FK UNCEN
Pemilik Diktat:
.........................................
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA - PAPUA
2016
KATA PENGANTAR
Mahasiswa yang dapat mengikuti kegiatan ini adalah mereka sudah menyelesaikan
dan lulus mata ajar Biomedik.
Keterampilan Klinik Dasar menjembatani mata ajar teori dan kepaniteraan klinik
sehingga mahasiswa lebih siap untuk menjalani kepaniteraan.
Mahasiswa dibekali dengan ketrampilan ketrampilan klinik dasar seperti :
Hasil pelaksanaan ini perlu di evaluasi dan ditingkatkan agar mutu dan hasil
lulusan dari pendidikan profesi di program Pendidikan Dokter Uncen meningkat.
Segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk peningkatan
mutu KKD.
Kepada seluruh bagian, Tim inti KKD, Tutor mahasiswa dan semua pihak yang
berperan aktif pada pelaksanaan KKD ini kami ucapkan terima kasih.
KATA PENGANTAR………………………………………………………...……. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….. vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 1
BAB II KARAKTERISTIK MAHASISWA………………………………….. 2
2.1. Karakteristik Mahasiswa…………………………………………… 2
BAB III SASARAN PEMBELAJARAN DAN TUJUAN
PENDIDIKAN…………………………………………......................... 3
3.1. Sasaran Pembelajaran ……………………………………………... 3
3.2. Tujuan Pendidikan…………………………………......................... 3
BAB IV PROSES DIAGNOSTIK……………………………………………… 4
4.1. Hubungan Dokter dan Pasien………………………………………. 3
4.2. Mengambil Riwayat Penyakit Penderita…………………………… 4
4.2.1. Keluhan Utama……………………………………………… 6
4.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang…………………………………. 6
4.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu……………………………………. 6
4.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga………………………………….. 6
4.2.5. Riwayat Sosial……………………………………………….. 6
4.2.6. Anamnesis Sistem…………………………………………… 7
4.3. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital…………………………………… 7
4.3.1. Mengukur Tekanan Darah…………………………………... 8
4.3.2. Pemeriksaan Nadi…………………………………………… 8
4.3.3. Pemeriksaan Pernapasan…………………………………….. 9
4.3.4. Pemeriksaan Suhu…………………………………………… 9
4.3.5. Pemeriksaan Pulse Oxymetri................................................... 9
4.4. Pemeriksaan Fisis Umum…………………………………………... 9
4.4.1. Bentuk Badan………………………………………………... 11
4.4.2. Habitus………………………………………………………. 11
4.4.3. Cara Berjalan………………………………………………… 11
4.4.4. Cara Berbaring…………………………….………………… 11
4.4.5. Keadaan Gizi………………………………..………………. 11
4.4.6. Aspek Kejiwaan…………………………...………………… 11
4.4.7. Pengukuran Tekanan Vena Jugularis………...……………… 11
DAFTAR PUSTAKA
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 1
BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi antara mahasiswa dan pasien biasanya baru dilakukan pada tingkat klinik, sehingga
mahasiswa merasa kaku dan bingung, sehingga interaksi merupakan hal baru sehingga hubungan
mahasiswa dengan pasien belum ada sama sekali. Untuk memperkenalkan secara dini interaksi ini kepada
mahasiswa maka Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) merupakan salah mata kuliah (kurikulum) yang telah
mulai diperkenalkan di beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia yang diberikan pada Mahasiswa
Semester VI. Pengalaman dari beberapa PTN, menunjukkan bahwa KKD merupakan salah satu cara
interaksi antara mahasiswa dan pasien secara dini untuk memperlancar proses pendidikan di tingkat klinik
serta dapat bertingkah laku profesional dan menerapkan etik kedokteran secara benar. Oleh karena itu FK
UNCEN akan memberikan kuliah KKD ini pada mahasiswa Semester VI agar mempunyai ketrampilan
klinik dasar tersebut. Pendidikan KKD ini lebih menekankan kemampuan untuk mengumpulkan data
sebanyak-banyak dari pasien, melakukan pemeriksaan fisik yang benar serta diharapkan dapat
merencanakan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan (Laboratorium, Foto, Usg, EKG, dll), sehingga dapat
membuat suatu diagnosis kerja atau diferential diagnosis. Dalam KKD sangat mungkin mahasiswa masih
sulit membuat suatu diagnosis oleh karena belum diberikan kuliah di tingkat klinik, namun beberapa mata
kuliah : Anatomi, Fisiologi, Biokimia, Patologi , Patofisiologi, dll, dapat membantu mahasiswa sehingga
dengan pengetahuan yang mereka dapatkan mampu melakukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan
fisik yang baik, dan kalau mungkin membuat suatu diagnosis atau DD.
Disadari bahwa mungkin banyak kesulitan yang akan ditemui, namun dengan interaksi dini lebih
banyak hasil yang dicapai, terutama bila mahasiswa kelak telah masuk ke Klinik. Untuk memperlancar
pendidikan KKD ini tim KKD akan membuat buku panduan yang akan dipakai dalam KKD nanti. Besar
harapan kami KKD ini dapat membantu mahasiswa untuk berinteraksi dini, sehingga bila mahasiswa telah
memasuki tingkat klinik tidak timbul masalah, bahkan sangat membantu mereka.
Koordinator KKD
2
BAB II
KARAKTERISTIK MAHASISWA
BAB III
SASARAN PEMBELAJARAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Untuk memperoleh data dari pasien tentu harus melakukan wawancara (wawancara medis).
Wawancara ini (anamnesis) didapat dari lisan (verbal) atau bukan lisan(non verbal) harus didasari
Empati. Komunikasi lisan menggunakan bahasa yang jelas, mudah dipahami oleh pasien sesuai
dengan tingkat pendidikan. Kalau tidak mengerti dengan bahasa Indonesia dapat menggunakan
penterjemah sehingga data tersebut dapat diperoleh. Dalam wawancara dokter/mahasiswa
memastikan apakah pesan yang disampaikan sudah sampai/dimengerti oleh pasien.
Sering kita mengajukan pertanyaan... Apakah ?, dan mendengar secara aktif sambil menjawab,
Ya../, lalu senyum, anggukan kemudian diam pada saat yang tepat untuk memperlancar wawancara.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam wawancara medis, mahasiswa/Dokter dituntut :
1. Mempermudah wawancara dengan memperkenalkan diri, sikap hormat dan Bersahabat,
menggunakan pertanyaan terbuka, mengulang hal-hal penting, mengetahui cara berpindah dari
satu subjek ke subjek yang lain, menggunakan pertanyaan yang spesifik dan bertanya pada saat
yang tepat
2. Menanggapi keluhan/perasaan pasien dengan mendengarkan penuh perhatian, bersikap terbuka,
menasehati dan tidak menghakimi.
3. Tidak memotong pembicaraan pasien atau menyela sebelum pembicaraan selesai, tidak
mengalihkan pembicaraan sebelum selesai dan tidak menghakimi.
4. Berperilaku non verbal yang wajar dan menilai kewajaran perilaku non verbal pasien meliputi
tatapan mata, anggukan kepala, ekspresi muka, mendekatkan badan, berdiam diri dan gerakan
tangan dan kaki.
5. Memahami konsep bahwa sakit tidak sama dengan penyakit dan keluhan pasien timbul oleh karena
adanya gangguan bio-psiko-sosial.
Gambar 4.1
8
4.3.1. Mengukur Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah perlu dipersiapkan alat-alat : Sfigmomanometer
(Tensimeter), Stetoskop dan alat pencatat. Pengukuran tekanan darah dengan memakai guide
line WHO sebagai berikut:
Untuk pasien yang datang ke poliklinik atau ke tempat praktek dilakukan dengan posisi
penderita duduk . Persyaratan :
Pasien istirahat minimal 10-15 menit
Tidak melakukan olahraga/exercise sebelumnya
Tidak merokok.
Penderita duduk dengan posisi tegap, kaki menginjak lantai dan perasaan tenang,
sebelum dilakukan pemeriksaan diberitahu bahwa akan dilakukan pengukuran tekanan darah.
Usahakan agar posisi Tensimeter setinggi dengan jantung. Manset dipasang pada lengan atas
(brachium) 2 jari diatas fossa cubiti. Manset harus menutupi minimal 2/3 lengan, sebaiknya
gunakan manset yang berjeruji agar tekanannya merata ke semua arah. Rabalah Arteri Radialis
(letaknya diatas tulang radius), selanjutnya pompa manset sampai denyut nadi tidak teraba. Tekanan
pada saat nadi tidak teraba adalah tekanan sistolik. Pompa manset diteruskan 30 mmHg diatas
tekanan tadi dan mulai memasang stetoskop(permukaan bell) diatas arteri brachialis,
sebelumnya tentukan tempat meraba arteri brachialis tadi (fosaa cubiti).
Mulai menurunkan tekanan pada manset dengan melonggarkan pemutar, turunkan
tekanan 1 mmHg perdetik sampai terdengar nadi (Korotkof I). Pada saat pertama kali
terdengar itu adalah tekanan sistolik. Turunkan terus perlahan-lahan sampai bunyi
menghilang (korotkof V), ini adalah tekanan diastolik. Ulangi prosedur ini 3 kali dan ambil
nilai rata-rata. (Lihat gambar dan Video).
Gambar 4.2
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 9
4.3.3. Pemeriksaan Pernapasan
Kecepatan pernapasan adalah jumlah inspirasi per menit. Untuk menghindari kesalahan
biasakan menghitung napas dalam 1 menit. Yang perlu diperhatikan jenis pernapasan, jumlah
per menit, usaha bernapas dan volume. Apakah bernapas menggunakan otot pernapasan
tambahan.
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow yang
memperlihatkan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon
tersebut. Tanggapan/respon yang perlu diperhatikan adalah :
A. Membuka mata
B. Respon verbal (bicara)
C. Respon motorik (gerakan)
Nilai
A. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien buka mata) 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri) 1
B. Respon verbal (bicara)
Baik dan tidak ada disorientasi
(dapat menjawab dalam kalimat baik dan tahu Dimana dia berada, 5
tahu waktu,hari,bulan)
Kacau (confused)
(tau bicara dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu) 4
Mengerang
(tidak mengucapkan kata, hanya mengerang) 2
4.4.2. Habitus :
Astenikus : Bentuk tubuh tinggi, kurus, dada rata atau cekung dan otot
tidak bertumbuh dengan baik
Atletikus : Bentuk tubuh olahragawan, kepada dan dagu terangkat
keatas, dada penuh, perut datar dan lengkung tulang
belakang normal.
Piknikus : Bentuk tubuh cenderung bulat dan penuh dengan
penimbunan lemak subkutan.
IMT = BB/ (TB)² ; BB = Berat badan dalam Kg, TB = Tinggi badan dalam meter, Nilai
normal = 18 -24 ; < 18 Kurus ; 25-30 BB lebih ; 31-35 Gemuk dan >35 Terlalu gemuk.
Gambar 4.3
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 13
BAB V
PEMERIKSAAN FISIS KHUSUS
5.1. Kulit
Warna
Anemia : Warna kulit yang kepucatan, karena kurang kadar hemoglobin dalam sel darah merah.
Kepucatan karena anemia yang terlihat pada selaput lendir faring, mulut, bibir serta
konjungtiva dan kuku lebih bermakna untuk meyatakan keadaan anemia,
dibandingkan warna pucat pada kulit.
Ikterus : Warna kulit yang menjadi kuning bervariasi dari kuning muda sampai kehijauan,
disebabkan bertambahnya pigmen empedu. Lebih muda terlihat pada sklera atau pada
selaput mukosa bibir yang ditekan dengan gelas.
Hiperpigmentasi : Warna kulit yang kehitaman, karena bertambahnya pigmen kulit (melanin).
Hipopigmentasi (vitiligo) : Warna kulit yang berbercak keputihan dikelilingi daerah dengan warna
kulit normal atau hiperpigmentasi.
Sianosis : Warna kulit yang kebiruan akibat berkurangnya kemampuan darah untuk mengangkut
oksigen. Bisa dijumpai pada penyakit-penyakit jantung, paru-paru, juga pada polisitemia.
Pada penyakit morbili, efloresensi mula-mula berupa makula merah kehitaman, biasanya
mulai pada dahi atau belakang telinga, kemudian dengan cepat, menjalar keseluruh muka,
leher dan badan. Kadang-kadang muka tampak agak bengkak. Lesi pada ekstremitas lebih
nyata di daerah ekstensor.
14
Perubahan Lokal
Angioma : Tumor yang terjadi dari sistem pembuluh, bila asalnya pembuluh darah
disebut hemangioma; bila asalnya pembuluh limpa disebut limfangioma.
Nevi : Pertumbuhan yang sifatnya kongenital, merupakan tanda lahir.
Spider nevi : Bercak merah kecil, merupakan pembuluh-pembuluh darah yang kecil
mempunyai pusat dengan cabang-cabangnya yang tersebar dari pusat.
Bisanya dijumpai pada penyakit hati,misalnya sirosis hati.
Striae : Garis putih kemerahan dari daerah yang atrofi, dikelilingi oleh kulit yang
normal. Dijumpai pada wanita hamil, gemuk, atau pada sindrom cushing.
Jaringan parut (sikatriks pada efloresensi).
Pertumbuhan Rambut : Dinilai cukup tidaknya, adakah bagian-bagian yang berlebihan
atau tidak ada pertumbuhan rambutnya.
Edema : Diperiksa di daerah pretibial, pergelangan kaki dan sakral, dengan dengan
cara menekan di atas dasar yang keras ( di atas tulang, tidak di daerah
otot). Adanya lekukan ke dalam setelah penekanan, disebut pitting
edema, misalnya pada sirosis hati, gagal jantung kanan dan sindrom
nefrotik. Keadaan sebaliknya disebut non-pitting edema, dijumpai
misalnya pada miksedema.
Turgor : Diperiksa dinding perut, lengan dan punggung tangan.
Keringat : Seluruh badan, setempat.
Skleroderma : Gambaran kulit yang kasar, menebal, warna putih gading. terabanya
biasanya tipis dan tegang, sehingga kadang kala pasien sukar untuk
tersenyum atau menutup mulutnya.
Atrofia : Menipisnya kulit karena berkurangnya satu atau lebih lapisan kulit.
Tampaknya kulit jadi pucat, elastisitas berkurang, pada keadaan ekstrim,
kulit teraba seperti kertas.
Emfisema Subkutis : Adanya udara pada jaringan subkutan, ditandai dengan adanya
krepitasi pada perabaan.
Gambar 5.1
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 15
5.2. Kepala
Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi.
Ekspresi wajah : Menunjukkan watak dan emosi, keadaan kesakitan.
Simetri muka : Asimetri biasa tampak pada pasien dengan paresis N.VII.
Warna : (lihat bahasan kulit)
Muka pada miksedema biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada tekanan jari
pemeriksa). Bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang somnolen. Muka pada tirotoksikosis,
karena eksoftalmus dan gerakan bola mata yang cepat, tampak seperti ketakutan.
Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi, dagu dan pipi dengan hidung
yang melebar tetapi pesek. Keadaan ini mirip muka seekor singa, karena itu disebut pula sebagai
facies leonina.
Nyeri tekan sinus frontalis, maksilaris: diperiksa ada/tidaknya nyeri.
Pertumbuhan Rambut
Rambut rontok di seluruh badan ataupun setempat (alopesia areata). Dapat dijumpai pada
penyakit infeksi berat (demam tifoid) atau penyakit endokrin (diabetes melitus, miksedema).
Pembuluh darah temporal : penebalan, aneurisma. Pada auskultasi dapat terdengar bising
pada aneurisma.
Nyeri tekan : di tempat keluarnya saraf-saraf supra dan infraorbita.
Defomitas : akromegali, penyakit paget, tumor, trauma.
5.3.1. Anamnesa
Anamnesa yang lengkap meliputi 4 aspek :
1. Riwayat keluarga.
Banyak kelainan mata yang bersifat herediter atau memiliki insidens yang tinggi pada
anggota dalam satu keluarga. Misalnya kelainan refraksi, strabismus, katarak, glaucoma,
dan retinal detachment.
2. Riwayat medikal.
Karena kelainan pada mata dapat berhubungan dengan kelainan sistemik, kemungkinan
ini harus diketahui. Keadaan-keadaan yang berpengaruh pada mata berupa diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit infeksi, reumatik, dan penyakit kulit. Gangguan pada mata seperti
glaukoma, katarak, makulopati, dan optik neuritis, dapat disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan steroid, chloroquin atau ethambutol.
3. Riwayat kelainan pada mata.
Pemeriksa perlu menanyakan tentang lensa korektif (kaca mata), strabismus,trauma,
pembedahan serta infeksi pada mata.
4. Riwayat sekarang.
Gejala apa yang dirasakan sekarang? Apakah terdapat gangguan penglihatan, nyeri, mata
merah, atau penglihatan ganda? Sejak kapan? Adakah trauma atau gejala umum yang
menyertai?
5.3.2. Pemeriksaan
1. Tajam penglihatan.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang, baik
penglihatan jauh maupun dekat dan dilakukan terpisah pada tiap mata. Satu mata ditutup
dengan sepotong kertas atau telapak tangan. Tajam penglihatan diperiksa langsung,
dengan memperlihatkan seri simbol pada eye chart (kartu Snellen, E, Arabic number,
pictograph) dengan ukuran berbeda pada jarak 6 meter, dan menentukan simbol (huruf)
terkecil yang dapat dikenali penderita.
16
Bila huruf yang terbaca terdapat pada baris dengan tanda 30 dikatakan tajam
penglihatan 6/30. Bila yang terbaca terdapat pada baris dengan tanda 6 dikatakan tajam
penglihatan 6/6. Tajam penglihatan normal 6/6.
Gambar 5.2
Bila diperlukan perbaikan tajam penglihatan digunakan sebuah set lensa coba, dan
bingkai percobaan. Lensa positif (konveks) untuk hiperopia atau hipermetropia, lensa
negatif (konkav) untuk myopia, dan lensa silinder untuk astigmatismus.
Jika pada jarak 6 meter penderita tidak dapat melihat dilakukan pemeriksaan hitung
jari, melihat gerakan tangan (1/300), dan melihat sumber cahaya (1/~).
3. Pemeriksaan konjungtiva.
Konjungtiva diperiksa dengan melakukan inspeksi langsung dan menggunakan
lampu senter. Konjungtiva bulbi terlihat langsung diantara kelopak mata; konjungtiva
palpebra hanya dapat dilihat dengan melipat keluar (eversi) kelopak mata atas atau
bawah. Konjungtiva yang normal tampak licin, transparan, mengkilap dan lembab.
Pemeriksa perlu memperhatikan adanya kemerahan, sekret, penebalan, jaringan parut atau
benda asing.
Eversi pada kelopak bawah. Penderita melirik keatas, sementara pemeriksa
menarik kelopak kebawah, sehingga konjungtiva dan permukaan posterior kelopak mata
bawah terlihat.
Eversi kelopak mata atas. Penderita diminta melirik kebawah. Penderita harus
rileks dan tidak mengedipkan atau menutup mata yang satunya. Pemeriksa memegang
bulumata atas dengan ibu jari dan telunjuk, dan melipat keluar kelopak. Eversi dapat
dilakukan dengan bantuan kapas bertangkai. Konjungtiva palpebra dapat diperiksa atau
dibersihkan bila perlu.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 17
4. Pemeriksaan kornea.
Kornea diperiksa dengan menggunakan lampu senter dan loupe. Kornea bersifat
jernih, permukaannya licin dan reflective. Refleksi ini mengalami distorsi bila terdapat
gangguan pada kornea. Defek epithelial akan terlihat berwarna hijau setelah diberi
fluorescein, infiltrat kornea dan bekas luka berwarna putih keabuan. Evaluasi
sensitivitas kornea juga penting dilakukan, dan dikerjakan bilateral untuk mengetahui
kemungkinan adanya perbedaan reaksi pada kedua mata. Penderita diminta melihat lurus
kedepan sewaktu pemeriksaan. Pemeriksa menahan kelopak atas dan kornea disentuh
dengan kapas yang dipelintir.
Diusahakan datang/mendekatnya kapas tidak disadari penderita. Sensitivitas yang
berkurang dapat merupakan petunjuk adanya trigeminal atau fasial neuropati, atau
merupakan tanda adanya infeksi virus pada kornea.
6. Pemeriksaan lensa.
Kekeruhan pada lensa akan terlihat sebagai warna abu-abu pada pupil.
Retroilluminasi pada lensa merupakan metode pemeriksaan kekeruhan pada lensa yang
paling cepat. Dengan menggunakan oftalmoskop, kekeruhan akan tampak sebagai
bayangan hitam pada pupil yang berwarna merah jingga.
Tes bayangan (shadow test) dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa
dengan menggunakan lampu senter dan loupe. Senter disinarkan pada pupil dengan
membuat sudut 450 dengan dataran iris. Dengan loupe dilihat bayangan iris pada lensa
yang keruh.
Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
berarti lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak imatur dan disebut
shadow test (+). Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil berarti
lensa sudah keruh seluruhnya, ini terdapat pada katarak matur; shadow test (-).
Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi dan juga dengan bantuan alat-alat seperti
pen-light, funduskopi dan peta snellen.
Eksoftalmus : Bola mata yang menonjol ke luar, karena fisura palpebra yang melebar ditandai
dengan terlihatnya kornea yang tampak seluruhnya dan dikelilingi sklera. Dapat dijumpai pada
tirotoksikosis, trombosis sinus kavernosus.
Enoftalmus : Bola mata yang tertarik kedalam, misalnya pada keadaan dehidrasi, sindrom
Horner.
Tekanan bola mata : Naik (glaukoma), turun (dehidrasi).
Gerakan : Strabismus (juling) adalah keadaan dimana kedudukan bola mata abnormal, karena
sumbu bola mata berkedudukan demikian rupa sehingga proyeksi rangsang optik di kedua mata
tidak sesuai. Strabismus konkomitan disebabkan kerusakan saraf-saraf penggerak
mata,sedangkan strabismus paresis/paralisis disebabkan kelumpuhan saraf-saraf penggerak mata.
Strabismus divergen adalah keadaan dimana mata cenderung melihat ke lateral, sebaliknya
dengan strabismus konvergen.
Deviation conjuge : Keadaan bola mata yang keduanya selalu melihat ke satu jurusan dan tidak
dapat dilirikan ke arah yang lain , secara pasif ataupun dengan kemauan sendiri.
Nistagmus : Gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula dengan lambat bergerak
ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah posisi semula. Keadaan ini dihubungkan
dengan gangguan susunan vestibular.
Nistagmus yang tidak ritmis (pendular), adalah nistagmus tanpa komponen gerak cepat atau
lambat. Biasanya didapatkan pada orang yang hampir buta atau buta seluruhnya.
Kelopak :
Ptosis : Kelopak mata tampak jatuh, fissura palpebrae menyempit.
terlihat seperti bengkak muka pada penyakit ginjal. Terjadi
karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang disarafi saraf otak III.
Xantelasma : Bercak kekuningan pada kulit kelopak mata. Dihubungkan
dengan peninggian kadar lemak dalam darah.
Blefaritis : Radang pada kelopak mata.
Edema : Kelopak mata membengkak, kadang-kadang mata hampir
tertutup.
Perdarahan : Akibat trauma dan sebagainya.
Pupil : Diperiksa bentuk dan lebarnya, bila kedua pupil sama besar dan bentuknya disebut isokor.
Pupil yang mengecil disebut miosis,kadang-kadang amat kecil (pinpoint), dijumpai misalnya
pada intoksikasi morfin. Pupil yang dilatasi disebut midriasis, misalnya pada kerusakan saraf otak
III.
Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien melihat obyek yang jauh,
kemudian diberi rangsangan cahaya.
Konjungtiva :
Pinguekula : Bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada
kedua sisi kornea. Biasanya akibat hiperlipidemia.
Flikten : Nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu-abu agak kuning,
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 19
pada beberapa bagian konjungtiva dan kornea.
Bercak Bitot : Bercak segitiga pada kedua sisi kornea, warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kering kadang-kadang juga
mikroorganisme. Didapatkan pada avitaminosis A.
Radang : Ditandai dengan adanya warna merah, mengeluarkan air mata dan
kadang-kadang sekret mukopurulen.
Anemia : Warna pucat, kadang-kadang amat pucat pada anemia berat.
Korena :
Xeroftalmia : Keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi kering,
kesannya menjadi lunak.
Arkus (anulus) : Garis lengkung putih keabu-abuan yang melingkari kornea.
biasanya terdapat pada usia tua (arkus senilis).
Ulkus : Terdapat perselubungan seperti awan disertai tanda-tanda radang.
Pasien biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat cahaya Terang.
Lensa :
Katarak : Lensa yang keruh seperti awan, dijumpai pada orang tua dan
pasien diabetes melitus.
Sklera : Diperiksa ikterus tidaknya.
Fundus :
Retinopati pada diabetes, hipertensi.
Edema papil
Hemoragi
Ketiga hal ini hanya dapat ditentukan dengan funduskopi.
Lapangan penglihatan :
Hemianopsia: Penyempitan lapangan penglihatan. Misalnya tidak bisa melihat
separuh bagian sebelah kanan lapangan penglihatan, disebut
hemianopsia homonim dekstra.
Skotoma : Daerah yang tidak dapat dilihat pada lapangan penglihatan.
5.4. Telinga
Pemeriksaan telinga dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.
Daun telinga : Defomitas, tanda radang, atau tofi.
Tofi : Benjolan keras, satu atau lebih, merupakan timbunan Na-biurat pada rawan telinga.
Dijumpai pada pasien gout.
Liang telinga : Serumen, sekret, atau deskuamasi.
Selaput/gendang telinga : Utuh/tidak.
20
Nyeri tekan di prosesus mastoideus merupakan tanda mastoiditis.
Pendengaran : Biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik, dengan
garpu penala, detak arloji, atau audiometer. Normalnya detak jam masih terdengar baik pada
jarak kira-kira 12,5-37,5 cm.
Bila ada keluhan tuli pada pasien, harus dibedakan ketulian akibat gangguan hantaran atau
ketulian akibat gangguan saraf. Cara pemeriksaan memakai garpu tala (uji penala) dengan frekuensi
512 Hz atau 1024 Hz.
1. Tes Rinne
Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran
suara tulang dengan membandingkan hantaran suara melalui tulang.
Cara : Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, ditempatkan alas alat
tersebut di prosesus mastoideus sampai pasien tidak lagi mendengar
suara-nya. Kemudian cepat pindah garpu penala tersebut dekat dengan
liang telinga. Pastikan apakah pasien tersebut masih dapat
mendengarnya.
Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf bunyi melalui udara
terdengar lebih lama dibandingkan melalui tulang.
2. Tes Weber
Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran
tulang dengan prinsip hantaran suara yang ditimbulkan tepat di tengah-
tengah dahi atau ubun kepala akan disalurkan sama kuatnya ke kedua
telinga (lateralisasi).
Cara : Letakkan garpu penala setelah dibunyikan secara ringan pada puncak
kepala atau tengah-tengah dahi. Tanyakan apakah pasien dapat
mendengar pada kedua sisi telinganya.
Dalam keadaan normal, suara dapat terdengar sama kuatnya di kedua telinga. Pada
ketulian karena gangguan konduksi suara di-‘lateralisasi’-kan (terdengar) di telinga yang tuli saja.
Pada ketulian karena gangguan saraf suara terdengar di telinga yang sehat.
5.5. Hidung
Pemeriksaan hidung dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.
Bagian luar : Tulang rusak karena lues (saddle nose), kusta, atau lupus.
Septum : Adakah terdapat deviasi.
Selaput lendir : Adakah penyumbatan, pendarahan, atau ingus dalam lubang
hidung
Afte : Lesi kecil-kecil (1-10 mm) pada selaput lendir, mula-mula sebagai vesikel
kemudian timbul infeksi sekunder, membentuk ulkus yang dangkal.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 21
Leukoplakia : Bercak keputihan akibat epitel yang menebal dengan fisura dan likenifikasi.
Gigi geligi : Jumlah, macam karies, dan abses alveoli.
Lidah : Diperiksa adakah berselaput (demam tifoid) bergetar (tremor),basah atau kering
(dehidrasi), papil jelas atrofi. Diperiksa pula adakah fisura, deviasi leukoplakia, glositis,
kanula (kista kelenjar ludah atau kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi didasar
mulut,dekat frenulum lidah).
Langit-langit : Mungkin didapati salah bentuk seperti :
Palatoskisis : Celah pada garis tengah akibat kegagalan prosesus palatum untuk saling
bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung
dengan rongga mulut.
Torus palatinus : Adanya benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar seperti
tumor.
Bau pernapasan :
Aseton : Pada keadaan diabetes melitus ketoasidosis, kelaparan (starvation).
Amoniak : Biasanya pada koma uremikum.
Gangren : Berbau makanan yang busuk, dijumpai misalnya pada abses paru.
Foetor hepatik : Pada keadaan koma hepatik.
Diagnostik Gigi dan Mulut adalah ilmu pengetahuan tentang cara pengenalan suatu penyakit atau
lokalisasi suatu luka dan membedakan suatu penyakit dengan penyakit lainnya.
Kegunaan diagnostik gigi dan mulut adalah :
- Pengenalan suatu penyakit.
- Membedakan suatu penyakit dengan penyakit lainnya.
- Menentukan perawatan/pengobatan.
- Menemukan tanda-tanda dini suatu penyakit degenerasi, defisiensi vitamin dan penyakit dan
penyakit-penyakit metabolisme.
- Menemukan tanda-tanda dini dari oral kanker.
- Umur
Pada orang tua sering timbul penyakit Atrophi dan degenerasi, dapat diketahui
tanggalnya gigi sulung dan erupsinya gigi tetap.
- Pekerjaan
Dengan mengetahui pekerjaannya, kadang-kadang dapat diketahui etiologi dari suatu
penyakit, mis :
Pada pekerja-pekerja tambang timah sering terjadi keracunan timah dan terlihat pada
tepi gingival garis pigmentasi timah yang dikenal dengan nama : LEAD LINE/ LOAD
ZOOM
Pada pekerja-pekerja pabrik kimia, gigi sering mengalami erosi atau gingivanya
mengalami kerusakan.
- Tempat tinggal/ alamat
Ada suatu penyakit yang berhubungan dengan daerah tempat tinggal, mis: MOTTLED
ENAMEL, efeknya karena kelebihan kadar F.
Tanda-tanda tersebut di atas dapat dicatat pada kartu pasien dan dapat dicatat oleh
perawat atau asisten.
5.7.2. Anamnese
Pemeriksaan secara Anamnese dengan mengajukan pertanyaan yang terarah sehingga
didapatkan faktor penting dalam menegakkan diagnosa.
Misal, sakit gigi : * Sakit pada waktu apa, siang-malam.
* Apakah ada hubungan dengan makan yang manis, asam, panas, dingin.
* Sudah diderita sejak kapan.
* Sakit terus menerus atau kumat-kumatan.
* Apakah masih dapat dengan tepat menunjukkan gigi mana yang sakit.
* Timbul spontan atau sakit bila kemasukan makanan.
* Sakit bila bersentuhan dengan gigi lain.
* Sakitnya menjalar atau tidak.
Pembengkakan :
Sejak kapan
Membesar secara cepat atau lambat
Terasa sakit atau tidak
Berhubungan atau tidak dengan sesuatu gigi yang sakit
Apakah terasa parasthesi.
Keluhan tambahan :
Penyakit interna, diabet, hypertension, dll.
Sedang hamil.
5.8. Leher
Cara memeriksa pasien dengan kelainan tiroid ialah dengan inspeksi kemudian dilakukan
palpasi. Pasien membelakangi pemeriksa, kemudian dengan kedua tangan pemeriksa dari arah
belakang meraba kelenjar tiroid. Pasien juga disuruh menelan ludahnya, agar pada saat menelan
tersebut dapat dinilai apakah benjolan yang terdapat akan bergerak dengan pernapasan.
Auskultasi dilakukan pada tiroid yang membesar, untuk mengetahui adakah bruits pada
kelenjar tiroid tersebut, yang cenderung untuk suatu keadaan vaskularisasi yang bertambah
misalnya pada suatu keganasan, tirotoksikosis. Auskultasi dilakukan dari arah depan.
Trakea : diperiksa letaknya (terdorong, tertarik).
5.9.2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memeriksa denyut nadi, konsistensi otot, adanya kelenjar di
daerah aksila dan inguinal dan bentuk saraf tepi.
Pemeriksaan nadi ini seperti diketahui berhubungan dengan kemungkinan adanya
pengerasan dinding pembuluh darah atau adanya penyumbatan pembuluh nadi baik sebagian
atau seluruhnya. Nadi perifer yang dapat diraba adalah :
Arteri radialis yang teraba pada pergelangan tangan bagian volar sisi radialis.
Arteri ulnaris pada medial tendon fleksor karpiulnaris di daerah volar pergelangan
tangan.
Arteri brakialis yang teraba pada sisi ulnar tendon biseps pada daerah lipatan siku depan
lengan yang diluruskan.
Arteri dorsalis yang teraba didepan pergelangan kaki antara tulang metatarsal I dan II.
Arteri poplitea teraba di fosa poplitea.
Arteri femoralis yang dapat teraba di daerah inguinal.
Refleks Babinsky :
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing,
maka timbulah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah
plantar. Pada kerusakan traktus piramidalis gerakan reflekstoris itu tidak menjurus ke plantar
akan tetapi menjurus ke dorsal, terutama ibu jari kaki yang melakukan gerakan dorsofleksi
sedangkan jari-jari kaki lainnya bergerak saling menjauhi satu dengan lainnya
(mengembang).
28
Refleks Kremaster
Refleks kremaster dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontraksi m.kremaster
homolateral yang berakibat tertariknya/ mengkerutnya testis.
Seperti halnya dengan refleks kulit dinding perut, menurunnya, atau menghilangnya
refleks tersebut berarti adanya gangguan traktus kortikospinal.
Sensibilitas
Sensibilitas seluruh tubuh perlu diperiksa, khususnya bila pasien mempunyai keluhan
ynag bersifat ‘gangguan sensibilitas’ seperti kesemutan/parestesia, rasa baal atau kebas yaitu
tidak merasakan rasa nyeri, suhu, dan raba (hipoanestesia sampai anastesia), rasa nyeri
spontan pada daerah distribusi saraf tepi (neuralgia) atau rasa nyeri seperti terbakar
(kausalgia).
Sensibilitas secara sederhana digolongkan ke dalam :
Perasaan protopatis yaitu rasa nyeri, rasa suhu, rasa raba, dan rasa ditekan
Perasaan propioseptif yaitu rasa getar, rasa gerak, dan rasa sikap
Ada lagi perasaan yang kompleks yang mengandung segi-segi fungsi luhur yaitu rasa
stereognosis, rasa barognosis, dan rasa termognosis yang berarti tanpa melihat apa
yang dipegang, pasien dapat mengetahui barang itu terbuat dari bahan apa, bagaimana
bentuknya dan apa namanya.
Sensibilitas protopatis/permukaan atau kasar dilakukan dengan kapas untuk menyentuh
kulit dalam memeriksa rasa raba, dengan jarum untuk memeriksa rasa nyeri dan untuk
memeriksa rasa suhu dengan menempatkan botol berisi air panas dan dingin pada kulit.
Sensibilitas propioseptif dalam atau halus diperiksa dengan menaruh garpu tala
(frekuensi 128 Hz/detik) pada tulang-tulang tertentu misalnya bagian bawah radius dan ulna
atau spina iliaka anterior superior untuk memeriksa rasa getar, sedang rasa gerak dan rasa
sikap diuji dengan si pemeriksa memegang jari tangan atau jari kaki pasien pada kedua
sampingnnya seraya menggerakkan jari itu kebawah dan keatas. Pasien diminta
memberitahukan secepat mungkin jari mana yang sedang digerakan untuk menguji rasa gerak
dan memberitahukan jari digerakan ke atas ke bawah untuk menguji rasa sikap.
Contoh gangguan sensibilitas terjadi misalnya berupa anestesia sarung tangan
(glove and anesthesia) pada pasien histeria dan penyandang diabetes melitus.
Diperhatikan tentang adanya tumor, luka parut, sekret yang keluar, nyeri pada perabaan, keadaan
penis, prepusium, testis, dan epididimis. Perhatikan apakah ada varikokel atau hidrokel testis dan
tanda-tanda seks/kelamin sekunder.
Varikokel adalah pelebaran vena-vena pleksus pampiniformis, biasanya pada bagian sebelah kiri
tanpa keluhan –keluhan yang berarti.
Hidrokel adalah penimbunan cairan pada tunika vaginalis testis. Biasanya kulit teraba agak tegang,
mengkilat, tidak nyeri dan teraba fluktuasi. Bila diberikan sinar, dengan cara melekatkan lampu senter
pada skrotum, akan tampak sinar tersebut menembus lapisan cairan tersebut. Bila dianggap perlu,
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 29
pemeriksaan genitalia eksterna pada wanita dilakukan dengan didampingi dokter/perawat/koasisten
wanita.
Pemeriksaan mula-mula dengan inspeksi pada mons pubis, labia dan perineum dengan
pasien dalam posisi litotomi. Dengan menggunakan sarung tangan, kedua labia dipisahkan dan
dilakukan inspeksi pada labia minora, klitoris, orifisium uretra, dan introitus vagina. Perhatikan
adanya tanda-tanda radang, ulserasi, cairan, pembengkakan atau nodul. Bila dijumpai lesi tersebut,
dilakukan palpasi. Bila diduga adanya uretritis atau radang kelenjar skene (misalnya pada GO), masukan jari
telunjuk pada liang vagina, kemudian tekanlah perlahan-lahan uretra dari arah dalam ke luar.
Bila terdapat cairan yang keluar dari orifisium uretra, cairan harus diperiksa (dibiakkan) di
laboratorium. Bila ada riwayat penyakit atau dijumpai pembengkakan pada labia, periksalah kelenjar
bartholin. Tempatkan jari telunjuk dalam vagina dekat ujung posterior introitus vagina. Tempatkan
jempol diluar bagian posterior labium majus. Selanjutnya dengan cara meraba sambil menekan kedua
jari tersebut berputar dari arah kiri ke kanan atau sebaliknya, untuk mencari adanya pembengkakan
atau daerah yang nyeri. Bila ada cairan yang keluar bersama dengan gerakan ini dari kelenjar
tersebut, periksalah (biakan) di laboratorium. Kemudian dengan kedua labia masih dipisahkan oleh
jari telunjuk dan jari tengah, pasien diminta untuk meluruskan kedua tungkainya.
Perhatikan adanya penonjolan (bulging) dari kedua dinding vagina, yang mungkin diakibatkan
adanya siskotel atau rektokel.
Pasien diminta berbaring miring ke kiri dengan fleksi pada kedua tungkainya pada daerah lutut.
Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan colok dubur, yaitu dengan memakai sarung tangan, satu jari
dimasukan ke anus sampai ke rektum.
Dengan tangan kiri diusakan agar anus sedikit teraba. Ditentukan tonus sfingster ani, meraba
prostat, pinggir atas kanan dan kiri untuk menentukan konsistensi dan kesan tentang nyeri pada
perabaan. Juga dinilai keadaan vesikula seminalis, tumor, hemoroid bila teraba keadaan-keadaan
tersebut.
Kelainan yang ditemukan di daerah rektum ditentukan lokasinya dengan membandingkan
terhadap angka sebuah jam, yaitu titik yang paling ventral terhadap pasien adalah tepat angka 12,
yang paling dorsal adalah angka 6 dan angka 3 dan 9 masing-masing untuk titik yang paling lateral di
kiri dan kanan pasien. Bila pada sarung tangan melekat tinja, diperhatikan pula warnanya.
Sebelum memulai melakukan pemeriksaan fisis jantung, terlebih dahulu pemeriksa sudah dapat
memperkirakan/membayangkan proyeksi posisi jantung ke dinding toraks depan. Sebagian besar
jantung (± 2/3 bagian) terletak pada sebelah kiri sternum, dan hanya 1/3 terletak
disebelah kanan sternum. Sebagian besar permukaan depan (anterior) jantung terdiri atas ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis yang berdekatan langsung dengan dinding toraks depan. Sedangkan
ventrikel kiri yang menimbulkan impuls apeks, merupakan denyut sistolik yang singkat, yang
terdapat disela iga kelima sedikit medial dari garis midklavikula kiri, atau kira-kira 7-9 cm dari
garis midsternal.
Sisi kanan jantung berasal dari atrium kanan, sedangkan atrium kiri berada di bagian posterior,
dan tidak dapat dideteksi secara langsung.
Bagian atas jantung terdiri dari beberapa pembuluh darah besar aorta dan arteri pulmonalis.
Saat akan melakukan pemerikasaan fisis jantung, pemeriksa juga sudah dapat membayangkan
aliran darah di dalam ke empat rongga jantung, kapan membuka, dan menutupnya katup-katup
jantung tersebut. Pemeriksaan fisis pada jantung dapat dilakukan dengan :
30
a. Inspeksi,
b. Palpasi,
c. Perkusi,
d. Auskultasi.
5.13.1. Inspeksi
1. Bentuk dada :
Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap diameter
anteroposterior adalah kurang lebih dua berbanding satu (2:1) dan simetris.
2. Bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung (lihat batasan inspeksi paru). Voussure
cardiaque (pectus carinatum): penonjolan setempat yang lebar di daerah prekordium,
diantara sternum dan apeks kordis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung.
3. Pulsasi
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut iktus kordis pada ruang sela iga 5, biasanya tampak di sela iga sedikit
sebelah medial garis midklavikula kiri, sesuai dengan letak apeks kordis. Daerah pulsasi
mempunyai diameter ± 2 cm, dengan punctum maximum ditengah-tengah daerah
tersebut.
Pulsasi terjadi kurang lebih bersamaan dengan denyut sistolik pada arteri karotis yang
dapat diraba di bagian bawah leher. Iktus kordis terjadi karena kontraksi ventrikel pada waktu
sistolik yang disertai putaran ke arah depan dan sedikit medial. Jika iktus kordis tersebut
letaknya menggeser ke kiri dan tampaknya lebih melebar, maka dapat diduga adanya
pembesaran ventrikel kiri ke lateral.
Bila pada iktus kordis, saat sistolik terjadi retraksi ke dalam dan pada waktu diastolik
terjadi pulsasi ke luar, maka keadaan ini disebut iktus kordis negatif, terjadi pada
pericarditis adhesiva. Kadang-kadang di bagian lain daerah prekordial pada orang yang
kurus terlihat retraksi sistolik yaitu terdapat retraksi sela iga yang sesuai dengan sistolik
jantung. Keadaan ini disebabkan letak jantung yang sangat berdekatan dengan dinding toraks,
sehingga pada sistolik ventrikel kanan menguncup sambil mengadakan putaran kedalam. Hal
ini akan menarik sebagian dinding toraks di daerah prekordium.
Bila terdapat pelebaran aorta torakalis dalam rongga dada (aneurisma aorta) maka akan
tampak pulsasi di bagian lain dinding toraks yang biasanya terdapat di kiri atau kanan bagian
atas sternum.
Kadang-kadang tampak pula adanya pulsasi di manubrium sterni. Pulsasi yang kuat di daerah
sela iga 3 kiri dapat disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis, misalnya pada ductus botalli
persistent atau aneurisma arteri pulmonalis. Adanya pulsasi yang kuat di daerah lekuk
suprasternum mungkin disebabkan kuatnya denyut aorta atau meninggi tekanan nadi
dalamnya aorta. Pada keadaan hipertrofi ventrikel kanan, tampak pulsasi yang kuat pada sela
iga 4 di garis sternum atau di daerah epigastrium.
Tanda broadbant menggambarkan adanya retraksi sistolik pada beberapa sela iga terbawa
dan dapat dilihat di bagian samping dan belakang dinding toraks sampai sekitar sela iga 11
pada garis aksilaris posterior dan kadang-kadang disertai oleh retraksi sistolik dari ujung
sternum. Keadaan ini terdapat pada perikarditis adhesiva dimana terjadi perlekatan
perikarditis dengan jaringan sekitarnya. Hal yang sama terlihat juga pada hipertrofi jantung
tanpa perlekatan.
Pada stenosis ismus aorta, terdapat peninggian tekanan darah dalam arteri interkostalis,
sehingga terjadi pelebaran dari arteri-arteri tersebut, dan kadang-kadang dapat dilihat pulsasi
arteri interkostalis pada dinding toraks, terutama dapat terlihat di daerah punggung. Keadaan
ini dapat juga terjadi pada koarktasio yang berat, dimana terlihat juga adanya pulsasi pada
leher bawah dekat skapula.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 31
5.13.2. Palpasi
Palpasi dapat dilakukan dengan melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks
dengan tekanan yang lembut. Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi selanjutnya
dikonfirmasikan/diperjelas dengan cara palpasi. Kadang-kadang iktus kordis atau pulsasi-
pulsasi pada dinding toraks yang ditemukan pada inspeksi, dapat ditemukan secara palpasi
dan dengan demikian akan lebih jelas lokalisasi punctum maximum pulsasi tersebut,
(terutama bila daerah pulsasi-pulsasi dengan palpasi harus pula dapat ditetapka kuat angka,
luas serta frekuensi dan kualitas dari pulsasi yang teraba).
Pulsasi ada yang bersifat menggelombang di bawah telapak tangan disebut ventricular
heaving. Biasanya daerah pulsasi pada keadaan ini lebar dan terdapat pada keadaan beban
diastolik (diastolic over load), misalnya pada insufisiensi mitral dapat diraba di daerah
ventrikel kiri. Contoh lain ialah pada aneurisma ventrikel.
Pulsasi ada pula yang melebar dan bersifat pukulan-pukulan serentak di sebut ventricular
lift, keadaan ini terjadi pada beban sistolik ventrikel kanan (misalnya pada stenosis mitral
dengan hipertensi pulmonal, teraba di daerah ventrikel kanan). Bagian paling leteral dari iktus
kordis dapat dianggap sebagai batas jantung kiri secara kasar.
Dengan palpasi dapat pula ditentukan gesekan perikardial (pericardial friction rub)
didaerah prekordium, yang teraba sebagai gesekan atau fremitus yang sinkron dengan denyut
jantung, dan tidak berubah menurut pernapasan. Keadaan ini terdapat pada perikarditis
fibrinosa dimana terjadi geseran-geseran perikardium viseral dan parietal yang
masing-masing permukaannya menjadi kasar. Kalau diantara kedua perikardial tersebut
terdapat cairan, maka geseran perikardial menghilang. Pada palpasi mungkin juga diraba
adanya vibrasi disamping pulsasi yang disebut sebagai getaran ( thrill) getaran tersebut
sering kali terdapat pada kelainan katup yang menyebabkan adanya aliaran trubulen
yang kasar dalam jantung atau dalam pembuluh-pembuluh darah besar, dan biasanya
sesuai dengan adanya bising jantung yang kuat pada tempat yang sama. Dalam hal ini
harus ditentukan kapan getaran itu terjadi (sistolik atau dastolik).
Lokalisasi harus pula ditetapkan, misalnya getaran sistolik dibasal yang terjadi pada
stenosis aorta dan lain-lainnya. Kadang-kadang terdapat getaran sistolik diapeks pada
insufisiensi mitral.
Gambar 5.3
5.13.3. Perkusi
Perkusi jantung dimaksudkan
terutama untuk menentukan besar
dan bentuk jantung secara kasar.
Perkusi sebaiknya dilakukan
dengan melekatkan jari tengah
tangan kiri sebagai plesimeter
(landasan) pada dinding toraks,
letaknya tegak lurus pada arah
jalannya perkusi dari lateral ke medial menuju daerah prekordial dan jari tengah kanan
sebagai palu perkusi dengan gerakan-gerakan yang cukup luwes pada sendi pergelangan
tangan kanan. Kadang-kadang perkusi dilakukan sepanjang ruang sela iga dengan landasan
sejajar dengan ruang sela iga dari lateral ke medial.
32
Ini dikerjakan misalnya pada orang kurus dengan sela iga yang cekung. Ketukan diatur
dan tidak boleh terlalu keras. Kekuatan ketukan harus tetap sehingga dapat membedakan
perubahan bunyi ketukan, umpamanya dari suara sonor menjadi redup. Perubahan bunyi
ketukan tersebut diambil sebagai batas-batas jantung. Dengan cara ini dapat ditentukan
daerah redup jantung. Kalau perkusi diteruskan sesuai arahnya semula, maka bunyi redup
berubah menjadi pekak, sehingga dapat ditentukan daerah prekordial dengan pekak jantung.
Secara praktis hal ini tak banyak dipergunakan, kecuali pada emfisema paru dimana pekak
jantung akan menghilang. Tempat ketukan pada landasan sebaiknya tepat di atas proksimal
dari pangkal kuku jari tengah kiri (pada falang I).
Pada dasarnya untuk menentukan besar dan bentuk jantung, perkusi dapat dilakukan dari
semua arah mendekati letak jantung. Batas-batas sisi kanan dan kiri dengan perkusi dari arah
lateral ke medial, batas atas dengan perkusi dari atas ke bawah atau dari lateral atas ke medial
bawah. Namun agar ada patokan-patokan tertentu yang menjadi proyeksi jantung pada
dinding toraks, maka setiap melakukan perkusi jantung di buat suatu kesepakatan sebagai
berikut :
1. Untuk menentukan batas jantung kanan, ditentukan lebih dulu batas paru hati pada garis
midklavikula kanan (lihat pemeriksaan fisis paru), kemudian ± 2 jari diatas tempat
tersebut dilakukan perkusi lagi kearah sternum sampai terdengar perubahan suara sonor
menjadi redup. Perubahan yang normal terjadi pada tempat diantara garis midsternum
dan sternum kanan. Bila batas ini terdapat di sebelah kanan garis sternum kanan,
mungkin sekali hal ini disebabkan pembesaran ventrikel kanan atau atrium kanan.
2. Untuk mendapatkan batas jantung kiri ditentukan lebih dulu batas bawah paru kiri pada
garis aksilaris anterior kiri (lihat pemeriksaan fisis paru), kemudian ± 2 jari diatasnya
dilakukan perkusi ke arah sternum sampai terdengar perubahan bunyi ketukan dari sonor
menjadi redup. Normal terdapat di tempat sedikit sebelah medial dari garis midklavikula
kiri. Bila batas ini ada di sebelah kiri garis midklavikula, mungkin sekali ada pembesaran
ventrikel kiri.
Bila ternyata batas paru bawah sebelah kiri sukar ditentukan, dapat dilakukan perkusi dari
leteral kiri ke arah sternum setinggi tempat perkusi pada waktu menentukan batas kanan
jantung (± 2 jari diatas paru – hati).
3. Untuk menggambarkan pinggang jantung dilakukan perkusi dari arah atas ke bawah pada
garis parasternum kiri. Batas normal terdapat pada ruang sela iga tiga kiri.
Bila letaknya lebih keatas, mungkin karena adanya pembesaran atrium kiri (misalnya
pada stenosis mitral).
Ketiga tempat yang didapatkan dengan cara perkusi tersebut, dapat dijadikan titik-titik
untuk menentukan keadaan jantung, dan merupakan batas jantung relatif. Bila perkusi
diteruskan menurut arah seperti cara-cara diatas, maka suara redup akan berubah menjadi
pekat atau pekat absolut jantung, yaitu bagian jantung yang langsung berhubungan dengan
dinding toraks.
Menghilangnya atau mengecilnya daerah absolut jantung tersebut adalah tanda dari
emvisema paru dan melebarnya daerah ini adalah tanda pembesaran jantung. Ketiga titik
pemeriksaan diatas, merupakan tiga titik yang mutlak harus diperiksa setiap melakukan
perkusi jantung.
Setelah mendapatkan batas jantung dari ketiga titik tadi, lebih lanjut dapat ditentukan
konfigurasi atau kontur jantung dengan melakukan perkusi dari lateral kanan, lateral kiri dan
arah kranial menuju ke jantung. Biasanya perkusi dilakukan pada sela iga dan diatas iga,
dengan jari plessimeter sejajar dengan sela iga, sehingga didapat banyak titik yang
merupakan batas perubahan suara perkusi dari sonor ke redup. Titik-titik ini bila
dihubungkan akan membentuk konfigurasi jantung. Kita juga bisa melakukan perkusi dengan
arah yang tidak sejajar dengan sela iga, tapi dapat dilakukan dari segala arah (sejajar atau
miring terhadap sela iga).
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 33
Setelah batas-batas dan konfigurasi ditentukan, harus pula dilakukan perkusi terhadap
pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Perkusi dilakukan setinggi ruang sela iga 2
dari lateral ke medial menuju manubrium sterni, diantara garis sternum kiri dan kanan.
Pada keadaan normal terdengar suara redup. Bila daerah redup ini melebar mungkin
sekali disebabkan adanya aneurisma aorta atau kelainan-kelainan di dalam neastinum bagian
atas. Adanya aneurisma aorta dapat pula disokong dengan adanya trackheal – tug yaitu
tarikan-tarikan yang teraba sesuai dengan sistolik dengan sedikit dorongan keatas pada tulang
trikoid, yang tampak lebih jelas pada duduk atau berdiri tengadah. Perkusi pada ruang sela
iga 3 dan 4 dari sebelah kanan menuju sternum untuk menentukan pembesaran atrium kanan.
Normal suara redup mulai pada garis sternum kanan. Perkusi pada ruang sela iga ruang kiri
untuk menentukan batas ruang apeks kordis. Normal suara redup mulai terdapat padajarak 7-
9 cm dari garis mid-sternum. Bisanya hal ini terletak pada ± 1,5 cm, sebelah kiri irtus kordis,
dipakai untuk mendapat gambaran kasar tentang besarnya ventrikel kiri.
5.13.4. Auskultasi
Auskultasi merupakan bagian pemeriksaan fisis jantung yang sangat penting. Jantung
sebagai organ tubuh yang selalu berkontraksi untuk memompakan darah akan
menghasilkan bunyi, yang bisa kita deteksi dengan stetoskop. Dalam keadaan normal kita
dapat membedakan bunyi jantung I dan bunyi jantung II., bahkan bunyi jantung III dan IV.
Apabila ada kelainan struktural jantung, misalnya, kelainan pada katup jantung atau sekat
jantung (septum interatrial atau septum interventrikular), maka akan timbul turbulensi
aliran darah intrakardiak, yang dapat menimbulkan suara tambahan/ bunyi jantung
abnormal (kardiak murmur).
Gambar 5.4
Adanya thrill pada saat pemeriksaan palpasi, bisa diperjelas dengan ditemukannya
murmur atau bising jantung pada pemeriksaan auskultasi.
Posisi pasien adalah posisi telentang dengan kepala ditinggikan dengan membentuk
sudut 300. posisi lain adalah lateral kiri dekubitus, bertujuan untuk memperjelas palpasi
apeks, atau untuk memperjelas auskultasi apeks. Posisi duduk sambil menunduk dan
ekspirasi maksimal untuk memperjelas insufisiensi aorta. Untuk memperjelas bunyi jantung
saat auskultasi, pasien diminta untuk menahan napas sebentar, yang bertujuan mencegah
interferensi antara bunyi jantung dengan bunyi napas. Posisi pemeriksa adalah di sebelah
kanan pasien.
34
Pemeriksaan auskultasi dilakukan dengan memakai stetoskop. Ada 2 macam stetoskop.
1. Stetoskop yang berbentuk sungkup (open bell type), digunakan terutama untuk
mendengar bunyi-bunyi dengan nada rendah (low pitched). Kulit dinding toraks
berfungsi sebagai diafragma pada sungkup stetoskop. Makin keras ujung stetoskop
(chest piece) ditekankan pada dinding toraks makin tegang kulit di tempat itu. Dengan
cara demikian bunyi dengan nada yang agak lebih tinggi akan lebih jelas terdengarnya,
dan bunyi dengan nada rendah akan lebih pelan.
2. Stetoskop bentuk piring yang ditutupi dengan membran sebagai diafragma (bowl type)
digunakan terutama untuk mendengar bunyi-bunyi dengan nada tinggi. Membran
berfungsi sebagai filter; dengan mengurangi intensitas bunyi-bunyi bernada rendah,
sehingga bunyi-bunyi dengan nada tinggi (high pitched) akan lebih jelas terdengar.
Lokalisasi
Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional):
1. Pada iktus kordis untuk bunyi jantung 1 yang berasal dari katup mitral.
2. Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk BJ yang berasal dari katup pulmonal.
3. Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk BJ yang berasal dari katup aorta.
4. Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau pada bagian ujung
sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Haruslah diingat bahwa tempat-tempat auskultasi tersebut tidaklah bertepatan dengan
letak anatomis katup-katup yang bersangkutan, tetapi pada keadaan normal hampir selalu
merupakan tempat-tempat dimana bunyi jantung itu terdengar paling jelas. Keempat lokasi
diatas, merupakan lokasi-lokasi yang mutlak harus diperiksa setiap pemeriksaan auskultasi
jantung, disamping area jantung secara keseluruhan, bahkan kalau perlu ke daerah aksila kiri
dan skapula kiri.
Terlebih dahulu ditetapkan dengan tepat dalam fase mana bising jantung itu terdengar;
bising jantung dibagi menjadi bising sistolik dan bising diastolik.
Bising jantung tidak selalu menunjukan keadaan sakit. Pada anak-anak seringkali
terdengar bising sistolik yang innocent. Pada keadaan anemia dan keadaan demam seringkali
terdengar bising jantung faali, dalam hal ini kita sebut hemic murmur yang tidak
menunjukkan kelainan jantung organik. Hal ini disebabkan aliran darah yang menjadi lebih
cepat dari biasa dan kepekatan darah yang menurun.
Bising jantung faali biasanya mempunyai punctum maximum di ruang sela iga 3 dan 4
kiri dengan kualitas bising seperti bunyi tiupan (blowing).
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 37
Gambar 5.5
Bising Sistolik
Bising sistolik terdengar dalam fase sistolik (diantara BJ I dan BJ II) sesudah bunyi
jantung I. Pada garis besarnya dikenal 2 macam bising sistolik :
Tipe ejection yang timbul akibat aliran darah yang dipompakan (ejected) melalui bagian
yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik misalnya pada stenosis aorta dimana
bising tersebut mempunyai punctum maximum di daerah aorta dan mungkin menjalar ke
apeks kordis.
Tipe pansistolik yang timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung
yang masih terbuka (seharusnya dalam keadaan tertutup pada kontraksi jantung) dan
mengisi seluruh fase sistolik. Misalnya pada insufisiensi mitral terdengar dengan
punctum maximum di apeks dan menjalar ke lateral bawah. Waktu dan bentuk serta
macam dari suatu bising turut menunjukkan macam perubahan hemodinamik yang
menyebabkan terdengarnya bising jantung.
Bising Diastolik
Terdengar dalam fase diastolik (diantara BJ II dan BJ I) sesudah BJ II. Macam-macam
bising jantung diastolik menurut saatnya :
Mid-diastolik yang terdengar kurang lebih pada pertengahan fase diastolik. Bila terdengar
dengan punctum maximum di apeks, menunjukkan adanya stenosis mitral.
Early diastolik yang terdengar segera sesudah BJ II. Bila bising ini terutama terdengar di
daerah basal jantung, mungkin sekali disebabkan insufisiensi aorta. Bising ini timbul
sebagai akibat aliran balik pada katup aorta.
Pre-systolik yang terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum BJ I. Bising jantung
tersebut terdapat pada stenosis mitral dengan punctum maximum-nya biasanya di apkes
kordis.
Nada dan kualitas bising sebaliknya juga diperhatikan. Bising dengan nada rendah (low
pitched) pada umumnya berkualitas kasar (rumbling quality). Bising dengan nada tinggi (high
pitched) kadang-kadang juga berkualitas seperti bunyi tiupan. Kadang-kadang bising jantung
sedemikian nyaringnya sehingga terdengar seperti musik. Bising semacam ini disebut sebagai
sea-gull (elang laut) murmur.
Dari nada dan kualitas bising tidak tidak dapat dibedakan bising faali atau bising yang
terjadi karena kelainan jantung organis.
Intensitas (kerasnya) bising, tergantung terutama pada:
Kecepatan aliran darah melalui tempat terbentuknya bising itu.
Banyaknya aliran darah melalui tempat timbulnya bising itu.
38
Keadaan kerusakan-kerusakan yang terdapat pada daun-daun katuk atau beratnya
penyempitan.
Kepekatan darah.
Daya konstraksi miokardium.
Dikenal 6 macam derajat intensitas bising jantung (menurut American Heart Association):
Derajat 1 bising sangat pelan
Derajat 2 bising cukup pelan
Derajat 3 bising agak keras
Derajat 4 bising cukup keras
Derajat 5 bising sangat keras
Derajat 6 bising sekeras kerasnya bising (bising paling keras)
Kadang-kadang intensitas bising berubah-ubah pada gerakan badan atau pernapasan dan
sikap badan. Intensitas bising harus ditentukan pada punctum maximum, selanjutnya harus
pula ditentukan arah penyebaran bising menurut intensitasnya.
Lokalisasi atau suatu bising adalah tempat bising itu paling keras terdengar (punctum
maximum). punctum maximum suatu bising tertentu perlu ditentukan untuk membedakan
bising itu dengan bising lain yang mungkin terdengar di tempat yang sama karena
penyebaran dari tempat lain. Selain itu, punctum maximum dan penyebaran suatu bising
berguna untuk menduga darimana bising itu berasal. Misalnya dengan punctum maximum
pada apeks kordis yang menyebar ke lateral sampai ke belakang, biasanya adalah bising yang
berasal dari katup mitral.
Bising Kardio-Pulmonal
Bising kardiopulmonal adalah bising yang timbul sebagai akibat dari luar jantung (extra-
cardiac), terjadi akibat dari aliran udara kedalam bagian paru-paru yang mengembang bila
terjadi kontraksi vertrikel. Bising ini terdengar jelas pada waktu inspirasi, dan tidak
menunjukkan kelainan jantung.
Pemeriksaan Laboratorium
Urin rutin, darah rutin, gula darah, analisis lemak-kolesterol, ureum, kreatinim, elektrolit.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 39
Rekaman Elektrokardiografi (EKG)
Keadaan elektrofisiologis
Potensial listrik jantung
Foto Rontgen Toraks
Anatomi jantung dan paru-paru
Faskularisasi paru
Eko-(Doppler)-Kardiografi
Fungsi dan struktur jantung
Diagnosis : Struktural (anatomis)
Fungsional (fisiologis)
Kausal (etiologis)
Pengobatan : Farmakoterapi
Terapi bedah
Pemeriksaan paru bertujuan menentukan kelainan pada organ paru untuk menunjang suatu
diagnosis penyakit berdasarkan keluhan sistem pernapasan yang didapatkan sebelumnya pada
anamnesis dan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan rongga dada. Keluhan yang sering didapat
adalah :
Sesak napas/gangguan pernapasan,
Batuk-batuk (kering/berdahak),
Nyeri dada,
Batuk darah,
Keluhan umum lainnya seperti demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat
malam.
Sesak Napas
Sesak napas sebagai perasaan sukar bernapas, perasaan sulit mendapatkan udara pernapasan segar
atau perasaan napas yang pendek. Tanda-tanda obyektif (patalogis) sesak napas ini dikenal sebagai
dispnea adalah :
Takipnea : Napas yang cepat
Bradipnea : Napas yang lembut
Hiperpnea : Napas yang dalam
Ortopnea : Sesak napas pada posisi tidur
Platipnea : Sesak napas pada posisi tegap (berdiri)
Trepopnea : Sesak napas pada posisi berbaring ke kiri/kanan
Sesak napas sering ditemukan pada keadaan/penyakit :
a. Gangguan sistem pernapasan
Penyakit saluran napas : asma bronkial, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
penyumbatan saluran napas.
Penyakit perenkim paru : pneumonia, acute respiratory,distress syndrome(ARDS), penyakit
interstisial paru.
Penyakit vaskular paru : emboli paru
Penyakit pleura : pneumotoraks, efusi pleura.
b. Gangguan sistem kardiovaskular
Peningkatan tekanan vena pulmonalis : gagal jantung kiri
Penurunan curah jantung
Anemia berat
c. Anksietas/psikosomatik
40
d. Gangguan pada sistem neuromuskuloskeletal, yaitu polimiositis, miastenia gravis, sindrom
guillian barre, kifoskoliosis.
Batuk
Batuk bisa berarti suatu keadaan normal atau abnormal. Contoh keadaan normal misalnya batuk-
batuk saat makan karena yang bersangkutan tetap bicara sewaktu mengunyah/ menelan makanan.
Jadi batuk merupakan usaha pembersihan saluran trakheo bronkial, bila usaha pembersihan
(Clearence) mukosilier tidak berhasil. Reseptor untuk batuk ini terletak di laring, trakea, dan bronkus
besar. Keadaan batuk dilihat juga dengan adanya sputum yang produktif (batuk berdahak) atau tidak
produktif (batuk kering).
Penyakit-penyakit yang meyebabkan batuk :
1. Iritasi jalan napas
Terisap : asap, debu, dll
Aspirasi : cairan lambung, sekret mulut, benda asing.
Post-nasal drip
2. Penyakit jalan napas : infeksi saluran napas atas, bronkitis akut/kronik, bronkiektasis, neoplasma,
kompresi eksternal (oleh kelenjar getah bening, tumor), asma bronkial.
3. Penyakit parenkim paru : pneumonia, abses paru, penyakit intestisial paru.
4. Gagal jantung
5. Drug induced (efek samping obat): penghambat ACE
Hemoptisis
Hemoptisis berarti batuk darah dari jalan napas. Asal darah bisa dari paru-paru atau
nasofaring, mulut, saluran pencernaan atas.
Penyakit paru yang menyebabkan hemoptisis :
1. Penyakit jalan napas: bronkitis akut/kronik, bronkiektasis, karsinoma bronkus
2. Penyakit parenkim paru: tuberkulosis, abses paru, pneumonia, misetoma (fungus ball), dll.
3. Penyakit vaskular: emboli paru, hipertensis pulmonal.
4. Lain-lain: gangguan koagulasi, endometriosis paru.
Nyeri Dada
Nyeri dada tidak selalu menunjukkan adanya penyakit pada paru karena jaringan paru bebas
dari saraf nyeri sensorik. Bila terdapat nyeri dada, maka ini berarti adanya proses di pleura
pariental, diafragma, atau mediastinum. Nyeri pleuro-pariental dan nyeri diafragma lebih terasa pada
waktu inspirasi.
Nyeri diafragma penjalarannya sampai ke daerah bahu. Nyeri dada karena radang pleura banyak
terdapat pada penyakit pneumonia, emboli paru.
Keluhan-keluhan tersebut mencerminkan suatu gejala penyakit paru seperti: asma bronkial,
bronkitis (akut/kronik), emfisema paru, pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, efusipleura,
pneumotoraks, kanker paru, dan lain-lain.
5.14.1. Inspeksi
Pada inspeksi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Perhatikan bentuk dada/toraks dalam keadaan tidak bergerak (statis). Bentuk dada :
a. Normal
b. Dada paralitikum
Dada kecil, diameter segital pendek.
Sela iga sempit, sela iga miring
Angulus costae < 900
Terdapat pada pasien malnutrisi tuberkulosis.
c. Dada emfisema (Barrel-shape)
Dada mengembung, diameter segital besar
Tulang punggung melengkung (kifosis)
Angulus costae > 900
Terdapat pada pasien : bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif knonik (PPOK).
Kelainan bentuk :
Kifosis : Melengkungnya (lordosis) kurvatura vertebra pada posisi anterior posterior,
secara berlebihan dari normal. Kelainan ini terlihat pada pemeriksaan dari samping.
Skoliosis : Melengkungnya kurvatura vertebra ke lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada
pemeriksaan dari belakang.
Pectus excavatum (pigeon chest atau dada burung); dada dengan tulang sternum
menonjol ke depan.
Pectus excavatum dan Pectus carinatum terlihat pada pemeriksaan dari depan.
Kelainan dada lain yang sering ditemukan adalah :
Kulit : warna, bintik-bintik, spider naevi, tonjolan tumor, bekas-bekas jaringan parut,
luka operasi.
Bendungan vena,
Emfisema subkutis,
Ginekomastia,
Penyempitan atau pelebaran sela iga.
Frekuensi pernapasan normal 12-18 kali per menit. Pernapasan kurang dari 12 kali
per menit disebut bradipnea, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan
serebral. Pernapasan lebih dari 18 kali per menit disebut takipnea, misalnya pada
pneumonia, anksietas, asidosis.
b. Sifat pernapasan
Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor dalam perut,
Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut,
Kombinasi (jenis pernapasan ini yang terbanyak).
Pada wanita sehat, umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-
abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapsan abdomen lebih dominan dan
disebut abdomino-torakal.
Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut wanita berbeda dari laki-laki.
Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapsan misalnya pada
pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK.
Disamping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila
ada, keadaan ini menunjukkan adanya gangguan pada daerah tersebut.
42
Disamping ekstremitas, lihat juga kelainan pada daerah kepala yang menunjukkan
gangguan pada paru seperti :
Mata yang mengecil, pada sindrom horner
Sianosis pada ujung lidah pada hipoksemia
Hal lain yang perlu diperhatikan pada gangguan paru adalah sputum (dahak) yang
dikeluarkan melalui bronkus. Sputum yang purulen dan jumlah banyak terdapat pada
bronkiektasis. Sputum warna merah muda berbusa (pink frothy) terdapat pada edema
paru (gagal jantung). Sputum berdarah (hemoptisis) terdapat pada penyakit tuberkulosis
paru, kanker paru, bronkiektasis.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 43
5.14.2. Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Palpasi dalam keadaan statis
Mula-mula daerah leher diperiksa dengan jari tangan untuk menentukan hal-hal
berikut :
Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula (pemeriksaan
kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah submandibula dan kedua aksila).
Adanya pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) menunjukkan terdapatnya
proses di daerah paru seperti kanker paru, tuberkulosis, kelenjar getah bening.
Trakea, normalnya terletak di tengah. Bila trakea bergerak ke kiri atau ke kanan
perhatikan apakah karena pendorongan (oleh tumor) atau tertarik ke bagian yang
sakit (scwharte/fibrosis apeks paru oleh tuberkulosis).
Kemudian palpasi diteruskan pada daerah dada depan dengan jari tangan ditentukan :
Kelainan dinding dada (tumor dinding dada atau tumor payudara),
Letak apeks jantung, normalnya terletak di sela iga 5 kiri 1 jari medial garis
midklavikula.
5.14.3. Perkusi
Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah ke dinding lain, dengan sendi
pergelangan tangan sebagai penggerak. Jangan menggunakan poros siku, oleh karena ini akan
memberikan ketokan yang tidak seragam. Sifat-sifat ketokan, selain didengar, juga harus
dirasakan oleh jari-jari. Perkusi dada dilakukan secara beraturan dari dada kiri ke kanan
dan ke bawah (zig-zag) sehingga sampai ke batas dada bawah dengan perut. Kemudian
dibuat perbandingan dari perkusi tiap-tiap sisi paru tersebut. Bunyi perkusi pada batas paru-
lambung. Batas paru hati ini kadang-kadang sulit didengar dari perkusi. Untuk lebih jelas
perbedaan bunyinya pasien diminta menarik napas dalam dan menahannya sampai pemeriksa
selesai perkusi. Daerah aksila dapat diperkusi dengan baik dengan cara meminta pasien
mengangkat tangannya ke atas kepala. Pemeriksa menaruh jari-jari tangan setinggi mungkin
di aksila pasien untuk diperkusi. Perkusi pada bagian posterior dada, skapula sebaiknya
dikesampingkan dengan cara meminta pasien, mengangkat lengannya ke atas.
Bunyi ketokan yang didapat adalah :
a. Sonor (resonant), terjadi bila udara cukup banyak dalam jaringan (alveolus), terdapat
pada orang normal.
b. Pekak (dull) terjadi pada jaringan tanpa udara di dalamnya, misalnya tumor paru,
penebalan pleura.
c. Redup (stony-dull), bila bagian padat jaringan lebih banyak dari udara di dalamnya,
misalnya : infiltrat, konsolidasi, cariran di rongga pleura,
44
d. Hipersonor (hiperresonant) bila udara lebih banyak dari pada jaringan padat, misalnya
pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya di tepi pneumotoraks, bula yang besar.
Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam lambung.
Dapat terdengar juga pada jaringan yang lain misalnya kelainan patologis di daerah toraks.
Perkusi-auskultasi termasuk perkusi lunak pada daerah sternum dan secara bersama
dilakukan auskultasi pada lapangan paru di bagian belakang dada. Bila meningkat maka ini
menunjukkan adanya sedikit konsolidasi, bunyi sonor-timpani yang khas dapat didengar pada
pneumotoraks bila perkusi dilakukan pada dada dengan 2 uang logam (coin sound).
Gambar 5.6
Disamping menentukan kelainan pada paru dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas
paru dengan organ sekitarnya.
Batas paru jantung : (lihat pemeriksaan fisis jantung).
Batas paru-hati, bunyi sonor dari paru selanjutnya menjadi redup pada garis midklavikula
yaitu pada sela iga 6.
Peranjakan antara ekspirasi dan inspirasi dalam yang normal adalah 2 jari.
Batas paru lambung : perubahan sonor ke timpani pada garis aksilaris anterior, biasanya
pada sela iga 8, batas ini sangat tergantung dari ada tidaknya isi lambung.
Batas paru belakang bawah ditentukan pada garis skapula. Biasanya setinggi vertebra
torakalis 10 untuk paru kiri, dan 1 jari lebih tinggi pada paru kanan.
Pada pemeriksaan perkusi terdapat hal-hal khusus seperti daerah Kronig yaitu daerah
supraskapula seluas 3 sampai 4 jari di pundak. Perkusi di daerah ini sonor.
Adanya bunyi selain sonor pada daerah ini menunjukkan kelainan apeks paru, misalnya
tumor paru, tuberkulosis paru.
Garis Ellis Damoiseau adalah garis lengkung konveks dengan puncak pada garis aksilaris
tengah, terdapat pada cairan pleura yang cukup banyak.
Segitiga Garland, yaitu daerah timpani yang dibatasi oleh vertebra torakalis, garis Ellis
Damoiseau dan garis horizontal yang melalui puncak cairan.
Segitiga Grocco, yaitu daerah redup kontralateral yang dibatasi oleh garis vertebra,
perpanjangan dari garis Ellis Damoiseau ke kontralateral dan batas paru belakang bawah.
Garis Ellis Damoiseau, segitiga Garland yang timpani dan segitiga Grocco yang redup
dapat ditemukan bila terdapat cairan yang cukup banyak di dalam rongga pleura.
5.14.4. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi adalah pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan fisis paru-
paru. Aliran turbulensi udara terjadi pada trakea dan jalan udara yang besar. Suara yang
ditimbulkannya mempunyai nada yang keras, dinamakan suara trakeal. Selanjutnya pada
percabangan-percabangan bronkus yang besar, akan terdengar suara bronkus vesikular (suara
campuran antara bronkial dan vesikular). Selanjutnya percabangan bronkus kecil
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 45
(percabangan ke-15) sampai distal akan memberikan nada yang lebih rendah karena adanya
jaringan paru sebagai saringan suara.
Suara napas dilukiskan sebagai normal atau menurun dalam kualitasnya. Penyebab
menurunnya suara napas terdapat pada penyakit emfisema paru, pneumotoraks, penebalan
pleura dan penebalan otot-otot dada/lemak pada obesitas. Auskultasi dilakukan berurutan
dengan selang-seling dada kiri dan kanan (zig-zag). Termasuk diauskultasi juga daerah aksila
selanjutnya berpindah ke bagian belakang yang sama diauskultasi seperti bagian depan.
Gambar 5.7
3. Bronkovesikular, bunyi yang terdengar antara vesikular dan bronkial di mana
ekspirasi menjadi lebih keras, lebih tinggi nadanya dan lebih memanjang hingga
hampir menyamai inspirasi. Terdapat pada penyakit paru dengan infiltrat misalnya
bronkopneumonia, tuberkulosis paru,
4. Amforik, didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
Kadang-kadang kita perlu melakukan auskultasi di mana pasien mengucapkan beberapa
kata-kata seperti 77 atau 99. Pemeriksaan ini memberikan resonansi vokal dan ini jelas
memberikan perbedaan suara napas pada beberapa lapangan paru.
B. Bunyi napas tambahan
Bunyi napas tambahan ini merupakan suara getaran (vibrasi) dari jaringan paru yang
sakit. Pada paru sehat suara tambahan ini tidak ditemukan. Bentuk suara napas tambahan
tersebut adalah :
1. Ronki kering, adalah bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen saluran
napas akibat penyempitan. Kelainan ini terdapat pada mukosa atau adanya sekret
yang kental atau lengket. Terdengar lebih jelas pada ekspirasi walaupun pada
46
inspirasi sering terdengar. Dapat di dengar di semua bagian bronkus, makin kecil
diameter lumen, makin tinggi dan makin keras nadanya. Wheezing adalah ronki
kering yang tinggi nadanya dan panjang yang biasa terdengar pada serangan asma.
2. Ronki basah (rales) adalah suara yang berbisik dan terputus akibat aliran udara
yang melewati cairan. Ronki basah halus, sedang atau kasar tergantung besarnya
bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi. Ronki basah halus
biasanya terdapat pada bronkiale, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli
yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi
terutama terjadi pada keadaan-keadaan seperti fibrosis paru, pleuritis. Sifat ronki
basah ini dapat nyaring (infiltrat) atau tidak nyaring (pada edema paru).
3. Bunyi gesekan pleura (P. Viseralis dan P. Parietalis) yang menebal atau menjadi
kasar karena peradangan. Biasanya terjadi karena peradangan dan terdengar pada
akhir inspirasi dan awal ekspirasi,
4. Hippocrates succussion adalah suara cairan pada hidropneumotoraks yang
terdengar bila si pasien digoyang-goyangkan.
Pemeriksaan fisis abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis keseluruhan, yang
dalam prakteknya merupakan lanjutan dari pemeriksaan fisis umum, pemeriksaan fisis kepala,
leher, toraks (dada), lalu pemeriksaan fisis abdomen, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis
genitalia dan perineum (bila ada indikasi), dan terakhir pemeriksaan ekstremitas.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah mendapatkan atau mengidentifikasi tanda penyakit
atau kelainan yang ada pada daerah abdomen, atau dengan perkataan lain tujuan pemeriksaan
fisis abdomen adalah menjawab pertanyaan apakah terdapat kelainan organ yang terdapat pada
daerah abdomen. Hal ini perlu ditegaskan karena sering terdapat kesalah pahaman atau salah
pengertian, yaitu abdomen diperiksa bila ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit pada
sistem gastrointestinal. Justru pada penyakit traktus gastrointestinal riwayat penyakit yang
didapat dari anamnesis merupakan data klinik yang sangat menentukan.
Yang dimaksud abdomen adalah suatu rongga dalam badan di bawah diafragma sampai
dasar pelvis. Namun demikian yang dimaksud dengan pemeriksaan fisis abdomen adalah
pemeriksaan daerah abdomen di bawah arkus kosta kanan kiri sampai daerah inguinal.
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilikus. Dengan cara
ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim disebut sebagai berikut.
a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kiri bawah
d. Kuadran kanan bawah
Kepentingan pembagian ini adalah untuk menyederhanakan penulisan laporan
misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang mencakup daerah
yang cukup luas.
2. Pembagian yang lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik dua garis sejajar
dengan garis median dan dua garis transversal yaitu yang menghubungkan dua titik paling
bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior
superior (SIAS).
a. Garis medium
b. Antara SIAS kanan dan garis median
c. Antara SIAS kiri dan garis median
d. Pinggir dinding abdomen kanan
e. Pinggir dinding abdomen kiri
f. Antara 2 titik paling bawah arkus kosta
g. Antara SIAS kanan dan kiri
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 47
Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi atas 9
regio:
1. Regio epigastrium
2. Regio hipokondrium kanan
3. Regio hipokondrium kiri
4. Regio umbilikus
5. Regio lumbal kanan
6. Regio lumbal kiri
7. Regio hipogastrium atau regio suprapubik
8. Regio iliaka kanan
9. Regio iliaka kiri
Kepentingan pembagian yang lebih rinci tersebut adalah bila kita meminta pasien untuk
menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi penjalaran rasa nyeri tersebut.
Dalam hal ini sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa nyeri beserta penjalarannya, sebab
sudah diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intraabdominal
berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik.
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah disepakati.
1. Titik Mc Burney
Yaitu titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis yang
menghubungkan SIAS dengan umbilikus. Titik Mc Burney tersebut dianggap lokasi apendiks
yang terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis.
2. Garis Schuffner
Yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan
garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk
menyatakan pembesaran limpa.
5.15.1. Inspeksi
Yang dimaksud dengan inspeksi adalah melihat perut baik perut bagian depan maupun
bagian belakang yang dalam buku ini disebut pinggang. Inspeksi dilakukan dengan
penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah :
1. Simetris
2. Bentuk atau kontur
3. Ukuran
4. Kondisi dinding perut
Kelainan kulit
Vena
Umbilikus
Striae alba
5. Pergerakan dinding perut
Simetris
Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang. Adanya
tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk perut tidak simetris.
Pergerakan dinding perut akibat peristaltik dalam keadaan normal atau fisiologis tidak
terlihat. Bila terlihat adanya gerakan peristaltik usus dapat dipastikan adanya hiperperistaltik
48
dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi
maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.
Kelainan Kulit
Perlu diperhatikan sikatriks akibat ulserasi pada kulit, atau akibat operasi atau luka tusuk.
Pada tempat insisi operasi sering terdapat hernia insisialis. Kadang-kadang hernia insisialis
begitu besar dan menonjol sampai terlihat peristaltik usus.
Gambar 5.8
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 49
Gambar 5.9
Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah kehamilan
atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites, dan terdapat juga pada sindrom
cushing. Pulsasi arteri pada dinding perut terlihat pada pasien aneurisma aorta atau kadang-
kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien
insufisiensi katup trikuspidalis.
Pelebaran Vena
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus disebut
kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banti.
Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari
daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat obstruksi vena kava superior aliran vena ke
distal. Pada keadaan normal, aliran vena dinding perut diatas umbilikus ke kranial sedang
dibawah umbilikus alirannya ke distal. Pada umumnya mudah sekali menentukan arah aliran
vena dinding perut diatas umbilikus ke kranial.
5.15.2. Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam
rongga abdomen. Perlu ditekankan disini bahwa palpasi merupakan lanjutan dari anamnesis
50
dan inspeksi . perlu sekali diperhatikan apakah pasien ada keluhan nyeri atau rasa tidak enak
pada daerah abdomen.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan palpasi :
1. Beritahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut.
2. minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat penekanan tersebut. Bila
mungkin tanyalah seperti apa nyerinya apakah ringan, sedang, atau seperti ditusuk jarum
atau nyeri seperti kena pukul,
3. Perhatikan mimik pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan reaksi dinding perut.
Pada pasien yang sensitif (geli) akan timbul ketegangan pada dinding perut dengan
mimik pasien menahan tawa,
4. Bila hal ini terjadi palpasi dilakukan dengan halus dan pelan, serta pasien
memperhatikan/ memandang ke langit-langit, hindarkan pasien melihat perutnya sendiri
pada waktu dilakukan palpasi, bila perlu kaki ditekuk sedikit sejak awal palpasi,
5. Palpasi dilakukan secara sistematis dan sedapat mungkin seluruh dinding perut terpalpasi.
Sering terjadi daerah tengah dilupakan pada palpasi sehingga aneurisma atau tumor di
daerah tersebut tidak terdeteksi,
6. Ingatlah akan lokasi nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sehingga kita akan lebih hati-hati
dalam melakukan palpasi,
7. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan (superfisial) dan palpasi dalam
(deep palpation),
8. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual) terutama
pada pasien gemuk,
9. Biasakanlah palpasi yang seksama meskipun tidak ada keluhan yang bersangkutan
dengan penyakit straktus gastrointestinal,
10. Pasien dalam posisi supine/telantang dengan bantal secukupnya, kecuali bila pasien sesak
napas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien, kecuali pada dokter yang kidal (left
handed),
Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh ruas
terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari.
Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus
memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. Perhatikan data yang didapat dengan palpasi
superfisial tersebut.
Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri yang tidak
didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada
palpasi superfisial dan yang terpenting adalah untuk palpasi organ secara spesifik misalnya
palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien
dengan otot dinding yang tebal.
5.15.3. Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tak langsung, sama seperti perkusi di rongga
toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih perlahan.
Perkusi abdomen mempunyai bebrapa tujuan :
1. Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa,
2. Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok,
3. Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat.
Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi
lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen adalah
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 51
timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah
pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan
kemungkinan adanya udara bebas di dalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi diatas dinding
perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu
sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shiffting dullnes). Pemeriksaan shiffting
dullnes sangat patognomis dan lebih dapat dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang
cairan. Suatu keadaan yang disebut fenomena papan catur (chessboard phenomen) di
mana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah,
sering ditemukan pada pasien peritonitis tuberkulosa.
5.15.4. Auskultasi
Urutan pemeriksaan fisis yang lazim adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi,
namun pada pemeriksaan fisis abdomen auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dahulu setelah
atau bersamaan dengan inspeksi.
Auskultasi abdomen bertujuan untuk mendengarkan :
1. Suara peristaltik
2. Suara pembuluh darah
Suara peristaltik
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar tanpa
menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar. Jika terdapat
obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit
yang bersifat kolik.
Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi. Pada keadaan kelumpuhan usus
(paralisis) misalnya pada pasien pasca operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini
sangat lemah dan jarang bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi
pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Dalam keadaan
ini kadang-kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi.
Hati
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio hipokondrium
kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misalnya pada tumor hati) akan terlihat
permukaan abdomen yang asimetris antara daerah hipokondrium kanan dan kiri.
Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan dan lengkung iga
kanan akan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila ujung tepi hati melewati batas
lengkung iga akan dapat diraba. Dikatakan hati teraba bila ada sensasi sentuhan antara jari
pemeriksa dengan pinggir hati.
Agar memudahkan perabaan diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60 0.
b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal inspirasi jari
bergerak ke kranial dalam arah parabolik.
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati
pada saat inspirasi maksimal.
Sinkronisasi dari berbagai gerak tersebut memerlukan pemahaman yang seksama dan
latihan serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar dan elegan atau dengan istilah
lain dikerjakan secara lege artis yaitu harus rapi, tepat, seksama,tanpa menimbulkan ketidak-
nyamanan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar dinding
abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan
kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas
lagi bila arah jari membentuk sudut 450 dengan garis median, ujung jari terletak pada bagian
lateral muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati
lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan. Dinding
abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat menyentuh
tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah
lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi.
Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi
sebagai berikut :
Beberapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?
Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau tumpul pada tumor
hati?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras (pada tumor
hati)?
Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol.
Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada antara lain abses hati dan tumor
hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi.
Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa pada
kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga
harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena adanya
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 53
perubahan bentuk diafragma (misalnya emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran
lobus kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah
epigastrium. Bentuk tepi hati yang teraba pada palpasi dapat ditelusuri mulai dari sisi lateral
lengkung iga kanan sampai dengan epigastrium, sehingga bentuk proyeksinya pada dinding
abdomen dapat digambar.
Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada sela iga
6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya emfisema paru, batas ini akan lebih rendah
sehingga besar hati yang normal dapat teraba tepinya padawaktu palpasi. Perkusi batas atas
dan batas bawah hati (perubahan suara dari redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya
pengecilan hati (misalnya pada sirosis hati).
Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.
Limpa
Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak
teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai
regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai
dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga
kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang
dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai di spina
iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat ke arah kanan (
ke arah pemeriksa).
Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai berikut :
Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai dengan S-VIII)?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi portal) atau
keras seperti pada malaria?
Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba
insisuranya.
Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan cara
bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada
dinding abdomen di ventralnya. Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidroneposis) akan
teraba diantara kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba
benturannya di tangan lain. Fenomena ini dinamakan ballotement positif. Pada keadaan
normal ballotement negatif.
Perineum
Pemeriksaan abdomen akan lengkap dengan pemeriksaan perinium dan colok dubur.
Untuk pemeriksaan ini penting dijelaskan terlebih dahulu pada pasien tentang tujuan dan
manfaatnya.
Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kiri dengan kedua lutut terlipat kearah
dada. Pemeriksaan memakai sarung tangan. Dengan menerangkan cahaya yang adekuat,
bokong kanan pasien ditarik keatas dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa sehingga kita
dapat melakukan inspeksi perineum dengan baik. Adanya hemoroid eksterna atau interna
yang prolaps, fisura ani, ataupun tumor dapat dinilai dengan baik.
Colok Dubur
Pasien dalam posisi miring lateral dekubitus kiri. Oleskan jari telunjuk tangan kanan yang
telah memakai sarung tangan dengan jeli atau vaselin dan juga oleskan pada anus pasien.
Beritahu pasien bahwa kita akan memasukkan jari ke dalam anus. Letakkan bagian palmar
ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan secara perlahan tekan agak memutar sehingga
jari tangan masuk kedalam lumen anus.
Masukan lebih dalam secara perlahan-lahan sambil menilai apakah terdapat spasme anus
(misalnya pada fisura ani), massa tumor, rasa nyeri, mukosa yang teraba ireguler, pembesaran prostat
pada laki-laki atau penekanan dinding anterior oleh vagina/rahim pada wanita . Pada waktu jari
telunjuk dikeluarkan dari anus, perhatikan pada sarung tangan apakah terdapat darah, lendir,
ataupun bentuk feses yang menempel. Pada akhir pemeriksaan colok dubur jangan lupa
membersihkan dubur pasien dari sisa jeli/kotoran dengan menggunakan kertas toilet.
5.16.1. Pendahuluan
Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang khusus mempelajari
segala soal yang berhubungan dengan lahirnya bayi.Dengan demikian, yang menjadi obyek
ilmu ini ialah kehamilan, persalinan, nifas dan bayi yang baru dilahirkan.
Ilmu Kebidanan menjadi dasar usaha-usaha yang dalam bahasa Inggris dinamakan
maternity care. Menurut definisi WHO Expert Committee on Maternity Care yang kemudin
diubah sedikit oleh WHO Expert Committee on the Midwife in Maternity Care. Tujuan
Maternity Care atau Pelayanan Kebidanan ialah “ menjamin , agar setiap wanita hamil dan
wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara kesehatannya sesempurna-sesempurnanya
agar wanita hamil melahirkan bayi sehat tanpa gangguan apa pun dan kemudian dapat
merawat bayinya dengan baik “.
Pelayanan Kebidanan dalam arti yang terbatas terdiri atas:
1. Pengawasan serta penanganan wanita dalam masa hamil dan pada waktu persalinan;
2. Perawatan dan pemeriksaan wanita sesudah persalinan;
3. Perawatan bayi yang baru lahir; dan
4. Pemeriksaan laktasi.
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal
adalah 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari ) dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3
bulan , triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan , triwulan ketiga dari bulan ketujuh
sampai 9 bulan.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 55
Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya keadan pelayanan
kebidanan ( maternity care ) dalam suatu Negara ataudaerah ialah kematian mternal
(maternal mortality ). Menurut definisi WHO “ kematian maternal ialah kematian seorang
wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun,
terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan “.
Angka kematian maternal (maternal mortality rate ) ialah jumlh kematian maternal
diperhitungkan terhadap 1000 atau 10.000 kelahirn hidup, kini dibeberapa negara malahan
terhadap 100.000 kelahiran hidup.
Dengan tercapainya kematian maternal yang rendah, maka sekarang kematian bayi
dianggap sebagai ukuran yang lebih baik untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Untuk
ini digunakan angka kematian perinatal ( perinatal mortality rate ) yang terdiri atas jumlah
anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidup waktu dilahirkan , ditambah dengn jumlah
anak yang meninggal dalam minggu pertama kehidupannya, untuk 1000 kelahiran.
Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak
ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
Tujuan asuhan antental :
Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan tumbuh kembang bayi.
Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dn social ibu dan bayi.
Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
Mempersiapkan persalinan cukup bulan , melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya
dengan trauma seminimal mungkin.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif.
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.
Penilaian Klinik
Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak pertama
antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada pemeriksaan
minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas mengumpulkan dan
menganalisa data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intruterin, serta ada tidaknya komplikasi atau masalah.
5.16.2. Anamnesis.
Riwayat kehamilan ini :
Usia ibu hamil.
56
Hari pertama haid terakhir., siklus haid.
Perdarahan pervaginam.
Keputihan.
Mual dan muntah.
Masalah / kelainan pada kehamilan sekarang.
Pemakaian obat-obat ( termasuk jamu-jamuan ).
Riwayat penyakit :
Jantung.
Tekanan darh tinggi.
Diabetes mellitus.
TBC.
Pernah operasi.
Allergi obat / makanan.
Ginjal.
Asma.
Epilepsi.
Penyakit hati.
Pernah kecelakaan.
5.16.3. Pemeriksaan.
Fisik umum:
( Kunjungan pertama )
Tekanan darah.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 57
Suhu badan.
Nadi.
Pernafasan.
Berat badan.
Tinggi badan.
Muka; edema, pucat.
Mulut dan gigi ; kebersihan, karang gigi.
Tiroid / gondok.
Tulang belakan / punggung ; scoliosis.
Payudara ; putting susu.
Abdomen ; bekas operasi.
Ekstremitas ; edema, varises, refleks patella.
Kulit; kebersihan / penyakit kulit.
( Kunjungan berikut )
Tekanan darah.
Berat badan.
Edema.
Masalah dari kunjungan pertama..
Pemeriksaan luar:
(Pada setiap kunjungan)
Mengukur tinggi fundus uteri.
Palpasi untuk menentukan letak janin (atau lebih 28 minggu), Dengan pemeriksaan cara
Leopold I,II,III,IV.
Auskultasi detak jantung janin.
Pemeriksaan dalam:
(Pada kunjungan pertama)
Pemeriksaan vulva / perineum untuk menilai ; varises, kondiloma, edema, hemoroid,
kelainan lain.
Pemeriksaan dengan speculum untuk menilai ; serviks, tanda-tanda infeksi, pengeluaran
cairan dari ostium uteri.
Pemeriksaan dalam untuk menilai ; serviks, uterus, adneksa, bartholin, skene, uretra, luas
panggul.
Laboratorium:
( Kunjungan pertama )
Darah ; hemoglobin.
Urin ; warna, bau, kejernihan, protein, glukosa.
5.16.4. Diagnosis.
Diagnosis dibuat untuk menentukan hal-hal sebagai berikut :
Kehamilan normal ; mempunyai tanda-tanda positif yaitu perubahan warna pada
serviks, warna aerola lebih gelp, pembesaran payudara, pembesaran abdomen, (+)
detak jantung janin, ukuran uterus sama / sesuai usia kehamilan, pemeriksaan fisik dan
labortorium normal.
Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk konsultasi dan
atau kerjasama penanganannya ; seperti hipertensi, anemia berat, tumbuh kembang janin
terhambat didalam uterus, infeksi saluran kemih, penyakit kelamin atau kondisi lain-lain
yang dapat memperburuk selama kehamilan.
5.17.1. Pendahuluan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada anak memerlukan keterampilan khusus.
Dokter yang merawat pasien anak harus mengembangkan daya pengamatan serta
perasaannya. Seringkali penggabungan kedua daya tersebut dapat menuju tercapainya
diagnosis secara cepat dan tepat. Seorang Dokter harus berusaha bersikap sabar, lembut dan
menyenangkan. Sedapat mungkin dapat diciptakan hubungan dokter, pasien dan keluarga
yang baik sehingga akan timbul rasa percaya dan yakin dari pasien dan keluarganya.
Pendekatan dalam pemeriksaan fisik tergantung kepada umur dan keadaan anak.
Pada umumnya bayi dan anak kecil akan merasa lebih aman dan berkurang rasa takutnya
dengan kehadiran orang tua, terutama ibu. Pemeriksaan fisik pada umumnya sama dengan
orang dewasa, dilakukan pada seluruh tubuh, namun pada bayi dan anak tidak harus dengan
urutan tertentu. Pemeriksaan yang menggunakan alat seperti pemeriksaan tenggorok, mulut,
telinga, suhu tubuh, tekanan darah dan lain-lain sebaiknya dilakukan paling akhir, karena
dengan melihat atau memakai alat-alat, seorang anak dapat menjadi takut atau merasa tidak
nyaman, sehingga menolak diperiksa lebih lanjut.
5.17.2. Anamnesis
Dalam bidang ilmu kesehatan anak, aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih
penting daripada autoanamnesis, karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat
memberikan keterangan tentang penyakitnya.
Pada seorang pasien bayi dan anak, anamnesis merupakan bagian yang sangat
penting dan sangat menentukan dalam pemeriksaan klinis. Diperkirakan tidak kurang dari
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 59
80% data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Bahkan
dalam beberapa keadaan terentu, anamnesis merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya
kunci menuju diagnosis.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan besarnya penyakit serta
terdapatnya faktor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang penyakit, yang semua
berguna dalam menentukan sikap untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Hambatan langsung yang dijumpai pada pembuatan anamnesis pasien anak adalah
pada umumnya anamnesis berupa aloanamnesis (heteroanamnesis) dan bukan
autoanamnesis, sehingga pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias,
karena data tentang keadaan pasien berdasarkan asumsi atau persepsi orang tua atau
pengantar. Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan, adat, tradisi, kepercayaan,
kebiasaan dan faktor budaya lainnya.
Dalam melakukan anamnesis pemeriksa harus memperhatikan keadaan pasien. Pada
kasus gawat darurat misalnya, anamnesis biasanya terbatas pada keluhan utama dan hal-hal
yang sangat penting untuk mengatasi keadaan daruratnya. Pada kesempatan berikutnya yakni
bila keadaan pasien sudah stabil barulah anamnesis dilengkapi.
1
3 2
4 5 6, 7, 8, 9
C B A
Lahir Awal timbulnya Saat pembuatan
Gejala penyakit anamnesis
Gambar 5.10
Identitas Pasien : Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak
yang dimaksud dan tidak keliru dengan anak lain. Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
nama orang tua, alamat, umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua.
Riwayat kehamilan Ibu : Keadaan kesehatan Ibu saat hamil, ada atau tidak adanya penyakit
selama hamil, upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut, berapa kali
60
kunjungan anternatal dan kepada siapa (dukun, perawat, bidan, dokter umum, dokter spesialis
kebidanan), apakah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT), obat-obat yang diminum
selama kehamilan, merokok atau minum minuman keras selama hamil serta makanan Ibu
selama hamil.
Riwayat kelahiran : Tanggal dan tempat kelahiran, Siapa yang menolong (dukun, perawat,
bidan, dokter umum, dokter spesialis kebidanan), cara kelahiran (spontan, ekstrasi forcep,
vakum, operasi sc), nilai agar, berat dan panjang lahir, keadaan segera setelah lahir (langsung
menangis, perlu nafas buatan dll), keadaan bayi pada hari-hari pertama setelah lahir, masa
kehamilan (cukup bulan, kurang bulan, lewat bulan), catatan medik puskesmas atau rumah
bersalin, kondisi bayi yang berkaitan dengan kelahiran (asfiksia, trauma lahir, infeksi
intrapartum, ikterus dll)
Riwayat makanan : Makanan yang dikonsumsi anak beberapa waktu sebelum sakit dan
sejak bayi, baik dari segi jenis, kualitas (nilai gizi) dan kuantitas (jumlahnya), pada bayi
ditanya pemberian air susu ibu (ASI) atau pengganti ASI (PASI) atau keduanya. Untuk PASI
ditanya jenis dan merknya, takaran, frekuensi dan jumlah sekali pemberian, makanan
tambahan mulai umur berapa diberikan serta jenis, jumlah dan penjadwalannya.
Riwayat imunisasi : Jenis imunisasi dasar dan ulangan (booster) yang sudah diberikan,
apakah sudah sesuai dengan jadwal yang diberikan. Jadwal pemberian imunisasi dasar pada
bayi adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1
Lebih baik lagi bila dibantu dengan catatan yang ada dikartu menuju sehat (KMS) atau kartu
kunjungan ke dokter serta tempat imunisasi diberikan.
Riwayat tumbuh kembang: Status pertumbuhan dapat ditelaah dari kurva berat badan
terhadap umur dan panjang badan terhadap umur dari KMS atau kartu pemeriksaan
kesehatan yang lain. Status perkembangan anak ditelaah apakah semua tahapan
perkembangan sudah sesuai dengan umur ataukah ada penyimpangan. Adapun tahapan
perkembangan yang normal anak usia 0 – 5 tahun adalah sebagai berikut :
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 61
Tabel 5.2
Usia Tahapan Perkembangan
Riwayat keluarga : Untuk memperoleh gambaran keadaan sosial, ekonomi, budaya dan
kesehatan keluarga pasien, adanya penyakit bawaan dan penyakit keturunan. Kalau perlu
dibuatkan pedigri terutama bila ditemukan kelainan genetik herediter atau familial.
Corak reproduksi Ibu : Umur Ibu saat hamil/melahirkan, terutama yang pertama, umur
kakak adiknya sehingga dapat diketahui jarak (interval) kelahiran, jumlah persalinan,
termasuk aborsi.
5.17.3. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Cara pemeriksaan fisik pada bayi dan anak pada umumnya sama dengan cara
pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi (periksa lihat), palpasi
(periksa raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa dengar). Pada keadaan tertentu
urutan tidak harus demikian, misalnya auskultasi dikerjakan lebih dulu setelah inspeksi
umum sebelum anak terlanjur menangis dengan pertimbangan bila anak menangis bising usus
bisa meningkat dan bising jantung sulit dinilai.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : yang dinilai meliputi kesan keadaan sakit, kesadaran, dan status gizi.
Kesadaran bisa dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Secara kualitatif bisa komposmentis,
apatis, somnolen, sopor atau koma. Secara kuantitatif kesadaran ditentukan dengan Glasgow Coma
Scale dan modifikasinya untuk penderita anak, diantaranya adalah Blantyre Coma Scale sebagai
berikut :
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 63
Tabel 5.3
Penilaian status gizi secara klinis dilakukan terutama dengan inspeksi dan palpasi. Pada
inspeksi dapat dilihat porporsi atau postur tubuhnya (baik, kurus, gemuk) atau kelainan yang
menyebabkan proporsi tubuh berubah (misalnya hidrosefolus, edema anasarka,
akondroplasia).
Tanda malnutrisi dapat dilihat dari penonjolan tulang, tulang keriput, perut buncit atau
justru cekung (skafoid) serta otot yang hipotrofik. Sebaliknya tanda gizi lebih atau obesitas
dapat dilihat dari wajah yang tampak membulat, dagu bersusun, payudara besar. Dari palpasi
dilakukan pemeriksaan “cubit tebal” untuk menentukan tebal jaringan lemak subkutan dan
keadaan otot terutama daerah ekstremitas apakah eutrofi, atrofi, hipotrofi atau hipertrofi.
Penilaian status gizi dilengkapi dengan data antropometrik yang meliputi berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, tebal lipatan kulit, lingkaran kepala, lingkaran dada, dan lingkaran
perut serta hasil pemeriksaan laboratorium.
Tabel 5.4
Frekuensi (kali/menit)
Istirahat tidur
Umur Istirahat
bangun
Baru lahir 50 – 75 30 – 45
1 minggu – 3 bulan 60 – 90 40 – 70
3 bulan – 2 tahun 75 – 100 50 – 75
2 tahun – 10 tahun 80 – 115 50 – 75
> 10 tahun 85 – 125 50 – 80
Tekanan Darah :
Tekanan darah normal pada bayi dan anak sesuai umur adalah :
Tabel 5.5
Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Umur
(mm Hg) (mm Hg)
0 – 1 bulan 50 – 75 30 – 45
1 – 12 bulan 60 – 90 40 – 70
1 – 3 tahun 75 – 100 50 – 75
4 – 8 tahun 80 – 115 50 – 75
9 – 15 tahun 85 – 125 50 – 80
64
Sedangkan ukuran manset sfigmomanometer sesuai umur adalah :
Tabel 5.6
Umur Lebar manset (cm)
0 – 1 tahun 5,0
1 – 5 tahun 7,0
5 – 12 tahun 9,5
> 12 tahun 12,5
Tabel 5.7
Umur Frekuensi pernapasan per menit
Neonatus 40 – 60
1 bulan – 1 tahun 30 – 60
1 tahun – 2 tahun 25 – 50
3 tahun – 4 tahun 20 – 30
5 tahun – 9 tahun 15 – 30
10 tahun atau lebih 15 – 30
Suhu Tubuh : Pengukuran suhu dilakukan selama 3 menit. Pada umumnya yang diukur
adalah suhu aksila. Normal suhu aksila 36oC – 37oC. Suhu oral 0,5oC lebih tinggi dari suhu
aksila.
Dinamakan makrosefali bila lingkaran kepala yang lebih besar dari normal, tersering
disebabkan oleh hidrosefalus. Disebut mikrosefali bila lingkaran kepala lebih kecil dari
ukuran normal. Biasanya menyertai kelainan bawaan yang disertai retardasi motorik dan
mental.
Ubun-ubun (Fontanel) : Ubun-ubun kecil teraba sampai umur 4-8 minggu, sedangkan ubun-
ubun besar pada umur 18 bulan – 2 tahun. Ubun-ubun terlambat menutup pada hidrosefalus,
hipotiroidisme, rubela kongenital, malnutrisi, sifilis, sindrom Down, dll. Pada
kraniosinostosis dan osteopetrosis ubun-ubun menutup
lebih dini. Ubun-ubun besar menonjol pada keadaan tekanan intrakranial yang meningkat
akibat perdarahan intraventrikular, meningitis, hidrosefalus, hematoma subdural ataupun
tumor intrakranial, sedangkan tampak cekung pada dehidrasi dan malnutrisi.
Rambut : Rambut jarang, kemerahan seperti rambut jagung terdapat pada pasien malnutrisi
energi protein. Bayi baru lahir sering berambut lebat di bahu dan punggung, biasanya hilang
spontan dalam 3 bulan.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 65
Mata : Bayi mulai dapat melihat benda sejak umur 1 bulan. Umur 2 bulan sudah dapat
mengikuti pergerakan jari-jari. Umur 6 bulan sudah dapat memfokuskan pada obyek tertentu.
Bayi lebih besar dan anak kecil dapat dinilai penglihatannya dengan melihat reaksinya
terhadap mainan atau keadaan sekitar.
Flikten adalah nodul kecil, banyak satu atau lebih warna abu-abu agak kuning, pada
beberapa bagian konjungtiva dan kornea.
Bercak bitot merupakan bercak segitiga pada kedua sisi kornea warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kerin kadang-kadang juga mikroorganisme. Didapatkan pada
avitaminosis A.
Oftalmia neonatorum paling sering ditemukan adalah konjungtivitis gonoroika.
Xeroftalmia merupakan keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi kering,
kesannya menjadi lunak.
Pendengaran : Neonatus sudah bereaksi terhadap suara. Pada bayi agak besar, kesan
ketajaman pendengaran dapat diambil dari reaksinya terhadap suara. Pada anak besar
biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik, garpu penala, detak
arloji atau audiometer. Normalnya detak jam masih terdengar baik pada jarak kira-kira 12,5 –
37,5 cm.
Mulut dan tenggorokan : Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau napas dan
dengan bantuan alat (spatula lidah).
Selaput lendir : Stomatis, akibat infeksi
Salivasi : Hipersalivasi pada neonatus mencurigakan adanya atresia esofagus, sedangkan
pada anak yang lebih besar dapat terjadi bila gigi akan tumbuh, stomatitis, keterbelakangan
mental, epiglotitis akut atau pada peritonsilar abses.
Gigi susu mulai tumbuh pada usia 5 bulan dan ke 20 gigi sudah harus tumbuh semua pada
umur 3 tahun. Adapun rata-rata tumbuhnya gigi susu adalah sebagai berikut :
Tabel 5.9
Jenis gigi susu Umur tumbuh
2 Insisor sentral bawah 5- 10 bulan
2 Insisor sentral atas 8-12 bulan
2 Insisor lateral atas 9-13 bulan
2 Insisor lateral bawah 10-14 bulan
2 molar pertama bawah 13-16 bulan
2 molar pertama atas 13-17 bulan
4 kuspid 12- 22 bulan
4 molar kedua 24-30 bulan
Kelambatan pertumbuhan gigi antara lain terdapat pada hipertiroidisme dan hipopituitarisme.
Gigi susu yang pertama kali tanggal biasanya adalah insisor sentral bawah dan gigi susu
terakhir tanggal pada umur 12 tahun.
Faring. Perhatikan dinding posterior faring apakah terdapat hiperemia, edema, membran,
eksudat, abses atau post nasal drips. Infeksi difteria memberikan bercak putih abu-abu yang
sulit diangkat dan bila diangkat paksa akan mudah berdarah, yang disebut pseudomembran.
Besar tonsil dinyatakan dalam T0, T1, T2 dan T3
Langit-langit. Palatoskisis : Celah pada garis tengah akibat kegagalan prosesus palatum untuk
saling bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung dengan rongga
66
mulut. Torus palatinus : Adanya benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar
seperti tumor.
Leher. Pada bayi leher tampak pendek, baru pada usia 3-4 tahun tampak memanjang. Leher
pendek abnormal terdapat pada sindrom Hunter, Nonan, Turner, kondrodistrofi dan
hipertiroidisme. Tortikolis adalah kelainan posisi kepala miring kesatu sisi dan terputar
kesisi yang lain akibat pemendekan m. sternokleidomastoideus.
Tortikolis bawaan terjadi akibat perdarahan pada m. sternokleidomastoideus yang
disebabkan trauma lahir, menyembuh dengan fibrosis yang membesar dalam waktu 2-4
minggu dan mengecil kemudian menghilang dalam waktu 4-8 bulan.
Tortikolis didapat terjadi pada subluksasi nontraumatik sendi atlantoaksial akibat
proses peradangan di sekitar leher. Kelenjar getah bening servikal merupakan massa yang
paling sering dijumpai. Bila diameternya lebih dari 1 cm berarti abnormal.
Pemeriksaan Dada
Inspeksi : bentuk dada, simetri dada, gerakan dada pada pernafasan, deformitas, penonjolan,
pembengkakan dll. Pemeriksaan jantung secara inspeksi bisa diketahui denyut apeks jantung
terutama pada anak yang kurus atau bila terdapat pembesaran jantung.
Palpasi : Pemeriksaan paru secara palpasi dapat menemukan asimetri toraks, fremitus suara
atau adanya krepitasi subkutis. Sedangkan pada pemeriksaan jantung dapat diraba getaran
bising (thrill).
Perkusi : Suara perkusi paru normal adalah sonor. Suara perkusi yang abnormal dapat berupa
hipersonor atau timpani, redup atau pekak apabila terdapat konsolidasi jaringan paru
(pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga pleura. Perkusi untuk
menentukan batas paru-jantung sulit dilakukan pada bayi dan anak kecil. Pada anak yang
lebih besar perkusi yang cermat dapat menentukan besarnya jantung.
Auskultasi : pada paru untuk mendeteksi suara napas dasar dan suara napas tambahan.
Suara napas dasar adalah Vesikular. Sedangkan suara nafas tambahan berupa ronki basah
(rales), ronki kering (rhonchi) dan wheezing (mengi). Auskultasi jantung dimulai dengan
memperhatikan bunyi jantung, kemudian bising jantung.
Pemeriksaan Abdomen
Pada bayi dan anak kecil pemeriksaan abdomen seringkali didahulukan daripada
pemeriksaan bagian tubuh lainnya. Pemeriksaannya pun harus bertahap, terutama pada
keluhan kegawatan perut pemeriksaan harus berhati-hati.
Inspeksi. Karena otot abdomen anak masih tipis dan waktu berdiri anak kecil cenderung
menunjukan posisi lordosis, maka perut anak kecil tampak agak membuncit ke depan (pot
belly). Buncit yang simetris terdapat pada berbagai keadaan, misalnya pada hipokalemia,
hipotiroidea, penimbunan lemak dinding perut, udara bebas di dalam rongga peritoneum
(pneumoperitoneum) akibat trauma atau perforasi usus, asites, atau pada ileus obstruktif letak
rendah.
Buncit yang asimetris dapat disebabkan oleh otot perut yang paralitik misalnya pada
poliomyelitis, pembesaran organ intraabdominal, aerofagia akibat banyak menangis atau
kesalahan pemberian minum, konstipasi, ileus obstruksi tinggi yang menyebabkan pembesaran
perut di daerah epigastrium, duplikasi usus, dan neoplasma atau kista intraabdominal.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 67
Karena bayi dan anak sampai umur 6-7 tahun lebih banyak menggunakan otot perut
daripada otot dada untuk pernapasan, maka setiap pembesaran perut pada umur ini akan
memperberat keadaan bila ia juga menderita kelainan paru.
Bentuk perut yang cekung (skafoid) pada posisi telentang tampak pada bayi baru lahir
dengan hernia diafragmatika. Pada bayi yang lebih besar dan anak, perut yang skafoid dapat
dilihat pada pasien malnutrisi, dehidrasi berat, ileus obstruksi tinggi, serta pneumotoraks.Pada
bayi dan anak normal umbilikus tampak tertutup dan berkerut.
Hernia umbilikalis dapat ditemukan pada anak sampai umur 2 tahun. Hernia umbilikalis
tampak lebih jelas bila anak menangis atau batuk.
Gambaran vena dinding abdomen dapat terlihat pada anak dengan gizi kurang atau
buruk, gambaran vena yang patologis dapat terlihat pada gagal jantung, peritonitis, atau
obstruksi vena.
Omfalokel adalah kantong peritoneum dan selaput amnion yang berisikan organ
intraabdominal misalnya hati dan usus. Kelainan ini terjadi karena terdapat defek pada cincin
umbilikalis, besarnya bervariasi antara 5 sampai 10 cm.
Gastroskisis adalah eviserasi usus melalui defek pada otot rektrus abdominis di sebelah
lateral umbilicus.
Urakus yang paten dapat menyebabkan urin keluar melalui umbilikus terutama bila
kandung kencing ditekan. Gerakan dinding perut.
Pada pernapasan bayi dan anak sampai umur 6-7 tahun, dinding abdomen lebih banyak
bergerak dibanding dengan dinding dada. Gerakan dinding abdomen ini akan berkurang pada
apendisitis, peritonitis, atau keadaan abdomen akut lainnya akibat rasa nyeri, pada ileus
paralitikus atau paralysis diafragma akibat paralysis, dan pada asites yang sangat besar atau
udara intraabdominal yang sangat banyak sehingga timbul keterbatasan gerak. Sebaliknya
bila gerakan dinding perut lebih mencolok daripada gerakan dinding dada pada anak di atas
usia 6-7 tahun harus dicurigai adanya kelainan paru.
Auskultasi. Dalam keadaan normal suara peristaltik terdengar sebagai suara yang
intensitasnya rendah dan terdengar tiap 10-30 detik. Bila dinding perut diketuk maka
frekuensi dan intensitas peristaltik akan bertambah.
Perkusi. Perkusi abdomen terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas
(asites) atau udara didalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat dilakukan untuk membantu
menentukan batas hati, serta batas-batas massa intraabdominal.
Palpasi. Pemeriksaan palpasi merupakan bagian terpenting pemeriksaan abdomen. Untuk ini
diperlukan konsentrasi, kesabaran, latihan, serta pengalaman. Apabila mungkin perhatian
anak dialihkan selama pemeriksaan. Pada anak yang sudah mengerti, dapat dilakukan
pembicaraan dengan topik yang kira-kira disukai anak. Anak yang kooperatif dapat diminta
untuk menarik napas dalam disamping menekuk lututnya dan berbaring dengan bantal tipis.
Dengan cara ini otot perut akan lemas, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan. Anak yang
belum dapat berbicara dapat diperiksa saat ia minum susu botol atau sambil diperlihatkan
mainan. Pada anak yang menangis pun masih dapat dilakukan palpasi, oleh karena otot perut
akan relaksasi pada inspirasi. Sebelum melakukan palpasi kedua telapak tangan harus saling
digosokan untuk menghangatkannya. Dalam keadaan normal pada anak Indonesia sampai
umur 5-6 tahun hati masih dapat teraba sampai berukuran 1/3-1/3 dengan tepi tajam,
konsistensi kenyal, permukaan rata, dan tidak terdapat nyeri tekan. Pada neonatus, limpa
mungkin masih teraba sampai 1-2 cm dibawah arkus kosta oleh karena proses hematopoesis
ekstramedular yang masih berlangsung sampai anak umur 3 bulan.
Anus dan rektum. Kelainan kongential di daerah anus yang terpenting ialah tidak
terbentuknya anus (anus imperforata, atresia ani), yang pada 50% kasus disertai fistula
68
rektovesikal, rektoperineal atau rektovaginal. Fisura ani sering menyebabkan konstipasi
pada anak sampai umur 2 tahun, dan mungkin dapat pula menyebabkan kolik infantile. Polip
rektum adalah benjolan berwarna merah seperti buah cherry yang dapat menyebabkan
perdarahan per anum. Investasi cacing kremi dapat terjadi di lipatan mukosa rektum serta
daerah perianal yang menyebabkan rasa gatal. Diaper rash adalah erupsi berwarna
kemerahan yang dapat disertai vesikula serta papula di sekitar rectum, lipat paha, dan
genitalia eksterna. Kelainan ini dapat dipersulit oleh infeksi sekunder oleh streptokokus.
Genitalia. Pemeriksaan genitalis pada neonatus sangat penting untuk deteksi dini beberapa
kelainan bawaan seperti pseudohermafroditisme, hiperplasia korteks kengential atau defek
perkembangan lainnya. Pada keadaan normal, genitalia eksterna wanita bayi prematur dan
sebagian bayi cukup bulan belum tampak berkembang dengan sempurna. Labia minoranya
relatif menonjol serta berwarna kemerahan; makin prematur bayi, makin menonjol labia
minoranya. Sudut labia minora pada bayi baru lahir berwarna gelap. Pada anak lelaki
perhatikanlah ukuran dan bentuk penis, testis dan terdapatnya kelainan perkembangan
misalnya hipospadia, epispadia atau fimosis serta kelainan lainnya seperti infeksi, ulserasi,
dan lain-lainnya.
Pemeriksaan Ekstremitas
Urutan pemeriksaan anggota gerak ini bergantung kepada umur serta koperasi anak. Pada
anak yang sudah berjalan, penilaian keadaan anggota gerak dapat dilakukan sambil menilai
bentuk tubuh, caranya berjalan, serta caranya mengambil mainan atau barang lainnya. Pada
bayi, pemeriksaan anggota gerak dimulai dengan memperlihatkan sikap kedua lengannya.
Bayi normal sampai umur 6 bulan sering tampak terpaku melihat kesalah satu sisinya, atau
dengan tangan saling berpegangan pada posisi yang tidak biasa. Bila sikap ini terdapat pada
bayi lebih dari 6 bulan, mungkin memberi petunjuk terdapatnya spasme infantil. Berbagai
kelainan kongential dapat terjadi pada ekstremitas superior maupun interior, diantaranya
amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak), ekstromelia (tidak ada salah satu anggota
gerak), fokomelia (anggota gerak bagian proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya
jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal). Perhatikan apakah terdapat jari-jari
tubuh (clubbed fingers) pada tangan dan kaki. Tanda dini jari-jari tabuh adalah menaiknya
dasar kuku, yang pada stadium selanjutnya seluruh bagian distal jari dan kuku mengembang
dan membundar. Jari-jari tubuh ini dapat disebabkan oleh setiap keadaan yang menyebabkan
hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan sianotik, penyakit paru kronik), dan dapat
pula disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit hati kronik, endokarditis, dan
beberapa keganasan. Gaya berjalan seperti menggunting (scissors’ gait) dapat dilihat
pada pasien palsi serebral tipe spastik dan pasien defisiensi mental lain. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengangkat anak pada ketiaknya dan membuatnya berjalan.
Tulang Belakang.
Pemeriksaan tulang belakang merupakan bagian integral pemeriksaan pedriatik. Pada
anak besar evaluasi sudah dapat dimulai dengan melihat postur tubuh serta posisi anak pada
waktu berjalan, berdiri, serta duduk. Pada bayi dan anak kecil observasi dilakukan
pada posisi telentang, tengkurap, serta duduk. Dinilai postur pasien dengan memperhatikan
adanya lordosis, kifosis, dan skoliosis. Kifosis lokal yang seringkali bersudut tajam disebut
gibus, yang disebabkan destruksi 1 atau 2 korpus vertebra. Masa kecil di garis median yang
disertai kelompokan rambut biasanya merupakan petunjuk adanya spina bifida atau kelainan
ektodermal. Spina bifina okulta dapat dicari dengan sedikit menekan daerah yang dicurigai,
dan didapatkan cela di antara vertebra yang abnormal.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 69
5.18. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Pada Bayi Baru Lahir (Neonatus)
5.18.1. Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis pada neonatus, harus dilakukan anamnesis yang
cermat untuk mengetahui adanya riwayat terdapatnya penyakit keturunan, riwayat
kehamilan-kehamilan sebelumnya, riwayat kehamilan sekarang dan riwayat persalinan
sekarang. Informasi ini akan sangat membantu dalam menilai kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisis.
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu yang terang,
yang juga berfungsi sebagai pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan serta alat
yang dipergunakan untuk pemeriksaan fisis harus bersih dan hangat. Pemeriksaan fisis pada
neonatus dilakukan paling kurang 3 kali, yakni (1) pada saat lahir; (2) pemeriksaan lanjutan
yang dilakukan dalam 24 jam atau pada hari berikutnya; (3) pemeriksaan pada waktu pulang.
5.18.2. Pemeriksaan
Pemeriksaan Pada Saat Lahir
Tujuan pemeriksaan pada saat lahir adalah untuk menilai adaptasi neonatus dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin dan mencari kelainan kongenital terutama yang perlu
penanganan segera
1. Penilaian adaptasi neonatus
Penilaian terhadap adaptasi neonatus dilakukan dengan cara menghitung nilai Apgar
(Apgar score). Cara ini telah digunakan secara luas di seluruh dunia. Kriteria yang dinilai
adalah (1) laju jantung, (2) usaha bernapas, (3) tonus otot, (4) refleks terhadap
rangsangan, dan (5) warna kulit. Setiap kriteria diberi nilai 0, 1 atau 2 sehingga
neonatus dapat memperoleh nilai 0 sampai 10. Cara-cara penilaian Apgar adalah sebagai
berikut :
Tabel 5.10
Tanda 0 1 2
Laju jantung Tidak ada <100 100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktif
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
Warna kulit Seluruh tubuh biru/pucat Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
ektremitas biru kemerahan
Penilaian ini dilakukan pada menit pertama setelah lahir yang memberikan petunjuk
adaptasi neonatal. Neonatus yang beradaptasi dengan baik mempunyai nilai Apgar antara
7 sampai 10. Nilai 4 sampai 6 menunjukkan keadaan asfiksia ringan sampai sedang,
sedangkan nilai 0-3 menunjukkan asfiksia yang berat. Penilaian Apgar ini perlu diulangi
setelah 5 menit untuk mengevaluasi apakah tindakan resusitasi kita sudah adekuat. Nilai
Apgar 5 menit ini mempunyai nilai prognostik oleh karena berhubungan dengan
morbiditas neonatal.
Mencari kelainan kongenital
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat teratogenik,
terkena radiasi, atau infeksi virus pada trimester pertama. Juga ditanyakan apakah
ada kelainan bawaan pada keluarga. Di samping itu perlu diketahui apakah ibu menderita
penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan janin, seperti misalnya diabetes melitus,
70
asma bronkial dan sebagainya. Sebelum memeriksa bayi perlu diperiksa cairan
amnion, tali pusat dan plasenta.
Cairan amnion
Volume cairan perlu diukur atau diperkirakan. Bila volumenya lebih dari 2000ml
disebut polihidramnion atau hidramnion saja, apabila kurang dari 500ml disebut
sebagai oligohidramnion. Polihidramnion biasa terdapat pada bayi dengan obstruksi pada
traktus intestinal bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklamsia.
Oligohidramnion berhubungan dengan agenesis renal bilateral atau sindrom Potter. Pada
oligohidramnion perhatikan juga ekstremitas bawah akan kemungkinan adanya pes
equinovarus atau valgus kongenital.
Plasenta
Plasenta harus ditimbang, dan perhatikanlah adanya perkapuran, nekrosis, dan
sebagainya. Pada bayi kembar harus diteliti apakah terdapat satu atau dua korion ( untuk
menentukan kembar identik atau tidak ). Juga perlu diperhatikan adanya anastomosis
vaskular antara kedua amnion;bila ada perlu dipikirkan kemungkinan terjadi transfusi
feto-fetal.
Tali pusat
Perlu diperhatikan kesegaran tali pusat, ada tidaknya simpul pada tali pusat. Pada
potongan tali pusat diperhatikan apakah ada satu vena dan dua arteri. Kurang lebih 1%
dari neonatus hanya mempunyai satu arteri umbilikalis dan 15% dari padanya
mempunyai satu atau lebih kelainan kongenital terutama pada sistem pencernaan,
urogenital, respiratorik, atau kardiovaskular.
Setelah pemeriksaan cairan amnion, plasenta dan tali pusat kemudian dilakukan
pemeriksaan bayi secara cepat tetapi menyeluruh.
Mulut
Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-gnato-palatoskisis. Juga
harus diperhatikan apakah terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan oleh adanya
atresia esofagus.
Anus
Perhatikannlah adanya anus imperforata dengan memasukkan termometer ke
dalam anus. Bila ada atresia perhatikan apakah ada fistula rekto – vaginal.
Jenis kelamin
Biasanya orang tua ingin segera mengetahui jenis kelamin anaknya. Bila terdapat
keraguan, misalnya pembesaran klitoris pada bayi perempuan atau terdapatnya
hipospadia atau epispadia pada bayi lelaki, sebaiknya pemberitahuan jenis kelamin
ditunda sampai dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kromosom.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 71
2. Pemeriksaan lanjutan.
Pemeriksaan lanjutan dilakukan setelah neonatus berada dalam keadaan stabil.
Warna kulit
Warna kulit neonatus normal adalah kemerahan, kadang – kadang terlihat sianosis
pada ujung – ujung jari pada hari pertama. Bila terdapat sianosis pada seluruh tubuh
pikirkan kemungkinan kelainan jantung bawaan sianotik atau methemoglobinemia. Pada
kulit yang pucat terdapat pada anemia berat atau asfiksia palida. Pletora tampak pada
polisitemia.
Warna kulit yang kuning disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi dalam serum
darah, atau pewarnaan oleh mekonium. Pada neonatus yang berkulit gelap, ikterus sebaiknya
diperiksa pada mukosa. Pada kulit berwarna, dalam keadaan normal dapat terlihat warna
kebiruan pada punggung dan bokong yang disebut Mongolian spots.
Keaktifan
Keaktifan neonatus dinilai dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan lengan.
Pada neonatus cukup bulan yang sehat, posisi ekstremitas adalah dalam keadaan
fleksi, sedang gerakan tungkai dan lengannya aktif dan simetris. Bila ada asimetri pikirkan
terdapat kelumpuhan atau patah tulang. Apabila neonatus diam saja, mungkin terdapat
depresi susunan saraf pusat atau akibat obat, akan tetapi masih mungkin juga bayi dalam
keadaan tidur nyenyak.
Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan bayi, misalnya tangisan yang
melengking menunjukkan bayi dengan kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang
lemah atau merintih terdapat pada bayi dengan kesukaran pernapasan.
Wajah neonatus
Wajah neonatus dapat menunjukkan kelainan yang khas misalnya wajah pasien
sindrom Down, sindram pierre-Robin, kretinisme, dan sebagainya.
Keadaan gizi
Keadaan gizi neonatus dinilai dari berat badan serta panjang badannya disesuaikan
dengan masa kehamilan, tebal lapisan subkutan, serta kerutan pada kulit.
Suhu
Suhu tubuh neonatus diukur pada rektum. Suhu neonatus normal adalah di antara
36,5-37,5 derajat celsius. Suhu yang meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan
srebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan, apabila ekstremitas dingin dan tubuh
panas, kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis . Perlu diingat bahwa infeksi pada
neonatus (termasuk sepsis) dapat tidak disertai kenaikan suhu tubuh, bahkan sering
terjadi hipotermia.
Kulit
Kulit neonatus cukup bulan ditutup oleh zat yang bersifat seperti lemak yang disebut
verniks kaseosa, yang berfungsi sebagi pelumas serta isolasi panas.
Tebal jaringan sukutan pada neoinatus cukup bulan adalah sekitar 0,25 – 0,5 cm.
Lanugo, yaitu rambut halus yang terdapat pada punggung bayi, lebih banyak terdapat
pada bayi kurang bulan dan makin berkurang sampai hilang pada bayi cukup bulan.
Perhatikan terdapatnya petekie atau ekimosis yang dapat disebabkan. Kadang didaerah
sekitar dahi dan ketiak terlihat miliara kristalina yaitu vesikular jernih yang disebabkan
oleh retensi keringat akibat obstruksi saluran keringat.
72
Kepala
Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang tindih
karena molding. Keadaan ini akan normal kembali setelah beberapa hari
sehingga ubun – ubun besar dan kecil mudah diraba. Pada pemeriksaan ubun – ubun
perlu diperhatikan ukuran dan keteganggannya. Perhatikan terdapatnya kelainan yang
disebabkan trauma lahir, seperti kaput suksedaneum, hematoma sefal, perdarahan
subaponeurotik atau fraktur tulang tenggorak. lihat gambar 57.
Kaput suksadeneum adalah edema pada kulit kepala lunak tidak berfluktuasi,
batasnya tidak tegas dan menyeberangi sutura, dan akan hilang dalam beberapa hari.
Hematoma sefal tidak tampak pada hari pertama karena tertutup oleh kaput
suksedaneum. Konsistensi hematoma sefal ini lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada
tepi tulang tengkorak., jadi tidak menyeberangi sutura. Bila hematoma sefal
menyeberangi sutura berarti terdapat fraktur tulang tengkorak. Hematoma sefal akan
mengalami kalsifikasi setelah beberapa hari, dan akan menghilang sempurna dalam
waktu 2-6 bulan. Perdarahan subaponeurotik terjadi oleh karena pecahnya vena yang
menghubungkan jaringan di luar dengan sinus-sinus dalam tengkorak. Perdarahan ini
dapat terjadi pada tiap persalinan yang diakhiri dengan alat. Biasanya batasnya tidak
tegas sehingga bbentuk kepala dapat tampak asimetrisi. Pada perabaan sering ditemukan
fluktuasi dan juga terdapat edema. Bila berat, kelainan ini dapat mengakibatkan renjatan,
anemia atau hiprbilirubinemia.
Wajah
Seringkali wajah neonatus tampak asimetris oleh karena posisi janin intrauterin.
Kelainan wajah yang khas terdapat pada beberapa sindrom seperti sindrom Dowon atau
sindrom Pierre-Robin yang mudah dikenal. Perhatikan kelainan wajah akibat trauma lahir
seperti laserasi, paresis N.fasialis atau patah tulang zigomatikus.
Mata
Pemeriksaan mata neonatus seringkali sulit dilakukan karena biasanya mata tertutup.
Dengan menggoyangkan kepalanya secara perlahan – lahan mata neonatus akan terbuka
sehingga dapat diperiksa. Mikroftalmia kongenital dapat ditemukan dengan cara inspeksi dan
palpasi. Glaukoma kongenital mulanya terlihat sebagai pembesaran, kemudian sebagai
kekeruhan kornea. Katarak kongenital dapat mudah terlihat sebagai pupil yang berwarna
putih. Trauma pada mata terlihat sebagai edema palpebra, perdarahan konjungtiva atau
retina. Perhatikanlah adanya sekret mata. Konjungtivitis oleh kuman gonokok dapat cepat
menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan.
Telinga
Pada neonatus cukup bulan telah cukup terbentuk tulang rawan sehingga bentuk
telinga dapat dipertahankan. Perhatikanlah letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya
rendah (low set ears) terdapat pada neonatus dengan sindrom tertentu antara lain sindrom
Pierre-Robin. Sinus yang terdapat di depan telinga sisa dari branchial cleft. Kadang
terlihat auricle tag. Karena sulit, ada kecenderungan untuk tidak memeriksa membrana
timpani pada neonatus, padahal otitis media dapat ditemukan pada hari pertama dan dapat
didiagnosis dengan menggunakan otoskop.
Hidung
Neonatus bernafas melalui hidung; bila ia bernafas melalui mulut maka harus
dipikirkan kemungkinan terdapatnya obstruksi jalan nafas oleh karena atresia koana
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 73
bilateral atau fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring.
Pernafasan cuping hidung menunjukan adanya gangguan paru.
Mulut
Pemerikasaan mulut dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Dengan inspeksi dapat
dilihat adanya labio dan gnatoskisis, adanya gigi atau ranula, yaitu kista lunak yang
berasal dari dasar mulut. Perhatikan lidah apakah membesar pada sindrom Beckwith atau
selalu bergerak seperti pada sindrom Down. Neonatus dengan edema otak atau tekanan
intrakranial meninggi sering kali lidahnya keluar masuk (tanda foote). Secara palpasi
dapat dideteksi terdapatnya hight arch palate, palatoskisis, dan baik atau tidaknya refleks
isap.
Sebelum bayi berumur 2 bulan salifa bayi sedikit. Bila terdapat hipersalifasi pada
neonatus perlu dipikirkan kemungkinan atresia esofagus dengan atau tanpa fistula
trakeo/esofagus.
Leher
Leher neonatus tampak pendek akan tetapi pergerakannya baik. Apabila terdapat
keterbatasan pergerakan perlu dipikirkan kelainan tulang leher. Tumor di daerah leher
seperti tiroid, hemangioma higroma kistik selain merupakan masalah sendiri dapat juga
menekan trakea sehingga memerlukan tindakan segera.
Trauma leher dapat terjadi pada persalinan yang sulit. Trauma leher ini dapat
menyebabkan kerusakan pleksus brakialis sehingga terjadi paresis pada tangan, lengan,
atau diafragma. Dapat terjadi perdarahan m. sternokleidomastoideus yang apabila tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan tortikolis. Perhatikan pula terdapatnya webbed
neck yang terdapat pada beberapa kelainan kongenital antara lain pada sindrom Turner.
Dada
Inspeksi. Bentuk dada neonatus adalah seperti tong. Pektus ekskavatum atau karinatum
sering membuat orang tua khawatir, padahal biasanya tidak mempunyai arti klinis. Pada
respirasi normal dinding dada bergerak bersama dengan dinding perut. Apabila terdapat
gangguan pernafasan terlihat pernafasan yang paradoksal dan retraksi pada inspirasi.
Gerakan dinding dada harus simetris; bila tidak, harus difikirkan kemungkinan
pneumotoraks, parases diafragma, atau hernia diafragmatika. Laju nafas normal neonatus
berkisar antara 40-60 kali permenit. Penghitungan harus dilakukan satu menit penuh,
oleh karena sering terdapat periodic breathing. Periodic breathing adalah pola
pernafasan pada neonatus, terutama prematur, yang ditandai dengan henti nafas yang
berlangsung kurang dari 20 detik, dan terjadi secara berkala. Kelenjar payudara neonatus,
baik pada wanita atau lelaki akibat pengaruh hormon pada ibu kadang-kadang tampak
membesar dan sering kali disertai dengan sekresi air susu. Luas areola dan tebal jaringan
payudara dipakai untuk menilai usia kehamilan. Kadang ditemukan puting susu berlebih
(supernumary nipples).
Palpasi. Dengan palpasi kita dapat menemukan klavikula serta iktus kordis untuk
menentukan posisi jantung (adanya dekstrokardia atau dekstroposisi).
Auskultasi. Laju jantung dihitung selama satu menit penuh dengan menggunakan
stetoskop. Laju jantung normal adalah 120-160 kali permenit dan dipengaruhi oleh
aktivitas bayi. Bising jantung biasanya terdengar pada neonatus, tetapi ini belum
berarti terdapat penyakit jantung bawaan. Sebaliknya tidak terdengar bising, jantung
tidak menyingkirkan kemungkinan terdapatnya penyakit jantung bawaan. Bunyi nafas
74
neonatus adalah bronkovesikular; kadang dapat terdengar ronki pada akhir inspirasi
panjang. Terdengarnya bising usus di daerah dada menunjukkan adanya hernia
diafragmatika.
Abdomen.
Dinding perut neonatus lebih datar daripada dinding dadanya. Bila perut sangat
cekung, pikirkan kemungkinan terdapatnya hernia diafragmatika. Abnomen yang
membucit mungkin disebabkan hepato-splenomegali atau tumor lainnya ataupun cairan
di dalam rongga perut. Bila perut bayi kembung harus diteliti kemungkinan enterokolitis
nekrotikans, perforasi usus atau ileus. Perhatikan adanya gastroskisis. Akstrofia vesikalis,
omfalokek, atau duktus omfaloenterikus persisten, tumor lain pada dinding perut.
Omfalokel perlu dibedakan dari gastroskisis, yaitu kegagalan dinding perut untuk
menutup akibat defek pada muskulus rektus abdominis. Kelainan bawaan lain yang perlu
diperhatikan adalah sindrom prune belly. Hati biasanya teraba 2 sampai 3 cm di
bawah arkus kosta kanan. Limpa juga sering teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri,
karena masih terjadi hematopoesis ekstramedular. Kadang-kadang hati dan limpa
sedemikian besarnya sehingga batas bawahnya berada di abdomen bagian bawah,
misalnya pada eritroblastosis fetalis. Dengan palpapsi yang dalam ginjal dapat diraba
apabila posisi bayi bayi telentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut
dalam keadaan relaksasi. Batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilikus di antara
garis tengah dan tepi perut. Biasanya bagian ginjal yang dapat diraba sekitar 2-3 cm.
Pembesaran ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan, atau trombosis
vena renalis. Trauma pada abnomen oleh karena kelahiran yang sukar, misalnya pada
letak sungsang, dapat mengakibatkan perdarahan hati, limpa atau kelenjar adrenal. Bila
terdapat kecurigaan kelainan dalam perut, pemeriksaan USG akan banyak membantu.
Genitalia eksterna
Pada bayi perempuan cukup bulan labia minora tertutup oleh labia mayora, dan ini
adalah satu kriteria untuk menilai usia kehamilan neonatus. Lubang uretra terpisah
dari lubang vagina, bila hanya terrdapat satu lubang berarti ada kelainan. Kadang-kadang
tampak sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu
(wihdrawal bleeding). Pada bayi lelaki sering terdapat fimosis. Ukuran penis bayi berkisar
antara 3-4 cm (panjang) dan 1-1,3 cm (lebar). Hipospadia adalah kelainan yang tidak
jarang ditemukan, yang dapat berupa defek di bagian ventral ujung penis saja atau berupa
defek sepanjang penisnya. Epispadia yaitu defek pada dorsum penis lebih jarang
ditemukan, dan merupakan varian ekstrofia kandung kencing. Skrotum bayi biasanya
besar dan mempunyai banyak rugae. Hidrokel seringkali ditemukan dan harus dibedakan
dari hernia inguinalis. Testis biasanya sudah turun ke dalam skrotum pada bayi cukup
bulan; pada bayi kurang bulan tidak jarang terdapat kriptorkismus (testis yang belum
turun ke dalam kantong skrotum). Torsi testis dapat terjadi in utero dan dapat dilihat pada
saat lahir berupa testis yang membesar dan keras. Kadang-kadang sulit menentukan jenis
kelamin neonatus, misalnya pada bayi perempuan terdapat klitoris yang sangat besar dan
labia mayoranya berfusi serta berpigmen banyak; atau pada bayi lelaki terdapat penis
kecil dengan hipospadia dan skrotum terpisah. Dalam keadaan ini perlu pemeriksaan
kromatin seks atau kromosom seks. Trauma di daerah genitalia eksterna seringkali
ditemukan pada kelahiran sungsang dan dapat berupa perdarahan ke dalam rongga
skrotum atau otot-oto pelvis.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 75
Anus
Pemeriksaan anus bukan hanya untuk mengetahui ada atau tidaknya atresia ani,
melainkan juga untuk mengetahui posisinya. Kadang-kadang fistula yang besar dapat
dianggap sebagai anus yang normal, tetapi apabila diperhatikan benar-benar maka akan
kelihatan bahwa fistula terletak di depan atau di belakang anus yang normal. Pengeluaran
mekonium biasanya terjadi dalam 24 jam pertama. Bila setelah 48 jam belum juga keluar
mekonium, perlu dipikirkan kemungkinan mekonium plug syndrome, megakolon , atau
obstruksi saluran pencernaan. Mekonium yang keluar in utero pada bayi yang letak
kepala adalah salah satu tanda gawat janin. Bila terdapat darah dalam mekonium perlu
dibedakan apakah darah berasal dari bayi atau dari darah ibu yang tertelan. Cara
membedakannya adalah dengan uji Apt yaitu dengan meneteskan basa kuat
(NaOH atau KOH); darah ibu akan mengalami hemolisis sedangkan darah bayi tidak oleh
karena darah neonatus resisten terhadap alkali.
Refleks Moro.
Ini adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi.
Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat beberapa
sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Bayi akan kaget dengan lengan
direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi dan tangan terbuka disusul dengan gerakan
lengan adduksi dan fleksi. Kalau tidak ada reaksi merentangkan lengan sama sekali
berarti abnormal, demikian pula kalau rentangan lengan asimetris. Refleks Moro
menghilang umur 5-6 tahun.
Ukuran antropometrik
Neonatus cukup bulan yang sesuai untuk masa kehamilannya mempunyai ukuran badan
sebagai berikut:
Panjang 45 sampai 54 cm
Usia kehamilan neonatus dapat dinilai dengan beberapa cara, termasuk dengan
menghitungnya dari hari pertama haid terakhir sampai saat kelahiran, atau dengan cara
ultrasonografi. Yang sering dipakai sekarang adalah pemeriksaan menurut Dubowitz
yang menilai 11 kriteria klinis dan 10 kriteria neurologis. Namun cara pemeriksaan ini
kurang praktis untuk digunakan di lapangan dan mengganggu neonatus yang sakit.
Ballard mengajukan penyederhanaan prosedur tersebut yaitu dengan hanya menilai 6
kriteria klinis dan kriteria neurologis.
Mengetahui usia kehamilan dan keadaan gizi neonatus sangat penting untuk dapat
mengkategorikan neonatus apakah cukup bulan, kurang bulan, atau lebih bulan dan
apakah sesuai, lebih kecil, atau lebih besar untuk usia kehamilannya.
Disamping itu perlu diperhatikan apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu sudah
mengerti cara pemberian ASI yang benar.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 77
5.19. Pemeriksaan Fisis Diagnosik Bedah : Payudara
5.19.1. Anamnesis :
Pencatatan identitas lengkap, diikuti keluhan utama penderita yang dapat berupa :
- Masa tumor di payudara
- Rasa sakit
- Cairan dari putting susu
- Retraksi putting susu
- Eksema disekitar putting/areola
- Keluhan kulit berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atau adanya peau d′orange atau
keluhan berupa pembesaran kelenjar getah bening aksila, supraclavicula sesuai sisi
bagian payudara yang terkena atau tanda metastasis jauh seperti batuk-batuk, sesak, nyeri
pada tulang terutama tulang belakang maupun tulang lainnya, abdomen berupa masa di
perut kanan atas (liver) .
- Menentukan tumor sejak berapa lama, cepat membesar, disertai rasa nyeri . Jika tumor
dalam stadium lanjut akan dijumpai tanda-tanda kriteria operabilitas Haagensen .
6. Organ lain yang ikut diperiksa adalah hepar, lien, untuk mencari metastasis jauh, tulang-
tulang utama dan tulang belakang .
Gambar 5.11
Pemeriksaan fisis Kel limfe axilla
Gambar 5.12
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 79
5.20. Leher
5.20.1. Anamnesis :
Anamnesis umum biasanya dilakukan seperti pada pemeriksaan sebelumnya, lebih
ditekankan disini adalah anamnesis khusus .
Anamnesis khusus dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang
penyakit yang diidap pasien saat ini. Informasi yang penting dan khusus yang harus ditelusuri
antara lain saat dimulainya keluhan, lamanya keluhan berlangsung, saat timbulnya,
kebiasaan makan, olahraga, atau kebiasaan hidup lain , sifat pertumbuhannya (
cepat/lambat) keluhan penekanan pada jaringan sekitarnya ( pembuluh darah, saraf,
gangguan gerakan).
Perlu ditanyakan juga nodul dileher terutama bagian depan yang terdapat pada usia
dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun, jenis kelamin laki-laki mempunyai
resiko malignansi lebih tinggi , pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala terutama pada
masa kanak-kanak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid 33 – 37 % . Nodul yang
disertai gangguan menelan, perasaan sesak nafas, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi
akibat desakan dan atau infiltrasi tumor .
Apabila disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, mungkin saja suatu metastasis
yang dapat berasal dari organ sekitarnya seperti tiroid, paratiroid, organ didalam mulut,
oesofagus ,faring, laring, trachea, kelainan pada jaringan lunak/keras kepala , hidung, mata,
telinga maupun paru-paru .
Adanya penonjolan tulang tengkorak, sesak dan batuk-batuk yang disertai dahak berdarah
mungkin juga merupakan metastasis .
Gambar 5.14
Gambar 5.15
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 81
5.21.1. Anamnesis
o Hendaknya dimulai dengan cara yang sopan yaitu dokter memperkenalkan diri terlebih
dahulu.
o Tujuan utama adalah untuk memperoleh gambaran kesehatan penderita secara umum.
o Dalam keadaan tertentu data tidak dapat diperoleh dari pasien itu sendiri misalnya
pasien dalam keadaan tidak sadar, pasien dengan keadaan bisu atau tuli.atau mengalami
gangguan jiwa, sehingga data diperoleh dari keluarga atau pengantar
pasien.(alloanamnesa)
o Bagian terpenting dari anamnesis adalah : keluhan utama adalah keluhan yang paling
mendasari dan menyebabkan pasien minta pertolongan kerumah sakit atau pasien
mencari pertolongan dokter.
o Keluhan penderita harus dinyatakan dalam bentuk gejala (simtom) penyakit bukan
nama penyakit.
o Keluhan utama dicatat secara khusus dalam kolom rekaman medik, sebagai acuan untuk
menelusuri lebih jauh keadaan penderita.
o Sebagai pedoman dalam mengajukan pertanyaan mahasiswa harus mempunyai tingkat
pengetahuan dalam hal gambaran klinis & gejala dari berbagi macam penyakit. Materi
telah diberikan pada kuliah terdahulu.
o Untuk mendapatkan arahan yang jelas dan gambaran yang lebih mungkin tentang
penyakit yang diidap pasien saat ini harus ditelusuri lebih lanjut dalam anamnesa tentang
onset atau saat dimulainya keluhan utama dan lama keluhan tersebut telah
berlangsung.
o Apakah keluhan tersebut ada hubungannya dengan alergi terhadap sesuatu makanan atau
obat-obatan tertentu, minum obat yang terakhir kalinya kapan, penyakit penyerta lainnya
selain yang dikeluhkan ini atau sakit terakhir yg diderita, makan atau minum terakhir kali
sebelum ke dokter, adakah hubungan keluhan dengan lingkungan musim / iklim / cuaca
/ keadaan tempat kerja /olah raga atau keadaan /even / kejadian tertentu.
o Apakah ada penyakit keturunan yang diderita dalam keluarga atau anggota keluarga
terdekat.
o Anamnesis berikutnya tentang : sistem organ dalam tubuh dan fungsi organ tubuh yang
dikeluhkan pasien atau yang menyertai keluhan tersebut, meliputi : sistem kardiovaskuler
/ sistem pernapasan / sitem pencernaan / sistem muskulo-skeletal / sistem saraf / sistem
urogenital.
o Untuk pasien trauma perlu ditanyakan adakah mekanisme trauma atau kejadian trauma
tersebut oleh karena dapat memberi gambarkan pola & jenis perlukaan yg
diakibatkannya, apakah disebabkan benda tumpul atau benda tajam, dan daerah
tubuh mana yang terkena, apakah perlukaan oleh karena termal atau suhu panas /
suhu dingin, juga ditanyakan tentang Hazmat, Hazardous Material (apakah bahan kimia,
toksin atau radiasi ).
Untuk membuat suatu diagnosis, mungkin Mahasiswa semester VII, masih sulit menganalisis
data baik dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, namun berkat pengetahuan Fisiologi, anatomi dan
patofisiologi dan bimbingan pembimbing (Tutor), diharapkan dapat menganalisis, membuat hipotesis
sehingga dapat membuat suatu diagnosis kerja. Dalam kurikulum KKD ini, tujuan utama adalah
mempersiapkan mahasiswa bila masuk kepanitraan klinik sudah tidak kaku, oleh karena telah
Pengumpulan data dari anamnesis (data subjektif), dimulai dari keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial, riwayat keluarga serta pemeriksaan fisis umum
dan khusus (data objektif), kita dapat menganalisis data, membuat hipotesis, membuat diagnosis
banding serta merencanakan pemeriksaan penunjang untuk menetapkan suatu diagnosis. Bila
memulai melakukan pengkajian pada pasien, pertama-tama arahkanlah perhatian anda pada keluhan
yang membawa pasien datang mencari pertolongan, selanjutnya dikembangkan, dicari hubungannya
dengan penyakit dahulu. Kadang kita lupa melakukan anamnesis sistem sehingga penyakit lain tidak
dapat diketahui. Hindari pengkajian yang terpisah – pisah, tetapi harus berpikir holistik (menyeluruh
oleh tubuh kita merupakan sesuatu kesatuan yang utuh. Catatlah semua penemuan-penemuan anda
dengan baik dan sistematis, baik dari anamnesis dan pemeriksaan fisis. Untuk mempermudah dan
membiasakan akan disiapkan catatan medik penderita (Medical record=MR). Isilah MR ini dengan
baik dan benar, kalau tidak mengerti tanyakan pada pembimbing bagaimana mengisi MR tersebut.
Anamnesis Data
Pemeriksaan fisis
Data
Pemeriksaan
Penunjang
Data
Analisis Data
Evaluasi
Hipotesis Masalah
Gambar 6.1
Merencanakan pemeriksaan penunjang perlu pengetahuan klinik yang cukup, namun dalan KKD
ini belum terlalu dituntut, namun kalau dapat/bisa, apalagi dengan bantuan pembimbing dapat
membantu. Dalam KKD nanti sesudah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis akan dilanjutkan
diskusi yang disebut pembelajaran aktif ( PBL = Problem basic learning = Active learnig).
Diharapkan segala kekurangan ini dapat teratasi dalam PBL nanti.
Untuk rencana pengobatan belum perlu dipikirkan, namun dalam diskusi nanti dapat diutarakan
sehingga dapat menjadi pengalaman tersendiri dari mahasiswa.
86
PENUTUP
Buku KKD ini jauh dari kesempurnaan, namun dengan bantuan Teman sejawat yang telah membuat
KKD ini, sebagai koordinator mengucapkan banyak terima kasih. Tujuan utama KKD PPD Uncen ialah
memperkenalkan secara dini kepada mahasiswa untuk melakukan kontak dengan penderita, sehingga bila
masuk dalam klinik tidak banyak mengalami kesulitan. KKD ini memang belum banyak diterapkan di
Fakultas Kedokteran yang lain, namun dari pengalaman FKUI sebagai pelopor KKD sangat banyak
membantu mahasiswa.
Sebagai kata akhir terimakasih kepada semua penyumbang tulisan, kritik dan saran serta dr. Singgih
yang banyak membantu kami akhirnya buku ini kami dapat susun.
Kordinator/Editor