Anda di halaman 1dari 34

TANDA RANGSANG MENINGS

A. Pengertian
Rangsangan selaput otak adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada
selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang subarachnoid (darah), zat
kimia (kontras), dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma). Manifestasi subyektif
adalah sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia, dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan adalah timbulnya gejala yang disebut meningismus, yaitu
pada pemeriksaan fisik terdapat rangsangan selaput otak, tetapi tidak ada proses patologis
di daerah selaput otak tersebut melainkan di luar cranium (misalnya mastoiditis).

B. Tujuan Pembelajaran
 Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara
pemeriksaan tanda rangsang meanings.
 Menentukan penyebab timbulnya tanda sehingga dapat membedakan
apakah gejala tersebut adalah suatu meningismus
 Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta persiapan
rujukan.

C. Media dan Alat Bantu


Penuntun Belajar

D. Metode Pembelajaran
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar
E. TEORI

Tanda-tanda ini timbul karena tertariknya radiks saraf tepi yang menjadi hipersensitif
karena adanya radang pada selaput otak (meningitis) dan perdarahan di ruang subarakhnoid.
Tanda-tanda iritasi selaput otak adalah:

1. Kaku Kuduk (Rigiditas nukhae)


Kepastian tentang ada-tidaknya tanda kaku kuduk ini akan kita dapatkan dengan
memeriksa penderita secara berikut. Penderita berbaring tertelentang di atas tempat tidur.
Secara pasif kepala penderita lantas kita fleksi dan ekstensi. Kita katakan, bahwa

1
penderita itu ada tanda kaku kuduk positif bila sewaktu melakukan gerakan tadi dapat
kita rasakan adanya suatu tahanan. Ada kaku kuduk yang ringan, tetapi ada pula kaku
kuduk yang keras. Kaku kuduk yang sangat keras dapat menimbulkan opistotonus.

2. Tanda Kernig
Pasien berbaring telentang. Setelah itu kita lakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi
lutut sehingga paha pasien berdiri tegak lurus terhadap tubuhnya. Kemudian kita lakukan
ekstensi pada sendi lutut. Gerakan ekstensi pasif ini mendapat tahanan sekaligus
membangkitkan nyeri di otot bisefs femoris. Untuk menganggap bahwa tindakan ini
positif, maka pada tungkai sisi kontralateral harus didapat gerakan fleksi di lutut dan
panggul secara reflektoris.

Gambar 1. Tanda Kenig

3. Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski


Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski atau the contralateral leg phenomenon
dikenal juga sebagai tanda Brudzinski II. Cara membangkitkan tanda tersebut adalah
sebagai berikut. Penderita berbaring terlentang. Salah satu tungkai penderita diangkat
dalam sikap lurus (ekstensi) di sendi lutut dan kita tekukkan (fleksi) secara pasif pada
sendi panggul. Kita katakan Brudzinski II positif, bila sewaktu melakukan gerakan di atas
tadi, tungkai yang kontralateral secara involunter ikut fleksi reflektoris di sendi lutut dan
sendi panggul.

2
Gambar 2. Tanda Tungkai Kontralateral menurut Brudzinski

4. Tanda leher menurut Brudzinski


Tanda leher menurut Brudzinski dikenal juga sebagai tanda Brudzinski I. Tanda
Brudzinski ini dapat kita timbulkan seperti berikut. Penderita berbaring terlentang. Kita
letakkan tangan kiri kita di bawah kepala penderita. Sementara itu tangan kanan kita
letakkan di atas dada penderita. Setelah itu, kita lakukan gerakan fleksi pada kepala
penderita dengan cepat. Gerakan fleksi ini dilakukan semaksimal mungkin dimana dagu
menyentuh sternum. Kita katakan bahwa tanda Bruzinski ini positif, bila sewaktu gerakan
fleksi pada kepala penderita itu dilakukan, timbul pula fleksi involunter di sendi lutut dan
panggul kedua tungkai. (Pada penderita dengan hemiplegi dan iritasi selaput otak, fleksi
involunter itu ternyata hanya tampak pada tungkai yang tidak lumpuh).

Gambar 3. Tanda Leher menurut Brudzinski

3
5. Tanda pipi menurut Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka penekanan pada kedua pipi atau tepat di bawah os
zigomatikum akan disusul oleh gerakan fleksi reflektoris pada kedua tungkai di sendi
lutut dan tungkai.

6. Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski


Pada adanya iritasi meningeal, maka penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh
gerakan fleksi reflektoris pada kedua tungkai di sendi lutut dan tungkai.

CHECK LIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN TANDA RANGSANG SELAPUT OTAK


No Langkah Klinis Pemeriksaan Tanda Rangsang Selaput Otak 0 1 2
KAKU KUDUK
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan klien. Klien berbaring
terlentang tanpa bantal
2. Menempatkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala klien yang
sedang berbaring, tangan kanan berda di atas dada klien.
3. Merotasikan kepala klien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan
klien sedang dalam keadaan rileks
4. Kemudian menekukkan (memfleksikan) kepala secara pasif dan
usahakan agar dagu mencapai dada.
5. Interpretasi: normal bila tidak terdapat kaku kuduk. Abnormal
bila terdapat tahanan atau dagu tidak mencapai dada (kaku kuduk
positif)
KERNIG’S SIGN
1. Klien berbaring terlentang
2. Memfleksikan paha klien pada persendian panggul sampai
membuat sudut 90 derajat.
3. Mengekste4nsikan tungkai bawah pada persedian lutut sampai
membuat sudut 135 derajat atau lebih.
4. Interpretasi: normal bila ekstensi lutut mencapai minimal 135
derajat (kernig’s sign negative), abnormal bila tidak dapat
mencapai 135 derajat atau terdapat rasa nyeri (kernig’s sign

4
positif).
BRUDZINSKI I
1. Klien berbaring terlentang.
2. Meletakkan tangan kiri di bawah kepala, tangan kanan di atas dada
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kea rah dada klien
sejauh mungkin.
3. Menempatkan tangan yang satunya lagi di dada klien untuk
mencegah di angkatnya badan.
4. Interpretasi: tanda ini positif bila kedua tungkai mengalami fleksi
involunter
BRUDZINSKI II
1. Klien berbaring terlentang
2. Memfleksikan satu tungkai secara pasif pada persendian panggul,
sedangkan tungkai yang satu bearada dalam keadaan ekstensi
(lurus).
3. Interpretasi: tanda ini positif bila tungkai yang satu terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
BRUDZINSKI III
1. Klien berbaring terlentang
2. Menekan os. Zygomatikus
3. Interpretasi: terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas
superior (tanda positif brudzinski III)
BRUDZINSKI IV
1. Klien berbaring terlentang
2. Menekan os. Sympisis os pubis
3. Interpretasi: terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas
inferior (brudzinski IV positif)
TOTAL

5
FUNGSI KOORDINASI

PENGERTIAN
Kemampuan mensinergiskan secara normal factor motorik, sensorik dalam melakukan
gerakan normal. Serebelum digunakan untuk gerakan sinergistik tersebut, oleh sebab itu
serebellum adalah pusat koordinasi. Gangguan koordinasi dapat disebabkan oleh disfungsi
serebellum, system motorik, system sensorik, system ekstrapiramidal, gangguan psikomotor,
gangguan tonus, system vestibular, dan lain-lain. Gangguan koordinasi dibagi menjadi gangguan
equilibratory dan non equilibratory.
TUJUAN PEMBELAJARAN
 Mahasiswa memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan fungsi
koordinasi
SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa dapat:
1. Dapat mempersiapkan klien dengan baik
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang akan
dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan atas
aspek keamanan dan kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan fungsi koordinasi dengan benar dan tepat
MEDIA DAN ALAT BANTU
Penuntun belajar
METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar

No Langkah Klinik Pemeriksaan Fungsi Koordinasi 0 1 2


A. TES-TES EQUILIBRIUM
TES ROMBERG
1. Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapat, pertama kali
dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup

6
2. Tes ini untuk membedakan lesi proprioseptif (sensoriataksia) atau lesi
serebellum. Pada gangguan proprioseptif jelas sekali terlihat
perbedaan antara membuka dan menutup mata. Pada waktu
membuka mata klien masih sanggup berdiri tegak, tetapi begitu
menutup mata, klien langsung kesulitan mempertahankan diri dan
jatuh. Pada lesi cerebellum waktu membuka dan menutup mata klien
kesulitan berdiri tegak dan cenderung berdiri dengan kedua kaki lebar
(wide base).
TANDA WALKING
1. Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai
2. Menempatkan tumit yang satu di depan jari-jari kaki berlawanan, baik
dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup
B. TES-TES NON EQUILIBRIUM
FINGER TO FINGER TES
1. Dengan posisi duduk/berbaring meminta klien mengekstensikan
lengannya
2. Meminta klien menyentuh ujung hidungnya dengan jari telunjuknya
dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan yang cepat.
DIADOKINESIA
1. Klien diminta menggerakkan kedua tangannya bergantian, pronasi
dan supinasi dengan posisi siku diam
2. Meminta klien melakukan gerakan tersebut secepat mungkin, baik
dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup.
Gangguan diadokinesia disebut disdiadokinesia.
Setelah Selesai Pemeriksaan
1. Menjelaskan pada klien apa yang kita dapatkan pada semua
pemeriksaan yang telah dilakukan
2. Mengucapkan kata perpisahan dengan klien dan mengusahakan
membesarkan hati klien dengan harapan-harapan dan cuci tangan
TOTAL

7
PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
REFLEKS PATOLOGIS

A. TEORI

Refleks patologis adalah gerakan refleks yang tidak ditemukan pada orang yang sehat.
Jadi dalam keadaan normal refleks patologis itu tidak dapat di perlihatkan.

Refleks patologik yang akan dibicarakan adalah :

a. Ekstremitas atas
1. Refleks Hoffmann-Tromner
Untuk menimbulkan refleks ini, maka dilakukan ekstensi pada jari tengah
penderita dan kemudian dipetik pada kuku jari tengah dan ujung jari telunjuk.
Bila lantas timbul gerakan fleksi pada jari jempol. telunjuk, atau pada jari-jari
lain pada tangan tersebut maka kita katakan, bahwa refleks Hoffmann-
Tromner positif. Bila hanya dapat ditimbulkan satu tangan saja, maka dapatlah
di katakan keadaan itu adalah patologis.

Gambar 49. Refleks Tromner

Gambar 50. Refleks Hoffmann

8
2. Refleks Wartenberg
Untuk menimbulkan refleks ini palu diketukkan pada jari pemeriksa yang
ditempatkan pada falang ke dua dan distal jari pasien. Respon yang terjadi
berupa fleksi jari-jari yang dapat dilihat dan dirasakan oleh pemeriksa.

Gambar 51. Refleks Wartenberg

b. Pada anggota bawah


1. Refleks Babinski
Refleks ini untuk pertama kali diuraikan Babinski dari Polandia dalam tahun
1896. Refleks ini adalah khas bagi suatu lesi pada traktus piramidalis. Refleks
ini tidak dapat ditimbulkan pada orang sehat, kecuali pada bayi yang berumur
kurang dari 1 tahun sebab pada bayi yang berumur kurang dari satu tahun
mielinisasi traktus piramidalis belum sempurna. Jadi pada neonatus, refleks
Babinski itu selalu positif. Untuk menimbulkan refleks Babinski ini, kita
goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki penderita. Goresan itu dimulai
di tumit kemudian menuju ke atas dengan menyelusuri bagian lateral dari
telapak kaki, dan setelah sampai di pangkal kelingking goresan itu kita
bengkokkan ke medial sampai ia berakhir pada pangkal jempol kaki. Refleks
Babinski kita katakan positif, bila tampak ada respons berupa dorsofleksi dari
ibu jari yang di sertai pemekaran dari jari-jari yang lain (ekstensor plantar
response).

9
Gambar 52. Refleks Babinski dengan tanda yang positif

Metode lain yang juga dapat menimbulkan respon serupa dengan refleks
Babinski (ekstensor plantar response)yaitu:

a. Refleks Chaddock
Untuk menimbulkan refleks ini, kita goreskan ujung palu refleks pada
kulit di bawah dari maleolus eksternus. Goresan itu kita lakukan dari
bawah ke atas. Refleks Chaddock ini kita namakan positif, bila timbul
dorsofleksi dari ibu jari yang disertai oleh pemekaran dari jari-jari yang
lain.

Gambar 53. Refleks Chaddock

b. Refleks Oppenheim
Untuk menimbulkan refleks ini, maka dengan jempol dan jari telunjuk kita
urut tulang betis (tibia) itu dari atas ke bawah. Refleks Oppenheim itu kita
namakan positif, bila tampak ada dorsofleksi dari ibu jari kaki yang di
sertai dengan pemekaran dari jari-jari yang lain.

10
Gambar 54. Refleks Oppenheim

c. Refleks Gordon
Untuk menimbulkan refleks Gordon ini, maka kita pijat otot betis
penderita. Kita katakan, bahwa refleks Gordon adalah positif, bila tampak
ada dorsofleksi dari ibu jari kaki penderita yang disertai dengan
pemekaran dari jari-jari kaki yang lain.

Gambar 55. Refleks Gordon

d. Refleks Schaeffer
Untuk menimbulkan refleks Schafer, maka kita pijat tendon Achilles
penderita. Kita katakan, bahwa refleks Schafer itu adalah positif, bila
tampak ada dorsofleksi dari ibu jari kaki penderita yang disertai
pemekaran dari jari-jari kaki yang lain.

Gambar 56. Refleks Schaeffer

2. Refleks Rossolimo
Untuk menimbulkan refleks Rossolimo ini, Inaka kita ketok dengan palu
refleks telapak kaki di daerah basis jari-jari kaki penderita. Kita katakan

11
bahwa refleks Rossolimo itu positif bila lantas timbul fleksi plantar dari jari-
jari kaki (jari kaki II - V).

Gambar 57. Refleks Gonda

Gambar 58. Refleks Rossolimo

3. Refleks Mendel-Bechterew
Untuk menimbulkan refleks Mendel-Bechterew ini, maka dengan palu refleks
kita perkusi dorsum pedis di daerah basis jari-jari kaki penderita. Refleks
Mendel-Bechterew positif bila lantas timbul fleksi plantar dari jari kaki (jari-
jari kaki II – V)

12
Gambar 59. Refleks Mendel-Bechterew

4. Klonus
Klonus adalah merupakan manifestasi dari suatu refleks regang otot yang
hiperaktif. Ada dua macam pemeriksaan klonus yaitu klonus kaki dan klonus
paha. Pada pemeriksaan klonus kaki tungkai penderita berada dalam keadaan
santai. Dengan tangan kiri kita di bawah lutut penderita, kaki penderita kita
angkat sedikit. Tungkai bawah penderita hendaknya sedikit dalam fleksi pada
lutut. Dengan tangan kanan, lantas dengan kita lakukan dorsofleksi pada kaki
penderita. Posisi dorsofleksi ini lantas dipertahankan untuk sernentara waktu.
Kita katakan bahwa klonus kaki itu adalah positif bila timbul kontraksi secara
berulangulang dari otot gastroknemius.

Gambar. 60 Klonus lutut dan kaki

Pada pemeriksaan klonus paha tungkai penderita hendaknya dalam kedudukan


lempeng dan santai. Patella penderita kita pegang di antara jempol dan
telunjuk tangan kiri kita.Kemudian dengan sekonyong-konyong kita tekan
patella itu kejurusan distal. Kita katakan, bahwa klonus paha itu adalah positif
bila timbul kontraksi secara berulang-ulang dari otot kuadriseps femoris.

No Langkah Kegiatan 0 1 2
REFLEKS BABINSKI
1. Meminta klien berbaring dengan tungkai diluruskan
2. Memegang pergelangan kaki klien supaya kaki tetap pada tempatnya

13
3. Dengan sebuah benda yang berujung agak runcing, telapak kaki
digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari
REFLEKS OPPENHEIM
1. Meminta klien berbaring dengan tungkai diluruskan
2. Mengurut dengan kuat tulang tibialis anterior ke arah distal dengan
ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah
REFLEKS HOFFMANN-TROMNER
1. Meminta klien berbaring
2. Memegang pergelangan tangan klien dengan jari-jari difleksikan
3. Menjepit jari tangan klien di antara telunjuk dan jari tengah
pemeriksa
4. Menggunakan ibu jari untuk menggores dengan kuat ujung jari
tengah pasien
Refleks Wartenberg
1 Mengetukkan jari pemeriksa yang ditempatkan pada falang ke dua
dan distal jari pasien.
2 Interpretasi hasil pemeriksaan. Respon yang terjadi berupa fleksi
jari-jari yang dapat dilihat dan dirasakan oleh pemeriksa.
Refleks Chaddok
Menggoreskan ujung palu refleks pada kulit di bawah dari maleolus
eksternus. Goresan ini dilakukan dari bawah ke atas.
Interpretasi hasil pemeriksaan. Refleks Chaddock positif, bila timbul
dorsofleksi dari ibu jari yang disertai oleh pemekaran dari jari-jari
yang lain.
Refleks Oppenheim
1 Untuk menimbulkan refleks ini, maka dengan jempol dan jari
telunjuk kita urut tulang betis (tibia) itu dari atas ke bawah.
2 Interpretasi hasil pemeriksaan. Refleks Oppenheim itu kita namakan
positif, bila tampak ada dorsofleksi dari ibu jari kaki yang di sertai
dengan pemekaran dari jari-jari yang lain.

14
Refleks Gordon
1 Untuk menimbulkan refleks Gordon ini, maka kita pijat otot betis
penderita.
2 Interpretasi hasil pemeriksaan. Kita katakan, bahwa refleks Gordon
adalah positif, bila tampak ada dorsofleksi dari ibu jari kaki
penderita yang disertai dengan pemekaran dari jari-jari kaki yang
lain.
Refleks Schaeffer
1 Untuk menimbulkan refleks Schafer, maka kita pijat tendon Achilles
penderita.
2 Kita katakan, bahwa refleks Schafer itu adalah positif, bila tampak
ada dorsofleksi dari ibu jari kaki penderita yang disertai pemekaran
dari jari-jari kaki yang lain.
Refleks Rossolimo
1 Untuk menimbulkan refleks Rossolimo ini, Inaka kita ketok dengan
palu refleks telapak kaki di daerah basis jari-jari kaki penderita.
2 Kita katakan bahwa refleks Rossolimo itu positif bila lantas timbul
fleksi plantar dari jari-jari kaki (jari kaki II - V).
Refleks Schaeffer
1 Untuk menimbulkan refleks Schaefer, maka pemeriksa memijat
tendon Achilles penderita.
2 Interpretasi hasil pemeriksaan. Kita katakan, bahwa refleks Schaefer
itu adalah positif, bila tampak ada dorsofleksi dari ibu jari kaki
penderita yang disertai pemekaran dari jari-jari kaki yang lain.
Refleks Rossolimo
1 Untuk menimbulkan refleks Rossolimo ini, Inaka kita ketok dengan
palu refleks telapak kaki di daerah basis jari-jari kaki penderita
2 Kita katakan bahwa refleks Rossolimo itu positif bila lantas timbul
fleksi plantar dari jari-jari kaki (jari kaki II - V).
Refleks Mendel-Bechterew

15
Untuk menimbulkan refleks Mendel-Bechterew ini, maka dengan
palu refleks kita perkusi dorsum pedis di daerah basis jari-jari kaki
penderita
. Refleks Mendel-Bechterew positif bila lantas timbul fleksi plantar
dari jari kaki (jari-jari kaki II – V)
Pemeriksaan klonus.
Kaki tungkai penderita berada dalam keadaan santai.
Dengan tangan kiri kita di bawah lutut penderita, kaki penderita kita
angkat sedikit. Tungkai bawah penderita hendaknya sedikit dalam
fleksi pada lutut.
Dengan tangan kanan, lantas dengan kita lakukan dorsofleksi pada
kaki penderita. Posisi dorsofleksi ini lantas dipertahankan untuk
sernentara waktu
Interpretasi hasil pemeriksaan. Kita katakan bahwa klonus kaki itu
adalah positif bila timbul kontraksi secara berulangulang dari otot
gastroknemius.
TOTAL

16
PENUNTUN KETERAMPILAN TEHNIK ANAMNESA

PASIEN PENYAKIT NEUROLOGI

Tujuan Intruksional Umum (TIU)

Mahasiswa dapat melakukan wawancara pasien psikiatri dengan tehnik wawancara yang baik
dan benar.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, diharapkan mahasiswa:

1. Mampu melakukan wawancara dengan baik dan benar


2. Mampu membuka dan memulai wawancara serta mampu mengatasi kebuntuan
wawancara
3. Mampu menerapkan bagaimana cara bersikap sebagai dokter dalam mewawancarai
pasiennya
4. Mampu membina hubungan dokter-pasien dengan baik dan berkelanjutan (rapport)
5. Mampu menggali dan mengumpulkan informasi yang berkenaan dengan anamnesa
(identifikasi, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat pribadi, riwayat keluarga dsb)
penyakit neuro-psikiatri
6. Mampu bersikap empati terhadap penderitaan pasien
7. Mampu menyusun laporan status neuro-psikiatri dan mengutarakan kembali dengan
benar.
8. Mampu berkomunikasi secara verbal dan nonverbal dengan baik
9. Mampu mendengarkan dan menanggapi keluhan pasien dengan baik dan benar
10. Mampu membuat kesimpulan hasil wawancara yang dilakukan.

CHECK LIST (DAFTAR TILIK)


NO LANGKAH/KEGIATAN 0 1 2
Fase Perkenalan
1. Mempersilahkan pasien masuk ke ruangan

17
2. Menyapa pasien dengan penuh keakraban
3. Memperkenalkan diri sambil menjabat tangan pasien
4. Mempersilahkan duduk
5. Menunjukkan sikap empati
Fase Pembukaan
6. Menawarkan bantuan yang dapat diberikan
7. Menanyakan alasannya datang
8. Menggunakan keluhan utama untuk mengembangkan diagnosis banding
dan diagnosis sementara
Fase Inti
9. Menanyakan riwayat penyakit sekarang mulai dari onsetnya, frekuensi,
sifat gejalanya, lamanya, keparahan, lokasi dan penjalaran, perjalanan
penyakit, gejala-gejala lain yang menyertainya dan pengaruh penyakit
tersebut terhadap aktivitas social dan pekerjaan dan waktu senggang.
10. Menyingkirkan dan atau memasukkan berbagai kemungkinan diagnosis
denagan menggunakan pertanyaan terpusat dan terperinci.
11. Menelusuri jawaban yang samar-samar atau tak jelas dengan gigih untuk
menentukan akurasi jawaban pertanyaan.
12. Menggunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup.
13. Menanyakan riwayat penyakit dahulu, riwayat pribadi, riwayat penyakit
keluarga.
14. Menanyakan keadaan diri dan lingkungan pasien saat ini.
Fase Penutup
15. Memberikan kesempatan pasiedn mengajukan pertanyaan sebelum
mengakhiri anamnesis.
16. Membuat ringakasan kemudian memberitahukan kesimpulan hasil
anamnesis.
Fase Pengakhiran
17. Membuat diagnose dan menyusun rencana pemeriksaan penunjang jika
perlu atau rencana pemberian terapi.
18. Menjabat tangan pasin sambil memberi harapan kepada pasien agar
segalanya berjalan lancer dan baik.
TOTAL

18
CARA PEMBUATAN LAPORAN STATUS
PASIEN PSIKIATRI

I. Riwayat Psikiatrik
a. Lakukan pemeriksaan ini dengan terperinci dan sedapat-dapatnya dengan
menggunakan kata-kata pasien.
b. Ajaklah pasien berbicara tentang keluhannya, penderitaan dirinya, kehidupannya,
secara tafsirannya (tanggapan) tentang gangguannya sekarang dan gangguan
sebelumnya.
c. Susunlah suatu riwayat hidup pasien yang terdiri dari fakta-fakta yang diperoleh dari
pasien sendiri.
d. Bagaimana tafsiran dan evaluasi pemeriksa tentang hubungan dokter pasien selama
wawancara dan pemeriksaan dijalankan.

A. Keluhan utama dan/atau alasan terapi. Sedapat-dapatnya dengan kata-kata pasien sendiri,
apabila informasi ini tidak dari pasien sendiri, catat siapa yang memberi informasi itu.
B. Riwayat gangguan sekarang: uraian kronologik tentang latar belakang dan perkembangan
dari gejala-gejala yang disusun secara berurutan hingga memuncak dan pasien meminta
pertolongan, suasana kehidupan pasien pada saat timbulnya (onset); kepribadian ketika sehat;
bagaimana pengaruh penyakit terhadap aktifitas hidupnya dan hubungan personalnya
(perubahan-perubahan pada kepribadiannya; minat, afek (mood) sikap terhadap orang lain,
cara berpakaian, kebiasaan, taraf ketegangan, irritabilitas, aktivitas, perhatian, konsentrasi;
daya ingat, pembicaraan, gejala psikolisiologik) perincian dan sifat dari taraf disfungsi
(hendaya), lokasi intensitas, fluktuasi disfungsinya: hubungan antara gejala psikis dengan
gejala fisik, sejauh mana penyakit itu berguna sebagai tujuan (keuntungan) tambahan bagi
pasien apabila ia menghadapi stress (keuntungan sekunder), apakah anxietasnya bersifat
umum dan tidak spesifik, ataukah secara spesifik berhubungan dengan situasi, aktivitas atau
objek tertentu; bagaiman cara anxietasnya diatasi penghindaran diri dari situasi yang ditakuti,
penggunaan obat-obatan atau aktivitas lain untuk mengalihkan perhatian dari hal-hal yang
menganggunya.

Perhatikan:
- Keluhan dan gejala: uraian kronologik (termasuk gejala prodromal), cara mengatasi
gejala dan keluhannya, penggunaan obat-obatan.

19
- Hendaya/disfungsi: perinci sifat, taraf berat, dan dampak hendaya penyakitnya sekurang
dalam bidang hubungan sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggangnya.
- Faktor stresorpsikososial (termasuk gangguan/penyakit fisik apabila dinilai berkaitan
dengan gangguan mentalnya): jenis dan taraf berat serta tanggapan (persepsi subjektif)
pasien terhadap stresor itu.
- Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit/gangguan sebelumnya.
Perhatikan juga dampak penyakit pasien terhadap keluarga, serta keuntungan primer dan
sekunder yang diperoleh pasien.

C. Riwayat gangguan sebelumnya


1. Gangguan emosional atau mental, seberapa parah hendaya (ketidakmampuannya) jenis
terapi, nama Rumah Sakit, nama penyakitnya, hasil terapi.
Apakah gangguannya mengalami remisi (sembuh total) atau residual/sisa (uraikan ciri
keadaan residualnya)
2. Gangguan psikosomatik: alergi, artritis reumatoid, kolitis ulseratif, asma, hipertiroidisme,
keluhan-keluhan gastrointestinal, pilek dan masuk angin yang berulang, kondisi kulit.
3. Kondisi medik: diurut sesuai sistem tubuh kalau perlu, lues, penggunaan obat atau
alkohol.
4. Gangguan neurologik: riwayat cedera kepala, kejang atau tumor.
Riwayat gangguan sebelumnya, apabila ada, perhatikan sifat akut atau kronik,
kekambuhan, sifat kekambuhan (episodik dengan remisi/penyembuhan total atau
kekambuhan dengan segala residual/sisa). Sifat dan gejala kekambuhan (terinci juga seperti
ad B tentang hendaya dan faktor stresorpsikososial). Perwatan di Rumah Sakit, sifat dan
kondisi pasien diantara masa-masa perawatan.
Taraf tertinggi fungsi penyesuaian dalam satu tahun terakhir (paling sedikit selama
beberapa bulan) dalam bidang hubungan sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang.

D. Riwayat hidup pribadi (“Past personal history”): anamnesis riwayat pasien mulai masa bayi
sejauh yang dpat diingatnya kembali (termasuk umur saat mendpat gangguan untuk pertama
kalinya, lama berlangsungnya dampak penyakit fisik terhadap pasien) kekosongan-
kekosongan ingatan masa lampau yang secara spontan dinyatakan pasien: emosi yang
berkaitan dengan periode dalam kehidupan itu; menyakitkan, penuh tekanan dan konflik.
1. Riwayat pranatal: keadaan waktu dikandung dan kelahiran, lamanya kehamilan,
spontanitas dan normalitas kelahiran, trauma waktu lahir, apakah pasien merupakan anak
yang diharapkan dan direncanakan, cacat bawaan.

20
2. Masa kanak-kanak awal (sampai usia 3 tahun):
a. Kebiasaan makan: minum air susu ibu atau susu dari botol, persoalan-persoalan
makan.
b. “maternal deprivation”, perkembangan awal (berjalan, berbicara dan tumbuh gigi),
perkembangan bahasa, perkembangan motorik, tanda-tanda tidak terpenuhinya
kebutuhan, pola tidur, stabilitas objek, anxietas terhadap orang yang asing, cemas
perpisahan.
c. “toilet training”: umur, sikap orang tuanya, perasaannya tentang hal itu.
d. Gejala-gejala dari problem perilaku: menghisap ibu jari, mengambek, membenturkan
kepala, menggoyang-goyangkan badan, ketakutan di malam hari, ketakutan
mengompol atau defekasi di tempat tidur (bed soiling), menggigit kuku, masturbasi.
e. kepribadian di waktu kecil : pemalu, gelisah, overaktif, menarik diri “kutu buku”,
sering keluar, malu kucing (“timid’), senang olahraga ramah, pola bermain,
hubungan antar saudara
f. mimpi atau fantasi yang timbul dalam usia dini dan sering berlangsung
3. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3-11 tahun) : riwayat awal sekolah, perasaan
tentang kepergiannya kesekolah, penyesuaian awal, identifikasi jenis, perkembangan kata
hati, hukuman-hukuman
4. Masa kanak-kanak akhir (dari pubertas-remaja).
a. Hubungan sosial : sikap terhadap saudara dan kawan, jumlah dan keakraban kawan,
pemimpin atau pengikut, popularitas sosial, partisipasinya di dalam kelompok atau
aktivitas kelompoknya, tokoh idola, pola-pola agresifitas, pasivitas, anxietas, perilaku
anti sosial.
b. Riwayat sekolah : sejauh mana pasien mengalami kemajuan, penyesuaian dengan
sekolah, hubungan dengan guru-gurunya : kesayangan guru atau sering melawan-
mata pelajaran atau minat yang disukainya, kemampuan atau keterampilan khusus,
aktivitas di luar sekolah, olahraga, hobi,bagaimana hubungan antara persoalan atau
gejalanya dengan periode di sekolah.
c. Perkembangan kognitif dan motorik : belajar membaca dan keterampilan intelektual
serta motorik lainnya,disfungsi otak minimal, gangguan perkembangan spesifik,
penanggulangan dan efeknya terhadap anak.
d. Problem emosi atau fisik khusus masa remaja : mimpi buruk, fobia,
masturbasi,ngompol, melarikan diri dari rumah, kenakalan remaja, merokok,
penggunaan obat-obatan dan alkohol, persoalan berat badan, perasaan rendah diri.
e. Riwayat psikoseksual :

21
1. Awal rasa ingin tahu, masturbasi masa kanak-kanak, saling bermain alat kelamin.
2. Dari mana pengetahuan seksual : sikap orang tua terhadap seks
3. Onset pubertas, perasaannya terhadap hal itu, macamnya persiapan perasaannya
terhadap menstruasi, perkembangan ciri seks sekunder
4. Aktivitas seksual masa remaja ; jatuh hati (naksir), pesta-pesta, kencan, “petting”,
masturbasi, ejakulasi nokturnal dan sikapnya terhadap hal itu.
5. Sikapnya terhadap lawan jenis : malu-malu kucing (“timid”), pemalu, agresif,
kebutuhan untuk memberi kesan (nampang), sikap suka merayu, penaklukan
seksual, anxietas.
6. Praktek seksual : problem seksual, pengalaman homoseksual, parafilia,
promiskuitas.
f. Latar belakang agama : ketat, bebas, campuran (kemungkinan terhadap terdapatnya
konflik), hubungan latar belakang agama dengan penerapan kehidupan agama
sekarang.
5. Masa dewasa :
a. Riwayat pekerjaan : pemilihan jenis pekerjaan, latihan, ambisi, konflik;hubungan
dengan atasan,kawan sejawat dan bawahan: jumlah dan lamanya pekerjaan,
perubahan status pekerjaan, pekerjaan sekarang dan perasaannya tentang hal itu.
b. Aktivitas sosial: apakah pasien mempunyai banyak kawan; apakah ia menarik diri
atau bergaul dengan baik, dasar minat rasa tertarik atas alasan sosial, intelektual,atau
fisik; hubungan dengan kawan sejenis dan lawan jenis; dalam, lamanya dan kualitas
dari hubungan sosialnya.
c. Kehidupan seksual masa dewasa :
1. Hubungan seks sebelum perkawinan.
2. Riwayat perkawinan : hidup bersama, kawin secara legal,deskripsi masa pacaran
dan peranan yang dijalankan masing-masing pihak,usia pada waktu
menikah,kontrasepsi dan perencanaan keluarga, nama dan umur anak-anaknya,
cara dan sikap membesarkan anak, problem dalam anggota keluarga, kesulitan
perumahan apabila penting bagi perkawinannya, penyesuaian seksual, hal-hal
yang menjadi kesesuaian dan ketidaksesuaian, pengaturan keuangan, peranan dari
mertua dan orang tua
3. Gejala-gejala seksual : tidak mencapai orgasme, impotensi, irigiditas, ejakulasi
prematur.
4. Sikap terhadap kehamilan dan mempunyai anak, pemakaian kontrasepsi dan
bagaimana perasaannya terhadap hal itu.

22
5. Praktek seksual : parafilia, seperti sadisme seksual, fetishisme, voysurisme; sikap
terhadap seks oral (felasio, kunilingus) dan teknik koitus; homoseksualitas.
d. Riwayat kemiliteran : penyesuaian umum, pertempuran, luka-luka yang di deritanya
di kirim ke psikiater, status veteran.

Kesimpulan : perinci riwayat prenatal, masa bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa
termasuk riwayat perkembangan (motorik, kognitif, hubungan dengan orang tua, riwayat di
sekolah (termasuk hubungan dengan kawan), riwayat pekerjaan, militer, perkawinan (termasuk
hubungan dengan pasangan, anak, mertua, dan kehidupan seksual).

E. Riwayat Keluarga : diperoleh dari pasien maupun orang lain, karena diskripsi tentang dan
kejadian yang sama sering berbeda, tradisi suku bangsa, bangsa dan keagamaan ; orang lain
di rumah; deskripsi mereka kepribadian dan kecerdasan dan apa yang terjadi dengan mereka
sejak masa kanak-kanak pasien; deskripsi keluarga lain yang tinggal serumah; hubungan
pasien dengan anggota keluarganya, peran penyakit di dalam keluarga; riwayat gangguan
mental dalam keluarga.

Jadi riwayat keluarga diperoleh dari pasien maupun dari orang lain mengenai tradisi,
deskripsi orang lain dalam rumah, hubungan pola interaksi dengan anggota keluarga
sekarang. Terdapatnya penyakit fisik dan gangguan jiwa dalam keluarga. Khusus bagi anak
dan remaja. Deskripsi terperinci cara-cara membesarkan anak (child roaring practices)
termasuk cara penyaluran kasih sayang, disiplin, serta cara komunikasi antara keluarga dan
hubungan orang tua.

F. Situasi sosial sekarang : dimana pasien tinggal; lingkungan sekitarnya apakah terlalu banyak
penghuninya; terjamin kerahasiaan (privacy) antar anggota keluarga serta antar keluarga;
sumber pendapatan keluarga dan kesulitan-kesulitan untuk mendapatkannya; pertolongan
umum jika ada dan sikap dalam menghadapinya; apakah dengan tinggal di rumah sakit
pasien akan kehilangan pekerjaan dan tempat tinggalnya; siapa yang mengasuh anak-anak di
rumah.
Jadi mencakup : tempat tinggal dan lingkungan hidup pasien, hubungan tetangga, sumber
pendapatan dan kesulitan untuk mendapatkannya; terjaminnya kerahasiaan dan “privacy”
antar anggota keluarga; pertolongan umum (jika ada) dan sikap dalam menghadapinya;
apakah dengan tinggal di rumah sakit pasien akan kehilangan pekerjaan, siapa yang
mengasuh anak-anak di rumah.

23
G. Persepsi (tanggapan) pasien tentang dirinya dan kehidupannya. Termasuk cita-cita hidup,
fantasi, ambisi, keinginan-keinginan, nilai-nilai dan dorongan kehendak (volition), hal-hal
yang menjadi sumber kejengkelan, cara mengatasinya, dan sumber kesenangan/kebahagiaan :
1. Impian : mimpi yang menonjol, apabila pasien mau menceritakannya; mimpi yang
menakutkan.
2. Fantasi : yang berulang, favorit, atau lamunan yang tidak tergoyahkan, fenomena
hipnogogik.
3. System nilai : apakah anak merupakan suatu beban atau hal yang menyenangkan; apakah
pekerjaan merupakn hal yang terpaksa; hal yang dihindari, atau suatu kesempatan.
4. Dorongan kehendak (volition) : abulia, hipobulia.
5. Hal-hal yang seringkali menjadi sumber kejengkelan, atau frustasi (dalam hubungan
sosial, pekerjaan atau kehidupan pada umumnya), serta bagaimana caranya ia mengatasi
problem itu. Hal-hal yang menjadi sumber kesenangan atau kebahagiannya.

STATUS MENTAL (ikhtisar dan kesimpulan wawancara serta observasi, lihat perincian
lampiran B)
A. Deskripsi umum
Merupakan penjumlahan hasil observasi dan pmpresi pemeriksa yang didapatkan dari
wawancara dan wawancara awal.

A. Deskripsi umum :
1. penampilan : sikap, pembawaan, pakaian, dandanan, rambut, kuku, tampak sehat,
sakit, marah, takut, apatis, bingung, tidak ramah, canggung, tenang, tampak tua,
tampak muda, kewanita-wanitaan, kelaki-lakian; tanda-tanda kecemasan (tangan yang
basah, dahi berkeringat, tidak tenang, sikap tegang, suara yang tegang, mata terbuka
lebar); perubahan derajat kecemasan selama wawancara atau perubahan topic yang
tiba-tiba.
2. Kesadaran ; perhatikan secara khusus. Terdapatnya tanda=tanda kesadaran yang
berkabut (suatu gejala khadelirium) yang ditandai oleh berkurangnya kejernihan
kesadaran akan lingkungan yang bermanifestasi dalam kesukaran memusatkan
memindahkan dan memprtahankan perhatian gangguan persepsi (halusinasi, ilusi atau
salah tafsir), proses piker yang tidak teratur, gangguan orientasi, gaya ingat dan
konsentrasi, serta gambaran klinis yang berfluktuasi.
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : cara berjalan, manerisme, menyentuh pemeriksa,
tik, gerakan tangan, kedutan, steroompi, mencabut-cabut, ekspresi, canggung,

24
tangkas, gemulai, kaku, terhambat, hiperaktif, agitatif, bermusuhan, seperti lilin
(waxy).
Gerakan motorik halus dan kasar.
4. Pembicaraan : cepat, lambat, terdesak (pressured), bimbang, gagap sekali ; intensitas,
tinggi suara, lancar, spontanitas, produktivitas, cara bicara, kecepatan beraksi,
perbendaharaan kata.
Mutisma, penggantian kata ganti orang, kebinggungan identitas: ionis.
5. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif, penuh perhatian, berminat, terus terang,
merayu, defensif, bermusuhan, bergurau, berusaha disenangi, mengelak, berhati-hati.
6. Khusus dari anak : perhatikan kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan dan
kemampuan anak untuk berpisah dengan orangtua yang akrab dengan dirinya.

B. Alam perasaan (afek, mood), perasaan dan hidup emosi (ekspresi afektif) serta empati.
1. Afek (mood) : (emosi yang berkepanjangan dan meresap yang mewarnai persepsi
seseorang tentang dunia sekitarnya) : bagaimana pasien menyatakan apa yang
dirasakannya ; dalamnya, intensitasnya, lamanya, dan fluktuasi afek (mood) depresi,
putus asa, iritabel, cemas, mencekam, marah, ekspansif, euforik, kosong, rasa
bersalah, kagum, sia-sia, benci diri.
2. Ekspresi Afektif : bagaimana pemeriksa menilai hidup emosi (ekspresi afektif) pasien
: luas, terbatas, depresif, tumpul atau datar, dangkal, tidak ada kemauan (anhedonic),
labil, marah, ketakutan, cemas, rasa bersalah : derajat dan luasnya ekspresif ;
kesulitan memulai, mempertahankan atau mengakhiri respons emosional.
3. Keserasian : apakah ekspresi emosional sesuai dengan isi pikiran : kebudayaan dan
tempat pemeriksaan ; berikan contoh apabila emosi tidak serasi (inappropriate)
4. Empati, kemampuan pemeriksa untuk dapat turut menghayati dan merasakan
perasaan pasien.

C. Fungsi intelektual (kegnitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan : tingkat pendidikan formal pasien dan
pendidikan yang didapatnya sendiri : penilaian taraf kemampuan intelektual pasien,
apakah mampu berfungsi sesuai pendidikan dan intilegensinya : menghitung,
menjumlahkan, pengetahuan umum : pertanyaan-pertanyaannya yang sesuai dengan
tingkat pendidikan dan latar belakang kebudayaan pasien, perkiraan IQ.
2. Daya konsentrasi : mengurangi 100 dengan 7 secara berurut : apabila pasien tidak
dapat mengurangi dengan kelipatan 7. Dapat diberi tugas yang lebih mudah (4 kali 9 ;

25
6 kali 4) : apakah kecemasan, gangguan afek, atau gangguan kesadaran menyebabkan
kesulitan untuk menjawab.
3. Orientasi :
1) Waktu : apakah dapat menentukan tanggal dengan tepat ; atau menentukan
perkiraan tanggal atau jam pada saat itu ; apabila ia dirumah sakit, apakah ia
mengetahui berapa lama ia dirawat ; apakah pasien berperilaku sesuai
orientasinya sekarang ini.
2) Tempat : apakah pasien tahu dimana dia berada.
3) Perorangan : apakah pasien mengetahui siapa yang memeriksa dirinya ; apakah ia
mengetahui peranan atau nama dari orang-orang lain dengan siapa ia adakan
hubungan.
4. Daya ingat : hendaya daya ingat, upayanya untuk menanggulangi hendaya itu
(penyangkalan, konfabulasi, reaksi katastrofik, sirkumstansialitas untuk menutupi
kekurangannya) ; apakah yang terkena adalah proses-proses registrasi, retensi atau
mengingat.
a. Daya ingat jangka panjang : ingatan tentang kejadian-kejadian penting di masa
lampau, misalnya tempat lahir, masa kanak-kanak, remaja, keluarga, sekolah,
pekerjaan, peristiwa bersejarah, serta hal-hal yang sifatnya netral.
b. Daya ingat jangka pendek : kemampuan mengingat kembali kata-kata yang tak
berhubungan satu dengan lainnya, atau suatu pasal pendek, sesudah perhatiannya
dialihkan selama 5-15menit.
c. Daya ingat segera (immediate memory) : kemampuan mengulang 6 angka secara
berurutan setelah diucapkan pemeriksa.
d. Akibat rendahnya daya ingat pada pasien : mekanisme yang digunakan pasien
untuk mengulangi kekurangannya.
Perhatikan apakah pasien menjawab berbeda untuk pertanyaan yang sama pada saat
yang berlainan, juga fungsi mental lainnya seperti taraf kecemasan dan konsentrasi
yang mempengaruhi daya ingat.
5. Pikiran abstrak : gangguan dalam pembentukan konsep : cara bagaimana pasien
mengartikan atau mengkonseptualisasikan ide-idenya ; persamaan, perbedaan,
kemustahilan, pengertian dari suatu peribahasa yang sederhana. Contoh : " tong
kosong nyaring bunyinya " ; jawabannya dapat kongkrit (beri contoh spesifik untuk
ilustrasi artinya), atau sangat abstrak (beri penjelasan secara menyeluruh), jawaban-
jawaban yang wajar juga dicatat.
6. Bakat kreatif / minat.
7. Kemampuan menolong diri sendiri.
26
D. Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi dan ilusi : apakah pasien mendengar suara-suara atau ada penglihatan;
isinya sistim indera yang terlihat, keadaan dan situasi waktu terjadi hal itu; halusinasi
hipnogogik atau hipnopompik
2. Depersonalisasi atau derealisasi : perasaan terlepas secara ekstrim dari dirinya sendiri
atau lingkungannya.
E. Proses Pikir
1. Arus pikiran : berikan contoh dari pasien.
a. Produktivitas : ide (gagasan) yang berlebihan, kemiskinan ide, lompat gagasan
(Hight of ideas), pikiran yang cepat, pikiran yang lambat, pikiran yang ragu-ragu,
apakah pasien berbicara secara spontan atau hanya menjawab apabila ditanya.
b. Kontinuitas pikiran : apakah jawaban pasien sesuai dengan pertanyaan : apakah
tujuannya langsung, relevan atau tidak relevan; apakah terdapat asosiasi yang
longgar; apakah penjelasan pasien tidak ada hubungan sebab dan akibat; apakah
pertanyaan pasien tidak logis, tangensial, sirkumstansial, bertele-tele, mengelak,
perseveratif; apakah ada halangan (blocking), atau perhatiannya mudah teralih.
c. Hendaya berbahasa : hendaya yang mencerminkan adanya gangguan mental,
seperti inkoherensi atau pembicaraan campur baur (gado-gado kata/word salad),
asosiasi bunyi, neologisme, gagal mampu berbahasa (Retardasi Mental Berat)
hendaya bahasa yang telah didapat (gangguan neurologik), dan gangguan
perkembangan bahasa.
2. Isi pikiran :
a. Preokupasi: tentang penyakitnya, problem lingkungan, obsesi, kompulsi, fobia,
rencana, cita-cita, gagasan bunuh diri, membunuh orang, gejala hipokondriakal,
dororngan anti sosial spesifik.
b. Gangguan pikiran :
1. Waham : isi dari waham apapun, organisasi (sistim) waham, keyakinan pasien
akan kebenaran wahamnya tersebut, bagaiman pengaruh wahamnya terhadap
kehidupannya; waham somatik (terisolir atau berkaitan dengan kecurigaan
yang meresap dalam; waham yang tidak serasi afek, waham aneh (seperti
pikiran tentang dirinya dikendalikan atau diatur oleh kekuatan luar atau
pikirannya dapat disiarkan secara nyaring atau orang lain dapat membaca
pikirannya), kaitan waham dengan halusinasi.

27
2. Gagasan mirip waham yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference) dan
gagasan mirip waham bahwa dirinya dipengaruhi kekuatan luar (ideas of
influence) : kapan gagasan itu mulai isinya dan makna bagi pasien.

F. Pengendalian impuls : apakah pasien dapat mengendalikan impuls marah, agresi, seksual,
berahi dan cinta, keinginan memiliki, berjudi, main api dan sebagainya.

G. Daya nilai
1. Daya nilai sosial : manifestasi halus perilaku yang dapat membahayakan diri pasien
dan bertentangan dengan norma perilaku yang diterima dalam masyarakatnya; apakah
dia sadar akan akibat perilakunya dan apakah pengertian akan hal itu mempengaruhi
dirinya, berikan contoh hendaya.
2. Uji daya nilai : apa yang akan dilakukan pasien pada suatu keadaan tertentu misalnya
apa yang akan dilakukannya apabila ia menemukan sepucuk surat di tengah jalan
yang sudah ada prangko dan alamat lengkap.
3. Penilaian realitas dalam hal apa terganggu.

H. Persepsi (tanggapan) pasien tentang diri dan kehidupannya. Termasuk cita-cita, fantasi,
keinginan, ambisi, dorongan, kehendak (volitian) (lihat juga lampiran A dan G). Khusus
bagi anak-anak tanyakan “three wishes” serta alasannya.

I. Tilikan (Insight) : derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa dirinya sakit :
1. Penyangkalan penuh bahwa dirinya sakit.
2. Agak sadar bahwa dirinya sakit dan membutuhkan bantuan, tetapi pada saat yang
sama juga menyangkal hal itu.
3. Sadar bahwa dirinya sakit tapi menyalahkan orang lain, atau faktor dati luar, atau
faktor organik sebagai penyebabnya.
4. Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahuinya dalam
dirinya.
5. Tilikan intelektual: menyangkal bahwa dirinya sakit dan gejala-gejala yang
dideritanya atau kegagalan dirinya dalam penyesuaian sosial disebsbkan oleh
perasaan irasionalnya atau gangguan sendiri, tanpa menerapkan pengetahuan hal ini
untuk masa yang akan datang.

28
6. Tilikan emosional sejati : sadar sepenuhnya tentang motif dan perasaan dalam
dirinyalah yang menjadi dasar dari gejala-gejalanya; kesadaran ini membantu dalam
perubahan dalam kepribadian dan perilakuya di masa yang akan datang; juga
menimbulkan sikap keterbukaan terhadap ide-ide yang baru tentang dirinya dan
tentang orang-orang penting di dalam kehidupannya.

J. Dapat dipercaya : perkiraan dari kesan pemikiran tentang kejujuran atau kemampuan
pasien-pasien menceritakan situasi dirinya dengan tepat. Perhatikan juga terdapatnya
kesan bahwa timbulnya gejala-gejala berada di bawah pengendalian volunter (misalnya
Pada berpura-pura atau Gangguan Buatan).

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status identitas
Keadaan umum : ………..… Nadi………..… Suhu………..… º C………..……
Tekanan darah : …………………. / ……………..… mmHg.
Bentuk badan : …………… Tinggi : …………… cm. Berat : …………… kg
Sistem Kardiovaskular : ..............................................................................................
Sistem nafas : ...............................................................................................................
Sistem Muskuloskeletal : .............................................................................................
- Gastrointestinal : .............................................................................................
- Urogenital : .............................................................................................
Gangguan khusus : .............................................................................................

2. Status Neurologik
I. Urat saraf kepala : ....................................................................................................
Gejala rangsang selaput otak : ...................................................................................
Gejala tekanan intracranial : ...................................................................................

29
Mata : gerakan (kelumpuhan, nystagmus, dsb) : .........................................................
Pupil bentuk :
- Reaksi cahaya : ................................................................................
- Reaksi konvergensi : .................................................................................
- Reaksi cornea : .................................................................................
Pemeriksaan oltalmoskopik (fundus, dsb) : ....................................................
II. Motorik : tonus ………………………………… koordinasi ..................................
Turgor ………………………………… refleks ......................................
III. Sensibilitasi : ............................................................................................................
IV. Susunan saraf vegetative : ........................................................................................
...................................................................................................................................
V. Fungsi-fungsi luhur : ................................................................................................
VI. Gangguan khusus : ...................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................

B. WAWANCARA PSIKIATRIK TAMBAHAN

C. WAWANCARA DENGAN ANGGOTA KELUARGA, ORANG LAIN, GURU,


TEMAN ATAU TETANGGA (sebutkan nama, umur, alamat, pendidikan, hubungan
dengan pasien).
(catatan :apabila tempat yang tersedia tidak cukup, hendaklah digunakan tambahan
lembaran tersendiri).

Keterangan keluarga.
Keadaan orang tua dan pandangan hidupnya.
Jumlah saudara, hubungan kekeluargaan, konflik

30
Keadaan social ekonomi dan budaya
Pandangan terhadap agama dan adanya konflik-konflik

Keterangan perkembangan pasien.


Keadaan pada saat dalam kandungan
Keadaan pada masa bayi (0-1 tahun)
Perkembangan masa kanak-kanak
Masa akil-balik dan pergaulan
Masa dewasa, pekerjaan atau keahlian
Hidup perkawinan
Masa tua :klimakterium, menopause, tanda-tanda demensia
Keterangan lain-lain.

D. LAMPIRAN EVALUASI SOSIAL (oleh pekerja sosial) – terlampir.


Sebab Utama memasukkan penderita :
Mula-mula sakit, keadaan lingkungan tenpat timbulnya
Datang atas anjuran siapa
Keluhan penderita :
Perubahan-perubahan pada sifat, perhatian perasaan, sikap kebiasaan dan cara
berpakaian.
Pengaruh-pengaruh yang menyebabkan timbulnya penyakit
Perjalanan pennyakit.Timbul hilang, tetap menjadi ringan atau memberat.
Adanya tanggapan imajiner (penglihatan, pendengaran, dan perasaan)
Adanya perasaan-perasaan yang hebat, dosa sendiri, ketidaksetiaan, tendensi
bunuh diri atau pembunuhan.

E. TES PSIKOLOGIK : Jenis dan tujuan (sesuai indikasi) - terlampir


(Psikolog : …………………………………. Tanggal ........................................... )
Dikirim oleh :Bagian preventative/out patient/after care
Dokter : ......................................................................................................................

31
Pemeriksaan : Klinik/bimbingan/forensic
Autoanamnesis : ...................................................................................................
Alloanamnesis : ...................................................................................................
Penampakan umum observasi + .................................................................................
Intelgensi : .................................................................................................................
Tipe kepribadian dan aspek-aspeknya : ...............................................................
Psikodinamika : ....................................................................................................
Kesimpulan dan saran : .............................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................

F. Pemeriksaan lainnya (Sesuai indikasi)


- Laboratorium
- EEG
- CT scan kepala (atau Pet scan)
- Lainnya, misalnya karangan, gambaran, ujin pengertian membaca dan tulisan, uji
khusus untuk afasia. Uji konstruksi 3 dimensi (khusus untuk demensia)
- Bagi anak : permainan uji tandingan, gambaran dengan ceritanya (catatan : apabila
perlu dapat diisi di lembaran tersendiri)

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Buatlah kesimpulan secara deskriptif dari :
- Gejala dan keluhan mental (dan atau kondisi kode V dari PPDGJ II)
- Ciri (gangguan) kepribadian (yang mendasari sekarang atau semasa promorbid)
- Gangguan perkemabangan spesifik (khusus untuk anak dan remaja)
- Gangguan fisik atau Neurologic

32
- Hasil laboratorium
- Hasil test psikologi (atas indikasi)
- Obat-obat yang telah digunakan pasien termasuk dosis dan lama penggunaan
- Faktor stresor psikososial yang berkaitan dengan ganggua sekarang, jenis dan taraf
beratnya (dalam waktu atau tahun terkhir)
- Jenis dan taraf beratnya (hendaya akibat gangguan jiwanya)
- Taraf tertinggi, fungsi penyesuaian, selama beberapa bulan dalam waktu 1 tahun
terakhir dalam bidang hubungan sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang

V. EVALUASI MULTIAKSIAL : SESUAI PPDGJ II, termasuk cronisitas, deagnosis


tambahan dan deagnosis yang perlu disingkirkann dan nomor kode (kalau ada)
Aksis I :
- Gangguan (gangguan-gangguan) jiwa
- Kode V
- Kode tambahan
Aksis II :
- Gangguan atau ciri kepribadian (untuk dewasa)
- Gangguan perkembangan spesifik (untuk anak dan remaja)
Aksis III :
- Gangguan (kondisi) fisik yang ditemukan (misalnya : epilepsi, penyakit
kardiovaskuler, penyakit gastrointestinal)
Aksis IV : Jenis dan taraf berat stresor psikososial yang berkaitan dengan gangguan
jiwanya sekarang, yang timbul dalam waktu 1 tahu terakhir. Gunakan skala
penilian dari 0 (tak ditentukan), 1 (tidak ada) sehingga 7 (malapetaka)
Aksis V : taraf tertinggi penyesuaian dalam hubungan sosial, pekerjaan dan penggunaan
waktu senggang paling sedikit selama beberapa bulan dalam 1 tahun terakhir.
Berikan urutan skala penilaian dari 0 (tak ditentukan), 1 (istimewa), sehingga
7 (hendaya parah)
VI. DAFTAR PROBLEM
Buatlah daftar problem atau gejala khusus pasien dan di urut berdasarkan kedaruratan atau
prioritas.
Problem-problem bidang orgeanologik.

33
Problem-problem keluarga, lingkungan dan sosial budaya.
VII. PROGNOSIS, pandangan tentang kemungkinan perjalan penyakit dimasa depan, taraf
berat, dan perkiraan hasil akhir dari gangguan jiwa, serta tujuan spesifik teraphi sesuai
prognosis.

VIII. DISKUSI/PEMBAHASAN
Untuk membahas hal ikhwal diagnosis banding (apabila memang masih belum jelas) atau
pembahasan berdasarkan konsep psikondinamik, perilaku (behavioral) keluarga atau
lainnya, yaitu penjelasan faktor-faktor dalam kehidupan pasien (genetic, konstitusional,
lingkungan, masa lampau dan sekarang, ciri kepribadiaan), yang mempengaruhi keluhan,
gejala dan gangguan mental pasien. Perhatikan juga dampak penyakit terhadap pasien,
lingkungannya, serta keuntungan primer dan sekunder.

IX. RENCANA TERAPI


Jelaskan jenis (modalitas) teraphy yang direncanakan (sesuai dengan Frame of referance
dan jenis atau gejala problem dalam daftar problem), jenis perawatan (jalan atau dirawat),
frekuensi teraphy, kemungkianan lamanya jangka waktu teraphy, jenis teraphy, individu,
kelompok atau keluarga.

X. FOLLOW UP

34

Anda mungkin juga menyukai