Oleh :
RUTH OLIVIA ELISABETH RITONGA
130100341
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
SKRIPSI
Oleh :
Latar Belakang: Tumor jaringan lunak merupakan kelompok neoplasma yang besar dan
heterogen. Tumor jinak jaringan lunak ternyata lebih umum ditemukan daripada tumor jinak pada
tulang. Tumor-tumor ini dapat menyerang hampir di semua tempat, di dalam maupun di antara
otot, ligamen, saraf, dan pembuluh darah. Bentuk penampakan dan sifatnya juga sangat luas
variannya. Berdasarkan literatur pada tahun 2013, tumor jaringan lunak menduduki urutan ke-10
sebagai kanker dengan angka kejadian terbanyak. Mendukung program Kementerian Kesehatan
dalam upaya pencegahan dan pendeteksian dini yang tepat mengenai kanker, peneliti tertarik
untuk meneliti penyebaran tumor jaringan lunak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui distribusi klasifikasi profil penderita soft tissue tumor secara sosiodemografi dan
gambaran Histopatologi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yang
bersifat deskriptif observasional dengan menggunakan data sekunder rekam medik seluruh pasien
didiagnosis tumor jaringan lunak di Rumah Sakit Advent Medan yang merupakan Rumah Sakit
tipe C, periode tahun 2016-2017.
Hasil: Jumlah yang diperoleh sebagai sampel adalah sebanyak 117 kasus dengan 106 kasus
merupakan tumor jinak jaringan lunak dan sebelas lainnya merupakan tumor ganas. Jenis tumor
yang paling banyak ditemukan adalah Lipoma (39.3%) yang diklasifikasikan ke dalam kelompok
tumor jinak jaringan adiposa.
iii
Background: Soft tissue tumors are a large and heterogeneous group of neoplasms. Benign soft
tissue tumors are more common than benign tumors on the bone. These tumors can invade almost
anywhere, within and between muscles, ligaments, nerves, and blood vessels. The form of
appearance and its characteristics are also very wide in variety. Based on the literature in 2013,
soft tissue tumors ranked 10th as a cancer with the highest incidence rate. Supporting the
Ministry of Health's program in the prevention and early detection of cancer, researcher is
interested in researching the spread of soft tissue tumors. The purpose of this study was to
determine the distribution of the profile classification of soft tissue tumor patients by
sociodemography and histopathological features.
Methods: This study was a descriptive study with a cross-sectional approach that was
observational descriptive using secondary data from the medical records of all patients
diagnosed with soft tissue tumors at the Medan Adventist Hospital, which is a type C hospital, for
the period 2016-2017.
Results: The number of samples obtained was 117 cases, with 106 cases being benign soft tissue
tumors and the remaining eleven being malignant tumors. The most common type of tumor was
Lipoma (39.3%) which was classified into the benign adipose tissue tumor group.
iv
Segala puji, syukur, dan sembah penulis panjatkan bagi Yesus Kristus dan
Tuhan yang Maha Tinggi, sebagaimana kasih, kemurahan, serta karunia roh
penyertaan-Nya yang selalu dan tak pernah meninggalkan penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul: “Profil
Penderita Soft Tissue Tumor di Laboratorium Patologi Rumah Sakit Advent
Medan Tahun 2016-2017” yang merupakan syarat untuk menyelesaikan Program
Sarjana (S1) pada Program Sarjana Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini, ada banyak hambatan serta
rintangan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat
dukungan, dorongan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara
material, moral, dan spiritual. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis hendak
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
2. Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kesempatan dan arahan bagi penulis.
3. Dr. Esther R. D. Sitorus, M.Ked(PA), Sp.PA, selaku dosen pembimbing
yang begitu rendah hati dan tidak menuntut, panjang sabar, serta setia
menuntun penulis dalam proses panjang perwujudan skripsi ini.
4. Dr. Hidayat, M.Biomed, selaku ketua penguji skripsi penulis.
5. Dr. dr. Suzy Indharty, M.Kes, Sp.BS, selaku anggota penguji skripsi
penulis yang telah banyak memotivasi dan mengajari penulis dalam
pembuatan skripsi, juga dalam berbagai perihal kehidupan yang telah
menginspirasi penulis.
6. Dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked(An), Sp.An, selaku dosen pembimbing
akademik yang ramah, baik hati, dan siap sedia membuka jalan bagi
penulis untuk melanjutkan pendidikan di setiap semester.
7. Dr. Mustafa M. Amin, Sp.KJ(K), selaku dosen pengajar dan psikiater
yang sudah banyak mendengarkan, mengobati, dan meringankan beban
penulis.
8. Segenap dosen, staf, dan pegawai administrasi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan
memudahkan penulis selama ini, terkhusus untuk Mbak Ria Sri Rezeki
dari departemen Subbag Pendidikan.
9. Ibunda penulis, Dr. Rouli M. Sri Bulan, yang merupakan the greatest
supporter dalam kehidupan penulis; Ayahanda, Ir. Novian Charles
Ritonga yang telah begitu sabar dan setia membiayai setiap kebutuhan
penulis. Juga kepada kedua adik penulis: Romeo Carlosmanuel G.
Ritonga (Jerman) dan Rosevelt Andreas L. Ritonga yang saya doakan
terus bersemangat melanjutkan pendidikan mereka.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran, masukan, bahkan
kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Semoga karya tulis ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak, khususnya dalam bidang ilmu
kedokteran.
Penulis,
vi
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… ii
ABSTRAK…………………………………………..…………………… iii
ABSTRACT…………………………………………….………………… iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………. v
Daftar Isi………………………………………………………………….. vii
Daftar Gambar…………………………………………………………… x
Daftar Tabel……………………………………………………………… xi
Daftar Singkatan…………………………………………………………. xii
Daftar Lampiran…………………………………………………………. xiii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………….. 3
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………. 3
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………… 3
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….. 5
2.1 Tumor………………………………………………………… 5
2.1.1 Definisi Tumor……………………………………... 5
2.1.2 Struktur Tumor……………………………………. 5
2.1.3 Klasifikasi………………………………………….. 6
2.1.3.1 Berdasarkan sifat………………………… 6
2.1.3.2 Berdasarkan asal sel……………………… 7
2.1.3.3 Diferensiasi………………………………. 7
2.2 Tumor Jaringan Lunak………………………………………. 8
2.2.1 Epidemiologi………………………………………. 8
2.2.2 Klasifikasi…………………………………………. 9
2.2.3 Etiologi…………………………………………….. 13
vii
viii
ix
xi
xii
xiii
begitu, tujuan peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Advent adalah juga
untuk mengetahui sejauh mana penanganan soft tissue tumor dapat dilakukan di
rumah sakit tersebut, ditinjau dari sisi sistem perujukan berjenjang yang
ditetapkan oleh BPJS bagi pasien-pasien penderita tumor jaringan lunak.
2.1. TUMOR
2.1.1. Definisi Tumor
Tumor, secara literal, memiliki arti pembengkakan yang abnormal. Dalam
bahasa kedokteran, tumor (neoplasma) merupakan suatu lesi sebagai hasil
pertumbuhan abnormal dari sel yang autonom atau relatif autonom, yang
menetap, walau rangsangan penyebabnya telah dihilangkan. (Shidham, 2017)
Sel normal yang mengalami transformasi menjadi sel tumor disebut sebagai
sel neoplastik. Transformasi tersebut meliputi satu seri perubahan genetik
(misalnya mutasi), sel melepaskan diri secara permanen dari mekanisme pengatur
pertumbuhan normal. Sel neoplastik tumor disebut maligna apabila memiliki
tambahan kemampuan khas mematikan yang memungkinkan sel untuk
menembus dan menyebar, atau metastasis ke jaringan lain. (Shidham, 2017)
tidak meluar melebihi jaringan asal. Bentuk ulserasi sering berhubungan dengan
sifat agresif. (Underwood, 1999)
Tumor biasanya memiliki perabaan yang lebih padat dibanding dengan
jaringan sekitarnya, sehingga mudah teraba sebagai benjolan pada tempat yang
bisa dideteksi. Tumor yang padat dan keras dikatakan sebagai scirrhous, yang
lunak disebut medullary. (Underwood, 1999)
a b
2.1.3.3. Diferensiasi
Diferensiasi memiliki arti tingkat kemiripan tumor secara histologi terhadap
sel atau jaringan asal, sehingga diferensiasi menentukan grade suatu tumor.
Tumor jinak tidak digolongkan ke dalam klasifikasi ini, karena bentuk tumor
jinak hampir selalu sangat mirip dengan jaringan asalnya. Pada tumor ganas,
klasifikasi diferensiasi sangat penting secara klinis, selain karena memiliki
korelasi kuat dengan prognosis pasien, juga dapat memberikan arahan tepat untuk
penentuan pengobatan yang tepat. (Underwood, 1999)
2.2.2. Klasifikasi
a b
(1524). Dari tumor jinak jaringan lunak, 99% terjadi superfisial dan 95% ukuran
diameter kurang dari 5 cm (1524). (WHO, 2017)
Berikut adalah klasifikasi tumor jaringan lunak berdasarkan tipe histologinya
menurut WHO pada tahun 2017 :
(a) ADIPOCYTIC TUMOURS
Benign
Lipoma, Lipomatosis,
Lipomatosis of nerve,
Lipoblastoma / Lipoblastomatosis,
Angiolipoma,
Myolipoma,
Chondroid lipoma,
Extrarenal angiomyolipoma,
Extra-adrenal myelolipoma,
Spindle cell/ Pleomorphic lipoma,
Hibernoma
Intermediate (locally aggressive)
Atypical lipomatous tumour/ Well differentiated liposarcoma
Malignant
Dedifferentiated liposarcoma,
Myxoid liposarcoma,
Round cell liposarcoma,
Pleomorphic liposarcoma,
Mixed-type liposarcoma ,
Liposarcoma,not otherwise specified
Cellular angiofibroma,
Nuchal-type fibroma,
Gardner fibroma,
Calcifying fibrous tumour,
Giant cell angiofibroma
Intermediate (locally aggressive)
Superficial fibromatoses (palmar / plantar),
Desmoid-type fibromatoses,
Lipofibromatosis
Intermediate (rarely metastasizing)
Solitary fibrous tumour and haemangiopericytoma (incl.
lipomatous haemangiopericytoma),
Inflammatory myofibroblastic tumour,
Low grade myofibroblastic sarcoma,
Myxoinflammatory fibroblastic sarcoma,
Infantile fibrosarcoma
Malignant
Adult fibrosarcoma,
Myxofibrosarcoma,
Low grade fibromyxoid sarcoma hyalinizing spindle cell tumour,
Sclerosing epithelioid fibrosarcoma
Synovial sarcoma,
Epithelioid sarcoma,
Alveolar soft part sarcoma,
Clear cell sarcoma of soft tissue,
Extraskeletal myxoid chondrosarcoma ("chordoid" type),
PNET / Extraskeletal Ewing tumour (pPNET, extraskeletal Ewing
tumour),
Desmoplastic small round cell tumour,
Extra-renal rhabdoid tumour,
Malignant mesenchymoma,
Neoplasms with perivascular epithelioid cell differentiation
(PEComa, clear cell myomelanocytic tumour),
Intimal sarcoma
2.2.3. Etiologi
Penyebab tumor jaringan lunak adalah sebagai berikut :
1) Genetik
Telah dibuktikan bahwa kelainan genetik tertentu dan mutasi gen adalah
faktor predisposisi bagi sebagian tumor jaringan lunak yang jinak maupun
ganas (Shidham, 2017). Gen mengandung instruksi untuk mengatur
perkembangan dan pembelahan sel. Gen yang bertugas dalam pembelahan
sel disebut oncogen. Gen lainnya yang bertugas memperlambat
pembelahan sel dan memastikan sel-sel untuk mati pada waktu yang tepat
disebut gen suppressor tumor. Kanker dapat disebabkan oleh mutasi
(defek) DNA yang menyebabkan oncogen terus aktif dan membuat gen
suppressor tumor tidak berfungsi. (American Cancer Society, 2016)
Gen NF1 dalam neurofibromatosis adalah contohnya, yang condong
mengalami transformasi sehingga menjadi multiple neurofibroma yang
bersifat ganas. Contoh lain, Gardner syndrome yang disebabkan oleh
mutasi gen APC yang membuat penderitanya menumbuhkan banyak polip
di kolon sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker kolon dan tumor
desmoids. Gorlin syndrome, yang juga disebut sindroma karsinoma sel
basal nevoid disebabkan oleh mutasi gen PTCH1 yang meningkatkan
risiko terjadinya fibrosarkoma dan rhabdomyosarcoma. (American
Cancer Society, 2016)
2) Radiasi
Mekanisme patogenesisnya adalah mutasi genetik akibat radiasi lebih dari
2000 cGy yang menyebabkan transformasi neoplastik (Shidham, 2017).
Jarak waktu antara perawatan radiasi dan diagnosis sarkoma adalah lebih
kurang 10 tahun (American Cancer Society, 2016) dan mengakibatkan
angka insiden kurang dari 5% kasus sarkoma.
3) Limfedema kronis
Setelah nodul-nodul limfe diangkat atau rusak akibat radioterapi, cairan
limfe dapat berkumpul dan menyebabkan pembengkakan yang disebut
limfedema (American Cancer Society, 2016). Pada pasien karsinoma
payudara tingkat akhir, limfedema kronis dapat berkembang menjadi
limfangiosarkoma (Shidham, 2017).
4) Karsinogen dari lingkungan
Hubungan antara paparan berbagai bahan karsinogen dengan
meningkatnya insiden tumor jaringan lunak memang ada. Angiosarkoma
hati, misalnya, disebabkan oleh paparan bahan arsenik, thorium dioksida,
dioxin, asam phenoxyacetic, dan vynil klorida. (Shidham, 2017)
5) Infeksi
Contoh tumor jaringan lunak yang disebabkan oleh infeksi adalah Kaposi
sarcoma yang disebabkan oleh human herpes virus tipe-8 (HHV-8), yang
menyerang pasien-pasien human immunodeficiency virus (HIV). Infeksi
virus Epstein-Barr pada pasien immunocompromised juga meningkatkan
kemungkinan berkembanganya tumor jaringan lunak. (Shidham, 2017)
6) Trauma
Relasi antara trauma dengan tumor jaringan lunak sifatnya kebetulan.
Adanya suatu trauma memungkinkan terjadinya lesi tumor jaringan lunak.
(Shidham, 2017)
2.2.4 Patofisiologi
Secara umum, tumor jaringan lunak tumbuh secara sentripetal, meskipun
beberapa tumor jinak (misalnya, lesi fibrosa) dapat tumbuh memanjang di
sepanjang bidang jaringan. Sebagian besar tumor jaringan lunak tetap pada batas
fasia, yang tersisa terbatas pada kompartemen asal sampai tahap perkembangan
selanjutnya. (Shidham, 2018)
Setelah tumor mencapai batas anatomi kompartemen, tumor lebih mungkin
untuk melanggar batas-batas kompartemen. Struktur neurovaskular utama
biasanya tergeser karena tidak diselimuti atau diserang oleh tumor. Tumor yang
timbul di lokasi ekstrakompartemen, seperti fossa poplitea, dapat berkembang
lebih cepat karena kurangnya batas fasia; mereka juga lebih cenderung
melibatkan struktur neurovaskular. (Shidham, 2018)
Bagian perifer dari tumor menekan jaringan lunak di sekitarnya yang normal
karena pertumbuhan ekspansil sentripetal. Ini menghasilkan pembentukan zona
yang relatif terdefinisi dengan baik dari jaringan fibrosa terkompresi yang
mungkin mengandung sel-sel tumor yang tersebar. Zona ini juga dapat terdiri dari
sel-sel inflamasi dan menunjukkan neovaskularitas. (Shidham, 2018)
Lapisan tipis jaringan yang disebut zona reaktif mengelilingi zona kompresi,
terutama pada tumor tingkat tinggi. Bersama-sama, zona kompresi dan reaktif
membentuk pseudocapsule yang membungkus tumor dan berguna dalam
menentukan tingkat reseksi bedah. (Shidham, 2018)
Gambar 2.3 Gambaran tipikal anatomi sel tumor sarkoma jaringan lunak.
Sumber: https://veteriankey.com/principles-of-cancer-surgery/
batas kompartemen anatomi dan sering akan menyerang bagian badan fasia.
(Shidham, 2018)
Sarkoma jaringan lunak pada dasarnya muncul karena perkembangan acak
dari sel-sel di daerah sendi dan bagian-bagian jaringan yang mempengaruhi organ
tetangga dari daerah yang terkena. Sarkoma jaringan lunak terjadi di berbagai
bagian tubuh dan nama-nama yang berbeda ditetapkan sesuai dengan bagian yang
terpengaruh. Berbagai jenis sarkoma jaringan lunak ditemukan, yang berkembang
di berbagai bagian tubuh adalah (Abilash et al., 2013):
a. Fibrosarkoma
Pertumbuhan sel kanker pada jaringan ikat, misalnya di lengan dan
bagian bawah kaki, juga terjadi di sekitar bekas luka, otot, saraf, tendon,
dan lapisan tulang. Dapat juga menyerang jaringan lokal dan menyebar
di antara aliran darah dan paru-paru.
b. Leiomyosarkoma
Tumor kanker ini memulai pertumbuhannya pada otot jaringan halus di
mana otak tidak memiliki kontrol seperti, otot di dinding pembuluh
darah, rahim, atau saluran pencernaan. Sarkoma jenis ini pada dasarnya
terjadi di antara orang yang berusia 60 tahun. Anak-anak banyak
terpengaruh di saluran pencernaan, yang mungkin termasuk lambung,
usus kecil, usus besar, usus buntu, dan anus tetapi pada masa kanak-
kanak tidak terdeteksi karena gejala ditemukan pada masa remaja.
c. Rhabdomyosarkoma
Jenis sarkoma ini adalah jenis yang paling umum ditemukan pada
sarkoma jaringan lunak otot rangka. Situs umum asalnya adalah lengan
atau kaki, tetapi juga dapat berkembang di daerah kepala, leher, saluran
kencing, atau organ reproduksi. 85% dari jenis sarkoma ini terjadi pada
bayi, anak-anak, dan remaja. Risiko utama rhabdomyosarcoma adalah
anak-anak yang dilahirkan dengan cacat lahir. Gejala umum sarkoma ini
adalah massa tetapi tanpa rasa sakit. Jika tumor ditemukan di hidung atau
tenggorokan, itu dapat menyebabkan perdarahan atau cacat neurologis.
Jika di mata, itu menyebabkan mata menonjol dan masalah penglihatan.
2.2.6 Prognosis
Hasil akhir dan prognosis tumor jaringan lunak bergantung pada beberapa,
seringnya faktor-faktor yang saling terkait, adapun diantaranya : ukuran tumor,
kedalaman letak tumor, tipe histologist, tingkatan klinis, ploidi (genom) DNA,
proliferasi sel, mutasi gen kanker. (Shidham & Hackbarth, 2017)
Letak tumor sangat berpengaruh dalam menentukan strategi pengobatan dan
prognosis. Ketika letaknya berada di ekstremitas yang lebih proksimal,
prognosisnya akan makin buruk. Biasanya, lesi tumor pada ekstremitas bagian
distal bisa lebih mudah diobat dari lesi pada bagian proksimal. Pengobatan
tersebut dapat dilakukan pada stage awal karena lesi distal cenderung berukuran
lebih kecil dari tumor yang berada di ekstremitas proksimal. (Lawrence et al.,
1983)
Secara umum, pasien dengan rhabdomiosarkoma dan sarkoma sinovial
memiliki prognosis lebih buruk dari pasien dengan fibrosarkoma dan
liposarkoma. Akan tetapi, fibrosarkoma yang berdiferensiasi baik (grade 1)
memiliki prognosis yang sama dengan tumor-tumor lain dengan grade yang lebih
buruk, seperti rhabdomiosarkoma, sarkoma sinovial, dan angiosarkoma. Karena
itu, dapat disimpulkan bahwa tipe histologis lebih tepat digunakan untuk
menentukan tingkat diferensiasi daripada untuk menentukan prognosis.
(Lawrence et al., 1983)
Dalam penentuan prognosis tumor jaringan lunak, dapat dikatakan bahwa
usia tidak menjadi faktor besar. Beberapa studi menuliskan bahwa pasien
penderita fibrosarkoma yang berusia sangat muda memiliki prognosis yang lebih
baik dari yang lebih tua. Bila ditinjau dalam kelompok usia pediatri sendiri, hal
ini tidak sepenuhnya benar. Akan tetapi bila sarcoma pada anak-anak
dibandingkan dengan pasien yang berusia diatas dua puluh, dapat dilihat jelas
perbedaan, yaitu prognosis pada usia pediatri lebih baik dari usia dewasa.
(Lawrence et al., 1983)
dibiopsi. Beberapa teknik biopsi yang ada, antara lain: fine needle
aspiration biopsy (FNAB), core needle biopsy, incisional biopsy, dan
excisional biopsy.
(d) Gambaran histologi
Penentuan tingkatan klinis tumor berdasarkan gambaran histologinya
menjadi salah satu langkah penting dalam menyusun strategi
pengobatan. Ada macam-macam sistem tingkatan; mereka umumnya
berdasarikan evaluasi karakteristik histomorfologi, termasuk cellularity,
cellular pleomorphism, aktivitas mitosis, dan nekrosis, serta kategori
histologinya. Adapun tingkatan yang lebih sederhana, yaitu sistem tiga
tingkatan (grade 1, 2, 3) yang ditentukan berdasarkan diferensiasi sel
tumor.
a b
Gambar 2.4 (a) Mengambil jaringan dengan core needle biopsy (gambar low magnification)
menjadi populer dikarenakan metodenya mudah dan memiliki morbiditas rendah bila dibanding
dengan open surgical biopsy. (b) Gambaran sel yang diambil melalui fine-needle aspiration
biopsy (FNAB) yang juga dapat digunakan untuk penegakan diagnosis. Akan tetapi, jaringan
sering terlihat pecah dan sedikit, seperti yang terlihat pada gambar (high magnification).
Sumber: buku ajar Diagnostic Pathology: Soft Tissue Tumors, edisi ke-3, hal. 20, oleh M. R.
Lindberg.
penanganan standar untuk tumor jinak superficial yang tidak memiliki potensial
menjadi agresif. (Lindberg, 2019)
Gambar 2.5 (atas) menunjukkan perbedaan porsi pengambilan resection antara metode wide dan
radical.
Sumber:https://boneandspine.com/wp-content/uploads/2017/05/surgical-excision1.jpg
Tujuan ahli bedah saat operasi adalah mengangkat keseluruhan sel-sel kanker
beserta jaringan sehat yang mengelilinginya. Pada kasus tumor intraabdominal,
intratorakal, atau retroperitoneal, pengangkatan dapat merangkup seluruh organ
atau otot yang mengandung tumor. (Lindberg, 2019) Hal ini dilakukan untuk
memastikan seluruh sel kanker telah diangkat. Selama operasi, atau sesudahnya,
ahli patologis akan memeriksa jaringan sehat yang ikut diambil ini; proses inilah
yang disebut dengan resection of margins. Apabila sel kanker ditemukan dalam
jaringan sehat atau normal ini, maka hal ini akan memengaruhi keputusan dalam
penanganan selanjutnya, termasuk pembedahan tambahan atau terapi radiasi.
Resections of margins sendiri adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan setelah
kemoterapi dan/atau terapi radiasi. (Breastcancer.org, 2018)
Gambar 2.7 (atas) Imunohistokemistri harus dilakukan dengan hati-hati, terutama pada sampel
yang sedikit karena dapat menyebkan ekpresi antigen tidak lengkap. (contoh: myogenin, yang
dipanah pada gambar, tidak terlihat pada biopsi).
Sumber: buku ajar Diagnostic Pathology: Soft Tissue Tumors, edisi ke-3, hal. 23, oleh M. R.
Lindberg.
margin 1 sampai 2 mm fasia, tendon, atau tulang berbeda dari margin serupa dari
jaringan lemak atau jaringan ikat yang serupa. Reseksi dan rekonstruksi arteri
besar dapat dilakukan dengan hasil onkologis yang serupa, dan reseksi dan
rekonstruksi tulang utama dapat dilakukan dengan endoprosthes yang dapat
ditanam. Reseksi saraf mayor seperti siatik dapat diatasi hingga pasien dapat
belajar berjalan secara mandiri dengan menggunakan orthosis kaki pergelangan
kaki dan transfer tendon. Tumor residual mikroskopis kadang-kadang dapat
dibiarkan di sepanjang pembuluh darah besar, saraf, atau tulang ketika reseksi
tambahan dapat mengakibatkan hilangnya fungsi ekstremitas yang signifikan.
(Steen & Stephenson, 2008)
Kemoterapi memiliki hasil yang tidak cukup baik dalam mengobati sarkoma.
Peran kemoterapi adjuvan masih kontroversial karena tidak adanya bukti tingkat
1 yang meyakinkan bahwa kemoterapi dapat meningkatkan kelangsungan hidup
secara keseluruhan. Berkenaan dengan kemoterapi, keputusan paling penting
yang dihadapi ahli bedah yang mencoba reseksi kuratif sarkoma jaringan lunak
primer adalah penggunaan terapi neoadjuvant. Para pendukung kemoterapi
neoadjuvant merasa bahwa respons sarkoma terhadap terapi neoadjuvan kadang-
kadang dapat digunakan untuk memandu pengobatan lebih lanjut atau untuk
prognosis. Tumor yang lebih kecil memiliki fraksi pertumbuhan yang lebih tinggi
dan berpotensi lebih kemosensitif. Semakin besar tumor, semakin besar
kemungkinan klon chemoresistant akan muncul secara spontan. (Steen &
Stephenson, 2008)
Radiasi dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk mengurangi
kekambuhan sarkoma jaringan lunak. Dalam percobaan acak oleh National
Cancer Institute, operasi ekstremitas saja memiliki tingkat kekambuhan 22%
dibandingkan dengan tingkat kekambuhan <5% pada pasien yang menerima
radioterapi adjuvan. Radioterapi ajuvan belum terbukti meningkatkan OS atau
mengurangi kejadian metastasis jauh. Pedoman National Comprehensive Cancer
Network saat ini merekomendasikan terapi radiasi untuk sarkoma ekstremitas
untuk lesi tingkat tinggi, lesi tingkat rendah> 5 cm, atau margin positif. Pasien
dengan reexcisions juga harus menerima radioterapi adjuvan. Sarkoma tingkat
rendah superfisial <5 cm yang direseksi dengan margin lebar tidak memerlukan
radioterapi adjuvan. (Steen & Stephenson, 2008)
Secara historis, pembedahan dan radiasi untuk sarkoma jaringan lunak telah
dilaporkan memiliki 5-tahun survival bebas penyakit (DFS/disease-free survival)
sebesar 45% dan overall survival (OS) selama 5 tahun sebesar 60%. Beberapa
penelitian telah menunjukkan kecenderungan peningkatan DFS dan OS dengan
penggunaan kemoterapi dan radiasi neoadjuvant. (Steen & Stephenson, 2008)
Klasifikasi :
a. Berdasarkan sifat : jinak dan ganas
b. Berdasarkan asal sel : epitel,
TUMOR jaringan ikat, organ limfoid dan
homopoietik
c. Diferensiasi
Epidemiologi :
(Pekanbaru, 2009-2013), yaitu 60%
wanita>pria, usia 40-49 tahun, dan gambaran
Tumor paling umum adalah rhabdomyosarcoma
(17,9%).
Jaringan Ikat
Faktor Risiko :
genetic, radiasi, limfedema kronis, bahan
karsinogen dari lingkungan, infeksi, dan
Klasifikasi (WHO 2017) trauma.
berdasarkan tipe histologi:
a. Adipocytic tumours
b. Fibroblastic/myofibr Diagnosis :
oblastic tumours a. Pemeriksaan laboratorium
c. So called b. Pemeriksaan imaging
fibrohistiocytic c. Diagnosis jaringan
tumours d. Gambaran histologi
d. Smooth muscle
tumours
e. Pericytic
Tata laksana :
(perivascular)
tindakan operatif, dapat dikombinasi dengan
tumours
terapi radiasi atau kemoterapi.
f. Skeletal muscle
tumours
g. Vascular tumours
h. Chondro-osseus Prognosis :
tumours bergantung pada ukuran, kedalaman, tipe
i. Tumours of histologi, tingkatan klinis, ploidi DNA,
uncertain proliferasi sel, dan mutasi gen kanker.
differentiations
31
35
kelompok usia balita, anak-anak, dan lansia akhir. Untuk data yang lebih
mendetail, dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 4.2):
Tabel 4.2 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009)
Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
Balita 0-5 2 1.70
Anak-Anak 5-11 4 3.41
Remaja Awal 12-16 11 9.41
Remaja Akhir 17-25 15 12.83
Dewasa Awal 26-35 19 16.23
Dewasa Akhir 36-45 23 19.66
Lansia Awal 46-55 30 25.65
Lansia Akhir 56-65 5 4.27
Manula >65 8 6.84
Total 117 100
Tabel 4.3 Distribusi Tumor Jaringan Lunak Berdasarkan Jenis Tumor (WHO 2017)
Jenis Tumor Jumlah (n) Persentase (%)
Angiofribroma 1 0.85
Angiolipoma 1 0.85
Basosquamous Carcinoma 1 0.85
Dermatofibrosarcoma - 6 5.13
Protuberans
Echondromatosis 1 0.85
Fibrolipoma 10 8.55
Fibroma 5 4.27
Fibromatosis 2 1.70
Fibrosis Keloidal 9 7.69
Ganglioma 6 5.13
Hibernoma 2 1.70
Hemangioma 10 8.55
Lipoma 46 39.32*
Liposarcoma 1 0.85
Myxofibrosarcoma 1 0.85
Neurofibroma 7 5.98
Non-Ossifying Fibroma 1 0.85
Osteochondroma 1 0.85
Papillary Intralymphatic - 1 0.85
Angioendotheloma
Schwanomma Tumor 1 0.85
Tenosynovial G-Cell Tumor 2 1.70
Undifferentiated Sarcoma 1 0.85
Undiferrentiated Pleomorphic 1 0.85
Sarcoma
Total 117 100
* Kasus terbanyak adalah Lipoma
maupun dewasa akhir (23.9%). Untuk lebih jelas, hasil dapat diamati pada tabel
berikut (Tabel 4.8):
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Lipoma Berdasarkan Usia (Depkes RI 2009)
Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
Balita 0-5 - -
Anak-Anak 5-11 - -
Remaja Awal 12-16 1 2.17
Remaja Akhir 17-25 2 4.35
Dewasa Awal 26-35 11 23.91
Dewasa Akhir 36-45 11 23.91
Lansia Awal 46-55 15 32.61*
Lansia Akhir 56-65 1 2.17
Manula >65 5 10.88
Total 46 100
* Kasus terbanyak ditemukan pada kelompok usia lansia awal
4.2 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini ditemukan bahwa tumor jaringan lunak umumnya bersifat
jinak (89.7%), satu bersifat intermediate (0.85%), dan sisanya bersifat ganas
(9.4%). Hal ini sesuai dengan literatur dimana tumor secara umum memang
bersifat jinak, dan tumor ganas hanya terhitung 1% dari seluruh jumlah kasus
kanker, juga kurang dari 1% dari seluruh kasus tumor jaringan lunak, sehingga
dapat disebut sangat jarang (WHO, 2017). Data ini menjadi dasar penting untuk
mengedukasi masyarakat, karena apabila masyarakat sadar akan gejala-gejala
tumor sejak awal, maka tumor-tumor tersebut dapat dideteksi lebih awal dan
tidak sampai berdiferensiasi menjadi sarkoma. Penelitian di Amerika Serikat
(Kumar, et.al, 2012) menunjukkan angka insidensi kanker stabil sejak tahun
1995, dan angka mortalitas menurun sebanyak 18.4% sejak 1990 terhadap laki-
laki, menurun sebesar 10.4% sejak 1991 pada perempuan. Diantara laki-laki,
80% penurunan dikarenakan berkurangnya kebiasaan merokok sehingga
menurunkan angka kematian akibat kanker paru-paru. Pada perempuan,
penurunan mortalitas adalah karena peningkatan dalam pendeteksian dan
pengobatan yang menurunkan angka kematian kanker payudara. Data ini
menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai tumor jaringan lunak dapat menjadi
langkah preventif yang kemudian akan menurunkan persentase kejadian tumor
ganas, meningkatkan harapan hidup pasien kanker, serta menurunkan mortalitas
penderita tumor ganas jaringan lunak di Indonesia.
Distribusi lokasi tumor pada penelitian ini ditemukan hampir merata di seluruh
tubuh, yaitu; kepala & leher (26.5%), batang tubuh (24.8%), ekstremitas superior
(26.5%), dan ekstremitas inferior (22%). Menurut Hornick (2017) di dalam
bukunya, tumor jaringan lunak memiliki persentase kira-kira 40% berlokasi di
ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala
dan leher dan 30% di badan dan retroperitoneum. Menurut sumber lain, DeVita
(2001) menulis bahwa soft tissue sarcoma dapat terjadi di mana saja di tubuh,
tetapi sebagian besar berasal dari ekstremitas (59%), batang tubuh (19%),
retroperitoneum (15%) dan kepala dan leher (9%). Distribusi lokasi hampir
tumor dan bersifat intrinsik pada sel. Para peneliti menemukan bahwa
Retinoblastoma protein (RB), protein yang diketahui mengurangi risiko kanker,
secara signifikan kurang aktif dalam sel otak pria dibandingkan sel otak wanita
(Sun T., et.al, 2014).
Distribusi tumor jaringan lunak berdasarkan usia pada penelitian ini ditemukan
lebih banyak pada kelompok usia dewasa awal (26-35 tahun) hingga manula (>65
tahun). Menurut WHO 2017, sarkoma jaringan lunak semakin banyak terjadi
seiring bertambahnya usia; usia mediannya adalah 65 tahun. Pada penelitian
Arfiana W., et al (2016) ditemukan bahwa tumor jaringan lunak lebih banyak
ditemukan pada usia diantara 40-49 tahun. Kenaikan insidensi kanker bersamaan
dengan usia dapat disebabkan oleh akumulasi mutasi somatik yang berhubungan
dengan kemunculan neoplasma ganas. Penurunan fungsi imun akibat usia yang
makin tua juga dapat menjadi faktor (Kumar, et.al, 2012). Akan tetapi, usia tidak
memiliki peran besar dalam menentukan prognosis pada pasien sarkoma jaringan
lunak. Ketika prognosis pada kelompok usia anak-anak dibandingkan dengan
kelompok usia diatas 20 tahun, dapat dilihat dengan jelas bahwa anak-anak
dengan fibrosarkoma dan liposarkoma memiliki prognosis yang jauh lebih baik
daripada kelompuk usia dewasa. Rhabdomyosarcoma pada anak-anak juga lebih
responsif terhadap terapi dari pada rhabdomyosarcoma pada usia dewasa.
Sarkoma jaringan lunak lainnya memiliki prognosis yang kurang lebih sama
terlepas dari usia penderita (Lawrence, et.al, 1983).
Dermatofibrosarcoma Protuberans merupakan tumor ganas jaringan lunak
yang ditemukan paling banyak pada penelitian ini; penderita terbanyaknya
berjenis kelamin laki-laki, kelompok usia distribusinya bifasik, dimana pada usia
remaja awal (12-16 tahun) dan dewasa awal (26-35 tahun) sama banyak, dan
frekuensi lokasi tertinggi terdapat pada ekstremitas superior.
Dermatofibrosarcoma Protuberans adalah tumor ganas jaringan lunak yang
langka dan invasif secara lokal mencakup jaringan subkutan, otot, fasia, dan
tulang. Tumor muncul tanpa rasa sakit dan dapat membesar dengan cepat
sebelum mendapat perhatian klinis. DFSP memiliki tingkat kekambuhan lokal
mencapai 60% yang untungnya metastasis jauh jarang dapat terjadi, antara 1 dan
4% (Winarta G. K., et.al, 2019). DFSP adalah tumor agresif lokal yang ditandai
dengan tingkat metastasis yang rendah dan kapasitas tinggi untuk invasi lokal.
Akibatnya, pilihan pengobatan adalah reseksi dengan wide resection yang dapat
menyebabkan peningkatan persentase kekambuhan. Dalam beberapa kasus yang
diterapi kuratif dengan margin lebih dari 5cm, menghasilkan nilai kekambuhan
kurang dari 5% (Yu W., et.al, 2008).
Penelitian ini dilakukan di rumah sakit tipe C, yaitu Rumah Sakit Umum
Advent Medan pada periode tahun 2016-2017 dengan hasil terdapat 117 kasus
tumor jaringan lunak dengan variasi diagnosis sebanyak 23 jenis tumor yang
bersifat jinak maupun ganas. Hal ini menunjukkan bahwa kasus-kasus tumor
jaringan lunak dapat ditangani di rumah sakit tipe C, dimana peranan rumah sakit
tipe C sebagai rumah sakit rujukan daerah (faskes tingkat II BPJS) adalah sebagai
lini pertama penanganan kasus-kasus tumor jinak jaringan lunak, dan bila kasus
menunjukkan gambaran tumor ganas, pasien kemudian dirujuk ke rumah sakit
tipe B atau A untuk melanjutkan pengobatan, seperti kemoterapi dan radioterapi.
Dalam penegakan diagnosis, tumor jaringan lunak menggunakan pemeriksaan
histopatologi sebagai gold standard, dimana hal ini dapat dilakukan di rumah
sakit tipe-C yang memiliki spesialis patologi anatomi. Pada kasus-kasus yang
membutuhkan pemeriksaan penunjang yang lebih lanjut, yaitu tumor-tumor ganas
jaringan lunak yang diferensiasinya sulit untuk diidentifikasi, maka pasien
membutuhkan rujukan parsial ke rumah sakit tipe B maupun A untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan pada penelitian ini, dari 117 sampel
yang didiagnosis sebagai tumor jaringan lunak, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Berdasarkan jenis kelamin, tumor jaringan lunak lebih banyak diderita
oleh perempuan.
2. Berdasarkan usia, tumor jaringan lunak paling banyak ditemukan pada
usia lansia awal (46-55 tahun).
3. Berdasarkan tipe histologinya, tumor jaringan lunak paling banyak
ditemukan adalah Lipoma yang tergolong ke dalam tumor jinak jaringan
lemak (adiposa).
4. Berdasarkan distribusi lokasi tumor, sampel tumor jaringan lunak
menunjukkan distribusi hampir merata di seluruh bagian tubuh.
5. Berdasarkan tingkat keganasan, hampir 90% kasus menunjukkan sifat
tumor yang jinak.
6. Kasus terbanyak tumor jaringan lunak yang didapatkan pada penelitian ini
adalah Lipoma yang bersifat jinak, dengan penderita terbanyak berjenis
kelamin perempuan dan kelompok usia terbanyak adalah lansia awal (46-
55 tahun). Lokasi tumor Lipoma paling sering ditemukan pada daerah
batang tubuh.
7. Tumor ganas jaringan lunak paling banyak pada penelitian ini adalah
Dermatofibrosarcoma Protuberans, yang penderita terbanyaknya berjenis
kelamin laki-laki. Kelompok usia distribusinya bifasik, dimana ditemukan
pada usia remaja awal (12-16 tahun) dan dewasa awal (26-35 tahun) sama
banyak. Frekuensi lokasi paling tinggi terdapat pada ekstremitas superior.
8. Peranan rumah sakit tipe C sebagai rumah sakit rujukan daerah adalah
sebagai lini pertama dalam penanganan kasus-kasus tumor jinak jaringan
lunak, dan bila kasus menunjukkan gambaran tumor ganas, pasien dirujuk
ke rumah sakit tipe B atau A untuk melanjutkan pengobatan.
47
5.2 SARAN
Dari penelitian ini, didapatkan data-data karakteristik tumor jaringan lunak,
sehingga peneliti mengharapkan adanya kegiatan edukasi atau penyuluhan
kepada masyarakat untuk mengenali tumor-tumor jaringan lunak. Hal ini
dikarenakan alasan sebagai berikut:
1. Tumor jaringan lunak umumnya dapat dikenali secara visual dengan
mudah. Masyarakat yang diedukasi, bila menemukan benjolan pada
tubuhnya, tidak akan menahan-nahan sakit atau merasa malu untuk segera
memeriksakan benjolan pada tubuhnya.
a b c
Achmadi, A., Narkubo, C. 2005, Metode Penelitian, h. 85, PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
American Cancer Society, 2016, Soft Tissue Sarcoma Causes, Risk Factors, and
Prevention, available from: www.cancer.org
Arfiana, W., Burhanuddin, L., Fidiawati, W.A. 2016, The distribution of soft
tissue sarcoma based on histopathology check in Pekanbaru’s hospital
between 2009-2013, Jom FK Volume 3.
Ashfar N., English D., Thursfield V. J., Mitchell P., te Marvelde L., Farrugia H.,
Giles G. G., Milne R. L., 2018, Differences in Cancer Survival by Sex: a
Population-Based Study Using Cancer Registry Data, Springer, available
from:https://www.researchgate.net/publication/327518370_Differences_i
n_cancer_survival_by_sex_a_population-
based_study_using_cancer_registry_data
Chou , Y. S., Liu, C. Y., Chen, W. M., Chen, T. H., Chen, P. C., Wu, H. T., et al.
2012, Follow up after primary treatment of soft tissue sarcoma of
extremities: impact of frequency of follow up imaging on disease-specific
survival, J Surg Oncol.
49
DeVita VT Jr, Hellman S, Rosenberg SA, 2011, eds. Cancer: Principles and
Practice of Oncology. 6th ed., pp.1841–91, Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia
Ghaneh, P., et al. 2019, The Impact of Positive Resection Margins on Survival
and Recurrence Following Resection and Adjuvant Chemotherapy for
Pancreatic Ductal Adenocarcinoma, Annals of Surgery, available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/29068800/
Kumar V., Abbas A., Aster J., 2012, Robbins Basic Pathology, 9th ed., Saunders
Elsevier, Philadelphia
Jernigan E. W., Esther R. J., 2015, Orthopedic Clinics of North America E-Book:
Soft Tissue Masses for The General Orthopedic Surgeon, Vol. 46, Issue 3,
pp. 417-428, Elsevier Health Sciences
Lawrence Jr., W., Neifeld, J. P., Terz J. J. 1983, Manual of Soft Tissue Tumor
Surgery, Springer Verlag Inc., New York.
50
McGee, L., Indelicato, D. J., Dagan, R., Morris, C. G., Knapik, J. A., Reith, J. D.
et al. 2012, Long term results following postoperative radiotherapy for
soft tissue sarcomas of the extremity, Int J Radiat Oncol Bio Phys.
Ordonez, J. L., Martins A. S., Osuna, D., Madoz-Gurpide, J., de Alava, E. 2008,
Targeting sarcomas: therapeutic targets and their rational, Semin Diagn
Pathol.
Shidham, V. B. & Hackbarth, D. A., 2017, Benign and Malignant Soft Tissue
Tumours, https://emedicine.medscape.com/article/1253816-overview
Sun T., Warrington N. M., Luo J., Brooks M., Dahiya S., Snyder S. C., Sengupta
R., Rubin J.B., 2014, Sexually Dimorphic RB Inactivation Underlies
Mesenchymal Glioblastoma Prevalence in Males, The Journal of Clinical
Investigation, available from: https://www.jci.org/articles/view/71048
51
Yu W., Tsoukas M. M., Chapman S. M., Rosen J. M., 2008, Surgical Treatment
for Dermatofibrosarcoma Protuberans: The Dartmouth Experience and
Literature Review, Annals of Plastic Surgery, Vol. 60, Issue.3: pp.288-93.
52
FotoBerwarn
aUkuran3x4c
m
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru) FK
USU 2013
2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) FK USU 2013
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Paduan Suara FK USU
53
54
55
56
57
58
59
60
61