Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisis
Editor:
H.M.S. Markum
Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Editor: H.M.S. Markum
11,5cm x 18 cm
x + 168 halaman
ISBN 979-9401-01-1
Kata pengantar…………………………………………………………………… v
Daftar isi………………………………………………………………………… vii
Daftar gambar……………………………………………………………………. ix
WAWANCARA MEDIS
PELAKSANAAN WAWANCARA
Indikasi Medis
Kualitas Hidup
Prinsip memberi manfaat dan tidak merugikan serta
penghormatan hak untuk
menentukan pilihan
1. Bagaimana kemungkinan kembali ke kehidupan normal
dengan atau tanpa pengobatan ?
2. Kekurangan fisik, mental, atau social apa yang akan pasien
alami bila pengobatan berhasil ?
3. Apakah ada bias yang dapat mengganggu penilaian dokter atau
perawat terhadap kualitas hidup pasien ?
4. Apakah kondisi pasien saat atau yang akan dating sedemikian
rupa menyebabkan kehidupan selanjutnya menjadi tidak
menyenangkan >
5. Apakah ada rencana atau alas an untuk tidak melanjutkan
pengobatan ?
6. Apakah ada rencana untuk pengobatan paliatif ?
Gambaran Kontekstual
Prinsip kesetiaan dan keterbukaan
1. Apakah ada masalah keluarga yang dapat mempengaruhi
keputusan pengobatan ?
2. Apakah ada masalah dokter atau perawat yang dapat
mempengaruhi keputusan pengobatan ?
3. Apakah ada masalah finansial dan ekonomi ?
4. Apakah ada factor religious dan budaya ?
5. Apakah ada batas pada kerahasiaan ?
6. Apakah ada masalah dalam mengatur sumber daya ?
7. Bagaimana hokum mempengaruhi keputusan pengobatan ?
8. Apa dilibatkan dalam penelitian klinis dan proses pendidikan
?
9. Apa ada kepentingan bagi dokter perawat atau institusi ?
DAFTAR PUSTAKA
ANAMNESIS
Djoko Widodo, H.M.S. Markum
Anamnesis
(=Wawancara Medis)
Anamnesis Data
+
Pemeriksaan Jasmani Data
+
Laboratorium/Pemeriksaan Data
penunjang
Analisis data
Evaluasi
Hipotesis masalah
Tindak Lanjut
Pengkajian
Rencana
Hasil
Pengelolaan
Kesimpulan
TUJUAN ANAMNESIS
Tujuan anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh
dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data
medis organobiologis, psikososial, serta lingkungan pasien.
Berdasarkan informasi tersebut, pada akhir anamnesis kita diharapkan
mempu menyimpulkan dugaan organ/system yang diganggu,
Tujuan Anamnesis
1. Data/Informasi
- Medik Organo Biologi
- Psikososial
KETERAMPILAN ANAMNESIS
Keterampilan Anamnesis
2. Pengetahuan
-Masalah klinik Penyakit (yang sering
dijumpai) + Pemecahan
1. Struktur/Sistematika Anamnesis
JENIS ANAMNESIS
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang (didahului keluhan utama)
3. Riwayat penyakit dahulu
Anamnesis system
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosio-ekonomi-budaya
Identitas Pasien
Identitas Pasien
Data-data Penting
Pengelolaan
Lamanya
Onset/awitan timbulnya mendadak/berangsur
Apa yang kemudian terjadi
-Menetap atau periodic
-Frekuensi-kronologis/urutan waktu
-Bertambah buruk/baik
Faktor pencetus
-Kaitan dengan aktivitas sehari-hari
-Hal yang dilakukan pasien untuk mengurangi keluhan
Gejala yang menyertai, berhubungan, atau gejala tambahan
Deskripsi keluhan
- Keluhan umum
- Keluhan penting lain
Data Penting
- Gejala sisa ?
- Kaitan dengan penyakit sekarang
- Pengaruh terhadap pengelolaan
Riwayat Keluarga
Anggota keluarga meliputi kakek, nenek, ayah, ibu, saudara laki-
laki, saudara perempuan, dan anak-anak pasien. Tanyakan tentang umur
dan keadaan kesehatan
masing-masing anggota keluarga bila masih hidup atau umur waktu
meninggal dan sebabnya.
Cari hal-hal yang berhubungan dengan peran hereditas atau
kontak di antara anggota keluarga yang dekat atau agak dekat, misalnya
tuberkulosis, sifilis, hemofilia, penyakit saraf dan penyakit jiwa,
neoplasma, penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit kardio-
renal-vaskular. Bila mengenai penyakit herediter (misalnya diabetes
melitus), buatlah gambar diagram untuk mencari anggota-anggota
keluarga yang memiliki penyakit yang sama.
PERTANYAAN PENUTUP
Pertanyaan seperti di bawah ini sebaiknya diajukan pada pasien
untuk menjajaki atau menduga seberapa jauh pemahaman pasien
mengenai masalah medis atau penyakitnya, serta mungkin ada hal-hal
yang belum jelas maupun yang merisaukan pasien
Apakah yang anda rasakan saat ini?
Menurut anda, apakah yang salah atau tidak normal pada diri anda?
Apakah ada pertanyaan yang ingin anda tanyakan?
Pasien Diam
Pewawancara pemula dapat menjadi tidak nyaman selama periode
diam dan merasa berkewajiban untuk melanjutkan percakapan. Pada
saat mengutarakan penyakit sekarang, pasien sering terdiam beberapa
saat untuk mengumpulkan pikiran, mengingat hal-hal penting, atau
memutuskan bisa atau tidaknya mereka mempercayai anda tentang
sesuatu.
Diam dengan perhatian pada sisi pewawancara adalah respons
terbaik saat ini, kadang diikuti dengan dorongan singkat untuk
melanjutkan percakapan. Pertanyaan halus mungkin dapat membantu,
“Anda tampak kesulitan untuk membicarakan hal ini”. Pasien yang
depresi atau dimensia mungkin telah kehilangan ekspresi spontannya,
memberi jawaban pendek untuk pertanyaan-pertanyaan, dan cepat
terdiam lagi.
Ada saatnya diamnya pasien adalah hasil dari kesalahan atau tidak
sensitifnya pewawancara. Apakah anda menanyakan terlalu banyak
pertanyaan langsung dengan urutan yang cepat? Pasien mungkin
memberikan inisiatif kepada anda dan mengambil pesan yang pasif
yang
tampaknya anda harapkan. Apakah anda menyinggung pasien,
misalnya tanda tidak setuju atau kritik?
Pasien Menangis
Setiap kemarahan, menangis adalah pertanda yang penting untuk
emosi. Jarang bisa ditekan, dan jika pasien sudah tampak berair mata,
konfrontasi lembut atau respons simpatik akan menyebabkan menangis.
Maka penerimaan adalah tepat. Tawarkan tissue, tunggu sampai tenang,
mungkin memberikan komentar yang mendukung, “Bagus kalau
dikeluarkan”. Pada konteks penerimaan seperti itu, kebanyakan pasien
akan menyesuaikan diri akan merasa lebih baik dan dapat melanjutkan
diskusi.
Pasien Depresi
Depresi dapat tersamar sebagai kelelahan, berat badan menurun,
insomnia, atau nyeri dan sakit misterius, dan depresi adalah salah satu
masalah tersering di kedokteran klinik, umumnya terabaikan.
Waspadalah terhadap itu, kenali dan selidiki manifestasinya. Yakinlah
anda bagaimana buruknya depresi tersebut. Sewaktu anda akan
mengevaluasi derajat nyeri dada, anda harus mengevaluasi derajat
depresi. Keduanya adalah mematikan. Jangan takut bahwa pertanyaan
tentang bunuh diri akan mendorong pasien untuk melakukan hal itu.
Kemampuan Membaca
Sebelum memberikan instruksi tertulis ada baiknya kita menilai
kemampuan membaca pasien. Kadang-
kadang orang yang tidak dapat membaca karena hambatan bahasa,
gangguan belajar, atau penglihatan yang buruk mau mengakuinya bila
ditanya. Bagi yang menolak kita dapat melakukan uji sederhana seolah-
olah melakukan pemeriksaan daya penglihatan dengan membaca kata
atau kalimat.
Pasien yang buta huruf sering berupaya menutupi
ketidakmampuan mereka membaca. Berikan respons yang sensitif,
ingat kemampuan membaca dan intelegensi tidak sama.
Hambatan Bahasa
Kita semua menyadari pentingnya komunikasi yang optimal. Bila
kita tidak dapat melakukannya karena hambatan bahasa, carilah
penerjemah. Beberapa patah kata saja tidak cukup. Penerjemah yang
ideal tentunya netral, objektif yang menguasai kedua bahasa. Bila
anggota keluarga ada yang berusaha membantu mereka biasanya akan
mengganggu arti dan juga mungkin akan menyebabkan masalah
kerahasiaan pasien pada kedua pihak.
Banyak penerjemah yang berusaha mempercepat proses
penerjemahan dengan meringkas kalimat atau pernyataann yang
panjang. Jelaskan pada penerjemah sejak awal bahwa anda
membutuhkan terjemahan dari keseluruhan untuk melakukan penilaian.
Berikan pertanyaan yang singkat dan jelas. Tugas penerjemah juga
mungkin akan lebih mudah bila kita memberikan gambaran apa yang
kita cari dari setiap bagian wawancara.
Bila tersedia kuesioner tertulis dalam dua bahasa sangat membantu
teruama untuk melakukan penilaian sistem. Sebelum menggunakannya
pastikan pasien dapat membacanya dengan bahasanya atau dapat
dibantu dalam kuesionernya.
Gangguan Pendengaran
Berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan
pendengaran yang berat hampir serupa masalahnya dengan hambatan
bahasa. Pertanyaan tertulis akan sangat membantu, walau sangat
memakan wantu, namun mungkin hanya inilah jalan keluar satu-
satunya. Bila pasien menguasai bahasa isyarat, maka carilah
penerjemah yang sesuai. Bila pasien menderita gangguan pendengaran
sebagian atau dapat membaca gerak bibir, maka berhadapanlah
dengannya, dan upayakan cahaya cukup baik. Bicaralah secara perlahan
dan alun suara yang relatif datar. Jangan mengubah suara pada akhir
kalimat atau mengubah bentuk mulut, dan upayakan gerakan untuk
mendukung kata-kata anda.
Bila pasien memiliki ‘pendengaran’ yang baik, ia akan mengubah
duduknya untuk memanfaatkan hal tersebut. Pasien yang memakai alat
bantu dengar tentunya harus tetap memakainya dan pastikan alat
tersebut berfungsi dengan baik. Demikian pula pasien yang memakai
kacamata juga harus memakainya. Selalu berikan instruksi tertulis di
samping lisan.
Pasien Buta
Bila berbicara dengan pasien buta, harus hati-hati untuk
memperkenalkan siapa anda dan kenapa anda ada di sini. Pegang tangan
pasien untuk menolongnya agar kontak menjadi lebih mantap dan
pasien mengetahui di mana kita berada. Bila ruangan tidak familiar
untuk pasien, beri gambaran orientasi ruangan dan terangkan apa yang
ada di sana dan juga bila ada orang lain. Ingat untuk menjawab pasien
bila ditanya dan jangan dengan nada suara meninggi untuk hal-hal yang
tidak perlu.
Pasien Fatal
Bila komunikasi dengan pasien fatal atau yang akan meninggal,
kita akan mengalami problem dalam diri sendiri. Menurut Kubler Ross
ada 5 tingkat untuk mendeskripsi respons pasien yang diancam
kematian, yaitu
1. memungkiri dan isolasi,
2. kemarahan,
3. menawar,
4. depresi dan sedih, serta
5. menerima.
Hati-hati terhadap perasaan pasien, tolong mereka dalam
mengemukakan pendapat. Beri pasien kesempatan untuk bicara, jangan
merasa putus asa. Untuk komunikasi yang baik, kita harus mengenal
pasien dan itu merupakan proses menolong.
BERBICARA DENGAN KELUARGA/TEMAN
Beberapa pasien tidak dapat menceritakan riwayat perjalanan
penyakitnya, dan beberapa pasien lain dapat menjelaskan sebagian
riwayat penyakitnya. Dalam hal ini, kita harus dapat menemukan orang
ketiga yang dapat menjelaskan riwayat penyakit yang berguna sebagai
informasi.
Suami/istri dapat menerangkan hambatan-hambatan di mana
pasien tidak mau menerangkan seperti keadaan depresi dan kebiasaan
minum. Bila diketemukan hal-hal tersebut di atas, selalu mencari
kesempatan dari orang-orang selain pasien untuk keterangan penyakit
tersebut. Bila dapat data dari orang ketiga, sebaiknya disetujui oleh
pasien, dan yakinkah itu akan dipegang secara rahasia.
Prinsip dasar untuk mewawancarai adalah cari tempat private atau
pribadi, bersandar pada dinding bukanlah hal yang baik untuk
berkomunikasi. Perkenalkan diri anda, keinginan, dan bagaimana
persasaan pasien dalam keadaan tersebut. Bila kita mendengar derita
mereka kita harus siap untuk mengetahui hubungan dengan pasien
karena akan mempengaruhi kredibilitas atau memberi kita ide dalam
menolong pasien. Kadang-kadang keluarga atau teman meminta untuk
menemani pasien, bila dapat atas persetujuan pasien dan dalam hal di
mana pasien tidak dapat memberi penjelasan, keterangan orang lain
sangatlah berguna. Berilah pasien rasa tenang dan aman dalam
mengemukakan pendapatnya dan secara rahasia.
Bila mungkin membagi wawancara dalam 2 bagian,
yaitu dengan pasien sendiri dan pasien dengan orang kedua. Setiap
bagian mempunyai nilai sendiri.
Pengumpulan data/keluhan (+
deskripsi)
Hipotesis : Klinis
Masalah : Gangguan organ/sistem
Deskripsi keluhan
Keluhan Utama
Muntah dan buang air besar darah hitam sejak 3 jam sebelum masuk
perawatan.
Sejak 1 tahun yang lalu pasien sering mengeluh perut membesar, mual
dan kembung. Bila makan yang pedas pasien mengeluh begah di perut.
Pasien berobat ke dokter dan dikatakan sakit radang hati dan mendapat
obat yang menimbulkan sering buang air kecil. Selama ini penyakit
pasien dapat dikontrol dengan obat-obat dokter tersebut. Sejak 1 bulan
yang lalu keluhan mual dan kembung makin menghebat dan tidak
mempan dengan obat-obat selama ini. Bahkan pasien mengeluh
kadang-kadang mutah dan nafsu makan turun. Pasien pindah berobat ke
dokter lain dan dapat obat tablet hijau dan putih, akan tetapi keluhannya
masih tetap saja.
Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluh sakit kepala dan badan
pegal-pegal. Sakit kepalanya berdenyut-denyut di seluruh kepala,
serasa hampir pingsan. Pasien makan obat-obat warung penghilang rasa
sakit termasuk jamu pegal linu atau puyer cap macan.
Sakitnya berkurang dengan obat-obat tersebut. Kurang lebih 3 jam
sebelum dirawat pasien muntah dan buang air besar darah hitam.
Muntah kurang lebih 2 gelas air minum. Pasien merasa sangat lemah
dan oleh keluarganya dibawa ke gawat darurat RSUPNCM.
Ayah pasien sakit hati kronik sejak umur 30 tahun dan masih
berobat ke dokter puskesmas samapi sekarang. Ibu sudah meninggal
pada umur 70 tahun karena penyakit kencing manis yang berat .
Anamnesis Sistem
BENTUK BADAN
Bentuk yang abnormal dapat dijumpai misalnya pada:
1. Akromegali: bentuk tubuh sebagai akibat hiperfungsi kelenjar
pituitari anterior setelah tertutupnya epifisis. Kepala tampak lebih
besar dari biasanya, hidung, dagu serta rahang bawah membesar dan
menonjol demikian rupa, sehingga gigi-gigi rahang atas dan bawah
tidak dapat saling bertemu.
2. Berbagai keadaan salah bentuk (malformation) misalnya bibir
sumbing, paralisis saraf muka.
3. Kelainan bentuj tulag belakang, yaitu berupa:
Kifosis: lengkung tulang belakang ke arah belakang yang
abnormal; pada tuberkulosis tulang, penyakit Paget.
Lordosis: tulang belakang ke arah depan yang abnormal; pada
tuberkulosis tulang pinggul.
Skoliosis: lengkung tulang belakan ke arah lateral yang abnormal;
pada poliomielitis.
HABITUS
Astenikus: bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung,
angulus costae, otot-otot tak bertumbuh dengan baik.
Atletikus: bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu terangkat ke
atas, dada penuh, perut rata, lengkung tulang belakang dalam batas
normal.
Piknikus: bentuk tubuh yang cenderung bulat, penuh dengan
penimbunan jaringan lemak subkutan.
CARA BERJALAN
Pada beberapa penyakit tulang, sendi atau saraf, cara berjalan
dapat memberi petunjuk-petunjuk yang berharga, misalnya pasien
hemiplegia biasanya mengangkat kaki yang lumpuh dalam gerakan
setengah lingkaran sewaktu ia berjalan.
Lengan yang lumpuh biasanya dalam keadaan kaku dan sedikit
fleksi bila dibandingkan dengan yang sehat.
KEADAAN GIZI
Penilaian keadaan gizi dpat berupa normal, gemuk atau kurus.
Hal ini dinilai dengan mengukur tinggi serta berat badan. Nilai normal
berkisar ± 10% dari 90% x (tinggi badan cm-100) x 1 kg.
Untuk menentukan status gizi dapat pula dipakai indeks masa
tubuh. Indeks Masa Tubuh (IMT) dihitung dengan rumus IMT= BB(kg)
/TB2 (m2). Klasifikasi IMT (kg/m2):
BB kurang < 18,5
BB normal 18,5 – 22,9
BB lebih ≥ 23,0
dengan resiko 23,0 – 24,9
obes I 25,0 – 29,9
obes II ≥ 30
Catatan: BB=berat badan, TB=tinggi badan.
Kakeksia adalah keadaan kurus yang sangat, dapat dijumpai
pada penyakit-penyakit lama dan berat, mislanya tuberkulosis,
keganasan.
PEMERIKSAAN NADI
Pemeriksaan nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis
kanan dan kiri didekat pergelangan tangan. Palpasi dilakukan dengan 2
atau 3 jari. Bila perlu dilakukan juga di tempat-tempat dimana arteri
berjalan di permukaan, misalnya arteri femoralis di fosa inguinalis,
arteri dorsalis pedis di dorsum pedis. Yang harus diperhatikan pada nadi
adalah:
1. Frekuensi denyut nadi per menit
Takikardia (pulsus frequent): frekuensi nadi di atas 100 kali
permenit
Bradikardia (pulsus rasus): frekuensi nadi di bawah 60 kali per
menit.
Sebaiknya pemeriksaan nadi dilakukan setelah orang istirahat 5-10
menit. Dalam keadaan latihan jasmani atau pada keadaan suhu
badan yang tinggi (febris) nadi menjadi cepat. Pada keadaan
hipertoni parasimpatis
Terjadi bradikardia. Keadaan dimana kenaikan suhu tidak sesuai
dengan kenaikan kecepatan nadi disebut bradikardia relatif,
misalnya pada demam tifoid.
2. Irama denyut nadi
Ditentukan teratur (regular) atau tidak teratur (iregular). Nadi di
bawah 50 kali per menit kadang-kadang disebabkan kelainan
hantaran rangsang pada jantung. Bila tidak teratur, menunjukkan
beberapa kemungkinan antara lain:
Sinus aritmia: keadaan normal dimana pada inspirasi denyut nadi
lebih cepat daripada saat ekspirasi.
Esktrasistolik: keadaan dimana terdapat sekali-sekali denyut nadi
yang datang lebih cepat (prematur) dan disusul dengan suatu
istirahat yang lebih panjag. Kadang-kadang denyut prematur itu
tidak teraba pada arteri radialis, teraba seolah-olah denyut nadi
terhenti sesaat.
Fibrilasi atrial: keadaan dimana denyut nadi sama sekali tidak
teratur (tidak ada irama dasar). Dalam keadaan ini harus dihitung
denyut jantung dan dibandingkan dengan frekuensi nadi dan
biasanya frekuensi nadi lebih rendah sehingga terdapat pulsus
efisit.
Blok atrioventrikular: keadaan dimana tidak semua rangsang
dari nodus SA diteruskan ke ventrikel sehingga saat itu ventrikel
tidak berkontraksi. Dalam keadaan ini biasanya terdapat
bradikardia.
3. Besarnya pengisian nadi
Pulfus parvus: nadi dengan isi kecil
Pulsus parvus: nadi dengan isi besar
Juga harus diperhatikan persamaan dengan nadi-nadi yang
berikutnya, bila tetap sama disebut ekual dan bila pengisian nadi
tidak sama disebut unekual. Harus pula dibandingkan dengan denyut
nadi kanan dan nadi kiri. Perbedaan isi denyut nadi kanan dan kiri
terdapat misalnya pada aneurisma arkus aorta pada koarktasio aorta.
4. Kualitas nadi: tergantung dari tekanan nadi.
Pulsus celer (abrupt pulse): bila tekanan nadi (selisih antara
tekanan sistolik dan tekanan diastolik) cukup besar akan
menimbulkan
Pulsus dartus (plateau pulse): bila selisih itu kecil akan
menimbulkan
Pada pulsus celer pengisian dan pengosongan denyut nadi teraba
mendadak, sedangkan pada pulsus tardus terjadi sebaliknya.
5. Tegangan nadi: tergantung dari kondisi arteri radialis dan tekanan
darah arteri radialis. Arteri radialis yang sklerosis dan menebal teraba
lebih keras dan kaku. Kadang-kadang juga bila tekanan darah
menjadi tinggi, arteri radialis teraba lebih tegang.
TEKANAN DARAH
Cara mengukur:
Beda antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi (pulse
pressure). Jika ditemukan hipertensi (tekanan sistolik lebih dari 160
mmHg atau diastolik lebih dari 90 mmHg), harus diukur juga tekanan
darah pada semua ekstremitas.
Warna
Lesi Sekunder
Skuama: eksfolisasi epidermis/mengelupasnya epidermis, misalnya
pada psoriasis, tinea versikolor.
Ekskoriasi: lapisan epidermis yang lecet karena trauma mekanik,
misalnya karena digaruk atau dicakar.
Fisura: celah yang memanjang ke dalam epidermis, kadang sampai
di korium, karena luka-luka atau penyakit.
Krusta: timbunan serum, pus atau darah yang mengering, kadang-
kadang bercampur jaringan epitel atau debris.
Sikatriks: pembentukan jaringan ikat baru, sebagai pengganti
kerusakan jaringan korium (atau lebih dalam lagi), akibat suatu luka
atau penyakit atau bekas operasi. Jaringan parut yang berlebihan
pertumbuhannya disebut keloid.
Ulkus: luka yang menembus epidermis korium, biasanya disertai
nekrosis, bervariasi dalam bentuk serta dalamnya luka.
Perubahan Lokal
Angioma: tumor yang terjadi dari sistem pembuluh, bila asalnya
pembuluh darah disebut hemangioma; bila asalnya pembuluh
limpa disebut; limfangioma.
Nevi: pertumbuhan yang sifatnya kongenital, merupakan tanda
lahir.
Spider nevi: bercak merah kecil, merupakan pembuluh-
pembuluh darah yang kecil mempunyai pusat dengan cabang-
cabangnya yang tersebar dari pusat. Biasanya dijumpai pada
penyakit hati, misalnya sirosis hati.
Striae: garis putih kemerahan dari daerah yang atrofi, dikelilingi
oleh kulit yang normal. Dijumpai pada wanita hamil, gemuk, atau
pada sindrom Cushing Jaringan parut (sikatriks pada
eflorosensi).
DAFTAR PUSTAKA
MATA
Kelopak
Ptosis: kelopak mata tampak jatuh, fissura palpebrae
menyempit. Terlihat seperti bengkak muka pada penyakit
ginjal. Terjadi karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang
disarafi saraf otak III.
Xantelasma : bercak kekuningan pada kulit kelopak Dihubungkan
dengan peninggian kadar antelasıma: bercak kekuningan pada kulit kel
lemak dalam darah.
Blefaritis : radang pada kelopak mata
Edema : kelopak mata membengkak, kada kadang mata hampir
tertutup.
Perdarahan : akibat trauma dan sebagainya
Konjungtivita
Pinguekula: bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat,
berjalan pada kedua sisi kornea. Biasanya pada hiperlipidemia
Fliten : nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu agak
kuning, pada beberapa bagian konjungtiva dan kornea
Bercak Bitot : bercak segitiga pada kedua sisi kornea. warna
pucat keabu-abuan, berisi epitel yang kasar dan kering kadang-
kadang juga mikroor ganisme. Didapatkan pada avitaminosis A.
Radang : ditandai dengan adanya warna merah mengeluarkan
air mata dan kadang-kadang sekret mukopurulen.
Anemia : warna pucat, kadang-kadang amat pucat pada anemia
berat.
Kornea:
Xeroftalmia : keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea
menjadi kering, kesannya menjadi lunak.
Arkus (anulus) : garis lengkung putih keabu-abuan yang
melingkari kornea. Biasanya terdapat pada usia tua (arkus
senilis)
Ulkus : terdapat perselubungan seperti awan disertai tanda-tanda
radang. Pasien biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat
cahaya terang.
Lensa :
Kátarak : lensa yang keruh seperti awan, Dijumpai pada orang
tua dan pasien diabetes melitus
Sklera: diperiksa ikterus tidaknya.
Lapangan penglihatan :
Hemianopsia : penyempitan lapangan penglihatan Misalnya
tidak bisa melihat separuh bagian sebelah kanan lapangan
penglihatan, disebut hemianopsia homonim
Skotoma : daerah yang tidak dapat dilihat pada lapangan
penglihatan
TELINGA
Bila ada keluhan tuli pada pasien, harus dibedakan ketulian akibat
gangguan hantaran atau ketulian akibat gangguan saraf. Cara
pemeriksaan memakai garpu tala (uji penala) dengan frekuensi 512 Hz
atau 1024 Hz.
Tes Rinne
Bagian luar: tulang rusak karena lues (saddle nose) kusta, atau
lupus
Septum : adakah terdapat deviasi
Selaput lendir: adakah penyumbatan, perdarahan, atau ingus
dalam lubang hidung
Langit-langit:
- Palatoskisis: celah pada garis tengah akibat kegagalan
prosesus palatum untuk saling bersatu, karenanya terdapat
hubungan yang abnormal antara hidung dengan rongga
mulut.
- Torus palatinus: benjolan pada garis tengah kadang-
kadang bisa membesar seperti tumor.
Bau pernapasan :
- Aseton: pada keadaan diabetes melitus ketoasidosis,
kelaparan (starvation)
- Amoniak: biasanya pada koma uremikum.
- Gangren: berbau makanan yang busuk, di- jumpai
misalnya pada abses paru
- Foetor hepatik: pada keadaan koma hepatik.
LEHER
Pemeriksaan leher berorientasi beberapa hal:
M. Sternokleidomastoideus
Trakea
Manubrium sterni
organ-organ arteri/vena/kelenjar yang terdapat sekitar leher,
seperti arteri karotis, vena jugularis,
kelenjar tiroid, dan kelenjar parotis.
Cara Langsung
Titik-titik pengukuran:
INSPEKSI JANTUNG
1. Bentuk dada:
2. Pulasi
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak
dengan mudah pulsasi yang disebut iktus kordis pada ruang sela
iga 5, biasanya tampak di sela iga sedikit sebelah medial garis
midklavikula kiri, sesuai dengan letak apeks kordis. Daerah pulsasi
mempunyai diameter ± 2 cm, dengan punctum maximum di
tengah-tengah daerah tersebut.
Pulsasi terjadi kurang lebih bersamaan dengan denyut sistolik
pada arteri karotis yang dapat diraba di bagian bawah leher. Iktus
kordis terjadi karena kontraksi ventrikel pada waktu sistolik yang
disertai putaran ke arah depan dan sedikit medial. Jika iktus kordis
tersebut letaknya menggeser ke kiri dan tampaknya lebih melebar,
maka dapat diduga adanya pembesaran ventrikel kiri ke lateral.
Bila pada iktus kordis, saat sistolik terjadi retraksi ke dalam dan
pada waktu diastolik terjadi pulsasi ke luar, maka keadaan ini
disebut iktus kordis negatif, terjadi pada pericarditis adhesiva.
Kadang-kadang di bagian lain daerah prekordial pada orang yang
kurus terlihat retraksi sistolik yaitu terdapat retraksi
sela iga yang sesuai dengan sistolik jantung. Keadaan ini disebabkan
letak jantung yang sangat berdekatan dengan dinding toraks, sehingga
pada sistolik ventrikel kanan menguncup sambil mengadakan putaran
ke dalam. Hal ini akan menarik sebagian dinding toraks di daerah
prekordium.
Bila terdapat pelebaran aorta torakalis dalam rongga dada
(aneurisma aorta) maka akan tampak pulsasi di bagian lain dinding
toraks yang biasanya terdapat di kiri atau kanan bagian atas sternum.
Kadang-kadang tampak juga adanya pulsasi di manubrium
sterni. Pulsasi yang kuat di daerah sela iga 3 kiri dapat disebabkan oleh
dilatasi arteri pulmonalis, misalnya pada ductus botalli persistent atau
aneurisma arteri pulmonalis. Adanya pulsasi yang kuat di daerah lekuk
suprasternum mungkin disebabkan kuatnya denyut aorta atau meninggi
tekanan nadi dalamnya aorta. Pada keadaan hipertrofi ventrikel kanan,
tampak pulsasi yang kuat pada sela iga 4 di garis sternum atau di daerah
epigastrium.
Tanda Broadbent menggambarkan adanya retraksi sistolik
pada beberapa sela iga terbawah dan dapat dilihat di bagian samping
dan belakang dinding toraks sampai sekitar sela iga 11 pada garis
aksilaris posterior dan kadang-kadang disertai oleh retraksi sistolik dari
ujung sternum. Keadaan ini terdapat pada perikarditis adhesiva di mana
terjadi perlekatan perikarditis dengan jaringan sekitarnya. Hal yang
sama terlihat juga pada hipertrofi jantung tanpa perlekatan.
Pada stenosis ismus aorta, terdapat peninggian tekanan
darah dalam arteri interkostalis, sehingga terjadi pelebaran dari arteri-
arteri tersebut, dan kadang-kadang dapat dilihat pulsasi arteri
interkostalis pada dinding toraks, terutama dapat terlihat di daerah
punggung. Keadaan ini dapat juga terjadi pada koarktasio yang berat,
di mana terlihat juga adanya pulsasi pada leher bawah dekat skapula.
PALPASI JANTUNG
AUSKULTASI JANTUNG
BUNYI JANTUNG
Beberapa hal pada bunyi jantung (BJ) yang harus diperhatikan adalah:
Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Menentukan BJ I dan BJ II
Ada tidaknya BJ III dan BJ IV
Intensitas dan kualitas bunyi
Irama dan prekuensi BJ
Bunyi-bunyi jantung yang lain yang menyertai BJ utama
(unusual heart sound).
Lokalisasi
Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional):
1. Pada iktus kordis untuk bunyi jantung 1 yang berasal dari katup
mitral.
2. Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk BJ yang berasal
dari katup pulmonal.
3. Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk BJ yang berasal
dari katup aorta.
4. Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau
pada bagian ujung sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup trikuspidal.
Gambar 5.3. Daerah Katup Jantung
Fase sistolik adalah fase antara bunyi jantung pertama dan bunyi
jantung kedua, di mana terjadi pemompaan
Bising Jantung
Bising jantung (cardiac murmur) terjadi karena getaran-getaran
dalam jantung atau dalam pembuluh-pembulu darah besar dekat
jantung akibat aliran darah yang melalui
suatu penyempitan atau akibat aliran darah balik yang abnormal
(regurgitasi).
Dalam pemeriksaan bising jantung harus diperhatikan:
Fase di mana bising itu terjadi dan saat bising tersebut,
Intensitas dan nada bising
Bentuk (tipe) bising serta lama dan saatnya bising,
Lokasi bising dengan punctum maximum-nya serta arah penjalaran
bising (punctum maximum) adalah tempat di mana bisisng itu
terdengar lebih keras,
Apakah bising yang terdengar berubah-ubah menurut posisi badan
atau pernapasan.
Gesekan Perikardium
Gesekan perikardium (pericardial friction rub) adalah bunyi yang
timbul akibat gesekan dari perikardium viseral dan perikardium parietal
yang masing-masing menebal dan permukaannya menjadi kasar akibat
proses peradangan pada perikarditis. Gesekan perikardium terdengar
sebagai bunyi gesekan (rasping), yang mungkin terdengar pada fase
sistolik dan diastolik, kadang-kadang hanya fase diastolik saja. Bunyi
kadang-kadang hanya terdengar pada satu waktu tertentu dan kemudian
hilang lagi.
Bising Kardio-Pulmonal
Bising kardiopulmonal adalah bising yang timbul sebagai akibat
dari luar jantung (extra-cardiac), terjadi
akibat dari aliran udara ke dalam bagian paru-paru yang mengembang
bila terjadi kontraksi ventrikel. Bising ini terdengar jelas pada waktu
inspirasi, dan tiak menunjukkan kelainan jantung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Supartondo, Sulaiman A, Abdurrachman N, Hadiarto,
Hendarwanto. Jantung. Dalam: Sukaton U, editor. Petunjuk tentang
riwata Penyakit dan pemeriksaan jasmani. Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 1986.h. 37-53.
2. Lumley JSP, Bouloux PMG. Clinical examination of the patient.
Edisi pertama. London: Butterworsh; 1994.h. 66-91.
3. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A guide to physical
examination and history taking. Edisi keenam. Philadelphia: JB
Lippincott; 1995.h. 123-30.
BAB VI
PEMERIKSAAN FISIS BARU
Asril Bahar, Aryanto Suwondo
Sesak Napas
Sesak napas sebagai perasaan sukar bernapas, perasaan sulit
mendapatkan udara pernapasan segar atau perasaan napas yang pendek.
Tanda-tanda obyektif (patologis) sesak napas ini dikenal sebagai
dispnea.
Selain sesak napas terdapat juga napas pendek yang berarti pernapasa
yang cepat. Variasi dipsnea adalah :
takipnea: napas yang cepat
hiperpnea: napas yang dalam
Gambar 6.1. Kelainan frekuensi dan kedalaman napas
Batuk
Batuk bisa berarti suatu keadaan normal atau abnormal. Contoh
keadaan normal misalnya batuk-batuk saat makan karena yang
bersangkutan tetap bicara sewaktu mengunyah/menelan makanan.
Jadi batuk merupakan usaha pembersihan saluran trakeobronkial,
bila usaha pembersihan (clearance) mukosilier tidak berhasil. Reseptor
iritasi untuk batuk ini terletak di laring, trakea, dan bronkus besar.
Keadaan batuk dilihat juga dengan adanya sputum yang produktif
(batuk berdahak) atau tidak produktif (batu kering).
Penyakit-penyakit yang menyebabkan batuk
1. Iritasi jalan napas
Terisap : asap, debu, dll.
Aspirasi : cairan lambung, sekret mulut, benda asing.
Post-nasal drip.
2. Penyakit jalan napas: infeksi saluran napas atas, bronkitis
akut/kronik, bronkiektasis, neoplasma,
kompresi eksternal (oleh kelenjar getah bening,tumor), asma
bronkial.
3. Penyakit parenkim paru: pneumonia, abses paru, penyakit
intestisial paru.
4. Gagal jantung
5. Drug induced (efek samping obat): penghambat ACE.
Hemoptosis
Hemoptosis berarti membatukkan darah dari jalan napas. Asal
darah bisa dari paru-paru atau nasofaring, mulut, saluran pencernaan
atas.
Penyakit paru yang menyebabkan hemoptosis :
1. Penyakit jalan napas: bronkitis akut/kronik, bronkiektasis,
karsinoma bronkus
2. Penyakit parenkim paru: tuberkulosis, abses paru, pneumonia,
misetoma (fungus ball), dll
3. Penyakit vaskular: emboli paru, hipertensi pulmonal
4. Lain-lain: gangguan koakulasi, endometriosis paru.
Yang terbanyak menyebabkan heoptosis adalah penyakit jalan napas.
Nyeri Dada
Nyeri dada tidak selalu menunjukkan adanya penyakit pada paru
karena jaringan paru bebas dari syaraf nyeri sensorik. Bila terdapat
nyeri dada, maka ini berarti adanya proses di pleura parietal, diafragma,
atau mediastinum.
Nyeri pleuro-parietal dan nyeri diafragma lebih terasaa pada waktu
inspirasi.
Nyeri diafragma penjalarannya sampai ke daerah bahu. Nyeri dada
karena radang pleura banyak terdapat pada penyakit pneumonia, emboli
paru.
Keluhan-keluhan tersebut mencerminkan suatu gejala penyakit
paru seperti: asma bronkial, bronkitis (akut/kronik), emfisema paru,
pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, efusi pleura, pneumotoraks,
kanker paru, dan lain-lain.
Kelainan bentuk :
Kifosis: melengkungnya (lordosis) kurvatura vertebra pada
posisi anterior posterior, secara berlebihan dari normal.
Kelainan ini terlihat pada pemeriksaan dari samping.
Skoliosis: melengkungnya kurvatura vertebra ke lateral.
Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari belakang.
Pectus excavatum: dada dengan tulang sternum yang
mencekung ke dalam.
Gambar 6.2. Berbagai Bentuk Dada
PALPASI
Pada pemeriksaan palpasi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Palpasi dalam keadaan statis.
Mula-mula daerah leher diperiksa dengan jadi tangan untuk
menentukan hal-hal berikut.
Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula
(pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke
daerah submandibula dan kedua aksila). Adanya pembesaran
kelenjar getah bening (limfadenopati) menunjukkan
terdapatnya
Gambar 6.5. Segitiga Garland dan segitiga Grocco
PERKUSI
Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah ke dinding lain,
dengan sendi pergelangan tangan sebagai penggerak. Jangan
menggunakan poros siku, oleh karena ini akan memberikan ketokan
yang tidak seragam. Sifat-sifat ketokan, selain didengar, juga harus
dirasakan oleh jari-jari. Perkusi dada dilakukan secara beraturan dari
dada kiri ke kanan dan ke bawah (zig-zag) sehingga sampai ke batas
dada bawah dengan perut. Kemudian dibuat perbandingan dari perkusi
tiap-tiap sisi paru tersebut. Bunyi perkusi pada batas paru hati lebih
jelas terdengar dari pada bunyi perkusi pada batas paru-lambung. Batas
paru hati ini kadang-kadang sulit didengar dari perkusi. Untuk lebih
jelas perbedaan bunyinya pasien diminta
Gambar 6.8. Bunyi Napas Tambahan
DAFTAR PUSTAKA
1. Supartondo, Sulaiman A, Abdurrachman N, Hadiarto, Hendarwanto.
Paru-paru. Dalam: Sukaton U, editor. Petunjuk tentang riwayat
penyakit dan pemeriksaan jasmani. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 1986.h. 25-35.
2. Lumley JSP, Bouloux PMG. Clinical examination of the patient.
Edisi pertma. London: Butterworsh; 199492-107.
3. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A guide to physical
examination and history taking. Edii keenam. Philadelphia: JB
Lippincott; 1995.h. 221-52.
4. Brewis RAL. Lecture notes on respiratory system. Edisi ketiga.
Blackwell Scientific Publications; 1986.h. 4-59.
5. Seymour Ca, Siklos P. Clinical clerking, a short introduction to
clinical skills. Cambridge University Company Press; 1964.h. 98-
106.
6. Weinberger SE. Principles of pulmonary medicine. Philadelphia:
WB Saunders: 1992.h. 21-9.
BAB VII
PEMERIKSAAN FISIS ABDOMEN
Dharmika Djojoningrat, H.A. Aziz Rani, Daldiyono H.
PEMBAGIAN REGIONAL
Ada berbagai cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa
region:
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui
umbilicus. Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi menjadi atas 4
daerah atau lazim disebut sebagai berikut
a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kiri bawah
d. Kuadrat kanan bawah
Kepentingan pembagian ini adalah untuk menyederhanakan penulisan
laporan misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan
yang mencakup daerah yang cukup luas.
2. Pembagian yang lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik dua
garis sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu yang
menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang
menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).
a. Garis medium
b. Antara SIAS kanan dan garis median
c. Antara SIAS kiri dan garis median
d. Pinggir pinggang abdomen kanan
e. Pinggir dinding abdomen kiri
f. Antara 2 titik paling bawah arkus kosta
g. Antara SIAS kanan dan kiri
Kepentingan pembagian yang lebih rinci tersebut adalah bila kita meminta
kepastian untuk menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan
deskripsi penjualan rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk
membuat peta lokasi rasa nyeri beserta perjalanannya, sebab sudah diketahui
karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ
intraabdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik.
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah
disepakati.
1. Titik Mc Burney: titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak
pada 1/3 lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilikus. Titik
Mc Burney tersebut dianggap lokasi apendiks yang akan terasa nyeri tekan bila
terdapat apendisitis.
2. Garis Schuffner: garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri
dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang
merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran
limpa.
PEMERIKSAAN ABDOMEN
Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Keempat tahap tersebut sama pentingnya untuk dilakukan dengan
seksama, meskipun informasi paling banyak didapat dengan palpasi dan perkusi.
INSPEKSI
Inspeksi abdomen adalah melihat perut baik perut bagian depan maupun
bagian belakang (pinggang). Inspeksi lakukan dengan penerangan yang cukup.
Informasi yang perlu didapatkan adalah:
1. Simetris
2. Bentuk atau kontur
3. Ukuran
4. Kondisi dinding perut
kelainan kulit
Vena
Umbilikus
Striae alba
5. Pergerakan dinding perut
Simetris
Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang.
Adanya tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk
perut tidak simetris. Pergerakan dinding perut akibat peristaltic
dalam keadaan normal atau fisiologis tidak terlihat. Bila terlihat adanya gerakan
peristaltik usus dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai
akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi atau
hiperperistaltik sementara akibat skibala.
Perlu diperhatikan sikatriks akibat operasi pada kulit, atau akibat operasi atau
luka tusuk. Pada tempat insisi operasi sering terdapat hernia insisialis. Kadang-
kadang hernia insisialis begitu besar dan menonjol sampai terlihat peristaltik
usus.
Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah
kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites, dan terdapat
juga pada sindrom Cushing. Pulsasi Arteri pada dinding perut terlihat pada pasien
aneurisme aorta atau kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat
pulsasi pada epigastrium pada pasien insufisiensi katup trikuspidalis
Pelebaran Vena
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus
disebut kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banti.
Pelebaran vena akibat obstuksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran vena
dari daerah inguinal ke umbilikus, sedangkan akibat obstruksi vena kava superior
aliran vena ke distal. Pada keadaan normal, aliran vena dinding perut diatas
umbilikus ke kranial sedang di bawah umbilikus alirannya ke distal. Pada
umumnya mudah sekali menentukan aliran vena dinding perut diatas umbilikus
ke kranial.
PALPASI
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan
dalam rongga abdomen. Perlu ditekankan di sini bahwa palpasi merupakan
lanjutan dari anamnesis dan inspeksi. Perlu sekali diperhatikan apakah pasien ada
keluhan nyeri atau rasa tidak enak pada daerah abdomen.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan palpasi:
1. Beritahukan bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut
2. Minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat
penekanan tersebut. Bila mungkin tanyalah seperti apa nyarinya apakah
ringan, sedang, atau berat/nyeri sekali, apakah nyeri seperti dicubit atau
seperti ditusuk jarum atau nyeri seperti kena pukul
3. Perhatikan mimik pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan reaksi
dinding perut. Pada pasien
yang sensitif (geli) akan timbul ketegangan pada dinding perut dengan
mimik pasien menahan tawa
4. Bila hal ini terjadi palpasi dilakukan dengan halus dan pelan, serta pasien
memperhatikan/memandang ke langit-langit, hindarkan pasien melihat
perutnya sendiri pada waktu dilakukan palpasi, bila perlu kaki ditekuk
sedikit sejak awal palpasi
5. Palpasi dilakukan secara sistematis dan sedapat mungkin seluruh dinding
perut terpalpasi. Sering terjadi daerah tengah dilupakan pada palpasi
sehingga aneurisma atau tumor di daerah tersebut tidak terdeteksi
6. Ingatlah akan lokasi nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sehingga kita
akan lebih hati-hati dalam melakukan palpasi
7. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan (superfisial) dan
palpasi dalam (deep palpation)
8. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dengan dua tangan
(bimanual) terutama pada pasien gemuk
9. Biasakanlah palpasi yang seksama meskipun tidak ada keluhan yang
bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal
10. Pasien dalam posisi supine/terlentang dengan bantal secukupnya, kecuali
bila pasien sesak napas. Pemeriksaan berdiri pada sebelah kanan pasien,
kecuali pada dokter yang kidal (left handed)
Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya pekenanan dilakukan
oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari. Sistematika
palpasi dilakukan seperti terlihat pada gambar dengan catatan hati-hati pada
daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien.
Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi
sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. Perhatikan data yang
didapat dengan palpasi superfisial tersebut.
Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri
yang tidak didapatkan pada palpasi
superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada palpasi
superfisial dan yang terpenting adalah untuk palpasi organ secara spesifik
misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam juga penting pada pasien yang
gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.
PERKUSI
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tak langung, sama seperti pada
perkusi di rongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan
yang lebih perlahan.
Perkusi abdomen mempunyai beberapa tujuan:
1. Untuk konfirmasi pembesran hati dan limpa,
2. Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok,
3. Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat.
Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga
abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara
perkusi abdomen adalah timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah
pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani
di seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara bebas di
dalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi di
atas dinding perut mungkin timpani dan disampingnya pekak. Dengan
memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shiffting
dullnes). Pemeriksaan shiffting dullnes sangat patognomonis dan lebih dapat
dipercaya daripada memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu keadaan yang
disebut fenomena papan catur (chessboard phenomen) dimana pada perkusi
dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah, sering
ditemukan pada pasien peritonitis tuberkulosa.
AUSKULTASI
Urutan pemeriksaan fisik yang lazim adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi, namun pada pemeriksaan fisis abdomen auskultasi sebaiknya
dilakukan lebih dahulu setelah atau bersamaan dengan inspeksi.
Auskultasi abdomen bertujuan untuk mendengarkan:
1. Suara peristaltik
2. Suara pembuluh darah
Suara Peristaltik
Suara sistolik atau diastolik atau murmur mungkin dapat didengar pada
auskultasi abdomen. Bruit Sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada
pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-
kadang disertai dengan terabanya getaran(thrill), dapat didengarkan di antara
umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intra- abdominal
kadang-kadang dapat didengar suara murmur.
CARA PEMERIKSAAN ASITES
PEMERIKSAAN HATI
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk
sudut 45-60
b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolic
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa
dengan hati pada saat inspirasi maksimal. Sinkronisasi dari berbagai jarak
tersebut memerlukan pemahaman yang seksama dan latihan serta
kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar dan elegan atau
dengan istilah lain dikerjakan secara legeartis yaitu harus rapih, tepat, seksama,
tanpa menimbulkan ketidaknyamanan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar
dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi
palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat
di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk sudut 45
dengan garis median, ujung jari terletak pada bagian lateral muskulus rektus
abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan.
Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan
dapal menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya
digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien
sedang inspirasi. Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati,
maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut
Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada
beberapa pada kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-
2 jari di bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang
suatu pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misalnya
emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran lobus kiri hati dapat
dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen kearah epigastrium. Bentuk
tepi hati yang teraba pada palpasi dapat ditelusuri mulai dari sisi lateral lengkung
iga kanan sampai dengan epigastrium, sehingga bentuk proyeksinya pada dinding
abdomen dapat digambar.
Batas hati sesuai dengan pemeriksaan perkus batas paru hati (normal pada :
ela iga 6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya emfisema paru, batas ini
akan lebih rendah sehingga besar hati yang normal dapat teraba tepinya pada
waktu palpasi. Perkusi batas atas dan batas bawah hati (perubahan suara dari
redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya pengecilan hati (misalnya pada
sirosis hati).
Suara bruits dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor yang besar.
LIMPA
Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan
normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri,
melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga
bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati
umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran
limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang dimulai dari
titik dilengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai di spina
iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian
yang sama
Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffier (S-1 sampai
dengan S-VIII) ?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena pada
hipertensi portal) atau keras seperti pada malaria?
Untuk meyakinkan bahwa yang reraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba
insisuranya.
GINJAL
Adanya akumulasi gas pada saluran cerna dapat terlihat dalam bentuk perut
yang membuncit di mana pada perkusi terdengar timpani. Kolon yang terisi feses
pada dapat teraba pada palpasi. Yang relatif mudah teraba pada palpasi adalah
kolon asenden dan desenden pada regio lumbal kanan dan kiri dan lebih mudah
bila diperiksa secara bimanual. Tumor kolon dapat teraba sebagai massa yang
dapat digerakkan relatif secara bebas.
Pada auskultasi harus dinilai bising usus yang ditimbulkan oleh gerakan
udara dan air dalam lumen akibat peristaltik. Dalam keadaan normal bising usus
terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Pada keadaan inflamasi usus, bising usus
akan lebih sering terdengar. Pada keadaan ileus obstruksif, bising usus
mempunyai nada yang tinggi seperti bunyi metal. Sedangkan pada ileus paralitik,
bising usus menjadi jarang, lemah dan dapat menghilang sama sekali. Borborigmi
adalah bisin usus yang sering dan tidak jarang dapat langsung di dengar tanpa
stetoskop.
PERINEUM
Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kiri dengan kedua lutut
terlipat ke arah dada. Pemeriksaan memakai sarung tangan. Dengan penerangan
cahaya yang adekuat, bokong kanan pasien ditarik ke atas dengan menggunakan
tangan kiri pemeriksa sehingga kita dapat melakukan inspeksi perineum dengan
baik. Adanya hemoroid eksterna atau interna yang prolaps, fisura ani, ataupun
tumor dapat dinilai dengan baik.
COLOK DUBUR
Pasien dalam posisi berbaring mirong ke kiri (lateral dekubitus kiri) dengan fleksi
pada kedua tungkainya pada daerah lutut. Pemeriksaan dilakukan dengan
memakai sarung tangan. Oleskan jari telunjuk tangan kanan yang
Tela memakai sarung tangan dengan jeli atau vaselin. Oleskan pula pada anus
pisien. Beritahu pasien bahwa kita akan memasukkan jari ke dalam anus.
Letakkan bagian palmar ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan secara
perlahan tekan agak memutar sehingga jari tangan masuk ke dalam lumen anus.
Tentukan tonus sfingter ani. Masukkan lebih dalam secara perlahan-lahan sambil
menilai apakah terdapat spasme anus (misalnya pada fisura ani) massa tumor,
rasa nyeri, mukosa yang teraba ireguler, hemoroid, pembesaran prostat pada laki-
laki atau penekanan dinding anterior oleh vagina/rahim pada wanita.
Pada waktu jari telunjuk sudah dikeluarkan dari anus, perhatikan pada
sarung tangan apakah terdapat darah, lendir ataupun bentuk feses yang
menempel. Pada akhir pemeriksaan colok dubur jangan lupa membersihkan
dubur pasien dari sisa jeli /kotoran dengan menggunakan kertas toilet.
DAFTAR PUSTAKA
PEMERIKSAAN PUNGGUNG
Inspeksi
Perhatikan bentuk dan ukuran lengan, tungkai, tangan dan kaki dibandingkan
keadaan tubuh pasien. Misalnya lengan yang lebih pendek akibat gangguan
pertumbuhan,
Dijumpai pada dwarfismi. Tungkai yang menjadi bengkak amat membesar
obstruktif pembuluh-pembuluh limfe dapat dijumpai pada elephantiasis.
Periksa pula adanya, luka, tumor, jaringan perut, daerah hiperemis, nyeri
raba, edema pada tekanan varises, palmar eritema, clubbing. Nilai pula keadaan
sendi-sendi, tanda-tanda radang, deformitas.
Palpasi
Arteri radialis yang teraba pada pergelangan tangan bagian volar sisi
radialis
Arteri ulnaris pada medial tendon fleksor karpiulnaris didaerah volar
pergelangan tangan.
Arteri brakialis yang teraba pada sisi ulnar tendon biseps pada daerah
lipatan siku depan lengan yang diluruskan
Arteri dorsalis yang teraba didepan pergelangan kaki antara tulang
metatharsal I dan II
Arteri popliteal teraba di fosa popliteal
Arteri femoralis yang dapat teraba di daerah inginal.
Palpasi saraf ulnaris (dapat diraba di belakang kondilus medialis arteri
humeris) saraf radialis (diraba di bagian medial lengan atas) dan saraf peroneus
(diraba di sebelah medial kaput os fibula) diperlukan bila ada paresis otot-otot
lengan dan tungkai atau kontraktur jari-jari. Pada morbus Hansen dan neuritis
interstisialis saraf ini menjadi menebal
Konsistensi Otot
Pemeriksaan ini dapat memberikan data ada tidaknya gangguan otot dan saraf.
Konsistensi otot yang lembek berhubungan dengan awal atrofi otot yang rusak.
Misalnya pada atrofi otot yang menyertai artritis.
Otot yang hipertrofi api kurang kenyal dan ditemukan pada otot-otot
gastroknemius, poplitea, dan gluteus mungkin suatu tanda dari distrofia
muskulorum progresiva. Pada otot yang teraba keras sekali karena tonus otot
meninggi mungkin dapat dijumpai pada keadaan tetanus.
Pergerakan dan kekuatan lengan dan tungkai dapat terganggu karena nyeri
yang membatasi pergerakan, adanya kelemahan otot primer adanya gangguan
sistem neuromuskular.
PEMERIKSAAN REFLEKS-REFLEKS
Pusat refleks ini ber.ida cli segmen medula spinali C5 dan C6. Pada pemeriksaan
lengan kanan pasien diletak-
kan dalam posisi lemas, rileks pada lengan kiri pemeriksa sedemikian rupa,
sehingga jempol pemeriksa ditempatkan pada tendon biseps dan kemdian jempol
itu diketuk dengan palu refleks
Pusat refleks ini adalah di segmen C7 dan C8. Cara membangkitkan refleks
tendon triseps (RTT) ialah sebagai berikut: Lengan pasien diletakkan dalam
posisi setengah fleksi di sendi siku. Palu refleks dipakai untuk mengetuk RTT
adalah positif apabila lengan bawah melakukan ekstensi pada traktus piramidalis
di tingkat lebih tinggi dari C7 dan C8. Pada lesi di medula spinalis sctinggi C7
dan C8, RRT akan menghilang. Juga pada miopati otot- otot yang tergolong
dalam iniotoma C7 dan C8, RTT akan menghilang.
Refleks Tendon Lutut
Pusat refleks ini terletak dimedula spinalis setinggi 1,2,3, dan 4. Cara
menimbulkan refleks tendon lutut (RTL) adalah sebagai beriku tungkai ditekuk
pada sendi lutut, palu refleks mengetuk tendon yang berada dekat tepi bawah
patela. Gerakan jawaban yang didapat ialah kontraksi otot-otot ekstensor tungkai
bawah.
RTL akan meninggi pada lesi di traktus kortikospinalis pada tingkat lebih
tingg dari L2,3, dan 4. Apabila otot-otot yang tergolong dalam mioloma L2,3,
dan 4 mengalami kerusakan atau apabila terdapat lesi di segmen-segmen yang
mengandung pusat RTL, maka RTL tidak bis dibangkitkan.
Refleks Tendon Achilles
Refleks Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang
runcing, maka timbulah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dari
jari-jarinya ke daerah plantar. Pada kerusakan traktus piramidalis gerakan
reflekstoris itu tidak menjurus ke plantar akan tetapi menjurus ke dorsal, terutama
ibu jari kaki yang melakukan gerakan dorso-fleksi sedangkan jari-jari kaki
lainnya bergerak saling menjauhi satu dengan lainnya (mengembang)
Refleks Kremaster
SENSIBILITAS
Ada lagi perasaan yang kompleks yang mengandung segi-segi fungsi luhur yaitıu
rasa stereognosis, rasa barognosis, dan rasa termognosis yang berarti tanpa
melihat apa yang dipegang, pasien dapat mengetahui barang itu
terbuat dari bahan apa bagaimana bentuknya dan apa namanya.
Sensibilitas protopatis/permukaan atau kasar dilakukan dengant kapas
untuk menyentuh kulit dalam merneriksa rasa raba, dengan jarum untuk
memeriksa rasa nyeri dan untuk memeriksa rasa suhu dengan menempatkan botol
berisi air panas dan dingin pada kulit.
Sensibilitas propioseptif dalam atau halus diperiksa dengan menaruh garpu
tala (frekuensi 128 Hz) pada tulang-tulang tertentu nuisalnya bagian bawah radius
dari ulna atau spina iliaka anterior superior untuk memeriksa rasa getar, sedang
rasa gerak dan rasa sikap diuji dengan si pemeriksa memegang jari tangan atau
jari kaki pasien pada kedua sampingnya seraya menggerakkan jari itu ke bawah
dan ke atas. Pasien diminta memberitahukan secepat mungkin jari mana yang
sedang digerakkan untuk menguji rasa gerak dan memberitahukan jari digerakkar
ke atas ke bawah untuk menguji rasa sikap.
Contoh gangguan se nsibilitas terjadi misalnya berupa anestesia sarung
tangar (glove and anesthesia) pada pasien histeria dan penyandang diabetes
melitus.
Diperhatikan tentang adanya tumor, luka parut sekret yang keluar, nyeri pada
pcrabaan, keadan penis prepusium, testis, dar epididimis. Perhatikan apakał ada
varikokel atau hidrokel testis dan tanda-tanda seks/ kelamin sekunder. Varikokel
adalah pelebaran vena-vena
pleksus pampiniformis, biasanya pada bagian sebelah kiri tanpa keluhan-keluhan
yang berarti. Hidrokel adalah penimbunan cairan pada tunika vaginalis testis.
Biasanya kulit teraba agak tegang, mengkilat, tidak nyeri dan teraba fluktuasi.
Bila diberikan sinar, dengan cara melekatkan lampu senter paca skrotum, akan
tampak sinar tersebut menembus lapisan cairan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA