Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

PROFIL PENDERITA SOFT TISSUE TUMOR DI


LABORATORIUM PATOLOGI RUMAH SAKIT
ADVENT MEDAN TAHUN 2016-2017

Oleh :
RUTH OLIVIA ELISABETH RITONGA
130100341

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


PROFIL PENDERITA SOFT TISSUE TUMOR DI
LABORATORIUM PATOLOGI RUMAH SAKIT ADVENT
MEDAN TAHUN 2016-2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

RUTH OLIVIA ELISABETH RITONGA


130100341

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Profil Penderita Soft Tissue Tumor di Laboratorium


Patologi Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2016-2017
Nama Mahasiswa : Ruth Olivia Elisabeth
Ritonga Nomor Induk130100341
Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima


Sebagai bagian persyaratan yang d:perlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Surnatera Utara

Dosen Pembimbing

dr. Esther Ren ni PA PA


NIP.
197112082003122001

Ketua Penguji Anggota Penguji

( dr. HidaYat, M.iomed ) ! dr.Indhart


NIP. 197512202003121001 NIP. 1973022 2005012001

vember 2020 p
t"“

fiafriiddiRambe
.1966O5241992OB]002
ABSTRAK

Latar Belakang: Tumor jaringan lunak merupakan kelompok neoplasma yang besar dan
heterogen. Tumor jinak jaringan lunak ternyata lebih umum ditemukan daripada tumor jinak pada
tulang. Tumor-tumor ini dapat menyerang hampir di semua tempat, di dalam maupun di antara
otot, ligamen, saraf, dan pembuluh darah. Bentuk penampakan dan sifatnya juga sangat luas
variannya. Berdasarkan literatur pada tahun 2013, tumor jaringan lunak menduduki urutan ke-10
sebagai kanker dengan angka kejadian terbanyak. Mendukung program Kementerian Kesehatan
dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini yang tepat mengenai kanker, peneliti tertarik
untuk meneliti penyebaran tumor jaringan lunak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui distribusi klasifikasi profil penderita soft tissue tumor secara sosiodemografi dan
gambaran Histopatologi.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yang
bersifat deskriptif observasional dengan menggunakan data sekunder rekam medik seluruh pasien
didiagnosis tumor jaringan lunak di Rumah Sakit Advent Medan yang merupakan Rumah Sakit
tipe C, periode tahun 2016-2017.

Hasil: Jumlah yang diperoleh sebagai sampel adalah sebanyak 117 kasus dengan 106 kasus
merupakan tumor jinak jaringan lunak dan sebelas lainnya merupakan tumor ganas. Jenis tumor
yang paling banyak ditemukan adalah Lipoma (39.3%) yang diklasifikasikan ke dalam kelompok
tumor jinak jaringan adiposa.

Kata kunci : tumor, jaringan lunak, jinak, ganas

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Background: Soft tissue tumors are a large and heterogeneous group of neoplasms. Benign soft
tissue tumors are more common than benign tumors on the bone. These tumors can invade almost
anywhere, within and between muscles, ligaments, nerves, and blood vessels. The form of
appearance and its characteristics are also very wide in variety. Based on the literature in 2013,
soft tissue tumors ranked 10th as a cancer with the highest incidence rate. Supporting the
Ministry of Health's program in the prevention and early detection of cancer, researcher is
interested in researching the spread of soft tissue tumors. The purpose of this study was to
determine the distribution of the profile classification of soft tissue tumor patients by
sociodemography and histopathological features.

Methods: This study was a descriptive study with a cross-sectional approach that was
observational descriptive using secondary data from the medical records of all patients
diagnosed with soft tissue tumors at the Medan Adventist Hospital, which is a type C hospital, for
the period 2016-2017.

Results: The number of samples obtained was 117 cases, with 106 cases being benign soft tissue
tumors and the remaining eleven being malignant tumors. The most common type of tumor was
Lipoma (39.3%) which was classified into the benign adipose tissue tumor group.

Key words: tumor, soft tissue, benign, malignant


KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan sembah penulis panjatkan bagi Yesus Kristus dan
Tuhan yang Maha Tinggi, sebagaimana kasih, kemurahan, serta karunia roh
penyertaan-Nya yang selalu dan tak pernah meninggalkan penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul: “Profil
Penderita Soft Tissue Tumor di Laboratorium Patologi Rumah Sakit Advent
Medan Tahun 2016-2017” yang merupakan syarat untuk menyelesaikan Program
Sarjana (S1) pada Program Sarjana Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini, ada banyak hambatan serta
rintangan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat
dukungan, dorongan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara
material, moral, dan spiritual. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis hendak
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
2. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kesempatan dan arahan bagi penulis.
3. Dr. Esther R. D. Sitorus, M.Ked(PA), Sp.PA, selaku dosen pembimbing
yang begitu rendah hati dan tidak menuntut, panjang sabar, serta setia
menuntun penulis dalam proses panjang perwujudan skripsi ini.
4. Dr. Hidayat, M.Biomed, selaku ketua penguji skripsi penulis.
5. Dr. dr. Suzy Indharty, M.Kes, Sp.BS, selaku anggota penguji skripsi
penulis yang telah banyak memotivasi dan mengajari penulis dalam
pembuatan skripsi, juga dalam berbagai perihal kehidupan yang telah
menginspirasi penulis.
6. Dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked(An), Sp.An, selaku dosen pembimbing
akademik yang ramah, baik hati, dan siap sedia membuka jalan bagi
penulis untuk melanjutkan pendidikan di setiap semester.
7. Dr. Mustafa M. Amin, Sp.KJ(K), selaku dosen pengajar dan psikiater
yang sudah banyak mendengarkan, mengobati, dan meringankan beban
penulis.
8. Segenap dosen, staf, dan pegawai administrasi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan
memudahkan penulis selama ini, terkhusus untuk Mbak Ria Sri Rezeki
dari departemen Subbag Pendidikan.
9. Ibunda penulis, Dr. Rouli M. Sri Bulan, yang merupakan the greatest
supporter dalam kehidupan penulis; Ayahanda, Ir. Novian Charles
Ritonga yang telah begitu sabar dan setia membiayai setiap kebutuhan
penulis. Juga kepada kedua adik penulis: Romeo Carlosmanuel G.
Ritonga (Jerman) dan Rosevelt Andreas L. Ritonga yang saya doakan
terus bersemangat melanjutkan pendidikan mereka.
10. Sahabat-sahabat karib penulis: dr. Meggiy Saputra, dr. Stevenie Liu,
M.Biomed, dr. Christopher Kendrick Deng, dan dr. Dewi Maya Putri
Alam yang selama ini selalu menjadi penyemangat dan safe haven bagi
penulis. Terima kasih telah mengasihi penulis apa adanya tanpa perlu
penulis minta.
11. Ayu S. Manullang, S.Psi, yang merupakan psikolog pribadi dan sahabat
yang sangat menginspirasi bagi penulis; Zoe Badawi, S.Ked, sahabat
penulis yang telah banyak membantu dalam proses presentasi seminar
proposal dan seminar hasil penulis.
12. Sahabat-sahabat long distance penulis—Ms. Clarisse Béral (Prancis),
Arusyak Harutyunyan (Armenia), Nihana Mubaruck, MBBS (Uni Emirat
Arab & Cina), Ms. Sonali Lakra (India), Teo Rae Shaen (Singapur), dan
Boluwatife Joseph Oluyinka (CEO of Motive Mall, Nigeria)—yang
selama beberapa tahun terakhir telah menjadi teman berbagi cerita, dan
selanjutnya terus saling mendukung di setiap fase perubahan hidup satu
sama lain.
13. Seluruh senior, teman, dan junior dari berbagai angkatan (2012-2017)
yang tidak dapat penulis sebut satu per satu yang telah banyak berbagi,
juga memberi pertolongan serta dukungan moral kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran, masukan, bahkan
kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga karya tulis ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak, khususnya dalam bidang ilmu
kedokteran.

Medan, 22 November 2020

Penulis,

(RUTH OLIVIA ELISABETH RITONGA)


NIM. 130100341
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii
ABSTRAK.....................................................................................................iii
ABSTRACT...................................................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................v
Daftar Isi.........................................................................................................vii
Daftar Gambar..............................................................................................x
Daftar Tabel..................................................................................................xi
Daftar Singkatan...........................................................................................xii
Daftar Lampiran...........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah…....................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian….....................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum…........................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus….......................................................3
1.4 Manfaat Penelitian…...................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................5
2.1 Tumor….......................................................................................5
2.1.1 Definisi Tumor…..........................................................5
2.1.2 Struktur Tumor…..........................................................5
2.1.3 Klasifikasi….................................................................6
2.1.3.1 Berdasarkan sifat............................................6
2.1.3.2 Berdasarkan asal sel…...................................7
2.1.3.3 Diferensiasi…................................................7
2.2 Tumor Jaringan Lunak….............................................................8
2.2.1 Epidemiologi….............................................................8
2.2.2 Klasifikasi….................................................................9
2.2.3 Etiologi…......................................................................13
2.2.4 Patofisiologi…..............................................................14
2.2.5 Faktor risiko…..............................................................20
2.2.6 Prognosis…...................................................................21
2.2.7 Diagnosis…...................................................................21
2.2.7.1 Core Needle Biopsy........................................22
2.2.7.2 Fine Needle Aspiration Biopsy…...................22
2.2.7.3 Open Surgical Biopsy....................................23
2.2.7.4 Local Excision................................................23
2.2.7.5 Resection with Margins..................................24
2.2.7.6 Frozen Section...............................................25
2.2.7.7 Immunohistochemistry...................................25
2.2.8 Tata Laksana.................................................................26
2.3 Kerangka Teori…........................................................................29
2.4 Kerangka Konsep….....................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN................................................................31
3.1 Rancangan Penelitian…...............................................................31
3.2 Lokasi Penelitian…......................................................................31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian…...............................................31
3.3.1 Populasi….....................................................................31
3.3.2 Sampel….......................................................................31
3.4 Metode Pengumpulan Data…......................................................31
3.5 Definisi Operasional…................................................................32
3.6 Metode Pengolahan Data….........................................................32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................35
4.1 Hasil Penelitian…........................................................................35
4.1.1 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis
kelamin penderita.........................................................35
4.1.2 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan usia penderita 35
4.1.3 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis
tumor….........................................................................36

4.1.4 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan lokasi


tumor….........................................................................37
4.1.5 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan tingkat
keganasan…...................................................................38
4.1.6 Distribusi tumor jinak jaringan lunak (benign)….........38
4.1.7 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan jenis
kelamin penderita.........................................................39
4.1.8 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan usia penderita.. .39
4.1.9 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan lokasi
tumor….........................................................................40
4.1.10 Distribusi tumor ganas jaringan lunak (malignant)… 40
4.1.11 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans
berdasarkan jenis kelamin penderita...............................41
4.1.12 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans
berdasarkan usia penderita.............................................41
4.1.13 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans
berdasarkan lokasi tumor di tubuh penderita...................42
4.2 Pembahasan…..............................................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................47
5.1 Kesimpulan…..............................................................................47
5.2 Saran….........................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................49
LAMPIRAN 1. Daftar Riwayat Hidup Peneliti............................................53
LAMPIRAN 2. Ethical Clearance.................................................................54
LAMPIRAN 3. Master Data…......................................................................55
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar 2.1 Gambaran Lipoma 6
Gambar 2.2 Gambar Embryonal Rhabdomyosarcoma 9
orbital
Gambar 2.3 Gambaran tipikal anatomi sel tumor
sarkoma jaringan lunak 15
Gambar 2.4 Gambar hasil metode Core Needle Biopsy dan
gambar hasil metode Fine-Needle Aspiration 23
Gambar 2.5 Gambar perbedaan porsi metode resection 24
Gambar 2.6 Gambar hasil wide resection 25
Gambar 2.7 Gambar hasil metode Immunohistochemistry 26
Gambar 2.8 Kerangka teori 29
Gambar 2.9 Kerangka konsep 30
Gambar 5.1 Gambar Dermatofibrosarcoma Protuberans
dan Rhabdomyosarcoma 48

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel 2.1 Karakteristik Tumor Jinak dan Ganas 6
Tabel 2.2 Karakteristik Karsinoma dan Sarkoma 7
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional 32
Tabel 4.1 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan
jenis kelamin 35
Tabel 4.2. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan
usia (Depkes RI 2009) 35
Tabel 4.3 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan
jenis tumor (WHO 2017) 37
Tabel 4.4 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan
lokasi tumor 38
Tabel 4.5 Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan
tingkat keganasan 38
Tabel 4.6 Distribusi tumor jinak jaringan lunak (benign) 39
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan
jenis kelamin 39
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan
usia (Depkes RI 2009) 40
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan
lokasi tumor 40
Tabel 4.10 Distribusi tumor ganas jaringan lunak (malignant) 41
Tabel 4.11 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma
Protuberans berdasarkan jenis kelamin 41
Tabel 4.12 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma
Protuberans berdasarkan usia (Depkes RI 2009) 42
Tabel 4.13 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma
Protuberans berdasarkan lokasi tumor 42

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

APC : Adenomatous polyposis coli


BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
cGy : Centigray
CT : Computed Tomography
DNA : Deoxyribonucleic Acid
DFS : Disease-Free Survival
DFSP : Dermatofibrosarcoma protuberans
Faskes : Fasilitas Kesehatan
FNAB : Fine Needle Aspiration Biopsy
GIST : Gastrointestinal Stromal Tumor
HHV-8 : Human Herpes Virus tipe 8
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IHC : Immunochemistry
MPNST : Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor
MRI : Magnetic Resonance Imaging
NF1 : Neurofibromin 1
OS : Overall Survival
PDGFRA : platelet-derived growth factor receptor alpha
PTCH1 : protein patched homolog 1
PET : Positron Emission Tomography
RB : protein Retinoblastoma
RTK : Receptor Tyrosine Kinase
WHO : World Health Organization

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti


Lampiran 2 Ethical Clearance
Lampiran 3 Master Data

xiii

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Jaringan lunak digambarkan sebagai jaringan pendukung dari berbagai organ
dan jaringan non-epitel, struktur khusus ekstraskeletal dari jaringan
lymphohematopoietic. Hal ini termasuk jaringan ikat berserabut, jaringan
adiposa, otot skeletal, pembuluh darah/limfe, dan sistem saraf perifer. Secara
embrional, kebanyakan jaringan lunak berasal dari mesoderm, dengan kontribusi
neuroektodermal dalam pembentukan saraf perifer. (Shidham, 2017)
Tumor jaringan lunak merupakan sekelompok neoplasma yang besar dan
heterogen. Umumnya, tumor diklasifikasikan bergantung pada gambaran
histogenetiknya (fibrosarkoma, sebagai contoh, dikategorikan sebagai sebagai
tumor yang muncul dari fibroblas). Akan tetapi, secara histomorfologi,
imunohistokimia, dan data eskperimental menunjukkan bahwa sebagian besar
sarkoma berasal dari sel mesenkim primitif multipotensial, yang muncul selama
proses diferensiasi transformasi neoplastik. (Shidham, 2017)
Tumor jinak jaringan lunak ternyata lebih umum ditemukan daripada tumor
jinak pada tulang. Tumor-tumor ini dapat menyerang hampir di semua tempat,
didalam maupun diantara otot, ligamen, saraf, dan pembuluh darah. Bentuk
penampakan dan sifatnya juga sangat luas variannya. (Cleveland, 2017)
Fibrosarkoma dapat dijumpai di seluruh tubuh, namun lokasi tersering
adalah ekstremitas bawah, terutama paha, lutut, dan tibia (46%). Pada lokasi lain
juga dapat dijumpai fibrosarkoma, seperti batang tubuh (19%), ekstremitas atas
(13%), kepala dan leher (9%), dan payudara (0,5%). (Lukito et.al, 2014)
Beberapa tumor bisa menjadi cukup agresif. Invasi sel-sel tumor ke jaringan
sekitarnya dapat menyebabkan kemungkinan tumor akan kembali. Teknik-teknik
khusus dan bahkan terapi radiasi dapat digunakan untuk mengurangi risiko
pengulangan kembali. (Cleveland, 2017)
Diantara banyaknya jenis tumor, yang bisa diklasifikasikan sebagai tumor
jinak jaringan lunak adalah lipoma, angiolipoma, fibroma, histiocytoma

Universitas Sumatera Utara


2

berserabut jinak, neurofibroma, schwannoma, neurilemmona, hemangioma,


tumor sel raksasa tendon sheath, dan myxoma. Di beberapa kondisi, seperti
nodular fasciitis, bukanlah tumor, tetapi bisa mendapatkan pengobatan yang
mirip. Sebagian kecil dari tumor-tumor ini mungkin saja berhubungan dengan
kondisi tertentu yang didapatkan secara keturunan. (Cleveland, 2017)
Berdasarkan catatan dari Kementerian Kesehatan, di tahun 2012, angka
kematian akibat kanker mencapai 8,2 juta orang. Di Sumatera Utara, pada tahun
2013 saja, estimasi kejadian kanker ditemukan sebanyak 13.391 kasus (1%) dari
keseluruhan 347.792 kasus di Indonesia. (Depkes RI, 2015)
Pada penelitian selama periode 1 Januari 2008 – sampai 31 Desember 2012,
dari data rekam medik penderita yang didiagnosa sebagai fibrosarkoma secara
histopatologi, diperoleh 34 pasien. Jumlah penderita fibrosarkoma terbanyak
dijumpai pada usia ≥ 40 tahun, yakni sebanyak 18 orang penderita (53%), dan
selebihnya dijumpai pada usia < 40 tahun, yakni sebanyak 16 orang penderita
(47%). (Lukito et.al, 2014)
Mendukung program Kementerian Kesehatan dalam upaya pencegahan dan
pendeteksian dini yang tepat mengenai kanker, peneliti tertarik untuk meneliti
penyebaran tumor jaringan lunak. Hal ini juga didukung oleh penelitian terakhir
berhubungan dengan topik ini hanya membahas tumor ganas pada tahun 2013.
Maka peneliti akan melakukan penelitian distribusi tumor jaringan lunak, jinak
maupun ganas.
Adapun alasan peneliti memilih Rumah Sakit Advent sebagai tempat
penelitian adalah dikarenakan akses yang lebih cepat. Rumah Sakit Advent
sendiri adalah rumah sakit tipe-C dan merupakan first line rujukan BPJS dari
fasilitas kesehatan primer, seperti puskesmas dan posyandu. Berdasarkan UU
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, disingkat sebagai BPJS, pada pasal 3,
bahwa sudah menjadi tujuan BPJS untuk mewujudkan terselenggaranya
pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup, yang salah satunya
adalah kesehatan, yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Kembali ditegaskan dalam pasal 2 bahwa BPJS haruslah menyelenggarakan
sistemnya dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan

Universitas Sumatera Utara


begitu, tujuan peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Advent adalah juga
untuk mengetahui sejauh mana penanganan soft tissue tumor dapat dilakukan di
rumah sakit tersebut, ditinjau dari sisi sistem perujukan berjenjang yang
ditetapkan oleh BPJS bagi pasien-pasien penderita tumor jaringan lunak.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana gambaran profil penderita tumor jaringan lunak (soft tissue tumor)
berdasarkan data rekam medik dari laboratorium patologi Rumah Sakit Advent
Medan pada periode tahun 2016-2017.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui profil penderita soft tissue tumor yang ada di
laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi profil penderita secara sosiodemografi
pada laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan.
2. Untuk mengetahui distribusi klasifikasi soft tissue tumor pada
laboratorium patologi Rumah Sakit Advent Medan.
3. Untuk mengetahui sejauh mana penanganan soft tissue tumor dapat
dilayani di Rumah Sakit Advent sebagai pusat rujukan rumah sakit
tipe-C.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai pengalaman peneliti untuk meneliti.
2. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran.
3. Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
topik yang sama.
4. Sebagai bahan informasi dan tambahan pengetahuan bagi para calon
dokter yang akan terjun melayani masyarakat.
5. Sebagai informasi tambahan bagi masyarakat dalam penyuluhan-
penyuluhan mengenai tumor jaringan lunak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TUMOR
2.1.1. Definisi Tumor
Tumor, secara literal, memiliki arti pembengkakan yang abnormal. Dalam
bahasa kedokteran, tumor (neoplasma) merupakan suatu lesi sebagai hasil
pertumbuhan abnormal dari sel yang autonom atau relatif autonom, yang
menetap, walau rangsangan penyebabnya telah dihilangkan. (Shidham, 2017)
Sel normal yang mengalami transformasi menjadi sel tumor disebut sebagai
sel neoplastik. Transformasi tersebut meliputi satu seri perubahan genetik
(misalnya mutasi), sel melepaskan diri secara permanen dari mekanisme pengatur
pertumbuhan normal. Sel neoplastik tumor disebut maligna apabila memiliki
tambahan kemampuan khas mematikan yang memungkinkan sel untuk
menembus dan menyebar, atau metastasis ke jaringan lain. (Shidham, 2017)

2.1.2. Struktur Tumor


Setiap sel tumor terdiri dari :
a. Sel neoplastik
Kelompok sel ini akan menghasilkan macam-macam bentuk pertumbuhan
dan aktivitas sintetik sel asal. Tergantung pada fungsi serupa jaringan asal,
maka sel ini akan terus menyintesis dan menyekresi produk sel ke dalam
aliran darah sehingga dapat dideteksi kemudian.
b. Stroma
Ada anyaman jaringan ikat yang melekat dan mendukung kelompok sel
neoplastik. Anyaman ini disebut stroma (dari kata Yunani yang berarti kasur),
yang tugasnya memberi dukungan mekanis dan nutrisi kepada sel neoplastik.
Stroma selalu mengandung pembuluh darah yang tersebar dan menyatu
dengan tumor. (Underwood, 1999)
Adapun bentuk-bentuk tumor sebagai berikut. Gambaran maskroskopis yang
dideskripsikan sebagai tonjolan datar, umumnya jinak, yaitu karena biasanya

Universitas Sumatera Utara


6

tidak meluar melebihi jaringan asal. Bentuk ulserasi sering berhubungan dengan
sifat agresif. (Underwood, 1999)
Tumor biasanya memiliki perabaan yang lebih padat dibanding dengan
jaringan sekitarnya, sehingga mudah teraba sebagai benjolan pada tempat yang
bisa dideteksi. Tumor yang padat dan keras dikatakan sebagai scirrhous, yang
lunak disebut medullary. (Underwood, 1999)

a b
Gambar 2.1 gambaran Lipoma: (a) makroskopis, (b) histologi/mikroskopis
Sumber :
http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/lipomaatypicaltypesubcutisgross.jpg
http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/lipomamicro1.jpg

2.1.3. Klasifikasi Tumor


2.1.3.1. Berdasarkan sifat
Tumor di dalam klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu jinak dan ganas.
Berikut akan dijelaskan perbedaan karakteristik tumor jinak dan ganas pada tabel
2.1. (Underwood, 1999)
Tabel 2.1. Karakteristik Tumor Jinak dan Ganas
Sifat Jinak Ganas
Kecepatan tumbuh Lambat Cepat
Aktivitas mitosis Rendah Tinggi
Kemiripan dengan jaringan Bermacam-macam, biasanya
Baik
normal buruk
Biasanya hiperkromatik,
Bentuk inti Sering normal ireguler, inti banyak, dan
pieomorfik
Invasi Tidak Ya

Universitas Sumatera Utara


Metastasis Tidak pernah Sering
Perbatasan Batas tegas atau berkapsul Batas tidak tegas atau irregular
Nekrosis Jarang Sering
Sering pada permukaan kulit
Ulserasi Jarang
atau permukaan mukosa
Arah pertumbuhan pada
kulit atau permukaan Sering eksofitik Sering endofitik
mukosa

2.1.3.2. Berdasarkan asal sel


Klasifikasi tumor dibuat secara histogenetik, adapun pembagian luasnya
sebagai berikut :
 Berasal dari sel epitel
 Berasal dari jaringan ikat
 Berasal dari organ yang limfoid dan homopoietik. (Underwood, 1999)
Tabel 2.2. Karakteristik Karsinoma dan Sarkoma
Bentuk Karsinoma Sarkoma
Asal Epitel Jaringan ikat
Sifat Ganas Ganas
Frekuensi Sering Relatif jarang
Alur metastasis Limfe Darah
Tahap in situ Ya Tidak
Kelompok umur Biasanya >50 tahun Biasanya <50 tahun

2.1.3.3. Diferensiasi
Diferensiasi memiliki arti tingkat kemiripan tumor secara histologi terhadap
sel atau jaringan asal, sehingga diferensiasi menentukan grade suatu tumor.
Tumor jinak tidak digolongkan ke dalam klasifikasi ini, karena bentuk tumor
jinak hampir selalu sangat mirip dengan jaringan asalnya. Pada tumor ganas,
klasifikasi diferensiasi sangat penting secara klinis, selain karena memiliki
korelasi kuat dengan prognosis pasien, juga dapat memberikan arahan tepat untuk
penentuan pengobatan yang tepat. (Underwood, 1999)
Tumor ganas biasanya digolongkan sebagai tumor berdiferensiasi baik,
moderat atau buruk, atau secara numerik sering disebut sebagai grade 1, grade 2,
atau grade 3. (Underwood, 1999)

2.2. TUMOR JARINGAN LUNAK


2.2.1. Epidemiologi
Sarkoma (tumor ganas) jaringan lunak bisa terjadi dimanapun, tetapi tiga
perempat lokasinya terjadi pada ektremitas (paling banyak di paha) dan 10 persen
masing-masing di trunk wall (dinding batang tubuh) dan retrioperitoneum,
Sarkoma jaringan lunak semakin banyak terjadi seiring bertambahnya usia; usia
mediannya adalah 65 tahun. Pada sepertiga kasus, diameter tumor superfisial
berukuran 5 cm dan selebihnya terletak lebih dalam dengan ukuran median
diameter 9 cm. (WHO, 2017)
Menurut WHO, setiap tahun, diperkirakan ada 3000/sejuta populasi (1830)
yang datang berkonsultasi pada dokter mengeluhkan penyakit-penyakit tumor
jinak jaringan lunak ini, sedangkan pada sarkoma jaringan lunak ditemukan
sekitar 30/sejuta kasus (1663).
Berdasarkan penelitian distribusi sarkoma jaringan lunak yang dilakukan di
beberapa rumah sakit di Pekanbaru periode 2009-2013 (Arfiana, Burhanuddin, &
Fidiawati, 2016), dari 195 kasus, ditemukan bahwa sarkoma jaringan lunak lebih
banyak terjadi pada wanita (60%) dibanding pria. Usianya berada diantara 40-49
tahun, sedangkan gambaran histopatologi yang paling umum ditemukan adalah
rhabdomyosarcoma (17,9%).
Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian akibat kanker di dunia
setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia, dan Amerika Tengah dan Selatan.
Diperkirakan kasus kanker tahunan di dunia akan meningkat dari 14 juta pada
2012 menjadi 22 juta dalam dua dekade berikutnya. (Depkes RI, 2015)
2.2.2. Klasifikasi

a b
Gambar 2.2 Embryonal Rhabdomyosarcoma orbital : (a) makroskopis, (b) mikroskopis
Sumber:
http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/rhabdomyosarcomaembryonaltyperetroorbitalg
ross.jpg
http://www.pathologyoutlines.com/wick/softtissue/rhabdomyosarcomaembryonaltyperetroorbital
micro1.jpg

Tipe-tipe sarkoma jaringan lunak ditentukan berdasarkan asal jaringannya.


Dari begitu banyak kejadian, paling banyak terjadi di ekstremitas. Frekuensi
lokasi secara keseluruhan adalah sebagai berikut : paha, bokong, dan
selangkangan, 46%; badan, 18%; ekstremitas atas, 13%; retroperitoneal, 13%;
dan kepala dan leher, 9%. Gejala yang paling sering terlihat adalah massa
asimtomatik. Tumor-tumor ini dapat muncul terlambat, terutama di daerah paha
dan pelvis. (Steen & Stephenson, 2008)
Tumor jaringan lunak diklasifikasikan secara umum menjadi dua, yaitu jinak
dan ganas. Sepertiga kasus kejadian tumor jinak adalah lipoma, sepertiganya lagi
adalah fibrohistiocytic dan tumor fibrous, 10 persen tumor-tumor vaskular, dan 5
persen tumor pada nerve sheath. Lipoma pada umumnya tidak menyakitkan,
jarang terjadi pada tangan, ekstremitas bawah, dan kaki, dan sangat jarang terjadi
pada anak-anak (1830), multiple (angio)lipoma terkadang menyakitkan dan
umumnya terjadi pada lelaki muda, angioleiomyoma sering rasanya menyakitkan
dan umum terjadi di ekstremitas bawah pada wanita separuh baya, dimana
setengah dari jumlah tumor vaskular terjadi pasien lebih muda dari usia 20 tahun
(1524). Dari tumor jinak jaringan lunak, 99% terjadi superfisial dan 95% ukuran
diameter kurang dari 5 cm (1524). (WHO, 2017)
Berikut adalah klasifikasi tumor jaringan lunak berdasarkan tipe histologinya
menurut WHO pada tahun 2017 :
(a) ADIPOCYTIC TUMOURS
 Benign
Lipoma,
Lipomatosis,
Lipomatosis of nerve,
Lipoblastoma /
Lipoblastomatosis, Angiolipoma,
Myolipoma,
Chondroid
lipoma,
Extrarenal angiomyolipoma,
Extra-adrenal myelolipoma,
Spindle cell/ Pleomorphic
lipoma, Hibernoma
 Intermediate (locally aggressive)
Atypical lipomatous tumour/ Well differentiated liposarcoma
 Malignant
Dedifferentiated
liposarcoma, Myxoid
liposarcoma,
Round cell liposarcoma,
Pleomorphic
liposarcoma, Mixed-type
liposarcoma ,
Liposarcoma,not otherwise specified

(b) FIBROBLASTIC / MYOFIBROBLASTIC TUMOURS


 Benign
Nodular fasciitis,
Proliferative fasciitis,
Proliferative
myositis,
Myositis ossificans fibro-osseous pseudotumour of digits,
Ischaemic fasciitis,
Elastofibroma,
Fibrous hamartoma of infancy,
Myofibroma /
Myofibromatosis, Fibromatosis
colli,
Juvenile hyaline fibromatosis,
Inclusion body fibromatosis,
Fibroma of tendon sheath,
Desmoplastic fibroblastoma,
Mammary-type
myofibroblastoma, Calcifying
aponeurotic fibroma,
Angiomyofibroblastoma,
Cellular angiofibroma,
Nuchal-type fibroma,
Gardner fibroma,
Calcifying fibrous
tumour, Giant cell
angiofibroma
 Intermediate (locally aggressive)
Superficial fibromatoses (palmar / plantar),
Desmoid-type fibromatoses,
Lipofibromatosis
 Intermediate (rarely metastasizing)
Solitary fibrous tumour and haemangiopericytoma
(incl. lipomatous haemangiopericytoma),
Inflammatory myofibroblastic tumour,
Low grade myofibroblastic sarcoma,
Myxoinflammatory fibroblastic
sarcoma, Infantile fibrosarcoma
 Malignant
Adult
fibrosarcoma,
Myxofibrosarcoma,
Low grade fibromyxoid sarcoma hyalinizing spindle cell tumour,
Sclerosing epithelioid fibrosarcoma

(c) SO-CALLED FIBROHISTIOCYTIC TUMOURS


 Benign
Giant cell tumour of tendon
sheath, Diffuse-type giant cell
tumour, Deep benign fibrous
histiocytoma
 Intermediate (rarely
metastasizing) Plexiform
fibrohistiocytic tumour, Giant cell
tumour of soft tissues
 Malignant
Pleomorphic ‘MFH’ / Undifferentiated pleomorphic sarcoma,
Giant cell ‘MFH’ / Undifferentiated pleomorphic sarcoma with
giant cells,
Inflammatory ‘MFH’ / Undifferentiated pleomorphic sarcoma
with prominent inflammation

(d) SMOOTH MUSCLE TUMOURS


Angioleiomyoma,
Deep leiomyoma,
Genital
leiomyoma,
Leiomyosarcoma (excluding skin)

(e) PERICYTIC (PERIVASCULAR) TUMOURS


Glomus tumour (and variants) malignant glomus
tumour, Myopericytoma
(f) SKELETAL MUSCLE TUMOURS
 Benign
Rhabdomyoma (adult type, fetal type, genital type)
 Malignant
Embryonal rhabdomyosarcoma (incl. spindle cell, botryoid,
anaplastic),
Alveolar rhabdomyosarcoma (incl. solid, anaplastic),
Pleomorphic rhabdomyosarcoma

(g) VASCULAR TUMOURS


 Benign
Haemangiomas of subcut/deep soft tissue (capillary, cavernous,
arteriovenous, venous, intramuscular synovial),
Epithelioid
haemangioma,
Angiomatosis,
Lymphangioma
 Intermediate (locally aggressive)
Kaposiform haemangioendothelioma
 Intermediate (rarely metastasizing)
Retiform haemangioendothelioma,
Papillary intralymphatic
angioendothelioma, Composite
haemangioendothelioma,
Kaposi sarcoma
 Malignant
Epithelioid haemangioendothelioma,
Angiosarcoma of soft tissue

(h) CHONDRO-OSSEOUS TUMOURS


Soft tissue chondroma,
Mesenchymal
chondrosarcoma,
Extraskeletal osteosarcoma

(i) TUMOURS OF UNCERTAIN DIFFERENTIATION


 Benign
Intramuscular myxoma (incl. cellular
variant), Juxta-articular myxoma,
Deep (‘aggressive’) angiomyxoma,
Pleomorphic hyalinizing angiectatic
tumour, Ectopic hamartomatous thymoma
 Intermediate (rarely metastasizing)
Angiomatoid fibrous histiocytoma,
Ossifying fibromyxoid tumour (incl. atypical /
malignant), Mixed tumour/ Myoepithelioma/
Parachordoma
 Malignant
Synovial sarcoma,
Epithelioid sarcoma,
Alveolar soft part
sarcoma,
Clear cell sarcoma of soft tissue,
Extraskeletal myxoid chondrosarcoma ("chordoid" type),
PNET / Extraskeletal Ewing tumour (pPNET, extraskeletal Ewing
tumour),
Desmoplastic small round cell
tumour, Extra-renal rhabdoid tumour,
Malignant mesenchymoma,
Neoplasms with perivascular epithelioid cell
differentiation (PEComa, clear cell myomelanocytic
tumour),
Intimal sarcoma

2.2.3. Etiologi
Penyebab tumor jaringan lunak adalah sebagai berikut :
1) Genetik
Telah dibuktikan bahwa kelainan genetik tertentu dan mutasi gen adalah
faktor predisposisi bagi sebagian tumor jaringan lunak yang jinak maupun
ganas (Shidham, 2017). Gen mengandung instruksi untuk mengatur
perkembangan dan pembelahan sel. Gen yang bertugas dalam pembelahan
sel disebut oncogen. Gen lainnya yang bertugas memperlambat
pembelahan sel dan memastikan sel-sel untuk mati pada waktu yang tepat
disebut gen suppressor tumor. Kanker dapat disebabkan oleh mutasi
(defek) DNA yang menyebabkan oncogen terus aktif dan membuat gen
suppressor tumor tidak berfungsi. (American Cancer Society, 2016)
Gen NF1 dalam neurofibromatosis adalah contohnya, yang condong
mengalami transformasi sehingga menjadi multiple neurofibroma yang
bersifat ganas. Contoh lain, Gardner syndrome yang disebabkan oleh
mutasi gen APC yang membuat penderitanya menumbuhkan banyak polip
di kolon sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker kolon dan tumor
desmoids. Gorlin syndrome, yang juga disebut sindroma karsinoma sel
basal nevoid disebabkan oleh mutasi gen PTCH1 yang meningkatkan
risiko terjadinya fibrosarkoma dan rhabdomyosarcoma. (American
Cancer Society, 2016)
2) Radiasi
Mekanisme patogenesisnya adalah mutasi genetik akibat radiasi lebih dari
2000 cGy yang menyebabkan transformasi neoplastik (Shidham, 2017).
Jarak waktu antara perawatan radiasi dan diagnosis sarkoma adalah lebih
kurang 10 tahun (American Cancer Society, 2016) dan mengakibatkan
angka insiden kurang dari 5% kasus sarkoma.
3) Limfedema kronis
Setelah nodul-nodul limfe diangkat atau rusak akibat radioterapi, cairan
limfe dapat berkumpul dan menyebabkan pembengkakan yang disebut
limfedema (American Cancer Society, 2016). Pada pasien karsinoma
payudara tingkat akhir, limfedema kronis dapat berkembang menjadi
limfangiosarkoma (Shidham, 2017).
4) Karsinogen dari lingkungan
Hubungan antara paparan berbagai bahan karsinogen dengan
meningkatnya insiden tumor jaringan lunak memang ada. Angiosarkoma
hati, misalnya, disebabkan oleh paparan bahan arsenik, thorium dioksida,
dioxin, asam phenoxyacetic, dan vynil klorida. (Shidham, 2017)
5) Infeksi
Contoh tumor jaringan lunak yang disebabkan oleh infeksi adalah Kaposi
sarcoma yang disebabkan oleh human herpes virus tipe-8 (HHV-8), yang
menyerang pasien-pasien human immunodeficiency virus (HIV). Infeksi
virus Epstein-Barr pada pasien immunocompromised juga meningkatkan
kemungkinan berkembanganya tumor jaringan lunak. (Shidham, 2017)
6) Trauma
Relasi antara trauma dengan tumor jaringan lunak sifatnya kebetulan.
Adanya suatu trauma memungkinkan terjadinya lesi tumor jaringan lunak.
(Shidham, 2017)

2.2.4 Patofisiologi
Secara umum, tumor jaringan lunak tumbuh secara sentripetal, meskipun
beberapa tumor jinak (misalnya, lesi fibrosa) dapat tumbuh memanjang di
sepanjang bidang jaringan. Sebagian besar tumor jaringan lunak tetap pada batas
fasia, yang tersisa terbatas pada kompartemen asal sampai tahap perkembangan
selanjutnya. (Shidham, 2018)
Setelah tumor mencapai batas anatomi kompartemen, tumor lebih mungkin
untuk melanggar batas-batas kompartemen. Struktur neurovaskular utama
biasanya tergeser karena tidak diselimuti atau diserang oleh tumor. Tumor yang
timbul di lokasi ekstrakompartemen, seperti fossa poplitea, dapat berkembang
lebih cepat karena kurangnya batas fasia; mereka juga lebih cenderung
melibatkan struktur neurovaskular. (Shidham, 2018)
Bagian perifer dari tumor menekan jaringan lunak di sekitarnya yang normal
karena pertumbuhan ekspansil sentripetal. Ini menghasilkan pembentukan zona
yang relatif terdefinisi dengan baik dari jaringan fibrosa terkompresi yang
mungkin mengandung sel-sel tumor yang tersebar. Zona ini juga dapat terdiri dari
sel-sel inflamasi dan menunjukkan neovaskularitas. (Shidham, 2018)
Lapisan tipis jaringan yang disebut zona reaktif mengelilingi zona kompresi,
terutama pada tumor tingkat tinggi. Bersama-sama, zona kompresi dan reaktif
membentuk pseudocapsule yang membungkus tumor dan berguna dalam
menentukan tingkat reseksi bedah. (Shidham, 2018)

Gambar 2.3 Gambaran tipikal anatomi sel tumor sarkoma jaringan lunak.
Sumber: https://veteriankey.com/principles-of-cancer-surgery/

Beberapa lesi yang sangat agresif dengan pola pertumbuhan infiltratif,


seperti rhabdomyosarcoma masa kanak-kanak, mungkin tidak terhalang batas-
batas kompartemen anatomi dan sering akan menyerang bagian badan fasia.
(Shidham, 2018)
Sarkoma jaringan lunak pada dasarnya muncul karena perkembangan acak
dari sel-sel di daerah sendi dan bagian-bagian jaringan yang mempengaruhi organ
tetangga dari daerah yang terkena. Sarkoma jaringan lunak terjadi di berbagai
bagian tubuh dan nama-nama yang berbeda ditetapkan sesuai dengan bagian yang
terpengaruh. Berbagai jenis sarkoma jaringan lunak ditemukan, yang berkembang
di berbagai bagian tubuh adalah (Abilash et al., 2013):
a. Fibrosarkoma
Pertumbuhan sel kanker pada jaringan ikat, misalnya di lengan dan
bagian bawah kaki, juga terjadi di sekitar bekas luka, otot, saraf, tendon,
dan lapisan tulang. Dapat juga menyerang jaringan lokal dan menyebar
di antara aliran darah dan paru-paru.
b. Leiomyosarkoma
Tumor kanker ini memulai pertumbuhannya pada otot jaringan halus di
mana otak tidak memiliki kontrol seperti, otot di dinding pembuluh
darah, rahim, atau saluran pencernaan. Sarkoma jenis ini pada dasarnya
terjadi di antara orang yang berusia 60 tahun. Anak-anak banyak
terpengaruh di saluran pencernaan, yang mungkin termasuk lambung,
usus kecil, usus besar, usus buntu, dan anus tetapi pada masa kanak-
kanak tidak terdeteksi karena gejala ditemukan pada masa remaja.
c. Rhabdomyosarkoma
Jenis sarkoma ini adalah jenis yang paling umum ditemukan pada
sarkoma jaringan lunak otot rangka. Situs umum asalnya adalah lengan
atau kaki, tetapi juga dapat berkembang di daerah kepala, leher, saluran
kencing, atau organ reproduksi. 85% dari jenis sarkoma ini terjadi pada
bayi, anak-anak, dan remaja. Risiko utama rhabdomyosarcoma adalah
anak-anak yang dilahirkan dengan cacat lahir. Gejala umum sarkoma ini
adalah massa tetapi tanpa rasa sakit. Jika tumor ditemukan di hidung atau
tenggorokan, itu dapat menyebabkan perdarahan atau cacat neurologis.
Jika di mata, itu menyebabkan mata menonjol dan masalah penglihatan.
Sarkoma ini terdeteksi sangat terlambat karena gejalanya sangat jarang.
Rhabdomysarkoma sangat agresif karena menyebar secara acak.
d. Liposarkoma
Liposarkoma berasal dari jaringan lemak. Sarkoma jenis ini dapat
dikembangkan di mana saja di tubuh, tetapi sebagian besar situs adalah
lapisan di belakang rongga perut. Ini juga terjadi di paha, daerah gluteal
atau di belakang lutut. Pada dasarnya ini adalah tumor ganas, umumnya
ditemukan pada kelompok orang berusia 30 hingga 60 tahun. Sarkoma
ini memiliki 3 bentuk biologis; pertama, liposarkoma berdiferensiasi
baik, kedua, myxoid atau sel bundar, dan ketiga, pleomorfik. Kelainan
kromosom menciptakan protein fusi yang merupakan komponen utama
pembentukan kanker. Kelainan yang disebabkan pada 12q13
menyebabkan liposarkoma. Tingkat kematian sekitar 50%. Liposarkoma
lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Gejala
utama liposarkoma adalah muntah, penurunan berat badan, kelelahan,
pembengkakan yang menyakitkan, dan pembesaran pembuluh darah.
e. Sarkoma Sinovial
Ini adalah jenis sarkoma yang ditemukan terutama pada pria
dibandingkan dengan wanita. Sarkoma ini terjadi di jaringan sinovial.
Tumor ini adalah tumor tingkat tinggi di antara semua sarkoma yang
disebutkan. Sarkoma ini terjadi karena translokasi t (X; 18) (p11; q11)
yaitu pada kromosom 18 dan kromosom X, translokasi berlangsung
karena translokasi sarkoma mengandung gen mutan. Sarkoma ini
memiliki gejala yang mirip dengan sarkoma yang disebutkan lainnya.
Sarkoma sinovial ditemukan 8% dari semua sarkoma lainnya, tetapi
sekitar 15-20% kasus pada orang dewasa muda dan remaja.
f. Angiosarkoma
Munculnya sel kanker dimulai di dinding lapisan dalam darah atau
pembuluh limfatik. Tumor adalah neoplasma ganas yang terjadi sangat
acak dan berkembang biak dengan sangat cepat. Sarkoma ini dikatakan
sebagai angiosarkoma karena merupakan berbagai neoplasma vaskular
endotel. Tumor ini memengaruhi berbagai bagian tubuh seperti hati,
limpa, payudara, atau jantung. Hal ini terjadi karena lympheda, dan juga
karena banyak paparan radiasi atau komponen karsinogenik. Sarkoma ini
dapat disajikan dalam bentuk infeksi kulit atau pembentukan benjolan.
Sarkoma ini dapat terjadi pada orang berusia 5 hingga 97 tahun. Tingkat
kematian dalam sarkoma ini sangat rendah. Angiosarkoma terutama
memengaruhi bagian leher dan kepala tubuh.
g. MPNST (Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor)
Yang bila diterjemahkan disebut tumor selubung saraf tepi perifer.
Tumor ganas jenis ini terjadi pada orang lanjut usia. Ia juga dikenal
sebagai neurofibrosarcoma; neurosarkoma. Sarkoma jenis ini terjadi dua
kali lebih umum di antara pria daripada wanita. Situs utama untuk
pengembangan sarkoma jaringan lunak ini adalah ekstremitas dan ruang
anatomi di belakang rongga perut. Perkembangan tumor dimulai dari
saraf perifer atau dari sel-sel yang berhubungan dengan selubung saraf,
juga muncul dari neurofibroma. Sarkoma ini biasanya berbentuk benjolan
besar bersama dengan rasa sakit, tumbuh sangat cepat dan sangat agresif.
h. GIST (Gastrointestinal Stromal Tumor)
Kanker yang memengaruhi saluran pencernaan dan struktur terdekat di
dalam perut. Jenis sarkoma ini umumnya terjadi pada usia 50 hingga 70
tahun dan jarang terjadi pada anak-anak. Sarkoma ini umumnya terjadi
kanker, jika tidak diobati pada tahap awal atau tidak terdeteksi. Pada
dasarnya sarkoma ini didefinisikan sebagai tumor yang perilakunya
didorong oleh mutasi pada gen KIT (KIT Proto-Oncogene, RTK) atau
gen PDGFRA dan mungkin atau mungkin tidak bernoda positif untuk
gen KIT. Sekitar 60% dari sarkoma ini dimulai di perut yaitu, bagian
mana pun dari saluran pencernaan. Gejala utama sarkoma ini adalah
perasaan tidak enak dan sakit di bagian perut, jumlah sel darah merah
rendah, muntah, darah dalam tinja, dan merasa lelah.
i. Dermatofibrosarkoma (DFSP)
Merupakan tumor jinak, tetapi 2-5% kasus menjadi metastasis.
2.2.5 Faktor Risiko
Kanker merupakan penyakit dengan penyebab multifaktor yang terbentuk
dalam jangka waktu yang lama dan mengalami kemajuan melalui stadium yang
berbeda-beda. Faktor nutrisi merupakan salah satu aspek yang sangat penting,
yang kompleks dan sangat dikaitkan dengan proses patologis kanker. Secara
umum, total asupan berbagai lemak bisa dihubungkan dengan peningkatan
insiden beberapa kanker utama misalnya kanker payudara, colon, prostat,
ovarium, endometrium, dan pankreas. Disamping itu, obesitas juga meningkatkan
risiko untuk kanker dan aktivitas fisik merupakan determinan utama dari
pengeluaran energi akan mengurangi risiko. Faktor gaya hidup antara lain
merokok, diet, konsumsi alkohol, dan reproduksi (hamil, menyusui, umur
pertama menstruasi, menopause). (Oemiati et al., 2011)
Dari kajian literatur terlihat beberapa faktor risiko penyakit kanker antara
lain; merokok dan faktor gaya hidup (khususnya konsumsi sayur dan buah serta
aktivitas fisik) merupakan faktor risiko kanker. Hal ini diperjelas dengan
pernyataan Ray (2005) yang mengatakan bahwa asupan buah dan sayur yang
tinggi akan menurunkan risiko kanker. Alkohol adalah faktor risiko untuk tumor
dan saluran pencemaan atas, kanker hati, dan kanker colon rectal, jumlah sedikit
(small amount) akan meningkatkan risiko kanker payudara. Disamping itu total
asupan lemak berkaitan dengan peningkatan penyakit kanker seperti payudara,
colon dan prostat. Sementara itu, peneliti lain menyebutkan bahwa peningkatan
prevalensi dyslipidemia/hypercholesterol akan meningkatkan kasus kanker
payudara. Pernyataan ini didukung oleh ahli lain bahwa asupan lemak jenuh dan
juga alkohol akan meningkatkan kejadian penyakit kanker. (Oemiati et al., 2011)
Faktor lain yang berpengaruh adalah kesehatan mental. Orang dengan mental
disorder (khususnya yang berkaitan dengan masalah mood seperti depresi klinis
dan bipolar) akan meningkatkan risiko kejadian kanker pada usia muda. Pada
wanita 43 % dengan mental disorder akan menjadi sakit kanker kurang 2 tahun
setelah didiagnosis menderita masalah dengan mood. (Oemiati et al., 2011)
Peningkatan kasus kanker korelasi dengan perubahan demografi, sosial
ekonomi, psikososial yang akan meningkatan morbiditas dan mortalitas kanker.
Sedangkan insidens kanker meningkat di negara berkembang dan akan meningkat
di daerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan. (Oemiati et al., 2011)

2.2.6 Prognosis
Hasil akhir dan prognosis tumor jaringan lunak bergantung pada beberapa,
seringnya faktor-faktor yang saling terkait, adapun diantaranya : ukuran tumor,
kedalaman letak tumor, tipe histologist, tingkatan klinis, ploidi (genom) DNA,
proliferasi sel, mutasi gen kanker. (Shidham & Hackbarth, 2017)
Letak tumor sangat berpengaruh dalam menentukan strategi pengobatan dan
prognosis. Ketika letaknya berada di ekstremitas yang lebih proksimal,
prognosisnya akan makin buruk. Biasanya, lesi tumor pada ekstremitas bagian
distal bisa lebih mudah diobat dari lesi pada bagian proksimal. Pengobatan
tersebut dapat dilakukan pada stage awal karena lesi distal cenderung berukuran
lebih kecil dari tumor yang berada di ekstremitas proksimal. (Lawrence et al.,
1983)
Secara umum, pasien dengan rhabdomiosarkoma dan sarkoma sinovial
memiliki prognosis lebih buruk dari pasien dengan fibrosarkoma dan
liposarkoma. Akan tetapi, fibrosarkoma yang berdiferensiasi baik (grade 1)
memiliki prognosis yang sama dengan tumor-tumor lain dengan grade yang lebih
buruk, seperti rhabdomiosarkoma, sarkoma sinovial, dan angiosarkoma. Karena
itu, dapat disimpulkan bahwa tipe histologis lebih tepat digunakan untuk
menentukan tingkat diferensiasi daripada untuk menentukan prognosis.
(Lawrence et al., 1983)
Dalam penentuan prognosis tumor jaringan lunak, dapat dikatakan bahwa
usia tidak menjadi faktor besar. Beberapa studi menuliskan bahwa pasien
penderita fibrosarkoma yang berusia sangat muda memiliki prognosis yang lebih
baik dari yang lebih tua. Bila ditinjau dalam kelompok usia pediatri sendiri, hal
ini tidak sepenuhnya benar. Akan tetapi bila sarcoma pada anak-anak
dibandingkan dengan pasien yang berusia diatas dua puluh, dapat dilihat jelas
perbedaan, yaitu prognosis pada usia pediatri lebih baik dari usia dewasa.
(Lawrence et al., 1983)
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat berbagai prosedur diagnostik yang dapat digunakan para ahli bedah
dan ahli klinis untuk mengevaluasi tumor jaringan lunak. Sampling tumor ini
ditentukan dari gambaran klinis dan karakteristik imaging-nya. Tumor yang
terlihat jinak biasanya langsung dieksisi, namun pada tumor yang terlihat
memiliki potensial menjadi ganas biasanya diperiksa lebih lanjut sebelum
dioperasi. Pemeriksaan penunjang yang utamanya digunakan adalah core needle
biopsy dan fine needle aspiration (FNA). (Lindberg, 2019)
Apabila hasil pemeriksaan penunjang tidak dapat di tentukan, maka
pemeriksaan dilanjutkan pada biopsi open surgical dengan frozen section
evaluation atau bahkan resection menyeluruh. Sebaliknya, bila hasil diagnosis
dapat ditentukan, tindakan akan dilanjutkan dengan eksisi lokal, resection luas,
atau kemoterapi adjuvant dengan/tanpa radiasi yang diberikan sebelum operasi.
(Lindberg, 2019)
Adapun untuk mendiagnosis tumor jaringan lunak, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut (Shidham, 2017):
(a) Pemeriksaan laboratorium
Spesifik untuk tumor jaringan ikat, ada analisis sitogenetik dan histologi.
(b) Pemeriksaan imaging
Selama lebih dari dua decade terakhir, pemeriksaan imaging (contoh,
plain radiography, computed tomography [CT], magnetic resonance
imaging [MRI], bone scintigraphy, and positron emission tomography
[PET]) telah banyak berkontribusi dalam manajemen tumor jaringan
lunak. Meski tidak bisa memberi diagnosis spesifik (kecuali lipoma atau
liposarkoma), pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat berguna untuk
menentukan letak anatomis, luas penyebaran tumor, dan keterlibatan
struktur-struktur penting.
(c) Diagnosis jaringan
Mendiagnosis jaringan sedari awal adalah komponen paling penting
dalam pengobatan tumor jaringan lunak. Semua tumor jaringan yang
lebih besar dari 5 cm, termasuk pembesaran atau lesi gejala tumor, harus
dibiopsi. Beberapa teknik biopsi yang ada, antara lain: fine needle
aspiration biopsy (FNAB), core needle biopsy, incisional biopsy, dan
excisional biopsy.
(d) Gambaran histologi
Penentuan tingkatan klinis tumor berdasarkan gambaran histologinya
menjadi salah satu langkah penting dalam menyusun strategi
pengobatan. Ada macam-macam sistem tingkatan; mereka umumnya
berdasarikan evaluasi karakteristik histomorfologi, termasuk cellularity,
cellular pleomorphism, aktivitas mitosis, dan nekrosis, serta kategori
histologinya. Adapun tingkatan yang lebih sederhana, yaitu sistem tiga
tingkatan (grade 1, 2, 3) yang ditentukan berdasarkan diferensiasi sel
tumor.

2.2.7.1 Core Needle Biopsy


Pada core needle biopsy, sampel tumor yang dibutuhkan dalam pemeriksaan
cukup sedikit saja, sama seperti FNAB, namun lebih populer karena memiliki
risiko morbiditas rendah terhadap pasien. Sangat baik dilakukan pada kasus lesi
superficial atau lesi visceral yang dalam dengan bantuan CT. (Lindberg, 2019)

2.2.7.2 Fine-Needle Aspiration Biopsy


Pemeriksaan fine needle aspiration biopsy (FNAB) memiliki keunggulan
yang sama dengan core needle biopsy, hanya saja hasil aspirasi sampel, terlepas
dari keberhasilannya menentukan diagnosis, dapat digunakan selanjutnya
menjadi bahan untuk evaluasi histologist dan immunohistochemical tumor
jaringan lunak. (Lindberg, 2019)
a b

Gambar 2.4 (a) Mengambil jaringan dengan core needle biopsy (gambar low magnification)
menjadi populer dikarenakan metodenya mudah dan memiliki morbiditas rendah bila dibanding
dengan open surgical biopsy. (b) Gambaran sel yang diambil melalui fine-needle aspiration
biopsy (FNAB) yang juga dapat digunakan untuk penegakan diagnosis. Akan tetapi, jaringan
sering terlihat pecah dan sedikit, seperti yang terlihat pada gambar (high magnification).
Sumber: buku ajar Diagnostic Pathology: Soft Tissue Tumors, edisi ke-3, hal. 20, oleh M. R.
Lindberg.

2.2.7.3 Open Surgical Biopsy


Sampel kecil dari tumor atau lesi cukup untuk melakukan open surgical
biopsy, tapi umumnya dapat menghasilkan jaringan yang lebih utuh dari core
needle biopsy ataupun FNAB. Jaringan dapat dipakai untuk konsultasi frozen
section lebih lanjut. Open surgical biopsy memiliki risiko lebih kecil mengalami
kesalahan diagnosis disbanding dengan core needle biopsy dan FNAB.
(Lindberg, 2019)

2.2.7.4 Local Excision


Local excision berfokus pada pengangkatan tumor dan tidak menyentuh
jaringan lunak yang sehat disekelilingnya. Metode ini menghasilkan keseluruh
tumor dapat digunakan untuk evaluasi histologist. Local excision adalah
penanganan standar untuk tumor jinak superficial yang tidak memiliki potensial
menjadi agresif. (Lindberg, 2019)

2.2.7.5 Resection with Margins


Resection with margins diperlukan sebagai standar pemeriksaan untuk tumor
jinak yang agresif secara lokal, seperti fibromatosis, tumor-tumor subfasial, dan
sarkoma. Terdapat dua cara dalam metode ini, yaitu wide resection dan radical
resection. (Lindberg, 2019)

Gambar 2.5 (atas) menunjukkan perbedaan porsi pengambilan resection antara metode wide dan
radical.
Sumber:https://boneandspine.com/wp-content/uploads/2017/05/surgical-excision1.jpg

Tujuan ahli bedah saat operasi adalah mengangkat keseluruhan sel-sel kanker
beserta jaringan sehat yang mengelilinginya. Pada kasus tumor intraabdominal,
intratorakal, atau retroperitoneal, pengangkatan dapat merangkup seluruh organ
atau otot yang mengandung tumor. (Lindberg, 2019) Hal ini dilakukan untuk
memastikan seluruh sel kanker telah diangkat. Selama operasi, atau sesudahnya,
ahli patologis akan memeriksa jaringan sehat yang ikut diambil ini; proses inilah
yang disebut dengan resection of margins. Apabila sel kanker ditemukan dalam
jaringan sehat atau normal ini, maka hal ini akan memengaruhi keputusan dalam
penanganan selanjutnya, termasuk pembedahan tambahan atau terapi radiasi.
Resections of margins sendiri adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan setelah
kemoterapi dan/atau terapi radiasi. (Breastcancer.org, 2018)
Gambar 2.6 (atas) menunjukan hasil wide resection.
Sumber:https://www.breastcancer.org/Images/BCO_Pathology_Pg12_A_Image_tcm8
- 334308.jpg

2.2.7.6 Frozen Section


Konsultasi frozen section sebelum tindakan operatif diperlukan untuk
penegakan diagnosis yang lebih jelas agar bisa menentukan langkah penanganan
selanjutnya atau malah menghentikan terapi neoadjuvant lainnya. Akan tetapi,
diagnosis spesifik tumor jaringan lunak tidak dapat ditentukan dengan evaluasi
frozen section. Informasi paling membantu dari pemeriksaan ini adalah
menentukan kualitas tumor, apakah jinak (benign), low-grade malignant, atau
high-grade malignant. Penggunaan jinak dalam identifikasi frozen section hanya
dipakai apabila kejinakan sudah dipastikan benar, karena banyak low-grade
sarcomas salah dimengerti dengan tumor jinak. Bila diagnosis tidak bisa diambil
setelah frozen section, dan interpretasi tidak dapat disediakan oleh ahli patologis,
maka metode paraffin-embedded (permanent) sections dapat menjadi pilihan
selanjutnya. (Lindberg, 2019)

2.2.7.7 Immunohistochemistry (IHC)


Merupakan test tambahan menggunakan antibodi. Direkomendasi sebagai
cara penegakan diagnosis (mendukung maupun menyingkirkan diagnosis
pembanding). Panel skrining 5-stain yang umum digunakan : Keratin, S100
protein, SMA, desmin, CD34. Pada sampel jaringan yang sedikit, hasil negative
belum tentu merefleksikan status keseluruhan tumor. Contoh : myogenin pada
rhabdomyosarkoma embrional dapat terwarna hanya setengahnya. (Lindberg,
2019)

Gambar 2.7 (atas) Imunohistokemistri harus dilakukan dengan hati-hati, terutama pada sampel
yang sedikit karena dapat menyebkan ekpresi antigen tidak lengkap. (contoh: myogenin, yang
dipanah pada gambar, tidak terlihat pada biopsi).
Sumber: buku ajar Diagnostic Pathology: Soft Tissue Tumors, edisi ke-3, hal. 23, oleh M. R.
Lindberg.

2.2.8 Tata Laksana


Operasi pengangkatan lokal adalah penatalaksanaan yang tepat untuk tumor
jaringan lunak yang jinak. Meskipun begitu, ada berbagai macam pilihan
pengobatan, termasuk operasi itu sendiri, atau dikombinasi dengan terapi radiasi
atau kemoterapi, yang dapat dipertimbangkan untuk menata laksana tumor primer
jaringan lunak yang sifatnya ganas, maupun pengulangannya. (Shidham, 2017)
Dalam pengambilan terapi pembedahan, garis pembeda antara sarkoma yang
tidak dapat dioperasi dan yang dapat diangkat terkadang dapat terlihat kabur.
Tujuan dari eksisi bedah kuratif adalah eksisi en bloc tumor dan setiap saluran
biopsi dengan margin negatif dari jaringan normal sedalam 1-2 cm. Eksisi lokal
luas dengan margin jaringan normal di sekitar tumor adalah tujuan bedah saat ini.
Kelayakan reseksi ekstremitas tergantung pada morbiditas yang terkait dengan
menghilangkan struktur di sekitarnya. Ini dapat mempertimbangkan bahwa
margin 1 sampai 2 mm fasia, tendon, atau tulang berbeda dari margin serupa dari
jaringan lemak atau jaringan ikat yang serupa. Reseksi dan rekonstruksi arteri
besar dapat dilakukan dengan hasil onkologis yang serupa, dan reseksi dan
rekonstruksi tulang utama dapat dilakukan dengan endoprosthes yang dapat
ditanam. Reseksi saraf mayor seperti siatik dapat diatasi hingga pasien dapat
belajar berjalan secara mandiri dengan menggunakan orthosis kaki pergelangan
kaki dan transfer tendon. Tumor residual mikroskopis kadang-kadang dapat
dibiarkan di sepanjang pembuluh darah besar, saraf, atau tulang ketika reseksi
tambahan dapat mengakibatkan hilangnya fungsi ekstremitas yang signifikan.
(Steen & Stephenson, 2008)
Kemoterapi memiliki hasil yang tidak cukup baik dalam mengobati sarkoma.
Peran kemoterapi adjuvan masih kontroversial karena tidak adanya bukti tingkat
1 yang meyakinkan bahwa kemoterapi dapat meningkatkan kelangsungan hidup
secara keseluruhan. Berkenaan dengan kemoterapi, keputusan paling penting
yang dihadapi ahli bedah yang mencoba reseksi kuratif sarkoma jaringan lunak
primer adalah penggunaan terapi neoadjuvant. Para pendukung kemoterapi
neoadjuvant merasa bahwa respons sarkoma terhadap terapi neoadjuvan kadang-
kadang dapat digunakan untuk memandu pengobatan lebih lanjut atau untuk
prognosis. Tumor yang lebih kecil memiliki fraksi pertumbuhan yang lebih tinggi
dan berpotensi lebih kemosensitif. Semakin besar tumor, semakin besar
kemungkinan klon chemoresistant akan muncul secara spontan. (Steen &
Stephenson, 2008)
Radiasi dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk mengurangi
kekambuhan sarkoma jaringan lunak. Dalam percobaan acak oleh National
Cancer Institute, operasi ekstremitas saja memiliki tingkat kekambuhan 22%
dibandingkan dengan tingkat kekambuhan <5% pada pasien yang menerima
radioterapi adjuvan. Radioterapi ajuvan belum terbukti meningkatkan OS atau
mengurangi kejadian metastasis jauh. Pedoman National Comprehensive Cancer
Network saat ini merekomendasikan terapi radiasi untuk sarkoma ekstremitas
untuk lesi tingkat tinggi, lesi tingkat rendah> 5 cm, atau margin positif. Pasien
dengan reexcisions juga harus menerima radioterapi adjuvan. Sarkoma tingkat
rendah superfisial <5 cm yang direseksi dengan margin lebar tidak memerlukan
radioterapi adjuvan. (Steen & Stephenson, 2008)
Secara historis, pembedahan dan radiasi untuk sarkoma jaringan lunak telah
dilaporkan memiliki 5-tahun survival bebas penyakit (DFS/disease-free survival)
sebesar 45% dan overall survival (OS) selama 5 tahun sebesar 60%. Beberapa
penelitian telah menunjukkan kecenderungan peningkatan DFS dan OS dengan
penggunaan kemoterapi dan radiasi neoadjuvant. (Steen & Stephenson, 2008)
2.3 KERANGKA TEORI

Struktur tumor terdiri dari dari sel neoplastik dan stroma.

Klasifikasi :
Berdasarkan sifat : jinak dan ganas
Berdasarkan asal sel : epitel, jaringan ikat, organ limfoid dan homopoietik
TUMOR Diferensiasi

Epidemiologi :
(Pekanbaru, 2009-2013), yaitu 60% wanita>pria, usia 40-49 tahun, dan gambaran paling umum adalah rhabdomyosarc

Tumor Jaringan Ikat

Faktor Risiko :
genetic, radiasi, limfedema kronis, bahan karsinogen dari lingkungan, infeksi, dan trauma.

Klasifikasi (WHO 2017) berdasarkan tipe histologi:


Adipocytic tumours
Fibroblastic/myofibr oblastic tumours
So called fibrohistiocytic tumours
Diagnosis :
Smooth muscle tumours
Pemeriksaan laboratorium
Pericytic (perivascular) tumours
Pemeriksaan imaging
Skeletal muscle tumours
Diagnosis jaringan
Vascular tumours
Gambaran histologi
Chondro-osseus tumours
Tumours of uncertain differentiations
Tata laksana :
tindakan operatif, dapat dikombinasi dengan terapi radiasi atau kemoterapi.

Prognosis :
bergantung pada ukuran, kedalaman, tipe histologi, tingkatan klinis, ploidi DNA, proliferasi sel, dan mutasi gen

Gambar 2.8 Kerangka teori


2.4 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.9 Kerangka konsep

Gambaran Histologis WHO:


a. Adipocytic tumours
b. Fibroblastic/myofib
roblastic tumours
c. So called
fibrohistiocytic
Karakteristik Pasien: tumours
d. Smooth
muscle
 Jinak
1. Umur tumours  Ganas
2. Jenis kelamin e. Pericytic
3. Lokasi tumor (perivascular)
tumours
f. Skeletal
muscle
tumours
g. Vascular tumours
h. Chondro-
osseus tumours
i. Tumours of
uncertain
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-
sectional yang bersifat deskriptif observasional untuk mengetahui karakteristik
penderita tumor jaringan lunak di Rumah Sakit Advent Medan.

3.2 LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium patologi Rumah Sakit Umum
Advent, Jl. Gatot Subroto Km 4.5, Medan.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rekam medik dari pasien yang
didiagnosis dengan Tumor Jaringan Lunak periode Januari 2016-Desember 2017.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah diambil dari seluruh jumlah kasus soft
tissue tumor pada laboratorium patologi

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling, yaitu sampel diambil dari seluruh populasi. Data penelitian ini diambil
dari rekam medik, kemudian pasien-pasien yang sesuai dengan penelitian ini
dikumpulkan, yaitu seluruh pasien yang didiagnosis menderita tumor jaringan
lunak dari Januari 2016 hingga Desember 2017. Selanjutnya, kumpulan data
tersebut ditabulasi, kemudian diklasifikasi sesuai dengan kerangka konsep.

31

Universitas Sumatera Utara


32

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional


Variabel Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
Tumor Rekam medik Observasi Nominal -Jinak (Benign)
Jaringan Ikat -Ganas (Malignant)
Umur Rekam medik Pencatatan Rasio
Jenis kelamin Rekam medik Pencatatan Nominal -Laki-laki
-Perempuan
Gambaran Rekam medik Observasi Nominal -adipocytic tumor
Histologis -fibroblastic/ myofibroblastic
tumor
-so-called fibrohistiocytic
tumor
-Smooth muscle tumor
-Pericytic (perivascular)
tumor
-Skeletal muscle tumor
-Vascular tumor
-Chondro-osseus tumor
-Tumor of uncertain
differentiations

3.6 METODE PENGOLAHAN DATA


Peneliti melakukan pengolahan data pada penelitian ini dengan
menggunakan statistik deskriptif. Maka dalam metode ini, pengolahan data
dilakukan dengan cara menguraikan data dalam bentuk tabel sehingga
memudahkan pemahaman dan interpretasi data. (Dahlan, 2014)
Adapun proses pengolahan akan melalui tahapan : pemeriksaan data
(editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying), analisis (analyzing), dan
pembuatan kesimpulan (concluding). Penguraian metode pengolahan data pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1) Pemeriksaan Data (Editing)
Editing adalah meneliti data-data yang telah diperoleh, terutama dari
kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, kejelasan makna, kesesuaian
dan relevansinya dengan data yang lain. (Achmadi & Narkubo, 2005)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses pemeriksaan (editing)
terhadap kelengkapan dan kebenaran data isian rekam medis yang
diperoleh dari laboratorium histopatologi Rumah Sakit Advent Medan.
2) Klasifikasi (Classifying)
Classifying adalah proses pengelompokan semua data baik yang berasal
dari hasil wawancara dengan subjek penelitian, pengamatan dan
pencatatan langsung di lapangan atau observasi. Seluruh data yang
didapat tersebut dibaca dan ditelaah secara mendalam, kemudian
digolongkan sesuai kebutuhan. (Moleong, 1993)
Pada penelitian yang peneliti lakukan, agar data yang diperoleh menjadi
mudah dibaca dan dipahami, serta memberikan informasi objektif yang
diperlukan, maka data-data tersebut akan diklasifikasi sesuai dengan
klasifikasi tumor jaringan lunak (soft tissue tumor) menurut WHO 2017.
3) Verifikasi (Verifying)
Verifying adalah proses memeriksa data dan informasi yang telah didapat
dari lapangan agar validitas data dapat diakui dan digunakan dalam
penelitian. (Saudjana & Kusuma, 2002)
Kelanjutan dari penelitian ini adalah dilakukan pengonfirmasian data
yang sudah diklasifikasi dengan data sumber rekam medis. Hal ini
dilakukan untuk menjamin bahwa data yang diperoleh benar-benar valid,
tidak ada manipulasi, dan tidak ada kesalahan dalam pengumpulan data.
4) Analisis (Analyzing)
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data univariat. Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
(Dahlan, 2014)
Data yang diperoleh setelah terkumpul dianalisis dengan menggunakan
program komputer sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk
mengetahui gambaran karakteristik penderita tumor jaringan lunak di
laboratorium patologi Rumah Sakit Umum Advent Medan.
5) Kesimpulan (Concluding)
Kesimpulan sebagai langkah terakhir dalam proses pengolahan data
nantinya akan menjadi sebuah data terkait dengan objek penelitian
peneliti. Hal ini disebut dengan istilah concluding, yaitu kesimpulan atas
proses pengolahan data yang terdiri dari empat proses sebelumnya:
pemeriksaan data (editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verifying),
dan analisis (analyzing).
Pada bagian concluding inilah akan dapat peneliti paparkan kesimpulan
dari penelitian yang telah dilakukan. Data hasil akan disajikan dalam
bentuk tabel dan persentase karakteristik yang ditemukan selama
penelitian tumor jaringan lunak pada laboratorium patologi Rumah Sakit
Advent Medan periode Januari 2016 – Desember 2017.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN


Pada penelitian ini, diperoleh 117 orang penderita tumor jaringan lunak yang
didiagnosis secara histopatologi dari Laboratorium Patologi Anatomi Rumah
Sakit Umum Advent Medan.
Penelitian ini menggunakan data rekam medik selama periode 1 Januari 2016
sampai 31 Desember 2017 dengan tujuan untuk mengetahui profil penderita
tumor jaringan lunak. Hasil penelitian tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel
berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis tumor, lokasi tumor, dan tingkat keganasan
tumor.

4.1.1. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis kelamin penderita


Pada penelitian ini diketahui jumlah penderita tumor jaringan lunak lebih
banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 68 orang (58%). Sisanya
berjenis kelamin pria, yaitu 49 orang (42%). Berikut adalah tabel distribusi
penderita tumor jaringan lunak berdasarkan jenis kelamin penderita (Tabel 4.1):
Tabel 4.1 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-Laki 49 41.88
Perempuan 68 58.12
Total 117 100

4.1.2. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan usia penderita


Penelitian ini menggunakan pembagian usia menurut Depkes RI 2009 dan
diperoleh hasil bahwa tumor jaringan lunak paling banyak ditemukan pada
kelompok usia lansia awal (46-55 tahun), yaitu sebanyak 30 orang (25%). Diikuti
terbanyak kedua dan ketiga oleh kelompok usia dewasa akhir (19%) dan dewasa
awal (16%). Sebaliknya, tumor jaringan lunak paling sedikit ditemukan pada

35

Universitas Sumatera Utara


36

kelompok usia balita, anak-anak, dan lansia akhir. Untuk data yang lebih
mendetail, dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.2):
Tabel 4.2 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009)
Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
Balita 0-5 2 1.70
Anak-Anak 5-11 4 3.41
Remaja Awal 12-16 11 9.41
Remaja Akhir 17-25 15 12.83
Dewasa Awal 26-35 19 16.23
Dewasa Akhir 36-45 23 19.66
Lansia Awal 46-55 30 25.65
Lansia Akhir 56-65 5 4.27
Manula >65 8 6.84
Total 117 100

4.1.3. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan jenis tumor


Dari 117 sampel yang telah diteliti, ditemukan sebanyak 23 jenis tumor
jaringan lunak di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Advent Medan.
Secara keseluruhan, terdapat lebih dari 150 jenis tumor jaringan lunak yang telah
diklasifikasi berdasarkan tipe histologinya (WHO 2017), yang kemudian untuk
memudahkan, tumor-tumor tersebut dimasukkan ke dalam 9 grup besar, yaitu;
tumor adiposa, tumor vaskular, tumor perivaskular, tumor fibroblastik, tumor
ototskeletal, tumor otot polos, tumor fibrohystiocytic, tumor chondro-osseous,
dan tumor berdiferensiasi tidak jelas.
Pada penelitian kali ini, jenis tumor paling banyak ditemukan adalah Lipoma
(grup tumor jinak adiposa), yakni sebanyak 46 orang (39%). Peringkat kedua
diduduki oleh Fibrolipoma (tumor adiposa) dan Hemangioma (tumor vaskular),
keduanya memiliki sama jumlah 10 orang (8.5%). Di tempat ketiga adalah
Fibrosis Keloidal dengan penderita sebanyak 9 orang (7.7%). Data distribusi
tumor jaringan lunak berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel
4.3):

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Jenis Tumor (WHO 2017)
Jenis Tumor Jumlah (n) Persentase (%)
Angiofribroma 1 0.85
Angiolipoma 1 0.85
Basosquamous Carcinoma 1 0.85
Dermatofibrosarcoma - 6 5.13
Protuberans
Echondromatosis 1 0.85
Fibrolipoma 10 8.55
Fibroma 5 4.27
Fibromatosis 2 1.70
Fibrosis Keloidal 9 7.69
Ganglioma 6 5.13
Hibernoma 2 1.70
Hemangioma 10 8.55
Lipoma 46 39.32*
Liposarcoma 1 0.85
Myxofibrosarcoma 1 0.85
Neurofibroma 7 5.98
Non-Ossifying Fibroma 1 0.85
Osteochondroma 1 0.85
Papillary Intralymphatic - 1 0.85
Angioendotheloma
Schwanomma Tumor 1 0.85
Tenosynovial G-Cell Tumor 2 1.70
Undifferentiated Sarcoma 1 0.85
Undiferrentiated Pleomorphic 1 0.85
Sarcoma
Total 117 100
* Kasus terbanyak adalah Lipoma

4.1.4. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan lokasi tumor


Penyebaran letak tumor pada tubuh penderita ditemukan hampir merata ke
seluruh tubuh. Lokasi kepala & leher dan ekstremitas superior berjumlah sama,
yaitu 31 orang (26.5%). Selanjutnya ada 29 orang (24.8%) pada batang tubuh dan
sebanyak 26 orang (22%) pada ekstremitas inferior.
Data hasil dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.4):
Tabel 4.4 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Lokasi Tumor
Lokasi Massa Tumor Jumlah (n) Persentase (%)
Kepala & Leher 31 26.50
Batang Tubuh 29 24.78
Ekstremitas Superior 31 26.50
Ekstremitas Inferior 26 22.22
Total 117 100

4.1.5. Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan tingkat keganasan


Diteliti sesuai dengan klasifikasi WHO 2017, ditemukan bahwa tumor jinak
memiliki persentase jauh lebih tinggi yaitu 89.7% dengan jumlah angka 105
penderita. Satu orang (0.85%) menderita papillary intralymphatic
angioendothelioma, yang merupakan tumor yang berada pada tingkat
intermediate. Sebelas orang (9.4%) memiliki tumor yang tergolong
malignant/ganas. Berikut tabel distribusinya (Tabel 4.5):
Tabel 4.5 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Bersadarkan Tingkat Keganasan
Tingkat Keganasan Jumlah (n) Persentase (%)
Benign 105 89.74
Intermediate 1 0.85
Malignant 11 9.41
Total 117 100

4.1.6. Distribusi tumor jinak jaringan lunak (benign)


Sebanyak 105 dari 117 sampel merupakan tumor jinak jaringan lunak, yang
telah diidentifikasi ke dalam 16 jenis tumor. Dari keseluruhan sampel tumor
jinak, tumor Lipoma adalah yang paling banyak ditemukan, yaitu sebanyak 46
orang (43.8%). Penjabarannya dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.6):
Tabel 4.6 Distribusi Tumor Jinak Jaringan Lunak (Benign)
Jenis Tumor Jumlah (n) Persentase (%)
Angiofribroma 1 0.95
Angiolipoma 1 0.95
Echondromatosis 1 0.95
Fibrolipoma 10 9.52
Fibroma 5 4.76
Fibromatosis 2 1.90
Fibrosis Keloidal 9 8.57
Ganglioma 6 5.71
Hibernoma 2 1.90
Hemangioma 10 9.52
Lipoma 46 43.81*
Neurofibroma 7 6.67
Non-Ossifying Fibroma 1 0.95
Osteochondroma 1 0.95
Schwanomma Tumor 1 0.95
Tenosynovial G-Cell Tumor 2 1.90
Total 105 100
* Kasus terbanyak adalah Lipoma

4.1.7. Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan jenis kelamin penderita


Jumlah penderita Lipoma pada sampel ada sebanyak 46 orang. Dari jumlah
tersebut, penderita perempuan berjumlah 29 orang (63%) dan penderita laki-laki
berjumlah 17 orang (37%). Tabel dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 4.7):
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Lipoma Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-Laki 17 36.96
Perempuan 29 63.04
Total 46 100

4.1.8 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan usia penderita


Dari seluruh sampel, terdapat 46 orang yang didiagnosis dengan Lipoma.
Sebanyak 15 orang (32.6%) ditemukan pada kelompok usia lansia awal (46-55).
Persentase yang cukup tinggi juga ditemukan pada usia dewasa awal (23.9%)
40

maupun dewasa akhir (23.9%). Untuk lebih jelas, hasil dapat diamati pada tabel
berikut (Tabel 4.8):
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Lipoma Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009)
Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
Balita 0-5 - -
Anak-Anak 5-11 - -
Remaja Awal 12-16 1 2.17
Remaja Akhir 17-25 2 4.35
Dewasa Awal 26-35 11 23.91
Dewasa Akhir 36-45 11 23.91
Lansia Awal 46-55 15 32.61*
Lansia Akhir 56-65 1 2.17
Manula >65 5 10.88
Total 46 100
* Kasus terbanyak ditemukan pada kelompok usia lansia awal

4.1.9 Distribusi frekuensi Lipoma berdasarkan lokasi tumor


Pada penelitian ini, dari 46 orang penderita Lipoma; terdapat 16 orang (34.8%)
yang tumornya berlokasi pada bagian batang tubuh, 12 orang pada kepala &
leher, 10 orang pada ekstremitas superior, dan 8 orang pada ekstremitas inferior.
Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.9):
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Lipoma Berdasarkan Lokasi Tumor
Lokasi Massa Tumor Jumlah (n) Persentase (%)
Kepala & Leher 12 26.09
Batang Tubuh 16 34.78
Ekstremitas Superior 10 21.74
Ekstremitas Inferior 8 17.39
Total 46 100

4.1.10 Distribusi tumor ganas jaringan lunak (malignant)


Ada sebanyak sebelas sampel yang diidentifikasi sebagai tumor ganas menurut
klasifikasi WHO 2017 berdasarkan tipe histologinya. Dari kesebelas sampel itu,

Universitas Sumatera Utara


terdapat enam diantaranya memiliki diagnosis Dermatofibrosarcoma Protuberans.
Berikut adalah tabel uraian penjelasan dari sebelas sampel tersebut (Tabel 4.10):
Tabel 4.10 Distribusi Tumor Ganas Jaringan Lunak (Malignant)
Jenis Tumor Jumlah (n) Persentase (%)
Basosquamous Carcinoma 1 9.09
Dermatofibrosarcoma 6 54.54*
Protuberans
Liposarcoma 1 9.09
Myxofibrosarcoma 1 9.09
Undifferentiated Sarcoma 1 9.09
Undiferrentiated Pleomorphic 1 9.09
Sarcoma
Total 11 100
* Kasus terbanyak adalah Dermatofibrosarcoma Protuberans

4.1.11 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan


jenis kelamin penderita
Dari enam penderita Dermatofibrosarcoma Protuberans, sebanyak 4 orang
(67%) adalah laki-laki. Dua orang lainnya adalah perempuan (33%). Tabel
berikut dapat dilihat sebagai gambaran lebih jelasnya (Tabel 4.11):
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-Laki 4 66.67
Perempuan 2 33.33
Total 6 100

4.1.12 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan


usia penderita
Sesuai dengan pembagian usia menurut Depkes RI 2009, distribusi
Dermatofibrosarcoma Protuberans ditemukan merata pada usia remaja awal,
remaja akhir, dan dewasa awal. Untuk pengamatan lebih mendetil dapat dilihat
pada tabel berikut (Tabel 4.12):
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans
Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009)
Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
Balita 0-5 - -
Anak-Anak 5-11 - -
Remaja Awal 12-16 2 33.33
Remaja Akhir 17-25 2 33.33
Dewasa Awal 26-35 2 33.33
Dewasa Akhir 36-45 - -
Lansia Awal 46-55 - -
Lansia Akhir 56-65 - -
Manula >65 - -
Total 6 100

4.1.13 Distribusi frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans berdasarkan


lokasi tumor di tubuh penderita
Tumor ganas Dermatofibrosarcoma Protuberans ditemukan tumbuh pada
ekstremitas superior pada 4 orang (67%) dari enam sampel, dua kasus lainnya
berlokasi pada batang tubuh dan esktremitas inferior. Distribusi lokasi tumor
ganas Dermatofibrosarcoma Protuberans dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel
4.13):
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Dermatofibrosarcoma Protuberans
Berdasarkan Lokasi Tumor
Lokasi Massa Tumor Jumlah (n) Persentase (%)
Kepala & Leher - -
Batang Tubuh 1 16.67
Ekstremitas Superior 4 66.66
Ekstremitas Inferior 1 16.67
Total 6 100
4.2 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini ditemukan bahwa tumor jaringan lunak umumnya bersifat
jinak (89.7%), satu bersifat intermediate (0.85%), dan sisanya bersifat ganas
(9.4%). Hal ini sesuai dengan literatur dimana tumor secara umum memang
bersifat jinak, dan tumor ganas hanya terhitung 1% dari seluruh jumlah kasus
kanker, juga kurang dari 1% dari seluruh kasus tumor jaringan lunak, sehingga
dapat disebut sangat jarang (WHO, 2017). Data ini menjadi dasar penting untuk
mengedukasi masyarakat, karena apabila masyarakat sadar akan gejala-gejala
tumor sejak awal, maka tumor-tumor tersebut dapat dideteksi lebih awal dan
tidak sampai berdiferensiasi menjadi sarkoma. Penelitian di Amerika Serikat
(Kumar, et.al, 2012) menunjukkan angka insidensi kanker stabil sejak tahun
1995, dan angka mortalitas menurun sebanyak 18.4% sejak 1990 terhadap laki-
laki, menurun sebesar 10.4% sejak 1991 pada perempuan. Diantara laki-laki,
80% penurunan dikarenakan berkurangnya kebiasaan merokok sehingga
menurunkan angka kematian akibat kanker paru-paru. Pada perempuan,
penurunan mortalitas adalah karena peningkatan dalam pendeteksian dan
pengobatan yang menurunkan angka kematian kanker payudara. Data ini
menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai tumor jaringan lunak dapat menjadi
langkah preventif yang kemudian akan menurunkan persentase kejadian tumor
ganas, meningkatkan harapan hidup pasien kanker, serta menurunkan mortalitas
penderita tumor ganas jaringan lunak di Indonesia.
Distribusi lokasi tumor pada penelitian ini ditemukan hampir merata di seluruh
tubuh, yaitu; kepala & leher (26.5%), batang tubuh (24.8%), ekstremitas superior
(26.5%), dan ekstremitas inferior (22%). Menurut Hornick (2017) di dalam
bukunya, tumor jaringan lunak memiliki persentase kira-kira 40% berlokasi di
ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala
dan leher dan 30% di badan dan retroperitoneum. Menurut sumber lain, DeVita
(2001) menulis bahwa soft tissue sarcoma dapat terjadi di mana saja di tubuh,
tetapi sebagian besar berasal dari ekstremitas (59%), batang tubuh (19%),
retroperitoneum (15%) dan kepala dan leher (9%). Distribusi lokasi hampir
merata pada penelitian ini dimungkinkan karena kasus terbanyak merupakan
Lipoma. Berdasarkan penelitian WHO (2017), Lipoma paling banyak ditemukan
pada daerah batang tubuh, sesuai dengan Tabel 4.9 hasil pada penelitian ini yang
menunjukkan persentase 34.78%, sehingga tidak menyebabkan ketimpangan
yang jauh antara persentase lokasi pada ekstremitas dengan daerah tubuh lainnya.
Tumor jaringan lunak secara keseluruhan pada penelitian ini ditemukan lebih
banyak pada perempuan. Tumor ganas jaringan lunak pada penelitian ini lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dengan perbandingan 2:1 (67% vs. 33%) dengan
insidensi kasus ganas terbanyak adalah Dermatofibrosarcoma Protuberans.
Menurut beberapa peneliti yang meneliti mengenai tumor ganas jaringan lunak
mendapatkan bahwa tumor ganas jaringan lunak lebih banyak ditemukan pada
laki-laki, seperti; penelitian Fitrikalinda (2019) di RSUP H. Adam Malik Medan
pada tahun 2016 – 2018 mengenai insiden Liposarkoma dimana ditemukan lebih
banyak pada pasien laki-laki. Selain itu juga disebutkan di dalam buku Jernigen
& Esther (2015) dari Universitas North Coralina bahwa soft tissue sarcoma dapat
tumbuh di semua usia, tetapi agak lebih lazim ditemukan pada laki-laki. Joko S.
Lukito, et. al (2014) yang meneliti Fibrosarkoma di R. S. HAM pada tahun 2008
– 2012 mendapatkan bahwa Fibrosarkoma high grade lebih banyak ditemukan
pada laki-laki, yaitu pada 11 orang (65%) dari 34 sampel. Penelitian Abilash, et.
al (2013) menemukan bahwa Liposarkoma dan Sarkoma Synovial lebih banyak
ditemukan pada laki-laki. MPNST (Malignant Peripheral Nerve Sheath Tumor)
ditemukan lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Pada penelitian
tahun 2005-2017 oleh American Society of Clinical Oncology (ASCO) ditemukan
bahwa tumor ganas jaringan lunak lebih banyak pada laki-laki dengan
perbandingan 1.2 :1. Faktor risiko yang dapat menyebabkan lebih tingginya
insiden pada laki-laki daripada perempuan salah satunya adalah gaya hidup,
misalnya merokok yang umumnya dilakukan oleh pria dan pendeteksian saat
tumor sudah pada tingkat lanjut (Ashfar, et.al, 2018). Selain itu, pada penelitian
mengenai hubungan antara gender dengan tumor otak Glioblastoma yang
dilakukan di Washington University in St. Louis, merupakan penelitian pertama
yang mengidentifikasi perbedaan terkait jenis kelamin yang memengaruhi risiko
tumor dan bersifat intrinsik pada sel. Para peneliti menemukan bahwa
Retinoblastoma protein (RB), protein yang diketahui mengurangi risiko kanker,
secara signifikan kurang aktif dalam sel otak pria dibandingkan sel otak wanita
(Sun T., et.al, 2014).
Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan usia pada penelitian ini ditemukan
lebih banyak pada kelompok usia dewasa awal (26-35 tahun) hingga manula (>65
tahun). Menurut WHO 2017, sarkoma jaringan lunak semakin banyak terjadi
seiring bertambahnya usia; usia mediannya adalah 65 tahun. Pada penelitian
Arfiana W., et al (2016) ditemukan bahwa tumor jaringan lunak lebih banyak
ditemukan pada usia diantara 40-49 tahun. Kenaikan insidensi kanker bersamaan
dengan usia dapat disebabkan oleh akumulasi mutasi somatik yang berhubungan
dengan kemunculan neoplasma ganas. Penurunan fungsi imun akibat usia yang
makin tua juga dapat menjadi faktor (Kumar, et.al, 2012). Akan tetapi, usia tidak
memiliki peran besar dalam menentukan prognosis pada pasien sarkoma jaringan
lunak. Ketika prognosis pada kelompok usia anak-anak dibandingkan dengan
kelompok usia diatas 20 tahun, dapat dilihat dengan jelas bahwa anak-anak
dengan fibrosarkoma dan liposarkoma memiliki prognosis yang jauh lebih baik
daripada kelompuk usia dewasa. Rhabdomyosarcoma pada anak-anak juga lebih
responsif terhadap terapi dari pada rhabdomyosarcoma pada usia dewasa.
Sarkoma jaringan lunak lainnya memiliki prognosis yang kurang lebih sama
terlepas dari usia penderita (Lawrence, et.al, 1983).
Dermatofibrosarcoma Protuberans merupakan tumor ganas jaringan lunak
yang ditemukan paling banyak pada penelitian ini; penderita terbanyaknya
berjenis kelamin laki-laki, kelompok usia distribusinya bifasik, dimana pada usia
remaja awal (12-16 tahun) dan dewasa awal (26-35 tahun) sama banyak, dan
frekuensi lokasi tertinggi terdapat pada ekstremitas superior.
Dermatofibrosarcoma Protuberans adalah tumor ganas jaringan lunak yang
langka dan invasif secara lokal mencakup jaringan subkutan, otot, fasia, dan
tulang. Tumor muncul tanpa rasa sakit dan dapat membesar dengan cepat
sebelum mendapat perhatian klinis. DFSP memiliki tingkat kekambuhan lokal
mencapai 60% yang untungnya metastasis jauh jarang dapat terjadi, antara 1 dan
4% (Winarta G. K., et.al, 2019). DFSP adalah tumor agresif lokal yang ditandai
dengan tingkat metastasis yang rendah dan kapasitas tinggi untuk invasi lokal.
Akibatnya, pilihan pengobatan adalah reseksi dengan wide resection yang dapat
menyebabkan peningkatan persentase kekambuhan. Dalam beberapa kasus yang
diterapi kuratif dengan margin lebih dari 5cm, menghasilkan nilai kekambuhan
kurang dari 5% (Yu W., et.al, 2008).
Penelitian ini dilakukan di rumah sakit tipe C, yaitu Rumah Sakit Umum
Advent Medan pada periode tahun 2016-2017 dengan hasil terdapat 117 kasus
tumor jaringan lunak dengan variasi diagnosis sebanyak 23 jenis tumor yang
bersifat jinak maupun ganas. Hal ini menunjukkan bahwa kasus-kasus tumor
jaringan lunak dapat ditangani di rumah sakit tipe C, dimana peranan rumah sakit
tipe C sebagai rumah sakit rujukan daerah (faskes tingkat II BPJS) adalah sebagai
lini pertama penanganan kasus-kasus tumor jinak jaringan lunak, dan bila kasus
menunjukkan gambaran tumor ganas, pasien kemudian dirujuk ke rumah sakit
tipe B atau A untuk melanjutkan pengobatan, seperti kemoterapi dan radioterapi.
Dalam penegakan diagnosis, tumor jaringan lunak menggunakan pemeriksaan
histopatologi sebagai gold standard, dimana hal ini dapat dilakukan di rumah
sakit tipe-C yang memiliki spesialis patologi anatomi. Pada kasus-kasus yang
membutuhkan pemeriksaan penunjang yang lebih lanjut, yaitu tumor-tumor ganas
jaringan lunak yang diferensiasinya sulit untuk diidentifikasi, maka pasien
membutuhkan rujukan parsial ke rumah sakit tipe B maupun A untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan pada penelitian ini, dari 117 sampel
yang didiagnosis sebagai tumor jaringan lunak, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Berdasarkan jenis kelamin, tumor jaringan lunak lebih banyak diderita
oleh perempuan.
2. Berdasarkan usia, tumor jaringan lunak paling banyak ditemukan pada
usia lansia awal (46-55 tahun).
3. Berdasarkan tipe histologinya, tumor jaringan lunak paling banyak
ditemukan adalah Lipoma yang tergolong ke dalam tumor jinak jaringan
lemak (adiposa).
4. Berdasarkan distribusi lokasi tumor, sampel tumor jaringan lunak
menunjukkan distribusi hampir merata di seluruh bagian tubuh.
5. Berdasarkan tingkat keganasan, hampir 90% kasus menunjukkan sifat
tumor yang jinak.
6. Kasus terbanyak tumor jaringan lunak yang didapatkan pada penelitian ini
adalah Lipoma yang bersifat jinak, dengan penderita terbanyak berjenis
kelamin perempuan dan kelompok usia terbanyak adalah lansia awal (46-
55 tahun). Lokasi tumor Lipoma paling sering ditemukan pada daerah
batang tubuh.
7. Tumor ganas jaringan lunak paling banyak pada penelitian ini adalah
Dermatofibrosarcoma Protuberans, yang penderita terbanyaknya berjenis
kelamin laki-laki. Kelompok usia distribusinya bifasik, dimana ditemukan
pada usia remaja awal (12-16 tahun) dan dewasa awal (26-35 tahun) sama
banyak. Frekuensi lokasi paling tinggi terdapat pada ekstremitas superior.
8. Peranan rumah sakit tipe C sebagai rumah sakit rujukan daerah adalah
sebagai lini pertama dalam penanganan kasus-kasus tumor jinak jaringan
lunak, dan bila kasus menunjukkan gambaran tumor ganas, pasien dirujuk
ke rumah sakit tipe B atau A untuk melanjutkan pengobatan.

47

Universitas Sumatera Utara


48

5.2 SARAN
Dari penelitian ini, didapatkan data-data karakteristik tumor jaringan lunak,
sehingga peneliti mengharapkan adanya kegiatan edukasi atau penyuluhan
kepada masyarakat untuk mengenali tumor-tumor jaringan lunak. Hal ini
dikarenakan alasan sebagai berikut:
1. Tumor jaringan lunak umumnya dapat dikenali secara visual dengan
mudah. Masyarakat yang diedukasi, bila menemukan benjolan pada
tubuhnya, tidak akan menahan-nahan sakit atau merasa malu untuk segera
memeriksakan benjolan pada tubuhnya.

a b c

Gambar 5.1 (a) Gambar Dermatofibrosarcoma Protuberans, (b) Rhabdomyosarcoma yang


tumbuh di daerah pipi dan regio parotis, (c) Orbital rhabdomyosarcoma pada anak-anak.
Sumber: buku ajar Manual of Soft Tissue Tumor Surgery, hal. 6 dan 194, oleh Walter
Lawrence Jr., et.al.
2. Pemeriksaan tumor jaringan lunak umumnya tidak memerlukan peralatan
yang sangat canggih. Pengetahuan ini dapat membantu masyarakat yang
khawatir akan biaya pengobatan yang terlalu mahal.
3. Penanganan tumor jaringan lunak dapat dilakukan di rumah sakit tipe C,
tidak harus ke rumah sakit tipe B ataupun A.
4. Tumor jaringan lunak dapat dengan cepat ditangani, serta tindakannya juga
tidak rumit.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abilash, V. G., Banerjee, R., Bandopadhyay, D. 2013, ‘Epidemiology, Pathology,


Types, and Diagnosis of Soft Tissue Sarcoma Research Review’, Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, Vol. 6, Suppl. 3, pp.
18-25

Achmadi, A., Narkubo, C. 2005, Metode Penelitian, h. 85, PT. Bumi Aksara,
Jakarta.

Alektiar, K. M., Brennan, M. F., Singer, S. 2011, Local control comparison of


adjuvant brachytherapy to intensity-modulated radiotherapy in primary
high-grade sarcoma of the extremity, Cancer.

American Cancer Society, 2016, Soft Tissue Sarcoma Causes, Risk Factors, and
Prevention, available from: www.cancer.org

Arfiana, W., Burhanuddin, L., Fidiawati, W.A. 2016, The distribution of soft
tissue sarcoma based on histopathology check in Pekanbaru’s hospital
between 2009-2013, Jom FK Volume 3.

Ashfar N., English D., Thursfield V. J., Mitchell P., te Marvelde L., Farrugia H.,
Giles G. G., Milne R. L., 2018, Differences in Cancer Survival by Sex: a
Population-Based Study Using Cancer Registry Data, Springer, available
from:https://www.researchgate.net/publication/327518370_Differences_i
n_cancer_survival_by_sex_a_population-
based_study_using_cancer_registry_data

Breastcancer.org: Surgical Margins, 2018, available


from:
https://www.breastcancer.org/symptoms/diagnosis/margins

Chou , Y. S., Liu, C. Y., Chen, W. M., Chen, T. H., Chen, P. C., Wu, H. T., et al.
2012, Follow up after primary treatment of soft tissue sarcoma of
extremities: impact of frequency of follow up imaging on disease-specific
survival, J Surg Oncol.

Clay, M. 2018, Soft Tissue Skeletal Muscle Embryonal Rhabdomyosarcoma,


http://www.pathologyoutlines.com/topic/softtissueembryonalrhabdo.html

Cleveland Clinic: Benign Soft Tissue Tumours, 2018, available


from: https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/16778-benign-
soft-tissue- tumors

49

Universitas Sumatera Utara


Dahlan, M. S. 2014, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, 6th edn,
Epidemiologi Indonesia, Jakarta.

Dahlan, M. S. 2014, Besar Sampel dalam penelitian Kedokteran dan Kesehatan,


4th edn, Epidemiologi Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015, Situasi penyakit kanker, Pusat


Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Available from:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin
/infodatin-kanker.pdf

DeVita VT Jr, Hellman S, Rosenberg SA, 2011, eds. Cancer: Principles and
Practice of Oncology. 6th ed., pp.1841–91, Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia

Fletcher, C. D. M., Bridge J. A., Hogendoorn, P., Mertens, F. 2013, WHO


Classification of Tumours, Volume 5: WHO Classification of Tumours of
Soft Tissue and Bone, 4th edn, WHO Press, Geneva.

Fitrikalinda, 2019, Karakteristik Gambaran Histopatologi Liposarkoma di


Laboratorium Patologi Anatomik FK USU/Unit Patologi Anatomik RSUP
H. Adam Malik Medan Tahun 2016-2018, Available
From: http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/16979

Ghaneh, P., et al. 2019, The Impact of Positive Resection Margins on Survival
and Recurrence Following Resection and Adjuvant Chemotherapy for
Pancreatic Ductal Adenocarcinoma, Annals of Surgery, available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/29068800/

Hornick, JL. 2017, Practical Soft Tissue Pathology: A Diagnostic Approach E-


Book: A Volume in the Pattern Recognition Series, 2nd ed., p. 3, Elsevier
Health Sciences, Boston

Kumar V., Abbas A., Aster J., 2012, Robbins Basic Pathology, 9th ed., Saunders
Elsevier, Philadelphia

Jernigan E. W., Esther R. J., 2015, Orthopedic Clinics of North America E-Book:
Soft Tissue Masses for The General Orthopedic Surgeon, Vol. 46, Issue 3,
pp. 417-428, Elsevier Health Sciences

Lawrence Jr., W., Neifeld, J. P., Terz J. J. 1983, Manual of Soft Tissue Tumor
Surgery, Springer Verlag Inc., New York.

Lindberg, M. R. 2019, Diagnostic Pathology: Soft Tissue Tumors, 3rd edn,


Amirsys Publishing Inc., Salt Lake City, Utah.

50

Universitas Sumatera Utara


Ludwig, J. A. 2008, Personalized therapy of sarcomas: integration of biomarkers
for improved diagnosis, prognosis, and therapy selection, Curr Oncol.

Lukito, J. S, Intan, T. K., Trisna, C. 2014, Profil Penderita Fibrosarkoma Di


Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2008-2012, Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/42716/Penelitian
%20dr.%20Joko.pdf?sequence=1&isAllowed=n

McGee, L., Indelicato, D. J., Dagan, R., Morris, C. G., Knapik, J. A., Reith, J. D.
et al. 2012, Long term results following postoperative radiotherapy for
soft tissue sarcomas of the extremity, Int J Radiat Oncol Bio Phys.

Moleong, L. J. 1993, Metode Penelitian Kualitatif, h. 104-105, PT. Remaja


Rosdakarya, Bandung.

Oemiati, R., Rahajeng, E., Kristanto, A. Y. 2011, ‘Prevalensi Tumor dan


Beberapa Faktor yang Memengaruhinya’, Buletin Penelitian Kesehatan,
Vol. 39, No.4, pp. 190-204

Ordonez, J. L., Martins A. S., Osuna, D., Madoz-Gurpide, J., de Alava, E. 2008,
Targeting sarcomas: therapeutic targets and their rational, Semin Diagn
Pathol.

Saudjana, N., Kusuma, A. 2002, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi, h. 84,


Sinar Baru Argasindo, Bandung.

Shankar, V. 2012, Soft Tissue Adipose Tissue Lipoma, available from:


http://www.pathologyoutlines.com/topic/softtissueadiposelipoma.html

Shidham, V. B. & Hackbarth, D. A., 2017, Benign and Malignant Soft Tissue
Tumours, https://emedicine.medscape.com/article/1253816-overview

Steen, S. & Stephenson G. 2008, ‘Current Treatment of Soft Tissue Sarcoma’,


Baylor University Medical Center Proceedings, Vol. 21, No. 4, pp. 392-
396

Sun T., Warrington N. M., Luo J., Brooks M., Dahiya S., Snyder S. C., Sengupta
R., Rubin J.B., 2014, Sexually Dimorphic RB Inactivation Underlies
Mesenchymal Glioblastoma Prevalence in Males, The Journal of Clinical
Investigation, available from: https://www.jci.org/articles/view/71048

Underwood, J. C. E. 1999, Patologi Umum dan Sistematik, edisi kedua, Penerbit


EGC, Jakarta.

51

Universitas Sumatera Utara


Utami, H. S., 2012, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu
Dalam Praktek Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah, Jakarta: Universitas
Indonesia.

Waldermann, E., Chemnitz, J. M., Wendtner C. M. 2012, Targeted therapy of


soft tissue sarcomas, Onkologie.

WHO Classifications of Soft Tissue Tumours, 2017, WHO Press, Geneva.

Winarta G. K., Suryawisesa I. B. M., 2019, Pitfall Management

of
Dermatofibrosarcoma Protuberans on right leg, International Journal of
Research in Medical Sciences, Vol. 7, Issue.9: pp. 3580-90.

Yu W., Tsoukas M. M., Chapman S. M., Rosen J. M., 2008, Surgical Treatment
for Dermatofibrosarcoma Protuberans: The Dartmouth Experience and
Literature Review, Annals of Plastic Surgery, Vol. 60, Issue.3: pp.288-93.

52

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN
53
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

FotoBerwar
n
aUkuran3x4c

Nama : Ruth Olivia Elisabeth Ritonga


NIM 130100341
Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 30 Juli
1996 Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Ir. Novian Charles Ritonga
Nama Ibu : Dr. Rouli M. Sri Bulan
Alamat : Jl. Taman Tenera Indah Blok A No. 10,
Medan Johor, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan : 1. SD Methodist I Medan (lulus tahun 2007)


2. SMP Sutomo 1 Medan (2007 ─ 2010)
3. SMA Sutomo 1 Medan (2010 ─ 2013)
4. Pendidikan Dokter FK USU (2013 ─ 2020)

Riwayat Pelatihan :
1. Peserta PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru) FK
USU 2013
2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2013

Riwayat Organisasi :
1. Anggota Paduan Suara FK USU

53

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2

54

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN
55
NO JENIS USIA DIAGNOSIS TINGKAT LOKASI TUMOR
KELAMIN (tahun) PENYAKIT KEGANASAN (Jaringan Asal)
1 Perempuan 35 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis regio femoralis
2 Perempuan 17 Hemangioma Benign Eksteremitas Superior:
Cutis regio carpalis
3 Perempuan 31 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Subcutis regio thoracal anterior
4 Perempuan 46 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Subcutis dari daerah punggung
5 Laki-Laki 25 Dermatofibrosarcoma Malignant Ekstremitas Superior:
Protuberans Jaringan dari regio antebrachii
6 Perempuan 33 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Subcutis dari daerah punggung
7 Laki-Laki 13 Neurofibroma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari mandibula dan auricula
8 Perempuan 22 Dermatofibrosarcoma Malignant Batang Tubuh:
Protuberans Jaringan berasal dari regio thoracal
9 Perempuan 45 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis regio brachialis
10 Laki-Laki 6 Hemangioma Benign Ekstremitas Superior:
Cutis regio brachialis dextra
11 Laki-Laki 36 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Subcutis daerah punggung
12 Perempuan 36 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Subcutis daerah punggung
13 Perempuan 71 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari regio frontalis
14 Laki-Laki 48 Undifferentiated Malignant Kepala & Leher:
Pleomorphic Sarcoma Jaringan berasal dari leher
15 Perempuan 37 Angiofibroma Benign Kepala & Leher:
Jaringan berasal dari nasofaring
16 Perempuan 11 Neurofibroma Benign Kepala & Leher:
Jaringan berasal dari bibir bawah
lateral kanan

55

Universitas Sumatera Utara


17 Perempuan 28 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari punggung
18 Perempuan 46 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari regio abdominal
19 Laki-Laki 13 Neurofibroma Benign Kepala & Leher:
Jaringan berasal dari regio orbitalis
20 Perempuan 14 Fibroma Benign Ekstremitas Inferior:
Cutis digiti pedis
21 Laki-Laki 14 Dermatofibrosarcoma Malignant Ekstremitas Inferior:
Protuberans Subcutis regio femoralis
22 Perempuan 16 Fibromatosis Benign Ekstremitas Inferior:
Cutis daerah plantar pedis
23 Perempuan 51 Neurofibroma Benign Batang Tubuh:
Cutis daerah punggung
24 Laki-Laki 31 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari punggung
25 Laki-Laki 50 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari regio femoralis
26 Perempuan 47 Fibrolipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis dari regio plantar pedis
27 Perempuan 42 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari regio abdominal
28 Perempuan 36 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
29 Perempuan 40 Hemangioma Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan dari regio femoralis sinistra
30 Perempuan 66 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis regio brachialis
31 Laki-Laki 67 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
32 Laki-Laki 35 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
33 Laki-Laki 25 Hemangioma Benign Kepala & Leher:
Cutis dari daerah leher
34 Laki-Laki 50 Fibroma Benign Ekstremitas Inferior:
Cutis dari regio crurallis

56

Universitas Sumatera Utara


35 Perempuan 35 Dermatofibrosarcoma Malignant Ekstremitas Superior:
Protuberans Subcutis digiti III manus
36 Perempuan 52 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
37 Perempuan 67 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis dari regio femoralis
38 Laki-Laki 17 Fibrolipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari regio coccygeal
39 Laki-Laki 3 Hemangioma Benign Batang Tubuh:
Jaringan dari regio abdominalis
40 Perempuan 45 Hemangioma Benign Kepala & Leher:
Subcutis daerah leher
41 Perempuan 49 Fibrolipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis regio crurallis
42 Perempuan 53 Myxofibrosarcoma Malignant Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari regio patella
43 Perempuan 62 Neurofibroma Benign Ekstremitas Inferior:
Cutis daerah ankle joint
44 Laki-Laki 51 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari regio frontalis
45 Perempuan 48 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari regio deltoid
46 Laki-Laki 35 Undifferentiated Malignant Ekstremitas Superior:
Sarcoma Subcutis daerah antebrachii
47 Perempuan 27 Tenosynovial G-Cell Benign Ekstremitas Superior:
Tumor Diffuse Type Subcutis digiti IV manus
48 Perempuan 54 Papillary Intermediate Ekstremitas Inferior:
Intralymphatic Cutis dari regio crurallis
Angioendothelioma
49 Laki-Laki 28 Fibroma Benign Kepala & Leher:
Jaringan dari daerah leher
50 Perempuan 45 Echondromatosis Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari bone marrow
51 Laki-Laki 18 Schwannoma Tumor Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari regio frontalis
52 Perempuan 2 Fibrosis Keloidal Benign Kepala & Leher:

57

Universitas Sumatera Utara


Subcutis dari regio frontalis
53 Perempuan 50 Ganglioma Benign Ekstremitas Inferior:
Cutis daerah pedis dextra
54 Perempuan 41 Fibrolipoma Benign Kepala & Leher:
Jaringan dari regio oralis
55 Laki-Laki 62 Angiolipoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis regio manus
56 Laki-Laki 47 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
57 Laki-Laki 33 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Subcutis daerah punggung
58 Laki-Laki 43 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Subcutis daerah punggung
59 Laki-Laki 22 Fibrolipoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis plantar manus
60 Perempuan 29 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari punggung
61 Perempuan 13 Fibroma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari daerah payudara
62 Laki-Laki 53 Fibrolipoma Benign Kepala & Leher:
Cutis dari regio mentalis
63 Perempuan 32 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari regio manus
64 Laki-Laki 58 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Cutis dari daerah leher
65 Laki-Laki 74 Hemangioma Benign Ekstremitas Inferior:
Cutis daerah poplitea
66 Laki-Laki 78 Hibernoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari regio inguinal
Perempuan 23 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
67
Subcutis regio deltoid
68 Laki-Laki 68 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis regio manus
69 Perempuan 43 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari daerah thorax
70 Perempuan 55 Fibrolipoma Benign Kepala & Leher:

58

Universitas Sumatera Utara


Subcutis regio buccalis sinistra
71 Perempuan 15 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
72 Perempuan 20 Fibrolipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis pedis
73 Laki-Laki 29 Hibernoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis digiti II manus
74 Perempuan 40 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari regio femoralis
75 Laki-Laki 47 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari regio abdominal
76 Laki-Laki 34 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari punggung
77 Laki-Laki 46 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Cutis dari penis
78 Perempuan 50 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis dari regio pedis
79 Laki-Laki 39 Dedifferentiated Malignant Batang Tubuh:
Liposarcoma Jaringan dari regio abdominalis
80 Perempuan 42 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari perianal
81 Perempuan 54 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
82 Perempuan 52 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis dari regio deltoid
83 Perempuan 43 Lipoma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis dari regio femoralis
84 Perempuan 38 Fibrolipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari payudara
85 Laki-Laki 44 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari regio deltoid dextra
86 Perempuan 34 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari regio deltoid
87 Perempuan 51 Lipoma Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari punggung
88 Laki-Laki 77 Fibrolipoma Benign Ekstremitas Superior:

59

Universitas Sumatera Utara


Jaringan dari regio deltoid
89 Laki-Laki 53 Lipoma Benign Ekstremitas Superior:
Subcutis regio deltoid
90 Laki-Laki 45 Hemangioma Benign Kepala & Leher:
Subcutis regio buccalis
91 Laki-Laki 22 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Jaringan berasal dari regio frontalis
92 Laki-Laki 65 Lobular Capillary Benign Kepala & Leher:
Hemangioma Jaringan berasal dari regio parietal
93 Perempuan 36 Hemangioma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan berasal dari digiti IV manus
94 Perempuan 52 Lipoma Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah leher
95 Laki-Laki 17 Fibromatosis Multiple Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari plantar pedis
96 Laki-Laki 14 Dermatofibrosarcoma Malignant Ekstremitas Superior:
Protuberans Cutis regio brachialis
97 Laki-Laki 30 Dermatofibrosarcoma Malignant Ekstremitas Superior:
Protuberans Subcutis regio antebrachialis
98 Perempuan 54 Neurofibroma Benign Ekstremitas Inferior:
Subcutis regio pedis
99 Laki-Laki 12 Fibrosis Keloidal Benign Kepala & Leher:
Subcutis regio mentalis
100 Perempuan 33 Fibroma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari regio axillaris
101 Laki-Laki 18 Fibrosis Keloidal Benign Batang Tubuh:
Jaringan dari regio abdominal
102 Perempuan 22 Fibrosis Keloidal Benign Kepala & Leher:
Cutis dari daerah telinga
103 Laki-Laki 54 Non-Ossifying Benign Ekstremitas Superior:
Fibroma Subcutis plantar manus
104 Perempuan 55 Osteochondroma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan berasal dari clavicula
105 Perempuan 14 Fibrosis Keloidal Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan berasal dari regio brachialis
106 Perempuan 40 Neurofibroma Benign Batang Tubuh:

60

Universitas Sumatera Utara


Jaringan berasal dari regio inguinal
107 Perempuan 40 Fibrosis Keloidal Benign Batang Tubuh:
Jaringan berasal dari payudara
108 Perempuan 25 Basosquamous Malignant Kepala & Leher:
Carcinoma Jaringan berasal dari regio parietal
109 Perempuan 29 Tenosynovial G-Cell Benign Ekstremitas Superior:
Tumor Local Type Subcutis digiti V manus
110 Perempuan 17 Ganglioma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari region carpalis
111 Perempuan 41 Fibrosis Keloidal Benign Kepala & Leher:
Subcutis dari daerah telinga
112 Laki-Laki 15 Fibrosis Keloidal Benign Batang Tubuh:
Cutis dari regio thorax
113 Laki-Laki 54 Ganglioma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari regio manus
114 Laki-Laki 9 Fibrosis Keloidal Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari regio crurallis
115 Perempuan 8 Ganglioma Benign Ekstremitas Superior:
Jaringan dari region carpalis
116 Perempuan 46 Ganglioma Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari poplitea
117 Perempuan 57 Ganglioma Benign Ekstremitas Inferior:
Jaringan berasal dari poplitea

61

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai