Anda di halaman 1dari 276

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kedokteran Disertasi Doktor

2019

Tampilan Imunohistokimia Sel Punca


Kanker Payudara CD44 dan CD24 pada
Berbagai Sub-Tipe Kanker Payudara
Triple Negative: dengan Perhatian
Khusus Terhadap Basal-Like, Stem
Cell-Like Dikaitkan dengan Histology Grading

Betty
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/12972
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA SEL PUNCA KANKER PAYUDARA CD44
DAN CD24 PADA BERBAGAI SUB-TIPE KANKER PAYUDARA TRIPLE
NEGATIVE: DENGAN PERHATIAN KHUSUS TERHADAP BASAL-LIKE, STEM
CELL-LIKE DIKAITKAN DENGAN HISTOLOGY GRADING

DISERTASI

BETTY

NIM. 098102003

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA SEL PUNCA KANKER PAYUDARA CD44
DAN CD24 PADA BERBAGAI SUB-TIPE KANKER PAYUDARA TRIPLE
NEGATIVE: DENGAN PERHATIAN KHUSUS TERHADAP BASAL-LIKE, STEM
CELL-LIKE DIKAITKAN DENGAN HISTOLOGY GRADING

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor

dalam Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Untuk Dipertahankan di Hadapan Sidang Ujian Terbuka Program Studi Doktor (S3)

Ilmu Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

BETTY

NIM: 098102003

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

ii

Universitas Sumatera Utara


PROMOTOR

Prof. dr. Mpu Kanoko, Ph.D, Sp.PA (K)

Guru Besar Tetap Departemen Patologi Anatomi,

Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

Jakarta

KO PROMOTOR

dr. Gino Tann, Ph.D, Sp.PK

Staf Pengajar Tidak Tetap

Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara

Medan

KO-PROMOTOR

dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc

Staf Pengajar Tetap

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

iii
Universitas Sumatera Utara
iv
iv
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji Pada Ujian Tertutup

Pada Tanggal 20 Agustus 2018

TIM PENGUJI DISERTASI

KETUA : Prof. dr. Mpu Kanoko, Ph.D, Sp.PA (K)

Anggota : dr. Gino Tann, Ph.D, Sp.PK

dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc

Prof. Dr. dr. Ida Bagus Tjakra Wibawa Manuabam MPH,


Sp.B(K)Onk, FinaCS

Prof. dr. M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K)

Dr. dr. Rosita Juwitas Sembiring, Sp.PK

dr. Putri Chairani Eyanoer, Ms.Epi., Ph.D

v
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, saya dapat melaksanakan Pendidikan Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran dan
dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul: TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA SEL
PUNCA KANKER PAYUDARA CD44 DAN CD24 PADA BERBAGAI SUB-TIPE
KANKER PAYUDARA TRIPLE NEGATIVE: DENGAN PERHATIAN KHUSUS
TERHADAP BASAL-LIKE, STEM CELL-LIKE DIKAITKAN DENGAN HISTOLOGY
GRADING

Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.
Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, Rektor sebelumnya, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, Msc. (CTM), Sp. A (K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S. (K) dan Dekan sebelumnya Prof. dr. Gontar
A Siregar, Sp.PD-KGEH, Ketua Departemen Ilmu Patologi Anatomik dr. T. Ibnu
Alferraly, M.Ked. (PA), Sp. PA, D. Bioet. Ketua Program Studi S-3, Prof. Dr. dr. Delfitri
Munir, Sp. THT-KL (K), dan mantan Ketua Program Studi Doktor (S-3) Prof. dr.
Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Studi Doktor (S-
3) Ilmu Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan


kepada Promotor Prof. dr. Mpu Kanoko, Ph.D., Sp. PA (K), dan Ko-Promotor dr. Gino
Tann, Ph.D., Sp. PK, dan dr. Adang Bachtiar, MPH, DSc. atas kesediaan meluangkan
waktu untuk membimbing, mendorong dan memberikan nasehat serta perbaikan-
perbaikan yang sangat besar manfaatnya dalam melaksanakan penelitian dan
menyempurnakan penulisan disertasi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan segala Rahmat dan Karunia-Nya serta Kesehatan kepada Beliau bertiga.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-


tingginya kepada tim penguji Prof. Dr. dr. Ida Bagus Tjakra Wibawa Manuaba, MPH, Sp.
B (K) Onk, FinaCS., Prof. dr. M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp. PA.(K), Dr. dr. Rosita Juwita
Sembiring, Sp.PK, dan dr. Putri Chairani Eyanoer, Ms.Epi., Ph.D, atas segala bimbingan
dan koreksi terhadap disertasi ini selama proses persiapan penelitian hingga penulisan
disertasi ini.

vi
Universitas Sumatera Utara
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada
seluruh staf pengajar di lingkungan program studi S-3 Ilmu Kedokteran FK-USU: Prof.
dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A.(K), Prof. dr. Harun Rasyid, Sp.PD-KGEH, Drs.
Sutarman, M. Lib, Prof. Dr. dr Sumono, MS, Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE, Dr.
dr. Rosita Juwita Sembiring, Sp.PK saya ucapkan terima kasih atas bimbingan dan
diskusinya selama saya mengikuti Program Studi S-3.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. dr. Chairuddin P.
Lubis, DTM&H, Sp. A. (K) sebagai mantan kepala program studi S-3, Prof Dr. dr.
Delfitri Munir, Sp. THT-KL. (K). sebagai kepala program studi S-3, Sekretaris Program
Studi S-3 Dr. dr. Iqbal Pahelvi Nasution, Sp. BA.(K), seluruh staf dan pegawai
secretariat, serta seluruh peserta Program Studi Doktor (S-3) FK USU, baik yang sudah
selesai maupun yang sedang mengikuti pendidikan, yang telah membantu dalam proses
pendidikan dan hubungan baik yang tercipta selama ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Guru besar, guru-guru beserta
seluruh staf Divisi Ilmu Patologi Anatomi FK USU/RSUP HAM Prof. dr. Gani W.
Tambunan, Sp. PA.(K). (Alm.), Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp. PA. (K)., dr. H.
Joko S. Lukito, Sp. PA (K), dr. H. Soekimin, Sp. PA (K), dr. Antonius Harkingto
Wibisono, Sp.PA., dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked (PA), Sp. PA, D. Bioet., dr. H.
Delyuzar, M.Ked (PA), Sp. PA (K), dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked. (PA), Sp. PA., dr.
Jessy Chrestella, M.Ked. (PA), Sp.PA., dr. T. Kemala Intan, M. PD., M. Biomed., dr.
Causa Trisna Mariedina, M.Ked. (PA), Sp. PA, dr. Jamaluddin Pane, Sp.PA, dr.
Sumondang Pardede, Sp. PA, dr. H. Sutoyo Eliandy, M.Ked (PA), Sp. PA, dr. Lely
Hartati, M.Ked (PA), Sp. PA, dan dr. Stephan Udjung, Sp. PA atas semua bantuan,
pengertian serta dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan program S-3 ini.

vii
Universitas Sumatera Utara
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur RSUP Haji Adam Malik
Medan, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, kepada staf, dan
pegawai sekretariat program Studi Departermen Patologi Anatomik FK RSUP HAM/ FK
USU, serta Departemen Bedah Onkologi RSUP HAM/FK USU terutama Dr. dr. Kamal
Basri Siregar, M. Ked. (Surg), Sp.B.(K).Onk.yang telah membantu dalam rangka
menyelesaikan Program Pendidikan Doktor di FK USU/RSUP HAM.

Ucapan terima kasih kepada Ketua Departemen Patologi Anatomik FK UI dr.


Diah Rini Handjari, Sp. PA.(K)., (Alm.) Prof. Santoso Cornain, MD,DSc, dr. Endang
S.R. Hardjolukito, MS., Sp. PA.(K)., serta dr. Maria Fransisca Ham, PhD., Sp.PA.(K),
yang telah mengizinkan dan membantu peneliti dalam pengumpulan sampel, serta
bimbingan kepada peneliti.

Kepada Ketua Instalasi Patologi Anatomik RSUD Dr. Pirngadi Medan dr. Hj.
Wanaemah, Sp. PA, dan dr. Hendrianto, M. Ked. (PA), Sp. PA. serta teman sejawat
lainnya dan pegawai, peneliti mengucapkan terima kasih atas fasilitas, perhatian, dan
bantuannya selama peneliti menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S3) ini.

Kepada kedua Orang tua saya, ayahanda Darmawan Putra (Alm.), dan ibunda
Murniaty yang telah melahirkan, membesarkan, dan mengasuh dengan kasih sayang sejak
kecil, mendidik serta membimbing dan memberi teladan dalam bekerja keras,
memberikan ilmu pengetahuan, saling menyayangi sesama saudara dan umat,
bertanggung jawab atas tugas yang diembankan serta tabah dalam menghadapi
kehidupan, penulis senantiasa mendoakan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
memberikan kesehatan. Selanjutnya kepada ayah mertua (Alm.), serta Ibu Lina yang
selalu memberikan motivasi dan doa selama menjalani pendidikan.

Kepada Suami tercinta Andy, S.E, MBA., tiada kata yang dapat penulis
ungkapkan selain rasa syukur atas dukungan dan moril yang telah mendampingi hidup ini
dalam suka dan duka. Demikian juga ungkapan rasa cinta kasih sayang kepada anak-
anakku: dr. Ericko Govardi, dan Steffie Goviani, yang selalu memberikan motivasi
penulis dan memberikan kebahagiaan meskipun banyak kehilangan perhatian dan waktu
kebersamaan selama menjalani pendidikan S-3 ini. Semua ini adalah untuk mencapai
cita-cita yang lebih baik lagi. Semoga dapat termotivasi untuk meraih pendidikan yang
setinggi-tingginya.

viii
Universitas Sumatera Utara
Kepada Abangda Gustan (Alm.), dan Ristan, Kakanda Dewy, SH, SPN. Adinda
Erny, SE. dan Mastan, yang memberikan rasa cinta dan penuh kasih sayang serta
kekeluargaan dalam proses pendidikan selama ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh peserta didik (PPDS) di
Departemen Patologi Anatomik FK USU Medan terutama dr. Dedy Suryadi, M. Ked.
(PA), dr. Adeline Leo, dr. Anna Mariana, dr. Suriany, serta peserta didik lainnya yang
tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Dan juga kepada Yusni Abdillah Harahap,
AMAK., Nafiah, S.Si., M.Si., dan M. Husin Kurniawan, AMD. serta pegawai lainnya di
Departemen Patologi Anatomik FK USU yang telah membantu,dan mendukung peneliti
dalam menyelesaikan Program Pendidikan Doktor (S3) ini.

Semoga Disertasi ini dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi


perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi orang banyak, dan semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, 20 Agustus 2018

Peneliti,

Betty

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas
1. Nama : dr. Betty, M. Ked. (PA), Sp. PA.
2. Tempat/Tgl. Lahir : Binjai / 9 Oktober 1968
3. Agama : Budha
4. Jabatan/Pekerjaan : Staf pengajar di Departemen Patologi Anatomi FK
USU Medan
5. Alamat Rumah : Jln. Jend. A. Yani No. 21-AF Binjai
6. Telepon : 0811652225
7. E-mail : andbethgo@yahoo.com

B. Keluarga
1. Suami : Andy, S.E., MBA
2. Nama Anak : 1. dr. Ericko Govardi
2. Steffie Goviani

C. Riwayat Pendidikan
1. 1980 : SD PKMI Binjai
2. 1983 : SMP PKMI Binjai
3. 1986 : SMA PKMI Binjai
4. 1994 : S-1 FK UMI Medan
5. 2008 : Spesialis Patologi Anatomi FK USU Medan
6. 2012 : Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomi FK
USU Medan
7. 2018 : Pendidikan Doktor (S3) Ilmu Kedokteran FK USU
Medan

x
Universitas Sumatera Utara
D. Riwayat Pekerjaan

1. 1995-1997 : Dokter PTT di RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai


Praktek dokter umum
2. 1997-Sekarang : Praktek dokter PNS di Puskesmas Tanah Tinggi
3. 1999-2007 : Binjai
Staf pengajar di Departemen Patologi Anatomi FK
4. 2008-Sekarang : USU Medan
Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi
5. 2012-sekarang : Anatomi FK USU Medan
Praktek dokter spesialis PA
6. 2010-Sekarang - Dokter spesialis PA di RSU Bidadari Binjai
7 2014-Sekarang - Dokter spesialis PA di RSU Royal Prima Medan

E. Riwayat Organisasi

1. Anggota IDI Sumatera Utara


2. Anggota IAPI
3. Anggota IAP

F. Kegiatan Akademik

1. Memberi kuliah mahasiswa S-1 FK USU Medan


2. Memberi kuliah mahasiswa S-1 FKG USU Medan
3. Fasilitator dalam tutorial mahasiswa S-1 FK USU Medan
4. Fasilitator dalam tutorial mahasiswa S-1 FKG USU Medan
5. Fasilitator skill lab mahasiswa S-1 FK USU Medan
6. Narasumber pembuatan pemicu tutorial mahasiswa S-1 FK USU Medan
7. Narasumber pembuatan pemicu tutorial mahasiswa S-1 FKG USU Medan
8. Penguji OSCE Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI)
9. Membimbing penulisan skripsi mahasiswa S-1 FK USU Medan
10. Penguiji tesis mahasiswa S-1 FK USU Medan
11. Membimbing penulisan skripsi mahasiswa S-1 FKG USU Medan
12. Menguji skripsi mahasisa S-1 FKG USU Medan

xi
Universitas Sumatera Utara
13. Memberi kuliah PPDS Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomik FK USU
Medan
14. Membimbing penulisan tesis PPDS Magister Kedokteran Klinik Patologi
Anatomik FK USU Medan
15. Penguji tesis PPDS Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomik FK USU
Medan
16. Membimbing penulisan tesis mahasiswa S-2 Magister Biomedik FK USU Medan
Penguji tesis mahasiswa S-2 Magister Biomedik FK USU Medan
17. Membimbing bedside teaching PPDS Patologi Anatomik FK USU Medan
18. Mengikuti penelitian Talenta 2017 di lembaga penelitian Indonesia
19. Mengikuti penelitian Talenta 2018 di lembaga penelitian Indonesia

G. Publikasi
1. Tesis: Tampilan Imunohistokimia Cox-2 pada lesi gastritis, pre-kanker dan
kanker lambung, diterbitkan di Majalah Patologi Indonesia (2008).
2. Metastasis Karsinoma Tiroid pada Tulang yang Didiagnosis secara
Sitologi Biopsi Aspirasi. Penulis utama dalam: Majalah Kedokteran
Patologi Indonesia (2007).
3. Infeksi Helicobacter Pylori pada gastritis, pre-kanker dan kanker lambung
(2012).
4. Oral squamous cell carcinoma of tounge with metastases lymph node (2014).
5. Epitheloid hemangioendothelioma (2014).
6. Mucinous carcinoma gastric type of the cervix (2016).
7. Gastric adenocarcinoma intestinal type (2016).
8. Cervical tuberculosis: A case report of Pap’s smear cytology (2015).
9. Pleomorphic rhabdomyosarcoma of the bladder: A case report (2016).
10. Paget’s disease of the nipple (2016).
11. Vulvar Burkitt lymphoma (2016).
12. Placenta in pre-term birth with umbilical vessel rupture and chorioamnionitis
(2016).

xii
Universitas Sumatera Utara
13. Carcinoma of the male breast (2017).
14. Pleomorphic Adenoma of the buccal (2016).
15. Proportion of Ameloblastoma's Subtypes Based on Its Location, Size and
Imaging (2017)
16. Triple Negative Breast Cancer at HAM Hospital (2017)
17. Pre-Menopause Triple Negative Breast Cancer at HAM Hospital Medan (2018)
18. The Role of CD44, CD24, Twist, Claudin 7 and Ki67 in Identifying Stem cell-like
sub-types of Triple Negative Breast Cancer (TNBC) (2018).
19. Dimensional Analysis of CD44High CD24Low and Ki67 in Triple Negative
Breast Cancer.

H. PENULISAN BUKU

Telaah kritis studi kedokteran dalam buku Desain Penelitian Klinis dan
Statistika Kedokteran, Bab Buku (USU Press) 2010.

I. Workshop dan Pelatihan yang Pernah Diikuti


1. Peserta Kursus Biologi Molekuler Dasar, “Biologi Molekuler Dasar dalam
Pendekatan Diagnostik dan Terapi’, di FK-USU Medan, 26 Februari - 1
Maret 2004.
2. Peserta Kursus Imunology Dasar, di FK-USU Medan, 13 April – 5 Juni
2004.
3. Peserta Workshop Bone and Soft Tissue Pathology, di Departemen Patologi
Anatomi FK-USU Medan, 1-2 Mei 2004.
4. Peserta Workshop Diagnostic Cytopathology di NUS, Singapore pada
tanggal 11-13 Juni 2004.
5. Peserta Workshop Dermatopathology, di Departemen Patologi Anatomi FK-
USU Medan, 7-8 Agustus 2004.
6. Peserta Kursus Patologi Gastrointestinal di Jakarta, Departemen Patologi
Anatomi FK-UI/ RSCM, 2-4 Desember 2005.
7. Peserta Kursus Neuropatologi, di Departemen Patologi Anatomi Medan, 18
Maret 2006.

xiii
Universitas Sumatera Utara
8. Peserta Kursus Patologi Tulang dan Jaringan Lunak, The International
Academy of Pathology (IAP), Indonesian Division, Jakarta, 27-28 Mei
2006.
9. Peserta Kursus Patologi Limforetikuler dan Sumsum Tulang, Jakarta, 24-25
Maret 2007.
10. Peserta Kursus Patologi Ginekologi, Jakarta, 3-4 Mei 2008.
11. Peserta Workshop Diagnostic Cytopathology, Singapore, 30 Mei – 1 Juni
2008.
12. Peserta Kursus Patologi Tiroid dan Payudara, Jakarta, 13-14 Desember
2008.
13. Peserta Seminar dan Workshop Dermatopatologi, Medan, 25-26 Januari
2009.
14. Peserta Workshop 1st International NUHS Gastrointestinal Pathology. At
Departement of Pathology National University Health System, Singapore,
27 – 29 Maret 2009.
15. Peserta Kursus Patologi Gastrointestinal, Jakarta, 25-26 April 2009.
16. Peserta Lokakarya/Workshop Diagnostik Sitologi Cairan Tubuh dan Fine
Needle Aspiration Biopsy Tulang dan Jaringan Lunak. Departemen Patologi
Anatomi FK-UI, Jakarta, 12 – 14 Oktober 2009.
17. Peserta Kursus Patologi Paru dan Sistem Urogenital USU, Medan, 27-28
Februari 2010.
18. Peserta Wokshop Course Hepato-Pancreatic Billiary Pathology. Hotel
Grand Melia Jakarta, 24 Juni 2010.
19. Peserta Kursus Patologi Nasofaring dan Limforetikuler USU, Medan 26-27
Juni 2010.
20. Peserta Workshop 2nd Annual Pathhobiology Course: Translation from
Basic Science to Clinical Application. Focus on Stem Cell. Tiara Hotel
Medan, 16 Oktober 2010.
21. Peserta Workshop Neuropatologi Dept. Patologi Anatomi FK USU dan IAPI
Cabang Medan, Medan, 9-10 Juni 2011. (peserta 10 SKP)

xiv
Universitas Sumatera Utara
22. Panitia Workshop Neuropatologi Dept. Patologi Anatomi FK USU dan IAPI
Cabang Medan, Medan, 9-10 Juni 2011. (panitia 1 SKP)
23. Peserta workshop : Indonesia Advanced Immunohistochemistry Wet
Workshop 2011, Jakarta, 18-19 Juni 2011.
24. Peserta workshop Clinical Rheumatology in Daily Practice ; Penyuntikan
Intra Artikular 2011, RSU Prof. dr. Boloni Medan, 7 Juli 2011. (Peserta 8
SKP)
25. Peserta Seminar/Workshop Immunohistochemistry (IHC) 14 September
2011 di RSUP H. Adam Malik Medan. (Peserta 8 SKP).
26. Peserta Workshop: Molecular Testing and Multidiciplinary Approach in
Diagnostic Pathology within The Health System in 19 th National Congress
and Annual Meeting Indonesion Association of Pathologist (IAPI), The
International Academy of Pathology Indonesion Division (INA IAP) in
Conjunction with APSMI Annual Meeting 2018 at JW Marriott Hotel
Surabaya on 20th September 2018.
27. Peserta seminar dan wokshop: Nasopharyngeal Malignancy Emphasis on
Diagnostic Pitfalls and Standardized Pathology Report. Abdul Hakim
Building of Anatomical Pathology, USU. 23rd January 2019. (Peserta 4
SKP).

J. Simposium yang Pernah Diikuti


1. Peserta Simposium Early Detection of Ovarian Cancer, Medan, 4-5 Oktober
2003.
2. Peserta Seminar Waspada Kanker pada Anak - IDAI dan USU, Medan, 24-
25 Maret 2006.
3. Peserta Seminar Slide Patologi Paru, The International Academy of
Pathology (IAP), Indonesian Division, Konas XV, Semarang, 24 Agustus
2006.
4. Peserta Konas : 15th National Congress of Indonesian Association of
Pathologists (IAPI). Molecular Pathology from Basic Science to Clinical
Application. Semarang, 25-27 Agustus 2006.

xv
Universitas Sumatera Utara
5. Pembicara Konas : 15th National Congress of Indonesian Association of
Pathologists (IAPI). Molecular Pathology from Basic Science to Clinical
Application. Semarang, 25-27 Agustus 2006.
6. Peserta Pertemuan Ilmiah IDI Cabang Medan, Medan, 13 Januari 2007.
7. Peserta 24th World Congress of Pathology and Laboratory Medicine, Kuala
Lumpur, 20-24 Agustus 2007.
8. Peserta Simposium Upaya Deteksi Dini Karsinoma Nasofaring di Sumatera
Utara, Medan, 29 April 2008.
9. Panitia Seminar awam Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita,
Medan, 14 Juni 2008.
10. Peserta Konferensi Kerja ke-11 dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT)
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi (IAPI), Manado, 15-18 Juli
2008.
11. Pembicara Konferensi Kerja ke-11 dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT)
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi (IAPI), Manado, 15-18 Juli
2008.
12. Peserta Seminar Advances in Breast Cancer, Medan, 21 Februari 2009.
13. Panitia Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi
(IAPI) ke-16, Medan, 4-7 November 2009.
14. Pembicara Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Anatomi (IAPI) ke-16, Medan, 4-7 November 2009.
15. Peserta Simposium The 5th Liver Update 2010, in conjunction with The 3rd
Joint China-Indonesia Symposium on Hepatobilliary Medicine & Surgery
(CISHMS). The 17th Annual Scientific Meeting of InaASL / PPHI. Grand
Melia Hotel Jakarta, 24-27 Juni 2010.
16. Peserta seminar dan Lokakarya sehari, Comprehensive Management of
Lipid Disorders and Hypertension in Daily Practice. Hotel Aryaduta Medan,
7 Agustus 2010. (Peserta 5 SKP)

xvi
Universitas Sumatera Utara
17. Peserta simposium Rheumatology Update 2010, Clinical Rheumatology in
Daily Practice, Hotel Grand Aston City Hall, Medan, 31 Juli 2010. (peserta
8 SKP)
18. Peserta simposium Rheumatology Update 2010, Clinical Rheumatology in
Daily Practice, Hotel Grand Aston City Hall, Medan, 1 Agustus 2010.
(peserta 8 SKP)
19. Peserta Annual Scientific Meeting Diagnostic Ability Improvement for
Anatomical Pathology Expertise in Globalization Era, Roral Orchids Garden
Hotel & Condominium Malang, 4 – 6 November 2010.
20. Pembicara Makalah Bebas pada Annual Scientific Meeting Diagnostic
Ability Improvement for Anatomical Pathology Expertise in Globalization
Era, Roral Orchids Garden Hotel & Condominium Malang, 4 – 6 Novembar
2010.
21. Peserta Simposium & 9th Grand Round Musculoskeletal Tumor di RSUD
Haji Adam Malik Medan, Medan, 25-26 Februari 2011.
22. Peserta seminar The Latest Technology in Laboratory Equipment and
Technical presentation, PT. Fajar Mas Murni. Hotel Tiara Medan, 2011.
23. Peserta symposium Breakthrough Natural Haemostatic and Anti
Inflammation. Grand Angkasa Hotel, Medan, 6 Mei 2010. (peserta 3 SKP)
24. Peserta Simposium Prosedur dan Analisis FNAB yang Tepat dalam
Meningkatkan Akurasi Diagnosis di Bandung, 4-5 Juni 2011
25. Peserta Simposium Clinical Rheumatology in Daily Practice, Hotel Grand
Aston City Hall Medan, 9 - 10 Juli 2011. (Peserta 10 SKP)
26. Peserta seminar sehari Lymphoma Update: Deteksi Dini dan
Penatalaksanaan. RSUP HAM Medan, 16 Juli 2011. (peserta 3 SKP).
27. Peserta CPC: Small Lymphocytic Lymphoma (oleh : dr. Lely Hartati, PPDS
PA dengan dr. Nazwir Nazar, Sp.B.), Departemen PA FK-USU, 23 Juli
2011.
28. Peserta Seminar: Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Wilayah
Sumut-Aceh. Medan, 15 Oktober 2011. (Peserta 3 SKP)

xvii
Universitas Sumatera Utara
29. Peserta : Working Conference XII – Annual Scientific Meeting 2011.
Quality Improvement in Pathological Diagnostics Through Empowering
Human Resource and Better Procedure. Mason Pine Hotel, Bandung. (28
SKP).
30. Peserta CPC: Alveolar Rhabdomyosarcoma. Departemen PA FK-USU
Medan. 25 Oktober 2011.
31. Peserta CPC: Osteosarcoma. Departemen PA FK-USU Medan. 25 Oktober
2011
32. Pembicara Simposium: National Symposium: “ Step your life without
osteoporosis” Scripta Research Festival 2013 University of Sumatera Utara
di Medan pada tanggal 31 Januari-4 Februari 2013 (SKP 8)
33. Peserta Simposium: The 5th Endocrinology & Diabetes Forum of Sumatera
Region (FEDS-5) di Medan pada tanggal 22-23 Februari 2013 (peserta 16
SKP)
34. Peserta Simposium: The 3rd Medan Respiratory Care Meeting Annualy
(MERCY) 2013 di Medan pada tanggal 20 April 2013 (peserta 6 SKP)
35. Peserta Seminar: patology update in Lung and Breast Cancer: The Impact of
Molecular Studies on New Classification and Management di Aryaduta
Hotel, Jakarta pada tanggal 22-23 Juni 2013 (peserta 20 SKP)
36. Peserta Simposium: Symposium Kongres Nasional VII- Perhimpunan
Onkologi Indonesia 2014 “Pemahaman yang paripurna akan mengubah
mitos tentang kanker” di Medan pada tanggal 21-22 November 2014
37. Peserta Simposium: 9th National Congress of Indonesian Society for Clinical
Microbiology (PAMKI) and 10th National Symposium of Indonesia
Antimicrobial resistance Watch (IARW) 2015 di Medan pada tanggal 30-31
Oktober 2015
38. Peserta The International Academy of Pathology Hong Kong Division, The
International Academy Cytology and The Hong Kong Society of Cytology
on 27-29 October 2017. Held at the Prince of Wales Hospital, Hong Kong.
(2017).

xviii
Universitas Sumatera Utara
39. Peserta Simposium: The 1st International Conference on Tropical Medicine
and Infectious Diseases (ICTROMI) Faculty of Medicine Universitas
Sumatera Utara in Conjunction with The 23rd ISTIC and 18th Annual
Meeting of Internal Medicine Department Faculty of Medicine Universitas
Sumatera Utara di Medan pada tanggal 15-18 November 2017 (peserta 15
SKP)
40. Peserta Seminar: “Good Doctor for the Great Family” di GRHA Prodia
Medan, 25 November 2017
41. Peserta Simposium: The 1st Asia Australasian Neuro and Health Science
(AANHS) International Conference in Conjunction with The 2nd North
Sumatera Neurosurgery Meeting (NSNM) di Medan pada tanggal 4-5
Agustus 2018 (peserta 8 SKP)
42. Peserta Seminar Internasional: International Conference of Science,
Technology, Engineering, Enviromental and Ramification Researches
(ICOSREERR) 2018 held on 30th – 31th July 2018 at University Sumatera
Utara, Indonesia.
43. Pembicara di Seminar Internasional: International Conference of Science,
Technology, Engineering, Enviromental and Ramification Researches
(ICOSREERR) 2018 held on 30th – 31th July 2018 at University Sumatera
Utara, Indonesia.
28. Peserta Kongres Nasional: Molecular Testing and Multidiciplinary
Approach in Diagnostic Pathology within The Health System in 19 th
National Congress and Annual Meeting Indonesion Association of
Pathologist (IAPI), The International Academy of Pathology Indonesion
Division (INA IAP) in Conjunction with APSMI Annual Meeting 2018 at
JW Marriott Hotel Surabaya on 20th September 2018 (15 SKP).
29. Presentasi oral Kongres Nasional: Molecular Testing and Multidiciplinary
Approach in Diagnostic Pathology within The Health System in 19 th
National Congress and Annual Meeting Indonesion Association of
Pathologist (IAPI), The International Academy of Pathology Indonesion
Division (INA IAP) in Conjunction with APSMI Annual Meeting 2018 at
JW Marriott Hotel Surabaya on 20th September 2018 (15 SKP IDI).

xix
Universitas Sumatera Utara
30. Presentasi poster Kongres Nasional: Molecular Testing and Multidiciplinary
Approach in Diagnostic Pathology within The Health System in 19 th
National Congress and Annual Meeting Indonesion Association of
Pathologist (IAPI), The International Academy of Pathology Indonesion
Division (INA IAP) in Conjunction with APSMI Annual Meeting 2018 at
JW Marriott Hotel Surabaya on 20th September 2018 (15 SKP IDI).

K. Penghargaan /Piagam

Juara pertama presentasi oral pada Kongres: Molecular Testing and Multidiciplinary
Approach in Diagnostic Pathology within The Health System in 19 th National Congress
and Annual Meeting Indonesion Association of Pathologist (IAPI), The International
Academy of Pathology Indonesion Division (INA IAP) in Conjunction with APSMI
Annual Meeting 2018 at JW Marriott Hotel Surabaya on 20 th September 2018

Medan, 20 Februari 2019

Betty

xx
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN ORISINALITAS

TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA SEL PUNCA KANKER PAYUDARA CD44


DAN CD24 PADA BERBAGAI SUB-TIPE KANKER PAYUDARA TRIPLE
NEGATIVE: DENGAN PERHATIAN KHUSUS TERHADAP BASAL-LIKE, STEM
CELL-LIKE DIKAITKAN DENGAN HISTOLOGY GRADING

Penulis menyatakan bahwa penulisan seminar hasil penelitian ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Dokter (S3) Ilmu Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan adalah benar merupkan hasil
karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu


dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan
sumbernya secara jelas dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 20 Februari 2019

Betty

xxi
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:

Nama Mahasiswa : Betty

NIM : 098102003

Program Studi : Doktor (S3) Ilmu Kedokteran

Jenis Karya : Disertasi

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas


Sumatera Utara Hak Bebas Royaliti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Fee Right)
atas disertasi saya yang berjudul:

TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA SEL PUNCA KANKER PAYUDARA CD44


DAN CD24 PADA BERBAGAI SUB-TIPE KANKER PAYUDARA TRIPLE
NEGATIVE: DENGAN PERHATIAN KHUSUS TERHADAP BASAL-LIKE, STEM
CELL-LIKE DIKAITKAN DENGAN HISTOLOGY GRADING

Berserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif
ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa
meminta izin dari saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya.

Dibuat di Medan pada 20 Februari 2019

Yang menyatakan,

Betty

xxii
Universitas Sumatera Utara
RINGKASAN

Mengklasifikasikan TNBC menjadi sub-tipe stem cell-like (SC1, SC2, SC3),

basal, baso-luminal, luminal, IFN-αIIRich, dan IGF-1RHigh dengan menggunakan

pemeriksaan panel imunohistokimia (petanda molekuler) yaitu CD44, CD24, Twist,

Claudin-7, CK5, CK8/18, EMA, IFN-αII, IGF-1R, E-cadherin, dan Ki-67 serta melihat

bagaimana distribusi sub-tipe TNBC berdasarkan histologic grading berdasarkan metode

Modified Bloom and Richardson.

Rancangan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan

pendekatan cross sectional (potong lintang) untuk mengidentifikasikan pola tampilan

imunohistokimia CD44High dan CD24Low sebagai profil sel punca pada TNBC (claudin

low, basal-like, sub-tipe IGFHigh dan IFNHigh) berdasarkan petanda imunohistokimia.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Departemen Patologi

Anatomik / RSUP Haji Adam Malik Medan dan Departemen Bedah Onkologi. RSUP

Haji Adam Malik Medan. Subjek penelitian ini adalah 67 sampel jaringan yang berasal

dari core biopsy dan jaringan mastektomi penderita karsinoma payudara tanpa

menggunakan kelompok kontrol.

Setelah didapatkan sampel jaringan ER (-), PR (-) maupun HER2/Neu (-), blok

parafin dipotong menjadi beberapa slide dan dilakukan pemeriksaan panel

imunohistokimia yang disebutkan di atas. Setelah itu, hasil didata dan diklasifikasikan

menjadi sub-tipe stem cell like dengan menggunakan CD44, CD24, Claudin-7, dan Twist-

1; basal-like dengan menggunakan CK5, EMA dan E-cadherin; luminal dengan

menggunakan Ck8/18; IFN rich dengan menggunakan IFN-αII; dan IGF high dengan

menggunakan IGF-1R. Hasil yang diperoleh pada 67 kasus TNBC ternyata sangat

heterogen dan overlapping. Berdasarkan ontogeny dan proliferasi pada penelitian,

didapati sub-tipe stem cells-like sebanyak 7 kasus (10,5%), pre-basal sebanyak 2 kasus

(3%), basal sebanyak 1 kasus (1,5%), baso-luminal sebanyak 22 kasus (33%), stemo-

xxiii
Universitas Sumatera Utara
luminal sebanyak 2 kasus (3%), dan luminal sebanyak 21 kasus (31%). Sub-tipe stem

cells-like terdiri dari 2 kasus SC1 low (SC1L), 3 kasus SC2 low (SC2L), serta SC3 low

(SC3L) dan SC3 high (SC3H) masing-masing 1 kasus. Sub-tipe baso-luminal terdiri dari 6

kasus baso-luminal low dan 16 kasus baso-luminal high. Sub-tipe stemo-luminal terdiri

stemo-luminal low dan high masing-masing 1 kasus. Sub-tipe luminal terdiri dari 13

kasus luminal low dan 8 kasus luminal high. Sub-tipe TNBC yang paling banyak

ditemukan pada penelitian ini adalah sub-tipe baso-luminal (33%) dan luminal (31%),

dan yang paling sedikit adalah sub-tipe basal (1,5%).

Seperti yang disebutkan di atas, pada penelitian ini dapat dibedakan 3 sub-tipe

yang menampilkan tanda-tanda ‘stem-ness’ yaitu CD44+CD24- Twist- Claudin-7- (stem

cell-1/SC-1), CD44+CD24- Twist+ Claudin-7+ (stem cell-2/SC-2), dan CD44+CD24- Twist-

Claudin-7+ (stem cell-3/ SC-3). Namun, pembagian ini sebenarnya arbitrer. Ada 1 kasus

dengan CD44+ CD24- tidak menampilkan Twist dan Claudin-7 dan ini merupakan early

stem cells sub-tipe yang menunjukkan Ki67 rendah, sehingga disebut sebagai SC-1.

Dalam penelitian ini terdapat 3 kasus CD44+ CD24-, 1 kasus CD44+ CD24+, 5 kasus

CD44-CD24+ pada sub-tipe stem cell like.

Ada 1 kasus dengan CD44+ CD24- menampilkan Twist dan Claudin-7 positif.

Karena kasus ini menunjukkan tingkat ontogeny setelah SC-1 maka diberi predikat

sebagai SC-2. Ada 1 kasus dengan CD44+ CD24- menampilkan Twist negatif dan

Claudin-7 positif. Oleh karena, hal ini menunjukan tingkat diferensiasi lebih tinggi

daripada SC-2, maka disebut sebagai SC-3.

Ada 1 kasus dengan CD44+ CD24- menampilkan Twist positif kuat dan Claudin-

7 negatif. Kasus ini digolongkan sebagai SC-2. Dari 5 kasus CD44-CD24+ ini, ada 1

kasus dengan Twist positif dan Claudin-7 negatif. Kasus ini menunjukan sub-tipe SC-2,

namun EMA (+) akan tetapi Ki67 negatif (nol). Ada satu kasus menampilkan Twist

negatif dan Claudin-7 positif, dan digolongkan sebagai sub-tipe SC-3, dengan Ki67 70%.

xxiv
xxv
Universitas Sumatera Utara
Kasus ini juga mulai menunjukan tanda-tanda diferensiasi ke arah tipe pre-basal atau

basal dengan Ki67 lebih tinggi dan EMA positif. Ada satu kasus CD24 positif namun

Twist maupun Claudin-7 negatif. Tingkat diferensiasi pada kasus ini lebih imatur

daripada SC-2, akan tetapi lebih berdiferensiasi dibandingkan SC-1. Sisa 2 kasus lagi

dengan CK5 negatif namun EMA positif. Kedua kasus ini digolongkan sebagai sub-tipe

pre-basal high karena Ki67 masing-masing 90% dan 20%. Kasus pertama menunjukan

Twist maupun Claudin-7 negatif, sedangkan kasus kedua menampilkan Twist dan

Claudin-7 positif.

Jadi, dapat disimpulkan dari 67 kasus TNBC didapati 7 kasus yang menunjukkan

tanda-tanda stem cell-like, namun ‘real stem cells’ sub-type dijumpai pada 4 kasus yang

CD44+. Adanya Twist, Claudin-7, dll. hanya menunjukkan proses ontogeny, differensiasi

atau didiferensiasi, dan sedang dalam proses EMT. Petanda-petanda ini tidak diperlukan

untuk mengenal stem cells. Akan tetapi adanya Twist juga merupakan suatu petanda yang

jelek. Kalau ditemukan Twist pada sel-sel yang lebih berdifferensiasi seperti pre-

basal/basal, peneliti menganggap ini sebagai tanda didifferensiasi atau EMT.

Kemudian, satu dari 67 kasus TNBC menampilkan CD44- CD24+ CK5+ dan

EMA+. Kasus ini digolongkan sebagai sub-tipe TNBC basal low karena Ki67 1%. Kasus

ini merupakan satu-satunya kasus sub-tipe basal ‘murni’, namun kasus ini masih

menunjukkan CD24+ yang merupakan satu petanda yang lebih imatur.

Dari 67 kasus TNBC dengan CD44+ CD24+ pada penelitian ini, 6 kasus

menampilkan CK5 dan CK8/18 positif. Kasus-kasus ini menunjukan ciri-ciri baik ‘basal’

dengan CK5 (+) maupun ‘luminal’ dengan CK8/18 positif. Yang menonjol di sini adalah

ke-enam kasus ini menunjukkan CD44 positif. Fenomena ini di interpretasikan sebagai

didiferensiasi. Hal ini juga sama pada TNBC sub-tipe baso-luminal yang menampilkan

CD44+CD24+ maupun CD44-CD24+.

xxv
Universitas Sumatera Utara
Pada TNBC sub-tipe luminal didapati 1 kasus yang menampilkan CD44+CD24-,

CK8/18 positif, CK5 negatif. Kasus ini menunjukan petanda didiferensiasi. Ada 2 kasus

yang menampilkan CD44-CD24+ Twist+ dan CK8/18 positif. Ini juga dikenal sebagai

petanda didiferensiasi. Kasus ini istimewa karena menampilkan ‘stemness’ dan tanda

luminal. Sub-tipe ini disebut sebagai sub-tipe stemo-luminal. Yang tidak terduga dan

cukup menarik pada penelitian ini yaitu di antara ke-67 kasus TNBC, kami jumpai

petanda ‘Luminal’ pada beberapa kasus ‘Luminal-ness’ adalah akibat dari pengaruh

estrogen pathway, berhubung karena perkembangan ontogeny sel luminal yang

normalnya dipengaruhi oleh hormon estrogen, walaupun ekspresi reseptor hormon

estrogen negatif. Jadi pada sebagian dari TNBC, estrogen signaling pathway masih tetap

aktif meskipun ER negatif. Hal ini berpengaruh pada terapi yaitu kasus TNBC yang

CK8/18 (+) harus diberi targeted therapy untuk menghambat pathway ini.

Pengidentifikasian stem cells kanker payudara mendapat perhatian khusus pada

saat ini karena berimplikasi pada pengobatannya. Kemoterapi standard sering gagal

karena stem cells payudara memiliki sifat proliferasi yang rendah dan resisten terhadap

terapi. Kemoterapi juga menyebabkan peningkatan dari jumlah stem cells. Hal ini

merupakan salah satu penyebab penting kegagalan dan kekambuhan dalam penanganan

TNBC. Oleh sebab itu dibutuhkan validasi stem cell pada sampel TNBC. Ini merupakan

salah satu langkah kritikal dalam mengembangkan penanganan targeted therapy efektif

terhadap TNBC.

Tampilan IFN-αII low lebih banyak dijumpai pada TILs intra-tumoral daripada

TILs peri-tumoral, sedangkan IFN-αII high lebih banyak ditemukan pada TILs peri-

tumoral dibandingkan TILs intra-tumoral. Histologic grading IFN-αII low lebih banyak

dengan grade 2, sedangkan IFN-αII high lebih banyak grade 3.

xxvi
Universitas Sumatera Utara
Tampilan IGF-1R internalized (tertampil pada sitoplasma dan inti) lebih sedikit

dibandingkan dengan yang non-interalized (tertampil pada inti, sitoplasma, atau membran

sel). Tampilan IGF-1R baik yang low maupun high lebih banyak mempunyai ukuran

tumor ≤ 2- 5 cm (T2) dan histologic grading grade 2. Pada tumor, IGF-1R signaling

dapat menimbulkan resistensi terhadap terapi, maka untuk mencegah kekambuhan

(relapse) dalam penanganan kasus kanker payudara dalam waktu 2 tahun pertama, perlu

dipertimbangkan maintenance dengan penggunaan metformin.

xxvii
Universitas Sumatera Utara
Tampilan sel punca (CD44CD24) TNBC penelitian ini sangat kompleks dan

menunjukkan heterogenititas pada histologic grading. Namun identifikasi ‘niche’ stem-

cells kanker payudara dibutuhkan dalam penilaian prognosis, karena dalam

karsinogenesis sel punca kanker payudara dapat me-deregulasi pathway molekul

pengontrolan self-renewel sel epitel payudara.

xxviii
Universitas Sumatera Utara
SUMMARY

To classify TNBC into stem-cell like (SC1, SC2, SC3), basal, baso-luminal,
luminal, IFN-αIIRich, dan IGF-1RHigh sub-types by using an immunohistochemistry
staining panel (molecular markers) such as CD44, CD24, Twist, Claudin-7, CK5,
CK8/18, EMA, IFN-αII, IGF-1R, E-cadherin, and Ki-67 and also to identify how the
distribution of TNBC sub-types based on histologic grading according to Modified Bloom
and Richardson methods.

The aim of this analytic descriptive cross-sectional study was to identify CD44 High
dan CD24Low immunohistochemistry pattern as stem cell profiles in TNBC (claudin low,
basal-like, IGFHighand IFNHigh subtypes) based on immunohistochemistry markers. This
study was carried out in Haji Adam Malik Hospital/Department of Anatomical
Pathology, Medical Faculty USU Medan and Department of Oncology/Surgical Haji
Adam Malik Hospital Medan from March to October 2017. Studied population were 67
tissue samples from core biopsy and mastectomy of breast cancer patients without using
control groups.

After obtaining samples with ER(-),PR (-) and HER2/Neu (-),paraffin blocks were
re-cut into few slides and stained with immunohistochemistry stated above. After that, the
results were recorded and classified into stem cell like subtypes by using CD44, CD24,
Claudin-7, and Twist-1; basal-like by using CK5, EMA and E-cadherin; luminal with
Ck8/18; IFN rich with IFN-αII; and IGF high with IGF-1R.

Results from 67 TNBC showed marked heterogenous and overlapping profiles.


Based on ontogeny proliferation in this study, we found there were 7 cases of stem cells-
like sub-type (10,5%), 2 cases of pre-basal (3%), 1 case of basal (1,5%), 22 cases of
baso-luminal (33%), 2 cases of stemo-luminal (3%), and 21 cases of luminal (31%). Stem
cells-like sub-types consisted of 2 SC1 low (SC1 L), 3 SC2 low (SC2L), 1 SC3 low (SC3L)
and 1 SC3 high (SC3H) cases. Baso-luminal sub-types divided into 6 cases of baso-
luminal low and 16 cases of baso-luminal high. Stemo-luminal sub-types consisted of
each 1 case of stemo-luminal low dan high. Luminal sub-types were grouped into 13
cases of luminal low and 8 cases of luminal high. Most common found TNBC sub-types in
this study were baso-luminal (33%) and luminal (31%). On the contrary, the least found
subtypes was basal (1,5%).

xxix
Universitas Sumatera Utara
As mentioned above, this study differentiated 3 sub-types showing stem-ness
which were CD44+CD24- Twist- Claudin-7- (stem cell-1/SC-1), CD44+CD24- Twist+
Claudin-7+ (stem cell-2/SC-2), and CD44+CD24- Twist- Claudin-7+ (stem cell-3/ SC-3).
But, this classification were actually arbitrary. There was one case with CD44 + CD24-
but not showing Twist dan Claudin-7. This case was defined as an early stem cells sub-
type with low Ki67, so this case was referred as SC-1. In this case, there were 3 CD44 +
CD24- cases, 1 CD44+ CD24+case, and 5 CD44-CD24+cases in stem cell like sub-types.

There was one case with CD44+ CD24- showing Twist and Claudin-7 positive.
Because this case showed ontogeny level after SC-1, so this case was referred as SC-2.
There was one case with CD44 + CD24- showing Twist negative and Claudin-7 positive.
Because this showed higher differentiation level than SC-2, this case was defined as SC-
3.

There was one case with CD44+ CD24- showing Twist strongly positive and
Claudin-7negative. This case was grouped as SC-2. From 5 cases of CD44-CD24+, there
was 1 case with Twist positive and Claudin-7 negative. This case was refereed as SC-2
sub-types, but EMA (+) and Ki67negative. There was one case showing Twist negative
and Claudin-7 positive, and this case was grouped as SC-3 sub-type with high Ki67. This
case also showed differentiation sign to pre-basal or basal type because of higher Ki67
and EMA positive. There was one case with CD24 positive but Twist and Claudin-7were
negative. The differentiation level in this case was more immature than SC-2, but more
differentiated than SC-1. The rest 2 cases were CK5 negative but EMA positive. This
cases were grouped as pre-basal high subtypes due to high Ki67 (90% and 20%,
respectively). The first case showed Twist and Claudin-7 negative, meanwhile the second
case showed Twist and Claudin-7 positive.

So, it could be concluded that from 67 TNBC cases, there were 7 cases showing
stem cell-like sign, but the ‘real stem cells’ sub-types were only found in 4 cases with
CD44+. Twist, Claudin-7, etc. only showed ontogeny processes, differentiation or
didiferentiation, and on EMT process. This markers were not needed to identify stem
cells. But, Twist was an indicator of poor sign. If Twist was found in more differentiated
cells such as pre-basal/basal, researchers assumed this as a didiferentiation or EMT
sign.

xxx
Universitas Sumatera Utara
After that, one case of TNBC case showed CD44- CD24+ CK5+ and EMA+. This
case was referred as TNBC basal low subtypes due to low Ki-67. This case was the only
pure basal sub-types, but this case still showed CD24+, a more immature marker.

From 67 TNBC cases with CD44+ CD24+, there were 6 cases showing CK5 and
CK8/18 positive. This cases exhibiting both basal with CK5 (+) and ‘luminal’ with
CK8/18 positive. What stands out here was the six cases here showing CD44 positive.
This phenomenon were interpreted as didiferentiation. The same thing was also occurred
in TNBC baso-luminal sub-types showing CD44+CD24+ or CD44-CD24+.

In luminal TNBC sub-types, there was one case with CD44 +CD24-, CK8/18
positive but CK5 negative. This case showed didiferentiation sign. There were 2 cases
exhibiting CD44-CD24+ Twist+ and CK8/18 positive. This were also known as
didiferentiation sign. This cases were special because showing stemness and luminal
sign. Thes sub-types were called as stemo-luminal sub-types. The unexpected and quite
interesting from this study was between 67 TNBC cases, we found ‘Luminal’ signs in few
cases. ‘Luminal-ness’ was occurred due to the influence of estrogen pathway, because of
the ontogeny evolution, luminal cells which were normally influenced by estrogen
hormone, eventhough estrogen hormone receptor expression was negative. So, in some of
TNBC cases, estrogen signaling pathway were still active eventhough ER expression
were negative. This could have an impact in therapy which is TNBC cases with CK8/18
(+) must be given targeted therapy to inhibiti this pathway.

Identifying breast cancer stem cells needs special attention at this time because it
has implications for treatment. Standard chemotherapy often fail because mammary stem
cells have low proliferation behavior and resistant to therapy. Chemotherapy also cause
increase in stem cells number. This is one of the important causes of failure and
recurrence in TNBC treatment. Therefore, validation of stem cells in TNBC samples were
needed. This is one of the critical steps in developing effective targeted therapy towards
TNBC.

Low IFN-αII expression were more found in intratumoral than peritumoral TILs,
meanwhile high IFN-αII high expression were found in peritumoral than intratumoral
TILs. Histologic grading of low IFN-αII expression were more found in grade 2,
meanwhile IFN-αII high were more found in grade 3.

xxxi
Universitas Sumatera Utara
Internalized IGF-1R expression (cytoplasmic and nuclear stained) were less
found than non-interalized (cytoplasmic, nuclear or membranous stained). Most of both
low and high IGF-1R expression had tumour size of 2- 5 cm (T2) and histologic grading
grade 2. In tumours, IGF-1R signaling can cause resistency in therapy, so in order to
prevent relapse in breast cancer within first 2 years, clinicians needed to consider using
maintenance with metformin.

Stem cells expression (CD44CD24) of TNBC in this study were very complex and
showing heterogenity in histologic grading. But, identification of ‘niche’ breast cancer
stem-cells were needed in assessing prognosis, because in carcinogenesis, stem cell
breast cancer could deregulate the pathway of molecular controlling self-renewal of
breast epithelial cells.

xxxii
Universitas Sumatera Utara
TAMPILAN IMUNOHISTOKIMIA SEL PUNCA KANKER PAYUDARA CD44
DAN CD24 PADA BERBAGAI SUB-TIPE KANKER PAYUDARA TRIPLE
NEGATIVE: DENGAN PERHATIAN KHUSUS TERHADAP BASAL-LIKE, STEM
CELL-LIKE DIKAITKAN DENGAN HISTOLOGY GRADING

ABSTRAK

Latar belakang: TNBC merupakan kanker payudara yang heterogen. Dengan


menggunakan pewarnaan imunohistokimia, TNBC dapat dibagi menjadi sub-tipe stem
cell-like, basal, baso-luminal, luminal, IFN-αIIRich, dan IGF-1RHigh.

Metode: Penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional ini dilakukan di


Laboratorium Patologi Anatomik Departemen Patologi Anatomik/RSUP Haji Adam
Malik Medan dan Departemen Bedah Onkologi RSUP Haji Adam Malik Medan untuk
mengklasifikasi sub-tipe TNBC dengan menggunakan pemeriksaan panel
imunohistokimia dan menilai bagaimana distribusi sub-tipe TNBC berdasarkan histologic
grading.

Hasil: Pewarnaan menggunakan panel imunohistokimia CD44, CD24, Twist, Claudin-7,


CK5, CK8/18, EMA, IFN-αII, IGF-1R, E-Cadherin, dan Ki67 terhadap 67 kasus TNBC
menunjukan hasil yang sangat heterogen dan overlapping. Hasilnya diklasifikasikan
menjadi sub-tipe stem cell-like 7 kasus (10,5%), pre-basal 2 kasus (3%), basal 1 kasus
(1,5%), baso-luminal 22 kasus (33%), stemo-luminal 2 kasus (3%), dan luminal 21 kasus
(31%). Sub-tipe stem cell-like terbagi atas SC-1Low (SC-1L) 2 kasus, SC-2Low (SC-2L) 3
kasus, serta SC-3Low (SC-3L) dan SC-3High (SC-3L) masing-masing 1 kasus.

Kesimpulan: Identifikasi stem-cells pada TNBC menjadi perhatian khusus. Dalam


mengklasifikasikan sub-tipe TNBC, sub-tipe stem cell-like dapat digunakan CD44, CD24,
Twist, untuk basal dengan CK5, baso-luminal dengan CK5 dan CK8/18, dan CK8/18
untuk luminal.

Kata Kunci: CD44, CD24, Twist, Claudin-7, CK5, CK8/18, EMA, IFN-αII, IGF-1R, E-
Cadherin, Ki67, sub-tipe TNBC.

xxxiii
Universitas Sumatera Utara
IMMUNOHISTOCHEMISTRY EXPRESSION OF CD44 AND CD24 BREAST
CANCER STEM CELL IN VARIOUS TRIPLE NEGATIVE BREAST CANCER
SUBTYPES: SPECIAL ATTENTION TO BASAL-LIKE, STEM CELL-LIKE AND
CORRELATED WITH HISTOLOGY GRADING

ABSTRACT

Background: TNBC is a heterogenous breast cancer. By using immunohistochemistry


staining, TNBC can be differentiated into stem cell-like, basal, baso-luminal, luminal,
IFN-αIIRich, and IGF-1RHigh subtypes.

Method: This descriptive cross-sectional study was carried out in Haji Adam Malik
Hospital/Department of Anatomical Pathology, Medical Faculty USU Medan and
Department of Oncology/Surgical Haji Adam Malik Hospital Medan from March to
October 2017 to classify subtypes of TNBC by immunohistochemistry stained and also to
identify how the distribution of TNBC subtypes based on histologic grading.

Results: By using an immunohistochemistry staining panel of CD44, CD24, Twist,


Claudin-7, CK5, CK8/18, EMA, IFN-αII, IGF-1R, E-Cadherin, and Ki67, a total of 67
cases TNBC showed marked heterogenous and overlapping profiles.They was classified
as 7 cases of stem cell-like sub-types (1.5%), 2 cases of pre-basal (3%), 1 case of basal
(1.5%), 22 cases of baso-luminal (33%), 2 cases stemo-luminal (3%), and 21 cases of
luminal(31&). Stem cell-like sub-types consisted of 2 cases SC-1Low (SC-1L), 3 cases SC-
2Low (SC-2L), 1 case SC-3Low (SC-3L) and 1 case SC-3High (SC-3L).

Keywords: CD44, CD24, Twist, Claudin-7, CK5, CK8/18, EMA, IFN-αII, IGF-1R, E-
Cadherin, Ki67, TNBC sub-types.

xxxiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL …………………………………………………………………. i
LEMBAR PRASYARAT GELAR ………………………………………. ii
LEMBAR PROMOTOR DAN KO-PROMOTOR ………………………. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………… iv
LEMBAR PENGUJI ……………………………………………………… v
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………… vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………. x
PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………….. xxi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI AKADEMIS ………….. xxii
RINGKASAN …………………………………………………………….. xxiii
SUMMARY ……………………………………………………………….. xxix
ABSTRAK …………………………………………………………………. xxxiii
ABSTRACT ………………………………………………………………... xxxiv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. xxxv
DAFTAR TABEL …………………………………….................................. xxxviii
DAFTAR GAMBAR …………………………………................................. xl
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………... xli
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xliv

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………......... 1


1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Perumusan Masalah …………………………………………….. 10
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………............. 11
1.3.1 Tujuan umum …………………………………………….. 11
1.3.2 Tujuan khusus ……………………………………………. 11
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………… 12
1.4.1 Manfaat teoritik ……………………..……………………. 13
1.4.2 Manfaat terapan ……………...……………………………. 13
1.5 Orisinalitas ……………………………….……………............... 13
1.6 Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ……………….. 14
1.7 Rencana publikasi artikel pada jurnal Internasional…………….. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 15


2.1 Sub-tipe Kanker Payudara ……………………………………… 15
2.1.1. Klasifikasi histologi dan grading kanker payudara …… 15
2.1.1.1 Gambaran histopatologi kanker payudara ............. 17
2.1.1.2 Staging kanker payudara…………..……………… 20

xxxv
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.3 Grading kanker payudara ….…………………….. 22
2.1.1.4 Ki67……………………………………………….. 24
2.1.1.5 Infiltrasi sel radang stroma ……………………….. 25
2.1.1.6 Invasi limfovaskular ………………………………. 25
2.1.1.7 Invasi perineural …………………………………… 27
2.1.1.8 Angiogenesis ………………………………………. 29
2.1.1.9 Stromal elastosis ………………………………....... 29
2.1.1.10 Mioepitel ……..………………………………....... 29
2.1.2 Sub-tipe Molekular Kanker Payudara ……………………. 30
2.1.2.1 Kanker payudara dengan tampilan Reseptor
Estrogen (ER) positif ………………………………. 31
2.1.2.1.1 Tumor luminal A ………………………... 32
2.1.2.1.2 Tumor luminal B ………………………… 32
2.1.2.2 Kanker payudara dengan tampilan Reseptor
Estrogen (ER) negatif ………............................. 33
2.1.2.2.1 HER2-overexpressing (HER2-Rich) ............. 33
2.1.2.2.2 Triple Negative Breast Cancer (TNBC)........ 34
2.2 Patologi Molekular Kanker Payudara ….……..………............. 42
2.2.1 DNA Repair Pathways …………………………………… 43
2.2.2 Survival Proliferation Pathways ……………………….. 46
2.2.2.1 PTEN-AKT-mTOR pathways …...……………….…. 46
2.2.2.2 EGFR signaling pathway ………………………….. 49
2.2.3 Stem Cell Self Renewal Differentiation Pathways …….. 53
2.2.3.1 Notch signaling pathway ………………………… 53
2.2.3.2 Wnt signaling pathway …………………………… 56
2.2.3.3 Bmi-1 ………………………………………………. 58
2.2.3.4 Hedgehog (Hh) ……………………………………. 59
2.2.4 Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT)……………… 63
2.2.5 TGFβ signaling pathways ……………………………….. 66
2.2.6 FGFR (Fibroblast Growth Factor Receptor) Signaling
Pathway …………............................................................... 70
2.2.7 Pathways lainnya …..…………………………………….. 73
2.2.7.1 IGF signaling pathway ..………………………........ 73
2.2.7.2 IFN-1 signaling pathway …………………………... 77
2.2.7.3 Vitamin D ……………………………………........... 81
2.2.7.4 Stress/Norepinephrine pathway (β-adrenergic
Signaling) in TNBC …………………………….…. 86
2.3 Biologi Sel Punca dan Sel Punca Kanker Payudara ………… 90
2.3.1 Sel punca embrionik (Embrionic Stem Cells/ES Cells) . 91
2.3.2 Sel punca somatik (Adult Stem Cells/Somatic Stem Cells)
…………………………………………………………….. 92
2.4 Sel Punca Payudara (Mammary stem cells/MaSCs)…………….. 94
2.4.1 Mammopoeisis ……………………………………............ 94
2.4.2 Sel punca payudara ...……………….................................... 97

xxxvi
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Tingkat perkembangan diferensiasi epitel payudara ……… 98
2.4.3.1 CD44 ……………………………………………… 100
2.4.3.2 CD24 ……………………………………………… 106
2.4.3.3 ALDH1 (aldehyde dehydrogenase-1) …………….. 108
2.5 2.4.4 Niche sel punca payudara (Niche MaSCs) ……………. 110
2.6 2.4.5 Sel punca kanker payudara ……………………………. 111
2.4.6 Pengaturan transkripsi MaSCs …………………………. 111
2.4.7 Peran sel punca dalam tumorigenesis ………………….. 111
Kerangka Teori .………………………………….……….......... 113
Kerangka Konsep …………………………………………….. 114

BAB III METODE PENELITIAN …………………………………….. 115


3.1 Rancangan Penelitian ………………………………………… 115
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………... 115
3.2.1 Tempat penelitian ………………………………………. 115
3.2.2 Waktu penelitian ………………………………………… 116
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………. 116
3.3.1 Populasi penelitian ………………………………………. 116
3.3.2 Sampel penelitian ……………………………………....... 116
3.3.3 Besar sampel …………………………………………….. 116
3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ………………………….. 117
3.4.1 Kriteria inklusi …………………………………………… 117
3.4.2 Kriteria eksklusi ………………………………………….. 117
3.5 Variabel Penelitian …………………………………………….. 118
3.6 Kerangka Operasional ………………………………………… 119
3.7 Definisi Operasional ……………………………………………. 120
3.8 Keandalan ……………………………………………………… 130
3.9 Cara Kerja ……………………………………………………… 130
3.10 Cara Pembuatan Sediaan Mikroskopis untuk Pewarnaan
Imunohistokimia ………………………………………………… 131
3.11 Prosedur Sebelum Pulasan Antibodi Primer……………………. 131
3.12 Protokol Pemulasan Imunohistokimia ER, PgR, HER2, claudin-
7, Twist, CK5, CK8/18, E-cadherin, EMA, IGF-1R, IFNR-α(II),
Ki67, CD44 dan CD24 dengan Menggunakan The Envision +
Dual Link System dari Dako…………………………………….. 132
3.13 Alat dan Bahan Penelitian 133
3.14 Persetujuan Etik Penelitian ……………………………………... 135

BAB IV HASIL PENELITIAN ………………………………………….. 136


4.1 Karakteristik Klinik Kanker Payudara dengan TNBC…………. 136
4.2 Gambaran Klinis TNBC berdasarkan Ukuran Tumor (T), Status
KGB (N), dan Metastasis (M) ………………………………….. 137
4.3 Gambaran Histopatologi TNBC dengan Pewarnaan
Hematoksilin-Eosin (HE) ……………….………………............ 138

xxxvii
Universitas Sumatera Utara
4.4 Panel Imunohistokimia (Petanda Molekuler) TNBC …………. 139
4.5 Tampilan imunohistomia CD44+/- dan CD24+/- pada Sub-tipe
TNBC ……………………………………………………………. 140
4.6 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/-
pada TNBC terhadap Histologic Grading ……………………. 148
4.7 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IFN-αII pada
TNBC sub-tipe IFN rich ……….………………………………… 149
4.8 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R pada
TNBC Sub-tipe IGFHigh ……………………………………….. 151
4.9 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/-
pada TNBC Sub-tipe IFN rich dan IGFHigh …………………….. 153
4.10 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/-
pada TNBC terhadap proliferasi (Ki67) ……………………….. 154
4.11 Klasifikasi sub-tipe TNBC dan Kaitannya dengan Proliferasi
(Ki67) dan Histologic Grading ……………………………….. 155
4.11.1 Klasifikasi sub-tipe TNBC dan Kaitannya dengan
Proliferasi (Ki67) ………………………………………. 155
4.11.2 Klasifikasi sub-tipe TNBC dan Kaitannya dengan
Histologic Grading ……………………………………. 158

BAB V PEMBAHASAN ……...………………………………………... 160


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 183
5.1 Kesimpulan ………………………………………………… 183
5.2 Saran ……………………………………………………….. 185

DAFTAR PUSTAKA .……………………………………………………... 187

LAMPIRAN ………………………………………………………………... 220

xxxviii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Nomor JUDUL Halaman

Tabel 2.1 Klassifikasi histologi kanker payudara berdasarkan WHO 16


Tabel 2.2 Sub-tipe tumor payudara berdasarkan AJCC Cancer
Staging Manual (2002) …………………………………. 17
Tabel 2.3 Sistem staging pada kanker payudara berdasarkan sistem
TNM …………………………………………….. 21
Tabel 2.4 Stadium kanker payudara berdasarkan AJCC ……... 21
Tabel 2.5 Sistem grading pada kanker payudara invasif
berdasarkan metode Modified Scarf - Bloom and
Richardson/Ellis-Elston Nottingham grading
System/NGS)…………………………………………….. 23
Tabel 2.6 Klasifikasi karsinoma payudara invasi berdasarkan status
ER/PR/HER2 dan karakteristik klinikopatologi menurut
The St. Gallen International Consensus Recommendation
2011 …………………………………………………….. 31
Tabel 3.1 Metode Diagnostic Biosystems untuk pewarnaan
imunohistokimia ………………………………………… 132
Tabel 4.1 Karakteristik klinik kanker payudara dengan
TNBC……………………………………………………. 136
Tabel 4.2 Karakteristik kanker payudara TNBC berdasarkan ukuran
tumor (T), status KGB (N), dan metastasis (M)…………. 137
Tabel 4.3 Gambaran histopatologi TNBC dengan pewarnaan
Hematoksilin-Eosin (HE) ………………………………. 138
Tabel 4.4 Panel pemeriksaan imunohistokimia sub-tipe berdasarkan
ontogeny dan petanda molekuler TNBC ………………. 140
Tabel 4.5 Tampilan imunohistokimia CD44+CD24- pada TNBC
sub-tipe stem cells-like ………………………………….. 141
Tabel 4.6 Tampilan imunohistokimia CD44+CD24+ pada TNBC
sub-tipe stem cells-like …………………………………... 141
Tabel 4.7 Tampilan imunohistokimia CD44-CD24+ pada TNBC
sub-tipe stem cells-like …………………………………... 142
Tabel 4.8 Tampilan imunohistokimia CD44-CD24+ pada TNBC
sub-tipe pre-Basal (stem cells-like) ……………………… 143
Tabel 4.9 Tampilan imunohistokimia CD44-CD24+ pada TNBC
sub-tipe Basal ……………………………………………. 143
Tabel 4.10 Tampilan imunohistokimia CD44+CD24- pada TNBC
sub-tipe baso-luminal ……………………………………. 144
Tampilan imunohistokimia CD44+CD24+ pada TNBC

xxxix
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 sub-tipe baso-luminal ……………………………………. 144
Tampilan imunohistokimia CD44-CD24+ pada TNBC
Tabel 4.12 sub-tipe baso-luminal ……………………………………. 145
Tampilan imunohistokimia CD44+CD24- pada TNBC
Tabel 4.13 sub-tipe luminal ………………………………………….. 146
Tampilan imunohistokimia CD44+CD24+ pada TNBC
Tabel 4.14 sub-tipe luminal ………………………………………….. 146
Tampilan imunohistokimia CD44-CD24+ pada TNBC
Tabel 4.15 sub-tipe luminal ………………………………………….. 147
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-
Tabel 4.16 CD24+/-terhadap histologic grading …………………… 148
Distribusi Frekuensi Tampilan IFN-αII terhadap TILs
Tabel 4.17 intra-tumoral dan peri-tumoral ………………………….. 149
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IFN-αII
Tabel 4.18 terhadap Sub-tipe Histopatologi TNBC ………………….. 150
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IFN-αII
Tabel 4.19 terhadap Histologic Grading …………………………….. 150
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R
Tabel 4.20 pada TNBC ………………………………………..……. 151
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R
Tabel 4.21 terhadap Ukuran tumor ………………………………….. 152
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R
Tabel 4.22 terhadap Histologic Grading TNBC …………………… 152
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-
Tabel 4.23 CD24+/- pada IFN-αII ……………………………………. 153
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-
Tabel 4.24 CD24+/- terhadap Total IGF-1R …………………………. 154
Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-
Tabel 4.25 CD24+/- terhadap Ekspresi Ki67………………………..... 155
Klasifikasi Sub-tipe TNBC berdasarkan Ontogeny dan
Tabel 4.26 Proliferasi (Ki67) ………………………………………… 156
Distribusi Frekuensi Sub-tipe TNBC berdasarkan
Tabel 4.27 Histologic Grading ………………………………………. 158

xl
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Nomor JUDUL Halaman

Gambar 2.1 Invasi Perineural ………………………………………….. 28


Gambar 2.2 Triple-Negative Breast Cancer: Range of Histology ……... 35
Gambar 2.3 Hubungan Gambaran Tampilan Imunohistokimia Fisiologi
Seluler Payudara Normal dan Perbedaannya terhadap
Kanker Payudara Invasi ………………………………….. 37
Gambar 2.4 Mekanisme Perbaikan DNA……………………………….. 44
Gambar 2.5 Serine/threonine Kinase (Chk1 dan Chk2 kinase)
Diaktifkan oleh ATM dan ATR Kinase dalam Meresponi
Kerusakan DNA……………………………………………. 45
Gambar 2.6 Skema Protein PTEN ……………………………………... 47
Gambar 2.7 Canonical PTEN–PI3K–AKT–mTOR Pathway ………….. 49
Gambar 2.8 Domain Organisasi Reseptor HER ………………………... 50
Gambar 2.9 Mekanisme Signaling Hh pada Kanker Payudara ………… 52
Gambar 2.10 Reseptor Membrane-tethered Notch ……………………… 55
Gambar 2.11 The canonical Wnt Signaling Pathway……………………. 58
Gambar 2.12 Peran Bmi-1 dalam Pengaturan Sel Punca ……………… 59
Gambar 2.13 Hh signaling ……………………………………………… 60
Gambar 2.14 Model signaling Hh pada Kanker ………………………… 61
Gambar 2.15 Mekanisme Hh signaling pada Kanker Payudara ………… 62
Gambar 2.16 Hh signaling merangsang EMT dan Metastasis …………... 63
Gambar 2.17 Peran klasik TGFβ dalam Pengaturan Perkembangan
Karsinoma…………………………………………………. 67
Gambar 2.18 TGFβ Signaling ……………………………………………... 69
Gambar 2.19 Struktur FGFR, Signaling dan Dysregulation pada
Kanker……………………………………………………... 72
Gambar 2.20 Mekanisme IGF2 dan PTEN pada Jaringan Payudara ……. 76
Gambar 2.21 Targeting Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) Pathway
dengan Octreotide, AMG 479, dan Metformin …………… 77
Gambar 2.22 Signaling Pathways Activated by the IFN-I Receptor ……. 78
Gambar 2.23 Skematik Perbandingan Endokrin dengan Efek Autokrin
Vitamin D ………………………………………. 82
Gambar 2.24 Skematik metabolism vitamin D dan efek autokrin dari sel
epitel kanker payudara ………………………... 83
Gambar 2.25 Pengaruh vitamin D pathways pada karsinogenesis
payudara …………………………………………………. 84
Gambar 2.26 Cancer-related Signalling Pathways Targeted by
1alpha,25(OH)2D3 ……………………………………… 86

xli
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.27 β-adrenergic Signaling Pathway pada Kanker ………....... 89
Gambar 2.28 Generasi dan Diferensiasi Sel Punca ……………………... 91
Gambar 2.29 Niches Sel Punca pada Berbagai Jaringan ………………... 94
Gambar 2.30 Skema Duktus dan Ujung Tunas Terminal (TEBs) ………. 96
Gambar 2.31 Model Hirarki Diferensiasi pada Epitel Payudara ……….. 99
Gambar 2.32 Skematik struktur gen CD44 …………………………....... 102
Gambar 2.33 Struktur Protein CD44 …………………………………..... 103
Gambar 2.34 Kerangka Teori …………………………………………… 113
Gambar 2.35 Kerangka Konsep …………………………………………. 114
Gambar 3.1 Kerangka Operasional …………………………………….. 119
Gambar 3.2 Pewarnaan imunohistokimia CD24 dan CD44 …………… 130
Gambar 5.1 Model skematik hirarki ontogeny epitel payudara manusia dan
hubungannya dengan sub-tipe tumor payudara ………………… 165
Gambar 5.2 Ontogeny pembagian stem cell type SC-1, SC-2, dan SC-3. 165
Gambar 5.3 Ontogeny stem cells-like dengan tampilan CD44CD24…… 166
Gambar 5.4 Ontogeny sel petanda progenitor, pre-basal, dan basal ….. 166
Gambar 5.5 Ontogeny sel petanda basal, baso-luminal, dan luminal …. 166
Gambar 5.6 Skema ontogeny differensiasi epitel payudara dari stem
cells hingga sel luminal yang dikaitkan dengan panel
berbagai petanda molekuler TNBC ……………………….. 167
Gambar 5.7 Ontogeny stem-cell, basal, baso-luminal, dan luminal….. 170

xlii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

AFIP = Armed Forces Institude of Pathology


AJCC = American Joint Commision on Cancer
ALDH-1 = Aldehyde Dehydrogenase Family-1
ALDH-1A3 = Aldehyde dehydrogenase family 1 member A3
ASCO = the American Society of Clinical Oncologists
ATM = Ataxia Telangiectesia Mutated
ATR = ATM and Rad3 related
BARK = β-adrenergic receptor kinase
BCSCs = Breast Cancer Stem Cells
BMI = Body mass index
Bmi-1 = B-Cell-specific moloney murine leukemia virus integration
site 1
CAFs = Cancer Associated Fibroblasts
CALLA = Common Acute Lymphoblastic Leukaemia Antigen
CAP = College of American Pathologists
CBF-1 = C-promoter binding factor 1
Chk = Checkpoint
CK5 = Cytokeratin-5
CK5/6 = Cytokeratin 5/6
CK14 = Cytokeratin-14
CICs = Cancer initiating cells
CNS = Central nervous system
CSC = Cancer Stem Cells
CSL = C-promoter binding factor 1, suppressor Hairless and Lag-1
DC = Dendritic cells
DHh = Desert Hedgehog
Dll = Delta-like ligand
DMR = Differentially Methylated Region
DSBs = Double strand DNA breaks
4EBP1 = Eukaryotic initiation factor 4E binding protein
ECM = Extra Cellular Matrix
EGFR = Epidermal growth factor receptor
EMA = Epithelial membrane antigen
EMT = Epithelial-Mesenchymal Transition
EpCAM = Epithelial Cell Adhesion Molecule
ER = Estrogen Receptor
ERM = Ezrin, radixin, moesin
ESA = Epithelial Surface Antigen
ES cells = Embrionic stem cells
FACS = Fluorescence-Activated Cell Sorting
FAP = Fibroblast activation protein
FRS2 = FGFR substrate 2

xliii
Universitas Sumatera Utara
FSP1 = Fibroblast activation protein
GADD34 = Growth arrest and DNA damage protein 34
GFRs = Growth factor receptors
GRB7 = Growth factor receptor-bound protein 7
Gsc = Goosecoid
HBGF = Heparin binding growth factor
HDAC = Histone deacetylases
HER1 = Human epidermal growth factor receptor 1
HER2 = Human epidermal growth factor receptor 2
Hh = Hedgehog
HMFGP = Human milk fat globule membranes
HPF = High power fields
HPSGs = Heparan sulfate proteoglycans
ICC = Invasice Cribiform carcinoma
CR = Imprinting Control Region
IC NST = Invasive Carcinoma of No Specific Type
IFNGR = Interferon gamma receptor
IGFs = Insulin-like growth factors
IHh = Interleukine-1β
ILC = Invasive Lobular Carcinoma
IL-1β = Induced Pluripotent Stem Cells
IRF9 = IFN-regulatory factor 9
IRS 1 = Insulin receptor substrate 1
ISG = IFN-stimulated genes
ITGA6 = Intergrin Alpha-6
Ips cells = Indian Hedgehog
JAK-STAT = Janus activated kinase–signal transducer and activation of
transcription
LKB1 = Liver kinase B1
LOH = Loss of heterozygosity
LOI = Loss of Imprinting
LRCs = Label-retaining cells
LVI = Lymphovascular invasion
Kd = Kilo Dalton
MAML = Mastermind-like
MAPK = Mitogen-activated protein kinase
MaSCs = Mammary stem cells
MECs = Mammary epithelial cells
MET = Mesencymal-epithelial transition
MKI67 = Monoclonal antibody Ki-67
MMP 9 = Matrix Metalloproteinase 9
MMTV = Mouse Mammary Tumor Virus
Mtor = mammalian Target of Rapamycin
NEXT = Notch extracellular truncation

xliv
Universitas Sumatera Utara
NGF = Nerve growth factor
NGS = Nottingham grading system
NICD = Notch Intracellular Domain
NOS = Nitric oxide synthase
p63 = Myoepithelial marker
PAR = Polymer ADP-ribose
PAR4 = p27, p21, FOXO and PAWR
Pdc = Plasmcytoid Dendritic Cell
PDK 1 = Phosphoinositide-dependent Kinase-1
PEM = Polymorphic epithelial mucin
PgR = Progesterone Receptor
PIN = Perineural invasion
PLCγ = Phospholipase Cγ
PRAP = poly[ADP-ribose] polymerase
Ptch-1 = Patched-1
PTEN = Phosphatase and tensin homologue
RTKs = Receptor tyrosine kinases
SBR = Sistem Scarff Bloom and Richardson
SHBG = Sex Hormone-Binding Globulin
SHh = Sonic Hedgehog
SKP2 = S-phase kinase-associated protein ubiquitin ligase
α-SMA = α-Smooth muscle actin
Smo = Smoothened
SMURF = Sympathetic nervous system
SNS = Smad ubiquitin regulatory factor
SOCS = Suppressors of cytokine signaling
SSBs = Single strand breaks
STASIS = Stress or aberrant signaling-induced senescence
Stat1 = Signal transduction activation transcription factor 1
TADC = Tumor-Associated Dendritic Cells
TAFs = Tumor-associated fibrobasts
TβR-II = Type II TGF-β receptor
TEBs = Terminal end buds
TFs = Transcription factors
TGF- β = Transforming Growth Factor – β
TGFBR-II = Transforming Growth Factor – β Receptor II
TILs = Tumor infiltrating leucocytes
TME = Tumor microenvironment
TNBC = Triple negative breast cancers
TNF-α = Tumor necrotic factor-α
Treg = Regulatory T cells
Trk-A = Tropomyosin receptor kinase A
TSP-1 = Thrombospondin-1
ZSP = Zinc finger protein p

xlv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Surat Persetujuan Komisi 220


Lampiran 2 Etik…………………………. 221
Lampiran 3 Surat Keterangan 222
Lampiran 4 Penelitian…………………………… 223
Lampiran 5 Surat Izin Peminjaman Blok 224
Parafin……………………
Keterangan telah melakukan
penelitian………………... Data sampel penelitian dan
keterangan klinis (TNBC)…

xlvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara berkembang maupun negara maju kanker payudara merupakan

keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita, dan merupakan penyebab

kematian akibat kanker yang paling tinggi di dunia (Jemal, et al., 2010).

Dengan meningkatnya angka harapan hidup, diperkirakan satu di antara

delapan wanita yang hidup hingga umur 90 tahun mempunyai kemungkinan

menderita kanker payudara. Berdasarkan penelitian SEER (Surveillance

Epidemiology and End Results) tahun 2009, memperkirakan wanita yang

terdiagnosa sebagai kanker payudara mencapai 192.370 orang, dan lebih dari

40.000 orang diantaranya meninggal akibat kanker payudara (Kumar, et al.,

2010). Menurut the American Cancer Society Cancer Facts and Figures (2012)

data untuk kanker payudara di negara Amerika sebanyak 226.870 kasus baru

karsinoma invasif.

Risiko terjadinya kanker payudara di negara maju makin meningkat sejak

tahun 1980-an, sedangkan di negara sedang berkembang risikonya lebih rendah.

Sejak tahun 2005 di beberapa negara seperti Eropa dan USA menunjukkan

penurunan angka insidensi, sedangkan di negara sedang berkembang makin

meningkat (Colditz and Chia, 2012).

Angka kejadian kanker payudara 4,3 di antara 100.000 penduduk, dan

merupakan penyebab kematian urutan ke-6 terbanyak setelah tuberkulosis,

hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes mellitus. Berdasarkan data yang didapat

1
Universitas Sumatera Utara
2

dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI), kanker payudara di Indonesia merupakan

kanker yang paling sering dijumpai di antara semua kanker pada wanita di seluruh

sentra di Indonesia yaitu sebanyak 2896 kasus (Yayasan Kanker Indonesia, 2007).

Dari data penelitian yang didapat di Departemen Onkologi RSUP Haji Adam

Malik Medan, jumlah kasus penderita kanker payudara yang dirawat pada tahun

2010 sebanyak 312 orang pasien wanita (Azrie, 2011).

Dalam keadaan normal, duktus payudara terdiri dari lapisan sel epitel

luminal yang dikelilingi oleh sel mioepitel yang melekat pada basal membran.

Perkembangan kanker payudara terjadi melalui berbagai langkah progresif yang

dimulai dari proliferasi epitel yang berlebihan, yang selanjutnya bisa berkembang

menjadi karsinoma in situ, dan kemudian mengalami invasi, serta metastasis

(Polyak, 2007). Proses yang kompleks ini akibat perubahan genetik dan

epigenetik yang multistep (Jinhua, et al., 2010).

Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan gambaran histologi

maupun profil molekuler yang heterogen. Berdasarkan WHO (2012) terdapat

kurang lebih 20 jenis gambaran histopatologi tumor payudara. Berdasarkan

profiling tampilan gen, terdapat lima sub-tipe molekuler kanker payudara, yaitu:

luminal A, luminal B, Her2/Neu amplified, basal-like, dan stem cell-like/Claudin

Low (Perou, et al., 2000; Herschkowitz, et al., 2007; Creighton, et al., 2009).

Parameter yang penting dalam penentuan sub-tipe ini adalah tampilan reseptor

estrogen (ER), reseptor progesteron (PR), atau amplikasi/ekspresi berlebihan

lokus HER2/erbB2 (Perou, et al., 2000; Sorlie, et al., 2001; Sotiriou, et al., 2003;

Herschkowitz, et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


3

Triple negative breast cancer (TNBC) adalah jenis kanker payudara yang

secara fenotip tidak menampilkan ER, PR, maupun HER-2 (Dent, et al., 2007).

Insidens TNBC sekitar 15-20% dari semua jenis kanker payudara (Kaplan, et al.,

2006; Bauer, et al., 2007; Society, 2010). Diperkirakan dari sekitar 1 juta kasus

kanker payudara yang terdiagnosa di dunia setiap tahunnya (Anders and Carey,

2009), 170.000 di antaranya merupakan phenotype triple-negative (Rakha, et al.,

2008). TNBC merupakan satu satu sub-tipe kanker payudara yang menunjukkan

keterbatasan pengobatan dan tidak berespon terhadap terapi hormonal seperti

tamoxifen maupun monoklonal anti-HER2 antibodi yaitu herceptin (Schneider, et

al., 2008; Klinakis, et al., 2008; Pollak, 2008). Meskipun relatif sensitif terhadap

kemoterapi, namun prognosanya lebih buruk dibandingkan jenis kanker payudara

yang menampilkan HER-2 positif maupun ER positif (Ueno and Zhang, 2011).

Berdasarkan gambaran histologik TNBC merupakan kelompok tumor yang

heterogen, terdiri dari beberapa sub-tipe tumor yang bersifat relatif kurang agresif

(low grade tumor) antara lain secretory, invasive adenoid cystic, karsinoma

apocrine, sedangkan yang bersifat high grade tumor seperti medullary breast

tumor, metaplastic breast cancer dan grade 3 - IDC NST (Invasive Ductal

Carcinoma, No Specific Type) (Hudis and Gianni, 2011). TNBC juga

menampilkan EGFR (epidermal growth factor receptor) dan cytokeratin basal

(Cytokeratin 5, 14, dan 17) (Cheang, et al., 2008; Viale, et al., 2009).

Ki-67 merupakan antigen yang ditemukan pada saat fase pertumbuhan dan

pembelahan sel, namun protein ini tidak ditemukan pada saat fase istirahat.

Meningkatnya tampilan Ki67 menunjukkan keagresifan pertumbuhan tumor dan

mengindikasikan prognosis yang buruk. TNBC juga dihubungkan dengan

Universitas Sumatera Utara


4

tampilan petanda proliferasi (Ki67) yang kuat (Viale, et al., 2009), kadar cyclin E

yang tinggi dan kadar cyclin D1 yang rendah (Bostrom, et al., 2009; Voduc, et al.,

2008), aktifasi β-catenin pathway (Geyer, et al., 2011). Lebih dari 50% TNBC

menampilkan p53 (Rakha, et al., 2007).

Sebukan sel radang dan disfungsi imun yang dijumpai pada berbagai

keganasan telah banyak diteliti sebelumnya. Meta-analisis akhir-akhir ini

mengidentifikasi sejumlah sub-tipe TNBC, termasuk pengklasifikasian

berdasarkan ada tidaknya sebukan sel radang leukosit (Tumor-infiltrating

lymphocytes/TILs) dan inflammatory signaling pathways antara lain IFN/signal

transducer and activator of transcription (IFN/STAT) pathway. TILs

mencerminkan respon imun lokal (anti-tumor immune response) dan merupakan

kunci mekanisme pengontrolan progresif kanker. TNBC dengan immune-

responsive tumors memiliki penurunan angka insiden kekambuhan (Lehmann, et

al., 2011; Burstein, et al., 2015; Liu, et al., 2012). Sebaliknya, sub-tipe TNBC

yang immune-repressed dengan TILs dan IFN/STAT yang rendah sering

mengalami kekambuhan. Kurangnya endogenous IFN/STAT signaling

menyebabkan resistensi terhadap kemoterapi (Lehmann, et al., 2011; Burstein, et

al., 2015; Sistigu, et al., 2014).

IGF-1R (Insulin-like growth factor receptor-1) dapat ditemukan pada

berbagai sub-tipe kanker payudara. IGFs (Insulin-like growth factors) merangsang

proliferasi sel, dan mempromosi survival TNBC melalui perekrutan dan fosforisasi

protein adaptor intra seluler (Pollak, 2008). Peningkatan kadar fosforilasi IGF-

IR/insulin receptor (InsR) dihubungkan dengan prognosa buruk (Law, et al.,

2008). Kaskade signaling dimulai dengan aktifasi protein MAPK (mitogen-

Universitas Sumatera Utara


5

activated protein kinase), Akt, dan Erk yang dibutuhkan untuk meningkatkan

keselamatan, proliferasi, dan migrasi sel (Davison, et al., 2011). Akt berperanan

penting dalam pertumbuhan, proliferasi, metabolisme dan survival sel (Yap, et al.,

2011). Obesitas yang dihubungkan dengan resistensi insulin dan diabetes melitus

tipe-2 telah terbukti merupakan faktor risiko untuk insidensi kanker. Dalam

penelitian metaanalisis, BMI (Body Mass Index) berhubungan dengan kanker

payudara terutama pada usia post-menopause (Bauer, et al., 2007). Aksi insulin

mungkin terjadi secara tidak langsung yaitu melalui availabilitas gamma globulin

dan IGF binding protein serta peningkatan konsentrasi testosteron, estrogen

maupun IGF di dalam darah. Meningkatnya konsentrasi estradiol dan testosterone

yang tidak terikat dapat meningkatkan risiko kanker payudara baik pre- maupun

post-menopause. Insulin juga menghambat produksi SHBG (sex hormone-binding

globulin) dan meningkatkan aktifitas mitogenik (Davis and Kaklamani, 2012).

Sel punca (stem cells) dapat menjadi sebagai sumber tumor dan berfungsi

untuk mempertahankan homeostasis jaringan. Sel punca pada tumor ganas dikenal

sebagai sel punca kanker (cancer stem cells/CSC), yang merupakan kelompokan

kecil sel (minoritas) di antara sel-sel tumor lain dan sifatnya berbeda

dibandingkan sel tumor yang tingkat diferensiasinya lebih tinggi, namun pada

beberapa jenis tumor (seperti melanoma), jumlah CSC bisa mencapai lebih dari

25% total massa tumor (Morrison, et al., 2008; Shackleton, et al., 2009). Sel

punca mempunyai hirarki untuk menghasilkan keturunan sel yang bersifat stem

cell (self-renewal) dan sel anak (daughter cell) yang membentuk massa tumor dan

mempertahankan kemampuan replikasi sel. Sel punca payudara (Mammary stem

cells/MaSCs) berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kanker

Universitas Sumatera Utara


6

payudara, serta resistensi terhadap pengobatan (Morrison, et al., 2008), maupun

metastasis (O’Brien, et al., 2010). Pengobatan kanker yang klasik sering hanya

efektif untuk mengecilkan ukuran tumor pada sebagian kasus, namun gagal

mempertahankan masa ‘penyembuhan’ dalam jangka waktu yang panjang. Ini

mungkin karena ketidakmampuan dalam memberantas CSC. Perlu ditargetkan

pengobatan terhadap populasi CSC, selain penanganan tumor primer, maupun

metastasis tumor (Morrison, et al., 2008).

Peralihan sel epitel ke sel mesenkin (epithelial-to-mesenchymal

transition/EMT), merupakan proses awal yang terjadi pada masa embriogenesis,

bertujuan untuk mengarahkan peralihan dari epithelial-like cells yang tidak

bergerak (non-mobile) menjadi bergerak (mobile), sifat mesenchymal-like mampu

menggerakkan sel dari tempat asal ke tempat yang jauh pada saat perkembangan

embrio. Proses alami ini juga terjadi pada saat pembentukan dan perkembangan

sel tumor, serta menimbulkan metastasis tumor ke tempat yang jauh dari tempat

primernya (Takebe, et al., 2011). Pada sel epitel payudara, EMT sering

dihubungkan dengan invasi sel kanker payudara (Neve, et al., 2006). Ekspresi gen

EMT menampilkan Goosecoid (Gsc), Snail, Twist, dan TGF-β1, yang mirip

dengan tampilan petanda yang dijumpai pada claudin-low breast cancer dan

kanker metaplastik payudara. Petanda EMT mirip terhadap petanda gen garis

keturunan sel basal B, yang ditandai dengan tampilan vimentin yang kuat dengan

profil mirip sel punca kanker (Takebe, et al., 2011). Jalur signaling embrionik,

seperti Hedgehog (Hh), Wnt, dan jalur transforming growth factor (TGF)-β adalah

signaling alamiah untuk sel punca selama masa embriogenesis (Kelleher, et al.,

2006). Jalur ini juga memegang peranan penting di dalam proses perkembangan,

Universitas Sumatera Utara


7

menjaga keseimbangan jaringan normal, serta pengaturan yang ketat di dalam

proses EMT (Giampieri, et al., 2009). Aktifasi kembali jalur signaling embrionik

ini telah dilaporkan pada berbagai kanker seperti payudara, pankreas, dan paru

(Huang, et al., 2008; Mullendore, et al., 2009; Liu, et al., 2010). Pengamatan ini

yang mendasari pengevaluasian jalur EMT sebagai target pengobatan anti kanker

generasi baru (Takebe, et al., 2011).

Daerah asal CSC masih belum jelas dan masih diperdebatkan. Yang

menjadi pertanyaan para ahli adalah: “Bagaimana CSC ini dapat mempertahankan

baik sifat self-renewability maupun jalur diferensiasi spesifik-nya?” (Lee and

Nam, 2011). Diduga CSC ini kemungkinan dihasilkan oleh perubahan keganasan

sel punca normal dan sel progenitor lain (Lee and Nam, 2011; Petersen and

Polyak, 2011). Lamanya masa hidup sel punca dan sel progenitor lain memberi

kesempatan penimbunan mutasi DNA yang lebih banyak, juga merupakan

penyebab sel punca dan sel progeni sebagai asal sel tumor (Takebe and Ivy,

2010). Jalur signaling molekuler CSC melibatkan jalur Wnt, Hedgehog (Hh) dan

Notch. Kelainan mutasi, faktor lingkungan dan karsinogen seperti rokok, radiasi

dan ROS (Reactive Oxygen Spescies) (Waris and Ahsan, 2006) menyebabkan

reprogramming epigenetik dan perubahan DNA (Sharma, et al., 2009) yang dapat

mempengaruhi gen-gen yang terlibat dalam jalur signaling ini (Liou and Storz, et

al., 2010).

Sel yang terjejas dan mengalami kerusakan DNA perlu diperbaiki.

Perbaikan (repair) kerusakan DNA bukan hanya dibutuhkan selama pembelahan

sel, namun juga untuk kelangsungan proses hidup sel tersebut (Jackson and

Bartek, 2009). BRCA1 berperan dalam perbaikan DNA pada jaringan payudara,

Universitas Sumatera Utara


8

menjaga kestabilan dari struktur kromosom (Venkitaraman, 2002). Tampilan

BRCA1 dibutuhkan dalam proses diferensiasi sel punca/sel progenitor lain

menjadi sel luminal A dengan ER. Hilangnya fungsi repair DNA dijumpai pada

defisiensi BRCA1 atau sel mutant, yang menyebabkan penimbunan sel punca

payudara yang secara genetika tidak stabil, sehingga menyediakan sumber sel

yang cocok untuk karsinogenesis dan perkembangan CSC (Liu, 2008). Sel yang

tidak menampilkan protein BRCA1 lebih sensitif terhadap poly (ADP-ribose)

polymerase (PARP) inhibitors (salah satu agent pengobatan untuk TNBC). Inhibisi

PARP akan menimbulkan kematian sel yang bersifat synthetic lethality (McCabe,

et al., 2006).

Berbagai petanda sel punca digunakan untuk mengidentifikasi dan

mengisolasi sel punca kanker (CSC) dari berbagai tumor solid (Botchkina, et al.,

2009; Du, et al., 2008; Leung, et al., 2010). CD44 adalah glikoprotein

transmembran kelas I yang multifungsional (Naor, et al., 2008), suatu reseptor

asam hialuronik yang mempromosi migrasi sel normal dan banyak tertampil pada

permukaan sel kanker dan mendukung penyebaran hematogen bila berinteraksi

dengan P- atau L- selectins (Napier, et al., 2007). Di samping itu CD44 terlibat

dalam sejumlah kaskade signaling kompleks yang mengawali pembentukan tumor

melalui interaksi reseptor mirip tyrosine kinase di sekitarnya. CD44 merupakan

salah satu petanda yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi CSC

(Botchkina, et al., 2009). Selain CD44, CD24 juga merupakan petanda CSC yang

digunakan, walaupun nilai kemaknaannya masih diperdebatkan (Ricardo, et al.,

2011; Raz, et al., 2012). CD24 adalah molekul protein permukaan sel kecil yang

berlabuh melalui glycosyl-phosphotidyl-inositol pada berbagai sel kanker. CD24

Universitas Sumatera Utara


9

terlibat dalam adhesi sel dan metastasis (Lee, et al., 2010). CD24 pada umumnya

digunakan bersamaan dengan CD44 dalam mengidentifikasi CSCs, termasuk

CSCs pada kanker payudara. Penelitian flow cytometry menunjukkan bahwa sel

punca payudara mengekspresikan CD44, namun sebagian besarnya hanya sedikit

atau hampir sama sekali tidak menampilkan CD24 (Al-Hajj, et al., 2003). CD24

lebih sedikit tertampil pada sel progenitor dibandingkan dengan sel yang telah

berdiferensiasi (Fang, et al., 2010).

Petanda lainnya untuk mengenali sel punca payudara adalah ALDH-1,


high
CD133 (prominin-1) (Wright, et al., 2008), CD49f dan ITGA6 (Lim, et al.,

2009). Biomarker ini tidak tertampil secara universal pada semua tipe dari sel

punca kanker payudara, namun mempunyai tampilan yang beragam pada sub-tipe

tertentu dari berbagai tumor (Wright, et al., 2008; Charafe-Jauffret, et al., 2009).

Pece, et al. (2010) menyatakan bahwa grading tumor payudara tergantung

pada kandungan fungsi CSC di dalamnya. Tumor payudara grade 3 mempunyai

kandungan tampilan CSC sebanyak 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan tumor yang

grade 1.

Studi tentang ekspresi gen pada kanker payudara yang menggunakan

fluorescence-activated cell sorting (FACS), dan mammospheres mendapatkan

bahwa populasi sub-tipe claudin low kanker payudara (Herschkowitz, 2007)

menampilkan gen yang overlapping terhadap populasi CSC yang kaya akan sel

CD44+/CD24-/low (Gutierrez, et al., 2009). Claudin low adalah sub-tipe karsinoma

duktus invasif triple negative yang mempunyai prognosa jelek. Penelitian

terhadap cell lines, populasi claudin low menampilkan Claudin-3 dan E-cadherin

dengan kadar rendah, hal ini yang mendukung bahwa sel claudin low merupakan

Universitas Sumatera Utara


10

sel yang berasal dari sel progenitor yang imatur atau sel punca (Taube, et al.,

2010).

Walaupun berbagai studi telah menampilkan petanda CSC pada tumor

payudara primer (Honeth, et al., 2008; Mylona, et al., 2008; Park, et al., 2010;

Giatromanolaki, et al., 2011; Resetkova, et al., 2010; Neumeister, et al., 2010),

namun hasil yang didapatkan beragam dan kemaknaan klinik yang tepat masih

belum diketahui dengan jelas, namun ini mungkin bermakna untuk beberapa sub-

tipe tertentu yang spesifik (Ali, et al., 2011).

Antigen CSC juga memberikan target baru untuk imunoterapi kanker.

Targeting CSC melalui imunoterapi, seperti terapi yang berdasarkan sel dendritik

atau transfer sel-T adaptif, dapat digunakan sebagai tambahan modalitas

pengobatan sekarang (Morrison, et al., 2008). Oleh sebab itu agar pengobatan ini

efektif, CSC perlu dikenali dan harus dibedakan dari sel punca payudara normal.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi pertanyaan

peneliti adalah:

1. Apakah sub-tipe TNBC dapat dibedakan secara jelas dan mudah dengan

menggunakan analisis panel imunohistokimia?

2. Bagaimana tampilan imunohistokimia CD44High dan CD24Low sebagai profil

sel punca kanker payudara pada aneka ragam sub-tipe triple negative (claudin

low, basal-like, sub-tipe IGFHigh dan IFNRich) berdasarkan petanda

imunohistokimia, serta hubungannya dengan histologic grading?

Universitas Sumatera Utara


11

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan disertasi ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik klinik dan patologi kanker payudara TNBC.

2. Untuk menentukan sub-tipe TNBC dengan menggunakan pemeriksaan panel

imunohistokimia.

3. Untuk menelusuri pola tampilan imunohistokimia CD44High dan CD24Low

sebagai profil sel punca pada kanker payudara triple negative, dan mencoba

meluruskan kontroversi klasifikasi sub-tipe kanker payudara triple negative

(stem cell-like, basal-like, IGFHigh type dan IFNHigh type) dengan

menggunakan beberapa petanda yang relevant. Sub-tipe ini akan dikaitkan

dengan classical histologic grade berdasarkan metode Modified Bloom and

Richardson, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran prognostik dan

prediktif.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi TNBC berdasarkan kelompok umur dan

status menstruasi.

2. Mengetahui distribusi frekuensi TNBC berdasarkan ukuran tumor (T), status

KGB (N), dan metastasis (M).

3. Mengetahui gambaran histopatologi, histologic grading, serta TILs pada

TNBC.

4. Menentukan sub-tipe TNBC dengan menggunakan panel imunohistokimia

(petanda molekuler) TNBC.

Universitas Sumatera Utara


12

5. Menganalisa jumlah sel punca kanker payudara dengan pemeriksaan

imunohistokimia CD44High dan CD24Low di antara aneka sub-tipe TNBC.

6. Mengetahui distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia IFN-αII pada

sub-tipe IFN Rich TNBC.

7. Mengetahui distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia IGF-1R pada

sub-tipe IGF High TNBC.

8. Mengetahui distribusi frekuensi jumlah tampilan sel punca dengan

histologic grading dengan tujuan menggunakan jumlah sel punca sebagai

suatu petanda prognostik kanker.

9. Mengetahui distribusi frekuensi tampilan CD44High dan CD24Low terhadap

tampilan Ki67 pada lesi kanker payudara sub-tipe triple negative.

10. Mengklasifikasikan kembali sub-tipe triple negative kanker payudara

berdasarkan petanda imunohistokimia Claudin-7, Twist, CK5, CK8/18,

E-cadherin, EMA, IGFHigh, IFNRich, Ki67, dan kaitannya dengan histologic

grading.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritik

1. Diharapkan dapat lebih memahami patologi molekuler dari aneka ragam

sub-tipe kanker payudara triple negative dengan menggunakan berbagai

petanda imunohistokimia seperti Claudin-7, Twist, CK5, CK8/18,

E-cadherin, EMA, IGF-1R, dan IFN-α-II sebagai representatif molecular

pathways yang terlibat dengan tujuan mencari ‘druggable pathways’.

Universitas Sumatera Utara


13

2. Diharapkan dapat membandingkan tampilan imunohistokimia CD44High dan

CD24Low pada aneka sub-tipe kanker payudara triple negative dengan

histologic grading, dimana adanya sel punca yang dominan menandakan

suatu tumor incurable yang memerlukan modalitas terapi baru dengan stem

cell sebagai target.

3. Diharapkan dapat dikembangkan prognostik dan prediktif faktor baru.

1.4.2. Manfaat terapan

Dari hasil penelitian ini diharapkan bahwa:

1. Pada masa mendatang pemeriksaan imunohistokimia CD44 dan CD24 dapat

diterapkan sebagai pemeriksaan secara rutin terhadap kasus kanker payudara.

2. Usaha me-reklasifikasi sub-tipe kanker payudara triple negative (TNBC) dapat

membangun paradigm baru di dalam penanganan TNBC.

1.5 Orisinalitas

Berdasarkan penelusuran kepustakaan terakhir:

1. Klasifikasi sub-tipe kanker payudara triple negative (TNBC) masih belum

sempurna

2. Belum ada penegasan yang konkrit tentang sub-tipe IGFHigh type dan IFNRich

type.

3. Mengidentifikasi tampilan imunohistokimia CD44High dan CD24Low sebagai

profil sel punca kanker payudara pada aneka ragam sub-tipe triple negative

kanker payudara (TNBC) berdasarkan petanda imunohistokimia dan

hubungannya dengan Ki67 dan histologic grade masih belum ada.

Universitas Sumatera Utara


14

1.6 Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

1. Menambahkan klasifikasi sub-tipe IGFHigh dan IFNRich ke dalam sub-tipe

kanker payudara triple negative selain basal-like, dan stem cell-like.

2. Mengidentifikasi tampilan imunohistokimia CD44High dan CD24Low pada

beragam sub-tipe kanker payudara triple negative (stem cell-like, basal-like,

IGFHigh dan IFNRich type) pada kanker payudara.

1.7 Rencana publikasi artikel pada jurnal Internasional

Hasil disertasi ini direncanakan akan disusun menjadi beberapa artikel

ilmiah seperti berikut ini, dan akan dipublikasikan pada jurnal Internasional yang

terakreditasi.

No. Judul artikel Nama Jurnal Tempat Rencana Ekspeditor


pengiriman review
1 TNBC subtypes in J Cancer Res
Medan, Indonesia Clin Oncol
(Preliminary Report)
2 Dimensional Analysis Journal of the
of CD44High CD24Low National
and Ki67 in TNBC Cancer
Institute
3 IGF1High and IFNRich Breast Cancer
TNBC (Report of Research
cases)

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sub-tipe Kanker payudara

Kanker payudara dikenali sebagai keganasan yang bersifat heterogen dan

mempunyai berbagai sub-tipe histologi yang berdasarkan kriteria histopatologi.

Pada umumnya kanker payudara berasal dari pelapis epitel duktus maupun

lobular. Berdasarkan kategori histologi, karsinoma duktal payudara merupakan

jenis keganasan yang paling banyak pada payudara (95%), karsinoma lobular

menempati urutan kedua terbanyak, sedangkan karsinoma medulari merupakan

jenis keganasan payudara yang jarang dijumpai (Tavassoli and Devilee, 2003).

2.1.1 Klasifikasi histologi dan grading kanker payudara

Klasifikasi tumor payudara berdasarkan gambaran morfologi merupakan

metode penilaian patologi klasik. Ditemukan hampir lebih dari 20 jenis

histopatologi kanker payudara. Kanker payudara dapat diklasifikasikan

berdasarkan WHO (The World Health Organization) tahun 2012 (Tabel 2.1)

(Lakhani, et al., 2012), dan The Armed Forces Institude of Pathology (AFIP),

AJCC (American Joint Commision on Cancer) Staging Manual tahun 2002 (Tabel

2.2).

15
Universitas Sumatera Utara
16

Tabel 2.1 Klasifikasi histologi kanker payudara berdasarkan WHO


(Lakhani, et al., 2012)

EPITHELIAL TUMORS ICDO


Invasive breast carcinoma
Invasive carcinoma of no special type (NST) 8500/3
Pleomorfik carcinoma 8022/3
Carcinoma with osteoclast-like stromal giant cells 8035/3
Carcinoma with choriocarcinomatous features
Carcinoma with melanotic features
Invasive lobular carcinoma 8520/3
Classic lobular carcinoma
Solid lobular carcinoma
Alveolar lobular carcinoma
Pleomorphic lobular carcinoma
Tubulolobular carcinoma
Mixed lobular carcinoma
Tubular carcinoma 8211/3
Cribiform carcinoma 8201/3
Mucinous carcinoma 8480/3
Carcinoma with medullary features
Medullary carcinoma 8510/3
Atypical medullary carcinoma 8513/3
Invasive carcinoma NST with medullary features 8500/3
Carcinoma with apocrine differentiation
Carcinoma with signet-ring cell differentiation
Invasive micropapillary carcinoma 8507/3*
Metaplastic carcinoma of no special type 8575/3
Low-grade adenocarcinoma 8575/3
Fibromatosis-like metaplastic carcinoma 8572/3
Squamous cell carcinoma 8070/3
Metaplastic carcinoma with mesenchymal differentiation
Chondroid differentiation 8571/3
Osseous differentiation 8571/3
Other types of mesenchymal differentiation 8575/3
Mixed metaplastic carcinoma 8575/3
Myoepithelial carcinoma 8982/3
Rare types
Carcinoma with neuroendocrine features
Neuroendocrine tumor, well-differentiated 8246/3
Neuroendocrine carcinoma, poorly differentiated (small oat carcinoma) 8041/3
Carcinoma with neuroendocrine differentiation 8574/3
Secretory carcinoma 8502/3
Invasive papillary carcinoma 8503/3
Acinic cell carcinoma 8550/3
Mucoepidermoid carcinoma 8430/3
Polymorphous carcinoma 8525/3
Oncocytic carcinoma 8290/3
Lipid-rich carcinoma 8314/3
Glycogen-rich clear cell carcinoma 8315/3
Sebaceous carcinoma 8410/3
Salivary gland/skin adnexal types tumours
Cylindroma 8200/0
Clear cell hidradenoma 8402/0*
Epithelial-myoepithelial tumours
Pleomorphic adenoma 8940/0
Adenomyoepithelioma 8983/0
Adenomyoepithelioma with carcinoma 8983/3*
Adenoid cystic carcinoma 8200/3

Universitas Sumatera Utara


17

Tabel 2.2 Sub-tipe Tumor Payudara berdasarkan AJCC Cancer Staging


Manual (2002)

Sub-tipe breast cancer


Carcinoma, NOS (not otherwise specified)
Ductal Intraductal (in situ)
Invasive with predominantly intraductal component
Invasive, NOS
Commedo
Inflammatory
Mucinous (colloid)
Papillary
Medullary with lymphocytic infiltrate
Lobular Scirrhous
Tubular
Other
Nipple Paget’s disease, NOS
Paget’s disease with invasive ductal carcinoma
Paget’s disease with intraduct carcinoma
Other Undifferentiated
Atypical Phyllodes tumour
Primary lymphoma
Angiosarcoma

2.1.1.1 Gambaran Histopatologi Kanker Payudara

2.1.1.1.1 Invasive carcinoma of no special type (IC-NST)

Karsinoma duktal merupakan jenis keganasan payudara yang terbanyak

(70-80%) dari semua kanker payudara primer. Adenokarsinoma payudara terbagi

atas karsinoma in-situ dan karsinoma invasif. IC-NST merupakan jenis tumor yang

paling banyak sekitar 40-75% (Tavassoli and Devilee, 2003).

Terminologi karsinoma IC-NST digunakan untuk membedakan jenis

karsinoma duktal invasif terhadap bentuk spesifik karsinoma duktal lainnya

seperti karsinoma tubular, karsinoma medullari, karsinoma metaplastik,

karsinoma colloid, dan karsinoma adenoid cystic (Rosen, 2011).

Gambaran histopatologi IDC beragam. Arsitektur sel tumor IDC dapat

berkelompok, berupa cords, atau trabekula. Gambaran infiltrasi tumor dapat solid

Universitas Sumatera Utara


18

atau syncytial dengan stroma yang minimal. Pada sebagian kasus, berupa

diferensiasi kelenjar membentuk struktur tubular dengan lumen di bagian sentra,

kadang-kadang dijumpai gambaran daerah infiltrasi ‘single-file’ atau ‘tangetoid’,

tapi tanpa karakteristik sitomorfologi untuk ILC. Stroma bervariasi, dengan

proliferasi fibroblastik selularitas banyak, sebagian dengan jaringan ikat minimal,

dan kadang dapat dijumpai hialinisasi (Ellis, et al., 2012).

Hal yang penting dinilai dalam perencanaan penanganan terhadap kanker

payudara adalah berupa ukuran, ada tidaknya tampilan reseptor estrogen dan

progesteron, grading inti dan histologi, serta invasi pembuluh darah.

2.1.1.1.2 Invasive lobular carcinoma (ILC)

ILC merupakan 5-15% dari karsinoma payudara invasive. Insiden ILC

pada wanita berumur di atas 50 tahun meningkat dalam waktu 20 tahun terakhir

ini, ini dikaitkan dengan penggunaan HRT (Hormone Replacement Therapy).

Umur rata-rata penderita ILC berkisar 1-3 tahun lebih tua dibandingkan umur

penderita IDC (Tavassoli and Devilee, 2003).

Gambaran makroskopik ILC, menunjukkan massa tumor yang tidak

berbatas tegas, dan kadang berupa massa yang sulit untuk ditemukan (teraba)

secara klinis. Gambaran histopatologi ILC klasik ditandai dengan proliferasi sel-

sel bentuk kecil yang kohesinya rapuh yang tersebar di antara jaringan ikat fibrous

dan kadang membentuk gambaran barisan sel tunggal (single file linear cord)

yang menginvasif stroma. Infiltrasi cord sering membentuk gambaran yang

mengelilingi duktus yang normal. Kadang-kadang dijumpai reaksi proliferasi

jaringan stroma di sekitar sel-sel tumor tersebut. Relevansi sistem grading

Universitas Sumatera Utara


19

histologi berdasarkan Nottingham untuk ILC masih diperdebatkan karena

sebagian besar kasus ILC tidak dijumpai gambaran pembentukan tubulus, (kecuali

pada variant tubule-lobular), karena bentuk sel-nya yang seragam dan jumlah

mitotiknya yang sedikit (WHO, 2012). Hampir 76 persen dari ILC klasik berupa

grade 2, sedangkan ILC tipe yang non-klasik adalah grade 3 (Orvieto, et al., 2008;

Talman, et al., 2007). Dari ketiga komponen grading tumor, indeks mitotik paling

banyak digunakan sebagai prediktor, angka mitotik yang tinggi dikaitkan dengan

prognostik yang buruk (Rakha, 2008).

2.1.1.1.3. Tubular carcinoma

Karsinoma tubular merupakan salah satu jenis keganasan payudara yang

mempunyai prognosa yang baik. Insiden karsinoma tubular sebanyak 2 persen

dari seluruh invasif karsinoma payudara. Sering ditemukan berupa lesi tumor

payudara yang berukuran kecil berupa stage T1 dan sering ditemukan pada saat

menjalani program skrining secara mammografi. Gambaran histopatologi

didominasi oleh tubulus dengan selapis sel epitel yang terdapat pada 90 persen

dari massa tumor. Tidak dijumpai sel mioepitel pada pelapis tubulusnya. Terdapat

desmoplastik selular stroma (Rakha, et al., 2010).

2.1.1.1.4. Cribiform carcinoma

Cribiform carcinoma juga merupakan salah jenis karsinoma invasif

payudara yang mempunyai prognosis yang baik, dengan pola pertumbuhan terdiri

dari 50% campuran komponen karsinoma tubular. Invasive cribiform carcinoma

Universitas Sumatera Utara


20

(ICC) sekitar 0,3-0,8% dari karsinoma payudara (Louwman, et al., 2007) dengan

umur rata-rata 53-58 tahun (WHO, 2012).

2.1.1.2. Staging kanker payudara

Sistem staging klinik kanker payudara yang paling sering digunakan

adalah International Union against Cancer (UICC), dan the American Joint

Commission on Cancer Staging and End Results Reporting (AJCC). Sistem

staging ini berdasarkan sistem TNM (T = tumor; N = Nodul, M = metastasis).

Tumor primer (T). Klasifikasi tumor primer (T) untuk klinik maupun patologi

adalah sama. Pengukuran yang dilakukan secara pemeriksaan klinik

menggunakan T1, T2, atau T3. Sedangkan pengukuran melalui pemeriksaan

mammografi maupun pemeriksaan patologik, tumor akan diukur hingga

mendekati 0,1 cm. Pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4 (Edge, et al.,

2010).

Universitas Sumatera Utara


21

Tabel 2.3 Sistem Staging pada Kanker Payudara berdasarkan Sistem TNM
(Edge, et al., 2010)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in-situ
Tis (DCIS) Karsinoma duktus in-situ
Tis (LCIS) Karsinoma lobular in-situ
Tis (Paget’s) Penyakit Paget dari putting susu tanpa disertai tumor
Catatan : Penyakit Paget dihubungkan dengan tumor yang
diklasifikasikan berdasarkan ukuran tumor.
T1 Ukuran tumor ≤ 2 cm
T1Mic Terdapat mikroinvasi ≤ 0,1 cm
T1a Ukuran tumor > 0,1 cm, namun < 0,5 cm
T1b Ukuran tumor > 0,5 cm, namun < 1 cm
T1c Ukuran tumor > 1 cm, namun < 2 cm
T2 Ukuran tumor > 2 cm, namun < 5 cm
T3 Ukuran tumor > 5 cm
T4 Berbagai ukuran tumor yang meluas langsung ke dinding dada
(a) atau ke kulit (b) di bawahnya
T4a Tumor meluas ke dinding dada, namun m. pectoralis tidak
terlibat
T4b Terdapat edema (termasuk peau d’orange) maupun tukak pada
kulit payudara, atau adanya nodul kulit satelit pada payudara
yang sama
T4c Terdapat T4a dan T4b
T4d Karsinoma inflamatori

Stadium kanker payudara berdasarkan AJCC seperti yang terdapat pada

tabel 2.4 (Edge, et al., 2010).

Tabel 2.4 Stadium Kanker Payudara Berdasarkan AJCC (Edge, et al., 2010)

Stadium
0 Karsinoma duktal in situ
I Tidak melibatkan kelenjar getah bening
IIa Tumor berukuran 2-5 cm, kelenjar getah bening tidak terlibat, atau ukuran tumor <
2 cm, dan melibatkan kelenjar getah bening aksila.
IIb Tumor berukuran > 5 cm, kelenjar getah bening tidak terlibat, atau ukuran tumor
2-5 cm, dan melibatkan kelenjar getah bening aksila
IIIa Tumor berukuran > 5 cm, kelenjar getah bening terlibat, atau ukuran tumor 2-5
cm, dan melibatkan 4 kelenjar getah bening aksila
IIIb Tumor telah menginvasi ke dinding dada atau kulit dan telah melibatkan < 10
kelenjar getah bening aksila
IIIc Tumor telah bermetastasis ke > 10 kelenjar getah bening aksila, atau > 1 kelenjar
getah bening supraklavikula atau kelenjar getah bening mammary interna
IV Tumor telah bermetastasis jauh

Universitas Sumatera Utara


22

2.1.1.3. Grading kanker payudara

Karsinoma payudara invasif secara morfologi dibagi berdasarkan pola

pertumbuhan (histologic type) dan tingkat diferensiasi (histologic grading) yang

mencerminkan kemiripan tehadap sel epitel payudara normal.

Sistem penggradingan kanker payudara secara mikroskopis (histologic

grading) digunakan secara luas sebagai indikator prognosis sebagai tambahan

untuk karakteristik biologi intrinsik tumor. Histologic grading yang sering

digunakan akhir-akhir ini di Amerika adalah sistem berikut yaitu: (1). Sistem

Scarff Bloom and Richardson (SBR); dan (2). Sistem Black. Sistem penggradingan

Scarff Bloom and Richardson berdasarkan kombinasi grade inti, gambaran

arsitektur pembentukan tubular, dan angka mitotik; sedangkan metode Black

berdasarkan tingkat atipia inti tanpa menilai pola pertumbuhan tumor (Rosai,

2011).

Di Negara Eropa, dalam menilai aktifitas mitotik, Elston-Ellis telah

memperkenalkan modifikasi dari sistem SBR (Nottingham grading system/ NGS)

yang popularitasnya semakin meningkat di Amerika. Relavansi prognostik dari

NGS ditunjukkan oleh studi independent multiple dan telah direkomendasi oleh

berbagai badan professional tingkat Internasional seperti WHO, AJCC (American

Joint Commision on Cancer), Eropean Union (UO), dan UKRC Path (Pathology

Reporting of Breast Disease, 2005).

Sistem penggradingan dari modifikasi sistem SBR (Nottingham grading

system/NGS) menambahkan skor untuk bentuk tubular, inti yang pleomorfik, dan

jumlah mitotik, yang masing-masing diberi angka 1, 2, dan 3. Hasil penjumlahan

skor bernilai 3 sampai 9, yang kemudian dibagi menjadi tiga tingkatan sebagai

Universitas Sumatera Utara


23

berikut: grade I atau well differentiated (3-5 poin); grade II atau intermediate (6-7

poin); dan grade III atau poorly differentiated (8-9 poin). Kriteria yang lebih

spesifik dapat dilihat pada Tabel 2.5 (Elston and Ellis, 1991).

Walaupun penilaian diferensiasi histologi sering bersifat subjektif, namun

NGS mempunyai kriteria yang lebih objektif. Sistem grading ini berdasarkan

evaluasi karakteristik morfologi tumor yang semikuantitatif termasuk bagaimana

kemiripan tumor terhadap arsitektur TDLU payudara normal dan struktur sel

(tingkat diferensiasi ke arah duktus dan lobulus payudara normal), tingkatan

pleomorfisme inti, dan jumlah mitotik untuk mengukur proliferasi.

Tabel 2.5 Sistem Grading pada Kanker Payudara Invasif berdasarkan

Metode Modified Scarf-Bloom and Richardson/Ellis-Elston Nottingham

grading system/ NGS) (Elston and Ellis, 1991)

Score
1 2 3
A. Tubule formation >75% 10-75% < 10%
B. Mitotic count per high-
power field (microscope- < 10 10-20 >20
and field-dependent)
C. Nuclear size and  Near normal (2-  Slightly  Markedly
pleomorphism 3 x red blood enlarged enlarged
cells)
 Little variation  Moderate  Marked
variation variation
Grade I cancer if the total score (A + B + C) is 3 – 5
Grade II cancer if the total score (A + B + C) is 6 or 7
Grade III cancer if the total score (A + B + C) is 8 or 9

Universitas Sumatera Utara


24

2.1.1.4 Ki67

Antigen Ki-67 dikenal juga sebagai Ki-67 atau MKI-67, yang merupakan

protein pada manusia dengan pengkodean gen MKI-67 (antigen yang

teridentifikasi dengan monoclonal antibody Ki-67).

Gerdes, et al. (1991) pertama kali mengidentifikasi Ki67 sebagai suatu

protein inti non-histon di kota Kiel (sehingga disingkat sebagai “Ki”) setelah

dilakukan imunisasi terhadap tikus dengan cell line L428 limfoma Hodgkin

(angka 67 dihubungkan terhadap angka klon pada 96-well plate pada saat

ditemukan).

Ki-67 tertampil pada semua sel yang berproliferasi, namun tidak tertampil

pada sel quiescent, alasan ini yang mendasari Ki67 sebagai petanda untuk

proliferasi sel. Gen Ki67 pada manusia terdapat pada lengan panjang kromosom

10 (10q25) dengan berat molekul 359 kD (Urruticoechea, et al., 2005).

Pada sampel jaringan payudara normal (Harper-Wynne, et al., 2002)

maupun pada jaringan epitel di sekitar fibroadenoma (de Lima, et al., 2003) Ki-67

tertampil dalam kadar yang sangat rendah hanya sekitar < 3%. Proliferasi yang

tidak terkontrol merupakan hallmark dari kanker, termasuk kanker payudara.

Penilaian imunohistokimia nuclear antigen Ki-67 merupakan metode yang telah

digunakan secara luas pada kanker payudara untuk menentukan prognosis,

memprediksi respon atau resistensi terhadap kemoterapi atau terapi endokrin,

memperkirakan residual risk pasien pada terapi standard, dan sebagai suatu

biomarker efikasi pengobatan pada sampel sebelum, selama dan setelah terapi

neoadjuvant terutama terapi endokrin. Pada tanggal 12 Maret 2010, para ahli dari

kelompok the Breast International Group and North American Breast Cancer

Universitas Sumatera Utara


25

Group Biomarker Working Party menetapkan aplikasi penilaian Ki-67

berdasarkan evidence di London (Dowsett, et al., 2011).

2.1.1.5 Infiltrasi sel radang stroma

Pada umumnya infiltrasi sel-sel radang pada stroma pada karsinoma

duktus invasif dan jaringan sekitar tumor merupakan leukosit matur dengan

campuran berbagai sel plasma, neutrofil, sel mast, dan makrofag. Karsinoma

duktus non-medulari dengan reaksi leukosit yang menonjol cendrung mempunyai

nilai prognostik yang buruk, dan sering mempunyai tampilan reseptor estrogen

maupun progesterone yang negatif. Sebukan sel radang leukosit yang dijumpai

adalah sel leukosit T terutama T4 (CD4+) helper dan sel T8 (CD8+) cytotoxic

suppressor. Sel mast pada stroma tumor dapat dideteksi dengan pewarnaan

immune C-Kit (CD117) (Rossen, 2011).

2.1.1.6 Invasi limfovaskular

Nilai prognosa invasi limfovaskular (lymphovascular invasion/LVI) pada

kanker payudara telah menjadi perhatian sejak beberapa dekade yang lalu. LVI

lebih sering terjadi pada pembuluh limfatik dibandingkan pembuluh darah

(Mohammed, et al., 2011).

Emboli tumor pada sistem limfatik payudara memberi prognosa yang

buruk. Definisi pembuluh limfatik adalah pembuluh limfe yang dilapisi oleh sel

endotel tanpa otot polos maupun jaringan elastik. Sedangkan LVI adalah

terdapatnya emboli tumor dalam lumen limfatik atau pembuluh darah di luar

massa tumor primer. Lumen limfatik tidak mengandung sel darah, namun hal ini

Universitas Sumatera Utara


26

masih diperdebatkan, karena pembuluh kapiler juga digolongkan ke dalam

definisi limfatik ini. Ruang/rongga yang bukan pembuluh darah (non-vascular

space) dapat dibentuk oleh sarang-sarang sel tumor di daerah invasif karsinoma

akibat retraksi jaringan pada saat prosesing, yang dikenal sebagai artefak

pengerutan (shrinkage) atau artefak retraksi. Artefak retraksi rongga non-vascular

ini sulit dibedakan dari artefak retraksi rongga limfatik (true lymphatic space).

Artefak retraksi lebih banyak ditemukan pada karsinoma duktal dibandingkan

karsinoma lobular. Karsinoma dengan artefak retraksi cendrung menunjukkan

grading histologi dan grading inti yang tinggi.

Densitas (kepadatan) pembuluh limfatik lebih banyak terdapat pada daerah

di sekitar tumor (peritumoral) dibandingkan stroma intratumoral (Agarval, et al.,

2005). Penilaian LVI lebih baik dilakukan pada parenkim di daerah sekitar

berbatasan invasif tumor. Untuk membedakan artefak retraksi terhadap invasif

limfotik (LI) dibutuhkan pewarnaan imunohistokimia dengan petanda limfatik

primer seperti D2-40 yang disertai/tanpa disertai petanda endotel CD31/34

(Mohammed, et al., 2011).

D2-40 merupakan antibodi monoclonal terhadap podoplanin dengan

tingkat spesifisitas tinggi untuk endotel pembuluh limfatik jaringan normal dan

pembuluh limfatik pada stroma di sekitar karsinoma (Fukunaga, 2005). Pembuluh

darah non-neoplasma dengan D2-40 (+) dan CD31 (-) /CD34 (-) menandai lumen

pembuluh limfatik, sedangkan D2-40 (-) dan CD31 (+)/CD34 (-) menandai lumen

pembuluh darah (Van de Eynden, et al., 2006).

Antibodi monoklonal dan poliklonal terhadap endotel hyaluronan

receptor-1 (LYVE-1) juga digunakan untuk mendeteksi emboli tumor limfatik

Universitas Sumatera Utara


27

pada kanker payudara (Kato, et al., 2005). Tumor emboli limfatik ekstratumoral

pada kanker payudara dijumpai pada 15% dari karsinoma duktal invasif. Emboli

tumor limfatik tidak berpredisposisi terhadap kekambuhan lokal pasien yang

ditangani secara mastektomi, namun berhubungan dengan peningkatan risiko

kekambuhan distal setelah penanganan konservatif, dengan relative risk (RR)

yang mencapai 1,9% (95% CI 1,1-3,5) bila dibandingkan dengan tumor emboli

limfatik peritumoral (Rossen, 2011).

Invasi pembuluh darah didefinisikan sebagai penyusupan sel tumor ke

dalam lumen pembuluh darah arteri atau vena. Struktur pembuluh darah dapat

diidentifikasi dengan adanya dinding otot polos dan jaringan elastis. Pewarnaan

histokimia khusus seperti pewarnaan Orcein atau Verhoeff van Gieson akan

mewarnai jaringan elastis pada dinding pembuluh darah. Jaringan elastik sering

dijumpai mengelilingi duktus pada karsinoma intraduktal payudara pada daerah

invasif tumor, ini mungkin sulit dibedakan dari invasi pembuluh darah.

2.1.1.7 Invasi perineural

Perineural invasion (PNI) merupakan proses invasi sel neoplasma ke

saraf. PNI dikenal juga sebagai neurotropic carcinoma dan dengan penyebaran

perineural. PNI merupakan petanda prognosa buruk pada sebagian keganasan dan

menujukan angka keselamatan yang rendah (Beard, et al., 2004; Law, et al.,

2004).

PNI merupakan suatu keadaan patologi tersendiri tanpa disertai invasi

limfatik maupun invasi pembuluh darah. PNI dapat berasal dari penyebaran

Universitas Sumatera Utara


28

tumor yang letaknya jauh atau merupakan perluasan invasi lokal yang merupakan

jalur untuk metastasis (Liebig, et al., 2009).

Struktur serabut saraf perifer (Gambar 2.1), terdiri dari 3 lapisan jaringan

ikat: (1). Lapisan luar perineurium, (2). Lapisan tengah epineurium, dan (3).

Bagian dalam endoneurium. Epineurium, yang mengikat satu fascicle atau lebih

membentuk satu saraf yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar jaringan ikat

areolar, bundelan kolagen yang longgar, dan lapisan luar serat kolagen yang padat

serta serabut elastin. Di antara jaringan ikat areolar pada bagian luar epineurium,

terdapat jaringan pembuluh darah vasa nervorum, dan pembuluh limfatik

perineural. Pembuluh limfatik tidak menerobos epineurium (Liebig, et al., 2009).

Gambar 2.1 Invasi perineural (Liebig, et al., 2009)

Sel tumor tidak mampu bermigrasi melewati ekstraselular matriks maupun

serabut saraf bila tidak ada proteinases. Matrix metalloproteinases (MMPs), dan

gelatinases (MMP-2 dan MMP-9), mempunyai peranan yang penting dalam

peristiwa PNI. Okada et al. melaporkan bahwa nerve growth factor (NGF)

Universitas Sumatera Utara


29

eksogen meningkatkan tampilan MMP-2 dan invasi sel tumor kanker pankreas.

Efek ini diperantarai oleh ikatan NGF terhadap reseptor tropomyosin receptor

kinase A (trkA), yang tertampil pada sel permukaan tumor, mengaktifkan protein

mitogen kinase signaling pathway p44/42 (Okada, et al., 2004).

2.1.1.8 Angiogenesis

Angiogenesis pada karsinoma payudara menunjukkan kemampuan

jaringan neoplasma untuk merangsang proliferasi pembuluh darah. Pertumbuhan

tumor dapat ditingkatkan oleh pembentukan neovaskularisasi karena peningkatan

perfusi, dan efek mitogenik parakrin faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh sel

endothelial. Angiogenesis pada kanker payudara diperiksa untuk melihat

hubungan vaskularisasi tumor terhadap petanda prognostik dan prognosis.

Penghitungan pembuluh dilakukan pada fokus densitas vaskular yang paling

banyak (hot spots) dengan menghitung jumlah struktur yang terwarnai dengan

pewarnaan imunohistokimia. Biopsi dengan jarum core konvensional tidak

memenuhi syarat untuk memperkirakan angiogenesis (Rosen, 2011).

2.1.1.9 Stromal elastosis

Banyaknya elastosis pada stroma karsinoma duktal invasif dikaitkan

dengan reseptor estrogen yang positif.

2.1.1.10 Mioepitel

Mioepitel pada karsinoma duktal invasif sangat sedikit, ini merupakan

karakteristik untuk membedakannya dari lesi proliferasi jinak payudara, kecuali

Universitas Sumatera Utara


30

pada adenosis microglandular. Namun hilangnya mioepitel tidak terjadi pada

semua kasus karsinoma duktal in situ, oleh sebab itu tidak terdeteksinya

mioepitelium bukan merupakan diagnostik pasti untuk karsinoma duktal invasif.

Reaksi silang terjadi antara stroma dengan petanda mioepitel yang merupakan

faktor confounding yang dapat menimbulkan salah penilaian terhadap mioepitel.

Pemeriksaan imunohistokimia p63 hanya terbatas pada inti sel mioepitel, dan

sering digunakan bersamaan dengan pewarnaan cytokeratin untuk mendeteksi

gambaran pertumbuhan lesi yang dicurigai suatu fokus kecil karsinoma invasif

(Rosen, 2011).

2.1.2 Sub-tipe molekular kanker payudara

Kanker payudara merupakan jenis penyakit yang heterogen dengan

berbagai sub-tipe, beragam ukuran, grading, kemampuan bermetasasis, dan

berbagai prognosis. Teknologi profiling molekuler akhir-akhir ini telah

membuktikan bahwa kanker payudara merupakan penyakit yang heterogen.

Taksonomi molekuler kanker payudara pada sebagian besar sub-tipe biologi

kanker payudara dapat diklasifikasikan berdasarkan profil tampilan gen (Perou, et

al., 2000) dan biomarker histokimia (Carey, et al., 2006). Klasifikasi molekuler

berdasarkan gene expression profiling ini agar dapat diapplikasi di klinik dengan

pemeriksaan imunohistokimia dengan ER, PR, dan HER2. Dengan demikian

pemeriksaan imunohistokimia hampir equivalent dengan sub-tipe molekuler.

Berdasarkan tampilan reseptor hormon estrogen, kanker payudara dapat

dibagi atas dua bagian besar yaitu kanker payudara dengan ER positif dan kanker

payudara dengan ER negatif. Selain hormon estrogen, menurut The St. Gallen

Universitas Sumatera Utara


31

International Consensus Recommendation (2011), kanker payudara invasi juga

dapat diklasifikasikan berdasarkan status ER/PR/HER2 dan karakteristik

klinikopatologi menjadi 5 kelompok (Tabel 2.6) (Goldhirsch, et al., 2011).

Tabel 2.6 Klasifikasi Karsinoma Payudara Invasi berdasarkan Status


ER/PR/HER2 dan Karakteristik Klinikopatologi menurut The St. Gallen
International Consensus Recommendation 2011 (Goldhirsch, et al., 2011)
Group Sub-tipe ER/PR/HER2/Ki67 Karakteristik
Imunohistokimia
I Luminal A-like ER dan/atau PR (+)  ER+/PR+/HER2-
HER2 (-), dan  ER+/PR-/HER2-
Ki-67 < 14%  ER-/PR+/HER2-
II Luminal B-/HER2- ER dan/atau PR (+)  ER+/PR+/HER2-
negative-like HER2 (-), dan  ER+/PR-/HER2-
Ki-67 > 14%  ER-/PR+/HER2-
III Luminal B-/HER2- ER dan/atau PR (+)  ER+/PR+/HER2+
positve-like HER2 (+)  ER+/PR-/HER2+
Ki-67 any  ER-/PR+/HER2+
IV HER2-positive- ER dan PR (-)  ER-/PR-/HER2+
/nonluminal-like HER2 (+)
Ki-67 any
V Triple negative ER dan PR (-)  ER-/PR-/HER2-
HER2 (-)

2.1.2.1 Kanker payudara dengan tampilan Reseptor Estrogen (ER) positif

Tumor dengan ER positif menampilkan reseptor estrogen. Gen yang

meresponi ER dan mengkode ciri khas protein sel epitel luminal dikenal sebagai

kelompok tumor luminal, namun hal ini masih diperdebatkan. Tumor luminal

ditandai dengan ER+, HER2-, Ck5/6- dan EGFR+/–. Tumor luminal dapat di

subklasifikasikan menjadi tumor luminal A dan luminal B (Sorlie, et al., 2003;

Calza, et al., 2006; Hu, et al., 2006). Tumor Luminal A dan Luminal B,

tergantung pada tingkat tampilan gen tertentu serta tampilan gen lainnya baik

untuk proliferasi maupun HER-2 (Sorlie, et al., 2003; Calza, et al., 2006; Hu, et

al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


32

2.1.2.1.1. Tumor luminal A

Tumor luminal A merupakan sub-tipe yang paling banyak (40-55%),

ditandai dengan tampilan ER dan PgR positif, namun tidak menampilkan HER2

(Nielsen, et al., 2004). Tumor luminal A merupakan campuran gambaran sel basal

dan sel luminal (Blick, et al., 2010). Karsinoma payudara dengan ER+

menunjukkan peningkatan transkripsi gen yang merupakan ciri khas untuk sel

luminal. Sebagian besar jenis karsinoma ini dengan diferensiasi baik sampai

diferensiasi sedang, dan lebih sering ditemukan pada wanita post-menopause.

Kanker ini bertumbuh lebih lambat, mempunyai respons yang baik terhadap terapi

hormonal (Kumar, et al., 2010).

2.1.2.1.2. Tumor luminal B

Jenis tumor luminal B merupakan sub-tipe kanker payudara yang

menampilkan ER dan PR positif disertai tampilan HER2 yang berlebihan

dengan/atau angka proliferasi sel yang tinggi (Nielsen, et al., 2004). Prevalensi

jenis tumor ini sekitar 15-20%. Tumor luminal B merupakan campuran gambaran

sel basal dan mesenkim (Blick, et al., 2010). Phenotype tumor luminal B lebih

agresif dan mempunyai prognosa yang lebih buruk dibandingkan tumor luminal A

(Sorlie, et al., 2001), namun prognosanya lebih baik dibandingkan sub-tipe basal-

like dan HER2-enriched (Baselga, 2010; Oldenhuis, et al., 2008). Hampir 30%

dari kanker payudara invasif dengan tampilan ER+ tidak menunjukkan respon

terhadap terapi hormon (Allred, et al., 2004). Cell lines tumor luminal

B/mesenkim menampilkan gambaran antigen CD44+/CD24-/low, gambaran EMT

Universitas Sumatera Utara


33

termasuk E-cadherin dan upregulation selektif ZEB1 (Blick, et al., 2010; Neve, et

al., 2006).

2.1.2.2 Kanker payudara dengan tampilan Reseptor Estrogen (ER) negatif

Hilangnya tampilan reseptor progesteron menunjukkan phenotype

penyakit yang lebih agresif dan kurang tergantung pada signaling estrogen.

Hilangnya PgR dihubungkan dengan penurunan kadar ER, metastasis ke KGB,

aneuploidy, ukuran tumor yang lebih besar, proliferasi yang meningkat, serta

menampilkan growth factor receptors (GFRs) termasuk EGFR dan HER2 (Cui, et

al., 2005).

Terdapat dua sub-tipe karsinoma payudara dengan ER/PR- yaitu: HER2

rich (ER- / PR-/ HER2+); dan Triple negative (ketiga petanda negatif). Sub-tipe

TNBC masih terbagi atas: Basal-like tumor; dan Claudin low tumor.

2.1.2.2.1. HER2-overexpressing (HER2-rich)

HER2 merupakan onkogen kanker payudara, yang juga dikenal sebagai

neu, ErbB-2 dan NGL. HER2 merupakan famili (Bargmann, et al., 1986;

Yamamoto, et al., 1986; Wang, et al., 2010). HER-2 mengkode suatu 185 kDa

reseptor tyrosine-kinase transmembran. Gen HER-2 berlokasi pada amplicon

HER-2 di kromosom 17q21 (Bertucci, et al., 2004; Biswas, et al., 2006).

Tumor HER2 rich mempunyai tampilan protein HER2 yang berlebihan

(overexpressed), namun tumor ini tidak menampilkan reseptor ER maupun PR

(Nielsen, et al., 2004). Tumor HER2 rich menampilkan petanda proliferasi Ki67

(Cheang, et al., 2009), GRB7 (growth factor receptor-bound protein 7), high level

Universitas Sumatera Utara


34

nuclear factor (NF-κB), dan faktor transkripsi GATA4, namun GATA3 minimal

(Biswas and Iglehart, 2006).

2.1.2.2.2. Triple Negative Breast Cancer (TNBC)

Kanker payudara ini tidak menampilkan ER, PgR, maupun HER2 sehingga

dikenal sebagai TNBC (Kreike, et al., 2007; Rakha, et al., 2007). TNBC berkisar

20-25% dari seluruh kanker payudara. TNBC adalah kelompok kanker yang

sangat heterogen. Sub-tipe ini mempunyai gambaran klinik, histopatologi, dan

molekuler yang beragam, dimana sebagian merupakan jenis tumor yang high

grade, dengan angka proliferasi tinggi, bertumbuh agresif dan mempunyai

prognosis buruk (De Laurentiis, et al., 2010). Tumor high grade yang sangat

agresif antara lain karsinoma medulari, karsinoma metaplastik dan karsinoma

duktal invasif, NST Grade 3. Sebagian lagi merupakan tumor low grade yang

bersifat kurang agresif, seperti karsinoma sekretori, karsinoma adenoid cystic,

karsinoma sel acinic, serta karsinoma apokrin (Gambar 2.2) (Hudis and Gianni,

2011).

Universitas Sumatera Utara


35

Gambar 2.2 Triple-negative breast cancer: Range of histology


(Hudis and Gianni, 2011)

Di antara TNBC terdapat sub-tipe basal-like tumor, dan claudin low.

Kasinoma basal-like ditandai dengan tampilan ER–, HER2–, Ck5/6 dan/atau

EGFR+ (Sorlie, et al., 2003; Nielsen, et al., 2004; Shiu, et al., 2008); sedangkan

Claudinlow ditandai dengan tampilan gen claudin low (claudin-4, claudin-7 dan

claudin-3) (Prat, et al., 2010).

Akhir-akhir ini penelitian yang menggunakan dual immuno-fluorescence

labeling menemukan sel epitel yang menampilkan Ck5/19 secara bersamaan pada

kanker payudara sub-tipe claudin-low dan basal-like (Prat, et al., 2010). Sampai

saat ini respon TNBC terhadap kemoterapi buruk (Cleator, et al., 2007).

1. Claudin low

Klasifikasi sub-tipe claudin low teridentifikasi pertama kali pada tahun

2007 (Herschkowitz, 2007). Sub-tipe claudin low dikenal dengan karakteristik

Universitas Sumatera Utara


36

penurunan tampilan protein yang terlibat di dalam tight junction dan adhesi inter

seluler seperti claudin-3, claudin-4, claudin-7, occludins, E-cadherin; yang

semuanya berupa petanda diferensiasi sel epitel luminal, sebaliknya dijumpai

meningkatnya tampilan untuk petanda EMT, gen respon imun serta gambaran

CSC (CD44+/CD24–/low, CD49f+/EpCAM–/low; ALDH-1) (Creighton, et al., 2009;

Prat, et al., 2010; Lim, et al., 2010).

Bertolak belakang dengan sub-tipe basal-like tumor, sub-tipe claudin low

lebih banyak menunjukkan gambaran EMT, lebih berespons terhadap sistem

imun, dan proses biologi yang dihubungkan dengan sel punca (Prat, et al., 2010).

Walaupun sub-tipe claudin low dan basal-like mirip (contohnya: HER2 yang

rendah, cytokeratin luminal), namun kedua sub-tipe ini jelas sangat berbeda.

Claudin low kurang menampilkan gen untuk proliferasi dan siklus pertumbuhan

tumor cendrung lebih lambat dibandingkan sub-tipe basal-like (Prat, et al., 2010).

2. Basal-like tumor

Sub-tipe tumor basal-like merupakan kelompok tumor TNBC yang

heterogen, dan menampilkan berbagai petanda basal. Tumor basal-like terdiri dari

sel primitif yang undifferentiated (Ben-Porath, et al., 2008; Honeth, et al., 2008;

Park, et al., 2010). Tumor ini mirip jaringan payudara normal dengan berbagai

tampilan gen khusus untuk sel adiposa dan sel non-epitel, namun hanya sedikit

yang menampilkan gen untuk sel pelapis epitel luminal.

Gambaran tampilan protein pada sel progenitor payudara fisiologi dan

kanker payudara sangat mirip. Spektrum kanker payudara invasif dapat dilihat

pada gambar 2.3 (Korsching, et al., 2008). Spektrum ini tidak hanya menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


37

berbagai gambaran tampilan protein, namun juga berbagai kelainan sito-genetik.

Pada karsinoma basal terdapat amplikasi EGFR (Reis-Filho, et al., 2005),

kehilangan BRCA1 (Turner, et al., 2004), dan/atau mutasi p53 (Sorlie, et al.,

2003), namun hilangnya kromosom 16q jarang terjadi pada tumor ini (Zhao, et al.,

2004).

Gambar 2.3 Hubungan gambaran tampilan imunohistokimia fisiologi seluler payudara


normal dan perbedaannya terhadap kanker payudara invasi (Korsching, et al., 2008)

Terminologi basal-like lebih dihubungkan terhadap tampilan cytokeratin

daripada histogenesis. Sekitar 60-90% TNBCs terdiri dari kanker payudara basal-

like tumor yang menampilkan cytokeratin CK5 dan CK14, yang merupakan

petanda untuk sel epitel basal (Rakha, et al., 2008). Tampilan kuat EGFR, CK5/6

(cytokeratin 5/6), dan p63 (myoepithelial marker) juga merupakan hallmark untuk

tumor triple-negative basal-like (Visvadar, 2009). CK5, CK5/6, CK14, dan CK17

disebut sebagai ‘basal keratin’ karena lokalisasinya lebih cendrung terdapat di

bagian basal (mioepitel). Namun CK5 lebih sensitif untuk menampilkan

phenotype basal-like tumor dibandingkan CK5/6 (Bhargava, et al., 2008). Petanda

Universitas Sumatera Utara


38

imunohistokimia untuk basal-like, selain ‘basal keratin’ dapat digunakan P-

cadherin, vimentin, EGFR-1 atau HER-1, c-Kit dan IGFR (Rakha, et al., 2008).

Kombinasi pemeriksaan ER (-), HER2/neu (-), dan CK5/6 (+) dalam

mengidentifikasi karsinoma basal-like menunjukkan angka sensitifitas 76% dan

spesifisitas 100% (Nielson, et al., 2004).

Tsuda, et al. (2000), merupakan salah satu orang yang pertama kali

menyatakan bahwa gambaran nekrosis aselular yang luas di bagian sentral pada

comedo-type sebagai petanda kanker payudara basal-like. Selain itu adanya skar

pada bagian sentral, sebukan leukosit peritumoral yang masif, sel-sel spindel, dan

metaplasia skuamous juga telah dibuktikan oleh peneliti lain sebagai gambaran

kanker payudara basal-like (Fulford, et al., 2006; Livasy, et al., 2006). Hampir

semua karsinoma basal-like berada di dalam kategori karsinoma duktal invasif,

NOS (Rosen, 2011). Pada umumnya basal-like carcinoma mempunyai riwayat

klinis maupun gambaran histologi yang agresif. Fulford, et al. (2006)

mendapatkan bahwa sekitar 19,4% gambaran histologi basal-like yang

menampilkan CK14 dihubungkan dengan karsinoma duktal invasif high grade.

Angka mitotik > 40/10 HPF terdapat pada 59% karsinoma basal-like dan 30%

pada karsinoma non basal-like (Nielsen, et al., 2004).

Penelitian Honeth, et al. (2008) mendapatkan bahwa populasi CSCs paling

banyak terdapat pada tumor payudara basal-like, terutama BRCA1 herediter.

Tumor basal-like yang banyak mengandung CSCs juga menampilkan gambaran

EMT (Sarrio, et al., 2008).

Tampilan SLUG yang dirangsang hipoksia dihubungkan dengan

karakteristik phenotype kanker payudara basal-like dengan gen pengatur CD133

Universitas Sumatera Utara


39

dan Bmi (Storci, et al., 2008). Perluasan abnormal sub-populasi progenitor luminal

pada jaringan pre-neoplastik dari carrier BRCA-1 berpredisposisi menjadi tumor

payudara basal-like (Lim, et al., 2009).

3. IFN-α (Interferon-α) rich / Immunomodulatory sub-type

Sebukan sel-sel radang dan disfungsi sel imun yang dijumpai pada

berbagai jenis keganasan telah banyak diteliti sebelumnya. Peranan dendritik

plasmatoid (pDC/ plasmcytoid dendritic cell) pada sampai saat belum diketahui

secara pasti, namun keadaan ini menunjukkan toleransi yang bersifat patologis.

Sebagian besar kanker payudara mempunyai sebukan sel-sel radang yang masif.

Terdapatnya sebaran pDC pada tumor payudara primer memberikan prognosis

buruk pada penderita kanker payudara (Joyce, J.A. and Pollard, J.W., 2009).

Kelainan fungsi tumor-associated dendritic cells (TADC) berperan penting dalam

imunitas anti-tumor seperti memobilisasi immunosupresi regulatory T cells (Treg)

yang dapat men-‘shut-down’ respon imun dan berkaitan dengan toleransi tumor

(Zitvogel, et al., 2006). Dalam immunosurveilance pDC berperanan sebagai anti-

viral dengan menghasilkan interferon tipe-1 (IFN-1) dalam meresponi virus DNA

maupun RNA.

IFN ditemukan pertama kali pada tahun 1957 oleh Isaacs dan Lindenmann

sebagai protein di dalam dan dapat menghambat replikasi virus pada kultur sel

(Isaacs and Lindenmann, 1957). Ada tiga jenis IFN yaitu IFN tipe I, IFN tipe II,

dan IFN tipe III (Pestka, et al., 2004; Vilcek, 2003). Semua sub-tipe IFN berperan

penting untuk melawan infeksi virus. Pada manusia, IFN tipe I terdiri dari IFN-α,

IFN-β, IFNε, IFN-κ, dan IFN-ω (Pestka, et al., 2004). IFN-I yang berperan utama

Universitas Sumatera Utara


40

dalam imunologi adalah IFN-α,dan IFN-β. Kedua IFN ini dihasilkan oleh hampir

semua sel dalam tubuh dalam meresponi terhadap infeksi virus. IFN-α merupakan

kelompok famili multigenik polipeptida homolog yang dikode oleh lebih dari 13

intron. IFN-β terdiri dari gen tunggal. IFN tipe II terdiri dari IFN-γ, dengan

struktur dan reseptor permukaan sel yaitu interferon gamma receptor (IFNGR)

yang berbeda dari IFN tipe I. IFN-γR terdiri dari dua sub-unit yaitu IFN-γR1 dan

IFN-γR2 (Pestka, et al., 2004). IFN tipe III terdiri dari 3 molekul IFN tipe I (IFN-

l1, IFN-l2, dan IFN-l3) yang menghantarkan signal melalui reseptor kompleks

yang terdiri dari 2 sub-unit reseptor interleukin-10 (IL-10R2) dan sub-unit reseptor

alfa IL-28 (IL-28Ra) (Vilcek, 2003).

IFN merangsang tampilan berbagai gen, yang memperantarai berbagai

respon biologi. Walaupun peran IFN-II dan IFN-III sangat penting dalam respon

imun, namun secara klinis baik IFN-II maupun IFN-III belum menunjukkan

aktifitas untuk pengobatan terhadap kanker (Miller, et al., 2009; Vilcek, 2003).

Pada penelitian in vitro, konsentrasi IFN-α yang tinggi dapat merangsang

apoptosis cell lines kanker (Yoshida, et al., 2004). Walaupun mekanismenya

masih belum jelas, IFN-α melibatkan jalur signaling intraseluler Jak1 dan Stat1

(signal transduction activation transcription factor-1) (Bianchini, et al., 2006).

IFN-α dihasilkan oleh mesenchymal stem cells (MSC) yang terekrut ke daerah

tumor dan dapat menghambat pertumbuhan tumor.

MSC merupakan sel progenitor yang terdapat pada jaringan dewasa di

berbagai organ dalam tubuh. MSC berasal dari sumsum tulang, dapat

berdiferensiasi menjadi garis keturunan jaringan ikat seperti tulang, tulang rawan,

jaringan lemak, dan jaringan lainnya (Oreffo, et al., 2005). Ciri utama MSC adalah

Universitas Sumatera Utara


41

kemampuan migrasi ke daerah sel tumor melalui chemoattraction oleh faktor

yang dihasilkan sel tumor (Hall, et al., 2007; Nakamizo, et al., 2005), chemokine

peradangan lokal dan sitokin yang merangsang invasi tumor (Ponte, et al., 2007;

Studeny, et al., 2004). Pertumbuhan dan invasi tumor membentuk lingkungan

mikro yang merangsang sekresi faktor untuk menarik MSC bermigrasi ke daerah

tumor (Birnbaum, et al., 2007). Lingkungan mikro tumor memberi kemampuan

MSC untuk mengerahkan protein penghambat pertumbuhan seperti IFN-α yang

membentuk lingkungan mikro yang tidak ramah untuk pertumbuhan tumor (Ling,

et al., 2010).

4. Insulin-like Growth Factors (IGFs) rich sub-type

IGF1R dapat ditemukan pada semua sub-tipe kanker payudara. Insulin and

IGFR - mediated molecular pathways merupakan efektor penting untuk terjadi

transformasi neoplasma dan proliferasi pada kanker payudara. Prognosa dan

prediktif IGF-1R masih belum jelas sampai saat ini (Yerushalmi, et al., 2012).

Pasien dengan ER negatif dan IGF-1R positif mempunyai prognosis yang buruk

(Railo, et al, 1994). Namun ini bertolak belakang pada penelitian lainnya yang

melaporkan bahwa IGF-IR merupakan salah satu petanda yang dapat diterapkan

untuk faktor prognosis baik (Shin, et al., 2007). Penderita karsinoma payudara

dini yang menampilkan IGF-1R kuat mempunyai prognosa yang baik, namun

prognosanya beragam di antara berbagai sub-tipe kanker payudara. Perbedaan

teknik penilaian petanda dan pendefinisian tampilan dapat menimbulkan

perbedaan prognostik (Yerushalmi, et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


42

5. Unclassified breast carcinoma

Sub-tipe ini tidak menampilkan semua petanda tumor untuk kanker

payudara (Nielsen, et al., 2004). Kelompok ini diduga juga heterogen, dan masih

perlu diteliti lebih mendalam untuk menentukan spesifikasinya.

2.2 Patologi Molekular Kanker Payudara

Kanker payudara diduga berasal dari sel punca atau sel progenitor yang

mengalami kelainan dalam pengaturan proses self renewal. Li, et al. (2007),

melaporkan bahwa fusi onkogen ETV6/NTRK3 mengakibatkan sel progenitor

payudara berkembang menjadi kanker payudara pada tikus percobaan. Sel

punca/sel progenitor yang mengalami transformasi juga ditemukan pada model

karsinogenesis MMTV (mouse mammary tumor virus) (Smith, 2005). Penelitian

pada tumor MMTV-Wnt dan MMTV-Neu menunjukkan bahwa tumor MMTV-Wnt

mengandung bipoten sel progenitor primitif yang berkembang menjadi sel epitel

dan mioepitel, sedangkan MMTV-Neu hanya menunjukkan diferensiasi sel

luminal (Stingl, et al., 2006). Hal ini mendukung teori karsinogenesis yang

menerangkan aspek heterogenitas molekuler yang dijumpai pada kanker payudara

manusia. Phenotype molekuler yang ditemukan pada analisis tampilan gen

menunjukkan perbedaan sel asal maupun profil mutasi pada kanker payudara.

Berikut ini adalah molecular pathway yang berperan di dalam karsinogenesis

kanker payudara.

Universitas Sumatera Utara


43

2.2.1 DNA repair pathways

Tubuh mempunyai netwok signaling kompleks yang bertujuan memonitor

integritas gen selama replikasi DNA, menghentikan siklus sel, untuk perbaikan

DNA ataupun mengaktifkan apoptotis bila terjadi kesalahan. Bila terdeteksi

adanya kerusakan DNA, maka checkpoint (Chk) signal network akan teraktifasi,

dan siklus sel akan dihentikan sehingga proses perbaikan DNA akan berlangsung.

Kerusakan DNA yang tidak diperbaiki, akan menimbulkan mutasi atau kematian

sel. Pada sel kanker yang telah mengalami perubahan genetik berupa mutasi akan

terjadi gangguan pengontrolan dan pembatasan DNA repair pahway (Wade and

Elledge, 2007; O’Connor, et al., 2007).

Untuk memperbaiki kerusakan DNA, terdapat sejumlah mekanisme

perbaikan DNA yang terdiri dari DNA single-strand break (SSB) dan double-

strand break (DSB). Mekanisme perbaikan DNA SSB termasuk base excision

repair, nucleotide excision repair, dan mismatch repair (MMR). Mekanisme

perbaikan DNA DSB termasuk rekombinasi homolog dan non-homolog end

joining (Gambar 2.4).

Universitas Sumatera Utara


44

Gambar 2.4 Mekanisme perbaikan DNA. Penurunan kemampuan perbaikan DNA (seperti
defisiensi BRCA1/2 and mekanisme lainnya [warna merah oval]) mungkin menjadi
pencetus kanker. ATM = ataxia-telangeiectasia mutated gene; DNA-PK = DNA-
dependent protein kinase (Yap, et al., 2011)

Rusaknya DNA memicu perekrutan berbagai protein kompleks (sensor),

yang selanjutnya mengaktifkan transducer ataxia telangiectesia mutated (ATM)

dan ATR (ATM and Rad3 related). ATR termasuk famili phosphoinositide 3-

kinase–like kinase. ATR teraktifasi karena single strand breaks (SBBs) yang

terpisah dari replikasi forks, sedangkan ATM berespons terhadap double strand

breaks (DBBs) akibat ionizing radiation dan kerusakan DNA lainnya (O’Driscoll

and Jeggo, 2006). Bila ATM dan ATR teraktifasi, akan timbul kaskade yang

mengakibatkan terhindarnya sel dari siklus sel dan terjadi perbaikan DNA

(Andreassen, et al., 2006; Zhou and Bartek, 2004).

Chk1 dan Chk2 merupakan checkpoint kinases downstream dari ATM dan

ATR, yang berperan penting untuk menentukan respon seluler terhadap kerusakan

DNA. Chk1 adalah kinase serine/threonine yang teraktifasi memfosforilasi

berbagai residu serine protein phosphatase Cdc25a, yang kemudian memfasilitasi

Universitas Sumatera Utara


45

pengikatan ubiquitin oleh ubiquitin ligases (Ashwell and Zabludoff, 2008).

Ubiquitination menyebabkan proteolysis dan mengurangi kemampuan siklus sel

berlangsung fase S. Chk1 juga memfosforilasi Cdc25c, mencegah defosforilasi

dan pengaktifkan CDK1, sehingga menghindari siklus sel pada fase G2. Penelitian

dengan siRNA yang menunjukkan peranan penting Chk1 dalam pengaturan

checkpoints pada fase S, intra-S, dan fase G2 - M.

Gambar 2.5 Serine/threonine kinase (Chk1 dan Chk2 kinase) diaktifkan oleh ATM dan
ATR kinase dalam meresponi kerusakan DNA (Sancar, 2004)

Kaskade signaling kompleks yang saling berhubungan secara khusus

mengatur penghindaran siklus sel setelah terjadi kerusakan DNA. Ini terdiri dari 3

komponen utama yaitu bagian sensor, signal transducers, dan efektor (Gambar

2.5) (Sancar, 2004).

Universitas Sumatera Utara


46

Aktifasi Chk2 diawali oleh single strand breaks (SSBs), seperti replikasi

stres atau agen kemoterapi. Bila Chk2 teraktifasi, protein efektor Cdc25a, Cdc25c,

dan p53 akan teraktifasi sama seperti keadaan bila Chk1 teraktifasi (Ahn, et al.,

2004).

PARP inhibitor dapat dipakai pada pengobatan terhadap kanker, karena

mutasi BRCA1/2 (Bolderson, 2009; Rowe and Glazer, 2010). Sel BRCA mutant

tergantung pada DNA repair pathways lainnya, seperti base excision repair, yang

mencegah perkembangan DSBs, yang berkompensasi terhadap ketidakmampuan

perbaikan DSBs oleh HR. Bila PARP dan perbaikan base excision dihambat, SSBs

yang tidak diperbaiki akan menyebabkan kolapsnya replication forks, sehingga

menyebabkan kematian sel. Sintetik lethality menghadirkan suatu strategi baru

pengobatan kanker (Rowe and Glazer, 2010).

Kekurangan perbaikan DNA merupakan ciri dari TNBC (Schneider, et al.,

2008). TNBC menunjukkan kelainan copy DNA yang berlebihan (Bergamaschi, et

al., 2006) dan loss of heterozygosity (LOH) sehingga terjadi ketidakstabilan

genomik (Wang, et al., 2004).

2.2.2 Survival proliferation pathways

2.2.2.1 PTEN (Phosphatase and tensin homologue)

PTEN merupakan gen pengatur yang dapat dijumpai pada hampir seluruh

jaringan di tubuh dan berfungsi sebagai supressor tumor. Dalam keadaan normal

protein PTEN mengatur siklus pembelahan sel. Protein PTEN memberi signal ke

sel untuk menghentikan siklus pembelahan dan mengatur proses apoptosis. Selain

itu protein PTEN juga mengontrol pergerakan sel (migrasi), adhesi sel ke jaringan

Universitas Sumatera Utara


47

sekitar dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis). Fungsi PTEN

adalah untuk mencegah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol.

Tumor suppressor PTEN pertama kali teridentifikasi pada tahun 1997

melalui mapping delesi pada kanker otak, payudara dan prostat. PTEN terdapat

pada kromosom 10q23.3 yang terdiri dari 9 exons. Fungsi tumor supresor PTEN

membutuhkan domain fosfatase dan domain ikatan membran lipid (C2) (Gambar

2.6).

Gambar 2.6 Skema protein PTEN (Hollander, et al., 2011)

.
Domain fosfatase (katalitik) (asam amino 14-185) dengan bagian aktifnya

terdapat di asam amino 123-130, dan domain C2 (lipid membrane-binding) (asam

amino 90-350). Domain penting lainnya yaitu domain PDZ-binding (asam amino

401-403) yang mengikat protein domain PDZ, dan bagian terminal carboxy (asam

amino 351-400), yang terdiri dari sekuensi PEST yang berperan untuk kestabilan

dan aktifitas protein (Hollander, et al., 2011).

Aktifitas mTOR juga meningkat bila aktifitas PTEN hilang. mTOR

mempunyai target yang penting termasuk AKT, protein ribosom kinase S6 (S6K;

dikode dengan RPS6KB1 dan TPS6KB2) (protein yang dibutuhkan untuk translasi

protein), dan eukaryotic initiation factor 4E binding protein (4EBP1; dikode

dengan EIF4EBP1) (Dowling, et al., 2010). Ada dua kompleks protein mTOR

yang berbeda yaitu TORC1 dan TORC2. Hambatan TORC1 oleh obat-obatan

seperti rapamycin dapat mengaktifkan AKT dengan me-non-aktifkan suatu

Universitas Sumatera Utara


48

negative-feedback loop yang diperantarai oleh S6K dan insulin receptor substrate

1 (IRS1) (Sarbassov, et al., 2005).

Aktifitas gen supressor tumor tergantung pada aktifitas fosfatase lipid,

yang memberi pengaturan negatif terhadap PI3K–AKT–mTOR pathway

(Hollander, et al., 2011). PTEN adalah lipid phosphatase yang mengatur

phosphoinositide-3 kinase Akt signaling (Rossi and Weissman, 2006). Hal ini

mendukung perkembangan inhibitor AKT atau mTOR untuk sel punca payudara

normal dan yang ganas. Phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K) pathway berperan

dalam inisiasi dan perkembangan kanker payudara pada manusia. Kelainan pada

PI3K pathway dijumpai pada hampir 50% kasus kanker payudara (Isakoff, et al.,

2005; Bunney and Katan, 2010). Aktifasi PI3K pathway terjadi dalam melalui

reseptor faktor pertumbuhan atau integrin pathways.

Delesi PTEN dapat menimbulkan pembentukan tumor. Pada kanker

sporadik sering terjadi penginaktifan PTEN. Delesi PTEN mempunyai efek yang

sama pada sel punca payudara normal maupun ganas, karena delesi PTEN dapat

meningkatkan kemampuan self-renewal sel punca normal dan meningkatkan

pembentukan sel tumor. Hilangnya gen PTEN dijumpai pada hampir 40% kasus

kanker payudara (Panigrahi, et al., 2004). Mutasi gen BRCA1 akan diikuti oleh

mikro delesi PTEN (Saal, et al., 2008).

Fungsi PTEN bertolak belakang dengan PI3K, PTEN meng-inaktifkan

AKT (downstream target yang penting). Bila aktifitas PTEN menurun/hilang, PI3k

akan mengaktifkan AKT melalui aktifasi upstream kinase phosphoinositide-

dependent kinase-1 (PDK1; dikode dengan PDPK1).

Universitas Sumatera Utara


49

Gambar 2.7 Canonical PTEN–PI3K–AKT–mTOR pathway. Protein yang menjadi target


obat-obatan ditandai dengan warna merah. Keterangan: BAD, BCL-2-associated agonist
of cell death; GSK3, glycogen synthase kinase 3; MAP3K5, apoptosis signal regulator
kinase 1 (Hollander, et al., 2011)

Pengaturan upstream pathway lainnya termasuk receptor tyrosine kinases

(RTKs) seperti Erbb2 dan EGFR penting pada kanker payudara dan kanker paru

(Hynes and MacDonald, 2009). Target downstream AKT, seperti p27, p21, FOXO

dan PAWR (yang juga dikenal sebagai PAR4) terlibat penting dalam berbagai

fungsi pertumbuhan dan keselamatan sel tumor (Manning and Cantley, 2007).

2.2.2.2 EGFR (Epidermal growth factor receptor) signaling pathway

Reseptor tyrosine kinase EGFR tertampil pada 30-52% TNBC (Rakha, et

al., 2007a) yang berprognosis buruk (Nielsen, et al., 2004; Viale, et al., 2009;

Reis-Filho, et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


50

EGFR merupakan salah satu famili dari empat protein reseptor faktor

pertumbuhan transmembrane yang mempunyai struktur dan fungsi yang hampir

sama. Reseptor ini dikenal juga sebagai c-erbB atau HER, famili dari reseptor

tyrosine kinases. EGFR (HER-1, c-erbB-1) merupakan reseptor yang pertama kali

didiskripsi. EGFR adalah glikoprotein dengan berat molekul 170 kDa yang terdiri

dari domain ekstraselular (630 residues), daerah transmembrane (23 residues),

dan domain tyrosine kinase intraseluler (260 residues) (Gambar 2.10) (Herbst,

2004). EGFR teraktifasi dengan terikatnya growth factors dari famili epidermal

growth factor yang dihasilkan oleh sel tumor sendiri (autocrine secretion), atau

oleh sel di sekitarnya (paracrine secretion) (Gambar 2.8) (Yarden and

Sliwkowski, 2001).

Gambar 2.8 Domain organisasi reseptor HER. Digunakan nomenklatur domain I, II, III,
dan IV. Nomenklatur lain juga sering digunakan seperti domain L1, CR1, L2, CR2
(Jorissen, 2003). Jumlah residue untuk domain boundaries adalah untuk EGFR (Burgess,
2003)

Universitas Sumatera Utara


51
4

Ligands EGFR termasuk EGF, transforming-growth factor-α (TGF-α),

amphiregulin, betacellulin, heparin binding growth factor (HB-EGF) dan

epiregulin (Normanno, 2006).

Domain ekstraselular EGFR mempunyai empat sub-domain yang berbeda

(I-IV) (Gambar 2.8). Daerah II dan IV banyak mengandung cysteine residues

yang membentuk sejumlah ikatan disulfide pada masing-masing region (Burgess,

2003; Ferguson, 2003). Sub-domain I dan III mempunyai lipatan β-helical yang

penting untuk ligand binding. Interaksi reseptor ke reseptor secara langsung

dipromosi oleh dimerisation loop pada sub-domain II. Pada struktur kristal EGFR

yang terikat pada EGF, dimerisation loop menonjol keluar dari permukaan EGFR

dan memperantarai interaksi dengan molekul EGFR lainnya untuk membentuk

suatu dimer, yang mengikat EGF dengan kompleks dua reseptor dengan

stoichiometry 1:1 (Jorissen, 2003).

Domain transmembrane EGFR terdiri dari 23 asam amino. Dimerisasi

reseptor (Schlessinger, 2002), menyebabkan aligning domain intracellular kinase,

melalui gerakan Twisting (Moriki, et al., 2001).

Semua protein signalling secara langsung berhubungan dengan EGFR.

Perekrutan signalling proteins ini mengaktifkan intracellular signalling pathways,

termasuk pathways Ras/Raf/mitogen-activated protein kinase (MAPK) dan

phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K)/Akt (Gambar 2.9).

Universitas Sumatera Utara


52
4

Gambar 2.9 Mekanisme aksi dari reseptor ErbB pada sel tumor, seperti EGFR. Ikatan
ligands pada domain ekstraselular EGFR menimbulkan dimerisasi reseptor, aktifasi
tyrosine kinase dan trans-phosphorylation (P). Reseptor yang teraktifasi akan berinteraksi
dengan beragam signalling molecules yang menghantarkan signal di dalam sel
(Normanno, 2006)

Mutasi EGFR biasanya berupa delesi exon 19 dan substitusi L858R pada

exon 21, serta mutasi pada exon 18. Kelompok di sekitar ATP-binding pocket dari

domain tyrosine kinase EGFR, membentuk ligand independent reseptor yang aktif

secara konstitusi dengan jangka waktu aktifasi lebih memanjang dibandingkan

dengan wild-type EGFR. Mutasi exon 20 dikaitkan dengan resistensi terhadap

terapi anti-EGFR (Yasuda, et al., 2012; Murray, et al., 2008; Linardou, et al.,

2009; Teng, et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


53
4

Mutasi EGFR pada TNBC diperkirakan memberi sensitifitas terhadap

EGFR inhibitors. Teng, et al. (2011) melaporkan bahwa pada 11.4% dari TNBC

terdapat mutasi EGFR pada exon 19 atau exon 21.

Hasil penelitian terapi target dengan anti-EGFR pada TNBC masih

mengecewakan (Dickler, et al., 2008; Dickler, et al., 2009; Gutteridge, et al.,

2010; Green, et al., 2009).

2.2.3 Stem cell self renewal differentiation pathways

2.2.3.1 Notch signaling pathway

Notch signaling pathway penting untuk mempromosi MaSCs

menghasilkan garis keturunan sel luminal dan sel mioepitel (Bouras, et al., 2008;

Raouf, et al., 2008). Pada jaringan payudara manusia, Notch-3 merupakan

pengatur primer utama yang dibutuhkan untuk menentukan differensiasi sel

luminal. Pada saat hamil, signaling Notch juga berperan mengontrol

keseimbangan garis keturunan sel alveoli kelenjar payudara (Buono, et al., 2006).

Notch ligands dan Reseptor Notch. Notch signaling terdiri dari protein

yang terikat pada membran (membrane-tethered), yang mengikat suatu proteolitik

ligand yang menghasilkan faktor transkripsi intra cytoplasmic yang menuju inti.

Pada mammalia, ada empat reseptor Notch transmembran yaitu Notch 1-4, yang

berinteraksi dengan ligand (Notch ligand) yaitu Delta-like 1, Delta-like 3, Delta-

like 4, Jagged 1, dan Jagged 2. Jagged ligand mempunyai domain yang kaya akan

cystein. Protein dari Fringe family (Lunatic, Manic dan Radical Fringe)

memodulasi interaksi ini (Miele, et al., 2006). Bagian sitoplasmik ligand ini tidak

Universitas Sumatera Utara


54
4

khas, kecuali domain C-terminal yang mengandung motif ikatan PDZ (Pintar, et

al., 2007).

Keempat reseptor Notch menggunakan signaling pathway yang sama,

diaktifkan oleh Notch ligand pada satu sel yang mengikat domain ekstraselular

reseptor Notch pada sel di sebelahnya. Reseptor Notch ligand–kompleks

mengalami beberapa pemecahan proteolitik. Ikatan antara ligand dan reseptor

Notch mengaktifkan proteolisis yang melibatkan famili ADAM protease dimana

reseptor pada membran dipotong oleh γ secretase (presenilin). Awalnya

proteolisis diperantarai oleh famili ADAM/TACE proteases pada bagian

ekstraselular reseptor (S2), di antara residu Ala (1710) dan Val (1711) residues.

Ada sekitar 12 asam amino pada bagian luar domain transmembran yang disebut

NEXT. Selanjutnya NEXT (notch extracellular truncation) berikatan dengan γ-

secretase kompleks yang terdiri dari 2 protein utama yaitu presenilin dan

nicastrin. Presenilin adalah komponen katalitik dari γ-secretase, sedangkan

nicastrin adalah non-katalitik namun mempromosi proses maturasi trafficking

protein lain pada kompleks ini (Zhang, et al., 2005). γ-Secretase memotong

NEXT, melepaskan intracellular domain of Notch (NICD) yang bertranslokasi ke

inti dan berikatan dengan CSL (CBF-1/C-promoter binding factor-1, suppressor

Hairless dan Lag-1), suatu transcriptional repressor utama. Setelah mengikat

Notch, CSL menjadi suatu transcriptional activator yang mengikat co-faktor lain

seperti protein mastermind-like (MAML), merangsang transkripsi downstream

targets termasuk beberapa gen Hairy/Enhancer of Split (Hes, Hey), pTa, dan

Notch1. Protein Hes dan Hey mengadung domain dasar, yang menentukan ikatan

spesifik dengan DNA dan domain helix-loop-helix untuk membentuk homodimer

Universitas Sumatera Utara


55
4

atau heterodimer. Melalui interaksi dengan co-repressors atau transcriptional

activators, dimer protein hes dan hey mengatur transkripsi gen (Lai, 2004).

Setelah mengalami proteolisis, domain intraseluler Notch berpindah ke inti

untuk beraksi dengan target downstream-nya seperti faktor transkripsi Hes dan

Hay (Miele, et al., 2006). Penurunan tampilan Notch inhibitor NUMB terdapat

pada sekitar 40% kasus kanker payudara (Pece, et al., 2004). Dontu, et al. (2004),

menunjukkan bahwa aktifasi Notch mengatur pembelahan sel punca payudara

yang asimetris dan mempromosi self renewal. Enzim γ-secretase dibutuhkan

untuk memprosesing Notch dan menghambat Notch signaling (Kakarala and

Wicha, 2008).

Gambar 2.10 Reseptor membrane-tethered Notch diaktifasi dengan mengikat ligand pada
sel di sebelahnya, mengawali pemicu ikatan dengan ADAM17/TACE metalloprotease,
selanjutnya dihasilkan NEXT yang akan berikatan dengan γ-secretase, dan melepaskan
domain intraseluler Notch (NICD). NICD akan berpindah ke inti, menyebabkan
transaktifasi gen target downstream termasuk beberapa gen (Hes, Hey). Signaling
pathways yang berinteraksi dengan Notch dalam perubahan bentuk sel epitel payudara.
Termasuk ER pathway, Her2 dan VEGFR. Inhibitor farmakologi pathway ini dengan GSI
sedang di teliti pada kanker payudara (Pintar, et al., 2007; Al-Hussaini, et al., 2010)

Universitas Sumatera Utara


56
4

Target transkripsi ini termasuk pengaturan siklus sel (p21 dan cyclin D1),

faktor transkripsi (c-Myc, NF-Kb2), reseptor faktor pertumbuhan (HER2),

pengatur angiogenesis dan apoptosis (Gambar 2.10) ((Pintar, et al., 2007; Al-

Hussaini, et al., 2010). Notch pathway dapat memberi efek downstream terhadap

pertumbuhan sel, diferensiasi, angiogenesis dan apoptosis.

Pada kanker payudara murine, lokus Notch 4 merupakan daerah integrasi

MMTV (mouse mammary tumor virus), yang paling sering merangsang

pertumbuhan adenokarsinoma payudara. Insersi MMTV terutama menampilkan

ligand-independent Notch 4 ICD yang meningkatkan aktifasi gen target Notch.

Notch 3 berperan spesifik dalam proliferasi pada cell line kanker payudara dengan

Erb2-yang negatif (Yamaguchi, et al., 2008).

Pada suatu studi kanker payudara primer pada manusia, dijumpai tampilan

mRNA Jag1 yang tinggi dan/atau Notch1 yang tinggi pada tumor yang

mempunyai klinis yang buruk dan indikator prognostik jelek (Dickson, et al.,

2008; Reedijk, et al., 2008). NUMB merupakan suatu pengatur negatif terhadap

Notch pathway. Tumor dengan kehilangan NUMB lebih dari 50% melalui

degradasi proteosomal, dikaitkan dengan grade tumor yang lebih tinggi (Pece, et

al., 2004).

2.2.3.2 Wnt signaling pathway

Wnt signaling terlibat dalam pengaturan self-renewal dan differensiasi sel

punca. Peran Wnt signaling pathway pertama kali teridentifikasi dalam

perkembangan payudara embrionik normal dan perkembangan kanker. Jalur Wnt

signaling penting dalam perkembangan, mengontrol komunikasi dari satu sel ke

Universitas Sumatera Utara


57
4

sel lainnya untuk proliferasi dan diferensiasi sel selama masa perkembangan

embrio, serta proses penyembuhan pada jaringan dewasa (Logan and Nusse, 2004;

Lie, et al., 2005). Selain itu juga penting untuk migrasi, invasi, adhesi dan

keselamatan sel. Embrio yang menampilkan canonical Wnt inhibitor Dkk1 dapat

menghambat secara komplet pembentukan placodes payudara, dan tikus dengan

defisiensi Lef1 gagal membentuk buds payudara. Keadaan ini menunjukkan

bahwa Wnt signaling dibutuhkan untuk perkembangan payudara pada masa

embrionik (Turashvili, 2006). Jalur Wnt signaling juga dibutuhkan untuk menjaga

jaringan dewasa seperti tulang, jantung, otot, dan sebagainya. Mutasi jalur ini

pada orang dewasa dapat menimbulkan penyakit degenerasi dan kanker (Clevers

and Nusse, 2012; Gabrovska, et al., 2012). Jalur Wnt signaling merupakan

network protein yang menghantarkan signal dari reseptor permukaan sel melalui

sitoplasma menuju inti. Aktifasi canonical Wnt pathway dimulai dari ikatan

protein Wnt pada reseptor permukaan membran Frizzle di daerah N-terminal

extra-cellular cysteine-rich domain dari reseptor family Frizzled (Fz) dan low-

density lipoprotein receptor-related protein LRP5 dan LRP6. Signaling ini

meningkatkan β-catenin sitoplasmik, yang ber-translokasi ke inti bila berikatan

dengan faktor transkripsi famili Lef1/TCF (Rao and Kuhl, 2010).

Universitas Sumatera Utara


58
4

Gambar 2.11 The canonical Wnt signaling pathway. (A) Absennya Wnt ligand,
perekrutan APC/Axin/GSK3β complex dan phosphorylates β-catenin. Phosphorylated β-
catenin dikenali dan ditandai untuk degradasi oleh E3 ubiquitin ligase (β-Trcp). Gen
target Wnt ter-repressed oleh TCF-TLE/Groucho dan histone deacetylases (HDAC). (B)
Ikatan antara Wnt ligand dengan Frizzled dan LRP5/6 merekrut Dvl, sehingga terjadi
fosforilasi LRP5/6 dan perekrutan Axin. Pecahnya kompleks APC/Axin/GSK3β
menyebabkan penimbunan cytoplasmic β-catenin, yang bertranslokasi ke inti dan
merangsang transkripsi gen target Wnt (MacDonald, et al., 2009)

2.2.3.3 Bmi-1 (B-Cell-specific moloney murine leukemia virus integration

site- 1)

Protein Bmi-1 merupakan protein pengatur self-renewal sel punca pada

berbagai jenis jaringan, berperan sebagai epigenetic silencer yang mempengaruhi

susunan kromatin dan identitas sel (Buszczak and Spradling, 2006; Sparmann and

van Lohuizen, 2006). Aktifitas MaSC pada perkembangan kelenjar payudara

tergantung pada Bmi-1 (Pietersen, et al., 2008), Bmi-1 mempromosi pembentukan

mammosphere pada manusia, namun ekspresinya berlebihan pada kanker

payudara. Bmi-1 berfungsi untuk mempertahankan proliferasi sel progenitor

payudara. Bila terdapat defisiensi Bmi-1 pada jaringan maka akan terjadi

diferensiasi sel alveolar prekoks (Liu, et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


59
4

Bmi-1 berperan penting dalam pengaturan sel punca melalui aktifasi

berbagai Bmi-1 pathways, yang di-upregulated oleh SALL4 dan Hedgehog (Hh)

signaling (Gambar 2.12). Pengaturan stem cell self-renewal adalah melalui

penekanan terhadap gen Hox, gen lokus INK4a, p16INK4a dan p19ARF, serta

aktifasi telomerase, faktor transkripsi GATA3, dan NF-kB pathway. Gen-gen dan

signaling ini berperan dalam stem cell fate decisions termasuk mencegah proses

penuaan, apoptosis dan diferensiasi, serta merangsang immortalisasi dan

mempromosi proliferasi (Jiang, 2009).

Gambar 2.12 Peran Bmi-1 dalam pengaturan sel punca (Jiang, 2009)

2.2.3.4 Hedgehog (Hh)

Jalur Hedgehog signaling pertama kali teridentifikasi pada Drosophilia,

sebagai suatu mediator pola segmentasi selama perkembangan embrionik, dan

berperan dalam pengaturan proliferasi, migrasi serta diferensiasi sel target

(Varjosalo and Taipale, 2008). Hh signaling dijumpai pada vertebra dan

mempunyai aktifitas yang tinggi selama masa perkembangan mammalia, terutama

saat pembentukan neural tube dan kerangka, namun kemudian mengalami

silencing pada sebagian jaringan dewasa. Pada organ susunan saraf pusat dan

paru, Hh signaling tetap beraktifitas untuk menjaga homeostasis dan repair

Universitas Sumatera Utara


60
4

jaringan setelah mengalami jejas (Ahn and Joyner, 2005; Beachy, et al., 2004).

Jalur aktifasi Hh signaling diawali dengan pengikatan satu dari tiga ligand yang

ditemukan pada mammalia yaitu: Sonic (SHH), Desert (DHH), dan Indian

Hedgehog (IHH), terhadap Patched (Ptch1), suatu jenis reseptor 12-pass

transmembrane-spanning (Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Hh signaling. Jalur skematik signal transduksi Hh yang berasal dari
perkembangan dan kanker (Akil, et al., 2010)

Bila tidak ada ligand Hh, Ptch berlokasi pada silium dan menghambat

Smoothened (Smo). Faktor transkripsi Gli mencegah transkripsi gen target

(Gambar 2.13.A). Tiga homolog Hh pada mammalia (SHh, IHh, DHh) mengikat

Ptch pada permukaan sel yang memungkinkan pergerakan Smo keluar dari silium

primer, dimana Smo dapat mengaktifkan faktor transkripsi Gli. Dalam proses ini,

faktor transkripsi Gli diproses menjadi bentuk aktif dan akan translokasi ke inti

untuk merangsang transkripsi gen target Hh. Antibodi terhadap ligand Hh (5E1)

dan robotnikinin menghambat jalur aktifasi ini dengan mencegah interaksi ligand

Hh terhadap Ptch. Cyclopamine dan antagonist Smo berikatan langsung dan

menghambat fungsinya. Ikatan HP-I, HP-2, HP-3 dan HP-4 pada DNA akan

Universitas Sumatera Utara


61
4

menghambat kaskade Hh signaling. GANT (antagonis Gli) bersamaan HP-1 dan

HP-4 dapat menghambat ikatan faktor transkripsi Gli terhadap DNA (Gambar

2.13.B). (Akil, et al., 2010).

Pada sebagian kasus keganasan terjadi aktifasi jalur yang abnormal akibat

kadar ligand Hh yang meningkat. Autokrin maupun juxtacrin signaling pada sel

tumor dijumpai pada jalur Hh. Meningkatnya aktifitas jalur Hh baik melalui

aktifasi mutasi atau autokrin signaling dapat merangsang tampilan gen untuk

proliferasi (Cyclin D1, Cyclin D2, N-Myc, IGF2, Hes1), keselamatan sel (Bcl2),

angiogenesis (VEGF), dan ketidakstabilan genetik (Stecca and Ruizi-Altaba,

2010). Parakrin Hh signaling alternatif menunjukkan bahwa sel tumor

menghasilkan ligand Hh di bawah rangsangan sel stroma (Gambar 2.14) (Yauch,

et al., 2008; Tian, et al., 2009; Theunissen and deSauvage, 2009).

Gambar 2.14 Model Hh signaling pada kanker (Akil, et al., 2010)

Hh signaling juga terlibat di dalam pengaturan self-renewal sel punca pada

jaringan tertentu (Molofsky, et al., 2004). Pada kelenjar payudara, Hh signaling

Universitas Sumatera Utara


62
62
4
(melalui aktifasi reseptor smoothened) mempunyai peran yang berlawanan dan

dapat mengurangi aktifitas MaSC (Moraes, et al., 2007). Jalur aktifasi oleh ligand

Hh pada sel punca kanker payudara (CSCs) menampilkan Gli-1/Gli-2. Inhibisi

jalur ini oleh cyclopamine maupun siRNA secara langsung mengganggu tampilan

Gli1 / Gli2 dan Bmi1, suatu kompleks pengaturan self renewal pada sel punca

(Liu, et al., 2006). Hh signaling juga berperan penting dalam proses tumorigenesis

dan metastasis, sama seperti jalur Notch dan Wnt (Pannuti, et al., 2010;

Takahashi-Yanaga and Kahn, 2010). Pengaruh molekuler Hh signaling pada

kanker payudara dapat dilihat pada gambar 2.15 (Kasper, et al., 2009).

Gambar 2.15 Mekanisme Hh signaling pada kanker payudara


(Kasper, et al., 2009)

Hh signaling berperan dalam tumorigenesis melalui efek positif dalam hal

proliferasi, keselamatan sel, self-renewal dan EMT. Proses ini termasuk aktifasi

tumour promoting genes (merah) dan penekanan fungsi tumor suppressor genes

(hijau) (Kasper, et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara


63
4

Proliferasi sel progenitor yang meningkat dapat menimbulkan displasia

duktus. Kehilangan satu copy pengaturan negatif Hh dan Patched1, dapat

meningkatkan proliferasi progenitor MaSCs (Li, et al., 2006). Hh mempromosi

MaSCs menjadi sel progenitor yang diperantarai oleh promoter diferensiasi p63,

seperti ΔNp63 and TA-p63 yang tertampil pada MaSC dan progenitor pools (Li, et

al., 2006).

2.2.4 Epithelial-mesenchymal transition (EMT)

EMT merupakan suatu proses perkembangan dasar, yang dapat

memprogramkan kembali phenotype sel epitel yang terpolarisasi dan terfiksasi

menjadi phenotype mesenkim yang mampu bergerak. EMT dari sel yang

dipengaruhi Hh signaling membentuk sel yang mirip sel mesenkim. Sel EMT

lebih mampu bergerak dan menginvasi pembuluh darah serta bermetastasis ke

tempat jauh (Gambar 2.16) (Akil, et al., 2010).

Gambar 2.16 Hh signaling merangsang EMT dan metastasis


(Akil, et al., 2010)

Universitas Sumatera Utara


64
4

Dalam perkembangan embrionik normal, EMT berfungsi menjaga

terpisahnya satu sel dari sel lainnya, meningkatkan motilitas intrinsik sel,

menyusun jalur untuk pergerakan sel untuk gastrulasi dan organogenesis. Pada

jaringan dewasa normal, program EMT dormant yang akan teraktifasi pada proses

wound repair dan regenerasi jaringan. Kelainan pengaturan EMT akan

menyebabkan keadaan patologik seperti fibrosis organ dan kerusakan jaringan

(Thiery, et al., 2009; Polyak and Weinberg, 2009).

Perubahan dari phenotype epitel menjadi phenotype bentuk spindle,

merupakan pengorganisasian yang terintegrasi dari jalur transduksi signal dan

faktor transkripsi (TFs/transcription factors) yang langsung mengganggu

tampilan gen sel adhesi, differensiasi dan pergerakan. Phenotype EMT

menunjukkan hilangnya tampilan E-cadherin yang merupakan komponen utama

adherens junction. Pada tingkatan awal EMT, terjadi endositosis dan degradasi E-

cadherin dalam lisosom (Janda, et al., 2006). EMT dan metastasis sering dikaitkan

dengan menurunnya tampilan E-cadherin yang bersifat reversibel (dikode dengan

CDH1) dimana promoter gen-nya mengalami penekanan dengan hipermetilasi

oleh TFs yang diinduksi EMT (Thiery, et al., 2009; Polyak and Weinberg, 2009).

Hilangnya E-cadherin akan melepaskan β-catenin ke dalam sitosol yang

merangsang jalur Wnt signaling. Gangguan fungsi E-cadherin bersamaan dengan

penurunan tampilan tight junction, desmosom (seperti claudins, occludins,

desmogleins dan desmocollins) dan gen polaritas, sehingga terjadi kehilangan

kontak interseluler dan polaritas apico-basal. EMT juga menampilkan gen de

novo yang dihubungkan dengan sifat mesenkim (seperti N-cadherin, fibronectin,

Universitas Sumatera Utara


65
4

α-smooth muscle actin, vimentin) (Thiery, et al., 2009; Polyak and Weinberg,

2009).

Sebaliknya, peralihan mesenkim menjadi epitel (MET / mesenchymal-

epithelial transition) dapat menjelaskan bahwa mengapa sel tumor yang

ditemukan tersebar dalam sumsum tulang sering menunjukkan phenotype epitel

(van der Pluijm, 2011), dan metastasis jauh yang mirip struktur kelenjar

mempunyai persamaan sub-tipe molekuler seperti tumor primernya (Weigelt, et

al., 2005).

EMT dapat dipacu oleh rangsangan ekstraseluler, seperti hepatocyte

growth factor, epidermal growth factor, platelet-derived growth factor, Wnt,

Notch, Sonic hedgehog, transforming growth factor beta (TGFβ), dan juga

komponen matriks ekstraseluler seperti kolagen dan asam hiluronik serta hipoksia.

Rangsangan ini memicu berbagai jalur signal transduksi yang menghasilkan

beberapa EMT-inducing TFs, seperti Snail, Slug, Zeb1, Zeb2, Twist, FoxC2 dan

Goosecoid, yang tertampil berlebihan pada kanker payudara (Thiery, et al., 2009;

Polyak and Weinberg, 2009). TWIST1 secara langsung merangsang tampilan

Bmi1, yang mengkode kelompok protein polycomb untuk menjaga sifat self-

renewal melalui penekanan lokus p16INK4A–ARF. TWIST1 dan Bmi-1 bersamaan

menekan tampilan E-cadherin dan p16INK4A, yang secara simultan mempromosi

EMT (Yang, et al., 2010). TWIST1 memodulasi phenotype CSCs dengan cara

menurunkan pengaruh tampilan CD24 (Vesuna, et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara


66
4

2.2.5 Transforming growth factor-β (TGF-β1) signaling pathways

TGF-β merupakan famili polipetida dengan berat molekul 25 kDa. TGF-β

ligands disekresi oleh extra-cellular matrix (ECM) dan sering dijumpai sebagai

kompleks yang tidak aktif (Stover, 2007). Kompleks latent TGF-β yang tidak

aktif pada ECM dapat teraktifasi melalui berbagai mekanisme termasuk tampilan

αVβ6 integrin, calpain, cathepsin D, chymase, elastase, endoglycosidase F,

kallikrein, matrix metalloproteinase-9 (MMP-9), neuraminidase, plasmin dan

thrombospondin-1 (TSP1). Radiasi dan oksidasi radikal bebas dapat mengaktifkan

kompleks latent TGF-β (Jobling, et al., 2006).

Pada kelenjar payudara normal, TGF-β mengatur keseimbangan

pertumbuhan melalui hambatan terhadap keberlangsungan siklus sel, merangsang

diferensiasi, apoptosis, dan menjaga integritas gen (Barcellos-Hoff and Akhurst,

2009). TGF-β memberi respon terhadap jejas jaringan dan memperantarai

perbaikan jaringan melalui rangsangan peralihan epitel menjadi mesenkim

(epithelial-to-mesenchymal transition/EMT) serta migrasi sel (Roberts, et al.,

2006). Selain masa pubertas, TGF- β juga dibutuhkan pada saat kehamilan untuk

merangsang morfogenesis alveolar (juga diperantarai oleh progesteron) (Ingman

and Robertson, 2008; Monks, 2007), serta pada masa peralihan kehamilan ke

masa laktasi (Gorska, et al., 2003).

TGFβ signaling pada keganasan dihubungkan dengan pembentukan dan

perkembangan tumor serta metastasis. TGF-β lebih banyak tertampil pada

jaringan kanker payudara dibandingkan jaringan payudara normal (Levy and Hill,

2006). Adanya mutasi dan kehilangan/ berkurangnya tampilan komponen

downstream signaling terdeteksi pada berbagai jenis karsinoma. Mediator

Universitas Sumatera Utara


67
4

downstream utama TGFβ signaling yang sering mengalami mutasi maupun

hilang/berkurang pada kasus karsinoma adalahTGFBR1, TGFBR2, Smad2 dan

Smad4 (Massague, 2008; Levy and Hill, 2006; Bierie and Moses, 2006).

Peran TGFβ signaling pada epitel ganas adalah menekan siklus sel dan

merangsang apoptosis (Massague, 2008). TGFβ mampu mengatur perkembangan

siklus sel non-transformed dan sel karsinoma, apoptosis serta epithelial-to-

mesenchymal transition (EMT) (Gambar 2.17).

Gambar 2.17 Peran klasik TGFβ dalam pengaturan perkembangan karsinoma. Tampilan
TGFβ meningkatkan peralihan sel epitel menjadi sel mesenkim (EMT), invasi sel
karsinoma, serta metastasis (Bierie and Moses, 2006). (BM = Basement membrane)
(Bierie and Moses, 2009)

Inhibisi proliferasi sel epitel oleh TGFβ dapat terjadi pada semua tingkat

perkembangan karsinoma. TGFβ signaling terlibat dalam sejumlah mekanisme

termasuk loss of heterozygosity (LOH), mutasi/pengurangan cyclin dependent

kinase inhibitors, Rb maupun perantara TGFβ lainnya yang menyebabkan

sitostasis selama perkembangan tumor. Apoptosis dapat dirangsang oleh TGFβ

Universitas Sumatera Utara


68
4

pada populasi sel epitel. Bila sel karsinoma resisten terhadap apoptosis akibat

TGFβ signaling, maka sel karsinoma tersebut dapat berespon terhadap TGFβ

dengan EMT. Perubahan yang terjadi pada proses EMT dapat meningkatkan

motilitas sel karsinoma, invasi dan metastasis. Sel yang berespon terhadap TGFβ

akan menghambat pertumbuhan dan EMT secara bersamaan. TGFβ dapat

menekan pertumbuhan karsinoma dan mempromosi metastasis (Gambar 2.18)

(Bierie and Moses, 2009).

TGF-β1 danTGF-β3 ligand yang teraktifasi berikatan secara langsung

dengan reseptor TGF-β tipe II (TβR-II; TGFBR2), yang selanjutnya akan merekrut

dan mengaktifasi reseptor TGF-β tipe I (TβR-I/Alk-5) (Narayan, 2005). TβR-

I/Alk-5 yang teraktifasi memfosforilasi Smad2 dan Smad3, yang kemudian

membentuk kompleks dengan Smad4 (Gambar 2.18). Kompleks Smad yang

teraktifasi terbentuk di sitoplasma dan akan bergerak ke dalam inti karena

mempunyai domain nuclear localization signal. Kompleks Smad yang teraktifasi

tertimbun di dalam inti, bersamaan dengan co-activators dan faktor transkripsi

yang spesifik akan mengatur tampilan gen, pertumbuhan sel dan perbaikan

jaringan (Massague and Gomis, 2006). TGF-β juga mengaktifkan Smads1 dan

Smads-5 melalui TGFβR-I/ALK5-ALK2/3-dependent signaling pathway yang

bertujuan untuk mengendalikan EMT dan migrasi sel (Bharathy, et al., 2008; Liu,

et al., 2009; Daly, et al., 2008). Rangsangan TGF-β juga menimbulkan Smad

independent signaling melalui sejumlah network seperti ShcA, RHO,

RAC/CDC42, RAS, TRAF6, TAK1, PI3K, PAR6, MAP3K1, DAXX dan PP2A

(Massague, 2008; Lee, et al., 2007; Moustakas, A. and Heldin, C.H., 2007;

Yamashita, et al., 2008). Aktifasi Smad dependent dan independent pathways,

Universitas Sumatera Utara


69
4

akan menimbulkan interaksi secara bersamaan dengan kaskade signaling parallel

lainnya seperti estrogen, EGF, HGF, Wnt ligands, yang akan menentukan respon

fungsional terhadap rangsangan TGFβ secara in vitro maupun in vivo (Bierie and

Moses, 2009). Aktifasi Smad2 dan Smad3 dinetralisasi oleh Smad7. Smad 7 dapat

berikatan dengan TGFβRI yang menghambat Smad dalam canonical TGFβ

signaling. Pengaruh Smad 7 dapat ditingkatkan oleh protein seperti YAP65 dan

STRAP yang mengikat Smad7 yang mende-fosforilasi kompleks Smad2/3 dan

Smad1/5 (Bierie and Moses, 2009).

Gambar 2.18 TGFβ signaling. TGFβ dihasilkan oleh berbagai jenis sel di lingkungan
mikro tumor (Bierie and Moses, 2009)

Bila terikat, Smad7 akan menghambat aktifasi Smad2 dan Smad3 (Inoue

and Imamura, 2008). Smad7 melalui GADD34 (growth arrest and DNA damage

protein 34) dan dengan PP1 (protein phosphatase-1) (Shi, et al., 2004); juga

melalui hubungannya dengan SMURF (SMAD ubiquitin regulatory factor) E3

Universitas Sumatera Utara


70
4

ubiquitin ligase proteins, SMURF1 dan SMURF2 (Bierie and Moses, 2009)

mempromosi defosforilasi kompleks Smad2/3 dan Smad1/5 yang teraktifasi.

2.2.6 FGFR (fibroblast growth factor receptor) signaling pathway

Famili fibroblast growth factor receptor (FGFR) mempunyai peranan

dalam beragam proses pengontrolan fisiologi normal maupun kanker payudara.

Famili FGFR terdiri dari empat reseptor tyrosine kinases yang berperan dalam

pengaturan proliferasi sel, migrasi, dan keselamatan sel, serta angiogenesis

(Dailey, et al., 2005; Eswarakumar, et al., 2005; Ornitz, 2000; Presta, et al., 2005).

Bagian ekstraselular FGFR terdiri dari tiga immunoglobulin (Ig)-like

domains (I–III). IgII dan IgIII membentuk FGF ligand-binding site, dengan

daerah acidic, kaya serine yang berlokasi di antara IgI dan IgII (the acid box)

(Mohammadi, et al., 2005). FGFRs 1-3, merupakan pemotongan alternatif dan

pada domain IgIII, membentuk variant IIIb dan IIIc dengan ligand-binding

spesifik yang ditampilkan pada jaringan tertentu (Eswarakumar, et al., 2005).

Bagian intraselular FGFRs 1–4 terdiri dari juxtamembrane split kinase domain,

yang mengandung tyrosine kinase klasik, dan carboxy-terminal tail

(Eswarakumar, et al., 2005). Reseptor FGFR5, mengikat FGFs dengan afinitas

yang tinggi, namun afinitasnya rendah terhadap intraselular tyrosine kinase

domain (Turner and Grose, 2010).

Famili FGF terdiri dari 18 ligands yang dapat dibagi atas dua sub-famili

yaitu hormone-like FGFs (FGF19, FGF21, FGF23) dan canonical FGFs (FGF1-

10, FGF16-18, and FGF20) (Beenken and Mohammadi, 2009). FGFs dihasilkan

oleh heparan sulfate proteoglycans (HPSGs) dan dilepaskan ke extracellular

Universitas Sumatera Utara


71
4

matrix (ECM). FGFs yang dilepaskan ke ECM oleh proteases atau specific FGF-

binding proteins, akan berikatan dengan FGFR yang membentuk kompleks FGF,

FGFR dan HPSG (Beenken and Mohammadi, 2009). Hormon FGFs mempunyai

afinitas yang rendah terhadap molekul heparin-like dan melepaskan protein

Klotho sebagai essential tissue–selective co-factors setelah mengikat FGFR

(Kurosu, et al., 2006).

Kompleks yang dibentuk FGF ligand, heparan sulphate dan FGFR

menimbulkan dimerisasi reseptor dan transfosforilasi pada sebagian tyrosine

residues pada bagian intraselular FGFR, mengakibatkan transfosforilasi

intermolekular dari intraselular tyrosine kinase domain dan carboxy-terminal tail

(Eswarakumar, et al., 2005). Berikutnya terjadi downstream signaling melalui dua

pathways utama yaitu via substrat reseptor intraselular FGFR substrate 2 (FRS2)

dan phospholipase Cγ (PLCγ), dan akhirnya meng-upregulate Ras-dependent

mitogen-activated protein kinase (MAPK) dan Ras-independent phosphoinositide

3-kinase (PI3K)–Akt signaling pathways (Gambar 2.19) (Turner and Grose,

2010). Pathways lainnya dapat juga teraktifasi oleh FGFRs, termasuk signal

transducers and activator of transcription (Stat-dependent signaling)

(Eswarakumar, et al., 2005). Pengaruh negatif FGFR signaling pathway

diperantarai via FGF-regulated inhibitory factors seperti SPRoutY (SPRY) dan

MAPK-phosphatase 3 (MKP3) (Gambar 2.19.A).

Universitas Sumatera Utara


72
4

Gambar 2.19 Struktur FGFR, signaling dan dysregulation pada kanker. A. Struktur dasar
FGFR dan downstream signaling; B. FGFR dysregulation pada kanker (Brooks, et al.,
2012)

Aktifasi FGFRs dapat mengalami kelainan pengaturan (dysregulation)

(Gambar 2.19.B) bila FGF ligand yang dihasilkan berlebihan (Beenken and

Mohammadi, 2009) yang akan mengaktifkan FGFR, atau bila sel mempunyai

keragaman penyambungan (alternative splicing) FGFRs (Kurosu, et al., 2006)

selanjutnya mengubah spesifisitas ligands FGF endogen. Ligand-independent

dysregulation FGFRs dapat terjadi bila: (1). FGFR mengalami mutasi

(Eswarakumar, et al., 2005); (2). Dimerisasi reseptor atau aktifasi kinase; dan (3).

Translokasi gen dimana FGFR bergabung dengan bagian transkripsi

faktor/promoter akan menimbulkan tampilan yang berlebihan/aktifasi FGFR.

Universitas Sumatera Utara


73
4

Ketiga mekanisme ini dijumpai ketika terjadi amplifikasi gen untuk reseptor

sehingga timbul tampilan reseptor yang berlebihan.

Aktifitas tampilan FGFR yang tidak terkontrol dihubungkan dengan

perkembangan berbagai jenis keganasan termasuk kanker payudara (Grose and

Dickson, 2005; Koziczak, et al., 2004). Pada hampir 10% pasien kanker payudara

yang terutama sub-tipe luminal dijumpai kelainan amplifikasi kromosom FGFR1

pada lokus 8p11-12 (Andre, et al., 2009; Elbauomy, et al., 2007; Gelsi-Boyer, et

al., 2005). Pasien dengan kelainan amplifikasi FGFR1 tidak berespon terhadap

terapi dan resisten terhadap terapi hormon (Chin, et al., 2006; Turner, et al.,

2010a).

Aktifasi FGFR yang menetap pada sel epitel payudara HC11 (mammary

epithelial cells/MECs) menimbulkan aktifasi ERK1/2, gangguan pembentukan

asinus, dan phenotype invasif (Xian, et al., 2007).

Amplifikasi FGFR2 jarang ditemukan, hanya sekitar 1-2% dari semua

kanker payudara, dan 4% dari TNBC (Turner, et al., 2010). Data ini mendukung

bahwa aberrant aktifasi FGF signalling berperan dalam tumourigenesis kanker

payudara (Dey, et al., 2010). Amplikasi gen FGFR merupakan salah satu target

terapeutik pada kanker payudara.

2.2.7 Pathways lainnya

2.2.7.1 IGF signaling pathways

Inhibisi IGF-1R pathway dengan letrozole secara sinergik dapat

menghambat proliferasi dan merangsang apoptosis pada sel kanker payudara

(Lisztwan, et al., 2008). Pada beberapa penelitian telah terbukti bahwa penderita

Universitas Sumatera Utara


74
4

kanker payudara stadium awal dengan hiperinsulinemia puasa mempunyai

prognosa buruk (Goodwin, et al., 2002).

Cross talk molekular antara ER dan IGF-1R signaling pathway

berkontribusi terhadap resistensi terapi endokrin melalui pengaktifasan PI3K/Akt

dan MAPK signaling pathways (Gambar 2.20). Octreotide, suatu analog

somatostatin, bekerja menghambat sekresi pituitary growth hormone, serta

menurunkan produksi glukosa hati, insulin, dan IGF-1 (Pritchard, et al., 2010).

AMG 479, suatu antagonis antibodi monoklonal IGF1R, menghambat

ikatan IGF-1 dan IGF-2 dengan IGF1R (Pollak, 2008). Metformin mengaktifkan

liver kinase B1 (LKB1)–5AMP–activated protein kinase (AMPK) signaling

pathway dan menekan gluconeogenesis pada hati, menurunkan kadar gula dan

insulin dalam darah. Metformin juga mempunyai efek langsung menghambat sel

neoplasma (Goodwin, et al., 2009).

IGFs merupakan protein sekuensi tinggi mirip insulin, yang digunakan

untuk komunikasi terhadap lingkungan. IGFs mempunyai berbagai fungsi pada

jaringan normal termasuk kelenjar payudara. Sistem kompleks ini (sering disebut

sebagai IGF ‘axis’), terdiri dari dua reseptor permukaan sel (IGF1R dan IGF2R),

tiga ligand (IGF-1, IGF-2 dan insulin), enam IGF-binding protein afinitas tinggi

(IGFBP-1 sampai IGFBP-6). IGF-1 dan IGF-2 menunjukkan peran autokrin,

parakrin dan endokrin. Walaupun berbagai reseptor untuk IGF telah

teridentifikasi, namun yang paling penting adalah IGF-IR (Sachdev and Yee,

2001).

IGF dikenal juga sebagai hormon pertumbuhan, yang sebagian besar

disekresi oleh hati karena rangsangan hormon pertumbuhan (GH). IGF berperan

Universitas Sumatera Utara


75
75
4
dalam promosi proliferasi sel dan menghambat apoptosis. IGF-1 penting dalam

pengaturan fisiologi normal maupun dalam keadaan patologi seperti kanker. IGF-

2 adalah faktor pertumbuhan primer yang dibutuhkan dalam perkembangan awal,

sedangkan IGF-1 berperan memaksimalkan pertumbuhan. Peran IGF-2 di dalam

pertumbuhan post-natal lebih sedikit dibandingkan IGF-1. IGF-2 merupakan

peran kunci selama pertumbuhan embrio dan fetal, namun setelah lahir peranan

ini akan diambil alih secara bertahap oleh IGF-1. Hampir semua IGF-1 (99%) di

dalam sirkulasi terikat pada protein IGF-binding, sedangkan 1% sisanya dalam

keadaan bebas di dalam sirkulasi (Key, et al., 2010). Kadar IGF-2 di dalam darah

orang dewasa berkisar 400-600ng/mL, lebih tinggi dibandingkan IGF-1 yang

hanya 100-200 ng/mL. Aksi IGF-1 dan IGF-2 diperantarai melalui IGF-1R. Tiga

dari enam IGFBPs mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap IGF-2

dibandingkan IGF-1.

IGF-1R adalah reseptor tirosin kinase homodimer dengan ikatan ligand

IGF-1/IGF-2 yang menimbulkan pertumbuhan tumor dan penghambatan

apoptosis (Shang, et al., 2008; Fagan dan Yee, 2008; Wemer dan Maor, 2006).

IGF-1R mungkin tertampil pada semua sub-tipe tanpa dipengaruhi oleh status ER

maupun HER2 (Law, et al., 2008).

Efek IGF pada kanker payudara. Fungsi IGFs bersifat mitogen yang

berperanan penting dalam mengatur proliferasi dan diferensiasi sel, apoptosis

serta merangsang transformasi sel kanker payudara. IGF memproteksi sel kanker

dari apoptosis melalui berbagai jalur signaling termasuk aktifasi jalur PI3K-

Akt/protein kinase B (PKB) pathway. IGF-2 mempengaruhi keselamatan gen yang

Universitas Sumatera Utara


76
75
4
memproteksi mitokhondria dan menyebabkan resistensi sel kanker terhadap

kemoterapi dan radioterapi (Richardson, et al., 2011).

Bila IGF-1 berikatan dengan reseptor IGF-1 pada membran sel, maka AKT

signaling pathway intraseluler teraktifasi dan menimbulkan proliferasi (Gambar

2.20). Jalur ini akan dihambat oleh PTEN. Sebagian PTEN berpindah ke inti

melalui transport protein nukleositoplasmik MVP. Pada inti, PTEN menghambat

jalur MAPK, sehingga siklus sel dapat dihambat. Pada kanker payudara,

menurunnya PTEN akan menghilangkan pengecekan jalur ini sehingga terjadi

proliferasi yang abnormal. Protein p53 dapat menurunkan kadar protein PTEN

melalui degradasi PTEN yang diperantarai caspase dan poliubikuitilasi oleh

NEDD4-1 yang juga mempromosi degradasi PTEN di sitoplasma. Peningkatan

degradasi PTEN yang berfungsi menghambat kedua jalur penting (AKT dan

MAPK) menyebabkan hilangnya pengontrolan terhadap proliferasi sel (Shetty, et

al., 2012).

Gambar 2.20 Mekanisme IGF2 dan PTEN pada jaringan payudara (Shetty, et al., 2012)

Universitas Sumatera Utara


77
75
4

Gambar 2.21 Targeting IGF-) pathway dengan octreotide, AMG 479, dan metformin
(Dickler, et al., 2011). IR (insulin receptor); mTOR (mammalian target of rapamycin)

2.2.7.2 IFN-I signaling pathways

Semua signal tipe IFN-I melalui reseptor heterodimerik, interferon alpha

receptor (IFNAR), terdiri dari 2 sub-unit, IFNAR1 dan IFNAR2, yang tertampil

pada sebagian besar jaringan (deWeerd, et al., 2007).

Reseptor yang terikat akan segera memicu beberapa kaskade signaling

(Gambar 2.22), yang mengaktifkan transkripsi dari IFN-stimulated genes (ISG)

(Hervas-Stubbs, et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


78
75
4

Gambar 2.22 Signaling pathways activated by the IFN-I receptor (Hervas-Stubbs, et al.,
2011)

Signaling pathway pertama yang teraktifasi oleh IFN-I adalah Janus

activated kinase–signal transducer and activation of transcription (JAK-STAT)

pathway (Gambar 2.24.A) (Platanias, 2005). IFNAR1 berhubungan dengan

tyrosine kinase 2 (TYK2), sedangkan IFNAR2 berkaitan dengan JAK1. Ikatan

reseptor dengan IFN-α menimbulkan transfosforilasi JAK1 dan TIYK2. JAKs yang

teraktifasi akan memfosforilasi tyrosine residues pada bagian ujung IFNAR di

sitoplasma. Phosphotyrosyl residues akan merekrut molekul yang mengandung

src-homology 2 (SH2), seperti STAT1 dan STAT2. Setelah mengalami fosforilasi,

STATs akan berdimerisasi dan bergerak ke inti, yang kemudian akan berhubungan

dengan IFN-regulatory factor 9 (IRF9) membentuk kompleks faktor transkripsi

Universitas Sumatera Utara


79
75
4
ISG factor 3 (ISGF3), yang berikatan dengan unsur yang akan berespon terhadap

rangsangan IFN. Walaupun STAT1 dan STAT2 merupakan mediator penting untuk

meresponi IFN tipe I, STAT lainnya yaitu STAT3 dan STAT5, juga difosforilasi

(diaktifkan) oleh IFN tipe I (Gambar 2.22.A) (Aaronson and Horvath, 2002).

Setelah mengalami fosforilasi, STATs yang teraktifasi akan membentuk

homodimers (STAT1, STAT3, STAT4, STAT5, dan STAT6), atau heterodimers

(STAT1/2, STAT1/3, STAT1/4, STAT1/5, STAT2/3, dan STAT5/6) (Parmar and

Platanias, 2003), dan akan berpindah ke inti dan mengikat IFN-γ–activated sites

(GAS).

STAT3 merangsang pertumbuhan, sedangkan STAT1 menghambat

pertumbuhan. IFN-I–mediated activation of STAT4 dibutuhkan untuk

menghasilkan IFN-γ, STAT1 menghambat induksi IFN-γ yang tergantung IFN-I

(Nguyen, 2000).

IFNAR/JAK/STAT1 pathway juga mempengaruhi Axl reseptor TAM, yang

akan tertimbun pada permukaan sel (Alexander, 2002; Yoshimura, et al., 2007).

Jalur ini merangsang transkripsi dari SOCS1. SOCS1 berinteraksi secara langsung

terhadap JAKs untuk menghambat aktifitas katalik, sedangkan SOCS3

menghambat JAKs setelah berikatan dengan reseptor. Protein SOCS berinteraksi

dengan sistem ubiquitin melalui SOCS-box yang akan menyebabkan JAKs atau

IFNAR, untuk mengalami degradasi proteasomal (Hervas-Stubbs, et al., 2011).

SOCS1 silencing dapat meningkatkan aktifitas IFN tipe I sebagai antitumor

(Zitzmann, et al., 2007).

Efek IFN-I pada sel sistem imun. Mekanisme utama yang mendasari terapi

IFN-I adalah efek langsung IFN terhadap sel ganas atau sel yang mengalami

Universitas Sumatera Utara


75
80
75
infeksi virus. IFN-I secara langsung dapat menghambat proliferasi sel tumor dan
4

infeksi virus, serta meningkatkan tampilan MHC class-I, sehingga kemampuan

pengenalan antigen meningkat. IFN-I menekan tampilan onkogen dan

merangsang tumor suppressor genes. IFN-I juga terlibat dalam pengaturan sistem

imun (Le Bon, et al., 2003).

IFN-I mempunyai efek langsung terhadap sistem imun melalui IFNAR,

dan berefek tidak langsung melalui: (1). Perangsangan terhadap chemokines,

sehingga sel imun akan terekrut ke tempat infeksi; (2). Sekresi sitokin, yang

mengatur aktifitas berbagai sel (seperti IL-15, berperan dalam proliferasi; sel NK;

dan sel CD8 (Nguyen, et al., 2002); atau (3). merangsang sel lainnya untuk

mengaktifasi sel imun tertentu, seperti sel dendritik (dendritic cells/DC) untuk

mengaktifasi sel T naive (Hervas-Stubbs, et al., 2011).

IFN-I meningkatkan kemampuan sel NK untuk membunuh sel target dan

menghasilkan IFN-γ secara langsung maupun tidak langsung. IFN-I juga

mempromosi penimbunan dan proliferasi sel NK melalui IFN-I/STAT1–dependent

induction dari IL-15, dan meningkatkan produksi dan sekresi sitokin lainnya oleh

sel NK melalui autocrine IFN-γ loop (Nguyen, et al., 2002).

Fungsi monosit dan makrofag dipengaruhi oleh IFN-I. IFN-I mendukung

diferensiasi monosit menjadi DC yang mampu mempresentasikan antigen,

merangsang sitotoksisitas yang tergantung antibodi makrofag (macrophage

antibody dependent cytotoxicity), dan mempengaruhi serta menghambat produksi

berbagai sitokin (seperti, TNF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, dan IL-18) oleh makrofag

(Bogdan, et al., 2004). Autocrine IFN-I dibutuhkan untuk meningkatkan

kemampuan fagositosis makrofag oleh macrophage colony-stimulating factor dan

Universitas Sumatera Utara


81
75
4
IL-4, serta lipopolysaccharide-, virus-, dan IFN-γ–induced oxidative burst melalui

generasi nitric oxide synthase 2.

Fungsi utama DC adalah mengambil dan memproses antigen untuk

dipresentasikan ke sel T. IFN-I memiliki berbagai efek terhadap DC, yaitu

diferensiasi, maturasi dan migrasi. IFN-I mampu meningkatkan sintesa antibodi

primer yang berespon terhadap antigen yang terlarut, merangsang produksi semua

jenis imunoglobulin G (IgG), dan imunologik memory (8). Efek langsung IFN-α

pada DC (Le Bon, et al., 2001), sel B (Fink, et al., 2006; LeBon, et al., 2006), dan

sel T CD4 (LeBon, et al., 2006) berkontribusi terhadap aktifitas respon imun

humoral. Efek langsung IFN-I pada sel B penting untuk perkembangan respon

humoral lokal terhadap virus (Coro, et al., 2006). Sel CD4 merupakan target

langsung IFN-I dalam meningkatkan respon antibodi (LeBon, et al., 2006).

2.27.3 Vitamin D

Vitamin D - Related signaling penting dalam homeostasis berbagai

jaringan. Hormon dihydroxyvitamin D3 (1,25(OH)2D3) yang aktif dihasilkan oleh

ginjal, berasal dari pro-hormon 25(OH)D3 (yang berasal dari hidroksilasi pada

hati atau sterol kulit), bersirkulasi sebagai hormon (endokrin) yang dapat

meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus dan mengatur homeostasis tulang

(Gambar 2.23) (Welsh, 2007; Høyer-Hansen, et al., 2007; O’Kelly, et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


82
82
75
4

Gambar 2.23 Skematik perbandingan endokrin dengan efek autokrin vitamin D (VDR =
vitamin D receptor) (Welsh, 2007; Høyer-Hansen, et al., 2007; O’Kelly, et al., 2006)

Epitel payudara juga menghasilkan 1,25(OH)2D3 dari 25(OH)D3 dalam

sirkulasi; bentuk vitamin D yang aktif berguna untuk proliferasi, diferensiasi,

signaling melalui AKT/mTor survival pathway, dan apoptosis serta autofagi

(Gambar 2.24). Pada proses autokrin, 25(OH)D3 memasuki sel epitel payudara

secara endositosis dan dikonversi menjadi 1,25(OH)2D3 melalui enzim 1-alpha

hydroxylase (CYP27B1). 1,25(OH)2D3 berikatan dengan VDR, yang selanjutnya

berdimerisasi dengan retinoid X receptor. Kompleks ini sebagai transcription

factor akan merekrut molekul co-regulatory, berlokasi pada promoter gen dengan

respon elemen VDR. Degradasi 1,25(OH)2D3 dilakukan oleh 25-hydroxyvitamin

D3–24-hydroxylase (CYP24) (Welsh, 2007; Høyer-Hansen, et al., 2007;

O’Kelly, et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara


83
75
4

Gambar 2.24 Skematik metabolism vitamin D dan efek autokrin dari sel epitel kanker
payudara (RE = response element; RXR = retinoid X receptor) (Welsh, 2007; Høyer-
Hansen, et al., 2007; O’Kelly, et al., 2006)

Vitamin D mempunyai efek anti proliferasi pada sel kanker in vitro dan

mempunyai sifat protektif terhadap kanker in vivo (Uitterlinden, et al., 2004).

Studi pre-klinik mendukung bahwa gangguan vitamin D-related signaling pada

kanker terjadi melalui berbagai jalur seperti hilangnya fungsi VDR signaling dan

peningkatan katabolik oleh 25-hydroxyvitamin D3–24-hydroxylase (CYP24).

Hubungan antara vitamin D terhadap risiko terjadinya kanker payudara

masih diperdebatkan (Yao, et al., 2011; Chlebowski, et al., 2008; Manson, et al.,

2011). Walaupun pada penelitian di laboratorium terbukti vitamin D mempunyai

peran dalam kemopreventif pada karsinogenesis payudara (Deeb, et al., 2007),

namun dampak kadar vitamin D pada jaringan payudara dan risiko kanker

payudara masih belum jelas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bertone-

Johnson, et al. (2005) dan Engel, et al. (2010) vitamin D dapat menurunkan 25%

risiko terjadinya kanker payudara. Sedangkan pada penelitian kohort dalam

Universitas Sumatera Utara


84
75
4
jumlah besar (Freedman, et al., 2008; McCullough, et al., 2009) dan penelitian

Women’s Health Initiative randomized trial (Chlebowski, et al., 2008) tidak

dijumpai hubungan vitamin D dengan risiko kanker payudara. Penelitian lain

terhadap kanker payudara dan defisiensi vitamin D, didapatkan bahwa defisiensi

vitamin D dapat meningkatkan risiko kekambuhan dan kematian pada kanker

payudara (Goodwin, et al., 2009).

Interaksi vitamin D yang kompleks dengan molekul yang bersikulasi

dalam jalur pengaturan dapat dilihat pada gambar 2.25 (Giovannucci, 2005).

Sebagian molekul seperti kalsium, hormon tiroid, dan IGF-1, juga mempengaruhi

secara langsung terhadap proliferasi sel kanker payudara dan berisiko terjadinya

kanker payudara (Almquist, et al., 2007; Pollak, et al., 2004). Molekul lainnya

seperti retinol (vitamin A), mungkin beraksi sebagai antagonist vitamin D yang

berkompetisi pada signaling pathways intrasel (Johansson and Melhus, 2001).

Gambar 2.25 Pengaruh vitamin D pathways pada karsinogenesis payudara (Giovannucci,


2005)

Universitas Sumatera Utara


85
75
4
Salah satu mekanisme efek vitamin D pada proliferasi sel dimodulasi IGF

signaling melalui rangsangan diperantarai Vitamin D Receptor (VDR) dari sintesa

IGFBP. Polimorfisme VDR Inherited mempengaruhi IGF signaling yang dapat

menimbulkan gangguan pertumbuhan di dalam uterus dan pada anak,

hypertrophic syndromes dan cendrung untuk menderita beberapa jenis kanker

seperti Wilm’s nephroblastoma, obesitas pada orang dewasa (BMI/body mass

index) serta penyakit yang dihubungkan dengan obesitas (obesitas sentral)

(Sweeney, et al., 2005).

1alpha,25(OH)2D3 menghambat MAPK–extracellular signal-regulated

kinase (ERK)1 dan 2 signalling melalui suppresi EGFR (a) dan IGF1 (b), yang

keduanya targetnya Ras (Gambar 2.26). 1alpha,25(OH)2D3 merangsang

apoptosis melalui PI3K-Akt-dependent signalling pathway (b), menghambat

telomerase (c), menurunkan BCL2, merangsang BAX dan mengaktifasi caspase

cleavage (d). Berlangsungnya siklus sel dipengaruhi oleh 1alpha,25(OH)2D3

melalui S-phase kinase-associated protein ubiquitin ligase (SKP2; yang men-

target p27 untuk degradasi [e]), dan MYC, yang menimbulkan defosforilasi pRB;

dan cross-talk dengan TGFβ (f). Kelainan siklus sel akibat pengaruh

1alpha,25(OH)2D3 akan menimbulkan kelainan pada proteins RB dan p107/p130,

transkripsi faktor E2F dan heterodimer DP polypepitide (DP1) yang

memperantarai transkripsi gen siklus sel. Hubungan E2F1, 2 dan 3 dengan pRB

dalam bentuk hipo-fosforilasi, interaksi repressor transkripsi E2F4, E2F5 dan

DP1 dengan p107/p130 mencegah transkripsi gen siklus sel dan mengendalikan

berlangsungnya siklus sel. Aktifasi VDR oleh 1alpha,25(OH)2D3 merangsang

tampilan E-cadherin (g), dengan demikian terjadi promosi translokasi beta-

Universitas Sumatera Utara


86
75
4
catenin dari inti ke plasma membran sehingga terjadi kompetisi dengan T-cell

transcription factor 4 (TCF4) dalam mengikat beta-catenin; inhibisi terhadap

Wnt–beta-catenin–TCF4 signalling pathway, yang merangsang ekspresi MYC,

TCF1 (transcription factor 1), CD44 dan PPARG (peroxisome proliferator-

activated receptor-gamma) (Deeb, et al., 2007).

Gambar 2.26 Cancer-related signalling pathways targeted by 1alpha,25(OH)2D3


(Deeb, et al., 2007)

2.2.7.4 Stress/Norepinephrine pathway (β-adrenergic signaling) in TNBC

Serat saraf sistem saraf simpatetik (sympathetic nervous system/SNS)

mensarafi setiap sistem organ utama dalam tubuh, SNS ini dapat melepaskan

neurotransmitter katekolamin norepinephrine (NE) dalam konsentrasi mikromolar

Universitas Sumatera Utara


87
75
4
ke jaringan target keadaan fisiologis, dan homeostasis pada lingkungan yang

mengancam. Aktifasi SNS akut juga meningkatkan kadar katekolamin di dalam

darah melalui pelepasan epinephrine (E) oleh sel chromaffin (pada medulla

adrenal), dan NE yang berlebihan dari neuro-muscular junctions pembuluh darah.

Respon terhadap stress akut dapat meningkatkan kadar NE dan E > 10 kali lipat

per detik, namun kadar basal juga berfluktuasi dalam respon organisme dan

lingkungan. Sistem saraf pusat (central nervous system/CNS) mengontrol hantaran

saraf SNS, pengaruh lokal juga meningkatkan aktifitas serabut saraf SNS untuk

melepaskan dan mendegradasi katekolamin (Daly and McGrath, 2011).

Efek biologi dari NE dan E diperantarai oleh famili reseptor α1-, α2-, dan

β-adrenergic yang menunjukkan sebaran dalam jumlah dan signal yang beragam

pada berbagai jaringan melalui beraneka biochemical pathways Ada tiga subtipe

β-adrenergic receptor, yaitu β1, β2, and β3, yang dijumpai pada daerah

pertumbuhan tumor dan metastasis seperti otak, paru, hati, ginjal, kelenjar

adrenal, payudara, ovarium, prostat, jaringan limfoid, sumsum tulang, dan

pembuluh darah. β-adrenergic signaling mengatur aktifitas biologi sel kanker

termasuk sel epitel, sel miosit pembuluh darah dan perisit, sel adiposit, sel

fibroblast, sel neural/glial, and sel limfoid dan sel imun mieloid. Ligasi β-

receptors oleh NE dan E mengaktifasi Gαs guanine nucleotide-binding protein

untuk merangsang sintesa adenylyl cyclase dari cyclic 3’-5’ adenosine

monophosphate (cAMP). Hasil transient cAMP flux dapat menyebar signal

interselular melalui dua downstream efektor utama (Gambar 2.27) (Daly and

McGrath, 2011; Baker, et al., 2011). Transient flux cAMP intraselular

mengaktifkan dua sistem efektor biokimia utama, yaitu: (1). cAMP mengaktifasi

Universitas Sumatera Utara


88

protein kinase A (PKA) yang memfosforilasi target multiple termasuk faktor

transkripsi CREB/ATF dan famili GATA, serta β-adrenergic receptor kinase

(BARK). BARK merekrut β-arrestin menghambat β-adrenergic receptor signaling

dan mengaktifkan Src kinase, sehingga teraktifasi juga faktor transkripsi STAT3

dan downstream kinases seperti focal adhesion kinase (FAK). Aktifasi FAK

memodulasi pergerakan sel melalui re-organisasi sitoskeletal, dan juga resistensi

selular terhadap apoptosis (contoh: anoikis). Aktifasi famili Bcl-2 anggota BAD

oleh PKA dapat menyebabkan resistensi sel kanker terhadap apoptosis yang dipicu

kemoterapi; (2). Effector pathway mayor kedua, aktifasi cAMP dari Exchange

Protein activated by Adenylyl Cyclase (EPAC) mengawali aktifasi B-Raf/MAP

kinase signaling pathway yang diperantarai Rap1A dan efek downstream pada

penyebaran proses selular termasuk transkripsi gen yang diperantarai factor

transkripsi famili AP-1 dan Ets. Gambaran umum respon transkripsi yang

dirangsang oleh β-adrenergic signaling termasuk peningkatan tampilan gen yang

dihubungkan dengan metastasis yang terlibat dalam inflamasi, angiogenesis,

invasif jaringan, peralihan epitel ke mesenkim (epithelial-mesenchymal

transition/EMT), serta pengurangan tampilan gen yang memfasilitasi respon imun

anti-tumor. Efek langsung pada sel tumor yang mempunyai β-receptor (β-

receptor-bearing tumor cells), pada aktifasi SNS juga memodulasi biologi kanker

dengan cara mengatur generasi haematopoetic stem cells, aktifasi monosit/

makrofag yang mempunyai β-receptor, serta pertumbuhan dan diferensiasi sel

endotel pembuluh darah dan sel perisit semuanya yang direkrut ke sekitar tumor.

Efek β-adrenergic pada sel stroma dalam lingkungan mikro tumor secara umum

Universitas Sumatera Utara


89
75
4
sinergik dengan efek langsung pada sel tumor dalam mempromosi keselamatan,

pertumbuhan, dan penyebaran metastasis sel kanker (Cole and Sood, 2011).

β-adrenergic signaling mengatur berbagai proses seluler yang terlibat

dalam inisiasi dan perkembangan kanker, termasuk peradangan, angiogenesis,

apoptosis, pergerakan sel, aktifasi tumor-associated viruses, perbaikan kerusakan

DNA, respon imun seluler, dan EMT.

Gambar 2.27 β-adrenergic signaling pathway pada kanker (Cole and Sood, 2011)

Beberapa penelitian pada kanker, mengungkapkan aktifasi sistem saraf

simpatik mempromosi terjadinya metastasis pada tumor solid epitel dan

penyebaran keganasan hematopoietic melalui aktifasi dari PKA dan EPAC

signaling pathways yang diperantarai β–adrenoreceptor. Pada lingkungan mikro

Universitas Sumatera Utara


90
75
4
tumor, reseptor β-adrenergic pada stroma dan sel tumor diaktifasi oleh

katekolamin dari serabut saraf lokal (norepinephrine) dan dari sirkulasi darah

(epinephrine). Pengaturan sistem saraf simpatik di dalam biologi sel kanker dan

lingkungan mikro tumor telah terungkap berdasarkan gambaran hubungan

molekular antara stress dan perkembangan kanker dan akhir-akhir ini merupakan

salah satu target penanganan terhadap kanker (Cole and Sood, 2011).

2.3 Biologi Sel Punca dan Sel Punca Kanker Payudara

Sel punca merupakan sel yang menjadi asal mula sel yang menyusun

tubuh organisme termasuk tubuh manusia. Sel punca belum memiliki bentuk dan

fungsi seperti layaknya sel lain pada organ tubuh. Sel punca mempunyai ciri khas

yaitu tidak berdiferensiasi (undifferentiated), mampu memperbanyak diri sendiri

(self-renewal), dan mampu berdiferensiasii untuk menghasilkan sel-sel garis

keturunan lebih dari satu jenis sel (multipotent/pluripotent) (Gambar 2.28)

(Kumar, et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara


91
75
4

Gambar 2.28 Generasi dan diferensiasi sel punca. Pembelahan zygote membentuk
blastokist, dengan bagian inner cell mass (yang dikenal sebagai sel punca embrionik/ES
cells) yang berkembang membentuk embrio. Bila dikultur, ES cells ini dapat dirangsang
untuk berdiferensiasi menjadi berbagai garis keturunan sel. Pada embrio, pembelahan
sel punca bersifat pluripotent masih dipertahankan untuk menghasilkan sel dengan
kemampuan perkembangan sel yang lebih terbatas (Kumar, et al., 2010).

Kemampuan sel punca dalam menghasilkan garis keturunan dibutuhkan

untuk pemeliharaan kehidupan organisme. Sel punca yang bersifat pluripotent,

mampu berdiferensiasi membentuk berbagai jenis sel yang berasal dari ketiga

jenis lapisan embrional (ectoderm, mesoderm, dan endoderm). Sedangkan sel

punca yang multipotent adalah sel yang mampu berdiferensiasi menjadi beberapa

jenis sel dalam garis keturunan yang sama seperti sistem hematopoeitik atau sel

saraf. Berdasarkan tingkat maturitas sel punca dapat dibagi atas dua bagian besar

yaitu: (1). Sel punca embrionik (Embrionic stem cells/ES cells), dan (2). Sel punca

dewasa (Adult stem cells/ somatic stem cells) (Kumar, et al., 2010).

2.3.1 Sel punca embrionik (Embrionic stem cells/ES cells).

Sel punca embrionik merupakan sel punca yang bersifat pluripotent dan

ditemukan pada embrio yaitu pada inner cell mass dari blastokista. Dalam tahap

Universitas Sumatera Utara


92
75
4
perkembangannya, sel ES ini akan berdiferensiasi menjadi sel yang lebih dewasa

dan memiliki kemampuan berproliferasi serta berdiferensiasi (Odorico, et al.,

2001; Wobus and Boheler, 2005).

Sel ES mempunyai sifat sangat mampu berproliferasi, memliki telomere

yang panjang, dan mempunyai aktifitas enzim telomerase yang tinggi (Pera, et al.,

2000).

Suatu serial penelitian menunjukkan bahwa self-renewal sel ES diatur oleh

empat faktor transkripsi yaitu Oct3/4, Sox2, c-myc, dan Klf4. Sedangkan Nanog

homeobox berperan dalam pencegahan terjadinya diferensiasi (Okita, et al., 2007;

Lowry, et al., 2008; Chambers, et al., 2007; Chen and Daley, 2008). Fibroblast

dewasa pada manusia dan bayi baru lahir dapat diprogramkan kembali menjadi sel

yang bersifat pluripotent. Pemograman kembali sel ini dikenal sebagai induced

pluripotent stem cells (iPS cells) (Kumar, et al., 2010). iPS dapat dilakukan

dengan men-transduksi 4 gen yang mengkode faktor transkripsi (Oct3/4, Sox2, c-

myc, dan Klf4; atau Oct3/4, Sox2, Nanog, dan Lin28) (Takahashi, et al., 2007; Yu,

et al., 2007). Sel iPS pluripotent bisa meregenerasi jaringan endodermal,

mesodermal maupun endodermal (Hanna, et al., 2007).

2.3.2 Sel punca somatik (Adult stem cells/ Somatic stem cells)

Sel punca somatik adalah sel punca yang ditemukan di antara sel-sel

jaringan yang telah mengalami diferensiasi dan maturasi. Sel punca ini memegang

peranan penting di dalam homeostasis jaringan dewasa dan mempunyai sifat

plastisitas yang terbatas. Kemampuan sel punca somatik ini bersifat multipotent

dan memiliki kemampuan berdiferensiasi yang lebih rendah dibandingkan sel

Universitas Sumatera Utara


93
75
4
punca embrionik, yaitu hanya mampu berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel

yang segolongan seperti sel punca neural pada otak akan berdiferensiasi menjadi

berbagai jenis sel saraf (astrosit, oligodendrosit, dan neuron); sel punca jantung

mampu menjadi berbagai sel jantung (kardiomiosit/sel otot jantung, sel otot polos,

dan sel endotel); dan sel punca hematopoetik dalam sumsum tulang dapat menjadi

berbagai jenis sel darah (eitrosit, trombosit dan leukosit) (Halim, et al., 2010).

Dalam perbaikan dan penyembuhan jaringan, sel punca akan teraktifasi

dalam meresponi signal lingkungan sekitarnya seperti contohnya hormon. Sel

punca somatik merupakan bagian dari hirarki sel di dalam jaringan, termasuk sel

punca somatik yang berdiferensiasi secara lambat, bersifat lebih mampu

berdiferensiasi dan proliferasi mempertahankan jalur keturunan, serta

berdiferensiasi membentuk beberapa garis keturunan sel. Sementara sel punca

pada umumnya dalam keadaan istirahat (quiescent), dan bila membelah bersifat

asimetrik membentuk satu sel untuk mempertahankan garis keturunannya dan

yang lain membentuk sel punca (Slack, 2000).

Sel punca somatik banyak dipelajari pada berbagai organ tubuh seperti

kulit, pelapis epitel saluran cerna, kornea, dan jaringan hematopoetik. Sebagian

besar sel punca somatik berada di antara lingkungan khusus yang disebut niche

(Gambar 2.29) yang terdiri dari mesenkim, endotel dan jenis sel lainnya (Moore

and Lemischka, 2006; Xie and Li, 2007).

Universitas Sumatera Utara


94
75
4

Gambar 2.29 Niche sel punca pada berbagai jaringan. A. sel punca kulit berlokasi pada
bagian penonjolan dari folikel rambut, di antara kelenjar sebaseous, dan lapisan basal
epidermis. B. Sel punca usus halus berlokasi di dekat bagian basal dari kripta, di atas sel
Paneth (Hanna, et al., 2008). C. Stem punca hati (progenitor), dikenal sebagai sel oval
yang berlokasi pada canal of Hering (panah tebal), strukturnya berhubungan dengan
duktus empedu (panah tipis) dengan parenkim hepatosit (duktus empedu dan Hering
canals terwarnai dengan cytokeratin). D. sel punca kornea yang berlokasi pada daerah
limbus, di antara konjuntiva dan kornea (C, courtesy of Tania Roskams, MD, University
of Leuven, Leuven, Belgium; D, Courtesy of T-T Sun, MD, New York University, New
York, NY.) (Kumar, et al., 2010)

Sel niche diduga dapat berproliferasi dan mengirim rangsangan yang

mengatur stem cell self-renewal dan generasi sel keturunannya (Takahashi, et al.,

2007; Yu, et al., 2007).

2.4 Sel Punca Payudara (Mammary Stem Cells/MaSCs)

2.4.1 Mammopoeisis

Mammopoeisis adalah perkembangan garis keturunan seluler dan unit

fungsional kelenjar payudara. Unit payudara terdiri dari duktus terminal dan

Universitas Sumatera Utara


95
75
4
alveoli, yang bersamaan menbentuk TDLUs (terminal duct lobular units).

Kumpulan TDLUs akan membentuk percabangan sistem lobular-duktus yang

lebih besar dimana akan terjadi polarisasi sel luminal yang terdapat pada lapisan

dalam (inner layer) dan sel mioepitel pada lapisan luar (outer layer) (Gudjonsson,

2002). Payudara orang dewasa mengandung 15-20 lobus pada masing-masing

payudara dan multipel lobulus yang dikelilingi oleh jaringan lemak. Sistem

pembuluh limfatik mengaliri jaringan payudara ke kelenjar getah bening payudara

bagian internal dan kelenjar getah bening aksila. Payudara mempunyai kelenjar

yang bersifat dinamis dimana homeostasis jaringan terjadi pada saat awal

perkembangan, massa pubertas, siklus menstruasi, kehamilan dan menyusui serta

mengalami involusi pada saat menopause (Morrison, et al., 2008).

Selama masa perkembangan embrio, payudara berasal dari invaginasi

epidermis ke dalam jaringan mesenkim di bawahnya pada usia kehamilan minggu

ke-10 sampai minggu ke-24. Pada proses ini terjadi pembentukan epitel duktus

yang muncul dari duktus lactiferous rudimenter. Payudara mengalami perubahan

morfologi dan struktural hingga dewasa, dengan onset sekunder pada masa

pubertas dan terjadi diferensiasi paling hebat pada saat hamil dan menyusui.

Rangsangan hormon estrogen selama masa pubertas mempengaruhi perpanjangan

duktus payudara yang disertai aktifitas sel punca pada bagian ujung tunas terminal

(terminal end buds/TEBs) (Gambar 2.30) (Visvader, 2009).

Universitas Sumatera Utara


96
75
4

Gambar 2.30 Skema duktus (A) dan ujung tunas terminal (TEBs) (B). Sel suprabasal
terletak di atas lapisan mioepitel namun tidak mencapai daerah lumen (Visvader, 2009)

Hormon prolaktin dan progesteron mempengaruhi pertumbuhan

percabangan duktus dan pembentukan asini sehingga terbentuk jaringan payudara

yang matur (Hovey, et al., 2002). Ada dua sub-tipe sel yang dijumpai pada saat ini

yaitu: (1) Sel mioepitel (sel basal); dan (2) Sel epitel luminal pada bagian dalam.

Sel mioepitel ditandai dengan tertampilnya CALLA (common acute lymphoblastic

leukaemia antigen) atau CD10, Thy-1, alpha-smooth muscle actin, vimentin, dan

CK5 (cytokeratin-5) serta CK14 (Taylor-Papadimitriou, et al., 1989). Sel

mioepitel adalah sel kontraktil yang membentuk jaringan yang mengelilingi

duktus. Sel epitel luminal ditandai dengan tampilan MUC1 (Petersen and van

Deurs, 1986), epithelial surface antigen (ESA) disebut juga sebagai EpCAM

(Epithelial Cell Adhesion Molecule), CK7, CK8, CK18, CK19, reseptor estrogen

(estrogen receptor/ER), serta reseptor progesteron (progesterone receptor/PR)

(Latza, 1990). Selama masa kehamilan dan menyusui, pertumbuhan sel payudara

Universitas Sumatera Utara


97
75
4
meningkat dan pembentukan garis sel epitel luminal fungsional alveoli yang

mensekresi susu. Sedangkan pada mssa menopause, sel epitel ini akan mengalami

apoptosis (Howard and Gusterson, 2000).

2.4.2 Sel punca payudara (Mammary stem cells/MaSCs)

Deome, et al. (1959) pertama kali memperkenalkan sel punca somatik

payudara dengan menggunakan limiting-dilution assay yang menunjukkan sel

prekursor klonal mampu membentuk payudara fungsional bertumbuh pada model

transplantasi tikus percobaan. Penelitian yang dilakukan dengan memonnitor

inaktifasi kromosom-X menunjukkan bahwa seluruh jaringan payudara, terutama

TDLUs berasal dari satu klon (monoclonal) (Diallo, et al., 2001; Novelli, et al.,

2003). Bukti lain yang mengindikasikan asal klonal dari jaringan payudara

berdasarkan retroviral tagging dari sel epitel jaringan payudara. Sebuah sel yang

ditransplantasikan pada bantalan lemak tikus dapat menghasilkan kelenjar

fungsional payudara (Kordon and Smith, 1998). Penelitian lainnya juga

menemukan suatu sel yang mirip sel punca yang mampu membentuk kelenjar

payudara fungsional yang lengkap bila ditransplantasikan ke jaringan lemak tikus

betina (Shackleton, et al., 2006).

Analisa mendetail tentang histologi dan ultra struktural menemukan

populasi sel pada jaringan epitel payudara tikus berupa sel kecil dan pucat yang

berlokasi di daerah basal yang tidak bersentuhan dengan lumen (Chepko and

Smith, 1997). Populasi sel ini sekitar 1-3% dari jumlah epitel yang dikenal

sebagai MaSCs. Pada penelitian lain menemukan sel punca kelenjar payudara

Universitas Sumatera Utara


98

tikus terdapat pada daerah basal (Shackleton, et al., 2006; Stingl, et al., 2006;

Taddei, et al., 2008).

Ginestier (2007) mengidentifikasi sub-populasi sel dengan aktifitas sel

punca/progenitor yang menampilkan aktifitas aldehyde dehydrogenase-1

(ALDH1) yang tinggi. Sel epitel dengan ALDH1 positif menunjukkan sel yang

membentuk struktur epitel payudara pada penelitian in vivo, namun tidak

memiliki sifat self-renewal. Sel yang menampilkan ALDH1 positif lebih terbatas

pada sel epitel luminal dibandingkan sel basal, namun tidak menampilkan petanda

untuk garis keturunan sel luminal maupun mioepitel.

2.4.3 Tingkat perkembangan diferensiasi epitel payudara

Penelitian dengan mengimplantasikan sel epitel dan fibroblast immortal

pada bantalan lemak payudara tikus resipien NOD/SCID/IL2Rγ-/-, menunjukkan

bahwa hanya sub-populasi CD49fhiEpCAM+ yang mampu beregenerasi dan

mengalami self-renewal, walaupun kemampuan self-renewal minimal (Lim, et al.,

2009).

Pada penelitian in-vitro, phenotype CD49fhiEpCAM- beregenerasi

membentuk struktur tunas mirip TDLU (Villadsen, 2007). Penggunaan petanda

permukaan sel secara kombinasi diterapkan untuk mengisolasi sub-populasi epitel

pada tikus percobaan maupun manusia untuk mengenal tahap perkembangan sel

pada jaringan payudara (Gambar 2.31) (Visvader, 2009).

Universitas Sumatera Utara


99

Gambar 2.31 Model hirarki diferensiasi pada epitel payudara. Petanda permukaan sel
primer digunakan untuk mengisolasi sel epitel pada tikus percobaan (warna biru) dan
manusia (warna merah). Pada umumnya progenitor disebut juga sebagai sel progenitor
yang bipoten dengan hirarki sel punca dan sel progenitor bipoten. Pada saat hamil, sel
progenitor alveolar menunjukkan kemampuan yang bipotensial (Visvadar, 2009)

ITGA6 (Alpha-6 intergrin) yang identik dengan CD49f α6β1 (VLA-6)

merupakan protein permukaan sel yang teridentifikasi pada sel punca payudara

tikus dewasa (Stingl, et al., 2006), dan sub-populasi tumorigenik pada cell line

MCF-7 kanker payudara (Cariati, et al., 2008), sama seperti CSC yang mengatur

glioblastoma (Lathia, et al., 2010).

Sel punca payudara (MaSCs) dipercaya sebagai sel progenitor untuk cell

lines mioepitel maupun epitel luminal (duktus dan alveolar), namun jumlah pasti

maupun peralihan alaminya masih belum jelas diketahui. Sub-populasi progenitor

luminal yang menjadi sel duktus maupun alveoli, tergantung pada stage

perkembangannya (masa pubertas atau kehamilan). Populasi MaSCs pada

manusia tidak mengekspresikan ER maupun PR, meskipun hormon estrogen dan

progesteron bersifat mitogenik untuk sel epitel payudara (Asselin-Labat, et al.,

Universitas Sumatera Utara


100

2006; Lim, et al., 2009). MaSCs juga tidak mengekspresikan ErbB2/HER2

(Carey, et al., 2007).

2.4.3.1 CD44

CD44 adalah glikoprotein transmembran multifungsional kelas satu (Naor,

et al., 2008) yang berfungsi sebagai reseptor asam hialuronik, mempromosi

migrasi sel normal, serta tertampil pada hampir seluruh sel kanker dalam bentuk

standar maupun varian-nya (Ponta, et al., 2003), berupa protein yang memonitor

perubahan ekstraseluler dan pengaturan adhesi sel, proliferasi, pertumbuhan,

keselamatan (survival), pergerakan, migrasi, angiogenesis, dan diferensiasi sel

(Du, et al, 2008; Naor, et al., 2008). CD44 juga mempresentasikan sitokin dan

kemokin ke reseptor membran sel (Naor, et al., 2008). CD44 berinteraksi dengan

osteopontin, dan mengatur fungsi seluler yang mengawali pembentukan tumor

(Rangaswami, et al., 2006). Bila berinteraksi dengan P-selectin atau L-selectin,

CD44 yang tertampil pada permukaan sel kanker membantu penyebaran secara

hematogen (Napier, et al., 2007).

CD44 mempunyai fungsi aktifitas fisiologi pada sel normal dan sel punca.

Gen CD44 sering mengalami pemotongan dan penyambungan alternatif

membentuk kode protein yang berlainan untuk sub-tipe kanker yang berbeda

(Rangaswami, et al., 2006). Oleh karena itu, CD44 digunakan sebagai petanda

permukaan untuk mengisolasi CSC pada sebagian besar kanker seperti kanker

payudara, prostat, pankreas, ovarium, dan kolorektal (Du, et al., 2008; Bapat,

2010). Namun demikian, masih terdapat perdebatan dalam validasi kadar tampilan

CD44 dan hubungannya terhadap prognosis penyakit. Kegunaan CD44 sebagai

Universitas Sumatera Utara


101

petanda CSC masih belum jelas (Slomiany, et al., 2009). Pada beberapa kanker

CD44 berperan dalam mengawali dan mempromosi tumorigenesis (Godar, et al.,

2008; Leung, et al., 2010), metastasis (Visvader and Lindeman, 2008; Weber, et

al., 2002; Gunthert, et al., 1991).

Protein CD44 adalah molekul rantai tunggal yang terdiri dari domain

ekstraseluler terminal-N, suatu bagian proksimal membran, domain

transmembran, dan satu bagian ekor di sitoplasma. Ligand utama CD44 adalah

asam hialuronik, yang merupakan suatu komponen ekstraseluler. Ligand CD44

lainnya selain asam hialuronik, yaitu osteopontin, serglycin, kolagen, fibronektin,

dan laminin. Peran fisiologis CD44 yang utama adalah untuk mempertahankan

struktur organ dan jaringan melalui adhesi sel ke sel, dan sel terhadap matriks,

namun pada isoform tertentu CD44 juga berperan dalam memperantarai aktifasi

leukosit dan homing, serta mengikat faktor kimia dan hormon. Berbagai isoform

CD44 dapat tertampil pada neoplasma (Goodison, et al., 1999).

Gen CD44 pada manusia terdapat pada kromosom lokus 11p13 yang

terdiri dari dua kelompok exons (Gambar 2.32) (Goodfellow, et al., 1998). Satu

kelompok terdiri dari exon 1-5 dan exon 16-20, yang terpisah membentuk suatu

transkripst yang mengkode tampilan isoform standard (disingkat sebagai CD44s).

Sepuluh variant exon 6-15 (disebut juga sebagai v1-10) secara alternatif splicing

dapat terinsersi di antara exon 5 dan exon 16 (Tolg, et al., 1993). Molekul yang

mengandung berbagai variant exon maupun produk peptide-nya dikenal sebagai

CD44v. Secara teori dapat terjadi sejumlah pemotongan (splicing) alternatif

sehingga dapat dijumpai lebih dari 1000 variant CD44 yang berbeda-beda

(Screaton, et al., 1992; Ermak, et al., 1996). Pada manusia, exon 6 (v1) terdiri dari

Universitas Sumatera Utara


102

stop codon pada asam amino ke-17, yang berbeda dengan tikus (Screaton, et al.,

1993).

Gambar 2.32 Skematik struktur gen CD44. Exons standard (s1-10) mengkode
tampilan isoform standard protein CD44. Kombinasi varian exons (v1-10) secara
alternative dapat dipisahkan di antara s5 dan s6 yang mengkode isoform protein
varian CD44v. (Goodison, et al., 1999)

Isoform standard protein CD44 pada manusia yang paling banyak

mengandung asam amino yaitu terdiri dari 363 asam amino dengan berat molekul

37 kDa. Protein terdiri dari tiga daerah yaitu: 72 asam amino (aa) domain

sitoplasmik terminal-C, 21 asam amino domain transmembran, dan 270 asam

amino domain ekstra seluler (Gambar 2.33). Daerah sitoplasma dikode oleh exon

18, exon 19 dan exon 20. Domain transmembran hidrofobik dikode oleh exon 18.

Domain ekstra seluler terdiri atas dua bagian yaitu daerah yang conserved dan

non-conserved. Domain ekto terminal-N dikode oleh exon 1-5 yang berlekuk ke

dalam struktur globular tertiar membentuk ikatan disulfida di antara tiga pasangan

sistein. Bagian proksimal membran domain ekstra seluler dikode oleh exon 16 dan

exon 17 (Goodison, et al., 1999).

Universitas Sumatera Utara


103

Gambar 2.33 Struktur protein CD44. Isoform standard yang mengikat ligand
utamanya (asam hialuronik) pada ujung-N (domain distal ekstraseluler). Varian
kombinasi exon (v1-10) di antara domain ekstraseluler dapat mengganggu afinitas
ikatan asam hialuronik dan interaksinya terhadap ligand alternatif. Interaksi
molekul terhadap sitoskeleton melalui ikatan ankirin dan famili ERM (ezrin,
radixin, moesin) dengan domain sitoplasmik (Goodison, et al., 1999)

Ligand utama CD44 adalah asam hialuronik yang merupakan komponen

utama ECM. Asam hialuronik merupakan suatu glikosaminoglikan polimerik,

linear, dan paling sedikit tiga tempat yang mengikat molekul CD44 yaitu satu

pada domain ‘link’ yang dikode oleh exon 2 (Yang, et al., 1994) dan dua lainnya

tumpang tindih pada daerah yang dikode oleh exon 5 (Liao, et al., 1995). Tempat

ikatan asam hialuronik terdiri dari kelompokan asam amino basa, dengan residu

arginin spesifik. Walaupun semua CD44 mengandung tempat pengenalan asam

hialuronik, namun tidak semua sel yang menampilkan CD44 mengikat asam

hialuronik secara konstitutif. Sel dapat menampilkan CD44 dalam keadaan aktif

dan terangsang, atau dalam keadaan tidak aktif namun berikatan dengan asam

hialuronik. Perbedaan tempat ikatan asam hialuronik pada CD44 menunjukkan

kespesifikan sel, dan dihubungkan dengan pola modifikasi post translasi.

Universitas Sumatera Utara


104

Hambatan terhadap glikosilasi meningkatkan ikatan asam hialuronik (Lesley, et

al., 1995). Pada jenis sel tertentu, protein permukaan CD44 yang tidak aktif dapat

terangsang segera berikatan dengan asam hialuronik melalui interaksi terhadap

antibodi spesifik.

Sel tubuh manusia pada umumnya menampilkan isoform CD44s, terutama

CD44E, yang diproduksi exons v8-10 (Gambar 2.5) (Iida and Bourguignon,

1995). Tampilan isoform CD44 terdiri dari kombinasi variant exons yang lebih

terbatas pada jaringan normal. Tampilan variant isoform ini terdeteksi pada sel

hematopoetik (Stauder, et al., 1995), terutama pada sel mononukleus di darah

perifer (Salles, et al., 1993). Tampilan v6 mengandung isoform yang terdapat pada

duktus payudara (Terpe, et al., 1994) dan pankreas (Gansauge, et al., 1995; Hong,

et al., 1995), sedangkan isoform v4 tertampil pada sel urothelial normal

(Southgate, et al., 1995). Sel tubuh manusia yang tidak menampilkan isoform

CD44 adalah sel hepatosit, sel asiner pankreas, dan sel pada tubulus ginjal

(Terpe, et al., 1994; Mackay, et al., 1994).

Famili protein CD44 mempunyai berbagai fungsi di sekitar ikatan asam

hialuronik dan molekul ekstra seluler lainnya. Keragaman fungsi ini diawali oleh

pemotongan (splicing) alternatif pre-mRNA dan ikatan ligand yang menyebabkan

modifikasi post-translasi serta interaksi dengan berbagai faktor lainnya.

Keseimbangan interaksi di antara molekul sel permukaan terhadap molekul

lainnya dan ECM menentukan tempat dan status migrasi jenis sel yang spesifik

(Goodison, et al., 1999).

Protein CD44 berperan dalam mempertahankan struktur tiga dimensi

organ maupun jaringan. Proliferasi dan repair sel dipengaruhi oleh CD44 dan

Universitas Sumatera Utara


105

produksi asam hialuronik, yang selanjutnya melekat pada struktur scaffold selama

proses perluasan (Jain, et al., 1996). Asam hialuronik tertimbun pada proses

angiogenesis, penyembuhan luka, dan migrasi sel embrionik (Sherman, et al.,

1996), yang menyebabkan migrasi sel melewati bahan asam hialuronik (Thomas,

et al., 1992). Asam hialuronik mendukung CD44 memperantarai pergerakan sel

(Goodison, et al., 1999).

Molekul CD44 dapat juga memperantarai agregasi sel, yang dapat terjadi

melalui ikatan asam hialuronik yang multivalent dengan CD44 pada sel di

sekitarnya atau melalui ikatan inter-CD44 yang melekat pada glikosil moieties

(Cooper and Dougherty, 1995). Ikatan asam hialuronik juga dapat merangsang

tampilan gen, seperti gen peradangan pada makrofag termasuk NOS (nitric oxide

synthase). Fragmen asam hialuronik sebagai heksamer kecil dan antibodi

monoklonal terhadap asam hialuronik menghambat tampilan gen yang dirangsang

asam hialuronik (McKee, et al., 1996).

Sebagian besar fungsi leukosit tergantung pada tampilan CD44.

Meningkatnya kadar protein CD44 pada permukaan menandai leukosit-T yang

teraktifasi. Sel permukaan CD44 pada leukosit dapat memperantarai perlekatan

leukosit pada sel endotel pembuluh darah melalui ikatan asam hialuronik,

interaksi ini digunakan untuk ekstravasasi sel T yang teraktifasi pada daerah

peradangan pada tikus percobaan maupun manusia (Estess, et al., 1998).

Targeting leukosit ke tempat efektor melalui ikatan CD44-asam hialuronik

ditingkatkan oleh induksi sintesa asam hialuronik pada endotel pembuluh darah

akibat sitokin pro-inflamatori, TNF-α, dan IL-1β (Mohamadzadeh, 1998).

Universitas Sumatera Utara


106

Tampilan berbagai isoform CD44 dan hasil dari profil ikatan asam

hialuronik dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tumor. Jaringan

tumor mengandung transkrip CD44, yang biasanya tidak dijumpai pada jaringan

normal (Stamenkovic, et al., 1991). Garis keturunan sel tumor yang mengandung

protein CD44 memnunjukkan kemampuan untuk membentuk tumor yang lebih

agresif (Birch, et al., 1991). Perubahan tampilan molekul perlekatan sel pada

jaringan merusak interaksi epitel-mesenkim normal, menyebabkan disorganisasi

struktural maupun fungsional yang merupakan ciri khas kanker (Goodison, et al.,

1999).

Ikatan CD44s-asam hialuronik pada perkembangan tumor menghambat

pembentukan tumor. Protein CD44 mutant tidak mampu mengikat asam

hialuronik sehingga tumor dapat bertumbuh. Tingkat kesalahan prosesing

transkrip CD44 meningkat pada sel tumor. Transkripsi CD44 yang dihasilkan sel

tumor diproses secara aberrant menggunakan daerah sambungan yang tersamar.

Tampilan CD44 abberant merangsang tumorigenesis, gangguan ikatan

asam hialuronik, dan mikrometastasis ke berbagai organ. Pada sebagian tumor

primer dan metastasis terjadi kehilangan tampilan CD44 dan ikatan asam

hialuronik, oleh karena mengalami hipermetilasi gen CD44 (Goodison, et al.,

1999).

2.4.3.2 CD24

CD24 merupakan molekul kecil protein permukaan sel yang berlabuh

melalui glycosyl-phosphotidyl-inositol pada membrane berbagai sel kanker.

Sangat banyak glycosylated dan fungsinya di dalam interaksi sel-sel dan sel-

Universitas Sumatera Utara


107

matriks (Lee, et al., 2010; Kristiansen, et al., 2003; Pierres, et al., 1987). CD24

merupakan antigen yang tidak stabil dalam suasana panas dan digunakan sebagai

petanda diferensiasi sel hemtopoeitik dan neuronal (Springer, et al., 1978; Fang, et

al., 2010). Glycosylation CD24 bervariasi digunakan untuk membedakan fungsi

berbagai sel, namun pada sebagian sel masih belum jelas (Fang, et al., 2010).

CD24 tertampil pada stadium awal perkembangan sel B dan tertampil kuat pada

sel neutrofil, namun CD24 tidak tertampil pada sel T yang normal dan monosit

(Creighton, et al., 2009). CD24 tidak tertampil pada jaringan tubuh manusia

normal, namun tertampil pada karsinoma (Kristiansen, et al., 2003).

Tampilan CD24 dapat dijumpai pada kanker ovarium, payudara, prostat,

kantong kemih, ginjal, karsinoma paru non-small cell, dan metastasis

(Kristiansen, et al., 2003; Zheng, et al., 2011). CD24 pada manusia, teridentifikasi

sebagai petanda molekuler yang digunakan untuk membedakan sel epitel luminal,

sel non-epitel dan sel mioepitel (Sleeman, et al., 2006).

CD24 terlibat di dalam adhesi sel dan metastasis (Lee, et al., 2010). Oleh

sebab itu CD24 dapat menjadi petanda yang bermakna untuk prognosis dan

diagnosa tumor. CD24 memfasilitasi intravasasi sel tumor (Kristiansen, et al.,

2004). Secara fungsional, teridentifikasi sebagai ligand alternatif untuk P-selectin,

suatu reseptor perlekatan pada platelet dan sel endotel (Aigner, et al., 1998),

melalui interaksi yang memfasilitasi perjalanan sel tumor di dalam aliran darah

selama proses metastasis. Juga meningkatkan adhesi sel tumor terhadap

fibronektin, kolagen, dan laminin (Zheng, et al., 2011). Peningkatan CD24 yang

dihubungkan dengan metastasis merupakan hal yang penting untuk faktor

prognostik dan petanda CSC yang baru (Lee, et al., 2010).

Universitas Sumatera Utara


108

CD24 tidak tertampil pada sel progenitor akan tetapi tertampil pada sel

yang sudah berdiferensiasi. Penelitian selanjutnya masih dibutuhkan untuk

menjelaskan mekanisme tampilan CD24 terhadap sel yang berdiferensiasi dan

tidak berdiferensiasi (Fang, et al., 2010). Mekanisme pengaturan seperti

epigenetic silencing maupun keterlibatan faktor transkripsi lainnya di dalam

tampilan CD24 (Kaipparettu, et al., 2010). CD24 menurunkan konsentrasi faktor

migrasi -1 yang berasal dari sel stroma, dan mengurangi kemampuan metastasis

cell lines kanker payudara melalui signaling CXCR4. Sebaliknya kemampuan

migrasi dari sel dengan CD24- akan meningkat karena kurangnya hambatan dari

RNA inhibition (Schabath, et al., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Sorbello,

et al. (2003), didapatkan bahwa protein CD24 merupakan salah satu dari sembilan

gen yang mengatur estrogen pada kanker payudara. Tampilan kuat CD24

dijumpai pada sel tumor yang tidak menampilkan ER.

Shipitsin, et al. (2007), menemukan bahwa tampilan CD24 terdapat pada

sel yang sudah lebih berdiferensiasi, sedangkan CD44 tertampil pada sel yang

lebih progenitor-like.

Kombinasi petanda CD44+/CD24-/low merupakan karakteristik sel punca

kanker payudara (Al-Hajj, et al., 2003). Fungsi yang sebenarnya dari sel punca

dan hubungannya terhadap respon terapi pasien masih belum jelas (Hennessy, et

al., 2009).

2.4.3.3 ALDH1 (Aldehyde Dehydrogenase-1)

ALDH1 (aldehyde dehydrogenase-1) adalah golongan enzim detoksifikasi

yang merupakan salah satu biomarker sel punca payudara, dan berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara


109

mengoksidasi aldehydes intraseluler. ALDH dapat ditemukan pada sel punca

payudara normal maupun populasi sel punca kanker. Sub-populasi dengan

aktifitas ALDH yang tinggi banyak terdiri dari CSC. Ekspresi ALDH1 dengan

pewarnaan imunohistokimia ditemukan pada 481 kasus kanker payudara primer

(Ginestier, et al., 2007). ALDH1A3 (Aldehyde dehydrogenase family 1 member

A3) berhubungan dengan grading dan metastasis tumor, dan hal ini tidak

ditemukan pada ALDH1A1 (Marcato, et al., 2011). Kanker payudara dengan

ekspresi ALDH1 positif pada umumnya dihubungkan dengan tampilan HER2

positif, dan ekspresi ER dan PgR negatif. ALDH1 tertampil pada garis keturunan

sel tipe basal, namun tidak tertampil pada sel tipe luminal (Charafe-Jauffret, et al.,

2009).

Walaupun CD44+/CD24-/low, ALDH1A1, ALDH1A3 dan ITGA6

menunjukkan ciri-ciri CSC, perlu diperhatikan bahwa ekspresi ini tidak selalu

dijumpai pada semua kasus. Sebagai contoh fenotipik CD44+/CD24-/low tidak

teridentifikasi pada salah satu dari sembilan sediaan yang berasal dari kanker

payudara (Al-Hajj, et al., 2003). Demikian juga Hwang-Verslues, et al. (2009)

menemukan ekspresi petanda sel punca CD44+/CD24-/low dan ALDH1A1 beragam

di antara cell lines kanker payudara dan tumor primer, petanda ini tidak bersifat

universal untuk semua CSC (Hwang-Verslues, 2009). Keragaman phenotype CSC

dan keberadaan berbagai klone sel yang bertindak sebagai CSC merupakan

konsep dasar pada keganasan hematologi (Stingl and Caldas, 2007).

Pada sel tumor, tampilan ALDH1 mengidentifikasi sel punca payudara

(MSCs) yang ter-rekrut secara selektif ke daerah pertumbuhan tumor, yang akan

Universitas Sumatera Utara


110

berinteraksi dengan sel punca kanker payudara melalui loops sitokin IL6 dan

CXCL7 (Liu, 2011).

2.4.4 Niche sel punca payudara (Niche MaSCs)

Pemeliharaan dan fungsi MaSCs tergantung pada interaksi antara berbagai

sel epitel dan stroma payudara. Berbagai studi menyatakan kepentingan stroma

payudara di dalam perkembangan duktus (Silberstein, 2001). Sub-tipe epitel yang

berbeda dapat berkembang dari pembelahan MaSCs yang asimetris pada stroma

payudara. Kurangnya dampak sel payudara yang mendukung kemampuan sel

individu sel punca untuk menghasilkan pertumbuhan epitel yang berlebihan

menekankan pentingnya signal jaringan spesifik yang berasal dari sel parenkim

(Shackleton, et al., 2006). Selain niche sel punca payudara alami, makrofag juga

merupakan salah satu komponen yang berperanan dalam mendukung fungsi

MaSCs (Gyorki, et al., 2009).

Aktifitas MaSC cendrung dipengaruhi oleh signal positif dan negatif

stroma. Diduga sel punca banyak terdapat pada terminal end buds (TEBs) duktus,

dan menyebar ke percabangan lateral dari tempat asalnya. Pada masa pubertas,

aktifitas MaSCs pada TEBs dan proliferasi sel punca di sepanjang duktus

dihambat oleh Transforming Growth Factor-β (TGF-β1) untuk mencegah

percabangan yang berlebihan selama masa pubertas. Efek inhibisi TGF-β1

terhadap proliferasi MaSC diperantarai oleh perantaraan stroma (Boulanger, et al.,

2005).

Universitas Sumatera Utara


111

2.4.5 Sel punca kanker payudara

Sel punca payudara (MaSCs) diperkirakan berasal dari transformasi

keganasan sel punca normal atau sel progenitor yang normal (Petersen dan

Polyak, 2011). Kemampuan hidup yang panjang sel punca/sel progenitor

memungkinkan terjadi penimbunan mutasi DNA.

2.4.6 Pengaturan transkripsi MaSCs

Pada keadaan normal, jalur Notch berperan untuk membatasi perluasan

MaSCs pool (Bouras, et al., 2008). Fungsi Notch ini secara in vivo belum jelas,

namun kadar mRNA Notch-2 dan Notch-3 terbukti terdapat di dalam MaSCs pool.

Notch-4, banyak ditemukan di dalam populasi MaSC pada manusia (Raouf, et al.,

2008), namun tidak ditemukan pada tikus. Notch-4 memperantarai peningkatan

kemampuan pembentukan mammosphere sel basal yang dirangsang oleh Notch

ligand (Dontu, et al., 2004).

2.4.7 Peran sel punca dalam tumorigenesis

Teori evolusi klonal tumor menjelaskan bahwa kanker berasal dari mutasi

sel tunggal atau beberapa sel yang mengawali proliferasi tidak terkontrol dan

tidak terbatas. Kelainan genetika menyebabkan pertumbuhan tumor, pengaktifan

proto-onkogen menjadi onkogen, serta penginaktifan berbagai tumour-suppressor

genes. Dalam peningkatan jumlah sel tumor dibutuhkan penghindaran apoptosis,

signal pertumbuhan yang cukup, invasi jaringan dan metastasis, serta kemampuan

replikasi yang tidak terbatas (Hanahan and Weinberg, 2000). Mutasi

memungkinkan sel-sel tumor dapat terselamatkan, sehingga terjadi proliferasi

Universitas Sumatera Utara


112

berlebihan dan pembentukan sel tumor yang baru serta kemampuan

memperbanyak klon. Evolusi klonal tumor dapat menerangkan tentang

karakteristik pertumbuhan kanker secara sederhana. Terbentuknya teori evolusi

klonal, didasari dengan dua model tentang bagaimana tumor bertumbuh melalui

pembelahan yang tidak terbatas yaitu stochastic modal dan hirarki model

pertumbuhan tumor. Pada stochastic modal, semua sel tumor secara acak

berpotensi untuk bersifat tumorigenik (Reya, 2001). Pada hirarki model, hanya

sel-sel tumor tertentu di antara populasi tumor bersifat tumorigenik, sedangkan

sel-sel tumor lainnya merupakan populasi sel dengan berbagai tingkat diferensiasi

yang tidak mampu berkembang secara sendiri menjadi tumor (Reya, 2001). CSC

mampu mempertahankan perbaharuan sel tumor namun tidak berdiferensiasi

(Morrison, et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara


113

2.5 Kerangka Teori

Breast stem cell

Notch
Wnt / Hh
Basal cell Breast cancer stem
EMT
progenitor cell (CSC)
BRCA1 (+)

Claudin Low

EMT

Basal-like
Her-2
Her-2 enriched

Luminal cell ER Luminal A


progenitor
Luminal B

Stroma
IFN-rich
Luminal Alveolar (Immunomodulatory)
Cell Cell
IGF-rich

Luminal Androgenic
Ductal
Cell
Stroma mesencymal
cells :
 Fibroblast
 TIL
 Macrophage

Gambar 2.34 Kerangka Teori.

Universitas Sumatera Utara


114

2.6 Kerangka Konsep

 Clinical stage
Jaringan kanker payudara
 Grading histologi

ER (+) ER (-)

ER (+), PgR (+), ER (+), PgR (+), ER (-), PgR (-), HER-2 (+)
HER2 (-) HER2 (+) HER2 (-)

Luminal A Luminal B Triple


negative

Claudin low CK5/6,EMA IFN- IGF- Luminal Unclas


[Stem celll-like] [Basal-like] Rich High Androgen sified

Basal B Basal A
Non- BRCA-1
mutated mutated

Ki-67
CD44High dan CD24Low

Gambar 2.35 Kerangka Konsep.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional (potong lintang) untuk mengidentifikasikan pola tampilan

imunohistokimia CD44High dan CD24Low sebagai profil sel punca pada kanker

payudara triple negative (claudin low, basal-like, sub-tipe IGFHigh dan IFNHigh)

berdasarkan petanda imunohistokimia, serta hubungannya dengan histologic

grading berdasarkan metode Modified Bloom and Richardson. Penelitian ini

dilakukan terhadap 67 sampel jaringan yang berasal dari core biopsy dan jaringan

mastektomi penderita karsinoma payudara tanpa menggunakan kelompok kontrol.

Sebagian kasus berupa pasangan antara tumor primer dengan jaringan kelenjar

getah beningnya yang juga diperiksa dengan imunohistokimia CD44 dan CD24

sehingga dapat dibandingkan antara tumor primer dengan metastasisnya tentang

tampilan populasi CSC.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

3.2.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Departemen

Patologi Anatomi / RSUP Haji Adam Malik Medan dan Departemen Bedah

Onkologi. RSUP Haji Adam Malik Medan.

115
Universitas Sumatera Utara
116

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada periode bulan Januari 2014 sampai dengan

Oktober 2017 yang meliputi pengajuan judul proposal penelitian, pengumpulan

sampel jaringan core biopsi dan mastektomi payudara, pemeriksaan di

laboratorium Patologi Anatomi, pengolahan data, dan laporan hasil penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel penelitian

3.3.1 Populasi penelitian

Semua jaringan core biopsi dan mastektomi payudara dari penderita yang

didiagnosa sebagai karsinoma payudara di laboratorium Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Univeritas Sumatera Utara dan RSUP Haji Adam Malik

Medan.

3.3.2 Sampel penelitian

Jaringan core biopsi dan mastektomi dari penderita karsinoma payudara

yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi di laboratorium Patologi

Anatomi FK USU dan RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan cara estimasi proporsi untuk sampel tunggal

berdasarkan rumus data untuk penelitian diskriptif analitik kategorik berikut ini

(Chow et al., 2009):

n = Z2(1 – α ) x P x Q
2

(d)2

Universitas Sumatera Utara


117

Dimana: n2 = Jumlah sampel minimum; Z(1 – α ) = Nilai distribusi normal

baku (tabel Z) pada nilai α tertentu (α = 0,05) (nilai Z = 1,96); P adalah proporsi

(seluruh kasus TNBC) sebesar 20 % (0,2); Q adalah (1 – P) = ( 1 – 0,2) = 0,8; dan

d = nilai kesalahan maksimum yang dapat ditolerir (presisi) sebesar 10% (0,1).

Hasil perhitungan didapatkan:

n = 1,962 x 0,2 x 0,8 = 61


(0,1)2

Maka besar sampel minimal untuk penelitian ini adalah 65 kasus penderita

karsinoma payudara.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria inklusi

1. Jaringan core biopsi dan mastektomi payudara yang didiagnosa sebagai

karsinoma payudara di laboratorium Patologi Anatomi FK USU/RSUP Haji

Adam Malik Medan.

2. Karsinoma payudara dengan hasil pemeriksaan imunohistokimia ER, PR dan

HER2 negatif dan didiagnosa sebagai ‘triple negative breast cancer’ (TNBC)

3. Penderita kanker payudara dengan AJCC stage I-III

4. Data klinikopatologi yang adekuat (seperti yang terdapat pada lampiran).

3.4.2 Kriteria eksklusi

 Sediaan jaringan yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan

imunohistokimia (karena proses fiksasi yang tidak memenuhi syarat).

Universitas Sumatera Utara


118

3.5 Variabel Penelitian

 Breast Cancer Stem Cell profile CD44High dan CD24Low

 Proliferation index Ki-67

 Clinical staging

 Sub-tipe histologic grading classical

 Sub-tipe molecular

Universitas Sumatera Utara


119

3.6 Kerangka operasional

Jaringan core biopsi dan mastektomi payudara di laboratorium


Patologi Anatomi FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan yang Kriteria
didiagnosa sebagai kanker payudara inklusi

Triple negative
(Imunohistokimia ER -, PgR -, dan HER2 -)

Data rekam medik Pemeriksaan mikroskopis Panel


pasien HE (Sub-tipe, Histologic Imunohistokimia
(Clinical Staging) Grading, TILs)

Pemeriksaan mikroskopis (histologic


grading classical sub-type)
oleh 2 orang ahli patolog dan peneliti

Claudin-7 CK5 CK8/18 IGF-1R IFN-α II


CD44
Twist EMA E-Cadherin (+) (+)
CD24
Ki-67

Upaya pengklasifikasian sub-tipe TNBC

Stem celll-like Basal-like Luminal IGF- IFN- Other


(Claudin low) High Rich

Gambar 3.1 Kerangka operasional.

Universitas Sumatera Utara


120
12

3.7. Definisi Operasional

1. Data rekam medis adalah data yang mencakup keterangan klinis berupa usia,

ukuran tumor, status KGB (ada/tidak metastasis ke KGB).

2. Status menstruasi pada penelitian ini diklasifikasi menjadi:

1. Pre-menopause, merupakan rentang usia reproduksi dari sejak menarche

hingga terdapat efek gangguan hormonal (Harlow, et al., 2012).

2. Post-menopause, masa dimana seorang wanita tidak mendapatkan siklus

menstruasi minimal 12 bulan, dengan asumsi masih memiliki organ uterus,

dan tidak dalam keadaan hamil maupun menyusui (Harlow, et al., 2012).

3. Clinical staging adalah penentuan staging berdasarkan data rekam medik

penderita kanker payudara, yang diklasifikasikan berdasarkan system staging

AJCC yaitu sistem staging TNM (T = tumor; N = Nodul, M = metastasis).

4. Pemeriksaan mikroskopis adalah pemeriksaan terhadap sediaan slaid yang

berasal dari blok parafin dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin untuk

menentukan diagnosa histopatologi kanker payudara berdasarkan klasifikasi

WHO (2012), berupa sub-tipe (karsinoma duktal, lobular, atau medulari, in-

situ atau invasif), serta ada atau tidak metastasis ke KGB. Kemudian

dievaluasi sistem penggradingan histopatologi berdasarkan sistem

penggradingan Modified Scarf - Bloom and Richardson yang diperkenalkan

oleh Elston (Rosai, 2011).

5. Invasive carcinoma of no special type (IC-NST), merupakan jenis keganasan

payudara yang terbanyak (70-80%) dari semua kanker payudara primer.

Gambaran histopatologi Invasive carcinoma of no special type (IC-NST)

Universitas Sumatera Utara


121

beragam. Arsitektur sel tumor IC-NST dapat berupa sel-sel tumor yang

berkelompok, berupa cords, atau trabekula (Tavassoli and Devilee, 2003).

6. Invasive lobular carcinoma (ILC) merupakan 5-15% dari karsinoma payudara

invasive. Insiden ILC pada wanita berumur di atas 50 tahun meningkat dalam

waktu 20 tahun terakhir ini. Umur rata-rata penderita ILC berkisar 1-3 tahun

lebih tua dibandingkan umur penderita IDC (Tavassoli and Devilee, 2003).

7. Histologic grading adalah sistem penggradingan Modified Scarf - Bloom and

Richardson/Ellis-Elston Nottingham grading system (Nottingham grading

system/NGS) Sistem penggradingan ini berdasarkan gambaran pembentukan

tubular, gambaran inti (pleomorfik), dan jumlah mitotik, yang masing-masing

diberi angka 1, 2, dan 3. Hasil penjumlahan skor bernilai 3 sampai 9, dan

diberi tiga tingkatan sebagai berikut: grade I (well differentiated) 3-5 poin;

grade II (intermediate) 6-7 poin; dan grade III (poorly differentiated) 8-9 poin

(Elston and Ellis, 1991).

8. TILs (IC-NSTIC-NSTTumor infiltrating leucocytes) mencerminkan respon

imun lokal (anti-tumor immune response) dan merupakan kunci mekanisme

pengontrolan progresif kanker. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Kreike, et al. (2007) yang diberi skor sbb.: skor 0 bila tidak terdapat sebukan

sel radang, skor 1 bila sebukan sel radang minimal, kurang dari 10

leukosit/LPB (pembesaran 40X), skor 2 bila sebukan sel radang leukosit

mudah ditemukan, namun tidak berkelompok, dan skor 3 bila sebukan sel

radang leukosit massif, berkelompok dan terdapat pada lebih dari 50% luas

tumor. TILs dapat dibedakan menjadi: (1). Leukosit yang menginfiltrasi

stroma tumor (TILs stromal) dan (2). Leukosit yang menginfiltrasi pulau-

Universitas Sumatera Utara


122

pulau sel tumor (TILs intra-tumor) (Melichar, et al., 2014). Untuk menilai

sebukan sel radang leukosit (TILs) (pembesaran 40X) yang diberi skor sebagai

berikut: skor 1 bila terdapat sebukan sel radang leukosit intra-tumoral, dan

skor 2 bila sebukan sel radang leukosit ekstra tumoral.

9. Kanker payudara triple negative (TNBC) pada penelitian ini adalah sub-tipe

molekuler kanker payudara berdasarkan pemeriksaan imunohistokimia yang

tidak menampilkan ER, PR maupun HER2/Neu. Klasifikasi molekuler TNBC

berdasarkan pemeriksaan imunohistokimia di bagi atas:

9.1 Sub-tipe Claudinlow (stem cells-like), ditandai penurunan tampilan protein

tight junction dan adhesi interseluler seperti claudin-4, claudin-7 dan

claudin-3, occludins, E-cadherin (semuanya berupa petanda diferensiasi

sel epitel luminal), namun terdapat tampilan positif untuk petanda EMT

(epithelial-mesencymal transition), gen respon imun serta gambaran CSC

(CD44+/CD24–/low, CD49f+/EpCAM–/low; ALDH-1) (Creighton, et al.,

2009; Prat, et al., 2010; Lim, et al., 2010). Walaupun sub-tipe claudin low

dan basal-like mirip (contohnya: tampilan HER2 rendah), namun kedua

sub-tipe ini jelas sangat berbeda. Claudin low kurang menampilkan gen

untuk proliferasi dan siklus pertumbuhan tumor cendrung lebih lambat

dibandingkan sub-tipe basal-like (Prat, et al., 2010). Pada penelitian ini

digunakan CD44, CD24, Claudin-7, Twist-1 sebagai petanda sub-tipe stem

cell-like (Zhao, et al., 2013; Collinn, et al., 201]5).

9.2 Karsinoma basal-like, ditandai dengan tampilan ER–, HER2–, Ck5, Ck5/6

dan/atau EGFR+ (Sorlie, et al., 2003; Nielsen, et al., 2004; Shiu, et al.,

2008). CK5 lebih sensitif untuk menampilkan phenotype basal-like tumor

Universitas Sumatera Utara


123

dibandingkan CK5/6 (Bhargava, et al., 2008). Pada disertasi ini, untuk

menentukan sub-tipe karsinoma basal-like, digunakan pewarnaan

imunohistokimia Ck5, EMA dan E-Cadherin (Nielsen, et al., 2004).

9.3 Sub-tipe luminal digunakan pewarnaan immunohistokimia Ck8/18 (Wang,

et al., 2013).

9.4 Sub-tipe IFNRich ditandai dengan tampilan imunohistokimia IFN-αR(II)

(Saidi, et al., 2007).

9.5 Sub-tipe IGFHigh ditandai dengan tampilan imunohistokimia IGF-1R

(Mancini, et al., 2014).

10. Petanda kanker payudara ditampilkan dengan menggunakan antibodi sbb.:

No. Antibodi Clone Dilution Tertampil pada

1 ER 6F11, Dako 1:100 Inti

2 PR PgR 636, polyclonal Ab, Dako 1:200 Inti

3 HER2 A0435, polyclonal Ab, Dako 1:200 Membran sel

4 TWIST-1 H-81, Santa Cruz Biotechnology, 1:100 Membran sel


Santa Cruz CA
5 CK5 XM26, Novocastra-Vision 1 : 25 Sitoplasma sel
Biosystems, Norwell, MA
6 CK8/18 5D3, Lab Vision, USA 1:300 Sitoplasma sel

7 Claudin-7 NBPI-35677, Rabbit polyclonal 1:100 Membran sel


antibody,Novus Biological
8 E-Cadherin NCH-38; M3612, monoclonal 1:50 Membran sel
primary antibody,
DakoCytomation, Denmark
9 EMA E29, mononclonal antibody, 1:400 Membran sel
DAKO /sitoplasma
10 IFN-αII N27, mouse monoclonal 1:100 Membran sel
antibody, Thermo scientific /sitoplasma/inti
11 IGF-1R Santa Cruz rabbit polyclonal 1:100 Membran sel
antibody Cat# sc-713, lot C3005 /sitoplasma

Universitas Sumatera Utara


124

11. Petanda imunohistokimia CSC digunakan antibodi monoklonal:

No. Antibodi Clone Dilution Tertampil


pada
1 CD44 DF1485, Novocastra Laboratories 1:100 Membran sel
Ltd., Newcastle upon Tyne, UK
2 CD24 C-20, Santa Cruz Biotechnology, 1:100 Membran sel
Palo Alto, CA, USA

12. Untuk menilai indeks proliferasi digunakan Ki-67 (clone SP6, neomarkers,

dilution 1:100) yang tertampil positif pada inti sel.

10. Pemeriksaan imunohistokimia adalah suatu teknik pemeriksaan di

laboratorium Patologi Anatomi yang dilakukan untuk mendeteksi antigen

(contohnya protein) pada sel maupun jaringan dengan menggunakan prinsip

antibodi yang mengikat secara khusus terhadap antigen pada jaringan.

Pemeriksaan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya Olympus CX21

dengan pembesaran 40 X dan 400X.

Antibodi primer dideteksi dengan menggunakan antibodi sekunder

horseradish peroxidase polymer (Cytomation Envision System HRP; DAKO,

Carpinteria, California, USA), atau biotinylated goat anti-polyvalent dan

streptavidin-peroxidase complex (Thermo Fisher Scientific, Fremont,

California, USA), berdasarkan petunjuk dari perusahaan. Kedua metode

tersebut menggunakan diaminobenzidine sebagai chromogen.

11. Penilaian hasil perwarnaan imunohistokimia dinilai secara semikuantittif.

11.1 Estrogen receptor (ER) dan Progesteron receptor (PR) merupakan reseptor

hormonal. Penilaian hasil perwarnaan imunohistokimia untuk ER dan PR

pada kanker payudara, berdasarkan ASCO/CAP guidelines tahun 2010,

Universitas Sumatera Utara


125

dimana hasil perwarnaan dianggap positif jika paling sedikit 1% dari sel

tumor terwarnai positif pada inti sel (Hammond, et al., 2010).

11.2 Pewarnaan HER2 (Human Epidermal Growth Factor Receptor-2) diberi skor

sesuai dengan guidelines the American Society of Clinical Oncologists

(ASCO) and College of American Pathologists (CAP) tahun 2006, untuk

penilaian status HER2 secara semi-kuantitatif, dimana skor: 0 bila tidak

terwarnai, 1+ bila > 10% sel tumor yang terwarnai lemah pada sebagian

membran sel, 2+ terwarnai sedang (moderately strong) pada > 10%

membran sel tumor, dan 3+ bila terwarnai kuat pada >10% membran sel

tumor (Hicks and Schiffhauer, 2011).

11.3 Claudin-7 merupakan salah satu protein tetraspanin membran, yang secara

normal dikaitkan dengan tight junctions sel epitel yang mengatur

permeabilitas barier trans-epitel. Claudin-7, tertampil pada sel epitel

payudara manusia dan juga pada sebagian sel tumor payudara (Blackman, et

al., 2005). Tampilan pewarnaan imunohistokimia claudin-7 tertampil positif

pada membrane sel tumor. Penilaian tampilan imunohistokimia dinilai

berdasarkan skor : 0 bila tidak menampilkan warna kecoklatan pada

membran sel; 1+ bila 1-10% sel tumor yang terwarnai positif; 2+ bila 10-

30% sel tumor yang terwarnai positif; dan 3+ bila > 30% sel tumor yang

bereaksi positif kuat (Bernardi, et al., 2012).

11.4 Twist merupakan suatu faktor transkripsi basic helix-loop-helix class, yang

pada dasarnya Twist berperan penting dalam pengaturan morfogenesis pada

masa embrionik, pada kanker payudara Twist juga berperan sebagai

onkogenik. Pewarnaan imunohistokimia Twist tertampil positif pada

Universitas Sumatera Utara


126

membran sel tumor. Penilaian hasil perwarnaan didapat dari perkalian antara

skor luas tampilan dengan intensitas tampilan. Dimana luas tampilan

perwarnaan Twist diberi skor 0 – 3. Skor 0 bila tidak terwarnai; skor 1 bila <

25% sel tumor yang terwarnai positif; skor 2 bila 25 - 50% sel tumor yang

terwarnai positif; skor 3 bila > 50% sel tumor terwarnai positif. Intensitas

perwarnaan diberi skor 0 bila sel tumor tidak terwarnai; skor 1 bila terwarnai

lemah; skor 2 bila terwarnai sedang; dan skor 3 bila terwarnai kuat. Evaluasi

tampilan Twist bila jumlah skor <6 artinya tampilan pewarnaan

imunohistokimia Twist lemah dan bila jumlah skor >6 menunjukkan

tampilan pewarnaan imunohistokimia Twist kuat (Kyo, et al., 2006).

11.5 Ck5 adalah basic (type II) keratin polypeptides dengan berat molekul 58 kDa.

Ck5 merupakan petanda untuk sel basal yang digunakan dalam panel

karsinoma payudara dengan phenotype basal-like (Bhargava, et al., 2008).

Penilaian pewarnaan imunohistokimia Ck5 positif bila ≥ 10% sel tumor

menampilkan warna coklat.

11.6 Ck8/18 adalah keratin filamen intermediate tipe II yang dijumpai pada sel

epitel sebagian besar karsinoma termasuk jaringan payudara. Hasil

pewarnaan imunohistokimia CK8/18 tertampil pada sitoplasma sel.

Penilaian pewarnaan imunohistokimia Ck8/18 positif bila ≥ 10% sel tumor

menampilkan warna coklat.

11.7 Penilaian E-cadherin menggunakan 4 skala pengukuran untuk intensitas

pewarnaan (dibandingkan dengan kontrol penilaian dari pabrikan) yaitu : 0 =

jika pewarnaan tidak tertampil; +1 jika tertampil lemah dan heterogen; +2

jika tertampil lemah namun homogen; +3 jika tampilan sedang, atau jika

Universitas Sumatera Utara


127

tertampil kuat namun heterogen; dan +4 jika tertampil kuat dan homogen.

Persentase luas tampilan diberi skor 0 – 3. Dimana skor 0 jika tidak

tertampil; skor 1 jika tampilan pada membran < 10%; skor 2 jika tampilan

pada membran seluas 10-50%; dan skor 3 jika tampilan pada membran >

50% (Singhai, et al., 2011).

Hasil perwarnaan E-cadherin dinilai dari perkalian intensitas pewarnaan

dengan persentase luas tampilan yaitu: negatif adalah skor 0; tampilan lemah

bila total skor 1-4; tampilan sedang bila total skor 5-8; dan tampilan kuat

jika total skor 9-12 (Singhai, et al., 2011).

11.8 Epithelial membrane antigen (EMA). Dikenal juga sebagai MUC1. EMA

merupakan salah satu glycoproteins yang dijumpai pada human milk fat

globule membranes (HMFGP). Penilaian tampilan imunohistokimia EMA

dilakukan secara dikotomik yaitu tertampil positif atau tertampil negatif.

Pewarnaan imunohistokimia EMA tertampil positif pada sitoplasma sel

epitel sekretori tumor payudara.

11.9 Interferons (IFNs) bersifat anti-proliferatif dan immunoregulatory yang

berperan berperan sebagai anti-tumoral dan apoptotik, aktifitasnya

dimodulasi melalui ligand permukaan sel yang spesifik berupa reseptor IFN-

α, -β, and -γ. Hasil pewarnaan imunohistokimia tertampil positif pada

membran sel tumor. Intensitas pewarnaan di-grading dengan skala 0-2,

dimana: skor 0 bila tertampil pada < 25% sel tumor, skor 1 bila tertampil

pada 26-50% sel tumor, dan skor 2 bila tertampil pada 51-100%. Skor 0 dan

1 dianggap sebagai tampilan lemah (low) dan skala 2 adalah tampilan kuat

(high) (Saidi, et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


128

11.10 Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) merupakan transmembrane tyrosine

kinase yang terlibat dalam pertumbuhan dan proliferasi sel tumor serta

resistensi terapi. Sub-tipe IGF high TNBC pada penelitian ini dikenali

dengan pemeriksaan imunohistokimia IGF-1R (Type 1 insuline-like growth

factors receptor). Ekspresi IGF-1R dapat tertampil pada membran,

sitoplasma maupun inti. Intensitas pewarnaan di-grading dengan: skor 0 bila

negatif, skor 1 bila tertampil lemah, dan skor 2 bila tertampil sedang, dan

skor 3 bila tertampil kuat. Luas tampilan diberi skor: skor 0 bila negatif, skor

1 bila tertampil positif pada < 25%, skor 2 bila tertampil 25-50%, skor 3 bila

tertampil 51-75%, dan skor 4 bila tertampil > 75%. Ekspresi IGF-1R dinilai

berdasarkan skor imunoreaktif hasil perkalian antara intensitas (skor 0-3)

dan persentase luas tampilannya (skor 0-4), dengan range 0-12. Internalised

IGF-1R (skor 0-24) di skor dengan penjumlahan ekspresi IGF-1R pada

sitoplasma dan inti, dan total IGF-1R (skor 0-36) merupakan penjumlahan

ekspresi IGF-1R pada membran, sitoplasma dan inti.

11.11 Ki-67 merupakan protein dalam inti sel yang akan meningkat pada saat

pembelahan sel. Antibodi Ki67 yang digunakan dari Dako (clone MIB-1,

code M7240, monoclonal mouse anti-human, dilution 1:150). Indeks

proliferasi Ki-67 dinilai pada daerah yang paling banyak menampilkan Ki-67

pada inti sel. Jumlah sel yang dihitung sejumlah 100 sel (termasuk baik sel

yang berproliferasi maupun yang non-proliferasi), dan persentase proliferasi

sel dihitung dan dilaporkan dalam persen proliferasi sel (Ferguson, et al.,

2013). Penilaian hasil perwarnaan imunohistokimia Ki-67 dinilai sebagai

variabel kategorik dengan nilai cut-off point ≥ 10% sel yang terwarnai pada

Universitas Sumatera Utara


129

inti sel (Cheang, et al., 2009; Yerushalmi, et al., 2010). Penilaian tampilan

imunohistokimia Ki-67 sebagai varibel kontinu juga dilakukan berdasarkan

proporsi sel tumor yang terwarnai positif (nilai 0-100%) tanpa

memperhatikan intensitas perwarnaan (Rakovitch, et al., 2010).

11.12 Penilaian pewarnaan imunohistokimia CD44 dan CD24 berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Ricardo, et al. (2011). Pewarnaan

imunohistokimia CD44 dan CD24 tertampil pada membran sel tumor,

dengan pemberian skor sebagai berikut: skor 0 bila tidak tertampil warna

coklat atau hanya < 10% sel tumor yang tertampil positif, skor 1 bila 10-

25% sel tumor yang tertampil positif, skor 2 bila 25-50% sel tumor yang

tertampil positif, dan skor 3 bila > 50% sel tumor yang tertampil positif.

Intensitas pewarnaan diberi skor 0 bila tidak terwarnai, skor 1 bila tertampil

coklat lemah, skor 2 bila menampilkan warna coklat sedang, dan skor 3 bila

terwarnai coklat kuat. Penilaian hasil perwarnaan dinilai berdasarkan

perkalian antara persentase luas tampilan sel yang terwarnai positif dan

intensitas pewarnaan (Benardi, et al., 2011). Hasil perwarnaan adalah sbb.:

skor 0 adalah negatif (bila tidak tertampil warna coklat), skor 1-3 adalah

positif 1 dengan tampilan yang lemah, skor 4-6 adalah positif 2 tampilan

sedang, dan skor 7-9 adalah positif 3 tampilan kuat.

Gambar 3.2 Pewarnaan imunohistokimia positif untuk CD24, dan


CD44 (Benardi, et al., 2011)

Universitas Sumatera Utara


130

3.8 Keandalan
Pemeriksaan imunohistokimia untuk petanda kanker payudara (ER, PgR,

HER2, claudin-7, Twist, CK5, CK8/18, E-cadherin, Vimentin, EMA, IFNR-α(II),

IGF-1R), indeks proliferasi Ki-67, serta petanda CSC (CD44 dan CD24)

dilakukan oleh dua ahli patologi dan peneliti secara tersamar.

3.9 Cara Kerja

 Dilakukan pembacaan ulang terhadap semua slaid yang berasal dari jaringan

payudara yang didiagnosa sebagai kanker payudara dengan pewarnaan

Hematoksilin-Eosin yang sudah berkode dan ditutup nomor kodenya serta

diberi nomor baru secara acak (double blind), oleh dua orang ahli patologi

bersamaan dan peneliti untuk menentukan sub-tipe histologic grading

klasik.

 Kemudian dilakukan pemotongan ulang secara serial terhadap blok parafin

sebanyak tiga slide untuk dilanjutkan pemeriksaan masing-masing dengan

pewarnaan imunohistokimia ER, PgR, HER2.

 Hasil pemeriksaan imunohistokimia triple negative (ER, PgR, HER2), akan

dilanjutkan dengan pemotongan ulang masing-masing paraffin blok yang

selanjutnya akan dilakukan pewarnaan imunohistokimia Claudin-7, Twist-1,

CK5, CK8/18, E-cadherin, Vimentin, EMA, IGF-1R, IFN-α (II), Ki67, CD44

dan CD24.

Universitas Sumatera Utara


131

3.10 Cara Pembuatan Sediaan Mikroskopis untuk Pewarnaan

Imunohistokimia

 Blok parafin yang telah dikumpulkan disimpan dalam freezer sampai cukup

dingin, selanjutnya dipotong tipis dengan mnggunakan mikrotom dengan

ukuran setebal 4μm. Setiap blok parafin dipotong secara serial sebanyak

duabelas sediaan untuk persiapan pewarnaan imunohistokimia masing-

masing ER, PgR, HER2, Claudin-7, Twist, CK5, CK8/18, E-cadherin, EMA,

IGF-1R, IFN-α(II), Ki67, CD44 dan CD24.

 Sampel blok parafin yang sudah dipotong tipis (4μm) ditempelkan pada

kaca objek yang telah di coating dengan poly-L-Lysine atau Silanized slide

agar dapat menempel pada kaca objek selama proses pulasan

imunohistokimia.

 Cara menempelkan potongan tipis pada kaca objek coated adalah

menggunakan ujung pisau atau pinset yang runcing. Potongan tipis

dipisahkan dan diratakan dengan memasukkannya ke dalam air hangat.

Setelah mengembang, pindahkan ke atas kaca objek. Selanjutnya, kaca

objek diletakkan di atas alat pemanas (hot plate) 50-60oC.

 Setelah parafin melunak, kaca objek dikeringkan dan potongan jaringan siap

untuk dipulas.

3.11 Prosedur Sebelum Pulasan Antibodi Primer

 Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan 4μm yang sudah

ditempelkan pada kaca objek silanized.

Universitas Sumatera Utara


132

 Deparafinisasi dengan mencelupkan preparat ke dalam cairan Xylol

sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit.

 Rehidrasi dengan mencelupkan ke dalam Etanol 98% secara berturut-turut

sebanyak 3 kali, masing-masing dilakukan selama 5 menit, kemudian

Alkohol 90%, 80% dan 70%, masing-masing selama 5 menit. Bilas dengan

air mengalir selama 5 menit.

 Blocking preparat dengan mencelupkannya ke dalam Endogen Peroxidase

0,5% (Methanol + H2O2) selama 30 menit. Bilas dengan air mengalir

selama 5 menit.

 Masukkan preparat ke dalam buffer sitrat dan dipanaskan ke dalam

microwave: (1). Cook I, power level 8, selama 5 menit, dan (2). Cook II,

power level 1, selama 5 menit. Dinginkan selama ± 30 menit dalam suhu

ruangan. Bilas dalam cairan PBS pH 7,4 selama 3 menit dan keringkan air di

sekitar potongan jaringan. Tandai dengan Pap pen di sekeliling jaringan

yang ingin dipulas.Blocking preparat dengan meneteskan normal horse

serum 5% dan dibiarkan selama 15 menit di dalam bak inkubasi.

3.12 Protokol Pemulasan Imunohistokimia ER, PgR, HER2, claudin-7, Twist,


CK5, CK8/18, E-cadherin, EMA, IGF-1R, IFNR-α(II), Ki67, CD44 dan
CD24 dengan Menggunakan The Envision + Dual Link System dari
Dako
 Bersihkan preparat dari Normal Horse Serum, kemudian teteskan preparat

masing-masing dengan antibodi primer ER, PgR, HER2, claudin-7, Twist,

CK5, CK8/18, E-cadherin, EMA, IGF-1R, IFNR-α(II), Ki67, CD44 dan

Universitas Sumatera Utara


133

CD24 dan dibiarkan selama 60 menit dalam rak inkubasi. Cuci dengan PBS

pH 7,4 selama 3 menit.

 Teteskan preparat dengan Dako REAL En Vision secukupnya dan dibiarkan

selama 30 menit dalam rak inkubasi. Cuci dalam PBS pH 7,4 + Tween 20.

 Teteskan preparat dengan DAB + substrat buffer (Dako) dan biarkan selama

2-5 menit. Bilas dengan air mengalir selama 10 menit.

 Counterstain preparat dengan pewarnaan Hematoksilin selama 1-2 menit.

Bilas dengan air mengalir selama 5 menit.

 Masukkan preparat ke dalam larutan Lithium Carbonat jenuh (5% dalam

aquadest) selama 2 menit. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit.

 Dehidrasi dengan cara mencelupkan preparat secara berurutan dalam Etanol

70%, 80%, 96%, dan Etanol absolute masing-masing selama 5 menit.

 Clearing dengan cara mencelupkan preparat ke dalam larutan Xylol

sebanyak 3 kali, amsing-masing selama 5 menit.

 Lakukan mounting dan tutup dengan kaca penutup.

3.13 Alat dan Bahan Penelitian

3.13.1 Alat-alat penelitian

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah mikrotom,

waterbath, hot plate, freezer, inkubator, staining jar, rak kaca objek, kaca objek,

rak inkubasi, Pap pen, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring,

pengukur waktu, gelas Erlenmeyer, gelas beker, tabung sentrifuge, microwave,

thermolyte stirrer, entelen dan mikroskop cahaya.

Universitas Sumatera Utara


134

3.13.2 Bahan penelitian

 Blok parafin yang telah terdiagnosa dengan pulasan Hematoksilin Eosin

sebagai kanker payudara.

 Pulasan imunohistokimia menggunakan metode The En Vision + Dual Link

System kit, teknik pulasan imunohistokimia dua langkah.

 Antibodi yang digunakan adalah:

 ER, PgR, HER2, claudin7, Twist, CK5, CK8/18, E-cadherin, EMA,

IFN-α(II), IGF-1R, Ki67.

 Petanda CSC digunakan antibodi monoklonal terhadap CD44 dan

CD24

 Detection kit terdiri dari: 1 botol endogenous enzyme block, 1 botol Normal

Horse Serum 5%, 1 botol Dako REAL En VISION, dan 1 botol DAB +

substrat chromogen.

 Larutan Buffer sitrat

 Larutan PBS pH 7,4 yang terdiri dari: Natrium chroride (80 gram), Kalium

chloride (2 gram), Na2HPO4 (11 gram), dan KH2PO4 (2 gram), serta

tambahkan aquadest sebanyak 1000 ml.

 Larutan Tween 20

 Larutan DAB + substrat buffer (1ml larutan cukup untuk 10 jaringan)

 Langkah 1: masukkan 1ml aliquot substrat buffer secukupnya ke

dalam container (tergantung dari jumlah spesimen yang akan

dikerjakan).

 Langkah 2: untuk setiap 1ml buffer, tambahkan satu tetes (20μl)

cairan DAB + substrat chromogen dan campurkan segera.

Universitas Sumatera Utara


135

 Larutan counterstain Mayers Hematoksilin

 Larutan Lithium karbonas (50 gram Lithium carbonas + aquadest 1000mL)

 Ethanol absolute 96%, 80%, dan 70%.

 Larutan Xylol.

3.14. Ethical Clearance

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan yang diperoleh

dari Komisi Etik Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan Nomor:

408/KOMET/FK USU/2014.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 67 kasus kanker payudara

yang negatif terhadap ER, PR, maupun Her-2 (TNBC) dengan pemeriksaan

imunohistokimia. Sampel yang berasal dari biopsi jaringan sebanyak 33 kasus,

dan dari jaringan mastektomi sebanyak 34 kasus.

4.1. Karakteristik Klinik Kanker Payudara dengan TNBC

Data klinik kanker payudara dengan TNBC pada penelitian ini mencakup

umur dan status menstruasi (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Karakteristik Klinik Kanker Payudara dengan TNBC Berdasarkan

Kelompok Umur dan Status Menstruasi

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)


Kelompok Umur
 < 30 tahun 2 3
 31-40 tahun 13 20
 41-50 tahun 33 49

 51-60 tahun 16 24

 > 60 tahun 3 4

Status menstruasi
 Pre-menopause 52 78
 Post-menopause 15 22

Berdasarkan kelompok umur sampel TNBC yang paling banyak dijumpai

pada kelompok umur 41-50 tahun sebanyak 33 kasus (49%), dan paling sedikit

136
Universitas Sumatera Utara
137

adalah kelompok umur di bawah 30 tahun sebanyak 2 kasus (3%). Umur

penderita yang paling muda adalah 26 tahun dan 29 tahun, sedangkan umur

penderita yang paling tua adalah 63 tahun.

Status menstruasi yang pre-menopause (52 kasus, 78%) lebih banyak

dibandingkan yang post-menopause (15 kasus, 22%).

4.2 Gambaran Klinis TNBC berdasarkan Ukuran Tumor (T), Status KGB

(N), dan Metastasis (M).

Gambaran klinis TNBC pada penelitian (Tabel 4.2) dikelompokan

berdasarkan: (1). Ukuran tumor (T) dibagi atas 3 ukuran yaitu kurang dari 2 cm,

2-5 cm, dan ≥ 5 cm, yang disertai ada atau tidaknya keterlibatan kulit dan dinding

dada, (2). Keterlibatan KGB di aksila, serta (3). Ada atau tidaknya metastasis.

Tabel 4.2 Karakteristik Kanker Payudara TNBC berdasarkan Ukuran

Tumor (T), Status KGB (N), dan Metastasis (M)

Gambaran klinis Jumlah (n) Presentase (%)


Ukuran tumor (T)
 < 2 cm (T1) 3 5
 ≥ 2 -5 cm (T2) 39 58
 ≥ 5 cm (T3) 25 37
Perlekatan ke kulit / dinding
dada
 Ada 25 37
 Tidak 42 63
Benjolan di KGB aksila (N)
 Ada 38 57
 Tidak ada 29 43
Metastasis (M)
 Ada (Paru) 2 3
 Tidak ada 65 97

Universitas Sumatera Utara


138

Ukuran tumor TNBC paling banyak pada penelitian ini yang berukuran ≥ 2 -5

cm sebanyak 39 kasus (58%), lebih banyak dibandingkan dengan ukuran ≥ 5 cm

hanya 25 kasus (37%), sedangkan yang berukuran < 2 cm hanya 3 kasus (5%).

Dua puluh lima (37%) dari semua kasus TNBC pada penelitian ini melibatkan

kulit ataupun dinding dada, dan 38 kasus (57%) terdapat nodul (N) di KGB

aksila, sedangkan 2 kasus (3%) bermetastasis (M) ke paru.

4.3 Gambaran Histopatologi TNBC dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

Penilaian pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan HE pada kasus

TNBC penelitian ini (Tabel 4.3) berupa sub-tipe histologi, histologic grading, dan

tingkatan sebukan sel radang.

Tabel 4.3 Gambaran Histopatologi TNBC dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

(HE)

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)


Sub-tipe histology
 Invasive Carcinoma,
No of Special Type (IC-NST) 58 87
 Invasive lobular carcinoma
(ILC) 4 6
 Mixed IC-NST with ILC 1 1
 Medullary carcinoma 1 1
 Mucinous carcinoma 1 1
 Spindle cell carcinoma 1 1
 Metaplastic carcinoma with
1 1
mesenchymal differentiation
Histologic Grading
 Grade 1 0 0
 Grade 2 43 64
 Grade 3 24 36
Tumor infiltrating leucocytes (TILs)
 Ringan 20 30
 Sedang 27 40
 Berat 20 30
 Intra-tumoral 58 75
 Peri-tumoral 9 25

Universitas Sumatera Utara


139

Sub-tipe histologi yang paling banyak pada penelitian ini adalah sub-tipe

IC-NST sebanyak 58 kasus (87%). Sub-tipe lainnya yang ditemukan berupa ILC

sebanyak 4 kasus (6%), dan lainnya seperti mixed IC-NST with ILC, medullary

carcinoma, mucinous carcinoma, spindle cell carcinoma, serta metaplastic

carcinoma with mesenchymal differentiation masing-masing 1 kasus (masing-

masing 1%).

Histologic grading grade 2 (moderately differentiated adenocarcinoma)

sebanyak 43 kasus (64%) lebih banyak dibandingkan grade 3 (poorly

differentiated adenocarcinoma) sejumlah 24 kasus (36%). Grade 1 (well

differentiated adenocarcinoma) tidak ditemukan pada penelitian ini.

TILs paling banyak adalah sebukan sel radang sedang sebanyak 27 kasus

(40%), sedangkan sebukan sel radang ringan dan berat masing-masing 20 kasus

(30%). TILs intra-tumoral sejumlah 58 kasus (75%) lebih banyak dibandingkan

TILs peri-tumoral (25%) sebanyak 9 kasus.

4.4 Panel Imunohistokimia (Petanda molekuler) TNBC

Berdasarkan teori ontogeny perkembangan jaringan epitel payudara

(Visvader and Stingl, 2014) dimana kompartemen stem cell yang heterogen dan

bersifat multipotent merupakan sel progenitor untuk sel basal (myoepithelial) dan

luminal (duktus dan alveolar), dan referensi klasifikasi gene expression profiles

(Perou, et al., 2000), maka panel imunohistokimia sebagai petanda molekuler

TNBC yang digunakan pada penelitian ini adalah CD44, CD24, Claudin-7, Twist-

1 sebagai petanda sub-tipe stem cell-like (Zhao, et al., 2013; Collina, et al., 2015);

CK5, EMA dan E-cadherin yang digunakan dalam penilaian terhadap sub-tipe

Universitas Sumatera Utara


140

basal-like (Nielsen, et al., 2004); Ck8/18 untuk menentukan sub-tipe luminal

(Wang, et al., 2013), IFN-αII untuk mengenali sub-tipe IFN rich (Saidi, et al.,

2007); dan IGF-1R untuk menentukan sub-tipe IGF high (Mancini, et al., 2014)

(Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Panel Pemeriksaan Imunohistokimia Sub-tipe berdasarkan

Ontogeny dan Petanda Molekuler TNBC

Stem cells-like Basal Baso-luminal Luminal IFN rich IGF high

CD44 +CD24- CK5 + CK5 + CK5 – IFN-αII IGF-1R


Claudinlow EMA + CK8/18 + CK8/18 +

Twist-1high E-Cadherin+

Keterangan: CK5 = Cytokeratin5, CK8/18 = Cytokeratin8/18, EGFR = Epithelial Growth


Factor, EMA = Epithelial membrane antigen, IFN = Interferon, IGF = Insuline growth
factor.

4.5 Tampilan Imunohistokimia CD44+/- dan CD24+/- pada Sub-tipe TNBC

Untuk menilai tingkat ontogeny dan differensiasi sub-tipe TNBC pada

stadium ‘stem cells’ digunakan pemeriksaan imunohistokimia CD44 dan CD24.

Hasil pemeriksaan imunohistokimia CD44+/- dan CD24+/- pada sub-tipe TNBC

dapat dilihat pada Tabel 4.5. sampai Tabel 4.15. Pada penelitian ini dapat

dibedakan 3 sub-tipe yang menampilkan tanda-tanda ‘stem-ness’ yaitu

CD44+CD24-, CD44+CD24+, dan CD44-CD24+.

Tampilan imunohistokimia CD44+CD24- pada TNBC sub-tipe stem cells

dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Universitas Sumatera Utara


141

Tabel 4.5 Tampilan Imunohistokimia CD44+CD24- pada TNBC Sub-tipe Stem

Cells-like

No Kasus TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket


1 14 0 0 0 0 0 0 1 SC1L
2 30 2 7 0 3 0 0 0 SC2L
3 56 0 8 0 0 0 0 0 SC3L
Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane
antigen, E-Cadh = E-Cadherin, SCL = Stem cell-like (low). = Panel imunohisokimia (petanda
molekuler).

Dari 67 kasus TNBC pada penelitian ini, dengan menggunakan panel

pemeriksaan imunohistokimia Twist, Claudin 7, Cytokeratin 5 dan 8/18 (Ck5 dan

Ck8/18), EMA, E-Cadherin, serta Ki67, terdapat 3 kasus (4,4%) yaitu kasus

nomor 14, 30, dan 56 yang menampilkan CD44+CD24- (Tabel 4.5). Kasus

pertama tidak menampilkan Twist dan Claudin-7, ini merupakan early stem cells

sub-tipe yang menunjukkan Ki67 rendah, dan kami sebut tipe ini sebagai stem

cell-1 (SC-1). Kasus kedua menampilkan Twist dan Claudin-7 positif, ini

menunjukkan tingkat ontogeny setelah SC-1, dan diberi predikat sebagai SC-2.

Kasus ketiga menampilkan Twist negatif dan Claudin-7 positif, ini menunjukan

tingkat diferensiasi lebih tinggi daripada SC-2, dan disebut sebagai SC-3.

Tabel 4.6 Tampilan Imunohistokimia CD44+CD24+ pada TNBC Sub-tipe

Stem Cells-like

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket
1 4 1 2 3 0 0 3 0 0 1 SC2L
Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane
antigen, E-Cadh = E-Cadherin, SCL = Stem cell (low). = Panel imunohisokimia (petanda
molekuler)

Universitas Sumatera Utara


142

Satu dari 67 kasus TNBC (1,4%) yaitu kasus nomor 4 pada penelitian ini

yang menampilkan CD44+CD24+ (Tabel 4.6). Kasus ini menampilkan Twist

positif kuat dan Claudin-7 negatif. Kasus ini digolongkan sebagai SC-2.

Tabel 4.7 Tampilan Imunohistokimia CD44-CD24+ pada TNBC Sub-tipe Stem

Cells-like

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket
1 3 0 1 3 0 0 3 0 0 0 SC2L
2 23 0 3 0 8 0 3 0 0 70 SC3H
3 28 0 3 0 0 0 0 0 0 0 SC1L
Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane
antigen, E-Cadh = E-Cadherin, SCL = Stem cell-like (Low), SCH = Stem cell-like (High). =
Panel imunohisokimia (petanda molekuler).

Tabel 4.7 menunjukan 3 kasus (4,4%) yang menampilkan CD44- dan

CD24+. Pada kasus pertama (kasus no. 3) Twist positif dan Claudin-7 negatif, ini

menunjukan sub-tipe SC-2, namun EMA (+) akan tetapi Ki67 negatif (nol). Kasus

kedua (kasus no. 23) menampilkan Twist negatif dan Claudin-7 positif, dan

digolongkan sebagai sub-tipe SC-3, dengan Ki67 70%. Kasus ini juga mulai

menunjukan tanda-tanda differensiasi ke arah tipe pre-basal atau basal Ki67 lebih

tinggi dan EMA positif. Kasus ketiga (kasus no. 28) CD24 positif namun Twist

maupun Claudin-7 negatif. Tingkat diferensiasi pada kasus ketiga ini lebih

immatur daripada SC-2, akan tetapi lebih berdiferensiasi dibandingkan SC-1.

Universitas Sumatera Utara


143

Tabel 4.8 Tampilan Imunohistokimia CD44- CD24+ pada TNBC Sub-tipe Pre-

Basal (Stem Cell-like)

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket
1 25 0 2+ 0 0 0 3 0 6 90 Pre-BH
2 31 0 3+ 2 7 0 2 0 6 20 Pre-BH
Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane
antigen, E-Cadh = E-Cadherin, Pre- H = Pre-Basal (High). = Panel imunohisokimia (petanda
molekuler).

Dua dari 67 kasus TNBC (2,9%) yaitu kasus nomor 25 dan 31 yang

menampilkan CD44-CD24+ berupa Cytokeratin 5 (Ck5) negatif namun EMA

positif (Tabel 4.8), kedua kasus ini digolongkan sebagai sub-tipe pre-basal high

karena Ki67 masing-masing 90% dan 20%. Kasus pertama yang menunjukan

Twist maupun Claudin-7 negatif, sedangkan kasus kedua menampilkan Twist dan

Claudin-7 positif.

Tabel 4.9 Tampilan Imunohistokimia CD44- CD24+ pada TNBC sub-tipe

Basal

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket

1 37 0 3+ 0 7 8 3 0 0 1 BL

Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane


antigen, E-Cadh = E-Cadherin, BL = Basal (Low). = Panel imunohisokimia (petanda
molekuler).

Satu dari 67 kasus TNBC (1,4%) yaitu kasus nomor 37 menampilkan

CD44- dan CD24+ juga menampilkan CK5 dan EMA positif (Tabel 4.9), kasus ini

digolongkan sebagai sub-tipe TNBC basal low (BL) karena Ki67 1%. Kasus ini

merupakan satu-satunya kasus sub-tipe basal ‘murni’ dengan penampilan CK5 (+)

Universitas Sumatera Utara


144

dan EMA (+), namun demikian kasus ini masih menunjukkan CD24+ yang

merupakan satu petanda yang lebih immature (Gambar 4.3).

Tabel 4.10 Tampilan Imunohistokimia CD44+ CD24- pada TNBC Sub-tipe

Baso-luminal

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-cadh Ki67 Ket
1 34 1+ 0 3 4 8 3 4 7 0 BLL

2 49 1+ 0 2 8 8 3 7 0 70 BLH
3 57 1+ 0 0 8 4 3 7 0 10 BLL
4 61 3+ 0 0 8 8 3 8 6 70 BLH
5 65 2+ 0 4 8 6 3 8 0 40 BLH
6 66 1+ 0 4 7 5 3 7 0 10 BLL
Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane
antigen, E-Cadh = E-Cadherin, BLL = Baso-luminal (Low), dan BLH = Baso-luminal (High).
= Panel imunohisokimia (petanda molekuler).

Sub-tipe baso-luminal ditandai dengan penampilan CK5 positif dan

CK8/18 positif. Dari 67 kasus TNBC pada penelitian ini, 6 kasus (kasus no. 34,49,

57, 61, 65, dan 66) diantaranya (8,9%) menampilkan CK5 (Cytokeratin 5) dan

CK8/18 (Cytokeratin 8/18) positif (Tabel 4.10). Kasus-kasus ini menunjukan ciri-

ciri baik ‘basal’ dengan CK5 (+) maupun ‘luminal’ dengan CK8/18 positif.

Tabel 4.11 Tampilan Imunohistokimia CD44+ CD24+ pada TNBC Sub-tipe

Baso-luminal

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-cadh Ki67 Ket
1 19 1+ 3+ 0 7 8 3 8 8 90 BLH

2 20 1+ 3+ 2 8 8 3 8 7 80 BLH
3 41 1+ 3+ 5 8 8 3 7 8 80 BLH
4 44 1+ 3+ 3 8 8 3 8 6 80 BLH
5 58 1+ 3+ 2 8 6 3 8 8 10 BLL
Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane
antigen, E-Cadh = E-Cadherin, BLL = Baso-luminal (Low), dan BLH = Baso-luminal (High).
= Panel imunohisokimia (petanda molekuler).

Universitas Sumatera Utara


145

Lima dari 67 kasus TNBC (7,4%) sub-tipe ‘baso-luminal’ yaitu kasus

nomor 19, 20, 41, 44, dan 58 menampilkan CD44+ dan CD24+ (Tabel 4.11), yang

terdiri dari 4 kasus basal-luminal high (BLH) dengan Ki67 80-90%, dan yang

low (BLL) sebanyak 1 kasus dengan Ki67 10%.

Tabel 4.12 Tampilan Imunohistokimia CD44- CD24+ pada TNBC Sub-tipe


Baso-luminal
No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-cadh Ki67 Ket
1 15 0 3+ 0 8 8 2 7 5 70 BLH
2 16 0 3+ 0 0 8 3 6 0 90 BLH
3 17 0 3+ 2 8 8 3 6 8 80 BLH
4 21 0 3+ 0 8 6 3 7 6 80 BLH
5 22 0 3+ 0 4 6 3 8 6 80 BLH
6 26 0 3+ 2 8 8 3 4 5 80 BLH
7 27 0 3+ 0 7 8 3 7 8 90 BLH
8 32 0 3+ 2 8 4 2 7 0 0 BLL
9 35 0 3+ 0 8 4 0 5 8 40 BLH
10 45 0 2+ 0 8 6 3 7 0 1 BLL
11 64 0 2+ 0 8 7 3 8 0 0 BLH
Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane
antigen, E-Cadh = E-Cadherin, BLL = Baso-luminal (Low), dan BLH = Baso-luminal (High).
= Panel imunohisokimia (petanda molekuler).

Tabel 4.12 menampilkan sub-tipe baso-luminal (CK5 dan CK8/18 positif),

dimana 11 kasus (16,4%) menampilkan CD44-CD24+, delapan kasus di antaranya

(kasus no. 15, 16, 17, 21, 22, 26, 27, dan 40) menunjukan sub-tipe TNBC baso-

luminal high (BLH) dengan Ki67 40-90%, dan baso-luminal low (BLL) sebanyak 3

kasus (kasus no. 32, 45, dan 64) dengan Ki67 0-1%.

Universitas Sumatera Utara


146

Tabel 4.13 Tampilan Imunohistokimia CD44+ CD24- pada TNBC Sub-tipe

Luminal.

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket

1 51 1+ 0 2 8 0 0 8 7 0 LL

Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane


antigen, E-Cadh = E-Cadherin, LL = Luminal (Low), dan LH = Luminal (High).
= Panel imunohisokimia (petanda molekuler).

Satu dari 67 kasus TNBC (kasus nomor 51) dengan CK8/18 positif CK5

negatif (1,4%) yang menampilkan CD44+CD24- (Tabel 4.13) disertai Ki67 0%. Ini

merupakan sub-tipe Luminal low (LL).

Tabel 4.14 Tampilan Imunohistokimia CD44+ CD24+ pada TNBC Sub-tipe

Luminal.

No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket
1 54 1+ 3+ 2 8 0 3 8 0 70 LH

2 60 1+ 3+ 0 5 0 3 7 0 70 LH

3 67 1+ 3+ 4 8 0 3 8 0 0 LL

Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane


antigen, E-Cadh = E-Cadherin, BLL = Baso-luminal (Low), dan BLH = Baso-luminal (High).
= Panel imunohisokimia (petanda molekuler).

Tiga dari sub-tipe Luminal (CK8/18 positif) (4,4%) (kasus no. 54, 60, dan

67) menampilkan CD44+CD24+ (Tabel 4.14), yang terdiri dari Luminal High (LH)

dengan Ki67 70% sebanyak 2 kasus (kasus nomor 54 dan 60), dan Luminal Low

(LL) dengan Ki67 0% sebanyak 1 kasus (kasus nomor 67). Ketiga kasus ini juga

menampilkan EMA positif dan Claudin positif. Kasus 1 (no.54) dan kasus 3

(kasus no. 67) menampilkan Twist positif.

Universitas Sumatera Utara


147

Tabel 4.15 Tampilan Imunohistokimia CD44- CD24+ pada TNBC Sub-tipe


Luminal
No. Kasus CD44 CD24 TW CL CK5 EMA CK8/18 E-Cadh Ki67 Ket
1 1 0 3+ 4 8 0 3 8 6 0 LL
2 2 0 3+ 4 8 0 3 8 5 0 LL

3 5 0 3+ 0 8 0 3 8 7 0 LL

4 6 0 3+ 3 8 0 3 8 8 0 LL

5 7 0 3+ 2 8 0 3 8 8 0 LL

6 8 0 3+ 0 7 0 3 8 5 0 LL

7 10 0 3+ 4 8 0 3 8 8 0 LL

8 11 0 3+ 0 6 0 3 8 8 0 LL

9 18 0 3+ 0 8 0 3 8 8 90 LH

10 24 0 3+ 0 0 0 2 6 6 1 LL

11 29 0 3+ 0 8 0 3 5 5 1 LL

12 33 0 3+ 3 7 0 2 5 0 50 LH

13 36 0 3+ 2 8 0 3 8 8 70 LH

14 39 0 3+ 4 8 0 2 7 5 9 LH

15 42 0 2+ 0 8 0 3 8 0 40 LH

16 48 0 3+ 0 8 0 3 8 0 70 LH

17 55 0 3+ 0 8 0 3 8 7 5 LL

18 46 0 1+ 3 8 0 2 8 0 10 SLL

19 63 0 3+ 5 7 0 2 8 0 90 SLH

Keterangan: TW = Twist, CL = Claudin7, CK5 = Cytokeratin 5, EMA = Epithelial membrane


antigen, E-Cadh = E-Cadherin, LL = Luminal (Low), dan LH = Luminal (High), SLL = Stemo-
Luminal (Low), dan SLH = Stemo-Luminal (High). = Panel imunohisokimia (petanda
molekuler).

Sebanyak 17 kasus sub-tipe Luminal (25,4%) menampilkan CD24 tanpa

CD44 (Tabel 4.15), kasus yang menunjukan sub-tipe TNBC luminal high (LH)

sebanyak 7 kasus dengan Ki67 antara 40-90%, dan luminal low (LL) dengan Ki67

antara 0-9% sebanyak 10 kasus. Twist positif dijumpai pada 8 kasus, Claudin7

Universitas Sumatera Utara


148

positif dijumpai pada 16 kasus, EMA positif pada 17 kasus, dan E-Cadherin

dijumpai pada 14 kasus.

4.6 Distribusi frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/- pada

TNBC terhadap histologic grading

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/-


terhadap grading histology
CD44+/- CD24+/- Histologic Grading Total
Grade 2 % Grade 3 %
CD44+CD24- 8 19,9 4 16,0 12
CD44+CD24+ 6 14,3 3 12,0 9
CD44-CD24+ 20 47,6 15 60,0 35
CD44-CD24- 8 19,0 3 12,0 11
Total 42 62,7 25 37,3 67
Keterangan: Histologic grading grade 1 tidak dijumpai.

Tampilan imunohistokimia CD44+/-CD24+/- TNBC dengan histologic

grading grade 2 sebanyak 42 kasus (62,7%), dan grade 3 sebanyak 25 kasus

(37,3%), sedangkan grade 1 tidak ditemukan (Tabel 4.16). Histologic grading

TNBC grade 2 paling banyak menampilkan CD44-CD24+ yaitu sebanyak 20 kasus

(47,6%), dan paling sedikit menampilkan CD44+CD24+ sebanyak 6 kasus

(14,3%), sedangkan TNBC dengan grading histology grade 3 terbanyak juga

dijumpai pada tampilan CD44-CD24+ sebanyak 15 kasus (60,0%) dan paling

sedikit pada tampilan CD44-CD24- dan CD44+CD24+ yaitu masing-masing 3

kasus (12,0%). Histologic grading CD44+CD24- lebih banyak yang grade 2

sebanyak 8 kasus (67%) daripada grade 3 yaitu 4 kasus (33%), namun tidak

dijumpai pada grade 1.

Universitas Sumatera Utara


149

4.7 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IFN-αII pada TNBC

Sub-tipe IFN Rich

Pada penelitian ini pemeriksaan imunohistokimia IFN-αII digunakan

untuk mengenali sub-tipe IFN rich TNBC. Distribusi hasil pewarnaan IFN-αII

yang dihubungkan terhadap sebukan sel radang (TILs/IC-NSTTumor infiltrating

leucocytes) baik intra-tumoral maupun peri-tumoral, sub-tipe histopatologi, dan

grading histologi TNBC dapat dilihat pada Tabel 4.17 sampai Tabel 4.19.

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Tampilan IFN-αII terhadap TILs intra-

tumor dan peri-tumor

Tampilan Infiltrasi sel radang leukosit (TILs) Total


IFN-αII Intra-tumoral % Peri-tumoral %
Low 35 87,5 5 12,5 40

High 23 85,2 4 14,8 27

58 9 67

Keterangan: Low =Hasil pewarnaan imunohistokimia IFN-αII yang terekspresi dengan skor 0 dan
1, dan High = skor 2. TILs = IC-NSTIC-NSTTumor infiltrating leucocytes.

Tampilan IFN-αII yang tertampil low (40 kasus) lebih banyak

dibandingkan yang tertampil high (27 kasus). Infiltrasi sel radang leukosit (TILs)

intra-tumoral (58 kasus) lebih banyak dibandingkan TILs peri-tumoral (9 kasus).

IFN-αII yang low maupun high lebih banyak terdapat pada TILs intra-tumoral,

masing-masing sebanyak 35 kasus (87,5%), dan 23 kasus (85,2%).

Universitas Sumatera Utara


150

Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IFN-αII

terhadap Sub-tipe Histopatologi TNBC

Tampilan Sub-tipe histopatologi Total


IFN-αII IC-NST % Non IC-NST %
Low 35 87,5 5 12,5 40

High 23 85,2 4 14,8 27

58 9 67

Keterangan: IFN-αII = Interferon-αII, Low = Hasil pewarnaan imunohistokimia IFN-αII yang


terekspresi dengan skor 0 dan 1, dan High = skor 2. IC-NST = Invasive carcinoma, of no special
type.

Tampilan IFN-αII low maupun high lebih banyak dijumpai pada kasus

TNBC dengan sub-tipe histopatologi IC-NST masing-masing 35 kasus (87,5%)

dan 23 kasus (85,2%) dibandingkan Non IC-NST.

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IFN-αII

terhadap Histologic Grading

Tampilan Histology grading Total


IFN-αII Grade 2 % Grade 3 %
Low 29 72,5 11 27,5 40
High 13 48,2 14 51,8 27
42 25 67
Keterangan: IFN-αII = Interferon-αII; Low =Hasil pewarnaan imunohistokimia IFN-αII yang
terekspresi dengan skor 0 dan 1, dan High = skor 2. Histologic grading grade 1 tidak dijumpai.

Histologic grading dengan tampilan IFN-αII low lebih banyak yang grade

2 yaitu 29 kasus (72,5%) dibandingkan grade 3 sebanyak 11 kasus (27,5%).

Sedangkan yang grade 1 tidak dijumpai. Tampilan IFN-αII high lebih banyak

pada grading histology grade 3 sebanyak 14 kasus (51,8%) dibandingkan grade 2

sebanyak13 kasus (48,2%).

Universitas Sumatera Utara


151

4.8 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R pada TNBC

Sub-tipe IGF High

Sub-tipe IGF high TNBC pada penelitian ini dikenali dengan pemeriksaan

imunohistokimia IGF-1R. Ekspresi IGF-1R dapat tertampil pada membran,

sitoplasma maupun inti. Ekspresi IGF-1R dinilai berdasarkan skor imunoreaktif

hasil perkalian antara intensitas (skor 0-3) dan persentase luas tampilannya (skor

0-4), dengan range 0-12. Internalised IGF-1R (skor 0-24) di skor dengan

penjumlahan ekspresi IGF-1R pada sitoplasma dan inti, dan total IGF-1R (skor 0-

36) merupakan penjumlahan ekspresi IGF-1R pada membran, sitoplasma dan inti.

Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R pada

TNBC

Tampilan imunohistokimia Score Kasus (N) %


IGF-1R
Positif 41 61
 Membran 41 61,2
 Sitoplasma 9 13,4
 Inti 41 61,2
 Internalised 19 28,4
 Total IGF-1R
 Low ≤8 48 72
 High >8 19 28
Negatif 26 39
Total 67
Keterangan: IGF-1R = Insulin growth factor-1R. Internalized = tampilan positif pada sitoplasma
dan inti. Low expression = bila skor ≤8. High expression bila skor >8.

Sebanyak 41 kasus (61%) TNBC pada penelitian ini yang menampilkan

IGF-1R, dan paling banyak terekspresi pada membran dan inti, masing-masing

sebanyak 41 kasus (61,2%). Ekspresi IGF-1R pada sitoplasma terdapat pada 9

Universitas Sumatera Utara


152

kasus (13,4%), sedangkan yang tertampil pada sitoplasma dan inti (internalized)

IGF-1R sebanyak 19 kasus (28,4%).

Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R

terhadap Ukuran Tumor (T)

Total IGF-1R Ukuran tumor (T) Total


< 2 cm % ≤ 2- 5 cm % > 5 cm %
(T1) (T2) (T3)
IGF-1R ≤8 2 67 27 69 19 76 48
(Low)
IGF-1R >8 1 33 12 31 6 24 19
(High)
3 39 25 67
Keterangan: IGF-1R = Insulin growth factor-1R. Low expression = bila skor ≤8. High expression
bila skor >8.

Penilaian terhadap ekspresi total IGF-1R dibagi atas: (1). Low expression

bila skor ≤8, dan (2). High expression bila skor >8. Ekspresi total IGF-1R pada

penelitian ini (Tabel 4.20) lebih banyak tertampil low sebanyak 48 kasus (71,6%)

dibandingkan tampilan total IGF-1R yang high sebanyak 19 kasus (28,4%).

Tampilan total IGF-1R low maupun high lebih banyak mempunyai ukuran tumor

di antara ≤ 2 - 5 cm (T2).

Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia IGF-1R

terhadap Histologic Grading TNBC

Total IGF-1R Histologic Grading Total


Grade 2 % Grade 3 %
IGF-1R ≤8 (Low) 31 74 17 68 48
IGF-1R >8 (High) 11 26 8 32 19
42 25 67
Keterangan: IGF-1R = Insulin growth factor-1R. Low expression = bila skor ≤8. High expression
bila skor >8. Histologic grading grade 1 tidak dijumpai.

Universitas Sumatera Utara


153

Total IGF-1R (Tabel 4.21) baik yang low maupun yang high terhadap

dengan histologic grading, lebih banyak ditemukan pada grade 2, masing-masing

sebanyak 31 kasus (74%) untuk ekspresi low dan 17 kasus (68%) untuk ekspresi

high. Histologic grading grade 1 tidak dijumpai.

4.9 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/- pada

TNBC Sub-tipe IFN-Rich dan IGF-1R High

Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/-


pada IFN-αII
CD44+/- CD24+/- IFN-αII Total
Low % High %
CD44+CD24- 8 20,0 4 14,8 12
CD44+CD24+ 4 10 5 18,5 9
- +
CD44 CD24 19 47,5 16 59,3 35
CD44-CD24- 9 22,5 2 7,4 11
Total 40 27 67
Keterangan: IFN-αII = Interferon-αII; Low =Hasil pewarnaan imunohistokimia IFN-αII yang
terekspresi dengan skor 0 dan 1, dan High = skor 2.

Tampilan IFN-αII (Tabel 4.23) baik yang low maupun high paling banyak

terdapat pada kasus CD44-CD24+, yaitu masing-masing sebanyak 19 kasus

(47,5%) dan 16 kasus (59,3%). Sedangkan ekspresi IFN-αII low paling sedikit

pada CD44+CD24+ sebanyak 4 kasus (10%), dan IFN-αII high terdapat pada

CD44-CD24- yaitu 2 kasus (7,4%).

Universitas Sumatera Utara


154

Tabel 4.24 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/- CD24+/-

terhadap Total IGF-1R

CD44+/- CD24+/- Total IGF-1R Total


Low % High %
CD44+CD24- 11 22,9 1 5,3 12
CD44+CD24+ 6 12,5 3 15,8 9
- +
CD44 CD24 24 50,0 11 57,9 35
CD44-CD24- 7 14,6 4 21,1 11
Total 48 19 67
Keterangan: IGF-1R = Insulin growth factor-1R. Low expression = bila skor ≤8. High expression
bila skor >8.

Tampilan total IGF-1R (Tabel 4.24) baik yang low maupun high paling

banyak terdapat pada kasus CD44-CD24+, yaitu masing-masing sebanyak 24

kasus (50,0%) dan 11 kasus (57,9%). Sedangkan total IGF-1R low maupun high

paling sedikit pada CD44+CD24+, masing-masing sebanyak 6 kasus (12,5%), dan

3 kasus (15,8%).

4.10 Distribusi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/- pada TNBC

terhadap proliferasi (Ki67)

Universitas Sumatera Utara


155

Tabel 4.25 Distribusi Frekuensi Tampilan Imunohistokimia CD44+/-CD24+/-

terhadap Ekspresi Ki67

CD44+/- CD24+/- Ekspresi Ki67 Total %


Low % High %
CD44+CD24- 7 19,4 5 16,1 12 18
CD44+CD24+ 3 8,3 6 19,4 9 13
- +
CD44 CD24 17 47,2 18 58,1 35 52
CD44-CD24- 9 25,0 2 6,5 11 17
Total 36 53,7 31 46,3 67 100
Keterangan: Ki67 low = bila Ki67 tertampil positif pada ≤ 10% inti sel tumor. Ki67 high = bila
Ki67 tertampil positif pada > 10% inti sel tumor.

Ekspresi Ki-67 paling banyak ditemukan pada tampilan CD44-CD24+

yaitu sebanyak 35 kasus (52%) dan paling sedikit pada tampilan CD44+CD24+

sebanyak 9 kasus (13%). Tampilan Ki67 low (36 kasus, 53,7%) lebih banyak

daripada yang high (31 kasus, 46,3). Ekspresi Ki-67 low paling banyak terdapat

pada kasus TNBC dengan tampilan CD44-CD24+ yaitu sebanyak 17 kasus

(47,2%) dan paling sedikit pada tampilan CD44+CD24+ sebanyak 3 kasus (8,3%),

sedangkan Ki-67 high yang terbanyak juga dijumpai pada TNBC dengan tampilan

CD44-CD24+ sebanyak 18 kasus (58,1%) dan paling sedikit pada tampilan CD44-

CD24- yaitu 2 kasus (6,5%) (Tabel 2.25).

4.11 Klasifikasi sub-tipe TNBC dan Kaitannya dengan Proliferasi (Ki67)

dan Histologic Grading.

4.11.1 Klasifikasi sub-tipe TNBC dan Kaitannya dengan Proliferasi (Ki67)

Universitas Sumatera Utara


156
156

Tabel 4.26 Klasifikasi Sub-tipe TNBC berdasarkan Ontogeny dan Proliferasi

(Ki67)

Sub-tipe histopatologi Jumlah (n) Persentase (%)

Stem cells-like 7 10,5


- SC1 low (SC1L) 2 28,5
- SC2 low (SC2L) 3 43,5
- SC3 low (SC3L) 1 14,0
- SC3 high (SC3H) 1 14,0
Pre-Basal 2 3
- High 2 100
Basal 1 1,5
- Low 1 100
- High 0 0
Baso-Luminal 22 33
- Low 6 27
- High 16 73
Stemo-luminal 2 3
- Low 1 50
- High 1 50
Luminal 21 31
- Low 13 62
- High 8 38
Others 12 18
Jumlah 67
Keterangan: SC1L = stem cells 1 (Low), SC2L = stem cells2 (Low), SC3L = stem cells3 (Low),
SC3H = stem cells 3H (High). Tidak dijumpai sub-tipe stem cells-like SC1H dan SC2H.

Tampilan low dan high pada sub-tipe TNBC pada penelitian berdasarkan

tampilan Ki67 dengan cut off point ≥ 10% sel yang terwarnai pada inti sel tumor

(Cheang et al., 2010), dimana dikatakan low bila tampilannya < 10%, dan bila ≥

10% disebut high. Sub-tipe TNBC berdasarkan ontogeny dan diferensiasi sel

(Tabel 2.26) pada penelitian ini didapati sub-tipe stem cells-like sebanyak 7 kasus

Universitas Sumatera Utara


157

(10,5%), pre-basal sebanyak 2 kasus (3%), basal sebanyak 1 kasus (1,5%), baso-

luminal sebanyak 22 kasus (33%), stemo-luminal sebanyak 2 kasus (3%), luminal

sebanyak 21 kasus (31%), dan yang lainnya 12 kasus (18%). Sub-tipe stem cells-

like terdiri dari 2 kasus SC1 low (SC1L), 3 kasus SC2 low (SC2L), serta SC3 low

(SC3L) dan SC1 low (SC3H) masing-masing 1 kasus. Sub-tipe baso-luminal terdiri

dari 6 kasus baso-luminal low dan 16 kasus baso-luminal high. Sub-tipe stemo-

luminal terdiri stemo-luminal low dan high masing-masing 1 kasus. Sub-tipe

luminal terdiri dari 13 kasus luminal low dan 8 kasus luminal high. Sub-tipe

TNBC yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah sub-tipe baso-

luminal (33%) dan luminal (31%), dan yang paling sedikit adalah sub-tipe basal

(1,5%). Jumlah sub-tipe stem-cells pada penelitian ini sedikit lebih banyak

dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Benardi, et al., 2011) yang

mendapatkan 8,4% dari kanker payudara invasif adalah sub-tipe stem cell-like.

Sedangkan 68,5% sub-tipe basal-like pada penelitian ini sesuai dengan

kepustakaan, dimana sekitar 75% dari TNBC adalah sub-tipe basal-like (Boyle,

2012). Dan ternyata sub-tipe basal-like masih dapat dibagi sub-tipe menjadi sub-

tipe ‘true’ basal, baso-luminal, dan luminal, belum lagi bila dikaitkan dengan

mutasi gen BRCA1 yang masih perlu diteliti lebih lanjut. Untuk 12 kasus lainnya

(18%) tidak menampilkan petanda molekuler CD44 maupun CD24.

Universitas Sumatera Utara


158
1

4.11.2 Klasifikasi sub-tipe TNBC dan Kaitannya dengan Histologic Grading

Tabel 4.27 Distribusi Frekuensi Sub-tipe TNBC berdasarkan Histologic

Grading

Sub-tipe histopatologi Histologic grading Total


Grade 2 % Grade 3 %
Stem cells-like 7
- SC1 low (SC1L) 2 100 0 0 2
- SC2 low (SC2L) 3 100 0 0 3
- SC3 low (SC3L) 0 0 1 100 1
- SC3 high (SC3H) 1 100 0 0 1
Pre-Basal 1
- Low 0 0 2 100 1
Basal 1
- Low 0 0 1 100 1
Baso-Luminal 22
- Low 5 83,3 1 16,7 6
- High 9 56,3 7 43,8 16
Stemo-luminal 2
- Low 0 0 1 100 1
- High 1 100 0 0 1
Luminal 21
- Low 9 69,2 4 30,8 13
- High 4 50,0 4 50,0 8
Others (unclassified 8 66,7 4 33,3 12
breast carcinoma)
Jumlah 42 25 67
Keterangan: SC1L = stem cells 1 (Low), SC2L = stem cells2 (Low), SC3L = stem cells3 (Low),
SC3H = stem cells 3H (High). Tidak dijumpai sub-tipe stem cells-like SC1H dan SC2H. Sub-tipe pre-
basal dan basal tidak dijumpai yang tampilan high. Unclassified breast carcinoma = tidak
menampilkan semua petanda molekuler.

Berdasarkan histologic grading (Tabel 2.27), sub-tipe stem cells-like

TNBC (SC1 L, SC2L, dan SC3H) mempunyai histologic grading grade 2, sedangkan

SC3L adalah grade 3. Histologic grading pada sub-tipe pre-basalL TNBC adalah

grade 2, sedangkan sub-tipe basalL TNBC memiliki histologic grading grade 3.

Pada sub-tipe stem cells-like (SC1 dan SC2), pre-basal maupun basal tidak

dijumpai tampilan yang high.

Dari 6 kasus sub-tipe baso-luminalL, 5 kasus di antaranya (83,3%)

memiliki histologic grading grade 2, dan dari 16 kasus sub-tipe baso-luminalH

Universitas Sumatera Utara


159
158

sebanyak 9 kasus (56,3%) yang memiliki histologic grading grade 2. Satu sub-

tipe stemoluminalL TNBC memiliki histologic grading grade 3, sedangkan 1 kasus

dari sub-tipe stemoluminalH adalah grade 2.

Dari 13 kasus sub-tipe luminalL TNBC, 9 kasus (69,2%) mempunyai

histologic grading grade 2, dan 4 kasus (30,8%) grade 3. Dari 8 kasus sub-tipe

luminalH TNBC mempunyai histologic grading grade 2 dan grade 3 masing-

masing 4 kasus (50%). Dari 12 kasus sub-tipe TNBC lainnya (unclassified breast

carcinoma), terdapat 8 kasus (66,7%) yang memiliki histologic grading grade 2

dan 4 kasus (33,3%) grade 3.

Tidak dijumpai histologic grading yang lebih menonjol di antara sub-tipe

TNBC pada penelitian ini, mungkin disebabkan karena kurangnya jumlah kasus,

histologic grading grade 2 dan grade 3 secara intrinsic tidak ada bedanya, serta

kelemahan dari histologic grading.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

TNBC merupakan jenis kanker payudara yang tidak menampilkan ER, dan

PR, dan tidak/kurang menampilkan Her-2/neu dengan angka kejadian sekitar 10-

20% dari semua kanker payudara pada wanita. TNBC bersifat lebih agresif dan

lebih sering mengalami rekurensi dalam 2 tahun pertama setelah mendapat

pengobatan. TNBC tidak ada respon terhadap terapi hormon sehingga penggunaan

kemoterapi sampai saat ini masih merupakan pilihan dalam penanganan TNBC

(Tomao, et al., 2015).

Jumlah sampel TNBC pada penelitian ini berjumlah 67 kasus (Tabel 4.1),

dimana yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun (33 kasus,

49%), umur penderita TNBC yang termuda adalah 26 tahun, dan paling tua 63

tahun. Data sebelumnya mendukung bahwa kelompok usia muda mempunyai

angka insidensi TNBC yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia tua

(Gaudet, et al., 2011). Namun, ada penelitian lain (Hudis and Gianni, 2011),

mendapatkan proporsi TNBC adalah sama untuk semua kelompok umur.

Perubahan hormon dalam tubuh seorang perempuan sepanjang hayat sangat

menentukan inisiasi berbagai jenis kanker payudara termasuk TNBC. Semakin

tinggi ketidakseimbangan hormonal, yang terutama dikarakteristik oleh

hiperinsulinisme, hiperandrogenisme, dan rendahnya paparan estrogen, maka

semakin tinggi risiko terjadinya kanker payudara, terutama TNBC. Ada tiga fase

yang perlu diperhatikan untuk kemungkinan inisiasi kanker payudara pada wanita

selama kehidupannya, yaitu: (1). Usia remaja (14-18 tahun), (2). Fase peri-

160
Universitas Sumatera Utara
161

menopause (45-55 tahun), dan (3). Usia tua (>60 tahun). Wanita pada fase usia

remaja dan peri-menopause akan berisiko untuk mulai menderita kanker payudara

bila mereka memiliki gangguan hormonal seperti gangguan menstruasi. Namun,

wanita yang berusia tua berisiko menderita kanker payudara bila

ketidakseimbangan hormonal dan metabolik tersebut menjadi lebih kuat dan

mekanisme pertahanan terhadap inisiasi kanker tersebut menjadi berkurang.

Tantangan pertama bagi para remaja perempuan adalah adanya perubahan dalam

pubertas karena perubahan somatik dan seksual secara mendadak dapat

menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan ketidakseimbangan rasio hormon

seksual laki-laki dengan perempuan. Selain itu, adanya penyakit yang diderita

oleh remaja tersebut menyebabkan siklus menstruasi anovulasi seperti polycystic

ovarian syndrome (PCOS) (Suba, 2014). Wanita peri-menopause akan berisiko

mengalami kanker payudara bila terdapat penurunan sintesis steroid seksual di

ovarium yang terjadi secara perlahan-lahan atau tiba-tiba (Suba, 2010).

Akibatnya, pada peri-menopause, jaringan payudara dan perifer lainnya akan

menghasilkan produksi hormon yang cepat sebagai kompensasi berkurangnya

sintesis estrogen tersebut. Pada kasus ini, wanita tersebut tidak memerlukan

bantuan medis. Namun, pada kasus terganggunya mekanisme adaptasi tersebut,

timbulnya sintesis estrogen tissular di payudara akan telat terjadi. Keterlambatan

inilah menyebabkan timbulnya kanker (Suba, 2013). Pasien usia tua (post-

menopause) biasanya merupakan pengguna hormone replacement therapy (HRT)

dan menunjukkan adanya defisiensi estrogen dan resistensi insulin (Suba, 2014).

Bila TNBC dihubungkan dengan mutasi gen BRCA, perempuan yang berusia

muda berisiko lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua.

Universitas Sumatera Utara


162
162

Keadaan ini dikaitkan dengan gangguan sintesis estrogen pada usia muda dapat

mempengaruhi signaling estrogen pathway dalam perkembangan kanker payudara

selanjutnya.

TNBC pada penelitian ini (Tabel 4.1) lebih banyak dijumpai pada

kelompok pre-menopause (52 kasus, 78%), dibandingkan kelompok post-

menopause (15 kasus, 22%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Boyle (2012) yang menyatakan risiko TNBC pada perempuan pre-menopause

tiga kali lebih tinggi dibandingkan yang post-menopause dan mempunyai

prognosis yang lebih buruk dibandingkan jenis kanker payudara lainnya. Namun

menurut Yuan, et al. (2014) tidak perbedaan yang signifikan pada kelompok usia

dan status menopause dengan insidensi TNBC. Perubahan hormon lebih banyak

terjadi selama kehidupan seorang wanita, ketidakseimbangan hormon terutama

hiperinsulinemia, hiperandrogenemia, dan rendahnya paparan estrogen dalam

perkembangan kanker payudara seperti yang sudah dijelaskan di paragraf di atas.

Pada wanita premenopause yang sehat, jarang menderita kanker payudara, karena

siklus menstruasi ovulasi yang sehat bersifat protektif, dan bila terjadi gangguan

sintesis estrogen sedikit saja, hal ini dapat melawan terjadinya kanker. Semakin

tinggi resistensi insulin yang terkait dengan semakin parah ketidakseimbangan

hormon seksual, maka semakin berisiko terjadinya TNBC pada pre-menopause

(Suba, 2014).

TNBC pada penelitian ini (Tabel 4.2) paling banyak adalah yang

berukuran ≥ 2-5 cm (T2) yaitu sebanyak 39 kasus (58%), dan sebanyak 25 kasus

(37%) TNBC yang melekat pada kulit/dinding dada (T4), dan terdapat 38 kasus

(57%) yang disertai benjolan pada KGB aksila. Ada 2 kasus TNBC pada

Universitas Sumatera Utara


163

penelitian ini yang sudah bermetastasis jauh ke organ paru. Menurut Yuan, et al.

(2014), TNBC cendrung bermetastasis ke KGB dibandingkan jenis kanker

payudara lainnya, namun pendapat ini bertolak belakang dengan pendapat Rakha

(2008) dan Tschkowitz (2008) yang menyatakan tidak ada perbedaan di

antaranya. Perbedaan pendapat ini sangat bergantung pada proporsi sampel

masing-masing penelitian.

Gambaran histopatologi TNBC pada penelitian ini (Tabel 4.3) sebagian

besar berupa sub-tipe IC-NST yaitu sebanyak 58 kasus (87%). Histologic grading

yang ditemukan pada penelitian ini adalah grade 2 sebanyak 43 kasus (64%) dan

grade 3 sebanyak 24 kasus ( 36%), namun tidak ditemukan yang grade 1.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Abdollahi and Etema (2015) dan Boyle

(2012) yang mendapatkan sebagian besar TNBC dengan histologic grading yang

grade tinggi yang mempunyai prognosa buruk bila histologic grading-nya makin

tinggi.

TILs (Tabel 4.3) pada penelitian ini dikelompokan menjadi ringan, sedang

dan berat. TILs yang paling banyak ditemukan adalah sebukan sel radang sedang

yaitu sebanyak 27 kasus (40%), sedangkan sel radang dengan sebukan ringan dan

berat masing-masing 20 kasus (30%). Selain itu TILs dapat dibedakan menjadi:

(1) leukosit yang menginfiltrasi stroma tumor (TILs stromal/peri-tumoral) dan

(2)leukosit yang menginfiltrasi pulau-pulau sel tumor (TILs intra-tumor)

(Melichar, et al., 2014). TILs intra-tumoral pada penelitian ini lebih banyak

ditemukan yaitu 58 kasus (75%) dibandingkan yang peri-tumoral sebanyak 9

kasus (25%). TILs pada payudara merupakan bukti adanya tumor immune

microenvironment yang mencerminkan suatu respon imun lokal (anti-tumor

Universitas Sumatera Utara


164

immune response) dalam mekanisme pengontrolan progresi kanker, serta

merupakan salah satu biomarker prognostik dan prediktif. Sejak Virchow (1863)

dan Paget (1889) menghubungkan inflammasi kronis terhadap perkembangan

kanker, pentingnya immune microenvironment dalam proliferasi sel kanker sering

menjadi perhatian (Marhot and Stenninger, 2012). Penelitian akhir-akhir ini

menyatakan bahwa tumor immune microenvironment dapat dilihat pada TILs,

yang mampu mengontrol homeostasis jaringan dan mengaktifkan sel imun innate

dan adaptif, dan dapat mempengaruhi outcome klinik, respon terhadap

imunoterapi, dan pengobatan anti-tumor lainnya (Luen, et al., 2017).

Berdasarkan gene expression profiling kanker payudara telah distratifikasi

menjadi 5 sub-tipe molekuler yaitu Luminal A, Luminal B, Her-2 positive,

Claudin-low, dan Basal-like (Herschkowitz, et al., 2012; Lehmann, et al., 2011;

Prt and Perou, 2011; Curtis, et al., 2012). Penelitian tentang gene expression

signatures epitel payudara menunjukan perbedaan populasi epitel payudara pada

sub-tipe kanker yang mendukung perbedaan sel asal untuk sub-tipe masing-

masing (Lim, et al., 2009; Prat, et al., 2010). MaSC/ALDH+ mirip dengan profil

tampilan sub-tipe Claudin-low, signature progenitor luminal mirip sub-tipe basal-

like (Gambar 5.1) (Visvader and Stingl, 2014; Shehata, et al., 2012). Walaupun

profil Luminal A mirip dengan signature sel luminal matur, namun sejumlah kecil

sel progenitor dalam populasi tumor Luminal A menjadi target perhatian.

Fenomena ‘didiferensiasi’ selama perkembangan neoplasma mengaburkan sel

origin-nya (Visvader and Stingl, 2014). Hubungan antara ekspresi gen sel normal

dan sel kanker dapat dilihat pada BRCA1-associated cancers. Progenitor luminal

merupakan sel origin untuk kanker payudara basal-like yang timbul akibat mutasi

Universitas Sumatera Utara


165

BRCA-1 (Lim, et al., 2009). Lesi genetik juga berperan dalam heterogenitas

tumor. Selain mutasi genetik dan sel origin berperan dalam menentukan patologi

dan sifat tumor, microenvironment juga berperanan penting dalam terjadinya

tumorigenesis (Polyak and Kalluri, 2010).

Gambar 5.1 Model skematik hirarki ontogeny epitel payudara manusia dan hubungannya dengan
sub-tipe tumor payudara (Visvader and Stingl, 2014)

Stem cell kanker payudara ditandai dengan ekspresi molekul adhesi CD44

yang kuat disertai ekspresi negatif/lemah CD24 (CD44+CD24-/low). Penelitian ini

bertujuan menemukan stem cells kanker payudara pada berbagai sub-tipe TNBC

dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia. Pembagian stem cells-like

type menjadi SC-1 sampai SC-3 sebenarnya arbitrer, dapat digambarkan sebagai

berikut:

SC-1 SC-2 SC-3

CD44+CD24- CD44+CD24- CD44+CD24-


Twist (-) Twist (+) Twist (-)
Claudin-7 (-) Claudin-7 (+) Claudin-7 (+)
Gambar 5.2. Ontogeny pembagian stem cells-like sub-type SC-1, SC-2, dan SC-3.

Universitas Sumatera Utara


166

Ontogeny sel yang menunjukkan petanda CD44 dan/atau CD24 dapat


digambarkan sebagai berikut:

SC-1, SC-2, SC-3 Progenitor cells


CD44+CD24- CD44+CD24+ CD44-CD24+
Gambar 5.3. Ontogeny stem cells-like dengan tampilan CD44CD24

Yang mempunyai sifat stem-cells yang aktual hanya SC-1 dan SC-2,

karena terbukti dapat membentuk mammospheres. SC-3 tidak menampilkan

CD44. Biasanya sel yang CD44-CD24+ tidak dapat membentuk mammospheres

(Alhajj, et al., 2003). Ekspresi molekul adhesi CD44 ini terekspresi positif kuat

pada tingkat diferensiasi sel yang imatur (stem cell) dan akan terekpresi semakin

lemah dan hilang bila tingkat diferensiasi sel semakin matur, sedangkan CD24

terekspresi kuat pada diferensiasi sel yang sudah matur dan ekspresinya lemah

atau negatif pada sel yang imatur.

Ontogeny sel yang menunjukan petanda stem cells progenitor cell, pre-

basal, dan basal dapat digambarkan sebagai berikut:

Progenitor cells Pre-basal Basal


CD44-CD24+ CD44-CD24+ CD44-CD24+/-
CK5 (-) CK5 (+)
EMA (+) EMA (+)
Gambar 5.4. Ontogeny sel petanda progenitor cells, pre-basal, dan basal

Ontogeny sel petanda basal baso-luminal, dan luminal dalam penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut:

Basal Baso-luminal Luminal


CK5 (+) CK5 (+) CK5 (-)
CK8/18 (-) CK8/18 (+) CK8/18 (+)
Gambar 5.5. Ontogeny sel petanda basal, baso-luminal, dan luminal

Berdasarkan teori ontogeny perkembangan jaringan payudara (Visvader

and Stingl, 2014) dan referensi klasifikasi gene expression profiles (Peraou, et al.,

Universitas Sumatera Utara


167

2000), maka pada penelitian ini secara ringkas dibuat secara skematis ontogeny

diferensiasi epitel payudara dari stem cells hingga sel luminal yang dikaitkan

dengan panel berbagai petanda molekuler TNBC (Gambar 5.6).

Gambar 5.6 Skema ontogeny diferensiasi epitel payudara dari stem cells hingga sel luminal yang
dikaitkan dengan panel berbagai petanda molekuler TNBC.

Ekspresi Twist dan Claudin serta E-cadherin tidak ditemukan tertampil

bersamaan. Twist menampilkan sifat ‘stemness’ dan berperan dalam tranformasi

EMT, terekspresi kuat pada tingkat diferensiasi sel epitel payudara yang imatur

dan akan melemah atau menghilang seiring dengan semakin matur tingkat

diferensiasi sel. Twist merupakan repressor protein E-cadherin yang merangsang

terjadinya EMT. Karateristik EMT berupa hilangnya ekspresi epitel keratin, dan E-

cadherin, namun menampilkan vimentin. Sebaliknya untuk Claudin dan E-

Cadherin yang merupakan molekul adhesi yang dijumpai pada sel epitel yang

‘untransformed’ terekspresi positif kuat pada sel epitel yang telah berdiferensiasi

matur.

Epithelial membrane antigen (EMA), dikenal juga sebagai polymorphic

epithelial mucin (PEM), MUC1, CD227, dan episialin (Pernick, 2015). EMA

diekspresikan oleh semua jenis sel epitel, sel mesotel, sel perineural, dan

Universitas Sumatera Utara


168

sekelompok sel plasma (Mayoclinic Mayo Medical Laboratories, 2018), termasuk

sel luminal kelenjar payudara normal (Badowska-Kozakiewicz and Budzkik,

2016; Lacey, 2018). EMA berfungsi sebagai barrier perlindungan dan regulasi

pada permukaan apeks (luminal) sel epitel. EMA dapat menghambat pembentukan

E-cadherin/ beta catenin complex (Pernick, 2015).

Pada penelitian ini CD44, CD24, Claudin-7 serta Twist-1 digunakan

sebagai petanda molekuler TNBC untuk sub-tipe stem cell-like; CK5, EMA untuk

penilaian sub-tipe basal-like; dan CK8/18 untuk sub-tipe luminal. Hasil yang

diperoleh pada 67 kasus TNBC ternyata sangat heterogen dan overlapping.

Pada penelitian ini, didapati sub-tipe stem cells-like sebanyak 7 kasus

(10,5%), pre-basal sebanyak 2 kasus (3%), basal sebanyak 1 kasus (1,5%), baso-

luminal sebanyak 22 kasus (33%), stemo-luminal sebanyak 2 kasus (3%), luminal

sebanyak 21 kasus (31%), dan yang lainnya 12 kasus (18%). Jumlah sub-tipe SC

pada penelitian ini sedikit lebih banyak dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya (Benardi, et al., 2011) yang mendapatkan 8,4% dari kanker payudara

invasif adalah sub-tipe stem cell-like. Sedangkan 68,5% sub-tipe basal-like pada

penelitian ini sesuai dengan kepustakaan, dimana sekitar 75% dari TNBC adalah

sub-tipe basal-like (Boyle, 2012). Kemudian sub-tipe basal-like ternyata masih

dapat dibagi sub-tipe menjadi sub-tipe ‘true’ basal, baso-luminal, dan luminal,

belum lagi bila dikaitkan dengan mutasi gen BRCA1 yang masih perlu diteliti

lebih lanjut. Untuk 12 kasus lainnya (18%) ternyata tidak menampilkan petanda

molekuler CD44 maupun CD24.

Ekspresi CD44+CD24- maupun CD44-CD24+ yang menunjukan sub-tipe

SC cukup heterogen dan dibagi menjadi SC-1, SC-2, dan SC-3. Sub-tipe stem

Universitas Sumatera Utara


169

cells-like terdiri dari 2 kasus SC1L, 3 kasus SC2L, serta SC3L dan SC3H masing-

masing 1 kasus. SC-1 merupakan sub-tipe early stem cell-like, dimana Twist dan

Claudin-7 tidak terekspresi dan menunjukan Ki67 low. SC-2 menunjukkan tingkat

ontogeny sesudah SC-1. Pada SC-2 ekspresi Twist dan Claudin-7 positif,

sedangkan SC-3 Twist negatif namun Claudin-7 positif, ini menunjukkan tingkat

diferensiasi sel lebih tinggi daripada SC-2.

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.5 sampai Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa

dari 67 kasus TNBC didapati 7 kasus yang menunjukkan tanda-tanda stem cell-

like, namun ‘real stem cells’ sub-type dijumpai pada 4 kasus yang CD44+. Adanya

Twist, Claudin-7, dll. hanya menunjukkan proses ontogeny, differensiasi atau

didiferensiasi, dan sedang dalam proses EMT. Petanda-petanda ini tidak

diperlukan untuk mengenal stem cells. Akan tetapi adanya Twist juga merupakan

suatu petanda yang jelek (Creighton, et al., 2009).

Dengan harapan bahwa bisa menemukan heterogenitas yang dapat dibeda-

bedakan, namun setelah dilihat gambaran petanda imunohistokimia dari 67 kasus

TNBC dapat disimpulkan untuk aplikasi klinis pembagian stem cell-like sub-tipe

dari SC-1, SC-2, SC-3 tidak terlalu bermanfaat. Yang terpenting adalah

pengenalan terhadap stem-cell-ness/stemness yang akan mempengaruhi terapi.

Pembagian SC-1 sampai dengan SC-3 hanya dapat membantu dalam upaya

mempermudah pengertian masalah ontogeny yang rumit ini.

Bila ditemukan petanda lebih awal contohnya Twist pada sel-sel yang

lebih berdifferensiasi seperti pre-basal/basal, kasus ini akan dianggap sebagai

tanda didifferensiasi atau EMT seperti pada kasus 2 (Tabel 4.8).

Universitas Sumatera Utara


170

Sub-tipe baso-luminal ditandai dengan penampilan CK5 positif dan

CK8/18 positif. Dari 22 kasus baso-luminal, 6 kasus dengan CD44+CD24-, 5

kasus CD44+24+, dan 11 kasus CD44-CD24+. Adanya tampilan CD44 atau CD24

merupakan suatu petanda adanya ‘didifferensiasi’.

Dari 21 kasus TNBC sub-tipe luminal, didapati 1 kasus dengan

CD44+CD24- yang selain menampilkan CK8/18 positif, CK5 negatif, namun juga

menampilkan CD44+. Kasus ini menunjukan petanda didiferensiasi.

Ontogeny sel stem cells-like, basal, baso-luminal, dan luminal dapat

digambarkan sebagai berikut:

Stem-cells like Basal Baso-luminal Luminal

Diferensiasi
Didiferensiasi / EMT
Gambar 5.7. Ontogeny sel stem-cells like, basal, baso-luminal, dan luminal.

Pada penelitian ini, terdapat 2 kasus sub-tipe TNBC luminal dengan CK8/18

positif yang menampilkan CD44-CD24+ dan Twist juga positif (Tabel 4.14).

Kasus ini juga menunjukkan petanda didiferensiasi. Kasus ini istimewa karena

menampilkan ‘stemness’ dan tanda luminal. Sub-tipe ini disebut sebagai sub-tipe

stemo-luminal. Yang tidak terduga dan cukup menarik pada penelitian ini yaitu di

antara ke-67 kasus TNBC, dijumpai petanda ‘Luminal’ pada beberapa kasus

‘Luminal-ness’ adalah akibat dari pengaruh estrogen pathway, berhuhung karena

perkembangan ontogeny sel luminal yang normalnya dipengaruhi oleh hormon

estrogen, walaupun ekspresi reseptor hormon estrogen negatif. Ini sesuai dengan

data penelitian gene expression profile (Bao and Davidson, 2008) yang

menunjukkan bahwa pada sebagian dari TNBC, estrogen signaling pathway genes

Universitas Sumatera Utara


171

tetap upregulated. Ini berpengaruh pada terapi yaitu kasus TNBC yang CK8/18

positif harus diberi targeted therapy yang menghambat pathway ini.

Estrogen signaling terutama diperantarai oleh dua ERs, yaitu ERα dan

ERβ. Ternyata, pada TNBC yang terpulas negatif adalah ERα. Sedangkan, ERβ

ditemukan terekspresi pada 50-90% kanker payudara ERα. Seperti ERα, ERβ

merupakan nuclear receptor yang mengatur ekspresi gen target pada jaringan

yang respon terhadap estrogen, seperti kelenjar mammae. Banyak isoform ERβ

mungkin terekspresi di kelenjar mammae. Shanle et al. (2013) menemukan bahwa

adanya efek dari inhibisi pertumbuhan akibat ekspresi dan aktivasi ERβ pada sel

TNBC. ERβ mungkin mengatur siklus sel melalui upregulation cyclin dependent

kinase inhibitor p21 (yang dikode oleh CDKN1A), yang mengatur perkembangan

dari fase G1 ke S. Oleh karena itu, ERβ selective ligand dapat menjadi berguna

dalam menargetkan ERβ pada TNBC. ERβ selective ligand dapat mendukung efek

inhibisi ERβ sambil mencegah efek proliferatif yang diperantarai oleh ERα. ERβ

selective ligand, seperti ERB-041, telah ditemukan berguna sebagai terapi.

Pengidentifikasian stem cells kanker payudara mendapat perhatian khusus

pada saat ini karena berimplikasi pada pengobatannya. Kemoterapi standard

sering gagal karena stem cells payudara memiliki sifat proliferasi yang rendah dan

resisten terhadap terapi kemoterapi juga menyebabkan peningkatan dari jumlah

stem cells. Hal ini merupakan salah satu penyebab penting kegagalan dan

kekambuhan dalam penanganan TNBC. Oleh sebab itu, dibutuhkan validasi stem

cell pada sampel TNBC.

TNBC merupakan jenis kanker payudara yang heterogen, ada beberapa

sub-tipe menunjukkan tanda-tanda EMT, didiferensiasi, dan ‘stemness’, serta

Universitas Sumatera Utara


172

proliferasi yang beraneka ragam dengan Ki67 yang sebagian menunjukkan high

proliferation dan sebagian low proliferation. Low proliferation dapat

menunjukkan bahwa sel tumor dalam keadaan quiescent (fase G0) atau

kemungkinan petanda dari senescence cells. Senescence dulu dikenal sebagai

serangkaian perubahan sel yang terkait dengan proses penuaan, namun akhir-akhir

ini senescence lebih mengarah ke program transduksi signaling terhentinya

pertumbuhan sel yang bersifat irreversible, disertai berbagai perubahan fenotip

sel. Terhentinya pertumbuhan ini dapat dicetus oleh berbagai mekanisme

termasuk pengenalan sensor sel dari DNA double-strand breaks yang

mengaktifasi respon checkpoint siklus sel dan perekrutan fokus perbaikan DNA.

Senescence cells di dalam tumor bisa bersifat sebagai tumor suppressor atau

tumor enhancer. Senescence dapat merupakan program anti-karsinogenik yang

poten. Proses transformasi neoplastik yang melibatkan serangkaian kejadian dan

memungkinkan sel mengalami senescence. Ada beberapa gen yang terlibat dalam

pengaturan senescence pada sel-sel tumor seperti p53, p21, p16, serta Bcl2. Selain

apoptosis, gen-gen ini juga secara fisiologis di-stimulasi oleh gen p53 dan di-

inhibisi oleh Bcl2. Gen p21 menginhibisi apoptosis melalui mekanisme

intraselular dan parakrin. Selain senescence dan apoptosis, efek anti-proliferatif

dari agen yang merusak DNA adalah kematian sel melalui mitotic catastrophe.

Penyebab mitotic catastrophe ini karena adanya defisiensi checkpoint siklus sel.

Checkpoint ini sebagian diatur oleh ATM dan ATR. Senescence dimulai dengan

pemendekan telomere (replicative senescence) atau oleh signal stress akut dan

kronik endogen dan eksogen lainnya (STASIS/ stress or aberrant signaling-

induced senescence). Sel senescence juga mensekresi faktor-faktor pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara


173

serta komponen matriks ekstraselular, enzim yang mendegradasi matriks dan

sitokin inflamasi yang dapat mengganggu integritas jaringan dan/atau

menstimulasi sel-sel di sekitar untuk berproliferasi. Berbagai faktor risiko dapat

memicu senescence cells termasuk kerusakan DNA akibat pemendekan telomere,

oksidasi, dan mitogenic signaling yang berlebihan karena teraktifasinya

oncoprotein, atau inaktifasi tumor supressors (Kuilman, et al., 2010).

Pada kanker payudara, beberapa penelitian sebelumnya mendapatkan

bahwa hubungan antara inflamasi dan sebukan leukosit sitotoksik terhadap

kesembuhan masih diperdebatkan (Liu, et al., 2012). Pada penelitian ini (Tabel

4.16-Tabel 4.18), tampilan IFN-αII lebih banyak yang low (40 kasus)

dibandingkan ekspresi high (27 kasus). IFN-αII low maupun high lebih banyak

disertai dengan TILs intra-tumoral, masing-masing 87% untuk low dan 85,2%

untuk yang high, juga dengan sub-tipe histopatologi IC-NST baik pada yang low

maupun high, masing-masing 35 kasus (87,5%) pada low dan 23 kasus (85,2%)

pada high, sedangkan histologic grading IFN-αII TNBC yang low lebih banyak

pada grade 2 (72%), sedangkan yang high lebih banyak pada grade 3 (51,8%).

Menurut penelitian sebelumnya, imun responsif TNBC didefinisikan

sebagai TNBC yang disertai TIL dan IFN/STAT signaling. Pasien dengan immune-

responsive tumors memiliki penurunan angka insiden kekambuhan (Lehmann, et

al., 2011; Burstein, et al., 2015; Liu, et al., 2012). Sebaliknya, sub-tipe TNBC

yang immune-repressed dengan TILs dan IFN/STAT yang rendah sering

mengalami kekambuhan. Kurangnya endogenous IFN/STAT signaling

menyebabkan resistensi terhadap kemoterapi (Lehmann, et al., 2011; Burstein, et

al., 2015; Sistigu, et al., 2014). Peran IFN signaling pada immune-repressed

Universitas Sumatera Utara


174

tumor TNBC merupakan strategi terapeutik yang penting untuk menekan sifat

agresif tumor dan metastasis yang dimiliki TNBC (Doherty, et al., 2017).

Pengklasifikasian TNBC berdasarkan ada tidaknya sebukan sel radang leukosit

(TILs). TILs mencerminkan respon imun lokal (anti-tumor immune response) dan

merupakan kunci mekanisme pengontrolan progresif kanker. Komposisi TILs

terdiri dari 75% sel leukosit T, kurang dari 20% leukosit B, monosit kurang dari

10%, dan NK cells berserta Natural killer T-cells kurang dari 5% (Gu-Trantien, et

al., 2013). Sel Tregs berperan dalam menjaga kesimbangan imun dan self-

tolerance. Selain berperan dalam pengaturan auto-imunitas, infeksi, dan

peradangan, Tregs juga berperan di dalam imunitas tumor. Pada kanker, Tregs

mampu men-suppress respon imun anti-tumor, dan berperan dalam perkembangan

immunosuppressive tumor microenviroment (TME), menghindari promosi

imunitas, serta membantu perkembangan tumor (Nishikawa and Sakaguchi,

2014). TILs suppressor (CD4+) beraktifitas sebagai immunosuppressive,

mempromosi invasi tumor, dan menghambat immunoterapi, sedangkan TILs

effector (CD3+, CD8+) berperan sebagai anti-tumor dan anti-proliferasi (Luen, et

al., 2017). Pada sistem imun adaptif limfosit CD8+ akan mengenali antigen sel

ganas yang mengalami mutasi dan meng-eliminasi-nya. Th CD4+ akan

mensekresi sitokin pro-inflammatory sedangkan Tc CD8+ mensekresi molekul

sitotoksik seperti perforin dan granzym yang dapat membunuh sel tumor secara

langsung.

Fibroblas merupakan salah satu jenis sel yang paling aktif pada stroma

(Xouri and Christian, 2010), baik stroma jaringan normal maupun pada stroma

tumor (Rasnen and Vaheri, 2010). Berbagai sinonim yang digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara


175

fibroblast ini seperti tumor-associated fibrobasts (TAFs), carcinoma-associated

fibrobasts (CAFs) atau myofibroblasts. Teraktifasinya fibroblast dapat

mempromosi pertumbuhan dan perkembangan tumor. Fibroblast yang teraktifasi

dapat ditandai dengan beberapa petanda seperti α-smooth muscle actin (α-SMA),

fibroblast-specific protein 1 (FSP1 atau S100A4), dan fibroblast activation

protein (FAP) (Xouri and Christian, 2010; Rasnen and Vaheri, 2010).

Inflamasi merupakan risiko dalam pertumbuhan dan perkembangan kanker

(Qian and Pollard, 2010). Tumor-associated macrophages (TAM) pada tumor

terbagi atas 2 fenotip yaitu makrofag M1 dan M2. Makrofag M1 berespon sebagai

anti-tumor dengan mengaktifkan sistem imun dan menghasilkan reactive oxygen

spesies (ROS), nitric oxide (NO), dan TNF; sedangkan makrofag M2 berfungsi

sebagai immunosuppressive dan mempromosi untuk pertumbuhan tumor

(Allavena, et al., 2008), serta berperan dalam proses metastasis dengan

mempromosi angiogenesis dan degradasi extracellular matrix (Mantovani, et al,

2008).

Pada penelitian ini, 61% kasus TNBC (47 dari 67 kasus)

mengekspresikan IGF-1R (Tabel 4.20). Jumlah ini lebih banyak dibandingkan

dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Law, et al. (2008) yang

menemukan sekitar 41,9% pada TNBC. Ekspresi IGF-1R TNBC pada penelitin ini

didapati pada berbagai lokasi sub-seluler baik di membran, sitoplasma, inti,

maupun internalized, dan menunjukkan tampilan rendah (low expression)

sebanyak 48 kasus (71,6%) yang lebih banyak daripada tampilan tinggi

(overexpression) sejumlah 19 kasus (28,4%). Beberapa peneliti sebelumnya juga

menemukan sebagian aktifasi internalised IGF-1R berlokasi pada inti sel tumor.

Universitas Sumatera Utara


176

Translokasi IGF-1R nuclear berperan dalam aktifitas promosi ekspresi gen

(Aleksic, et al., 2010; Sehat, et al., 2010; Sarfstein, et al., 2012; dan Warsito, et

al., 2012). IGFs yang mengikat IGF-1R pada permukaan sel, akan mengaktifkan

signaling efektor termasuk AKT. IGF-1R internalized memperpanjang aktifasi

AKT (Romanelli, et al., 2007). Pada tumor, IGF-1R signaling berperan dalam

proliferasi, invasi dan keselamatan sel tumor melalui proteksi dari apoptosis,

migrasi sel tumor dan metastasis, serta terlibat langsung dalam kaskade metastasis

pada kanker payudara (Zhu, et al., 2011). IGF-1R mempromosi keselamatan dan

proliferasi pada TNBC cell line (Davison, et al., 2011). Sebagian IGF-1R

internalized setelah aktifasi akan terdegradasi atau di ‘recycled back’ di membran

plasma (Goh and Sorkin, 2013).

Di samping berperan penting dalam pengaturan pertumbuhan, proliferasi

dan diferensiasi, IGF-1R dan downstream signaling pathways-nya juga terlibat

dalam resistensi terhadap terapi endokrin serta terapi targeted (Gao, et al., 2012;

Karamouzis and Papavassiliou, 2012). Targeting IGF-1R dapat menghambat

migrasi dan invasi pada TNBC cell line MDA-MB-231 (Mancini, et al., 2014).

Sebagian besar sel kanker TNBC menampilkan IGF-1R, dan teraktifasinya IGF-

signaling mempromosi keselamatan dan proliferasi sel (Davison, et al., 2011). Ini

menunjukan bahwa IGF signaling berpotensi menjadi target untuk TNBC dan

jenis kanker lainnya. Inhibitor targeting IGF-1R kemungkinan berguna sebagai

agen anti-tumor dan merupakan target terapi baru dalam penanganan berbagai

jenis kanker yang sampai saat ini masih sedang dalam clinical trial (Arcaro,

2013). Ada dua jenis targeted agent IGF-1R, yaitu: (1). Monoclonal antibodies

terhadap IGF-1R seperti Dalotuzumab (Atzori, et al., 2011) dan Ganitumab

Universitas Sumatera Utara


177

(AMG 479) (Murakami, et al., 2012); dan (2). IGF-1R kinase inhibitors, termasuk

Linsitinib dan BMS-754807 (Helen, 2013). Inhibisi IGF-1R dapat menghambat

proliferasi sel dan men-suppress PI3K-Akt pathway pada TNBC cell lines (Weibi,

et al., 2017), dan juga berperan dalam autophagy dengan pengaturan modulator

autophagy mTORC-1 (Maycotte and Thorbum, 2014).

CSCs atau dikenal juga sebagai cancer initiating cells (CICs) merupakan

kelompok kecil populasi sel yang berasal dari transformasi self-renewing stem

cells, yang mengawali dan mempertahankan pertumbuhan sel kanker. Sel punca

kanker payudara pertama kali ditemukan pada tahun 2003. Terdapat berbagai

petanda ‘stemness’ yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi sel punca

kanker payudara (breast cancer stem cells/BCSCs) (Geng, et al., 2014; Kagara, et

al., 2012), diantaranya adalah CD44 dan CD24. Sel punca kanker payudara ini

tertampil sebagai CD44+CD24-. Tampilan CD44/CD24 mempunyai keragaman

pada sub-tipe kanker payudara terutama TNBC. Fenotipe CD44+CD24−/low sering

dihubungkan dengan prognosis yang buruk (Idowu, et al., 2012)

Pada penelitian ini, histologic grading CD44+/-CD24+/- (Tabel 4.22) yang

grade 2 (67,7%) lebih banyak daripada grade 3 (37,3%), namun tidak ditemukan

grade 1. TNBC yang menampilan CD44+CD24- pada penelitian ini berjumlah 12

kasus (18%). Histologic grading CD44+CD24- grade 2 yang berjumlah 8 kasus

(67%) lebih banyak dari pada grade 3 sebanyak 4 kasus (33%). Histologic

grading grade 2 dan grade 3 pada penelitian ini paling banyak manampilkan

CD44-CD24+, masing-masing sebanyak 20 kasus (47,6%) untuk grade 2, dan 15

kasus (60%) untuk grade 3. Histologic grading grade 2 dan grade 3 paling sedikit

menampilkan CD44+CD24+ yaitu masing-masing sebanyak 6 kasus (14,3%)

Universitas Sumatera Utara


178

untuk grade 2, dan 3 kasus (12%) untuk grade 3. Penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Pece, et al. (2010) yang menyatakan bahwa pada

grade 3 kandungan CSCs lebih banyak dibandingkan tumor yang grade 1.

Tampilan sel punca (CD44CD24) TNBC penelitian ini sangat kompleks dan

menunjukkan heterogenititas pada histologic grading. Namun identifikasi ‘niche’

stem-cells kanker payudara dibutuhkan dalam penilaian prognosis, karena dalam

karsinogenesis sel punca kanker payudara dapat me-deregulasi pathway molekul

pengontrolan self-renewel sel epitel payudara.

Tampilan IFN-αII (Tabel 4.23) pada CD44+CD24- lebih banyak yang low

dibandingkan high. Tampilan IFN-αII baik yang low maupun high paling banyak

terdapat pada kasus CD44-CD24+, yaitu masing-masing sebanyak 19 kasus

(47,5%) dan 16 kasus (59,3%). Sedangkan ekspresi IFN-αII low paling sedikit

pada CD44+CD24+ sebanyak 4 kasus (10%), dan IFN-αII high terdapat pada

CD44-CD24- yaitu 2 kasus (7,4%). Berdasarkan penelitian sebelumnya, tampilan

CD44+CD24- lebih sering terdapat pada daerah pinggir kelompokan sel tumor di

dekat stroma, sedangkan ALDH1 lebih sering berlokasi pada bagian tengah

kelompokan tumor, yang menunjukkan bahwa aktifitas ALDH1 lebih cendrung

terjadi pada kondisi hipoksia (Conley, et al., 2012). Analisis ekspresi gen

menunjukan bahwa CD44+CD24- banyak menampilkan gen yang mesenchymal-

related, sedangkan sel ALDH1+ lebih cenderung epithelial-like. Terdapat 2

fenotipe sel punca kanker payudara yaitu: (1). Fenotipe mesenchymal-like yang

lebih cendrung mengalami invasi, dan (2). Fenotipe epithelial-like yang lebih

berespon untuk pertumbuhan tumor (Liu, et al., 2013). Switching fenotipe ini

penting menjadi perhatian, karena tumor microenvironment termasuk IFN

Universitas Sumatera Utara


179

berperan dalam EMT. Overexpression dari Twist dan Snail yang meregulasi EMT,

bukan hanya berperan dalam perubahan sel epitel payudara menjadi EMT, namun

juga berperan pada kemampuan self-renewal dan tumor-initiating fenotipe

CD44+CD24-. Selain Twist dan Snail, signaling pathway seperti Notch, Wnt, dan

Hedgehog juga dapat merangsang terjadinya EMT (Shin, et al., 2010; Yoo, et al.,

2011). Kemampuan CICs untuk men-switch epithelial-like dan mesencymal-like

ini yang memungkinkan sel kanker untuk bermetastasis dan berkoloni di tempat

jauh (Biddle, et al., 2011; Thompsons and Haviv, 2011). Menurut Chaffer, et al.

(2011) dan Gupta, et al. (2011), differensiasi sel epitel payudara in vitro yang

menunjukkan sel punca terjadi secara spontan tanpa mengalami kelainan genetik.

Tampilan total IGF-1R (Tabel 4.24) baik yang low maupun high paling

banyak terdapat pada kasus CD44-CD24+, yaitu masing-masing sebanyak 24

kasus (50,0%) dan 11 kasus (57,9%). Sedangkan total IGF-1R low maupun high

paling sedikit pada CD44+CD24+, masing-masing sebanyak 6 kasus (12,5%), dan

3 kasus (15,8%).

Tampilan Ki-67 (Tabel 4.25) pada CD44+CD24- lebih banyak tertampil

low daripada high. Tampilan Ki67 paling banyak ditemukan pada tampilan CD44-

CD24+ yaitu sebanyak 35 kasus (52%) dan paling sedikit pada tampilan

CD44+CD24+ sebanyak 9 kasus (13%). Tampilan Ki67 low (36 kasus, 53,7%)

lebih banyak daripada yang high (31 kasus, 46,3). Ekspresi Ki-67 low paling

banyak terdapat pada kasus TNBC dengan tampilan CD44-CD24+ yaitu sebanyak

17 kasus (47,2%) dan paling sedikit pada tampilan CD44+CD24+ sebanyak 3

kasus (8,3%), sedangkan Ki-67 high yang terbanyak juga dijumpai pada TNBC

Universitas Sumatera Utara


180

dengan tampilan CD44-CD24+ sebanyak 18 kasus (58,1%) dan paling sedikit pada

tampilan CD44-CD24- yaitu 2 kasus (6,5%).

Agen anti-kanker sitotoksik yang mentargetkan sel yang berproliferasi

aktif namun tidak untuk sel yang mebelah secara lambat. Sedangkan penyebab

resistensi terhadap kemoterapi ada 2 kemungkinan yaitu karena resistensi intrinsik

atau resistensi karena acquired (pasien mengalami resistensi terhadap

pengobatan). Hubungan antara resistensi intrinsik terhadap pengobatan antikanker

dan gambaran sel punca telah dibuktikan adanya peningkatan sejumlah sel

CD44+CD24-/Low pada sisa tumor setelah kemoterapi. Pada kenyataannya sel

punca mempunyai sifat: (1). Quiescent dan/atau karena laju proliferasi-nya yang

lambat, ini bertolak belakang dengan aktifitas agent anti-neoplastik; (2). Protein

anti-apoptosis seperti bcl-2 dan survivin yang over-expression; dan (3). Kadar

tampilan protein yang terlibat dalam mekanisme pompa efflux banyak sehingga

sel mampu bertahan terhadap obat (Abdullah and Chow, 2013).

Berdasarkan histologic grading (Tabel 4.27), histologic grading sub-tipe

stem cells-like TNBC sebagian besar grade 2 (SC1 L, SC2L, dan SC3H), kecuali SC3L

grade 3. Histologic grading pada sub-tipe pre-basalL TNBC adalah grade 2,

sedangkan sub-tipe basalL TNBC memiliki histologic grading grade 3.

Dari 6 kasus sub-tipe baso-luminalL, 5 kasus di antaranya (83,3%)

memiliki histologic grading grade 2, dan dari 16 kasus sub-tipe baso-luminalH

sebanyak 9 kasus (56,3%) yang memiliki histologic grading grade 2. Satu sub-

tipe stemoluminalL TNBC memiliki histologic grading grade 3, sedangkan 1 kasus

dari sub-tipe stemoluminalH adalah grade 2.

Universitas Sumatera Utara


181

Dari 13 kasus sub-tipe luminalL TNBC, 9 kasus (69,2%) mempunyai

histologic grading grade 2, dan 4 kasus (30,8%) grade 3. Dari 8 kasus sub-tipe

luminalH TNBC mempunyai histologic grading grade 2 dan grade 3 masing-

masing 4 kasus (50%). Dari 12 kasus sub-tipe TNBC lainnya (unclassified breast

carcinoma), terdapat 8 kasus (66,7%) yang memiliki histologic grading grade 2

dan 4 kasus (33,3%) grade 3.

Adapun kesulitan yang dialami selama melakukan penelitian ini adalah

sebagian sampel berasal dari biopsi jaringan dimana didapatkan sel tumor yang

sedikit. Hal ini membuat banyak kasus TNBC yang terpaksa harus dieksklusi.

Dalam penelitian ini juga terdapat beberapa keterbatasan sebagai berikut: (1) data

penelitian ini diambil dari data sekunder, sehingga bila informasi yang diberikan

kurang maka sampel tersebut akan dieksklusikan. Hal ini akan menyebabkan

hilangnya kasus TNBC tersebut. (2) Karena kasus TNBC ini tergolong jarang

ditemukan, terdapat keterbatasan dalam pengambilan sampel. Sehingga harus

diambil dari berbagai sentra untuk memenuhi jumlah sampel minimal. Diharapkan

penelitian ini bisa dilanjutkan lagi dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

Selama ini, dalam pengklasifikasian kanker payudara yang hanya

berdasarkan histology grading masih belum memuaskan, demikian juga TNBC

yang selama ini hanya diklasifikasikan menjadi subtipe claudin low dan basal-like

tumor belum sempurna, karena dari hasil penelitian ini yang berdasarkan

pemeriksaan panel imunohistokimia TNBC ternyata didapati jenis stem cell like

subtypes, IFN-αIIRich, dan IGF-1RHigh. Dalam penelitian ini, memang aplikasi

klinis pembagian stem cell-like sub-tipe dari SC-1, SC-2, SC-3 tampaknya tidak

terlalu bermanfaat. Yang terpenting adalah pengenalan terhadap stem-cell-

Universitas Sumatera Utara


182

ness/stemness yang akan mempengaruhi dalam pemberian terapi. Dalam

penelitian ini berhasil ditemukan bahwa ternyata pada sebagian dari TNBC,

estrogen signaling pathway masih tetap aktif meskipun ER negatif, ini terbukti

dengan ditemukan tampilan imunohistokimia yang positif untuk CK8/18. Oleh

karena itu, perlu menjadi perhatian khusus utnuk para klinisi dan para ahli

patologi, bahwa pada kasus TNBC harus selalu diperiksa dengan imunohistokimia

CK8/18. Bila terpulas positif, ERα signaling pathway harus dihambat dan perlu

diberi targeted therapy seperti ERβ selective ligand (ERB-041) untuk

mengaktifkan ERβ signaling pathway.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Jumlah sampel TNBC pada penelitian ini sebanyak 67 kasus, paling

banyak ditemukan pada kelompok usia 41-50 tahun, dan pada pre-

menopause.

2. Karakteristik TNBC pada penelitian ini paling banyak ditemukan dengan

ukuran tumor ≥2-5 cm (T2) (58%), terdapat 37% tumor yang melekat pada

kulit/ dinding dada (T4), 57% tumor tidak melibatkan KGB aksila (N), dan

hanya 3% tumor telah bermetastasis ke paru.

3. Sub-tipe histopatologi TNBC pada penelitian ini paling banyak (87%)

merupakan sub-tipe Invasive carcinoma of no special type (IC-NST),

dengan histologic grading grade 2 (64%) yang lebih banyak dibandingkan

grade 3 (36%), namun tidak ditemukan yang grade 1. IC-NST Tumor

infiltrating leucocytes (TILs) intra-tumoral (58%) lebih banyak

dibandingkan yang peri-tumoral.

4. Dengan pengggunaan pemeriksaan panel imunohistokimia (petanda

molekuler) pada TNBC kami dapat membedakan sub-tipe stem-cell like,

basal, baso-luminal, luminal, IFN-αIIRich, dan IGF-1RHigh.

A. CD44, CD24, Twist, dapat membantu dalam penentuan sub-tipe

Stem cells-like, namun Claudin-7 tidak membantu.

183
Universitas Sumatera Utara
184

B. Untuk penentuan sub-tipe Basal dapat digunakan CK5, namun

EMA kurang bermanfaat dalam hal ini.

C. Sub-tipe baso-luminal dapat ditentukan dengan menggunakan

pemeriksaan imunohistokimia CK5 dan CK8/18, sedangkan untuk

sub-tipe luminal dapat digunakan CK8/18.

5. Tanda didifferensiasi (EMT) pada sub-tipe Basal, Baso-luminal, dan

luminal dapat dikenali dengan tampilan CD44, CD24, dan Twist.

6. Tampilan IFN-αII low (87,5%) lebih banyak dijumpai pada TILs intra-

tumoral daripada TILs peri-tumoral (12,5%), sedangkan IFN-αII high lebih

banyak ditemukan pada TILs peri-tumoral (85,2%) dibandingkan TILs

intra-tumoral (14,8%). IFN-αII low (87,5%) maupun high (85,2%) lebih

banyak merupakan sub-tipe invasive carcinoma of no special type (IC-

NST). Histologic grading IFN-αII low lebih banyak yang grade 2 (72,5%),

sedangkan IFN-αII high lebih banyak yang grade 3 (51,8%).

7. Tampilan IGF-1R internalized lebih sedikit dibandingkan dengan yang

non-internalized. Tampilan IGF-1R baik yang low maupun high lebih

banyak mempunyai ukuran tumor ≤ 2- 5 cm (T2) dan histologic grading

grade 2.

8. Histologic grading CD44+/-CD24+/- TNBC lebih banyak grade 2 (67,7%)

dibandingkan grade 3 (37,3%), namun tidak ditemukan grade 1.

9. Tampilan Ki-67 paling banyak ditemukan pada tampilan CD44-CD24+

yaitu sebanyak 35 kasus (52%) dan paling sedikit pada tampilan

CD44+CD24+ sebanyak 9 kasus (13%).

Universitas Sumatera Utara


185

10. Klasifikasi sub-tipe TNBC pada penelitian ini terdiri dari sub-tipe stem

cells-like (SC-1L, SC-2L, SC-3L, dan SC-3H) (10,5%), sub-tipe pre-basal

(3%), sub-tipe Basal (1,5%), sub-tipe Baso-luminal (33%), sub-tipe

Stemo-luminal (3%), dan Luminal (31%). Sub-tipe yang paling banyak

adalah sub-tipe Baso-luminal, dan yang paling sedikit adalah sub-tipe

Basal. Histologic grading sub-tipe stem cells-like TNBC (SC1 L, SC2L, dan

SC3H) berupa grade 2, sedangkan SC3L adalah grade 3. Histologic grading

pada sub-tipe pre-basalL TNBC adalah grade 2, sedangkan sub-tipe basalL

TNBC memiliki histologic grading grade 3.

6.2 SARAN

1. Selain pemeriksaan ER, PR, dan Her-2 pada kasus kanker payudara secara

umum, memerlukan pemeriksaan tambahan CK8/18 secara rutin, karena

walaupun reseptor estrogen tidak tertampil namun sub-tipe luminal masih

dapat ditemukan pada kasus TNBC. Bila CK8/18 terpulas positif, maka

dapat diberikan terapi ERβ selective ligand (ERB-041).

2. CK5 dibutuhkan untuk mengidentifikasi sub-tipe Basal. Pemeriksaan

CD44, CD24 dibutuhkan untuk mengidentifikasi sub-tipe Stem cell-Like.

3. Twist dapat dipakai untuk mengidentifikasi EMT. Adanya twist merupakan

suatu tanda prognosis yang kurang baik.

4. Pada TNBC dengan IGF-1R positif perlu dikendalikan diet, berat badan,

dan faktor risiko sindroma metabolik, sedangkan kadar gula darah, dan

insulin perlu dimonitor. IGF-1R signaling pada tumor dapat menimbulkan

resistensi terhadap terapi, maka untuk mencegah kekambuhan (relapse)

Universitas Sumatera Utara


186

dalam penanganan kasus kanker payudara dalam waktu 2 tahun pertama,

sehingga perlu dipertimbangkan maintenance dengan penggunaan

metformin. Selain itu, juga dapat diberikan targeted therapy seperti

Dalotuzumab, Ganitumab (AMG 479), dan IGF-1R kinase inhibitors,

termasuk Linsitinib dan BMS-754807.

5. Tampilan Ki67 menunjukan agresifitas dari tumor, dalam pengendalian

sifat agresifitas tumor harus digunakan obat yang efektif dalam

pengendalian siklus sel.

Universitas Sumatera Utara


187

DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, D.S., Horvath, C.M. (2002). A road map for those who don't know
JAK-STAT. Science. 296, 1653-1655.
Abdullah, L.N. and Chow, E. (2013). Mechanisms of chemoresistance in cancer
stem cells. Clin Transl Med 2. Downloade from:
http://dx.doi.org/10.1186/2001-1326-2-3.
Ahn, J., Urist, M., Prives, C. (2004). The Chk2 protein kinase. DNA Repair
(Amst). 3, 1039-1047.
Ahn, S. and Joyner, A.L. (2005). In vivo analysis of quiescent adult neural stem
cells responding to Sonic Hedgehog. Nature. 437, 894-897.
Aigner, S., Ramos, C. L., Hafezi-Moghadam, A. (1998). CD24 mediates rolling of
breast carcinoma cellson P-selectin. The FASEB Journal. 12(12), 1241-
1251.
Aleksic, T., Chitnis, M.M., Perestenko, O.V., Gao, S., Thomas, P.H., Turmer,
G.D., Protheroe, A.S. Howarth, M., Macaulay, V.M. (2010). Type 1
insuline-like growth factor receptor translocates to the nucleus of human
tumor cells. Cancer Res 70: 6412-6419.
Alexander, W.S. (2002). Suppressors of cytokine signalling (SOCS) in the
immune system. Nat Rev Immunol. 2, 410-416.
Allred, D.C., Brown, P., Medina, D. (2004). The origins of estrogen receptor
alpha-positive and estrogen receptor alpha-negative human breast cancer.
Breast Cancer Res. 6(6), 240-245.
Al-Hajj, M., Wicha, M.S., Benito-Hernandez, A., Morrison, S.J., Clarke, M.F.
(2003). Prospective identifi cation of tumorigenic breast cancer cells.
Proc Natl Acad Sci USA. 100, 3983-3988.
Al-Hussaini, H., Subramanyam, D., Reedijk, M. (2010). Notch signaling pathway
as a therapeutic target in breast cancer. Mol Cancer Ther. 10, 9-15.
Ali, H.R., Dawson, S-J. Fiona, Blows, M., Provenzano, E., Pharoah, P.D., and
Caldas, C. (2011). Cancer stem cell markers in breast cancer:
pathological, clinical and prognostic significance. Breast Cancer
Research. 13, R118. Avaiable at: http://breast-cancer-
research.com/content/13/6/R118.
Allavena, P., Sica, A., Garlanda, C., Mantovani, A. (2008). The Yin-Yang of
tumor-associated macrophages in neoplastic progression and immune
surveillance. Immunol Rev; 222: 155-161.
Almquist, M., Manjer, J., Bondeson, L., Bondeson, A.G. (2007). Serum calcium
and breast cancer risk: results from a prospective cohort study of 7,847
women. Cancer Causes Control. 18(6), 595-602. [PubMed: 17410477]
American Cancer Society. (2012). Available at: http://www.cancer.org/acs/
groups/content/@epidemiologysurveilance/documents/document/acspc-
031941.pdf. Accessed 04/21, 2012.
Anders, C.K., and Carey, L.A. (2009). Biology, metastatic patterns, and treatment
of patients with triple-negative breast cancer. Clin Breast Cancer. 9(2),
S73–S81.

Universitas Sumatera Utara


188

Anderson. (1991). Female reproductive system. Churchill Livingstone. 6, 208-


218.
Andreassen, P., Ho, G., D’Andrea, A. (2006). DNA damage responses and their
many interactions with the replication fork. Carcinogenesis. 27, 883-892.
Andre, F., Job, B., Dessen, P., Tordai, A., Michiels, S., Liedtke, C., Richon, C.,
Yan, K., Wang, B., Vassal, G. et al. (2009). Molecular characterization
of breast cancer with high-resolution oligonucleotide comparative
genomic hybridization array. Clin. Cancer Res. 15, 441-451.
Arcaro A. Targeting the insulin-like growth factor-1 receptor in human cancer.
Frontiers in pharmacology (4):30. PubMed Central PMCID:
PMC3605519. doi: 10.3389/fphar.2013.00030 PMID: 23525758
Argaval, B., Saxena, R., Morimiya, A. (2005). Lymphangyogenesis does not
occur in breast cancer. Am J Surg Pathol. 29, 1449-2455.
Ashwell, S. and Zabludoff, S. (2008). DNA Damage Detection and Repair
Pathways-Recent Advances with Inhibitors of Checkpoint Kinases in
Cancer Therapy. Clin Cancer Res.14(13), 4032-4037.
Atzori, F., Tabernero, J., Cervantes, A., Prudkin, L., Andreu, J., Rodriguez-Braun,
E., et al. (2011). A Phase I Pharmacokinetic and Pharmacodynamic
Study of Dalotuzumab (MK-0646), an Anti-Insulin-like Growth Factor-1
Receptor Monoclonal Antibody, in Patients with Advanced Solid
Tumors. Clin Cancer Res. 17(19):6304-12. doi: 10.1158/1078-
0432.CCR-10-3336 PMID: 21810918
Azrie, M.N. (2011). Prevalensi dan karakteristik penderita kanker payudara di
Departemen Bedah RSUP HAM Medan Tahun 2011. Usu press.
Badowska-Kozakiewicz, A.M. and Budzkik, M.P. (2016). Immunohistochemical
Characteristics of Basal-Like Breast Cancer. Contemp Oncol. 20(6):436-
443.
Bao, T. and Davidson, N.E. (2008). Gene Expression Profiling of Breast Cancer.
Adv Surg; 42: 249-260. doi:10.1016/j.yasu.2008.03.002.
Bapat, S.A. (2010). Human ovarian cancer stem cells. Reproduction. 140(1), 33-
41.
Barcellos-Hoff, M.H. and Akhurst, R.J. (2009). Transforming growth factor-beta
in breast cancer: too much, too late. Breast Cancer Res. 11, 202.
Bargmann, C.I., Hung, M.C., Weinberg, R.A. (1986). The neu oncogene encodes
anepidermal growth factor receptor-related protein. Nature. 319, 226-
230.
Baselga, J. (2010). Treatment of HER2-overexpressing breast cancer. Ann Oncol.
21(7), vii36–vii40.
Bauer, K.R., Brown, M., Cress, R.D., Parise, C.A., and Caggiano, V. (2007).
“Discriptive analysis of estrogen receptor (ER)-negative, progesterone
receptor (PR)-negative, and HER2-negative phenotype: a population-
based study from the California Cancer Registry.” Cancer. 109(9), 1721-
1728.
Beachy, P.A., Karhadkar, S.S., Berman, D.M. (2004). Tissue repair and stem cell
renewal in carcinogenesis. Nature. 432, 324-331.
Beard, C.J., Chen, M.H., Cote, K. (2004). Perineural invasion is associated with
increased relapse after external beam radiotherapy for men with low-risk

Universitas Sumatera Utara


189

prostate cancer and may be a marker for occult, high-grade cancer. Int J
Radiat Oncol Biol Phys. 58, 19-24.
Beenken, A. and Mohammadi, M. (2009). The FGF family: biology,
pathophysiology and therapy. Nat Rev Drug Discov. 8, 235-253.
Ben-Porath, I., Thomson, M.W., Carey, V.J., Ge, R., Bell, G.W., Regev, A.,
Weinberg, R.A. (2008). An embryonic stem cell-like gene expression
signature in poorly diff erentiated aggressive human tumors. Nat Genet.
40, 499-507.
Bergamaschi, A., Kim, Y.H., Wang, P., Srlie, T., Hernandez-Boussard, T.,
Lonning, P.E. (2006). Distinct patterns of DNA copy number alteration
are associated with different clinicopathological features and
geneexpression subtypes of breast cancer. Gene Chromosome Cancer.
45, 1033-1040.
Bernardi, M.A., Logullo, A.F., Pasini, F.S., Nonogaki, S., Blumke, C., Soares,
F.A., Brentani, M.M. (2011). Prognostic significance of CD24 and
claudin-7 immunoexpression in ductal invasive breast cancer. Oncology
Reports. 27, 28-38. DOI: 10.3892/or.2011.1477.
Bertone-Johnson, E.R., Chen, W.Y., Holick, M.F., Hollis, B.W., Colditz, G.A.,
Willett, W.C., Hankinson, S.E. (2005). Plasma 25-hydroxyvitamin D and
1,25-dihydroxyvitamin D and risk of breast cancer. Cancer Epidemiol
Biomarkers Prev. 14(8), 1991-1997. [PubMed: 16103450]
Bertucci F, Borie, N., Ginestier, C. (2004). Identification and validation of an
ERBB2 gene expression signature in breast cancers. Oncogene. 23, 2564-
2575.
Bharathy, S., Xie, W., Yingling, J.M., Reiss, M. (2008). Cancer-associated
transforming growth factor beta type II receptor gene mutant causes
activation of bone morphogenic protein-Smads and invasive phenotype.
Cancer Res. 68, 1656-1666.
Bhargava, R., Beriwal, S., McManus, K., Dabbs, D.J. (2008). CK5 Is More
Sensitive than CK5/6 in Identifying the “Basal-like” Phenotype of Breast
Carcinoma. Am J Clin Pathol. 130, 724-730.
Bianchini, F., Mannini, A., Mugnai, G., Ruggieri, S., Calorini, L. (2006).
Expression of a metastatic phenotype in IFNs-primed/TNFalphaactivated
B16 murine melanoma cells: role of JAK1/PKCdelta signal transduction
factors. Clin Exp Metastasis. 23(3-4), 203-208.
Biddle, A., Liang, X., Gammon, L., Fazil, B., Harper, L.J., Emich, H., et al.
(2011). Cancer stem cells in squamous cell carcinoma switch between
two distinctphenotypes that are preferentially migratory or proliferative.
Cancer Res 1(71):5317-5326. Download from:
http://dx.doi.org/10.1158/0008-5472.CAN-11-1059.
Bierie, B. and Moses, H.L. (2006). TGF beta and cancer. Cytokine Growth Factor
Rev. 17, 29-40.
Bierie, B. and Moses, H.L. (2009). Gain or loss of TGFβ signaling in mammary
carcinoma cells can promote metastasis. Cell Cycle. 8(20), 3319-3327.
Birch, M., Mitchell, S., Hart, I.R. (1991). Isolation and characterization of human
melanoma cell variants expressing high and low levels of CD44. Cancer
Res. 51, 6660-6667.

Universitas Sumatera Utara


190

Birnbaum, T., Roider, J., Schankin, C.J., Padovan, C.S., Schichor, C.,
Goldbrunner, R. (2007). Malignant gliomas actively recruit bone marrow
stromal cells by secreting angiogenic cytokines. J Neurooncol. 83(3),
241-247.
Biswas, D.K., Iglehart, J.D. (2006). Linkage between EGFR family receptors and
nuclear factor kappa-β (NF-kappaB) signaling in breast cancer. J Cell
Physiol. 209, 645-652.
Blackman, B., Russell, T., Nordeen, S.K., Medina, D., Neville, M.C. (2005).
Claudin 7 expression and localization in the normal murine mammary
gland and murine mammary tumors. Breast Cancer Research. 7(2); p.
R240-255.
Blick, T., Hugo, H., Widodo, E., Waltham, M., Pinto, C., Mani, S.A., Weinberg,
R.A., Neve, R.M., Lenburg, M.E., Thompson, E.W. (2010). Epithelial
mesenchymal transition traits in human breast cancer cell lines parallel
the CD44hi/CD24lo/– stem cell phenotype in human breast cancer. J
Mammary Gland Biol Neoplasia. 15, 235-252.
Bolderson, E., Richard, D.J., Zhou, B.S., Khanna, K.K. (2009). Recent advances
in cancer therapy targeting proteins involved in DNA double strand break
repair. Clin Cancer Res. 15, 6314-6320. [PubMed: 19808869].
Bogdan, C., Mattner, J., Schleicher, U. (2004). The role of type I interferons in
non-viral infections. Immunol Rev. 202, 33-48.
Bostrom, P., Soderstrom, M., Palokangas, T., Vahlberg, T., Collan, Y., Carpen, O.
(2009). Analysis of cyclins A, B1, D1 and E in breast cancer in relation
to tumour grade and other prognostic factors. BMC Res Notes. 2, 140.
Botchkina, I.L., Rowehl, R.A., Rivadeneira, D.E. (2009). Phenotypic
subpopulations of metastatic colon cancer stemcells: genomic analysis.
Cancer Genomics and Proteomics. 6 (1), 19-30.
Boulanger, C.A., Wagner, K.U., Smith, G.H. (2005). Parity-induced
mousemammary epithelial cells are pluripotent, self-renewing and
sensitive to TGF-b1 expression. Oncogene. 24, 552-560.
Boyle, P. (2012). Triple-negative breast cancer: epidemiological considerations
and recommendations. Annals of Oncology 23 (Supplement 6): vi7-vi12.
Doi:10.1093/annonc/mds187
Brooks, A.N., Kilgour, E. and Smith, P.D. (2012). Fibroblast growth factor
signaling: a new therapeutic opportunity in cancer. Clin Cancer Res. 3, 1-
24. DOI: 10.1158/1078-0432.CCR-11-0699.
Bunney, T. and Katan, M. (2010). Phosphoinositide signalling in cancer: beyond
PI3K and PTEN. Nat Rev Cancer. 10, 342-352.
Burgess, A.W. (2003). An open-and-shut case? Recent insights into the activation
of EGF/ErbB receptors. Mol Cell. 12(3), 541-552.
Burstein, M.D., Tsimelzon, A., Poage, G.M., Covington, K.R., Contreras, A.,
Fuqua, S.A., et al. (2015) Comprehensive genomic analysis identifies
novel subtypes and targets of triple-negative breast cancer. Clin Cancer
Res 21:1688-1698.
Buszczak, M., Spradling, A.C. (2006). Searching chromatin for stem cell identity.
Cell. 125, 233-236.

Universitas Sumatera Utara


191

Chaffer, C.L., Brueckmann, I., Scheel, C., Kaestli, A.J., Wiggins, P.A.,
Rodrigues, L.O., et al. (2011). Normal and neoplastic nonstem cells can
spontaneously con-vert to a stem-like state. Proc Natl Acad Sci USA
108:7950-7955. Download from:
http://dx.doi.org/10.1073/pnas.1102454108.
Calza, S., Hall, P., Auer, G. (2006). Intrinsic molecular signature of breast cancer
in a population-based cohort of 412 patients. Breast Cancer Res. 8, R34.
Carey, L.A., Perou, C.M., Livasy, C.A. (2006). Race, breast cancer subtypes and
survival in the Carolina Breast Cancer Study. JAMA. 295, 2492-2502.
Carey, L.A., Dees, E.C., Sawyer, L., Gatti, L., Moore, D.T., Collichio, F., Ollila,
D.W., Sartor, C.I., Graham, M.L., Perou, C.M. (2007). The triple
negative paradox: Primary tumor chemosensitivity of breast cancer
subtypes. Clin Cancer Res. 13, 2329-2334.
Cariati, M., Naderi, A., Brown, J.P., Smalley, M.J., Pinder, S.E., Caldas, C.,
Purushotham, A.D. (2008). Alpha-6 integrin is necessary for the
tumourigenicity of a stem cell-like subpopulation within the MCF7
breast cancer cell line. Int J Cancer. 122, 298-304.
Chambers, I., et al. (2007). Nanog safeguards pluripotency and mediates germline
development. Nature. 450, 1230.
Charafe-Jauffret, E., Ginestier, C., Iovino, F., Wicinski, J., Cervera, N., Finetti, P.,
Hur, M.H., Diebel, M.E., Monville, F., Dutcher, J., Brown, M., Viens, P.,
Xerri, L., Bertucci, F., Stassi, G., Dontu, G., Birnbaum, D., Wicha, M.S..
(2009). Breast cancer cell lines contain functional cancer stem cells with
metastatic capacity and a distinct molecular signature. Cancer Res. 69,
1302-1313.
Cheang, M.C., Chia, S.K., Voduc, D. (2009). Ki-67 index, HER2 status, and
prognosis of patients with luminal B breast cancer. J Natl Cancer Inst.
101, 736-750.
Cheang, M.C., Voduc, D., Bajdik, C., Leung, S., McKinney, S., Chia, S.K. (2008)
Basal-like breast cancer defined by five biomarkers has superior
prognostic value than triple-negative phenotype. Clin Cancer Res.14,
1368-1376.
Chen, L. and Daley, G.Q. (2008). Molecular basis of pluripotency. Hum Mol
Genet. 17(R23).
Chin, K., DeVries, S., Fridlyand, J., Spellman, P. T., Roydasgupta, R., Kuo, W.
L., Lapuk, A., Neve, R. M., Qian, Z., Ryder, T. et al. (2006). Genomic
and transcriptional aberrations linked to breast cancer pathophysiologies.
Cancer Cell. 10, 529-541.
Chlebowski, R.T., Johnson, K.C., Kooperberg, C. (2008). Calcium plus vitamin D
supplementation and the risk of breast cancer. J Natl Cancer Inst
100:1581-1591.
Chow, S.C., Shao, J., Wang, H. (2009). Sample size calculation in clinical
research. Chapman and Hall.
Cleator, S., Heller, W., Coombes, R.C. (2007). Triple-negative breast cancer:
therapeutic options. Lancet Oncol. 8:235-244.
Clevers, H., Nusse, R. (2012). Wnt/beta-catenin signaling and disease. Cell.
149(6):1192-1205.

Universitas Sumatera Utara


192

Colditz, G., and Chia, K.S. (2012). Invasive breast carcinoma: Introduction and
general features. In: Lakhni, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H., van
deVijver, M.J. (Eds): World Health Organization Classification of
Tumors of Breast. 4th edition. IARC Press: Lyon 2012, 13-31.
Cole, S.W., and Sood, A.K. (2011). Molecular pathways: Beta-adrenergic
signaling pathways in cancer. American Association for Cancer
Research. 1, 1-20. Avaiable at: clincancerres.aacrjournals.org.
Collina, F., Bonito, M.D., Bergolis, V.L., Laurentiis, M.D., Vitagliano, C.,
Cerrone, M., Nuzzo, F., Cantile, M., and Botti, G. (2015). Prognostic
Value of Cancer Stem Cells Markers in Triple-Negative Breast Cancer.
BioMed Research International. Vol 2015 (2015), 1-10. Article ID
158682.
Conley, S.J., Gheordunescu, E., Kakarala, P., Newman, B., Korkaya, H. (2012).
Heath AN,et al. Antiangiogenic agents increase breast cancer stem cells
via the gen-eration of tumor hypoxia. Proc Natl Acad Sci USA109:2784-
2789. Avaiable from:http://dx.doi.org/10.1073/pnas.1018866109.
Cooper, D.L. and Dougherty, G.J. (1995). To metastasize or not? Selection of
CD44 splice sites. Nat Med. 1, 635-657.
Coro, E.S., Chang, W.L., Baumgarth, N. (2006). Type I IFN receptor signals
directly stimulate local B cells early following influenza virus infection.
J Immunol. 176, 4343-4351.
Creighton, C.J., Li, X., Landis, M., Dixon, J.M., Neumeister, V.M., Sjolund, A.,
Rimm, D.L., Wong, H., Rodriguez, A., Herschkowitz, J.I., Fan, C.,
Zhang, X., He, X., Pavlick, A., Gutierrez, M.C., Renshaw, L., Larionov,
A.A., Faratian, D., Hilsenbeck, S.G., Perou, C.M., Lewis, M.T., Rosen,
J.M., Chang, J.C. (2009). Residual breast cancers after conventional
therapy display mesenchymal as well as tumor-initiating features. Proc
Natl Acad Sci USA. 106(33), 13820-13825.
Cui, X., Schiff, R., Arpino, G., Osborne, C.K., Lee, A.V. (2005). Biology of
progesterone receptor loss in breast cancer and its implications for
endocrine therapy. J Clin Oncol. 23(30), 7721-7735.
Curtis, C., Shah, S.P., Chin, S.F., Turashvili, G., Rueda, O.M., Dunning, M.J.,
Speed, D., Lynch, A.G., Samarajiwa, S., Yuan, Y., et al. (2012). The
genomic and transcriptomic architecture of 2,000 breast tumours reveals
novel subgroups. Nature 486: 346-352.
Daly, A.C., Randall, R.A., Hill, C.S. (2008). Transforming growth factor beta-
induced Smad1/5 phosphorylation in epithelial cells is mediated by novel
receptor complexes and is essential for anchorage-independent growth.
Mol Cell Biol. 28, 6889-6902.
Daly, C. J. and McGrath, J. C. (2011). Previously unsuspected widespread cellular
and tissue distribution of beta-adrenoceptors and its relevance to drug
action. Trends Pharmacol Sci. 32, 219-226.
Davis, A.A. and Kaklamani, V.G. (2012). Metabolic syndrome and Triple-
Negative Breast Cancer: a new paraigma. International Journal of Breast
Cancer.
Davison, Z., de Blacquire, G.E., Westley, B.R., May, F.E.B. (2011). Insulin-like
growth factor-dependent proliferation and survival of triple-negative
breast cancer cells: implications for therapy. Neoplasia. 13(6), 504-515.

Universitas Sumatera Utara


193

Deeb, K.K., Trump, D.L., Johnson, C.S. (2007). Vitamin D signalling pathways in
cancer: potential for anticancer therapeutics. Nat Rev Cancer. 7(9), 684-
700. [PubMed: 17721433]
deLaurentiis, M., Cianniello, D., Caputo, R., Stanzione, B., Arpino, G., Cinieri, S.
(2010). Treatment of triple negative breast cancer (TNBC): current
options and future perspectives. Cancer Treat Rev. 36(S3), S80-S86.
de Lima, G.R., Facina, G., Shida, J.Y. (2003). Effects of low dose tamoxifen on
normal breast tissue from premenopausal women. Eur J Cancer. 39. 891-
898.
Dent, R.A., Lindeman, G.J., Clemons, M., Wildiers, H., Chan, A., McCarthy, N.J.
(2010). Safety and efficacy of the oral PARP inhibitor olaparib
(AZD2281) in combination with paclitaxel for the first- or second-line
treatment of patients with metastatic triple-negative breast cancer:
Results from the safety cohort of a phase I/II multicenter trial. J Clin
Oncol. 28(15), 1018.
Deome, K., Faulkin, L.J., Bern, H., Blair, P. (1959). Development of mammary
tumors from hyperplastic alveolar nodules transplanted into gland-free
mammary fat pads of female C3H mice. Cancer Res. 19, 515-520.
deWeerd, N.A., Samarajiwa, S.A., Hertzog, P.J. (2007). Type I interferon
receptors: biochemistry and biological functions. J Biol Chem. 282,
20053-20057.
Dey, J.H., Bianchi, F., Voshol, J., Bonenfant, D., Oakeley, E.J., Hynes, N.E.
(2010). Targeting fibroblast growth factor receptors blocks PI3K/AKT
signaling, induces apoptosis, and impairs mammary tumor outgrowth and
metastasis. Cancer Res. 70, 4151-4162. [PubMed: 20460524]
Diallo, R., Schaefer, K-L., Poremba, C., Shivazi, N., Willmann, V., Buerger, H.,
Dockhorn-Dworniczak, B., Boecker, W. (2001). Monoclonality in
normal epithelium and in hyperplastic and neoplastic lesions of the
breast. J Pathol. 193, 27-32.
Dickler, M.N., Rugo, H.S., Eberle, C.A., Brogi, E., Caravelli, J.F., Panageas, K.S.,
Boyd, J., Yeh, B., Lake, D.E., Dang, C.T., Gilewski, T.A., Bromberg,
J.F., Seidman, A.D., D’Andrea, G.M., Moasser, M.M., Melisko, M.,
Park, J.W., Dancey, J., Norton, L., Hudis, C.A. (2008). A phase II trial of
erlotinib in combination with bevacizumab in patients with metastatic
breast cancer. Clin Cancer Res. 14, 7878-7883.
Dickler, M.N., Cobleigh, M.A., Miller, K.D., Klein, P.M., Winer, E.P. (2009).
Efficacy and safety of erlotinib in patients with locally advanced or
metastatic breast cancer. Breast Cancer Res Treat. 115, 115-121.
Dickler, M.N. (2011). Targeting the Insulin-Like Growth Factor Pathway in
Estrogen Receptor–Positive Breast Cancer: A Bumpy Start With an
Uncertain Future. Journal of Clinical Oncology. 29, 1-3.
Dieci, M.V., Mathieu, M.C., Guarneri, V., Conte, P., Delaloge, S., Andre, F.,
Goubar, A. (2015). Prognostic and predictive value of tumor-infiltrating
lymphocytes in two phase III randomized adjuvant breast cancer trials.
Ann. Oncol, 26, 1698-1704.
Doherty, M.R., Cheon, H., Junk, D.J., Vinayak, S., Varadan, V., Telli, M.L., et al.
(2017). Interferon-beta repress cancer stem cell properties in triple-
negative breast cancer. PNAS 52. 114. 13792-13797.

Universitas Sumatera Utara


194

Dontu, G., Jackson, K.W., McNicholas, E. (2004). Role of Notch signaling in


cell-fate determination of human mammary stem/progenitor cells. Breast
Cancer Res. 6, R605–R615. [PubMed: 15535842]
Dowsett, M., Nielsen, T.O., A’Hern, R., Bartlett, J., Coombes, R.C., Cuzick, J., et
al. (2011). Assessment of Ki67 in breast cancer: recommendations from
the International Ki67 in breast cancer working group. J Natl Cancer
Inst. 103,1656-1664.
Dowling, R. J., Topisirovic, I., Fonseca, B. D. and Sonenberg, N. (2010).
Dissecting the role of mTOR: lessons from mTOR inhibitors. Biochim.
Biophys. Acta. 1804, 433-439.
Du, L., Wang, H., He, L. (2008). CD44 is of functional importance for colorectal
cancer stem cells. Clinical Cancer Research. 14(21), 6751-6760.
Edge, S.B., Byrd, D.R., Compton, C.C., Fritz, A.G., Greene, F.L., Trotti, A., eds.
(2010). AJCC Cancer Staging Manual. 7th ed. New York: Springer.
Elbauomy E.S., Green, A. R., Lambros, M. B., Turner, N. C., Grainge, M. J.,
Powe, D., Ellis, I.O. and Reis-Filho, J. S. (2007). FGFR1 amplification in
breast carcinomas: a chromogenic in situ hybridisation analysis. Breast
Cancer Res. 9, R23.
Ellis, I.O., Collins, L., Ichihara, S., MacGrogan, G. (2012). Invasive Carcinoma of
no special type. In: Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J. Editors. WHO
Classification of tumours of the breast. IARC Press: Lyon. 34-38.
Elston, C.W., Ellis, I.O. (1991). Pathological prognostic factors in breast cancer.
The value of histological grade in breast cancer: experience from a large
study with long-term followup. Histopathology. 19; p.403-410.
Engels, C.C., de Glasa, N.A., Sajeta, A., Bastiaanneta,E., Smitc, V.T.H.B.M.,
Kuppena, P.J.K., Seynaeved, C., et al. (2016). The influence of insulin-
like Growth Factor-1-Receptor expression and endocrine treatment on
clinical outcome of postmenopausal hormone receptor positive breast
cancer patients: A Dutch TEAM substudy analysis. Molecular Oncology
10. 509-516.
Engel, P., Fagherazzi, G., Boutten, A., Dupre, T., Mesrine, S., Boutron-Ruault,
M.C., Clavel-Chapelon, F. (2010). Serum 25(OH) vitamin D and risk of
breast cancer: a nested case-control study from the French E3N cohort.
Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 19(9), 2341-2350. [PubMed:
20826834]
Ermak, G., Jennings, T., Boguniewicz, A. (1996). Novel CD44 messenger RNA
isoforms in human thyroid and breast tissues feature unusual sequence
rearrangements. Clin Cancer Res. 2, 1251-1254.
Estess, P., DeGrendele, H.C., Pascual, V. (1998). Functional activation of
lymphocyte CD44 in peripheral blood is a marker of autoimmune disease
activity [see comments]. J Clin Invest. 102, 1173-1182.
Eswarakumar, V.P., Lax, I., Schlessinger, J. (2005). Cellular signaling by
fibroblast growth factor receptors. Cytokine Growth Factor Rev.16, 139-
1349.
Fagan, D.H., Yee D. (2008). Crosstalk between IGF1R and estrogen receptor
signaling in breast cancer. J Mammary Gland Biol Neoplasia. 13, 423-
429.

Universitas Sumatera Utara


195

Fang, X., Zheng, P., Tang, J., Liu, Y. (2010). CD24: from A to Z. Cellular and
Molecular Immunology. 7(2), 100-103.
Feng, X.H. and Derynck, R. (2005). Specificity and versatility in TGF beta
signaling through Smads. Annu Rev Cell Dev Biol.
Ferguson, K.M. (2003). EGF activates its receptor by removing interactions that
autoinhibit ectodomain dimerization. Mol Cell. 11(2), 507-517.
Ferguson, N.L., Bell, J., Heidel, R., Lee, S., VanMeter, S., Duncan, L., Munsey,
B., Panella, T., and Orucevic, A. (2013). Prognostic Value of Breast
Cancer Subtypes, Ki-67 Proliferation Index, Age, and Pathologic Tumor
Characteristics on Breast Cancer Survival in Caucasian Women. The
Breast Journal. 19(1), 22-30.
Fink, K., Lang, K.S., Manjarrez-Orduno, N., Junt, T., Senn, B.M., Holdener, M.
(2006). Early type I interferon-mediated signals on B cells specifically
enhance antiviral humoral responses. Eur J Immunol. 36, 2094-2105.
Fukunaga, M. (2005). Expression of D2-40 in lymphatic endothelium of normal
tissues and in vascular tumors. Histopathology. 46, 396-402.
Fulford, L.G., Easton, D.E., Reis-Filho, J.S. (2006). Specific morphological
features predictive for the basal phenotype in grade 3 invasive ductal
carcinoma of breast. Histopathology. 49, 22-34.
Gabrovska, P.N., Smith, R.A., Tiang, T., Weinstein, S.R., Haupt, L.M., Griffiths,
L.R. (2012). Development of an eight gene expression profile implicating
human breast tumours of all grade. Mol Biol Rep. 39(4):3879-3892.
Gansauge, F., Gansauge, S., Zobywalski, A. (1995). Differential expression of
CD44 splice variants in human pancreatic adenocarcinoma and in normal
pancreas. Cancer Res. 55, 5499-5503.
Gao, J., Chang, Y.S., Jallal, B., Viner, J. (2012). Targeting the insulin-like growth
factor axis for the development of novel therapeutics in oncology.
Cancer Res 72(1): 3-12.
Geng, Q., Alexandrou, A.T. andLi, J.J. (2014). “Breast cancer stem cells: Multiple
capacities in tumor metastasis,” Cancer Letters 349(1): 1-7.

Gelsi-Boyer, V., Orsetti, B., Cervera, N., Finetti, P., Sircoulomb, F., Rouge, C.,
Lasorsa, L., Letessier, A., Ginestier, C., Monville, F. et al. (2005).
Comprehensive profiling of 8p11-12 amplification in breast cancer. Mol.
Cancer Res. 3, 655-667.
Geyer, F.C., Lacroix-Triki, M., Savage, K., Arnedos, M., Lambros, M.B.,
MacKay, A. (2011). beta-Catenin pathway activation in breast cancer is
associated with triple-negative phenotype but not with CTNNB1
mutation. Mod Pathol. 24, 209-231.
Giampieri, S., Manning, C., Hooper, S., Jones, L., Hill, C.S., Sahai, E, (2009).
Localized and reversible TGF-beta signaling switches breast cancer cells
from cohesive to single cell motility. Nat. Cell. Biol. 11, 1287-1296.
Giatromanolaki, A., Sivridis, E., Fiska, A., Koukourakis, M.I. (2011). The
CD44+/CD24-phenotype relates to ‘triple-negative’ state and
unfavorable prognosis in breast cancer patients. Med Oncol. 28, 745-752.
Ginestier, C., Hur, M.H., Charafe-Jauffret, E., Monville, F., Dutcher, J., Brown,
M., Jacquemier, J., Viens, P., Kleer, C.G., Liu, S., Schott, A., Hayes, D.,
Birnbaum, D., Wicha, M.S., Dontu, G. (2007). ALDH1 is a marker of

Universitas Sumatera Utara


196

normal and malignant human mammary stem cells and a predictor of


poor clinical outcome. Cell Stem Cell. 1, 555-567.
Giovannucci, E. (2005). The epidemiology of vitamin D and cancer incidence and
mortality: a review (United States). Cancer Causes Control. 16(2), 83-
95. [PubMed: 15868450]
Godar, S., Ince, T.A., Bell, G.W. (2008). Growth-inhibitory and tumor-
suppressive functions of p53 depend on its repression of CD44
expression. Cell. 134(1), 62-73.
Goh, L.K., and Sorkin, A. (2013). Endocytosis of receptor tyrosine kinases. Cold
Spring Harb Perspect Biol 5:a017459.
Goldhirsch, A., Wood, W.C., Coates, A.S. (2011). Strategies for subtypes-dealing
with the diversity of breast cancer: highlights of the St. Gallen
International Expert Consensus on the Primary Therapy of Early Breast
Cancer 2011. Ann Oncol. 22, 1736-1747.
Goodfellow, P.N., Banting, G., Wiles, M.V. (1982). The gene, MIC4, which
controls expression of the antigen defined by monoclonal antibody
F10.44.2, is on human chromosome 11. Eur J Immunol. 12, 659-663.
Goodison, S., Urquidi, V., and Tarin, D. (1999). CD44 cell adhesion molecules. J
Clin Pathol: Mol Pathol. 52, 189-196.
Goodwin, P.J., Ennis, M., Pritchard, K.I. (2002). Fasting insulin and outcome in
early-stage breast cancer: Results of a prospective cohort study. JClin
Oncol. 20, 42-51.
Goodwin, P.J., Ennis, M., Pritchard, K.I. (2009). Prognostic effects of 25-
hydroxyvitamin D levels in early breast cancer. JClin Oncol. 27, 3757-
3763.
Gorska, A.E., Jensen, R.A., Shyr, Y., Aakre, M.E., Bhowmick, N.A., Moses, H.L.
(2003). Transgenic mice expressing a dominant-negative mutant type II
transforming growth factor-beta receptor exhibit impaired mammary
development and enhanced mammary tumor formation. Am J Pathol.
163, 1539-1549.
Green, M.D., Francis, P.A., Gebski, V., Harvey, V., Karapetis, C., Chan, A.,
Snyder, R., Fong, A., Basser, R., Forbes, J.F. (2009). Australian New
Zealand Breast Cancer Trials Group: Gefitinib treatment in hormone-
resistant and hormone receptornegative advanced breast cancer. Ann
Oncol. 20, 1813-1817.
Grose, R. and Dickson, C. (2005). Fibroblast growth factor signaling in
tumorigenesis. Cytokine Growth Factor Rev. 16, 179-186.
Gudjonsson, T., Ronnov-Jessen, L., Villadsen, R., Rank, F., Bissell, M.J.,
Petersen, O.W. (2002). Normal and tumor-derived myoepithelial cells
differ in their ability to interact with luminal breast epithelial cells for
polarity and basement membrane deposition. J Cell Sci. 115, 39-50.
Gunthert, U., Hofmann, M., Rudy, W. (1991). A new variant of glycoprotein
CD44 confers metastatic potential to rat carcinoma cells. Cell. 65(1), 13-
24.
Gupta, P.B., Fillmore, C.M., Jiang, G., Shapira, S.D., Tao, K., Kuperwasser, C., et
al. (2011). Stochastic state transitions give rise to phenotypic equilibrium
in populationsof cancer cells. Cell 146:633-644. Downloade from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.cell.07.026.

Universitas Sumatera Utara


197

Gu-Trantien, C., Loi, S., Garaud, S., Equeter, C., Libin, M., de Wind, A., et al.
(2013). CD4+ follicular helper T-cell infiltration predicts breast cancer
survival. J Clin Invest 123: 2873-2882.
Gutteridge E, Agrawal A, Nicholson R, Leung Cheung K, Robertson J, Gee J.
(2010). The effects of gefitinib in tamoxifen-resistant and hormone-
insensitive breast cancer: a phase II study. Int J Cancer.126, 1806-1816.
Gyorki, D.E., Asselin-Labat, M.L., van Rooijen, N., Lindeman, G.J., Visvader,
J.E. (2009). Resident macrophages influence stem cell activity in the
mammary gland. Breast Cancer Res. 11, R62. doi: 10.1186/bcr2353.
Halim, D., Murti, H., Sandra, F., Boediono, A., Djuwantono, T., Setiawan, B.
(2010). Stem cell: Dasar teori dan aplikasi klinis. Erlangga.
Hall, B., Andreeff, M., Marini, F. (2007). The participation of mesenchymal stem
cells in tumor stroma formation and their application as targeted-gene
delivery vehicles. Handb Exp Pharmacol. 180, 263-283.
Hammond, M.E., Hayes, D.F., Dowsett, M. (2010). American Society of Clinical
Oncology/College Of American Pathologists guideline recommendations
for immunohistochemical testing of estrogen and progesterone receptors
in breast cancer. J Clin Oncol. 28, 2784-2795.
Hanna, J, et al. (2008). Direct reprogramming of terminally differentiated mature
B lymphocytes to pluripotency. Cell. 133, 250.
Harlow, S.D., Gass, M., Hall, J.E., STRAW + 10 Collaborative Group. (2012).
"Executive summary of the Stages of Reproductive Aging Workshop
+10: addressing the unfinished agenda of staging reproductive aging."
Fertility and Sterility. 97(4), 398-406.
Harper-Wynne, C., Ross, G., Sacks, N. (2002). Effects of the aromatase inhibitor
letrozole on normal breast epithelial cell proliferation and metabolic
indices in postmenopausal women: A pilot study for breast cancer
prevention. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 11. 614-621.
Helen X.C.E.S. (2013). IGF-1R as an anti-cancer target-trials and tribulations.
Chinese Journal of Cancer. 32(5):243-252.
Hennessy, B.T., Gonzalez-Angulo, A.M., Stemke-Hale, K. (2009).
Characterization of a naturally occurring breast cancer subset enriched in
epithelial-to-mesenchymal transition and stem cell characteristics.
Cancer Res. 69, 4116-4124.
Herbst, R.S. (2004). Review of epidermal growth factor receptor biology. Int J
Radiat Oncol Biol Phys. 59(2 Suppl), 21-26.
Herschkowitz, J.I., Simin, K., Weigman, V.J., Mikaelian, I., Usary, J., Hu, Z.,
Rasmussen, K.E., Jones, L.P., Assefnia, S., Chandrasekharan, S.,
Backlund, M.G., Yin, Y., Khramtsov, A.I., Bastein, R., Quackenbush, J.,
Glazer, R.I., Brown, P.H., Green, J.E., Kopelovich, L., Furth, P.A.,
Palazzo, J.P., Olopade, O.I., Bernard, P.S., Churchill, G.A., Van-Dyke,
T., Perou, C.M. (2007). Identification of conserved gene expression
features between murine mammary carcinoma models and human breast
tumors. Genome Biol. 8(5), R76. doi: 10.1186/gb-2007-8-5-r76.
Hervas-Stubbs, S., Perez-Gracia, J.L., Rouzaut, A. (2011). Direct effects of type i
interferons on cells of the immune. Clin Cancer Res. 17, 2619-2627.

Universitas Sumatera Utara


198

Hicks, D.G. and Schiffhauer, L. (2011). Standardized assessment of the HER2


status in breast cancer by immunohistochemistry. Labmedicine.42(8);
p.459-467.
Hollander, M.C., Blumenthal, G.M., and Dennis, P.A. (2011). PTEN loss in the
continuum of common cancers, rare syndromes and mouse models.
Nature Reviews. 11, 289-301.
Honeth, G., Bendahl, P.O., Ringnér, M., Saal, L.H., Gruvberger-Saal, S.K.,
Lövgren, K., Grabau, D., Fernö, M., Borg, A., Hegardt, C. (2008). The
CD44+/CD24- phenotype is enriched in basal-like breast tumors. Breast
Cancer Res. 10, R53.
Hong, R.L., Pu, Y.S., Chu, J.S. (1995). Correlation of expression of CD44
isoforms and E-cadherin with differentiation in human urothelial cell
lines and transitional cell carcinoma. Cancer Lett. 89, 81-87.
Hovey, R.C., Trott, J.F., Vonderhaar, B.K. (2002). Establishing a framework for
the functional mammary gland: from endocrinology to morphology. J
Mammary Gland Biol Neoplasia. 7, 17-38.
Howard, B. and Gusterson, B. (2000). Human breast development. J Mammary
Gland Biol Neoplasia. 5, 119-137.
Huang, C.L., Liu, D., Ishikawa, S., Nakashima, T., Nakashima, N., Yokomise, H.,
Kadota, K, Ueno, M. (2008). Wnt1 overexpression promotes tumour
progression in nonsmall cell lung cancer. Eur J Cancer. 44, 2680-2688.
Hudis, C.A., and Gianni, L. (2011). Triple-Negative Breast Cancer: An Unmet
Medical Need. The Oncologist. 16(1), 1-11. Available at:
www.TheOncologist.com.
Hu, Z., Fan, C., Oh, D.S. (2006). The molecular portraits of breast tumors are
conserved across microarray platforms. BMC Genomics. 7, 96.
Hwang-Verslues, W.W., Kuo, W.H., Chang, P.H., Pan, C.C., Wang, H.H., Tsai,
S.T., Jeng, Y.M., Shew, J.Y., Kung, J.T., Chen, C.H., Lee, E.Y., Chang,
K.J., Le,e W.H. (2009). Multiple lineages of human breast cancer
stem/progenitor cells identified by profiling with stem cell markers. PLoS
One. 4, e8377.
Hynes, N. E. and MacDonald, G. (2009). ErbB receptors and signaling pathways
in cancer. Curr. Opin. Cell Biol. 21, 177–184.
Idowu, M.O., Kmieciak, M., Dumur, C. (2012). “CD44+/CD24−/low cancer
stem/progenitor cells are more abundant in triple-negative invasive breast
carcinoma phenotype and are associated with poor outcome.” Human
Pathology 43(3): pp. 364-373.
IIDA, N. and Bourguignon, L.Y. (1995). New CD44 splice variants associated
with human breast cancers. J Cell Physiol. 162, 127-133.
Ingman, W.V. and Robertson, S.A. (2008). Mammary gland development in
transforming growth factor beta1 null mutant mice: systemic and
epithelial effects. Biol Reprod. 79, 711-717.
Ingold-Heppner, B., Loibl, S., Denkert, C. (2016). Tumor-infiltrating
lymphocytes: A promising biomarker in breast cancer. Breast Care, 11,
96-100.
Inoue, Y. and Imamura, T. (2008). Regulation of TGFbeta family signaling by E3
ubiquitin ligases. Cancer Sci. 99, 2107-2112.

Universitas Sumatera Utara


199

Isaacs, A., and Lindenmann, J. (1957). Virus interference. I. The interferon. Proc
R Soc Lond B Biol Sci. 147, 258-267.
Isakoff, S., Engelman, J., Irie, H., Luo, J., Brachmann, .S, Pearline, R., Cantley,
L., Brugge, J. (2005). Breast cancer-associated PI3KA mutations are
oncogenic in mammary epithelial cells. Cancer Res. 65, 10992-11000.
Jackson, S.P. and Bartek, J. (2009). The DNA-damage response in human biology
and disease. Nature. 461, 1071-1078.
Jain, M., He, Q., Lee, W.S. (1996). Role of CD44 in the reaction of vascular
smooth muscle cells to arterial wall injury. J Clin Invest. 98, 877.
Janda, E., Nevolo, M., Lehmann, K., Downward, J., Beug, H., Grieco, M. (2009).
Raf plus TGFβ-dependent EMT is initiated by endocytosis and lysosomal
degradation of E-cadherin. Oncogene. 25, 7117-7130.
Jemal, A., Siegel, R., Xu, J., Ward, E. (2010). Cancer statistics, 2010. CA Cancer
J Clin., 60, 277-300.
Jobling, M.F., Mott, J.D., Finnegan, M.T., Jurukovski, V., Erickson, A.C.,
Walian, P.J. (2006). Isoform-specific activation of latent transforming
growth factor beta (LTGFbeta) by reactive oxygen species. Radiat Res.
166, 839-848.
Johansson, S. and Melhus, H. (2001). Vitamin A antagonizes calcium response to
vitamin D in man. J Bone Miner Res. 16(10), 1899-1905. [PubMed:
11585356]Jorissen, R.N. (2003). Epidermal growth factor receptor:
mechanisms of activation and signalling. Exp Cell Res. 284(1), 31-53.
Joyce, J.A., Pollard, J.W. (2009). Microenvironmental regulation of metastasis.
Nat Rev Cancer. 9: p239-252.
Kagara, N., Huynh, K.T., Kuoetal, C. (2012). “Epigeneticregulation of cancer
stem cell genes in triple-negative breast cancer.” American Journal of
Pathology, 181(1).pp.257-267.
Kakarala, M. and Max S. Wicha, M.S. (2008). Implications of the Cancer Stem-
Cell Hypothesis for Breast Cancer Prevention and Therapy. J Clin Oncol.
26(17), 2813–2820. doi:10.1200/JCO.2008.16.3931.
Kaplan, H.G., Malmgren, J.A., Atwood, M.K. (2006). Impact of triple negative
phenotype on breast cancer prognosis. Poster presented at: 29th Annual
San Antonio Breast Cancer Symposium, San Antonio.
Karamouzis, M.V., and Papavassiliou, A.G. (2012). Targeting insulin-like growth
factor in breast cancer therapeutics. Crit Rev Oncol Hematol. 84(1): 8-17.
Kasper, M., Jaks, V., Fiaschi, M., Toftgard, R. (2009). Hedgehog signalling in
breast cancer. Carcinogenesis. 30(6), 903-911. Avaiable at:
doi:10.1093/carcin/bgp048.
Kato, T., Prevo, R., Steers, G. (2005). A quantitative analysis of lymphatic vessels
in human breast cancer on LYVE-1 immunoreactivity. Br J Cancer. 93,
1166-1174.
Kelleher, F.C., Fennelly, D., Rafferty, M. (2006). Common critical pathways in
embryogenesis and cancer. Acta Oncol. 45, 375-388.
Key, T.J., Appleby, P.N., Reeves, G.K., Helzlsouer, K.J., Alberg, A.J., Rollison,
D.E., Overvad, K., Trichopoulos, D. (2010). Insulin-like growth factor 1
(IGF1), IGF binding protein 3 (IGFBP3), and breast cancer risk: pooled
individual data analysis of 17 prospective studies. Lancet Oncol. 11(6),
530-542. Avaiable at: doi: 10.1016/S1470-2045(10)70095-4.

Universitas Sumatera Utara


200

Kim, M.J., Ro, J.Y., Ahn, S.H., Kim, H.H., Kim, S.B., Gong, G. (2006).
Clinicopathologic significance of the basal-like subtype of breast cancer:
a comparison with hormone receptor and Her2/neu-overexpressing
phenotypes. Hum Pathol. 37, 1217-1226.
Klinakis, A., Szabolcs, M., Chen, G., Xuan, S., Hibshoosh, H., Efstratiadis, A.
(2008). IGF1r as a therapeutic target in a mouse model of basal-like
breast cancer. Proc Natl Acad Sci USA. 105(49), 19378-19383.
Kordon, E.C. and Smith, G.H. (1998). An entire functional mammary gland may
comprise the progeny from a single cell. Development. 125, 1921-1930.
Korsching, E., Packeisen, J., Liedtke, C., Hungermann, D., Wülfing, P., vanDiest,
P.J., Brandt, B., Boecker, W., Buerger, H. (2005). The origin of vimentin
expression in invasive breast cancer: epithelial-mesenchymal transition,
myoepithelial histogenesis or histogenesis from progenitor cells with
bilinear differentiation potential?. J Pathol. 206; p.451-457.
Korsching, E., Jeffrey, S.S., Meinerz, W., Decker, T., Boecker, W., Buerger, H.
(2008). Basal carcinoma of the breast revisited: an old entity with new
interpretations. J Clin Pathol. 61, 553-560. Doi:10.1136/jcp.2008.055475
Koziczak, M., Holbro, T. and Hynes, N. E. (2004). Blocking of FGFR signaling
inhibits breast cancer cell proliferation through downregulation of D-type
cyclins. Oncogene. 23, 3501-3508.
Kreike, B., van Kouwenhove, M., Horlings, H., Weigelt, B., Peterse, H.,
Bartelink, H. (2007). Gene expression profiling and histopathological
characterization of triple-negative/basal-like breast carcinomas. Breast
Cancer Res. 9, R65.
Kristiansen, G., Winzer, K.J., Mayordomo, E. (2003). CD24 expression is a new
prognostic marker in breast cancer. Clinical Cancer Research. 9(13),
4906–4913.
Kristiansen, G., Sammar, M. and Altevogt, P. (2004). Tumour biological aspects
of CD24, a mucin-like adhesion molecule. J Mol Histol. 35, 255-262.
Kuilman, T., Michaloglou, C., Mooi, W.J., Peeper, D.S., 2010. The essence of
senescence. Genes Dev. 24, 2463–2479.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., and Aster, J.C. (2010). Diseases of the
Immune System. In: Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 8
Edition. Saunders Elsevier. 183-257.
Kusinska, R.U., Kordek, R., Pluciennik, E., Bednarek, A.K., Piekarski, J.H.,
Potemski, P. (2009). Does vimentin help to delineate the so-called 'basal
type breast cancer'?. Journal of Experimental & Clinical Cancer
Research. 118 (28); p. 1-9. Doi:10.1186/1756-9966-28-118.
Kurosu, H., Ogawa, Y., Miyoshi, M., Yamamoto, M., Nandi, A., Rosenblatt, K.P.
(2006). Regulation of fibroblast growth factor-23 signaling by klotho. J
Biol Chem. 281, 6120-6123.
Kyo, S., Sakaguchi, J., Ohno, S. (2006). High Twist expression is involved in
infiltrative endometrial cancer and affects patient survival. Hum Pathol.
37; p. 431-438.
Lacey M. (2018). Immunohistochemistry: Current Applications in Breast Cancer
[Online]. [Accessed on 3th April 2018]. Available from:
https://www.sigmaaldrich.com/technical-documents/articles/white-
papers/immunohistochemistry-applications-breast-cancer.html

Universitas Sumatera Utara


201

Lai, E.C. (2004). Notch signaling: control of cell communication and cell fate.
Development. 131, 965-973.
Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J. (2012). WHO Classification of tumours of
the breast. IARC Press: Lyon. 8-75.
Lathia, J.D., Gallagher, J., Heddleston, J.M., Wang, J., Eyler, C.E., Macswords, J.,
Wu, Q., Vasanji, A., McLendon, R.E., Hjelmeland, A.B., Rich, J.N.
(2010). Integrin alpha 6 regulates glioblastoma stem cells. Cell Stem
Cell. 6, 421-432.
Latza, U., Niedobitek, G., Schwarting, R., Nekarda, H., Stein, H. (1990). Ber-
EP4: new monoclonal antibody which distinguishes epithelia from
mesothelial. J Clin Pathol. 43, 213-219.
Law, W.L., Chu, K.W. (2004). Anterior resection for rectal cancer with
mesorectal excision: a prospective evaluation of 622 patients. Ann Surg.
240, 260-268.
Law, J.H., Habibi, G., Hu, K., Masoudi, H., Wang, M.Y., Stratford, A.L. (2008).
Phosphorylated insulin-like growth factor-i/insulin receptor is present in
all breast cancer subtypes and is related to poor survival. Cancer Res. 68,
10238-10246.
LeBon, A., Etchart, N., Rossmann, C., Ashton, M., Hou, S., Gewert, D. (2003).
Cross-priming of CD8þ T cells stimulated by virus-induced type I
interferon. Nat Immunol. 4, 1009-1015.
LeBon, A., Thompson, C., Kamphuis, E., Durand, V., Rossmann, C., Kalinke, U.
(2006). Cutting edge: enhancement of antibody responses through direct
stimulation of B and T cells by type I IFN. J Immunol. 2006;176, 2074-
2078.
Lee, H.J., Choe, G., Jheon, S., Sung, S.W., Lee, C.T., Chung, J.H. (2010). CD24,
a novel cancer biomarker, predicting disease free survival of non-small
cell lung carcinomas: a retrospective study of prognostic factor analysis
from the viewpoint of forthcoming (Seventh) New TNM classification.
Journal of Thoracic Oncology. 5(5), 649-657.
Lee, J.E. and Nam, S.J. (2011). “Invited commentary on: can CD44+/CD24−
tumour stem cells be used to determine the extent of breast cancer
invasion following neoadjuvant chemotherapy?” Journal of Breast
Cancer. 14, 251-252.
Lee, M.K., Pardoux, C., Hall, M.C., Lee, P.S., Warburton, D., Qing, J. (2007).
TGFbeta activates Erk MAP kinase signalling through direct
phosphorylation of ShcA. EMBO J. 26, 3957-3967.
Lehmann, B.D., Bauer, J.A., Chen, X., Sanders, M.E., Chakravarthy, A.B., Shyr,
Y., Pietenpol, J.A. (2011) Identification of human triple-negative breast
cancer subtypes and preclinical models for selection of targeted
therapies. JClinInvest 121:2750-2767.
Lesley, J., English, N., Perschl, A. (1995). Variant cell lines selected for
alterations in the function of the hyaluronan receptor CD44 show
differences in glycosylation. J Exp Med. 182, 431-437.
Leung, E.L.H., Fiscus, R.R., Tung, J.W. (2010). “Non-small cell lung cancer cells
expressing CD44 are enriched for stem celllike properties.” PLoS ONE.
5(11). Article ID e14062, 2010.

Universitas Sumatera Utara


202

Levy, L. and Hill, C.S. (2006). Alterations in components of the TGFbeta


superfamily signaling pathways in human cancer. Cytokine Growth
Factor Rev. 17, 41-58.
Lewis, A. and Reik, W. (2006). How imprinting centres work. Cytogenetic and
Genome Research. 113, 81-89.
Liebig, C., Ayala, G., Wilks, J.A., Berger, D.H., and Albo, D. (2009). Perineural
Invasion in Cancer. A Review of the Literature. Cancer. 115, 3379-3391.
Li, N., Li, H., Cherukuri, P., Farzan, S., Harmes, D.C., DiRenzo, J. (2006). TA-
p63-g regulates expression of ΔN-p63 in a manner that is sensitive to
p53. Oncogene. 25, 2349-2359.
Li, Z., Tognon, C.E., Godinho, F.J. (2007). ETV6-NTRK3 fusion oncogene
initiates breast cancer from committed mammary progenitors via
activation of AP1 complex. Cancer Cell. 12, 542-558. [PubMed:
18068631]
Liao, H.X., Lee, D.M., Levesque, M.C. (1995). N-terminal and central regions of
the human CD44 extracellular domain participate in cell surface
hyaluronan binding. J Immunol. 155, 3938-3945.
Liau, G.Y., and Storz, P. (2010). “Reactive oxygen species in cancer.” Free
Radical Research. 44(5), 479-496.
Lie, D.C., Colamarino, S.A., Song, H.J., Désiré, L., Mira, H., Consiglio, A., Lein,
E.S., Jessberger, S., Lansford, H., Dearie, A.R., Gage, F.H. (2005). "Wnt
signalling regulates adult hippocampal neurogenesis". Nature.
437(7063): 1370-1375.
Lim, E., Vaillant, F., Wu D, Forrest, N.C., Pal, B., Hart, A.H., Asselin-Labat,
M.L., Gyorki, D.E., Ward, T., Partanen, A., Feleppa, F., Huschtscha, L.I.,
Thorne, H.J., kConFab, Fox, S.B., Yan, M., French, J.D., Brown, M.A.,
Smyth, G.K., Visvader, J.E., Lindeman, G.J. (2009). Aberrant luminal
progenitors as the candidate target population for basal tumor
development in BRCA1 mutation carriers. Nat Med. 15, 907-913.
Lim, E., Wu, D., Pal, B., Bouras, T., Asselin-Labat, M.L., Vaillant, F., Yagita, H.,
Lindeman, G.J., Smyth, G.K., Visvader, J.E. (2010). Transcriptome
analyses of mouse and human mammary cell subpopulations reveal
multiple conserved genes and pathways. Breast Cancer Res. 12:R21.
Linardou, H., Dahabreh, I.J., Bafaloukos, D., Kosmidis, P., Murray, S. (2009).
Somatic EGFR mutations and efficacy of tyrosine kinase inhibitors in
NSCLC. Nat Rev Clin Oncol. 6, 352-366.
Lindeman, G.J., Visvader, J.E. (2006). Generation of a functional mammary gland
from a single stem cell. Nature. 439, 84-88.
Ling, X., Marini, F., Konopleva, M., Schober, W., Shi, Y., Burks, J., Clise-
Dwyer, K., Wang, R., Zhang, W., Yuan, X., Lu, H., Caldwell, L.,
Andreeff, M. (2010). Mesenchymal Stem Cells Overexpressing IFN-β
Inhibit Breast Cancer Growth and Metastases through Stat3 Signaling in
a Syngeneic Tumor Model. Cancer Microenvironment. 3, 83-95. DOI
10.1007/s12307-010-0041-8.
Lisztwan, J., Pornon, A., Chen, B. (2008). The aromatase inhibitor letrozole and
inhibitors of insulin-like growth factor I receptor synergistically induce
apoptosis in in vitro models of estrogen-dependent breast cancer. Breast
Cancer Res. 10, R56.

Universitas Sumatera Utara


203

Liu, C.C., Prior, J., Piwnica-Worms, D., Bu, G. (2010). LRP6 overexpression defi
nes a class of breast cancer subtype and is a target for therapy. Proc Natl
Acad Sci USA. 107, 5136-5141.
Liu, I.M., Schilling, S.H., Knouse, K.A., Choy, L., Derynck, R., Wang, X.F.
(2009). TGF beta stimulated Smad1/5 phosphorylation requires the
ALK5 L45 loop and mediates the pro-migratory TGF beta switch. EMBO
J. 28, 88-98.
Liu, S., Dontu, G., Mantle, I.D. (2006). Hedgehog signaling and Bmi-1 regulate
self-renewal of normal and malignant human mammary stem cells.
Cancer Res. 66, 6063-6071.
Liu, S., Ginestier, C., Charafe-Jauffret, E., Foco, H., Kleer, C.G., Merajver, S.D.,
Dontu, G., Wicha, M.S. (2008). BRCA1 regulates human mammary
stem/progenitor cell fate. Proc Natl Acad Sci USA. 105, 1680-1685.
Liu, S. (2011). Breast cancer stem cells are regulated by mesenchymal stem cells
through cytokine networks. Cancer Res. 71(2), 614-624.
Liu, S., Lachapelle, J., Leung, S., Gao, D., Foulkes, W.D., and Nielsen, T.O.
(2012). CD8+ lymphocyte infiltration is an independent favorable
prognostic indicator in basal-like breast cancer. Breast Cancer Res
14:R48.
Liu, S., Cong, Y., Wang, D., Sun, Y., Deng, L., Liu, Y., et al. (2013). Breast
cancer stem cells transition between epithelial and mesenchymal
statesreflective of their normal counterparts. Stem Cell Rep 2:78-91.
Downloade from:http://dx.doi.org/10.1016/j.stemcr.2013.11.009.
Livasy, C.A., Karaca, G., Nanda, R. (2006). Phenotypic evaluation of the basal-
like subtype of invasive breast carcinoma. Mod Pathol. 19, 264-271.
Logan, C.W., Nusse, R. (2004). "The Wnt signaling pathway in development and
disease". Cell Dev. Bio. 20: 781-810.
Louwman, M.W., Vriezen, M., vanBeek, M.W., Nolthenius-Puylaert, M.C.
(2007). 121; p.127-135.
Lowry, W.E., Richter, L., Yachechko, R., Pyle, A.D., Tchieu, J., Sridharan, R.,
Clark, A.T., Plath, K. (2008). Generation of human induced pluripotent
stem cells from dermal fibroblasts. Proc Natl Acad Sci USA. 105, 2883.
Luen, S.J., Savas, P., Fox, S.B., Salgado, R., Loi, S. (2017). Tumour-infiltrating
lymphocytes and the emerging role of immunotherapy in breast cancer.
Pathology, 49, 14-155.
MacDonald, B. T., Tamai, K., and He, X. (2009). Wnt/beta-catenin signaling:
components, mechanisms, and diseases. Dev Cell. 17, 9-26.
Mackay, C.R., Terpe, H.J., Stauder, R. (1994). Expression and modulation of
CD44 variant isoforms in humans. J Cell Biol. 124, 71-82.
Mancini M, Gariboldi MB, Taiana E, Bonzi MC, Craparotta I, Pagin M, et al.
(2014). Co-targeting the IGF system and HIF-1 inhibits migration and
invasion by (triple-negative) breast cancer cells. British journal of
cancer. 110(12): 2865-73. PubMed Central PMCID: PMC4056066. doi:
10.1038/bjc.2014.269 PMID: 24853185
Mani, S.A., Guo, W., Liao, M.J. (2008). The epithelial-mesenchymal transition
generates cells with properties of stem cells. Cell. 133, 704-715.
Manning, B. and Cantley, L. (2007). AKT/PKB signaling: navigating
downstream. Cell. 129, 1261-1274.

Universitas Sumatera Utara


204

Manson, J.E., Mayne, S.T., Clinton, S.K. (2011). Vitamin D and prevention of
cancer: Ready for prime time? N Engl J Med. 364, 1385-1387.
Mantovani, A., Allavena, P., Sica, A., Balkwill, F. (2008). Cancer-related
inflammation. Nature; 454: 436-444.
Marcato, P., Dean, C.A., Pan, D., Araslanova, R., Gillis, M., Joshi, M., Helyer, L.,
Pan, L., Leidal, A., Gujar, S., Giacomantonio, C.A., Lee, P.W. (2011).
Aldehyde dehydrogenase activity of breast cancer stem cells is primarily
due to isoform ALDH1A3 and its expression is predictive of metastasis.
Stem Cells. 29, 32-45.
Mathot, L. and Stenninger, J. (2012). Behavior of seeds and soil in the mechanism
of metastasis: A deeper understanding. Cancer Sci. 103, 626-631.
Massague, J. and Gomis, R.R. (2006). The logic of TGFbeta signaling. FEBS Lett.
580, 2811-2820.
Massague, J. (2008). TGF beta in cancer. Cell. 134, 215-230.
May, C.D., Sphyris, N., Evans, K.W., Werden, S.J., Guo, W., Mani, S.A. (2011).
Epithelial–mesenchymal transition and cancer stem cells: a dangerously
dynamic duo in breast cancer progression. Breast Cancer Research. 13,
202. Avaiable at: http://breast-cancer-research.com/content/13/1/202.
Maycotte, P. and Thorburn, A. (2014). Targeting autophagy in breast cancer.
World journal of clinical oncology. 5(3):224-40. PubMed Central
PMCID: PMC4127596. doi: 10.5306/wjco.v5.i3.224 PMID: 25114840.
MayoClinic Mayo Medical Laboratories. Test ID: EMAI Epithelial Membrane
Antigen (EMA) Immunostain, Technical Component Only [Online].
[Accessed on 3th April 2018]. Available from:
https://www.mayomedicallaboratories.com/test-
catalog/Clinical+and+Interpretive/70424.
Mbeunkui, F. and Johann, DJ.Jr. (2009). Cancer and the tumor microenvironment:
a review of an essential relationship. Cancer Chemother Pharmacol. 63,
571-582.
McCabe, N., Turner, N.C., Lord, C.J., Kluzek, K., Bialkowska, A., Swift, S.,
Giavara, S., O’Connor, M.J., Tutt, A.N., Zdzienicka, M. Z., Smith, G.C.,
Ashworth, A. (2006). Deficiency in the repair of DNA damage by
homologous recombination and sensitivity to poly(ADP-ribose)
polymerase inhibition. Cancer Res. 66, 8109-8115.
McKee, C.M., Penno, M.B., Cowman, M. (1996). Hyaluronan (HA) fragments
induce chemokine gene expression in alveolar macrophages. The role of
HA size and CD44. J Clin Invest. 98, 2403-2413.
Melichar, B., Študentova, H., Kalabova, H., Vitaskova, D., Čermakova, P.,
Hornychova, H., and Ryška, A. (2016). Predictive and Prognostic
Significance of Tumor-infiltrating Lymphocytes in Patients with Breast
Cancer Treated with Neoadjuvant Systemic Therapy. Anticancer
Research 34: 1115-1126.
Mei, Z., Grummer-Strawn, L.M., Pietrobelli, A., Goulding, A., Goran, M.I., Dietz,
W.H. (2002). Validity of body mass index compared with other body
composition screening indexes for the assessment of body fatness in
children and adolescent. Am J Clin Nutr.75(6), 978-985.
Miele, L., Golde, T., Osborne, B. (2006). Notch signaling in cancer. Curr Mol
Med. 6, 905-918. [PubMed: 17168741].

Universitas Sumatera Utara


205

Miller, C.H., Maher, S.G., Young, H.A. (2009). Clinical Use of Interferon-
gamma. Ann N Y Acad Sci. 1182, 69-79.
Mohamadzadeh, M., DeGrendele, H., Arizpe, H. (1998). Proinflammatory stimuli
regulate endothelial hyaluronan expression and CD44/HA-dependent
primary adhesion. J Clin Invest. 101, 97-108.
Mohammadi, M., Olsen, S.K., Ibrahimi, O.A. (2005). Structural basis for
fibroblast growth factor receptor activation. Cytokine Growth Factor
Rev.16:107-37.
Mohammed, R.A., Martin, S.G., Mahmmod, A.M. (2011). Objective assessment
of lymphatic and blood vascular invasion in lymph node-negative breast
carcinoma: findings from a large case series with long-term follow-up. J
Pathol. 223(3), 358-365.
Molofsky, A.V., Pardal, R., Morrison, S.J. (2004). Diverse mechanisms regulate
stem cell self-renewal. Curr Opin Cell Biol. 16, 700-707.
Molyneux, G., Geyer, F.C., Magnay, F.A., McCarthy, A., Kendrick, H., Natrajan,
R., Mackay, A., Grigoriadis, A., Tutt, A., Ashworth, A., Reis-Filho, J.S.,
Smalley, M.J. (2010). BRCA1 basal-like breast cancers originate from
luminal epithelial progenitors and not from basal stem cells. Cell Stem
Cell. 7, 403-417.
Monks, J. (2007). TGFbeta as a potential mediator of progesterone action in the
mammary gland of pregnancy. J Mammary Gland Biol Neoplasia. 12,
249-257.
Moore, K.A., Lemischka, I.R. (2006). Stem cells and their niches. Science. 311,
1880.
Moraes, R.C., Zhang, X., Harrington, N., Fung, J.Y., Wu, M.F., Hilsenbeck, S.G.,
Allred, D.C., Lewis, M.T. (2007). Constitutive activation of smoothened
(SMO) in mammary glands of transgenic mice leads to increased
proliferation, altered differentiation and ductal dysplasia. Development.
134, 1231-1242.
Moriki, T., Maruyama, H., and Maruyama, I.N. (2001). Activation of preformed
EGF receptor dimers by ligand-induced rotation of the transmembrane
domain. J Mol Biol. 311(5), 1011-1126.
Morrison, B.J.. Schmidt, C.W., Lakhani, S.R., Brent A Reynolds, B.A., and
Lopez, J.A. (2008). Breast cancer stem cells: implications for therapy of
breast cancer. Breast Cancer Research. 10(4), 210. Avaiable at:
http://breast-cancer-research.com/content/10/4/210.
Moustakas, A. and Heldin, C.H. (2007). Signaling networks guiding epithelial-
mesenchymal transitions during embryogenesis and cancer progression.
Cancer Sci. 98. 1512-1520.
Mullendore, M.E., Koorstra, J.B., Li, Y.M., Offerhaus, G.J., Fan, X., Henderson,
C.M., Matsui, W., Eberhart, C.G., Maitra, A., Feldmann, G. (2009).
Ligand-dependent Notch signaling is involved in tumor initiation and
tumor maintenance in pancreatic cancer. Clin Cancer Res. 15, 2291-
2301.
Murakami, H., Doi, T., Yamamoto, N., Watanabe, J., Boku, N., Fuse, N., et al.
(2012). Phase 1 study of ganitumab (AMG 479), a fully human
monoclonal antibody against the insulin-like growth factor receptor type
I (IGF1R), in Japanese patients with advanced solid tumors. Cancer

Universitas Sumatera Utara


206

Chemotherapy and Pharmacology. 70(3):407-14. doi: 10.1007/s00280-


012-1924-9 PMID: 22810805
Murray, S., Dahabreh, I.J., Linardou, H., Manoloukos, M., Bafaloukos, D.,
Kosmidis, P. (2008). Somatic mutations of the tyrosine kinase domain of
epidermal growth factor receptor and tyrosine kinase inhibitor response
to TKIs in non-small cell lung cancer: an analytical database. J Thorac
Oncol. 3, 832-839.
Murrell, A., Heeson, S., and Reik, W. (2004). Interaction between differentially
methylated regions partitions the imprinted genes Igf2 and H19 into
parent-specific chromatin loops. Nature Genetics. 36, 889-893.
Mylona, E., Giannopoulou, I., Fasomytakis, E., Nomikos, A., Magkou, C.,
Bakarakos, P., Nakopoulou, L. (2008). The clinicopathologic and
prognostic significance of CD44+/CD24(-/low) and CD44-/CD24+
tumor cells in invasive breast carcinomas. Hum Pathol. 39, 1096-1102.
Nakamizo, A., Marini, F., Amano, T., Khan, A., Studeny, M., Gumin J. (2005).
Human bone marrow-derived mesenchymal stem cells in the treatment of
gliomas3. Cancer Res. 65(8), 3307-3318.
Naor, D., Wallach-Dayan, S.B., Zahalka, M.A., and Sionov, R.V. (2008).
“Involvement of CD44, a molecule with a thousand faces, in cancer
dissemination.” Seminars in Cancer Biology. 18(4), 260-267.
Napier, S.L., Healy, Z.R., Schnaar, R.L., and Konstantopoulos, K. (2007).
Selectin ligand expression regulates the initial vascular interactions of
colon carcinoma cells: the roles of CD44V and alternative
sialofucosylated selectin ligands. Journal of Biological Chemistry.
282(6), 3433-3441.
Narayan, S., Thangasamy, T., Balusu, R. (2005). Transforming growth factor–
beta receptor signaling in cancer. Front Biosci. 10, 1135-1145.
Neumeister, V, Agarwal S, Bordeaux J, Camp RL, Rimm, D.L. (2010). In situ
identification of putative cancer stem cells by multiplexing ALDH1,
CD44, and cytokeratin identifies breast cancer patients with poor
prognosis. Am J Pathol. 176, 2131-2138.
Neve, R.M., Chin, K., Fridlyand, J., Yeh, J., Baehner, F.L., Fevr, T., Clark, L.,
Bayani, N., Coppe, J.P., Tong, F., Speed, T., Spellman, P.T., DeVries, S.,
Lapuk, A., Wang, N.J., Kuo, W.L., Stilwell, J.L., Pinkel, D., Albertson,
D.G., Waldman, F.M., McCormick, F., Dickson, R.B., Johnson, M.D.,
Lippman, M., Ethier, S., Gazdar, A., Gray, J.W. (2006). A collection of
breast cancer cell lines for the study of functionally distinct cancer
subtypes. Cancer Cell. 10, 515-527.
Nguyen, K.B., Cousens, L.P., Doughty, L.A., Pien, G.C., Durbin, J.E., Biron,
C.A. (2000). Interferon alpha/beta-mediated inhibition and promotion of
interferon gamma: STAT1 resolves a paradox. Nat Immunol. 1, 70-76.
Nguyen, K.B., Salazar-Mather, T.P., Dalod, M.Y., VanDeusen, J.B., Wei, X.Q.,
Liew, F.Y. (2002). Coordinated and distinct roles for IFN-alpha beta, IL-
12, and IL-15 regulation of NK cell responses to viral infection. J
Immunol. 169, 4279-4287.
Nielson, T.O., Hsu, F.D., Jensen, K., Cheang M, Karaca, G., Hu, Z., Hernandez-
Boussard, T., Livasy, C., Cowan, D., Dressler, L., Akslen, L.A., Ragaz,
J., Gown, A.M., Gilks, C.B., van de Rijn, M., Perou, C.M. (2004).

Universitas Sumatera Utara


207

Immunohistochemical and clinical characterization of the basal-like


subtype of invasive breast carcinoma. Cin Cancer Res. 5367-5374.
Nishikawa, H. and Sakaguchi, S. (2014). Regulatory T cells in cancer
immunotherapy. Curr. Opin. Immunol. 27: 1-7. [CrossRef] [PubMed]
Normanno, N. (2006). Epidermal growth factor receptor (EGFR) signaling in
cancer. Gene. 366(1), 2-16.
Novelli, M., Cossu, A., Oukrif, D., Quaglia, A., Lakhani, S., Poulsom, R., Sasieni,
P., Carta, P., Contini, M., Pasca, A., Palmieri, G., Bodmer, W., Tanda, F.,
Wright, N. (2003). X-inactivation patch size in human female tissue
confounds the assessment of tumor clonality. Proc Natl Acad Sci USA.
100, 3311-3314.
O’Brien, C.A., Kreso, A., Jamieson, C.H. (2010). Cancer stem cells and self-
renewal. Clin Cancer Res. 16, 3113-3120.
O’Connor, M.J., Martin, N.M.B., Smith, G.C.M. (2007). Targeted cancer
therapies based on the inhibition of DNA strand break repair. Oncogene.
26, 7816-7824.
Odorico, J.S., Kaufman, D.S., Thomson, J.S. (2001). Multilineage differentiation
from human embryonic stem cell lines. Journal of Stem Cells. 19, 193-
204.
O’Driscoll, M., Jeggo, P.A. (2006). The role of double-strand break repair:
insights from human genetics. Nat Rev Genet. 7, 45-54.
Okada, Y., Eibl, G., Guha, S., Duffy, J.P., Reber, H.A., Hines, O.J. (2004). Nerve
growth factor stimulates MMP-2 expression and activity and increases
invasion by human pancreatic cancer cells. Clin Exp Metastasis. 21, 285-
292.
Okita, K., Ichisaka, T., Yamanaka, S. (2007). Generation of germline-competent
induced pluripotent stem cells. Nature. 448, 313.
Oldenhuis, C.N., Oosting, S.F., Gietema, J.A., deVries, E.G. (2008). Prognostic
versus predictive value of biomarkers in oncology. Eur J Cancer. 44(7),
946-953.
Oreffo, R.O., Cooper, C., Mason, C., Clements, M. (2005). Mesenchymal stem
cells: lineage, plasticity, and skeletal therapeutic potential. Stem Cell Rev.
1(2), 169–178.
Orvieto, E., Maiorano, E., Bottiglieri, L., Maisonneuve, P., Rotmensz, N.,
Galimberti, V., Luini, A., Brenelli, F., Gatti, G., Viale, G. (2008).
Clinicopathologic characteristics of invasive lobular carcinoma of the
breast results of an analysis of 530 cases from a single institution.
Cancer. 113; p. 1511-1520.
Panigrahi, A.R., Pinder, S.E., Chan, S.Y. (2004). The role of PTEN and its
signalling pathways, including AKT, in breast cancer; an assessment of
relationships with other prognostic factors and with outcome. J Pathol.
204, 93-100. [PubMed: 15307142].
Pannuti, A., Foreman, K., Rizzo, P. (2010). Targeting Notch to target cancer stem
cells. Clin Cancer Res. 16, 3141-3152.
Park, S.Y., Lee, H.E., Li, H., Shipitsin, M., Gelman, R., Polyak, K. (2010).
Heterogeneity for stem cell-related markers according to tumor subtype
and histologic stage in breast cancer. Clin Cancer Res. 16, 876-887.

Universitas Sumatera Utara


208

Parmar, S., Platanias, L.C. (2003). Interferons: mechanisms of action and clinical
applications. Curr Opin Oncol. 15, 431-439.
Pathology Reporting of Breast Disease. (2005). A Joint Document Incorporating
the Third Edition of the NHS Breast Screening Programme’s Guidelines
for Pathology Repoting in Breast Cancer Screening and the Second
Edition of The Royal Collage of Pathologist’s Minimum Dataset for
Breast Cancer Histopathology.
Pece, S., Serresi, M., Santolini, E. (2004). Loss of negative regulation by Numb
over Notch is relevant to human breast carcinogenesis. J Cell Biol. 167,
215-221. [PubMed: 15492044]
Pece, S., Tosoni, D., Confalonieri, S., Mazzarol, G., Vecchi, M., Ronzoni, S.,
Bernard, L., Viale, G., Pelicci, P.G., DiFiore, P.P. (2010). Biological and
molecular heterogeneity of breast cancers correlates with their cancer
stem cell content. Cell. 140, 62-73.
Pera, M.F., Reubinoff, B., Trounson, A. Human embryonic stem cells: Reseacrh,
ethics and policy. Journal of Human Reproduction. 18(4), 672-682.
Pernick N. (2015). Stains: Epithelial Membrane Antigen (EMA) [Online].
[Accessed on 3th April 2018]. Available from:
http://www.pathologyoutlines.com/topic/stainsema.html.
Perou, C.M., Sorlie, T., Eisen, M.B., vande Rijn, M., Jeffrey, S.S., Rees, C.A.,
Pollack, J.R., Ross, D.T., Johnsen, H., Akslen, L.A., et al. (2000).
Molecular portraits of human breast tumours. Nature. 406, 747–752.
Petersen, O.W. and van Deurs, B. (1986). Characterization of epithelial membrane
antigen expression in human mammary epithelium by ultrastructural
immunoperoxidase cytochemistry. J Histochem Cytochem. 34, 801-809.
Petersen, O.W. and Polyak, K. (2011) Stem cells in the human breast. Cold Spring
Harb Perspect Biol. 2(a)003160.
Pestka, S., Krause, C.D., Walter, M.R. (2004). Interferons, interferon-like
cytokines, and their receptors. Immunol Rev. 202, 8-32.
Pierres, M., Naquet, P., Barbet, J. (1987). Evidence that murine hematopoietic cell
subset marker J11d is attached to a glycosyl-phosphatidylinositol
membrane anchor. European Journal of Immunology. 17(12), 1781-1785
Pintar, A., DeBiasio, A., Popovic, M., Ivanova, N., Pongor, S. (2007). The
intracellular region of Notch ligands: does the tail make the difference?
Biol Direct. 2(19).
Planchon, S.M., Waite, K.A., Eng, C. (2008). The nuclear affairs of PTEN.
Journal of Cell Science. 121; 249-253.
Platanias, L.C. (2005). Mechanisms of type-I- and type-II-interferon-mediated
signalling. Nat Rev Immunol. 5, 375-386.
Ponta, H., Sherman, L., and Herrlich, P.A. (2003). CD44: from adhesion
molecules to signalling regulators. Nature Reviews Molecular Cell
Biology. 4(1), 33-45.
Ponte, A.L., Marais, E., Gallay, N., Langonne, A., Delorme, B., Herault, O.
(2007). The in vitro migration capacity of human bone marrow
mesenchymal stem cells: comparison of chemokine and growth factor
chemotactic activities. Stem Cells. 25(7), 1737-1745.
Pollak, M. (2008). Insulin and insulin-like growth factor signalling in neoplasia.
Nat Rev Cancer. 8(12), 915-928.

Universitas Sumatera Utara


209

Polyak, K. (2007). Breast cancer: origins and evolution. J Clin Invest., 117, 3155-
3163.
Polyak, K. and Weinberg, R.A. (2009). Transitions between epithelial and
mesenchymal states: acquisition of malignant and stem cell traits. Nat
Rev Cancer. 9, 265-273.
Prat, A., Parker, J.S., Karginova, O., Fan, C., Livasy, C., Herschkowitz, J.I., He,
X., Perou, C.M. (2010). Phenotypic and molecular characterization of the
claudin-low intrinsic subtype of breast cancer. Breast Cancer Res. 12:
R68. Avaiable at: http://breast-cancer-research.com/content/12/5/R68.
Prior, J. (2013). Perimenopause. Centre for Menstrual Cycle and Ovulation
Research (CeMCOR). (Retrieved 10 May 2013).
Pritchard, K.I., Shepherd, L.E., Chapman, J-A.W. (2010). Randomized trial of
tamoxifen versus combined tamoxifen and octreotide LAR therapy in the
adjuvant treatment of early-stage breast cancer in postmenopausal
women: NCIC CTG MA.14. JClinOncol. Doi:
10.1200/JCO.2010.33.7006.
Qian, B.Z. and Pollard, J.W. (2010). Macrophage diversity enhances tumor
progression and metastasis. Cell; 141: 39-51.
Railo, M.J., von Smitten, K., Pekonen, F. (1994). The prognostic value of insulin-
like growth factor-I in breast cancer patients. Results of a follow-up
study on 126 patients. Eur J Cancer. 30A, 307-311.
Rakha, E.A., El-Sayed, M.E., Green, A.R., Lee, A.H., Robertson, J.F., Ellis, I.O.
(2007a). Prognostic markers in triple-negative breast cancer. Cancer.
109:25-32.
Rakha, E.A., Tan, D.S., Foulkes, W.D., Ellis, I.O., Tutt, A., Nielsen, T.O. (2007).
Are triple-negative tumours and basal-like breast cancer synonymous?
Breast Cancer Res. 9, 404.
Rakha, E.A., El-Sayed, M.E., Menon, S., Green, A.R., Lee, A.H., Ellis, I.O.
(2008). Histologic grading is an independent prognostic factor in
invasive lobular carcinoma of the breast. Breast Cancer Res Treat. 111,
p.121-127.
Rakha, E., Reis-Filho, J., Ellis, I. (2008). Basal-like breast cancer: a critical
review. JClin Oncol. 26, 2568-2581.
Rakha, E.A. and Ellis, I.O. (2009). Triple-negative/basal-like breast cancer:
review. Pathology. 41, 40-47.
Rakha, E.A., Lee, A.H., Evans, A.J., Menon, S., Assad, N.Y., Hodi, Z.,
Macmillan, D., Blamey, R.W., Ellis, I.O. (2010). Tubular carcinoma of
the breast further evidenceto support its excellent prognosis. J Clin
Oncol. 28; p. 99-104.
Rakovitch, E., Nofech-Mozes, S., Hanna, R., Narod, S., Thiruchelvam, D., Saskin,
R., Spayne, J., Taylor, C., Paszat, L. (2010). Her2/neu and Ki67
expression predict non-invasive recurrence following breast conserving
therapy for ductal carcinoma in situ. British Journal of Cancer. 106.
1160-1165.
Rangaswami, H., Bulbule, A., and Kundu, G.C. (2006). Osteopontin: role in cell
signaling and cancer progression. Trends in Cell Biology. 16(2), 79-87.
Rao, T., Kühl, M. (2010). "An Updated Overview on Wnt Signaling Pathways: A
Prelude for More". Circulation Research. 106: 1798-1806.

Universitas Sumatera Utara


210

Rasanen, K. and Vaheri, A. (2010). Activation of fibroblasts in cancer stroma.


Exp Cell Res; 316: 2713-22.
Rasheed, Z.A., Yang, J., Wang, Q. (2010). Prognostic significance of tumorigenic
cells with mesenchymal features in pancreatic adenocarcinoma. J Natl
Cancer Inst. 102, 340-351.
Reedijk, M., Pinnaduwage, D., Dickson, B.C. (2008). JAG1 expression is
associated with a basal phenotype and recurrence in lymph nodenegative
breast cancer. Breast Cancer Res Treat. 111, 439-148.
Reis-Filho, J.S., Milanezi, F., Carvalho, S. (2005). Metaplastic breast carcinomas
exhibit EGFR, but not HER2, gene amplification and overexpression:
immunohistochemical and chromogenic in situ hybridization analysis.
Breast Cancer Res. 7, R1028-1035.
Reis-Filho, J.S., Pinheiro, C., Lambros, M.B., Milanezi, F., Carvalho S, Savage K,
Simpson PT, Jones C, Swift S, Mackay A, Reis RM, Hornick JL, Pereira
EM, Baltazar F, Fletcher CD, Ashworth A, Lakhani SR, Schmitt FC.
(2006). EGFR amplification and lack of activating mutations in
metaplastic breast carcinomas. J Pathol. 209, 445-453.
Resetkova, E., Reis-Filho, J.S., Jain, R.K., Mehta, R., Thorat, M.A., Nakshatri, H.,
Badve, S. (2010). Prognostic impact of ALDH1 in breast cancer: a story
of stem cells and tumor microenvironment. Breast Cancer Res Treat.
123, 97-108.
Reya, T., Morrison, S.J., Clarke, M.F., Weissman, I.L. (2001). Stem cells, cancer,
and cancer stem cells. Nature. 414, 105-111.
Ricardo, S., Vieira, A.F., Gerhard, R., Leitao, D., Pinto, R., Cameselle-Teijeiro,
J.F., Milanezi, F., Schmitt F., Paredes, J. (2011). Breast cancer stem cell
markers CD44, CD24 and ALDH1: expression distribution within
intrinsic molecular subtype. J Clin Pathol. 64, 937-946.
doi:10.1136/jcp.2011.090456
Richardson, A.E., Hamilton, N., Davis, W., Brito, C., De Leon, D. (2011).
Insulin-like growth factor-2 (IGF-2) activates estrogen receptor-α and –β
via the IGF-1 and the insulin receptors in breast cancer cells. Growth
Factors. 29 (2-3): 82-93.
Roberts, A.B., Tian, F., Byfield, S.D., Stuelten, C., Ooshima, A., Saika, S.,
Flanders, K.C. (2006). Smad3 is key to TGF-beta-mediated epithelial-to-
mesenchymal transition, fibrosis, tumor suppression and metastasis.
Cytokine Growth Factor Rev. 17, 19-27.
Romanelli, R.J., Lebeau, A.P., Fulmer, C.G., Lazzarino, D.A., Hochberg, A.,
Wood, T.L. (2007). Insuline-like growth factor type-I receptor
internalization and recycling mediate the sustained phosporylation of
Akt. J Biol chem. 282: 22513-22524.
Rosai, J. (2011). Breast. In: Rosai and Ackerman’s Surgical pathology. 10 th
Edition. Mosby. 1659-1733.
Rosen, P.P. and Hoda, S.A. (2011). Invasive duct carcinoma. In: Breast pathology
Diagnosis by needle core biopsy. Third edition. Lippincott Wlliams and
Wilkins. 144-160.
Saal, L.H., Gruvberger-Saal, S.K., Persson, C. (2008). Recurrent gross mutations
of the PTEN tumor suppressor gene in breast cancers with deficient DSB
repair. Nat Genet. 40, 102-107. [PubMed: 18066063].

Universitas Sumatera Utara


211

Sachdev, D. and Yee, D. (2001). The IGF system and breast cancer. Endocrine-
Related Cancer. 8, 197-209.
Saidi, R.F., Remine, S.G., and Jacobs, M.J. (2007). Interferon receptor alpha/beta
is associated with improved survival after adjuvant therapy in resected
pancreatic cancer. HPB; 9: 289-294.
Salles, G., Zain, M., Jiang, W.M. (1993). Alternatively spliced CD44 transcripts
in diffuse large-cell lymphomas: characterization and comparison with
normal activated B cells and epithelial malignancies. Blood. 82, 3539-
3547.
Sancar, A., Lindsey-Boltz, L.A., Unsal-Kacmaz, K., Linn, S. (2004). Molecular
mechanisms of mammalian DNA repair and the DNA damage
checkpoints. Annu Rev Biochem. 73, 39-85.
Sarbassov, D. D., Guertin, D. A., Ali, S. M. and Sabatini, D. M. (2005).
Phosphorylation and regulation of Akt/PKB by the rictor-mTOR
complex. Science. 307, 1098-1101.
Sarfstein, R., Pasmanik-Chor, M., Yeheskel, A., Edry, L., Shomron, N., Warman,
N., Wertheimer, E., MAor, S., Shochat, L., Werner, H. (2012). Insuline-
like growth factor-1 receptor (IGF-1R) translocates to nucleus and
autoregulates IGF-1R gene expression in breast cancer cells. J Bio Chem
287: 2766-2776.
Sarrio, D., Rodriguez-Pinilla, S.M., Hardisson, D., Cano, A., Moreno-Bueno, G.,
Palacios, J. (2008). Epithelial–mesenchymal transition in breast cancer
relates to the basal-like phenotype. Cancer Res. 68, 989-997.
Schabath, H., Runz, S., Joumaa, S. (2006). CD24 affects CXCR4 function in pre-
B lymphocytes and breast carcinoma cells. J Cell Sci. 119, 314-325.
Schlessinger, J. (2002). Ligand-induced, receptor-mediated dimerization and
activation of EGF receptor. Cell. 110(6), 669-672.
Schneider, B.P., Winer, E.P., Foulkes, W.D., Garber, J., Perou, C.M., Richardson,
A. (2008). Triple-negative breast cancer: risk factors to potential targets.
Clin Cancer Res. 14(24), 8010-8018.
Screaton, G.R., Bell, M.V., Jackson, D.G. (1992). Genomic structure of DNA
encoding the lymphocyte homing receptor CD44 reveals at least 12
alternatively spliced exons. Proc Natl Acad Sci USA. 89, 12160-12164.
Screaton, G.R., Bell. M.V., Bell, J.I. (1993). The identification of a new
alternative exon with highly restricted tissue expression in transcripts
encoding the mouse Pgp-1 (CD44) homing receptor. Comparison of all
10 variable exons between mouse, human, and rat. J Biol Chem. 268,
12235-12238.
Sehat, B., Tofigh, A., Lin, Y., Trocme, E., Liljedahl, U., Lagergren, J., Larson, O.
(2010). Sumoylation mediates the nuclear translocation and signaling of
the IGF-1 receptor. Sci Sigmal 3: ra10.
Shackleton, M., Quintana, E., Fearon, E.R., Morrison, S.J. (2009). Heterogeneity
in cancer: cancer stem cells versus clonal evolution. Cell. 138, 822-829.
Shang, Y., Mao, Y., Batson, J. (2008). Antixenograft tumor activity of a
humanized anti-insulin-like growth factor-I receptor monoclonal
antibody is associated with decreased AKT activation and glucose
uptake. Mol Cancer Ther. 7, 2599–2608.

Universitas Sumatera Utara


212

Shanle, E.K., Zhao, Z., Hawse, J., Wisinski, K., Keles, S., Yuan, M., Xu, W.
(2013). Research Resource: Global identification of estrogen receptor
beta target genes in triple negative breast cancer cells. Mol Endocrinol.
DOI:10.1210/me.2013-1164.
Sharma, S., Kelly, T.K., and Jones, P.A. (2009). “Epigenetics in cancer.”
Carcinogenesis. 31(1). Article ID bgp 220, 27-36.
Sherman, L., Sleeman, J., Dall, P. (1996). The CD44 proteins in embryonic
development and in cancer. Curr Top Microbiol Immunol. 213, 249-269.
Shetty P.J., Mohan V., Hasan Q. (2012). Interaction of IGF2 and PTEN in
(Malignant) breast tissues. International Journal of Health and
Rehabilitation Sciences. 1(1). Avaiable at: www.ijhrs.com.
Shin, A., Ren, Z., Shu, X.O. (2007). Expression patterns of insulin-like growth
factor 1 (IGF-I) and its receptor in mammary tissues and their
associations with breast cancer survival. Breast Cancer Res Treat. 105,
55-61.
Shipitsin, M., Campbell, L.L., Argani, P., Weremowicz, S., Bloushtain-Qimron,
N., Yao, J., Nikolskaya, T., Serebryiskaya, T., Beroukhim, R., Hu, M.
(2007). Molecular definition of breast tumor heterogeneity. Cancer Cell.
11, 259-273.
Shiu, K.K., Tan, D.S., Reis-Filho, J.S. (2008). Development of therapeutic
approaches to 'triple negative' phenotype breast cancer. Expert Opin Ther
Targets. 12, 1123-1137.
Shi, W., Sun, C., He, B., Xiong, W., Shi, X., Yao, D. (2004). GADD34-PP1c
recruited by Smad7 dephosphorylates TGFbeta type I receptor. J Cell
Biol. 164, 291-300.
Shin, S.Y., Rath, O., Zebisch, A., Choo, S.M., Kolch, W., Cho, K.H. (2010).
Functional roles ofmultiple feedback loops in extracellular signal-
regulated kinase and Wntsignaling pathways that regulate epithelial–
mesenchymal transition. Cancer Res 70: 6715-6724,. Dwonload from:
http://dx.doi.org/10.1158/0008-5472.CAN-10-1377.
Silberstein, G.B. (2001). Postnatal mammary gland morphogenesis. Microsc Res
Tech. 52, 155-162.
Singhai, R., Patil, V.W., Jaiswal, S.R., Patil, S.D., Tayade, M.B., and Patil, A.V.
(2011). E-Cadherin as a diagnostic biomarker in breast cancer. N Am J
Med Sci. 3(5), 227-233. Doi: 10.4297/najms.2011.3227
Sistigu, A., Yamazaki, T., Vacchelli, E., Chaba, K., Enot, D.P., Adam, J., et al.
(2014) Cancer cell-autonomous contribution of type I interferon
signaling to the efficacy of chemotherapy. Nat Med 20:1301-1309.
Slack, J. (2000). Stem cells in epithelial tissues. Science. 287, 1431-1433.
Sleeman, K.E., Kendrick, H., Ashworth, A., Isacke, C.M., Smalley, M.J. (2006).
CD24 staining of mouse mammary gland cells defines luminal epithelial,
myoepithelial/basal and non-epithelial cells. Breast Cancer Res. 8:R7.
[PubMed: 16417656]
Slomiany, M.G., Dai, L., Tolliver, L.B., Grass, G.D., Zeng, Y., and Toole, B.P.
(2009). Inhibition of functional hyaluronan-CD44 interactions in CD133-
positive primary human ovarian carcinoma cells by small hyaluronan
oligosaccharide. Clinical Cancer Research. 15(24), 7593-7601.

Universitas Sumatera Utara


213

Smith, G.H. (2005). Stem cells and mammary cancer in mice. Stem Cell Rev. 1,
215-223. [PubMed:17142858].
Society, A.C. (2010). Cancer facts and figures. American Cancer Society. 1-68.
Sorbello, V., Fuso, L., Sfiligoi, C. (2003). Quantitative real-time RTPCR analysis
of eight novel estrogen-regulated genes in breast cancer. Int J Biol
Markers. 18, 123-129.
Sorlie, T., Tibshirani, R., Parker, J., Hastie, T., Marron, J.S., Nobel, A. (2003).
Repeated observation of breast tumor subtypes in independent gene
expression data sets. PNAS. 100, 8418-8423.
Sotiriou, C., Neo, S.Y., McShane, L.M., Korn, E.L., Long, P.M., Jazaeri, A.,
Martiat, P., Fox, S.B., Harris, A.L., Liu, E.T. (2003). Breast cancer
classification and prognosis based on gene expression profiles from a
population-based study. Proc Natl Acad Sci. 100, 10393–10398.
Southgate, J., Trejdosiewicz, L.K., Smith, B. (1995). Patterns of splice variant
CD44 expression by normal human urothelium in situ and in vitro and by
bladder-carcinoma cell lines. Int J Cancer. 62, 449-456.
Sparmann, A. and van Lohuizen, M. (2006). Polycomb silencers control cell fate,
development and cancer. Nat Rev Cancer. 6, 846-856.
Spike, B.T., Engle, D.D., Lin, J.C., Cheung, S.K., La, J., Wahl, G.M. (2012). A
mammary stem cell population identified and characterized in late
embryogenesis reveals similarities to human breast cancer. Cell Stem
Cell 10: 183–197.
Spinger, T., Galfre, G., Secher, D.S., Milstein, C. (1978). Monoclonal xenogeneic
antibodies to murine cell surface antigens: identification of novel
leukocyte differentiation antigens. European Journal of Immunology.
8(8), 539-551.
Stamenkovic, I., Aruffo, A., Amiot, M. (1991). The hematopoietic and epithelial
forms of CD44 are distinct polypeptides with different adhesion
potentials for hyaluronate-bearing cells. EMBO J. 10, 343-348.
Stauder, R., Eisterer, W., Thaler, J. (1995). CD44 variant isoforms in non-
Hodgkin’s lymphoma: a new independent prognostic factor. Blood. 85,
2885-2899.
Stecca, B. and Ruizi-Altaba, A.A. (2009). GLI1-p53 inhibitory loop controls
neural stem cell and tumour cell numbers. EMBO J. 28, 663-676.
Stingl, J., Eaves, C.J., Zandieh, I., Emerman, J.T. (2001). Characterization of
bipotent mammary epithelial progenitor cells in normal adult human
breast tissue. Breast Cancer Res Treat. 67, 93-109.
Stingl, J., Eirew, P., Ricketson, I. (2004). Purification and unique properties of
mammary epithelial stem cells. Nature. 439, 993-997. [PubMed:
16395311]
Stingl, J. and Caldas, C. (2007). Molecular heterogeneity of breast carcinomas and
the cancer stem cell hypothesis. Nat Rev Cancer. 7, 791-799.
Storci, G., Sansone, P., Trere, D., Tavolari, S., Taffurelli, M., Ceccarelli, C.,
Guarnieri, T., Paterini, P., Pariali, M., Montanaro, L., Santini, D., Chieco,
P., Bonafé, M. (2008). The basal-like breast carcinoma phenotype is
regulated by SLUG gene expression. J Pathol. 214, 25-37.
Stover, D.G., Bierie, B., Moses, H.L. (2007). A delicate balance: TGF beta and
the tumor microenvironment. J Cell Biochem.

Universitas Sumatera Utara


214

Studeny, M., Marini, F.C., Dembinski, J.L., Zompetta, C., Cabreira-Hansen, M.,
Bekele, B.N. (2004). Mesenchymal stem cells: potential precursors for
tumor stroma and targeted-delivery vehicles for anticancer agents. J Natl
Cancer Inst. 96(21, 1593-1603.
Suba, Z. (2010). Common soil of somking-associated and hormone-related
cancers: estrogen deficiency. Oncol Rev. 4,73-87.
Suba, Z. (2013). Circulatory estrogen level protects against breast cancer in obese
women. Recent Pat Anticancer Drug Discov. 8(2),154-167.
Suba, Z. (2014). Triple-negative breast cancer risk in women is defined by the
defect of estrogen signaling: preventive and therapeutic implication.
OncoTargets and Therapy. 7,147-164.
Sweeney, C., Murtaugh, M.A., Baumgartner, K.B. (2005). Insulin-Like Growth
Factor Pathway Polymorphisms Associated with Body Size in Hispanic
and Non-Hispanic White Women. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev.
14, 1802-1809.
Takahashi, K., Tanabe, K., Ohnuki, M., Narita, M., Ichisaka, T., Tomoda, K.,
Yamanaka, S.(2007). Induction of pluripotent stem cells from adult
human fibroblasts by defined factors. Cell. 131, 861.
Takahashi-Yanaga, F., and Kahn, M. (2010). Targeting Wnt signaling: can we
safely eradicate cancer stemcells? ClinCancer Res. 16, 3153-3162.
Takebe, N. and Ivy, S.P. (2010). Controversies in cancer stem cells: targeting
embryonic signaling pathways. Clin Cancer Res. 16, 3106-3112.
Takebe, N., Warren, R.O., and Ivy, S.P. (2011). Breast cancer growth and
metastasis: interplay between cancer stem cells, embryonic signaling
pathways and epithelial-to-mesenchymal transition. Breast Cancer
Research. 13, 211. Avaiable at: http://breast-cancer-
research.com/content/13/3/211.
Talman, M.L., Jensen, M.B., Rank, F. (2007). Invasive lobular breast cancer.
Prognostic significance of histological malignancy graing. Acta Oncol.
48; p.803-809.
Tomao, F., Papa, A., Zaccarelli, E., Rossi, L., Caruso, D., Minozzi, M. (2015).
Triple-negative breast cancer: new perspectives for targeted therapies.
OncoTargets Ther. 8:177-193.
Tan, D.S., Marchio, C., Jones, R.L., Savage, K., Smith, I.E., Dowsett, M. (2008).
Triple negative breast cancer: molecular profiling and prognostic impact
in adjuvant anthracycline-treated patients. Breast Cancer Res Treat. 111,
27-44.
Taniuchi, K., Nishimori, I., and Hollingsworth, M.A. (2011). Intracellular CD24
inhibits cell invasion by posttranscriptional regulation of BART through
interaction with G3BP. Cancer Research. 71(3), 895-905.
Taube, J.H., Herschkowitz, J.I., Komurov, K., Zhou, A.Y., Gupta, S., Yang, J.,
Hartwell, K., Onder, T.T., Gupta, P.B., Evans, K.W., Hollier, B.G., Ram,
P.T., Lander, E.S., Rosen, J.M., Weinberg, R.A., Mani, S.A. (2010).
Core epithelial-to-mesenchymal transition interactome gene-expression
signature is associated with claudin-low and metaplastic breast cancer
subtypes. Proc Natl Acad Sci USA. 107, 15449-15454.
Taylor-Papadimitriou J, Stampfer M, Bartek J, Lewis A, Boshell M, Lane, E.B.,
Leigh, I.M. (1989). Keratin expression in human mammary epithelial

Universitas Sumatera Utara


215

cells cultured from normal and malignant tissue: relation to in vivo


phenotypes and influence of medium. J Cell Sci. 94, 403-413.
Teng, Y.H., Tan, W.J., Thike, A.A., Cheok, P.Y., Tse, G.M., Wong, N.S., Yip,
G.W., Bay, B.H., Tan, P.H. (2011). Mutations in the epidermal growth
factor receptor (EGFR) gene in triple negative breast cancer: possible
implications for targeted therapy. Breast Cancer Res. 13, R35.
Terpe, H.J., Stark, H., Prehm, P. (1994). CD44 variant isoforms are preferentially
expressed in basal epithelial of nonmalignant human fetal and adult
tissues. Histochemistry. 101, 79-89.
Thiery, J.P., Acloque, H., Huang, R.Y., Nieto, M.A. (2009). Epithelial–
mesenchymal transitions in development and disease. Cell. 139, 871-890.
Thomas, L., Byers, H.R., Vink, J. (1992). CD44H regulates tumor cell migration
on hyaluronate-coated substrate. J Cell Biol. 118, 971-977.
Thompson, E.W., Haviv, I. (2011). The social aspects of EMT–MET plasticity.
Nat Med 17:pp.1048-1049. Download from:
http://dx.doi.org/10.1038/nm.2437.
Tian, H., Callahan, C.A., DuPree, K.J. (2009). Hedgehog signaling is restricted to
the stromal compartment during pancreatic carcinogenesis. Proc Natl
Acad Sci USA. 106, 4254-4259.
Theunissen, J.W., deSauvage, F.J. (2009). Paracrine Hedgehog signaling in
cancer. Cancer Res. 69, 6007-6010.
Tolg, C., Hofmann, M., Herrlich, P. (1993). Splicing choice from ten variant
exons establishes CD44 variability. Nucleic Acids Res. 21, 1225-1229.
Tsuda, H., Takarabe, T., Hasegawa, F. (2000). Large acellular zones indicating
myoepithelial tumour differentiation in high-grade invasive ductal
carcinomas as markers of predisposition to lung and brain metastasis. Am
J Surg Pathol. 24, 197-202.
Turashvili, G., Bouchal, J., Burkadze, G. (2006). Wnt signaling pathway in
mammary gland development and carcinogenesis. Pathobiology. 73, 213-
223. [PubMed: 17314492]
Turner, N., Tutt, A., Ashworth, A. (2004). Hallmarks of ‘BRCAness’ in sporadic
cancers. Nat Rev Cancer. 4, 814-819.
Turner, N. and Grose, R. (2010). Fibroblast growth factor signalling: from
development to cancer. Nat Rev Cancer. 10, 116-129.
Turner, N., Lambros, M.B., Horlings, H.M., Pearson, A., Sharpe, R., Natrajan, R.
(2010). Integrative molecular profiling of triple negative breast cancers
identifies amplicon drivers and potential therapeutic targets. Oncogene.
29, 2013–2023. [PubMed: 20101236]
Turner, N., Pearson, A., Sharpe, R., Lambros, M., Geyer, F., Lopez-Garcia, M.
A., Natrajan, R., Marchio, C., Iorns, E., Mackay, A. et al. (2010a).
FGFR1 amplification drives endocrine therapy resistance and is a
therapeutic target in breast cancer. Cancer Res. 70, 2085-2094.
Ueno, N.T. and Zhang, D. (2011). Targeting EGFR in triple negative breast
cancer. Journal of cancer. 2, 324-328.
Uitterlinden, A.G., Fang, Y., van Meurs, J.B., van Leeuwen, H., Pols, H.A.
(2004). Vitamin D receptor gene polymorphisms in relation to Vitamin D
related disease states. J Steroid Biochem Mol Biol. 89-90,187-193.

Universitas Sumatera Utara


216

Urruticoechea, A., Smith, I.A., and Dowsett, M. (2005). Proliferation Marker Ki-
67 in Early Breast Cancer. Jco.ascopubs.23(28), 7212-7220.
Van den Eynden, G.G., van der Anvera, I., van Laece, S.J. (2006). Distinguishing
blood and lymph vessel invasion in breast cancer: a prospective
immunohistochemical study. Br J Cancer. 94, 1643-1649.
Van der Pluijm, G. (2011). Epithelial plasticity, cancer stem cells and bone
metastasis formation. Bone. 48, 37-43.
Varjosalo, M., Taipale, J. (2008). Hedgehog: functions and mechanisms. Genes
Dev. 22, 2454-2472.
Venkitaraman, A.R. (2002). Cancer susceptibility and the functions of BRCA1
and BRCA2. Cell. 108, 171-182.
Vesuna, F., Lisok, A., Kimble, B., Raman, V. (2009). Twist modulates breast
cancer stem cells by transcriptional regulation of CD24 expression.
Neoplasia. 11, 1318-1328.
Viale, G., Rotmensz, N., Maisonneuve, P., Bottiglieri, L., Montagna, E., Luini,
A., Veronesi, P., Intra, M., Torrisi, R., Cardillo, A., Campagnoli, E.,
Goldhirsch, A., Colleoni, M. (2009). Invasive ductal carcinoma of the
breast with the “triplenegative” phenotype: prognostic implications of
EGFR immunoreactivity. Breast Cancer Res Treat. 116, 317-328.
Vilcek, J. (2003). Novel interferons. Nat Immunol. 4, 8-9.
Villadsen, R., Fridriksdottir, A.J., Ronnov-Jessen, L., Gudjonsson, T., Rank, F.,
LaBarge, M.A., Bissell, M.J., Petersen, O.W. 2007. Evidence for a stem
cell hierarchy in the adult human breast. J Cell Biol. 177, 87-101.
Visvader, J.E. and Lindeman, G.J. (2008). Cancer stem cells in solid tumours:
accumulating evidence and unresolved questions. Nature Reviews
Cancer. 8(10), 755-768.
Visvader, J.E. (2009). Keeping abreast of the mammary epithelial hierarchy and
breast tumorigenesis. Genes & Development. 23, 2563-2577. Avaiable at:
http://www.genesdev.org/cgi/doi/10.1101/gad.1849509.
Visvade, J.E. and Stingl, J. (2014). Mammary stem cells and the differentiation
hierarchy: current status and perspectives. Genes and Development 28:
1143-1158.
Voduc, D., Nielsen, T.O., Cheang, M.C. and Foulkes, W.D. (2008) The
combination of high cyclin E and Skp2 expression in breast cancer is
associated with a poor prognosis and the basal phenotype. Hum Pathol.
39, 1431-1437.
Wade, H.J., and Elledge, S.J. (2007). The DNA damage response: ten years after.
Mol Cell. 28, 739-745.
Wang, K.H., Kao, A.P., Chang, C.C., Lee, J.N., Hou, M.F., Long, C.Y,. Chen,
H.S., Tsai, E.M. (2010). Increasing CD44+/CD24- tumor stem cells, and
upregulation of COX-2 and HDAC6, as major functions of HER2 in
breast tumorigenesis. Molecular Cancer. 9:288. Avaiable at:
www.molecular-cancer.com/content/9/1/288.
Wang, Z.C., Lin, M., Wei, L.J., Li, C., Miron, A., Lodeiro, G. (2004). Loss of
heterozygosity and its correlation with expression profiles in subclasses
of invasive breast cancers. Cancer Res. 64, 64-71.

Universitas Sumatera Utara


217

Waris, G. and Ahsan, H. (2006). “Reactive oxygen species: role in the


development of cancer and various chronic conditions.” Journal of
Carcinogenesis. 5(14).
Warsito, D., Sjostrom, S., Andersson, S., Larsson, O., Sehat, B. (2012). Nuclear
IGF1R is a transcriptional co-activator of LEF1/TCF. EMBO Rep 13:
244-250.V
Weber, G.F., Bronson, R.T., Ilagan, J., Cantor, H., Schmits, R., and Mak, T.W.
(2002). Absence of the CD44 gene prevents sarcoma metastasis. Cancer
Research. 62(8), 2281-2286.
Weigelt, B., Peterse, J.L., van‘t Veer, L.J. (2005). Breast cancer metastasis:
markers and models. Nat Rev Cancer. 5, 591-602.
Weir, H., Thun, M., Hankey, B., Ries, L., Howe, H., Wingo, P., Jemal, A., Ward,
E., Anderson, R., Edwards, B. (2003). Annual report to the nation on the
status of cancer, 1975-2000, featuring the uses of surveillance data for
cancer prevention and control. J Natl Cancer Inst. 95, 1276-1299.
Werner, H., Maor, S. (2006). The insulin-like growth factor-I receptor gene: a
downstream target for oncogene and tumor suppressor action. Trends
Endocrinol Metab. 17, 236-242.
Wobus, A.M. and Boheler, K.R. (2005). Embryonic stem cells: Prospects for
developmental biology and cell therapy. Journal of physiological
Reviews. 85, 635-678.
Wright, M.H., Calcagno, A.M., Salcido, C.D., Carlson, M.D., Ambudkar, S.V.,
Varticovski, L. (2008). BRCA1 breast tumors contain distinct
CD44+/CD24- and CD133+ cells with cancer stem cell characteristics.
Breast Cancer Res. 10, R10.
Wu, W., Ma, J. Shao, N., Shi, Y., Liu, R., Li, W., Lin, Y., Wang, S. (2017). Co-
Targeting IGF-1R and Autophagy Enhances the Effects of Cell Growth
Suppression and Apoptosis Induced by the IGF-1R Inhibitor NVP-
AEW541 in Triple-Negative Breast Cancer Cells. Journal.Pone.1-16.
doi: 10.1371. 0169229g006.
Xian, W., Schwertfeger, K.L., Rosen, J.M. (2007). Distinct roles of fibroblast
growth factor receptor 1 and 2 in regulating cell survival and epithelial-
mesenchymal transition. Mol Endocrinol. 21, 987-1000.
Xie, T. and Li, L. (2007). Stem cells and their niche: an inseparable relationship.
Development. 134, 2001.
Xouri, G. and Christian, S. (2010). Origin and function of tumor stroma
fibroblasts. Semin Cell Dev Biol; 21: 40–6.
Yamaguchi, N., Oyama, T., Ito, E. (2008). NOTCH3 signaling pathway plays
crucial roles in the proliferation of ErbB2-negative human breast cancer
cells. Cancer Res. 68, 1881-1888.
Yamamoto, T., Ikawa, S., Akiyama, T., Semba, K., Nomura, N., Miyajima, N.,
Saito, T., Toyoshima, K. (1986). Similarity of protein encoded by the
human c-erb-B-2 gene to epidermal growth factor receptor. Nature. 319,
230-234.
Yamashita, M., Fatyol, K., Jin, C., Wang, X., Liu, Z., Zhang, Y.E. (2008). TRAF6
mediates Smad-independent activation of JNK and p38 by TGFbeta. Mol
Cell. 31, 918-924.

Universitas Sumatera Utara


218

Yang, B., Yang, B.L., Savani, R.C. (1994). Identification of a common


hyaluronan binding motif in the hyaluronan binding proteins RHAMM,
CD44 and link protein. EMBO J. 13, 286-296.

Yang, M.H., Hsu, D.S., Wang, H.W., Wang, H.J., Lan, H.Y., Yang, W.H., Huang,
C.H., Kao, S.Y., Tzeng, C.H., Tai, S.K., Chang, S.Y., Lee, O.K., Wu,
K.J. (2010). Bmi1 is essential in Twist1-induced epithelial–mesenchymal
transition. Nat Cell Biol. 12, 982-992.
Yao, S., Sucheston, L.E., Millen, A.E. (2011). Pretreatment serum concentrations
of 25-hydroxyvitamin D and breast cancer prognostic characteristics: A
casecontrol and a case-series study. PLoS One. 6, e17251.
Yap, T.A., Garrett, M.D., Walton, M.I., Raynaud, F., de Bono, J.S., Workman, P.
(2008). Targeting the PI3K-AKT-mTOR pathway: progress, pitfalls, and
promises. Curr Opin Pharmacol. 8, 449-557.
Yap, T.A., Sandhu, S.K., Carden, C.P., de-Bono, J.S. (2011). Poly(ADP-Ribose)
Polymerase (PARP) Inhibitors: Exploiting a Synthetic Lethal Strategy in
the Clinic. Ca Cancer J Clin. 61, 31-49.
Yarden, Y. and Sliwkowski, M.X. (2001). Untangling the ErbB signalling
network. Nat Rev Mol Cell Biol. 2(2), 127-37.
Yasuda, H., Kobayashi, S., Costa, D.B. (2012). EGFR exon 20 insertion
mutations in non-small-cell lung cancer: preclinical data and clinical
implications. Lancet Oncol. 13, e23-e31.
Yauch, R.L., Gould, S.E., Scales, S.J. (2008). A paracrine requirement for
Hedgehog signalling in cancer. Nature. 455, 406-410.
Yerushalmi, R., Gelmon, K.A., Leung, S., Gao, D., Cheang, M., Pollak, M.,
Turashvili, G., Gilks, B.C., Kennecke, H. (2011). Insulin-like growth
factor receptor (IGF-1R) in breast cancer subtypes. Breast Cancer Res
Treat. DOI 10.1007/s10549-011-1529-8.
Yerushalmi, R., Woods, R., Ravdin, P.M., Hayes, M.M., Gelmon, K.A. (2010).
Ki67 in breast cancer: prognostic and predictive potential. Lancet Oncol.
11. 174-183.
Yoo, Y.A., Kang, M.H., Lee, H.J., Kim, B.H., Park, J.K., Kim, H.K., et al. (2011).
Sonic hedgehogpathway promotes metastasis and lymphangiogenesis via
activation of Akt,EMT, and MMP-9 pathway in gastric cancer. Cancer
Res 71:7061-7070. Download from: http://dx.doi.org/10.1158/0008-
5472.CAN-11-1338.
Yoshida, J., Mizuno, M., Wakabayashi, T. (2004). Interferon-beta gene therapy
for cancer: basic research to clinical application. Cancer Sci. 95(11), 858-
865.
Yoshimura, A., Naka, T., Kubo, M. (2007). SOCS proteins, cytokine signalling
and immune regulation. Nat Rev Immunol. 7, 454-465.
Yu, J., Vodyanik, M.A., Smuga-Otto, K., Antosiewicz-Bourget, J., Frane, J.L.,
Tian, S., Nie, J., Jonsdottir, G.A., Ruotti, V., Stewart, R., Slukvin, I.I.,
Thomson, J.A. (2007). Induced pluripotent stem cell lines derived from
human somatic cells. Science. 318, 1916.
Zhang, Y.W., Luo, W.J., Wang, H. (2005). Nicastrin is critical for stability and
trafficking but not association of other presenilin/gamma-secretase
components. J Biol Chem. 280, 17020-17026.

Universitas Sumatera Utara


219

Zhao, M., Hu, H., Huang, J., Zou, Q., Wang, J., Liu, M., Zhao, Y., Li, G., Xue, S.,
Wu, Z. (2013). Expression and correlation of Twist and gelatinases in
breast cancer. Experimental And Therapeutic Medicine 6: 97-100.
Zhao, X., Li, C., Paez, J.G. (2004). An integrated view of copy number and allelic
alterations in the cancer genome using single nucleotide polymorphism
arrays. Cancer Res. 64, 3060-3071.
Zheng, J., Li, Y., Yang, J. (2011). NDRG2 inhibits hepatocellular carcinoma
adhesion, migration and invasion by regulating CD24 expression. BMC
Cancer. 11:251.
Zhou, B.B., Bartek, J. (2004). Targeting the checkpoint kinases:
chemosensitization versus chemoprotection. Nat Rev Cancer. 4, 216-225.
Zhou, L. Jiang, Y., Yan, T. (2010). The prognostic role of cancer stem cells in
breast cancer: a meta-analysis of published literatures. Breast Cancer
Research and Treatment. 122 (3), 795-801.
Zitvogel, L., Tesniere, A., Kroemer, G. (2006). Cancer despite
immunosurveillance: immunoselection and immunosubversion. Nat Rev
Immunol. 6: p.715-727.
Zitzmann, K., Brand, S., DeToni, E.N., Baehs, S., G€oke, B., Meinecke, J. (2007).
SOCS1 silencing enhances antitumor activity of type I IFNs by
regulating apoptosis in neuroendocrine tumor cells. Cancer Res. 67,
5025-5032.

Universitas Sumatera Utara


220

LAMPIRAN 1. SURAT PERSETUJUAN KOMISI ETIK

Universitas Sumatera Utara


221

LAMPIRAN 2. SURAT KETERANGAN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


222

LAMPIRAN 3. SURAT IZIN PEMINJAMAN BLOK PARAFIN

Universitas Sumatera Utara


223

LAMPIRAN 4. KETERANGAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


224

LAMPIRAN 5. DATA SAMPEL PENELITIAN DAN KETERANGAN KLINIS (TNBC)

NO KODE Umur T N M Stadium Pre Post Sub-tipe Hp Grade TIL Ki67 CD CD CK 5 CK IGF- IFN- Claudin EMA Twist EGFR E- D2 40
meno meno histo 44 24 8/18 IR IIα 7 cadherin

1. O/1746/12 56 T3 N1 M0 IIIA x IC-NOS 2 1 (-) (-) (+3) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (-) (+3) (-)
<14% 80% 80% 10% 80% 90% 20%
2. O/1746/12 47 T4 Nx M1 IIIB x IC-NOS 2 2 (-) (-) (+3) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (+1) (+)
<14% 80% 80% 10% 80% 90% 10%
3. B/3222/12 44 T3 N1 M1 IIIB x IC-NOS 2 1 (-) (-) (+3) (-) (-) (+2) (-) (-) (-) (-)
<14% 10% 50%
4. B/528/12 45 T4 N1 M0 IIIB x IC-NOS 2 2 (-) (+) (+2) (-) (-) (-) (-) (+3) (-) (-)
<14% 10% 50% 80%
5. O/15.06.207 55 T4 N1 M0 IIIB x IC-NOS 2 2 (-) (-) (+3) (-) (+3) (+1) (+3) (+3) (-) (+)
<14% 90% 90% 80% 90% 90%
6. O/15.07.216 50 T4 N1 M0 IIIB x IC-NOS 2 2 (-) (-) (+2) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (-) (+3) (+)
<14% 90% 90% 80% 80% 90% 80%
7. O/15.07.219 61 T3 N1 M0 IIIA x Mucinous ca 3 2 (-) (-) (+3) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (+1) 5% (-)
<14% 90% 90% 80% 80% 90%
8. O/15.11.387 63 T4 N1 M0 IIIB x ILC 2 2 (-) (-) (+3) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (-) (-)
<14% 90% 90% 80% 50% 90%
9. O/15.12.465 40 T4 N1 M0 IIIB x IC-NOS 2 2 (-) (-) (-) (-) (+2) (+2) (+3) (+3) (-) (-) (-)
<14% 70% 50% 80% 80%
10. O/16.10.483 58 T4 N0 M0 IIIB x Mixed IDC 2 1 (-) (-) (+3) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (+) 5% (+3) (-)
dan ILC <14% 90% 90% 50% 90% 90% 80%
11. 189/H/16 38 T3 N0 M0 IIB x IC-NOS 2 3 (-) (-) (+3) (-) (+3) (-) (+2) (+3) (-) (-) (+3) (+)
<14% 90% 80% 50% 90% 80%
12. O/4368/16 59 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 2 (-) (-) (-) (-) (-) (+3) (+2) (+2) (-) (-)
<14% 90% 80% 20%
13. B/3772/16 55 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 3 3 (+) (-) (+1) (+3) (+3) (+3) (+3) (+1) (-) (+1)20% (-)
90 % 10% 80% 90% 90% 90% 20%
14. 1403932 (I) 45 T4 N0 M0 IIIB X IC-NOS 2 2 (-) (+) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
<14% 10%
15. 1404141 SS 59 T2 N1 M0 IIB X Medulary 3 3 (+) (-) (+3) (+3) (+2) (-) (+3) (+2) (+1)50% (+2) (-)
(II) carcinoma 70% 90% 80% 80% 90% 50% 20%
16. 1404350 40 T4 N1 Mx IIIB X IC-NOS 2 1 (+) (-) (+3) (+3) (+2) (-) (-) (+3) (-) (-) (-)
90% 90% 90% 40% 80%

Universitas Sumatera Utara


225

1405123 50 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 2 2 (+) (-) (+3) (+3)80% (+2) (+3) (+3) (+) 5% (+3) (+)
80% 90% 50% 80% 90% 80%
17. 1405230 IG 45 T2 N1 M0 IIIB X IC-NOS 3 3 (+) (-) (+3) (-) (+3) (+3) (+3) (-) (+3) (+)
90% 90% 90% 90% 90% 80%
18. 1405497 I 26 T2 N0 M0 IIA X IC-NOS 2 2 (+) (+2) (+3) (+3)80% (+2) (+2) (+3) (+1)2% (+3) (+)
AS 90% 10% 90% 50% 80% 80% 80%
19. 1405593 I 43 T4 N0 M0 IIIB X IC-NOS 2 2 (+) (+2) (+3) (+3)80% (+3) (+3) (+3) (-) (+2) (+)
80% 20% 90% 90% 80% 90% 80%
20. 1405639 35 T3 N0 M0 IIB X Spindel cell ca 3 3 (+) (-) (+3) (+3)30% (-) (+3) (+3) (-) (+2) (+)
80% 90% 90% 90% 50%
21. 1407416 52 T3 N1 Mx IIIA X IC-NST 3 3 (+) (-) (+3) (+3)20% (+2) (+2) (+3) (+1)50% (+)
80% 90% 80% 10% 90%
22. 1407737 I G 63 T4 N1 M0 IIIB X IC-NST 2 2 (+) (-) (+3) (-) (-) (+3) (+3) (+1)10% (-) (+)
70% 90% 80% 80%
23. 1407829 46 T3 N2 M0 IIIA X IC-NST 2 1 (-) (-) (+2) (-) (+2) (-) (+2) (+1)5% (+3) (-)
IK4 <14% 50% 50% 80% 30%
24. 1408208 29 T3 N0 M0 IIB X IC-NST with 3 3 (+) (-) (+3) (-) (+2) (-) (+3) (-) (+3) (+)
medullary 90% 90% 50% 80% 30%
features
25. 1408956 IL 60 T3 N1 M0 IIIA X Metaplastic ca 3 3 (+) (-) (+3) (+3) (+2) (+3) (+3) (-) (+2) (-)
with 80% 90% 90% 80% 90% 90% 30%
mesenchymal
differentiation
26. 1509152 III 43 T4 N1 M0 IIIB X IC-NST 2 1 (+) (-) (+3) (+3) (-) (+2) (+3) (-) (+3) (+)
D 90% 90% 90% 90% 90% 90%
27. OP/3031/14 41 T3 N0 M0 IIB X ILC 2 1 (-) < (-) (+3) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
14% 90%
28. OP/400/14 47 T4 N1 M0 IIIB x IC-NOS with 3 3 (-) (-) (+3) (-) (-) (+3) (+3) (+2)3% (-)
medullary <14% 90% 90% 90%
feature
29. OP/2765/14 45 T3 N1 M0 IIIA X ILC 2 1 (-) (+) (-) (-) (-) (+3) (+3) (-) (-) (-)
<14% 10% 50% 80%
30. BP/2656/14 51 T3 N0 M0 IIIA X IC-NOS 3 1 (+) (-) (+3) (-) (-) (+3) (+2) (-) (+3) (-)
20% 90% 50% 20% 30%
31. OP/10/15 49 T3 N0 M0 IIIA X IC-NOS 2 3 (-) (-) (+2) (+2) (+2) (+3) (-) (-) (-) (-)
<14% 50% 10% 50% 80%
(-) OP/548/15 44 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 2 2 (+) (-) (+3) (-) (+2) (+3) (+2) (-) (-)
50% 90% 50% 50% 20%

Universitas Sumatera Utara


226

32. OP/3044 52 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 3 2 (-) (+) (-) (+3) (-) (+2) (+3) (+)2 (-) (+3) (-)
<14% 10% 90% 10% 90% 10% 50%
33. BP/355/15 39 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 3 2 (+) (-) (+3) (+2) (-) (+3) (-) (-) (+3) (-)
40% 90% 10% 70% 80%
34. BP/1743/15 49 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 3 3 (+) (-) (+3) (-) (+2) (+3) (+3) (-) (+3) (-)
70% 90% 10% 90% 90% 70%
35. BP/2695/15 42 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 3 3 (-) (-) (+3) (+3) (+2) (+3) (+3) (-) (-) (-)
<14% 90% 80% 10% 50% 30%
36. OP/3589/15 48 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 1 (-) (-) (-) (-) (+2) (+3) (+3) (+)2 (-) (-)
<14% 30% 90% 90% 20%
37. BP/3812/15 51 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 3 1 (+) (-) (+3) (-) (+2) (+3) (+2) (+)2 (-) (++)
90% 90% 80% 90% 90% 60%
38. BP/3818/15 40 T3 N0 M0 IIIA X IC-NOS 3 2 (+) (-) (+3) (+3) (-) (-) (++)
40% 80% 70%
39. BP/3893/15 45 T4 N0 M0 IIIB X IC-NOS 3 3 (+) (+2) (+2) (+3) (+2) (+3) (+3) (+)2 (-) (-)
Medullary 80% 10% 80% 90% 80% 90% 60% 70%
features
40. BP/3940/15 45 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 3 (+) (-) (+2) (-) (+3) (+3) (+3) (-) (-) (-)
44% 50% 90% 90% 80%
41. BP/14/16 47 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 2 2 (-) (-) (-) (-) (-) (+3) (+3) (-) (-)
<14% 90% 80%
42. BP/265/16 53 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 3 2 (+) (+2) (+2) (+3) (+2) (+2) (+3) (+2) (-) (-)
80% 10% 80% 90% 50% 90% 90% 30%
43. BP/272/16 47 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 2 3 (-) (-) (+2) (+3) (-) (+3) (+3) (-) (++)
<14% 10% 20% 90% 50%
44. BP/387/16 41 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 3 2 (-) (+2) (-) (-) (+2) (+3) (+2) (+2) (+1)50% (-)
<14% 10% 90% 90% 80% 30%
45. BP/392/16 39 T3 N0 M0 IIB X ILC 2 2 (-) (-) (-) (-) (-) (+3) (+3) (+)2 (-) (+)
<14% 90% 60% 20%
46. BP/447/16 52 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 2 1 (+) (-) (+1) (-) (+2) (+3) (+3) (-) (-) (+)angioinvasi
70% 80% 90% 90% 90%
47. BP/974/16 49 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 1 (+) (+2) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (+2) (-) (-)
70% 80% 90% 50% 90% 90% 80%
48. BP/983/16 49 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 3 2 (+) (-) (-) (+3) (+3) (+3) (+3) (-) (-)
90% 20% 90% 60% 80%
49. BP/1012/16 46 T4 N1 M0 IIIB X IC-NOS 3 3 (-) (+)2 (-) (-) (+2) (+3) (-) (+2) (-) (+)
<14% 80% 90% 90% 50%
50. BP/1114/16 48 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 1 (-) (-) (-) (-) (+3) (+3) (+3) (-) (-)
<14% 80% 90% 50%

Universitas Sumatera Utara


227

51. BP/1132/16 49 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 3 3 (-) (-) (-) (+1) (-) (+2) (+3) (+)2 (-) (-) (+)
Medullary <14% 80% 60% 80% 80%
Features
52. BP/1489/16 36 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 1 (+) (+2) (+2) (-) (+3) (+3) (+3) (+)2 (-) (-) (-)
70% 10% 80% 80% 90% 90% 20%
53. PC/1820/16 37 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 3 1 (-) (-) (+2) (-) (+2) (+3) (+3) (-) (-) (+)
<14% 80% 80% 90% 90%
54. BP/2094/16 47 T4 N0 M0 IIIB X IC-NOS 3 3 (-) (+2) (-) (-) (-) (+3) (-) (-) (-) (-)
<14% 10% 80%
55. BP/2366/16 43 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 1 (-) (+2) (-) (+2) (-) (+3) (+3) (-) (-) (-) (-)
<14% 10% 10% 80% 90%
56. PC/2445/16 52 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 3 (-) (+2) (+3) (+3) (+3) (+3) (+3) (+)2 (-) (+3) (-)
<14% 10% 80% 20% 90% 90% 50% 20% 70%
57. BP/2873/16 40 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 1 (-) (-) (-) (-) (+3) (-) (-) (-) (-)
<14% 50%
58. BP/3091/16 50 T4 N1 M0 IIIB X 1 (+) (+2) (+2) (-) (+3) (+2) (+3) (-) (-) (-)
70% 20% 50% 50% 20% 50%
59. BP/3278/16 48 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 2 (+) (+) (-) (+3) (+2) (+3) (+3) (+1)50% (+2) (-)
70% 70% 90% 90% 90% 80% 50%
60. PC/3320/16 44 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 3 (-) (-) (-) (-) (-) (+2) (+3) (+)2 (-) (-) (-)
20% 50% 30%
61. BP/3459/16 40 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 2 (+) 90 (+) (-) (-) (-) (+3) (+2) (+)2 (-) (-) (+)
% 90 % 50% 90% 80%
62. BP/3818/16 57 T3 N0 M0 IIB X IC-NOS 2 2 (-) < (-) (+2) (+3) (-) (+3) (+3) (-) (-)
14% 30% 50% 80% 70%
63. OP/3981/16 42 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 2 (+) (+) (-) (+) 90% (+3) (+3) (+3) (+)3 (-) (-) (-)
40% 40% 90% 90% 90% 30%
64. BP/308/17 39 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 2 (+) (+) (-) (+) 40% (-) (+3) (+3) (+)2 (-) (-) (-)
<14% 10% 50% 70% 50%
65. 10821 56 T3 N1 M0 IIIA X IC-NOS 2 1 (-) (+) (+3) (-) (-) (+3) (+3) (+)2 (+1)50% (-) (-)
10% 80% 90% 90% 50%

Universitas Sumatera Utara


228

HASIL PEWARNAAN IMUNOHISTOKIMIA IGF-1R

No. KODE IGF-1R Skor imunoreaktif IGF-1R (intensitas X luas persentase positif)
Sitoplasma nukleus membran Internalised Total
66. O/1746/12 (+2) 10% 2x1=2 (-) (-) (-) (-)
67. O/1746/12 (+2) 10% 2x1=2 (-) (-) (-) (-)
68. B/3222/12 (+2) 50% 2x2=4 2x1=2 (-) 6 (-)
69. B/528/12 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
70. O/15.06.207 (+1) 80% 2x4=8 2x1 =2 (-) 10 (-)
71. O/15.07.216 (+2) 80% 2x4=8 2x1 =2 (-) 10 (-)
72. O/15.07.219 (+2) 70% 3x3=9 3x1=3 (-) 12 (-)
73. O/15.11.387 (+2) 70% 2x3=6 2x1=2 2x1=2 8 10
74. O/15.12.465 (+2) 50% 2x2=4 2x1=2 2x1=2 6 8
75. O/16.10.483 (+2) 50% 2x2=4 2x1=2 (-) 6 (-)
76. 189/H/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
77. O/4368/16 (+3) 90% 3 x 4 = 12 2x1=2 2x1=2 14 16
78. B/3772/16 (+3) 90% 3 x 4 = 12 3x1=3 3x1=3 15 18
79. 1403932 (I) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
80. 1404141 SS (II) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
81. 1404350 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
82. 1405123 (+2) 50% 2x2=4 2x1=2 2x1=2 6 8
83. 1405230 IG (+3) 90% 3 x 4 = 12 3x1=3 (-) 15 (-)
84. 1405497 I AS (+2) 50% 2x2=4 (-) (-) (-) (-)
85. 1405593 I (+3) 90% 3 x 4 = 12 3x1=3 3x2=6 15 21
86. 1405639 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
87. 1407416 (+2) 80% 2x4=8 2x1=2 2x1=2 10 12
88. 1407737 I G (-) (-) (-) (-) (-) (-)
89. 1407829 IK4 (+2) 50% 2x2=4 (-) (-) (-) (-)
90. 1408208 (+2) 50% 2x2=4 (-) 2x1=2 (-) (-)
91. 1408956 IL (+2) 80% 2x4=8 2x1=2 (-) 10 (-)
92. 1509152 III D (-) (-) (-) (-) (-) (-)
93. OP/3031/14 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
94. OP/400/14 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
95. OP/2765/14 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
96. BP/2656/14 (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Universitas Sumatera Utara


229

97. OP/10/15 (+2) 50% 2x2=4 (-) (-) (-) (-)


98. OP/548/15 (+2) 50% 2x2=4 2x1=2 (-) 6 (-)
99. OP/3044 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
100. BP/355/15 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
101. BP/1743/15 (+2) 10% 2x1=2 (-) 2x1=2 (-) (-)
102. BP/2695/15 (+2) 10% 2x1=2 (-) (-) (-) (-)
103. OP/3589/15 (+2) 30% 2x1=2 2x1=2 (-) (-) (-)
104. BP/3812/15 (+2) 80% 2x4=8 2x1=2 (-) 10 (-)
105. BP/3818/15 (+3) 80% 3 x 4 = 12 (-) (-) (-) (-)
106. BP/3893/15 (+2) 80% 2x4=8 (-) (-) (-) (-)
107. BP/3940/15 (+3) 90% 3 x 4 = 12 (-) (-) (-) (-)
108. BP/14/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
109. BP/265/16 (+2) 50% 2x2=4 (-) (-) (-) (-)
110. BP/272/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
111. BP/387/16 (+2) 90% 2x4=8 (-) (-) (-) (-)
112. BP/392/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
113. BP/447/16 (+2) 90% 2x4=8 2x1=2 (-) 10 (-)
114. BP/974/16 (+2) 50% 2x2=4 (-) (-) (-) (-)
115. BP/983/16 (+3) 90% 3 x 4 = 12 3x1=3 (-) 15 (-)
116. BP/1012/16 (+2) 90% 2x4=8 (-) (-) (-) (-)
117. BP/1114/16 (+3) 80% 3 x 4 = 12 (-) (-) (-) (-)
118. BP/1132/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
119. BP/1489/16 (+3) 80% 3 x 4 = 12 (-) (-) (-) (-)
120. PC/1820/16 (+2) 80% 2x4=8 (-) (-) (-) (-)
121. BP/2094/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
122. BP/2366/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
123. PC/2445/16 (+3) 90% 3 x 4 = 12 3x1=3 (-) 15 (-)
124. BP/2873/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
125. BP/3091/16 (+3) 50% 3x2=6 (-) (-) (-) (-)
126. BP/3278/16 (+2) 90% 2x4=8 (-) (-) (-) (-)
127. PC/3320/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
128. BP/3459/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
129. BP/3818/16 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
130. OP/3981/16 (+3) 90% 3 x 4 = 12 (-) (-) (-) (-)
131. BP/308/17 (-) (-) (-) (-) (-) (-)
132. 10821 (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai