Anda di halaman 1dari 130

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA VITAMIN D RECEPTOR

(VDR) PADA ADENOKARSINOMA PROSTAT


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) H. ADAM MALIK
MEDAN TAHUN 2017-2018

HASIL PENELITIAN

Oleh

ZUHRI MARDIAH
NIM : 187041173

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA VITAMIN D RECEPTOR
(VDR) PADA ADENOKARSINOMA PROSTAT
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) H. ADAM MALIK
MEDAN TAHUN 2017-2018

HASIL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister


Kedokteran Klinik Patologi Anatomik Pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZUHRI MARDIAH
NIM : 187041173

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA VITAMIN D RECEPTOR (VDR)
PADA ADENOKARSINOMA PROSTAT
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) H. ADAM MALIK
MEDAN TAHUN 2017-2018
Zuhri Mardiah, Delyuzar, Lidya Imelda Laksmi
Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia

Latar Belakang : Dalam beberapa penelitian, paparan ultraviolet dan kadar serum
vitamin D telah dikaitkan dengan risiko terjadinya kanker prostat. Pada tingkat sel,
kerja utama vitamin D dimediasi oleh vitamin D receptor (VDR) guna mengurangi
proliferasi dan meningkatkan apoptosis pada beberapa keganasan. VDR pada prostat
manusia belum banyak diteliti. Masih sedikitnya bukti dan masih terdapat perbedaan
dari hasil penelitian sebelumnya, serta belum ditemukan nya penelitian yang
dilakukan di Indonesia mengenai ekspresi VDR pada adenokarsinoma prostat,
khususnya di kota Medan. Oleh karena itu, kami tertarik untuk menilai ekspresi VDR
pada adenokarsinoma prostat di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Tujuan : Menilai distribusi ekspresi imunohistokimia VDR pada adenokarsinoma
prostat berdasarkan usia, nilai prostat spesifik antigen (PSA), dan grading
histopatologi.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional pada 34 sampel blok parafin pasien yang didiagnosis secara histopatologi
sebagai adenokarsinoma prostat. Kemudian, dilakukan pewarnaan imunohistokimia
VDR dan dinilai ekspresinya berdasarkan hasil pulasan warna coklat pada sitoplasma
dan inti sel. Penilaian dilakukan dengan menjumlahkan hasil skor luas dengan skor
intensitas. Hasil data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
Hasil: Rerata pasien adenokarsinoma prostat berusia 64, 65 tahun. Dari 34 sampel,
terdapat 70,6% memiliki nilai PSA tinggi, 64,7% poorly differentiated, 41,2% grade
group 5, dan 73,5% dengan skor ekspresi VDR sedang. Sekitar 6,7% sampel pada
kelompok usia 61-70 tahun dan 4,2% sampel dengan PSA tinggi menunjukkan
ekspresi VDR kuat. Berdasarkan grade group, semakin rendah grade group
cenderung semakin kuat ekspresi VDR.

Kata Kunci: vitamin D, vitamin D receptor, VDR, adenokarsinoma, prostat.

iii
THE IMMUNOHISTOCHEMICAL EXPRESSION OF VITAMIN
D RECEPTOR (VDR) IN PROSTATE ADENOCARCINOMA
IN GENERAL HOSPITAL ADAM MALIK MEDAN IN 2017-2018
Zuhri Mardiah, Delyuzar, Lidya Imelda Laksmi
Department of Anatomic Pathology, Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia

Background : The exposure of ultraviolet and vitamin D serum levels have been
linked to prostate cancer. At the cellular level, the main function of vitamin D is
mediated by vitamin D receptors (VDR) in order to reduce proliferation and increase
apoptosis in some malignancy. VDR in human prostate has not been widely studied.
There is still little evidence and different results from previous studies, and no
research has been studied in Indonesia, especially in Medan. Therefore, we are
interested to assess VDR expression in prostate adenocarcinoma in General Hospital
Adam Malik Medan.
Objective : To assess the distribution of VDR immunohistochemical expression in
prostate adenocarcinoma based on age, PSA value, and histopathological grading.
Method : This descriptive study with cross sectional approach used 34 samples from
paraffin blocks from patients histopathologically diagnosed as prostate
adenocarcinoma. Then, immunohistochemical staining of VDR were perfomed and
their expression were determined based on brown color expressed in cytoplasm and
nuclei. The results were assessed by summing area score and intensity score. All
results were presented in frequency tables.
Result: The average prostate adenocarcinoma patient is 64, 65 years old. Of the 34
samples, 70.6% had a high PSA score, 64.7% poorly differentiated, 41.2% grade
group 5, and 73.5% with a moderate VDR expression score. Approximately 6.7% of
samples in the 61-70 year age group and 4.2% of samples with high PSA showed
strong VDR expression. Based on the grade group, the lower the grade group tends to
be the stronger the VDR expression.

Keywords: vitamin D, vitamin D receptor, VDR, adenocarcinoma, prostate

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul Ekspresi Vitamin D Reseptor (VDR) pada
Adenokarsinoma Prostat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik
Medan tahun 2017-2018. Tesis ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam
menyelesaikan program pendidikan Magister Kedokteran Klinik Patologi
Anatomik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari
bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu penulis
menerima segala kritik maupun tanggapan dari berbagai pihak guna memperbaiki
kesalahan dan kekurangan tersebut pada masa yang akan datang.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Rektor Universitas Sumatra Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M. Hum dan
seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti Pendidikan Magister Ilmu Patologi Anatomik di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M. Ked (Oph), Sp. M (K) selaku Ketua
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
4. Dr. dr. Mohd. Rhiza Z. Tala, M. Ked. (OG), Sp. OG (K), selaku Sekretaris
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
5. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan banyak
kemudahan dalam proses untuk menyelesaikan penelitian ini.
6. Ketua Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yakni Dr. dr. T. Ibnu Alferraly, M. Ked. (PA), Sp.PA, D. Bioeth, juga

v
sekaligus penguji pada seminar proposal yang telah memberikan saran-saran dan
motivasi yang banyak membantu selama penulisan tesis ini sehingga terselesaikan
dengan baik.
7. Ketua Program Studi Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yakni Dr. dr. Delyuzar, M. Ked. (PA) Sp. PA (K), juga sekaligus
menjadi dosen pembimbing penulis yang telah memberikan saran-saran dan
banyak membantu selama penulisan tesis ini sehingga terselesaikan dengan baik.
8. Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M. Ked. (PA), Sp.PA selaku dosen pembimbing
pada seminar proposal yang telah memberikan waktu, kritik dan masukan serta
motivasi yang sangat luar biasa sehingga terselesainya tesis ini dengan baik.
9. Dr. dr. Betty, M. Ked (PA), Sp.PA dan selaku dosen penguji pada seminar
proposal yang telah memberikan kritik dan masukan untuk penulisan tesis ini.
10. Seluruh staf pengajar Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yakni Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp. PA
(K), Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M. Ked (PA), Sp.PA, dr. Jessy Chrestella, M.
Ked. (PA), Sp.PA, dr. Causa Trisna Mariedina, M. Ked (PA), Sp.PA dan dr. T.
Kemala Intan, M. Pd, M. Biomed atas bimbingan dan masukan selama penulis
menjalankan program pendidikan Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomik.
11. Staf Unit Patologi Anatomik RSUP Haji Adam Malik Medan, yakni dr.
Sumondang Pardede, Sp. PA, dr. Jamaluddin, Sp. PA, dr. Stephen Udjung, Sp.
PA, dr. Sutoyo Eliandy, M. Ked (PA), Sp. PA dan dr. Lely Hartati, M. Ked (PA),
Sp. PA atas bimbingan dan membantu dalam pengumpulan sampel selama
penelitian ini berjalan.
12. Kedua orang tua penulis, ayahanda (Alm) H. Syukri Abdul Majid, ibunda (Almh)
Hj. Karimah Bibi yang telah memberikan keteladanan dalam bekerja keras dan
tanggung jawab, mendoakan, memberikan kasih sayang, motivasi dan dukungan
baik materil maupun non materiil hingga saat ini. Selanjutnya kepada bapak
mertua H. Ibrahim Hasugian dan ibunda Hj. Rosmawati Situmorang yang selama
ini telah mendoakan dan memberi dukungan selama peneliti menyelesaikan
pendidikan Program Magister Kedokteran Klinik.
13. Suami tercinta Supriedi Hasugian dan ketiga anak-anak tersayang : Khairan Nabil
Hasugian, (Almh) Khairannisa Sachi Hasugian, Khansa Afifah Azzahra Hasugian,

vi
atas do’a, dan kasih sayang, motivasi, dukungan baik moril maupun materil dan
kesabaran mendampingi dalam keadaan suka dan duka meskipun banyak waktu
kebersamaan kita yang hilang selama masa pendidikan yang tidak pernah bisa
tergantikan.
14. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat semua kakak dan abang senior,
teman satu kelompok dr. Harry Sundoro, dr. Rizki Hidayat, dr. Affan Akbar
Talami, dr. Marlina Sinaga, dr. Septina Saragih, dr. Rahayu Asih Putri serta
teman-teman PPDS di Departemen Patologi Anatomik atas doa, semangat dan
persahabatan selama ini, serta seluruh pegawai di Departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran yang telah mendukung proses pendidikan dan penelitian
penulis selama ini.
Sebagai akhir kata dari penulis, semoga tesis ini memiliki manfaat dan nilai
bagi kita semua di masa yang akan datang dan kiranya dapat menjadi rujukan
yang lebih baik lagi.

Medan , Maret 2021

Zuhri Mardiah

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... i


LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................. ii
ABSTRAK .............................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xv
LEMBAR PENGESAHAN ORISINALITAS ..................................... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 7
1.3.1 Tujuan umum .............................................................. 7
1.3.2 Tujuan khusus .............................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8


2.1 Anatomi dan Histologi Prostat ............................................ 8
2.2 Kanker Prostat
2.2.1 Definisi adenokarsinoma prostat ................................ 12
2.2.2 Epidemiologi .............................................................. 14
2.2.3 Genetik molekuler dan patobiologi ............................ 18
2.2.4 Patofisiologi ................................................................ 19
2.2.5 Gambaran histologi adenokarsinoma prostat ............. 22
2.2.6 Faktor risiko ............................................................... 23
2.2.7 Tanda dan gejala ......................................................... 25
2.2.8 Tipe adenokarsinoma prostat ...................................... 27
2.2.9 Klasifikasi stadium ..................................................... 28
2.2.10 Diagnosis dan skrining ............................................. 32
2.2.10.1 Prostate specifik antigen (PSA)………........ 32
2.2.10.2 Transrectal ultrasonography (TRUS) ......... 34
2.2.10.3 Biopsi ........................................................... 34
2.2.10.4 Bone scaning ............................................... 35
2.2.11 Penanganan .............................................................. 35
2.2.11.1 Watchful waiting .......................................... 35
2.2.11.2 Prostatektomi radikal ................................... 36
2.2.11.3 Terapi radiasi ............................................... 37
2.2.11.4 Terapi hormonal neoajuvan ......................... 38
2.2.11.5 Krayoablasi .................................................. 38

viii
2.3 Vitamin D ............................................................................ 39
2.3.1 Pengertian ................................................................... 39
2.3.2 Sumber, produksi dan metabolisme ........................... 40
2.3.3 Reseptor ...................................................................... 42
2.3.4 Lokasi reseptor ........................................................... 43
2.3.5 Mekanisme Molekuler ................................................. 44
2.3.6 Peran Vitamin D pada kanker ..................................... 45
2.3.7 Peran Vitamin D pada imunitas adaptif ...................... 47
2.3.8 Vitamin D dan kanker prostat ..................................... 48
2.3.8.1 Metabolisme vitamin D ................................... 48
2.3.8.2 Regulasi pertumbuhan ..................................... 51
2.3.8.3 Aksi VDR ......................................................... 52
2.3.8.4 Sirukulasi vitamin D dan risiko ....................... 56
2.4 Kerangka Teori .................................................................... 59
2.5 Kerangka Konsep ................................................................ 59

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................... 60


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................... 60
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 60
3.2.1 Tempat penelitian ........................................................ 60
3.2.2 Waktu penelitian .......................................................... 60
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................ 61
3.3.1 Populasi penelitian ..................................................... 61
3.3.2 Sampel penelitian ....................................................... 61
3.3.3 Besar sampel ................................................................ 61
3.4 Teknik Pengambilan Sampel ................................................ 62
3.5 Subjek Penelitian ................................................................. 62
3.5.1 Kriteria inklusi ........................................................... 62
3.5.2 Kriteria eksklusi ........................................................... 62
3.6 Variabel Penelitian ................................................................ 62
3.7 Kerangka Operasional .......................................................... 63
3.8 Definisi Operasional ............................................................. 63
3.9 Alat dan Bahan Penelitian .................................................... 66
3.9.1 Alat ............................................................................ 66
3.9.2 Bahan .......................................................................... 66
3.10 Prosedur Kerja .................................................................... 66
3.11 Pembuatan Sediaan Mikroskopis ....................................... 67
3.12 Pemeriksaan Imunohistokimia ........................................... 68
3.13 Pengolahan Dan Analisa Data ............................................ 69
3.14 Ethical Clearance .............................................................. 69

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 70


4.1 Hasil Penelitian .................................................................... 70
4.1.1 Karakteristik sampel ................................................... 70
4.1.2 Distribusi frekuensi ekspresi imunohistokimia
Vitamin D receptor (VDR) berdasarkan data klinis
(usia dan nilai PSA). .................................................... 73

ix
4.1.3 Distribusi frekuensi ekspresi VDR berdasarkan grade
histopatologi. ................................................................ 74
4.2 Pembahasan............................................................................. 75

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN. .................................................. 85


5.1 Simpulan. ............................................................................... 85
5.2 Saran. ...................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA. ......................................................................... 88


LAMPIRAN ........................................................................................ 97

4.1.13

x
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Insiden dan mortalitas kanker prostat di Negara benua


Asia-Pasifik…………………………………………... 17
Tabel 2.2 Insiden dan mortality rate kanker prostat di Indonesia
tahun 2018……………………………………………. 17
Tabel 2.3 Distribusi berdasarkan sosio-demografi……………… 18
Tabel 2.4 Faktor-faktor risiko kanker prostat…………………… 25
Tabel 2.5 Tipe kanker prostat…………………………………… 28
Tabel 2.6 Jaringan yang mengekpresikan vitamin D receptor 44
Tabel 2.7 Mekanisme kerja vitamin D pada kanker…………….. 46
Tabel 3.1 Waktu pelaksanaan penelitian………………………... 61
Tabel 4.1 Distribusi pasien adenokarsinoma prostat berdasarkan
karakteristik sampel…………………………………... 71
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi usia dan nilai PSA berdasarkan
ekspresi VDR………………………………………………. 73
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi ekspresi VDR berdasarkan grade
histopatologi…………………………………………... 74

xi
DAFTAR SINGKATAN

AMACR = Alpha-methylacyl coenzyme A racemas


AJCC = American Joint Comitte on Cancer
ATP = Adenosin triphoshate
AR = Androgen receptor
ASAP = Atypical small acinar proliferation
BPH = Benign prostate hypertrophy
CA = Corpus Amylaceum
CAP = The College of American Pathologist
CDK2 = Cyclin-dependent kinase
COX-2 = Cyclooxygenase-2
CTE = Carboxy-terminal extention
DBD = DNA binding protein
DBPd = D-binding protein
DCRT = Dimensional Conformal Radiotherapy
ERG = Erythroblast transformation specific transcription factor-
related gen
FAS = Fatty acid sintetase
FGF23 = Fibroblast growth factor 23
GLOBOCAN = Global burden of Cancer Study
HGPIN = High grade prostate intraepithelial neoplasia
HIF-1 = Hipoksida-faktor induksible-1
HPFS = Health Professionals follow-up study
IL-6 = Interleukin 6
ISUP = International Society of Urological Pathology
ISUP = International Society of Urological Pathology
ISUO = Indonesian Society of Urologic Oncology
Ko = Knock out
LBD = Ligand binding domain
LHRH = Luteinizing hormone-releasing hormone
LP = Lamina propria
MnSOD = Mangan superoksida dismutase
N/C Ratio = Nuclear to cytoplasmic ratio
PHS = Physician´ Health Study
PIN = Prostat intraepitelial neoplasia
PGs = Prostaglandin
PKC = Protein kinase C
PSA = Prostat spesifik antigen
PSMA = Prostate Specific Membrane antigen
RXR = Retinoid x reseptor
SNP = Single nukleotida polimorfisme
TRAMP-2 = Transgenic adenocarcinoma prostat of the mouse
prostate
TIMP-1 = Metalloproteinase inhibitor 1
TRUS = Transrectal ultrasonography
USG = Ultrasonografi

xii
UV = Ultraviolet
VDR = Vitamin D reseptor
VEGF = Vascular endotel growth factor
Vitamin D3 = Cholecalciferol
Vitamin D2 = Ergocalciferol
VDRE = Vitamin D respon element
WHO = World Health Organization
1,25(OH)2D = 1,25-dihydroxyvitamin D
25(OH)D = 25-hydroxyvitamin D

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Anatomi prostat ....................................................... 10


Gambar 2.2 Struktur kelenjar prostat .......................................... 11
Gambar 2.3 Zona prostat ............................................................. 11
Gambar 2.4 Histologi jaringan prostat ........................................ 12
Gambar 2.5 Perbedaan prostat normal dan kanker prostat ......... 13
Gambar 2.6 Makroskopis adenokarsinoma prostat ..................... 13
Gambar 2.7 Grafik insiden dan mortalitas .................................. 16
Gambar 2.8 A. Diagram skema Gleason grading yang di
modifikasi. ............................................................... 30
B. Grade group . ...................................................... 30
Gambar 2.9 Cryotherapy pada kanker prostat ............................ 39
Gambar 2.10 Penyebab utama kekurangan vitamin D dan
konsekuensi kesehatan ............................................ 40
Gambar 2.11 Metabolisme vitamin D ........................................... 41
Gambar 2.12 Struktur reseptor vitamin D ..................................... 43
Gambar 2.13 Efek dari vitamin D receptor (VDR) aktivasi pada 45
tumorigenesis ..........................................................
Gambar 2.14 Aktivasi sinyal genomik dan non-genomik.............. 45
Gambar 2.15 Jalur molekuler diperantarai oleh aksi anti-
inflamasi kalsitriol ................................................... 46
Gambar 2.16 Efek vitamin D terhadap sistem imunitas adaptif ... 47
Gambar 2.17 Pengaturan ekspresi gen oleh VDR ......................... 55
Gambar 2.18 Ekspresi protein vitamin D receptor (VDR) ............. 56
Gambar 2.19 Kerangka Teori ........................................................ 59
Gambar 2.20 Kerangka Konsep .................................................... 59
Gambar 3.1 Kerangka Operasional ............................................. 63

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Tabel karakterisktik sampel…………………………… 97


lampiran 2 Hasil analisis data……………………………………... 100
Lampiran 3 Hasil pulasan imunohistokimia VDR…………………. 105
Lampiran 4 Persetujuan komite etik……………………………….. 107
Lampiran 5 Surat izin penelitian…………………………………… 108
Lampiran 6 Daftar riwayat hidup....................................................... 109

xv
16
PERNYATAAN

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA VITAMIN D RECEPTOR (VDR) PADA


ADENOKARSINOMA PROSTAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
(RSUP) H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2017-2018

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik pada Program Studi Patologi

Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar

merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika

penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan

hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis

sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

Medan, 20 Januari 2021


Penulis,

Zuhri Mardiah

xvi
xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adenokarsinoma prostat merupakan suatu penyakit dan penyebab kematian

utama pada pria. Setiap tahun 1,6 juta pria didiagnosis dengan adenokarsinoma

prostat dan 366.000 pria meninggal karena tumor ini di seluruh dunia. 1 Pada tahun

2019, adenokarsinoma prostat menempati urutan pertama sebagai tumor ganas

yang paling sering didiagnosis dengan jumlah kasus baru sebanyak 174.650 (20%)

dan penyebab kematian kedua pada laki-laki setelah kanker paru dengan jumlah

kasus sebanyak 31.620 (10%) di Amerika Serikat.2

Di Asia, insiden kanker prostat rata-rata adalah 7,2 per 100.000 pria per-

tahun. Di Indonesia sebagian besar pasien sudah dalam stadium lanjut pada saat

datang berobat, menurut data Indonesian Society of Urologic Oncology (ISUO)

2011 selama periode 2006-2010 terdapat 971 penderita kanker prostat, dengan

stadium terbanyak adalah stadium 4 (50,5%).3,4 Jumlah kasus baru kanker prostat

menempati urutan ke-12 dengan jumlah kasus sebanyak 11.361 (3,3%), dan

jumlah angka kematian menempati urutan ke-11 dengan jumlah 5.007 kasus

(2,4%), serta prevalensi dalam 5 tahun berjumlah 23.055. Penderita kanker prostat

di tiga rumah sakit pusat pendidikan (Jakarta, Surabaya dan Bandung) dalam 8

tahun terakhir adalah 1.102 pasien dengan rerata usia 67,18 tahun.4,5,6 Di

Sumatera Utara pada tahun 2016, kanker prostat menempati urutan ke-4 setelah

kanker paru, kanker serviks dan kanker payudara dengan jumlah penderita

1
2

sebanyak 42 kasus.7 Di kota Medan pada tahun 2014 berdasarkan rekapitulasi

puskesmas, penderita kanker prostat sebanyak 99 kasus, menempati urutan kedua

setelah kanker payudara (499 kasus).8

Adenokarsinoma prostat adalah karsinoma invasif, terdiri dari sel epitel

prostat neoplastik dengan diferensiasi dan sekresi diatur dalam berbagai pola

histomorfologi. Sel basal biasanya tidak dijumpai.9 Faktor risiko yang

berkontribusi pada etiologi perkembangan kanker prostat adalah usia, genetik, ras,

lingkungan, obesitas, pola makan tinggi lemak hewani dan rendah serat, merokok,

minuman beralkohol, penyakit inflamasi pada prostat.10,11

Terdapat perbedaan risiko dalam perkembangan kanker prostat di antara

negara maju dan negara yang sedang berkembang, serta di antara kelompok

etnis/ras. Tingkat kejadian dan mortalitas kanker prostat pada pria Afrika-

Amerika mirip dengan pria dari Karibia dan Amerika Selatan dengan keturunan

Afrika Barat. Di Amerika Serikat, terdapat dua kali lipat peningkatan angka

kejadian kanker prostat pada pria Afrika-Amerika dibandingkan dengan pria

Kaukasia. Meskipun studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa kejadian

kanker prostat lebih rendah di Asia, namun terjadinya penyakit ini telah

meningkat pesat di kalangan pria Cina.12

Kanker prostat menunjukkan peningkatan yang nyata seiring dengan

bertambahnya usia, yaitu lebih dari 80% dari kanker prostat didiagnosis pada pria

yang berusia >65 tahun.13 Ras selalu menjadi faktor penting. Angka kejadian

kanker prostat pada orang Amerika berkulit hitam meningkat dua kali lipat

dibandingkan orang kulit putih.14 Sebaliknya, angka kejadian pada orang Jepang

adalah 1:20 dari angka kejadian pada bangsa Amerika berkulit putih. Namun,
3

imigran Jepang yang tinggal di Amerika Serikat memiliki angka kejadian

menengah. Ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh terhadap

kejadian/perkembangan kanker prostat.15 Kanker prostat secara subklinis bersifat

universal dan bervariasi secara geografi. Mortalitas akibat kanker prostat

dipengaruhi oleh perkembangan tumor berdasarkan variasi geografis.16

Jaringan prostat dipengaruhi oleh dua hormon steroid yaitu testosteron dan

vitamin D. Kerja dari hormon ini dimediasi oleh masing-masing reseptor yaitu

receptor androgen (AR) dan vitamin D receptor (VDR). Bentuk aktif hormonal

vitamin D adalah 1,25-dihydroxyvitamin D yang bekerja menghambat

pertumbuhan angiogenesis dan metastasis pada sel kanker.17 Vitamin D telah

dikenal sebagai salah satu hormon dan diketahui memiliki risiko lebih rendah

pada beberapa jenis kanker, termasuk kanker prostat.18 Transkripsi nuklir dari

VDR berfungsi untuk mengatur faktor transkripsi dan memperantarai kerja

vitamin D dalam penandaan sintesis protein serta terlibat dalam homeostasis

mineral tulang dan regulasi siklus sel.19

Kekurangan vitamin D secara umum merupakan faktor risiko terjadinya

kanker.20,21 Studi terbaru menunjukkan bahwa terjadi peningkatan morbiditas dan

mortalitas di dunia akibat kekurangan vitamin D disebabkan oleh kurang

mendapatkan paparan sinar ultraviolet dan menurunnya kemampuan tubuh untuk

mensintesis vitamin D seiring bertambahnya usia.22-24 Risiko tinggi pada pria kulit

hitam dapat dipahami dalam hal kekurangan vitamin D, dimana kulit hitam

memiliki kandungan melanin yang tinggi sehingga dapat menghambat

pembentukan vitamin D dan menghasilkan kadar hormon terhidroksilasi yang

rendah.25 Ciri rasial lain dari kanker prostat dapat dipahami dengan cara yang
4

sama. Sebagai contoh, pria kulit hitam Afrika memiliki tingkat risiko lebih rendah

daripada pria kulit hitam di Amerika Serikat karena pria kulit hitam Afrika lebih

sering terpapar sinar radiasi ultraviolet ketimbang pria kulit hitam Amerika

Serikat.26,27

Risiko rendah pada penduduk asli Jepang dapat dipahami dalam hal

makanan. Makanan tradisional bangsa Jepang dikenal banyak mengandung

minyak ikan, yang terdapat dalam ikan tuna dan ikan cakalang. Kedua ikan

tersebut rutin dikonsumsi di Jepang dan diketahui memiliki konsentrasi vitamin D

tinggi 16.000-57.000 I.U/gram berguna sebagai pelindung. Perlindungan ini

berkurang ketika migran Jepang menerapkan pola makan Barat.28

Kunci utama keberhasilan penanganan kanker adalah ditemukannya kanker

pada stadium dini. Kanker prostat stadium dini sering kali tidak menunjukkan

gejala atau tanda klinis. Gejala umumnya baru muncul apabila kanker prostat

telah memasuki stadium lanjut.4 Kanker prostat stadium dini biasanya ditemukan

pada saat pemeriksaan colok dubur berupa nodul keras pada kelenjar prostat atau

secara kebetulan ditemukan adanya peningkatan kadar penanda tumor prostate

specific antigen (PSA) pada saat pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan utama

dalam menegakkan kanker prostat adalah anamnesis perjalanan penyakit,

pemeriksaan colok dubur, ultrasonografi transrektal/transabdominal, dan nilai

PSA. Diagnosis pasti diperoleh dari hasil biopsi atau spesimen operasi melalui

pemeriksaan histopatologi. Pada adenokarsinoma prostat, gleason score

merupakan standar baku pengukuran untuk menentukan staging dan prognosis.4,29

Suatu studi menunjukkan mekanisme korelasi negatif antara radiasi

ultraviolet dan kematian akibat kanker prostat menyangkut sifat anti tumor
5

vitamin D.30 Misalnya, vitamin D3 menghambat pertumbuhan sel kanker secara in

vitro dan in vivo,31,32 serta menghambat pertumbuhan kanker secara xenografts

pada manusia.33 Vitamin D3 menyebabkan sel kanker prostat pada tikus secara in

vitro berdiferensiasi sehingga phenotype dari sel ganas menjadi sedikit, tetapi

mungkin terkait dengan kemampuan vitamin D dalam menghambat ekspresi

onkogen myc.34 Ekspresi onkogen ini meningkat pada tumor prostat manusia. Ini

menunjukkan bahwa ekspresi c-myc mungkin menjadi faktor penting dalam

evolusi tumor yang tidak responsif terhadap hormon (yaitu anti-androgen

terapi).35

VDR merupakan mediator penting untuk efek seluler vitamin D. Peran

vitamin D pada berbagai penyakit dan jenis kanker telah banyak mendapat

perhatian, serta telah banyak diteliti dalam sejumlah penelitian. Studi komparatif

imunohistokimia pertama pada 27 sampel dari berbagai kategori usia 10-19 tahun,

20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun, melihat pola

ekspresi VDR pada prostat manusia, membandingkan tingkat usia, zona prostat

(zona perifer dan zona sentral), dan beberapa potongan organ lain. Sampel berasal

dari organ donor prostat manusia. Hasilnya adalah: (1) ekspresi VDR paling

rendah pada usia 10-19 tahun, meningkat pada usia 20-59, dan menurun pada usia

60-69 tahun; (2) distribusi VDR tidak merata pada prostat manusia dimana

ekspresi lebih kuat signifikan pada zona perifer yang kemungkinan bermanfaat

untuk terapeutik; (3) hubungan ekspresi VDR pada zona perifer dan zona sentral

dengan usia menunjukkan penurunan ekspresi VDR pada zona sentral pada semua

kelompok usia 0 ± 59 tahun. Pada usia 60 ± 69 tahun, ekspresi VDR setara pada

zona sentral dan zona perifer. Tes interaksi usia dan zona tidak signifikan, oleh
6

karena itu efek zona tidak dipengaruhi oleh usia; (4) distribusi VDR sangat luas

dan menunjukkan ekspresi yang beragam pada berbagai organ. Pada kulit,

kelenjar getah bening, testis, dan paratiroid menunjukkan ekspresi positif kuat.

Pada adrenal, ovarium dan lambung menunjukkan ekspresi positif lemah.36

Studi terbaru mengenai ekspresi protein VDR pada 841 pasien kanker

prostat dimana sampel berasal dari reseksi transuretral pada jaringan

prostatektomi. Hasil pewarnaan imunohistokimia pada jaringan/tumor prostat

terekspresi pada sitoplasma/membran dan tidak terwarnai pada inti. Pria yang

menderita tumor ini dengan ekspresi VDR tinggi menunjukkan penurunan pada

nilai PSA, Gleason score, dan stadium tumor stagnant; maka secara signifikan
18,37
mengurangi risiko keganasan kanker prostat yang mematikan.

VDR pada prostat manusia belum banyak diteliti sehingga dapat dijadikan

subjek penelitian selanjutnya. Berdasarkan penelitian yang sudah ada, masih

terdapat perbedaan hasil yang diperoleh. Menurut Krill et al. pada tahun 2001

pewarnaan imunohistokimia pada jaringan tumor prostat terekspresi pada inti,36

sedangkan menurut Hendrickson et al. tahun 2011, pewarnaan imunohistokimia

pada jaringan tumor prostat terekspresi pada sitoplasma/membran.18 Masih belum

dilakukannya pemeriksaan serologi vitamin D sebagai salah satu indikator

prognostik pada adenokarsinoma prostat pada rumah sakit rujukan sehingga sulit

untuk mendapatkan sampel nilai vitamin D pada darah, sedangkan diketahui

bahwa vitamin D bermanfaat dalam menghambat prognosis yang lebih buruk pada

adenokarsinoma prostat. Penelitian ini juga belum dilakukan di Indonesia,

khususnya di kota Medan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat
7

distribusi dan ekspresi vitamin D receptor di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

H. Adam Malik Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, peneliti tertarik untuk

melihat bagaimanakah ekspresi imunohistokimia vitamin D receptor pada

adenokarsinoma prostat.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui ekspresi imunohistokimia vitamin D receptor pada adenokarsinoma

prostat.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik sampel penelitian berdasarkan usia dan nilai serologi

PSA

b. Menganalisis ekspresi imunohistokimia vitamin D receptor pada

adenokarsinoma prostat.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bertambahnya pemahaman yang lebih baik mengenai manfaat dan peran

vitamin D receptor pada adenokarsinoma prostat, sehingga dapat digunakan

sebagai tambahan kriteria untuk menentukan prognosis dan terapi.

b. Memberikan informasi bahwa vitamin D receptor yang diekspresikan oleh sel-

sel prostat berperan pada imunopatogenesis kanker prostat.

c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data awal dan dapat kembangkan

sebagai dasar pertimbangan penelitian selanjutnya.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Jaringan Prostat

Kelenjar prostat adalah organ padat yang mengelilingi uretra di bawah kandung

kemih. Ukurannya sekitar 4 x 3 x 2,5 cm dan berat sekitar 20 gram (Gambar 2.1).

Prostat adalah kumpulan 30-50 kelenjar tubuloasinar, dibungkus oleh stroma

fibromuskular (30%) padat dan glandular (70%) yang otot polosnya berkontraksi

saat ejakulasi. Duktus dari masing-masing kelenjar dapat menyatu tetapi semua

mencurahkan isinya langsung kedalam urertra prostatika, yang berjalan di sentral

prostat. Kelenjar prostat terbagi atas lima lobus yaitu: (1.) Lobus medius; (2.)

Lobus lateralis (2 lobus); (3.) Lobus anterior; (4.) Lobus posterior dan kelenjar

prostat tesusun dalam tiga zona utama di sekitar uretra : a. Zona transisi : hanya

menempati sekitar 5% volme prostat, mengelilingi bagian superior uretra, dan

mengandung kelenjar mukosa periuretral. b. Zona sentral : merupakan 25%

jaringan kelenjar dan mengandung kelenjar submukosa periuretral dengan duktus

yang lebih pnjang. c. Zona perifer : sekitar 70% jaringan organ, mengandung

kelenjar utama prostat dengan duktus yang lebih panjang dari zona sentral

(Gambar 2.2).38,39

Kelenjar prostat secara perlahan membesar dari saat lahir sampai pubertas.

Kemudian, prostat berekspansi secara cepat sampai umur 30 tahun, setelah itu

ukuran prostat akan stabil sampai umur 45 tahun, dimana pembesaran lanjutan

akan terjadi. Prostat mensekresikan cairan yang seperti susu, sedikit asam (pH

sekitar 6.5) yang mengandung beberapa substansi, seperti:40

8
9

(1) Asam sitrat dalam cairan prostat digunakan oleh sperma untuk memproduksi

Adenosine Triphosphate (ATP) melalui siklus krebs.

(2) Beberapa enzim proteolitik, seperti: prostate specific antigen (PSA),

pepsinogen, lysozyme, amylase, dan hyaluronidase, pada akhirnya akan

memutuskan rantai protein dari cairan semen.

(3) Fungsi dari asam fosfatase yang disekresikan oleh prostat tidak diketahui.

(4) Seminalplasmin dalam cairan prostat adalah sebagai antibiotik yang dapat

menghancurkan bakteri.40

Produk prostat yang secara klinik penting adalah prostate specific antigen

(PSA), sebuah protease serin 34-kDa yang membantu mengencerkan kembali

semen yang terkoagulasi pada pelepasan lambat sperma setelah ejakulasi. Sedikit

PSA biasanya bocor ke dalam vaskular prostat; kadar PSA tinggi dalam sirkulasi

menunjukkan kelainan mukosa kelenjar yang umumnya disebabkan karsinoma

atau inflamasi prostat.39 Konkresi bulat kecil, dengan diameter 0,2-2mm dan

sering terklasifikasi sebagian, biasanya terdapat pada lumen sejumlah kelenjar

tubuloasinar prostat. Konkramen ini disebut corpora amilasea, terutama

mengandung endapan glikoprotein dan keratin sulfat, dapat bertambah banyak

dengan meningkatnya usia, namun sepertinya tidak memiliki manfaat fisiologis

atau klinis. Prostat dikelilingi kapsul fibroelastis, tempat septa meluas dan

membagi kelenjar dalam lobus yang tidak jelas. Seperti halnya vesikula seminalis,

sturktur dan fungsi prostat bergantung pada kadar testosteron.3,39

Prostat terletak di dalam true pelvis, terpisah dari symphysis pubic oleh

retropubic space (space of retzius) pada sisi depannya. Pada lateral dibatasi

muskulus levator ani. Prostat diperdarahi oleh arteri iliaka interna dan dorsal
10

venous complex yang akan diteruskan ke vena iliaka interna Arteri yang

memperdarahi prostat berasal dari arteri prostatika, yang bersumber dari arteri

iliaka interna. Aliran vena berasal dari pleksus vena prostat yang berasal dari vena

iliaka interna.3 Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik

dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima

masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus

hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar

pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran

cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Jika kelenjar

ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas uretra

posterior dapat tersumbat dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran

kemih.3,40

Gambar 2.1 Anatomi Prostat.40


11

Gambar 2.2 : Struktur Kelenjar Prostat.39

Gambar 2.3 : Zona Prostat.38


12

Gambar 2.4 : Histologi jaringan prostat. a) Prostat memiliki stroma berserat padat (S) tertanam
sejumlah besar kelenjar tubuloalveolar kecil (G). HE, 20x. b) Mikrograf dari satu kelenjar
prostat, menunjukkan corpus amylaceum (CA) concretion dan epitel (E) sekresi yang dikelilingi
oleh lamina propria tipis (LP) dan otot polos tebal (M). HE, 122x. c) Pembesaran yang lebih
tinggi, pemotongan lamelar corpus amylaceum (CA) dan epitel kolumnar pseudostratified
underlain oleh lamina propria (LP). 300x. Mallory trichrome.38

Secara histopatologi kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan

stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah,

saraf, dan jaringan penyanggah lain.3 Kelenjar tubuloasinar prostat semuanya

dilapisi epitel selapis silindris atau bertingkat, dan menghasilkan cairan yang

mengandung berbagai glikoprotein, enzim, molekul kecil seperti prostaglandin

dan disimpan hingga ejakulasi.39 Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius

dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan

semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ± 25% dari

seluruh volume ejakulat.3

2.2 Kanker Prostat

2.2.1 Definisi kanker prostat.

Adenokarsinoma prostat adalah karsinoma invasif, terdiri dari neoplasma sel

epitel prostat dengan diferensiasi sel sekretori. Bentuk histomorfologi terdiri dari

kelenjar, sel tunggal dan lembaran-lembaran sel. Biasanya tidak dijumpai sel basal
13

pada karsinoma ini.41 Kebanyakan adenokarsinoma prostat bersifat multifokal,

dengan rerata 2-3 tumor terpisah pada setiap kelenjar. Jenis histopatologis

karsinoma prostat sebagian besar adalah adenokarsinoma. Kurang lebih 75-80%

terletak di zona perifer / posterolateral prostat dan 15 -20% terdapat pada zona

sentral dan zona transisional.3,42 Secara makroskopis pada penampang melintang

prostat, jaringan neoplasma memiliki karakteristik seperti berpasir, konsistensi

keras dan berwarna coklat, putih atau kuning. Lesi lainnya dapat tumbuh

melampaui jaringan fibromuskular atau mengganggu kapsul prostat. Perluasan

lokal paling sering melibatkan jaringan periprostat, vesikula seminalis, dan dasar

kandung kemih yang ditemukan pada stadium lanjut dapat menyebabkan obstruksi

ureter.41,43

Gambar 2.5 : Perbedaan Prostat normal dan Kanker prostat.43

Gambar 2.6 : Adenokarsinoma prostat. Makroskopis adenokarsinoma prostat. Tampak massa


tumor berwarna kuning dengan permukaan yang ireguler, dengan fokal nekrosis dalam sebuah
kelenjar disertai hyperplasia nodular.43
14

2.2.2 Epidemiologi kanker prostat

Karsinoma prostat merupakan keganasan terbanyak diantara keganasan

sistem urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pria yang berusia diatas 50 tahun,

diantaranya 30% pada pria berusia 70 - 80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80

tahun. Kanker ini jarang menyerang pria berusia dibawah 45 tahun.3

Insiden karsinoma prostat akhir-akhir ini mengalami peningkatan karena :

(1) Meningkatnya usia harapan hidup,

(2) Penegakkan diagnosis yang menjadi lebih baik,

(3) Kewaspadan (awarness) setiap individu mengenai adanya keganasan prostat

makin meningkat karena informasi dari majalah, media elektronika, atau internet. 3

Kanker prostat adalah diagnosis kanker yang paling sering kedua pada pria

dan penyebab kematian utama kelima di seluruh dunia. Global burden of Cancer

Study (GLOBOCAN) tahun 2018 memperkirakan, 1.276.106 kasus baru kanker

prostat dilaporkan di seluruh dunia dalam 2018, dengan prevalensi lebih tinggi di

negara maju. Perbedaan dalam tingkat kejadian di seluruh dunia mencerminkan

perbedaan dalam penggunaan pengujian diagnostik. Insiden kanker prostat dan

angka kematian sangat terkait dengan usia dengan insiden tertinggi yang terlihat

pada pria lansia (> 65 tahun). Pria Afrika-Amerika memiliki tingkat insiden

tertinggi dan jenis yang lebih agresif dari kanker prostat dibandingkan dengan pria

kulit putih. Belum ada bukti tentang cara mencegah kanker prostat; Namun, untuk

menurunkan risiko dapat dilakukan dengan membatasi makanan yang

mengandung lemak tinggi, meningkatkan asupan sayuran dan buah-buahan dan

melakukan lebih olahraga.44


15

Peningkatan insiden kanker prostat di seluruh dunia dengan jumlah

1.017.712 kasus baru (79,7% perubahan keseluruhan) pada tahun 2018 hingga

tahun 2040 diperkirakan insiden tertinggi kanker prostat terdapat di Afrika

(120,6%), diikuti oleh Amerika Latin dan Karibia (101,1%) dan Asia (100,9%).

Sebaliknya, insiden terendah terdapat di Eropa (30,1%). Peningkatan angka

kejadian ini tampaknya terkait dengan meningkatnya harapan hidup.

Meningkatnya angka kejadian di negara berkembang disebabkan peningkatan

fasilitas perawatan medis serta peningkatan dokumentasi dan pelaporan kasus.

Insiden meningkat pada daerah dimana tes PSA tidak digunakan secara rutin,

menunjukkan bahwa fenomena ini mencerminkan gaya hidup westernisasi

termasuk faktor obesitas, kurang beraktifitas dan olahraga. 44-46

Tahun 2018 hingga tahun 2040, diperkirakan angka kematian akan

meningkat sekitar 379.005 kematian di seluruh dunia. Angka kematian tertinggi

diperkirakan di Afrika (124,4%), diikuti oleh Asia (116,7%), sedangkan insiden

terendah terdapat di Eropa (58,3%). Temuan di atas tidak mengherankan karena

sumber daya yang terbatas untuk skrining dan kurangnya kesadaran untuk deteksi

dini pada kanker prostat mengakibatkan kanker prostat sering terdeteksi pada

stadium akhir. Selain itu, mengingat bahwa perawatan medis tidak dapat diakses

secara menyeluruh di negara berkembang, hal ini dapat memberikan penjelasan

yang logis terhadap jumlah kematian yang tinggi meskipun insidennya lebih

rendah.44
16

Gambar 2.7 : Grafik insiden dan mortalitas kanker prostat di seluruh dunia.44
17

Tabel 2.1. Insiden dan mortalitas kanker prostat di negara benua Asia-Pasifik, 2008.45

Tabel 2.2. Insiden dan mortalitas rate kanker prostat di Indonesia tahun 2018.5
18

Tabel 2.3 Distribusi berdasarkan sosio demografi.46

2.2.3. Genetik molekuler dan patobiologi

Pengaturan kromosom (copying gene) bersifat abnormal pada kanker prostat

terjadi pada 8p, 10q, 11q, 13q, 16q, 17q, dan 18q. Beberapa dari kromosom ini

terjadi pengurangan 8p23.2 yang bersifat spesifik dan atau penambahan 11q13.1,

yang diprediksi sebagai pemicu progresi dari kanker prostat. Pada prostat tidak

hanya sel epitelnya saja yang penting, tapi secara keseluruhan, baik dalam

pertumbuhan normal ataupun neoplastik karena terjadi interaksi yang signifikan

antara epitel-mesenkim atau stroma, proses molekular tidak harus selalu terjadi

secara spontan, namun bisa juga pengaruh lingkungan. Misalnya sel ribonucleic

acid (RNA), mengkode sebuah interferon penginduksi ribonuklease dan

macrophage scavenger receptor-1 (MSR1), mengkode subunit dari reseptor

macrophage scavenger, adalah turunan dari gen yang rentan untuk menjadi

kanker prostat. Lesi athropy inflamasi yang mengandung sel-sel inflamasi

teraktivasi dan sel epitel yang berproliferasi kelihatannya merupakan lesi

prekursor untuk prostat intraepithelial neoplasia (PIN) dan kanker prostat.47


19

Menggunakan sebuah bioinfarmatika yang baru, Tomlins dan koleganya

mengidentifikasikan 2 faktor transkrip Erythroblast transformation-specific

transcription factor-related gen (ERG) dan EtV1 yang diekspresikan secara

berlebihan di jaringan kanker prostat. Pengaturan genetik bertujuan sebagai dasar

identifikasi dalam kanker prostat. Beberapa dari ekspresi gen yang berlebihan ini

atau kombinasi dari gen mungkin penting sebagai biomarker yang berperan untuk

mengidentifikasikan kanker dalam sampel biopsi samar (alpha-methylacyl

coenzyme A racemase AMACR or EPCA) dan memprediksi respon terhadap terapi

serta prognosis dari adenokarsinoma prostat. Meskipun lokus 1p, 3q, 5q, and 22q

telah diidentifikasi sebagai gen bawaan merupakan predisposisi potensial pada

mereka yang memiliki riwayat keluarga kanker prostat. 47

2.2.4 Patofisiologi kanker prostat

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar yang menghasilkan cairan, mengandung

sekitar 30%-35% air mani. Karena lokasinya, penyakit prostat sering

mempengaruhi buang air kecil, ejakulasi, dan jarang buang air besar. 48 Bagian

prostatik dari air mani memelihara sperma dan menyediakan alkalinitas yang

membantu mempertahankan pH tinggi . Kanker dimulai dengan mutasi pada sel

kelenjar prostat normal, biasanya diawali dengan sel basal perifer. kanker prostat

paling sering terjadi pada zona perifer merupakan bagian dari prostat yang dapat

dipalpasi melalui pemeriksaan colok dubur, Tumor tersebut dapat tumbuh di luar

prostat (extracapsular extension) atau mungkin tetap terlokalisasi dalam prostat

selama puluhan tahun, Penyebaran tumor yang berada pada kelenjar prostat

tumbuh menembus kapsul prostat dan mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya.

Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfe pada daerah pelvis menuju
20

kelenjar limfe retroperitoneal dan penyebaran secara hematogen melalui vena

vertebralis menuju tulang-tulang pelvis, femur sebelah proksimal, vertebra

lumbalis, kosta, paru, hepar, dan otak. Kanker prostat umumnya metastasis ke

tulang dan kelenjar getah bening.3

Lebih dari 95% dari cancer prostat adalah adenocarcinoma. Lainnya 5%-

90% adalah transitional cell carcinoma, dan sisanya adalah kanker neuroendokrin

(small cell) atau sarkoma. Pada bab ini hanya membahas tentang

adenokarsinoma.47 Karakteristik sitologi dari kanker prostat ditandai dengan

pembesaran inti, hiperkromatik, anak inti menonjol; sitoplasma berlimpah, sering

berwarna biru atau basophilik; nuclear to cytoplasmic ratio (N/C ratio)

meningkat; sering membantu dalam diagnosis. Basal cell layer tidak tampak pada

kanker prostat; namun tampak pada kelenjar normal, Benign Prostat Hypertrophy

(BPH), dan lesi prekursor dari kanker prostat. Jika diagnosa dari kanker prostat

masih belum jelas, pewarnaan imunohistokimia keratin molekular berat dan tinggi

dapat digunakan sepenuhnya, karena sel basal terwarnai sepenuhnya. Tidak

terwarnainya sel basal menunjukkan suatu kanker prostat. Biopsi yang masih

belum jelas dapat di warnai dengan marker baru seperti AMACR atau EPCA,

dilakukan hanya pada biopsi yang masih samar atau negatif pada pewarnaan

standar.47

PIN dan atypical small acinar proliferation (ASAP) dianggap dapat menjadi

lesi prekursor. Pria dengan lesi tersebut memiliki risiko yang besar untuk menjadi

kanker prostat. High-grade PIN (HGPIN) merupakan karakterisktik dari

proliferasi seluler pada saluran kelenjar, dengan inti dan anak inti yang membesar
21

sama dengan kanker prostat. Tidak seperti kanker, HGPIN mempertahankan

lapisan sel basal yang dapat diidentifikasi oleh imunohistokimia. 47

Kelenjar prostat membutuhkan hormon pria, dikenal sebagai androgen, agar

dapat bekerja dengan baik. Androgen termasuk testosteron, yang diproduksi di

testis, dehydroepiandrosterone, di produksi di kelenjar adrenal dan

dihidrotestosteron, yang dikonversi dari testosteron dalam prostat itu sendiri.

Androgen juga bertanggung jawab untuk karakteristik seks sekunder seperti

rambut wajah dan peningkatan massa otot. Kanker prostat diklasifikasikan sebagai

adenokarsinoma, atau kanker kelenjar, terjadi ketika sel normal dalam screening

air mani prostat bermutasi menjadi sel kanker. Awalnya, gumpalan-gumpalan

kecil sel kanker tetap terbatas pada kelenjar prostat yang normal, suatu kondisi

yang dikenal sebagai karsinoma in situ atau PIN. Meskipun tidak ada bukti bahwa

PIN adalah lesi prekursor, hal ini terkait erat dengan kanker. Jangka panjang, sel

kanker ini mulai berkembang biak dan menyebar ke jaringan prostat di sekitarnya

(stroma) membentuk suatu tumor. Akhirnya, tumor dapat tumbuh cukup besar

untuk menyerang organ terdekat seperti vesikula seminalis, atau rektum, atau sel

tumor memiliki kemampuan untuk berkembang dan melakukan perjalanan dalam

aliran darah, sistem limfatik serta invasi ke organ lain disebut metastasis. Kanker

prostat paling sering metastasis ke tulang, kelenjar getah bening, dan dapat

menyerang rektum, kandung kemih dan ureter bawah setelah perkembangan

lokal. Metastasis ke tulang sebagian berasal dari invasi pembuluh darah plexus

vena yang memperdarahi prostat, menghubungkan dengan vena vertebralis.48

Reseptor androgen membantu sel kanker prostat untuk bertahan hidup;

namun, pasien dengan kanker prostat biasanya tidak memiliki tingkat androgen
22

serum yang lebih tinggi.49 Prostate Specific Membrane antigen (PSMA)

merangsang perkembangan kanker prostat dengan meningkatkan kadar folat pada

sel kanker yang digunakan untuk bertahan hidup dan tumbuh. PSMA

meningkatkan ketersediaan folat untuk digunakan dalam hidrolisis glutamat

folat.48

Variasi pada beberapa lokus genetik telah terlibat dalam kanker prostat. Pria

dengan mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 (paling dikenal dalam kaitannya

dengan kanker payudara) dan juga gen HOXB13 (faktor transkripsi penting dalam

perkembangan prostat) menyebabkan peningkatan insiden kanker prostat. Pada

manusia gen androgen (AR) menunjukkan variasi cukup besar dalam jumlah CAG

di ekson 1. Pria dengan AR CAG memiliki peluang lebih kecil untuk mendapatkan

risiko lebih besar menderita kanker prostat, meskipun penemuan ini tetap

kontroversial.49

2.2.5 Gambaran histologi karsinoma invasif

Secara histologi 5% dari sisa jaringan kanker prostat adalah heterogen,

berasal dari stromal, epitelial, atau sel ektopik.47 kebanyakan adenokarsinoma

prostat berasal dari sel asinar dengan ukuran/bentuk kelenjar kecil hingga sedang,

ireguler dan menyusup ke stroma. Sel acini ganas telah kehilangan sel basal dan

tidak lagi tumbuh secara lobular. Sedangakan pada tumor yang berdiferensiasi

dengan baik menunjukkan kelenjar berukuran sedang bentuk seragam, organisasi

antar sel baik, tidak ditemukan invasi ke stroma. Hilangnya diferensiasi dan

progresifitas sel pada adenokarsinoma prostat ditandai dengan:49

■ Meningkatkan variabilitas ukuran dan konfigurasi kelenjar

■ Pola papillary dan cribriform


23

■ Pembentukan kelenjar tidak sempurna/tidak dijumpai, hanya berupa solid

cords dari infiltrasi sel tumor.

2.2.6 Faktor risiko kanker prostat.

Diketahui bahwa banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker

prostat, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Usia

Kanker prostat sangat jarang terjadi pada pria < 40 tahun, tetapi

kemungkinan untuk terkena kanker prostat meningkat secara cepat setelah umur

50 tahun. Sekitar 6 dari 10 kasus dari kanker prostat ditemukan pada pria lebih

dari 65 tahun4,44,48,50,51

2. Ras

Kanker prostat terjadi lebih sering pada pria campuran Afrika-Amerika, pria

Karibian, pria Afrika daripada pria ras lain. Pria Afrika-Amerika juga lebih sering

terdiagnosa pada stadium yang lebih lanjut dan dua kali lipat lebih mungkin

meninggal karena kanker prostat dari pada pria berkulit putih. Kanker prostat

jarang terjadi pada pria Asia-Amerika dan pria Latin dari pada pada pria berkulit

putih non-Hispanic. Alasan perbedaan dari ras dan etnis ini masih belum

jelas.4,44,48,50,51

3. Kebangsaan

Kanker prostat paling sering terjadi pada negara bagian Amerika Utara,

Eropa sebelah barat laut, Australia, dan Pulau karibia. Jarang terjadi di negara

Asia, Afrika, Amerika Pusat, and Amerika Selatan. Alasan untuk ini masih belum

jelas. Screening yang lebih intensif pada beberapa negara maju mungkin dapat

menjadi alasan. Alasan lain adalah faktor seperti perbedaan gaya hidup. 4,44,48,50,51
24

4. Riwayat keluarga

Kanker prostat mungkin terkait dengan riwayat keluarga, dinyatakan bahwa

pada beberapa kasus disebabkan oleh faktor genetik. Memiliki saudara atau ayah

yang terkena kanker prostat, memiliki risiko dua kali lipat untuk terkena kanker

prostat.4,44,48,50,51

5. Gen

Peneliti telah menemukan beberapa gen dapat diwariskan dan diketahui

dapat meningkatkan risiko kanker prostat adalah mutasi gen BRCA1 atau BRCA2;

mutasi pada gen juga meningkatkan risiko kanker prostat pada beberapa pria,

tetapi dengan persentase kecil dari kasus kanker prostat.4,44,48,50,51

6. Diet

Pria yang mengkonsumsi banyak daging merah atau produk tinggi lemak

memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker prostat. Pria ini juga cenderung

untuk makan lebih sedikit buah dan sayuran. Dokter masih belum bisa

memastikan faktor manakah yang bertanggung jawab pada peningkatan risiko.

Beberapa studi menyatakan bahwa pria yang mengkonsumsi banyak kalsium

(melalui makanan atau suplemen), memiliki risiko lebih besar dalam

perkembangan kanker prostat. Makanan berbahan dasar susu (cenderung

mempunyai kadar kalsium lebih tinggi) juga dapat meningkatkan risiko.

Kebanyakan studi belum menemukan hubungan dengan peningkatan kadar

kalsium pada diet dan perlu diingat bahwa kalsium juga mempunyai kelebihan

yang penting.4,44,48,50,51

7. Faktor-Faktor Lainnya :
25

Obesitas, merokok, eksposur dari tempat kerja, inflamasi prostat, infeksi

menular seksual, dan vasektomi merupakan faktor-faktor lain yang dianggap

berperan sebagai faktor penyebab kanker prostat, namun tetap membutuhkan

penelitian lebih lanjut.4,44,48,50,51

Tabel 2.4 Faktor-faktor risiko kanker prostat.51

Faktor risiko Penjelasan hipotesis kekurangan defisiensi vitamin D


Usia Prevalensi defisiensi vitamin D meningkat dengan usia
Ras Sintesis melanin menghambat vitamin D
Asia Diet tradisional tinggi vitamin D (minyak ikan) mencegah
gejala klinis kanker. Perlindungan berkurang pada pria
migran yang mengadopsi diet barat.
Geografi Angka kematian di AS akibat kanker prostat berbanding
terbalik dengan paparan radiasi ultraviolet

2.2.7 Tanda dan Gejala Klinis Kanker Prostat

Pada kanker prostat stadium dini, sering kali tidak menunjukkan tanda atau

gejala klinis. Gejala itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium yang

lebih lanjut. Kanker prostat stadum dini biasanya ditemukan pada saat

pemeriksaan colok dubur berupa nodul keras pada prostat atau secara kebetulan

ditemukan adanya peningkatan prostate spesific antigen (PSA) pada saat

pemeriksaan laboratorium. Kurang lebih 10% pasien yang datang berobat ke

dokter mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri

kencing, atau hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra.

Meskipun jarang, kanker dapat menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang

air besar. Kanker prostat yang sudah metastasis ke tulang memberikan gejala

nyeri tulang, fraktur pada tempat metastasis, atau kelainan neurologis jika

metastasis pada tulang vertebra.3


26

Cara mengenali gejala kanker prostat. Tanda-tanda berikut ini :

1. Sulit Berkemih.

Bisa berupa perasaan ingin berkemih tapi tidak ada yang keluar, berhenti

saat sedang berkemih, ada perasaan masih ingin berkemih atau harus sering ke

toilet untuk berkemih karena keluarnya sedikit–sedikit. Terjadi akibat

membesarnya kelenjar prostat yang ada di sekitar saluran kemih karena ada tumor

di dalamnya sehingga mengganggu proses berkemih. Kelenjar prostat akan makin

besar seiring bertambahnya usia seseorang.38

2. Nyeri saat berkemih.

Terjadi akibat adanya tumor prostat yang menekan saluran kemih. Namun,

nyeri ini juga bisa merupakan gejala non-kanker, seperti infeksi prostat

(prostatitis) dan hiperplasia prostat.38

3. Keluar darah saat berkemih.

Gejala ini jarang terjadi, namun jangan diabaikan. Segeralah periksa ke

dokter meski darah yang dikeluarkan hanya sedikit, berwarna merah muda.

Infeksi saluran kemih juga bisa menyebabkan gejala ini. 38

4. Sulit ereksi atau tertahan ejakulasi

Tumor prostat bisa saja menyebabkan aliran darah ke penis yang seharusnya

meningkat saat terjadinya ereksi menjadi terhalang sehingga susah ereksi. Bisa

juga menyebabkan tidak bisa ejakulasi setelah ereksi. 38

5. Darah pada sperma.

Gejala ini, seperti darah pada urin, bisa timbul tidak terlalu jelas. Darah

tidak dalam jumlah banyak dan hanya menyebabkan warnanya berubah menjadi

merah muda.38
27

6. Sulit buang air besar (BAB) dan masalah saluran pencernaan lainnya.

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan di depan rektum.

Akibatnya, bila ada tumor pencernaan akan terganggu. Namun perlu diingat, sulit

BAB yang terus menerus juga bisa menyebabkan pembesaran prostat karena

terjadi tekanan pada kelenjar secara terus menerus. Sulitnya BAB dan gangguan

saluran cerna bisa juga mengindikasikan kanker usus besar. 38

7. Nyeri terus menerus di punggung bawah, panggul atau paha dalam bagian atas.

Sering, kanker prostat menyebar di wilayah-wilayah ini, yaitu pada

punggung bawah, panggul dan pinggul sehingga nyeri yang sulit dijelaskan di

bagian ini bisa menjadi tanda adanya gangguan.38

8. Sering berkemih pada malam hari.

Sering terbangun di malam hari lebih dari sekali hanya untuk berkemih.38

9. Urin yang menetes atau tidak cukup kuat.

Gejala mirip inkontinensia urin (ngompol). Urin tidak dapat ditahan hingga

perlahan keluar dan menetes; Aliran urin tidak cukup kuat. 38

10. Usia > 50 tahun, memiliki faktor risiko/riwayat keluarga.

Karena tidak menimbulkan gejala maka pria yang memiliki faktor risiko

sebaiknya memeriksakan diri secara rutin. Faktor risiko ini termasuk adanya

anggota keluarga yang menderita kanker terutama jika itu sang ayah, obesitas dan

merokok merupakan salah satu faktor risiko kanker prostat.38

2.2.8 Tipe Kanker Prostat

Adenokarsinoma prostat terbagi menjadi 8 varian histologi yang secara garis

besar terbagi atas: Athrophic, Pseudohyperplastic, Foamy gland, Microcystic,

Mucinous. Diikuti oleh Signet ring-cell, Pleomorphic giant cell, dan Sarcomatoid
28

variant yang memiliki prognosis buruk dibandingkan usual acinar

adenocarcinoma.41,52

Tabel 2.5 Tipe kanker prostat.41

WHO Classification of tumours of the prostate


Epithelial tumours
Glandular neoplasm
Acinar adenocarcinoma 8140/3
Atrophic
Pseudohyperplastic
Microcystic
Foamy gland
Mucinous (colloid) 8480/3
Signet ring-like cell 8490/3
Pleomorphic giant cell
Sarcomatoid 8572/3

2.2.9 Klasifikasi Stadium Kanker Prostat

Penyebaran tumor terjadi secara lokal ke vesika seminalis melalui jalur

penetrasi tumor pada dasar prostat, atau ekstensi langsung melalui duktus

ejakulatorius ke vesika seminalis. Untuk menentukan derajat keganasan

digunakan Gleason grading system, yang berdasarkan pola glandular prostat yang

paling banyak dan kedua terbanyak.38

Grading system kanker prostat yang dipakai di seluruh dunia dikemukakan

pada tahun 1966 – 1974 oleh Dr. Donald Gleason. Terdapat dua aspek unik dari

sistem Gleason yaitu pola arsitektur tumor dan grade yang dihasilkan dari

penghitungan dua pola yang paling banyak dijumpai. Pola arsitektur primer dan

sekunder dimulai dari angka 1 sampai 5, jika tumor hanya memiliki satu pola

histologi, kemudian pola primer dan sekundernya dalam jumlah yang sama, maka

rata-rata skor Gleason mulai dari 2 (1+1) sampai 10 (5+5). Pada tumor yang
29

dominan pola Gleason 3 diikuti dengan pola Gleason 4 memiliki skor Gleason 7

(3+4). Tumor dominan dengan pola Gleason 4, diikuti pola Gleason 3 juga

memiliki skor Gleason 7, namun berbeda prognosis. Grading awal bisa dilihat

dengan pembesaran 40x dan 100x, jika perlu bisa dengan pembesaran 200x untuk

memastikan grade. Skor Gleason 2 – 5 tidak dapat disimpulkan sebagai kanker

pada biopsi aspirasi jarum halus, karena hasil yang tidak akurat dan tidak

berkorelasi dengan hasil prostatektomi.41,52

Gleason membagi morfologi kelenjar pada adenokarsinoma prostat menjadi

5 tingkat. Pada adenokarsinoma prostat dapat terdapat dua atau lebih pola

morfologi kelenjar. Dua pola yang paling dominan masing-masing diberi angka

1 – 5.38

 Gleason 1 dan 2 : tumor terdiri dari nodul-nodul berbatas tegas yang dibentuk

oleh kelenjar-kelenjar berukuran sedang, uniform, terpisah satu sama lain.

 Gleason 3 : tumor menginfiltrasi jaringan prostat normal, kelenjar-kelenjar

memiliki variasi bentuk dan ukuran, ukuran kelenjar lebih kecil dibandingkan

Gleason 1 – 2.

 Gleason 4 : kelenjar tidak lagi terpisah satu sama lain, tampak kelenjar-kelenjar

besar, ireguler, kribriform.

 Gleason 5 : tidak tampak lagi diferensiasi kelenjar, tampak lapisan-lapisan atau

sarang-sarang sel tumor padat, dengan komedonekrosis pada bagian sentralnya.

Jumlah nilai dari kedua pola morfologi yang paling dominan (Gleason

score) berkisar antara 2 dan 10. Gleason score 2 berarti diferensiasinya paling
38
baik , sedang Gleason score 10 berarti diferensiasinya paling buruk (anaplastik)
30

Gambar 2.8. A. Diagram skema Gleason grading yang di modifikasi. B. Grade Group.41

Gambaran kelenjar kecil yang terlihat masih baik adalah konsisten untuk

Gleason score 3. Pola kelenjar kribriform pada awalnya juga dengan Gleason

score 3, namun berdasarkan konsensus grading menurut International Society of

Urological Pathology (ISUP) pada tahun 2014 semua bentuk kribriform

dimasukkan ke dalam Gleason score 4. Pola glomeruloid yang merupakan varian

dari kribriform juga di masukkan ke dalam Gleason score 4. Gleason score 5

terdiri dari sarang sarang tumor, individu sel, susunan sejajar seperti tali, dan sel

saraf yang padat. Komedonekrosis yang dijumpai dari sel nekrosis intraluminal

atau karioreksis di masukkan sebagai Gleason score 5, meskipun ketika dijumpai

pada kelenjar kribriform. Variasi pola kelenjar dan subtipe kanker prostat dapat di

jadikan Gleason grade berdasarkan pola arsitektur yang sesuai dengan acinar

prostate adenocarcinoma. Cribriform dan papillary ductal adenocarcinoma

dimasukkan dalam Gleason 4, PIN-like ductal adenocarcinoma yang terdiri dari


31

kelenjar padat masuk ke dalam Gleason 3, dan ductal adenocarcinoma dengan

nekrosis dimasukkan ke Gleason 5.41,52

Prognosis kanker prostat pada needle biopsy, dilaporkan mengarahkan

prediksi histopatologi pada radikal prostatektomi dan perkiraan risiko untuk

perkembangan tumor dengan atau tanpa penatalaksanaan yang intens. Pada

adenokarsinoma prostat, The College of American Pathologist (CAP)

merekomendasikan pelaporan tipe histologi, jumlah cores yang positif pada

kanker, jumlah total cores, sejalan nya tingkat kanker dan proporsi jaringan

prostat yang terkena karsinoma, skor Gleason, perluasan diluar prostat, dan invasi

pada vesikula seminalis. Yang paling penting adalah Gleason grade, dimana pada

biopsi dapat digunakan dalam prediksi stadium pasca operasi, progresi tumor dan

mortalitas. Skor Gleason merupakan faktor prognosis yang sama dari hasil TUR-P

atau prostatektomi dalam diagnosis kanker prostat. Pada radikal prostatektomi,

setelah dilakukan grading, stadium dari spesimen merupakan hal penting sebagai

prognosis pada rekurensi dan mortalitas spesifik kanker prostat. Stadium patologi

digunakan untuk kasus radikal prostatektomi pT2a, pT2b, pT2c, pT3a dan pT3b

didapat dari stadium American Joint Comitte on Cancer (AJCC) 2010. Status

margin bedah juga merupakan prediktor rekurensi biokimia setelah dilakukan

prostatektomi. Namun, belum ditentukan apakah margin bedah merupakan

indikator yang signifikan dari peningkatan risiko mortalitas kanker prostat setelah

dilakukan prostatektomi. Ukuran tumor dari karsinoma prostat merupakan

prognosis yang signifikan tetapi tidak dapat sebagai prediktor independen dari

Gleason grade dan stadium patologi pada multivariate models.41


32

2.2.10 Diagnosis dan Skrining Kanker Prostat

Cara terbaik untuk menyaring kanker prostat adalah melakukan pemeriksaan

colok dubur dan pemeriksaan darah. Colok dubur pada penderita kanker prostat

akan menunjukkan adanya benjolan keras yang bentuknya tidak beraturan. Pada

pemeriksaan darah dilakukan pengukuran kadar PSA, yang biasanya meningkat

pada penderita kanker prostat, tetapi juga bisa meningkat (tidak terlalu tinggi)

pada penderita benigna prostat hypertrophy BPH. Jika pada pemeriksaan colok

dubur ditemukan benjolan, maka dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi (USG).

Dengan melakukan rontgen atau skening tulang, bisa diketahui adanya

penyebaran kanker ke tulang.38

Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:38

Sitologi air kemih atau cairan prostat

Biopsi prostat.

2.2.10.1 Prostat Specific Antigen (PSA)

PSA merupakan petanda tumor yang potensial untuk kanker prostat. PSA

dihasilkan terutama oleh sel-sel epitel kolumnar kelenjar prostat. PSA dapat

meningkat kadarnya pada BPH, kanker prostat, prostatitis, infark prostat,

ejakulasi, pasca pijat prostat, dan pasca instrumentasi. Pada kadar PSA >10 ng/ml

50-88% terbukti kanker, pada kadar 4 – 10 ng/ml 20% terbukti kanker, dan pada

kadar < 4 ng/ml 9 – 27% terbukti kanker. Maka dari itu dianjurkan biopsi pada

kadar PSA >10 ng/ml atau terabanya nodul pada colok dubur. Terdapat beberapa

modifikasi nilai PSA serum yang dapat digunakan untuk meningkatkan spesifisitas

PSA untuk deteksi dini kanker prostat:38


33

 PSA density : PSA serum/volume prostat total (dari hasil transrectal

ultrasonography ), indikasi biopsi pada PSA density > 0,15 ng/ml/ml

 PSA velocity : peningkatan PSA serum/tahun, indikasi biopsi pada PSA velocity

> 0,75 ng/ml/tahun

 Age adjustment PSA : kadar PSA normal menurut umur, indikasi biopsi : PSA >

2,5 ng/ml pada laki-laki usia 40 – 49 tahun, PSA > 3,5 ng/ml pada laki-laki usia

50-59 tahun, PSA > 4,5 ng/ml pada laki-laki usia 60 – 69 tahun, PSA > 6,5

ng/ml pada laki-laki usia > 70 tahun.38

PSA digunakan pula untuk mendeteksi rekurensi pasca prostatektomi radikal

(PSA harus turun hingga 0,1ng/ml). PSA adalah suatu tes darah yang mudah, dapat

diulang dan akurat. Digunakan untuk mendeteksi suatu protein (prostate specific

antigen) yang dilepaskan dari kelenjar prostat kedalam darah. Nilai PSA biasanya

lebih tinggi pada pria dengan kanker prostat dari pada pria tanpa kanker prostat.

PSA penting sebagai suatu tes screening untuk kanker prostat. Oleh karena itu

dokter merekomendasikan melakukan pemeriksaan PSA setiap tahun pada pria

berumur 50 tahun - >50 tahun. Selanjutnya, untuk pria yang mempunyai risiko

tinggi kanker prostat seperti telah dibahas diatas, kebanyakan dokter

merekomendasikan screening PSA pada usia yang lebih muda (usia 40 tahun).38

Nilai hasil pemeriksaan PSA < 4ng/ml umumnya dikategorikan normal.

Nilai PSA antara 4ng/ml-10ng/ml dikategorikan sebagai median (garis batas).

Nilai garis batas ini diinterpretasikan dalam konteks usia pasien, gejala dan tanda

klinis, riwayat keluarga, dan perubahan nilai PSA berdasarkan waktu. Hasil yang

>10ng/ml dikategorikan abnormal, menandakan kemungkinan suatu kanker

prostat. Lebih tinggi nilai PSA, lebih mungkin diagnosis dari kanker prostat dapat
34

ditegakkan. Lebih dari itu, nilai PSA cenderung meningkat jika kanker telah

menyebar (metastasis) ke organ lain. Nilai PSA yang sangat tinggi pada usia 30 -

> 40 tahun, biasanya disebabkan oleh kanker prostat.38

2.2.10.2 Transrectal ultrasonography (TRUS)

Gambaran klasik kanker prostat pada TRUS adalah area hipoekhoik pada

zone perifer prostat. Tumor kecil tampak hipoekhoik , namun tumor besar dapat

menunjukkan gambaran campuran hipoekhoik dan hiperekhoik. Ellis dkk (1994)

menemukan 37,6% kanker prostat yang terdeteksi bersifat isoekhoik dan hanya

terdeteksi dengan biopsi sistematis. Peran TRUS adalah mengidentifikasi lesi-lesi

yang dicurigai ganas dan meningkatkan akurasi biopsi prostat. TRUS sendiri tidak

dapat menegakkan diagnosis kanker prostat tanpa adanya biopsi.38

2.2.10.3 Biopsi prostat

Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel prostat dari apeks, bagian

tengah, dan basis prostat pada kedua sisi (biopsi sexstant) dengan bantuan TRUS.

Guna meningkatkan deteksi kanker prostat juga dilakukan biopsi pada aspek

posterolateral dari zona perifer yang merupakan lokasi tersering dari kanker

prostat dini. Bila hasil biopsi pertama negatif, dianjurkan untuk melakukan biopsi

ulangan (terutama bila tetap terdapat indikasi). Bila ditemukan PIN high grade,

maka pada 50-100% kasus juga ditemukan lesi kanker sehingga indikasi untuk

dilakukan biopsi ulang. Saat ini biopsi sexstant dianggap tidak memadai untuk

deteksi kanker prostat, dikembangkan teknik 10-core biopsi (Presti), 12 core

biopsi (double sextant), dan 13 core “5 region” biopsi (Eskew).38


35

2.2.10.4 Bone scanning

Dengan menggunakan technetium 99m labeled methylene disphosphonate

sering digunakan dan cara yang sangat baik untuk melihat metastase sistemik.

Positif palsu < 2%. Diagnosis dikonfirmasi dengan foto rontgen polos pada area

yang terkena. Penyebab tersering positif palsu adalah degenerasi artritis dari spine

dan sendi ekstremitas, Paget disease dan trauma lama terutama pada tulang iga.

Lesi yang terdapt pada isolasi bone-scan tidak termasuk dan harus diperiksa

lanjut.38

2.2.11 Penanganan kanker prostat

2.2.11.1 Watchful waiting

Watchful waiting adalah suatu strategi menunda terapi sampai diperlukan

namun tetap dengan pengamatan aktif. Pasien yang ditawari watchful waiting

harus di follow up secara hati-hati. Indikasi watchful waiting:38



Pada kanker prostat diduga masih terlokalisir (Nx-N0, M0) :

- Stage T1a, tumor berdiferensiasi baik/moderat. Pada pasien yang lebih muda

dengan harapan hidup > 10 tahun, reevaluasi dengan PSA, TRUS, dan biopsi

dianjurkan.

- Stage T1b-T2b dengan tumor berdiferensiasi baik/moderat (pasien dengan

harapan hidup > 10 tahun dan asimptomatik).

 Watchful waiting dapat menjadi pilihan terapi pada :

 Kanker prostat yang diduga masih terlokalisir (Nx-N0, M0)

Pasien stage T1b-T2b yang sudah diberi informed consent sebelumnya dengan

tumor berdiferensiasi baik (Gleason 2-4) dan harapan hidup 10-15 tahun ,

semua pasien yang tidak bersedia menerima efek samping terapi aktif , pasien
36

asimptomatik dengan kadar PSA yang tinggi.

 Kanker prostat locally advanced (T3-T4)

pasien asimptomatik dengan tumor berdiferensiasi baik/moderat dan harapan

hidup pendek.

 Kanker prostat dengan M1

Bukan pilihan standar, kemungkinan survival yang buruk dan banyak

komplikasi dibandingkan dengan hormonal terapi.

2.2.11.2 Prostatektomi radikal

Tindakan ini mencakup pengangkatan seluruh kelenjar prostat beserta kedua

vesikula seminalis, duktus ejakulatorius dan batas leher buli. Prosedur ini dapat

dilakukan melalui approach retropubic maupun transperineal.

Pada saat ini prosedur prostatektomi radikal dianggap sebagai pilihan utama

guna mencapai eradikasi lokal kanker prostat. Approach retropubik lebih disukai

karena memungkinkan penilaian kelenjar getah bening (KGB) pelvis secara

simultan. Komplikasi yang terpenting antara lain perdarahan, inkontinensia ,

impotensi , obstruksi leher buli , kebocoran urin, emboli paru, cedera rektum, dan

trombosis vena dalam.38

Prosedur nerve-sparing guna menghindari komplikasi disfungsi ereksi dapat

diterapkan pada pasien dengan stadium dini (tumor T1, T2a). Prosedur nerve

sparing tidak dianjurkan pada tumor-tumor berdiferensiasi buruk, ekstensi tumor

pada daerah apeks , dan tumor yang teraba intraoperatif.38

 Indikasi prostatektomi radikal:38

 Kanker prostat yang dianggap masih kurabel pada pasien dengan harapan

hidup > 10 tahun


37

- Stage T1a bila harapan hidup > 15 tahun, atau bila derajat tinggi (high grade)

- Stage T1b , T2

- Stage T1c

Prostatektomi radikal dapat menjadi pilihan terapi pada stage T3 dengan ekstensi

ekstrakapsuler terbatas , Gleason score < 8 dan PSA < 20 ng/ml

 Kontraindikasi prostatektomi radikal :

 Apabila harapan hidup < 10 tahun

 Stage T1a dengan harapan hidup terbatas dan Gleason score ≤ 7

 Stage T3 dengan ekstensi ekstrakapsuler luas, kadar PSA yang tinggi, dan

diferensiasi buruk

Jika batas sayatan tidak bebas tumor maka radioterapi ajuvan dapat bermanfaat.

Terapi hormonal dapat diberikan pada pasien-pasien dengan KGB (+) atau
38
keterlibatan vesikula seminalis.

2.2.11.3 Terapi radiasi

External Beam Radiotherapy (3 dimensional Conformal Radiotherapy/3-D

CRT). Menggunakan radiasi sinar gamma yang ditembakkan ke prostat dan

jaringan sekitar dengan lapangan sinar yang multiple untuk meminimalkan efek

samping radiasi ke buli dan rektum. Dosis radiasi untuk pasien low risk 70-72 Gy,

intermediate risk 75-76 Gy, dan high risk > 80 Gy. Untuk menilai keberhasilan

terapi dengan menilai kadar PSA.38

Radiasi interstisial (brakhiterapi). Menggunakan butiran atau jarum yang

radioaktif yang ditanamkan ke dalam prostat. Sering digunakan untuk pasien

dengan kanker yang terlokalisir. Jarang digunakan untuk kanker prostat dengan

resiko tinggi dan volume tinggi. Menggunakan iodine-125 atau palladium-103.


38

dengan total dosis radiasi sekitar 145 Gy untuk Iodine dan 125 Gy untuk

palladium.38

Radioterapi adjuvan menguntungkan bagi pasien dengan batas sayatan

positif atau ekstensi tumor ekstrakapsular tanpa keterlibatan vesika seminalis atau

KGB. Dianjurkan 3-4 bulan setelah operasi agar luka telah sembuh. Radioterapi

paliatif diberikan pada pasien dengan kompresi medula spinalis, metastasis ke

otak, fraktur patologis (metastase tulang  dosis 3000 cGy dalam 10 fraksi).38

2.2.11.4 Terapi hormonal neoajuvan

Tujuan terapi adalah mengurangi insidens batas sayatan positif. Obat yang

dipakai adalah Luteinizing hormone releasing hormone (LHRH) agonis dan anti

androgen. Terapi hormonal tidak digunakan sebagai terapi primer karena tidak

pernah untuk kuratif. Penatalaksanaan pasien dengan batas sayatan positif dan

ekstensi ekstrakapsular dapat diberi radiasi dan terapi hormonal pascaoperasi.38

Penanganan locally advanced. Pada keadaan ini dianjurkan untuk terapi

radiasi, tidak disarankan untuk operasi. Pilihan terapi yang dapat digunakan,

antara lain kombinasi operasi dan radiasi dengan teknik baru blokade androgen

atau dengan cryoablation. Banyak peneliti telah merekomendasikan kombinasi

radiasi-orchidectomy dan operasi orchidectomy dengan hasil awal cukup

memuaskan.38

2.2.11.5 Cryoablation prostat

Teknik ini menggunakan pembekuan guna menghancurkan jaringan kanker

prostat, sisa jaringan in situ diharapkan akan diabsorpsi atau mengelupas.

Digunakan gas argon untuk mendinginkan prostat dan gas helium untuk

menghangatkan uretra.38
39

Gambar 2.9 : Cryotherapy pada kanker prostat.38

2.3 Vitamin D

2.3.1 Pengertian Vitamin D

Vitamin D merupakan suatu pro-hormon steroid larut dalam lemak, berguna

untuk meregulasi homeostasis kalsium dan fosfat. Vitamin D adalah vitamin yang

unik, dapat berperan dalam sistem endokrin dan tidak hanya sebagai vitamin tapi

juga sebagai hormon. Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium di usus halus

dan menstimulasi diferensiasi osteoklas dan reabsorpsi kalsium dari tulang.

Vitamin D juga meningkatkan mineralisasi dari matriks kolagen di tulang. Akan

tetapi, saat ini banyak temuan peran vitamin D yang mempengaruhi kesehatan

kardiovaskular, kanker, penyakit sistem saraf, penyakit reproduktif, infeksi, dan

penyakit autoimun.53,54
40

Gambar 2.10 Penyebab utama kekurangan vitamin D dan konsekuensi kesehatan.54

2.3.2 Sumber, produksi dan metabolisme vitamin D

Vitamin D terdiri atas dua bentuk yaitu cholecalciferol (Vitamin D3) dan

ergocalciferol (vitamin D2). Terdapat dua sumber vitamin D, yaitu eksogen

(suplementasi makanan) dan endogen (produksi dari kulit setelah paparan sinar

ultraviolet). Sumber vitamin D2 didapat dari produk yang berasal dari sterol ragi,

ergosterol. Vitamin D3 didapat dari diet dan diproduksi oleh kulit dengan bantuan

sinar matahari serta produk olahan hewani seperti daging, susu, minyak ikan

(seperti salmon, tuna, dan mackerel), hati sapi, keju, dan kuning telur. Sintesis

vitamin D di kulit dipengaruhi oleh ketinggian, musim, penggunaan tabir surya,

dan pigmentasi.55
41

Gambar 2.11 Metabolisme vitamin D.30

Begitu luas efek dari 1,25 dihydroxyvitamin D (1,25(OH)2D3), diperlukan

sistem regulasi yang tepat dalam bioavaibilitas. Proses aktivasi dan deaktivasi

terjadi melalui ikatan umpan balik positif dan negatif, tergantung pada keadaan

fisiologi. Umpan balik ini dapat mengubah ekspresi enzim hidroksilase.30

 Regulasi proses hidroksilasi vitamin D di ginjal dimobilisasi oleh :

1. Calcium, fosfat, PTH dan 1,25(OH)2D3

Rendahnya pemasukan calcium dan fosfat dapat meningkatkan aktivitas 1α

hydroxylase (1α(OH)ase). Peningkatan parathiroid hormone (PTH) akibat

hipokalsemia adalah sinyal utama induksi sintesis 1,25(OH)2D3 di ginjal, PTH

menstimulasi transkripsi 1α(OH)ase. Kondisi hipokalsemia dan PTH akan

menghambat regulasi 24 hydroxylase (24(OH)ase).30

2. Fibroblast growth factor 23 (FGF23)

FGF23 dapat memicu ginjal untuk mengeksresi fosfat dengan menurunkan

proses reabsorpsinya pada tubulus proksimal. 1,25(OH)2D3 menstimulasi

produksi FGF23 di tulang. Meningkatnya FGF23 akan menekan ekspresi

1α(OH)ase dan menginduksi 24(OH)ase sehingga akan mengurangi kadar


42

1,25(OH)2D3. Kelebihan aktifitas dari FGF23 akan menyebabkan hipofosfatemia,

penurunan kadar serum 1,25(OH)2D3 dan osteomalasia.30

3. Hormon (hormon seks, calcitonin, prolaktin)

Estrogen, progesteron dan androgen diketahui dapat menstimulasi produksi

1,25(OH)2D3 dan menekan sintesis 24,25 dihidroxyvitamin D3 (24,25(OH)2D3).

Rangsangan produksi 1,25(OH)2D3 oleh kalsitonin terutama pada fase menyusui

terjadi peningkatan kebutuhan kalsium. Sama dengan prolaktin juga meningkat

pada fase menyusui dapat merangsang produksi 1,25(OH)2D3.56

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa bukan hanya ginjal yang dapat

menghasilkan enzim 1α hydroxylase, ada 11 jaringan lain termasuk prostat

memiliki enzim ini, akibatnya secara lokal jaringan ini dapat memproduksi

vitamin D. Vitamin D yang dihasilkan dapat menghasilkan respon biologi pada

jaringan itu sendiri dan jaringan disekelilingnya, tapi vitamin D tersebut tidak

disirkulasikan secara sistemik.57

2.3.3 Vitamin D receptor

Vitamin D receptor (VDR) merupakan suatu reseptor nuklir termasuk dalam

family reseptor steroid yang meliputi reseptor untuk asam retinoid, hormon tiroid,

hormon seks, dan steroid adrenal. Protein VDR manusia memiliki 427 asam amino

dengan ukuran 50 kDa yang berfungsi sebagai obligat heterodimer dengan RXR

untuk aktivasi gen-gen target vitamin D. Vitamin D receptor memiliki struktur

dengan 3 bagian penting yaitu Deoxyribonucleic acid (DNA) binding protein

(DBD), ligand binding domain (LBD) dan hinge domain. DBD berikatan langsung

dengan DNA respon element, LBD secara dimer akan berikatan dengan reseptor

retinoid, LBD merupakan tempat lekat dari vitamin D dan tempat terjadinya
43

fosforilasi. DBD dan LBD dihubungkan oleh hinge domain; hinge domain adalah

perluasan carboxy-terminal extention (CTE) dari DBD yang memiliki peran

penting dalam aktivitas transkripsional.58,59

Gambar 2.12 Struktur vitamin D receptor.59

2.3.4 Lokasi reseptor vitamin D

Fungsi dan peran vitamin D sangat luas, hal ini dapat dilihat dari banyak nya

jaringan yang mengekspresikan reseptor untuk vitamin D. Ditemukan sebanyak

31 jaringan mengekspresikan vitamin D receptor, ini menunjukkan bahwa sel-sel

pada jaringan tersebut berpotensi menghasilkan respon biologi berdasarkan

jumlah vitamin D yang terkandung dalam setiap jaringan tersebut.57


44

Tabel 2.6 Jaringan yang mengekpresikan vitamin D receptor.62

Adiposa Otot polos Epididimis Hipofisis


Adrenal Osteoblast Folikel rambut Placenta
Tulang Ovarium Usus halus Prostat
Tulang Rawan Sel B Pankreas Ginjal Retina
Sumsum Tulang Paratiroid Hepar (fetus) Kulit
Otak Kelenjar Parotis Paru-paru Lambung
Payudara Kelenjar Timus Limfosit (B&T) Testis
Colon Uterus Otot Jantung Tiroid

2.3.5 Mekanisme molekuler vitamin D

Vitamin D bekerja melalui 2 sistem secara molekuler yaitu genomik dan

non genomik. Pada sistem genomik vitamin D berikatan dengan reseptornya

didalam intisel. Vitamin D receptor heterodimer dengan retinoid x reseptor (RXR)

dan ligandnya (9 cis-retinoic acid) menduduki tempat tempat spesifik di DNA

disebut vitamin D respon element (VDRE). Kemudian berinteraksi dengan

sejumlah faktor transkripsi dari gen yang respon terhadap vitamin D. Terdapat

beberapa gen yang dapat diaktifkan oleh vitamin D yaitu CYP24A1, BGLAP

(osteocalcin), CDKNIA (mengkode p21Waf1/Cip1), GADD45 serta gen yang

berperan dalam kerusakan deoxyribonucleic acid (DNA) dan pertumbuhan sel.60-62

Pada sistem non-genomik vitamin D berikatan dengan caveola di membran

plasma serta vitamin D receptor yang baru disebut 1,25D3-MARRS juga

berhubungan dengan sistem genomik. Sinyal pada sistem non genomik sangat

cepat karena tidak tergantung pada proses transkripsi, secara tidak langsung

mempengaruhi transkripsi melalui komunikasi silang dengan sinyal interselular

lainnya. Vitamin D yang berikatan dengan membran plasma akan mengaktivasi

lebih dari satu sistem second messenger antara lain: PI3K, G protein-couple

reseptor dan Protein kinase C (PKC). Second messenger RAF/MAPK mampu

memodulasi komunikasi silang dengan nukleus untuk meregulasi ekspresi gen.60,61


45

Gambar 2.13 Efek dari vitamin D receptor (VDR) aktivasi pada tumorigenesis. Calcitriol terikat
pada VDR heterodimers dengan reseptor X Retinoid (RXR) dan ligan (9 cis-retinoic acid) lain,
menempati urutan nukleotida tertentu pada vitamin D receptor element (VDRE). Berkaitan
dengan beberapa faktor transkripsi, kompleks ini menyebabkan terjadinya transkripsi gen
vitamin D receptor.61

Gambar 2.14 Aktivasi sinyal genomik dan non-genomik (respon cepat).62

2.3.6 Peran Vitamin D pada Kanker

Pada kanker, vitamin D mempunyai fungsi positif sebagai anti proliferasi,

proapoptosis, anti inflamasi, diferensiasi, anti angiogenesis, anti metastasis dan

invasi serta menghambat sinyal estrogen. Peran vitamin D tidak cuma sebatas

meregulasi kalsium dan fosfat tapi memiliki efek sistemik yang sangat luas.

Banyak penelitian yang membuktikan vitamin D berkaitan erat dengan penyakit

kardiovaskular, autoimun, depresi, infeksi, muskuloskeletal, dementia dan

kanker.60,62,63
46

Tabel 2.7 Mekanisme kerja Vitamin D pada kanker 60

Proses Mekanisme kerja Vitamin D


Proliferasi Meningkatkan ekspresi p21 dan p27
Menurunkan ekspresi CDKs, Cyclin, C-myc dan Rb.
Meningkatkan ekspresi protein proapoptosis BAX, BAK

Apoptosis Menurunkan ekspresi protein anti apoptosis : Bcl-2, Bcl-X


Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi dan
kemoterapi

Diferensiasi Meningkatkan ekspresi faktor diferensiasi seperti: caesin,


molekul adhesi, E-Cadherin.

Inflamasi Menghambat ekspresi COX2, reseptor prostaglandin (PG),


serum kinase, sinyal NF-Kb
Menurunkan ekspresi MMP, aktivator plasminogen integrin

Invasi dan Meningkatkan ekspresi TIMPI dan E-Cadherin


Metastasis

Angiogenesis Menurunkan ekspresi HIF1α, VEGF, IL-18, tenascin C dan


PGI.

Sintesis dan Menurunkan ekspresi CYP19A1 (enzim yang mengkatalisa


sinyal estrogen sintesis estrogen dari prekursor androgenik) dan
menurunkan ekspresi ERα.

Gambar 2.15 Jalur molekuler diperantarai oleh aksi anti-inflamasi kalsitriol.78


47

2.3.7. Peran Vitamin D pada Imunitas Adaptif

Vitamin D berperan dalam menghambat proliferasi dan diferensiasi sel B,

menjadi sel plasma dan sel memori, serta sekresi imunoglobulin. Selain itu,

vitamin D juga menekan proliferasi sel T dan menyebabkan shifting dari fenotipe

Th1 menjadi Th2, mempengaruhi maturasi sel T dengan menghambat diferensiasi

Th17, dan memfasilitasi induksi sel Treg. Efek ini mengakibatkan penurunan

produksi sitokin IL-2, IL-17 dan IL-23, serta meningkatkan produksi sitokin anti-

inflamatori, seperti IL4, IL 5, IL-10. Vitamin D juga memiliki efek menghambat

produksi sitokin inflamatori yang dihasilkan monosit, seperti IL-1, IL-6, IL-8, IL-

12, dan TNFα. Vitamin D juga menghambat diferensiasi dan maturasi sel

dendritik yang ditandai dengan penurunan ekspresi molekul MHC kelas II,

molekul kostimulatori (CD40, CD80, dan CD86), dan IL-12 sehingga sel

dendritik tidak dapat berperan sebagai sel penyaji antigen secara maksimal. 53,55

Gambar 2.16. Efek vitamin D system imunitas adaptif.53


48

2.3.8 Vitamin D dan kanker prostat

2.3.8.1 Metabolisme vitamin D

Vitamin D memiliki potensi efek anti kanker dimediasi melalui VDR,

termasuk diferensiasi sel, apoptosis, penghambatan proliferasi sel, angiogenesis,

dan invasi sel tumor. Studi epidemiologi menyelidiki hubungan jalur vitamin D

dan kanker prostat, difokuskan pada sirkulasi 1,25-dihydroxyvitamin D

[1,25(OH)2D], 25-hydroxyvitamin D [25(OH)D], dan VDR Polimorfisme. Dua

studi menemukan bahwa pria dengan kadar 25(OH)D rendah dan alel BsmI BB

memiliki risiko yang lebih kecil terhadap kanker prostat. Pria dengan kadar

25(OH)D rendah dan kurang fungsional dengan alel Fok1 ff memiliki risiko

hampir dua kali lipat peningkatan risiko terhadap kanker prostat dibandingkan

dengan pria dengan alel Fok1 FF/Ff dan kadar 25(OH)D tinggi; hubungan itu

bahkan lebih kuat pada stadium lanjut atau high-grade. Oleh karena itu,

polimorfisme VDR mungkin dapat berinteraksi dengan ekspresi protein VDR

dalam menekan risiko kanker prostat ganas. hal ini didukung oleh Physician´

Health Study (PHS) dan Health Professionals follow-up study (HPFS) yang

menyelidiki hubungan dan interaksi antara VDR polimorfisme dan vitamin D

metabolit dengan ekspresi VDR untuk memodifikasi risiko kanker prostat yang

mematikan.18

Seperti yang ditunjukkan di atas, 25-hydroxyvitamin D3 atau 1-α

hidroksilase (CYP27B1) juga terdapat dalam prostat, yang berarti bahwa sel

prostat dapat menghasilkan bentuk aktif vitamin D3. Aktivitas enzim ini telah

dibuktikan dalam kultur sel prostat manusia dan dalam sel kanker prostat. Jelas,

enzim ini mungkin memiliki peran dalam mengatur secara negatif proliferasi sel
49

prostat.64 Sel kanker prostat manusia tampaknya telah mengurangi tingkat

aktivitas atau ekspresi 1-α hidroksilase dibandingkan dengan sel prostat normal

atau jinak, sehingga menyebabkan sel prostat kehilangan kemampuan untuk

mensintesis 1,25(OH)2D3.65 Satu laporan menunjukkan bahwa tingkat

1,25(OH)2D3 prostat lebih tinggi daripada yang ada didalam sirkulasi darah

babi.66 Studi lain menemukan bahwa dalam injeksi intravena dari 1,25-

dihydroxyvitamin D3 dalam 24 jam, < 1% dari vitamin D dalam darah terdeteksi

di jaringan prostat tikus.67 Penelitian ketiga juga menunjukkan potensi

metabolisme intraprostatik vitamin D pada prostat manusia. 25OHD3,

24,25(OH)2D3, dan 1,25(OH)2D3 semua terdeteksi di jaringan prostat yang

diperoleh dari prostatectomy. Studi khusus ini dengan ukuran sampel yang sangat

kecil tampaknya menunjukkan bahwa tingkat 24,25(OH)2D3 dan 1,25(OH)2D3 di

prostat lebih tinggi dari pada diserum.68

Salah satu mekanisme untuk mereduksi ekspresi dari 1-α hidroksilase

mungkin disebabkan oleh hipermethylation atau modifikasi represif histone dari

promotor, yang dapat melibatkan perkembangan kanker prostat.69,70 Kemungkinan

lain termasuk penekanan post translational aktivitas enzimatik.70,71

Berbeda dengan 1,25(OH)2D, 25(OH)D3 diketahui dapat meningkatkan

ekspresi 1-α hidroksilase dalam prostat sel.72 Oleh karena itu, para penulis

berpendapat bahwa konsentrasi tinggi 25(OH)D3 dapat digunakan sebagai agen

anti kanker prostat daripada dosis besar 1,25(OH)2D3 untuk menghindari efek

samping hiperkalsemia.
50

Sebuah studi terhadap 30 sampel yang didiagnosis sebagai jaringan prostat

jinak dan jaringan prostat ganas, serta tiga saluran pada sel kanker prostat,

menunjukkan bahwa sejumlah besar jaringan ganas memiliki ekspresi mRNA lebih

rendah dan tingkat promotor yang lebih tinggi dari 24-hidroksilase dibandingkan

dengan jaringan jinak. Dilaporkan bahwa dihidrotestosteron androgen mampu

menghambat ekspresi 24-hidroksilase, diinduksi dari efek 1,25(OH)2D3 dan

aktivitas dalam sel kanker prostat. Hal ini tampaknya menunjukkan bahwa Cross-

Talk reseptor androgen dan VDR sedang bekerja. Selanjutnya, kelompok yang

sama dari penulis menunjukkan bahwa dengan menekan 24-hidroksilase, sebagian

besar androgen dapat meningkatkan efek antiproliferative dari 1,25(OH)2D3.

Karena stroma prostat dapat memberikan lingkungan mikro yang penting untuk

perkembangan kanker prostat, penulis ini juga menunjukkan bahwa asam retinoic

melalui reseptor asam retinoic menghambat ekspresi Alpha 24-hidroksilase

ekspresi dalam sel-sel stroma prostat manusia P29SN dan P32S (74). Dengan

demikian studi di atas jelas menunjukkan bahwa 24-hidroksilase adalah target

yang berguna untuk meningkatkan efektivitas antikanker vitamin D. 73,74

Genistein adalah sebuah isoflavon kedelai, terbukti mampu meningkatkan

efek antiproliferatif dari 1,25(OH)2D3 pada sel DU145 dengan menekan ekspresi

dari 24-hidroksilase.75,76 Selain itu, genistein dalam konsentrasi nanomolar

mampu menghambat aktivitas enzimatik dari 24-hidroksilase serta untuk

meregulasi ekspresi VDR. Studi terbaru melaporkan bahwa inhibitor spesifik,

enzim sitokrom P450, ketoconazole atau spesifik 24-hidroksilase inhibitor,

RC2204 digunakan dalam PC-3 kultur sel atau xenograft; masing-masing

menunjukkan bahwa mereka dapat menekan aktivitas 24-hidroksilase dan


51

meningkatkan potensi pertumbuhan antitumor dari 1,25(OH)2D3.77,78

2.3.8.2 Regulasi pertumbuhan oleh vitamin D pada prostat normal dan ganas

Prostat adalah organ target vitamin D dan VDR telah ditemukan terdapat

pada epitel prostat dan sel kanker. Calcitrol (1,25-dihydroxy-vitamin D3) mampu

menghambat pertumbuhan sel epitel prostat primer dan sel kanker prostat serta

xenografts kanker prostat pada hewan. Beberapa studi klinis menunjukkan bahwa

vitamin D mungkin efektif dalam memperlambat perkembangan kanker prostat.

Suatu studi epidemiologi juga mendukung gagasan bahwa vitamin D adalah

pelindung terhadap perkembangan kanker prostat, namun, konsentrasi serum

calcidol (25-hydroxy-vitamin D3) yang tinggi (>75 nmol/L) juga dapat

meningkatkan risiko kanker prostat.68

Androgen memainkan peran penting dalam efek antiproliferatif vitamin D

pada beberapa kanker prostat dan sel normal. Studi epidemiologi menunjukkan

bahwa androgen mungkin terlibat dalam aktivitas antikanker vitamin D. Secara

studi in vitro, efek penghambatan vitamin D pada pertumbuhan sel LNCaP

terbukti tergantung pada androgen. 1,25(OH)2D3 kurang memiliki efek pada

penghambatan pertumbuhan kanker prostat dengan AR negatif pada sel PC3 dan

DU145 (ditinjau lebih rinci oleh Peehl dan Feldman). Dalam studi hewan in vivo,

vitamin D menunjukkan tidak berpengaruh pada pertumbuhan prostat ketika

endogen androgen dihilangkan oleh tindakan kastrasi, sedangkan pada hewan

utuh, androgen secara signifikan dengan 1,25(OH)2D3 menghambat pertumbuhan

kanker prostat. Data ini sangat menyarankan androgen sebagai faktor yang

diperlukan vitamin D untuk menginduksi sel penghambatan pertumbuhan pada

kanker prostat. Diketahui bahwa regulasi ekspresi gen FAS oleh 1,25(OH)2D3
52

adalah tergantung pada androgen, dan androgen terlibat dalam efek antiproliferatif

vitamin D pada sel LNCaP. Mekanisme interaksi antara vitamin D dan androgen

masih harus diselidiki. Efek penghambatan vitamin D juga terbukti dalam subset

androgen-independen dari sel kanker prostat. Ini menunjukkan bahwa efek

antiproliferatif vitamin D adalah kompleks dan mekanisme berbeda tergantung

pada jenis sel. Sintetis analog kalsemik yang kurang dari vitamin D tampaknya

lebih potensial dalam pengobatan kanker prostat bila dibandingkan dengan

1,25(OH)2D3. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa turunan vitamin D mungkin

merupakan kandidat yang baik pada uji klinis terhadap manusia dengan kanker

prostat. Efek antiproliferatif vitamin D dapat ditingkatkan dengan kombinasi

dengan beberapa obat antikanker, terutama dalam hormon kanker prostat

refraktor.68

2.3.8.3 Aksi VDR pada sel kanker prostat

Vitamin D telah diusulkan memiliki kemampuan sebagai anti kanker

terutama melalui aktifitas reseptor nuklirnya atau VDR. VDR adalah anggota

keluarga super reseptor nuklir, yang fungsinya bertindak sebagai faktor transkripsi

yang tergantung ligand pada inti.62,79 Selain itu, setelah aktivasi ligan, reseptor ini

membutuhkan ikatan heterodimer dengan retinoid X receptor (RXR) untuk

mengikat urutan DNA genomik tertentu, yaitu, VDRE untuk mengaktifkan atau

menekan ekspresi gen.62,78. RXR dari VDR heterodimer akan difosforilasi melalui

pemanjangan aktivasi dari jalur mitogenactivated protein kinase, mengakibatkan

gangguan efek penghambatan pertumbuhan sel prostat yang di mediasi oleh

VDR.80 Sebuah laporan menunjukkan bahwa reseptor vitamin D dapat membentuk

ikatan heterodimer dengan asam retinoic reseptor Gamma.70 Meskipun telah


53

terbukti bahwa reseptor androgen dan VDR berkomunikasi saling silang dalam

jalur mereka.70,74 Meskipun kedua reseptor tidak memiliki interaksi langsung.

Telah dilaporkan bahwa ekspresi VDR dapat diatur oleh beberapa hormon

termasuk androgen, vitamin D, hormon paratiroid, retinoic acid, dan

glukokortikoid.81 Selain itu, efek gen genom, melalui mekanisme yang disebut

non-genomic, reseptor yang sama diaktifkan oleh vitamin D dalam membran

plasma mungkin juga memiliki efek modulasi cepat pada fungsi selular. 62,81,82

Efek genomic dan non-genomic dari VDR telah dibuktikan dalam sel prostat.83-85

Vitamin D terutama melalui efek genomik VDR dapat menekan fungsi sel

kanker prostat termasuk penghambatan proliferasi sel, perkembangan siklus sel,

invasi sel, angiogenesis, atau induksi diferensiasi sel dan apoptosis. 63,70 Fungsi ini

pada sel kanker prostat dapat diubah oleh kemampuan aktivasi-ligand VDR untuk

mengubah ekspresi/fungsi dari banyak gen kunci hilir, misalnya, penurunan c-

myc, telomerase, BCL-2, α6 dan β4 integrins, aktivitas cyclin-dependent kinase 2

(CDK2), fosforilasi protein Retinoblastoma, peningkatan (CDK) inhibitor

p21Waf/Cip1 dan p27Kipl serta DNA yang diinduksi-kerusakan gen Gamma

(GADD45γ).86-93 Selain itu, bentuk aktif vitamin D3 dan analog dapat

meningkatkan ekspresi E-cadherin dan aktivitas jaringan inhibitor

metalloproteinase1 (TIMP-1) serta mengurangi ekspresi dan aktivitas MMP-9,

sehingga mengurangi potensi invasif dan metastatik dari sel kanker prostat.92,94

Banyak regulator angiogenik dan proinflamasi dapat memainkan peran

penting dalam tumorigenesis dan perkembangan prostat.95,96 Telah ditunjukkan

bahwa 1α,25-dihydroxyvitamin D3 [1,25(OH)2D3] menghambat tumor

angiogenesis secara in vitro dan in vivo.97 Interleukin 6 (IL-6) adalah salah satu
54

molekul yang dapat terlibat dalam perkembangan kanker prostat. Calcitriol

ditunjukkan untuk menghambat faktor nekrosis tumor α dimediasi peningkatan

IL-6 dalam sel prostat primer.98 Selain, pro-inflamasi sitokin interleukin 8 (IL-8)

mungkin juga memiliki potensi angiogenik dan tumorigenic pada kanker prostat. 99

Calcitriol dapat menurunkan tingkat IL-8 dalam dua garis sel epitel prostat

manusia dikodekan HPR-1 dan rwpe-1; dan tiga garis sel kanker prostat yaitu,

LNcAP, PC-3, dan DU145, dengan mengurangi NFkB P65 translokasi nuklir dan

transkripsi gen IL-8.94 Kalsitriol mungkin memiliki efek radiosensitisasi pada sel

kanker prostat dengan menekan ion radiasi-dimediasi aktivasi dari NFkB terkait

RelB, yang kemudian mengurangi transkripsi mangan superoksida dismutase

(MnSOD). Peningkatan aktivitas antioksidan MnSOD dapat menyebabkan tahan

terhadap radiasi. Dilaporkan bahwa kalsitriol mengurangi protein dan ekspresi

mRNA dari kedua hipoksida-faktor induksible (HIF)-1 subunit dan vascular

endotel growth factor (VEGF) dalam beberapa sel kanker manusia termasuk sel

kanker prostat di bawah kondisi hipoksida.70

Selanjutnya, transgenic adenocarcinoma prostat of the mouse prostate

(TRAMP)-2 tumor ditransplantasikan ke jenis wild type atau VDR knockout (Ko)

tikus dengan terapi kalsitriol, ditemukan bahwa tumor pada tikus Knockout lebih

besar dari pada tikus jenis liar, menunjukkan efek penghambatan pertumbuhan

VDR yang diinduksi ligand pada tikus jenis liar. Demikian pula, pembesaran

pembuluh darah dan peningkatan volume pembuluh di TRAMP-2 tumor

ditemukan pada VDR tikus knockout, menunjukkan bahwa angiogenesis antitumor

secara langsung dipengaruhi melalui VDR dan kalsitriol di lokasi tumor. HIF-1α,

VEGF, angiopoietin-1, dan platelet-turunan faktor pertumbuhan - tingkat BB


55

meningkat pada tumor dari Knockout tikus.100 Pentingnya VDR dalam mengatur

perkembangan kanker prostat secara negatif lebih lanjut dikonfirmasi dalam

model LPB-Tag prostat dalam VDR tikus knockout versus VDR tikus tipe liar.70

Vitamin D dapat juga mempengaruhi gen dalam metabolisme prostaglandin

(PGs) yang dapat menginduksi penghambatan ekspresi prostaglandin sintesis

cyclooxygenase-2 (COX-2) dan reseptor prostaglandin EP2 supersonik, FP, dan

peningkatan ekspresi prostaglandin menonaktifkan 15-prostaglandin

dehidrogenase. Perubahan ekspresi gen ini akan mengurangi stimulus proliferatif

sel dari prostaglandin dalam sel kanker prostat.70,78

Gambar 2.17 Pengaturan ekspresi gen oleh VDR.55


56

Gambar 2.18 Ekspresi protein vitamin D receptor (VDR) dalam microarray cores pada sel jaringan
prostat yang dikutip dari penelitian Physicians’ Health Study (PHS) dan studi Health Professionals
follow-up study (PHFS) berdasarkan Gleason score: (A) Gleason 3+3; (B) Gleason 3+4; (C)
Gleason 4+3; and (D) Gleason 4+4. Gambar diambil dengan pembesaran 20x. Dimana pada
pewarnaan menunjukkan tumor prostat terwarnai, tampak sitoplasma/membran terwarnai pada
sebagian besar sel. Tidak tampak pewarnaan pada inti oleh VDR.18

2.3.8.4 Sirkulasi vitamin D dan risiko kanker prostat

Tidak seperti kebanyakan studi paparan sinar matahari, menghubungkan

tingkat sirkulasi vitamin D atau serapan vitamin D dengan pengurangan risiko

kanker prostat belum banyak memberikan hasil. Tentu saja, ada beberapa

penelitian tampak untuk mendukung gagasan bahwa tingkat tinggi serum vitamin

D memiliki efek perlindungan terhadap kanker prostat. Sebuah studi di Amerika

Serikat menunjukkan bahwa serum 1,25 vitamin D3 adalah berhubungan

negatifdengan kanker prostat dibatasi pada pria di atas usia median 57 tahun. 70

Dalam sebuah studi Fannish dengan tindak lanjut selama 13yr dari sekitar 19.000

orang, para penulis menemukan bahwa konsentrasi serum yang rendah dari

25(OH)D3 berhubungan dengan risiko tinggi dari paparan sebelumnya dan kanker

prostat yang lebih agresif. Selain itu, ada dua laporan yang lebih baru ditindak

lanjuti dengan 18 yr atau 44 bulan waktu median, masing-masing, menunjukkan

bahwa sirkulasi keduanya 25(OH)D3 dan 1,25(OH)2D3 atau 25(OH)D3 sendiri di


57

median atau lebih tinggi dari tingkat median memiliki risiko lebih rendah untuk

perkembangan kanker prostat.

Faktanya, ada sejumlah studi yang menunjukkan tidak ada hubungan invasif

antara tingkat sirkulasi vitamin D metabolit dan risiko kanker prostat. Sebagai

contoh, pada studi meta-analisis terbaru terkait hubungan dari level serum 25-

hydroxyvitamin D3 dengan kolorektal, payudara, kanker prostat dan adenoma

kolon telah dilaporkan, menunjukkan adanya suatu hubungan terbalik yang

konsisten antara sirkulasi tingkat metabolit vitamin D dan kanker kolorektal, tidak

ada dukungan untuk hubungan kanker payudara dan prostat ditemukan. Studi

kasus kohort pada pria tua (≥ 65 tahun) yang berpartisipasi dalam studi

multicenter osteoporosis Fractures pada pria untuk tingkat serum 25(OH)D3.

Dalam kelompok prospektif ini, para penulis menyimpulkan bahwa tidak ada

keterkaitan kadar serum 25(OH)D3 dengan risiko kanker prostat berikutnya.

Sebuah penelitian besar studi case-control dengan populasi Eropa menunjukkan

tidak ada efek menguntungkan dari tingkat vitamin D dalam darah untuk

mengurangi risiko kanker prostat.70

Studi prospektif lain baru-baru ini juga tidak menunjukkan bahwa vitamin D

memiliki efek pada pengurangan risiko kanker prostat. Di sisi lain, laporan yang

sama menyatakan bahwa level dalam darah 25(OH)D3 lebih tinggi terkait dengan

peningkatan risiko kanker prostat agresif. Sebuah studi kasus-kontrol dilakukan

pada pria Nordic yang terdiri dari 622 kasus kanker prostat dan 1.451 kontrol

yang cocok untuk level serum 25(OH)D3. Menarik, studi mengungkapkan

hubungan berbentuk U risiko kanker prostat dan tingkat 25(OH)D3, yaitu

keduanya rendah (≤ 19 nmol/L) dan tinggi (≥ 80 nmol/L) 25(OH)D3 kadar serum


58

menunjukkan hubungan positif dengan risiko kanker prostat, sedangkan normal

konsentrasi serum 25(OH)D3 (40 – 60 nmol/L) menunjukkan risiko terendah

terhadap kanker prostat.70

Ketika sekelompok pria secara klinis kekurangan metabolit vitamin D

dibandingkan dengan mereka yang tidak kekurangan metabolit vitamin D,

menunjukkan bahwa, kelompok kekurangan 38% risiko lebih rendah dari total

kanker prostat, 58% risiko lebih rendah dari kanker prostat berdiferensiasi buruk,

dan 49% risiko lebih rendah rendah dari kanker prostat agresif. Sebuah studi

sebelumnya juga melaporkan bahwa hanya kelompok yang lebih tua (> 61 tahun)

dengan plasma 25(OH)D3 lebih rendah dari median menunjukkan 57%

pengurangan risiko kanker. Hasil ini membutuhkan investigasi lebih lanjut. 70

Studi terbaru juga tidak dapat menemukan hubungan penyerapan vitamin D

dengan risiko kanker prostat. Dengan tindak lanjut rata-rata 8 tahun, meneliti pria

yang terlibat dalam multietnis Cohort Study (1993–2002) dengan menggunakan

kuisioner frekuensi pangan kuantitatif mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara asupan kalsium dan vitamin D dan risiko kanker prostat.

Dalam tes pencegahan kanker prostat (Amerika Serikat dan Kanada, 1994–2003)

dengan 9.559 peserta, asupan makanan atau suplemen vitamin D serta banyak

faktor lain yang dianalisis tidak menunjukkan korelasi signifikan dengan risiko

kanker prostat. Sebuah studi meta-analisis secara observasional mengenai produk

susu, kalsium, dan asupan vitamin D dan risiko kanker prostat juga banyak

dilakukan. Studi ini menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

dari penyerapan diet vitamin D dengan risiko kanker.70


59

2.4 Kerangka Teori

25(OH)D3 1,25(OH)2D3

Faktor Risiko/Pencetus :
CYP2R1,  Usia
CYP27A1
 Ras
DBP  Gen BRCA 1, BRCA 2
 Riwayat keluarga
 Diet
Vitamin D  inflamasi prostat
 infeksi menular seksual
 vasektomi
VDR Imuno-
histokimi
Previtamin D3 +RXR a
Adenocarcinoma
UVB VDRE
Prostat
7-dehidrokolesterol

Efek anti tumoral :


1. anti proliferasi, 4. Proapoptosis
2. anti inflamasi, 5. Anti angiogenesis
3. diferensiasi, 6. Anti metastasis

Gambar 2.19 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

Kanker Prostat

Data klinis : Histopatologi : IHC :


- Usia - Grading - VDR
- PSA

Ekspresi Imunohistokimia VDR

Lemah Sedang Kuat

Gambar 2.20. Kerangka konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menilai

ekspresi VDR dalam menentukan prognosis adenokarsinoma prostat dengan

pendekatan cross sectional dimana setiap sampel pada penelitian ini diamati satu

kali dan hanya pada satu saat.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedoteran

Universitas Sumatera Utara beralamat di jalan Universitas No.1 Medan dan Unit

Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik beralamat di jalan Bunga Lau No.17

Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juni 2020 sampai dengan bulan Mei

2021 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengolahan data,dan

penulisan laporan hasil penelitian.

60
61

Tabel 3.1 Waktu pelaksanaan penelitian

Juli Agutus 2020 Februari – April


KEGIATAN 2020 – Januari Maret 2021 2021
2021
Pengajuan judul
Studi Kepustakaan
Pembacaan
proposal
Pengumpulan data
dan pengolahan
data
Laporan hasil
penelitian

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis dengan

histopatologi Adenokarsinoma Prostat di Laboratorium Patologi Anatomik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Jalan Universitas No.1 Medan

dan RSUP H. Adam Malik Medan di Jalan Bunga Lau No.17 Medan, tahun 2017-

2018.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dari penelitian ini adalah blok parafin dari penderita yang telah

didiagnosis secara histopatologi sebagai adenokarsinoma prostat yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan Unit Patologi Anatomik

RSUP. H. Adam Malik, tahun 2017-2018.

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi terjangkau yang

dipilih dengan menggunakan total sampling.


62

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling,

dengan mengambil data dari rekam medik dan blok parafin penderita yang

didiagnosis secara histologi sebagai adenokarsinoma prostat sesuai kriteria inklusi

dan eksklusi.

3.5 Subjek Penelitian

3.5.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah blok parafin yang berasal dari

jaringan TURP, prostatectomy dan core biopsy dan telah didiagnosis sebagai

adenokarsinoma prostat secara histopatologi yang adekuat setelah dilakukan

pewarnaan dengan hematoxylin-eosin serta memiliki data rekam medik

menyangkut usia dan nilai PSA.

3.5.2. Kriteria eksklusi

a. Data rekam medik yang tidak mencantumkan usia, kadar PSA.

b. Blok parafin dengan spesimen core biopsy < 10.

c. Blok parafin/slide yang tidak memenuhi standart (rusak, dll), sehingga tidak

dapat dinilai.

3.6. Variabel Penelitian

a. Usia

b. PSA

c. Grading histopatologi

d. Ekspresi Vitamin D Reseptor (VDR)


63

3.7. Kerangka Operasional

Kasus Adenokarsinoma prostat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam


Malik Medan/Departemen Patologi Anatomi FK USU

Ekslusi : Inklusi :

Adenokarsinoma prostat

Data klinis : Review slide peneliti dan 2 orang Potong ulang blok
- Usia pembimbing ahli patologi anatomi paraffin IHC
VDR
- PSA
Histopatologi :
- Grading Ekspresi
histopatologi imunohistokimia

Lemah Sedang Kuat

Gambar 3.1 Kerangka Operasional

3.8. Definisi operasional

a. Diagnosis secara histopatologi adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan

gambaran morfologi sel sel pada jaringan tertentu dengan menggunakan

pewarnaan rutin haematoxylin eosin.

b. Data lengkap adalah data penderita adenokarsinoma prostat yang didiagnosa

secara histopatologis di RSUP. H. Adam Malik Medan disertai hasil

pemeriksaan PSA dan grading histopatologi.

c. Adenokarsinoma Prostat adalah karsinoma invasif, terdiri dari neoplasma sel

epitel prostat dengan differensiasi sel sekretori. Bentuk histomorfologi terdiri


64

dari kelenjar, sel tunggal dan lembaran-lembaran sel. Biasanya tidak dijumpai

sel basal pada karsinoma ini.41

d. Usia pasien (skala interval) adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. Pada

penelitian ini usia dikategorikan menjadi :

1= ≤ 40 tahun – 50 tahun

2= 51 tahun – 60 tahun

3= 61 tahun – 70 tahun

4= > 70 tahun

e. Prostat Spesifik Antigen (PSA) yaitu suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh

sitoplasma sel prostat, dan berperan dalam melakukan likuefaksi cairan semen.

PSA berguna untuk melakukan deteksi dini adanya kanker prostat dan evaluasi

lanjutan setelah terapi kanker prostat.3 Nilai prostat spesifik antigen (PSA)

dikategorikan sebagai :

1= Normal = Nilai PSA ≤ 4,0 ng/ml

2= Sedang = Nilai PSA 4,1-10 ng/ml

3= Tinggi = Nilai PSA > 10 ng/ml.101

f. Grading histopatologi prostat adalah skala penentuan prognosis suatu

adenokarsinoma prostat yang dilihat berdasarkan penilaian histopatologi.

Dalam penelitian ini, grading histopatologi prostat dibuat menjadi dua versi,

yaitu berdasarkan Gleason score dan grade group.

a. Bila berdasarkan Gleason score, grading histopatologi dikategorikan

sebagai berikut :102

1= Well differentiated : Gleason score ≤ 6

2= Moderately differentiated : Gleason score 7


65

3= Poorly differentiated : Gleason score 8 – 10

b. Bila berdasarkan grade group, grading histopatologi dikategorikan sebagai

berikut:41

1= Grade group 1: Gleason score ≤6

2= Grade group 2: Gleason score 3+4

3= Grade group 3: Gleason score 4+3

4= Grade group 4: Gleason score 4+4=8, 3+5=8, 5+3=8

5= Grade group 5: Gleason score 9–10

g. Ekspresi vitamin D receptor (VDR) adalah penilaian vitamin D reseptor dinilai

dari hasil pulasan warna coklat pada sitoplasma dan inti sel, yang dinilai

dengan menjumlahkan hasil skor luas dengan skor intensitas, sehingga

didapatkan skor ekspresi VDR.18 Pada penelitian ini pewarnaan

imunohistokimia menggunakan VDR polyclonal antibody (Bioassay technology

laboratory) dengan berat molekul 48,3 kDa (pengenceran 1:100–1:300) dengan

kontrol positif menggunakan jaringan pada usus.

- 0 : tidak dijumpai warna coklat di sitoplasma dan inti sel.

- 1 : dijumpai warna coklat di sitoplasma dan inti sel <10% dari jumlah sel.

- 2 : dijumpai warna coklat di sitoplasma dan inti sel 10–50% dari jumlah sel.

- 3 : dijumpai warna coklat di sitoplasma dan inti sel >50% dari jumlah sel.

Penilaian skor intensitas :

- 0 : negatif, tidak terdapat warna coklat

- 1 : lemah, coklat muda

- 2 : moderat, coklat

- 3 : kuat, coklat tua


66

Untuk skor intensitas VDR diperoleh dengan menambahkan skor luas dengan skor

intensitas:

- Lemah : skor 2

- Sedang : skor 3 – 4

- Kuat : skor 5 – 6

3.9 Alat dan Bahan

3.9.1. Alat Penelitian

a. Status penelitian

b. Sistem visualisasi imunohistokimia (Envision kit) mikrotom, waterbath, hot

plate, coated objek glass, deck glass, rak kaca objek, chamber pengecatan,

kertas saring, label, kamera dan mikroskop cahaya olympus CX 21.

3.9.2. Bahan penelitian

a. Blok parafin dan slide yang tersimpan di Instalasi Unit Patologi Anatomi

RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Pemeriksaan imunohistokimia : xylol, alkohol absolute, alkohol 95 %,

alkohol 80 %, alkohol 70 %, H2O2 0.5 % dalam methanol, phosphate buffer

saline (PBS), antibodi anti-vitamin D receptor, envision, chromogen

diamino benzidine (DAB), lithium karbonat jenuh, Tris EDTA, hematoxylin,

aqua distillate.

3.10 Prosedur kerja

a. Dicari data rekam medik pasien yang di diagnosis Adenokarsinoma Prostat

di RSUP H. Adam Malik Medan.


67

b. Data usia, kadar PSA dan grading histopatologi diperoleh dari rekam medis

dan dilakukan pencatatan,

c. Berdasarkan data rekam medik tersebut diperoleh slide dan blok parafin

pemeriksaan histopatologi. Blok parafin dan slide dievaluasi ulang, Blok

parafin dan slide yang adekuat akan dimasukkan ke dalam kriteria inklusi.

d. Grading histopatologi dinilai oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi

Anatomik yang menjadi pembimbing penelitian berdasarkan kesepakatan.

e. Data yang lengkap, blok parafin dan slide yang adekuat dijadikan sebagai

sampel, blok parafin dipotong ulang dan slide dilakukan pewarnaan

imunohistokimia dan dilakukan pembacaan slide oleh peneliti didampingi

oleh dua orang ahli patologi anatomik yang menjadi pembimbing untuk

menghindari bias.

f. Hasil data ekspresi VDR yang didapat akan dicatat dan dimasukkan ke dalam

tabel untuk dianalisa.

3.11 Pembuatan sediaan mikroskopis

Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut:

a. Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam pendingin/freezer

sampai cukup dingin, kemudian dipotong dengan mikrotom dengan

ketebalan 4μm.

b. Sampel blok parafin yang sudah dipotong ditempelkan pada object glass

c. Keringkan dan panaskan diatas hot plate. Disimpan dalam inkubator 380C

sampai 400 C satu malam agar lebih kuat melekat.


68

3.12 Pemeriksaan imunohistokimia :

a. Preparasi setelah potong jaringan (sediaan/slide): sediaan dipanaskan di

microwave high level selama 5 menit.

b. Selanjutnya sediaan dideparafinisasi dengan xylol I–II–III masing–masing

selama 5 menit, cuci dalam air mengalir selama 5 menit.

c. Blocking peroxidase endogen (H2O2 0,5% dalam metanol) selama 30 menit.

d. Selanjutnya cuci dengan air mengalir selama 5 menit.

e. Beri tris EDTA untuk pretreatment dalam microwave: cook I power level

tinggi selama 5 menit dan cook II power level medium selama 5 menit, lalu

didinginkan kurang lebih 45 menit.

f. Cuci dengan PBS pH 7,4, selanjutnya batasi jaringan dengan Pap-pen

g. Blocking aktivitas non-spesifik dengan serum normal selama 20 menit.

h. Inkubasi sediaan dengan antibodi primer selama 1 malam dalam suhu 4oC

(dalam kulkas).

i. Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 3 menit.

j. Selanjutnya inkubasi dengan Envision selama 30 menit.

k. Cuci dengan PBS pH 7,4 + Twin 20 lalu PBS masing – masing selama 5

menit.

l. Selanjutnya sediaan diberi chromogen agar berwarna dengan DAB (Diamino

Benzidin) selama kurang lebih 5 menit.

m. Cuci dengan air mengalir.

n. Counterstain dengan Hematoxylin Lilie Mayers.

o. Cuci dengan air mengalir.

p. Lithium Carbonate jenuh (5% dalam aquadest) selama 1– 2 menit


69

q. Cuci dengan air mengalir.

r. Selanjutnya dialkukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol 80%,

alkohol 96%, alkohol absolut I dan II masing-masing 5 menit).

s. Clearing dengan xylol I – II – III masing-masing selama 5 menit.

t. Tutup dengan Entellan dan cover glass, dan bisa langsung dibaca.

3.13 Pengolahan dan analisa data

Data-data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif untuk melihat

distribusi frekuensi subyek penelitian berdasarkan karakteristik dan disajikan

dalam bentuk tabel frekuensi.

3.14 Ethical clearance

Penelitian mendapatkan izin dari Komite Etik Penelitian Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan No

83/TGL/KEP/USU/2021.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian

Pada penelitian ini, diperoleh 36 sampel adenokarsinoma prostat

menggunakan total sampling, spesimen berasal dari jaringan TURP,

prostatectomy, dan core biopsy. Total sampel yang memenuhi syarat dan telah

didiagnosis sebagai adenokarsinoma di laboratorium Patologi Anatomik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Unit Patologi Anatomik RSUP H.

Adam Malik Medan pada tahun 2017–2018 berjumlah 34 sampel, sedangkan 2

sampel lainnya dieksklusi (1 sampel didiagnosis sebagai benign prostate

hypertrophy dan 1 sampel tidak representatif).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi ekspresi

imunohistokimia vitamin D receptor (VDR) pada adenokarsinoma prostat di

laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dan Unit Patologi Anatomik RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2017-2018.

4.1.1. Karakteristik sampel

Pada penelitian ini, usia dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu ≤ 40 –

50 tahun, 51–60 tahun, 61–70 tahun, dan >70 tahun (Tabel 4.1). Selain itu,

grading dilihat berdasarkan Gleason score dan grade group. Alasan

menggunakan 2 jenis grading ini adalah Gleason score ini masih dipakai oleh

para klinisi, sedangkan grade group ini berdasarkan WHO 2016.

70
71

Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik sampel pasien adenokarsinoma prostat.

Karakter sample Jumlah (n) Persentase (%)


Usia pasien ( tahun )
 ≤ 40 – 50 3 8,8
 51 – 60 9 26,5
 61 – 70 15 44,1
 > 70 7 20,6
Nilai PSA (ng/ml)
 Normal (≤ 4,0) 8 23,5
 Sedang ( 4,1 – 10 ) 2 5,9
 Tinggi (≥ 10) 24 70,6
Gleason score
 5 2+3 2 5,9
 6 3+3 2 5,9
 7 3+4 7 20,6
4+3 1 2,9
 8 3+5 1 2,9
4+4 5 14,7
5+3 2 5,9
 9 4+5 6 17,6
5+4 3 8,8
 10 5+5 5 14,7
Grading histopatologi
 Well differentiated 4 11,8
 Moderately differentiated 8 23,5
 Poorly differentiated 22 64,7
Grade group
 Grade group 1 4 11,8
 Grade group 2 7 20,6
 Grade group 3 1 2,9
 Grade group 4 8 23,5
 Grade group 5 14 41,2
Skor ekspresi VDR
 Lemah 8 23,5
 Sedang 25 73,5
 Kuat 1 2,9

Pada penelitian ini, diketahui bahwa sampel termuda adenokarsinoma

prostat berusia 43 tahun, tertua berusia 89 tahun, dan rerata pasien berusia 64,65

tahun ±9,496 tahun. Sampel terbanyak berusia 61–70 tahun, berjumlah 15 sampel

(44,1%), diikuti ke-2 terbanyak berusia 51–60 tahun (9 orang, 26,5%) dan ke-3
72

usia >70 tahun (7 sampel, 20,6%), dan ≤ 40–50 (3 sampel, 8,8%).

Sampel adenokarsinoma prostat terbanyak memiliki nilai PSA tinggi, yaitu

27 sampel (70,6%). Delapan sampel (23,5%) memiliki nilai PSA normal dan

sisanya 2 sampel (5,9%) memiliki nilai PSA sedang.

Berdasarkan Gleason score, pada penelitian ini diketahui 2 sampel

memiliki Gleason score 2+3=5 (5,9%), 2 sampel dengan Gleason score 3+3=6

(5,9%), 7 sampel dengan Gleason score 3+4=7 (20,6%), 1 sampel dengan

Gleason score 4+3=7 (2,9%), 1 orang dengan Gleason score 3+5=8 (2,9%), 5

orang dengan Gleason score 4+4=8 (14,7%), 2 orang dengan Gleason score

5+3=8 (5,9%), 6 orang dengan Gleason score 4+5=9 (17,6%), 3 orang dengan

Gleason score 5+4=9 (8,8%), dan 5 orang dengan Gleason score 5+5=10

(14,7%).

Dari Gleason score ini, 22 sampel (64,7%) pasien adenokarsinoma prostat

ditentukan sebagai poorly differentiated. Delapan sampel (23,5%) sebagai

moderately differentiated dan 4 sampel (11,8%) sebagai well differentiated.

Sedangkan berdasarkan grade group, dari 34 sampel, jumlah terbanyak, yaitu 14

sampel (41,2%) dimasukkan sebagai grade group 5, delapan sampel (23,5%)

termasuk grade group 4, satu sampel (2,9%) dimasukkan sebagai grade group 3,

tujuh sampel (20,6%) grade group 2, dan 4 sampel (11,8%) grade group 1.

Selain itu, dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa sampel terbanyak

berjumlah 25 sampel (73,5%) memiliki skor ekspresi VDR sedang, diikuti oleh 8

sampel (23,5%) ekspresi lemah dan 1 sampel (2,9%) memiliki ekspresi kuat.
73

4.1.2. Distribusi frekuensi ekspresi imunohistokimia vitamin D receptor

(VDR) berdasarkan data klinis (usia dan nilai PSA)

Dalam penelitian ini, dinilai distribusi frekuensi ekspresi imunohistokimia VDR

berdasarkan data klinis (usia dan nilai PSA) (lihat Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi ekspresi VDR berdasarkan usia dan nilai PSA

Variabel Ekspresi VDR Total


lemah % sedang % Kuat %
Usia
(tahun)
≤ 40 – 50 0 0 3 12 0 0 3
51 – 60 4 50 5 20 0 0 9
61 – 70 2 25 12 48 1 100 15
> 70 2 25 5 20 0 0 7
Nilai PSA
Normal 3 37,5 5 20 0 0 8
Sedang 0 0 2 8 0 0 2
Tinggi 5 62,5 18 72 1 100 24
Total 8 100 25 100 1 100 34

Hanya 1 sampel dengan ekspresi VDR kuat berusia 61-70 tahun (100%).

Dari 25 sampel dengan ekspresi VDR sedang, terdapat 12 sampel berusia 61-70

tahun (48%), lima sampel berusia 51-60 tahun dan lima sampel berusia >70 tahun

(20%), serta 3 sampel berusia ≤40-50 tahun (12%). Dari 8 sampel adengan

ekspresi VDR lemah, terdapat 4 sampel berusia 51-60 tahun (50%), dan 2 sampel

berusia 61-70 tahun dan 2 sampel berusia >70 tahun (25%).

Berdasarkan nilai PSA, hanya 1 sampel dengan ekspresi VDR kuat

memiliki nilai PSA tinggi (100%). Dari 25 sampel dengan ekspresi VDR sedang,

terdapat 18 sampel dengan nilai PSA tinggi (72%), lima sampel dengan nilai PSA

normal (20%), dan 2 sampel nilai PSA sedang (8%). Dari 8 sampel dengan

ekspresi VDR lemah, terdapat 5 sampel dengan nilai PSA tinggi (62,5%) dan 3

sampel nilai PSA normal (37,5%).


74

4.1.3.Distribusi frekuensi ekspresi VDR berdasarkan grade histopatologi

Dalam penelitian ini, juga dinilai distribusi frekuensi ekspresi VDR

berdasarkan grade histopatologi (lihat Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi ekspresi VDR berdasarkan grade histopatologi

Ekspresi VDR Total


Grading
Lemah % Sedang % kuat %
Gleason score
2+3=5 0 0 2 8 0 0 2
3+3=6 0 0 2 8 0 0 2
3+4=7 3 37,5 3 12 1 100 7
4+3=7 1 12,5 0 0 0 0 1
3+5=8 0 0 1 4 0 0 1
4+4=8 3 37,5 2 8 0 0 5
5+3=8 1 12,5 1 4 0 0 2
4+5=9 0 0 6 24 0 0 6
5+4=9 0 0 3 12 0 0 3
5 + 5 = 10 0 0 5 20 0 0 5
Grade histopatologi
Well differentiated 0 0 4 16 0 0 4
Moderately differentiated 4 50 3 12 1 100 8
Poorly differentiated 4 50 18 72 0 0 22
Grade group
Grade group 1 0 0 4 16 0 0 4
Grade group 2 3 37,5 3 12 1 100 7
Grade group 3 1 12,5 0 0 0 0 1
Grade group 4 4 50 4 16 0 0 8
Grade group 5 0 0 14 56 0 0 14
Total 8 100 25 100 1 100 34

Berdasarkan Gleason score, hanya 1 sampel adenokarsinoma prostat dengan

ekspresi VDR kuat memiliki Gleason score 3+4=7 (100%). Dari 25 sampel

dengan ekspresi VDR sedang, terdapat 6 sampel dengan Gleason score 4+5=9

(24%); 5 sampel Gleason score 5+5=10 (20%); 3 sampel dengan Gleason score

3+4=7 dan 3 sampel 5+4=9 (12%); 2 sampel dengan Gleason score 2+3=5,

3+3=6, dan 2 sampel 4+4=8 (8%); serta 1 sampel dengan Gleason score 3+5=8

dan 1 sampel 5+3 (4%). Dari 8 sampel dengan ekspresi VDR lemah, terdapat 3
75

sampel dengan Gleason score 3+4=7 dan 3 sampel 4+4=8 (37,5%); serta 1 sampel

dengan Gleason score 4+3=7 dan 1 sampel 5+3 (12,5%).

Hanya 1 sampel adenokarsinoma prostat dengan ekspresi VDR kuat sebagai

moderately differentiated (100%). Dari 25 sampel dengan ekspresi VDR sedang,

terdapat 18 sampai dengan poorly differentiated (72%), 4 sampel dengan well

differentiated (16%), dan 3 sampel sebagai moderately differentiated (12%). Dari

8 sampel dengan ekspresi VDR lemah, 4 sampel dengan moderately differentiated

dan 4 sampel sebagai poorly differentiated adenokarsinoma prostat (50%).

Hanya 1 sampel adenokarsinoma prostat dengan ekspresi VDR kuat

sebagai grade group 2 (100%). Dari 25 sampel dengan ekspresi VDR sedang,

terdapat 14 sampel dengan grade group 5 (56%); 4 sampel (16%) dengan grade

group 1; serta 3 sampel dengan grade group 2 (12%). Dari 8 sampel dengan

ekspresi VDR sedang, 4 sampel dengan grade group 4 (50%), 3 sampel dengan

grade group 2 (37,5%), dan 1 sampel grade group 3 (12,5%).

4.2. Pembahasan

Jumlah sampel adenokarsinoma prostat yang memenuhi kriteria inklusi

serta eksklusi di laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara dan Unit Patologi Anatomik RSUP H. Adam Malik Medan pada

tahun 2017-2018 sebanyak 34 sampel. Pada rumah sakit yang sama, Herman

dalam penelitiannya memperoleh data karsinoma prostat pada periode 2014-2016

terdapat 71 sampel dengan kebanyakan sampel (69%) berusia > 60 tahun.103

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan pusat rujukan Rumah Sakit atau Rumah

Sakit tipe A. Adanya pengurangan kasus pada penelitian ini mungkin terjadi
76

akibat dua hal ini. Yang pertama, mungkin pasien-pasien karsinoma prostat sudah

tertangani di Rumah Sakit tipe B atau yang kedua, pasien-pasien di Sumatera

Utara terutama yang di daerah bukan perkotaan karena masih minimnya

pengetahuan akan kanker prostat ini, mereka lebih memilih untuk berobat

pengobatan tradisional.

Kanker prostat menunjukkan peningkatan yang nyata seiring dengan

bertambahnya usia, yaitu lebih dari 80% dari kanker prostat didiagnosis pada pria

yang berusia >65 tahun.13 Pada penelitian ini, diketahui bahwa sampel termuda

adenokarsinoma prostat berusia 43 tahun, tertua berusia 89 tahun, dan rerata

sampel berusia 64,65 tahun ± 9,496 tahun. Sekitar 44,1% sampel berusia 61–70

tahun, 26,5% berusia 51-60 tahun, 20,6% berusia >70 tahun, dan 8,8% berusia ≤

40–50. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dan penelitian lain yang

menyebutkan bahwa karsinoma ini sangat jarang terjadi pada pria <40

tahun.3,4,44,48,50,51 Kemungkinan untuk terkena kanker prostat meningkat secara

cepat setelah umur 50 tahun.4,44,48,50,51 Kanker prostat paling sering didiagnosis

pada laki-laki berusia 65-74 tahun.104 Tingkat insidensinya hampir 60% pada laki-

laki yang berusia di atas 65 tahun. Hal ini terjadi karena kanker prostat pada

stadium awal biasanya bersifat asimtomatik dan sering kali indolent.105 Ditambah

lagi dengan masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya

pemeriksaan kesehatan (skrining kadar PSA) bagi kebanyakan penduduk

Indonesia yang sebagian besar masih memiliki ekonomi rendah, maka pasien

lebih sering terdeteksi menderita kanker prostat setelah telah mengalami stadium

lanjut atau lanjut usia.

Kadar PSA serum sebelum operasi merupakan parameter diagnostik dan


77

prognostik untuk kanker prostat, dimana semakin tinggi kadar PSA maka semakin

tinggi pula kecurigaan terhadap adanya kanker prostat.106 PSA dihasilkan terutama

oleh sel-sel epitel kolumnar kelenjar prostat. Kadar PSA ini dapat meningkat pada

penyakit BPH, kanker prostat, prostatitis, infark prostat, ejakulasi, paska pijat

prostat, dan paska instrumentasi.38 Pada penelitian ini, sekitar 70,6% sampel

adenokarsinoma prostat memiliki nilai PSA yang tinggi. Sekitar 23,5% sampel

memiliki nilai normal dan sisanya 5,9% memiliki nilai PSA yang sedang. Hasil

penelitian ini serupa dengan penelitian Putriyani dan Hilbertina serta Sanni.106,107

Sanni menemukan bahwa sebagian besar pasien adenokarsinoma prostat di RSUP

H. Adam Malik Medan pada periode 2014–2016 memiliki kadar PSA di atas

4ng/ml (81,7%) dan sisanya ≤ 4ng/ml.107

Fang et al menyebutkan bahwa saat kanker prostat berkembang

menyebabkan volume jaringan tumor bertambah sehingga jaringan tumor menjadi

semakin tidak teratur dan Gleason score juga ikut meningkat. Pertumbuhan

kelenjar tidak beraturan, lumen kelenjar tidak terbentuk dan komponen matriks

berkurang. Sekresi PSA oleh sel kanker juga akan meningkat bersamaan dengan

barrier antara lapisan sel basal dan membran basalis yang rusak berat. Sebagai

tambahan, angiogenesis juga aktif pada saat yang sama, sehingga pada akhirnya

mengakibatkan bocornya PSA ke dalam sirkulasi darah dan terjadi peningkatan

kadar PSA serum.108 Amarneel et al menyebutkan bahwa dalam proses neoplastik,

peningkatan serum PSA tergantung dari diferensiasi sel tumor. Diferensiasi buruk

pada karsinoma prostat dapat menyebabkan konsentrasi PSA yang lebih rendah

dibandingkan dengan yang berdiferensiasi baik. Pada penderita adenokarsinoma

prostat, sel yang bersifat ganas memproduksi lebih sedikit PSA daripada sel epitel
78

yang normal. Meskipun begitu, akibat terjadinya peningkatan jumlah sel ganas

yang sangat banyak pada karsinoma, PSA yang diproduksi menjadi lebih banyak

dan kadar serum PSA akan meningkat.109 Teori tersebut mendukung hasil

penelitian ini bahwa sekitar 70,6% pasien adenokarsinoma prostat memiliki nilai

PSA yang tinggi.

Gleason grading merupakan prediktor terkuat survival setelah pengobatan

awal kanker prostat.110 Dr. Donald Gleason menciptakan sistem grading untuk

karsinoma prostat berdasarkan perbedaan pola histologi.111 Penilaian derajat

adenokarsinoma prostat dengan sistem Gleason score merupakan alat prediktor

yang baik untuk menentukan laju perkembangan penyakit. 112 Penilaian ini

diaplikasikan oleh klinisi seperti Ikatan Ahli Urologi Indonesia dan National

Comprehensive Cancer Network.113,114 Berdasarkan gleason score, pada penelitian

ini diketahui bahwa sekitar 64,7% sampel adenokarsinoma prostat ditentukan

sebagai poorly differentiated, sekitar 23,5% moderately differentiated dan 11,8%

well differentiated. Hasil penelitian ini sejalan dengan Putriyuni and Hilbertina.

Dalam penelitiannya, mereka juga menemukan bahwa poorly differentiated

adenokarsinoma prostat yang paling banyak ditemukan, yang diikuti oleh

moderately differentiated dan well differentiated.106 Sedangkan berdasarkan grade

group, dari 34 sampel pada penelitian ini, sekitar 41,2% dimasukkan sebagai

grade group 5; 23,5% grade group 4; 20,6% grade group 2; 11,8% grade group

1; dan 2,9% grade group 3. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian

Erickson et al. Mereka meneliti mengenai Turku cohort tahun 2000-2005 dan

menemukan bahwa sekitar 36,8% kasus ditentukan sebagai grade group 1; 29,3%

grade group 2; 15,3% grade group 4; 13,8% grade group 3; dan hanya 4,8%
79

grade group 5.110 Adanya perbedaan hasil ini terjadi karena adanya perbedaan

lokasi tempat penelitian, yaitu perbedaan Negara atau daerah. Sebagian perbedaan

ini telah dikaitkan dengan perbedaan kondisi sosioekonomi sehingga

mempengaruhi faktor-faktor lingkungan penyebab adenokarsinoma prostat

pastinya juga berbeda.105 Selain itu, kebanyakan pasien yang datang berobat ke

RSUP H. Adam Malik Medan (RS tipe A) sudah lama menderita kanker prostat

dan berada dalam kondisi yang lebih parah sehingga kemungkinan memiliki

Gleason score dan grade group yang lebih tinggi.

Jaringan prostat dipengaruhi oleh dua hormon steroid yaitu testosteron dan

vitamin D. 1,25(OH)2D3 merupakan metabolit vitamin D yang paling aktif karena

afinitas terhadap pengikatan VDR yang paling tinggi. VDR ini telah ditemukan

pada epitel prostat dan sel kanker.68 Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa

sekitar 73,5% memiliki skor ekspresi VDR sedang, yang diikuti 23,5% ekspresi

lemah dan 2,9% memiliki ekspresi kuat. Hasil penelitian ini sejalan dengan

Ginting et al yang juga menemukan bahwa 50% adenokarsinoma prostat memiliki

ekspresi VDR sedang; 33,3% ekspresi kuat; dan 16,7% ekspresi lemah. 102 Adanya

sedikit perbedaan hasil antara kedua penelitian ini terjadi karena berbedanya

perhitungan skor ekspresi VDR. Fleet et al menyatakan bahwa adanya status

ekspresi VDR mungkin dapat menjadi faktor penentu untuk terjadinya kanker

prostat. Mereka menunjukkan bahwa tidak adanya VDR dikaitkan dengan lebih

besarnya pertumbuhan fokus kanker.116

Di tingkat sel, vitamin D memiliki efek antikanker melalui beberapa

mekanisme, yaitu inhibisi proliferasi (melalui terhentinya siklus sel), invasi dan

angiogenesis; sensitisasi terhadap stimulus apoptosis; induksi diferensiasi; dan


80

mengatur sistem imun.17,18,115 Pada semua jenis kanker, kombinasi efek

mekanisme antikanker terhadap tumor dan sel stroma ini mungkin menentukan

bagaimana kerja vitamin D.115 Mekanisme mengapa siklus sel fase G0/G1

berhenti pada sel kanker prostat yang mengekspresikan VDR yang paling mungkin

adalah adanya inhibisi cyclin-dependent kinase inhibitor, seperti p21 dan p27,

dimana ekspresinya diatur secara berbeda oleh 1,25(OH)2D sehingga menghambat

perkembangan siklus sel di fase S. Pada model kanker prostat, paparan

1,25(OH)2D dapat meningkatkan kadar messenger dan protein p21. Efek ini dapat

dipotensiasi pada kasus kombinasi terapi, seperti pada kanker prostat dimana

vitamin D dan Akt inihibitor bekerja sama dalam menginduksi terhentinya siklus

sel G1 dan penuaan sel, yaitu dengan menginduksi upregulation p21.117

Pada sel kanker prostat, paparan jangka panjang terhadap 1,25(OH)2D

mampu menginduksi apoptosis dengan cara menstimulasi faktor pro-apoptosis

Bax dan Bad dan dengan cara menginhibisi faktor antiapoptosis seperti Bcl-2 dan

dengan menstimulasi ekspresi kaspase-3 melalui downregulation jalur Wnt/β-

catenin. Terlebih lagi, akumulasi β-catenin di nukleus dapat mendukung beberapa

transkripsi onkogen, termasuk c-MYC, yang berkontribusi terhadap terjadinya

karsinogenesis dan perkembangan sel kanker, karena c-MYC terlibat dalam siklus

sel. Selain itu, vitamin D sangat berkontribusi dalam pengaturan sitokin dan sel

imun. Mekanisme yang terlibat adalah lewat pengaturan sitokin dan prostaglandin

serta inhibisi signaling NF-kB.117

Seperti yang disebutkan di bab tinjauan pustaka, 1,25(OH)2D3 memiliki

dua jenis efek terhadap sel target, yaitu jalur genomik dan non genomik.

Kebanyakan penelitian mengindikasikan bahwa kedua jenis efek ini diperantarai


81

oleh pengikatan 1,25(OH)2D3 ke VDR dan aktivasi VDR.115 Jalur genomik (inti

sel) terjadi saat vitamin D, atau dalam bentuk aktifnya, kalsitriol berikatan dengan

VDR yang membentuk heterodimer dengan retinoic X receptor (RXR) dan dengan

ligannya (nine cisretinoic acid). Dimer ini membentuk kompleks dengan Vitamin

D response-related element dengan transkripsi gen untuk menghasilkan fungsi

diferensiasi. Jalur non-genomik (sitoplasma) merupakan mekanisme cepat

pengikatan VDR terhadap kalsitriol yang terjadi di membran VDR pada membran

plasma caveolae. Pengikatan VDR dengan kalsitriol di membran plasma akan

mengaktifkan beberapa sistem second messenger.102 Adanya kedua jalur ini

terbukti saat imunohistokimia VDR sebagian terpulas di inti dan sebagian terpulas

di sitoplasma.

Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa hampir seluruh sampel di

semua kategori usia memiliki ekspresi VDR sedang. Satu-satunya sampel dengan

ekspresi VDR kuat berusia 61–70 tahun (100%). Dari 8 sampel dengan ekspresi

VDR lemah, terdapat 4 berusia 51–60 tahun (50%), dan masing-masing 2 sampel

berusia 61–70 tahun dan >70 tahun (25%). Sejauh ini, peneliti tidak menemukan

adanya penelitian lain yang mengaitkan ekspresi VDR dengan usia pasien

adenokarsinoma prostat. Oleh karena itu, tidak bisa dibandingkan hasil penelitian

lain. Namun, dijumpai ada satu penelitian yang menghubungkan usia dengan

ekspresi VDR pada pasien SCC esofagus. Pada penelitian ini, dijumpai bahwa

sebagian besar pasien yang berusia ≤60 tahun dan >60 tahun sama-sama memiliki

ekspresi VDR yang rendah. Tidak ditemukan adanya perbedaan ekspresi VDR

pada kedua kelompok usia tersebut.118

Ada satu penelitian oleh Krill et al yang melihat bagaimana pola ekspresi
82

VDR pada prostat manusia normal. Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa

ekspresi VDR terendah pada kelompok usia 10–19 tahun, meningkat pada usia

20–59 tahun dan menurun pada usia 60–69 tahun. Meskipun begitu, adanya

penurunan ekspresi VDR sebesar 22% dari umur 50–59 tahun dibandingkan 60–69

tahun secara statistik tidak bermakna. Tidak dijelaskan dalam penelitian ini

mengapa hal ini bisa terjadi.36 Dari sini, mungkin dapat diperkirakan bahwa

mungkin terdapat kecenderungan usia tertentu untuk memiliki ekspresi VDR yang

kuat. Namun, hasil penelitian ini harus diteliti lebih lanjut. Campolina-Silva et al

menemukan bahwa seiring dengan bertambahnya usia tikus Wistar, maka semakin

meningkat kadar VDRnya, kecuali pada area lesi yang mengalami proliferasi

intraepitel, metaplasia, dan atrofi inflamasi proliferatif. Adanya pengurangan

ekspresi VDR merupakan elemen penting dalam terjadinya perubahan

histopatologi pada prostat yang mengalami aging. Oleh karena itu, status ekspresi

VDR ini seharusnya tidak diabaikan bila terdapat penyakit prostat.119

Selain itu, berdasarkan nilai PSA pada penelitian ini, satu-satunya sampel

dengan ekspresi VDR kuat memiliki nilai PSA tinggi (100%). Dari 8 sampel

dengan ekspresi VDR lemah, terdapat 5 dengan nilai PSA tinggi (62,5%) dan 3

normal (37,5%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Swami et al dan

Hendrickson et al. Dari kedua literatur ini, didapatkan bahwa pasien karsinoma
18,37
prostat dengan ekspresi VDR tinggi menunjukkan penurunan pada nilai PSA.

Dalam penelitian ini, berdasarkan grade histopatologi yaitu Gleason score,

satu-satunya sampel adenokarsinoma prostat dengan ekspresi VDR kuat memiliki

gleason score 3+4=7 (100%). Dari 8 sampel dengan ekspresi VDR lemah, terdapat

masing-masing 3 sampel dengan gleason score 3+4=7 dan 4+4=8 (37,5%); serta
83

masing-masing 1 sampel dengan gleason score 4+3=7 dan 5+3 (12,5%).

Kemudian, hanya 1 sampel adenokarsinoma prostat dengan ekspresi VDR kuat

ditetapkan sebagai moderately differentiated (100%). Dari 8 sampel dengan

ekspresi VDR lemah, terdapat 4 sampel dengan moderately differentiated dan 4

sampel dengan poorly differentiated adenokarsinoma prostat (50%). Hasil

penelitian ini tampaknya sejalan dengan penelitian Hendrickson et al. Mereka

menemukan bahwa laki-laki dengan ekspresi tumor protein VDR yang tinggi lebih

memiliki karakteristik klinis yang lebih baik, termasuk lebih rendahnya Gleason

score. Mereka juga menemukan bahwa ekspresi VDR tertinggi pada tumor dengan

Gleason 3+3 dan menurun seiring dengan meningkatnya Gleason score

(p<0,001).18 Pada penelitian Jingwi et al; ditemukan bahwa terdapat hubungan

single nucleotide polymorphism (SNP) VDR dengan Gleason score pada

adenokarsinoma prostat, yaitu adanya hubungan genotip BsmI dan rs2239185

dengan Gleason score tinggi.120 Pada penelitian ini, pada seluruh grade

histopatologi terdapat keanekaragaman ekspresi VDR. Kemungkinan hal ini

terjadi karena adanya perbedaan SNP VDR pada sampel penelitian. Oleh karena

itu, dibutuhkan lebih lanjut penelitian mengenai SNP VDR pada kelompok sampel

ini.

Berdasarkan grade group, satu-satunya sampel adenokarsinoma prostat

dengan ekspresi VDR kuat ditetapkan sebagai grade group 2 (100%). Dari 8

sampel dengan ekspresi VDR lemah, terdapat 4 sampel dengan grade group 4

(50%), 3 dengan grade group 2 (37,5%), dan 1 grade group 3 (12,5%). Pada

penelitian ini, juga ditemukan bahwa semakin kuat ekspresi VDR, maka grade

group cenderung semakin rendah. Ginting et al dalam penelitian mereka membagi


84

grade group menjadi tiga kelompok yaitu low (grade 1 dan 2), moderate (grade

3), dan high (grade 4 dan 5). Mereka menemukan bahwa sekitar 10% kelompok

low grade memiliki ekspresi VDR positif kuat, sedangkan 20% kasus high grade

juga terpulas ekspresi VDR kuat. Namun, bila diuji statistik, ditemukan tidak ada

perbedaan antara ekspresi VDR dengan grade group adenokarsinoma prostat.

Selain itu, juga ditemukan bahwa pada seluruh kelompok grade group, ekspresi

VDR sedang lebih tinggi dibandingkan pada positif kuat.102

Adanya peningkatan ekspresi VDR pada kanker kolorektal dikaitkan dengan

diferensiasi tumor yang lebih baik, tidak adanya keterlibatan ke KGB dan

prognosis yang lebih baik. Pada kanker payudara, adanya peningkatan ekspresi

VDR ini juga dikaitkan dengan lebih lambatnya metastasis ke KGB dan disease-

free survival yang lebih lama. Selain itu, adanya respon selular terhadap

1,25(OH)2D3 terutama bergantung pada kadar ekspresi VDR.115

Selama melakukan penelitian ini, terdapat beberapa kesulitan yang dialami

peneliti. Pertama, dalam menentukan grading, sebagian sampel berasal dari core

biopsy, sehingga peneliti sulit mendapatkan sediaan tumor yang cukup baik,

dikhawatirkan tidak mewakili Gleason score dan ekspresi VDR. Kedua, dalam

menilai ekspresi VDR, intensitas warna coklat yang muncul tidak terlalu berbeda.

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah yang pertama, peneliti

hanya menilai jumlah VDR pada jaringan dan tidak menilai kadar vitamin D

dalam darah sampel, sehingga tidak dapat menggambarkan kadar vitamin D

sesungguhnya pada sampel. Yang kedua, terdapat keterbatasan data rekam medik

sehingga peneliti tidak dapat menggali informasi lebih dalam terkait zona prostat

yang mengalami keganasan.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Setelah dilakukan penelitian terhadap pasien adenokarsinoma prostat di

Unit Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan

dapat diambil kesimpulan:

1. Distribusi frekuensi karakteristik sampel pasien pada adenokarsinoma prostat adalah

sebagai berikut :

a. Kelompok usia terbanyak adalah pada usia 61-70% (44,1%) sebanyak 15

sampel.

b. Nilai PSA terbanyak adalah pada nilai PSA tinggi (>10ng/ml) sebanyak 24

sampel (70,6%).

c. Grading histopatologi terbanyak adalah poorly differentiated (Gleason score 8-

10) sebanyak 22 sampel (64,7%), diikuti moderately differentiated (Gleason

score 7) sebanyak 8 sampel (23,5%).

d. Grade group terbanyak adalah grade group 5 sebanyak 14 sampel (41,2%).

e. Skor ekspresi VDR terbanyak adalah ekspresi sedang (73,5%) sebanyak 25

sampel.

2. Distribusi frekuensi ekspresi VDR berdasarkan data klinis (usia dan nilai PSA) :

a. Ekspresi VDR lemah terbanyak dijumpai pada kelompok usia 51-60 tahun,

sebanyak 4 sampel (50%). Ekspresi VDR sedang terbanyak dijumpai pada

kelompok usia 61-70 tahun, sebanyak 12 sampel (48%). Ekspresi VDR kuat

terbanyak dijumpai pada kelompok usia 61-70 tahun, sebanyak 1 sampel

(6,7%).

85
86

b. Ekspresi VDR lemah terbanyak dijumpai pada nilai PSA tinggi, sebanyak 5

sampel (62,5%). Ekspresi VDR sedang terbanyak dijumpai pada nilai PSA

tinggi, sebanyak 18 sampel (72%). Ekspresi VDR kuat terbanyak dijumpai pada

nilai PSA tinggi (100%).

3. Distribusi frekuensi ekspresi VDR berdasarkan grading histopatologi :

a. Ekspresi VDR lemah terbanyak dijumpai pada Gleason score 3+4=7 dan

4+4=8, masing-masing sebanyak 3 sampel (37,5%). Ekspresi VDR sedang

terbanyak dijumpai pada Gleason score 4+5=9, sebanyak 6 sampel (24%).

Ekspresi VDR kuat terbanyak dijumpai pada Gleason score 3+4=7 sebanyak 1

sampel (100%).

b. Ekspresi VDR lemah sebagian dijumpai pada moderately differentiated dan

sebagian lagi poorly differentiated adenokarsinoma prostat, masing-masing

sebanyak 4 pasien (50%). Ekspresi VDR sedang terbanyak dijumpai pada

poorly differentiated adenokarsinoma prostat, sebanyak 18 sampel (72%).

Ekspresi VDR kuat terbanyak dijumpai pada moderately differentiated

adenokarsinom prostat, sebanyak 1 sampel (100%).

c. Ekspresi VDR lemah terbanyak dijumpai pada grade group 4, sebanyak 4

sampel (50%). Ekspresi VDR sedang terbanyak dijumpai pada grade group 5,

sebanyak 14 sampel (56%). Ekspresi VDR kuat terbanyak dijumpai pada grade

group 2 (100%).
87

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai kadar vitamin D dalam

darah sampel, sehingga dapat membandingkan kadar vitamin D dalam darah

apakah sesuai dengan ekspresi imunohistokimia VDR pada jaringan prostat.

b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang menilai gen SNP VDR pada sampel

ini, sehingga dapat dilihat apakah ada kecenderungan SNP tertentu terhadap

terjadinya Gleason score yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Pernar CH, Ebot EM, Wilson KM, Mucci LA. The Epidemiology of
Prostate Cancer. Cold Spring Harb Perspect Med. 2018 Dec; 8(12):1–19.
doi: 10.1101/cshperspect.a030361.
2. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2019. Atlanta: American
Cancer Society; 2019. P. 22-3.
3. Purnomo BB. Tumor Urogenital. In: Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua.
Jakarta: Sagung Seto; 2003. p. 207.
4. Komite Penanggulan Kanker Nasional. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Kanker Prostat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2017. p. 1–2.
5. The Global Cancer Observatory. Indonesia Source GLOBOCAN 2018.
December 2020 [Cited on 10th October 2020]. Available from:
http://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-
sheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf.
6. Wibisono MG. Prevalensi Kanker Prostat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode 1 Januari 2014 – 31 Desember 2016 [Undergraduate
Thesis]. Palembang: Sriwijaya University; 2019.
7. Irawan D. Penderita Kanker Banyak Terima Informasi Keliru [Internet].
2017 [Cited on 1st October 2020] . Available from: http://koran-
sindo.com/page/news/2017-05-
21/4/23/Penderita_Kanker_Banyak_Terima_Informasi_Keliru.
8. Prawira, Munthe L. Kanker Payudara Masih Tinggi [Internet]. 2015 [Cited
on 23th September 2020]. Available from: http://www.mdn.biz.id/n/145907/.
9. Ulbright TM, Amin MB, Balzer B, Berney DM, Epstein JI, Guo C, Idrees
MT, et al. Germ Cell Tumours: Seminoma. In: Moch H, Humphrey PA,
Ulbright TM, Reuter VE (eds). World Health Organization Classification of
Tumours of the Urinary System and Male Genital Organs, 4th ed. Lyon-
France: IARC; 2016. p. 203–4.
10. Lubis YEP, Raja SL, Suroyo RB. Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Kanker P rostat di Poliklinik Bedah Urologi RSUP H .
Adam Malik Medan. PRIMER. 2018; 1(1):42–51.
11. Kidd LR, Coulibaly A, Templeton TM, Chen W, Long LO, Mason T, et al.
Germline BCL-2 Sequence Variants and Inherited Predisposition to Prostate
Cancer. Prostate Cancer Prostatic Dis. 2006; 9(3):284–92.
12. Bai Y, Yu Y, Yu B, Ge J, Ji J, Lu H, et al. Association of Vitamin D
Receptor Polymorphisms with The Risk of Prostate Cancer in the Han
population of Southern China. BMC Med Genet. 2009 Dec ; 10(1):125.
13. Services SI, Lubera JA, Technician SI, Society AC. Cancer Statistics, 1989.
CA Cancer J Clin. 1989 Jan; 39(1):3–20. doi:10.3322/canjclin.39.1.3.
14. Ernster VL, Winkelstein W, Selvin S, Brown SM, Sacks ST, Austin DF, et
al. Race, Socioeconomic Status, and Prostat Cancer. 1977; 61(2):91–187.
15. Haenszel W, Kurihara M. Studies of Japanese Migrants. I. Mortality from
Cancer and Other Diseases among Japanese in the United States. J Natl
Cancer Inst. 1968; 40(1):43–68.

88
89

16. Guileyardo JM, Johnson WD, Welsh RA, Akazaki K, Correa P. Prevalance
of Latent Prostate Carcinoma in Two U.S Population. J Natl Cancer Inst.
1980; 65:311–6.
17. Miller GJ. Vitamin D and Prostate Cancer: Biologic Interactions and
Clinical Potentials. Cancer Metastasis Rev. 1998; 17(4):353–60.
18. Hendrickson WK, Flavin R, Kasperzyk JL, Fiorentino M, Fang F, Lis R, et
al. Vitamin D Receptor Protein Expression in Tumor Tissue and Prostate
Cancer Progression. J Clin Oncol. 2011 Jun; 29(17):2378–85. doi:
10.1200/JCO.2010.30.9880.
19. Miyamoto K, Kesterson RA, Yamamoto H, Taketani Y, Nishiwaki E,
Tatsumi S, et al. Structural Organization of the Human Vitamin D Receptor
Chromosomal Gene and Its Promoter. Mol Endocrinol. 1997 Jul;
11(8):1165–79. doi:10.1210/mend.11.8.9951.
20. Weisman Y, Schen RJ, Eisenberg Z, Edelstein S, Harell A. Inadequate
Status And Impaired Metabolism of Vitamin D in the Elderly. Isr J Med Sci.
1981 Jan; 17(1):19–21.
21. Lips P, van Ginkel FC, Jongen MJ, Rubertus F, van der Vijgh WJ,
Netelenbos JC. Determinants of Vitamin D Status in Patients with Hip
Fracture and in Elderly Control Subjects. Am J Clin Nutr. 1987 Dec;
46(6):1005–10.
22. Lawson DE, Paul AA, Black AE, Cole TJ, Mandal AR, Davie M. Relative
Contributions of Diet and Sunlight to Vitamin D State in the Elderly. BMJ.
1979 Aug; 2(6185):303–5. doi:10.1136/bmj.2.6185.303.
23. Baker MR, Peacock M, Nordin BEC. The Decline in Vitamin D Status with
Age. Age Ageing. 1980; 9(4):249–52. doi:10.1093/ageing/9.4.249.
24. Orwoll ES, Meier DE. Alterations in Calcium, Vitamin D, and Parathyroid
Hormone Physiology in Normal Men with Aging: Relationship to the
Development of Senile Osteopenia*. J Clin Endocrinol Metab. 1986 Dec;
63(6):1262–9. doi:10.1210/jcem-63-6-1262.
25. Clemens TL, Henderson SL, Adams JS, Holick MF. Increased Skin Pigment
Reduces The Capacity of Skin to Synthesise Vitamin D3. Lancet. 1982 Jan;
319(8263):74–6.
26. Kovi J, Hesmat MY. Incidence of Cancer in Negroes in Washington, D.C.
and Selected African Cities. Am J Epidemiol. 1972 Dec; 96(6):401–13.
27. Levi F. Cancer Incidence in Five Continents, Vol. VI. Eur J Cancer. 1993
Jan; 29(16):2315–9.
28. Takeuchi A, Okano T, Teraoka S, Murakami Y, Kobayashi T. High-
Performance Liquid Chromatographic Determination of Vitamin D in
Foods, Feeds and Pharmaceuticals by Successive Use of Reversed-Phase
and Straight-Phase Columns. J Nutr Sci Vitaminol. 1984; 30(1):11–25.
29. Jingwi EY, Abbas M, Ricks-Santi L, Winchester D, Beyene D, Day A, et al.
Vitamin D Receptor Genetic Polymorphisms are Associated with PSA
Level, Gleason Score and Prostate Cancer Risk in African-American Men.
Anticancer Res. 2015; 35(3):1549–58.
30. Bikle DD. Vitamin D Metabolism, Mechanism of Action, and Clinical
Applications. Chem Biol. 2014;21(3):319–29.
doi:10.1016/j.chembiol.2013.12.016.

89
90

31. DeLuca HF, Ostrem V. The Relationship between The Vitamin D System
and Cancer. Essent Nutr Carcinog. 1986 Nov; 53(9):413–29.
32. Chida K, Hashiba H, Fukushima M, Suda T, Kuroki T. Inhibition of Tumor
Promotion in Mouse Skin by 1 Alpha,25-Dihydroxyvitamin D3. Cancer
Res. 1985 Nov; 45(11 Pt 1):5426–30.
33. Eisman JA, Barkla DH, Tutton PJ. Suppression of In Vivo Growth of
Human Cancer Solid Tumor Xenografts by 1,25-Dihydroxyvitamin D3.
Cancer Res. 1987 Jan 1;47(1):21–5.
34. Reitsma PH, Rothberg PG, Astrin SM, Trial J, Bar-Shavit Z, Hall A, et al.
Regulation of myc Gene Expression in HL-60 Leukaemia Cells by a
Vitamin D Metabolite. Nature. 1983 Dec; 306(5942):492–4.
35. Rijnders AWM, van der Korput JAGM, van Steenbrugge GJ, Romijn JC,
Trapman J. Expression of Cellular Oncogenes in Human Prostatic
Carcinoma Cell Lines. Biochem Biophys Res Commun. 1985 Oct;
132(2):548–54.
36. Krill D, DeFlavia P, Dhir R, Luo J, Becich MJ, Lehman E, et al. Expression
Patterns of Vitamin D Receptor in Human Prostate. J Cell Biochem. 2001
Sep; 82(4):566–72. doi:10.1002/jcb.1185.
37. Swami S, Krishnan A V, Feldman D. Vitamin D Metabolism and Action in
the Prostate: Implications for Health and Disease. Mol Cell Endocrinol.
2011 Dec; 347(1–2):61–9. doi:10.1016/j.mce.2011.05.010.
38. Newanda. Kanker Prostat. Bandung: Departemen Ilmu Bedah RSPAD GS;
2019. P.1-29.
39. Mescher AL. Accessory Glands. In: Histology Dasar Junqueira, 13th ed.
New york: Mc Graw Hill Education Lange; 2016. p. 978–80.
40. Tortora GJ, Derrickson B, Nielsen MT. The Male Reproductive System. In:
Roesch B, editor. Principles of Anatomy and Physiology, 12th ed. Amerika
Serikat: John Wiley & Sons.; 2014. p. 894.
41. Moch H, Humphrey PA, Ulbright TM, Reuter VE. Tumor of Prostate. In:
Moch H, Humphrey PA, Ulbright TM, Reuter VE (eds). World Health
Organization Classification of Tumours of the Urinary System and Male
Genital Organs, 4th ed. Lyon-France: IARC; 2016. p. 135–83.
42. Çalışkan S, Koca O, Akyüz M, Ozturk M, Karaman M. Clinical
Significance of Single Microscopic Focus of Adenocarcinoma at Prostate
Biopsy. Prostate Int. 2015 Dec; 3(4):132–4.
43. McKenney JK (editor).Ackerman’s RJR and Prostate and Seminal Vesicles.
In: Surgical Pathology, 10st ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2011. p. 1097–
121.
44. Menegoz F, Lutz JM, Mousseau M, Orfeuvre H, Schaerer R. Descriptive
Epidemiology of Prostate Cancer. 1994; 10(2):1–6.
45. Baade PD, Youlden DR, Cramb SM, Dunn J, Gardiner RA. Epidemiology
of Prostate Cancer in the Asia-Pacific Region. Prostate Int. 2013; 1(2):47–
58.
46. Dewi M. Sebaran Kanker di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2007.
Indonesian Journal of Cancer. 2017; 11(1):1-8.
47. Presti C, Kane CJ, Shinohara KM, Carroll PR. Neoplasms of the Prostat
Gland. In: Tanagho A, McAninch JW, editors. Smit’h General Urology,
91

17Th ed. United States: Mc Graw Hill Medical New York; 2009. p. 348–
442.
48. Mustafa M, Salih A, Illzam E, Sharifa A, Suleiman M, Hussain S. Prostate
Cancer: Pathophysiology, Diagnosis, and Prognosis. IOSR J Dent Med Sci
[Internet]. 2016; 15(6):861–2279.
49. Damjanov I, Mc.Cue PA. Chapter 17 The Lower Urinary Tract and Male
Reproductive System. In: Rubin E, Reisner HM (eds.). Essential of Rubin’s
Pathology, 6th ed. China: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 487.
50. Bashir MN. Epidemiology of Prostate Cancer. Asian Pacific J Cancer Prev.
2015; 16(13):5137–41.
51. Schwartz GG, Hulka BS. Is Vitamin D Deficiency a Risk Factor for Prostate
Cancer? (Hypothesis). Anticancer Res. 1990; 10(5A):1307–11.
52. Siregar MT. Derajat Tumor Infiltrating Lymphocytes (TILs) dengan
Prostate Specific Antigen (PSA) pada Benign Prostate Hyperplasia dan
Adenokarsinoma Prostat [Tesis Magister]. Medan: Universitas sumatera
utara; 2019. Available from:
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/23576.
53. Aranow C. Vitamin D and the Immune System. J Investig Med. 2011 Aug
1; 59(6):881–6. doi: 10.3899/jrheum.090797.
54. Bendich A. Vitamin D. In: Holick MF (editor). Nutrition and Health, 2nd
ed. Totowa: Humana Press; 2010. p. 3–60.
55. Chandra R. Korelasi antara Ekspresi Imunohistokimia Reseptor Vitamin D
pada Plak Psoriasis dengan Derajat Keparahan Psoriasis [Tesis Magister].
Medan: Universitas sumatera utara; 2019. Available from:
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/20443.
56. Robinson CJ, Spanos E, James MF, Pike JW, Haussler MR, Makeen AM, et
al. Role of Prolactin in Vitamin D Metabolism and Calcium Absorption
during Lactation in the Rat. J Endocrinol. 1982 Sep; 94(3):443–53.
57. Norman AW. From Vitamin D to Hormone D: Fundamentals of the Vitamin
D Endocrine System Essential for Good Health. Am J Clin Nutr. 2008 Aug;
88(2):491S-499S.
58. Christakos S, Dhawan P, Verstuyf A, Verlinden L, Carmeliet G. Vitamin D:
Metabolism, Molecular Mechanism of Action, and Pleiotropic Effects.
Physiol Rev. 2015; 96(1):365–408.
59. Haussler MR, Whitfield GK, Haussler CA, Hsieh J-C, Thompson PD,
Selznick SH, et al. The Nuclear Vitamin D Receptor: Biological and
Molecular Regulatory Properties Revealed. J Bone Miner Res. 1998 Mar 1;
13(3):325–49.
60. Deeb KK, Trump DL, Johnson CS. Vitamin D Signalling Pathways in
Cancer: Potential for Anticancer Therapeutics. Nat Rev Cancer. 2007 Sep;
7(9):684–700.
61. Vuolo L, Di Somma C, Faggiano A, Colao A. Vitamin D and Cancer. Front
Endocrinol (Lausanne) [Internet]. 2012 Sep 30; 3(6):115–27. Available
from:
http://journal.frontiersin.org/article/10.3389/fendo.2012.00058/abstract
62. Mizwicki MT, Norman AW. The Vitamin D Sterol-Vitamin D Receptor
Ensemble Model Offers Unique Insights into Both Genomic and Rapid-

91
92

Response Signaling. Sci Signal. 2009 Jun 16; 2(75):re4–re4. doi:


10.1126/scisignal.275re4.
63. Krishnan AV, Feldman D. Molecular Pathways Mediating the Anti-
inflammatory Effects of Calcitriol: Implications for Prostate Cancer
Chemoprevention and Treatment. Endocr Relat Cancer. 2010; 17(1):19–38.
64. Chen TC. 25-Hydroxyvitamin D-1 alpha-hydroxylase (CYP27B1) is a New
Class of Tumor Suppressor In the Prostate. Anticancer Res. 2008;
28(4A):2015–7.
65. Segersten U, Holm PK, Björklund P, Hessman O, Nordgren H, Binderup L.
25-Hydroxyvitamin D31α-hydroxylase Expression in Breast Cancer and
Use of Non-1α-hydroxylated Vitamin D Analogue. Breast Cancer Res. 2005
Dec 6;7(6):R980.
66. Rungby J, Mortensen L, Jakobsen K, Brock A, Mosekilde L. Distribution of
Hydroxylated Vitamin D Metabolites [250HD3 and 1,25(OH)2D3] in
Domestic Pigs: Evidence That 1,25(OH)2D3] is Stored outside the Blood
Circulation? Comp Biochem Physiol Part A Physiol. 1993 Mar; 104(3):483–
4.
67. Konety BR, Somogyi G, Atan A, Muindi J, Chancellor MB, Getzenberg
RH. Evaluation of Intraprostatic Metabolism of 1,25-dihydroxyvitamin D3
(calcitriol) using a Microdialysis Technique. Urology. 2002 Jun; 59(6):947–
52.
68. Lou YR, Qiao S, Talonpoika R, Syvälä H, Tuohimaa P. The Role of
Vitamin D 3 Metabolism in Prostate Cancer. J Steroid Biochem Mol Biol.
2004;92(4):317–25.
69. Chen TC, Wang L, Whitlatch LW, Flanagan JN, Holick MF. Prostatic 25-
hydroxyvitamin D-1alphahydroxylase and its Implication in Prostate
Cancer. J Cell Biochem. 2003;88(2):315–322.
70. Donkena KV, Young C. Vitamin D, Sunlight and Prostate Cancer Risk. Adv
Prev Med. 2011;2011:1–13.
71. Ma JF, Nonn L, Campbell MJ, Hewison DF, Peehl DM. Mechanisms of
Decreased Vitamin D Cells, 1alpha-hydroxylase Activity in Prostate Cancer.
Mol Cell Endocrinol. 2004; 221(1–2):67–74.
72. Song EY, Shurin MR, Tourkova IL, Gutkin DW, Shurin GV. Epigenetic
Mechanisms of Promigratory Chemokine CXCL14 Regulation in Human
Prostate Cancer Cells. Cancer Res. 2010; 70(14):5953–5962.
73. Lou YR, Tuohimaa P. Androgen Enhances the Antiproliferative Activity of
Vitamin D3 by Suppressing 24-hydroxylase Expression in LNCaP Cells. J
Steroid Biochem Mol Biol. 2006; 99(1):44–9. 6
74. Lou YR, Nazarova N, Talonpoika R, Tuohimaa P. 5α-dihydrotestosterone
Inhibits 1α,25-dihydroxyvitamin D3-Induced Expression of CYP24 in
Human Prostate Cancer Cells. Prostate. 2005 May; 63(3):222–30. doi:
10.1002/pros.20189.
75. Steiner C, Arnould S, Scalbert A, Manach C. Isoflavones and the Prevention
of Breast and Prostate Cancer: New Perspectives Opened by Nutrigenomics.
Br J Nutr. 2008 May; 99(E-S1):ES78–108.
76. Swami S, Krishnan AV, Peehl DM, Feldman D. Genistein Potentiates the
Growth Inhibitory Effects of 1,25-dihydroxyvitamin D3 in DU145 Human
93

Prostate Cancer Cells: Role of the Direct Inhibition of CYP24 Enzyme


Activity. Mol Cell Endocrinol. 2005 Sep; 241(1–2):49–61.
77. Muindi JR, Yu WD, Ma Y, Engler KL, Kong RX, Trump DL, et al.
CYP24A1 Inhibition Enhances the Antitumor Activity of Calcitriol.
Endocrinology. 2010; 151(9):4301–12.
78. Krishnan A V., Trump DL, Johnson CS, Feldman D. The role of vitamin D
in cancer prevention and treatment. Endocrinol Metab Clin North Am. 2010;
39(2):401–18.
79. Pike JW, Meyer MB. The Vitamin D Receptor: New Paradigms for the
Regulation of Gene Expression by 1,25-Dihydroxyvitamin D3. Rheum Dis
Clin North Am. 2012 Feb; 38(1):13–27.
80. Zhang Z, Kovalenko P, Cui M, DeSmet M, Clinton SK, Fleet JC.
Constitutive Activation of the Mitogen-Activated Protein Kinase Pathway
Impairs Vitamin D Signaling in Human Prostate Epithelial Cells. J Cell
Physiol. 2010 Aug; 224(2):433–42. doi: 10.1002/jcp.22139.
81. Bunney PE, Zink AN, Holm AA, Billington CJ, Kotz CM. Orexin
Activation Counteracts Decreases in Nonexercise Activity Thermogenesis
(NEAT) Caused by High-Fat Diet. Physiol Behav. 2017 Jul; 176(1):139–48.
82. Zanello LP, Norman AW. Rapid Modulation of Osteoblast Ion Channel
Responses by 1 ,25(OH)2-vitamin D3 Requires the Presence of a Functional
Vitamin D Nuclear Receptor. Proc Natl Acad Sci. 2004 Feb 10;
101(6):1589–94. doi: 10.1073/pnas.0305802101.
83. Skowronski RJ, Peehl DM, Feldman D. Vitamin D Cancer and Prostate
Cancer: 1,25 dihydroxyvitamin D3 Receptors and Actions in Human
Prostate Cancer Cell Lines. Endocrinology. 1993; 132(5):1952–1960.
84. Crescioli C. Effect of a Vitamin D3 Analogue on Keratinocyte Growth
Factor-Induced Cell Proliferation in Benign Prostate Hyperplasia. J Clin
Endocrinol Metab. 2000 Jul; 85(7):2576–83.doi: 10.1210/jcem.85.7.6690.
85. Hedlund TE, Moffatt KA, Miller GJ. Stable Expression of the Nuclear
Vitamin D Receptor in the Human Prostatic Carcinoma Cell Line JCA-1:
Evidence that the Antiproliferative Effects of 1 alpha, 25-dihydroxyvitamin
D3 are Mediated Exclusively through the Genomic Signaling Pathway.
Endocrinology. 1996 May; 137(5):1554–61. doi:
10.1210/endo.137.5.8612485.
86. Rohan JNP, Weigel NL. 1α, 25-dihydroxyvitamin D 3 Reduces c-Myc
Expression, Inhibiting Proliferation and Causing G 1 Accumulation in C4-2
Prostate Cancer Cells. Endocrinology. 2009; 150(5):2046–54.
87. Ma Y, Trump DL, Johnson CS. Vitamin D in Combination Cancer
Treatment. Journal of Cancer. 2010; (3):101–7.
88. Blutt SE, Mcdonnell TJ, Polek TC, Weigel NL. Calcitriol-Induced
Apoptosis in LNCaP Cells is Blocked by Overexpression of Bcl-2.
Endocrinology. 2000; 141(1):10–7.
89. Yang ES, Burnstein KL. Vitamin D Inhibits G 1 to S Progression in LNCaP
Prostate Cancer Cells through p27 Kip1 Stabilization and Cdk2
Mislocalization to the Cytoplasm. J Biol Chem. 2003 Nov 21;
278(47):46862–8. doi: 10.1074/jbc.M306340200.
90. Jensen SS, Madsen MW, Lukas J, Binderup L, Bartek J. Inhibitory Effects
of 1α,25-Dihydroxyvitamin D 3 on the G 1 –S Phase-Controlling

93
94

Machinery. Mol Endocrinol. 2001 Aug; 15(8):1370–80. doi:


doi/10.1210/mend.15.8.0673
91. Liu M, Lee MH, Cohen M, Bommakanti M, Freedman LP. Transcriptional
Activation of the CDK Inhibitor p21 by Vitamin D3 Leads to the Induced
Differentiation of the Myelomonocytic Cell Line U937. Genes Dev. 1996;
10(2):142–53.
92. Campbell MJ, Elstner E, Holden S, Uskokovic M, Koeffler HP. Inhibition
of Proliferation of Prostate Cancer Cells by a 19-nor-hexafluoride Vitamin
D3 Analogue Involves the Induction of p21waf1, p27kip1 and E-cadherin. J
Mol Endocrinol. 1997 Aug; 19(1):15–27. doi: 10.1677/jme.0.0190015.
93. Flores O and Burnstein KL. GADD45gamma: a New Prostate, Vitamin D-
Regulated Gene that is Antiproliferative in Cancer Cells. Endocrinology.
2010; 151(10):4654–4664.
94. Bao BY, Yeh SD and Lee YF. 1alpha, 25 - Invasion, dihydroxyvitamin D3
Inhibits Prostate Cancer Cell Invasion via Modulation of Selective
Proteases. Carcinogenesis. 2006; 27(1):32–4.
95. Malinowska K, Neuwirt H, Cavarretta IT, Bektic J, Steiner H, Dietrich H, et
al. Interleukin-6 Stimulation of Growth of Prostate Cancer In Vitro and In
Vivo through Activation of the Androgen Receptor. Endocr Relat Cancer.
2009; 16(1):155–69.
96. Karan D, Dubey S. From Inflammation to Prostate Cancer: The Role of
Inflammasomes. Advances in Urolgogy. 2016, article ID 3140372.
doi:10.1155/2016/3140372.
97. Mantell DJ, Owens PE, Bundred NJ, Mawer EB, Canfield AE. 1α,25-
Dihydroxyvitamin D 3 Inhibits Angiogenesis In Vitro and In Vivo. Circ
Res. 2000 Aug 4; 87(3):214–20. doi: 10.1161/01.RES.87.3.214.
98. Nonn L, Peng L, Feldman D, Peehl DM. Inhibition of p38 by Vitamin D
Reduces Interleukin-6 Production in Normal Prostate Cells via Mitogen-
Activated Protein Kinase Phosphatase 5: Implications for Prostate Cancer
Prevention by Vitamin D. Cancer Res. 2006; 66(8):4516–24.
99. Araki S, Omori Y, Lyn D, Singh RK, Meinbach DM, Sandman Y, et al.
Interleukin-8 is A Molecular Determinant of Androgen Independence and
Progression in Prostate Cancer. Cancer Res. 2007; 67(14):6854–62.
100. Chung I, Han G, Seshadri M, Gillard BM, Yu WD, Foster BA, et al. Role of
Vitamin D Receptor in the Antiproliferative Effects of Calcitriol in Tumor-
Derived Endothelial Cells and Tumor Angiogenesis In Vivo. Cancer Res.
2009; 69(3):967–75.
101. Kumar V, Abbas A, Aster. Cell Injury, Cell Death, and Adaptations. In:
Perkins JA, editor. Robbins Basic Pathology, 10th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2018. p. 33–56.
102. Ginting RNA, Anggraini DR, Sitorus MS. Vitamin D Receptor
Immunoexpression in Benign and Malignant Prostate Tumors. Open Access
Maced J Med Sci. 2020 Oct 19; 8(B):949-51. doi:
10.3889/oamjms.2020.5148.
103. Herman SR. Hubungan Kadar Prostate Specific Antigen dengan Benign
Prostatic Hyperplasia dan Adenokarsinoma Prostat di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
95

Sumatera Utara; 2017. Available from:


http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3813.
104. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2021. 2021 [Cited on 3th
April 2021]. Available from: https://www.cancer.org/content/dam/cancer-
org/research/cancer-facts-and-statistics/annual-cancer-facts-and-
figures/2021/cancer-facts-and-figures-2021.pdf.
105. Rawla P. Epidemiology of Prostate Cancer. World J Oncol. 2019;10(2):63-
89.
106. Putriyuni A and Hilbertina N. Adenokarsinoma Prostat: Penilaian
Prognostik dan Derajat Histopatologi. MKA. 2014 Aug;37(2):93-100.
107. Sanni. Hubungan Kadar Prostate Specific Antigen dengan Gleason Score
pada Penderita Adenocarcinoma Prostate di RSUP H. Adam Malik
[Skripsi]. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2017.
108. Fang YQ, Zhou XF, Qiu JG et al. Serum PSA level and Gleason scores of
needle biopsy specimens predict the postoperative pathologic grade of
prostate cancer. Acta Medica Mediterr. 2013;29:279-83.
109. Amarneel S, Gohil MR, Parmar KN, Gamit S, Vala M, Shukla D. Study of
Serum Prostate Specific Antigen Level in Prostate Biopsy Specimen.
International Journal of Innovative Research & Development. 2015;
4(6):176-9.
110. Erickson A, Sandeman K, Lahdensuo K, Nordling S, Kallajoki M, Sikkula
H, et al. New Prostate Cancer Grade Grouping System Predicts Survival
After Radical Prostatectomy. Human Pathology. 2018;75:159-66.
111. Gordetsky J and Epstein J. Grading of prostatic Adenocarcinoma: Current
State and Prognostic Implications. Diagnostic Pathology. 2016; 11:25.
doi:10.1186/s13000-016-0478-2.
112. Pai K, Salgaonkar G, Kudva R, Hegde P. Diagnostic Correlation between
Serum PSA, Gleason Score and Bone Scan Results in Prostatic Cancer
Patients with Bone Metastasis. British Biomedical Bulletin. 2015; 3(1):1-7.
113. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Kanker Prostat.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
114. National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice
Guidelines in Oncology Prostate Cancer, 3th Ed. National Comprehensive
Cancer Network Inc; 2012.
115. Larriba MJ and Munoz A. Mechanisms of Resistance to Vitamin D Action
in Human Cancer Cells. In: Holick M (ed). Vitamin D Nutrition and Health.
USA: Humana Press; 2010. doi:10.1007/978-1-60327-303-9_15.
116. Fleet JC, DeSmet M, Johnson R, Li Y. Vitamin D and Cancer: A Review of
Molecular Mechanisms. Biochem J. 2012; 441: 61–76.
117. Negri M, Gentile A, de Angelis C, Monto T, Patalano R, Colao A, et al.
Vitamin D - Induced Molecular Mechanisms to Potentiate Cancer Therapy
and to Reverse Drug - Resistance in Cancer Cells. Nutrients. 2020; 12:1798.
doi: 10.3390/nu12061798.
118. Peng H, Yu J, Li F, Cui X, Chen Y. Decreased Vitamin D Receptor Protein
Expression is Associated with The Progression and Prognosis of Esophageal
Squamous Cell Carcinoma: A Multi-Ethnic Cohort Study from the Xinjiang,
China. Int J Clin Exp Pathol. 2017;10(2):2340-50.

95
96

119. Campolina-Silva GH, Maria BT, Mahecha GAB, Oliveira CA. Reduced
Vitamin D Receptor (VDR) Expression and Plasma Vitamin D Levels are
Associated with Aging - Related Prostate Lesions. The Prostate. 2018;1-15.
120. Jingwi EY, Abbas M, Ricks-Santi L, Winchester D, Beyene D, Day A, et al.
Vitamin D Receptor Genetic Polymorphisms are Associated with PSA
Level, Gleason Score and Prostate Cancer Risk in African-American Men.
Anticancer Research. 2015; 35:1549-58.
97

LAMPIRAN 1

TABEL KARAKTERISTIK SAMPEL

Grading
No. Gleason Grade Grade Skor Skor Skor
No No Slide Usia PSA
RM score grup histopatologi luas intensitas ekpresi
VDR
Moderate
1 696629 0/191/17 56 3+4 = 7 2 11,43 0 0 0
differentiated
Poorly
2 697592 0/485/17 62 5+5 = 10 5 36,62 3 1 4
differentiated
Poorly
3 696230 0/506/17 69 5+4 = 9 5 59,33 3 1 4
differentiated
Well
4 698003 0/655/17 72 2+3 = 5 1 79,26 2 1 3
differentiated
Well
5 698956 0/753/17 64 2+3 = 5 1 0,88 3 1 4
differentiated
Poorly
6 671476 0/926/17 70 4+5 = 9 5 >100 2 1 3
differentiated
Poorly
7 700936 0/1178/17 43 4+5 = 9 5 21,57 3 1 4
differentiated
Poorly
8 705045 0/1945/17 67 4+5 = 9 5 >100 2 1 3
differentiated
Poorly
9 705681 0/2181/17 60 4+5 = 9 5 >100.000 2 1 3
differentiated
98

Poorly
10 706649 0/2247/17 65 5+4 = 9 5 744,57 2 1 3
differentiated
5+5 = 1 Poorly
11 706907 0/2270/17 74 5 6,37 2 1 3
0 differentiated
Poorly
12 698430 0/2290/17 55 4+4 = 8 4 54,20 1 1 2
differentiated
Poorly
13 706312 0/2430/17 58 4+4 = 8 4 >100.000 1 1 2
differentiated
Poorly
14 710907 0/3012/17 57 4+5 = 9 5 42,74 2 1 3
differentiated
moderate
15 676703 0/3239/17 71 3+4 = 7 2 12,05 2 1 3
differentiated
Poorly
16 712905 0/3509/17 60 5+4 = 9 5 12,32 2 1 3
differentiated
Poorly
17 715017 0/3746/17 69 4+5 = 9 5 0,01 2 1 3
differentiated
Poorly
18 716081 0/3821/17 77 4+4 = 8 4 >100 1 1 2
differentiated
Poorly
19 717429 0/4178/17 62 4+4 = 8 4 >100 2 2 4
differentiated
Poorly
20 722521 0/5171/17 62 5+3 = 8 4 8,29 3 1 4
differentiated
Poorly
21 722358 0/5400/17 56 5+5 = 10 5 1,87 2 1 3
differentiated
Poorly
22 726172 0/5989/17 60 5+5 = 10 5 62,90 2 1 3
differentiated
moderate
23 727788 0/6267/17 65 3+4 = 7 2 118,75 1 1 2
differentiated
Poorly
24 729091 0/6481/17 60 4+4 = 8 4 246,56 2 2 4
differentiated
99

Poorly
25 731726 0/479/18 77 5+3 = 8 4 0,84 0 0 0
differentiated
Moderate
26 690011 0/3419/18 70 3+4 = 7 2 0,11 2 1 3
differentiated
Well
27 712236 0/3215/17 89 3+3 = 6 1 49,90 2 2 4
differentiated
moderate
28 597619 0/3133/18 62 2 < 0,01 1 1 2
3+4 = 7 differentiated
Moderate
29 655557 0/1030/18 69 3+4 = 7 2 81,09 2 3 5
differentiated
Poorly
30 753845 0/1911/18 65 3+5 = 8 4 17,71 3 1 4
differentiated
Moderate
31 620698 0/6649/18 58 4+3 = 7 3 0,03 1 1 2
differentiated
Poorly
32 748455 0/3954/18 44 5+5 = 10 5 12,24 2 1 3
differentiated
Moderate
33 737962 0/1674/18 84 3+4 = 7 2 71,51 2 1 3
differentiated
Well
34 752970 0/4431/18 66 3+3 = 6 1 1,12 1 2 3
differentiated
100

Lampiran 2

Hasil Analisis Data


101
102
103
104
105

LAMPIRAN 3

Hasil Pulasan Imunohistokimia VDR

Ekspresi (-), 400x Ekspresi lemah, 400x

Ekspresi sedang, 400x Ekspresi kuat, 400x

Distribusi skor 0 Distribusi skor


(tidak terekspresi) 1 (<10)
106

Distribusi skor 2 Distribusi skor


(10-50%) 3 (>50%)
107

LAMPIRAN 4

PERSETUJUAN KOMISI ETIK


108

LAMPIRAN 5

SURAT IZIN PENELITIAN


109

LAMPIRAN 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
1. Nama : dr. Zuhri Mardiah
2. Tempat & Tanggal Lahir : Kisaran, 01 April 1985
3. Usia : 35 tahun
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Status : Menikah
6. Pendidikan : S1 Kedokteran
7. Agama : Islam
8. Kebangsaan : Indonesia
9. Alamat : Jl. Bunga Baldu, No.57B, Kel. Asam
Kumbang, Kec. Medan Selayang.
10. Telp. : 081242862686

PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : SDN.010083 Kisaran
2. SMP : MTS Muhammadiyah 3 Kisaran Timur
3. SMU : AL-Azhar Medan
4. S1 : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
[[

PENGALAMAN BEKERJA
2009 - 2010 : Sebagai dokter di unit gawat darurat di RS. Bhayangkara
Makassar
2010 - sekarang : Sebagai dokter PNS di RSUD Syech yusuf Kabupaten Gowa
Sulawesi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai