Anda di halaman 1dari 92

Mahasiswa Semester VI Program Pendidikan Dokter

FK UNCEN

Editor : Kordinator KKD


dr. Samuel Maripadang Baso Sp.PD

Pemilik Diktat:
.........................................

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA - PAPUA
2016
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan PUJI SYUKUR Kepada TUHAN YANG MAHA KUASA


atas Karunia-NYA maka buku KETRAMPILAN KLINIK DASAR Program Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Cederawasih dapat dibuat untuk petama kali
dalam sejarah UNCEN sebagai Pedoman dalam pendidikan profesi.

KETERAMPILAN KLINIK DASAR disingkat KKD adalah merupakan proses


belajar mengajar yang diselenggarakan oleh Program Pendidikan Dokter Universitas
Cenderawasih dalam rangka menyiapkan Mahasiswa untuk memasuki tahapan Pendidikan
Profesi di Klinik yang diselenggarakan oleh semua Bagian Klinik di RSUD Jayapura
secara integrasi berdasarkan masalah.

Mahasiswa yang dapat mengikuti kegiatan ini adalah mereka sudah menyelesaikan
dan lulus mata ajar Biomedik.

Keterampilan Klinik Dasar menjembatani mata ajar teori dan kepaniteraan klinik
sehingga mahasiswa lebih siap untuk menjalani kepaniteraan.
Mahasiswa dibekali dengan ketrampilan ketrampilan klinik dasar seperti :

a. Keterampilan melakukan anamnesa


b. Ketrampilan melakukan pemeriksaan Fisik Diagnostik
c. Kemampuan dalam menentukan pemilihan pemeriksaan penunjang dan pemilihan
terapi yang rasional.
d. Ketrampilan dalam membuat catatan medik yang berorientasi kepada masalah dan
pembentukan pola pikir yang berdasarkan problem solving.

Hasil pelaksanaan ini perlu di evaluasi dan ditingkatkan agar mutu dan hasil
lulusan dari pendidikan profesi di program Pendidikan Dokter Uncen meningkat.

Segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk peningkatan
mutu KKD.

Kepada seluruh bagian, Tim inti KKD, Tutor mahasiswa dan semua pihak yang
berperan aktif pada pelaksanaan KKD ini kami ucapkan terima kasih.

Jayapura, Februari 2016


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………...……. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….. vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………... vii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 1
BAB II KARAKTERISTIK MAHASISWA………………………………….. 2
2.1. Karakteristik Mahasiswa…………………………………………… 2
BAB III SASARAN PEMBELAJARAN DAN TUJUAN
PENDIDIKAN…………………………………………......................... 3
3.1. Sasaran Pembelajaran ……………………………………………... 3
3.2. Tujuan Pendidikan…………………………………......................... 3
BAB IV PROSES DIAGNOSTIK……………………………………………… 4
4.1. Hubungan Dokter dan Pasien………………………………………. 3
4.2. Mengambil Riwayat Penyakit Penderita…………………………… 4
4.2.1. Keluhan Utama……………………………………………… 6
4.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang…………………………………. 6
4.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu……………………………………. 6
4.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga………………………………….. 6
4.2.5. Riwayat Sosial……………………………………………….. 6
4.2.6. Anamnesis Sistem…………………………………………… 7
4.3. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital…………………………………… 7
4.3.1. Mengukur Tekanan Darah…………………………………... 8
4.3.2. Pemeriksaan Nadi…………………………………………… 8
4.3.3. Pemeriksaan Pernapasan…………………………………….. 9
4.3.4. Pemeriksaan Suhu…………………………………………… 9
4.3.5. Pemeriksaan Pulse Oxymetri................................................... 9
4.4. Pemeriksaan Fisis Umum…………………………………………... 9
4.4.1. Bentuk Badan………………………………………………... 11
4.4.2. Habitus………………………………………………………. 11
4.4.3. Cara Berjalan………………………………………………… 11
4.4.4. Cara Berbaring…………………………….………………… 11
4.4.5. Keadaan Gizi………………………………..………………. 11
4.4.6. Aspek Kejiwaan…………………………...………………… 11
4.4.7. Pengukuran Tekanan Vena Jugularis………...……………… 11

BAB V PEMERIKSAAN FISIS KHUSUS………………………..………….. 13


5.1. Kulit………………………………………………….…………….. 13
5.1.1. Lesi Primer Pada Kulit……………………….…………....... 13
5.1.2. Lesi Sekunder………………………………….……………. 13
5.1.3. Kelenjar Getah Bening………………………..……………... 14
5.2. Kepala……………………………………………….……………... 15
5.3. Pemeriksaan Mata……………………………………..…………… 15
5.3.1. Anamnesa……………………………………..……………... 15
5.3.2. Pemeriksaan…………………………………..……………... 15
5.4. Telinga……………………………………………….…………….. 19
5.5. Hidung………………………………………………..…………….. 20
5.6. Mulut dan Tenggorok………………………………..……………... 20
5.7. Gigi dan Mulut………………………………………..……………. 21
5.7.1. Data Umum………………………………………..………… 22
5.7.2. Anamnese…………………………………………..………... 22
5.7.3. Pemeriksaan Fisis…………………………………..………... 22
5.7.4. Pemeriksaan Penunjang…………………………..…………. 25
5.8. Leher…………………………………………………….…………. 25
5.9. Pemeriksaan Anggota Gerak (Ekstremitas)……………..…………. 25
5.9.1. Inspeksi…………………………………………..………….. 25
5.9.2. Palpasi…………………………………………..…………… 26
5.9.3. Konsistensi Otot…………………………………..…………. 26
5.9.4. Kekuatan Otot…………………………………..…………… 27
5.10. Pemeriksaan Punggung………………………………..………….. 28
5.11. Pemeriksaan Alat Kelamin………………………………..………. 28
5.12. Pemeriksaan Anus dan Rektum………………………….……….. 29
5.13. Pemeriksaan Kardiovaskuler (Jantung)………………….……….. 29
5.13.1. Inspeksi………………………………………….………... 30
5.13.2. Palpasi…………………………………………..………… 31
5.13.3. Perkusi…………………………………………..………… 31
5.13.4. Auskultasi………………………………………...……….. 33
5.13.5. Bunyi Jantung (BJ)………………………………...……… 34
5.14. Pemeriksaan Paru………………………………………..………... 39
5.14.1. Inspeksi……………………………………………….…... 41
5.14.2. Palpasi…………………………………………..………… 43
5.14.3. Perkusi…………………………………………..………… 43
5.14.4. Auskultasi………………………………………..………... 45
5.15. Pemeriksaan Abdomen…………………………………..……….. 47
5.15.1. Inspeksi………………………………………..………….. 47
5.15.2. Palpasi…………………………………………..………… 50
5.15.3. Perkusi…………………………………………..………… 51
5.15.4. Auskultasi………………………………………..….…….. 51
5.16. Pemeriksaan Obstetri…………………………………..…………. 55
5.16.1. Pendahuluan…………………………………..…………... 55
5.16.2. Anamnesis……………………………………..………….. 56
5.16.3. Pemeriksaan…………………………………..…………... 57
5.16.4. Diagnosis…………………………………………..……… 58
5.17. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Bayi dan Anak..………... 59
5.17.1. Pendahuluan……………………………………..………... 59
5.17.2. Anamnesis………………………………………..……….. 59
5.17.3. Pemeriksaan……………………………………..………... 63
5.18. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Bayi Baru Lahir 69
(Neonatus)………………………………………………..………..
5.18.1. Anamnesis………………………………………..……….. 69
5.18.2. Pemeriksaan………………………………………..……... 71
5.19. Pemeriksaan Fisis Diagnosik Bedah : Payudara…………..……… 77
5.19.1. Anamnesis………………………………………..……….. 77
5.19.2. Pemeriksaan Fisis…………………………………..…….. 79
5.20. Leher……………………………………………………….……... 80
5.20.1. Anamnesis………………………………………..……….. 81
5.20.2. Pemeriksaan Fisis…………………………………..……... 82
5.21. Pemeriksaan Bedah………………………………………..……… 83
5.21.1. Anamnesis……………………………………………..….. 83
5.21.2. Pemeriksaan Fisis………………………………………..... 83
BAB VI MEMBUAT DIAGNOSIS…………………………………………….. 85
6.1. Membuat Diagnosis……………………………………………….... 85

BAB VII PENUTUP………………………………………………………………. 87

DAFTAR PUSTAKA
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 1
BAB I
PENDAHULUAN

Interaksi antara mahasiswa dan pasien biasanya baru dilakukan pada tingkat klinik, sehingga
mahasiswa merasa kaku dan bingung, sehingga interaksi merupakan hal baru sehingga hubungan
mahasiswa dengan pasien belum ada sama sekali. Untuk memperkenalkan secara dini interaksi ini kepada
mahasiswa maka Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) merupakan salah mata kuliah (kurikulum) yang telah
mulai diperkenalkan di beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia yang diberikan pada Mahasiswa
Semester VI. Pengalaman dari beberapa PTN, menunjukkan bahwa KKD merupakan salah satu cara
interaksi antara mahasiswa dan pasien secara dini untuk memperlancar proses pendidikan di tingkat klinik
serta dapat bertingkah laku profesional dan menerapkan etik kedokteran secara benar. Oleh karena itu FK
UNCEN akan memberikan kuliah KKD ini pada mahasiswa Semester VI agar mempunyai ketrampilan
klinik dasar tersebut. Pendidikan KKD ini lebih menekankan kemampuan untuk mengumpulkan data
sebanyak-banyak dari pasien, melakukan pemeriksaan fisik yang benar serta diharapkan dapat
merencanakan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan (Laboratorium, Foto, Usg, EKG, dll), sehingga dapat
membuat suatu diagnosis kerja atau diferential diagnosis. Dalam KKD sangat mungkin mahasiswa masih
sulit membuat suatu diagnosis oleh karena belum diberikan kuliah di tingkat klinik, namun beberapa mata
kuliah : Anatomi, Fisiologi, Biokimia, Patologi , Patofisiologi, dll, dapat membantu mahasiswa sehingga
dengan pengetahuan yang mereka dapatkan mampu melakukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan
fisik yang baik, dan kalau mungkin membuat suatu diagnosis atau DD.
Disadari bahwa mungkin banyak kesulitan yang akan ditemui, namun dengan interaksi dini lebih
banyak hasil yang dicapai, terutama bila mahasiswa kelak telah masuk ke Klinik. Untuk memperlancar
pendidikan KKD ini tim KKD akan membuat buku panduan yang akan dipakai dalam KKD nanti. Besar
harapan kami KKD ini dapat membantu mahasiswa untuk berinteraksi dini, sehingga bila mahasiswa telah
memasuki tingkat klinik tidak timbul masalah, bahkan sangat membantu mereka.

Koordinator KKD
2
BAB II
KARAKTERISTIK MAHASISWA

2.1. Karakteristik Mahasiswa :


Adalah Mahasiswa yang telah lulus dalam kelompok Biomedik yang mencakup tentang struktur
dan fungsi normal, patogenesis serta struktur dan fungsi yang patologik.

BAB III
SASARAN PEMBELAJARAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN

3.1. Sasaran pembelajaran :


Diharapkan mahasiswa mampu memperoleh data pasien sebanyak mungkin yang lengkap dan
akurat, mampu mencatat data tersebut dengan sistematis dan dapat melakukan pemeriksaan fisik
komprehensif (menyeluruh = holistik) secara baik (ethical) dan benar (scientific) sesuai dengan
prosedur tetap yang telah dibuat untuk membuat keputusan klinik sebagai hasil pengintegrasian
keputusan ilmiah (scientific decision) dan keputusan etikal (ethical decision).

3.2. Tujuan pendidikan :


Pada akhir pendidikan ini Mahasiswa mampu : Melakukan anamnesis, membuat catatan medik
yang berorientasi masalah, pemeriksaan fisik diagnostik yang baik dan benar serta membuat
perencanaan pemeriksaan, dan kalau mungkin dapat membuat suatu diagnosis atau difential
diagnosis.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 3
BAB IV
PROSES DIAGNOSTIK

4.1. Hubungan Dokter dan Pasien


Untuk memperoleh data dari pasien dengan wawancara yang lazim disebut Anamnesis dan
melakukan pemeriksaan fisik, tentu pertama kali harus melakukan hubungan (kontak) dengan
penderita, kontak pertama ini sangat penting untuk menjalin hubungan dengan penderita. Tidak
jarang kesalahan kontak pertama ini menyababkan hubungan dengan penderita tidak baik, sehingga
tujuan kita memperolah data riwayat pasien sangat minim atau malah menolak untuk diperiksa.
Untuk mempererat hubungan dengan pasien atau hubungan yang sangat akrab ini maka, Carl
Roger menjelaskan tentang hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan Empati yaitu bahwa kita
menyadari dan mengerti perasaan orang lain, tanpa ikut terlibat dalam perasaan-perasaan orang yang
bersangkutan. Sebaliknya bukan simpati yang berarti turut larut dalam perasaan orang tersebut. Harus
di ingat bahwa penderita yang dihadapi adalah individu-individu yang tengah mendapat masalah
bahkan beban berat, mereka bukan hanya sekedar kasus-kasus penyakit yang akan diperiksa, tetapi
berusahalah untuk mengetahui siapa mereka, apa keluhan dia, apa kesulitan dia, untuk
menolong/membantu mereka keluar dari masalah tersebut. Kemampuan anda untuk mencurahkan
perhatian penuh kepada setiap pasien akan sangat mempengaruhi keberhasilan anda. Perhatian
terhadap kepribadian pasien akan mencegah anda melukai perasaannya. Pasien berharap agar anda
bersikap tidak berlebihan dan peka terhadap hal-hal yang menakutkan atau mengganggunya.
Perhatian lebih dari sekedar keprihatinan terhadap penyakit.
Hubungan dokter dengan pasien akan terjadi kalau dokter memperhatikan perasaan-perasaan
pasien. Emosi pasien berupa : marah, takut, senang, tidak berdaya, sedih, mengamuk kadang muncul
kepermukaan. Dokter tidak hanya meperhatikan penyakit saja, tetapi memperhatikan secara holistik
(menyeluruh) masalah pasien tersebut.
Pada saat melakukan kontak pertama dengan pasien sering kali merasa canggung atau kaku,
pertanyaan-pertanyaan apa yang saya akan ajukan. Bagaimana selanjutnya?. Kendalikan segala
kecemasan anda dengan memusatkan seluruh perhatian anda pada hubungan yang akan dimulai.
Persiapkanlah diri anda untuk memulai kontak dengan pasien dengan menguasai bahan kuliah KKD
dan buku-buku fisik diagnostik yang lain, persiapkan peralatan anda (catatan dan alat-alat
pemeriksaan fisik diagnostik). Pertama kali tentu memberikan salam (selamat pagi, siang, Hello,
Hay, ... sapa dengan suara lembut), adakan kontak mata dengan segera lalu memperkenalkan diri
anda, salami pasien dengan berjabat tangan dan mulai memperkenalkan diri anda : katakan bahwa
saya mahasiswa kedokteran Uncen akan melakukan wawancara / melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dengan Bapak/Ibu tersebut dengan bimbingan Dokter Ahli / Asisten dokter
( Dr.......................).
Pusatkanlah perhatian anda hanya pada pasien tersebut, dan mulailah melakukan wawancara
dengan sopan, santai dan tegas. Perhatikan pasien yang diperiksa adalah individu-individu yang utuh
dan jangan membuat penderita mengalihkan perhatian ketempat lain. Dengarkanlah dengan seksama
setiap jawaban pasien. Pikirlah dan ikutilah petunjuk pasien tentang keprihatinan dan prioritas
mereka. Banyak mahasiswa tidak memperhatikan petunjuk-petunjuk yang jelas karena perhatian
mereka ditujukan pada pertanyaan apa yang harus ditanyakan selanjutnya. Kalau respon kita
terhadap keprihatinan dan dukungan kepada pasien baik, maka akan terjalin hubungan yang baik.
Dalam melakukan KKD ini mahasiswa dituntut bersikap profesional, telah memakai jas dokter yang
panjang dan perlu papan nama. Berdirilah disamping tempat tidur penderita (sebelah kanan) atau
duduk disamping dengan minta izin kepada penderita. Selama wawancara usahakan pasien duduk
kalau memungkinkan dan terus melakukan kontak mata dengan penderita tersebut. Satu hal harus
diperhatikan adalah sebagai seorang calon dokter segala sesuatu menyangkut pasien harus bersifat
rahasia. Sebelum melakukan wawancara (anamnesis) tentu harus mengetahui teknik dasar
komunikasi. Komunikasi adalah menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima. Pesan harus
4
mengandung arti (maksud) dan ide, namun harus dirasakan apakah ide tersebut dirasakan (ideas and
feelings). Pesan tersebut apakah suatu kegiatan, ruangan atau apa saja yang berhubungan dengan
orang tersebut.
Komunikasi dikatakan efektif bila penerima pesan mengerti/mengetahui pesan yang disampaikan.
Menurut Fletcher prinsip komunikasi profesional (Dokter) – pasien (klien) berlandaskan pada 3
prisip dasar :
1. Semua sistem pelayanan kesehatan dibutuhkan komunikasi dengan pasien.
2. Semua apa yang dikomunikasikan harus dimengerti oleh pasien. Misalnya istilah, atau keadaan
penderita harus dijelaskan sehingga penderita mengerti. Misalnya pada pemeriksaan ada cairan
dalam rongga perut (asites), dokter harus menjelaskan mengapa terjadi (penyebabnya) dari
memberi informasi jalan keluar, sehingga komunikasi mempunyai arti (meanings).
3. Kerja sama yang maksimal dari pasien akan diperoleh bila komunikasi yang terjadi menekankan
pada tujuan dan bersama antara dokter dan pasien.

Untuk memperoleh data dari pasien tentu harus melakukan wawancara (wawancara medis).
Wawancara ini (anamnesis) didapat dari lisan (verbal) atau bukan lisan(non verbal) harus didasari
Empati. Komunikasi lisan menggunakan bahasa yang jelas, mudah dipahami oleh pasien sesuai
dengan tingkat pendidikan. Kalau tidak mengerti dengan bahasa Indonesia dapat menggunakan
penterjemah sehingga data tersebut dapat diperoleh. Dalam wawancara dokter/mahasiswa
memastikan apakah pesan yang disampaikan sudah sampai/dimengerti oleh pasien.
Sering kita mengajukan pertanyaan... Apakah ?, dan mendengar secara aktif sambil menjawab,
Ya../, lalu senyum, anggukan kemudian diam pada saat yang tepat untuk memperlancar wawancara.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam wawancara medis, mahasiswa/Dokter dituntut :
1. Mempermudah wawancara dengan memperkenalkan diri, sikap hormat dan Bersahabat,
menggunakan pertanyaan terbuka, mengulang hal-hal penting, mengetahui cara berpindah dari
satu subjek ke subjek yang lain, menggunakan pertanyaan yang spesifik dan bertanya pada saat
yang tepat
2. Menanggapi keluhan/perasaan pasien dengan mendengarkan penuh perhatian, bersikap terbuka,
menasehati dan tidak menghakimi.
3. Tidak memotong pembicaraan pasien atau menyela sebelum pembicaraan selesai, tidak
mengalihkan pembicaraan sebelum selesai dan tidak menghakimi.
4. Berperilaku non verbal yang wajar dan menilai kewajaran perilaku non verbal pasien meliputi
tatapan mata, anggukan kepala, ekspresi muka, mendekatkan badan, berdiam diri dan gerakan
tangan dan kaki.
5. Memahami konsep bahwa sakit tidak sama dengan penyakit dan keluhan pasien timbul oleh karena
adanya gangguan bio-psiko-sosial.

4.2. Mengambil Riwayat Penyakit Penderita


Sebagai seorang mahasiswa fakultas Kedoteran tentu banyak kendala / kesulitan-kesulitan yang
akan dihadapi dalam melakukan wawancara dengan pasien, namun dengan bimbingan dokter
Ahli/Asisten serta telah mempelajari buku panduan KKD (buku-buku lain), kesulitan akan diatasi.
Wawancaara langsung dengan pasien disebut Autoanamnesis, bila di lakukan dengan wali/orang
tua, orang dekat dengan pasien atau sumber lain disebut Aloanamnesis. Untuk memperoleh data
dari pasien tentu harus melakukan wawancara (wawancara medis). Wawancara ini (anamnesis)
didapat dari lisan (verbal) atau bukan lisan (non verbal) harus didasari Empati. Komunikasi lisan
menggunakan bahasa yang jelas, mudah dipahami oleh pasien sesuai dengan tingkat pendidikan.
Kalau tidak mengerti dengan bahasa Indonesia dapat menggunakan penterjemah sehingga data
tersebut dapat diperoleh.
Sebagai pemula memang harus demikian, tetapi dengan latihan terus menerus akan memperoleh
pengalaman sehingga akan bertindak profesional. Seperti halnya percakapan dengan orang lain,
percakapan yang santai akan menimbulkan perasaan yang nyaman dengan pribadi yang ikut dalam
percakapan tersebut, terlepas dimana tempat melakukan percakapan tersebut.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 5
Percakapan / wawancara medik akan memberikan hasil yang baik kalau dilakukan seperti
percakapan-percakapan yang lain; mulailah dengan percakapan bersifat umum yang dilanjutkan
dengan percakapan khusus sesuai dengan masalah yang timbul. Usahakan agar percakapan tidak
terhenti, dan jangan mengajukan pertanyaan yang dijawab oleh pasien ya atau tidak. Berilah waktu
dan kesempatan yang cukup kepada pasien untuk memberikan tanggapan dengan bahasanya sendiri,
oleh karena dengan cara demikian maka perasaan yang ada dalam dirinya akan terungkap melalui
ekspresi maupun kata-kata yang digunakan. Tidak jarang pasien yang berobat ke Polikklink telah
menulis segala keluhan dan masalah yang timbul pada pasien tersebut, sehingga kita hanya
mengembangkan atau mencari informasi khusus menyangkut penyakit pasien tersebut. Jika anda
perlu mengorek keterangan khusus dari penderita, arahkanlah pertanyaan-pertanyaan anda dengan
makin lama makin khusus, sampai dicapai apa yang diinginkan. Pada wawancara sering kali pasien
tidak mampu menjelaskan keluhan / gejala yang terjadi pada dirinya oleh karena kondisi penderita
yang berat atau pasien lupa atau sengaja menyembunyikan keterangan-keterangan yang penting. Jika
menduga hal ini betul terjadi cari keluarga penderita atau dokter yang senior untuk memperoleh data
yang benar.
Menceritakan riwayat, keluhan atau gejala-gejala dari pasien merupakan suatu pengalaman baru
bagi mahasaiswa. Gejala dan tanda menjadi ciri penyakit. Gejala adalah keluhan pasien atau
pengakuannya tentang sesuatu yang abnormal, sedangkan tanda adalah penemuan yang diperoleh
pada pemeriksaan fisik.
Hendaknya anda mendengarkan penuturan keluhan tersebut dengan penuh perhatian, simpati dan
sabar mendengarkan sampai selesai. Bila pembicaraan tidak berkaitan dengan penyakitnya dapat
dibelokkan atau dipersingkat. Jika seluruh wawancara dengan pasien telah selesai dan dianggap
cukup, selanjutnya catatlah seluruh hasil pengamatan tersebut dalam catatan penderita yang disebut
medical record. Jika gejala-gejala dan tanda-tanda yang diberikan oleh penderita jelas dan nyata,
maka sangat menguntungkan bagi kita untuk mencatatnya. Gejala dan tanda yang muncul lebih lanjut
dijelaskan kapan timbulnya, lamanya, faktor yang memperberat atau mengurangi, tempat, penjalaran dan
kaitanya dengan yang lain.
Misalnya rasa nyeri digambarkan dimana letaknya, penyebarannya, sifatnya (tajam,kolik,
tumpul dll), tingkat beratnya nyeri sehingga membutuhkan obat penghilang nyeri yang segera.
Aspek-aspek emosional dan somatis pada penderita harus diamati. Oleh karena itu catatlah
ekspresi wajah pasien anda, penampilan serta dan kecemasan yang timbul. Anda juga harus hati-hati
terhadap pertanyaan yang mungkin sekali berakibat emosional pada penderita misalnya pertanyaan
mengenai kanker, AIDS, dll. Oleh karena itu sampaikanlah dalam kalimat sedemikian rupa sehingga
akan menimbulkan akibat emosional sekecil mungkin.
Walaupun anamnesis terutama ditujukan kepada riwayat penyakit yang dialami sekarang, tetapi
sangat penting pula menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit yang lampau).
Tidak jarang penyakit sekarang justru sangat berhubungan dengan penyakit yang diderita sekarang.
Oleh karena sifat keturunan dan faktor-faktor sosial mempengaruhi kesehatan, maka perlu
menyelidiki riwayat sosial dan keluarga.
Untuk memperoleh data dari pasien tentu harus melakukan wawancara (wawancara medis).
Wawancara ini (anamnesis) didapat dari lisan (verbal) atau bukan lisan (non verbal) harus didasari
Empati. Komunikasi lisan menggunakan bahasa yang jelas, mudah dipahami oleh pasien sesuai
dengan tingkat pendidikan. Kalau tidak mengerti dengan bahasa Indonesia dapat menggunakan
penterjemah sehingga data tersebut dapat diperoleh.
Sitematika Anamnesis :
1. Identitas penderita meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan , status
perkawinan dan alamat rumah
2. Riwayat penyakit sekarang yang didahului Keluhan Utama
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat sosial
6. Anamnesis sistem
6
4.2.1. Keluhan Utama
Keluhan utama (KU) adalah keluhan atau gejala dan atau tanda yang dinyatakan oleh
penderita membawa pasien datang mencari pertolongan kepada dokter. Keluhan utama
merupakan dasar untuk melakukan evaluasi masalah penderita tersebut. KU sering ditandai
dengan nyeri, demam, benjolan, gangguan fungsi, perubahan dari keadaan normal, dll.
KU bukanlah diagnosis, tetapi perlu dikaji dan biarkanlah pasien menceritakan sendiri
keluhan tersebut dengan bahasanya sendiri. Bila dalam wawancara pasien terlalu jauh keluar
dari masalah kesehatannya, maka kita dapat mengarahkan untuk kembali yang ada
hubungannnya dengan KU atau penyakitnya. Kalau pasien telah selesai menjelaskan KU dan
hubungannya dengan keluhan tersebut, buat ringkasan dan catat sehingga merupakan langkah
untuk melanjutkan dengan riwayat penyakit sekarang.

4.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang yang dialami oleh pasien akan menuntun kita ke arah
diagnosis. Berdasar pada KU tersebut kita kembangkan pertanyaan-pertanyaan kepada
pasien, sehingga pasien dapat menceritakan dan menuturkan dengan cermat segala yang
dialaminya sekarang. Selanjutnya pada tiap-tiap gejala. Kembangkanlah tiap gejala tersebut,
kapan muncul, lamanya, beratnya, apa ada gangguan fungsi, lokasinya, hubungannya dengan
yang lain, faktor yang memperberat atau memperingan . Urutan kronologis setiap kejadian
adalah sangat penting. Jelaskan mana keluhan yang pertama kali timbul dan urutan gejala
yang lain. Hubungan waktu antara gejala-gejala yang berkaitan juga sangat berguna.
Lamanya keluhan tersebut ada kaitannya dengan penyakit dahulu (kronis). Ajukanlah
pertanyaan terhadap gejala-gejala yang belum disebutkan oleh pasien.
Terakhir yang perlu ditanyakan respon terhadap pengobatan, apakah membaik, atau
apa pernah mendapat terapi dari dokter yang lain. Riwayat penyakit sekarang mencakup 2
komponen tambahan :
1. Tanyakan gejala dan tanda gangguan sistem organ yang terlibat;
2. Riwayat kejadian medis yang lalu dengan sistem organ yang terganggu sekarang.

4.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang pernah diderita sebelumnya atau pernah
melakukan konsultasi dengan dokter sebelumnya. Tanyakanlah semua penyakit dahulu secara
kronologis. Informasi prenatal, partus dan post-natal untuk meneliti penyakit-penyakit
kongenital atau herediter. Semua penyakit-penyakit yang pernah diderita ditanyakan siapa
yang mengobati, obat apa yang diminum, kapan, bagaimana dan dimana mendapat
pengobatan. Bagaiman respon dengan obat dan penyakitnya. Apa ada obat yang tidak cocok
(alergi?). Tuliskanlah semua obat yang alergi. Perlu juga ditanyakan apa pernah mendapat
Imunisasi?. Catatlah semua penyakit-penyakit yang pernah didapat dalam catatan medik
penderita. Tanyakan pula apa pernah operasi, apa penyakitnya sehingga operasi dan apa
sudah tidak ada masalah lagi. Merokok berapa bungkus sehari?, Aktifitas seksual?.

4.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tanyakan penyakit-penyakit dalam keluarga, misalnya : Penyakit Jantung, penyakit-
penyakit congenital, Diabetes Mellitus, Hipertensi dan Penyakit Kanker . Bagaimana keluarganya
: Bapak/Ibu, Kakek,nenek anak dll, bagaimana kesehatannya, apa masih hidup?, kalau sudah
meninggal apa penyebabnya?

4.2.5. Riwayat Sosial


Riwayat sosial mencakup : pendidikan, pekerjaan, asuransi, hobbi, perumahan ,jumlah
anak, riwayat gizi, lingkungan dan hubungan dalam keluarga. Tanyakan pula ada kesulitan
keluarga, ada maslah-masalah yang dihadapi. Dan terakhir apa kebiasaan yang baik atau yang
buruk dari pasien tersebut (Minum alkohol berlebihan, merokok, jamu dan suplement).
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 7

4.2.6. Anamnesis Sistem


Anamnesis sistem ini merupakan usaha untuk menemukan gejala-gejala dari pasien yang
biasanya terlupakan pada saat anamnesis oleh karena dianggap tidak perlu. Oleh karena itu
anamnesis sistem kita mulai dari :
Kulit : Apa ada gatal-gatal (eksim), tahi lalat,pertumbuhan rambut, infeksi kulit,
kanker kulit, borok dan pigmentasi.
Kepala & leher : Sakit kepala, trauma, pembengkakan, nyeri kepala.
Mata : Apa pakai kacamata, diplopia, skotoma, nyeri,gata-gatal, infeksi,
kemerahan dan trauma
Telinga : Ganguan pendengaran, infeksi, tinnitus, vertigo
Hidung : Epistaksis, bersin-bersin, rhinitis, gangguan penciuman,
penyumbatan, nyeri dan riwayat trauma.
Mulut : Ulkus, stomatits, foetor, gigi lengkap?, gigi palsu, lidah?
Tenggorokan : Sakit menelan, suara parau/serak,tonsillitis, laringitis
Leher : Pembesaran kelenjar limfe, Struma, infeksi
Mamma : Benjolan, perdarahan, sekret, nyeri dan infeksi
Pernapasan : PPOM, TB, sesak napas, asma, kanker,batuk darah
Jantung : Nyeri dada, PJK,Hipertenesi, Gagal jantung, berdebar,sesak napas.
Saluran Cerna : Nafsu makan,mual-muntah, hematemesis, Gastritis, ulkus, diare,
obstipasi, hematoskezia, melena, haemoroid,kanker usus,colitis, bab
berlendir.
Hati : Ikterus, hepatitis,sirosi hati,asites
Saluran Kemih : Hematuria, anuria, olgouria, kencing batu, infeksi, gagal
ginjal, BPH,disuria, poliuria , pyuria, GO
Ginekologi : Siklus haid, menoragi, dismenore, amenore, metroragi, infeksi, kanker,
abortus, kehamilan,menopause, kontrasepsi, dll.
Genitalia eksterna : Nyeri, benjolan, sekret, PMS (Penyakit Menular Seksual), Ulkus.
Muskuloskletal : Nyeri, pembengkakan, kelemahan,kelumpuhan, kekejangan, trauma,
terkilir, patah tulang.
Hematologi : Anemia, perdarahan, keganasan, transfusi, gol darah Endokrin dan
Metabolisme : Perubahan BB, DM, Kolesterol, tiroid
Susunan saraf : Stroke, tumor otak, kejang, tremor, gangguan sensoris, gangguan
motorik, daya ingat, sinkop.
Emosi : Tidur, cemas, depressi, suicide, kepuasan dalam hidup dll.

4.3. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


Yang termasuk dalam pemeriksaan tanda-tanda vital adalah :
Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Pernapasan. Di Negara maju pemeriksaan pulse oxymetri
dimasukkan dalam pemeriksaan tanda vital. Pulse oxymetri adalah alat mengukur saturasi oksigen
dalam darah kapiler, di Indonesia masih merupakan barang langka, namun di RSUD dok II alat ini
dipakai di ruang rawat intensif.

Gambar 4.1
8
4.3.1. Mengukur Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah perlu dipersiapkan alat-alat : Sfigmomanometer
(Tensimeter), Stetoskop dan alat pencatat. Pengukuran tekanan darah dengan memakai guide
line WHO sebagai berikut:
Untuk pasien yang datang ke poliklinik atau ke tempat praktek dilakukan dengan posisi
penderita duduk . Persyaratan :
 Pasien istirahat minimal 10-15 menit
 Tidak melakukan olahraga/exercise sebelumnya
 Tidak merokok.
Penderita duduk dengan posisi tegap, kaki menginjak lantai dan perasaan tenang,
sebelum dilakukan pemeriksaan diberitahu bahwa akan dilakukan pengukuran tekanan darah.
Usahakan agar posisi Tensimeter setinggi dengan jantung. Manset dipasang pada lengan atas
(brachium) 2 jari diatas fossa cubiti. Manset harus menutupi minimal 2/3 lengan, sebaiknya
gunakan manset yang berjeruji agar tekanannya merata ke semua arah. Rabalah Arteri Radialis
(letaknya diatas tulang radius), selanjutnya pompa manset sampai denyut nadi tidak teraba. Tekanan
pada saat nadi tidak teraba adalah tekanan sistolik. Pompa manset diteruskan 30 mmHg diatas
tekanan tadi dan mulai memasang stetoskop(permukaan bell) diatas arteri brachialis,
sebelumnya tentukan tempat meraba arteri brachialis tadi (fosaa cubiti).
Mulai menurunkan tekanan pada manset dengan melonggarkan pemutar, turunkan
tekanan 1 mmHg perdetik sampai terdengar nadi (Korotkof I). Pada saat pertama kali
terdengar itu adalah tekanan sistolik. Turunkan terus perlahan-lahan sampai bunyi
menghilang (korotkof V), ini adalah tekanan diastolik. Ulangi prosedur ini 3 kali dan ambil
nilai rata-rata. (Lihat gambar dan Video).

4.3.2. Pemeriksaan Nadi


Untuk menghitung nadi perlu mengetahui letak arteri yang akan diraba (Anatomi). Arteri
(urat Nadi) yang biasa diperiksa adalah a. Radialis, a. Brachialis, a.Tibialis anterior,
a.Poplitea dan a.Carotis. Paling sering menghitung nadi a. Radialis oleh karena muda didapat
dan terletak diatas tulang radius.
Biasanya kita menghitung nadi permenit. Normal : 60-100 kali permenit. Yang perlu
diperhatikan pada pemeriksaan nadi :
 Jumlah denyut permenit
 Irama : teratur atau tidak
 Isinya: Kuat atau lemah (pengisian)

Palpasi Nadi dilakukan dengan


2 atau 3 jari (Lihat gambar dan Video)

Gambar 4.2
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 9
4.3.3. Pemeriksaan Pernapasan
Kecepatan pernapasan adalah jumlah inspirasi per menit. Untuk menghindari kesalahan
biasakan menghitung napas dalam 1 menit. Yang perlu diperhatikan jenis pernapasan, jumlah
per menit, usaha bernapas dan volume. Apakah bernapas menggunakan otot pernapasan
tambahan.

4.3.4. Pemeriksaan Suhu


Pengukuran suhu tubuh biasa dilakukan pada : Axilla, mulut dan rektal. Alat yang
digunakan adalah termometer. Sebelum mengukur suhu siapkan Termometer dan alat
pencatat. Sering dilupakan termometer tidak diperhatikan sehingga timbul kesalahan.
Kembalikan air raksa pada termometer kebawah, lihat apa suhu termometer sudah sesuai
dengan suhu kamar. Selanjutnya pasang termometer pada axilla atau Oral atau Anus.
Biarkan selama 10 menit lalu baca. Suhu oral normal : 37,1° C; Suhu rektal normal :
37° C dan suhu axilla : Lebih rendah 0.6° C dari suhu oral. Kebanyakan ahli sepakat
dikatakan demam (panas) kalau suhu tubuh >37° C.

4.3.5. Pemeriksaan Pulse Oxymetri


Alat tersebut dipakai untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah kapiler. Alat
tersebut di pasang pada ujung jari tangan, maka akan terlihat berapa saturasi oksigen dalam
darah kapiler. Biasanya alat tersebut dipakai di ruang intensif (ICU/ICCU).

4.4. Pemeriksaan Fisis Umum


Setelah menyelesaikan anamnesis (lengkap dan sistematis), maka sekarang akan melakukan
pemeriksaan fisis. Perhatikanlah bagaimana penampilan pasien, jabatan tangannya teraba seperti apa,
sikap dan habitus umumnya dan cara bicaranya.
Lakukanlah pemeriksaan fisis secara sistematis untuk menghindari kesalahan karena kelalaian.
Pemeriksaan secara sistematis pada tiap-tiap organ secara rutin meliputi :
Inspeksi : Dilihat dengan penuh perhatian
Dalam Inspeksi perlu penerangan yang cukup, perhatikan warna, bentuk, simetris atau
asimetri dan kejadian-kejadian lain yang dapat dilihat
Palpasi : Meraba dengan satu atau dua tangan (ladies hand)
Palpasi membedakan tekstur (bentuk), ukuran, konsistensi, suhu, dll.
Perkusi : Mengetuk dengan tangan alat bantu (kedua tumpuan)
Perhatikan bunyi pada saat ketuk (perkusi), bunyi ini timbul oleh karena resonansi. Udara
dan gas paling resonan, jaringan keras padat kurang resonan. Misalnya perkusi Paru :
Sonor ; Lambung : timpani ; Hati : redup; Pleural efusi : pekak
Auskultasi : Mendengarkan bunyi dari dalam tubuh dengan stetoskop.
Penilaian bunyi meliputi : frekuensi, intersitas, durasi dan kualitas.
Bau : Dengan penciuman yang baik bau dapat menduga diagnosis suatu penyakit. Misalnya bau
keton pada penderita Ketoasidosis diabetik, Foetor Hepaticum, dll.

Untuk melakukan pemeriksaan fisis perlu menyiapkan perlengkapan berupa : Stetoskop,


Sfigmomanometer (Tensimeter), Senter, Hammer refleks, Spatel lidah, Termometer, Otoskopi,
spekulum hidung dan optalmoskop. Sesudah alat telah siap diberitahu penderita bahwa akan
dilakukan pemeriksaan fisis. Pertama periksa tanda-tanda vital sesuai dengan prosedur diatas. Tensi,
Nadi, Suhu, Pernapasan, Tinggi badan, berat badan dan tingkat kesadaran.
Tingkat kesadaran seseorang biasanya dinyatakan :
1. Kompos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab keadaan disekitarnya.
2. Apatis : Pasien segan untuk berhubungan dengan keadaan sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
10
3. Somnolent : Pasien selalu mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri, atau makan
minum, kemudian tidur lagi.
4. Letargi : Pasien tampak lesu dan mengantuk
5. Delirium : Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari aktifitas psikomotor
dan siklus tidur-bangun terganggu. Pasien tampak gaduh-gelisah, kacau, disorientasi, berteriak,
meronta-ronta.
6. Sopor (stupor) : Mirip koma, berbaring mata tertutup, tidak bereaksi bila dibangunkan kecuali
rangsangan nyeri. Refleks kornea lemah tapi bereaksi.
7. Koma : Tidak ada gerakan sama sekali. Dengan rangsang apapun tidak ada respon. Refleks
negatif.

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow yang
memperlihatkan tanggapan (respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon
tersebut. Tanggapan/respon yang perlu diperhatikan adalah :
A. Membuka mata
B. Respon verbal (bicara)
C. Respon motorik (gerakan)

Nilai
A. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien buka mata) 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri) 1
B. Respon verbal (bicara)
Baik dan tidak ada disorientasi
(dapat menjawab dalam kalimat baik dan tahu Dimana dia berada, 5
tahu waktu,hari,bulan)

Kacau (confused)
(tau bicara dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu) 4

Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, Namun tidak berupa


kalimat dan tidak tepat) 3

Mengerang
(tidak mengucapkan kata, hanya mengerang) 2

Tidak ada jawaban 1

C. Respon motorik (gerakan)


Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi flexi (dekortikasi) 3
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak reaksi 1
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 11
4.4.1. Bentuk badan
Bentuk badan yang abnormal yang sering dijumpai adalah :
Moon face : Muka bulat seperti bulan sering ditemui pada penderita yang mengkomsumsi
steroid kronik
Akromegali
Kerdil
Sindroma Kline felter
Sindrom Turner
Marasmur - Kwarsior
Kelainan malformasi (salah bentuk) Mis ; bibir sumbing, bell’ Palsy dll
Kelainan tulang belakang : Kiposis, Lordosis, Skoliosis

4.4.2. Habitus :
Astenikus : Bentuk tubuh tinggi, kurus, dada rata atau cekung dan otot
tidak bertumbuh dengan baik
Atletikus : Bentuk tubuh olahragawan, kepada dan dagu terangkat
keatas, dada penuh, perut datar dan lengkung tulang
belakang normal.
Piknikus : Bentuk tubuh cenderung bulat dan penuh dengan
penimbunan lemak subkutan.

4.4.3. Cara berjalan :


Apakah berjalan normal, atau ada paralisis, kaki diseret, melangkah pendek-pendek, apa
ada kontraktur sendi, lengan atas lumpuh, dll.

4.4.4. Cara berbaring :


Berbaring aktif dapat memiringkan badannya kekiri atau kekanan, pasif adalah berbaring
dengan bantuan orang lain.

4.4.5. Keadaan gizi :


Untuk menilai gizi dipakai Indeks massa tubuh

IMT = BB/ (TB)² ; BB = Berat badan dalam Kg, TB = Tinggi badan dalam meter, Nilai
normal = 18 -24 ; < 18 Kurus ; 25-30 BB lebih ; 31-35 Gemuk dan >35 Terlalu gemuk.

4.4.6. Aspek kejiwaan :


Penilaian aspek kejiwaan seorang pasien meliputi 3 hal yaitu :
1. Tingkah laku :
 Wajar
 Tenang atau gelisah
 Hipoaktif atau hiperaktif
2. Alam perasaan: biasa, sedih, gembira, cemas, takut atau marah
3. Cara proses berpikir :
 Wajar
 Cepat, lambat, atau terhambat
 Adanya gangguan waham, fobia ata obsesi.

4.4.7. Pengukuran Tekanan Vena Jugularis


Pemeriksaan dilakukan pada V Jugularis eksternal kanan karena berhubungan
langsung (sambungan) V kava superior. Bila tekanan dalam ventrikel kanan meningkat, maka
tekanan ini akan diteruskan ke atrium kanan dan selanjutnya ke vena jugularis. Peningkatan
12
tekanan vena jugularis ini disebabkan oleh gagal jantung kanan atau gagal jantung kiri yang
lanjut.
Cara pengukuran tekanan vena jugularis:
1. Langsung yaitu dengan memasukkan keteter kedalam atrium kanan melalui vena
brakialis yang telah dihubungkan dengan manometer. Tekanan dibaca pada manometer.
Prosedur :
Penderita berbaring dengan meletakkan lengan 5 cm dibawah titik acuan (setinggi atrium
kanan). Jarum dimasukkan kedalam vena brakialis yang telah disambungkan dengan
manometer. Baca pada manometer.
Titik-titik pengukuran :
 Titik acuan adalah bidang horizontal melalui tempat sambungan iga 2 dengan
Sternum
 Titik nol adalah tempat dimana tekanan sama nol, yaitu setinggi atrium kanan
 Jarak antara titik acuan dengan titik nol pada orang dewasa 5 cm (R).

2. Tidak langsung menurut Lewis Borst.


Sebagai pengganti manometer dipakai vena jugularis. Penderita berbaring dengan leher
yang lemas. Tentukan vena jugularis kanan.
Vena tidak boleh dikosongkan dengan mengurutnya. Vena ditekan dengan 1 jari dibagian
bawah (proksimal) dekat klavikula, lalu sebelah atas (distal) dekat mandibula dengan jari
lain, kemudian tekanan pada jari pertama (proksimal) dilepaskan. Perhatikan sampai
dimana pengisian vena jugularis terisi waktu inspirasi. Tingginya diukur dari titik acuan
dengan menarik garis lurus (horizontal). Misalnya pada pemeriksaan tekanan vena 2 cm
lebih tinggi dari titik acuan, maka tekanan vena adalah 2 + R H2O = 2 + 5 = 7 cm H2O.
Tekanan vena normal pada pengukuran ini adalah 5-2 = 3 cm H2O. Pada keadaan
normal dengan tekanan vena normal, kadang –kadang kepala diturunkan agar pengisian
vena jugularis dapat terisi kira-kira pertengahan leher. Peninggian atau penurunan letak
kepala tidak akan mengubah tekanan vena oleh karena jarak R merupakan jari-jari
konstan suatu bola dengan pusat atrium kanan sebagai pusatnya.

Gambar 4.3
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 13

BAB V
PEMERIKSAAN FISIS KHUSUS

5.1. Kulit
Warna
Anemia : Warna kulit yang kepucatan, karena kurang kadar hemoglobin dalam sel darah merah.
Kepucatan karena anemia yang terlihat pada selaput lendir faring, mulut, bibir serta
konjungtiva dan kuku lebih bermakna untuk meyatakan keadaan anemia,
dibandingkan warna pucat pada kulit.
Ikterus : Warna kulit yang menjadi kuning bervariasi dari kuning muda sampai kehijauan,
disebabkan bertambahnya pigmen empedu. Lebih muda terlihat pada sklera atau pada
selaput mukosa bibir yang ditekan dengan gelas.
Hiperpigmentasi : Warna kulit yang kehitaman, karena bertambahnya pigmen kulit (melanin).
Hipopigmentasi (vitiligo) : Warna kulit yang berbercak keputihan dikelilingi daerah dengan warna
kulit normal atau hiperpigmentasi.
Sianosis : Warna kulit yang kebiruan akibat berkurangnya kemampuan darah untuk mengangkut
oksigen. Bisa dijumpai pada penyakit-penyakit jantung, paru-paru, juga pada polisitemia.

5.1.1. Lesi Primer Pada Kulit


Makula : Perubahan warna pada kulit yang jelas batasnya (circumscribed) tanpa penonjolan
atau lekukan. Biasanya bundar atau bulat telur. Contohnya adalah rose spot
(roseolae) pada demam tifoid.
Papula : Tonjolan kecil yang jelas batasnya, tanpa cairan berukuran mulai dari jarum pentul
sampai sebesar kacang tanah.
Vesikula : Papula dengan cairan serosa di dalamnya.
Pustula : Papula dengan cairan pus di dalamnya.
Bula : Seperti vesikula dengan ukuran yang lebih besar. Misalnya pada luka bakar.
Nodul : Tonjolan padat berbatas tegas, lebih besar dari papula kira-kira sebesar kacang
tanah, dapat diraba di bawah kulit atau menonjol kepermukaan kulit.
Tumor : Tonjolan seperti nodul, lebih besar dalam ukurannya.

5.1.2. Lesi Sekunder


Skuama : Eksfoliasi epidermis/mengelupasnya epidermis, misalnya pada psoriasis, tinea
versikolor.
Ekskoriasi : Lapisan epidermis yang lecet karena trauma mekanik, misalnya karena
digaruk atau dicakar.
Fisura : Celah yang memanjang kedalam epidermis, kadang sampai di korium, karena
luka-luka atau penyakit.
Krusta : Timbunan serum, pus, atau darah yang mengering, kadang- kadang
bercampur jaringan epitel atau debris.
Sikatriks : Pembentukan jaringan ikat baru, sebagai pengganti kerusakan jaringan korium
(atau lebih dalam lagi), akibat suatu luka atau penyakit atau bekas operasi,
jaringan parut yang berlebihan pertumbuhannya disebut keloid.
Ulkus : Luka yang menembus epidermis korium, biasanya disertai nekrosis, bervariasi
dalam bentuk serta dalamnya luka.

Pada penyakit morbili, efloresensi mula-mula berupa makula merah kehitaman, biasanya
mulai pada dahi atau belakang telinga, kemudian dengan cepat, menjalar keseluruh muka,
leher dan badan. Kadang-kadang muka tampak agak bengkak. Lesi pada ekstremitas lebih
nyata di daerah ekstensor.
14
Perubahan Lokal
Angioma : Tumor yang terjadi dari sistem pembuluh, bila asalnya pembuluh darah
disebut hemangioma; bila asalnya pembuluh limpa disebut limfangioma.
Nevi : Pertumbuhan yang sifatnya kongenital, merupakan tanda lahir.
Spider nevi : Bercak merah kecil, merupakan pembuluh-pembuluh darah yang kecil
mempunyai pusat dengan cabang-cabangnya yang tersebar dari pusat.
Bisanya dijumpai pada penyakit hati,misalnya sirosis hati.
Striae : Garis putih kemerahan dari daerah yang atrofi, dikelilingi oleh kulit yang
normal. Dijumpai pada wanita hamil, gemuk, atau pada sindrom cushing.
Jaringan parut (sikatriks pada efloresensi).
Pertumbuhan Rambut : Dinilai cukup tidaknya, adakah bagian-bagian yang berlebihan
atau tidak ada pertumbuhan rambutnya.
Edema : Diperiksa di daerah pretibial, pergelangan kaki dan sakral, dengan dengan
cara menekan di atas dasar yang keras ( di atas tulang, tidak di daerah
otot). Adanya lekukan ke dalam setelah penekanan, disebut pitting
edema, misalnya pada sirosis hati, gagal jantung kanan dan sindrom
nefrotik. Keadaan sebaliknya disebut non-pitting edema, dijumpai
misalnya pada miksedema.
Turgor : Diperiksa dinding perut, lengan dan punggung tangan.
Keringat : Seluruh badan, setempat.
Skleroderma : Gambaran kulit yang kasar, menebal, warna putih gading. terabanya
biasanya tipis dan tegang, sehingga kadang kala pasien sukar untuk
tersenyum atau menutup mulutnya.
Atrofia : Menipisnya kulit karena berkurangnya satu atau lebih lapisan kulit.
Tampaknya kulit jadi pucat, elastisitas berkurang, pada keadaan ekstrim,
kulit teraba seperti kertas.
Emfisema Subkutis : Adanya udara pada jaringan subkutan, ditandai dengan adanya
krepitasi pada perabaan.

5.1.3. Kelenjar Getah Bening


Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan adanya
pembesaran kelenjar getah bening di daerah kepala, leher, supraklavikula, aksila, lipat paha.
Catat besar, konsistensi, perlekatan, atau nyeri tekan dari kelenjar getah bening yang
membesar.

Gambar 5.1
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 15

5.2. Kepala
Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi.
Ekspresi wajah : Menunjukkan watak dan emosi, keadaan kesakitan.
Simetri muka : Asimetri biasa tampak pada pasien dengan paresis N.VII.
Warna : (lihat bahasan kulit)

Muka pada miksedema biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada tekanan jari
pemeriksa). Bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang somnolen. Muka pada tirotoksikosis,
karena eksoftalmus dan gerakan bola mata yang cepat, tampak seperti ketakutan.
Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi, dagu dan pipi dengan hidung
yang melebar tetapi pesek. Keadaan ini mirip muka seekor singa, karena itu disebut pula sebagai
facies leonina.
Nyeri tekan sinus frontalis, maksilaris: diperiksa ada/tidaknya nyeri.
 Pertumbuhan Rambut
Rambut rontok di seluruh badan ataupun setempat (alopesia areata). Dapat dijumpai pada
penyakit infeksi berat (demam tifoid) atau penyakit endokrin (diabetes melitus, miksedema).
 Pembuluh darah temporal : penebalan, aneurisma. Pada auskultasi dapat terdengar bising
pada aneurisma.
 Nyeri tekan : di tempat keluarnya saraf-saraf supra dan infraorbita.
 Defomitas : akromegali, penyakit paget, tumor, trauma.

5.3. Pemeriksaan Mata

5.3.1. Anamnesa
Anamnesa yang lengkap meliputi 4 aspek :
1. Riwayat keluarga.
Banyak kelainan mata yang bersifat herediter atau memiliki insidens yang tinggi pada
anggota dalam satu keluarga. Misalnya kelainan refraksi, strabismus, katarak, glaucoma,
dan retinal detachment.
2. Riwayat medikal.
Karena kelainan pada mata dapat berhubungan dengan kelainan sistemik, kemungkinan
ini harus diketahui. Keadaan-keadaan yang berpengaruh pada mata berupa diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit infeksi, reumatik, dan penyakit kulit. Gangguan pada mata seperti
glaukoma, katarak, makulopati, dan optik neuritis, dapat disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan steroid, chloroquin atau ethambutol.
3. Riwayat kelainan pada mata.
Pemeriksa perlu menanyakan tentang lensa korektif (kaca mata), strabismus,trauma,
pembedahan serta infeksi pada mata.
4. Riwayat sekarang.
Gejala apa yang dirasakan sekarang? Apakah terdapat gangguan penglihatan, nyeri, mata
merah, atau penglihatan ganda? Sejak kapan? Adakah trauma atau gejala umum yang
menyertai?

5.3.2. Pemeriksaan
1. Tajam penglihatan.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang, baik
penglihatan jauh maupun dekat dan dilakukan terpisah pada tiap mata. Satu mata ditutup
dengan sepotong kertas atau telapak tangan. Tajam penglihatan diperiksa langsung,
dengan memperlihatkan seri simbol pada eye chart (kartu Snellen, E, Arabic number,
pictograph) dengan ukuran berbeda pada jarak 6 meter, dan menentukan simbol (huruf)
terkecil yang dapat dikenali penderita.
16
Bila huruf yang terbaca terdapat pada baris dengan tanda 30 dikatakan tajam
penglihatan 6/30. Bila yang terbaca terdapat pada baris dengan tanda 6 dikatakan tajam
penglihatan 6/6. Tajam penglihatan normal 6/6.

Gambar 5.2

Bila diperlukan perbaikan tajam penglihatan digunakan sebuah set lensa coba, dan
bingkai percobaan. Lensa positif (konveks) untuk hiperopia atau hipermetropia, lensa
negatif (konkav) untuk myopia, dan lensa silinder untuk astigmatismus.
Jika pada jarak 6 meter penderita tidak dapat melihat dilakukan pemeriksaan hitung
jari, melihat gerakan tangan (1/300), dan melihat sumber cahaya (1/~).

2. Pemeriksaan kelopak mata.


Kelopak mata di inspeksi dibawah cahaya yang terang. Palpebra superior menutupi
tepi kornea bagian superior sekitar 2 mm. Antara kornea dan palpebra inferior terlihat
sclera. Tepi kelopak mata bersentuhan langsung dengan bola mata. Lebar fissura
palpebra normal 6-10 mm. Perubahan lebar fissura merupakan tanda dari penonjolan
bola mata, enophthalmus, atau variasi ukuran bola mata. Kulit kelopak mata tipis dan
hanya terdapat sedikit jaringan lemak subcutaneous. Reaksi alergi dan peradangan dapat
menimbulkan pembengkakan.

3. Pemeriksaan konjungtiva.
Konjungtiva diperiksa dengan melakukan inspeksi langsung dan menggunakan
lampu senter. Konjungtiva bulbi terlihat langsung diantara kelopak mata; konjungtiva
palpebra hanya dapat dilihat dengan melipat keluar (eversi) kelopak mata atas atau
bawah. Konjungtiva yang normal tampak licin, transparan, mengkilap dan lembab.
Pemeriksa perlu memperhatikan adanya kemerahan, sekret, penebalan, jaringan parut atau
benda asing.
Eversi pada kelopak bawah. Penderita melirik keatas, sementara pemeriksa
menarik kelopak kebawah, sehingga konjungtiva dan permukaan posterior kelopak mata
bawah terlihat.
Eversi kelopak mata atas. Penderita diminta melirik kebawah. Penderita harus
rileks dan tidak mengedipkan atau menutup mata yang satunya. Pemeriksa memegang
bulumata atas dengan ibu jari dan telunjuk, dan melipat keluar kelopak. Eversi dapat
dilakukan dengan bantuan kapas bertangkai. Konjungtiva palpebra dapat diperiksa atau
dibersihkan bila perlu.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 17
4. Pemeriksaan kornea.
Kornea diperiksa dengan menggunakan lampu senter dan loupe. Kornea bersifat
jernih, permukaannya licin dan reflective. Refleksi ini mengalami distorsi bila terdapat
gangguan pada kornea. Defek epithelial akan terlihat berwarna hijau setelah diberi
fluorescein, infiltrat kornea dan bekas luka berwarna putih keabuan. Evaluasi
sensitivitas kornea juga penting dilakukan, dan dikerjakan bilateral untuk mengetahui
kemungkinan adanya perbedaan reaksi pada kedua mata. Penderita diminta melihat lurus
kedepan sewaktu pemeriksaan. Pemeriksa menahan kelopak atas dan kornea disentuh
dengan kapas yang dipelintir.
Diusahakan datang/mendekatnya kapas tidak disadari penderita. Sensitivitas yang
berkurang dapat merupakan petunjuk adanya trigeminal atau fasial neuropati, atau
merupakan tanda adanya infeksi virus pada kornea.

5. Pemeriksaan bilik mata depan


Bilik mata depan (COA : camera okuli anterior) terisi dengan aqueous humor yang
jernih. Infiltrasi seluler dan terkumpulnya pus di COA (hipopion) dapat terjadi.
Terdapatnya darah di COA disebut hifema.
Menilai kedalaman COA juga penting dilakukan. Pada COA dengan kedalaman
yang normal, keseluruhan iris dapat disinari oleh sumber cahaya dari arah lateral. Pada
COA yang dangkal akan tampak adanya bayangan pada bagian medial iris. Pada
penderita dengan COA dangkal sebaiknya tidak dilakukan dilatasi pupil oleh
karena beresiko terjadi serangan glaucoma.

6. Pemeriksaan lensa.
Kekeruhan pada lensa akan terlihat sebagai warna abu-abu pada pupil.
Retroilluminasi pada lensa merupakan metode pemeriksaan kekeruhan pada lensa yang
paling cepat. Dengan menggunakan oftalmoskop, kekeruhan akan tampak sebagai
bayangan hitam pada pupil yang berwarna merah jingga.
Tes bayangan (shadow test) dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa
dengan menggunakan lampu senter dan loupe. Senter disinarkan pada pupil dengan
membuat sudut 450 dengan dataran iris. Dengan loupe dilihat bayangan iris pada lensa
yang keruh.
Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
berarti lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak imatur dan disebut
shadow test (+). Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil berarti
lensa sudah keruh seluruhnya, ini terdapat pada katarak matur; shadow test (-).

7. Mengukur tekanan intraocular (TIO).


Pengukuran TIO dapat dengan cara palpasi digital, dapat pula dengan
menggunakan alat khusus (tonometer). Palpasi digital merupakan perhitungan TIO
dengan menekan bola mata dengan jari pemeriksa. Penderita disuruh melihat kebawah,
kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak atas penderita. Satu telunjuk
mengimbangi tekanan sedang telunjuk yang lain menekan bola mata.
Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor
subyektif. Nilai TIO dinyatakan N+1, N+2, N+3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi;
atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih rendah daripada normal.

8. Pemeriksaan lapang pandangan.


Tes konfrontasi merupakan gross screening untuk lapang pandangan bila tidak
tersedia tes perimetri.
18
Penderita berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 m, mata penderita dan
pemeriksa sama tinggi. Mata penderita difokuskan pada mata pemeriksa dengan sisi
yang berlawanan (mata kiri penderita difokuskan pada mata kanan pemeriksa) sementara
masing-masing menutup mata yang satunya lagi dengan telapak tangan. Pemeriksa
menggerakkan objek seperti pensil, atau jari dari perifer kearah medial (midline) pada
empat kuadran.
Penderita dengan lapang pandangan normal akan melihat objek bersamaan dengan
pemeriksa; penderita dengan lapang pandangan yang abnormal atau mengecil akan
melihat objek lebih lambat dari pemeriksa.

Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi dan juga dengan bantuan alat-alat seperti
pen-light, funduskopi dan peta snellen.
 Eksoftalmus : Bola mata yang menonjol ke luar, karena fisura palpebra yang melebar ditandai
dengan terlihatnya kornea yang tampak seluruhnya dan dikelilingi sklera. Dapat dijumpai pada
tirotoksikosis, trombosis sinus kavernosus.
 Enoftalmus : Bola mata yang tertarik kedalam, misalnya pada keadaan dehidrasi, sindrom
Horner.
 Tekanan bola mata : Naik (glaukoma), turun (dehidrasi).
 Gerakan : Strabismus (juling) adalah keadaan dimana kedudukan bola mata abnormal, karena
sumbu bola mata berkedudukan demikian rupa sehingga proyeksi rangsang optik di kedua mata
tidak sesuai. Strabismus konkomitan disebabkan kerusakan saraf-saraf penggerak
mata,sedangkan strabismus paresis/paralisis disebabkan kelumpuhan saraf-saraf penggerak mata.
Strabismus divergen adalah keadaan dimana mata cenderung melihat ke lateral, sebaliknya
dengan strabismus konvergen.
 Deviation conjuge : Keadaan bola mata yang keduanya selalu melihat ke satu jurusan dan tidak
dapat dilirikan ke arah yang lain , secara pasif ataupun dengan kemauan sendiri.
 Nistagmus : Gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula dengan lambat bergerak
ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah posisi semula. Keadaan ini dihubungkan
dengan gangguan susunan vestibular.
 Nistagmus yang tidak ritmis (pendular), adalah nistagmus tanpa komponen gerak cepat atau
lambat. Biasanya didapatkan pada orang yang hampir buta atau buta seluruhnya.
 Kelopak :
Ptosis : Kelopak mata tampak jatuh, fissura palpebrae menyempit.
terlihat seperti bengkak muka pada penyakit ginjal. Terjadi
karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang disarafi saraf otak III.
Xantelasma : Bercak kekuningan pada kulit kelopak mata. Dihubungkan
dengan peninggian kadar lemak dalam darah.
Blefaritis : Radang pada kelopak mata.
Edema : Kelopak mata membengkak, kadang-kadang mata hampir
tertutup.
Perdarahan : Akibat trauma dan sebagainya.
 Pupil : Diperiksa bentuk dan lebarnya, bila kedua pupil sama besar dan bentuknya disebut isokor.
Pupil yang mengecil disebut miosis,kadang-kadang amat kecil (pinpoint), dijumpai misalnya
pada intoksikasi morfin. Pupil yang dilatasi disebut midriasis, misalnya pada kerusakan saraf otak
III.
Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien melihat obyek yang jauh,
kemudian diberi rangsangan cahaya.
 Konjungtiva :
Pinguekula : Bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada
kedua sisi kornea. Biasanya akibat hiperlipidemia.
Flikten : Nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu-abu agak kuning,
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 19
pada beberapa bagian konjungtiva dan kornea.
Bercak Bitot : Bercak segitiga pada kedua sisi kornea, warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kering kadang-kadang juga
mikroorganisme. Didapatkan pada avitaminosis A.
Radang : Ditandai dengan adanya warna merah, mengeluarkan air mata dan
kadang-kadang sekret mukopurulen.
Anemia : Warna pucat, kadang-kadang amat pucat pada anemia berat.
 Korena :
Xeroftalmia : Keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi kering,
kesannya menjadi lunak.
Arkus (anulus) : Garis lengkung putih keabu-abuan yang melingkari kornea.
biasanya terdapat pada usia tua (arkus senilis).
Ulkus : Terdapat perselubungan seperti awan disertai tanda-tanda radang.
Pasien biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat cahaya Terang.
 Lensa :
Katarak : Lensa yang keruh seperti awan, dijumpai pada orang tua dan
pasien diabetes melitus.
Sklera : Diperiksa ikterus tidaknya.

 Fundus :
Retinopati pada diabetes, hipertensi.
Edema papil
Hemoragi
Ketiga hal ini hanya dapat ditentukan dengan funduskopi.

 Visus : pemeriksaan dibantu dengan peta Snellen (Snellen chart).


Emetrop : Penglihatan sempurna, proyeksi bayangan dari benda yang dilihat
jatuh tepat di retina.
Hipermetrop/mata jauh : Gangguan penglihatan dimana proyeksi bayangan jatuh di
belakang retina.
Miop/mata dekat : Gangguan penglihatan dimana proyeksi bayangan jatuh di depan
retina.
Presbiop : Gangguan penglihatan karena menurunnya daya akomodasi,
sehingga bayangan jatuh dibelakang retina.
Buta warna : Ketidakmampuan mengenali satu atau beberapa warna. Biasanya
familial. Pemeriksaan dengan melihat buku khusus berwarna (tes
Ishihara).

 Lapangan penglihatan :
Hemianopsia: Penyempitan lapangan penglihatan. Misalnya tidak bisa melihat
separuh bagian sebelah kanan lapangan penglihatan, disebut
hemianopsia homonim dekstra.
Skotoma : Daerah yang tidak dapat dilihat pada lapangan penglihatan.

5.4. Telinga
Pemeriksaan telinga dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.
 Daun telinga : Defomitas, tanda radang, atau tofi.
 Tofi : Benjolan keras, satu atau lebih, merupakan timbunan Na-biurat pada rawan telinga.
Dijumpai pada pasien gout.
 Liang telinga : Serumen, sekret, atau deskuamasi.
 Selaput/gendang telinga : Utuh/tidak.
20
 Nyeri tekan di prosesus mastoideus merupakan tanda mastoiditis.
 Pendengaran : Biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik, dengan
garpu penala, detak arloji, atau audiometer. Normalnya detak jam masih terdengar baik pada
jarak kira-kira 12,5-37,5 cm.

Bila ada keluhan tuli pada pasien, harus dibedakan ketulian akibat gangguan hantaran atau
ketulian akibat gangguan saraf. Cara pemeriksaan memakai garpu tala (uji penala) dengan frekuensi
512 Hz atau 1024 Hz.
1. Tes Rinne
Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran
suara tulang dengan membandingkan hantaran suara melalui tulang.
Cara : Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, ditempatkan alas alat
tersebut di prosesus mastoideus sampai pasien tidak lagi mendengar
suara-nya. Kemudian cepat pindah garpu penala tersebut dekat dengan
liang telinga. Pastikan apakah pasien tersebut masih dapat
mendengarnya.
Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf bunyi melalui udara
terdengar lebih lama dibandingkan melalui tulang.

2. Tes Weber
Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran
tulang dengan prinsip hantaran suara yang ditimbulkan tepat di tengah-
tengah dahi atau ubun kepala akan disalurkan sama kuatnya ke kedua
telinga (lateralisasi).
Cara : Letakkan garpu penala setelah dibunyikan secara ringan pada puncak
kepala atau tengah-tengah dahi. Tanyakan apakah pasien dapat
mendengar pada kedua sisi telinganya.
Dalam keadaan normal, suara dapat terdengar sama kuatnya di kedua telinga. Pada
ketulian karena gangguan konduksi suara di-‘lateralisasi’-kan (terdengar) di telinga yang tuli saja.
Pada ketulian karena gangguan saraf suara terdengar di telinga yang sehat.

5.5. Hidung
Pemeriksaan hidung dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.
Bagian luar : Tulang rusak karena lues (saddle nose), kusta, atau lupus.
Septum : Adakah terdapat deviasi.
Selaput lendir : Adakah penyumbatan, pendarahan, atau ingus dalam lubang
hidung

5.6. Mulut dan Tenggorok


Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau napas, dan dengan bantuan alat (spatula
lidah).
 Bibir : Pucat, sianosis, fisura.
Keilitis : Tanda-tanda radang pada bibir.
Herpes : Lesi dapat ditemukan pula di hidung, dagu, dan pipi. Biasanya
berupa vesikula sebesar jarum pentul, yang akan kering dalam
beberapa jam dan meninggalkan krusta.
 Selaput lendir :
Stomatitis : Akibat infeksi.

Afte : Lesi kecil-kecil (1-10 mm) pada selaput lendir, mula-mula sebagai vesikel
kemudian timbul infeksi sekunder, membentuk ulkus yang dangkal.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 21
Leukoplakia : Bercak keputihan akibat epitel yang menebal dengan fisura dan likenifikasi.
 Gigi geligi : Jumlah, macam karies, dan abses alveoli.
 Lidah : Diperiksa adakah berselaput (demam tifoid) bergetar (tremor),basah atau kering
(dehidrasi), papil jelas atrofi. Diperiksa pula adakah fisura, deviasi leukoplakia, glositis,
kanula (kista kelenjar ludah atau kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi didasar
mulut,dekat frenulum lidah).
 Langit-langit : Mungkin didapati salah bentuk seperti :
Palatoskisis : Celah pada garis tengah akibat kegagalan prosesus palatum untuk saling
bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung
dengan rongga mulut.
Torus palatinus : Adanya benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar seperti
tumor.
 Bau pernapasan :
Aseton : Pada keadaan diabetes melitus ketoasidosis, kelaparan (starvation).
Amoniak : Biasanya pada koma uremikum.
Gangren : Berbau makanan yang busuk, dijumpai misalnya pada abses paru.
Foetor hepatik : Pada keadaan koma hepatik.

5.7. Gigi dan Mulut

Diagnostik Gigi dan Mulut adalah ilmu pengetahuan tentang cara pengenalan suatu penyakit atau
lokalisasi suatu luka dan membedakan suatu penyakit dengan penyakit lainnya.
Kegunaan diagnostik gigi dan mulut adalah :
- Pengenalan suatu penyakit.
- Membedakan suatu penyakit dengan penyakit lainnya.
- Menentukan perawatan/pengobatan.
- Menemukan tanda-tanda dini suatu penyakit degenerasi, defisiensi vitamin dan penyakit dan
penyakit-penyakit metabolisme.
- Menemukan tanda-tanda dini dari oral kanker.

Diagnostik Gigi dan Mulut


I . Data Umum
II. Anamnese
III. Pemeriksaan Fisis
IV. Pemeriksaan Penunjang

Dengan pemeriksaan ini didapatkan :


1. Diagnosa klinik, mis : - Pulpitis
- Hiperaemipulpa
- Gangren pulpa
- Periodontitis
2. Diagnosa banding
3. Prognose
4. Terapi

5.7.1. Data Umum


Dicatat :
- Nama Penderita
- Jenis kelamin
Ada penyakit yang berhubungan dengan jenis kelamin, mis : penyakit
aenemia dimana lebih banyak pada wanita; carcinoma bibir, leukoplakia
sering terdapat pada laki-laki.
22

- Umur
Pada orang tua sering timbul penyakit Atrophi dan degenerasi, dapat diketahui
tanggalnya gigi sulung dan erupsinya gigi tetap.
- Pekerjaan
Dengan mengetahui pekerjaannya, kadang-kadang dapat diketahui etiologi dari suatu
penyakit, mis :
 Pada pekerja-pekerja tambang timah sering terjadi keracunan timah dan terlihat pada
tepi gingival garis pigmentasi timah yang dikenal dengan nama : LEAD LINE/ LOAD
ZOOM
 Pada pekerja-pekerja pabrik kimia, gigi sering mengalami erosi atau gingivanya
mengalami kerusakan.
- Tempat tinggal/ alamat
Ada suatu penyakit yang berhubungan dengan daerah tempat tinggal, mis: MOTTLED
ENAMEL, efeknya karena kelebihan kadar F.
Tanda-tanda tersebut di atas dapat dicatat pada kartu pasien dan dapat dicatat oleh
perawat atau asisten.

5.7.2. Anamnese
Pemeriksaan secara Anamnese dengan mengajukan pertanyaan yang terarah sehingga
didapatkan faktor penting dalam menegakkan diagnosa.
Misal, sakit gigi : * Sakit pada waktu apa, siang-malam.
* Apakah ada hubungan dengan makan yang manis, asam, panas, dingin.
* Sudah diderita sejak kapan.
* Sakit terus menerus atau kumat-kumatan.
* Apakah masih dapat dengan tepat menunjukkan gigi mana yang sakit.
* Timbul spontan atau sakit bila kemasukan makanan.
* Sakit bila bersentuhan dengan gigi lain.
* Sakitnya menjalar atau tidak.
Pembengkakan :
 Sejak kapan
 Membesar secara cepat atau lambat
 Terasa sakit atau tidak
 Berhubungan atau tidak dengan sesuatu gigi yang sakit
 Apakah terasa parasthesi.
Keluhan tambahan :
 Penyakit interna, diabet, hypertension, dll.
 Sedang hamil.

5.7.3. Pemeriksaan Fisis


1. Status praesens
Dilihat keadaan umum penderita :
 Kesadarannya
 Tampak sakit atau tidak
 Aenemis atau tidak
 Keadaan gizinya.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 23
2. Pemeriksaan extra oral
- Pembengkakan ada atau tidak, jika ada maka diperiksa :
 Region pembengkakan
 Besarnya pembengkakan
 Nyeri tekan atau tidak
 Konsistensi lunak atau keras
 Fluktuasi + atau -, ada inti atau tidak
 Warna pembengkakan
 Suhu ditempat pembengkakan
 Pinggiran rahang teraba atau tidak
 Crepitasi
- Konsistensi kelenjar regional
 Kelenjar membengkak, keras, perabaan tidak sakit : proses kronis.
 Kelenjar membengkak, lunak dan perabaan sakit : akuta.
 Kelenjar membesar, keras dan sakit : proses kronis dengan exacerbasi acute.

3. Pemeriksaan intra oral.


Instrument yang dipergunakan :
a. 2 buah kaca mulut (mouth mirror)
satu untuk menyingkap pipi, satu sebagai reflaktor.
b. 1 buah sonde
Gunanya untuk : - Menentukan ada/tidaknya caries
- Menentukan dalamnya caries
- Memberikan rangsangan pada pulpa
- Melihat pulpa terbuka atau tertutup.
- Memeriksa keadaan tambalan/crown
c. 1 buah eksavator
untuk membersihkan caries agar dapat pandangan lebih jelas
d. 1 buah pinset.
Untuk menjepit kapas.
Kemudian kita periksa :
 Oral hygiene.
Dapat baik, sedang, buruk, berdasarkan :
- Banyaknya karang gigi (calculus)
- Banyaknya caries gigi
- Adanya matria alba
- Halitosis.
 Oral mucosa.
Diperiksa bibir, palatum, pipi, lidah dan gusi.
Kadang-kadang suatu penyakit umum didahului tanda-tanda pada selaput lendir mulut.
Banyak berhubungan dengan stomatitis.
 Gigi geligi.
Periksa secara urutan, misalnya dari gigi kiri bawah belakang menuju
kemuka, terus dari gigi muka kanan bawah menuju kebelakang kemudian dari atas
belakang kanan menuju kegigi muka, lalu dari muka kiri atas menuju kebelakang.
Perhatikan : - Letak gigi apakah teratur, berdesak-desakan.
- Jumlah gigi, anodontia atau supernumery teeth
- Besar gigi.
* Abnormal besar disebut : Macrodontie
* Abnormal kecil disebut : Microdontie
- Bentuk gigi
24
Pelekatan 2 buah gigi menjadi satu dinamakan Gemination Fusion atau
Twin Formation.

Pemeriksaan caries dentis:


1. Tentukan lokalisasinya.
Pada sisi mana, seperti : - Oklusal, incisal
- Bukal, labial
- Mesial, distal
- Lingual, palatinal
2. Tentukan derajat dalamnya.
Caries superficial, media atau profunda (perforated dan tidak perforated).
3. Percusi gigi.
Dengan tangkai kaca mulut kita ketok giginya.
Pada periodontitis, reaksi +.
4. Palpasi
Melihat daerah pembengkakan, kista.
5. Sondasi.
Untuk mengetahui dalamnya caries.
Untuk mengetahui vitaliteit pulpa.
6. Thermis test.
Untuk mengetahui vitaliteit dari pulpa yaitu dengan cara :
 Dingin: Kapas yang disemprot chloraethyl, air dingin.
 Panas : Berupa guttap yang dipanaskan di api atau air panas
7. Penciuman.
Pada gigi yang gangren, berbau indole-scatole.
8. Derajat goyang gigi.
Derajat I : Diraba +, dilihat -
Derajat II : Bisa diraba dan dilihat.
Derajat III : Dapat digayangkan dengan lidah
Derajat IV : Dapat ditekan vertical.
9. Pemeriksaan foto rontgen.
Untuk melihat :
- Caries aproximal
- Dental granuloma
- Gigi yang tumbuh miring atau tertanam (impacted)
- Kista
- Abces
- Ameloblastoma
- Osteomyelitis

5.7.4. Pemeriksaan Penunjang.


a. Pemeriksaan dengan Ro photo memperlihatkan efek penyakit pada gigi dan rahang:
mis : apakah proses bersifat : osteolysis/osteoblastis
apakah berkapsul/ berdiffusi
apakah terdapat granuloma atau cyste
lokalisasinya didalam tulang/ sudah menembus dinding.
b. Pemeriksaan bakteriologis
Sebagai pemeriksaan tambahan untuk menentukan diagnosa yang tepat, mis :
menentukan identitas bakteri yang menyebabkan penyakit infeksi dalam mulut dan atau
menentukan obat antibiotik yang paling sensitif terhadap bakteri tersebut.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 25
c. Biopsy:
Pemeriksaan secara microscopis dari suatu jaringan yang diambil dari tubuh untuk
memperoleh diagnosa yang tepat.

5.8. Leher

Pemeriksaan leher sebaiknya berorientasi pada beberapa hal :


 M.sternokleidomastoideus
 Trakea
 Manubrium sterni
 Organ-organ arteri/vena/kelenjar yang terdapat sekitar leher, seperti arteri karotis, vena jugularis,
kelenjar tiroid, dan kelenjar parotis.

Pada inspeksi leher tentukan adakah :


 Asimetri karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebakan aneurisma arteri karotis,
pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada daerah tersebut.
 Pulsasi yang abnormal. Bendungan vena, bila terdapat bendungan aliran darah ke vena
torakalis; vena-vena jugularis akan tampak menonjol. Hal ini tampak misalnya pada tumor
intratorakal (sindrom vena jugularis), gagal jantung kanan.
 Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan adanya pembengkakan leher. Kekakuan pada
leher, misalnya kaku kuduk pada meningitis, tetanus.
 Tumor misalnya pada limfoma (biasanya unilateral), tumor kista brakialis, pembesaran kelenjar
tiroid.
 Tortikolis : pada keadaan ini leher miring pada arah yang sakit dan sukar digerakkan karena rasa
nyeri. Terlihat misalnya pada infeksi m.sternokleidomastoideus/m.trapezius, tuberkulosis vertebra
servikalis.
 Kelenjar limfe : pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberkulosis kelenjar, leukemia,
limfoma malignum. Bila didapati, dituliskan besarnya, konsistensi, serta nyeri tekan. Mungkin
pula didapati fistula.
 Kelenjar gondok : dinyatakan besar dan bentuknya (normal, difusa, nodular), konsistensi
(kenyal, keras, kista), dan ada tidaknya bising auskultasi.

Cara memeriksa pasien dengan kelainan tiroid ialah dengan inspeksi kemudian dilakukan
palpasi. Pasien membelakangi pemeriksa, kemudian dengan kedua tangan pemeriksa dari arah
belakang meraba kelenjar tiroid. Pasien juga disuruh menelan ludahnya, agar pada saat menelan
tersebut dapat dinilai apakah benjolan yang terdapat akan bergerak dengan pernapasan.
Auskultasi dilakukan pada tiroid yang membesar, untuk mengetahui adakah bruits pada
kelenjar tiroid tersebut, yang cenderung untuk suatu keadaan vaskularisasi yang bertambah
misalnya pada suatu keganasan, tirotoksikosis. Auskultasi dilakukan dari arah depan.
 Trakea : diperiksa letaknya (terdorong, tertarik).

5.9. Pemeriksaan Anggota Gerak (Ekstremitas)

Pemeriksaan ini meliputi inspeksi-palpasi-memeriksa gerakan dan kekuatan otot-memeriksa


sensibilitas dan memeriksa refleks.
5.9.1. Inspeksi
Perhatikan bentuk dan ukuran lengan, tungkai, tangan dan kaki dibandingkan keadaan
tubuh pasien. Misalnya lengan yang lebih pendek akibat gangguan pertumbuhan, dijumpai
pada dwarfism. Tungkai yang menjadi bengkak amat membesar, akibat obstruktif pembuluh-
pembuluh limfe dapat dijumpai pada elefantiasis.
26
Periksa pula adanya, luka, tumor, jaringan parut, daerah hiperemis, nyeri raba, edema
pada tekanan varises, palmar eritema, clubbing. Nilai pula keadaan sendi-sendi, tanda-tanda
radang, deformitas.

5.9.2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memeriksa denyut nadi, konsistensi otot, adanya kelenjar di
daerah aksila dan inguinal dan bentuk saraf tepi.
Pemeriksaan nadi ini seperti diketahui berhubungan dengan kemungkinan adanya
pengerasan dinding pembuluh darah atau adanya penyumbatan pembuluh nadi baik sebagian
atau seluruhnya. Nadi perifer yang dapat diraba adalah :
 Arteri radialis yang teraba pada pergelangan tangan bagian volar sisi radialis.
 Arteri ulnaris pada medial tendon fleksor karpiulnaris di daerah volar pergelangan
tangan.
 Arteri brakialis yang teraba pada sisi ulnar tendon biseps pada daerah lipatan siku depan
lengan yang diluruskan.
 Arteri dorsalis yang teraba didepan pergelangan kaki antara tulang metatarsal I dan II.
 Arteri poplitea teraba di fosa poplitea.
 Arteri femoralis yang dapat teraba di daerah inguinal.

5.9.3. Konsistensi Otot


Pemeriksaan ini dapat memberikan data ada tidaknya gangguan otot dan saraf.
Konsistensi otot yang lembek berhubungan dengan awal atrofi otot yang rusak. Misalnya
pada atrofi otot yang menyertai artritis.
Otot yang hipertrofi tetapi kurang kenyal dan ditemukan pada otot-otot gastroknemius,
poplitea, dan gluteus mungkin suatu tanda distrofi. Pada otot yang teraba keras sekali karena
tonus otot meninggi mungkin dapat dijumpai, pada keadaan tetanus. Pembesaran kelenjar
getah bening (KGB) di daerah inguinal dan aksila harus diselidiki menyeluruh dengan
menraba tempat dimana KGB bisanya membesar. Adanya perubahan KGB menandakan pada
daerah irigasi kelenjar limfe tersebut terdapat proses infeksi atau metastasis tumor ganas.
Konsistensi KGB yang keras mencurigakan proses karsinoma, sedang pada konsistensi
sedang-keras mungkin dijumpai pada tuberkulosis, leukemia atau
infeksi menahun.
Palpasi saraf ulnaris (dapat diraba dibelakang kondilus medialis arteri humeris), saraf
radialis (diraba dibagian medial lengan atas) dan saraf peroneus (diraba disebelah medial
kaput os fibula) diperlukan bila ada paresis otot-otot lengan dan tungkai atau kontraktur
jari-jari. Pada morbus hansen dan neuritis interstisialis saraf ini menjadi menebal.
Pergerakan dan kekuatan lengan dan tungkai dapat terganggu karena nyeri yang membatasi
pergerakan, adanya kelemahan otot primer dan adanya gangguan sistem neuromuskular.
Tahap pemeriksaan ada 2, yaitu :
1. Pasien diminta menggerakan anggota geraknya (gerakan aktif). Waktu ia melaksanakan
perintah tersebut diteliti apakah ada faktor nyeri yang membatasi gerakan.
2. Pemeriksaan kemudian menggerakkan anggota gerak pasien (gerakan pasif).
Pada periartritis humeroskapularis gerakan pasif di sendi bahu dibatasi oleh nyeri
sekitar olekranon, korakoid, atau tuberositas humeri. Apabila kondisi demikian tidak
diperbaiki dengan cepat terjadilah ‘bahu yang macet’ atau ‘frozen shoulder’ yang
berarti bahwa pergerakan pada sendi bahu menjadi sangat terbatas sehingga pasien tidak
dapat menyisir rambutnya, tidak dapat memasukan tangan kedalam saku celananya, tidak
dapat mengancingkan bajunya, dsb.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 27
5.9.4. Kekuatan Otot
Refleks-Refleks Anggota Gerak :
Refleks yang sederhana sekali adalah refleks-refleks spinal yang mempunyai busur
refleks pada suatu segmen tertentu di dalam medula spinalis. Pemeriksaan terhadap refleks
spinal besar arti praktisnya oleh karena keadaan medula spinalis dapat ditinjau dari hasilnya.
Yang dinilai adalah keadaan aktivitas refleks sebagai hiporefleksia, normal, atau
hiperrefleksia serta dibandingkan kanan dan kiri.

Refleks Tendon Biseps (TRB) :


Pusat refleks ini berada di segmen medula spinalis C5 dan C6. pada pemeriksaan
lengan kanan pasien diletakkan dalam posisi lemas, rileks pada lengan kiri pemeriksa
sedemikian rupa, sehingga jempol pemeriksa ditempatkan pada tendon biseps dan kemudian
jempol itu diketuk dengan palu refleks.

Refleks Tendon Triseps (RTT) :


Pusat refleks ini adalah di segmen C7 dan C8. cara membangkitkan RTT adalah
sebagai berikut : lengan pasien diletakkan dalam posisi setengah fleksi di sendi siku. Palu
refleks dipakai untuk mengetuk RTT adalah positif apabila lengan bawah melakukan ekstensi
pada traktus piramidalis di tingkat lebih tinggi dari C7 dan C8 pada lesi di medula spinalis
setinggi C7 dan C8, RRT akan menghilang. Juga pada miopati otot-otot yang tergolong
dalam miotoma C7 dan C8, RTT akan menghilang.

Refleks Tendon Lutut (RTL) :


Pusat refleks ini terletak di medula spinalis setinggi 1,2,3 dan 4 cara menimbulkan RTL
adalah sebagai berikut : tungkai ditekuk pada sendi lutut, palu refleks mengetuk tendon yang
berada dekat tepi bawah patela. Gerakan jawaban yang didapat ialah konstraksi otot-otot
ekstensor tungkai bawah.
RTL akan meninggi pada lesi di traktus kortikospinalis pada tingkat lebih tinggi dari L2,3
dan 4. Apabila otot-otot yang tergolong dalam miotoma L2,3 dan 4 mengalami
kerusakan atau apabila terdapat lesi di segmen-segmen yang mengandung pusat RTL, maka
RTL tidak bisa dibangkitkan.

Refleks Tendon Achilles (RTA) :


Refleks ini mempunyai pusat di medula spinalis setinggi S1. cara membangkitkan
refleks ini adalah sebagai berikut. Tungkai pasien ditekuk sedikit pada sendi lutut, kakinya
didorsofleksikan secara maksimal dan si pemeriksa mengetuk tendon achilles. Gerakan
jawaban berupa plantarfleksi kaki. RTA akan meninggi pada kerusakan traktus
kortikospinalis di tingkat lebih tinggi dari S1.
Pada lesi di segmen S1 RTA akan menghilang atau juga apabila miotoma S1
dihinggapi penyakit otot primer.

Refleks Babinsky :
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing,
maka timbulah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah
plantar. Pada kerusakan traktus piramidalis gerakan reflekstoris itu tidak menjurus ke plantar
akan tetapi menjurus ke dorsal, terutama ibu jari kaki yang melakukan gerakan dorsofleksi
sedangkan jari-jari kaki lainnya bergerak saling menjauhi satu dengan lainnya
(mengembang).
28
Refleks Kremaster
Refleks kremaster dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontraksi m.kremaster
homolateral yang berakibat tertariknya/ mengkerutnya testis.
Seperti halnya dengan refleks kulit dinding perut, menurunnya, atau menghilangnya
refleks tersebut berarti adanya gangguan traktus kortikospinal.

Sensibilitas
Sensibilitas seluruh tubuh perlu diperiksa, khususnya bila pasien mempunyai keluhan
ynag bersifat ‘gangguan sensibilitas’ seperti kesemutan/parestesia, rasa baal atau kebas yaitu
tidak merasakan rasa nyeri, suhu, dan raba (hipoanestesia sampai anastesia), rasa nyeri
spontan pada daerah distribusi saraf tepi (neuralgia) atau rasa nyeri seperti terbakar
(kausalgia).
Sensibilitas secara sederhana digolongkan ke dalam :
 Perasaan protopatis yaitu rasa nyeri, rasa suhu, rasa raba, dan rasa ditekan
 Perasaan propioseptif yaitu rasa getar, rasa gerak, dan rasa sikap

Ada lagi perasaan yang kompleks yang mengandung segi-segi fungsi luhur yaitu rasa
stereognosis, rasa barognosis, dan rasa termognosis yang berarti tanpa melihat apa
yang dipegang, pasien dapat mengetahui barang itu terbuat dari bahan apa, bagaimana
bentuknya dan apa namanya.
Sensibilitas protopatis/permukaan atau kasar dilakukan dengan kapas untuk menyentuh
kulit dalam memeriksa rasa raba, dengan jarum untuk memeriksa rasa nyeri dan untuk
memeriksa rasa suhu dengan menempatkan botol berisi air panas dan dingin pada kulit.
Sensibilitas propioseptif dalam atau halus diperiksa dengan menaruh garpu tala
(frekuensi 128 Hz/detik) pada tulang-tulang tertentu misalnya bagian bawah radius dan ulna
atau spina iliaka anterior superior untuk memeriksa rasa getar, sedang rasa gerak dan rasa
sikap diuji dengan si pemeriksa memegang jari tangan atau jari kaki pasien pada kedua
sampingnnya seraya menggerakkan jari itu kebawah dan keatas. Pasien diminta
memberitahukan secepat mungkin jari mana yang sedang digerakan untuk menguji rasa gerak
dan memberitahukan jari digerakan ke atas ke bawah untuk menguji rasa sikap.
Contoh gangguan sensibilitas terjadi misalnya berupa anestesia sarung tangan
(glove and anesthesia) pada pasien histeria dan penyandang diabetes melitus.

5.10. Pemeriksaan Punggung


Pemeriksaan ini menilai keadaan lengkung tulang belakang, adakah didapatkan skoliosis, kifosis,
atau lordosis (lihat pemeriksaan fisis umum). Apakah ada asimetri pada pergerakan punggung, nyeri
tidaknya pada perabaan tulang punggung, daerah panggul atau di daerah ginjal (nyeri ketok pada
sudut kosto-vertebral).

5.11. Pemeriksaan Alat Kelamin

Diperhatikan tentang adanya tumor, luka parut, sekret yang keluar, nyeri pada perabaan, keadaan
penis, prepusium, testis, dan epididimis. Perhatikan apakah ada varikokel atau hidrokel testis dan
tanda-tanda seks/kelamin sekunder.
Varikokel adalah pelebaran vena-vena pleksus pampiniformis, biasanya pada bagian sebelah kiri
tanpa keluhan –keluhan yang berarti.
Hidrokel adalah penimbunan cairan pada tunika vaginalis testis. Biasanya kulit teraba agak tegang,
mengkilat, tidak nyeri dan teraba fluktuasi. Bila diberikan sinar, dengan cara melekatkan lampu senter
pada skrotum, akan tampak sinar tersebut menembus lapisan cairan tersebut. Bila dianggap perlu,
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 29
pemeriksaan genitalia eksterna pada wanita dilakukan dengan didampingi dokter/perawat/koasisten
wanita.
Pemeriksaan mula-mula dengan inspeksi pada mons pubis, labia dan perineum dengan
pasien dalam posisi litotomi. Dengan menggunakan sarung tangan, kedua labia dipisahkan dan
dilakukan inspeksi pada labia minora, klitoris, orifisium uretra, dan introitus vagina. Perhatikan
adanya tanda-tanda radang, ulserasi, cairan, pembengkakan atau nodul. Bila dijumpai lesi tersebut,
dilakukan palpasi. Bila diduga adanya uretritis atau radang kelenjar skene (misalnya pada GO), masukan jari
telunjuk pada liang vagina, kemudian tekanlah perlahan-lahan uretra dari arah dalam ke luar.
Bila terdapat cairan yang keluar dari orifisium uretra, cairan harus diperiksa (dibiakkan) di
laboratorium. Bila ada riwayat penyakit atau dijumpai pembengkakan pada labia, periksalah kelenjar
bartholin. Tempatkan jari telunjuk dalam vagina dekat ujung posterior introitus vagina. Tempatkan
jempol diluar bagian posterior labium majus. Selanjutnya dengan cara meraba sambil menekan kedua
jari tersebut berputar dari arah kiri ke kanan atau sebaliknya, untuk mencari adanya pembengkakan
atau daerah yang nyeri. Bila ada cairan yang keluar bersama dengan gerakan ini dari kelenjar
tersebut, periksalah (biakan) di laboratorium. Kemudian dengan kedua labia masih dipisahkan oleh
jari telunjuk dan jari tengah, pasien diminta untuk meluruskan kedua tungkainya.
Perhatikan adanya penonjolan (bulging) dari kedua dinding vagina, yang mungkin diakibatkan
adanya siskotel atau rektokel.

5.12. Pemeriksaan Anus dan Rektum

Pasien diminta berbaring miring ke kiri dengan fleksi pada kedua tungkainya pada daerah lutut.
Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan colok dubur, yaitu dengan memakai sarung tangan, satu jari
dimasukan ke anus sampai ke rektum.
Dengan tangan kiri diusakan agar anus sedikit teraba. Ditentukan tonus sfingster ani, meraba
prostat, pinggir atas kanan dan kiri untuk menentukan konsistensi dan kesan tentang nyeri pada
perabaan. Juga dinilai keadaan vesikula seminalis, tumor, hemoroid bila teraba keadaan-keadaan
tersebut.
Kelainan yang ditemukan di daerah rektum ditentukan lokasinya dengan membandingkan
terhadap angka sebuah jam, yaitu titik yang paling ventral terhadap pasien adalah tepat angka 12,
yang paling dorsal adalah angka 6 dan angka 3 dan 9 masing-masing untuk titik yang paling lateral di
kiri dan kanan pasien. Bila pada sarung tangan melekat tinja, diperhatikan pula warnanya.

5.13. Pemeriksaan Kardiovaskuler (Jantung)

Sebelum memulai melakukan pemeriksaan fisis jantung, terlebih dahulu pemeriksa sudah dapat
memperkirakan/membayangkan proyeksi posisi jantung ke dinding toraks depan. Sebagian besar
jantung (± 2/3 bagian) terletak pada sebelah kiri sternum, dan hanya 1/3 terletak
disebelah kanan sternum. Sebagian besar permukaan depan (anterior) jantung terdiri atas ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis yang berdekatan langsung dengan dinding toraks depan. Sedangkan
ventrikel kiri yang menimbulkan impuls apeks, merupakan denyut sistolik yang singkat, yang
terdapat disela iga kelima sedikit medial dari garis midklavikula kiri, atau kira-kira 7-9 cm dari
garis midsternal.
Sisi kanan jantung berasal dari atrium kanan, sedangkan atrium kiri berada di bagian posterior,
dan tidak dapat dideteksi secara langsung.
Bagian atas jantung terdiri dari beberapa pembuluh darah besar aorta dan arteri pulmonalis.
Saat akan melakukan pemerikasaan fisis jantung, pemeriksa juga sudah dapat membayangkan
aliran darah di dalam ke empat rongga jantung, kapan membuka, dan menutupnya katup-katup
jantung tersebut. Pemeriksaan fisis pada jantung dapat dilakukan dengan :
30
a. Inspeksi,
b. Palpasi,
c. Perkusi,
d. Auskultasi.

5.13.1. Inspeksi
1. Bentuk dada :
Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap diameter
anteroposterior adalah kurang lebih dua berbanding satu (2:1) dan simetris.
2. Bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung (lihat batasan inspeksi paru). Voussure
cardiaque (pectus carinatum): penonjolan setempat yang lebar di daerah prekordium,
diantara sternum dan apeks kordis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung.
3. Pulsasi
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut iktus kordis pada ruang sela iga 5, biasanya tampak di sela iga sedikit
sebelah medial garis midklavikula kiri, sesuai dengan letak apeks kordis. Daerah pulsasi
mempunyai diameter ± 2 cm, dengan punctum maximum ditengah-tengah daerah
tersebut.

Pulsasi terjadi kurang lebih bersamaan dengan denyut sistolik pada arteri karotis yang
dapat diraba di bagian bawah leher. Iktus kordis terjadi karena kontraksi ventrikel pada waktu
sistolik yang disertai putaran ke arah depan dan sedikit medial. Jika iktus kordis tersebut
letaknya menggeser ke kiri dan tampaknya lebih melebar, maka dapat diduga adanya
pembesaran ventrikel kiri ke lateral.
Bila pada iktus kordis, saat sistolik terjadi retraksi ke dalam dan pada waktu diastolik
terjadi pulsasi ke luar, maka keadaan ini disebut iktus kordis negatif, terjadi pada
pericarditis adhesiva. Kadang-kadang di bagian lain daerah prekordial pada orang yang
kurus terlihat retraksi sistolik yaitu terdapat retraksi sela iga yang sesuai dengan sistolik
jantung. Keadaan ini disebabkan letak jantung yang sangat berdekatan dengan dinding toraks,
sehingga pada sistolik ventrikel kanan menguncup sambil mengadakan putaran kedalam. Hal
ini akan menarik sebagian dinding toraks di daerah prekordium.
Bila terdapat pelebaran aorta torakalis dalam rongga dada (aneurisma aorta) maka akan
tampak pulsasi di bagian lain dinding toraks yang biasanya terdapat di kiri atau kanan bagian
atas sternum.
Kadang-kadang tampak pula adanya pulsasi di manubrium sterni. Pulsasi yang kuat di daerah
sela iga 3 kiri dapat disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis, misalnya pada ductus botalli
persistent atau aneurisma arteri pulmonalis. Adanya pulsasi yang kuat di daerah lekuk
suprasternum mungkin disebabkan kuatnya denyut aorta atau meninggi tekanan nadi
dalamnya aorta. Pada keadaan hipertrofi ventrikel kanan, tampak pulsasi yang kuat pada sela
iga 4 di garis sternum atau di daerah epigastrium.
Tanda broadbant menggambarkan adanya retraksi sistolik pada beberapa sela iga terbawa
dan dapat dilihat di bagian samping dan belakang dinding toraks sampai sekitar sela iga 11
pada garis aksilaris posterior dan kadang-kadang disertai oleh retraksi sistolik dari ujung
sternum. Keadaan ini terdapat pada perikarditis adhesiva dimana terjadi perlekatan
perikarditis dengan jaringan sekitarnya. Hal yang sama terlihat juga pada hipertrofi jantung
tanpa perlekatan.
Pada stenosis ismus aorta, terdapat peninggian tekanan darah dalam arteri interkostalis,
sehingga terjadi pelebaran dari arteri-arteri tersebut, dan kadang-kadang dapat dilihat pulsasi
arteri interkostalis pada dinding toraks, terutama dapat terlihat di daerah punggung. Keadaan
ini dapat juga terjadi pada koarktasio yang berat, dimana terlihat juga adanya pulsasi pada
leher bawah dekat skapula.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 31

5.13.2. Palpasi
Palpasi dapat dilakukan dengan melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks
dengan tekanan yang lembut. Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi selanjutnya
dikonfirmasikan/diperjelas dengan cara palpasi. Kadang-kadang iktus kordis atau pulsasi-
pulsasi pada dinding toraks yang ditemukan pada inspeksi, dapat ditemukan secara palpasi
dan dengan demikian akan lebih jelas lokalisasi punctum maximum pulsasi tersebut,
(terutama bila daerah pulsasi-pulsasi dengan palpasi harus pula dapat ditetapka kuat angka,
luas serta frekuensi dan kualitas dari pulsasi yang teraba).
Pulsasi ada yang bersifat menggelombang di bawah telapak tangan disebut ventricular
heaving. Biasanya daerah pulsasi pada keadaan ini lebar dan terdapat pada keadaan beban
diastolik (diastolic over load), misalnya pada insufisiensi mitral dapat diraba di daerah
ventrikel kiri. Contoh lain ialah pada aneurisma ventrikel.
Pulsasi ada pula yang melebar dan bersifat pukulan-pukulan serentak di sebut ventricular
lift, keadaan ini terjadi pada beban sistolik ventrikel kanan (misalnya pada stenosis mitral
dengan hipertensi pulmonal, teraba di daerah ventrikel kanan). Bagian paling leteral dari iktus
kordis dapat dianggap sebagai batas jantung kiri secara kasar.
Dengan palpasi dapat pula ditentukan gesekan perikardial (pericardial friction rub)
didaerah prekordium, yang teraba sebagai gesekan atau fremitus yang sinkron dengan denyut
jantung, dan tidak berubah menurut pernapasan. Keadaan ini terdapat pada perikarditis
fibrinosa dimana terjadi geseran-geseran perikardium viseral dan parietal yang
masing-masing permukaannya menjadi kasar. Kalau diantara kedua perikardial tersebut
terdapat cairan, maka geseran perikardial menghilang. Pada palpasi mungkin juga diraba
adanya vibrasi disamping pulsasi yang disebut sebagai getaran ( thrill) getaran tersebut
sering kali terdapat pada kelainan katup yang menyebabkan adanya aliaran trubulen
yang kasar dalam jantung atau dalam pembuluh-pembuluh darah besar, dan biasanya
sesuai dengan adanya bising jantung yang kuat pada tempat yang sama. Dalam hal ini
harus ditentukan kapan getaran itu terjadi (sistolik atau dastolik).
Lokalisasi harus pula ditetapkan, misalnya getaran sistolik dibasal yang terjadi pada
stenosis aorta dan lain-lainnya. Kadang-kadang terdapat getaran sistolik diapeks pada
insufisiensi mitral.
Gambar 5.3

5.13.3. Perkusi
Perkusi jantung dimaksudkan
terutama untuk menentukan besar
dan bentuk jantung secara kasar.
Perkusi sebaiknya dilakukan
dengan melekatkan jari tengah
tangan kiri sebagai plesimeter
(landasan) pada dinding toraks,
letaknya tegak lurus pada arah
jalannya perkusi dari lateral ke medial menuju daerah prekordial dan jari tengah kanan
sebagai palu perkusi dengan gerakan-gerakan yang cukup luwes pada sendi pergelangan
tangan kanan. Kadang-kadang perkusi dilakukan sepanjang ruang sela iga dengan landasan
sejajar dengan ruang sela iga dari lateral ke medial.
32
Ini dikerjakan misalnya pada orang kurus dengan sela iga yang cekung. Ketukan diatur
dan tidak boleh terlalu keras. Kekuatan ketukan harus tetap sehingga dapat membedakan
perubahan bunyi ketukan, umpamanya dari suara sonor menjadi redup. Perubahan bunyi
ketukan tersebut diambil sebagai batas-batas jantung. Dengan cara ini dapat ditentukan
daerah redup jantung. Kalau perkusi diteruskan sesuai arahnya semula, maka bunyi redup
berubah menjadi pekak, sehingga dapat ditentukan daerah prekordial dengan pekak jantung.
Secara praktis hal ini tak banyak dipergunakan, kecuali pada emfisema paru dimana pekak
jantung akan menghilang. Tempat ketukan pada landasan sebaiknya tepat di atas proksimal
dari pangkal kuku jari tengah kiri (pada falang I).
Pada dasarnya untuk menentukan besar dan bentuk jantung, perkusi dapat dilakukan dari
semua arah mendekati letak jantung. Batas-batas sisi kanan dan kiri dengan perkusi dari arah
lateral ke medial, batas atas dengan perkusi dari atas ke bawah atau dari lateral atas ke medial
bawah. Namun agar ada patokan-patokan tertentu yang menjadi proyeksi jantung pada
dinding toraks, maka setiap melakukan perkusi jantung di buat suatu kesepakatan sebagai
berikut :
1. Untuk menentukan batas jantung kanan, ditentukan lebih dulu batas paru hati pada garis
midklavikula kanan (lihat pemeriksaan fisis paru), kemudian ± 2 jari diatas tempat
tersebut dilakukan perkusi lagi kearah sternum sampai terdengar perubahan suara sonor
menjadi redup. Perubahan yang normal terjadi pada tempat diantara garis midsternum
dan sternum kanan. Bila batas ini terdapat di sebelah kanan garis sternum kanan,
mungkin sekali hal ini disebabkan pembesaran ventrikel kanan atau atrium kanan.
2. Untuk mendapatkan batas jantung kiri ditentukan lebih dulu batas bawah paru kiri pada
garis aksilaris anterior kiri (lihat pemeriksaan fisis paru), kemudian ± 2 jari diatasnya
dilakukan perkusi ke arah sternum sampai terdengar perubahan bunyi ketukan dari sonor
menjadi redup. Normal terdapat di tempat sedikit sebelah medial dari garis midklavikula
kiri. Bila batas ini ada di sebelah kiri garis midklavikula, mungkin sekali ada pembesaran
ventrikel kiri.
Bila ternyata batas paru bawah sebelah kiri sukar ditentukan, dapat dilakukan perkusi dari
leteral kiri ke arah sternum setinggi tempat perkusi pada waktu menentukan batas kanan
jantung (± 2 jari diatas paru – hati).
3. Untuk menggambarkan pinggang jantung dilakukan perkusi dari arah atas ke bawah pada
garis parasternum kiri. Batas normal terdapat pada ruang sela iga tiga kiri.
Bila letaknya lebih keatas, mungkin karena adanya pembesaran atrium kiri (misalnya
pada stenosis mitral).

Ketiga tempat yang didapatkan dengan cara perkusi tersebut, dapat dijadikan titik-titik
untuk menentukan keadaan jantung, dan merupakan batas jantung relatif. Bila perkusi
diteruskan menurut arah seperti cara-cara diatas, maka suara redup akan berubah menjadi
pekat atau pekat absolut jantung, yaitu bagian jantung yang langsung berhubungan dengan
dinding toraks.
Menghilangnya atau mengecilnya daerah absolut jantung tersebut adalah tanda dari
emvisema paru dan melebarnya daerah ini adalah tanda pembesaran jantung. Ketiga titik
pemeriksaan diatas, merupakan tiga titik yang mutlak harus diperiksa setiap melakukan
perkusi jantung.
Setelah mendapatkan batas jantung dari ketiga titik tadi, lebih lanjut dapat ditentukan
konfigurasi atau kontur jantung dengan melakukan perkusi dari lateral kanan, lateral kiri dan
arah kranial menuju ke jantung. Biasanya perkusi dilakukan pada sela iga dan diatas iga,
dengan jari plessimeter sejajar dengan sela iga, sehingga didapat banyak titik yang
merupakan batas perubahan suara perkusi dari sonor ke redup. Titik-titik ini bila
dihubungkan akan membentuk konfigurasi jantung. Kita juga bisa melakukan perkusi dengan
arah yang tidak sejajar dengan sela iga, tapi dapat dilakukan dari segala arah (sejajar atau
miring terhadap sela iga).
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 33
Setelah batas-batas dan konfigurasi ditentukan, harus pula dilakukan perkusi terhadap
pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Perkusi dilakukan setinggi ruang sela iga 2
dari lateral ke medial menuju manubrium sterni, diantara garis sternum kiri dan kanan.
Pada keadaan normal terdengar suara redup. Bila daerah redup ini melebar mungkin
sekali disebabkan adanya aneurisma aorta atau kelainan-kelainan di dalam neastinum bagian
atas. Adanya aneurisma aorta dapat pula disokong dengan adanya trackheal – tug yaitu
tarikan-tarikan yang teraba sesuai dengan sistolik dengan sedikit dorongan keatas pada tulang
trikoid, yang tampak lebih jelas pada duduk atau berdiri tengadah. Perkusi pada ruang sela
iga 3 dan 4 dari sebelah kanan menuju sternum untuk menentukan pembesaran atrium kanan.
Normal suara redup mulai pada garis sternum kanan. Perkusi pada ruang sela iga ruang kiri
untuk menentukan batas ruang apeks kordis. Normal suara redup mulai terdapat padajarak 7-
9 cm dari garis mid-sternum. Bisanya hal ini terletak pada ± 1,5 cm, sebelah kiri irtus kordis,
dipakai untuk mendapat gambaran kasar tentang besarnya ventrikel kiri.

5.13.4. Auskultasi
Auskultasi merupakan bagian pemeriksaan fisis jantung yang sangat penting. Jantung
sebagai organ tubuh yang selalu berkontraksi untuk memompakan darah akan
menghasilkan bunyi, yang bisa kita deteksi dengan stetoskop. Dalam keadaan normal kita
dapat membedakan bunyi jantung I dan bunyi jantung II., bahkan bunyi jantung III dan IV.
Apabila ada kelainan struktural jantung, misalnya, kelainan pada katup jantung atau sekat
jantung (septum interatrial atau septum interventrikular), maka akan timbul turbulensi
aliran darah intrakardiak, yang dapat menimbulkan suara tambahan/ bunyi jantung
abnormal (kardiak murmur).

Gambar 5.4

Adanya thrill pada saat pemeriksaan palpasi, bisa diperjelas dengan ditemukannya
murmur atau bising jantung pada pemeriksaan auskultasi.
Posisi pasien adalah posisi telentang dengan kepala ditinggikan dengan membentuk
sudut 300. posisi lain adalah lateral kiri dekubitus, bertujuan untuk memperjelas palpasi
apeks, atau untuk memperjelas auskultasi apeks. Posisi duduk sambil menunduk dan
ekspirasi maksimal untuk memperjelas insufisiensi aorta. Untuk memperjelas bunyi jantung
saat auskultasi, pasien diminta untuk menahan napas sebentar, yang bertujuan mencegah
interferensi antara bunyi jantung dengan bunyi napas. Posisi pemeriksa adalah di sebelah
kanan pasien.
34
Pemeriksaan auskultasi dilakukan dengan memakai stetoskop. Ada 2 macam stetoskop.
1. Stetoskop yang berbentuk sungkup (open bell type), digunakan terutama untuk
mendengar bunyi-bunyi dengan nada rendah (low pitched). Kulit dinding toraks
berfungsi sebagai diafragma pada sungkup stetoskop. Makin keras ujung stetoskop
(chest piece) ditekankan pada dinding toraks makin tegang kulit di tempat itu. Dengan
cara demikian bunyi dengan nada yang agak lebih tinggi akan lebih jelas terdengarnya,
dan bunyi dengan nada rendah akan lebih pelan.

2. Stetoskop bentuk piring yang ditutupi dengan membran sebagai diafragma (bowl type)
digunakan terutama untuk mendengar bunyi-bunyi dengan nada tinggi. Membran
berfungsi sebagai filter; dengan mengurangi intensitas bunyi-bunyi bernada rendah,
sehingga bunyi-bunyi dengan nada tinggi (high pitched) akan lebih jelas terdengar.

5.13.5. Bunyi Jantung (BJ)


Beberapa hal pada bunyi jantung harus diperhatikan adalah :
 Lokalisasi dan asal bunyi jantung
 Menentukan BJ I dan BJ II
 Ada tidaknya BJ III dan BJ IV
 Intensitas dan kualitas bunyi
 Irama dan frekuensi BJ
 Bunyi-bunyi jantung yang lain yang menyertai BJ utama (unusual heart sound).

Lokalisasi
Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional):
1. Pada iktus kordis untuk bunyi jantung 1 yang berasal dari katup mitral.
2. Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk BJ yang berasal dari katup pulmonal.
3. Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk BJ yang berasal dari katup aorta.
4. Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau pada bagian ujung
sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Haruslah diingat bahwa tempat-tempat auskultasi tersebut tidaklah bertepatan dengan
letak anatomis katup-katup yang bersangkutan, tetapi pada keadaan normal hampir selalu
merupakan tempat-tempat dimana bunyi jantung itu terdengar paling jelas. Keempat lokasi
diatas, merupakan lokasi-lokasi yang mutlak harus diperiksa setiap pemeriksaan auskultasi
jantung, disamping area jantung secara keseluruhan, bahkan kalau perlu ke daerah aksila kiri
dan skapula kiri.

Bunyi Jantung Sistolik (I) dan Bunyi Jantung Diastolik (II)


 Pemeriksa harus dapat membedakan antara BJ I dan BJ II.
BJ I – bunyi sistolik: katup mitral dan katup trikuspid tertutup secara serentak, dan
pada saat yang bersamaan katup aorta dan pulmonal terbuka secara serentak dan ini
semuanya membentuk bunyi jantung pertama atau bunyi sistolik.
BJ II – bunyi diastolik: sebaliknya katup aorta dan katup pulmonal menutup secara
serentak, dan pada saat yang bersamaan katup mitral dan katup trikuspid terbuka secara
serentak, dan ini membentuk bunyi jantung kedua atau bunyi diastolik.
Fase sistolok adalah fase antara bunyi jantung pertama dan bunyi jantung kedua,
dimana terjadi pemompaan aliran darah dari kedua ventrikular ke seluruh tubuh dan paru.
Sedangkan fase diastolik adalah fase dan bunyi jantung dua ke bunyi jantung pertama, di
mana terjadi pengisian kedua ventrikel dari kedua atrium. Harus diingat, fase diastolik lebih
panjang dari fase sistolik, dan bunyi jantung pertama terdengar bertepatan dengan
terabanya pulsasi nadi pada arteri karotis.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 35
Intensitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas BJ ditentukan menurut keras atau pelannya bunyi yang terdengar, misalnya di
apeks BJ I lebih keras pada BJ II, sedangkan dibagian basal jantung sering BJ II lebih keras
terdengar dari BJ I.
Harus pula dibandingkan kerasnya bunyi masing-masing katup, misalnya pada anak-anak
BJ pulmonal ke-2 (P2) biasanya lebih keras terdengar pada P1. pada orang dewasa harus
dibandingkan A2 dengan P2. Pada hipertensi pulmonal P2 terdengar mengeras, dan pada
hipertensi sistemik A2 yang mengeras. Bunyi jantung I di apeks (M1) seringkali mengeras
pada stenosis mitral, bunyi jantung trikuspidal I (T1) dapat mengeras pada stenosis
trikuspidal. Semua bunyi jantung akan menjadi lebih pelan pada infark miokard, dimana
terdapat kerusakan pada otot jantung.
Bunyi jatung dapat juga terdengar pelan, bila terdapat emfisema paru. Intensitas BJ juga
dipengaruhi oleh tebalnya dinding toraks. Adanya cairan dalam rongga perikardium juga
menyebabkan BJ terdengar lebih pelan. Harus pula ditentukan apakah bunyi-bunyi jantung
berikutnya tetap sama intensitasnya. Kadang-kadang intensitas BJ tidak sama dan berubah-
ubah pada siklus-siklus berikutnya, hal ini menunjukkan keadaan miokardia yang memburuk.
Harus pula diperhatikan kualitas bunyi jantung. Pada keadaan tertentu terjadi bunyi jantung
mendua (disebut juga splitting atau reduplication).
Bunyi jantung I biasanya disebabkan karena penutupan katupmitral dan trikuspidal tidak
bersamaan. Dalam keadaan normal dapat terjadi katup mitral tertutup kurang 0,02-0,03 detik
lebih dulu dari pada penutupan katup trikuspidal.
Bunyi jantung II mendua secara faal dapat terjadi pada keadaan normal dalam inspirasi di
mana BJ P2 terdengar kira-kira 0,02-o,03 detik lebih lambat dari pada BJ A2. Pada efek
septum atrium (atrial septal defect, ASD) BJ II tidak berubah dengan respirasi disebut bunyi
jantung mendua yang menetap (fixed splitting). Keadaan ini juga terdapat pada right bundle
branch block.

Bunyi Jantung III dan IV


Bunyi jantung III dengan intensitas rendah kadang-kadang dapat terdengar pada orang
dewasa muda. Dalam keadaan normal BJ III terdengar kurang lebih 0,015-0,017 detik
sesudah BJ II. Bunyi jantung I, BJ II bersama-sama BJ III memberi suara derap kuda, disebut
juga gallop rhythm.
Bila BJ III terdapat pada orang tua dengan intensitas keras, maka keadaan ini hampir
selalu menunjukkan keadaan jantung memburuk, bunyi disebut protodiastolic gallop.
Protodiastolic gallop yang terdengar di apeks menunjukkan perubahan-perubahan pada
ventrikel kiri ( pada gagal jantung kiri), dan bila terdengar di daerah dekat ujung sternum,
menunjukkan perubahan-perubahan ventrikel kanan (pada gagal jantung kanan).
BJ IV (disebut juga atrial galolop), kadang-kadang dapat terdengar pada orang dewasa
muda, 0,08 sebelum BJ I dengan intensitas rendah. BJ IV pada orang tua dapat terjadi pada
blok A-V, hipertensi sistemik atau infark miokard. Bunyi jantung IV terjadi karena kontraksi
atrium yang lebih kuat.

Irama dan Frekuensi Bunyi Jantung


Irama dan frekwensi bunyi jantung harus pula diperhatikan dan dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Dalam keadaan normal irama jantung teratur. Ada keadaan –keadaan tertentu
menurut keadaan sakitnya, irama jantung menjadi tidak teratur, disebut aritmia kordis.
Frekwensi BJ harus ditetapkan per-menit (sebaiknya dihitung dalam waktu satu menit
penuh), kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi.
Bila frekuensi BJ dan nadi masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut
takikardia, bila masing-masingnya kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardia.
36
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut frekwensi BJ pada ekspirasi lebih
lambat, keadaan ini disebut aritmiasinus, yang disebabkan perubahan rangsang susunan saraf
autonom pada nodus sino-atrialis sebagai pacu jantung.
Adakalanya irama jantung yang normal sekali-kali diselang oleh satu denyut jantung
yang timbul cepat (ekstrasistolik) lalu kemudian disusul oleh fase diastolik yang lebih
panjang (compensatoir pause).
Irama bunyi sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi, irama dasar BJ tak dapat
ditentukan.
Bunyi lain yang kadang-kadang menyertai bunyi-bunyi jantung utama mungkin dapat
timbul akibat perubahan-perubahan didalam dan di luar jantung.
Opening snap dari katup mitral terjadi pada awal fase diastolik ± 0,07 detik sesudah BJ
III. Opening snap terdengar pada keadaan stenosis mitral atau stenosis trikuspidal, dimana
katup atrioventrikular terbuka dengan kekuatan yang lebih besar dari normal, sehingga
terbukanya katub tersebut menimbulkan suara BJ II dengan nada lebih tinggi dan lebih
terlambat .
Pada stenosis aorta atau pada stenosis pulmonal kadang-kadang dapat terdengar systolic
click dalam fase systolik segera sesudah BJ I dan lebih jelas terdengar pada hipertensi
sistemik atau pulmonal, dimana tahanan dalam aorta atau arteri pulmonalis meninggi.

Bunyi-bunyi Jantung Lain yang Menyertai Bunyi Jantung Utama.

Bising Jantung (Cardiac Murmur)


Bising jantung terjadi karena getaran-getaran dalam jantung atau pembuluh-pembuluh
darah besar dekat jantung akibat aliran darah yang melalui suatu penyempitan atau akibat
aliran darah balik yang abnormal (regurgitasi).
Dalam pemeriksaan bising jantung harus diperhatikan :
 Fase dimana bising itu terjadi dan saat bising tersebut,
 Intensitas dan nada bising,
 Bentuk (tipe) bising serta lama dan saatnya bising,
 Lokasi bising dengan punctum maximum-nya serta arah penjalaran bising (punctum
maximum) adalah tempat dimana bising itu terdengar paling keras,
 Apakah bising yang terdengar berubah-ubah menurut posisi badan atau pernapasan.

Terlebih dahulu ditetapkan dengan tepat dalam fase mana bising jantung itu terdengar;
bising jantung dibagi menjadi bising sistolik dan bising diastolik.
Bising jantung tidak selalu menunjukan keadaan sakit. Pada anak-anak seringkali
terdengar bising sistolik yang innocent. Pada keadaan anemia dan keadaan demam seringkali
terdengar bising jantung faali, dalam hal ini kita sebut hemic murmur yang tidak
menunjukkan kelainan jantung organik. Hal ini disebabkan aliran darah yang menjadi lebih
cepat dari biasa dan kepekatan darah yang menurun.
Bising jantung faali biasanya mempunyai punctum maximum di ruang sela iga 3 dan 4
kiri dengan kualitas bising seperti bunyi tiupan (blowing).
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 37

Gambar 5.5
Bising Sistolik
Bising sistolik terdengar dalam fase sistolik (diantara BJ I dan BJ II) sesudah bunyi
jantung I. Pada garis besarnya dikenal 2 macam bising sistolik :
 Tipe ejection yang timbul akibat aliran darah yang dipompakan (ejected) melalui bagian
yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik misalnya pada stenosis aorta dimana
bising tersebut mempunyai punctum maximum di daerah aorta dan mungkin menjalar ke
apeks kordis.
 Tipe pansistolik yang timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui bagian jantung
yang masih terbuka (seharusnya dalam keadaan tertutup pada kontraksi jantung) dan
mengisi seluruh fase sistolik. Misalnya pada insufisiensi mitral terdengar dengan
punctum maximum di apeks dan menjalar ke lateral bawah. Waktu dan bentuk serta
macam dari suatu bising turut menunjukkan macam perubahan hemodinamik yang
menyebabkan terdengarnya bising jantung.

Bising Diastolik
Terdengar dalam fase diastolik (diantara BJ II dan BJ I) sesudah BJ II. Macam-macam
bising jantung diastolik menurut saatnya :
 Mid-diastolik yang terdengar kurang lebih pada pertengahan fase diastolik. Bila terdengar
dengan punctum maximum di apeks, menunjukkan adanya stenosis mitral.
 Early diastolik yang terdengar segera sesudah BJ II. Bila bising ini terutama terdengar di
daerah basal jantung, mungkin sekali disebabkan insufisiensi aorta. Bising ini timbul
sebagai akibat aliran balik pada katup aorta.
 Pre-systolik yang terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum BJ I. Bising jantung
tersebut terdapat pada stenosis mitral dengan punctum maximum-nya biasanya di apkes
kordis.

Nada dan kualitas bising sebaliknya juga diperhatikan. Bising dengan nada rendah (low
pitched) pada umumnya berkualitas kasar (rumbling quality). Bising dengan nada tinggi (high
pitched) kadang-kadang juga berkualitas seperti bunyi tiupan. Kadang-kadang bising jantung
sedemikian nyaringnya sehingga terdengar seperti musik. Bising semacam ini disebut sebagai
sea-gull (elang laut) murmur.
Dari nada dan kualitas bising tidak tidak dapat dibedakan bising faali atau bising yang
terjadi karena kelainan jantung organis.
Intensitas (kerasnya) bising, tergantung terutama pada:
 Kecepatan aliran darah melalui tempat terbentuknya bising itu.
 Banyaknya aliran darah melalui tempat timbulnya bising itu.
38
 Keadaan kerusakan-kerusakan yang terdapat pada daun-daun katuk atau beratnya
penyempitan.
 Kepekatan darah.
 Daya konstraksi miokardium.

Dikenal 6 macam derajat intensitas bising jantung (menurut American Heart Association):
Derajat 1 bising sangat pelan
Derajat 2 bising cukup pelan
Derajat 3 bising agak keras
Derajat 4 bising cukup keras
Derajat 5 bising sangat keras
Derajat 6 bising sekeras kerasnya bising (bising paling keras)

Kadang-kadang intensitas bising berubah-ubah pada gerakan badan atau pernapasan dan
sikap badan. Intensitas bising harus ditentukan pada punctum maximum, selanjutnya harus
pula ditentukan arah penyebaran bising menurut intensitasnya.
Lokalisasi atau suatu bising adalah tempat bising itu paling keras terdengar (punctum
maximum). punctum maximum suatu bising tertentu perlu ditentukan untuk membedakan
bising itu dengan bising lain yang mungkin terdengar di tempat yang sama karena
penyebaran dari tempat lain. Selain itu, punctum maximum dan penyebaran suatu bising
berguna untuk menduga darimana bising itu berasal. Misalnya dengan punctum maximum
pada apeks kordis yang menyebar ke lateral sampai ke belakang, biasanya adalah bising yang
berasal dari katup mitral.

Gesekan Perikardium (Pericardial Friction Rub)


Gesekan perikardium adalah bunyi yang timbul akibat gesekan dari perikardium viseral
dan perikardium parietal yang masing-masing menebal dan permukaannya menjadi kasar
akibat proses peradangan pada perikarditis. Gesekan perikardium terdengar sebagai bunyi
gesekan (Rasping), yang mungkin terdengar pada fase sitolik dan diastolik, kadang-kadang
hanya pada fase diastolik saja. Bunyi kadang-kadang hanya terdengar pada satu waktu
tertentu dan kemudian hilang lagi.

Bising Kardio-Pulmonal
Bising kardiopulmonal adalah bising yang timbul sebagai akibat dari luar jantung (extra-
cardiac), terjadi akibat dari aliran udara kedalam bagian paru-paru yang mengembang bila
terjadi kontraksi vertrikel. Bising ini terdengar jelas pada waktu inspirasi, dan tidak
menunjukkan kelainan jantung.

Kelainan yang Perlu Diperhatikan Perubahannya Langsung :


 Paru : Pernapasan, bunyi napas, ronki
 Leher : Vena jugularis eksternal, kelenjar tiroid
 Abdomen : Asites, hati
 Tungkai : Edema pitting
 Valkularisasi perifer
 Mata-funduskopi

Pemeriksaan Laboratorium
Urin rutin, darah rutin, gula darah, analisis lemak-kolesterol, ureum, kreatinim, elektrolit.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 39
Rekaman Elektrokardiografi (EKG)
 Keadaan elektrofisiologis
 Potensial listrik jantung
Foto Rontgen Toraks
 Anatomi jantung dan paru-paru
 Faskularisasi paru
Eko-(Doppler)-Kardiografi
 Fungsi dan struktur jantung
 Diagnosis : Struktural (anatomis)
Fungsional (fisiologis)
Kausal (etiologis)
 Pengobatan : Farmakoterapi
Terapi bedah

5.14. Pemeriksaan Paru

Pemeriksaan paru bertujuan menentukan kelainan pada organ paru untuk menunjang suatu
diagnosis penyakit berdasarkan keluhan sistem pernapasan yang didapatkan sebelumnya pada
anamnesis dan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan rongga dada. Keluhan yang sering didapat
adalah :
 Sesak napas/gangguan pernapasan,
 Batuk-batuk (kering/berdahak),
 Nyeri dada,
 Batuk darah,
 Keluhan umum lainnya seperti demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat
malam.

Sesak Napas
Sesak napas sebagai perasaan sukar bernapas, perasaan sulit mendapatkan udara pernapasan segar
atau perasaan napas yang pendek. Tanda-tanda obyektif (patalogis) sesak napas ini dikenal sebagai
dispnea adalah :
 Takipnea : Napas yang cepat
 Bradipnea : Napas yang lembut
 Hiperpnea : Napas yang dalam
 Ortopnea : Sesak napas pada posisi tidur
 Platipnea : Sesak napas pada posisi tegap (berdiri)
 Trepopnea : Sesak napas pada posisi berbaring ke kiri/kanan
Sesak napas sering ditemukan pada keadaan/penyakit :
a. Gangguan sistem pernapasan
 Penyakit saluran napas : asma bronkial, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
penyumbatan saluran napas.
 Penyakit perenkim paru : pneumonia, acute respiratory,distress syndrome(ARDS), penyakit
interstisial paru.
 Penyakit vaskular paru : emboli paru
 Penyakit pleura : pneumotoraks, efusi pleura.
b. Gangguan sistem kardiovaskular
 Peningkatan tekanan vena pulmonalis : gagal jantung kiri
 Penurunan curah jantung
 Anemia berat
c. Anksietas/psikosomatik
40
d. Gangguan pada sistem neuromuskuloskeletal, yaitu polimiositis, miastenia gravis, sindrom
guillian barre, kifoskoliosis.

Batuk
Batuk bisa berarti suatu keadaan normal atau abnormal. Contoh keadaan normal misalnya batuk-
batuk saat makan karena yang bersangkutan tetap bicara sewaktu mengunyah/ menelan makanan.
Jadi batuk merupakan usaha pembersihan saluran trakheo bronkial, bila usaha pembersihan
(Clearence) mukosilier tidak berhasil. Reseptor untuk batuk ini terletak di laring, trakea, dan bronkus
besar. Keadaan batuk dilihat juga dengan adanya sputum yang produktif (batuk berdahak) atau tidak
produktif (batuk kering).
Penyakit-penyakit yang meyebabkan batuk :
1. Iritasi jalan napas
 Terisap : asap, debu, dll
 Aspirasi : cairan lambung, sekret mulut, benda asing.
 Post-nasal drip
2. Penyakit jalan napas : infeksi saluran napas atas, bronkitis akut/kronik, bronkiektasis, neoplasma,
kompresi eksternal (oleh kelenjar getah bening, tumor), asma bronkial.
3. Penyakit parenkim paru : pneumonia, abses paru, penyakit intestisial paru.
4. Gagal jantung
5. Drug induced (efek samping obat): penghambat ACE

Hemoptisis
Hemoptisis berarti batuk darah dari jalan napas. Asal darah bisa dari paru-paru atau
nasofaring, mulut, saluran pencernaan atas.
Penyakit paru yang menyebabkan hemoptisis :
1. Penyakit jalan napas: bronkitis akut/kronik, bronkiektasis, karsinoma bronkus
2. Penyakit parenkim paru: tuberkulosis, abses paru, pneumonia, misetoma (fungus ball), dll.
3. Penyakit vaskular: emboli paru, hipertensis pulmonal.
4. Lain-lain: gangguan koagulasi, endometriosis paru.

Yang terbanyak menyebabkan hemoptisis adalah penyakit jalan napas.

Nyeri Dada
Nyeri dada tidak selalu menunjukkan adanya penyakit pada paru karena jaringan paru bebas
dari saraf nyeri sensorik. Bila terdapat nyeri dada, maka ini berarti adanya proses di pleura
pariental, diafragma, atau mediastinum. Nyeri pleuro-pariental dan nyeri diafragma lebih terasa pada
waktu inspirasi.
Nyeri diafragma penjalarannya sampai ke daerah bahu. Nyeri dada karena radang pleura banyak
terdapat pada penyakit pneumonia, emboli paru.
Keluhan-keluhan tersebut mencerminkan suatu gejala penyakit paru seperti: asma bronkial,
bronkitis (akut/kronik), emfisema paru, pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, efusipleura,
pneumotoraks, kanker paru, dan lain-lain.

Cara Pemeriksaan Paru


Dalam melakukan pemeriksaan paru, terdapat hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelumnya yaitu:
a. Pemeriksa bersikap tenang dan sabar, berdiri disamping kanan bangku periksa.
b. Bangku periksa sebaiknya datar dan dilapisi kasur tipis saja.
Penerangan kamar periksa harus cukup baik.
c. Pasien sebaiknya berbaring lurus telentang. Bila tidak dapat berbaring, bisa sambil duduk dengan
kaki tergantung kebawah dipinggir bangku periksa.
Pasien sebaiknya telanjang pada bagian atas tubuh sampai pada batas pinggang. Pada wanita
perlu diterangkan untuk membuka bagian dada tersebut guna pemeriksaan jantung dan paru.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 41

5.14.1. Inspeksi
Pada inspeksi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Perhatikan bentuk dada/toraks dalam keadaan tidak bergerak (statis). Bentuk dada :
a. Normal
b. Dada paralitikum
 Dada kecil, diameter segital pendek.
 Sela iga sempit, sela iga miring
 Angulus costae < 900
 Terdapat pada pasien malnutrisi tuberkulosis.
c. Dada emfisema (Barrel-shape)
 Dada mengembung, diameter segital besar
 Tulang punggung melengkung (kifosis)
 Angulus costae > 900
Terdapat pada pasien : bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif knonik (PPOK).
Kelainan bentuk :
 Kifosis : Melengkungnya (lordosis) kurvatura vertebra pada posisi anterior posterior,
secara berlebihan dari normal. Kelainan ini terlihat pada pemeriksaan dari samping.
 Skoliosis : Melengkungnya kurvatura vertebra ke lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada
pemeriksaan dari belakang.
 Pectus excavatum (pigeon chest atau dada burung); dada dengan tulang sternum
menonjol ke depan.
 Pectus excavatum dan Pectus carinatum terlihat pada pemeriksaan dari depan.
Kelainan dada lain yang sering ditemukan adalah :
 Kulit : warna, bintik-bintik, spider naevi, tonjolan tumor, bekas-bekas jaringan parut,
luka operasi.
 Bendungan vena,
 Emfisema subkutis,
 Ginekomastia,
 Penyempitan atau pelebaran sela iga.

2. Dada dalam keadaan bergerak


a. Frekuensi pernapasan:

Frekuensi pernapasan normal 12-18 kali per menit. Pernapasan kurang dari 12 kali
per menit disebut bradipnea, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan
serebral. Pernapasan lebih dari 18 kali per menit disebut takipnea, misalnya pada
pneumonia, anksietas, asidosis.
b. Sifat pernapasan
 Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor dalam perut,
 Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut,
 Kombinasi (jenis pernapasan ini yang terbanyak).

Pada wanita sehat, umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-
abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapsan abdomen lebih dominan dan
disebut abdomino-torakal.
Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut wanita berbeda dari laki-laki.
Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapsan misalnya pada
pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK.
Disamping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila
ada, keadaan ini menunjukkan adanya gangguan pada daerah tersebut.
42

Jenis pernapasan lain adalah :


 Pernapasan dengan pursed lips, pernapasan seperti menghembus sesuatu melalui
mulut, misalnya pada pasien PPOK.
 Pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia
c. Irama pernapasan
d. Pernapasan normal, dilakukan secara teratur dengan fase-fase inspirasi ekspirasi yang
teratur bergantian.
Pernapasan Cheyne Stokes, terdapat periode apnea (berhentinya gerakan
pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea (pernapasan mula-mula kecil
amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi
berulang-ulang.
Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena
terlambatnya respons reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran gas.
Pernapasan biot (pernapasan ataxic) ; bentuk pernapasan tidak teratur mengenai
cepat dan dalamnya. Terdapat pada cedera otak.
Bentuk kelainan irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang
normal tapi gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini biasanya merupakan
pertanda kurang baik.
Di samping melihat keadaan-keadaan tersebut diatas, pemeriksa hendaknya juga
mendengar kelainan yang langsung dapat didengar tanpa bantuan alat pemeriksa, seperti :
 Suara batuk (kering atau berdahak), menunjukkan adanya gangguan dalam
saluran bronkus/bronkiolus,
 Suara mengi (wheezing), suara nafas seperti musik yang terdengar selama masa
inspirasi dan ekspirasi karena terjadinya penyempitan jalan udara,
 Stridor, suara napas yang berkerok secara teratur. Terjadi karena adanya
penyumbatan daerah laring. Stridor dapat berubah inspiratoir atau ekspiratoir. Yang
terbanyak adalah stridor inspiratoir, misalnya pada tumor, peradangan pada trakea,
atau benda asing di trakea,
 Suara serak (hoarseness), terjadi karena kelumpuhan pada saraf laring atau
peradangan pita suara.

Disamping pemeriksaan inspeksi dada tersebut diatas pemeriksa hendaknya juga


memperhatikan adakah kelainan pada ekstremitas atas yang berhubungan dengan
penyakit paru seperti :
 Jari tabuh (clubbing finger), pada penyakit paru supuratif dan kanker paru,
 Sianosis perifer (pada kuku jari tangan) menunjukkan hipoksemia,
 Karat nikotin, pada perokok berat,
 Otot-otot tangan dan lengan yang mengecil karena penekanan nervus torasik I oleh
tumor paru di paeks paru (sindrom pancoast).

Disamping ekstremitas, lihat juga kelainan pada daerah kepala yang menunjukkan
gangguan pada paru seperti :
 Mata yang mengecil, pada sindrom horner
 Sianosis pada ujung lidah pada hipoksemia
Hal lain yang perlu diperhatikan pada gangguan paru adalah sputum (dahak) yang
dikeluarkan melalui bronkus. Sputum yang purulen dan jumlah banyak terdapat pada
bronkiektasis. Sputum warna merah muda berbusa (pink frothy) terdapat pada edema
paru (gagal jantung). Sputum berdarah (hemoptisis) terdapat pada penyakit tuberkulosis
paru, kanker paru, bronkiektasis.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 43
5.14.2. Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Palpasi dalam keadaan statis
Mula-mula daerah leher diperiksa dengan jari tangan untuk menentukan hal-hal
berikut :
 Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula (pemeriksaan
kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah submandibula dan kedua aksila).
Adanya pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) menunjukkan terdapatnya
proses di daerah paru seperti kanker paru, tuberkulosis, kelenjar getah bening.
 Trakea, normalnya terletak di tengah. Bila trakea bergerak ke kiri atau ke kanan
perhatikan apakah karena pendorongan (oleh tumor) atau tertarik ke bagian yang
sakit (scwharte/fibrosis apeks paru oleh tuberkulosis).

Kemudian palpasi diteruskan pada daerah dada depan dengan jari tangan ditentukan :
 Kelainan dinding dada (tumor dinding dada atau tumor payudara),
 Letak apeks jantung, normalnya terletak di sela iga 5 kiri 1 jari medial garis
midklavikula.

2. Palpasi dalam keadaan dinamis


Pemeriksaan ini penting dilakukan. Mintalah pasien menarik napas dalam
sekuatnya dan kemudian melepaskan. Sambil meletakkan kedua telapak tangan pada
permukaan dinding dada, rasakan dengan teliti getaran suara napas yang ditimbulkannya.
Pemeriksaan ini disebut fremitus.
Biasanya pasien diminta menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran suara
yang ditimbulkan akan lebih jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile vocal fremitus secara
bertingkat-tingkat dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah. Hal ini dikerjakan pada
bagian depan dan belakang dada. Hasil yang didapat dari fremitus ini adalah normal,
melemah atau mengeras. Keadaan melemah terdapat pada penyakit empiema,
hidrototaks, atelektasis. Keadaan mengeras terdapat pada penyakit infiltrat (pneumonia,
tuberkulosis paru aktif), kavitas.

5.14.3. Perkusi
Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah ke dinding lain, dengan sendi
pergelangan tangan sebagai penggerak. Jangan menggunakan poros siku, oleh karena ini akan
memberikan ketokan yang tidak seragam. Sifat-sifat ketokan, selain didengar, juga harus
dirasakan oleh jari-jari. Perkusi dada dilakukan secara beraturan dari dada kiri ke kanan
dan ke bawah (zig-zag) sehingga sampai ke batas dada bawah dengan perut. Kemudian
dibuat perbandingan dari perkusi tiap-tiap sisi paru tersebut. Bunyi perkusi pada batas paru-
lambung. Batas paru hati ini kadang-kadang sulit didengar dari perkusi. Untuk lebih jelas
perbedaan bunyinya pasien diminta menarik napas dalam dan menahannya sampai pemeriksa
selesai perkusi. Daerah aksila dapat diperkusi dengan baik dengan cara meminta pasien
mengangkat tangannya ke atas kepala. Pemeriksa menaruh jari-jari tangan setinggi mungkin
di aksila pasien untuk diperkusi. Perkusi pada bagian posterior dada, skapula sebaiknya
dikesampingkan dengan cara meminta pasien, mengangkat lengannya ke atas.
Bunyi ketokan yang didapat adalah :
a. Sonor (resonant), terjadi bila udara cukup banyak dalam jaringan (alveolus), terdapat
pada orang normal.
b. Pekak (dull) terjadi pada jaringan tanpa udara di dalamnya, misalnya tumor paru,
penebalan pleura.
c. Redup (stony-dull), bila bagian padat jaringan lebih banyak dari udara di dalamnya,
misalnya : infiltrat, konsolidasi, cariran di rongga pleura,
44
d. Hipersonor (hiperresonant) bila udara lebih banyak dari pada jaringan padat, misalnya
pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya di tepi pneumotoraks, bula yang besar.

Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam lambung.
Dapat terdengar juga pada jaringan yang lain misalnya kelainan patologis di daerah toraks.
Perkusi-auskultasi termasuk perkusi lunak pada daerah sternum dan secara bersama
dilakukan auskultasi pada lapangan paru di bagian belakang dada. Bila meningkat maka ini
menunjukkan adanya sedikit konsolidasi, bunyi sonor-timpani yang khas dapat didengar pada
pneumotoraks bila perkusi dilakukan pada dada dengan 2 uang logam (coin sound).

Gambar 5.6

Disamping menentukan kelainan pada paru dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas
paru dengan organ sekitarnya.
 Batas paru jantung : (lihat pemeriksaan fisis jantung).
 Batas paru-hati, bunyi sonor dari paru selanjutnya menjadi redup pada garis midklavikula
yaitu pada sela iga 6.
Peranjakan antara ekspirasi dan inspirasi dalam yang normal adalah 2 jari.
 Batas paru lambung : perubahan sonor ke timpani pada garis aksilaris anterior, biasanya
pada sela iga 8, batas ini sangat tergantung dari ada tidaknya isi lambung.
 Batas paru belakang bawah ditentukan pada garis skapula. Biasanya setinggi vertebra
torakalis 10 untuk paru kiri, dan 1 jari lebih tinggi pada paru kanan.
Pada pemeriksaan perkusi terdapat hal-hal khusus seperti daerah Kronig yaitu daerah
supraskapula seluas 3 sampai 4 jari di pundak. Perkusi di daerah ini sonor.
Adanya bunyi selain sonor pada daerah ini menunjukkan kelainan apeks paru, misalnya
tumor paru, tuberkulosis paru.
Garis Ellis Damoiseau adalah garis lengkung konveks dengan puncak pada garis aksilaris
tengah, terdapat pada cairan pleura yang cukup banyak.
Segitiga Garland, yaitu daerah timpani yang dibatasi oleh vertebra torakalis, garis Ellis
Damoiseau dan garis horizontal yang melalui puncak cairan.
Segitiga Grocco, yaitu daerah redup kontralateral yang dibatasi oleh garis vertebra,
perpanjangan dari garis Ellis Damoiseau ke kontralateral dan batas paru belakang bawah.
Garis Ellis Damoiseau, segitiga Garland yang timpani dan segitiga Grocco yang redup
dapat ditemukan bila terdapat cairan yang cukup banyak di dalam rongga pleura.

5.14.4. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi adalah pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan fisis paru-
paru. Aliran turbulensi udara terjadi pada trakea dan jalan udara yang besar. Suara yang
ditimbulkannya mempunyai nada yang keras, dinamakan suara trakeal. Selanjutnya pada
percabangan-percabangan bronkus yang besar, akan terdengar suara bronkus vesikular (suara
campuran antara bronkial dan vesikular). Selanjutnya percabangan bronkus kecil
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 45
(percabangan ke-15) sampai distal akan memberikan nada yang lebih rendah karena adanya
jaringan paru sebagai saringan suara.
Suara napas dilukiskan sebagai normal atau menurun dalam kualitasnya. Penyebab
menurunnya suara napas terdapat pada penyakit emfisema paru, pneumotoraks, penebalan
pleura dan penebalan otot-otot dada/lemak pada obesitas. Auskultasi dilakukan berurutan
dengan selang-seling dada kiri dan kanan (zig-zag). Termasuk diauskultasi juga daerah aksila
selanjutnya berpindah ke bagian belakang yang sama diauskultasi seperti bagian depan.

Pada auskultasi terdapat 2 bunyi :


A. Bunyi napas pokok :
1. Vesikular, terdapat pada paru normal, dimana suara inspirasi lebih keras dan lebih
tinggi nadanya serta 3 kali lebih panjang dari pada ekspirasi. Suara vesikular
diproduksi oleh udara jalan napas di alvenol. Suaranya menyerupai tiupan angin di
daun-daunan. Antara inspirasi dan ekspirasi, tidak ada bunyi napas tambahan. Bunyi
napas vesikular disertai ekspresi yang memanjang dapat terjadi pada emfisema paru.
2. Bronkial, terdapat alveoli yang terisi eksudat atau konsolidasi tapi lumen bronkus
atau bronkial masih terbuka. Baik suara inspirasi maupun ekspirasi sama atau lebih
panjang dari inspirasi. Dalam keadaan normal dapat terdengar di daerah konsolidasi
atau di bagian atas daerah efusi pleura.

Gambar 5.7
3. Bronkovesikular, bunyi yang terdengar antara vesikular dan bronkial di mana
ekspirasi menjadi lebih keras, lebih tinggi nadanya dan lebih memanjang hingga
hampir menyamai inspirasi. Terdapat pada penyakit paru dengan infiltrat misalnya
bronkopneumonia, tuberkulosis paru,
4. Amforik, didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
Kadang-kadang kita perlu melakukan auskultasi di mana pasien mengucapkan beberapa
kata-kata seperti 77 atau 99. Pemeriksaan ini memberikan resonansi vokal dan ini jelas
memberikan perbedaan suara napas pada beberapa lapangan paru.
B. Bunyi napas tambahan
Bunyi napas tambahan ini merupakan suara getaran (vibrasi) dari jaringan paru yang
sakit. Pada paru sehat suara tambahan ini tidak ditemukan. Bentuk suara napas tambahan
tersebut adalah :
1. Ronki kering, adalah bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen saluran
napas akibat penyempitan. Kelainan ini terdapat pada mukosa atau adanya sekret
yang kental atau lengket. Terdengar lebih jelas pada ekspirasi walaupun pada
46
inspirasi sering terdengar. Dapat di dengar di semua bagian bronkus, makin kecil
diameter lumen, makin tinggi dan makin keras nadanya. Wheezing adalah ronki
kering yang tinggi nadanya dan panjang yang biasa terdengar pada serangan asma.
2. Ronki basah (rales) adalah suara yang berbisik dan terputus akibat aliran udara
yang melewati cairan. Ronki basah halus, sedang atau kasar tergantung besarnya
bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi. Ronki basah halus
biasanya terdapat pada bronkiale, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli
yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi
terutama terjadi pada keadaan-keadaan seperti fibrosis paru, pleuritis. Sifat ronki
basah ini dapat nyaring (infiltrat) atau tidak nyaring (pada edema paru).
3. Bunyi gesekan pleura (P. Viseralis dan P. Parietalis) yang menebal atau menjadi
kasar karena peradangan. Biasanya terjadi karena peradangan dan terdengar pada
akhir inspirasi dan awal ekspirasi,
4. Hippocrates succussion adalah suara cairan pada hidropneumotoraks yang
terdengar bila si pasien digoyang-goyangkan.

5.15 Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan fisis abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis keseluruhan, yang
dalam prakteknya merupakan lanjutan dari pemeriksaan fisis umum, pemeriksaan fisis kepala,
leher, toraks (dada), lalu pemeriksaan fisis abdomen, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis
genitalia dan perineum (bila ada indikasi), dan terakhir pemeriksaan ekstremitas.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah mendapatkan atau mengidentifikasi tanda penyakit
atau kelainan yang ada pada daerah abdomen, atau dengan perkataan lain tujuan pemeriksaan
fisis abdomen adalah menjawab pertanyaan apakah terdapat kelainan organ yang terdapat pada
daerah abdomen. Hal ini perlu ditegaskan karena sering terdapat kesalah pahaman atau salah
pengertian, yaitu abdomen diperiksa bila ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit pada
sistem gastrointestinal. Justru pada penyakit traktus gastrointestinal riwayat penyakit yang
didapat dari anamnesis merupakan data klinik yang sangat menentukan.
Yang dimaksud abdomen adalah suatu rongga dalam badan di bawah diafragma sampai
dasar pelvis. Namun demikian yang dimaksud dengan pemeriksaan fisis abdomen adalah
pemeriksaan daerah abdomen di bawah arkus kosta kanan kiri sampai daerah inguinal.
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilikus. Dengan cara
ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim disebut sebagai berikut.
a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kiri bawah
d. Kuadran kanan bawah
Kepentingan pembagian ini adalah untuk menyederhanakan penulisan laporan
misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang mencakup daerah
yang cukup luas.
2. Pembagian yang lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik dua garis sejajar
dengan garis median dan dua garis transversal yaitu yang menghubungkan dua titik paling
bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior
superior (SIAS).
a. Garis medium
b. Antara SIAS kanan dan garis median
c. Antara SIAS kiri dan garis median
d. Pinggir dinding abdomen kanan
e. Pinggir dinding abdomen kiri
f. Antara 2 titik paling bawah arkus kosta
g. Antara SIAS kanan dan kiri
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 47

Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi atas 9
regio:
1. Regio epigastrium
2. Regio hipokondrium kanan
3. Regio hipokondrium kiri
4. Regio umbilikus
5. Regio lumbal kanan
6. Regio lumbal kiri
7. Regio hipogastrium atau regio suprapubik
8. Regio iliaka kanan
9. Regio iliaka kiri

Kepentingan pembagian yang lebih rinci tersebut adalah bila kita meminta pasien untuk
menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi penjalaran rasa nyeri tersebut.
Dalam hal ini sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa nyeri beserta penjalarannya, sebab
sudah diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intraabdominal
berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik.
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah disepakati.
1. Titik Mc Burney
Yaitu titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis yang
menghubungkan SIAS dengan umbilikus. Titik Mc Burney tersebut dianggap lokasi apendiks
yang terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis.
2. Garis Schuffner
Yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan
garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk
menyatakan pembesaran limpa.

Pemeriksaan Fisis Abdomen


Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Ke
empat tahap tersebut sama pentingnya untuk dilakukan dengan seksama, meskipun informasi paling
banyak didapat dengan palpasi dan perkusi.

5.15.1. Inspeksi
Yang dimaksud dengan inspeksi adalah melihat perut baik perut bagian depan maupun
bagian belakang yang dalam buku ini disebut pinggang. Inspeksi dilakukan dengan
penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah :
1. Simetris
2. Bentuk atau kontur
3. Ukuran
4. Kondisi dinding perut
 Kelainan kulit
 Vena
 Umbilikus
 Striae alba
5. Pergerakan dinding perut

Simetris
Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang. Adanya
tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk perut tidak simetris.
Pergerakan dinding perut akibat peristaltik dalam keadaan normal atau fisiologis tidak
terlihat. Bila terlihat adanya gerakan peristaltik usus dapat dipastikan adanya hiperperistaltik
48
dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi
maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.

Bentuk dan Ukuran


Bentuk dan ukuran perut dalam keadaan normal pun bervariasi tergantung dari habitus,
jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan akibat kondisi otot dinding perut. Perut
seorang atlit dengan berat badan ideal akan terlihat rata, kencang, simetris, terlihat kontur otot
rektus abdominalis dengan sangat jelas. Pada keadaan starvasi bentuk dinding perut cekung
dan tipis, disebut bentuk skopoit. Dalam situasi ini bisa terlihat gerakan peristaltik usus.
Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien yang gemuk,
sedangkan situasi patologis yang menyebabkan perut membuncit adalah ileus paralitik,
meteorismus, asites, kistoma ovarii dan graviditas. Tonjolan yang bersifat setempat dapat
diartikan sebagai kelainan organ yang dibawahnya, misalnya tonjolan yang simetris pada
regio suprapubis dapat terjadi karena retensi urin pada hipertrofi prostat pada laki-laki
tua atau kehamilan muda pada wanita.
Sedangkan pembesaran uterus juga mengakibatkan penonjolan pada daerah tersebut.

Kelainan Kulit
Perlu diperhatikan sikatriks akibat ulserasi pada kulit, atau akibat operasi atau luka tusuk.
Pada tempat insisi operasi sering terdapat hernia insisialis. Kadang-kadang hernia insisialis
begitu besar dan menonjol sampai terlihat peristaltik usus.

Gambar 5.8
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 49

Gambar 5.9
Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah kehamilan
atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites, dan terdapat juga pada sindrom
cushing. Pulsasi arteri pada dinding perut terlihat pada pasien aneurisma aorta atau kadang-
kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien
insufisiensi katup trikuspidalis.

Pelebaran Vena
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus disebut
kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banti.
Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari
daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat obstruksi vena kava superior aliran vena ke
distal. Pada keadaan normal, aliran vena dinding perut diatas umbilikus ke kranial sedang
dibawah umbilikus alirannya ke distal. Pada umumnya mudah sekali menentukan arah aliran
vena dinding perut diatas umbilikus ke kranial.

5.15.2. Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam
rongga abdomen. Perlu ditekankan disini bahwa palpasi merupakan lanjutan dari anamnesis
50
dan inspeksi . perlu sekali diperhatikan apakah pasien ada keluhan nyeri atau rasa tidak enak
pada daerah abdomen.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan palpasi :
1. Beritahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut.
2. minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat penekanan tersebut. Bila
mungkin tanyalah seperti apa nyerinya apakah ringan, sedang, atau seperti ditusuk jarum
atau nyeri seperti kena pukul,
3. Perhatikan mimik pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan reaksi dinding perut.
Pada pasien yang sensitif (geli) akan timbul ketegangan pada dinding perut dengan
mimik pasien menahan tawa,
4. Bila hal ini terjadi palpasi dilakukan dengan halus dan pelan, serta pasien
memperhatikan/ memandang ke langit-langit, hindarkan pasien melihat perutnya sendiri
pada waktu dilakukan palpasi, bila perlu kaki ditekuk sedikit sejak awal palpasi,
5. Palpasi dilakukan secara sistematis dan sedapat mungkin seluruh dinding perut terpalpasi.
Sering terjadi daerah tengah dilupakan pada palpasi sehingga aneurisma atau tumor di
daerah tersebut tidak terdeteksi,
6. Ingatlah akan lokasi nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sehingga kita akan lebih hati-hati
dalam melakukan palpasi,
7. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan (superfisial) dan palpasi dalam
(deep palpation),
8. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual) terutama
pada pasien gemuk,
9. Biasakanlah palpasi yang seksama meskipun tidak ada keluhan yang bersangkutan
dengan penyakit straktus gastrointestinal,
10. Pasien dalam posisi supine/telantang dengan bantal secukupnya, kecuali bila pasien sesak
napas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien, kecuali pada dokter yang kidal (left
handed),

Palpasi Superfisial
Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh ruas
terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung jari.
Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus
memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. Perhatikan data yang didapat dengan palpasi
superfisial tersebut.

Palpasi Dalam
Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri yang tidak
didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada
palpasi superfisial dan yang terpenting adalah untuk palpasi organ secara spesifik misalnya
palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien
dengan otot dinding yang tebal.

5.15.3. Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tak langsung, sama seperti perkusi di rongga
toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan yang lebih perlahan.
Perkusi abdomen mempunyai bebrapa tujuan :
1. Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa,
2. Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok,
3. Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat.

Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi
lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen adalah
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 51
timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah
pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan
kemungkinan adanya udara bebas di dalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi diatas dinding
perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu
sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shiffting dullnes). Pemeriksaan shiffting
dullnes sangat patognomis dan lebih dapat dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang
cairan. Suatu keadaan yang disebut fenomena papan catur (chessboard phenomen) di
mana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah,
sering ditemukan pada pasien peritonitis tuberkulosa.

5.15.4. Auskultasi
Urutan pemeriksaan fisis yang lazim adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi,
namun pada pemeriksaan fisis abdomen auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dahulu setelah
atau bersamaan dengan inspeksi.
Auskultasi abdomen bertujuan untuk mendengarkan :
1. Suara peristaltik
2. Suara pembuluh darah

Suara peristaltik
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar tanpa
menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar. Jika terdapat
obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit
yang bersifat kolik.
Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi. Pada keadaan kelumpuhan usus
(paralisis) misalnya pada pasien pasca operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini
sangat lemah dan jarang bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi
pada tahap lanjut dari obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Dalam keadaan
ini kadang-kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi.

Suara pembuluh darah


Suara sistolik atau diastolik atau murmur mungkin dapat didengar pada auskultasi
abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati
karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-kadang disertai dengan terabanya
getaran (thrill), dapat didengar diantara umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula
arteriovenosa intraabdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur.

Beberapa Cara Pemeriksaan Asites


a. Cara pemeriksaan gelombang cairan.
Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan perut yang agak
tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada
satu sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya.
Sementara itu mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka
tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri)
diletakkan ditengah-tengah perut dengan sedikit tekanan.
b. Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shiffting dullness)
c. Untuk cairan yang lebih sdikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah beberapa saat,
pada perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.
d. Pemeriksaan Puddle dign
52
Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan pada
bagian perut terbawah didengar perbedaan suara yang ditimbulkan karena ketukan jari-
jari pada sisi perut sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
e. Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian bawah.

Pemeriksaan Jasmani Organ Abdomen

Hati
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio hipokondrium
kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misalnya pada tumor hati) akan terlihat
permukaan abdomen yang asimetris antara daerah hipokondrium kanan dan kiri.
Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan dan lengkung iga
kanan akan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila ujung tepi hati melewati batas
lengkung iga akan dapat diraba. Dikatakan hati teraba bila ada sensasi sentuhan antara jari
pemeriksa dengan pinggir hati.
Agar memudahkan perabaan diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60 0.
b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal inspirasi jari
bergerak ke kranial dalam arah parabolik.
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati
pada saat inspirasi maksimal.

Sinkronisasi dari berbagai gerak tersebut memerlukan pemahaman yang seksama dan
latihan serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar dan elegan atau dengan istilah
lain dikerjakan secara lege artis yaitu harus rapi, tepat, seksama,tanpa menimbulkan ketidak-
nyamanan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar dinding
abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan
kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas
lagi bila arah jari membentuk sudut 450 dengan garis median, ujung jari terletak pada bagian
lateral muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati
lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan. Dinding
abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat menyentuh
tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah
lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi.
Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi
sebagai berikut :
 Beberapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?
 Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau tumpul pada tumor
hati?
 Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras (pada tumor
hati)?
 Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol.
 Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada antara lain abses hati dan tumor
hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi.

Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa pada
kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga
harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena adanya
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 53
perubahan bentuk diafragma (misalnya emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran
lobus kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah
epigastrium. Bentuk tepi hati yang teraba pada palpasi dapat ditelusuri mulai dari sisi lateral
lengkung iga kanan sampai dengan epigastrium, sehingga bentuk proyeksinya pada dinding
abdomen dapat digambar.
Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada sela iga
6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya emfisema paru, batas ini akan lebih rendah
sehingga besar hati yang normal dapat teraba tepinya padawaktu palpasi. Perkusi batas atas
dan batas bawah hati (perubahan suara dari redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya
pengecilan hati (misalnya pada sirosis hati).
Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.

Limpa
Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak
teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai
regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai
dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga
kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang
dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai di spina
iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat ke arah kanan (
ke arah pemeriksa).
Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai berikut :
 Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai dengan S-VIII)?
 Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi portal) atau
keras seperti pada malaria?

Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba
insisuranya.

Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan cara
bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada
dinding abdomen di ventralnya. Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidroneposis) akan
teraba diantara kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba
benturannya di tangan lain. Fenomena ini dinamakan ballotement positif. Pada keadaan
normal ballotement negatif.

Abdomen Bagian Bawah


Adanya akumulasi gas pada saluran cerna dapat melihat dalam bentuk perut yang
membuncit dimana pada perkusi terdengar timpani. Kolon yang terisi feses pada dapat teraba
pada palpasi. Yang relatif mudah teraba pada palpasi adalah kolon asenden dan desenden
pada regio lumbal kanan dan kiri dan lebih mudah bila diperiksa secara bimanual. Tumor
kolon dapat teraba sebagai massa yang dapat digerakkan relatif secara bebas.
Pada auskultasi harus dinilai bising usus yang ditimbulkan oleh gerakan udara dan air
dalam lumen akibat peristaltik. Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3x
permenit. Pada keadaan
1. Inflamasi usus, bising usus akan lebih sering terdengar.
2. Pada ileus obstruksif, bising usus mempunyai nada yang tinggi seperti bunyi metal.
3. Pada ileus paralitik, bising usus menjadi jarang, lemah dan dapat menghilang sama
sekali.
54
Borboigmi adalah bising usus yang sering dan tidak jarang dapat langsung didengar tanpa
stetoskop.

Perineum
Pemeriksaan abdomen akan lengkap dengan pemeriksaan perinium dan colok dubur.
Untuk pemeriksaan ini penting dijelaskan terlebih dahulu pada pasien tentang tujuan dan
manfaatnya.
Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kiri dengan kedua lutut terlipat kearah
dada. Pemeriksaan memakai sarung tangan. Dengan menerangkan cahaya yang adekuat,
bokong kanan pasien ditarik keatas dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa sehingga kita
dapat melakukan inspeksi perineum dengan baik. Adanya hemoroid eksterna atau interna
yang prolaps, fisura ani, ataupun tumor dapat dinilai dengan baik.

Colok Dubur
Pasien dalam posisi miring lateral dekubitus kiri. Oleskan jari telunjuk tangan kanan yang
telah memakai sarung tangan dengan jeli atau vaselin dan juga oleskan pada anus pasien.
Beritahu pasien bahwa kita akan memasukkan jari ke dalam anus. Letakkan bagian palmar
ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan secara perlahan tekan agak memutar sehingga
jari tangan masuk kedalam lumen anus.
Masukan lebih dalam secara perlahan-lahan sambil menilai apakah terdapat spasme anus
(misalnya pada fisura ani), massa tumor, rasa nyeri, mukosa yang teraba ireguler, pembesaran prostat
pada laki-laki atau penekanan dinding anterior oleh vagina/rahim pada wanita . Pada waktu jari
telunjuk dikeluarkan dari anus, perhatikan pada sarung tangan apakah terdapat darah, lendir,
ataupun bentuk feses yang menempel. Pada akhir pemeriksaan colok dubur jangan lupa
membersihkan dubur pasien dari sisa jeli/kotoran dengan menggunakan kertas toilet.

5.16. Pemeriksaan Obstetri

5.16.1. Pendahuluan
Ilmu Kebidanan atau Obstetri ialah bagian Ilmu Kedokteran yang khusus mempelajari
segala soal yang berhubungan dengan lahirnya bayi.Dengan demikian, yang menjadi obyek
ilmu ini ialah kehamilan, persalinan, nifas dan bayi yang baru dilahirkan.
Ilmu Kebidanan menjadi dasar usaha-usaha yang dalam bahasa Inggris dinamakan
maternity care. Menurut definisi WHO Expert Committee on Maternity Care yang kemudin
diubah sedikit oleh WHO Expert Committee on the Midwife in Maternity Care. Tujuan
Maternity Care atau Pelayanan Kebidanan ialah “ menjamin , agar setiap wanita hamil dan
wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara kesehatannya sesempurna-sesempurnanya
agar wanita hamil melahirkan bayi sehat tanpa gangguan apa pun dan kemudian dapat
merawat bayinya dengan baik “.
Pelayanan Kebidanan dalam arti yang terbatas terdiri atas:
1. Pengawasan serta penanganan wanita dalam masa hamil dan pada waktu persalinan;
2. Perawatan dan pemeriksaan wanita sesudah persalinan;
3. Perawatan bayi yang baru lahir; dan
4. Pemeriksaan laktasi.

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal
adalah 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari ) dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3
bulan , triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan , triwulan ketiga dari bulan ketujuh
sampai 9 bulan.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 55
Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya keadan pelayanan
kebidanan ( maternity care ) dalam suatu Negara ataudaerah ialah kematian mternal
(maternal mortality ). Menurut definisi WHO “ kematian maternal ialah kematian seorang
wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun,
terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan “.
Angka kematian maternal (maternal mortality rate ) ialah jumlh kematian maternal
diperhitungkan terhadap 1000 atau 10.000 kelahirn hidup, kini dibeberapa negara malahan
terhadap 100.000 kelahiran hidup.
Dengan tercapainya kematian maternal yang rendah, maka sekarang kematian bayi
dianggap sebagai ukuran yang lebih baik untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Untuk
ini digunakan angka kematian perinatal ( perinatal mortality rate ) yang terdiri atas jumlah
anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidup waktu dilahirkan , ditambah dengn jumlah
anak yang meninggal dalam minggu pertama kehidupannya, untuk 1000 kelahiran.
Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak
ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.
Tujuan asuhan antental :
 Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan tumbuh kembang bayi.
 Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dn social ibu dan bayi.
 Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
 Mempersiapkan persalinan cukup bulan , melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya
dengan trauma seminimal mungkin.
 Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi eksklusif.
 Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan:


 Satu kali pada triwulan pertama.
 Satu kali pada triwulan kedua.
 Dua kali pada triwulan ketiga.

Pelayanan / asuhan standar minimal termasuk “ 7 T “ :


 (Timbang ) berat badan.
 Ukur (Tekanan) darah.
 Ukur (Tinggi) fundus uteri.
 Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap.
 Pemberian (Tablet) zat besi, minimal 90 tablet selama hamil.
 (Tes) terhadap penyakit menular seksual.
 (Temu) wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Penilaian Klinik

Penilaian klinik merupakan proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak pertama
antara petugas kesehatan dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada pemeriksaan
minggu setelah persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas mengumpulkan dan
menganalisa data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intruterin, serta ada tidaknya komplikasi atau masalah.

5.16.2. Anamnesis.
Riwayat kehamilan ini :
 Usia ibu hamil.
56
 Hari pertama haid terakhir., siklus haid.
 Perdarahan pervaginam.
 Keputihan.
 Mual dan muntah.
 Masalah / kelainan pada kehamilan sekarang.
 Pemakaian obat-obat ( termasuk jamu-jamuan ).

Riwayat obstetri lalu :


 Jumlah kehamilan.
 Jumlah persalinan.
 Jumlah persalinan cukup bulan.
 Jumlah persalinan premature.
 Jumlah anak hidup.
 Jumlah keguguran.
 Jumlah aborsi.
 Perdarahan pada kehamilan, persalinan, nifas terdahulu.
 Adanya hipertensi dalam kehamilan pada kehamilan terdahulu.
 Berat bayi < 2500 gram atau > 4000 gram.
 Adanya masalah-masalah dalam kehamilan , persalinan, nifas terdahulu.

Riwayat penyakit :
 Jantung.
 Tekanan darh tinggi.
 Diabetes mellitus.
 TBC.
 Pernah operasi.
 Allergi obat / makanan.
 Ginjal.
 Asma.
 Epilepsi.
 Penyakit hati.
 Pernah kecelakaan.

Riwayat sosial ekonomi ;


 Status perkawinan.
 Respon ibu terhadap kehamilan.
 Jumlah keluarga di rumah yang membantu.
 Siapa pembuat keputusan dalam keluarga.
 Kebiasaan makan dan minum.
 Kebiasaan merokok, menggunakan obat-obat dan alcohol.
 Kehidupan seksual.
 Pekerjaan dan aktifitas sehari-hari.
 Pilihan tempat untuk melahirkan.
 Pendidikan.
 Penghasilan.

5.16.3. Pemeriksaan.
Fisik umum:
( Kunjungan pertama )
 Tekanan darah.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 57
 Suhu badan.
 Nadi.
 Pernafasan.
 Berat badan.
 Tinggi badan.
 Muka; edema, pucat.
 Mulut dan gigi ; kebersihan, karang gigi.
 Tiroid / gondok.
 Tulang belakan / punggung ; scoliosis.
 Payudara ; putting susu.
 Abdomen ; bekas operasi.
 Ekstremitas ; edema, varises, refleks patella.
 Kulit; kebersihan / penyakit kulit.
( Kunjungan berikut )
 Tekanan darah.
 Berat badan.
 Edema.
 Masalah dari kunjungan pertama..

Pemeriksaan luar:
(Pada setiap kunjungan)
 Mengukur tinggi fundus uteri.
 Palpasi untuk menentukan letak janin (atau lebih 28 minggu), Dengan pemeriksaan cara
Leopold I,II,III,IV.
 Auskultasi detak jantung janin.
Pemeriksaan dalam:
(Pada kunjungan pertama)
 Pemeriksaan vulva / perineum untuk menilai ; varises, kondiloma, edema, hemoroid,
kelainan lain.
 Pemeriksaan dengan speculum untuk menilai ; serviks, tanda-tanda infeksi, pengeluaran
cairan dari ostium uteri.
 Pemeriksaan dalam untuk menilai ; serviks, uterus, adneksa, bartholin, skene, uretra, luas
panggul.

Laboratorium:
( Kunjungan pertama )
 Darah ; hemoglobin.
 Urin ; warna, bau, kejernihan, protein, glukosa.

Memantau tumbuh kembang janin ( nilai normal ):


 Usia kehamilan 12 minggu ; tinggi fundus menggunakan penunjuk-penunjuk badan
hanya teraba diatas simfisis pubis.
 Usia kehamilan 16 minggu : tinggi fundus menggunakan penunjuk-penunjuk badan
ditengah , antara simfisis pubis dan umbilicus.
 Usia kehamilan 20 minggu ; tinggi fundus dalam cm adalah 20 cm, menggunakan
penunjuk-penunjuk badan pada umbilicus.
 Usia kehamilan 28 minggu : tinggi fundus dalm cm adalah 28 cm, menggunakan
penunjuk-penunjuk badan ditengah , antara umbilicus dan prosesus sifoideus.
 Usia kehamilan 36 minggu : tinggi fundus dalam cm adalah 36 cm, menggunakan
penunjuk-penunjuk badan pada prosesus sifoideus.
58

5.16.4. Diagnosis.
Diagnosis dibuat untuk menentukan hal-hal sebagai berikut :
 Kehamilan normal ; mempunyai tanda-tanda positif yaitu perubahan warna pada
serviks, warna aerola lebih gelp, pembesaran payudara, pembesaran abdomen, (+)
detak jantung janin, ukuran uterus sama / sesuai usia kehamilan, pemeriksaan fisik dan
labortorium normal.
 Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk konsultasi dan
atau kerjasama penanganannya ; seperti hipertensi, anemia berat, tumbuh kembang janin
terhambat didalam uterus, infeksi saluran kemih, penyakit kelamin atau kondisi lain-lain
yang dapat memperburuk selama kehamilan.

Jadwal kunjungan ulang :


Kunjungan I 16 minggu dilakukan untuk :
 Penapisan dan pengobatan anemia.
 Perencanaan persalinan.
 Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan persalinan.
Kunjungan II 24-28 minggu dan kunjungan III 32 minggu, dilakukan untuk :
 Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
 Penapisan preeklampsi, gemelli, infeksi alak reproduksi dan saluran perkemihan.
 Mengulang perencanaan persalinan.
Kunjungan IV 36 minggu sampai lahir, dilakukan untuk :
 Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III.
 Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi.
 Memantapkan rencana persalinan.
 Mengenali tanda-tanda persalinan.

5.17. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Pada Bayi Dan Anak

5.17.1. Pendahuluan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada anak memerlukan keterampilan khusus.
Dokter yang merawat pasien anak harus mengembangkan daya pengamatan serta
perasaannya. Seringkali penggabungan kedua daya tersebut dapat menuju tercapainya
diagnosis secara cepat dan tepat. Seorang Dokter harus berusaha bersikap sabar, lembut dan
menyenangkan. Sedapat mungkin dapat diciptakan hubungan dokter, pasien dan keluarga
yang baik sehingga akan timbul rasa percaya dan yakin dari pasien dan keluarganya.
Pendekatan dalam pemeriksaan fisik tergantung kepada umur dan keadaan anak.
Pada umumnya bayi dan anak kecil akan merasa lebih aman dan berkurang rasa takutnya
dengan kehadiran orang tua, terutama ibu. Pemeriksaan fisik pada umumnya sama dengan
orang dewasa, dilakukan pada seluruh tubuh, namun pada bayi dan anak tidak harus dengan
urutan tertentu. Pemeriksaan yang menggunakan alat seperti pemeriksaan tenggorok, mulut,
telinga, suhu tubuh, tekanan darah dan lain-lain sebaiknya dilakukan paling akhir, karena
dengan melihat atau memakai alat-alat, seorang anak dapat menjadi takut atau merasa tidak
nyaman, sehingga menolak diperiksa lebih lanjut.

5.17.2. Anamnesis
Dalam bidang ilmu kesehatan anak, aloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih
penting daripada autoanamnesis, karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat
memberikan keterangan tentang penyakitnya.
Pada seorang pasien bayi dan anak, anamnesis merupakan bagian yang sangat
penting dan sangat menentukan dalam pemeriksaan klinis. Diperkirakan tidak kurang dari
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 59
80% data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Bahkan
dalam beberapa keadaan terentu, anamnesis merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya
kunci menuju diagnosis.
Berdasarkan anamnesis sering dapat ditentukan sifat dan besarnya penyakit serta
terdapatnya faktor-faktor yang mungkin menjadi latar belakang penyakit, yang semua
berguna dalam menentukan sikap untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Hambatan langsung yang dijumpai pada pembuatan anamnesis pasien anak adalah
pada umumnya anamnesis berupa aloanamnesis (heteroanamnesis) dan bukan
autoanamnesis, sehingga pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias,
karena data tentang keadaan pasien berdasarkan asumsi atau persepsi orang tua atau
pengantar. Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan, adat, tradisi, kepercayaan,
kebiasaan dan faktor budaya lainnya.
Dalam melakukan anamnesis pemeriksa harus memperhatikan keadaan pasien. Pada
kasus gawat darurat misalnya, anamnesis biasanya terbatas pada keluhan utama dan hal-hal
yang sangat penting untuk mengatasi keadaan daruratnya. Pada kesempatan berikutnya yakni
bila keadaan pasien sudah stabil barulah anamnesis dilengkapi.

Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis pada anak


Salah satu sistematika yang lazim dilakukan dalam membuat anamnesis pada anak
adalah sebagai berikut :

1
3 2

4 5 6, 7, 8, 9

C B A
Lahir Awal timbulnya Saat pembuatan
Gejala penyakit anamnesis

Gambar 5.10

Setelah dipastikan identitas pasien dengan lengkap,


1. Tanyakan keluhan utama (1),
2. Kemudian tanyakan lebih rinci tentang perjalanan penyakit (2)
3. Secara kronologis yakni sejak pasien menunjukkan gejala pertama (b) sampai saat
dilakukan anamnesis (a), riwayat penyakit terdahulu, baik yang berkaitan dengan
penyakit sekarang maupun yang tidak (3),
4. Riwayat kehamilan ibu (4),
5. Riwayat kelahiran (5),
6. Riwayat makanan (gizi) (6),
7. Riwayat imunisasi (7),
8. Riwayat tumbuh kembang anak (8),
9. Serta riwayat keluarga (9)

Identitas Pasien : Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak
yang dimaksud dan tidak keliru dengan anak lain. Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
nama orang tua, alamat, umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua.

Riwayat kehamilan Ibu : Keadaan kesehatan Ibu saat hamil, ada atau tidak adanya penyakit
selama hamil, upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut, berapa kali
60
kunjungan anternatal dan kepada siapa (dukun, perawat, bidan, dokter umum, dokter spesialis
kebidanan), apakah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT), obat-obat yang diminum
selama kehamilan, merokok atau minum minuman keras selama hamil serta makanan Ibu
selama hamil.

Riwayat kelahiran : Tanggal dan tempat kelahiran, Siapa yang menolong (dukun, perawat,
bidan, dokter umum, dokter spesialis kebidanan), cara kelahiran (spontan, ekstrasi forcep,
vakum, operasi sc), nilai agar, berat dan panjang lahir, keadaan segera setelah lahir (langsung
menangis, perlu nafas buatan dll), keadaan bayi pada hari-hari pertama setelah lahir, masa
kehamilan (cukup bulan, kurang bulan, lewat bulan), catatan medik puskesmas atau rumah
bersalin, kondisi bayi yang berkaitan dengan kelahiran (asfiksia, trauma lahir, infeksi
intrapartum, ikterus dll)

Riwayat makanan : Makanan yang dikonsumsi anak beberapa waktu sebelum sakit dan
sejak bayi, baik dari segi jenis, kualitas (nilai gizi) dan kuantitas (jumlahnya), pada bayi
ditanya pemberian air susu ibu (ASI) atau pengganti ASI (PASI) atau keduanya. Untuk PASI
ditanya jenis dan merknya, takaran, frekuensi dan jumlah sekali pemberian, makanan
tambahan mulai umur berapa diberikan serta jenis, jumlah dan penjadwalannya.

Riwayat imunisasi : Jenis imunisasi dasar dan ulangan (booster) yang sudah diberikan,
apakah sudah sesuai dengan jadwal yang diberikan. Jadwal pemberian imunisasi dasar pada
bayi adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1

Nama Imunisasi Umur pemberian Penyakit yang dicegah


BCG 0 – 2 bulan Tuberkulosis
Hepatitis 1 Saat lahir (0 bulan) Hepatitis B
Hepatitis 2 1 bulan
Hepatitis 3 6 bulan
Polio 0 Saat lahir (0 bulan) Poliomielitis
Polio 1 2 bulan
Polio 2 3 bulan
Polio 3 4 bulan
Polio ulangan (booster) 18 bulan
DPT 1 2 bulan Difteri, Pertusis, Tetanus
DPT 2 3 bulan
DPT 3 4 bulan
DPT ulangan (booster) 18 bulan
Campak 9 bulan Campak

Lebih baik lagi bila dibantu dengan catatan yang ada dikartu menuju sehat (KMS) atau kartu
kunjungan ke dokter serta tempat imunisasi diberikan.

Riwayat tumbuh kembang: Status pertumbuhan dapat ditelaah dari kurva berat badan
terhadap umur dan panjang badan terhadap umur dari KMS atau kartu pemeriksaan
kesehatan yang lain. Status perkembangan anak ditelaah apakah semua tahapan
perkembangan sudah sesuai dengan umur ataukah ada penyimpangan. Adapun tahapan
perkembangan yang normal anak usia 0 – 5 tahun adalah sebagai berikut :
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 61
Tabel 5.2
Usia Tahapan Perkembangan

Usia 0 – 3 bulan ~ Belajar mengangkat kepala


~ Mengikuti obyek dengan matanya
~ Melihat muka orang dan tersenyum
~ Bereaksi terhadap suara/bunyi
Usia 3 – 6 bulan ~ Mengangkat kepala 90o dan mengangkat dada dengan
bertopang tangan
~ Berusaha meraih benda-benda
~ Menaruh benda-benda dimulut
~ Tertawa atau menjerit bila diajak bermain
~ Berusaha mencari benda-benda yang hilang
Usia 6 – 9 bulan ~ Dapat tengkurap dan berbalik sendiri
~ Dapat duduk tanpa dibantu
~ Dapat merangkak
~ Memindah benda dari satu tangan ke tangan lain
~ Memegang benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk
~ Mengeluarkan ‘kata’ tanpa arti
~ Takut kepada orang asing
Usia 9 – 12 bulan ~ Berdiri sendiri tanpa dibantu
~ Berjalan dituntun
~ Menirukan suara, belajar menyatakan 1 atau 2 kata
~ Mengerti perintah/larangan sederhana
~ Ingin memasukkan semua benda ke mulutnya
~ Berpartisipasi dalam permainan
~ Berdiri sendiri tanpa dibantu
~ Berjalan dituntun
~ Menirukan suara, belajar menyatakan 1 atau 2 kata
~ Mengerti perintah/larangan sederhana
~ Ingin memasukkan semua benda ke mulutnya
~ Berpartisipasi dalam permainan
Usia 12 – 18 bulan ~ Berjalan dan mengeksplorasi rumah dan
sekelilingnya
~ Menyusun 2 atau 3 kotak
~ Mengucapkan 5 – 10 kata
~ Memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing
Usia 18 – 24 bulan ~ Naik turun tangga
~ Menyusun 6 kotak
~ Menunjuk mata dan hidungnya
~ Menyusun kalimat dengan 2 kata
~ Belajar makan sendiri
~ Belajar mengontrol buang air kecil/besar
~ Menaruh minat yang dikerjakan orang-orang
besar
~ Bermain dengan anak-anak lain.

Usia 2 – 3 tahun ~ Meloncat, memanjat


~ Membuat jembatan dengan 2 kotak
~ Mampu menyusun kalimat sederhana
~ Menggambar lingkaran
62
Usia 3 – 4 tahun ~ Berjalan sendiri mengunjungi rumah tetangga
~ Belajar memakai/membuka pakaian
~ Menggambar orang dengan kepala dan badan
~ Mengenal 2 atau 3 warna
~ Bicara dengan baik, menyebut nama, jenis
kelamin dan umurnya
~ Mengenal sisi atas, bawah, muka, belakang
Usia 4 – 5 tahun ~ Melompat, menari
~ Menggambar orang dengan kepala, lengan
badan
~ Menggambar segitiga dan segiempat
~ Menghitung jari-jari, menyebut hari dalam
seminggu
~ Mengenal 4 warna
~ Memperkirakan bentuk dan besar benda
~ Membedakan besar dan kecil benda
~ Menirukan aktivitas orang dewasa

Pada anak usia sekolah perkembang


an secara kasar dapat diketahui dengan menelaah prestasi belajar anak, sedangkan pada anak
usia sekolah lanjut perlu ditanya tentang umur pertama kali haid (perempuan). Ditanya juga
ada tidaknya kelainan tingkah laku dan emosi

Riwayat keluarga : Untuk memperoleh gambaran keadaan sosial, ekonomi, budaya dan
kesehatan keluarga pasien, adanya penyakit bawaan dan penyakit keturunan. Kalau perlu
dibuatkan pedigri terutama bila ditemukan kelainan genetik herediter atau familial.

Corak reproduksi Ibu : Umur Ibu saat hamil/melahirkan, terutama yang pertama, umur
kakak adiknya sehingga dapat diketahui jarak (interval) kelahiran, jumlah persalinan,
termasuk aborsi.

5.17.3. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Cara pemeriksaan fisik pada bayi dan anak pada umumnya sama dengan cara
pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan inspeksi (periksa lihat), palpasi
(periksa raba), perkusi (periksa ketuk), auskultasi (periksa dengar). Pada keadaan tertentu
urutan tidak harus demikian, misalnya auskultasi dikerjakan lebih dulu setelah inspeksi
umum sebelum anak terlanjur menangis dengan pertimbangan bila anak menangis bising usus
bisa meningkat dan bising jantung sulit dinilai.

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : yang dinilai meliputi kesan keadaan sakit, kesadaran, dan status gizi.
Kesadaran bisa dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Secara kualitatif bisa komposmentis,
apatis, somnolen, sopor atau koma. Secara kuantitatif kesadaran ditentukan dengan Glasgow Coma
Scale dan modifikasinya untuk penderita anak, diantaranya adalah Blantyre Coma Scale sebagai
berikut :
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 63
Tabel 5.3

Penilaian Respon Nilai


Pergerakan mata Terarah (mengikuti perintah) 1
Tidak terarah 0
Respon verbal Menangis yang wajar 2
Menangis tidak wajar (merintih) 1
Tidak menangis 0
Rangsang motorik Respon terhadap rangsang nyeri setempat 2
Menarik tungkai dari rangsangan 1
Respon tidak spesifik atau tidak ada 0
Jumlah 0-5

Penilaian status gizi secara klinis dilakukan terutama dengan inspeksi dan palpasi. Pada
inspeksi dapat dilihat porporsi atau postur tubuhnya (baik, kurus, gemuk) atau kelainan yang
menyebabkan proporsi tubuh berubah (misalnya hidrosefolus, edema anasarka,
akondroplasia).
Tanda malnutrisi dapat dilihat dari penonjolan tulang, tulang keriput, perut buncit atau
justru cekung (skafoid) serta otot yang hipotrofik. Sebaliknya tanda gizi lebih atau obesitas
dapat dilihat dari wajah yang tampak membulat, dagu bersusun, payudara besar. Dari palpasi
dilakukan pemeriksaan “cubit tebal” untuk menentukan tebal jaringan lemak subkutan dan
keadaan otot terutama daerah ekstremitas apakah eutrofi, atrofi, hipotrofi atau hipertrofi.
Penilaian status gizi dilengkapi dengan data antropometrik yang meliputi berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, tebal lipatan kulit, lingkaran kepala, lingkaran dada, dan lingkaran
perut serta hasil pemeriksaan laboratorium.

Tanda – tanda vital


Nadi : penilaian mencakup frekuensi, irama, isi dan ekualitas nadi. Nilai normal frekuensi
nadi pada bayi dan anak berdasarkan umur adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4
Frekuensi (kali/menit)
Istirahat tidur
Umur Istirahat
bangun
Baru lahir 50 – 75 30 – 45
1 minggu – 3 bulan 60 – 90 40 – 70
3 bulan – 2 tahun 75 – 100 50 – 75
2 tahun – 10 tahun 80 – 115 50 – 75
> 10 tahun 85 – 125 50 – 80

Tekanan Darah :
Tekanan darah normal pada bayi dan anak sesuai umur adalah :
Tabel 5.5
Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Umur
(mm Hg) (mm Hg)
0 – 1 bulan 50 – 75 30 – 45
1 – 12 bulan 60 – 90 40 – 70
1 – 3 tahun 75 – 100 50 – 75
4 – 8 tahun 80 – 115 50 – 75
9 – 15 tahun 85 – 125 50 – 80
64
Sedangkan ukuran manset sfigmomanometer sesuai umur adalah :

Tabel 5.6
Umur Lebar manset (cm)
0 – 1 tahun 5,0
1 – 5 tahun 7,0
5 – 12 tahun 9,5
> 12 tahun 12,5

Pernapasan : penilaian mencakup frekuensi, kedalaman, irama dan tipe pernapasan.


Frekuensi pernapasan normal permenit pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :

Tabel 5.7
Umur Frekuensi pernapasan per menit
Neonatus 40 – 60
1 bulan – 1 tahun 30 – 60
1 tahun – 2 tahun 25 – 50
3 tahun – 4 tahun 20 – 30
5 tahun – 9 tahun 15 – 30
10 tahun atau lebih 15 – 30

Suhu Tubuh : Pengukuran suhu dilakukan selama 3 menit. Pada umumnya yang diukur
adalah suhu aksila. Normal suhu aksila 36oC – 37oC. Suhu oral 0,5oC lebih tinggi dari suhu
aksila.

Pemeriksaan Kepala Dan Leher


Bentuk dan ukuran : Pengukuran lingkaran kepala pada diameter frontooksipital terbesar
hendaknya rutin dilakukan sampai anak berusia 2 tahun.
Tabel 5.8
Umur Ukuran Lingkaran kepala
Lahir 35 cm
6 bulan 43,5 cm
1 tahun 47 cm
6 tahun 53 cm

Dinamakan makrosefali bila lingkaran kepala yang lebih besar dari normal, tersering
disebabkan oleh hidrosefalus. Disebut mikrosefali bila lingkaran kepala lebih kecil dari
ukuran normal. Biasanya menyertai kelainan bawaan yang disertai retardasi motorik dan
mental.

Ubun-ubun (Fontanel) : Ubun-ubun kecil teraba sampai umur 4-8 minggu, sedangkan ubun-
ubun besar pada umur 18 bulan – 2 tahun. Ubun-ubun terlambat menutup pada hidrosefalus,
hipotiroidisme, rubela kongenital, malnutrisi, sifilis, sindrom Down, dll. Pada
kraniosinostosis dan osteopetrosis ubun-ubun menutup
lebih dini. Ubun-ubun besar menonjol pada keadaan tekanan intrakranial yang meningkat
akibat perdarahan intraventrikular, meningitis, hidrosefalus, hematoma subdural ataupun
tumor intrakranial, sedangkan tampak cekung pada dehidrasi dan malnutrisi.

Rambut : Rambut jarang, kemerahan seperti rambut jagung terdapat pada pasien malnutrisi
energi protein. Bayi baru lahir sering berambut lebat di bahu dan punggung, biasanya hilang
spontan dalam 3 bulan.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 65

Mata : Bayi mulai dapat melihat benda sejak umur 1 bulan. Umur 2 bulan sudah dapat
mengikuti pergerakan jari-jari. Umur 6 bulan sudah dapat memfokuskan pada obyek tertentu.
Bayi lebih besar dan anak kecil dapat dinilai penglihatannya dengan melihat reaksinya
terhadap mainan atau keadaan sekitar.
Flikten adalah nodul kecil, banyak satu atau lebih warna abu-abu agak kuning, pada
beberapa bagian konjungtiva dan kornea.
Bercak bitot merupakan bercak segitiga pada kedua sisi kornea warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kerin kadang-kadang juga mikroorganisme. Didapatkan pada
avitaminosis A.
Oftalmia neonatorum paling sering ditemukan adalah konjungtivitis gonoroika.
Xeroftalmia merupakan keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi kering,
kesannya menjadi lunak.

Pendengaran : Neonatus sudah bereaksi terhadap suara. Pada bayi agak besar, kesan
ketajaman pendengaran dapat diambil dari reaksinya terhadap suara. Pada anak besar
biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik, garpu penala, detak
arloji atau audiometer. Normalnya detak jam masih terdengar baik pada jarak kira-kira 12,5 –
37,5 cm.

Mulut dan tenggorokan : Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau napas dan
dengan bantuan alat (spatula lidah).
Selaput lendir : Stomatis, akibat infeksi
Salivasi : Hipersalivasi pada neonatus mencurigakan adanya atresia esofagus, sedangkan
pada anak yang lebih besar dapat terjadi bila gigi akan tumbuh, stomatitis, keterbelakangan
mental, epiglotitis akut atau pada peritonsilar abses.

Gigi susu mulai tumbuh pada usia 5 bulan dan ke 20 gigi sudah harus tumbuh semua pada
umur 3 tahun. Adapun rata-rata tumbuhnya gigi susu adalah sebagai berikut :

Tabel 5.9
Jenis gigi susu Umur tumbuh
2 Insisor sentral bawah 5- 10 bulan
2 Insisor sentral atas 8-12 bulan
2 Insisor lateral atas 9-13 bulan
2 Insisor lateral bawah 10-14 bulan
2 molar pertama bawah 13-16 bulan
2 molar pertama atas 13-17 bulan
4 kuspid 12- 22 bulan
4 molar kedua 24-30 bulan

Kelambatan pertumbuhan gigi antara lain terdapat pada hipertiroidisme dan hipopituitarisme.
Gigi susu yang pertama kali tanggal biasanya adalah insisor sentral bawah dan gigi susu
terakhir tanggal pada umur 12 tahun.

Faring. Perhatikan dinding posterior faring apakah terdapat hiperemia, edema, membran,
eksudat, abses atau post nasal drips. Infeksi difteria memberikan bercak putih abu-abu yang
sulit diangkat dan bila diangkat paksa akan mudah berdarah, yang disebut pseudomembran.
Besar tonsil dinyatakan dalam T0, T1, T2 dan T3

Langit-langit. Palatoskisis : Celah pada garis tengah akibat kegagalan prosesus palatum untuk
saling bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung dengan rongga
66
mulut. Torus palatinus : Adanya benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar
seperti tumor.

Leher. Pada bayi leher tampak pendek, baru pada usia 3-4 tahun tampak memanjang. Leher
pendek abnormal terdapat pada sindrom Hunter, Nonan, Turner, kondrodistrofi dan
hipertiroidisme. Tortikolis adalah kelainan posisi kepala miring kesatu sisi dan terputar
kesisi yang lain akibat pemendekan m. sternokleidomastoideus.
Tortikolis bawaan terjadi akibat perdarahan pada m. sternokleidomastoideus yang
disebabkan trauma lahir, menyembuh dengan fibrosis yang membesar dalam waktu 2-4
minggu dan mengecil kemudian menghilang dalam waktu 4-8 bulan.
Tortikolis didapat terjadi pada subluksasi nontraumatik sendi atlantoaksial akibat
proses peradangan di sekitar leher. Kelenjar getah bening servikal merupakan massa yang
paling sering dijumpai. Bila diameternya lebih dari 1 cm berarti abnormal.

Pemeriksaan Dada
Inspeksi : bentuk dada, simetri dada, gerakan dada pada pernafasan, deformitas, penonjolan,
pembengkakan dll. Pemeriksaan jantung secara inspeksi bisa diketahui denyut apeks jantung
terutama pada anak yang kurus atau bila terdapat pembesaran jantung.

Palpasi : Pemeriksaan paru secara palpasi dapat menemukan asimetri toraks, fremitus suara
atau adanya krepitasi subkutis. Sedangkan pada pemeriksaan jantung dapat diraba getaran
bising (thrill).

Perkusi : Suara perkusi paru normal adalah sonor. Suara perkusi yang abnormal dapat berupa
hipersonor atau timpani, redup atau pekak apabila terdapat konsolidasi jaringan paru
(pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga pleura. Perkusi untuk
menentukan batas paru-jantung sulit dilakukan pada bayi dan anak kecil. Pada anak yang
lebih besar perkusi yang cermat dapat menentukan besarnya jantung.

Auskultasi : pada paru untuk mendeteksi suara napas dasar dan suara napas tambahan.
Suara napas dasar adalah Vesikular. Sedangkan suara nafas tambahan berupa ronki basah
(rales), ronki kering (rhonchi) dan wheezing (mengi). Auskultasi jantung dimulai dengan
memperhatikan bunyi jantung, kemudian bising jantung.

Pemeriksaan Abdomen
Pada bayi dan anak kecil pemeriksaan abdomen seringkali didahulukan daripada
pemeriksaan bagian tubuh lainnya. Pemeriksaannya pun harus bertahap, terutama pada
keluhan kegawatan perut pemeriksaan harus berhati-hati.

Inspeksi. Karena otot abdomen anak masih tipis dan waktu berdiri anak kecil cenderung
menunjukan posisi lordosis, maka perut anak kecil tampak agak membuncit ke depan (pot
belly). Buncit yang simetris terdapat pada berbagai keadaan, misalnya pada hipokalemia,
hipotiroidea, penimbunan lemak dinding perut, udara bebas di dalam rongga peritoneum
(pneumoperitoneum) akibat trauma atau perforasi usus, asites, atau pada ileus obstruktif letak
rendah.
Buncit yang asimetris dapat disebabkan oleh otot perut yang paralitik misalnya pada
poliomyelitis, pembesaran organ intraabdominal, aerofagia akibat banyak menangis atau
kesalahan pemberian minum, konstipasi, ileus obstruksi tinggi yang menyebabkan pembesaran
perut di daerah epigastrium, duplikasi usus, dan neoplasma atau kista intraabdominal.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 67
Karena bayi dan anak sampai umur 6-7 tahun lebih banyak menggunakan otot perut
daripada otot dada untuk pernapasan, maka setiap pembesaran perut pada umur ini akan
memperberat keadaan bila ia juga menderita kelainan paru.
Bentuk perut yang cekung (skafoid) pada posisi telentang tampak pada bayi baru lahir
dengan hernia diafragmatika. Pada bayi yang lebih besar dan anak, perut yang skafoid dapat
dilihat pada pasien malnutrisi, dehidrasi berat, ileus obstruksi tinggi, serta pneumotoraks.Pada
bayi dan anak normal umbilikus tampak tertutup dan berkerut.
Hernia umbilikalis dapat ditemukan pada anak sampai umur 2 tahun. Hernia umbilikalis
tampak lebih jelas bila anak menangis atau batuk.
Gambaran vena dinding abdomen dapat terlihat pada anak dengan gizi kurang atau
buruk, gambaran vena yang patologis dapat terlihat pada gagal jantung, peritonitis, atau
obstruksi vena.
Omfalokel adalah kantong peritoneum dan selaput amnion yang berisikan organ
intraabdominal misalnya hati dan usus. Kelainan ini terjadi karena terdapat defek pada cincin
umbilikalis, besarnya bervariasi antara 5 sampai 10 cm.
Gastroskisis adalah eviserasi usus melalui defek pada otot rektrus abdominis di sebelah
lateral umbilicus.
Urakus yang paten dapat menyebabkan urin keluar melalui umbilikus terutama bila
kandung kencing ditekan. Gerakan dinding perut.
Pada pernapasan bayi dan anak sampai umur 6-7 tahun, dinding abdomen lebih banyak
bergerak dibanding dengan dinding dada. Gerakan dinding abdomen ini akan berkurang pada
apendisitis, peritonitis, atau keadaan abdomen akut lainnya akibat rasa nyeri, pada ileus
paralitikus atau paralysis diafragma akibat paralysis, dan pada asites yang sangat besar atau
udara intraabdominal yang sangat banyak sehingga timbul keterbatasan gerak. Sebaliknya
bila gerakan dinding perut lebih mencolok daripada gerakan dinding dada pada anak di atas
usia 6-7 tahun harus dicurigai adanya kelainan paru.

Auskultasi. Dalam keadaan normal suara peristaltik terdengar sebagai suara yang
intensitasnya rendah dan terdengar tiap 10-30 detik. Bila dinding perut diketuk maka
frekuensi dan intensitas peristaltik akan bertambah.

Perkusi. Perkusi abdomen terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas
(asites) atau udara didalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat dilakukan untuk membantu
menentukan batas hati, serta batas-batas massa intraabdominal.

Palpasi. Pemeriksaan palpasi merupakan bagian terpenting pemeriksaan abdomen. Untuk ini
diperlukan konsentrasi, kesabaran, latihan, serta pengalaman. Apabila mungkin perhatian
anak dialihkan selama pemeriksaan. Pada anak yang sudah mengerti, dapat dilakukan
pembicaraan dengan topik yang kira-kira disukai anak. Anak yang kooperatif dapat diminta
untuk menarik napas dalam disamping menekuk lututnya dan berbaring dengan bantal tipis.
Dengan cara ini otot perut akan lemas, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan. Anak yang
belum dapat berbicara dapat diperiksa saat ia minum susu botol atau sambil diperlihatkan
mainan. Pada anak yang menangis pun masih dapat dilakukan palpasi, oleh karena otot perut
akan relaksasi pada inspirasi. Sebelum melakukan palpasi kedua telapak tangan harus saling
digosokan untuk menghangatkannya. Dalam keadaan normal pada anak Indonesia sampai
umur 5-6 tahun hati masih dapat teraba sampai berukuran 1/3-1/3 dengan tepi tajam,
konsistensi kenyal, permukaan rata, dan tidak terdapat nyeri tekan. Pada neonatus, limpa
mungkin masih teraba sampai 1-2 cm dibawah arkus kosta oleh karena proses hematopoesis
ekstramedular yang masih berlangsung sampai anak umur 3 bulan.

Anus dan rektum. Kelainan kongential di daerah anus yang terpenting ialah tidak
terbentuknya anus (anus imperforata, atresia ani), yang pada 50% kasus disertai fistula
68
rektovesikal, rektoperineal atau rektovaginal. Fisura ani sering menyebabkan konstipasi
pada anak sampai umur 2 tahun, dan mungkin dapat pula menyebabkan kolik infantile. Polip
rektum adalah benjolan berwarna merah seperti buah cherry yang dapat menyebabkan
perdarahan per anum. Investasi cacing kremi dapat terjadi di lipatan mukosa rektum serta
daerah perianal yang menyebabkan rasa gatal. Diaper rash adalah erupsi berwarna
kemerahan yang dapat disertai vesikula serta papula di sekitar rectum, lipat paha, dan
genitalia eksterna. Kelainan ini dapat dipersulit oleh infeksi sekunder oleh streptokokus.

Genitalia. Pemeriksaan genitalis pada neonatus sangat penting untuk deteksi dini beberapa
kelainan bawaan seperti pseudohermafroditisme, hiperplasia korteks kengential atau defek
perkembangan lainnya. Pada keadaan normal, genitalia eksterna wanita bayi prematur dan
sebagian bayi cukup bulan belum tampak berkembang dengan sempurna. Labia minoranya
relatif menonjol serta berwarna kemerahan; makin prematur bayi, makin menonjol labia
minoranya. Sudut labia minora pada bayi baru lahir berwarna gelap. Pada anak lelaki
perhatikanlah ukuran dan bentuk penis, testis dan terdapatnya kelainan perkembangan
misalnya hipospadia, epispadia atau fimosis serta kelainan lainnya seperti infeksi, ulserasi,
dan lain-lainnya.

Pemeriksaan Ekstremitas
Urutan pemeriksaan anggota gerak ini bergantung kepada umur serta koperasi anak. Pada
anak yang sudah berjalan, penilaian keadaan anggota gerak dapat dilakukan sambil menilai
bentuk tubuh, caranya berjalan, serta caranya mengambil mainan atau barang lainnya. Pada
bayi, pemeriksaan anggota gerak dimulai dengan memperlihatkan sikap kedua lengannya.
Bayi normal sampai umur 6 bulan sering tampak terpaku melihat kesalah satu sisinya, atau
dengan tangan saling berpegangan pada posisi yang tidak biasa. Bila sikap ini terdapat pada
bayi lebih dari 6 bulan, mungkin memberi petunjuk terdapatnya spasme infantil. Berbagai
kelainan kongential dapat terjadi pada ekstremitas superior maupun interior, diantaranya
amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak), ekstromelia (tidak ada salah satu anggota
gerak), fokomelia (anggota gerak bagian proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya
jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal). Perhatikan apakah terdapat jari-jari
tubuh (clubbed fingers) pada tangan dan kaki. Tanda dini jari-jari tabuh adalah menaiknya
dasar kuku, yang pada stadium selanjutnya seluruh bagian distal jari dan kuku mengembang
dan membundar. Jari-jari tubuh ini dapat disebabkan oleh setiap keadaan yang menyebabkan
hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan sianotik, penyakit paru kronik), dan dapat
pula disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit hati kronik, endokarditis, dan
beberapa keganasan. Gaya berjalan seperti menggunting (scissors’ gait) dapat dilihat
pada pasien palsi serebral tipe spastik dan pasien defisiensi mental lain. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengangkat anak pada ketiaknya dan membuatnya berjalan.

Tulang Belakang.
Pemeriksaan tulang belakang merupakan bagian integral pemeriksaan pedriatik. Pada
anak besar evaluasi sudah dapat dimulai dengan melihat postur tubuh serta posisi anak pada
waktu berjalan, berdiri, serta duduk. Pada bayi dan anak kecil observasi dilakukan
pada posisi telentang, tengkurap, serta duduk. Dinilai postur pasien dengan memperhatikan
adanya lordosis, kifosis, dan skoliosis. Kifosis lokal yang seringkali bersudut tajam disebut
gibus, yang disebabkan destruksi 1 atau 2 korpus vertebra. Masa kecil di garis median yang
disertai kelompokan rambut biasanya merupakan petunjuk adanya spina bifida atau kelainan
ektodermal. Spina bifina okulta dapat dicari dengan sedikit menekan daerah yang dicurigai,
dan didapatkan cela di antara vertebra yang abnormal.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 69

5.18. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Pada Bayi Baru Lahir (Neonatus)

5.18.1. Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis pada neonatus, harus dilakukan anamnesis yang
cermat untuk mengetahui adanya riwayat terdapatnya penyakit keturunan, riwayat
kehamilan-kehamilan sebelumnya, riwayat kehamilan sekarang dan riwayat persalinan
sekarang. Informasi ini akan sangat membantu dalam menilai kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisis.
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu yang terang,
yang juga berfungsi sebagai pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan serta alat
yang dipergunakan untuk pemeriksaan fisis harus bersih dan hangat. Pemeriksaan fisis pada
neonatus dilakukan paling kurang 3 kali, yakni (1) pada saat lahir; (2) pemeriksaan lanjutan
yang dilakukan dalam 24 jam atau pada hari berikutnya; (3) pemeriksaan pada waktu pulang.

5.18.2. Pemeriksaan
Pemeriksaan Pada Saat Lahir
Tujuan pemeriksaan pada saat lahir adalah untuk menilai adaptasi neonatus dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin dan mencari kelainan kongenital terutama yang perlu
penanganan segera
1. Penilaian adaptasi neonatus
Penilaian terhadap adaptasi neonatus dilakukan dengan cara menghitung nilai Apgar
(Apgar score). Cara ini telah digunakan secara luas di seluruh dunia. Kriteria yang dinilai
adalah (1) laju jantung, (2) usaha bernapas, (3) tonus otot, (4) refleks terhadap
rangsangan, dan (5) warna kulit. Setiap kriteria diberi nilai 0, 1 atau 2 sehingga
neonatus dapat memperoleh nilai 0 sampai 10. Cara-cara penilaian Apgar adalah sebagai
berikut :
Tabel 5.10
Tanda 0 1 2
Laju jantung Tidak ada <100  100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktif
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
Warna kulit Seluruh tubuh biru/pucat Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
ektremitas biru kemerahan

Penilaian ini dilakukan pada menit pertama setelah lahir yang memberikan petunjuk
adaptasi neonatal. Neonatus yang beradaptasi dengan baik mempunyai nilai Apgar antara
7 sampai 10. Nilai 4 sampai 6 menunjukkan keadaan asfiksia ringan sampai sedang,
sedangkan nilai 0-3 menunjukkan asfiksia yang berat. Penilaian Apgar ini perlu diulangi
setelah 5 menit untuk mengevaluasi apakah tindakan resusitasi kita sudah adekuat. Nilai
Apgar 5 menit ini mempunyai nilai prognostik oleh karena berhubungan dengan
morbiditas neonatal.
Mencari kelainan kongenital
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat teratogenik,
terkena radiasi, atau infeksi virus pada trimester pertama. Juga ditanyakan apakah
ada kelainan bawaan pada keluarga. Di samping itu perlu diketahui apakah ibu menderita
penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan janin, seperti misalnya diabetes melitus,
70
asma bronkial dan sebagainya. Sebelum memeriksa bayi perlu diperiksa cairan
amnion, tali pusat dan plasenta.

Cairan amnion
Volume cairan perlu diukur atau diperkirakan. Bila volumenya lebih dari 2000ml
disebut polihidramnion atau hidramnion saja, apabila kurang dari 500ml disebut
sebagai oligohidramnion. Polihidramnion biasa terdapat pada bayi dengan obstruksi pada
traktus intestinal bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklamsia.
Oligohidramnion berhubungan dengan agenesis renal bilateral atau sindrom Potter. Pada
oligohidramnion perhatikan juga ekstremitas bawah akan kemungkinan adanya pes
equinovarus atau valgus kongenital.

Plasenta
Plasenta harus ditimbang, dan perhatikanlah adanya perkapuran, nekrosis, dan
sebagainya. Pada bayi kembar harus diteliti apakah terdapat satu atau dua korion ( untuk
menentukan kembar identik atau tidak ). Juga perlu diperhatikan adanya anastomosis
vaskular antara kedua amnion;bila ada perlu dipikirkan kemungkinan terjadi transfusi
feto-fetal.

Tali pusat
Perlu diperhatikan kesegaran tali pusat, ada tidaknya simpul pada tali pusat. Pada
potongan tali pusat diperhatikan apakah ada satu vena dan dua arteri. Kurang lebih 1%
dari neonatus hanya mempunyai satu arteri umbilikalis dan 15% dari padanya
mempunyai satu atau lebih kelainan kongenital terutama pada sistem pencernaan,
urogenital, respiratorik, atau kardiovaskular.
Setelah pemeriksaan cairan amnion, plasenta dan tali pusat kemudian dilakukan
pemeriksaan bayi secara cepat tetapi menyeluruh.

Berat lahir dan masa kehamilan


Kejadian kelainan kongenital pada bayi kurang bulan adalah 2 kali lebih banyak
dibanding pada bayi cukup bulan, dan pada bayi kecil untuk masa kehamilan kejadian
kelainan kongenital tersebut sampai 10 kali lebih besar.

Mulut
Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-gnato-palatoskisis. Juga
harus diperhatikan apakah terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan oleh adanya
atresia esofagus.
Anus
Perhatikannlah adanya anus imperforata dengan memasukkan termometer ke
dalam anus. Bila ada atresia perhatikan apakah ada fistula rekto – vaginal.

Kelainan pada garis tengah


Perlu dicari kelainan pada garis tengah berupa spina bifida, meningomielokel, sinus
pilonidalis, genitalia yang ambigus, eksomfalus, dan lain – lain.

Jenis kelamin
Biasanya orang tua ingin segera mengetahui jenis kelamin anaknya. Bila terdapat
keraguan, misalnya pembesaran klitoris pada bayi perempuan atau terdapatnya
hipospadia atau epispadia pada bayi lelaki, sebaiknya pemberitahuan jenis kelamin
ditunda sampai dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kromosom.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 71
2. Pemeriksaan lanjutan.
Pemeriksaan lanjutan dilakukan setelah neonatus berada dalam keadaan stabil.
Warna kulit
Warna kulit neonatus normal adalah kemerahan, kadang – kadang terlihat sianosis
pada ujung – ujung jari pada hari pertama. Bila terdapat sianosis pada seluruh tubuh
pikirkan kemungkinan kelainan jantung bawaan sianotik atau methemoglobinemia. Pada
kulit yang pucat terdapat pada anemia berat atau asfiksia palida. Pletora tampak pada
polisitemia.
Warna kulit yang kuning disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi dalam serum
darah, atau pewarnaan oleh mekonium. Pada neonatus yang berkulit gelap, ikterus sebaiknya
diperiksa pada mukosa. Pada kulit berwarna, dalam keadaan normal dapat terlihat warna
kebiruan pada punggung dan bokong yang disebut Mongolian spots.

Keaktifan
Keaktifan neonatus dinilai dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan lengan.
Pada neonatus cukup bulan yang sehat, posisi ekstremitas adalah dalam keadaan
fleksi, sedang gerakan tungkai dan lengannya aktif dan simetris. Bila ada asimetri pikirkan
terdapat kelumpuhan atau patah tulang. Apabila neonatus diam saja, mungkin terdapat
depresi susunan saraf pusat atau akibat obat, akan tetapi masih mungkin juga bayi dalam
keadaan tidur nyenyak.

Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan bayi, misalnya tangisan yang
melengking menunjukkan bayi dengan kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang
lemah atau merintih terdapat pada bayi dengan kesukaran pernapasan.

Wajah neonatus
Wajah neonatus dapat menunjukkan kelainan yang khas misalnya wajah pasien
sindrom Down, sindram pierre-Robin, kretinisme, dan sebagainya.

Keadaan gizi
Keadaan gizi neonatus dinilai dari berat badan serta panjang badannya disesuaikan
dengan masa kehamilan, tebal lapisan subkutan, serta kerutan pada kulit.

Suhu
Suhu tubuh neonatus diukur pada rektum. Suhu neonatus normal adalah di antara
36,5-37,5 derajat celsius. Suhu yang meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan
srebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan, apabila ekstremitas dingin dan tubuh
panas, kemungkinan besar disebabkan oleh sepsis . Perlu diingat bahwa infeksi pada
neonatus (termasuk sepsis) dapat tidak disertai kenaikan suhu tubuh, bahkan sering
terjadi hipotermia.

Kulit
Kulit neonatus cukup bulan ditutup oleh zat yang bersifat seperti lemak yang disebut
verniks kaseosa, yang berfungsi sebagi pelumas serta isolasi panas.
Tebal jaringan sukutan pada neoinatus cukup bulan adalah sekitar 0,25 – 0,5 cm.
Lanugo, yaitu rambut halus yang terdapat pada punggung bayi, lebih banyak terdapat
pada bayi kurang bulan dan makin berkurang sampai hilang pada bayi cukup bulan.
Perhatikan terdapatnya petekie atau ekimosis yang dapat disebabkan. Kadang didaerah
sekitar dahi dan ketiak terlihat miliara kristalina yaitu vesikular jernih yang disebabkan
oleh retensi keringat akibat obstruksi saluran keringat.
72

Kepala
Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang tindih
karena molding. Keadaan ini akan normal kembali setelah beberapa hari
sehingga ubun – ubun besar dan kecil mudah diraba. Pada pemeriksaan ubun – ubun
perlu diperhatikan ukuran dan keteganggannya. Perhatikan terdapatnya kelainan yang
disebabkan trauma lahir, seperti kaput suksedaneum, hematoma sefal, perdarahan
subaponeurotik atau fraktur tulang tenggorak. lihat gambar 57.
Kaput suksadeneum adalah edema pada kulit kepala lunak tidak berfluktuasi,
batasnya tidak tegas dan menyeberangi sutura, dan akan hilang dalam beberapa hari.
Hematoma sefal tidak tampak pada hari pertama karena tertutup oleh kaput
suksedaneum. Konsistensi hematoma sefal ini lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada
tepi tulang tengkorak., jadi tidak menyeberangi sutura. Bila hematoma sefal
menyeberangi sutura berarti terdapat fraktur tulang tengkorak. Hematoma sefal akan
mengalami kalsifikasi setelah beberapa hari, dan akan menghilang sempurna dalam
waktu 2-6 bulan. Perdarahan subaponeurotik terjadi oleh karena pecahnya vena yang
menghubungkan jaringan di luar dengan sinus-sinus dalam tengkorak. Perdarahan ini
dapat terjadi pada tiap persalinan yang diakhiri dengan alat. Biasanya batasnya tidak
tegas sehingga bbentuk kepala dapat tampak asimetrisi. Pada perabaan sering ditemukan
fluktuasi dan juga terdapat edema. Bila berat, kelainan ini dapat mengakibatkan renjatan,
anemia atau hiprbilirubinemia.

Wajah
Seringkali wajah neonatus tampak asimetris oleh karena posisi janin intrauterin.
Kelainan wajah yang khas terdapat pada beberapa sindrom seperti sindrom Dowon atau
sindrom Pierre-Robin yang mudah dikenal. Perhatikan kelainan wajah akibat trauma lahir
seperti laserasi, paresis N.fasialis atau patah tulang zigomatikus.

Mata
Pemeriksaan mata neonatus seringkali sulit dilakukan karena biasanya mata tertutup.
Dengan menggoyangkan kepalanya secara perlahan – lahan mata neonatus akan terbuka
sehingga dapat diperiksa. Mikroftalmia kongenital dapat ditemukan dengan cara inspeksi dan
palpasi. Glaukoma kongenital mulanya terlihat sebagai pembesaran, kemudian sebagai
kekeruhan kornea. Katarak kongenital dapat mudah terlihat sebagai pupil yang berwarna
putih. Trauma pada mata terlihat sebagai edema palpebra, perdarahan konjungtiva atau
retina. Perhatikanlah adanya sekret mata. Konjungtivitis oleh kuman gonokok dapat cepat
menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan.

Telinga
Pada neonatus cukup bulan telah cukup terbentuk tulang rawan sehingga bentuk
telinga dapat dipertahankan. Perhatikanlah letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya
rendah (low set ears) terdapat pada neonatus dengan sindrom tertentu antara lain sindrom
Pierre-Robin. Sinus yang terdapat di depan telinga sisa dari branchial cleft. Kadang
terlihat auricle tag. Karena sulit, ada kecenderungan untuk tidak memeriksa membrana
timpani pada neonatus, padahal otitis media dapat ditemukan pada hari pertama dan dapat
didiagnosis dengan menggunakan otoskop.

Hidung
Neonatus bernafas melalui hidung; bila ia bernafas melalui mulut maka harus
dipikirkan kemungkinan terdapatnya obstruksi jalan nafas oleh karena atresia koana
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 73
bilateral atau fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring.
Pernafasan cuping hidung menunjukan adanya gangguan paru.

Mulut
Pemerikasaan mulut dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Dengan inspeksi dapat
dilihat adanya labio dan gnatoskisis, adanya gigi atau ranula, yaitu kista lunak yang
berasal dari dasar mulut. Perhatikan lidah apakah membesar pada sindrom Beckwith atau
selalu bergerak seperti pada sindrom Down. Neonatus dengan edema otak atau tekanan
intrakranial meninggi sering kali lidahnya keluar masuk (tanda foote). Secara palpasi
dapat dideteksi terdapatnya hight arch palate, palatoskisis, dan baik atau tidaknya refleks
isap.
Sebelum bayi berumur 2 bulan salifa bayi sedikit. Bila terdapat hipersalifasi pada
neonatus perlu dipikirkan kemungkinan atresia esofagus dengan atau tanpa fistula
trakeo/esofagus.

Leher
Leher neonatus tampak pendek akan tetapi pergerakannya baik. Apabila terdapat
keterbatasan pergerakan perlu dipikirkan kelainan tulang leher. Tumor di daerah leher
seperti tiroid, hemangioma higroma kistik selain merupakan masalah sendiri dapat juga
menekan trakea sehingga memerlukan tindakan segera.
Trauma leher dapat terjadi pada persalinan yang sulit. Trauma leher ini dapat
menyebabkan kerusakan pleksus brakialis sehingga terjadi paresis pada tangan, lengan,
atau diafragma. Dapat terjadi perdarahan m. sternokleidomastoideus yang apabila tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan tortikolis. Perhatikan pula terdapatnya webbed
neck yang terdapat pada beberapa kelainan kongenital antara lain pada sindrom Turner.

Dada
Inspeksi. Bentuk dada neonatus adalah seperti tong. Pektus ekskavatum atau karinatum
sering membuat orang tua khawatir, padahal biasanya tidak mempunyai arti klinis. Pada
respirasi normal dinding dada bergerak bersama dengan dinding perut. Apabila terdapat
gangguan pernafasan terlihat pernafasan yang paradoksal dan retraksi pada inspirasi.
Gerakan dinding dada harus simetris; bila tidak, harus difikirkan kemungkinan
pneumotoraks, parases diafragma, atau hernia diafragmatika. Laju nafas normal neonatus
berkisar antara 40-60 kali permenit. Penghitungan harus dilakukan satu menit penuh,
oleh karena sering terdapat periodic breathing. Periodic breathing adalah pola
pernafasan pada neonatus, terutama prematur, yang ditandai dengan henti nafas yang
berlangsung kurang dari 20 detik, dan terjadi secara berkala. Kelenjar payudara neonatus,
baik pada wanita atau lelaki akibat pengaruh hormon pada ibu kadang-kadang tampak
membesar dan sering kali disertai dengan sekresi air susu. Luas areola dan tebal jaringan
payudara dipakai untuk menilai usia kehamilan. Kadang ditemukan puting susu berlebih
(supernumary nipples).

Palpasi. Dengan palpasi kita dapat menemukan klavikula serta iktus kordis untuk
menentukan posisi jantung (adanya dekstrokardia atau dekstroposisi).

Perkusi. Pada pemeriksaan neonatus jarang dilakukan perkusi dada.

Auskultasi. Laju jantung dihitung selama satu menit penuh dengan menggunakan
stetoskop. Laju jantung normal adalah 120-160 kali permenit dan dipengaruhi oleh
aktivitas bayi. Bising jantung biasanya terdengar pada neonatus, tetapi ini belum
berarti terdapat penyakit jantung bawaan. Sebaliknya tidak terdengar bising, jantung
tidak menyingkirkan kemungkinan terdapatnya penyakit jantung bawaan. Bunyi nafas
74
neonatus adalah bronkovesikular; kadang dapat terdengar ronki pada akhir inspirasi
panjang. Terdengarnya bising usus di daerah dada menunjukkan adanya hernia
diafragmatika.

Abdomen.

Dinding perut neonatus lebih datar daripada dinding dadanya. Bila perut sangat
cekung, pikirkan kemungkinan terdapatnya hernia diafragmatika. Abnomen yang
membucit mungkin disebabkan hepato-splenomegali atau tumor lainnya ataupun cairan
di dalam rongga perut. Bila perut bayi kembung harus diteliti kemungkinan enterokolitis
nekrotikans, perforasi usus atau ileus. Perhatikan adanya gastroskisis. Akstrofia vesikalis,
omfalokek, atau duktus omfaloenterikus persisten, tumor lain pada dinding perut.
Omfalokel perlu dibedakan dari gastroskisis, yaitu kegagalan dinding perut untuk
menutup akibat defek pada muskulus rektus abdominis. Kelainan bawaan lain yang perlu
diperhatikan adalah sindrom prune belly. Hati biasanya teraba 2 sampai 3 cm di
bawah arkus kosta kanan. Limpa juga sering teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri,
karena masih terjadi hematopoesis ekstramedular. Kadang-kadang hati dan limpa
sedemikian besarnya sehingga batas bawahnya berada di abdomen bagian bawah,
misalnya pada eritroblastosis fetalis. Dengan palpapsi yang dalam ginjal dapat diraba
apabila posisi bayi bayi telentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot dinding perut
dalam keadaan relaksasi. Batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilikus di antara
garis tengah dan tepi perut. Biasanya bagian ginjal yang dapat diraba sekitar 2-3 cm.
Pembesaran ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan, atau trombosis
vena renalis. Trauma pada abnomen oleh karena kelahiran yang sukar, misalnya pada
letak sungsang, dapat mengakibatkan perdarahan hati, limpa atau kelenjar adrenal. Bila
terdapat kecurigaan kelainan dalam perut, pemeriksaan USG akan banyak membantu.

Genitalia eksterna

Pada bayi perempuan cukup bulan labia minora tertutup oleh labia mayora, dan ini
adalah satu kriteria untuk menilai usia kehamilan neonatus. Lubang uretra terpisah
dari lubang vagina, bila hanya terrdapat satu lubang berarti ada kelainan. Kadang-kadang
tampak sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu
(wihdrawal bleeding). Pada bayi lelaki sering terdapat fimosis. Ukuran penis bayi berkisar
antara 3-4 cm (panjang) dan 1-1,3 cm (lebar). Hipospadia adalah kelainan yang tidak
jarang ditemukan, yang dapat berupa defek di bagian ventral ujung penis saja atau berupa
defek sepanjang penisnya. Epispadia yaitu defek pada dorsum penis lebih jarang
ditemukan, dan merupakan varian ekstrofia kandung kencing. Skrotum bayi biasanya
besar dan mempunyai banyak rugae. Hidrokel seringkali ditemukan dan harus dibedakan
dari hernia inguinalis. Testis biasanya sudah turun ke dalam skrotum pada bayi cukup
bulan; pada bayi kurang bulan tidak jarang terdapat kriptorkismus (testis yang belum
turun ke dalam kantong skrotum). Torsi testis dapat terjadi in utero dan dapat dilihat pada
saat lahir berupa testis yang membesar dan keras. Kadang-kadang sulit menentukan jenis
kelamin neonatus, misalnya pada bayi perempuan terdapat klitoris yang sangat besar dan
labia mayoranya berfusi serta berpigmen banyak; atau pada bayi lelaki terdapat penis
kecil dengan hipospadia dan skrotum terpisah. Dalam keadaan ini perlu pemeriksaan
kromatin seks atau kromosom seks. Trauma di daerah genitalia eksterna seringkali
ditemukan pada kelahiran sungsang dan dapat berupa perdarahan ke dalam rongga
skrotum atau otot-oto pelvis.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 75
Anus

Pemeriksaan anus bukan hanya untuk mengetahui ada atau tidaknya atresia ani,
melainkan juga untuk mengetahui posisinya. Kadang-kadang fistula yang besar dapat
dianggap sebagai anus yang normal, tetapi apabila diperhatikan benar-benar maka akan
kelihatan bahwa fistula terletak di depan atau di belakang anus yang normal. Pengeluaran
mekonium biasanya terjadi dalam 24 jam pertama. Bila setelah 48 jam belum juga keluar
mekonium, perlu dipikirkan kemungkinan mekonium plug syndrome, megakolon , atau
obstruksi saluran pencernaan. Mekonium yang keluar in utero pada bayi yang letak
kepala adalah salah satu tanda gawat janin. Bila terdapat darah dalam mekonium perlu
dibedakan apakah darah berasal dari bayi atau dari darah ibu yang tertelan. Cara
membedakannya adalah dengan uji Apt yaitu dengan meneteskan basa kuat
(NaOH atau KOH); darah ibu akan mengalami hemolisis sedangkan darah bayi tidak oleh
karena darah neonatus resisten terhadap alkali.

Tulang belakang dan ekstremitas

Untuk pemeriksaan tulang belakang, neonatus diletakkan dalam posisi tengkurap.


Tangan pemeriksa meraba sepanjang tulang belakang untuk mencari terdapatnya
skoliosis, meningokel, spina bifida okulta, atau sinus pilonidalis . Perhatikan pergerakan
ekstremitas. Apabila asimetri pikirkan kemungkinan adanya patah tulang atau
kelumpuhan saraf. Patah tulang yang multipel terdapat pada osteogenesis imperfekta.
Kelumpuhan pada lengan mungkin disebabkan oleh fraktur humerus atau kelumpuhan
Erb, yaitu kerusakan pada saraf servikal 5 dan 6. Kelumpuhan pada tangan dapat
disebabkan oleh paralisis Klumpke yaitu kerusakan pada saraf servikal 7 dan torakal I.
Paralisis kedua tungkai dapat disebabkan oleh trauma berat atau kelainan bawaan tulang
belakang, Tonus ekstremitas juga perlu diperhatikan. Hipotonia umum (floopy infant)
biasa disebabkan oleh kelainan susunan saraf pusat. Perhatikanlah posisi kedua kaki,
apakah ada pes equinovarus atau valgus. Juga keadaan jari-jari tangan dan kaki
apakah polidaktili, sindaktali, atau claw-hand atau claw-feet.

Pemeriksaan Refleks Neonatal Primer.

Refleks Moro.
Ini adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi.
Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat beberapa
sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Bayi akan kaget dengan lengan
direntangkan dalam posisi abduksi ekstensi dan tangan terbuka disusul dengan gerakan
lengan adduksi dan fleksi. Kalau tidak ada reaksi merentangkan lengan sama sekali
berarti abnormal, demikian pula kalau rentangan lengan asimetris. Refleks Moro
menghilang umur 5-6 tahun.

Refleks Tonic Neck.


Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala digaris tengah dan anggota gerak
dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditolehkan ke kanan, maka akan terjadi ekstensi
pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak sebelah kiri. Yang
selalu terjadi adalah ekstensi lengan, tungkai tidak selalu ekstensi, dan fleksi anggota
gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi. Setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke
kiri. Tonus eksterior meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor
anggota gerak kontralateral meninggi. Refleks ini menghilangkan pada umur 5-6 bulan.
76
Refleks Withdrawl
Caranya dengan jarum merangsang telapak kaki, maka akan terjadi fleksi pada
tungkai yang dirangsang dan ekstensi pada tungkai kontralatera, tetapi ekstensi tungkai
kontralateral tidak selalu ada.

Refleks Plantar Grasp


Caranya dengan meletakkan sesuatu (misalnya jari pemeriksa) pada telapak kaki
pasien, maka akan terjadi fleksi jari-jari kaki. Refleks Palmar Grasp. Dengan meletakkan
sesuatu pada telapak tangan bayi, terjadi fleksi jari-jari tangan. Refleks ini menghilang
pada umur 6 bulan.

Ukuran antropometrik

Neonatus cukup bulan yang sesuai untuk masa kehamilannya mempunyai ukuran badan
sebagai berikut:

 Berat antara 2500 sampai 4000 gram

 Panjang 45 sampai 54 cm

 Lingkaran kepala 33 sampai 37 cm

 Lingkaran dada biasanya 2 cm lebih kecil dari lingkaran kepala.

Pemeriksaan usia kehamilan

Usia kehamilan neonatus dapat dinilai dengan beberapa cara, termasuk dengan
menghitungnya dari hari pertama haid terakhir sampai saat kelahiran, atau dengan cara
ultrasonografi. Yang sering dipakai sekarang adalah pemeriksaan menurut Dubowitz
yang menilai 11 kriteria klinis dan 10 kriteria neurologis. Namun cara pemeriksaan ini
kurang praktis untuk digunakan di lapangan dan mengganggu neonatus yang sakit.
Ballard mengajukan penyederhanaan prosedur tersebut yaitu dengan hanya menilai 6
kriteria klinis dan kriteria neurologis.

Mengetahui usia kehamilan dan keadaan gizi neonatus sangat penting untuk dapat
mengkategorikan neonatus apakah cukup bulan, kurang bulan, atau lebih bulan dan
apakah sesuai, lebih kecil, atau lebih besar untuk usia kehamilannya.

Pemeriksaan pada waktu memulangkan

Pada waktu memulangkan dilakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa


tidak ada kelainan kongenital atau kelainan akibat trauma yang terliwatkan. Perlu
diperhatikan: Susunan saraf pusat (aktivitas bayi, ketegangan ubun-ubun), kulit ( ikterus,
piodermia), jantung (adanya bising yang baru timbul kemudiaan), abdomen (tumor yang
tidak terdeteksi sebelumnya), tali pusat (infeksi)

Disamping itu perlu diperhatikan apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu sudah
mengerti cara pemberian ASI yang benar.
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 77
5.19. Pemeriksaan Fisis Diagnosik Bedah : Payudara

5.19.1. Anamnesis :
Pencatatan identitas lengkap, diikuti keluhan utama penderita yang dapat berupa :
- Masa tumor di payudara
- Rasa sakit
- Cairan dari putting susu
- Retraksi putting susu
- Eksema disekitar putting/areola
- Keluhan kulit berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atau adanya peau d′orange atau
keluhan berupa pembesaran kelenjar getah bening aksila, supraclavicula sesuai sisi
bagian payudara yang terkena atau tanda metastasis jauh seperti batuk-batuk, sesak, nyeri
pada tulang terutama tulang belakang maupun tulang lainnya, abdomen berupa masa di
perut kanan atas (liver) .
- Menentukan tumor sejak berapa lama, cepat membesar, disertai rasa nyeri . Jika tumor
dalam stadium lanjut akan dijumpai tanda-tanda kriteria operabilitas Haagensen .

Anamnesis lain dapat berupa :


- Siklus menstruasi yang berpengaruh pada besarnya tumor, kawin atau tidak, jumlah anak,
diberikan ASI atau tidak, riwayat kanker dalam keluarga, obat hormonal , operasi pada
payudara ataupun obstetric-ginekologi .
- Faktor-faktor lain yang meningkatkan terjadinya kanker payudara : umur > 30 tahun,
anak pertama lahir pada usia ibu > 35 tahun (2X), tidak kawin ( 2-4 X), menarche< 12
tahun, menopause terlambat >55 tahun, pernah operasi tumor jinak payudara, mendapat
terapi hormonal yang lama, kanker payudara kontralateral, operasi ginekologi, radiasi
dada, riwayat keluarga .

5.19.2. Pemeriksaan Fisik :


Sebaiknya dilakukan pada waktu pengaruh hormonal yang terendah yaitu setelah 1- 2
minggu setelah hari pertama menstruasi . Dengan pemeriksaan fisik yang baik, akurasi
diagnosis kanker payudara secara klinis cukup tinggi .
Teknik pemeriksaan :
1. Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka :
2. Posisi tegak/duduk
Posisi tangan bebas ke samping, pemeriksa berdiri didepan dalam posisi yang lebih
kurang sama/sejajar . Inspeksi dilihat simetri payudara kiri dan kanan, kalainan papilla, letak
dan bentuknya, ada/tidaknya retraksi putting susu, kelainan kulit, tanda radang, peau d′orange,
dimpling, ulserasi dikulit dan lain-lain .
3. Posisi berbaring
Diusahkan agar payudara jatuh tersebar rata diatas lapangan dada, lebih baik lagi
bahu/punggung diganjal dengan bantal kecil pada panderita dengan payudara besar .
Palpasi dilakukan dengan falang distal dan falang medial jari II, III, IV dikerjakan secara
sistematis mulai dari cranial setinggi iga ke – 2 sampai kedistal setinggi iga ke-6, dan
jangan dilupakan pemeriksaan daerah sentral subareolar dan papil . Terakhir dilakukan
penekanan sekitar papil untuk melihat adanya cairan keluar dari papil. Dengan
pemeriksaan tekanan yang halus dapat lebih teliti dari pada dengan tekanan yang keras,
sehingga dapat membedakan kepadatan masa payudara
4. Menetapkan keadaan tumornya .
Lokasi tumor menurut kuadran payudara atau terletak di sentral/areola/ subareola .
Payudara dibagi atas empat kuadran : lateral atas, lateral bawah, medial atas, medial
bawah dan satu daerah sentral .
78
Ukuran tumor, konsistensi, batas-batas tumor, tegas atau tidak tegas serta mobilitas
tumor terhadap kulit dan m.pektoralis atau dinding dada .
Apabila lengket pada kulit akan kelihatan adanya cekungan pada posisi diam dalam
posisi kontraksi m.pektoralis diperiksa dengan menekankan tangan pada Krista iliaka,
jika tumor terfiksasi pada pectoral yang berkontraksi akan kelihatan bergerak dengan
gerakan pectoral, berarti tumor melekat pada m.pektoral atau pada fasia m.pektoralis .

5. Memeriksa kelenjar getah bening regional


a. aksila :
Dalam posisi duduk, karena fossa aksilaris akan jatuh kebawah sehingga mudah
diperiksa dan lebih banyak yang dicapai . Pemeriksaan aksila kanantangan kanan
penderita diletakkan/jatuhkan lemas ditangan kanan/bahu pemeriksa dan aksila
diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa .
Yang diraba kelompok kelenjar getah bening :
- Mamaria eksterna, dibagian anterior dan dibawah tepi m.pektoral Aksila
- Subskapularis diposterior aksila
- Sentral di bagian pusat aksila
- Apikal di ujung atas fossa aksilaris
Pada perabaan ditentukan besar, konsistensi, jumlah, apakah terfiksasi satu sama
lain.

6. Organ lain yang ikut diperiksa adalah hepar, lien, untuk mencari metastasis jauh, tulang-
tulang utama dan tulang belakang .

Pemeriksaan fisis Payudara

Gambar 5.11
Pemeriksaan fisis Kel limfe axilla

Gambar 5.12
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 79
5.20. Leher

5.20.1. Anamnesis :
Anamnesis umum biasanya dilakukan seperti pada pemeriksaan sebelumnya, lebih
ditekankan disini adalah anamnesis khusus .
Anamnesis khusus dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang
penyakit yang diidap pasien saat ini. Informasi yang penting dan khusus yang harus ditelusuri
antara lain saat dimulainya keluhan, lamanya keluhan berlangsung, saat timbulnya,
kebiasaan makan, olahraga, atau kebiasaan hidup lain , sifat pertumbuhannya (
cepat/lambat) keluhan penekanan pada jaringan sekitarnya ( pembuluh darah, saraf,
gangguan gerakan).
Perlu ditanyakan juga nodul dileher terutama bagian depan yang terdapat pada usia
dibawah 20 tahun dan diatas 50 tahun, jenis kelamin laki-laki mempunyai
resiko malignansi lebih tinggi , pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala terutama pada
masa kanak-kanak dapat menyebabkan malignansi pada tiroid 33 – 37 % . Nodul yang
disertai gangguan menelan, perasaan sesak nafas, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi
akibat desakan dan atau infiltrasi tumor .
Apabila disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, mungkin saja suatu metastasis
yang dapat berasal dari organ sekitarnya seperti tiroid, paratiroid, organ didalam mulut,
oesofagus ,faring, laring, trachea, kelainan pada jaringan lunak/keras kepala , hidung, mata,
telinga maupun paru-paru .
Adanya penonjolan tulang tengkorak, sesak dan batuk-batuk yang disertai dahak berdarah
mungkin juga merupakan metastasis .

5.20.2. Pemeriksaan Fisis .


Pemeriksaan leher didasarkan pada susunan anatomi topografis dengan memperhatikan
titik orientasi tertentu. Leher dibatasi dikranial oleh tepi rahang bawah, dikaudal oleh kedua
tulang selangka/clavicula dan tepi cranial sternum, dilateral oleh pinggir depan m.trapezius
kiri dan kanan . Kedua m.sternokleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah
dari cranial ke kaudal terdapat os hyoid, kartilago tiroid, krikoid dan trakea .
Palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring . Pada sikap
duduk dapat dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan.
Umumnya regangan otot pita leher (m.sternohyoideus dan m.sternotiroideus) akan
mengganggu palpasi, maka pemeriksaan leher harus dilakukan dengan kepala dalam sikap
fleksi ringan. Pada sikap berbaring sebaiknya digunakan bantal tipis dibawah kepala .
Segitiga yang dibatasi oleh tulang hyoid dan batas bawah rahang
mengandung kelenjar limfe dan kelenjar liur submandibular. Dalam simpai kelenjar
submandibular terdapat beberapa kelenjar limfe. Oleh karena itu pembesaran kelenjar limfe
akibat radang atau tumor sukar
dibedakan dari pembesaran kelenjar
liurnya sendiri .
Tulang hioid, rawan /kartilago tiroid
dan krikoid sampai cincin kedua trakea
biasanya mudah diraba digaris tengah .
Cincin trakea yang lebih kaudal makin
sukar diraba karena trakea mengarah ke
dorsal . Pada gerakan menelan, seluruh
trakea bergerak naik turun . Satu-satunya
struktur lain yang turut dengan gerakan Gambar 5.13
ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu
yang berasal dari kelenjar tiroid . Arteri
80
karotis bagian cranial dapat diraba dorsokaudal kornu hyoid tepat lateral rawan tiroid .
Kelenjar limfe disini dapat diraba bila membesar .
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising arteri juga bising tiroid yang
menunjukkan hipertiroid .

Gambar 5.14

Gambar 5.15
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 81

5.21. Pemeriksaan Bedah

5.21.1. Anamnesis
o Hendaknya dimulai dengan cara yang sopan yaitu dokter memperkenalkan diri terlebih
dahulu.
o Tujuan utama adalah untuk memperoleh gambaran kesehatan penderita secara umum.
o Dalam keadaan tertentu data tidak dapat diperoleh dari pasien itu sendiri misalnya
pasien dalam keadaan tidak sadar, pasien dengan keadaan bisu atau tuli.atau mengalami
gangguan jiwa, sehingga data diperoleh dari keluarga atau pengantar
pasien.(alloanamnesa)
o Bagian terpenting dari anamnesis adalah : keluhan utama adalah keluhan yang paling
mendasari dan menyebabkan pasien minta pertolongan kerumah sakit atau pasien
mencari pertolongan dokter.
o Keluhan penderita harus dinyatakan dalam bentuk gejala (simtom) penyakit bukan
nama penyakit.
o Keluhan utama dicatat secara khusus dalam kolom rekaman medik, sebagai acuan untuk
menelusuri lebih jauh keadaan penderita.
o Sebagai pedoman dalam mengajukan pertanyaan mahasiswa harus mempunyai tingkat
pengetahuan dalam hal gambaran klinis & gejala dari berbagi macam penyakit. Materi
telah diberikan pada kuliah terdahulu.
o Untuk mendapatkan arahan yang jelas dan gambaran yang lebih mungkin tentang
penyakit yang diidap pasien saat ini harus ditelusuri lebih lanjut dalam anamnesa tentang
onset atau saat dimulainya keluhan utama dan lama keluhan tersebut telah
berlangsung.
o Apakah keluhan tersebut ada hubungannya dengan alergi terhadap sesuatu makanan atau
obat-obatan tertentu, minum obat yang terakhir kalinya kapan, penyakit penyerta lainnya
selain yang dikeluhkan ini atau sakit terakhir yg diderita, makan atau minum terakhir kali
sebelum ke dokter, adakah hubungan keluhan dengan lingkungan musim / iklim / cuaca
/ keadaan tempat kerja /olah raga atau keadaan /even / kejadian tertentu.
o Apakah ada penyakit keturunan yang diderita dalam keluarga atau anggota keluarga
terdekat.
o Anamnesis berikutnya tentang : sistem organ dalam tubuh dan fungsi organ tubuh yang
dikeluhkan pasien atau yang menyertai keluhan tersebut, meliputi : sistem kardiovaskuler
/ sistem pernapasan / sitem pencernaan / sistem muskulo-skeletal / sistem saraf / sistem
urogenital.
o Untuk pasien trauma perlu ditanyakan adakah mekanisme trauma atau kejadian trauma
tersebut oleh karena dapat memberi gambarkan pola & jenis perlukaan yg
diakibatkannya, apakah disebabkan benda tumpul atau benda tajam, dan daerah
tubuh mana yang terkena, apakah perlukaan oleh karena termal atau suhu panas /
suhu dingin, juga ditanyakan tentang Hazmat, Hazardous Material (apakah bahan kimia,
toksin atau radiasi ).

5.21.2. Pemeriksaan fisis


A. Pemeriksaan fisis umum
o Dari anamnesa telah diperoleh gambaran umum tentang sistem organ tubuh dan
fungsi organ tubuh yang menderita kelainan atau sakit sehingga memberikan gejala
atau keluhan seperti yang disampaikan oleh pasien. Disamping itu juga diperoleh
gambaran tentang jenis pathologisnya atau penyebabnya apakah itu trauma atau
82

kecelakaan, kelainan bawaan, kelainan karena infeksi dan keradangan,


karena neoplasma / keganasan atau kelainan degenerative.
o Tidak semua organ harus tubuh harus diperiksa, sesuai urutan pemeriksaan fisik.
Jenis pemeriksaan hendaknya dipilih dan disesuaikan dengan jenis kelainan
yang telah diperkirakan dan harus dihubungkan dengan informasi apa yang kita
inginkan.
o Pemeriksaan fisik pasien mempunyai 2 tujuan utama yaitu : Pertama memeriksa
secara teliti organ yang sakit, sehubungan dengan keluhan pasien. Kedua
memeriksa organ-organ tubuh yang lain sehubungan dengan kelainan fungsi
sistem yang masih terkait organ utama, atau memeriksa komplikasi yang
ditimbulkan.
o Atas dasar keadaan diatas pemeriksaan fisik di bagi dalam Status Generalis dan
Status Lokalis.
o Pada umumnya pemeriksaan fisik meliputi : Inspeksi, Auskultasi Palpasi dan
Perkusi.
o Inspeksi : dengan mengamati secara seksama keadaan pasien, secara umum
diperoleh gambaran menyeluruh tentang keadaan penderita, mulai dari apakah tidak
tampak sakit, apakah sakit ringan , apakah sakit sedang dan sakit berat bahkan sakit
jiwa. Juga gambaran tentang kesadaran penderita apakah sadar (CM) atau tidak sadar
dinyatakan dalam GCS, turgaor kulit dan status gizi penderita, apakah gizi cukup,
gizi kurang atau gizi buruk. Inspeksi pada pasien dengan gerakan aktif atau gerakan
pasif dapat memberikan gambaran keadaan adakah nyeri gerak, adakah kelainan
fungsi motorik. Misalnya pada patah tulang.
o Palpasi : pemeriksaan dengan melakukan penekanan secara khusus pada tubuh
penderita, harus dilakukan secara hati-hati oleh karena dapat menimbulkan rasa sakit.
Pemeriksaan ini harus didasari oleh pengetahuan anatomi tubuh, organ dan
topografi yang baik. Perbedaan suhu dari satu bagian tubuh dengan sekitarnya
perlu dicatat, kelainan bentuk organ, kelainan fungsi gerak, dan hubungan satu
struktur dengan struktur lainnya perlu dicatat. Cara pemeriksaan dilakukan dengan
daerah volar jari tangan kanan , tekanan yang diberikan harus ringan sehingga bisa
diraba-rasakan , harus dapat memberikan informasi tentang konsistensi struktur
apakah padat, kenyal atau seperti kantongan cairan. Dapat memberikan gambaran
tentang tahanan dalam keadaan relaksasi atau dalam keadaan kontraksi. Dapat
memberikan gambaran tentang mobilitas organ tersebut terhadap struktur
sekitarnya apakah mobile atau bebas bergerak atau terfiksir. Dapat memberikan
gambaran tentang adanya fluktuasi atau gerakan perpindahan cairan. Dapat juga
memberikan gambaran krepitasi atau perpindahan udara bebas, atau gas didalam.
o Perkusi : Pemeriksaan ini didasarkan atas jaringan dari satu tempat ketempat lainnya.
Hantaran atau pantulan suara atau getar gelombang, terutama ditujukan untuk
mendeteksi adanya kelainan pada organ yang jauh berada didalam rongga badan,
pemeriksaan ini dapat memberikan interpretasi dan informasi yang dapat
menggambarkan batas-batas organ yang diperiksa sehingga diperoleh informasi
tentang besarnya organ tersebut adakah membesar yang sifatnya noram atau
abnormal, adakah komponen udara pada organ dalam yang diperiksa , adakah cairan
Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 83
bebas di dalam oragan yang diperiksa apakah rongga cairan tersebut exudat,
transudat atau nanah.
o Auskultasi : Pemeriksaan ini pada umumnya dilakukan dengan alat “stetoskop”,
menilai bunyi / suara di dalam organ tubuh, misalnya : suara napas, suara jantung,
dan suara gerakan peristaltik usus. Pemeriksaan ini harus dapat memberikan
informasi tentang suara tersebut normal dan abnormal. Mis fistel arteriovena ada
suara khusus yang ditimbulkan oleh keadaan pathologis yaitu suara “bising” yang
didapat baik sewaktu sistole dan diastole atau thrill atau bruit , hal ini didapat pada
penyempitan lumen arteri.
B. Pemeriksaan fisik khusus
o Pemeriksaan kepala : Pada keadaan trauma kepala dilihat : Kulit kepala adakah
benjolan haematom, sebut lokasinya dimana, jenis luka dan apakah ada fraktur
tulang kepala. Mata : ukuran pupil apakah simetris mata kiri dan mata kanan ataukah
ada anisokor pupil, perhatikan adakah perdarahan konjungtiva bulbi, adakah luka di
bola mata mata, adakah dislokatio lentis, atau adakah jepitan bola mata. Juga
diperiksa tentang gerakan bola mata, adakah strabnismus gerakan bola mata yang
tidak simetris.
o Pemeriksaan maksilo-facial : adakah fraktur tulang-tulang wajah / lamina kribrosa /
tentang os nasalis adakah asimetri, keadaan zygomatikus dan rima orbita
o Pemeriksaan vertebra servikalis dan leher: Pada pasien dengan trauma kepala yang
adequat dan disertai adanya trauma pada maksilo-fasial harus diperlakukan sebagai
pasien dengan frakatur / patah tulang cervical sampai terbukti tidak. Deviasi
tyrachea, emphysema subcutis. Palpasi & auskultasi a.karotis.
o Thoraks, inspeksi adakah flail chest / open pneumothorax . Palpasi iga dan clacikula ,
nyeri penekan sternum pd keadaan separation. Bising napas. Bunyi jantung yang
dalam nadi kecil kemungkinan tamponade jantung. Atau tention pneumothorax..
Melemahnya suara napas, / hypersonor pada perkusi paru &shok mungkin ada
tention pneumothorax .
o Abdomen, cari indikasi operasi, defance musculer mungkin peritonitis atau chemical
iritasi. Adanya hypotensi dengan abdomen distensi mungkin suatu internal bledding.
Palpasi pelvis memperlihatkan fraktur disertai shok.
o Perineum/ rectum/ vagina, ada kontutio, haematomlaserasi. RT sebelum pemasangan
catheter. Adakah perdarahan, dll.
o Muskulo skeletal adakah deformitas, gerakan abnormal, krepitasi. Adakah gangguan
vasculer penilaian pulsasi. Hilangnya sensasi / refleks gangguan saraf
o Pemeriksaan neurologis GCS, Pupil, sensorik / motorik adanya paralisis atau paresis
hemiplegia/ para parese.
84
BAB VI
MEMBUAT DIAGNOSIS

6.1. Membuat Diagnosis

Untuk membuat suatu diagnosis, mungkin Mahasiswa semester VII, masih sulit menganalisis

data baik dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, namun berkat pengetahuan Fisiologi, anatomi dan

patofisiologi dan bimbingan pembimbing (Tutor), diharapkan dapat menganalisis, membuat hipotesis

sehingga dapat membuat suatu diagnosis kerja. Dalam kurikulum KKD ini, tujuan utama adalah

mempersiapkan mahasiswa bila masuk kepanitraan klinik sudah tidak kaku, oleh karena telah

mengadakan kontak/pengalaman berhadapan dan melakukan pemeriksaan fisis dengan pasien,

sehingga mempermudah pendidikan selanjutnya.

Pengumpulan data dari anamnesis (data subjektif), dimulai dari keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial, riwayat keluarga serta pemeriksaan fisis umum

dan khusus (data objektif), kita dapat menganalisis data, membuat hipotesis, membuat diagnosis

banding serta merencanakan pemeriksaan penunjang untuk menetapkan suatu diagnosis. Bila

memulai melakukan pengkajian pada pasien, pertama-tama arahkanlah perhatian anda pada keluhan

yang membawa pasien datang mencari pertolongan, selanjutnya dikembangkan, dicari hubungannya

dengan penyakit dahulu. Kadang kita lupa melakukan anamnesis sistem sehingga penyakit lain tidak

dapat diketahui. Hindari pengkajian yang terpisah – pisah, tetapi harus berpikir holistik (menyeluruh

oleh tubuh kita merupakan sesuatu kesatuan yang utuh. Catatlah semua penemuan-penemuan anda

dengan baik dan sistematis, baik dari anamnesis dan pemeriksaan fisis. Untuk mempermudah dan

membiasakan akan disiapkan catatan medik penderita (Medical record=MR). Isilah MR ini dengan

baik dan benar, kalau tidak mengerti tanyakan pada pembimbing bagaimana mengisi MR tersebut.

Ingat bahwa MR adalah sangat rahasia.


Ketrampilan Klinik Dasar (KKD) 85
Lihat Alur Proses Diagnosis dibawah ini :

Anamnesis Data

Pemeriksaan fisis
Data
Pemeriksaan
Penunjang
Data

Analisis Data

Evaluasi
Hipotesis Masalah

Tindak lanjut Pengkajian

Rencana Terapi Kesimpulan

Gambar 6.1

Merencanakan pemeriksaan penunjang perlu pengetahuan klinik yang cukup, namun dalan KKD
ini belum terlalu dituntut, namun kalau dapat/bisa, apalagi dengan bantuan pembimbing dapat
membantu. Dalam KKD nanti sesudah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis akan dilanjutkan
diskusi yang disebut pembelajaran aktif ( PBL = Problem basic learning = Active learnig).
Diharapkan segala kekurangan ini dapat teratasi dalam PBL nanti.
Untuk rencana pengobatan belum perlu dipikirkan, namun dalam diskusi nanti dapat diutarakan
sehingga dapat menjadi pengalaman tersendiri dari mahasiswa.
86
PENUTUP

Buku KKD ini jauh dari kesempurnaan, namun dengan bantuan Teman sejawat yang telah membuat
KKD ini, sebagai koordinator mengucapkan banyak terima kasih. Tujuan utama KKD PPD Uncen ialah
memperkenalkan secara dini kepada mahasiswa untuk melakukan kontak dengan penderita, sehingga bila
masuk dalam klinik tidak banyak mengalami kesulitan. KKD ini memang belum banyak diterapkan di
Fakultas Kedokteran yang lain, namun dari pengalaman FKUI sebagai pelopor KKD sangat banyak
membantu mahasiswa.
Sebagai kata akhir terimakasih kepada semua penyumbang tulisan, kritik dan saran serta dr. Singgih
yang banyak membantu kami akhirnya buku ini kami dapat susun.

Kordinator/Editor

dr. SAMUEL. M. BASO, Sp.PD


DAFTAR PUSTAKA

 Burneside JW dan Mc Glynn TJ. Adams Physical diagnostic. Ed 17 1989. p : 11-28


 Delp MH dan Manning RT. Mayor’s Physical diagnosis. Ed 9 1996. p : 17-40
 Markum HMS, Hendarwanto, Asri Bahar, Daulat M. Dalam : Penuntun Anamnesis
dan pemeriksaan Fisis. Ed. HMS Markum 2003 p : 7-15, 33-68.
 Lumbantobing SM. Neurologo klinik. Ed 6 2004. p: 2-20
 Jarvis C. Physical examination and Health assessment. Ed 4 2004. p : 2-11.
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/head.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/Joints.html
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/mental.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/thinking.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/heart.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/genital.htm#following
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/lung.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/thoughts.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/history.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/vital.htm
 Internet : http://medicine.ucsd.edu/clinicalmed/eyes.htm

Anda mungkin juga menyukai