Anda di halaman 1dari 71

UNIVERSITAS INDONESIA

PROFIL PASIEN KANKER REKTUM YANG MENJALANI


RADIASI DI DEPARTEMEN RADIOTERAPI
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
PERIODE TAHUN 2009 – 2014

TESIS

ANNISA FEBI INDARTI


1106026633

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI ONKOLOGI RADIASI
JAKARTA
JULI 2015

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

PROFIL PASIEN KANKER REKTUM YANG MENJALANI


RADIASI DI DEPARTEMEN RADIOTERAPI
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
PERIODE TAHUN 2009 – 2014

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Dokter Spesialis Onkologi Radiasi

ANNISA FEBI INDARTI


1106026633

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI ONKOLOGI RADIASI
JAKARTA
JULI 2015

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015
Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar Spesialis Onkologi Radiasi pada Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
tesis ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai
pada penyusunan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Direktur Umum RSUPN Cipto
Mangunkusumo yang telah memberikan kesempatan berharga sehingga penelitian ini
dapat terlaksana dengan baik dan lancar;
2. Kepala Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan
lahan pendidikan dan penelitian yang sangat berharga bagi saya, serta Ketua Program
Studi Onkologi Radiasi FKUI yang telah membimbing dan membantu saya di dalam
berbagai hal selama pendidikan saya sampai tersusunnya tesis ini dengan baik;
3. DR. Dr. Sri Mutya Sekarutami, SpRad(K)OnkRad dan Dr. Sahat Matondang, SpRad(K),
selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk
mengarahkan saya tanpa kenal lelah dalam penyusunan tesis ini;
4. Guru-guru yang saya hormati di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan di
Departemen Radioterapi RSCM Jakarta: Prof. DR. Dr. Soehartati Gondhowiardjo,
SpRad(K)OnkRad, Prof. DR. Dr. H.M.Djakaria, SpRad(K)OnkRad, Dr. Nana Supriana,
SpRad(K)OnkRad, Dr. Irwan Ramli, SpRad(K)OnkRad yang telah membimbing dan
mendidik saya dengan penuh kasih dan kesabaran;
5. Rita Rizny Fitriana Saldy, S. Apt yang memberikan arahan dan bantuan di bidang
statistik dalam penelitian ini;
6. Yang tidak akan pernah terlupakan jasanya, pasien-pasien yang telah memberi
kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang kami
pelajari, serta memberikan dukungan – baik yang disadari maupun tidak disadari –
kepada saya selama masa pendidikan saya;

iv

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


7. Para sejawat PPDS Onkologi Radiasi dan segenap karyawan Departemen Radioterapi
RSCM yang banyak memberikan dukungan dan bantuan moral dan material selama
masa pendidikan saya;
8. Teman-teman seperjuangan: Dr. Isnaniah, Dr. Mirna Primasari, Dr. Rhandyka Rafli, Dr.
Riana Rikanti Hakim, Dr. Rika Ruhama yang selalu bersama dalam suka dan duka sejak
awal perjalanan sampai masa-masa terakhir pendidikan, saling menyemangati,
membantu dan melengkapi satu sama lain;
9. Keluarga besar saya, terutama orang tua dan mertua, kakak-kakak dan adik-adik ipar
yang tercinta, tak ketinggalan mbak pengasuh anak-anak saya, yang telah memberikan
dukungan dalam berbagai bentuk selama masa pendidikan saya;
10. Keluarga kecil saya, sumber kekuatan, inspirasi dan semangat saya, suami tersayang
Tengku Fadzil Yulian, yang selalu siap sedia dalam mendukung saya dan menggantikan
tempat saya saat dibutuhkan oleh khususnya dua anak yang super manis dan jenaka,
Tengku Kana Fathiya dan Tengku Archie Rasyad, sumber kesejukan dan kebahagiaan
saya, dimana kalian membuat segala yang terasa berat menjadi ringan dan
menyenangkan.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, Juli 2015


Penulis

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015
ABSTRAK

Nama : Annisa Febi Indarti

Program Studi : Onkologi Radiasi

Judul : Profil Pasien Kanker Rektum yang Menjalani Radiasi di Departemen


Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkusumo Periode Tahun 2009 –
2014

Tujuan: Untuk mengetahui profil pasien kanker rektum di Departemen Radioterapi RSCM.

Metode: Dilakukan penelitian restrospektif deskriptif analitik terhadap 144 pasien kanker
rektum yang menjalani radiasi di Departemen Radioterapi RSCM periode Januari 2009-
Januari 2014, dilihat karakteristik pasien dan tumor. Respons radiasi dinilai menggunakan
metode RECIST 1.1. Hubungan antara OTT dan DTT dengan respons radiasi dinilai dengan
korelasi Spearman dan analisis kesintasan dihitung dengan kurva Kaplan Meier.
Hasil: Pasien laki-laki sebesar 65.9%, median usia 53 (23-81) tahun dengan mayoritas berada
pada kelompok usia 50-59 tahun. Tipe histopatologi terbanyak adalah adenokarsinoma
(88.8%) dan pasien paling banyak datang dengan stadium IIIB (25.0%). Kemoradiasi
dilakukan pada 29.8% pasien, dengan toksisitas radiasi akut terbanyak adalah pada kulit
(derajat I) sebesar 20.1%. Respons radiasi yang dinilai dengan metode RECIST 1.1
menunjukkan respons terbanyak adalah stabil (71.4%). Tidak ditemukan korelasi antara OTT
dan DTT dengan respons radiasi. Dari 118 pasien, didapatkan analisis kesintasan keseluruhan
3 dan 5 tahun masing-masing adalah 65% dan 45% dengan median survival 59 bulan. Pada
kelompok pasien yang menjalani radiasi panjang, analisis kesintasan keseluruhan 3 dan 5
tahun masing-masing adalah masing-masing 91% dan 78%.
Kesimpulan: Karakteristik pasien rektum di Departemen Radioterapi RSCM yang berbeda
dengan berbagai studi sebelumnya hanya usia. Respons radiasi yang paling banyak dijumpai
adalah stabil. Tidak ditemukan korelasi antara OTT dan DTT dengan respons radiasi.
Kata kunci: Profil pasien kanker rektum, respons radiasi, kesintasan keseluruhan.

vii

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


ABSTRACT

Name : Annisa Febi Indarti

Study Program : Radiation Oncology

Title : Profile of Rectal Cancer Patients Underwent Radiation Therapy in


Department of Radiotherapy, National General Hospital of Cipto
Mangunkusumo during Period of 2009 – 2014

Purpose: To obtain the profile of rectal cancer patients in Department of Radiotherapy,


National General Hospital of Cipto Mangunkusumo.
Method: A restrospective study was conducted over 144 rectal cancer patients undergone
radiation therapy in Department of Radiotherapy, National General Hospital of Cipto
Mangunkusumo during period of January 2009 to January 2014. The characteristics of
patients and tumour were assessed. The radiation response was evaluated with the RECIST
1.1 method. The correlation between OTT and DTT with radiation response was analyzed
with Spearman’s correlation and the survival analysis was determined using Kaplan-Meier
curve.
Result: The majority of patients were male (65.9%), with median age of 53 (23-81) years old
where most patients belonged to age group of 50-59 years old. The most frequent
histopathologic type found was adenocarcinoma (88.8%) with most patients were in stage
IIIB (25.0%). Chemoradiation was performed in 29.8% of patients, and grade I skin toxicity
was the most frequent acute side effect of radiation found (20.1%). Radiation response
assessed with the RECIST 1.1 method showed stable disease as the mostly seen response
(71.4%). There was no correlation found between OTT and DTT with radiation response.
Overall survival from 118 patients for 3 and 5 years were 65% and 45%, respectively, with
median survival of 59 months. In the group of patients underwent long-course radiotherapy,
the overall survival for 3 and 5 years were 91% and 78%, respectively.
Conclusion: The sole characteristic of rectal cancer patients in Department of Radiotherapy at
Cipto Mangunkusumo Hospital that is different from previous studies is the age group where
most patients were in. Stable disease is the most frequent radiation response. There was no
correlation found between OTT and DTT with radiation response.
Keyword: Profile of rectal cancer patients, radiation response, overall survival.

viii

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .…………………………………………………………………... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………………… vi
ABSTRAK ……………………………………………………………………………... vii
ABSTRACT ……………………………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL ………………...…………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR …...……………………..……………….………………………. xii
DAFTAR SINGKATAN ……………...……….………………………………………. xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah ………………………………………………. 1
1.2. Pertanyaan Penelitian …...……………………………………………. 4
1.3. Tujuan Penelitian …………..………………………………………… 4
1.4. Manfaat Penelitian …..………………………………………………... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Epidemiologi …………………………………………………………. 6
2.2. Anatomi ………………………………………………………………. 7
2.3. Etiologi dan Patologi …………………………………………………. 8
2.4. Gejala Klinis ………………………………………………………….. 9
2.5. Diagnosis ……………………………………………………………... 10
2.6. Penentuan Stadium …………………………………………………… 11
2.7. Tatalaksana
2.7.1.Pembedahan ……………………………………………………. 12
2.7.2. Radioterapi ……………………………………………………. 13
2.7.3. Kemoterapi …………………………………………………….. 15
2.8. Faktor Prognostik, Evaluasi dan Pemantauan/Follow-up
2.8.1. Faktor Prognostik ……………………………………………… 17
2.8.2. Evaluasi Respons .……………………………………………... 17
2.8.3. Pemantauan/Follow-up …………………………………………….. 18
2.9. Kerangka Teori ……………………………………………………….. 20
2.10.Kerangka Konsep ……………………………………………………. 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Desain Penelitian ……………………………………………………... 22
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………... 22
3.3. Populasi dan Sampel …………………………………………………. 22
3.4. Cara Pemilihan Sampel ………………………………………………. 22
3.5. Besar Sampel …………………………………………………………. 23
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi …………………………………………. 23
3.7. Cara Kerja ……………………………………………………………. 23

ix

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


3.8. Variabel Penelitian …………………………………………………… 24
3.9. Definisi Operasional ………………………………………………….. 24
3.10.Analisis Statistik …………………………………..………………… 26
3.11.Alur Penelitian ……………………………………………………….. 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Profil Karakteristik Pasien ..…………………………………………. 28
4.2. Respons Radiasi ………….………….……………………………….. 42
4.3. Analisis Bivariat Karakteristik Pasien dengan Respons Radiasi .......... 43
4.4 Pola Rekurensi Lokal dan Metastasis ……………..………………….. 44
4.5. Analisis Kesintasan ….………………………………..……………... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan …...………………………………………………………. 51
5.2. Saran…………………………………………………………………... 52

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 53

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sistem klasifikasi stadium pada kanker rektum menurut AJCC …...…. 11
Tabel 2.2 Stadium kanker rektum menurut AJCC (klinis dan patologis) ….……. 12
Tabel 4.1 Karakteristik pasien …………………………………………………… 30
Tabel 4.2 Profil tatalaksana ……………………………………………………… 36
Tabel 4.3 Distribusi OTT pasien radiasi pendek…………………………….…… 39
Tabel 4.4 Distribusi OTT pasien radiasi panjang ...……………………………… 40
Tabel 4.5 Respons radiasi berdasarkan evaluasi RECIST 1.1 …………………… 42
Tabel 4.6 Analisis bivariat karakteristik jenis kelamin, usia, histologi, stadium,
overall treatment time (OTT) dan delayed treatment time (OTT) dengan
respons radiasi ………………………………………………….……... 44
Tabel 4.7 Pola metastasis .......................................................................................... 45

xi

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi rektum ……………………………………………………… 8


Gambar 2.2 Lapangan radiasi kanker rektum ..…………………………………… 15
Gambar 4.1 Grafik distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin ………………….. 32
Gambar 4.2 Grafik distribusi pasien berdasarkan usia ……………………………. 32
Gambar 4.3 Grafik gejala klinis awal yang paling banyak dikeluhkan …………… 32
Gambar 4.4 Distribusi jenis histopatologi ………..…..….………………………... 34
Gambar 4.5 Distribusi Delayed Treatment Time .………………………………..... 38
Gambar 4.6 Grafik analisis kesintasan overall survival ………………………….. 46
Gambar 4.7 Analisis kesintasan berdasarkan usia ...……………………………….. 47
Gambar 4.8 Analisis kesintasan berdasarkan jenis kelamin ……………………..... 48
Gambar 4.9 Analisis kesintasan berdasarkan stadium ............................................... 48
Gambar 4.10 Analisis kesintasan pada pasien radiasi panjang .................................... 49

xii

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


DAFTAR SINGKATAN

3D-CRT Three Dimensional – Conformal Radiation Therapy


5FU 5-fluorouracil
AP-PA Anteroposterior – posteroanterior
APR Abdomino-perineal Resection
CEA Carcinoembryonic Antigen
IMRT Intensity Modulated Radiation Therapy
KPS Karnofsky Performance Scale
LAR Low Anterior Resection
PA Patologi Anatomi
RECIST Response Evaluation Criteria in Solid Tumors
TACI Trans Arterial Chemotherapy Infusion

xiii

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Secara global, kanker kolorektum masih merupakan salah satu masalah kesehatan
utama. Di dunia, kanker ini menempati urutan ketiga terbanyak, dengan kasus
baru sebanyak 1.3 juta per tahun dan angka kematian mencapai 694,000 per tahun,
yaitu 8% dari jumlah kematian akibat semua jenis kanker.1

Data GLOBOCAN 2012, berdasarkan populasi Indonesia sebesar 122 juta jiwa,
menggambarkan bahwa kanker kolorektum di Indonesia menempati urutan ke-3
kanker yang paling sering dijumpai. Kanker kolorektum lebih banyak ditemukan
pada populasi laki-laki dibandingkan perempuan. Insidennya untuk kedua jenis
kelamin mencapai 2772 per 100,000 penduduk.1

Di Indonesia, data awal tentang insiden kanker kolorektum yang tersedia adalah
hasil studi oleh Sjamsuhidajat (1986) yaitu 1.8 per 100,000.2 Divisi Bedah
Digestif RS Cipto Mangunkusumo mengumpulkan data pasien kanker rektum
tahun 2000-2010 dan mendapatkan angka kejadian pada laki-laki adalah 52% dan
sisanya adalah perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah usia 45-53 tahun
(21.8%) dengan mean 50.67 tahun, usia termuda yang didapatkan adalah 18 tahun
dan tertua 86 tahun.3 Sementara dari studi oleh Sudoyo et al. (2013) didapatkan
angka kejadian kanker kolorektum yang lebih tinggi pada laki-laki (53.8%)
dibandingkan perempuan (46.2%), dengan usia terbanyak pada kelompok 51-60
tahun.4

Serupa dengan estimasi global, kanker rektum menempati ukuran ke-4 kematian
karena kanker di Indonesia. Diperkirakan sebanyak 394,000 kematian per tahun
akibat kanker kolorektum terjadi di seluruh dunia.1,5 Kesintasan kanker
kolorektum sangat bergantung kepada stadium saat diagnosis, semakin dini
diagnosis, maka angka kesintasan semakin tinggi. Kesintasan 5 tahun pada kanker

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


2

rektum yang masih lokal dapat mencapai 90%, menurun menjadi 70% bila telah
melibatkan regional dan 10% bila telah terjadi metastasis jauh. Angka kesintasan
5 tahun kanker rektum yang telah distandarisasi menurut usia secara global adalah
50-59%.5,6 Tindakan pembedahan memberi hasil yang baik pada kanker
kolorektum stadium awal, namun pada stadium lanjut lokal (T3-4, N+), angka
keberhasilan dari tindakan pembedahan saja turun menjadi 50%. Untuk
meningkatkan hasil akhir, maka perlu dilakukan terapi neoajuvan berupa
kemoradiasi dan kemudan dilanjutkan dengan Total Mesorectal Excision (TME).7

Pengenalan gejala klinis awal yang dapat mengarah kepada kanker rektum perlu
menjadi perhatian setiap tenaga medis. Karena ketepatan diagnosa secara dini
dapat mempengaruhi angka keberhasilan terapi dan kesintasan. Menurut
Kristianto et al., gejala klinis awal yang banyak dijumpai pada pasien kanker
rektum di RSCM adalah perubahan pola defekasi, perdarahan per rektum, dan
feses berlendir.3

Saat ini, terapi multimodalitas berupa kombinasi dari pembedahan, radioterapi dan
kemoterapi, merupakan tatalaksana terpilih pada karsinoma kolorektum.7,8
Berdasarkan berbagai penelitian evidence-based, maka disusunlah suatu protokol
bersama/guidelines, dengan harapan bahwa terapi sesuai protokol tersebut akan
memberikan hasil yang optimal. Namun, dalam pelaksanaannya terapi juga harus
memperhitungkan faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan seperti
komorbiditas pasien, kepatuhan, teknis dan kebijakan pemerintah tentang
pelayanan kesehatan.

Peran radioterapi dalam tatalaksana yang bertujuan kuratif kanker rektum berada
di berbagai tempat. Pertama, pemberian radiasi baik sebelum atau sesudah
pembedahan pada tumor yang resektabel, diharapkan dapat meningkatkan kontrol
lokal dan kesintasan dengan cara mengeradikasi sel-sel tumor subklinis yang tidak
dapat disingkirkan pada pembedahan. Kedua, radiasi preoperatif pada tumor yang
non-resektabel, baik diberikan sendiri atau konkuren dengan kemoterapi,
bertujuan untuk meningkatkan resektabilitas tumor. Ketiga, radiasi pada tumor

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


3

letak rendah dapat meningkatkan preservasi sfingter. Saat ini, peran radiasi
terutama pada masa pre-operatif, dimana efek samping radiasi pre-operatif lebih
dapat ditoleransi. Radiasi post-operatif memberikan efek samping yang lebih
berat, terutama karena lebih banyak usus halus yang masuk ke lapangan radiasi,
selain itu, vaskularisasi pada tumor bed tidak sebaik kondisi pre-operatif/lebih
hipoksik sehingga hasil radiasi kurang optimal.9

Berbagai studi mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menunjang keberhasilan


terapi. Dalam radioterapi, pemberian dosis dan penggunaan teknik yang tepat
dapat meningkatkan outcome dan menekan toksisitas radiasi baik akut maupun
lanjut. Beberapa hal yang diketahui dapat meningkatkan keberhasilan terapi dan
meningkatkan kesintasan antara lain adalah pemberian kemoterapi konkuren, nilai
hemoglobin yang normal selama radiasi serta penurunan nilai CEA post-
terapi.10,11,12

Pengaruh pemanjangan overall treatment time (OTT) terhadap penurunan kontrol


lokal didapatkan dominan pada kanker kepala dan leher. Secara anatomis yang
terdekat dengan rektum, data yang ada adalah pada kanker kanal anal, dimana
dinyatakan oleh Bese et al (2007) bahwa pada 50% pasien kanker kanal anal yang
memiliki median durasi gap lebih dari 47 hari didapatkan penurunan kontrol lokal.
Huang et al (2003) menampilkan bahwa dari 46 studi yang di-review, dengan jenis
terbanyak yang diteliti adalah pada kanker payudara dan kanker kepala leher,
terdapat peningkatan angka rekurensi lokal pada pasien dengan jarak radiasi pasca
operasi lebih dari 6 minggu. Sementara data yang khusus pada kanker rektum
belum tersedia. Secara biologis, pemanjangan OTT dapat memicu akselerasi
repopulasi yang dapat menurunkan kontrol lokal.13,14

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran profil, mengetahui


keberhasilan terapi serta mencari korelasi respons radiasi dengan Overall
Treatment Time (OTT) dan Delayed Treatment Time (DTT) dari pasien kanker
rektum di Departemen Radioterapi RSCM. Data tersebut diharapkan dapat
memberi umpan balik positif dalam manajemen kanker rektum di RSCM atau
rumah sakit perujuk lainnya, dan akhirnya dapat memperbaiki kualitas terapi
pasien kanker rektum.
Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


4

1.2. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien kanker rektum yang menjalani


radiasi di Departemen Radioterapi RSCM?
2. Bagaimana respons radiasi pasien kanker rektum yang menjalani radiasi
panjang pre-operatif?
3. Adakah korelasi antara respons radiasi dengan OTT dan respons radiasi
dengan pada pasien kanker rektum yang menjalani radiasi panjang pre-
operatif?
4. Bagaimana pola rekurensi lokal dan metastasis pasien kanker rektum yang
menjalani radiasi?
5. Berapa angka kesintasan pasien kanker rektum yang menjalani radiasi?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Mengetahui profil pasien kanker rektum di Departemen Radioterapi RSUPN
Cipto Mangunkusumo.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mendapatkan gambaran karakteristik pasien kanker rektum yang menjalani
radiasi di Departemen Radioterapi RSCM.
2. Mengetahui respons radiasi pasien kanker rektum yang menjalani radiasi
panjang pre-operatif.
3. Mencari korelasi antara respons radiasi dengan OTT dan respons radiasi
dengan DTT pada pasien kanker rektum yang menjalani radiasi panjang pre-
operatif.
4. Mengetahui pola rekurensi lokal dan metastasis pasien kanker rektum yang
menjalani radiasi.
5. Mendapatkan angka kesintasan pasien kanker rektum yang menjalani radiasi.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


5

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat di Bidang Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan tentang


penatalaksanaan dan hasil terapi kanker rektum.

1.4.2. Manfaat di Bidang Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data tentang profil
penatalaksanaan dan hasil terapi kanker rektum serta dapat dijadikan dasar
penelitian selanjutnya.

1.4.3. Manfaat di Bidang Pelayanan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
menyeragamkan protokol penatalaksanaan kanker rektum di Indonesia.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi

Kanker kolorektum merupakan keganasan ketiga terbanyak pada pria (746.000


kasus, 10%) dan keganasan kedua terbanyak pada wanita (614.000 kasus, 9,2%)
dari kasus keganasan seluruh dunia. Terdapat variasi geografi yang luas terhadap
kejadian kanker kolorektum pada seluruh dunia. Kejadian terbanyak terdapat
pada Australia dan Selandia Baru (dengan Age Specific Rate pada pria 44,8 dan
pada wanita 32,2 per 100.000 penduduk) angka kejadian terendah pada Afrika
barat (dengan Age Specific rate pada pria 4,5 dan pada wanita 3,8 per 100.000
penduduk). Di Indonesia, kanker kolorektum menempati urutan ketiga dari
keganasan yang paling banyak dijumpai baik pada laki-laki dan perempuan.1

Data awal tentang insiden kanker kolorektum di Indonesia adalah hasil studi oleh
Sjamsuhidajat (1986) yaitu 1.8 per 100,000.2 Divisi Bedah Digestif RS Cipto
Mangunkusumo mengumpulkan data pasien kanker rektum tahun 2000-2010 dan
mendapatkan angka kejadian pada laki-laki adalah 52% dan sisanya adalah
perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah usia 45-53 tahun (21.8%) dengan
mean 50.67 tahun, usia termuda yang didapatkan adalah 18 tahun dan tertua 86
tahun.3 Sementara dari studi oleh Sudoyo et al. (2013) didapatkan angka kejadian
kanker kolorektum yang lebih tinggi pada laki-laki (53.8%) dibandingkan
perempuan (46.2%), dengan usia terbanyak pada kelompok 51-60 tahun.4
American Cancer Society pada tahun 2011 mengeluarkan data bahwa insiden
kanker kolorektum adalah 35 – 40% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Haggar dan Boushey (2009) menyatakan bahwa insiden kanker
kolorektum meningkat setelah usia 40 tahun, serta pada kelompok usia 60-79
tahun, angka kejadian 50% lebih tinggi dibandingkan pada kelompok usia kurang
dari 40 tahun.5

Angka mortalitas kanker kolorektum di dunia sebanyak 694.000 (8,5% dari


kematian karena kanker), dengan 55% kejadian kanker kolorektum terdapat pada

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


7

negara maju, sementara 52% kematian karena kanker kolorektum terjadi pada
negara berkembang.1

Serupa dengan estimasi global, kanker rektum menempati urutan ke-4 kematian
karena kanker di Indonesia. Diperkirakan sebanyak 394,000 kematian per tahun
akibat kanker kolorektum terjadi di seluruh dunia.1,5 Kesintasan kanker
kolorektum sangat bergantung kepada stadium saat diagnosis, semakin dini
diagnosis, maka angka kesintasan semakin tinggi. Kesintasan 5 tahun pada
kanker rektum yang masih lokal dapat mencapai 90%, menurun menjadi 70%
bila telah melibatkan regional dan 10% bila telah terjadi metastasis jauh. Angka
kesintasan 5 tahun kanker rektum yang telah distandarisasi menurut usia secara
global adalah 50-59%.5,6

2.2. Anatomi

Rektum merupakan bagian dari usus besar, yang berawal dari perbatasan
rekstosigmoid sampai ke cincin puborektum, sepanjang sekitar 12 – 15 cm.
Secara umum, rektum dibagi lagi menjadi tiga bagian dan masing-masing
sepanjang 5 cm. Bagian yang pertama yaitu rektum sepertiga atas yang
dibungkus oleh peritoneum di bagian anterior dan kedua sisinya. Sepertiga
tengah rektum yang terletak lebih menjorok ke dalam pelvis, hanya bagian
anteriornya yang terbungkus peritoneum, membentuk batas posterior dari rongga
rektovesikal atau kantung rektouteri. Sementara, sepertiga bawah rektum tidak
dilapisi oleh peritoneum dan terletak sangat dekat dengan struktur-struktur di
sekitarnya, termasuk tulang pelvis. Tumor yang terletak di bagian distal ini tidak
memiliki barrier/penghalang serosa yang dapat menghambat invasi ke jaringan
sekitarnya, sehingga reseksi sulit untuk dilakukan.8

Pendarahan rektum disuplai dari arteri tektal superior, media dan inferior yang
saling beranastomosis. Drainase limfatik regional dari tumor di rektum meliputi
perirektum, presakral dan iliaka interna.8

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


8

Gambar 2.1. Anatomi rektum1

2.3. Etiologi dan Patologi

Etiologi dari kanker kolorektum adalah multifaktorial yang melibatkan faktor


lingkungan dan genetik. Sebanyak 75% kanker kolorektum timbul secara
sporadik dan pada 15 – 20% kasus didapatkan riwayat poli usus besar atau
kanker kolorektum pada keluarga. Sementara, 5 – 10% sisanya, diketahui muncul
pada pasien yang memiliki predisposisi genetik seperti hereditary non-polyposis
colorectal cancer (HNPCC) (4 – 7%), familial adenomatous polyposis (FAP)
(1%) atau inflammation bowel syndrome (IBS).7

Dari berbagai studi yang telah dikerjakan selama ini, telah dilaporkan berbagai
faktor risiko dari kanker kolorektum, baik genetik maupun lingkungan, yaitu
usia, jenis kelamin, riwayat kanker kolorektum pada keluarga, indeks massa
tubuh (IMT), konsumsi daging olahan dan alkohol berlebih, rokok, serta
rendahnya konsumsi serat dan asam folat. Dari berbagai faktor risiko tersebut,
yang memiliki kaitan kuat dengan risiko kanker kolorektum adalah pertambahan
usia, jenis kelamin laki-laki, konsumsi alkohol berlebih dan rokok.8,15,16

Diet tinggi lemak, rendah serat dan konsumsi alkohol secara eksesif dikaitkan
dengan perkembangan neoplasia kolorektum. Zat nitrosamin dan amino
heterosiklik merupakan karsinogen yang beredar di darah dan dihubungkan
dengan mutasi pada APC dan KRAS. Konsumsi alkohol memiliki kontribusi

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


9

terhadap proses karsinogenesis dengan mengurangi kadar folat yang dapat


menyebabkan kerusakan DNA. Sementara konsumsi serat dinilai memilki fungsi
proteksi karena kandungan folat, antioksidan dan enzim detoksifikasi yang
dimilikinya mampu mengurangi kontak zat karsinogen dengan permukaan usus.17

Tumor kolorektum muncul dari mukosa dan sebanyak >80-90% adalah


adenokarsinoma. Varian adenokarsinoma yang memiliki musin intraselular
adalah signet-ring cell, dan merupakan faktor prognostik yang buruk karena
progresivitas dan responsnya yang buruk terhadap terapi. Jenis histologi lain
adalah karsinoma sel skuamosa, karsinoid, leiomiosarkoma dan limfoma.7,8 Di
Divisi Bedah Digestif RSCM, didapatkan adenokarsinoma menjadi tipe histologi
dominan (71.6%) pada kasus kanker rektum.3

2.4. Gejala Klinis

Banyak dari kanker kolorektum terlambat didiagnosa, karena gejala klinis yang
ditampilkan bersifat non-spesifik, seperti perubahan pola defekasi, nyeri perut
yang intermiten, mual dan muntah. Gejala-gejala lain yang sering dijumpai
adalah keluarnya darah segar atau lendir bersama feses, tenesmus, pengecilan
diameter serta volume feses, serta nyeri di daerah perianal dan presakral bila
sudah tahap lanjut. Manifestasi klinis terutama ditentukan oleh lokasi dari
tumor.8,18

Perubahan dari pola defekasi yang mengarah kepada kanker rektum adalah:18

 Perdarahan, berupa darah segar, baik prominen maupun occult


 Mukus/lendir yang bercampur dengan feses, banyak dijumpai pada tumor
yang terletak pada rektum bagian distal
 Diare di pagi hari, berupa campuran darah dan lendir, berbau busuk, tanpa
ampas, pada pagi hari

Kristianto et al. mengumpulkan tiga gejala klinis awal yang paling banyak
dijumpai di Divisi Bedah Digestif RSCM yaitu perubahan pola defekasi
(95,7%), perdarahan per rektum (85,3%), dan feses berlendir (68,2%).3

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


10

2.5. Diagnosis

Tatalaksana kanker rektum dimulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh. Selain menggali keluhan utama dan keluhan lain yang menyertai,
riwayat penyakit dahulu dan keluarga serta perjalanan penyakit perlu diketahui.
Pemeriksaan colok dubur dapat mencapai 7-8 cm dari anocutan line (ACL),
dengan penilaian meliputi ukuran tumor, lokasi atau jarak dari ACL, ulserasi,
fiksasi tumor terhadap jaringan sekitar dan fungsi sphincter. Pemeriksaan pelvis
harus dilakukan pada perempuan untuk mengetahui keterlibatan vagina.
Pemeriksaan darah meliputi hematologi dasar dengan fungsi hati dan kadar CEA.
Kadar CEA yang mengalami penurunan atau normalisasi pada pasien yang
menjalani kemoradiasi, merupakan faktor prognostik yang baik dari keberhasilan
terapi.7,8

Sebelum terapi dimulai, diperlukan konfirmasi patologi tumor. Pemeriksaan


kolonoskopi dapat dilakukan baik sebagai panduan untuk biopsi, mengukur
secara akurat jarak lesi dengan ACL, memberikan visualisasi langsung terhadap
tumor, serta memperkirakan ukuran tumor dan derajat obstruksi lumen.
Pemeriksaan darah dasar dan penanda tumor seperti carcinoembryonic antigen
(CEA) sebagai baseline perlu dikerjakan. Ekstensi lokal dan regional dapat
dinilai dengan CT abdomino-pelvis.8

Trans rectal endoscopic ultrasonografi (EUS) dapat digunakan untuk menilai


tumor primer kanker rektum, namun memiliki sensitivitas yang lebih rendah
untuk menilai keterlibatan nodal. EUS dapat melihat lapisan mukosa, submukosa
dan muscularis propia dan dapat melihat keterlibatan anal canal, sehingga
memiliki 80%-90% keakuratan dalam menilai staging. MRI memiliki keakuratan
dalam menilai lokasi, staging dan keterlibatan mesorektum fascia. MRI memiliki
kelebihan dari EUS yaitu : tidak tergantung operator dan memiliki jangkauan
lebih luas dan dapat digunakan pada keadaan stenosis atau tumor proksimal.19,20
PET-scan meskipun kurang akurat dalam menilai tumor primer, dapat digunakan
pada kasus pasien dengan kecurigaan oligometastasis yang masih memungkinkan
untuk kuratif.7,17

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


11

2.6. Penentuan Stadium

Tabel 2.1. Sistem klasifikasi stadium pada kanker rektum menurut AJCC:21

Tumor Primer (T)


Tx Tumor primer tak dapat ditentukan
T0 Tidak ditemukan tumor primer
Tis Karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi ke lamina propria
T1 Tumor menginvasi submukosa
T2 Tumor menginvasi muskularis propria
Tumor menginvasi menembus muskularis propria ke jaringan
T3
perikolorektum
T4a Tumor menembus permukaan peritoneum visceral
Tumor menginvasi langsung atau berlekatan dengan organ atau struktur
T4b
lain
Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx Kelenjar limfe regional tidak dapat ditentukan
N0 Tidak ditemukan metastasis kelenjar limfe regional
N1a Metastasis ke 1 kelenjar limfe regional
N1b Metastasis ke 2-3 kelenjar limfe regional
Deposit tumor di subserosa, mesenterium atau jaringan perirektum yang
N1c
tidak terbungkus peritoneum tanpa metastasis ke kelenjar limfe regional
N2a Metastasis ke 4-6 kelenjar limfe regional
N2b Metastasis ke 7 atau lebih kelenjar limfe regional
Metastasis Jauh (M)
Mx Metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 Tidak ditemukan metastasis jauh
Metastasis ke satu lokasi organ (hati, paru, ovarium, kelenjar limfe non-
M1a
regional)
M1b Metastasis ke lebih dari satu lokasi organ atau ke peritoneum
*Kelenjar limfe regional adalah perirektum, presakral, sakral lateral, mesenterikus inferior, iliaka
interna, promontorium sakral, rektum superior, rektum media, rektum inferior; setidaknya 10-14
kelenjar limfe yang diperiksa untuk menentukan stadium pN secara akurat pada pasien yang tidak
menjalani terapi neoajuvan.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


12

Definisi stadium

Tabel 2.2. Stadium kanker rektum menurut AJCC (klinis dan patologis) 21

Stadium T1 T2 T3 T4a T4b


N0 I I IIA IIB IIC
N1 IIIA IIIA IIIB IIIB IIIC
N2a IIIA IIIB IIIB IIIC IIIC
N2b IIIB IIIB IIIC IIIC IIIC
M1a IVA IVA IVA IVA IVA
M1b IVB IVB IVB IVB IVB

2.7. Tatalaksana

Dalam tatalaksana kanker rektum, radioterapi memiliki peran yang penting di


berbagai tahapan. Pemberian radiasi baik sebelum atau sesudah pembedahan
pada tumor yang resektabel, diharapkan dapat meningkatkan kontrol lokal dan
kesintasan dengan cara mengeradikasi sel-sel tumor subklinis yang tidak dapat
disingkirkan pada pembedahan. Sementar, radiasi preoperatif pada tumor yang
non-resektabel, yang diberikan sendiri atau konkuren dengan kemoterapi,
bertujuan untuk meningkatkan resektabilitas tumor. Peran radiasi pada tumor
letak rendah dapat meningkatkan preservasi sfingter.9

2.7.1. Pembedahan

Pembedahan merupakan modalitas utama dalam manajemen kanker rektum.


Pemilihan teknik pembedahan tergantung pada stadium dan lokasi tumor pada
rektum. Prinsip utama dari pembedahan pada kanker rektum adalah
pengangkatan seluruh tumor gross dan tumor yang mikroskopik, dengan margin
negatif pada bagian proksimal, distal dan sirkumferensial. Bila dari pemeriksaan
rectal touché/colok dubur ahli bedah memutuskan bahwa sulit untuk
mendapatkan margin negatif karena fiksasi atau ekstensi tumor yang luas, maka

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


13

tumor dikatakan tidak resektabel. Untuk meningkatkan resektabilitas, dapat


dilakukan radiasi atau kemoterapi neoadjuvan sebelum reseksi.8

Secara umum, dikenal beberapa teknik reseksi pada kanker rektum yang lazim
digunakan, yaitu eksisi transanal untuk kanker rektum stadium dini, yaitu tumor
yang berukuran kecil (<3 cm), dalam jarak 8 cm dari anal verge, berdiferensiasi
baik dan kurang dari 30% sirkumferen lumen rektum. Teknik lain adalah Low
Anterior Resection (LAR) untuk tumor letak tinggi yang masih memungkinkan
preservasi sfingter, dan Abdominoperineal Resection (APR) untuk tumor letak
rendah dan sudah melibatkan sfingter atau muskulus levator. Satu hal yang juga
penting adalah untuk preservasi syaraf otonom daerah pelvis agar
meminimalisasi terjadinya disfungsi seksual dan kandung kemih.18

Sejak Abel memperkenalkan teknik Total Mesorectal Excision (TME) pada 1931
dan disebarluaskan oleh Heald pada tahun 1979, teknik ini diadopsi secara
internasional menjadi standar pembedahan dalam tatalaksana kanker rektum.
Prinsip dari tindakan Total Mesorectal Excision (TME) meliputi pengangkatan
tumor secara en bloc dan jaringan mesorektum di sekitarnya, yaitu jaringan yang
melingkari rektum di dalam fascia dan berisi struktur limfatik perirektum.22
Dengan teknik ini, angka rekurensi lokal dilaporkan menurun secara signifikan
dari 40% sampai kurang dari 10%, meskipun tanpa terapi neoajuvan atau
ajuvan.23

2.7.2. Radioterapi

Peran radioterapi dalam tatalaksana kanker rektum terutama berada dalam


kelompok kanker rektum lokal lanjut, yaitu minimal T3 dan atau N+. Dari sisi
waktu pemberian, radioterapi diberikan sebagai neoajuvan atau ajuvan setelah
terapi definitif, yaitu pembedahan. Sementara ditinjau dari lama pelaksanaan,
terbagi menjadi radiasi pendek dan radiasi panjang dengan tujuannya masing-
masing.9,17,24 Rasional dari pemberian radioterapi preoperatif adalah yang
pertama, mengecilkan ukuran tumor sehingga resektabilitas meningkat, kedua,

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


14

meningkatkan kontrol lokal dan menurunkan rekurensi lokal, dan yang ketiga
adalah meningkatkan kemungkinan preservasi sfingter. Saat ini radioterapi
terutama berperan pada masa pre-operatif, karena efek samping radiasi pre-
operatif lebih dapat ditoleransi. Setelah pembedahan, lebih banyak usus halus
yang turun ke rongga pelvis karena ada kekosongan yang timbul pasca reseksi,
sehingga volume usus halus yang masuk ke dalam lapangan radiasi lebih besar
dan menimbulkan efek samping radiasi yang lebih berat. Selain itu, telah terjadi
perubahan vaskularisasi pada tumor bed sehingga kondisi menjadi lebih hipoksik,
dimana kondisi hipoksik dapat mengakibatkan hasil radiasi yang kurang optimal.
Shivnani et al (2007) melaporkan bahwa pemberian kemoradiasi neoajuvan
meningkatkan angka preservasi sfingter secara signifikan dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang masih dapat ditoleransi.9,25

Standar pemberian radioterapi sebagai neoajuvan saat ini terutama pada kanker
rektum stadium lanjut lokal, yaitu radiasi panjang dengan dosis total 46-50 Gy
diberikan dalam 1.8-2.0 Gy per fraksi, konkuren dengan kemoterapi.
Rekomendasi interval antara radiasi panjang preoperatif dengan tindakan
pembedahan adalah 6-8 minggu, dimana diharapkan tumor memiliki kesempatan
untuk downstaging dan inflamasi pasca radiasi sudah mereda, sementara jaringan
parut yang dipicu radiasi belum sempat terbentuk. Radiasi pendek diberikan
preoperatif sebanyak 25 Gy dengan 5 Gy per fraksi dan operasi harus
dilaksanakan segera setelah radiasi. Jarak ideal antara hari terakhir radiasi pendek
dengan operasi adalah 2-5 hari untuk meningkatkan respons dan menurunkan
komplikasi pembedahan, namun Glimelius (2014) menyatakan bahwa komplikasi
operasi masih dapat ditoleransi dalam 4 minggu.24,26

Radiasi eksterna yang diberikan mencakup daerah yang memiliki potensi


mengandung sel tumor yaitu tumor bed dengan margin 2-5 cm, daerah kelenjar
getah bening presakral dan iliaka internal, untuk jenis operasi APR perineum
masuk pada lapangan operasi. Apa bila tumor T4 atau mengenai struktur anterior
seperti buli, prostat dan vagina, maka Kelenjar getah bening iliaka eksterna harus
masuk lapangan radiasi.18

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


15

Gambar 2.2. Lapangan radiasi kanker rektum1

Radiasi dapat dilakukan dengan teknik penyinaran2 lapangan (anteroposterior)


atau 4 lapangan (anteroposterior dan lateral kanan dan kiri). Batas atas lapangan
pada interspace lumbal 5 dan sakral 1. Batas bawah lapangan 3-5 cm dibawah
tumor. Lapangan lateral sampai posterior sakrum untuk mencakup seluruh
presacral space, batas anterior sampai 4 cm dari anterior rektum, dengan
penyesuaian jika ada keterlibatan ekstrarektum. 8,18

Penambahan kemoterapi secara konkuren ditujukan sebagai radiosensitizer untuk


meningkatkan efek radiasi. Kemoterapi dapat diberikan bersamaan dengan
radiasi panjang dengan regimen 5FU/leucovorin secara bolus atau infus, atau
capecitabine per oral. Kemoterapi yang diberikan bersama radiasi biasanya
adalah continous infusion 5-FU 225 mg/m2 selama 24 jam 5-7 hari perminggu
selama radioterapi. Dapat juga diberikan 5-FU 400 mg/m2 bolus intravena dan
leukovorin 20 mg/m2 bolus intavena selama 4 hari pada minggu pertama dan ke
lima radiasi. Atau diberikan capecitabine 825 mg/m2, 2 kali sehari, 5 hari dalam
seminggu selama radiasi.7,8,10

Baker et al. (2012) melaporkan hasil studi dari German Rectal Cancer Study
Group yang membandingkan pemberian kemoradiasi pre-operatif dan post-
operatif pada kanker rektum T3-4 atau N+, bahwa kemoradiasi pre-operatif
memberikan overall survival 5 tahun sebesar 76% dengan rekurensi lokal 6%
dalam 5 tahun. 27

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


16

2.7.3. Kemoterapi

Peran kemoterapi dalam tatalaksana kanker rektum adalah sebagai terapi


neoadjuvan pre-operatif, konkuren sebagai radiosensitizer dan adjuvan pasca-
operatif. Pada tahap paliatif, kemoterapi merupakan pilihan utama terapi.
Pemberian kemoterapi neoadjuvan secara bersamaan/konkuren dengan
radioterapi merupakan rekomendasi pilihan terapi bagi kanker rektum stadium
lanjut lokal.

Pasien dengan kanker rektum stadium II-III berisiko tinggi untuk mengalami
kekambuhan lokal dan sistemik. Terapi adjuvan harus bertujuan menanggulangi
kedua masalah tersebut. Sebagian besar penelitian tentang pemberian radioterapi
pra- dan pasca bedah saja dapat menurunkan angka kekambuhan lokal tetapi
tidak bermakna dalam angka kesintasan. Pemberian 5-FU bersama radioterapi
adalah efektif dan dapat dianggap sebagai terapi standar, dimana pengobatan
neoajuvan kombinasi radiasi dan kemoterapi sebelum pembedahan juga
menghasilkan angka kegagalan lokal (local failure rates) yang lebih rendah,
disamping sasaran pengobatan lain seperti masa bebas penyakit dan kesintasan
secara keseluruhan.25

Kemoterapi baik secara tersendiri maupun bersama dengan radioterapi, yang


diberikan sesudah pembedahan, merupakan salah satu modalitas pengobatan
pada kanker rektum. Dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah banyak kemajuan
yang dicapai pada kemoterapi untuk kanker rektum. Beberapa dekade ini hanya
menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) – disusul oleh kehadiran asam folinat
/leukovorin (folinic acid/FA/LV) sebagai kombinasi. Selanjutnya, pemilihan obat
diperluas dengan diterimanya irinotecan sebagai terapi lini pertama pada tahun
1996, oxaliplatin pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun 2004) sebagai
pengganti oral kombinasi 5-FU/FA.30

Serangkaian penelitian klinik acak terkontrol menyimpulkan bahwa pengobatan


kanker rektum pasca bedah dengan 5-FU/LV selama 6 bulan sesudah bedah
kuratif adalah standar pada kanker rektum stadium III dan bahwa penderita
berusia lanjut mendapat pendekatan kemoterapi yang sama. Pemberian

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


17

kemoterapi tersebut secara dua-mingguan (protokol de Gramont) mempunyai


efek yang tidak berbeda bermakna dengan pemberian bulanan melalui bolus 5
hari berturut-turut (protokol Mayo), yang ternyata lebih toksik.31

2.8. Faktor Prognostik, Evaluasi Respons dan Pemantauan/Follow-up

2.8.1. Faktor Prognostik

Faktor-faktor prognostik yang secara dominan mempengaruhi kesintasan pasien


kanker kolorektum meliputi status TNM, yaitu kedalaman invasi tumor,
keterlibatan kelenjar getah bening, serta adanya metastasis jauh. Respons terapi
yang buruk dilaporkan pada lesi dengan jenis histologi signet-ring cell dan lesi
yang sirkumferensial atau yang menyebabkan obstruksi total atau hampir total
(lumen <1 cm). Selain itu, faktor-faktor lain yang pernah disebutkan adalah
derajat fiksasi lesi, terutama lesi yang terletak di bagian distal rektum, karena
secara anatomis sulit untuk mencapai batas/margin sirkumferensial yang
adekuat.8,21

2.8.2. Evaluasi Respons

Penilaian respons tumor terhadap terapi dapat dilakukan secara klinis melalui
pemeriksaan rectal touché/RT, secara patologis atau secara radiologis
berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO) atau Response
Evaluation Criteria in Solid Tumors (RECIST) 1.1, dengan berdasarkan
gambaran radiologi sebelum (baseline) dan minimal 4 minggu sesudah terapi.32

Pemilihan RECIST 1.1 sebagai metode evaluasi respons terapi secara radiologis
saat ini sudah digunakan secara luas di dunia oleh institusi akademis, industri dan
studi-studi ilmiah karena protokolnya yang dianggap sederhana dan seragam
sehingga mengurangi perbedaan interpretasi. Fitur RECIST 1.1 adalah ukuran
minimal lesi yang diukur, pemilihan jumlah lesi untuk diukur (maksimal 5 lesi

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


18

per organ, maksimal 10 bila lebih dari 1 organ) dan penggunaan satu dimensi
(dimensi terbesar) untuk pengukuran beban tumor.32

Pemeriksaan imaging awal sebaiknya dilakukan sedekat mungkin dengan waktu


terapi, sementara imaging post-terapi dapat dinilai minimal 4 minggu sesudah
terapi. CT scan merupakan modalitas paing umum yang ketersediaannya baik
dan luas. Tingkat akurasi untuk T dan N adalah masing-masing 65% dan 67%
dengan angka 23% untuk overstaging dan 12% untuk understaging karena
adanya penebalan dinding rektum pasca radiasi/kemoradiasi akibat fibrosis yang
diidentifikasi sebagai residu tumor. Sementara, MRI pada sekuens T2-weighted
berperan penting dalam evaluasi ulang kanker rektum pasca radiasi/kemoradiasi.
Suatu metaanalisis menunjukkan bahwa sensitivitasnya yang rendah (50.4%)
menimbulkan kesulitan dalam membedakan respons tumor dengan residu.
Dengan spesifisitasnya yang cukup tinggi (91.2%), hasil MRI yang positif
mengartikan pasien yang responsif, namun hasil MRI yang negatif tidak berarti
pasien tidak responsif.33

2.8.3. Pemantauan/Follow-up

Setelah terapi multimodalitas menjadi standar terapi untuk kanker rektum,


terutama sejak digunakannya teknik pembedahan Total Mesorectal Excision
(TME), rekurensi lokal menurun secara signifikan. Koca et al. (2012)
melaporkan hasil studinya bahwa didapatkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi rekurensi lokal pada kanker rektum, yaitu keterlibatan kelenjar
getah bening yang telah dibuktikan secara patologis (pN+), ukuran tumor pT4,
dan kadar CEA serum yang tinggi post-operasi. Faktor-faktor tersebut, bersama
dengan invasi perineural, mempengaruhi pula metastasis jauh.34,35

Pasien yang menjalani kemoradiasi preoperasi, sebanyak 50%-90% akan


mendapatkan margin negatif tergantung pada derajat fiksasi tumor. Namun 24%-
55% pasien akan mengalami kekambuhan lokal. Yeo et al, 2013, menemukan
bahwa pasien yang menjalani LAR memiliki kekambuhan yang sama apabila
menjalani kemoradiasi sebelum ataupun sesudah operasi. Pasien yang menjalani

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


19

kemoradiasi preoperatif cenderung memiliki kekambuhan lokal yang lebih lama.


Paru merupakan tempat tersering untuk metastasis jauh terutama pada pasien
yang memiliki tumor letak rendah.36

Pemberian radiasi dalam terapi kanker rektum memberi keuntungan dalam hal
kontrol lokal dalam kesintasan. Studi oleh Enriquez-Navascués et al.(2011)
menyatakan bahwa pemberian radiasi pendek preoperatif dapat menurunkan
angka rekurensi lokal sampai 9%, dibandingkan operasi saja sebesar 23%. Selain
itu, pemberian radiasi pendek yang dikombinasikan dengan kemoterapi
meningkatkan angka kesintasan 5 tahun menjadi 58%. Sementara, rekurensi lokal
setelah kemoradiasi lebih kecil (8%) dibandingkan pemberian radiasi panjang
saja tanpa kemoterapi (17%).37

Yu et al.(2008) melaporkan bahwa dua pertiga (78%) rekurensi lokal pada kanker
rektum setelah kemoradiasi terjadi di dalam lapangan radiasi, dimana 80%
dijumpai di daerah pelvis bawah atau presakral, sementara sisanya dijumpai di
tepi lapangan radiasi, yaitu dalam jarak 1 cm ke dalam atau ke luar lapangan
radiasi.38

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


20

2.9. Kerangka Teori

Faktor risiko: Patologi:


- Riwayat penyakit dahulu - Inflamasi kronis
- Riwayat penyakit keluarga - Mutasi genetik: APC, p53,
K-Ras, hMLH, hMSH2
- Pertambahan usia
- Jenis kelamin laki-laki
- Pola hidup: rokok, alkohol, diet

Kanker Rektum

Terapi
-Bedah
- Radioterapi
- Kemoterapi

- Hipoksia
- Proliferasi
- Angiogenesis
- Apoptosis

 DTT  Respons radiasi Faktor prognostik:


 OTT  Rekurensi lokal - Stadium
 Metastasis - Histologi
 Kesintasan or prognostik:
 Toksisitas radiasi

: tidak dianalisis

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


21

2. 10. Kerangka Konsep

Kanker Rektum

Karakteristik pasien:
- Usia
- Jenis kelamin Faktor risiko:
- Perujuk - Pola hidup: rokok, alkohol,
diet
Karakteristik tumor: - Riwayat penyakit dahulu
- Histologi - Riwayat keganasan keluarga
- Stadium

TERAPI

Bedah - Radiasi tanpa


Kemoterapi
kemoterapi
konkuren

- Respons radiasi Profil radiasi:


- Toksisitas radiasi - Teknik radiasi
- Rekurensi lokal - Dosis total
- Metastasis - DTT
- Kesintasan - OTT

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian merupakan studi deskriptif analitik untuk mengetahui karakteristik


pasien dan hubungan antara beberapa variabel dan hasil akhir terapi dengan
menggunakan desain potong lintang pada pasien kanker rektum di Departemen
Radioterapi RSCM.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo


Jakarta mulai bulan Februari 2015 sampai Mei 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah pasien kanker rektum yang dirujuk ke Departemen


Radioterapi RSCM. Populasi terjangkau adalah semua pasien kanker rektum
yang menjalani terapi radiasi di Departemen Radioterapi RSCM dalam kurun
waktu Januari 2009 sampai Januari 2014.

3.4. Cara Pemilihan Sampel

Subyek penelitian diambil dengan metode total sampling dari catatan rekam
medis serta data pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kriteria inklusi.

22

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


23

3.5. Besar Sampel

Karena penelitian ini menggunakan metode total sampling, maka jumlah sampel
didapat secara kolektif berdasarkan data rekam medik dalam kurun waktu Januari
2009 sampai Januari 2014.

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.6.1. Kriteria Inklusi

 Semua pasien kanker rektum yang sudah tegak melalui PA dan menjalani
radiasi di Departemen Radioterapi RSCM

3.6.2. Kriteria Eksklusi

 Data rekam medis yang tidak dapat ditelusuri

3.7. Cara Kerja

1. Mengajukan permohonan Lolos Kaji Etik kepada Komisi Etik FKUI/RSCM


2. Mengajukan izin pelaksanaan penelitian di RSCM
3. Pengumpulan data rekam medis pasien dengan kanker rektum yang telah
menjalani radiasi di Departemen Radioterapi RSCM dan rekam medis pusat
RSCM
4. Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Data demografi pasien (usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon yang bisa
dihubungi)
b. Asal/perujuk (RSCM atau luar RSCM), diagnosis dan stadium saat dirujuk
c. Faktor risiko: riwayat merokok, riwayat konsumsi alkohol, pola diet
d. Stadium setelah pemeriksaan di Departemen Radioterapi RSCM (berdasarkan
pemeriksaan fisik, pencitraan dan hasil biopsi/histopatologi)
e. Radioterapi: teknik, dosis total, fraksinasi dosis
f. Kemoterapi: regimen, cara pemberian
g. Operasi: waktu operasi, jenis operasi
h. Tipe histopatologi tumor

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


24

i. Pemeriksaan penanda tumor: CEA


j. Toksisitas radiasi: selama radiasi dan saat follow-up
k. Pemeriksaan pencitraan pasca radiasi
l. Kondisi pasien saat ini: hidup atau meninggal dunia
m. Rekurensi lokal yang ditemukan saat follow up
n. Metastasis jauh yang ditemukan saat follow up
o. Delayed Treatment Time (DTT)
p. Overall Treatment Time (OTT)
5. Pengolahan data dengan peranti lunak SPSS
6. Penyajian hasil

3.8. Variabel Penelitian

Variabel yang dinilai untuk studi deskriptif pada penelitian ini adalah: usia, jenis
kelamin, asal perujuk, stadium tumor, ukuran tumor (T), kelenjar getah bening
(N), jenis histopatologi, overall treatment time,delayed treament time, toksisitas
radiasi akut pada kulit, toksisitas radiasi lanjut pada kulit, toksisitas akut pada
saluran cerna bagian bawah, toksisitas radiasi lanjut pada saluran cerna bagian
bawah, respons radiasi berdasarkan pencitraan pre dan post-terapi, rekurensi
lokal, metastasis jauh.

Untuk analisis korelasi, variabel dependen adalah respons radiasi, sedangkan


variabel independen adalah overall treatment time (OTT) dan delayed treatment
time (DTT).

Untuk analisis kesintasan, variabel dependen adalah usia, jenis kelamin dan
stadium. Sedangkan variabel independen adalah kejadian kematian.

3.9. Definisi Operasional

1. DTT Delayed Treatment Time. Waktu yang dibutuhkan pasien


untuk memulai radiasi. Dihitung sejak hari pasien terdaftar
di Departemen Radioterapi RSCM sampai hari radiasi
pertama.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


25

2. Follow up Pengambilan data dilakukan melalui telepon dan surat,


ditanyakan pasien saat ini masih hidup atau sudah
meninggal dunia. Pasien yang meninggal dunia, dicatat
tanggal meninggal dunianya.
Pasien yang tidak dapat dihubungi melalui telepon (loss to
follow up), dianggap sebagai masih hidup sesuai tanggal
terakhir follow up, dan tersensor dari tanggal tersebut.

3. Kanker rektum Kanker pada daerah rektum yang sudah tegak diagnosisnya
melalui pemeriksaan histopatologi terhadap jaringan tumor
yang diambil melalui biopsi atau spesimen pembedahan.

4. Kemoradiasi Terapi radiasi yang diberikan bersamaan/konkuren dengan


kemoterapi sebagai radiosensitizer untuk meningkatkan
efek radiasi.

5. Kesintasan Persentase pasien yang bertahan hidup sejak diagnosis


awal, yaitu tanggal hasil patologi anatomi menyatakan
kanker rektum, sampai dengan dilakukannya penelitian ini.
Hanya dinilai pada pasien yang mendapat terapi radiasi
kuratif. Pasien dengan M1 tidak diikutsertakan dalam
analisis kesintasan.

6. OTT Overall Treatment Time. Waktu sejak hari pertama radiasi


sampai hari terakhir radiasi.

7. Radiasi panjang Radiasi yang diberikan pre-operatif dengan dosis total 46-
50 Gy, diberikan dalam 1.8-2.0 Gy per fraksi, 5 kali dalam
seminggu.

8. Radiasi pendek Radiasi yang diberikan pre-operatif dengan dosis 5x5 Gy.

9. Respons radiasi Perbandingan ukuran tumor primer dengan menggunakan


CT scan/MRI sebelum dan minimal 4 minggu setelah
radiasi sesuai dengan kriteria RECIST 1.1, dilakukan oleh
dokter spesialis radiologi.
Respons dibagi menjadi:
 Respons komplit: bila tumor primer menghilang
seluruhnya setelah radiasi komplit
 Respons parsial: tumor primer berkurang >30% pada
diameter terbesarnya setelah radiasi komplit, masih
terdapat penebalan pada lesi
 Stabil/menetap: tidak terdapat perubahan ukuran tumor
primer sebelum dan sesudah radiasi komplit
 Progresif: tumor primer bertambah >20% atau meluas
setelah radiasi komplit.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


26

3.10. Analisis Statistik


Data profil ditampilkan secara deskriptif dalam bentuk tabel. Analisis data
untuk mengetahui kesintasan menggunakan uji Kaplan-Meier dan untuk
mengetahui hubungan antar variabel menggunakan uji korelasi Spearman
dengan peranti lunak SPSS v.20.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


27

3.11. Alur Penelitian

Data pasien kanker rektum


(semua stadium)

Januari 2009 – Januari 2014

Rekam medis
tidak dapat
ditelusuri
Input data
karakteristik
Eksklusi

Pasien dengan radiasi Pasien dengan Pasien tidak Pasien yang


panjang radiasi pendek menyelesaikan datang dengan
(23-25 x 1.8-2.0 Gy) (5x5 Gy) radiasi metastasis

Analisis data: Analisis kesintasan

 Rekurensi lokal
 Metastasis jauh
 Toksisitas radiasi
 OTT
Tabel
karakteristik:

 Usia
Analisis data:
 Jenis kelamin
 RS perujuk  Respons radiasi
 Jenis PA  Resektabilitas pasca
 Stadium radiasi
 DTT  Korelasi OTT dan
DTT dengan respons
radiasi

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1. Profil Karakteristik Pasien

Sejak Januari 2009 sampai dengan Januari 2014 tercatat jumlah pasien kanker
rektum di Departemen Radioterapi RSCM adalah 220 pasien. Sebanyak 76
pasien di antaranya tidak dapat ditemukan rekam mediknya, sehingga hanya 144
pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 26 pasien dari 144 pasien
tersebut dikirim ke Departemen Radioterapi RSCM sudah dengan metastasis dan
tidak diikutkan dalam tahap analisis kesintasan dan respons radiasi. Dari 118
pasien yang datang tanpa metastasis, 12 pasien tidak menyelesaikan radiasi dan
106 pasien lainnya menjalani radiasi komplit, dimana 86 pasien menjalani radiasi
panjang dan 20 pasien radiasi pendek.

Pasien berjenis kelamin laki-laki berjumlah 95 orang (65.9%) dan perempuan 49


orang (34.1%). Data dari GLOBOCAN 2012 menyatakan bahwa kejadian kanker
kolorektal lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.1 Data dari Divisi
Bedah Digestif RS Cipto Mangunkusumo menampilkan bahwa angka kejadian
pada laki-laki memang didapatkan lebih tinggi (52%) daripada perempuan.3
Sementara studi oleh Sudoyo et al. (2013) didapatkan angka kejadian kanker
kolorektal yang lebih tinggi pada laki-laki (53.8%) dibandingkan perempuan
(46.2%).4 Penelitian ini menampilkan angka yang lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Dengan demikian, dapat dikatakan terdapat kesesuaian
karakteristik mengenai jenis kelamin yaitu pasien kanker rektum laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan.

Pada penelitian ini, didapatkan usia rerata pasien adalah 52.5 tahun, dengan
mayoritas pasien berada pada rentang usia 50-59 tahun (30.6%), dan median usia
53 tahun. Usia termuda yang didapatkan adalah 23 tahun dan yang tertua adalah
86 tahun. Hasil yang agak berbeda ditampilkan oleh data dari Divisi Bedah
Digestif RSCM yaitu kelompok usia terbanyak adalah usia 45-53 tahun (21.8%)
dengan mean 50.67 tahun, usia termuda yang didapatkan adalah 18 tahun dan

28

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


29

tertua 86 tahun.3 Sementara Sudoyo et al. (2013) mendapatkan pasien kanker


kolorektal terbanyak pada kelompok usia 51-60 tahun.4 Haggar dan Boushey
(2009) menyatakan bahwa insiden kanker kolorektal meningkat setelah usia 40
tahun, dan meningkat tajam setelah usia 50 tahun.6 Maka dapat dilihat bahwa
terdapat perbedaan karakteristik pasien dalam hal usia dari data-data sebelumnya
dengan hasil penelitian ini. Perbedaan kelompok usia mayoritas pasien dapat
berbeda karena penetapan kelompok usia yang tidak sama pada setiap studi, serta
ada studi yang mengikutsertakan kanker kolon (kanker kolorektal).

Sebanyak 63 pasien (43.7%) dikirim dari dalam RSCM yaitu bagian Bedah,
Bedah Digestif dan Interna, sementara 81 pasien (56.23%) dikirim dari luar
RSCM, baik dari rumah sakit di Jakarta, luar Jakarta dan luar Indonesia.
Sebanyak 18 pasien (12.5%) mengaku menjalani terapi alternatif sebelum dikirim
ke Departemen Radioterapi RSCM.

Pola perujukan pasien kanker rektum pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pasien lebih banyak pasien dikirim dari luar RSCM, yaitu sebanyak 81 pasien, 5
pasien dikirim dari RS di luar Jakarta, 2 pasien dikirim dari luar Indonesia dan
sisanya sebanyak 74 pasien dikirim dari RS swasta di Jakarta yang tidak
memiliki fasilitas radioterapi. Sementara, pasien yang dikirim dari dalam RSCM
berjumlah 63 pasien, 7 pasien dikirim oleh bagian Penyakit Dalam dan 56
lainnya dikirim dari bagian Bedah/Bedah Digestif. Hal ini dapat sejalan dengan
telah terlaksananya terapi multimodalitas dalam tatalaksana kanker rektum,
namun juga menampilkan adanya distribusi fasilitas kesehatan yang belum
merata di Indonesia.

Dalam kepustakaan, faktor risiko kanker rektum yang memiliki kaitan erat
dengan kejadian kanker rektum adalah pertambahan usia, jenis kelamin laki-laki,
rokok dan konsumsi alkohol berlebih.8,15,16 Faktor risiko lain yang dikumpulkan
pada penelitian ini adalah faktor genetik berupa riwayat keganasan pada
keluarga, riwayat merokok, konsumsi alkohol dan pola diet. Sebanyak 23 pasien
(15.9%) memiliki riwayat keganasan pada keluarga. Tidak didapatkan data
mengenai jenis keganasan maupun derajat kedekatan dari keluarga yang

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


30

menderita keganasan. Dari penelusuran rekam medik, didapatkan 41 pasien


(28.5%) yang memiliki riwayat merokok minimal selama 20 tahun sebanyak
minimal satu bungkus rokok per hari. Data mengenai riwayat konsumsi alkohol
sangat terbatas, yaitu hanya 2 pasien yang mengaku memiliki riwayat konsumsi
alkohol. Satu pasien mengaku mengonsumsi alkohol dalam frekuensi sekali
seminggu, tidak didapatkan data mengenai jumlah dan waktu berapa lama telah
mengonsumsi alkohol. Sementara satu pasien lagi tidak diketahui lebih rinci.
Hanya satu pasien yang memiliki riwayat konsumsi mi instan sekali sehari, tidak
diketahui berapa lama pasien telah menjalani kebiasaan tersebut maupun jenis
dietnya yang lain.

Peran obesitas sebagai faktor risiko kanker rektum belum tegak. Beberapa studi
belum dapat menemukan hubungan yang kuat antara obesitas dengan kanker
rektum, walaupun untuk beberapa jenis kanker, seperti kanker ovarium, obesitas
merupakan faktor risiko.16 Karena hal ini masih merupakan suatu kontroversi,
maka pada penelitian ini dicoba dilakukan penghitungan Indeks Massa Tubuh
(IMT) dari seluruh pasien kanker rektum di Departemen Radioterapi RSCM
untuk melihat jumlah pasien kanker rektum yang obesitas. Dari 144 pasien,
hanya 98 pasien yang memiliki data tinggi badan dan berat badan. Hasilnya
menunjukkan bahwa obesitas, berdasarkan skor IMT >30%, hanya didapatkan
pada dua pasien (2.1%). Jumlah pasien terbanyak berada pada kelompok berat
badan normal/normoweight yaitu 62 pasien (63.3%), diikuti kelompok berat
badan kurang/underweight 21 pasien (21.4%) dan kelompok berat badan
berlebih/overweight sebanyak 13 pasien (13.2%). Maka pada penelitian ini, dapat
dilihat bahwa hanya 2.1% pasien obesitas yang merupakan bagian dari kelompok
pasien kanker kolorektal. Tentu saja hal ini belum menyimpulkan tidak adanya
hubungan antara obesitas dengan kanker rektum, karena studi ini hanya bersifat
deskriptif. Untuk menemukan hubungannya, diperlukan studi lebih lanjut.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


31

Tabel 4.1. Karakteristik pasien

Karakteristik n(=144) %
Jenis kelamin
Laki-laki 95 65.9
Perempuan 49 34.1
Usia
<40 tahun 25 17.4
40 – 49 tahun 32 22.2
50 – 59 tahun 44 30.6
60 – 69 tahun 26 18.1
> 70 tahun 17 11.8
Perujuk
RSCM 63 43.7
Luar RSCM 81 56.3
Faktor Risiko
Riwayat keganasan pada keluarga 23 15.9
Merokok* 41 28.5
Kombinasi keduanya 8 5.6
Alkohol 2 1.4
Indeks Massa Tubuh/IMT (n=98)
<18.5 21 21.4
18.5 – 24.9 62 63.3
25.0 – 29.9 13 13.2
>30.0 2 2.1
Gejala Klinis Awal
Perubahan pola defekasi 93 64.6
Perdarahan 92 63.9
Nyeri 57 39.6
Jenis Histopatologi
Adenokarsinoma 128 88.8
Signet ring cell 5 3.5
Karsinoma sel skuamosa 5 3.5
Adenoskuamosa 1 0.7
Limfoma 1 0.7
Tidak diketahui jenisnya 4 2.8
Stadium Tumor
I 9 6.2
IIA 19 13.2
IIB 25 17.4
IIC 1 0.7
IIIA 4 2.8
IIIB 36 25.0
IIIC 15 10.4
IVA 20 13.9
IVB 6 4.2
Tidak diketahui 9 6.2
Jarak Tumor dengan anocutan line (ACL)
<5.0 cm 42 29.1
5.1 – 10 cm 17 11.8
Tidak diketahui 85 59.1

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


32

Gejala awal dari kanker rektum tidak spesifik, yang banyak disebutkan adalah
perubahan pola defekasi berupa perubahan frekuensi, bentuk dan konsistensi
feses, nyeri di perut atau perianal yang konstan maupun intermiten, serta
keluarnya darah dan lendir dari lubang anus, baik bersama feses maupun tidak.2,7
Studi oleh Kristianto et al., (2011) menemukan gejala klinis awal yang banyak
dijumpai pada pasien kanker rektum di Divisi Bedah Digestif RSCM adalah
perubahan pola defekasi (95.7%), perdarahan rektal (85.3%), dan feses berlendir
(68.2%).3 Pada penelitian ini, ditampilkan tiga terbanyak dari gejala klinis awal
yang dikeluhkan oleh pasien yaitu perubahan pola defekasi yang dikeluhkan oleh
93 pasien (64.6%), diikuti oleh perdarahan pada 92 pasien (63.9%) dan nyeri
pada 57 pasien (39.6%).(gambar 4.3) Hal ini menampilkan kesesuaian dengan
data dari Divisi Bedah Digestif RSCM mengenai dua gejala klinis awal yang
paling banyak dijumpai pada kanker rektum, yaitu perubahan pola defekasi dan
perdarahan.

Data karakteristik pasien dapat dilihat lebih lengkap pada tabel 4.1.

Penelitian ini juga mencoba mengumpulkan data pemeriksaan penanda tumor,


untuk dihubungkan dengan keberhasilan terapi. Dari 144 pasien, data CEA
(carcinoembryonic antigen) pre-radiasi tersedia pada 45 pasien (31.2%), dengan
nilai median 7 mcg/L. Sebanyak 39 pasien (27.1%) mengalami kenaikan CEA
(nilai normal < 2.5 mcg/L) yang berkisar antara 2.80 – 3720 mcg/L, sementara 6
pasien (4.2%) tidak mengalami kenaikan CEA pre-radiasi. Kadar CEA yang
mengalami penurunan atau normalisasi pada pasien yang menjalani kemoradiasi,
merupakan faktor prognostik yang baik dari keberhasilan terapi.39 Data nilai CEA
post-radiasi hanya tersedia pada 3 pasien. Dua pasien mengalami penurunan nilai
CEA namun tidak sampai nilai normal, sementara 1 pasien malah mengalami
peningkatan. Karena jumlah sampel yang sedikit dan data follow-up yang tidak
lengkap, maka tidak dapat dilihat gambaran nilai CEA pre dan post-terapi untuk
kemudian dihubungkan dengan keberhasilan terapi.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


33

100

80

60

40
65.9% 34.1%
20

0
Laki-laki Perempuan

Gambar 4.1. Grafik distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin (n=144).

50
45
40
35
30
25
20
15
10
17.4% 22.2% 30.6% 18.1% 11.8%
5
0
< 40 th 40-49 th 50-59 th 60-69 th > 70 th

Gambar 4.2. Grafik distribusi pasien berdasarkan usia (n=144).

100
90
80
70
60
50
40
64.6% 63.9% 39.6%
30
20
10
0
Perubahan pola defekasi Perdarahan Nyeri

Gambar 4.3. Gejala klinis awal yang paling banyak dikeluhkan (n=98).

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


34

Pada penelitian ini, data karakteristik tumor yang diambil adalah jenis
histopatologi berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi, serta stadium dan status
TNM tumor yang didapat secara klinis maupun patologis.

Lebih dari 80-90% kanker rektum adalah adenokarsinoma. Tipe histologi lainnya
adalah signet ring cell, karsinoma sel skuamosa, adenoskuamosa dan lainnya.8,18
Pada penelitian ini, data histopatologi yang dapat ditelusuri berjumlah 135 kasus
dan, sesuai dengan literatur, yang terbanyak adalah adenokarsinoma yaitu 119
(88.1%). Tipe histologi lain yang dijumpai adalah signet ring cell sebanyak 5
kasus (3.7%), karsinoma sel skuamosa 5 kasus (3.7%), limfoma 1 kasus (0.7%),
adenoskuamosa 1 kasus (0.7%) dan yang lainnya sebanyak 4 kasus (3.0%).
(gambar 4.4) Data ini sama dengan hasil studi dari Kristianto et al. (2011) bahwa
tipe histologi yang paling banyak dijumpai di Divisi Bedah Digestif RSCM
adalah adenokarsinoma sebesar 71.6%.3

88.8%
Persentase

3.5% 3.5% 2.8%


0.7% 0.7%

Gambar 4.4. Distribusi jenis histopatologi (n=135)

Pasien paling banyak berada pada stadium IIIB sebanyak 25 pasien (26.6%),
diikuti stadium IVA sebanyak 17 pasien (18.1%), stadium IIA 11 pasien (11.7%),
stadium IIB 12 pasien (12.8%), stadium IIIC 11 pasien (11.7%), stadium I 8

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


35

pasien (8.5%), stadium IIC 2 pasien (2.1%) dan stadium IIA 2 pasien
(2.1%).(Gambar 4.5). Menurut staging TNM, ukuran T (tumor) yang paling
banyak dijumpai adalah T4 (43.7%), status N (kelenjar getah bening) adalah N1
(22.2%) dan M (penyebaran jauh) adalah M0 (75.7%).

Mayoritas pasien yang dikirim ke Departemen Radioterapi RSCM berada pada


stadium IIIB sebanyak 25 pasien (17.4%), dengan keseluruhan stadium III
berjumlah 55 pasien (38.2%). Angka ini sedikit lebih rendah dari data di Divisi
Bedah Digestif RSCM bahwa pasien yang paling banyak dijumpai pada stadium
III sebesar 44.4%.3 Pasien yang datang dengan metastasis menempati urutan
kedua terbanyak, yaitu stadium IVA sejumlah 17 pasien (18.1%). Kelompok
pasien dengan kanker rektum stadium dini hanya berjumlah 8 pasien (8.5%). Hal
ini dapat mencerminkan keterlambatan diagnosis kanker rektum terutama di
negara berkembang seperti di Indonesia. Beberapa faktor dapat berperan, seperti
masih sangat kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kanker
rektum, minimnya sosialisasi oleh pihak yang berwenang, keterbatasan fasilitas
dan sumber daya bidang kesehatan, baik diagnostik maupun terapi, termasuk
masalah ekonomi, sosial dan budaya yang membatasi masyarakat untuk berobat
di jalur medis. Sudah lanjutnya stadium kanker saat diagnosa awal maupun saat
memulai pengobatan, mempengaruhi prognosis pasien dalam hal kesintasan.7,8

Data lain tentang tumor yang dapat dikumpulkan adalah jarak tumor dari
anocutan line (ACL). Rektum terbagi menjadi 3 daerah yang akan
mempengaruhi tatalaksananya kelak. Dari 59 pasien, sebanyak 42 pasien (71.2%)
tumornya berjarak <5.1 cm dari ACL atau letak rendah, sementara 17 pasien
(28.8%) tumornya berada dalam rentang 5.1-10 cm dari ACL atau mid-rektal.
Studi oleh Chiang et al. (2014) menyatakan bahwa kanker rektum letak rendah
memiliki angka kesintasan 5 tahun dan kesintasan bebas penyakit yang lebih
rendah (masing-masing 47.25% dan 44.07%) dibandingkan dengan pasien
dengan tumor di mid-rektal (masing-masing 63.46% dan 60.22%) dan tumor di

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


36

rektal bagian atas (masing-masing 73.91% dan 71.87%). Dikatakan pula bahwa
lokasi tumor merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap rekurensi lokal
maupun metastasis ke paru, tulang dan kelenjar getah bening (KGB).38

Profil tatalaksana dan toksisitas

Hal-hal yang berkaitan dengan tatalaksana pasien ditampilkan pada tabel 4.2.
Data-data yang dikumpulkan adalah pelaksanaan radiasi berdasarkan waktu dan
tujuannya, kemoradiasi, teknik dan pesawat radiasi yang digunakan, Delayed
Treatment Time (DTT), Overall Treatment Time (OTT), toksisitas radiasi akut
serta riwayat kemoterapi dan operasi sebelum dan sesudah radiasi.

Data mengenai teknik radiasi diambil pada pasien yang menjalani radiasi kuratif,
baik radiasi panjang maupun pendek, dan yang tersedia (terdapat keterangan)
berjumlah 107 kasus. Teknik radiasi yang paling banyak digunakan adalah teknik
konvensional whole pelvis AP-PA sebanyak 45 kasus (42.1%), kemudian teknik
3D-CRT sebanyak 43 kasus (40.2%), box system sebanyak 12 kasus (11.1%),
IMRT sebanyak 6 kasus (5.6%). Dan satu pasien (1.0%) menjalani brakiterapi
implan sebagai booster radiasi.

Pada pengumpulan data tentang pesawat radiasi, diambil data dari seluruh
sampel yang ada. Data mengenai pesawat radiasi yang tersedia berjumlah 138
kasus. Dari 4 pesawat radiasi yang dioperasikan di Departemen Radioterapi
RSCM, pesawat Synergy Platform paling banyak digunakan yaitu pada 48 kasus
(34.8%), diikuti oleh Co-60 pada 38 kasus (27.5%), Synergy-S pada 28 kasus
(20.3%) dan Varian pada 24 kasus (17.4%).

Sebanyak 20 pasien yang menjalani radiasi pendek pre-operatif kesemuanya


mendapat radiasi 5x5 Gy. Pengambilan data dosis total pada pasien yang
menjalani radiasi panjang sampai selesai (komplit) sebanyak 80 kasus. Nilai
rerata adalah 52.17 Gy, dengan nilai median 50 Gy. Dosis minimum yang
tercatat adalah 36 Gy dan maksimal adalah 66 Gy. Dosis per fraksi yang
diberikan antara 1.8 – 2.0 Gy. Hal ini sejalan dengan panduan dari berbagai
referensi, yaitu dosis total radiasi panjang pada kanker rektum dapat diberikan

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


37

Tabel 4.2 Profil tatalaksana dan toksisitas

Variabel n(=144) %
Peran Radiasi dalam Tatalaksana
Radiasi pendek pre-operatif (5x5 Gy) 20 13.9
Radiasi panjang pre-operatif (23-25x1.8-2.0 Gy) 79 54.8
Radiasi definitif (pasien menolak operasi) 1 0.6
Radiasi inkomplit (pada radiasi panjang) 13 9.1
Radiasi paliatif (pada kasus nyeri dan perdarahan) 26 18.1
Keterangan radiasi tidak ada 5 3.5
Kemoradiasi
Ada 43 29.8
Tidak ada data 103 70.2
Teknik Radiasi
WP AP-PA 45 31.2
Box system 12 8.3
3D-CRT 43 29.8
IMRT 6 4.2
Brakiterapi implan 1 0.8
Tidak ada data 37 25.7
Penggunaan Jenis Pesawat Radiasi
Cobalt-60 38 26.4
Varian 24 16.7
Synergy-Platform 48 33.3
Synergy-S 28 19.4
Tidak ada data 6 4.2
Delayed Treatment Time (DTT)
< 14 hari 74 51.4
> 14 hari 67 46.5
Tidak ada data 3 2.1
Toksisitas Radiasi Akut
Kulit
Derajat I 18 12.5
Derajat II 8 5.5
Derajat III 1 0.8
Tidak ada data 117 81.2
Saluran Cerna Bawah
Derajat I 4 2.8
Derajat II 1 0.7
Tidak ada data 139 96.5
Riwayat Kemoterapi
Pre-radiasi 5 3.5
Post-radiasi 6 4.1
Tidak diketahui waktunya 19 13.2
Tidak ada data 114 79.2
Riwayat Pembedahan Pasca-radiasi
Pasca radiasi panjang 7 4.9
Pasca radiasi pendek 7 4.9
Tidak ada data 130 90.2
Riwayat Pembedahan Pre-radiasi
Biopsi + kolostomi 52 36.1
LAR 7 4.8
APR 1 0.8
Laparotomi 3 2.1
Tidak diketahui 81 56.2

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


38

sebesar 46-50 Gy dengan pemberian 1.8-2.0 Gy per fraksi, kecuali pada pasien
yang mendapat dosis total 36 Gy karena radiasi dihentikan akibat toksisitas akut
pada saluran cerna bawah yang dirasakan berat oleh pasien, dan pasien yang
mendapat 66 Gy adalah pasien yang menolak operasi pasca radiasi 50 Gy,
8,18,24
sehingga diberikan booster dengan IMRT sampai total 66 Gy.

Pemberian kemoterapi konkuren dengan radiasi tercatat pada 43 pasien (29.8%)


pasien, dengan regimen yang digunakan adalah capecitabine oral. Kemoradiasi
meningkatkan angka kesintasan menjadi sekitar 67-76% dan menurunkan angka
rekurensi lokal menjadi sekitar 12-14%. Baker et al. (2012) melaporkan hasil
studi dari German Rectal Cancer Study Group yang membandingkan pemberian
kemoradiasi pre-operatif dan post-operatif pada kanker rektum T3-4 atau N+,
bahwa kemoradiasi pre-operatif memberikan overall survival 5 tahun sebesar
76% dengan rekurensi lokal 6% dalam 5 tahun. Capecitabine dalam bentuk oral
saat ini lebih banyak digunakan karena lebih praktis daripada pemberian
kemoterapi 5FU per infus dan memiliki efektivitas yang serupa.25,27,40

Delayed Treatment Time (DTT)

Pada penelitian ini, dikumpulkan data mengenai delayed treatment time atau
waktu tunggu, yaitu waktu yang dibutuhkan pasien untuk memulai radiasi,
dihitung sejak pasien mendaftar di Departemen Radioterapi RSCM sampai
tanggal radiasi pertama. Data yang terkumpul menunjukkan sebaran data yang
tidak normal yang ditampilkan di gambar 4.5, dengan nilai minimal 1 hari dan
nilai maksimal 98 hari, dengan nilai rata-rata adalah 19 + 18 hari. Sesuai
kesepakatan bersama di Departemen Radioterapi RSCM, delayed treatment time
ideal adalah < 14 hari, didapatkan 73 pasien (52.1%) memiliki delayed treatment
time < 14 hari. Sementara sisanya sejumlah 67 pasien (47.9%) harus menunggu >
14 hari untuk memulai radiasi.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


39

Hari

Gambar 4.5. Distribusi delayed treatment time

Dari 67 pasien tersebut, 6 pasien tercatat waktu tunggunya >60 hari. Untuk
pasien dengan waktu tunggu lebih dari 60 hari, setelah ditelusuri kembali
datanya, penyebab keterlambatan sekian lama terutama disebabkan oleh faktor
pasien yang tidak segera datang ke DRT mengikuti rujukan dari dokter
sebelumnya, karena faktor biaya yang tidak mencukupi, lama dan berbelitnya
proses mengajukan jaminan pembiayaan maupun faktor psikologis. Hal lainnya
adalah kondisi klinis pasien yang menyebabkan pasien harus dirawat di rumah
sakit atau menghentikan aktivitas sementara dan tinggal di rumah. Faktor di luar
pasien dengan yang menyebabkan keterlambatan dapat disebabkan oleh daftar
tunggu yang panjang akibat kerusakan pesawat radiasi, pasien yang sudah
mendaftar di DRT namun kemudian menjalani kemoterapi neoajuvan, atau untuk
pasien dengan radiasi pendek, faktor jadwal tunggu operasi yang panjang.

Overall Treatment Time (OTT)

Pengambilan data OTT dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang
menjalani radiasi pendek dan kelompok radiasi panjang. Waktu yang dicatat
adalah sejak hari radiasi pertama sampai radiasi terakhir.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


40

Dari 20 pasien yang menjalani radiasi pendek, sebesar 16 pasien (80.0%)


memiliki OTT 5 hari, 3 pasien (15.0%) 7 hari dan 1 pasien (5.0%) 8 hari. Detail
data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Distribusi OTT pasien radiasi pendek

OTT (hari) Jumlah pasien (n=20) %


5 16 80.0
7 3 15.0
8 1 5.0

Pada kelompok radiasi panjang, waktu yang ideal untuk radiasi komplit yang
ditetapkan pada penelitian ini, sesuai dosis total 50 Gy yang diberikan dalam 25
fraksi adalah 35 hari. Meskipun demikian, belum ada kesepakatan secara
internasional tentang OTT ideal untuk kanker rektum. Dalam penelitian ini,
tercatat jumlah pasien yang menjalani radiasi panjang yang komplit adalah 86
pasien. Sebanyak 25 pasien (29.1%) memiliki OTT < 35 hari, sementara sisanya
sejumlah 61 pasien (70.9%) memiliki OTT >35 hari. Nilai OTT minimal adalah
28 hari, maksimal 168 hari, dengan nilai rata-rata 48 + 3 hari.

Tabel 4.4 Distribusi OTT pasien radiasi panjang

OTT (hari) Jumlah pasien (n=86) %


< 35 hari 25 29.1
> 35 hari 61 70.9

Data toksisitas radiasi akut dapat dikumpulkan sebanyak 29 kasus (20.1%) dari
total 144 pasien. Pada penelitian ini, fokus toksisitas radiasi akut yang
dikumpulkan adalah yang terjadi pada kulit dan saluran cerna bagian bawah. Dari

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


41

28 toksisitas radiasi akut pada kulit, mayoritas adalah derajat I berupa eritema
dan hiperpigmentasi di area radiasi pada 18 pasien (66.7%), derajat II berupa
deskuamasi ringan-basah pada 8 pasien (29.6%) dan satu pasien (3.7%)
mengalami toksisitas radiasi akut pada kulit derajat III yaitu deskuamasi basah
yang cukup luas disertai nyeri yang memerlukan analgesik.

Toksisitas radiasi akut pada saluran cerna bagian bawah didapatkan pada 6
pasien. Sebanyak 5 pasien (83.3%) mengeluhkan toksisitas akut derajat I berupa
peningkatan frekuensi BAB (4-5 kali per hari)/diare dan 1 pasien (16.7%)
mengeluhkan toksisitas derajat II berupa diare disertai nyeri perut yang
memerlukan analgesik untuk meredakan nyeri tersebut. Efek samping terbanyak
didapatkan pada kulit berupa dan saluran cerna bagian bawah, karena dua sistem
tersebut memang terdiri dari sel-sel yang sangat mudah mengalami perubahan
bila terpajan radiasi. Efek samping disebutkan dapat meningkat bila pasien
menjalani kemoradiasi dibandingkan dengan yang menjalani radiasi saja.41

Pada follow-up 2 minggu pasca radiasi, didapatkan 4 data mengenai toksisitas


radiasi akut. Toksisitas di saluran cerna didapatkan pada 1 pasien yang
mengeluhkan nyeri perut tanpa disertai perubahan pola defekasi, sementara
toksisitas di kulit derajat I berupa hiperpigmentasi didapatkan pada satu pasien,
dan 2 pasien dengan riwayat toksisitas akut di kulit derajat II dan III melaporkan
adanya perbaikan.

Dari penelusuran data di rekam medis, didapatkan riwayat kemoterapi pada 29


pasien. Regimen yang tercatat adalah FOLFOX, FUFA, 5-fluorouracil,
leucovorin, oxaliplatin, capecitabine, irinotecan, avastin dan R-CHOP pada satu
pasien dengan jenis tumor limfoma. Pada penelitian ini, hanya 11 pasien yang
diketahui waktu kemoterapinya. Lima pasien tercatat menjalani kemoterapi pre-
radiasi sebanyak 5-12 siklus, namun tidak didapatkan data mengenai waktu
spesifiknya, dengan 1 pasien menerima regimen FOLFOX 12 siklus dan 1 pasien
menerima R-CHOP sesuai tipe histologi tumornya yaitu limfoma non-Hodgkin.
Sementara 6 pasien mendapat kemoterapi pasca radiasi, dimana 3 pasien
menjalani kemoterapi dalam 4-8 minggu pasca kemoradiasi dengan capecitabine,
2 pasien setelah operasi pasca radiasi pendek dan 1 pasien tidak diketahui

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


42

keterangan waktu spesifiknya, dengan regimen FUFA 10 siklus, FOLFOX,


oxaliplatin dan Erbitux 6 siklus.

Sebanyak 63 (43.7%) pasien memiliki riwayat tindakan pembedahan sebelum


radiasi, yang terbanyak adalah biopsi dan kolostomi pada 52 pasien (82.5%),
LAR pada 7 pasien (11.1%), APR pada 1 pasien (1.6%) dan laparotomi pada 3
pasien (4.8%). Radiasi panjang pre-operatif, baik radiasi saja atau kemoradiasi,
bertujuan untuk meningkatkan resektabilitas. Dari 89 pasien yang menjalani
radiasi panjang, sebanyak 7 pasien kemudian menjalani reseksi tumor dalam 5-28
minggu setelah radiasi, 2 pasien menjalani APR, 4 pasien menjalani LAR dan 1
pasien tidak diketahui jenis operasinya. Sementara dari 20 pasien yang
mendapatkan radiasi pendek, sebanyak 7 pasien menjalani tindakan pembedahan
dalam 3-6 hari setelah radiasi, 4 pasien menjalani APR dan 3 pasien menjalani
LAR. Dari 63 pasien yang dikirim dari dalam RSCM, didapatkan 14 pasien yang
memiliki data radiasi dan operasi pasca radiasi. Dari data ini, angka peningkatan
resektabilitas berdasarkan jumlah pasien yang direseksi setelah menjalani radiasi
panjang hanya 7 pasien (11.1%) dari 63 pasien yang memang dikirim dari
RSCM.

4.2. Respons Radiasi

Penilaian respons radiasi dilakukan dengan cara membandingkan ukuran tumor


dari pencitraan (CT scan/MRI) sebelum dan sesudah radiasi dengan metode
RECIST 1.1, yang dinilai pada pasien yang menjalani radiasi panjang (23 – 25 x
2 Gy) dan lengkap. Dari 80 pasien yang menjalani radiasi panjang dan lengkap,
didapatkan hanya 7 pasien yang memiliki data CT scan/MRI pre- dan > 4
minggu pasca radiasi yang masih tersimpan di Departemen Radiologi RSCM.
Hasil analisis menunjukkan respons stabil pada 5 pasien (71.4%), parsial pada 1
pasien (14.3%) dan progresif pada 1 pasien (14.3%). Detail dari data ini dapat
dilihat pada tabel 4.5.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


43

Tabel 4.5 Respons radiasi berdasarkan evaluasi RECIST 1.1

No Pre-radiasi (cm) Post-radiasi (cm) Respons (%) Penilaian


1 4.4 3.8 13.6 Stabil
2 7.5 8.1 -8 Stabil
3 3.9 3.4 12.8 Stabil
4 7 6.1 12.8 Stabil
5 5.7 4.7 17.5 Stabil
6 3 1.7 43.3 Parsial
7 3.7 4.5 -21.6 Progresif

Metode penilaian yang digunakan dalam menilai respons radiasi dapat dilakukan
secara klinis melalui pemeriksaan fisik/rectal touché (RT) yang dilakukan
sebelum dan sesudah radiasi, patologi atau dengan menilai pencitraan (CT scan,
MRI) sebelum dan sesudah radiasi melalui metode RECIST 1.1 atau WHO. Pada
penelitian ini dipilih metode RECIST 1.1 untuk mempertahankan objektivitas.32

Evaluasi dilakukan pada perubahan ukuran diameter terbesar tumor, berdasarkan


pencitraan yaitu CT scan pre-radiasi dan post-radiasi dengan metode RECIST
1.1. Pencitraan pre-radiasi yang dapat dinilai adalah bila berjarak maksimal 8
minggu sebelum radiasi dan pencitraan post-radiasi dapat dinilai bila jarak
pengambilan gambar dengan waktu selesai radiasi minimal 4 minggu.32 Penilaian
ukuran tumor dibaca langsung di Departemen Radiologi RSCM menggunakan
peranti lunak Infinitt, yang sekaligus berfungsi sebagai tempat penyimpanan data
lunak CT scan. Pembacaan dilakukan oleh dokter spesialis radiologi yang khusus
berada dalam Pokja Abdomino-pelvis.

4.3. Analisis Bivariat Karakteristik Pasien dengan Respons Radiasi

Pada studi ini dilakukan analisis untuk melihat korelasi antara respons radiasi
dengan berbagai karakteristik pasien, yaitu jenis kelamin, usia, stadium dan tipe
histopatologi tumor. Selain itu, analisis juga dilakukan untuk mengetahui adakah
korelasi antara respons radiasi dengan OTT dan korelasi antara respons radiasi
dengan DTT pada kanker rektum. Hasil analisis ditampilkan pada tabel 4.6.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


44

Telah diketahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi outcome terapi,


seperti stadium, yaitu kedalaman invasi tumor, keterlibatan kelenjar getah
bening, serta adanya metastasis jauh. Tipe histopatologi juga dapat berpengaruh
dimana signet ring cell diketahui mempunyai respons yang buruk terhadap
terapi.7,8

Tabel 4.6 Analisis bivariat karakteristik jenis kelamin, usia, histologi, stadium,
overall treatment time (OTT) dan delayed treatment time (DTT) dengan respons
radiasi

Respons Radiasi (n=7) Nilai p


Stabil Parsial Progresif
Jenis kelamin Perempuan 2 (66.7%) 1 (33.3%) 0 (0.0%)
Laki-laki 3 (75.0%) 0 (0.0%) 1(25.0%) .361

Usia < 50 th 3 (75.0%) 0 (0.0%) 1(25.0%)


> 50 th 2 (66.7%) 1 (33.3%) 0 (0.0%) .805

Histologi Adenokarsinoma 5 (83.3%) 1 (16.7%) 0 (0.0%)


Signet ring cell 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1(100.0%) .576

Stadium II 1 (50.0%) 0 (0.0%) 1(50.0%)


III 0 (0.0%) 5 (100.0%) 0 (0.0%) .361

OTT < 35 hari 2 (66.7%) 1 (33.3%) 0 (0.0%)


>35 hari 3 (75.0%) 0 (0.0%) 1 (25.0%) .147

DTT < 14 hari 2 (66.7%) 1 (33.3%) 0 (0.0%)


.328
>14 hari 3 (75.0%) 0 (0.0%) 1 (25.0%)

Studi yang dilakukan oleh Bese et al (2007) mengumpulkan data dari sejumlah
studi tentang pengaruh OTT radiasi pada kontrol lokal sesuai dengan lokasi
tumor, dan didapatkan bahwa data yang paling banyak dijumpai adalah pada
kanker kepala dan leher, kanker paru dan kanker serviks. Kesimpulannya adalah
terdapat pengaruh pemanjangan OTT terhadap penurunan kontrol lokal. Studi
yang fokus pada kanker rektum tidak tersedia. Data yang tersedia dari lokasi
tumor yang terdekat secara anatomis adalah pada kanker di kanal anal, bahwa

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


45

pada 50% pasien kanker kanal anal yang memiliki median durasi gap lebih dari
47 hari didapatkan penurunan kontrol lokal.13 Suatu systematic review oleh
Huang et al (2003) menampilkan bahwa dari 46 studi yang di-review, yang
terbanyak adalah pada kanker payudara dan kanker kepala leher, terdapat
peningkatan angka rekurensi lokal pada pasien dengan jarak radiasi pasca operasi
lebih dari 6 minggu.14

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara respons radiasi
dengan berbagai faktor (jenis kelamin, usia, histologi, stadium, OTT dan DTT)
yang didapatkan pada penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel
yang sedikit. Untuk dapat digunakan dalam populasi yang sebenarnya,
diperlukan jumlah sampel yang lebih besar.

4.4. Pola Rekurensi Lokal dan Metastasis

Pola rekurensi lokal

Pada penelitian ini sulit untuk menilai pola rekurensi lokal, karena pada
penelusuran rekam medik tidak didapatkan data mengenai rekurensi. Dari
keterangan pasien yang dapat dihubungi, tidak didapatkan keterangan yang
mengindikasikan rekurensi, namun hal ini tidak dapat dipastikan karena tidak
disertai dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan imaging. Pada penelusuran
data, didapatkan pada satu pasien didapatkan sel ganas dari hasil biopsi di kolon
pada 8 bulan pasca radiasi dan satu pasien lainnya didapatkan residu tumor
(berdasarkan PA) pada 2 bulan pasca radiasi. Pada pasien dengan penyebaran ke
kolon, pasien tercatat tidak menyelesaikan radiasinya (18 kali dari rencana 23
kali) tanpa diketahui alasannya dan pasien tidak dapat dihubungi melalui telepon.
Terdapat 1 pasien, yang melalui PET-CT pada 2 bulan pasca-radiasi, dijumpai
residu tumor dan kemdian pasien menjalani pembedahan dilanjutkan dengan
kemoterapi Oxaliplatin dan Xeloda sebanyak 5 kali.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


46

Pola metastasis

Dari 35 data metastasis, 30 didapatkan didapatkan dari pasien yang dikirim sudah
dengan metastasis dan 5 dari data follow-up pasca radiasi. Pada pasien yang
datang sudah dengan metastasis, lokasi penyebaran ke tulang paling sering
dijumpai, yaitu pada 8 pasien (26.6%), diikuti hepar 7 pasien (23.3%%), paru 7
pasien (23.3%) dan sisanya ke KGB non-regional, otak dan vagina. Sementara
dari data follow-up didapatkan data metastasis pada 4 pasien. Satu pasien
mengalami metastasis ke KGB inguinal pada 2 minggu pasca kemoradiasi, 1
pasien mengalami metastasis ke vertebra thorakolumbal pada 4 minggu pasca
kemoradiasi, 1 pasien mengalami metastasis ke kolon pada 37 minggu pasca
kemoradiasi, 1 pasien metastasis ke hepar pada 37 minggu pasca radiasi dan 1
pasien metastasis ke paru pada 103 minggu pasca radiasi. Detail data tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7. Pola Metastasis

Lokasi (n=30) n %
Tulang 8 26.6
Hepar 7 23.3
Paru 7 23.3
KGB 5 16.6
Otak 2 6.6
Vagina 1 3.6

Damiens (2012) mengungkapkan bahwa kejadian metastasis pada kanker rektum


tersering adalah ke hepar dan diikuti oleh paru, sementara ke otak sangat
jarang.42 Sundermeyer (2004) menyatakan bahwa pola metastasis pada kanker
rektum, terbanyak adalah ke paru, diikuti tulang dan otak.43 Hal ini sedikit
berbeda dengan data pada penelitian ini, yaitu terbanyak metastasis ke tulang,
kemudian ke hepar dan paru, yang dapat disebabkan oleh sedikitnya jumlah
sampel.

4.5. Analisis Kesintasan

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


47

Follow-up pasien dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui penelusuran rekam
medik dan menghubungi pasien melalui telepon. Dari 144 pasien, terdapat 26
pasien dengan metastasis, sehingga jumlah pasien yang diikutkan dalam analisis
kesintasan adalah 115 pasien. Pada penghitungan statistik didapatkan angka
overall survival 3 tahun 65% dan 5 tahun 45%, dengan median survival 59 bulan.
Analisis kesintasan hidup dilakukan dengan uji Kaplan-Meier dan ditampilkan
dalam bentuk kurva berdasarkan usia, jenis kelamin dan stadium. Grafik analisis
overall survival ini dapat dilihat pada gambar 4.6.
Kesintasan kumulatif

Bulan

Gambar 4.6. Grafik analisis kesintasan keseluruhan/overall survival

Pada gambar 4.7, ditampilkan angka kesintasan hidup berdasarkan usia. Dengan
uji Kaplan-Meier didapatkan nilai p= 0.681. Nilai median survival untuk
kelompok usia <40 tahun adalah 36 bulan, 60-69 tahun 36 bulan dan terendah
pada kelompok usia >69 tahun yaitu 24 bulan. Pada kelompok usia 40-49 tahun
dan 50-59 tahun tidak didapatkan angka median survival-nya karena kurva
berada di atas kesintasan kumulatif 50%.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


48

Kesintasan kumulatif

Bulan

Gambar 4.7. Analisis kesintasan berdasarkan usia

Angka kesintasan 5 tahun kanker rektum yang telah distandarisasi menurut usia
secara global adalah 50-59%.6 Pada penelitian ini, didapatkan angka kesintasan
yang sedikit lebih tinggi. Data mengenai angka kesintasan di Indonesia sendiri
belum tersedia saat ini, sehingga tidak dapat dibandingkan.
Kesintasan kumulatif

Bulan

Gambar 4.8 Analisis kesintasan berdasarkan jenis kelamin

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


49

Analisis kesintasan berdasarkan jenis kelamin (gambar 4.8) menampilkan nilai


p= 0.704, dengan median survival pada laki-laki adalah 59 bulan.

Kesintasan kumulatif

Bulan

Gambar 4.9 Analisis kesintasan berdasarkan stadium

Dari kepustakaan, kesintasan 5 tahun pada kanker rektum yang masih lokal dapat
mencapai 90%, menurun menjadi 70% bila telah melibatkan regional dan 10%
bila telah terjadi metastasis jauh.5 Pada kurva analisis kesintasan berdasarkan
stadium (Gambar 4.9),didapatkan nilai p=0.260 dengan median survival pada
stadium I adalah 59 bulan dan 36 bulan pada stadium III, sementara pada
stadium II tidak didapatkan angka median survival karena kurvanya berada di
atas kesintasan kumulatif 50%.

Pada gambar 4.10 ditampilkan hasil analisis kesintasan pada kelompok pasien
dengan radiasi panjang. Angka kesintasan untuk 3 tahun adalah 91% dan angka
kesintasan untuk 5 tahun adalah 78%.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


50

Kesintasan kumulatif

Bulan

Gambar 4.10 Analisis kesintasan pada pasien radiasi panjang

Kelemahan penelitian ini adalah penelitian ini bersifat retrospektif yang


menggunakan data sekunder yang diambil dari rekam medik, sehingga data yang
didapatkan sangat mungkin tidak lengkap dan tidak sesuai dengan keinginan
peneliti. Ketidaklengkapan dan ketidaksinambungan data membuat berbagai
analisis sulit dilakukan. Studi ini dapat menjadi dasar dilakukannya berbagai
studi lanjutan untuk menganalisis berbagai variabel yang ditemukan, dan
diharapkan dengan sudah mulai berjalannya sistem sertifikasi Joint Committee
International (JCI) di RSCM, maka data rekam medik akan lebih baik dalam hal
kelengkapan dan kesinambungannya.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Tidak terdapat perbedaan karakteristik kecuali usia antara pasien kanker


rektum di Departemen Radioterapi RSCM dengan data dari beberapa studi
sebelumnya.
2. Respons stabil adalah yang paling banyak ditemukan pada pasien radiasi
panjang pre-operatif. Untuk aplikasi klinis, dapat dilakukan studi lebih lanjut
dengan jumlah sampel yang lebih besar.
3. Tidak terdapat korelasi antara respons radiasi dengan OTT dan respons
radiasi dengan DTT. Uji korelasi dapat dilakukan kembali dengan jumlah
sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang bermakna.
4. Pola rekurensi lokal tidak dapat diketahui pada penelitian ini. Lokasi
metastasis terbanyak pada pasien yang dikirim ke Departemen Radioterapi
RSCM sudah dengan metastasis adalah ke tulang, kemudian hepar dan paru.
Pada follow-up, didapatkan metastasis pasca radiasi ke KGB inguinal, tulang,
kolon, hepar dan paru, namun pola metastasis tidak didapatkan karena jumlah
sampel yang sedikit.
5. Angka kesintasan keseluruhan/overall survival untuk 3 tahun adalah 65%
dan untuk 5 tahun adalah 45%, sedangkan pada kelompok pasien dengan
radiasi panjang didapatkan angka kesintasan 3 tahun adalah 91% dan untuk 5
tahun adalah 78%.

51

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


52

5.2. Saran

1. Kelengkapan pencatatan dan kesinambungan data rekam medik yang berisi


perjalanan penyakit dan pengobatan pasien maupun penyimpanan hasil
pemeriksaan penunjang perlu menjadi perhatian khusus untuk kita semua
yang terlibat dalam tatalaksana pasien.
2. Edukasi pasien untuk secara rutin melakukan evaluasi/follow-up dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai sangat penting untuk kelengkapan
pencatatan, terutama untuk analisis respons terapi dan kesintasan.
3. Penyimpanan data secara lengkap, berkesinambungan dan dapat diandalkan
di RS Cipto Mangunkusumo dapat menjadikan RSCM sebagai pusat
registrasi data nasional terutama untuk penyakit kanker, sehingga Indonesia
memiliki data epidemiologi sendiri yang dapat diandalkan dan bermanfaat
dalam memperbaiki kualitas tatalaksana kanker rektum yang pada akhirnya
akan meningkatkan angka keberhasilan terapi.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


53

DAFTAR PUSTAKA

1. GLOBOCAN. [Online]; 2012 [cited 2014 September]. Available from:


http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx
2. Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia. Pengelolaan
Karsinoma Kolorektal: Suatu Panduan Klinis Nasional. November 2004.
3. Kristianto Y, Basir I. Epidemiological Evaluation of Colorectal Cancer at
Ciptomangunkusumo Hospital from 2000-2010. In; Jakarta 7th Digestive
Week. 2012. Jakarta.
4. Sudoyo A, Basir I, Pakasi L, Lukman M. Chemotherapy for Advanved
Colorectal Cancer among Indonesians in A Private Hospital in Jakarta.:
Survival when Best Treatment is Given. The Indonesian Journal of
Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy. 2013 Apr; 14(1).
5. National Cancer Institute. SEER Stat Fact Sheets. 2012. Cited 2015 Jun.
Available from: http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.
6. Haggar FA, Boushey RP. Colorectal Cancer Epidemiology: Incidence,
Mortality, Survival and Risk Factors. Clin Colon Rectal Surg. 2009; 22; 191-
197.
7. Gunderson L, Tepper J. Clinical Radiation Oncology. 3rd ed. Philadelphia:
Elsevier; 2007.
8. Palta M, Willet CG, Czito BG. Cancer of The Colon and Rectum. In Halperin
EC, editor. Perez and Brady's Principles and Practice of Radiation Oncology.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
9. Bengt G. Radiotherapy in Rectal Cancer. British Medical Bulletin. 2002; 64.
10. Jacob S, Ng W, Asghari W, Delaney GP, Barton MB. Chemotherapy in Rectal
Cancer: Variation in Utilization and Development of an Evidence-based
Benchmark Rate of Optimal Chemotherapy Utilization. Clinical Colorectal
Cancer. 2011; 10.
11. Harrison LB, Chadha M, Hill RJ, Hu K, Shasha D. Impact of Tumor Hypoxia
and Anemia on Radiation Therapy Outcomes. The Oncologist. 2002; 7(6):
492-508.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


54

12. Chung MJ, Chung SM, Kim JY, Ryu MR. Prognostic Significance of Serum
Carcinoembryogenic Antigen Normalization on Survival in Rectal Cancer
Treated with Preoperative Chemoradiation. Cancer Res Treat. 2013; 45(3):
186-192.
13. Bese N, Hendry J, Jeremic B. Effects of Prolongation of Overall Treatment
Time due to Unplanned Interruptions during Radiotherapy of Different Tumor
Sites and Practical Methods for Compensation. Int J Rad Oncol Biol Phys.
2007; 68(3).
14. Huang J, Barbera L, Brouwers M, Browman G, Mackillop WJ. Does Delay in
Starting Treatment Affect The Outcomes of Radiotherapy? A Systematic
Review. J Clin Oncol. 2003 Feb: 21(3): 555-563.
15. Tsoi KKF, Pau CYY, Wu KK, Chan FKL, Griffiths S, Sung JJY. Cigarette
Smoking and the Risk of Colorectal Cancer: A Meta-analysis of Prospective
Cohort Studies. Clinical Gastroenterology and Hepatology. 2009; 7:682-688.
16. Bhaskaran K, Douglas I, Forbes H, dos-Santos-Silva I, Leon DA, Smeeth L.
Body-mass index and risk of 22 specific cancers: a population-based cohort
study of 5.24 million UK adults. Lancet. 2014; 384:755-765.
17. Cox CD, Ang KK. Radiation Oncology Technique and Results. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2010.
18. Beyzadeoglu M, Ebruli C, Ozygit G. Rectal Cancer. In: Basic of Radiation
Oncology. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag; 2010.
19. Dewhurst CE, Mortele KJ. Magnetic Resonance Imaging of Rectal Cancer.
Radiol Clin N Am. 2013; 51.
20. Rovera F, Dionigi G, Boni L, Cutaia S, Diurni M, Dionigi R. The Role of EUS
and MRI in Rectal Cancer Staging. Surgical Oncology. 2007; 16.
21. Kim E, Brady LW. Rectal Cancer. In Lu JJ, Brady W, editors. Decision
Making in Radiation Oncology Vol. 1. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag;
2011. p. 487-509.
22. Stewart DB, Dietz DW. Total Mesorectal Excision: What Are We Doing? Clin
Colon Rect Surg. 2007; 20.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


55

23. Lin HH, Lin JK, Lin CC, Lan YT, Wang HS, Yang SH, et al. Circumferential
margin plays an independent impact on the outcome pf rectal cancer patients
receiving curative total mesorectal excision. The American Journal of Surgery.
2013; 206.
24. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology Rectal Cancer. Version
1.2015.
25. Shivnani AT, Small Jr W, Stryker SJ, Kiel KD, Lim S, Halverson AL, et al.
Preoperative chemoradiation for rectal cancer: results of multimodality
management and analysis of prognostic factors. The American Journal of
Surgery. 2007; 193.
26. Bengt G. Optimal Time Intervals between Pre-operative Radiotherapy or
Chemoradiotherapy and Surgery in Rectal Cancer. Front Oncol. 2014 Apr:
4(50).
27. Baker B, Salameh H, Al-Salman M, Daoud F. How does preoperative
radiotherapy affect the rate of sphincter-sparing surgery in rectal cancer?
Surgical Oncology. 2012; 21.
28. Evans WL, McLeod HL. ABC of Colorectal Cancer: Epidemiology. BMJ.
2000;3 21: 805-08.
29. Landis SH, Murray T, Bolden S. Cancer Statistics 2000. CA: A Cancer
Journal for Clinicians. 2000; 50: 2398-2424.
30. Bisset D, Ahmed F, McLeod HL, Cassidy J. Optimal Strategies for The Use of
Oral Fluoropyrimidines. In: Cunningham D, Haller DG, Miles A, editors. The
Effective Management of Colorectal Cancer. London. Aesculapius Medical
Press. 2000:51-62.
31. Chau I, Norman AR. A Randomized Comparison between Six Months of
Bolus Fluorouracil(5FU)/leucovorin and 12 Weeks of Protracted Venous
Infusion (PVI) as Adjuvant Treatment in Colorectal Cancer, An Update with 5
Year’s Follow-up In: 2004 Gastrointestinal Cancers Symposium. San
Fransisco, California 2004.
32. Nishino M, Jagannathan JP, Ramaiya NH, Van den Abbeele AD. Revised
RECIST Guidelines Version 1.1: What Oncologists Want to Know and What
Radiologists Need to Know. Am J Rad. 2010; 195: 281-289.

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


56

33. Rades D, Kuhn H, Schultze J, Homann N, Brandenburg B, Schulte R, et al.


Prognostic factors affecting locally recurrent rectal cancer and clinical
significance of hemoglobin. Int. J. Radiat Oncol Biol. Phys. 2008; 70(4).
34. Koca D, Binicier C, Oztop I, Yavuzsen T, Ellidokuz H, Yilmaz U. Prognostic
factors affecting recurrence and survival in patients with locally advancer
rectal cancer. J BUON. 2012; 17(2).
35. Fearon ER. Ch. 33.1: Molecular Biology of Gastrointestinal Cancers. In:
Cancer: Principles and Practice of Oncology. 6th ed. DeVita VT, Hellman S,
Rosenberg SA, editors.: Lippincott Williams & Wilkins; 2001.
36. Yeo S, Kim M, Kim D, Chang H, Kim M, Oh J, et al. Patterns of failure in
patients with locally advanced rectal cancer receiving pre-operative or post-
operative chemoradiotherapy. Radiation Oncology (London, England) [serial
on the Internet]. (2013, May 6), [cited November 21, 2014]; 8114. Available
from: MEDLINE Complete.
37. Enriquez-Navascués JM, Borda N, Lizerazu A, Placer C, Elosegui JL, Ciria
JP, Lacasta A et al. Patterns of Local Recurrence after A Multidisciplinary
Approach. World J Gastroenterol. 2011 Apr; 17(13): 1674-84.
38. Yu TK, Bhosale PR, Crane CH, Iyer RB, Skibber JM, Rodriguez-Bigas MA,
Feig BW. Patterns of Locoregional Recurrence and Radiotherapy or
Chemoradiation for Rectal Cancer. Int Journal of Rad Oncol Biol Phys. 2008;
71(4): 1175-80.
39. Yang KL, Yang SH, Liang WY, Kuo YJ, Lin JK, Lin TC et al.
Carcinoembryogenic Antigen (CEA) Level, CEA Ratio, and Treatment
Outcome of Rectal Cancer Patients Receiving Pre-operative Chemoradiation
and Surgery. Radiation Oncology: 2013; 8(43).
40. Hofheinz RD, Wenz F, Post S, Matzdorff A, Laechelt S, Hartmann JT et al.
Chemoradiotherapy with Capecitabine versus Fluorouracil for Locally
Advanced Rectal Cancer: A Randomised, Multicentre, Non-inferiority, Phase
3 Trial. Lancet Oncol. 2012 Jun; 13(6): 479-88.
41. Reis T, Khazzaka E, Welzel G, Wenz F, Hofheinz R-D, Mai S. Acute Small
Bowel Toxicity during Neoadjuvant Combined Radiochemotherapy in Locally
Advanced Rectal Cancer: Determination of Optimal Dose-volume Cut-off
Value Predicting Grade 2-3 Diarrhoea. Radiation Oncology. 2015: 10(30).

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015


57

42. Damiens K, Ayoub JPM, Lemieux B, Aubin F, Saliba W, Campeau MP et al.


Clinical Features and Course of Brain Metastases in Colorectal Cancer: An
Experience from Single Institution. Current Oncol. 2012: 19(5).
43. Sundermeyer ML, Meropol NJ, Rogatko A, Wang H, Cohen SJ. Changing
Pattern of Colorectal Cancer Metastases. J of Clin Onc. 2004 Jul: 22(14S).

Universitas Indonesia

Profil pasien..., Annisa Febi Indarti, FK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai