Anda di halaman 1dari 21

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR TAHUN....
TENTANG
KEPALANGMERAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk mendukung


tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia untuk menciptakan ketertiban
dunia dan berkeadilan sosial;
b. bahwa untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan negara
membentuk perhimpunan nasional yang menggunakan lambang
kepalangmerahan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal;
c. bahwa dengan telah diratifikasinya Konvensi Jenewa Tahun
1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 yang
mengatur tentang keikutsertaan negera Republik Indonesia
dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949,
mewajibkan negara untuk menerapkannya dalam sistem hukum
nasional;
d. bahwa pengaturan mengenai kepalangmerahan belum diatur
dalam suatu Undang-Undang;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk
Undang-Undang tentang Kepalangmerahan;

Mengingat: 1. Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Keikutsertaan
Negera Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa
tanggal 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Nomor 109 Tahun
1958);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG KEPALANGMERAHAN.

1
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1 Kepalangmerahan adalah seluruh bentuk kegiatan gerakan kemanusiaan.
2 Lambang Palang Merah adalah simbol berbentuk palang merah pada suatu
dasar putih dengan atau tanpa kata-kata palang merah.
3 Lambang Palang Merah Indonesia adalah suatu simbol yang berbentuk
palang merah dengan ciri-ciri tertentu yang digunakan secara resmi oleh
perhimpunan nasional Indonesia.
4 Palang Merah Indonesia yang selanjutnya disingkat PMI adalah
perhimpunan nasional yang bersifat independen dan nirlaba yang dibentuk
oleh Presiden.
5 Kegiatan Kemanusiaan adalah kegiatan yang bersifat meringankan
penderitaan sesama manusia yang dengan tidak membedakan agama atau
kepercayaan, suku, jenis kelamin, kedudukan sosial, pandangan politik atau
kriteria lain yang serupa.
6 Konflik Bersenjata adalah suatu konflik yang terjadi ketika dikerahkannya
angkatan bersenjata antar Negara atau kekerasan bersenjata
berkepanjangan antara pihak berwenang pemerintah dan kelompok-
kelompok bersenjata terorganisir, atau antar kelompok semacam itu dalam
suatu Negara.
7 Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
8 Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9 Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota, serta perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
10Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertahanan.

Pasal 2
Kepalangmerahan dilaksanakan berasaskan:
a. kemanusiaan;
b. kesamaan;
c. kenetralan;
d. kemandirian;
e. kesukarelaan;
f. kesatuan; dan
g. kesemestaan.

Pasal 3
Pengaturan Kepalangmerahan bertujuan:
a. mengatur penggunaan Lambang Palang Merah;
b. menertibkan penggunaan Lambang Palang Merah pada masa konflik
bersenjata dan pada masa damai;
c. mencegah dan menanggulangi peniruan serta penyalahgunaan Lambang
Palang Merah; dan
d. mengatur tentang Perhimpunan Nasional.

2
BAB II
BENTUK DAN PENGGUNAAN
LAMBANG PALANG MERAH

Bagian Kesatu
Bentuk

Pasal 4
(1) Lambang Palang Merah dibuat dengan warna merah di atas dasar putih
dengan ketentuan panjang palang horizontal dan panjang palang vertikal
berukuran sama.
(2) Ketentuan mengenai spesifikasi teknis Lambang Palang Merah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Bagian Kedua
Penggunaan

Paragraf 1
Umum

Pasal 5
Lambang Palang Merah digunakan sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal
dalam kegiatan kemanusiaan.

Paragraf 2
Tanda Pelindung

Pasal 6
(1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung digunakan Tentara Nasional
Indonesia pada masa damai dan masa konflik bersenjata.
(2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung oleh Tentara
Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan
oleh:
a. dinas kesehatan;
b. tenaga kesehatan;
c. rohaniwan;
d. sarana atau unit transportasi kesehatan; dan
e. fasilitas dan peralatan medis.

Pasal 7
(1) Selain oleh Tentara Nasional Indonesia, Lambang Palang Merah sebagai tanda
pelindung dapat digunakan oleh:
a. perhimpunan nasional;
b. tenaga kesehatan sipil;
c. rohaniwan sipil;
d. rumah sakit sipil;
e. sarana atau unit-unit transportasi kesehatan sipil; dan
f. organisasi kemanusiaan lainnya.
(2) Penggunaan Lambang Palang Merah oleh selain Tentara Nasional Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat izin
Menteri.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

3
Pasal 8
(1) Tenaga kesehatan dan rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas PMI,
tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil, serta organisasi kemanusiaan lain
menggunakan tanda pelindung berbentuk kartu identitas dan ban lengan yang
dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Kartu identitas dan ban lengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
selalu dibawa dan digunakan selama bertugas.
(3) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, bahan, dan spesifikasi kartu identitas
dan ban lengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.

Pasal 9
Tenaga kesehatan dan rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas PMI,
tenaga kesehatan dan rohaniawan sipil, serta organisasi kemanusiaan lain harus
menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung di dada dan/atau
ban lengan pada lengan kiri.

Pasal 10
Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung harus dibuat dalam ukuran yang
memudahkan untuk diidentifikasi dari jarak jauh.

Pasal 11
Lambang Palang Merah yang digunakan sebagai tanda pelindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 tidak ditambah dengan gambar, tulisan, atau tanda
dalam bentuk apa pun.

Pasal 12
(1) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung pada bangunan
ditempatkan pada atap bangunan.
(2) Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung pada kendaraan
darat, pesawat udara, dan kapal laut ditempatkan pada semua sisi kendaraan
dan dapat disertai dengan penggunaan sinyal yang biasa digunakan sesuai
dengan ketentuan hukum atau kebiasaan internasional.

Pasal 13
Dalam hal terjadi konflik bersenjata, para pihak yang terlibat dalam pertikaian
wajib menghormati dan/atau memberikan perlindungan kepada objek yang
menggunakan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagai tanda
pelindung sesuai dengan ketentuan hukum humaniter internasional.

Pasal 14
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat juga diberlakukan pada
saat terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan.

Paragraf 3
Tanda Pengenal

Pasal 15
Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal dapat digunakan
pada masa damai dan masa konflik bersenjata.

Pasal 16
(1) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal hanya digunakan untuk
memberi tanda pengenal kepada anggota, tenaga kesehatan, unit atau sarana
tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan medis dari perhimpunan
nasional.
4
(2) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat digunakan oleh pihak lain untuk tujuan yang mendukung
kegiatan kemanusiaan setelah mendapat persetujuan ketua perhimpunan
nasional.
(3) Ketentuan mengenai penggunaan Lambang Palang Merah sebagai tanda
pengenal oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
bagi Komite Internasional Palang Merah, Federasi Perhimpunan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional, serta perhimpunan nasional palang
merah atau bulan sabit merah negara lain.

Pasal 17
(1) Perhimpunan nasional dapat menggunakan Lambang Palang Merah sebagai
tanda pengenal untuk mendukung:
a. penyebarluasan hukum humaniter internasional; dan
b. kegiatan kemanusiaan.
(2) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan pada
barang-barang bantuan yang diberikan kepada korban konflik bersenjata dan
korban bencana.

Pasal 18
1. Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal digunakan sebagai:
a. lambang pelengkap;
b. lambang dekoratif; dan
c. lambang asosiatif.
2. Penggunaan Lambang Palang Merah sebagai Lambang asosiatif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c harus setelah mendapat ijin Ketua
Perhimpunan nasional.

Pasal 19
(1) Ukuran Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal harus dibuat lebih
kecil daripada ukuran Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung.
(2) Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal dapat digunakan secara
bersamaan dengan tanda pelindung.

BAB III
PALANG MERAH INDONESIA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 20
PMI merupakan organisasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menjalankan
kegiatan kepalangmerahan menurut Konvensi Jenewa.

Pasal 21
Organisasi kemanusiaan selain PMI diakui keberadaannya dan dapat melakukan
kegiatan kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Tugas

Pasal 22
PMI bertugas:
a. mempersiapkan dan melaksanakan pemberian bantuan dalam
penanggulangan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri;
5
b. melakukan kerjasama dalam bidang kemanusian dengan organisasi
kemanusian lain di dalam dan di luar negeri;
c. memberikan pelayanan sosial dan kesehatan, termasuk pelayanan transfusi
darah;
d. memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata;
e. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan Lambang Palang Merah
dan kegiatan Kepalangmerahan; dan
f. melaksanakan tugas yang diberikan Pemerintah.

Pasal 23
Pelayanan tranfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c
dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bekerja sama
dengan PMI.

Bagian Ketiga
Struktur Organisasi

Pasal 24
(1) Struktur organisasi PMI terdiri atas:
a. PMI Pusat;
b. PMI Provinsi;
c. PMI Kabupaten/Kota; dan
d. PMI Kecamatan.
(2) Struktur Organisasi PMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disesuaikan dengan kebutuhan PMI.

Pasal 25
(1) PMI Pusat meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia dan dibentuk oleh
Presiden.
(2) PMI Provinsi meliputi wilayah provinsi dibentuk dan disahkan oleh PMI Pusat.
(3) PMI Kabupaten/Kota meliputi wilayah kabupaten/Kota dibentuk oleh PMI
provinsi dan disahkan oleh PMI Pusat.
(4) PMI Kecamatan meliputi wilayah kecamatan dibentuk oleh PMI
kabupaten/kota dan disahkan oleh PMI Provinsi.

Bagian Keempat
Kepengurusan

Pasal 26
Syarat untuk menjadi pengurus PMI:
a. Warga Negara Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. bukan pengurus partai politik di setiap tingkatan;
d. tidak boleh merangkap jabatan publik; dan
e. bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah selama masa
kepengurusan.

Bagian Kelima
Koordinasi

Pasal 27
(1) PMI berkoordinasi dengan pihak lain yang berwenang dalam melakukan
kegiatan kemanusiaan.

6
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada masa damai
dan masa konflik bersenjata.

Bagian Keenam
Kerja Sama

Pasal 28
Dalam melaksanaan kegiatan Kepalangmerahan PMI bekerja sama dengan:
a. Komite Internasional Palang Merah;
b. Federasi Internasional dan organisasi kemanusiaan internasional;
c. perhimpunan nasional negara lain:
d. organisasi internasional; dan
e. organisasi kemanusiaan lainnya.

Bagian Ketujuh
Lambang Palang Merah Indonesia

Pasal 29
(1) Lambang Palang Merah Indonesia adalah Lambang Palang Merah yang
dilingkari garis merah berbentuk bunga melati berkelopak lima di atas dasar
putih.
(2) Lambang Palang Merah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai tanda pengenal.
(3) Ketentuan mengenai spesifikasi teknis Lambang Palang Merah Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 30
Lambang Palang Merah Indonesia hanya digunakan oleh komponen, fasilitas dan
peralatan medis, bangunan, sarana atau unit-unit transportasi kesehatan, dan
sarana lain yang berkaitan dengan kegiatan PMI.

Pasal 31
(1) Lambang Palang Merah Indonesia hanya dapat digunakan oleh pihak lain
untuk tujuan yang mendukung kegiatan kemanusiaan setelah mendapat
persetujuan Ketua Umum PMI.
(2) Dalam hal pihak lain menggunakan Lambang Palang Merah Indonesia
bersama dengan logo atau merek suatu produk barang atau jasa untuk
kepentingan mendukung kegiatan kemanusiaan, persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh PMI.

Bagian Kedelapan
Pendanaan

Pasal 32
(1) Pendanaan PMI diperoleh dari:
a. sumbangan masyarakat dan sumbangan lain yang sah dan tidak mengikat
sepanjang waktu melalui berbagai usaha; dan
b. usaha-usaha lain yang tidak mengikat sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.

7
Pasal 33
(1) Pengelolaan pendanaan PMI dilaksanakan secara transparan, tertib, dan
akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan pendanaan PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
diaudit secara berkala oleh akuntan publik dan diumumkan kepada
masyarakat.
(3) Pengelolaan pendanaan PMI yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diaudit secara
berkala oleh Badan yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang
pemeriksaaan keuangan Negara.

Pasal 34
Ketentuan mengenai struktur organisasi, komponen, wewenang, dan tanggung
jawab PMI ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 35
Peran serta masyarakat dalam kegiatan Kepalangmerahan dapat dilakukan
melalui:
a. pemberian bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana dalam
kegiatan Kepalangmerahan;
b. partisipasi dalam kegiatan Kepalangmerahan; dan
c. pengawasan terhadap kegiatan Kepalangmerahan.

BAB V
LARANGAN

Pasal 36
Setiap Orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah pada ban lengan
dan/atau ditempatkan pada atap bangunan dengan tujuan sebagai tanda
pengenal.

Pasal 37
Setiap Orang dalam konflik bersenjata dilarang menyalahgunakan Lambang
Palang Merah untuk tujuan mengelabui pihak lawan yang mengakibatkan luka
berat atau matinya orang.

Pasal 38
Setiap Orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang
Palang Merah Indonesia yang berdasarkan bentuk dan/atau warna, baik
sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan
kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Palang Merah dan/atau
Lambang Palang Merah Indonesia.

Pasal 39
Setiap Orang dilarang menyalahgunakan Lambang Palang Merah dan/atau
Lambang Palang Merah Indonesia sebagai tanda pengenal untuk kegiatan yang
bertentangan dengan Hukum humaniter internasional dan prinsip dasar Gerakan
kemanusiaan internasional.

8
Pasal 40
Setiap Orang dilarang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang
Palang Merah Indonesia pada benda, bangunan, dan sarana transportasi yang
digunakan untuk kegiatan diluar kegiatan Kepalangmerahan.

Pasal 41
Setiap Orang dilarang:
a. menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah
Indonesia sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan
hukum tertentu; dan/atau
b. menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang Palang Merah
Indonesia untuk reklame atau iklan komersial.

Pasal 42
Anggota Tentara Nasional Indonesia dilarang menggunakan Lambang Palang
Merah sebagai tanda pelindung selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan militer.

BAB VI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 43
Setiap Orang yang tidak menghormati dan/atau tidak memberikan perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang mengakibatkan:
a. orang yang menggunakan lambang tersebut luka-luka, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
b. matinya orang yang menggunakan lambang tersebut, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
c. rusak atau hancurnya bangunan, sarana, atau fasilitas yang menggunakan
lambang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Pasal 44
Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal
selain anggota, tenaga kesehatan, sarana atau unit transportasi kesehatan, serta
fasilitas dan peralatan medis yang berkaitan dengan kegiatan kemanusiaan tanpa
mendapat persetujuan ketua perhimpunan nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

Pasal 45
Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah pada ban lengan
dan/atau ditempatkan pada atap bangunan dengan tujuan sebagai tanda
pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).

Pasal 46
Setiap Orang yang dalam konflik bersenjata menyalahgunakan Lambang Palang
Merah untuk tujuan mengelabui pihak lawan yang mengakibatkan luka berat
atau matinya orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan
9
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah yang berdasarkan
bentuk dan/atau warna, baik sebagian maupun seluruhnya menimbulkan
kerancuan dan kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Palang Merah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).

Pasal 48
Setiap Orang yang menyalahgunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang
Palang Merah Indonesia sebagai tanda pengenal untuk kegiatan yang
bertentangan dengan Hukum humaniter internasional dan prinsip dasar
Gerakan Kemanusiaan Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 49
Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang
Palang Merah Indonesia pada benda, bangunan, dan sarana transportasi yang
digunakan untuk kegiatan di luar kegiatan kemanusiaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000(dua ratus juta rupiah).

Pasal 50
Setiap orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang
Palang Merah Indonesia sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama
suatu badan hukum tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 51
Setiap Orang yang menggunakan Lambang Palang Merah dan/atau Lambang
Palang Merah Indonesia untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus
juta rupiah).

Pasal 52
Anggota Tentara Nasional Indonesia yang menggunakan Lambang Palang Merah
sebagai tanda pelindung selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
dengan maksud untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan militer
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000 (dua
ratus juta rupiah).).

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penggunaan Lambang Palang
Merah dan Lambang Palang Merah Indonesia yang telah digunakan oleh Setiap
10
Orang yang tidak berhak berdasarkan Undang-Undang ini wajib diganti dalam
waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-
udangan yang mengatur tentang penggunaan Lambang Palang Merah atau
Lambang Palang Merah Indonesia, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 55
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar Setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang


Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR

11
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR TAHUN.
TENTANG
KEPALANGMERAHAN

I. UMUM
Salah satu tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mendukung ketertiban dunia adalah melalui kegiatan
Kepalangmerahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan
Kepalangmerahan merupakan salah satu pelaksanaan perikemanusiaan yang
adil dan beradab, wajib mendapatkan perlindungan. Perlindungan tersebut,
terutama untuk menjamin penggunaan Lambang Kepalangmerahan oleh
pihak-pihak yang melakukan kegiatan Kepalangmerahan.
Secara internasional, Konvensi Jenewa telah menetapkan tanda
pembeda yang digunakan oleh para petugas penolong korban peperangan,
yaitu dalam:
a. Konvensi Jenewa I Tahun 1949;
b. Konvensi Jenewa II Tahun 1949;
c. Protokol Tambahan I Tahun 1977;
d. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX Tahun 1965; dan
e. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional Tahun 1991.
Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban
tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi
tersebut telah diratifikasi oleh kurang lebih 192 negara, termasuk Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Pengesahan Konvensi-
Konvensi Jenewa Tahun 1949. Konvensi tersebut tidak memberikan
pengesahan terhadap peperangan, tetapi untuk menetapkan ketentuan-
ketentuan yang harus ditaati oleh negara-negara untuk mengurangi
penderitaan akibat perang.
Pengaturan penggunaan Lambang Kepalangmerahan dalam sebuah
Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan hukum masyarakat yang
mendesak untuk diimplementasikan, karena pada saat ini penggunaan
Lambang Kepalangmerahan di Indonesia rancu dan tidak dapat dipastikan
bahwa Lambang tersebut sebagai tanda pembeda bagi petugas dan sarana
relawan kemanusiaan tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh Konvensi
Jenewa Tahun 1949.
Saat ini tidak jarang ditemukan berbagai pihak yang menggunakan
Lambang Kepalangmerahan sebagai merek suatu produk barang, jasa, nama
suatu badan hukum tertentu, reklame dan/atau iklan komersial tanpa
konsekuensi sanksi hukum dari aparat yang berwenang. Beberapa kejadian
penyalahgunaan tersebut turut menyebabkan terganggunya perlindungan,
kepercayaan, dan dukungan dari aparat keamanan terhadap kegiatan yang
sedang dilakukan oleh Perhimpunan Nasional.
Dengan demikian, untuk memberikan arah, landasan, dan kepastian
hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan Kepalangmerahan,
maka diperlukan pengaturan yang komprehensif dalam suatu Undang-
Undang yang mengatur mengenai Kepalangmerahan.
Undang-Undang ini memuat 8 (delapan) bab dan 55 (lima puluh lima)
Pasal yang memuat Ketentuan Umum, Bentuk dan Penggunaan Lambang
Palang Merah, PMI, Peran Serta Masyarakat, Larangan, Ketentuan Pidana,
Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
12
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah bahwa
Kepalangmerahan dilaksanakan atas dasar keinginan memberi
pertolongan tanpa membedakan korban yang terluka di dalam
pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama
manusia yang terjadi dimana pun. Tujuan Gerakan adalah
melindungi hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan
kepada umat manusia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas kesamaan adalah bahwa
Kepalangmerahan tidak membuat perbedaan atas dasar
kebangsaan, ras, agama atau pandangan politik. Tujuanya
semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan
kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas kenetralan adalah bahwa
Kepalangmerahan senantiasa mendapat kepercayaan dari semua
pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri
dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas kemandirian adalah bahwa
Kepalangmerahan bersifat mandiri. Perhimpunan nasional
disamping membantu pemerintahannya dalam bidang
kemanusiaan, juga harus menaati peraturan negaranya, harus
selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan
dengan prinsip-prinsip gerakan kemanusiaan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas kesukarelaan adalah bahwa
Kepalangmerahan adalah gerakan pemberi bantuan sukarela,
yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan
apa pun.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas kesatuan adalah bahwa
Kepalangmerahan terbuka untuk semua orang dan
melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah. Dalam
satu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas kesemestaan adalah bahwa
Gerakan Kepalangmerahan bersifat semesta serta berbagi hak
dan tanggung jawab yang setara dalam menolong sesama
manusia.

Pasal 3
Cukup jelas.
13
Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a.
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan Rohaniwan adalah pemimpin
agama yang memperoleh tugas dalam melakukan
pelayanan kerohanian sesuai dengan agama yang dianut
[Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu,
dan Kongfucu] yang ditugaskan dalam membantu tugas-
tugas kemiliteran Tentara Nasional Indonesia.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan Ukuran yang mudah untuk diidentifikasi
dari jarak jauh adalah ukurannya harus dibuat besar, sehingga jelas
terlihat dari jarak pandang darat, laut, dan udara.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ketentuan hukum atau kebiasaan
Internasional adalah sesuai dengan ketentuan Hukum
humaniter internasional, namun jika belum diatur dalam
Hukum humaniter internasional, maka digunakan kebiasaan
internasional.
Pasal 13
Yang dimaksud dengan objek adalah Tenaga kesehatan dan
rohaniawan Tentara Nasional Indonesia, petugas PMI, tenaga kesehatan
14
dan rohaniawan sipil serta organisasi kemanusiaan lain, unit dan
tranportasi kesehatan, serta fasilitas dan peralatan medis.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kegiatan kemanusiaan antara lain: membantu korban
bencana, donor darah, pencarian orang hilang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan lambang pelengkap adalah
lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional yang
dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat
kendaraan, emblem staf, yang menunjukan bahwa
seseorang atau objek tersebut mempunyai keterkaitan
dengan perhimpunan nasional.
Huruf b
Yang dimaksud dengan lambang dekoratif adalah
lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional
yang tampak pada medali, kancing atau penghargaan
lainnya, publisitas atau gambaran dekoratif.
Huruf c
Yang dimaksud dengan lambang asosiatif, adalah
lambang yang tampak pada pos Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan, seperti di pinggir jalan, di dalam stadion
atau ruang-ruang publik lainnya atau pada unit
transportasi bukan milik Perhimpunan nasional tetapi
dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya
kepada warga sipil yang cedera atau sakit.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Penunjukkan PMI oleh Pemerintah sebagai organisasi yang
melaksanakan kegiatan Kepalangmerahan di Indonesia didasarkan
pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No. 25 Tahun

15
1950 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 246 Tahun
1963.
Yang dimaksud dengan Konvensi Jenewa adalah Konvensi Jenewa
tahun 1949 beserta protokol tambahan I dan II yang telah diratifikasi
dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan transfusi darah adalah tugas dari
setiap unit-unit transfusi darah, termasuk didalamnya adalah
tugas PMI, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan jabatan publik adalah orang yang
ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan
tertentu pada Badan Publik.
Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Pihak lain antara lain: instansi yang
bertanggung jawab dalam bidang penanggulangan bencana,
instansi yang bertanggung jawab dalam bidang pencarian dan

16
pertolongan, dan institusi pemerintah yang lainnya yang
bekerjasama dengan PMI.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 28
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan organisasi kemanusiaan lainnya antara
lain: Bulan Sabit Merah Indonesia, Mercy Corps dan lain-lain.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Yang dimaksud dengan sarana lain misalnya barang bantuan
kemanusiaan.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Audit secara berkala dilakukan oleh akuntan publik paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Ayat (3)
Badan yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang
pemeriksaan keuangan negara termasuk BPK, Inspektorat
Wilayah Provinsi, Inspektorat wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.
17
Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

18
LAMPIRAN I
LAMBANG PALANG MERAH (TANDA PELINDUNG)

a b

k l c d

j i f e

h g

Penjelasan:
1. Umum
a. Tanda Palang Merah berwarna merah di atas dasar putih.
b. Ukuran panjang palang horizontal sama dengan panjang palang vertikal.
2. Perbandingan ukuran
a. Ukuran jarak antara titik-titik:
a s/d b = b s/d c = c s/d d = d s/d e = e s/d f = f s/d g = g s/d h = h s/d i =
i s/d j = j s/d k = k s/d l = l s/d a
b. Apabila ditarik garis imajinasi dari titik-titik:
l s/d c; c s/d f; f s/d i; i s/d l; maka seakan-akan diperoleh lima buah
bujur sangkar yang sama.

19
LAMPIRAN II
LAMBANG PALANG MERAH INDONESIA

A B

Penjelasan:
1. Umum
Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah
dan terletak di atas dasar warna putih.
2. Perbandingan ukuran
a. Perbandingan ukuran Palang Merah sama seperti pada ketentuan
Lampiran I;
b. Lingkaran Bunga dibuat dengan menggabungkan lima buah busur dan
lingkaran bulat seperti membentuk gambar bunga berkelopak lima;
c. Perbandingan antara lebar bidang palang dengan kontur bunga (A:B)
adalah 5:1.

20
21

Anda mungkin juga menyukai