiko sarkoidosis jantung
dengan sensitivitas dan spesifisitas fQRS yang baik untuk mendeteksi gambaran
gangguan Gadolinium-delayed Enhancement pada pemeriksaan MRI jantung
yaitu 100% & 80% (Homsi dkk, 2009). Gambaran fQRS dijumpai pada 75 %
yang menderita sarkoidosis jantung (Schuller dkk, 2011).
Sindroma Brugada
Sindroma ini ditandai dengan ST elevasi yang coved-type yang dapat dijumpai
pada sadapan prekordial kanan dan menjadi pemicu terjadinya episode takiaritmia
ventrikel. Pasien dengan sindrom Brugada sering memiliki gambaran fQRS dan
lebih sering dijumpai pada kelompok fibrilasi ventrikel (Takagi dkk, 2012).
Melalui studi PRELUDE telah menunjukkan bahwa fQRS berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang dapat menjadi kandidat untuk pemasangan
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) sebagai profilaksis pada pasien
dengan sindroma Brugada (Priori dkk, 2012).
meskipun tanpa keadaan infark, yang terus berlangsung setelah aliran darah
koroner kembali normal atau hampir normal (Daly dkk, 2011).
Keadaan miokard yang stunning dapat ditemukan pada situasi klinis (1)
unstable angina, (2) iskemia cetusan latihan/olahraga, (3) pasien operasi jantung
setelah diberikan kardioplegi, (4) IMA setelah reperfusi (Thornhill dkk, 2002; Bax
dkk, 2015). Keadaan stunning dapat berperan dalam disfungsi kontraktil pada
kasus gagal jantung terutama kardiomiopati iskemia. Terdapat hipotesis bahwa
sensitivitas miofilamen miokard yang stunning terhadap ion kalsium menjadi
abnormal. Pada pasien PJK, episode iskemia yang berulang dapat berdampak
menjadi keadaan stunning yang kumulatif dan dapat memicu keadaan disfungsi
ventrikel kiri paska iskemia yang kronis (Camici dkk, 2008).
ejeksi ventrikel kiri setelah revaskularisasi. Namun, pada ventrikel dengan dilatasi
yang cukup berat dan luas, pemulihan ventrikel akan tetap sulit untuk didapatkan
walaupun setelah dilakukan revaskularisasi meskipun miokard masih tetap dalam
keadaan viabel (Patel, 2015).
Gambar 2.5 Cedera reversibel dan ireversibel pada miokard (Bonow dkk, 2011)
banyak dijumpai ada otot jantung yang sehat (Jugdutt, 2003; Ma Y dkk,
2014). Pada zona infark, konsentrasi sel ini akan meningkat melalui
kombinasi migrasi dari miokard sekitar, proliferasi dan proses diferensiasi
tipe sel yang berbeda-beda menjadi fibroblast yang aktif meliputi perisit,
sel otot polos, sel endotel, sel punca mesenkim, dan fibrosit yang
bersirkulasi. Fibroblas pada miosit ditandai dengan peningkatan ekspresi
aktin otot polos yang umumnya menyertai peningkatan migrasi, kekuatan
kontraktilitas dan juga peningkatan ekspresi protein matriks. Diawali
beberapa hari paska infark miokard, fibroblast dapat meningkat hingga 20
kali lipat jumlahnya untuk mencapai jutaan sel/mm2 dan akan bertahan
tetap tinggi selama beberapa minggu (Daskalopoulos, 2012).
Ekspresi sel-sel inflamasi dari MMPs mulai menurun beberapa hari
setelah infark miokard setelah ekspresi fibroblast miosit (sebagian besar
tipe I dan II namun juga IV dan VI) meningkat drastis, mencapai
puncaknya sekitar 1 minggu paska infark sebelum kembali menurun ke
batas normal (Bryant dkk, 2009). Peningkatan sementara ini dapat
meningkatkan kolagen miokard hingga 10 kali lipat dan akan stabil
beberapa minggu atau bulan setelah infark (Jugdutt, 2003; Blom dkk,
2007). Kandungan kolagen adalah hasil dari tingginya regulasi
keseimbangan antara sekret kolagen dan aktivasi MMPs dan Tissue
Inhibitor of MMPs (TIMPs). Selama fase ini kandungan kolagen akan
meningkat dengan cepat, selain itu juga adanya peningkatan sementara
dari sejumlah protein matriks seluler (tenascin-C, thrombospondin,
osteopontin, dan periostin) yang berperan penting dalam struktural
maupun sebagai signal yang memunculkan jaringan parut (Marmor dkk,
1982; Lindsey dkk, 2012)
3. Fase remodelling
Fase akhir dari pembentuk jaringan parut oleh infark sering disebut dengan
remodelling atau maturasi yang dapat berlangsung dalam hitungan bulan
pada manusia (Fishbein dkk, 1978). Dalam waktu ini, apoptosis dari
fibroblas akan mengurangi membran sel daripada infark, namun ada juga
yang tetap bertahan (Jugdutt, 2003; Sun dkk, 2000). Sementara kolagen
akan mulai menjadi stabil, jaringan parut akan terus mengalami maturasi
melalui peningkatan proses crosslink dari kolagen. Selain itu, peningkatan
ekspresi enzim lysil oxidase paska infark miokard, akumulasi dari proses
crosslink hydroxylysylpyrinidium dan hydroxylysylpyrinidoline bersamaan
juga dengan sekresi proteoglikan seperti decorin dan biglycan yang akan
berikatan dengan kolagen dan meregulasi fibrillogenesis dan diameter
serat akan terus berlanjut dalam fase ini (Vivaldi dkk, 1987; Ma Y dkk,
2014; Dobaczewski dkk, 2010). Perubahan dari struktur matriks kolagen
tampaknya terjadi secara perlahan namun dalam laju yang tetap yang akan
terus berlanjut lebih lama daripada akumulasi kandungan kolagen awal
yang relatif lebih cepat (Vivaldi dkk, 1987).
melalui jaringan (Smaill dkk, 2013). Pada umumnya, miosit akan terletak
dalam susunan yang sejajar dalam parallel, tersusun seperti serat-serat
(arah yang teratur) dan menghasilkan 4-6 lapisan dari miosit-miosit yang
akan saling bertaut, yang terpisah oleh suatu celah jaringan penyokong
yang melintang dan memiliki konektivitas antar sel yang kecil (Spotnitz,
2000). Konduksi antara sel-sel ini akan melewati susunan gap junction
yang terkonsentrasi dalam diskus interkalaris (intercalated disc) yang
umumnya tersusun di ujung sel. Susunan sel yang kuat dan tersusun
dengan baik ini, akan memiliki perambatan aktivasi listrik yang akan
berjalan sesuai dengan arah aksis daripada konduksi ventrikel (Severs dkk,
2004; Caldwell dkk, 2009; Hooks dkk, 2007).
Setelah kejadian infark miokard, maka timbul juga efek
remodelling pada konduksi listrik jantung yang kemudian akan diperberat
oleh perubahan struktural yang semuanya akan menjadi substrat untuk
sirkuit reentrant takiaritmia ventricular (Janse dkk, 1989). Aktivasi dari
daerah yang terkena infark akan ditandai dengan adanya perubahan dari
gambaran elektrogram. Hal ini disebabkan oleh perubahan pada pola
eksitasi dan konduksi akibat perubahan aktivitas kanal ion dan penurunan
hubungan antar sel (Severs dkk, 2008). Pada zona batas infark, konduksi
miokard terhubung ke sekitar setengah daripada jumlah normal miosit
sekitarnya. Selain itu beberapa mekanisme juga tercetus sebagai penyebab,
salah satunya adalah karena adanya konduksi yang berliku-liku (zig-zag)
pada jaringan parut dan di sekitarnya melalui berkas-berkas konduksi dari
miosit yang masih bertahan (de Bakker, 1988, 1990 dan 1993).
2.4 Sidik perfusi miokard (SPM)
Sidik perfusi miokard adalah pemeriksaan non-invasif yang dapat
mengevaluasi PJK dengan cara melihat adanya stenosis arteri koroner yang
membatasi aliran darah ke miokard dan sebagai modalitas untuk stratifikasi
resiko. Sangat penting untuk setiap klinisi yang melakukan pemeriksaan nuklir
agar memiliki pengetahuan dan pengertian yang baik dalam memahami tentang
Tabel 2.1 Perbandingan modalitas pencitraan untuk penilaian ventrikel kiri dan
ukuran infark (Anavekar dkk, 2016)
Gambar 2.7 Modalitas pencitraan Sidik perfusi miokard (Anavekar dkk, 2016)
Gambar 2.8 Penilaian visual perfusi miokard dengan SPECT (Cerqueira dkk,
2002)
Myocardial scar
(jaringan parut pada miokard)
BAB III
METODE PENELITIAN
dimana :
p1 : proporsi jaringan parut (+) pada kelompok pasien dengan fQRS (+) 0,42
p2 : proporsi jaringan parut (-) pada kelompok pasien fQRS (-) 0,05
q1 = 1 – P1 0,58
q = 1 – P 0,765
n1= n2= 20
Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka didapat jumlah sampel
minimal untuk penelitian ini adalah 20 sampel pada masing-masing kelompok.
Variabel independen :
Variabel dependen :
EKG dengan fQRS dan lokasi jaringan parut miokard sesuai dengan arteri koroner
yang memperdarahinya yang dinilai dengan SPM menggunakan SPECT. Analisa
data statistik menggunakan software statistik, nilai p < 0,05 dikatakan bermakna
secara statistik.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
non-fQRS 26 (36,2)
Dalam karakteristik faktor resiko PJK yang dijumpai antara kedua grup
didapatkan bahwa Diabetes Melitus tipe II (DM tipe II) dan perokok menjadi
faktor resiko yang berbeda secara signifikan pada subyek dengan fQRS
dibandingkan tanpa fQRS. 26 orang (56%) subyek adalah penderita DM tipe II dan
8 orang (30%) subyek tanpa fQRS yang merupakan penderita DM tipe II (p=0,03).
38 orang (82%) subyek dengan fQRS adalah perokok, sedangkan hanya 13 orang
(50%) subyek tanpa fQRS yang merupakan perokok (p=0,003). Sementara itu,
tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna secara signifikan antara faktor
resiko dislipidemia dan hipertensi apabila dibandingkan antara kedua grup. Subyek
dengan fQRS sebagian besar adalah penderita dislipidemia yaitu 39 orang (84%)
dibandingkan dengan subyek tanpa fQRS yang berjumlah 17 orang (65%). Melalui
penelitian ini juga didapatkan bahwa hipertensi dijumpai lebih banyak pada subyek
dengan fQRS dibandingkan dengan subyek tanpa fQRS, walaupun perbedaan
antara kedua kelompok tidak signifikan secara statistik.
Intervensi Koroner Perkutan (IKP) ataupun Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK).
Dijumpai hanya 13 orang dari seluruh subyek yang memiliki riwayat
revaskularisasi sebelumnya. 6 orang (13%) subyek dengan fQRS yang memiliki
riwayat paska IKP dan 4 orang (8%) subyek yang pernah dilakukan prosedur
BPAK sebelumnya. Dari perbandingan kedua grup tidak didapatkan adanya
perbedaan yang signifikan secara statistik pada riwayat revaskularisasi
sebelumnya.
Tabel 4.2 Karakteristik Subyek Penelitian kelompok fQRS dan tanpa fQRS
Fragmentasi QRS
(fQRS)
Variabel Nilai p
Ya Tidak
(n=46) (n=26)
4.3 Analisis hasil pemeriksaan Sidik Perfusi Miokard kelompok fQRS dan
tanpa fQRS
Dalam penelitian ini, dilakukan analisis dari hasil Sidik Perfusi Miokard
(SPM) dengan menggunakan SPECT jantung berdasarkan kelompok dengan
fQRS dan tanpa fQRS. Beberapa parameter pemeriksaan SPM yang dianalisa
meliputi fraksi ejeksi ventrikel kiri, volume sistolik akhir ventrikel kiri pada fase
istirahat dan pemberian beban farmakologis, dan analisa adanya jaringan parut
(scar) yang dilakukan melalui penilaian visual dan skor semikuantitatif yang
diproses oleh software AutoQuant yang dikembangkan oleh Cedars-Sinai Medical
Center (Los Angeles, California). Analisa hasil pemeriksaan SPECT dilakukan
oleh seorang dokter Sp.KN (Spesialis Kedokteran Nuklir).
Ya Tidak
SD = Standard Deviasi; aUji Mann Whitney; nilai p<0.05 dianggap bermakna secara
statistik
Tabel 4.3 Perbandingan volume sistolik akhir ventrikel kiri fase istirahat dan
beban antara kedua kelompok
Ya Tidak
Gambar 4.3 Grafik perbandingan volume sistolik akhir ventrikel saat fase
pemberian beban pada kedua kelompok
Dalam analisa jaringan parut (scar) melalui hasil Sidik Perfusi Miokard
yang dinilai berdasarkan kedua kelompok, maka tampak kelompok fQRS
memiliki jumlah subyek dengan jaringan parut (scar) miokard yang lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok tanpa fQRS pada gambaran EKG 12 sadapan.
Subyek-subyek ini memiliki gambaran adanya jaringan parut pada setidaknya di 1
wilayah miokard menurut hasil Sidik Perfusi Miokard. Wilayah yang dimaksud
adalah regio miokard yang diperdarahi oleh pembuluh darah koroner LAD, RCA
maupun LCX.
Tampak dari tabel 4.4, dari 46 subyek dengan fQRS, terdapat 41 orang
subyek (89%) dengan fQRS memiliki gambaran adanya jaringan parut miokard
dari hasil Sidik Perfusi Miokard dibandingkan hanya 5 orang (11%) yang tidak
memiliki gambaran jaringan parut miokard (p<0,001).
Ya Tidak
(n=46) (n=26)
a
Chi Square Test
4.4 Uji diagnostik fragmentasi QRS dalam menentukan lokasi jaringan parut
Peneliti melakukan analisa kemampuan diagnostik fragmentasi QRS
dalam mendeteksi adanya jaringan parut miokard dan juga menilai kesesuaian
antara lokasi sadapan EKG dengan fQRS terhadap lokasi jaringan parut miokard
yang diperiksa dengan pemeriksaan Sidik Perfusi Miokard. Sadapan V1-V5 akan
mewakili segmen anterior miokard atau pada daerah yang diperdarahi arteri Left
Anterior Descending (LAD), sadapan I, aVL, dan V6 mewakili segmen miokard
bagian lateral atau pada daerah yang diperdarahi arteri Left Circumflex (LCX) dan
sadapan II, III, dan aVF akan mewakili segmen inferior atau pada daerah yang
diperdarahi Right Coronary Artery (RCA) (Cerqueira dkk, 2002). Kemudian
dinilai sensitivitas dan spesifisitas fQRS di tiap lokasi sadapan dalam mendeteksi
lokasi jaringan parut di wilayah miokard yang diwakili sadapan tersebut.
Tabel 4.6 Hasil uji diagnostik fQRS dan adanya jaringan parut
fQRS
Variabel
Ya Tidak Sens. Spes. PPV NPV
(IK 95%) (IK 95%) (IK 95%) (IK 95%)
Gambar 4.5 Grafik hasil uji diagnostik fragmentasi QRS dalam mendeteksi
adanya jaringan parut pada setidaknya 1 lokasi miokard
4.4.3 Uji diagnostik fQRS anterior dalam menentukan jaringan parut pada
miokard anterior
Dalam analisa nilai diagnostik fQRS pada sadapan anterior EKG 12
sadapan dalam mendeteksi adanya jaringan parut pada lokasi anterior melalui
hasil Sidik Perfusi Miokard maka didapatkan sensitivitas 87%, spesifisitas 90%,
Positive Predictive Value 91% dan Negative Predictive Value 85%.
4.4.4 Uji diagnostik fQRS inferior dalam menentukan jaringan parut pada
miokard inferior
Dalam analisa nilai diagnostik fQRS pada sadapan inferior EKG 12
sadapan dalam mendeteksi adanya jaringan parut pada lokasi inferior melalui hasil
Sidik Perfusi Miokard maka didapatkan sensitivitas 76%, spesifisitas 80%,
Positive Predictive Value 74% dan Negative Predictive Value 82%.
4.4.4 Uji diagnostik fQRS lateral dalam menentukan jaringan parut pada
miokard lateral
Dalam analisa nilai diagnostik fQRS pada sadapan lateral EKG 12 sadapan
dalam mendeteksi adanya jaringan parut pada lokasi lateral melalui hasil Sidik
Perfusi Miokard maka didapatkan sensitivitas 73%, spesifisitas 79%, Positive
Predictive Value 62% dan Negative Predictive Value 86%.
Gambar 4.6 Grafik hasil sensitivitas dan spesifisitas fragmentasi QRS pada
tiap lokasi sadapan dalam mendeteksi lokasi jaringan parut pada miokard
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang yang memiliki tujuan
untuk menilai kemampuan diagnostik dari fragmentasi QRS (fQRS) sebagai suatu
gambaran dalam EKG 12 sadapan dalam mendeteksi adanya jaringan parut pada
miokard dan lokasinya yang diperiksa dengan pemeriksaan Sidik Perfusi Miokard
menggunakan SPECT jantung. SPECT jantung merupakan suatu modalitas non-
invasif berbasis nuklir yang mampu menentukan lokasi regio iskemia untuk
menentukan rencana revaskularisasi yang tepat dan menilai perluasan dan tingkat
keparahan kerusakan bagian jantung dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
cukup baik (Daly dkk, 2011).
Secara umum, jumlah subyek yang menjadi sampel pada penelitian ini
adalah 72 orang dimana sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebesar 68%. Dalam
proporsi keseluruhan subyek didapatkan 46 orang (64%) dengan fQRS dan 26
orang (36%) tanpa fQRS, Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang
dilakukan Bonakdar dkk yang mengemukakan bahwa prevalensi pasien dengan
fQRS pada pasien PJK adalah sebesar 58% (Bonakdar dkk, 2015). Dari populasi
subyek dengan fQRS tampak sebagian besar adalah laki-laki, sama seperti
penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa prevalensi fQRS 2-3 kali lebih
tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Ozdemir dkk, 2013).
Menurut analisa karakteristik subyek penelitian dengan fQRS dan tanpa
fQRS, tampak sebagian besar subyek dengan fQRS adalah laki-laki, dan apabila
dinilai berdasarkan faktor resiko maka DM tipe II dan merokok adalah faktor
resiko yang secara signifikan mendominasi subyek-subyek dengan fQRS. Hal ini
tampak sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Kakhki
dkk, 2015). Dalam penelitian ini, merokok menjadi suatu faktor resiko yang
signifikan pada subyek dengan fQRS, hal ini mungkin disebabkan oleh karena
subyek dengan fQRS yang didominasi oleh laki-laki, yang cenderung membawa
faktor resiko sebagai seorang perokok. Sementara hipertensi dan dislipidemia juga
cenderung lebih banyak pada subyek dengan fQRS, namun kedua hal ini tidak
berbeda signifikan secara statistik.
Pada beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa fQRS menjadi
suatu penanda penting pada EKG yang menunjukkan fraksi ejeksi ventrikel kiri
yang lebih rendah pada populasi PJK karena melibatkan area iskemia dan
kerusakan miokard yang luas (Canga dkk, 2013; Cheema dkk, 2010; Yuce dkk,
2010; Ma dkk, 2015). Pada penelitian ini juga dijumpai hasil yang sama, dimana
didapatkan pada subyek-subyek dengan fQRS memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri
yang lebih rendah bila dibandingkan subyek tanpa fQRS yaitu 36,9 ± 2,1 %
berbanding 53,2 ± 2,2 % (p=0,002). Fraksi ejeksi ventrikel kiri dalam penelitian
ini diukur melalui pemeriksaan SPECT jantung. Selain itu, volume sistolik akhir
ventrikel kiri baik pada fase istirahat maupun saat fase pemberian beban
farmakologis dijumpai lebih besar secara signifikan pada subyek dengan fQRS
bila dibandingkan dengan subyek tanpa fQRS.
Berdasarkan hasil Sidik Perfusi Miokard menggunakan SPECT pada
penelitian ini, maka didapatkan bahwa jumlah subyek dengan gambaran jaringan
parut pada miokard didapati lebih banyak pada subyek dengan fQRS
dibandingkan tanpa fQRS, yaitu 89% berbanding 15% (p<0,001). Terlihat nyata
pada penelitian ini bahwa perbedaannya sangat signifikan. Hal ini sejalan dengan
penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa adanya gambaran fQRS memiliki
hubungan dengan adanya gambaran jaringan parut (scar) miokard pasien-pasien
paska infark miokard dan fQRS mungkin dapat menjadi suatu penanda adanya
gambaran jaringan parut pada infark miokard yang tersembunyi apabila terdeteksi
oleh pemeriksaan SPECT jantung (Mahenthiran, dkk 2007; Das dkk, 2008).
Penemuan ini juga yang mungkin menjadi penyebab fraksi ejeksi ventrikel kiri
yang lebih rendah pada subyek dengan fQRS.
Selain itu dari penelitian ini subyek dengan fQRS cenderung adalah laki-
laki dan memiliki faktor resiko DM tipe II, sehingga hal ini juga dapat
mempengaruhi banyaknya subyek dengan fQRS yang memiliki jaringan parut
miokard, karena populasi PJK yang laki-laki dan penderita DM tipe II cenderung
memiliki tingkat stenosis yang lebih berat, infark yang lebih luas dan fraksi ejeksi
ventrikel kiri yang lebih rendah (Arad dkk, 2001; Abaci dkk, 1999; Natali dkk,
2000). Sementara dari penelitian lainnya mengemukakan bahwa pasien PJK
dengan fQRS cenderung memiliki sistem kolateralisasi koroner yang lebih buruk,
sehingga akan mempengaruhi luasnya infark yang terjadi (Bonakdar dkk, 2015).
Gambaran fQRS pada EKG 12 sadapan dapat disebabkan oleh suatu
sistem konduksi yang zig-zag di sekitar miokard memiliki jaringan parut. Dalam
studi-studi sebelumnya, banyak yang menjelaskan bahwa kemampuan diagnostik
fQRS dalam mendeteksi jaringan parut miokard menggunakan SPECT jantung
lebih tinggi apabila dibandingkan gelombang Q patologis pada pasien-pasien
dengan riwayat infark sebelumnya (Das dkk, 2006 dan 2008).
Pada analisa kemampuan uji diagnostik fQRS terhadap jaringan parut
miokard didapatkan bahwa adanya gambaran fQRS pada EKG 12 sadapan
memiliki sensitivitas 91% dan spesifisitas 81% dalam mendeteksi adanya jaringan
parut (scar) pada setidaknya 1 wilayah segmen miokard menurut hasil analisis 17
segmen berdasarkan pemeriksaan Sidik Perfusi Miokard. Hasil ini tidak berbeda
jauh dengan penelitian sebelumnya oleh Bonakdar dkk yang menjelaskan bahwa
fQRS pada EKG memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 87% dalam
mendeteksi adanya jaringan parut miokard (Bonakdar dkk, 2015). Begitu juga dari
penelitian lainnya didapatkan hasil sensitivitas dan spesifisitas dari fQRS terhadap
jaringan parut miokard adalah 85% dan 89% (Das dkk, 2006). Namun hasil ini
berlawanan dengan penelitian sebelumnya oleh Wang dkk yang menyebutkan
bahwa fQRS memiliki sensitivitas yang buruk dalam mendeteksi jaringan parut
pada miokard (Wang dkk, 2010).
Selain itu, dilakukan juga analisa kesesuaian antara wilayah sadapan EKG
dengan fQRS terhadap lokasi jaringan parut miokard sesuai dengan wilayah
miokard yang diwakili oleh sadapan EKG tersebut dimana hasil yang didapatkan
menjelaskan bahwa fQRS di sadapan anterior memiliki sensitivitas 87% dan
spesifisitas 90% dalam mendeteksi jaringan parut di miokard bagian anterior.
Sementara fQRS inferior memiliki sensitivitas 76% dan spesifisitas 80% dalam
mendeteksi jaringan parut miokard bagian inferior, dan fQRS di sadapan lateral
memiliki sensitivitas 73% dan spesifisitas 79% dalam mendeteksi jaringan parut
miokard bagian lateral. Dari hasil ini tampak fQRS anterior memiliki nilai
sensitivitas dan spesifisitas tertinggi apabila dibandingkan dengan segmen
lainnya. Spesifisitas yang lebih rendah pada sadapan inferior mungkin disebabkan
karena seringnya gangguan abnormalitas konduksi yang non-spesifik terjadi pada
sadapan di segmen ini (Bonakdar dkk, 2015).
Gambaran fragmentasi QRS pada EKG 12 sadapan telah lama diteliti
sebagai suatu penanda jaringan parut miokard pada beberapa penelitian
sebelumnya. Hal ini mungkin dijelaskan oleh karena adanya sistem konduksi
listrik yang inhomogen pada miokard yang mengalami fibrosis ataupun jaringan
parut akibat infark sebelumnya pada pasien-pasien PJK. Hasil yang dijumpai pada
penelitian ini juga tampaknya konsisten dengan penjelasan ini, dimana subyek
dengan fQRS didapati memiliki jaringan parut pada setidaknya 1 lokasi miokard,
memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri dan volume sistolik akhir yang lebih rendah.
Hasil ini tampak berbeda signifikan secara statistik bila dibandingkan dengan
subyek tanpa fQRS.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa:
DAFTAR PUSTAKA
Anderson RD, Ohman EM, Holmes DR, et al. Prognostic value of congestive
heart failure history in patients undergoing percutaneous coronary
interventions. J Am Coll Cardiol. 1998;32:936-41.
Antzelevitch C, “Role of Transmural Dispersion of Repolarization in the Genesis
of Drug induced Torsades de Pointes,” Heart Rhythm. 2015;2(11):9-15.
Barr CS, Naas A, Freeman M, et al. QT dispersion and sudden unexpected death
in chronic heart failure. Lancet. 1994; 343: 327–9.
Bax JJ, Delgado V. Detection of viable myocardium and scar tissue. European
heart journal cardiovascular Imaging. 2015;16(10):1062-4.
Bengel FM, Rimoldi O, Camici PG. Nuclear cardiology (PET and SPECT)—
basic principles. In: Zamorano JL, Bax J, Knuuti J, Sechtem U, Lancellotti
P, Badano L, editors. The ESC Textbook of Cardiovascular Imaging.
Second Edition. UK: Oxford University Press; 2015.
.
Blom AS, Pilla JJ, Arkles J, et al. Ventricular restraint prevents infarct expansion
and improves borderzone function after myocardial infarction: a study
using magnetic resonance imaging, three-dimensional surface modeling,
and myocardial tagging. Ann Thorac Surg. 2007;84:200-10.
Bluzaite, I., J. Brazdzionyte, R. Zaliūnas, et al. "QT dispersion and heart rate
variability in sudden death risk stratification in patients with ischemic
heart disease." Medicina. 2005;42(6): 450-4.
Bonakdar H, Ben-Haim S, Murthy VL, Breault C, et al. Quantification of myocardial
perfusion reserve using dynamic SPECT imaging in humans: a feasibility study.
J Nucl Med. 2013;54:873-9Moladoust H, Kheirkhah J, et al. Significance of
a fragmented QRS complex in patients with chronic total occlusion of
coronary artery without prior myocardial infarction. Anatol J Cardiol.
2015;15(0):000-000.
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, et al. Braunwald's Heart Disease: A Textbook
of Cardiovascular Medicine. Elsevier Health Sciences; 2011.
Bountioukos M, Schinkel A, Poldermans D, et al. QT dispersion correlates to
myocardial viability assessed by dobutamine stress echocardiography in
patients with severely depressed left ventricular function due to coronary
artery disease. Eur J Heart Fail. 2004;6(2):187.
Bryant JE, Shamhart PE, Luther DJ, et al. Cardiac myofibroblast differentiation is
attenuated by alpha (3) integrin blockade: potential role in post-MI
remodeling. J Mol Cell Cardiol. 2009;46:186-92.
Çaglar FN, Çaglar IM, Demir B, et al. The Association between QT dispersion-
QT dispersion ratio and the severity-extent of coronary artery disease in
patients with stable coronary artery disease. Istanbul Med J. 2014;15:95-
100
Caldwell BJ, Trew ML, Sands GB, et al. Three distinct directions of intramural
activation reveal nonuniform side-to-side electrical coupling of ventricular
myocytes. Circ Arrhythm Electrophysiol. 2009;2:433-40.
Camici PG, Prasad SK, Rimoldi OE. Stunning, Hibernation, and Assessment of
Myocardial Viability. Circulation. 2008;117(1):103-14.
Canga A, Kocaman SA, Durakoğlugil M, et al. Relationship between fragmented
QRS complexes and left ventricular systolic and diastolic functions.
Herz 2013;38:665-70.
Cantarelli M, Castello H, Gonçalves R, et al. Independent predictors of
multivessel coronary artery disease : results from Angiocardio Registry.
Rev Bras Cardiol Invasiva. 2015;23(4):266-70
Carey MG, Luisi AJ, Baldwa S et al: The Selvester QRS Score is more accurate
than Q waves and fragmented QRS complexes using the Mason-Likar
configuration in estimating infarct volume in patients with ischemic
cardiomyopathy. J Electrocardiol. 2010;43:318-25.
Daly CA, Coelho-Filho OR, Kwong RY. Chronic Myocardial Ischemia and
Viability. In: Kramer CM, editor. Multimodality imaging in cardiovascular
medicine. New York: Demos Medical Publishing; 2011.
Das MK, Suradi H, Maskoun W, et al. Fragmented wide QRS on a 12-lead ECG:
a sign of myocardial scar and poor prognosis. Circ Arrhythm
Electrophysiol. 2008;1:258-68.
De Bakker JM, van Capelle FJ, Janse MJ, et al. Slow conduction in the infarcted
human heart. “Zigzag” course of activation. Circulation. 1993;88:915-26.
Dean JW, Lab MJ. Arrhythmia in heart failure: role of mechanically induced
changes in electrophysiology. Lancet. 1989; 333: 1308–11.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Badan
Penelitian dan pengembangan kesehatan Depkes RI. 2008.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013. Diakses 20 September 2016.
Dobaczewski M, Gonzalez-Quesada C, Frangogiannis NG. The extracellular
matrix as a modulator of the inflammatory and reparative response
following myocardial infarction. J Mol Cell Cardiol. 2010;48:504-11.
Driver KA, Atchley AE, Kaul P, et al. Single photon emission computed
tomography myocardial imaging: clinical applications and future
directions. Minerva Cardioangiol. 2009;57:333-47.
Holmes JW, Borg TK, Covell JW. Structure and mechanics of healing myocardial
infarcts. Annu Rev Biomed Eng. 2005;7:223-53.
Keeley EC, Velez CA, O’Neill WW, et al. Long-term clinical outcome and
predictors of major adverse cardiac events after percutaneous interventions
on saphenous vein grafts. J Am Coll Cardiol. 2001;38:659-65.
Korhonen P, Husa T, Konttila T, et al: Fragmanted QRS in Prediction of Cardiac
Deaths and Heart Failure Hospitalizations after Myocardial Infarction.
Ann Noninvasive Electrocardiol. 2010;15(2):130-7.
Mahenthiran J, Khan BR, Sawada SG, et al. Fragmented QRS complexes not
typical of a bundle branch block: a marker of greater myocardial perfusion
tomography abnormalities in coronary artery disease. J Nucl Cardiol.
2007;14(3):347-53.
Park SJ, On YK, Kim JS, et al. “Relation of Fragmented QRS Complex to Right
Ventricular Fibrosis Detected by Late Gadolinium Enhancement Cardiac
Magnetic Resonance in Adults with Repaired Tetralogy of Fallot.”
American Journal of Cardiology. 2012;109(1):110-15.
Patel HC, Ellis SG. Role of revascularization to improve left ventricular function.
Heart failure clinics. 2015;11(2):203-14.
Peters S, Trümmel M, Koehler B. “QRS Fragmentation in Standard ECG as a
Diagnostic Marker of Arrhythmogenic Right Ventricular Dysplasia
Cardiomyopathy,” Heart Rhythm. 2008;5(10):1417-21.
Pfisterer M, Rickenbacher P, Kiowski W, et al. Silent ischemia after percutaneous
transluminal coronary angioplasty: incidence and prognostic significance.
J Am Coll Cardiol. 1993;22:1446-54.
Pietrasik G, Goldenberg I, Zdzienicka J, et al. Prognostic significance of
fragmented QRS complex for predicting the risk of recurrent cardiac
events in patients with Q-wave myocardial infarction. Am J Cardiol. 2007;
100:583-6.
Reddy CV, Cheriparambill K, Saul B, et al. Fragmented left sided QRS in absence
of bundle branch block: sign of left ventricular aneurysm.
Ann Noninvasive Electrocardiol. 2006;11:132-8.
Rhee J, Sabatine M, Lilly L, et al. 'Acute coronary syndrome', in Lilly, L.S. (ed.)
Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty, 5th edition, Baltimore: Lippincott of Williams and
Wilkins; 2001.
Simson MB, Utereker WJ, Spielman SR, et al: Relation between late potentials on
the body surface and directly recorded fragmented electrocardiograms in
patients with ventricular tachycardia. Am J Cardiol. 1983;51:105-12.
Sun Y, Weber KT. Infarct scar: a dynamic tissue. Cardiovasc Res. 2000;46:250-6.
Taggart P. Mechanicoelectric feedback in human heart. Cardiovasc Res 1996; 32:
38–43.
Take Y, Morita H. Fragmented QRS: What Is The Meaning? Indian Pacing and
Electrophysiology Journal. 2012; 12(5):213-25.
Nomor sampel :
MR :
Tanggal MRS :
I. IDENTITAS PASIEN
Pekerjaan : Telpon :
Alamat :
Diagnosa :
II. ANAMNESIS
Riwayat PCI :
Riwayat CABG :
III. LABORATORIUM
Na : Trop T : Cr :
K : CK-MB :
Cl :
HR :
QRS rate :
QRS dur. :
fQRS :
EF : TAPSE :
LVIDD : LVIDS :
IVSD : IVSS :
POSITIVE/ISCHEMIC response :
LM :
LAD :
LCX :
RCA :
EF :
Stress ESV :
Rest ESV :
1. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya dokter Andrico L. Tobing
bertugas di divisi Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK USU / RSUP H. Adam
Malik Medan. Saat ini, saya sedang melaksanakan penelitian tentang “Gambaran
Fragmentasi QRS Pada Elektrokardiogram 12 Sadapan Sebagai Penanda Adanya
Jaringan Parut Miokard Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner”
2. Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan sedikit tentang penelitian yang akan saya
lakukan. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi salah
satu penyebab kematian tertinggi diantara penyakit lainnya. PJK adalah penyakit
dimana dijumpai adanya penyumbatan pembuluh darah yang memperdarahi jantung.
Penyumbatan ini akan menyebabkan gangguan fungsi dan struktur jantung yang dapat
menyebabkan keluhan rasa tidak nyaman di dada yang dapat menjalar ke lengan kiri,
leher ataupun punggung, dengan lamanya nyeri > 20 menit, dapat juga disertai
keringat dingin, mual, muntah, rasa mudah lelah saat aktifitas hingga sesak nafas dan
bengkak kedua kaki. Salah satu pemeriksaan untuk mendiagnosa PJK adalah dengan
pemeriksaan EKG, dimana gambaran fragmentasi QRS dapat menjadi suatu penanda
adanya kerusakan otot jantung pada pasien PJK.
3. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Fragmentasi QRS (fQRS)
pada pemeriksaan EKG 12 sadapan sebagai penanda untuk menilai adanya jaringan
parut pada miokard yang divalidasi dengan pemeriksaan sidik perfusi miokard.
4. Penelitian ini dilakukan dengan pada pasien penyakit jantung koroner (PJK) dimana
akan dilakukan pengumpulan data melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, EKG, uji latih jantung, ekokardiografi, angiografi koroner dan
modalitas penunjang lainnya. Dilakukan pemeriksaan EKG 12 sadapan sebelum
pemeriksaan SPECT jantung. Penelitian ini akan menilai kemampuan diagnostik dari
fQRS untuk mendeteksi adanya jaringan parut (scar) pada miokard pasien yang
didapatkan dari hasil analisis pemeriksaan SPECT jantung.
5. Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Setiap data yang ada dalam
penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk penelitian. Untuk penelitian ini
Bapak/Ibu tidak dikenakan biaya apapun.
6. Demikianlah penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada Bapak/Ibu. Terima kasih
saya ucapkan kepada Bapak/Ibu yang telah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang berjudul
“Gambaran Fragmentasi QRS Pada Elektrokardiogram 12 Sadapan Sebagai Penanda
Adanya Jaringan Parut Miokard Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner”, maka
saya menyatakan bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini secara sukarela dan tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun.
( )
I. KETERANGAN PERORANGAN
a. Nama Lengkap : dr. Andrico Napolin Lumbantobing
b. NIM : 137041107
c. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 05 Agustus 1987
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Kristen Protestan
g. Status Perkawinan : Menikah
h. Nama istri : dr. Sweet Chatherine Marpaung
i. Tempat Tinggal : Jln. Sei Bilah no. 106, Medan
i. Email/No.HP : holladoctor@gmail.com / 082146100176
II. PENDIDIKAN
a. SD Immanuel Medan, Tamat tahun 1998
b. SLTP Immanuel Medan, Tamat tahun 2001
c. SMU Negeri 1 Medan, Tamat tahun 2004
d. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Tamat tahun 2010
e. PPDS Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara mulai Januari 2014 – hingga saat ini.
Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, setelah dilaksanakan
pembahasan dan penilaian usulan penelitian berdasarkan kaidah Neuremberg Code dan
Deklarasi Helsinki, dengan ini memutuskan protokol penelitian yang berjudul :
o'G*mhrr*n Fr*gnent*si
QRS P*d* ElekfrcI**rdiegr*un 12 S*d*p*n Sch*g*i
Penanda AdanyaJaringan Parut Miokard Pada SidikPerfusi Miokard Penderita
Penyakit Jantung Koroner "
Persetujtran ini bertr*lr sej* tanggal ditetapkan sampai dengan batas walctu pelaksanaan
penelitian seperti tertera dalam protokol dengan masa berlaku maksimum selama 1 (satu)
tahun.
Medan,2gMaret 2018
Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/
H. Adam Malik Medan
,-*-<s---),