Anda di halaman 1dari 117

TESIS

PENINGKATAN JUMLAH TROMBOSIT SETELAH


PEMBERIAN TRANSFUSI TROMBOSIT APHERESIS PADA
ANAK DENGAN PENYAKIT KEGANASAN DISERTAI
TROMBOSITOPENIA REFRAKTER

SANG AYU PUTU SRIMAS AMBARA DEWI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

TESIS
PENINGKATAN JUMLAH TROMBOSIT SETELAH
PEMBERIAN TRANSFUSI TROMBOSIT APHERESIS PADA
ANAK DENGAN PENYAKIT KEGANASAN DISERTAI
TROMBOSITOPENIA REFRAKTER

SANG AYU PUTU SRIMAS AMBARA DEWI


NIM 1014018205

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

PENINGKATAN JUMLAH TROMBOSIT SETELAH


PEMBERIAN TRANSFUSI TROMBOSIT APHERESIS PADA
ANAK DENGAN PENYAKIT KEGANASAN DISERTAI
TROMBOSITOPENIA REFRAKTER
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

SANG AYU PUTU SRIMAS AMBARA DEWI


NIM 1014018205

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 21 OKTOBER 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,


dr. Ketut Ariawati, Sp.A(K) dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A (K)
NIP 196806131999032001 NIP 195405041983111001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur


Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor


Universitas Udayana, No: 5144/UN.14.4/HK/2106, Tgl 20 Oktober 2016

Panitia Penguji Tesis adalah:


Ketua: dr. Ketut Ariawati, Sp.A(K)
Anggota:
• dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A (K)
• dr. I Gusti Ngurah Made Suwarba, Sp.A (K)
• dr. Gusti Ayu Putu Nilawati, Sp.A (K), MARS
• Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH
• dr. I Gusti Agung Sugitha Adnyana, Sp.A (K)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS UDAYANA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Sang Ayu Putu Srimas Ambara Dewi


NIM : 1014018205
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine-Degree)
Judul : Peningkatan jumlah trombosit setelah pemberian transfusi trombosit
apheresis pada anak dengan penyakit keganasan disertai trombositopenia
refrakter.

Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No.17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.

Denpasar, 21 Oktober 2016


Yang membuat pernyataan,
dr. Sang Ayu Putu Srimas Ambara Dewi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang


Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis yang berjudul: ”Peningkatan jumlah trombosit
setelah pemberian transfusi trombosit apheresis pada anak dengan penyakit keganasan disertai
trombositopenia refrakter” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan pikiran, dorongan
semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak, tesis ini tidak akan
terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
• Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr Putu Astawa, M.Kes., Sp.OT(K) yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas pada penulis untuk mengikuti program pendidikan
dokter spesialis I di Universitas Udayana.

• Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr.A.A. Raka Sudewi,
Sp.S(K) atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk menjadi mahasiswa
program pascasarjana, program studi kekhususan kedokteran klinik (combined degree).

• Ketua Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree), Dr. dr. Gde
Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, yang telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana, Program Studi Kekhususan Kedokteran
Klinik (combined degree).

• Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Wayan Sudana, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas
yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP
Sanglah Denpasar.

• Kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP


Sanglah, dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A(K) yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk mengikuti program pendidikan dokter spesialis I di bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah.

• Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-I) Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, dr. Ketut Suarta, Sp.A(K) yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan sejak awal sampai akhir pendidikan penulis hingga dapat terselesaikan dengan
baik.

• Pembimbing akademik penulis, dr. Made Gde Dwilingga Utama, Sp.A (K), yang senantiasa
membimbing dan mendukung, dan memberikan arahan selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis I di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP
Sanglah.

• dr. Ketut Ariawati, Sp.A(K) selaku pembimbing pertama yang telah banyak memberikan
bimbingan, masukan, dorongan, serta meluangkan waktu dan pemikiran selama penyusunan
tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

• dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A(K) selaku pembimbing kedua yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, dorongan, serta meluangkan waktu dan pemikiran selama
penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

• dr. Gusti Ayu Putu Nilawati, SpA(K), MARS, dr. I Gusti Ngurah Made Suwarba, Sp.A (K),
Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH selaku penguji yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, dorongan, dalam penyusunan dan penulisan tesis ini.

• Seluruh supervisor Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh
pendidikan.

• Rekan sejawat PPDS I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
atas pengertian, bantuan dan kerjasama yang baik selama masa pendidikan dan penyususnan
tesis penulis.

• Kedua orangtua dr. Ngakan Putu Sutarman, Sp.A dan Ni Made Darmini, saudari dan
saudara tercinta dr. Sang Ayu Nyoman Yuli Sutarmini, dr. Ngakan Ketut Darmawan , yang
telah mendukung sepenuhnya dan memberi semangat selama menempuh pendidikan
sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

• Tidak lupa juga terima kasih kepada semua pihak, sahabat, rekan paramedis dan non
paramedis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini, atas seluruh dukungan dan
bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan PPDS I IKA.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan
hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan tesis ini. Sekiranya, penulis tetap
mohon petunjuk untuk perbaikan supaya hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi
ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.

Denpasar, 21 Oktober 2016

Dr. Sang Ayu Putu Srimas Ambara Dewi

ABSTRAK

PENINGKATAN JUMLAH TROMBOSIT SETELAH PEMBERIAN TRANSFUSI


TROMBOSIT APHERESIS PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KEGANASAN
DISERTAI TROMBOSITOPENIA REFRAKTER

Trombositopenia merupakan komplikasi dari keganasan dan pengobatan keganasan yang


diberikan. Trombositopenia refrakter merupakan kondisi dimana jumlah peningkatan trombosit
atau corrected count increment (CCI) <7.500/µL. Transfusi trombosit sebagai terapi
trombositopenia terdiri dari dua jenis yaitu transfusi trombosit random donor dan trombosit
apheresis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan jumlah trombosit setelah
transfusi trombosit apheresis dibandingkan dengan pemberian transfusi trombosit random donor
pada anak dengan keganasan disertai trombositopenia refrakter.
Penelitian ini merupakan studi before and after trial test, dilakukan di ruang rawat inap
anak RSUP Sanglah, periode Maret sampai September 2016. Dua puluh dua anak dengan
keganasan disertai trombositopenia refrakter sebagai subjek penelitian, dilakukan pendataan
(jenis kelamin, usia, jenis keganasan, jumlah transfusi yang diberikan), pengukuran antropometri
(berat badan, tinggi badan, berat badan ideal, luas permukaan tubuh), dan pemeriksaan
laboratorium darah lengkap sebelum dan setelah transfusi trombosit. Analisis komparatif dari
before and after trial test menggunakan uji Wilcoxon, terdapat perbedaan signifikan pada
median trombosit sebelum transfusi trombosit apheresis yaitu 10,92x103/µL (3,91-38,96) dan
setelah transfusi trombosit apheresis median trombosit sebesar 41,22x103/µL (P<0,001). Nilai
mean CCI setelah pemberian trombosit apheresis sebesar 9369/µL.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan nilai mean CCI setelah pemberian transfusi
trombosit apheresis 5,3 sampai 7,3 kali lebih tinggi dibandingkan mean CCI setelah pemberian
transfusi random donor. Saran dalam penelitian ini adalah diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui efektifitas pemberian trombosit apheresis dan transfusi trombosit apheresis
dapat diberikan pada anak dengan keganasan disertai trombositopenia refrakter.

Kata kunci: refrakter, trombosit apheresis, corrected count increment

ABSTRACT

IMPROVEMENT OF THROMBOCYTE COUNT AFTER APHERESIS PLATELET


TRANSFUSIONS IN MALIGNANCY CHILDREN WITH THROMBOCYTOPENIA
REFRACTORY

Trombocytopenia is a complication of malignancy and treatment given. Refractory


thrombocytopenia is a condition of the increase in platelet count or corrected count increment
(CCI) <7.500/µL. Platelet transfusion as a thrombocytopenia treatment consists of two types or
random donor platelet transfusion and platelet apheresis. The purpose of this study was to
determine the increase number of platelets after apheresis platelet transfusions compared to
random donor platelet transfusion in malignancy children with refractory thrombocytopenia.
This study is a before and after trial test, condacted in pediatric ward in Sanglah hospital,
from March to September 2016. Twenty-two malignancy children with refractory
trombocytopenia as a subject, conducted the surveys (gender, age, type of malignancy, the
number of transfusions given), anthropometric measurements (weight, height, ideal body weight,
body surface area), and complete blood laboratory examination before and after platelet
transfusions. The comparative analysis of before and after trial test using a Wilcoxon, show the
significant differences in median platelet prior apheresis was 10.92x103/µL (3.91-38.96) and
median after apheresis platelet transfusions was 41.22x103/µL (P<0.001). The mean value CCI
after administration of platelet apheresis was 9369/ µL.
From these results, we can conclude the mean CCI after administrasion apheresis platelet
transfusions 5.3 to 7.3 times higher than the mean CCI after administration of random donor
transfusion. We recommended for future research needed to determine the effectiveness of
apheresis platelets and apheresis platelet transfusions can be given to malignancy children with
refractory thrombocytopenia.

Keyword: refractory, platelets apheresis, corrected count increment

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM.................................................................................................. i
PRASYARAT GELAR............................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI......................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS v
PLAGIAT..........................................................
vi
UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................................
ix
ABSTRAK................................................................................................................
x
ABSTRACT……………………………………………………………………….
xi
DAFTAR ISI……………………….……………………………………...……....
xv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………
xvi
DAFTAR TABEL……………………………………………..........……………..
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG……………………………………...
xix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………
1
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. ……..
1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. ……..
4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………….…………………..
5
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………….……………………...
5
1.3.1 Tujuan umum………………………………….……………..………….
5
1.3.2 Tujuan khusus………………………...……………………………........
5
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………………..
5
1.4.1 Manfaat Praktis………………………….……………..………………...
1.4.2 Manfaat Akademis…..………………...……………………………........ 5
1.5 Keaslian 6
Penelitian……………………………………………………………..
12
BAB II KAJIAN
12
PUSTAKA...………….…………………………………………
12
2.1 Keganasan Pada
Anak…………………………….…………………………… 12
2.1.1 Definisi 14
………..………………………………………………………….
19
2.1.2 Epidemiologi Keganasan Pada
anak………...……………………………. 22

2.1.3 Jenis-jenis Keganasan Pada 22


Anak…….………………………………….. 22
2.2 Trombositopenia Pada Keganasan 25
Anak….……..……………………………..
26
2.3 Trombositopenia……………………………………………………………….
28
2.3.1
Definisi………………………………..………..…………………………. 29

2.3.2 30
Etiologi…………………………………………...……………………….. 32
2.3.3 Pembentukan Trombosit………………..………………………………… 34
2.3.4 Peran 38
Trombosit………………..…………….……………………………
38
2.3.5 Gejala Klinis…………..………………..…………………………………
39
2.4 Transfusi
Trombosit……….…………………………………..………………. 40

2.4.1 Jenis-jenis Transfusi Trombosit………………………………………….. 41

2.4.2 Trombositopenia Refrakter………….…………………………………… 43

2.4.3 Reaksi 43
Transfusi…………….……….…………………………………… 45
2.5 Trombosit Apheresis...………………………………………………………… 45
2.5.1 Definisi dan prosedur 46
apheresis…………….………..…………………… 46
2.5.2 Metode Apheresis…………...…………………………………………… 48
2.5.3 Keuntungan dan Kerugian Trombosit 48
Apheresis…………………………
48
2.5.4 Peningkatan Jumlah Trombosit dengan
48
Apheresis……………………..…
48
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
50
3.1 Kerangka Berpikir…………. ………………………………………………….
51
3.2 Kerangka Konsep …………………...……………………………………........
52
3.3 Hipotesis Penelitian...…….
…………………………………………………… 52
BAB IV METODE 52
PENELITIAN……………………………………………........
53
4.1 Rancangan Peneltian…………………………………………………………...
56
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………………..
56
4.3 Penentuan Sumber Data………………………………………………………..
56
4.3.1 Populasi Penelitian………………………………………………………...
56
4.3.2 Sampel Penelitian ……..…………………………………………………..
57
4. 4.3.3 Kriteria Eligibilitas……………………………………………………… ...
58
4.3.4 Metode dan Besar Sampel…………………………………………………
59
4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel ..…………………………………………….
59
4.4 Variabel Penelitian……………………………………………………………
4.4.1 Identifikasi variabel………………………………………………………
60
4.4.2 Hubungan Antarvariabel………………………………………..... ...... …
60
4.4.3 Definisi Operasional Variabel…………………………………..... ...... …
61
4.5 Bahan Penelitian………………………………………………………….... …
62
4.6 Instrumen Penelitian……………………………………………………….. …
62
4.6.1 Instrumen Pemilihan Sampel..……………………………………………
4.6.2 Instrumen Pengambilan Darah Lengkap…………………………………
63
4.7 Analisis Data……………………………………………………………...... … 65
4.8 Alur Penelitian……………………………………………………………... … 68
BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………………. 68
5.1 Karakteristik subjek penelitian………………………………………………... 68
5.2 Gambaran Karakteristik Nilai Trombosit Random Donor, Trombosit 69
Apheresis dan Nilai CCI …………………………………………………....… 74
5.3 Uji Komparabilitas…………………………………………………………….
5.3 Reaksi Transfusi……………………………………………………………….
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………………
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian……....………………………………………..
6.2 Perbedaan Kadar Peningkatan Trombosit Sebelum dan Setelah Pemberian
Trombosit Apheresis……..…………………………………………………….
6.3 Reaksi Transfusi……………...……....………………………………………..
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………
7.1 Simpulan……………………………………………………………………..
7.2 Saran…………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... …..
LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................. …

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Pembentukan Sel Darah Secara 26
Umum………..………………………
26
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Trombosit dari
28
Megakariosit……………............
40
Gambar 2.3 Peranan Trombosit Pada Proses Hemostasis……….…………………
Gambar 2.4 Skema Sederhana Proses 44
Apheresis…………………..……………….
45
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
47
Penelitian…………………………….……………
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
penelitian………………………………………….. 50
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 52
……………………………..…………………..
58
Gambar 4.2 Rumus Pre Experiment One Group Pre test - Post test
Design………………………………………………………………...
Gambar 4.3 Hubungan
Antarvariabel………………………………………………
Gambar 4.4 Alur
Penelitian………………………………………………………...

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Keganasan Menurut ICC- 16
3……………………..……………

Tabel 2.2 Penyebab Trombositopenia Pada Anak dengan 19

Keganasan………………………………………………………………. 24
Tabel 2.3 Penyebab Trombositopenia……………..………………………………. 29
Tabel 2.4 Hubungan antara Jumlah Trombosit dengan Kejadian Perdarahan…….. 59
Tabel 5.1 Karakteristik Data Antropometri Subjek dan Jumlah Trombosit……….
Tabel 5.2 Karakteristik Nilai Trombosit RDP, Trombosit Apheresis dan CCI…… 60
Tabel 5.3 Kadar Trombosit sebelum dan setelah Pemberian Trombosit apheresis.. 61

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN
ALL : Acute Lymphoblastic Leukemia
AML : Acute Myeloid Leukemia
HL : Hodgkin Lymfoma
CLL : Chronic Lymphocytic Leukemia
CML : Chronic Myeloid Leukemia
WHO : World Health Organization
RB : Retinoblatoma
ICCC-3 : International Classification of Childhood Cancer-3
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation
TTP : Thrombotic Thrombocytopenia Purpura
HUS : Hemolytic Uremic Syndrome
ITP : Immune Thrombocytopenia
LGL : Large Granular Lymphocytic Proliferation
PTT : Partial Thromboplastine Time
aPTT : Actived Partial Thromboplastine Time
PTP : Post Transfusion Purpura
HIT : Heparin Induced Thrombocytopenia
RDP : Random Donor Platelets
TC : Thrombosit Consentrate
WB : Whole Blood
SDP : Single Donor Platelets
MOF : Multiple Organ Failure
GVHD : Graft Versus Host Disease
PPR : Percentage Platelets Recovery
TACO : Transfusion Associated Circulatory Overload
TRALI : Transfusion Related Acute Lung Injury
DAT : Direct Antiglobulin Test
FDA : Food and Drug Administration
CNS : Central Nervous System
NSAID : Non Steroid Anti Inflammatory Drugs
HIV : Human Immunodeficiency Virus
EDTA : Ethylenediaminetetraacetic Acid
DHF : Dengue Hemorrhagic Fever
BDNF : Brain Derived Neurothrophic Factor
HLA : Human Leucocyte Antigen
HPA : Human Platelet Antigen
SDAP : Single Donor Apheresis Platelet
PPC : Pooled Platelet Concentrate
PRP-PC : Platelet Rich Plasma Platelet Concentrate
BC-PC : Buffy Coat Poor Platelet Concentrate
ITI : Intertransfusion Interval
TEG : Thromboelastography
BSA : Body Surface Area
CCI : Corrected Count Increment
IARC : Internasional Agency for Research on Cancer

LAMBANG
= : sama dengan
< : kurang dari
> : lebih dari
≥ : lebih dari sama dengan
≤ : kurang dari sama dengan
% : persen
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1 Surat Keterangan Kelaikan 74


Etik………….……………………………
75
Lampiran 2 Ijin Melaksanakan
76
Penelitian……..……………………………….......
80
Lampiran 3 Penjelasan dan Informasi……………………………………………...
Lampiran 4 Informed Consent………...................................………………………. 82
Lampiran 5 86
Kuisioner…………………………………………………..…………..
Lampiran 6 Hasil Analisis data SPSS..…………………………………………….

BAB I

PENDAHULUAN
• Latar Belakang

Keganasan merupakan penyakit akibat pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan dapat

menyebar ke seluruh peredaran darah (American Cancer Society, 2014). Keganasan merupakan

penyebab kematian kedua yang memberikan kontribusi 13% kematian akibat penyakit tidak

menular di dunia (Oemiati dkk., 2007). Keganasan pada anak di United State (US) kurang lebih

1% dari seluruh kasus keganasan. Jenis tersering keganasan pada anak rentang usia 0-19 tahun,

leukemia (26%), kanker pada otak dan susunan saraf pusat (18%), dan limfoma (14%)

(American Cancer Society, 2014). Hasil riset kesehatan tahun 2007 menyatakan prevalensi

keganasan di Indonesia adalah 430 per 100.000 penduduk. Kasus keganasan pada anak di

Indonesia terdapat 11.000 kasus keganasan per tahun (Sulastriana dkk., 2012).

Trombositopenia merupakan penurunan jumlah trombosit kurang dari 150.000/µL.

Trombositopenia dapat bermanifestasi perdarahan spontan apabila jumlah trombosit kurang dari

5000/µL dan hal ini merupakan kedaruratan hematologi (Gauer dan Braun, 2012).

Trombositopenia merupakan komplikasi dari keganasan dan pengobatan keganasan yang

diberikan. Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan trombositopenia pada pasien keganasan

yaitu akibat langsung dari keganasan tersebut, terapi yang diberikan, kelainan mikroangiopati

dan kelainan imunologi (Liebman, 2014).

Tingkatan trombositopenia dibagi dalam tiga bagian yaitu trombositopenia ringan apabila

jumlah trombosit 70-150 x 103/µL dan umumnya tidak menimbulkan gejala perdarahan,

trombositopenia sedang apabila jumlah trombosit 30-50 x 103/µL klinis perdarahan dapat berupa

purpura yang diawali oleh trauma, trombositopenia berat jika trombosit kurang dari 20 x 10 3/µL
perdarahan bisa terjadi dengan trauma ringan, jumlah trombosit kurang dari 10 x 103/µL

meningkatkan risiko perdarahan spontan (perdarahan mukosa, intrakranial, gastrointestinal, dan

perdarahan genitourinarius) (Hassan, 2013; Gauer, 2012). Penderita keganasan yang mengalami

trombositopenia di negara Afrika Selatan sebesar 34,4%, dan penyebab dari trombositopenia

tersebut sebesar 60% merupakan kemoterapi (Vaughan dkk., 2015). Penelitian di Texas dengan

sampel dewasa sebesar 609 pasien keganasan (kanker padat atau limfoma) disertai

trombositopenia, dan didapatkan 9% mengalami perdarahan (Elting dkk., 2001).

Transfusi trombosit merupakan terapi suportif yang diberikan dengan dua tujuan yaitu

sebagai profilaksis dan sebagai terapi. Indikasi transfusi trombosit sebagai profilaksis yaitu saat

jumlah trombosit <10.000/µl, saat jumlah trombosit <50.000/µl rencana dilakukan tindakan

invasif, perdarahan pembuluh darah kecil yang aktif, dan disfungsi trombosit di jalur intrinsik

saat akan dilakukan tindakan invasif. (Guidelines for the administration of platelets, 2012).

Pemberian transfusi trombosit sebagai terapi diberikan pada trombositopenia pada keganasan

yang sering terjadi pada anak yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) dengan jumlah trombosit

<15.000-20.000/mm3, atau jumlah trombosit >20.000/mm3 disertai perdarahan mukosa

(mimisan, hematemesis, melena atau perdarahan otak) (Nency, 2011).

Beberapa macam transfusi trombosit yang kita ketahui adalah transfusi trombosit konsentrat

(TC) dari whole blood yang sering juga disebut sebagai random donor platelets (RDP) dan

transfusi trombosit apheresis yang disebut juga single donor platelets (SDP) atau platelets

apheresis (Cable dkk., 2007; Sherrill dkk., 2007). Transfusi trombosit random donor merupakan

pilihan transfusi trombosit yang sudah umum dilakukan di pusat pelayanan kesehatan, dan

transfusi ini mengandung 0,5 - 0,75 x 1011 sel trombosit per unit (Schiffer dkk., 2001).

Kekurangan dari transfusi trombosit random donor yaitu memerlukan beberapa pendonor untuk
setiap transfusi, memiliki risiko transmisi infeksi yang lebih besar dan jika memiliki riwayat

transfusi berulang dengan trombosit random donor menimbulkan reaksi pembentukan antibodi

terhadap anti-human leucocyte antigen (HLA) dan anti-human platelet antigen (HPA) sehingga

dapat menyebabkan trombositopenia refrakter (Purba dkk., 2013). Trombositopenia refrakter

adalah rendahnya peningkatan trombosit setelah dua kali mendapatkan transfusi trombosit

random donor (Guidelines for the administration of platelets, 2012). Trombositopenia refrakter

juga dapat dinilai atau ditentukan dengan nilai corrected count increment (CCI) pada satu jam

post transfusi kurang dari 5-10 x109/L atau nilai percentage platelet recovery (PPR) kurang dari

20% dapat dikatakan sebagai trombositopenia refrakter (Hod dan Schwartz, 2008).

Apheresis trombosit merupakan metode baru yang diberikan pada pasien trombositopenia

khususnya trombositopenia refrakter. Penelitian oleh Gurkan dkk. (2007) di USA menyatakan

bahwa efikasi penanganan perdarahan menggunakan single donor apheresis platelet (SDAP)

dibandingkan dengan pooled platelet concentrate (PPC), menggunakan 33 pasien acute myeloid

leukemia atau myelodysplastic syndrome (AML/MDS) dengan kesimpulan kedua metode ini

dinilai sama efektif dalam menangani perdarahan yang terjadi.

Penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk. (2008) pemberian trombosit apheresis

dibandingkan pemberian platelet rich plasma platelet concentrate (PRP-PC) dan buffy coat poor

platelet concentrate (BC-PC) signifikan meningkatkan jumlah trombosit 1 jam dan 20 jam pasca

transfusi. Penelitian yang dilakukan di Brazil didapatkan hasil bahwa efek samping yang dialami

oleh donor trombosit apheresis sangat rendah (Barbosa dkk., 2014). Trombosit apheresis dengan

volume 300 mL mengandung komponen trombosit sebesar 3-4 x 1011. Peningkatan trombosit

setelah transfusi trombosit apheresis 10 ml/kgbb adalah 30-60.000/mm3. Peningkatan jumlah

trombosit pada anak setelah transfusi trombosit random donor 5-10 ml/kgbb adalah 50-
100.000/mm3, sedangkan pada dewasa sebesar 7-10.000/mm3 (Practice guidelines for blood

transfusion, 2007).

Trombosit apheresis merupakan jenis trombosit yang baru di RSUP Sanglah. Sampai saat ini

belum terdapat penelitian yang sama di RSUP Sanglah mengenai peningkatan jumlah trombosit

setelah transfusi trombosit apharesis dibandingkan dengan pemberian trombosit random donor

pada pasien keganasan disertai trombositopenia refrakter.

1.2 Rumusan Masalah

• Bagaimana peningkatan trombosit setelah pemberian transfusi trombosit apheresis?

• Apa saja reaksi transfusi yang terjadi antara pemberian transfusi trombosit random donor

dibandingkan pemberian transfusi trombosit apheresis?

• Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui peningkatan jumlah trombosit setelah transfusi trombosit apheresis dibandingkan

dengan pemberian transfusi random donor platelets (RDP) pada pasien keganasan disertai

trombositopenia refrakter.

1.3.2 Tujuan khusus

• Mengetahui peningkatan trombosit setelah pemberian transfusi trombosit apheresis.


• Mengetahui reaksi transfusi yang terjadi antara pemberian transfusi trombosit random

donor dibandingkan pemberian transfusi trombosit apheresis.

• Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat praktis

Mengetahui peningkatan jumlah trombosit dari transfusi trombosit apheresis pada anak

keganasan disertai trombositopenia refrakter dan apabila hasil penelitian menunjukan hasil yang

bermakna, hasil penelitian akan dijadikan sebagai evaluasi protokol pemberian transfusi pada

anak dengan keganasan disertai trombositopenia.

1.4.2 Manfaat akademik

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan ilmu pengetahuan

baru bagi sejawat dokter spesialis anak dan dokter umum serta mahasiswa kedokteran, bahwa

penggunaan trombosit apheresis dapat dipertimbangkan bila menghadapi kasus trombositopenia

refrakter pada anak dengan keganasan.

• Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai transfusi trombosit apheresis sudah pernah dilakukan di beberapa negara

dan penelitian ini dilakukan pada penanganan trombositopenia. Rangkuman penelitian tersebut

dapat dilihat pada Tabel 1.1.


Tabel 1.1

Daftar keaslian penelitian

No Judul penelitian, Tempat dan Populasi Hasil penelitian


tahun dan nama desain penelitian
peneliti penelitian

1 Therapeutic India. Dewasa Sampel berjumlah 60 pasien dan


efficacy of observasional masing-masing 20 pasien di berikan
different types of platelet rich plasma platelet
platelet concentrate (PRP-PC), buffy coat poor
concentrates in platelet concentrate (BC-PC) dan
thrombocytopenic trombosit apheresis. Hasil penelitian
patients. 2008. menunjukkan jumlah trombosit pasca
Singh RP,. dkk transfusi 1 jam dan 20 jam secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan
pemberian pada trombosit apheresis
dibandingkan pemberian PRP-PC dan
BC-PC.

2 Therapeutic Norway. Sampel anak, Dari penelitian ini didapatkan


efficacy of platelet Prospektif, jumlah 188 hubungan antara dosis trombosit yang
transfusion in observasional. pasien. diberikan, waktu penyimpanan dan
patients with komponen-komponen yang bersifat
acute leukemia: patogen terhadap perbaikan jumlah
an evaluation of trombosit, dan tidak ditemukan
methods hubungan antara peningkatan jumlah
trombosit terhadap usia trombosit
2010. Torunn
tersebut, intertransfusion interval (ITI),
O.A,. dkk.
thromboelastography (TEG) atau
dengan klinis perdarahan yang terjadi.

Korelasi negatif didapatkan pada


demam terhadap usia trombosit namun
sebaliknya memberikan efek pada
perbaikan jumlah trombosit.

Nilai korelasi negatif didapatkan dari


peningkatan angka amplitudo maksimal
dan klinis perdarahan yaitu (r= -0,494,
p= 0,008).

3 Comparing the Canada. 10 penelitian Reaksi akut yang ditimbulkan oleh


efficacy and Systematic RCTs pemberian trombosit apheresis
safety of apheresis review. didapatkan lebih rendah dibandingkan
and whole blood- pemberian whole blood-derived
derived platelet platelet. Trombosit apheresis
transfusions:a menunjukkan peningkatan nilai CCI
systematic review. signifikan lebih tinggi dibandingkan
2008. Nancy M. dengan pemberian whole blood-derived
H,. dkk. platelet, dengan jarak waktu
pemeriksaan 1 jam setelah tranfusi
mendapatkan nilai mean difference
2,49;95%, CI 2,21-2,77, setelah 24 jam
nilai mean difference 1,64;95%, CI
0,60-2,67.

4 Single-donor Italy. Sampel 135 Pada penelitian ini didapatkan


platelet apheresis: Observasional. donor perbedaan signifikan mengenai efisiensi
observational plateletapheresis, pengumpulan platelet antara protokol
comparison of the usia 18 – 65 Universal platelet dibandingkan dengan
new haemonetics tahun. protokol concentrated single donor
universal platelet platelet, yaitu (58% dibandingkan
protocol with the 47%; p<0,0001).
previous
Dengan menggunakan protokol
concentrated
Universal platelet dapat mengumpulkan
single donor
trombosit lebih banyak dalam waktu
platelet protocol.
yang singkat yaitu (6,5 dibanding 5,0
2013. Ugo S,.
x109/min; p<0,0001).
dkk.
Pada umumnya, donor yang
menggunakan apheresis dengan
protokol Universal platelet memiliki
durasi pemulihan yang lebih cepat,
dengan efek samping yang hampir sama
atau lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan protokol concentrated
single donor platelet.

5 Tranfusion Switzerland. Sampel 144 Pada penelitian univariat yang


efficacy of Prospektif. anak, sampel 144 dilakukan, didapatkan efikasi tranfusi
apheresis platelet anak apheresis yang teradiasi >24 jam lebih
concentrates rendah dibandingkan yang teradiasi <24
irradiated at the jam yaitu (mean PPR1h 27,7 dibanding
day of transfusion 35,0%; p<0,007). Hal ini dibuktikan
is significantly kembali pada analisis multivariat
superior compared dengan hasil (mean difference -8,1;
to platelets 95%, p<0,0001).
irradiated in
advance. 2014.
Friedgard J,. dkk.

6 Risk factors Brazil. Dewasa. 310 Usia pendonor trombosit rata-rata 40


associated with Retrospektif- pendonor. tahun. Jenis darah paling banyak adalah
the occurrence of cross sectional golongan darah O, prosedur donor
adverse event in trombosit dilakukan rata-rata 73 menit
platelet pharesis dengan antikoagulan kurang lebih 360
donation. 2014. ml. Hubungan antara durasi prosedur
Maria H.B,.dkk. dan volume antikoagulan adalah
terbalik dan signifikan secara statistik.
Semakin lama prosedur dan semakin
besar volume antikoagulan yang
dilakukan maka semakin sedikit reaksi
merugikan atau efek samping yang
terjadi.

7 The impact of United states. Dewasa. 121 Nilai mean corrected count increment
apheresis platelet sampel. (CCI) pada apheresis tanpa manipulasi
retrospektif
manipulation on setelah 0-2 jam post tranfusi signifikan
corrected count lebih tinggi dibandingkan dengan
increment. tranfusi dengan concentrated platelet
Matthew atau washed platelet (p<0,0001).
dkk,.2012,
Konsentrasi awal trombosit apheresis
Hopkins
tidak mempengaruhi nilai CCI, namun
nilai CCI post tranfusi menggunakan
washed platelet selalu didapatkan lebih
rendah (40,7% mean reduction 20-24
jam, p<0,0001).

8 Therapeutic 60 pasien Singh,.dkk, Pada masing-masing kelompok terdiri


efficacy of Observasional. 2008,India. dari 20 orang yaitu kelompok platelet
different types of rich plasma-platelet concentrate (PRP-
platelet PC), buffy coat poor-platelet
concentrates in concentrate (BC-PC) dan apheresis-PC.
thrombocyto- Jumlah trombosit pasca transfusi dan
penic patients bertahap pada 1 jam dan 20 jam secara
signifikan lebih tinggi dengan
apheresis-PC dari PRP-PC dan BC-PC
(p <0,001). Namun, corrected count
increment (CCI) dan persentase
pemulihan (PR) pada ketiga kelompok
adalah sebanding.

9 Perbedaan Semarang. Sampel 160 Subyek 160 pasien, namun hanya 119
kebutuhan tranfusi Studi pasien. (74,3%) pasien yang dapat dievaluasi.
darah selama fase retrospektif. Perbandingan kelompok standart
induksi pada risk:high risk (SR:HR) 59,7:40,3.
leukemia Rerata basal surface area (BSA) pada
limfoblastik akut. kelumpok SR dan HR berturut turut
2011. Yetty M.N 0,66 (SD±0,19)m2 dan 0,77/m2
(SD±0,22), p<0,001. Selama fase
induksi didapatkan rerata pemakaian
PRC per pasien pada kelompok SR dan
HR berturut turut 530 ml dan 420ml
(p=0,79), pada TC 13 dan 11 unit (p=
0,19). Rasio penggunaan komponen
PRC/BSA berturut turut untuk SR: HR
843:543 ml/m2 untuk komponen TC
21:15 unit/m2.

Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan


bermakna terhadap kebutuhan transfusi
antara antara dua kelompok.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Keganasan pada anak

2.1.1 Definisi

Keganasan merupakan kelompok penyakit yang menunjukan pertumbuhan sel yang tidak

terkendali atau abnormal dan dapat menyebar ke seluruh peredaran darah (Global Cancer Facts

and Figures 3rd Edition, 2012). Keganasan didefinisikan sebagai pertumbuhan sel abnormal yang

tumbuh melampaui batas normal, kemudian menyebar disekitarnya dan seluruh organ, proses ini

disebut sebagai proses metastasis (World Health Organization, 2015). Definisi keganasan yang

lain yaitu tumbuhnya sel-sel abnormal, yang pertumbuhannya tidak dapat dikendalikan,

menyerang jaringan lain lalu menyebar kebagian tubuh yang lain (American Cancer Society,

2015).

2.1.2 Epidemiologi keganasan pada anak

Epidemiologi keganasan menurut Internasional Agency for Research on Cancer (IARC),

insiden keganasan pada anak di dunia meningkat tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2008

yaitu 14,1 dari 12,7 juta, namun insiden keganasan pada anak rentang usia 0-14 tahun mengalami

penurunan dari 175.300 menjadi 163.300. Kasus terbanyak yang terdata yaitu leukemia (Global

Cancer Facts and Figures 3rd Edition, 2012; Global Cancer Facts and Figures 2rd Edition,

2008).

Keganasan pada anak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak sebesar 11,9%.

Insiden keganasan pada anak di USA 137,9 per satu juta anak, United Kingdom 118,2 per satu
juta anak, India 64,4 per satu juta anak, Vietnam 108,4 per satu juta anak, Papuan New Guinea

100 per satu juta anak (Scoott, 2007).

Keganasan pada anak di India terbanyak yaitu leukemia, limfoma dan tumor susunan saraf

pusat. Proporsi keganasan pada anak di India dilaporkan bervariasi dari 0,8% hingga 5,8% pada

laki-laki dan 0,5% hingga 3,4% pada perempuan (Satyanarayana dkk., 2014). Masalah

keganasan di Indonesia kurang lebih 70% sudah ditemukan dalam keadaan stadium lanjut, dari

data yang didapatkan berdasarkan provinsi prevalensi keganasan tertinggi yaitu di daerah

istimewa Yogyakarta (DIY) 9,66% dan terendah di Maluku Utara 1,95% (Oemiati dkk., 2011).

Penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar-Bali, dari 215 kasus keganasan pada anak

periode tahun 2000-2005 sebesar 23,7% merupakan kasus leukemia limfoblastik akut, dan

merupakan kasus terbanyak dari seluruh kasus hemato-onkologi sebesar 29,8%, sedangkan kasus

onkologi yang terbanyak adalah retinoblastoma sebesar 38,6%. Anak yang menderita keganasan

terbanyak pada rentang usia 1-5 tahun (Mudita, 2007). Penelitian yang dilakukan tahun 2014 di

SMF Anak RSUP Sanglah didapatkan hasil dari 95 sampel anak, jenis tumor padat yang paling

sering adalah kasus retinoblastoma (30%). Tumor padat yang disertai gejala pembesaran kelenjar

getah bening sebesar 27 kasus (30%), pembesaran hati sebesar 31 kasus (34%) dan disertai

splenomegali sebesar 24 kasus (26%) (Aryana dan Ariawati, 2014).

2.1.3 Jenis-jenis keganasan pada anak

Jenis keganasan pada anak yang paling sering adalah leukemia. Leukemia merupakan keganasan

yang berawal dari kerusakan sumsum tulang dan dapat disertai dengan peningkatan jumlah

leukosit. Keganasan ini 30% dari semua kasus keganasan yang terjadi pada anak. Puncak insiden

leukemia pada usia 2-3 tahun (Dickinson, 2005). Penelitian yang dilakukan tahun 2016 di SMF

Anak RSUP Sanglah didapatkan prevalensi anak dengan ALL sebesar 87%, penderita ALL lebih
banyak lelaki sebesar 52%, usia tersering menderita ALL adalah 18 bulan – 10 tahun (90%), tipe

ALL tersering adalah tipe ALL (L2) sebesar 72% (Tarigan dkk., 2016). Leukemia dibagi

menjadi empat macam yaitu Acute lymphoblastic leukemia (ALL) merupakan 78% dari seluruh

jenis leukemia, Acute myeloid leukemia (AML) merupakan jenis leukemia kedua tersering, 15%

dari seluruh kasus leukemia, Chronic myeloid leukemia (CML) yaitu 5% dari kasus leukemia,

Chronic lymphocytic leukemia (CLL) merupakan kasus leukemia yang jarang (Grigoropoulus

dkk., 2013). Keganasan limfoma adalah kelompok tumor yang berkembang dari sel-sel

limfatik. Dua kategori utama dari limfoma yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma non-

Hodgkin (NHL), World Health Organization (WHO) mengelompokan limfoma menjadi

multiple myeloma dan penyakit imunoproliferatif (National Cancer Institute, 2014; World Health

Organization, 2014).

Keganasan pada otak atau sumsum tulang yang disebut juga CNS atau neoplasma intraspinal

merupakan keganasan yang timbul akibat pertumbuhan sel-sel otak atau sumsum tulang yang

tidak terkendali, keganasan ini bersifat invasif lokal, keganasan ini umumnya berada di

intrakranial dibandingkan sumsum tulang belakang (WHO, 2015). Neuroblastoma merupakan

neoplasma yang berasal dari sel embrional neural dan merupakan salah satu tumor padat pada

anak, rata-rata terdapat 8 kasus baru per tahun pada anak dibawah usia 16 tahun dengan rata-rata

usia tersering sekitar 2 tahun. Neuroblastoma paling sering berasal dari kelenjar supra renal,

tetapi dapat juga dijumpai di sepanjang jalur saraf simpatis (Mulatsih dan Diba, 2009; American

Cancer Society, 2015). Retinoblastoma merupakan keganasan yang berawal dari retina, 1 dari 3

anak dengan retinoblastoma memiliki kelainan gen retinoblastoma (RB1) yang merupakan

bawaan sejak lahir, kerusakan terjadi pada semua sel tubuh termasuk retina. Retinoblastoma pada

anak yang didasari kelainan gen dan diturunkan dari orang tua sebesar 25% dan 75% akibat
kelainan perkembangan saat proses pembentukan pada awal kehamilan. Anak dengan mutasi

pada gen RB1 akan mengalami retinoblastoma pada kedua mata dan sering didapatkan beberapa

tumor dalam satu mata atau disebut juga dengan retinoblastoma multifokal (WHO, 2015).

Penelitian tahun 2016, di RSUP sanglah prevalensi retinoblastoma pada anak didapatkan sebesar

72%, mayoritas pada jenis kelamin lelaki sebesar 54%, tipe retinoblastoma paling sering adalah

unilateral sebesar 75% dibandingkan retinoblastoma bilateral sebesar 25% (Lastariana dkk.,

2016).

Keganasan pada tulang (malignant bone tumor) merupakan keganasan bersumber dari tulang

yang terdiagnosis pada anak usia 0-14 tahun sebesar 3-5% dan yang terdiagnosis saat remaja

sebesar 7-8%. Angka kejadian malignant bone tumor adalah 5 per 1.000.000 anak per tahun.

Keganasan pada tulang yang diakibatkan oleh kelainan genetik yaitu osteosarkoma dan tumor

Ewing (Eyre dkk., 2009). Keganasan pada jaringan dan ekstraoseus (soft tissue tumor’s)

merupakan keganasan pada jaringan ekstraskeletal, terutama pada sistem retikuloendotelial dan

jaringan di organ parenkim. Pada kelompok tumor padat, tumor jaringan lunak merupakan

peringkat ketiga tersering yaitu sebesar 15,59%, kasus tumor jaringan lunak sebesar 48,57%

pada anak usia kurang dari 5 tahun (Scorza dkk., 2011). Tumor sel germ merupakan 2,9%

keganasan yang terjadi pada anak. Usia yang sering mengalami tumor germ sel adalah usia

kurang dari 15 tahun. Keganasan pada sel germ sebagian besar terjadi pada situs extragonadal,

pada ovarium (26%), cocygeal (24%), testis (18%) dan otak (18%) (Gobel dkk., 2000).

Keganasan pada melanin juga dapat terjadi pada anak, jenis tersering adalah melanoma sebesar

7% pada anak usia 15-19 tahun dan 1,2% pada anak usia kurang dari 15 tahun (Paradela dkk.,

2011). Jenis-jenis keganasan menurut ICCC-3 dijabarkan lebih lengkap dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1

Klasifikasi keganasan menurut International Classsification of Childhood Cancer (ICCC -3)


(Foucher dkk., 2005)

Jenis Keganasan

• Leukemia, penyakit mieloproliferatif, dan penyakit mielodisplasia

• Leukemia limfoid

• Leukemia mieloid akut

• Penyakit mieloproliferatif kronik

• Sindrom mielodisplasia dan penyakit mieloproliferatif

• Leukemia spesifik dan leukemia tidak spesifik

• Limfoma dan neoplasma retikuloendotelial

• Limfoma Hodgkin

• Limfoma non-Hodgkin

• Limfoma Burkitt

• Neoplasma limforetikular miselaneus

• Limfoma tidak spesifik

• CNS dan intrakranial miselaneus dan neoplasma intraspinal

• Ependimoma dan tumor pleksus koroid

• Astrositoma

• Tumor embrional intrakranial dan tumor embrional intraspinal


• Glioma lainnya

• Neoplasma intraspinal dan intrakranial yang tidak spesifik

• Neuroblastoma tumor sel saraf perifer lainnya

• Neuroblastoma dan ganglineuroblastoma

• Tumor sel saraf perifer lainnya

• Retinoblatoma

• Tumor ginjal

• Nefroblastoma dan tumor ginjal nonepitelial lainnya

• Karsinoma ginjal

• Tumor ginjal tidak spesifik

• Tumor hati

• Hepatoblastoma

• Karsinoma hati

•Tumor hati tidak spesifik

• Tumor tulang

• Osteosarkoma

• Kondrosarkoma

• Tumor Ewing

• Tumor tulang tidak spesifik

IX.Keganasan jaringan dan ekstraoseus

• Rabdomiosarkoma

• Fibrosarkoma, tumor pelindung saraf perifer dan neoplasma fibrous

lainnya
• Sarkoma Kaposi

• Sarkoma jaringan yang tidak spesifik

• Tumor sel Germ, tumor trofoblastik dan neoplasma gonad

• Tumor sel Germ intrakranial dan intraspinal

• Keganasan intrakranial dan tumor sel germ ekstragonad

• Tumor sel germ gonadial

• Keganasan gonad

• Tumor gonad tidak spesifik

• Neoplasma epitelial dan keganasan melanin

• Keganasan adrenokortikal

• Keganasan tiroid

• Keganasan nasofaringeal

• Keganasan melanin

• Keganasan kulit

• Keganasan neoplasma tidak spesifik lainnya

• Keganasan neoplasma

• Keganasan spesifik

• Keganasan tidak spesifik

Dimodifikasi dari International Classsification of Childhood Cancer (ICC -3) revisi ke tiga
tahun 1996

Pembagian keganasan pada anak menurut WHO : (WHO, 2009)

• Leukemia

• Keganasan pada sistem saraf pusat


• Limfoma non-Hodgkin

• Limfoma Hodgkin

• Keganasan pada epitel kulit

2.2 Trombositopenia pada keganasan anak

Trombositopenia dapat terjadi akibat langsung dari keganasan yang dialami oleh anak

ataupun akibat pemberian kemoterapi selama pengobatan. Trombositopenia terjadi pada

keganasan tergantung dari jenis regimen kemoterapi yang diberikan. Beberapa penyebab

trombositopenia pada keganasan anak dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Penyebab trombositopenia pada anak dengan keganasan

Efek langsung dari keganasan

Tumor padat dan keganasan darah melibatkan kerusakan sumsum tulang

Splenomegali akibat keganasan, trombosis pada vena porta dan vena lienalis

Akibat pengobatan

Kemoterapi yang bersifat sistemik : mielosupresif atau non-mielosupresif

Radiasi

Gangguan mikroangiopati

DIC
TTP/HUS

Vaskulitis

Gangguan imun

ITP

LGL

DIC: disseminated intravascular coagulation, TTP/HUS: Thrombotic thrombocytopenia

purpura / Hemolytic uremic syndrome, ITP: Immune thrombocytopenia, LGL: Large glanular

lymphocytic proliferation (Liebman, 2014).

Trombositopenia yang terjadi akibat efek langsung dari keganasan berawal dari sel kanker

yang menginvasi ke sumsum tulang umumnya pada tumor padat atau keganasan hematologi

acute lymphoblastic leukemia (ALL), hal yang terjadi akibat infiltrasi sel leukemia ke sumsum

tulang adalah penurunan produksi megakariosit yang akan mengakibatkan penurunan produksi

trombosit, dan menimbulkan trombositopenia (Pertiwi dkk., 2013). Trombositopenia akibat

pengobatan dihubungkan dengan dua jenis macam sifat regimen dari obat kemoterapi yaitu

kemoterapi non-mielosupresif dan kemoterapi bersifat mielosupresif (Liebman, 2014).

Kemoterapi bersifat mielosupresif dapat menyebabkan kelainan hematologi sebesar 10%,

kemoterapi ini menginduksi apoptosis dari sel hematopoetik muda dan menyebabkan gangguan

pada sel darah (anemia dan trombositopenia). Trombositopenia banyak didapatkan pada

pemberian obat kemoterapi pada kasus ALL yaitu kombinasi methotrexate, vincristine dan

doxorubicin. Kemoterapi yang termasuk dalam mielosupresif adalah cytarabine, daunorubicin,

doxorubicin, mercaptopurine, methotrexate, cyclophosphamide dan vincristine (Pertiwi dkk.,

2013).
Penelitian yang dilakukan di RSCM tahun 2005-2006, didapatkan toksisitas kemoterapi

metotreksat (MTX) dosis tinggi yang diberikan sebagai kemoterapi ALL dapat berupa mukositis

dan supresi sumsum tulang (Ariawati dkk., 2007). Trombositopenia karena koagulopati

konsumtif pada keganasan terjadi akibat DIC. Pada kondisi DIC didapatkan beberapa kelainan

pada pemeriksaan penunjang berupa pemanjangan partial thromboplastine time (PTT), activated

partial thromboplastine time (aPTT), D-dimer , trombositopenia dan penurunan fibrinogen.

Tumor padat jarang dihubungkan dengan kejadian trombositopenia berat dan perdarahan,

sedangkan leukemia merupakan keganasan yang sering dihubungkan dengan kejadian

perdarahan berat. Disseminated intravascular coagulation (DIC) terjadi pada 50% pasien

keganasan dan 90% lebih banyak pada keganasan yang sudah mengalami metastase.

Trombositopenia akibat ITP berhubungan dengan proses imunologi berkisar 1% - 5%. Kasus

keganasan yang dilaporkan berhubungan dengan kejadian ITP adalah chronic lymphocytic

leukemia (CLL), Hodgkin’s disease (HD) dan large granular T-lymphocyte clonal proliferations

(LGL) (Liebman, 2014; Eklund, 2009). Pada pasien ALL, kelainan hematologi berupa

trombositopenia >70% dengan nilai trombosit <100.000/µL dan 20% mengalami penurunan

trombosit kurang dari 20.000/µL (Recht, 2009).

2.3 Trombositopenia `

2.3.1 Definisi

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 150 x 103 /µL (150x109

/Liter). Rentang normal trombosit dalam darah yaitu 150 sampai 450 x 103 /µL (150 sampai 450

x109 /Liter). Trombositopenia dibagi dalam tiga bagian yaitu trombositopenia ringan yaitu

jumlah trombosit 70-150 x 103/µL umumnya tidak menimbulkan gejala perdarahan,

trombositopenia sedang apabila jumlah trombosit 30-50 x 103/µL klinis perdarahan dapat berupa
purpura yang diawali oleh trauma, trombositopenia berat jika trombosit kurang dari 20 x 10 3/µL

perdarahan bisa terjadi dengan trauma ringan. Perdarahan spontan tidak akan terjadi kecuali

kadar trombosit di bawah 10 x 103/µL (10 x109 /Liter) (Buchanan, 2005; Gauer, 2012).

2.3.2 Etiologi

Penyebab terjadinya trombositopenia terdiri dari beberapa kondisi, yaitu peningkatan

penghancuran trombosit. Mekanisme penghancuran trombosit tampak pada gambaran hapusan

darah tepi sebagai trombosit yang lebih besar disebut juga sel muda dari trombosit

(megakariosit). Megakariosit yang lebih banyak merupakan penyesuaian dari kondisi

penghancuran trombosit yang berlebihan (Consolini, 2011). Trombositopenia akibat

penghancuran trombosit secara mekanik, hal ini diakibatkan oleh penggunaan terapi yang

bersifat ekstrakorporeal (cardiopulmonary bypass, hemodialisis, apheresis, oksigenasi).

Trombositopenia akibat pemecahan trombosit akibat penyakit hati kronis dapat terjadi karena

kondisi infeksi hati yang kronis mengakibatkan hipertensi porta, splenomegali kongestif dan

trombositopenia terisolasi. Trombositopenia akibat pemecahan trombosit yang berlebihan juga

terjadi pada penyakit malaria akibat hipersplenisme.

Trombositopenia akibat penurunan jumlah produksi trombosit dapat terjadi akibat infeksi

yang diderita, infeksi yang dikaitkan dengan kejadian trombositopenia adalah Epstein-Barr virus,

cytomegalovirus, parvovirus, virus varicella, riketsia, HIV. Penyakit jantung bawaan

berhubungan dengan mekanisme penurunan produksi megakariosit menimbulkan

trombositopenia. Kekurangan nutrisi yang diakibatkan dengan trombositopenia adalah defisiensi

folat, vitamin B12, defisiensi zat besi dan gangguan trombositosis genetik (Consolini, 2011).
Penyebab trombositopenia dapat dikategorikan berdasarkan patofisiologi dari trombositopenia

dijelaskan pada Table 2.3.

Tabel 2.3
Penyebab trombositopenia (Consolini, 2011)
Penyebab trombositopenia

Peningkatan penghancuran trombosit

• Immune-mediated

• Immune thrombocytopenic purpura

• Neonatal alloimmune thrombocytopenia

• Neonatal autoimmune thrombocytopenia

• Penyalahgunaan obat

• Aktivitas trombosit/ penggunaan trombosit

• Dissaminated intravascular coagulation

• Hemolytic-uremic syndrome

• Thrombotic thrombocytopenic purpura

• Kasabach-Maritt syndrome

• Necrotizing enterocolitis

• Trombositosis

• Penghancuran trombosit secara mekanik

• Pemecahan trombosit

• Penyakit hati kronis

• Penyakit von Willebrand tipe 2B dan tipe trombosit

• Malaria

Penurunan produksi trombosit

• Infeksi

• Penyakit jantung bawaan sianotik


• Kegagalan sumsum tulang atau infiltrasi

• Leukemia limfoblastik akut dan keganasan lainnya

• Anemia aplastik

• Pansitopenia fanconi

• Kekurangan nutrisi

• Gangguan trombopoesis secara genetik

• Kelainan Giant platelet

• X-linked trombositopenia

2.3.3 Pembentukan trombosit

Trombosit merupakan komponen penting dalam homeostasis. Trombosit tidak berinti,

diproduksi dari sitoplasma megakariosit. Megakariosit merupakan sel terbesar yang terdapat

dalam sumsum tulang. Fase pembentukan megakariosit yaitu megakariositopoesis awalnya

ditandai dengan pembelahan secara mitosis dari sel progenitor, kemudian diikuti oleh

endoreduplikasi inti sel. Terdapat hormon yang berperan merangsang produksi dan pematangan

megakariosit yang disebut trombopoetin, yang pada akhirnya menghasilkan trombosit (Kiswari,

2014).
Gambar 2.1 Pembentukan sel darah secara umum

Gambar 2.2 Proses pembentukan trombosit dari megakariosit

2.3.4 Peran trombosit

Peran utama trombosit dalam proses hemostatis, meliputi (1) kontribusi dalam pengaturan aliran

darah ke pembuluh darah yang rusak dengan induksi vasokonstriksi (vasospasme), (2)
melakukan interaksi platelet-platelet yang akan mengakibatkan pembentukan sumbat trombosit

untuk menghentikan perdarahan lebih lanjut, (3) mengaktifkan kaskade koagulasi untuk

menstabilkan sumbat trombosit, dan (4) menginisiasi proses repair termasuk

retraksi/penghancuran clot (fibrinolisis). Aktivasi trombosit terutama dipengaruhi oleh sel

endotel pembuluh darah. Kerusakan pada pembuluh darah akan memulai proses aktivasi

trombosit, yang meliputi: (1) peningkatan adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah yang

rusak; (2) aktivasi trombosit ini menyebabkan sekresi chemicals dari trombosit granules, yang

merangsang perubahan bentuk dan biokimia dari trombosit; dan (3) agregasi platelet dengan

dinding-pembuluh darah maupun platelet dengan platelet akan makin meningkat. Proses ini

menyebabkan aktivasi sistem pembekuan dan pembentukan anyaman yang lebih stabil dari

trombosit dan fibrin (Rote dan McCance, 2014).

Trombosit beredar dalam aliran darah selama sekitar 8 sampai 10 hari, kemudian akan

kehilangan kemampuannya dalam proses trombogenik dan akan dihancurkan di limpa oleh

fagositosis sel mononuklear. Jumlah trombosit normal berkisar 150.000/mm3 sampai

400.000/mm3 (Clarke dan Blajchman, 2007; Rote dan McCance, 2014).

Paparan subendotelial :

Terjadi setelah pengelupasan endotel, trombosit


mengisi celah endotel yang rusak, pengeluaran
platelet dirangsang oleh tromboxan A2(TXA2)
dan dihambat oleh prostasiklin I2 (PGI2)

Adhesi:

Adhesi terjadi karena adanya kerusakan endotel,


hal ini akan merangsang pengeluaran
glikoprotein perekat seperti kolagen dan faktor
von Willebrand. Adesi trombosit dirangsang
dengan pengeluaran GPIb,GPIa/IIa, GPIIb/IIIa)

Aktivasi :

Setelah proses adesi trombosit akan dilanjutkan


dengan aktivasi perubahan reseptor
GPIIb/IIIa,sehingga mampu protein perekat.

Agregasi:

Proses agregasi dicetuskan oleh tromboxan


A2(TXA2), glikoprotein mengikat trombosit
dan membentuk gumpalan darah. Heparin
berfungsi menyeimbangkan agar pembentukan
gumpalan darah tidak berlebihan

Pembentukan sumbat trombosit:

Sel darah merah dan trombosit terperangkap di


dalam fibrin

Penghancuran bekuan darah:

Penghancuran bekuan darah yang terbentuk


diatur oleh fibrin dan aktifasi plasminogen

Gambar 2.3 Peranan trombosit pada proses hemostasis

2.3.4 Gejala klinis

Gejala klinis yang dapat terjadi bila trombositopenia : (Buchanan, 2005)

• Petechieae

• Purpura

• Perdarahan gusi
• Epistaksis

• Menoragia

• Perdarahan saluran cerna

• Hematuria

• Perdarahan sistem saraf pusat

Keganasan hemato-onkologi yang sering mengalami trombositopenia adalah Acute

Lymphoblastic Leukemia (ALL), sedangkan keganasan onkologi yang sering mengalami

trombositopenia dan perdarahan adalah retinoblastoma, neuroblastoma, rabdomiosarkoma, tumor

Ewing, meduloblastoma dan limfoma (Elting dkk., 2001; Saxonhouse, 2004).

Tabel 2.4
Hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian perdarahan
(Buchanan, 2005)
Jumlah trombosit Gejala dan tanda klinis

( x 103/µL [ x 109/L])

>100 Tidak ada

50 – 100 Pendarahan minimal (setelah trauma

berat atau tindakan operasi)

20 – 50 Perdarahan ringan ( perdarahan kulit)


5 – 20 Perdarahan sedang (perdarahan kulit

dan mukosa)

<5 Perdarahan berat ( perdarahan mukosa

dan susunan saraf pusat)

2.4 Transfusi trombosit

Transfusi trombosit dilakukan sebagai profilaksis dan terapi perdarahan pada pasien

trombositopenia atau dengan kelainan trombosit yang bersifat primer ataupun sekunder

(Liumbruno dkk., 2009).

Beberapa indikasi pemberian transfusi trombosit pada kasus keganasan yaitu :

• Transfusi trombosit untuk profilaksis

Transfusi sebagai profilaksis diberikan saat jumlah trombosit <10.000/µL tanpa adanya

klinis perdarahan, komponen transfusi yang diberikan umumnya adalah trombosit

apheresis dengan kandungan trombosit 3x1011 atau 4-6 kantong trombosit random donor.

Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk kasus autoimun seperti immune

thrombocytopenia purpura (ITP), post transfusion purpura (PTP), thrombotic

thrombocytopenic purpura (TTP), hemolytic uremic syndrome (HUS), atau heparin-

induced thrombocytopenia (HIT) pada keadaan klinis tanpa perdarahan (Liumbruno dkk.,

2009). Transfusi trombosit profilaksis diberikan pada kondisi umum stabil, tidak

menderita sepsis, dan tidak mengalami DIC (WHO, 2012).

• Transfusi trombosit untuk terapi adalah saat perdarahan pembuluh darah kecil akibat

gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, gangguan trombosit faktor intrinsik


atau perdarahan pada prosedur invasif (Liumbruno dkk., 2009). Transfusi trombosit

sebagai terapi diberikan pada pasien dengan klinis perdarahan, pasien DIC, pasien

dengan kelainan hemostasis dan pasien dengan sepsis (WHO, 2012).

2.4.1 Jenis-jenis transfusi trombosit :

• Transfusi random donor platelet (RDP) atau transfusi trombosit dari whole blood.

thrombocyte concentrate (TC) yang berasal dari whole blood (WB) atau disebut juga

random donor platelets (RDP) merupakan TC yang dibuat dari satu unit WB dengan

volume akhir sekitar 50 mL. Meskipun jumlah trombosit pada masing-masing unit dapat

bervariasi, secara umum masing-masing unit ini mengandung sekitar 1x1010 trombosit

per 10 mL atau 5x1010 pada 1 unitnya, dengan volume sisa yang terdiri dari plasma

donor dan antikoagulan (Miller dkk., 2007). Jumlah trombosit pada literatur lainnya

menyatakan dalam volume 40-50 ml trombosit random donor mengandung trombosit

5,5 x 1010 (Guidelines for the administration of platelets, 2012).

Transfusi umumnya berasal dari 6-8 unit trombosit random donor (mengandung

trombosit 0,7 x 1011), namun dapat digantikan dengan trombosit apheresis menjadi satu

kantong yang mengandung 3-4 x1011 trombosit. Pasien yang menerima transfusi
trombosit dari trombosit random donor dengan volume lebih dari 50 mL akan terpapar

beberapa komponen trombosit yang berasal dari beberapa donor (multiple

donor/transfusi). Pada masing-masing unit trombosit random donor mengandung 108

leukosit, hal ini meningkatkan risiko untuk terjadinya leukocyte-mediated reaction

(Sherrill dkk., 2007).

Trombosit merupakan komponen darah yang paling berisiko terhadap penularan

infeksi, karena hanya disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 20-24°C yang

memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri yang pesat. Pembuatan RDP dari WB

melalui proses yang panjang yang diawali dengan pembuatan WB sendiri, proses

pemutaran di dalam refrigerator centrifuge sebanyak dua kali, proses pemisahan plasma

dan trombosit, perlakuan terhadap selang (penyambungan selang dan lain-lain) sehingga

lebih banyak kemungkinan terkontaminasi bakteri. RDP sering diberikan secara multiple

transfusi karena sering memerlukan lebih dari 1 unit RDP (50 mL) sehingga risiko

infeksi bakteri lebih besar. Selain itu, pasien yang menerima trombosit rentan terinfeksi

mikroorganisme karena sering diberikan kepada pasien dengan imunosupresi

(Tjiptoprajitno dkk., 2012).

• Transfusi trombosit apheresis atau single donor platelets (SDP).

Trombosit apheresis berasal dari satu orang donor melalui proses plateletpheresis,

pada proses ini pendonor akan terhubung ke alat/mesin pemisah sel darah yang

dapat memisahkan masing-masing komponen darah dari WB, kemudian mesin

akan melakukan pemutaran darah beberapa siklus sesuai jumlah trombosit yang

diinginkan. Kemudian komponen/isolat trombosit akan tertampung pada wadah


yang terpisah, dan komponen darah yang lain akan masuk kembali ke dalam

tubuh/ peredaran darah donor (Miller dkk., 2007).

Komponen darah yang dapat dilakukan apheresis yaitu erythrocypharesis, leukopharesis,

plateletpharesis dan plasmapharesis. Terdapat beberapa fase dalam proses apheresis secara

umum yaitu menarik, memisahkan, memindahkan, dan mengembalikan komponen sel darah

yang tidak diperlukan. Prosedur yang dilakukan menggunakan aliran kontinyu atau aliran

intermiten dengan satu atau dua vena punksi, pada umumnya pengumpulan darah dari donor

berlangsung 1 hingga 2 jam (Kiswari, 2014; Hillyer dkk., 2004). Trombosit apheresis dengan

volume 300 mL mengandung komponen trombosit sebesar 3-4 x 1011. Peningkatan trombosit

setelah transfusi trombosit apheresis 10 ml/kgbb adalah 30-60.000/mm3. Peningkatan jumlah

trombosit pada anak setelah transfusi trombosit random donor 5-10 ml/kgbb adalah 50-

100.000/mm3, sedangkan pada dewasa sebesar 7-10.000/mm3 (Practice guidelines for blood

transfusion, 2007).

2.4.2 Trombositopenia refrakter

Transfusi trombosit dapat dikatakan bersifat refrakter apabila penerima transfusi trombosit

(resipien) mengalami kegagalan untuk mencapai kenaikan jumlah trombosit (<7500/µL) setelah

minimal mendapatkan dua kali kesempatan transfusi trombosit, jumlah trombosit diukur dalam

satu jam setelah transfusi (Liumbruno dkk., 2009). Penelitian di Yogyakarta tahun 2013, dengan

sampel anak-anak, menunjukkan hasil adanya beberapa faktor risiko trambositopenia refrakter

yaitu sepsis, splenomegali, perdarahan berat, DIC, dan riwayat transfusi trombosit sebelumnya

(Purba dkk., 2013). Penelitian tahun 2005, dengan sampel dewasa disimpulkan bahwa kondisi

refrakter dihubungkan dengan adanya penggunaan heparin, antibodi limfositosis, demam,


perdarahan, jumlah transfusi dan jenis kelamin lelaki (Sherrill dkk., 2005). Penelitian lainnya

mengenai trombositopenia refrakter tahun 2011, dengan sampel dewasa mendapatkan

kesimpulan trombositopenia refrakter setelah trauma merupakan faktor risiko terjadinya multiple

organ failure (MOF), kematian dan komplikasi lainnya (Nydam dkk., 2011). Kenaikan jumlah

trombosit yang rendah, minimal setelah mendapatkan transfusi trombosit random donor dua kali,

satu jam post-transfusi dinyatakan sebagai trombositopenia refrakter (Guidelines for the

administration of platelets, 2012).

Nilai corrected count increment (CCI) pada satu jam post transfusi kurang dari 5-10 x109/L

atau nilai percentage platelet recovery (PPR) kurang dari 20% dapat dikatakan sebagai

trombositopenia refrakter (Hod E dan Schwartz J, 2008). Kegagalan peningkatan CCI

<11.000/µL setelah satu jam post transfusi dengan pemberian dua kali transfusi trombosit

random donor dikatakan sebagai trombositopenia refrakter (Fletcher dkk., 2015). Nilai

pencapaian corrected count increment (CCI) <10.000/µL dibagi jumlah trombosit yang diberikan

x 1011 disebut sebagai trombositopenia refrakter (Lee dkk., 1988).

Beberapa faktor yang dihubungkan dengan terjadinya refrakter dalam transfusi trombosit yaitu:

(Holbro dkk., 2013).

• Faktor non-imunologi

• Faktor klinis: demam, infeksi/sepsis, splenomegali, dissaminated

intravascular coagulation (DIC), graft versus host disease (GVHD),

perdarahan.

• Obat-obatan : vancomycin, heparin, antagonis GPIIb/IIIa

• Faktor dari produk : durasi, dosis trombosit, penggunaan pelarut, irradiasi,

reduksi patogen
• Faktor dari pasien : jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan dan riwayat

transfusi

• Faktor imunologi

• ABO incompatibility

• Antibodi human leucocyte antigen (HLA)

• Antibodi human platelet antigen (HPA)

2.4.3 Reaksi transfusi

Alergi akibat pemberian transfusi trombosit : (Kiefel, 2008; Miller dkk., 2007; WHO, 2012).

• Demam : reaksi transfusi berupa demam dapat terjadi setelah beberapa jam pemberian

transfusi selesai ataupun beberapa menit setelah pemberian transfusi berlangsung. Hal ini

disebabkan oleh lepasnya sitokin terutama interleukin 1β dan interleukin 6. Reaksi

demam juga dapat terjadi akibat interaksi antara antibodi HLA resepien dan pendonor.

Terapi yang diberikan adalah antipiretik parasetamol, dan memastikan transfusi trombosit

selanjutnya dalam pemantauan dan observasi (WHO, 2012).

• Urtikaria : Urtikaria terjadi sebagai reaksi transfusi dengan gejala ruam disertai rasa gatal,

hal ini terjadi karena keterlibatan immunoglobulin E. Pengobatan yang diberikan adalah

antihistamin injeksi, dan dapat diberikan pencegahan antihistamin pada pemberian

transfusi selanjutnya (WHO, 2012).

• Transfusion associated circulatory overload (TACO) : reaksi gagalnya sirkulasi karena

rendahnya volume darah pada intravaskular akibat gagalnya pompa ventrikel. Pengobatan

yang diberikan sesuai penanganan kegagalan sirkulasi pada pasien syok hipovolemik.
Pencegahan yang dapat dilakukan dengan memperpanjang waktu pemberian transfusi

selama 4 jam (WHO, 2012).

• Transfusion related acute lung injury (TRALI) : reaksi transfusi ini dihubungkan dengan

antibodi anti leukosit yang terkandung di dalam komponen darah trombosit. Gejala yang

timbul berupa gangguan dalam sistem pernapasan berupa sesak napas, batuk non-

produktif umumnya terjadi 6 jam setelah pemberian transfusi, pada thorax foto

didapatkan gambaran menyerupai sayap kelelawar. Gejala lain yang menyertai adalah

demam, menggigil dan hipotensi. Pengobatan yang diberikan yaitu tatalaksanan umum

untuk penanganan gangguan sistem pernapasan jika diperlukan perawatan di ruang

intensif (WHO, 2012).

• Kontaminasi bakteri : produk platelet paling sering terkontaminasi kuman. Kuman gram

positif yang umumnya ditemukan pada kulit adalah kuman yang paling sering ditemukan

pada komponen trombosit. Gejala yang timbul akibat kontaminasi kuman dalam

trombosit yaitu demam (peningkatan suhu ≥ 2,0o C atau ≥ 36o F), menggigil, hipotensi

atau gangguan sirkulasi segera atau beberapa saat setelah transfusi. Reaksi transfusi

berupa menggigil terjadi 1,6% dari seluruh kejadian reaksi transfusi, jika reaksi transfusi

awal berupa demam maka angka kejadian menggigil meningkat menjadi 22%.

Pencegahan terjadinya demam saat pemberian transfusi adalah dengan memberikan

premedikasi acetaminophen dan diphenhidramine. Reaksi alergi dan anafilaksis terjadi

setelah pemberian transfusi trombosit, risiko terjadi reaksi alergi adalah 0,09 – 21%. Hal

yang mempengaruhi terjadinya reaksi transfusi adalah IgE dan IgG yang terdapat dalam

plasma trombosit, sitokin, kemokin dan histamin terbentuk dalam produk transfusi

selama persiapan dan penyimpanan (Kiefel, 2008).


• Hemolisis : reaksi hemolisis jarang terjadi pada pemberian transfusi trombosit, hal ini

diakibatkan reaksi dari anti A atau anti B yang terkandung dalam plasma donor. Gejala

yang timbul berupa rasa nyeri pada lokasi infus sepanjang vena, nyeri punggung atau

pinggang, demam, sesak napas ataupun warna urin yang gelap. Reaksi ini dapat timbul

cepat ataupun lambat. Pengobatan yang diberikan menghentikan transfusi, menjaga akses

vena, pemberian cairan kristaloid sebagai pengganti hilangnya volume darah akibat

reaksi hemolisis yang terjadi (WHO, 2012).

• Infeksi virus : Penularan virus dapat terjadi dari pemberian transfusi, infeksi virus yang

umumnya ditularkan dari pemberian transfusi yaitu infeksi virus hepatitis B, HIV dan

infeksi virus hepatitis C. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dilakukan pemeriksaan

rutin antibodi virus tersebut sebelum komponen darah diberikan (WHO, 2012).

• Reaksi anafilaksis : Reaksi transfusi yang berat dapat terjadi, hal ini merupakan reaksi

cepat dengan gejala bronkospasme, laringospasme, hipotensi, takikardi dan sesak.

Pengobatan yang diberikan adalah adrenalin injeksi intramuskular 0,5 ml dengan

perbandingan 1:1000 (WHO, 2012).

• Aloimunisasi trombosit : trombosit menghasilkan beberapa antigen, termasuk human

leukocyte antigen (HLA) dan antigen platelet tertentu. Pasien yang diberikan transfusi

trombosit sering menghasilkan antibodi HLA. Apabila trombosit yang diberikan

mengandung antibodi spesifik maka waktu hidup sel trombosit tersebut akan lebih

pendek, untuk menunjukan adanya reaksi imun atau non-imun yang menimbulkan

trombositopenia refrakter dapat dinilai saat pemberian transfusi trombosit dengan melihat
nilai peningkatan jumlah trombosit setelah 10-60 menit pemberian transfusi (Kiefel,

2008).

• Aloimunisasi sel darah merah: reaksi imunologi terhadap antigen sel darah merah dapat

terjadi karena adanya sel-sel darah merah yang tersisa dalam komponen trombosit.

Apabila transfusi trombosit Rh- dengan memberikan trombosit dengan Rh+ akibat

kurangnya donor atau ketersediaan trombosit Rh-, maka dapat menghasilkan nilai yang

positip pada direct antiglobulin test (DAT) dengan gejala hemolisis ringan (Miller dkk.,

2007).

Derajat reaksi transfusi terbagi menjadi : (Chaffin, 2012)

• Reaksi transfusi ringan

Gejala : gatal, febris, bengkak pada mata (agioedema)

Terapi : Dypenhidramine 1 mg/kgbb intravena, melakukan prosedur washed

• Reaksi transfusi sedang

Gejala : urtikaria, obstruksi saluran napas atas (stridor, serak), obstruksi saluran

napas bawah (mengi dan sesak napas)

Terapi : Dypenhidramine intravena dan epinefrin intramuscular

• Reaksi transfusi berat

Gejala : syok anafilaksis, hipotensi, urtikaria generalisata


Terapi :kortikosteroid intravena, antihistamin intravena dan epinefrin

intramuskular

2.5 Trombosit Apheresis

2.5.1 Definisi dan prosedur Apheresis

Apheresis yaitu tehnik secara manual maupun automatis dalam pengumpulan komponen darah.

Istilah apheresis sebenarnya berasal dari bahasa Yunani ‘aphairesis’ yang dalam bahasa Inggris

berarti ‘taking away’ atau pengambilan. Istilah ini pada dunia kedokteran pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1914 oleh John J Abel dengan melakukan pemisahan plasma dari sel

darah merah dan selanjutnya sel darah merah dikembalikan ketubuh pendonor bersama dengan

plasma, penelitian ini dilakukan pada binatang (anjing) di Hopkins Medical School. Selanjutnya

tindakan apheresis ini lebih banyak dilakukan pada percobaan binatang sampai akhirnya pada

tahun 1950 berhasil diakukan tindakan terapeutik apheresis pertama kali pada manusia yaitu

plasmapheresis pada pasien dengan macroglobulinemia. Sejak saat itu teknologi apheresis ini

mulai berkembang dan semakin banyak digunakan di dunia kedokteran (Banta dkk., 1983).

Tehnik apheresis memungkinkan pengumpulan komponen darah tertentu yang diinginkan

dalam jumlah besar dan dapat mengembalikan sisa komponen darah yang tidak digunakan.

Komponen darah yang dapat dilakukan apheresis yaitu erythrocypharesis, leukopharesis,

plateletpharesis dan plasmapharesis. Terdapat beberapa fase dalam proses apheresis secara

umum yaitu menarik, memisahkan, memindahkan, dan mengembalikan komponen sel darah

yang tidak diperlukan. Prosedur yang dilakukan menggunakan aliran kontinyu atau aliran
intermiten dengan satu atau dua vena punksi, pada umumnya pengumpulan darah dari donor

berlangsung 1 hingga 2 jam (Kiswari, 2014; Hillyer dkk., 2004).

Proses pengumpulan darah pada apharesis trombosit mengakibatkan leukoreduction

sehingga filtrasi setelah pengambilan tidak dilakukan. Akibat penerimaan apheresis tersebut

hanya berasal dari 1 orang, maka mengurangi risiko infeksi bakteri, infeksi virus melalui

tranfusi, dan mengurangi sensitisasi HLA. Donor apheresis harus memenuhi seluruh persyaratan

sebagai pendonor,oleh karena komponen yang diberikan hanya trombosit maka pendonor tidak

perlu menggunakan aspirin 36 jam sebalum mendonor. Beberapa batasan frekuensi

mendonorkan trombosit adalah tidak dapat dilakukan donor apheresis trombosit lebih dari 2 kali

dalam seminggu atau lebih dari 24 kali dalam setahun. Jika akan dilakukan donor trombosit

dalam waktu kurang dari 1 bulan maka jumlah trombosit pendonor minimal 150.000/µL, dan

penurunan jumlah sel darah merah dan plasma juga harus tetap dipantau. (Kiswari, 2014; Hillyer

dkk., 2004)

2.5.2 Metode Apheresis

Metode apheresis memiliki tujuan untuk memisahkan komponen darah yang diinginkan lalu

mengembalikan komponen yang tidak digunakan kepada donor. Prosedurnya merupakan hal

yang sederhana yaitu darah diambil dari vena ke dalam sebuah tube yang langsung dihubungkan

dengan sebuah mesin. Mesin ini mempunyai kemampuan memutar darah sangat cepat. Oleh

karena sel-sel darah memiliki berat jenis yang berbeda (plasma 1,026; trombosit 1,058; monosit

1,062; limfosit 1,070; neutrofil 1,082; sel darah merah 1,100) sehingga akan terbagi menjadi

beberapa komponen berdasarkan berat jenisnya antara lain eritrosit, leukosit, platelet dan plasma
darah yang terdiri dari protein dan elektrolit. Metode apheresis dijelaskan dengan sederhana pada

Gambar 2.4.

Pengambilan komponen darah donor sesuai dengan kebutuhan dan sisanya dikembalikan lagi ke

donor (Banta dkk., 1983).

Gambar 2.4 Skema sederhana proses apheresis

2.5.3 Keuntungan dan Kerugian trombosit apheresis

Proses donor apheresis ini berlangsung selama 1 sampai 2 jam yang menghasilkan sekitar 3-4 x

1011 trombosit tersuspensi dalam 200 sampai 300 mL plasma. Selain jumlah trombosit yang

lebih banyak dihasilkan, setiap unit trombosit apheresis ini juga hanya berisi 104-106 leukosit per

suspensi, yaitu <1% dari leukosit yang ditemukan pada trombosit konsentrat dan memenuhi

persyaratan food and drug administration (FDA) mengenai leukoreduced trombosit. Dengan

demikian, risiko efek samping yang diperantarai leukocyte-mediated lebih rendah bila

menggunakan trombosit apheresis dibandingkan dengan TC konvensional. Keuntungan dari

leukoreduced trombosit adalah akan dapat mengurangi risiko alloimunisasi sehingga dapat

mengurangi risiko refrakter, menurunkan risiko reaksi transfusi, menurunkan risiko transmisi

virus intraseluler, menurunkan jumlah plasma pada komponen trombosit (Cable dkk., 2007).
Keuntungan dari trombosit apheresis adalah : (Miller dkk., 2007)

• Merupakan leukoreduced trombosit

• Lebih sedikit paparan dari donor terhadap penerima

• Menurunkan risiko penularan penyakit melalui transfusi

• Menurunkan risiko reaksi transfusi

• Meningkatkan respon pasien terhadap transfusi trombosit, memperpanjang interval

waktu antara satu transfusi dengan transfusi selanjutnya.

• Menurunkan risiko trombositopenia refrakter.

• Mampu untuk menyediakan produk matched-trombosit.

Kerugian trombosit apheresis : (Holbro dkk., 2013)

• Ketersediaan donor terbatas

• Biaya tinggi untuk penyediaan trombosit apheresis

• Memberikan efek samping pada pendonor

2.5.4 Peningkatan jumlah trombosit dengan apheresis

Trombositopenia refrakter adalah kegagalan peningkatan jumlah trombosit yang dinilai

setelah pemberian 2 kali transfusi trombosit random donor. Peningkatan trombosit tersebut

dapat diketahui setelah 1 jam tranfusi terakhir. Dosis pemberian apheresis trombosit

adalah 10ml/kg, perkiraan respon pemberian trombosit dapat dihitung menggunakan

corrected count increment (CCI). Bila nilai CCI sudah dapat dihitung dikatakan bermakna

peningkatannya bila mencapai rentang CCI 5000/µL hingga 7500/µL dalam 2 kali

pemeriksaan (1 jam setelah transfusi trombosit random donor ke-1 dan 1 jam setelah

transfusi trombosit random donor ke-2) (Hillyer dkk., 2004).


Rumus CCI =

Keterangan :

PC = Platelet count

BSA = Body surface area

Penilaian refrakter dari perhitungan percentage platelet recovery (PPR), dinilai sebagai

trombositopenia refrakter bila nilai PPR < 20%. Perhitungan PPR dengan rumus :

PPR =

Keterangan : estimasi jumlah trombosit dalam trombosit apheresis 3 x 1011, jumlah

trombosit random donor 5,5 x 1010 atau 0,55 x 1011 (Guidelines for the administration of

platelets, 2012).
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Keadaan trombositopenia pada penderita keganasan dapat menimbulkan manifestasi

perdarahan dan dapat bersifat mengancam jiwa. Trombositopenia sering terjadi pada pasien

keganasan akibat penekanan proses pembentukan sel trombosit di dalam sumsum tulang,

infiltrasi sel-sel tumor ke sumsum tulang atau akibat efek samping pemberian kemoterapi.

Trombositopenia pada keganasan disebabkan oleh beberapa hal yaitu gangguan imun,

gangguan mikroangiopati, efek langsung keganasan dan akibat pengobatan yang diberikan.

Penanganan trombositopenia masih sangat sulit karena tidak semua kasus akan memberikan

respon terhadap pemberian tranfusi trombosit. Kekurangan dari transfusi trombosit random

donor yaitu memerlukan beberapa pendonor untuk setiap transfusi, memiliki risiko transmisi

infeksi yang lebih besar dan jika memiliki riwayat transfusi berulang dengan trombosit random

donor menimbulkan reaksi pembentukan antibodi terhadap anti-human leucocyte antigen (HLA)

dan anti-human platelet antigen (HPA) sehingga dapat menyebabkan trombositopenia refrakter
sedangkan kekurangan trombosit apheresis adalah harga yang lebih mahal, dan penyediaan donor

yang terbatas.

Trombositopenia refrakter dapat terjadi pada pasien dengan keganasan yaitu apabila pasien

dengan trombositopenia mendapatkan tranfusi trombosit minimal 2 kali namun tidak

memberikan respon peningkatan trombosit yang diharapkan. Pilihan awal dalam menangani

trombositopenia yaitu dengan pemberian transfusi trombosit random donor, apabila tidak

memberikan respon peningktanan trombosit yang adekuat setelah pemberian transfusi random

donor minimal dua kali maka akan disebut trombositopenia refrakter. Trombositopenia

refrakter diterapi dengan pemberian trombosit apheresis. Tehnik ini dikatakan memiliki efisiensi

yang lebih baik dari penelitian sebelumnya dan mengurangi efek samping pada pemberian

tranfusi random donor platelets (RDP). Peningkatan jumlah trombosit setelah transfusi

trombosit apheresis dapat dinilai dengan peningkatan CCI, dapat dihitung secara langsung pada

1 jam post tranfusi trombosit apheresis.


Gambar 3.1 Kerangka berpikir penelitian

3.2 Kerangka Konsep


Keterangan :
= Variabel yang

diteliti
= Variabel yang

di kontrol
dengan
analisis

Gambar 3.2 Kerangka konsep penelitian


3.3 Hipotesis Penelitian
• Hipotesis dalam penelitian ini adalah peningkatan jumlah trombosit setelah pemberian

transfusi trombosit apheresis lebih tinggi dibandingkan peningkatan rata-rata jumlah

trombosit setelah pemberian transfusi trombosit random donor pada anak penderita

keganasan disertai trombositopenia refrakter.

• Reaksi transfusi pada pemberian transfusi trombosit apheresis lebih rendah dibandingkan

reaksi transfusi setelah pemberian transfusi trombosit random donor

BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan before and after trial test. Analisis yang dilakukan adalah uji t-

berpasangan apabila data berdistribusi normal dan Wilcoxon apabila data berdistribusi tidak

normal. Subyek penelitian yang diambil adalah pasien dengan keganasan yang mengalami
trombositopenia, lalu diberikan minimal dua kali transfusi trombosit random donor sebagai terapi

trombositopenia. Nilai corrected count increment (CCI) yaitu nilai peningkatan trombosit

dibandingkan dengan nilai trombosit sebelum transfusi, dengan pengambilan darah lengkap 1

jam post transfusi.

Penilaian peningkatan jumlah trombosit awal akan dicatat dari pemberian transfusi

trombosit random donor dan disesuaikan dengan literatur bahwa setiap pemberian transfusi

random donor pada anak dengan dosis 5-10 ml/kg trombosit diharapkan akan meningkatkan

jumlah trombosit 50-100.000 mm3. Nilai peningkatan trombosit akan dicatat apabila peningkatan

trombosit tidak sesuai dengan target maka termasuk trombositopenia refrakter, langkah

selanjutnya subyek akan diberikan transfusi trombosit apheresis dan diukur nilai CCI. Nilai CCI

before dan CCI after kemudian akan di analisis untuk melihat perbedaan rerata antara kedua nilai

peningkatan trombosit tersebut.

Keterangan : Keterangan :
RDP : random donor platelets
RDP pre/post : selain penilaian jumlah trombosit, dinilai adanya reaksi transfusi
SDP pre : single donor platelets
CCI : corrected count increment
N : pasien keganasan dengan trombositopenia yang ditransfusi 2 kali dengan
trombosit random donor
N1 : pasien setelah 2 kali ditransfusi dengan trombosit random donor , tidak refrakter
N2 : pasien setelah 2 kali ditransfusi dengan trombosit random donor ,
trombositopenia refrakter

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian


4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar tepatnya di ruang rawat inap anak RSUP

Sanglah, dengan rencana waktu penelitian hingga jumlah sampel terpenuhi mulai Maret 2016.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi penelitian

Populasi target pada penelitian adalah anak berusia 1 bulan hingga 12 tahun yang mengalami

keganasan disertai trombositopenia refrakter. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah anak

berusia 1 bulan hingga 12 tahun dengan keganasan disertai trombositopenia refrakter yang

dirawat inap di Ruang Rawat Inap Anak RSUP Sanglah sejak Maret 2016 hingga jumlah

sampel terpenuhi.

4.3.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah anak berusia 1 bulan hingga 12 tahun dengan keganasan disertai

trombositopenia refrakter yang dirawat inap di Ruang rawat inap Anak RSUP Sanglah yang

memenuhi kriteria eligibilitas penelitian, sejak Maret 2016 hingga jumlah sampel terpenuhi.

4.3.3 Kriteria Eligibilitas

4.3.3.1 Kriteria inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

• Anak berusia 1 bulan hingga 12 tahun, dirawat di ruang rawat inap anak

• Pasien menderita keganasan disertai trombositopenia refrakter dan mendapatkan transfusi

trombosit apheresis.
• Orang tua atau wali setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian dan bersedia

menandatangani lembar persetujuan ikut serta dalam penelitian.

• Kriteria eksklusi

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian apabila

terdapat keadaan seperti berikut :

• Pasien yang diketahui (baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan rekam medis)

mengalami penyakit dan atau keadaan lain yang menyebabkan trombositopenia selain

keganasan (HIV, ITP, Sepsis, DIC, gagal hati, DHF).

• Pasien yang diketahui (baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan rekam medis)

mengalami proses inflamasi sistemik sehingga demam sebelum dilakukan transfusi

(DHF, sepsis).

• Pasien dengan keganasan yang menderita trombositopenia refrakter yang sebelumnya

mengkonsumsi obat aspirin atau NSAID.

4.3.3.3 Kriteria drop out

Peserta penelitian dikatakan drop out apabila orang tua pasien menolak dilakukan pemeriksaan

darah untuk evaluasi kembali atau pasien meninggal, dan apabila saat pemberian transfusi

trombosit mengalami reaksi transfusi sedang hingga berat.

Metode dan besar sampel

Jenis penelitian ini akan menggunakan metode before and after trial test :
O1 Χ O2

Gambar 4.2 Rumus before and after trial test

Keterangan :

O1 : Tes awal (before), penderita keganasan yang tromsitopenia.

Χ : Pemberian trombosit random atau multipel.

O2 : Tes akhir (after)

Untuk lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

• O1 merupakan before

• Χ merupakan treatment

• O2 merupakan after

• Bandingkan O1 dan O2

• Proses analisis dan menggunakan rumus t-test

Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel analitik dengan skala pengukuran

numerik antara dua kelompok yang berpasangan. Data akan diukur dua kali pada individu yang

sama.
Penelitian ini menggunakan rumus sampel yaitu :

n1 = n2=

Keterangan :

Zα : Kesalahan tipe I

Zβ : Kesalahan tipe II

X1-X2 : Perbedaan rerata yang dianggap bermakna

S : Standar deviasi (kepustakaan)

Berdasarkan penghitungan sampel dengan kesalahan tipe I sebesar 20%, dan kesalahan tipe II

20%, menggunakan rumus tersebut diatas maka didapatkan minimal sampel sebanyak 20

sampel, yang datanya akan diukur dua kali.

4.3.5 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling yakni consecutive

sampling, yaitu semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi variabel

• Variabel bebas : transfusi trombosit apheresis dan trombosit random donor


• Variabel tergantung : corrected count increment (CCI)

• Variabel dikontrol dengan analisis : segala kondisi yang menimbulkan trombositopenia

refrakter, namun sudah di kontrol dengan analisis. Hal-hal yang dapat dikontrol yaitu faktor

klinis, obat-obatan, faktor produk dan faktor pasien.

4.4.2 Hubungan antarvariabel


Gambar 4.3 Hubungan antarvariabel

4.4.3 Definisi operasional variabel

• Single donor platelets (SDP) adalah trombosit yang berasal dari satu orang donor,

didapatkan melalui proses plateletpharesis (proses pengambilan trombosit), proses

diawali dengan pemasangan selang infus ke pembuluh darah vena donor, dilakukan

pemisahan masing-masing sel darah dengan plasma, komponen trombosit akan

tertampung pada wadah yang terpisah dan komponen darah yang lain akan dimasukan

kembali ke dalam peredaran tubuh donor komponen trombosit dengan cara mengandung

3-4 x 1011 trombosit dalam 300 ml (Sherrill dkk., 2007).

• Random donor platelets (RDP) adalah trombosit yang dibuat dari satu unit whole blood

(WB) dengan volume akhir sekitar 50 ml, mengandung trombosit 5,5x1010 (Miller dkk.,

2007).

• Keganasan adalah kelompok penyakit yang menunjukkan pertumbuhan sel yang tidak

terkendali atau abnormal dan dapat menyebar ke organ lain (Global Cancer Facts and

Figures 3rd Edition, 2012; World Health Organization, 2015; American Cancer Society,

2015).

• Trombositopenia refrakter adalah peningkatan jumlah trombosit setelah minimal dua kali

pemberian transfusi trombosit random donor tidak mencapai peningkatan yang adekuat

atau peningkatan jumlah trombosit kurang dari 7500/µL 1 jam post transfusi (Liumbruno

dkk., 2009).
• Corrected count increment (CCI) adalah penilaian respon pemberian trombosit, nilai CCI

yang bermakna berkisar 5000/µL – 7500 /µL. Rumus pengukuran CCI adalah (Hillyer

dkk., 2004).

• Demam adalah suhu permukaan tubuh ≥ 37,5˚C (99,9oF). Pengukuran suhu permukaan

tubuh dilakukan di daerah aksila selama 5 menit dengan menggunakan termometer air

raksa, merk GEA (Barone, 2008).

• Infeksi adalah invasi atau multiplikasi mikroorganisme seperti bakteri, virus dan parasit.

Jenis infeksi yang menimbulkan trombositopenia akibat bakteri yaitu (Ricketsia), dan

virus (demam berdarah dengue, HIV, Epstain Barr virus) (Medicine Net. 2016).

• Splenomegali adalah pembesaran limpa yang terjadi akibat proliferasi limfosit dalam

limpa karena proses infeksi di organ lain (Elizabeth, 2007). Pembesaran limpa diukur

dengan cara Schuffner, bila pembesaran limpa diukur dari garis singgung arkus kosta

sampai pusat dinyatakan sebagai Schuffner IV dan bila mencapai lipat paha kanan

dinyatakan sebagai Schuffner VIII (Matondang dkk., 2003).

• Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah kelainan yang terjadi pada kaskade

pembekuan darah sehingga dapat menimbulkan kelainan multiorgan. Gejala DIC adalah

perdarahan baik berupa perdarahan kulit (ptechiae, purpura, hematom), perdarahan

saluran cerna (melena), atau dalam konsisi berat dapat terjadi perdarahan intracranial.

Data laboratorium yang dibutuhkan untuk melakukan skoring DIC adalah kadar

trombosit, faal hemostasis (protrombine time), fibrinogen dan D-Dimer. Jika skoring DIC

≥5 disimpulkan bahwa kondisi tersebut adalah DIC (Levi dkk., 2015).

• Perdarahan adalah merupakan gejala klinis yang dapat timbul dari ringan hingga berat,

gejala klinis berupa petechiae, purpura, perdarahan gusi, epistaksis, menoragia


perdarahan saluran cerna, hematuria dan perdarahan system saraf pusat (Buchanan,

2005).

• Obat heparin, aspirin dan NSAID adalah obat yang dapat menimbulkan trombositopenia

refrakter (Sherrill dkk., 2007).

• Durasi penyimpanan adalah lama waktu penimpanan trombosit, trombosit random donor

ataupun trombosit apheresis dapat disimpan dengan metode opened 4 jam dan metode

closed dapat bertahan 5 hari (Josephson dkk., 2004).

• Volume trombosit adalah jumlah trombosit yang diberikan, sediaan trombosit random

donor 50 ml tiap unit, mengandung trombosit 5,5 x 1010 sedangkan trombosit apheresis

300 ml tiap unit, mengandung trombosit 3-4 x 1011 (Guidelines for the administration of

platelets, 2012; Sherrill dkk., 2007).

• Jenis kelamin adalah klasifikasi biologi, dikenal sesuai dengan morfologi. Klasifikasi

tersebut adalah lelaki dan perempuan (Hungu, 2007).

• Berat badan adalah indikator berat per orang, cara pengukuran menggunakan timbangan,

dengan satuan kg. Anak berumur sampai 24 bulan ditimbang dengan timbangan bayi dan

lebih dari 24 bulan ditimbang dengan timbangan anak. Berat badan dicatat dengan

ketelitian samapi 0,01 kg pada bayi dan 0,1 kg pada anak yang lebih besar (Hendarto

dkk., 2011).

• Tinggi badan adalah indikator untuk menentukan tinggi seseorang, pengukuran

menggunakan meteran satuan cm. Pengukuran panjang badan pada bayi dilakukan oleh

dua orang sehingga kepala bayi menyentuh papan penahan kepala dalam posisi bidang

datar Frankfort (Frankfort horizontal plane). Pengukuran tinggi badan pada anak

dilakukan dengan posisi berdiri, tanpa bantuan diukur menggunakan stadiometer, saat
pengukuran anak harus berdiri tegak, kedua kaki menempel, tumit, bokong dan kepala

bagian belakang menyentuh stadiometer (Hendarto dkk., 2011).

4.5 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah darah. Darah yang digunakan merupakan darah dari

pembuluh darah vena perifer.

4.6 Instrumen Penelitian

4.6.1 Instrumen pemilihan sampel

1. Termometer air raksa merk GEA dengan satuan ukur derajat (˚) Celsius

2. Hasil laboratorium pemeriksaan darah lengkap RSUP Sanglah

4.6.2 Instrumen pengambilan darah lengkap

Alat dan bahan yang digunakan pada saat pengambilan darah lengkap adalah sebagai berikut:

• Label identitas pasien

• Lembar pemeriksaan laboratorium yang telah diisi sebelum pengambilan darah

dilakukan. Pada lembar tersebut diberikan tanda rumput (√) pada pemeriksaan darah

lengkap.

• Alkohol untuk hand rub

• Alkohol 70% sebagai desinfektan kulit

• Sarung tangan (hand schoen) non steril dengan ukuran sesuai dengan petugas pengambil

darah.

• Tourniquet
• Jarum suntik (spuite) dengan volume 3 ml dan 5 ml

• Plester

• Tabung EDTA berwarna ungu

• Kontainer

• Tempat sampah khusus sampah medis

• Tempat sampah khusus sampah medis yang tajam

Alat dan bahan tersebut diletakkan pada sebuah troli sehingga memudahkan petugas dalam

proses pengambilan darah serta untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pasien.

4.7 Analisis data

Analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

• Dibuat data dasar yang terdiri dari usia, jenis kelamin, jenis keganasan selanjutnya

dilakukan analisis deskriptif.

• Dilakukan analisis rerata nilai corrected count increment (CCI) dengan pemberian

trombosit apheresis dibandingkan dengan nilai rerata CCI setelah dua kali pemberian

transfusi trombosit random donor dengan uji t-berpasangan jika data numerik

distribusi normal atau uji Wilcoxon apabila data numerik distribusi data tidak normal.
4.8 Alur penelitian
Gambar 4.4 Alur penelitian

BAB V

HASIL PENELITIAN
• Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan Maret 2016 sampai September 2016 di Bagian Anak RSUP Sanglah

dengan mengambil sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Selama periode penelitian,

didapatkan 22 subjek yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik dari 22 subjek

penelitian ini didapatkan 17 subjek lelaki dengan 5 subjek perempuan. Usia subjek dengan nilai median

11 tahun (IQR 5). Jumlah trombosit random donor pada dua periode rata-rata 7,14 kantong setara dengan

357 ml (SD 111,5) tiap subjek dan pemberian trombosit apheresis mendapatkan nilai median 300 ml (IQR

150) ditunjukkan pada Tabel 5.1

Tabel 5.1

Karakteristik data antropometri subjek dan jumlah trombosit

Variabel N= 22

Jenis kelamin, lelaki, n (%) 17 (77)

Usia (tahun), Median (interquartile range) 11 (5)

Berat badan (kg), Median (interquartile range) 21 (9,3)

Berat badan ideal (kg), Mean (SD) 29,5 (9)

Tinggi badan (cm), Mean (SD) 130,88 (17,47)

Luas permukaan tubuh (m2), Mean (SD) 0,88 (0,28)

Jenis keganasan, n (%)

Leukemia akut 20 (91)

Tumor padat 2 (9)

Trombosit random donor pertama (mL), Mean (SD) 357 (111,5)

Trombosit random donor kedua (mL), Mean (SD) 357 (111,5)

Trombosit Apheresis (mL), Median (interquartile range) 300 (150)


5.2 Gambaran karakteristik nilai trombosit random donor, trombosit apheresis dan nilai corrected

count increment (CCI)

Gambaran kadar trombosit setelah pemberian transfusi trombosit apheresis lebih tinggi dibandingkan

dengan pemberian trombosit random donor yaitu dengan nilai rata-rata 45,7 x 103/µL (SD 25,54). Nilai

CCI didapatkan dengan Mean 9369/µL (SD 7143).

Tabel 5.2

Karakteristik kadar trombosit RDP, trombosit apheresis dan CCI

Variabel N= 22

Sebelum trombosit random donor 1, Median (103/µL) 11,87 (17,25)


(Interquartile range)

Setelah trombosit random donor 1, Median (103/µL) (Interquartile


12,32 (10,94)
range)

Setelah trombosit random donor 2, Median (103/µL) (Interquartile


range) 10,92 (13,72)

Setelah trombosit Apheresis, Mean (103/µL ) (SD)

CCI pre-post RDP 1, Median (µL) (Interquartile range) 45,7 (25,54)

CCI pre-post RDP 2, Median (µL) (Interquartile range) -435 (3075)

CCI pre-post Apheresis, Mean (µL) (SD) -265 (2440)

9369 (7143)

SD: standar deviasi

5.3 Uji Komparabilitas


Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata peningkatan trombosit sebelum pemberian

trombosit apheresis dan setelah pemberian trombosit apheresis. Hasil analisis kemaknaan dengan uji

Wilcoxon, karena terdapat data numerik yang tidak normal disajikan pada Tabel 5.3

Tabel 5.3

Kadar trombosit sebelum dan setelah pemberian trombosit apheresis

n Median trombosit (103/µL ) Selisih P


median
(minimum-maksimum)
(103/µL )

Trombosit sebelum 22 10,92 (3,91-38,96) 30,30 <0,001*


Apheresis

Trombosit setelah
22 41,22 (5,03-109,7)
Apheresis

*Uji Wilcoxon

Sajian data pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa median trombosit sebelum pemberian trombosit

apheresis adalah 10,92x103/µL (3,91-38,96) dan median setelah pemberian transfusi trombosit apheresis

adalah 41,22x103/µL (5,03-109,7). Analisis Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai P<0,001, hal ini

menunjukkan terdapat perbedaan median kadar trombosit yang bermakna antara sebelum dan setelah

pemberian trombosit apheresis (P< 0,05).

5.4 Reaksi transfusi

Reaksi transfusi terdiri dari 3 tipe terdiri dari reaksi transfusi ringan (gatal, febris, bengkak pada mata),

reaksi transfusi sedang (urtikaria, suara mengi pada pernapasan), reaksi transfusi berat (hipotensi,

urtikaria generalisata dan syok anafilaksis). Hasil penelitian ini didapatkan reaksi transfusi sedang yaitu

urtikaria pada 1 sampel (4,5%) setelah pemberian transfusi trombosit random donor, sedangkan pada

transfusi trombosit apheresis didapatkan reaksi transfusi ringan yaitu febris 2 kasus (9,1%) dan reaksi

transfusi sedang yaitu urtikaria 1 kasus (4,5%).


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 22 sampel subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Semua subjek menjalani pemberian transfusi dua jenis trombosit yaitu trombosit random donor dan

trombosit apheresis. Subjek penelitian ini adalah satu kelompok yang dilakukan pengambilan sampel

darah berulang, dengan karakteristik yang sama. Berdasarkan hasil analisis penelitian ini didapatkan

dominan prosentase jenis kelamin lelaki 77% dengan prosentase kasus yaitu leukemia akut (91%) dan

tumor padat sebesar 9%, hasil ini serupa dengan proporsi anak laki-laki dengan keganasan di India yaitu

0,8% hingga 5,8% lebih besar proporsinya dibandingkan anak perempuan (Satyanarayana dkk., 2014).

Jenis keganasan pada anak yang paling sering adalah leukemia akut prosentase hingga 30% dari

seluruh kasus keganasan pada anak, puncak insiden terjadinya leukemia pada usia 2-3 tahun (Dickinson,

2005). Penelitian tahun 2016 di SMF Anak RSUP Sanglah, didapatkan prevalensi anak dengan ALL

sebesar 87%, penderita ALL lebih banyak lelaki sebesar 52%, usia tersering menderita ALL adalah 18

bulan – 10 tahun (90%), tipe ALL tersering adalah tipe ALL (L2) sebesar 72% (Tarigan dkk., 2016). Pada
penelitian ini subjek penelitian merupakan kasus leukemia akut 20 subjek (91%), dan tumor padat

neuroblastoma 2 (9%), dengan median usia 11 tahun. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000-2005 di

RSUP Sanglah kasus hemato-onkologi terbanyak yaitu leukemia akut sebesar 29,8% sedangkan kasus

onkologi yang terbanyak adalah kasus retinoblastoma sebesar 38,6% (Mudita, 2007). Penelitian yang

dilakukan tahun 2014 di SMF Anak RSUP Sanglah didapatkan hasil dari 95 sampel anak, jenis tumor

padat yang paling sering adalah kasus retinoblastoma (30%). Tumor padat yang disertai gejala

pembesaran kelenjar getah bening sebesar 27 kasus (30%), pembesaran hati sebesar 31 kasus (34%) dan

disertai splenomegali sebesar 24 kasus (26%) (Aryana dan Ariawati, 2014). Penelitian tahun 2016, di

RSUP Sanglah didapatkan prevalensi retinoblastoma pada anak sebesar 72%, mayoritas pada jenis

kelamin lelaki sebesar 54%, tipe retinoblastoma paling sering adalah unilateral sebesar 75% dibandingkan

dengan retinoblastoma bilateral sebesar 25% (Lastariana dkk., 2016).

Pada penelitian ini jumlah kantong trombosit random donor adalah 7,14 kantong setara dengan 357

ml, sedangkan jumlah pemberian trombosit apheresis 300 ml. Trombosit random donor berasal dari donor

yang berbeda tiap kantong, volume tiap kantong yaitu 50 ml (Miller dkk., 2007). Jumlah komponen sel

trombosit pada literatur dalam volume 40-50 ml trombosit random donor yaitu 5,5 x 105 (Guidelines for

the administration of platelets, 2012). Trombosit random donor 6-8 unit dapat digantikan oleh trombosit

apheresis yang mengandung komponen trombosit 3-4 x 1011 tiap kantongnya. Volume trombosit

apheresis tiap kantong dapat mencapai 200-300 mL (Miller dkk., 2007; Cable dkk., 2007). Pada literatur

lainnya volume trombosit apheresis berkisar 100 mL-400 mL tiap kantong, rata-rata volume tiap kantong

trombosit apheresis 250 mL (Dumont dan Vandenbroeke, 2003; Luban dkk., 2012 ).
6.2 Perbedaan kadar peningkatan trombosit sebelum dan setelah pemberian trombosit

apheresis

Peningkatan jumlah trombosit dinilai dengan menghitung CCI, pengukuran nilai CCI dapat dilakukan

1 jam setelah diberikan transfusi atau 24 jam setelah pemberian transfusi. Trombositopenia refrakter

didefinisikan dengan CCI 1 jam setelah trasfusi trombosit <5000/µL atau CCI <2500/µL setelah 16-24

jam pasca transfusi (Refaai dkk., 2011; Luban dkk., 2012). Beberapa faktor yang dihubungkan dengan

terjadinya refrakter dalam pemberian transfusi trombosit terbagi menjadi faktor non-imunologi dan faktor

imunologi (Holbro dkk., 2013). Kondisi klinis subjek yang memengaruhi efektifitas transfusi trombosit

adalah sepsis, splenomegali, perdarahan berat, disseminated intravascular coagulation (DIC),

penggunaan obat-obat yang menginduksi destruksi trombosit seperti heparin dan ampoterisin B, serta

riwayat transfusi trombosit yang memicu terbentuknya antibodi anti-trombosit baik antibodi anti-human

leucocyte antigen (anti-HLA) atau antibodi anti-human platelet antigen (anti-HPA) (Marwaha dan

Sharma, 2009). Splenomegali memengaruhi peningkatan trombosit karena penghancuran trombosit sesuai

dengan pembesaran limpa (Slichter dkk., 2005). Riwayat transfusi berulang sebelumnya juga

memengaruhi peningkatan trombosit karena pemberian transfusi berulang akan terjadi pembentukan

antibodi terhadapa HPA dan HLA yang diekspresikan oleh trombosit, pembentukan antibodi HLA 10 kali

lebih sering dibandingkan pembentukan antibosi HPA (Refaai dkk., 2011).

Penelitian ini dilakukan pada anak dengan penyakit keganasan disertai trombositopenia refrakter.

Nilai CCI saat pemberian trombosit random donor pertama -435/µL (IQR 3075), dan CCI saat pemberian

trombosit random donor kedua yaitu -265/µL (IQR 2440). Nilai CCI saat pemberian trombosit apheresis

mencapai 9369/µL (SD 7143), peningkatan ini signifikan dengan nilai P<0,05. Nilai trombosit setelah

random donor 1, dengan median 12,32x103/µL, random donor 2 median sebesar 10,92x103/µL dan setelah

trombosit apheresis median sebesar 45,7x103/µL. Subjek penelitian yaitu 22, terdiri dari 3 subjek dengan

nilai CCI lebih rendah setelah pemberian trombosit apheresis, dan 19 subjek yang menunjukkan

peningkatan CCI setelah pemberian trombosit apheresis. Nilai CCI yang lebih rendah setelah pemberian
trombosit apheresis dapat terjadi karena pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap

HPA dan HLA pada komponen trombosit yang akan ditransfusikan sehingga hal ini dapat menyebabkan

peningkatan kadar trombosit yang tidak bermakna.

Nilai peningkatan trombosit setelah pemberian trombosit apheresis lebih tinggi dibandingkan saat

pemberian trombosit random donor, hasil ini sesuai dengan penelitian tahun 2015, dengan hasil

peningkatan trombosit setelah pemberian trombosit apheresis lebih tinggi yaitu 18,7 x 103/µL

dibandingkan peningkatan trombosit setelah pemberian trombosit random donor yaitu 3,20 x 10 3/ µL

dengan nilai P< 0,05 (Hussein, 2015). Penelitian lain yang dilakukan di USA tahun 2007 menunjukkan

median CCI setelah pemberian trombosit apheresis adalah 14.178 dibandingkan dengan pemberian

trombosit random donor dengan median CCI 7793 (P<0,05) (Gurkan dkk., 2007).

Penurunan viabilitas trombosit terjadi pada trombosit yang sudah disimpan lebih dari 5 hari,

trombosit yang baik adalah trombosit dengan waktu penyimpanan 1 hingga 2 hari (Weiss dan Mintz,

2000). Trombosit random donor dapat memberikan nilai peningkatan trombosit lebih baik jika dilakukan

penyesuaian dosis yang tepat dan memiliki kualitas yang baik saat ditransfusikan (Apelseth dkk., 2010).

Penelitian yang dilakukan di Canada tahun 2008, didapatkan 10 data RCT menunjukkan adanya

hubungan pemberian trombosit apheresis dengan peningkatan nilai CCI baik pada waktu 1 jam post

transfusi (mean difference 2,49; 95% CI 2,21-2,77) ataupun 18- 24 jam post transfusi (mean difference

1,64; 95% CI 0,60-2,67) (Heddle dkk., 2008).

6.3 Reaksi transfusi

Reaksi transfusi yang setelah pemberian trombosit ada beberapa jenis yaitu febris diakibatkan oleh

pengeluaran cytokine dan antibodi HLA dari resepien, reaksi anafilaksis akibat antibodi anti-IgA pada

subjek, atau antigen pada plasma pendonor, kontaminasi mikroorganisme dapat berupa virus, bakteri,

parasit ataupun jamur, reaksi transfusi transfusion associated lung injury (TRALI) terjadi karena antibodi

HLA dan HPA, transfusion associated circulatory overload (TACO) karena overload volume transfusi,
reaksi alloimunisasi akibat antigen HLA, residual lekosit dan antigen HPA pada trombosit (Holbro dkk.,

2013).

Derajat reaksi transfusi sesuai derajatnya yaitu ringan dengan gejala gatal, bengkak pada mata

(angioedema), derajat sedang gejala klinis urtikaria, obstruksi jalan napas (stridor, serak), obstruksi

saluran napas bagian bawah (mengi dan sesak napas), serta derajat berat dengan gejala syok anafilaksis

(Chaffin, 2012). Tehnik apheresis memungkinkan pengumpulan komponen darah yang diinginkan dalam

jumlah besar dan komponen darah yang tidak diperlukan akan dikembalikan kedalam tubuh pendonor.

Proses pengumpulan darah untuk mendapatkan trombosit apheresis menjalani proses leukoreduction

sehingga tidak dilakukan filtrasi setelah komponen trombosit terkumpul dalam kantong khusus. Tehnik

apheresis yang berasal dari satu donor akan mengurangi risiko infeksi bakteri, infeksi virus dan

mengurangi sensitisasi HLA (Kiswari, 2014; Hillyer dkk., 2004).

Reaksi transfusi urtikaria setelah pemberian trombosit random donor adalah 1 subjek (4,5%),

sedangkan saat pemberian trombosit apheresis adalah 1 subjek (4,5%). Reaksi transfusi urtikaria setelah

pemberian trombosit apheresis diakibatkan meningkatnya mediator direct allergic agonists C5a, brain

derived neurothrophic factor (BDNF), dan CCL5 (RANTES) pada trombosit apheresis (Savage dkk.,

2012). Penelitian yang dilakukan di India tahun 2014 secara cross sectional menunjukkan mean platelet

volume (MPV) yang tinggi dan kadar pelarut P-selectin pada subjek yang mendapatkan transfusi

trombosit dan mengalami urtikaria kronik. Trombosit sebagai sumber mediator inflamasi yang terlibat

dalam pelepasan histamin dari basophil dan sel mast (Chandrashekar dkk., 2014).

Reaksi transfusi febris setelah pemberian transfusi trombosit random donor tidak ada, namun terdapat

reaksi transfusi febris pada pemberian trombosit apheresis. Reaksi transfusi dengan gejala febris yaitu

terjadi dengan peningkatan suhu ≥1oC dalam 4 jam pertama setelah pemberian transfusi dan suhu kembali

normal dalam waktu kurang dari 48 jam, tidak didapatkan bukti kontaminasi bakteri dan tidak terjadi

hemolisis dapat disebut dengan istilah febril non-hemolytic transfusion reaction. Febris dapat terjadi

akibat penyimpanan komponen trombosit yang lama sehingga mengandung lebih banyak lekosit atau
akibat antibodi yang terbentuk pada subjek yang telah menerima transfusi trombosit sebelumnya (Kiefel,

2008). Penelitian yang dilakukan di New Zeland, 2013 menunjukkan hasil bahwa komponen trombosit

yang disimpan lebih dari dua hari didapatkan dengan kultur bakteri positif, bakteri yang didapatkan

umumnya Staphyloccocus aureus sedangkan komponen trombosit yang disimpan kurang dari dua hari

menunjukkan kultur negatif (Dickson dan Dinesh, 2013). Kontaminasi bakteri pada komponen trombosit

umumnya adalah kontaminasi bakteri gram positif, bakteri ini umumnya ditemukan di kulit. Gejala yang

dapat timbul akibat kontaminasi bakteri yaitu peningkatan suhu ≥ 2oC atau ≥ 36o F, menggigil, hipotensi

atau gangguan sirkulasi beberapa jam setelah transfusi selesai. Hal yang mempengaruhi terjadinya reaksi

transfusi adalah IgE dan IgG yang mencetuskan pelepasan sitokin, kemokin dan histamin dari produk

trombosit yang ditransfusikan (Kiefel, 2008). Kelemahan penelitian ini adalah nilai CCI yang didapatkan

setelah pemberian trombosit apheresis tidak bisa kita pastikan sebagai efek murni dari pemberian

transfusi trombosit apheresis, karena pada penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok dengan

pengambilan sampel darah berulang.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

• Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh simpulan terdapat peningkatan trombosit setelah pemberian

trombosit apheresis. Nilai mean CCI pada pemberian trombosit apheresis adalah 5,3-7,3 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan pemberian trombosit random donor. Reaksi transfusi pada pemberian trombosit

apheresis berupa reaksi transfusi derajat ringan hingga sedang.

• Saran

• Saran pada penelitian ini adalah diperlukan penelitian lebih lanjut yaitu uji cost dan efektifitas pada

pemberian trombosit apheresis dengan menggunakan kontrol sebagai pembanding.

• Peningkatan nilai trombosit pada pemberian trombosit apheresis, dapat digunakan untuk mengevaluasi

protokol penggunaan trombosit apheresis pada anak keganasan disertai trombositopenia refrakter.
DAFTAR PUSTAKA

American cancer society. 2014. Cancer fact and figures 2014. Cancer in children and
adolescents. Atlanta. Hal:25-41.
American Cancer Society. 2015. Neuroblastoma. Diunduh dari: http//:www.cancer.org.
Aryana IGK, Ariawati K. 2014. Characteristics of children with solid tumor in Sanglah hospital,
Denpasar.
Bambang P, Ugrasena I.D.G. 2006.Neuroblastoma. Buku ajar hemato-onkologi anak. Catakan
kedua: 255-264.
Bambang S, Mudrik T. 2006. Limfoma maligna. Buku ajar hemato-onkologi anak. IDAI.
Catakan kedua; 248-254.
Banta H.D, Behney C.J, Langenbrunner J.C, Bums A.K, King C, Simerly P,dkk. 1983. Health
technology case study 23: the safety, efficacy, and cost effectiveness of therapeutic
apheresis. Washington: U.S.Government Printing Office.
Barbosa MH, da Silva KFN, Coelho DQ, Tavares JL, da Cruz LF, dan Kanda MH. 2014. Risk
factors associated with the occurrence of adverse events in plateletpharesis donation.
Elsevier. 36:191-195.
Barone JE. 2009. Fever: fact and fiction. The journal of Trauma. Vol.67:406-9.
Buchanan, G.R. 2005. Trombocytopenia during childhood. Pediatrics in review. 26:401.
Cable R, Carlson B, Chambers L, Kolins J, Murphy S, Tilzer L,dkk. 2007. Practice guidelines
for blood transfusion. Edisi ke-2.
Cancer.Net. 2015. Central nervous system tumors-childhood. Diunduh dari:
http//:www.Cancer.net.
Chaffin DJ. 2012. Transfusion reactions. Diunduh dari : http//:www.bbguy.org.
Christina K. 2003. Solid tumor childhood malignancies. Case based pediatrics.Hawai.
Consolini, D.M. 2011. Trombocytopenia in infants and children. Pediatrics in review. 32:135.
Dalimoenthe NZ. 2005. Kelainan hemostasis pada keganasan hematologi. Dalam: Suryaatmadja
M. Pendidikan berkesinambungan patologi klinik. Jakarta: Bagian patologi klinik FKUI.
Hal.129-148.
Dasril D. 2006.Tumor Wilms. Buku ajar hemato-onkologi anak. IDAI. Catakan kedua: 265-269.
Dickinson HO. 2005. The causes of childhood leukaemia. BMJ. Vol 4:1279-80
Djajadiman G, Bulan G. 2006. Rabdomiosarkoma. Buku ajar hemato-onkologi anak. Catakan
kedua: 270-273.
Dumont LJ, VandenBroeke. 2003. Seven day storage of apheresis platelets: report of an in vitro
study. Vol. 43. Hal. 143-50.
Eklund EA. 2009. Cancer treatment and research in cancer. Dalam : Thrombocytopenia and
cancer. Vol.148:279-290.
Elting LS, Rubenstein EB, Martin CG, Kurtin D, Rodriquez S, Laiho E,dkk,. 2001. Incidence,
cost, and outcomes of bleeding and chemotherapy dose modification among solid tumor
patients with chemotherapy induced thrombocytopenia. Journal of clinical oncology. Vol
19: 1137-46.
Elizabeth JC. 2007. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
hal. 414
Eyre R, Feltbower RRG, Mubwandarikwa E, Eden TOB, McNally RJQ. 2009. Epidemiology of
bone tumors in children and young adults. Pediatr Blood Cancer. Vol 53:941-952.
Fletcher C.H, Dombourian M.G dan Millward P.A. 2015. Pubmed. Hal:47-51.
Foucher E.S, Stiller C, Lacour B, Kaatsch P. 2005. International classification of childhood
cancer, Third Edition. Cancer.Vol 103:1457-67.
Freireich EJ. 2000. Supportive care for patients with blood disorders. Br J Haematol. Hal:68-77.
Gauer RL dan Braun MM. 2012. Thrombocytopenia. Diunduh dari: American family physician.
Diunduh dari: http//:www.aafp.org/afp.
Guidelines for the administration of platelets. 2012. Third Edition. Diunduh dari:
www.wadsworth.org/labcert/blood_tisue.
Gobel U, Schneider DT, Galaminus G, Haas RJ, Schmidt P, Harms D. 2000. Germ cell tumors in
childhood and adolescence. Annals of oncology. Vol 11:263-271.
Grigoropoulos NF, Petter R, Van ‘t Veer. 2013. Leukemia update. Part 1: diagnosis and
management. BMJ. Vol 28;346.
Gurkan E, Patah PA, Saliba RM, Ramos CA, Anderson BS, Champlin R,dkk,. 2007. Efficacy of
prophylactic transfusions using single donor apheresis platelets versus pooled platelet
concentrates in AML/MDS patients receiving allogeneic hematopoietic stem cell
transplantation. PubMed. Hal: 461-64.
Harry R, Susi S, Lelani R.2006. Buku ajar hemato-onkologi anak. Catakan kedua: 274-280.
Hassan BAR. 2013. Role of cancer and chemotherapy in the incidence of thrombocytopenia.
Pharmaceut anal acta. Vol 4:1-2.
Hendarto A, Sjarif DR. 2011. Antropometri anak dan remaja. Dalam : Sjarif DR, Lestari ED,
Mexitalia M, Nasar SS., Penyunting. Buku ajar Nutrisi pediatric dan penyakit metabolic.
Jilid I. IDAI.h.23-25.
Hillyer C.D, Strauss R.G, Luban N.L.C. 2004. Blood donation;in Handbook of pediatric
transfusion medicine. Elsevier.
Hod E dan Schwartz J. 2008. Platelet transfusion refractoriness. British journal of haematology.
Holbro A, Infanti L, Sigle J, Buser A. 2013. Platelet transfusion : basic aspect. The European
journal of medical sciences. Vol.143:13885.
Hungu. 2007. Pengertian jenis kelamin, repository. Diunduh dari: http//:www.usu.ac.id.
IB.Mudita,2006. Buku ajar hemato-onkologi anak. IDAI. Catakan kedua: 281-291.
Josephson CD, Hillyer CD. 2004. Blood components. Dalam: Strauss RG, Hillyer CD, Luban
NLC., Penyunting. Handbook of Pediatrics transfusion medicine. Hal: 27-34.
Kiefel V. 2008. Reaction induced by platelet transfusion. Transfus Med Hemother. Karger. Vol.
35:354-358.
Kiswari Rukman. 2014. Hematologi dan transfusi. Semarang: Erlangga.
Lastariana KAY, Ariawati K, Widnyana P. 2016. Prevalence and characteristics of children with
retinoblastoma in 2008-2015 at Sanglah hospital, Denpasar. Paediatrica Indonesiana.
Vol.56. Hal: 25.
Lee M, Kim BK, Park S, Suh C, Park M.H dan Cho M.J. 1988. Journal of Korean Medical
Science.
Levi MM. 2015. Dissaminated intravascular coagulation. Medscape. http//:
emedicine.medscape.com
Liebman HA. 2014. Thrombocytopenia in cancer patients. Elsevier. Hal: S63-S69.
Liumbruno G, Francesco B, Angela L, Pierluigi P, Gina R. 2009. Recommendations for the
transfusion of plasma and platelets. Blood transfuse. Hal:132-150.
Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. 2003. Bab.6 Abdomen. Dalam: Matondang CS,
Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta. Sagung Seto. Hal.95-119.
Michon B, Moghrabi A, Winikoff R, Barrette S, Bernstein M.L, Champagne J, David M, Duval
M, Hume H.A, Robitaille N, Belisle A, dan Champagne M.A. 2007. Complication of
apheresis in children. PubMed.
Medicine Net. 2016. Infection definition. Diunduh dari: http//:www. medicinenet.com
Miller Y, Bachowwski G, Benjamin R, Eklund D.K, Hibbard AJ, Lightfoot T,dkk. 2007. Practice
guidelines for blood transfusion: a compilation from recent peer-reviewed literature. Edisi
ke-2. Rockville: American Red Cross.
Mudita IB. 2007. Pola penyakit dan karatkteristik pasien hemato-onkologi bagian ilmu kesehatan
anak fakultas kedolteran universitas udayana/ RS Sanglah Denpasar periode 2000-2005.
Sari pediatri. Vol 9:13-16.
Mulatsih S, Diba VF. 2009. Neuroblastoma pada anak usia 7 tahun. Sari pediatri. Vol 10:292-
295.
Nency YM. 2011. Perbedaan kebutuhan transfusi darah selama fase induksi pada leukemia
limfoblastik akut. Sari pediatri. Vol 13:271-4.
Nydam TL, Kashuk JL, Moore EE, Johnson JL, Burlew CC, Biffi WL dkk., 2011. Refractory
postinjury thrombocytopenia is associated with multiple organ failure and adverse
outcomes. PubMed. Vol.2:401-7.
Oemiati R, Rahajeng E, Kristanto AY. 2011. Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang
mempengaruhinya di Indonesia. Buletin penelitian kesehatan. Vol.39:190-204.
Paradela S, Fonseca E, Prieto VG. 2011. Melanoma in children. Arch Pathol Lab Med. Vol
135:307-316.
Permono B, Ugrasena I.D.G. 2006. Leukemia akut. Buku ajar hemato-onkologi anak. IDAI.
Catakan kedua:236-254.
Practice guidelines for blood transfusion. 2007. Edisi ke-2. Platelet general information.
American red cross
Pudjo H.W. 2006. Buku ajar hemato-onkologi anak. IDAI. Catakan kedua: 292-301.
Purba J, Mulatsih S, Nurani N, dan Triyono T. 2013. Faktor risiko refrakter trombosit pada anak.
Sari pediatri. Vol 15:190-4.
Rofinda, Z.D. 2012. Kelainan homeostasis pada leukemia. Jurnal kesehatan Andalas.
Saxonhouse M, Slayton W, Sola MC. Platelet transfusions in the infant and child. Dalam:
Hillyer CD, Strauss RG, Luban NLC. 2004. penyunting. Pediatric transfusion medicine.
California: Elsevier Academic Press. Hal:253-70.
Schiffer CA, Anderson KC, Bennett CL, Bernstein S, Elting LS, Goldsmith M ,dkk,.2001.
Platelet transfusion for patients with cancer: clinical practice guidelines of the American
society of clinical oncology. Journal of clinical oncology. Vol 19:1519-38.
Scott CH. 2007. Children cancer epidemiology in low income countries. Cancer. Vol 3:461-472.
Scorza ET, Alvarez MBB, Scorza CJT, Ivannov SP. 2011. Pediatric soft tissue tumors. Diunduh
dari: http//:www.intechopen.com.
Sherrill JS, Stanworth SJ, dan Hess JR. 2007. Evidence based platelet transfusion guidelines.
American society of hematology.
Sherril JS, Davis K, Enright H, Braine H, Gernsheimer T, Kao KJ dkk., 2005. Faktor affecting
posttransfusion platelet increments, platelet refractoriness, and platelet transfusion intervals
in theombocytopenic patients. PubMed. Vol 10:4106-14.
Singh RP, Marwaha N, Malhotra P, dan Dash S. 2008. Therapeutic efficacy of different types of
platelet concentrates in thrombocytopenic patients. Indian J. hematol Blood Transfus.
Springer. Vol 24:16-22.
Sulastriana, Muda S, dan Jemadi. 2012. Karakteristik anak yang menderita leukemia akut rawat
inap di RSUP H.ADAM MALIK Medan tahun 2011-2012.
Tarigan ADT, Ariawati K, Widnyana P. Prevalence and characteristics of children with acute
lymphoblastic leukemia in Sanglah hospital, Denpasar in 2011-2015. Paediatrica
Indonesiana. Vol. 56. Hal:113.
Tjiptoprajitno NA, Aryati, Sudiana IK.2012. Analisis produk darah thrombocyte concentrate di
Palang Merah Indonesia Surabaya. JBP. Hal:145-52.
Vaughan J.L, Fourie J, Naidoo S, Subramony N, Wiggill T, Alli N.2015. Prevalence and causes
of thrombocytopenia in an academic state sector laboratory in Suweto,
Whitehurst RM. 2009. ABO incompatibility. Dalam : Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG.,
Penyunting. Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problem, Disease and
Drugs. Edisi ke-6.New York: McGraw-Hill. h. 393-5.
World Health Organization. 2009. Children and cancer. Diunduh dari: http//:
www.who.int/ceh/capacity
World Health Organization. 2012. Platelet transfusion in clinical practice: professional guidance
document. Diunduh dari: http://www/hse.ie/eng/about/Who/clinical/natclinprog/blood.html
World Health Organization. 2014. World cancer report. Diunduh dari:
https://www.scribd.com/doc
World Health Organization. 2015. Cancer. Diunduh dari: http//: www.medicinenet.com.
Lampiran 1 SURAT KETERANGAN KELAIKAN ETIK
Lampiran 2 IJIN MELAKSANAKAN PENELITIAN
Lampiran 3 PENJELASAN DAN INFORMASI

JUDUL : PENINGKATAN JUMLAH TROMBOSIT SETELAH PEMBERIAN


TRANSFUSI TROMBOSIT APHERESIS PADA ANAK DENGAN PENYAKIT
KEGANASAN DISERTAI TROMBOSITOPENIA REFRAKTER

PENELITI: dr. Sang Ayu Putu Srimas Ambara Dewi


SURAT PERSETUJUAN
Kami mengharapkan kesediaan anda untuk berpartisipasi dalam penelitian yang berjudul
“Peningkatan jumlah trombosit setelah pemberian transfusi trombosit apheresis pada anak
dengan penyakit keganasan disertai trombositopenia refrakter di RSUP Sanglah tahun 2016”.

Keganasan merupakan penyakit akibat pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan dapat
menyebar ke seluruh peredaran darah (American cancer society, 2014). Keganasan merupakan
penyebab kematian kedua yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat
penyakit tidak menular di dunia. Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan trombositopenia
pada pasien keganasan yaitu akibat langsung dari keganasan tersebut, terapi yang diberikan,
kelainan mikroangiopati dan kelainan imunologi. Manifestasi perdarahan yang dapat timbul
yaitu perdarahan mukosa, intrakranial, gastrointestinal dan genitourinarius). Transfusi trombosit
merupakan terapi suportif yang diberikan dengan tujuan (1) sebagai profilaksis, (2) sebagai
terapi. Indikasi transfusi trombosit sebagai profilaksis yaitu saat jumlah trombosit <10.000/µl,
saat jumlah trombosit <50.000/µl rencana dilakukan tindakan invasif, perdarahan pembuluh
darah kecil yang aktif, disfungsi trombosit dijalur intrinsik saat akan dilakukan tindakan invasif
dan saat melakukan transfusi yang massif. Beberapa macam transfusi trombosit yang kita ketahui
adalah transfusi trombosit konsentrat (TC) dari whole blood yang sering juga disebut sebagai
random donor platelets (RDP) dan trombosit apheresis yang disebut juga single donor platelets
(SDP) atau platelets apheresis. Kekurangan dari transfusi trombosit random donor yaitu
memerlukan beberapa pendonor untuk setiap transfusi, memiliki risiko transmisi infeksi yang
lebih besar dan jika memiliki riwayat transfusi berulang dengan trombosit random donor
memiliki kemungkinan menimbulkan reaksi pembentukan antibodi terhadap anti-human
leucocyte antigen (HPA) dan anti-human oaltelet antigen (HLA) sehingga dapat menyebabkan
trombositopenia refrakter. Trombositopenia refrakter adalah rendahnya peningkatan trombosit
setelah dua kali mendapatkan transfusi trombosit random donor. Apheresis trombosit merupakan
metode baru yang diberikan pada pasien trombositopenia khususnya trombositopenia refrakter.
Trombositopenia refrakter juga dapat dinilai atau ditentukan dengan nilai corrected count
increment (CCI) pada satu jam post transfusi kurang dari 5-10 x109/L atau nilai percentage
platelet recovery (PPR) kurang dari 20% dapat dikatakan sebagai trombositopenia refrakter.
Tujuan umum penelitian ini adalah menentukan nilai peningkatan trombosit setelah
diberikan transfusi trombosit apheresis dibandingkan dengan pemberian transfusi random
donor platelets (RDP) pada pasien keganasan disertai trombositopenia refrakter.
Manfaat Penelitian

Mengetahui peningkatan jumlah trombosit menggunakan transfusi trombosit apheresis. Hasil


dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan ilmu pengetahuan baru bagi
sejawat dokter spesialis anak dan dokter umum serta mahasiswa kedokteran, bahwa penggunaan
trombosit apheresis dapat dipertimbangkan bila menghadapi kasus trombositopenia refrakter
pada anak dengan keganasan.

Risiko
Penelitian ini menggunakan sampel darah serum untuk mengukur peningkatan trombosit. Pasien
akan diambil sampel darahnya secara lege artis oleh petugas laboratorium yang berpengalaman
dengan senyaman mungkin dan meminimalisir rasa nyeri dan pengulangan pengambilan. Rasa
nyeri ataupun hematoma (kebiruan) pada bekas suntikan dapat terjadi tetapi akan kami
minimalisasi dengan teknik pengambilan sampel darah yang baik.
Prosedur Penelitian
Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan darah lengkap setelah pemberian transfusi
trombosit random donor dan setelah pemberian transfusi trombosit apheresis.
Kerahasiaan dan Hak Anda

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya sesuai hukum yang
berlaku. Pasien akan mendapat nomor studi. Semua informasi mengenai anak anda hanya akan
dilihat dari nomor studi dan tidak dari nama anak anda. Dokumen yang menghubungkan nama
anak anda dan nomor studi anak anda akan dirahasiakan dan dipisahkan dari data penelitian lain.
Kami akan menyimpan semua data penelitian dalam file terkunci. Hanya staf penelitian yang
dapat melihat data tersebut. Nama anak anda tidak akan disebut dalam laporan penelitian. Pada
akhir penelitian informasi mengenai anak anda akan dihancurkan, kecuali anda mengijinkan
kami untuk menyimpannya untuk penelitian lebih lanjut.

Anda mempunyai hak untuk memutuskan mengikutsertakan anak anda dalam penelitian ini.
Keputusan anda adalah atas dasar sukarela dan diberikan dalam bentuk tulisan tangan atau secara
lisan. Jika anda memutuskan untuk ikut serta, namun di kemudian hari anda berubah pikiran,
anda dapat menarik anak anda dari penelitian kapan saja.

Pembayaran

Anda dan anak anda tidak akan menerima pembayaran apapun dengan ikut serta dalam
penelitian ini. Apabila ada dampak yang berbahaya yang terjadi pada anak anda karena
penelitian ini, anda dapat menghubungi peneliti:

dr. Sang Ayu Putu Srimas Ambara Dewi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Bali, Indonesia

082147482666

Biaya

Untuk pemeriksaan darah lengkap dan pemberian transfusi trombosit apheresis dibiayai oleh
BPJS.

Pertanyaan mengenai hak anda sebagai partisipan dalam penelitian ini dapat diajukan kepada:

dr. Sang Ayu Putu Srimas Ambara Dewi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Bali, Indonesia

082147482666
Lampiran 4 INFORMED CONSENT
KERAHASIAAN ya

Nomor kode :
Tanggal :

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama orang tua/wali : _______________________________________________

Alamat : _______________________________________________
No telp/HP : _______________________________________________

Sebagai orang tua/wali anak saya:


Nama anak : _______________________________________________
Umur : _______________________________________________
Alamat : _______________________________________________

Bersedia secara sukarela anak saya menjadi subjek penelitian dengan judul “Peningkatan jumlah
trombosit setelah pemberian transfusi trombosit apheresis pada anak dengan penyakit keganasan
disertai trombositopenia refrakter di RSUP Sanglah tahun 2016”.
Telah mendengarkan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan sadar akan manfaat
dan adanya risiko yang mungkin terjadi pada penelitian.
Saya dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu, meskipun penelitian masih berlangsung, apabila
keadaan anak ini tidak mengijinkan untuk tetap ikut serta dalam penelitian ini.
Apabila terjadi efek samping yang tidak diinginkan akibat penggunaan yang diberikan, peneliti
akan memberikan pelayanan medis yang memadai.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.

Denpasar, ………………..
Mengetahui saksi-saksi Yang membuat pernyataan

• ___________________________

• ___________________________

Tanda tangan dan nama terang

Lampiran 5 KUISIONER
Peningkatan jumlah trombosit setelah pemberian transfusi trombosit apheresis pada anak dengan penyakit

keganasan disertai trombositopenia refrakter :

No Subjek :

Inisial Subjek :
Nama Subjek :

Jenis Kelamin :

Tanggal Lahir :

No Telp :

Alamat :

INISIAL SUBJEK: ______________ NOMOR SUBJEK: _____________

INFORMED CONSENT

Ya Tidak

Apakah lembaran inform consent sudah ditandatangani sebelum ...........


............
subjek berpartisipasi dalam penelitian ini?

Tulis tanggal saat orang tua/wali subjek menandatangani lembar


informed consent (tanggal/bulan/tahun) ...........................

KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria Inklusi Ya Tidak

Jawaban harus YA untuk subjek bisa diikutsertakan dalam


penelitian ini

Anak berusia di atas 1 bulan hingga 12 tahun ........... ............

Pasien dirawat di ruang rawat inap anak RSUP Sanglah ........... ............

Pasien menderita keganasan disertai ...........


trombositopenia ............
refrakter dan mendapatkan transfusi trombosit apheresis

Orang tua atau wali setuju untuk berpartisipasi dalam........... ............


penelitian dan bersedia menandatangani lembar persetujuan
ikut serta dalam penelitian

Kriteria Eksklusi Ya Tidak

Jawaban harus TIDAK untuk subjek bisa diikutsertakan dalam


penelitian ini

...........
Pasien yang diketahui (baik dari anamnesis, pemeriksaan ............
fisik, dan rekam medis) mengalami penyakit dan atau
keadaan lain yang menyebabkan trombositopenia selain
keganasan (HIV, ITP, DIC, gagal hati, DHF)

Pasien yang diketahui (baik dari anamnesis, pemeriksaan........... ...........


fisik, dan rekam medis) mengalami proses inflamasi sistemik
sehingga demam sebelum dilakukan transfusi (DHF, Sepsis)
...........
Pasien dengan keganasan yang menderita trombositopenia ...........
refrakter yang sebelumnya mengkonsumsi obat aspirin atau
NSAID
Drop Out:

...........
Pasien tidak bersedia dilakukan pengambilan sampel darah ...........

kembali sebagai pemberian transfusi trombosit random


maupun trombosit apheresis

...........
Pasien meninggal sebelum pemeriksaaan dan pemberian ...........
transfusi selesai

Terjadi reaksi transfusi sedang atau berat ........... ...........

KARAKTERISTIK SUBJEK

Tanggal lahir (tanggal/bulan/tahun) ........................................................

Jenis kelamin [ ] laki [ ] perempuan

Berat badan aktual saat penelitian (kg) .................................................................................................

Berat badan ideal (kg)

Panjang/tinggi badan saat penelitian (cm) ......................................................

Jumlah kantong trombosit random donor 1 ......................................................

Jumlah kantong trombosit random donor 2 ......................................................

Jumlah kantong trombosit apheresis ......................................................

LABORATORIUM

DL pre apheresis 1 ..............................................

DL pre apheresis 2 ..............................................

DL post apheresis ..............................................

corrected count increment (CCI)


REAKSI TRANSFUSI

Beri tanda √ (Ya) atau (tidak)

Periode transfusi Ya Tidak


trombosit random donor

Urtikaria

Febris

Syok anafilaksis

Periode transfusi Ya Tidak


trombosit apheresis

Urtikaria

Febris

Syok anafilaksis

Investigator

Nama Tanda tangan Tanggal


Lampiran 6 HASIL ANALISIS SPSS

Anda mungkin juga menyukai