Anda di halaman 1dari 441

fu,

-rullh*

u lrru r( Dl[G lt0sls Hsls

nilnMlfESIS&
PEMERIKSRRil TISIS
KOMPREIIE]ISIF
Editor:
Siti Setiati
Nafrialdi
Idrus Alwi
Ari Fahrial Syam
Marcellus Simadibrata
{>
dr. Rorq_

"-ffiAilsr$rffi
:@,$osrsn$rs

nilnMilESIS&
PEMERIKSRRil FISIS
KOMPREIIEilSIF
Siti Setiati
Nafrialdi
Idrus Alwi
Ari Fahrial Syam
Marcellus Simadibrata
qllPult sl$ttNls utilr lllrGt0$ls ]lsls
tirnnru$s D[lr pt]ttnlttsmil IEts ttoitPnmmstl

Dewan editor
Ketua : Siti Setiati
. Anggota : ldrus Alwi, Nafrialdi, Ari Fahrial Syam,
Marcellus Simadibrata
Editor Pelaksana : Esthika Dewiasty, Purwita W. Laksmi,
Ryan RanitYa
Sekretariat : Nia Kurniasih, Edy Supriadi, Hari Sugianto, Zikri Anwar,
Sudiariandini Sudarto, Sandi Saputra
14 cm x 22 cm
xxi + 404 halaman

rsBN : 1?8-E0e-45U7-38-5

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh
isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun tanpa seizin penulis dan penerbit

Diterbitkan pertama kali oleh:


lnterna Publishing
Pusat Penerbitan llmu Penyakit Dalam
Jl. Diponegoro 71 Jakarta Pusat 10430
Telp. : 021 -3 1 93775 Faks.:021-31903776
Email : pipfkui@yahoo.com

Cetakan Pertama: Juli 2013


IO]IIRIBUIOR
Prof. dr. A. Aziz Rani,Sp.pD.KGEH
Divisi Gastroenterologi Departemen llmu penyakit Dalam
. Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Dr. dr. Ari Fahrial Syam,MMB,Sp.pD,KGEH


Divisi Gastroenterologi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Aulia Rizka,Sp.PD


Divisi Geriatri, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

dn Bambang Setyohadi,Sp.pD,KR
Divisi Reumatologi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Dr. dr. C. Martin Rumende,Sp.pQfp


Divisi Pulmonologi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono,Sp.p4KGer


Divisi Geriatri, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Prof. Dr. dr. Daldiyono H,Sp.pD.KGEH


Divisi Gastroenterologi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Dante Saksono H,phD,Sp.pDKEMD


Divisi Metabolik Endokrin, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Dharmika Djojoningrat,Sp.pD, KGEH


Bagian Endoskopi RS. Tebet
Jakarta

ill
Prof. dr. Djoko Widodo, Sp.PD,KPTI
Divisi Tropik lnfeksi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Dyah Purnamasari, Sp.PD


Divisi Metabolik Endokrin, Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dn Fitri Octaviana, Sp.S, MPend. Ked


Departemen Neurologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Prof. dr. H.M.S. Markum, SP.PD,KGH


Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Prof. Dr. dr. ldrus AIwi, Sp.PD, KKV, FACP,FESC


Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. lin Anugrahini, Sp.PD


Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. lkhwan Rinaldi, Sp.PD


Divisi Hematologi Onkologi Medik
Departemen llrnu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Nadia Mulansari, Sp.PD


Divisi Hematologi Onkologi Medik
Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Ni Made Hustrini, SP.PD


Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Noto Dwimartutie, SP.PD


Divisi Geriatri, Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Riwanti Estiasari, SpS


Departemen Neurologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

iv
dr. Ryan Raniera, Sp.pD
Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Prof. Dr. dr. Samsuridja! Djauzi, Sp.pD,KAl


Divisi Alergi lmunologi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

. Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, Sp.PD,KEMD


Divisi Metabolik Endokrin, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Simon Salim. Sp.pD


Divisi Kardiologi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Prof. Dr. dn SitiSetiati,MEpid, Sp.pe KGer


Divisi Geriatri, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

dr. Telly Kamelia, Sp.pD


Divisi Pulmonologi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia

Dr. dr. Tiara Aninditha, SpS


Departemen Neurologi
FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Dr. dr. Parlindungan Sirega4 Sp.pD,KGH


Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Dr. dr. Ratna Sitompu!, Sp.M (K)


Departemen llmu Kesehatan Mata,
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
IMTA PTIIGI]ITAR

Di tengah kemajuan teknologi kedokteran yang sangat pesat saat


ini, evaluasi klinik yang baik tetaplah sangat penting dilakukan. Dengan
evaluasi klinik yang baik dan benar kesalahan dalam mendiagnosis dan
melakukan pemeriksaan penunjang yang tidak diperlukan dapat di hindari.
Dengan demikian biaya kesehatan akan menjadi lebih efisien.
Oleh karena itu, keterampilan klinik yang prima di dalam melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik merupakan kemampuan yang seharusnya
tetap dimiliki oleh setiap dokter, dimanapun dan kapanpun sepanjang
masa.
Populasi usia lanjut yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, dan
kemajuan llmu kedokteran di dalam penanggulangan berbagai penyakit,
menuntut layanan berkualitas tinggi.
' Agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dibutuhkan
pengetahuan dan keterampilan sang dokter di dalam melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis yang baik, yang selanjutnya akan menentukan
pemeriksaan penunjang dan pengobatan yang dibutuhkan. Dalam rangka
memberikan pengetahuan tentang evaluasi klinik yang komprehensif, kami
menghadirkan buku 'Anamnesis dan pemeriksaan Fisis Komprehensif,,
ini ke hadapan anda.
Buku ini ditulis secara lengkap dan agak mendalam namun tetap
menarik untuk di baca karena disertai diagram, gambar dan kotak informasi
praktis yang perlu diketahui, agar lebih mudah dipahami. Buku ,Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisis Komprehensif" ini akan sangat bermanfaat
bukan hanya bagi mahasiswa kedokteran, tetapi juga untuk para dokteri
PPDS (Residen), dan dokter spesialis, karena memberikan panduan untuk
melaksanakan anamnesis yang rasional, seksama dan komprehensif serta
pemeriksaan fisis yang tertib, terarah dan sistematis. pada gilirannya,
dengan kemampuan dan anamnesis dan pemeriksaan yang baik dan
akurat, akan diperoleh diagnosis yang tepat.

vlt
Buku ini layak dan penting untuk dimiliki dan dibaca oleh mahasiswa,
residen, dan praktisi kedokteran.

Selamat membaca dan semoga bermanfaat......

Jakarta, Mei 2013

il
i/

{{/
prof. oi dr. siti Setiati SppD. KGer. MEpid
Ketua Tim Editor

vilt
l(AmsAilBur[lt
Pendidikan kedokteran era globalisaii t"trf' mengalami banyak
perubahan di berbagai negara. Perkembangan alat kedokteran canggih
dan pemeriksaan penunjang lain memberikan manfaat dalam membantu
penegakan diagnosis. Namun, perkembangan tersebut ditengarai
mengurangi pentingnya program pendidikan dasar kedokteran yang
sejatinya diajarkan dan dikuasai dengan baik oleh setiap dokter dan
pendidik, yakni kemampuan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis merupakan langkah awal penting yang
mencerminkan cara berpikir analitik seorang dokter. penguasaan anamnesis
dan pemeriksaan fisis akan meningkatkan ketepatan diagnosis kerja dan/
atau diagnosis banding hingga 90o/o.Hal itu akan menentukan pemeriksaan
penunjang serta tatalaksana selanjutnya yang amat mempengaruhi kualitas
pelayanan kesehatan bagi pasien. Besarnya peranan anamnesis dan
pemeriksaan fisis mengakibatkan setiap calon dokter dan dokter spesialis
harus melatih keterampilan membina hubungan dokter-pasien sepanjang
masa pendidikan untuk kemudian diterapkan secarabaik di masyarakat.
Saya menyambut baik terbitnya buku 'Anamnesis dan pemeriksaan Fisis
Komprehensif, Panduan Sistematis untuk Diagnosis Fisik". Saya menghargai
upaya dan kerja keras segenap staf pengajar FKUI yang tidakberhenti untuk
menghasilkan karya ilmiah bermutu. Besar harapan saya bahwa para staf
pengajar FKUI dan seluruh fakultas kedokteran di lndonesia, dokter spesialis,
dokteri dan calon dokter mendalami dan menerapkan materi keilmuan yang
terkandung dalam buku ini. Saya yakin bekal tersebut akan bermanfaat bagi
pencapaian kompetensi anamnesis dan pemeriksaan fisis rekan Sejawat;
yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan keselamatan pasien dan
kualitas pelayanan kesehatan dokter lndonesia.

Jakarta, 15 April 2013

Dekan FKUI

lx
IIATTIR ISI
Kata Pengantar vii
Kata sambutan ix
Daftar isi xi

BAB 1 Anamnesis l
Samsuridjal Djauzi, Djoko Widodo, H.M.S. Markum

BAB 2 Pemeriksaan Jasmani Umum 29


Czeresna Heriawan Soejono, Noto Dwimartutie

BAB 3 Pemeriksaan Kepala dan Leher 47


Dante Saksono H

BAB 4 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskutar lg


' Ryan Ranitya, Simon Salim, ldrus Alwi

BAB 5 Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi 127


C. Martin Rumende, Telly Kamelia

BAB 6 Pemeriksaan Fisik Abdomen 16l


Dharmika Djojoningrat, H.A. Aziz Rani, Daldiyono H, Ari Fahrial Syam

BAB 7 Sistem Muskuloskeletal 185


Bambang Setyohadi, Siti Setiati

BAB 8 Pemeriksaan Sistem Hematologi Z1g


lkhwan Rinaldi, Nadia Mulansari

BAB 9 Anamnesis dan Pemeriksan Fisis Sistem Endokrin 24g


Dyah Purnamasari, Sarwono Waspadji

BAB 10 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis pada pasien Usia Lanjut 27g
Siti Setiatl, Aulia Rizka, tin Anugrahini

BAB 11 Pemeriksaan Sistem Saraf 313


Tiara Aninditha, Riwanti Estiasari, Fitri Octaviana

xl
BAB 12 Pemeriksaan Fisis SistemTraktus Urinarius 365
Parlindungan Siregar, Ni Made Hustrini

BAB 13 Pemeriksaan Mata Dasar sebagai Penapis Penyakit Sistemik 397


Ratna Sitompul

xll
DAFIAN TABT1

Tabe! 1.1. Hubungan Dokter-Pasien Sesuai Etii<a Kedokteran


Tabel 1.2. Teknik Komunikasi Wawancara Medis
Tabel 1.3. Langkah Sistematis Pengambilan Data Anamnesis
Tabel 2.1. Skala Koma Glasgow
Tabel 2.2. Langkah Pemeriksaan Jasmani Umum
Tabel 3.1. Pemeriksaan Kepala
Tabel 3.2. Pemeriksaan Mata
Tabel 3.3. Pemeriksaan Telinga
Tabel 3.4. Pemeriksaan Hidung
Tabel 3.5. Pemeriksaan Mulut
Tabel 3.6. PemeriksaanTenggorokan
Tabel 3.7. Pemeriksaan Leher
Tabel 3.8. Pemeriksaan Nervus Kranialis
Tabel 4.1. Riwayat Kardiovaskular
Tabel 4.2. Gejala dan Tanda Diagnosis Banding Nyeri Dada
Tabel 4.3. Kemungkinan IMA Berdasarkan Keluhan
Tabel 4.4. Kriteria Klinis Angina Pektoris
Tabel 4.5. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Tabel4.6. Rangkuman Rekomendasi AHA pada pengukuran
Tekanan Darah
Tabel 4.7. Macam - macam Pulsus
Tabel 4.8. Macam - macam Facies yang Berhubungan dengan
Kelainan Kardiovaskular
Tabel 4.9. Penyebab Peningkatan JVP dan Refluks
Abdominojugular Positif.
Tabel 4.10. Murmur Jantung dan Kelainan yang Mendasari
Tabel 4. 1 l.Langkah Pemeriksaan Jantung Secara Sistematis
Tabel 5.1. Langkah Pemeriksaan Paru
Tabel 6.1. Anamnesis Kelainan Gastrointestinal

xl!l
Tabel 6.2. Daftar Keluhan Gastrointestinal
Tabel 6.3. Tanda alarm
Tabel 6.4. Tehnik Pemeriksaan Abdomen
Tabel 7.1 Diagnosis Banding Nyeri Pinggang Mekanikal
Tabel 7.2. RedFlag pada Nyeri Pinggang
Tabel 8.1. Perbandingan 5el-sel Prekursor Hemapoetik
Tabel 8.2. Temuan yang Mendorong Konsultasi Hematologi
Tabel 8.3. Gejala Umum
Tabel 8.4. Status Performans (Kinerja) Berdasarkan lndeks Skala
Kinerja Karnofski
Tabel 8.5. Gejala Khusus Kelainan Hematologi
Tabel 9.1. Keluhan dan Gejala Penyakit Endokrin
Tabel 9.2. Pertanyaan pada Gangguan Sistem Endokrin
Tabel 9.3. Gambaran Klinis Adanya Massa di Sella
Tabel 9.4. Anamnesis untuk Kelainan pada Hipofisis
, Tabel 9.5. Gejala dan Tanda pada Kekurangan dan Kelebihan
Hormon HiPofisis
Tabel 9.6. Anamnesis untuk Gangguan KelenjarTiroid
Tabel 9.7. Gejala dan Tanda Tirotoksikosis

Tabel 9.8. Gejala dan Tanda Hipotiroidisme

Tabe! 9.9. Anamnesis untuk Gangguan Kelenjar Adrenal


Tabel 9.10. Gejala dan Tanda Sindrom Cushing
Tabel 9.1 1. Gejala dan Tanda lnsufisiensi Adrenal
Tabel 9.1 2. Perkembangan Seks Sekunder
Tabel 9.13. Pemeriksaan Fisik pada Sistem Endokrin
Tabel 9.14. Pemeriksaan Fisik KelenjarTiroid
Tabel 9.15. Klasifikasi Oftalmopati Berdasarkan Klasifikasi Werner
Tabel 9.15. Pemeriksaan Fisik untuk Gangguan pada Kelenjar
HiPofisis
Tabel 9.1 7. Pemeriksaan fisik untuk gangguan kelenjar adrenal
Tabel 9.18. Pemeriksaan Fisik untuk Gangguan Kelenjar Paratiroid
Tabe! 9.19. Pemeriksaan Fisik pada Diabetes Melitus
Tabel 10.1. Pemeriksaan Jasmani pada usia lanjut

xtv
Tabe! 1 0.2. Pemeriksaan Kekuatan Genggam Tangan dalam
Keadaan Berdiri
Tabel 10.3. Pemeriksaan kekuatan genggam tangan dengan
protokol Southampton
Tebel 10.4. Sistem Neurologis '
Tabel 10.5. Perlakuan Salah pada Usia Lanjut (elderty mistreatment)
' Tabel 1 1.1. Hasil penilaian dari pemeriksaan garpu tala
Tabel 1 1.2.Skala kekuatan otot berdasarkanThe Medicol Reseorch
Council Scole of Muscle Strength
Tabel 1 1.3. Penilaian respons refleks
Tabel 1 1.4. Penilaian respons refleks
Tabel I 1.5. Karakteristik gangguan sistem sensori
Tabel 1 1.6. Contoh penilaian MMSE beserta skor yang diharapkan
Tabel 12.1. Diagnosis Banding Urin Merah/Kedoklatan
Tabel 12.2. Langkah pemeriksaan sistem traktus urinarius
Tabel 12.3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Laju Filtrasi
' Glomerulus
IIAtrAR GA]IIBIR
Gambar 1.1. Penetapan Diagnosis Melalui Anamnesis,
Pemeriksaan Jasmani, dan Pemeriksaan Penunjang
Gambar 1.2. Skema ldentitas dan Data Pasien
Gambar 1.3. Keluhan Utama dan Keluhan Lain
Gambar 1.4. Skema Riwayat Penyakit Sekarang
Gambar 1.5. Skema Deskripsi Keluhan
Gambar 1.6. Skema Riwayat Penyakit Dahulu
Gambar 1.7. Skema Lingkaran Anamnesis
Gambar 2.1. Visual Anolog Scole
Gambar 3.1 . Asimetri Bentuk Wajah pada Paresis N.Vll
Gambar 3.2. Wajah membengkak pada miksedema
Gambar 3.3. lnfiltrasi jaringan 5ub-kutan pada facies leonina
Gambar 3.4. Moonface pada Pengguna Steroid
Gambar 3.6. Pemeriksaan Sinus Frontalis (a)
dan Sinus Maksilaris
Gambar 3.5. Butterfly Rosh pada Lupus
Gambar 3.7. Tipe Alopecia Areata
Gambar 3.8. lnspeksi pada Mata
Gambar 3.9. (a) Eksoftalmus pada Penderita Hipertiroid
(b) Mata strabismus

Gambar 3.10. (a) Tonometer Schiotz


(b) Cara MengukurTekanan Bola Mata

Gambar 3.1 1. (a) Penampang Bola Mata


(b) Arah Pemeriksaan Otot Penggerak Bola Mata

Gambar 3.12. (a) Mata Ptosis (b) Mata Lagoftalmus


(c) Edema Palpebra (d) Xantelasma di sekitar mat

Gambar. 3.13. (a) Flikten (b) Bercak Bitot (c) Pterigium


(d) Pinguekula.

Gambar 3. 14. (a) Cara Pemeriksaan Sklera (b) Sklera lkterk


Gambar. 3.15. (a) Ulkus Kornea (b) Xeroftalmia (c) Arkus Senilis

xvl
Gambar 3.16. (a) Lensa Normal (b) Lensa Keruh pada Katarak
Gambar 3.1 7. Snellius Chart
Gambar 3.18. Tes lshihara
Gambar. 3.19. Daun Telinga
Gambar 3.20. Cara Melakukan Pemeriksaan dengan Otoskop
Gambar.3.21. Tes Rinne
Gambar 3.22. Fase Konduksi dan Sensorineural
Gambar 3. 23. Tes Weber
Gambar 3.24. (a) Hidung (b) Pemeriksaan Rongga Hidung
Gambar 3.26. Rongga Mulut
Gambar 3.25. Inspeksi Mukosa Pipi
Gambar 3.27. (a) Stomatitis (b) Leukoplakia
Gambar 3.28. Tenggorokan
Gambar 3.29. Otot pada Leher
Gambar 3.30. Kelenjar Getah Bening Leher
Gambar 3.31. Kelenjar Parotis
Gambar 3.32. (a) Pemeriksaan Sensorik, (b) Motorik
Gambar 3.33. (a-d) Pemeriksaan n.Vll
Gambar 3.35. Nervus Kranialis
Gambar 3.34. (a-b) pemeriksaan n. Xl
Gambar 4.1. Lokasi-lokasi yang biasa dikeluhkan pada angina
Gambar 4.2. Gambar Skematis Anatomi Jantung
Gambar 4.2. Posisi Manset dalam Pengukuran Tekanan Darah
Gambar 4.4. Arkus Palatinum yang Tinggi pada Sindrom Marfan
Gambar 4.5. Pengukuran Tekanan Vena Jugularis (JVp).
(a) skematis. (b) cara pengukuran.
(c) JVP yang meningkat

Gambar 4.6. Pola Pulsasi Tekanan Vena Jugular


Gambar 4.7. Palpasi Apikal Jantung
Gambar 4.8. Skema Lokasi Katup Jantung
Gambar 4.9. Bunyi Jantung dan Siklus Jantung
Gambar 4.10. Splitting Fisiologis
Gambar 4.1 1. Splitting Parodoxical

xvlr
Gambar 4.12 . Splitting Mde Persisten
Gambar 4.13. Splitting Wide Fixed
Gambar 4.14. Diagram Bunyi Jantung 53
Gambar 4.15. Diagram Bunyi Jantung 54
Gambar4.16. Murmur
Gambar4.17. Clubbing
Gambar 4.18. Pemeriksaan Arteri Tibialis Posterior
dan Dorsalis Pedis
Gambar 5.1. Berbagai Macam Warna Sputum. (A) Putih'
(B) Kuning. (C) Hijau.(D) Warna Karat (Merah
Kecoklatan).
Gambar 5.2. Anatomi Dinding Dada dan Paru
Gambar 5.3. Dinding Dada Bagian Anterior (A) dan Posterior (B).
Gambar 5.4. Garis-garisVertikal Disepanjang Dinding Dada
Bagian Anterior (A) dan Lateral (B)

Gambar 5.5. Dinding Dada Bagian Posterior


Gambar 5.5. JariTabuh (Clubbing Finger)
Gambar 5.7. Lesi pada Dinding Dada Berupa Parut Bekas
Operasi (A) dan Pelebaran Vena-Vena Superfisial (B).

Gambar 5.8. Kelainan Dinding Dada Berupa Kifosis (A)


dan Skoliosis (B)
Gambar 5.9. Pectus Excovatum (A) dan Pectus Carinatum (B)

Gambar 5.10. Gambaran lrama Pernapasan yang Normal


dan Abnormal
Gambar 5.1 1. Pemeriksaan Trakea
Gambar 5.12. Pemeriksaan Palpasi Paru Saat Ekspirasi (A)
dan lnspiras i (B)
Gambar 5.13. Lokasi untuk Pemeriksaan Vocal Fremitus
pada Dada Anterior (A) dan Posterior (B)
Gambar 5.14. Cara Melakukan Perkusi
Gambar 5.15. Lokasi untuk Melakukan Perkusi Perbandingan dan
Auskultasi Paru DePan.
Gambar 5.16. Pemeriksaan Peranjakan Paru-Hati
Gambar 5.17. Lokasi untuk Melakukan Perkusi Perbandingan dan
Auskultasi Paru Belakang

xvlll
Gambar 5.18. Segitiga Garland dan Grocco (A) Serta Garis Ellis
Damoiseau (B).
Gambar 5.19. Gambaran Skematis Suara Napas Vesikular (A) dan
Bronkial (B).
Gambar 5.20. Karakteristik Suara Napas
Gambar 5.21. Suara Napas Pokok Dalam Keadaan Normal dan
Abnormal
Gambar 5.22. A. Paru yang normal. B. paru yang mengalami
pneumonia di mana seluruh udara dalam alveoli
pada paru bagian atas menghilang akibat terisi
oleh infiltrat sehingga bisa didapatkan adanya.
bronkofoni, egofoni dan whispered pectoriloquy.
Gambar 6.1. Sistem Hepatobilier
Gambar6.2. Traktus Gastrointestinal
Gambar 6.3. Pembagian Daerah Abdomen (4 regio)
Gambar 6.4. Pembagian Daerah Abdomen (9 regio)
Gambar6.5. Proyeksi Nyeri Organ pada Dinding Depan
Abdomen
Gambar 5.6. Penentuan Titik Mc Burney (a)
Penentuan Garis Schuffner (b)
Gambar 6.7. Pemeriksaan Arah Aliran Vena
Gambar 6.8. Palpasi Superfisial
Gambar 5.9. Perkusi Abdomen
Gambar 6.10. Pemeriksaan Gelombang Cairan pada Asites
Gambar 6.1 1. Palpasi Hati
Gambar 6.12. Palpasi Limpa
Gambar 6.1 3. Pemeriksaan Ballotement Gin)al
Gambar 6.14. Pemeriksaan Perineum
Gambar 5.15. Pemeriksaan Colok Dubur
Gambar 6.16. Pemerlksaan Colok Dubur
Gambar 8.1. Sistem Hematopoeisis dan Regulasinya
Gambar 8.2. Stromal sebagai Produsen Faktor-Faktor
Pertumbuhan Sistem Hematopoeisis
Gambar 8.3. Lokasi Hematopoesis Selama perkembangan Fetus
Gambar9.l. Orkidometer

xtx
Gambar 9.2. Pemeriksaan fisis (palpasi) kelenjar tiroid
Gambar 9.3. Oftalmopati (A), dermopati (B) dan akropaki (C)

pada penyakit Graves


Gambar 9.4. Gigantisme: Peningkatan Tingi Badan dan
Prognatism (A); Pembesaran Tangan (B) dan
Pembesaran Kaki (C)
Gambar 9.5. Pemeriksaan Fisis pada Ginekomastia
Gambar 9.6. Lesi Hiperpigmentasi Mukosa Mulut pada Penyakit
Addison
Gambar 9.7. Sistem Skoring untuk Hirsutisme (Ferriman Gallwey)

Gambar 9.8. (a) Jerawat, hirsutisme, (b) strioe,


(c) moon foce Pada sindrom Cushing

Gambar9.9. TandaTrousseau
Gambar 9.10. Tanda Chvostek
Gambar 10.1. Cabang Nervus Trigeminus
Gambar 10.4. Pemeriksaan Refleks Biseps
Gambar 10.6. Pemeriksaan refleks brachiradialis
Gambar 10.7. Pemeriksaan Refleks Patella
Gambar 10.8. Pemeriksaan Refleks Achilles
Gambar 10.9. Refleks Babinski
Gambar 1 0.1 O.Refl eks Chaddok
Gambar 10.1 l.TUG Iest
Gambar 1 1.1. Pengaturan informasi pada sistem saraf
Gambar 11.2. Organisasi sistem saraf
Gambar 11.3. Area distribusi medulla spinalis

Gambar 11.4. Jaras penglihatan dan manifestasi kelainan sesuai


letak lesi

Gambar 11.5. Snellen Chart

Gambar 1 1.6. Otot-otot yang dipersarafi N. lll, lV Vl4

Gambar 11 .7. Area sensorik Nervus Trigeminus

Gambar 11.8. Persarafan N. Fasialis

Gambar 1 1 .l0.Perbedaan persarafan wajah bagian atas dan


bawah.
Gambar I 1.9. Kelumpuhan N. Fasialis.

Gambar 1 1.1 l.Jaras motorik


Gambar 1 1.1 2. Pemeriksaan abduksi bahu

Gambar 1 1.14. Pemeriksaan fleksi siku .


Gambar 1 1.1 3. Pemeriksaan aduksi bahu

. Gambar 11 .15. Pemeriksaan ekstensi siku

Gambar 1 1.16. Pemeriksaan fleksi pergelangan tangan

Gambar 1 1.17. Pemeriksaan ekstensi pergelangan tangan

Gambar 1 1.18. Pemeriksaan fleksi jari tangan (FDS)


Gambar 1 1.20. Pemeriksaan fleksi sendi panggul

Gambar 1 1.21 . Pemeriksaan ekstensi sendi panggul

Gambar 1 1.22. Pemeriksaan abduksi sendi panggul

Gambar 1 1.23. Pemeriksaan aduksi sendi panggul

Gambar 1 1.24. Pemeriksaan fleksi sendi lutut

Gambar 1 1.25. Pemeriksaan ekstensi sendi lutut

Gambar 1 1.26. Pemeriksaan plantarfleksi

Gambar I 1.28. Pemeriksaan inversi pergelangan kaki


Gambar 1 1.27. Pemeriksaan dorsifleksi

Gambar 1 1.29. Pemeriksaan eversi pergelangan kaki

Gambar 1 1.30. Pemeriksaan refleks patela

Gambar 11.31. Pemeriksaan eversi pergelangan kaki


Gambar 1 1.32. lnervasi segmental pada kulit,
a. Anterior; b. Posterior
Gambar 11. 33. Homonkulus sensori pada korteks persepsi
sensori (lobus parietal)
Gambar 12.1. Anatomi nefron (modifikasi)
Gambar 13.1. Gerakan bola mata

xxt
BAB 1

AltAt[lttsts
Samsuridjal Djauzi, Djoko Widodo, H. M.S..Marku m

Hubungan Dokter-Pasien 2 Sistematika Data Anamnesis 'r6


Tujuan dan Jenis Anamnesis 4 Anamnesis Sistem 21
Dasar Teknik Komunikasi 6 PenutupProsesAnamnesis 23
Harapan Masyarakat 9 Analisis Data 25
Keterampilan Anamnesis 1I Laporan Anamnesis 25
Komunikasi pada Keadaan Khusus 13 ContohAnamnesis 26

Meski teknologi kedokteran sudah maju, namun pemeriksaan klinik, baik


berupa anamnesis maupun pemeriksaan jasmani masihmerupakan unsur
utama dalam menegakkan diagnosis dan pemantauan hasil pengobatan.
Dulu anamnesis lebih diutamakan untuk mengumpulkan gejala penyakit
melalui penelusuran riwayat penyakit. Namun sekarang disadari bahwa
anamnesis juga merupakan kesempatan untuk membangun komunikasi
dokter-pasien serta berbagi tanggung jawab antara dokter dan pasien dalam
penatalaksanaan penderita. Di samping itu, anamnesis juga dapat digunakan
untuk meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang penyakit,
serta rencana pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan. pemahaman
ini akan meningkatkan kepatuhan pasien dalam melaksanakan pemeriksaan
atau terapi yang direncanakan.
Anamnesis pada pasien baru merupakan momen penting untuk
membangun komunikasi dokter-pasien yang baik. Kesan pada kontak
pertama dokter-pasien' akan memengaruhi komunikasi dokter-pasien
selanjutnya. Mari kita ikuti proses anamnesis pada seorang mahasiswa
Fakultas Ekonomi yang mengalami kencing nanah. pagi hari dia menyadari
bahwa kencingnya bernanah. Dia segera membeli obat amoksisilin dan
merasakan perbaikan. Namun dia gelisah karena memperoleh informasi
melalui internet bahwa risiko tertular HIV meningkat pada penyakit menular
seksual. Apalagi dia menyadari bahwa dia baru saja melakukan hubungan
seksual yang tidak aman. Perasaannyajuga tak tenang sehingga tak dapat
berkonsentrasi untuk belajar padahal ujian semester sudah tinggal dua
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

minggu lagi. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk berkonsultasi dengan
seorang dokter senior. Dia tak ingin memberitahu orang tuanya sehingga
uang tabungannya yang hanya lima ratus ribu rupiah terpaksa diambilnya.
Ketika dia masuk kamar praktek dokter teryadilah dialog sebagai berikut

Dokter Sakit apa?


Mahasiswa Sakit kencing dokter "'
Dokter Kencing nanah ya
Mahasiswa Bukan dokter (dia berbohong)
Dokter Ya, siapa tahu Anda terkena penyakit kelamin, sekarang kan
zaman seks Bebas.
Dokter Kamu kuliah di mana? Tanya dokter lagi
Mahasiswa Di Universitas X (padahal dia kuliah di Universitas A)

Mahasiswa yang berkonsultasi dengan dokter ini berharap dia akan


mendapat penyelesaian dari keluhan kencingnya, kepastian apakah dia
terinfeksi HIV atau tidak, serta keinginan untuk tenang sehingga dapat
belajar dengan baik mempersiapkan ujian semesternya. Namun, yang dia
peroleh hanya selembar resep yang mungkin akan menyembuhkan sakit
kencingnya akan tetapi persoalan psikologis dan sosial (tak mampu belaja$
sama sekali tak tersentuh dalam anamnesis tadi. Memang komunikasi antara
pasien dan dokter yang terjadi tadi bukanlah komunikasi yang ideal.
Untuk mencapai komunikasi dokter-pasien yang baik diperlukan
pemahaman mengenai hubungan dokter-pasien.
Meski dokter yang memulai proses anamnesis, namun dewasa ini mulai
dirasakan pentingnya proses anamnesis yang berpusat pada pasien (potient
centred interview). Anamnesis yang berpusat pada pasien akan membawa
pasien melihat penyakitnya melalui "penglihatannya". Pasien tidak hanya
pasif mendengarkan informasi dokter; namun dia juga aktif untuk memahami
penyakitnya melalui pengetahuan yang telah ada padanya.

H UBU NGAN DOKTER-PASIEN

Hubungan dokter-pasien merupakan hubungan yang unik'Hubungan


tersebut tak dapat disamakan dengan hubungan produsen (pemberijasa)
dan konsumen. Profesi kedokteran memberi ciri khusus pada hubungan
dokter-pasien karena profesi kedokteran memerhatikan kepentingan pasien,
mengutamakan altruisme, menjaga harkat profesi dokter, serta juga menjaga

2
Anamnesis

kerahasiaan pasien. Mengutamakan kepentingan pasien berarti dokter


perlu mengupayakan penata-laksanaan terbaik untuk dapat menyelesaikan
permasalahan kesehatan pasien. sudah tentu penatalaksanaan yang dipilih
juga harus mampu laksana dan disesuaikan pula dengan persetujuan dan
kemampuan pasien. Prinsip-prinsip hubungan dokter-pasien sesuai etika
kedokteran tercantum pada tabel 1.1. .'
Profesi kedokteran mengutamakan altruisme, dengan demikian maka
dokter perlu mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Setiap anggota
profesi kedokteran perlu memelihara harkat profesi dokter sebagai profesi

. Apa masalah medis pasien? Riwayat? Diagnosis?


Prognosis?
Prinsip memberi manfaat
dan tidak merugikan
. Apakah masalah akut? Kronis? Kritis?
. Apa tujuan pengobatan?
. Bagaimanakemungkinanpengobatan?
. Apa rencana bila terapi gagal?
. Bagaimana pasien diuntungkan dengan pelayanan
medis dan perawatan, dan bagaimana mencegah
kerugian?
Keinginan Pasien . Apakah mental pasien mampu dan cakap secara
Prinsip penghormatan hak hukum?
untuk menentukan pilihan Jika cakap, apa pasien menyatakan keinginan untuk
berobat?
Bila tidak cakap, siapa yang menjadi wali?
Apakah pasien tidak bersedia atau tidak dapat bekerj
a sama dalam pengobatan medis? Jika ya, mengapa?
Apakah hak pasien dalam memilih dihargai dalam
etik dan hukum?
Kualitas Hidup Bagaimana kemungkinan kembali ke kehidupan
normal dengan atau tanpa pengobatan?
Prinsip memberi manfaat
Apakah ada rencana atau alasan untuk tidak
dan tidak merugikan serta
penghormatan hak untuk melanjutkan pengobatan?
Apakah ada rencana pengobatan paliatif?
menentukan pilihan
Gambaran Kontekstual . Apakah ada masalah keluarga yang dapat
mempengaruhi keputusan?
Prinsip kejujuran dan
keterbukaan
Apakah ada masalah finansial, ekonomi, faktor
religius, dan budaya yang dapat mempengaruhi
keputusan pengobatan?
Apakah ada masalah dalam mengatur sumber daya?
Apakah dilibatkan dalam penelitian klinis dan proses
pendidikan?
Apakah ada kepentingan bagi dokter; perawa! atau
institusi?
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

yang berada dalam ruang lingkup kemanusiaan. Dokter perlu menyadari


pasien adalah manusia yang sama dengan dirinya, yang perlu dihormati
hak-haknya. Hubungan dokter-pasien juga unik karena memerhatikan
kerahasiaan pasien. Dengan menjaga kerahasiaan ini, maka pasien dapat
memercayakan hal-hal yang tak akan diungkapkannya kepada orang
terdekatnya termasuk kepada dokter. Pada pros'es anamnesis tadi, nampak
bahwa dokter telah meng.hakimi sehingga pasien merasa tak nyaman.
'Akibatnya, dia terpaksa berbohong untuk menghindari dokter mengetahui
lebih rinci mengenai dirinya. Nampaknya pasien kemudian juga kurang
percaya dokter akan dapat menjaga rahasia pribadinya, padahal dia amat
berharap apa yang dialaminya tak diketahui oleh orang lain, termasuk
orangtuanya.
Dalam era kesadaran akan hak-hak konsumen dewasa ini, seringkali
masyarakat menyamakan hubungan dokter-pasien sebagai hubungan
pemberijasa dan konsumen. Profesi kedokteran menolak anggapan tersebut,
sehingga hubungan dokter-pasien tidak diatur melalui undang-undang
konsumen tapi melalui undang-undang praktik kedokteran. lni disebabkan
dalam pekerjaannya, dokter tidak dapat menjanjikan hasil, tapi yang dapat
dijanjikan adalah upaya terbaik untuk penyembuhan pasiennya. Di negara
dengan teknologi kedoheran maju dan tingkat kemampuan ilmu kedokteran
yang tinggi sekalipun, kegagalan terapi dapat terjadi. Pasien adalah manusia,
sebagai manusia pasien mempunyai keunikan pribadiyang perlu mendapat
perhatian dokter. Penatalaksanaan pasien memung kinkan terjad inya hasil
yang tak diharapkan. Kejadian ini seringkali tak dapat diramalkan, karena
itulah diperlukan komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien atau
keluarga untuk memahami manfaat dan risiko dari tindakan medis yang
dipilih. Pilihan dokter hendaknya juga disetujui oleh pasien dan keluarga
melalui proses informed consent. Dengan komunikasi yang baik ini,
keberhasilan terapi lebih terjamin dan kesalahpahaman antara dokter dan
pasien serta keluarganya dapat dihindari. Anamnesis merupakan wadah
yang tepat untuk membangun komunikasi dokter-pasien.

TUJUAN DAN JENIS ANAMNESIS


Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan data (subjektif) dalam rangka
menetapkan permasalahan atau diagnosis penyakit. Untuk menetapkan
diagnosis penyakit diperlukan data anamnesis, pemeriksaan fisis, serta

4
Anamnesis

pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, patologi anatomi, dan


lain-lain). Perkembangan teknologi kedokteran telah banyak membantu
meningkatkan ketepatan data pemeriksaan fisis dan penunjang. Namun
anamnesis masih menempati peran penting dalam penetapan diagnosis,
karena pada anamnesislah pasien mengungkapkan keruhannya. Keluhan
tersebut diungkapkan dengan kata-katanya sendiri serta dengan mimik dan
bahasa tubuhnya. Dengan demikian, dokter diharapkan dapat menangkap
tidak hanya kata-kata yang diucapkan pasien, namun juga bahasa tubuh
pasien dalam menghadapi penyakit yang dihadapinya. Keluhan pasien
dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan. Kemungkinan tersebut
dapat dipersempit dengan anamnesis yang lebih teliti dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. proses anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang dalam upaya menuju
penetapan diagnosis, dapat digambarkan seperti gambar 1.1.

<-
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

Gambar 1.1. Penetapan Diagnosis Melalui Anamnesis, pemeriksaan Jasmani,


dan Pemeriksaan Penunjang

Namun seperti dikemukan terdahulu, anamnesis tidak hanya


bertujuan untuk mengumpulkan data dalam penetapan diagnosis
penyakit. Anamnesis juga merupakan awal proses komunikasi dokter-
pasien yang dapat dikembangkan menjadi komunikasi yang baik dalam
rangka penetapan diagnosis dan pilihan terapi. Keterlibatan pasien (dan
keluarga) dalam pemilihan jenis pemeriksaan dan tindakan terapi akan
meningkatkan dukungan pasien dan keluarga pada penatalaksanaan
sekaligus juga mengurangi kesalahpahaman antara dokter dan pasien.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Kesempatan anamnesis juga dapat digunakan untuk menjelaskan penyakit


serta penyuluhan secara singkat. Dengan kata lain, anamnesis juga dapat
digunakan untuk memecahkan persoalan pasien, meski pemecahannya
baru pada tahap awal mengingat pemecahan yang menyeluruh mungkin
memerlukan dukungan data pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang'

Dengan demikian fungsi anamnesis adalah:


. Mengumpulkan data mengenai keluhan dan data lain mengenai pasien
. Membinakomunikasidokter-pasien
. Menatalaksana persoalan pasien.

Anamnesis dapat dilakukan langsung dengan pasien, anamnesis jenis


ini disebut juga outoanomnesis. Jika anamnesis tak dapat dilaksanakan
secara langsung dengan pasien misalnya karena pasien masih kecil, dalam
keadaan kesadaran menurun atau kesadaran terganggu, maka anamnesis
dapat dilakukan melalui orang lain isalnya keluarga atau orang yang
mengetahui keluhan atau penyakit pasien. Anamnpsis jenis ini disebut
sebagai a lloa na m nesis.

DASAR TEKNIK KOMUNIKAS!

Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang perlu dikuasal


dokter, di samping keterampilan berpikir (kognitif) dan keterampilan
teknikal. Dahulu dalam pendidikan kedokteran keterampilan berpikir dan
keterampilan teknikal yang diutamakan, namun sekarang mulai disadari
bahwa dalam pekerjaan sebagai dokter keterampilan komunikasi. amat
diperlukan karena hampir setiap saat dokter berkomunikasi baik dengan
pasien, keluarga, maupun masyarakat.
Komunikasi dokter dengan pasien memerlukan empati dokter. Artinya
dokter harus dapat merasakan perasaan cemas, takut, atau perasaan lain
yang dialami pasien. Dokter tak hanya dituntut dapat merasakan, namun
juga mampu menanggapi perasaan pasien dengan tepat. Jalur komunikasi
dokter dan pasien akan terbuka jika dokter mau mendengarkan secara
aktif dan mempunyai empati. Di sisi lain, dari pihak pasien, pasien perlu
mempunyai motivasi untuk sembuh serta percaya pada dokter. Kepercayaan
ini tidak saja pada kemampuan dokter untuk menangani penyakitnya tapi
juga kepercayaan bahwa dokter akan memegang teguh komitmennya,
misalnya dalam menjaga kerahasiaan pasien.

6
Anamnesis

Tatap muka dokter dan pasien memungkinkan dokter untuk menangkap


bahasa tubuh pasien di samping mendengarkan keruhan yang disampaikan
secara lisan. Setiap pasien yang menyampaikan keluhan, menanggapi
penderitaannya dengan cara yang berbeda. Bahasa tubuh pasien dapat
membantu dokter misalnya untuk menjelaskan keluhan nyeri yang diderita
pasiennya. Mimik pasien yang menggambarkan rasa nyeri yang amat sangat
menunjukkan bahwa pasien merasakan nyeri yang dideritanya amatlah
berat baginya, meski bagiorang rain nyeri semacam itu mungkin biasa saja.
Keterampilan mendengarkan secara aktif berarti dokter mampu
mendengarkan dan menanggapi keluhan dan perasaan pasien. Tanggapan
dokter akan menimbulkan kesan pada pasien bahwa dokter peduli terhadap
keluhannya. Bahasa tubuh dokter baik dari cara duduknya, mimik wajahnya
yang sungguh-sungguhjuga akan ditangkap oleh pasien. Dengan kata lain,
komunikasi verbal dan non verbal berlangsung serama proses anamnesis.
Dalam budaya timur komunikasi non verbal dianggap penting.
Setiap orang mempunyai empati dengan kadar yang berbeda. Empati
pada diri seseorang merupakan sikap yang terbentuk sejak kecil dimulai
dari
pendidikan keluarga, pendidikan di taman kanak-kanak, sekolah, maupun
lingkungan pergaulan. Untuk dapat meraksanakan tugas sebagai dokter
yang baik dokter harus mempunyai kadar empati yang cukup terhadap
penderitaan orang lain. Kadar empati dapat ditingkatkan melalui pelatihan
dan aktivitas. Berkunjung ke panti werdha, panti yatim piatu atau ke asrama
penyandang cacat merupakan kegiatan yang dapat meningkatkan empati.
Motivasi pasien untuk sembuh atau menyeresaikan masalah
kesehatannya akan merupakan dorongan bagi pasien untuk mencari dokter.
Pasien akan memilih dokter yang dipercayainya mampu mengobatinya
dengan baik. Adakalanya seorang pasien di Jakarta seratan berobat ke
dokter di Jakarta Utara padahal di dekat rumahnya juga ada dokter. pilihan
tersebut akan mendapat ujian pada waktu pasien bertemu dokter. pasien
kemudian akan menyadari apakah dokteryang dipilihnya merupakan dokter
yang akan mampu menolongnya, peduli kepadanya, serta dapat dipercaya.
Kontak pertama pada proses anamnesis akan merupakan momen penting,
karena jika pada pertemuan pertama pasien sudah kecewa kemungkinan
dia tak akan melanjutkan lagi konsultasi dengan dokter tersebut.
Komunikasi dokter-pasien yang baik akan mewujudkan persahabatan
antara dokter dan pasien, dan melalui persahabatan ini dokter dan pasien
akan berusaha untuk mencapai kesembuhan pasien. Kbmunikasi dokter-
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

pasien yang baik akan memperlancar proses diagnosis maupun terapi.


Dokter dan pasien sepakat untuk menjalani bersama proses medik yang
diperlukan dan juga sepakat mengenai manfaat dan risiko tindakan medis itu.
Melalui proses ini diharapkan kepatuhan pasien dalam menjalankan rencana
diagnosis dan terapi dapat ditingkatkan. Meski proses anamnesis masih
merupakan proses awal, adakalanya pasien sudah merasakan manfaat dari
pertemuan awal ini karena dia merasakan dokter peduli kepadanya dan akan
'menolongnya
dengan sebaik-baiknya. Suasana ini tentu akan meringankan
penderitaannya meski dokter belumlah memberikan obat apapun.
Marilah kita lihat dua skenario kejadian yang diselesaikan dengan cara
komunikasi yang berbeda.

Skenario I

Pada operasi sectio coesario terjadi kecelakaan kecil, kulit kepala bayi tersayat
benda tajam sehingga terjadi luka sayatan kecil. Luka tersebut dengan
mudah dapat diatasi hanya memerlukan beberapa jahitan. lbu dan anak
semua dalam keadaan baik. Setelah operasi selesai dokter yang mengoperasi
tidak merasa perlu bertemu dengan keluarga mengenai kecelakaan kecil ini
dan langsung pergi ke rumah sakit lain. Ketika bayi diperlihatkan kepada
keluarga, terlihat ada verban di kepala bayi. Keluarga menanyakan kepada
perawat dan perawat menceritakan apa yang terjadi. Keluarga ingin
mengetahui lebih lanjut tentang luka tersebut namun dokter telah pergi.
Perawat berusaha menjelaskan bahwa lukanya tidak dalam hanya sebatas
kulit namun keluarga tak merasa puas dan berusaha menelepon dokter.
Dokter tidak membalas telepon keluarga. Akhirnya keluarga mengirim sms
minta bertemu dan dokter menjawab bersedia menemui di kamar praktik
sore harinya. Pada pertemuan di kamar praktik, pertemuan menjadi panas
karena dokter berpendailat luka tersebut tidak apa-apa, namun keluarga
menganggap ini suatu yang serius dan merupakan kesalahan dokter. Mereka
tidak puas dan ingin menuntut dokter.

Skenario Il
Dokter yang mengoperasi setelah selesai operasi menemui keluarga
yang sedang harap-harap cemas menunggu di luar. Ternyata yang
menunggu pasien adalah suami pasien dan kedua orangtua pasien. Dokter
mengabarkan bahwa ibu dan bayi dalam keadaan selamat. lbu dalam

8
Anamnesis

pemulihan dan bayi perempuan beratnya 3,1 kg dan panjangnya


51 cm. Bayi
dalam keadaan sehat tak kurang suatu apapun. Dokterjuga menceritakan
kesulitan waktu operasi dan terjadinya ruka sayat kecir pada kurit
kepara
bayi' Dokter menjelaskan bahwa ruka terah diatasi dengan baik, mungkin
akan sedikit berbekas namun akan tertutup oleh rambut nantinya.
Keluarga
mengucapkan terima kasih dan dapat menegima penjelasan dokter.

Respons Empatik
Kejadian yang sama diatasi dengan cara komunikasi yang berbeda
ternyata
berakhir dengan hasil yang berbeda. Kasus ini menyadarkan kita sebagai
dokter; pentingnya komunikasi. Komunikasi yang baik akan menempatkan
dokter di sisi pasien dan keluarga, dan bukan di hadapan pasien. Dokter
menjadi sahabat dan pendamping pasien dan keruarga, bukan berada
di
seberang sana yang menyebabkan keluarga dan dokter akan berhadapan
dalam menyelesaikan masarah. Dokter bersama pasien dan keruarga,
berusaha untuk mendapatkan hasir terapi terbaik dan mengurangi
risiko
yang mungkin terjadi. Dokter perru melakukan respons empatik.
Dokter
harus selalu ingat bahwa yang ditata raksana bukan sekadar penyakit
melainkan manusia yang sedang sakit. perhatian terhadap pasien
sebagai
manusia harus ditunjukkan dengan baik.

HARAPAN MNSYANEXAT TERHADAP DOKTER


Tiga keterampilan utama yang perlu dimiliki oreh seorang dokter
adarah
keterampilan berpikir (cognitive skil/), keterampilan teknikaI (technico]skiil),
dan keterampilan berkomunikasi. Ketiga keterampilan ini akan
mendukung
dokter dalam pekerjaannya, baik menghadapi pasien secara individuar
maupun masyarakat. Namun dari ketiga keterampilan tersebut, biasanya
keterampilan komunikasi kurang mendapat pelatihan yang memadai
sehingga
masih sering dijumpai dolrter kurang membangun komunikasi
dengan
pasien dan keluarganya.

HARAPAN MASYARAKAT
Seringkali dokter ketika berhadapan dengan pasien segera menanyakan
keluhan pasien tanpa terrebih dahuru membangun komunikasi seperti
memperkenalkan diri, bersalaman, dan membicarakan. hal yang dirasa
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

perlu sebelum membahas keluhan pasien. Jika dokter berhasil membangun


komunikasi yang baik dengan pasien maka pasien akan merasakan
diperlakukan sebagai manusia dan perhatian dokter tertuju pada dirinya
bukan hanya pada penyakitnya. Dokter berlaku sopan, mau mendengarkan
perkataan pasien baik yang berkaitan maupun tak berkaitan dengan keluhan.
Harapan masyarakat kepada dokter meliputi: "

.1. Mampu mengobati pasien dengan cara mutakhir; teliti' dan terampil

2. Mampu mendengarkan, menghormati pendapat pasien, berlaku santun'


dan penuh pertimbangan, berkomunikasi dengan baik, memberikan
nasihat tanPa menggurui

3. Mampu menyimpan rahasia, bersifat jujur' dan punya integritas, serta


tetap memberi asuhan walaupun prognosis penyakit buruk
4. Mampu mempertahankan hubungan yang luwes, sehingga pasien
mendapat penjelasan lengkap dan dilibatkan dalam pengambilan
keputusan tentang asuhan.

CARA MENGAJUKAN PERTANYAAN


Setelah membangun komunikasi, dokter akan mengajukan pertanyaan
tentang keluhan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan jangan hanya
terpaku pada tujuan pengumpulan data. Dokter harus mendengarkan
secara aktif keluhan pasien dan memerhatikan bahasa tubuh pasien. Jika
perlu, mengulang bagian keluhan yang penting baik sebagai validasi
maupun untuk menunjukkan perhatian dokter pada keluhan yang dianggap
penting oleh pasien. Jika pasien terputus dalam menyampaikan keluhannya'
maka dokter perlu memfasilitasi dengan pertanyaan pendek agar pasien
dapat meneruskan keluhannya. Selain mendengarkan secara aktif, dokter
juga perlu menunjukkan empati serta memberikan dukungan sehingga
dapat ditunjukkan bahwa dokter peduli dan berusaha untuk membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pasien' Dalam mengajukan
pertanyaan, dokter hendaknya mengajukan pertanyaan satu demi satu
dan mempertimbangkan masa transisi agar pasien mudah mengingat dan
menyampaikan keluhannya. Anamnesis yang baik perlu dirangkum dan
melalui rangkuman ini dapat diperkirakan permasalahan yang dihadapi
pasien, baik kemungkinan diagnosis maupun keterlibatan organ yang
menimbulkan keluhan.

10
Anamnesis

KETERAMPILAN ANAMNESIS
sebagaimana keterampilan lain, dokter akan semakin mahir melakukan
keterampilan anamnesis jika dia semakin banyak melakukan anamnesis.
Pada dasarnya dalam melakukan anamnesis perlu diperhatikan:

Salam Pembuka
Sebagaimana jika kita bertemu dengan orang lain, maka dokter
perlu memberi salam dan mengenalkan diri pada pasien. Dokter juga
memerhatikan nama pasien dan memanggilnya sesuai dengan adat
istiadat yang berlaku, misalnya dengan panggilan bapak, ibu, saudara, dan
sebagainya. Dokter perlu mengingat nama pasien dengan baik, karena
pasien akan merasa diperhatikan jika dokter mampu mengingat namanya
dengan benar. Komunikasi dokter-pasien yang dibangun hendaknya tidak
dihalangi oleh gangguan seperti dering telepon, acara televisi, atau posisi
duduk dokter dan pasien.

Membuat Pasien Bercerita


Dokter perlu memberi kesempatan agar pasien dapat menyampai_kan
keluhan serta riwayat penyakitnya secara terbuka dengan mengajukan
pertanyaan terbuka. Pasien diberi kesempatan untuk menyampaikan
keluhan
dengan bahasanya sendiri dan jangan terraru banyak diinterupsi oreh
pertanyaan dokter karena dokter mungkin kurang sabar untuk memperoleh
data yang diperlukannya. Bahasa pasien akan dapat menggambarkan
persepsi pasien tentang keluhannya. Nyeri tertentu yang bagi sebagian
pasien dianggap biasa, mungkin oleh pasien lain dianggap amat menganggu
atau menakutkan. Memang benar data anamnesis adalah data yang subjektif.
Berarti data ini dari segi objektivitas kurang, namun kelebihannya data
subjektif tersebut dapat menggambarkan perasaan pasien.

Memperdalam dan Mengklarifikasi Riwayat penyakit


Cerita pasien mengenai keluhannya antara lain akan memuat waktu keluhan,
beratnya keluhan, apa yang dilakukannya untuk mengatasi keruhan. Dokter
perlu mendalami bagian-bagian yang dianggap perlu. Mengenai waktu
kejadian yang mungkin pasien lupa, dokter dapat mencoba menentukan
waktu yang lebih mendekati kejadian, misalnya dengan menghubungkannya
dengan hari-hari penting yang mudah diingat pasien seperti tahun baru,

11
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

puasa, lebaran, ulang tahun, dan sebagainya. Pasien juga mungkin memakai
istilah tertentu yang sering digunakan di masyarakat seperti misalnya sakit
moog. Dokler dapat meminta pasien merinci keluhan yang dihubungkan
pasien dengan sakit moognya itu.

Membuat dan Menguji Hipotesis Diagnosis


Meski anamnesis adalah langkah awal dalam membuat diagnosis
ian masih diperlukan pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang
untuk menetapkan diagnosis, namun anamnesis yang baik sudah dapat
menggambarkan permasalahan kesehatan pasien, kemungkinan organ
yang terganggu bahkan kemungkinan diagnosis. Sudah tentu kemungkinan
diagnosis tersebut harus didukung oleh pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang (Gambar 1.1 ).

Membuat Kesepahaman Masalah


Setelah selesai anamnesis, dokter dapat mengemukakan rangkuman yang
diperolehnya kepada pasien dan menginformasikan dugaan dokter tentang
masalah kesehatan, gangguan organ, atau kemungkinan diagnosis' Namun
dokter perlu menyampaikan bahwa pada tahap diagnosis masih merupakan
tahap awal, perlu pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Meski
pasien tidak mempunyai latar belakang pendidikan kedokteran, namun
dokter meminta kesepakatan pasien mengenai keluhan dan riwayat penyakit
yang telah disampaikannya.

Merencanakan Tindak Lanjut


Dokter dan pasien perlu merencanakan tindak lanjut atas keluhan pasien
dengan merencanakan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.
Dalam perencanaan ini, latar belakang sosial dan kemampuan finansial
pasien perlu menjadi bahan pertimbangan dokter' Adakalanya diperlukan
negosiasi antara dokter dan pasien, baik mengenai waktu maupun jenis
pemeriksaan penunjang yang diperlukan agar rencana tindak lanjuttersebut
dapat dilaksanakan dengan baik.
Teknik komunikasi wawancara medis secara ringkas disajikan pada
tabel 1.2.

12
Anamnesis

. Menyapa pasien (dan keluarga)


. Menyambut pasien (dan keluarga) sambil berdiri dan
menyilakan duduk
Memperkenalkan diri sambil menjabat tangan pasien
(dan keluarga)
Berbasa-basi dan membangun hubungan yang nyaman
Menampilkan wajah dan suara yang ramah, vokaljelas
dengan kecepatan dan volume yang cukup
Sikap terbuka, sopan serta kontak mata yang erat
Membuat pasien Menjelaskan tujuan pemeriksaan (dan kerahasiaan)
bercerita Menanyakan pertanyaan satu-persatu dengan tujuan/
maksud yang jelas
Memberikan respons yang tepat kepada pasien dan
melakukan refleksi bila diperlukan
Menjadi pendengar yang aktif dan terampil
Menunjukkan empati secara verbal dan non-verbal
Tidak melakukan gerakan/hal-hal yang tidak
berhubungan dengan tindakan anamnesis
Memperdalam dan Mengajukan pertanyaan terbuka dan mendalam, akhiri
mengklarifikasikan dengan pertanyaan spesifik yang mempersempit
riwayat penyakit kemungkinan diagnosis banding
Berbicara efektif dengan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien
Tanyakan lagi adakah hal-hal yang belum disampaikan
oleh pasien
Membuat dan Melakukan wawancara medis secara sistematis yang
menguji hipotesis dapat menggambarkan permasalahan kesehatan
diagnosis pasien, kemungkinan organ yang terganggu hingga
kemungkinan diagnosis
Membuat Membangun dan mengembangkan kerjasama untuk
kesepahaman mencapai kesepakatan bersama mengenai masalah dan
masalah riwayat penyakit yang telah disampaikan
Merangkum dan memberikan kesimpulan terhadap
permasalahan pasien
Merencanakan Menyampaikan rencana pemeriksaan jamani dan
tindak lanjut pemeriksaan penunjang yang masih diperlukan untuk
menetapkan diagnosis
Memberikan pertimbangan, reossurance dan dukungan
serta saran dan bimbingan

KOMUN!KASI PADA KEADAAN KHUSUS


Adakalanya dokter harus melakukan komunikasi dengan pasien yang sedang
dalam keadaan khusus misalnya sakit berat atau membahas mengenai hal
yang sensitif misalnya perilaku seksual atau narkoba.

13
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Menyampaikan Kabar Buruk


Untuk menyampaikan kabar buruk kepada pasien diperlukan pendekatan
khusus. Meski biasanya penyampaian ini dilakukan setelah dokter sampai
kepada diagnosis atau kesimpulan kegagalan terapi, namun penyampaikan
perlu
kabar buruk merupakan bagian dari keterampilan komunikasi yang
dikuasai dokter. Salah satu contoh penyampaian kabar buruk adalah
memberi tahu pasien bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dia
menderita kanker lanjut yang prognosisnya buruk' Diperlukan beberapa
langkah untuk menyampaikan kabar buruk

1. Mempersiapkan Diri
Dokter perlu mempersiapkan diri, baik persiapan emosional maupun
persiapan pemahaman mengenai kabar yang akan disampaikan'Dokter
diharapkan dapat memberikan dukungan kepada pasien sehingga
hendaknya jangan larut dalam kesedihan ketika menyampaikan kabar buruk
tersebut. sudah tentu dokter sebagai manusia akan terpengaruh pada berita
yang disampaikan, namun dia harus berusaha untuk menjadi pendukung
pasien. Pemahaman yang baik mengenai berita yang disampaikan diperlukan
agar pasien tidak bingung karena beritanya belum jelas. Pasien tentu akan
perlu
banyak bertanya mengenai berita buruk yang diterimanya dan dokter
menyiapkan diri dengan informasi yang mencukupi'

2. Menyiapkan Suasana
Penyampaian kabar buruk perlu mempertimbangkan suasana' baik
lingkungan, kerahasiaan maupun media penyampaian' Sedapat mungkin
penyampaiankabarburukdilakukanmelaluitatapmuka,dalamlingkungan
yang menjamin privasi. Dengan demikian, pasien dapat mengungkapkan
perasaannyatanpatakutdidengarataudilihatoranglain.Hindari
penyampaian kabar buruk melalui telepon dan surat elektronik karena pada
keadaan ini sulit bagi dokter untuk menilai respons pasien serta memberi
dukunganpadapasien.Namundilainpihak,dokterjugaharusmenghindari
memberi harapan palsu kepada pasien.

3. Menilai KesiaPan Pasien


Kebanyakan pasien sebelum berkunjung ke dokter telah berupaya
mendapat informasi dari teman, keluarga, atau sumber informasi lain

14
Anamnesis

yang berkaitan dengan keruhannya. Dia terah mempunyai


asumsi tertentu
mengenai keluhannya, asumsinya mungkin berlebihan namun juga
mungkin
menganggap enteng. Oleh karena itu, sebelum menyampai_kan kabar
buruk
dokter bertanya tentang apa yang telah diketahui oleh pasien tentang
keluhannya. Selain itu, dokter juga perlu menilai apakah penyampaian
kabar buruk sudah dapat diraksanakan atau perru menunda
karena keadaan
emosional pasien belum memungkinkan.
Jika keadaan memungkinkan sebaiknya tidak langsung menyampaikan
hasil yang dianggap kabar buruk tersebut. Sebaiknya disampaikan
lagi
rangkuman riwayat penyakit, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan
penunjang. Dokter juga perlu memberi kesempatan kepada pasien
untuk bertanya. Melalui proses ini pasien dibawa sedikit demi sedikit ke
penyampaian kabar buruk tersebut.

4. Dukungan Terhadap pasien


Pasien yang menerima kabar buruk memerlukan dukungan
baik dari
keluarga, teman, dan dokternya. Dokter harus dapat menunjukkan
bahwa
dia siap untuk memberi dukungan, baik melalui pertolongan medis yang
akan dilakukannya maupun dengan meminta pertolongan dokter
lain yang
mungkin diperlukan.

ANAMNESIS PER!LAKU SEKSUAL


Bagi sebagian masyarakat, masalah seksual amatlah pribadi
sifatnya dan
tidak dibicarakan dengan orang lain. Namun dalam pekerjaannya;
dokter
mungkin perlu membicarakan periraku seksuar pasien baik daram
konteks
permasalahan kesehatan reproduksi maupun penyakit
menular seksual.
Selain itu, dewasa ini juga mulai timbul keluhan mengenai kekerasan
seksual. oleh karena itu, dokter perru mempersiapkan diri dengan
baik
untuk mengkomunikasikan masalah ini dengan pasiennya. Komunikasi
dengan pasien mengenai masarah seksuar ini perru mempertimbangkan
perasaan pasien. Empati dokter amat penting karena jika
dokter bersikap
menghakimi, maka komunkasi dapat terputus. Dokter juga harus mampu
membatasi diri pada lingkup yang diperlukan, jangan komunikasi
diperruas
pada hal-hal yang tidak diperlukan karena hanya untuk memenuhi
rasa
ingin tahu dokter. Sebagai contoh, komunikasi dengan pasien yang
menjadi
pekerja seksual tak perlu sampai membahas berapa honorarium
yang dia

15
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

terima atau berapa jumlah tamunya dalam semalam jika tak ada kaitannya
dengan risiko penularan penyakit.

S!STEMATI KA DATA ANAM N ESIS


Data anamnesis, terdiri atas beberapa kelompok data penting sebagai
berikut:
.
'1
ldentitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang (didahului keluhan utama)

3. Riwayat penyakit dahulu

4. Anamnesis sistem

5. Riwayat kesehatan keluarga

6. Riwayatpribadi,sosial-ekonomi-budaya

Pada tabel 1.3 disajikan langkah-langkah sistematis pengambilan data


anamnesis

ldentitas Pasien
ldentitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data identitas pasien
ini sangat penting, karena data tersebut sering berkaitan baik dengan
masalah klinik maupun gangguan sistem atau organ tertentu. Misalnya
penyakit tertentu, berkaitan dengan umur; jenis pekerjaan, jenis kelamin,
dan suku bangsa yang tertentu pula.

Data-data Penting

Kaitan: Masalah Klinis/Gangguan Sistem (Organ) Tertentu

Keadaan Sosial Ekonomi Budaya

Pengelolaan

Gambar 1.2. Skema ldentitas dan Data Pasien

16
Anamnesis

ldentitas Nama,jenis kelamin, tanggal lahir; alama! nomortelepon, suku,


agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nama dan
nomor telepon keluarga yang dapat dihubungi
Keluhan utama Keluhan terpenting yang membawa pasien datang berobat
Riwayat . Riwayat penyakit saat ini dimulai dari akhir masa sehat, uraian
Penyakit perjalanan dan perkembangan penyakit secara kronologis
Sekarang sesuai urutan waktu
. Deskripsi keluhan utama dan gejala penting secara detil:
lokasi keluhan, lama menderita, pola awitan, sifat dan gejala
yang menyertai, frekuensi, faktor yang memberatkan dan
yang meringankan, riwayat pengobatan, dan riwayat kontak
dengan orang yang menderita keluhan yang sama
. Adakah keterbatasan fungsional karena penyakit sekarang
Riwayat . Riwayat penyakityang pernah diderita dan pengobatan serta
Penyakit gejala sisa bila ada
Dahulu . Riwayatoperasi/kecelakaan
. Alergi
. Mendapat produk darah
. Riwayat menstruasi, reproduksi, pemakaian alat kontrasepsi
pada pasien perempuan
. Riwayat skrining penyakit keganasan
Riwayat . Aktivitas sebelum sakit, hobi
Kebiasaan, . Pola makan dan komposisi makanan
Sosial Ekonomi . Kebiasaan inerokok, teh, kopi, pemakaian alkohol, obat, jamu
dan Budaya atau narkoba
. Riwayat promiskuitas bila dicurigai
. Riwayat perjalanan ke luar kota, imunisasi
. Pola tidur
. Dukungan pembiayaan, core giver/keluarga dan hubungan
sosial
. Kondisi tempat tinggal dan lingkungan
. Kesulitan yang dihadapi baik pekerjaan, keluarga, dan
keuangan
Riwayat . Kondisi kesehatan anggota keluarga bila masih hidup atau
Keluarga umur saat meninggal dan sebabnya
. Riwayat penyakit yang pernah diderita dalam keluarga
. Riwayat penyakit herediter
Anamnesis . Deskripsi keluhan/masalah mulai dari kepala hingga anggota
Sistem gerak, saraf dan otot, status kejiwaan dan masalah emosional
. Rerata berat badan dan adakah riwayat kenaikan atau
penurunan berat badan
. Problem khusus pasien usia lanjut: riwayat jatuh dan
kehilangan keseimbangan,mobilisasi, polifarmasi, skrining
osteoporosis serta gangguan fungsi berbagai organ

17
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan kesan mengenai


keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Dengan informasi
tersebut, kita dapat merencanakan pengelolaan pasien, baik untuk
diagnostik maupun pengobatan yang lebih cepat, optimal, dan sesuai
dengan kondisi pasien.

Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta
pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya
ditulis secara singkat beserta lamanya, seperti menulis judul berita utama
suatu surat kabar. Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu. Contoh
pernyataan, agar mendapat keluhan utama:

1. Apa yang Anda keluhkan/rasakan?


2. Apa yang menyebabkan Anda ke dokter?

3. Mulai kapan hal itu Anda rasakan?

Keluhan TerPenting
Keluhan Utama ( ---z
---\
I
| - Lamanya
Y

<- Keluhan
Penting
Lainnya

l
I
I

Minta Pertolongan
Masa Dokter/Petugas
Sehat Kesehatan
Gambar 1.3. Keluhan Utama dan Keluhan Laan

Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang (RPS) adalah riwayat penyulit saat ini, yang
dimulai dari akhir masa sehat, riwayat penyakit sekarang ditulis secara
kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan, dan perjalanan
penyakitnya. Jangan lupa dicatat deskripsi atau analisis terhadap setiap
keluhan atau gejala penting.

18
Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang


- Dimulai dari akhir masa sehat
- Kronologis/urutan waktu
- Deskripsi gejalaikeluhan (analisis gejala)
- Perkembangan penyakit (riwayat perewatan/pengobatan)
- Data yang positif
- Kata-kata pasien

Gambar 1.4. Skema Riwayat penyakit Sekarang

Perkembangan penyakit yang dicatatjuga termasuk riwayat pengobatan


atau perawatan untuk penyakit sekarang ini. Turiskan hanya
data yang positif
dan sebaiknya dengan kata-kata pasien sendiri.
Contoh pernyataan untuk mendapatkan saat dimulainya riwayat
penyakit sekarang (akhir masa sehat):

1. Kapan penyakit Anda dimulai?


2. Kapan Anda terakhir merasakan sehat?

Deskripsi Keluhan
Dalam riwayat penyakit sekarang dituriskan deskripsi atau
anarisis terhadap
setiap gejala atau keluhan, yaitu terhadap keruhan utama dan
keruhan
penting lainnya.
Untuk keluhan utama dan keluhan penting lainnya, lengkapilah
secara
terperinci data keluhan tersebut sebagai berikut:
1. Lamanya

2. Onset/ awitan timbulnya mendadak/ berangsur


3. Apa yang kemudian terjadi
- Menetap atau periodik
- Frekuensi-kronologis/urutanwaktu
- Bertambah buruk/ baik
4. Faktor pencetus
- Kaitan dengan aktivitas sehari-hari
- Hal yang dilakukan pasien untuk mengurangi keluhan

5. Gejala yang menyertai, berhubungan, atau gejala tambahan

19
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Bila 'nyeri' merupakan gejala yang penting, tentukan pula:


- Lokasi dan penjalarannya
- Sifat nyeri
- Derajat atau berat ringannya

Gambar 1.5. Skema Deskripsi Keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit-penyakit yang pernah diderita pasien beserta waktunya dicatat
dan ditanyakan apakah pasien pernah mengalami kecelakaan atau operasi,
serta keadaan alergi.
Hal tersebut merupakan data penting karena memberikan informasi
mengenai:
1. Apakah ada gejala sisa?
2. Apakah ada kaitannya dengan penyakit sekarang?

3. Apakah.ada pengaruh/ kaitannya terhadap pengelolaan pasien


selanjutnya?

Beberapa contoh pernyataan riwayat penyakit dahulu:


. Pernahkah Anda menderita penyakit berat dalam hidup Anda?
. Pernahkah Anda mengalami masalah emosional?
. Pernahkan Anda mengalami pembedahan?
. Apakah ada obat-obatan yang pernah menyebabkan gangguan pada
Anda?

:::Tl1Tilil:x?1ry?

Riwayat penyakit dahulu mencakup anamnesis penyakit sistem


kardiovaskular (demam reumatik akut), sistem pernapasan (difteri, batuk
rejan, influenza, tonsillitis, pneumonia, pleuritis, tuberkulosis), saluran cerna

20
Anamnesis

(disentri, hepatitis, tifus abdominalis), kulit (cacar ai; morbili), dan infeksi
(malaria, demam berdarah).
Keterangan terperinci tentang semua penyakit dengan komplikasi yang
pernah dialami pasien dicatat menurut urutan waktu. Jangan mencatat
penyakit-penyakit yang tidak pernah diderita, kecuali memiliki arti khusus
untuk penyakit sekarang (contohnya pada pasien penyakitjantung reumatik
dituliskan apakah pernah menderita tonsillitis/artritis).
Pada pasien dengan riwayat kecelakaan atau operasi, dicatat keterangan
tentang tanggal, lama operasi, obat anestesi, jenis operasi, lama perawatan
di rumah sakit, lamanya penyembuhan, sembuh sempurna atau tidak, dan
berapa lama tidak bekerja.
Pada pasien wanita dengan riwayat kehamilan atau keguguran,
ditanyakan dan dicatat secara kronologis tentang jumlah kehamilan serta
sebab keguguran.
Semua keluhan dan kelainan patologis yang bukan merupakan bagian
dari penyakit sekarang, dimasukkan ke dalam riwayat penyakit terdahulu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit yang pernah diderita (waktunya)


Termasu k: kecelakaan/operasi
Alergi

Data penting

Gejala sisa?
Kaitan dengan penyakit sekarang
Pengaruh terhadap pengelolaan

Gambar 1.6. Skema Riwayat Penyakit Dahulu

ANAMNESIS SISTEM
Jika tidak ada keluhan tulislah negatif tanpa tambahan lain. Bila ada keluhan,
catatlah deskripsi lengkap.
. Kepala: trauma, sakit kepala, nyeri pada sinus
. Mata: nyeri, sekret, kelainan penglihatan, penglihatan kurang jelas,
kacamata

21
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

. Telinga: nyeri sekret, nyeri tekan di daerah mastoid, tinitus, gangguan


atau kehilangan pendengaran
. Hidung:trauma, nyeri sekret, epistaksis, gejala penyumbatan, pilek, post
nosol drips, kelainan alat pembantu.
. Mulut: gigi-geligi, bibir, gusi, selaput lendir, pipi, lidah, kelainan
mengecap, sekresi ludah, stomatitis
. Tenggorokan: nyeri tenggorokan, tonsilitis, abses peritonsil, laringitis,
' kelainan suara, tak bersuara.
. Leher: pembesaran kelenjar gondok dan limfe, tanda radang.
. Jantung dan paru-paru: nyeri dada, berdebar; sesak napas, batuk,
sianosis, ortopnea, edema, bronkitis, serangan asma, pilek, batuk darah,
berkeringat pada malam hari.
. Lambung dan usus: kembung, mual, muntah, rasa kurang enak, nyeri,
disfagia, muntah darah, kolik, ikterus, hemoroid, sifat tinja (diare, tinja
yang berdarah, hitam seperti aspal atau putih seperti dempul), obstipasi.
. Alat Kelamin: disuria, poliuria, nokturia, polakisuria, hematuria, kencing
batu, pasir; kencing nanah, ngompol, kolik ginjal atau urete[ oliguria,
anuria, kencing menetes, inkontinensia, penyempitan uretra, prostatitis.
. Haid; haid pertama, tanggal haid terakhir, keteraturan, lama dan
banyaknya, nyeri, sakit kepala, leukorea, kelainan haid, gejala
klimakterium, perdarahan setelah kl imakterium
. Saraf dan otot: anestesi, otot lemah atau lumpuh, pingsan, tidak sadar,
kedut, kejang, tinitus, vertigo, pusing, afasia, gangguan bicara, sukar
mengingat, amnesia, ataksia, gangguan berkemih, kerusakan saraf l-Xll
. Kejiwaan: perangai stabil atau labil
. Berat badan: rerata berat badan, berat badan tertinggi, bilamana
menurunnya berat badan, dalam waktu berapa bulan, berat badan
sekarang.

Cotaton'. dalam pedoman ini petunjuk untuk anamnesis penyakit dahulu


dibahas sebelum anamnesis sistem, walaupun pada pelaksanaannya sering
kali anamnesis sistem ditanyakan segera sesudah penyakit sekarang.
Anggota keluarga meliputi kakek, nenek, ayah, ibu, saudara laki-laki,
saudara perempuan, dan anak-anak pasien. Tanyakan tentang umur dan
keadaan kesehatan masing-masing anggota keluarga bila masih hidup atau
umur waktu meninggal dan sebabnya.

22
Anamnesis

Cari hal-hal yang berhubungan dengan peran hereditas atau


kontak di
antara anggota keluarga yang dekat atau agak dekat, misarnya
tuberkurosis,
sifilis, hemofilia, penyakit saraf, dan penyakit jiwa, neoplasma, penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit kardio-renar-vaskular; bira
mengenai
penyakit herediter (misarnya diabetes meritus), buatrah gambar
untuk
mencari anggota-anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sama.

RIWAYAT PR!BADI, SOSIAT EKONOMI, DAN BUDAYA


Dimulai dengan keterangan kelahiran (tempat dan cara partus,
bila
diketahui), diteruskan dengan peristiwa penting, semasa kanak_kanak
dan
sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Riwayat sosial mencakup keterangan pendidikan, pekerjaan (macamnya,
jam kerja, pengaruh lingkungan kerja, dan lain_lain),
asuransi, aktivitas
di luar pekerjaan (olahraga, hobi, organisasi, dan lain_lain). perumahan
(lingkungan), perkawinan (lamanya, jumlah anak, keluarga
berencana,
perkawinan sebelumnya), tanggungan, makanan (teratur
atau tidak,
banyaknya, variasi, berapa kari makan per hari, komposisi
makanan sehari-
hari, pengunyahan, nafsu makan, dan pencernaan), tidur (lama,
teraturi
ventilasi, jumlah orang, dalam satu kamar tiduri penyebab ganguan
tidur),
kebiasaan merokok, teh, kopi, alkohol, obat, jamu atau narkoba. perlu
pula ditanyakan tentang kesuritan yang dihadapi pasien,
seperti masarah
pekerjaan, keluarga, dan keuangan.
Data riwayat pribadi, sosial ekonomi, budaya, dan keluarga ini
merupakan informasi penting, baik daram kaitannya dengan masarah
krinik
maupun penyakit yang diderita saat ini. Data ini dapat digunakan
sebagai
bahan pertimbangan dalam pengelolaan yang optimal untuk pasien
selanjutnya.

PENUTUP PROSES ANAMNES!S


Pada penutup anamnesis dapat dinilai kembali pemahaman
mengenai
masalah medis atau penyakitnya. pasien diberi kesempatan
untuk
memperjelas riwayat penyakit. sebaliknya pasien juga diberi
kesempatan
untuk menanyakan hal-har yang ingin diketahuinya meski dokter
berum
sampai pada penetapan diagnosis.

23
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Komunikasi dokter-pasien untuk sementara juga diakhiri pada


anamnesis ini, kemudian akan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang.

KEADAAN KHUSUS
Pada proses anamnesis dokter dapat berkomunikasi dengan mudah,
.namun ada beberapa keadaan khusus komunikasi perlu disesuaikan.
Keadaan khusus tersebut misalnya pasien yang sering diam, pasien banyak
bicara, pasien marah, cemas, menangis, pasien penyandang cacat seperti
buta, tuli, dan sebagainya. Pada keadaan khusus tersebut, dokter perlu
menjaga agar komunikasi dapat tetap berjalan baik tanpa menghakimi atau
menyalahkan pasien. Dokter juga harus pandai menilai perasaan pasien,
jika pasien merasa berkeberatan untuk menjawab pertanyaan dokter,
maka dokter perlu menghormati sikap pasien tersebut. Pada pasien yang
diam, dokter dapat memfasilitasi agar secara bertahap pasien mampu
melanjutkan pembicaraannya. Sebaliknya pasien yang banyak bicara, cara
menghentikannya harus dengan cara yang sopan dan halus,jangan sampai
pasien tersinggung. Patut kita ingat bahwa kontak pertama pada anamnesis
akan memengaruhi komunikasi selanjutnya' Pasien yang menyandang
cacat dapat dibantu dengan alat bantu atau ditemani oleh keluarga. Pasien
yang dalam keadaan marah atau menangis tentu memengaruhi proses
anamnesis. Selain itu, dokter perlu mengingat kembali bahwa dokter tidak
hanya memerhatikan gejala penyakit, namun juga orang yang sedang sakit'
Oleh karena itu, pasien tersebut diberi kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya termasuk melalui sikap marah atau menangis. Dokter perlu
memperlihatkan sikap bahwa dia dapat mengerti kemarahan atau kesedihan
pasien dan sedapat mungkin mampu menanggapinya dengan baik.
Kehadiran orang lain selain pasien di dalam ruang anamnesis di satu
sisi memang dapat membantu, namun di sisi lain kehadiran tersebut juga
dapat mengganggu kerahasiaan pasien. Oleh karena itu, dokter harus bijak
dalam mengajukan pertanyaan ketika ada orang lain meski orang lain
tersebut adalah keluarga pasien. Bila mungkin, wawancara dibagi dalam
dua bagian, yaitu pertama dengan pasien sendiri dan kemudian dengan
pasien dan orang lain. Jika diperlukan informasi khusus, dapatjuga dilakukan
wawancara terhadap orang lain tersebut tanpa dihadiri oleh pasien. Orang
lain tersebut dapat menceritakan keadaan pasien, misalnya ternyata pasien
sukar tiduri banyak termenung dan sebagainya.

24
Anamnesis

ANALISIS DATA
Setelah proses anamnesis, maka dokter dapat membuat rangkuman
dan
melakukan analisis. Analisis tersebut diharapkan dapat menduga
sistem
atau organ yang terganggu, bahkan diharapkan sampai pada masalah
klinis.
Meski dugaan tersebut nanti masih akan disesuaikan dengan data yang
diperoleh dari pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang (Gambar
1.7).

Anamnesis
Data
+
Pemeriksaan Jasmani
Data
+
Laboratorium/
Data
Pemeriksaan Penunjang

Gambar 1.7. Skema Lingkaran Anamnesis

Anamnesis dapat diurang atau ditambah jika diperrukan data baru.


Meski telah melakukan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang,
jika diperlukan dukungan data dari anamnesis maka data
tersebut dapat
ditanyakan untuk memperkuat penetapan diagnosis

TAPORAN ANAMNESIS
Proses anamnesis yang sifatnya komunikasi risan perru diraporkan
secara
tertulis sehingga data yang diperoreh dapat dibaca kembari pada waktu
berbeda oleh dokter rain. oreh karena itu, daram membuat raporan
anamnesis tulisan harus dapat dibaca dengan baik. Laporan terturis
tersebut hendaknya dibuat berurutan membentuk arur cerita yang mudah
dimengerti. Sedapatnya gunakan bahasa pasien namun jika perlu tulisjuga
istilah medisnya

25
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

CONTOH ANAMNESIS
Berikut ini adalah contoh laporan anamnesis seorang pasien yang dirawat
di Rumah Sakit CiPto Mangunkusumo

Pasien Tn. R, 34 tahun, pengemudi bajaj, tinggal di Cempaka Putih'

Keluhan utama: buang air besar hitam sejak kemarin

.Riwayat Penyakit Sekarang


pasien sering mengeluh sakit kepala sejak satu bulan ini. Sakit kepala
dirasakanlebihhebatjikamengalamikemacetanlalulintas.Pasien
minum obat panadol untuk menghilangkan sakit kepalanya. sakit kepala
pasien
berkurang namun timbul kembali beberapa jam kemudian' Biasanya
mengkonsumsipanadol2sampai3tabletsehari.Sejak6bu|anyanglalu
pasien diketahui menderita darah tinggi sewaktu memeriksakan diri di
Puskesmas. Pada waktu itu, pasien tak mengalami keluhan yang berarti
kecuali merasa lemah jika bekerja terlalu lama. Tekanan darah pada waktu itu
160/100 mmHg. Pasien mendapat obat darah tinggi amlodipin dan dimakan
secara teratur selama dua minggu. Pasien memeriksakan darah tinggi secara
gratis di pasar dan dikatakan tekanan darahnya normal sehingga pasien
pasien
menghentikan minum obat darah tingginya. Sampai sebulan yang lalu
merasa baik saja, baru merasakan sakit kepala sebulan ini'
Tiga hari yang lalu, sakit kepala bertambah berat sehingga pasien
mengganti obat panadol dengan aspirin. Pasien minum obat tersebut 3 kali
dua tablet. Sehabis minum obat, perut agak perih namun sakit kepalanya
berkurang. Sejak kemarin, sakit kepala semakin hebat dan kemalin pagi
ketika buang air besaL buang airnya cair seperti kecap. Banyaknya sekitar
segelas.Pasienmerasakhawatirdanagaklemas.obataspirintakdiminum
promag
lagi. Untuk mengurangi rasa pedih di perut, pasien minum obat
namun tak berkurang, bahkan kemudian timbul rasa mual. Buang air besar
pada malam dan pagi hari berikutnya masih hitam sehingga penderita
memutuskan segera berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo'

Selama sebulan ini berat badan turun 1 kg .

LATIHAN

Berdasarkan laporan anamnesis di atas buatlah komentar mengenai data


yang diperlukan untuk menetapkan masalah, gangguan organ' atau

26
Anamnesis

diagnosis. Apakah dari laporan tertulis tersebut dapat diperoleh kesan


mengenai komunikasi dokter-pasien yang telah terjadi?

DAFTAR PUSTAKA
1. Bellet PS, Maloney MJ. The importance of empathy as an interviewing skill
in
medicine. JAMA. 1991; 266:181-2.
2. Suchman AL Markakis K, Beckman H, et al: A model of emphatic communication
in the medical interview. JAMA. 1997; 277:67g-g2.
3. Roter DL, Hall JA, Kern DE, et al. rmproving physiciant interviewing skills
and
reducing patient! emotionar distress. Arc rntern Med. 1995; 1ss:1i77-g4.
4. spiro H' what
is empathy and can it be taught? Ann Intern Med. 1992; 16: g43-6.

5. cole Reducing malpractice risk through more effective communication. Am J


S.
Managed Care. 1997 ; 3: 485-9.
6. Levinson w, Roter DL, Mullooly JQ et al. The relationship with malpractice
claims
among primary care physicians and surgeons. JAMA. .1997; 277:SS3_g.
7. Girgis A, sanson-Fisher RW Breaking bad news: consensus guidelines for
medical
practicioners. J Clin Oncol. 1995; 13: 2449-56.
8. Fallowfield L. Delivering sad or bad news. Lancet. 1993;341:476_8.
9. Brewin TB. Three ways of giving bad news. Lancet. 1991; 337:1207-9.
10. cole SA, Bird J. The medicar interview.2nd ed. Missouri: Mosby, 2000. p.3-2g0.
11. Lloyd M, Bor R. communication skills for medicine.2nd ed. china: Churciil
Livingstone, 2004. p. 1-185

27
BAB 2

P[trt IR I t(SA[lt tA$t[fft I u ilt u ilt


Czeresna Heriawan Soejono, Noto Dwimartutie

Kesadaran 29 Cara berjalan, cara berbaring,


Keadaan umum 30 dan mobilitas 33
Takiran usia 30 Keadaan gizi 34
Bentuk tubuh 32 Aspekkejiwaan/statusmental 34
Habitus 33 Tandavital 35

Pemeriksaan jasmani umum bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi


umum pasien. Pemeriksaan ini ditekankan pada pemeriksaan tanda-tanda
kehidupan (vital sign), keadaan sakit, dan kondisi gizi. Ekspresi wajah,
postur tubuh pasien, aktivitas motorik pada saat berjaran dan daram posisi
berbaring, termasuk cara berpakaian dan higiene perorangan (personal)
,

serta bau napas turut pula diamati (diobservasi) dan diperiksa.


Pemeriksaan jasmani dilakukan secara sistematis. pemeriksaan jasmani
tiap sistem tubuh dilakukan dengan menekankan empat komponen
pemeriksaan yaitu inspeksi. palpasi, perkusi, dan auskultasi. Setelah
anamnesis selesai dilakukan, pemeriksaan jasmani dimurai dengan
pemeriksaan tingkat kesadaran dan tanda-tanda kehidupan berupa
tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan, suhu, dan nyeri. Langkah pemeriksaan
jasmani umum secara ringkas disajikan pada tabel 2.2.

KESADARAN
Tingkat kesadaran pasien biasanya dapat dibagi menjadi:

a. Kompos mentis
pasien sadar penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya
dan lingkungannya.

b. Apatis
Pasien bersikap tidak peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan
dengan orang dan lingkungannya.

29
c. Somnolen
Pasien mengantuk dan cenderung untuk tertidur, masih dapat
dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban
secara verbal namun mudah tertidur kembali.

d. Delirium
Pasien gelisah, kebingungan, dapat diikuti dengan disorientasi,
. gangguan memori dan agitasi'

e. Sopor/stuPor
Kesadaran pasien hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup, tidak
menunjukkan reaksi bila dibangunkan kecuali dengan rangsang nyeri'

f. Koma
Kesadaran pasien hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan
semua rangsangan dari luartermasuk rangsang nyeri. Pada koma yang
dalam, semua refleks tidak didapatkan.

Penilaian tingkat kesadaran juga dapat menggunakan skala koma


Glasgow (Gtosgow Como scole/GCS) yaitu dengan memerhatikan respons
pasien terhadap rangsangan yang diberikan dan menilai respons tersebut
dengan skor tertentu (Tabel 2.1).
Respons yang diperhatikan adalah respons membuka mata, respons
motorik (gerakan), dan respons verbal (bicara). Biasanya disingkat dengan
menggunakan istilah bahasa lnggris yaitu EMV (E=Eye, M=Motor responses,
V=Verbol responses). (Tabel 2.1)

KEADAAN UMUM
Penilaian ini melihat seberapa berat kondisi sakit pasien, apakah pasien secara
umum terlihat baik, sakit'ringan, sakit sedang atau sakit berat'

TAKSIRAN USIA
Taksiran usia kronologi pasien terkadang tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebagai contoh adalah pasien dengan kelainan pada raut wajah dan warna
rambut, atau pasien dworfism.

30
Pemeriksaan Jasmani Umum

Respons membuka mata


. Spontan 4
. Terhadap pembicaraan 3
. Terhadap rangsang nyeri 2
. Tidak membuka mata 1
Respons motorik
. Terhadap perintah 6
. Terhadap rangsang nyeri
. Mengetahui lokalisasi nyeri 5
. Reaksi menghindar 4
. Reaksi fleksi - dekortikasi 3
. Reaksi ekstensi - deserebrasi 2
. Tidak berespons 1
Respons verba!
. Dapat berbicara dan memiliki orientasi baik 5
. Dapat berbicara namun disorientasi 4
. Berbicara dengan kata-kata yang tidak tepat dan tidak jelas
(inappropriate words ) 3
. I\4engeluarkan suara yang tidak komprehensif (incomprehensivesounds)
2
. Tidak berespons 1

Pemeriksaan Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang


Keadaan akan dilakukan serta meminta ijin kepada pasien
Umum Menilai kesadaran: kompos mentis, apatis, somnolen,
delirium, sopor/stupor; koma
Menilai kondisi sakit secara umum: berat, sedang, ringan,
tidak tampak sakit
Menilai taksiran usia: apakah taksiran usia sesuai/ tidak sesuai
dengan usia sebenarnya
Menilai bentuk tubuh: adakah kelainan bentuk tubuh (kifosis,
lordosis, skoliosis, akromegali) serta habitus: astenikus,
atletikus, piknikus
Menilai cara berjalan, berbaring, dan mobilitas: aktif, pasif
Menilai keadaan gizi: kaheksia, BB kurang, normal, lebih,
atau obes
Menilai aspek kejiwaan/status mental serta proses pikir
Pemeriksaan Melakukan pemeriksaan tekanan darah,.dilakukan setelah
Tanda Vital pasien beristirahat; diukur saat pasien berbaring, duduk
dan berdiri
Melakukan pemeriksaan nadi, menetapkan frekuensi, irama,
dan isi nadi serta membandingkan pemeriksaan arteri radialis
kanan dan kiri
Melakukan pemeriksaan napas, menetapkan frekuensi, sifat,
dan irama napas serta adakah bantuan otot-otot pernapasan
Melakukan pemeriksaan suhu, diukur pada mulut/orai
Menanyakan adakah nyeri pada pasien dengan kesadaran
kompos mentis

31
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Melakukan Memerhatikan bau napas dan badan yang khas terkait


pemeriksaan kondisi medis
jasmani Melakukan pemeriksaan kulit pucat, kekuningan atau ikterus,
umum peningkatan atau kehilangan pigmentasi, kemerahan, atau
lainnya sianosis. Menilai adakah lesi pada kulit, kondisi kelembaban
dan turgor kulit, pertumbuhan rambut, serta edema
Melakukan pemeriksaaan kuku: perubahan warna, bentuk,
dan lesi pada kuku

BENTUK TUBUH
Pada pemeriksaan bentuk tubuh dapat ditemukan kelainan seperti
perawakan tubuh yang pendek atau tinggi. Perawakan tubuh agak sulit
ditentukan pada saat pasien dalam posisi berbaring. Perhatikan adanya
deformitas atau amputasi pada ekstremitas.
Bentuk tubuh yang abnormal dapat dijumpai misalnya pada kondisi
kelainan tulang belakang seperti kifosis, lordosis dan skoliosis, kelainan
akromegali, dan sindrom Marfan.

Kifosis merupakan kelainan tulang belakang di mana tulang belakang


melengkung ke arah belakang. Kelainan ini dapat ditemukan pada
tuberkulosis tulang belakang, osteoporosis.

Lordosis merupakan kelainan tulang belakang di mana tulang belakang


melengkung ke arah depan. Lordosis dapat ditemukan pada infeksi dan
tumor tulang belakang, tuberkulosis tulang panggul.

Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang di mana tulang belakang


melengkung ke arah lateral. Kondisi ini dapat ditemukan pada poliomyelitis.

Akromegali merupakan kelainan akibat sekresi hormon pertumbuhan


yang berlebihan dikarenakan hiperfungsi kelenjar pituitari/hipofisis anterior
setelah tertutupnya epifisis. Pada akromegali, kepala tampak lebih besan
rahang bawah serta hidung juga membesar dan menonjol.Sekresi hormon
pertumbuhan yang berlebihan akibat hiperfungsi kelenjar pituitari anterior
inijuga dapat mengakibatkan kondisi gigantisme. Namun pada gigantisme,
sekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan tersebut terjadi sebelum
epifisis menutup sehingga mengakibatkan bentuk tubuh yang tinggi besar'
Pada sindrom Marfan dapat ditemukan perawakan yang tinggi, kifosis
torakalis, pektus excavatum, arachnodaktili, ekstremitas yang panjang, dan
regurgitasi aorta.

32
Pemeriksaan Jasmani Umum

HABITUS

a. Astenikus
Pasien memiliki bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung.
b. Atletikus
Pasien memiliki bentuk tubuh seperti olahragawan, dada penuh, perut
rata, lengkung tulang belakang dalam batas normal.

c. Piknikus
Pasien memiliki bentuk tubuh yang cenderung bulat, tubuh penuh
dengan penimbunan jaringan lemak subkutan.

CARA BERJALAN, CARA BERBARING, DAN MOBITITAS


Penilaian cara berjalan dan mobilitas sudah dilakukan pada saat pasien
masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Cara berjalan dapat memberikan
petunjuk beberapa penyakit tulang, sendi ataupun saraf. pasien dengan
hemiplegia akan berjalan dengan cara antalgik di mana kaki yang lumpuh
diangkat dalam gerakan setengah lingkaran saat pasien berjalan, sedangkan
lengan yang lumpuh umumnya dalam keadaan sedikit fleksi dan kaku
dibandingkan dengan lengan yang sehat.
Pada pasien Parkinson didapatkan posturtubuh yang cenderung fleksi
dengan langkah berjalan yang kecil-kecil, pasien juga mengalami kesulitan
dalam mengangkat kaki dari lantai.
Pasien dengan sikap berbaring aktif masih dapat mengubah posisi
tubuh saat berbaring tanpa kesulitan, sedangkan pada pasien yang
mengalami kesulitan atau lemah saat mengubah posisi tubuh dikatakan
memiliki sikap berbaring yang pasif.
Mobilitas pasien juga dilihat selain dari cara berjalan dan sikap
berbaring, juga bagaimana cara pasien mengubah posisinya baik dari tiduri
duduk, berdiri dan berjalan maupun sebaliknya. pasien dengan nyeri lutut
biasanya akan bertumpu pada sesuatu saat berubah posisi ke berdiri atau
saat berjalan. Pasien Parkinson umumnya akan mengalami kesulitan saat
akan memulai berjalan, namun saat sudah berjalan maka pasien terlihat
berjalan dengan cepat dan sulit berhenti.

KEADAAN GIZI
Keadaan gizi pasien seperti kurang gizi, normal dan obesitas dapat dinilai
langsung pada saat inspeksi umum.

33
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Secara obyektif hal ini dinilai dengan mengukur indeks massa tubuh
(lMT) berdasarkan berat badan (BB)dan tinggi badan (TB), yaitu dengan
rumus IMT = BB (kg)/TB'z(m'z) .
Terdapat perbedaan ras dalam klasifikasi IMT pasien terkait dengan
risiko medis.
Berdasarkan lMT, menurut kriteria Asia Pasifik, pasien diklasifikasikan
menjadi:
'. BB kurang < 18,5
. BB normal 18,5 - 22,9
. BB lebih > 23,0
dengan risiko 23,0 - 24,9
obesitasl 25,0-29,9
obesitas ll > 30

Kaheksia adalah kondisi pasien dengan berat badan yang sangat


kurang. Pada kondisi tersebut ditemukan adanya penurunan massa lemak
(fot dan massa bukan lemak (fotfree moss). Pada kaheksia didapatkan
moss)
kehilangan berat badan, atrofi otot, dan kelemahan.Kondisi ini terkait dengan
keganasan, infeksi kronik, ataupun penyakit kronik lain seperti AIDS dan
penyakit paru obstruksi kronik.

ASPEK KEJIWAAN/STATUS M ENTAT


Penilaian aspek kejiwaan/status mental pasien meliputi penilaian tingkat
kesadarannya seperti yang sudah dijelaskan di awal, penampilan pasien,
tingkah laku, mood/afek, orientasi, kemampuan pasien untuk memerhatikan,
mengingat, mengerti dan berbicara atau berbahasa.
Selain itu perlu dieksplorasi proses pikir (logika, koheren, relevansi pikiran
pasien) dan isi pikir (termasukinsight/kesadaran, adakah kelainan pada tingkah
laku pasien danjudgment) pasien. Apakah ada kemungkinan pemikiran pasien
yang tidak biasa, adanya preokupasi, kepercayaan atau persepsi pasien yang
ditemukan saat pembicaraan.

TANDA VITAL
Setelah anamnesis selesai dilakukan, pemeriksaan tanda vital segera
dilakukan.

34
Pemeriksaan Jasmani Umum

Pemeriksaan Napas
Pemeriksaan napas meliputi frekuensi, sifat, dan irama pernapasan.
Perhatikan pula adakah bantuan otot-otot pernapasan
1. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan dewasa normal adalah 14 sampai 20 kali per
menit.
Bradipnea adalah frekuensi pernapasan kurang dari 14 kali per menit.
Takipnea adalah frekuensi pernapasan lebih dari 20 kali per menit.
2. Sifat pernapasan
Sifat pernapasan dibagi menjadi:
- Torakal, misalnya pada pasien dengan tumor dalam perut
- Abdominal, misalnya pada pasien ppOK
- Kombinasi(terbanyak)
Bila sifat pernapasan yang lebih dominan adalah torakal, maka
disebut torako-abdominal. Sebaliknya, bila sifat pernapasan yang
lebih dominan adalah abdominal, maka disebut abdominotorakat.
Pernapasan torako-abdominal umumnya lebih dominan pada
perempuan sehat sedangkan pernapasan abdomino-torakal umumnya
lebih dominan pada laki-laki sehat.
3. lrama pernapasan
lrama pernapasan yang normal tampak regular dengan fase inspirasi
dan ekspirasi yang bergantian teratur.

Beberapa irama pernapasan yang lain yaitu:


Takipnea adalah irama pernapasan yang cepat dengan amplitudo rendah.
Takipnea dapat ditemukan pada penyakit paru restriktif, nyeri dada pleural
dan peningkatan diafragma.
Hiperpnea (hiperventilasi) adalah irama pernapasan yang cepat dengan
amplitudo tinggi. Penyebab hiperpnea antara lain adalah cemas, latihan
jasmani, asidosis metabolik dan kerusakan batang otak.

Pernapasan Kussmaul adalah pernapasan yang ditemukan pada kondisi


asidosis metabolik di mana iramanya bisa cepat, normal atau lambat.

Pernapasan cheyne stokes adalah irama pernapasan di mana terdapat


periode apnea (gerakan pernapasan berhenti) kemudian disusul periode
hiperpnea (amplitudo pernapasan mula-mula kecil kemudian cepat
membesar dan kemudian mengecil kembali). periode.ini timbul secara

35
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

bergantian. lrama pernapasan ini dapat ditemukan pada beberapa kondisi


seperti kerusakan otak, gagaljantung, dan uremia.

Pernapasan Biot (pernapasan ataxic) adalah irama pernapasan yang


tidak teratur baik kecepatan dan amplitudonya. lrama pernapasan ini dapat
ditemukan pada kondisi kerusakan otak dan depresi pernapasan.

Pemeriksaan Nadi
Pulsasi arteri radialis biasanya dapat dirasakan maksimal di medial radius di
dekat pergelangan tangan menggunakan 2 atau 3 jari tengah pemeriksa'
Pemeriksaan nadi arteri radialis dengan palpasi dilakukan pada arteri radialis
kanan dan kiri.
pemeriksaan arteri juga dilakukan pada arteri perifer lain, yaitu arteri
femoralis di fosa inguinalis, arteri poplitea di fosa poplitea, arteri tibialis
posterior di posterior maleolus medialis, dan arteri dorsalis pedis.

Yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan nadi adalah:

1. Frekuensi denyut nadi


Frekuensi denyut nadi diperiksa dalam satu menit. Pemeriksaan nadi
sebaiknya dilakukan setelah pasien istirahat 5 - 10 menit.
Takikardia Qtulsusfrequentl adalah frekuensi nadi lebih dari 100 kali
per menit. Frekuensi nadi yang cepat dapat ditemukan pada kondisi
demam, saat latihan jasmani, atau nyeri.
Bradikardia Qtulsus rosus) adalah frekuensi nadi kurang dari 60 kali
per menit. Bradikardia dapat ditemukan pada kondisi kelainan pada
hantaran rangsang jantung atau hipertoni parasimpatis.
Bradikardia relatif adalah kondisi di mana kenaikan suhu tidak sesuai
dengan kenaikan denyut nadi Hal ini dapat ditemukan pada demam
tifoid.

2. lrama denyut nadi


lrama denyut nadi dapat ditemukan teratur (regular) atau tidak
teratur (iregula0. Bila ditemukan irama yang tidak teratur, periksa
denyutjantung dengan stetoskop secara bersamaan. Selain itu perlu
diperhatikan lebih lanjut apakah irama yang iregular ini konsisten
dengan irama respirasi.

35
Pemeriksaan Jasmani Umum

lrama nadi yang iregular ini menunjukkan beberapa kemungkinan,


antara lain:
- Sinus aritmia
Adalah keadaan normar di mana denyut nadi meningkat pada saat
inspirasi dan menurun pada saat ekspirasi.
- Ekstrasistolik
Adalah keadaan di mana terdapat denyut nadi yang datang rebih
cepat (prematur) kemudian disusul dengan istirahat yang lebih
panjang. Denyut prematur terkadang tidak teraba pada arteri
radialis, sehingga denyut nadi seolah_olah terhenti sesaat.
- Fibrilasi atrial
Adalah keadaan di mana denyut nadi sama sekari tidak teratur
(tidak ada irama dasar). pada keadaan ini, denyut jantung harus
diperiksa dengan stetoskop bersamaan dengan denyut nadi, untuk
memeriksa adanya pursus defisit, di mana frekuensi denyutjantung
akan lebih tinggi dibandingkan denyut nadi.
- Blokatrioventrikular
Adalah keadaan di mana tidak semua rangsang dari nodus sA (sino-
aurikular) diteruskan ke ventrikel sehingga pada saat itu ventrikel
tidak berkontraksi. Biasanya terdapat bradikardia pada keadaan ini.
3. Besarnya pengisian nadi
- Pulsus parvus adalah nadi dengan isi kecil. pulvus parvus dapat
ditemukan pada kondisi penurunan isi sekuncup ventriker kiri dan
peningkatan resistensi vaskular perifer. pulsus magnus (altus)
adalah nadi dengan isi besar.
- Pemeriksaan besar pengisian nadi harus memerhatikan juga apakah
sama dengan denyut nadi yang berikutnya. pengisian nadi yang
tetap sama dengan denyut nadi yang berikutnya disebut ekual,
sedangkan pengisian nadi yang tidak sama dengan denyut nadi
berikutnya disebut tidak ekual. Adanya perbedaan isi antara denyut
nadi kanan dan kiri ditemukan pada aneurisma arkus aorta atau
pada koarktasio aorta.

4. Kualitas nadi
Kualitas nadi tergantung pada tekanan nadi. Tekanan nadi adarah
selisih antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. pulsus celer
(obrupt pulse) timbul bira tekanan nadi cukup besar di mana pengisian

37
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

dan pengosongan denyut nadi teraba mendadak' Kondisi sebaliknya


adalah pulsus tardus (p/oteou pulse) yang timbul bila tekanan nadi itu
kecil. Pada pulsus tardus, puncak sistolik tertinggal. Kondisi ini dapat
ditemukan pada stenosis katup aorta.
5. Tegangan nadi
Tegangan nadi tergantung pada kondisi arteri radialis dan tekanan
. darah arteri radialis. Penebalan dan sklerosis arteri radialis membuat
arteri teraba lebih keras dan kaku' Tekanan darah yang tinggi terkadang
membuat arteri radialis teraba lebih tegang.
Pada pemeriksaan nadi, beberapa keadaan lain yang dapat
ditemukan:
Pulsus paradoksus adalah keadaan denyut nadi yang melemah atau
hilang pada saat inspirasi dan mengeras kembali pada saat ekspirasi
atau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada saat
inspirasi.

Pulsus parodoksus mechonicus adalah kondisi yang ditemukan bila


denyut naditetap lemah dari awal sampai akhir inspirasi dan baru normal
kembali pada awal ekspirasi. Dalam keadaan normal, terkadang pada saat
inspirasi denyut nadi menjadi sedikit lemah (disebabkan darah sebagian
terisap ke dalam rongga dada) dan kembali keras pada akhir inspirasi
Qtulsus parodoksus dynamicus). Pulsus paradoksus dapat ditemukan
pada kondisi tamponadejantung dan obstruksi vena cava superior.

Pulsus atternans adalah keadaan di mana terdapat perubahan denyut


nadi regular silih berganti antara denyut nadi kuat dan denyut nadi yang
lemah. Denyut nadi yang lemah disebabkan kontraksi miokard yang
memburuk dan sampai pada arteri radialis lebih kecil dibandingkan
dengan denyut nadiyang kuat. Pulsus alternans antara lain ditemukan
pada gagal jantung dan takikardia paroksismal.

Pulsus bigeminus adalah keadaan di mana terjadi dua denyut nadi


berturut-turut, kemudian disusul oleh pouseyang lebih lama (nadiyang
mendua). Keadaan ini terjadi pada intoksikasi digitalis.

Dicrotic pulse adalah keadaan di mana segera setelah teraba puncak


pulsasi arteri radialis, teraba lagi puncak pulsasi berikutnya. Kondisi ini
dapat ditemukan pada penyakit-penyakit yang disertai demam, terutama
pada demam tifoid.

38
Pemeriksaan Jasmani Umum

Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan saat pasien berbaring atau duduk.
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dirakukan pada posisi yang berbeda
untuk mendeteksi adanya hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik
(hipotensi postural) adalah penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg
atau
lebih atau penurunan tekanan darah diastoJik 10 mmHg atau lebih pada
perubahan posisi dari berbaring ke duduk atau dari duduk ke posisi berdiri.
' Pada pemeriksaan tekanan darah, selain teknik pengukuran yang benal
hal penting lain yang harus diketahui adalah lebar manset yang tepat.
Pemilihan lebar manset dapat memengaruhi tekanan darah. Lebar
manset saat mengembang selebar 40o/o lingkar lengan atas (sekitar 12-14
cm pada orang dewasa). Panjang manset saat mengembang sepanjang g0%
lingkar lengan atas (harus cukup panjang untuk dapat melingkari lengan).
Pemakaian cuff yangterlalu kecil akan mendapatkan tekanan darah yang
lebih besar dari seharusnya, sebariknya pemakaian cuff yang terralu rebar
akan mendapatkan tekanan darah lebih rendah dari seharusnya. Bila lengan
terlalu tinggi maka nilai rD akan lebih rendah 5 mmHg dari seharusnya,
sedangkan bila posisi lengan terlalu rendah maka pembacaan TD akan lebih
tinggi 5 mmHg dari seharusnya. Tekanan darah pada tungkai biasanya bisa
mencapai > 20 mmHg lebih tinggi dari pada lengan. pencatatan tekanan
darah tidak menggunakan koma (,), namun nilaiyang didapatkan dibulatkan
ke atas mendekati kelipatan 2 mmHg terdekat.
Teknik mengukur tekanan darah secara lebih rinci dapat dilihat pada
bab 4, halaman 93.
Pasien sebaiknya menghindari merokok atau minum minuman yang
mengandung kafein sekitar 30 menit sebelum pengukuran. pasien juga
diminta untuk istirahat minimal 5 menit sebelum pemeriksaan. pasien dapat
berbaring atau duduk dengan santai.
Pengukuran tekanan darah dilakukan pada kedua lengan, setidaknya
sekali. Perbedaan yang masih dianggap normal adalah tidak lebih dari
10 mmHg. Perbedaan yang masih dianggap normal adalah tidak lebih dari
10 mmHg. Jika ditemukan hipertensi, harus diukur juga tekanan darah pada
semua ekstremitas.
Tekanan darah pada tungkai bawah diukur dengan manset di bagian
distal tungkai atas dengan stetoskop di arteri poplitea. perabaan arteri
femoralis atau arteri dorsalis pedis biasanya dilakukan terlebih dahulu untuk

39
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

kemungkinan adanya koarktasio aorta atau tekanan/obstruksi aorta (juga


arteri iliaka, arteri femoralis) oleh aneurisma, tumo; dan trombus. Perhatikan
besar pulsasi dan bandingkan pulsasi kiri dan kanan.

Suhu
Suhu tubuh normal yang diukur melalui muluVoral berkisar antara 36,6 -
37,20C. Suhu rektal lebih tinggi dibandingkan suhu oral, sedangkan suhu
aksila dan suhu membran timpani lebih rendah dibandingkan dengan
suhu oral. Pemeriksaan suhu membran timpani menggunakan termometer
khusus yang diletakkan dalam kanalis auditori eksterna. Termometer ini
akan mengukur panas inframerah yang dikeluarkan pembuluh darah di
membran timpani.

Hiperpireksia adalah suhu tubuh yang tinggi di atas 4'1,10C. Hiperpireksia


dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain heot stroke, hipertermia
maligna (kelainan genetik di mana hiperpireksia timbul sebagai respons
terhadap obat anestesi [seperti halotan] atau relaksan otot [misalnya
suksametoniuml) dan kelainan pada hipotalamus.

Hipotermia adalah suhu tubuh yang rendah di bawah 350C. Penyebab


hipotermia antara lain hipotiroidisme dan pajanan yang lama terhadap
suhu dingin.

Perlu dieksplorasi pula tanda vital kelima yaitu:

Nyeri
Nyeri ditanyakan kepada pasien dengan kesadaran kompos mentis.
Pemeriksaan ini bersifat subyektif karena melibatkan persepsi pasien
mengenai sensasi tak nyaman. Rasa nyeri yang diderita pasien harus
ditanyakan intensitasnya, lokasi, penjalaran, spontan atau dibangkitkan
oleh tekanan (nyeri tekah), berhubungan dengan posisi tubuh tertentu,
saat terjadinya nyeri (pada saat/waktu tertentu ataukah sepanjang hari),
lamanya nyeri berlangsung, dan apakah hilang dengan tindakan tertentu.
lntensitas nyeri dapat dikuantifikasi dengan visuol onolog sco/e (VAS)
berskala dari satu sampai dengan sepuluh. Skala nol berarti tidak ada nyeri,
skala satu berarti nyeri ringan sekali sampai dengan skala sepuluh yang
berarti nyeri dengan intensitas tertinggi (Gambar 2.1)

40
Pemeriksaan Jasmani Umum

I
s
Nyeri kronis Lokasi
Aktifitas ......... /10
EI Nyeri akut Lokasi:.............. lntensitas, istirahat......./10
Aktifitas ......... /10
El Tidak ada nyeri

Nyerihilang bila:
E Minum obat E lstirahat D Mendengar musik E Berubah posisi tidur
E Lain-lain, sebutkan

Gambar 2.1. Visuol Analog Scole.

Bau Napas dan Badan


Beberapa kondisi medis terkait dengan bau napas dan badan yang khas.
Pada pasien ketoasidosis didapatkan bau napas aseton, pada pasien dengan
gagal ginjal didapatkan bau napas amoniak seperti urin (fetor uremicum),
sedangkan pada pasien dengan gagal hati didapatkan bau napas
fefor
hepoticum.
Pasien dengan hygiene oral yang buruk, infeksi pada gusi, atau infeksi
supuratif kronik paru dapat memiliki bau mulut yang tidak enak. Abses dan
infeksi pada kulit terutama yang disebabkan oleh organisme anaerob atau
Pseudomonas sppjuga menimburkan bau. pasien dengan inkontinensia urin
juga dapat langsung diketahui dari bau urin pada badan/baju yang
dipakai.

Kulit
Pemeriksaan pada kulit dilakukan di bawah pencahayaan yangbaik dan
terang. Kelainan pada kulit dapat merupakan gejara dan tanda penyakit
sistemik. Perhatikan adanya kulit yang pucat, kekuningan atau ikterus,
adanya peningkatan atau kehilangan pigmentasi, kemerahan, atau sianosis
selain itu perhatikan adakah lesi pada kulit, kondisi kelembaban dan turgor
kulit, bagaimana pertumbuhan rambut, serta adakah edema.

41
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Warna
. Pucat/anemik
Warna kulit yang kepucatan diakibatkan kurang kadar hemoglobin
dalam sel darah merah. Warna yang pucat ini dapat pula terlihat
pada membran mukosa mulut, konjungtiva, bibir dan kuku. Warna
pucat tersebut lebih bermakna untuk menyatakan keadaan anemia,
dibandingkan warna pucat pada kulit. Pada pasien yang memiliki kulit
gelap, warna pucat ini juga didapatkan pada telapak tangan dan kaki'

. lkterus/jaundice
warna kulit yang kuning disebabkan peningkatan kadar serum bilirubin
di atas kadar normal. Pada kondisi ini bilirubin akan terdeposisi dalam
jaringan tubuh, terutama pada jaringan yang mengandung elastin'
lkterus lebih mudah ditemukan pada sklera atau pada selaput mukosa
bibir yang ditekan dengan gelas. Warna kulit yang kuning juga dapat
disebabkan oleh kadar karoten yang tinggi (karotenemia). Pada
karotenemia, warna kulit yang kuning mudah ditemukan pada telapak
tangan dan kaki, namun tidak ditemukan pada sklera.

. Sianosis
Warna kulit yang kebiruan akibat peningkatan deoksihemoglobin. Hal
initerkait dengan berkurangnya kemampuan darah untuk mengangkut
oksigen.
Sianosis sentral perlu dibedakan dari sianosis perifer. Sianosis
sentral menandakan adanya jumlah deoksihemoglobin yang abnormal
dalam arteri. Pada sianosis sentral warna kulit yang biru ditemukan
pada bagian tubuh dengan sirkulasi darah yang baik seperti pada lidah'
Sianosis sentral terkait dengan penyakitjantung dan paru.
Sianosis perifer timbul ketika aliran darah menuju bagian
tubuh tertentu berkurang sehingga jaringan tersebut akan berusaha
mengambil lebih banyak oksigen dari darah yang bersirkulasi. Sebagai
contoh adalah pada suhu dingin didapatkan bibir kebiruan, sedangkan
warna lidah sendiri tidak biru.
Sianosis pada kuku, jari, dan tangan dapat merupakan sionasis
sentral atau perifer.

42
Pemeriksaan Jasmani Umum

. Hiperpigmentasi
Hiperplgmentasi adalah warna kulit yang kehitaman atau kecoklatan,
karena bertambahnya pigmen kulit (melonin). Hiperpigmentasi dapat
ditemukan pada kulit yang terpajan sinar matahari atau pada kehamilan
(melasma)

. Hipopigmentasi
Hipopigmentasi adalah warna kulit yang berbercak keputihan
dikelilingi daerah dengan warna kulit normal atau hiperpigmentasi.
Hipopigmentasi dapat ditemukan pada kasus vitiligo, albinisme, atau
tinea versikolor.

Kelembaban
Kulit yang lembab dapat ditemukan pada pasien hipertiroidisme, sedangkan
pada pasien hipotiroidisme, diabetes melitus, dan pada usia lanjut dapat
ditemukan kulit kering.

Turgor
Pemeriksaan tugor dilakukan dengan mencubit sedikit kulit, kemudian
diperhatikan kecepatannya kembali seperti semula. Pemeriksaan dapat
dilakukan pada dinding dada, dinding perut, lengan, dan punggung tangan.
Penurunan turgor kulit dapat ditemukan pada kondisi dehidrasi.

Lesi kulit
Adanya lesi pada kulit harus diperhatikan lokasi dan distribusinya pada
tubuh, bentuk dan tipe lesi, warna, ukuran, serta kemudian palpasi lesi
tersebut untuk mengetahui konsistensi, adakah nyeri, kedalaman, dan
mobilitasnya.

Lesi Primer pada Kulit

Makula: lesi kulit berupa perubahan warna dengan batas jelas tanpa adanya
penonjolan atau lekukan, diameter < 2 cm. Misalnya hemangioma, nevi.

Papula: lesi kulit berupa penonjolan kecil dengan batas tegas, diameter <

0,5 cm. Misalnya pada akne, komedo tertutup, nevi.

Vesikula: papula dengan cairan serosa di dalamnya. Cairan di dalamnya


umumnya terlihat dan lesi sering translusen.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pustula: papula dengan cairan pus di dalamnya.

Bula: seperti vesikula namun lebih besar dengan diameter > 0,5 cm'

Nodul: tonjolan padat dengan batas tegas, seperti papula namun lebih besar
dengan diameter 0,5 - 5 cm, dapat diraba di bawah kulit atau menonjol ke
permukaan kulit.

Tumor: tonjolan padat seperti nodul namun lebih besar dengan diameter
>5cm.

Lesi Sekunder

Krusta: eksudat kulit yang mengering. Bisa berupa serum, pus, atau darah
yang mengering, dapat bercampur jaringan epitel atau debris.

Erosi: kehilangan epidermis superfisialis, tanpa perdarahan. Misalnya pada


stomatitis apthosa, vesikel yang pecah pada varicela'

Ekskoriasi: erosi linear atau punktata disebabkan trauma mekanik, misalnya


karena digaruk atau dicakar.

Skuama: epidermis yang mengelupas/eksfoliasi epidermis. Misalnya pada


psoriasis.

Fisura: celah yang memanjang ke dalam epidermis, dapat diakibatkan


kulit yang terlalu kering.

Sikatriks: pembentukan jaringan ikat/jaringan parut baru, sebagai


pengganti kerusakan jaringan korium (atau lebih dalam lagi), akibat suatu
luka atau penyakit atau bekas operasi.

Keloid: jaringan ikat/jaringan parut yang berlebihan pertumbuhannya,


sehingga melewati batas luka awal.

Ulkus: luka yang ditandai dengan kehilangan epidermis dan dermis, dapat
disertai perdarahanatau nekrosis.

Lesi Kulit Lain

Angioma: tumor yang terjadi sistem pembuluh, bila asalnya pembuluh


darah disebut hemangioma; bila asalnya pembuluh limfe disebut
limfangioma.

44
Pemeriksaan Jasmani Umum

spider nevi: bercak merah kecir, merupakan pemburuh-pemburuh darah


yang kecil yang mempunyai pusat dengan cabang-cabangnya yang
tersebar dari pusat. Biasanya dijumpai pada penyakit hati, misalnya sirosis
hati. Hal ini disebabkan oleh hiperestrinisme karena gangguan faal hati
lanjut.

Atrofi: kehilangan atau berkurangnya lapisan kulit sehingga kulit menipis.


Kulit nampak pucat dan elastisitas berkurang, serta pada keadaan ekstrim,
kulit teraba seperti kertas.

striae: terlihat sebagai garis putih kemerahan pada daerah yang atrofi,
dikelilingi oleh kulit yang normal. strioe diakibatkan rupturnya jaringan
elastik kulit sehingga menimbulkan garis putih kemerahan. sfrioe dapat
diiumpai pada kondisi kegemukan, wanita hamil, atau pada sindrom Cushing.

Dekubitus: pada pasien dengan kondisi imobilisasi, terutama pada pasien


usia lanjut ataupun pasien dengan kelainan neurorogik, harus diperiksa
dengan teliti apakah terdapat ruka dekubitus pada bagian tubuh yang
tertekan. Bagian tubuh yang biasanya tertekan yaitu pada bagian berakang
kepala, leheri punggung, sakrum, bokong, trokhanter mayori maleolus,
dan
tumit. Dekubitus yang terjadi dapat hanya kemerahan atau hingga terlihat
jaringan otot, fasia dan tulang.
Selain imobilisasi, faktor risiko lain yang menimbulkan luka dekubitus
adalah penurunan sensasi kulit, serta penurunan aliran darah akibat
hipotensi atau penyakit mikrovaskular seperti diabetes melitus atau
aterosklerosis.
Pertumbuhan rambut juga diperiksa dengan merihat adakah bagian-
bagian yang berlebihan atau tidak ada pertumbuhan rambutnya.

Edema: pemeriksaan edema dilakukan di daerah pretibial, pergelangan


kaki, dan sakral, dengan melakukan penekanan di atas dasar yang keras (di
atas tulang, bukan di daerah otot). Disebut sebagai pitting edemo adalah
bila terdapat lekukan ke dalam setelah penekanan. pitting edema dapar
ditemukan pada gagal jantung kanan, sirosis hati, dan sindrom nefrotik.
Keadaan sebaliknya disebut non-p itting edema, kondlsi ini dapat ditemukan
misalnya pada miksedema.

Emfisema subkutis: adanya udara pada jaringan subkutan, ditandai dengan


adanya krepitasi pada perabaan.

45
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Kuku
Perhatikan adakah perubahan warna, bentuk, dan lesi pada kuku' Pada
sianosis dan anemia, kuku dapat berwarna biru dan pucat. Pada clubbing
finger ditemukan falang distaljari berbentuk membulat dan lempeng kuku
lebih konveks. Ctubbing finger disebabkan hipoksia kronik seperti pada
penyakitjantung atau kanker paru.

Paronikia: inflamasi di proksimal dan lateral kuku.

onikolisis: pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku yang tidakterasa nyeri.

Terry's nail kuku berwarna putih dengan distal kuku berwarna coklat
kemerahan. Dapat ditemukan pada penuaan dan beberapa penyakit kronik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Talley NJ, O'Connor S. Clinical examination. A systematic guide to physical
diagnosis. 6'h edition. Elsevier.201 0.
2. Bickley LS, szilagyi PG,Bates B. Guide to physical examination and history taking.
1Oth edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2008.

3. Hendarwanto, Waspadji S, Markum. Pemeriksaan fisis umum. Dalam: Markum'


Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pusat lnformasi dan Penerbitan
Bagian llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003
4. The lnternational Association for the Study of Obesity and the lnternational
obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its
treatment. Australia: IASO and IOTF. 2000
5. Kotler DP Cachexia. Ann lntern Med 2000;133:622-34
6. Morley JE, Thomas DR, Wilson MM. Cachexia: pathophysiology and clinical
relevance. Am J Clin Nutr 2006;83:735-43
7 . O,Rourke RA, Braunwauld E. Physical examination of the cardiovascular system.
Dalam: Kasper DL, Fauci A, Longo DL, Braunwald E, Hauser S, Jameson JL'
Harrison's principles of internal medicine. Mc Graw Hill' 2005. p'1304-11
8. Meyyazhagan S, Rapport BJ. Hypertension. Dalam: Landefeld CS, Palmer RM,
Johnson MA, Honston CB, Lyons WL. Curent geriatric diagnosis & treatment'
McGraw-Hill. 2004. P.1 83-90

46
BAB 3

PETII TRII(SAAII IGPIlA IIA]I 1THTR


Dante Saksono Harbuwono

Kepala 47 Tenggorokan 67
Rambut 50 Leher 68
Mata 50 KelenjarGetahBening 70
Telinga 59 KelenjarTiroid 72
Hidung 63 Tekanan Vena Jugularis 73
Mulut 64

KEPALA
Pemeriksaan kepala dimulai dengan melakukan inspeksi dan palpasi pada
seluruh area kepala (Tabel 3.1). saat inspeksi dilakukan penilaian terhadap
bentuk wajah, kesimetrisannya, dan warna. pada pasien miksedema,
wajah biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada tekanan
jari pemeriksa), bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang
somnolen (Gambar 3.1).1
Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi,
dagu, dan pipi dengan hidung yang melebartapi pesek. Keadaaan ini mirip
muka seekor singa, karena itu disebut pula sebagai facies leonine (Gambar
3.2). Selain itu pada pasien dengan paresis N.vll biasa ditemukan asimetri
bentuk wajah.r,z

Gambar 3.1. Asimetri Bentuk Wajah pada paresis N.VII


http://www.au rora healthca re.orglhea lthgate/images/si5 5 5 51g 51jpg

47
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar 3.2. Wajah membengkak Gambar 3.3. lnfiltrasi jaringan Sub-


pada miksedema (http://med.unne. kutan pada facies leonina (http://
ed u.a r/revista/revista 1 05/f ig2 h j pg) www.virtual.u nal.ed u.colcursos/medic-
ina/ 20L0828 / I eccio nes/ca p 5/i m g ca p5l
cap530j pq)

lnspeksi Bagaimana bentuk wajah pasien? Simetris/asimetris?


Adakah tampilan khas pada wajah? tampak bengkak (Gambar 3.4)/
moon foce/ focies leonine/ butterfly rash? (Gamba13.5)
Adakah ptosis/ eksoftalmus/ parese N VII?
Adakah penebalan bibir, lidah, parese N XII?
Bagaimana kondisi rambut?
Warna, ketebalan, distribusi rambut
Adakah alopesia? Jika ya, apakah bersifat totalis atau setempat?
Palpasi Adakah nyeri tekan sinus frontalis dan maksilaris?
Nilai adakah pembesaran kelenjar getah bening retroaurikuler?
Perkusi Nilai refleks chvostek

Ekspresi wajah juga penting untuk dinilai karena dapat menunjukkan


watak dan emosi, serta rasa nyeri pasien pasien. Pasien tirotoksikosis sering
tampak seperti orang ketakutan akibat eksoftalmus dan gerakan bola mata
yang cepat.
Setelah melakukan inspeksi, dilanjutkan dengan palpasi pada wajah.
Hal ini dilakukan terutama untuk menilai apakah terdapat nyeri tekan sinus
frontalis dan sinus maksilaris (Gambar 3.6). Gejala ini salah satunya dapat
ditemukan pada pasien iinusitis. Pemeriksaan sinus frontalis dilakukan
dengan cara menekan sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga
optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan

4a
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Gambar 3.4. Moonface pada Pengquna Gambar 3.5. Butterfly Rosh pada
Steroid (http://www.passarella.com/ Lupus (http://3.bp.blogspot.com/
matt/matt-moonface jpg) butterfly rash..1pg)

Gambar 3.6. Pemeriksaan Sinus Frontalis (a) dan Sinus Maksilaris

kanan). Palpasi dinilai bermakna apabila kedua sinus frontalis tersebut


memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit menandakan
adanya gangguan. Hindari menekan foramen supraorbitalis karena terdapat
nervus supraorbitalis yang juga menimbulkan rasa sakit pada penekanan.
Pemeriksaan sinus maksilaris dilakukan dengan prosedur dan penilaian
yang sama seperti palpasi region sinus frontalis. Hindari menekan foramen
infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis. 1

49
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

RAMBUT
terhadap
Pada pemeriksaan rambut, dilakukan penilaian berupa inspeksi
warnarambut,kelebatan,dandistribusinya.Setelahitudinilaiapakahrambut
mudahdicabutatautidak.Adanyarambutrontokdiseluruhkulitkepala
dengan
ataupun setempat (alopesia areata ) dapat dijumpai pada pasien
(diabetes melitus,
infeksi berat (demam tifoid) atau penyakit endokrin
miksedema), seperti diperlihatkan pada gambar 3'7'12

Gambar 3.7. Tipe Alopecia Areata (http://www'amreliyahomoeopathycom/


www.alopeciaareata.us/app/i ma ges/what-types j pg)

MATA
juga dengan
Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi' dan
bantuan alat-alat seperti pen-li9ht, funduskopi dan peta Snellius chart
(Gambar 3.8).1
Pertama-tama dilakukan inspeksi pada alis mata dan dinilai
drjumpai
kelebatannya. Hilangnya sepertiga lateral alis mata kadang-kadang
pada miksedema. Setelah itu lakukan penilaian apakah terdapat eksoftalmus
mata menonjol
atau enoftalmus. Eksoftalmus adalah keadaan di mana bola
terlihatnya
keluar akibat fisura palpebra yang melebar ditandai dengan
korneayangtampakseluruh-nyadandikelilingisklera.Halinidapatdijumpai
padapasientirotoksikosis,thrombosissinuskavernosus(Gambar3.9(al).
Sebaliknyaenoftalmusadalahkeadaandimanabolamatatertarikkedalam,
misalnya pada keadaan dehidrasi, sindrom Horner'1

50
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Keadaan lain yang juga dapat dinilai seperti adanya strabismus (juling)
di mana kedudukan bola mata abnormar cenderung ke mediar atau ke
lateral, dan deviasi conjugee. Deviasi conjugee adalah keadaan bola mata
yang keduanya selalu melihat ke satu jurusan dan tidak dapat dilirikkan ke
arah yang lain, secara pasif ataupun dengan kemauan sendiri. Nistagmus
adalah gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula dengan
lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah
posisi semula, dihubungkan dengan gangguan vestibular.l

Kelopak mata

Skera yang
melapisi
konjungtiva

Cantus lateral
Cantus Medial

Kelopak Mata

Gambar 3.8. Inspeksi pada Mata


(http://wwwjen ki nseyeca re.com/i ma ges/stories/eye_a natomy_O1.g if )

Grave's Disease
Penyebab tersering

ffij'fu
hipertirojdisme,
produksi berlebih
hormon tiroid,
pembesaran tiroid

Tiroid Nomal

Tiroid yang membesar

Gambar 3.9. (a) Eksoftalmus pada penderita Hipertiroid (b) Mata strabismus
(http://2.bp. blogspot.com/_a_DSBqTKI4g/SVSIyo2Bm_t)

51
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar 3.10. (a) Tonometer Schiotz (b) Cara Mengukur Tekanan Bola Mata
http://www.lea -test.filen/eyes/images/pict1 3 b.g if

Penampang bola mata dan arah pemeriksaan otot penggerak bola mata
dapat diliat pada gambar 3.11.
Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat membantu penilaian
terhadap penyakit pasien. Tekanan bola mata yang meningkat dapat
ditemukan pada pasien glaukoma sedangkan tekanan yang menurun
dapat ditemukan pada keadaan dehidrasi . Pemeriksaan tekanan bola mata
menggunakan alat tonometer Schiotz (Gambar 3.10). Pemeriksaan gerakan
bola mata perlu dilakukan untuk menilai apakah terdapat gangguan pada
otot-otot penggerak bola mata. Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien
duduk tegap, pemeriksa memegang pulpen sebagai objek fiksasi sejajar
mata dengan jarak 25 cm, kemudian menggerakkan pulpen ke beberapa
arah. Mata pasien mengikuti gerakan objek tanpa menggerakkan kepala.2
Pemeriksaan terhadap bagian-bagian mata seperti:

a. Palpebra
Pada pemeriksaan terhadap palpebra, dinilai apakah terdapat ptosis atau
lagoftalmus (Gambar 3.12 (at dan (u)). Ptosis merupakan keadaan di
mana kelopak mata tampakjatuh dan fissure polpebroe menyempit. Hal

52
Pemeriksaan Kepala dan Leher

I
r

Gambar 3.1 1. (a) Penampang Bola Mata (b) Arah pemeriksaan Otot penggerak
Bola Mata (http://l.bp.blogspot.com/_ChFkrUFrbOs/Glaucoma_2jpg)

initerjadi karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang dipersarafi oleh


N.lll. sedangkan lagoftalmus adalah keadaan di mana kelopak mata sulit
menutup akibat adanya kelumpuhan N.Vll. Hal lain yang dapat dinilai
adalah ditemukannya edema palpebra, yaitu keadaan di mana kelopak
mata membengkak, kadang mata hampir menutup.r,3 Edema palpebra
didapatkan pada penyakit ginjar, perdarahan akibat trauma, atau tanda-
tanda radang yang menunjukkan adanya blefaritis. Ditemukannya bercak
kekuningan pada kulit kelopak mata (xantelasma) dihubungkan dengan
peninggian kadar lemak dalam darah (Gambar 3.12 tct dan (a)).

53
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

ft 1
ffi
Gambar 3.12. (a) Mata Ptosis (b) Mata Lagoftalmus (c) Edema Palpebra
(d) Xantelasma di sekitar mata (http://img513.imagesha ck.us/img513/1962/
xantelasma jpg)

Konjungtiva
Untuk pemeriksaan konjungtiva terutama perlu dinilai apakah tampak
pucat. Hal ini dapat ditemukan pada pasien yang mengalami anemia.
Adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva hiperemis produksi air
mata yang meningkat, atau adanya sekret mukopurulen. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara meletakkan ibu jari di palpebra inferior kemudian
melakukan gerakan menarik ke arah inferior. Temuan lain yang dapat
dinilai seperti adanya pterigium pinguekula, flikten , dan bercak Bitot.
Pinguekula dalah bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat,
berjalan pada kedua sisi kornea, akibat hiperlipidemia. Bercak bitot
adalah bercak segitiga pada kedua sisi kornea warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kering. Didapatkan pada avitaminosis A.
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular di konjungtiva,
flikten adalah tonjolan kecil yang diakibatkan oleh reaksi alergi (Gambar
3.13)

54
Pemeriksaan Kepala dan Leher

m$

Gambar. 3.13. (a) Flikten (b) Bercak Bitot (c) pterigium (d) pinguekula. (http://
ara li2008.files.word press.com/2009/03/slide 141 j pg)

Bercak bitot, ada bercak putih seperti sabun


. Penumpukan keratin dan sel epitel
. Sebagai penentuan prevalensi KVA pada masyarakat

Sklera
Pada pemeriksaan sklera, dilakukan dengan membuka mata pasien
dengan tangan lalu dinilai apakah terdapat tanda-tanda ikterik atau
tidak. Tanda-tanda ikterik bila sklera pasien terlihat kekuningan, tampak
pada penyakit hati seperti hepatitis. Hal ini dapat ditemukan terutama
pada pasien yang mengalami gangguan metabolisme bilirubin (Gambar
3.14). 1

ffi*# (a)
Gambar 3. 14. (a) Cara Pemeriksaan Sklera (b) Sklera Ikterk
(b)

http://fatchu rr. blogdeti k.com/f iles/201 0 / 1 O / mata - ku ning -300 x21 4 jpg

55
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

d. Kornea
Untuk pemeriksaan kornea dinilai apakah terdapat abnormalitas seperti
tanda-tanda peradangan, ulkus, atau kekeruhan' Pada ulkus kornea,
terdapat perselubungan seperti awan disertai tanda-tanda radang.
Pasien biasanya mengeluh silau (fotofobia) bila melihat cahaya terang.
Pada pasien dengan avitaminosis A dapqt ditemukan xeroftalmia di
mana kornea menjadi kering sehingga terkesan lunak. Sedangkan pada
pasien berusia tua dapat ditemukan arkus senilis yaitu garis lengkung
putih keabu-abuan yang melingkari kornea.r

Gambar. 3.15. (a) Ulkus Kornea (b) Xeroftalmia (c) Arkus Senilis
(http://bascompa mer.orglsite/i
I ma ges/Cornea I U lcerj pg)

Pupil
Pemeriksaan pupil dilakukan untuk menilai bentuk dan ukurannya.
Apabila kedua pupil memiliki bentuk dan ukuran sama besan maka
disebut isokor. Pupil yang mengecil (miosis) atau terkadang amat kecil
(pinpoint) dapat dijumpai misalnya pada keadaan intoksikasi morfin'
Sebaliknya pupil yang mengalami dilatasi (midriasis) misalnya ditemukan
pada kerusakan N.lll. Pupil anisokor ditemukan pada Horner's syndrome
Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien
melihat obyek yang jauh, kemudian diberi rangsangan cahaya.
Pemeriksaan refleks cahaya langsung dengan cara memberi rangsangan
cahaya pada mata dan menilai refleks pupil pada mata yang diperiksa.
Pemeriksaan cahayatidak langsung dengan cara memberi rangsangan
cahaya pada mata dan menilai refleks pupil pada mata yang tidak
diperiksa (mata sebelahnya). Pada pemeriksaan ini perlu dinilai refleks
cahaya langsung pada mata yang diperiksa dan refleks cahaya tidak
langsung pada mata sebelahnya. Hal ini dapat membantu untuk
menentukan apakah terdapat paresis pada N.ll dan N.lll'
1

f. Lensa
Pada pemeriksaan lensa dilihat bagian tengah lensa dan dinilai apakah
terdapat tanda-tanda kekeruhan atau tidak. Hal ini dapat dijumpai pada
pasien usia lanjut akibat katarak, diabetes melitus.l '

56
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Lensa yang tertutupi


Lensa Normal oleh katarak

(a)

Gambar 3.16. (a) Lensa Normal (b) Lensa Keruh pada Katarak
(http://med ia.tanyadoktera nda .com limages / /2008/10/kata rak jpg)

Pemeriksaan mata lainnya yang memerlukan alat bantu seperti:

a. Funduskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fundus dan melihat apakah
terdapat edema papil atau hemoragi. Selain itu mungkin pula dapat
ditemukan adanya retinopati seperti pada pasien diabetes, hipertensi.3

b. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai ketajaman penglihatan pasien.
Alat bantu yang digunakan adalah snelliuschart. Melalui pemeriksaan ini

20/200

FP 2 ?0/ 100

roz
LPED I
3 20t70
20/t0
PECTD
EDrczD tc 20t10
zolto
rtLolzD 7 2012,
ta trotEG c
m zOl20

-
attaatat
tatitaaa
rflt
Gambar 3.17. Snellius Chart

57
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

dapat ditentukan apakah pasien dapa melihat secara normal (emetrop)


atau memiliki gangguan ketajaman penglihatan seperti miopi (rabun
jauh akibat bayangan jatuh didepan retina), hipermetropi (rabun
dekat akibat bayangan jatuh dibelakang retina), ataupun presbiopi
(menurunnya daya akomodasi.3

c. Tes lshihara
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan pasien dalam
melihat warna sehingga dapat menentukan apakah pasien tersebut
buta warna atau tidak (Gambar 3.18).3

Gambar 3.18. Tes lshihara (http://rarwwroledo-bend.com/colorblind/ColorSjpg)

lnspeksi Umum
. Perhatikan alis mata, nilai kelebatan dan distribusinya
. Adakah eksoftalmus, enoftalmus?
. Adakah deviasi coniugee, nistagmus?
Palpebra
. Adakah ptosis, lagoftalmus?
. Adakah edema palpebra, tanda radang, xantelasma?
Konjungtiva
. Apakah tampak Pucat, hiPeremis?
. Apakah terlihat berair, tampak kering, atau terdapat sekret
mukopurulen?
. Apakah terdapat pterigium, pinguekula, flikten, bercak bitot?
Sklera
. Apakah tampak ikterik?
Kornea
. Apakah terdapat peradangan, ulkus, kekeruhan, xeroftalmia?
. Apakah terdapat arkus senilis?

58
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pupil
. Bagaimana bentuk dan ukuran pupil?
. Bagaimana refleks pupil terhadap cahaya?
Lensa
. Apakah terdapat kekeruhan lensa?
Palpasi Periksalah tekanan bola mata secara manual (bila tidak
terdapat tonometer)
Pemeriksaan . Pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan
menggunakan Tonometer Schiotz
alat bantu Pemeriksaan gerakan bola mata menggunakan alat bantu
seperti pulpen
Pemeriksaan refleks langsung dan tidak langsung pupil
terhadap cahaya menggunakan senter
Pemeriksaan dengan funduskopi:
. Adakah papil edema, perdarahan?
. Adakah retinopati, ablasio retina?
Pemeriksaan visus menggun akan Snellius chart
Pemeriksaan buta warna menggunakan lshihara
Pemeriksaan lapang pandang menggunakan kampimetri

Pemeriksaan Lapang Pandang


Pada pemeriksaan ini dinilai apakah pasien mengalami penyempitan lapang
pandang (hemianopsia) atau tidak. pemeriksaan lapang pandang dilakukan
dengan menutup salah satu mata dengan tangan, dan mata yang terbuka
memperhatikan tangan pemeriksa. Pasien kemudian menebak jari yang
ditunjukkan pemeriksa di keempat kuadran. Keadaan yang mengganggu
lapang pandang adalah hemianopia (setengah lapang pandang menyempit),
bitemporal hemianopia (setengah lapang pandang menyempit pada kedua
mata).3
Pemeriksaan mata dasar sebagai penapis penyakit mata secara lengkap
dapat dilihat pada bab13 hat 397.

TELINGA
Pemeriksaan telinga dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan
menggunakan bantuan alat (Tabel 3.3). Pada inspeksi, pertama-tama dinilai
bentuk dan ukuran daun telinga. Setelah itu ditentukan apakah terdapat
tanda-tanda radang, atau tofi. Tofi merupakan benjolan keras, soliter ataupun
multipel yang berasal dari timbunan Na-biurat pada rawan telinga. Hal ini
dapat dijumpai pada pasien Gout. Pada palpasi, dinilai apakah terdapat
nyeri tekan pada prosesus mastoideus yang merupakan tanda terjadinya
mastoiditis.l,2Anatomi telinga luar dapat dilihat pada gambar 3.19.

59
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar. 3.19. Daun Telinga (http://www.mccullagh.orgldb9/1ds2-2/ear-


closeu pj pg)

Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai liang telinga apakah terdapat


sekret, serumen, atau deskuamasi. Selain itu juga dinilai keutuhan selaput/
gendang telinga. Pemeriksaan ini memerlukan alat yang dinamakan otoskop
untuk membantu pemeriksa agar dapat melihat bagian lebih dalam dari
liang telinga. Jika tidak ada otoskop, dapat digunakan penlight, namun
hanya sampai melihat liang telinga, tidak dapat menilai gendang telinga
(Gambar 3.20)'Z

Gambar 3.20. Cara Melakukan Pemeriksaan dengan Otoskop

Untuk uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik,


dengan garpu penala, detak arloji, atau audiometer.Normalnya detak jam
masih terdengar baik pada jarak kira-kira 12,5-3-/,5 cm..Apabila terdapat

50
Pemeriksaan Kepala dan Leher

keluhan gangguan pendengaran (tuli) pada pasien, perlu dibedakan apakah


hal tersebut akibat adanya gangguan hantaran atau akibat gangguan saraf.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan garpu tala (uji penala) dengan
frekuensi 512 Hz atau 1024 Hz]

1. Tes Rinne
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya keturian akibat gangguan
saraf atau gangguan hantaran suara tulang dengan membandingkan
hantaran suara melalui tulang (Gambar 3.21).

Gambar.3.21. Tes Rinne

Prosedur: Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, tempatkan


alat tersebut di prosesus mastoideus sampai pasien tidak dapat lagi
mendengarsuaranya. Kemudian dengan cepat pindahkan garpu penala
tersebut dekat dengan liang telinga pasien. pastikan apakah pasien masih
dapat mendengarnya atau tidak.2
Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf, bunyi
melalui udara terdengar lebih lama dibandingkan melalui tulang
(Gambar 3.22).2
2. Tes Weber
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya ketulian akibat gangguan
saraf atau gangguan hantaran tulang dengan prinsip hantaran suara
yang ditimbulkan tepat di tengah-tengah dahi atau ubun kepala akan
disalurkan sama kuatnya ke kedua telinga (lateralisasi) (Gambar 3.23).
Prosedur: Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan,
tempatkan alat tersebut pada puncak kepala atau tengah_tengah dahi
pasien. Tanyakan apakah pasien dapat mendengar pada kedua sisi
telinganya.2

51
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

",,
,r
'l
i
l1
rLI I
---./-+-:- -- --

rt
'I Fase konduksi
I Konduksuudara
,l +
Kmduksihtlils -.r)
Fmseco.neurat +

Gambar 3.22. Fase Konduksi dan Sensorineural


http://wwwjohnnysilva.com/physical-examination/images/1912-91'-96ipg

Gambar 3. 23. Tes Weber

Dalam keadaan normal, suara akan terdengar sama kuat di


kedua telinga. Pada ketulian karena gangguan konduksi, suara akan
di-'lateralisasi'-kan (terdengar) di telinga yang tuli saja' Pada ketulian
karena gangguan saraf, suara akan terdengar di telinga yang sehat'2
Secara garis besar pemeriksaan telinga dapat dilihat pada tabel 3'3'

62
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Inspeksi Daun telinga dan sekitarnya:


. Nilai bentuk dan ukuran daun telinga
. Apakah terdapat tanda-tanda radang, tofi?
Liang telinga:
. Apakah terdapat sekret, serumen, deskuamasi?
. Nilai keutuhan selaput/ gendang telinga (dengan
bantuan penlight atau otoskop)
Palpasi Apakah terdapat nyeri tekan pada prosesus mastoideus?
Adakah pembesaran kelenjar getah bening retroaurikular?
Tes Dengan menggunakan suara keras atau berbisik
pendengaran .Dengan menggunakan detak arloji, audiometer
Dengan menggunakan garpu tala (tes Rinne, Weber)

HIDUNG
Pemeriksaan hidung dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan
menggunakan bantuan alat. Pertama-tama perlu dinilai bentuk hidung
apakah normal atau tidak. Pada pasien kusta dapat terjadisaddle nose akibat
kerusakan tulang hidung. setelah itu dilakukan palpasi untuk menilai adanya
nyeri tekan atau krepitasi pada tulang hidung.l
Untuk pemeriksaan rongga hidung dilakukan dengan menggunakan
bantuan alat (Tabel 3.4.) berupa spekulum hidung untuk menilai pakah
terdapat sekret, perdarahan, penyumbatan, ataupun deviasi septum
(Gambar 3.241.t,:

Gambar 3.24. (a) Hidung (b) Pemeriksaan Rongga Hidung


http://www.ncbi. nl m.nih.9ov/books/N BK2 23 /figure / A3642/? reporl
objectonly

53
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

lnspeksi Apakah bentuk hidung normal? (simetris/ asimetris,


bentuk soddle nose)
Palpasi Nilai adakah nyeri tekan, krepitasi pada tulang hidung
Pemeriksaan. Nilai adakah sekret, perdarahan, penyumbatan
menggunakan alat . Adakah deviasi septum?
bantu (spekulum) Adakah benda asing?

MULUT
Pemeriksaan rongga mulut dimulai dengan menilai higienitas oral serta bau
napas pasien. Gambar 3.26 menjelaskan anatomi rongga mulut.
Terdapat beberapa macam bau pernapasan yang mengindikasikan
adanya penyakit tertentu seperti bau napas aseton pada pasien diabetes
melitus ketoasidosis atau kelaparan, bau napas amoniak pada pasien koma
uremikum, bau napas gangren pada pasien abses paru, serta foetor hepatik
pada pasien koma hepatik.l'a

Gusr (gingrva)
f
Palatum
durum

Uvula

Grgr seri

Gambar 3.26. Rongga Mulut


http://u pload.wi kimed ia.orglwi ki ped ialcom m ons /f / f 6 /lllu jpg
-mouth

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara inspeksi dan menggunakan


bantuan alat (spatula lidah), minta pasien untuk mengucapkan "ah" sehingga
dapat melihat orofaring. Lakukan pemeriksaan secara sistematis (Tabel 3.5).1

64
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pemeriksaan . Adakah bau aseton?


Bau napas . Adakah bau amoniak?
. Adakah bau nafas gangrene?
. Adakah foetor hepotic?
lnspeksi . Nilai bagaimana higienitas oral?
(dapat dengan . Bibir:
bantuan . Nilai kesimetrisan bentuk bibir
spatula) . Adakah labioskisis, fisura?
. Adakah tanda-tanda bibir pucat, sianosis?
. Adakah lesi sekitar bibir? (vesikel, krusta)
. Mukosa Pipi:
. Adakah lesi pada mukosa pipi?
. ldentifikasi duktus parotid dan nilai aliran saliva
. Selaput lendir:
. Adakah stomatitis, leukoplakia?
. Gigi-geligi:
. Adakah karies, abses alveoli, missing teeth, karang gigi?
. Adakah gigi palsu?
. Lidah (periksa dalamkeadaan diam dan terjulur):
. Apakah berselaput, terlihat kering/ basah?
. Adakah tremor?
. Adakah atrofi papil, fissura, leukoplakia, glositis, kanula?
. Palatum:
. Apakah terdapat palatoskisis, tonus palatine
. Dasar mulut (pasien diminta mengangkat lidah):
. Periksa frenulum di garis tengah
. Periksa duktus submandibula pada kedua sisi
Palpasi . Palpasi perlahan daerah bibir dan sekitarnya untuk
merasakan adakah massa submukosa yang tidak terlihat
. Minta pasien membuka mulut dan mengangkat lidah, tekan
daerah submandibula, akan terlihat aliran dari kedua duktus
submandibular
Perkusi . Ketuk gigi geligi secara perlahan untuk mencari adakah
rasa nyeri atau infeksi

a. Bibir
Pada inspeksi dinilai mulai dari kesimetrisan bentuk bibir, ada atau
tidaknya labioskisis maupun fisura, serta tanda-tanda pucat dan sianosis.
Pada pasien herpes dapat ditemukan lesi di sekitar mulut berupa
vesikula sebesarjarum pentul, yang akan kering dalam beberapajam
dan meninggalkan krusta. Palpasi dengan jari-jari apakah terdapat
massa submukosa yang tidak terlihat.l.2

b. Mukosa pipi
Menggunakan 2 spatula lidah atau sarung tangan dan 1 spatula
lidah, dilihat mukosa pipi pada satu sisi, kemudian sisi lainnya.

65
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Mengidentifikasi duktus parotid dan aliran saliva saat mengamati duktus


(Gambar 3.25).t2

p
Gambar 3.25. Inspeksi Mukosa PiPi
http://www.g horayeb.co m/files/bu cca lM u cosa2 j pg

C. Selaput lendir. Dinilai apakah terdapat stomatitis akibat infeksi, ataupun


leukoplakia (Gambar 3.27).r

Gambar 3.27. (a) Stomatitis (b) Leukoplakia


http://d e ntistryfo rstu d e nts.co m/wp- co nte nt/u p load s/2 010 /12/haiy -leuko -
plakia jpg

d. Gigi geligi. Dinilai apakah terdapat karies atau abses alveoli serta
dihitung jumlahnya. Jika gigi mudah terjadi perdarahan saat dipalpasi,
perlu dicurigai kemungkinan infeksi kronik. Ketuk gigi secara perlahan
untuk melihat apakah ada nyeri atau infeksi. 1

Lidah. Dinilai apakah berselaput (demam tifoid), tremor, basah atau


kering (dehidrasi), papiljelas atrofi. Selain itu dinilai pula apakah terdapat
fisura, deviasi leukoplakia, glositis, kanula (kista kelenjar ludah atau
kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi di dasar mulut, dekat frenulum
lidah). Lidah harus diperiksa dalam keadaam diam dan terjulur.r2

66
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Palatum. Dinilai apakah terdapat palatoskisis (celah pada garis tengah


akibat kegagalan prosesus palatum untuk saling bersatu), tonus
palatines (benjolan pada garis tengah palatum). 1

Dasar Mulut
Minta pasien untuk mengangkat ridah, lihat area dibawah mulut. periksa
frenulum di midline, duktus submandibular pada kedua sisi. Tekan
daerah submandibula, akan terlihat aliran dari duktus tersebut.l

TENGGOROKAN
Pada pemeriksaan tenggorokan dirakukan inspeksi dengan menggunakan
bantuan alat spatula lidah untuk menilai keadaan faring apakah hiperemis
atau tidak, posisi uvula ditengah atau tidak, letak tonsil, serta apakah
terdapat detritus atau tidak (Gambar 3.29).1i

Palalum
Pilar
durum
posteriot

Pilar
anteflor
Palatum mole
Tonsil
kanan Uvula

Faring

Lidah

Gambar 3.28. Tenggorokan


http://www.hea lth hype.com/wp- content/u proads/norma r_hea rthy_th roat_
tonsilsjpg

Pemeriksaan tenggorokan dilakukan dengan cara meminta pasien


membuka mulut, kemudian menekan bagian tengah lidah dengan spatula
lidah hingga mendapat visualisasi yang baik. Jangan meletakkan spatula
terlalu poster.ior karena akan memicu refleks muntah. periksa ukuran dan
letak tonsil. Jika tonsil membesar secara asimetris, mungkin limfoma.
Tonsil
hiperplastik dan memenuhi orofaring pada pasien muda tetapi cenderung
atrofi pada pasien lanjut usia. Kriptus pada tonsir sering terisi debris, dan
sering diinterpretasikan infeksi membran. Dinding faring posterior perlu

67
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

dievaluasi menggunakan spatula lidah untuk melihat postnasal drip'1'4


Secara garis besar pemeriksaan tenggorokan dapat dilihat pada tabel 3.6.

Cara Pemeriksaan Minta pasien membuka mulut


Tekan bagian tengah li{ah dengan spatula (jangan
meletakkan spatula terlalu posterior)
Inspeksi Lihat letak dan ukuran tonsil
Apakah terdapat detritus pada tonsil?
Bagaimana posisi uvula?
Adakah post nasal drip pada dinding faring posterior?

LEHER

Pemeriksaan leher dilakukan untuk menilai apakah terdapat:


. Asimetri akibat pembengkakan oleh aneurisma arteri karotis'
Pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri
pada daerah tersebut.
. Pulsasi yang abnormal. Apabila terdapat bendungan aliran darah ke
vena torakalis; vena-vena jugularis akan tampak menonjol. Hal ini
tampak misalnya pada tumor intratorakal (sindrom vena jugularis),
gagal jantung kanan.
. Terbatasnya gerakan leher akibat adanya pembengkakan leher. Selain
itu dapat juga ditemukan kekakuan pada leher; misalnya kaku kuduk
pada meningitis, tetanus.
. Tumor misalnya pada limfoma (biasanya unilateral), tumor kista brakialis,
pembesaran kelenjar tiroid.

Otot
Olot
Sternomastoid
rapezius

Segitiga
Posterior Segiliga
anterior
Otot
omohyoid

Klavikula Manubrium sternum

Gambar 3.29. Otot Pada Leher


http://neckmuscles.net/wp-content/u ploads/201 1/08/neck- muscles-2 9 if

68
Pemeriksaan Kepala dan Leher

' Tortikolis. Pada keadaan,ini reher miring pada arah yang sakit dan
sukar digerakkan karena rasa nyeri. Terlihat misalnya pada infeksi
m.sternokleidomastoideus/m.trapezius, tubercu losis vertebra servikalis.l

Selain itu pada palpasi juga dapat dinilai posisi trakea apakah
terdorong atau tertarik ke sarah satu sisi. pemeriksaan dirakukan dengan
cara meletakkan jari telunjuk diantara trakeadan sternomastoid,
kemudian
membandingkan jarak antara sisi kanan dan sisi kiri.l pemeriksaan posisi
trakea yang lebih rinci dapat dilihat pada halaman l5g pemeriksaan
leher
secara keseluruhan diringkas pada tabel 3.7.

Pemeriksaan Inspeksi
Umum . Lihat bentuk dan warna leher (simetris/asimetris, tampak
kemerahan)
. Apakah terdapat penonjolan vena-venajuglaris?
. Apakah terlihat adanya tumor (soliterfmultipel, unilateral/
bilateral, konfluens/ diseminata)
. Adakah tortikolis?
Palpasi
. Bagaimana pulsasi arteri karotis? (Normal/ abnormal)
. Adakah kaku kuduk?
. Adakah pembesaran tiroid?
. Bagaimana posisi trakea? (di tengah, terdorong kesatu sisi)
Auskultasi
. Adakah bruit pada arteri karotis atau tiroid?
Pemeriksaan Inspeksi:
kelenjar getah . Adakah pembesaran kelenjar getah bening leher? (Jika ya:
bening unilateral/bilateral, jumlah KG"B yang membesar, tentukan
lokasi)
Palpasi (menggunakan jari telunjuk dan jari tengah):
. Tentukan ukuran KGB yang membesar
. Nilai konsistensi, mobilitas, permukaan
. Adakah nyeri tekan?
.
' iff i:x
Lakukan palpasi pada daerah:

5l,ii ; i 1il Hil.[i'l! l,?,1;, ",t i]SJill; I !l,ij Jiii


posterior; deep cervical choin, supraklavikula
Kelenjar Tiroid . Pasien berada di posisi depan dari pemeriksa
. Kedua tangan pemeriksa meraba kelenjar tiroid dari arah
belakang
. . Hal yang perlu dinilai:
. Ukuran
. Bentuk (normal, nodular; difusa)
. Soliter/ multiple
. Solitermultipel
. Minta pasien menelan ludah, apakah kelenjartersebut ikut
bergerak sesuai dengan gerakan menelan?

69
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

. Konsistensi (kenyal, keras, kistik)


. Permukaan(rata,berbenjol-benjol)
. Adakah nyeri tekan?
Adakah bruit pada auskultasi?
Tekanan Vena Dilakukan pada vena jugularis eksterna kanan
Jugularis Pemeriksaan secara langsung menggunakan manometer
Pemeriksaan tidak langsung menggunakan metode Lewis
Borst:
. Pasien berbaring dengan sudut 450 dengan leher
. Tentukan venajugularis eksterna kanan
. Vena ditekan menggunakan 1 jari di sebelah proksimal
(dekat klavikula), kemudian di sebelah distal (dengan
jari lain)
. Tekanan oleh jari pertama dilepaskan
. Nilai sampai di mana vena terisi waktu inspirasi biasa dan
mengukurnya dari tinggi titik acuan
Kelenjar Liur Kelenjar submandibula
. Palpasi bimanual menggunakan 1 jari pada mulut dan
jari lain di leher
. Kelenjar Parotis
. PalPasi daerah Periaurikuler
. parotid pada mukosa pipi di sekitar sisi
l1l::i,*!us

Jika ditemukan massa di


leher, harus diketahui asal massa nya,
apakah dari pembuluh limfa, kalau bukan apakah massa tersebut berasal
dari struktur anatomis sekitarnya seperti saraf, pembuluh darah, otot.
Mungkinkah berasal dari struktur anatomis yang abnormal seperti laringokel,
faringokel. Setelah menentukan asal massa, dipikirkan penyebabnya apakah
kongenital, inflamasi, trauma, neoplasma, degeneratif atau idiopatik.l'4

KELENJAR GETAH BENING

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan


apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Hal ini dapat dijumpai
pada tuberkulosis kelenjar, leukemia, limfoma malignum Apabila terdapat
pembesaran, perlu dideskripsikan letak, ukuran, jumlah, unilateral/bilateral,
konsistensi, mobilitas, dan ada tidaknya nyeri tekan. Kelainan pada kelenjar
getah bening dapat disebabkan metastasis kanker, limfoma maligna, atau
melanoma.l'2
Pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi menggunakan ujung
telunjuk dan jari tengah pada area-area berikut ini (Gambar 3.30):1'2

70
Pemeriksaan Kepala dan Leher

1. Preaurikula (belakang telinga)


2. Aurikula posterior
3. Oksipital
4. Tonsilar
5. Submandibular
6. Submental
7. Servikalsuperfisial
8. Servikal posterior
9. Deep cervicoL choin
10. Supraklavikula

Prururikular

Parotid

RctroL?hgcal
(lon3ilrr)
Subm.ndlhrl.r
(3ubmd(sal.ris) r***
Submantal

ScrYlkel antcrio, -

Lodus supravanfilular
(t .rb.iakr.drpGnyrkitl
.{,
. ,s:
.. .

.:y
{d

Gambar 3.30. Kelenjar Getah Bening Leher


http://www.lym phedemapeople.com/ima ges/9554jpg

KETENJAR TIROID
Pada pemeriksaan kelenjar tiroid dinirai besar dan bentuknya (normar,
difusa, nodular), ukuran, konsistensi (kenyal, keras, kista), permukaan (ratal
berbenjol-benjol), ikut bergerak saat menelan /tidak, nyeri/tidak, dan ada

71
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

tidaknya bising auskultasi. Jika nodular; perlu ditentukan apakah multinodul


atau soliter. Kalau teraba nodul yang soliter dan kelenjar lain membesan
mungkin menandakan nodul dominan pada goiter multinodular.l'a
Pada pemeriksaan pasien dengan kelainan tiroid, pasien berada dalam
posisi membelakangi pemeriksa. Kemudian dengan kedua tangan pemeriksa
dari arah belakang meraba kelenjartiroid pasiep. Setelah itu, pasien diminta
menelan ludahnya, agar dapat dinilai apakah kelenjar tersebut ikut bergerak
sesuai dengan gerakan menelan. Untuk kelenjar tiroid yang membesar
perlu dilakukan auskultasi untuk mengetahui apakah terdengar bruit. Hal
ini cenderung mengarah pada keadaan peningkatan vaskularisasi seperti
pada keganasan, tirotoksikosis. Auskultasi dilakukan pada tiroid yang
membesar; untuk mengetahui adanya bruit pada kelenjar tiroid tersebut.
Pada keganasan dan tirotoksikosis sering ditemukan bruit dari arah depan.l'3
Pemeriksaan kelenjar tiroid yang lebih rinci dapat dilihat pada pada bab 9
halaman 256.

TEKANAN VENA JUGULARIS


Pemeriksaan tekanan vena jugularis dilakukan pada vena jugularis eksterna
kanan karena berhubungan langsung dengan vena kava superior. Pada
gagal jantung kanan, bendungan di ventrikel kanan diteruskan ke atrium
kanan dan vena kava superior sehingga tekanan vena jugularis meninggi.
1

Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan dengan menggunakan


alat manometer. Namun menurut Lewis Borst dapat dilakukan pemeriksaan
secara tidak langsung melalui vena jugularis itu sendiri. Pertama-tama pasien
berbaring dengan sudut 450 dengan leher dalam keadaan lemas' Tentukan
posisi venajugularis eksterna kanan. Vena tidak boleh dikosongkan dengan
mengurutnya. Vena ditekan 1 jari mula-mula di sebelah bawah (proksimal)
dekat klavikula, lalu di sebelah atas (distal) dekat mandibula dengan jari lain,
kemudian tekanan oleh jari pertama dilepaskan. Dinilai sampai di mana vena
terisi waktu inspirasi biasa dengan mengukurnya dari tinggi titik acuan.1
3

Misalnya pada pemeriksaan tekanan vena 2 cm lebih tinggi dari titik


acuan. Karena jarak titik acuan-titik nol sama dengan R (atau 5 cm), maka
tekanan vena adalah R+2 cm H2O. Lebih baik tidak ditulis 7 cm H2O, untuk
memperlihatkan jarak R adalah 5 cm H2O.1
Teknik pemeriksaan vena jugularis secara lebih rinci dapat dilihat pada
bab 4 halaman 102.

72
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pengukuran tekanan vena di leher (cara tidak langsung) tidak dapat


dipercaya pada anak-anak karena reher terraru pendek atau pada pasien
dengan struma karena struma mungkin menekan vena jugularis. Tekanan
vena meninggi pada gagaljantung kanan, perikarditis eksudativa dengan
tamponade jantung, atau perikarditis konstriktiva.l
Bendungan di vena pulmonalis (gagal"jantung kiri) menggunakan
penyadapan jantung kanan (kateter Swan-Ganz).1

Kelenjar Liur
Kelenjar submandibula. Mudah teraba pada area submandibura, namun
pada pasien usia lanjut kelenjar tersebut cenderung bergeser kebawah
dan
sering dikira tumor. Cara pemeriksaan yang baik adalah dengan palpasi
bimanual menggunakan satu jari pada murut dan jari rain di reher. rnspeksi
intraoral dan palpasi duktus submandibula penting dilakukan untuk menilai
konsistensi.a

Kelenjar Parotis. Mudah diparpasi pada area periauricurar; tapi robus daram
terletak di parafaring dan tumor dapat tumbuh tanpa terdeteksi hingga
menjadi besar. Jangan lupa untuk memeriksa duktus parotid pada mukosa
pipi disekitar gigi molar atas 2 (Gambar 3.31).a

Xeleniar liur parotas


Dukrus parotis

,dr
:il)
Otot Masseter

\[f
Mukosa
Ouktus sublinguat
DuItus submandibular
Kclenrar liur sublingual
Otot myohyoid
Xeleniar liur subrnandibula

(a) Kelenjar liur

Gambar 3.31. Kelenjar parotis


http://u pload.wikimed ia.orglwikiped ialcommons/thu m b/7 /7 d/Gray1024.
png/250px-G ra y 1 024.png

73
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Nervus Kranialis


Nervus kranialis terdiri atas 12 nervus yaitu (Gambar 3.35):La
N.I. Olfaktorius - menghidu - komponen sensori; melalui lempeng
cribiform
Cara pemerlksaan: Meletakkan sesuatu yang berbau di hidung pasien
seperti kopi .

N.tr. Optikus -penglihatan-komponen sensori; melalui kanalis optikus


Memeriksa ketajaman penglihatan, warna, lapang pandang, refleks,
dan funduskopi
Cara memeriksa ketajaman penglihatan: Menggunakan Snellen Chart
Warna: Menggunakan Tes Ishihara
Lapang pandang: Jari pemeriksa digerakkan keempat kuadran
Refleks: Melihat refleks PuPil
Funduskopi: Menggunakan alat funduskopi pada kedua mata pasien
N.III. Okulomotorius - gerakan mata, konstriksi pupil, akomodasi, gerak
kelopak mata - motorik.
Cara pemeriksaan: Pemeriksa duduk di depan pasien dan meng-
gambar huruf H dengan jari, dan mata pasien mengikuti gerakan jari
N.N. Troklearis- gerakan mata - motorik; melalui superiororbital Fissuro (soF).

Cara pemeriksaan: Sama seperti pemeriksaan N.3.


N.V. Trigeminus mastikasi, sensasi wajah (V1 melalui SOF, V2 melalui
-
foramen rotundum, V3 melalui foramen ovale)' Memiliki komponen
sensorik dan motorik.
Cara pemeriksaan sensori: Menggunakan kapas pada kornea, dilihat
refleks kornea, pasien akan berespon dengan menutup mata (Gambar
3.32 (a)).
Motorik: meminta pasien mengatup gigi dan rasakan kontraksi otot
masseter (Gambar 3.32 (b))

Gambar 3.32. (a) Pemeriksaan Sensorik, (b) Motorik

74
Pemeriksaan Kepala dan Leher

N.Vl. Abdusen - gerakan mata (pandangan lateral); motorik. melalui SOF.


Cara pemeriksaan: Sama dengan memeriksa N. 3.
N.Vll.Fasialis - gerakan wajah, 2/3 anterior lidah, Iakrimasi, salivasi
(submandibular, submaxilla) ; Komponen sensorik dan motorik.
Melalui lnternaL Acoustic Meotus (IAM)
Cara pemeriksaan: Meminta pasien mengangkat alis dinilai kesimetrisan
lipatan dahi, menutup mata dinilai kekuatan melawan resistensi,
menggembungkan pipi dinilai kesimetrisan pipi kiri dan kanan, dan
mennyeringai dinilai kesimetrisan kanan dan kiri (Gambar 3.33).

Gambar 3.33. (a-d) pemeriksaan n. Vll


http://www.osceskills.com/e-learning/subjects/cranial nerve_
examination/

N.vlll.vestibulokoklearis- pendengaran dan keseimbangan; sensori.


melalui lAM.
Cara pemeriksaan: Menggunakan tes Rinne dan tes Weber
N.lX. Glosofaringeusl - 1/3 lidah posterior, menelan, salivasi (parotid),
badan karotid
Mengandung komponen sensori dan motorik. melalui foramen
jugularis
Cara Pemeriksaan: Merangsang refleks muntah dengan spatula lidah
di 1/3 lidah posterior
N.X. Vagus - Pengecap, menelan, elevasi palatum, berbicara, komponen
sensori dan motorik. melalui Foramen Jugularis.

75
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Cara pemeriksaan: meminta pasien membuka mulut, dinilai uvula


terletak ditengah
N.XI. Asesorius - menoleh kepala, mengangkat bahu. Motorik. melalui
foramen Jugularis
Cara pemeriksaan: Meminta pasien mengangkat kedua bahu, dan
menoleh melawan tahanan (Gambar 3.34).

Gambar 3.34. (a-b) Pemeriksaan n. XI

Gambar 3.35. Nervus Kranialis


http://www med icalook.com/systems-i mages/Cra nial-nerves j pg

76
Pemeriksaan Kepala dan Leher

N.xll Hipoglosus - Gerakan ridah. Komponen Motorik. merarui kanaris


hipoglosus.
Cara pemeriksaan: Melihat lidah pasien dalam keadaan diam dan
terjuluI dinilai posisi lidah.
Pemeriksaan Nervus Kranialis dirangkum pada tabel 3.g

Nervus I Letakkan sesuatu yang memiliki bau tajam dan khas di depan
(Olfaktori) hidung pasien, misal: kopi
Nervus ll Ketajaman penglihatan: Menggunakan Snellen Chart
(Optikus) pandang: Menggunakan jari pemeriksa
lapang. yang
digerakkan di keempat quadran
Reflex pupil: dengan bantuan senter
Pemeriksaan Fundus: menggunakan funduskopi
Nervus lll Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
(Okulomotor) Pemeriksa menggerakan jarinya dan membentuk huruf H,
minta agar mata pasien mengikuti gerakan jari pemeriksa.
Lihat gerakan bola mata ke arah medial, medial atas, lateral
bawah, lateral atas
Nervus lV Sama seperti pemeriksaan Nervus lll
(Troklearis) Lihat gerakan bola mata ke arah medial bawah
Nervus V Pemeriksaan sensori:
(Trigeminus) . Menyentuh kornea dengan lembut menggunakan ujung
kapas
. Lihat refleks kornea pasien: pasien akan berespon dengan
menutup mata
Pemeriksaan Motorik:
. Minta pasien untuk mengatupkan gigi
. Letakkan tangan pemeriksa di kedua pipi dan rasakan
kontraksi pada otot masseter
Nervus Vl Sama seperti pemeriksaan Nervus lll
(Abdusen) Lihat gerakan bola mata pasien ke arah lateral
Nervus Vll Minta pasien mengangkat alis: Nilai kesimetrisan lipatan dahi
(Fasialis) Minta pasien menutup mata: Nilai kekuatan melawan
resistensi yang diberikan pemeriksa
Minta pasien menggembungkan pipi: Nilai kesimetrisan pipi
kanan dan kiri
Minta pasien menyeringai: Nilai kesimetrisan sisi kanan dan
kiri
Nervus Vlll Menggunakan tes Rinne dan tes Weber
(Vestibulokoklearis)
Nervus lX Rangsang refleks muntah pasien dengan menggunakan
(Glossofaringeal) spatula lidah yang disentuhkan secara lembut pada daerah
1/3 posterior lidah
Nervus X Minta pasien untuk membuka mulut, dan perhatikan apakah
(Vagus) uvula terletak di tengah

77
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

NervusXlLetakkankeduatanganpemeriksadiataskeduabahupasien
dan berikan tekanan, minta pasien untuk mengangkat bahu
(Asesorlus) dan melawan tekanan itu
Letakkan tangan pemeriksa di samping wajah pasien dan
berikan tekanin, minta pasien untuk menoleh ke sisi tangan
itu
Pemeriksa dan melawan tekanan
NervusXllLihatlidahpasiendalamkeadaandiamdanterjulur
iivp"gG*l Nilai posisi iidah pasien (di tengah atau miring ke salah 1 sisi)

DAFTAR PUSTAKA
l.MarkumHMS.PenuntunAnamnesisdanPemeriksaanFisis.Jakarta:Pusat
Penerbit llmu Penyakit Dalam FKUI;2005'
2.GonzalesTS.PhysicalExaminationofTheHeadandNeck.Hawaii:TriplerArmy
Medical Center.
lnforma
3. Burton NL, Birdi K. clinical Skills for oscEs 2nd Ed. United Kingdom:
Healthcare; 2006.
P. Core Clinical Skills for oSCEs in Medicine. 2md
Ed. USA:
4, Dorman T, o,Neill
Churchill Livingstone. Elsevier; 2005.

78
BAB 4

[lt[th lt tsls ltfft ptt[ ER I l(sAAlt


HSIS tmnlllouAsl(ulAn
Ryan Ranitya, Simon Salim, ldrus Alwi

Anamnesis Kardiovaskular 79 Sinkop 88


Nyeri dada 81 Klaudikasio intermiten dan penyakit
Sesak napas 85 vaskular perifer 89
Edema 87 Fatique 91
Palpitasi 87 Pemeriksaan fi sis kardiovaskular 91

ANAMNESIS KARDIOVASKU LAR


Anamnesis sangat penting dalam mendiagnosis penyakit kardiovaskular
(KV)' Banyak gejala dapat bersumber dari kerainan kardiovaskular
tetapi
gejala yang umumnya berkaitan dengan KV adalah nyeri dada, sesak napas
yang dipicu oleh aktivitas fisik, ortopnu , poroxysmal nocturnol dyspneu
(PND), kaki bengkak, palpitasi, sinkop, klaudikasio intermiten dan
fotigue
(kelelahan) (Tabel 4.1).

Riwayat penyakit KV dahulu


Faktor risiko
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat pekerjaan
Keluhan nyeri dada
Sesak
Batuk
Palpitasi
Sinkop dan riwayat jatuh
Fofigue (kelelahan)
Bengkak pada tungkai

Pertanyaan sebaiknya membantu mengarahkan pada diagnosis tertentu,


sehingga gejala yang ditanyakan juga yang spesifik. Contoh pertanyaan
yang dapat digunakan untuk sistem kardiovaskular adalah:

79
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

. Adakah rasa nyeri/tertekan/tertindih di daerah dada? (infark miokard)


. Adakah terbangun malam hari karena sesak ? (gagaljantung)
. Adakah sesak saat aktivitas? Seberapa berat aktivitas yang menimbulkan
rasa sesak ? (kelas fungsional gagaljantung)
. Apakah dapat tidur terlentang tanpa merasa sesak ? (ortopnu)
. Apakah ada bengkak di pergelangan kaki ? (gagal jantung)
. Apakah ada rasa berdebar atau berdegup tidak teratur ? (aritmia)
. Apakah pernah mengalami pingsan/gelap mata tanpa ada gejala
pendahulu (tiba-tiba)? (serangan stokes adam)
. Apakah pernah mengalami serangan pingsan/9elap mata saat aktivitas?
(stenosis aorta berat/kard iomiopati hipertropi)
. Adakah nyeri di daerah tungkai bawah saat aktivitas? (klaudikasio)
. Pernahkah tangan atau kaki terasa dingin atau biru? (sianosis)
. Pernah dikatakan demam rematik, serangan jantung, tekanan darah
tinggi?
Riwayat penyakit dahulu yang penting untuk diketahui adalah
riwayat infark miokard, operasi by poss atau pemasangan stent koroner,
kardiomiopati, kelainan kongenital, kelainan katup, sindrom. Marfan, demam
reumatik, choreo, penyakit menular seksual, tindakan pada gigi, penyakit
tiroid, riwayat kelainan jantung pada pemeriksaan rutin sekolah/asuransi,
obat-obatan yang dikonsumsi.
Riwayat sosial mencakup riwayat pekerjaan dan kebiasan merokok dan
minum alkohol. Faktor risiko untuk penyakit jantung koroner (PiK) harus
ditelusuri seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, obesitas, kurang latihan
fisik, riwayat sakit jantung pada keluarga dan merokok.
Untuk setiap keluhan dan gejala yang ditemukan selalu ditanyakan
informasi dasar:
. Bagaimana timbulnya gejala
. Beratnya gejala
. Lama gejala, termasuk kapan mulai timbul gejala, kapan gejala berakhir
dan seberapa sering gejala itu muncul
. Faktor apa saja yang dapat memicu timbulnya gejala dan faktor apa
yang dapat menguranginya
. Adakah keluhan atau gejala yang sama sebelumnya
. Berapa besar pengaruh gejala terhadap aktivitas sehari-hari

80
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

NYERI DADA

Keluhan dan gejala nyeri dada dapat bersumber dijantung (kardiak)


maupun
selain jantung (non kardiak). Gejara nyeri dada yang
disebut dengan istirah
"angina" sebenarnya rebih tepat disebut rasa
tidak nyaman di dada (chest
discomfort), karena tidak seraru dipersepsikan sebagai
nyeri oreh pasien.
Keluhan ini biasanya dihubungkan dengan penyakitjantung
koroner (pJK),
namun bisa disebabkan oleh berbagai hal selain pJK
seperti pneumonia,
perikarditis, refruks gastroesofagear, atau nyeri
otot dada. Anamnesis yang
teliti dapat membantu memilah pasien dengan keluhan nyeri
dada untuk
diagnosis yang lebih spesifik (Tabel 4.2).

Kardiak
Angina Rasa berat/nyeri dada Nyeridipicu olehaktivitasfisik,
retrosternal yang menjalarke udara dingin, stres/emosi
leher, rahang, epigastrium,
bahu atau lengan kiri

Sama dengan angina tetapi Biasanya > 20 menit, timbul


Angina tak stabil/ lebih berat tiba-tiba disertai mual, muntah
infark miokard akut
dan sesak

Perikarditis N.yeri dada lebih tajam, Adanyapericordiolftiabn rub


pleuritik dan diperberat Gambaran EKG elevasi ST
dengan perubahan posisi. tanpa ada perubahan
resiprokal depresi ST

Vaskular Nyeri yang tajam menyayat, Nyeri yang hebat, adanya


Diseksi aorta timbul tiba-tiba pada dada hipertlnsl atau penyakit
depan dan sering menjalar sindrom Marfan
ke punggung
Emboli paru Timbulsesakdan nyeritiba- Sesak, takikardia dan tanda
tiba, nyeri pleuritik gagaljantung kanan

Hipertensi Nyeri substernal yang Nyeridisertaisesakdantanda


pulmonal menekan dinding dada, hipertensi pulmonal
dipicu aktivitas
Paru-paru
Pleuritis/ Nyeri pleuritik, biasanya Nyeri pleuritik dan lokasi di
Pneumonia singkat dan di daerah yang laieral dada disertai sesak
terkena

Trakeobronkitis Rasa.tidak nyaman seperti Lokasi di tengah dan disertai


terbakardi garistengah dada batuk
Pneumotorak Nyeri pleuritik uni-lateral Nyeri tiba_tiba dan sesak
spontan tiba-tiba disertai sesak napas

81
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gastrointestinal
Refluks gastro Rasa panas/terbakar Dipicu oleh makanan dan
esofageal substernal dan di nyeri berkurang setelah
(GERD) epigastrium selama 10-60 minumantasida
menit

Ulkus Rasa panas/terbakar di Nyeri berkurang serelah


peptikum epigastrium/substernal yang- minum antasida atau makanan
berlangsung lama

Penyakit Rasa nyeri pada kuadran Faktor pemicu tidak jelas,


kandung empedu kanan atas epigastrium kadang sesuai pola/jenis
makanan

Pankreatitis Nyeri yang intens pada Faktorrisikotermasukalkohol,


epigastrium dan substernal dislipidemia

Muskuloskeletal Nyeri yang tiba-tiba dan Dapat ditimbulkan oleh


Kosto- tajam penekanan pada sendi yang
kondritis terkena, kadang disertai
bengkak/radang
Nyeri ydng ditimbulkan
Posisi/eerak
ffi'olf"iil
Penyakit Nyeri yang tiba-tiba dan Nyeri dapat dipicu dengan
servikal tajam
diskus pergerakan leher

Trauma atau kram Nyeri yang konstan Dapat dipicu dengan palpasi
otot atau Pergerakan dinding dada
atau lengan
lnfeksi
Herpes Rasa nyeri seperti terbakar Adanya ruam, distribusi sesuai
zoster pada daerah distribusi dermatom.
dermatom Parestesia lokal sebelum
timbul ruam.
Tidak ada Perubahan EKG.

Psikologis/depresi Nyeri dada disertai rasa Adanya riwayat gangguan


tercekik, sesak selama emosional.
> 30 menit yang tidak Perasaanbebanberatdidada
berhubungan dengan yang kontinyu dan konstan.
aktivitas atau pergerakan Nyeri tidak berhubungan
dengan aktivitas fisik.
Tidak ada perubahan EKG.

Nyeri dada kardiak tipikal timbul akibat iskemia atau infark miokard akut
yang disebabkan ruptur plak aterosklerosis pada pembuluh darah koroner
dan menyebabkan sumbatan baik total maupun subtotal. Manifestasi klinis
nyeri dada yang tipikal ;

82
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

. Kualitas -
Nyeri seperti diremas, menahan beban berat, mencekik
atau adanya rasa tidak nyaman di dada. Angina biasanya tidak bersifat
tajam seperti ditusuk dan tidak berubah kualitasnya bila ada perubahan
posisi atau respirasi.
. Durasi - Episode angina biasanya hilang timbul, berlangsung selama
beberapa menit. Nyeri yang konstan da-n berlangsung terus-menerus
selama beberapa jam biasanya bukan angina
. Lokasi - biasanya substernal, namun sering disertai penjalaran ke
leheri rahang, epigastrium, atau lengan. Nyeri yang berlokasi di atas
mandibula, bawah epigastrium atau pada daerah lateral dinding dada
biasanya bukan angina (Gambar 4.1)

Ierlokasir (tepat Kombinast umum: Iengah dada dan bagian alas abdomef,.
dibawah lulang dada) tengah dada, leher dan lsgan bagran dalam. dmana seflngkali salah
atau rahano Lengan kii dan bahu duga *bagar gangguan
daerah yang l6bih ,uas lebjh sering lerkena pen@maan
pada bagran tflgah danpada sisr kanan
dada. alau pada rclunlh
dada bagian alas

Daorah yang lebih luas Bagian bawah tengah Bagian dalam lengan Diantara dua ujung
pada dada, leh€t rahang leh€r hingga kedua sisi kanan. mulai dari ketiak tulang belikal
dan longan bagaan dalam leher bagian atas; dan hingga ke bawah s,kui
rahang, nlular dari bagian dalam lengan kifl
telinga yang satu ke hrngga pinggang. Sisr
telingan yang larnnya. kiri lengan dan bahu
lebih serng terkena
dariDada sisi kanan

Gambar 4.1. Lokasi-lokasi yang biasa dikeluhkan pada angina

. Pemicu - angina biasanya dicetuskan oleh aktivitas fisik atau stres


emosional dan nyeri akan berkurang dengan istirahat. Nitrat sublingual
juga akan mengurangi nyeri pada angina dalam 30 detik sampai
beberapa menit.

83
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Beberapa keluhan pasien sangat mendukung kemungkinan infark


miokard akut (lMA), dan beberapa keluhan lainjustru semakin menurunkan
kemungkinan suatu infark miokard akut (Tabel 4.3.)
Nyeri dada akibat PJK atau angina mempunyai kekhususan karena
merupakan salah satu kondisi darurat yang harus mendapat penanganan
segera. Berdasarkan hal ini angina diklasifikasikan menjadi angina tipikal,
atipikal dan angina nonkardiak (Tabel 4.4).
Respons pemberian terapi nitrat terhadap gejala nyeri dada, angina
maupun sesak dapat memberikan petunjuk mengenai penyebabnya. Angina
akibat PJK biasanya membaik dengan nitrat dalam 1 - 5 menit. Bila responsnya
lebih dari 5 menit maka kemungkinan penyebabnya bukan PJK, tapi hal yang

Kemungkinan IMA meningkat


Penjalaran ke lengan atau bahu kanan 4,7 (1,9 - 12)
Penjalaran ke kedua lengan atau bahu 4,1 (2,s - 6,5)
Berhubungan dengan aktivitas 2,4 (1,5 * 3,8)
Penjalaran ke lengan kiri 2,3 (1,7 - 3,1)
Berkeringat (diaphoresis) 2,0 (1,9 - 2,2)
Berhubungan dengan mual atau muntah 1,9 (1,7 - 2,3)
Lebih buruk dari angina/serangan jantung sebelumnya 1,8 (1,6 - 2,0)
Seperti tertindih 1,3 (1,2 - 1,5)
Kemungkinan IMA menurun
Bersifat pleuritik 0,2 (0,1 - 0,3)
Bersifat posisional 0,3 (0,2 - 0,s)
Bersifat tajam 0,3 (0,2 - 0,5)
Timbul ulang dengan palpasi 0,3 (0,2 - 0,4)
Lokasi di bawah - mammae 0,8 (0,7 - 0,9)
Tidak berhubungan dengan aktivitas 0,8 (0,6 - 0,9)

Angina tipikal
. Angina yang. khas yaitu nyeri dada retrosternal, kualitas dan durasinya
. Timbulnya angina dipicu oleh aktivitas fisik dan atau emosi
Angina berkurang bila istirahat atau dengan pemberian Nitrat
Angina atipikal
. Bila angina hanya memenuhi 2 karakteristik di atas
Angina nonkardiak
. Bila hanya memenuhi 1 atau tidak ada satu pun

84
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

lain. Nitrat juga dapat mengurangi gejala sesak akibat gagaljantung karena
dapat mengurangi aliran darah balik vena, dan juga dapat mengurangi nyeri
spasme otot polos terutama pada esofagus dan kolik batu empedu.

SESAK NAPAS
Sesak napas dapat disebabkan oleh penyakitjintung atau penyakit lainnya.
Gejala sesak napas yang berkaitan dengan penyakitjantung bisasanya dipicu
oleh aktivitas fisik karena kegagalan pompa jantung untuk mengkompensasi
kebutuhan yang meningkat dan dikenal dengan istilah dyspneu d?ffort.
Gejala sesak napas yang timbul jika pasien tidur telentang disebut
ortopnu, hal ini karena edema paru interstisial yang tersebar ke paru bagian
atas dan bawah pada posisi terlentang sehingga oksigenasi darah terganggu.
Pada anamnesis pasien menyatakan .1ika tidur perlu dua atau tiga bantal
untuk mengurangi sesak napas.
Selain itu, ortopnu juga sering ditemukan pada keadaan penyakit
apikal paru. Ventilasi apikal paru yang berkurang pada beberapa penyakit
menyebabkan pasien mengalami deoksigenasi saat berbaring, ketika aliran
darah ke apikal paru meningkat. Saat pasien beralih ke posisi duduk, aliran
darah paru terutama berada pada bagian basal paru, sehingga rasio ventilasi/
perfusi membaik.Penyebab ortopnu lainnya: asites masif, kehamilan, paralisis
otot diafragma, pneumonia berat, dan efusi pleura bilateral.
Gejala poroxysmoL nocturnol dyspneo (pND) adalah sesak napas berat
yang membangunkan pasien dari tidurnya di malam hari. Hal ini terjadiakibat
kegagalan mendadak ventrikeljantung untuk memompa darah karena ada
kenaikan tekanan baji pulmonal mendadak yang menyebabkan transudasi
cairan ke daerah interstisial paru sehingga menyebabkan sesak.
Gejala sesak akibat gagal jantung seringkali sulit dibedakan dengan
sesak akibat penyakit paru. oleh karena itu riwayat penyakit sebelumnya
sangat penting untuk diketahui. Misalnya pada pasien dengan riwayat
infark miokard dan hipertensi gejala sesak lebih mungkin disebabkan oleh
gagaljantung. Berikut adalah tanda dan gejala menyertai sesak yang lebih
mengarah pada kelainan jantung yaitu;
. Adanya riwayat kelainan atau sakit jantung seperti infark miokard
. Adanya gejala ortopnu ataupun PND
. Tidak ada mengi
. Denyut apeksjantung yang abnormal

85
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

. Adanya bunyijantung gallop 53


. Adanya murmur jantung
. Adanya ronkhi basah halus pada awal dan pertengahan inspirasi
. Batuk yang timbul bila berbaring telentang

Saat ini dikenal kriteria klinis yang mengkombinasikan temuan


pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang gederhana dalam menegakkan
diagnosis gagal jantung (Tabel 4.5). Kriteria ini menyatakan kemungkinan
gagaljantung apabila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor; dengan sensitivitas 100 % dan spesifisitas 78 %.
Kriteria minor dapat dijumpai pada keadaan lain seperti hipertensi
paru, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), sirosis, asites, sindrom nefrotik.
Sedangkan hal-hal berikut lebih mengarahkan gejala sesak akibat penyakit
paru-paru:
. Riwayat merokok
. Adanya mengi
. Tidak ada gejala ortopnu atau PND
. Dinding dada terlihat mengembang
. Bernapas dengan mulut
. Ronki halus pada akhir ekspirasi
. Adanya batuk yang produktif atau berdahak
Gejala sesak dapat juga disebabkan oleh kondisi psikologis seperti
kecemasan dan kadang-kadang digambarkan sebagai ketidakmampuan
untuk bernapas secara lega dan sering disertai helaan napas di akhir respirasi.
Anamnesis psikosomatis dapat membantu mengarahkan diagnosis dari
awal perjumpaan.

Pa roxysmo I noctu rn o I dyspneo Edema tungkai bilateral


Distensi vena leher Batuk nokturnal
Ronki basah kasar (rales) Sesak pada aktivitas sehari - hari
Kardiomegali secara radiografi Hepatomegali
Edema paru akut Efusi pleura
Gallop 53 Penurunan kapasitas vital sebanyak 1/3
Peningkatan tekanan vena sentral dari kapasitas maksimal sebelumnya
(> 16 cmH2O) Takikardia (> 120 x/menit)
Refluks Hepatojugular
Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari
akibat terapi

86
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

EDEMA
Edema tungkai bilateral bisa disebabkan oleh gagaljantung kongestif atau
gagal jantung kanan sekunder akibat penyakit lain seperti penyakit paru
kronis. Bila gagal jantung makin berat, maka edema akan semakin berat
dan menyebar ke paha, genitalia, dan perut. Pada anamnesis perlu diketahui
jenis obat yang dikonsumsi sebelumnya terutama golongan vasodilator
seperti antagonis kalsium yang mempunyai efek samping edema perifer.
Edema yang tersebar ke seluruh tubuh termasuk diwajah biasanya berkaitan
dengan kelainan sindrom nefrotik.
Berikut adalah petunjuk gejala dan tanda penyerta edema:

a. Edema yang berkaitan dengan gagaljantung


- Adanya riwayat kelainan atau penyakit jantung
- Adanya gejala gagaljantung
- Peningkalan Jugular Venous Pressure QVP)

b. Edema yang berkaitan dengan hipoproteinemia


- JVP normal
- Edema non-pitting atau berbalik dengan cepat bila ditekan

c. Edema yang berkaitan dengan trombosis vena dalam atau selulitis


- Edema unilateral
- Adanya eritema pada kulit
- Nyeri pada tungkai

d. Edema yang berkaitan dengan obat (drug-induced edemo)


- Adanya riwayat pemakaian obat antagonis kalsium seperti
amlodipin

e. Edema yang berkaitan dengan sistem limfatik (limfedema)


- Edema non-pitting
- Edema tidak memberat pada sore atau malam hari setelah aktivitas

f. Edema yang berkaitan dengan deposisi lemak (lipoedema)


- Edema non-pitting
- Kaki bengkak
- Obesitas/kegemukan

PATPITASI
Palpitasi atau perasaan berdebar merupakan gejala yang umum. penting
ditanyakan pada pasien tentang deskripsi palpitasi apakah cepat atau lambat,

87
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

teratur atau tidak teratur, serta onsetnya mendadak atau perlahan-lahan.


Aritmia .jantung biasanya timbul mendadak, sedangkan sinus takikardia
timbulnya bertahap. Bila palpitasi tidak teratur menunjukka.n fibrilasi atrial.
Bila palpitasi diikuti oleh penurunan kesadaran kemungkinan adalah suatu
takikardia ventrikel. Serangan takikardia supraventrikular dapat diobati
dengan meningkatkan tonus vagal dengan c.ara manuver valsava, pijatan
karotis, batuk, minum air dingin atau menelan es batu'

SINKOP
Sinkop adalah penurunan kesadaran sementara akibat anoksia serebral,
biasanya karena aliran darah ke otak yang tidak cukup. Sinkop bisa
merupakan suatu gejala neurologi atau kardiak. Harus dijelaskan kapan
sinkop muncul apakah setelah berdiri lama, timbul mendadak dari posisi
duduk ke berdiri (posturol syncope), saat buang air kecil (micturition syncope),
saat batuk (tussive syncope), atau saat emosi mendadak (vosovagal syncope).
Timbulnya bradikardia yang mendadak sampai terjadinya blok biasanya
berulang disebut Stokes-Adom's attock. Perlu anamnesis mengenai obat-
obatan yang dapat menyebabkan bradikardia seperti digoksin, penyekat
beta atau antagonis kalsium. Beberapa hal yang dapat membantu
menentukan penyebab sinkop yang terjadi:

a. Sinkop vasovagal
- Onset pada usia remaja atau sekitar usla 20 tahun
- Timbul sebagai reaksi stres emosional
- Berhubungan dengan gejala muntah
- Kehilangan kesadaran yang sangat singkat
- Tidak ada gejala sisa neurologis ketika tersadar dari sinkop

b. Sinkop ortostatik
- Timbul saat mendadak berdiri dari posisi duduk atau berbaring
- Durasi sinkop sangat singkat
- Biasa timbul pada pasien yang sedang puasa atau dehidrasi
- Tekanan darah rendah
- Riwayat minum obat anti hipertensi

c. Sinkop situasional
- Timbul pada kondisi tertentu sepertu berkemih atau batuk-batuk

88
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

d. sinkop yang berkaitan dengan ejeksi ventrikel kiri yang rendah misalnya
pada stenosis aorta atau kardiomiopati obstruktif
- Timbul pada saat aktivitas yang memberat

e. Sinkop berkaitan dengan aritmia


- Adanya riwayat keluarga meninggal mendadak
- Konsumsi obat-obat anti aritmia
- Adanya riwayat sakit jantung terutama aritmia ventrikel
- Adanya riwayat palpitasi
- Kejadian sinkop tanpa gejala pendahuluan sebelumnya

f. Sinkop yang berkaitan dengan vertigo


- Biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran
- Sinkop makin parah bila kepala berputar
- Pusing berputar

S. Sinkop yang berkaitan dengan kejang


- Ada gejala prodromal atau aura
- Adanya gejala lidah tergigit
- Gejala kejang
- Kepala bergerak pada waktu sinkop
- Dipicu oleh stres emosi
- Sianosis
- Nyeri otot setelah kejadian sinkop

h. Sinkop yang berkaitan dengan gangguan metabolik


- Kadar gula rendah
- Riwayat konsumsi obat anti hipoglikemik

KLAUDIKASIO INTERMTTEN DAN PENYAKIT VASKULAR PERIFER


Klaudikasio adalah gejala nyeri pada tungkai bawah yang timbuljika berjalan
melebihi jarak tertentu dan jarak ini disebut
Jarak klaudikasio". Jarak
klaudikasio dapat berubah dan menjadi lebih pendek bira menaiki tangga
atau bukit. Gejala klaudikasio menunjukkan adanya penyakit vaskular perifer
yang menyebabkan kurangnya suplai darah ke otot yang bersangkutan.
Faktor-faktor risiko penyakit vaskular perifer yang penting adalah merokok,
diabetes, hipertensi dan adanya riwayat penyakit vaskular di organ tubuh yang
lain seperti strok atau penyakitjantung koroner (pJK). pada penyakit vaskular

89
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

periferyang lanjut dapat ditemukan gejala ekstremitas dingin, kebas, dan nyeri
bahkan pada saat tidak bergerak atau keadaan diam. Gejala penyakit vaskular
periferyang perlu dievaluasi adalah nyeri, pucat, denyutyang berkurang atau
tidak ada, parastesia, dingin, dan lemah' Beberapa hal yang penting untuk
dianamnesis pada pasien dengan kecurigaan penyakit vaskular perifer:
. Apakah ada rasa nyeri pada tungkai yanglimbul saat berjalan
. Lokasi nyeri
. Berapa jauh dapat berjalan sebelum timbul nyeri
. Apakah nyeri berkurang bila berhenti berjalan
. Apakah nyeri pernah timbul dalam keadaan diam
. Apakah ada perubahan warna kulit pada tungkai
. Apakah pernah timbul luka atau ulkus pada tungkaiyang sukar sembuh
. Apakah ada riwayat strok atau penyakitjantung koroner
. Kebiasaan merokok

Faktor risiko penyakit jantung koroner sangat penting untuk


dievaluasi pada anamnesis dan pemeriksaan fisis kardiovaskular. selain
riwayat angina dan atau riwayat infark miokard akut sebelumnya, perlu
ditanyakan mengenai adanya DM, kadar kolestrol tinggi, hipertensi,
kebiasaan merokok, riwayat penyakit ginjal kronik, riwayat keluarga
dengan PJK, Untuk masing-masing faktor risiko PJK tersebut dapat
ditanyakan secara lebih rinci hal-hal yang berkaitan sebagai berikut:

a. Hipertensi
- Kapan pertama kali didiagnosis hipertensi
- Obat-obatan anti hipertensi apa saja yang dikonsumsi
- Keteraturan minum obat

b. Hiperlipidemia
- Kadar kolesterol bila telah diperiksa atau diketahui sebelumnya
- Adanya obesitas
- Kebiasaan minum alkohol
- Obat-obatantihiperlipidemia yang dikonsumsi

c. Diabetes
- Diabetes sudah dikenal sebagai faktor risiko ekuivalen dengan PJK

- Sudah berapa lama mengidap diabetes


- Obat-obatan untuk diabetes
- Bagaimana kontrol gula darah selama pengobatan diabetes

90
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

d. Penyakit ginjal kronik (PGK)


- Mortalitas kardiovaskular tinggi pada pasien pGK
- Sejak berapa lama mengidap pGK
- Obat-obat apa saja yang telah dikonsumsi
- Terapi dialisis dan efektivitasnya

e. Kebiasaan merokok
- Berapa lama riwayat merokok
- Berapa lama sudah berhenti merokok

f. Riwayat keluarga
- Adakah keluarga yang meninggal mendadak
- Adakah keluarga yang mengalami serangan jantung dan di usia berapa

g. Gigimulut
- Kebersihan gigi dan mulut berpengaruh pada kelainan jantung
terutama dengan kelainan katup yaitu penyakit jantung reumatik
- Apakah ada masalah dengan kebersihan gigi dan mulut
- Adakah riwayat infeksi gigi atau gusi

FATIQUE

Fotique atau kelelahan adalah gejala yang sangat umum. Fotique dapat
disebabkan berkurangnya curah jantung seperti pada gagal jantung dan
berkurangnya suplai aliran darah ke otot skeletal yang menyebabkan gejala
lemah.

PEMERI KSAAN FTSIS KARDTOVASKU LAR

Pada saat melakukan pemeriksaan fisis kardiovaskular, pengetahuan


mengenai anatomi dan fisiologijantung dan sistem pembuluh darah sangat
penting (Gambar 4.2). Bagian-bagian jantung beserta posisi semua katup
jantung harus diingat dengan benar. setiap siklusjantung akan menghasilkan
gerakan kontraksi dan relaksasi jantung. Katup jantung merupakan pintu
pembatas antara atrium dan ventrikel atau pembuluh darah besar dengan
ventrikel. Adanya aliran darah yang tidak normalyang melalui katup jantung
dapat menghasilkan bunyi jantung yang abnormal. peningkatan tekanan
di ventrikel kanan yang disebabkan oleh gagal jantung atau peningkatan
tekanan baji vena pulmonalis akan mengakibatkan peningkatan JVp

91
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

i,s tt Arteri Pulmonalis

. Atrium kiri
Katup pulmonal
Katup Aorta

Katup mitral

Ventrikel kiri

Venkikel kanan

Struktur penunjang

Bunyi jantung pertama Bunyi Jantung kedua


"Lub" terjadi saat "Dub" terjadi saat
penutupankatupatrioventrikular penutupankatupsemilunar

katup atrioventrikular katup semilunar

Gambar 4.2. Gambar Skematis Anatomi Jantung

Posisi Pasien
Pada saat melakukan pemeriksaan fisis kardiovaskular, posisi pasien yang
benar sangat penting. Pasien berbaring di tempat tidur dengan sudut 45
derajat dari garis sejajar dengan lantai. Posisi ini terutama untuk pengukuran
JVP.

Keadaan Umum
. Setelah pasien berbaring dengan posisi 45 derajat, mulai dilakukan
observasi dengan menilai keadaan umum misalnya apakah tampak
sesak, lemah atau pucat. Setelah melihat secara keseluruhan, lanjutkan
dengan pemeriksaan tanda vital. Beberapa penampilan umum yang
berhubungan dengan kelainan kardiovaskular meliputi:

92
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

. Edema anasarka pada gagaljantung kongestif


. Sesak berat seperti bergumul saat bernapas pada edema paru akut.
. Penampilan jangkung, ekstremitas panjang, lemak subkutan yang tipis
pada sindrom Marfan
. Postur tubuh tinggi, dengan ekstremitas panjang pada sindrom
klinefelter berhubungan dengan kerainan defek septum arriar/
ventrikular, PDA dan tetralogi Fallot
. Postur pendek, leher lebar; garis rambut yang rendah, dahi kecil, puting
yang terpisah jauh dan infantilisme seksual pada sindrom Turner
berhubungan dengan koartasio aorta dan stenosis katup purmonar
' Dwarfisme dan polidaktili pada sindrom Ellis-van-Creveld berhubungan
dengan defek septum atrial dan atrial komunis
' obesitas dan somnolen berhubungan dengan obstrudive sleep opneu
. Obesitas trunkal, ekstremitas kurus, moon foce, buffolo hump pada
sindrom Cushing berhubungan dengan hipertensi
' Hammer toes dan pes covus pada otoxio Friedreichberhubungan dengan
kardiomiopati hipertrofi, angina dan srck sinus syndrome
. Pinggang bawah yang lurus pada spondilitis ankilosing berhubungan
dengan regurgitasi aorta dan blok AV total.
' Tanda Levine berupa mengeparkan tangan dan meretakkannya di depan
dada tipikal pada pasien infark miokard akut

Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah adarah bagian penting pemeriksaan fisis
kardiovaskular. Pemeriksaan tidak rangsung yang biasa digunakan adarah
dengan sphygmomonometer. Tekanan darah sistorik adarah tekanan puncak
tertinggi yang timbul pada pemburuh darah arteri segera seterah ventriker
berkontraksi atau mengalami fase sistolik. Tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah terendah saat tekanan menurun selama fase diastolik
ventrikel. Tekanan darah normal menurut Joint Nationol Comittee (JNC)
Vll:
sistolik < 140 dan diastolik < 90 mmHg.
Tekanan darah diukur dengan manset alau cuffyanq dilingkarkan pada
lengan atas dengan pusatnya pada arteri brakialis (Gambar 4.3). pada
pengukuran tekanan darah cuff dikembangkan sampai penuh dan
denyut
arteri menghilang lalu dikempiskan perlahan-lahan 3-4 mmHg per detik
sampai denyut arteri kembali.

93
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar 4.3. Posisi Manset dalam Pengukuran Tekanan Darah

Lima bunyi yang berbeda akan terdengar pada saat cuff dikempiskan
pada tiap
yang disebut bunyi Korotkoff. Berikut adalah bunyi Korotkoff
fasenya:

Fase 1 Suara detak (Athuil


Fase 2 Suara meniup (A blowing noise)
Fase 3 Detak lemah (A softer thud)
Fase 4 Suara mulal menghilang (A disoppeoring blowing noise)
Sering tidak ada, biasanya 20 mmHg di atas fase 5
Fase 5 Suara/bunyi menghilang (Nothing)

(Korotkoff l)'
Tekanan sistolik adalah bunyi pertama yang terdengar
Penurunantekanansecaraperlahanterusdilanjutkan.Tekanandiastolik
adalah saat bunyi hilang (Korotkoff V)'
Di samping identifikasi setiap fase tersebut' ada yang dinamakan
"ouscultotory gop"/celah suara. Celah suara ini terdapat di bawah tekanan
Pada fibrilasi
sistolik, kemudian suara akan timbul kembali saat akan diastolik.
atrial,untukpengukurantekanandarah,tekanansistolikadalahpadawaktu
sebagianbesarsikluskontraksijantungataufasesistolikberada.Sedangkan
menghilang'
untuk diastolik yaitu pada waktu sebagian besar bunyijantung
Bilapemompaankurangtinggi,tekanandarahsistolikakandinilai
pustaka' tekanan
terlalu rendah akibat adanya celah suara ini' Pada beberapa

94
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

diastolik dibagi menjadi dua bagian, pertama adalah saat awal fase 4, dan
kedua adalah saat awal fase 5, hal ini biasanya pada anak - anak, atau apabila
suara terdengar sampai mendekati 0 mmHg.
Americon Heort Associotion (AHA) mengeluarkan petunjuk melakukan
pemeriksaan tekanan darah yang baik. Naskah lengkap dapat dilihat dari
rujukan referensi, secara singkat tercantum pada tabet 4.G.

Pasien harus dalam keadaan tenang, sudah istirahat 5 menit. pastikan lengan
yang digunakan untuk pengukuran bebas dari pakaian sempit, tidak ada fisiula
arteriovenosa untuk dialisis atau tanda limfedema (terlihat setelah diseksi
kelenjar getah bening aksila atau radiasi aksila)
Pasien duduk di kursi dengan sandaran, kaki menapak lantai, lengan beristirahat
di meja atau topangan lain, posisikan lengan sehingga arteri brakialis sejajar
dengan jantung dan sedikit fleksi pada siku.
3 Palpasi arteri brakialis untuk mengkonfirmasi adanya pulsasi.
4 Balon di dalam manset harus melingkupi paling tidak 80 % lingkar lengan pada
orang dewasa, bila manset terlalu kecil harus dicatat.
Bagian tengah balon diposisikan pada arteri brakialis, ikatan manset jangan
terlalu kencang, dan batas bawah manset berada 2 cm di atas fossa-cubtti,
untuk memberi ruangan peletakan stetoskop.
Manometer diletakkan sedemikian, sehingga kolom pem-bacaan berada
sejajar garis pandangan mata, dan selang manset ke manometer tidak terlipat.
Manset dikembangkan secepatnya sampai 70 mmHg, lalu naik pelan - pelan
10 mmHg sampai denyut nadi radialis hilang, untuk menghindari kesalahan
menganggap celah suara sebagai sistolik.
Stetosko! menggunakan frekuensi rendah (bel1), kanula kuping diposisikan
agak miring sedikit ke anterior sedemikian sehingga pas di tempatnya.
Kepala stetoskop diletakkan di atas fossa cubiti, daerah medial, di atas arteri
brakialis, di bawah batas bawah manset, kepala stetoskop sebaiknya tidak
diselipkan di manset karena dapat mengacaukan bunyr, terutama pada
penggunaan be11.

10 Manset dikembangkan lagi secara cepat sampai 20 - 30 mmHg di atas tekanan


yang diperoleh dengan cara palpasi, kemudian turunkan perlahan (2 mmHg/
detik) sampai terdengar bunyi korotkoff.
11 Saat bunyi korotkoff terdengar, penurunan tekanan tidak boleh melebihi 2
mmHg/detik, dan mengidentifikasi fase 1 , f ase 4, dan fase 5.
tz. Setelah bunyi Korotkoff menghilang, manset dikempiskan perlahan-lahan
untuk 10 mmHg lagi, untuk mendeteksi kemungkinan kesalahan pendengaran,
kemudian baru dikempiskan secara cepat. pasien kemudian dipersilihkan
isirahat selama 30 detik.
13. Data yang perlu dicatat adalah nama pasien, tanggal dan jam, sisi lengan,
posisi pasien, ukuran manset bila tidak standar, dan tekanan darah. Tekanan
darah dapat ditulis fase 1/fase 4/fase 5 (missal: 120/50/44 mmHg) bila suara
terdengar sampai mendekati 0 mmHg.
14. Pengukuran diulang setelah minimal 30 detik, dan dua pembacaan di rata-ratakan.

95
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pada saat inspirasi, tekanan darah sistolik dan diastolik akan menurun
karena tekanan intratorasik yang rendah dan darah berkumpul di pembuluh
paru dan akan mengurangi pengisian ventrikel kirijantung. Pulsus porodoxus
'10 mmHg saat inspirasi
adalah penurunan tekanan darah yang berlebihan >
(bukan sebaliknya). Hal ini dapat ditemukan pada perikarditis konstriktif,
efusi perikardial dan asma berat. Pulsus paradoksus dapat dideteksi dengan
menurunkan tekanan perlahan -
lahan, awalnya hanya akan terdengar
pulsasi pada saat ekspirasi, kemudian setelah diturunkan lebih lanjut akan
sampai tekanan ketika pulsasi terdengar pada saat inspirasi dan ekspirasi
Variasi tekanan darah dapat berbeda tiap waktu pada seseorang. Deviasi
standard untuk perubahan tekanan darah antara visit adalah 12 mmHg
untuk sistolik dan 8 mmHg untuk diastolik.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah > 140/90 mmHg.
Pemeriksaan tekanan darah seharusnya dilakukan pada saat pasien berdiri
dan berbaring. Bila TD berbaring lebih tinggi > 15 mmHg untuk sistolik dan
>10 mmHg untuk diastolik dibandingkan saat berdiri maka hal ini disebut
hipotensi postural. Penyebab hipotensi postural antara lain hipovolemia,
hipopituitarisme, penyakit Addison, neuropati autonomik, obat-obatan
antihipertensi, idiopatik.

Karakteristik Denyut Nadi


Evaluasi denyut nadi dilakukan dengan meraba denyut arteri radialis pada
pergelangan tangan. Dokter dapat menilai beberapa hal dari denyut nadi
yaitu frekuensinya dan iramanya. Untuk karaketristik dan isi denyut nadi
biasanya dengan menilai denyut arteri karotis atau brakialis. Menghitung
frekuensi denyut nadi selama 30 detik dengan meraba denyut arteri
radialis cukup akurat untuk menentukan frekuensi per menit. Pada saat
yang bersamaan dapat sambil mendengarkan denyutjantung pada apeks
jantung atau denyut nadi arteri femoralis yang terletak pada bagian bawah
ligamentum femoralis.
Setiap pulsasi denyutjantung seharusnya bersamaan dengan denyut
arteri radialis. Begitu pula bersamaan dengan denyut arteri femoralis.
Frekuensi denyut jantung normal saat istirahat adalah 60-100 kali per
menit. Bila frekuensi denyut jantung <60 kali per menit disebut bradikardia,
sedangkan frekuensi >100 kali per menit disebut takikardia. Adanya
keterlambatan alau deloy pada denyut arteri femoralis dibandingkan dengan

96
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

radialis menun.,jukkan adanya penyempitan atau coorctotio oorto baik didapat


maupun kongenital. Hal ini penting terutama pada pasien hipertensi usia
muda, atau pasien dengan kelainan pembuluh darah perifer. Dianjurkan
juga menilai denyut arteri pada kedua arteri radialis untuk menilai patensi
pembuluh darah di keduanya. Bila terdapat perbedaan antara denyut
di kedua arteri, maka kemungkinan terdapat penyempitan pembuluh
darah subklavia unilateral yang disebabkan plak atau kemungkinan suatu
aneurisma dan juga dapat merupakan tanda diseksi aorta.
Karakteristik dan irama denyut nadi paling baik dengan evaluasi denyut
nadi arteri karotis atau brakialis. Dapat dinilai isinya, kuat lemahnya maupun
iramanya. Denyut yang seperti pantulan menunjukkan gejala regurgitasi
aorta, sedangkan denyut yang bervariasi antara kuat dan lemah atau
pulsus alternans menunjukkan berkurangnya fungsi ventrikel kiri seperti
pada gagaljantung.
lrama denyut arteri terbagi menjadi teratur (regular) dan tidak
teratur (iregular), irama iregular dibagi lagi menjadi iregular yang regular
(regulorly irregular) dan iregular yang iregula r (irregulorly irregulor).
lrama yang teratur dapat lebih cepat pada saat inspirasi dibandingkan
dengan ekspirasi yang disebut sinus aritmia. Hal ini merupakan kondisi
normal dan berkaitan dengan perubahan aliran balik vena ke .,jantung
saat inspirasi dan ekspirasi.
lregularitas irama juga didapatkan pada fibrilasi atrial berupa irama
tidak teratur begitu pula dengan amplitudonya. Pada fibrilasi atrial, atrium
bergetar dengan cepat dan tidak setiap kontraksi atrium menghasilkan
kontraksi ventrikel, dan tidak semua kontraksi ventrikel pada fibrilasi
atrial bisa menghasilkan arah jantung (cardioc output) yang cukup untuk
memompa darah ke sirkulasi perifer. Dapat ditemukan puLse deficit pada
fibrilasi atrial yaitu frekuensi denyut jantung yang lebih banyak daripada
frekuensi denyut arteri radialis.
Pada kondisi yang lain dapat ditemukan irama denyut yang iregular
tapi teratur. Misalnya denyut ektopik pada ekstrasistol ventrikel bigemini
atau trigemini. Bigemini berarti ada denyut ektopik yang muncul setiap
satu denyut yang normal, sedangkan trigemini berarti denyut ektopik
timbul setelah dua denyut normal. Beberapa jenis pulsus dapat dilihat
pada tabel 4.7.

97
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pulsus Merupakan eksagerasi respons Dikatakan positif bila penurunan


paradoksus normal penurunan tekanan darah tekanan darah >12 mmHg saat
sistolik saat inspirasi tenang. inspirasi. Pulsus paradoksus
Deteksi optimal pulsus ini biasanya 16-21 mmHg dapat ditemukan
membutuhkan sfigmomanometer, 'i:ada emboli paru, infark
meskipun dapat pula hanya ventrikel kanan, gagal jantung
menggunakan palpasi (denyut kanan, gagal jantung kongestif
menguat saat ekspirasi, dan berat, tamponade, serta pada
melemah atau hilang saat inspirasi). perikarditis konstriktif dan status
Paling baik dideteksi pada arteri asmatikus
perifer.
Pulsus Denyut yang teraba kuat dan Menunjukkan disfungsi ventrikel
a lternans lemah bergantian, dengan irama berat, berkaitan dengan fraksi
yang reguler ejeksi yang buruk dan tekanan
Kadang bersamaan dengan kapiler paru yang tinggi.
auskultasi alternans, dan gallop 53.
Pulsus Denyut yang teraba dalam bentuk Penyebabnya ekstrasistol
bigemini pasangan, dengan kekuatan yang bigemini.
berbeda, berhubungan dengan
ekstrasistol sehingga iramanya
iregular.
Pulsus Termasuk dalam pulsus dengan Bisa dijumpai pada regurgitasi
bisferiens dua puncak per siklus. Puncak aorta berat, atau regurgitasi
pulsus pada sistolik teraba dua aorta sedang dengan aorta
buah dengan kekuatan yang stenosis ringan, pada kondisi
serupa, amplitudo yang tinggi dan high output.
kecepatan naik/turun yang cepat
Pulsus Pulsus dengan dua puncak,
dikrotik komponen kedua terdapat pada
diastolik (setelah S2), merupakan
gelombang refleksi diastolik.
Pulsus Termasuk dalam pulsus dengan Pulsus klasik yang ditemukan
bifid dua puncak, namun biasanya tidak pada Hypertrophy Obstructive
teraba pada pemeriksaan fisis Cardio Myopothy (HOCM).
bedside, kecuali terdapat obstruksi
outflow berat. Biasanya hanya
terdeteksi dengan menggunakan
tracing.
Pulsus Pulsus dengan amplitudo yang Penyebab melingkupi obstruksi
hipokinetik menghilang, meliputi pulsus tardus outflow ventrikel kiri (stenosis
dan parvus. aorta), penurunan kontraksi
ventrikel (kardiomiopati),
penurunan pengisian ventrikel
kiri (stenosis mitral).
Pulsus Pulsus dengan peningkatan Prediktor lebih baik pada
tardus (upstroke) puncak yang lambat. stenosis aorta.
Termasuk dalam pulsus hipokinetik.

98
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

Pulsus Pulsus dengan amplitudo yang pulsus dengan amplitudo rendah


parvus rendah. Termasuk dalam pulsus tanpa disertai perlambatan
hipokinetik. peningkatan puncak
-
["r:Jl: :1:,';:;;ix : :
Putsus putsus densan ampritudo 0.r., f;;llflo u.ru, menunjukkan
l.jp.i: . dan peningkatan yang cepat. . stroke volume yrng t"r.r,
kinetik/cerer
l:i'J;.f;:l-.'"'l::"';?;i
kontraksi.
Pulsus Pulsusyang "melompat" (bounding)
Ditemukan pada regurgitasi
Corrigan dankolapssecaracepaldinamakan aorta. Berhubrngurid.-ngun
juga "woter hommer", cannonboll, tanda De Musset alau Lincoln.
colla psing, pistol- shot.
Pulsus Pulsusyangsangatkerassehingga Ditemukan padaaterosklerosis
-
durus sulit dikompresi. dan dapat berhubungan dengan
tanda Osler.

Berikut adalah berbagai penyebab irama denyut yang abnormal

a. Bradikardia
- lrama regular
- Fisiologis: misalnya pada atlit atau sedang tidur
- Obat misalnya obat penyekat beta, digitalis, amiodaron
- Hipotiroidisme: akibat menurunnya aktivitas saraf simpatis
- Hipotermia
- Peningkatantekananintrakranial
- lnfark miokard
- Bradikardia paroksismal. Sinkop vasovagal
- lkterus: pada kasus yang berat di mana terdapat deposisi
bilirubin pada sistim konduksi jantung
- lrama iregular
- Sinus aritmia
- Fibrilasi atrial
- Block AV derajat 2
- PuLse deficit pada fibrilasi atrial, bigemini ventrikel

b. Takikardia
- lrama regular
- Sirkulasi hiperdinamik: misalnya pada syok, demam, olahraga,
tirotoksikosis, ansietas, anemia, kehamilan, fistula arterivenosa,
beri-beri

99
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

- Gagal jantung
- Perikarditiskonstriktif
- Obat-obatan: misalnya salbutamol (obat asma), atropine
- Varian normal
- Takikardia atrial multifokal
- Takikardia ventrikel
- TakikardiasuPraventrikel
- lnfark miokard
- Miokarditis
- Fluter atrial
. lrama iregular
- Fibrilasi atrial dapat disebabkan: infark miokard, tirotoksikosis,
emboli paru, miokarditis, ketidakseimbangan elektrolit
misalnya hipokalemia
- Takikardia atrial dengan variasi blok
- Takikardia atrial multifokal

Pemeriksaan Kepala
Pada kepala/wajah dapat ditemukan petunjuk kemungkinan kelainan
jantung. Pada pasien gagaljantung, adanya tanda ikterus dapat timbul akibat
gagaljantung berat yang menyebabkan kongesti dan gangguan fungsi hati
Pemakaian katup jantung protesa dapat menyebabkan hemolisis darah dan
juga menyebabkan hiperbilirubinemia.
Xanthelasma adalah deposit lemak berewarna kuning pada sekeliling
mata dan berhubungan dengan hiperlipidemia tipe lll. Arcus senilis adalah
garis lengkung kelabu yang berada di sekitar mata dan berkaitan dengan
risiko kard iovaskular. 81ue sc lero pada osteogenesis imperfecta berhubunga n
dengan regurgitasi aorla. Ptechie pada konjungtiva dapat ditemukan pada
endokarditis. Konjungtivitis dapat merupakan bagian dari penyakit Reiter,
sedangkan penyakit Reiter dapat menyebabkan perikarditis, regurgitasi
aorta, dan pemanjangan interval P-R.
Pada cuping telinga, dapat ditemukan lipatan diagonal ("diogonal
creose")yang merupakan tanda risiko PJK, demikian pula keberadaan rambut
telinga sering dihubungkan dengan risiko PJK meskipun tidak terlalu kuat.
Beberapa facies dikenal memiliki korelasi kuat dengan kelainan
kardiovaskular; seperti tercantum pada tabel 4.8.

100
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisrs Kardiovaskular

Muka yang pucat dan "sollow" pada


kondisi regurgitasr aorta dinr
De Musset's Gerakan berdenyut darr kepala, Dapat ditemukan pada
foce/sign sinkron dengan setiap denyut nahi, regurgitasi aorta dan sindrom
biasanya ditemukan pada stroke jantung hiperkinetik. Varian
volu me y angtinggi. Gerakan berdenyut lateral De Musset's karena
ke lateral dapat disebabkan pada TR ke arah vena kava superior
regurgitasi trikuspid.
Corvisort's foce Muka yang puffy, sianosis, kelopak Karakteristik regurgitasi aorta
mata bengkak, dan mata mengkilap. lanjut atau gagal jantung
kongestif full blown
Mitral foce Muka akrosianotik, disebabkan Berhubungan dengan stenosis
karena desaturasi perifer akibat mitral.
curahjantung yang menetap rendah, Pada keadaan gagal jantung
tipikal mempengaruhr bagian distal kanan dan TR,.1uga ditemuan
tubuh: ujung hrdung, daun telinga, kolit yang sollow dan ikterik.
dagu, tangan dan kaki.

Pemeriksaan Mulut
sianosis dapat dilihat pada bibir dan lidah (yang dikenal sebagai sianosis
sentral). Perhatikan bila ada lengkungan arkus palatinum yang tinggi yang
merupakan tanda dari sidrom Marfan yaitu kondisi yang berkaitan dengan
adanya dilatasi dan regurgitasi aorta serta regurgitasi mitral. lnfeksi gigidan
gusi bisa menjadi sumber infeksi pada endokarditis. ptechiae pada mukosa
mulut juga dapat merupakan tanda endokarditis.

Gambar 4.4. Arkus Palatinum yang Tinggi pada Srndrom Marfan

101
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Tekanan Vena Jugularis


Tekanan vena jugularis (JVP/Jugular Vein Pressure ) memberikan informasi
mengenai tekanan di atrium dan ventrikel kanan

1. Visualisasi Vena Jugularis Interna


Posisi pasien pada saat pemeriksaan sangat penting untuk dapat
melakukan pengukuran JVP yang akurat. Pasien diposisikan berbaring
45 derajat dari garis horizontal dengan kepala berada di atas bantal,
sedemikian sehingga dapat memvisualisasikan vena jugularis interna
dan pulsasinya. Pada posisi ini, sudut sternum sejajar dengan dasar
leher sehingga dapat dipakai sebagai acuan titik nol untuk mengukur
tinggi vertikal JVP (Gambar 4.5).

(!' Tinggr lekanan vena


darl litik acuan

Gambar 4.5. Pengukuran Tekanan Vena Jugularis (JVP). (a) skematis (b) cara
pengukuran. (c) JVP yang meningkat

Letak kepala atau posisi leher pasien harus sedemikian rupa


sehingga vena terisi sampai kira-kira di pertengahan antara mandibula
dan klavikula.
Jika pasien mengalami gagal jantung kanan hebat dengan vena
jugularis yang terisi penuh sampai mandibula, pasien harus ditinggikan
letak kepalanya. Harus dlingat pula bahwa kepala dan leher pasien selalu
dalam keadaan lemas.

LO2
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

Pada keadaan normal dengan tekanan vena normal, kadang-kadang


kepala harus diturunkan agar vena dapat terisi sampai kira-kira di
pertengahan leher. Peninggian dan penurunan letak kepala pasien tidak
akan mengubah tekanan vena oleh karena jarak R merupakan jari-jari
konstan suatu bola dengan pusat atrium kanan sebagai titik pusatnya.
Sudut yang digunakan dapat berbeda,yang penting adalah visualisasi
venajugularis interna yang baik, namun pada beberapa keadaan vena
jugularis eksterna juga dapat digunakan bila vena jugularis interna
tidak tervisualisasi.
2. Mengidentifikasi titik kolaps tertinggi
Pulsasi vena berbeda dengan arteri karena pulsasi vena biasanya bisa
terlihat tapi tidak dapat diraba atau berdenyut dan berubah dengan
pola pernapasan. Puncak denyutan/"meniscus" biasanya terlihat
saat ekspirasi, merupakan gelombang a dan v. JVp menurun dengan
inspirasi dan meningkat dengan ekspirasi. Tingginya JVp yang tampak
nyata pada inspirasi disebut Kusmaul's sign yang merupakan kondisi
sebaliknya dari normal.
Pada beberapa keadaan, visualisasi ini dapat dibantu dengan
membendung bagian bawah vena jugularis interna sehingga vena terisi
penuh, kemudian dilanjutkan dengan membendung bagian atas vena
jugularis interna (di bawah mandibula), lalu melepaskan bendungan
di bagian bawah. Vena akan kolaps setelah dilepaskan bendungan
di bagian bawah, dan biasanya titik kolaps teratas akan lebih mudah
tervisualisasi. Pemberian sorotan sinar secara tangensial juga dapat
membantu visualisasi.
3. Mencari angulus Ludovici
Angulus Ludovici merupakan hubungan antara manubrium sterni
dengan sternum, di sisi kanan dan kiri nya merupakan tempat
menempelnya iga kedua. Sudut ini yang akan dipakai untuk menjadi
titik nol tekanan vena jugularis. Dari titik ini, kita dapat,,memperkirakan,,
titik tengah atrium kanan, dan menjadi titik nol untuk tekanan vena
sentral. larak dari angulus ini ke titik tengah atrium pada manusia
dengan ukuran dan bentuk dada normal selalu 5 cm tidak dipengaruhi
posisi tubuhnya.

Mengukur tingginya JVP


Dimulai dengan meletakkan sebuah penggaris sejajar bidang datar

103
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

melewati argulusludovic, dan sebuah penggaris sejajar bidang vertikal


sedemikian sehingga menyentuh angulus Ludovici (Gambar 4.5 (b)).
Tinggi JVP dinyatakan berdasarkan jarak dari angulus Ludovici ke
bidang horizontal tersebut. Pada pelaporan, nilai tinggi ini dikonversi
untuk menggambarkan tekanan vena sentral (CYP / centrol vein pressure)
dengan menambahkan "5 cm". (misal 5 +"1 cm H20,5- 1 cm H20)
JVP dievaluasi tinggi dan karakternya, tinggiJVP lebih dari 3 cm H20
(5 + 3) merupakan tanda peningkatan tekanan atrium kanan (Gambar
4.5 tcl). Normalnya berkisar sekitar 5 +/- 2 cm H2O.

Refluks Abdominojugular
Tes refluks abdominojugular merupakan tes untuk mendeteksi adanya
gagaljantung ventrikel kanan subklinis, regurgitasi trikuspid, atau gagal
jantung kiri simtomatik. Penekanan dilakukan pada perut bagian tengah
selama 15 detik ke arah dalam, sebesar tekanan 8 kilogram. Penekanan
dapat dibantu dengan meletakkan manset sphygmomanometer yang
dikembangkan sebagian antara tangan pemeriksa dan abdomen pasien.
Penekanan yang memberikan tekanan sebesar 35 mmHg setara dengan
beban 8 kilogram tersebut. Hundari penekanan pada hati, karena dapat
memberikan rasa tidak nyaman pada kondisi hepatomegali' Penekanan
pada bagian lain dari perut juga dapat menimbulkan refluk ini, karena
alasan inilah istilah hepatojugular refluks mulai ditinggalkan dan
digunakan istilah abdominojugular refluks. Ketika manuver pemeriksaan
hepatojugular refluks maka disebut"auscultatory equivalent" dengan JVP
yang>3cm>15detik.
refluks abdominojugular yang positif mengarahkan kepada kondisi
Tes
gagal kedua ventrikel, dan berhubungan dengan tekanan baji kapiler paru
(PCWP/Pulmonary copillary wedge pressure) > 15 mmHg, tekanan atrium
kanan > 9 mmHg, dan tekanan akhir diastolik ventrikel kanan > 12 mmHg.
Pada prinsipnya tes yang positif menunjukkan kurangnya kemampuan
ventrikel kanan untuk beradaptasi untuk peningkatan venous return.Tesini
juga dapat membantu meningkatkan murmur yang disebabkan regurgitasi
trikuspid, deteksi regurgitasi trikuspid dengan cara ini memiliki sensitivitas
o/o
66 dan spesifisitas 100 %.
Penyebab peningkatan JVP dan refluks abdominojugular positif dapat
dilihat pada tabel 4.9.

104
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

Penyebab meningkatnya JVp Penyebab ref luks abdominojugular


. Gagaljantung positif
. Stenosis atau regurgitasi trikuspid . Prelood ventrikel kanan tinggi
. Efusi perikard atau perikarditis . Complionce ventrikel kanan
konstriktif
. . menurun
Obstruksi vena kava superior . Fungsi sistolik ventrikel kanan
. Hipervolemik menurun
. Sirkulasihiperdinamik . Peningkatan afterLood ventrikel
kanan

Karakteristik denyut atau pulsasi vena jugularis cukup sulit bahkan bagi
yang sudah berpengalaman sekalipun. Terdapat 2 gelombang positif pada
JVP normal. Gelombang pertama disebut gelombang a yang bersamaan
dengan kontraktilitas atrium. Gelombang a juga bersamaan dengan
bunyi jantung 1 dan mendahului denyut arteri karotis. Denyut yang kedua
disebut gelombang v yang menunjukkan pengisian atrium. Gelombang c
menunjukkan kontraksi ventrikel dan penonjolan katup trikuspid ke atrium
kanan selama kontraksi ventrikel isovolumik. Antara a dan v adalah relaksasi
atrium yaitu turunan x dan setelah gelombang v ada turunan y yang
merupakan pengisian ventrikel. Berikut adalah gambaran karakter normal
pulsasi denyut vena jugularis (JVp) (Gambar 4.6):

Gambar 4.6. Pola Pulsasi Tekanan Vena Jugular


Keterangan: a= kontraksi atrium; c=kontraksi ventrikel; x=relaksasi atrium;y=
pengosongan atrium/pengisian ventrikel; v= pengisian vena atrium

Bila terdapat pola lain berarti ada kelainan anatomi atau fungsi
kardiovaskular seperti hilangnya gelombang a pada pasien dengan fibrilasi
atrial, atau justru gelombang a yang besar pada pasien hipertensi pulmonal
atau stenosis trikuspid.

105
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Prekordial
lnspeksi. Inspeksi untuk kelainan kulit atau tanda bekas operasi jantung.
Bentuk tulang punggung yang tidak normal seperti kifoskoliosis dapat
mengubah posisi jantung seperti yang terdapat pada sindrom Marfan.
Deformitas tulang yang berat dapat mengganggu fungsi paru dan
menyebabkan hipertensi pulmonal. Tanda lain yang harus diperhatikan
adalah benjolan alat pacu jantung yang biasanya terletak di bawah muskulus
pectoris kanan atau kiri. Cari iktus kordis dengan memerhatikan lokasi apeks
jantung. Posisi apeks normal adalah sekitar 1 cm medial garis midklavikula
pada garis interkostal V kiri.

Palpasi. Denyut apeksjantung harus dipalpasi dan ditentukan letak posisinya


(Gambar 4.7). Bila posisi denyut apeks jantung bergeser dari normal, maka
dapat disebabkan pembesaran jantung atau penyakit paru, kelainan tulang.
Luas daerah iktus kordis bisanya adalah sebesar koin. Karakteristik denyut
jantung harus diobservasi. Pada kondisi hipervolemik, denyut jantung
bergeser posisinya, difus dan tidak menetap, sedangkan pada peningkatan
tekanan ventrikel jantung, denyut apeks akan lebih jelas dan bertenaga.
Pada beberapa pasien dengan kondisi khusus seperti emfisema, obesitas,
efusi perikard, atau otot dinding dada yang tebal palpasi akan lebih sulit.
Posisi terbaik untuk melakukan palpasi dan mendeteksi karakteristik
denyutnya adalah posisi berbaring ke sebelah kiri di mana apeks paling
dekat dengan dinding dada. Palpasi apeks menggunakan telapak tangan
bagian tengah, untuk mendeteksi impuls apeks dan thrill, dan menggunakan
telapak tangan bagian dekat pergelangan tangan untuk lebih baik meraba
heave. Palpasi menggunakan ujung jari pada daerah katup pulmonal
dapat mendeteksi perabaan katup pulmonal. Katup pulmonal yang teraba
denyutnya ditemukan pada hipertensi paru'

Gambar 4.7. Palpasi Apikal Jantung

105
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

Aliran darah yang turbulen atau murmur kadang-kadang dapat diparpasi


dan disebut thrill murmur. rhril/ sistolik merupakan thriil yang bersamaan
dengan denyutan apeks jantung, thrirl diastorik merupakan thril/ yang tidak
bersamaan dengan denyutan apeksjantung . Heoving adalah denyut apeks
jantung yang penuh tenaga dan menetap biasa ditemukan pada pasien
dengan stenosis aorta dan hipertensi. Denyut yang tidak beraturan dapat
disebabkan oleh disfungsi ventrikel akibat infark miokard. Lebih mudah
untuk melakukan palpasi dengan posisi bersandar ke depan, miring ke kiri,
dalam ekspirasi, karena membantu membawa jantung lebih menempel
dinding dada.

Perkusi. Perkusi dapat membantu menentukan batasjantung kanan dan kiri.


Jika dari garis aksilaris anterior kiri pada sela iga 5 dilakukan perkusi ke
arah
sternum sampai terdengar suara redup itu akan menunjukkan batasjantung
kiri. Jika jaraknya dari tengah sternum > 10,5 cm maka terdapat kardiomegali.

Auskultasi. Pemeriksaan auskultasi jantung dimulai dengan daerah mitral.


Pemeriksaan auskultasi ini membutuhkan stetoskop bel yang berfungsi
untuk amplifikasi gelombang suara dan efektif untuk mendengarkan
suara yang bernada rendah seperti murmur diastolik jantung atau
goLlop. stetoskop harus diletakkan pada dinding dada tanpa penekanan

Gambar 4.8. Skema Lokasi Katup Jantung


Keterangan: Lokasi katup jantung: A= aorta, p = pulmonal, T trikuspid, M
=
= mitral

107
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

yang berlebihan. Bagian diafragma dari stetoskop lebih cocok untuk


mendengarkan bunyi yang bernada tinggi seperti murmur sistolik atau bunyi
jantung 4. Selanjutnya stetoskop diletakkan pada daerah trikuspid yaitu sela
iga kelima kiri untuk mendengarkan bila ada murmur atau bunyi jantung
lain. Berikutnya, stetoskop diletakkan pada sela iga kedua kiri untuk katup
pulmonal dan sela iga kedua kanan untuk katup aorta. Auskultasi jantung
dilakukan pada keempat posisi katup jantung. Untuk hasil pemeriksaan
yang akurat, pengalaman mendengarkan bunyijantung yang normal sangat
penting untuk menentukan ada kelainan pada auskultasi.

BUNYI JANTUNG

Siklus jantung normal

llll
Sistol Diastol

ll
51 52 51 32 51 52
Gambar 4.9. Bunyi Jantung dan Siklus Jantung
Keterangan: 51= bunyijantung 1; 52= bunyijantung 2

Bunyi Jantung Pertama (S1)


Bunyi jantung Pertama (S1) mempunyai 2 komponen yaitu penutupan
katup mitral dan trikuspid, paling baik didengar menggunakan diafragma
stetoskop. Katup mitral mendahului trikuspid, namun biasanya hanya bisa
terdengar satu bunyi jantung yang menandakan dimulainya fase sistolik
ventrikel jantung. splitting 51 kadang dapat terdengar di batas kiri bawah
sternum, ketika penutupan katup trikuspid tertunda karena RBBB. Bunyi S1
terhadap 52 dibedakan dengan meraba pulsasi arteri karotis bersamaan
dengan auskultasi, bunyi yang timbul bersamaan dengan denyutan arteri
karotis adalah SJ. Cara lain adalah dengan membedakan fase sistolik dan
diastolik, biasanya sistolik lebih pendek dibandingkan dengan diastolik.

Bunyi Jantung Dua (S2)


Bunyi jantung dua (S2) yang lebih pendek dan lemah dan bernada sedikit

108
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

lebih tinggi dari bunyi jantung satu, paling baik didengar menggunakan
diafragma stetoskop. Bunyijantung 2 adalah bunyi penutupan katup aorta
dan pulmonal yang menandakan akhir fase sistolik. Katup aorta menutup
mendahului katup pulmonar karena pada akhir sistolik, karena tekanan
sirkulasi pulmonal rendah sehingga terjadi keterlambatan tutupnya katup
pulmonal dibanding-kan dengan aorta. Bias"anya pemisahan bunyi jantung
2 alau splittinq ini cukup jelas dapat didengar terutama pada saat inspirasi
karena pada saat itu aliran darah balik vena ke jantung kanan meningkat.
Bunyi jantung 2 merupakan awal dari fase diastolik yang biasanya lebih
lama dari fase sistolik.
Splitting 52 ada 4 macam, dan spritting 52 merupakan pemeriksaan
auskultasi terpenting, karena dari jenis splitting ini, dapat membantu
diagnosis banding kelainan auskultasijantung. Jenis jenis sptitting SZ ada
-
empat macam:
1. SpLittingFisiologis
Splitting jenis ini ditemukan pada saat inspirasi dan menghilang saat
ekspirasi. splitting ini disebabkan karena pada saat inspirasi, venous
return ke ventrikel kanan bertambah sehingga penutupan katup
pulmonal melambat. pada saat inspirasi juga menyebabkan venous
return ke jantung kiri menurun, sehingga penutupan katup aorta
bertambah cepat.

S,1
II
A2 P2 S1
II
A2 P2

[-h..pi'"d I
Gambar 4.10. Splitting Fisiologis

Splitting ini dapat di1'umpai pada 60/o orang berusia di bawah 30


tahun, dan 30 % orang berusia di atas 60 tahun.
Splitting Porodoxicol
SpLitting jenis ini ditemukan pada saat ekspirasi dan menghilang saat
inspirasi. Splitting ini disebabkan karena pada awalnya, penutupan

109
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

katup pulmonal mendahului penutupan katup aorta. Pada saat inspirasi


katup pulmonal melambat sehingga lebih menyatu dengan aorta,
sedangkan pada saat ekspirasi penutupan katup pulmonal bertambah
cepat sehingga semakin menjauh dari aorta.

llll
51
l--Ek"pi'*i_l
P2 A2 51

fGG.i
I
P2 A2

I
Gambar 4 -1 1. Splitting Po ro d oxico L

Splittingjenis ini disebabkan karena penutupan katup pulmonal


yang terlalu cepat (penurunan kontraksi ventrikel kanan, regurgitasi
trikuspid, stenosis pulmonal berat, hipertensi paru berat), atau karena
penutupan katup aorta yang terlalu lambat (LBBB, stenosis aorta ringan,
dilatasi ventrikel kiri, koartasio aorta, hipertensi)

3. Splitting Wide Persisten


Sptitting jenis ini ditemukan lebih melebar pada saat inspirasi dan
lebih menyempit saat ekspirasi, namun tetap terdeteksi di kedua siklus
pernapasan. Sptitting ini disebabkan karena penutupan katup aorta yang
jauh lebih cepat dari seharusnya' Pada saat inspirasi jarak penutupan
katup aorta dan pulmonal semakin nyata karena pulmonal semakin
melambat dan aorta bertambah cepat. Pada saat ekspirasi jarak ini
menyempit, namun masih terdeteksi.

llllll
S1
I
A2 P2
Ekspirasi I
51

f h.,"
A2

Gambar 4.12. SPlitting Wide Persisten

110
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

SpLitting ini dapat dijumpai pada keadaan penutupan katup


pulmonal yang terlalu lambat (RBBB, stenosis pulmonal ringan-sedang,
kor pulmonal, emboli paru masif), atau penutupan katup aorta yang
terlalu cepat (penurunan sistolik ventrikel kiri berat, aorta stenosis
berat, regurgitasi mitral, tamponade - karena penekanan ventrikel
kanan ke kiri).
4. Splitting Wide Fixed
SpLitting jenis ini ditemukan pada saat inspirasi dan menghilang saat
ekspirasi. Splitting ini disebabkan karena pada saat inspirasi, venous
return ke ventrikel kanan bertambah sehingga penutupan katup
pulmonal melambat. Pada saat inspirasi juga menyebabkan venous
return ke jantung kiri menurun, sehingga penutupan katup aorta
bertambah cepat.

llffil
51
[Ek.ffi--]
A2 P2 S1

[
II
A2 P2

Gambar 4.13. SpLitting Wide Fixed

SpLitting jenis ini disebabkan karena adanya hubungan antara ruang


jantung kiri dan kanan, sehingga sptitting yang terjadi tidak lagi
dipengaruhi oleh pernapasan, seperti pada ASD, VSD, pDA.

Pada beberapa kondisi tertentu sangat sulit membedakan bunyijantung


1 (s1) dan bunyijantung 2 (S2). Palpasi denyut arteri karotis dapat membantu
menunjukkan fase sistolik yang bersamaan dengan bunyijantung s1. selama
melakukan pemeriksaan auskultasijantung, sangat penting memahami siklus
jantung untuk membedakan bunyijantung s1 dan s2 serta mengidentifikasi
kelainan yang ada. Selain itu, membedakan komponen A2 dengan p2 di
bunyijantung keduajuga kadang cukup sulit, salah satu cara yang dapat
membantu adalah dengan perlahan memindahkan kepala stetoskop ke arah
apeks. A2 dapat terdengar di apeks, sedangkan p2 menghilang di apeks,
kecuali kalau ada hipertensi paru. Dengan mengidentifikasi komponen
pertama atau komponen kedua dari 52 yang semakin melemah ketika

111
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

Splitting ini dapat dijumpai pada keadaan penutupan katup


pulmonal yang terlalu lambat (RBBB, stenosis pulmonal ringan-sedang,
kor pulmonal, emboli paru masif), atau penutupan katup aorta yang
terlalu cepat (penurunan sistolik ventrikel kiri berat, aorta stenosis
berat, regurgitasi mitral, tamponade - karena penekanan ventrikel
kanan ke kiri).
4. Splitting Wide Fixed
SpLitting jenis ini ditemukan pada saat inspirasi dan menghilang saat
ekspirasi. Splitting ini disebabkan karena pada saat inspirasi, venous
return ke ventrikel kanan bertambah sehingga penutupan katup
pulmonal melambat. Pada saat inspirasi juga menyebabkan venous
return ke jantung kiri menurun, sehingga penutupan katup aorta
bertambah cepat.

llffil
51
I-Ek.,*-
A2 P2 51

[
II
A2 P2

Gambar 4.13. Splitting Wide Fixed

Splittingjenis ini disebabkan karena adanya hubungan antara ruang


jantung kiri dan kanan, sehingga splitting yang terjadi tidak lagi
dipengaruhi oleh pernapasan, seperti pada ASD, VSD, pDA.

Pada beberapa kondisi tertentu sangat sulit membedakan bunyijantung


1 (s1) dan
bunyijantung 2 (s2). Palpasi denyut arteri karotis dapat membantu
menunjukkan fase sistolik yang bersamaan dengan bunyijantung s1. selama
melakukan pemeriksaan auskultasijantung, sangat penting memahami siklus
jantung untuk membedakan bunyijantung S1 dan 52 serta mengidentifikasi
kelainan yang ada. Selain itu, membedakan komponen A2 dengan p2 di
bunyijantung keduajuga kadang cukup sulit, salah satu cara yang dapat
membantu adalah dengan perlahan memindahkan kepala stetoskop ke arah
apeks. A2 dapat terdengar di apeks, sedangkan p2 menghilang di apeks,
kecuali kalau ada hipertensi paru. Dengan mengidentifikasi komponen
pertama atau komponen kedua dari 52 yang semakin melemah ketika

111
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

stetoskop bergeser ke apeks, kita mendapat gambaran mengenai posisi


A2 dan P2.

Perubahan lntensitas
Bunyi jantung S1 mengeras terjadi bila katup mitral dan trikuspid tetap
terbuka sampai akhir diastol dan menutup denqan kuat pada awal fase
sistolik. Kelainan ini terjadi pada stenosis mitral di mana lubang katup
yang mengecil akan membatasi pengisian ventrikel sehingga aliran yang
tersendat ini akan terus berlangsung sampai akhir diastolik' Penyebab lain
dari bunyijantung S1 yang mengeras adalah segala hal yang menyebabkan
pemendekan waktu peng-isian ventrikel. Sebaliknya, bunyijantung S1 yang
melemah dapat disebabkan oleh fase diastolik yang memanjang seperti
pada blok AV derajat 1.

Bunyi jantung 52 yang mengeras pada komponen aorta ditemukan


pada pasien hipertensi. Hal ini terjadi akibat penutupan katup aorta yang
kuat dan tiba-tiba. Pada kelainan kongenital stenosis aorta, katup aorta
yang menyempit akan tetap terbuka sampai akhir sistolik' Bunyi jantung
52 komponen pulmonal yang mengeras terjadi pada hipertensi pulmonal.
Bunyi jantung 52 komponen aorta yang melemah terjadi pada kalsifikasi
katup aorta dan mobilitas katup yang berkurang atau regurgitasi aorta di
mana katup aorta tidak dapat menutup sempurna.

BUNY! JANTUNG TAMBAHAN


Bunyi Jantung 53
Bunyi jantung 53 adalah bunyi jantung bernada rendah pada fase
diastolik awal, yaitu pada pengisian pasif ventrikel, paling baik didengar
menggunakan stetoskop bell. Bunyi jantung menjadi triple rhythm. Hal
ini terjadi akibat pengisian ventrikel yang cepat dan mendadak berhenti,
sehingga pada kondisi prelood yang meningkat atau penurun an complionce
ventrikel akan lebih mudah terdengar. 53 tidak tergantung kontraksi atrial,
namun tergantung fungsi ventrikel.
Bunyi 53jantung kiri terdengar lebih keras pada apeks daripada batas kiri
bawah sternum, dan mengeras saat ekspirasi. Bunyi 53 jantung kanan lebih
terdengar pada batas kiri bawah sternum bukan pada apeks, dan mengeras
saat inspirasi. Bunyi 53 bisa merupakan halyang fisiologis misalnya terdengar
pada anak dan dewasa muda. Selain itu, 53 juga dapat disebabkan karena

112
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

peningkatan tonus simpatis, dan bisa juga berhubungan dengan kondisi


curah jantung yang meningkat seperti pada kehamilan (pada 80 % wanita
ha mi l) da n ti rotoksi kosis (hype r k in et ic heo rt sy n d ro m e).
Pada kondisi gagal jantung, galop 53 merupakan tanda kegagalan
ventrikel, sehingga merupakan bunyi tambahan yang paling penting
dicari pada pasien dengan kecurigaan gagal jantung. Selain itu, dapat
ditemukan juga pada regurgitasi mitral, regurgitasi aorta, VSD dan pDA.
Adanya 53 pada regurgitasi mitral menunjukkan kondisi penyakit katup
yang lebih berat.

51
lffi
52 53
tffi
32 53
_l S1
[-bt"{il-l l--pi";t"rk
Gambar 4.14. Diagram Bunyi Jantung 53

Bunyi Jantung 54
Bunyi jantung 54 adalah bunyi jantung pada fase akhir diastolik akibat
kontraksi atrium menyebabkan pengisian cepat, dan menyebabkan tegangan
ventrikel atau jaringan atrio-ventrikular yang cepat, paling baik didengar
menggunakan bell stetoskop karena bernada rendah. Bunyi 54 kiri terjadi
akibat kurangnya complionce ventrikel kiri pada stenosis aorta, regurgitasi
mitral akut, hipertensi, penyakit jantung iskemik dan usia lanjut.
Bunyi 54 yang terdengar atau bahkan terpalpasi biasanya selalu
menunjukkan kelainan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel, namun
juga menunjukkan bahwa kontraksi atrial masih baik, curah jantung masih
normal, dan diameter ventrikel masih normal.
Bunyijantung 54 kanan terjadi pada kurangnya complionce ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal atau stenosis pulmonal. Bunyi gallop
53 dan 54 dapat menyatu menjadi galop sumasi dan bunyi galop terdengar
hanya satu bunyijantung pada pasien dengan denyutjantung yang cepat
atau takikardia. Pada fibrilasi atrial 54 tidak terdengar karena tidak adanya
kontraksi atrial yang adekuat.

113
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

S4 51 52 54
I 51 S2

t-bt"rk_l
Gambar 4.15. Diagram Bunyi Jantung 54

BUNYI'ANTUNG TAMBAHAN LAIN


Opening snop yang khas terdapat pada pasien stenosis mitral adalah bunyi
jantung bernada tinggi yang timbul akibat pembukaan mendadak katup
mitral (atau trikuspid) dan diikuti oleh murmur diastolik. Opening snop sulit
dibedakan dari spLitting 52 yang melebar. Bunyi ini paling baik terdengar
pada batas bawah kiri ujung sternum dengan bagian diafragma stetoskop,
berbeda dengan splitting 52 yang paling baik didengar di daerah katup
pulmonal. Cara lain adalah dengan mendengarkan variasinya pada siklus
pernapasan, apabila jarak pecah melebar pada saat ekspirasi biasanya
menunjukkan opening snop, kecuali kalau memang ada 52 paradoxicaL
spLitting (seperti pada LBBB). Selain itu, opening snap juga perlu dibedakan
asalnya dari trikuspid atau mitral, apabila asalnya dari trikuspid (ventrikel
kanan) maka akan semakin jelas terdengar saat inspirasi.
Systolick ejection ctick adalah bunyi bernada tinggi yang terdengar
pada fase awal sistolik pada area katup aorta dan pulmonal atau ujung
batas kiri sternum. Beberapa kepustakaan lebih menyebutnya sebagai
ejection sound untuk membedakan dengan mid systolic c/ick akibat prolaps
katup mitral/trikuspid. Bunyi ini ditimbulkan akibal dooming dari katup
yang stenosis (ringan- sedang) atau akibat peregangan tiba-tiba pangkal
aorta atau arteri pulmonalis. Paling banyak ditemukan pada stenosis
pulmonal atau kelainan jantung congenital, dan biasanya diikuti oleh
murmur ejeksi sistolik.
Non-ejection systolic click adalah bunyi bernada tinggi yang paling
baik terdengar pada fase mid - lote sistolik di daerah katup mitral dan
biasanya dikuti oleh murmur sistolik, disebut luga mid-Lote systoLic click.
Klik dapat disebabkan prolaps dari satu atau lebih katup mitral abnormal
selama fase sistolik. Non ejection click inijuga dapat ditemukan pada pasien
ASD dan anomali Ebstein.

114
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

Tumor plop adalah bunyijantung pada fase awal diastolik akibat tangkai
tumor atau massa di atrium jantung yang mobile dan terdorong ke arah
katup mitral atau trikuspid pada saat kontraksi atrium. Bunyi ini sangatjarang
dan ditemukan kurang lebih hanya 10% pada pasen dengan myxoma atrium.
Diastolik pericardial knock adalah bunyi yang terjadi akibat
terhentinya pengisian ventrikel secara mendadak pada perikarditis konstriktif.
Kotup jantung proteso kadang - kadang menimbulkan bunyi yang
khas. Pemasangan pacu jantung pada ventrikel kanan kadang-kadang
menimbulkan bunyi klick yang bernada tinggi pada akhir diastolik akibat
kontraksi dinding dada dan disebutpocemoker sound.

MURMUR JANTUNG
Pada saat menemukan murmur jantung pada pemeriksaan fisis,
beberapa hal harus dicermati dan diketahui untuk menentukan
karakteristik murmur yaitu timing atau fase waktu terjadinya murmuI daerah
katup mana yang paling jelas terdengar, seberapa kerasnya dan rendah-
tingginya bunyi jantung, efek manipulasi valsava atau pernapasan pada
murmuI dan temuan pemeriksaan fisis lainnya yang menunjang. Karakteristik
murmur tertentu cukup khas untuk kelainan katup tertentu seperti murmur
diastolik dan opening snap pada stenosis mitral.
1. Perhatikan waktu/fase timbulnya murmur

a. Murmur sistolik
Murmur sistolik terjadi pada fase sistolik atau kontraksi ventrikel
jantung. Murmur sistolik dapat terjadi pada seluruh fase sistolik
yaitu murmur pansistolik, saat ejeksi sistolik atau akhir fase
sistolik. Murmur pansistolik terjadi akibat ada perbedaan atau
gradien tekanan antara ruang jantung dan pembuluh darah yang
berhubungan. Pada regurgitasi mitral, saat darah mengalir dari
ventrikel ke aorta, terjadi kebocoran aliran darah ke ruang jantung
yang bertekanan lebih rendah yaitu atrium dan terjadi turbulensi
aliran. Murmur sistolik juga dapat ditemukan regurgitasi trikuspid
dan VSD.
Murmur ejeksi sistolik atau mid ejection systolic tidak terjadi
pada fase awal sistolik tetapi intensitas akan meningkat dan paling
tinggi terdengar pada pertengahan fase sistolik dan menurun

115
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

lagi intensitasnya pada akhir sistolik. Murmur ini juga disebut


crescendo-decresendo murmur. Murmur ini biasanya disebabkan
turbulen aliran darah melalui katup aorta atau pulmonal akibat
beban volume aliran yang melewati katup jantung.
Late systolic murmur terjadi pada fase akhir sistolik dan
dapat dibedakan murmur yang terjadi sebelum bunyi jantung 52
dan murmur ini tipikal pada prolaps katup mitral karena terjadi
regurgitasi mitral yang mulai terjadi pada fase mid sistolik.

Pansistolik Regurgitasi mitral


Regurgitasi trikuspid
Defek septum ventrikel
Aorto-pulmonory shunts
Mid systolic Stenosis aorta
Stenosis pulmonal
Kardiomiopatik iskemik
Murmur aliran pulmonal pada ASD
Lote systolic Prolaps katup mitral
Disfungsi otot papilaris
Eorly diostolic Regurgitasi aorta
Regurgitasi pulmonal
Mid diostolic Stenosis mitral
Stenosis trikuspid
Myxoma atrium
Murmur Austin-Flint pada regurgitasi aorta
Murmur Corey Cobs pada demam reumatik akut
Pre systolic Stenosis mitral
Stenosis trikuspid
Myxoma atrium
Continuous Patent ductus arteriosus (PDA)
o n o ry co n n e ctio n
Ao rto p u lm
Ruptur sinus valsolva ke atrium/ventrikel
Mammory souffld pada akhir kehamilan atau awal postpartum

Murmur Diastolik
Murmur diastolik terjadi pada fase diastolik atau pengisian ventrikel
jantung. Murmur diastolik biasanya lebih sulit didengar dibandingkan
dengan murmur sistolik karena bernada rendah dan suaranya lebih
lembut daripada murmur sistolik.
Eorly diostolic murmur adalah murmur yang terjadi pada fase
awal diastolik yaitu bunyijantung 52 dan kualitas decrescendo,yaitu

116
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

murmur yang terdengar paling keras pada awal dan melembut di


akhir diastolik. Biasanya murmur ini bernada tinggi dan disebabkan
regurgitasi pada kebocoran katup pulmonal atau aorta.
Mid-diostolic murmur terjadi pada fase mid diastolik dan bisa
berdurasi pendek atau panjang sampai sebelum bunyijantung S1.
Murmur ini disebabkan hambatan aliran darah selama pengisian
ventrikel seperti stenosis mitral atau trikuspid, atau myxoma yang
mengobstruksi katup. Pada regurgitasi aorta berat, jet turbulen
dari aorta akan menyebabkan katup anterior mitral terdorong
dan menyebabkan stenosis fungsional dari katup mitral sehingga
menimbulkan murmur diastolik. Kadang-kadang katup mitral dan
trikuspid yang normal dapat menimbulkan murmur yaitu pada
kondisi curahjantung yang tinggi alau shunting intrcardiacseperti
pada ASD atau VSD.

W@

I lrT_lu,_,F@
Gambar 4.16. Murmur
Keterangan:
A. Murmur Presistolik (seperti pada Stenosis Mitral)
B. Murmur Holosistolik (seperti pada Regurgitasi Trikuspid / Mitral berat,
VSD tanpa hipertensi paru)
C. Bunyi Ejeksi dan Murmur Sistolik Crescendo - Decrescendo (seperti pada
Stenosis Aorta Bikuspid)
D. Bunyi Ejeksi dan Murmur Sistolik Crescendo - Decrescendo mencapai p2
(seperti pada Stenosis Pulmonal Bikuspid)
E. Murmur Diastolik awal Decrescendo (seperti pada Regurgitasi Aorta
atau Pulmonal)
F. Opening Snap dan Rumble Mid - Diastolik (seperti pada Stenosis Mitral)
G. 53 dengan Murmur Mid-Diastolik (seperti pada Regurgitasi Trikuspid/
Mitral berat, atau Defek Septum Atrial)
H. Murmur kontinu (seperti pada Duktus Arteriosus paten)

117
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Murmur presistolik dapat didengar bila kontraksi atrium


meningkatkan aliran darah tepat sebelum bunyijantung S1. Murmur
ini adalah perpanjangan dari murmur mid diastolik dan tidak dapat
terdengar pada pasien dengan fibrilasi atrial.
Continuous murmur sesuai dengan namanya adalah murmur
yang kontinyu teiadi pada fase sistolik dan diastolik. Murmur
ini terjadi bila terdapat dua ruang jantung yang berhubungan
dengan perbedaan tekanan atau gradien yang permanen yang
memungkinkan aliran darah ter.ladi kontinyu.
Pericordial friction rub adalah bunyi gesekan yang superfisial
dan tidak tergantung fase sistolik ataupun diastolik. Bunyi gesekan
initerjadi bila terdapat pergerakan lapisan perikard yang mengalami
inflamasi akibat perikarditis.

2. Perhatikan intensitas kerasnya suara murmur


lntensitas kerasnya murmur tidak selalu menunjukkan parahnya kelainan
yang ter.1adi. Walaupun demikian, murmur diberikan klasifikasi gradasi
atau derajat sesuai kerasnya intensitasnya yang dikenal dengan Levine's
grading system'.

Grade (derajat) 1/6 Sangat lemah dan sulit untuk didengar pertama
kali
Grade (derajat) 2/6 lemah, tapi dapat diidentifikasi oleh dokter yang
berpengalaman
Grade (derajat) 3/6 Moderat, tapi tidak ada thrill
Grade (derajat) 4/6 Keras
Grade (derajat) 5/6 Sangat keras, thrill dapat dipalpasi dengan
mudah
Grade (derajat) 6/6 Dapat didengar walaupun tanpa stetoskop
Secara klinis dalam praktek sehari-hari sistim gradasi murmur ini
berguna untuk evaluasi perubahan intensitas murmur misalnya pada
infark miokard akut. Untuk membedakan nada murmur tinggi atau
rendah memerlukan latihan. Secara umum bunyi bernada rendah
merupakan aliran turbulensi dengan tekanan rendah, sedangkan bunyi
bernada tinggi menandakan aliran dengan tekanan tinggi.
3. Perhatikan area dengan intensitas paling tinggi
Beberapa katup memiliki ciri khas daerah dengan intensitas tertinggi
dan area penjalarannya.

118
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

4. Perhatikan perubahan akibat manuver hemodinamik


Pernapasan. Murmur yang berasal darijantung kanan akan makin keras
terdengar saat inspirasi karena hal ini meningkatkan aliran balik vena
kejantung kanan sehingga aliran lebih banyak dan cepat. pada saat
yang sama yaitu inspirasi murmurjantung kiri justru akan berkurang.
Hal sebaliknya terjadi pada saat ekspirasi

Ekspirasi dalam. Pasien diminta untuk membungkuk ke depan dan


ekspirasi penuh untuk mendengarkan regurgitasi aorta pada bagian
basaljantung. Pada posisi tersebut, bagian basal paling dekat dengan
dinding dada. Bunyi gesekan pericordiolfriction rub paling baik didengar
pada posisi ini.

Manuver valsava. Manuver ini adalah ekspirasi penuh melalui glottis


yang tertutup. Pasien diminta mengeluarkan napassekuatnya dengan
mulut tertutup dan jari menutup hidung hingga terasa gendang telinga
terbuka dan tahan selama beberapa saat. Selama proses tersebut dicoba
didengarkan perubahan pada murmur.

Posisi berdiri-jongkok. Pada saat posisi berdiri ke jongkok, aliran


balik vena dan resistensi pembuluh arteri meningkat serentak dan
menyebabkan peningkatan curah jantung dan tekanan darah dan
murmur terdengar makin keras. Pada kondisi sebaliknya perubahan
posisijongkok-berdiri maka murmur akan terdengar makin lemah.

Latihan isometrik . Latihan isometrik seperti sif up dalam 20 detik akan


meningkatkan resistensi arteri, tekanan darah dan murmur biasanya
terdengar lebih keras, kecuali pada stenosis aorta, kardiomiopati
hipertrofik dan prolaps katup mitral. Pada stenosis aorta (menurun)
akibat gradien tekanan yang menurun, pada kardiomiopati hipertropi
(menurun) dan prolaps katup mitral (melambat) karena volume ventrikel
yang meningkat.

AUSKUTTASI TEHER
Auskultasi pada leher untuk mengetahui adanya bising/bruit. Murmur akibat
stenosis aorta hampir selalu dapat terdengar di leher. Stetoskop diletakkan
pada bagian anterior dari otot sternomastoid. Bruit arteri karotis dapat
dengan mudah didengarkan dan dapat menunjukkan adanya stenosis arteri

119
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

karotis. Kadang-kadang sulit membedakan bruit arteri karotis atau murmur


akibat stenosis arteri yang menjalar ke leher. Pada bagian bawah leher
kadang-kadang dapat terdengar venous humyaitu bunyi yang berasal dari
aliran darah di vena di leher. Bunyi ini akan hilang bila dilakukan penekanan
proksimal dari stetoskop. Murmur akibat regurgitasi aorta berat dapat
menimbulkan bunyi yang mirip venous hum.Pada pasien yang menjalani
hemodialisis rutin sering ditemukan bruit dari fistel artrerio venosa yang
dimilikinya.

PUNGGUNG BELAKANG
Pemeriksaan auskultasi pada paru bawah bagian belakang juga merupakan
bagian penting pemeriksaan kardiovaskular. Adanya ronki basah halus
(crackles) pada basal paru bawah belakang menunjukkan tanda gagal
jantung. Murmur yang lebih keras terdengar pada punggung atas mungkin
merupakan tanda koarctatio aorta. Pada saat pasien dalam posisi duduk,
periksa pitting edema pada sakrum yang bisa timbul pada gagal jantung
berat yang lama berbaring.

ABDOMEN
Pemeriksaan abdomen penting dilakukan pada kelainan kardiovaskular. Hal
yang perlu dicari adalah adanya asites dan pembesaran hati yang bisa terjadi
akibat kongesti pada gagal jantung. Tes refluks hepato-jugular yang positif
juga merupakan tanda gagal jantung. Splenomegali kadang-kadang juga
dapat ditemukan pada pasien dengan endokarditis infektif. Pulsasi arteri
abdominal pada sebelah kiri garis tengah abdomen yang terlalu kuat dapat
juga merupakan tanda aneurisma aorta abdominal.

PEMERIKSAAN EKSTREM ITAS


Perhatikan keadaan kuku untuk melihat adakah tanda-tanda clubbing.
Clubbing adalah pembengkakan jaringan lunak pada bagian distaljari tangan
atau kaki. Sampai saat ini mekanisme terjadinya belum jelas diketahui.
Terdapat beberapa teori, salah satunya ialah plotelet derived growth foctor
(PDGF) megakariosit dan gumpalan trombosit yang berukuran besar tidak
dapat mecapai sirkulasi arteri perifer pada ujung jari. Pada endokarditis

120
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

katup jantung terjadi penggumpalan trombosit pada sirkulasi arteri


atau pada kelainan kongenital seperti defek septum atrial (ASD) yang
menyebabkan shunt atrium kanan ke atrium kiri sehingga darah menuju
sirkulasi sistemik perifer tanpa melewati pembuluh paru. Kerusakan pada
pembuluh kapiler pulmonal pada penyakit paru-paru juga menyebabkan
bocornya gumpalan trombosit ini sampai ujung kapiler ujung jari dan
menyebabkan clubbing.

Gambar 4.17. Clubbing

Penyebab clubbing sangat bervariasi sebagai berikut:

a. Penyakitkardiovaskular
- Endokarditisinfektif
- Kelainankongenitaljantungsianotik

b. Penyakit paru
- Kanker paru
- lnfeksi kronik paru seperti bronkiektasis, empyema, abses paru
- Fibrosis pada ldiopathic pulmonory Fibrosis

c. Penyebab lain yang sangatjarang antara lain:


- Tirotoksikosis
- Penyakit Coeliac
- Mesotelioma
- Sirosis bilier
- Kehamilan
- Hiper:paratiroidisme sekunder

Pada clubbinq unilateral perlu dipikirkan kemungkinan aneurisma


arteriovenus arteri aksila.
Kadang-kadang dapat ditemukan tanda splinter hoemorrhoge yaitu
garis melintang pada alur kuku yang memanjang yang merupakan tanda

121
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

endokarditis infektif. Splinter hoemorrhoge disebabkan oleh vaskulitis.


Tanda endokarditis yang lain yaitu Osler's nodes yaitu lesi nodul berwarna
kemerahan dan nyeri pada punggung jari tangan atau kaki' Dulu tanda ini
dilaporkan pada 50 % pasien dengan endokarditis, tetapi saat ini sangat
jarang ditemukan. Janewoy lesion adalah lesi makulopapular berwarna
kemerahan yang tidak terasa nyeri pada telapak atau punggungjari tangan
pada penderita endokarditis infektif.
Tendon xonthemoto adalah deposit lemak berwarna kuning atau jin99a
pada tendon di tangan atau lengan yang merupakan tanda hiperlipidemia
tipe ll. Polmor xanthomotq pada siku dan tuboeruptive xonthomoto pada
lutut merupakan tanda hiperlipidemia tipe lll.
Sianosis dapat terlihat biasanya pada kadar deoksihemoglobin minimal
5 mgldL. Secara klinis dapat dibedakan sianosis sentral dan sianosis perifer.
Sianosis sentral apabila sianosis ditemukan pada lidah, namun tidak pada
jari-jemari, sedangkan sianosis perifer apabila sianosis juga ditemukan di
jari-jemari.

EKSTREMITAS BAWAH
Palpasi arteri perifer pada femoralis, tibialis, dorsalis pedis dan auskultasi
untuk mencari adanya bruit. Palpasi seluruh ateri perifer pada tungkai.
Periksa adanya edema perifer dan clubbing jarl-jari kaki. Edema diperiksa
dengan melakukan penekanan ke daerah pretibial, kemudian ketika jari
dilepas akan terlihat atau teraba lekukan bekas penekanan jari di daerah
tersebut bila edema pitting. Setelah menemukan ge)ala pitting, sebaiknya
juga dibedakan antara pitting cepat dan lambat, karena masing-masing
tanda tersebut memiliki penyebabnya sendiri.
pitting lambat (>40 detlk) berhubungan dengan kadar albumin
Edema
yang normal, sebaliknya edema pitting cepal berhubungan dengan kadar
albumin yang rendah. Penyebab hipoalbuminemia dapat ditemukan pada
bab lain, sedangkan penyebab edema dengan kadar albumin yang normal
adalah karena adanya hipertensi sistem vena. Hipertensi sistem vena dapat
disebabkan karena kelainan sistemik (gagal jantung kongestif, penyakit
perikardial, regurgitasi trikuspid), atau hipertensi sistem vena regional
(sindrom vena kava inferior; trombosis vena, insufisiensi vena tungkai bawah).
Untuk membedakannya, adanya kelainan pada pemeriksaan JVP refluks
abdominojugular, dan gallop 53 lebih menunjang ke arah kelainan sistemik.

122
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

Kebanyakan kelainan regional disebabkan karena kelainan insufisiensi, yang


sifatnya kronik dan bilateral.
oklusi arteri perifer akut akan disertai gejala nyeri, denyut nadi perifer
lemah atau tak teraba, pucat, kulit terasa dingin, tungkai tidak dapat
digerakkan dan adanya kesemutan. Hal ini bisa disebabkan emboli arteri
akibat trombus yang dari jantung dan biga timbul sebagai penyebab
sekunder dari fibrilasi atrial, kardiomiopati maupun infark miokard akut.
Pada trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), pasien
bisa mengeluhkan rasa nyeri pada tungkai disertai pembengkakan dan vena
superfisial yang tampak melebar. perabaan tungkai biasanya terasa hangat
dan periksa apakah terdapat rasa nyeri dengan meremas daerah tungkai
yang terkena. DVT dapat disebabkan oleh imobilisasi lama, gagaljantung,
keganasan, kehamilan, efek pil kontrasepsi, dan defisiensi berbagai faktor
antikoagulan darah.
Ulkus pada tungkai paling sering disebabkan stasis vena. Ciri-cirinya
adalah adanya pigmentasi, batas ulkus tidak jelas, terdapat edema dan
tanda radang.
Varises pada tungkai diperiksa dengan inspeksi pada vena safena di
daerah inguinal sampai ke bagian bawah mediar kaki.periksa adakah vena
superfisial yang melebar dan tortuous. palpasi vena yang keras menandakan
trombosis, bila palpasi terasa lembek dan nyeri menandakan tromboflebitis.
Untuk memeriksa kompetensi katup vena femoralis dapat dilakukan tes
batuk. Letakkan jari pada vena safena magna yang terletak medial dari arteri
femoralis. Kemudian minta pasien untuk batuk. Bila terdapat thrill berarti
kemungkinan ada inkompetensi katup vena.

Gambar 4.18. Pemeriksaan Arteri Tibialis posterior

123
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang


inspeksijantung akan dilakukan serta meminta ijin kepada pasien
lnspeksi habitus, bentuk dada, dan kelainan yang ditemukan
Menentukan terlihat tidaknya iktus kordis
: Melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks untk
menentukan adakah kelainan lainnya
Pemeriksaan Pada palpasi iktus kordis, peiiksa apakah adathrill, heoving,
palpasi jantung lifting, atau topping
Pemeriksaan Menentukan batas jantung kanan dengan sebelumnya
perkusi jantung menentukan batas paru-hati pada linea midklavikula kanan,
lalu pada duajari di atas batas paru-hati, dilakukan perkusi
ke arah medial sampai terdengar perubahan suara dari
sonor menjadi redup (normal antara linea midsternum dan
sternum kanan)
Menentukan batas jantung kiri dengan sebelumnya
menentukan batas paru-lambung pada linea aksilaris anterior
kiri, lalu pada dua jari di atas batas paru-lambung, dilakukan
perkusi ke arah medial sampai terdengar'perubahan suara
dari sonor menjadi redup (normal sedikit sebelah medial dari
linea midklavikula kiri)
Menentukan pinggang jantung dengan melakukan perkusi
pada linea parasternal kiri ke arah bawah sampai terdengar
perubahan suara dari sonor menjadi redup (normal terdapat
pada ruang sela iga 3 kiri)
Pemeriksaan Melakukan pemeriksaan auskultasi sambil membandingkan
auskultasi dengan (meraba) pulsasi arteri
jantung Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea midklavikula kiri
untuk mendengarkan bunyi katup mitral
Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kiri untuk
mendengarkan bunyi katup pulmonal
Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kanan
untuk mendengarkan bunyi katup aorta
Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea parasternalis kanan
untuk mendengarkan bunyi katup trikuspid, dibandingkan
waktu inspirasi dan ekspirasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Fang JC, O'Gara PT. The history and physical examination: an evidence -based
approach. ln: Braunwald E, Zipes Dl Libby P', eds; Textbook of Cardiovascular
Medicine, 8th edition. Philladelphia, WB Saunders, 2007
2. Epstein Q Perkin GD Cookson J. The heart & Cardiovascular system. ln: Epstein
O ed. Pocket Guide to Clinical Examination. 3'd ed. London. Mosby Elsevier. 2004

3. Mangione S. H. The cardiovascular exam. ln: Mangione S, ed. Physical Diagnosis


Secrets. London. Mosby Elsevier. 2008.
4. Talley NJ, O'Connor S. Clinical examination 6th ed. A Systematic Guide to Physical
Diagnosis. Australia. Elsevier. 2010.

124
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular

5. swap cJ, et al: Value of specific components of the chest pain history for the
diagnosis of acute myocardial infarction (AMl), JAMA. 2005t;294:2623-9,
6. Ashley EA, Niebauer J. Cardiology Explained. London. Remedica. 2004.
7. constant J. Essentials of Bedside cardiology 2nd ed. New Jersey. Humana press.
2003.
8.. 'Rosendorff C. Essential Cardiology: principles and practice 2nd ed. New Jersey.
Humana Press. 2005.

125
BAB 5

Ptiltnlt(sAllt Hsls IIAITA


IIA]I SISIEIII RTSPIRAS!
C. Martin Rumende, Telly Kamelia

Pendahuluan 127 Napas Berbunyi (Mengi) 135


Batuk 128 Pemeriksaan fisis Paru 135
Berdahak 129 lnspeksi 139
Batuk Darah 131 Palpasi 143
Nyeri Dada 132 Perkusi 147
Sesak Napas 133 Auskultasi 150

PENDAHULUAN
Walaupun teknologi kedokteran sudah sangat maju, namun anamnesis
yang baik dan pemeriksaan fisis yang sistematis masih sangat diperlukan
dalam mendiagnosis kelainan sistem respirasi. Banyak gangguan sistem
pernapasan yang dapat ditegakkan diagnosisnya berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang baik serta pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan
fungsi ventilasi yang sederhana.

Keluhan yang sering didapatkan pada penyakit paru dan saluran napas:1,2
. Batuk
. Banyak dahak
. Batuk darah
. Nyeri dada.
. Sesak napas.
. Napas berbunyi.
. Keluhan umum lainnya seperti demam, keringat malam, berat badan
menurun.

Semua kelUhan tersebut dapat juga terjadi walaupun tidak ada


gangguan pada sistem pernapasan misalnya pada infark miokard akut
dengan komplikasi udem paru didapatkan keluhan sakit dada, sesak
napas dan napas berbunyi. Pada diabetes dengan komplikasi ketoasidosis

127
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

didapatkan juga sesak napas dan berat badan yang menurun. Beberapa
penyakit saluran napas (misalnya pneumonia, asma, PPOK dan bronkiehasis)
dapat menimbulkan gejala yang hampir sama yaitu batuk, berdahak
dan sesak napas, namun masing-masing keluhan tersebut menunjukkan
karakteriksitik yang berbeda. Karena itu tidaklah cukup bila hanya
menanyakan adaltidaknya keluhan. Setiap keluhan tersebut perlu diuraikan
secara rinci mengenai awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor
yang memperberat/memperingan serta hubungannya dengan keluhan-
keluhan lain.

Batuk
Batuk bisa merupakan suatu keadaan yang normal atau abnormal.
Contoh keadaan normal misalnya batuk-batuk saat makan karena yang
bersangkutan tetap bicara sewaktu mengunyah/menelan makanan. Dalam
keadaan abnormal penyebab tersering adalah infeksi virus yang umumnya
bersifat akut dan self-limiting. Batuk merupakan usaha pembersihan saluran
trakeobronkial, bila usaha pembersihan (cleorance) mukosilier tidak berhasil
dengan cara mengeluarkan sekret dan partikel-partikel pada faring dan
saluran napas. Reseptor iritasi untuk batuk terletak di laring, trakea, dan
bronkus besar. Keadaan batuk dilihat juga dengan adanya sputum yang
produktif (batuk berdahak) atau tidak produktif (batuk kering). Batuk
biasanya merupakan suatu refleks sehingga bersifat involunter, namun
dapat juga bersifat volunter. Batuk yang involunter merupakan gerakan
refleks yang dicetuskan karena adanya rangsangan pada reseptor sensorik
mulai dari faring hingga alveoli.
Bunyi suara batuk dan keadaan-keadaan yang menyertainya dapat
membantu dalam menegakkan diagnosis. Batuk ringan yang bersifat non-
explosive disertai dengan suara parau dapat terjadi pada pasien dengan
kelemahan otot-otot pernapasan, kanker paru dan aneurisma aorta torakalis
yang mengenai nervus rekuren laringeus kiri sehingga terjadi paralisis pita
suara. Pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat (asma dan PPOK)
sering mengalami batuk yang berkepanjangan disertai dengan napas
berbunyi, dan kadang-kadang bisa sampai sinkop akibat adanya peningkatan
tekanan intratorakal yang menetap sehingga menyebabkan gangguan aliran
balik vena dan penurunan curah jantung. Batuk akibat adanya inflamasi,
infeksi dan tumor pada laring umumnya bersifat keras, membentak dan
nyeri serta dapat disertai dengan suara parau dan stridor. Batuk yang

128
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

disetai dengan dahak yang banyak namun sulit untuk dikeluarkan umumnya
didapatkan pada bronkiektasis. Batuk dengan dahak yang persisten tiap
pagi hari pada seorang perokok merupakan keluhan khas bronkitis kronik.
Batuk kering (non-produktif) disertai nyeri dada daerah sternum dapat
terjadi akibat trakeitis. Batuk pada malam hari yang menyebabkan gangguan
tidur dapat terjadi akibat asma. Batuk dapat disebabkan oleh adanya occult
gostro-oesophogeoL reflux dan sinusitis kronik yang disertai dengan posf-
nosoldrip dan umumnya timbul pada siang hari. penggunaan ACE inhibitor
untuk pengobatan hipertensi dan gagaljantung dapat menyebabkan batuk
kering khususnya pada wanita. Keadaan ini disebabkan karena adanya
bradikinin dan subtansi-P yang normalnya didegradasi oleh angiotensin-
converting enzyme. Batuk yang timbul pada saat dan setelah menelan cairan
menunjukan adanya gangguan neuromuskular orofaring. paparan dengan
debu dan asap di lingkungan kerja dapat menyebabkan batuk kronik yang
berkurang selama hari libur dan akhir pekan.t,z,:

Penyakit-penyakit yang menyebabkan batuk:


1. lritasijalan napas.
- Terisap : asap, debu, dll.
- Aspirasi : cairan lambung, sekret mulut, benda asing.
- Post-nasaL drip.

2. Penyakit jalan napas; infeksi saluran napas atas, bronkitis akut/kronik,


bronkiektasis, neoplasma, kompresi eksternal (oleh kelenjar getah
bening, tumor), asma bronkial.
3. Penyakit parenkim paru: pneumonia, abses paru, penyakit interstitial paru.

4. Gagaljantung.
5. Efek samping obat penghambat ACE.

Berdahak
Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda:
1. Serous:
- jernlh dan encer, pada edema paru akut.
- Berbusa, kemerahan, pada alveolar cell cancer.

2. Mukoid:
- jernih keabu-abuan, pada bronkitis kronik.
- Putih kental, pada asma.

129
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

3. Purulen:
- Kuning, pada pneumonia,
- Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru.

4. Rusty (Blood-stoined):
- kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna karat, pada
Pneumococcal pneumonio dan edema paru.

Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum adalah:

1. Jumlah
Produksi sputum purulen yang banyak dan dipengaruhi posisi tubuh
khas untuk bronkiektasis. Produksi sputum purulen dalam jumlah besar
yang mendadak pada suatu episode menunjukkan adanya ruptur abses
paru atau empiema ke dalam bronkus. Sputum encer dan banyakyang
disertai dengan bercak kemerahan pada pasien dengan sesak napas
mendadak menunjukan adanya edema paru. Sputum yang encer dan
banyak bisa juga didapatkan pada alveolor cell concer.l'3
2. Warna
Warna sputum dapat membantu dalam menentukan kemungkinan
penyebab penyakit (Gambar 5.1). Sputum yang jernih atau mukoid
selain didapatkan pada PPOK (tanpa infeksi) bisa juga ditemukan akibat
adanya inhalasi zat iritan. Sputum kekuningan bisa dldapatkan pada
infeksi saluran napas bawah akut ( karena adanya neutrofil aktif), dan
juga pada asma (karena mengandung eosinofil). Sputum kehijauan
yang mengandung neutrofil yang mati didapatkan pada bronkiektasis
dan dapat membentuk 3 lapisan yang khas yaitu lapisan atas yang
mukoid, lapisan tengah yang encer dan lapisan bawah yang purulen.
Sputum purulen biasanya berwarna kehijauan karena adanya sel-sel
neutrofil yang lisis serta produk hasil katabolismenya akibat adanya
enzim green-pigmented enzyme verdoperoxidose. Pada pneumococcol
pneumonio stadium awal dapat ditemukan sputum yang berwarana
coklat kemerahan akibat adanya inflamasi parenkim paru yang melalui
fase hepatisasi merah. Sputum berwarna coklal (Blood-stoined sputum)
menunjukan adanya hemoglobin/sel eritrosit. Sputum yang berbusa
dengan bercak darah yang difus dapat ter1adi pada edema paru akut
(Gambar 5.11.t'z':'a

130
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Gambar 5.1. Berbagai Macam Warna Sputum. (A) putih. (B) Kuning. (C) Hijau.
(D) Warna Karat (Merah Kecoklatan).

3. Bau sputum
Sputum yang berbau busuk menunjukan adanya infeksi oleh kuman-
kuman anaerob dan dapat terjadi pada bronkiektasis dengan infeksi
sekunder, abses paru dan empiema.

4. SoLid moterial
Pada asma dan ollergic bronchopulmonory ospergil/osis dapat terjadi
akumulasi sekret yang kental pada saluran napas. Bila sekret ini
dibatukkan keluar akan tampak struktur yang menyerupai cacing yang
merupakan cetakan bronkus.

Batuk Darah
Batuk darah (hemoptisis) terjadi karena adanya darah yang dikeluar kan
pada saat batuk yang berasal dari saluran napas. Batuk darah dapat
bervariasijumlahnya mulai dari bercak da rah (blood-streaked sputum) hingga
batuk darah masif. Hemoptisis dengan sputum purulen dapat terjadi pada
bronkiektasis terinfeksi.. Batuk darah masif yang potensial fatal sering
didapatkan pada bronkiektasis, tuberkulosis dan kanker paru.1,3,4 penyakit
paru yang menyebabkan hemoptisis:

1. Penyakit jalan napas: bronkitis akut/kronik, bronkiektasis, karsinoma


bronkus.

131
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Penyakit parenkim paru: tuberkulosis, abses paru, pneumonia, misetoma


(fungus boll), dan lain-lain.

3. Penyakit vaskular: emboli paru, hipertensi pulmonal.

4. Lain-lain: gangguan koagulasi, endometriosis paru

Nyeri Dada
Nyeri dada dapat berasal dari dinding dada, pleura dan organ-organ
mediastinum.l Paru mendapatkan persarafan otonom secara eksklusif
sehingga tidak dapat menjadi sumber nyeri dada. Nyeri dada harus diuraikan
secara rinci yang mencakup lokasi nyeri serta penyebarannya, awal mula
kel uhan, derajat nyeri, faktor yang memperberat/merin gankan misalnya
efek terhadap pernapasan dan pergerakan.
1. Nyeri pleura
Karakteristik nyeri pleura bersifat tajam, menusuk dan semakin berat
bila menarik napas atau batuk. lritasi pleura parietal pada daerah 6 iga
bagian atas dirasakan sebagai nyeri yang terlokalisir, sedangkan iritasi
pada pleura parietal yang meliputi diafragma yang dipersarafi oleh
nervus prenikus dirasakan sebagai nyeri yang menjalar ke leher atau
puncak bahu. Enam nervus interkostalis bagian bawah mempersarafi
pleura parietal bagian bawah dan lapisan luar diafragama sehingga nyeri
pada daerah ini dapat menjalar ke abdomen bagian atas.

2. Nyeridinding dada
Nyeri pada dinding dada dapat terjadi akibat adanya gangguan pada
saluran napas maupun kelainan pada muskuloskeletal. Tidak jarang
pasien dengan batuk atau sesak napas yang kronik (pasien asma dan
PPOK) mengalami rasa nyeri yang difus. Ada beberapa gejala yang
dapat membedakan antara nyeri pleura dan nyeri dada. Nyeri yang
timbul mendadak dan terlokalisir setelah mengalami batuk-batuk yang
hebat atau trauma langsung menunjukan adanya injuri pada otot-otot
interkostal ataupun fraktur iga. Herpes zoster dan kompresi pada radiks
nervus interkostalis dapat menyebabkan nyeri dada pada daerah yang
sesuai dengan distribusi dermatom. Nyeri dada akibat kanker paru,
mesotelioma dan metastase pada tulang umumnya bersifat tumpul,
iritatif, tidak berhubungan dengan pernapasan dan semakin memberat
secara progresif. Nyeri akibal Pancoost tumor pada apeks paru akibat

132
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

erosi pada iga 1 sering kali menjalar ke lengan bagian medial akibat
adanya invasi pada radiks pleksus brakhialis bagian bawah.
3. Nyeri mediastinum
Nyeri mediastinum mempunyai ciri-ciri yaitu bersifat sentral/retrostrenal
serta tidak berkaitan dengan pernapasan ataupun batuk. Namun
demikian nyeri yang berasal dari trakhqa dan bronkus akibat infeksi
maupun iritasi oleh debu-debu iritan dapat dirasakan sebagai rasa panas
pada daerah retrosternal, yang semakin berat bila pasien batuk. Nyeri
tumpul yang bersifat progresif sehingga mengganggu tidur dapat terjadi
akibat adanya keganasan pada kelenjar getah bening mediastinum
atau akibat timoma. Tromboemboli paru masif yang menyebabkan
peningkatan tekanan ventrikel kanan dapat menyebabkan nyeri sentral
yang menyerupai iskemia miokard.

Sesak Napas
Orang yang sehat dalam keadaan normal tidak menyadari akan
pernapasannya. Sesak napas (dispnea) merupakan keluhan subyektif yang
timbul bila ada perasaan tidak nyaman maupun gangguan/kesulitan lainnya
saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas.ala Rasa
sesak napas ini kadang-kadang diutarakan pasien sebagai kesulitan untuk
mendapatkan udara segal rasa terengah-engah atau kelelahan. Variasi
dispnea adalah:

. Takipnea napas yang cepat


. Hiperpnea napas yang dalam
. Orthopnea sesak napas pada posisi tidur
. Platipnea sesak napas pada posisi tegak (berdiri)
. Trepopnea sesak napas pada posisi berbaring ke kiri/kanan

Saat anamnesis mengenai sesak napas ini harus ditanyakan mengenai


awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, variabilitas, derajat beratnya,
faktor-faktor yang memperberat/memperingan dan keluhan yang berkaitan
lainnya. Tentukan apakah sesak napas terjadi secara mendadak dan semakin
memberat dalam waktu beberapa menit (misalnya akibat pneumotoraks
ventil, emboli paru masif, asma, aspirasi benda asing), atau terjadi secara
bertahap dan semakin memberat secara progresif dalam waktu beberapa
jam atau hari (akibat pneumonia, asma, PPOK eksaserbsi akut) atau bahkan

133
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

memberat dalam waktu beberapa minggu, bulan atau tahun (akibat efusi
pleura, PPOK, TB paru ,anemia, gangguan otot-otot pernapasan). Sesak
napas akibat gangguan psikis seringkali timbul mendadak di mana pasien
mengeluh tidak dapat menghirup cukup udara, sehingga harus menarik
napas dalam. Keluhan sesak ini dapat disertai dengan keluhan lainnya seperti
pusing, kesemutan pada jari-jari dan sekitar mulut, dada rasa penuh dan
walaupun jarang dapat disertai sinkop.
Keadaan atau aktivitas apa yang dapat menimbulkan sesak perlu
diketahui, karena dapat memberi petunjuk akan kemungkinan penyebabnya.
Sesak saat berbaring (ortopnu) seringkali didapatkan pada pasien dengan
gagaljantung kiri dan pasign dengan kelelahan otot-otot pernapasan akibat
keterlibatan diafragma. Namun demikian ortopnea ini dapat juga terjadi
pada semua peyakit paru yang berat. Sesak yang menyebabkan pasien
terbangun pada malam hari merupakan gejala khas asma dan gagaljantung
kiri. Pasien asma umumya terbangun di antara jam 03.00-05.00 dan disertai
dengan mengi. Sesak napas yang berkurang pada setiap akhir pekan atau
pada saat hari libur menunjukan kemungkinan adanya asma akibat kerja.
Pada asma perlu ditanyakan adanya paparan dengan alergen atau iritan
yang kemungkinan sebagai pencetus sesak napas. Derajat beratnya sesak
napas harus ditentukan dengan mengkaitkannya dengan aktivitas sehari-
hari. Sesak napas sering ditemukan pada keadaan/penyakit:

a. Gangguan sistem pernapasan


- Penyakit saluran napas: asma bronkial, penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), penyumbatan saluran napas.
- Penyakit parenkim paru: pneumonia, ocute respirotory distress
syndrome (ARDS), penyakit interstisial paru.
- Penyakit vaskular paru: emboli paru
- Penyakit pleura: pneumotoraks, efusi pleura.

b. Gangguan sistem kardiovaskular


- Meningkatnya tekanan vena pulmonalis: gagaljantung kiri
- Penurunancurahjantung
- Anernia berat

c. Anxietas/psikosomatik

d. Gangguan pada sistem neuromuskuloskeletal, yaitu polimiositis,


miastenia gravis, sindrom Guillian Barre, kifoskoliosis.

134
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Napas Berbunyi (Mengi)


Mengi adalah adalah bunyi siulan yang bernada tinggi yang terjadi akibat
aliran udara yang melalui saluran napas yang sempit. Umumnya mengi
terjadi pada saat ekspirasi, namun pada keadaan yang berat dapat terdengar
baik pada ekspirasi maupun inspirasi. Pasien sering menggambarkan mengi
sebagai bunyi yang mendesir akibat adanya gekret pada saluran napas atas.
Mengi yang timbul pada saat melakukan aktivitas merupakan gejala yang
sering didapatkan pada pasien asma dan PPOK. Mengi yang menyebabkan
pasien terbangun pada malam hari didapatkan pada asma sedangkan mengi
yang timbul pada saat bangun pagi didapatkan pada ppOK.

PEMERIKSAAN FISIS PARU

Agar dapat melakukan pemeriksaan fisis paru dengan baik perlu dipelajari
mengenai anatomi dinding dada dan paru (Gambar 5.2)2

Manubrium sterni Lekuk supra strenal


sternaLis Ludovici

Processus Xyphoideus

AnguLus costoe

Gambar 5.2. Anatomi Dinding Dada dan paru

Menentukan Lokasi pada Dinding Dada


Lokasi kelainan pada dada dapat ditentukan dalam 2 dimensi yaitu sepanjang
aksis vertikal dan sepanjang lingkar dada.2

135
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Penentuan lokasi bedasarkan aksis vertikal dilakukan dengan


menghitung sela iga. Angulus sternalis Ludovici dapat digunakan sebagai
pedoman dalam menghitung sela iga. Untuk mengidentifikasi angulus
sternalis ini pertama-tama letakkan jari pada suprasternal notch, kemudian
gerakkanjari ke kaudal kira-kira 5 cm untuk mendapatkan angulus tersebut
yang merupakan penonjolan (sudut) yang dibentuk oleh manubrium sterni
dan korpus sterni. Dengan menggerakkan jari ke arah lateral akan didapatkan
perlengketan iga ke 2 pada sternum. Selanjutnya dengan menggunakan 2
jari dapat dihitung sela iga satu persatu dengan arah oblique seperti tampak
pada gambar 5.3. Pada wanita untuk menghitung sela iga maka payudara
harus disingkirkan kearah lateral. Perhatikan bahwa tujuh rawan iga pertama
melekat pada sternum seangkan rawan iga ke 8, 9 dan L0 melekat pada
rawan iga yang berada di atasnya. Iga ke 11 dan 12 yang merupakan iga
melayang bagian anteriornya tidak mengadakan perlekatan. Ujung rawan
iga 11 biasanya dapat di raba pada daerah lateral, sedangkan ujung iga 12
pada daerah posterior (Gambar 5.3).

Angulus sternolis Lekuk supra sternal


Processus splnosus C7 Processus spinosus T1"

Iga

Gambar 5.3. Dinding Dada Bagian Anterior (A) dan Posterior (B).

Untuk menentukan lokasi kelainan pada dada bagian posterior dapat


dilakukan beberapa cara yaitu:2
1. Cara yang umum dilakukan yaitu dengan menggunakan pedoman
processus vertebrae prominens (penonjolan processus spinosus vertebrae
cervical 7). Dengan melakukan palpasi dapat dihitung processus yang
ada dibawahnya khususnya pada tulang belakang yang lentur.

135
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

2. Untuk menentukan lokasi pada dada bagian posterior yaitu dengan


menggunakan pedoman iga ke 12 sebagai titik awal penghitungan.
Letakkanjari salah satu tangan pada tepi bawah iga 12, kemudian kearah
kranial dihitung sela iga seperti tampak pada gambar 5.3. Cara ini
khususnya dapat membantu menentukan lokasi kelainan pada daerah
dada posterior bagian bawah.
3. Cara lain yaitu dengan menggunakan angulus inferior skapula (yang
biasanya terletak pada igalsela iga 7) sebagai pedoman dalam
penghitungan.
Untuk menetukan lokasi disekitar lingkar dada digunakan beberapa
garis vertikal seperti tampak pada gambar 5.4 dan gambar 5. 5 yaitu:

Garis
midsternalis
Garis aksilaris
posterior

Garis
midklavikula Garis aksilaris
media

Garis aksilaris Garis aksilaris


anterior anterior

(Gambar 5.4. Garis-garis Vertikal Disepanjang Dinding Dada Bagian Anterior


(A) dan Lateral (B)

Garis skapularis

Garis vertebralis

Gambar 5.5. Dinding Dada Bagian posterior

t37
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Garis midsternal: Garis vertikal yang melalui pertengahan sternum.


Garis midklavikula: Garis vertikal yang melalui pertengahan klavikula
Garis aksilaris anterior: Garis vertikal yang melalui lipat aksila anterior.
Garis midaksilaris: Garis vertikal yang melalui puncak aksila.
vertikalyang melalui lipat aksila posterior'
Garis aksilaris posterior: Garis
Garis skapularis: Garis vertikal yang melal.ui angulus inferior skapula'
Garis vertebralis (Midspinalis): Garis vertikal yang melalui processus
spinalis vertebroe.

Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan
posisi berbaring terlentang, sedangkan pemeriksaan dada dan paru belakang
pada pasien dengan posisi duduk. Pada saat pasien duduk kedua lengannya
menyilang pada dada sehingga kedua tangan dapat diletakkan pada
masing-masing bahu secara kontralateral. Dengan cara ini kedua skapula
akan bergeser ke arah lateral sehingga dapat memperluas lapangan paru
yang diperiksa. Pakaian pasien diatur sedemikian rupa sehingga seluruh
dada dapat diperiksa. Pada wanita pada saat memeriksa dada dan paru
belakang maka dada bagian depan ditutup. Pada pasien dengan keadaan
umum yang lemah bila perlu dibantu agar bisa didudukkan sehingga dada
bagian posterior dapat diperiksa. Bila hal ini tidak memungkinkan maka
pasien dimiringkan ke salah satu sisi, kemudian ke sisi yang lainnya.2
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis paru maka dilakukan pengamatan
awal untuk mengetahui untuk mengetahui adanya kelainan di luar dada yang
mungkin berkaitan dengan penyakit paru. Selain itu juga diamati apakah ada
suara-suara abnormal yang langsung terdengar tanpa bantuan stetoskop.
Kelainan pada ekstremitas yang berhubungan dengan penyakit paru
seperti:
. Jari tabuh/clubbing pada penyakit paru supuratif (contoh: abses paru,
empiema) dan kanker paru (Gambar 5.6)2'7
. Sianosis perifer (pada kuku jari tangan) menunjukkan hipoksemia
. Karat nikotin, pada perokok berat (Karat nikotin juga dapat ditemukan
pada email gigi penderita).
. Otot-otottangan dan lengan yang mengecil karena penekanan nervus
torakalis I oleh tumor di apeks paru (sindrom Poncoost).

138
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Gambar 5.6. Jari Iabuh (Clubbing Finger)

Kelainan pada daerah kepala yang berkaitan dengan kelainan pada


paru yaitu:
' sindrom Horner: Ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis hemifasialis
. Sianosis pada ujung lidah akibat hipoksemia.
Di samping melihat keadaan-keadaan tersebut di atas, pemeriksaan
hendaknyajuga mendengar kelainan yang langsung dapat didengar tanpa
bantuan alat pemeriksa, seperti:
. Suara mengi (wheezing), suara napas seperti musik yang terdengar
selama fase inspirasi dan ekspirasi karena terjadinya penyempitan
jalan udara,
. Stridor, suara napas yang mendengkur secara teratur. Terjadi karena
adanya penyumbatan daerah laring. Stridor dapat berupa inspiratoar
atau ekspiratoar. Yang terbanyak adalah stridor inspiratoar, misalnya pada
tumor di trakea, peradangan pada trakea, atau benda asing di trakea,
. Suara serak (hoarseness), terjadi karena kelumpuhan pada saraf laring
atau peradangan pita suara.

Setelah melakukan pengamatan awal dilakukan pemeriksaan fisis paru


yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

A.INSPEKSI

lnspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada,


kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan.

139
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

1. Kelainan dinding dada.


Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut
bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan
vena, spider naevi, ginekomastia tumori luka operasi, retraksi otot-otot
interkostal dan lain-lain (Gambar 5.7).

"&&
(A) (B)

Gambar 5.7. Lesi pada Dinding Dada Berupa Parut Bekas Operasi (A) dan
Pelebaran Vena-Vena Superfisial (B).

Kelainan bentuk dada.


Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar
dari pada diameter anteroposterior.

Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu:

a. Dada paralitikum dengan ciri-ciri:


- Dada kecil, diameter sagital pendek.
- Sela iga sempit, iga lebih miring, Angulus costae < 900

- Terdapat pada pasien dengan malnutrisi


(s)

b. Dada emfisema (Barrel-shape):


- Dada mengembung, diameter anteroposterior lebih besar dari
pada diameter latero-lateral.
- Tulang punggung melengkung (kifosis), Angulus costae > 900

- Terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK ).

c. Kifosis: Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah


anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan
dari arah lateral pasien (Gambar 5.8 A).

140
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

d. Skoliosis: Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah


lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior
(Gambar 5.8 B).

Gambar 5.8. Kelainan Dinding Dada Berupa Kifosis (A) dan Skoliosis (B)

Pectusexcavatum: dada dengan tulang sternum yang mencekung


ke dalam (Gambar 5.9 A).

Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) ; dada dengan


tulang sternum menonjol ke depan (Gambar 5.9 B).

(A) (B)

Gambar 5.9. Pectus Excavatum (A) dan Pectus Carinatum (B)

t4t
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

3. Frekuensipernapasan:
Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang
dari 14 kali per menit disebut bradipnea, misalnya akibat pemakaian
obat-obat narkotik, kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per
menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia, ansietas, asidosis.(2)

4. Jenis pernapasan:
- Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis
umum.
- Abdominal mlsalnya pasien PPOK lanjut,
- Kombinasi (jenis pernapasan ini yang terbanyak).
Pada wanita sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan
disebut torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan
abdominal lebih dominan dan disebut abdomino torakal. Keadaan
ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut wanita berbeda dari
laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu
pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK.
Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam
pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukkan adanya gangguan
pada daerah tersebut.
- Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breothing (pernapasan seperti
menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK)
dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia'

5. Pola pernapasan
- Pernapasan normal:
lrama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai dengan
adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti. Pada
gambar 5.10 dapat dilihat gambaran irama pernapasan yanq
normal dan abnormal.2's
- takipnea: Napas cepat dan dangkal.
- Hiperpnea/hiperventilasi: Napas cepat dan dalam.
- Bradipnea: Napas yang lambat.
- Pernapasan Cheyne Stokes;
lrama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode apnea
(berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode
hiperpnea (pernapasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian
cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi

142
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak,


hipoksia kronik. Hal initerjadi karena terlambatnya respons reseptor
klinis medula otak terhadap pertukaran gas.
Pernapasan Biot (Ataxic b reoth in g) :
Jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam hal frekuensi
maupun amplitudonya. Terdapat pad-a cedera otak. Bentuk kelainan
irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada
orang normal tapi gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan
ini biasanya merupakan pertanda yang kurang baik.
Sighing respirotion: Pola pernapasan normal yang diselingi oleh
tarikan napas yang dalam.

Asma
-f\.--l-\-./---'\ PPOK
-1 l

Bradipnea (pernapasan Depresi napas karena obat


melambat abnormal) 0,"0",'* I

::r" __--. I
I

Kussmaul (pemapasan Asidosis metabolik I


I
cepat dan lambat) olahraga (exercrse)
Ansietas

i,.^n*fl,
l
BiovAtaxic (irreguler Depresi napas karena obat i
dengan periode apnea otak,
Kerusakan

t____
I
panjang khususnya medulla
oblongata
_--_l l

Cl*y,r"*t"k* (ir"r; Depresi napas karena obat


i -,q/tn"-,UIlrtw napas berubah dan
dengan periode apnea
Kerusakan otak,
khususnya jantung
Uremia

]-,nr.f\,f Apneusik (pernapasan


dengan jeda inspirasi
Lesi di pons

t panjang)

In
---_-'.-'r^llr.- Sighing respiration
L__
Gambar 5.10. Gambaran lrama Pernapasan yang Normal dan Abnormal6

B. PALPASI

Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.

1. Palpasi dalam keadaan statis.

143
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah sebagai


berikut:

a. Pemeriksaan kelenjar getah bening.


Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula
dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru seperti
kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening Ini dapat diteruskan
ke daerah submandibula dan kedua aksila.

b. Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum.


Posisi mediastinum dapat ditentukan dengan melakukan
pemeriksaan trakea dan apeks jantung.
- Pergeseran mediastinum bagian atas dapat menyebabkan
deviasi trakea. Pemeriksa berada di depan pasien kemudian
ujungjari telunjuk tangan kanan diletakkan pada suprosternol
notchlalu ditekan kearah trakea secara perlahan-lahan (gambar
5.1 1 A). Adanya deviasi trakea dapat diketahui dengan cara
meraba dan melihat. Pergeseran ringan trakea ke arah kanan
bisa didapatkan pada orang normal. Pergeseran trakea dapat
juga terjadi pada kelainan paru yaitu akibat scrazortelfibrosis
pada apeks paru.
- Jarak anta rc suprosternal notch dengan kartilago krikoid normal
selebar 3 - 4 jari. (Gambar 5.11 B) Berkurangnya jarak ini
menunjukan adanya hiperinflasi paru. Pada keadaan hiperinflasi
yang berat dapat terjadi trocheol tug yaitu pergerakan jari-
jari (yang ada pada trakea) ke arah inferior pada setiap kali
inspirasi.l

Gambar 5.11. Pemeriksaan Trakea

144
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

- Deviasi pulsasi apeksjantung menunjukan adanya pergeseran


mediastinum bagian bawah. Perpindahan pulsasi apeks
jantung tanpa disertai deviasi trakea biasanya disebabkan
oleh pembesaran ventrikel kiri.dan walaupun lebih jarang bisa
juga didapatkan pada skoliosis, kifoskoliosis atau pada pectus
excovotum yang berat.l
c. Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan
dengan jari tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding
dada misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi
akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.
2. Palpasi dalam keadaan dinamis.
Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan untuk menilai ekspansi
paru serta pemeriksaan vokal fremitus.

a. Pemeriksaan ekspansi paru.


Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama
mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal.
Pengembangan paru bagian atas dilakukan dengan mengamati
pergerakan kedua klavikula. Berkurangnya gerakan pada salah
satu sisi menunjukan adanya hambatan pada sisi tersebut. Untuk
menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan
dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara
simetris pada masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari lainnya
menjulur sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus
saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan sedikit
diangkat ke atas sehingga dapat bergerak bebas saat bernapas.
Pada saat pasien menarik napas dalam kedua ibu jari akan bergerak
secara simetris (Gambar 5.12). Berkurangnya ekspansi dada pada
salah satu sisi akan menyebabkan gerakan kedua ibu jari menjadi
tidak simetris dan ini memberikan petunjuk adanya kelainan pada
sisi tersebut.2

b. Pemeriksaan vokal fremitus.


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak
tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang
ditimbulkan akan lebih jelas. Rasakan dengan teliti getaran suara
yang ditimbulkannya (Gambar 5.12 A dan B).

145
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar 5.12. Pemeriksaan Palpasi Paru Saat Ekspirasi (A) dan Inspiras i(B).8

Pemeriksaan ini disebuttactilefremitus. Bandingkan tactilefremitus


secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah
baik pada paru bagian depan maupun belakang (Gambar 5.13
A dan B). Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan harus
selalu disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini
dilaporkan sebagai normal, melemah atau mengeras. Fremitus
yang melemah didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks,
atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya infiltrat
pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru
aktif).1,2

(A) (B)
Gambar 5.13. Lokasi untuk Pemeriksaan Vocal Fremitus pada Dada Anterior
(A) dan Posterior (B)

t46
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

C. PERKUSI

Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada
dengan jari-jari sedikit meregang. .lari tengah tangan kiri tersebut ditekan
ke dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi.
Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan
menggunakan ujungjari tengah tangan kanan, dengan sendi pergelangan
tangan sebagai penggerak (Gambar 5.14). Jangan menggunakan poros siku,
karena akan memberikan ketokan yang tidak seragam. Sifat-sifat ketokan
selain didengar; juga harus dirasakan oleh jari-jari.1

Gambar 5.14. Cara Melakukan perkusi

Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketukan yang terdengar dapat


bermacam-macam yaitu:1.2

a. Sonor (resonant);terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak,


terdapat pada paru yang normal.

b. Hipersonor (Hiperresonont); terjadi bila udara didalam paru/dada


menjadijauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar
yang letaknya superfisial, pneumotoraks dan bula yang besar.

c. Redup (dull); bila bagian yang padat lebih banyak dari pada udara
misalnya: adanya infiltrat/ konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura
yang sedang.

d. Pekak(flot/stony dull);terdapat pada jaringan yang tidak mengandung


udara didalamnya, misalnya pada tumor paru, efusi pleura masif.

e. Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara


di dalam lambung.

147
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan


secara bergantian kiri dan kanan (zigzag). (Gambar 5.15). Dalam keadaan
normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.

Gambar 5.15. Lokasi untuk Melakukan Perkusi


Perbandingan dan Auskultasi Paru Depan.

Pemeriksaan lain yang dilakukan pada paru depan adalah perkusi untuk
menentukan batas paru hati dan paru lambung.
Untuk menentikan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang garis
midklavikula kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari
sonor menjadi redup. Perubahan ini menunjukan batas antara paru dan
hati. Tentukan batas tersebut dengan menghitung mulai dari sela iga ke 2
kanan, dan umumnya didapatkan setinggi sela iga ke 6. Setelah batas paru
hati diketahui selanjutnya dilakukan tes peranjakan antara inspirasi dan
ekspirasi. Pertama-tama pasien dijelaskan mengenai apa yang akan dilakuan,
kemudian letakkan 2 jari tangan kiri tepat dibawah batas tersebut. Pasien
diminta untuk menarik napas dalam dan kemudian ditahan, sementara
itu dilakukan perkusi pada ke 2 jari tersebut. Dalam keadaan normal akan
terjadi perubahan bunyi yaitu dari yang tadinya redup kemudian menjadi
sonor kembali. Dalam keadaan normal didapatkan peranjakan sebesar 2
jari.(Gambar 5.16).'?
Untuk menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi sepanjang
garis aksilaris anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari sonor
ke timpani. Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8. Batas ini sangat
dlpengaruhi oleh isi lambung.

148
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Gambar 5.16. Pemeriksaan Peranjakan Paru-Hati

Pada paru belakang dilakukanjuga pemeriksaan perkusi perbandingan


secara zigzag seperti tampak pada gambar 5.17. Selanjutnya untuk
menentukan batas paru belakang bawah kanan dan kiri dilakukan dengan
pemeriksaan perkusi sepanjang garis skapularis kanan dan kiri. Dalam
keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.

Gambar 5.17. Lokasi untuk Melakukan perkusi


Perbandingan dan Auskultasi paru Belakang

Skapula sebaiknya dikesampingkan dengan cara meminta pasien


menyilang kedua lengannya di dada. Biasanya batasnya adalah setinggi
vertebrae torakalis 10 untuk paru kiri sedangkan paru kanan l jari lebih tinggi?

t49
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Daerah aksila dapat diperkusi dengan cara meminta pasien mengangkat


tangannya ke atas kepala. Pemeriksa menaruh jari-jari tangan setinggi
mungkin di aksila pasien untuk diperkusi. Perkusi pada daerah Kronig yailu
daerah supraskapula seluas 3 sampai 4 jari di pundak. Perkusi di daerah ini
sonor. Hilangnya bunyi sonor pada daerah ini menunjukkan adanya kelainan
pada apeks paru, misalnya tumor paru, tuberkulosis paru.s
Bila ada cairan pleura yang cukup banyak akan didapatkan Garis Ellrs
Domoiseau yoifu garis lengkung konveks dengan puncak pada garis aksilaris
media. Selain itu bisa didapatkan adanya segitiga Garlond dan segitiga
Grocco. Segitiga Garlond: daerah timpani yang dibatasi oleh vertebra
torakalis, garis Ellrs Domoiseou dan garis horizontal yang melalui puncak
cairan. Segitig a Grocco: daerah redup kontralateral yang dibatasi oleh garis
vertebra, perpanjangan garis E//rs Damoiseau ke kontralateral dan batas paru
belakang bawah. (Gambar 5.18).s

v\
a.*,-)
/\-fr\
l**"* \
Gambar 5.18. Segitiga Garland dan Grocco (A) Serta Garis Ellis Damoiseau (B).

D. AUSKULTASI

Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai


aliran udara melalui sistem trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini
meliputi pemeriksaan suara napas pokok, pemeriksaan suara napas
tambahan dan jika didapatkan adanya kelainan dilakukan pemeriksaan
untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan
melalui dinding dada. Pola suara napas diuraikan berdasarkan intensitas,
frekwensi serta lamanya fase inspirasi dan ekspirasi. Auskultasi dilakukan
secara berurutan dan selang seling baik pada paru bagian depan maupun
belakang (Gambar 5.15 dan 5.17).2

150
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Suara napas pokok yang normal terdiri atas:1,2


. Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekwensi rendah di
mana fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi
jeda, dengan perbandingan 3:1 (Gambar 5.19). Dapat didengarkan
pada hampir kedua lapangan paru.
. Bronkovesikular: Suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi
yang sedang, di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga
hampir menyamai fase inspirasi dan kadang- kadang dapat diselingi
jeda. Dalam keadaan normal bisa didapatkan pada dinding anterior
setinggi sela iga 1dan2 serta daerah interskapula.
. Bronkial: Suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana
fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya
diselingijeda. Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti
tiupan dalam tabung (Gambar 5.20). Dalam keadaan normal dapat
didengar pada daerah manubrium sterni.
. Trakeal: Suara napas yang sangat keras dan kasari dapat didengarkan
pada daerah trakea.
. Amforik: Suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang
letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti
tiupan dalam botol kosong.

lnspiration Expiration

Gambar 5.19. Gambaran Skematis Suara Napas Vesikular (A) dan Bronkial (B).

1s1
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Vesikular Suara napas fase Relatif Hampir


inspirasi lebih lama lemah di seluruh
daripada suara napas lapang paru
fase ekspirasi
Bronko- Suara napas fase Sedang Dinding
vesikular inspirasi sama anterior
dengan suara napas setinggi sela
fase ekspirasi iga 1 dan 2
serta daerah
interskapula.
Bronkial Suara napas fase Relatif Manubrium
ekspirasi lebih lama keras sterni
/\ daripada suara napas
fase inspirasi, dan
diantaranya diselingi
jeda
rrakeal Suara napas fase Relatif Trakea
inspirasi sama keras
./\ dengan suara napas
fase ekspirasi, dan
diantaranya diselingi
jeda

Gambar 5.20. Karakteristik Suara Napas

Perhatikan adanyajeda antara fase inspirasi dan fase ekspirasi.


Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli
dapat didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas
bronkial tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal darl bronkus
tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh
udara yang terdapat di dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya
pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara didalamnya akan
berkurang atau menghilang. lnfiltrat yang merupakan penghantar getaran
suara yang baik akan menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada
sehingga dapat terdengar sebagai suara napas bronkovesikular (bila hanya
sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi
infiltrat) (Gambar 5.21 ).5

Suara napas tambahan terdiri atas:1'2's


. Ronki basah (crockles atau roles): Suara napas yang terputus-putus,
bersifat nonmusicol, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat
udara yang melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih

152
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Alveoli.&\
,orr"l-m
Lumen $}a{,
- \'M

bronkial -
terbuka --I9f
L
Vesikular

Gambar 5.21. Suara Napas Pokok Dalam Keadaan Normal dan Abnormal

lanjut dibagi menjadi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya
bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan
pada bronkiolus, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli
yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir
inspirasi. Krepitasi terutama dapat didengar pada fibrosis paru. sifat
ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat misalnya pada
pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru).
. Ronki kering: Suara napas kontinyu, yang bersifat musikal, dengan
frekwensi yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui
saluran napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang
kental. Mengi adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang
yang biasanya terdengar pada serangan asma.
. Bunyi gesekan pleura(Pleurolfriction rug:ferjadi karena pleura parietal
dan viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya.
Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan
ini terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
. Hippocrotes succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar
bila pasien digoyang-goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien
dengan hidropneumotoraks.
. Pneumothorax click: Bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat
kontraksijantung, terjadi bila didapatkan adanya udara diantara kedua
lapisan pleura yang menyelimuti jantung.

Langkah sistematis pemeriksaan paru dapat dilihat pada tabe! 5.1.

153
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Anamnesis Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksa-an yang


akan dilakukan serta meminta ijin kepada pasien
Menanyakan adakah batuk; bila ada bagaimanakah:
. bunyi suara batuk: apakah ringan, batuk berkepanjangan
dengan napas berbunyi, batuk keras membentak dengan
nyeri, batuk disertai suara parau
. waktu batuk: apakah terutama sering pada malam atau
siang hari
. pencetus batuk: asap, debu
. gejala lain yang menyertai: demam, sesak napas
Adakah disertai dahak; bila ada bagaimanakah:
. jumlah produksi dahak: banyak, persisten, apakah sulit
dikeluarkan, batuk kering
. jenis dahak: serous, mukoid, purulen, rusty
. warna:jernih, kekuningan, kehljauan, coklat, kemerahan
. bau dahak
. adakah bentuk cetakan bronkus
Batuk darah: mulai dari bercak darah hingga masif
Nyeri dada: lokasi nyeri serta penyebarannya, awal mula
keluhan, derajat nyeri, faktor yang memperberat/meringankan
misalnya efek terhadap pernapasan dan pergerakan
Sesak napas:
. variabilitas sesak napas: takipnea, hiperpnea, ortopnea,
platipnea
. deskripsi sesak: awal mula keluhan/awitan: secara
mendadak atau bertahap, lamanya; progresifitas: semakin
memberat dalam waktu beberapa menit, beberapa jam/
hari/minggu/bulan/tahun; derajat beratnya; faktor-faktor
yang memperberat/memperingan; dan keluhan yang
berkaitan lainnya misalnya gangguan psikis
Napas berbunyi: apakah saat ekspirasi atau inspirasi, saat
aktivitas, apakah menyebabkan terbangun pada malam hari,
atau pagi hari
Keluhan umum lainnya seperti demam, keringat malam, berat
badan menurun
Kebiasaan merokok, kontak dengan penderita penyakit paru
Pemeriksaan Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta meminta
inspeksi dada ijin kepada pasien
dan paru Meminta pasien tidur terlentang dan membuka pakaian
bagian depan Inspeksi adakah lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada,
menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan
Menilai terdengar tidaknya suara serak, mengi, stridor dengan
telinga biasa
Menilai ada tidaknya napas cuping hidung, penggunaan otot
bantu napas sternokleidomasteoideus, suprasternal, dan
retraksi otot interkostal
Inspeksi bentuk dada dengan menilai diameter anteroposterior
dibandingkan diameter sagital, serta besar sudut angulus costae
. Bentuk dada normal: bila diameter anteroposterior lebih
kecil daripada diameter lateral (sagital) dengan rasio 5:
7-L:2

L54
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

. Bentuk dada abnormal: dada paralitik, dada emfisema,


pectus excavatum, pectus carinatum ; bentuk dada
abnormal akibat tulang punggung: kifosis, skoliosis,
kifoskoliosis, atau lordosis
Mengidentifikasi ada tidaknya penyempitan dan pelebaran
sela iga
Inspeksi kelainan lain (misalnya ada tidaknya bendungan
vena, benjolan/tumor, ginekomastia, emfisema subkutis,
spider naevi)
Menilai kesimetrisan hemitoraks kiri dan kanan (statis: melihat
dada tanpa memerhatikan pergerakan napas) dan saat
bernapas (dinamis)
Menilai frekuensi napas dalam 1 menit dengan merasakan
gerakan naikturun dinding abdomen (biasanya 14-20xlmenit)
Menilai kedalaman pernapasan (dalam atau dangkal)
Menilai jenis pernapasan dengan melihat pergerakan toraks
dan abdomen: torakal, abdominal, atau kombinasi (torako-
abdominal; abdomino-torakal)
Menilai pola pernapasan: normal, Kussmaul, Cheyne Stokes,
Biot, sighing
Mengidentifikasi kelainan organ lain yang berhubungan
dengan penyakit paru seperti: sianosis perifer (warna kulit,
bibif kuku kebiruan), warna kulit pucat atau tidak pucat, jari
tabuh (clubbing fingers), karat nikotin, otot lengan mengecil,
kelainan pada daerah kepala seperti pada sindrom Horner:
ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis hemifasialis, sianosis
pada ujung lidah akibat hipoksemia
Pemeriksaan Melakukan palpasi pada seluruh permukaan rongga toraks
palpasi dada untuk mencari massa, emfisema subkutis, atau kelainan lain
dan paru Pemeriksaan kelenjar getah bening (KGB) submandibula,
bagian depan sepanjang anterior dan posterior. sternokleidomastoideus,
aksila, serta supraklavikula
Menentukan posisi mediastinum melalui pemeriksaan posisi
trakea yaitu meletakkan jari telunjuk pada daerah antara
trakea-sternokleidomastoideus, kiri-kanan atau meletakkan
ujung-ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis kanan pada
suprasternal notch
Melakukan pemeriksaan ekspansi dada depan dengan
meletakkan permukaan palmar kedua telapak tangan
pemeriksa pada sepanjang anterolateral dada kiri dan kanan
dan meminta pasien untuk inspirasi dalam. Menentukan
adakah perbedaan relatif gerakan dada dilihat dari garis
tengah dada
Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dari apeks ke
bawah, kiri dan kanan, dibandingkan setiap langkah secara
bergantian sambil meminta pasien mengatakan "tujuh tujuh'
dan merasakan getaran suara napas yang ditimbulkannya
apakah normal, melemah atau mengeras
Pemeriksaan Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru
perkusi dada depan dimulai dari apeks (daerah supraklavikula) secara
dan paru beraturan dari dada kiri ke kanan dan ke bawah (zig-zag)
bagian depan sampai ke batas dada bawah dengan perut, serta dibandingkan

155
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

setiap langkah perkusi dari tiap-tiap sisi paru


Menentukan bunyi ketukan: sonor (resonant); hipersonor
(Hiperresonant); redup (dull); pekak (flat/stony dull) atau
bunyi timpani
Melakukan perkusi di daerah aksila dengan terlebih dahulu
meminta pasien mengangkat lengan ke atas kepala
Batas Paru- Melakukan perkusi batas paru-hati pada linea midklavikula
Hati kanan secara beraturan ke.arah bawah hingga adanya
perubahan dari sonor menjadi redup
Memeriksa peranjakan hati dengan meminta pasien untuk
menarik napas dalam lalu menahan napas sebentar
Dari batas paru-hati yang telah ditentukan sebelumnya,
perkusi kembali diteruskan hingga mendapat perubahan suara
dari sonor menjadi redup, untuk kemudian ditentukan berapa
peranjakan hati. Selanjutnya pasien diminta untuk bernapas
kembali seperti biasa
Menentukan peranjakan hati (umumnya dua jari)
Batas Paru- Melakukan perkusi batas paru-lambung pada linea aksilaris
Lambung anterior kiri secara beraturan ke arah bawah hingga ada
perubahan dari sonor menjadi timpani (lambung kosong)/
redup (lambung terisi)
Menentukan batas paru-lambung (normal pada sela iga VII!
Melakukan auskultasi secara sistematis dimulai dari apeks paru
ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan setiap langkah, dan
meminta pasien untuk menarik napas dalam
Menentukan suara napas pokok: vesikular; bronkovesikular;
bronkial; trakeal atau amforik
Auskultasi Menentukan adakah suara napas tambahan: ronki basah
(crackles atau rales); ronki kering; bunyi gesekan pleura (pleural
friction rub); hippocrates succussion; pneumothorax click
Melakukan pemeriksaan auditori fremitus yaitu menentukan
bunyi hantaran suara bila didapatkan bising napas
bronkovesikular atau bronkial
Stetoskop diletakkan pada dinding dada secara simetris dan
pasien diminta untuk mengucapkan sembilan puluh sembilan
dimana dalam keadaan normal suara yang dihantarkan akan
menjadi tidak jelas. Bila suara yang terdengar menjadi lebih
jelas dan keras disebut bronkoponi
Pasien diminta untuk mengucapkan "ee" dimana dalam
keadaan normal akan terdengar suara e panjang yang halus.
Bila suara "ee" terdengar sebagai "ay" maka perubahan "e"
menjadi "a" ini disebut egofoni
Pasien diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata
sembilan puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara berbisik
itu terdengar halus dan tidakjelas. Bila suara berbisik tersebut
menjadi semakin jelas dan keras disebutwhispered pectoriloquy
Pemeriksaan Meminta pasien untuk duduk membelakangi pemeriksa
paru bagian Menyebutkan ada tidaknya benjolan (tumor), kelainan bentuk
belakang tulang belakang atau benjolan pada tulang belakang
Melakukan palpasi umum dengan meraba seluruh dada
belakang untuk menilai ada tidaknya emfisema subkutis dan
menilai benjolan/tumor bila ada

156
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Melakukan pemeriksaan ekspansi dada belakang dengan


meletakkan permukaan palmar kedua telapak tangan
pemeriksa pada sepanjang posterolateral dada belakang kiri
dan kanan dengan kedua ibujari saling bertemu pada daerah
vertebra torakalis 8 (proyeksi bawah skapula) dan meminta
pasien untuk inspirasi dalam. Dari garis tengah dapat dilihat
perbedaan relatif gerakan dada
Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dengan
meletakkan permukaan palhar telapak tangan pada paru
belakang dan meminta pasien mengatakan "tujuh tujuh,diikuti
dengan pemeriksa meletakkan tefapak tangan bersilangan
secara bergantian. Merasakan dengan teliti getaran suara
napas yang ditimbulkannya secara sistematis mulai dari
daerah interskapula ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan
dengansetiap langkah
Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang
paru belakang untuk menilai ada tidaknya kelainan, secara
beraturan dan sistematis, dimulai dari atas (daerah di atas
skapula), daerah interskapula, terus ke bawah skapula, pada
paru belakang kiri ke kanan (zig zag), serta dibandingkan
dengan setiap langkah perkusi dari tiap-tiap sisi paru
Melakukan perkusi batas paru belakang kanan pada linea
skapula kanan secara beraturan ke arah bawah dengan
meletakkan jari plesimeter pada arah tegak lurus terhadap
arah gerak perkusi dengan gentle
Menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup
Menentukan batas paru belakang kanan dengan melakukan
perkusi pada linea skapula kanan ke arah bawah dan
menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup
(biasanya satujari lebih tinggi dari batas paru belakang kiri)
Menentukan batas paru belakang kiri dengan melakukan
perkusi pada linea skapula kiri ke arah bawah dan menentukan
adanya perubahan dari sonor menjadi redup (biasanya setinggi
vertebra torakalis 10)
Melakukan auskultasi pada seluruh lapang paru belakang
pada fase inspirasi dan ekspirasi mulai dari atas (daerah di atai
skapula), daerah interskapula, terus ke bawah, kiri dan kanan

Bunyi hantaran suara.


. Bila pada pemeriksaan auskultasi didapatkan adanya bising napas
bronkovesikular atau bronkial, maka pemeriksaan dilanjutkan untuk
menilai hantaran bunyi suara. Stetoskop diletakkan pada dinding dada
secara simetris, kemudian pasien diminta untuk mengucapkan sembilan
puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara yang dihantarkan ke
dinding dada tersebut akan menjaditidakjelas Bila suara yang terdengar
menjadi lebih jelas dan keras disebut bronkoponi. pemeriksaan dengan
cara ini disebut pemeriksaan auditoryfremitus.

157
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pasien diminta juga untuk mengucapkan "ee". di mana dalam keadaan


normal akan terdengar suara E panjang yang halus. Bila suara "ee"
terdengar sebagai "oy" maka perubahan "E" menjadi 'A' ini disebut
egofoni, misalnya pada pneumonia. Pasien kemudian diminta untuk
berbisik dengan mengucapkan kata sembilan puluh sembilan. Dalam
keadaan normal suara berbisik itu terdengar halus dan tidak jelas.
Bila suara berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut
whispered pectoriloquy (Gambar 5.22).

Gambar 5.22. A. Paru yang normal. B. Paru yang mengalami pneumonia di


mana seluruh udara dalam alveoli pada paru bagian atas menghilang akibat
terisi oleh infiltrat sehingga bisa didapatkan adanya. bronkofoni, egofoni dan
w h ispered pectoriloq uy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Devereux G, Douglas G. The Respiratory System. ln: Douglas G, Nicol F, Robertson


C, ed. Macleod's Clinical Examination; 11th ed. Toronto: Elsevier Churchill
Livi n gstone, 2005; 1 24-1 52.

2. Bickley L, Szilagyi P BATES' Guide to Physical Examination and History Taking;


Bthed. Tokyo:'Lippincott Willams & Willkins, 2003;209-43.
3. Hanley ME. The History& Physical Examination in Pulmonary Medicine. ln: Hanley
ME, Welsh CH, ed. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine;
Toronto: Lange Medical Books/McGraw-Hi11,2003; 16-25.
4. lrwin RS. Symptoms of Respiratory Disease. ACCP Pulmonary Bord Review 2003;
Northbrook: 2003; 327 -54.

158
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

Melakukan pemeriksaan ekspansi dada belakang dengan


meletakkan permukaan palmar kedua telapak tangan
pemeriksa pada sepanjang posterolateral dada betakang kiri
dan kanan dengan kedua ibujari saling bertemu pada daerah
vertebra torakalis 8 (proyeksi bawah skapula) dan meminta
pasien untuk inspirasi dalam. Dari garis tengah dapat dilihat
perbedaan relatif gerakan dada
Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dengan
meletakkan permukaan palmar telapak tangan pada paru
belakang dan meminta pasien mengatakan "tujuh tujuh,diikuti
dengan pemeriksa meletakkan telapak tangan bersilangan
secara bergantian. Merasakan dengan teliti getaran suara
napas yang ditimbulkannya secara sistematis mulai dari
daerah interskapula ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan
dengansetiap langkah
Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang
paru belakang untuk menilai ada tidaknya kelainan, secara
beraturan dan sistematis, dimulai dari atas (daerah di atas
skapula), daerah interskapula, terus ke bawah skapula, pada
paru belakang kiri ke kanan (zig zag), serta dibandingkan
dengan setiap langkah perkusi dari tiap-tiap sisi paru
Melakukan perkusi batas paru belakang kanan pada linea
skapula kanan secara beraturan ke arah bawah dengan
meletakkan jari plesimeter pada arah tegak lurus terhadap
arah gerak perkusi dengan gentle
Menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup
Menentukan batas paru belakang kanan dengan melakukan
perkusi pada linea skapula kanan ke arah bawah dan
menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup
(biasanya satujari lebih tinggi dari batas paru belakang kiri)
Menentukan batas paru belakang kiri dengan melakukan
perkusi pada linea skapula kiri ke arah bawah dan menentukan
adanya perubahan dari sonor menjadi redup (biasanya setinggi
vertebra torakalis 10)
Melakukan auskultasi pada seluruh lapang paru belakang
pada fase inspirasi dan ekspirasi mulai dari atas (daerah di atai
skapula), daerah interskapula, terus ke bawah, kiri dan kanan

Bunyi hantaran suara.


. Bila pada pemeriksaan auskultasi didapatkan adanya bising napas
bronkovesikular atau bronkial, maka pemeriksaan dilanjutkan untuk
menilai hantaran bunyi suara. Stetoskop diletakkan pada dinding dada
secara simetris, kemudian pasien diminta untuk mengucapkan sembilan
puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara yang dihantarkan ke
dinding dada tersebut akan menjaditidakjelas Bila suara yang terdengar
menjadi lebih jelas dan keras disebut bronkoponi. pemeriksaan dengan
cara ini disebut pemeriksaan auditory fremitus.

,-57
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pasien diminta juga untuk mengucapkan "ee". di mana dalam keadaan


normal akan terdengar suara E panjang yang halus. Bila suara "ee"
terdengar sebagai "oy" maka perubahan "E" menjadi 'A' ini disebut
egofoni, misalnya pada pneumonia. Pasien kemudian diminta untuk
berbisik dengan mengucapkan kata sembilan puluh sembilan. Dalam
keadaan normal suara berbisik itu terdengar halus dan tidak jelas.
Bila suara berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut
whispered pectoriloquy (Gambar 5.22).

Gambar 5.22. A. Paru yang normal. B. Paru yang mengalami pneumonia dr


mana seluruh udara dalam alveoli pada paru bagian atas menghilang akibat
terisi oleh infiltrat sehingga bisa didapatkan adanya. bronkofoni, egofoni dan
w h ispered pectoriloq uy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Devereux G, Douglas G. The Respiratory System. ln: Douglas G, Nicol F, Robertson


C, ed. Macleod's Clinical Examination; 11th ed. Toronto: Elsevier Churchill
Livingstone, 2005; 124-1 52.
2. Bickley L, Szilagyi P BATES' Guide to Physical Examination and History Taking;
8'h ed. Tokyo:'Lippincott Willams & Willkins, 2003;209-43.
3. Hanley ME. The History& Physical Examination in Pulmonary Medicine. ln: Hanley
ME, Welsh CH, ed. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine;
Toronto: Lange Medical Books/McGraw-Hi11,2003; 1 6-25.
4. lrwin RS. Symptoms of Respiratory Disease. ACCP Pulmonary Bord Review 2003;
Northbrook: 2003: 327 -54.

158
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi

5. Bahar A, Suwondo A. Pemeriksaan fisis paru. ln: Markum HMS, ed. penuntun
anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam FK-Ul, 2005; 103-23.
6. Chan C, Granton J. Approach to respiratory patient. Respirology 2002;1-40.
7. Turner R, Hampton C, Blackwood R. Examination of the Chest. ln: Lecture Notes
on Clinical Skills. Massachusetts: Blackwell Science. 4ed, 2003; 7 6-86.
8. Berg Q Worzala K. Lung and Chest Examination. ln: Atlas of Adult physical
Diagnosis. Philadephia: Lippincot William & Wilkins 2006; 106-29.

159
BAB 5

PrruERIt($AAil H$ltt ABltIlMHt

Dharmika Djojoningrat, H.A. Aziz Rani, Daldiyono H, Ari Fahrial Syam

Pendahuluan 16'l Auskultasi 174


anatomi sistEm gastrointestinal 162 Cara Pemeriksaan Asites 175
Anamnesis kelainan gastrointestinal 163 Pemerikaan Hati 176
Pembagian Regional 164 Limpa 178
TEknik Pemerikaan Abdomen 168 Ginjal 179
lnspeksi 168 AbdomenBagianBawah 180
Palpasi 170 Perineum 180
Perkusi 173 ColokDubur 181

PENDAHUTUAN

Pemeriksaan fisis abdomen merupakan bagian pemeriksaan fisis keseluruhan,


yang dalam prakteknya merupakan lanjutan pemeriksaan fisis umum, yang
meliputi pemeriksaan fisis kepala, leher; toraks (dada), abdomen, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisis genitalia dan perineum (bila ada indikasi), dan
terakhir pemeriksaan ekstremitas.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah mendapatkan atau mengidentifikasi
tanda penyakit atau kelainan pada daerah abdomen.Dengan kata lain tujuan
pemeriksaan abdomen adalah menjawab pertanyaan apakah terdapat
kelainan organ yang terdapat pada daerah abdomen. Hal ini perlu ditegaskan
karena sering terdapat kesalahpahaman atau salah pengertian, yaitu
abdomen diperiksa bila ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit
pada sistem gastrointestinal. Justru pada penyakit traktus gastrointestinal
riwayat penyakit yang didapat dari anamnesis merupakan data klinik yang
sangat menentukan. Selain itu dalam praktek klinik sehari-hari, kadang-
kadang adanya kelainan pada seseorang ditemukan setelah pemeriksaan
fisis, karena bisa saja kelainan yang ditemukan tersebut tidak dikeluhkan
oleh pasien.
Abdomen adalah suatu rongga dalam badan di bawah diafragma
sampai dasar pelvis. Namun demikian yang dimaksud dengan pemeriksaan
fisis abdomen adalah pemeriksaan daerah abdomen di bawah arkus kosta
kanan kiri sampai daerah inguinal.

161
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

ANATOMI SISTEM GASTRO!NTEST!NAL


Sistem gastrointestinal meliputi saluran pencernaan mulai mulut sampai
anus dan sistem hepatobilier termasuk pankreas. Sistem saluran pencernaan
dimulai dari rongga mulut termasuk gigi geligi dilanjutkan esofagus dimulai
dari sfingteresofagus atas(upperesophagealsphyncfer), esofagus proksimal,
esofagus tengah dan esofagus distal. Pada bagian akhir esofagus distal
terdapat sfingter esofagus bawah (lower esophogeol sphingter, LES). Gaster
terdiri atas kardia, fundus, korpus dan antrum. Daerah di sekitar pilorus
disebut prepyloric ontrum. Antara antrum dengan korpus disebut angulus.
Pada bagian distal gaster terdapat pilorus yang merupakan klep yang
menghubungkan gaster dan duodenum. Duodenum terdiri atas bulbus,
post bulber, pars desendens duodenum, dan distal duodenum. Selanjutnya
adalah usus halus yang terdiri atas yeyenum dan ileum. Pada bagian distal
ileum terdapat daerah yang disebut ileum terminalis dan berbatasan dengan
dengan coecum yang disebut ileocecol valve.Pada daerah caecum terdapat
muara apendiks. Coecum merupakan bagian kolon proksimal, selanjutnya
secara berturut-turut terdapat kolon asendens, kolon transversum, kolon
desendens, kolon sigmoid, rektum dan anus.
Sistem hepatobilier terdiri atas beberapa organ dan saluran bilier. Hati
berada pada regio abdomen kanan atas terdiri atas 2 lobus yaitu lobus kanan
dan lobus kiri. Kandung empedu berada di bawah hati. Pankreas terdapat
di dalam lengkung bulbus duodenum. Saluran empedu dimulai dari duktus
hepatikus dekstra dan sinistra, selanjutnya duktus hepatikus komunis, setelah
duktus sistikus menjadi duktus koledokus dan bermuara pada papila Vateri.

Sistem Biliar
Saluran hati kanan Saluran hati kiri

Saluran hati utama

Saluran pankreas
Saluran
empedu utama Usus halus

Gambar 6.1. Sistem Hepatobilier

162
Pemeriksaan Fisis Abdomen

lt
Gambar 6.2. Traktus Gastrointestinal

ANAMNESIS KELAINAN GASTROINTESTINAL


Pada dasarnya anamnesis kelainan gastrointestinal juga sama dengan
anamnesis secara umum (Tabel 6.1). Dalam anamnesis, beberapa hal yang
didapat adalah keluhan utama, dan sejak kapan keluhan utama tersebut
terjadi. selanjutnya riwayat penyakit sekarang dirinci lagi apakah keluhan
utama tersebut bertambah buruk atau tetap, apakah keluhan tersebut
berulang untuk suatu periode tertentu, kenapa keluhan tersebut bisa terjadi
dan dicari berbagai faktor pencetus kenapa keluhan tersebut terjadi. perlu
dilakukan deskripsi yang jelas mengenai keluhan yang disampaikan pasien,
misalnya nyeri pada abdomen, disebutkan di mana lokasinya, apakah nyeri
tersebut menjalar, apakah nyeri tersebut datang hilang timbul, apakah
nyeri bertambah saat makan, apakah nyeri nyaman setelah sendawa atau
setelah buang air besar; dan bagaimana nyeri tersebut bisa berkurang.
Selain keluhan utama yang disampaikan juga ditanya keluhan lain yang
bisa muncul dalam satu kesatuan penyakit dan juga komplikasi akibat
proses penyakit tersebut. Pada pasien dengan diare, perlu ditanyakan
apakah disertai demam, mual, dan muntah. Komplikasi akibat diare,
pasien bisa mengalami dehidrasi sehingga perlu ditanyakan apakah ada
perasaan haus, lemas, tidak bertenaga, dan gejala hipotensi postural akibat
dehidrasi yang terjadi.

153
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Keluhan utama dan


sejak kapan keluhan
utama tersebut terjadi.
Riwayat penyakit . Apakah keluhan utama tersebut bertambah buruk
sekarans:
. XT:J.Tt[:ruhan tersebut berurans untuk suatu
periode tertentu? '
Kenapa keluhan tersebut bisa terjadi dan dicari
berbagai faktor pencetus kenapa keluhan tersebut
terjadi?
Apakah ada nyeri pada abdomen: dimana
lokasinya, apakah nyeri tersebut menjalar; apakah
nyeri tersebut datang hilang timbul, apakah nyeri
bertambah saat makan, apakah nyeri nyaman
setelah sendawa atau setelah buang air besai dan
bagaimana nyeri tersebut bisa berkurang.
Komplikasi pernyakit: jika diare, perlu ditanyakan
apakah disertai demam, mual, dan muntah.
Komplikasi akibat diare, pasien bisa mengalami
dehidrasi sehingga perlu ditanyakan apakah ada
perasaan haus, lemas, tidak bertenaga, dan gejala
hipotensi postural akibat dehidrasi yang terjadi.

Keluhan pertama kali yang dapat muncul pada kelainan dibidang


gastrointestinal antara lain: nausea, vomitus, nyeri epigastrium, kembung,
nyeri perut, anoreksia diare, konstipasi, ikterus, hematemesis melena,
hematokesia, nyeri dada, heortburn, regurgitasi, halitosis serta nyeri pada
dubur. Dalam anamnesis pasien dengan keluhan gastrointestinaljuga harus
diingat adanya tanda alarm yang menyertai sesuatu keluhan. Tanda alarm ini
meliputi usia pada saat pasien pertama kali mengalami keluhan tersebut di
atas >40 tahun, penurunan berat badan serta anemia dan keluhan-keluhan
yang memang mengarahkan kita kepada suatu kelainan organik seperti
disfagia, hematemesis melena, hematokezia serta vomitus persisten.

PEMBAGIAN REGIONAT

Ada berbagai cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam


beberapa regio:
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui
umbilikus. Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4
daerah atau lazim disebut sebagai berikut (Gambar 6.3):

164
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Gambar 6.3. Pembagian Daerah Abdomen (4 regio)

a. Kuadran kanan atas


b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kiri bawah
d. Kuadran kanan bawah

Kepentingan pembagian ini adalah untuk menyederhanakan penulisan


laporan misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan
yang mencakup daerah yang cukup luas.

2. PembaEhrg lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik


dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu
yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan
satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior
(srAS).
a. Garis medium
b. Antara SIAS kanan dan garis median.
c. Antara SIAS kiri dan garis median
d. Pinggir dinding abdomen kanan
e. Pinggir dinding abdomen kiri
f. Antara 2 titik paling bawah arkus kosta
g. Antara SIAS kanan dan kiri

Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan


abdomen terbagi atas 9 regio (Gambar 6.4):

165
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar 6.4. Pembagian Daerah Abdomen (9 regio)

1. Regio epigastrium
2. Regio hipokondrium kanan
3. Regio hipokondrium kiri
4. Regio umbilikus
5. Regio lumbal kanan
6. Regio lumbal kiri
7. Regio hipogastrium atau regio suprapubik
8. Regig iliaka kanan
9. Regio iliaka kiri

Kepentingan pembagian yang lebih rinci tersebut adalah bila kita


meminta pasien untuk menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta
melakukan deskripsi penjalaran rasa nyeri tersebut (Gambar 6.5). Dalam
hal ini sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa nyeri beserta
penjalarannya, sebab sudah diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat
kelainan masing-masing organ intraabdominal berdasarkan hubungan
persarafan viseral dan somatik.
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang
sudah disepakati.
1. Titik Mc Burney: titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang
terletak padal/r lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan
umbilikus. TitikMc Burneylersebut dianggap lokasi apendiks yang akan
terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis.

166
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Nyeri karena
obstruksi

NYERI BILIER NYER! KOLON

tP.^Ft"-r-l
I kebahu I
I
;--il
a.

PenFlaran
ke belakan
Lokasi nyeri awal
kemudia menjalal
secara difus l(auda

/
(

=.E, =.E,
NYERI ULKUS NYERI PANKREAS
Gambar 6.5. Proyeksi Nyeri Organ pada Dinding Depan Abdomen

Garis Schuffnerj garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta


kiri dengan umbilikus (dibagi4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS
kanan yang merupakan titik Vlll. Garis ini digunakan untuk menyatakan
pembesaran limpa.

167
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

@
Gambar 6.6. Penentuan Titik Mc Burney (a) Penentuan Garis Schuffner (b)

TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOM EN

Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Keempat tahap tersebut sama pentingnya untuk dilakukan dengan
seksama, meskipun informasi paling banyak didapat dengan palpasi dan perkusi.

INSPEKSI

Inspeksi abdomen adalah mengamati abdomen, baik itu abdomen bagian


depan maupun bagian belakang (pinggang). Inspeksi dilakukan dengan
penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah:

1. Apakah simetris abdomen terlihat ?

2. Bagaimana bentuk atau kontur abdomen?


3. Bagaimana ukuran abdomen?
4. Apakah terdapat kondisi khusus dinding abdomen, antara lain:
- Kelainan kulit
- Kelainan vena
- Kelainan umbilikus
- Striae alba
- Bekas operasi: apendiktomi, kolesistektomi, laparatomi, sectio
sesarea, nefrektomi.

5. Pergerakan dinding abdomen

168
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Nyeri karena
obstruksi

NYERI BILIER NYERI KOLON

i-p.r,ataranl
I ke bahu I

1
r'tt
i l.

l(atda

/
,(
E.E,
NYERI ULKUS NYER! PANKREAS --E,
Gambar 6.5. Proyeksi Nyeri Organ pada Dinding Depan Abdomen

2. Garis Schuffnp-r.' garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta


kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai S|AS
kanan yang merupakan titik vilr. Garis ini digunakan untuk menyatakan
pembesaran limpa.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

%
Gambar 6.6. Penentuan Titik Mc Burney (a) Penentuan Garis Schuffner (b)

TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOM EN

Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Keempat tahap tersebut sama pentingnya untuk dilakukan dengan
sekama, meskipun informasi paling banyakdidapatdengan palpasi dan perkusi.

INSPEKSI

Inspeksi abdomen adalah mengamati abdomen, baik itu abdomen bagian


depan maupun bagian belakang (pinggang). Inspeksi dilakukan dengan
penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah:

1. Apakah simetris abdomen terlihat ?

2. Bagaimana bentuk atau kontur abdomen?

3. Bagaimana ukuran abdomen?


4. Apakah terdapat kondisi khusus dinding abdomen, antara lain:
- Kelainan kulit
- Kelainan vena
- Kelainan umbilikus
- Striae alba
- Bekas operasi: apendiktomi, kolesistektomi, laparatomi, sectio
sesarea, nefrektomi.

5. Pergerakan dinding abdomen

168
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Nausea
Vomitus
Disfagia
Odinofagia
Nyeri epigastrium
Kembung
Nyeri perut
Anoreksia
Diare
Konstipasi
lkterus
Hematemesis melena
Hematokesia
Nyeri dada
Heortburn
Regurgitasi
Halitosis nyeri pada dubur.

Simetris
Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi
terlentang.
Adanya tumor, abses, atau pelebaran setempat lumen usus membuat
bentuk
perut tidak simetris. Pergerakan dinding perut akibat peristaltik dalam
keadaan normal atau fisiologis tidak terlihat. Bila terlihat adanya gerakan
peristaltik usus dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi
sebagai
akibat obstruksi lumen usus baik oreh tumor; perrengketan, strangurasi
maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.

Bentuk dan Ukuran


Bentuk dan ukuran abdomen daram keadaan normar pun bervariasi
tergantung atas habitus, jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan
akibat kondisi otot dinding abdomen. Abdomen seorang atlet dengan
berat
badan ideal akan terlihat rata atau flat, kencang, simetris, terlihat kontur
otot rektus abdominalis dengan sangatjelas.pada keadaan starvasi bentuk
dinding abdomen cekung dan tipis, disebut bentuk skopoid. Dalam situasi
ini bisa terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen yang membuncit dalam
keadaan normal dapat terjadi pada pasien yang gemuk, sedangkan situasi
patologis yang menyebabkan abdomen membuncit adarah ireus pararitik,
obstruksi usus, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan atau karena proses

169
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

graviditas. Tonjolan yang bersifat setempat dapat diartikan sebagai kelainan


organ yang di bawahnya, misalnya tonjolan yang simetris pada regio
suprapubis dapat terjadi karena retensi urin pada hipertrofi prostat pada
laki-laki tua atau kehamilan muda pada wanita. Sedangkan pembesaran
uterus juga mengakibatkan penonjolan pada daerah tersebut.

Ketainan Kulit
Perlu diperhatikan sikatriks akibat ulserasi pada kulit, atau akibat operasi
atau luka tusuk. Bekas operasi: apendiktomi, kolesistektomi,laparatomi,
sectia sesareo, nefrektomi atau herniotomi. Pada tempat insisi operasi sering
terdapat hernia insisialis. Kadang-kadang hernia insisialis begitu besar dan
menonjol sampai terlihat peristaltik usus.
Adanya garis-garis putih sering disebut striae olbo yang dapat
terjadi setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk
atau bekas asites, dan terdapat juga pada sindrom Cushing. Pulsasi
arteri pada dinding perut terlihat pada pasien aneurisma aorta atau
kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada
epigastrium pada pasien insufisiensi katup trikuspidalis.

Pelebaran Vena
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus
disebut kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banfi.
Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai
pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilikus, pada obstruksi vena kava
superior terjadi pelebaran di leher dan lengan kanan. Pada keadaan normal,
aliran vena dinding perut di atas umbilikus ke kranial sedang di bawah
umbilikus alirannya ke distal. Pada umumnya mudah sekali menentukan arah
aliran vena dinding perut di atas umbilikus ke kranial, seperti diperlihatkan
pada gambar 5.7.

PALPASI

Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya


kelainan dalam rongga abdomen. Perlu ditekankan di sini bahwa palpasi
merupakan lanjutan dari anamnesis dan inspeksi. Perlu sekali diperhatikan
apakah pasien ada keluhan nyeri atau rasa tidak enak pada daerah abdomen.

170
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Tekanan vena tersebut Lepaskan A. Bila B-A Lepaskan A. Bila B-A


dengan dua jari pada kosong, maka berarti terisi, maka berarti
titik A dan B aliran vena dari B ke A aliran vena dari A ke B

Gambar 6,7. Pemeriksaan Arah Aliran Vena

Usia di atas >40 tahun


Penurunan berat badan
Anemia
Disfagia
Hematemesis melena
Hematokesia
Persisten vomitus.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan


palpasi:

1. Beritahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut.

2. Minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat


penekanan tersebut. Bila mungkin tanyakan seperti apa nyerinya apakah
ringan, sedang, atau berat/nyeri sekali. Deskripsikan juga seperti apa
nyerinya, apakah nyeri seperti dicubit, ditusukjarum, atau nyeri seperti
kena pukul,

3. Perhatikan mimik pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan


reaksi dinding abdomen. Pada pasien yang sensitif (geli) akan timbul
ketegangan pada dinding abdomen dengan mimik pasien menahan
tawa,

4. Bila hal ini terjadi palpasi dilakukan dengan halus dan pelan, serta pasien
memperhatikan/memandang ke langit-langit, hindarkan pasien melihat
perutnya sendiri pada waktu dilakukan palpasi, Bila perlu kaki ditekuk
sedikit sejak awal palpasi,

171
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

5. Palpasi dilakukan secara sistematis dan sedapat mungkin seluruh dinding


perut terpalpasi. Sering terjadi daerah tengah dilupakan pada palpasi
sehingga aneurisma atau tumor di daerah tersebut tidak terdeteksi,
6. lngatlah akan lokasi nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sehingga kita
akan lebih hati-hati dalam melakukan palpasi,
7. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan (superfisial)
dan palpasi dalam (deep polpation),
8. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan, dapat pula dua tangan
(bimonuol) terutama pada pasien gemuk,

9. Biasakanlah palpasi yang seksama meskipun tidak ada keluhan yang


bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal,
10. Pasien dalam posisi supine/lelentang dengan bantal secukupnya, kecuali
bila pasien sesak napas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien,
kecuali pada dokter yang kidal (left honded).

Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan
dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung
jari. Sistematika palpasi dilakukan seperti terlihat pada gambar dengan
catatan hati-hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien.
Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi
sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. Perhatikan data
yang didapat dengan palpasi superfisial tersebut.

tu-
L. & Gambar 6.8. Palpasi Superfisial

172
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri
yang tidak didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan
kelainan yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting adalah
untuk palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal.
Palpasi dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan
otot dinding yang tebal.

PERKUSI

Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tak langsung, sama seperti pada
perkusi di rongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan
ketokan yang lebih perlahan.

Perkusi abdomen mempunyai beberapa tujuan:

1. Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa,


2. Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok,
3. Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat.

Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga


abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara
perkusi abdomen adalah timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya
adalah pekak. Daerah pekak hati yang hilang sama sekali dan bunyi timpani
yang bertambah di seluruh abdomen harus dipikirkan kemungkinan adanya
udara bebas di dalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.

*;16
^e Gambar 6.9. Perkusi Abdomen

173
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi


di atas dinding perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan
memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah
(shiffting dullnes). Pemeriksaan shiffting dullnes sangat patognonomis dan
lebih dapat dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu
keadaan yang disebut fenomena papan catur (chessboord phenomen) di
mana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang
berpindah-pindah, sering ditemukan pada pasien peritonitis tuberkulosa.

AUSKULTASI

Urutan pemeriksaan fisis yang lazim adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi, namun pada pemeriksaan fisis abdomen auskultasi sebaiknya
dilakukan lebih dahulu setelah atau bersamaan dengan inspeksi. Hal ini
untuk mencegah palpasi yang berlebihan sehingga memengaruhi hasil
auskultasi usus.

Auskultasi abdomen bertujuan untuk mendengarkan:


1. Suara peristaltik

2. Suara pembuluh darah

Suara Peristaltik
Dalam keadaan normal, suara usus akan didengar setiap 10 detik, bahkan
suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar walaupun tanpa
menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar.
Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus akan meningkat (metollic
sound) ,lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan
suara usus ini disebut borborigmi. Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis)
misalnya pada pasien pasca operasi atau pada keadaan peritonitis umum,
suara ini sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang menghilang.
Keadaan inijuga bisa terjadi pada obstruksi usus tahap lanjut di mana usus
sangat melebar dan atoni. Dalam keadaan ini kadang-kadang terdengar
suara peristaltik dengan nada yang tinggi.

Suara Pembuluh Darah


Suara sistolik atau diastolik atau murmur mungkin dapat didengar pada
auskultasi abdomen. Bruitsistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau

174
Pemeriksaan Fisis Abdomen

pada pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang
kada ng-kadang d isertai dengan teraba nya getaran (th riil), dapat didengar
di antara umbilikus dan epigastrium. pada keadaan fistula arteriovenosa
intra-abdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur.

lnspeksi
Palpasi superfisial dan dalam (palapasi organ hati, limpa dan ginjal)
Perkusi Shifting dulLness, evaluasi fenomena papan catur
Auskultasi suara peristaltik (bising usus) dan suara pembuluh darah.

CARA PEMERIKSAAN ASITES

Cara pemeriksaan gelombang cairan


Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan
perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang
dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan tangan
lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara
itu untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen
sendiri, maka tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan
tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut dengan sedikit
tekanan.
b. Pemeriksa menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness).

c. Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan


pemeriksaan dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-
chest position). Setelah beberapa saat, perkusi daerah perut yang
terendah,jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.
d. Pemeriksaan Puddle sign.
Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop
yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara
yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan
stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
e. Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian
bawah.

175
Pemeriksaan Fisis Abdomen

pada pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang
kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran (thrill), dapat didengar
di antara umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa
intra-abdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur.

I nspeksi

Palpasi superfisial dan dalam (palapasi organ hati, limpa dan ginjal)
Perkusi Shifting dulLness, evaluasi fenomena papan catur
Auskultasi suara peristaltik (bising usus) dan suara pembuluh darah.

CARA PEMERIKSAAN ASITES

Cara pemeriksaan gelombang cairan


Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan
perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang
dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan tangan
lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara
itu untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen
sendiri, maka tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan
tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut dengan sedikit
tekanan.
b Pemeriksa menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness).

c. Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan


pemeriksaan dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-
chest position). Setelah beberapa saat, perkusi daerah perut yang
terendah,jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.
d. Pemeriksaan Puddle sign.
Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop
yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara
yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan
stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian
bawah.

175
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Lu u
Gambar 6.10. Pemeriksaan Gelombang Cairan pada Asites

PEMERIKSAAN HATI

Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio


hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misalnya
pada tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara
daerah hipokondrium kanan dan kiri.
Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan dan
lengkung iga kanan akan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila
ujung tepi hati melewati batas lengkung iga akan dapat diraba. Dikatakan hati
teraba bila ada sensasi sentuhan antara jari pemeriksa dengan pinggir hati.

Agar memudahkan perabaan diperlukan:

a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk
sudut 45-60".

b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang.

c. Pada saat ekspirasi maksimaljari ditekan ke bawah, kemudian pada awal


inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah para-bolik.

d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari


pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal.

Sinkronisasi berbagai gerak tersebut memerlukan pemahaman yang


seksama dan latihan serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar

176
Pemeriksaan Fisis Abdomen

dan elegan atau dengan istilah lain dikerjakan secara lege arfis yaitu harus
rapi, tepat, seksama, tanpa menimbulkan ketidaknyamanan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat
agar dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan
sisi palmar radialjari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari
terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk
sudut 45" dengan garis median, ujung jari ierletak pada bagian lateral
muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk
memeriksa hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga
kanan. Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial
sehingga akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan
berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan
dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi.

Gambar 6.11. Palpasi Hati

Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka
harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:
. Berapa lebarjari tangan di bawah lengkung iga kanan?
. Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau
tumpul pada tumor hati?
. Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau
keras (pada tumor hati)?
. Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba
berbenjol.

177
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

. Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada antara lain
abses hati dan tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan
adanya fluktuasi.

Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali
pada beberapa pada kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari).
Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah
hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena adanya
perubahan bentuk diafragma (misalnya emfisema paru). Untuk menilai
adanya pembesaran lobus kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah
garis tengah abdomen ke arah epigastrium. Bentuk tepi hati yang teraba
pada palpasi dapat ditelusuri mulai dari sisi lateral lengkung iga kanan
sampai dengan epigastrium, sehingga bentuk proyeksinya pada dinding
abdomen dapat digambar.
Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati
(normal pada sela iga 6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya
emfisema paru, batas ini akan lebih rendah sehingga besar hati yang normal
dapatteraba tepinya pada waktu palpasi. Perkusi batas atas dan batas bawah
hati (perubahan suara dari redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya
pengecilan hati (misalnya pada sirosis hati).
Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati
yang besar.

LIMPA

Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan
normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung
iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati,
limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan,
melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga
kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner,yaitu
garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan
di-teruskan sampai di spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis
tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45
derajat ke arah kanan (ke arah pemeriksa).

178
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai


berikut:
. Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S_l sampai
dengan S-Vltt)?
. Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena
hipertensi portal) atau keras seperti pada malaria?

Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus


diusahakan meraba insisuranya.

Gambar 6.12. Palpasi Limpa

GINJAL

Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus


dengan cara bimanual. Pemeriksaan fisis ginjal biasanya disebut sebagai
pemeriksaan bollotement. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan cara
salah satu tangan pemeriksa diletakkan di bagian bawah sudut ginjal, satu
tangan yang lain ditempatkan diatas perut di kuadran anterior kanan atau
kiri ginjal. Tangan yang berada dibagian bawah digerakkan ke atas untuk
menggoncangkan ginjal, sementara tangan yang berada di bagian atas
menunggu dan merasakan pergerakan ginjal ke atas dan melayang kembali
ke bawah. Pemeriksaan BoLlotement dinyatakan positif bila ginjal teraba oleh
tangan yang berada di atas perut ketika ginjal digoncangkan.

179
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

\-\ -

Gambar 6.13. Pemeriksaan Ballotement Ginjal

ABDOMEN BAGIAN BAWAH


Adanya akumulasi gas pada saluran cerna dapat terlihat dalam bentuk perut
yang membuncit di mana pada perkusi terdengar timpani. Kolon yang terisi
feses dapat teraba pada palpasi. Yang relatif mudah teraba pada palpasi
adalah kolon asenden dan desenden pada regio lumbal kanan dan kiri
dan lebih mudah bila diperiksa secara bimanual. Tumor kolon dapat teraba
sebagai massa yang dapat digerakkan relatif secara bebas.
Pada auskultasi harus dinilai bising usus yang ditimbulkan oleh gerakan
udara dan air dalam lumen akibat peristaltik. Dalam keadaan normal bising
usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Pada keadaan inflamasi usus,
bising usus akan lebih sering terdengar. Pada keadaan ileus obstruksif, bising
usus mempunyai nada yang tinggi seperti bunyi metal. Sedangkan pada
ileus paralitik, bising usus menjadi jarang, lemah dan dapat menghilang
sama sekali. Borborigmi adalah bising usus yang sering dan tidak jarang
dapat langsung didengar tanpa stetoskop.

PERINEUM

Pemeriksaan abdomen akan lengkap dengan pemeriksaan perineum dan


colok dubur. Untuk pemeriksaan ini penting dr.,lelaskan terlebih dahulu pada
pasien tentang tujuan dan manfaatnya.
Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kiri dengan kedua
lutut terlipat ke arah dada. Pemeriksaan memakai sarung tangan. Dengan
penerangan cahaya yang adekuat, bokong kanan pasien ditarik ke atas

180
Pemeriksaan Fisis Abdomen

dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa sehingga kita dapat melakukan


inspeksi perineum dengan baik. Adanya hemoroid eksterna atau interna
yang prolaps, fisura ani, ataupun tumor dapat dinilai dengan baik.

Gambar 6.14. Pemeriksaan Perineum

COLOK DUBUR

Pasien dalam posisi berbaring miring ke kiri (lateral dekubitus kiri) dengan
fleksi pada kedua tungkainya pada daerah lutut. pemeriksaan dilakukan
dengan memakai sarung tangan. Oleskan jari telunjuk tangan kanan yang
telah memakai sarung tangan dengan jeli atau vaselin. Oleskan pula pada
anus pasien. Beritahu pasien bahwa kita akan memasukkan jari ke dalam anus.
Letakkan bagian palmar ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan
secara perlahan tekan agak memutar sehingga jari tangan masuk ke dalam
lumen anus. Tentukan tonus sfingter ani. Masukkan lebih dalam secara
perlahan-lahan sambil menilai apakah terdapat spasme anus (misalnya pada
tumol rasa nyeri, mukosa yang teraba ireguler, hemoroid,
fisura ani), massa
pembesaran prostat pada laki-laki atau penekanan dinding anterior oleh
vagina/rahim pada wanita.
Kelainan yang ditemukan di daerah rektum ditentukan lokasinya dengan
membandingkan terhadap angka sebuah jam, yaitu titik yang paling ventral
terhadap pasien adalah tepat angka 12,yang paling dorsal adalah angka 6
dan angka 3 dan 9 masing-masing untuk titik yang paling lateral di kiri dan
kanan pasien. Pada perabaan prostat pinggir atas kanan dan kiri, tentukan
konsistensi dan kesan nyeri pada perabaan.

181
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pada waktujari telunjuk sudah dikeluarkan dari anus, perhatikan pada


sarung tangan apakah terdapat darah, lendir ataupun bentuk feses yang
menempel. Pada akhir pemeriksaan colok duburjangan lupa membersihkan
dubur pasien dari sisa jeli/kotoran dengan menggunakan kertas toilet.

Gambar 6.15. Pemeriksaan Colok Dubur

.-%--a
Gambar 6.16. Pemeriksaan Colok Dubur

182
Pemeriksaan Fisis Abdomen

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN FISIS DENGAN KELAINAN


SISTEM GASTROI NTESTINAL

Berbagai kelainan dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan fisis. Secara


inspeksi adanya abdomen membuncit akan memunculkan dugaan adanya
suatu meteorismus, ileus, obstruksi, tumor intra abdomen, kehamilan atau
hanya karena adanya obesitas atau karena adanya cairan.
Melalui pemeriksaan palpasi adanya pembesaran hati (hepatomegali)
berhubungan dengan hepatitis virus, perlemakan hati (fotty liver),
dekompensasio kordis, hepatoma, metastasis hati atau abses hati.
Pembesaran limpa (splenomegali) berhubungan dengan sirosis hati, anemia
hemolitik (thalasemia), infeksi (malaria), systemic Lupus Erithemotosus (sLE)
atau limfoma malignum. Pembesaran hati dan limpa (hepato-splenomegali)
didapatkan pada mielofibrosis, limfoma malignum, sarkoidosis,sirosis hati
dan amiloidosis. Hasi pemeriksaan bolotement yang positif menunjukkan
adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau adanya tumor ginjal.
Pada abdomen kelainan palpasi di daerah tertentujuga berhubungan
dengan kondisi sakit tertentu, misalnya nyeri tekan pada titik Mc Burney
mengindikasikan adanya apendisitis. Apalagi jika didapatkan tanda Rovsing
(Rovsing's sign) berupa nyeri lepas pada kuadran kanan bawah jika dilakukan
palpasi pada kuadran kiri bawah. Nyeri tekan pada epigastrium berhubungan
dengan kelainan pada gaster atau duodenum, hepar (hepatitis akut) atau
pankreas (pankreatitis akut). Tanda Murphy (Murphy,s sign) yaitu berupa
adanya nyeri pada palpasi di daerah arkus kosta kanan pada garis mid
klavikula kanan pada saat pasien diminta untuk menarik nafas menunjukkan
peradangan lokal akibat kolesistitis akut. Jika didapatkan nyeri tekan dan
nyeri lepas pada seluruh abdomen maka kemungkinan pasien mengalami
peritonitis umum.
Pada palpasi adanya
tumor atau benjolan pada abdomen menunjukkan
kemungkinan tumor pada organ yang ada di regio tersebut. Benjolan pada
suprapubik menunjukkan adanya retensi urin, kehamilan atau tumor pada
vesikourinaria atau pada rektum.
Pada perkusi shifting dulness yang positif menunjukkan adanya
asites dan tentu adanya asites ini berhubungan dengan penyebab dari
asites tersebut antara lain pada sirosis hepatis, dekompensasio kordis,
hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi atau pasien dengan
gagal ginjal kronis. Pada perkusi jika ditemukan adanya fenomena papan

183
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

catur patut diduga adanya peritonitis TB pada pasien tersebut'


Pada auskultasi ketiadaan bising usus berhubungan dengan adanya
ileus paralitik sedang adanya bising usus yang meningkat (metolic sound)
berhubungan dengan adanya obstruksi usus. Pada keadaan diare bising
usus frekuensinya meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Supartondo, Sulaiman A, Abdurrachman N, Hadiarto, Hendarwanto.


Perut. Dalam: Sukaton U, editor. Petunjuk tentang riwayat penyakit dan
pemeriksaan jasmani. Jakarta: Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI; 1986.h. 55-63.
2. Lumley JSf Bouloux PMG. Clinical examination of the patient. Edisi pertama.
London: Butterworsh; 1994.h. I 10-39.
3. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A guide to physical examination and history
taking. Edisi keenam. Philadelphia: JB Lippincott; 1995.h. 331-60.
4. Ford MJ, Hennessey l, Japp A. lntroduction to Clinical examination. Edinburg:
Elsevier 2005. h. 97-116.
5. Macleod J, Munro JE Campbell lW; Macleod's Clinical Examination. Churchill
Livingstone, 2000

184
BAB 7

sr$ilil ilusl(ur0sffirtrAl
Bambang Setyohadi, Siti Setiati

Anamnesis r85 Sendi Bahu 205


lnspeksi umum 193 SendiTorakolumbaldanSakroiliak 208
Sendi Tangan dan Pergelangan Tangan 200 Panggul
Sendi 2lO
Sendi Siku 204 Lutut 213

ANAMNES!S

Keluhan Utama
1. Sendi perifer
A. Nyeri dan bengkak
Nyeri adalah rasa dan pengalaman emosional yang tidak nyaman
yang berhubungan atau potensial berhubungan dengan kerusakan
jaringan seperti kerusakan jaringan. Nyeri dapat mengakibatkan
impairment dan disabilitas.
Terdapat dua terminologi klinis nyeri sendi, artralgia dan artritis.
Artralgia adalah nyeri sendi tanpa pembengkakan sedangkan
artritis adalah nyeri sendi yang biasanya disertai pembengkakan.
Etiologi nyeri sendi seringkali dapat ditentukan dari distribusi dan
durasi keterlibatan sendi sehingga penting meminta pasien untuk
melokalisir nyeri (aksial [spinal] atau perifer [ekstremitas]), apakah
spesifik di satu titik atau berupa area. Nyeri lutut dapat terletak
pada fosa poplitea, sendi lutut atau bursa supra- dan infrapatela.
Nyeri dapat pula merupakan nyeri rujuk (referred poin) misalnya
nyeri lutut dapat merupakan nyeri rujuk dari pinggul.
Awitan nyeri akut (dalam hitungan jam atau hari) atau kronik
(berlangsung lebih dari 6 minggu) penting untuk ditentukan
demikian pula progresifitas nyeri, apakah membaik atau memburuk.
Jumlah sendi yang terlibat serta urutan pola awitan keterlibatan
sendi-sendi yang terkena dapat menjadi petunjuk untuk
menentukan penyebab.

185
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

yang
Efek istirahat dan latihan terhadap nyeri merupakan hal
penting untuk dicari. Pasien yang menderita reumatoid artritis
biasanya mengalami keluhan sendi yang memburuk setelah
setelah
istirahat sedangkan pada osteoartritis keluhan memburuk
latihan. Catat pula faktor-faktor presipitasi seperti trauma'
PertanYaan kunci:
dan
a. Apakah saudara merasa nyeri atau kaku pada sendi-sendi
tulang belakang ?

b. Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berjalan'


naik-turun tangga atau bangun dari tempat tidur ?

c. Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berpakaian


atau melePaskan Pakaian ?
Hal yang perlu diidentifikasi pada keluhan nyeri sendi
adalah

"OPQRST" (O=onset, P =precipitoting, Q=quality' R=rodiation'


S= severity, T =tim ing).

B. Kaku pagi hari (Morning Stiffness)


Keluhan kaku pagi hari dan durasinya penting untuk diperhatikan'
Kaku pagi pada umumnya terjadi pada artritis reumatoid dan
artropati inflamatorik lainnya, dan durasi kekakuan sendi dapat
pagi hari
menjadi petunjuk untuk keparahan penyakit' Kekakuan
yang bermakna adalah yang berlangsung lebih dari 60 menit'
Kekakuan sendi setelah inaktivitas (misalnya duduk) merupakan
setelah
karakteristik dari osteoartritis panggul atau lutut' Kekakuan
istirahat ini dikenal sebagai gel phenomenon'

C. Deformitas sendi
tulang
Seringkali pasien menyadari terjadinya kelainan sendi atau
penyakit'
dan deformitas inl biasanya terkait dengan perkembangan

D. lnstabilitas
(jatuh)" atau
Pasien pada umumnya mengeluhkan "giving u/oy
"lepasl' pada sendi yang terkena Hal ini dapat terjadi akibat
dislokasi, kelemahan otot atau masalah pada ligamen'
E. Perubahan sensasi
cedera
Perubahan sensasi ini dapat terjadi akibatjepitan saraf atau
dandaniskemia'Keberadaanrasabaaldankesemutanparestesia)

186
Sistem Muskuloskeletal

penting dicari. Distribusi perubahan sensasi dapat membantu


melokalisasi kerusakan saraf atau jepitan dari iskemia.
2. Nyeri Punggung
Merupakan keluhan yang sangat umum sebagai akibat dari penyakit
muskuloskeletal lokal. Hal yang penting untuk diperhatikan pada nyeri
punggung adalah sebagai berikut
- Lokasi nyeri
- Awitan yang mendadak atau gradual
- Terlokalisasi atau difus
- Penjalaran ke tungkai atau tempat lain
- Faktor-faktor pencetus nyeri seperti pergerakan, batuk atau
peregangan.

Pada iritasi saraf spinal, nyeri terjadi mengikuti distribusi


dermatomal dan dapat menjadi petunjuk lokasi lesi. Penyakit-penyakit
seperti osteoporosis d engan crush fracture, infiltrasi karsinoma, leukemia
atau mieloma dapat menyebabkan nyeri punggung akibat fraktur kolum
vertebra. Nyeri bersifat progresif dan tidak membaik, muncul mendadak
serta memburuk pada malam hari namun bersifat swasirna.
Spondilitis ankilotik menimbulkan nyeri di sendi sakroiliak dan
vertebra lumbal yang juga memburuk pada malam hari dan sering
menimbulkan kekakuan pagi hari. Namun nyeri pada spondilitis ankilotik
biasanya membaik dengan aktivitas. Hal ini membedakannya dari nyeri
punggung mekanik.
Nyeri akibat kelainan dada dan abdomen dapat pula menjalar ke
punggung.

3. Nyeri Pinggang
Terdapat beberapa kategori nyeri pinggang, yaitu:
1. Nyeri somatik superfisial, berasal dari kulit dan jaringan subkutis.
Sifat nyeri tajam atau seperti terbakar. Contohnya adalah nyeri
akibat selulitis atau herpes zooster.
2. Nyeri somatik dalam, berasal dari otot, fasia, periosteum, ligamen,
sendi atau duramater. Sifat nyeri tumpul, dalam dan menjalar ke
paha, jarang sampai dibawah lutut. Pada trauma jaringan di daerah
lumbal, akan timbul nyeri yang tajam pada waktu trauma terjadi,
diikuti nyeri tumpul yang kronik sampai beberapa minggu yang
berhubungan dengan nyeri tekan, nyeri gerak dan spasme otot.

187
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Nyeri radikular, berhubungan dengan proses di saraf spinal


proksimal, misalnya akibat Hernia Nukleus Pulposus, Osteoartritis
sendi apofiseal dengan pertumbuhan osteofit ke arah kanalis
spinalis, stenosis spinalis, dislokasi fraktur di daerah spinal, infeksi
atau neoplasma. Sifat nyerinya adalah lancinoting, shooting, tingling
dan tajam.
4. Nyeri neurogenik, berhubungan dengan proses di bagian sensorik
saraf perifer. Contoh yang klasik adalah neuropatidiabetik. Sifat
nyerinya adalah burning, tingling, crushing,gnowing dan seringkali
nyerinya bersifat kronik.
5. Nyeri viseral, adalah nyeri yang berasal dari organ viseral, terutama
organ yang berongga yang memiliki persarafansegmental sama
dengan persarafan daerah lumbosakral. Nyerinya bersifat kolik,
tajam dan seringkali tidak terlokalisir seperti nyeri somatik.
Nyeri sakroiliakal, berasal dari sendi sakroiliakal, dirasakan pada
bokong ipsilateral menjalar ke paha belakang dan bertambah berat
dengan penakanan pada sendi sakroiliakal, misalnya pada waktu
berlari atau berdiri pada satu kaki.
Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri
somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi
atau kelainan psikosomatik.
8. Nyeri pinggang mekanikal, nyeri akibat proses mekanik dan
merupakan nyeri pinggang yang tersering. Beberapa contoh nyeri
pinggang mekanikal adalah spasme otot, spondilolistesis, HNB
osteoartritis dan stenosis spinal.

Red Flags dan Yellow Flags Pada Nyeri Pinggang


Red flags adalah gejala atau tanda fisik yang menunjukkan adanya
kelainan serius yang mendasari nyeri pinggang, sedang yellow flogs
adalah faktor psikologis yang memberi petunjuk bahwa nyeri pinggang
tersebut cenderung untuk berkembang menjadi kronik, sehingga
adanya yellow flogs menunjukkan adanya faktor biopsikososial yang
akan menghambat penyembuhan nyeri pinggang. Faktor psikologis
dapat memodifikasi nyeri dengan mengaktifkan sistem inhibisi sentral
terhadap nyeri sehingga memengaruhi persepsi dan perilaku terhadap
nyeri.

188
Sistem Muskuloskeletal

Nyeri:
Lokasi Pinggang Pinggang Pinggafig Pinggang Tungkai
Onset Akut Perlahan Akut Perlahan Perlahan
Berdiri + + ++
Duduk +-
Fleksi + + +-
Ekstensi -++
Laseque : +-+
Foto polos Normal Terlihat Dapat Terlihat Dapat
normal normal
EMG Normal Mungkin Abnormal Normal Abnormal
abnormal
MRI Normal Terlihat Terlihat Terlihat Terlihat

lGnker atau infeki Usia > 50 tahun atau < 20 tahun


Riwayat kanker
Penurunan BB tanpa sebab yang jelas
Terapi imunosupresan
lSK, lV drug abuse, demam, menggigil
Nyeri pinggang tidak membaik dengan istirahat
Fraktur vertebra Riwayat trauma yang bermakna
Penggu naan steroid jangka panjang
Usia > 70 tahun
Sindroma kauda Retensi urin akut atau overflow incontinence
ekuina atau defisit lnkontinensia alwvi atau atoni sfingter ani
neurologik berat Anestesi sadel
Paraparesis progresif atau paraplegia

4. Nyeri Ekstremitas
Nyeri ekstremitas dapat berasal dari sistem muskuloskeletal, kulit, sistem
vaskular atau sistem saraf. Nyeri muskuloskeletal dapat disebabkan oleh
trauma atau inflamasi. Nyeri akut atau subakut pada lokasi multipel
menunjukkan proses peradangan. Polimiositis dapat menimbulkan nyeri
pada otot bagian proksimal di sekitar bahu atau panggul dan disertai

189
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

kelemahan. Nyeri, kaku bahu dan panggul pada pasien lebih dari 50
tahun dapat disebabkan oleh polimialgia reumatika. Peradangan tendon
(tenosinovitis) menyebabkan nyeri lokal pada area yang terkena.
Oklusi arterial akut menyebabkan nyeri hebat mendadak yang
disertai pucat dan ekstremitas dingin (klaudikasio intermiten). Penyakit
vaskular perifer kronis menimbulkan nyeri.tungkai pada saat latihan dan
membaik dengan istirahat. Trombosis vena menimbulkan nyeri difus
dan pembengkakan pada tungkai.
Stenosis spinal menyebabkan nyeri pseudo-klaudikasio pada saat
berjalan namun berkurang dengan membungkuk ke depan. Jeratan
saraf dan neuropati menyebabkan nyeri ekstremitas disertai parestesia
dan kelemahan. Penyebab yang paling sering adalah penebalan sinovial
atau subluksasi sendi terutama pada artritis reumatoid.
Vaskulitis terkait artropati inflamatorik menyebabkan neuropati
periferal difus dan mononeuritis multipleks. Artritis reumatoid kronis
menyebabkan erosi pada ligamen transversal di sekitar aspektus
posterior prosesus odontoid (dens) sehingga sering terjadi subluksasi
vertebra servikal pada sendi atlantoaksial. Gejala yang dikeluhkan adalah
parestesia yang mendadak (shooting poroesthesia) yang menjalar ke
lengan dan nyeri kepala di bagian oksipital. Fleksi leher menyebabkan
indentasi dari korda spinal oleh dens dan menyebabkan tetraplegia
atau kematian mendadak. Cedera pada saraf perifer menyebabkan
perubohon vosomotor dan nyeri ekstremitos berot (kausolgia)
yang masih dapat dirasakan setelah anggota gerak tersebut diamputasi
(nyeri fantom).
Penyebab nyeri ekstremitas lain adalah osteomielitis, osteomalasia,
osteoporosis atau tumor.
5. Fenomena Raynaud
Fenomena ini merupakan respons abnormal jari-jari terhadap suhu
dingin. Terjadi perubahan warna jari-jari dari putih (pucat) menjadi biru
kemudian merah setelah terpapar dingin. Pada fase jari pucat timbul
nyeri akibat iskemia, namun nyeri dirasakan paling berat pada saat jari
memerah. Pasien dengan Reynoud's disease mengalami fenomena ini
tanpa penyebab yang jelas (diduga familial dan lebih sering terjadi
pada perempuan). Fenomena ini juga terjadi pada penyakit jaringan
penyambung seperti Skleroderma dan dapat menyebabkan ulkus digiti.

190
Sistem Muskuloskeletal

6. Mata dan mulut kering


Penyebab kedua gejala tersebut adalah atrofi dan fibrosis kelenjar
mukus akibat infiltrasi sel plasma dan limfosit. Kedua gejala di atas
merupakan karakteristik Sindrom Sj6gren, baik yang berdiri sendiri
(Sindrom SjOgren Primer) atau yang terkait artritis reumatoid dan
penyakit jaringan penyambung lainnya. Pada mata yang kering dapat
terjadi konjungtivitis, skleritis, episklerifis, eratitis dan ulkus kornea.
Penyakit inijuga dapat mengenai paru-paru dan ginjal.
7. Mata Merah
lritis adalah komplikasi spondiloartropati seronegatif dan sindrom
Behqet. lritis ditandai dengan mata nyeri dengan injeksi sklera sentral
yang menyebar dari pupil.
8. Gejala Sistemik
Pada penyakit-penyakit reumatologi (penyakitjaringan penyambung),
sering ditemukan gejala sistemik seperti
- Kelelahan (fotigue)
- Penurunan berat badan
- Diare akibat pertumbuhan berlebihan bakteri usus
- Ruam spesifik (malar rash) dan ulkus mukosa sering terjadi pada
SLE

- Demam. Kemungkinan infeksi sebagai penyebab demam harus


disingkirkan terlebih dahulu.
- Kekakuan generalisata sering terjadi pada artritis reumatoid,
skleroderma atau polimialgia reumatika. Kemungkinan penyebab
selain penyakit reumatologi adalah infeksi sistemik, latihan
berlebihan, penyakit neuromuskular (penyakit ekstrapiramidal,
tetanus, miotonia, dermatomiositis) dan hipotiroid.

Riwayat Pengobatan
Riwayat penggunaan obat antiartritis saat ini maupun di masa lalu (misalnya
NSAlDs, aspirin, preparat emas, metotreksat, penisilamin, klorokuin,
steorid, anti THF-cr, dll) harus dicatat. Setiap efek samping yang timbul
akibat pengobatan seperti ulkus gaster atau perdarahan,juga harus dicari.
Tanyakan pula riwayat fisioterapi dan pembedahan sendi atau tendon yang
pernah dijalani.

191
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Riwayat Penyakit Dahulu


Tanyakan mengenai riwayat trauma atau pembedahan yang pernah dijalani.
Riwayat artritis pada masa kanak-kanak penting ditanyakan. Riwayat infeksi
seperti hepatitis, streptokokus, faringitis, rubella, disentri, gonore dan TBC
mungkin relevan dengan onset artralgia atau artritis. Riwayat gigitan kutu
dapat menjadi petunjuk Lyme disease. lnflommatory Bowel Diseose mungkin
terkait dengan artitis. Riwayat psoriasis mengaiahkan pada artritis psoriatik.
Riwayat merokok penting dicari karena artritis reumatoid lebih sering terjadi
pada perokok.

Riwayat Sosial
Carilah informasi mengenai pekerjaan dan kehidupan sehari-hari pasien.
Hal ini mungkin relevan pada artritis kronis yang melumpuhkan. Riwayat
penyakit menular seksual di masa lalu adalah penting terutama uretritis
non-spesifik dan gonore.

Riwayat Keluarga
Penyakit dengan keluhan artritis kronis mungkin bersifat diturunkan, misalnya
artritis reumatoid, gout dan osteoartritis primer, hemokromatosis,
spondiloartropati seronegatif dan I nflo mmatory Bowel Diseose. Riwayat
kelainan pembekuan darah dalam keluarga dapat mengarahkan kecurigaan
pada hemofilia yang harus dicurigai pada pasien anak laki-laki dengan
pembengkakan sendi akut.

PEMERIKSAAN FISIK

Peradangan sendi pada awalnya akan mengenai sinovium sendi sehingga


menimbulkan penebalan yang mungkin teraba (pannus). Selanjutnya,
struktur sekitar sendi (periartikular-tendon, rawan sendi dan tulang) dapat
turut mengalami peradangan.
Nyeri akibat peradangan dapat terlokalisasi jika peradangan berada
dekat dengan kulit, namun peradangan pada sendiyang lebih dalam, dapat
menimbulkan nyeri rujuk sesuai dengan inervasi miotom sendi terkait' Nyeri
pada sendi dapat pula berasal dari ligamen, tendon dan saraf.
Penyakit pada sendi menyebabkan keterbatasan gerak ke segala
arah pada gerak aktif maupun pasif. Sedangkan gangguan ekstraartikular

192
Sistem Muskuloskeletal

menyebabkan keterbatasan gerak yang bervariasi dan lebih jelas pada


pergerakan aktif.
Terdapat beberapa metode pemeriksaan sendi dan penting diingat
untuk selalu awas terhadap tanda sistemik penyakit reumatologis.
Pemeriksaan tergantung pada anamnesis dan seringkali pemeriksa
menemukan abnormalitas pada inspeksi umum.

INSPEKSI UMUM

lnspeksi umum yang teliti sangat penting karena (1) dapat memberikan
petunjuk tentang disabilitas fungsional pasien, yang merupakan hal penting
pada asesmen reumatologi dan (2) beberapa kondisi dapat didiagnosis
dengan inspeksi yang teliti.
Perhatikan postur dan cara jalan pasien ketika memasuki ruang periksa,
apakah pasien tampak kesulitan atau kesakitan? Apakah panjang langkahnya
normal? Bagaimana gaya berjalannya (gait)? Apakah pasien membutuhkan
alat bantu untuk berjalan? Apakah terdapat deformitas yang nyata pada
sendi tertentu?
Berikut ini adalah beberapa istilah untuk gaya berjalan yang abnormal:

a. Gaya berjalan antalgik, yaitu gaya berjalan pada pasien artritis dimana
pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas,
sementara pada tungkaiyang sehat akan lebih lama diletakkan di lantai;
biasanya akan diikuti oleh gerakan lengan yang asimetri.

b. Gaya berjalan Trendelenburg, disebabkan oleh abduksi coxae yang


tidak efektif sehingga panggul kontralateral akan jatuh pada swing
phose.

c. Woddle goit, yailu gaya berjalan Trendelenburg bilateral sehingga


pasien akan berjalan dengan pantat bergoyang.

d. Gaya berjalan paraparetikspastik, kedua tungkai melakukan gerakan


fleksi dan ekstensi secara kaku dan jari-jari kaki mencengkeram kuat
sebagai usaha agar tidakjatuh.

e. Gaya berjalan paraparetik flal<sid (high stepping goit = step-page gait),


yaitu gaya berjalan seperti ayam jantan, tungkai di angkat vertikal terlalu
tinggi karena terdapat foot drop akibat kelemahan otot tibialis anterior.

193
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

f. Gaya berjalan hemiparetik, tungkai yang parese akan digerakkan


ke samping dulu baru diayun ke depan karena coxae dan lutut tidak
dapat di fleksikan.

S. Gaya berjalan Parkinson (stopping, festinant goit), gerak berjalan


dilakukan perlahan, setengah diseret, tertatih-tatih dengan jangkauan
yang pendek-pendek. Tubuh bagian atasfleksi ke depan dan selama
gerak berjalan, lengan tidak diayun.

Untuk pemeriksaan yang lebih merinci, pasien diperiksa dengan hanya


mengenakan pakaian dalam. Perhatikan cara pasien ketika melepaskan
pakaiannya karena artritis dapat menyulitkan kegiatan ini. Tergantung pada
kondisi pasien dan bagian tubuh yang akan diperiksa, pemeriksaan dapat
dilakukan dalam posisi berbaring, duduk atau berdiri.
Prinsip-prinsip pemeriksaan sendi adalah Look, Feel, Move, Measure
ond Compore with the opposite side. Penjelasan prinspi-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:

. Look (lihat) - lnspeksi


Selalu lihat kedua sisi, kiri dan kanan, lalu bandingkan keduanya dari
sisi depan, belakang dan samping. Perhatikan kulit di sekitar sendi yang
diperiksa, apakah ada eritema yang menandakan adanya inflamasi aktif
atau infeksi, atrofi yang menandakan proses kronis, parut (scar) bekas
operasi atau ruam. Perhatikan setiap pembengkakan yang terjadi di
sendi, beberapa hal yang dapat menyebabkan pembengkakan sendi
misalnya efusi, hipertrofi dan inflamasi (pada artritis reumatoid), proses
penulangan pada tepi sendi (pada osteoartritis), peradangan jaringan
sekitar sendi (tendinitis, bursitis pada artritis reumatoid). Pembengkakan
pada tungkai bawah akibat retensi cairan biasanya tidak nyeri sedangkan
pembengkakan yang terasa nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi
sendi pergelangan kaki, tendon, fasia atau kulit.
Deformitas merupakan tanda artritis kronis destruktif. Pada artritis
reumatoid, deformitas dapat bervariasi, dari deviasi ulnar ringan pada
sendi metakarpofalangeal hingga timbulnya sendi yang disorganisir
dan mengalami denervasi (Charcot's). Perhatikan susunan antar tulang
komponen sendi. Deviasi menjauhi garis tengah disebut deformitas valgus,
sedangkan yang menuju garis tengah disebut deformitas varus. Subluksasi
adalah pergeseran susunan tulang yang masih menyisakan kontak satu
dengan yang lain;jika sudah kehilangan kontak disebut dislokasi.

194
Sistem Muskuloskeletal

Perhatikan bentuk otot-otot, apakah eutrofi (normal), hiper-trofi


(membesar), atau hipotrofi/atrofi (menge cil). M uscle Wasting merupakan
akibat imobilisasi sendi, inflamasi jaringan sekitar dan jepitan saraf
yang berlangsung kronis dan umumnya mengenai sekelompok otot
yang berdekatan dengan sendi yang bermasalah. penyakit tertentu
memberikan gambaran yang khas misalnya:
Psoriasis memberikan gambaran r.ru, bersisik pada area
"rit".atosa
ekstensol poliartritis dan keterlibatan kuku.
Ruam vaskulitis
Kista sinovial (ganglion) merupakan pembengkakan kenyal, kecil pada
permukaan dorsal pergelangan tangan.
Pembengkakan yang lebih besar; lunak dan terlokalisir pada dorsum
manus pada umumnya adalah tenosynovitis.
Berdirilah di depan pasien, kemudian mintalah pasien untuk
meletakkan telinga pada bahu ipsilateral guna menilai fleksi lateral
servikal. Perhatikan pula ada tidaknya kelainan tulang belakang dari
depan, misalnya tortikolis (kepala dan leher berdeviasi dan berputar ke
satu sisi secara menetap) atau skoliosis (lengkung tulang belakang ke
arah samping). Lanjutkan dengan inspeksi umum dari arah belakang
penting dilakukan guna menilai hal-hal berikut:
- Apakah vertebra lurus, tidak skoliosis
- Apakah otot-otot paraspinal simetri dan normal
- Apakah tonjolan otot bahu dan bokong normal
- Apakah tinggi krista iliaka simetris
- Apakah terdapat kista poplitea (kista Baker)
- Adakah pembengkakan/deformitastumit
Feet (rasakan) - Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mencari adanya nyeri tekan, nyeri gerak,
perabaan panas, efusi, krepitasi, atau pembesaran tulang. Lakukan
palpasi dengan punggung jari tangan untuk merasakan suhu. Sendi
yang teraba bengkak dan hangat dapat mengalami sinovitis aktil infeksi
(Staphylococcus) atau artritis kristal (Gout).
Nyeri dapat disebabkan oleh kelainan di sendi (intra-artikular) atau
dari lesi di luar sendi (jaringan periartikular) seperti tendon, bursa atau
perlekatan (entesis). Nyeri gerak merupakan tanda diagnostik yang
bermakna. Nyeri ringan hingga sedang yang meningkat tajam bila

19s
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

dilakukan gerakan semaksimal mungkin sampai terasa tahanan disebut


sebagai stress pain. Stress pain pada semua arah gerak merupakan
tanda khas untuk gangguan yang berasal dari luar sendi (tenosinovitis).
Nyeri yang dirasakan sama kualitasnya pada semua arah gerak sendi,
lebih menunjukkan gangguan mekanik dari nyeri inflamasi. Nyeri
tekan menunjukkan inflamasi akut, namun dapat pula timbul pada
fibromialgia.
Resisted octive movement merupakan suatu cara pemeriksaan untuk
menemukan adanya gangguan periartikular. Pemeriksaan tersebut
dilakukan dengan cara pasien melawan gerakan yang dilakukan oleh
tangan pemeriksa, akibatnya terjadi kontraksi otot tanpa disertai gerakan
sendi. Bila timbul rasa nyeri maka hal tersebut berasal dari otot, tendon
atau insersi tendon, misalnya pada:
a. Tahanan pada aduksi sendi coxae yang mengakibatkan timbulnya
rasa nyeri pangkal paha merupakan tanda tendinitis aduktor.
b. Tahanan pada aduksi glenohumeral yang mengakibatkan timbulnya
rasa nyeri pada lengan atas merupakan tanda gangguan otot
suprasinatus dan lesi pada tendon.

Beritahukan kepada pasien untuk menyampaikan kepada


pemeriksa jika pemeriksaan menyebabkan ketidaknyamanan. Palpasi
harus dilakukan dengan lemah lembut. Ekspresi wajah pasien menjadi
petunjuk ketidaknyamanan atas pemeriksaan daripada pergerakan
sendi itu sendiri. Sendi yang terinfeksi akan terasa sangat nyeri
sehingga pasien tidak mengizinkan pemeriksa untuk menggerakkan
sendi tersebut.
Nyeri tekan dapat dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut:
- Grade I - pasien mengeluh nyeri
- Grade ll - pasien mengeluh nyeri dan mengernyit
- Grade lll - pasien mengeluh nyeri, mengernyit dan menarik sendi
- Grade lV - pasien menolak untuk disentuh karena nyeri

teliti untuk membedakan efusi (biasanya


Palpasi dilakukan dengan
pada sendi besat berfluktuasi, dapat berpindah) dan sinovitis (lunak
dan kenyal seperti spons). Pembengkakan akibat penulangan teraba
keras dan tidak dapat digerakkan. Hal ini menjadi petunjuk adanya
pembentukan osteofit atau penebalan tulang subkondral.

196
Sistem Muskuloskeletal

Palpasi juga dilakukan untuk menilai kondisi otot. Tonus otot


diperiksa secara pasif, yaitu dengan cara mengangkat lengan atau
tungkai penderita, kemudian dljatuhkan. pada keadaan hipotonus,
anggota gerak tadi akan jatuh dengan cepat sekali, seolah tanpa
tahanan. Tonus otot yang tinggi disebut hipertonus (spastisitas).
spastisitas dapat diperiksa dengan cara melakukan fleksi atau ekstensi
lengan atau tungkai, akan terasa suatu tahanan yang bila dilawan terus
akan menghilang dan disebut fenomena pisau lipat. Selain spastisitas,
juga terdapat rigiditas dimana pada pemeriksaan seperti spastisitas
akan terasa tersendat-sendat dan disebut fenomena roda bergerigi
(cogwheel).

. Move (gerakkan)
Pergerakan pasif dapat memberikan informasi tentang kondisi sendi,
namun pemeriksaan ini merupakan kontra - indikasi pada kondisi
trauma akut dan kecurigaan fraktur. pasien diminta untuk relaksasi
dan membiarkan pemeriksa menggerakkan sendi. pemeriksaan harus
dilakukan dengan lemah lembut dan akan diperoleh pergerakan
yang terbatas jika ada spasme otot akibat nyeri sendi, efusi yang
banyak, kontraksi kapsuler atau deformitas menetap. Gangguan
pergerakan dapat berupa deformitas fleksi menetop (ketidakmampuan
atau keterbatasan ekstensi) atau deformitas ekstensi menetap
(keterbatasan fleksi). Pemeriksaan gerakan pasif pada tulang belakang
jarang dilakukan, gerakan aktif lebih sering diperiksa pada sendi ini.
Pemeriksaan gerakan aktif lebih membantu dalam menilai
fungsi sendi secara terintegrasi. Fungsi tangan dan pola berjalan
sering digunakan untuk menilai fungsi. Nyeri pada pergerakan
dapat berasal dari sendi atau struktur sekitar (periartikular). stabilitas
sendi tergantung dari ligamen pendukung dan penting untuk dinilai.
Pemeriksaan dilakukan dengan upaya menggerakkan sendi ke arah
yang tidak sesuai arah pergerakannya dalam batas yang wajar. Krepitasi
pada sendi (sensasi maupun bunyi gemerutuk) menandakan iregularitas
permukaan sendi dan hal ini menunjukkan proses kronis.
Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada
semua arah. Tenosinovitis atau lesi periartikular hanya menyebabkan
berkurangnya gerak sendi pada satu arah saja. Artropati akan
memberikan gangguan yang sama dengan sinovitis. Bila gerakan pasif

197
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

lebih luas dibandingkan dengan gerakan aktif maka kemungkinan ada


gangguan pula pada otot atau tendon.

. Measure (ukur)
Pengukuran Range of Motion (ROM) dilakukan dengan menggunakan
goniometer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengukuran
dilakukan dari posisi 0 (nol) atau posisi anatomis yang untuk kebanyakan
sendi berada dalam keadaan ekstensi dan hasilnya dinyatakan dalam
derajad sudut fleksi dari posisi anatomis. Pada beberapa sendi seperti
pergelangan tangan, dapat diukur derajad fleksi dan ekstensi dari posisi
anatomi. Pemakaian goniometer jarang dilakukan, kebanyakan klinisi
melakukan penilaian melalui estimasi. Meteran juga dapat digunakan
untuk menguku; misalnya pengukuran massa otot ataupun pemeriksaan
pergerakan tulang belakang. Hasil pemeriksaan lutut yang berada dalam
keadaan deformitas fleksi menetap (fixed flexion), pada pengukuran
diperoleh hasil 30"-60o. Nilai sudut 30" menunjukkan deformitas fleksi
menetapnya sedangkan 60o merupakan batas fleksi lutut.
Pemeriksaan kekuatan otot merupakan pemeriksaan sistem
muskuloskeletal lain yang penting. Terdapat 5 derajat kekuatan otot,
yaitu:
- Derajat 5: kekuatan normal, dapat melawan tahanan yang diberikan
pemeriksa berulang-ulang,
- Derqjat 4: masih dapat melawan tahanan yang ringan,
- Derajat 3: hanya dapat melawan gaya berat,
- Derajat 2: otot hanya dapat digerakkan bila tidak ada gaya berat,
- Derajat 1: kontraksi minimal, hanya dapat dirasakan dengan palpasi,
tidak menimbulkan gerakan,
- Derajat 0: tidak ada kontraksi sama sekali

. Compare with the opposite side (bandingkan dengan sisi yang


berlawanan)

. Perasat-perasatkhusus
a. Leg length discreponcy. Mengukur panjang kedua tungkai dari SIAS
ke maleolus medial ipsilateral dan dari umbilikus ke maleolus kiri
dan kanan, adakah perbedaan panjang dari kedua cara pengukuran
tersebut.
b. Forominol compression test Rotasi leher dan laterofleksi ke sisi yang
sakit, kemudian kepala ditekan ke bawah. Bila terdapatjepitan saraf

198
Sistem Muskuloskeletal

Palpasi juga dilakukan untuk menilai kondisi otot. Tonus otot


diperiksa secara pasif, yaitu dengan cara mengangkat lengan atau
tungkai penderita, kemudian dijatuhkan. pada keadaan hipotonus,
anggota gerak tadi akan jatuh dengan cepat sekali, seolah tanpa
tahanan. Tonus otot yang tinggi disebut hipertonus (spastisitas).
Spastisitas dapat diperiksa dengan cara melakukan fleksi atau ekstensi
lengan atau tungkai, akan terasa suatu tahanan yang bila dilawan terus
akan menghilang dan disebut fenomena pisau lipat. Selain spastisitas,
juga terdapat rigiditas dimana pada pemeriksaan seperti spastisitas
akan terasa tersendat-sendat dan disebut fenomena roda bergerigi
(cogwheeL).

. Move (gerakkan)
Pergerakan pasif dapat memberikan informasi tentang kondisi sendi,
namun pemeriksaan ini merupakan kontra - indikasi pada kondisi
trauma akut dan kecurigaan fraktur. Pasien diminta untuk relaksasi
dan membiarkan pemeriksa menggerakkan sendi. pemeriksaan harus
dilakukan dengan lemah lembut dan akan diperoleh pergerakan
yang terbatas jika ada spasme otot akibat nyeri sendi, efusi yang
banyak, kontraksi kapsuler atau deformitas menetap. Gangguan
pergerakan dapat berupa deformitas fleksi menetop (ketidakmampuan
atau keterbatasan ekstensi) atau deformitas ekstensi menetap
(keterba,tasan fleksi). Pemeriksaan gerakan pasif pada tulang belakang
jarang dilakukan, gerakan aktif lebih sering diperiksa pada sendi ini.
Pemeriksaan gerakan aktif lebih membantu dalam menilai
fungsi sendi secara terintegrasi. Fungsi tangan dan pola berjalan
sering digunakan untuk menilai fungsi. Nyeri pada pergerakan
dapat berasal dari sendi atau struktur sekitar (periartikular). Stabilitas
sendi tergantung dari ligamen pendukung dan penting untuk dinilai.
Pemeriksaan dilakukan dengan upaya menggerakkan sendi ke arah
yang tidak sesuai arah pergerakannya dalam batas yang wajar. Krepitasi
pada sendi (sensasi maupun bunyi gemerutuk) menandakan iregularitas
permukaan sendi dan hal ini menunjukkan proses kronis.
Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada
semua arah. Tenosinovitis atau lesi periartikular hanya menyebabkan
berkurangnya gerak sendi pada satu arah saja. Artropati akan
memberikan gangguan yang sama dengan sinovitis. Bila gerakan pasif

197
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

lebih luas dibandingkan dengan gerakan aktif maka kemungkinan ada


gangguan pula pada otot atau tendon.

. Meosure (ukur)
Pengukuran Ronge of Motion (ROM) dilakukan dengan menggunakan
goniometer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengukuran
dilakukan dari posisi 0 (nol) atau posisi anatomis yang untuk kebanyakan
sendi berada dalam keadaan ekstensi dan hasilnya dinyatakan dalam
derajad sudut fleksi dari posisi anatomis. Pada beberapa sendi seperti
pergelangan tangan, dapat diukur derajad fleksi dan ekstensi dari posisi
anatomi. Pemakaian goniometer jarang dilakukan, kebanyakan klinisi
melakukan penilaian melalui estimasi. Meteran juga dapat digunakan
untuk mengukur; misalnya pengukuran massa otot ataupun pemeriksaan
pergerakan tulang belakang. Hasil pemeriksaan lututyang berada dalam
keadaan deformitas fleksi menetap (fixed flexion), pada pengukuran
diperoleh hasil 30"-60". Nilai sudut 30" menunjukkan deformitas fleksi
menetapnya sedangkan 60o merupakan batas fleksi lutut.
Pemeriksaan kekuatan otot merupakan pemeriksaan sistem
muskuloskeletal lain yang penting. Terdapat 5 derajat kekuatan otot,
yaitu:
- Derajat 5: kekuatan normal, dapat melawan tahanan yang diberikan
pemeriksa berulang-ulang,
- Derqjat 4: masih dapat melawan tahanan yang ringan,
- Derajat 3: hanya dapat melawan gaya berat,
- Derajat 2: otot hanya dapat digerakkan bila tidak ada gaya berat,
- Derajat 1: kontraksi minimal, hanya dapat dirasakan dengan palpasi,
tidak menimbulkan gerakan,
- Derajat 0: tidak ada kontraksi sama sekali

. Compore with the opposite side (bandingkan dengan sisi yang


berlawanan)

. Perasat-perasatkhusus
o. Leg length discreponcy. Mengukur panjang kedua tungkai dari SIAS
ke maleolus medial ipsilateral dan dari umbilikus ke maleolus kiri
dan kanan, adakah perbedaan panjang dari kedua cara pengukuran
tersebut.
b. Forominol compression tesf. Rotasi leher dan laterofleksi ke sisi yang
sakit, kemudian kepala ditekan ke bawah. Bila terdapatjepitan saraf,

198
Sistem Muskuloskeletal

akan timbul nyeri yang menjalar ke lengan atau sekitar skapula.


Bila kepala ditarik ke atas (distraction test), nyeri akan berkurang.
Shoulder depression fesf. Satu tangan pemeriksa diletakkan pada
bahu dan tangan yang lain diletakkan pada kepala kemudian bahu
ditekan ke bawah sedangkan kepala laterofleksi ke arah yang
berlawanan, jepitan pada saraf servikal akan menyebabkan nyeri
radikular atau parestesia.
d. Digunakan untuk menilai adanya tumor intra tekal atau
Tes Valsava.

hernia nukleus pulposus. Pasien diminta untuk ekspirasi dalam


keadaan glotis tertutup, adanya kelainan di atas akan menyebabkan
nyeri yang menjalar ke dermatom yang sesuai.
e. TesAdson. Digunakan untuk menilai adanya jepitan pada arteri
subklavia. Pemeriksa melakukan palpasi pada denyut arteri
radialis, kemudian pasien melakukan inspirasi maksimal sambil
melakukan rotasi maksimal kepala ke sisi yang diperiksa, jepitan
arteri subklavia akan menyebabkan denyut arteri radialis melemah
atau menghilang.
Stroight Leg Roising (SLR) fesf (Lossegue's test). pasien berbaring
telentang dalam keadaan santai, kemudian tungkai difleksikan
perlahan-lahan sampai sudut 70", lutut dalam keadaan ekstensi.
Catat sudut yang dicapai pada waktu pasien merasakan nyeri,
kemudian pasien diminta melakukan fleksi leher sampai dagu
menyentuh dinding dada, atau secara pasif kakinya didorsofleksikan.
Nyeri yang timbul menandakan peregangan dura, misalnya pada
Hernioted Nucleus Pulposus (HNP) sentral. Bila nyeri tidak timbul,
maka nyeri SLR diakibatkan oleh kelaina n otot hormstring, atau nyeri
dari daerah lumbal atau sakroiliakal. Bila pada waktu SLR dilakukan,
timbul nyeri pada tungkai kontra lateral (cross over sign atau well
leg roises fest), menandakan adanya kompresi intratekal oleh lesi
yang besar. Bila kedua tungkai difleksikan bersama (SLR bilateral),
nyeri yang timbul sebelum sudut mencapai 70. mungkin berasal
dari sendi sakroiliaka, sedangkan bila nyeri timbul pada sudut 70"
mungkin berasal dari daerah lumbal.
Spurling's moneuvre. Rotasi lateral dan ekstensi tulang belakang
akan menghasilkan penyempitan dan penekanan neuroforaminal,
sehingga menimbulkan nyeri pada ekstremitas dengan distribusi
dermatomal.

199
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Femorolstretch tesf. Ekstensi pinggul dengan penekanan tumit ke


arah bokong pada posisi pasien berbaring ke lateral atau tengkurap,
menghasilkan nyeri pada bagian anterior paha.
t. Tes Yergasson. Siku pasien difleksikan 90', kemudian pasien
melakukan supinasi, sementara pemeriksa berusaha menahan
agar supinasi tidak terjadi, tes positif bila pasien kesakitan dan
menunjukkan adanya tendinitis bisipitalis.
Drop-orm srgrn. Adalah ketidakmampuan pasien menahan abduksi
pasif 90'sendi bahu bila terdapat robekan rotator cuff.
k. Tes Finkelstein. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui adanya
tenosinovitis otot abduktor polisis longus dan ekstensor polisis
brevis (De Quervain's stenosing tenosynovitis), yaitu dengan
melakukan deviasi ulnar secara pasif dengan posisi jari-jari dalam
keadaan fleksi akan menimbulkan nyeri pada daerah radial
pergelangan tangan.

ASESMEN INDIVIDUAL

Sendi Tangan dan Pergelangan Tangan


. Anamnesis
Nyeri dapat timbul pada beberapa atau seluruh sendi. Nyeri terlokalisir
biasanya disebabkan oleh artritis sedangkan nyeri difus dan tidak
jelas seolah menjalar dari bahu atau leher disebabkan oleh sindrom
terowongan Carpal. Kekakuan di pagi hari khas untuk artritis reumatoid.
Pembengkakan pergelangan tangan menunjukkan artritis atau inflamasi
sarung tendon. Deformitasjari dan tangan dapat disebabkan oleh artritis
reumatoid atau tofus gout. Deformitas yang timbul mendadak harus
dicurigai ruptur tendon. Locking atau snapping jari-jari menandakan
peradangan pada sarung tendon fleksor (tenovaginitis). Kehilangan
fungsi merupakan masalah serius ketika melibatkan sejumlah fungsi
tangan dan pergelangan tangan. Gejala neurologis merupakan akibat
kompresi sarafyang dapat menyebabkan parestesia atau keterbatasan
fungsi tangan yang rumit.
. Pemeriksaan Fisis
Mintalah pasien duduk di sisi tempat tidur dan meletakkan tangan di
atas bantal dengan posisi menelungkup. Pemeriksaan fisis tangan saja
sering dapat membantu menegakkan diagnosis.

200
Sistem M uskuloskeletal

Look. Mulailah pemeriksaan pada pergelangan tangan dan lengan


bawah. Mintalah kepada pasien untuk meluruskan lengannya ke depan
dengan telapak tangan menghadap ke bawah untuk menilai adanya
pembengkakan dan deformitas pada jari-jari tangan pada keadaan
ekstensi penuh. Kemudian lihatlah pembengkakan di pergelangan
tangan, deformitas serta penonjolan padF ulnar dan hiloid. perhatikan
ada tidaknya muscle wasting pada otot-otot intrinsik yang memberikan
gambaran alur pada tulang-tulang metacarpal yang terlihat jelas pada
punggung tangan.
Pada sendi metakarpofalangeal perhatikan ada tidaknya kelainan
kulit, pembengkakan dan deformitas seperti subluksasi volar atau
deviasi ulnar akibat subliksasi anterior jari-jari yang merupakan
karakteristik (namun tidak patognomonik) untuk artritis reumatoid.
Pada sendi interfalangs proximal dan distal perlu dilihat ada
tidaknya kelainan klit dan pembengkakan sendi. Tanda-tanda artritis
reumatoid dapat ditemukan pada pengamatan sendi-sendi ini, seperti:
1. Deformitas jari leher-angsa (swan neck), hiperekstensi pada sendi
interfalangs proksimal dan deformitas fleksi menetap pada sendi
interfalangs distal. Kelainan ini disebabkan oleh subluksasi sendi
interfalang proksimal dan pemendekan tendon sendi interfalang
distal.
2. Deformitas boutonnidre (lubang kancing) pada jari tangan.
Kelainan berupa fleksi menetap sendi interfalang proksimal dan
ekstensi sendi interfalang distal yang disebabkan oleh protrusi
sendi interfalang proksimal melalui tendon ekstensoryang robek.
3. Deformitas Z pada ibu jari. Kelainan terdiri atas hiperekstensi
dari sendi interfalang, fleksi menetap dan subluksasi sendi
metakarpofa langeal.

Karakteristik osteoartritis adalah keterlibatan sendi interfalang distal


dan sendi karpometakarpal L Nodus Heberden merupakan deformitas
yang umum ditemukan akibat terbentuknya osteofit pada tepi basal
falang distal. Terkadang dapat ditemukan pula Nodus Bouchard
(penonjolan ostefit pada sendi interfalang proximal).
Perhatikan bentuk jari-jari. Gambaran jari seperti sosis merupakan
karakteristik artropati psoriatik, namun dapat pula ditemukan pada
spondilitis ankilotik dan penyakit Reiter.penyebabnya adalah artritis

201
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

interfalang dan edema sarung tendon fleksor. Artirtis mutilans


merupakan deformitas pada penyakit psoriasis yang ditandai dengan
pemendekan jari karena kerusakan berat akibat artritis (main en
lorgnette-tangan pemegang gelas opera).
lnspeksi kuku penting untuk dilakukan. Kuku psoriatic akan tampak
sebagai kuku dengan cekungan-cekungan kecil (pitting), onikolisis dan
penebalan kuku (hiperkeratosis). Keberadaan perubahan vaskulitik (lesi
hitam atau coklat beruku ran 1-2 mm akibat infark kulit) di sekitar lipatan
kuku menunjukkan penyakit yang aktif, tipikal pada artritis reumatoid.
Perdarahan splinter akibat vaskulitis dapat muncul pada pasien Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) dan infektif endocarditis. Berbeda dari infark
lipatan kulit, lesi ini biasanya muncul pada bantalan kuku (nail beds).
Telangiektasia periungual terjadi pada penyakit LES, scleroderma dan
dermatomiositis.
Lakukan inspeksi pada telapak tangan untuk mencari ada tidaknya
parut bekas operasi tendon repair atau tendon transfer, eritema palmar
dan muscle wasting pada eminensia thenar atau hipothenar (yang
dapat disebabkan oleh disuse, vaskulitis atau jepitan saraf perifer).
Telangiektasia dapat mendukung diagnosis skleroderma.

FeeI ond Move. Rabalah pergelangan tangan dalam posisi supinasi,


dengan meletakkan ibu jari pada sisi dorsal dan jari telunjuk di sisi
bawah. Rasakan ada tidaknya boggy swelling yang menandakan sinovitis
atau ada tidaknya efusi. Kemudian, secara perlahan-lahan dengan
menggunakan ibu jari pemeriksa lakukan dorsofleksi pergelangan
tangan dan palmar fleksi (pada orang normal dapat mencapai 75o).
Kemudian lakukan deviasi radial dan ulnar (20'). Perhatikan ada tidaknya
nyeri, keterbatasan pergerakan maupun krepitasi. Nyeri tekan pada
perabaan stiloid ulnar dapat terjadi pada artritis reumatoid. Nyeri
tekan pada ujung stiloid radial mungkin terjadi pada tenosinovitis de
Quervain. Periksalah bagian distal kaput ulna untuk kecurigaan tendinitis
ekstensor carpi ulnaris.
Pemeriksaan sendi metakarpofalang juga dilakukan dengan
kedua ibu jari pemeriksa. Ujilah pergerakan pasif. Dari pemeriksaan
ini dapat ditemukan subluksasi volar dengan melakukan fleksi sendi
metakarpofalang dengan memegang bagian proksimal jari-jari pasien
menggunakan ibu jari dan telunjuk. Gerakkan persendian ini ke depan

202
Sistem Muskuloskeletal

dan ke belakang. Pada kondisi normal, hanya sedikit pergerakan yang


terjadi. Pergerakan yang lebih bebas menunjukkan adanya kekenduran
ligament atau subluksasi. Lakukan pula palpasi sendi interfalang
proksimal dan distal untuk mencari tekan, pembengkakan atau osteofit.
Pada kecurigaan adanya Sindrom Terowongan Karpal, lakukan
pemeriksaan Fleksi Pergelangan Phalen dengan meminta pasien
untuk melakukan fleksi kedua pergelangan tangan selama 30 detik dan
perhatikan timbulnya parestesia pada tangan yang terkena. Parestesia
yang terjadi mengikuti distribusi persarafan nervus medianus yang
terjerat di terwongan karpal oleh penebalan dari fleksor retinakulum.
Kemudian periksalah pergerakan aktil diawali dengan fleksi dan
ekstesi pergelangan tangan. Kemudian periksalah gerakan ibu jari
dengan posisi tangan menengadah (supinasi) dan tangan pemeriksa
menumpu tangan pasien. Mintalah pasien menggerakkan ibu jari ke arah
luar (ekstensi), mengacungkan ibu jari ke atas (abduksi), mengenggam
jari-jari pemeriksa (adduksi) dan menyentuh jari kelingkingnya sendiri
(oposisi).
Pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa gerakan
metakarpofalang dan interfalang. Mintalah pasien untuk meluruskan
semua jari-jarinya lalu periksalah masing-masing jari. Pada penurunan
gerakan aktif fleksi satu jari atau lebih, periksalah tendon fleksor
superfisial dan profunda. Tahanlah bagian proksimal jari dalam posisi
ekstensi dan minta pasien untuk membengkokkan jarinya. Jika tendon
tendon fleksor profunda intak, maka bagian distaljari akan menekuk.
Ruptur tendon sering terjadi pada tendon ekstensorjari lV dan V.

Function. Grip strength diperiksa dengan meminta pasien meremas


dua jari pemeriksa atau menggenggam balon sfigmomanometer yang
dikembangkan sedikit kemudian catatlah nilai tekanan yang dihasilkan.
Tes genggam kunci dilakukan dengan meminta pasien menggenggam
erat-erat sebuah kunci yang diselipkan di antara ibujari danjari telunjuk,
kemudian pemeriksa mencoba membuka genggaman ini. Tes oposisi
dilakukan dengan menyentuhkan ibu jari kejari-jari lainnya. Minta pula
pasien untuk melakukan gerakan membuka kancing atau menulis unutk
menilai fungsi. Pemeriksaan tangan harus di-ikuti dengan pemeirksaan
neurologis. Pemeriksaan reumatolog tangan belum lengkap tanpa
melakukan perabaan nodul subkutan pada artritis reumatoid (benjolan

203
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

bulat berbatas tegas 0.5-3 cm, keras dan tidak nyeri di atas olecranon).
Nodul ini ditemukan pada artritis reumatoid dengan faktor reumatoid
positif. Nodul dapat ditemukan di tempat lain dan biasanya melekat
pada tendon, area yang mendapat tekanan pada tangan dan kaki, paru,
pleura, miokardium dan pita suara.

Sendi Siku
. Anamnesis
Nyeri pada siku biasanya difus dan menjalar ke lengan bawah dapat
terjadi di atas epikondilus medial dan lateral jika pasien mengalami
tendonitis (tennis or golfer's elbow). Pasien mungkin mengetahui
adanya pembengakan akibat inflamasi. Pembengkakan di bagian
belakang menunjukkan bursitis olecranon. Kekakuan sering dikeluhkan
pasien dengan kesulitan menyisir. Ketika terdapat gangguan pada
spinasi dan pronasi, pasien mengatakannya sebagai kesulitan membawa
barang atau menggenggam. Jka pasien menyadari adanya gerakan
abnormal pada sendi, hal ini menandakan instabilitas sendi yang
mungkin disebabkan oleh artritis reumatoid atau trauma. Cedera nervus
ulnaris pada sikut menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada area
distribusi persarafannya.
. Pemeriksaan Fisis
look. Per:hatikan ketika pasien melepaskan pakaiannya, adakah kesulitan
membebaskan lengan dari pakaian. Lengan atas harus terekspos
dan perhatikan ada tidaknya deformitas valgus pada siku ketika
pasien berdiri dengan telapak tangan menghadap ke depan (posisi
anatomis). Pembengkakan pada sisi olekranon menunjukkan adanya
efusi. Pembengkakan yang diskret di luar olecranon atau di luar batas
subkutan proksimal ulna dapat disebabkan oleh nodul reumatoid, tofus
gout, pembengkakan bursa olekranon, dan lain-lain.

Feel. Rabalah epikondulus lateral dan medial, yang jika timbul nyeri
tekan mennandakan adanya tennis- atau golfer's elbow.Tahanan pada
saat ekstensi siku yang menyebabkan nyeri pada epikondilus lateralis
juga merupakan tanda tennis elbow. Nodul reumatoid biasanya keras,
dapat nyeri tekan dan melekat pada struktur dibawahnya. Tofus gout
akan teraba kenyal dan sering berwarna kekuningan di bawah kulit
yang kadang sulit dibedakan dari nodul reumatoid. Pengumpulan

204
Sistem Musku loskeletal

cairan di bursa olekranon (biasanya disebabkan oleh gout atau artritis


reumatoid) biasanya lunak dan berfuktuasi serta dapat terasa nyerijika
disertai peradangan.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksa berdiri menghadap
pasien, meletakkan ibu jari tangan yang berlawanansepanjang tepi
selubung ulna distal dari olekranon di manasinovium berada pada
jarak terdekat dengan permukaan. Penumpukan cairan atau sinovitis
sendi siku akan menyebabkan terabanya benjolan pada daerah ini pada
ekstensi penuh dari siku.

Move. Gerakkan siku secara pasif. Sendi siku merupakan sendi engsel.
Posisi 0 adalah dalam keadaan ekstensi maksimal.Fleksi normal dapat
mencapai sudut 150". keterbatasan ekstensi merupakan tanda dini
dari sinovitis. Jika mencurigai adanya epikondilitis lateral, minta pasien
melakukan ekstensi pergelangan tangan melawan tahanan.
Pemeriksaan Ronge of Active Movements (ROM) dilakukan dengan
berdiri di depan pasien dan mendemonstrasikan. Jika menemukan
deformitas atau keluhan kebas, lakukan pemeriksaan neurologi tangan
dan lengan untuk mencarijeratan nervus ulnaris.

Sendi Bahu
Sendi bahu tersusun oleh klavikula, scapula dan humerus. Sendi
akromioklavikula dibentuk oleh acromion dan klavikula. pergerakan pada
bahu merupakan pergerakan dari sendi peluru Glenohumeral serta gerakan
antara belikat (scapula) dan toraks. Sendi ini merupakan sendi dengan
gerakan paling bebas. Sendi ini merupakan sendiyang paling sering terkena
gangguan non-artritik yang melibatkan bursa dan tendon sekitaf misalnya
frozen - shou lde,r, tendonitis dan bu rsitis.
. Anamnesis
Keluhan nyeri merupakan yang paling sering. pada umumnya nyeri
terasa di bagian frontal dan lateral sendi dan mungkin menjalar ke
tempat insersi deltoid atau lebih jauh. Nyeri yang melebihi batas
atas bahu sering berasal dari sendi akromioklavikular atau dari leher.
Deformitas baru tampak setelah terjadi kerusakan berat. Kekakuan dapat
membatasi gerakan bahu. lnstabilitas menyebabkan perasaan seolah
bahu melompat keluar dari tempatnya terutama pada abduksi dan rotasi
eksternal. Kehilangan fungsi dapat menyebabkan kesulitan melakukan

20s
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

aktivitas yang melibatkan pengangkatan lengan melebihi tinggi bahu


atau kesulitan merah sesuatu di belakang (punggung).

. Pemeriksaan Fisis
Look. Ketika pasien melepaskan pakaiannya, perhatikan pergerakan
sendi bahu ke depan, ke belakang dan ke atas, apakah ada keterbatasan
gerak atau timbul nyeri. Berdirilah di belakang pasien dan bandingkan
kedua sisi. Lengan dan batas luar sendi akromioklavikula harus berada
pada ketinggian yang sama. Muscle wosting dapat terjadi pada salah
satu otot Deltoid yang terkadang terlewatkan jika tidak dibandingkan
antara kedua sisi. Perhatikan ada tidaknya pembengkakan yang mungkin
terlihat dari depan. Hal ini cukup sulit terlihatjika efusi tidak cukuh besar.
Perhatikan pula ada tidaknya asimetri atau parut akibat trauma atau
operasi. Kemudian mintalah kepada pasien untuk meletakkan tangan
di belakang kepala dengan siku menghadap keluar untuk menilai sendi
glenohumeral, sternoklavikula dan akromioklavikula.

Feet. Rasakan ada tidaknya pembengkakan dan nyeri tekan. Berdirilah


di sisi pasien, letakkan satu tangan pada bahu dan gerakkan lengan
ke segala arah. Ketika bahu bergerak, rasakan pergerakan sendi
akromioklavikula dan kemudian pindahkan tangan pemeriksa sepanjang
klavikula sampai ke sendi sternoklavikula.

Move. Posisi nol adalah pada lengan bergantung pada kedua sisi dengan
telapak tangan menghadap ke depan (posisi anatomis). Abduksi sendi
glenohumeral dapat mencapai 90" pada kondisi normal. Pemeriksa
berdiri di belakang pasien dan menumpukan tangan pemeriksa di bahu
sisi berlawanan dan tangan yang lain melakukan gerakan abduksi pada
pasien (pada pemeriksaan bahu kanan, tangan kiri pemeriksa diletakkan
di atas bahu kiri pasien dan tangan kanan pemeriksa mengabduksi siku
kanan). Elevasi dalam keadaan normal dapat mencapai 180" dengan
gerakan aktif. Adduksi normal dapat mencapai 50", lengan diangkat
menyilang ke depan dada. Rotasi eksternal normal dapat mencapai
65". Siku ditekuk sampai 90" kemudian lengan diputar ke arah lateral
sejauh mungkin. Rotasi internal normal mencapai 90o. Pemeriksaan
fungsi rotasi internal dikenal dengan 3 tahapan tes menggaruk dari
Apley. Pemeriksa berdiri di belakang pasien, kemudian pasien diminta
untuk menggaruk punggung pada belikat sisi yang berlawanan. Awalnya

205
Sistem Musku loskeletal

pasien diminta menyentuh bahu sisi berlawan, kemudian menyentuh


bagian belakang leher dan terakhir mencoba menggapai punggung
sejauh mungkin. Pasien dengan masalah rotator cuff mengeluhkan nyeri
ketika melakukan maneuver ini.

Fleksi dapat dilakukan hingga 180" dengan kontribusi sendi


glenohumeral sebesar 90". Ekstensi dapat mencapai 65". Lengan
diayunkan ke belakang seperti pada saat baris-berbaris. pada
pemeriksaan ini, nilailah keterbatasan gerak dengan atau tanpa disertai
nyeri serta ada tidaknya krepitasi sendi.
Stabilitas anterior bahu paling baik dinilai dengan tes aprehensi.
Pemeriksa berdiri di belakang pasien kemudian lakukan abduksi,
ekstensi dan rotasi eksternal pada bahu sambil menekan kaput humerus
ke depan dengan ibujari. Pemeriksaan dapat dilanjutkan untuk menilai
fungsi bisep dengan meminta pasien menekuk siku sehingga bisep
berkontraksi. Pasien akan menolak menjalani pemeriksaan ini jika
terdapat dislokasi tersembunyi (impending). Respons serupa akan
diperoleh pada upaya melakukan adduksi dan rotasi internal.
Seca ra umu m, penyakit intra-artiku lar menyebabkan keterbatasan
gerak ke seluruh arah akibat nyeri, sedangkan tendinitis menimbulkan
keterbatasan gerak hanya ke satu arah. Ruptur tendon atau lesi
neurologis menyebabkan kelemahan yang tidak nyeri. Contoh: Jika
pergerakan bahu terbatas pada abduksi bahu derajad menengah
(45"-1359, penyebab yang mungkin adalah masalah pada rototor cuff
(muskulus supraspinatus, infraspinatus, subskapularis dan teres minor)
dibandingkan dengan artritis.
Pada tendinitis bisipital, terdapat nyeri tekan terlokalisir pada
palpasi alur sendi. Tendon supraspinatus terletak lebih tinggi, di
bawah permukaan anterior akromion. Tendinitis supraspinatus sering
terjadi. Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksa meletakkan jari di
atas pangkal tendon. Ketika bahu diekstensikan, jari pemeriksa akan
menekan tendon sehingga memicu nyeri. Ketika bahu difleksikan,
tendon berpindah dan nyeri berkurang.
Penting untuk diingat bahwa (1) artritis yang menyerang sendi
akromioklavikular sering sulit dibedakan dari kelainan glenohumeral
dan (2) periksalah leher dan aksila ketika menemukan nyeri bahu.

207
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Sendi Torakolumbal dan Sakroiliak


. Anamnesis
Nyeri punggung bawah merupakan keluhan umum, terutama pada
area lumbosakral. Tanyakan apakah timbul nyeri mendadak terkait
dengan mengangkat barang atau mengejan; atau nyeri timbul gradual.
Kekakuan dan nyeri yang lebih berat pada pagi hari merupakan
karakteristik dari spondiloartropati. Nyeri punggung yang menjalar
ke bokong dan area paha yang dipersarafi oleh nervus skiatika
(penyebaran skiatik) disebabkan oleh kompresi nervus skiatik pada akar
lumbosakral, biasanya timbul dengan batuk atau mengejan. Lumbago
biasanya disebabkan nyeri rujuk dari sendi vertebra. Pada kompresi
atau iritasi saraf, sangat mungkin ditemukan gejala neurologis pada
tungkai. Distribusi parestesia dan kelemahan dapat menunjukkan level
abnormalitas saraf spinal. Pada kecurigaan keterlibatan kauda ekuina,
selalu cari ada tidaknya inkontinensia dan retensi urin, rasa baal pada
area sadel, disfungsi ereksi serta inkontinensia usus.

. Pemeriksaan Fisis
Mulailah pemeriksaan dari posisi berdiri dan pasien hanya mengenakan
pakaian dalam. Pemeriksaan punggung lengkap termasuk melakukan
pemeriksaan neurologis tungkai bawah.

Look. lnspeksi dilakukan dari sisi belakang dan samping untuk


menilai ada tidaknya deformitas. Perhatikan pula ada tidaknya
skoliosis sederhana (bentuk "C") atau campuran (bentuk "S") dan yang
disebabkan oleh trauma, gangguan perkembangan, penyakit korpus
vertebra (rickets, TBC) atau kelainan otot (polio).Pada inspeksi dari arah
lateral (samping), perhatikan hal-hal berikut:
- Lengkung vertebra, apakah terdapat lordosis servikal dan lumbal
(lengkung tulang belakang ke arah depan ) serta kifosis torakal
(lengkung tulang belakang ke arah belakang) yang normal. Kifosis
torakal dan lordosis lumbal yang normal dapat menghilang pada
spondilitis ankilotik.
- Gibbus, yaitu penonjolan tulang belakang karena korpus vertebra
hancul didapatkan pada penderita spondilitis tuberkulosis. Bila
penonjolan tersebut runcing disebut gibbus angularis, sedangkan
bila tidak bersudut disebut gibbus arkuatus.

208
Sistem M uskuloskeletal

- Spina bifida, yaitu kelainan kongenital yang mengakibatkan arkus


vertebra tidak terbentuk. Bila disertai penonjolan lunak (berisi
meningen dan likuor serebrospinal), maka disebut spina bifida
sistika, sedangkan bila tidak disertai penonjolan disebut spina
bifida okulta.
Mintalah pasien untuk menyentuh ujung jari kakinya untuk melihat
fleksi lumbal dan panggul.

FeeI. Palpasi pada setiap korpus vertebra untuk mencari nyeri tekan
serta palpasi pada otot untuk mencari spasme.

Movement. Pergerakan dinilai secara aktif. Sebagian besar gerakan


membungkuk dilakukan oleh vertebra lumbal, sedangkan gerakan
memutar terjadi pada segmen torakal. ROM diuji dengan observasi
dan uji Schober.
Fleksi dinilai dengan meminta pasien menyentuh jempol kaki
dengan lutut lurus yang pada kondisi normal rentangnya sangat luas.
Kebanyakan orang hanya dapat mencapai setengah dari nilai ROM
ketika lutut tetap lurus. Perhatikan tulang belakang pasien ketika
membungkuk, dalam keadaan normal terdapat lengkungan sepanjang
punggung dari bahu hingga pelvis. Pasien dengan spondilitis ankilotik
lanjut memiliki vertebral ankilotik yang datar dan semua gerakan
membungkuk terjadi di panggul.
Ekstensi dinilai dengan meminta pasien melengkungkan punggung ke
belakang. Pasien dengan nyeri punggung biasanya merasa kesulitan
melakukan hal ini dibandingkan dengan membungkuk.

Lengkungan latera! dinilai dengan meminta pasien meluncurkan tangan


kanan di sepanjang tungkai kanan sejauh mungkin tanpa membungkuk.
Lakukan pemeriksaan yang sama pada sisi kiri. Pada spondilitis ankilotik
tahap awal, gangguan lengkungan lateral ini dapat terjadi.

Rotasi dinilai dengan meminta pasien duduk (untuk memfiksasi pelvis)


kemudian meminta pasien memutar kepala dan bahu bersamaan sejauh
mungkin ke setiap sisi. Pemeriksaan ini paling baik dinilai dari atas.

Meosure.
Fleksi lumbal dinilai dengan uji Schober. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan mengukurjarakCT -Ih12 dan T1 2 - S1 dalam keadaan berdiri

209
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

tegak dan dalam keadaan antefleksi maksimal. Berilah tanda pada


vertebra setinggi level Spina lliaka Posterior. Satu jari diletakkan 5
cm di bawah dan jari lain 10 cm di atas tanda tersebut. Lalu mintalah
pasien menyentuh ibu jari kakinya. Pada fleksi yang berkurang, terjadi
perubahan jarak yang kurang dari 5 cm di antara ke dua jari (jarak
C7 -f12 akan bertambah 2-3 cm, sedangkan jarak T12 - S1 akan
bertambah 7-8 cm). Pengukuran serial terhadap jarak antara jari ke
lantai pada fleksi maksimal dapat digunakan untuk menandakan
perkembangan penyakit.
Uji Lasegue dilakukan dengan melakukan fleksi tungkai dalam
keadaan lurus pada sendi panggul dengan pasien dalam posis berbaring,
pemeriksaan termasuk dorsofleksi pergelangan kaki. Pemeriksaan dapat
mencapai 80'-90'pada kondisi normal. Pada keterlibatan nervus skiatik
atau prolaps diskus lumbal, dapat terjadi penurunan ROM hingga
kurang dari 60".
Pemeriksaan dengan melakukan penekanan langsung pada Spina
llioko Superior Anterior (SIAS) ke arah lateral seolah untuk memisahkan
SIAS akan menimbulkan nyeri pada pasien dengan sakroilitis. Mintalah
pasien untuk berbaring pada salah satu sisi kemudian lakukan
penekanan ringan pada batas atas pelvis. Pada pasien dengan sakroilitis,
pemeriksaan inijuga akan menimbulkan nyeri.

Sendi Panggul
Sendi panggul merupakan sendi peluru yang terdiri atas mangkuk sendi
(disusun oleh tulang ilium, iskium dan pubis) serta bonggol sendi (kaput
femur). Sangat penting untuk membedakan nyeri dari kelainan panggul dari
kelainan periartikuler maupun saraf.

. Anamnesis.
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti karena pasien sering datang
dengan keluhan nyeri panggul, yang dapat mencakup regio bokong,
punggung bawah atau trokanter. Mintalah pasien menunjukkan lokasi
nyerinya. Masalah panggul biasanya akan menyebabkan nyeri anterior
dari paha dan dapat menjalar ke lutut.
Atlet dengan "groin strain" sering mengalamitendinitis atau osteitis
pubis akibat trauma atau overuse. Dalam hal ini, tanyakan aktivitas
atau olahraga yang dilakukan karena kondisi tersebut sering terjadi

210
Sistem Muskuloskeletal

pada aktivitas berlari. Nyeri biasanya muncur pada awal ratihan dan
membaik setelah pemanasan dan kembali pada saat istirahat. Kebiasaan
melompat dapat menyebabkan cedera berulang pada lutut. pada
overuse syndrome yang terkait dengan pekerjaan, keluhan biasanya
memburuk pada akhir minggu.
Keluhan pincang (limp) mungkin
.dikeluhkan oleh pasien. Jika
disertai nyeri, hal ini mungkin merupakan mekanisme kompensasi,
namun jika tanpa nyeri, dapat disebabkan oleh perbedaan panjang
tungkai atau instabilitas sendi. pasien kadang dapat mendengar bunyi
gemeretuk dari panggul (clicking atau snapping) yang dapat terjadi
pada bursitis psoas atau akibat pergeseran tendon gluteus maksimus
sepanjang tepi trokanter mayor.
Gangguan fungsional biasanya mengakibatkan kesulitan berjalan
dan menaiki tangga. Duduk dan berdiri dapat menjadi kurang nyaman
akibat kekakuan dan nyeri.
Riwayat jatuh dan ketidakmampuan untuk berjalan atau menahan
beban pada tungkai menunjukkan kemungkinan fraktur pada kolum
femoris. Riwayat artritis reumatoid dan nyeri yang timbul pada saat
istirahan menunjukkan artritis pada panggul. osteoartritis berkembang
secara bertahap pada orang tua dan biasanya dikaitkan dengan obesitas
dan trauma berulang.
Tanyakan kepada pasien mengenai gejala sistemik seperti demam
atau kehilngan berat badan yang dapat mengarah pada artritis septik.
Nyeri yang terkait dengan parestesia dan menjalar sepanjang distribusi
nervus kutaneus lateralis pada paha mungkin disebabkan oleh jepitan
saraf (meralgia paraestetika).

Pemeriksaan Fisis.
look. Perhatikan gaya berjalan pasien, penggunaan arat bantu berjalan,
gaya berjalan yang lambat dan tampak tidak nyaman atau adanya
pincang.
Mintalah pasien berbaring telentang. pengamatan sendi panggul
semata tidak mungkin karena terlalu banyak otot yang menutupinya,
namun parut dan deformitas merupakan hal yang penting untuk dicari.
Pasien mungking berbaring pada posisi dengan satu kaki diputar
karena nyeri.

211
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Feel. Palpasi distal hingga titik tengah ligamentum inguinal untuk


mencari nyeri tekan karena titik ini terletak tepat di atas kaput femur
yang berada di luar asetabulum. Rasakan fosisi trokanter mayor dengan
meletakkan ibu jari pada SIAS setiap sisi sedangkan jari tengah dan
telunjuk menelusuri ke arah posterior panggul untuk mencari trokanter
mayor. Titik ini normal berada pada ketinggian yang sama, jika terdapat
abnormalitas, sisi yang abnormal biasanya terletak lebih tinggi.
Move.Gerakkan panggul secara aktif. Fleksi diperiksa dengan menekuk
lutut pasien dan menggerakkan paha ke arah dada. Pemeriksa menjaga
agar panggul tetap berada di tempat tidur degnan menahan kaki yang
lain agar tidak ikut terangkat.
Deformitas fleksi menetap dapat tertutupi dengan pasien membungkuk
dan memutar panggul ke depan dan meningkatkan lordosis lumbal
kecuali dilakukan uji Thomas. Tungkai difleksikan penuh untuk
meluruskan panggul. Satu kaki diluruskan. Deformitas fleksi menetap
(biasanya akibat Osteoartritis) akan menghambat ekstensi.

Rotasi dinilai dengan lutut dan panggul dalam kondisi fleksi. Satu
tangan menahan lutut, sedangkat yang lain menahan kaki. Kaki
kemudian digerakkan ke arah medial (rotasi eksternal panggul, normal
dapat mencapai 45") lalu ke arah lateral (rotasi panggul internal, dapat
mencapai 45"). Abduksi diniai dengan pemeriksa berdiri pada sisi yang
dinilai, tangan kananmemegang tumit kaki kanan sedangkan tangan
kiri diletakkan di atas SIAS untuk menahan panggul. Kaki kemudian
digerakkan ke arah luar sejauh mungkin, pada kondisi normal abduksi
dapat mencapai 45". Ekstensi dinilai dengan meminta pasien untuk
menekuk lutut ke arah perut meletakkan satu tangan pemeriksa di
sendi sakroiliak sedangkan tangan lain mengangkat setiap tungkai.
Dalam kondisi normal, dapat mencapai 30". Pengukuran panjang kedua
tungkai dilakukan untuk memperoleh nilai true length (dari SIAS sampai
maleolus medial) dan opporent length (dari umbilikus sampai maleolus
medial). Perbedaaan panjang true length menandakan penyakit
panggul pada sisi yang lebih pendek, sedangkan perbedaan panjang
apparent length diakibatkan oleh tekukan pelvis. Pada pasien dengan
osteoartritis, rotasi internal, abduksi dan ekstensi biasanya terbatas.
Pada pemeriksaan foto panggul, terdapat pengurangan ruang sendi,
sklerosis pada batas sendi dan osteofit.

212
Sistem Muskuloskeletal

Minta pasien untuk berdiri dan lakukan uji Trandelenburg.


Pasien berdiri pada satu kaki dan perhatikan bahwa sendi panggul
yang tidak menahan-beban akan terangkat. Namun dengan adanya
miopati proksimal atau gangguan sendi panggul, sisi yang tidak
menahan-beban akan turun.

Lutut
Lutut adalah sendi engsel-kompleks yang dibentuk oleh distalfemur; patela
dan ujung proksimal tibia yang terbungkus dalam kapsul sendi dengan
membran sinovial. Stabilitas lateral dibentuk oleh ligamen kolateral lateral.
Pergerakan antero-posterior dibatasi oleh ligamen krusiatum. Terdapat
tulang rawan artikular yang luas, yang berperan sebagai peredam syok dan
membuat pergerakan yang mulus antar ujung-ujung tulang.

. Anamnesis
Nyeri adalah masalah yang umum terjadi pada lutut. Jika terjadi luka
atau gangguan mekanik, biasanya nyeri tersebut terlokalisir. lnflamasi
sering kali menyebabkan nyeri yang difus. Mintalah pasien untuk
menunjuk lokasi nyeri paling berat. Kekakuan biasanya terjadi secara
bertahap dan kekakuan yang memburuk setelah inaktivitas tipikal
untuk osteoartritis. Lutut mengunci (locking) adalah ketidakmam puan
ekstensi penuh yang terjadi mendadak, sering kali terkunci pada
fleksi sekitar 45o. Lepasnya "penguncian" lutut dapat terjadi dengan
sendirinya atau setelah dilakukan manipulasi oleh pasien. penyebabnya
sering kali adalah mekanikal: struktur terlepas atau robekan meniskus
tergencet di antara permukaan artikular sendi. Bengkak mungkin
terjadi mendadak setelah mengalami trauma, penyebabnya dapat
berasal dari hemartrosis dari fraktur atau robekan ligamen; jika
bengkak terjadi setelah beberapa jam, penyebabnya kemungkinan
besar adalah robekan meniskus. Artritis dan sinovitis menyebabkan
pembengkakan kronis.
Pasien kadang menyadari adanya deformitas yang disebabkan
oleh artritis. Terkadang pasien mengeluhkan lututnya tidak stabil atau
seperti mau lepas akibat instabilitas patela dan ruptur ligamen. Selalu
tanyakan tentang penurunan fungsi seperti penurunan kemampuan
berjalan, menaiki tangga, duduk serta berdiri dari kursi.

213
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Osteoartritis lutut sangat sering terjadi. Usia tua, riwayat trauma dan
serta kaku pagi hari lebih dari setengah jam merupakan hal-hal yang
harus dicari untuk menegakkan diagnosis penyakit ini dan merupakan
penyebab nyeri pada lutut. Dewasa yang aktif secara fisik mungkin
mengalami nyeri dan bengkak di bawah lutut pada daerah perlekatan
tendon patela dengan tuberositas tibia - tibial apophisitis atau penyakit
Osgood Schlotter. lni merupakan bentuk yang paling umum dari traksion
apophisitis.
Tanyakan riwayat operasi lutut atau atroskopi, riwayat pekerjaan
dan olahraga yang dilakukan. Luka dan penggunaan yang berlebihan
biasanya terkait dengan olahraga atau latihan (khususnya pada olahraga
yang kompetitif) dan pekerjaan yang dikaitkan dengan cedera minor
berulang pada lutut.

. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan beragam posisi dan saat
berjalan. Pemeriksaan dilakukan pada lutut yang normal yang terlebih
dahulu. Hal ini akan membantu interpretasi perubahan yang terjadi pada
lutut yang lain dan membangun kepercayaan pasien bahwa pemeriksaan
tidak menimbulkan nyeri.

Look. Pertama-tama baringkan pasien dengan lutut dan paha terekspos.


Lutut yang sakit seringkali dalam posisi yang paling nyaman yaitu
menekuk. Perhatikan ada tidaknya wasting pada otot kuadrisep
yang terjadi hampir segera setelah abnormalitas lutut menyebabkan
imobilisasi pada tungkai (disuse atrophy).Periksalah perubahan pada
kulit lutut, parut (dari pembedahan atau artroskopi), bengkak dan
deformitas. Bandingkan kedua sisi.
Pembengkakan lokal dapat berpindah pada pergerakan yang
biasanya merupakan strutktur lepas dari tulang rawan. Benjolan yang
terfiksasi mungkin adalah kista meniskal. Pembengkakan sinovial
atau efusi sendi biasa terlihat pada patella medial dan pada ekstensi
suprapatella. Penyebab tersering adalah struktur tulang rawan yang
longgar.atau lepas. Gumpalan yang terfiksasi pada daerah sendi
kemungkinan adalah kista meniskal.
Sinovium yang bengkak atau efusi lutut biasanya dilihat pada
medial patela dan ekstensi sendi suprapatela. Hilangnya galur atau lekuk
peripatela mungkin merupakan tanda awal dari efusi. Nilailah deformitas

214
Sistem Muskuloskeletal

fleksi yang terfiksasi dengan cara berjongkok dan lihat masing-masing


lutut dari samping. Sebuah ruang atau jarak di bawah lutut akan tampak
jika terdapat deformitas fleksi yang permanen pada artritis.
Deformitas varus dan valgus mungkin terlihat jelas tapi akan
lebih mudah dilihat ketika pasien berdiri. Deformitas varus sering kali
berkaitan dengan osteoartritis dan deformitas valgus dengan artritis
reumatoid.
Sekarang perhatikan saat pasien melakukan gerakan fleksi dan
meluruskan lutut secara bergantian. Ketika lutut lurus, patela bergerak
naik dan tetap berada di tengah di kondila femoral. Jika terdapat
subluksasi patela maka patela akan bergeser ke lateral selama fleksi
lutut dan kembali ke garis tengah saat patela dalam keadaan lurus.
Rasakan adanya pengecilan kuadrisep. palpasi daerah sekitar lutut
untuk menilai kehangatan dan adanya pembengkakan sinovial. Lakukan
tes dengan hati-hati untuk menilai adanya efusi sendi. patellor top
digunakan untuk mengkonfirmasi adanya efusi yang besar. Satu tangan
berada di bagian terendah dari otot kuadrisep dan menekan rongga
sendi dari ekstensi suprapatela. Tangan yang lain mendorong patela
ke bawah. Pemeriksaan dikatakan positif jika patela jatuh terbenam
dan kemudian naik kembali dengan ketukan (tap) saat menyentuh
femur. Bulge srgn digunakan untuk mendeteksi efusi yang kecil. Tangan
kiri menekan kantong suprapatela sementara jari-jari tangan kanan
bergerak sepanjang alur atau lekuk disamping patela pada satu sisi
dan kemudian pada sisi yang lain. Bengkak disekitar patela karena
gelombang cairan, pada sisi yang tidak dikompresi, merupakan tanda
dari efusi kecil.
Pemeriksaan untuk lesi patelofemoral dilakukan dengan cara
menggeser patela ke sisi melewati kondila femoral. Gerakan sendi secara
pasif. Tes fleksi (normalnya mencapai 135") dan ekstensi (normalnya
mencapai 5") dengan cara meletakkan satu tangan pada lutut sementara
yang lain menggerakan kaki ke atas dan ke bawah. perhatikan rentang
pergerakan dan adanya krepitus. Ketika memegang lutut yang fleksi,
rasakan adanya dan lokalisasi bagian yang lunak. Rasakan bagian yang
lunak sepanjang daerah sendi pada ligamen patela dan pada perlekatan
dari ligamen kolateral.
Selanjutnya tes ligamen. Ligamen kolateral bagian lateral dan
medial dinilai dengan cara membuat lutut sedikit fleksi saat kaki

215
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

dipegang, dengan lengan bawah pemeriksa berada di sepanjang tibia;


pergerakan lateral dan medial kaki pada sendi lutut diperiksa' Sementara
paha ditahan atau dipegang dengan tangan yang lain. Pergerakan lebih
dari 5o-10o adalah abnormal. Berikutnya tes ligamentum krusiatum
dengan pemeriksa menahan kaki pasien dengan siku atau dengan
mendudukinya. Lutut pasien difleksikan hingga 90". Tangan pemeriksa
menggenggam tibia dan melakukan gerakan anterior-posterior kaki
pada sendi lutut. Pergerakan dapat dideteksi oleh ibu jari pemeriksa
yang diposisikan pada batas sendi. Pergerakan lebih dari 5'-10" adalah
abnormal. Pergerakan anterior yang meningkat mengesankan adanya
kelemahan ligamentum krusiatumanterior, dan pergerakan posterior
yang meningkat mengesankan adanya kelemahan ligamentum
krusiatum posterior. Uji Lachman mungkin lebih akurat (positif LR 42.0,
negatif LR 0.1). Lutut difleksikan 20o-30o sementara pasien berbaring
terlentang. Genggam femur (tempatkan tangan anda diatas lutut)
agar tertahan, kemudian ambil kaki bagian bawah dibawah lutut dan
lakukan gerakan sentakan ke depan yang cepat' Dikatakan abnormal
jika terdapat pergerakan anterior tibia yang berlebihan. Ketika terdapat
kecurigaan berulangnya dislokasi atau subluksasi patela, patellar
apprehension fesf harus dilakukan. Dorong patela ke arah lateral dengan
kuat sambil perlahan-lahan memfleksikan lutut. Tampilan kekhawatiran
atau kecemasan pada wajah pasien harus dinilai, yang mengesankan
adanya dislokasi yang mungkin terjadi (inilah waktunya untuk menunda
tes tersebut).
Minta pasien untuk berbalik ke posisi telungkup. Lihat dan
rasakan fossa popliteal untuk menilai adanya kista Baker. Kista tersebut
merupakan hasil penekanan divertikulum membran sinovial yang terjadi
melalui hiatus dalam kapsul lutut. Kista Baker paling bagus dilihat dalam
keadaan lutut lurus. Ruptur kista ke dalam otot betis menimbulkan
tanda yang mungkin menyerupai trombosis vena dalam. Ruptur sering
dikaitkan dengan crescent sign - ekimosis di bawah maleoli pada
pergelangan kaki. Kista Baker harus dapat dibedakan dari aneurisma
pada arteri poplitea, yang teraba pulsasinya, dan tumor tulang (sangat
sulit).
Posisi telungkup juga merupakan posisi untuk dilakukannya
Aptey's grinding test lni adalah tes untuk melihat kerusakan meniskus'
Kaki pasien difleksikan hingga 90', pemeriksa menstabilisasi paha

216
Sistem Muskuloskeletal

dengan sedikit berlutut dan sambil menekan telapak kaki, memutar


kaki kebelakang dan kedepan. Nyeri atau clicking merupakan tanda
tes tersebut positif. Kebalikannya dengan distraction tesf. Kaki pasien
ditarik keatas untuk menghilangkan ketegangan dari meniskus
dan meregangkan ligamen. Jika pasien merasa tes tersebut nyeri,
penyebabnya kemungkinan adalah abnormalitas ligamen.
Tes McMurray's merupakan cara lain untuk mendeteksi robekan
pada meniskus. Pasien berbaring telentang dan pemeriksa berdiri di
sisi lutut yang akan dites dan memegang pergelangan kaki. Tangan
lain pemeriksa berada pada sisi medial lutut dan lakukan penekanan
agar didapatkan gaya valgus. Kaki pasien kemudian diluruskan dari
posisi fleksi ketika dilakukan rotasi internal dan eksternal. Tes positif
jika terdapat sensasi meletus (popping sensotion) yang diikuti dengan
ketidakmampuan untuk meluruskan lutut.
Pasien diminta berdiri. Lihat deformitas varus (bow_teg) dan
deformitas valgus (knock-knee). Akhiri pemeriksaan dengan tes fungsi.
Mintalah pasien unutk berjalan dan perhatikan gaya berjalan dan
gerakan lutut, terutama sisi yang tertatih-tatih atau gerakan terhuyung-
huyung.

DAFTAR PUSTAKA

watts R, clunie G, HallIMarshall T (eds). oxford desk reference rheumatology.


1st ed. Oxford: Oxford University press; 2009.
Doherty M, Doherty J. Clinical examination in rheumatology. 1st ed. London:
Wolfe Publ ltd.;1992.
Talley N J, O'Connor S. The rheumatologycal system. Clinical examination; a
systhematic guide to physical diagnosis. ln: Allsop L, Mclntyre T, editors. 6 th edition.
Chatswood: Elsevier; 2010. p.241

217
BAB 8

PTTII ER I I($AAII S I SIETII

HTTIIAII|llIGI
lkhwan Rinaldi, Nadia Mulansari

Pendahuluan 219 Anamnesis 227


Hematopoeisis 221 Gejala umum 228
Gambaran umum kelainan Gejala khusus 231
hematologi 226 Obat-obatan dan zat kimia 240

PENDAHULUAN
Sejak berabad-abad lamanya telah diketahui bahwa darah penting bagi
kehidupan. Sejak 400 sebelum masehi orang mengenal adanya 4 kelompok
cairan ketika darah manusia diendapkan. Terlihat 4 lapisan yang terdiri atas
lapisan merah kehitaman yang merupakan bekuan darah (empedu hitam),
lapisan eritrosit yang teroksigenasi (blood), lapisan serum kekuningan berisi
sel dan trombosit (flegm) dan lapisan serum kekuningan (empedu kuning).
Menurut Hipokrates keseimbangan keempat cairan tersebut memengaruhi
sehat dan sakitnya seseorang.
Penemuan mikroskop oleh Leeuwenhoek (1 632-1 723) memerlihatkan
komposisi selular darah yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Metode
pemeriksaan darah makin berkembang tahun 1920-an dan diikuti dengan
peningkatan pengetahuan tentang fisiologi darah dan organ-organ
pembentuknya pada tahun 1930-an. Hal tersebut membuat studi-studi
tentang anemia dan kelainan darah lainnya semakin rasional.
Saat ini, ahli hematologi modern berpendapat bahwa perubahan yang
terjadi pada komponen-komponen darah merupakan hasil dari penyakit,
bukan merupakan sebab utamanya. Produksi sel-sel darah oleh sumsum
tulang, penglepasannya ke sirkulasi perifer; dan kesintasannya, dalam
kondisi normal mengalami pengaturan menuju kestabilan. Ketika ada
ketidakseimbangan terjadilah abnormalitas baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.

219
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Darah mengandung komponen cairan dan selular. Komponen cairan


disebut plasma, sedangkan komponen selular meliputi sel leukosit, eritrosit
dan trombosit. Tubuh seorang dewasa normal mengandung 6 liter darah'
Volume ini merupakanTo/o-1Yo total berat tubuh. Lima puluh lima persen
volume darah adalah plasma, 45o/o nya eritrosit dan 1% nya leukosit dan
trombosit. Protein koagulasi merupakan salah satu zat dalam plasma yang
berperan untuk hemostasis (menghentikan perdarahan) dan beredar dalam
darah sebagai enzim yang tidak aktif sampai waktunya diperlukan untuk
proses koagulasi. Variasi kuantitatif elemen darah merupakan tanda awal
penyakit. Perubahan pada jaringan yang sakit dapat dideteksi melalui deviasi
konstituen darah dari nilai normalnya.
Masing-masing konstituen selular darah memiliki fungsi spesifik.
Eritrosit berisi protein vital hemoglobin, mengangkut oksigen dan
karbondioksida antara paru dan jaringan-jaringan tubuh. Lima jenis
leukosit: neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit berperan
melawan antigen asing seperti bakteri dan virus. Trombosit penting untuk
memertahankan hemostasis. Eritrosit dan trombosit melakukan fungsinya
tanpa meninggalkan pembuluh darah, leukosit melewati pembuluh darah
besar (diapedesis) menuju jaringan ketika melawan antigen asing'
Pengelolaan pasien dengan dugaan abnormalitas hematologik dimulai
dengan pendekatan yang sistematik, yaitu dengan cara mendapatkan riwayat
perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik. Dengan cara ini gejala-gejala
pada pasien diidentifikasi secara sistematik, serta didapatkan informasi
yang relevan yang berhubungan dengan awal gejala dan evolusinya. Di
samping itu, diperoleh juga informasi kondisi kesehatan pasien secara
umum. Untuk itu perlu disusun pertanyaan-pertanyaan yang sesuai untuk
mengeksplorasinya. Data rekam medis dapat juga menambah informasi
untuk lebih memahami awitan dan perkembangan penyakit. Faktor herediter
dan lingkungan harus dievaluasi dengan teliti. Penggunaan obat-obatan,
pola nutrisi, dan kebiasaan seksual harus dipertimbangan.
Anamnesis harus diikuti dengan pemeriksaan fisik secara langsung
pada pasien (bedside). Hal ini dilakukan untuk mencari tanda-tanda penyakit
yang sesuai dengan anamnesis. Perubahan pada kulit, hati, limpa atau
kelenjar getah bening merupakan temuan yang dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis. Anamnesis tambahan dapat dilakukan
pada saat pemeriksaan fisik bila terdapat temuan baru yang mengarahkan

220
Pemeriksaan Sistem Hematologi

pada diagnosis alternatif atau tambahan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


merupakan satu kesatuan data yang memberikan informasi dasar untuk
rencana diagnostik lebih lanjut, seperti pemeriksaan darah, sumsum tulang,
pencitraan dan biopsi.
Kelainan hematologi primer umumnya lebih sedikit daripada manifestasi
hematologi sekunder karena penyakit lain. Anemia dan pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) seringkali ditemukan sebagai manifestasi
kelainan hematologi, sekunder akibat penyakit non-hematotogik. pada
penyakit jaringan ikat, misalnya, dapat timbul anemia dan pembesaran
KGB, namun biasanya ditemukan juga hal-hal yang melibatkan sistem
selain hematopoetik (sumsum tulang) atau limfopoeitik (KGB atau limfatik
ditempat lain).

HEMATOPOEISIS
Upaya memertahankan jumlah sel yang adekuat untuk menjalankan
fungsi organ disebut sebagai homeostasis jaringan. Homeostasis jaringan
tergantung pada keseimbangan antara proliferasi, diferensiasi dan
kematian sel (apoptosis). Sistem hematopoeisis menghadapi tantangan
untuk menjamin homeostasis darah yang bersirkulasi karena sebagian
besar sel darah mempunyai masa hidup yang pendek. Sel-sel darah yang
berada di sirkulasi tidak mampu menyediakan penggantinya ketika masa
hidupnya beiakhir. Hematopoeisis adalah proses yang bertanggung jawab
untuk menggantikan sel-sel darah yang bersirkulasi dan dipengaruhi oleh
proliferasi sel prekursoryang masih memiliki kemampuan mitosis. proses ini
berlangsung bertahap, dipengaruhi sitokin (yang memicu dan menghambat
faktor pertumbuhan), dan berlangsung di lingkungan mikro yang unik yang
sesuai untuk mengatur proses ini.
Proliferasi dan apoptosis selamanya berjalan bersama untuk memenuhi
kecukupan sel. Selama itu pula terjadi diferensiasi sel, yang bertanggung
jawab menyediakan populasi sel-sel berbeda untuk memenuhi kebutuhan
khusus organisme. Proses hematopoeisis (perkembangan berbagaijalur sel
darah yang berbeda) memiliki dua karakteristik, yaitu variasi jenis sel yang
diproduksijauh lebih banyak dan masa hidupnya relatif pendek. Sel-sel yang
bersirkulasi adalah sel matang, kecuali limfosit, yang secara umum tidak
mampu bermitosis. Masa hidupnya hanya beberapa hari untuk granulosit
dan trombosit, namun sampai empat bulan untuk eritrosit.

221
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Adanya kematian sel matang terjadi konstan akibat apoptosis. lni berarti
sel baru harus diproduksi untuk menggantikan sel-sel tersebut. Di akhir masa
hidupnya sel-sel matang kehilangan kemampuan fungsi biologinya (untuk
granulosit atau trombosit) atau menua (untuk eritrosit). Penggantian sel-
sel matang ini dilakukan oleh sel-sel prekursor hematopoetik yang masih
kurang berdiferensiasi tetapi masih memiliki kemampuan berproliferasi.
Sel-sel prekursor pada orang dewasa berlokasi terutama di sumsum tulang,
terdiri dari tingkatan sel-sel dengan potensi proliferasi yang tinggi. Sel
prekusor ini mempertahankan produksi sehari untuk eritrosit 2 x 101 1 dan
leukosit dan trombosit 1 x 101 1 sepanjang hidup manusia. Disamping itu,
jika ter.ladi perdarahan atau infeksi dapat terjadi peningkatan produksi yang
cepat, efisien dan spesifik melewati batas sel-sel yang diperlukan. Contoh
pada perdarahan akut terjadi peningkatan produksi eritrosit sedangkan
pada infeksi bakteri terjadi peningkatan produksi sel fagosit (granulosit
dan monosit).
Yang dimaksud sel prekursor adalah sel-sel induk hematopoetik, sel-sel
progenitor; dan sel-sel matang . Karakteristik sel-sel tersebut dapat dilihat
pada tabe! 8.1

total sel-
Q,5o/o 3 persen dari total sel-sel >95o/o sel-
sel prekursor prekursor hematopoetik sel prekursor
hematopoetik Potensi perkembangannya hematopoetik
Populasi stabil dalam terbatas (multipotensial + Populasi transit
ukuran unipotensial) unipotensial
Populasi bertahan Populasi memperbanyak Populasi yang ber-
dengan memper- diri dengan proliferasi amplifikasi melalui
baharui diri sendiri Populasi transit tanpa proliferasi
Secara morfologi tidak memperbaharui diri Sekuens proliferatif
dikenali secara nyata sempurna sebelum
Dapat diukur secara Secara morfologi tidak matang penuh
ossoy (pemeriksaan) dikenal Secara morfologi
klonal fungsional in Dapat diukur dengan apat dikenali
vivo dan in vitro assay (pemeriksaan) Dapat diukur
klonal in vitro dengan analisis
morfologi; hitung
jenis sel

222
Pemeriksaan Sistem Hematologi

Regulasi Hematopoetik
Regulasi hematopoetik merupakan hal penting karena konsentrasi berbagai
lini disumsum dan darah tepitergantung pada regulasi tersebut. Kesintasan
sel prekursor, pembaharuan diri, proliferasi dan diferensiasi membutuhkan
glikoprotein spesifik yang disebut faktor pertumbuhan hematopoetik atau
sitokin. Faktor pertumbuhan membentuk sistem komunikasi molekular
yang kompleks dengan efektivitas tinggi serta bertugas mengkoordinasikan
peningkatan produksi dan aktivitas fungsional sel hematopoetik yang sesuai.
Faktor pertumbuhan pertam a Colony Stimuloting Foctors (CSF) ditemukan
secarain vifro. Sitokin yang ditemukan diberikan nama sesuai sistem
nomenklaturi interleukin. Saat ini lebih dari 30 interleukin telah diisolasi.
Pertumbuhan sel prekursor memerlukan faktor pertumbuhan terus
menerus. Kalau faktor pertumbuhan kurang, sel mati dalam beberapa jam
melalui apoptosis. Proliferasi tergantung pada stimulasi sitokin yang sesuai.
Faktor pertumbuhan mengendalikan dan mengatur proses diferensiasi,
menghasilkan sel matang dari prekursor multipotensial. Selain itu faktor
pertumbuhan menginduksi proliferasi dan meningkatkan aktivitas fungsional
progeni terminal sel prekursor. Faktor pertumbuhan tersebut diproduksi
oleh sel stromal dan memiliki aktivitas biologi multipel. Berbagai faktor
pertumbuhan punya aktivitas yang sama atau identik.
Beberapa faktor pertumbuhan dibentuk oleh organ non hematopoetik
sebagai contoh eritropoetin (EPO) merupakan hormon yang diproduksi di
hati pada masa embrio, sedangkan pada masa dewasa diproduksiterutama
di sel ginjal dan sedikit di hati. Eritropoetin diproduksi berdasarkan regulasi
kebutuhan oksigen tubuh. Eritropoetin memicu kesintasan, pertumbuhan,
dan diferensiasi sel progenitor eritroid, serta proliferasi dan sintesis RNA
dan protein sel eritrosit matang. walaupun demikian retikulosit dan eritrosit
matang tidak punya reseptor EPO.
trombopoetin (TPO) adalah faktor pertumbuhan dan perkembangan
megakariosit. TPO dihasilkan oleh sel stromal sumsum tulang, hati dan
ginjal. Selain mengatur proliferasi megakariosit juga diproduksi trombosit.
ln vitro, trombosit berespons pada stimulus yg menginduksi agregasi dan
bekerja sinergi dengan faktor pertumbuhan lain (SCF, lL3, FL).
Pertumbuhan dan perkembangan sel limfoid dari sel progenitor limfoid
umumnya terjadidi berbagaitempat, termasuk sumsum tulang, timus, KGB,
dan limpa. Berbagaifaktor pertumbuhan berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan sel limfosit T dan B, yang sebagian besar bekerja sinergistik.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Sistem hematopoeisis lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 8.1


dan 8.2.

@:,Qri,rosite

Sel
Dendritik

[.4onosit

@-
HSC Neutrofil

Basofil

Sel Mast

Eosinofll

RBCs

Platelats

BFU-I\.4K CFU-MK

Gambar 8.1. Sistem Hematopoeisis dan Regulasinya

#Makrofag

*it stromar
*-,9,,:
t,o't;
lfr
EN Sel endotelial Matriks
Ekstraselular

Gambar 8.2. Stromal sebagai Produsen Faktor-Faktor Pertumbuhan Sistem


Hematopoeisis

224
Pemeriksaan Sistem Hematologi

Lokasi Sistem Hematopoesis


Proliferasi, diferensiasi, dan maturasi sel-sel darah terjadi di jaringan
hematopoetik. Pada orang dewasa terutama di sumsum tulang, meskipun
beberapa limfosit berkembang di limpa dan timus. Sel matang yang
dilepaskan ke darah tepi dan menghabiskan masa hidupnya di darah atau
mengambil tempat tinggal di limpa atau kelenjar getah bening. Pada kondisi
patologis, sel matang dapat juga menetap dijaringan lain tubuh.
Hematopoesis dimulai pada hari ke-18 setelah fertilisasi pada lokasi
ekstra embrio, yolk sok embrio manusia. Sel-sel yolk sak termasuk
eritrosit dan beberapa makrofag. Kemampuan untuk membuat eritrosit
ini penting karena embrio harus dapat mengangkut oksigen ke jaringan
yang berkembang pada awal kehamilan. Dalam waktu singkat setelah itu,
hematopoesis intra-embrionik mulai terjadi pada region aorta-gonad-
mesonepron (AGM) yang berlokasi di sepanjang perkembangan aorta. Di
lokasi ini dapat diproduksi berbagai sel hematopoetik, termasuk limfosit.
Produksi sel di masa ini disebut eritropoesis primitif karena hemoglobin
tidak khas seperti perkembangan eritroblast lanjut. Eritroblast embrionik
primitif padayo/ksok berasal dari kelompok-kelompok sel dalam mesenkim
endotel, sel-sel pembuluh darah. Hemoglobin pada sel-sel ini terdiri atas
berbagai variasi embrionik, yaitu Gower 1, Gower 2, dan Portland.
Pada tiga bulan masa hidup fetus, hati menjadi tempat utama
produksi sel darah, sedangkanyolk sok dan AGM berhenti berperan dalam
hematopoesis. Hati terus memproduksi sel-sel eritroid dalam proporsi
tinggi, sementara sel myeloid dan limfoid mulai tampak dalam jumlah
lebih banyak. Hal ini merupakan transisi menuju pola hematopoesis dewasa
dimana diferensiasi myeloid lebih dominan daripada diferensiasi sel eritroid.
Sesuai perkembangan fetus, hematopoesis mulai terjadi di limpa, ginjal,
timus, dan kelenjar getah bening dalam derajat lebih sedikit. Produksi
sel eritroid, myeloid dan limfosit, perlahan-lahan berpindah dari tempat-
tempat tersebut menuju sumsum tulang pada masa fetus lanjut dan masa
neonatus karena rongga-rongga hampa di antara tulang mulai terbentuk.
Sumsum tulang menjadi tempat utama hematopoesis pada enam bulan
masa kehamilan'dan terus berlanjut sebagai sumber utama produksi darah
setelah lahir dan selama masa dewasa.
Produksi granulosit dan megakariosit berpindah ke sumsum tulang
sebelum eritropoesis. Proses tersebut tidak mengalami transisi lagi sampai
akhir masa kehamilan. Timus menjadi tempat utama produksi sel limfosit T

225
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

pada masa perkembangan fetus dan terus berlanjut selama masa neonatus
dan anak-anak. Sel limfosit T ini berbeda pada dewasa. KGB dan limpa terus
menjadi tempat penting diferensiasi sel B lanjut selama masa hidup.
Lokasi sistem hematopoesis selama perkembangan fetus dapat dilihat
pada gambar 8.3.

.t
6l
0)l
ol
dl
ol
EI
ol

1 2 3 4 5 6 7 8 Lahir
Masa Kehamilan
Gambar 8.3. Lokasi Hematopoesis Selama Perkembangan Fetus

Jaringan Hematopoetik
Sistem hematopoetik dewasa meliputi jaringan-jaringan dan organ-
organ yang terlibat dalam proliferasi, diferensiasi dan maturasi sel serta
penghancuran sel-sel darah merah. Organ dan jaringan ini meliputi
sumsum tulang, timus, limpa dan kelenjar getah bening. Sumsum tulang
merupakan tempat perkembangan myeloid, eritroid, megakariosit, dan sel
limfoid. Timus, limpa, dan kelenjar getah bening merupakan tempat utama
perkembangan sel limfoid. Jaringan tempat terjadinya perkembangan sel
limfoid terdiri atas jaringan limfoid primer dan sekunder. Jaingan limfoid
primer (sumsum tulang dan timus) merupakan tempat berkembangnya
sel T dan sel B dari prekursor non fungsional menjadi sel yang mampu
berespons terhadap antigen asing (sel-sel imunokompeten), sedangkan
jaringan limfoid sekunder merupakan tempat sel-sel imunokompeten sel
T dan sel B berdiferensiasi lebih lanjut sebagai respons terhadap antigen.

GAMBARAN UMUM KELAINAN HEMATOLOG!


Kelainan utama yang sering ditemukan dapat dibaca pada tabel 8.2.
Kelainan-kelainan tersebut mencerminkan kelainan hematologi primer

226
Pemeriksaan Sistem Hematologi

dan sekunder. Sebagai contoh, adanya granulosit imatur merupakan


tanda kelainan myeloid seperti leukemia myelositik, bisa kronik atau akut
tergantung pada frekuensi dan tingkat kematangannya, atau keluarnya
sel dari metastasis tulang karsinoma. Adanya eritrosit berinti menandakan
adanya penghancuran sel di ruang antara sumsum tulang-darah, yang
biasanya tampak pada mielofibrosis idiopatik,hipoksia, atau gagal jantung
kongestif.

Anemia
Polisitemia
Peningkatan serum feritir
Leukopenia atau neutroplnia
Granulosit imatur atau eritrosit berinti dalam darah
Pansitopenia
Granulositosis: neutrofilia, eosinofilia, basofilia, mastositosis
Limfositosis
Limfadenopati
Splenomegali
Hipergamaglobulinemia: go mmopotthy monoclonol atau policlonal
Purpura
Trombositopenia
Trombositemia
Perdarahan: spontan atau trauma
Pemanjangan aPTT atau PT
Nyeri tungkai dan trombosis vena dalam

Penyakit ginjal, hati, dan jaringan penunjang merupakan penyakit yang


penting pada kelainan hematologi sekunder.Alkoholisme kronik dan obat
tertentu bisa menjadi faktor penyebab kelainan protein koagulasi atau sel
darah. Perempuan hamil dan orang usia lanjut cenderung memiriki kerainan
hematologi seperti anemia, trombositopenia, DlC, dan anemia pernisiosa.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menjadi kunci penting untuk
menegakkan diagnosis dan memilih pemeriksaan laboratorium yang rasional.

Anamnesis
Anamnesis pada sistem hematologisama seperti anamnesis pada umumnya,
mencakup keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat keluarga, dan riwayat sosial yang meliputi juga riwayat

227
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

seksual. Pada riwayat penyakit sekarang digali informasi mengenai kelainan


yang dikeluhkan (gejala umum dan gejala khusus), awal ditemukan dan
bagaimana perkembangannya hingga datang ke dokter; serta riwayat
pengobatan sebelumnya, sedangkan riwayat penyakit dahulu dapat berupa
informasi yang merupakan komorbid dari penyakit hematologinya'

GEJALA UMUM

secara ringkas gejala umum penyakit atau kelainan hematologi dapat


dilihat pada tabel 8.3.

Status performa Limfoma Non Hodkin


yang normal atau
normal
Penurunan berat Karsinoma diseminata atau tuber-kulosis
badan
Demam Limfoma agresif
Leukemia akut
lnfeksi pada sitopenia karena kemo-terapi
lnfeksi pada defisiensi imun
Fever of unknown origin pada limfoma, terutama
limfoma Hodgkin.
Mielofibrosis
Leukemia mielositik kronik
Anemia pernisiosa
Anemia hemolitik
Menggigil Anemia hemolitik berat
Bakteremia pada neutropenia atau lmuno-
kompromais.
Keringat malam Limfoma
Leukemia
Fotigue, maloise, Keganasan hematologik
lossitude Anemia kronik
Defisiensi besi
Kelemahan Anemia
Keganasan, komplikasi neurologi pada penyakit
hematologik.
Anemia pernisiosa
Disproteinemia,. leukemia, mieloma atau limfoma
Keganasan hematologik
Keracunan timbal,
Amiloidosis
Penyakit autoimun sistemik
Komplikasi vinkristin
Porfiria akut intermiten

228
Pemeriksaan Sistem Hematologi

Status Performa
Anamnesis sistem hematologi dimulai dengan status performa. Hal ini
digunakan untuk mengetahui derajat ketidakmampuan seorang pasien dan
efek terapi pada ketidakmampuan tersebut. Beberapa kriteria yang dapat
digunakan untuk menilai status performa, salah satunya status performa
menurut Karnofski, Kornofskiscore atau skor Karnofski. Uraian skor Karnofski
dapat dilhat pada tabe! 8.4.

Penurunan Berat Badan


Penurunan berat badan sering terkait penyakit serius, termasuk penyakit
hematologi primer, meski tidak selalu menonjol pada kebanyakan penyakit
hematologi. Karsinoma diseminata atau tuberkulosis mengakibatkan anemia

Kemampuan
itT Uraian Kinerja
100 Normal; tidak ada keluhan dan tidak terbukti
Mampu untuk melakukan adanya penyakit
aktivitas normal (aktivitas 90 Mampu melakukan aktivitas normal; terdapat
sehari-hari) dan bekerja; gejala atau tanda minor penyakit
tidak memerlukan 80 Dengan usaha tertentu masih mampu
perawatan khusus melakukan aktivitas normal; terdapat beberapa
gejala atau tanda penyakit
Tidak mampu.untuk bekerja, 70 Mampu merawat diri sendiri, namun tidak
namun masih mampu mampu melakukan aktivitas normal atau
untuk tinggal di rumah dan melakukan kegiatan secara aktif
melakukan kebanyakan 60 Kadangkala membutuhkan bantuan untuk
aktivitas terkait perawatan melakukan aktivitas, namun masih mampu
pribadi; tingkat bantuan untuk merawat diri sendiri/keperluan pribadi
untuk melakukan aktivitas
sehari-hari bervariasi sesuai
50 Membutuhkan bantuan untuk melakukan
aktivitas dan sering memerlukan pelayanan
dengan semakin menurunnya
kesehatan
skor
40 Memiliki hendaya (gangguan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari); mem-
Tidak mampu untuk butuhkan perawatan dan bantuan khusus
melakukan perawatan 30 Hendaya yang dialami cukup berat; terdapat
pribadi secara mandiri; indikasi untuk perawatan di RS meskipun tidak
membutuhkan perawatan
ada ancaman kematian
di rumah sakit (RS) atau
institusi yang setara; penyakit
20 Kondisi sakit berat; dibutuhkan perawatan dan
mungkin berkembang secara tatalaksana di RS
cepa 10 Moribund; proses yang fatal berkembang
secara cepat
0 Meninggal

229
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

dan badan yang kurus, sehingga perlu diduga adanya penyakit lain selain
anemia saja sebagai kelainan utamanya.

Demam
Demam seringkali merupakan manifestasi awal limfoma agresif atau leukemia
akut akibat penglepasan pirogen. Pada sitopenia karena kemoterapi atau
defisiensi imun, infeksi selalu menyebabkan demam. Pada pasien dengan
fever of unknown origin harus dicurigai adanya limfoma dan terutama
limfoma hodgkin. Kadang-kadang myelofibrosis dan leukemia myelositik
kronik dapat menyebabkan demam. Pada anemia pernisiosa atau anemia
hemolitik, demam bisa timbul meskipun jarang. Menggigil berhubungan
dengan anemia hemolitik berat dan bakteremia akibat komplikasi
neutropenia atau immuno-kompromais. Keringat malam biasanya karena
demam derajat rendah dan bisa terjadi pada pasien limfoma atau leukemia

Fotigue, Malaise dan Lassitude


Fotigue, molaise don lassitude lerkait erat dengan gangguan fisik dan emosi.
Evaluasinya kompleks dan sulit. Pada pasien dengan penyakit serius segera
dapat dijelaskan karena juga terdapat demam, "wosting" otot, atau temuan
terkait lainnya. Pasien anemia seringkali mengeluh /otigue, moloise, lassitude
dan gejalanya mungkin berhubungan dengan keganasan hematologik.
Fotigue otou lossitude dapat terjadi pada defisiensi besi tanpa adanya
anemia. Pada anemia kronik yang berkembang lambat, pasien mungkin
tidak mengenali, misalnya, berkurangnya toleransi latihan. Anemia bisa
menurunkan kualitas hidup, seperti ditunjukkan oleh pasien uremia yang
diterim eritropoetin mengalami perbaikan kualitas hidup

Kelemahan
Kelemahan biasanya berhubungan dengan anemia atau keganasan.
Manifestasinya dapat berupa hilangnya kekuatan atau berkurangnya
kapasitas latihan. Kelemahan bisa terlokalisir akibat komplikasi neurologi
pada penyakit hematologik. Pada anemia pernisiosa kelemahan ekstremitas
bawah berhubungan dengan rasa baal, perih, dan langkah yang tidak
stabil. Neuropati perifer terjadi juga pada disproteinemia. Kelemahan
satu atau lebih ekstremitas pada pasien dengan leukemia, myeloma atau
limfoma dapat terjadi akibat invasi atau kompresi sistem saraf sentral atau

230
Pemeriksaan Sistem Hematologi

perifer. Miopati sekunder karena keganasan bisa ter.ladi pada keganasan


hematologik dan biasanya bermanifestasi sebagai kelemahan otot-otot
proksimal. Kaki atau tangan latuh (drop foot dan drop wrist) dapat timbul
karena keracunan timbal, amiloidosis, penyakit autoimun sistemik, atau
komplikasi pemberian obat vinkristin. Pada porfiria akut intermiten dapat
terjadi paralisis.

GEJALA KHUSUS

Secara ringkas, gejala khusus kelainan hematologik dapat dillihat pada


tabel 8.5

Sakit kepala Anemia


Polisitemia
Perdarahan otak pada trombosito-penia atau kelainan
hemostasis lain
Perdarahan ruang subaraknoid pada trombositopenia
atau kelainan hemostasis lain
lnvasi atau kompresi otak oleh sel leukemia, limfoma
lnfeksi oportunistik pada sistem saraf pusat.
2 Kesemutan Neuropati perifer pada gamopati monoklonal, anemia
pernisiosa. sekunder dari keganasan hemato-logi
Amiloidosis
Pemberian Vinkristin
3 Kebingungan Keganasan atau infeksi yang melibatkan otak
(confusion) Demam
Anemia berat
Hiperkalsemia misalnya pada mieloma
Terapi glukokortikoid dosis tinggi.
Anemia pernisiosa
Fronk Psychosis pada porfiria akut intermiten atau terapi
gluko-kortikoid dosis tinggi
Ganggguan Peningkatan intrakranial pada perdarahan atau leukemia
kesadaran atau limfoma sistem saraf pusat
Anemia
Polisitemia
Hiperviskositas sekunder karena lmmunoglobulin M
paraprotein
Sindrom hiperviskositas leukemia (leukemia mielositik
kronik)
Konjungtiva Polisitemia
pletora
6 Pucat Anemia
a Kebutaan Perdarahan retina karena anemia berat dan
trombositopenia

231
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

8 Pandangankabur Hiperviskositas pada makro-globulinemia,


dapat disebabkan hiperleukositosis ber-lebihan pada leukemia
oleh atau dapat
terjadi karena
9 Kehilangan Trombosis arteri atau vena retina
penglihatan
sebagian atau
seluruhnya
'10 Diplopia Tumor orbita atau paralisis saraf kranial ketiga, keempat,
dan keenam oleh penekanan tumor terutama limfoma
ekstranodal, myeloma ekstrimedular, atau sarkoma
granulositik
11 Vertigo, tinnitus, Anemia yang bermakna
suara
dan Polisitemia
gemuruh Hiperviskositas diinduksi makroglobulinemia
12 Anosmia lnvasi oleh sarkoma granulositik atau limfoma ekstranodal

1 3 lnfeksi sinus lnfeksijamur


paranasal
14 Lidah nyeri Anemia pernisiosa
Anemia defisiensi zat besi yang berat
Defisiensi vitamin
'15 Makroglosia Amiloidosis
15 Gusi berdarah Gangguan perdarahan
17 Infiltrasi gingiva Leukemia monositik akut
18 Ulserasi lidah Leukemia akut atau pasien dengan neutropenia berat
atau mukosa
mulut
19 Rongga mulut Hiperkalsemia, yang merupakan sekunder dari myeloma
yang kering
20 Disfagia Atrofi membran mukosa
21 Pembengkakan Limfoma (kecuali ada infeksi sekunder atau tumbuh cepat)
leher tanpa nyeri
22 Limfadenopati Reaksi radang pada infeksi mono-nukleosis atau adenitis
yang nyeri supuratif.
23 Pembengkakan obstruksi vena kava superior sebagai konsekuensi adanya
difus leher dan limfoma
muka.
24 Sesak dan Anemia
berdeba; gagal
jantung kongestif
dan angina
pektoris
25 Syok Anemia perdarahan
26 Batuk Pembesaran kelenjar getah bening mediastinum
27 Nyeri dada keterlibatan iga atau sternum pada limfoma atau
myeloma multipel, invasi atau kompresi akar saraf, atau
herpes zoster.

232
Pemeriksaan Sistem Hematologi

28 Nyeri sternum leukemia kronik atau leukemia akut dan kadang-kadang


pada myelofibrosis atau pada limfoma intramedular dan
myeloma yang mengalami proliferasi sangat cepat.
29 Anoreksia Hiperkalsemia dan azotemia
30 Rasa penuh di Splenomegali
perut, cepat
kenyang,
sendawa dan
rasa tidak enak
di perut sendiri
bisa juga tidak
menimbulkan
gejala
31 Nyeri perut Limfoma, perdarahan retroperitoneal
Keracunan timbal
lleus sekunder karena terapi alkoloid vinka
Hemolisis akut
Purpura alergi
Krisis abdominal pada anemia sel sabit
Porfiria akut intermiten
Anemia pernisiosa
32 Diare Malabsorpsi intestinal, misalnya limfoma usus halus

33 Perdarahan Trombositopenia atau gangguan perdarahan lain


gastrointestinal
34 Konstipasi Hiperkalsemia atau pada seseorang yang mendapat
pengobatan dengan alkaloid vinka.
35 Disfungsi Bisa terjadi pada kerusakan sarafspinal atau saraf perifer
kandung kemih karena keganasan hematologi atau anemia pernisiosa
36 Priapismus Leukemia atau anemia sel sabit
37 Hematuria. Hemofilia A atau B
38 Urin merah Hemoglobinuria,
Mioglobinuria, atau porfirinuria.
Suntikan obat-obat antrasiklin atau konsumsi obat seperti
ph e nozo pyrid ine (pyridiu m)
39 Menoragia Anemia defisiensi besi
Gangguan perdarahan
40 Nyeri punggung Reaksi hemolisis akut, keterlibatan tulang atau sistem
saraf pada leukemia akut atau limfoma agresif
Mieloma
41 atau
Artritis Gout sekunder pada pasien dengan keganasan
artralgia hematologik
Mielofibrosis
Sindrom myelodlsplastik atau
Anemia hemolitik
Diskrasia sel plasma
Leukemia akut
Anemia sel sabit tanpa adanya gout, purpura alergi
42 Artritis dapat Hemartrosis pada gangguan per-darahan berat
terkait dengan. Penyakit autoimun

233
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

43 Nyeri bahu lnfark limpa


sebelah kiri
44 Nyeri bahu Penyakit kandung empedu pada anemia hemolitik kronik
sebelah kanan seperti sferositosis herediter

45 Nyeri tulang Keterlibatan tulang pada keganasan hematologi.


Anemia hemolitik kongenital misalnya pada anemia sel
sabit
Myelofibrosis
Limfoma Hodgkin, konsumsi alkohol bisa mencetuskan
nyeri pada tempat lesi termasuk tulang
46 Edema pada Obstruksi vena atau limfatik akibat pembesaran kelenjar
ekstremitas getah bening
bawah kadang
unilateral
47 Ulkus tungkai Anemia sel sabit
48 Kulit kering Defisiensi besi
Hipotiroidisme
49 Kulit kuning Anemia pernisiosa
Anemia hemolitik didapat atau kongenital
50 Pucat Anemia
51 Eritromelalgia Polisitemia vera
52 Eryitroderma Limfoma sel T kutaneus (terutama Sindrom Sezary) dan
yang luas Leukemia limfositik kronik atau limfoma limfositik
53 Pigmentasi Hemokromatosis
kecoklatan
54 Sianosis Methemoglobinemla, baik herediter atau didapat,
sulfhemoglobinemia, hemoglobin abnormal dengan
afinitas oksigen yang rendah
' Polisitemia primer atau sekunder
55 Sianosis pada Krioglobulin atau agluntinin tipe dingin
telinga atau
ujung jari
56 Gatal Limfoma Hodgkin
Mikosis fungoides
Limfoma lain dengan keterlibatan kulit
Polisitemia vera
57 dan
Ptekiae Trombositopenia,
ekimosis Purpura nontrombositopenik, atau
Abnormalitas fungsi trombosit yang didapat atau
diturunkan dan
Penyakit von Wilebrand.
58 Mudah memar Von Wilebrond diseose atau salah satu kelainan trombosit
59 Lesi infiltrasi dan Leukemia (leukemia kutis) dan limfoma
kadang-kadang Leukemiamonositik
menimbulkan
keluhan.

234
Pemeriksaan Sistem Hematologi

60 Lesi nekrotik Koagulasi intravaskular


Purpura fulminan
Nekrosis kulit dicetuskan warfarin
tasiendensankryosroburin
:r,':T::''lii:i,i"it&::ffi
Sistem Saraf
Sakit kepala dapat disebabkan oleh kelainan'hematologi misalnya anemia
atau polisitemia, perdarahan otak atau perdarahan ruang subarakhnoid pada
trombositopenia atau kelainan hemostasis lain, dan invasi atau kompresi otak
oleh sel leukemia, atau infeksi oportunistik pada sistem saraf pusat. pada
anemia dan polisitemia sakit kepala bisa ringan sampai berat. pada perdarahan
otak atau subarakhnoid sakit kepala biasanya terjadi secara tiba-tiba.
Kesemutan bisa terjadi karena neuropati perifer pada gamopati
monoklonal, anemia pernisiosa, atau sekunder akibat keganasan hematologi
atau amiloidosis, serta dapat pula karena pemberian vinkristin.
Kebingungan (confusion) bisa teryadi pada keganasan atau infeksi yang
melibatkan otak. Kadang-kadang merupakan akibat demam. Kebingungan
dapat juga terjadi pada anemia berat dan kondisi hiperkalsemia, misalnya
pada myeloma atau terapi glukokortikoid dosis tinggi. Anemia pernisiosa
bisa bermanifestasi kebingu ngan. Fronk psychosis dapat terjadi pada porfiria
akut intermiten atau terapi glukokortikoid dosis tinggi
Ganggguan kesadaran dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial pada perdarahan, leukemia atau limfoma sistem saraf pusat.
Selain itu, bisa terjadi pada anemia, polisitemia, hiperviskositas sekunder
yang biasanya karena lmunoglobulin M paraprotein di plasma atau sindrom
hiperviskositas leukemia, terutama pada leukemia myelositik kronik

Mata
Konjungtiva pletora merupakan gambaran klinis polisitemia. pucat
tampak pada anemia. Kebutaan kadangkala terjadi karena perdarahan
retina pada kondisi anemia berat dan trombositopenia. pandangan kabur
dapat disebabkan oleh hiperviskositas pada makroglobulinemia atau
hiperleukositosis berlebihan pada leukemia. Kehilangan penglihatan
sebagian atau seluruhnya dapat terjadi karena trombosis arteri atau vena
retina. Diplopia dapat terjadi karena tumor orbita atau paralisis saraf kranial
ke tiga, ke empat dan ke enam oleh penekanan tumor terutama limfoma
ekstranodal, myeloma ekstramedular, atau sarkoma granulositik.

235
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Telinga
Vertigo, tinitus, dan suara gemuruh pada telinga dapat terjadi pada
anemia yang bermakna, polisitemia, atau hiperviskositas diinduksi
makroglobulinemia

Nasofaring, Orofaring, dan Rongga Mulut


Epistaksis terjadi pada pasien trombositopenia, gangguan fungsi trombosit
didapat atau herediter; dan penyakit Von Wilebrand. Anosmia mungkin
terjadi akibat invasi oleh sarkoma granulositik atau limfoma ekstranodal;
gejala yang muncul tergantung pada struktur yang diinvasi. Sinus paranasal
bisa terkena infeksi organisme oportunistik contohnya infeksi jamur. Nyeri
lidah terjadi pada anemia pernisiosa dan biasanya berhubungan dengan
anemia defisiensi zat besi yang berat atau defisiensi vitamin. Makroglosia
terjadi pada amiloidosis. Gusi berdarah dapat terjadi pada gangguan
perdarahan. lnfiltrasi gingiva oleh sel leukemik terjadi pada leukemia
monositik akut. Ulserasi lidah atau mukosa mulut bisa muncul dalam derajat
berat pada pasien leukemia akut atau pasien dengan neutropenia berat.
Rongga mulut yang kering dapat terjadi pada hiperkalsemia, yang myeloma.
Disfagia bisa terjadi pada pasien dengan atrofi membran mukosa yang berat
terkait dengan anemia defisiensi besi kronik.

Leher
Pembengkakan leher tanpa nyeri khas dijumpai pada limfoma, tapi dapat
disebabkan juga oleh sejumlah penyakit lain. Pembesaran kelenjar getah
bening pada limfoma bisa nyeri karena infeksi sekunder atau pertumbuhan
yang cepat. Limfadenopati yang nyeri biasanya berhubungan dengan reaksi
radang pada infeksi mono nukleosis atau adenitis supuratif. Pembengkakan
difus leher dan muka bisa terjadi pada obstruksi vena kava superior sebagai
konsekuensi adanya limfoma.

Dada dan Leher


Sesak dan berdebar; saat aktivitas atau kadang saat istirahat, bisa disebabkan
oleh anemia. Gagal jantung kongestif dan angina pektoris bisa menjadi
manifestasi klinis pasien anemia. Dampak anemia pada sistem sirkulasi
tergantung pada kecepatan perkembangannya. Anemia kronik bisa menjadi
berat, tanpa menimbulkan gejala. Pasien dengan perdarahan akut yang

236
Pemeriksaan Sistem Hematologi

berat, bisa mengalami syok dengan kadar hemoglobin hampir normal


akibat kompensasi hemodilusi sebelumnya. Batuk dapat merupakan gejala
pembesaran kelenjar getah bening mediastinum. Nyeri dada bisa dikeluhkan
akibat keterlibatan iga atau sternum pada limfoma atau myeloma multipel,
invasi atau kompresi akar saral atau herpes zoster. Nyeri pada herpes
zoster biasanya didahului oleh adanya lesi kulit selama beberapa hari. Nyeri
sternum bisa dominan dirasakan pada leukemia kronik atau leukemia akut
dan kadang-kadang pada myelofibrosis atau pada limfoma intramedular
dan myeloma yang mengalami proliferasi sangat cepat.

Sistem Gastrointestinal
Disfagia terjadi pada keadaan seperti telah disebutkan di atas (anemia
defisiensi besi kronik). Anoreksia seringkali terjadi tetapi biasanya tidak
bermakna sebagai diagnosis yang spesifik. Hiperkalsemia dan azotemia
dapat menyebabkan anoreksia, nausea, dan muntah. Berbagai keluhan
gastrointestinal dapat disertai kesulitan makan. Rasa penuh di perut,
cepat kenyang, sendawa dan rasa tidak enak di perut mungkin ter.;adi
karena pembesaran limpa, meskipun spleno-megali sendiri bisa juga tidak
menimbulkan gejala. Nyeri perut dapat terjadi akibat obstruksi intestinal
oleh limfoma, perdarahan retroperitoneal, keracunan timbal, ileus sekunder
karena terapi alkaloid vinka, hemolisis akut, purpura alergi, krisis abdominal
pada anemia sel sabit, atau porfiria akut intermiten. Diare bisa terjadi pada
anemia pernisiosa. Diarejuga bisa terjadi pada berbagai bentuk malabsorpsi
intestinal, meskipun malabsorpsi yang bermakna bisa terjadi tanpa diarea.
Pada malabsorpsi usus halus, bisa timbul steatorea. Malabsorpsi bisa
merupakan manifestasi dari limfoma usus halus. perdarahan gastrointestinal
berhubungan dengan trombositopenia atau gangguan perdarahan lain,
bisa tak kasat mata tetapi seringkali bermanifestasi sebagai hematemesis
melena. Konstipasi dapat terjadi pada pasien dengan hiperkalsemia atau
pada seseorang yang mendapat pengobatan dengan alkaloid vinka.

Sistem Reproduksi dan Genitourinaria


Disfungsi kandung kemih bisa ter1adi pada kerusakan saraf spinal atau
saraf perifer karena keganasan hematologi atau anemia pernisiosa.
Priapismus mungkin terjadi pada leukemia atau anemia sel sabit. Hematuria
bisa merupakan manifestasi hemofilia A atau B. Urin yang merah bisa

237
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

terjadi karena hemolisis intravaskular (hemo-globinuria), mioglobinuria,


atau porfirinuria. Suntikan obat-obat antrasiklin atau konsumsi obat
seperti phenazopyridine (Pyridium) selalu menyebabkan urin menjadi
merah. Menoragia merupakanpenyebab utama defisiensi besi dan
penatalaksanaannya harus dilakukan dengan mendapatkan riwayat
yang akurat tentang pemanjangan masa me.nstruasi yang menimbulkan
kehilangan darah. Semikuantifikasi untuk mendapatkan perkiraan jumlah
perdarahan yang berat (biasanya 1-2 hari), lama hari perdarahan (biasanya
5-7 hari), lama menggunakan tampon atau pembalut (kebutuhan untuk
pembalut ganda karena perdarahan berlebihan), derajat darah yang
tembus dan klot-klot yang terbentuk. Pertanyaan seperti adakah darah
yang memancar ketika pembalut dilepas amat berguna. Menoragia dapat
terjadi pada pasien dengan gangguan perdarahan.

Punggung dan Ekstremitas


Nyeri punggung bisa berhubungan dengan reaksi hemolisis akut atau
disebabkan oleh keterlibatan tulang atau sistem saraf pada leukemia akut
atau limfoma agresif. Keluhan nyeri tersebut jugai merupakan manifestasi
yang paling umum pada myeloma.
Artritis atau artralgia bisa terjadi pada gout yang sekunder karena
peningkatan produksi asam urat pada pasien dengan keganasan
hematologik, myelofibrosis, sindrom myelodisplastik, atau anemia hemolitik.
Hal ini terjadi juga pada diskrasia sel plasma, leukemia akut, dan anemia
sel sabit tanpa adanya gout, sepertijuga pada purpura alergi. Artritis dapat
terkait dengan hemartrosis pada pasien dengan gangguan perdarahan berat.
Kondisi ini dapat menimbulkan nyeri sendi yang nyata. Penyakit autoimun
bisa bermanifestasi sebagai anemia dan atau trombositopenia, sedangkan
artritisnya muncul belakangan.
Nyeri bahu sebelah kiri bisa terjadi karena infark limpa. Nyeri bahu
sebelah kanan bisa terjadi karena penyakit kandung empedu yang
berhubungan dengan anemia hemolitik kronik, seperti sferositosis herediter.
Nyeri tulang terj.adi karena keterlibatan tulang pada keganasan hematologi'
Selain itu nyeri tulang dapat terjadijuga pada anemia hemolitik kongenital,
seperti pada anemia sel sabit dan mungkin juga pada mielofibrosis. Pada
pasien limfoma Hodgkin, konsumsi alkohol bisa mencetuskan nyeri pada
tempat lesi termasuk tulang. Edema pada ekstremitas bawah, kadang

238
Pemeriksaan Sistem Hematologi

unilateral, bisa terjadi karena obstruksi vena atau limfatik akibat pembesaran
kelenjar getah bening. Ulkus tungkai sering dikeluhkan pada anemia sel
sabit dan jarang terjadi pada anemia herediter lain.

Kulit
Manifestasi hematologi pada kulit merupalgn hal yang paling penting.
Manifestasi tersebut berupa perubahan tekstur atau warna, gatal, dan
adanya lesi yang spesifik atau nonspesifik. Kulit pada defisiensi besi bisa
menjadi kering. Begitu juga pada rambut menjadi kering dan tipis, sedangkan
kuku menjadi rapuh. Hipotiroidisme mungkin menyebabkan anemia, kulit
menjadi kering, kasar dan bersisik. Warna kuning bisa muncul pada anemia
pernisiosa dan anemia hemolitik didapat atau kongenital. Kulit pasien anemia
pernisiosa kuning lemon karena munculnya kuning dan pucat bersamaan.
Kulit pucat umumnya berkaitan dengan anemia, meskipun ada pasien
dengan anemia berat tidak pucat. Eritromelalgia merupakan komplikasi
yang menyulitkan pada polisitemia vera. Eritroderma yang luas terjadi pada
limfoma sel T kutaneus (terutama sindrom sezary) dan beberapa kasus
leukemia limfositik kronik atau limfoma limfositik. Kulit sering terlibat dan
kadang-kadang terlibat dalam derajat berat, pada penyakit groft versus host
yang berhubungan dengan transplantasi sumsum tulang. pasien dengan
hemokromatosis bisa timbul pigmentasi kecoklatan atau keabu-abuan pada
kulit. sianosis terjadi pada methemoglobinemia, baik herediter atau didapat,
sulfhemoglobinemia, hemoglobin abnormal dengan afinitas oksigen yang
rendah dan polisitemia primer atau sekunder. sianosis pada telinga atau
ujung jari bisa juga terjadi setelah terpajan dingin pada pasien dangan
kryoglobulin atau aglutinin tipe dingin.
Gatal bisa terjadi pada hilangnya lesi kulit yang terlihat pada limfoma
Hodgkin dan mungkin terjadinya ekstrim. Mikosis fungoides atau limfoma
lain dengan keterlibatan kulit juga menimbulkan gatal. Sejumlah pasien
polisitemia vera mengeluh gatal setelah mandi.
Ptekie dan ekimosis paling sering tampak pada ekstremitas pasien
dengan trombositopenia, purpura nontrombositopenik, atau abnormalitas
fungsi trombosit yang didapat atau diturunkan dan penyakit von Wilebrand.
Lesi-lesi ini biasanya tidak nyeri, sedangkan lesi yang terkait trauma serta
purpura psikogenik atau eritema nodosum terasa nyeri. Mudah mema[
sering terjadi pada wanita, jika tidak ada gejala perdarahan lainnya, biasanya

239
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

tidak ditemukan abnormalitas setelah pemeriksaan yang detil. Gejala ini


mungkin mengindikasikan gangguan perdarahan herediter yang ringan
seperti von Wilebrond diseose atau salah satu kelainan trombosit.
Lesi inflltrasi mungkin terjadi pada leukemia (leukemia kutis) dan
limfoma dan kadang-kadang menimbulkan keluhan. Leukemia monositik
seringkali menginfiltrasi kulit daripada leukemia lain. Lesi nekrotik terjadi
pada koagulasi intravaskular, purpura fulminan, nekrosis kulit yang
dicetuskan warfarin, atau pada kasus yang jarang terjadi karena paparan
terhadap dingin pada pasien dengan krioglobulin atau aglutinin dingin.

OBAT-OBATAN DAN ZAT KIMIA

Obat
Obat sering mencetuskan atau memperberat kelainan hematologi. Oleh
karena itu, perlu dicari riwayat penggunaannya dengan teliti, termasuk
obat dengan resep dokter atau dibeli sendiri. Disamping itu perlu diketahui
manfaat dan efek samping obat-obat yang dikonsumsi tersebut.
Obat rutin seringkali terlupa karena sudah merupakan bagian hidup
pasien. Aspirin, laksatif, penenang, suplemen zat besi, vitamin, suplemen
nutrisi, dan obat tidur termasuk dalam kategori ini. Obat-obat yang tidak
dikenal, seperti antibiotik dalam makanan atau kina dalam air tonik.
Pertanyaan persisten, spesifik, mungkin diperlukan sebelum riwayat
penggunaan obat lengkap didapat. Hal ini amat penting untuk mendapat
informasi rinci tentang peng-gunaan alkohol pada setiap pasien.
Pasien perlu ditanya tentang penggunaan obat alternatif dan herbal
karena seringkali informasi ini ditutupi oleh pasien. Pertanyaan tidak
menghakimi dapat mengidentifikasi agen-agen yang termasuk katagori ini.
Pemeriksa harus tertarik pada semua bentuk obat yang dimakan, baik obat
yang diresepkan, dibeli sendiri, alternatif dan lain-lain, untuk memastikan
semua informasi yang dibutuhkan didapat.

Kimia
Pajanan zat kimia di lingkungan secara teratui potensial berbahaya pada
kelainan hematologi. Pajanan kimia pada lingkungan kerja harus menjadi
pertimbangan. Pada pajanan kimia toksin, perlu dilakukan penilaian tentang
aktivitas sehari-hari karena umumnya pajanan yang bermakna terjadi secara
insidental.

240
Pemeriksaan Sistem Hematologi

Vaksinasi
Vaksinasi dapat mengeksaserbasi trombositopenia imun.

Nutrisi
lnformasi nutrisi berguna dalam mencari kemungkinan penyebab defisiensi
diet pada anemia. Penghindaran terhadap bpberapa kelompok makanan,
misalnya pada vegan, atau makan ikan yang tidak dimasak dapat menjadi
kunci patogenesis anemia megaloblastik.

RIWAYAT KELUARGA
Riwayat keluarga amat penting pada pasien dengan penyakit hematologi.
Pada kelainan hemolisis, pertanyaan yang harus ditanyakan selain kuning
adalah anemia dan batu empedu. Pasien dengan kelainan hemostasis
dan trombosis vena harus diperhatikan adanya manifestasi perdarahan
atau tromboembolisme pada anggota keluarga. Pada kasus kelainan
autosomal resesif, seperti defisiensi piruvat kinase, orang tua biasanya tidak
dipengaruhi, tetapi sindrom klinik yang sama dapat terjadi pada saudara
kandung. Amat penting mengetahui saudara kandung yang meninggal
saat bayi, karena mungkin pasien lupa, terutama pasien yang lebih tua.
Ketika dicurigai penyakit terkait jenis kelamin, perlu diketahui gejala-gejala
pada kakek.ibu, paman ibu, saudara kandung laki-laki dan keponakan.
Sebagai contoh sferositosis hereditet mungkin ditemukan pada orang tua
dan mungkin saudara kandung, dan anak-anak pasien memiliki stigmata
ini. Latar belakang etnik mungkin penting untuk pertimbangan penyakit
tertentu seperti thalasemia, anemia sel sabit, defisiensi G6PD dan penyakit
yang diturunkan lainnya yang prevalensinya di area geografis tersebut.

RIWAYAT SEKSUAT

Karena epidemik Humon lmmunodeficiency Virus (HlV), penting untuk


mengetahui perilaku seksual pasien khususnya faktor risiko transmisi HlV.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang rinci harus dilakukan pada setiap pasien, dengan
perhatian yang cukup untuk semua sistem guna mendapatkan hasil evaluasi

241
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

lengkap terhadap kesehatan umum seorang individu. Area tubuh tertentu


memang terkait dengan masalah penyakit hematologi seperti kulit, mata,
lidah, kelenjar getah bening, tulang rangka, limpa dan hati. Oleh karena itu,
memerlukan perhatian khusus. Pemeriksaan fisik tersebut dilakukan bedside
dengan cara inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi tergantung pada lokasi
dan organ yang diperiksa.

KULIT

Pucat dan memerah


Warna kulit merupakan hasil pigmen dan aliran darah yang mengalir dalam
kapiler. Komponen warna kulit yang berhubungan dengan darah berguna
memandu dokter menentukan adanya anemia atau polisitemia. Kondisi
pucat merupakan hasil penurunan kadar hemoglobin. Kemerahan pada
kulit terjadi ketika kadar hemoglobin meningkat. Jumlah pigmen pada kulit
akan memodifikasi warna kulit dan kadang kala membuat dokter terkecoh.
Perubahan aliran darah dan isi hemoglobin juga mengubah warna kulit,
sehingga juga bisa mengecoh dokter. Emosi dapat mengakibatkan warna
kulit pucat atau memerah. Pajanan kulit pada dingin atau panas sama-sama
menyebabkan pucat atau muka merah. Pajanan kronik terhadap angin atau
matahari menimbulkan kemerahan menetap pada kulit. Konsumsi alkohol
juga menyebakan wajah memerah. Derajat eritema kulit bisa dievaluasi
dengan menekan ibu jari pada kulit,
Membran mukosa dan bantalan kuku biasanya lebih dipercaya untuk
menentukan adanya anemia atau polisitemia daripada kuku. Konjungtiva
dan gusi bisa meradang, oleh karena itu tidak mencerminkan kadar
hemoglobin. Gusi bisa saja menjadi pucat karena tekanan bibir. Selain itu
gusi dan bantalan kuku juga bisa terpigmentasi dan kapiler menjadi kabur.
Pada beberapa individu, warna kapiler tidak terlihat penuh melalui kuku
kecuali ditekan ujung jari, di lateral atau di ujung kuku.
Lipatan palmar berguna juga untuk menilai kadar hemoglobin. Warna
pink tampak saat palmar membuka penuh kecuali kadar hemoglobin kurang
dariT gldl. Penyakit hati dapat menimbulkan kemerahan pada tenar dan
hipotenar palmar; bahkan pada pasien dengan anemia.

242
Pemeriksaan Sistem Hematologi

Sianosis
Deteksi sianosis, seperti juga deteksi pucat mungkin sulit karena adanya
pigmentasi kulit. sianosis adalah fungsijumlah total hemoglobin tereduksi
seperti methemoglobin atau sulfhemoglobin. Konsentrasi minimum
hemoglobin tereduksi, methemoglobin dan sulhemoglobin yang dapat
mendeteksi sianosis masing-masing adalah 5 g/dl, l,S- 2 g/dl dan 0,5 g/al.

Kuning
Kuning terlihat pada kulit individu yang tidak terlalu berpigmen, di sklera
atau di membran mukosa. Pasien harus diperiksa dalam kondisi terang
seperti cahaya siang, karena warna kuning akan menutupi warna kuning
pada pasien. Kuning disebabkan oleh pewarnaan kulit oleh pigmen empedu
dan bilirubin glukoronida (bilirubin direk atau terkonjugasi) daripada
bilirubin tidak terkonjugasi. Kuning pada kulit mungkin tidak terlihat jika
kadar bilirubin di bawah 2-3 mg/dl. pewarnaan kuning kulit bisa juga terjadi
karena karotenemia, terutama pada anak kecil.

Ptekie dan ekimosis


Ptekie kecil (1-2 mm), bulat, merah atau lesi coklat yang terjadi karena
perdarahan di dalam kulit dan tampak pada daerah dengan tekanan vena
yang tinggi, seperti ekstremitas bawah. Lesi-lesi initidak menghilang dengan
tekanan dan dapat didemonstransikan dengan segera ketika menekan kulit
dengan gelas objek atau lensa kaca pembesar. ptekie kadang-kadang agak
menimbul, dapat diraba. Hal ini diduga karena vaskulitis.
Ekimosis memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi, bisa merah,
ungu, biru atau hijau kekuningan tergantung intensitas perdarahan kulit dan
umurnya bisa rata, bisa menimbul. Beberapa ada yang nyeri dan lunak. Lesi
teleangiekstasi herediter tampak kecil, datari tidak berpulsasi dan memucat
dengan tekanan.

Eskoriasi
Gatal merupakan kelainan yang tampak pada kelainan hematologik seperti
limfoma Hodgkin, meski tidak ada lesi kulit. Eskoriasi kulit karena digaruk
hanya manifestasi fisik pada gejala yang berat.

243
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Ulkus tungkai
Luka terbuka atau parut ulkus yang menyembuh di daerah maleoli internal
atau eksternal dapat dijumpai pada pasien anemia sel sabit

KUKU
Deteksi pucat atau kemerahan dengan memerii<sa kuku telah didiskusikan di
atas. Ujung jari, pada defisiensi besi kronik, bisa terbentuk garis longitudinal
yang rata atau konkaf. Kuku yang berbentuk konkaftampak pada koilonikia.

MATA
Kuning, pucat, atau pletora dapat dideteksi pada pemeriksaan mata kuning
biasanya lebih segera terdeteksi pada sklera daripada kulit. Pemeriksaan
oftalmoskopi penting pada pasien dengan kelainan hematologik.
Perdarahan retina dan eksudat terjadi pada pasien dengan anemia berat dan
trombositopenia. Perdarahan ini biasanya beru pa perdarahan flo me -shaped.
Kelainan ini bisa menjadi besar dan mengangkat retina sehingga tampak
tumor yang berwarna gelap. Perdarahan bulat dengan pusat yang putih
juga sering terlihat. Dilatasi vena bisa terlihat pada polisitemia. Pada pasien
makroglobulinemia, vena tampak melebar dan bersegmentasi sehingga
membentuk seperti sosis.

MULUT
Kondisi pucat dapat dilihat pada mukosa mulut. Ulkus pada mukosa
mulut umumnya terjadi pada pasien-pasien neutropenia. Pada leukemia
ada infiltrasi ke gusi yang menyebabkan pembengkakan, kemerahan, dan
perdarahan. Perdarahan mukosa teriadi pada penyakit hemo-ragik. Garis
gelap timbal sulfida bisa terdeposisi di gusi pada dasar gigi akibat keracunan
timbal. Lidah menjadi mulus karena anemia pernisiosa dan anemla defisiensi
besi. Pasien dengan prostesis gigi atas bisa juga mengalami atrofi papil lidah
karena faktor mekanik. Lidah bisa menjadi halus dan merah karena defisiensi
nutrisi. Hal ini berhubungan juga dengan fisura pada sudut mulut, meskipun
bisa juga karena tekanan gigi. Pembesaran lidah pada palpasi teraba keras,
mengindikasikan adanya amiloidosis primer.

244
Pemeriksaan Sistem Hematologi

KELENJAR GETAH BENING (KGB)


Kelenjar getah bening terdistribusi luas di seluruh tubuh. pada penyakit
tertentu satu KGB atau sekelompok KGB bisa terlibat. pada pemeriksaan
fisik yang perlu diperhatikan adalah pembesaran KGB pada servikal,
supraklavikula, aksila, epitrokhlea, inguinal, atau regio femoral. pada kondisi
normal pada orang dewasa, KGB yang segera dapat diraba hanya pada
inguinal. Pada area ini KGB yang jelas teraba normalnya sepanjang 0,5-
2,0 cm menempel pada fasia di bawah ligamentum inguinal dan segitiga
femoral. Pada anak-anak, KGB kecil multipel (0,5-1,0 cm) bisa teraba pada
area servikal. KGB supraklavikula kadang-kadang teraba hanya pada pasien
yang melakukan manuver valsava.
Pembesaran KGB biasanya terdeteksi pada area superfisial dengan
palpasi. Meskipun beberapa diantaranya cukup besar untuk terlihat. palpasi
harus dilakukan secara meyakinkan dan benar dengan pergerakan sirkular
ujung jari, menggunakan tekanan yang perlahan-lahan meningkat. KGB
yang lunak biasanya mengindikasikan adanya penyebab inflamasi, meskipun
limfoma yang cepat proliferasinya mungkin juga teraba lunak pada palpasi.

DADA
Nyeri sternum dan iga merupakan tanda fisik penting yang seringkali
diabaikan. Peningkatan nyeri tulang mungkin terjadi secara menyeluruh
karena leukemia atau spotty pada myeloma sel plasma atau tumor metastasis.

TIMPA
Pada orang dewasa muda biasanya limpa tidak teraba pada
pemeriksaan fisik tetapi kadang-kadang ujungnya teraba. Terabanya limpa
bisa tergantung pada habitus, meski ada yang tidak setuju dengan pendapat
ini. Perkusi, palpasi atau kombinasi keduanya dapat mendeteksi pembesaran
limpa. Beberapa limpa yang besar tampak menonjol pada dinding perut.
Limpa normal beratnya 150 g dan terletak di ruang peritoneal
berlawanan arah dengan diagfragma dan posterolateral dinding perut
pada level tiga iga terbawah. Saat membesar limpa tetap dekat dengan
dinding dada sehingga kutub yang lebih bawah bergerak turun, ke depan
dan ke kanan. Limpa yang membesar40o/o,bisa dipalpasi. pembesaran limpa
yang bermakna bisa terjadi tanpa dapat dirasakan dengan palpasi. Meski

245
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

umumnya gagal mempalpasi limpa yang besar pada pemeriksaan fisik,


palpasi limpa berukuran normal tidak biasa terjadi. Oleh karena itu limpa
yang dapat dipalpasi merupakan temuan klinik yang bermakna.
Limpa yang besar terletak pada bagian dalam dinding abdomen dan
dapat diidentifikasi saat gerakan respirasi. lnsisura limpa merupakan bukti
organ tersebut membesar dalam skala sedang. Pada saat pemeriksaan,
pasien rileks dan dalam posisi berbaring. Pemeriksa berdiri di kanan pasien,
melakukan palpasi ringan abdomen kiri atas dengan tangan kanan. Selama
itu tangan kiri pemeriksa ditempatkan di posisi posterolateral melewati iga
yang lebih bawah. Cara ini memungkinkan limpa untuk turun dan diraba
jari-jari pemeriksa. Jika tidak teraba, palpasi seharusnya diulangi dengan
oleh
memindahkan tangan pemeriksa sekitar 2 cm di atas ligamentum inguinal.
Seringkali bermanfaat untuk meminta pasien berbaring ke sisi kanan dengan
lutut difleksikan dan diulang pada posisi berbaring. Massa di kuadran kiri
atas tidak selalu limpa karena bisa juga lambung, usus besaI ginjal, atau
pankreas yang mirip dengan splenomegali pada pemeriksaan fisik. Ketika
ada ketidakpastian asal massa pada kuadran kiri atas maka prosedur
pencitraan biasanya dianjurkan untuk diagnosis yang akurat.

HATI
Pada umumnya untuk mendeteksi pembesaran hati dilakukan dengan cara
melakukan palpasi pinggir hati pada abdomen kuadran kanan atas. Metode
ini sebenarnya kurang akurat. Untuk itu perlu diperkuat dengan menentukan
batas atas dan batas bawah hati dengan melakukan perkusi.
Hati yang berukuran normal bisa teraba sebesar 4-5 cm dibawah tepi
lengkung iga, tetapi tidak teraba dibawah epigastrium. Tingginya bunyi
redup hati terbaik dinilai pada garis khusus yang berjarak kira-kira 8,10
atau 12 cm dari garis tengah ke kanan. Teknik ini belum terstandarisasi
sehingga perlu dilakukan pengukuran yang serial. Dengan teknik inijarak
vertikal hati yang normal sekitar 10 cm pada lak-laki dan 2 cm lebih kecil
pada perempuan. Karena beragam teknik yang diperkenalkan, dokter harus
menentukan ar'ea normal keredupan hati dengan prosedurnya sendiri-
sendiri.

246
Pemeriksaan Sistem Hematologi

SISTEM SARAF

Evaluasi fungsi neurologi perlu pada sebagian besar pasien dengan penyakit
hematologik. Defisiensi vitamin B 12, kerusakan serebral, olfaktori, korda
spinalis, dan fungsi saraf tepi dan defisiensi kronik berat bisa menimbulkan
degenerasi neurologik yang ireversibel. Meningitis leukemia selalu
bermanifestasi sakit kepala, gangguan penglihatan, dan disfungsi saraf
kranial. Pertumbuhan tumor pada otak atau kompresi korda spinalis bisa
disebabkan oleh limfoma atau myeloma sel plasma. Berbagai kelainan
neurologi bisa berkembang dari pasien leukemia, limfoma, dan myeloma
sebagai konsekuensi infiltrasi tumo[ perdarahan, infeksi atau sindrom
paraneoplastik. Polineuropati adalah gambaran pOEMS (polineuropati,
organomegali, endokrinopati, gamopati monoklonal , dan skin chonges/
perubahan kulit).

SENDI-SENDt
Deformitas lutut siku, tumit, bahu, tangan dan panggul mungkin berasal dari
perdarahan berulang pada pasien hemofilia A, hemofilia B, atau defisiensi
faktor Vll berat. Sendi target selalu terpengaruh.

SIMPULAN
Kelainan hematologi merupakan kelainan yang terkait dengan berbagai
kelainan sistem organ lain. oleh karena itu kebanyakan kelainan hematologi
merupakan kelainan sekunder sistem organ lain. Kelainan hematologijuga
dapat menimbulkan kelainan pada sistem organ lain. pendekatan awal
kelainan hematologi, khususnya kelainan hematologi prime6 membutuhkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan akurat, meliputi semua
sistem organ yang mungkin terlibat pada kelainan hematologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marshal L, Ern'est B, J KT, Uri S, Kaushanaky K, T pJ. lnitial approach to the patient:
history and physical examination: overview. In: Marshal L, Ernest B, J KT, Uri
S, Kaushanaky K, T PJ, editors. William's Hematology 7th Edition. New york:
McGraw-Hill Companies; 2007.

247
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

2. Williams JL, Hematopoeisis. ln: McKenzie SB, Williams JL, Zeibig, editors. Clinical
Laboratory Hematology 2ndedition. Boston 2010.p. 9-30
3. Annete i. Schlueter; M.D. PhD. Structure and function of hematopoetic organs
. ln: McKenzie SB, Williams JL, Zeibig, editors. Clinical Laboratory Hematology
2"d Edition. Boston 2010.p. 31 -49.

4. McKenzie SB, PhD. lntroduction. ln: McKenzie SB, Williams JL, Zeibig,
editors. Clinical Laboratory Hematology 2nd. Boston 2010.p.1-8
5. Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Kaushansky K, Prchal JT. Structure
of the marrow and the hematopoietic microenvironment: overview ln: Lichtman
MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Kaushansky K, Prchal Jl editors. William's
Hematology, 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2007.
6. A. LM, Ernest B, J. KT, Uri S, Kenneth K, T. PJ. The lymphoid tissues: overview
ln: A. L, Ernest B, J. KT, Uri S, Kenneth K, T. PJ, editors. William's Hematology ,
7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2007.
7. L CM. lntroduction and approach to hematology. ln: Giancarlo P Marcia C, Holly
M, Peles S, Uy G, D FJ, et al., editors. The Washington Manual Subspeciality
Consult Series Hematology and Oncology Subspeciality Consult. Washington:
Lippiincott, Williams, & Wilkins; 2004.
8. T SR. Handbook of cancer chemotherapy. ln: T SR, editor. Handbook of Cancer
Chemotherapy. Philadelphia: Lippincot, Willams, & Wilkins; 2003

248
BAB 9

[ltAt[ lt tsts D[lt pHIt tR I t(sAlt


HSIS StSililt Elt [0](Bl1t
Dyah Purnamasari, Sarwono Waspadji

Pendahuluan 249 Kelenjar Paratiroid 263


Manifestasi Gangguan Endokrin 250 Pemeriksaan fisis Sistem Endokrin 2il
Anamnesis khusus pada Oftalmopati 268
kelainan kelenjar endokrin 256

PENDAHULUAN
sistem endokrin menghantarkan informasi antar sel dan jaringan di
seluruh tubuh dengan cara melepaskan hormon ke dalam sirkulasi untuk
menyampaikan informasi ke sel target yang memiliki reseptor hormon
tersebut.l,2 Gangguan pada sistem endokrin memiliki dampak yang luas
terhadap perkembangan, pertumbuhan, dan metabolisme tubuh mengingat
hubungan yang kompleks antara sel, sistem saraf, dan sistem imun. Di dalam
tubuh terdapat 5 kelenjar endokrin utama yaitu hipotalamus, hipofisis,
tiroid, adrenal, dan gonad.l, Gejala dan tanda yang timbul akibat gangguan
sistem tersebut ditentukan oleh kelenjar yang terkena, luas, lama, dan
hormon yang terlibat. Sebagai contoh pada adenoma hipofisis, meskipun
yang terbanyakjenis prolaktinoma, namun tidak semua kasus memberikan
gejala dan tanda yang sama. Besarnya tumor dan lamanya penyakit akan
menentukan adakah hormon yang tertekan dan seberapa berat hormon
tersebut tertekan akibat ekspansi sel tumor. pasien datang dengan keluhan
yang beragam mulai dari gangguan lapang pandang akibat ekspansi tumor
ke chiasmo opticum sampai dengan gangguan seksual akibat penekanan
produksi hormon seks oleh sel tumor.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat merupakan modal bagi
seorang dokter dalam melakukan pendekatan diagnosis suatu kelainan
di bidang metabolik endokrinologi. Manifestasi yang disebabkan oleh
gangguan endokrin dapat tumpang tindih dengan keadaan normal dan
patologi akibat kondisi lain, sehingga tidak ada anamnesis dan pemeriksaan

249
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

fisis yang baku.la Sebagai contoh, penambahan jaringan adiposa akibat


hiperadrenokortisisme sulit dikenali pada orang gemuk. Selain itu, hormon
yang dihasilkan kelenjar endokrin memiliki efek yang lokasinya jauh dari
kelenjar yang memproduksinya, sehingga kelainan pada sistem endokrin
jarang memberikan gejala dekat kelenjar asal, kecuali pada beberapa
keadaan seperti tiroiditis subakut dan tumor pituitari yang besar. Tidak
jarang gejala dan keluhan tidak jelas dan sulit dibedakan dengan kondisi
normal. Sebagai contoh pasien sindrom Cushing memiliki gejala gangguan
distribusi lemak, striae, dan kelemahan otot proksimal. Kelainan tersebut
juga dapat dijumpai pada populasi umum dengan obesitas, hipertensi, dan
gangguan toleransi glukosa. Gejala hipotiroidisme seperti perubahan mental,
lemah, kulit kering dan gangguan irama jantung juga sulit dikenali. Gejala-
gejala tersebut dapat dijumpai pada populasi sehat dan individu dengan
penyakit jantung.la Kelenjar tiroid dan gonad dapat diraba, tidak sama
halnya dengan kelenjar endokrin yang lain seperti hipotalamus, hipofisis,
dan adrenal. Penilaian secara klinis yang menyeluruh meliputi keluhan,
gejala, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan sosial, serta
pajanan obat yang dapat memengaruhi sistem endokrin ditambah dengan
pengetahuan mengenai prevalensi dan patofisiologi penyakit diharapkan
dapat menuntun rencana pemeriksaan penunjang berikutnya, seperti
pemeriksaan laboratorium dan radiologi.3

MANIFESTASI GANGGUAN ENDOKRIN


Kebanyakan gangguan endokrin terjadi secara perlahan-lahan, jarang
merupakan kelainan yang akut. Gangguan yang terladi tidak terlalu
dikeluhkan pasien pada awalnya. Dokter pada pelayanan primer juga
seringkali menganggap kelainan yang terjadi merupakan kondisi yang
masih normal, sehingga kelainan endokrin seringkali terlambat didiagnosis.
Beberapa kondisi dapat berupa kelainan pada hasil laboratorium tanpa
disertai keluhan dan gejala sebelumnya, seperti glukosa darah yang tinggi
saat pemeriksaan laboratorium rutin.3
Manifestasi gangguan endokrin bermacam-macam mengingat peran
hormon yang sangat luas dalam pengaturan fungsi organ-organ tubuh.
Gejala dapat berupa gangguan metabolisme seperti perubahan berat
badan, perubahan nafsu makan, kebiasaan defekasi, berkeringat, polidipsia,
poliuria, letargi gangguan sistem reproduksi seperti menstruasi, galaktorea,

250
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

penurunan libido, disfungsi ereksi gangguan distribusi rambut, pigmentasi


kulit, dan sakit kepala. Kebanyakan gejala-gejala tersebut memiliki lebih dari
satu penyebab sehingga harus dievaluasi secara cermat. Keluhan dan gejala
yang berhubungan dengan kelainan endokrin dapat dilihat pada tabel 9.1.3

Gejala utama
Perubahan nafsu makan dan berat badan
Sakit kepala
Gangguan buang air besar
Berkeringat
Distribusi rambut
Letargi
Perubahan kulit
Pigmentasi kulit
Perawakan pendek
Gangguan libido, disfungsi ereksi
Gangguan menstruasi
Poliuria
Benjolan di leher (struma, goiter)
Kelainan endokrin dengan gejala khasnya
Tirotoksikosis:
Tidak tahan panas, berat badan menurun, nafsu makan meningkat (polifagia),
berdebar-debar, keringat berlebihan, cemas, mudah ter-singgung, diire,
amenorea, kelemahan otot, sesak saat beraktivitas
Hipotiroidisme (miksedema):
Tidak tahan dingin, letargi, edema kelopak mata, suara serak, konstipasi, kulit
kasar; hiperkarotenemia
Diabetes melitus:
Poliuria, polidipsia, polifagia, pandangan mata kabuI lemah, infeksi, gatal di
lipat paha, kemerahan (gatal di vulva, balanitis), berat badan turun, mudah lelah,
letargi, gangguan kesadaran
Hipoglikemia:
Sakit kepala pagi hari, kenaikan berat badan, berdebar; keringat berlebih, kejang,
penurunan kesadaran
lnsufisiensi adrenal primer:
Pigmentasi kulit, mudah lelah, berat badan turun, tidak nafsu makan, mual, diare,
nokturia, perubahan mental, kejang (akibat hipotensi, hipoglikemia)
Sindrom Cushing
Obesitas trunkal, strioe, moonfoce, buffolo hump, miopati, bruises
Diabetes insipidus
Poliuria (>50
ml/kg BB), sulit menahan berkemih, gangguan tidur karena banyak
berkemih malam hari, lelah, mengantuk, haus
Akromegali:.
Lelah, lemas, keringat berlebih, tidak tahan panas, berat badan naik, pembesaran
tangan dan kaki, gambaran wajah membesar dan kasari sakit kepala, gangguan
penglihatan, perubahan suara, penurunan libido, disfungsi ereksi
Adenoma hipofisis
Gangguan akibat perubahan keseimbangan hormon (tabel 3) dan gangguan
akibat massa tumor (sakit kepala, gangguan lapang pandang)

251
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Perubahan Nafsu Makan dan Berat Badan


Peningkatan nafsu makan yang disertai dengan penurunan berat badan
ditemukan pada kasus tirotoksikosis atau diabetes melitus yang tidak terkontrol.
Peningkatan nafsu makan disertai peningkatan berat badan dapat dijumpai
pada sindrom Cushing atau penyakit hipotalamus. Penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan ditemukan pada insufisiensi adrenal, anoreksia nervosa,
dan penyakit gastrointestinal (khususnya keganasan). Penurunan nafsu makan
disertai peningkatan berat badan teryadi pada hipotiroidisme.ls'7

Perubahan Pola Defekasi


Diare dan peningkatan peristaltik usus berhubungan dengan hipertiroidisme
dan insufisiensi adrenal. Konstipasi dapat terladi pada hipotiroidisme dan
hiPerkalse6i6.*o's's

Perubahan Pola Berkeringat


Peningkatan produksi keringat merupakan karakteristik hipertiroidisme,
feokromositoma, hipoglikemia dan akromegali, namun dapat pula
ditemukan pada kasus anksietas dan perempuan menopause.3,t6

Perubahan Distribusi Rambut


Hirsutisme atau meningkatnya pertumbuhan rambut pada perempuan
disebabkan oleh hormon androgen (termasuk testosteron) yang berlebih.r0
Hirsutisme dapat disebabkan oleh peningkatan androgen (gonadal
ataupun adrenal), kehamilan, obat-obatan, dan beberapa kelainan endokrin
(obesitas, sindrom Cushing). Meskipun demikian, faktor ras (genetik) perlu
dipertimbangkan dalam menilai hirsutisme. 310

Letargi
Letargi dapat disebabkan beberapa keadaan. Hipotiroidisme, penyakit
Addison dan diabetes melitus dapat menimbulkan gejala letargi. Penyakit
lain seperti anemia, penyakit jaringan ikat, infeksi kronik, obat-obatan,
penyakit hati kronik, gagal ginjal, keganasan, dan depresi juga dapat
menyebabkan letargi.:,s,e

Perubahan pada Kulit dan Kuku


Kulit kasar, pucat, dan kering dr.lumpai pada hipotiroidisme, sedangkan pada
hipoparatiroidisme, kulit menjadi kering dan ber-sisik. Kemerahan (flushing)

2s2
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

pada kulit wajah dan leher dapat disebabkan oleh sindrom karsinoid
(karena penglepasan peptida vasoaktif). Akromegali dapat menyebabkan
pertumbuhan kulit di aksila yang disebut molluscum fibrinosum. Achantosis
nigricons dapat ditemukan pada akromegali, sindrom Cushing, dan sindrom
ovarium polikistik. Pada beberapa keadaan dapat dijumpai papul atau plak
berwarna kekuningan di kulit yang disebut xonthomo. Tuberous xonthomo
sering berkaitan dengan hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia,
sedangkan xanthelasma dijumpai pada penyandang DM.111
Hiperpigmentasi kulit dijumpai pada insufisiensi adrenal rimel
sindrom Cushing dan akromegali, sedangkan hipopigmentasi terjadi
pada hipopituitarisme. Depigmentasi lokal merupakan tanda khas vitiligo
yang berhubungan dengan penyakit endokrin tertentu seperti penyakit
Hashimoto (hipotiroidisme) atau penyakit Addison (insufisiensi adrenal).

Perubahan postur tubuh


Postur tubuh tinggi atau pendek banyak dipengaruhi faktor lingkungan.
Selain keturunan, postur tubuh tinggi pada masa anak-anak dipengaruhi
pula oleh kelebihan hormon pertumbuhan (growth hormone), defisiensi
gonadotropin, sindrom Klinefelter, sindrom Marfan atau lipodistrofi
generalisata. Postur tubuh pendek dapat dijumpai pada defisiensi hormon
pertumbuhan, sindrom Turneri sindrom Down, akondroplasia dan riketsia.
Perawakan pendek merupakan keluhan yang tidak jarang dijumpai di
klinik sehari-hari. Dikatakan perawakan pendek bila tinggi badan di bawah
3 simpang baku rerata tinggi badan anak seusianya atau terjadi penurunan
kecepatan pertumbuhan.Kebanyakan, keluhan tersebut merupakan
kondisi normal, jarang suatu kondisi patologis, sehingga penting untuk
membedakan apakah keluhan tersebut merupakan kondisi patologis atau
normal. Riwayat pertumbuhan (kurva pertumbuhan), asupan makanan,
riwayat sakit kronis, tinggi badan kedua orang tua, dan penggunaan obat-
obatan sangat penting ditanyakan.rlz

Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi penis dalam jangka waktu dan kekuatan tertentu
untuk mencapai kepuasan aktivitas seksual sebanyak lebih dari Z5o/o.Secara
umum dapat disebabkan oleh gangguan organik dan psikogenik. penyebab
tersering adalah gangguan psikologis, namun dapat pula disebabkan oleh

253
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

gangguan endokrin seperti hipogonadisme primer dan hipogonadisme


sekunder akibat hiperprolaktinemia atau hipopituitarisme. Disfungsi ereksi
dapat atau tanpa disertai dengan gangguan libido atau gangguan ejakulasi.
Pasien dapat mengeluhkan baik adanya ketidakmampuan untuk memulai
atau mempertahankan ereksi, kekakuan penis yang kurang, penurunan
libido, maupun kombinasi. Keluhan nyeri hilang timbul di bokong atau
ekstremitas bawah dapat mengarahkan kemungkinan insufisiensi arteri.
Anamnesis untuk mencari etiologi meliputi riwayat penyakit kronik saat ini,
penggunaan obat-obatan, kelainan saraf, dan kondisi psikologis. Penyakit
vaskular; neuropati autonom (diabetes melitus atau alkoholisme), penyakit
saraf spinal, dan atrofi testis juga harus dipikirkan sebagai penyebab
disfungsi ereksi.3,13

Disfungsi ereksi psikogenik sering berkaitan dengan datangnya keluhan


yang tiba-tiba, pernah mengalami ereksi normal sebelumnya, dan berkaitan
dengan pengalaman hidup seperti kematian keluarga, kehilangan pekerjaan,
dan sebagainya. Disfungsi ereksi organik terjadi perlahan-lahan, awalnya
ereksi masih bisa diper-tahankan dengan rangsangan yang kuat, namun
lama kelamaan terjadi gangguan ereksi yang nyata, biasanya tanpa disertai
gangguan libido. Pasien yang mengeluhkan tidak pernah mengalami ereksi
sama sekali patut dicurigai ke arah hipogonadism.ll3

Galaktorea
Galaktorea adalah pengeluaran air susu dari kelenjar payudara pada kondisi
abnormal yaitu enam bulan setelah bayi baru lahir atau pada ibu yang sudah
tidak menyusui. Hiperprolaktinemia merupakan penyebab galaktorea pada
80% perempuan dan 30% pria.11a

Gangguan menstruasi
Amenorea primer adalah kegagalan seorang perempuan memulai
menstruasi saat usia 16 tahun. Amenorea sekunder adalah terhentinya
menstruasi selama 3 siklus atau lebih pada perempuan yang sebelumnya
pernah menstruasi. Amenorea sekunder fisiologis dapat dijumpai pada
kehamilan, menopause, dan penggunaan kontrasepsi hormonal. Meskipun
tidak membahayakan nyawa, namun keluhan amenorea berkaitan dengan
kelainan genetik, hormonal, atau anatomi sistem reproduksi. Struktur
anatomi organ reproduksi yang intak menunjukkan bahwa masalahnya
berada di aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Amenorea primer kebanyakan

254
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

disebabkan oleh kelainan genetik dan anatomi. Amenorea primer dapat


disebabkan oleh kegagalan ovarium (sindrom Turner) atau penyakit hipofisis-
hipotalamus (tumori trauma, atau idiopatik). Anamnesis untuk mengetahui
etiologi amenorea mencakup riwayat menstruasi dan pubertas di keluarga,
riwayat sakit sebelumnya (gangguan tiroid, obesitas), riwayat penyakit
keluarga (diabetes), dan riwayat pubertas.lis

Poliuria
Poliuria didefinisikan sebagaijumlah urin lebih dari 3 liter/hari (>50 mL/
kgBB). Poliuria dapat disebabkan oleh diabetes melitus, diabetes insipidus
(Dl), polidipsia prime; hiperkalsemia, dan penyakit tubulointerstisial ginjal
atau penyakit kista ginjal. Untuk menyingkirkan poliuria akibat DM atau
Dl psikogenik maka perlu diketahui ada tidaknya riwayat DM dan riwayat
aspan minuman yang berlebih pada anamnesis.3,l6

Ginekomastia
Ginekomastia sering d'rjumpai pada masa neonatus dan ditemukanpada7Oo/o
laki-laki usia pubertas. Ginekomastia disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara estrogen dan testosteron pada kelenjar payudara. Pada anamnesis
perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan (hormon, antibiotik, obat
dispepsia, obat jantung), penyakit sistemik (sirosis hati, uremia), kelainan
endokrin (hipogonadism primer), dan keganasan (tumor testis, neoplasma
yang menyekresi hCG).17

Selain riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu yang


berhubungan dengan penyakit endokrin perlu ditanyakan. Riwayat
operasi tiroid atau pengobatan yodium radioaktif dapat menyebabkan
hipotiroidisme. Riwayat melahirkan bayi besar merupakan faktor risiko
DM. Riwayat hipertensi lama dapat berhubungan dengan gangguan
endokrin seperti feokromositoma, sindrom Cushing, atau sindrom Conn.
Hipoparatiroidisme dapat terjadi setelah operasi kelenjar tiroid.3
Riwayat pengobatan sebelumnya juga penting ditanyakan, seperti
penggunaan obat antitiroid atau hormon tiroid, durasi pengobatan dan dosis
yang diminum. Pada pasien diabetes melitus perlu ditanyakan mengenai diet,
aktivitas fisik, penggunaan obat antidiabetik oral atau insulin, kepatuhan
pengobatan, dosis dan cara penggunaan insulin. Pasien hipopituitari atau
insufisiensi adrenal yang mendapat terapi steroid sebaiknya diketahui dosis
terakhirnya.3

255
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Riwayat sosial perlu digali mengingat gangguan endokrin biasanya


bersifat kronik sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah sosial.
Bagaimana pasien dapat menerima penyakitnya dan dukungan lingkungan
keluarga dan pekerjaan merupakan faktor penentu keberhasilan terapi.3
Riwayat penyakit di keluarga yang diturunkan secara genetik penting
ditanyakan pada saat anamnesis, seperti penyakit tiroid dan diabetes melitus.
Selain itu, riwayat keluarga dengan sindrom'neoplasia endokrin multipel
(MEN) juga perlu ditanyakan seperti tumor hipofisis, karsinoma medular
tiroid, hiperparatiroidisme, feokromositoma, dan tumor pankreas.3

ANAMNES!S KHUSUS PADA KELAINAN KELENJAR ENDOKRIN

Kelenjar Hipofisis
Manifestasi klinis kelainan kelenjar hipofisis dipengaruhi oleh hormon yang
terkena dan luasnya kelainan. Defisiensi hormon pertumbuhan (growth
hormone, GH) dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak
dan gangguan komposisi tubuh pada orang dewasa. Defisiensi hormon
gonadotropin pada perempuan dapat menyebabkan gangguan menstruasi
dan infertilitas, sedangkan pada laki- laki menyebabkan gangguan seksual,
infertilitas, dan pertumbuhan seks sekunder. Defisiensi hormon TSH dan
ACTH biasanya terjadi pada gangguan kelenjar hipofisis yang lebih lanjut'
Defisiensi TSH menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak
dan klinis hipotiroidisme pada anak dan dewasa.3'18'22 lnsufisiensi adrenal
sekunder akibat defisiensi ACTH menyebabkan hipokortisol dengan
fungsi mineralokortikoid yang relatif dipertahankan.e Defisiensi prolaktin
menyebabkan kegagalan menyusui. Kelainan yang mengenai hipofisis
posterior akan menurunkan sekresi vasopresin sehingga timbul poliuria
dan polidipsia.ls

Kelenjar Tiroid
Pasien dengan penyakit tiroid biasanya datang dengan keluhan pembesaran
atau timbulnya benjolan di leher; dapat disertai dengan atau tanpa gejala
toksik (Tabel 9.7). Tidak jarang pasien datang dengan komplikasi akibat
tirotoksikosis, seperti gangguan penglihatan (oftalmopati) dan kelainan
jantung. Pasien dengan keganasan tiroid dapat mengeluhkan gejala-gejala
akibat penekanan kelenjar tiroid ke struktur di sekitarnya seperti gangguan
menelan, suara serak, dan sesak napas.3'6

2s6
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Pertanyaan Bagaimana riwayat penyakit dahulu, adakah gangguan yang


umum berhubungan dengan penyakit endokrin?
Adakah riwayat operasi tiroid/pengobatan yodium radioaktif ?
Adakah riwayat melahirkan bayi besar?
Adakah riwayat obat-obatan (obat hipoglikemik oral, obat antitiroid,
hormon, steroid)?
Bagaimana riwayat penyakit keluarga?
Perubahan Adakah peningkatan nafsu makan yang disertai peningkatan berat
nafsu makan badan?
dan berat Adakah peningkatan nafsu makan yang'disertai penurunan berat
badan badan?
Adakah penurunan nafsu makan yang disertai penurunan berat
badan?
Adakah penurunan nafsu makan yang disertai peningkatan berat
badan?
Perubahan Adakah peningkatan frekuensi buang air besar?
pola defekasi Adakah penurunan frekuensi buang air besar?
Adakah perubahan konsistensi feces?
Perubahan Adakah peningkatan produksi keringat?
pola Adakah penurunan produksi keringat?
berkeringat Adakah gangguan cemas?
Bagaimana siklus menstruasi?
Perubahan Adakah peningkatan pertumbuhan rambut?
distribusi Adakah kerontokan rambut berlebih?
rambut Apakah kelainan tersebut bersifat lokal (setempat) atau menyeluruh?
Letargi Adakah keluhan lemah
Perubahan Apakah kulit terlihat lebih kasar/pucat/ kering/bersisik/ kemerahan
pada kulit (fLushing)?
dan kuku Adakah pertumbuhan kulit di aksila?
Adakah papul/plak kekuningan pada kulit?
Adakah hiper/ hipopigmentasi?
Apakah kelalnan tersebut di atas bersifat lokal (setempat) atau
menyeluruh?
Adakah kelainan pada kuku?
Perubahan/ dakah perubahan bentuk wajah (terlihat mem-besar)?
Abnormalitas Apakah kaki/ tangan terlihat membesar?
postur tubuh Bagaimana riwayat pertumbuhan (kurva per-tumbuhan)?
Bagaimana asupan makanan selama ini?
ABagaimana tinggi badan orang tua/ anggota keluarga lain?
Adakah riwayat penyakit kronis?
Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu dalam jangka
waktu lama?
Disfungsi Adakah ketidakmampuan memulai ereksi?
ereksi Adakah ketidakmampuan mempertahankan ereksi?
Apakah kelainan tersebut disertai dengan gangguan libido?
Apakah kelainan tersebut disertai dengan gangguan ejakulasi?
Apakah kelainan tersebut terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-
lahan (bertahap)?
Adakah keluhan nyeri hilang-timbul pada daerah bokong atau
ekstremitas bawah?

257
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Adakah riwayat penyakit kronik,obat-obatan, kelainan saraf, penyakit


vaskular?
Galaktorea Adakah pengeluaran air susu dari payudara?
Adakah riwayat melahirkan sebelumnya?
Gangguan Apakah pernah mengalami menstruasi sebelumnya?
menstruasi Bagaimana riwayat pubertas sebelumnya?
Bagaimana riwayat menstruasi dan pubertas pada keluarga?
Adakah riwayat penyakit sebelumnya (gangguan tiroid, obesitas)
Adakah pemakaian obat-obatan, kontrasepsi hormonal?
Adakah riwayat hubungan seksual, tanda-tanda kehamilan?
Poliuria Adakah jumlah urin melebihi 3 liter/ hari (>50ml/kgBB)?
Bagaimana asupan minum setiap hari?
Apakah peningkatan jumlah urin disertai pula dengan peningkatan
nafsu makan, penurunan berat badan, dan rasa haus yang
berlebihan?
Adakah penggunaan obat-obat seperti diuretik?
Ginekomastia Adakah riwayat penggunaan obat-obatan (hormonal, antibiotik, obat
dispepsia, obat jantung)?
Adakah penyakit sistemik yang diderita (sirosis hati, uremia), kelainan
endokrin?
Adakah keganasan yang diderita?

Hipofisis Hipogonad, hipotiroid, gagal tumbuh, hiposomatotropin dan


hipoadrenal
Kiasma Hilangnya persepsi merah, hemianopia bitemporal, gangguan
optikum lapang pandang, skotoma, buta
Hipotalamus Gangguan pengaturan suhu, gangguan nafsu makan dan haus,
obesitas, diabetes insipidus, gangguan tidur gangguan perilaku,
gangguan sistem otonom
Sinus Oftalmoplegia dengan atau tanpa ptosis/diplopia, baal di wajah
kavernosus
Lobus frontalis Gangguan kepribadian, gangguan penciuman
Otak Sakit kepala, hidrosefalus, psikosis, demensia, kejang

258
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Anamnesis
Adakah gangguan pertumbuhan?
Adakah gangguan penglihatan (blurred rzision), penglihatan ganda (diplopia),
penyempitan lapang pandang, buta warna?
Adakah gangguan penciuman?
Apakah terdapat perubahan bentuk wajah?
Apakah tangan dan kaki terasa membesar? (perubahan ukuran sepatu, cincin di
jari menjadi sempit, copol tunnel syndrome)
Adakah gangguan nafsu makan, perasaan haus berlebih?
Adakah gangguan tidur; gangguan kepribadian, psikosis?
Adakah gangguan sistem autonom (keringat berlebih, baal)?
Adakah gangguan menstruasi?
Adakah keluhan sakit kepala, riwayat kejang?
Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu (steroid, hormonal), riwayat
radiasi daerah hipofisis?

Growth Gangguan kualitas hidup Akromegali dan gigantisme:


Hormone Perubahan komposisi tubuh frontal bossing, ukuran kaki dan
Kapasitas olahraga J tangan membesar, pembesaran
Risiko kardiovaskular 1 mandibula dengan prognatisme
Adreno- Mudah lelah, lemas, tidak Sindrom Cushing:
cortico-tropine nafsu makan, mual, muntah, Obesitas, kulit tipis, moon face,
Hormone hipoglikemia hipertensi, strioe keunguan,
Tidak disertai hipo-pigmentasi hirsutisme, impotensi, gangguan
dan tanda defi siensi menstruasi, gangguan
minera lo-kortikoid toleransi glukosa, ke-lemahan
otot proksimal, jerawatan,
perubahan mental, osteoporosis,
edema ekstremitas bawah,
hiperpigmentasi, alkalosis,
hipokalemia
Prolaktin Perempuan:
Amenorea, galaktorea, infertilitas,
libidoJ, hirsutisme, berat badant,
densitas tulangJ
Laki-laki:
Gangguan libido, gangguan visus,
osteopenia, massa ototJ,
pertumbuhan kumis/jenggot J
Gonadotropin Perempuan: Pubertas dini (precoc io us p u be rty)
Oligomenorea/amenorea,
infertilitas, sekresi vaginaJ,
libidoJ, atrofi payudara,
osteoporosis
Laki-laki:
libidoJ, infertilitas, massa ototJ,
lemas, pertumbuhan rambutJ,
kerutan di wqah, osteoporosis

2s9
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Anamnesis
. Adakah keluhan mudah lelah, sulit berkonsentrasi?
. Adakah peningkatan/penurunan nafsu makan?
. Adakah peningkatan,/penurunan berat badan?
. Adakah intoleransi/tidak tahan terhadap udara panas/dingin?
. Adakah perubahan pola defekasi (peningkatan frekuensi atau konstipasi)?
. Adakah penurunan/peningkatan produksi kefingat?
. Adakah keluhan berdebar-debai gemetar?
. Adakah keluhan mudah marah/ tersinggung?
. Adakah gangguan menstruasi?
. Adakah benjolan di daerah leher? Jika ya:
. Bagaimana deskripsinya (bertambah besar; terasa nyeri)
. Apakah disertai keluhan sesak, gangguan menelan, suara serak?
. Adakah gangguan penglihatan?
. Adakah riwayat radiasi daerah leher, riwayat penggunaan obat jantung
(amiodaron), penggunaan kontras beryodium atau litium karbonat?
. Bagaimana asupan yodium?
. Adakah keluarga dengan keluhan serupa?
. Adakah riwayat penyakit autoimun lain?

Hiperaktivitag iritabilitas, disforia Takikardia, fibrilasi atrium (orang tua)


Tidak tahan panas, banyak ber-keringat Tremor
Berdebar-debar Goiter
Mudah lelah dan lemas Kulit hangat dan basah
Berat badan], nafsu makant Kelemahan otot, terutama proksimal
Diare Lid retroction, lid lag
Poliuria Ginekomastia
Oligomenorea, libidoJ

Mudah lelah Letargi


Sulit konsentrasi Kulit kering dan kasar
Tidak tahan dingin Muka dan tangan bengkak
Kenaikan berat badan (5-10 kg) Suara serak
Konstipasi Refleks fisiologis menurun
Gangguan menstruasi (menoragia) Kulit kekuningan
Kram otot, kesemutan, otot lemah Anemia
Gangguan kontraksi ventrikel
Bradikardia
Sianosis perifer

260
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Anamnesis
. Adakah perasaan lemas, mudah lelah?
. Adakah penurunan nafsu makan?
. Adakah penurunan/ peningkatan berat badan?
. Adakah keluhan mual, muntah. postural dizziness?
. Adakah emosi labil, perasaan gembira yang berlebihan, halusinasi?
. Adakah gangguan menstruasi, impotensi, peSurunan libido?
. Adakah riwayat penggunaan steroid, jamu-jamuan dalam jangka panjang?
. Adakah riwayat penghentian steroid secara tiba-tiba?
. Adakah riwayat tuberkulosis atau adakah gejala k€'arah tuberkulosis saat ini
(batuk lama, penurunan berat badan, keringat malam)?
. Adakah riwayat malignansi, penyakit autoimun, penyakit hipofisis?

Pada anamnesis, selain gejala toksik, harus ditanyakan riwayat radiasi


masa kecil, riwayat asupan yodium, riwayat konsumsi obat amiodaron,
penggunaan kontras beryodium, atau litium karbonat. lndividu yang tinggal
di daerah dengan asupan yodium rendah berhubungan dengan struma
akibat defisiensi yodium (goiter endemik). Riwayat keluarga dengan struma,
hipertiroidisme, hipotiroidisme, keganasan tiroid, penyakit imunologi lain
seperti diabetes melitus, penyakit reumatoid, anemia pernisiosa, alopesia,
vitiligo dan miastenia gravis dapat berhubungan dengan kejadian penyakit
tiroid autoimun. MultipLe endocrine neoplosio tipe 2A (sindrom Sipple) dan
2B dengan karsinoma medular tiroid merupakan penyakit yang diturunkan
secara otosomal dominan.16

Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua bagian utama yaitu korteks dan medula.
Pada korteks terdapat 3 lapisan yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata, dan
zona retikularis. Penyakit yang disebabkan gangguan pada korteks adrenal
di antaranya adalah sindrom Cushing dan insufisiensi adrenal, sedangkan
yang disebabkan gangguan pada medula adrenal adalah feokromositoma.3,le
Gejala dan tanda sindrom Cushing dapat dilihat pada tabel 9.10.
Pada anamnesis, selain keluhan yang khas ke arah sindrom Cushing, perlu
diketahui kemungkinan penyebabnya. Riwayat penggunaan obat steroid
atau jamu-jamuan dalam jangka panjang perlu ditanyakan.Sebaliknya, pada
insufisiensi adrenal, riwayat penghentian obat steroid tiba-tiba, riwayat sakit
kronik (tuberkulosis) atau keluhan saat ini yang mengarah ke diagnosis TB
dapat membantu mengarahkan etiologinya. Gejala dan tanda insufisiensi
adrenal dapat dilihat pada tabel 9.1 1.3.1e

261
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Obesitas
Hipertensi
Pletora
Hirsutisme
Jerawat
Strioe
Bruising
Osteopenia
Kelemahan otot
Gangguan neuropsikiatri (emosi labil, eforia, depresi, psikosis)
Gangguan menstruasi
lmpotensi, libido menurun
Gangguan toleransi glukosa
Diabetes
Dislipidemia
Poliuria
Batu ginjal

Lemas, mudah lelah, tidak nafsu makan, berat badan menurun


Hiperpigmentasi
Hipotensi
Gangguan saluran cerna
Salt croving
Gejala postural

Kelenjar Gonad
Hipogonadisme disebabkan oleh gangguan pada aksis hipotalamus hipofisis-
gonad maupun oleh kelenjar gonad itu sendiri. Secara klinis hipogonadisme
dapat mengakibatkan gejala pubertas lambat. Pubertas merupakan salah
satu stadium dalam perkembangan manusia yang ditandai dengan selesainya
perkembangan seks dan pertumbuhan sehingga seseorang mampu untuk
bereproduksi. Pubertas ditandai dengan peningkatan pertu mbuhan secara
cepat, matangnya kelenjar gonad, timbulnya tanda-tanda seks sekundel
serta dimulainya menstruasi dan spermatogenesis. Mengingat pubertas
dipengaruhi oleh hormon gonadotropin dan hormon ekstragonad, maka
gejala yang ditimbulkan sesuai dengan tempat kelainan yang ter.1adi.
Tanda awal pubertas pada laki-laki ditandai dengan ukuran testis lebih
dari2,5 cm (di luar epididimis), sedangkan pada perempuan ditandai dengan
tumbuhnya payudara. Pubertas dikatakan lambat bila pada laki-laki usia 13
tahun dan perempuan usia 14 tahun tidak ditemukan tanda perkembangan
seks sekunder atau adanya gangguan pada perjalanan proses pubertas,
misalnya, pada perempuan tidak didapatkan haid setelah lima tahun tumbuh
breast bud.3'23

262
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Hipogonadisme yang disebabkan oleh gangguan pada hipotalamus dan


hipofisis disebut hipogonadotropik hipogonadisme. Kelainan tersebut dapat
disebabkan tumor, malnutrisi, penyakit kronik, aktivitas fisik berlebihan,
anoreksia nervosa, dan hipotiroidisme. Apabila tidak ada gangguan
pada hipotalamus dan hipofisis maka disebut sebagai hipergonadotropik
hipogonadisme, kelainan hipogonadisme.terjadi pada tingkat gonad
(primer). Tipe ini paling sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau
disgenesis testis (anorkia dan kriptorkismus). Kelainan kromosom dapat
berupa sindrom klinefelter (fenotip laki-laki) dan sindrom turner (fenotip
perempuan).23
Kebalikan dari pubertas lambat, dikenaljuga pubertas dini, yaitu bila
ditemukan tanda-tanda perkembangan seks sekunder pada raki-raki sebelum
usia 9 tahun atau perempuan sebelum usia 8 tahun. penyebab pubertas dini
dapat terjadi pada tingkat sentral lqonodotropin dependent) ataupun bukan
sentral (g o no d otropin in depe nd e nt). perkem bangan seks seku nder normal
dapat dilihat pada tabe! 9.123,23

1. Preadolescence
2. Pembesaran testis dan skrotum
3. Pemanjangan penis
Berkembangnya glans penis dan daerah skrotum semakin gelap
!5. Dewasa: ditambah rambut pubis meluas hingga paha bagiin dalam

Perempuan
Payudara
'1. Preadolescence
2, Breost bud (menonjolnya payudara dan papilla)
3. Pembesaran payudara dan areola (sejajar)
4 Areola dan papilla berkembang lebih tinggi dari payudara
5. Dewasa: papilla semakin menonjol
Rambut pubis
1. Tidak ada rambut pubis
2. Tumbuh jarang terutama sekitar labia
Rambut semakin gelap dan keriting, menutupi daerah per-sambungan pubis
1
4. Tipe dewasa namun tanpa penyebaran rambut ke paha bagian dalam'
5. Dewasa: Rambut tersebar sampai paha bagian dalam

Kelenjar Paratiroid
Kelainan tersering pada kelenjar paratiroid adalah hipoparatiroidisme
pasca tiroidektomi total, di samping idiopatik. Keluhan yang timbul adalah

263
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

manifestasi hipokalsemia seperti rasa baal di daerah mulut dan jari-jari, kram
otot hingga kejang. Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat
operasi tiroid dan gejala-gejala hi pokalsemia.2a
Penyakit lain yang dapat dijumpai adalah hiperparatiroidisme' Pasien
dengan riwayat batu ginjal berulang dapat dicurigai berkaitan dengan
hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme. Ge]ala lain yang dapat dijumpai
adalah fraktur; nyeri perut, konstipasi, gangguan psikiatri, perasaan bingung
dan gejala neurologi (kebingungan, kelelahan berat, $angguan kesadaran).124

PEMERIKSAAN FISIS SISTEM ENDOKRIN


Pemeriksaan Umum
Penampilan pasien secara umum dapat memberikan kesan adanya penyakit
tertentu seperti pada pasien dengan sindrom Cushing, penyakit Addison,
hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom ovarium polikistik,
hipogonadisme, dan sindrom Turner. Pemeriksaan umum meliputi tinggi
badan, berat badan, indeks massa tubuh, tekanan darah pada posisi
berbaring dan posisi duduk, frekuensi nadi, dan tanda vital lainnya.la
Setelah melakukan pemeriksaan umum, dilakukan pemeriksaan fisis
yang lebih spesifik berdasarkan gejala dan tanda yang ditemukan. Misalnya
pada pasien yang mengalami penurunan berat badan walaupun memiliki
nafsu makan yang baik dapat dipikirkan adanya malabsorpsi atau kondisi
hipermetabolisme sebagai diagnosis banding. Pemeriksaan fisis yang harus
tanda-tanda malabs orpsi (mu scu lo r wasting, defisiensi
di perhati kan adalah
vitamin, purpura) dan tanda-tanda penyakit tiroid (struma, oftalmopati,
dermopati, tremor halus).14
tiroid yang datang dengan tirotoksikosis
Pasien dengan penyakit
mempedihatkan tanda-tanda over aktivitas simpatis seperti rasa gelisah,
tremor halus, eritema palmaris, kulit hangat dan berkeringat, takikardia, serta
atrial fibrilasi. Tanda-tanda lain yang juga ditemukan adalah eksoftalmus,
onikolisis (kuku Plummer), dan akropaki tiroid (clubbing).
Bila keluhan pasien mengarah pada hirsutisme atau tanda tanda
kelebihan andiogen lainnya, perlu dilakukan konfirmasi pemeriksaan
distribusi rambut pada tubuh, jerawat dan oconthosis nigricans. Pembesaran
kelenjar hipofisis dapat memberikan gejala akibat penekanan organ-organ
sekitarnya (neighbourhood signs). Penekanan kiasma optik menyebabkan
hemianopsia bitemporal yang diawali dari kuadran atas lapang penglihatan.3

264
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Pemeriksaan Khusus Kelenjar Endokrin


Dua kelenjar endokrin yang dapat dipalpasi adalah tiroid dan testis.
Tumor testis fungsional biasa sulit dipalpasi karena ukurannya yang kecil
dan kebanyakan dokter tidak terlalu menguasai teknik parpasi ovarium.
Dengan demikian ultrasonografi dan pemeriksaan pencitraan lainnya sering
digunakan untuk evaluasi kelainan gonad.

Pemeriksaan umum
- Tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh
- Tanda vital: tekanan darah pada posisi berbaring dan posisi duduk,
frekuensi dan irama nadi, frekuensi nafas, suhu tu6uh
Pemeriksaan khusus
- Perhatikan distribusi rambut pada tubuh: adakah hirsutism, alopesia
- Adakah kelainan pada kulit: jerawat, acanthosis nigricans, hiper/
hipopigmentasi, striae
- Adakah eksoftalmus, gangguan lapang pandang, atrofi optik
- Perhatikan daerah wajah: moon face, frontal bosiing, rahang menonjol,
hidung yang membesar dan lebar
- Adakah pembesaran lidah, gigi-gigi terpisah, maloklusi
- Adakah struma pada leher, buffalo hump pada punggung
- Perhatikan payudara: adakah ginekomastia, payudaritidaIberkembang
pada wanita
- Perhatikan daerah akral: adakah pembesaran tangan dan kaki, akropaki
tiroid (clubbing), onikolisis, tremoI edema
- Perhatikan daerah genitalia: rambut pubis, atrofi testis, kelainan pada
klitoris

[,;>
\_*"
Gambar 9.1. Orkidometer

265
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Kelenjar Gonad
Perabaan testis pada pria rutin dilakukan pada kasus gangguan pubertas
(terutama pubertas lambat) dan kecurigaan hipogonadisme. Pada
kriptorkismus, testis tidak turun sempurna ke kantong skrotum sehingga
salah satu atau keduanya tetap berada di rongga abdomen. Orkidometer
merupakan alat yang digunakan untuk menilai ukuran testis.

Kelenjar Tiroid
Pemeriksaan status lokalis kelenjar tiroid6
Pembesaran kelenjar tiroid disebut struma (goiter). Pembesaran generalisata
disebut sebagai struma difusa, sedangkan bila pembesaran bersifat iregular
atau benjolan disebut struma nodosa. Kelenjartiroid berada di sebelah anterior
trakea, antara lekuk sternal dan kartilago tiroid. Pemeriksaan tiroid meliputi
inspeksi, palpasi dan auskultasi. Langkah-langkah pemeriksaan tiroid:16

a. lnspeksi
Pemeriksa berdiri di depan pasien dengan cahaya yang cukup dari arah
belakang pemeriksa. lnspeksi dilakukan dari arah depan dan samping
pasien untuk melihat ada tidaknya massa, perubahan warna kulit dan
vena yang melebar atau jaringan parut bekas tiroidektomi di daerah
tiroid. Daerah lidah diperiksa untuk melihat kemungkinan tiroid lingual
dan kista duktus tiroglosus (dapat di leher).
Struma yang besar terutama yang terletak retrosternal dapat
menyebabkan obstruksi pada lubang masuk rongga dada yang ditandai
adanya dilatasi vena-vena dinding dada bagian atas, distensi vena
jugularis, dan eritema fasialis. Tes Pemberton untuk menilai obstruksi
rongga masuk toraks oleh struma retrosternal dilakukan dengan
meminta pasien untuk mengangkat kedua lengan setinggi mungkin
selama beberapa saat. Tanda adanya obstruksi rongga masuk toraks
adalah kongesti pada wajah (plethoro), sianosis, sesak napas, dan stridor
inspirasi (pasien diminta menarik napas dalam melalui mulut).
Pasien diminta melakukan gerakan menelan atau diberikan air
minum untuk ditelan. Pembengkakan di leher yang disebabkan oleh
goiter atau kista tiroglosus, akan bergerak ke atas saat proses menelan
sekitar 2 cm bersamaan dengan trakea, kemudian berhenti sejenak
selama setengah detik sebelum turun kembali.

266
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

lnspeksi Adakah terlihat struma


Adakah perubahan warna kulit
Adakah pelebaran vena leher dan dinding dada atas
Adakah jaringan parut bekas tiroidektomi
Adakah tiroid lingual, kista duktus tiroglosis
Tes Pemberton
Palpasi Struma: ukuran, soliter/multiple, simetris/asimetris, tekstuI
konsistensi, nodul/ difus,rnobilitas, nyeri tekan, getaran
(thrill)
Adakah pembesaran kelenjar getah bening
Adakah deviasi trakea
Perkusi Kecurigaan adanya goiter retrosternal
Auskultasi Adakah bruit

Palpasi
Normalnya kelenjar tiroid sulit atau hanya sedikit teraba, memiliki
permukaan yang halus dengan konsistensi lunak sampai kenyal.
Perabaan tiroid dapat dilakukan dari arah belakang pemeriksa
menggunakan ujung jari kedua tangan, dan menggunakan kedua
ibu jari bila dilakukan dari arah depan pasien. Untuk nodul yang kecil
pemeriksaan dari arah depan dan belakang dapat lebih membantu.
Kondisi leher sedikit fleksi agar otot leher tidak terlalu meregang
Pada pemeriksaan dari depan, kedua ibu jari pemeriksa diletakkan di
tengah trakea (di daerah krikoid) untuk melokalisasi istmus tiroid dan lobus
piramidal yang meluas ke atas dari ismus. Palpasi lobus kiri tiroid dilakukan
dengan ibujari kanan pemeriksa dan sebaliknya satu per satu. Saat palpasi
dilakukan penilaian ukuran, tekstur; konsistensi, nodul/ difus, nyeri tidak
pada penekanan dan mobilisasi dari dasarnya atau jaringan sekitar.

I
Pemeriksaan dari depan Pemeriksaan dari belakang

Gambar 9.2- Pemeriksaan fisis (palpasi) kelenjar tiroid6

267
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid membesar secara simetris,


keras dengan permukaan berbenjol-benjol (cobblestone) atau nodular
halus. Pada penyakit Graves, biasanya tiroid mem-besar simetris, namun
tidak selalu, dengan konsistensi kenyal dan permukaan yang rata.
Struma multinodosa berarti terdapat lebih dari satu nodul yang dapat
dipalpasi. Nyeri tekan pada tiroid dapat menunjukkan adanya tiroiditis
subakut atau supurativa, atau perdarahan kista (lebih jarang).
Palpasijuga kelenjar getah bening terutama pada kasus kecurigaan
ke arah karsinoma. Struma dengan adanya deviasi trakea, limfadenopati
servikal dapat berhubungan dengan keganasan tiroid.
Perkusi
Pemeriksaan perkusi jarang diperlukan pada pemeriksaan tiroid. Pada
kasus kecurigaan adanya goiter retrosternal, di atas manubrium sterni
ditemukan perubahan suara sonor ke redup atau pekak dari satu sisi
ke sisi yang lainnya.

d. Auskultasi
Pada penyakit Graves dapat didengar adanya bunyi desis (bruit) pada
auskultasi dan dapat pula teraba getaran (thriLl) pada palpasi kelenjar
tiroid.

OFTALMOPAT!
Klasifikasi yang tercantum pada tabel 9.15 bermanfaat untuk menggambarkan
beratnya keterlibatan mata, namun tidak dapat digunakan untuk memonitor
perjalanan penyakit mengingat satu stadium tidak selalu memburuk ke
stadium berikutnya.

0 No sign or symptoms
1 Only sign, no symptoms (tanda terbatas pada upper Lid retroction, store,
lid lag)
2 Soft tissue involvement (gejala dan tanda)
3 P roptosis (diuku r dengan H e rtel exophtho Lmo m ete r)
4 Ertraocu la r m uscle involve m e nt
5 Corneal involvement
6 Sight loss (keterlibatan sarap optikus)

258
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Kelenjar Hipofisis
Gangguan pada kelenjar hipofisis yang tersering adalah tumor.Pengaruh
tumor hipoflsis dapat berupa gejala mekanik akibat dorongan massa tumor
(sakit kepala, gangguan lapang pandang) atau gejala akibat gangguan
sekresi hormon hipofisis (akromegali, gigantisme, sindrom Cushing,
galaktorea, amenorea seku nder, gang guan. i nfertilitas, hipertiroidisme).
Akromegali teUadi apabila kelebihan growth hormone terjadi setelah
penutupan lempeng epifisis, sedangkan gigantisme.terjadi apabila kelebihan
growth hormone terjadi sebelum penutupan lempeng epifisis.
Pada inspeksi umum dapat ditemukan perawakan pendek, kulit yang
pucat (gangguan aktivitas melanosit), pertumbuhan rambut menipis dan
kulit berkerut halus (akibat defisiensi gonadotropin). Tanda seks sekunder
dapat tidak dijumpai sama sekali bila terjadi kegagalan gonadotropin
sebelum pubertas. Pada akromegali dan gigantisme, terdapat penampakan
tubuh yang khas.
Pada muka dapat dijumpai kerutan halus sekitar mata yang menunjukkan
defisiensi gonadotropin. Luka parut bekas luka di daerah frontal dapat
menunjukkan riwayat operasi kepala. Pada akromegali dijumpai frontal
bossing yang ditandai kerutan yang lebar di daerah supraorbita.

Gambar 9.3. Oftalmopati (A), dermopati (B) dan akropaki (C) pada
penyakit Graves'

269
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pada mata dapat dijumpai gangguan lapang pandang terutama


hemianopia bilateral (penekanan massa tumor pada chiasmo opticum), atrofi
optik pada funduskopi (penekanan massa tumor pada N. Optikus). Tanda
gangguan saraf dapat dljumpai akibat penekanan massa tumor di luar hipofisis
pada saraf kranial seperti N lll, N lV N Vl dan cabang pertama N V. pada mulut
dapat d'rjumpai lidah yang melebar; gigi-gigi yang terpisah dan maloklusi.la,2o
Pada tangan dicari kelainan bentuk (membesar/melebar), perabaan
suhu dan keringatnya. Pada akromegali dapat dijumpai gejala penekanan
N. Medianus akibat tumbuhnya jaringan lunak berlebih di daerah carpol
tunneL, gejala miopati proksimal, danfunny bone (penebalan N. Ulnaris yang
teraba di epikondilus medial). Daerah aksila dapat dijumpai kelainan kulit
berupa molLuscum fibrosum (penonjolan kulit yang berwarna lebih gelap
dari sekitarnya), dan akantosis nigrikans.la

Gambar 9.4. Gigantisme: Peningkatan Tingi Badan dan prognatism (A); pem-
besaran Tangan (B) dan Pembesaran Kaki (C)]a

Komplikasi akromegali ke jantung seperti aritmia, gagal jantung,


dan kardiomegali dapat ditemukan. Pada perut diperiksa ada tidaknya
pembesaran hati, limpa, dan ginjal. Selain itu, diperiksa juga ada tidaknya
atrofi testis.20
Di ekstremitas bawah dicari gejala osteoartritis terutama di pinggul
dan lutut, tanda pseudogout dan foot drop akibat penekanan N. peroneal.

270
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

I nspeksi . Perawakan tubuh pendek


. Adakah kulit pucat (akibat gangguan aktivitas melanosit)?
. Adakah gangguan pertumbuhan rambut (daerah dagu,
aksila, dada, pubis)?
. Perhatikan daerah kepala:
- Adakah rambut menipis, kerutan halus sekitar mata?
- Adakah luka parut/ bekas luka di daerah frontal (riwayat
operasi kepala)?
- Adakah frontal bossing?
- Apakah lidah melebar, qigi-gigi terpisah, maloklusi?
- Adakah tanda-tanda gangguan saraf kranial akibat
penekanan massa tumor (N lll, NIV N Vl, cabang
pertama NV)?
. Apakah payudara tidak berkembang (pada wanita) atau
ginekomastia (pada laki-laki)?
. Daerah aksila:
- Adakah kelainan kulit berupa molluscum fibrosum
(penonjolan kulit yang berwarna lebih gelap dari
sekitarnya), akantosis nigrikans?
. Ekstremitas:
- Adakah pembesaran akral?
- Adakah pseudogout, foot drop?
Palpasi Bagaimana perabaan suhu tubuh?
Bagaimana produksi keringat daerah akral?
Adakah pertumbuhanjaringan lunak berlebih di daerah corpoltunnel?
Adakah funny bone (penebalan N ulnaris yang teraba di
epikondilus medial)?
Adakah pembesaran hati, limpa, ginjal?
Adakah atrofi testis?
Lakukan perabaan payudara pada pria untuk memastikan
ada tidaknya ginekomastia (membedakan dengan
pseudoginekomastia)?
Perkusi Adakah pembesaran jantung?
Auskultasi Adakah aritmia?
Pemeriksaan Kampimetri, funduskopi
lainnya

Gejala defisiensi gonadotropin akibat penekanan hormongonadotropin


oleh adenoma hipofisis pada pria dapat berupa gangguan pertumbuhan
rambut (daerah janggut, aksila dan dada) sedangkan pada wanita berupa
payudara yang tidak berkembang.
Pada keluhan ginekomastia, pemeriksaan fisis terutama bertujuan untuk
menentukan apakah pembesaran kelenjar payudara tersebut merupakan
ginekomastia sesungguhnya atau pseudoginekomastia. Ginekomastia,
pembesaran payudara pada pria, ditegakkan apabila pada perabaan

271
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

didapatkan pembesaran kelenjar payudara, tidak hanya jaringan lemak


subareola (pseudoginekomastia). Deposisi lemak pada payudara di pria gemuk
dapat disalahartikan dengan ginekomastia. pemeriksaan dilakukan dengan
posisi pasien berbaring, dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
dilakukan perabaan jaringan payudara di belakang puting dan ditentukan
apakah merupakan jaringan lemak subkutan atau jaringan payudara.rT

Gambar 9.5. Pemeriksaan Fisis pada GinekomastialT

Kelenjar Adrenal
Gangguan pada kelenjar adrenal yang tersering adalah sindrom Cushing dan
insufisiensi adrenal.3 Pada sindrom cushing dapat dijumpai obesitas sentral,
hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa. Sebaliknya, pada insufisiensi
adrenal, dapat dijumpai hipotensi postural dan hipoglikemia berulang.1s,12,14
lnsufisiensi adrenal bisa primer akibal odrenat faiture atau sekunder akibat
penekanan hipotalamus hipofisis. Pada insufisiensi adrenal sekunder; gejala
akibat defisiensi mineralokortikoid (hipotensi) jarang muncul. penyebab
a d re n o I fo ilu re terserin g adala h tu berku losis.
Pada sindrom Cushing d'rjumpai moon foce, buffoto hump di pungung,
edema akibat retensi air dan garam, juga gangguan penyembuhan luka dan
bruising.T'10,11 Selain itu, juga dijumpai hiperpigmentasi akibat peningkatan

272
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

aktivitas MSH terutama di daerah ekstensor. Pada penyakit Addison


(insufisiensi adrenal primer) hiperpigmentasi bersifat generalisata pada
mukosa dan kulit terutama daerah yang sering tertekan.38,s 11,1a,21
(Gambar 9.5)
Kelainan kulit lain pada sindrom Cushing di antaranya lipatan lipatan
kulit, pletorea (kemerahan pada muka), hirsutisme, ekimosis, sfrioe
kemerahan atau ungu dan jerawat.llre

Gambar 9.5. Lesi Hiperpigmentasi Mukosa Mulut pada Penyakit Addison

Hirsutisme adalah pertumbuhan rambut yang berlebihan pada


perempuan bila dibandingkan dengan populasi normal sesuai rasnya.
Kelainan ini disebabkan peningkatan androgen (termasuk testosteron).
Metode yang biasa digunakan untuk menilai hirsutisme adalah modifikasi
skala Ferriman Gallwey (Gambar 9.7). Pada skala tersebut, setiap tempat
yang sensitif terhadap pengaruh androgen dibagi menjadi4 skor. Perempuan
Kaukasia biasanya memiliki skor di bawah 8, sehingga skor di atas 8 sudah
mensyaratkan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Pada perempuan Asia,
manifestasi hirsutisme jarang ditemukan sehingga parameter lain untuk
menilai kelebihan androgen dapat dr.;adikan petunjuk, seperti pertumbuhan
jerawat atau rambut yang menipis. Berkurangnya pertumbuhan rambut pada
pria dijumpai pada hipogonadisme. Menurunnya produksi androgen adrenal
akibat hipogonadisme, hipopituitarisme atau insufisiensi adrenal dapat
menyebabkan hilangnya rambut ketiak dan pubis pada pria dan perempuan.3,l0
Setiap dicurigai hirsutisme, tanda virilisasijuga dicari untuk menentukan
ada tidaknya androgen yang sangat berlebihan. Tanda virilisasi pada wanita
berupa tanda seks sekunder pria seperti pembesaran klitoris, perawakan pria,
suara yang memberat, dan kebotakan rambut di daerah frontal. Selain itu,
dapatjuga ditemukan atrofi payudara, peningkatan massa otot di tangan dan
kaki. Di daerah aksila dapat ditemukan akantosis nigrikans (pada polycystic
ovo rio n synd rome, PCO).10

273
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

-J .J
-
t!r

lrlilti

rr?.a
Gambar 9.7. Sistem Skoring untuk Hirsutisme (Ferriman Gallwey)

(a) (b) (c)

Gambar 9.8. (a) Jerawat, hirsutisme, (b) strioe, (c) moon foce pada sindrom
Cushing

lnspeksi Adakah obesitas sentral?


Adakah moon face, buffalo hump?
Adakah bruising, hiperpigmentasi?
Adakah pletorea (kemerahan pada wajah), ekimosis,
striae, jerawat?
Adakah hirsutisme, penipisan rambut?
Adakah tanda-tanda virilasasi pada wanita? (pem-besaran
klitoris, perawakan pria, kebotakan rambut daerah frontal
atrofi payudara)
Adakah akantosis nigrikans di aksila?
Pemeriksaan lainnya Adakah hipertensi, hipotensi postural?

274
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Kelenjar Paratiroid
Pada hipokalsemia dapat drlumpai tanda rrousseou dan chvostek's. pada
tanda Trousseau, dilakukan pembendungan di lengan atas sampai di atas
tekanan darah sistolik dan dilihat respons yang khas dalam waktu 2 menit
berupa kontraksi tangan. lbu jari mengalami aduksi dengan jari tangan lain
mengalami ekstensi kecuali pada sendi metakarpofalang. Tanda Chvostek
dapat dilihat dengan melakukan ketukan lembut di daerah nervus tujuh di
bawah telinga sehingga menimbulkan gerakan otot wajah pada sisi yang
sama, terutama otot bibir atas.2s

Tanda Trousseau Lakukan pembendungan (dengan tensi-meter) di lengan


atas hingga di atas tekanan darah sistolik
Lihat respons dalam 2 menit berupa kontraksi tangan: ibu
jari mengalamiaduksi dengan jari tangan lain mengalami
ekstensi kecuali pada sendi metakarpofalang

Tanda Chovstek's Lakukan ketukan lembut di daerah nervus tujuh di bawah


telinga sehingga menimbulkan gerakan otot wajah pada
sisi yang sama, terutama otot bibir atas

/ "-'- tr ,

I "'.
L" * '-lri'
-lY \/,
.-'.. k_>

r-$ /1
$ ,,/
Gambar 9.10. Tanda Chvostek Gambar 9.9. Tanda Trousseau

275
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Fisis pada Diabetes Melitus


Pemeriksaan fisis pada DM bertujuan mencari penyakit penyerta seperti
hipertensi, obesitas, dislipidemia, dan komplikasi kroniknya. Kondisi
komplikasi kronik yang dapat dicari adalah ada tidaknya kelainan jantung
(kardiomiopati, penyakit jantung koroner), kelainan paru (tuberkulosis),
riwayat strok dan gangguan pembuluh darah.perifer. Pemeriksaan umum
diawali dengan pemeriksaan tanda vital dan status gizi (indeks massa tubuh,
lingkar perut). Pada mata dicari tanda-tanda katarak dini. Pada pemeriksaan
dada dicari kemungkinan kelainan jantung (kardiomegali) dan kelainan
paru (tuberkulosis, infeksi). Pada pemeriksaan ekstremitas dapat ditemukan
perabaan kulit yang kering, refleks fisiologis yang menurun akibat neuropati,
penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, dan arteri
poplitea, gambaran kaki diabetes yang ditandai dengan atrofi otot, lengkung
kaki bertambah, dan tanda-tanda luka yang sudah lama atau tidak sembuh
dengan cepat, mata ikan (kalus), dan lesi-lesi penekanan akibat pemakaian
alas kaki yang tidak sesuai. Pemeriksaan monofilamen dapat menemukan
gangguan neuropati. Gangguan pembuluh darah tepi dapat ditunjang
dengan pemeriksaan dopler pembuluh darah kaki.7

Pemeriksaa n Bagaimana status antropometri? (indeks massa tubuh, lingkar


umum perut)
Adakah hipertensi?
lnspeksi Adakah kulit yang terlihat kering, hiperpigmentasi, xanthoma?
Adakah terdapat luka, ulkus, gangrene pada tubuh?
Adakah atrofi otot?
Adakah perubahan bentuk pada kaki (hammer toes, claw toes),
mata ikan (kalus)?
Palpasi Lakukan perabaan pada arteri dorsalis pedis (letakkan bagian
dalam permukaanjari-jari tangan pada daerah dorsum pedis)
Lakukan perabaan pada arteri tibialis posterior (letakkan bagian
dalam permukaan jari-jari tangan pada daerah posteroinferior
dari maleolus medialis)
Lakukan perabaan pada arteri poplitea (letakkan bagian dalam
permukaan jari-jari tangan pada daerah poplitea
Perkusi ' Adakah pembesaran jantung?
Auskultasi Adakah kelainan pada jantung, Paru?
Pemeriksaan Tes Monofilament (untuk deteksi neuropati), pemeriksaan
lain Doppler (untuk deteksi gangguan pembuluh darah kaki),
funduskopi, pemeriksaan refleks,

276
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin

Pada DM sering disertai dengan dislipidemia. pada dislipidemia dapat


ditemukan kelainan pada kulit berupa xonthomo. Beberapa jenis xonthomo
di antaranya adalah xonthelosma, tendon xonthomos, dan pLane xanthomos.
Xonthelosmo dijumpai pada kelopak mata, tendon xonthomo pada ochilLes,
bagian ekstensor tendonjari-jari tangan, sedangkan plane xonthomo pada
telapak tangan, muka, bagian atas tubuh, dan jaringan parut.z6

DAFTAR PUSTAKA
l Baxter JQ Ribeiro cJ,webb P lntroduction to Endocrinology. Dalam: Greenspan
FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange
Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA 2004:l -4.
2. Lameson JL. Principles of endocrinology. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser
SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL. Editors. Harrison,s principles of lnternal
Medicine. Edisi ke-16. McGraw-Hill Company USA. 2005:2067.
3. Talley NJ, O'Connor S. The Endocrine System. Dalam:Talley NJ, O,Connor S. Editor.
Cl inical examination.Edisi ke-6. Elsevier Australia 201 0:295-322.
4. wilson JD Foster DW, Kronenberg HM, Larsen pR. principles of endocrinology.
Dalam: wilson JQ Foster DW, Kronenberg HM, Larsen pR. Editor. william Textbolk
of Endocrinology. Edisi kesembiran. wB saunders company. phiradelphia.
1998:1-10.
5. Jameson JL, Weetman Ap Disorders of the Thyroid Gland. Dalam: Kasper DL,
Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL. Editors. Harrison,s
Principles of Internal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill company USA. 2005:2104-
127.
6. Greenspan FS. The Thyroid Gland. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor.
Basic & clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw
Hill. The McGraw-Hill Company USA.2004: 251-91 .

7. Masharani U, Karam JH, German MS. pancreatic Hormone & Diabetes Melitus.
Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & crinical Endocrinology. Edisi
ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA
2004: 678-731.
B. Salvatori R. Adrenal lnsufficiency. JAMA. 2005;294:2491-8.
9. Dorin Rl, Qualls CR, Crapo LM. Diagnosis of Adrenal lnsufficiency. Ann lntern
Med. 2003;'1 39 :1 94-204.
10. Rosenfield RL. Hirsutisme. N Engl.J Med. 2005;353:2578-8g.
1 1 . Raff H, Findling JW A physiologic approach to diagnosis of the cushing syndrome.
Ann lntern Med. 2003; 138:980-91.
12. Styne D. Growth. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinicar
Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-
Hill Company USA. 2004: 194-212.
13. McVaryKT.SexualDysfunction.Dalam:KasperDL,BraunwaldE,HauserSL,Fauci
AS, LongoDL, Lameson JL. Editors. Harrison's principles of rnternal Medicine. Edisi
ke-16. McGraw-Hill Company USA. 2005:271-5.

277
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

14. Melmed S, Lameson JL. Disorders of the Anterior Pituitary & Hypothalamus.
Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL.
Editors. Harrison's Principles of lnternal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill
Company USA. 2005:2085-6
15. Carr BR, Bradshaw KD. Disorders ofthe Ovary & Female Reproductive Tract.
Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci A5, LongoDL, Lameson JL.
Editors. Harrison's Principles of lnternal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill
Company USA. 2005:21 98-21 3.

16. Denker BM, Brenner BM. Azotemia and Urinary Abnormalities. Dalam: Kasper
DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lame.son JL. Editors. Harrison's
Principles of lnternal Medicine. Edisi k- 16. McGraw-Hill Company USA. 2005:246-
52.
17. Braunstein GD. Gynecomastia. N Engl J Med. 2007;357:1229 31
18. Aron DC, Findling JW, Tyrrell JB. Hypothalamus & Pituitary Gland. Dalam:
Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh.
Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA. 2004:
1 36-63.
19. Aron DC, Findling JW, Tyrrell JB. Glucocorticoids & Adrenal Androgen. Dalam:
Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh.
Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA. 2004:
384-408.
20. Braunstein GD.Testes. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical
Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-
Hill Company USA. 2004:484-508.
21 . Rosen M, Cedars Ml. Female Reproductive Endocrinology and lnfertility. Dalam:
Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh.
Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-HillCompany USA2004:522-44.
22. Vance ML. Hypopituitarism.N Engl J Med. 1994;330 1651'62.
23. Styne D. Puberty. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical
Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-
Hill Company USA. 2004: 608-36.
24. Potts JT. Diseases of the Parathyroid Gland and other Hyper- and Hypocalcemic
Disorders. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL,
Lameson JL. Editors.Harrison's Principles of I nternal Medicine. Edisi k-1 6. McGraw-
Hill Company USA. 2005:2249 -267 .
25 Athappan G, Ariyamuthu VK. Chvostek's Sign and Carpopedal Spasm. N Engl J

Med. 2009;360;e24.
26. Bolognia JL, Braverman lM. Skin Manifestations of lnternal Disease
Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL.
Editors. Harrison's Principles of lnternal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill
Company USA 2005:307

2t8
BAB 1O

AltAt[lttsts lrAlt
Ptt[tn[(s[A1t ]tsts piltA pA$l[lt
u$rA lllilUT
Siti Setiati, Aulia Rizka, Iin Anugrahini

Pendahuluan 279 Pemeriksaan Motorik 293


Anamnesis 280 Pemeriksaan Sensorik 294
Pemeriksaan Jasmani 283 Evaluasi gait, postur dan gangguan
Pemeriksaan Nervus Kranialis 289 keseimbangan 301

PENDAHULUAN
Seperti halnya pada pasien usia dewasa muda, penegakan diagnosis pada
pasien usia lanjut sangat tergantung pada kecermatan anamnesis
dan
pemeriksaan jasmani. Secara umum pemeriksaan fisik pasien usia
lanjut
mirip dengan usia dewasa muda namun terdapat berbagai hal khusus
yang harus mendapat perhatian rebih dari dokter pemeriksa agar tidak
ada diagnosis yang terlewat. selain pada proses menua yang normal akan
didapati berbagai temuan khas yang mungkin tidak ditemui pada pasien
usia dewasa, pasien usia lanjut juga memiliki banyak karakteristik khusus
yang membedakannya dengan pasien dewasa muda. pada pasien usia
lanjut
dengan kondisi umum yang lemah, anamnesis dan pemeriksaan fisik bahkan
kadangkala perlu dilakukan pada saat yang berbeda karena pasien merasa
lelah sebelum semua hal selesai dievaluasi.
Keadaan multipatologi, porifarmasi, permasarahan nutrisi dan depresi
sering pula ditemukan sehingga pasien usia lanjut membutuhkan pendekatan
khusus yang dinamakan pendekatan paripurna pada pasien Geriatri (p3G).
Pendekatan ini memungkinkan dirakukannya peniraian menyeruruh terhadap
pasien, disamping anamnesis dan pemeriksaan jasmaniyang rutin dirakukan.
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai tahapan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh pada pasien usia lanjut meliputi anamnesis, pemeriksaan jasmani
dan pengantar P3G.

279
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

ANAMNESIS
Dalam anamnesis pasien usia lanjut, dokter harus menyediakan waktu yang
cukup karena sering terdapat beberapa hal khusus yang dapat mengganggu
proses anamnesis sehingga harus lebih diperhatikan misalnya:

1. Defisit sensoris
Bila pasien biasa menggunakan kaca mata atau alat bantudengar,
pastikan digunakan saat anamnesis untuk mempermudah komunikasi.
Pastikan pula cahaya di tempat anamnesis berlangsung cukup terang'

2. Pasien tidak melaporkan seluruh keluhan yang dirasakan


Pasien usia lanjut seringkali tidak melaporkan secara lengkap gejala
penyakit karena merasa gejala yang dirasakan adalah normal terjadi
pada usia lanjut misalnya kesulitan mendengar atau melihat, gangguan
ingatan, inkontinensia, tidak nafsu makan, konstipasi atau jatuh.

3. Manifestasi penyakit yang tidak khas


Gejala dan tanda yang sering dijumpai pada pasien usia dewasa
seringkali tidak didapatkan misalnya pasien usia lanjut dengan
pneumonia dapat datang dengan keluhan lelah, tidak nafsu makan,
bicara meracau atau jatuh.
4. Penurunan status fungsional sebagai satu-satunya gejala
Pasien dengan artritis misalnya, mungkin tidak akan mengeluh nyeri
sendi atau bengkak namun akan mengeluh tidak kuat berjalan ke kamar
mandi atau harus dibantu saat memakai pakaian.

5. Kesulitan mengingat
Pasien usia lanjut sering lupa riwayat penyakit dahulu, riwayat perawatan,
obat-obatan yang digunakan. Selain harus lebih lama meluangkan
waktu untuk memberi pasien kesempatan untuk mengingat, perlu pula
dilakukan aloanamnesis dengan pelaku rawat atau keluarga pasien
lainnya guna melengkaPi data.

5. Takut dirawat
Pasien sangat mungkin tidak mengungkapkan semua keluhan yang
dirasakan karena takut diminta rawat inap.

7. Gangguan lain terkait usia


Pasien usia lanjut sering mengalami depresi dan gangguan kognitif
sehingga menyulitkan anamnesis.

280
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Pasien sebaiknya diwawancara sendiri kecuali bira mengalami penurunan


kesadaran atau gangguan fungsi kognitif. Aloanamnesis dengan pelaku
rawat dan keluarga lainnya dapat dilakukan guna menambah informasi. pada
pertemuan pertama, berilah pasien kesempatan untuk menjelaskan tentang
aktivitasnya sehari-hari sambil sekaligus melakukan penilaian mengenai
status fungsional dan status mentalnya. Kenyqmanan saat anamnesis sangat
penting dalam membantu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
mengenai pasien. Perhatikan pula tanda verbal d'an non-verbal misalnya
kecepatan bicara, nada suara, kontak mata ketika menilai hal-hal berikut:
. Depresi: pasien usia lanjut dapat menyangkal gejala cemas atau
depresi namun menunjukkannya dengan menangis, tempo bicara yang
melambat atau tampak tidak antusias mengenai hal tertentu
' Kesehatan fisik dan mental: pernyataan pasien mengenai nafsu makan
dan kebiasaan tidur dapat menggambarkan mengenai hal ini
. Perubahan berat badan lebih dari 1Oo/, dalam 3 bulan terakhir

Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan saat anamnesis yaitu:


1. Riwayat penyakit
selain menanyakan mengenai keruhan saat ini, tanyakan pura penyakit
sebelumnya, obat-obatan yang pernah dipakai dulu, riwayat imunisasi
serta reaksi alergiterhadap imunisasi. Mengingat tanda dan gejala yang
tidak khas dan kemungkinan pasien lupa atau menganggap kelainan
yang terjadi adalah bagian proses menua yang normal, anamnesis
sistem sangat penting dikeryakan.
2. Evaluasi sindrom geriatri
Terkait dengan proses menua dan keadaan multipatologi terdapat
beberapa masalah yang sering dlumpai pada pasien geriatri dan harus
ditanyakan secara aktif saat anamnesis. Masalah ini antara lain adanya
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, ketidakseimbangan,
riwayat jatuh, imobilisasi, tanda gangguan fungsi kognitif (mudah lupa),
gejala depresi, beser; mengompol, kesulitan tidur, tanda infeksi, kesulitan
buang air besar (BAB) dan disfungsi ereksi.
3. Riwayat penggunaan obat
Dokter perlu menanyakan jenis obat yang digunakan, dosis, jadwal
pemberian, dokter yang meresepkan obat tersebut dan indikasinya
serta riwayat alergi obat.

281
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

pastlkan mencatat semua obat yang digunakan termasuk obat topikal


dan obat yang dijual bebas, suplemen makanan dan obat herbal'

4. Riwayat penggunaan alkohol, rokok dan penyalahgunaan obat


5. Evaluasi nutrisi
Tanyakan mengenai jenis, kuantitas dan frekuensi makan pasien'
Tanyakan pula mengenai makanan tertentu yang dihindari pasien
(menurut pendapatnya sendiri atau atas sara.n dokter sebelumnya)'
asupan serat dan penggunaan vitamin atau suplemen yang dijual bebas,
penurunan berat badan atau ukuran baju yang berubah, banyaknya
anggaran belanja untuk makanan, ragam dan kesegaran makanan'
Kemampuan mengunyah dan menelan juga harus dievaluasi. Penurunan
kemampuan mengecap dan daya penghidu dapat mengurangi selera
makan. Pasien yang mengalami artritis, gangguan penglihatan,
imobilisasi dan tremor dapat mengalami kesulitan dalam menyiapkan
makanan. Mengompol juga dapat menyebabkan pasien mengurangi
asupan minumnya.

6. Kesehatan mental dan fungsi kognitif


Perhatikan gejala gangguan mental misalnya rasa sedih, putus asa,
sering menangis seringkali disebabkan depresi. Ansietas merupakan
gejala yang sering ditemukan menyertai depresi pada usia lanjut'
Dapat pula digunakan Geriotric Depression Scale (GDS) untuk penapisan
depresi pada usia lanjut (lampiran 1).

Penilaian fungsi kognitif dapat dilakukan sejak awal selama


wawancara dan dapat dibantu dengan penggunaan Mini
Mental Stote Exominafion (lampiran 2)untuk skrining penurunan
fungsi kognitif ringan hingga demensia. Dapat pula digunakan
obbrevioted mental test (lampiran 3)

7. Status fungsional
(bosic
Evaluasi status fungsional melalui penilaian aktivitas hidup dasar
activities of doily tiving, ADL) dengan skala Barthel (lampiran 4) atau
instrumentol ADt (IADL) dengan skala Lawton. Pada saat perawatan,
perlu ditentukan status fungsional pasien saat sehat, awal sakit, pertama
dirawat dan perkembangannya selama perawatan'

8. Riwayat sosial
Harus ditanyakan mengenai dengan siapa dan dimana pasien tinggal'
bagaimana cara mencapai rumahnya (apakah harus naik tangga atau

282
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

jalan menanjak), bagaimana cara mencapai rumahnya dengan alat


transportasi umum. Tanyakan pula mengenai aktivitas sosial dengan
keluarga atau tetangga, aktivitas ibadah, pelaku rawat, perhatian
keluarga terhadap pasien (bantuan finansial, seberapa sering kunjungan
dari anak atau keluarga lain serta kesehatan anggota keluarga).
Kegiatan sehari-hari pasien dan interaksinya dengan orang lain penting
untuk dinilai. Tanyakan pula dengan santun mengenai pendapatan
pasien, bantuan finansial dari anak atau orang lain dan apakah keadaan
keuangan tersebut cukup untuk membiaya kebutuhan sehari-hari
pasien.Kunjungan rumah seringkali sangat penting untuk menilai secara
langsung mengenai keadaan rumah dan riwayat sosial ini.
9. Perlakuan salah pada usia Ianjut
Bila curiga pasien berusia lanjut mengalami perlakuan salah
(mistreotment) oleh pelaku rawat atau keluarganya, lakukan anamnesis
dengan pasien sendiri tanpa didampingi orang lain. Tanyakan apakah
pasien merasa tidak aman dan macam perlakuan salah yang dialaminya
(kekerasan fisik, tidak diperhatikan, kekerasan kata-kata, isolasi,
pengurungan atau kekerasan lain). Bila perlakuan salah tersebut
terkonfirmasi, tanyakan mengenai penyebab, frekuensi dan beratnya
tindakan tersebut. Perlu juga dievaluasi kondisi sosial, finansial dan
hal lain yang dapat mempresipitasi perlakuan salah tersebut, misalnya
penggunaan alkohol oleh salah satu anggota keluarga. Bila keterangan
pasien perlu dikonfirmasi dengan pelaku rawat atau keluarga, jangan
lakukan konfrontasi. Tanyakan pada pelaku rawat adakah keadaan yang
memicu stres psikologis misalnya kesulitan keuangan, adakah kesulitan
yang dialami selama merawat pasien dan bagaimana penjelasan pelaku
rawat atau keluarga mengenai luka atau kelainan yang dicurigai akibat
perlakuan salah tersebut.

PEMERIKSAAN JASMANI
Selain pemeriksaan jasmani secara umum yang biasa dikerjakan pada pasien
usia dewasa, terdapat hal-hal khusus yang perlu diperhatikan pada evaluasi
fisik pasien usia lanjut. Pengamatan terhadap gerakan pasien saat memasuki
ruang pemeriksaan (cara jalan, cara duduk atau bangkit dari duduk) akan
memberi gambaran status fungsional secara umum. Higiene personal (

283
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

pemilihan baju, kebersihan, aroma tubuh)juga menunjukkan status mental


dan kemampuan pasien merawat diri sendiri.
Bila pasien tampak lelah, pemeriksaan jasmani dapat dihentikan lebih
dulu dan dilanjutkan lagi kemudian. Perhatikan keadaan umum pasien (

apakah pasien tampak nyaman, lelah, malnutrisi, sulit memusatkan perhatian,


sesak, pucat atau sianosis).

Riwayat penyakit Anamnesis sistem sangat penting dikerjakan.


Riwayat penyakit sebelumnya dan obat-obatan
Evaluasi sindrom geriatri Gangguan penglihatan, pendengaran, kognitif
(mudah lupa), keseimbangan, riwayat jatuh,
imobilisasi, gejala depresi, beser, mengompol,
kesulitan tidur; tanda infeksi, kesulitan BAB dan
disfungsi ereksi.
Riwayat penggunaan Dosis, jadwal, dokter yang meresepkan, indikasi
obat dan riwayat alergi obat.
Catat semua obat, termasuk topikal, obat dijual
bebas, suplemen makanan dan herbal.
Riwayat konsumsi
alkohol, rokok dan
penyalahgunaan obat
Evaluasi nutrisi Jenis, kuantitas, frekuensi makan, pantangan,
asupan serat, vitamin atau suplemen, penurunan
berat badan, anggaran makanan, ragam dan
kesegaran makanan.
Kemampuan mengunyah dan menelan.
Kesehatan inental dan Rasa sedih, putus asa, sering menangis, ansietas.
fungsi kognitif Gunakan Geriotric Depression Scole.
MM S E ata u Abb revio ted M e nto I Iest u ntu k men i la i
fungsi kognitif
Status fungsional ADL (skala Barthel) atau IADL (skala Lawton).
Tentukan status fungsional saat sehat, awal sakit,
pertama dirawat dan perkembangannya
Riwayat sosial Pasien dan kehidupan sosialnya (hubungan
dengan keluarga dan tetangga, adaltidak pelaku
rawat, perhatian keluarga, kehidupan spiritual).
Tempat tinggal dan aksesnya (transportasi umum,
jalan menanjak, tangga).

Berikut adalah beberapa hal khusus yang harus diperhatikan saat


pemeriksaan jasmani:

1. Kesadaran dan tanda vital


- Periksa tingkat kesadaran pasien dan orientasinya terhadap
orang, ruang dan waktu. Pada pasien usia lanjut sering terdapat

284
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

sindrom delirium (Acute Confusionol Stote) yang ditandai dengan


gangguan kesadaran akut dan fluktuatif ditandai dengan kesulitan
memusatkan perhatian yang seringkali berkaitan dengan kondisi
medis umum.
- Pemeriksaan berat badan harus dilakukan tiap kunjungan.
Pemeriksaan tinggi badan juga penting untuk menilai penurunan
tinggi badan akibat osteoporosis atau kelainan tulang lainnya.
- Suhu. Amati apakah terdapat hipotermia; Tidak adanya demam
tidak menyingkirkan infeksi karena pada usia lanjut tidak selalu
terjadi respon peningkatan suhu tubuh
- Pemeriksaan nadi dan tekanan darah di kedua lengan. perhatikan
regularitas denyut nadi. Untuk menghindari berbagai hal yang
dapat mempengaruhi tekanan darah, periksalah tekanan darah
beberapa kali setelah pasien istirahat selama minimal 5 menit.
Periksalah secara khusus tanda hipotensi ortostatik. Ukur tekanan
darah saat berbaring dan bandingkan dengan tekanan darah
setelah berdiri 3-5 menit. Bila terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 20 mmHg berarti terdapat hipotensi ortostatik.
- Pemeriksaan frekuensi napas. Frekuensi napas yang meningkat dapat
merupakan tanda infeksi saluran napas bagian bawah, gagaljantung.

2. Kulit
(normal, pucat, sianotik). Cari apakah
Evaluasi awal meliputi warna kulit
ada lesi premaligna dan maligna, tanda iskemia jaringan dan temukan
secara aktif luka tekan terutama pada pasien dengan imobilisasi.
Beberapa daerah yang harus diperhatikan karena memiliki risiko
luka tekan lebih tinggi adalah daerah belakang telinga, regio scapula
bilateral, sacrum, gluteus dan maleolus lateral bilateral.
3. Kepala leher
- Wajah
Beberapa temuan normal akibat proses menua yang dapat
terjadi adalah alis mata yang lebih rendah dibanding rima orbita
superior, pipi yang menurun letaknya, hilangnya sudut antara garis
submandibula dengan leheri keriput kulit kering dan ujung rambut
yang tebal di telinga, hidung, bibir atas dan pipi. Arteri temporalis
harus dipalpasi untuk menilai konsistensinya dan penebalannya,
yang dapat merupakan tanda giont cell orteritis.

285
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

- Mata
Pada usia lanjut dapat terjadi kehilangan lemak orbita sehingga
pasien tampak enoftalmus. Dapat pula ditemui pseudoptosis,
entropion (inveri batas bawah kelopak mata), ektropion (eversi
batas bawah kelopak mata) dan arcus senilis.
Seiring dengan proses menua, dapat ter1adi presbiopi. Pemeriksaan
visus menggunakan kartu Snellen, evdluasi lapang pandang dengan
teknik konfrontasi dan pemeriksaan tonometri bila perlu dapat
dilakukan. Pemeriksaan dengan oftalmoskop dapat menemukan
katarak, degenerasi nervus optikus atau makular, tanda glaukoma,
hipertensi dan diabetes.
- Hidung
Penurunan progresif letak ujung hidung merupakan hal yang
normal ditemukan pada usia lanjut.
- Telinga
Tofi dapat ditemukan pada telinga yang normal. Pemeriksaan fisik
lain sama dengan pemeriksaan fisik pada usia dewasa.
- Mulut
Periksa adakah gusi bengkak, gigiyang tanggal, tanda infeksijamur
dan lesi premaligna. Gigi yang menghitam dapat terjadi seiring
proses menua. Perhatikan adanya fisura di ujung bibir atau lidah
karena xerostomla, gusi yang memerah dan mudah berdarah dan
bau mulut yang dapat menunjukkan adanya caries, periodontitis
dan gangguan rongga mulut lainnya.
- Senditemporomandibular
Perlu diperiksa adanya tanda degenerasi (osteoartrosis)
- Leher
Periksa kelenjar tiroid, adakah bruit arteri karotis, dan fleksibilitas
gerakan leher, tahanan terhadap fleksi pasif, ekstensi dan rotasi
lateral dapat menunjukkan adanya lesi servikal.
4. Dada dan punggung
- Payudara
Periksalah adakah iregularitas dan nodul pada laki-laki dan
perempuan. Untuk wanita, pemeriksaan mandiri setiap bulan dan
mamografi tahunan perlu dilakukan terutama bila ada riwayat
keluarga dengan kanker payudara.

286
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

- Jantung
Pemeriksaan fisikjantu ng dilaku kan sebagaimana pada pemeriksaan
fisik pasien dewasa muda. Pada pasien usia lanjut bila ditemukan
murmur sistolik harus ditelusuri kemungkinan sklerosis katup aorta,
stenosis aorta, regurgitasi mitral atau hypertrophic obstructive
cordiomyopothy (HOCM). Suara jantung keempat dapat ditemukan
pada pasien usia lanjut tanpa kelainan kardiovaskular.
- Paru
Pemeriksaan paru sebagaimana pemeriksaan fisik pasien dewasa
muda. Cari tanda PPOK dan infeksi paru lain.
- Punggung
Periksa adanya skoliosis dan ketegangan otot punggung. Nyeri
di pinggang, punggung bawah dan tungkai dapat menjadi tanda
fraktur osteoporosis.
5. Sistem saluran cerna
Pemeriksaan fisik dilakukan sebagaimana pada usia dewasa muda
namun perhatikan lebih pada dinding perut, adakah hernia, adakah
pulsasi arteri abdominalis. Pemeriksaan colok dubur atas indikasijuga
penting untuk menilai massa di prostat, striktur atau impaksi fekal.
6. Sistemgenitourinari
Pada pria lakukan colok dubur atas indikasi untuk memeriksa konsistensi
dan nodul prostat. Pada wanita perlu diperiksa pap smear berkala.
Evaluasi kekuatan otot dasar panggul yang penting untuk penilaian
penyebab inkontinensia urin perlu dilakukan dengan cara colok
dubur pada pria atau colok vagina pada wanita. Harus juga
diperhatikan adakah tanda atrofi vagina dan adakah prolaps
pelvis yang nyata berupa sistokel menonjol yang melewati himen
saat batuk pada pemeriksaan dengan spekulum dalam rangka
evaluasi inkontinensia urin. Pemeriksaan refleks bulbocavernosus
untuk menilai integritas lengkung refleks S2-S4 dan refleks anal untuk
menilai lengkung refleks 52-S5 penting dilakukan untuk evaluasi
neurogenic blodder.
7. Sistem muskuloskeletal
Seluruh sendi harus diperiksa untuk mencari adakah nyeri, subluksasi,
krepitasi dan tanda radang lain. Periksa gerakan aktif dan pasif sendi
dan cari adakah kontrakur.

287
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

8. Ekstremitas
Temuan yang sering didapat adalah hallux valgus, menonjolnya sisi
medial head metatarsal pertama dengan deviasi lateral dan rotasi
jempol kaki, dan deviasi lateral head metatarsal kelima. Hommer toe
dan clow toe dapat mengganggu fungsi berjalan dan aktivitas sehari-
hari. Cari adakah deformitas ekstremitas lainnya.
9. Sistem neurologis
Pemeriksaan sistem neurologis dilakukan seperti halnya pada pasien
usia muda. Pemeriksaan nervus kranialis, pemeriksaan motorik, sensorik,
refleks, koordinasi, evaluasi gait, postur dan gangguan keseimbangan
harus selalu dilakukan mengingat tingginya kemungkinan kelainan
neurologis pada pasien usia lanjut.
Langkah pemeriksaan jasmani pada pasien usia lanjut secara ringkas
dapat dilihat pada tabel 10.1.

Kesadaran dan . Kesadaran dan orientasr


tanda vital . Berat badan dan tinggi badan
. Suhu
. Deyut nadi dan tekanan darah di kedua lengan
. Frekuensi napas

Kulit . Warna kulit (normal, pucat, sianotik)


. Lesi premaligna dan maligna, tanda iskemia jaringan dan
temukan secara aktif luka tekan pada daerah belakang
telinga, regio scapula bilateral, sacrum,
. gluteus dan maleolus lateral bilateral.

Kepala leher . Daerah alis mata di bawah rima orbita superior, pipi,
Wajah hilangnya sudut antara garis submandibula dengan leher,
keriput kulit kering dan ujung rambut yang tebal di telinga,
hidung, bibir atas dan pipi. Arteri temporalis dipalpasi
Mata . Enoftalmus, pseudoptosis, entropion, ektropion, arcus
senilis, presbiopi, lapang pandang, tonometri dan
oftalmoskop
Hidung
Telinga . Tofi
Mulut . Gusi bengkak, gigi yang tanggal, tanda infeksi jamur
dan lesi premaligna, fisura di ujung bibir atau lidah,
gusi memerah dan mudah berdarah, bau mulut dan
periodontitis
Sendi temporo- . Osteoartrosis
mandibular

288
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Leher . Kelenjar tiroid, bruit arteri karotis, fleksibilitas gerakan


leher dan lesi servikal.
Dada dan
pung9ung
Payudara . lregularitas dan nodul pada laki-laki dan perempuan.
Untuk wanita, SADARI setiap bulan dan mamografi
tahunan
Jantung . Murmur sistolik (kemungkinan sklerosis katup aorta),
stenosis aorta, regurgitasi mitral atau hypertrophic
obstructive cardiomyopothy (HOCM). Suara jantung lV
pada pasien tanpa kelainan kardiovaskular.
Paru . Tanda PPOK dan infeksi paru lain
Punggung . Skoliosis, ketegangan otot punggung, nyeri pinggang,
punggung bawah dan tungkai
Sistem . Hernia dan pulsasi arteri abdominalis
Pencernaan . Colok dubur atas indikasi

Sistem . Colok dubur atas indikasi pada pria


Genitourinari . Pap smear berkala pada wanita.
. Kekuatan otot dasar panggul dengan colok dubur pada
pria atau colok vagina pada wanita, sistokel menonjol
melewati himen saat batuk
. Refleks bulbocavernosus dan refleks anal

Sistem muskulo- . Seluruh sendi (nyeri, subluksasi, krepitasi dan tanda


skeletal radang lain)
. Gerakan aktif dan pasif sendi
. Kontrakur.
Ekstremitas . Hallux valgus, deviasi lateral head metatarsal kelima,
hommer toe, clow toe dan deformitas lainnya.

Pemeriksaan Nervus Kranialis

Nervus l. Olfaktorius
Mintalah pasien untuk mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan
dengan memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti
kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah

Nervus I!. Optikus


Lakukan pemeriksaan visus, dapat dikerjakan dengan cara:

a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visuol ocuity)


Dapat digunakan Kartu snellen. Pemeriksaan kartu memerlukan jarak
enam meter antara pasien dengan tabel. Jika tidak terdapat ruangan
yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin.

289
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca


dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)

b. PemeriksaanPenglihatanPerifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang
saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks
oksipitalis. Dapat dilakukan dengan:
- Tes Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa - pasien: 60- 100 cm,
Objek yang digerakkan harus berada tepat'di tengah-tengahjarak
tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di
gerakan mulai dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan
medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup
dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan tidak
boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang
pandang pemeriksa harus normal.

c. Refleks Pupil
- Respons cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga
pasien tidak memfokuskan pandangan pada cahaya dan tidak
berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya
terhadap cahaya. lnspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada
sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
- Respons cahaya konsensual
Jika pada pupilyang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.

d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)


Digunakan alat oftalmoskop.

e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

Nervus lll. Okulomotorius

a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris
lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan

290
Pemeriksaan Fisis pada pasien Usia Lanjut

kepala ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau


mengangkat alis mata secara kronik pula.

b. Gerakan bola mata


Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari
atau
ballpoint ke arah medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya
penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus.
Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam)
sudah
dilihat adanya strabismus (juring) dan deviasi conjugate ke satu
sisi.
c. Pemeriksaan pupil meliputi:
- Bentuk dan ukuran pupil
- Perbandingan pupil kanan dan kiri
- Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:
- Refleks cahaya langsung (bersama N. ll)
- Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. ll)
- Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Nervus lV. Troklearis


Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata
ke lateral bawah,
strabismus konvergen, diplopia

Nervus V. Trigeminus
. Cabang optalmicus: Memeriksa refleks berkedip pasien dengan
menyentuhkan kapas halus saat pasien melihat ke atas
. Cabang maxilaris: Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah
dan gigi
. Cabang Mandibularis: Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

Gambar 10.1. Cabang Nervus Trigeminus

291
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Nervus Vl. Abdusen


Pergerakan bola mata ke lateral

Nervus Vll. Fasialis


Minta pasien mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak
dalam), amati mimik muka pasien, minta pula untuk mengangkat alis,
menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan
tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan
gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan
kiri dan kanan apakah sama kuat). Bila ada kelumpuhan maka angin akan
keluar kebagian sisi yang lumpuh.

Nervus Vl I l, Auditorius/Vestibulokoklearis
Periksa ketajaman pendengaran pasien dengan menggunakan gesekan jari,
detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli
saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.

Nervus lX. Glosofaringeus


Untuk memeriksa gerakan refleks lidah, pasien diminta mengucap AH,
menguji kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah,
dan samping.
Pemeriksaan N.lX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan
maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi tersedak
(kelumpuhan palatum), kesulitan menelan dan disartria. Pasien diminta
membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut "ah" jika
uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus
X unilateral.

Perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.


Kemudian lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus lX adalah
komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian
belakang faring pada setiap sisi dengan spatula, jangan lupa menanyakan
kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. lX) setiap
kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara
refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan
kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disurul; berbicara agar dapat menilai
adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh
batuk, tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N. lX)

292
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Nervus X. Vagus
Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara

Nervus Xl. Asesorius


Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian raba massa otot trapezius dan usahakan untuk
menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleido mastoideus.

Nervus Xl. Hipoglosus


lnspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi
dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). pasien
diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah jika
terdapat lesi upper atau lower motorn euron unilateral.
Lesi UMN dari N Xll biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil
dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateraldari N. lX. X, Xlldisebut kelumpuhan
pseudobulbar.

Pemeriksaan Motorik

a. lnspeksi
- Gaya berjalan dan tingkah laku
- Simetri tubuh dan extermitas
- Kelumpuhan badan dab anggota gerak

b. Pemeriksaan gerakan volunter


- Mengangkat kedua tangan dan bahu
- Fleksi dan extensi artikulus kubiti
- Mengepal dan membuka jari tangan
- Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
- Fleksi dan ekstansi artikulus genu
- Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki

c. Palpasi
- Pengukuran besar otot
- Nyeri tekan
- Kontraktur t
- Konsistensi(kekenyalan)
- Konsistensi otot yang meningkat: meningitis, kelumpuhan

293
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

- Konsistensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat


lesi, kelumpuhan akibat denerfasi otot

Evaluasi adakah tremor. Bila ada amati amplitudo, ritme, distribusi,


frekuensi dan waktu terjadinya (saat istirahat, saat aktivitas atau disengaja)

Pemeriksaan Sensorik
Pasien diminta memejamkan mata

a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan spatel lidah yang


dipatahkan atau ujung kayu aplikator kapas goreskan pada beberapa
area kulit. Minta pasien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi
tumpul atau tajam.

b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan dua tabung


tes, satu berisi air panas dan satu air dingin, sentuh kulit dengan tabung
tersebut. Minta pasien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.

c. Sentuhan ringan: dengan menggunakan bola kapas atau lidi kapas,


beri sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang
permukaan kulit minta pasien untuk bersuara jika merasakan sensasi

d. Vibrasi/getaran: dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang


sedang bergetar di bagian distal sendi interfalang dari jari dan sendi
interfalang dari ibu jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta pasien
untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan vibrasi.

Kekuatan otot
Kekuatan otot pada usia lanjut dapat menunjukkan kelemahan. Perhatikan
apakah ada kelemahan yang tidak simetris. Sarkopenia yaitu penurunan
massa otot sering ditemukan pada usia lanjut dan harus diperhatikan
terutama bila mengganggu fungsi gerak.
Kekuatan genggam tangan pada usia lanjut merupakan pengukur
kekuatan otot yang simpel dan baik, dan berkorelasi baik dengan kekuatan
otot ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah. Pengukuran kekuatan
genggam tangan untuk mengidentifikasi gangguan mobilitas lebih
dianjurkan daripada kekuatan ekstensor lutut karena lebih mudah, cepat,
dan murah.

294
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Peranan fungsi menggenggam juga memberikan kontribusi yang besar


pada penilaian kemandirian individu usia lanjut yang diukur menggunakan
indeks ADL (Activities of Doily Living) Barthel. lndividu usia lanjut memerlukan
kekuatan otot ekstremitas atas yang cukup dalam mempertahankan
kemandirian dasar seperti menggenggam, mengangkat, dan proses transfer.
Kekuatan genggam tangan juga dapat memprediksi timbulnya hambatan
fungsional dan disabilitas hingga 25 tahun kemudian. Lebih jauh lagi
menurut studi kohort kekuatan genggam yang kuat akan meningkatkan
kualitas hidup usia lanjut.
Dinamometer tangan tipe Jamar merupakan alat yang paling banyak
dikutip dalam literatur dan telah diterima sebagai standar baku pemeriksaan
kekuatan genggam tangan karena memiliki nilai validitas yang tinggi serta
memiliki data normatif yang lengkap. Pemeriksaan kekuatan genggam
tangan dengan dinamometer tipe Jamar diuraikan pada tabel 10.2 dan
gambar 10.2

lstirahat cukup minimal 24jam sebelum pemeriksaan.


Tidak melakukan aktifitas fisik berat/melelahkan
minimal 24 jam sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan 2-31am setelah makan pagi
dan cukup minum.
Pasien dalam kondisi sehat, tidak menderita
penyakit akut seperti: demam, influenza, nyeri otot
dan sendi, dll. Bila terdapat keluhan fisik terutama
gangguan jantung dikonsultasikan lebih dulu
kepada dokter yang akan memeriksa.
Memakai baju dan alas kaki yang nyaman.
Pasien akan diperiksa tekanan darah dan denyut
nadi sebelum pemeriksaan.
Sebelum pengukuran tangan pasien dalam keadaan
kering. Pasien berdiri tegak, kaki diregangkan
selebar bahu, tangan kanan/kiri terletak di samping
badan dalam posisi lurus dengan menggenggam
hondgrip dengan bagian alat yang berskala
menghadap keluar. Posisi lengan dan tangan tidak
menempel dan lengan membentuk sudut 20-300
dengan tubuh. Selanjutnya pasien diperintahkan
untuk menarik napas, setelah siap gagang hondgrip
digenggam sekuat tenaga secepat mungkin
sambil mengeluarkan napas. Tidak diperkenankan
menahan, mengayun maupun memompa.
Pasien diberikan jeda istirahat 1 menit.
Pasien diperiksa denyut nadi sebelum tes yang ke 2

295
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pada masing-


masing tangan.
Pasien kembali diperiksa tekanan darah dan denyut
nadi sesudah pemeriksaan
Bila terdapat rasa tidak nyaman atau nyeri karena
cedera dapat diatasi dengan pemberian kompres
kain hangat atau gel pengurang rasa sakit.
Sesudah pemeriksaan pasien dianjurkan istirahat
cukup.

Gambar 1O.2.
Pemeriksaan kekua-
tan genggam tangan
menggunakan alat
dinamometer tangan
tipe Jamar model
J00 1 05

Tipe dinamometer lain yang banyak beredar di lndonesia juga dapat


dipergunakan dalam mengukur kekuatan genggam tangan, namun memiliki
keterbatasan karena pasien harus mampu berdiri. Tabel dan gambar
berikut menjelaskan panduan pemeriksaan kekuatan genggam dengan
dinamometer tangan tipe Takei.

Gambar 10.3. Pemeriksaan kekuatan genggam tangan dengan


menggunakan dinamometer handgrip tipe Takei Kiki Kogyo nomor
seri 873362

296
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

' Pasien diminta duduk di kursi yang memiliki sandaran lengan. posisi kedua
kaki menginjak lantai. Pasien diminta untuk tidak menggoyangkan tubuh dan
seluruh anggota gerak. Pada pengukuran berulang dianjurkan menggunakan
kursi yang sama.
. Meminta pasien untuk menempatkan lengan pada sandaran kursi, posisikan
pergelangan tangan tepat pada ujung sarfdaran kursi agar tangan yang
mengenggam dinamometer tidak menempel pada kursi.
. Meminta pasien menggenggam gagang dinamoineter dengan posisi ibu
jari menghadap ke atas kemudian membentuk bulatan dengan empat jari
lainnya seperti memegang silinder. Tanyakan apakah pasien merasa nyaman
danjika diperlukan pada kondisi tertentu posisi pegangan dapat diu-bah.
. Pemeriksa menopang dasar dinamometer dengan telapak tangan tanpa
membatasi gerakan (untuk meniadakan efek gravitasi alat saat pasien
menggenggam dengan kuat).
. Selanjutnyapasiendiperintahkanmenggenggamsekuattenagahinggajarum
dinamometer berhenti pada titik tertinggi.
. Pengukuran dilakukan 3 kali denganjeda pada masing-masing tangan dan
diambil nilai yang paling tinggi dalam kilogram.

Refleks

a. Reflek fisiologis
- Reflek biseps:
- Posisi pasien duduk, biarkan lengan beristirahat di pangkuan
pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku.
- ldentifikasi tendon: minta pasien memflexikan di siku
sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubiti.
Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal.
- Cara: ketukkan hammer pada jari pemeriksa yang di-tempatkan
pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk
pada sendi siku.
- Respons: fleksi lengan pada sendi siku

Gambar 10.4. Pemeriksaan Refleks Biseps

297
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Refleks triseps:
- Posisi pasien duduk. Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh
pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan
bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku
- Cara: ketukkan hammer pada tendon otot triceps, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
- Respons: ekstensi lengan bawah pada sendi siku

'-*.tt J

,jII

Gambar 10.5. Pemeriksaan Refleks Triseps

Refleks brachiradialis
- Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus
beristirahat longgar di pangkuan pasien.
- Cara: ketukkan hammer pada tendon otot brakioradialis
(Tendon melintasi sisi ibu jari pada lengan bawah) jari-jari
sekltar 10 cm proksimal pergelangan tangan. Posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
- Respons: - flexi pada lengan bawah
- supinasi pada siku dan tangan

Gambar 10.6. Pemeriksaan refleks brachiradialis

298
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Refleks patella
- posisi pasien dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring
terlenta ng
- Cara: ketukkkan hammer pada tendon patella
- Respons: plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep
femoris

fi *.

,fr
?=
-rL,,,-
Gambar 10.7. Pemeriksaan Refleks patella

Refleks achiles
- Posisi: pasien duduk, kaki menggantung di tepi tempat tidur.
Dapat pula berbaring terlentang dengan posisi kaki yang satu
melintasi diatas kaki di yang lain atau mengatur kaki dalam
posisi tipe katak.
- ldentifikasi tendon: mintalah pasien untuk plantar flexi.
- Cara: ketukkan hammer pada tendon achilles
- Respons: plantarfleksi kaki karena kontraksi m.gastrocnemius

Gambar 10.8. Pemeriksaan Refleks Achilles.

299
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

b. Refleks Patologis
- Refleks bablnski:
- Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan.
- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien
agar kaki tetap pada tempatnya.
- Lakukan penggoresan telapak kaii bagian lateral dari posterior
ke anterior
- Respon: posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari
kaki dan pengembangan jari kaki lainnya

Gambar 10.9. Refleks Babinski

Refleks chaddok
- Cara: Gores kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior
- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai
mekarnya (fonning) jari-jari kaki lainnya.

4
.Y-

300
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Koordinasi
Periksa kecepatan respon motorik dan koordinasi otot, Kecepatan respons
otot menurun seiring proses menua terutama karena gangguan konduksi
di saraf tepi

Evaluasi gait, postur dan gangguan kesqimbangan


. Gait. Periksa seluruh komponen gait meliputi proses awal melangkah,
panjang, lebar; simetri tidaknya, kontinuitas dan ritme langkah, stride
width, kecepatan jalan, dan postur saat berjalan.
. Beberapa temuan normal misalnya langkah yang lebih pendek,
penurunan goit velocity, penurunan gerakan sendi tertentu dan
perubahan ringan postur tubuh saat berjalan.
. Kontrol postural. Penilaian kontrol postural dapat dilakukan dengan
tes Romberg ( pasien berdiri dengan kaki rapat dan mata tertutup).
Seiring dengan proses menua, kontrol postural dapat terganggu dan
postural sway dapat meningkat.
. Evaluasi gangguan keseimbangan. penilaian ini penting dilakukan
pada semua pasien usia lanjut yang memiliki risiko jatuh. Hingga kini
tidak ada baku emas diagnostik gangguan keseimbangan namun telah
dikembangkan beberapa tes obyektif untuk menilai adanya gangguan
keseimbangan misalnya:
* The timed-up-ond-go test (TUG tesf)
Pasien diminta bangkit dari kursi dengan tinggi46 cm kemudian bedalan
3 meter; berbalik arah lalu duduk kembali. Tes ini memiliki sensitivitas
87o/" dan spesifisitas 87o/o dalam menilai risiko jatuh.
lnterpretasi hasil: <10 detik: mandiri penuh
10-19 detik: mandiri sebagian aktivitas

if :
"TJl
|;:il,l'J,,",., u nnn u, risi ko jatu h
* Functional reoch test (uji menggapai fungsional)
Tes ini bertujuan untuk menilai kontrol postural dinamis dengan prinsip

mengukuijarak terjauh yang mampu digapai dengan mencondongkan


badan tanpa melangkah.
Normal untuk usia 70-78 tahun : laki-laki: 13,61 inch t 1,55
Perempuan: 10,67 inch t 3,5
Nilai di bawah 6 inch menunjukkan risiko jatuh.

301
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

- Uji keseimbangan Berg


Tes ini bertujuan untuk menguji aktivitas dan keseimbangan
fungsional.

Gambar 10.1 1. TUG Iest

Untuk setiap tugas berikut diberikan nilai 0 (tidak mampu) hingga 4 (normal):
- Duduk tanpa bantuan
- Bangkit dari duduk ke berdiri
- Berdiri ke duduk
- Transfer
- Berdiri tanpa bantuan
- Berdiri dengan mata tertutup
- Berdiri dengan kedua kaki rapat
- Berdiri dengan kedua kaki posisi tandem
- Berdiri dengan satu kaki
- Rotasi punggung saat berdiri
- Mengambil obyek tertentu dari lantai
- Berputar 360 "
- Melangkahi kursi tanpa sandaran
- Menggapai ke depan saat berdiri

302
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

lnterpretasi hasil:
- Untuk kisaran skor 56-54 setiap penurunan 1 nilai )peningkatan
rasio odds risiko jatuh sebanyak 3-4%
- Untuk kisaran skor 54-46 setiap penurunan 1 nilai ) peningkatan
rasio odds risiko jatuh sebanyak 6-8%
- Nilai 36 atau kurang a risiko jatuh hampir 100%
- Refleks
Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis dilakukan seperti
pemeriksaan jasmani pasien dewasa muda.
- Sensasi
- Evaluasi sensasi meliputi sentuhan, fungsi sensori kortikal,
sensasi suhu, proprioseptif dan getaran. pasien usia lanjut sering
mengeluhkan baal di kaki karena penurunan ukuran serabut saraf
tepi. Pada pasien dengan keluhan seperti ini, periksa adakah
neuropati perifer.
- Status mental dan fungsi kognitif
Periksa orientasi dan identifikasi abnormalitas kesadaran,
judgement, kemampuan berhitung, bicara, bahasa, praksis, fungsi
eksekutif dan memori. Beberapa toolyang dapat digunakan adalah
Pengkajian Status Mental Mini(Lampiran 2)dan Uji Mentalsingkat
(lampiran 3)

10. Status nutrisi


Periksa perubahan berat badan, hitung indeks massa tubuh (lMT).
Skrining status nutrisi dapat dilakukan dengan pengkajian Nutrisi
Mini atau Mini NutritionolAssesment (MNA)- lampiran 5. Bila terdapat
kecurigaan gangguan nutrisi dapat dilakukan evaluasi menyeluruh
meliputi pemeriksaan jasmani dan laboratorium.
11. Tanda perlakuan salah (elderly mistreatmentl
Bila terdapat kecurigaan pasien mengalami perlakuan salah oleh pelaku
rawat atau keluarga, beberapa hal berikut perlu diperiksa untuk evaluasi
lebih lanjut:
- Keadaan umum: kebersihan personal buruk, berbusana yang tidak
layak
- Kulit dan mukosa: tanda dehidrasi, luka tekan, luka yang tidakwajar,
luka yang tidak mendapat perawatan semestinya
- Kepala dan leher: kebotakan akibat trauma kepala

303
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

- Dada: memar-memar, bekas pukulan atau sabuk


- Daerah genitourinaria: perdarahan rektum atau vagina, luka tekan
- Ekstremitas: bekas penggunaan pengikat/tali di daerah pergelangan
tangan atau kaki
- Muskuloskeletal: fraktur yang tidak diketahui sebelumnya, nyeri
atau cara berjalan yang tidak wajar
- Kesehatan mental: gejala depresi dan ansietas.
Pada tabel 10.4. terangkum pemeriksaan sistem neurologis yang perlu
dinilai pada usia lanjut

Nervus kranialis Pupil yang lebih kecil dari normal,


upword goze, hilangnya bell's phenomenon,
fungsi penghidu dan tanda defisit neurologis'
Fungsi motorik Tremor dengan amplitudo, ritme, distribusi,
frekuensi dan waktu terjadinya (saat istirahat,
saat aktivitas atau disengaja)
Kekuatan otot Kekuatan otot, kelemahan yang tidak
simetris, sarkopenia
Koordinasi Kecepatan respons motorik dan koordinasi
otot
Evaluasi gait postur dan gangguan Goit, proses awal melangkah, panjang,
keseimbangan lebar; simetri tidaknya, kontinuitas dan ritme
langkah, stride width, kecepatan jalan, dan
postur saat berjalan.
Kontrol postural, dengan tes . The timed-up-ond-go fesf [tUG fest)
Romberg evaluasi gangguan . Functionol reoch test (uji menggapai
keseimbangan, fungsional)
. Uji keseimbangan Berg
. Refleks
. Sensasi
. Evaluasi sensasi, periksa adakah
neuroPati Perifer.
. Status mental dan fungsi kognitif Periksa
orientasi dan identifikasi abnormalitas
kesadaran, iudgeme nt, kemamPuan
berhitung, bicara, bahasa, praksis, fungsi
eksekutif dan memori
Status nutrisi Periksa perubahan berat badan, lMT, status
nutrisi dengan Mini Nutritionol Assesment
(MNA)

PENGKAJIAN PARIPURNA PADA PASIEN GERIATRI (P3G)


Evaluasi menyeluruh terhadap kesehatan fisik, mental, fungsi kognitif, status
sosial ekonomi dan faktor lingkungan perlu dilakukan pada pasien usia

304
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

lanjut dalam bentuk P3G. Dengan menerapkan p3G perawatan menjadi lebih
holistik, luaran klinis yang dicapai lebih baik, akurasi diagnostik meningkat,
status mental dan fungsional membaik, mortalitas menurun, angka
hospitalisasi menurun dan kepuasaan pasien meningkat. Evaluasi holistik
ini lebih baik bila dilakukan oleh tim terpadu geriatri untuk meningkatkan
akurasi dan dapat kemudian ditindaklanjuti secara paripurna pula.
Beberapa komponen P3G adalah keadaan fisik umum, status fungsional,
fungsi kognitif dan status mental, status nutrisi, obat-obatan, status sosial
dan ekonomi. Dalam penerapannya dapat digunakan berbagai tool yang
disajikan pada lampiran untuk mempermudah evaluasi.

Jika ada kecurigaan, dapat diperiksa


. Keadaan umum: kebersihan personal buruk, berbusana yang tidak layak
. Kulit dan mukosa: tanda dehidrasi, luka tekan, luka yang tidak wajar; luka yang
tidak mendapat perawatan semestinya
. Kepala dan leher: kebotakan akibat trauma kepala
. Dada: memar; bekas pukulan tangan atau sabuk
. Daerah genitourinaria: perdarahan rektum atau vagina, luka tekan
. Ekstremitas: bekas penggunaan pengikat/tali di daerah pergelangan tangan
atau kaki
. Muskuloskeletal: fraktur yang tidak diketahui sebelumnya, nyeri atau cara
berjalan yang tidak wajar
. Kesehatan mental: gejala depresi dan ansietas.Lakukan autoanamnesis
. Perasaan tidak aman
. Macam perlakuan salah (kekerasan fisik atau verbal, tidak diperhatikan, isolasi,
pengurungan atau kekerasan lain)
. Jika terkonfirmasi, tanyakan penyebab, frekuensi dan beratnya
. Evaluasi kondisi sosial, finansial dan faktor presipitasi mistreatment.
. Konfirmasi dengan pelaku rawat atau keluarga, jangan mengkonfrontasi.
. Tanyakan pada pelaku rawat adakah keadaan yang memicu stres psikologis
(kesulitan keuangan, kesulitan selama merawat pasien).

DAFTAR PUSTAKA
1. Reuben Q Rossen s. Principles in Geriatric Assesment in: Hazzard Geriatric
Medicine and Gerontology 6th ed. Mc Graw Hill; 2009. p 141-152.
2. Ellis G, Langhorne P Comprehensive Geriatric Assesment for Older hospital
patients. Br Med Bull 2005;71.45-59.
3. Reuben DB, Greendale GA, Harrison GG. Nutrition screeninq in older persons..J
Am Geriatr Soc 1995;42(4).415.
Besdine R. Evaluation of the elderly patient. Diunduh dari http://www.
me rckma nu a ls.co m/professi on al/ geriatrics/ app roac h_to_the_geriatri c_patient/
evaluation_of_the_elderly_patient.html tanggal 2B Oktober 201 1.
Guigoz Y The Mini Nutritional Assesment Review of the literature: what does it
tell us? J Nutr Health Aging 2006;10(6\:466-487.

305
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Lampiran 1. Geriatric Depression Scole (GDS)


Pilihlahjawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan pasien/
responden dalam satu minggu terakhir

1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan Ya Tidak


anda?
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan Ya Tidak
dan minat atau kesenangan anda?

3. kosong? Ya
Apakah anda merasa kehidupan anda Tidak
4. bosan?
Apakah anda sering merasa Ya Tidak
5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik Ya Tidak
setiap saat?
6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan Ya Tidak
terjadi pada anda?
7. Apakah anda merasa bahagian untuk sebagian besar Ya Tidak
hidup anda?
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya? Ya Tidak
9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada Ya Tidak
pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu hal yang
baru?
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah Ya Tidak
dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan
orang?
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya Tidak
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa tidak berharga Ya Tidak
seperti perasaan anda saat ini?
13. Apakah anda merasa penuh semangat? Ya Tidak
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak Ya Tidak
ada harapan?
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik Ya Tidak
keadaannya dari anda?

Skor : hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal


- Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1

- Skorantara 5-9 menunjukkan kemungkinan besardepresi


- Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi

306
Revisi Halaman 307 dan 311

1. Tabel lampiran 5 pada halaman 311 merupakan tabel lampiran 2 halaman 307
2. Tabel lampiran 5 Pengkajian Nutrisi Mini (Mini Nutritionol Assessment)
seperti di bawah ini

Lampairan 5. Pengkajian Nutrisi Mini (Mini Nutritional Assessment)

M,,V' A'UIR,T'ONAL ASSESSME^T (MNA)

Nama : Umur: :
Jenis kelamin TB : BB :

No. Rekam Medis : Tanggal pemeriksaan :

Jawablah pertanyaan (PENAPISAN) berikut ini dengan menulis angka yang tepat pada kotak.
Jumlahkan jawabannya, jika skor 11 atau kurang, teruskan dengan PENGKAJIAN untuk
mendapatkan SKOR INDIKATOR MALNUTRISI.

PENAPISAN (SCREE /rrVG)


A. Apakah ada penurunan asupan makanan dalam jangka waktu 3 bulan oleh karena kehilangan
nafsu makan, masalah pencernaan, kesulitan menelan, atau mengunyah?
0 = nafsu makan yang sangat berkurang
1 = nafsu makan sedikit berkurang (sedang)
2 = nafsu makan biasa saja

B. Penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir:


0 = penurunan berat badan lebih dari 3 kg
1 = tidak tahu
2 = penurunan berat badan 1 - 3 kg
3 = tidak ada penurunan berat badan

C. Mobilitas
0 = harus berbaring di tempat tidur atau menggunakan kursi roda

tr
1 = bisa keluar dari tempat tidur atau kursi roda, tetapi tidak bisa ke luar rumah.
2 = bisa keluar rumah

D. Menderita stres psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir

E.
Q=ya
Masalahneuropsikologis
2=tidak tr
0 = demensia berat atau depresi berat
1 = demensia ringan
2 = tidak ada masalah psikologis

F. lndeks massa tubuh (lMT) (berat badan dalam kg/tinggi badan dalam m2)
0=lMT<19 1=lMT19-<21
2= IMI 21 - < 23 3 = IMT 23 atau lebih

Skor PENAPISAN (subtotal maksimum 14 poin)

Skor 212 normal, tidak berisiko > tak perlu melengkapi form pengkajian

Skor 511 kemungkinan malnutrisi + lanlutkan pengka.lian

PENGKAJTAN (ASSESSME Vn
G. Hidup mandiri, tidak tergantung orang lain (bukan di rumah sakit atau panti werdha)

H.
0= tidak 1=ya
Minum obat lebih dari 3 macam dalam t hari
tr
l.
0=ya 1=tidak
Terdapat ulkus dekubitus/luka tekan atau luka di kulit
tr
J.
Q=ya 1=tidak
t
tr
Berapa kali pasien makan lengkap dalam
0=1kali 1=Zkali 2=3kali
hari ?
T
Konsumsi bahan makanan tertentu yg diketahui sebagai bahan makanan sumber protein
(asupan protein)
. Sedikitnya 1 penukar dari produk susu (susu, keju, yogurt)
per hari (yaltidak)
. Dua penukar atau lebih dari kacang-kacangan atau telur
perminggu (yaltidak)
. Daging, ikan, atau unggas tiap hari (ya/tidak)
0,0 = jika 0 atau 1 pertanyaan iawabannya 'ya'
6,5 = jika 2 pertanyaan jawabannya 'ya'
1,9 = jika 3 pertanyaan jawabannya 'ya'

Adakah mengkonsumsi 2 penukar atau lebih buah atau sayuran per hari ?
u
M.
0=tidak 1=ya
Berapa banyak cairan (air, ius,kopi,teh, susu,...) yang diminum setiap hari ?
T
0,0 = kurang dari 3 gelas
0,5=3sampai 5gelas
1,0 = lebih dari 5 gelas

Cara makan
0 = tidak dapat makan tanpa bantuan
1 = makan sendiri dengan sedikit kesulitan
2 = dapat makan sendiri tanpa masalah tr
o. Pandangan pasien terhadap status gizinya
0 = merasa dirinya kekurangan makan/kurang gizi
1 = tidak dapat menilai/tidak yakin akan status gizinya
2 = merasa tidak ada masalah dengan status gizinya.

Dibandingkan dengan orang lain yang seumur, bagaimana pasien


melihat status kesehatannya ?
0,0 = tidak sebaik mereka
0,5 = tidak tahu
1,0 = sama baik
2,0 = lebih baik tr
o. Lingkar Lengan atas (LLA) dalam cm
0,0=LLA<21 0,5=llA21 -<22 1,0=LLA>22 T
R. Lingkar betis (LB) dalam cm
0=LB<31 1=LB>3'l T
Skor PENGKAJIAN (maksimum 16 poin) :

Skor PENAPISAN :

PENILAIAN TOTAL (maksimum 30 poin) :

SKOR INDIKATOR MALNUTRISI


17 sampai 23,5 poin : berisiko malnutrisi tr
kurang dari 17 poin : malnutrisi. tr
Revisi Halaman 307 dan 311

1. Tabel lampiran 5 pada halaman 311 merupakantabel lampiran 2 halaman 307


2. Tabel lampiran 5 Pengkajian Nutrisi Mini (Mini Nutritionol Assessment)
seperti di bawah ini

Lampairan 5. Pengkajian Nutrisi Mini (Mini Nutritional Assessment)

M,,V' NUIR'T'ONAL ASSESSMEIVT (MNA)


Nama : Umur: :
Jenis kelamin TB : BB :

No. Rekam Medis : Tanggal pemeriksaan :

Jawablah pertanyaan (PENAPISAN) berikut ini dengan menulis angka yang tepat pada kotak.
Jumlahkan jawabannya, jika skor 11 atau kurang, leruskan dengan PENGKAJIAN untuk
mendapatkan SKOR INDIKATOR MALNUTRISI.

PENAPTSAN (SCREETVTNGI
A. Apakah ada penurunan asupan makanan dalam langka waktu 3 bulan oleh karena kehilangan
nafsu makan, masalah pencernaan, kesulitan menelan, aiau mengunyah?
0 = nafsu makan yang sangat berkurang
1 = nafsu makan sedikit berkurang (sedang)
2 = nafsu makan biasa saja

B. Penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir:


0 = penurunan berat badan lebih dari 3 kg
1 = tidak tahu
2 = penurunan berat badan 1 - 3 kg
3 = tidak ada penurunan beral badan

C. Mobilitas
0 = harus berbaring di tempat tidur atau menggunakan kursi roda
1 = bisa keluar dari tempat tidur atau kursi roda. tetapi tidak bisa ke luar rumah
2 = bisa keluar rumah

D. Menderita stres psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir


0=ya z=tioat L__]
E. Masalahneuropsikologis
0 = demensia berat atau depresi berat
1 = demensia ringan
2 = tidak ada masalah psikologis
F. lndeks massa tubuh (lMT) (berat badan dalam kg/tinggi badan dalam m2)
0=lMT<19 1=lMT19-<21
2 = IMT 21 - < 23 3 = IMT 23 atau lebih

Skor PENAPISAN (subtotal maksimum 14 poin)


Skor 212 normal, tidak berisiko ; tak perlu melengkapi form pengkajian
Skor 311 kemungkinan malnutrisi > lanjutkan pengkajian

PENGKAJTAN (ASSESSME V4
G. Hidup mandiri, tidak tergantung orang lain (bukan di rumah sakit atau panti werdha)

H.
0= tidak 1=ya
Minum obat lebih dari 3 macam dalam t hari
n
l.
Q=ya 1=tidak
Terdapat ulkus dekubitus/luka tekan atau luka di kulit
tr
J.
Q=ya 1=tidak
Berapa kali pasien makan lengkap dalam t
tr
0='1 kali 1=2kali 2=3kali
hari ?
tr
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Lampiran 2. Pengkajian Status Mental Mini

ORIENTASI
5 Sekarang ini (tahun), (bulan), (tanggal), (hari) apa?
5 Kita berada di mana? (negara), (Propinsi), (kota), (rumah
sakit), (lantai/kamar)
REGISTMSI
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda: satu
detik setiap benda. Kemudian pasien disuruh mengulangi
nama ketiga objek tadi. Berilah nilai 1 untuk tiap nama
objek yang disebutkan benar. Ulangi lagi sampai pasien
menyebut dengan benar: (bolo, kursi, buku). Hitunglah
jumlah percobaan dan catatlah: ........... kali
ATENSI DAN KAIKUIAS!
Pengurangan 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiapjawaban
yang benar. Hentikan setelah 5jawaban, atau eja secara
terbalik kata " WA H Y U " (Nilai diberi pada huruf yang
benar sebelum kesalahan; misal: UYAHW = 2 nilai)
MENGENAT KEMBATI
Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek di atas
tadi. Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar
BAHASA
2 2 Apakah nama benda ini? Perlihatkanlah pinsil dan arloji
1 1 Pasien disuruh mengulangi kalimat berikut "JIKA
TIDAK, DAN ATAU TAPI"
Pasien disuruh melakukan perintah: " Ambil kertas itu
dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan
di lantai"
Pasien disuruh membaca, kemudian melakukan perinta
kalimat "Pejamkan mata anda"
Pasien disuruh menulis dengan spontan (tulis apa saja)
Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini.

307
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Lampiran 3. Uji MentalSingkat

a. Umur ......................... tahun 0. Salah '1. Benar


0. Salah 1. Benar
b. Waktu/jam sekarang
0. Salah 1. Benar
c. Alamat tempat tin99a1............ 0. Salah 1. Benar

d. Tahun ini........ 0. Salah 1. Benar

e. Saat ini berada di mana..........


0. Salah 1. Benar
f. Mengenali orang lain di RS (dokten 0. Salah 1. Benar
perawat dll) 0. Salah 1. Benar

g. Tahun kemerdekaan R|..................


0. Salah 1. Benar
h. NamapresidenRl................... 0. Salah 1. Benar

i. Tahun kelahiran pasien atau anak


terakhir..........

j. Menghitung terbalik (20 s/d 1)

Skor AMT
0-3 :Gqnguan ingatan berat
4-7 :Gangguan ingatan sedang
8-10 :Normal

308
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Lampiran 4. lndeks ADL Barthel

5.01 Mengendalikan 0 Tak terkendali/tak teratur (perlu


rangsang 1 pencahar)
pembuangan tinja 2 Kadang-kadang tak ter-kendali
(1x seminggu)
Terkendali teratur

5.02 Mengendalikan 0 Takterkendali atau pakai kateter


rangsang berkemih Kadang-kadang tak ter-kendali
1 (hanya'lx/24 jam)
Mandiri
2

5.03 Membersihkan diri 0 Tergantung pertolongan orang


(seka muka, sisir lain
rambut, sikat gigi) 1 Perlu pertolongan pada
beberapa kegiatan tetapi dapat
mengerjakan sendiri beberapa
kegiatan yang lain
Mandiri
2

Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang


masuk, dan keluar lain
(melepaskan, ,l
Perlu pertolongan pada
memakai celana, beberapa kegiatan tetapi dapat
menlbersihkan, mengerjakan sendiri beberapa
menyiram) kegiatan yang lain
Mandiri
2

5.05 Makan 0 Tidak mampu


1 Perlu ditolong memotong
makanan
2 Mandiri

Berubah sikap dari 0 Tidak mampu


berbaring ke duduk 1 Perlu ditolong memotong
makanan
2 Mandiri
5.07 Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda
Berjalan dengan berjalan 1 orang
2 Mandiri

309
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

5.08 Memakai baju 0 Tergantung orang lain


1 Sebagian dibantu (mis
mengancing baju)
2 Mandiri

5.09 Naik turun tangga 0 Tidak mampu


1 Butuh pertolongan
2 Mandiri

5.10 Mandi 0 Tergantung orang lain


1 Mandiri

Skor BAI:
20 :Mandiri 5-8 : Ketergantungan berat
12 - 19: Ketergantungan ringan 0-4 : Ketergantungan total
9- 11 : Ketergantungan sedang

310
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut

Lampiran 5. Pengkajian Nutrisi Mini (Minr Nutritional Assesment)

ORIENTASI
() Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan
musim apa?
() Sekarang kita berada dimana?
Nama rumah sakit atau instansi)
(lnstansi, jalan, nomor rumah, kota, kabupaten,
propinsi)
REGISTMSI
() Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,
misalnya:
Satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah
responden mengulang ke tiga nama benda tersebut.
Berilah nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar, bila
masih salah, ulangi penyebutan ke tiga nama benda
tersebut sampai responden dapat mengatakannya
dengan benar:
(bolo, kursi, sepotu)

Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah: -------


-- kali.
ATENSI DAN KALKUTASI
() Hitunglah berturut-turut selang 7 angka mulai dari
100 ke bawah. Berhenti setelah 5 kali hitungan (93-
86-79-72-65). Kemungkinan lain, ejalah kata dengan
lima huruf, misalnya ' DUNIA dari akhir ke awal / dari
kanan ke kiri: AINUD'.

Satu (1) nilai untuk setiapjawaban yang benar.


MENGINGAT
() Tanyakan kembali nama ke tiga benda yang telah
i
disebut di atas. Berikan nilai untuk tiap jawaban
yang benar.

311
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

312
BAB 11

PItUt tR I l(sAAlt St $ttUt s[RAt


Tiara Aninditha, Riwanti Estiasari, Fitri Octaviana

Anatomi Susunan Saraf 3r3 Nervus Trigeminus 331


Anamnesis 317 .
Nervus Fasialis 332
Anamnesis pada Keadaan Khusus 321 NervusVestibulokoklearis 334
Nervus Olfaktorius 326 Nervus Glosofaringeus dan Vagus 336
Nervus Optikus 327 NervusAsesorius 331
Nervus Okulomotorius 330 Nervus Hipoglosus 337

ANATOMI SUSUNAN SARAF


Pada dasarnya sistem saraf bekerja secara sistematis untuk menerima masukan
dari lingkungan di sekitar tubuh melaluijaras aferen, kemudian diproses di
pusat dan ditentukan respons yang sesuai dengan stimulus tersebut untuk
dibawa ke organ target oleh jaras eferen (Gambar 11.1). oleh karena itu,
sistem saraf dibagi menjadi susunan saraf pusat (otak dan medulla spinalis)
dan susunan saraf tepi (serabut motorik, sensorik, dan otonom).

Dari reseptor di yang sesuai


permukaan tubuh
atau organ dalam

Gambar 11.1. Pengaturan informasi pada sistem sarafl

lmpuls-impuls tersebut dibawa dan dihantarkan oleh sel neuron yang


akan saling berkomunikasi melalui sistem neurotransmiter. Tergantung pada
jenis neurotransmiternya, maka sel neuron pasca sinaps akan mengalami
eksitasi atau inhibisi. Dengan kata lain, sinyal dapat diteruskan atau
dihambat sesuai dengan neurotransmiter yang diaktifkan secara seimbang,
sehingga impuls diterima dan direspons secara tepat dan tidak berlebihan.

313
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pengeluaran neurotransmiter ini membutuhkan peran elektrolit seperti


natrium, kalium, kalsium, dan magnesium. Oleh karena itu, gangguan
sistemik yang menyebabkan perubahan kadar elektrolit tersebut dapat
menyebabkan cetusan impuls yang tidak normal berupa kejang.
Begitu banyaknya stimulus dari luar tubuh yang harus diproses dan
ditanggapi dengan cepat oleh otak, termasuk aktivitas organ-organ penting
yang involunter, oleh karena otak diorganisir secara sistematis. Setiap
inchi daerah otak mempunyai tugas yang berbeda yang sangat spesifik.
Hal ini sudah dipetakan yang disebut sebagai area Brodmann beserta
penomorannya. Khusus untuk daerah wajah dan kepala, serabut saraf tepi
yang membawa jaras aferen dan eferen akan melalui batang otak berupa
saraf atau nervus kranialis. Terdapat 12 pasang nervus kranialis yang akan
mengurus fungsi penting seperti penglihatan, penciuman, pendengaran,
pengecapan, dan sebagainya (Gambar 11.2).
Batang otak merupakan area yang paling penting karena selain menjadi
tempat dari nervus kranialis ke organ-organ indera, terdapat pusat kesadaran
dan otonom. Kesadaran bersumber pada oscending reticulor activoting
system (ARAS) yang kemudian diteruskan ke kedua hemisfer' Pusat otonom
berperan antara lain terhadap fungsi kardiovaskular yang bekerja secara
involunter. Oleh karena itu, segala terapi di bidang neurologi pada prinsipnya
adalah untuk melindungi batang otak akibat apapun, terutama tekanan dari
bagian otak di atasnya akibat peningkatan tekanan intrakranial'
Selain itu, sistem aferen dan eferen juga akan melalui medulla spinalis
sebagai bagian dari sistem saraf pusat untuk tubuh di bawah kepala. Medulla
spinalis mempunyai komposisi seperti otak, membentang mulai dari servikal
hingga berakhir di setinggi vertebra L'l -12 sebagai konus medullaris. Di
dalamnya terdiri dari serabut asenden sensoris dan desenden motorik yang
panjang. Dari tiap segmen medulla spinalis yang disejajarkan dengan tinggi
vertebra, terdapat serabut saraf perifer menuju organ target sesuai dengan
dermatomnya (Gambar 11.3). Di daerah servikal dan lumbal terdapat
penggembungan medulla spinalis yang berfungsi untuk mempersarafi
daerah lengan dan tungkai. Gangguan di daerah medulla bersifat sangat
khas, yaitu kelemahan keempat ekstremitas (tetraparesis) pada daerah
servikal atau kelemahan kedua tungkai (paraparesis) pada daerah thorakal
ke bawah. Selain itu, akan didapatkan gangguan sensibilitas pada level
dermatomnya serta gangguan otonom berupa 9an99uan berkemih,
defekasi, atau keluarnya keringat (hidrosis).

314
Pemeriksaan Sistem Saraf

Ganglion
servikalis
superior

Arteri
-vertebralis

.Tiq:I,
l"t.;;f
i
s.,J,'* '

$rt'
,J.* +.
qtr- /t
iL'-f:
ffi#tt' .iL

"iu
*-J'

Gambar 11.2. Organisasi sistem saraf (diambil dari http://pharmacology20l 1

wikispaces.com)

31s
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar 1 1.3. Area distribusi medulla spinalis

Sesuai dengan fungsinya, maka sistem saraf pusat akan mengatur


kesadaran, pergerakan (motorik), sensasi (sensorik), nervus kranialis, dan
otonom. Semua respons motorik juga akan diatur secara terarah dan
seimbang melalui fungsi serebelum sebagai pusat koordinasi, penghalus
gerakan, dan penjaga keseimbangan. Gangguan keseimbangan mulai dari
pusing berputar; sensasi bergoyang, dan sebagainya dimungkinkan akibat
lesi di daerah serebelum.
Pada akhirnya, fungsi utama otak adalah dalam hal fungsi kognitif.
Fungsi ini meliputi kemampuan, atensi, memori, bahasa, visuospasial
(konstruktif), dan fungsi ekskutif (berhitung, menulis, membaca, dan
sebagainya). Oleh karena fungsi ini tersebar di semua lobus otak, gangguan
fungsi kognitif dapat menjadi penanda jika terdapat gangguan yang bersifat

316
Pemeriksaan Sistem Saraf

struktural. Penilaian fungsi kognitif secara bedside sudah menjadi bagian


dari pemeriksaan neruologis dasar.

ANAMNESIS

1. Prinsip umum
Anamnesis neurologi pada dasarnya sama dengan anamnesis pada umumnya,
dimulai dengan gejala yang menyebabkan pasien datang memerlukan
pertolongan. Pasien dibiarkan untuk menjelaskan keluhan dengan istilahnya
sendiri, kemudian diarahkan dengan lebih spesifik oleh dokter pemeriksa.
Namun dalam neurologi, pemeriksa harus bisa mendapatkan 3 hal dari
anamnesis, yaitu durasi dan perjalanan penyakit, Iesi bersifat fokal atau
difus (menyeluruh), serta kemungkinan sistem saraf yang terkena. Hal
ini disebabkan oleh kerja sistem saraf pusat (SSp) yang sangat rapi dan
sistematis. Setiap area di SSP sudah mempunyai fungsi tersendiri, sehingga
kerusakan di area tertentu sudah pasti akan menyebabkan gejala yang
khas sesuai dengan fungsinya, apapun penyebabnya. Dengan mengetahui
durasi waktu serta perkiraan luasnya daerah yang terkena serta keterangan
tambahan lainnya, maka dari anamnesis saja sudah dapat membantu
perkiraan diagnosis dan kemungkinan penyebab dengan lebih seksama.

Onset dan durasi


Onset yang bersifat akut (dalam hitungan menit atau jam) dimungkinkan
olehkelainanvaskularataukejang.Kelainanvaskularberupa cerebrovosculor
diseose atau stroke berlangsung akut saat pasien sedang beraktivitas atau
bangun tidur. Gejala dapat sangat bervariasi tergantung pada pembuluh
darah otak mana yang terkena hingga menyebabkan gangguan pada
bagian otak tertentu. lni yang disebut bahwa pasien akan mengalami
gejala yang bersifat fokal, seperti kelemahan tubuh sesisi (hemiparesis),
rasa baal/kesemutan pada tubuh sesisi (hemihipestesia/hemiparestesia),
kesulitan menelan (disfagia), atau bicara cadel (disartria). Kadang gejala
dapat tidak segera disadari baik oleh pasien maupun lingkungannya,
seperti gangguan fungsi kognitif. Pasien bisa mendadak terlihat linglung
atau tidak mengerti pembicaraan orang (afasia sensorik) atau tidak dapat
mengeluarkan kata-kata dengan jelas (afasia motorik). Apalagijika gejala
bersifat singkat, tidak sampai 24 jam sudah terjadi perbaikan sempurna,

317
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

yang disebut sebagai transient ischemic oftock. Namun pada prinsipnya,


seminimal apapun kelainan yang muncul selama berlangsung mendadak,
dan membaik sempurna ataupun menetap, maka dapat dicurigai sebagai
suatu serangan stroke.
Gejala stroke dapat berat jika meliputi area otak yang luas akibat
besarnya sumbatan atau perdarahan, seperti pada stroke iskemik atau
stroke hemoragik. Hal ini menyebabkan pasien bisa mengalami penurunan
kesadaran hingga koma. Pada perdarahan subara.knoid pasien didahului
dengan sakit kepala hebat yang belum pernah dialami sebelumnya
(t h u n d e rc la p h e a d a c h e).

Pada onset akut akibat kejang, gejalanya biasanya khas berupa


pergerakan abnormal tubuh baik sebagian atau kedua sisi tubuh sekaligus
secara involunter yang tidak dapat dihentikan oleh pasien. Kejang dapat
didahului dengan aura, seperti halusinasi, terlihat bingung, mengecap-
ngecap, atau sensasi aneh diepigastrium. Kalaupun kejang berlangsung lama
hingga hitungan jam, maka pasien biasanya akan mengalami penurunan
kesadaran setelah kejang. Harus dibedakanjuga dengan molingering pada
gangguan psikiatri, yang biasanya terdapat stresor atau serangan tidak
pernah terjadi saat pasien sedang sendirian tanpa ada yang memperhatikan.
Pada onset yang subakut (berjam-jam hingga harian) terjadi pada
reaksi inflamasi (meningitis, abses serebri, sindroma Guillain Barre) yang
biasanya didahului oleh demam. Onset yang lebih kronik mengarah kepada
neoplasma atau degeneratif (demensia, Parkinson).

Lokal/difus
Berdasarkan anamnesis, seorang dokter harus sudah dapat memperkirakan
apakah kelainan yang terjadi bersifat lokal atau difus. Hal ini cukup mudah
dengan mempertimbangkan prinsip kerja SSP yang bersifat simetris, bahwa
kedua sisi otak akan bekerja bersamaan memberi impuls yang sama kuatnya
ke kedua sisi. Sifat simetris ini yang menyebabkan seseorang dapat berdiri
tegak di tengah, pergerakan bola mata yang seiring dan seirama saat
melirik ke arah manapun, ekspresi wajah yang sama kuatnya saat pasien
berbicara atau tersenyum, dan sebagainya. Oleh karena itu, setiap hal yang
tidak simetris harus dicurigai sebagai adanya kelainan di satu sisi. Adanya
bicara cadel, wajah terlihat mencong, berjalan miring ke satu sisi, atau
penglihatan dobel (diplopia) dapat disebut sebagai defisit neurologis fokal.

318
Pemeriksaan Sistem Saraf

Hal ini menunjukkan adanya lesi di satu sisi/bagian otak. Demikian pula
jika seseorang dilaporkan kejang dengan pergerakan pada hanya
satu sisi
tubuh atau wajah tertarik ke satu sisi akan dianggap sebagai suatu lesi fokal.
Gangguan fungsi kognitif harus dicari sebagai bagian dari defisit
neurologis yang membantu menentukan lesi fokal. Adanya afasia, hilangnya
motivasi atau inisiasi gerakan, dan perubahan perilaku yang disertai keluhan
lain seperti sakit kepala, harus dipikirkan sebagai satu kesatuan.
sebaliknya jika bersifat difus, maka kelainan justru akan bersifat simetris.
Misalnya jika seseorang kejang maka akan terlihat pergerakan pada kedua
tangan dan kakinya sekaligus, yang disebut sebagai kejang umum. Kelainan
yang difus biasanya lebih menyebabkan penurunan kesadaran tanpa adanya
defisit fokal. Hal ini biasanya disebabkan oreh gangguan metabolik seperti
syok hipovolemik, hiper/hipogrikemia, hiper/hiponatremia, dan sebagainya
yang mengganggu kerja otak secara keseluruhan.

Area yang terkena


Terakhir; dalam anamnesis sudah harus dapat diperkirakan, sistem
sSp bagian
mana yang terkena. secara umum, sistem saraf terbagi dalam 4 area kerja
yang berbeda, yaitu: sistem saraf perifer, medulra spinalis, intrakraniar
fossa posterior (termasuk batang otak), dan hemisfer serebri. Har ini
sangat penting, sebagaimana seorang internis tidak mengetahui organ
tubuh pasien yang terganggu, apakah di paru, lambung, atau ginjal, sehingga
tidak dapat ditentukan diagnosis dan tatalaksananya.
Gejala akibat gangguan di sistem saraf perifer dan medulla spinalis
biasanya kelemahan dan gangguan sensasi di anggota gerak tertentu.
Gangguan di sistem ini tidak akan menyebabkan keluhan sakit kepara
atau nervus kranialis (di sekitar wajah) sehingga dapat digunakan sebagai
penapis apakah keluhan di atas (otak) atau bawah. Gangguan pada medulla
spinalis bisa disertai nyeri lokal atau menjalar di area yang terganggu, atau
gangguan berkemih dan buang air besar.
Gejala di intrakranial dapat berupa gangguan di fossa posterior atau
hemisfer serebri. Daerah fossa posterior yang terdiri dari serebelum dan
batang otak sangat khas. Serebelum merupakan pusat keseimbangan,
sehingga akan muncul keluhan seperti pusing berputar (vertigo) atau sensasi
bergoyang (dizziness). Pada pasien dengan gangguan batang otak akan
muncul keluhan dari saraf-saraf kranialis seperti pandangan ganda (diplopia),

319
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

kesulitan menelan (disfagia), atau bicara pelo (disartria). Kesemua ini sangat
berbeda dengan gejala di hemisfer serebri yang biasanya didominasi dengan
nyeri kepala (sefalgia), kejang, kelemahan tubuh sesisi, atau gangguan fungsi
kognitif seperti afasia.

Riwayat penyakit lain


Setelah mendapatkan gejala neurologis yang saat ini muncul, harus
ditanyakan pula riwayat gangguan neurologis atau penyakit lain dan hasil
pemeriksaan sebelumnya. Adanya hasil pemeriksaan HIV yang positif sangat
membantu kemungkinan infeksi intrakranial. Demikian pula pasien dengan
riwayat keganasan dapat dipikirkan ada metastasis di intrakranial atau
vertebral yang menimbulkan nyeri atau kelumpuhan. Pada pasien dewasa
dengan kejang, perlu ditanyakan apakah itu kejang pertama kali atau sudah
mengalami kejang sejak kecil. Pada pasien dewasa atau tua dengan kejang
pertama kali harus dipikirkan adanya lesi struktural baru seperti infeksi,
neoplasma, atau stroke. Namun jika sudah ada riwayat kejang sejak kecil,
maka bisa diperkirakan pasien tersebut adalah penderita epilepsi. Pada
penderita seperti ini harus ditanyakan apakah sudah mendapatterapi yang
adekuat serta pemeriksaan EEG sebagai penunjangnya.
Demikian pula pada pasien dengan kecurigaan stroke harus ditanyakan
apakah pernah mengalami serangan serupa sebelumnya atau tidak. Jadi
harus ditanyakan apakah gejala klinis yang dikeluhkan oleh pasien atau
keluarganya adalah gejala yang betul-betul baru pertama kali muncul atau
pernah sebelumnya. Apabila sudah pernahjuga harus dipastikan apakah gejala
sebelumnya segera pulih dalam waktu kurang dari24 jam atau menetap lebih
dari itu. Jika pasien pernah mengalami stroke sebelumnya, perlu ditanyakan
gejala sisa yang dialami dan sejauh apa pasien bisa beraktivitas. Hal ini penting
untuk memastikan apakah gejala yang muncul saat pasien datang merupakan
gejala yang sama atau lebih berat dibanding sisa serangan stroke sebelumnya.
Jika pasien membawa hasil CT scan atau MRI yang memang memastikan
adanya riwayat stroke, akan lebih mudah bagi dokter untuk menegakkan
diagnosis stroke lagi, oleh karena kemungkinan stroke berulang sangat tinggi
pada yang sudah pernah stroke sebelumnya.
Terminologi yang digunakan oleh pasien juga harus dipastikan sama
dengan yang diketahui oleh dokter pemeriksa. Misalnya istilah 'kepala
pusing'yang dimaksud oleh pasien apakah nyeri kepala atau pusing berputar.

320
Pemeriksaan Sistem Saraf

oleh karena diagnosis banding keduanya sangat jauh berbeda. Demikian


pula dengan keluhan'kejang'. Banyak gejala yang mirip kejang, namun yang
khas pada kejang adalah kejadiannya yang mendadak, gerakannya biasanya
ritmis sekejap dalam hitungan menit, serta berpola.

2. Anamnesis pada Keadaan Khusus

Nyerikepala
Pada prinsipnya, nyeri kepala adalah sensasi
tidak nyaman pada area kepala
termasuk wajah. Namun biasanya lebih spesifik pada area intrakranial atau
bagian penunjang kranium, seperti otot dan fasia. pada pasien dengan
keluhan nyeri kepala, harus dipikirkan 2 hal, apakah ini nyeri kepala primer
atau sekunder. Nyeri kepala primer berarti tidak ada kelainan struktural di
otak, bisa berupa migrain, nyeri kepala tipe tegang (tension-type headoche),
atau nyeri kepala tipe klaster (c/usfer headoche). Hal ini berbeda dengan tipe
sekunderyang disebabkan oleh adanya lesi seperti neoplasma, infeksi, stroke
atau trauma kepala. Pada nyeri kepala primer; gejalanya biasanya khas, yaitu
berpola dan ada pencetusnya. Biasanya pasien sudah pernah mengalami
sakit kepala sebelumnya. Jika kepala terasa berdenyut di satu sisi, disertai
mual atau muntah, dan intensitasnya cukup berat dalam waktu beberapa
jam, bisa dicurigai sebagai migrain. Nyeri kepala tipe tegang biasanya
berupa tegang di daerah belakang kepala dan leher, rasa terikat hingga ke
dahi. Onsetnya bisa hingga beberapa hari hingga mengganggu aktivitas,
namun tidak seberat pada migrain. pada nyeri kepala prime1 gejalanya
biasanya khas, yaitu berpola dan ada pencetusnya seperti kelelahan, stresoI
makanan, dan sebagainya.
Jika nyeri baru pertama kali muncul, dalam waktu yang cukup lama,
dan semakin memberat, maka bisa diarahkan pada nyeri kepala sekunder.
Apalagijika nyeri ini disertai dengan gejala neurologis fokal lain. Bisa juga
pasien mengalami riwayat gangguan sebelumnya, seperti pasca stroke atau
trauma kepala yang bisa menimbulkan gejala sisa berupa lebih mudah terjadi
nyeri kepala. Nyeri kepala sekunder harus dapat ditegakkan karena dapat
bersifat emergency akibat adanya lesi struktural. Hal ini bisa dicurigai pada
nyeri kepala hebat yang belum pernah dialami sebelumnya, muncul pada
usia tua, atau disertai demam. Adanya riwayat keganasan pada organ lain
atau HIV dapat mengarahkan adanya kecurigaan metastasis atau infeksi
di intrakranial.

321
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran merupakan gangguan yang sangat vital dalam
Data ini
anamnesis neurologi karena memerlukan pertolongan segera'
pernyataan 'pingsan' jika pasien
akan didapat dari alloanamnesis berupa
memang terlihat tidak sadar. Namun yang sulit adalah
pada pasien yang
hanya
penurunan kesadaran minimal mulai dari somnolen, biasanya pasien
tertidur atau cenderung mengantuk, umumnya pada usia
terlihat seperti
lanjut. Penting ditanyakan apakah pasien tidur lebih lama dari
biasanya'
minum
di luar waktu biasanya, bahkan pasien tidak meminta makan atau
kesadaran
selama berjam-jam dan buang air kecil mengompol' Penurunan
yang lebih dalam adalah jika dinyatakan pasien sampai tidur dalam
dan

mengorok hingga sulit dibangunkan'


Seperti halnya keluhan neurologis lainnya, begitu pasien dicurigai
akibat
mengalami penurunan kesadaran, maka harus dipikirkan 2 hal; apakah
lesi struktural di intrakranial atau kelainan metabolik yang
mengganggu

fungsiotak,Sertaonsetnyaakutatauperlahan.Lesistrukturalbiasanya
menyebabkandefisitneurologissepertiyangsudahdijelaskandiatas,
penyakit kronis
sedangkan kelainan metabolik biasanya pada pasien dengan
sistemik seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, sepsis' dan sebagainya'
terutama
Penting pula ditanyakan riwayat obat-obatan yang digunakan'
obat golongan narkotika atau alkohol pada pasien usia muda'
penurunan
Pada pasien dengan riwayat trauma kepala, terminologi
kesadaran ini penting ditanyakan dan dipastikan lamanya' oleh karena
pasien dengan
menentukan derajat beratnya trauma' Demikian pula pada
sangat
demam, adanya nyeri kepala yang diikuti penurunan kesadaran
mungkinmengalamiinfeksiintrakranial'Padapasienlanjutusia(lansia)
perlahan-lahan
akibat kelainan metabolik, penurunan kesadaran bisa sangat
dantidakdisadariolehkeluarga'Harusdiingat,padalansiaadakeadaan
sebelumnya'
khusus yang harus disingkirkan, yaitu riwayat trauma kepala
pasien lansia
Perubahan pada dinding pembuluh darah otak menyebabkan
bisa hingga
dapat mengalami perdarahan subdural kronik yang onsetnya
karena pasien
2 bulan dari trauma yang sebelumnya' Hal ini dimungkinkan
lansiajuga rentan untuk jatuh, sehingga benturan ringan yang mungkin
tidak disadari oleh keluarga.
Penurunan kesadaran sesaat yang disebut sebagai sinkop dapat
perlu diperiksa
dipikirkan akibat gangguan vaskular atau epilepsi' Pasien

322
Pemeriksaan Sistem Saraf

sistem kardiovaskular dan serebrovaskular secara seksama untuk mencari


penyebab utamanya. jika dipikirkan epilepsi, gejalanya biasanya hanya
dalam hitungan detik dan bisa didahului dengan aura. Namun jika gejala
itu muncul terlalu sering, perlu pemeriksaan menyeluruh apakah terdapat
defisit neurologis lain.

Vertigo
Pasien dinyatakan sebagai vertigo jika sensasi yang dirasakannya adalah
sekeliling terasa berputar. Hal ini perlu dibedakan dengan sensasi bergoyang
atau melayang yang disebut sebagai dbziness. Vertigo dapat disebabkan
akibat kelainan di sentral (serebelum) atau perifer (sistem vestibular). Gejala
pada sentral perlu dipastikan karena bisa disebabkan oleh lesi struktural
seperti stroke atau neoplasma. Gejalanya khas berupa rasa berputar yang
ringan namun berlangsung terus menerus. Pada stroke di area posterio;
gejala ini disertai gejala tambahan berupa adanya baal di sekitar mulut
(perioral numbness) atau pandangan ganda. Vertigo akibat kelainan di perifer
biasanya lebih berat, pasien hingga tidak dapat bangun dan muntah. pada
benign positionol vertigo, pusing berputar akan lebih terasa atau membaik
pada posisi kepala tertentu. Pada usia lanjut dapat disebabkan oleh Meniere,s
diseqse berupa adanya tinnitus dan gangguan pendengaran.ll

Gangguan fungsi kognitif


Gangguan fungsi kognitif dapat mengenai salah satu atau lebih dari 5 ranah,
yaitu atensi, memori, bahasa, visuospasial, dan fungsi eksekutif (membaca,
kalkulasi). Pada gangguan yang bersifat akut, misalnya pasien tiba-tiba
tidak ingat terhadap memori tertentu, tidak dapat membaca atau mengerti
tulisan, atau terlihat bingung, maka dapat dicurigai sebagai lesi vaskular
yang mengenai jaras kognitif. Pasien dapat juga mengalami gangguan
bicara, dapat berupa kesulitan saat mengucapkan kalimat sehingga sulit
dimengerti (afasia motorik), atau kalimatnya jelas namun tidak sinkron
dengan pembicaraan (afasia sensorik), atau pasien tidak mengerti ataupun
tidak dapat mengucapkan kalimat dengan benar dan jelas (afasia global).
Pada pasien dengan usia lanjut dengan gangguan memori dapat dipikirkan
mengalami demensia. Jika terdapat riwayat stroke sebelumnya, dicurigai
mengalami demensia vaskular.

323
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gangguan fungsi kognitif dapat dominan ditemukan pada kelainan


di lobus frontal. Gejalanya berupa gangguan proses berpikir, adaptasi,
dan perencanaan. Yang khas adalah hilangnya motivasi atau inisiasi,
pasien cenderung diam serta perubahan perilaku sosial sehingga menjadi
cenderung agresif dan gangguan seksual.

Tremor dan gerakan involunter


Tremor adalah gerakan otot yang ritmis. Dapat dibedakan antara tremor
yang muncul pada saat istirahat (resting tremors) atau pada saat digerakkan
(intention tremors) yang menghebat pada akhir gerakan. Resting tremors
merupakan bagian dari gejala penyakit Parkinson, sedangkan intention
tremors akibat gangguan serebelum.
Tremor juga dapat meningkat pada keadaan lemah atau cemas.
Menggigil termasuk bagian dari tremor yang terjadi pada saat demam.
Tremor dapat muncul secara fisiologis pada saat melakukan suatu gerakan
dengan perlahan, yang meningkat pada saat ketakutan atau lelah, atau
pada penderita tirotoksikosis. Kafein atau obat golongan agonis beta yang
digunakan pada asma juga dapat menyebabkan tremor.

Kelemahan dan gangguan sensori pada ekstremitas


Distribusi area yang mengalami gangguan sensoris akan sangat membantu
menentukan lesi mulai dari di intrakranial, medulla spinalis, atau saraf perifer.
Jika pasien merasa rasa baal sesisi, misalnya pada tangan dan kaki kanan
sekaligus, maka dicurigai lesi di intrakranial, seperti pada stroke. Jika rasa
baal di keempat ekstremitas atau kedua tungkai sekaligus maka dicurigai
lesi di medulla spinalis atau saraf perifer; tergantung distribusi atau urutan
terjadinya baal. Rasa baal yang terasa di kedua telapak tangan dan kaki
saja khas pada neuropati, bisa akibat diabetes mellitus, defisiensi vitamin
B, pasca kemoterapi, dan sebagainya. Rasa kesemutan atau nyeri pada
pergelangan 1 atau 2 tangan bisa akibat sindrom terowongan karpal (carpol
tunnel syndrome), yang biasanya memberat saat malam hari.
Kelemahan ekstremitas sesisi tubuh juga disebabkan oleh lesi di
intrakranial, bisa pada stroke. Demikian pula jika di keempat ekstremitas
(tetraparesis) atau kedua tungkai sekaligus (paraparesis) maka dicurigai lesi di
medulla spinalis atau saraf perifer. Pada kelemahan yang progresif dipikirkan
adanya neoplasma, sedangkan jika ada fase relaps atau remisi dapat

324
Pemeriksaan Sistem Saraf

timbul pada gangguan atutoimun seperti miastenia gravis atau sindrom


Guillain Barre. Gangguan elektrolit secara sistemik juga bisa menimbulkan
tetraparesis berulang, seperti pada periodic porolysis hypokolemia akibat
penyakit tiroid atau gangguan ginjal.

PEMERIKSAAN F!StS
Secara umum, pemeriksaan neurologis hanya dapat dilakukan lengkap jika
pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan sesudah pemeriksa mempunyai dugaan terhadap area
anatomi tertentu dan mengkorfimasi hasil anamnesis, sehingga menjadi
lebih terarah.
Pemeriksaan standar adalah meliputi hal-hal berikut:

1. Pemeriksaankesadaran
2. Pemeriksaan nervus kranialis

3. Pemeriksaan motorik

4. Pemeriksaansensorik
5. Pemeriksaankeseimbangan
6. Pemeriksaan fungsi kognitif

1. PEMERIKSAAN KESADARAN
Pada dasarnya kesadaran adalah keadaan pemahaman penuh seseorang
terhadap diri dan lingkungannya. Penilaian kesadaran dapat dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif. Penilaian secara kualitatif paling tinggi ke
rendah adalah compos mentis, somnolen, stupor, dan koma. penilaian secara
kuantitatif menggunakan skala koma Glasgow (SKG) melalui komponen mata
(Eye), respons pergerakan (Movement), dan kemampuan berkomunikasi
secara tepat (Verbal), atau disingkat dengan EMV. Tiap komponen
mempunyai nilai maksimal4, 6, dan 5, serta nilai minimal masing-masing 1.
Oleh karena itu, kesadaran penuh adalah jika SKG bernilai 15, dan penurunan
kesadaran terburukjika SKG =3, yaitu pada keadaan koma.
Nilai E dilihat dari respons membuka mata, yaitu 4 jika membuka
spontan, 3 jika mata terbuka akibat rangsang suara (pasien diminta
membuka mata), 2 jika harus dengan rangsang nyeri (misalnya menekan
pada prosesus sifoideus), dan nilai l jika tidak ada respons. Respons motorik

325
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

(M) dinilai 6 jika pasien dapat mengikuti perintah. Jika pasien tidak dapat
mengikuti perintah, maka dimulai perangsangan nyeri dan dinilai responsnya.
Nilai M adalah 5 jika pasien dapat melokilisir nyeri, 4 jika pasien withdrows
(menghindar/ menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri), 3 jika tangan terlihat fleksi abnormal (tangan satu atau
keduanya posisi kaku di atas dada dan kaki extensi saat diberi rangsang nyeri),
2jika ekstensi abnormal (salah satu atau kedua tangan ekstensi di sisi tubuh,
denganjari mengepal dan kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri), serta 1 jika
tidak ada respons sama sekali.
Menilai respons Verbal atau berbicara (V) adalah dengan menanyakan 3
hal, yaitu nama pasien (orientasi diri), tempat pasien berada (nama tempat,
lantai, kota), serta orientasi waktu (apakah pasien tahu saat itu pagi, siang,
atau malam). Nilaitertinggiadalah 5 jika ketiga orientasi baik,4 jika pasien
terlihat bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang),
serta disorientasi tempat dan waktu, 3 jika respons bicara pasien hanya
berupa kata-kata saja (berbicara tidakjelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya "aduh..., sakit...". Nilai rendah 2 jika pasien
hanya mengerang dan bersuara tanpa arti, serta nilai l jika tidak ada respons.

2. PEMERI KSAAN NERVUS KRANIATIS

1. Nervus Olfaktorius (N. l)


Serabut saraf nervus ini berasal dari neuron bipolar dalam mukosa
hidung. Serabut aferennya berjalan melintasi lempeng kribiformis dari
tulang etmoid dan bersinaps dengan bulbus olfaktorius. Selanjutnya
saraf ini berjalan di bagian bawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial pada sisi yang sama.
Sebelum melakukan pemeriksaan N. l, terlebih dahulu lakukan
pemeriksaan hidung. Amati bentuk hidung, lesi kulit dan deformitas.
Pastikan tidak ada sumbatan pada lubang hidung. Pada pasien dewasa
spekulum hidung dapat digunakan.
Lakukan pemeriksaan dari tiap lubang hidung secara bergantian.
Mintalah pasien menutup mata dan menutup salah satu lubang
hidungnya. Berikan bau-bauan yang mudah dikenali (kopi, teh,
tembakau) di dekat lubang hidung dan minta pasien untuk
mengidentifikasi bau tersebut. Sebaiknya tidak menggunakan amonia

326
Pemeriksaan Sistem Saraf

karena baunya sangat menyengat dan stimulus noxiusnya dapat


menstimulus nervus trigeminus.
Kehilangan kemampuan menghidu disebut anosmia, sedangkan
berkurangnya kemampuan menghidu disebut dengan hiposmia.
2. Nervus Optikus (N. ll)
Nervus optikus merupakan serabut sarafyang menghubungkan retina
dengan otak. Rangsang cahaya yang sampai ke retina akan diteruskan
ke chiasma optikus dan melanjutkan diri sebagai traktus optikus
menuju korpus genikuratum rateraris. serabut saraf ini kemudian
membentuk radiatio optika yang berakhir di korteks kalkarina dari
lobus oksipital (Gambar 11.4). Area iniyang juga dikenar sebagai area
17 merupakan pusat persepsi cahaya. Di sekitarnya terdapat daerah
yang berfungsi sebagai area asosiasi untuk rangsang visual yaitu
area
18 dan 19.

O Ox*:*s'-*
i(D
n. optikus

Traktus oplikus
-
Y:8 o\-.
Neuron ke-4
radiasi optik
;k--
genikulate
lateralis
o
df{lW- O o
e
k
',4 Y o e
*"*i 7#o
Hr""+i"t *
"iro.rir.-,|-
ilSulkuskalkarinus'
()

;";;;;'ffi;"- Je
Gambar 1l.4..Jaras penglihatan dan manifestasi kelainan lapang
pandang sesuai letak lesi

327
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan nervus Optikus terdiri atas pemeriksaan:

a. Tajam penglihatan

b. Lapang pandang

c. Warna

d. Funduskopi
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan dilakukan secara terpisah untuk tiap mata. Pada saat
pemeriksaan bila pasien menggunakan kacamata sebaiknya pasien
diminta untuk memakai kacamatanya. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan Snellen chart (Gambar 11.5) dengan jarak 6 m atau
20 ft. Tajam penglihatan dinyatakan sesuai dengan baris pada Snellen
chart yang bisa dibaca lebih dari separuhnya. Jika pasien bisa membaca
seluruh huruf pada baris 40 dan 2 huruf pada baris 30 maka visus pasien
dinyatakan dengan 20140 +2.

C I 2 zotloo

D E L- 3 zot.,o

LING42otn
COMEDY, s 2ot4o

Cf,RTOONS & 6 2oi3o

STUfF fOR TIIE t 2ot2s

EISILY trMUSED B 2ot2o

www.cJDELLrNG.COM 9

@cIDXr,L[{G
20tl

Gambar 11.5. Snellen Chort


-
328
Pemeriksaan Sistem Saraf

Pemeriksaan tajam penglihatan juga dapat dirakukan dengan kartu


baca seperti kartu Jaeger. Apabira pasien tidak dapat membaca baris
pertama dari snellen chart (20/zoo) pemeriksaan dapat dirakukan
dengan menghitung jari, melihat lambaian tangan dan persepsi
cahaya.
Jika dari hasil pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan penurunan
visus maka kemungkinan gangguan reiraksi harus disingkirkan. Hal
ini dapat dilakukan dengan meminta pasien melihat melalui pin hote,
yaitu kertas dengan lubang kecil di bagian tengahnya. Jika terjadi
perbaikan visus dengan pinhole maka kemungkinan penurunan visus
diakibatkan oleh gangguan refraksi.
Pemeriksaan lapang pandang
Untuk keperluan bedside, pemeriksaan dilakukan dengan uji
konfrontasi. Pasien dan pemeriksa duduk berhadap_hadapan dengan
jarak sekitar 50 cm. Posisi mata pasien usahakan segaris dengan posisi
mata pemeriksa. Pasien diminta untuk menutup mata kiri lebih dahulu
dengan tangan kirinya. Mata kanan pasien menatap lurus mata kiri
pemeriksa. Pemeriksa kemudian menjulurkan lengannya dengan jari
menunjuk atau memegang benda dengan warna yang cukup terang.
Posisijari kurang lebih berada di tengah-tengahjarak antara pasien
dan pemeriksa. Jari digerakkan dari luar ke dalam. pasien diminta
memberi tanda bila telah melihatjari pemeriksa. Lakukan pemeriksaan
pada semua kuadran.
Manifestasi gangguan lapang pandang akan sesuai dengan lokasi
kerusakan padajaras penglihatan seperti pada gambar di atas.

Pemeriksaan warna
Pemeriksaan warna dapat dirakukan dengan kartu rschihara atau
dengan meminta pasien mengidentifikasi warna-warna di sekitarnya.
Pada kelainan neurologis persepsi terhadap warna merah biasanya
hilang lebih dahulu dibanding warna lainnya. Untuk itu pasien diminta
membandingkan warna merah pada kedua mata juga dibandingkan
antara lapang pandang nasal dan temporal.
Pemeriksaan funduskopi
Untuk memeriksa mata kanan pasien gunakan mata kanan demikian
pula sebaliknya. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan dalam ruang gelap
atau jika diperlukan midriatikum dapat digunakan untuk melebarkan

329
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

pupil. Pasien diminta untuk melihat jauh ke depan dan memfiksasikan


pandangannya pada satu titik. Perhatikan melalui lensa oftalmoskop,
papil, cupping, pembuluh darah dan retina.

3. Nervus Okulomotorius, Abdusen dan Troklearis (N. lll, lV, VI)


Ketiga saraf ini menginervasi otot-otot penggerak bola mata. selain itu
N. lll juga bertugas mengurus levator paJpebra dan ikut terlibat dalam
respons rangsang cahaya bersama-sama dengan N. ll.
Nervus okulomotorius mempersarafi m. rektus medial, m. rektus superio;
m. rektus inferior; levator palpebrae, m. sfingter pupile dan m' siliare'
N. Troklearis mempersarafi m. oblikus superior sedangkan N. Abdusen
mempersarafi m. rektus eksternus (Gambar 1 1.5).

Oblikus Rektus
inferior suPerior

SisiNasal X SisiTemPoral

#5':;"._<€r._[*];
/
Oblikus
superior inferio

Gambar 11.6. Otot-otot yang dipersarafi N. lll, lV Vl4

Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi pada mata. Perhatikan


kedudukan bola mata apakah simetris atau tidak. Perhatikan pula
kelopak mata, catat bila ditemukan ptosis, lagoftalmus ataupun
blefarospasm. Kondisi seperti eksoftalmus dan enoftalmus juga
perlu diobservasi demikian pula dengan kelainan lainnya.
Pemeriksaan pupil meliputi diameter; isokor atau tidak isokor dan
bentuk pupil. Untuk menilai pupil digunakan senter yang cahayanya
diletakkan di tengah-tengah di antara kedua mata agar kedua mata
mendapatkan sinar yang sama pada saat yang bersamaan'
Pemeriksaan refleks cahaya langsung dan tidak langsung dilakukan
dengan mengarahkan senter ke pupil dan perhatikan apakah refleks
cahaya positif pada kedua mata serta perhatikan juga reaktivitas
dari refleks cahaya tersebut.
Refleks akomodasi dilakukan dengan meminta pasien melihatjauh
kemudian berpindah melihat dekat (melihat jari pemeriksa). Respon

330
Pemeriksaan Sistem Saraf

yang timbul adalah mata melakukan gerakan konvergensi (bergerak


ke medial) dan pupil akan konstriksi.
. Pemeriksaan otot-otot penggerak bola mata. Pemeriksaan dilakukan
dengan meminta pasien untuk menggerakkan matanya mengikuti
gerakan tangan pemeriksa (membentuk huruf H). Perhatikan apakah
pasien dapat menggerakkan matanya ke segala arah dan tanyakan
jika ada pandangan dobel pada saat melihat ke salah satu arah.

4. Nervus Trigeminus (N. V)


Nervus Trigeminus memiliki 2 komponen yaitu motorik dan sensorik.
lnti saraf ini terletak di pons dan midbrain. Serabut saraf meninggalkan
pons dan melintasi lobus temporalis melalui fossa kranialis media. Di
os petrosus temporalis, saraf ini membentuk ganglion Gasseri dan
dari ganglion ini komponen sensorik terbagi menjadi 3 divisi, yaitu
oftalmikus, maksilaris dan mandibularis.
Komponen motorik saraf ini menginervasi otot-tot pengunyah seperti
m. masseter, m. temporalis, m. pterigoid medialis dan pterigoid
lateralis.
. Pemeriksaan komponen motorik. Dimulai dengan inspeksi otot-otot
pengunyah, perhatikan apakah otot-otot tersebut simetris. Lakukan
palpasi pada otot maseter dan minta pasien untuk menggigit.
Rasakan kontraksi dari otot tersebut di kedua sisi. Hal yang sama
dilakukan untuk pemeriksaan otot temporalis. Pemeriksaan juga
dapat dilakukan dengan meminta pasien membuka mulut dan
menahannya ketika pemeriksa mencoba untuk menutupnya.
. Pemeriksaan komponen sensorik. Pemeriksaan dilakukan pada
ketiga area sensorik N. Trigeminus yaitu area oftalmikus, maksilaris
dan mandibularis (Gambar.l1.7). Gunakan modalitas raba halus,
nyeri dan suhu dengan teknik yang sama seperti pada pemeriksaan
sensorik lainnya.
. Pemeriksaan refleks kornea dan refleks mandibula (jaw reflex)
. Pemeriksaan refleks kornea dilakukan dengan menggoreskan ujung
kapas pada bagian atas kornea (area oftalmikus (V1)). Respon yang
timbul adalah refleks berkedip ipsilateral dan kontralateral. Kapas
digoreskan pada kornea dan bukan pada sklera. Stimulus diberikan
dari arah yang tidak terlihat oleh pasien.
. Refleks mandibula dapat dibangkitkan dengan mengetuk dagu

331
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

pasien. Pasien diminta membuka mulutnya sedikit dan pemeriksa


meletakkan jari telunjuknya di dagu pasien kemudian mengetukjari
tersebut dengan palu refleks. Respon yang timbul berupa gerakan
menutup mulut. Pada orang normal refleks ini bisa tidak muncul
atau minimal.

Gambar 11.7. Area sensorik Nervus Trigeminus

5. Nervus Fasialis (N. Vll)


Nervus fasilalis terdiri atas komponen motorik, parasimpatis, sensorik
dan visero sensorik (Gambar. 1 1.8). Serabut parasimpatisnya
mempersarafi kelenjar submandibula dan sublingual. Serabut visero
sensorik menginervasi pengecapan padaZ/3 depan lidah. Otot inijuga
menginervasi m. Stapedius pada telinga dalam.
Komponen motorik nervus fasialis mempersarafi otot-otot penggerak
wajah. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi pada wajah.
Perhatikan apakah terdapat asimetri pada wajah, plika nasolabialis
yang lebih datar; kerutan dahi yang tidak simetris ataupun sudut mulut
yang tampak lebih rendah.
Untuk menilai kekuatan otot wajah, pasien diminta untuk melakukan
beberapa gerakan. Pada saat tersenyum pemeriksa dapat menilai
kontraksi wajah pada kedua sisi. Apabila terdapat kelumpuhan di salah
satu sisi maka plika nasolabial di sisi yang lumpuh akan terlihat lebih
datar.

332
Pemeriksaan Sistem Saraf

Otot dahi dapat dinilai dengan meminta pasien untuk mengangkat


alisnya sehingga terlihat kerutan-kerutan di dahi (misal pada stroke).
Pada kelumpuhan nervus fasialis sentral (Gambar 11. 9a), otot dahi
tidak mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan otot dahi ditemukan pada
paresis nervus fasialis perifer seperti pada Bell's polsy (Gambar 1 1.9b).
Kedua jenis kelumpuhan ini terjadi karena bagian atas wajah
mendapatkan persarafan bilateral sed'angkan pada bagian bawah
persarafannya unilateral (Gambar 1 1.1 0).

r- Neryus petrosa superfisialis magna

.- Kelenjar lakrimalis I r--.Jaras motorik neryus fasialis

Jaras motorik N V
Nukleus N Vl

Serat motorik Vll

- Nukleus fasialis
solitanus
Nukleus fasialis
solitanus
Nukleus
Ganglion olikus .-

'Nukleus intermedius
'-.Geniculate ganglion
'---Timpanicplexus

'-t-cabang digastrikus
-' Cabang stilohioid

Div temporoiaslalis

Gambar 11.8. Persarafan N. Fasialisa

,Pa'
-1-...=I\
.r*.t'
S'ie
.kA,
l.atl

333
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

A. Lesi Nervus Fasialis B. Lesi Supranuklear


(Bell's Palsy)

Lesi
Supranuklear

Nekleus
neryus fasialis
(Nervus kranialis)-,_

Lesi di .-/
neNus fasialis

Gambar 11.10. Perbedaan persarafan wajah bagian atas dan bawah.

6. Nervus Vestibulokoklearis (N. Vtl l)


N. Vlll terdiri atas 2 bagian yaitu N. Koklearis yang mengurus
pendengaran dan N. Vestibularis yang mengurus keseimbangan.
Serabut saraf untuk pengengaran berjalan dari organ corti menuju
inti N. Koklearis di pons. Dari pons serabut saraf ini berjalan bilateral
menuju korpus genikulatus medialis dan meneruskan diri ke girus
superior lobus temporalis. Serabut saraf untuk keseimbangan berjalan
dari utrikulus dan kanalis semisirkularis untuk kemudian bergabung
dengan serabut saraf pendengaran di kanalis fasialis. Selanjutnya
menuju ke batang otak melalui cerebeLopontine ongLe. Dari batang
otak serabut vestibularis inijuga akan berjalan menuju ke serebelum.
. Nervus Koklearis
Nervus ini bertanggung jawab untuk kemampuan mendengar.
Tajam pendengaran dapat diperiksa dengan beberapa teknik. Untuk
keperluan bedside pemeriksaan kasar seperti mendengar suara
gesekan jari, detik jam tangan ataupun bisikan dapat dilakukan.
Gesekkan jari telunjuk dan ibu jari di depan kedua telinga pasien
dan minta pasien untuk membandingkan adakah yang lebih kuat
di antara kedua sisi tersebut.

334
Pemeriksaan Sistem Saraf

Pemeriksaan lainnya adalah dengan garputala (Tabel 11.1). Dapat


digunakan garputala yang berukuran 128, 256 ataupun 512 Hz.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan Rinne dan
Weber. Pemeriksaan Rinne membandingkan antara hantaran udara
dan hantaran tulang pasien. Pada kondisi normal hantaran udara
lebih baik daripada hantaran tulang. Tes Rinne dilakukan dengan
meletakkan garpu tala yang telah digetarkan di tulang Mastoid
pasien. Pasien diminta mendengarkan suara garputala bukan
merasakan getarannya. Setelah tidak terdengar lagi, garputala
dipindahkan ke depan telinga yang sama. Ditanyakan kepada
pasien apakah masih mendengar suara garputala tersebut. Rinne
dikatakan normal atau positif bila pasien masih mendengar suara
garputala. Pada tuli konduktif hantaran tulang akan memanjang
sedangkan pada tuli saraf, hantaran udara tetap lebih panjang dari
hantaran tulang.
Pemeriksaan Weber dilakukan dengan meletakkan garputala yang
telah digetarkan di dahi pasien atau di tempat lain pada garis
midline seperti di vertex atau dagu. Jika fungsi pendengaran normal,
maka suara garputala dari garis tengah akan terdengar sama di
kedua telinga. Pada tuli konduktit akan terjadi lateralisasi ke telinga
yang sakit sedangkan pada tuli saraf akan terjadi sebaliknya.

Tuli Hantaran tulang > Lateralisasi ke


konduktif Menurun hantaran udara (Rinne telinga sakit
negatif/ abnormal)
Tuli saraf Hantaran udara > Lateralisasi ke
Menurun hantaran tulang (Rinne telinga normal
positif/normal)

Nervus Vestibularis
Nervus vestibularis turut mengurus keseimbangan, koordinasi dan
orientasi terhadap tempat. Pemeriksaan untuk nervus ini meliputi
pemeriksaan Romberg, post pointing dan Fukudo stepping test.
Pada tes Romberg pasien berdiri dengan kedua kaki rapat dan
lengan dilipat di dada. Pasien diminta berdiri dalam posisi ini
dengan mata terbuka dan mata tertutup masing-masing 30 detik.

335
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Diperhatikan apakah pasien dapat tetap berdiri ataujatuh ke satu


sisi.
Pada pemeriksaan posf pointing akan dinilai deviasi dari gerakan
tangan pasien yang bisa disebabkan oleh gangguan vestibular
ataupun serebelum. Pasien diminta untuk mengekstensikan
lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi. pemeriksa
menempatkan jari telunjuknya di depin pasien dan meminta pasien
untuk menyentuhnya dengan menurunkan lengan yang ekstensi.
Gerakan dilakukan dengan mata terbuka beberapa kali kemudian
dilanjutkan dengan mata tertutup. Teknik yang sama dilakukan
pada kedua sisi, kiri dan kanan.
Pemeriksaan Fukuda Sfepprng tesf dilakukan dengan menginstuksikan
pasien untuk berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa. Tes ini dianggap
tidak normal apabila pasien berpindah lebih dari 1 meter atau
berputar lebih dari 30 derajat dari tempat semula.
7. Nervus Glosofaringeus dan Vagus (N. lX,X)
N. lX dan X memiliki komponen motorik, sensorik dan otonom. lnti
kedua serabut saraf ini berada di medula oblongata dan keluar dari
tulang kranial melalui foramen jugularis. Nervus glosofaringeus
mengurus komponen sensorik faring, nasofaring, telinga tengah, telinga
dalam dan 2/3 belakang lidah. Sedangkan komponen otonomnya
mengurus kelenjar parotis. N Vagus menerima input sensorik dari faring
dan laring serta menginervasi otot faring, laring dan palatum.
Kedua saraf ini diperiksa secara bersamaan karena fungsinya saling
berkaitan. Keduanya turut berperan pada proses artikulasi dan
menelan. Apabila ter.;adi kelumpuhan N. lX dan X maka palatum molle
tidak dapat menutup jalan udara dari hidung sehingga suara akan
terdengar sengau. Lakukan observasi terlebih dahulu terhadap palatum
mole, arkus faring dan uvula pada kondisi istirahat. Selanjutnya minta
pasien untuk bersuara "aaaaaa". Perhatikan kontraksi dari otot-otot
tersebut. Apabila terdapat kelumpuhan maka arkus faring sisi yang
lumpuh akan lebih rendah dari sisi yang sakit dan uvula akan tertarik
ke sisi sehat.
Pemeriksaan gog reflex dilakukan dengan menyentuh faring atau
palatum pasien dengan lidi kapas.

335
Pemeriksaan Sistem Saraf

8. Nervus Asesorius (N. Xl)


Nervus asesorius merupakan serabut saraf motorik yang intinya hanya
mempunyai t hubungan dengan korteks kontralateral (persarafannya
unilateral). Serabut sarafnya keluar dari foramen jugulare dan
merupakan kesatuan dari serabut saraf yang berasal dari inti medula
oblongata dan inti spinal servikal.
Saraf ini menginervsi otot sternokleidbmastoideus dan trapezius.
Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus dilakukan dengan meminta
pasien untuk menoleh ke satu sisi dan pemeriksa memberika
tahanan pada dagunya. Rasakan kekuatan pasien dan perhatikan
kontraksi otot tersebut. Pemeriksaan otot trapezius dilakukan dengan
menginstruksikan pasien untuk mengangkat kedua bahunya dan
pemeriksa memberikan tahanan pada kedua sisi secara bersamaan.
Bandingkan kekuatan pada kedua sisi tersebut.

9. Nervus Hipoglosus (N. Xll)


lnti serabut saraf ini terletak di medula oblongata dan keluar
meninggalkan tulang kranium melalui foramen hipoglosus.
Saraf ini menginervasi otot-otot ekstrinsik dan intrinsik lidah. Pada
inspeksi lidah perhatikan posisi lidah ketika masih berada di dalam
mulut dan ketika dijulurkan. Perhatikan adanya asimetri, atrofi, kerutan
pada lidah dan fasikulasi ataupun tremor. Pada saat dijulurkan apabila
terdapat kelumpuhan maka lidah akan berdeviasi ke arah yang sakit.
Pada lesi lower motor neuron kelumpuhan disertai dengan atrofi papil
dan fasikulasi.
Kekuatan otot lidah dapat dinilai dengan meminta pasien untuk
menekan lidahnya pada pipi kemudian pemeriksa memberikan tahanan
dari pipi sebelah luar. Apabila terdapat kelumpuhan lidah bagian kiri
maka kekuatan lidah saat ditekan ke pipi kanan akan menurun.

3. PEMERIKSAAN MOTORIK
Sistem motorik dimulai dari kortek motorik di girus presentral. Sebelumnya
sebuah gerakan direncanakan dan dipersiapkan di area premotor dan korteks
suplemen motorik untuk selanjutnya dieksekusi menjadi sebuah gerakan
volunter oleh girus presentral. Korteks motorik primer ini juga menerima
input dari sistem ekstrapiramidal dan serebelum. Keduanya berkontribusi
dalam menghaluskan gerakan tersebut. Serabut saraf meninggalkan korteks

337
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

motorik sebagaijaras kortikospinal. Serabut ini berjalan turun melalui korona


radiata menuju kornu posterior kapsula interna. selanjutnya serabut saraf
ini akan memasuki pedunkulus serebri yang membentuk basis dari medula
oblongata. Trahus kortikobulbar akan berakhir di bagian bawah otak tengah
atau struhur lainnya pada inti-intinya. Serabut saraf traktus kortikospinal
akan bergerak turun dari pedunkulus dalam sebuah bundel yang kornpak
membentuk struktur yang dikenal sebagai piramis di medula oblongata.
Pada bagian kaudal medula 907o serabut traktus kortikopsinal akan
berlukasasio ke sisi kontralateral dan meneruskan perjalanannya menuju ke
medula spinalis sebagai traktus kortikospinal lateralis. Sisanya (10%) akan
berjalan ipsilateral sebagai traktus kortikospinal anterior (Gambar 11.11).

338
Pemeriksaan Sistem Saraf

Dari medula spinalis serabut motorik akan keluar melalui kornu anterior
di bagian ventral medula spinalis sebagai radiks saraf. Radiks-radiks ini akan
bergabung menjadi pleksus dan meneruskan diri sebagai saraf perifer. Sistem
motorik ini akan berakhir di otot sebagai eksekutor sebuah gerakan. Sebelum
mencapai otot sinyal motorik terlebih dahulu melewati taut saraf otot.
Komponen ini (dari kornu anterior hingga otot) dikenal sebagai motor unit.
Pemeriksaan motorik terdiri atas:

a. Pengamatan terhadap sikap tubuh dan cara bef.lalan

b. Pemeriksaan trofi (bentuk) otot

c. Pemeriksaan tonus otot

d. Pemeriksaan kekuatan otot

e. Pemeriksaan refleks

a. Pemeriksaan terhadap sikap tubuh dan cara berjalan


Pemeriksaan motorik dimulai dengan pengamatan terhadap sikap
tubuh, postur cara berjalan dan juga gerakan-gerakan pasien. Penyakit
atau kelainan tertentu akan mengakibatkan sikap tubuh yang yang cukup
khas. Pasien dengan penyakit parkinson akan berdiri dengan tubuh agak
membungkuk ke depan dan lengan dan tungkai fleksi. Parkinson juga
menyebabkan gerakan pasien menjadi lambat, langkah kaki kecil-kecil dan
ayunan tangan menghilang.
Pasien dengan hemiparesis akibat lesi di sistem piramidalis akan terlihat
dengan posisi lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Pada saat berjalan tungkai
akan sirkumdiksi.
Pada gangguan serebelum, pasien akan berjalan dengan langkah
yang lebar dan tampak tidak seimbang seolah terayun-ayun. Sedangkan
pada ataksia sensorik, pasien berjalan dengan mengangkat tinggi-
tinggi tungkainya kemudian menghempaskan kaki ke lantai untuk dapat
meningkatkan stimulus terhadap rasa posisi.

b. Pemeriksaan trofi otot


Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi dan pengukuran. Pada saat
melakukan inspeksi perhatikan bentuk otot secara keseluruhan, kesimetrisan
antara otot-otot di kedua sisi tubuh, ada atau tidaknya otot yang mengecil

339
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

ataupun tampak lebih besar. otot-otot wajah, bahu, panggul dan ekstremitas
bagian distal perlu diperhatikan dengan lebih rinci. Untuk ekstremitas
atas perhatikan otot thenar, hypothenar dan interoseus sedangkan pada
ekstremitas bawah perhatikan otot tibialis anterior.
salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memeriksa trofi otot
adalah dengan meminta pasien menjulurkan dan merapatkan kedua
lengannya. Perhatikan seluruh otot darijari-jari hingga bahu dan catatjika
terdapat otot yang asimetri.
Palpasi sangat membantu pada pemeriksaan trofi otot. otot normal atau
eutrofi akan teraba semielastis dan akan kembali ke bentuk semula setelah
dilakukan penekanan. otot yang hipertrofi akan teraba keras sedangkan
otot yang psudohipertrofi akan terlihat besar namun pada palpasi akan
teraba lunak seperti karet. otot yang atrofi akan teraba lunak dan "kosong".
Penurunan massa otot tidak selalu kasat mata. Terkadang pada
pengamatan terkesan masih asimetris jika penurunan yang terjadi tidak
signifikan. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran. pengukuran massa otot
yang dicurigai mengalami atrofi dilakukan dengan memakai patokan-
patokan anatomis seperti di bawah atau di atas olekranon, patela, maleolus
dan lain-lain. Pada kasus-kasus tertentu diperlukan juga pengukuran
panjang tungkai atau lengan. Pengukuran inijuga bermanfaat untuk menilai
progresifitas penyakit bila dilakukan berkala.

c. Pemeriksaan tonus otot


Pada pemeriksaan tonus otot pasien harus berada dalam kondisi rileks
dan kooperatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan gerakan pasif
pada otot. Palpasi terkadang dapat membantu menilai tonus otot. yang
terpenting dari pemeriksaan tonus otot adalah menilai resistensi otot yang
rileks tehadap gerakan pasif dan ronge of motion. penilaian tonus dilakukan
pada gerakan lambat maupun cepat serta pada range of motion parsial
maupun maksimal. Dinilai adanya abnormalitas berdasarkan distribusi, tipe
dan derajat keparahannya. Pada kondisi hipertonus dapat dijumpaitahanan
pada saat dilakukan gerakan pasif. Rigiditas dapat berupa cogwheet rigidity,
di mana tahanan dirasakan seperti roda gigi ataupun lead-pipe di mana
tahanan dirasakan sama sejak awal hingga akhir gerakan tanpa dipengaruhi
oleh kecepatan. Sedangkan otot yang spastis dapat dirasakan dengan
mengubah kecepatan pada saat gerakan pasif. pada saat digerakkan lambat,

340
Pemeriksaan Sistem Saraf

resistensi otot tidak terlalu besaL tetapi dengan menggerakkan dengan lebih
cepat resistensi ototjuga akan meningkat.
Beberapa teknik lain untuk memeriksa tonus otot akan dipaparkan seperti
berikut ini.
L. BobinskiTonus Test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan fleksi pada sendi siku.
Jika terdapatotot-otot hipotonus di daerah lengan maka lengan dapat
difleksikan dengan sudut yang lebih kecil dibandingkan dengan otot
yang eutonus. Sebaliknya jika terdapat otot-otot yang hipertonus
maka fleksibilitasnya akan menurun dan sudut yang dibentuk tidak
dapat lebih kecil dari normal.
2. Pendoulousness of the legs
Pada pemeriksaan ini pasien diminta duduk di tepi tempat tidur
dengan tungkai terjulur ke bawah. Kedua tungkai bawah diekstensikan
horizontal pada sendi lutut kemudian lepaskan. Biarkan kedua tungkai
terayun-ayun. Dalam kondisi normal tungkai bawah akan berayun
sekitar 6-7 kali dan lama kelamaan akan melambat dan menurun
jangkauannya hingga berhenti. Gerakan seperti pendulum ini akan
menurun pada otot tungkai yang hipertonus dan sebaliknya akan
meningkat pada kondisi hipotonus.

d. Pemeriksaan kekuatan otot


Skala kekuatan otot yang banyak digunakan adalah The Medicol Research
Council Scole of Muscle Strength (tabel 11.2).

0 Tidak ada kontraksi


1 Terdapat sedikit kontraksi
2 Terdapat gerakan aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 Gerakan aktif dan dapat melawan gravitasi
4- Gerdkan aktif dan dapat melawan gravitasi dan tahanan ringan
4 Gerakan aktif dan dapat melawan gravitasi dan tahanan sedang
4+ Gerakan aktif dan dapat melawan gravitasi dan tahanan kuat
5 Kekuatan otot normal

341
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Untuk membedakan skala 4- ,4 dan4+ dapat digunakan panduan berikut.


Jika diperlukan seluruh tangan untuk mendorong dan mengalahkan
kekuatan
otot pasien maka hal ini dikategorikan sebagai 4 +. Apabila hanya diperlukan
3 jari untuk mengalahkan otot pasien maka dinilai sebagai 4 sedangkan
4-jika hanya cukup hanya dengan 1 jari.
Pada pemeriksaan kekuatanotot perhatikan kesimetrisan kekuatan otot
dan distribusi otot-otot yang mengalami kelemahan.
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Abduksi bahu (deltoid dan supraspinatus - C5, C6)


Pasien diminta untuk melakukan abduksi lengan atas dan melawan
tahanan yang diberikan oreh pemeriksa (Gambar 11.12).pada gerakan
ini pemeriksa dapat merasakan kontraksi otot dertoid dengan parpasi.

Gambar 11.12. pemeriksaan abduksi bahu

Aduksi bahu (latisimus dorsi (C6,C7,CS))


Lengan pasien dalam posisi abduksi raterar dan horisontal. Minta
pasien untuk melakukan gerakan aduksi dan berikan tahanan sambil
melakukan palpasi otot latisimus dorsi untuk merasakan kontraksinya
(Gambar 11.13).

342
Pemeriksaan Sistem Saraf

Gambar 11.13. Pemeriksaan aduksi bahu

Fleksi siku (biseps - C5,C6)


Pasien memfleksikan sendi siku dan diberikan tahanan terhadap
gerakan tersebut (Gambar 11.14).

::iii:ii;::-i:i:::i:i.::i::j:r:::r;:i:::!.::::::r:
il:.:.:: li-.:il:,..t:::: :':: : -:i: -:: :::i
:.-.. i i..iI
l:..., i.,::..'.'... :;i.f4
: ::;::.,::.-...,. :-
J:l :.._:...,..i.; :i:;':'.':l:il
1....,,.
::..:.. ..:..,.....:..,,.,,I
\::-.j:..)
i. ..--.--..-..r.:.. -: -.1,.':. -./
,;i,,.,':,,:.

Gambar I 1.14. Pemeriksaan fleksi siku

343
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

4. Ekstensi siku (triseps brachii - C7, Cg)


Pasien diminta mengekstensikan sendi sikunya dan pemeriksa
memberikan tahanan pada lengan bawah (Gambar 11.15).

Gambar 11.15. pemeriksaan ekstensi siku

5. Fleksi pergelangan tangan (fleksor carpi ulnaris dan radialis


- C6, C7)
Pasiendiminta memfleksikan pergelangan tangannya sambil melawan
tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. pada gerakan ini pemeriksa
dapat melihat dan mempalpasi tendon otot fleksor carpi radialis dan
fleksor carpi ulnaris (Gambar 1 1.16).

Gambar 11.16. Pemeriksaan fleksi pergelangan tangan

344
Pemeriksaan Sistem Sara{

6. Ekstensi pergelangan tangan (ekstensor carpi radialis longus (ECRL)


(C6, C7), ekstensor carpi radialis brevis (ECRB), ekstensor carpi ulnaris
(ECU) (C7, C8).

Pasien melakukan gerakan ekstensi pergelangan tangan dengan


lengan bahwa pada posisi pronasi. Pemeriksa memberikan tahanan
dengan tangan kanan dan tangan kiri mempalpasi massa otot ECLR,

ECRB dan ECU (Gambar 11.17).

Gambar 11.17. Pemeriksaan ekstensi pergelangan tangan

7. Fleksi jari tangan (Fleksor digitorum superfisialis (FDS) dan Fleksor


digitorum profundus (FDP) - C8)
Kekuatan FDS dinilai dengan meminta pasien memfleksikan jari pada
persendian proksimal interphalang (PlP) dan melawan tahanan yang
diberikan oleh pemeriksa (Gambar 11.18).

Gambar 11.18. Pemeriksaan fleksi jari tangan (FDS)

345
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Sedangkan untuk memeriksa FDp dilakukan dengan memberikan


tahanan pada fleksi phalang distal dengan fiksasi pada phalang medial
(Gambar 11.19).

. : ::::.:.:: .....::::-:::,.: :..:::,:: :.:.r :::::. :


' : '. :: '::.:. .:: ::. ., l:::::
: ,,;,.

Gambar 11.19. Pemeriksaan fleksijari tangan (FDp)

8. Fleksi sendi panggul (psoas (11-14) dan iliacus (tZ-L4)


Pasien berbaring dalam posisi supinasi dan memfleksikan panggulnya
dengan lutut fleksi dan tungkai bawah ditopang oleh tangan
pemeriksa. Pemeriksa memberikan tahanan terhadap gerakan fleksi
panggul (Gambar 11.20).

Gambar 11.20. Pemeriksaan fleksi sendi panggul

346
Pemeriksaan Sistem Saraf

9. Ekstensi sendi panggul (gluteus maksimus - L5-S2)


Posisi pasien terbaik untuk menilai gerakan ini adalah berbaring pronasi
dengan lutut fleksi dan mengekstensikan panggulnya melawan tahanan
pemeriksa (Gambar 11.21). Pemeriksaan ekstensi sendi panggul dapat
pula dilakukan dengan posisi pasien berbaring supinasi maupun duduk.

Gambar 11.21. Pemeriksaan ekstensi sendi panggul

10. Abduksi sendi panggul (gluteus medius, gluteus minimus dan tensor
fascia lata - L4-S1)
Pasien dalam posisi supinasi dan berusaha menggerakkan tungkai
yang ekstensi ke arah lateral melawan tahanan yang diberikan oleh
pemeriksa (Gambar 1 1.22).

Gambar 11.22. Pemeriksaan abduksi sendi panggul

347
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

1 1. Aduksi sendi panggul (aduktor longus, brevis dan magnus - L2-L4)


Gerakan ini dinilai dengan pasien dalam posisi supinasi dan melakukan
aduksi tungkai (lutut ekstensi) melawan tahanan yang dibeikan oleh
pemeriksa (Gambar 11.23).

Gambar 11.23. Pemeriksaan aduksi sendi panggul

12. Fleksi sendi lutut (hamstring (biseps femoris, semimembranosus,


semitendinosus) - L5-52)
Pemeriksaan ini paling baik dilakukan dengan posisi pasien pronasi
dan diminta memfleksikan lututnya melawan tahanan yang diberikan
oleh pemeriksa (Gambar 11.24). Dengan posisi seperti ini pemeriksa
dapat dengan mudah melihat dan meraba kontraksi otot yang teryadi.
Meskipun demikian pemeriksaan fleksi lutut dapat pula dilakukan
dengan posisi pasien supinasi.

Gambar 11.24. Pemeriksaan fleksi sendi lutut

348
Pemeriksaan Sistem Saraf

13. Ekstensi sendi lutut (kuadrisep femoris -LZ-14)


Otot kuadrisep femoris umumnya sangat kuat sehingga sangat sulit
untuk mengalahkannya. Untuk itu pemeriksa dapat menggunakan
teknik berikut ini untuk memeriksa ekstensi sendi lutut (Gambar
11.25). Pasien dalam posisi supinasi, pemeriksa berdiri di sisi lateral dari
lutut yang akan diperiksa. Misalkan untuk memeriksa lutut kiri maka
pemeriksa berdiri di sisi kiri pasien dan meletakkan lengan bawahnya
di bawah lutut kiri pasien. Pasien diminta mengekstensikan lutut kirinya
sementara lengan kanan pemeriksa mengangkat lutut pasien dan
tangan kiri pemeriksa mendorong pergelangan kaki kiri pasien.

Gambar 11.25. Pemeriksaan ekstensi sendi lutut

14 Plantar fleksi (gastroknemius dan soleus - S1, 52)


Pasien melakukan gerakan plantar fleksi pada pergelangan kaki dan
pemeriksa memberikan tahanan pada telapak kaki (Gambar 11.26).

Gambar 1 1.26. Pemeriksaan plantarfleksi

349
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

15. Dorsifleksi (tibialis anteriol ekstensor digitorum longus dan hallucis


longus - 14,15)
Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien melakukan dorsifleksi
telapak kaki dan melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa
dengan salah satu tangan dan tangan lainnya melakukan palpasi
kontraksi otot tibialis anterior (Gambar 11.27).

Gambar 1 1.27. Pemeriksaan dorsifleksi

16. lnversi pergelangan kaki (tibialis posterior- 15, S1)


Pasien melakukan gerakan inversi kaki (memutar plantar pedis ke arah
medial) melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan
salah satu tangannya (Gambar 11.28). Tangan pemeriksa lainnya
mempalpasi kontraksi otot tibialis anterior yang dapat terlihat dan
teraba di belakang maleolus.

Gambar 11.28. Pemeriksaan inversi pergelangan kaki

350
Pemeriksaan Sistem Saraf

17. Eversi pergelangan kaki (peroneus longus, peroneus brevis dan


ekstensor digitorum longus - 14, 15, 51)
Pasien menggerakkan (memutar) telapak kaki ke arah lateral melawan
tahanan (Gambar 11.29). Pemeriksa memberikan tahanan pada
telapak kaki dengan satu tangan dan tangan lainnya melakukan palpasi
otot peroneus longus dan brevis di belakang maleolus lateralis.

Gambar 11.29. Pemeriksaan eversi pergelangan kaki

Pemeriksaan formal kekuatan otot seperti di atas tidak selalu dapat


mendeteksi kelemahan otot terutama pada kelemahan atau kelumpuhan
yang ringan. Untuk itu dapat dilakukan beberapa teknik berikut ini.
1. Pronotor drift (Borre's sign)
Pasien menjulurkan kedua lenganya dengan telapak tangan
menghadap ke atas dan diminta untuk menutup mata selama kurang
lebih 20-30 detik. Pemeriksa memperhatikan kedua lengan pasien.
Pada kondisi normal di mana tidak terdapat hemiparesis posisi kedua
lengan akan tetap sama. Apabila terdapat hemiparesis maka lengan
yang hemiparesis akan turun dan pronasi.
2. Knee-dropping test
Pasien dalam posisi supinasi, dilakukan fleksi tungkai pada sendi
panggul dan lutut dengan lutut membentuk sudut 45. dan telapak
kaki menempel pada tempat tidur. Kedua tungkai dilepaskan, apabila
terdapat paresis pada salah satu tungkai, maka tungkai yang lemah
akan turun lebih cepat sehingga lutut akan ekstensi dan pangguljuga
akan ekstensi, rotasi eksternal, dan abduksi.

3s1
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

3. Arm roLl

Pasien diminta untuk mengepalkan tangannya, mengangkat lengan


bawah horizontal setinggi dada dengan posisi salah satu lengan lebih
tinggi. Selanjutnya pasien diminta untuk membuat gerakan berputar
dengan kedua lengannya sehingga kedua kepalan tangan akan saling
mengitari. Apabila terdapat kelemahan.di salah satu lengan, maka
lengan yang lemah akan cenderung berputar lebih lambat atau tidak
bergerak sedangkan sisi yang sehat terlihat bergerak mengitari sisi
yang lemah.

e. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks merupakan bagian yang paling objektif dari pemeriksaan
neurologis. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan penurunan
kesadaran, gangguan kognitif maupun pada pasien yang tidak kooperatif.
Terdapat refleks fisiologis dan patologis.
Refleks merupakan respons involunter terhadap stimulus sensorik.
Dikenal 2 macam jenis refleks fisiologis, yaitu refleks dalam atau refleks
regang otot dan refleks superfisialis.

1.a. Pemeriksaan refleks dalam atau refleks regang otot


Berdasarkan respons yang timbul, refleks dalam atau refleks regang otot
dinilai 0 hingga 4+ (Tabel 1 1.3).
Hingga saat ini tidak ada batasan yang tegas untuk menentukan
tingkat refleks seperti di atas. Akan tetapi pada umumnya pada refleks yang
meningkat zona refleks akan meluas. Refleks dapat dibangkitkan meskipun
rangsangan diberikan tidak pada tendon otot, selain itu kontraksi otot yang
ditimbulkan juga bertambah hebat. Penilaian refleks juga harus dilakukan
pada kedua sisi. Ketidaksimetrisan respons refleks bisa berarti suatu kondisi
patologis.

0 Negatif
+ Positif tetapi menurun
++ Normal
+++ Meningkat tetapi masih mungkin normal
++++ Sangat meningkat, kadang disertai klonus

352
Pemeriksaan Sistem Saraf

Pada saat melakukan pemeriksaan refleks sebaiknya pasien rileks,


nyaman dan dialihkan perhatiannya. Oleh karena refleks akan sulit
dibangkitkan dalam kondisi otot yang tegang.
Refleks regang otot yang umumnya dikerjakan adalah refleks biseps,
triseps, brakioradialis, patela, dan achilles.
1. Refleks biseps (C5, C6)
Lengan diposisikan semifleksi dengan lLngan bawah sedikit pronasi.
Pemeriksa meletakkan ibu jari di atas tendon otot biseps dan ketuk
jari tersebut dengan palu refleks. Respons yang timbul berupa fleksi
dari sendi siku.
2. Refleks triseps (C7, C8)
Pemeriksaan refleks ini dilakukan dengan mengetuk tendon otot
triseps yang terletak di atas olekranon. Posisi lengan bawah semifleksi
dan ditopang oleh tangan pemeriksa. Respons refleks ini berupa
ekstensi lengan bawah.
3. Refleks brakhioradialis (C5, C6)
Refleks dibangkitkan dengan mengetuk prosesus stiloideus radius
dengan lengan dalam posisi semifleksi. Sebaiknya pemeriksa
meletakkan jarl di atas tempat tersebut untuk menghindari ketukan
langsung pada N. Radialis. Respon yang timbul adalah fleksi dan
supinasi lengan bawah.
4. Refleks patela (13, L4)
Refleks patela terjadi akibat kontraksi otot kuadriseps femoris yang
mengakibatkan ekstensi dari sendi lutut. Apabila pemeriksaan
dilakukan pada posisi duduk, pasien diminta untuk duduk dengan
tungkai tergantung. Lakukan identifikasi terhadap tendon patela
terlebih dahulu. Tangan kiri pemeriksa diletakkan di atas otot
kuadriseps femoris sedangkan tangan kanan mengetukkan tendon
patela dengan palu refleks. Bila dilakukan pada posisi pasien berbaring,
maka fleksikan lutut pasien terlebih dahulu sebelum mengetuk tendon
patela (Gambar 11.30).
5. Refleks Achilles (S1, 52)
Tungkai bawah difleksikan dan eksternal rotasi dan tangan kiri
pemeriksa menahan kaki pasien dalam posisi dorsifleksi (Gambar
11.31). Ketukkan palu refleks pada tendon achilles. Refleks yang timbul
berupa gerakan plantar fleksi dan kontraksi otot gastroknemius.

353
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gambar 11.30. Pemeriksaan refleks patela

Gambar 11.31. Pemeriksaan eversi pergelangan kaki

Pemeriksaan refleks superfisial


1. Refleks dinding perut superfisial
Pemeriksaan dilakukan dengan menggores dinding perut ke arah
umbilicus. Pada kondisi normal akan terjadi kontraksi otot dinding
perut sesuai dengan arah goresan tersebut. Refleks ini dapat
menghilang pada pasien dengan obesitas ataupun pada wanita yang
telah melahirkan. Refleks inijuga menghilang pada lesi upper motor
neuron. Meskipun demikian interpretasi refleks ini harus diintegrasikan
dengan hasil pemeriksaan lainnya.
2. Refleks kremaster
Untuk membangkitkan refleks ini, bagian medial dari pangkal paha
digores atau disentuh. Refleks yang timbul berupa kontraksi rektum.
Pada lanjut usia refleks ini bisa menghilang demikian pula pada pasien
dengan hidrokel atau varikokel.

354
Pemeriksaan Sistem Saraf

3. Refleks anus superfisialis (S2, 53, 54)


angsangan pada kulit di sekitar anus akan mengakibatkan kontraksi
sfingter ani eksternus

Refleks Patologis
Refleks patologis umumnya merupakan salah.satu tanda adanya lesi upper
motor neuron atau lesi yang melibatkan traktus kortikospinal. Refleks inijuga
dapat ditemukan pada gangguan lobus frontal dan kadang-kadang muncul
pada lesi ekstrapiramidal. Refleks patologis dapat berupa refleks postural
yang muncul kembali akibat menurunnya kemampuan inhibisi otak. Selain
itu refleks ini bisa juga berupa refleks yang hanya muncul pada otak yang
imatur yang kemudian timbul kembali akibat suatu penyakit.
Refleks patologis yang paling sering diperiksa adalah refleks Babinski.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggores bagian lateral telapak kaki dari
tumit ke arah pangkal jari (sesuai dengan distribusi radiks S1/ N. Suralis
sensorik). Goresan dilakukan dengan menggunakan benda tumpul seperti
korek api, ujung tangkai palu refleks, kuku ibu jari ataupun toungespatel
yang dipatahkan. Refleks ini dikatakan positif apabila terjadi dorsifleksi
ibu jari disertai dengan mekarnya jari-jari kaki lainnya. Respon terpenting
adalah dorsifleksi ibu jari.
Refleks patologis juga dapat ditemukan pada ekstremitas atas, salah
satunya refleks Hoffman dan Trommer. Refleks Hoffman dilakukan dengan
tangan pasien diposisikan dorsifleksi pada pergelangan tangan dengan jari_
jari sedikit fleksi. Pemeriksan memegang jari tengah pasien dengan ibu jari
danjari telunjuk dan menjentikkan kukujari tersebut dengan cepat. Refleks
Tromner dibangkitkan dengan cara, pemeriksa memegang jari tengah pasien
dengan posisi sedikit ekstensi dan biarkan jari lainnya tergantung. Dengan
tangan lainnya pemeriksa menjentikkan sisi palmar jari tengah tersebut.
Respon positif refleks Hoffman Tromner berupa fleksi dan aduksi ibu jari
dan fleksi jari telunjuk yang kadang disertai dengan fleksi jari lainnya.
Refleks ini tidak selalu patologis. pada beberapa orang normal refleks ini
juga ditemukan. Temuan ini akan memiliki nilai klinis yang penting apabila
asimetris. seperti halnya hasil pemeriksaan refleks lainnya, interpretasi harus
diintegrasikan dengan hasil pemeriksaan lainnya.

355
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gangguan pada sistem motorik


Kerusakan pada di tiap tinEkat dari sistem motorik akan mengakibatkan
manifestasi yang berbeda. Kerusakan pada motor unit akan mengakibatkan
kelumpuhan dengan lipe lower motor neuron (LMN) sedangkan pada
tingkat di atas motor unit akan menyebabkan kelumpuhan tipe upper motor
neuron (UMN). Pada kelumpuhan LMN, kelemahan akan disertai tonus
otot yang menurun, hipotrofi atau atrofi otot, refleks fisiologis menurun
atau menghilang dan tidak ditemukan refleks patologis. Sedangkan pada
kelumpuhan UMN akan disertai dengan tonus otot yang hipertonus, refleks
fisiologis yang meningkat dan munculnya refleks patologis. Beberapa
karakteristik kelumpuhan sesuai dengan letak lesinya (Tabel 11.4).

4. PEMERIKSAAN SISTEM SENSORI

Pemeriksaan sistem sensori antara lain:

1. Eksteroseptif: Nyeri (pinprick), raba halus (menggunakan serabut), suhu


2. Proprioseptif: Posisi, sikap
Penyebab tersering gangguan sensori antara lain Diabetes Melitus dan
defisiensi thiamin. Pada umumnya pasien mengeluh kesemutan (parastesia)
pada kedua tangan dan kaki. Beberapa pasienjuga sering mengeluh nyeri
seperti rasa panas (disestesla) dan hilangnya rasa ("baal"). Pemeriksaan
dilakukan sesuai dengan jenis reseptor dan jaras sensibilitas di dermatom
yang berurutan mulai dari servikal ke bawah (Gambar 11.32).

a. Pemeriksaan Nyeri
Alat:jarum pentul
Pemeriksa harus menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien. Pasien
diminta duduk atau berbaring terlentang dan mata tertutup. Pemeriksa
meminta pasien untuk mengatakan "tajam" atau "tumpul" saat pasien
merasakan benda yang disentuhkan ke kulit pasien. Sebelum memulai
pemeriksaan, pasien harus merasakan ketajaman jarum terlebih dahulu agar
tidak merasa takut. Bandingkan antara sisi kanan dan kiri tubuh. Kemudian
pemeriksa melakukan dari kaki dan naik ke bagian atas hingga pasien dapat
mengidentifikasi jika ada perbedaan sensasi pada dermatom tertentu.
Jarum pentulyang telah digunakan di satu pasien tidak boleh digunakan
pada pasien lainnya

3s6
Pemeriksaan Sistem Saraf

o(ooG
E
o
i'i5i;
o o o AE€€o 6
E': y
v : x i o:' !
oG(ooE=c6 .r,
! ! E ! 6* E
F F F F -E F i=

o
JYJJ=_
6 6 6 -'
66-o)ElePP
ccccfctr
cccciio'o
oo(u(u;zz

oooo
E
o
6o E
o
E
o
EE
LP
6 6 6 6 E f (o

€ *€{ E
5 S 5 5 0
o-
6
E -c!E>
o
Z
!-

o G 6 6 tlc' 6
c
E
o
toc toc toE =l
.ta,6
40
zzzz
P

-E
6 -o) E, *o,
-9_9_9 J
= -P P-= c
.E .= .E .E F FEr
E 66E 5 e = 9tiE

=E
f;E E .e
*
E,
p Hx
f E;
fiE 5 H *$ eE s g
E'5E Pg E E
eH ff P
5s E ee Eg
*E
trI 5 I
+'E€
h.g

o
c-9o
u .i*
CL6=

E*'EEp ,E

-9 €.al .-i e
€ EE€ $
5
GAf6-o-P
H8
9€6p
sole + E
ergg
b22
\z

357
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Ophthrlmic n

Maxill,rry n. Trigeminal n.
l+l Mindibu13r n. c3
c4
c4

c6
T1

C?

Gambar 11.32. lnervasi segmental pada kulit, a. Anterior; b.Posterior

b. Pemeriksaan Raba Halus


Alat: kapas
Pemeriksa menyentuh kulit pasien dengan kapas dan meminta pasien
mengatakan "ya" jika kulit terasa teraba sambil mata pasien tertutup.
Bandingkan sensasi rabaan ini antara sisi kanan dan kiri tubuh. Dan kemudian
pemeriksa memeriksa mulai dari kaki dan naik ke bagian atas secara bertahap
hingga pasien dapat mengidentifikasi batas dermatom antara bagian tubuh
yang terasa dan kurang atau tidak terasa.
Pemeriksaan raba halus dan nyeri dapat dilakukan secara bergantian.

c. Pemeriksaan Suhu
Alat Air panas atau dingin dalam tabung reaksi atau termos.
Dengan mata pasien tertutup, pemeriksa meminta pasien untuk
mengidentifikasi saat kulit disentuh dengan air panas atau air dingin. Cara
pemeriksaan sama dengan pemeriksaan raba halus dan nyeri.

358
Pemeriksaan Sistem Saraf

d. Pemeriksaan Vibrasi
Alat: Garpu tala 256 Hz.
Getarkan garpu tala dan letakkan ujung garpu tala ditonjolan tulang seperti
ibu jari kaki, maleolus medial, tonjolan tulang tibial atau tulang ileum.

e. Pemeriksaan Posisidan Sikap


Pemeriksa menggerakkan jari tangan dan jari kaki ke arah atas dan bawah
sambil mata pasien tertutup. Meminta pasien untuk mengidentifikasi arah
jari yang diperiksa. Pada pasien dengan defisit neurologis yang berat,
pemeriksa sebaiknya melakukan pemeriksaan ini pada sendi proksimal seperti
pergelangan kaki, lutut atau paha agar pasien dapat lebih merasakan gerakan.

f. Pemeriksaan Diskriminasi Kortikal


Pada kerusakan di thalamus, sensasi sederhana tidak dapat dilokalisasi
dengan baik. Sensasi diintegrasikan menjadi informasi yang berarti pada
tingkat korteks. Gangguan pada korteks diidentifikasi jika ditemukan
kehilangan modalitas sensori primer yang bermakna dan pasien tidak dapat
mengintegrasikan sensasi menjadi informasi yang bermakna (Gambar
11.33). Jika fungsi sensori terganggu pada satu sisi tubuh (hemihipestesia)
maka kerusakan terjadi di lobus parietal kontralateral.
Berikut adalah pemeriksaan untuk lesi kortikal:
a. Diskriminasi2 titik
Alat: kaliper atau jangka
Pemeriksaan ini dapat dilakukan di wajah, ujung jari, telapak tangan dan
daerah tulang tibial. Batas normaljarak antara 2 titik: wajah 2-5 mm; ujung
jari 3-6 mm; telapak tangan 10-15 mm. Jika pasien dapat membedakan 2
titik dengan jarak yang lebih lebar dari nilai normal, maka mengindikasikan
ada gangguan di lobus parietal.

b. Stereognosis
Stereognosis adalah kemampuan pasien untuk mengidentifikasi bentuk
benda dengan cara merasakan benda tersebut. pasien diminta menutup
mata. Sebuah benda diletakkan di tangan yang akan diperiksa. pasien
diminta meraba benda tersebut dan boleh sambil menggerakkan benda
tersebut hanya di tangan yang diperiksa. Benda yang digunakan dapat
berupa kunci, koin atau tutup botol.

359
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

c. ldentifikasi gambar
Pemeriksa menuliskan bentuk angka (1-9) dengan jari pemeriksa pada
telapak tangan pasien sambil mata pasien tertutup. Pasien diminta menebak
atau mengidentifikasi angka berapa yang ditulis oleh pemeriksa.

d. Stimulasi ganda secara simultan


Bagian tubuh yang homolog disentuh secara simultan (misal: kedua tangan
disentuh bersamaan). Pasien diminta untuk menjawib sisi tubuh mana yang
disentuh. Pasien dengan lesi lobus parietal tidak dapat mengidentifikasi
rabaan pada sisi tubuh kontralateral lesi pada saat disentuh secara
bersamaan. Fenomena ini disebut sensory ertinction.
Secara umum, karakteristik gangguan sensori dapat dibedakan sesuai
dengan area yang terganggu (Tabel 1 1.5).

Girus pasmsentral
Lengan
Lengan b"|ah B-ahu Kepala
Leher
Tangan

fi ru
Tungkai bawah
Mata

Wajah Jari-jari kaki,


alat kelamin
Bibir atas

Bibir bawah

Rahang

Klaustrum I

,/'[:-lrullr.kortikospinalis

Gambar 11.33. Homonkulus sensori pada korteks persepsi sensori (lobus


parietal)

360
Pemeriksaan Sistem Saraf

Saraf Perifer Seluruh modalltas sensori terganggu


Batas gangguan sensori sangatjelas dan tajam
Gangguan dapat berupa hiperestesia, rasa tidak nyaman
dan nyeri
Radiks Seluruh modalitas sensori terganggu
Batas gangguan r"nsoii sesuai distribusi dermatom
Dapat disertai rasa nyeri yang menjalar sesuai distribusi
dermatom.
Medulla Spinalis Terdapat disosiasi sensori
Lesi unilateral menyebabkan hilangnya rasa raba halus
dan proprioseptif ipsilateral dan hilangnya rasa nyeri dan
suhu kontralateral.
Medulla Oblongata Terdapat disosiasi sensori
Hilangnya rasa nyeri dan suhu pada sisi ipsilateral wajah
dan sisi kontralateral tubuh
Hilangnya rasa raba halus dan proprioseptif kontralateral
tubuh.
Pons dan mesensefalon Terdapat disosiasi sensori
Seluruh modalitas sensori menyilang pada sisiyang sama.
Gangguan unilateral menyebabkan hilangnya seluruh
modalitas sensori kontralateral.
Thalamus Lesi ipsilateral menyebabkan hilangnya seluruh modalitas
sensori kontralateral.
Korteks Serebri Lesi ipsilateral menyebabkan hilangnya seluruh modalitas
sensori kontralateral.
Fungsi diskriminasi sensori terganggu.

5. PEMERIKSAAN FUNGSI KESEIMBANGAN DAN KOORDINAS!

Pemeriksaan keseimbangan

1. Pemeriksaan Tandem Gait


Perintahkan kepada pasien untuk berjalan mengikuti garis lurus. Saat kaki
kanan melangkah ke depan, tumit kaki kanan menyentuh ujung ibu jari kaki
kiri, dan sebaliknya. Dan kemudian berputar dan berjalan ke arah sebaliknya.
Perhatikan apakah lengan pasien berayun dan bagaimana cara berjalan
saat pasien berputar balik ke arah sebaliknya.

2. Pemeriksaan Romberg
Perintahkan pasien untuk berdiri tegak, kedua lengan dilipat di depan perut
(bersedekap) dan minta pasien untuk menutup mata. pemeriksa berada

361
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

di belakang pasien. Pertahankan posisi pasien tersebut selama 30 detik.


Dikatakan terganggu (dikatakan Romberg positif) jika pasien jatuh tidak
seimbang ke satu sisi.

3. Pemeriksaan Romberg dipertajam


Setelah pemeriksaan Romberg, pasien diminla untuk memajukan satu kaki
ke depan kaki yang satunya, tumit menempel pada ibu jari kaki yang lain.
Tangan diminta bersedekap dan meminta pasien untuk menutup mata.
Pertahankan posisi ini selama 30 detik. Pemeriksa berada di belakang pasien.
Dikatakan Romberg positif jika pasien jatuh ke satu sisi.

4. Pemeriksaan Stepping Fukudo (Fukuda stepping test)


Pemeriksa meminta pasien untuk beryalan di tempat sebanyak 50 langkah
sambil menutup mata. Fukuda dikatakan positif (terganggu) jika pasien
berputar lebih dari 30 derajat atau berpindah sejauh lebih dari 1 meter.

Pemeriksaan koordinasi

1 . Pemeriksa an fing er-to-fing er


Pasien diminta untuk berdiri atau duduk. Pemeriksa berhadapan dengan
pasien. Pemeriksa meminta pasien untuk mengangkat salah satu tangan
lurus ke atas, kemudian menyentuhkan ujung jari telunjuk ke telunjuk
pemeriksa yang berada di depan pasien. Setelah pasien terbiasa, minta
pasien untuk menutup mata dan mengulangi gerakan tersebut sambil
menutup mata. Dikatakan terganggu jika telunjuk pasien meleset dari
telunjuk pemeriksa.

2. Pemeri ksa an fin ger-to - nose


Pemeriksa berhadapan dengan pasien. Perintahkan pasien untuk menyentuh
hidung pasien dengan jari telunjuk dan kemudian menyentuh telunjuk
pemeriksa yang berada di depan pasien. Perintahkan kepada pasien
untuk melakukan gerakan ini secepat yang pasien bisa sambil pemeriksa
memindahkan posisi jari telunjuk pemeriksa secara perlahan.

3. Pemeriksa an heel-to-knee
Pasien diminta berbaring terlentang. Pemeriksa meminta pasien untuk
menyentuhkan tumit ke lutut kaki yang lain dan perlahan digerakkan di atas

362
Pemeriksaan Sistem Saraf

tulang kering hingga tumit menyentuh pergelangan kaki yang lain tersebut.
Lakukanjuga dengan sisi yang lain.

6. PEMERIKSAAN FUNGSI KOGNITIF


Pemeriksaan kognitif standar secara bedside adalah menggunakan Mini-
Mentol Stote Exominotlon (MMSE). Pemerikdaan ini dapat menilai kelima
ranah kognitif secara singkat selama 5 - 10 menit..pemeriksa memberikan
skor 1 atas setiap pertanyaan yang mampu dijawab oleh pasien (Tabel 1 1.6).
Skor dituliskan di sisi samping kanan dan dijumlahkan, dengan nilai total
adalah 30. Pada orang dengan pendidikan tinggi (lebih dari 9 tahun), nilai
normal adalah 29 - 30. Secara umum pasien dianggap mengalami gangguan
kognitif pada nilai 24 ke bawah, yang menjadi titik potong demensia.

Orientasi
*Orientasi waktu sekarang (tanggal
berapa, hari apa, bulan
apa, tahun berapa dan musim apa sekarang )?
* Di mana Anda sekarang (di klinik, kota,
negara apa)?
Memori
*Sebutkan tiga obyek. Minta pasien
untuk mengulangi
ketiganya
Perhatian
*Mengurangi angka seratus dengan
angka tujuh secara
berurutan (Aturan seriol sevens). Atau, minta pasien untuk
mengeja kata'dunia" dari belakang (ainud)
Kemampuan mengingat kembali Qecoll)
*Minta pasien untuk menyebut ulang tiga yang
obyek telah
disebutkan di atas
Bahasa
*Sebutkan: sebatang pensil
dan sebuah arloji 2
*Ulangi: 'Tidakjika, dan atau tetapi"
1
*Minta pasien untuk mengikuti perintah yang
diberikan 3
dalam tiga tahap (three stoge commond)
*Baca dan patuhi: TUTUP MATA ANDA 1
*Tulislah satu kalimat
1
*Tirulah bentuk dua
buah segi lima ini 1

TOTAT 30

353
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr M, Frotscher M. Duus'topical diagnosis in neurology. Anatomy, physiology,
signs, symptoms. Edisi ke-4. Thieme; 2005.
2. Ropper AH BR. Adam's and Victor's principles of neurology. 8th ed. New York:
McGraw-Hill; 2005, hlm. 3-11.
3. Talley NJ, O'Connor S. Clinical examination, a systemic guide to physical diagnosis.
NSW: Elsevier; 2010, hlm. 323-329.
4. Campbel W, penyunting. DeJong's The Neurologic Examination. Philadelphia:
Lippincot Williams and Wilkins; 2005
5. DeMyer WE, penyunting. Technique of the Neurologic Examination A
Programmed Text. Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill; 2004
6. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2001
7. Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. Mini-mental state: a practical method
for grading the cognitive state of patients for the clinician. J Psychiatr Res.
1975;12:189-198

364
BAB 12

Ptt[ER[(SAAlt ]lsls
SISft tII IRAIfiUS UBI]IARIUS
Parlindungan Sirega4 Ni Made Hustrini

Anatomi sistem trakus urinarius Teknik pemeriksaan 378


dan fungsi nefron 365 Inspeki 379
Anamnesis 367 Palpasi 381
Riwayat penyakit sekarang 373 Perkusi 381
Riwayat penyakit dahulu 374 Auskultasi 384
Riwayat keluarga 37A Korelasi temuan fisis dan penyakit 384

Tatalaksana yang efektif dan komprehensif pasien dengan penyakit ginjal


tergantung pada ketepatan membuat diagnosis. Pendekatan terstuktur dan
menyeluruh diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai riwayat
yang berkaitan dengan gejala yang muncul, riwayat penyakit dahulu, riwayat
keluarga, dan sosial. Pengaruh faktor yang spesifik terhadap perjalanan
penyakit ginjal seperti paparan bahan kimia harus selalu dipertimbangkan.
Pemeriksaan fisik menyeluruh harus dilakukan dengan mengenali tanda-
tanda klinis khusus yang mungkin mencerminkan penyakit ginjal yang
mendasarinya.

ANATOMI SISTEM TRAKTUS URINARIUS DAN FUNGSI NEFRON


Secara anatomi sistem traktus urinarius berurutan dari atas ke bawah:
. Ginjal
. Ureter
. Kandung kemih
. Uretra
. Prostat pada laki-laki

Ginjal - Uretra
Secara fungsional pembuluh darah berawal dari arteri renalis berlanjut
melalui arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobular hingga arteri

36s
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

aferen glomerulus, lalu masuk ke dalam glomerulus yang merupakan gelung


kapiler berfungsi sebagai penyaring (filter), membentuk ultrafiltrat plasma.
Plasma yang tidak tersating melanjutkan perjalanannya melalui arteri
eferen glomeiulus masuk ke dalam kapiler pasca glomerulus. Di daerah
kortek ginjal, kapiler pasca glomerulus ini berjalan di peritubuler. Cabang
arteri eferen di daerah juxtaglomeruler masuk ke daerah medula ginjal
membentuk kapiler vasa-rekta. Seluruh aliran darah ini masuk ke sirkulasi
sistemik melalui vena-vena yang sama dengan nama dan lokasi arterinya.
Filtrat yang berasal dari glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman lalu
menuju tubulus proksimal, loop Henle, tubulus distal, dan berakhir di duktus
koligen. Duktus koligen bermuara di papila renalis masuk ke dalam pelvis
ginjal (Gambar 12.1). Dari pelvis ginjal filtrat yang disebut urine masuk ke
dalam ureter; berakhir di buli (vesika urinaria) dan keluar dari tubuh melalui
uretra.

LAPIS LUAR
MEDULA
tUAR
LAPIS DALAM

MEDULA DALAM

Gambar 12.1. Anatomi nefron (modifikasi)r3


Q( = glomerulus kortek luar; MC = glomerulus kortek tengah; iM = glomerulus juxta
medularis; PCT = tubulus proksimal konvolutus; PR = pars rekta, berakhirdi segmen
ke-3 (S3) di batas lapis luardan dalam medula luar; DLH = loop Henle pars desenden;
tAL = bagian tipis loop Henle asending; TAL = bagian tebal loop Henle asending;
DCT = tubulus distal konvolutus; CS = segmen penghubung (connecting segment);
CCT = duktus koligen daerah kortek; MCT = duktus koligen daerah medula; PPD
= duktus koligen daerah papila, merupakan ujung duktus koligen daerah medula.

366
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

Tubulus proksimal berfungsi membentuk amonia, melakukan reabsorpsi


isoosmotik 60-650/o NaCI bersama airi reabsorpsi 90% HCO3, reabsorpsi
hampir keseluruhan glukosi dan asam amino, reabsorpsi K, B Ca, Mg, Urea,
dan reabsorpsi Asam Urat, serta sekresi anion (urat) dan kation (kreatinin).
Loop Henle berfungsi melakukan reabsorpsi 25-35o/o NaCl yang difiltrasi,
memiliki mekanisme countercurrent, dan tempat utama untuk ekskresi Mg.
Tubulus distal berfungsi reabsorpsi 5% Nacl yang difiltrasitanpa reabsorpsi
air; bersama segmen penghubung (connecting tubule) merupakan tempat
utama mengatur ekskresi kalsium. Segmen penghubung bersama dengan
duktus koligen daerah kortek melalui sel prinsipal melakukan reabsorpsi Na
dan Cl serta sekresi K di bawah pengaruh aldosteron, melalui sel interkalated
melakukan sekresi ion-H bersama reabsorpsi ion-K dan pada metabolik
alkalosis berfungsi mensekresi HCO3. Duktus koligen daerah kortek juga
berfungsi melakukan reabsorpsi air di bawah keberadaan hormon anti
diuretika (ADH). Duktus koligen daerah medula merupakan tempat terakhir
melakukan regulasi modifikasi natrium urin melalui reabsorpsi NaCl hingga
kadar dalam urin dapat mencapai kurang dari 1 meq/1, memengaruhi
pemekatan urin, mengatur pH urin hingga dapat mencapai 4,5-5
dengan mengatur sekresi ion-H dan NH3, dan tempat terakhir mengatur
keseimbangan kalium dengan reabsorpsi atau sekresi ion-K.

ANAMNESIS

Pasien dengan penyakit ginjal dapat tampil dengan berbagai manifestasi


klinis. Tidak sedikit pasien datang tanpa keluhan (asimtomatik) dimana
kelainan baru terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan rutin seperti
analisis urin, pengukuran tekanan darah, analisis biokimia saat perawatan
di rumah sakit, atau sebagai bagian dari program skrining kesehatan. Gejala
yang paling sering dikeluhkan oleh pasien dengan penyakit ginjal adalah
gangguan berkemih, gangguan pada volume atau komposisi urin, nyeri,
edema, atau gejala yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal.
Pasien yang simtomatik dapat secara langsung ataupun tidak langsung
mengarahkan kita pada penyakit ginjal yang mendasarinya. Manifestasi
klinis lainnya adalah pasien dengan penyakit sistemik yang diketahui terkait
dengan keterlibatan ginjal, serta pasien yang memiliki riwayat keluarga
dengan gangguan ginjal herediter.

367
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gangguan Berkemih
Gangguan berkemih yang paling sering dikeluhkan adalah frekuensi,
yaitu istilah yang digunaka'n untuk menunjukkan bahwa kandung kemih
dikosongkan lebih sering dari pada biasanya. Frekuensi dapat terjadi
dengan volume urin yang meningkat (poliuria) atau dengan volume urin
yang normal. Frekuensi dengan volume urin yang normal bisa disebabkan
oleh iritasi kandung kemih akibat peradangan, batu, atau tumor; penurunan
kapasitas kandung kemih akibat fibrosis, misalnya pada fibrosis pasca
radioterapi di daerah panggul; atau akibat tekanan eksternal massa panggul
atau kehamilan. Frekuensi sering disertai dengan nokturia. Pada pasien
dengan frekuensi, penting untuk menentukan apakah volume urin normal
atau berkurang pada setiap pengosongan kandung kemih. Pada volume urin
normal menunjukkan pembentukan urin meningkat, dan apabila menurun
menunjukkan disfungsi kandung kemih. Nokturia dapat disebabkan oleh
gangguan tiduri dimana dalam keadaan normal tidur akan merangsang
sekresi hormon antidiuretik (ADH) yang akan menyebabkan berkurangnya
volume urin. Pasien yang terjaga di malam hari tidak mengalami peningkatan
sekresi ADH, dan posisi telentang akan meningkatkan aliran darah ke ginjal
sehingga volume urin meningkat dan terjadilah nokturia.
Pria diatas usia pertengahan sering mengalami pembesaran prostat,
yang akan menyebabkan menurunnya aliran urin. Beberapa keluhan lain
yang dapat muncul adalah kesulitan di saat awal berkemih (hesitansi) atau
di akhir (terminol dribbling). Pada tahap lanjut, pembesaran prostat dapat
menyebabkan obstruksi uretra total sehingga terjadi retensi urin. Sejumlah
pasien dengan hipertrofi prostat, dapat mengalami retensi dan tekanan
balik yang akan mengurangi aliran dalam nefron, sehingga mengganggu
kemampuan medula untuk mempertahankan gradien konsentrasi. Hal
ini menyebabkan gangguan pemekatan urin dan akibatnya volume urin
justru akan meningkat. Sehingga, beberapa pasien dengan obstruksi lanjut
dapat ditemukan dengan volume urin meningkat dimana hal ini akan dapat
mengaburkan diagnosis obstruksi.
Disuria adalah rasa sakit atau ketidaknyamanan selama berkemih. Hal
ini biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar atau kesemutan di sekitar
uretra atau di daerah suprapubik selama atau segera setelah berkemih.
Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya peradangan di kandung kemih,
prostat, atau uretra. Bila disertai dengan frekuensi dan urgensi biasanya

368
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

Tubulus proksimal berfungsi membentuk amonia, melakukan reabsorpsi


isoosmotik 60-650/o NaCl bersama ait reabsorpsi 90% HCO3, reabsorpsi
hampir keseluruhan glukos'a dan asam amino, reabsorpsi K, B Ca, Mg, Urea,
dan reabsorpsi Asam Urat, serta sekresi anion (urat) dan kation (kreatinin).
Loop Henle berfungsi melakukan reabsorpsi 25-35o/o NaCl yang difiltrasi,
memiliki mekanisme countercurrenf, dan tempat utama untuk ekskresi Mg.
Tubulus distal berfungsi reabsorpsi 5% NaCl yang difiltrasi tanpa reabsorpsi
air; bersama segmen penghubung (connecting tubule) merupakan tempat
utama mengatur ekskresi kalsium. Segmen penghubung bersama dengan
duktus koligen daerah kortek melalui sel prinsipal melakukan reabsorpsi Na
dan Cl serta sekresi K di bawah pengaruh aldosteron, melalui sel interkalated
melakukan sekresi ion-H bersama reabsorpsi ion-K dan pada metabolik
alkalosis berfungsi mensekresi HCO3. Duktus koligen daerah kortek juga
berfungsi melakukan reabsorpsi air di bawah keberadaan hormon anti
diuretika (ADH). Duktus koligen daerah medula merupakan tempat terakhir
melakukan regulasi modifikasi natrium urin melalui reabsorpsi NaCl hingga
kadar dalam urin dapat mencapai kurang dari 1 meq/l, memengaruhi
pemekatan urin, mengatur pH urin hingga dapat mencapai 4,5-5
dengan mengatur sekresi ion-H dan NH3, dan tempat terakhir mengatur
keseimbangan kalium dengan reabsorpsi atau sekresi ion-K.

ANAMNESIS

Pasien dengan penyakit ginjal dapat tampil dengan berbagai manifestasi


klinis. Tidak sedikit pasien datang tanpa keluhan (asimtomatik) dimana
kelainan baru terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan rutin seperti
analisis urin, pengukuran tekanan darah, analisis biokimia saat perawatan
di rumah sakit, atau sebagai bagian dari program skrining kesehatan. Gejala
yang paling sering dikeluhkan oleh pasien dengan penyakit ginjal adalah
gangguan berkemih, gangguan pada volume atau komposisi urin, nyeri,
edema, atau gejala yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal.
Pasien yang simtomatik dapat secara langsung ataupun tidak langsung
mengarahkan kita pada penyakit ginjal yang mendasarinya. Manifestasi
klinis lainnya adalah pasien dengan penyakit sistemik yang diketahui terkait
dengan keterlibatan ginjal, serta pasien yang memiliki riwayat keluarga
dengan gangguan ginjal herediter.

367
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Gangguan Berkemih
Gangguan berkemih yang paling sering dikeluhkan adalah frekuensi,
yaitu istilah yang digunaka'n untuk menunjukkan bahwa kandung kemih
dikosongkan lebih sering dari pada biasanya. Frekuensi dapat terjadi
dengan volume urin yang meningkat (poliuria) atau dengan volume urin
yang normal. Frekuensi dengan volume urin yang normal bisa disebabkan
oleh iritasi kandung kemih akibat peradangan, batu, atau tumor; penurunan
kapasitas kandung kemih akibat fibrosis, misalnya pada fibrosis pasca
radioterapi di daerah panggul; atau akibattekanan eksternal massa panggul
atau kehamilan. Frekuensi sering disertai dengan nokturia. Pada pasien
dengan frekuensi, penting untuk menentukan apakah volume urin normal
atau berkurang pada setiap pengosongan kandung kemih. Pada volume urin
normal menunjukkan pembentukan urin meningkat, dan apabila menurun
menunjukkan disfungsi kandung kemih. Nokturia dapat disebabkan oleh
gangguan tidur; dimana dalam keadaan normal tidur akan merangsang
sekresi hormon antidiuretik (ADH) yang akan menyebabkan berkurangnya
volume urin. Pasien yang terjaga di malam hari tidak mengalami peningkatan
sekresi ADH, dan posisi telentang akan meningkatkan aliran darah ke ginjal
sehingga volume urin meningkat dan terjadilah nokturia.
Pria diatas usia pertengahan sering mengalami pembesaran prostat,
yang akan menyebabkan menurunnya aliran urin. Beberapa keluhan lain
yang dapat muncul adalah kesulitan di saat awal berkemih (hesitansi) atau
di akhir (terminal dribbling). Pada tahap lanjut, pembesaran prostat dapat
menyebabkan obstruksi uretra total sehingga terjadi retensi urin. Sejumlah
pasien dengan hipertrofi prostat, dapat mengalami retensi dan tekanan
balik yang akan mengurangi aliran dalam nefron, sehingga mengganggu
kemampuan medula untuk mempertahankan gradien konsentrasi. Hal
ini menyebabkan gangguan pemekatan urin dan akibatnya volume urin
justru akan meningkat. Sehingga, beberapa pasien dengan obstruksi lanjut
dapat ditemukan dengan volume urin meningkat dimana hal ini akan dapat
mengaburkan diagnosis obstruksi.
Disuria adalah rasa sakit atau ketidaknyamanan selama berkemih. Hal
ini biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar atau kesemutan di sekitar
uretra atau di daerah suprapubik selama atau segera setelah berkemih.
Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya peradangan di kandung kemih,
prostat, atau uretra. Bila disertai dengan frekuensi dan urgensi biasanya

368
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

menunjukkan adanya sistitis, terutama didapatkan pada wanita muda


dan sering dihubungkan dengan aktivitas seksual. Pada wanita usia lanjut
atau pada pria, biasanya ada kondisi yang mendasarinya, seperti kelainan
struktural kandung kemih atau prostat. Pada pria, nyeri perineum atau dubur
menunjukkan peradangan pada prostat.

Gangguan Volume Urin


Gangguan volume urin terdiri atas poliuria, di mana volume urin meningkat;
oliguria, di mana volume urin berkurang; dan anuria, di mana tidak ada
produksi urin.
Poliuria dapat disebabkan oleh: (a) kelebihan asupan cairan, (b)
peningkatan beban solut di tubulus, misalnya urea pada penyakit ginjal
kronik, glukosa pada hiperglikemia, atau protein dengan berat molekul
rendah pada mieloma , (c) penurunan sekresi ADH, yang mungkin terjadi
akibat trauma kepala atau adanya tumor atau infeksi di hipotalamus atau
hipofisis, (d) gangguan gradien konsentrasi medular akibat adanya kelainan
pada medula seperti nefrokalsinosis, nefropati analgesik, nekrosis papiler
ginjal, penyakit kistik meduleri atau penyakit sel sabit; atau (e) kondisi yang
mengganggu respon tubulus terhadap ADH, seperti hiperkalsemia, deplesi
kalium, dan adanya suatu kelainan kongenital yang langka dimana terjadi
insensitivitas tubulus terhadap ADH, yang disebut sebagai nephrogenic
diabetes insipidus.
Oliguria menggambarkan penurunan volume urin lebih rendah dari
yang dibutuhkan untuk membuang sisa metabolisme sehari-hari. Dalam
kondisi ekstrim, homeostasis masih dapat dipertahankan dengan jumlah
urin harian sebanyak 500 ml, sehingga pada orang dewasa jumlah urin yang
kurang dari 400 ml per hari disebut sebagai oliguria.
Anuria, tidak adanya urin, bisa menunjukkan adanya obstruksi saluran
kemih, bisa juga disebabkan oleh infark ginjal atau nekrosis kortikal. Pada
pasien dengan anuria, sebaiknya dilakukan pemeriksaan abdomen bawah
dengan cermat serta pemeriksaan dubur dan ultrasonografi (USG) abdomen.
Pasien dengan keganasan panggul, seperti karsinoma serviks atau rektum,
dapat mengalami anuria karena penyebaran tumor ke lateral dari dinding
panggul yang menyebabkan kompresi eksternal pada ureter yang lebih
distal.

359
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Perubahan Komposisi Urin


Hematuria dapat timbul sebagai akibat adanya kelainan pada setiap bagian
saluran kemih, mulai dari glo'merulus sampai uretra dan mungkin disebabkan
oleh glomerulonefritis, infeksi, batu, atau tumor. Namun, hematuria dapat
pula disebabkan oleh kondisi trombositopenia, gangguan koagulasi, atau
akibat pemakaian antikoagulan. Tidak semua urin yang berwarna disebabkan
adanya darah (Tabel 12.1).
Hematuria yang teryadi dapat terdeteksi hanya pada pemeriksaan
mikroskopis atau dengan uji kimia (hematuria mikroskopis), atau terlihat
dengan mata telanjang (hematuria makroskopik). Darah yang berasal dari
glomerulus sering menimbulkan suatu perubahan warna urin menjadi
merah-coklat, yang kadang-kadang digambarkan seperti teh atau coca
cola. Hematuria makroskopik dapat intermiten atau berulang dan umum
terjadi pada nefropati lgA dimana sebagian diantaranya terkait erat dengan
peradangan di mukosa (umumnya pada saluran pernapasan), dan dapat
berlangsung selama 1-3 hari. Darah yang berasal dari uretra akan terbawa
oleh aliran urin dan hanya muncul saat awal berkemih. Perdarahan kandung
kemih dan prostat lebih sering terlihat pada akhir berkemih dan disebut
sebagai hematuria terminal. Hematuria transien dapat dialami oleh mereka
yang melakukan olahraga berat dan lari maraton. Namun, penyebab paling
umum hematuria, baik mikro maupun makroskopik, adalah infeksi pada
saluran kemih.

Hematuria
Hemoglobinuria
Mioglobinuria
Asam urat
Porfiria
Alkaptonuria (asam homogentisik)
Obat-obatan:
. Analgetik: fenasetin, antipirin
. Antibiotik:rifampisin,metronidazole,nitrofurantoi
. Antikoagulan:fenindione,warfarin
. Antikonvulsan:fenitoin
Pewarna malianan:
.
Sejumlah ber4y (antosianin)
. Paprika

370
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

Proteinuria biasanya diketahui setelah dilakukan pemeriksaan kimiawi,


meskipun beberapa pasien mengeluhkan air seni mereka berbusa. Dapat
ditemukan sejumlah kecil prbtein (hingga 150 mg/24 jam, atau rasio protein/
kreatinin urin <130) dimana lebih dari 50 persen penyebabnya berasal dari
tubular. Skrining protein dalam urin biasanya dilakukan menggunakan tes
carik celup, namun harus bahwa diingat tes ini tidak dapat mendeteksi
adanya protein light choin. Pada beberapa pasien, dapat mengalami
proteinuria hingga 1 g/24 jam tanpa adanya kelainan yang signifikan.
Proteinuria dapat berhubungan dengan postur tubuh, dimana pada pagi
hari tidak ditemukan protein dalam urin, namun menjadi positif setelah
subjek bangun dan berdiri untuk beberapa saat. Kondisi ini disebut sebagai
proteinuria ortostatik atau postural dan biasanya jinak. Proteinuria juga dapat
terjadi setelah berolahraga atau berhubungan dengan hipertensi. proteinuria
yang patologis menggambarkan adanya kelainan pada glomerulus atau
interstisial. Umumnya, proteinuria yang berasal dari interstitial adalah ringan,
dapat sampai 2 g perhari (namun pernah dilaporkan kejadian proteinuria
dalam nefrotic range meskipun jarang). proteinuria glomerular bervariasi
sampai dengan '10 g atau lebih setiap hari. Dalam beberapa kasus, jenis
proteinuria dapat bernilai diagnostik, misalnya proteinuria selektif pada
glomerulonefritis lesi minimal serta proteinuria Bence Jones pada mieloma.
Bakteriuria dapat dengan atau tanpa gejala. Urin di dalam kandung
kemih biasanya steril, namun di uretra dan terutama meatus uretra tidak
steril, dan urin akan lebih terkontaminasi selama proses berkemih. Dengan
demikian, bakteriuria hanya dianggap signifikan jika jumlah bakteri dalam
spesimen urin midstream, yang diambil dengan teknik pengumpulan sampel
yang benar; melebihi 10s organisme per mililiter.
Leukosituria atau adanya sel darah putih dalam urin ditemukan pada
sejumlah kondisi seperti nefrokalsinosis, nekrosis papileri dan nefropati
analgesik. Eosinofil dapat dideteksi dalam urin pada nefritis tubulointerstitial
yang immunoalergenik.
Piuria selalu dianggap signifikan dan mengindikasikan adanya infeksi.
Pada kasus piuria steril harus selalu dipikirkan kemungkinan tuberkulosis,
namun hal ini dapat juga terjadi pada infeksi klamidia.

Nyeri
Nyeri paling sering disebabkan oleh peradangan atau obstruksi. Radang
ginjal (pielonefritis) menyebabkan nyeri lokal di daerah proyeksi ginjal pada

371
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

sisi ginjal yang terkena. Peradangan biasanya terjadi secara bertahap dengan
derajat keparahan yang bervariasi. Abses perirenal dapat memberikan gejala
yang berhubungan dengan'perjalanan abses, dimana jika abses berjalan ke
atas maka dapat timbul gejala akibat iritasi diafragma dan jika berjalan bawah
akan timbul gejala akibat iritasi otot psoas. Peradangan glomerulus biasanya
tanpa gejala, tetapi mungkin juga disertai dengan nyeri tumpul di daerah
lumbal, terutama pada kasus glomerulonefritis akut dan nefropati lgA.
Nyeri yang timbul dari suatu obstruksi akut biasanya dengan onset
yang mendadak, berat dan bersifat sebagai nyeri kolik, menjalar ke pangkal
paha atau skrotum. Obstruksi kronis mungkin asimtomatik. Penting untuk
ditekankan bahwa kerusakan ginjal yang signifikan dapat terjadi tanpa rasa
sakit atau rasa tidak nyaman dan pada banyak pasien gejala awal yang
dikeluhkan berhubungan dengan konsekuensi metabolik akibat fungsi ginjal
yang sangat terganggu.

Edema
Edema dapat timbul akibat hipoproteinemia, yang disebabkan adanya
proteinuria yang signifikan (lebih dari 3,5 g/hari). Kondisi ini disebut sebagai
sindrom nefrotik. Edema biasanya paling mencolok di sekitar mata pada pagi
hari, dan pada kaki dan pergelangan kaki di malam hari. Pada tahap yang
lebih lanjut, perubahan diurnal ini akan hilang dan pasien akan merasakan
bengkak di seluruh tubuh sepanjang hari.
Edema dapat terjadi sebagai akibat retensi garam dan air pada pasien
dengan penyakit ginjal kronik, gagaljantung kongestif, penyakit hati kronis
seperti sirosis, atau setelah pemberian obat-obatan tertentu, seperti obat
anti inflamasi non-steroid atau antagonis kalsium.

Penurunan fungsi ginjal


Beberapa pasien datang dengan gejala uremia akibat penurunan fungsi
ginjal kronis.

Gangguan ginja! yang berhubungan dengan penyakit sistemik


Banyak pasien dengan penyakit sistemik memiliki penyakit ginjal, dan
gangguan ginjal dapat bermanifestasi sebelum, bersamaan, atau setelah
penyakit sistemik tersebut muncul. Adanya gangguan ginjal pada pasien
dengan penyakit sistemik merupakan indikasi prognosis yang lebih buruk.

372
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

RIWAYAT PENYAKIT S EKARANG

Langkah pertama dalam anamnesis klinis adalah untuk mencari gejala pasien
dalam urutan kronologis yang jelas. Pertanyaan yang dibuat sebaiknya
berkaitan dengan gejala yang berhubungan, tetapi sering pasien akan
menghilangkan apa yang mereka anggap tidak signifikan kecuali diminta
secara langsung, misalnya, adanya gejala saluran pernapasan bagian atas
pada hematuria makroskopik. Sehingga penting untuk menanyakan pasien
tentang setiap kegiatan yang dilakukan pada saat atau segera sebelum
timbulnya gejala, untuk mencari hubungan diantaranya, misalnya olahraga
dan hematuria, atau aktivitas seksual dan disuria. Perlu diingat, bahwa pasien
mungkin salah mengartikan gejala yang ada dengan apa yang terjadi,
sehingga diperlukan kewsapadaan dalam menginterpretasikan informasi
yang diperoleh.
Nyeri mungkin alasan yang paling umum untuk pasien mencari
pengobatan. Penting untuk menentukan lokasi nyeri dan apakah nyeri
tersebut lokal atau difus. Onset nyeri penting diketahui, nyeri yang secara
perlahan bertambah berat dapat merupakan suatu peradangan sedangkan
nyeri hebat dengan onset yang mendadak mungkin menunjukkan suatu
obstruksi ureter. Selain itu, dokter harus menentukan apakah ada penjalaran
nyeri, jika ada, apakah penjalarannya sesuai dengan kelainan yang
mendasarinya. Karakteristik nyeri harus ditentukan, meskipun tidak jarang
pasien sulit untuk menggambarkannya. Rasa nyeri yang terasa membaik dan
memburuk adalah gambaran nyeri kolik dan dapat menyebabkan pasien
menjadi gelisah. Sedangkan nyeri yang stabil misalnya akibat pielonefritis
dapat membuat pasien tetap diam untuk menghindari perburukan rasa nyeri
oleh gerakan. Faktor-faktor yang diketahui memicu atau memperburuk serta
memperingan rasa nyeri harus ditentukan.
Pada pasien dengan hematuria dan/atau proteinuria, penting untuk
menentukan apakah analisis urin sebelumnya pernah dilakukan. Dalam
beberapa kasus, pasien mungkin tahu hasilnya, jika tidak, maka perlu
dilakukan pemeriksaan dalam rekam medik pasien.
Pasien dengan riwayat hipertensi rentan untuk mengalami gangguan
fungsi ginjal sehingga penting untuk mendokumentasikan tanggal
terdiagnosis hipertensi beserta komplikasinya, dan efektivitas, toleransi,
serta kepatuhan pasien terhadap terapi yang diberikan.

373
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Laju progresifitas berbagai bentuk penyakit ginjal adalah bervariasi,


dan sering hanya bisa dinilai dengan analisis retrospektif. Progresifitas gagal
ginjal yang lambat dapat hemakan waktu bertahun-tahun, lain halnya
dengan kelainan ginjal dengan perburukan yang cepat, yang bisa disebabkan
oleh glomerulonefritis kresentik. Pasien dengan penyakit ginjal kronik dapat
mengalami perburukan akut akibat dehidrqsi, obstruksi saluran kemih,
toksisitas obat, krisis hipertensi, atau 6kibat hipotensi yang disebabkan oleh
terapi antihipertensi yang berlebihan.

RIWAYAT PENYAKIT DAH ULU

Banyak kondisi dapat berhubungan dengan keterlibatan ginjal, baik secara


langsung maupun tidak langsung, atau sebagai komplikasi pengobatan.
Misalnya, lupus eritematosus, awalnya mungkin terbatas pada kulit
atau sendi dan baru kemudian melibatkan ginjal. Pasien dengan artritis
reumatoid dapat diobati dengan berbagai agen seperti analgesik, emas,
atau penisilamin, yang semuanya dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Sejumlah penyakit metabolik pada akhirnya dapat menyebabkan
masalah ginjal. Misalnya, pada diabetes melitus dapat mengalami komplikasi
glomerulosklerosis. Hal ini paling sering terjadi setelah 10 tahun menderita
diabetes melitus, tetapi dapat terjadi lebih dini, terutama diabetes tipe
maturity-onset.
Dalam menggali riwayat penyakit dahulu, penting juga untuk
mendapatkan informasi mengenai riwayat penggunaan obat-obatan.
Misalnya, pada pasien hipertensi sebaiknya dihindari penggunaan
penghambat beta pada pasien dengan riwayat asma. Demikian pula,
antihipertensi kerja sentral harus dihindari pada pasien dengan riwayat
depresi. Terapi konkomitan dengan penghambat reseptor H2 seperti
ranitidin juga dapat diberikan pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum
yang memerlukan terapi steroid.

Riwayat Obstetri dan Ginekologi


Pada wanita, penting untuk mendapatkan rincian riwayat menstruasi,
kontrasepsi, dan kehamilan. Menarche mungkin tertunda pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal. Pasien dengan gagal ginjal dapat mengalami
amenorea, meskipun beberapa diantaranya, terutama pasien yang lebih
tua, menorhagia dapat terjadi karena gangguan koagulasi dan/atau fungsi

374
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

trombosit. Perdarahan menstruasi yang berat dan berkepanjangan dapat


diobati dengan progesteron. Kelainan ginjal yang telah ada secara signifikan
dapat meningkatkan risiko hipertensi pada pemakaian kontrasepsi kombinasi
estrogen dan progesteron.
Kehamilan dapat memperburuk atau memicu timbulnya kelainan pada
ginjal. Seorang wanita hamil dapat menderita hipertensi, sementara bagi
yang telah menderita hipertensi sebelumnya maka kontrol tekanan darah
dapat diperburuk dengan kehamilan. Saat melakukan anamnesis, tekanan
darah selama kehamilan harus diperhatikan bersama dengan rincian obat-
obatan yang dikonsumsi serta adakah komplikasi proteinuria dan apakah
kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. Umumnya, pasien dengan
proteinuria akan mengalami peningkatan ekskresi protein selama kehamilan,
dan kondisi ini cukup untuk menyebabkan sindrom nefrotik. pada pasien
tersebut, sulit untuk membedakan antara pre-eklampsia dan penyakit
glomerular sebelumnya yang asimtomatik.
Kehamilan merupakan predisposisi terjadinya infeksi saluran kemih,
terutama saluran kemih atas. Bakteriuria umum didapatkan, namun infeksi
saluran kemih bagian atas yang simtomatik biasanya menunjukkan kelainan
struktural yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut setelah melahirkan.
Kehilangan janin berulang dapat menunjukkan adanya antibodi
antifosfolipid (lupus antikoagulan) dan meningkatkan kemungkinan adanya
lupus eritematosus sistemik yang mendasarinya. Gangguan ginjal akut yang
terjadi segera setelah melahirkan dapat menggambarkan adanya sindrom
uremik haemolitik, yang kadang-kadang ireversibel.

Riwayat Obat-obatan
Konsumsi obat-obatan terakhir perlu diperhatikan sehubungan dengan
hari pertama pemberian, dosis, dan durasi. Satu tablet atau dosis tunggal
berbagai macam obat cukup untuk memicu nefritis interstisial akut alergik.
Sebaliknya, nefritis interstisial yang disebabkan oleh konsumsi obat anti-
inflamasi non-steroid dapat terjadi beberapa bulan pasca pemberian. pasien
usia lanjut yang sering menggunakan obat anti-inflamasi non-steroid untuk
menghilangkan rasa sakit pada persendian, sangat rentan terhadap efek buruk
pada ginjal.
Obat hipotensi dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, terutama
pada pasien dengan penyakit renovaskular atau ketika tekanan darah
diturun kan drastis. Selain itu, penghambat o n giotensin - conve rting e nzyme

375
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal misalnya pada pasien dengan


penyakit renovaskular bilateral.
lnformasi tentang koniumsi obat-obatan jangka panjang juga penting.
Toksisitas jangka panjang analgesik terhadap ginjal dan tubulointerstitial
telah dibuktikan dengan jelas, dan nefrotoksisitas serupa juga dilaporkan
pada pemakaian lithium. Obat lain (garam emas atau D-penisilamin) dapat
menyebabkan kerusakan glomeru lus yang reversi bel.
Efek samping diluar ginjal akibat banyak obat akan meningkat pada
pasien dengan penyakit ginjal.

Pola Diet
Pola diet dapat menjadi nilai diagnostik serta penting dalam manajemen
pasien, terutama dengan adanya gagal ginjal.
Asupin natrium berlebihan dapat mengakibatkan resistensi terhadap
terapi antihipertensi atau kejadian edema paru berulang pada pasien
dengan gagal ginjal stadium lanjut. Sebaliknya, pembatasan natrium yang
mendadak dan berlebihan atau peningkatan kehilangan natrium melalui
kulit atau saluran cerna dapat menimbulkan hipovolemia berat pada pasien
dengan so lt-losing nephrophaty.
Pembentuk batu idiopatik mengkonsumsi protein hewani lebih
banyak daripada orang normal; pola diet tersebut dikaitkan dengan
peningkatan ekskresi kalsium, oksalat, dan asam urat dalam urin, serta
merupakan faktor risiko untuk pembentukan batu kalsium. Prevalensi
batu pada vegetarian setengah lebih rendah daripada populasi umum.
Asupan cairan yang tidak memadai dihubungkan dengan kekerapan
kekambuhan batu saluran kemih pada pasien tertentu. Pada pasien
dengan obsorptive hypercalciurio, kekambuhan batu juga dipengaruhi
oleh konsumsi air yang kaya kalsium.
Asupan alkoholjuga harus diperhitungkan. Konsumsi alkohol berlebihan
akan memicu peningkatan tekanan darah dan dikatakan bertanggung jawab
atas sebagian kasus hipertensi esensial. Alkohol juga dapat memengaruhi
kepatuhan berobat pasien.
Sebagian pasien memiliki kegemaran untuk mengkonsumsi makanan
asam seperti jus buah yang memiliki kandungan oksalat yang tinggi dan
dapat mengakibatkan terbentuknya kalsium oksalat di ginjal.

376
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

RIWAYAT SOSIAT

Status sosial ekonomi dan pendidikan pasien mempengaruhi insidensi


dan manifestasi penyakit ginjal. Kejadian bakteriuria jauh lebih besar pada
pasien multipara dan wanita hamil dengan status sosial ekonomi rendah.
Kepatuhan berobat yang buruk umum didapatkan pada pasien hipertensi
dengan status sosial ekonomi yang rendah, dan kondisi ini sebagian dapat
menjelaskan kejadian hipertensi maligna yang relatif tinggi pada kelompok
pasien tersebut. Pembentukan batu kalsium idiopatik lebih sering terjadi
pada laki-laki dari kelas sosialyang lebih tinggi, yang mungkin berhubungan
dengan asupan protein yang meningkat.
Merokok berkontribusi terhadap perkembangan artherosklerosis
pada pasien dialisis dan juga merupakan faktor risiko untuk hipertensi
renovaskulal hipertensi maligna, sindrom Goodpasture pada laki-laki muda,
dan pada perjalanan nefropati diabetik. Kecanduan obat dapat menempatkan
pasien pada sejumlah komplikasi ginjal, seperti gagal ginjal akut karena
rhabdomiolisis, amiloidosis, vaskulitis, glomerulonefritis proliferatif, dan
sepsis. selain itu, pasien tersebut juga memiliki sejumlah risiko infeksi,
termasuk Hlv, yang mungkin berhubungan dengan glomerulosklerosis
fokal dan segmental.

Riwayat Pekerjaan
Sejumlah faktor yang berhubungan dengan pekerjaan pasien penting
dalam perkembangan penyakit ginjal. Bekerja dalam lingkungan yang
panas dengan kehilangan insensible woter loss yang lebih banyak akan
meningkatkan terjadinya pembentukan batu saluran kemih. pekerja tertentu
yang terpapar toksin, bahan kimia, dan inhalasi hidrokarbon dikatakan dapat
memicu terjadinya glomerulonefritis, meskipun bukti yang meyakinkan
dilaporkan hanya untuk sindrom Goodposture. paparan sejumlah agen telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik. Bahan kimia
tertentu dikaitkan dengan sejumlah penyakit ginjal, misalnya peningkatan
insiden tumor urothelial pada pekerja pewarna anilin.
lnfeksi pada ginjaljuga ditemukan pada kelompok pekerjaan tertentu.
Gangguan ginjal akut akibat leptospirosis lebih sering terjadi pada pekerja
tambang, pekerja limbah, dan buruh tani; infeksi Hantavirus didapatkan
pada pekerja laboratorium yang menangani binatang seperti tikus, atau
petani dari daerah endemik. Paparan terhadap timah , khususnya dalam
bentuk uap, dapat menyebabkan nefropati timah dan penyakit ginjal kronik.

377
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Faktor Etnis dan Geografi


Faktor etnis memegang peranan penting dalam berbagai penyakit ginjal.
lnsiden nefropati lgA lebihiinggi pada populasi kulit putih dan di beberapa
negara Asia (Jepang, Singapura, dan China) dibandingkan pada populasi
kulit hitam di Amerika Utara dan Afrika atau pada pasien di Afrika Utara.
Glomerulonefritis mesangioproliferatif banyak ditemukan di Navajo dan Zuni
lndian di Amerika Serikat, sedangkan insiden penyakit ginjal akibat diabetes
melitus tipe 2 meningkat di Zuni dan lndian Pima. Lupus eritematosus
sistemik lebih sering terjadi pada populasiAsia dan kulit hitam dibandingkan
pada ras Kaukasia.

RIWAYAT KETUARGA

Penting untuk mendapatkan informasi medis pada pasangan, anak-anak,


orang tua, saudara, dan kerabat lain dari pasien. Silsilah keluarga sebaiknya
dibuat serinci mungkin. Telah diketahui bahwa terdapat kecenderungan
keluarga untuk lupus eritematosus sistemik dan penyakit autoimun lainnya.
Begitu pula untuk penyakit glomerulonefritis imun primer dan nefropati lgA.
Adanya kerentanan genetik pada nefropati diabetes telah dibuktikan,
dan pada pasien dengan diabetes melitus tipe 1 dengan riwayat keluarga
hipertensi akan lebih rentan untuk mengalami nefropati diabetes
dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi.

TEKNIK PEMERIKSAAN

Pengukuran Tekanan Darah


Pengukuran tekanan darah merupakan langkah penting dalam pemeriksaan
klinis pasien ginjal. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi telentang atau
duduk, kemudian berdiri, di lingkungan yang tenang dengan lengan pasien
berada sejajar dengan jantung. Manset yang digunakan harus berukuran
tepat, dimana lebar manset minimal 40 persen dari lingkar lengan dengan
panjang minimal 80 persen dari lingkar lengan. Sebagai contoh, untuk lingkar
lengan 30 cm dengan memakai manset lebar 12 cm, maka pembacaan
tekanan darah akan benar. Sebaliknya jika menggunakan manset yang
sama untuk lingkar lengan 40 cm maka tekanan darah sistolik akan terbaca
10 mmHg lebih tinggi. Hindari kesalahan penggunaan manset terutama
pada penderita obesitas dengan lengan yang besar yang menyebabkan

378
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

pembacaan tekanan darah terlalu tinggi. Kesalahan pembacaan tekanan


darah lebih jarang apabila menggunakan manset yang terlalu lebar
dibandingkan dengan manset yang terlalu sempit. Penggunaan manset yang
lebar (15 cm) direkomendasikan untuk semua orang dewasa kecuali mereka
dengan lengan yang kecil yang berada di luarjangkauan manset. Sebaiknya
pengukuran dilakukan dengan manometer merkuri dan kalibrasi dilakukan
setidaknya sekali setiap 6 bulan. Pada orang dewasa, tekanan darah diastolik
diidentifikasikan sebagai hilangnya suara Korotkoff (tahap V). Namun, pada
pasien tertentu, termasuk mereka dengan insufisiensi katup aorta atau
dengan curah jantung yang tinggi (seperti pada anemia, tirotoksikosis, atau
kehamilan) suara Korotkofftidak hilang. Dalam kondisi seperti itu, tahap lV
dianggap sebagai tekanan darah diastolik. Pada pasien dengan disritmia,
seperti atrial fibrilasi, pemeriksaan perlu dilakukan beberapa kali dan hasil
pembacaan tekanan darah didasarkan pada perkiraan.
Pembacaan tekanan darah sistolik yang terlalu tinggi sering ditemukan
pada pasien usia lanjut dengan pembuluh darah yang keras dan berkalsifikasi.
Kesalahan ini dapat dideteksi secara klinis ketika arteri radialis teraba bahkan
ketika manset masih mengembang di atas tekanan darah sistolik (manuver
Osler positif, menunju kkan pseudo-hipertensi).
Metode pengukuran tekanan darah lainnya adalah pengukuran tekanan
darah di rumah (home blood pressure meosurement) dan ombulotory blood
pressure measurement. Pengukuran tekanan darah di rumah dapat dilakukan
dengan manometer biasa atau dengan manometer listrik, yang akurasinya
sulit untuk dinilai. Teknik ini berguna untuk meyakinkan dokter bahwa pasien
telah mengkonsumsi obat antihipertensi, bahwa dosis yang diberikan efektif
dan dokter tidak perlu mengubah terapi atas dasar pembacaan tunggal
tekanan darah pada pasien rawat jalan dengan white coot hypertension.
Penting untuk melakukan pemeriksaan klinis secara lengkap pada
setiap pasien dengan penyakit ginjal. Pemeriksaan klinis pada saluran kemih
mengikuti pola standar inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

INSPEKSI

Kulit pasien dengan penyakit ginjal dapat mengungkapkan sejumlah


kelainan yang menarik. Pasien dengan uremia sering memiliki kulit yang
pucat dan pigmentasi, serta kering dan bersisik. Bisa ditemukan purpura
dan seringkali bekas garukan menunjukkan adanya pruritus. Pada gagal

379
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

ginjal terminal, dapat terlihat uremic frost, terutama pada wajah. Purpura
merupakan manifestasi klinis Henoch Schonlein Purpura dan pada pasien
dengan keganasan bisa ditemukan akantosis nigran. Pada Fobry Disease,
terlihat papula kecil berwarna merah yang hiperkeratotik, paling sering di
daerah selangkangan, dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Pada resipien transplantasi dapat terlihat manifestasi dari efek
samping steroid, seperti moon foce, redistiibusi lemak tubuh di daerah
sentral, purpura, dan jerawat. Terapi imunosupresan jangka panjang juga
dikaitkan dengan lesi hiperkeratosis yang dapat berkembang menjadi
keratoakantoma dan mengalami perubahan ganas.
Penampilan umum pasien dapat bernilai diagnostik. Pada beberapa
pasien dengan glomerulon efritis meso ngiocopillory tipe I I dapat ditemukan
lipodistrofi parsial, di mana terjadi kehilangan lemak subkutan di bagian
tubuh atas, dengan distribusi yang normal atau meningkat ditubuh bagian
bawah. Turgor kulit juga merupakan tanda yang penting, dimana turgor
kulit yang menurun merupakan indikasi deplesi garam dan airi sedangkan
konsistensi seperti plastik menunjukkan kelebihan air.
Pemeriksaan mata bisa menunjukkan adanya kalsifikasi perilimbal pada
pasien dengan uremia kronik serta adanya pendarahan subkonjungtiva
pada pasien dengan vaskulitis. Penampilan wajah dapat mengarahkan pada
penyakit yang mendasari, misalnya penebalan dan kekakuan kulit yang
dijumpai pada sklerosis sistemik, yang mungkin terkait dengan multiple
telangiectasio. Pasien dengan lupus eritematosus sistemik dapat memiliki
ruam kupu-kupu yang khas di wajah. Pada Granulomatosis Wegener bisa
dijumpai hilangnya kartilago septum nasi. Untuk pemeriksaan mulut, penting
untuk melihat kondisi gigi, langit-langit dan gusi, serta infeksi jamur.
Pemeriksaan kuku pada sindrom nefrotik memperlihatkan kuku yang pucat
dan suram, sedangkan splinter hoemorrhoges dapat dijumpai pada pasien
dengan vaskulitis dan endokarditis. Pada pasien dengan gagal ginjal kronik,
bukti adanya hiperparatiroidisme sekunder dapat dilihat dengan adanya reduksi
dan kehilangan phalang distal sehingga tampak sebagai clubbing.
Pada inspeksi abdomen, satu atau kedua ginjal dapat terlihat terutama
pada penyakit ginjal polikistik lanjut. Kadang-kadang, uropati obstruktif
kronis dapat menyebabkan distensi ureter sehingga menjadi terlihat.
Obstruksi pada jalan keluar kandung kemih menyebabkan distensi kandung
kemih yang mungkin mudah terlihat pada pasien terutama pada mereka
yang kurus.

380
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

PALPASI

Palpasi ginjal paling baik dilakukan dalam posisi telentang dengan kepala
sedikit terangkat di atas bantal dan kedua lengan berada di sisi tubuh.
Pemeriksaan palpasi yang teliti sangat diperlukan dalam menentukan adanya
massa ginjal. Pembesaran ginjal biasanya menonjol ke anterior sedangkan
abses perinefrik biasanya teraba di daerah punggung.
Pemeriksaan ballotement ginjal berasal dari kata berbahasa Perancis
' baltoting' y anq berarti mengguncang kan, merupakan teknik palpasi dengan
cara seolah-olah menjentikkan ginjal ke anterior.
PoLe bawah ginjal umumnya teraba pada pasien yang kurus dengan
menekan tangan kanan ke dalam dan ke atas. Ginjal kiri tidak mudah teraba
seperti ginjal kanan. Hati-hati membedakan ginjal dengan limpa. Pada
palpasi, sebisa mungkin diperkirakan ukuran dan bentuk ginjal, meskipun
hal ini mungkin sulit kecuali pada mereka yang sangat kurus. Pada pasien
normal, permukaan ginjal relatif halus dan keras, tapi pada mereka dengan
penyakit kistik permukaan ginjal menjadi tidak teratur. Setiap nyeri pada
palpasi harus dicatat. Langkah pemeriksaan ballotement ginjal beserta sistem
traktus urinarius dapat dilihat pada tabel 12.2.
Limfadenopati dapat mengindikasikan adanya penyakit limfoproliferatif
yang mendasarinya. Pada pasien pada penyakit ginjal kronik dengan dialisis
peritoneal, perlu untuk mencari adanya hernia inguinalis atau umbilikalis
yang mungkin tidak jelas pada posisi berbaring.
Pada tungkai bawah dapat ditemukan edema, harus dipastikan juga
tentang kecukupan aliran darah ke perifer terutama pada pasien penyakit
ginjal kronik dimana aterosklerosis sangat sering terjadi.

PERKUSI

Perkusi abdomen dapat bermanfaat jika ditemukan kesulitan untuk


membedakan antara ginjal kiri yang membesar dan splenomegali atau pada
pasien dengan hepatomegali. Perkusijuga dapat menilai adanya asites dan
keparahannya.
Perkusi area sudut ginjal secara "gentle" dikenal dengan nama Murphy's
Kidney Punch. Pasien dengan infeksi saluran kemih akan merasakan nyeri
saat perkusi sudut kostro-vertebra

381
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Anamnesis Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang


akan dilakukan serta meminta ljin kepada pasien
Menanyakan adakah sesak napas? rasa cepat lelah? nafsu
makan menurun? bengkak pada wajah atau bagian tubuh
lain? kulit menjadi kasar dan sering gatal?
Adakah keluhan sering berkemih? Tidak bisa menahan
berkemih ? Sering berkemih malam hari?
Adakah keluhan berkemih seperti nyeri, buang air kecil
menetes, perasaan kurang lampias, perlu mengedan
sebelum atau sesudah berkemih?
Berapakah kira-kira produksi urin dalam sehari?
Apakah pernah dikatakan mengalami peradangan ginjal
atau terdapat protein urin? Apakah pernah buang air kecil
berbusa?
Adakah penggunaan obat-obat seperti obat anti inflamasi
non steroid, penyekat ACE, penghambat reseptor
angiotensin, pemakaian zat kontras, preparat emas atau
penisilamin?
Apakah baru-baru ini mengalami infeksi ginjal atau
pernahkah mengalami saat masa kanak-kanaly'remaja?
Pernahkan mengalami batu atau terdapat sumbatan
salurankemih ? adakah nyeri pinggang?
Pernahkan mengalami buang air kecil bercampur darah?
Adakah penyakit diabetes atau tekanan darah tinggi?
Adakah penyakitjantung atau penyakit pembuluh darah
perifer?
Pernahkah menjalani operasi atau biopsi ginjal? Pernahkah
dikatakan hanya mempunyai satu ginjal?
Adakah riwayat keluarga dengan kista ginjal dan tekanan
darah tinggi?
Adakah ruam atau nyeri sendi ?
Apakah pernah diberikan obat-obat yang dapat memerbaiki
fungsi ginjal?
Keluhan umum lainnya seperti demam, berat badan
menurun Kebiasaan minum obat herbal, obat warung,
alkohol, merokok
Pola diet dan asupan cairan
Pada pasien perempuan ditanyakan riwayat menstruasi,
kontrasepsi, dan kehamilan. Adakah riwayat hipertensi,
gejala bengkak, infeksl saluran kemih saat kehamilan?
Pada pasien laki-laki ditanyakan riwayat sirkumsisi dan
prostat
Pemeriksaan Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta
jasmani meminta ijin kepada pasien
inspeksi Melakukan pemeriksaan tekanan darah dan tanda vital
lnspeksi keadaan umum, adakah gangguan status mental,
hiperventilasi, cegukan
Menilai status hidrasi kulit dan mukosa mulut
Kulit: pucat, pigmentasi, kering, bersisik atau bekas
garukan, lesi hiperkeratosis

382
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

wajah: pucat kekuningan, uremic frost, moon face, jerawat,


akantosis nigran, purpura, ruam kupu-kupu
Mata: kalsifikasi perilimbal, edem palpebra
distribusi lemak tubuh di daerah sentral, lipodistrofi parsial
abdomen: adakah massa ginjal, distensi ureter atau
kandung kemih ?
kuku pucat dan suram. splinter hoemorrhoges,jaritabuh
Pemeriksaan Palpasi daerah abdomen daSr punggung adakah pembesaran
palpasi ginjal. Ginjal kanan diraba dengan menempatkan tangan
kanan di posterior pinggang dan tangan kiri pada
dinding perut anterior di sebelah kanan umbilikus secara
horizontal. Dengan tujuan menggoyangkan ginjal, jari-jari
tangan kanan pemeriksa menjentikkan bagian posterior
pinggang pasien ke atas, sementara tangan lainnya
menunggu untuk merasakan ginjal melayang ke atas dan
turun kembali.
Pemeriksaan bollottement ginjal: Meminta pasien tidur
dalam posisi telentang dengan kepala sedikit terangkat di
atas bantal dan kedua lengan berada di sisi tubuh.
Ginjal kiri diraba dengan tangan kanan ditempatkan di
posterior pinggang kiri dan tangan kiri pada dinding perut
anterior di sebelah kiri umbilikus.
Memerkirakan ukuran dan bentuk ginjal, adakah nyeri
saat palpasi
Pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal adakah
hernia inguinalis atau umbilikalis
Adakah edema tungkai
Pemeriksaan testis untuk menentukan apakah ada atrofi
atau tumor
Pemeriksaan dubur dan pemeriksaan vagina serta nyeri
tekan suprapubik bila ada indikasi
Pemeriksaan Melakukan perkusi abdomen jika ditemukan kesulitan
perkusi dalam membedakan ginjal kiri yang membesar dan
splenomegali atau pada pasien dengan hepatomegali
Pemeriksaan asites
Pada pasien yang dicurigai infeksi saluran kemih: adakah
nyeri ketok pada sudut kosto-vertebral kanan dan kir! ?
Auskultasi Melakukan auskultasi dengan meletakkan stetoskop di
posterior pinggang, lateral dari panggul, dan di anterior
abdomen pada pasien hipertensi atau paska biopsi ginjal,
adakah bruit?
Pada pemeriksaan prekordium, auskultasi adanya bunyi
jantung tambahan: murmurr pericordiol rub serta gallop

383
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

AUSKULTASI

Auskultasi abdomen sangat penting pada semua pasien dengan hipertensi.


Stetoskop ditempatkan di posterior pinggang, lateral dari panggul, dan di
anterior. Di masing-masing lokasi tersebut, pemeriksa harus mendengarkan
dengan seksama adanya bruit. Selain itu, auskultasi wajib dilakukan pada
setiap pasien yang menjalani biopsi ginjat dan mengalami hipertensi
setelahnya, mengingat kemungki nan terjadi nya fistula arteriovenosa pasca
biopsi.
Pada pemeriksaan prekordium, perhatikan adanya mu rmu r dan pericordio I
rub. Perubahan murmur dapat mengindikasikan adanya endokarditis infektif.
Flow murmur sangat umum dijumpai pada pasien dengan anemia uremik.
Perikarditis uremik dapat ditemui pada pasien uremia berat, dan temuan ini
juga dapat timbul dari infeksi dan vaskulitis. Bunyijantung tambahan mungkin
menunjukkan overload cairan. Pada pemeriksaan dada, perhatikan adanya
krepitasi, cairan pleura, dan pleuritic rub.
Pemeriksaan testis harus dilakukan untuk menentukan apakah ada
atrofi atau tumor.
Pemeriksaan saluran kemih tidak lengkap tanpa pemeriksaan dubur
dan, jika ada indikasi, pemeriksaan vagina.

KORELASITEMUAN FISIS DAN PENYAKIT

Penyakit Ginjal Prerenal


Penyakit ginjal prerenal disebabkan oleh penurunan perfusi ke ginjal. Dalam
anamnesis dapat digali penyebab gangguan prerenal seperti perdarahan,
kehilangan cairan melalui gastrointestinal, saluran kemih, atau kulit. Dapat
terjadijuga pada gagaljantung, sirosis hati, sindrom nefrotik akibat volume
arteri efektif turun.
Beberapa kondisi komorbid yang dapat memperberat gangguan
prerenal adalah penyakit jantung, sindrom nefrotik, dan sirosis hati.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tekanan darah turun;
peningkatan iVP serta tanda edema paru pada gagaljantung; asites, edema
pada sirosis/sindrom nefrotik/gagal jantung; tanda hipovolemia seperti
turgor kulit turun, mata cekung; sesak napas (Kussmaul) akibat asidosis
metabolik, oliguria maupun anuria.

384
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

Penyakit Vaskular Ginja!


Menurut perjalanan waktu keadaan ini dapat dibagi atas: 1) penyakit
vaskuler akut antara lain vaskulitis, penyakit tromboembolik, sindrom
uremik hemolitik, trombotik trombositopenik purpura, hipertensi maligna,
skleroderma; 2) Penyakit vaskuler kronik, seperti nefrosklerosis, stenosis
arteri renalis.
Vaskulitis: Keadaan ini menimbulk.n i"nrrrnan fungsi ginjal akut
dan berat serta memerlukan dialisis, juga terdapat hipertensi dan purpura
palpabel di daerah ekstremitas bawah. penyakit vaskulitis sistemik yang
dapat melibatkan ginjal seperti poliarteritis nodosa klasik, Wegener's
granulomatosis, poliarteritis mikroskopik, sindrom Churg-Strauss, dan
vaskulitis karena hipersensitivitas seperti purpura Henoch-scho nlein, mixed
cryoglobulinemiq, dan serum sickness. perlu digali tentang riwayat alergi
ataupun autoimun pada keluarga pasien.
Penyakit tromboembolik: Trombosis vena renaris merupakan keadaan
tersering ditemukan pada kejadian trombosis di ginjar. Trombosis vena
renalis dapat bersifat kronik atau akut. Jenis yang kronik lebih sering
ditemukan dari pada yang akut. pada yang kronik lebih sering asimtomatik,
sedang pada yang akut memberikan gejala yang hebat merupakan gejala
yang diakibatkan oleh infark ginjal seperti sakit pinggang dan hematuria.
Trombosis vena renalis akut bilateral menimbulkan gangguan ginjal akut
(AKl, Acute Kidney lnjury). Penyebab trombosis vena renalis akut
antara lain
trauma, hipovolemia berat, atau hiperkoagulasi sistemik. Karena lebih sering
asimtomatik, trombosis vena renalis kronik perlu dipikirkan bila ditemukan
adanya emboli paru. Ada sekitar 1o-3oo/o kasus emboli paru merupakan
kasus trombosis vena renalis kronik. pada kasus dengan sindrom nefrotik
dapat ditemukan trombosis vena renalis kronik.
Thrombotic thrombocytopenic purpuro- Hemolytic llremic
syndrome: Secara histopatologi ditemukannya trombus terutama terdiri dari
trombosit di glomerulus dan arteriole ginjal. Gejala yang ditemukan berupa
trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopatik, gejala neurologik,
penurunan fungsi ginjal, dan demam. Etiologi antara lain toksin Shiga
berasal dari E.Coli, Quinine, kemoterapi kanker; transplantasi sumsum tulang,
kehamilan, obat kontrasepsi, obat imunosupresan seperti siklosporin atau
tacrolimus, obat anti agregasi trombosit, antibodi antifosfolipid, infeksi Hlv
obat valacycloviri infeksi pneumokokkal, dan bedah kardiovaskuler.

385
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Hipertensi Maligna: Hipertensi berat disertai dengan perdarahan


retina, eksudat, atau edema papil. Pada keadaan ini dapat timbul gangguan
ginjal akut disebut sebagai nefrosklerosis maligna. Tekanan darah
yang meningkat akut dan berat akan menimbulkan kerusakan endotel
menyebabkan material fibrinoid plasma masuk ke dalam dinding pembuluh
darah dan menimbulkan obstruksi pembuluh darah.
Skleroderma (Skterosis Sistemik): eada tipe yang kutaneus difus
dapat timbul gangguan ginjal baik yang kronik maupun akut (krisis ginjal
skleroderma). Pada yang kronikterdapat gangguan fungsi ginjal tanpa tanda
klinik penyakit ginjal. Pada yang akut terdapat proteinuria ringan dan dapat
disertai hipertensi maligna.
Nefrosklerosis benigna: Penurunan fungsi ginjal akibat hipertensi
kronik yang tidak terkendali baik. Terdapat proteinuria kurang dari 1 gram
per24 jam.Terdapat penebalan intima dan penyempitan lumen arteri besar;
arteri kecil ginjal, dan glomerulus. Terjadi glomerulosklerosis dan nefritis
interstisial.
Stenosis Arteri Renalis: Penyempitan arteri renalis akibat displasia
fibromuskular atau karena arteriosklerotik. Menimbulkan iskemia pada
ginjal yang terkena, berakibat penurunan fungsi ginjal dalam jangka
panjang. Timbul peningkatan tekanan darah yang sukar dikendalikan. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan murmur sistolik-diastolik di daerah
abdomen terutama di epigastrium menyebar ke lateral (sensitivitas 44%,
spesifisitas 99%).

Penyakit Glomerular
Penyakit glomerular merupakan gangguan atau kerusakan yang terjadi di
glomerulus. Gangguan ini dapat Primer atau Sekunder. Gangguan Primer
disebabkan oleh adanya defek imun di glomerulus dimulai dari masuknya
antigen yang kemudian terjadi pembentukan komplek imun di glomerulus
atau kerusakan yang dimediasi oleh sel-T. Gangguan Sekunder adalah
merupakan bagian penyakit sistemik yang ada pada pasien misalnya lupus
eritematosus, malaria, diabetes melitus. Riwayat hipertensi, riwayat retensi air
atau edema diwajah, tangan, kaki, asites, dan frekuensi berkemih berkurang.
Dapat juga dirasakan cepat lelah akibat adanya anemia bila telah terjadi
penurunan fungsi ginjal. Warna urin dapat berubah menjadi kecoklatan
akibat adanya hematuria atau berbusa banyak akibat proteinuria yang masif.

386
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

Penyakit glomerular dapat diturunkan misalnya seperti Sindrom Alport


berupa X-link, resesif otosomal, dan dominan otosomal. Kelainan genetik
lain seperti sitopati mitokondrial dapat melibatkan ginjal berupa gangguan
glomerular atau tubulo interstisial. sindrom nefrotik juga dapat diturunkan
yaitu tipe Finnish dan tipe mutasi NPHS2yang terjadi pada saat lahir atau
dalam 3 bulan setelah lahir. Nefritis Lupus juga dapat diturunkan dimana
dari penelitian yang ada bahwa 27% anak yang lahir dari ibu dengan lupus
menunjukkan tes onti-nucleor antibody (ANA) yang positit. Noilpotetto
syndrome (NPS) atau osteo-onychodysplosio suatu gangguan adanya patella
yang hipoplasia atau tidak ada patella dengan kuku tangan atau kaki yang
distrofi. NPS ini dapai menimbulkan sindrom nefrotik.
Beberapa kondisi komorbid yang dapat menyertai penyakit glomerular
yaitu diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik, malaria, dan Noil-patella
syndrome.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tekanan darah meningkat;
edema di wajah, tangan, dan tungkai; dan asites.

Penya kit Tu bulo-interstisia!


Penyakit tubulo-interstisial merupakan penyakit ginjal terutama melibatkan
tubulus dan interstisium. Dibagi dalam bentuk Akut dan Kronik dan dapat
bersifat herediter; sistemik, toksik terutama terhadap obat-obatan. Nekrosis
Tubular Akut (ATN), Nefritis lnterstisial Akut, Nefropati Silinder; Nefropati
Fosfat Akut, dan Sindrom Lisis Tumor pasca kemoterapi merupakan bentuk
akut dari penyakit tubulo-interstisial. penyakit Ginjal polikistik, sarkoidosis,
Sindrom Sjdgren, Nefropati Refluks, dan Nefrokalsinosis merupakan bentuk
kronik dari Penyakit Tubulo-lnterstisial. Nefritis lnterstisial Akut, tersering
disebabkan oleh obat-obatan antara lain Golongan NSAID, penisilin,
sefalosporin, Rifampisin, Sulfonamida termasuk trimetoprim-sulfametoxazol,
Furosemid, Bumetamid, Tiasid, Ciprofloksasin, Simetidin, Allopurinol,
Omeprazole, Lansoprazol, lndinaviri dan 5-aminosalisilat. Etiologi lain
Nefritis lnterstisial Akut adalah infeksi ginjal oleh Legionella, Leptospira,
Cytomegalouirus, dan Sfreptococcus. Juga oleh penyakit otoimun seperti
Lupus Eritematosus Sistemik (LES), Sarkoidosis, Sindrom Sjogren. pada
Nefritis lnterstisial Akut gejala yang ditimbulkan tidak khas seperti mual,
muntah, maleise, atau sama sekali tanpa gejala. pada Nefritis lnterstisial
Akut akibat obat, dapat timbul tanda dan gejala alergi seperti demam, ruam
kulit, dan eosinofilia.

387
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Beberapa kondisi komorbid yang dapat menyertai penyakit


tubulointerstitial yaitu sarkoidosis, Sindrom Sjogren, lupus eritematosus
sistemik, dan Wegener's gronulomotosis.
Pemeriksaan fisik yang dijumpai pada nefritis interstisial akut antara lain:
demam, mual/muntah, malaise, ruam di kulit (rosh). Pada nefritis interstisial
kronik dapat ditemukan balotemen ginjal yang positif pada penyakit ginjal
polikistik.

Uropati Obstruktif
Obstruksi traktus urinarius merupakan sumbatan aliran urin yang terjadi
mulai dari pelvis renalis hingga ke uretra. Obstruksi ini dapat bersifat akut
atau kronik, total atau parsial, unilateral atau bilateral, dan dipengaruhi oleh
tempat atau lokasi obstruksi. Obstruksi dapat disebabkan oleh kelainan
anatomi misalnya gangguan katup uretra atau strikturi dan stenosis di
ureterovesical/ureteropelvic junction, batu saluran kemih, hipertrofi prostat,
keganasan prostat, tumor retroperitoneal atau tumor di daerah pelvis.
Gejala yang ditimbulkan oleh obstruksi traktus urinarius dapat berupa:
'l) Nyeri atau sakit akibat distensi vesika urinaria, kapsul ginjal, atau distensi
di pelvis renalis; 2) Kolik berupa rasa nyeri hebat hilang timbul didaerah
abdomen atau pinggang yang biasanya disebabkan oleh sumbatan batu
yang akut. Batu di daerah ureter proksimal atau pelvis renalis menimbulkan
kolik berupa nyeri pinggang. Batu di ureter distal menyebabkan nyeri
kolik menyebar ke daerah testis pada laki-laki atau ke daerah labia pada
perempuan; 3) Gangguan pengeluaran urin, anuria akibat obstruksi ureter
bilateral atau retensi urin pada hipertrofi prostat, batu/striktur uretra,
gangguan neurologi misalnya cedera spinal, dan kelemahan otot detrusor
vesika urinaria.
Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga juga perlu digali.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: nyeri ketok daerah kosto-vertebral
pada obstruksi akibat batu mulai dari pelvis renalis hingga distal ureter;
balotemen ginjal dapat ditemukan bila ada hidronefrosis; hematuria non-
glomeruler ppda batu saluran kemih; pada hematuria gross batu saluran
kemih, urin berwarna pink dan dapat ditemukan clot.

lnfeksiSaluran Kemih
lnfeksi saluran kemih (lSK) didefinisikan sebagai ditemukannya bakteri di
dalam urin dengan jumlah koloni kuman pada media biakan kuman, lebih

388
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

dari 105 koloni kuman/ml urin. ISK diklasifikasi dalam: .l) ISK-Atas;2) ISK-
Bawah. ISK-Atas pada ginjal, urete6 dan prostat (prostatitis). ISK-Bawah adalah
infeksi pada vesika urinaria dan uretra. lsK-Atas disebut juga sebagai infeksi
dalam (deep infection), oleh karena dengan fimbriae kuman melekat pada
sel urotelial. lsK-Bawah disebut juga sebagai infeksi permukaan (superficiol
infection), kuman tidak melekat pada sel urotelial. lsK-Atas selalu disertai
gejala demam tinggi, menggigil, dan dengan nyeri pinggang hebat sedang
pada ISK-Bawah tidak disertai demam akan tetapi disertai keluhan disuria,
frekuensi, dan urgensi. Menurut tingkat kesulitan dalam pengobatan, ISK
diklasifikasikan sebagai lsK-Berkomplikasidan lsK-Tak Berkomplikasiatau lsK-
Simpel. ISK-Berkomplikasi antara lain lsK pada diabetes, lsK pada kehamilan,
riwayat ISK sejak kecil, riwayat pielonefritis pada tahun sebelumnya, ISK
berulang, dengan kuman resisten berganda, ISK dalam perawatan rumah
ISK

sakit, ISK akibat pemakaian kateter urin, lsK setelah perlakuan instrumentasi
saluran kemih, lsK dengan kelainan fungsional atau anatomi saluran
kemih, dan lsK setelah pemakaian antibiotika beberapa bulan sebelumnya.
Berdasarkan gejala yang timbul lsK diklasifikasikan sebagai lsK-simtomatik
dan lsK-Asimtomatik atau secara berturutan biakan urin positif dengan gejala
dan biakan urin positif tanpa gejala lSK.
Kondisi komorbid yang dapat menyertai ISK adalah diabetes melitus,
uropati obstruksi dan kehamilan.
Selain keluhan demam dan menggigil, pasien ISK dapat datang dengan
piuria dan hematuria. Dapat dijumpai juga adanya nyeri ketok kosto-
vertebral dan nyeri tekan suprapubik.

Gangguan Nefron Proksima!


Nefron proksimal dimulaidari glomerulus dan berakhir pada ujung ascending
limb loop Henle, dengan kata lain nefron proksimal adalah gabungan tubulus
proksimal dengan loop Henle. Tubulus proksimal dibagi dalam dua bagian
besar yaitu Pars Konvolutus dan pars Rekta. pars konvolutus dimulai dari
glomerulus kemudian menjadi pars rekta yang ujungnya berakhir di medula
bagian luar pada akhir dari descending timb loop Henle. Tubulus proksimal
dibagi juga dalam 3 segmen berdasarkan perbedaan tipe sel yaitu S1
merupakan bagian awal pars konvolutus, 52 merupakan bagian akhir pars
konvolutus dan sebagian pars rekta, 53 merupakan bagian akhir pars rekta.
Loop Henle dibagi atas 4 segmen yaitu descending Limb loop Henle, bagian
tipis dari ascending limb loop Henle, bagian tebal oscending timb loop Henle
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

daerah medula ginjal, dan bagian tebal oscending limb loop Henle daerah
kortek ginjal. Gangguan yang dapat terjadi pada nefron proksimal adalah
gangguan reabsorpsi bikarbonat yang dikenal dengan Renal Tubular Asidosis
(RTA)tipe-2 dan Sindrom Bartter merupakan defek genetik resesif otosomal
yang terjadi pada bagian lebal ascending limb loop Henle daerah medula
g injal, melibatkan beberapa transporter pada. segmen ini.
tipe-2 merupakan gangguan reabsorpsi bikarbonat yang terjadi
RTA
di tubulus proksimal S1. 90% bikarbonat yang'difilitrasi glomerulus
direabsorpsi di tubulus proksimal S1. Reabsorpsi ini dimungkinkan oleh
karena meningkatnya jumlah penukar Na-H (NHE3) di membran luminal
tubulus proksimal. Enzim karbonik anhidrase sangat berperan dalam proses
reabsorpsi ini. lon-H yang keluar ke dalam lumen melalui penukar Na-H,
akan berikatan dengan ion-HCO3 yang difiltrasi glomerulus membentuk
H2CO3. Dengan bantuan enzim karbonik anhidrase, H2CO3 di dehidrasi
menjadi H20 dan CO2 yang kemudian direabsorpsi. Di dalam sel, CO2
yang direabsorpsi bergabung dengan ion-OH membentuk 3HCO3
dengan bantuan enzim karbonik anhidrase. 3HCO3 kemudian masuk ke
dalam sirkulasi melalui kotranspor Na-3HCO3 di membran basolateral
tubulus proksimal. Gangguan pada salah satu mekanisme reabsorpsi
bikarbonat inilah yang menjadi penyebab RTA tipe-2. Misalnya defek gen
SLC9A3 otosomal dominan menyebabkan gangguan pada penukar NHE3,
abnormalitas pada gen SLC4A4 menimbulkan RTA tipe-2 otosomal resesif
bersama dengan kelainan mata yaitu gangguan pada kotranspor Na-3HCO3.
RTA tipe-2 ini ada juga yang timbul secara sporadik dan dalam perjalanannya
dapat sembuh sendiri, berbeda dengan mutasi gen di atas. Pada RTA tipe-2
ini terjadi penurunan ambang reabsorpsi bikarbonat antara 12-20 meq/l,
sedang dalam keadaan normal adalah 25 meq/L, yang menyebabkan
kadar bikarbonat plasma pada RTA tipe-2 sebesar 12-20 meq/L dan pH
urin yang rendah kurang dari 5,3. Ekskresi kalium dalam urin meningkat
pada RTA tipe-2, disebabkan oleh ekskresi natrium yang meningkat akibat
adanya asidosis sehingga meningkatkan aliran natrium ke nefron distal.
Peningkatan .aliran natrium ini bersama dengan berkurangnnya natrium
plasma menyebabkan hiperaldosteronisme sekunder, memicu ekskresi
kalium dalam urin meningkat sehingga menimbulkan hipokalemia. Pasien
sering datang dengan gejala hipokalemia berupa kelemahan otot antara
lain lemas, sukar berdiri atau berjalan. Gejala sesak nafas dapat terjadi akibat
adanya asidosis metabolik.

390
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

sindrom Bartter merupakan defek yang terjadi pada bagian tebal


oscending limb loop Henle daerah medula ginjal, melibatkan beberapa
transporter pada segmen ini. Defek pada beberapa transporter ini
menyebabkan gangguan reabsorpsi Na dan Cl. Akibatnya ekskresi natrium
meningkat dan menimbulkan sedikit hipovolemia. Keadaan ini merangsang
sistem renin-angiotensin-aldosteron, terjadi hiperaldosteronisme sekunder
yang menyebabkan ekskresi kalium dan ion-H diduktus koligen meningkat
yang kemudian menimbulkan hipokalemia dan alkalosis metabolik.
Sindrom Bartter memiliki 4 subtipe yaitu subtipe-l defek pada kotranspor
Na-K-2C1, subtipe-ll defek pada saluran-K luminal, subtipe-lll defek pada
saluran-Cl basolateral, subtipe-lV kombinasi salah satu defek subtipe-1, ll,
atau lll dengan ketulian dan penurunan fungsi ginjal pada pasien. pada
sindrom Bartter terdapat kumpulan gejala berupa hipokalemia, alkalosis
metabolik, hiperreninemia, hiperplasia apparatus juxtaglomerular, dan
hiperaldosteronisme. Pasien sering datang dengan gejala hipokalemia
berupa kelemahan otot antara lain lemas, sukar berdiri atau berjalan disertai
alkalosis metabolik.
Kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik diantaranya:
kekuatan anggota gerak berkurang terutama ekstremitas bawah akibat
hipokalemia, tanda gangguan pernapasan pada keadaan hipokaremia berat,
tekanan darah normal dan tidak ada tanda hipovolemia.

Gangguan Nefron Distal


Nefron distal dimulai dari makula densa pada ujung dari bagian tebal
oscending limb loop Henle daerah kortikal yang dibagi menjadi 4 segmen
yaitu Tubulus Distal, segmen penghubung merupakan bagian akhir dari
tubulus distal, Duktus Koligen bagian kortikal, dan berakhir pada Duktus
Koligen daerah medula. Nefron distal merupakan bagian dari nefron ginjal
yang tidak permeabel terhadap air dan ion-Na, sehingga daerah nefron distal
khususnya pada duktus koligen merupakan bagian akhir penentu kepekatan
urin, eksresi kalium, asidifikasi maksimal urin, dan konservasi natrium. Defek
yang terjadi pada transporter nefron distal dapat menimbulkan gangguan_
gangguan seperti Sindrom Gitelman, RTA tipe-1, Sindrom Liddle, dan
Pseudo-hipoaldosteronisme tipe-1.
Sindrom Gitelman merupakan gangguan reabsorpsi natrium karena
defek otosomal resesif pada kotranspor-elektronetral Na-Cl di tubulus
distal, mirip dengan pemberian kronik diuretik tiasid yang menimbulkan

391
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

hipokalemia, alkalosis metabolik, dan hipokalsiuria. Terdapat keluhan


kram yang berat pada seluruh ekstermitas oleh karena hipokalemia dan
hipomagnesemia. Mengeluh rasa lelah dan merasakan seperti lumpuh kalau
berjalan. Tetani pada Sindrom Gitelman dapat dipastikan dengan tanda
Trousseau dan tanda Chvostek. Pemeriksaan tanda Trousseau dilakukan
dengan memompa manset tensimeter di atas.tekanan sistolik, lalu ditahan
selama 3 menit, akan terjadi spasme carpo-pedal. Dan tanda Chvostek
diperiksa dengan mengetuk saraf fasial tepat di'depan telinga, timbul
kontraksi otot wajah ipsilateral mulai dari twitching bibir hingga spasme
seluruh otot wajah. Tekanan darah agak rendah akibat banyak natrium
yang keluar melalui urin. Poliuria ditemukan pada 50% pasien dan nokturia
ditemukan pada 80% pasien akibat gangguan pemekatan urin karena
hipokalemia. Hipokalemia juga dapat meningkatkan laju pernapasan akibat
depresi otot napas, yangjuga ditemukan pada RTA tipe-1.
RTA tipe-1 atau RTA distal, terjadi akibat defek terhadap ekskresi ion-H di
duktus koligen daerah kortikal dan daerah bagian luar medula ginjal tepatnya
pada pompa H-ATPase di sel infercoloted tipe-A sehingga menimbulkan
asidosis metabolik non anion gap dan hiperchloremia. Bikarbonat plasma
dapat turun hingga kurang dari 10 meq/L dan pH urin lebih dari 5,3. Dalam
keadaan asidosis metabolik ini pasien dengan RTA tipe-l tidak mampu
menurunkan pH urin kurang dari 5,3 karena adanya gangguan ekskresi
ion-H dan ion-amonium. Asidosis metabolik menyebabkan ditung napas
meningkat pada RTA tipe-1. Hipokalemia dapat terjadi pada RTA tipe-1
karena untuk menjaga netralitas elektrik, ekskresi kalium meningkat akibat
adanya retensi ion-H. Disamping itu, adanya defek pada pompa H-ATP ase,
pada sel yang sama yaitu sel intercoloted tipe-A juga terjadi penurunan
aktifitas pompa H-K-ATPase sehingga ion-K tidak dapat direabsorpsi
yang memperkuat terjadinya peningkatan ekskresi ion-K dalam urin dan
hipokalemia. Hipokalemia pada RTA tipe-1 dapat mencapai kurang dari 2
meq/L sehingga menimbulkan paralisis otot anggota gerak dan kelumpuhan
otot pernapasan.
RTA ti pe; 1 tak-kom pl it (l n co mplete dkto I RTA), adala h RTA ti pe- 1 dengan
ketidakmampuan menurunkan pH urin kurang dari 5,3 akan tetapi mampu
mempertahankan bikarbonat plasma dalam batas normal karena masih
mampu meningkatkan ekskresi amonium dalam urin. Pasien ini mampu
membentuk batu kalsium fosfat di ginjal. Pasien ini biasanya memiliki
riwayat penyakit keluarga dengan RTA tipe-1 dan keadaan tak-komplit ini

392
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

dapat berkembang menjadi RTA tipe-1 yang sebenarnya atau yang komplit.
Terdapat hipositraturia pada pasien ini, dan batu kalsium fosfat dapat diterapi
dengan pemberian kalium sitrat. Bira ditemukan pasien dengan riwayat
batu kalsium berulang dengan kadar sitrat urin 24 jam yang rendah, perlu
dicurigai adanya RTA tipe-1 yang tak komplit, teristimewa bila ada riwayat
RTA tipe-1 dalam keluarga.

sindrom Liddle adalah kelainan genetik otosomal dominan merupakan


mutasi gen pada kromosom 16p12yang mengakibatkan ketidak mampuan
mengurangi saluran natrium pada saat tidak diperlukan seperti terjadi
pada keadaan normal, sehingga aktifitas saluran natrium terus menerus
meningkat mengakibatkan reabsorpsi natrium di sel prinsipal duktus
koligen meningkat. Reabsorpsi natrium yang tinggi ini menimbuikan
peningkatan ekskresi kalium dan hipertensi. sindrom Liddle merupakan
kumpulan gejala triad hipertensi, hipokalemia, dan alkalosis metabolik serta
hipoaldosteronemia dan hiporeninemia, berbeda dengan triad yang sama
pada hiperaldosteronisme primer. Rendahnya kadar aldosteron
dan renin
disebabkan adanya hipervolemia akibat retensi natrium.
Pseudohipoaldosteronisme tipe-1 merupakan mutasi otosomal resesif
pada saluran-Na (sodium chonneL) di ser prinsipar duktus korigen yang
menyebabkan saluran-Na menjadi tidak aktif sehingga terjadi har yang
mirip dengan keadaan hipoardosteron, dengan gejala hiperkaremia dan
kecenderungan hipovolemia karena banyak ion-Na yang terbuang merarui
urin akibat pioses reabsorpsi natrium terganggu.

Gangguan Ginja! Akut (Acute Kidney lnjury AKI)


=
Definisi AKI adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dalam waktu 4g jam
yaitu ditandai dengan peningkatan nilai mutlak kreatinin serum sebesar
lebih dari atau sama dengan 0,3 mgldL, persentase peningkatan kreatinin
serum lebih dari atau sama dengan 5oo/o (1,5 kali dari normal), atau volume
urin kurang dari0,5 ml/kgBB/jam selama lebih dari 6 jam.
EtiologiAKl dikelompokkan datam 1) pRE-RENAL; 2) RENAL; 3) PASCA
RENAL.

a' Pre-Renai, disebabkan adanya iskemia pada ginjal akibat aliran darah
ke ginjal (renal blood flow) berkurang disebabkan oreh perdarahan,
pengeluaran air melalui saluran cerna atau kulit yang berlebihan, gagal
jantung, sirosis hati, sindrom nefrotik, penurunan tekanan darah
akibat
beberapa hal, hipoalbuminemia.

393
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

b. Renal, akibat gangguan langsung pada ginjal misalnya glomerulonefritis


p ro g resif cepat (Ro pid Iy P rog re ssif G lo me ru lo ne phritis = RPG N), toksi k
akibat obat-obatan baik melalui oral atau injeksi atau kulit, toksik akibat
makanan, sepsis, trauma ginjal.

c. Pasca Renal, akibat obstruksi aliran urin akibat sumbatan total oleh
batu/bekuan darah pada ureter bllateral.-

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tekanan darah turun atau syok;
tanda hipovolemia berupa turgor kulit turun, mata cekung, kulit/mukosa
kering; volume urin berkurang atau anuria; ruam atau rosh di kulit akibat
reaksi sensitifitas akibat obat, makanan; hematuria kasat mata misalnya pada
glomerulonefritis, batu saluran kemih, atau trauma ginjal.

Penyakit Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease = CKD)


Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau CKD didefinisikan menurut KDOQI $idney
Disease Outcomes Quality lnitiotive) sebagai berikut:

a. Gangguan struktur ginjal lebih dari 3 bulan dengan disertai atau tanpa
disertai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).

b. LFG < 60 mL/menil/1,73 m2.

Catatan:
Gangguan struktur ginjal dapat didentifikasi dari data laboratorium seperti
proteinuria, hematuria atau dari data pemeriksaan imejing BNO-IVB USG
Abdomen, CT-Scan, MRI atau dari data pemeriksaan histo-patologi hasil
biopsiginjal.
Sesuai dengan namanya, PGK merupakan progresi gangguan struktur
maupun penurunan fungsi yang berlangsung secara terus menerus hingga
mencapai PGK tahap akhir atau terminal. Dalam perjalanan progresi ini PGK
dibagi dalam stadium (Tabe! 12.3)

I Normal >90 mUmenit per'1.73 m2


lt Ringan 60 - 89 mVmenit per 1.73 m2
ill Sedang 30 - 59 mYmenit per 1.73 m2
IV Berat mvmenit per 1.73 m2
15 - 29
Gagal ginjal terminal < 15 mL/min per 1.73 m2

394
Pemeriksaan Fisis Sistem Traktus Urinarius

Pada awal progresi dari pGK hingga stadium-lll umumnya berjalan


asimtomatik. Simtom baru terlihat setelah stadium-lV berupa kelebihan
cairan tubuh, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipertensi, anemia, dan
gangguan tulang. Pada stadium-V baru muncul keluhan akibat uremia antara
lain anoreksia, nausea, muntah, perikarditis, neuropati perifer; dan gejala
akibat gangguan susunan saraf pusat seperti penurunan konsentrasi, letargi,
kejang, koma, lalu kematian. Pada stadium-V akhirnya pasien memerlukan
terapi pengganti berupa dialisis atau cangkok ginjal dengan tujuan untuk
perbaikan kualitas hidup.
Berkaitan dengan etiologi pGK yang dapat ditemukan dalam keluarga
seperti hipertensi, diabetes melitus, gout/hiperurikemia, lupus eritematosus
sistemik, glomerulonefritis, batu saluran kemih, dan kelainan genetik seperti
pada RTA, Bartter/Gitelman.
Berbagai penyakit komorbid yang mendasari terjadinya pGK antara
lain hipertensi, diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik, maupun
hiperurikemia.
Pada pemeriksaan fisik dapat
dijumpaifetor uremikum, kesadaran turun
mulai dari delirium hingga koma pada pGK stadium lanjut, tekanan darah
meningkat, nafas cepat bila ada kelebihan cairan tubuh ataupun asidosis
metabolik, konjungtiva pucat, kulit pucat, JVp meningkat pada kelebihan
cairan tubuh, ronki basah pada kelebihan cairan tubuh/edema paru, asites,
dan edema seluruh tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

t. Bellomo R, Ronco C, Kellum JA, Mehta RL, palevsky p and the ADel workgroup.
Acute renal failure-definition, outcome measures, animal models, fluid therapy
and information technology needs: The second lnternational consensus
conference of the Acute Dialysis Quality lnitiative (ADel) Group. crit care, 2004;
4:R204-R2'12.
2. Bettinelli A, Bianchetti MG, Girardin E, Caringella A, Cecconi M, Appiani AC,
Pavanello L, Gastaldi R, lsimbaldi C, Lama G. Use of calcium excretion values to
distinguish two forms of primary renal tubular hypokalemic alkalosis: Bartter
and Gitelman syndromes. J Pediatr. 1992;120(1):38.
Emmett M, Sterns RH, Forman JP. Etiology and diagnosis of distal (type 1) and proximal
(type 2) renal tubular acidosis. UpToDate, literature review version 79.2,201L.
Halperin M.1., Kamel KS, Goldstein M.B. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base physiology.
A Problem-Based Approach. 4th Edition. Saunders-Elsevier, 2010.

395
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Levin A, Warnock DG, Mehta RL, Kellum JA, Shah SV Molitoris BA, Ronco C.
lmproving Outcomes From Acute Kidney lnjury: Report of an lnitiative. Am J
Kidney Dis, 2007; 50(1): 1-4.
Mehta RL, Kellum JA, Shah SV Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG, Levin A and the
Acute Kidney lnjury Network. Acute Kidney lnjury Network: report of an initiative
to improve outcomes in acute kidney injury. Crit Care, 2007; 11(2): R31-38.
7. National Kidney Foundation. K/DOQI clinical practice guidelines for chronic
kidney disease: evaluation, classification, and stratification. Am J Kidney Dis
2002;39:S1.
Post TW Rose BD Curhan GC, Forman JP. Diagnostic approach to the patient with
acute or chronic kidney disease. UpToDate, Literature review version '19.2,2011 .
9. Post TW, Rose BD, Curhan GC, Forman JP. Overview of the management of chronic
kidney disease in adults. UpToDate, literature review version 79.2,2017.
10. Post TW Rose BD Sterns RH, Forman JP. Clinical manifestations and diagnosis
of volume depletion in adults. UpToDate, literature review version 19.2, 2011.
11 Ricci Z, Cruz D Ronco C: The RIFLE criteria and mortality in acute kidney injury:
a systematic review. Kidney lnt, 2008; 73(3): 538-46.
12. Rose BD Appel GB, Palevsky PM, Sheridan AM. Clinical manifestations and
diagnosis of acute interstitial nephritis. UpToDate, Literature review version
19.2, 2011.
13. Rose BD Curhan gc, Sheridan AM. Diagnosis of urinary tract obstruction and
hydronephrosis. UpToDate, literature review version 19.2, 2011.
14. Rose BD Glassock RJ, Sheridan AM. Hematuria:Glomerularversus extraglomerular
bleeding. UpToDate, literature review version 19.2,2011
15. Rose BD Post TW. lntroduction to renal function. UpToDate, literature review
version 19.2, 201 1.
Rose BD, Sterns RH, Forman JP. Bartter's and Gitelman's syndromes. UpToDate, literature
review version L9.2, 2017.
17. Takashi l, Takashi S, Jun l, George S. Unraveling the Molecular Pathogenesis of
lsolated Proximal Renal Tubular Acidosis. J Am Soc Nephrol, 2002; 13 2171-77 .
18. Davidson AM, Grunfeld J, Fitzpatrick M. History and clinical examination of the patient
with renal disease. ln: Davidson AM, Cameron JS, Grunfeld J, Ponticelli C, Ritz E, Winearls
c, et al, editors. Oxford textbook of Clinical Nephrology. Oxford University Press, 2005.

396
BAB 13

ilIIIA IIASAR
P T tII T R I I(SAAII

STBAGAI PI]IAPIS PTlINffiI


srsililtl
Ratna Sitompul

Pemeriksaanekternal 397 Pupil 4Ol


mata
Gerak bola 399 Tekanan intraokular 4o2
Lapang pandang 4OO pemeriksaan funduskopi 402
Pemerikaan tajam penglihatan 400

Mata merupakan organ yang dapat menjadi penanda utama adanya penyakit
sistemik karena mata adalah satu-satunya organ dimana kelainan vaskular
dan neurologis dapat diamati secara langsung. Sebaliknya, berbagai penyakit
sistemik mampu menimbulkan gangguan struktural dan/atau fungsional
pada mata. Sejumlah penyakit sistemik yang berdampak pada mata antara
lain diabetes melitus, hipertensi, HIV/AIDS, Grave's disease, systemic lupus
erythemotosus (SLE), dan sarkoidosis. pentingnya informasi ini menyebabkan
pemeriksaan mata perlu dilakukan oleh setiap dokter; dan bukan hanya
oleh spesialis mata. Dokter Spesialis Mata dapat dimintakan pendapat
untuk menentukan apakah kelainan terletak hanya pada organ mata atau
merupakan bagian dari penyakit sistemik.
Berdasarkan hal tersebut, pemeriksaan mata dasar akan mengarahkan
bahkan mendukung penegakkan diagnosis suatu penyakit sistemik. Beberapa
pemeriksaan mata dasar yang perlu dikuasai oleh setiap dokter adalah:

1. PEMERIKSAAN EKSTERNAT

Bola mata

a. lnspeksi
Pemeriksaan awal adalah menilai simetrisitas kedua bola mata dan

397
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

mencari ada tidaknya penonjolan pada satu atau kedua bola mata.
Penilaian penonjolan bola mata (proptosis/eksoftalmus) dilakukan
dengan pemeriksa berdiri di belakang pasien dan melihat kedua bola
mata dari puncak kepala. Proptosis dapat dibedakan menjadi aksial
atau non-aksial. Proptosis aksial, yaitu bola mata menonjol ke depan
searah sumbu horisontal, menunjukkan kemungkinan massa di apeks
orbita atau pembengkakan otot p"ngg"rik bola mata. Sebagai contoh,
proptosis bilatera I umu mnya ditemukan pada ti rotoksi kosis. Proptosis
non-aksial, yaitu bola mata menonjol ke depan namun menjauhi
sumbu horisontal, menunjukkan adanya massa berasal dari luar orbita
seperti tumor kelenjar lakrimalis.
Keadaan posisi bola mata masuk ke dalam (enophthalmus)
menunju kkan kemung ki na low-out fractu re.
n adanya b

Selain inspeksi, pasien diminta untuk melakukan manuver Valsava.


Apabila terjadi perubahan proptosis saat manuver Valsava, maka
proptosis mungkin disebabkan oleh kelainan vena di orbita.
Posisi bola mata dapat dinilai secara objektif menggunakan
eksophthalmometer. Dal am keadaan normal, apeks kornea berjarak
< 20 mm dari batas lateral tulang orbita dan perbedaan antara bola
mata kiri dan kanan < 2 mm.

b. Palpasi
Batas tulang orbita diraba untuk menilai ada tidaknya nyeri tekan,
abnormalitas struktural,massa, atau krepitus (emfisema orbita).
Emfisema orbita menandakan komunikasi antara sinus dan orbita
yang umum ditemukan pasca-trauma atau operasi.

c. Auskultasi
Auskultasi bola mata terutama harus dilakukan apabila teraba pulsasi
pada saat palpasi. Bruit pada bola mata menandakan fistula sinus
ka rotid-kavernosus.

Kelopak mata
Pemeriksaan kelopak mata bertujuan menilai kemampuan menutup dan
membuka kelopak mata. Kelumpuhan N. lll ditandai oleh ketidakmampuan
membuka kelopak mata atas (ptosis) disertai dengan ketidakmampuan
untuk melakukan gerakan elevasi bola mata. Sebaliknya, apabila pasien

398
Pemeriksaan Mata Dasar Sebagai Penapis penyakit Sistemik

tidak dapat memejamkan mata (lagoftalmus) maka kelainan yang dicurigai


adalah kelumpuhan N. Vll.

2. GERAK BOLA MATA

Pemeriksaan gerak bola mata dilakukan ke delapan arah, yaitu atas,


kiri atas, kanan atas, kiri, kanan, bawatr,iiri bawah, dan kanan bawah.
Nervus okulomotor (lll) mempersarafi M. rektus medialis, M. rektus
superio6 M. rektus inferiori M. oblikus inferiori dan M. levator palpebra
yang berturut-turut berfungsi untuk mengatur gerak bola mata ke
medial, atas lateral, bawah medial, atas medial, dan membuka kelopak
mata. Nervus trokhlearis (lV) mempersarafi M. oblikus superior dan
mengatur gerak bola mata ke bawah medial. Nervus abdusen (Vl)
mempersarafi M. rektus lateralis dan mengatur gerak bola mata ke
lateral. Gangguan gerak bola mata dapat menunjukkan kelainan pada
nervus kranialis sesuai otot yang dipersarafinya.

Atas

l/
kanan atas Kiri atas

\
kanan+- -+
# * Kiri

/
kanan bawah I
t\ xirioawan
Bawah
Gambar 13.1. Gerakan bola mata
Gambar dikutip dengan modifikasi dari
Ophthalmology I nvestigotion and Exominotion Techniques (ZOO7)

Keterangan gambar:

Gera*an Mat6 Kanan {llervus l(ranlalis) Mata Kri (Nen us Kranialis)

399
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

3. LAPANG PANDANG

Luas lapang pandang normal mencapai 600 superior, 750 inferior,


1000 temporal, dan 600nasal dari sumbu visual. Pemeriksaan lapang
pandang secara kasar dapat dilakukan dengan metode konfrontasi,
yaitu membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa
(lapang pandang pemeriksa dianggap normal). Pasien diminta
menutup salah satu mata dan memfiksasikan pandangan ke hidung
pemeriksa. Pemeriksa menggunakan jari tangan untuk menilai setiap
kuadran lapang pandang pasien dengan jarak satu meter dan 450
dari titik fiksasi. Jari pemeriksa diletakkan pada arah jam 1.30; 4.30;
7.30; dan 10.30. Apabila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa di
daerah tersebut, maka penyempitan lapang pandang secara kasar
dapat diperkirakan sesuai area konfrontasi (superior; inferior; temporal,
atau nasal).
Penyempitan lapang pandang bilateral mengarahkan diagnosis
glaukoma dengan bentuk khas berupa tunnel vision. Skotoma sentral
unilateral menunjukkan kerusakan N. ll di sisi yang sama. Skotoma
sentral di satu mata disertai kuadrantanopia superio-temporal di mata
lain menunjukkan kerusakan di persimpangan antara N. ll dan kiasma
optikum. Hemianopia atau kuadrantanopia homonim (sama-sama
di sisi medial atau lateral lapang pandang kedua mata) disebabkan
oleh kerusakan setelah kiasma optikum.Hilang lapang pandang sesisi
(anopia unilateral) mengarahkan kerusakan di otak sisi kontralateral.
Kuadrantanopia superior merupakan kelainan khas akibat kerusakan
serabut inferior radiatio optikum di lobus temporal otak, sedangkan
kuadrantanopia inferior disebabkan oleh kerusakan serabut superior
radiatio optikum di lobus parietal otak.

4. PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN

Tajam penglihatan adalah kemampuan seseorang untuk membedakan


dua titik terpisah. Pemeriksaan dilakukan di ruangan dengan
penerangan cukup dan pasien duduk dengan jarak enam meter
dari papan Snellen. Pemeriksaan dilakukan terpisah untuk mata
kanan dan kiri sehingga mata yang tidak diperiksa ditutup. Pasien
kemudian diminta untuk membaca huruf per baris. Apabila pasien

400
Pemeriksaan Mata Dasar Sebagai penapis penyakit Sistemik

salah menyebutkan lebih dari setengah jumlah huruf pada satu baris,
maka tajam penglihatan ditetapkan sesuai dengan baris terakhir yang
keseluruhan hurufnya dibaca dengan tepat. Hasil pemeriksaan tajam
penglihatan diberikan dalam bentuk fraksi, pembilang merupakan
jarak antara papan Snellen dengan pasien, yaitu enam meter (20 kaki),
sedangkan penyebut merupakanjarak huruf masih dapat dibaca oleh
individu normal pada baris terakhir yang keseluruhan hurufnya dibaca
dengan tepat oleh pasien. Hasil 6/60 menandakan seseorang hanya
dapat membaca huruf pada jarak 6 m; sedangkan individu normal
dapat membaca huruf tersebut pada jarak 60 m.
Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Apabila hasil pemeriksaan tajam
penglihatan kurang dari 6/6 maka pasien diperiksa menggunakan
pinhole. Pada pemeriksaan pinhole, bila ketajaman visual membaik
maka penyebab penurunan visus adalah kelainan refraksi. Sedangkan
bila ketajaman visual tidak membaik maka pertimbangkan
kemungkinan kelainan organik pada sumbu visual, seperti kelainan
kornea, uveitis, lensa(katarak), kekeruhan badan vitreous (perdarahan),
retinopati diabetik, atau degenerasi makula.
Tajam penglihatan yang sangat buruk diperiksa dengan cara
menghitung jari tangan. Kemampuan menghitung jumlah jari
tangan dengan benar menunjukkan ketajaman visual 1/60. Apabila
pasien tidak mampu menebak, maka pasien diperiksa dengan cara
melambaikan tangan. Kemampuan mengetahui adanya gerakan
menunjukkan ketajaman visual 1/300. Apabila pasien tidak dapat
mengetahui adanya gerakan tangan, maka pasien diperiksa dengan
membedakan gelap dan terang melalui pemberian rangsang cahaya
menggunakan senter. Kemampuan membedakan gelap dan terang
menunjukkan ketajaman visual 1/-.

5. PUPIL

Pupil normal berbentuk bulat reguler. Ukuran pupil bervariasi antar


individu, namun perbedaan ukuran antara pupil kiri dan kanan tidak
lebih dari 1 mm. Bentuk pupil yang tidak beraturan menandakan
adanya iritis, pasca-operasi intraokula; trauma, glaukoma akut, atau
tumor iris. Pemeriksaan refleks cahaya langsung dan tidak langsung
dilakukan di ruangan dengan penerangan cukup dan secara bergantian

401
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

pada kedua mata. Refleks cahaya langsung dinilai pada mata yang
disinari lampu senter sedangkan refleks cahaya tidak langsung dinilai
pada mata yang lain. Pasien diminta untuk memfiksasikan pandangan
di satu titik yang jauh. Apabila mata kiri pasien disinari dengan
lampu senter dan kedua pupil mengecil (miosis), maka refleks cahaya
langsung positif di mata kiri dan refleks cahaya tidqk langsung positif
di mata kanan. Apabila kedua pupil tidak mengecil, maka menunjukkan
kerusakan N. ll kiri. Apabila hanya pupil kiri yang mengalami miosis,
sedangkan pupil kanan tetap melebar maka menunjukkan kerusakan
N. lll kanan.

6. TEKANAN INTRAOKUTAR
Tekanan intraokular normal berkisar antara 10 - 20 mmHg. Pemeriksaan
tekanan bola mata secara kasar dilakukan dengan palpasi, namun cara
manual tersebut hanya mampu mendeteksi peningkatan tekanan
intraokular di atas 30 mmHg. Pemeriksaan tekanan intraokular yang
akurat dilakukan secara tidak langsung menggunakan tonometri,
yaitu tonometri Shiotz dan tonometri Goldmann. Peningkatan tekanan
intraokular adalah penanda utama glaukoma. Serangan glaukoma akut
ditandai dengan peningkatan ekstrim tekanan intraokular hingga bola
mata teraba keras.

7. PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI

Pemeriksaan funduskopi terutama ditujukan untuk menilai keadaan


pembuluh darah retina, retina, dan diskus optikum. Pasien yang
menjalani pemeriksaan funduskopi perlu diteteskan midriatikum
(dengan syarat tekanan bola mata harus normal) untuk melebarkan
pupil sehingga pemeriksaan lebih akurat. Pemeriksaan funduskopi
secara langsu ng (direct ophthalmoscope) dilakukan di ruangan gelap.
Pasiendiminta untuk memfiksasikan pandangan ke titik yang jauh dan
pemeriksa akan menggunakan oftalmoskop yang dan pemeriksa akan
berdiri dekat dengan wajah pasien. Oftalmoskop diletakkan di mata
kanan pemeriksa untuk menilai mata kanan pasien. Pertama, pemeriksa
mengarahkan cahaya ke pupil pasien pada jarak kurang lebih 0,5
meter hingga didapat refleks fundus (red reflex) yang dalam keadaan
normal berwarna merah. Refleks fundus tidak terlihat menandakan

402
Pemeriksaan Mata Dasar Sebagai penapis penyakit Sistemik

kekeruhan akibat perdarahan atau jaringan fibrosis di bagian posterior


bola mata. Kekeruhan rensa akibat katarak tampak sebagaiwarna
hitam
pada refleks fundus. pemeriksa kemudian mendekati
mata pasien
untuk dapat memeriksa pembuluh darah, retina, dan diskus optikum.
Diskus optikum normal berbentuk bulat, berwarna merah jambu,
dan
berbatas tegas. Selanjutnya, pemeriksa.men ilai cu p_to_ d isc (CD)
ratio
yang dalam keadaan normal berkisar antara 0,3 _ 0,4.
Setiap kuadran
retina dinilai apakah ada perdarahan, eksudat, sikatriks, atau
abrasio
dengan cara meminta pasien untuk melihat ke empat arah (atas,
bawah, medial, lateral). Terakhiri pasien diminta untuk mengarahkan
pandangan ke cahaya oftalmoskop untuk menilai makula
lutea. Makula
lutea normal berbentuk bulat dan berwarna kuning.
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik progresif yang
ditandai
dengan komplikasi makro- dan mikroangiopati. Mikroangiopati pada
organ mata mengakibatkan retinopati diabetik yang dibagi
menjadi
retinopati non-proliferatif, pre-proriferatif, dan proriferatif. Retinopati
non-proliferatif ditandai oleh mikroaneurisma (titik perdarahan
kecil
berwarna merah, awalnya ditemukan di sisi temporal fovea),
eksudat
lipid dan protein (lesi berwarna kekuningan di bagian posterior),
edema, dan perdarahan. Retinopati pre-proliferatif ditandai
dengan
gambaran soft exudotes (resi kecir berwarna putih di sekitar
pemburuh
darah retina), intraretino r m i*ovascu La r a bnormo ritieslr RMA (garis
tipis berwarna merah yang menghubungkan arteri dan vena),
vena
berdilatasi dan berrekuk-rekuk (sauso ge-tike segmentotion),
arteri
menyempit, dan perdarahan berupa titik kehitaman. Gambaran
patognomonik retinopati proriferatif adalah neovaskurarisasi.
Penyakit sistemik lain yang tersering menimbulkan kelainan pada
mata adalah hipertensi (retinopati hipertensi). Retinopati hipertensi
dibagi menjadi derajat ringan, sedang, dan berat. Retinopati hipertensi
derajat ringan menunjukkan tanda penyempitan arteriol, orteriovenous
nicking, dan opasitas dinding arteriol (copper wiring). Retinopati
hipertensi derajat sedang memberikan gambaran perdarahan (dot
btot,
flome-shoped), mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein. Gambar
retinopati hipertensi derajat berat merupakan gambaran retinopati
derajat sedang yang disertai dengan edema diskus optikum.

403
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis

Tanda penting lain yang perlu diamati adalah oklusi vena retina. Oklusi
vena retina dibedakan menjadi bronch retinol vein occlusion (BRVO)
dan central retinol vein occlusion (CRVO). Faktor risiko terjadinya oklusi
vena retina antara lain usia di atas 65 tahun, penyakit sistemik (diabetes
melitus, hipertensi, dislipidemia), peningkatan tekanan intraokular,
dan penyakit inflamasi (sarkoidosis). Pasien dengan oklusi vena retina
mengalami pandangan kabur mendadak (apabila mengenai makula)
dan metamorfosia (gangguan bentuk benda yang dilihat). Pemeriksaan
funduskopi memberikan gambaran dilatasi vena dan berliku-liku di
sisi perifer dari oklusi, perdarahan dot-blot, edema retina, dan soft
exudates.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sitompul R. Retinopati diabetik. J lndon Med Assoc.2011;61(8):337-41.


2. Benjamin L, James B. Examination of the retina and optic disc. ln: Kuhn B, Allsop
L (editors). Ophthalmology lnvestigation and Examination Techniques. 1't ed.
China: Butterworth-Heinemann. 2007 ;p.45-7.
3. James B. Testing the visual field. ln: Kuhn B, Allsop L (editors). Ophthalmology
lnvestigation and Examination Techniques. 1" ed. China: Butterworth-Heinemann.
2007; p.71-2.
4. Khooshabeh R, Benjamin L. Examination oftheorbitand ocularadnexae. ln: Kuhn
B, Allsop L (editors). Ophthalmology lnvestigation and Examination Techniques.
f i ed. China: Butterworth-Heinemann.2007;p.89-91.
5. James B. The pupils. ln: Kuhn B, Allsop L (editors). Ophthalmology lnvestigation
and Examination Techniques. 1't ed. China: Butterworth-Heinemann.2007;
p.1 23-5.
6. Wong TY, Mitchell P. Hypertensive retinopathy. N Engl J Med' 2004;351:2310-7-
7. Kanski JJ. Clinical ophthalmology: A systematic approach' 5'h ed' China:
Butterworth-Heinemann. 2003;p.439-47 ;455-64.

404

Anda mungkin juga menyukai