Anda di halaman 1dari 92

DEPRESI SEGMEN ST SAAT MASUK

SEBAGAI PREDIKTOR THREE VESSEL DISEASES ( 3-VD)


PADA PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT NON-ELEVASI
SEGMEN ST DENGAN DIABETES MELLITUS
DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Oleh

MARWAN NASRI
NIM: 127041113

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

EKG DEPRESI SEGMEN ST SAAT MASUK


SEBAGAI PREDIKTOR THREE VESSEL DISEASES (3-VD)

Universitas Sumatera Utara


PADA PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT NON-ELEVASI
SEGMEN ST DENGAN DIABETES MELLITUS
DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS MAGISTER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Program
Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OLEH

MARWAN NASRI
NIM: 127041113

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB I

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

DEPRESI SEGMEN ST SAAT MASUK


SEBAGAI PREDIKTOR THREE VESSEL DISEASES (3-VD)
PADA PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT NON-ELEVASI
SEGMEN ST DENGAN DIABETES MELLITUS
DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar
pustaka.

Medan, Januari 2018

Marwan Nasri

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan


terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Spesialis
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) serta dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio),
Sp.JP(K) selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan
di saat penulis melakukan penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku Ketua Program Studi
Program Magister Kedokteran Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K) serta dr. Yuke Sarastri, M.Ked
(Cardio), Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP(K) dan dr.Cut Aryfa Andra, Sp.JP (K) sebagai
pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini yang dengan penuh kesabaran
membimbing, mengkoreksi, dan memberikan masukan-masukan berharga kepada
penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
6. Guru-guru penulis : Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K); Prof. dr. Sutomo Kasiman,
Sp.PD, Sp.JP(K); Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K); Prof. dr. Harris

Universitas Sumatera Utara


Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); dr.Nora C. Hutajulu Sp.JP(K); Alm. dr. Maruli T. Simanjuntak,
Sp.JP(K); dr. Isfanuddin Nyak Kaoy, Sp.JP(K); DR. dr. Zulfikri Mukhtar, Sp.JP(K); dr.
Parlindungan Manik, Sp.JP(K); dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K); dr.Amran Lubis,
Sp.JP(K); dr. Nizam Akbar, Sp.JP(K); dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP(K); dr. Andre Pasha
Ketaren, Sp.JP(K); dr. Andika Sitepu, Sp.JP(K); dr. Anggia Chairuddin Lubis,
M.Ked(Cardio), Sp.JP; dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K); dr. Cut Aryfa
Andra, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K), dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Cardio), Sp.JP, dr.
Andi Khairul, Sp.JP, M.Ked(Cardio), dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked(Cardio), Sp.JP;
dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), Sp.JP; dr. T. Bob Haykal, M.Ked(Cardio), Sp.JP, dr.
M. Yolandi Sumadio,Sp.JP; serta guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh darah.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
8. Kepada ayahanda tercinta (Alm) Muhammad Saleh dan Ibunda tercinta Nursimawaty
yang sangat penulis hormati dan cintai, yang selalu memberikan dukungan, semangat,
nasehat, bimbingan serta doa sehingga penulis dapat menempuh pendidikan sampai
sekarang ini dan dapat menyelesaikan penelitian ini.
9. Kepada istri tercinta dr.Novelia Dian T , yang telah mendukung, memberikan semangat
serta doa kepada penulis agar penulis dapat menjalankan pendidikan ini dengan baik dan
dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Kepada Ayahanda Mertua, AKBP. Soepriatmono Prawirodiharjo, SH, M.Hum, M.Psi
dan Ibunda mertua Siti Sahara yang telah memberikan dukungan, nasihat, semangat serta
doa kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik
11. Kepada kakak penulis dr.Fitri Handayani,Sp.PK, adik penulis Rabani, ST dan Aina serta
seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan doa, moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan.
12. Semua subjek penelitian yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam
penelitian ini.
13. Kepada teman-teman seangkatan dr. Zulfan Effendi, dr. Theresia Wina Siagian, dr.
Masta Nova Ginting yang telah menjadi teman berbagi dan membuat pendidikan di
kardiologi terasa lebih menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara


14. Rekan-rekan sejawat sesama peserta PPDS Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskular, terutama kepada dr. Berta Napitupulu, dr. Rizki Anindita, dr. Dicky Yulianda
yang telah membantu menyusun registri penderita SKA-NEST dengan DM dan
memberikan masukan dan saran mengenai metodologi dan statistika pengolahan data
tesis ini; kepada dr.Sahdra Saragih,Sp.P sebagai rekan diskusi, memberikan masukan dan
saran mengenai metodologi dan statistika pengolahan data tesis ini;
15. Kepada KELAKAR yang menjadikan pendidikan ini menjadi lebih terorganisir dan lebih
menyenangkan.
16. Para perawat CVCU, RIC, Kateterisasi, Ahmad Syafi’i, Husna dan Nanda yang telah
membantu terselenggaranya penelitian ini serta Pak Tri dari rekam medis yang
membantu dalam pengambilan sampel penelitian.

Semoga Allah Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Akhirnya penulis mengharapkan
agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Januari 2018

Penulis

Universitas Sumatera Utara


Abstrak

Latar Belakang: Elektrokardiogram (EKG) adalah modalitas sederhana non-invasif yang


banyak digunakan untuk alat diagnostik dan prognostik pada pasien dengan Sindrom Koroner
Akut non-elevasi segmen ST (SKA-NEST). Identifikasi dini Three Vessel Diseases (3-VD)
dari temuan EKG pada pasien SKA-NEST dengan diabetes mellitus (DM) merupakan hal
yang penting karena pertimbangan prognosis dan modalitas revaskularisasi. Penelitian
sebelumnya yang membandingkan kejadian 3-VD berdasarkan adanya depresi segmen ST
tidak spesifik pada pasien SKA-NEST dengan DM. Terutama dengan sistem Jaminan
Kesehatan Nasional saat ini, hasil penelitian ini dapat menjadi panduan bagi penyedia
layanan kesehatan dalam hal strategi penatalaksanaan penderita NSTE-ACS dengan DM
sehingga penderita tersebut mendapatkan penatalaksanaan dan revaskularisasi yang optimal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai depresi segmen ST sebagai prediktor untuk
kejadian 3-VD pada penderita SKA-NEST dengan DM.

Metode: Sebanyak 67 pasien SKA-NEST dengan DM yang dihospitalisasi dari Januari 2015
– Desember 2017 di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik dianalisis secara retrospektif.
Pasien akan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan adanya depresi segmen ST pada EKG
awal. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara depresi
segmen ST dan kejadian 3-VD di rumah sakit, nilai p <0,05 dianggap bermakna secara
statistik.

Hasil: Analisis bivariat menunjukkan kejadian 3- VD lebih tinggi pada penderita SKA-NEST
disertai DM dengan EKG saat masuk depresi segmen ST dibandingkan dengan tanpa depresi
segmen ST (80.6% vs 19.4 %, p <0.001). Pada analisis regresi logistik, pasien dengan depresi
segmen ST memiliki peningkatan risiko kejadian 3-VD 27 kali dibandingkan pasien tanpa
depresi segmen ST [OR 27.3 (6.117 – 121.851), p=0.000].

Kesimpulan: Depresi segmen ST saat masuk berkaitan dengan insiden 3-VD yang lebih
tinggi pada pasien SKA-NEST dengan DM dan merupakan prediktor independen 3-VD
terkua. Dalam praktek klinis, adanya depresi segmen ST dapat dijadikan sebagai alat non-
invasif sederhana untuk memprediksi 3-VD pada penderita SKA-NEST dengan DM.

Kata kunci: Depresi segmen ST , SKA-NEST, DM, 3-VD.

Universitas Sumatera Utara


Abstract

Background: Electrocardiogram (ECG) is a simple, non-invasive modality widely used for


diagnostic and prognostic tools in patients with non-ST-segment elevation acute coronary
syndrome (NSTE-ACS). Early identification of three-vessel disease (3-VD) in ECG findings
in NSTE-ACS with diabetes mellitus (DM) patients is important, due to consideration of
prognosis and revascularization modalities. Previous studies that compare 3-VD incidence
based on ST-segment-depression were not specified for NSTE-ACS with DM patients.
Especially with our current national insurance system, it can be a guide for healthcare
providers in terms of management strategies so that NSTE-ACS with DM patients get
optimal management and revascularization. The objective of this study was to assess the
predictive value of ST-segment depression for the incidence of 3-VD in NSTE-ACS with
DM patients
Methods: 67 NSTE-ACS with DM patients that hospitalized from January 2015-December
2017 in Haji Adam Malik General Hospital were analyzed retrospectively. Patients were
divided into two group based on ST-segment depression on admission ECG. Bivariate and
multivariate analysis was performed to study the association between ST-segment depression
and 3-VD, p- value < 0.05 was considered statistically significant
Results: Bivariate analysis shows that 3-VD incidence was higher in NSTE-ACS with DM
patient accompanied by ST-segment depression compared to without ST-segment depression
(80.6% vs 19.4 %, p <0.001). On multiple logistic regression analysis, patients with ST-
segment depression had a 27.3 fold increased the risk for 3-VD compared to patients without
ST-segment depression [OR 27.3 (6.117 – 121.851), p=0.000]
Conclusion: The presence of ST-segment depression on admission ECG in NSTE-ACS with
DM patients was associated with a higher incidence of 3-VD and was the strongest
independent predictor of 3-VD. In clinical practice, it may serve as a simple non-invasive tool
for predicting 3-VD in NSTE-ACS with DM patients.

Keyword: ST-segment Depression, NSTE-ACS, DM, 3-VD

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

Lembar pengesahan ..................................................................................................... i


Lembar Pernyataan Orisinalitas ............................................................................... ii
Ucapan Terima Kasih ................................................................................................ iv
Abstrak....................................................................................................................... vii
Abstract..................................................................................................................... viii
Daftar Isi ..................................................................................................................... ix
Daftar Gambar .......................................................................................................... xii
Daftar Tabel ............................................................................................................. xiii
Daftar Singkatan ...................................................................................................... xiv
Daftar Lambang ....................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1


1.2 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 4
1.3 Hipotesis Penelitian........................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................4
1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian ..............................................................................................4
1.5.1 Kepentingan Akademik .........................................................................4
1.5.2 Kepentingan Masyarakat .......................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6

2.1 Sindroma Koroner Akut Non Elevasi Segmen ST ............................................ 6


2.1.1 Epidemiologi ......................................................................................... 6
2.1.2 Patofisiologi SKA-NEST ........................................................................6
2.1.3 Diagnosis .................................................................................................8
2.1.4 Strategi penatalaksanaan .........................................................................9
2.2 Diabetes Mellitus ..............................................................................................10
2.2.1 Epedemiologi .......................................................................................10
2.2.2 Diagnosis .............................................................................................11
2.3 DM sebagai faktor risiko SKA .........................................................................12
2.3.1 DM dan progresifitas atherosklerotik ...................................................12
2.3.2 DM dan disfungsi platelet ....................................................................14
2.3.3 DM dan komplikasi kardiovaskular .....................................................15
2.3.4 DM dan restenosis ................................................................................16
2.3.5 DM dan severitas CAD ........................................................................17

Universitas Sumatera Utara


2.4 Peranan angiografi pada SKA-NEST ................................................................18
2.4.1 SKA-NEST dan 3-VD .........................................................................19
2.4.1.1 Revaskularisasi SKA-NEST dan 3-VD ............................................19
2.4.2 Komplikasi 3-VD .................................................................................21
2.5 Identifikasi risiko tinggi ....................................................................................21
2.6 EKG pada SKA .................................................................................................22
2.6.1 Pola EKG iskemia ................................................................................22
2.6.2 Variasi EKG iskemia ...........................................................................28
2.6.3 Prinsip dasar segmen ST ......................................................................28
2.6.4 Diagnosa banding segmen ST ..............................................................29
2.6.5 Peranan EKG sebagai penanda risiko awal .........................................30
2.6.5.1 Depresi segmen ST dan 3-VD .................................................31
2.7 Revaskularisasi SKA-NEST dengan EKG depresi segmen ST ........................31
2.8 Kerangka teori ...................................................................................................33
2.9 Kerangka konsep ...............................................................................................34

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 35

3.1 Desain Penelitian...............................................................................................35


3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................................35
3.3 Populasi dan sampel ..........................................................................................35
3.4 Besar Sampel .....................................................................................................35
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................................................36
3.5.1 Kriteria Inklusi .................................................................................. 36
3.5.2 Kriteria Eksklusi ................................................................................ 36
3.6 Definisi Operasional..........................................................................................36
3.7 Identifikasi Variabel ..........................................................................................37
3.8 Alur Penelitian ..................................................................................................37
3.9 Analisa Data .....................................................................................................38
3.10 Etika Penelitian ...............................................................................................38
3.11 Perkiraan biaya ................................................................................................39

BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................... 40

4.1 Karakteristik Penelitian .................................................................................... 40


4.2 Karakteristik Subjek Penelitian ........................................................................ 40
4.3 Distribusi EKG pada penderita SKA-NEST dengan DM ................................ 43
4.4 Hubungan EKG depresi segmen ST dengan hasil angiografi koroner ............ 43
4.5 Prediktor 3-VD pada penderita SKA-NEST dengan DM ................................ 45
4.6 Variabilitas inter-observer pada EKG dan angiografi koroner ........................ 48

BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................... 49

BAB VI PENUTUP ................................................................................................... 55

Universitas Sumatera Utara


6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 55
6.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran ................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….....56

LAMPIRAN
1. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian
2. Riwayat Hidup Peneliti
3. Persetujuan Komite Etik

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Proses atherogenesis ......................................................................... 8


2.2 Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA.............................................. 9
2.3 Disfungsi endotel, dyslipidemia ,prothrombotik state dan
inflamasi merupakan penyebab progresivitas atherosklerotik
pada penderita DM .............................................................................. 12
2.4 Faktor yang mempengaruhi risiko kardiovaskular pada penderita
DM tipe-2 ............................................................................................ 13
2.5 Mekanisme disfungsi platelet pada penderita DM.............................. 14
2.6 Variabilitas pola elektrokardiografi dengan iskemia miokard akut .... 22
2.7 Penampang melintang ventrikel.......................................................... 24
2.8 Iskemia subendokard dapat menyebabkan depresi segmen ST .......... 25
2.9 Pengamatan muatan listrik dan perubahan ionik ................................ 26
2.10 Iskemia subendokard (perubahan gelombang T) ................................ 27
2.11 Iskemia subendokardial menyebabkan electrical force ...................... 28
2.12 Gelombang P, Kompleks QRS, Segmen ST ....................................... 29
2.13 Infark non-Q pada pasien yang mengeluhkan nyeri dada
yang berat dan peningkatan kadar enzim jantung. ............................ 30
2.14 Kerangka Teori ................................................................................... 33
2.15 Kerangka Konsep ................................................................................ 34
4.2 Grafik perbandingan kejadian 3-VD pada penderita SKA-
NEST disertai DM dengan EKG masuk depresi segmen ST
dan tanpa depresi segmen ST .............................................................. 43
5.1 A. Distribusi EKG pada penderita SKA-NEST dengan DM.
B. Distribusi EKG pada penderita angina pektoris stabil dan
infark tanpa gelombang q .................................................................... 51

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

2.1 Kriteria diagnosis DM ......................................................................... 11

2.2 Rekomendasi revaskularisasi pada penderita DM .............................. 17

4.1 Karakteristik Klinis Subjek Penelitian ................................................ 42

4.2 Hubungan antara EKG dengan Hasil Angiografi Koroner ................ 44

4.3 Hubungan antara EKG Kejadian 3-VD .............................................. 45

4.4 Analisis Bivariat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

3-VD.................................................................................................... 46

4.5 Analisis Multivariat Kejadian 3-VD pada penderita SKA-

NEST dengan DM .............................................................................. 47

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN Nama

ACC : American Collage Cardiology

APTS : Angina Pektoris Tidak Stabil

AHA : American Heart Association

BARI : Bypass Angioplasty Revascularization Investigation

BPAK : Bedah pintas arteri koroner

BMS : Bare metal stent

CAD : Coronary Artery Diseases

DES : Drug elucting stent

DM : Diabetes Mellitus

EKG : Elektrokardiogram

FEVK : Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri

FREEDOM : The Future Revascularization Evaluation in Patients with


Diabetes Mellitus

GDS : Gula Darah Sewaktu

GDP : Gula Darah Puasa

GD2PP : Gula Darah 2 jam Post Prandial

GRACE : Global Registry of Acute Coronary Events

HbA1c : Haemoglobin A1c

HPR : High Platelet Reactivity

IDF : International Diabetes Federation

Universitas Sumatera Utara


IKP : Intervensi Koroner Perkutan

IMA : Infark Miokard Akut

IMA-EST : Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST

IMA-NEST : Infark Miokard Akut Non Elevasi Segmen ST

ISR : Instent Restenosis

KKvM : Kejadian Kardiovaskular Mayor

LBBB : Left Bundle Branch Block

LCx : Left Circumflex

LM : Left Main

LVH : Left Ventricle Hypertrophy

PJK : Penyakit jantung koroner

PPK : Pemberi Pelayanan Kesehatan


PPM : Penyakit Pembuluh Multipel
SKA : Sindrom Koroner Akut

SKA-NEST : Sindrom Koroner Akut Non Elevasi Segmen ST


SMILE : One Stage Versus Multistaged Percutaneous Coronary
Intervention PCI
SYNTAX : SYNergy between PCI with TAXus and cardiac surgery
TACTICS-TIMI 18 : Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy
withan Invasive or Conservative Strategy-Thrombolysis in
Myocardial Infarction
TLR : Target Lesion Revascularization
VD : Vessel Diseases

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMBANG

n : Besar sampel

p : Tingkat kemaknaan

α : alpha

β : beta

< : lebih kecil

> : lebih besar

≤ : lebih kecil sama dengan

≥ : lebih besar sama dengans

Zα : deviat baku alpha (Zα = 1,96)

Zβ : deviat baku beta (Z β = 0,84)

P1 : Proporsi PPM pada kelompok depresi segmen ST

P2 : Proporsi non-PPM pada kelompok depresi segmen ST

P : proporsi total = (P1+P2)/2

Q : 1-P

Q1 : 1-Q1

Q2 : 1-Q2

% : Persentase

Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama
karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi (Irmalita,
2015). Penyakit jantung koroner (PJK) menempati peringkat ketiga penyebab kematian
setelah stroke dan hipertensi di Indonesia menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007.
Hampir separuh dari penyebab kematian kardiovaskular tersebut adalah akibat dari infark
miokardium akut (IMA) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). IMA
merupakan 30% penyebab kematian pada penderita Diabetes Mellitus (DM) (Barret-Connor,
1985).

SKA disebabkan oleh gangguan aliran darah ke miokardium karena plak


atherosklerotik yang mendasarinya disertai perburukan dari trombus yang menutupi lumen.
Progresivitas perkembangan plak atherosklerotik dan adanya robekan plak yang memicu
terjadinya trombosis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah koroner semakin
parah. DM berkaitan dengan kedua hal tersebut, yaitu perburukan perkembangan plak
atherosklerotik dan trombosis intraluminal yang dapat meyebakan terjadinya infark dan
perburukan kondisi kardiovaskuler (Jacoby, 1992). DM berkaitan dengan angka komplikasi
iskemik dan revaskularisasi rekuren yang lebih tinggi (Kim dkk, 2012). Angka kematian
SKA meningkat dua sampai tiga kali lipat pada pasien sindroma koroner akut pada pasien
DM dibandingkan pasien non DM (O’Donoghue, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan
pola diabteik Coronary Artery Diseases (CAD) menunjukan jumlah stenosis yang signifikan,
penyakit yang lebih menyebar, dan keterlibatan multivessel (Morgan, 2004; Wu, 2003).
Faktor-faktor pada pasien DM yang dapat meningkatkan risiko SKA, di antaranya: terjadinya
akselerasi atherosklerosis, prothrombic state, dan disfungsi autonomik. (Soelistijo, 2015).

Faktor risiko kardiovaskular lain yang memiliki efek negatif yang mempengaruhi
outcome pada penderita SKA lebih tinggi pada pasien DM. Efek negatif dari DM terhadap
outcome pasien SKA terjadi pada seluruh spektrum SKA termasuk angina pectoris tidak
stabil (APTS) dan infark miokard akut non elevasi segmen ST (IMA-NEST) (Yusuf, 2001),

Universitas Sumatera Utara


infark miokard akut elevasi segmen ST (IMA-EST) (Mak, 1997), dan penderita SKA yang
menjalani Intervensi Koroner Perkutan (IKP) (Roffi, 2004; Stuckey, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Angiografi koroner invasif memegang peranan yang penting dalam penatalaksanaan
Sindroma Koroner Akut non elevasi segmen ST (SKA-NEST) (Bajraktari, 2016). Pola
angiografi koroner pada SKA-NEST beragam, mulai dari arteri koroner epikard normal
sampai kepada penyakit arteri koroner yang berat dan diffuse. Hampir sampai sekitar 20 %
pasien SKA-NEST tidak ditemukan lesi epikardial atau lesi epikardial yang tidak obstruktif,
dan sekitar 40-80% dengan 3-VD (Bajraktari, 2016). Penderita multivessel diseases
merupakan prediktor kejadian kardiovaskular mayor (KKvM) pada pasien PJK setelah
pemantauan jangka panjang (Tsai, 2017). Pada penderita dengan multivessel diseases dengan
stenosis arteri utama kiri memiliki risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskular yang serius
(Irmalita, 2015; Chow, 2010; de Waha, 2015). Suatu studi mengungkapkan bahwa pasien
SKA-NEST dengan multivessel diseases direkomendasikan strategi revaskularisai komplit
(Bavri, 2006 ; Sardella, 2016).
Stratifikasi risiko dini penting dilakukan, untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko
kematian dan kardiovaskular tinggi dan jangka panjang, dimana strategi invasif awal dan
terapi medikal dapat mengurangi risiko ini. (Roffi, 2015; Windecker, 2014). Penentuan
kategori risiko dilakukan melalui proses stratifikasi risiko dengan menggunakan skor yang
sudah populer yakni Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) dan Thrombolysis
In Myocardial Infarction (TIMI) (Hamm, 2011). Tujuan stratifikasi risiko adalah untuk
menentukan strategi penanganan selanjutnya (konservatif atau intervensi segera) bagi seorang
dengan SKA-NEST (Irmalita, 2015). Akan tetapi stratifikasi risiko dengan menggunakan
skor GRACE dan TIMI ini tidak dapat memprediksi modalitas revaskularisasi yang akan
direncanakan pada penderita SKA-NEST. Penderita SKA-NEST dengan komorbid DM
direkomendasikan untuk tindakan angiografi koroner invasif dan dilanjutkan untuk tindakan
revaskularisasi yang optimal sesuai kondisi klinis dan lesi arteri koroner. (Stephan dkk,2014).
Pada pasien diabetes, disarankan untuk melakukan strategi invasif awal (Kelas I-A). Bedah
pintas arteri koroner (BPAK) lebih disarankan dibandingkan dengan IKP untuk pasien
diabetik dengan lesi di batang utama dan/atau three vessel diseases (3-VD) (Kelas I-B)
(Irmalita, 2015).
Keputusan revaskularisasi sebaiknya memperhitungkan risiko dalam hal morbiditas
dan mortalitas yang terkait dengan modalitas yang diusulkan (IKP atau BPAK) dan
manfaatnya dalam hal prognosis jangka pendek dan jangka panjang, kelegaan gejala, kualitas
hidup dan durasi tinggal di rumah sakit. Strategi revaskularisasi pada pasien pasien SKA-
NEST dengan 3-VD sebaiknya didiskusikan dalam konteks Tim Jantung dan didasarkan pada
status klinis serta tingkat keparahan dan distribusi CAD dan karakteristik lesi. (Windecker,

Universitas Sumatera Utara


2014). Oleh karena itu memprediksi kejadian 3-VD ini merupakan hal yang penting terkait
tempat perawatan ataupun rujukan penderita SKA-NEST karena tidak semua rumah sakit
(RS) khususnya RS Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat II tersedia fasilitas
angiografi koroner atau Tim Jantung yang terdiri dari ahli jantung intervensi, ahli jantung
non-invasif, ahli bedah jantung dan multidisiplin lainnya yang terlibat dalam pengambilan
keputusan (Windecker, 2014).
Elektrokardiogram (EKG) awal merupakan penanda risiko awal (Savonitto, 1999).
Sejak masa dahulu hingga saat ini, EKG 12 sadapan telah dianggap sebagai bagian penting
dalam evaluasi dini dan penegakkan diagnosis SKA. EKG merupakan standar emas dalam
mengidentifikasi lokasi infark miokard dan bahkan banyak informasi lain yang bisa
didapatkan meliputi ukuran infark dan prognosis penderita IMA (Birnbaum, 2003;
Zimetbaum, 2003). Selain untuk penegakan diagnosis, EKG juga dapat menilai prognosa
pada pasien dengan gejala iskemik. EKG juga memberikan implikasi terhadap
penatalaksanaan selanjutnya (Roffi, 2015). EKG pada saat masuk memberikan informasi
yang penting dan stratifikasi risiko pada sindroma koroner akut.(Savonitto,1999;
Damman,2012; Cannon, 1997). Temuan EKG depresi segmen ST saat masuk merupakan
prediktor yang kuat untuk outcome yang buruk (savonitto, 1999 ;Cannon, 1997; Hyde,1999;
Diderholm, 2002 ;Gaffari,2010). Pada substudi FRISC II ECG disimpulkan bahwa adanya
depresi segmen ST pada pasien angina pectoris tidak stabil berkaitan dengan peningkatan
100% kejadian CAD 3VD / Arteri utama kiri dan hal tersebut juga mendasari terjadinya
peningkatan risiko KKvM. Pada penelitian lainnya juga mengungkapkan bahwa EKG depresi
segmen ST saat masuk berkaitan dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK) yang lebih
rendah (Barrabes, 2000). Modalitas lainnya seperti ekokardiografi, skintigrafi nuklir, atau
computed tomographic coronary angiography dapat memberikan informasi diagnostik dan
prognostik tambahan, tetapi pemeriksaan tersebut belum tentu tersedia di layanan kesehatan
dan memerlukan waktu yang cukup lama (Ghaffari, 2010).
Oleh karena itu EKG saat ini masih memegang peranan yang penting baik dalam
diagnosis, prognosis maupun dapat membantu memperkirakan modalitas ataupun tahap
revaskularisasi yang akan dilakukan pada pasien SKA-NEST. Adanya penanda awal 3-VD
pada penderita SKA-NEST dengan DM merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan
dengan kejadian KKvM yang tinggi dan dapat memandu dokter dalam menentukan strategi
penatalaksanaan selanjutnya pada penderita tersebut, baik dari waktu angiografinya maupun
perkiraan modalitas (BPAK/IKP), tahap revaskularisasinya (1 stage/multistage) ataupun
pilihan stennya serta pemilihan antithrombotik yang digunakan. Khususnya dengan sistem

Universitas Sumatera Utara


Jaminan Kesehatan Nasional saat ini, hal tersebut dapat menjadikan panduan untuk pilihan
pemberi pelayanan kesehatan (PPK) sehingga pasien SKA-NEST dengan DM mendapatkan
penatalaksaan atau revaskularisasi yang optimal.

1.2 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini
adalah: Apakah terdapat perbedaan kejadian 3-VD pada penderita SKA-NEST disertai DM
dengan EKG masuk depresi segmen ST dan tanpa depresi segmen ST?

1.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini adalah : Penderita SKA-NEST dengan DM dengan EKG
depresi segmen ST saat masuk memiliki jumlah kejadian 3-VD lebih banyak dibandingkan
penderita SKA-NEST dengan DM tanpa depresi segmen ST.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejadian 3-VD pada penderita
SKA-NEST dengan DM dengan EKG depresi segmen ST saat masuk dan tanpa depresi
segmen ST.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bahwa EKG depresi segmen ST saat masuk dapat digunakan
sebagai prediktor 3-VD pada penderita SKA-NEST dengan DM

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1. Kepentingan Akademik
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan EKG 12 sadapan, khususnya
depresi segmen ST saat masuk pada SKA-NEST dengan DM sebagai suatu
modalitas noninvasif sederhana untuk mengidentifikasi maupun memprediksi 3-
VD
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan EKG depresi segmen ST saat masuk
pada penderita SKA-NEST dengan DM sebagai suatu kriteria EKG sederhana
yang dapat digunakan untuk memprediksi modalitas revaskularisasi yang akan
dilakukan pada pasien SKA-NEST dengan DM

Universitas Sumatera Utara


1.5.2. Kepentingan Masyarakat

1. Memberikan manfaat ilmiah tentang kegunaan EKG dalam memprediksi kejadian


3-VD selama perawatan di RS pada penderita SKA-NEST dengan DM

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat agar mendapatkan


akses kesehatan sesuai dengan kondisi penyakit yang dialaminya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
pada penderita SKA-NEST dengan DM

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindroma Koroner Akut Non Elevasi Segmen ST (SKA-NEST)


Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu definisi operasional yang
menggambarkan spektrum kondisi terjadinya iskemia dan atau infark miokardium yang
disebabkan pernurunan aliran darah koroner yang bersifat tiba-tiba (Amsterdam, 2014). SKA
merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan
rumah sakit (RS) dan angka kematian yang tinggi (Irmalita, 2015).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan marka jantung, SKA dibagi menjadi (Irmalita, 2015):
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (IMA-NEST)
3. Angina Pektoris tidak stabil (APTS)

2.1.1. Epidemiologi
SKA merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan
angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Penyakit jantung koroner
(PJK) menempati peringkat ketiga penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi di
Indonesia menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007. Hampir separuh dari penyebab
kematian kardiovaskular tersebut adalah akibat dari infark miokardium akut (IMA)
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Di Amerika setiap tahun diperkirakan >
780.000 orang akan mengalami SKA (Amsterdam, 2014). Sekitar 50-70 % pasien yang
datang dengan sindroma koroner akut merupakan SKA-NEST (Mozaffarian, 2015;
Amstedrdam, 2014; Darlin, 2013; McMannus, 2011; Chan, 2009)

2.1.2. Patofisiologi SKA-NEST

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut (Irmalita, 2015).

Universitas Sumatera Utara


Patogenesa pada SKA-NEST meliputi 4 proses (Giugliano, 2015):
1. Robekan plak ateromatous yang tidak stabil.
2. Vasokonstriksi arteri koroner.
3. Ketidakseimbangan antara supply dan demand oksigen dari miokardium
4. Penyempitan arteri koroner epikardial karena aterosklerosis yang progresif atau
restenosis post stent.

Proses ini dapat muncul secara bersamaan. Ruptur plak ataupun erosi dengan
thrombosis merupakan penyebab utama dari SKA. Ruptur plak atau erosi dapat menyebabkan
thrombus yang non oklusi sehingga terjadi gangguan perfusi miokardium yang bila menetap
akan menyebabkan nekrosis myocardium. Inflamasi dari dinding arteri dan kerja
metalloproteinase yang dihasilkan oleh sel inflamasi yang menghancurkan dinding fibrous
dari plak sehingga menjadi tidak stabil. Inflamasi memiliki peranan penting dalam disrupsi
plak walaupun stimulus yang menginisiasi inflamasi akut masih sulit dipahami. Aktivasi
platelet dan aggregasi ke daerah trombogenik dari plak yang ruptur merupakan kejadian awal
yang penting dalam patogenesa SKA. Platelet yang mengeluarkan substrat inflamasi ke
daerah mikrosirkulasi,akan mengubah kemotaksis, adhesi, dan zat proteolitik dari
endothelium. Endotel vascular yang sehat akan mengeluarkan prostasiklin dan nitric oxide,
dimana keduanya akan menghambat aktivasi platelet dan agregasi. Sangat mungkin bahwa
ketika endotel vascular utuh, mekanisme counterregulasi dari tromboresisten endotel akan
membatasi durasi dari aktivasi platelet dalam merespon cedera pembuluh darah. Hipotesa ini
akan menjelaskan kenapa hanya sebagian kecil plak terganggu yang menimbulkan gejala
sedangkan sebagian besar sembuh dengan sendiri. Aktivasi dari platelet yang disertai dengan
peningkatan biosintesa tromboxane sesuai dengan konsep atherothrombosis koroner sebagai
proses yang dinamik, dimana episode terbentuknya thrombus dan fragmentasi muncul pada
plak yang terganggu. Spasme fokal atau menyeluruh dari arteri koroner yang normal atau
aterosklerosis, biasanya disebabkan oleh stimulus vasokonstriktor pada sel otot polos
pembuluh darah yang hiperaktif sehingga menyebabkan SKA (Badimon,2012; Davy, 2007)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Proses aterogenesis. 1) normal arteri 2) lipid extracellular pada subintima 3)
stadium fibrofatty 4) prokoagulan dan terbentuknya fibrous cap 5) disrupsi fibrous cap yang
merupakan stimulus thrombogenesis 6) resorpsi thrombus yang diikuti akumulasi kolagen
dan pertumbuhan sel otot polos.formasi thrombus dan vasospame koroner menurunkan aliran
darah pada arteri koroner yang terkena dan menyebabkan nyeri dada iskemik (Amsterdam,
2014)

2.1.3. Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),


dan pemeriksaan enzim jantung, SKA dibagi menjadi infark miokardium akut elevasi segmen
ST (IMA-EST), infark miokardium akut non elevasi segmen ST (IMA-NEST), dan angina
pektoris tidak stabil (APTS). IMA-NEST dan APTS dikelompokkan menjadi sindrom
koroner akut non elevasi segmen ST (SKA-NEST) (Irmalita, 2015).
Diagnosis SKA-NEST ditegakan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa
adanya elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan (Irmalita, 2015).
Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan
(Gambar 2.2). Sebagian besar pasien IMA-NEST akan mengalami evolusi menjadi infark
miokard tanpa gelombang Q. Dibandingkan dengan IMA-EST, prevalensi IMA-NEST dan
APTS lebih tinggi, dimana pasien-pasien biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih
banyak komorbiditas.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA oleh Perhimpunan Kardiologi Indonesia
(PERKI) tahun 2015 depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥ 0,05
mV di sadapan V1-V3 dan ≥ 0,1 mV di sadapan lainnya. Inversi gelombang T yang simetris
≥ 0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan EKG
yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai perubahan
EKG yang non diagnostik (Irmalitas, 2015).

Gambar 2.2 Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA (Irmalita, 2015)

2.1.4. Strategi penatalaksanaan

Pada setiap individu pasien, keputusan terkait dengan penatalaksanaan sebaiknya


memperhitungkan seluruh aspek yang ada pada pasien tersebut diantaranya riwayat pasien
(seperti umur, komorbid), presentasi klinis (seperti iskemik yang sedang berlangsung, kondisi
hemodinamik atau stabilitas elektrikal), temuan pada pemeriksaan awal (EKG, enzim
jantung), waktu dan rasio ekspektasi manfaat dan estimasi risiko dari modalitas terapi yang
tersedia (farmakologikal, pemeriksaan invasif, revaskularisasi) (Roffi,2015).

Universitas Sumatera Utara


Penatalaksanaan pada SKA-NEST terbagi dalam 6 tahap (Roffi, 2015) :

• Tahap I : Evaluasi Awal


• Tahap 2 : Validasi diagnosis, stratifikasi risiko, dan monitoring irama
• Tahap 3 : Pengobatan antitrombotik
• Tahap 4 : Strategi invasif
 Strategi invasif segera (<2 jam, urgent) (Kelas I-C).
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi (very
high risk)
 Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam (Kelas I-A)
Dilakukan bila pasien memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu
kriteria risiko tinggi (high risk) primer (Tabel 11)
 Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam (Kelas I-A)
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk)
atau dengan gejala berulang
 Strategi konservatif (tidak dilakukan angiografi) atau angiografi elektif
(Kelas III-A)
• Tahap 5 : Modalitas revaskularisasi (IKP/BPAK)
• Tahap 6 : Penatalaksanaan paska perawatan RS

Peningkatan perkembangan terapi pada penderita SKA menyebabkan penurunan


angka kematian, perbaikan gejala, perbaikan fungsi dan kualitas kehidupan penderita SKA
(Spertus, 2002 ; Mozzafarian, 2003 ; Soto 2004)

2.2. Diabetes Mellitus (DM)

DM adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia yang


dihasilkan dari cacat sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada
pasien diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan
berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Soelistijo, 2015)

2.2.1. Epidemiologi
Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi salah satu

Universitas Sumatera Utara


ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan
ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada
tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1juta pada tahun 2014 menjadi 14,1
juta pada tahun 2035 (Soelistijo, 2015).

Data epidemiologi yang diambil dari Framingham Heart Study mengungkapkan


peningkatan insidensi penyakit jantung pada pasien DM dan memiliki prognosis yang lebih
buruk. Angka kematian kardiovaskular dua kali lebih tinggi pada pria dan empat kali lebih
tinggi pada wanita dengan DM dibandingkan dengan tanpa DM (Kannel, 1979). Risiko relatif
infark miokard 50% lebih besar pada pria diabtes dan 150% lebih besar pada wanita DM. Pria
diabetes memiliki risiko 50% lebih sering kejadian kematian mendadak dan wanita diabetes
300% lebih sering dibandingkan tanpa diabetes (Fein, 1982). IMA merupakan 30%
penyebab kematian pada penderita DM (Barret-Connor, 1985).

2.2.2. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena (Soelistijo, 2015). Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang
DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 2.1 Kriteria diagnosis DM (Soelistijo, 2015)

Universitas Sumatera Utara


2.3. DM sebagai faktor risiko SKA
2.3.1. DM dan progresivitas atherosklerosis

Infark akut paling sering melibatkan gangguan aliran darah miokard karena plak
atherosklerotik yang mendasari dengan perburukan dari trombus yang menutupi lumen.
Progresivitas perkembangan plak atherosklerotik dan adanya robekan plak yang memicu
terjadinya trombosis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah koroner semakin
parah. DM berkaitan dengan kedua hal tersebut, yaitu perburukan perkembangan plak
atherosklerotik dan trombosis intraluminal yang dapat meyebakan terjadinya infark dan
perburukan kondisi kardiovaskuler (Jacoby, 1992).

Gambar 2.3 Disfungsi endotel, dyslipidemia ,prothrombotik state dan inflamasi merupakan
penyebab progresivitas atherosklerotik pada penderita DM (Morgan, 2004)

Studi patologi dari pembuluh darah koroner pada penderita paska infark
mengungkapkan bahwa plak yang kaya lipid lebih sering robekan dibandingkan plak fibrous
(Muller, 1987). Dibandingkan dengan penderita tanpa DM, penderita DM lebih sering
mengalami robekan plak (Davies, 1985). Pada penderita DM juga ditemukan abnormalitas
metabolisme lipid (Jacoby, 1992). Hiperinsulinemia yang ditemukan pada DM merupakan

Universitas Sumatera Utara


faktor risiko perkembangan atherogenesis. Hiperinsulinemia memainkan peranan yang
penting dalam perkembangan atherosclerosis melalui proligerasi sel otot polos dan sintesa
kolesterol dan melalui peningkatan hormon pertumbuhan (Jacoby,1992). Moreno dkk
mengungkapkan bahwa DM berkaitan dengan disfungsi endothelial dan platelet yang
menyebabkan akslerasi perkembangan aterosklerosis dan ketidakstabilan plak
(Morreno,2010). Inflamasi vaskular dan abnormalitas metabolisme lipid juga berperan
penting dalam progresivitas plak atherosklerotik (Jacoby, 1992; Morgan, 2004).

Faktor-faktor pada pasien DM yang dapat meningkatkan risiko SKA, di antaranya:


terjadinya akselerasi atherosklerosis, prothrombic state, dan disfungsi autonomik (Soelistijo,
2015). Kondisi prothrombic state pada pasien DM tipe-2 diakibatkan oleh terjadinya
disfungsi platelet (Ferreiro, 2011). Faktor –faktor lainnya seperti aktivitas fisik yang kurang ,
merokok, diet yang buruk, kegemukan juga meningkatkan perburukan kondisi penderita DM
yang nantinya akan memperburuk fungsi kardiovaskular (Newman, 2017).

Gambar 2.4 Faktor yang mempengaruhi risiko kardiovaskular pada penderita DM tipe-2
(Newman, 2017)

Universitas Sumatera Utara


2.3.2. DM dan disfungsi platelet
Platelet memainkan peranan yang penting pada atherogenesis dan komplikasi
trombotiknya seperti yang terjadi pada SKA (Fuster, 2005 ; Davı, 2007 ; Jennings, 2009 ;
Langer, 2008), sebuah proses dimana platelet memegang peranan yang penting. Platelet pada
penderita DM memiliki sifat hipereaktif dengan sifat adhesi, aktivasi dan agregasi yang lebih
intensif (Creager, 2003 ; Stratmann 2005 ; Angiolillo, 2005 ; Vinik, 2001 ; Ferroni 2001).
Berbagai mekanisme telah diperkenalkan untuk menjelaskan peningkatan rekativitas platelet
ini. Meskipun banyak dari mereka saling terkait erat, mekanisme ini disebabkan oleh kelainan
metabolik dan seluler yang terjadi pada pasien DM, yang dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kategori berikut: hiperglikemia, resistensi insulin, kondisi metabolik terkait, dan
kelainan seluler lainnya.

Gambar 2.5 Mekanisme disfungsi platelet pada penderita DM. Beberapa hal yang
berkontribusi menyebabkan terjadinya disfungsi platelet pada penderita DM, termasuk
hiperglikemia, defisiensi insulin, kondisi metabolik yang berkaitan dan abnormalitas seluler
lainnya (Ferreiro, 2011)

Disfungsi platelet pada penderita DM ditandai dengan adanya disregulasi beberapa


jalur signal baik reseptor (peningkatan ekspresi) maupun abnormalitas signal downstream
intraseluler yang menyebabkan peningkatan reaktivitas platelet (Creager, 2003 ; Stratmann
2005 ; Angiolillo, 2005 ; Vinik, 2001 ; Ferroni 2001). Hal ini tidak hanya berperan penting

Universitas Sumatera Utara


dalam perkembangan SKA menjadi risiko yang lebih tinggi dan outcome klinis yang lebih
buruk, tetapi juga menjadikan sebagain besar proporsi penderita DM memiliki respon yang
inadekuat terhadap antiplatelet yang diberikan dibandingkan pada penderita tanpa DM
(Anggiolillo, 2005 ; Geisler, 2007 ; Serebruany, 2008 ; Angiolillo, 2009). Hal inilah yang
menjadikan penderita SKA dengan DM memiliki outcome yang lebih buruk walaupun sudah
mengikuti rekomendasi penggunaan regimen antiplatelet.

Efek biologis dari DM termasuk meningkatkan perkembangan plak, ketidakstabilan


vaskular, dan risiko trombosis (Kapur, 2010). Meskipun beberapa penelitian menunjukan DM
tidak berkaitan dengan instent restenosis (ISR) (Billinger, 2012 ; Iijima, 2007), penelitian lain
masih menunjukan bahwa DM masih merupakan prediktor target lesion revascularization
(TLR) (Tada, 2011). Secara umum DM bukan merupakan prediktor ISR pada graft vena, lesi
yang sederhana ( lesi tipe A/B1 ACC/AHA) dan lesi arteri koroner cabang kiri utama yang
tidak terproteksi (Kedhi, 2014; Pendyala, 2014; Yu, 2015). Penelitian lain menyebutkan
penggunaan DES geneerasi kedua pada DES-ISR memiliki outcome klinis 2 tahun yang sama
dibandingkan pada penderita tanpa DM (Zhao, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh
Alexopoulos dkk mengungkapkan bahwa diantara penderita SKA yang menjalani IKP dan
mendapatkan terapi antiplatelet maintenance dengan prasugrel , pasien DM yang diobati
dengan insulin memiliki Platelet Reaktivity (PR) yang lebih tinggi dibandingkan penderita
tanpa DM atau yang tidak diobati dengan insulin. Penderita yang menggunakan antiplatelet
ticagrelor memiliki PR yang lebih rendah daripada penderita yang menggunalkan prasugrel,
tidak tergantung dari status DM atau pengobatan insulin (Alexopoulos,2015). Penelitian lain
juga mengungkapkan bahwa High platelet reactivity (HPR) pada penggunaan clopidogrel
lebih sering terjadi pada penderita DM dibandingkan tanpa DM, dimana HPR paling tinggi
ditemukan pada penderita dengan terapi insulin (Geisler,2007 ; Angiolillo, 2014 ; Angiolillo,
2006).

2.3.3. DM dan komplikasi kardiovaskular


Pada penderita DM, aterosklerosis lebih sering terjadi, beban aterosklerosis lebih
tinggi, dan mortalitasnya lebih besar setelah kejadian kardiovaskular, IMA, stroke, atau
penyakit pembuluh darah perifer (Sprafka, 199; Kuusisto, 1994). Selain itu, orang dengan
DM memiliki insidensi gagal jantung kongestif (CHF) yang lebih tinggi dan hilangnya fungsi
kontraktil kardiak yang lebih besar dengan ukuran infark miokard yang sama, yang
menyebabkan perburukan gagal jantung kongestif (Nichols, 2001 ; malmberg, 2000 ; Dries,

Universitas Sumatera Utara


2001). Angka kematian SKA meningkat dua sampai tiga kali lipat pada pasien sindroma
koroner akut pada pasien DM dibandingkan pasien non DM (O’Donoghue, 2012).
DM merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular, yang masih
merupakan penyebab utama kematian pada orang dewasa dengan DM (Newman, 2017).
Pasien DM memiliki risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi kardiovaskular dan kejadian
aterotrombotik berulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa DM (Luscher,
2003). Pada kasus SKA dengan DM merupakan prediktor independen yang kuat terjadinya
kejadian iskemik berulang termasuk kematian baik jangka pendek maupun jangka panjang
(Malmberg, 2003 ; Roffi, 2001). Faktor risiko kardiovaskular lain yang memiliki efek negatif
yang mempengaruhi outcome pada penderita SKA lebih banyak ditemukan pada pasien DM.
Efek negatif dari DM terhadap outcome pasien SKA terjadi pada seluruh spektrum SKA
termasuk APTS dan IMANEST (Yusuf, 2001), IMAEST (Mak, 1997), dan penderita SKA
yang menjali IKP (Roffi, 2004 ; Stuckey, 2005)
Selama rawatan, pasien DM cenderung mengalami komplikasi SKA seperti gagal
jantung, stroke, reinfark, gagal ginjal dan perdarahan. Pada pasien SKA disertai DM yang
tidak terdeteksi ataupun yang baru terdiagnosa intoleransi glukosa memliki angka mortalitas
30 hari yang meningkat dibandingkan individu tanpa DM (ACC/AHA 2014).
Diabetes merupakan prediktor terjadinya revaskularisasi ulang dan kejadian
kardiovaskular mayor (KKvM) paska tindakan IKP (Kapur, 2010 ; Kedhi,2014). Pada
penelitian lain juga disebutkan bahwa adanya DM merupakan prediktor kuat terjadinya
KKvM paska IKP dengan pemasangan stent (Angiolillo, 2007 ; Machecourt, 2007; Taniwaki,
2014; Palmerini, 2011). Penderita DM umumnya juga terdapat gangguan perkembangan
pembuluh kolateral (Adnan, 1999 ; Schaper,1999).
Peterson dkk mengungkapkan bahwa penderita DM berkaitan dengan keluhan angina
yang lebih berat, keterbatasan aktivitas yang lebih berat dan kualitas kehidupan yang
berkaitan dengan kesehatan yang lebih buruk pada 1 tahun paska SKA (Peterson, 2006)

2.3.4. DM dan restenosis


Risiko untuk restenosis sangat tinggi di antara pasien DM. Dalam sebuah penelitian
terhadap 954 pasien yang menjalani IKP, revaskularisasi lesi target diperlukan pada 28%
pasien diabetes dengan insulin dibandingkan dengan 16,3% pada individu tanpa diabetes
(Abizaid, 1998). Risiko tinggi untuk restenosis di antara pasien diabetes dapat dikaitkan
dengan perubahan metabolik yang meningkatkan disfungsi endotel, mempercepat hiperplasia
intimal, dan meningkatkan agregasi platelet dan trombogenisitas (Aronson, 1996). DM

Universitas Sumatera Utara


berkaitan dengan angka komplikasi iskemik dan revaskularisasi rekuren yang lebih tinggi
(Kim dkk, 2012).

2.3.5. DM dan Severitas CAD


Tingkat keparahan penyakit diartikan sebagai luasnya atheroma pada arteri koroner
dan jumlah lesinya (Morgan, 2004). Analisis multivariat terhadap lebih dari 15.000 pasien di
CASS (Coronary Artery Surgery Study) menunjukkan hubungan independen antara adanya
DM dan tingkat severitas CAD (Alderman, 1993). Beberapa penelitian menunjukkan pola
diabteik CAD dengan jumlah stenosis yang signifikan, penyakit yang lebih menyebar, dan
keterlibatan multivessel (Morgan, 2004). Jumlah pembuluh darah yang terkena dapat
memprediksi morbiditas dan mortalitas jantung di masa depan (Moise, 1984). Beberapa
penelitian menunjukan bahwa pasien DM memiliki insidensi penyakit multivessel yang lebih
tinggi (Vigorita, 1980 ; Dortimer, 1978 ; Melidonis, 1999; Waldecker B,, 1999 ; Natali A,
2000). DM tipe-2 memiliki efek buruk yang lebih besar pada anatomi arteri koroner, hal
inilah yang menyebabkan pada pasien tersebut lebih sering ditemukan kejadian 3-VD dan
penyakit arteri koroner yang ekstensif dibandingkan pada pasien tanpa DM ( Wu dkk, 2003).

Tabel 2.2 Rekomendasi revaskularisasi pada penderita DM

Karena efeknya terhadap perkembangan plak atherosklerotik dan peningkatan risiko


trombosis pada pasien DM serta dampaknya terhadap pasien CAD, oleh karena itu pasien
IMANEST dengan DM digolongkan kepada golongan risiko tinggi sekunder dan
direkomendasikan untuk dilakukan strategi invasif awal (Irmalita, 2015; Roffi,2015).

Universitas Sumatera Utara


Walaupun dengan risiko tinggi, tindakan revaskularisasi masih rendah pada pasien DM
dibandingkan dengan non DM, dengan risiko peningkatan angka kematian di rumah sakit dan
kematian jangka panjang (Malmberg K, 2000 ; Mehta, 2007 ; Wallentin, 2009).

2.4. Peranan angiografi pada SKA-NEST


Angiografi koroner invasif memegang peranan yang penting danlam penatalaksanaan
SKA-NEST. Pemeriksaan tersebut berguna untuk : (Bajraktari, 2016)

1. Mengkonfirmasi diagnosis SKA yang berkaitan dengan PJK oklusi epikardial (atau
untuk rule out nyeri dada yang disebabkan oleh oklusi koroner)
2. Identifikasi lesi culprit
3. Memandu indikasi revaskularisasi (IKP / BPAK )
4. Stratifikasi risiko jangka pendek dan jangka panjang

Pola angiografi koroner pada SKA-NEST beragam, mulai dari arteri koroner epikard
normal sampai kepada penyakit arteri koroner yang berat dan diffuse. Hampir sampai sekitar
20 % pasien SKA-NEST tidak ditemukan lesi epikardial atau lesi epikardial yang tidak
obstruktif, dan sekitar 40- 80 % dengan penyakit pembuluh multiple (Bajraktari, 2016)

Waktu yang optimal untuk dilakukan angiografi koroner invasif pada pasien SKA-
NEST telah diinvestigasi pada beberapa RCT dan metaanalisa. Strategi invasif awal (< 24
jam) direkomendasikan pada pasien dengan sekurang-kurangnya satu kriteria risiko tinggi
(Roffi, 2015, Windecker,2014). Oleh karena itu pasien dengan kriteria tersebut harus dirujuk
sesegera mungkin ke RS yang tersedia fasilitas kateterisasi. Angiografi koroner invasif
dilanjutkan dengan revaskularisasi koroner dilakukan pada sebagian besar pasien SKA-NEST
yang dirawat di rumah sakit di daerah dengan sistem kesehatan yang baik. Keputusan untuk
strategi invasif harus mempertimbangkan dengan cermat risiko diagnostik invasif dan
manfaatnya dalam hal akurasi diagnostik, stratifikasi risiko dan penilaian risiko yang terkait
dengan revaskularisasi. Keputusan revaskularisasi memperhitungkan risiko dalam hal
morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan modalitas yang diusulkan (IKP atau BPAK)
dan manfaatnya dalam hal prognosis jangka pendek dan jangka panjang, kelegaan gejala,
kualitas hidup dan durasi tinggal di rumah sakit. Indikasi untuk pendekatan invasif, waktu
untuk revaskularisasi miokard dan pemilihan modal revaskularisasi bergantung pada banyak
faktor, termasuk presentasi klinis, komorbiditas, stratifikasi risiko, adanya fitur berisiko
tinggi yang spesifik untuk modalitas revaskularisasi, kelemahan, status kognitif, perkiraan

Universitas Sumatera Utara


harapan hidup dan keparahan fungsional dan anatomis serta pola CAD. (Roffi, 2015,
Windecker,2014)

2.4.1. SKA-NEST dan 3-VD


Prevalensi penyakit multivessel pada penderita STEMI signifikan (>50%) bahkan bisa
sampai 80 % (Vlaar, 2011). Prevalensi serupa juga terjadi pada SKA-NEST (Davies,2000,
Kastrati 2008, Thiele,2012). Sekitar setengah dari pasien yang menjalani IKP telah terbukti
memiliki stenosis koroner multivessel yang signifikan (Mehta, 2008).

2.4.1.1.Revaskularisasi SKA-NEST dan 3-VD


Pada penderita SKA-NEST dengan hasil angiografi 3 VD direkomendasikan untuk
menjalani strategi revaskularisai komplit (Bavri, 2006, Sardella, 2016). Strategi
revaskularisasi komplit dari lesi yang signifikan sebaiknya dilakukan pada pasien SKA-
NEST dengan 3-VD berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, beberapa penelitian
menunjukkan manfaat intervensi dini pada pasien dengan SKA-NEST yang mengamanatkan
strategi revaskularisasi lengkap bila dibandingkan dengan pendekatan konservatif, terlepas
dari kemungkinan untuk mengidentifikasi dan / atau mengobati lesi pemicu. Kedua, Beberapa
penelitian IKP dan SKA-NEST telah menunjukkan efek prognostik yang merugikan dari
revaskularisasi yang tidak lengkap (Windecker, 2014).

Revaskularisasi untuk pasien dengan penyakit arteri koroner multivessel dilakukan


umumnya di seluruh dunia. Di Amerika Serikat saja, sekitar 700.000 pasien menjalani
revaskularisasi koroner multivessel setiap tahunnya. Dari pasien tersebut, 25% menderita
diabetes ( Roger, 2012; Smith,2002). The Future Revascularization Evaluation in Patients
with Diabetes Mellitus (FREEDOM) adalah satu-satunya studi acak yang cukup baik
membandingkan Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) dan IKP dengan penggunaan DES
regenerasi awal (94%) pada pasien diabetes yang menjalani revaskularisasi elektif untuk 3
VD tanpa stenosis koroner LM. Untuk penderita diabetes dan penyakit arteri koroner stadium
lanjut, BPAK lebih unggul dibandingkan dengan IKP dalam mengurangi tingkat kematian
dan infark miokard secara signifikan, dengan tingkat stroke yang lebih tinggi (Farkouh,
2012). Mortalitas jangka panjang lebih baik pada kelompok BPAK dibandingkan IKP pada
penyakit pembuluh multipel CAD (Efird, 2013, Kappetein,2013, Shiomi, 2015, Milojovic,
2016). Hasil ini serupa pada semua tingkat kompleksitas angiografi (menurut skor
SYNTAX), fraksi ejeksi, dan fungsi ginjal (Farkouh, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Penelitian lain menunjukan bahwa pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan
disfungsi sistolik LV yang berat, memiliki angka survival yang sama pada kelompok yang
dilakukan BPAK dibandingkan dengan kelompok yang dilakukan IKP dengan menggunakan
DES generasi terbaru. Pada group yang dilakukan IKP, angka kejadian infark miokard dan
revaskularisasi ulang lebih tinggi ( mungkin disebabkan oleh revaskularisasi yang tidak
komplit). Oleh karena itu IKP dengan menggunakan DES generasi terbaru dapat menjadi
alternatif untuk tindakan BPAK pada pasien tersebut (Bangalore, 2016). Studi One Stage
Versus Multistaged Percutaneous Coronary Intervention PCI (SMILE) menyimpulkan
bahwa pada multi vessel SKA-NEST, revaskularisasi koroner 1 tahap komplit dengan IKP
lebih superior dibandingkan IKP multistage dalam hal KKvM (Sardella, 2016). Meskipun
tingkat keberhasilan teknis yang tinggi dari stenting multivessel pada pasien diabetes,
terutama yang diobati dengan insulin, memiliki risiko BPAK di rumah sakit yang lebih
tinggi, tingkat revaskularisasi ulang lebih tinggi, dan kelangsungan hidup satu tahun lebih
rendah daripada pasien non-diabetes (Mehran, 2004). Komplikasi periprosedural IKP serta
risiko iskemik jangka panjang tetap lebih tinggi pada SKA-NEST daripada pada pasien yang
stabil (Windecker, 2014). DM merupakan determinan mayor dari outcome klinik yang buruk
setelah dilakukan revaskularisasi baik IKP maupun BPAK (Kim, 2012). Angka kematian
jangka panjang dan insiden restenosis lebih rendah pada pasien non DM (Kim, 2012).
Restenosis disebabkan oleh proliferasi neointimal oleh sel otot polos vaskular sebagai
konsekuensi kerusakan endotel setelah inflasi balon dan penempatan stent. Tingkat restenosis
dan mortalitas secara signifikan lebih tinggi di antara pasien diabetes setelah IKP (King,
2003). Suatu studi yang meneliti karakteristik angiografi pasien diabetes yang memerlukan
revaskularisasi berulang setelah IKP multivessel menemukan bahwa, dari 18 pasien yang
memerlukan revaskularisasi ulang, sembilan memiliki bukti perkembangan penyakit yang
signifikan selain restenosis dan tiga hanya memiliki bukti perkembangan penyakit saja.
Perkembangan penyakit menyumbang lebih dari separuh kebutuhan akan prosedur
revaskularisasi lebih lanjut (Lautfi,2003). Oleh karena itu status diabetik merupakan
pertimbangan utama saat pemilihan strategi revaskularisasi yang optimal pada pasien 3-VD
(Kim, 2012).
Pada penelitian Bypass Angioplasty Revascularization Investigation (BARI), pasien
dengan diabetes dan 3-VD yang menjalani coronary artery bypass grafting (CABG) hidup
lebih lama dibandingkan pasien yang menjalani angioplasti balon, sehingga dari temuan ini
direkomendasikan CABG sebagai pendekatan yang lebih disukai untuk modalitas
revaskularisasi pada pasien dengan kondisi seperti ini (BARI Investgators, 2006; Hillis,

Universitas Sumatera Utara


2011). Sebuah meta-analisis menyeluruh tentang uji coba yang dilakukan sebelum
pengenalan stent obat-eluting menunjukkan angka kematian berlebih setelah PCI,
dibandingkan dengan CABG, pada pasien diabetes (Hlatky,2009)
Pendekatan sekuensial, yang terdiri dari mengobati lesi kulprit dengan IKP yang
diikuti oleh BPAK elektif dengan bukti iskemia dan / atau FFR dari dari non culprit lesi,
mungkin bermanfaat pada beberapa pasien .Strategi revaskularisasi pada pasien pasien SKA-
NEST dengan 3-VD harus didiskusikan dalam konteks Tim Jantung dan didasarkan pada
status klinis serta tingkat keparahan dan distribusi CAD dan karakteristik lesi. (Windecker
dkk, 2014)

2.4.2. Komplikasi 3-VD


Penderita 3-VD merupakan prediktor KKvM pada pasien PJK setelah pemantauan
jangka panjang (Tsai, 2017). Selain faktor-faktor risiko klasik seperti DM, hipertensi,
dislipidemia, faktor risiko lain juga mempengaruhi kejadian KKvM (Madan, 2008). Studi
yang dilakukan Tsai dkk mengungkapkan bahwa 3-VD dan tindakan IKP berkaitan dengan
kejadian KKvM (Tsai, 2017). Studi yang dilakukan oleh Chow dkk dan de Waha dkk
mengungkapkan bahwa severitas CAD dan 3-VD tidak hanya memprediksi kematian dari
semua penyebab tetapi juga merupakan faktor risiko tinggi terjadinya outcome klinik yang
buruk (Chow, 2010 ; de Waha, 2015). Angka kematian dan morbiditas juga terlihat lebih
tinggi pada pasien SKA-EST dengan 3-VD. Mekanismenya bersifat multifaktorial, termasuk
luas area iskemik, adanya atherosklerotik yang diffuse yang memicu ketidakstabilan plak,
gangguan kontraktilitas dari zana non infark pada daerah dengan stenosis obstruktif multipel
(Goldstein, 2000).

2.5. Identifikasi risiko tinggi


Stratifikasi risiko dini penting dilakukan, untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko
kematian dan kardiovaskular tinggi dan jangka panjang, dimana strategi invasif awal dan
terapi medikal dapat mengurangi risiko ini. ( Roffi, 2015, Windecker, 2014 ). Penentuan
kategori risiko dilakukan melalui proses stratifikasi risiko dengan menggunakan skor yang
sudah populer yakni Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) dan Thrombolysis
In Myocardial Infarction (TIMI) (Hamm, 2011). Skor ini berguna untuk menilai prognosis
dan dapat memandu untuk strategi penatalaksanaan selanjutnya. Akan tetapi Skor GRACE
dan TIMI ini tidak dapat digunakan untu memprediksi kejadian 3-VD. Prediksi 3-VD ini
merupakan hal yang penting karena akan berguna untuk menilai prognosa dan

Universitas Sumatera Utara


memperkirakan modalitas revaskularisasinya (IKP/BPAK) dan tahap revaskularisasinya (satu
tahap/ bertahap. Khususnya pasien SKA-NEST dengan gambaran angiografi kororner 3-VD
dengan komorbid DM direkomendasikan untuk dilakukan BPAK dibandingkan dengan IKP
dengan kelas rekomendasi I-B (Irmalita,2015). Sehingga diperlukan suatu penanda 3-VD
pada pasien SKA-NEST, sehingga pasien SKA-NEST dengan risiko tinggi dapat
ditatalaksana sesuai strategi invasif kemudian dilanjutkan dengan modalitas revaskularisasi
sesuai dengan kondisi dan risikonya. EKG awal merupakan penanda risiko awal. (Savonitto,
1999)

2.6. EKG pada SKA


EKG yang mungkin dijumpai pada pasien SKA-NEST antara lain (Irmalita, 2015) :
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi
segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal

Gambar 2.6. Variabilitas pola elektrokardiografi dengan iskemia miokard akut. EKG
mungkin juga normal atau abnormal secara nonspesifik (Giugliano, 2015)

Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis


SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi di daerah cirkumfleks
atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu
dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan. Depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di dua atau
lebih sadapan berdekatan sugestif untuk diagnosis APTS atau SKA-NEST, tetapi mengingat

Universitas Sumatera Utara


kesulitan mengukur depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan
dengan depresi segmen ST ≥ 1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi gelombang
T ≥2 mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis APTS atau
SKA-NEST (tingkat peluang tinggi). Gelombang ≥Q 0,04 detik tanpa disertai depresi
segmen ST dan/atau inversi gelombang T menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA
tidak tinggi sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau
Definitif SKA (Gambar 2.1). Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan
nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10 – 20 menit
kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat
sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6
jam dan setiap terjadi angina berulang. Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG,
misalnya depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis
APTS atau IMA-NEST dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil
(0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang
sangat sugestif diagnosis APTS atau IMA-NEST (Irmalita, 2015).

2.6.1. Pola EKG iskemia


Sel miokard memerlukan oksigen dan nutrisi untuk menjalankan fungsinya. Darah
yang teroksigenasi disalurkan oleh arteri koroner. SKA mengakibatkan aliran darah ke arteri
koroner menjadi tidak adekuat dan menyebabkan terjadinya iskemia. Jika iskemia lebih berat,
maka akan terjadi nekrosis miokardium (infark miokard) (Goldberger, 2013). Perlu
diperhatikan bahwa dinding ventrikel terdiri dari lapisan luar (epikardium atau
subepikardium) dan lapisan dalam (subendokardium). Perbedaan ini penting karena iskemia
miokardium dapat terbatas hanya pada lapisan dalam (iskemia subendokardium), subepikard
atau dapat meliputi keseluruhan dinding ventrikel (iskemia transmural) (Luna, 2007;
Goldberger, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.7. Penampang melintang ventrikel yang menunjukkan perbedaan antara infark
subendokardial, yang melibatkan setengah dalam dari dinding ventrikel, dan infark
transmural yang melibatkan keseluruhan dinding ventrikel. Gelombang Q merupakan
penanda infark transmural, namun tidak semua infark transmural ada gelombang Q
(Goldberger, 2013)

Subendokard merupakan bagian yang sangat rentan untuk terjadinya iskemia karena
jaraknya yang terjauh dari aliran darah koroner dan berkaitan dengan tekanan yang tinggi dari
kavum ventrikel. Bagian dalam ventrikel dapat terjadi iskemia walaupun bagian luar
mendapatkan perfusi yang normal. Perubahan EKG yang paling sering ditemukan pada
iskemia subendokard adalah depresi segmen ST. Depresi segmen ST dapat terjadi terbatas di
lead anterior (I, aVL dan V1-V6) atau lead inferior (II,III,aVF) atau dapat terjadi diffuse pada
kedua kelompok lead. Kebanyakan pasien dengan keluhan angina klasik menunjukan pola
EKG iskemia subendokard, dengan gambaran EKG depresi segmen ST saat serangan. EKG
dari beberapa pasien dengan keluhan angina tidak menunjukan depresi segmen ST saat nyeri
dada. sebagai konsekuensinya, EKG normal tidak dapat mngeekslusikan penyebab dasar
CAD. Adapun EKG yang spesifik untuk iskemia miokard adalah depresi segmen ST
downsloping dan horizontal.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8 Iskemia subendokard dapat menyebabkan depresi segmen ST. Depresi segmen
ST yang spesifik adalah depresi segmen ST yang downsloping dan horizontal (Goldberger,
2013).

Jika iskemia regio subendokard cukup berat, infark dapat terjadi. Gelombang Q
patologis dapat terjadi pada infark subendokardium jika infark miokardium melebihi
sepertiga dinding lapisan dalam. Infark subendokard umumnya mempengaruhi repolarisasi
ventrikel (kompleks segmen ST) dan tidak depolarisasi (kompleks QRS). Infark
nontransmural yang luas berkaitan dengan adanya gelombang Q. Pola EKG lain yang kadang
terlihat pada infark non-Q adalah inversi gelobang T dengan atau tanpa depresi segmen ST
(inversi gelombang T terkadang dapat terlihat pada beberapa kasus iskemia non infark).
Sebagai kesimpulan, infark non-Q dapat berkaitan dengan depresi segmen ST persisten dan
atau inversi gelombang T (Goldberger, 2013).
Perubahan gelombang T terjadi pada area miokardium yang mengalami perlambatan
repolarisasi sebagai konsekuensi dari penurunan perfusi yang lebih ringan dibandingkan
dengan derajat keparahan yang dapat menyebabkan perubahan segmen ST, atau pola sebagai
konsekuensi dari keadaan iskemia tapi bukan menandakan keadaan ‘iskemia aktif’
(perubahan post iskemia). Dari sudut pandang eksperimental , iskemia dapat terjadi
subepikard, sebendokard atau transmural. Dari sudut pandang klinis hanya iskemia
subendokard dan transmural yang ada. Iskemia subepikard equivalent dengan iskemia
transmural karena kedekatannnya dengan elektroda. Secara eksperimental perubahan
gelombang T direkam pada subendokard ventrikel kiri atau subepikard sebagai konsekuensi
penurunan aliran darah (lebih ringan dibandingkan dengan derajat iskemia yang

Universitas Sumatera Utara


menghasilkan perubahan segmen ST atau sebagai cooling area akibat perlambatan
repolarisasi pada area yang terkena. Jika iskemia terjadi di subendokard maka yang dapat
dijumpai adalah gelombang positif T yang lebih tinggi dari normal dan jika iskemia terjadi di
subepikard (secara klinis disebut transmural karena kedekatannya dengan elektroda) maka
yang ditemukan adalah gelombang T datar (T flat) atau inversi gelombang T.

Gambar 2.9 Pengamatan muatan listrik dan perubahan ionik yang sesuai (A dan C), tingkat
potensial transmembran diastolik (DTP) dan morfologi potensial aksi transmembran (TAP)
(D), EKG klinis (E), dan temuan patologis (F), pada berbagai jenis jaringan (normal, iskemik,
terluka dan nekrotik) (B) (Luna, 2007).

Vektor berasal dari daerah iskemik yang belum sepenuhnya terrepolarisasi dan masih
dalam keadaan muatan negatif, menuju daerah yang telah selesai repolarisasi dengan muatan
positif. Pada subendokard iskemia vektor iskemia menjauhi zona iskemik sehingga
menghasilkan gelombang T yang lebih tinggi dari normal. Akan tetapi jika pada kasus
subepikard iskemia (secara klinis disebut transmural) maka akan menghasilkan inversi
gelombang T (Luna, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10 Iskemia subendokard (perubahan gelombang T)

Pada kasus paska infark miokard, pola EKG iskemia ini (inversi gelombang T) lebih
diakibatkan karena gangguan repolarisasi pada daerah yang nekrosis (Q patologis) dari pada
suatu iskemia yang aktif. Pada SKA inversi gelombang T sebagai konsekuensi iskemia bukan
suatu aktif iskemia. Khususnya pada inversi gelombang T yang dalam yang ditemukan di
lead V1-V4, mengindikasikan adanya oklusi LAD yang kritikal tetapi arteri masih terbuka
atau memiliki kolateral yang baik (Luna, 2007).
Perubahan segmen ST direkam pada area miokardium pada saat diastolik depolarisasi
sebagai konsekuensi penurunan aliran darah yang signifikan (iskemia aktif yang lebih
signifikan daripada derajat keparahan yang menyebabkan pola iskemia). Pada kasus
predominant subendokard iskemia yang lebih berat, baik secara eksperimental maupun secara
klinis, depresi segmen ST akan terjadi. Sedangkan pada kasus iskemia subepikardial yang
lebih berat secara eksperimental dan secara klinis transmural maka elevasi segmen ST akan
terlihat (Luna, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.11 Iskemia subendokardial menyebabkan electrical forces yang bertanggung jawab untuk
segmen ST berdeviasi ke arah lapisan dalam jantung dan menyebabkan depresi segmen ST pada
sadapan yang menghadap permukaan luar jantung. B. Iskemia akut transmural (epikardial)
menyebabkan electrical forces yang bertanggung jawab untuk segmen ST berdeviasi ke arah lapisan
luar jantung dan menyebabkan elevasi segmen ST pada sadapan (Goldberger, 2013)

2.6.2. Variasi EKG iskemia


Iskemia miokard dapat menyebabkan variasi perubahan EKG. Iskemia subendokard
dapat mengakibatkan depresi segmen ST. Pada beberapa kasus, infark miokard berkaitan
dengan adanya depresi segmen ST atau inversi gelombang T tanpa gelombang Q. Iskemia
miokardial tidak selalu menyebabkan perubahan segmen ST. Beberapa pola EKG dapat
terlihat. Beberapa pasien masuk dengan EKG normal selama periode iskemia. Pola yang lain,
segmen ST hanya terjadi perubahan sedikit. Pada beberapa kasus dijumpai perubahan segmen
ST yang tidak spesifik (gelombang T datar atau inversi gelombang T yang minimal). Hal
tersebut (EKG iskemik yang tidak spesifik) mungkin merupakan suatu pertanda iskemik
miokard tetapi disebabkan oleh penyebab lain seperti efek obat-obatan seperti digitalis,
hypokalemia. Oleh karena itu penting untuk penegakan diagnosis definitif iskemia miokard
tidak hanya berdasarkan EKG saja. Sebagai kesimpulan adapun variasi perubahan EKG pada
penyakit jantung iskemik yaitu adanya gelombang Q, elevasi atau depresi segmen ST,
gelombang T positif tinggi, inversi gelombang T yang dalam, perubahan segmen ST yang
non spesifik dan EKG normal (Luna, 2007).

2.6.3. Prinsip dasar segmen ST


Segmen ST adalah bagian EKG yang bermula dari J point (pertautan antara kompleks
QRS dan segmen ST) hingga sampai ke awal gelombang T (Gambar 8). Segmen ST

Universitas Sumatera Utara


merepresentasikan permulaan dari repolarisasi ventrikel. Pada kondisi normal, segmen ST
adalah isoelektrik; akan tetapi dapat bervariasi (< 1 mm) dibawah atau diatas garis dasar
(baseline). Jika mendeskripsikan segmen ST sebagai elevasi atau depresi, perlu dibuat
perbandingan dengan bagian EKG yang terletak antara akhir dari gelombang T dan awal dari
gelombang P berikutnya (segmen TP) atau segmen PR sebelumnya (Becker, 1988;
Goldberger, 2013).

Gambar 2.12 Gelombang P, Kompleks QRS, Segmen ST (Becker, 1988)

2.6.4. Diagnosa banding depresi segmen ST


Iskemia subendokard umumnya ditandai dengan depresi segmen ST. tetapi tidak
semua depresi segmen ST mengindikasikan SKA, sebagai contoh depresi segmen ST yang
berkaitan dengan LVH (pola strain). Depresi segmen ST juga dapat disebabkan oleh dua
faktor yang penting dan sering ditemui ; efek digitalis dan hypokalemia. Digitalis
menyebabkan scooping dari segmen ST dengan depresi segmen ST yang ringan. ST segmen
juga mengalami depresi pada keadaan kadar kalium yang rendah. Gelombang U prominent
juga kadang terlihat. Pada beberapa keadaan terkadang sulit untuk membedakan faktor yang
bertanggung jawab untuk adanya depresi segmen ST yang ditemui. Sebagai contoh pasien
LVH atau yang mengkonsumsi digitalis mungkin juga mengalami iskemia subendokard.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.13 Infark non-Q pada pasien yang mengeluhkan nyeri dada yang berat dan
peningkatan kadar enzim jantung. Depresi segmen ST yang diffuse di lead I, II, III,aVL,
aVF, dan V2-V6, dan disertai dengan elevasi segmen aVR. Hal ini konsisten dengan iskemia
subendokard yang berat.

2.6.5. Peranan EKG sebagai penanda risiko awal


Sejak masa dahulu hingga saat ini, elektrokardiogram (EKG) 12 sadapan telah
dianggap sebagai bagian penting dalam evaluasi dini dan penegakkan diagnosis penderita
infark miokard akut (IMA). EKG masih merupakan modalitas untuk menegakan diagnosis
yang cepat pada penderita dengan gejala iskemia (Ghaffari, 2010). Elektrokardiogram
merupakan standar emas dalam mengidentifikasi lokasi infark miokard dan bahkan banyak
informasi lain yang bisa didapatkan meliputi ukuran infark dan prognosis penderita IMA
(Birnbaum, 2003; Zimetbaum, 2003). Selain untuk penegakan diagnosis, EKG juga dapat
menilai prognosa pada pasien dengan gejala iskemik. EKG juga memberikan implikasi
terhadap penatalksanaan selanjutnya (Roffi, 2015). Hasil EKG awal dapat memperkirakan
risiko awal (Irmalita, 2015). EKG pada saat masuk memberikan informasi yang penting dan
stratifikasi risiko pada sindroma koroner akut.(Savonitto,1999, Damman,2012, Cannon,
1997). Pasien dengan EKG yang normal saat tiba di RS memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan mereka dengan inversi gelombang T. Selain itu, adanya depresi segmen ST saat
tiba, inversi gelombang T yang dalam di sadapan anterior, depresi segmen ST≥0,1 mV atau

Universitas Sumatera Utara


≥0,05 mV di dua atau lebih sadapan yang bersebelahan, dan elevasi segmen ST ≥0,1 mV di
sadapan aVR memberikan prognosis yang lebih buruk (Irmalita, 2015).
Modalitas lainnya seperti ekokardiografi, skintigrafi nuklir, atau computed
tomographic coronary angiography dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostik
tambahan, tetapi pemeriksaan tersebut belum tentu tersedia di layanan kesehatan dan
memerlukan waktu yang cukup lama (Ghaffari, 2010).

2.6.5.1. Depresi segmen ST dan 3-VD


Pada spektrum SKA-NEST, ST Depresi dalam 48 jam presentasi berkaitan dengan
gambaran klinis risiko tinggi (Sarak,2016). Pada studi yang dilakukan oleh Diderholm
mengungkapkan bahwa adanya ST depresi pada pasien angina pectoris tidak stabil berkaitan
dengan peningkatan 100% kejadian 3-VD (Diderholm,2002) dan hal tersebut juga mendasari
terjadinya peningkatan risiko KKvM. Oleh karena itu pada kondisi tersebut strategi invasif
awal perlu dilakukan. Pada penelitian ini ditemukan kejadian penyakit pembuluh multipel
sekitar 45 % pada pasien angina pectoris tidak stabil dengan EKG ST depresi dibandingkan
tanpa EKG ST depresi sekitar 22 % RR 2.01 (CI 95 1.61–2.39) P < 0.001 (Diderholm, 2002).
Pada studi yang dilakukan oleh Gaffari dkk, ditemukan bahwa angka kejadian penyakit
pembuluh multipel 3-VD sebanyak 58.3 % pada kelompok penderita IMA-NEST dengan
EKG awal ST depresi dibandingkan pada kelompok penderita IMA-NEST tanpa ST depresi
sebesar 32 % (Gaffari,2010). Penelitian lain juga menunjukan hal yang serupa, kombinasi ST
segmen depresi dan inversi gelombang T merupakan prediktor outcome yang buruk. Pola
EKG ini jika ditemukan di lead V4-V5 tanpa takikardia dan konkomitan dengan adanya ST
elevasi di lead aVR merupakan penanda adanya iskemia dan berkaitan dengan adanya lesi di
arteri koroner LM atau 3-VD (Savonitto, 2005). Moustofa dkk mengungkapkan bahwa
abnormal EKG pada saat masuk berkaitan dengan kejadian 2 atau 3-VD, dimana normal
EKG berkaitan dengan keterlibatan left circumflex (LCx) atau normal angiografi, tetapi EKG
saat masuk tidak berkaitan dengan outcome sekunder yaitu lama rawatan, rehospitalisasi
dalam 60 hari dan kematian di RS (Moustofa, 2016).

2.7. Revaskularisasi SKA-NEST dengan EKG depresi segmen ST


Secara umum, terapi medis dan intervensi agresif awal termasuk angiografi pada
penderita dengan deviasi segmen ST dapat memperbaiki outcome klinis. Suatu studi
mengungkapkan bahwa outcome klinis lebih baik pada kelompok yang dilakukan intervensi

Universitas Sumatera Utara


awal dibandingkan pada penderita yang dilakukan intervensi tertunda pada pasien dengan
risiko tinggi (Mehta, 2009), meskipun pada kelompok yang dilakukan intervensi awal rutin
tidak menunjukan perbedaan pada outcome primer, dibandingkan dengan kelompok yang
dilakukan intervensi tertunda pada penderita SKA.
Oleh karena itu EKG saat ini masih memegang peranan yang penting baik dalam
diagnosis, prognosis maupun dapat membantu memperkirakan modalitas ataupun tahap
revaskularisasi yang akan dilakukan pada pasien SKA-NEST. Pada pasien SKA-NEST
dengan DM, tindakan BPAK lebih dianjurkan dari pada IKP apabila dari gambaran
angiografi koronernya ditemukan penyakit pembuluh multiple. (Roffi, 2015, Windecker,
2014).Jika pilihan modalitas revaskularisasinya dengan IKP, maka menurut studi terakhir
pada kasus ini lebih baik dilakukan satu tahap komplit revaskularisasi. Pada studi SMILE
disimpulkan bahwa pada penderita SKA-NEST dengan 3-VD, revaskularisasi koroner 1
tahap komplit lebih superior dibandingkan dengan multistage IKP pada kejadian
kardiovaskular dan cerebrovaskular mayor (Sardella,2016).
Adanya penanda awal 3-VD pada penderita SKA-NEST dengan DM dapat memandu
dokter dalam menentukan strategi penatalaksanaan selanjutnya pada penderita tersebut, baik
dari waktu angiografinya maupun perkiraan modalitas (BPAK/IKP), tahap revaskularisasinya
(1 stage/multistage) ataupun pilihan stennya, Khususnya dengan sistem Jaminan Kesehatan
Nasional saat ini, hal tersebut dapat menjadikan panduan untuk pilihan pemberi pelayanan
kesehatan (PPK) khususnya PPK tingkat II/III, sehingga pasien SKA-NEST dengan DM
mendapatkan penatalaksaan atau revaskularisasi yang optimal.

Universitas Sumatera Utara


2.8. Kerangka teori

SKA-NEST DM

Disfungsi Endothelial,
PLAK ATHEROSKLEROTIK Disfungsi Platelet, Disfungsi
Metabolik, Inflamasi

RUPTUR PLAK

ISKEMIA

BERAT

ST DEPRESI

Kejadian Kardiovaskular
Mayor (KKVM)

NON 3-VD 3-VD

CABG (IA) PCI (IIaB)


(Windecker, 2014)
(Windecker, 2014

Universitas Sumatera Utara


2.9. Kerangka konsep

SKA-NEST DENGAN DM

EKG saat masuk


EKG saat masuk
dengan Depresi
tanpa Depresi
Segmen ST
Segmen ST

3-VD NON 3-VD 3-VD NON 3-VD

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian ambispektif terhadap penderita SKA-NEST


dengan DM di Rumah Sakit Haji Adam Malik (RSHAM) Medan. Cara pengambilan sampel
pada penelitian ini adalah dengan nonprobability sampling, yaitu consecutive sampling.
Dengan cara ini, peneliti akan mengambil semua subyek penelitian dengan diagnosa SKA-
NEST dengan DM hingga jumlah sampel minimal terpenuhi.

3.2. Tempat dan waktu

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data penderita SKANEST dengan DM


dari Rekam Medik RSHAM Medan mulai dari Januari 2015 sampai Desember 2017

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah penderita dengan diagnosa SKA-NEST. Populasi terjangkau


adalah penderita SKA-NEST dengan DM di RSHAM. Sampel adalah populasi terjangkau
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Besar Sampel


Besar sample dihitung berdasarkan rumus (Sastroasmoro dkk, 2010):

Keterangan:

Zα = deviat baku alpha (Zα = 1,96)

Zβ = deviat baku beta (Z β = 0,84)

P1 = proporsi 3 VD pada kelompok non depresi segmen ST

P2 = proporsi pada kelompok penelitian yang nilainya merupakan judgment


penelitian (0,55)

P = proporsi total = (P1+P2)/2

Universitas Sumatera Utara


Q = 1-P

Q1 = 1-P1

Q2 = 1-P2

Dari rumus diatas, didapat jumlah pasien masing-masing kelompok adalah 23 pasien.

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi


3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Penderita SKA-NEST dengan DM yang dirawat di RSHAM dan menjalani angiografi
koroner selama perawatan di rumah sakit.
2. Tidak mempunyai riwayat penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan,
kardiomiopati ataupun penyakit jantung lainnya.
3. Tidak mempunyai riwayat penggunaan digitalis.

3.5.2. Kriteria Eksklusi


1. Penderita SKA-NEST dengan DM dengan gambaran EKG seperti blok cabang
berkas, hipertrofi ventrikel kiri, irama pacu jantung.
2. Penderita SKA-NEST dengan DM dengan hipokalemia

3.6. Definisi operasional


1. SKA-NEST adalah subset dari sindroma koroner akut yang didiagnosis jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan yang disertai dengan perubahan EKG diagnostik untuk SKA.
SKA-NEST terdiri dari Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) dan Infark Miokard
Akut Non Elevasi Segmen ST). Adapun EKG diagnostik untuk SKA-NEST adalah
Depresi segmen ST sebesar≥0,05 mV di sadapan V1 -V3 dan ≥0,1 mV di sadapan
lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga inversi
gelombang T yang simetris ≥0,2 mV (Irmalita, 2015).
2. Severitas arteri koroner didefinisikan sebagai derajat keparahan dan perluasan lesi
arteri koroner (Head, 2014; Yadav, 2013). Pada penelitian ini, severitas arteri koroner
dikuantifikasi menggunakan visualisasi langsung. Visualisasi langsung didefinisikan
sebagai suatu cara mengkuantifikasi kompleksitas lesi arteri koroner berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


jumlah pembuluh darah epikardial mayor dan cabang besarnya yang memiliki lesi
signifikan. (Suatu lesi disebut signifikan apabila lesi tersebut menyebabkan
≥ 70% yang dinilai
pengurangan diameter luminal pembuluh darah koroner
berdasarkan penilaian visual (Windecker, 2014). 3 VD merupakan kondisi dimana
adanya 3 pembuluh darah epikardial mayor yang mengalami lesi yang signifikan
(Windecker, 2014, Scalon, 1999; Centidag, 2016).
3. Diabetes mellitus didefinisikan sebagai berikut; Subjek selama ini telah atau pernah
menggunakan obat hipoglikemik oral atau insulin, atau hasil pemeriksaan kadar gula
darah selama perawatan di rumah sakit memenuhi salah satu dari kriteria berikut;
kadar HbA1c ≥ 6.5%, kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau kadar gula darah post
prandial ≥ 200 mg/dl (Karslberg, dkk. 2011).
4. Depresi Segmen ST didefinisikan Depresi segmen ST sebesar≥0,05mV di sadapan
V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya (Irmalita, 2015)
5. Non Depresi Segmen ST adalah pola EKG lain selain EKG depresi segmen ST seperti
inversi gelombang T, EKG normal, EKG non diagnostik/ Q yang menetap (Irmalita,
2015)

3.7. IDENTIFIKASI VARIABEL


• Variabel bebas/independen Skala
Three Vessel Diseases (3- VD) Kategorik

• Variabel terikat/dependen Skala


Depresi Segmen ST Kategorik

3.8. ALUR PENELITIAN

Semua subyek penelitian adalah penderita dengan diagnosa SKA-NEST dengan DM


yang dirawat di RSHAM mulai dari Januari 2015 sampai Desember 2017. Peneliti akan
memeriksa rekam medis penderita SKA-NEST untuk melihat anamnesis, pemeriksaan fisik,
EKG, foto thoraks, pemeriksaan enzim jantung, pemeriksaan lab lainnya, ekokardiografi,
angiografi koroner yang telah dilakukan selama masa perawatan untuk menegakkan diagnosa
SKA-NEST dengan DM. Semua data ini akan dicatat secara seksama dan sistematis.
Berdasarkan keseluruhan data yang diperoleh, maka akan didapatkan sampel penelitian yang
telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Universitas Sumatera Utara


Dari seluruh data pasien SKA-NEST dengan DM, data penting awal yang akan
dievaluasi adalah hasil EKG. Berdasarkan hasil tersebut maka sampel penelitian akan dibagi
menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah penderita SKA-NEST dengan DM dengan
gambaran hasil EKG depresi segmen ST saat masuk dan kelompok kedua adalah penderita
SKA-NEST dengan DM tanpa EKG depresi segmen ST saat masuk. Kemudian dari setiap
kelompok akan dilihat hasil angiografi koroner selama perawatan di RS. Dari data angiografi
koroner tersebut peneliti kemudian akan menilai ada atau tidaknya 3-VD. Keseluruhan data
yang diperoleh akan dikumpulkan dan dianalisa menggunakan uji statistik untuk melihat
perbandingan kejadian 3-VD dengan gambaran EKG saat masuk dengan dan tanpa depresi
segmen ST pada SKA-NEST dengan DM .

3.9. ANALISIS DATA

Windows SPSS-17 (Statistical Product and Science Service). Analisa dan penyajian
data dilakukan sebagai berikut :

• Data kontinu ditunjukkan dengan mean +/- standar deviasi dari mean atau nilai median
(min - maks) sesuai dengan hasil uji normalitas sebagai data karakteristik dasar.
• Data kategorik ditunjukkan dengan frekuensi dan persentase.
• Uji Chi-square dipakai untuk menentukan hubungan variabel kategorikal dengan atau
tanpa depresi segmen ST . Fisher exact dan Mann Whitney dipakai untuk menilai bivariat
dan beda rerata dengan atau tanpa depresi segmen ST begitu juga berdasarkan 3-VD dan
non 3-VD.
• Untuk variabel yang ditemukan signifikan pada uji analisis univariat dimasukkan ke uji
multivariate dengan uji regresi logistik pada variabel kategorik dan regresi linear pada
variabel numerik. Untuk menilai uji variability interobserver digunakan uji kappa
• Out-come klinik ditampilkan dengan frekuensi, presentase, odds rasio dan 95%
Confidence Interval. P value < 0.05 dianggap bermakna

3.10. Etika Penelitian

Penelitian ini akan meminta persetujuan dari komite etik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3.11. Perkiraan Biaya

Pengurusan izin penelitian Rp. 500.000


Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 1.000.000
Pembelian Printer Rp. 2.000.000
Buku referensi, jurnal Rp. 2.000.000
Pengolahan hasil statistik Rp. 1.000.000
Biaya-biaya lain/tak terduga Rp. 1.000.000
Total Rp. 7.500.000

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Karakteristik Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif terhadap penderita SKA-NEST


dengan DM di Rumah Sakit Haji Adam Malik (RSHAM) Medan. Penelitian ini dilakukan
dengan mengambil data penderita SKA-NEST dengan DM dari Rekam Medik RSHAM
Medan mulai dari Januari 2015 sampai Desember 2017. . Peneliti akan memeriksa rekam
medis penderita SKA-NEST untuk melihat anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto thoraks,
pemeriksaan enzim jantung, pemeriksaan lab lainnya, ekokardiografi, angiografi koroner
yang telah dilakukan selama masa perawatan untuk menegakkan diagnosa SKA-NEST
dengan DM.

Dari seluruh data pasien SKA-NEST dengan DM, data penting awal yang akan
dievaluasi adalah hasil EKG. Berdasarkan hasil tersebut maka sampel penelitian akan dibagi
menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah penderita dengan gambaran hasil EKG
depresi segmen ST saat masuk dan kelompok kedua adalah penderita tanpa EKG depresi
segmen ST saat masuk. Kemudian dari setiap kelompok akan dilihat perbandingan kejadian
3- VD berdasarkan hasil angiografi koroner.

4.2. Karakteristik Subjek Penelitian

Jumlah total subjek penelitian adalah 67 orang yang terdiri dari kelompok EKG
depresi segmen ST sebanyak 30 orang dan kelompok non ST depresi sebanyak 37 orang.
Berdasarkan data tersebut tidak dijumpai perbedaan jenis kelamin diantara kedua kelompok
tersebut. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki terdiri dari 20 0rang (66.7%) pada kelompok
depresi segmen ST dan 29 orang (78.4 %) pada kelompok tanpa depresi segmen ST. Tidak
dijumpai perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok terebut. Usia rata-rata pada
kelompok depresi segmen ST adalah 56 tahun sedangkan pada kelompok tanpa depresi
segmen ST adalah 57 tahun.

Universitas Sumatera Utara


Pada kelompok depresi segmen ST memiliki faktor resiko kardiovaskular yang lebih
banyak, seperti hipertensi, dislipidemia dan riwayat keluarga PJK. Riwayat hipertensi
dijumpai pada 27 orang (90 %) pada kelompok ST depresi sedangkan pada kelompok non
depresi segmen ST berjumlah 19 orang (51.4 %) dengan nilai p sebesar 0.001. Riwayat
dislipidemia juga lebih tinggi pada kelompok depresi segmen ST yaitu berjumlah 12 orang
(40 %) dan pada kelompok tanpa depresi segmen ST berjumlah 6 orang (16.2 %) dengan nilai
p sebesar 0.029. Riwayat keluarga PJK juga lebih tinggi pada kelompok depresi segmen ST
yaitu berjumlah 15 orang (50 %), sedangkan pada kelompok tanpa depresi segmen ST
sebanyak 4 orang (10.8 %) dengan nilai p sebesar <0.001. Tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna untuk riwayat merokok pada kedua kelompok. Tetapi dapat terlihat bahwa lebih
dari setengah dari kedua kelompok tersebut adalah perokok. Pada pemeriksaan tekanan darah
dan denyut nadi saat masuk tidak dijumpai perbedaan yang signifikan.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat perbedaan yang signifikan pada


peningkatan kadar troponin pada kedua kelompok. Pada kelompok depresi segmen ST
dijumpai peningkatan kadar troponin yang lebih tinggi dengan rata-rata nilai troponin 1.78 ±
3.93 dibandingkan pada kelompok tanpa depresi segmen ST yaitu sebesar 0.77 ± 1.64
dengan nilai p 0.018. Kadar gula darah sewaktu (GDS), kadar gula darah puasa (GDP) dan
kadar gula darah 2 jam post prandial (GD2PP) terlihat lebih tinggi dari nilai normal tetapi
tidak berbeda secara bermakna dari kedua kelompok. Pada kedua kelompok tersebut terlihat
kadar HbA1C lebih tinggi daripada nilai standard yang diharapkan pada penderita DM. Kadar
HbA1C terlihat lebih tinggi pada kelompok depresi segmen ST dibandingkan pada kelompok
tanpa depresi segmen ST walaupun tidak bermakna secara statistik. Pada kelompok depresi
segmen ST dijumpai rata-rata kadar HbA1c yaitu 8.6 ± 1.6, sedangkan pada kelompok tanpa
depresi segmen ST sebesar 8.14 ± 1.93 dengan nilai p 0.313. kadar lipid profile juga terlihat
lebih tinggi pada kelompok depresi segmen ST tetapi tidak berbeda signifikan secara statistik.
Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan lipid profil. Pada kelompok
depresi segmen ST kadar kreatinin rata-rata lebih tinggi yaitu 1.37 ± 0.39 sedangkan pada
kelompok tanpa depresi segmen ST 0.98 ± 0.28 dengan nilai p < 0.001.

Pada pemeriksaan ekokardiografi juga ditemukan perbedaan yang signifikan dari


penderita fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK) yang sudah menurun. Pada kelompok depresi
segmen ST, FEVK < 50 % berjumlah 22 orang (73.3%) dan ≥ 50 % berjumlah 8 orang (26.7
%) sedangkan pada kelompok tanpa depresi segmen ST, FEVK < 50 % berjumlah 12 orang
(32.4 %) dan≥ 50% berjumlah 25 orang (67.6%) dengan nilai p 0.001 . Pada kelompok

Universitas Sumatera Utara


depresi segmen ST terlihat penderita SKA-NEST dengan DM memiliki kategoti skor TIMI
dan GRACE yang lebih berat hal ini menggambarkan faktor risiko ataupun komorbid lain
yanglebih banyak pada kelompok depresi segmen ST.

Tabel 4.1. Karakteristik klinis Subjek penelitian


Parameter Depresi segmen ST Tanpa
Depresi segmen ST p
(n=30) (n=37)
Jenis Kelamin (%)
• Laki – laki 20 (66.7) 29 (78.4) 0.282
• Perempuan 10 (33.3) 8 (21.6)

Umur (tahun ± SD) 56.6 ± 6.3 57.57 ± 9. 0.662


TDS (mmHg ± SD) 137 ± 20 130 ± 21 0.202
Denyut Jantung 85.3 ± 21.37 84.3 ± 22 0.574

FAKTOR RISIKO
Riwayat hipertensi (%) 27 (90) 19 (51.4) 0.001
Riwayat dislipidemia (%) 12 (40) 6 (16.2) 0.029
Riwayat keluarga PJK (%) 15 (50) 4 (10.8) < 0.001
Riwayat merokok (%) 18 (60) 21 (51.68) 0.789

LABORATORIUM
Troponin 1.78 ± 3.93 0.74 ± 1.64 0.018
KGD Sewaktu 223 ± 100 263 ± 155 0.348
KGD Puasa 157.9 ± 59.7 143 ± 53.9 0.325
KGD 2 jam PP 212.8 ± 77.9 200.8 ± 67 0.504
HbA1C 8.6 ± 1.8 8.14 ± 1.93 0.313
Total Kolesterol 209.1 ± 73.69 194.6 ± 61.84 0.528
LDL 169 ± 43 132 ± 53 0.001
HDL 37.43 ± 11.73 43.5 ± 29.9 0.865
Trigliserida 151.8 ± 87.3 130.92 ± 50.28 0.504
Ureum 37.8 ± 18.2 44.77 ± 32.83 1
Kreatinin 1.39 ± 0.4 1.08 ± 0.28 < 0.001
Hb 12.89 ± 1.9 13.02 ± 3.8 0.151

EKOKARDIOGRAFI
FEVK
≥50 8 (26.7) 25 (67.6) 0.001
< 50 22 (73.3) 12 (42.4)

STRATIFIKASI KLINIS
Skor TIMI
Moderate + High 26 (86.7) 22 (59.6) 0.014
Low 4 (13.3) 15 (40.5)
Skor GRACE
Moderate + High 25 (83.3) 20 (54.1) 0.011
Low 5 (16.7) 17 (45.9)

Universitas Sumatera Utara


4.3. Distribusi EKG pada penderita SKA-NEST dengan DM

Pada penelitian ini ditemukan bahwa penderita SKA-NEST dengan DM yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 67 orang. Penderita SKA-NEST dengan
EKG depresi saat masuk berjumlah 30 orang sedangkan penderita tanpa depresi segmen ST
berjumlah 37 orang. Pada kelompok dengan depresi segmen ST saat masuk, ST depresi
sebanyak 10 orang (15 %) dan ST depresi + T inversi sebanyak 20 orang (20%). Pada
kelompok tanpa depresi segmen ST ditemukan isolated T inversi sebanyak 20 orang (20%),
EKG normal 15 0rang (22%) dan EKG lainnya sebanyak 2 orang (3 %). Adapun yang
dimaksud dengan EKG lainnya disini adalah EKG tanpa deviasi segmen ST dan tanpa inversi
gelombang T akan tetapi dijumpai q patologis yang persisten.

Gambar 4.1 Distribusi EKG pada penderita SKA-NEST dengan DM

4.4. Hubungan EKG depresi segmen ST dengan hasil angiografi koroner

Pada penelitian ini ditemukan hubungan antara EKG saat masuk (depresi segmen ST
dan tanpa depresi segmen ST) dengan hasil angiografi koroner dengan nilai p sebesar 0.000.
Pada kelompok 3-VD dijumpai EKG masuk depresi segmen ST sebanyak 14 orang (73.7%)
dan 5 orang (26.3%) tanpa depresi segmen ST. Pada kelompok 3-VD + LM, dijumpai EKG
masuk depresi segmen ST sebanyak 11 orang ( 91.7 %) dan tanpa depresi segmen ST

Universitas Sumatera Utara


sebanyak 1 orang (8.3%). Pada kelompok one vessel disease (1-VD), dijumpai EKG masuk
depresi segmen ST sebanyak 1 orang (9.1%) sedangkan tanpa depresi segmen ST 10 orang
(90.9%). Pada kelompok two vessel disease (2-VD) + left main (LM) hanya dijumpai pada
kelompok depresi segmen ST sebanyak 1 orang. Pada kelompok dengan hasil angiografi
koroner normal/ non signifikan stenosis, dijumpai EKG masuk depresi segmen ST sebanyak
2 orang (28.6%) dan tanpa depresi segmen ST sebanyak 5 orang (71.4 %). Pada kelompok
LM dijumpai hanya pada kelompok depresi segmen ST sebanyak 1 orang.

Tabel 4.2 Hubungan antara EKG (depresi segmen ST dan tanpa depresi segmen ST) dengan
hasil angiografi koroner (3 VD, 3 VD + LM, 2 VD, 2 VD + LM, 1 VD, normal/ non
signifikan stenosis, LM )
ANGIOGRAFI KORONER TOTAL P
EKG 3 VD 3 VD 1 VD 2 VD 2 VD Normal LM
+ LM + LM
Depresi segmen ST n 14 11 1 0 1 2 1 30 0.000
% 73.7% 91.7% 9.1% 0% 100% 28.6% 100% 44.8%
Tanpa depresi n 5 1 10 16 0 5 0 37
segmen ST % 26.3% 8.3% 90.9% 100% 0% 71.4% 0% 55.2%

Total n 19 12 11 16 1 7 1 67
% 100 % 100 % 100% 100% 100% 100% 100 % 100 %

Pada penelitian ini ditemukan hubungan antara EKG saat masuk (depresi segmen ST
dan tanpa depresi segmen ST) dengan kejadian 3-VD pada pemeriksaan angiografi koroner.
Pada kelompok 3-VD ditemukan pada kelompok EKG depresi segmen ST sebanyak 25 orang
(80.6%) dan pada kelompok tanpa depresi segmen ST sebanyak 6 orang (19.4%). Sedangkan
pada kelompok Non 3-VD dijumpai pada kelompok depresi segmen ST sebanyak 5 orang (
13.9%) dan pada kelompok tanpa depresi segmen ST sebanyak 31 orang (86.1%) dengan ods
ratio (OR) 25.8 dan nilai p < 0.001.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Hubungan antara EKG (depresi segmen ST dan tanpa depresi segmen ST)
kejadian 3-VD
ANGIOGRAFI KORONER OR p
EKG
3-VD Non 3-VD

Depresi segmen ST N 25 5 25.8 < 0.001


(%) (80.6) (13.9)
Tanpa depresi segmen ST N 6 31
(%) (19.4) ( 86.1)
Total N 30 37
(%) (100) (100)

Gambar 4.2 Grafik perbandingan kejadian 3-VD pada penderita SKA-NEST disertai DM
dengan EKG masuk depresi segmen ST dan tanpa depresi segmen ST

4.5. Prediktor 3-VD pada penderita SKA-NEST dengan DM

Dari analisis bivariate dihasilkan bahwa selain depresi segmen ST bahwa riwayat
keluarga, nilai troponin, kadar kreatinin, FEVK, Skor TIMI, Skor GRACE memiliki
hubungan dengan kejadian 3-VD. Pada kelompok 3-VD, faktor resiko keluarga PJK
ditemukan pada 13 orang (41.9 %) sedangkan pada kelompok non 3-VD sebanyak 6 orang
(16.7%) dengan nilai p 0.022. Nilai troponin juga lebih tinggi pada kelompok 3-VD yaitu
1.74 ± 3.9 sedangkan pada kelompok non 3-VD 0.27 ± 1.7 dengan nilai p 0.017. Nilai
kreatinin juga lebih tinggi pada kelompok 3-VD dengan nilai 1.27 ± 0.36 mg/dl dibandingkan
pada kelompok non 3-VD dengan nilai kreatinin 1.05 ± 0.38 mg/dl dengan nilai p 0.01.
FEVK pada kelompok 3-VD terlihat lebih rendah. Pada kelompok 3-VD ditemukan 22 orang
(73.3%) yang memiliki FEVK < 50 %, sedangkan pada kelompok non 3-VD 12 orang

Universitas Sumatera Utara


(32.4%) dengan nilai p 0.01. Nilai Skor GRACE dan TIMI juga lebih tinggi pada kelompok
3-VD. Hal ini menggambarkan bahwa faktor risiko lain dijumpai lebih tinggi pada kelompok
3-VD.

Tabel 4.4. Analisis Bivariat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian 3-VD


3-VD NON 3-VD P
Parameter
n = 31 n = 36
Jenis Kelamin (%)
• Laki – laki 23 (74.2) 26 (72.2) 0.856
• Perempuan 8 (25.8) 10 (27.8)

Umur (tahun ± SD) 57 ± 6 57 ± 9 0.874


TDS (mmHg ± SD) 134 ± 19 132 ± 22 0.636
Denyut Jantung 84 ± 21 85 ± 21 0.860
FAKTOR RISIKO
Hipertensi (%) 24 (77.4) 22 (61.1) 0.151
Dislipidemia (%) 10 (32.7) 8 (22.2) 0.355
Riwayat Keluarga (%) 13 (41.9) 6 (16.7) 0.022
Merokok (%) 21 (67.7) 18 (50) 0.142
EKG
Depresi segmen ST 25 (80.6) 5 (13.9) <0.001
LABORATORIUM
Troponin 1.74 ± 3.85 0.74 ± 1.71 0.017
GDS 220 ± 98 266 ± 157 0.324
GDP 158 ± 60 143 ± 53 0.454
GD2PP 200 ± 64 211 ± 78 0.674
HbA1C 8 ± 1.76 8.4 ± 1.9 0.485
Total Kolesterol 195 ± 72 205 ± 62 0.346
LDL 140 ± 54 137 ± 59 0.646
HDL 37 ± 10 44 ± 30 0.743
Trigliserida 140 ± 73 139 ± 67 0.706
Ureum 41.6 ± 24 41.8 ± 30.2 0.521
Kreatinin 1.27 ± 0.36 1.05 ± 0.4 0.01
Hb 12.8 ± 1.4 13.5 ± 2.42 0.097
EKOKARDIOGRAFI
FEVK
≥50 8 (26.7) 25 (67.6) 0.001
< 50 22 (73.3) 12 (32.4)
STRATIFIKASI KLINIS
Skor TIMI
Moderate + High 26 (83.9) 22 (61.1) 0.039
Low 5 ( 16.1) 14 (38.9)
Skor GRACE
Moderate + High 27 (87.1) 18 (50) 0.001
Low 4 (12.9) 18 (50)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5 Analisis Multivariat kejadian 3-VD pada penderita SKA-NEST dengan DM
95% C.I.for EXP(B)
VARIABEL P OR
Lower Upper
Riwayat Hipertensi ,211 ,291 ,042 2,008
Riwayat Keluarga PJK ,592 ,587 ,084 4,105
Riwayat Merokok ,128 3,479 ,699 17,318
EKG depresi segmen ST ,000 71,621 7,037 728,896
Kadar Troponin ,643 1,092 ,752 1,585
STEP 1
Kadar Kreatinin ,628 ,552 ,050 6,099
Skor GRACE ,089 5,324 ,773 36,663
Skor TIMI ,826 1,233 ,191 7,951
FEVK ,923 ,922 ,178 4,763
Constant ,966 ,857
Riwayat Hipertensi ,212 ,293 ,043 2,012
Riwayat Keluarga PJK ,563 ,574 ,087 3,781
Riwayat Merokok ,122 3,518 ,716 17,292
EKG depresi segmen ST ,000 74,100 8,032 683,659
STEP 2 Kadar Troponin ,645 1,090 ,754 1,577
Kadar Kreatinin ,622 ,548 ,050 5,984
Skor GRACE ,082 5,413 ,809 36,210
Skor Timi ,809 1,254 ,201 7,834
Constant ,963 ,848
Riwayat Hipertensi ,220 ,304 ,045 2,037
Riwayat Keluarga ,591 ,605 ,097 3,786
Riwayat Merokok ,119 3,547 ,721 17,463
EKG depresi segmen ST ,000 75,610 8,236 694,132
STEP 3
Kadar Troponin ,664 1,083 ,757 1,548
Kadar Kreatinin ,595 ,526 ,049 5,606
Skor GRACE ,069 5,663 ,877 36,590
Constant ,981 ,919
Riwayat Hipertensi ,221 ,305 ,046 2,039
Riwayat Keluarga ,667 ,678 ,115 3,995
Riwayat Merokok ,113 3,606 ,740 17,582
STEP 4 EKG depresi segmen ST ,000 77,300 8,254 723,928
Kadar Kreatinin ,566 ,502 ,048 5,297
Skor GRACE ,061 5,755 ,920 35,995
Constant ,986 ,941
Riwayat Hipertensi ,215 ,302 ,046 2,001
Riwayat Merokok ,117 3,540 ,730 17,167
EKG depresi segmen ST ,000 68,247 8,025 580,388
STEP 5
Kadar reatinin ,548 ,483 ,045 5,188
Skor GRACE ,063 5,624 ,912 34,697
Constant ,947 ,790
Riwayat Hipertensi ,167 ,270 ,042 1,730
Riwayat Merokok ,101 3,710 ,774 17,779
STEP 6 EKG depresi segmen ST ,000 51,065 7,937 328,531
Skor GRACE ,057 5,726 ,948 34,598
Constant ,620 ,235
Riwayat Merokok ,070 3,978 ,893 17,715
EKG depresi segmen ST ,000 27,301 6,117 121,851
STEP 7
Skor GRACE ,030 5,597 1,181 26,517
Constant ,000 ,026

Analisis multivariat dalam penelitian ini berguna untuk mengetahui variabel bebas
mana yang paling dominan dan berpengaruh terhadap terjadinya kejadian 3-VD. Analisis

Universitas Sumatera Utara


multivariat menunjukkan bahwa depresi segmen ST merupakan prediktor terkuat kejadian 3-
VD [OR 27.3 (6.117 – 121.851), p=0.000].

4.6 Variabilitas inter-observer pada EKG dan angiografi koroner


Dalam penelitian ini akan dinilai variabilitas inter- observer yang akan diuji dengan
menggunakan uji Kappa (Cohen’s Kappa coefficient). Penilaian angiografi koroner dilakukan
oleh seorang kardiolog dr.Zainal Safri, SpPD(K),SpJP (K) dan penilaian EKG akan dilakukan
oleh residen kardiologi senior yaitu dan dr. Theresia Wina Siagian. Nilai Cohen Kappa
Coefficient (κ) pada variabilitas inter-observer untuk EKG adalah 0.88 dengan kategori
sangat kuat sedangkan nilai Cohen Kappa Coefficient (κ) pada variabilitas inter-observer
untuk Angiografi koroner adalah 0.879 dengan kategori sangat kuat yang termasuk dalam
kategori baik dengan nilai p 0.000

Tabel 4.6 Uji Variabilitas Inter-observer (Cohen’s Kappa Coefficient)


Variabel Kappa (κ) Nilai p
EKG 0.88 0.000
Angiografi Koroner 0.879 0.000

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan suatu studi ambispektif yang bertujuan untuk menilai
perbedaan kejadian CAD 3VD pada penderita SKA-NEST dengan DM dengan EKG masuk
depresi segmen ST dan tanpa depresi segmen ST. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
menjadikan EKG depresi segmen ST sebagai prediktor kejadian 3-VD. Penelitian ini
dilakukan dengan mengambil data rekam medis mulai dari Januari 2015 sampai dengan
sampai Desember 2017.
Pada pasien SKA-NEST, stratifikasi risiko dini penting dilakukan, untuk
mengidentifikasi pasien dengan risiko kematian dan kardiovaskular tinggi dan jangka
panjang, dimana strategi invasif awal dan terapi medikal dapat mengurangi risiko ini. ( Roffi,
2015, Windecker, 2014 ). Penderita 3-VD merupakan prediktor KKvM pada pasien PJK
setelah pemantauan jangka panjang (Tsai, 2017). Memperkirakan 3-VD dari temuan
angiografi koroner merupakan hal yang penting diketahui sejak awal pada penderita SKA-
NEST dengan DM, karena pertimbangan modalitas revaskularisasi yang akan dilakukan.
Adapun stratifikasi dini yang dilakukan dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan EKG,
enzim jantung dan pemeriksaan penunjang lainnya. . EKG awal merupakan penanda risiko
awal (Savonitto, 1999), yang mudah ditemukan hampir disemua fasilitas layanan kesehatan.
Pada penelitian ini peneliti membagi kedalam dua kelompok yaitu penderita dengan
EKG masuk depresi segmen ST dan tanpa depresi segmen ST. Pada kelompok EKG depresi
segmen ST memiliki faktor resiko yang lebih banyak seperti riwayat keluarga PJK,
hipertensi, dyslipidemia, dan kadar kreatinin yang lebih tinggi. Penelitian sebelumnya juga
menunjukan karakteristik yang hampir sama dengan penelitian ini. Jin dkk mengungkapkan
bahwa kelompok pasien yang masuk dengan EKG depresi segmen ST memiliki komorbid
yang lebih banyak dan usia yang lebih tua dibandingkan dengan kelompok tanpa depresi
segmen ST (Jin, 2016). Begitu juga penelitian substudi FRISC II ECG yang dilakukan oleh
diderholm dkk pada tahun 2002 menunjukan penderita angina pectoris tidak stabil yang
masuk dengan EKG depresi segmen ST memiliki faktor risiko yang lebih banyak seperti
hipertensi, usia yang lebih tua, angina dan riwayat infark miokard sebelumnya dibandingkan
pada penderita dengan EKG inversi gelombang T dan pada kelompok tanpa perubahan
segmen ST. Pada tabel karakteristik dasar juga terlihat bahwa nilai GDS, GDP, GD2PP dan
kadar HbA1C lebih tinggi pada kelompok depresi segmen ST walaupun tidak berbeda secara

Universitas Sumatera Utara


statistik. Pada kedua kelompok nilai- nilai tersebut lebih tinggi dari nilai normal, menunjukan
bahwa populasi penelitian ini sesuai dengan profil penderita DM yang tidak terkontrol. Pada
kelompok depresi segmen ST dijumpai rata-rata kadar HbA1c yaitu 8.6 ± 1.6, sedangkan
pada kelompok tanpa depresi segmen ST sebesar 8.14 ± 1.93. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya bahwa pada penderita DM lebih sering mengalami robekan plak
(Davies, 1985). DM berkaitan dengan perburukan perkembangan plak atherosklerotik dan
trombosis intraluminal yang dapat meyebakan terjadinya infark dan perburukan kondisi
kardiovaskuler (Jacoby, 1992). Kadar troponin juga terlihat lebih tinggi pada kelompok
depresi segmen ST. Pada kelompok depresi segmen ST dijumpai peningkatan kadar troponin
yang lebih tinggi dengan rata-rata nilai troponin 1.78 ± 3.93 dibandingkan pada kelompok
tanpa depresi segmen ST yaitu sebesar 0.74 ±1.64 dengan nilai p sebesar 0.018. Hal ini
menunjukan bahwa EKG depresi segmen ST berkaitan dengan kondisi iskemia yang lebih
berat. Hal ini sesuai dengan yang sudah disebutkan dalam buku EKG. Munculnya perubahan
segmen ST (depresi segmen ST) membutuhkan kondisi iskemia yang lebih berat
dibandingkan pada EKG normal atau inversi gelombang T (Luna, 2007). Jika iskemia lebih
berat, maka akan terjadi nekrosis miokardium (infark miokard) (Goldberger, 2013). Temuan
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Kaul dkk pada tahun 2003 dan
Jin dkk pada tahun 2016 (Kaul, 2003; Jin, 2016). Kadar kreatinin juga terlihat lebih tinggi
pada kelompok depresi segmen ST. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya faktor risiko
lain yang ada pada kelompok depresi segmen ST, seperti hipertensi dan FEVK yang lebih
rendah. Penderita dengan depresi segmen ST juga lebih banyak yang memiliki FEVK < 50%
yakni berjumlah 22 orang (73.3%) sedangkan pada kelompok tanpa depresi segmen ST
berjumlah 12 orang (32.4 %) dengan nilai p 0.001. Temuan ini juga didukung oleh penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ghaffari pada tahun 2010. Ghaffari mengungkapkan bahwa
pada penderita SKA-NEST dengan EKG depresi segmen ST memiliki nilai FEVK yang lebih
rendah. Pada kelompok depresi segmen ST ditemukan FEVK rata-rata 42.35 ± 9.47 %
sedsngkan pada kelompok tanpa depresi segmen ST 50.42 ± 8 % dengan nilai p 0.001
(Ghaffari, 2010). Nilai FEVK yang lebih rendah pada kelompok depresi segmen ST ini dapat
disebabkan oleh kondisi iskemia yang lebih berat dan keterlibatan pembuluh darah yang lebih
banyak. Hipertensi dan penurunan FEVK ini sebagaimana disebutkan dalam penelitian
sebelumnya dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal (Botdorf, 2011; Maile, 2017).
Penilaian stratifikasi risiko seperti skor TIMI dan skor GRACE juga lebih tinggi pada
kelompok depresi segmen ST. Hal ini mungkin diakibatkan oleh tingginya faktor risiko lain

Universitas Sumatera Utara


yang ada pada kelompok depresi segmen ST selain adanya depresi segmen ST menambah
nilai (skor) pada stratifikasi tersebut.
Temuan EKG pada penderita SKA-NEST dapat beragam yaitu : Depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten
(<20 menit), gelombang Q yang menetap, non diagnostik dan normal. Proporsi penderita
SKA-NEST pada berdasarkan EKG mirip dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
Ghaffari dkk pada tahun 2010. Penelitian tersebut mengumpulkan data penderita SKA-NEST
yang akan menjalani angiografi koroner di departemen kardiologi Shahid Madani Heart
Hospital di Iran antara Maret 2005 sampai Maret 2007 menunjukan sebagian besar penderita
memiliki EKG tanpa depresi segmen ST yakni sebanyak 75 orang (67.5 %) dan 36 orang
(32.5 %) dengan EKG depresi segmen ST. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh
Cannon dkk pada tahun 1997, menunjukan bahwa pada penderita angina pectoris tidak stabil
dan infark tanpa gelombang q, EKG saat masuk deviasi segmen ST sebesar 12.4 % (Cannon,
1997). Hasil ini lebih kecil dibandingkan pada hasil penelitian ini yakni sebesar 35 %
dikarenakan oleh kriteria depresi segmen ST pada penelitian tersebut lebih besar yankni≥ 1
mm sedangkan pada penelitian ≥ini0.5 mm sesuai panduan penatalaksanaan yang
dikeluarkan oleh PERKI (Irmalita, 2015). Proporsi tanpa perubahan EKG juga lebih rendah
pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kriteria kedalaman depresi segmen
ST. Adapun proporsi penderita dengan EKG inversi gelombang T hampir sama dengan yang
ditemukan oleh Cannon dkk yakni sebesar 20 %.
Penelitian ini menunjukan adanya perbedaan yang signifikan kejadian 3-VD antara
penderita SKA-NEST disertai DM dengan EKG masuk depresi segmen ST dibandingkan
tanpa depresi segmen ST dengan OR 25.8 dan nilai p. < 0.001 . Hasil penelitian ini juga
didukung oleh hasil penelitian sebelumnya. Seperti yang sebelumnya disampaikan dalam
tinjauan pustaka bahwa prevalensi penyakit multivessel pada penderita STEMI signifikan
(>50%) bahkan bisa sampai 80 % (Vlaar, 2011). Prevalensi serupa juga terjadi pada SKA-
NEST (Davies,2000, Kastrati 2008, Thiele,2012). Sekitar setengah dari pasien yang
menjalani IKP telah terbukti memiliki stenosis koroner multivessel yang signifikan (Mehta,
2008). Pada studi yang dilakukan oleh Diderholm mengungkapkan bahwa adanya ST depresi
pada pasien angina pectoris tidak stabil berkaitan dengan peningkatan 100% kejadian 3-VD
(Diderholm,2002). Penelitian yang dilakukan oleh Jin dkk pada tahun 2016 menunjukan
bahwa angka kejadian 3-VD lebih tinggi pada kelompok EKG depresi segmen ST yakni 53.5
%. Ghaffari dkk pada tahun 2010, menunjukan bahwa pada penderita SKA-NEST dengan
EKG depresi segmen ST, angka kejadian 3-VD lebih tinggi yakni 58.3 % dibandingkan pada

Universitas Sumatera Utara


kelompok tanpa depresi segmen ST sekitar 32 %. Pada penelitian ini angka kejadian 3-VD
pada kelompok depresi segmen ST sebanyak 24 orang (80.6 %) sedangkan tanpa depresi
segmen ST berjumlah 6 orang (19.4 %). Angka ini relatif lebih tinggi dari penelitian
sebelumnya karena populasi pada penelitian ini adalah penderita DM. Penelitian yang
dilakukan oleh Morgan pada tahun 2004 menunjukkan pola diabteik CAD dengan jumlah
stenosis yang signifikan, penyakit yang lebih menyebar, dan keterlibatan multivessel
(Morgan, 2004). Beberapa penelitian lain menunjukan bahwa pasien DM memiliki insidensi
penyakit multivessel yang lebih tinggi (Vigorita, 1980 ; Dortimer, 1978 ; Melidonis, 1999;
Waldecker B,, 1999 ; Natali A, 2000). Pada hasil pemeriksaan angiografi atau autopsi, pasien
dengan diabetes memiliki insidensi 2-VD atau 3-VD lebih tinggi daripada pasien tanpa
diabetes (Fein, 1998; Hamby; 1976). Pada satu studi autopsi besar,ditemukan bahwa pasien
dewasa diabetes 83% memiliki keterlibatan 2-VD atau 3-VD (Waller, 1980).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesa penelitian ini bahwa pada penderita SKA-
NEST dan DM dengan EKG masuk depresi segmen ST memiliki angka kejadian 3-VD yang
lebih tinggi dibandingkan pada penderita dengan EKG saat masuk tanpa depresi segmen ST.
Analisis multivariat menunjukkan bahwa depresi segmen ST merupakan prediktor terkuat
kejadian 3-VD [OR 27.3 (6.117 – 121.851), p=0.000]. Hal ini juga didukung oleh penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Misumida dkk pada tahun 2015. EKG depresi segmen ST
merupakan prediktor kejadian LM dan atau 3-VD pada penderita IMA-NEST dengan risiko
relatif 2.98 dengan nilai p < 0.001 (Misumida, 2015).

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini disimpulkan bahwa:
1. Pada penderita SKA-NEST dan DM dengan EKG masuk depresi segmen ST memiliki
angka kejadian 3-VD yang lebih tinggi dari pada penderita tanpa EKG depresi
segmen ST
2. EKG depresi segmen ST merupakan prediktor independen terhadap kejadian CAD 3-
VD

6.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran

1. Jumlah sampel penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian-penelitian


yang dilakukan sebelumnya dan hanya dilakukan pada satu tempat penelitian
sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar maupun kerja sama dengan beberapa rumah sakit rujukan.
2. Diperlukan penelitian lain dengan design prospektif sehingga dapat dihasilkan hasil
yang lebih baik serta dapat melihat perbandingan efek klinis dari EKG depresi
segmen ST baik selama perawatan maupun paska perawatan di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abizaid A, Kornowski R, Mintz GS, Hong MK, Abizaid AS, Mehran R, et all.1998.The
influence of diabetes mellitus on acute and late clinical outcomes following coronary
stent implantation. J Am Coll Cardiol 32: 584–589.

Alderman EL, Corley SD, Fisher LD, et al. 1993.Five-year angiographic follow-up of factors
associated with progression of coronary artery disease in the coronary artery surgery
study (CASS). CASS participating investigators and staff. J Am Coll Cardiol 22:1141–54

Alexopoulos D, Vogiatzi C, Stavrou K, Vlassopoulou N, Perperis A, Pentara I,et


all.2015.Diabetes mellitus and platelet reactivity in patients under prasugrel or ticagrelor
treatment: an observational study. Cardiovascular Diabetology 14:68

Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey Jr. DE, Ganiats TG, Holmes Jr.DE, et al. 2014.
"2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With Non–ST-Elevation
Acute Coronary Syndromes: Executive Summary." Journal of the American College of
Cardiology.

Angiolillo DJ, Fernandez-Ortiz A, Bernardo E, Ramı´rez C, Sabate´ M, Jimenez-Quevedo P, et


al.2005. Platelet function profiles in patients with type 2 diabetes and coronary artery
disease on combined aspirin and clopidogrel treatment. Diabetes.54:2430 –2435.

Angiolillo DJ, Bernardo E, Ramirez C, Costa MA, Sabaté M, Jimenez-Quevedo P, et al. 2006.
Insulin therapy is associated with platelet dysfunction in patients with type 2 diabetes
mellitus on dual oral antiplatelet treatment. J Am Coll Cardiol 48:298–304.

Angiolillo DJ, Bernardo E, Sabate M, Jimenez-Quevedo P, Costa MA, Palazuelos J, et al.2007.


Impact of platelet reactivity on cardiovascular outcomes in patients with type 2 diabetes
mellitus and coronary artery disease. J Am Coll Cardiol 50:1541–7.

Angiolillo DJ. 2009.Antiplatelet therapy in diabetes: efficacy and limitations of current treatment
strategies and future directions. Diabetes Care 32:531–540.

Universitas Sumatera Utara


Angiolillo DJ, Jakubowski JA, Ferreiro JL, Tello-Montoliu A, Rollini F, Franchi F, et al. 2014.
Impaired responsiveness to the platelet P2Y12 receptor antagonist clopidogrel in patients
with type 2 diabetes and coronary artery disease. J Am Coll Cardiol 64:1005–14.

Aronson D, Bloomgarden Z, Rayfield EJ. 1996. Potential mechanisms promoting restenosis in


diabetic patients. J Am Coll Cardiol 27: 528–535.

Atar S, Fu Y, Wagner GS, Rosanio S, Barbagelata A, Birnbaum Y. 2007. Usefulness of ST


depression with T-wave inversion in leads V(4) to V(6) for predicting one-year mortality
in non-ST-elevation acute coronary syndrome (from the Electrocardiographic Analysis of
the Global Use of Strategies to Open Occluded Coronary Arteries IIB Trial). Am J
Cardiol 99: 934-938.

Badimon L, Padro T, Vilahur G. 2012. Atherosclerosis, platelets and thrombosis in acute


ischaemic heart disease. Eur Heart J Acute Cardiovasc Care 1:60–74.

Bajraktari G, Henein MY. 2016. Treatment Strategies of NSTEMI-ACS with Multivessel


Disease. International Cardiovascular Forum Journal 6:3-5.

Bangalore S, Guo Y, Samadashvilli Z, Blecker S, Hannan EL. 2016. Revascularization in


Patients with Multivessel Coronary Artery Disease and Severe Left Ventricular Systolic
Dysfunction: Everolimus Eluting Stents vs. Coronary Artery Bypass Graft Surgery.
Circulation.

Barrabes JA, Figueras J, Moure C, Cortadellas J, Soler-Soler J. 2000. Prognostic significance of


ST segment depression in lateral leads I, aVL, V5 and V6 on the admission
electrocardiogram in patients with a first acute myocardial infarction without ST segment
elevation. J Am Coll Cardiol 35: 1813-1819.

Barret-Connor E.1985.Orchard T. Insulin-dependent diabetes mellitus and ischemic heart


disease. Diabtes Care; 8:65-70.

Bavry AA, Kumbhani DJ, Rassi AN, Bhatt DL, Askari AT. 2006. Benefit of early invasive
therapy in acute coronary syndromes: a meta-analysis of contemporary randomized
clinical trials. J Am Coll Cardio Oct 3;48(7):1319-25.

Universitas Sumatera Utara


Billinger M, Raber L, Hitz S, Stefanini GG, Pilgrim T, Stettler C, et al. 2012. Long-term clinical
and angiographic outcomes of diabetic patients after revascularization with early
generation drug-eluting stents. Am Heart J 163:876–86. e2.

Birnbaum Y, Drew BJ. 2003. The electrocardiogram in ST elevation acute myocardial infarction:
correlation with coronary anatomy and prognosis. Postgrad Med J 79:490–504.

Botdorf J, Chaudhary K, Whaley-Connell A. Hypertension in Cardiovascular and Kidney


Disease. Cardiorenal Med 2011;1:183–192

Cannon CP, McCabe CH, Stone PH, et al. 1997. The electrocardiogram predicts one-year
outcome of patients with unstable angina and non– Q wave myocardial infarction: results
of the TIMI III Registry ECG Ancillary Study. Thrombolysis in Myocardial Ischemia. J
Am Coll Cardiol 30:133–40.

Chan MY, Sun JL, Newby K et al. 2009. Long-term mortality of patients undergoing cardiac
catheterization for ST-elevation and non-ST-elevation myocardial infarction. Circulation
119:3110–3117

Chow BJ, Wells GA, Chen L, Yam Y, Galiwango P, Abraham A, et al. 2010. Prognostic value of
64-slice cardiac computed tomography severity of coronary artery disease, coronary
atherosclerosis, and left ventricular ejection fraction. J Am Coll Cardiol 2010;55:1017–
28.

Creager MA, Lu¨scher TF, Cosentino F, Beckman JA. 2003. Diabetes and vascular disease:
pathophysiology, clinical consequences, and medical therapy: part I. Circulation
108:1527–1532.

Damman P, Holmvang L, Tijssen JGP, et al. 2012. Usefulness of the admission


electrocardiogram to predict long-term outcomes after non–ST-elevation acute coronary
syndrome (from the FRISC II, ICTUS, and RITA-3 [FIR] Trials). Am J Cardiol 109:6–
12.

Universitas Sumatera Utara


Darling CE, Fisher KA, McManus DD et al. 2013. Survival after hospital discharge for ST-
segment elevation and non-ST-segment elevation acute myocardial infarction: a
population-based study. Clin Epidemiol 5:229–236

Davies MJ. 2000. The pathophysiology of acute coronary syndromes. Heart Mar;83(3):361-6.

Davy G, Patrono C. 2007. Platelet activation and atherothrombosis. N Engl J Med 357:2482–
2494.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

de Waha S, Eitel I, Desch S, Fuernau G, Pöss J, Schuler G, et al. 2015. Impact of multivessel
coronary artery disease on reperfusion success in patients with ST-elevation myocardial
infarction: A substudy of the AIDA STEMI trial. Eur Heart J Acute Cardiovasc Care.

Diderholm E, Andre´n B, Frostfeldt G, Genberg M, Jernberg T, Lagerqvist B,et al. 2002. ST


depression in ECG at entry indicates severe coronary lesions and large benefits of an
early invasive treatment strategy in unstable coronary artery disease The FRISC II ECG
substudy. European Heart Journal 23, 41–49

Dortimer AC, Shenoy PN, Shiroff RA, et al. 1978. Diffuse coronary artery disease in diabetic
patients: fact or fiction? Circulation 57:133–6.

Dries DL, Sweitzer NK, Drazner MH, Stevenson LW, Gersh BJ. 2001. Prognostic impact of
diabetes mellitus in patients with heart failure according to the etiology of left ventricular
systolic dysfunction. J Am Coll Cardiol 38:421– 428.

Dunn RF, Freedman B, Bailey EK, et al. Noninvasive Prediction of Multivessel Disease After
Myocardial Infarction. Circulation 62, No. 4, 1980.

Farkouh ME, Domanski M, Sleeper LA, Siami FS, Dangas G, Mack M, et al. 2012. Strategies
for Multivessel Revascularization in Patients with Diabetes. N Engl J Med 367:2375-84

Universitas Sumatera Utara


Efird JT, O’Neal W, Davies SW, Kennedy WL, Alger LN, O’Neal JB. 2013.Long-Term
Mortality of 306,868 Patients with Multi-Vessel Coronary Artery Disease: CABG versus
PCI. Br J Med Med Res 3(4): 1248–1257

Fein FS. Heart Diseases in diabetes. Cardiovasc Rev & Rep 1982;3:877-93

Fein FS. Heart Diseases in Diabetes Mellitus: Theory and Practice. Elsevier. 1998;812-23

Ferreiro JL, Angiolillo DJ. 2011. Diabetes and Antiplatelet Therapy in Acute Coronary
Syndrome. Circulation 123:798-813

Ferroni P, Basili S, Falco A, Davı` G. 2004. Platelet activation in type 2 diabetes mellitus. J
Thromb Haemost 2:1282–1291.

Fuster V, Moreno PR, Fayad ZA, Corti R, Badimon JJ. 2005. Atherothrombosis and high-risk
plaque, part I: evolving concepts. J Am Coll Cardiol 46:937–954.

Geisler T, Anders N, Paterok M, Langer H, Stellos K, Lindemann S, et al. 2007. Platelet


response to clopidogrel is attenuated in diabetic patients undergoing coronary stent
implantation. Diabetes Care 30:372–374.

Giugliano R, Cannon C, Braunwald E. 2015. Non ST elevation Acute Coronary


Syndrome..Dalam: Mann, Zipes, Libby, et al. Braunwald’s Heart Disease. A Textbook of
Cardiovascular Medicine. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 1155-1174

Ghaffari S, Separham A, Pourafkari L. 2010. Association of electrocardiographic changes with


severity of coronary artery disease and short term outcome in patients with non-ST-
segment elevation acute coronary syndromes. Saudi Med J. Vol. 31 (4): 400-40

Goldberger AL, Goldberger ZD, Shvilkin A. 2013.Goldberger’s Clinical Electrocardiographic :


A Simplified Approach. Eight edition. St Louis, CV Mosby

Goldstein JA, Demetriou D, Grines CL, Pica M, Shoukfeh M, O’Neill WW. 2000. Multiple
complex coronary plaques in patients with acute myocardial infarction. N Engl J Med
343:915–22.

Universitas Sumatera Utara


Hlatky MA, Boothroyd DB, Bravata DM, et al. 2009. Coronary artery bypass surgery compared
with percutaneous coronary interventions for multivessel disease: a collaborative analysis
of individual patient data from ten randomised trials. Lancet 373:1190-7

Hamby R, Sherman L, Mehta J, et al. Reappraisal of the role the diabetic state in coronary artery
diseases. Chest. 1976;70:251-7

Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. 2011. "ESC guidelines
for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without
persistent ST-segment elevation." European Heart Journal 32: 2999-3054.

Hillis LD, Smith PK, Anderson JL, et al. 2011. ACCF/AHA Guideline for Coronary Artery
Bypass Graft Surgery: executive summary: a report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.
Circulation 124:2610

Hyde TA, French JK, Wong CK, et al. 1999. Four-year survival of patients with acute coronary
syndrome without ST segment elevation and prognostic significance of 0.5 mm ST
segment depression. Am J Cardiol 84:379–85.

Iijima R, Ndrepepa G, Mehilli J, Markwardt C, Bruskina O, Pache J, et al. 2007. Impact of


diabetes mellitus on long-term outcomes in the drug-eluting stent era. Am Heart J
154:688–93.

Irmalita, Juzar DA, Andrianto, Setianto BY, Tobing DPL, Firman D. 2015. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.

Jacoby RM, Nesto RW. 1992. Acute Myocardial Infarction in the Diabetic Patient:
Pathophysiology, Clinical Course and Prognosis. J Am CON Card&d 20:736-44)

Jennings LK. 2009. Role of platelets in atherothrombosis. Am J Cardiol 103(suppl):4A–10A.

Jin Eun-Sun, Park Chang-Bum, Kim Dong-Hee, Hwang Hui-Jeong, Cho Jin-Man, et al. 2016.
Comparative clinical implications of admission electrocardiographic findings for patients
with non-ST-segment elevation myocardial infarction. Medicine. 95:37(e4862)

Universitas Sumatera Utara


Kannel WB, McGee DL. 1979. Diabetes and cardiovascular disease: the Framingham study.
JAMA 241:2035–8

Kappetein AP, Head SJ, Morice MC, Banning AP, Serruys PW, Mohr PW. 2013. Treatment of
complex coronary artery disease in patients with diabetes: 5-year results comparing
outcomes of bypass. European Journal of Cardio-Thoracic Surgery 1–8

Kapur A, Hall RJ, Malik IS, Qureshi AC, Butts J, de Belder M, et al. 2010. Randomized
comparison of percutaneous coronary intervention with coronary artery bypass grafting in
diabetic patients. 1-year results of the CARDia (Coronary Artery Revascularization in
Diabetes) trial. J Am Coll Cardiol 55:432–40.

Kastrati A, Neumann FJ, Mehilli J, Byrne RA, Iijima R, Büttner HJ, et al. 2008. Bivalirudin
versus unfractionated heparin during percutaneous coronary intervention. N Engl J Med
Aug 14; 359(7):688-96.

Kaul P, Fu Y, Chang WC, Harrington RA, Wagner GS, Goodman SG, et al. 2001. Prognostic
value of ST segment depression in acute coronary syndromes: insights from PARAGON-
A applied to GUSTO-IIb. PARAGON-A and GUSTO IIb Investigators. Platelet IIb/IIIa
Antagonism for the Reduction of Acute Global Organization Network. J Am Coll Cardiol
38: 64-71

Kim YG, Park DW, Lee WS, Park GM, Sun BJ, Lee CH, et all. 2012. Influence of Diabetes
Mellitus on Long-Term (Five-Year) Outcomes of Drug-Eluting Stents and Coronary
Artery Bypass Grafting for Multivessel Coronary Revascularization. Am J Cardiol. 109 :
1548-1557

King DE, Mainous AG III, Buchanan TA, et al. 2003. C-reactive protein and glycemic control in
adults with diabetes. Diabetes Care 26:1535–9.

Kuusisto J, Mykkanen L, Pyorala K, Laakso M. 1994. NIDDM and its metabolic control predict
coronary heart disease in elderly subjects. Diabetes 43:960–967.

Langer HF, Gawaz M. Platelet-vessel wall interactions in atherosclerotic disease. 2008. Thromb
Haemost 99:480–486.

Universitas Sumatera Utara


Loutfi M, Mulvihill NT, Boccalatte M, et al. 2003. Impact of restenosis and disease progression
on clinical outcome after multivessel stenting in diabetic patients. Cathet Cardiovasc
Interv 58:451–4.

Luscher TF, Creager MA, Beckman JA, Cosentino F. 2003. Diabetes and vascular disease:
pathophysiology, clinical consequences, and medical therapy: part II. Circulation
108:1655–1661.

Luna AB. 2007. Electrocardiography normal and abnormal ecg patterns ;electrocardiographic
pattern of ischemia, injury and necrosis. 1st ed. Blackwell Futura

Machecourt J, Danchin N, Lablanche JM, Fauvel JM, Bonnet JL, Marliere S, et al. 2007. Risk
factors for stent thrombosis after implantation of sirolimus-eluting stents in diabetic and
nondiabetic patients: the EVASTENT Matched-Cohort Registry. J Am Coll Cardiol
50:501–8.

Madan P, Elayda MA, Lee VV, Wilson JM. 2008. Predicting major adverse cardiac events after
percutaneous coronary intervention: the Texas Heart Institute risk score. Am Heart J
155:1068–74.

Maile MD, Armstrong WF, Jewell ES. Impact of ejection fraction on infectious, renal, and
respiratory morbidity for patients undergoing noncardiac surgery. J Clin Anesth. 2017
Feb;36:1-9.

Mak KH, Moliterno DJ, Granger CB, Miller DP, White HD, Wilcox RG, et al. 1997. Influence
of diabetes mellitus on clinical outcome in the thrombolytic era of acute myocardial
infarction: GUSTO-I Investigators: Global Utilization of Streptokinase and Tissue
Plasminogen Activator for Occluded Coronary Arteries. J Am Coll Cardiol 30: 171–179.

Malmberg K, Yusuf S, Gerstein HC, Brown J, Zhao F, Hunt D,et al. 2000. Impact of diabetes on
long-term prognosis in patients with unstable angina and non-Q-wave myocardial
infarction: results of the OASIS (Organization to Assess Strategies for Ischemic
Syndromes) Registry. Circulation 102:1014 –1019.

Universitas Sumatera Utara


McManus DD, Gore J, Yarzebski J et al. 2011. Recent trends in the incidence, treatment, and
outcomes of patients with STEMI and NSTEMI. Am J Med 124:40–47

Mehran R, Dangas GD, Kobayashi Y, Lansky AJ, Mintzs GS, Aymong ED, et al. 2004. Short-
and Long-Term Results After Multivessel Stenting in Diabetic Patients. J Am Coll
Cardiol 43: 1348–54

Mehta SR, Granger BD, Boden WE, et al. 2009. Early versus delayed invasive intervention in
acute coronary syndrome. N Engl J Med 360:2165–75

Melidonis A, Dimopoulos V, Lempidakis E, et al. 1999. Angiographic study of coronary artery


disease in diabetic patients in comparison with nondiabetic patients. Angiology 50:997–
1006.

Milojovic M, Head SJ, Paraska CA, Serruys PW, Mohr FW, Morice MW, et al. 2016. Causes of
Death Following PCI Versus CABG in Complex CAD 5-Year Follow-Up of SYNTAX. J
Am Coll Cardiol 67:42–55

Misumida N, Kobayashi A, Fox JT, Hanon S, Schweitzer P, et al. 2016. Predictive Value of ST-
Segment Elevation in Lead aVR for Left Main and/or Three-Vessel Disease in Non-ST-
Segment Elevation Myocardial Infarction. Ann Noninvasive Electrocardiol. Jan;21(1):91-
7. doi: 10.1111/anec.12272. Epub 2015 Apr 17.

Moise A, Theroux P, Taeymans Y, et al. 1984. Clinical and angiographic factors associated with
progression of coronary artery disease. J Am Coll Cardiol 3:659–67.

Moreno PR, Murcia AM, Palacios IF, et al. 2000. Coronary composition and macrophage
infiltration in atherectomy specimens from patients with diabetes mellitus. Circulation
102:2180–4.

Morgan KP, Kapur A, Beat KJ. 2004. Anatomy of coronary disease in diabetic patients: an
explanation for poorer outcomes after percutaneous coronary intervention and potential
target for intervention. Heart 90:732–738.

Universitas Sumatera Utara


Moustafa, Abi-Saleh M, El-Baba M, Hamoui O, Wael AlJaroudi W. 2016. Anatomic
distribution of culprit lesions in patients with non-STsegment elevation myocardial
infarction and normal ECG.Cardiovasc Diagn Ther 6(1):25-33.

Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS et al. 2015. Heart disease and stroke statistics—2015
update: a report from the American Heart Association. Circulation 131:e29–e322

Mulukutla SR, Vlachos HA, Marroquin OC, Selzer F, Holper EM, Abbott JD, et al. 2008. Impact
of drug-eluting stents among insulin-treated diabetic patients: a report from the National
Heart, Lung and Blood Institute Dynamic Registry. JACC Cardiovasc Interv 1:139–147.

Muller JE, Ludmer PL, Willich SN, Tofler GH, Aylmer G, Klangos I, et al. 1987. Circadian
variation in the frequency of sudden cardiac death. Circulation 75, No. 1, 131-138, Natali

Natali A, Vichi S, Landi P, et al. Coronary atherosclerosis in type II diabetes: angiographic


findings and clinical outcome. Diabetologia 2000;43:632–41.

Newman JD, Schwartzbard AZ, Weintraub HS, Goldberg IJ, 2017. Berger JS. Primary
Prevention of Cardiovascular Disease in Diabetes Mellitus. J Am Coll Cardiol 70:883–93

Nichols GA, Hillier TA, Erbey JR, Brown JB. 2001. Congestive heart failure in type 2 diabetes:
prevalence, incidence, and risk factors. Diabetes Care 24:1614–1619.

O’Donoghue ML, Vaidya A, Afsal R, Alfredsson J, Boden WE, Braunwald E et al. 2012. An
invasive or conservative strategy in patients with diabetes mellitus and non-ST-segment
elevation acute coronary syndromes: a collaborative meta-analysis of randomized trials. J
Am Coll Cardiol 60(2):106–111.

Palmerini T, Dangas G, Mehran R, Caixeta A, Généreux P, Fahy MP, et al. 2011. Predictors and
implications of stent thrombosis in non-ST-segment elevation acute coronary syndromes:
the ACUITY Trial. Circ Cardiovasc Interv 4:577–84.

Universitas Sumatera Utara


Patel JH, Gupta R, Poe MT, et al. 2014. Influence of presenting electrocardiographic findings on
the treatment and outcomes of patients with non-ST-segment elevation myocardial
infarction. Am J Cardiol 113:256–61

Pendyala LK, Loh JP, Kitabata H, Minha S, Torguson R, Chen F, et al. 2014. The impact of
diabetes mellitus on long-term clinical outcomes after percutaneous coronary saphenous
vein graft interventions in the drug eluting stent era. J Interv Cardiol 27:391–8

Peterson PN, Spertus JA, Magid DJ, Masoudi FA, Reid K, Hamman RF. 2006. The impact of
diabetes on one-year health status outcomes following acute coronary syndromes. BMC
Cardiovascular Disorders 6:41.

Roffi M, Chew DP, Mukherjee D, Bhatt DL, White JA, Heeschen C,et al. 2001. Platelet
glycoprotein IIb/IIIa inhibitors reduce mortality in diabetic patients with non-ST-
segment-elevation acute coronary syndromes. Circulation 04:2767–2771.

Roffi M, Topol EJ. 2004. Percutaneous coronary intervention in diabetic patients with non-ST-
segment elevation acute coronary syndromes. Eur Heart J 25:190 –198.

Roffi M, Patrono C, Collet JP, Valgimigli M, Mueller C, Andreotti F, et al. 2015. "ESC
guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting
without persistent ST-segment elevation." European Heart Journal.

Roger VL, Go AS, Lloyd-Jones DM, et al. 2012. Heart disease and stroke statistics — 2012
update: a report from the American Heart Association. Circulation 125(1): e2-e220.

Ryde´n L, Grant PJ, Anker SD , Berne C , Cosentino F, Danchin N, et al. 2013. Guidelines on
diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular diseases developed in collaboration with the
EASD. European Heart Journal 34, 3035–3087

Sabate M, Jimenez-Quevedo P, Angiolillo DJ, Gomez-Hospital JA, Alfonso F, Hernandez-


Antolin R, et al. 2005. Randomized comparison of sirolimus-eluting stent versus standard
stent for percutaneous coronary revascularization in diabetic patients: the diabetes and
sirolimus-eluting stent (DIABETES) trial. Circulation 112:2175–2183.

Universitas Sumatera Utara


Sabatine MS, Morrow DA, McCabe CH, Antman EM, Gibson CM, Cannon CP. 2006.
Combination of quantitative ST deviation and troponin elevation provides independent
prognostic and therapeutic information in unstable angina and non-STelevation
myocardial infarction. Am Heart J 151: 25-31.

Sarak B, Goodman SG, Yan RT, Tan MK, Steg PG, Tan NS, et all. 2016. Prognostic value of
dynamic electrocardiographic T wave changes in non-ST elevation acute coronary
syndrome. Heart.

Savonitto S, Ardissino D, Granger CB, Morando G, Prando MD, Mafrici A, et al.1999.


Prognostic value of the admission electrocardiogram in acute coronary syndromes. JAMA
281:707–713.

Savonitto S, Cohen MG, Politi A, Hudson MP, Kong DF, Huang Y, et al. 2005. Extent of ST-
segment depression and cardiac events in non-ST-segment elevation acute coronary
syndromes. Eur Heart J 26: 2106-2113.

Sardella G, Lucisano L, Garbo R, Pennacchi M, Cavallo E, Stio RE, et al. 2016. Single
StagedComparedWithMulti-Staged PCI in Multivessel NSTEMI Patients. The SMILE
Trial. J Am Coll Cardiol 67:264–72

Schaper W, Buschmann I. 1999. Collateral Circulation and Diabetes. Circulation 99:2224-2226

Serebruany V, Pokov I, Kuliczkowski W, Chesebro J, Badimon J. 2008. Baseline platelet


activity and response after clopidogrel in 257 diabetics among 822 patients with coronary
artery disease. Thromb Haemost 100:76–82.

Shiomi H, Morimoto T, Furukawa T, Nakagawa Y, Tazaki Z, Sakata R. 2015. Comparison of


Five-Year Outcome of Percutaneous Coronary Intervention With Coronary Artery
Bypass Grafting in Triple-Vessel Coronary Artery Disease (from the Coronary
Revascularization Demonstrating Outcome Study in Kyoto PCI/CABG Registry Cohort-
2). Am J Cardiol 116:59e65

Universitas Sumatera Utara


Smith SC, Faxon D, Cascio W, et al. 2002. Prevention Conference VI: Diabetes and
Cardiovascular Disease: Writing Group VI: revascularization in diabetic patients.
Circulation 105(18):e165-e169.

Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Swastika K, Manaf A, et al. 2015.


Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes melitus tipe 2 Di indonesia. 1st sd. PB
PERKENI

Solomon DH, Ganz DA, Avorn J, Glynn RJ, Knight EL, Gibson CM, et al. 2002. Which patients
with unstable angina or non- Q-wave myocardial infarction should have immediate
cardiac catheterization? A clinical decision rule for predicting who will fail medical
therapy. J Clin Epidemiol 55: 121-128.

Soto GE, Jones P, Weintraub WS, Krumholz HM, Spertus JA. 2004. Prognostic Value of Health
Status in Patients With Heart Failure After Acute Myocardial Infarction. Circulation
110:546-551.

Spertus JA, Jones P, McDonell M, Fan V, Fihn SD. 2002. Health status predicts long-term
outcome in outpatients with coronary disease. Circulation 106:43-49

Stratmann B, Tschoepe D. 2005. Pathobiology and cell interactions of platelets in diabetes. Diab
Vasc Dis Res 2:16 –23.

Stuckey TD, Stone GW, Cox DA, Tcheng JE, Garcia E, Carroll J, et al. 2005. CADILLAC
Investigators. Impact of stenting and abciximab in patients with diabetes mellitus
undergoing primary angioplasty in acute myocardial infarction (the CADILLAC trial).
Am J Cardiol 95:1–7.

Tada T, Kimura T, Morimoto T, Ono K, Furukawa Y, Nakagawa Y, et al. 2011. Comparison of


three-year clinical outcomes after sirolimus-eluting stent implantation among insulin-
treated diabetic, non-insulin-treated diabetic, and non-diabetic patients from j-Cypher
registry. Am J Cardiol 107:1155–62.

Taniwaki M, Stefanini GG, Silber S, Richardt G, Vranckx P, Serruys PW, et al. 2014. 4-year
clinical outcomes and predictors of repeat revascularization in patients treated with new-

Universitas Sumatera Utara


generation drug-eluting stents: a report from the RESOLUTE All-Comers trial (A
Randomized Comparison of a Zotarolimus-Eluting Stent With an Everolimus-Eluting
Stent for Percutaneous Coronary Intervention). J Am Coll Cardiol 63:1617–25.

The Bypass Angioplasty Revascularization Investigation (BARI) Investigators. 1996.


Comparison of coronary bypass surgery with angioplasty in patients with multivessel
disease. N Engl J Med 335:217-25.

Thiele H, Rach J, Klein N, Pfeiffer D, Hartmann A, Hambrecht R, et al. 2012. Optimal timing of
invasive angiography in stable non-ST-elevation myocardial infarction: the Leipzig
Immediate versus early and late PercutaneouS coronary Intervention triAl in NSTEMI
(LIPSIA-NSTEMI Trial). Eur Heart J Aug; 33(16):2035-43.

Tsai I, Wang CP, Lu YC, Hung WC, Wu CC, Lu F, et al. 2017. The burden of major adverse
cardiac events in patients with coronary artery disease. BMC Cardiovascular Disorders
17:1

Vlaar PJ, Mahmoud KD, Holmes DR Jr, van Valkenhoef G, Hillege HL, van der Horst IC, et al.
2011. Culprit vessel only versus multivessel and staged percutaneous coronary
intervention for multivessel disease inpatients presenting with STsegment elevation
myocardial infarction: a pairwise and network meta-analysis. J Am Coll Cardiol. Aug
9;58(7):692-703.

Vigorita VJ, Moore GW, Hutchins GM. 1980. Absence of correlation between coronary arterial
atherosclerosis and severity or duration of diabetes mellitus of adult onset. Am J Cardiol
46:535–42.

Vinik AI, Erbas T, Park TS, Nolan R, Pittenger GL. 2001. Platelet dysfunction in type 2
diabetes. Diabetes Care 24:1476 –1485.

Waldecker B, Waas W, Haberbosch W, et al. 1999. Type 2 diabetes and acute myocardial
infarction: angiographic findings and results of an invasive therapeutic approach in type 2
diabetic versus nondiabetic patients. Diabetes Care 22:1832–8.

Universitas Sumatera Utara


Wallentin L, Becker RC, Budaj A, Cannon CP, Emanuelsson H, Held C, et al. 2009. Ticagrelor
vs. clopidogrel in patients with acute coronary syndromes. N Engl J Med 361(11):1045–
1057.

Windecker S, Kohl P, Alfonso F, Collet JP, Cremmer J. Falk V, et al. 2014. ESC/EACTS
Guidelines onmyocardial revascularization The Task Force on Myocardial
Revascularization of the European Society of Cardiology (ESC) and the European
Association for Cardio-Thoracic Surgery (EACTS). European Heart Journal

Windhausen F, Hirsch A, Tijssen JG, Cornel JH, Verheugt FW, Klees MI, et al. 2007. ST-
segment deviation on the admission electrocardiogram, treatment strategy, and outcome
in non-STelevation acute coronary syndromes A substudy of the Invasive versus
Conservative Treatment in Unstable coronary Syndromes (ICTUS) Trial. J
Electrocardiol 40: 408-415.

Wiviott SD, Braunwald E, Angiolillo DJ, Meisel S, Dalby AJ, Verheugt FW, et al. 2008.
Investigators T-T. Greater clinical benefit of more intensive oral antiplatelet therapy with
prasugrel in patients with diabetes mellitus in the trial to assess improvement in
therapeutic outcomes by optimizing platelet inhibition with prasugrel-Thrombolysis in
Myocardial Infarction 38. Circulation 118(16):1626–1636.

Wu T, Wang L. 2003. Angiographic characteristics of the coronary artery in patients with type 2
diabetes. Exp Clin Cardiol 7(4):199-200.

Yu X, He J, Luo Y, Yuan F, Song X, Gao Y, et al. 2015. Influence of diabetes mellitus on long-
term outcomes of patients with unprotected left main coronary artery disease treated with
either drug-eluting stents or coronary artery bypass grafting. Int Heart J 56:43–8.

Yusuf S, Zhao F, Mehta SR, Chrolavicius S, Tognoni G, Fox KK. 2001. Clopidogrel in Unstable
Angina to Prevent Recurrent Events Trial Investigators. Effects of clopidogrel in addition
to aspirin in patients with acute coronary syndromes without ST-segment elevation. N
Engl J Med 345:494 –502.

Universitas Sumatera Utara


Zhao L, Zhu W, Zhang X, He D, Guo C. 2017. Effect of diabetes mellitus on long-term
outcomes after repeat drug-eluting stent implantation for in-stent restenosis. BMC
Cardiovascular Disorders 17:16

Zimetbaum PJ, Josephson ME. 2003. Use of Electrocardiogram in Acute Myocardial Infarction.
The New England Journal of Medicine 348:933-40.

Universitas Sumatera Utara


KELOMPOK : I / II

Formulir Tesis
No. Formulir Reg/ MR :
Tanggal MRS :
Rumah sakit :

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :______________________________________________________ (L / P)
Umur :________ thn. Tanggal lahir : ________/ ________/ ________/ (DD/MM/YY)
No. Telp/HP :
Suku :_________________ Pekerjaan : ________________ ______________
Alamat : _______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
BMI :
TB : _____cm BB : _____kg Lingk.Pinggang(cm): _______ ____________
Diagnosis masuk : _______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

1 Anamnesa nyeri dada : tipikal (+/-) Onset : ……...… jam


riwayat penggunaan digitalis : 1. ya 2. Tidak
2 Pemeriksaan TD : mmHg HR : RR :
Fisik (saat
masuk RS)
3 EKG deviasi segmen ST : 0. TIDAK 1. YA (kedalaman : …mm)
kedalaman : 1.0.5- <1 mm 2. 1 - ≤ 2 mm 3. ≥2
keterlibatan lead : 1. anterior 2. inferior 3. lateral 4. 2 lead 5. 3 lead
Perubahan gelombang T : TWI : 0. TIDAK 1. YA
KEDALAMAN : 1.0.5- <1 mm 2. 1 - ≤ 2 mm 3. ≥2 (….mm)
keterlibatan lead : 1. anterior 2. inf rior 3. lateral 4. 2 lead 5. 3 lead
EKG normal : 0. tidak 1. ya
Q path : 0. tidak 1. ya
keterlibatan lead : 1. anterior 2. inferior 3. lateral 4. 2 lead 5. 3 lead

Faktor Resiko
4
Hipertensi : 0. Tidak 1. Ada (……thn) DM : 0. Tidak 1. Ada (……thn)
Dislipidemia : 0. Tidak 1. Ada (……thn) Merokok : 0. Tidak 1. Ada (……thn)
Riwayat Keluarga PJK : 0.Tidak 1. Ada (ayah/ibu)

5 Enzym jantung 0. Negatif 1. Trop-T (……….)

Universitas Sumatera Utara


6 Rontgen Torak 0. CTR < 50% 1. CTR 50-60% 2. CTR 60-70% 3. CTR > 70%

7 Laboratorium
Hb :…..… Ht :……… Leukosit :……… Tromb :……… Lymphosit :………
Neutrofil : ……… KGDN :……… KGD2jPP :……… GDS :……… HbA1C :………
HsCRP :……… BNP :………. Ureum :………. Kreatinin :……… as Urat :………
Kolesterol Total :……… Na :…… K :……… Cl:………
LDL :………. HDL :……… Trigliserida :………

8 Ekokardiografi FEVK :
9 SKOR GRACE 1. LOW 2. INTERMEDIATE 3. HIGH NILAI :
10 SKOR TIMI 1. LOW 2. INTERMEDIATE 3. HIGH NIL AI :
11 Kateterisasi
Diagnostik 0. Tidak 1Ada
LM 0. (N) 1. stenosis < 70% 2. Stenosis ≥ 70% 3. Total Oklusi
LAD 0. (N) 1. stenosis < 70% 2. Stenosis ≥ 70% 3. Total Oklusi
LCx 0. (N) 1. stenosis < 70% 2. Stenosis ≥ 70% 3. Total Oklusi
RCA 0. (N) 1. stenosis < 70% 2. Stenosis ≥ 70% 3. otal Oklusi
3VD 0. TIDAK 1. Ya

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. KETERANGAN PERORANGAN
a. Nama Lengkap : dr. Marwan Nasri
b. NIM : 127041113
c. Tempat/Tanggal Lahir : Belawan / 7 Desember 1984
d. Jenis kelamin : Pria
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Status Perkawinan : Menikah
h. Tempat Tinggal : Jln. HM Joni Asrama Polisi Pasar Merah Blok C No.6
Medan
i. Email/No.HP : mmc.marwan@gmail.com/ 081397778444

II. PENDIDIKAN
a. SD Negeri 060966 Belawan ( 1990-1996 )
b. SMP Negeri 5 Medan (1996 -1999 )
c. SMA Negeri 1 Plus Matauli Pandan Kab. Tapanuli Tengah (1999 – 2002 )
d. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan (2002-2008)
e. Pendidikan PPDS Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : Juli
2013 – hingga saat ini

III. KARYA ILMIAH


Pengarang (Author)
• A Type A Aortic Dissection Mimicking an Acute Myocardial Infarction: A Case Report
(24th ASMIHA, 2015)
• The effect of diabetes mellitus on in-hospital mortality and major complications after
isolated coronary artery bypass grafting surgery (25th ASMIHA, 2015)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai