TESIS
ANDI HARYANTO
0906565425
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Jantung dan
Pembuluh Darah
ANDI HARYANTO
0906565425
Tesisini diajukanoleh
Nama Andi Haryanto
NPM 090656s425
ProgramStudi Ilmu PenyakitJantungdanPembuluhDarah
Judultesis Algoritme Elektrokardiografi Baru Untuk Membedakan
TakikardiaVentrikel dan Takikardia SupraventrikelDengan
Aberansi
DEWAN PENGUJI
Ditetapkandi : Jakarta
Tanggal : 17Desember2013
ill
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya
akhirnya saya dapat menyelesaikan tesis ini. Saya sangat menyadari bahwa tanpa bantuan
dari berbagai pihak, tesis ini tidak mungkin dapat saya selesaikan dengan baik. Maka pada
kesempatan ini izinkanlah saya dengan segala kerendahan hati untuk menyampaikan terima
kasih, rasa hormat dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. DR. dr. Amiliana Mardiani, SpJP(K) selaku Ketua Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular FKUI. Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya
atas bimbingan, dorongan, nasehat dan dukungan selama kami menjalani pendidikan
spesialis ini.
2. Prof. dr. Ganesja M Harimurti, SpJP(K), Ketua Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular FKUI atas segala bimbingan, dorongan, nasehat dan dukungan
dalam perannya yang tidak hanya sebagai guru tetapi juga bagaikan seorang ibu selama
saya menjalani pendidikan spesialis ini.
3. Para Guru Besar, Prof. dr. Asikin Hanafiah, SpJP(K), SpA, Prof. dr. Lily I
Rilantono, SpJP(K), SpA, Alm. Prof. dr. Syukri Karim, SpJP(K), Prof. DR. dr.
Idris Idham, SpJP(K), Prof.dr. Harmani Kalim, SpJP(K), MPH, Prof. DR. dr. Dede
Kusmana, SpJP(K), Prof. DR. dr. Budhi Setianto, SpJP(K), sebagai tauladan
kehidupan dan pembuka wawasan dalam hal keilmuan kardiologi dan cara berpikir untuk
menjadi seorang dokter spesialis jantung yang baik.
4. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), yang mencetuskan ide penelitian yang sangat menarik
ini dan sekaligus sebagai pembimbing penelitian yang telah memberikan segala
perhatian, waktu, bimbingan, dan dukungannya sehingga tesis ini dapat saya selesaikan
serta kepada Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, SpJP(K) sebagai pembimbing kedua
saya yang juga telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing saya dalam
menyelesaikan tesis ini, dan tidak lupa Dr.dr. Barita Sitompul, SpJP(K), sebagai
pembimbing bahasa yang sudah meluangkan waktu untuk membaca dan mengoreksi tata
bahasa dan penulisan tesis ini.
5. dr. Poppy S. Roebiono, SpJP(K), Dr. dr. Renan Sukmawan SpJP(K), ST dan dr.
BRM. Aryo S, SpJP sebagai ketua dan sekretaris program studi yang telah memberikan
segala perhatian, waktu dan dukungannya sehingga tesis ini dapat saya selesaikan tepat
waktu dan juga atas segala bimbingan selama masa pendidikan.
iv
vi
Akhirnya dengan segala kerendahan hati saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, yang telah membantu
selama pendidikan serta dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua.
Andi Haryanto
vii
Latar Belakang. Takikardia dengan kompleks QRS lebar adalah gambaran EKG yang cukup
sering kita temukan. Secara umum ada 3 aritmia yang dapat menyebabkan gambaran
takikardia dengan kompleks QRS lebar yaitu: takikardia ventrikel, takikardia supraventrikel
dengan aberansi dan takikardia supraventrikel dengan preksitasi. Ketiga aritmia ini penting
untuk dibedakan karena memiliki kemaknaan klinis yang sangat berbeda. Berbagai cara
sudah diteliti untuk membedakan ke tiga aritmia ini, cara yang sampai saat ini paling sering
dipakai adalah dengan menggunakan algoritme ekektrokardiografi. Ada berbagai algoritme
yang dapat digunakan, namun sampai sekarang hanya sedikit penelitian yang
membandingkan akurasi dari algoritme-algortime tersebut. Penelitian ini akan
membandingkan akurasi tiap algoritme-algoritme tersebut dan apabila memungkinkan
menyusun suatu algortime baru yang akurat dan mudah digunakan.
Metode. Seluruh sampel EKG takikardia dengan kompleks QRS lebar dari bulan Juni 2009
sampai Juni 2013 yang telah menjalani studi elektrofisiologi di Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita, yaitu sebanyak 62 sampel di analisis oleh 2 orang dengan menggunakan
algoritme Brugada, Vereckei, aVR dan R II Wave Peak Time (RIIPWT). Dilakukan analisis
tes diagnostik, bivariat dan multivariat untuk tiap-tiap karakteristik EKG dari ke 4 algoritme
tersebut. Dari analisa tersebut dibentuklah suatu algoritme baru yang terstruktur dan
kemudian dilakukan validasi ulang dengan 56 EKG takikardia dengan kompleks QRS lebar
yang berbeda.
Hasil. Dalam penelitian ini, hasil tes diagnostik algoritme Brugada memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup baik (85.42%; 85.71%), sementara algortime Vereckei memiliki
sensitivitas yang paling tinggi (93.73%). Untuk analisis pada tiap-tiap karakteristik EKG
didapatkan 4 kriteria EKG memiliki spesifisitas sampai 100%. Pada analisis multivariat
didapatkan kriteria EKG adanya gelombang r/q > 40ms pada sadapan aVR dan rasio vi/vt
bermakna secara statistik. Kemudian berdasarkan hasil analisis tes diagnostik, multivariat,
dan kappa inter dan intra observer dibuatlah algortime baru. Hasil validasi tes diagnostik
mendapatkan sensitivitas, akurasi dan Likelihood Ratio algortime baru lebih tinggi dari
algoritme-algoritme sebelumnya.
Kesimpulan. Karakteristik EKG yang paling bermakna secara statistik untuk membedakan
VT dan SVT dengan aberansi pada takikardia dengan kompleks QRS lebar adalah adanya
gelombang r/q > 40 ms di sadapan aVR dan rasio vi/vt. Algoritme baru yang dibuat
berdasarkan keempat algoritme lainnya memiliki sensitivitas, akurasi, dan likelihood ratio
yang lebih tinggi dari keempat algortime lainnya.
Kata Kunci:
Takikardia dengan kompleks QRS lebar, takikardia ventrikel, takikardia supraventrikel
dengan aberansi, algoritme Brugada, algoritme Vereckei, algoritme aVR, R II Peak Wave
Time
ix
Background. Wide complex tachycardia is a quite common rhythm that we could find in
ECG. Generally there are three arrhytmia that could cause such rhythm in ECG which are:
ventricular tachycardia, supraventricular tachycardia with abberancy, supraventricular
tachycardia with preexcitation. It is of the utmost importance to be able to differentiate this
rhythms for they hold a very different clinical value. Many methods was used to differ this
three arrhytmia, among all of them the electrocardiography algorthytm was one of the most
commonly used. This study will compared all the accuracy of the previous algorhythms and
if possible to developed a new accurate and simple algorhythm based on the previous
algorhythm.
Method. All wide QRS complex tachycardia electrocardiography spanning from June 2009
up until June 2013 whose diagnosis confirmed by electrophysiology study at National Heart
Center Harapan Kita with the sum of 62 samples were analyzed by 2 researcher using the
Brugada, Vereckei, aVR, and R II Peak Wave Time. Diagnosis test was then performed with
bivariat and multivariat analysis for every ECG criteria from the four previous algorhythm.
From the previous analysis a new and structured algorhythm was formed and validity test was
performed afterward using a different set of 56 wide QRS complex tachycardia.
Result. From the diagnostic analysis, the Brugada algorhythm come out with a formidable
sensitivity dan specificity (85.42%; 85.71%), while the Vereckei algorhythm has the highest
sensitivity (93.73%). There are four ECG criteria with 100% specificity. The multivariat
analysis reveal two statistically significant ECG criteria which are the existence of r or q
wave > 40 ms in the aVR lead and the vi/vt ratio. Based on the multivariat analysis, and
kappa inter and intra observer, new algorhythm was formed. The Validity test afterward
reveal the sensitivity, accuracy and likelihood ratio of the new algorhythm were superior
compared with the previous algorhythm.
Conclusion. The most statitiscally significant ECG characteristic for differentiating VT and
SVT with abberancy in wide QRS complex tachycardia were are the existence of r or q wave
> 40 ms in the aVR lead and the vi/vt ratio. The new algorhythm build based on the four
previous algorhythm has superior sensitivity, accuracy, and likelihood ratio compared with
the previous algorhythms.
Keywords:
Wide QRS complex tachycardia, ventricular tachycardia, supraventricular tachycardia eith
abberancy, Brugada algorhythm, Vereckei algorhythm, aVR algorhythm, R II Peak Wave
Time
xi
xii
Tabel 2.1. Kriteria pada sadapan prekordial yang digunakan untuk membedakan
membedakan VT dengan SVT pada takikardia dengan kompleks QRS
lebar yang diajukan oleh Wellens et al .................................................... 5
Tabel 2.2. Pengujian akurasi kriteria EKG oleh Brugada yang sebelumnya sudah
diajukan ..................................................................................................... 6
Tabel 2.3. Pengujian kriteria morfologi Wellens yang dilakukan oleh Brugada ..... 7
Tabel 2.5. Kriteria blok berkas cabang dan blok fasikular yang diajukan oleh Willems
et al dan diadopsi oleh Vereckei ............................................................... 11
Tabel 2.6. Hasil perbandingan akurasi algoritme Brugada dengan Vereckei ........... 14
Tabel 2.7. Perbandingan akurasi algoritme Brugada, Vereckei dan aVR ................ 18
Tabel 2.8. Karakteristik sampel dari penelitian Ultra Simple Brugada .................... 21
Tabel 2.9. Tes akurasi pada kriteria R-Wave Peak Time > 50 ms pada sadapan II .. 21
Tabel 5.2. Analisa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi
negatif pada tiap karakteristik EKG untuk diagnosis VT........................ 35
Tabel 5.3. Hasil analisis multivariat dari kriteria-kriteria EKG ke empat algoritme.35
Tabel 5.4. Kappa inter observer dan intra observer terhadap karakteristik EKG dari
tiap algoritme ........................................................................................... 36
Tabel 5.5. Perbandingan hasil tes diagnostik dari algoritme baru dan algoritme-
algoritme lainnya ..................................................................................... 38
xiii
Gambar 2.1. Diagram yang menunjukkan perjalanan impuls elektrik pada VT dan
SVT dengan aberansi............................................................................... 4
Gambar 2.5. Contoh penggunaan kriteria vi/vt pada EKG yang menunjukkan diagnosis
SVT dan VT ............................................................................................ 12
Gambar 2.7. Algoritme baru buatan Vereckei et al yang hanya menggunakan sadapan
aVR saja .................................................................................................. 15
Gambar 2.8. Contoh penerapan langkah ke 2 dan ke 3 dari algoritme aVR, yaitu
gelombang r atau q pada awal QRS di sadapan aVR dengan lebar > 40 ms
dan adanya takik pada bagian defleksi menurun dari gelombang q pada
kompleks QRS di sadapan aVR .............................................................. 15
Gambar 2.9. Pengaruh asal dan penjalaran impuls terhadap gambaran EKG di sadapan
aVR .......................................................................................................... 16
Gambar 2.11. Pewarnaan gap junction pada otot jantung anjing saat impuls berjalan
transversal dan longitudinal..................................................................... 18
Gambar 2.13. Contoh penerapan algortime R-Wave Peak Time pada EKG .................. 20
Gambar 3.1 Kerangka teori dimana suatu takikardia dengan kompleks QRS lebar dapat
dibedakan menjadi VT atau SVT melalui karakteristik-karakteristik EKG
yang ada ................................................................................................... 23
Gambar 3.1. Kerangka konsep pada penelitian dimana 4 algoritme untuk membedakan
VT dan SVT dengan aberansi diterapkan pada EKG takikardia dengan
QRS kompleks lebar yang kemudian diagnosisnya dipastikan dengan studi
elektrofisiologi......................................................................................... 24
xiv
Gambar 5.1. Pemilihan pasien yang dimasukkan dalam analisa penelitian ................. 32
Gambar 5.2. Algoritme baru yang dibuat berdasarkan analisis dari setiap karakter EKG
pada 4 algoritme EKG yang sudah ada sebelumnya ............................... 37
xv
VT Takikardia Ventrikel
EKG Elektrokardiografi
vi Initial Velocity
vt Terminal Velocity
AF Fibrilasi Atrium
FB Blok fasikular
LR Likelihood Ratio
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Takikardia dengan kompleks QRS lebar adalah gambaran EKG yang sering
ditemukan. Pada kondisi tidak stabil, maka terapi elektrik perlu diberikan sesuai dengan
indikasi yang ada. Namun apabila pasien datang dengan kondisi yang cukup stabil, maka
penilaian yang lebih detail perlu dilakukan untuk menghasilkan diagnosis yang tepat.
Pada dasarnya, ada 3 kelainan irama jantung yang dapat menghasilkan gambaran
EKG takikardia dengan kompleks QRS lebar, yaitu: takikardia ventrikel (VT) merupakan
yang paling umum ditemukan (80%), takikardia supraventrikular (SVT) dengan aberansi (15
– 20 %), dan Atrioventriculare Reentrant Tacycardia (AVRT) dengan konduksi antidromik
(1 – 6 %).1
Karena EKG tetap merupakan modalitas utama untuk menegakkan diagnosis pada
takikardia dengan kompleks QRS lebar, maka banyak algoritme yang diajukan untuk
membantu menegakkan diagnosis. Algoritme yang paling umum digunakan adalah algoritme
Brugada yang sudah sejak lama ada dan memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang cukup
baik.2 Pada tahun 2007 Vereckei et al. membuat algoritme baru yang digunakan untuk
membedakan SVTdengan aberansi dan VT.3 Pada tahun 2008, Vereckei kembali
memperbaharui algoritmenya dengan hanya menggunakan satu lead yaitu aVR saja untuk
dapat membedakan VT dan SVT dengan aberansi dimana algoritme tersebut dibuat
berdasarkan prinsip perbedaan arah vektor dan kecepatan impuls listrik . 4 Selain itu ada pula
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
2
metoda baru yang disebut sebagai ultrasimple Brugada criterion yang diajukan oleh Brugada
pada tahun 2010 dimana belum banyak penelitian yang membahas mengenai akurasi dari
kriteria tersebut.5
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti
untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apa saja karakteristik EKG yang memiliki akurasi terbaik untuk membedakan VT
dan SVT dengan aberansi pada takikardia dengan kompleks QRS lebar ?
2. Dapatkah dibuat suatu algoritme baru berdasarkan analisis karakteristik EKG dari
algoritme sebelumnya untuk membedakan VT dan SVT dengan aberansi pada
takikardia dengan kompleks QRS lebar ?
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
3
Algoritme EKG baru yang dibuat untuk membedakan VT dan SVT dengan aberansi
pada takikardia dengan kompleks QRS lebar berdasarkan 4 algoritme sebelumnya akan
memiliki akurasi yang lebih baik dalam membedakan VT dan SVT dengan aberansi pada
takikardia dengan kompleks QRS lebar dibandingkan dengan 4 algoritme yang sudah ada
sebelumnya.
1. Akademik :
2. Klinis :
3. Masyarakat :
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Takikardia dengan kompleks QRS lebar adalah suatu irama dengan frekuensi QRS
kompleks lebih dari 100/menit dan dengan durasi QRS kompleks > 120 ms. Apabila irama
takikardia memiliki morfologi kompleks QRS yang sama dengan saat irama sinus, maka kita
dapat dengan cukup yakin mendiagnosis irama tersebut dengan takikardia supraventrikular.
Namun irama supraventrikular dapat dikonduksikan secara aberan ke ventrikel sehingga akan
menimbulkan kompleks QRS yang lebar. Pada kasus seperti ini, membedakan VT dan SVT
dapat menjadi cukup sulit.2
Diagnosis irama takikardia dengan kompleks QRS lebar sudah merupakan suatu
tantangan tersendiri sejak dari dahulu karena ada berbagai irama yang dapat menyebabkan
terjadinya takikardia dengan kompleks QRS lebar, yaitu: VT pada sekitar 80% kasus, SVT
dengan aberansi pada 15-20% kasus, dan yang paling jarang adalah antidromic
Atrioventrikulare Reentrant Tachycardia (AVRT) yang hanya 1-6% dari semua
kasus.Meskipun demikian, diagnosis yang tepat penting untung ditegakkan karena akan
sangat mempengaruhi baik penanganan ataupun prognosis, dan penanganan yang salah akan
dapat berakibat fatal.1
Gambar 2.1. Diagram yang menunjukkan perjalanan impuls elektrik pada VT (kiri) dan SVT dengan aberansi
(kanan).8
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
5
Sampai saat ini EKG masih merupakan media utama untuk membedakan takikardi
ventrikel dan SVT dengan aberansi. Telah banyak kategori yang diajukan untuk membedakan
kedua aritmia tersebut,seperti misalnya9 1. Lebar QRS > 140 ms, 2. Deviasi aksis ke kiri, 3.
Disosiasi atrioventrikular, 4. Adanya capture beat atau fusion beat. Selain karakteristik-
karakteristik tersebut diajukan pula adanya morfologi tertentu pada sadapan prekordial untuk
membedakan VT dengan SVT yang diajukan oleh Wellen et al.10
Tabel 2.1. Kriteria pada sadapan prekordial yang digunakan untuk membedakan membedakan VT dengan SVT pada
takikardia dengan kompleks QRS lebar yang diajukan oleh Wellens et al. 9, 10
Meskipun demikian masih banyak kesalahan yang sering terjadi saat mendiagnosis
takikardia dengan kompleks QRS lebar dan akurasi dari karakteristik EKG yang ada tidak
selalu tetap sama apabila digunakan oleh orang yang berbeda. Hal ini menyebabkan para
peneliti tetap mencari cara-cara untuk meningkatkan akurasi diagnosis dari takikardia dengan
kompleks QRS lebar. Inilah yang menyebabkan dibuatnya algoritme-algoritme yang dapat
memandu dan memudahkan diagnosis dari takikardia dengan kompleks QRS lebar. 2, 6
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
6
Tabel 2.2. Pengujian akurasi kriteria EKG oleh Brugada yang sebelumnya sudah diajukan. 2
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
7
masih memiliki akurasi yang cukup baik untuk VT maupun SVT aberansi sehingga Brugada
et al juga mengadopsi kriteria-kriteria yang memiliki spesifisitas baik untuk VT.2, 9
Tabel 2.3. Pengujian kriteria morfologi Wellens yang dilakukan oleh Brugada et al. dapat terlihat semua
kategori yang diajukan Wells memiliki spesifisitas yang cukup baik. 2
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
8
Tabel 2.4. Tabel distribusi interval RS pada sampel Brugada et al. dapat dilihat tidak ada SVT aberansi yang memiliki
interval RS >100 ms namun masih ada VT dengan interval RS < 100 ms, sehingga kriteria ini memiliki spesifisitas 100%. 2
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
9
Brugada et al kemudian melakukan uji diagnostik untuk algoritme baru tersebut dan
mendapatkan hasil yang cukup baik. Uji diagnostik dilakukan untuk setiap langkah dari
algoritme bertingkat tersebut dan mendapatkan hasil akhir sensivisitas berupa 98.7 % dan
spesifisitas berupa 96.5 % untuk diagnosis VT dan sensivisitas berupa 96.5 % dan spesifisitas
berupa 98.7 % untuk diagnosis SVT dengan aberansi.
Gambar 2.3. uji diagnostik yang dilakukan Brugada et al untuk algoritme yang dibuat. 2
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
10
Adanya gel R pada awal kompleks QRS di sadapan aVR merupakan kriteria yang
diajukan oleh Vereckei yang sebenarnya bukan kriteria yang baru karena dibuat berdasarkan
kriteria lama yang mengatakan pada VT umumnya aksis QRS berada di superior (-90 sampai
± 180º). Untuk menimbulkan resultan vektor positif pada aVR maka resultan vektor QRS
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
11
sadapan aVR harus berada pada -60 sampai +120º. Sehingga apabila sadapan aVR bersifat
positif maka cenderung mengarah ke VT. Meskipun demikian, karakteristik ini berbeda
dengan karakteristik aksis sebelumnya tidak hanya dari batas derajat aksis saja, namun pada
kriteria ini dibutuhkan adanya gelombang R pada awal kompleks QRS. Karena sumber irama
VT berasal dari ventrikel, maka arah impuls umumnya mengarah ke atas pada fase awal
sehingga menimbulkan defleksi positif pada awal kompleks QRS pada sadapan aVR. Hal
tersebut tidak terdapat pada kriteria lama yang hanya melihat resultante dari aksis.3
Morfologi kompleks QRS yang yang tidak menyerupai blok berkas cabang ataupun
blok fasikular dianggap sebagai pertanda dari VT karena pada SVT dengan aberansi impuls
tetap akan melalui berkas his kemudian ke salah satu cabang berkas cabang sehingga akan
memberikan gambaran blok berkas cabang ataupun blok fasikular. Vereckei menggunakan
kriteria yang diajukan oleh Willems et al.3, 11
Tabel 2.5. Kriteria blok berkas cabang dan blok fasikular yang diajukan oleh Willems et al dan diadopsi oleh
Vereckei et al. 3, 11
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
12
Kriteria vi/vt dipakai untuk menunjukkan arah dan kecepatan hantaran dari impuls
listrik saat terjadi takikardia. Vi atau initial velocity adalah voltase dalam milivolt 40 ms
setelah awal kompleks QRS yang dianggap menggambarkan penjalaran impuls pada saat
mula-mula depolarisasi ventrikel. Sedangkan vt atau terminal velocity adalah voltase dalam
milivolt 40 ms sebelum akhir dari kompleks QRS yang dianggap menggambarkan penjalaran
impuls pada saat menjelang akhir dari depolarisasi ventrikel. Pada takikardia kompleks QRS
lebar yang disebabkan oleh SVT dengan aberansi impuls pertama kali timbul pada septum
ventrikel melalui berkas his sehingga penjalaran impuls cenderung lebih cepat. Impuls akan
terus menjalar sampai ke otot ventrikel dimana impuls menjalar dari sel otot ke sel otot yang
berjalan lebih lambat, sehingga vi > vt. Hal ini berbeda dengan takikardia kompleks QRS
lebar yang disebabkan oleh VT dimana impuls berasal dari ventrikel kemudian menjalar dari
sel otot ke sel otot sehingga berjalan lebih lambat. Setelah impuls menjalar sampai ke berkas
his impuls akan diteruskan melalui berkas cabang ke serabut purkinye dimana impuls
berjalan lebih cepat sehingga vi < vt. Sadapan yang diambil adalah sadapan yang memiliki vi
paling cepat.3
Gambar 2.5. Contoh penggunaan kriteria v i/vt pada EKG yang menunjukkan diagnosis SVT
(atas) dan VT (bawah)3
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
13
Kriteria ini merupakan kriteria baru yang dibuat berdasarkan arah dan kecepatan
impuls listrik yang sebelumnya belum pernah diperhatikan. Namun, kriteria ini juga memiliki
beberapa kelemahan, yaitu: pemakaian obat-obatan anti aritmia yang dapat mengurangi baik
vi ataupun vt, adanya jaringan parut akibat penyakit jantung koroner yang juga akan
mengganggu baik vi ataupun vt karena akan mengganggu penjalaran impuls listrik. Selain itu
adanya fasikular VT dimana sirkuit reentry dekat dengan berkas his akan membuat vi
menjadi lebih cepat, sedangkan apabila exit point dari sirkuit reentry dekat dengan berkas
fasikular akan membuat vt menjadi lebih cepat.3
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
14
Pada tahun 2008 Vereckei kembali membuat algoritme baru dengan prinsip yang
baru, yaitu algoritme yang dibuat hanya berdasarkan prinsip perbedaan dari arah dan
kecepatan impul pada awal dan akhir dari aktivasi ventrikel saat takikardia dengan QRS
lebar. Algoritme sebelumnya yang dibuat oleh Vereckei memiliki sensitivitas yang lebih
tinggi dari algoritme Brugada, namun dari observasi selanjutnya ternyata penggunaan
algoritme vereckei tersebut pada umumnya memakan waktu lebih banyak dibandingkan
dengan algoritme Brugada. Oleh karena itu Vereckei kembali mengembangkan satu
algoritme yang lebih disederhanakan lagi.3, 4
Pada dasarnya algoritme baru ini tidak menggunakan prinsip dasar baru namun
mengadopsi dan menyempurnakan prinsip-prinsip yang sudah ada. Algoritme aVR ini dibuat
berdasarkan 3 konsep baru yaitu: 1. Penggunaan hanya sadapan aVR untuk membedakan VT
dan SVT dengan aberansi, 2. Algoritme ini dapat membedakan VT ke dalam 2 grup yaitu:
a.VT yang timbul dari daerah apikal atau inferior ventrikel, dan b. VT yang timbul dari
daerah ventrikel lainya, dan 3. Algoritme pertama yang tidak menggunakan disosiasi
atrioventrikular yang selalu digunakan oleh sebelumnya. 4
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
15
Karakteristik EKG berupa adanya gelombang R pada awal kompleks QRS di sadapan
aVR dan vi / vt tetap dipakai oleh Vereckei et al. Namun Vereckei et al juga menambahkan 2
karakteristik baru pada sadapan aVR, yaitu gelombang r atau q pada awal QRS di sadapan
aVR dengan lebar > 40 ms dan adanya takik pada bagian defleksi menurun dari gelombang q
pada kompleks QRS di sadapan aVR.4
Gambar 2.8. Contoh penerapan langkah ke 2 dan ke 3 dari algoritme aVR, yaitu gelombang r atau q pada
awal QRS di sadapan aVR dengan lebar > 40 ms dan adanya takik pada bagian defleksi menurun dari
gelombang q pada kompleks QRS di sadapan aVR.4
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
16
Gambar 2.9. pengaruh asal dan penjalaran impuls terhadap gambaran EKG di sadapan aVR. Garis lurus : impuls
yang berjalan melalui conduction pathway. Garis zig zag : impuls yang berjalan secara aberan melalui sel-sel otot
jantung.4
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
18
Algoritme Ultrasimple Brugada atau R-Wave Peak Time adalah karakteristik EKG
baru yang diajukan oleh Brugada et al pada tahun 2010. Algoritme ini unik karena hanya
terdiri dari satu langkah saja sehingga membuatnya cukup mudah digunakan. Algoritme ini
dibuat berdasarkan penelitian yang mengatakan bahwa impuls yang menyebar pada otot
jantung secara transversal akan berjalan lebih lambat bila dibandingkan dengan impuls yang
berjalan secara longitudinal.5
Gambar 2.11. pewarnaan gap junction (hijau) pada otot jantung anjing saat impuls
berjalan transversal (kiri) dan longitudinal (kanan)12
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
19
Gambar 2.12.. Hasil penelitian dari Valderrábano: A. Skema yang memperlihatkan stimulus yang menghasilkan impuls
yang berjalan longitudinal (kiri) dan transversal (kanan). B. (Kiri) grafik yang menunjukkan perbedaan kecepatan
konduksi pada impuls yang berjalan longitudinal dan transversal, dapat pula terlihat menurunnya gap junctional
conductance akan menyebabkan kecepatan konduksi turun lebih jauh pada impuls yang berjalan transversal. (kanan)
grafik yang menunjukkan tahanan pada impuls yang berjalan transversal lebih tinggi bila dibanding dengan
longitudinal.12
Berdasarkan teori tersebut Brugada et al kembali membuat kriteria EKG yang jauh
lebih sederhana dan hanya terdiri dari satu langkan untuk membedakan VT dan SVT dengan
aberansi pada takikardia dengan kompleks QRS lebar. Kriteria itu sering disebut R-Wave
Peak Time pada sadapan II yaitu dengan mengukur jarak dari awal kompleks QRS di sadapan
II sampai pada puncak dari gelombang defleksi pertama pada kompleks QRS tersebut
terlepas apakah defleksi tersebut positif atau negatif. Setelah dilakukan pengujian, ternyata
kriteria ini memiliki angka baik spesivisitas maupun sensivisitas yang fantastis. Karena
algoritme ini cukup sederhana dan mudah karena hanya terdiri dari satu langkah saja, maka
algoritme ini dapat digunakan secara luas dan akan memudahkan dalam mendiagnosis VT
atau SVT dengan aberansi pada takikardia dengan kompleks QRS lebar. Namun pada
penelitian ini Brugada et al tidak melakukan perbandingan akurasi dengan algoritme lainnya
yang sudah ada.5
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
20
Gambar 2.13. contoh penerapan algortime R-Wave Peak Time pada EKG. (atas) VT,
(tengah) SVT dengan aberansi, (bawah) EKG dengan defleksi pertama kompleks QRS ke
bawah6
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
21
Tabel 2.9. Tes akurasi pada kriteria R-Wave Peak Time > 50 ms pada sadapan II.5
Dari uraian diatas dapat dilihat ada banyak algoritme yang dapat digunakan untuk
membedakan VT dan SVT aberansi pada takikardia pada kompleks QRS lebar. Namun
belum ada konsensus mengenai algoritme mana yang harus dipakai, dan belum ada kejelasan
mengenai algoritme mana yang memiliki akurasi paling baik karena setiap peneliti memiliki
acuan yang berbeda untuk setiap algortime buatannya. Beberapa peneliti sudah mencoba
untuk membandingkan algoritme-algoritme yang ada selain dari peneliti yang menemukan
algoritme tersebut. Pada tahun 2012 Jastrzebski et al melakukan penelitian untuk
membandingkan 5 algoritme untuk membedakan VT dan SVT dengan aberansi, yaitu
Brugada, aVR, R-Wave Peak Time, Griffith, dan Bayesian. Untuk algoritme griffith dan
bayesian tidak dibahas oleh penulis karena tidak dimasukkan ke dalam penelitian untuk
alasan tertentu. Jastrzebski et al mendapatkan semua algoritme yang baru tidak berbeda
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
22
bermakna dalam hal akurasi (persentasi keberhasilan mendiagnosis Vt) secara umumnya,
namun ada perbedaan yang sangat bermakna dalam sensivitas dan spesivitas dalam
mendiagnosis VT.6, 13
Tabel 2.10. perbandingan akurasi, sensitivitas, spesivisitas, positif dan negatif likelihood ratiodari kelima algoritme yang di
teliti Jastrzebski et al.6
Dari hasil diatas terllihat akurasi dari kelima algoritme tidak berbeda bermakna, yang
perlu diperhatikan disini adalah pada algoritme Brugada, Griffith, Bayesian dan aVR
spesifisitas cenderung rendah, sedangkan R-Wave Peak Time memiliki spesifisitas yang
cukup tinggi, sehingga dengan algoritmenya yang hanya terdiri dari satu langkah algoritme
ini dapat dengan cukup mudah digunakan untuk mendiagnosis VT. Meskipun demikian,
karena sensivitasnya yang sangat rendah, maka algortime ini tidak dapat digunakan untuk
menyingkirkan VT.6
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
23
BAB III
VT
Gambar 3.1. Kerangka teori dimana suatu takikardia dengan kompleks QRS lebar dapat dibedakan menjadi VT atau SVT
melalui karakteristik-karakteristik EKG yang ada.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
24
- Brugada
- Vereckei
- aVR
- Ultra Simple Brugada
Gambar 3.2. Kerangka konsep pada penelitian dimana 4 algoritme untuk membedakan VT dan SVT dengan aberansi
diterapkan pada EKG takikardia dengan QRS kompleks lebar yang kemudian diagnosisnya dipastikan dengan studi
elektrofisiologi
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
25
3.3.1. Tahap I
SVT abbr
Studi elektrofisiologi
VT
- Brugada
- Vereckei
- aVR
- Ultra Simple Brugada
Gambar 3.3. Alur penelitian tahap I : EKG takikardia dengan kompleks QRS lebar dari pasien yang telah menjalani studi
elektrofisiologi dengan hasil VT akan dinilai dengan menggunakan keempat algoritme yang ada. Hasil dari penilaian ini akan
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
26
digunakan untuk membangun algoritme baru untuk membedakan VT dan SVT dengan aberansi pada takikardia dengan QRS
komples lebar.
3.3.2. Tahap II
SVT abbr
Studi elektrofisiologi
VT
Gambar 3.4. Alur penelitian tahap II: algoritme baru yang sudah dibuat dari penelitian tahap I akan diujikan pada EKG takikardia
dengan kompleks QRS lebar dari pasien lain yang telah menjalani studi elektrofisiologi dengan hasil VT untuk menilai akurasi
dari algoritme baru yang telah dibuat.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
27
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah suatu studi retrospektif, dibagi menjadi 2 tahap. Tahap 1 dengan desain
penelitian potong lintang, dan tahap kedua dengan desain uji diagnostik.
Populasi yang diteliti adalah penderita takikardi kompleks QRS lebar yang telah menjalani
studi elektrofisiologi.
Besar sampel (N) minimal untuk pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus untuk uji
diagnostik dengan keluaran sensitivitas:14
( ) ( )
n = besar sampel
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
28
Sen = sensitivitas alat yang diinginkan, ditetapkan sebesar 90 % (lebih tinggi dari
sensitivitas tertinggi dari algoritme-algoritme sebelumnya yang digunakan pada
penelitian ini)
Pasien dengan takikardi kompleks QRS lebar (≥ 120 ms) regular dan monomorfik
yang telah menjalani studi elektrofisiologi.
- Pasien dengan data sadapan EKG saat takikardia QRS lebar yang tidak lengkap
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
29
- Disosiasi atrioventrikular
- Adanya gelombang r atau q > 40 ms pada awal kompleks QRS di sadapan aVR
- Adanya takik pada bagian menurun dari gelombang q pada kompleks QRS di sadapan
aVR.
- VT
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
30
- QR atau QS
b. RBBB :
i. V1 :
- Gelombang R monofasik
- QR atau QS
ii. V6 :
- Rasio R ke S < 1
- QR atau QS
- Gel R monofasik
5. Kriteria morfologi menyerupai blok berkas cabang atau blok fasikular 11
6. vi (initial velocity) : tingkat voltase 40 ms setelah awal dari kompleks QRS (satuan
dalam mV)
7. vt (terminal velocity) : tingkat voltase 40 ms sebelum akhir dari kompleks QRS
(satuan dalam mV)
8. vi / vt : perbandingan vi dan vt pada sadapan manapun dimana vi memiliki nilai
terbesar.
9. Peak time gelombang R : jarak dari awal kompleks QRS sampai puncak gelombang R
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
31
Untuk tahap 1, pencarian sampel dimulai dari rekam medis pasien dengan riwayat
takikardia dengan kompleks QRS lebar yang telah dilakukan studi elektrofisiologi di
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI / Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita. EKG dari pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dikumpulkan dan
dianalisis oleh 2 orang asisten dengan menggunakan algoritme Brugada, Vereckei, aVR, dan
Ultrasimple Brugada untuk menentukan diagnosis VT atau SVT dengan aberansi. Data yang
terkumpul akan dianalisa secara statistik untuk mementukan akurasi tiap-tiap karakteristik
dari algoritme-algoritme yang ada. Kemudian dari analisis tiap karakteristik EKG algoritme
akan dibangun satu algoritme yang baru.
Pada tahap 2, algoritme yang baru tersebut akan diterapkan pada rekaman EKG
takikardia dengan kompleks QRS lebar dari pasien-pasien yang berbeda kemudian hasilnya
akan diproses secara statistik untuk menentukan akurasi dari algoritme yang baru.
Data kontinu dinyatakan dalam nilai rerata, bila sebaran tidak normal maka
dinyatakan dengan median (minimal - maksimal). Data kategorik dinyatakan dalam jumlah
dan persentase. Semua analisis dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
versi 22. Data kategorik dianalisis dengan Chi Square bila memenuhi syarat, atau uji
Fischer’s exact bila tidak memenuhi syarat untuk setiap karakteristik EKG. Setiap algoritme
akan dinilai akurasinya untuk membedakan VT dan SVT dengan aberansi pada takikardia
kompleks QRS lebar serta sensitifitas, spesifisitas, positive predictive value (PPV), dan
negative predictive value (NPV).
Untuk uji validasi akan dilakukan dengan cara uji diagnostik pada sampel EKG
yang baru untuk mencari sensitifitas, spesifisitas, akurasi, dan likelihood ratio dari algortime
baru dan akan dibandingkan ke empat algoritme yang lain.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
32
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari periode Juni 2009 sampai dengan Juni 2013 terdapat 97 pasien dengan takikardi
QRS lebar yang menjalani studi elektrofisiologi di Pusat Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita. Dari sejumlah pasien tersebut terdapat 62 pasien yang diikutsertakan dalam
penelitian ini. Hal ini dikarenakan 35 pasien dengan kompleks QRS lebar tidak memiliki data
rekaman EKG yang lengkap atau rekaman EKG yang ada sudah tidak dapat dibaca dengan
baik. (Gambar 5.1)
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
33
Dari 62 pasien takikardia dengan kompleks QRS lebar yang diikutsertakan ke dalam
penelitian didapatkan rentang usia antara 8 sampai 81 tahun. Proporsi jenis kelamin
didapatkan lebih banyak jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 39 pasien (62.9%)
dibandingkan dengan perempuan yaitu sebanyak 23 pasien (37.1%). Jenis aritmia yang paling
sering didapatkan pada sampel dengan takikardia QRS kompleks lebar adalah takikardia
ventrikel (VT) yaitu sebanyak 48 pasien (77.4%), sementara SVT dengan aberansi
didapatkan sebanyak 14 pasien (22.6%). Dari semua sampel VT didapatkan jenis yang
terbanyak adalah VT yang berasal dari outflow tract yaitu sebanyak 20 sampel (32.3%),
sedangkan jenis SVT dengan aberansi yang terbanyak didapatkan adalah AVNRT yaitu
sebanyak 8 sampel (12.9%). (Tabel 5.1.)
Variabel Deskriptif
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
34
5.2. Analisis karakteristik EKG pada takikardia dengan kompleks QRS lebar
Dari hasil analisa diagnostik untuk setiap karakteristik EKG didapatkan sebagian
besar signifikan secara statistik kecuali kriteria ke 4 algoritme Brugada, kriteria ke 3
algoritme Vereckei dan kriteria ke 3 algoritme aVR. Algoritme Brugada memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang cukup baik sedangkan tiga algoritme lainnya juga memiliki sensitivitas
yang baik tetapi spesifisitas sedang. Algoritme Vereckei memiliki sensitivitas yang paling
tinggi. Sementara beberapa kriteria seperti kriteria 1, 2, dan 3 dari algoritme Brugada, kriteria
1 dan 2 dari algoritme Vereckei dan kriteria 1 dari algoritme aVR memiliki spesifisitas yang
sempurna yaitu 100%. Kriteria algoritme brugada ke 4 memiliki nilai spesifisitas yang cukup
baik, namun tidak signifikan secara statistik, begitu juga dengan kriteria ke 3 dari algortime
Vereckei dan kriteria ke 3 dari algoritme aVR juga tidak signifikan secara statistik (p > 0.05).
(Tabel 5.2.).
Analisis tersebut juga menunjukkan algoritme yang memiliki akurasi tertinggi adalah
algoritme Vereckei (87.09%), sementara untuk karakteristik EKG tidak ada kriteria yang
memiliki akurasi yang mencapai 80%. Kriteria yang memiliki akurasi tertinggi adalah kriteria
2 (gelombang r atau q >40 ms) dari algoritme aVR (75.81%). Kriteria ke 4 dari algoritme
Vereckei (vi/vt) juga memiliki akurasi yang cukup baik bila dibandingkan dengan kriteria
yang lainnya. (Tabel 5.2.)
Analisis multivariat dilakukan pada semua karakteritik EKG yang memiliki p < 0.25
pada analisis bivariat tetapi tidak mengikutsertakan variabel yang memiliki spesifisitas 100%
karena variabel tersebut tidak memiliki angka false negative sehingga akan mengganggu
penghitungan. Dengan demikian kriteria 1 dari algoritme Brugada (tidak adanya kompleks
RS di sadapan prekordial), kriteria 2 dari algoritme Brugada (interval RS terpanjang
disadapan prekordial > 100 ms), kriteria 3 dari algoritme Brugada (disosiasi AV), dan kriteria
2 dari algortime Vereckei (adanya gel R pada awal kompleks QRS pada sadapan aVR) tidak
diikutkan dalam analisis multivariat secara regresi logistik. Didapatkan 2 kriteria yang
bermakna secara statistik adalah gelombang r/q > 40 ms d sadapan aVR ( p = 0.008) dan
rasio vi/vt (p = 0.042). (Tabel 5.3.)
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
35
Tabel.5.2. Analisa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV) dan nilai prediksi negatif (NPV) pada tiap
karakteristik EKG untuk diagnosis VT
Tabel 5.3. Hasil analisis multivariat dari kriteria-kriteria EKG ke empat algoritme
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
36
Analisis inter observer maupun intra observer mendapatkan nilai Kappa yang baik
untuk semua variable, kecuali variabel disosiasi AV mendapatkan nilai Kappa sedang untuk
variasi inter observer (Kappa = 0.62). Nilai Kappa terutama sangat tinggi baik pada variasi
inter observer maupun intra observer pada variabel-variabel dari algoritme aVR. (Tabel 5.4.)
Tabel 5.4. Kappa inter observer dan intra observer terhadap karakteristik EKG dari tiap algoritme
Untuk membentuk algoritme baru dilakukan pendekatan sebagai berikut: (1) memakai
kriteria EKG dengan angka spesifiitas 100% untuk screening awal dari irama VT, (2)
mengadopsi kriteria yang dari hasil analisis multivariat yang bermakna secara statistik yaitu
adalah gel r/q > 40 ms di sadapan aVR ( p = 0.008) dan rasio vi/vt (p = 0.042), (3) memilih
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
37
kriteria yang paling mudah digunakan atas dasar nilai kesesuaian Kappa yang paling
baik.Maka dari ke empat kriteria EKG terpilih, yaitu kriteria 1 dari algoritme Brugada (tidak
adanya kompleks RS di sadapan prekordial), kriteria 2 dari algoritme Brugada (interval RS
terpanjang disadapan prekordial > 100 ms), kriteria 3 dari algoritme Brugada (disosiasi AV),
dan kriteria 2 dari algortime Vereckei (adanya gel R pada awal kompleks QRS pada sadapan
aVR) dipilih kriteria tidak adanya kompleks RS pada sadapan prekordial (Kappa
interobserver 0.92 dan intraobserver 0.95) dan adanya gelombang R pada awal kompleks
QRS di sadapan aVR (Kappa interobserver 0.92 dan intraobserver 1.00) masing-masing
sebagai kriteria I dan II algoritme baru kemudian dilanjutkan dengan kriteria III dan IV
dengan tujuan untuk mengadopsi kriteria EKG yang memiliki daya reliability yang baik.
Sehingga pada akhirnya susunan algortime baru diajukan oleh peneliti berdasarkan analisa
dari setiap karakteristik EKG dari ke 4 algoritme sebelumnya. (Gambar 5.2.)
Ya
Tidak VT
Adanya gelombang R pada awal kompleks
QRS di sadapan aVR
Ya
Tidak VT
Adanya gelombang r atau q pada awal
kompleks QRS dengan lebar > 40 ms di
sadapan aVR
Ya
Tidak VT
Rasio vi/vt < 1
Ya
Tidak VT
SVT dengan aberansi
Gambar 5.2. Algoritme baru yang dibuat berdasarkan analisis dari setiap karakter
EKG pada 4 algoritme EKG yang sudah ada sebelumnya
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
38
Tabel 5.5 Perbandingan hasil tes diagnostik dari algoritme baru dan algoritme-algoritme lainnya.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
39
BAB VI
DISKUSI
Penelitian ini telah berhasil membuat suatu algoritme baru untuk membedakan VT
dari SVT aberans pada suatu takikardia dengan kompleks QRS yang lebar. Algoritme baru ini
yang disusun dengan memodifikasi dan kompilasi kriteria-kriteria EKG dari empat buah
algoritme yang sudah diterima ternyata memiliki sensitivitas (96.43%) dan spesifisitas
(85.71%) yang lebih baik dari algoritme diagnosis yang sudah ada.
Populasi sampel dari penelitian ini menunjukkan usia rerata sampel adalah 48.4 tahun,
hal ini kemungkinan disebabkan karena pada penelitian ini sampel VT yang diambil terdiri
dari berbagai jenis VT seperti VT karena iskemik yang umumnya terjadi pada usia relatif
tua, dan VT yang berasal dari Outflow tract ataupun VT fasikulus yang pada umumnya
terjadi padabusia yang lebih muda sehingga rerata usia pada penelitian ini tidak terlalu
tinggi.20
Jenis VT yang terdapat pada sampel penelitian ini cukup unik, referensi yang ada
mengatakan bahwa pada umumnya, penyebab VT adalah penyakit jantung struktural,
terutama penyakit jantung koroner, sementara VT yang terjadi pada jantung tanpa kelainan
struktural hanya sebanyak 10% dari semua kasus VT di Amerika, dan hanya 20% pada semua
kasus VT di Jepang. Pada penelitian ini, sampel dengan jenis VT iskemik memiliki
presentase yang lebih rendah dibandingkan VT outflow tract dan VT fasikulus. Peneliti tidak
meneliti mengenai jumlah seluruh pasien penyakit jantung koroner yang mengalami VT,
namun ini merupakan suatu indikasi bawa kemungkinan di PJNHK masih belum banyak
pasien dengan VT akibat iskemik yang menjalani studi elektrofisiologis ataupun ablasi.
Penelitian yang dilakukan di Eropa yaitu Catheter ablation of stable ventricular tachycardia
before defi brillator implantation in patients with coronary heart disease (VTACH)
menunjukkan adanya penurunan angka kejadian VT atau fibrilasi ventrikel (VF) yang
signifikan pada kelompok pasien yang dilakukan ablasi sebelum dipasang Implantable
Cardiac Defibrillator (ICD).21, 22
Sementara untuk proporsi VT dan SVT yaitu berturut-turut 77.4% dan 22.6 % tidak
berbeda jauh dengan referensi dimana angka kejadian VT dari takikardia dengan kompleks
QRS lebar adalah 80% sementara SVT dengan aberansi adalah 15-20%.1 Penelitian ini tidak
mengikutsertakan takikardia dengan preeksitasi.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
40
Gambar 6.1. Kurva Kaplan-Meier yang menunjukkan perbandingan angka bebas VT/VF pada
sampel penelitian VTACH22
Analisis bivariat dari semua algoritme menunjukkan hasil yang cukup berbeda dari
penelitian Jastrzebski et al. Hasil dari sensitivitas untuk algortime Brugada, aVR cukup
serupa kecuali untuk RIIPWT dimana Jastrzebski et al. mendapatkan sensitivitas untuk
algoritme Brugada 89.0% dan algoritme aVR 87.1%, sedangkan peneltian kami mendapatkan
sensitivitas algoritme Brugada 85.42% dan algoritme aVR 89.58%. Untuk akurasi didapatkan
hasil yang tidak jauh berbeda dari penelitian Jastrzebski et al dan penelitian kami. Namun
untuk spesifisitas kami mendapatkan hasil yang cukup jauh berbeda, dimana Jastrzebski et al
mendapatkan spesifisitas yang lebih rendah untuk algoritme Brugada yaitu 59.2% dan
algoritme aVR 48%, sedangkan kami mendapatkan spesifisitas algoritme Brugada yaitu
85.71% dan algoritme aVR 57.14%. Hal ini bisa disebabkan oleh 2 hal menurut peneliti, yang
pertama kemungkinan karena sampel dari penelitian Jastrzebski et al jauh lebih banyak dari
sampel peneliti, namun satu yang menarik, Jastrzebski et al memasukkan grup SVT dengan
preeksitasi ke dalam grup SVT aberansi sedangkan peneliti mengeksklusikan SVT dengan
preeksitasi. Hal ini mungkin yang menyebabkan pada penelitian Jastrzebski et al spesifisitas
algoritme-algoritme tersebut tidak terlalu tinggi, karena SVT preeksitasi dengan konduksi
antidromik akan menyebabkan impuls dari atrium jatuh ke ventrikel tanpa melewati AV node
dan berkas His terlebih dahulu sehingga seolah-olah impuls berasal dari otot ventrikel.6
(Tabel 6.1.)
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
41
Gambar 6.2. perjalanan impuls pada VT (kiri) dan SVT preeksitasi (kanan), tampak SVT preeksitasi seolah-olah impuls juga
berasal dari ventrikel8
Tabel 6.1. Perbandingan sensitivitas, spesifisitas,dan akurasi dari penelitian Jastrzebski et al dan peneliti6
Brugada aVR RIIPWT
Jastrzebski Peneliti Jastrzebski Peneliti Jastrzebski Peneliti
Sensitivitas (%) 89.00 85.42 87.10 89.58 0.60 65.50
Spesifisitas (%) 59.20 85.71 48.00 57.14 82.70 85.71
Akurasi (%) 77.50 85.48 71.90 82.26 68.80 67.74
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
44
Algoritme baru ini tidak dapat digunakan untuk irama takikardia kompleks QRS lebar
dengan preeksitasi karena sampel penelitian ini tidak mengikutsertakan subyek dengan
preeksitasi. Hal ini sebetulnya tidak menjadi suatu kendala besar karena suatu preeksitasi
cukup mudah terlihat pada rekaman EKG saat irama sinus yang umumnya dimiliki oleh
penderita preeksitasi. Selanjutnya, algoritme baru ini hanya bisa digunakan untuk takikardia
dengan kompleks QRS lebar yang bersifat monomorfik dan regular yang memang merupakan
takikardia dengan kompleks QRS lebar yang sering memiliki persoalan diagnostik.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
45
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Karakteristik EKG yang paling bermakna secara statistik untuk membedakan VT dan
SVT dengan aberansi pada takikardia dengan kompleks QRS lebar adalah adanya
gelombang r/q > 40 ms di sadapan aVR dan rasio vi/vt.
2. Algoritme baru yang dibuat berdasarkan keempat algoritme lainnya memiliki
sensitivitas, spesifisitas, akurasi, dan likelihood ratio yang lebih tinggi dari keempat
algortime lainnya
7.2. Saran
1. Diterapkannya algoritme baru yang dihasilkan dalam penelitian ini sebagai algoritme
baku PJNHK untuk membedakan VT dari SVT aberan pada takikardia dengan
kompleks QRS lebar.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
46
DAFTAR REFERENSI
1. Issa Z, Miller JM, Zipes DP. Approach to Wide QRS Complex Tachycardias. In: Issa Z, Miller
JM, Zipes DP, editors. Clinical Arrhythmology and Electrophysiology: a Companion to Braunwald's
Heart Disease. 1 ed. Philadelphia: Elsevier; 2009. p. 393-403.
2. Brugada P, Brugada J, Mont L, Smeets J, Andries EW. A new approach to the differential
diagnosis of a regular tachycardia with a wide QRS complex. Circulation. 1991 May;83(5):1649-59.
PubMed PMID: 2022022.
3. Vereckei A, Duray G, Szenasi G, Altemose GT, Miller JM. Application of a new algorithm in
the differential diagnosis of wide QRS complex tachycardia. European heart journal. 2007
Mar;28(5):589-600. PubMed PMID: 17272358.
4. Vereckei A, Duray G, Szenasi G, Altemose GT, Miller JM. New algorithm using only lead aVR
for differential diagnosis of wide QRS complex tachycardia. Heart rhythm : the official journal of the
Heart Rhythm Society. 2008 Jan;5(1):89-98. PubMed PMID: 18180024.
5. Pava LF, Perafan P, Badiel M, Arango JJ, Mont L, Morillo CA, et al. R-wave peak time at DII: a
new criterion for differentiating between wide complex QRS tachycardias. Heart rhythm : the official
journal of the Heart Rhythm Society. 2010 Jul;7(7):922-6. PubMed PMID: 20215043.
6. Jastrzebski M, Kukla P, Czarnecka D, Kawecka-Jaszcz K. Comparison of five
electrocardiographic methods for differentiation of wide QRS-complex tachycardias. Europace :
European pacing, arrhythmias, and cardiac electrophysiology : journal of the working groups on
cardiac pacing, arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the European Society of
Cardiology. 2012 Aug;14(8):1165-71. PubMed PMID: 22333239.
7. K S. A New, Simple Algorithm for Diagnosing Wide QRS Complex Tachycardia: Comparison
With Brugada, Vereckei and aVR Algorithms. Circulation 2009;120:S671.
8. Subramanian R, Brady WJ. Wide Complex Tachycardia: Diagnosis And Management In The
Emergency Department. EBMedicine. 2008;10(6):1-23.
9. Wellens HJ, Bar FW, Lie KI. The value of the electrocardiogram in the differential diagnosis of
a tachycardia with a widened QRS complex. Am J Med. 1978 Jan;64(1):27-33. PubMed PMID:
623134.
10. Alzand BS, Crijns HJ. Diagnostic criteria of broad QRS complex tachycardia: decades of
evolution. Europace : European pacing, arrhythmias, and cardiac electrophysiology : journal of the
working groups on cardiac pacing, arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the
European Society of Cardiology. 2011 Apr;13(4):465-72. PubMed PMID: 21131372.
11. Willems JL, Robles de Medina EO, Bernard R, Coumel P, Fisch C, Krikler D, et al. Criteria for
intraventricular conduction disturbances and pre-excitation. World Health
Organizational/International Society and Federation for Cardiology Task Force Ad Hoc. J Am Coll
Cardiol. 1985 Jun;5(6):1261-75. PubMed PMID: 3889097.
12. Valderrabano M. Influence of anisotropic conduction properties in the propagation of the
cardiac action potential. Prog Biophys Mol Biol. 2007 May-Jun;94(1-2):144-68. PubMed PMID:
17482242. Pubmed Central PMCID: 1995420.
13. Assal C, Vijayaraman P. A new criterion to diagnose wide-complex tachycardia: the quest for
a simple, efficient diagnostic marker. Heart rhythm : the official journal of the Heart Rhythm Society.
2010 Jul;7(7):927-8. PubMed PMID: 20348029.
14. Dahlan MS. Besar Sampel Untuk Desain Khusus. In: A. S, editor. Besar Sampel dan Cara
Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2013.
p. 81-117.
15. Emergency Electrocardiography Online Training Module 2012 [cited 2013 4 December].
Available from: http://emedu.org/ecg/givemall.php.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014
47
16. Nathanson LA, McClennen S, Safran C, Goldberger AL. ECG Wave-Maven: Self-Assessment
Program for Students and Clinicians Beth Israel Deaconess Medical Center2013 [cited 2013 4
December]. Available from: http://ecg.bidmc.harvard.edu.
17. Nelson B. Nelson's EKG Site Texas2011 [updated December 2013; cited 2013 4 December].
Available from: http://www.nelsonsekgsite.com/ekgbook.htm.
18. Learn The Heart - ECG Archive Ilinois2003 [updated 2013; cited 2013 4 December]. Available
from: http://www.learntheheart.com/ecg-review/ecg-archive/.
19. Cadogan M, Nickson C. Life In The Fastlane Perth2007 [cited 2013 4 December]. Available
from: http://lifeinthefastlane.com/ecg-library/basics/vt_vs_svt/.
20. Issa Z, Miller JM, Zipes DP. Idiopathic Ventricular Tachycardia. In: Issa Z, Miller JM, Zipes DP,
editors. Clinical Arrhythmology and Electrophysiology: a Companion to Braunwald's Heart Disease. 1
ed. Philadelphia: Elsevier; 2009. p. 440-60.
21. Badhwar N, Scheinman MM. Idiopathic ventricular tachycardia: Diagnosis and management.
Current problems in cardiology. 2007 Jan;32(1):7-43. PubMed PMID: 17197289.
22. Kuck KH, Schaumann A, Eckardt L, Willems S, Ventura R, Delacretaz E, et al. Catheter
ablation of stable ventricular tachycardia before defibrillator implantation in patients with coronary
heart disease (VTACH): a multicentre randomised controlled trial. Lancet. 2010 Jan 2;375(9708):31-
40. PubMed PMID: 20109864.
23. Vereckei A, Miller JM. Classification of pre-excited tachycardias by electrocardiographic
methods for differentiation of wide QRS-complex tachycardias. Europace : European pacing,
arrhythmias, and cardiac electrophysiology : journal of the working groups on cardiac pacing,
arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the European Society of Cardiology. 2012
Nov;14(11):1674; author reply -5. PubMed PMID: 22562656.
24. Jastrzebski M, Kukla P. Limitations in the aVR algorithm should not lead to a redefinition of
ventricular tachycardia. Europace : European pacing, arrhythmias, and cardiac electrophysiology :
journal of the working groups on cardiac pacing, arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology
of the European Society of Cardiology. 2012;14(11):1674-5.
Universitas Indonesia
Algoritme elektrokardiografi…, Andi Haryanto, FK UI, 2014