Anda di halaman 1dari 111

EFEKTIFITAS TEHNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP

TERKONTROLNYA GEJALA SESAK DI RSUD


PROF. DR. H. ALOE SABOE
KOTA GORONTALO

SKRIPSI

Oleh

NURHIKMAH SEDI LAMUKA


841413094

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2017
ABSTRAK
Nurhikmah Sedi Lamuka. 2017. Efektifitas Tehnik Pernapasan Buteyko
Terhadap Terkontrolnya Gejala Sesak Di Rsud Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota
Gorontalo. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Olah Raga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Zuhriana K. Yusuf,
M.Kes dan pembimbing II Ns. Andi Mursyidah S.Kep.,M.Kes
Pada gejala sesak yang sering terjadi adalah pernapasan cuping hidung,
takipnea dan hiperventilasi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas
tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya gejala sesak di RSUD Prof. Dr.
H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Desain penelitian menggunakan pre experimental design dengan rancangan one-
group test design. Pengambilan sampel menggunakan tehnik accidental sampling
dengan populasi semua pasien gejala sesak. Sampel berjumlah 16 responden.
Instrument penenlitian menggunakan lembar observasi. Analisa data
menggunakan uji t-berpasangan.
yang didapatkan sebelum dilakukan tehnik pernafasan Buteyko pada
gejala sesak seluruhnya mengalami gejala sesak tidak terkontrol yaitu (100%).
Setelah dilakukan teknik pernafasan Buteyko, didapatkan gejala sesak tidak
terkontrol (6,3%), gejala sesak terkontrol baik sebanyak (81,3%) dan gejala sesak
terkontrol total sebanyak (6,3%) dengan hasil didapatkan nilai T-hitung > T-tabel
(9,582 > 2,131) dan nilai p-value < α (0,000 < 0,05).
Didapatkan kesimpulan bahwa tehnik pernapasan buteyko efektif terhadap
terkontrolnya gejala sesak di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo.
Disarankan institusi rumah sakit agar menerapkan standar operasional prosedur
tehnik pernapasan buteyko untuk mengatasi sesak

Kata Kunci : Dispnea , Gejala Sesak, Teknik Pernafasan Buteyko.


Daftar Pustaka : 43, 2002-2016.
MOTTO
“Belajar dari Kesalahan masa lalu dan berusaha untuk lebih baik lagi di
hari esok, untuk menjadi orang yang banyak memberimanfaat bagi
keluarga, teman, Indonesia bahkan dunia”

“Jadilah Kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa


bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu
semua orang menangis sedih tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum
(Mahatma Gandhi)”

“Sesali masa lalu karena ada kekecewaan dan kesalahan-kesalahan, tetapi


jadikan penyesalan itu sebagai senjata untuk masa depan agar tidak terjadi
kesalahan lagi”

Lantunan Al-fatihah beriring Shalawat dalam silahku merintih,


menadahkan doa
dalam syukur yang tiada terkira, terima kasihku untukmu.
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayah dan Ibuku tercinta
Ismail Sedi dan Risna Lamuka, yang tiada penuh hentinya selama ini
memberikan semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta
pengorbanan, perhatian dan kesabaran yang kalian tanamkan padaku
sehingga aku selalu bisa sabar menjalani setiap rintangan yang ada
didepanku berkat kekuatan kalian.

Dosen pembimbing akademikku dr. Vivien Novarina A. Kasim, M.Kes,


beliau yang terus memotivasiku untuk selalu fokus menyelesaikan
perkuliahanku dan terus belajar.

Untuk Dosen Pembimbing I dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes dan


pembimbing II Ns. Andi Mursyidah S.Kep.,M.Kes, yang selalu
memberikan memotivasiku untuk belajar, selalu peduli dan
perhatian. Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas ilmu yang
telah kalian berikan sangatlah bermanfaat. Terima kasih banyak atas
bimbingannya.
Terima kasih buat adikku Aif Amirullah dan kakakku Risam Sedi Lamuka
atas perhatian, dukungan
dan do’a untuk kesuksesanku.

Sahabat-sahabatku tersayang sekaligus teman seperjuanganku dikampus


yang selalu membantuku, memberi masukan, dan dorongan
Dewi Sri Rahayu Ningsih, Dia Setiawati, Nurindah Husain, regliyanti
Giasi,Yunus Kaseng,Hendra Mbata Dan Alprid Dunggio. Terima kasih
karena kalian selalu siap menjadi tempat keluh kesahku selama
mengerjakan skripsi ini.

Almamater Tercinta Tempat Aku Menimba Ilmu

Universitas Negeri Gorontalo


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji hanya kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-

Nya yang mengizinkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Efektifitas Tehnik Pernapasan Buteyko Terhadap Terkontrolnya Gejala

Sesak Di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo”.

Penyusunan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan pada Jurusan Keperawatan,

Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Dalam

penyusunan skripsi ini, banyak mendapat dukungan, bantuan serta doa dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis berterima kasih kepada kedua orang tua Bapak

Ismail Sadi dan Risna Lamuka yang selalu memberikan dukungan moril serta

do’a yang tidak pernah putus untuk kesuksesan anaknya. Kemudian kepada

Pembimbing I dr. Zuhriana K. Yusuf, M.kes Pembimbing II Ns Andi

Mursyidah S.Kep, M.Kes yang dengan penuh rasa sabar dan sabar dalam

membimbing sejak proposal hingga skripsi ini selesai. Selain itu dengan segala

kerendahan hati penulis juga mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. Hi. Syamsul Qamar Badu, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri

Gorontalo.

2. Prof. Dr. Ir. Mahludin H. Baruwadi, M.Pd selaku Wakil Rektor I Universitas

Negeri Gorontalo.
3. Supardi Nani, SE, M.Si. selaku Wakil Rektor II Universitas Negeri

Gorontalo.

4. Dr. Fence M. Wantu, SH., MH. selaku Wakil Rektor III Universitas Negeri

Gorontalo.

5. Prof. Dr. Hasanuddin Fatsah, M.Hum., M.si. selaku Wakil Rektor IV

Universitas Negeri Gorontalo.

6. Dr. Lintje Boekoesoe, M.Kes selaku Dekan Fakultas Olahraga dan Kesehatan

Universitas Negeri Gorontalo .

7. Risna Podungge, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Dekan I Fakultas Olahraga dan

Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo.

8. dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes. selaku Wakil Dekan II Fakultas Olahraga dan

Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing I. Terima kasih atas saran dan bimbingannya kepada peneliti

demi kesempurnaan skripsi ini.

9. Ruslan S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Dekan III Fakultas Olahraga dan

Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo.

10. dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Jurusan

Keperawatan Universitas Negeri Gorotalo.

11. dr. Vivien Novariana A. Kasim, M.Kes selaku Sekretaris Program Studi

Jurusan Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo sekaligus sebagai Dosen

Penguji I. Terima kasih atas masukan dan sarannya kepada peneliti demi

kesempurnaan skripsi ini.


12. Ns Andi Mursyidah S.Kep.,M.Kes. selaku Dosen Pembimbing II. Terima

kasih atas saran dan bimbingannya kepada peneliti demi kesempurnaan

skripsi ini.

13. Ns. H. Ahmad Aswad S.Kep M.PH Selaku Dosen Penguji II. Terima kasih

atas masukan dan sarannya kepada peneliti demi kesempurnaan skripsi ini.

14. Seluruh Staff Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Olahraga

dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Terima kasih atas ilmu yang

diberikan selama ini.

15. Pihak-pihak terkait yaitu Dr. Andang Ilato, SH.,MM Selaku Direktur Rumah

Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo

16. Seluruh Pasien Asma Di ruangan G3 Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe

Kota Gorontalo. Terimakasih atas bantuannya.

17. Seluruh keluarga besarku yang tidak dapat disebut satu persatu. Terima kasih

atas motivasi dan segala bantuannya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

18. Kakakku, Risam Sedi Lamuka S.Ars dan Maya Rifai, Terima kasih atas

bantuan, dukungan dan Doa’anya selama ini.

19. Kakakku, Fadliyanti Iyonu S.Ei, Faisal Iyonu S.H, Mohammad Iyonu S.Hi,

Mellyana Daud S.E,Sardi Ticoalu S.Ag, terima kasih atas arahan yang

memotivasi terhadapku.

20. Untuk Paman dan Tanteku, Husin Iyonu dan Sarintan Bouty, terima kasih

selama ditanah rantau ini yang menjadi sosok orang tua untukku, yang

merawatku dan memberikan arahan-arahan yang baik padaku


21. Teman-teman seangkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Terima kasih atas bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini bisa

terselesaikan.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Mohon

maaf atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya perbuat.

Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju

kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih sayang-Nya untuk kita semua.

Semoga segala bantuan, bimbingan, motivasi, dukungan serta do’a yang telah

diberikan mendapat imbalan pahala dari Allah SWT. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan. Amin ya Rabbal’alamin..

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatu..

Penulis

Nurhikmah Sedi Lamuka


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................


LOGO ............................................................................................................
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
ABSTRAK .......... .......................................................................................... iv
MOTTO ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................. 5
1.3 Rumusan Masalah ................................................................ 5
1.4 Tujuan .................................................................................. 6
1.5 Manfaat ................................................................................ 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 8
2.1 Teori Dispnea ....................................................................... 8
2.2 Teori Teknik Pernafasan Buteyko ....................................... 17
2.3 Kerangka Teori .................................................................... 26
2.4 Kerangka Konsep ................................................................. 27
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 28
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 28
3.2 Desain Penelitian ................................................................. 28
3.3 Variabel Penelitian ............................................................... 29
3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling .............................. 31
3.5 Teknik Pengumpulan data .................................................... 32
3.6 Teknik Analisa Data ........................................................... 34
3.7 Etika Penelitian .................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 39
4.1 Gambaran Umum RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota
Gorontalo ............................................................................. 39
4.2 Hasil ..................................................................................... 40
4.3 Pembahasan .......................................................................... 45
4.3 Keterbatasan ........................................................................ 54
BAB V PENUTUP .................................................................................... 56
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 56
5.2 Saran .................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 58
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

No. Nama Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .......................................... 30


4.1 Distribusi respon dan berdasarkan umur di RSUD Prof. Dr. Aloei
Saboe Kota Gorontalo .......................................................................... 40
4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin diRSUD Prof. Dr.
Aloei Saboe Kota Gorontalo ................................................................ 41
4.3 Terkontrolnya Gejala Sesak Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik
Pernafasan Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. AloeiSaboe Kota
Gorontalo.............................................................................................. 43
4.4 Uji Normalitas Data Hasil Penelitian Terkontrolnya Gejala Sesak
Pada Pasien Sebelum dan Sesudah Teknik Pernafasan Buteyko Di
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo ................................ 44
4.5 Efektifitas Tehnik Pernapasan Buteyko Terhadap terkontrolnya
Gejala Sesak pada Pasien di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo.............................................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR

No. Nama Gambar Halaman


2.1 Penderita Sesak Napas................................. ........................................ 12
2.2 Kerangka Teori..................................................................................... 26
2.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 27
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: Jurnal Artikel
LAMPIRAN 2: Permohonan menjadi responden
LAMPIRAN 3:
LAMPIRAN 4: Kuisioners terkontrolnya gejala sesak
LAMPIRAN 5: Prosedur tindakan keperawatan
LAMPIRAN 6: Master tabel
LAMPIRAN 7: Hasil analisis SPSS
LAMPIRAN 8: Dokumentasi
LAMPIRAN 9: Surat Pengambilan Data Awal
LAMPIRAN 10: Rekomendasi
LAMPIRAN 11: Surat Meneliti
LAMPIRAN 12: Surat Keterangan Selesai Meneliti Surat
CURICULUM VITAE
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dipsnea atau sesak napas adalah gejala yang umum terlihat sebagai

perasaan nyeri karena kesulitan bernapas, napas menjadi pendek (sesak napas)

dan pasien merasa tercekik pada saat bernapas. Adanya penggunaan otot-otot

pernapasan tambahan seperti otot sterno-kleidomastoideus, scalenus, trapezius

dan pectoralis mayor. Selain itu kadang-kadang juga disertai pernapasan cuping

hidung, akipnea dan hiperventilasi. Akipnea adalah meningkatnya frekuensi

pernapasan melebihi frekuensi pernapasan normal yaitu sampai 20 kali per menit,

dan takipnea ini dapat muncul dengan a tau tampa dipsnea. Hiper ventilasi adalah

meningkatnya pentilasi untuk mempertahankan pengeluaran karbon dioksida

normal. (Bararah,2013)

Angka kejadian penyakit saluran pernapasan memiliki prevalensi yang cukup

tinggi, di Amerika sendiri kira-kira 35 juta warganya mengalami gangguan respirasi

obstruktif. gangguan ini menyebabkan angka morbitas yang tinggi, kira-kira ia

menghabiskan uang 154 juta dolar Amerika untuk mengatasi efeknya. Selain itu

gangguan ini merupakan penyebab kematian ke-tiga tersering di dunia, setelah

gangguan jantung dan kangker dan angka ini terus naik. Pada tahun 2008 insiden

mortalitasnya hingga 135.5/100.000 kematian.(Tryanni,2013)

Menurut WHO 2012, jumlah PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkiraan

meningkat menjadi 400 juta jiwa ditahun 2020 mendatang, dan setengan dari angka

tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk negara indonesia. Berdasarkan data


Riskesdas pada tahun 2013 insiden dan prevalensi penyakit saluran pernapasan

akut di Indonesia adalah 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima provinsi yang

mempunyai insiden dan prevalensi pneumoni tertinggi untuk semua umur adalah

Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barata dan Sulawesi

selatan. Penyakit paru merupakan penyakit utama mematikan di dunia dengan

prevalensi 17,4 di dunia masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2%, penyakit

paru obstruksi kronik 4,8%, tuberculosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1%

dan asma 0,3% (Kemenkes,2014).

Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan ke-5 tertinggi

didunia yaitu 7,8 juta jiwa. Penderita PPOK di rumah sakit umum daerah pandang

arang boyolali berdasarkan data inhalansi rekam medik pada tahun 2014 sebanyak

217 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 84 dan 47 jiwa diantaranya mengalami

komplikasi dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan meningkat di

tahun mendatang.(Riskesdas,2015)

Sementara itu di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo yang

merupakan rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan, berdasarkan kajian data

medical record RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo terjadi

peningkatan jumlah kunjungan asma pada tahun 2014 hingga tahun 2015 yaitu

154 pasien di tahun 2014 dan 175 pasien pada tahun 2015, akan tetapi pada tahun

2016 pasien penderita sesak menurun yaitu 150 pasien, dengan rata-rata pasien

17-20 pasien perbulan.


Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas. Infeksi saluran pernapasan jauh lebih sering terjadi dibanding dengan

infeksi sistem organ tubuh lain dab berkisar dari flu biasa dengan gejala serta

gangguan yang relative ringan sampai pneumoni berat. Insiden penyakit

pernapasan kronik, terutama emfisema paru kronik dan bronchitis semakin

meningkat dan sekarang merupakan penyebab utama cacat kronik dan kematian.

(Price,2005)

Penanganan sesak napas dapat dibedakan atas penanganan umum dispnea

yaitu Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring dengan

bantal yang tinggi, diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung

derajat sesaknya. Selanjutnya untuk penanganan terapi non farmakologi seperti

Olahraga teratur, menghindari allergen, terapi emosi dan tehnik olah napas.

Sedangkan untuk farmakologi yaitu pemberian Quick relief medicine dan long

relief medicine. (sudoyo, dkk,2009)

Beberapa teknik olah napas ini tidak hanya khusus dirancang untuk pasien,

karena sebagian dari teknik pernapasan ini dapat bermanfaat untuk berbagai

penyakit lainnya. Namun demikian, ada juga beberapa teknik pernapasan yang

memang khusus untuk pasien dengan gejala sesak yaitu teknik pernapasan

Buteyko (Thomas, 2004 dalam Fadhil, 2015).

Menurut Douglas Dupler (2005) dalam Fadhil (2015), teknik pernapasan

Buteyko merupakan sebuah metode untuk mengatur pernapasan. Teknik ini

didasari oleh latihan pernapasan yang bertujuan untuk mengurangi kontraksi jalan
nafas. Buteyko merupakan sebuah terapi yang mempelajari teknik pernapasan

yang dirancang untuk memperlambat dan mengurangi masuknya udara ke paru-

paru, jika teknik ini dipraktikan sering, maka dapat mengurangi gejala dan tingkat

keparahan masalah pernapasan (Longe, 2005 dalam Fadhil,2015).

Latihan pernapasan Buteyko dikembangkan dari Rusia oleh Prof. Konstantin

Buteyko yang mengajarkan untuk mengurangi frekuensi pernapasan (breath less).

Tujuan utamanya adalah menurunkan ventilasi total (minute volume) selama sesi

latihan, mengembalikan pusat kontrol respirasi dan mengontrol jalan napas dalam

masa yang lebih panjang. Tujuan lain yang lebih penting adalah mendorong

pernapasan hidung dari pada pernapasan mulut dan teknik untuk membersihkan

hidung diajarkan untuk menunjang hal itu (Sandy Thomas, 2004 dalam Prasetyanto,

2010).

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Nudiansyah tahun 2013 dengan

judul pengaruh pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma kota

tangerang selatan, dengan desain penelitian menggunakan quasy experimental

design dengan hasil penelitian adalah ada pengaruh kuat antara teknik pernapasan

Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma (p value 0.00 dan nilai

eta squared 0.93). Perbedaan dengan penelitian saya yaitu tempat dan desain

penelitian, dimana Nurdiansyah di Kota Tangerang Selatan dan penelitian saya di

kota Gorontalo dan tehnik yang digunakan Nurdiansya yaitu quasy experimental

design, sedangkan penelitian saya menggunakan pre experimental design.

Berdasarkan wawancara pengambilan data awal pada pasien sesak di G3

interna pada tanggal 31 januari 2017 dengan 4 orang pasien, 2 diantaranya sering
mengalami serangan sesak nafas tiba-tiba dengan durasi biasanya 5-10 menit.

Biasanya pasien memanfaatkan obat resep dokter untuk mengatasi asma. Menurut

wawancara dari perawat diruangan tersebut, pasien biasanya diintruksikan

perawat untuk meminum obat segera, untuk meminimalisir serangan sesak nafas.

Menurut perawat diruangan, mereka belum pernah memberikan terapi

komplementer baik itu teknik pernafasan Buteyko ataupun olahraga nafas lainnya.

Situasi tersebut menjadi alasan peneliti untuk memberikan terapi pernapasan

Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe sebagai suatu upaya meminimalisir

serangan sesak nafas pada pasien.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Nudiansyah tahun 2013 dengan

judul pengaruh pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien

asma kota tangerang selatan, dengan hasil penelitian adalah ada pengaruh

kuat antara teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma

pada pasien asma.

2. Berdasarkan wawancara pengambilan data awal pada pasien sesak di G3

interna pada tanggal 31 januari 2017 dengan 4 orang pasien, 2 diantaranya

sering mengalami serangan sesak nafas tiba-tiba dengan durasi biasanya 5-

10 menit. Biasanya pasien memanfaatkan obat resep dokter untuk

mengatasi gejala tersebut.

3. Menurut perawat diruangan, mereka belum pernah memberikan terapi

komplementer baik itu teknik pernafasan Buteyko ataupun olahraga nafas

lainnya. Situasi tersebut menjadi alasan peneliti untuk memberikan terapi


pernapasan Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe sebagai suatu

upaya meminimalisir sesak napas.

1.3 Rumusan Masalah

Apakah tehnik pernapasan Buteyko efektif terhadap terkontrolnya Sesak

Nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya

sesak nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui terkontrolnya sesak nafas sebelum dilakukan teknik

pernapasan Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo.

2. Mengetahui terkontrolnya sesak nafas sesudah melakukan teknik

pernapasan Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo.

3. Menganalisis efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap

terkontrolnya gejala sesak di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo.
1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah serta mendukung perkembangan ilmu

pengetahuan kesehatan khususnya dibidang keperawatan penyakit dalam,

terutama tentang efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya

sesak nafas.

1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui dan menerapkan ilmu pengetahuan tentang

efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya sesak

nafas.

2. Bagi pasien

Memberikan masukan kepada pasien asma agar teknik pernapasan

Buteyko sebagai metode alternatif dalam mengontrol sesak nafas.

3. Bagi institusi rumah sakit

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumah sakit tentang

efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya sesak

nafas.

4. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi institusi pendidikan

khususnya bagi mahasiswa jurusan ilmu keperawatan sebagai data

pendukung yang ingin melanjutkan penelitian dibidang yang sama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dispnea

2.1.1 Definisi

Dispnea adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen

ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh

tubuh. Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan

napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat

ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial

atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,

bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).

Dipsnea atau sesak napas adalah gejala yang umum terlihat sebagai

perasaan nyeri karena kesulitan bernapas, napas menjadi pendek (sesak napas)

dan pasien merasa tercekik pada saat bernapas. Adanya penggunaan otot-otot

pernapasan tambahan seperti otot sterno-kleidomastoideus, scalenus, trapezius

dan pectoralis mayor. Selain itu kadang-kadang juga disertai pernapasan cuping

hidung, akipnea dan hiperventilasi. Akipnea adalah meningkatnya frekuensi

pernapasan melebihi frekuensi pernapasan normal yaitu sampai 20 kali per menit,

dan takipnea ini dapat muncul dengan atau tampa dipsnea. Hiper ventilasi adalah

meningkatnya pentilasi untuk mempertahankan pengeluaran karbon dioksida

normal. (Bararah,2013)

Dipsnea dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: meningkatnya

karbondioksida dalam darah, meningkatnya beban otot pernapasan untuk


mengadakan ventilasi yang mencukupi, dan akibat keadaan pikiran atau stres

emosional. (Bararah,2013)

Menurut Bararah 2013 Pasien dengan gejala utama dipsnea biasanya

menderita penyakit-penyakit seperti:

1. Sumbatan saluran napas (emboli paru)

2. Asma

3. Penyakit paruh obstrusi kronik (PPOK)

4. Gangguan pengembangan paru (fibrosis interstitial, gagal jantung

kongestif, pneumonia etelektasis)

5. Gangguan pada dinding dada (penyakit pada pleura, obesitas)

6. Kelemahan intrinsik otot pernapasan (gangguan neuromuskular, gagal

napas kronis) atau kelemahan karena hiperinflasi (asma, emfisema)

2.1.2 Etiologi

a. Sesak Nafas karena Faktor Keturunan

Pada asalnya memang seseorang tersebut memiliki paru – paru dan organ

pernapasan lemah. Ditambah kelelahan bekerja dan gelisah, maka bagian-bagian

tubuh akan memulai fungsi tidak normal. Tetapi, ini tidak otomatis membuat

tubuh menderita, sebab secara alami akan melindungi diri sendiri. Namun

demikian, sistem pertahanan bekerja ekstra, bahkan kadang-kadang alergi dan

asma timbul sebagai reaksi dari sistem pertahanan tubuh yang bekerja terlalu

keras.
b. Sesak Nafas karena Faktor lingkungan

Udara dingin dan lembab dapat menyebabkan sesak nafas. Bekerja di

lingkungan berdebu atau asap dapat memicu sesak nafas berkepanjangan. Polusi

pada saluran hidung disebabkan pula oleh rokok yang dengan langsung dapat

mengurangi suplai oksigen.

c. Sesak Nafas karena kurangnya asupan cairan

Sesak Nafas karena kurangnya asupan cairan sehingga lendir pada paru –

paru dan saluran nafas mengental. Kondisi ini juga menjadi situasi yang

menyenangkan bagi mikroba untuk berkembang biak. Masalah pada susunan

tulang atau otot tegang pada punggung bagian atas akan menghambat sensor

syaraf dan bioenergi dari dan menuju paru – paru.

d. Sesak Nafas karena ketidakstabilan emosi

Orang – orang yang gelisah, depresi, ketakutan, rendah diri cenderung untuk

sering menahan nafas atau justru menarik nafas terlalu sering dan dangkal

sehingga terengah – engah. Dalam waktu yang lama, kebiasaan ini berpengaruh

terhadap produksi kelenjar adrenal dan hormon yang berkaitan langsung dengan

sistem pertahanan tubuh. Kurang pendidikan bisa juga menyebabkan sesak nafas.

Pengetahuan akan cara bernafas yang baik dan benar akan bermanfaat dalam

jangka panjang baik terhadap fisik maupun emosi seseorang.( Price dan

Wilson,2006)
2.1.3 Manifestasi Klinis

a. Batuk dan produksi skutum

Batuk adalah engeluaran udara secara paksa yang tiba – tiba dan biasanya

tidak disadari dengan suara yang mudah dikenali.

b. Dada berat

Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada berat

diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai alasan lain

untuk dada berat. Dada berat diartikan sevagai perasaan yang bera dibagian dada.

Rata – rata orang juga mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang memegang

jantungnya.

c. Mengi

Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul ktika

udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda seseorang

mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar sat ekspirasi, namun

bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya muncul ketika saluran napas

menyempit atau adanya hambatan pada saluran napas yang besar atau pada

seseorag yang mengalami gangguan pita suara.

d. napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan

(somantri,2009)
Gambar 1 Penderita Dispnea

2.1.4 Klasifikasi

Pengkategorian dispnea menurut American Thoracic Society (ATS) sebagai

berikut :

a. Tidak ada, tidak ada sesak napas kecuali exercise berat.

b. Ringan, rasa napas pendek bila berjalan cepat mendatar atau mendaki.

c. Sedang, berjalan lebih lambat dibandingkan orang lain sama umur karena

sesak atau harus berhenti untuk bernapas saat berjalan datar.

d. Berat, berhenti untuk bernapas setelah berjalan 100 m atau beberapa

menit, berjalan mendatar

e. Sangat berat, terlalu sesak untuk keluar rumah sesak saat mengenakan atau

melepaskan pakaian.
2.1.5 Patofisiologi

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika

ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada

pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi

makin meningkat sehingga terjadi sesak napas (price,2005)

Konstriksi atau sensasi dada terjepit Bronkokonstriksi, edema interstitial

(asma, iskemi miokardial), meningkatnya kerja dan usaha untuk bernapas.

Obstruksi jalan napas, penyakit neuromuskular (PPOK, asma sedang sampai

parah, miopati, kiposkoliosis), lapar udara, membutuhkan pernapasan, urge to

breathe. Meningkatnya gerakan untuk bernapas (CHF, embolisme pulmonary,

obstruksi aliran udara yang sedang hingga parah), tidak dapat bernapas dalam,

bernapas yang tidak memuaskan. Hiperinflasi (asma, PPOK) dan terbatasnya

volume tidal (fibrosis pulmonal, restriksi dinding dada) Pernapasan yang berat

dan cepat Deconditioning (Price,2005)

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

a. Analisa gas darah arteri

Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan adanya asidosis

respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui apakah

klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya

pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas.

b. Radiologi

Berdasarkan pada foto toraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi akan

banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi,


pneumotoraks, efusi pleura, hidropneumotoraks, sembab paru, dan

tumor paru.

c. Pengukuran fungsi paru

Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya

gangguan obstruksi dan restriksi paru

d. Elektrokardiogram (EKG)

Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai

dengan perubahan gelombang P meninggi disadapan II,III, dan aVF,

serta jantung yang mengalami hipertropi ventrikel kanan.

e. Pemeriksaan sputum

Yang perlu diperhatikan adalah warna, bau, dan kekentalan. (Muttaqin

2008)

2.1.7 Penatalaksanaan

a. Penanganan Umum Dispnea

1) Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring

dengan bantal yang tinggi

2) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat

sesaknya

3) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita

b. Terapi Non Farmakologi

1) Olahraga teratur

2) Menghindari alergen

3) Terapi emosi dan Latihan olah napas


c. Farmakologi

1) Quick relief medicine

Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran

pernapasan, memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat

serangan datang. Contoh : bronkodilator

2) Long relief medicine

Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak

nafas, mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol

untuk jangka waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk

inhalasi (Sudoyo dkk,2009)

2.1.8 Komplikasi

a. Nyeri Dada

Nyeri dada dapat disebabkan oleh penyakit jantung, paru atau nyeri

alih abdomen. Nyeri dada pada paru dapat disebabkan oleh penyakit

sistem pernafasan yang biasanya berasal dari keterlibatan pleura parietalis.

Akibatnya, sakitnya sering ditekankan saat gerakan pernafasan yang sering

disebut pleuritic. Contoh umum yang termasuk gangguan pleura primer,

seperti neoplasma atau gangguan peradangan melibatkan pleura, atau

gangguan parenkim paru yang meluas ke permukaan pleura, seperti

pneumonia atau infark paru.2 Ada dua jenis nyeri dada karena nyeri paru:

pleuritik dan trakeobronkial.


b. Nyeri Pleuritik

Nyeri pleuritik adalah salah satu dari dua jenis nyeri dada; nyeri

dada yang lain adalah nyeri sentral (central pain, viseral pain). Nyeri

pleuritik dapat ditentukan lokasinya dengan mudah, rasa nyeri ini

intensitasnya bertambah jika batuk atau bernafas dalam. Nyeri pleuritik

berkaitan dengan penyakit yang menimbulkan inflamasi pada pleura

parietalis, seperti infeksi, tumor. Parenkim paru tidak sensitif terhadap rasa

sakit, baik rangsangan langsung maupun tidak langsung. Rasa nyeri pada

pneumonia atau peradangan paru biasanya disebabkan karena reaksi

pleura. Rasa nyeri pada kanker paru merupakan indikasi adanya invasi

pada pleura atau dinding dada.5 Pada beberapa pasien tertentu, rasa nyeri

dapat timbul tanpa adanya invasi pleura dan dinding dada. Iritasi nervus

interkostalis (herpes zooster, spinal nerve root disease) juga dapat

menimbulkan nyeri dinding dada yang terlokalisasi. Kostokondritis sendi

kostosternal ke-2 sampai 4 (sindrom Tietze) sering menyerupai nyeri

miokardial iskemik. Iritasi pada diafragma perifer akan dihantarkan ke

dinding dada terdekat, sedangkan rasa nyeri yang berasal dari diafragma

sentral dihantarkan melalui nervus frenikus, dan dapat dirasakan di daerah

trapezius ipsilateral pada basis leher dan bahu. Penyebab nyeri pleuritik

yakni :

1. Gangguan Mekanis Gangguan Peradangan Neoplasma Paru Penyakit

Otoimun

2. Pneumotoraks Infeksi Primer SLE


3. Hemotoraks Infark Paru Metastatis Artritis reumatoid

4. Skleroderma (Rosmin,2006)

2.2 Teori Tehnik Pernapasan Buteyko

2.2.1 Definisi

Teknik pernapasan Buteyko adalah sebuah teknik pernapasan yang

dikembangkan oleh profesor Konstantin Buteyko dari Rusia. Ia meyakini bahwa

penyebab utama penyakit asma menjadi kronis karena masalah hiperventilasi

yang tersembunyi, dengan program dasar memperlambat frekuensi pernafasan

agar menjadi normal. Program tersebut termasuk sebuah panduan untuk

memperbaiki pernapasan diafragma (dada) dan belajar bernafas melalui hidung

(Lingard, 2008 dalam Nurdiansyah,2013). Tehnik pernapasan Buteyko merupakan

salah satu tehnik olah napas yang bertujuan untuk menurunkan ventilasi alveolar

terhadap hiperventilasi paru penderita asma (Gina, 2005 dalam Adha, 2013).

2.2.2 Manfaat Tehnik Pernapasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko memanfaatkan teknik pernapasan alami secara

dasar dan berguna untuk mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat keparahan

pada penderita asma. Teknik Pernapasan Buteyko berguna untuk mengurangi

ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi asma. Selain itu, teknik

pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen

dan mengurangi hiperventilasi paru (Dupler, 2005 dalam Nurdiansyah 2013).

2.2.3 Teori Pernapasan Buteykos

(Novozhilov, 2004 dalam Nurdiansyah 2013) memberikan penjelasan

metode Buteyko merupakan konsep baru tentang manajemen asma. Konsep


Buteyko memahami secara fisiologis bahwa ketika pasien mengalami serangan

asma, hal ini disebabkan oleh bronkonspasme pada paru-paru sehingga

menyebabkan berkurangnya kadar karbon dioksida (CO2) dalam alveoli. Hal

inilah yang akhirnya menyebabkan relaksasi otot polos pada dinding bronkus

dengan demikian menghindari bronkospasme dan membuka jalan napas serta

mencegah terjadinya serangan asma. Rakhimov (2011) juga menambahkan bahwa

selama serangan asma, pasien asma bernapas dua kali lebih cepat dibandingkan

orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah hiperventilasi.

Rakhimov (2011) memberikan teori bila pasien asma melakukan pernapasan

dalam, maka jumlah CO2 yang dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat

menyebabkan jumlah CO2 di paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang.

Terjadinya defesisensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yangdapat

menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat menggganggu

keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pHmencapai nilai 8,

maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal.

Rakhimov (2011) menambahkan pula terjadinya defesiensi CO2

menyebabkan spasme pada otot polos bronkus, kejang pada otak, pembuluh

darah, spastik usus, saluran empedu dan organlainnya. Bila pasien asma bernapas

dalam, maka semakin sedikit jumlah oksigenyang mencapai otak, jantung, ginjal

dan organ lainnya yang mengakibatkanhipoksia disertai hipertensi arteri.

Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-selsaraf

meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otakyang

menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut


meningkatkanpernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang

kemudian dikenaldengan hiperventilasi atau over-breathing.

2.2.4 Prosedur Tehnik Pernapasan Buteyko

Adapun beberapa persiapan dasar yang perlu dipahami dalam melakukan

teknik pernapasan Buteyko ini menurut Thomas (2004) dalam Nurdiansyah,

(2013) adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu control pause

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, sebelum dan sesudah

latihan harus diperiksa terlebih dahulu control pause.

2. Postur (Sikap Tubuh).

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, postur yang baik sangat

berperan penting dalam keberhasilan latihan untuk mengurangi

hiperventilasi. Penggunaan kursi yang memiliki sandaran tegak dan

tinggi memungkinkan untuk mengistirahatkan kaki di lantai dengan

nyaman dan memungkinkan untuk duduk dengan posisi yang benar. Jika

tidak memiliki kursi dengan sandaran yang lurus, maka posisi kepala,

bahu, dan pinggul harus diatur supaya tegak lurus.

3. Konsentrasi

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Rasakan udara yang bergerak

masuk dan keluar dari lubang hidung dan gerakan berbeda dari tubuh

ketika menarik napas dan menghembuskan napas. Walaupun

berkonsentrasi pada pernapasan mungkin dirasakan sebagai hal yang


aneh, tetapi kita tidak dapat mengubah pola pernapasan kita jika tidak

menyadari bagaimana kita bernapas.

4. Relaksasi Bahu

Bahu merupakan bagian penting untuk memperbaiki pernapasan. Oleh

karena tejadi ketegangan dan kekakuan menyebabkan kesulitan untuk

menaikkan otot bahu saat bernapas sehingga mempengaruhi jumlah

udara ke dalam paru-paru. Cobalah untuk sesantai mungkin dan biarkan

bahu rileks dengan posisi alamiah setiap kali bernapas. Relaksasi juga

akan membantu mengatur pernapasan.

5. Memantau aliran udara

Rasakan jumlah aliran udara melalui lubang hidung dengan cara

meletakkan jari di bawah hidung sehingga sejajar dengan lantai. Aliran

udara harus dapat dirasakan keluar dari lubang hidung, tetapi posisi jari

tidak boleh terlalu dekat ke lubang hidung karena dapat mengganggu

aliran udara yang masuk dan keluar dari lubang hidung.

6. Bernapas dangkal

Ketika mulai terasa aliran udara menyentuh jari saat menghembuskan

napas, maka mulailah menarik napas kembali. Hal ini akan menyebabkan

penurunan jumlah udara untuk setiap kali bernapas. Setelah melakukan

hal ini, akan terjadi peningkatan jumlah napas yang dihirup per menit,

tapi tidak masalah jika tujuannya adalah untuk mengurangi volume

udara. Udara yang sedikit hangat terasa di jari menandakan semakin

berhasilnya penurunan volume udara setiap kali bernapas. Tujuannya


adalah untuk memperoleh hasil yaitu pernapasan dapat dikurangi selama

3-5 menit pada suatu waktu.

7. Pengukuran control pause dan pemeriksaan denyut nadi

Setelah menyelesaikan tahapan 5 menit seperti yang tersebut di atas,

selama apapun waktunya untuk mulai latihan, maka harus diperiksa

kembali denyut nadi dan control pause.

8. Istirahat

Sebelum memulai tahapan 5 menit berikutnya, sebaiknya istirahat. Untuk

memperoleh manfaat besar dari latihan pernapasan Buteyko ini, maka

dibutuhkan waktu minimal 20 menit per hari.

9. Latihan Blok

Setiap sesi terdiri dari 4 blok penurunan frekuensi bernapas dengan

memeriksa denyut nadi dan control pause sebelum dan setelah latihan.

Dibandingkan dengan sesi awal, maka control pause harus lebih panjang

waktunya dan untuk denyut nadi harus lebih rendah.

2.2.5 Tujuan Tehnik Pernapasan Buteyko

Tujuan pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko ini adalah menggunakan

serangkaian latihan bernapas secara teratur untuk memperbaiki cara bernapas

penderita asma yang cenderung bernapas secara berlebihan agar dapat bernapas

secara benar. Selain itu, tujuan lain dari teknik pernapasan ini adalah untuk

mengembalikan volume udara yang normal (Vita Health, 2008).

Pada metode teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang menjadi

tujuan dari teknik tersebut yaitu (Longe, 2005 dalam Nurdiansyah, 2013):
1. Memperbaiki pola pernapasan, sehingga mempertahankan

keseimbangan kadar CO2 dan oksigenasi seluler.

2. Berusaha menghilangkan kebiasaan buruk bernapas yang berlebihan

untuk menggantikannya dengan kebiasaan yang baru melalui pola napas

yang lambat dan dangkal, yang disebut “reduced breathing”.

3. Faktor alergen yang terhirup menjadi berkurang, serta keringnya dan

iritasipada saluran napas pun berkurang.

4. Produksi mukus dan histamin menurun, infalamasi pun menurun serta

pernapasan menjadi lebih mudah.

2.2.6 Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko

Stalmatski (1999) dalam Nurdiansyah (2013) menjelaskan CO2 merupakan

sistem pengatur keseimbangan asam-basa. Rendahnya CO2 mengakibatkan

alkalosis. Rendahnya CO2 tersebut disebabkan penggantian dari pemisahan garis

oksihemoglobin, dengan demikian tidak memungkinkan terjadinya oksigenasi

yang baik pada jaringan dan organ vital. Oksigenasi yang buruk tersebut memicu

terjadinya hipoxia dan gangguan medis lainnya. CO2 merupakan dilatator

pembuluh pada otot halus, karena itu penurunan CO2 yang signifikan dapat

menyebaabkan spasme jaringan otak maupun jaringan bronkus. Hiperventilasi

juga disebabkan karena kehilangan CO2 secara progresif yang mengakibatkan

tingginya pernapasan dan rendahnya kadar CO2.

Sehingga pada teknik pernapasan Buteyko ada tiga jalan yang menstabilkan

kadar CO2 pada udara di alveoli/paru yaitu sebagai berikut (Stalmatski,1999

dalam Nurdiansyah, 2013):


1. Pengontrolan secara sadar.

Penurunan aliran digunakan sebagai pengontrolan secara sadar. Semua

latihan teknik pernapasan Buteyko didesain untuk menurunkan

kedalaman pernapasan dengan berbagai variasi.

2. Pelatihan

Melalui pelatihan inilah dapat meningkatkan aktivitas otot.

3. Mengenali penyebabnya

Mengenali dan menyingkirkan beberapa penyebab pada napas dalam.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan pernapasan

seperti makan berlebihan, terlalu banyak tidur, napas berlebih melalui

berbicara, stres yang panjang, dan kebiasaan lain. Metode Buteyko juga

memberikan saran terhadap pola diet dan gaya hidup seperti itu.

2.2.7 Kejadian Penelitian Yang Relevan

Teknik pernapasan Buteyko di Indonesia tidak begitu populer, namun

banyak hal-hal yang signifikan terhadap metode ini untuk menangani masalah

Asma. Berikut beberapa penelitiannya:

1. Nudiansyah tahun 2013 dengan judul pengaruh pernapasan Buteyko

terhadap penurunan gejala pasien asma kota tangerang selatan, dengan

desain penelitian menggunakan quasy experimental design dengan hasil

penelitian adalah ada pengaruh kuat antara teknik pernapasan Buteyko

terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma (p value 0.00 dan

nilai eta squared 0.93). Perbedaan dengan penelitian saya yaitu tempat

dan desain penelitian, dimana Nurdiansyah di kota Tangerang Selatan


dan penelitian saya di kota G orontalo dan tehnik yang digunakan

Nurdiansya yaitu quasy experimental design, sedangkan penelitian saya

menggunakan pre experimental design

2. Dedi (2013) dengan judul pengaruh tehnik pernapasan Buteyko terhadap

peningkatan control pause pada pasien asma diwilayah kerja puskesmas

koto berapak kecamatan baying pesisir selatan, dengan hasil p = 0,000

hal ini berarti nilai p value <0,05. Kerelevan penelitian saya dengan

penelitian sebelumnya yaitu penelitian sebelumnya menggunakan desain

Quasy Eksperimen dengan tehnik purposive sampling, dan bertempat Di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak Kecamatan Bayang Pesisir

Selatan, Sedangkan penelitian saya menggunakan desain pre eksperimen

dengan tehnik accidental sampling dan bertempat di RSUD Prof. Dr. H.

Aloe Saboe Kota Gorontalo.

3. Melastuti (2015) dengan judul Efektifitas tehnik pernapasan Buteyko

terhadap pengontrolan asma dibalai kesehatan paru masyarakat

semarang, dengan hasil Sebanyak 34 responden telah menyelesaikan

penelitian. Hasil analisa menggunakan hasil uji paired sample T-Test

dengan hasil rata –rata (mean) pengontrolan asma meningkat yaitu 20,35

menjadi 21,29 serta nilai signifkansinya (p value < 0,05) adalah 0,00.

Kerelevan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian

sebelumnya dilaksanakan pada bulan November-Desember 2014 di

Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang. Adapun definisi

operasional variabel bebasnya adalah Teknik pernafasan yang digunakan


untuk mengontrol pernafasan serta latihan menahan pernafasan yang

bertujuan untuk mengurangi keadaan hyperventilasi dan hypocapnue

dan memperbaiki pernafasan diafragma. Sedangkan definisi operasional

untuk variabel terikatnya adalah Merupakan hasil pernyataan klien

terhadap pengontrolan gejala dengan menggunakan quesioner Asthma

Control test.sedangkan penelitian saya pada bulan Juni-Juli 2017 di

RSUD prof. Rr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo dengan definisi

operasioanal variabel bebas adalah Tehnik penapasan yang hanya

terfokus pada bernapas melalui hidung,untuk melatih menahan

pernapasan yang bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan

hyperventilasi. Sedangkan variabel terikat adalah Gejala yang dirasakan

oleh pasien seperti batuk, sesak nafas, bengi, rasa tertekan di dada dan

pasien mengalami gangguan tidur.


2.3 Kerangka Teori

Faktor keturunan

Faktor lingkungan
penyebab
Kurangnya asupan
cairan
Kestabilan emosi

Dispnea
Penanganan
umum

Pencegahan Farmakologi

1) Olahraga teratur
Non Farmakologi
2) Menghindari alergen
3) Terapi emosi dan Latihan
olah napas

Tehnik Pernapasan Pranayama


Buteyko

Terkontrolnya
Gejala Sesak

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu

variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah tehnik

pernapasan Buteyko. Variabel dependen adalah terkontrolnya penyakit asma yang

diukur menggunakan kuisioner tentang ternkontolnya asma.


Tehnik Penapasan Terkontrolnya Gejala
Buteyko Sesak

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Pengaruh

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya

penyakit asma di RSUD Aloe Saboe Provinsi Gorontalo


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini di RSUD. Prof. DR.H ALOEI SABOE Kota

Gorontalo. Adapun waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli

2017 sampai Penelitian dilakukan yaitu di Ruangan G3 Interna RSUD Prof. Dr.

H. Aloe Saboe

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental yaitu suatu

desain penelitian yang melakukan percobaan bertujuan untuk mengetahui suatu

gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat perlakuan tertentu.(Setiadi,

2013).

Desain penelitian eksperimental pada penelitian ini menggunakan desain

eksperimen semu (pre experimental design). Rancangan penelitian yang

digunakan pada penelitian ini adalah rancangan one-group test design (rancangan

pra-pasca tes dalam satu kelompok) yaitu dimana tidak ada kelompok

pembanding (control), peneliti hanya melibatkan satu kelompok subjek yang

diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah

intervensi.

Bentuk rancangan penelitian in dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Kelompok intervensi

01 X 02
Ket:

01 :pre-test (sebelum dilakukan tehnik pernapasan buteyko)

X : intervensi (tindakan pernapasan Buteyko)

02 :post-test (setelah dilakukan tehnik pernapasan buteyko)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas antara variabel yang

akan diteliti/variabel independen (Tehnik pernapasan Buteyko) dan variabel yang

terikat/ variabel dependen (Terkontolnya Penyakit Asma).

3.3 Variabel penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai

dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara

empiris atau ditentukan tingkatnya (Setiadi,2013). Dalam penelitian ini variabel

yang digunakan yaitu :

3.3.1 Variabel Independen

Variabel independen yaitu variabel yang dimanipulasi oleh peneliti untuk

menciptakan suatu dampak pada variabel terikat (setiadi 2013). Adapun variabel

independen dalam penelitian ini adalah tekhnik tehnik pernapasan Buteyko.

3.3.2 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

(setiadi 2013). Variabel dependen pada penelitian ini adalah terkontrolnya

penyakit asma.
3.3.3 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Tehnik Tehnik penapasan Pemberian - -
Pernapasan yang hanya terfokus intervensi
Buteyko pada bernapas tehnik
melalui pernapasan
hidung,untuk Buteyko
melatih menahan selama 3 kali
pernapasan yang sehari dalam 4
bertujuan untuk minggu
mengurangi gejala terakhir
sesak dengan
hyperventilasi
Terkontrolnya Pasien mampu Lembar Skor Rasio
Gejala Sesak mengontrol observasi terkontrolnya
kekambuhan gejala gejala asma penyakit asma
yang dirasakan oleh dengan nilai:
pasien seperti batuk, 1. <20 : tidak
sesak nafas, bengi, terkontrol
rasa tertekan di dada 2. 20-24:
dan pasien asma
mengalami terkontrol
gangguan tidur baik
3. 25: asma
terkontrol
total

3.4 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Setiadi, 2013). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan gejala sesak di Ruang G3

Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo


3.4.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Dengan kata lain, sampel adalah elemen

elemen populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan mewakilinya (Setiadi,

2013). Dalam penelitian ini sampel adalah pasien dengan diagnosa asma

bronkhial yang memenuhi kriteria sampel dengan jumlah sampel yaitu 16 pasien.

2 orang dari jumlah populasi tidak dijadikan sebagai sampel, karena berusia 72

tahun dan tidak bersedia untuk dijadikan sampel.

3.4.3 Teknik Sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental

sampling yaitu tehnik penentuan sampel berdasarkan kebetulan bertemu dengan

peneliti dan cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2015). Sampel dalam

penelitian ini adalah anggota dari populasi yang memiliki kriteria inklusi

Kriteria inklusi (kriteria yang layak diteliti) Kriteria adalah karakteristik

umum subjek penelitian dari suatu populasi target dan jangkauan yang akan

diteliti (Notoatmodjo, 2013). Kriteria sampel pada penelitian ini yaitu :

1. Pasien asma yang berusia 16-60 tahun

2. Pasien yang memiliki penyakit dengan gejala sesak

3. Pasien bersedia dijadikan sampel penelitian


3.5 Tehnik Pengumpulan Data

3.5.1 Cara pengumpulan data

1. Data primer

Data primer diperoleh dari responden langsung dengan menggunakan

kuesioner dan wawancara pada pasien yang berada di Ruangan G3

Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe.

2. Data sekunder

Dalam penelitian ini data sekunder berupa data jumlah pasien yang

berada di Ruangan G3 Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe.

3.5.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian dapat berupa kuesioner (daftar

pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan

pencatatan data dan sebagainya (Notoadmodjo, 2013).

Dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi terkontrolnya penyakit

asma. Pernyataan yang diajukan kepada responden (Pasien) yang dapat

menggambarkan efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya

gejala sesak, berupa pilihan checklist yang terdiri dari pilihan S: selalu, SR:

sering, KK: kadang-kadang, J: Jarang, TP : tidak pernah. Bila jawaban benar akan

diberi skor masing-masing S: 1, SR: 2, KK:3, J: 4, TP: 5. Serta alat dan bahan

berupa informed concent dan Timmer seperti jam tangan atau jam dinding yang

terdapat penunjuk etik digunakan untuk menghitung waktu saat mengukur control

pause pasien dan saat responden melakukan latihan teknik pernapasan Buteyko.
Pada hari pertama penelitian, peneliti melakukan proses identifikasi calon

responden dan meminta kesediaan calon responden untuk menjadi sampel pada

penelitian ini. Setelah pasien menyetujui, peneliti kemudian menjelaskan

mengenai tujuan dan prosedur pelaksanaan dari teknik pernafasan buteyko. Pada

hari pertama ini juga peneliti kemudian melakukan intervensi dengan memandu

sekaligus mengajarkan responden untuk melakukan teknik pernafasan buteyko.

Pada hari kedua dan ketiga penelitian, peneliti masih tetap melaksanakan

intervensi dengan memandu sekaligus mengajarkan responden untuk melakukan

teknik pernafasan buteyko. Pada hari keempat, peneliti melakukan observasi

posttest awal untuk mengukur peningkatan pengontrolan penyakit asma pada

responden. Pada hari keempat, lima, enam dan tujuh pasien diminta untuk terus

melakukan teknik pernafasan buteyko tanpa dipandu oleh peneliti. Peneliti hanya

melakukan kontrol untuk memastikan pasien tetap melakukan teknik pernafasan

buteyko. Pada akhir penelitian hari ketujuh, peneliti kemudian melakukan

pengamatan akhir dengan menggunakan lembar observasi dan ini dilakukan

langsung oleh observer dimana melihat respon pasien sesak nafas dalam

melakukan tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya penyakit asma.

3.6 Tehnik analisa data

3.6.1 Pengolahan data

Dalam pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh,

diantaranya (Notoatmodjo, 2013):


1. Editing

Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus

dilakukakan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.Secara umum

editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan

isian formulir atau kuisioner tersebut.

2. Entri data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

ke dalam master tabel atau data base Komputer, kemudian membuat

tabel kontigesi.

3. Cleaningy

Proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk

melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang

dilakukan. Apabila terjadinya kesalahan, maka data tersebut akan

segera diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang

dilakukan.

3.6.2 Tehnik Analisa

Data yang telah dikumpulkan univariant, dan bivariant kemudian dianalisis

dan diinterpretasikan lebih lanjut untuk menguji hipotesa. Dalam penelitian ini,

untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan. Analisa data yang dilakukan

(Notoatmodjo, 2013):

1. Analisa univariat

Analisa yang dilakukan pada tiap variable dari hasil penelitian.Pada

umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan


presentasi dari tiap variable. Data disajikan dalam bentuk table

distribusi frekuensi sebagai bahan informasi.

2. Analisa bivariate

Analisa data yang dilakukan pada dua variable yang diduga

mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2013). Untuk

melihat keefektifan variabel independen (tehnik pernapasan Buteyko)

terhadap variabel dependen (gejala sesak) menggunakan analisis

statistik dengan menggunakan uji statistik t berpasangan. Peneliti

menggunakan uji T berpasangan dikarenakan pada penelitian ini,

sampel yang digunakan dilakukan dua kali pengamatan (pretest dan

posttest). melangkah-langkah sebagai berikut :

a. Terlebih dahulu membuat rumusan hipotesis nol (H0) dan hipotesis

alternative (Ha).

b. Mencari rata-rata, simpangan baku, varians, dan kolerasi.

c. Mencari t hitung dengan rumus :

x̅1 − ̅̅̅
x2
𝑡=
S12 S22 S1 S2
√ + − 2r ( ) ( )
n1 n2 √n1 √n2

Keterangan :

x̅1 = Rata-rata sampel 1

x2 = Rata-rata sampel 2
̅̅̅

S1 = Simpangan baku sampel 1

S2 = Simpangan baku sampel 2

S12 = Varians sampel 1


S22 = Varians sampel 2

r = Kolerasi antara dua sampel (Sugiyono, 2010)

3.7 Etika Penelitian

Masalah etika penelitian Keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian, mengingat penelitian Keperawatan berhubungan

langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat,

2015).

Dalam melakukan penelitian ada beberapa aspek yang merupakan menjadi

masalah etika yang sangat penting dalam penelitian. Hal tersebut dilandasi dengan

penelitian keperawatan yang berkaitan dengan manusia secara langsung. Etika

yang perlu ditulis dalam penelitian antara lain (Hidayat, 2015) :

1. Lembar persetujuan (Informed concent)

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan.

Tujuan Informed concent adalah agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka

mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak

bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa

informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:

partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang

dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang

akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi

dan lain-lain.
2. Tanpa nama (Anominity)

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentialy)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset. Masalah ini merupakan masalah etika dengan menjamin

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.

Kemudian karena penelitian ini intervensi langsung kepada

manusia maka ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi:

a. Prinsip Manfaat

Pada penelitian ini bermanfaat terkontrolnya penyakit asma,

beberapa penelitian pun signifikan terhadap terkontrolnya penyakit

asma.

b. Prinsip Menghormati Manusia


Pada penelitian ini, peneliti membebaskan kepada calon responden

untuk dapat berkontribusi dalam penelitian ini atau tidak dengan

membuat informed consent atau lembar persetujuan.

c. Prinsip Keadilan

Pada responden kontrol, peneliti telah mengajarkan teknik

pernapasan Buteyko ketika penelitian telah selesai dilakukan. Hal

ini demi prinsip keadilan karena tidak hanya responden intervensi

yang diajarkan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

merupakan salah satu Pusat Layanan Kesehatan di Kota Gorontalo yang

menyediakan fasilitas dengan peralatan lengkap dan professional, Rumah Sakit

Umum Daerah Prof Dr Aloei Saboe Kota Gorontalo siap melayani para pasien

dengan handal dan maksimal. Untuk yang sangat peduli dengan kesehatan, RSUD

Prof. Dr. H. Aloei Saboe Gorontalo bisa menjadi salah satu pilihan bagi warga

Gorontalo untuk menjaga stamina tetap sehat dan tampil prima.

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

pertama kali dibangun pada tahun 1926 dan dimanfaatkan sejak tahun 1929

dengan nama Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu

gedung yang terdiri dari 4 (empat) ruangan, yaitu : Apotik, Poliklinik dan Rawat

Inap. Tahun demi tahun bangunan ditambah dan sejak akhir PELITA I (1978)

dilaksanakan pembangunan Rumah Sakit,baik fisik maupun non fisik. Pada tahun

1979, Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo ditetapkan dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 51/Men.Kes/SK/II/79

sebagai Rumah Sakit Kelas C yang memenuhi persyaratan 4 (empat) Spesialis

Dasar. Pada tanggal 17 September tahun 1987 Rumah Sakit Umum Kotamadya

Gorontalo berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. H. Aloei Saboe

Kota Gorontalo berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Gorontalo Nomor

97 Tahun 1987.
4.2 Hasil
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Aloei Saboe

Kota Gorontalo pada tanggal 5 Juni Sampai dengan tanggal 5 Ju li Jenis penelitan

adalah eksperimen semu (pre experimental design) dengan rancangan one-group

test design. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental

sampling dengan jumlah sampel sebanyak 16 orang yang memenuhi kriteria

inklusi. Variabel bebas yaitu teknik pernafasan Buteyko serta variabel terikat yaitu

terkontrolnya gejala sesak.

4.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai

berikut:

1. Umur Responden

Tabel 4.1 : Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur


Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
No. Umur N %
1. Remaja Akhir (17-25 Thn) 2 12,5
2. Dewasa Awal (26-35 Thn) 5 31,3
3. Dewasa Akhir (36-45 Thn) 4 25,0
4. Lansia Awal (46-55 Thn) 4 25,0
5. Lansia Akhir (56-60 Thn) 1 6,3
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dapat diketahui berdasarkan

kelompok umur, responden terbanyak berumur 26-35 tahun (masa

dewasa awal) yaitu 5 orang (31,3%) dan responden terendah berumur

56-60 tahun (masa lansia akhir) yaitu 1 orang (6,3%). Karakteristik

umur responden ini didasarkan pada kategori umur menurut Depkes

RI (2009).
2. Jenis Kelamin Responden

Tabel 4.2 : Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis


Kelamin Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo
No. Jenis Kelamin N %
1. Laki-laki 8 50,0
2. Perempuan 8 50,0
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa responden

yang berjenis kelamin laki-laki sama banyak dengan responden yang

berjenis kelamin perempuan yaitu masing-masing sebanyak 8 orang

(50,0%)

4.2.2 Analisis Univariat

1. Terkontrolnya Gejala Sesak Sebelum Dilakukan Teknik Pernafasan

Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Tabel 4.3 : Terkontrolnya Gejala Sesak Sebelum Dilakukan Teknik


Pernafasan Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo
No Gejala Sesak N %
1. Tidak Terkontrol 16 100,0
2. Terkontrol Baik 0 0,0
3. Terkontrol Total 0 0,0
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat diketahui bahwa sebelum

dilakukan teknik pernafasan Buteyko pada pasien dengan gejala sesak

di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, seluruh pasien

mengalami gejala sesak yang tidak terkontrol yaitu 16 orang (100%).

Pengukuran gejala sesak dilakukan melalui pengukuran pengontrolan


gejala sesak dengan menggunakan lembar observasi yang mengacu

pada Observasi Donell MD, Aaron (2009) sebelum responden

mendapatkan perlakuan teknik pernafasan Buteyko.

2. Terkontrolnya Gejala Sesak Sesudah Dilakukan Teknik Pernafasan

Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Tabel 4.4 : Terkontrolnya Gejala Sesak Sesudah Dilakukan Teknik


Pernafasan Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo

No. Gejala Sesak N %


1. Tidak Terkontrol 2 12,5
2. Terkontrol Baik 13 81,3
3. Terkontrol Total 1 6,3
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa sesudah

dilakukan teknik pernafasan Buteyko pada pasien asma di RSUD Prof.

Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, yang mengalami gejala sesak

tidak terkontrol sebanyak 2 orang (12,5%), yang mengalami gejala

sesak terkontrol baik sebanyak 13 orang (81,3%) dan yang mengalami

gejala sesak terkontrol total sebanyak 1 orang (6,3%).

Pengukuran gejala sesak dilakukan melalui pengukuran

pengontrolan gejala sesak dengan menggunakan lembar observasi

yang mengacu pada Observasi Donell MD, Aaron (2009) setelah

responden mendapatkan perlakuan teknik pernafasan Buteyko.

3. Terkontrolnya Gejala Sesak Sebelum dan Sesudah Pemberian Tehnik

Buteyko
Tabel 4.5 : Terkontrolnya gejala sesak sebelum dan sesudah tehnik

pernapasan Buteyko di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe

Kota Gorontalo

No Sebelum Sesudah
Sesak Nafas
n % n %
1. Tidak Terkontrol 16 100,0 2 12,5
2. Terkontrol Baik 0 0,0 13 81,3
3. Terkontrol Total 0 0,0 1 6,3
Jumlah 16 100 16 100
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat diketahui bahwa sebelum

dilakukan teknik pernafasan Buteyko pada pasien yang mengalami

sesak nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, seluruh

pasien mengalami sesak nafas yang tidak terkontrol yaitu 16 orang

(100%). Sesudah dilakukan teknik pernafasan Buteyko pada pasien

yang mengalami sesak nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo, yang mengalami sesak tidak terkontrol menurun menjadi

sebanyak 2 orang (12,5%), yang mengalami sesak nafas terkontrol baik

meningkat menjadi sebanyak 13 orang (81,3%) dan yang mengalami

sesak nafas terkontrol total menjadi 1 orang (6,3%).

Pengukuran sesak nafas sebelum dan sesudah perlakuan teknik

pernafasan buteyko dilakukan melalui pengukuran pengontrolan sesak

nafas dengan menggunakan lembar observasi yang mengacu pada

Observasi Donell MD, Aaron (2009).


4.2.3 Analisis Bivariat

Sebelum dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan Uji T

berpasangan, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas atas data hasil

penelitian. Uji nomalitas mendapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.6 : Uji Normalitas Data Hasil Penelitian Terkontrolnya Gejala Sesak
sebelum dan sesudah Teknik Pernafasan Buteyko Di RSUD Prof.
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Jenis
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
0.175 16 0.200* 0 16 0.060
Gejala Pre Test
.892
Sesak
Post Test 0.182 16 0.164 0.910 16 0.115
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan table 4.6 hasil uji normalitas tersebut, dapat dilihat bahwa nilai

Sig. pre test yaitu 0,060 dan Sig. post test yaitu 0,115 (>0,05) sehingga dapat

diartikan bahwa data hasil penelitian Terkontrolnya Gejala Sesak sebelum dan

sesudah Teknik Pernafasan Butuyko Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo terdistribusi normal dan dapat dilakukan uji T Berpasangan.

Analisis bivariat mengenai efektifitas tehnik pernapasan Buteyko terhadap

terkontrolnya gejala sesak di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

dilakukan dengan menggunakan Uji T berpasangan, hasil yang didapatkan sebagai

berikut:
Tabel 4.7 : Efektifitas Tehnik Pernapasan Buteyko Terhadap terkontrolnya
gejala sesak di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Pengontrolan N Mean SD T ρ-value


Gejala Sesak
Pretest 16 14,06 2,112
9,582 0,000
Postest 16 21,81 1,721
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 7 diatas, dapat dilihat bahwa nilai T hitung = 9,582 dan

nilai ρ = 0,000. Dengan hipotesis penelitian T hitung > T tabel (9,582 > 2,131)

dan nilai ρ < α (0,000 < 0,05), maka dapat diinterprestasikan bahwa tehnik

pernapasan Buteyko efektif terhadap gejala sesak pada penderita sesak di RSUD

Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Gejala Sesak Sebelum Dilakukan Teknik Pernafasan Buteyko

Terhadap Terkontrolnya Sesak Nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kejadian gejala sesak di ruangan G3

Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo sebelum dilakukan tehnik

pern apasan buteyko 16 responden (100%) mengalami gejala sesak yang tidak

terkontrol.

Pada penyakit gangguan pernafasan sering ditemukan masalah gejala sesak

nafas yang tidak terkontrol, hal ini terjadi akibat saluran pernapasan terinfeksi

ataupun terganggu sehingga jika mulai terinfeksi akan menyebabkan sesak nafas,

serta responden tidak mampu menghindari dan mengenal penyebab terjadinya

sesak nafas. Hal ini sebagaimana hasil observasi peneliti pada responden yang
mengalami sesak nafas, responden mengatakan gejala sesak sering terjadi tiba-

tiba. sesak napas ini terjadi dan sering kali mengganggu aktifitas ataupun

gangguan tidur pada responden, sering kali yang dilakukan responden untuk

mengurangi gejala sesak yang terjadi responden masih banyak menggunakan

obat oral.

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa sebanyak

62,5% responden kadang-kadang merasa terjadinya sesak nafas mengganggu

dalam kegiatan sehari-hari dalam 4 minggu terakhir, 56,3% responden mengalami

sesak napas sebanyak 3 sampai 6 kali dalam seminggu selama 4 minggu terakhir,

62,5% responden terbangun dimalam hari akibat sering mengalami sesak nafas

dalam tidurnya selama empat minggu terakhir, 68,8% responden menggunakan

alat semprot darurat atau obat oral untuk melegakan pernafasan sebanyak 2-3 kali

seminggu dan sebanyak 56,3% responden merasa bahwa mereka dapat cukup

mengontrol tingkat sesak nafas selama empat minggu terakhir.

PDPI,2003 menyatakan bahwa pasien asma ada yang dengan mudah

mengenali faktor pencetus asmanya. Identifikasi faktor pencetus perlu dilakukan

dengan berbagai pertanyaan mengenai beberapa hal yang dapat sebagai pencetus

serangan seperti alergen yang dihirup, pajanan, lingkungan kerja, polutan dan

iritan di dalam dan diluar ruangan, asap rokok, refluks gastroesofagus dan sensitif

dengan obat-obatan.

Peneliti berasumsi bahwa pasien yang tidak dapat mengontrol timbulnya

sesak nafas disebabkan oleh kurangnya pengetahuan pasien terhadap faktor

pencetus sesak nafas tersebut. Asumsi peneliti tersebut didasarkan pada hasil
wawancara pada pasien, didapatkan jawaban responden bahwa terkadang sesak

nafas muncul secara tiba-tiba, tanpa mengetai penyebab terjadinya sesak napas

tersebut. Pada saaat sesak napas berlangsung pasien dan keluarga tidak dapat

melakukan apapun melainkan memanfaatkan obat semprot atau obat oral sebagai

pereda sesak nafas tersebut tanpa mengetahui adanya metode alternatif yang lebih

efektif untuk pencegahan terjadinya sesak nafas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Melastuti (2015) tentang

efektifitas tehnik pernapasan buteyko terhadap pengontrolan asma yang

menemukan sebelum dilakukan tehnik pernapasan buteyko terdapat pasien yang

asmanya tidak terkontrol, karena minimnya pengetahuan responden terhadap

faktor pencetus dari gejala sesak itu sendiri.

4.3.2 Gejala Sesak Sesudah Dilakukan Teknik Pernafasan Buteyko Terhadap

Terkontrolnya Sesak Nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah dilakukan teknik pernafasan

Buteyko pada pasien asma di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo,

terjadi peningkatan terkontrolnya gejala sesak, dimana responden yang

mengalami gejala sesak tidak terkontrol turun menjadi 2 orang (12,5%), yang

mengalami gejala sesak terkontrol baik meningkat sebanyak 13 orang (81,3%)

dan yang mengalami gejala sesak terkontrol total menjadi sebanyak 1 orang

(6,3%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden setelah melakukan

tehnik buteyko mengalami peningkatan pengontrolan gejala sesak dimana hanya

sebagian kecil yang mengalami gejala sesak yang tidak terkontrol.


Berdasarkan peneliti, meningkatnya pengontrolan gejala sesak menjadi

terkontrol baik dan total tersebut disebabkan karena pasien telah menerapkan

teknik pernafasan buteyko dengan baik dan benar, sehingga saluran pernafasan

pasien tidak lagi mengalami penyempitan dan proses pernafasan dapat berjalan

dengan lancar.

Pada penderita yang mengalami pengontrolan gejala sesak yang tidak

terkontrol disebabkan oleh posisi pasien yang kurang efektif dan tidak sesuai

prosedur yang ada dalam tindakan tehnik buteyko ini, sehingga pada tindakan

tehnik buteyko masih terdapat responden yang gejala sesaknya tidak terkontrol

baik. Posisi yang sering ditemukan dalam penelitian ini yaitu posisi terlentang ,

yang seharusnya dalam posisi yang baik yaitu duduk yang benar yaitu posisi

kepala, bahu, dan pinggul harus diatur supaya tegak lurus. Rasionalnya jika posisi

yang benar dilakukan maka aliran udara dalam paru-paru akan teratur.

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian setelah perlakuan teknik

pernafasan buteyko didapatkan terjadi peningkatan pengontrolan dengan rincian

sebanyak 81,3% responden jarang merasa gejala sesak mengganggu dalam

kegiatan sehari-hari selama seminggu terakhir, 56,3% responden mengalami

gejala sesak sebanyak 1-2 kali dalam seminggu selama seminggu terakhir, 62,5%

responden tidak pernah lagi terbangun dimalam hari akibat sering mengalami

gejala sesak dalam tidurnya selama seminggu terakhir, 50,0% responden

menggunakan alat semprot darurat atau obat oral untuk melegakan pernafasan

sebanyak 1 kali saja dalam seminggu dan sebanyak 68,8% responden merasa
bahwa mereka dapat mengontrol dengan baik tingkat terjadinya gejala sesak

selama seminggu terakhir.

Sejalan dengan teori Brindly, 2010 menyatakan tehnik penapasan buteyko

memiliki beberapa prinsip yang harus dilakukan, yaitu nose clearing exercise

(latihan pembersihan hidung), menghitung denyut nadi selama 1 menit,

merelaksasikan pernapasan, control pause ( mengontrol jeda napas),

memanjangkan jeda napas, dan menurunkan aliran napas.

Teknik pernafasan Buteyko adalah sebuah teknik pernafasan yang

dikembangkan oleh professor Konstantin Buteyko dari Rusia. Beliau menyakini

bahwa penyebab utama terjadinya sesak nafas karena masalah hiperventilasi yang

tersembunyi, dengan program dasar memperlambat frekuensi pernafasan agar

menjadi normal. Teknik pernafasan Buteyko merupakan panduan untuk

memperbaiki pernafasan diafragma (dada) dan belajar bernafas melalui hidung

(Lingard, 2008).

Metode buteyko ini berdasarkan penelitian prosesnya diawali dengan

pengontrolan waktu dalam menahan napas (control pause), konsentrasi, relaksasi

bahu, pemantauan aliran udara dan pemberian terapi buteyko yaitu terapi napas

dalam yang berkonsentrasi pada hidung. Dengan mengintruksikan pasien untu

tarik napas (inspirasi) lewat hidung dan dihembuskan (ekspirasi) melalui hidung

juga. Durasi tindakan buteyko ini dilakukan kurang lebih 5 menit, dalam 3 kali

sehari.

Peneliti berasumsi melalui teknik pernafasan buteyko, dimana pasien

melakukan pernafasan lewat hidung baik menghirup maupun menghembuskan


nafas secara perlahan-lahan, terjadi relaksasi otot polos pada dinding bronkus

yang membuka jalan nafas sehingga tidak terjadi penyempitan saluran nafas.

Pasien tidak lagi mengalami sesak nafas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Melastuti (2015) tentang

efektifitas tehnik pernapasan buteyko terhadap pengontrolan gejala sesak sesudah

dilakukan tehnik pernapasan buteyko terdapat pasien yang gejala sesak mengalami

penurunan, disebabkan peningkatan terkontrolnya gejala sesak karena adanya

penurunan penggunaan obat bronkodilator dan penurunan steroid menjadi

minimal.

4.3.2 Efektifitas Teknik Pernafasan Buteyko Terhadap Terkontrolnya


Gejala Sesak pada pasien di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo.

Hasil analisis statistika didapatkan nilai T hitung = 9,582 dan nilai ρ =

0,000. Dengan hipotesis penelitian T hitung > T tabel (9,582 > 2,131) dan nilai ρ

< α (0,000 < 0,05), maka dapat diinterprestasikan bahwa tehnik pernapasan

Buteyko efektif terhadap terkontrolnya sesak nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo.

Hasil penelitian didapatkan berdasarkan dimana sebelum dilakukan teknik

pernafasan Buteyko, seluruh pasien mengalami sesak nafas tidak terkontrol yaitu

sebanyak 16 orang (100%) dengan nilai rata-rata pengontrolan gejala asma yaitu

14,06. Sesudah dilakukan teknik pernafasan Buteyko pada pasien di RSUD Prof.

Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, terjadi peningkatan pengontrolan sesak nafas

, dimana yang mengalami sesak nafas tidak terkontrol hanya sebanyak 2 orang
(12,5%), yang mengalami sesak terkontrol baik meningkat sebanyak 13 orang

(81,3%) dan yang mengalami sesak nafas terkontrol total sebanyak 1 orang

(6,3%) dengan nilai rata-rata 21,81.

Berdasarkan penelitian sebelum dilakukan teknik pernafasan buteyko,

sebagian besar responden mengatakan bahwa kadang-kadang gejala sesak terjadi

dan menggangu aktifitas responden, dan setelah dilakukan tehnik buteyko,

responden mengatakan adanya penurunan gejala sesak, dan ganggangu aktifitas

yang akibatkan oleh gejala sesak. Selanjutnya sebelum dilakukan tehnik buteyko,

gejala sesak ini sering mengganggu tidur responden terutama dimalam hari yang

menyebabkan responden terbangun, akan tetapi setelah dilakukan tindakan

buteyko gejala sesak tidak lagi gangguan tidur pada responden. Untuk

penggunaan obat oral atau obat semprot darurat sebelum dilakukan tehnik buteyko

reponden sering kali menggunakannya, tapi setelah dilakukan tindakan, responden

mengatakan penurunan tingkat penggunaan obat oral ataupun obat seprot. Pada

tingkat pengontrolan sesak sebelum dilakukan tehnik ini, sebagian besar

mengatakan gejala sesak responden hanya cukup terkontrol, akan tetapi setelah

dilakukan tehnik buteyko tingkat pengontrolan gejala sesak mengalami

peningkatan menjadi terkontrol baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan

melakukan teknik pernafasan Buteyko, pasien dapat lebih mengontol terjadinya

sesak nafas sehingga tidak terjadi kekambuhan sesak nafas.

Hasil tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Huyton (2006) dalam

Melastuti (2015) menyatakan bahwa dengan diberikan tehnik pernafasan Buteyko

pada pasien menghasilkan perbedaan yang signifikan pada pengontrolan sesak


nafas. Hal ini didasarkan pada teori yang menerangkan bahwa hiperventilasi

bertanggung awab terhadap peningkatan bronkospasme yang merupakan akibat

dari upaya tubuh menahan karbondioksida, dengan menggunakan tehnik

pernafasan Buteyko yang prinsip dasarnya adalah nasal breathing (pernafasan

hidung), efek turbulensi disaluran nafas yang diakibatkan oleh penyempitan jalan

nafas akan berkurang sehingga ventilasi-perfusi didalam paru akan meningkat

serta kondisi yang mengakibatkan tubuh harus menyimpan karbondioksida

berlebih didalam tubuh dapat berkurang.

Teknik pernafasan dapat menurunkan sesak nafas jika dilakukan dengan

teratur Teknik pernapasan Buteyko melatih cara bernapas yang efektif dan efisien

dengan mengandalkan otot diafragma sebagai otot pernapasan utama (Dupler,

2005). Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka

peningkatan kadar karbondioksida dapat tercapai sehingga terjadi dilatasi otot

bronkus yang kemudian mengurangi bronkospasme dan munculnya wheezing (Mc

Hugh et al., 2003).

Menurut Fadhil (2015), teknik olah napas bermanfaat untuk mengurangi

sesak nafas secara kausatif yaitu dengan memperbaiki cara dan pola bernapas

yang benar. Teknik pernapasan Buteyko mengurangi hiperventilasi secara

bertahap selama latihan teratur, sehingga dapat meningkatkan kadar

karbondioksida di dalam darah yang kemudian akan menjaga keseimbangan pH

darah melalui pembentukan asam karbonat dan bikarbonat, mengurangi ekspirasi

paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak

(Murphy, 2005).
Sementara itu, Murphy (2005) menyatakan pula bahwa teknik pernafasan

bagus untuk dilakukan oleh pasien karena dapat meningkatkan ventilasi paru

pasien asma sehingga gejala asma dapat dikurangi. Teknik pernapasan Buteyko

juga melatih kemampuan menahan napas dengan menggunakan pernapasan

diafragma, cara ini diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan paru, dengan

cara demikian karbondioksida yang hilang akibat hiperventilasi dapat

terperangkap di dalam darah. Selain itu, oksigen yang dihirup dapat dioptimalkan

pemakaiannya oleh sel darah melalui pelepasan oksigen oleh hemoglobin ke

jaringan dan organ-organ vital lainnya.

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian

terdahulu, seperti penelitian dari Zara (2012) yang mendapatkan hasil Terdapat

pengaruh yang bermakna pada pemberian teknik pernapasan Buteyko terhadap

penurunan gejala asma dengan signifikasi p value 0,00 (p<0,05) di wilayah kerja

Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Painan Pesisir Selatan Tahun 2012.

Sementara itu penelitian dari Dalimunthe (2010) mendapatkan Hasil uji

independent t-test terhadap post intervensi dan post kontrol, menunjukkan bahwa

nilai p untuk pengukuran gejala asma mingguan = 0.003, dan nilai p untuk

pengukuran gejala asma bulanan =0.002, sehingga dapat disimpulkan p< 0,05

yang artinya terdapat perbedaan penurunan gejala asma mingguan dan gejala

asma bulanan antara post intervensi teknik pernapasan Buteyko dengan post

kontrol. Maka, dapat disimpulkan bahwa teknik pernapasan Buteyko efektif untuk

menurunkan gejala asma pada penderita asma di Kota Medan.


Peneliti berasumsi bahwa dengan melakukan teknik pernafasan Buteyko,

pasien dapat lebih mengontrol timbulnya gejala sesak. Hal tersebut disebabkan

dengan melakukan teknik pernafasan Buteyko, terjadi penurunan ventilasi total,

mengembalikan pusat kontrol respirasi dan mengontrol jalan nafas dalam masa

yang lebih panjang, sehingga timbulnya gejala sesak dapat terhindarkan.

4.4 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian yang peneliti temukan selama melaksanakan

penelitian adalah dimana masih ada pasien yang tidak termasuk dalam kriteria

inklusi sehingga peneliti harus menyesuaikan sampel sesuai dengan kriteria

inklusi. Peneliti menemukan bahwa rata-rata pasien di rumah sakit menggunakan

tabung oksigen serta obat-obatan dalam perawatannya, sehingga hasil penelitian

menjadi bias apakah peningkatan pengontrolan sesak nafas pada pasien

disebabkan oleh konsumsi oksigen dan obat-obatan ataukah karna tehnik buteyko

yang diterapkan. Pada pelaksanaan tindakan pasien menolak untuk dilakukan

tindakan sehingga peneliti harus menunggu kesiapan pasien.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian efektifitas teknik pernafasan Buteyko terhadap

gejala asma pada penderita asma di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

5.1.1 Sebelum dilakukan teknik pernafasan Buteyko pada penderita asma di

RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo seluruhnya mengalami

gejala sesak yang tidak terkontrol yaitu 16 orang (100%) dengan nilai rata-

rata pengontrolan gejala asma 14,06.

5.1.2 Sesudah dilakukan teknik pernafasan Buteyko pada pasien gejala sesak di
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, terjadi penurunan gejala
sesak, dimana yang mengalami gejala sesak tidak terkontrol sebanyak 1
orang (6,3%), yang mengalami gejala sesak terkontrol baik sebanyak 13
orang (81,3%) dan yang mengalami gejala sesak terkontrol total sebanyak
1 orang (6,3%). Dengan nilai rata-rata pengontrolan gejala sesak 21,81%.
5.1.3 Tehnik pernapasan Buteyko efektif terhadap terkontrolnya gejala sesak di

RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, T hitung = 9,582 dan

nilai ρ = 0,000.

5.2 Saran

1.3.1 Bagi Peneliti

Peneliti kiranya dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan pada

penelitian ini dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien asma dalam

melaksanakan tugas keperawatan kedepannya.


1.3.2 Bagi Pasien

Bagi pasien asma, kiranya dapat terus menerapkan teknik pernafasan

Buteyko sehingga dapat terus mengontrol gejala asma yang timbul sehingga tidak

berlanjut pada kekambuhan sesak napas.

1.3.3 Bagi Institusi Rumah Sakit

Kiranya dapat memasukkan teknik pernafasan Buteyko dalam SOP

penatalaksanaan pasien asma sebagai salah satu alternatif pengobatan non

farmakologi pada pasien sesak napas yang dirawat.

1.3.4 Bagi Institusi Pendidikan

Kiranya dapat menambah kajian referensi kepustakaan mengenai teknik

pernafasan dan pengobatan non farmakologis lainnya pada pasien sesak napas

sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan mahasiswa.


DAFTAR PUSTAKA

Asthma, G. initiative for. (2014). Pocket guide for asthma management and
prevention (for adults and children older than 5 years). (online)
http://www.ginasthma.org/, akses tanggal 12 Juni 2017.

Adha, Dedi. 2013. Pengaruh Tehnik Pernapasan Buteyko Terhadap Peningkatan


Control Pause Pada PasienAsma Di wilayah Kerja Puskesmas Kota
Berapak Kecamatan Baying Pesisir selatan. Stikes Mercu baktijaya
Padang. Padang

Bararah , T, M, Jaurah.2013. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Bratawidjaja, G.K.dan Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI. Halaman 529-530.

Dalimunthe. 2010. Efektivitas Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan


Gejala Asma Pada Penderita Asma di Kota Medan. Skripsi. Fakultas
Keperawatan. Universitas Sumatera Utara. Medan

Dandy. 2016.Pengaruh Latihan Pernapasan Buteyko Terhadap Arus Puncak


Ekspirasi (APE) Pada Penderita Asma Mahasiswa Universitas Negeri
Yogyakarta. Fakultas Keperawatan Universitas Yokyakarta.
Yogyakarta.

Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Cara Untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

____________, 2014. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, (online)


http://www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 24 Januari 2017.

____________.2014. Asma Di Indonesia. (online) http://www.depkes.co.id,


diakses pada tanggal 12 Februari 2017.

Dupler, Douglas. 2005. Buteyko: Gale Encyclopedia of Alternative Medicin.


http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3435100140.html. diakses
pada tanggal 29 Januari 2017.

Fadhil, 2015. Teknik Pengolahan Nafas. (online)


http://www.wikipedia.com/teknik_ pengolahan_nafas.html, diakses
pada tanggal 24 januari 2017.
GINA (Global Initiative for Asthma). 2008. Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. (online)
http://www.Ginaasthma.org, Akses tanggal 24 Januari 2017.

Global Initiative for Asthma (GINA). 2011. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, (online)
http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp? intId=1170. Diakses
pada tanggal 24 Januari 2017.

Hidayat, A. 2015. Metodologi Penelitian. Jakarta : SalembaMedika

Lingard, Michael. 2008. The Buteyko Guide To Better Asthma Management. Ed.
1. Hawkhurst : Totalhealt Matters.

Mangunegoro. 2014, ASMA : Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Di


Indonesia,28-56, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarata.

Mardhiah. 2013. Efektifitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala


Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria
Nusantara Cabang Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan USU.

Mc Hugh et al. 2003. Buteyko Breathing Technique for asthma: an effective


intervention, (online) http://www.nzma.org.nz/journal/vacancies.html.
Akses tanggal 30 Juni 2017.

Melastuti, E, Laiya, H.2015. Efektifitas Tehnik Pernapasan Buteyko Terhadap


Pengontrolan Asma Di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang.
Nurscope. Jurnal Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah 1 (4). 1-7.

Murphy. 2005. The Buteyko (Shallow Breathing) Method for Controlling Asthma,
(online)
http://www.btinternet.com/~andrew.murphy/asthma_Buteyko_
shallow_ breat hing.html. akses tanggal 30 Juni 2017.

Muttaqin, A.2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurdiansyah. 2013. Pengaruh Tehnik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan


Gejala Pasien Asma Kota Tangerang Selatan. Program Pasca Sarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta

Notoatmodjo. 2013. Manajemen Kesehatan Kerja. Jakarta : RinekaCipta.

Novozhilov, 2004. Living Without Asthma : The Buteyko Method. Germany :


Mobiwell Verlag.
Nugroho, Sigit. 2014. Terapi Pernapasan Pada Penderita Asma. Universitas
Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta :


EGC. 2005

Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah Asma : Mengenal Asma, Sebab-sebab,


Resiko-resiko, Dan Cara Mengantisipasinya. Yogyakarta: Diva Press.

PDPI, 2008. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia,


Persatuan Dokter Paru Indonesia. Jakarta

_____, 2014. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia.


Persatuan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.

Rakhimov, Artour.2011. Normal Breathing: The Key to Vital Health. (online)


http:// www.normalbreathing.com diakses pada tanggal 20 April 2012.

Refikasari, D.2015. Dampak Polusi, Penderita Asma Di Indonesia Jumlahnya


meningkat. (online) http://www.lifestyle.sindonews.com. Diakses
pada tanggal 05 Maret 2017

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Asma Di Indonesia. (online)


http://www.kompasiana.com, diakses pada tanggal 14 Februari 2017.

Ringel, Edward.2012.Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta: Indeks.

Rasmin M. Terapi Oksigen. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta. 2006.

Santoso, M.F, Hermayetty, Abu, B. 2014. Perbandingan Latihan Napas Buteyko


dan Upper Body Exercise Terhadap APE Pada pasien Dengan Asma
Bronkhial. Universitas Eirlangga. Jakarta

Setiadi. 2014. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta


:Graha Ilmu

Somantri, I.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan,Edisi 2.Jakarta: Salemba Medika

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan Ke-20. Penerbit


Alfabeta. Bandung.
Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009.
Vita Health. (2008). Asma, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Yayasan Asma.
(2008). Asma, Diakses pada tanggal 8 februari 2017dari
http://www.infoasma.org/asma.html.

WHO, 2011, The Publich Health Implications Of Asthma, Bulletin Of The


Publich Health Revier.

--------.2013 Asthma. (online) http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/


en/index.html. Diakses pada tanggal 14 februari 2017.

Widjaya, I.2010. Asma.Yogyakarta: Pinang Merah.

Zara, A. 2015. Pengaruh teknik pernafasan Buteyko terhadap penurunan gejala


asma di wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru kecamatan Bayang
Painan Pesisir Selatan. Fakultas Keperawatan. Universitas Andalas.
Lampiran 1

EFEKTIFITAS TEHNIK PERNAPASA BUTEYKO TERHADAP


TERKONTROLNYA GEJALA SESAK DI RSUD PROF. DR. H. ALOE
SABOE KOTA GORONTALO

Nurhikmah Sedi Lamuka1, dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes2 , Ns. Andi


Mursyidah, S.Kep., M.Kes3
1. Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan
2. Dekan Fakultas Olahraga Kesehatan (UNG)
3. Dosen Jurusan Ilmu Keperawatan (UNG)

ABSTRAK

ABSTRAK
Nurhikmah Sedi Lamuka. 2017. Efektifitas Tehnik Pernapasan Buteyko
Terhadap Terkontrolnya Gejala Sesak Di Rsud Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota
Gorontalo. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Olah Raga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Zuhriana K. Yusuf,
M.Kes dan pembimbing II Ns. Andi Mursyidah S.Kep.,M.Kes
Pada gejala sesak yang sering terjadi adalah pernapasan cuping hidung,
takipnea dan hiperventilasi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas
tehnik pernapasan Buteyko terhadap terkontrolnya gejala sesak di RSUD Prof. Dr.
H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Desain penelitian menggunakan pre experimental design dengan
rancangan one-group test design. Pengambilan sampel menggunakan tehnik
accidental sampling dengan populasi semua pasien gejala sesak. Sampel
berjumlah 16 responden. Instrument penenlitian menggunakan lembar observasi.
Analisa data menggunakan uji t-berpasangan.
Hasil yang didapatkan sebelum dilakukan tehnik pernafasan Buteyko pada
gejala sesak seluruhnya mengalami gejala sesak tidak terkontrol yaitu (100%).
Setelah dilakukan teknik pernafasan Buteyko, didapatkan gejala sesak tidak
terkontrol (6,3%), gejala sesak terkontrol baik sebanyak (81,3%) dan gejala sesak
terkontrol total sebanyak (6,3%) dengan hasil didapatkan nilai T-hitung > T-tabel
(9,582 > 2,131) dan nilai p-value < α (0,000 < 0,05).
Didapatkan kesimpulan bahwa tehnik pernapasan buteyko efektif terhadap
terkontrolnya gejala sesak di RSUD Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo.
Disarankan institusi rumah sakit agar menerapkan standar operasional prosedur
tehnik pernapasan buteyko untuk mengatasi sesak

Kata Kunci : Dispnea , Gejala Sesak, Teknik Pernafasan Buteyko.


Daftar Pustaka : 43, 2002-2016.
PENDAHULUAN Indonesia adalah 1,8 persen dan 4,5
Dipsnea atau sesak napas adalah persen. Lima provinsi yang mempunyai
gejala yang umum terlihat sebagai insiden dan prevalensi pneumoni
perasaan nyeri karena kesulitan tertinggi untuk semua umur adalah
bernapas, napas menjadi pendek (sesak Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi
napas) dan pasien merasa tercekik pada Tengah, Sulawesi Barata dan Sulawesi
saat bernapas. Adanya penggunaan selatan. Penyakit paru merupakan
otot-otot pernapasan tambahan seperti penyakit utama mematikan di dunia
otot sterno-kleidomastoideus, scalenus, dengan prevalensi 17,4 di dunia
trapezius dan pectoralis mayor. Selain masing-masing terdiri dari infeksi paru
itu kadang-kadang juga disertai 7,2%, penyakit paru obstruksi kronik
pernapasan cuping hidung, akipnea dan 4,8%, tuberculosis 3,0%, kanker
hiperventilasi. Akipnea adalah paru/trakea/bronkus 2,1% dan asma
meningkatnya frekuensi pernapasan 0,3% (Kemenkes,2014).
melebihi frekuensi pernapasan normal Angka kejadian PPOK di
yaitu sampai 20 kali per menit, dan Indonesia menempati urutan ke-5
takipnea ini dapat muncul dengan a tau tertinggi didunia yaitu 7,8 juta jiwa.
tampa dipsnea. Hiper ventilasi adalah Penderita PPOK di rumah sakit umum
meningkatnya pentilasi untuk daerah pandang arang boyolali
mempertahankan pengeluaran karbon berdasarkan data inhalansi rekam
dioksida normal. (Bararah,2013) medik pada tahun 2014 sebanyak 217
jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 84 dan
Angka kejadian penyakit saluran 47 jiwa diantaranya mengalami
pernapasan memiliki prevalensi yang komplikasi dan tidak menutup
cukup tinggi, di Amerika sendiri kira- kemungkinan jumlah tersebut akan
kira 35 juta warganya mengalami
meningkat di tahun
gangguan respirasi obstruktif. gangguan
mendatang.(Riskesdas,2015)
ini menyebabkan angka morbitas yang
Sementara itu di RSUD Prof.
tinggi, kira-kira ia menghabiskan uang
Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo
154 juta dolar Amerika untuk mengatasi
efeknya. Selain itu gangguan ini
yang merupakan rumah sakit rujukan
merupakan penyebab kematian ke-tiga pelayanan kesehatan, berdasarkan
tersering di dunia, setelah gangguan kajian data medical record RSUD Prof.
jantung dan kangker dan angka ini terus Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo
naik. Pada tahun 2008 insiden terjadi peningkatan jumlah kunjungan
mortalitasnya hingga 135.5/100.000 asma pada tahun 2014 hingga tahun
kematian.(Tryanni,2013) 2015 yaitu 154 pasien di tahun 2014
Menurut WHO 2012, jumlah dan 175 pasien pada tahun 2015, akan
PPOK mencapai 274 juta jiwa dan tetapi pada tahun 2016 pasien penderita
diperkiraan meningkat menjadi 400 juta sesak menurun yaitu 150 pasien,
jiwa ditahun 2020 mendatang, dan dengan rata-rata pasien 17-20 pasien
setengan dari angka tersebut terjadi di perbulan.
negara berkembang, termasuk negara Penanganan sesak napas dapat
indonesia. dibedakan atas penanganan umum
Berdasarkan data Riskesdas dispnea yaitu Memposisikan pasien
pada tahun 2013 insiden dan prevalensi pada posisi setengah duduk atau
penyakit saluran pernapasan akut di berbaring dengan bantal yang tinggi,
diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter mulut dan teknik untuk membersihkan
per menit tergantung derajat sesaknya. hidung diajarkan untuk menunjang hal
Selanjutnya untuk penanganan terapi itu (Sandy Thomas, 2004 dalam
non farmakologi seperti Olahraga Prasetyanto, 2010).
teratur, menghindari allergen, terapi Berdasarkan penelitian
emosi dan tehnik olah napas. sebelumnya oleh Nudiansyah tahun
Sedangkan untuk farmakologi yaitu 2013 dengan judul pengaruh
pemberian Quick relief medicine dan pernapasan Buteyko terhadap
long relief medicine. (sudoyo, penurunan gejala pasien asma kota
dkk,2009) tangerang selatan, dengan desain
Beberapa teknik olah napas ini penelitian menggunakan quasy
tidak hanya khusus dirancang untuk experimental design dengan hasil
pasien, karena sebagian dari teknik penelitian adalah ada pengaruh kuat
pernapasan ini dapat bermanfaat untuk antara teknik pernapasan Buteyko
berbagai penyakit lainnya. Namun terhadap penurunan gejala asma pada
demikian, ada juga beberapa teknik pasien asma (p value 0.00 dan nilai eta
pernapasan yang memang khusus untuk squared 0.93). Perbedaan dengan
pasien dengan gejala sesak yaitu teknik penelitian saya yaitu tempat dan desain
pernapasan Buteyko (Thomas, 2004 penelitian, dimana Nurdiansyah di Kota
dalam Fadhil, 2015). Tangerang Selatan dan penelitian saya
Menurut Douglas Dupler (2005) di kota Gorontalo dan tehnik yang
dalam Fadhil (2015), teknik pernapasan digunakan Nurdiansya yaitu quasy
Buteyko merupakan sebuah metode experimental design, sedangkan
untuk mengatur pernapasan. Teknik ini penelitian saya menggunakan pre
didasari oleh latihan pernapasan yang experimental design.
bertujuan untuk mengurangi kontraksi Berdasarkan wawancara
jalan nafas. Buteyko merupakan sebuah pengambilan data awal pada pasien
terapi yang mempelajari teknik sesak di G3 interna pada tanggal 31
pernapasan yang dirancang untuk januari 2017 dengan 4 orang pasien, 2
memperlambat dan mengurangi diantaranya sering mengalami serangan
masuknya udara ke paru-paru, jika sesak nafas tiba-tiba dengan durasi
teknik ini dipraktikan sering, maka biasanya 5-10 menit. Biasanya pasien
dapat mengurangi gejala dan tingkat memanfaatkan obat resep dokter untuk
keparahan masalah pernapasan (Longe, mengatasi asma. Menurut wawancara
2005 dalam Fadhil,2015). dari perawat diruangan tersebut, pasien
Latihan pernapasan Buteyko biasanya diintruksikan perawat untuk
dikembangkan dari Rusia oleh Prof. meminum obat segera, untuk
Konstantin Buteyko yang mengajarkan meminimalisir serangan sesak nafas.
untuk mengurangi frekuensi pernapasan Menurut perawat diruangan, mereka
(breath less). Tujuan utamanya adalah belum pernah memberikan terapi
menurunkan ventilasi total (minute komplementer baik itu teknik
volume) selama sesi latihan, pernafasan Buteyko ataupun olahraga
mengembalikan pusat kontrol respirasi nafas lainnya. Situasi tersebut menjadi
dan mengontrol jalan napas dalam masa alasan peneliti untuk memberikan
yang lebih panjang. Tujuan lain yang terapi pernapasan Buteyko di RSUD
lebih penting adalah mendorong Prof. Dr. H. Aloe Saboe sebagai suatu
pernapasan hidung dari pada pernapasan
upaya meminimalisir serangan sesak design). Rancangan penelitian yang
nafas pada pasien. digunakan pada penelitian ini adalah
Tujuan Umum rancangan one-group test design
Mengetahui efektifitas tehnik (rancangan pra-pasca tes dalam satu
pernapasan Buteyko terhadap kelompok) yaitu dimana tidak ada
terkontrolnya sesak nafas pada pasien kelompok pembanding (control),
asma di RSUD Prof. Dr. H. Aloei peneliti hanya melibatkan satu
Saboe Kota Gorontalo. kelompok subjek yang diobservasi
Tujuan Khusus sebelum dilakukan intervensi,
Tujuan khusus dari penelitian ini kemudian diobservasi lagi setelah
adalah: intervensi.
4. Mengetahui terkontrolnya sesak
nafas sebelum dilakukan teknik Dengan Kriteria inklusi (kriteria yang
pernapasan Buteyko pada pasien layak diteliti) Kriteria adalah
asma di RSUD Prof. Dr. H. Aloei karakteristik umum subjek penelitian
Saboe Kota Gorontalo. dari suatu populasi target dan
5. Mengetahui terkontrolnya sesak jangkauan yang akan diteliti
nafas sesudah melakukan teknik (Notoatmodjo, 2013). Kriteria sampel
pernapasan Buteyko pada pasien pada penelitian ini yaitu :
asma di RSUD Prof. Dr. H. Aloei
4. Pasien asma yang berusia 16-60
Saboe Kota Gorontalo.
tahun
6. Menganalisis efektifitas tehnik
5. Pasien yang memiliki penyakit
pernapasan Buteyko terhadap
dengan gejala sesak
terkontrolnya penyakit asma pada
6. Pasien bersedia dijadikan sampel
pasien asma di RSUD Prof. Dr. H.
penelitian
Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan
METODE PENELITIAN lembar observasi terkontrolnya
Penelitian ini di RSUD. Prof. DR.H penyakit asma. Pernyataan yang
ALOEI SABOE Kota Gorontalo. diajukan kepada responden (Pasien)
Adapun waktu Penelitian dilaksanakan yang dapat menggambarkan
pada bulan Juni sampai Juli 2017 efektifitas tehnik pernapasan Buteyko
sampai Penelitian dilakukan yaitu di terhadap terkontrolnya gejala sesak,
Ruangan G3 Interna RSUD Prof. Dr. berupa pilihan checklist yang terdiri
H. Aloe Saboe dari pilihan S: selalu, SR: sering, KK:
Penelitian ini menggunakan kadang-kadang, J: Jarang, TP : tidak
desain penelitian eksperimental yaitu pernah. Bila jawaban benar akan
suatu desain penelitian yang melakukan diberi skor masing-masing S: 1, SR:
percobaan bertujuan untuk mengetahui 2, KK:3, J: 4, TP: 5. Serta alat dan
suatu gejala atau pengaruh yang timbul, bahan berupa informed concent dan
sebagai akibat perlakuan Timmer seperti jam tangan atau jam
tertentu.(Setiadi, 2013). dinding yang terdapat penunjuk etik
Desain penelitian eksperimental pada digunakan untuk menghitung waktu
penelitian ini menggunakan desain saat mengukur control pause pasien
eksperimen semu (pre experimental dan saat responden melakukan latihan
teknik pernapasan Buteyko.
HASIL PENELITIAN DISTRIBUSI RESPONDEN
Tabel 4.1 Distribusi Responden
Gambaran Lokasi Penelitian Berdasarkan Umur Di RSUD Prof.
Dr. H. Aloe Saboe Kota Gorontalo
Rumah Sakit Umum Daerah Prof.
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo No. Umur N %
merupakan salah satu Pusat Layanan 1. Remaja Akhir (17-
Kesehatan di Kota Gorontalo yang 2 12,5
25 Thn)
menyediakan fasilitas dengan peralatan 2. Dewasa Awal 5 31,3
lengkap dan professional, Rumah Sakit (26-35 Thn)
Umum Daerah Prof Dr Aloei Saboe 3. Dewasa Akhir
Kota Gorontalo siap melayani para 4 25,0
(36-45 Thn)
pasien dengan handal dan maksimal. 4. Lansia Awal (46-
Untuk yang sangat peduli dengan 4 25,0
55 Thn)
kesehatan, RSUD Prof. Dr. H. Aloei 5. Lansia Akhir (56-
Saboe Gorontalo bisa menjadi salah 1 6,3
60 Thn)
satu pilihan bagi warga Gorontalo Jumlah 16 100
untuk menjaga stamina tetap sehat dan Sumber : Data Primer, 2017
tampil prima.
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Berdasarkan tabel 4.1 diatas,
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo dapat diketahui berdasarkan kelompok
pertama kali dibangun pada tahun 1926 umur, responden terbanyak berumur
dan dimanfaatkan sejak tahun 1929 26-35 tahun (masa dewasa awal) yaitu
dengan nama Rumah Sakit Umum 5 orang (31,3%) dan responden
Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa terendah berumur 56-60 tahun (masa
satu gedung yang terdiri dari 4 (empat) lansia akhir) yaitu 1 orang (6,3%).
ruangan, yaitu : Apotik, Poliklinik dan Karakteristik umur responden ini
Rawat Inap. Tahun demi tahun didasarkan pada kategori umur menurut
bangunan ditambah dan sejak akhir Depkes RI (2009).
PELITA I (1978) dilaksanakan Tabel 4.2 Distribusi Responden
pembangunan Rumah Sakit,baik fisik Berdasarkan Karakteristik Jenis
maupun non fisik. Pada tahun 1979, Kelamin Di RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Rumah Sakit Umum Kotamadya Saboe Kota Gorontalo
Gorontalo ditetapkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. Jenis
N %
Republik Indonesia Nomor : Kelamin
51/Men.Kes/SK/II/79 sebagai Rumah 1. Laki-laki 8 50,0
Sakit Kelas C yang memenuhi 2. Perempuan 8 50,0
persyaratan 4 (empat) Spesialis Dasar. Jumlah 16 100
Pada tanggal 17 September tahun 1987 Sumber : Data Primer, 2017
Rumah Sakit Umum Kotamadya
Gorontalo berubah nama menjadi Berdasarkan tabel 4.2 diatas,
Rumah Sakit Umum Prof. Dr. H. Aloei dapat diketahui bahwa responden yang
Saboe Kota Gorontalo berdasarkan berjenis kelamin laki-laki sama banyak
Surat Keputusan Walikotamadya dengan responden yang berjenis
Gorontalo Nomor 97 Tahun 1987. kelamin perempuan yaitu masing-
masing sebanyak 8 orang (50,0%)
Aloei Saboe Kota Gorontalo, yang
ANALISA UNIVARIAT mengalami gejala sesak tidak terkontrol
4.3 Terkontrolnya Gejala Sesak sebanyak 2 orang (12,5%), yang
Sebelum Dilakukan Teknik mengalami gejala sesak terkontrol baik
Pernafasan Buteyko di RSUD Prof. sebanyak 13 orang (81,3%) dan yang
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo mengalami gejala sesak terkontrol total
sebanyak 1 orang (6,3%).
No Gejala Sesak n %
ANALISA BIVARIAT
1. Tidak Terkontrol 16 100,0
Tabel 4.5 Uji Normalitas Data Hasil
2. Terkontrol Baik 0 0,0
Penelitian Terkontrolnya Gejala
3. Terkontrol Total 0 0,0
Sesak sebelum dan sesudah Teknik
Jumlah 16 100
Pernafasan Buteyko Di RSUD Prof.
Sumber : Data Primer, 2017
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Kolmogorov- Shapiro-
Berdasarkan tabel 4.3 diatas,
Smirnova Wilk
dapat diketahui bahwa sebelum
dilakukan teknik pernafasan Buteyko Jenis Sta Df Sig. Stat Df Si
pada pasien dengan gejala sesak di tist istic g.
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota ic
Gorontalo, seluruh pasien mengalami G Pre 0.1 16 0.20 0.892
16 0.
gejala sesak yang tidak terkontrol yaitu ej Tes 75 0 *
06
16 orang (100%). Pengukuran gejala al t 0
sesak dilakukan melalui pengukuran a Pos 0.1 16 0.16 0.91 16 0.
pengontrolan gejala sesak dengan Se t 82 4 0 11
menggunakan lembar observasi yang sa Tes 5
mengacu pada Observasi Donell MD, k t
Aaron (2009) sebelum responden Sumber : Data Primer, 2017
mendapatkan perlakuan teknik Berdasarkan tabel 4.5 hasil uji
pernafasan Buteyko. normalitas tersebut, dapat dilihat bahwa
Tabel 4.4 Terkontrolnya Gejala nilai Sig. pre test yaitu 0,060 dan Sig.
Sesak Sesudah Dilakukan Teknik post test yaitu 0,115 (>0,05) sehingga
Pernafasan Buteyko di RSUD Prof. dapat diartikan bahwa data hasil
Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo penelitian Terkontrolnya Gejala Sesak
sebelum dan sesudah Teknik
No. Gejala Sesak n %
Pernafasan Butuyko Di RSUD Prof.
1. Tidak
2 12,5 Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Terkontrol
terdistribusi normal dan dapat
2. Terkontrol
13 81,3 dilakukan uji T Berpasangan.
Baik
Tabel 4.6 Efektifitas Tehnik
3. Terkontrol
1 6,3 Pernapasan Buteyko Terhadap
Total
terkontrolnya gejala sesak di RSUD
Jumlah 16 100
Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Sumber : Data Primer, 2017
Gorontalo
Berdasarkan tabel 4.4 diatas ,
Pengo N Me SD T ρ-
dapat diketahui bahwa sesudah
ntrola an value
dilakukan teknik pernafasan Buteyko
n
pada pasien asma di RSUD Prof. Dr. H.
Gejal sebagaimana hasil observasi peneliti
a pada responden yang mengalami sesak
Sesak nafas, responden mengatakan gejala
Pretes 16 14, 2,1 sesak sering terjadi tiba-tiba. sesak
t 06 12 napas ini terjadi dan sering kali
mengganggu aktifitas ataupun
9,5 gangguan tidur pada responden, sering
0,000
82 kali yang dilakukan responden untuk
Postes 16 21, 1,7 mengurangi gejala sesak yang terjadi
t 81 21 responden masih banyak menggunakan
Sumber : Data Primer, 2017 obat oral.
Hal ini dibuktikan dengan hasil
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, penelitian yang didapatkan bahwa
dapat dilihat bahwa nilai T hitung = sebanyak 62,5% responden kadang-
9,582 dan nilai ρ = 0,000. Dengan kadang merasa terjadinya sesak nafas
hipotesis penelitian T hitung > T tabel mengganggu dalam kegiatan sehari-
(9,582 > 2,131) dan nilai ρ < α (0,000 < hari dalam 4 minggu terakhir, 56,3%
0,05), maka dapat diinterprestasikan responden mengalami sesak napas
bahwa tehnik pernapasan Buteyko sebanyak 3 sampai 6 kali dalam
efektif terhadap gejala sesak pada seminggu selama 4 minggu terakhir,
penderita sesak di RSUD Prof. Dr. H. 62,5% responden terbangun dimalam
Aloei Saboe Kota Gorontalo. hari akibat sering mengalami sesak
nafas dalam tidurnya selama empat
PEMBAHASAN minggu terakhir, 68,8% responden
Gejala Sesak Sebelum Dilakukan menggunakan alat semprot darurat atau
Teknik Pernafasan Buteyko obat oral untuk melegakan pernafasan
Terhadap Terkontrolnya Sesak sebanyak 2-3 kali seminggu dan
Nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei sebanyak 56,3% responden merasa
Saboe Kota Gorontalo bahwa mereka dapat cukup mengontrol
Hasil Penelitian menunjukkan tingkat sesak nafas selama empat
bahwa kejadian gejala sesak di ruangan minggu terakhir.
G3 Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloei PDPI,2003 menyatakan bahwa
Saboe Kota Gorontalo sebelum pasien asma ada yang dengan mudah
dilakukan tehnik pernapasan buteyko mengenali faktor pencetus asmanya.
16 responden (100%) mengalami gejala Identifikasi faktor pencetus perlu
sesak yang tidak terkontrol. dilakukan dengan berbagai pertanyaan
Pada penyakit gangguan mengenai beberapa hal yang dapat
pernafasan sering ditemukan masalah sebagai pencetus serangan seperti
gejala sesak nafas yang tidak alergen yang dihirup, pajanan,
terkontrol, hal ini terjadi akibat saluran lingkungan kerja, polutan dan iritan di
pernapasan terinfeksi ataupun dalam dan diluar ruangan, asap rokok,
terganggu sehingga jika mulai refluks gastroesofagus dan sensitif
terinfeksi akan menyebabkan sesak dengan obat-obatan.
nafas, serta responden tidak mampu Peneliti berasumsi bahwa pasien
menghindari dan mengenal penyebab yang tidak dapat mengontrol timbulnya
terjadinya sesak nafas. Hal ini sesak nafas disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan pasien terhadap faktor buteyko mengalami peningkatan
pencetus sesak nafas tersebut. Asumsi pengontrolan gejala sesak dimana
peneliti tersebut didasarkan pada hasil hanya sebagian kecil yang mengalami
wawancara pada pasien, didapatkan gejala sesak yang tidak terkontrol.
jawaban responden bahwa terkadang Berdasarkan peneliti,
sesak nafas muncul secara tiba-tiba, meningkatnya pengontrolan gejala
tanpa mengetai penyebab terjadinya sesak menjadi terkontrol baik dan total
sesak napas tersebut. Pada saaat sesak tersebut disebabkan karena pasien telah
napas berlangsung pasien dan keluarga menerapkan teknik pernafasan buteyko
tidak dapat melakukan apapun dengan baik dan benar, sehingga
melainkan memanfaatkan obat semprot saluran pernafasan pasien tidak lagi
atau obat oral sebagai pereda sesak mengalami penyempitan dan proses
nafas tersebut tanpa mengetahui adanya pernafasan dapat berjalan dengan
metode alternatif yang lebih efektif lancar.
untuk pencegahan terjadinya sesak Pada penderita yang mesih
nafas. mengalami pengontolan gejala sesak
Hasil penelitian ini sejalan yang tidak terkontrol disebabkan oleh
dengan penelitian Melastuti (2015) posisi pasien yang kurang efektif dan
tentang efektifitas tehnik pernapasan tidak sesuai prosedur yang dalam
buteyko terhadap pengontrolan asma tindakan tehnik buteyko ini, sehingga
yang menemukan sebelum dilakukan pada tindakan tehnik buteyko masih
tehnik pernapasan buteyko terdapat terdapat responden yang gejala
pasien yang asmanya tidak terkontrol, sesaknya tidak terkontrol baik. Posisi
karena minimnya pengetahuan yang sering ditemukan dalam penelitian
responden terhadap faktor pencetus dari ini yaitu posisi terlentang , yang
gejala sesak itu sendiri. seharusnya dalam posisi yang baik
Gejala Sesak Sesudah Dilakukan yaitu duduk yang benar yaitu posisi
Teknik Pernafasan Buteyko kepala, bahu, dan pinggul harus diatur
Terhadap Terkontrolnya Sesak supaya tegak lurus. Rasionalnya jika
Nafas di RSUD Prof. Dr. H. Aloei posisi yang benar dilakukan maka
Saboe Kota Gorontalo aliran udara dalam paru-paru akan
Hasil penelitian menunjukkan teratur.
bahwa sesudah dilakukan teknik Hal ini dibuktikan dengan hasil
pernafasan Buteyko pada pasien asma penelitian setelah perlakuan teknik
di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe pernafasan buteyko didapatkan terjadi
Kota Gorontalo, terjadi peningkatan peningkatan pengontrolan dengan
terkontrolnya gejala sesak, dimana rincian sebanyak 81,3% responden
responden yang mengalami gejala jarang merasa gejala sesak
sesak tidak terkontrol turun menjadi 2 mengganggu dalam kegiatan sehari-
orang (12,5%), yang mengalami gejala hari selama seminggu terakhir, 56,3%
sesak terkontrol baik meningkat responden mengalami gejala sesak
sebanyak 13 orang (81,3%) dan yang sebanyak 1-2 kali dalam seminggu
mengalami gejala sesak terkontrol total selama seminggu terakhir, 62,5%
menjadi sebanyak 1 orang (6,3%). Hal responden tidak pernah lagi terbangun
ini menunjukan bahwa sebagian besar dimalam hari akibat sering mengalami
responden setelah melakukan tehnik gejala sesak dalam tidurnya selama
seminggu terakhir, 50,0% responden Peneliti berasumsi melalui teknik
menggunakan alat semprot darurat atau pernafasan buteyko, dimana pasien
obat oral untuk melegakan pernafasan melakukan pernafasan lewat hidung
sebanyak 1 kali saja dalam seminggu baik menghirup maupun
dan sebanyak 68,8% responden merasa menghembuskan nafas secara perlahan-
bahwa mereka dapat mengontrol lahan, terjadi relaksasi otot polos pada
dengan baik tingkat terjadinya gejala dinding bronkus yang membuka jalan
sesak selama seminggu terakhir. nafas sehingga tidak terjadi
Sejalan dengan teori Brindly, penyempitan saluran nafas. Pasien
2010 menyatakan tehnik penapasan tidak lagi mengalami sesak nafas.
buteyko memiliki beberapa prinsip Hasil penelitian ini sejalan
yang harus dilakukan, yaitu nose dengan penelitian Melastuti (2015)
clearing exercise (latihan pembersihan tentang efektifitas tehnik pernapasan
hidung), menghitung denyut nadi buteyko terhadap pengontrolan asma
selama 1 menit, merelaksasikan yang menemukan sesudah dilakukan
pernapasan, control pause ( mengontrol tehnik pernapasan buteyko terdapat
jeda napas), memanjangkan jeda napas, pasien yang gejala sesak mengalami
dan menurunkan aliran napas. penurunan, disebabkan peningkatan
Teknik pernafasan Buteyko terkontrolnya gejala sesak .
adalah sebuah teknik pernafasan yang Efektifitas Teknik Pernafasan
dikembangkan oleh professor Buteyko Terhadap Terkontrolnya
Konstantin Buteyko dari Rusia. Beliau Gejala Sesak pada pasien di RSUD
menyakini bahwa penyebab utama Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
terjadinya sesak nafas karena masalah Gorontalo.
hiperventilasi yang tersembunyi, Hasil analisis statistika
dengan program dasar memperlambat didapatkan nilai T hitung = 9,582 dan
frekuensi pernafasan agar menjadi nilai ρ = 0,000. Dengan hipotesis
normal. Teknik pernafasan Buteyko penelitian T hitung > T tabel (9,582 >
merupakan panduan untuk 2,131) dan nilai ρ < α (0,000 < 0,05),
memperbaiki pernafasan diafragma maka dapat diinterprestasikan bahwa
(dada) dan belajar bernafas melalui tehnik pernapasan Buteyko efektif
hidung (Lingard, 2008). terhadap terkontrolnya sesak nafas pada
Metode buteyko ini berdasarkan penderita asma di RSUD Prof. Dr. H.
penelitian prosesnya diawali dengan Aloei Saboe Kota Gorontalo.
pengontrolan waktu dalam menahan Hasil penelitian didapatkan
napas (control pause), konsentrasi, berdasarkan dimana sebelum dilakukan
relaksasi bahu, pemantauan aliran udara teknik pernafasan Buteyko, seluruh
dan pemberian terapi buteyko yaitu pasien mengalami sesak nafas tidak
terapi napas dalam yang berkonsentrasi terkontrol yaitu sebanyak 16 orang
pada hidung. Dengan mengintruksikan (100%) dengan nilai rata-rata
pasien untu tarik napas (inspirasi) lewat pengontrolan gejala asma yaitu 14,06.
hidung dan dihembuskan (ekspirasi) Sesudah dilakukan teknik pernafasan
melalui hidung juga. Durasi tindakan Buteyko pada pasien di RSUD Prof. Dr.
buteyko ini dilakukan kurang lebih 5 H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, terjadi
menit, dalam 3 kali sehari. peningkatan pengontrolan sesak nafas ,
dimana yang mengalami sesak nafas
tidak terkontrol hanya sebanyak 2 dalam Melastuti (2015) menyatakan
orang (12,5%), yang mengalami sesak bahwa dengan diberikan tehnik
terkontrol baik meningkat sebanyak 13 pernafasan Buteyko pada pasien
orang (81,3%) dan yang mengalami menghasilkan perbedaan yang
sesak nafas terkontrol total sebanyak 1 signifikan pada pengontrolan sesak
orang (6,3%) dengan nilai rata-rata nafas. Hal ini didasarkan pada teori
21,81. yang menerangkan bahwa
Berdasarkan penelitian sebelum hiperventilasi bertanggung awab
dilakukan teknik pernafasan buteyko, terhadap peningkatan bronkospasme
sebagian besar responden mengatakan yang merupakan akibat dari upaya
bahwa kadang-kadang gejala sesak tubuh menahan karbondioksida, dengan
terjadi dan menggangu aktifitas menggunakan tehnik pernafasan
responden, dan setelah dilakukan Buteyko yang prinsip dasarnya adalah
tehnik buteyko, responden mengatakan nasal breathing (pernafasan hidung),
adanya penurunan gejala sesak, dan efek turbulensi disaluran nafas yang
ganggangu aktifitas yang akibatkan diakibatkan oleh penyempitan jalan
oleh gejala sesak. Selanjutnya sebelum nafas akan berkurang sehingga
dilakukan tehnik buteyko, gejala sesak ventilasi-perfusi didalam paru akan
ini sering mengganggu tidur responden meningkat serta kondisi yang
terutama dimalam hari yang mengakibatkan tubuh harus
menyebabkan responden terbangun, menyimpan karbondioksida berlebih
akan tetapi setelah dilakukan tindakan didalam tubuh dapat berkurang.
buteyko gejala sesak tidak lagi Teknik pernafasan dapat
gangguan tidur pada responden. Untuk menurunkan sesak nafas jika dilakukan
penggunaan obat oral atau obat semprot dengan teratur Teknik pernapasan
darurat sebelum dilakukan tehnik Buteyko melatih cara bernapas yang
buteyko reponden sering kali efektif dan efisien dengan
menggunakannya, tapi setelah mengandalkan otot diafragma sebagai
dilakukan tindakan, responden otot pernapasan utama (Dupler, 2005).
mengatakan penurunan tingkat Selain itu, dengan melakukan teknik
penggunaan obat oral ataupun obat pernapasan Buteyko maka peningkatan
seprot. Pada tingkat pengontrolan kadar karbondioksida dapat tercapai
sesak sebelum dilakukan tehnik ini, sehingga terjadi dilatasi otot bronkus
sebagian besar mengatakan gejala sesak yang kemudian mengurangi
responden hanya cukup terkontrol, bronkospasme dan munculnya
akan tetapi setelah dilakukan tehnik wheezing (Mc Hugh et al., 2003).
buteyko tingkat pengontrolan gejala
sesak mengalami peningkatan menjadi SIMPULAN DAN SARAN
terkontrol baik. Hal tersebut SIMPULAN
menunjukkan bahwa dengan Berdasarkan hasil penelitian efektifitas
melakukan teknik pernafasan Buteyko, teknik pernafasan Buteyko terhadap
pasien dapat lebih mengontol terjadinya gejala asma pada penderita asma di
sesak nafas sehingga tidak terjadi RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
kekambuhan sesak nafas. Gorontalo, maka dapat disimpulkan
Hasil tersebut sesuai dengan yang sebagai berikut:
dikemukakan oleh Huyton (2006)
5.2.1 Sebelum dilakukan teknik Kiranya dapat memasukkan teknik
pernafasan Buteyko pada penderita pernafasan Buteyko dalam SOP
asma di RSUD Prof. Dr. H. Aloei penatalaksanaan pasien asma sebagai
Saboe Kota Gorontalo seluruhnya salah satu alternatif pengobatan non
mengalami gejala asma yang tidak farmakologi pada pasien asma yang
terkontrol yaitu 16 orang (100%) dirawat.
dengan nilai rata-rata pengontrolan 4. Bagi Institusi Pendidikan
gejala asma 14,06. Kiranya dapat menambah kajian
5.2.2 Sesudah dilakukan teknik referensi kepustakaan mengenai teknik
pernafasan Buteyko pada pasien pernafasan dan pengobatan non
asma di RSUD Prof. Dr. H. Aloei farmakologis lainnya pada pasien
Saboe Kota Gorontalo, terjadi penderita asma sehingga dapat
penurunan gejala asma, dimana menambah ilmu pengetahuan
yang mengalami gejala asma tidak mahasiswa.
terkontrol sebanyak 1 orang
(6,3%), yang mengalami gejala
asma terkontrol baik sebanyak 13
orang (81,3%) dan yang DAFTAR PUSTAKA
mengalami gejala asma terkontrol Asthma, G. initiative for. (2014).
total sebanyak 1 orang (6,3%). Pocket guide for asthma
Dengan nilai rata-rata pengontrolan management and
gejala asma 21,81. prevention (for adults and
5.2.3 Tehnik pernapasan Buteyko children older than 5
efektif terhadap gejala asma pada years). (online)
penderita asma di RSUD Prof. Dr. http://www.ginasthma.org/,
H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, T akses tanggal 12 Juni 2017.
hitung = 9,582 dan nilai ρ = 0,000. Adha, Dedi. 2013. Pengaruh Tehnik
SARAN Pernapasan Buteyko
Saran yang peneliti dapat berikan Terhadap Peningkatan
terkait dengan penelitian ini antara lain Control Pause Pada
sebagai berikut : PasienAsma Di wilayah
1. Bagi Peneliti Kerja Puskesmas Kota
Peneliti kiranya dapat Berapak Kecamatan Baying
menerapkan ilmu pengetahuan yang Pesisir selatan. Stikes
didapatkan pada penelitian ini dalam Mercu baktijaya Padang.
melakukan asuhan keperawatan pada Padang
pasien asma dalam melaksanakan tugas Almazini, P. 2012. Bronchial
keperawatan kedepannya. Thermoplasty Pilihan
2. Bagi Pasien Terapi Baru untuk Asma
Bagi pasien asma, kiranya dapat Berat.Jakrta: Fakultas
terus menerapkan teknik pernafasan Kedokteran Universitas
Buteyko sehingga dapat terus Indonesia
mengontrol gejala asma yang timbul Bararah , T, M, Jaurah.2013. Asuhan
sehingga tidak berlanjut pada Keperawatan. Jakarta:
kekambuhan asma. Prestasi Pustaka.
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Budijanto, D. 2015. Bersoulmate Dupler, Douglas. 2005. Buteyko: Gale
dengan Asma. (online) Encyclopedia of Alternative
http://www.m.kompasiana. Medicin.
com. akses pada tanggal 05 http://www.encyclopedia.co
Maret 2017. m/doc/1G2-
Bratawidjaja, G.K.dan Rengganis, I. 3435100140.html. diakses
2010. Imunologi Dasar. pada tanggal 29 Januari
Jakarta: Balai Penerbit 2017.
FKUI. Halaman 529-530. Fadhil, 2015. Teknik Pengolahan
Dalimunthe. 2010. Efektivitas Teknik Nafas. (online)
Pernapasan Buteyko http://www.wikipedia.com/t
Terhadap Penurunan eknik_
Gejala Asma Pada pengolahan_nafas.html,
Penderita Asma di Kota diakses pada tanggal 24
Medan. Skripsi. Fakultas januari 2017.
Keperawatan. Universitas GINA (Global Initiative for Asthma).
Sumatera Utara. Medan 2008. Pocket Guide for
Dandy. 2016.Pengaruh Latihan Asthma Management and
Pernapasan Buteyko Prevension In Children.
Terhadap Arus Puncak (online)
Ekspirasi (APE) Pada http://www.Ginaasthma.org
Penderita Asma Mahasiswa , Akses tanggal 24 Januari
Universitas Negeri 2017.
Yogyakarta. Fakultas Global Initiative for Asthma (GINA).
Keperawatan Universitas 2011. Global Strategy for
Yokyakarta. Yogyakarta. Asthma Management and
Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Cara Prevention, (online)
Untuk Penyakit Asma. http://www.ginasthma.com/
Direktorat Bina Farmasi GuidelineItem.asp?
Komunitas dan Klinik. intId=1170. Diakses pada
Ditjen Bina Kefarmasian tanggal 24 Januari 2017.
dan Alat Kesehatan. Hidayat, A. 2015. Metodologi
Departemen Kesehatan RI. Penelitian. Jakarta :
Jakarta. SalembaMedika
____________, 2014. Pedoman Lingard, Michael. 2008. The Buteyko
Pengendalian Penyakit Guide To Better Asthma
Asma, (online) Management. Ed. 1.
http://www.depkes.go.id, Hawkhurst : Totalhealt
diakses pada tanggal 24 Matters.
Januari 2017. Mangunegoro. 2014, ASMA : Pedoman
____________.2014. Asma Di Diagnosa dan
Indonesia. (online) Penatalaksanaan Di
http://www.depkes.co.id, Indonesia,28-56,
diakses pada tanggal 12 Perhimpunan Dokter Paru
Februari 2017. Indonesia, Jakarata.
Mardhiah. 2013. Efektifitas Olahraga Notoatmodjo. 2013. Manajemen
Pernapasan Terhadap Kesehatan Kerja. Jakarta :
Penurunan Gejala Asma RinekaCipta.
Pada Penderita Asma Di Novozhilov, 2004. Living Without
Lembaga Seni Pernapasan Asthma : The Buteyko
Satria Nusantara Cabang Method. Germany :
Medan. Skripsi. Fakultas Mobiwell Verlag.
Keperawatan USU. Nugroho, Sigit. 2014. Terapi
Mc Hugh et al. 2003. Buteyko Pernapasan Pada
Breathing Technique for Penderita Asma.
asthma: an effective Universitas Negeri
intervention, (online) Yogyakarta. Yogyakarta.
http://www.nzma.org.nz/jo Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah
urnal/vacancies.html. Akses Asma : Mengenal Asma,
tanggal 30 Juni 2017. Sebab-sebab, Resiko-
Melastuti, E, Laiya, H.2015. Efektifitas resiko, Dan Cara
Tehnik Pernapasan Buteyko Mengantisipasinya.
Terhadap Pengontrolan Yogyakarta: Diva Press.
Asma Di Balai Kesehatan PDPI, 2008. Asma Pedoman Diagnosis
Paru Masyarakat dan Penatalaksanaan Di
Semarang. Nurscope. Indonesia, Persatuan
Jurnal Keperawatan dan Dokter Paru Indonesia.
Pemikiran Ilmiah 1 (4). 1-7. Jakarta

Murphy. 2005. The Buteyko (Shallow _____, 2014. Pedoman Diagnosis dan
Breathing) Method for Penatalaksanaan Asma di
Controlling Asthma, Indonesia. Persatuan
(online) Dokter Paru Indonesia.
http://www.btinternet.com/ Jakarta.
~andrew.murphy/asthma_B Rakhimov, Artour.2011. Normal
uteyko_ shallow_ breat Breathing: The Key to Vital
hing.html. akses tanggal 30 Health. (online) http://
Juni 2017. www.normalbreathing.com
Muttaqin, A.2008. Asuhan diakses pada tanggal 20
Keperawatan Klien Dengan April 2012.
Gangguan Sistem Refikasari, D.2015. Dampak Polusi,
Pernapasan. Jakarta: Penderita Asma Di
Salemba Medika. Indonesia Jumlahnya
Nurdiansyah. 2013. Pengaruh Tehnik meningkat. (online)
Pernapasan Buteyko http://www.lifestyle.sindon
Terhadap Penurunan ews.com. Diakses pada
Gejala Pasien Asma Kota tanggal 05 Maret 2017
Tangerang Selatan.
Program Pasca Sarjana Riset Kesehatan Dasar. 2013. Asma Di
Universitas Islam Negeri Indonesia. (online)
Syarif Hidayatullah. Jakarta http://www.kompasiana.co
m, diakses pada tanggal 14 Asma, Diakses pada tanggal
Februari 2017. 8 februari 2017dari
http://www.infoasma.org/as
Ringel, Edward.2012.Buku Saku Hitam ma.html.
Kedokteran Paru. Jakarta: WHO, 2011, The Publich Health
Indeks. Implications Of Asthma,
Santoso, M.F, Hermayetty, Abu, B. Bulletin Of The Publich
2014. Perbandingan Health Revier.
Latihan Napas Buteyko dan --------.2013 Asthma. (online)
Upper Body Exercise http://www.who.int/mediac
Terhadap APE Pada pasien entre/factsheets/fs307/
Dengan Asma Bronkhial. en/index.html. Diakses
Universitas Eirlangga. pada tanggal 14 februari
Jakarta 2017.
Setiadi. 2014. Konsep dan Praktik Widjaya, I.2010. Asma.Yogyakarta:
Penulisan Riset Pinang Merah.
Keperawatan. Yogyakarta Zara, A. 2015. Pengaruh teknik
:Graha Ilmu pernafasan Buteyko
Somantri, I.2009. Asuhan Keperawatan terhadap penurunan gejala
pada Klien dengan asma di wilayah kerja
Gangguan Sistem Puskesmas Pasar Baru
Pernapasan,Edisi 2.Jakarta: kecamatan Bayang Painan
Salemba Medika Pesisir Selatan. Fakultas
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Keperawatan. Universitas
Administrasi. Cetakan Ke- Andalas.
20. Penerbit Alfabeta.
Bandung.
Vita Health. (2008). Asma, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Yayasan Asma. (2008).
Lampiran 2
SURAT PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
JenisKelamin : L/P
Alamat :

Menyatakan telah mendapat penjelasan mengenai penelitian


EFEKTIFITAS TEHNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP
TERKONTROLNYA GEJALA SESAK DI RSUD PROF. DR.H. ALOE
SABOE KOTA GORONTALO
Ringkasan keterangan mengenai penelitian ini telah diberikan kepada saya, saya
mengetahui dan mempunyai kebebasan untuk bersedia atau tidak. Dengan ini saya
menyatakan tidak keberatan specimen saya dipakai sebagai sampel penelitian dan
dapat memberikan tambahan informasi yang dibutuhkan.

Gorontalo,………..………20
17

Mengetahui, Yang menyetujui,

Peneliti penderita
Lampiran 3

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Bapak/Ibu ....................................................................

Di Gorontalo

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nurhikmah Sedi Lamuka

NIM : 841413094

Status : Mahasiswa Ilmu Keperawatan

Dengan ini memohon kepada bapak/ibu untuk bersedia menjadi responden pada

penelitian yang saya lakukan yang berjudul “EFEKTIFITAS TEKNIK

PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP TERKONTROLNYA GEJALA

SESAK DI RSUD PROF. DR. H. ALOE SABOE KOTA GORONTALO”

Pada penelitian ini identitas bapak/ibu akan dirahasiakan dan informasi yang

diberikan digunakan untuk kepentingan penelitian. Demikian saya sampaikan,

atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Nurhikmah Sedi Lamuka


Lampiran 4

Kuisioner Terkontrolnya Sesak

NO Pertanyaan Skoring

1 2 3 4 5

1. Dalam 4 minggu terakhir, Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak


seberapa sering gejala sesak kadang pernah
mengganggu Anda dalam
melakukan pekerjaan sehari-
hari di kantor, di sekolah, atau
di rumah?
2. Dalam 4 minggu terakhir, Lebih 1 kali 3-6 kali 1-2 kali Tidak
seberapa sering Anda dari sehari semingg semingg pernah
mengalami sesak napas? sehari u u
3. Dalam 4 minggu terakhir, 4 kali 3 kali 2 kali 1 kali Tidak
seberapa sering gejala asma atau semingg semingg semingg pernah
(bengek, batuk batuk, sesak lebih u u u
napas, nyeri dada atau rasa semingg
tertekan di dada) menyebabkan u
Anda terbangun di malam hari
atau lebih awal dari biasanya?
4. Dalam 4 minggu terakhir, >3 kali 1-2 kali 2-3 kali 1 kali Tidak
seberapa sering Anda sehari sehari semingg semingg pernah
menggunakan obat semprot u u
darurat atau obat oral untuk
melegakan pernapasan
5. Bagaimana penilaian Anda Tidak Kurang Cukup Terkontr Terkontr
terhadap tingkat control sesak terkontol terkontro terkontro ol ol penuh
anda Sama l l dengan
sekali baik
SKOR TOTAL:
Penilaian: <20 Tidak Terkontrol, 20-24: Terkontrol Baik, 25: Terkontrol Total
Donell MD., Aaron, 2009 dalam Nurdiansyah,2013. Measuring Asthma Control with Patient-
Completed Questiinnaires.
Lampiran 5

PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN

Tehnik Pernapasan Buteyko

1. Pengertian Pemberian tehnik napas lebih banyak

berkonsentrasi pada pernapasan hidung untuk

melatih menahan pernapasan

2. Tujuan 1. Mengurangi gejala asma dan

memperbaiki tingkat keparahan

penderita asma

2. Mengurangi ketergantungan pada obat

3. Meningkatkan fungsi paru dalam

memperoleh oksigen dan mengurangi

hiperventilasi paru

3. Prosedur: Alat dan bahan:


Persiapan
1. Lembar informed concent

2. Lembar kusioner terkontrolnya asma

3. Alat tulis

4. Timmer ( stopwatch atau jam tangan)

Persiapan ruangan:

1. Ruangan yang nyaman

2. Meminimalkan kebisingan dan

gangguan
4. Pelaksanaan 1. Menjelaskan maksud, tujuan, dan cara

dilakukannya tehnik pernapasan

buteyko

2. Melakukan pengukuran control pause

3. Atur posisi tubuh pasien jika

menggunakan kursi yang memiliki

sandaran tegak dan tinggi

memungkinkan untuk

mengistirahatkan kaki di lantai dengan

nyaman dan memungkinkan untuk

duduk dengan posisi yang benar. Jika

tidak memiliki kursi dengan sandaran

yang lurus, maka posisi kepala, bahu,

dan pinggul harus diatur supaya tegak

lurus.

4. Selanjutnya anjurkan pasien untuk

konsentrasi pada pernapasan Tutup

mata dan fokus pada pernapasan.

Rasakan udara yang bergerak masuk

dan keluar dari lubang hidung dan

gerakan berbeda dari tubuh ketika

menarik napas dan menghembuskan

napas.
5. Pasien diminta untuk relaksasi bahu

untuk memperbaiki pernapasan

6. Meletakkan jari di bawah hidung

untuk memantau aliran udara pasien

7. Pasien diminta untuk bernapas

dangkal, ketika mulai terasa aliran

udara menyentuh jari saat

menghembuskan napas, maka mulailah

menarik napas kembali.

8. Mengukur kembali control pause dan

pemeriksaan denyut nadi

9. Pasien istirahat. Ulangi latihan ini

dengan frekuensi 5 menit sekali dalam

3 kali sehari.

Sumber : Thomas (2004) dalam Nurdiansyah, (2013) yang dimodifikasi


Lampiran 6

MASTER TABEL
EFEKTIFITAS TEKNIK PERNAFASAN BUTEYKO TERHADAP GEJALA ASMA PADA PENDERITA ASMA
DI RSUD PROF. DR. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO

UMUR GEJALA ASMA (PRETEST) GEJALA ASMA (POSTTEST)


NO NAMA JK
(Thn) 1 2 3 4 5 Jumlah Kategori 1 2 3 4 5 Jumlah Kategori
1 NAI 50 L 3 3 3 3 2 14 Tidak Terkontrol 4 5 5 4 4 22 Terkontrol Baik
2 HP 60 L 3 3 4 3 4 17 Tidak Terkontrol 4 4 5 4 4 21 Terkontrol Baik
3 JL 55 L 2 3 3 3 3 14 Tidak Terkontrol 5 4 4 5 5 23 Terkontrol Baik
4 RI 53 P 2 2 3 2 2 11 Tidak Terkontrol 4 5 5 5 5 24 Terkontrol Baik
5 NIH 40 P 2 2 3 3 3 13 Tidak Terkontrol 4 5 5 4 4 22 Terkontrol Baik
6 HU 52 L 2 3 2 3 3 13 Tidak Terkontrol 5 5 5 5 5 25 Terkontrol Total
7 KHR 35 P 3 3 4 4 4 18 Tidak Terkontrol 4 4 5 4 4 21 Terkontrol Baik
8 MRH 43 L 2 3 2 3 2 12 Tidak Terkontrol 4 5 4 5 5 23 Terkontrol Baik
9 IT 34 L 3 3 2 2 3 13 Tidak Terkontrol 5 5 5 5 4 24 Terkontrol Baik
10 AT 39 L 2 2 2 3 2 11 Tidak Terkontrol 4 4 5 5 4 22 Terkontrol Baik
11 SP 33 P 3 3 3 3 3 15 Tidak Terkontrol 4 4 5 4 4 21 Terkontrol Baik
12 MG 37 P 3 4 3 3 4 17 Tidak Terkontrol 4 4 4 4 4 20 Terkontrol Baik
13 SS 26 P 3 3 3 3 3 15 Tidak Terkontrol 4 5 5 4 4 22 Terkontrol Baik
14 MK 25 P 3 2 3 2 3 13 Tidak Terkontrol 4 4 4 3 4 19 Tidak Terkontrol
15 RG 20 P 3 2 3 2 3 13 Tidak Terkontrol 4 4 4 4 3 19 Tidak Terkontrol
16 RL 32 L 3 4 3 3 3 16 Tidak Terkontrol 4 4 4 5 4 21 Terkontrol Baik
Keterangan :

1 : 17-25 Remaja Akhir L Tidak Terkontrol Tidak Terkontrol


2 : 26-35 Dewasa Awal P Terkontrol Baik Terkontrol Baik
3 : 36-45 DewasaAkhir Terkontrol Total Terkontrol Total
4 : 46-55 Lansia Awal
5 : >56-60 Lansia Akhir

Keterangan sebelum terapi buteyko Keterangan sesudah terapi buteyko

Terkontrol Baik : 0 Terkontrol Baik : 13

Tidak terkontrol : 16 Tidak Terkontrol :2

Terkontrol Total : 0 Terkontrol Total :1

skoring
pilihan 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
jawaban 2 6 5 4 4 4 0 0 0 0 0
3 10 9 10 11 9 0 0 0 1 1
4 0 2 2 1 3 13 9 6 8 11
5 0 0 0 0 0 3 7 10 7 4

persetasi - - - - - 0 0 0 0 0
37,5 31,3 25,0 25,0 25,0 0 0 0 0 0
62,5 56,3 62,5 68,8 56,3 0 0 0 6,25 6,25
- 12,5 12,5 6,3 18,8 81,3 56,3 37,5 50 68,8
- - - - - 18,8 43,8 62,5 43,8 25
Lampiran 7
HASIL ANALISIS SPSS
Dc

Tests of Normality
jenis Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
*
Pre Test .175 16 .200 .892 16 .060
Asma
Post Test .182 16 .164 .910 16 .115
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Frequencies
Notes
Output Created 30-JUN-2017 19:53:21
Comments
Data G:\master.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 16
Data File
User-defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Missing Value Handling
Statistics are based on all cases with
Cases Used
valid data.
FREQUENCIES
VARIABLES=Umur JK
Syntax
KatPreAsmaKatPostAsma
/ORDER=ANALYSIS.
Processor Time 00:00:00.00
Resources
Elapsed Time 00:00:00.01
Statistics
Umur Resp Jenis Kelamin Asma Sebelum ASma Sesudah
Resp
Valid 16 16 16 16
N
Missing 0 0 0 0

Frequency Table
Asma Sebelum
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Tidak 16 100.0 100.0 100.0
Valid
Terkontrol

Umur Responden
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Remaja Akhir (17-25 2 12.5 12.5 12.5
Thn)
Dewasa Awal (26-35 5 31.3 31.3 43.8
Thn)
Dewasa Akhir (36-45 4 25.0 25.0 68.8
Valid Thn)
Lansia Awal (46-55 4 25.0 25.0 93.8
Thn)
Lansia Akhir (56-60 1 6.3 6.3 100.0
Thn)
Total 16 100.0 100.0

Jenis Kelamin Responden


Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Laki-laki 8 50.0 50.0 50.0
Valid Perempuan 8 50.0 50.0 100.0
Total 16 100.0 100.0

ASma Sesudah
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
TidakTerkontr 2 12.5 12.5 12.5
Valid
ol
TerkontrolBaik 13 81.3 81.3 93.8
Terkontrol 1 6.3 6.3 100.0
Total
Total 16 100.0 100.0

T-Test
Notes
Output Created 30-JUN-2017 19:53:46
Comments
Data G:\master.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 16
Data File
User defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Statistics for each analysis are based
Missing Value Handling
on the cases with no missing or out-
Cases Used
of-range data for any variable in the
analysis.
T-TEST PAIRS=PreAsma WITH
PostAsma (PAIRED)
Syntax
/CRITERIA=CI(.9500)
/MISSING=ANALYSIS.
Processor Time 00:00:00.00
Resources
Elapsed Time 00:00:00.01

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Std. Error
Deviation Mean
Pre Test 14.06 16 2.112 .528
Pair 1
Post Test 21.81 16 1.721 .430

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.
Pre Test & Post 16 .418 .107
Pair 1
Test
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig.
Mean Std. Std. 95% (2-
Deviatio Error Confidence tailed)
n Mean Interval of
the
Difference
Lowe Uppe
r r
Pre Test 7.750 3.235 .809 - - 9.582 15 .000
Pair 1 - Post 9.474 6.026
Test
Lampiran 8

DOKUMENTASI

INFORMED CONSENT PRE-TEST


INTERVENSI POST-TEST

INFORMED CONSENT PRE-TEST

INTERVENSI POST-TEST
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
CURICULUM VITAE

Nurhikmah Sedi Lamuka, anak kedua dari pasangan

Bapak Ismail Sedi dan Ibu Risna Lamuka. Dilahirkan di

Lemito pada tanggal 06 November 1995, beragama islam.

Menjadi Mahasiswi Strata 1 (S1) di Universitas Negeri

Gorontalo dengan nomor registrasi 841 413 094 di Fakultas

Olahraga dan Kesehatan, Jurusan Ilmu Keperawatan angkatan 2013. Pendidikan

formal yang ditempuh selama ini :

SD : SDN Lomuli (Tahun 2001-2007)

SMP : SMP Negeri 1 Lemito (Tahun 2007-2010)

SMA : SMA Negeri 1 Lemito (Tahun 2010-2013)

Perguruan Tinggi : S1 Keperawatan UNG (Tahun 2013-2017)

Kegiatan-kegiatan yang pernah diikuti selama berada diperguruan tinggi :

1. Kegiatan MOMB yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2013.

2. Kegiatan MOMB yang diadakan oleh SENAT Fakultas Olahraga Kesehatan

Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2013.

3. Kegiatan MOMB yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu

Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2013.

4. Pelatihan Komputer dan Internet yang diadakan oleh Pusat Teknologi

Informasi dan Komunikasi Universitas negeri Gorontalo Tahun 2013.

5. Seminar “Menjadi Mahasiswa Dahsyat Full Manfaat” yang diadakan oleh

Sentra Kerohanian Islam Universitas negeri Gorontalo Tahun 2013.


6. Seminar Keperawatan “Gawat Darurat” yang diadakan oleh Himpunan

Mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2013.

7. Seminar Nasional Keperawatan “Gawat Darurat dan Bencana” diadakan oleh

Himpunan Perawat gawat Darurat dan Bencana Indonesia Gorontalo Tahun

2014.

8. Seminar Keperawatan “Pemanfaatan IT Dalam Menigkatkan Prestasi

Mahasiswa Keperawatan” yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa keperawatan

Gorontalo Tahun 2014.

9. Seminar Nasional “Stop Amputasi” yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa

Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2014.

10. Seminar Nasional Keperawatan “Nursing Education Quality And Nursing

Service Quality In ASEAN Economic Comunity Era” yang diadakan oleh

Program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Bekerja

Sama Dengan PPNI Provinsi Gorontalo Tahun 2016.

11. Seminar Nasional keperawatan “Mewujudkan Generasi Perawat Profesional

dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean Tahun 2015” Tahun 2015.

12. Seminar Nasional Keperawatan “Community Mental Health Nursing Of

Disaster Case” diadakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Gorontalo Tahun 2016.

13. Seminar Keperawatan & Workshop Hipnoanastesi “Deteksi Dini dan

Penatalaksanaan Penyakit Mata” diadakan oleh Persatuan Perawatan Nasional

Indonesia Gorontalo Tahun 2016.


14. 1stGorontalo International Nursing Conference “Nursing As The Key to

Improve Quality of Care Through Patient Safety in Achieving the Standards

of the National and International Hospital Accreditation” yang diadakan

oleh Fakultas Olahraga Kesehatan Jurusan Ilmu Keperawatan Universitas

Negeri GorontaloTahun 2017.

15. Seminar Nasional keperawatan “Komitmen Pemerintah Dalam Implementasi

Undang-Undang Keperawatan” Tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai