Anda di halaman 1dari 18

PEMBERIAN TERAPI NASAL UNTUK PENINGKATAN

SATURASI PADA PASIEN CKR DI RUANG IGD RSUD


dr.MOHAMMADA SALEH KOTA PROBOLINGGO

Disusun untuk memenuhi tugas stase kegawat daruratan semester 2 Prodi Ilmu
Profesi Ners

STIKES dr. Soebandi Jember

Disusun Oleh :

Devi Lestari (17020017)

Fika Novita Sari (17020031)

Hoirul Anam (17020036)

Rivana Zuhro W (17020078)

Victor Radiansyah P (17020091)

Yusroful Miad (17020101)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

TAHUN AKADEMI 2017/2018


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial
dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala
merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran (Wijaya & Putri,2013). Cedera kepala meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala paling sering dan
penyakit neurologic yang serius di antara penyakit neurologik, dan merupakan
proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera
kepala, dan lebih dari 700.000 mengalai cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 sampai 90.000 orang
setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku yang
menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari
kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari
wanita (Smeltzer & Bare, 2002).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,


jumlah data yang dianalisis seluruhnya 1.027.758 orang untuk semua umur.
Adapun responden yang pernah mengalami cedera 84.774 orang dan tidak cedera
942.984 orang. Prevalensi cedera secara nasional adalah 8,2% dan prevalensi
angka cedera kepala di Sulawesi utara sebesar 8,3%. Prevalensi cedera tertinggi
berdasarkan karakteristik responden yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun
(11,7%), dan pada laki-laki (10,1%), (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Pengelolaan cedera
kepala yang baik harus dimulai dari tempat kejadian, selama transportasi, di
instalasi gawat darurat, hingga dilakukannya terapi definitif. Pengelolaan yang
benar dan tepat akan utama pengelolaan cedera kepala adalah mengoptimalkan
pemulihan dari cedera kepala primer dan mencegah cedera kepala sekunder.
Proteksi otak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi kerusakan sel-sel otak yang diakibatkan oleh keadaan iskemia.
Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang akan menyebabkan
penurunan aliran darah otak sampai ke suatu tingkat yang akan menyebabkan
kerusakan otak yang irreversibel. Metode dasar dalam melakukan proteksi otak
adalah dengan cara membebaskan jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat
(Safrizal, Saanin, Bachtiar, 2013).

Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam
setiap kali bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh
interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya
kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut
dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan
(Anggraini & Hafifah, 2014).
Nasal prong adalah salah satu jenis alat yang digunakan dalam pemberian
oksigen. Alat ini adalah dua lubang “prong” pendek yang menghantar oksigen
langsung kedalam lubang hidung. Prong menempel pada pipa yang tersambung ke
sumber oksigen, humidifier, dan flow meter. Manfaat sistem penghantaran tipe ini
meliputi cara pemberian oksigen yang nyaman dan gampang dengan konsentrasi
hingga 44%. Peralatan ini lebih murah, memudahkan aktivitas/mobilitas pasien,
dan sistem ini praktis untuk pemakaian jangka lama (Terry & Weaver, 2013).

Pada kesimpulan diatas kami tertarik untuk melakukan penelitian tentang


pemberian terapi nasal untuk peningkatan saturasi pada pasien CKR (cedera
kepala ringan).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan pemberian terapi nasal untuk peningkatan saturasi pada
pasien CKR (cedera kepala ringan) di ruang IGD RSUD Moh. Saleh Kota
Probolinggo?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan pemberian terapi nasal untuk peningkatan saturasi pada pasien
CKR (cedera kepala ringan) di ruang IGD di RSUD Moh. Saleh Kota
Probolinggo.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
ada hubungan pemberian terapi nasal untuk peningkatan saturasi
pada pasien CKR (cedera kepala ringan) di ruang IGD RSUD Moh.
Saleh Kota Probolinggo?

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan pemberian terapi nasal
untuk peningkatan saturasi pada pasien CKR (cedera kepala ringan)
di ruang IGD RSUD Moh. Saleh Kota Probolinggo?

1.4 Manfaat Penelitian


Bagi perawat RSUD Moh. Saleh Kota Probolinggo.
Memberikan gambaran seberapa penting hubungan pemberian terapi nasal
untuk peningkatan saturasi pada pasien CKR (cedera kepala ringan) di ruang
IGD RSUD Moh. Saleh Kota Probolinggo?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat
perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab
peningkatan tekanan intra kranial (TIK).Trauma atau cedera kepala atau cedera
otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun tajam (batticaca, 2008).

Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh
masa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak. (Batticaca
Fransisca, 2008)

Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di
bagi menjadi 3 gradasi :

1. Cedera kepala ringan (CKR) = GCS 13-15


2. Cedera kepala sedang (CKS) = GCS 9-12
3. Cedera kepala berat (CKB) = GCS ≤ 8

2.2 Etiologi

Penyebab cedera dibagi menjadi 2 :


a) Cedera tertutup :
1. Jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan
3. Perkelahian
b) Cedera terbuka :
1. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapatmerobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
2. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah
dimana dapat merobek otak.
2.3 Manifestasi klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah akibat peningkatan TIK
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma.
Hematoma adalah kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh
darah.
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serbrosfinal yang keluar dari
hidung (rhinorrea) dan telinga (otorhea) bila fraktur tualng temporal

2.4 Patofisiologi

Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter)


atau tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera
kepala terbuka mengkinkan pathogen-patogen lingkungan memiliki akses
langsung ke otak. Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak.
Cedera juga dapat menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan
dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial
menyebabkan sakit kepala hebat dan menekan pusat refleks muntah
dimedulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak
terjadi keseimbangan antar intake dan output. Selain itu peningkatan TIK
juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah
otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia
yang menyebabkan disfungsi cerebral sehingga koordinasi motorik
terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral.

Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka


dan tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang lapisan
mediator histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang stimulus
nyeri kemudian diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke
korteks serebri sampai nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika
perdarahan terbuka (robek dan lecet)mengalami kontak dengan benda
asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan
perdarahan tertutup hamper sama dengan perdarahan terbuka yaitu dapat
menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.

2.5 Pemeriksaan penunjang


1. CT-Scan : untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan.
2. Angiografiserebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
kelainan pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
3. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
petologis.
4. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur)
5. BAER ( Brain Auditori Evoker Respon ) : menentukan fungsi korteks
dan batang otak.
6. PET ( Position Emission Yomography ) menunjukan perubahan
aktivitas metabolisme pada otak.
7. Fungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
8. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK atau perubahan status mental.

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang muncul:
1. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang
terjadinya bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran
nafas, atelektasis, aspirasi, pneumotoraks, atau gangguan gerak
pernafasan dapat berdampak pasien mengalami kesulitan bernafas dan
pada akhirnya mengalami hipoksia.
2. Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam
jaringan. Edema serebral akan menyebabkan bertambah besarnya
massa jaringan otak di dalam rongga tulang tengkorak yang
merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga berakibat
penurunan perfusi jaringan otak.
3. Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu
pada perdarahan selaput otak (misalnya hematoma epidural dan
subdural). Pada perdarahan dalam jaringan otak (misalnya laserasi dan
hematoma serebri), dan dapat pula akibat terjadinya kelainan
parenkim otak yaitu berupa edema serebri.
4. Herniasi Jaringan Otak
Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya
karena adanya hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya
tekanan intrakranial. Sampai batas tertentu kenaikan ini akan dapat
ditoleransi. Namun bila tekanan semakin tinggi akhirnya tidak dapat
diltoleransi lagi dan terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari
struktur otak tertentu kearah celah-celah yang ada.
5. Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan
memiliki resiko terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah
tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya
Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang
tengkorak, bahkan abses otak.

2.7 Pengertian saturasi oksigen

Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam
setiap kali bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh
interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya
kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut
dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan
(Anggraini & Hafifah, 2014)
2.8 Pengertian Nasal
Nasal adalah salah satu jenis alat yang digunakan dalam pemberian
oksigen. Alat ini adalah dua lubang pendek yang menghantar oksigen langsung
kedalam lubang hidung. Manfaat sistem penghantaran tipe ini meliputi cara
pemberian oksigen yang nyaman dan gampang dengan konsentrasi hingga 44%.
Peralatan ini lebih murah, memudahkan aktivitas/mobilitas pasien, dan sistem ini
praktis untuk pemakaian jangka lama (Terry & Weaver, 2013).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis/Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik. Pada penelitian


observasi analitik peneliti mencoba untuk mencari pengaruh antar dua variabel,
melalui pengujian paired sample uji t test dengan desain penelitian menggunakan
Cross sectional , merupakan rancangan penelitian dimana pengambilan data
terhadap beberapa variabel penelitian dilakukan pada saat bersamaan ( satu waktu
).
3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek, subyek yang

mempunyai kualitas dan karekteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. ( Sugiono 2016 ). Pada penelitian

ini populasi yang akan diambil adalah pasien dengan CKR (Cedera Kepal Ringan)

di ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat).

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan kriteria yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiono, 2016). Sampel pada penelitian ini menggunakan Total

Sampling yaitu pengambilan sampel secara keseluruhan karena jumlah populasi

hanya terdiri dari 6 Pasien CKR diruang IGD (Instalasi Gawat Darurat).

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Mohammad Saleh Kota Probolinggo

di ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat).


3.4 Waktu Penelitian

Waktu pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Maret 2018.

3.5 Analisa Data

Analisa data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis

responden, presentase data Pre/post berdasarkan seluruh responden, menyajikan

data veriabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan

masalah ( Sugiono, 2016 )

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data

Paired Sample T test , merupakan uji subjek yang sama namun mengalami

perlakuan yang berbeda (Sugiono, 2016)


BAB 4.
HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini peneliti melakukan intervesi pada 10 responden pasien CKR
dengan membandingkan saturasi oksigen sebelum dan sesudah pemberian oksigen
melalui nasal kanul.

1. Distribusi frekuensi berdasarkan umur


Kriteria usia N Presentase
Masa remaja (17-25th) 7 70%
Dewasa (26-35 th) 3 30%
Total 10 100%
Sumber : data primer 2018

2. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin


Jenis kelamin N Presentase
Laki - laki 9 90%
Perempuan 1 10%
Total 10 100%
Sumber : data primer 2018

3. Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah oksigen yang diberikan


Volume oksigen N Presentase
3 liter/ menit 5 50%
4 liter/ menit 5 50%
Total 10 100%
Sumber : data primer 2018
4. Distribusi frekuensi berdasarkan saturasi oksigen sebelum diberikan terapi
nasal kanul
Keadaan klinis N Presentase
Normal (SaO2 95% - 6 60%
100%)
Hipoksia ringan (SaO2 4 40%
90% - <95%)
Total 10 100%
Sumber : data primer 2018

5. Distribusi frekuensi berdasarkan saturasi oksigen setelah diberikan terapi nasal


kanul
10 menit 1 10 menit 2 10 menit 3
Keadaan klinis
N % N % N %
Normal (SaO2 95% - 6 60 8 80 10 100
100%)
Hipoksia ringan (SaO2 4 40 2 20 - -
90% - <95%)
Total 10 100 10 100 10 100
Sumber : data primer 2018

6. Hasil uji T saturasi oksigen sebelum dan sesudah 10 menit pertama pemberian
terapi nasal kanul
Paired P value
Variabel deferences
Mean SD
SaO2 pretest 2.182 1.401 0,000
SaO2 10’ pertama
Total
7. Hasil uji T saturasi oksigen 10 menit pertama dan 10 menit kedua pemberian
terapi nasal kanul
Paired P value
Variabel deferences
Mean SD
SaO2 10’ pertama 1.727 1.954 0,015
SaO2 10’ kedua
Total

8. Hasil uji T saturasi oksigen 10 menit kedua dan 10 menit ketiga pemberian
terapi nasal kanul
Paired P value
Variabel deferences
Mean SD
SaO2 10’ kedua 1.000 1.000 0,008
SaO2 10’ ketiga
Total
BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Mengidentifikasi apakah ada hubungan pemberian terapi nasal untuk


peningkatan saturasi pada pasien CKR (cedera kepala ringan) di ruang IGD
RSUD Moh. Saleh Kota Probolinggo

Berdasarkan data diatas saturasi oksigen setelah diberikan terapi nasal kanul
didapat data pasien dengan keadaan klinis normal SaO2 95%-100% pada 10 menit
1 sebanyak 6(60%), 10 menit 2 8(80%), 10 menit 3 10(100%), sedangkan dengan
keadaan klinis hipoksia ringan SaO2 90% - <95% pada 10 menit 1 sebanyak
4(40%), 10 menit 2 sebanyak 2(20%).
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam
setiap kali bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh
interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya
kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut
dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan
(Anggraini & Hafifah, 2014)
Nasal adalah salah satu jenis alat yang digunakan dalam pemberian
oksigen. Alat ini adalah dua lubang pendek yang menghantar oksigen langsung
kedalam lubang hidung. Manfaat sistem penghantaran tipe ini meliputi cara
pemberian oksigen yang nyaman dan gampang dengan konsentrasi hingga 44%.
Peralatan ini lebih murah, memudahkan aktivitas/mobilitas pasien, dan sistem ini
praktis untuk pemakaian jangka lama (Terry & Weaver, 2013).
Meningkatkan PaO2 yang merupakan faktor yang sangat menentukan
saturasi oksigen, dimana pada PaO2 tinggi hemoglobin membawa lebih banyak
oksigen dan pada PaO2 rendah hemoglobin membawa sedikit oksigen. Dengan
demikian kejadian hipoksia khususnya pada otak dapat dihindari untuk
pencegahan terjadinya cedera sekunder pada pasien cedera kepala. Pemberian
saturasi oksigen terus menerus meningkat hingga SpO2 semua responden optimal
sejak 10 – 30 menit setelah pemberian terapi oksigen nasal prong. Pencapaian
saturasi oksigen (SpO2) tersebut karena konsentrasi oksigen yang diberikan.
Disamping itu kondisi pasien juga menentukan, termasuk kepatenan alat dan
konsentrasi oksigen yang diperlukan. Pencapaian saturasi oksigen (SpO2) yang
optimal 100% karena berbagai faktor, diantaranya responden masih berusia muda
dan kondisi hemodinamik pasien baik, tanda – tanda vital dalam batas normal dan
hemoglobin dalam batas normal sehingga transportasi oksigen dapat adekuat ke
seluruh tubuh.
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden datang ke rumah sakit dengan keadaan hipoksia ringan–sedang
dengan SaO2 90% - < 95%. Setelah pemberian oksigenasi nasal prong selama 30
menit berada dalam kondisi normal dengan saturasi oksigen 95% - 100%.
Semakin lama pemberian oksigenasi nasal prong semakin meningkatkan saturasi
oksigen. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Paired Sample T test, yang
dapat disimpulkan bahwa terapi oksigenasi nasal prong berpengaruh terhadap
perubahan saturasi oksigen pasien cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Moh. Saleh Kota Probolinggo.

6.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi untuk bahan bacaan
dan dapat menambah wawasan
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pustaka kepada mahasiswa
tentang pemberian terapi nasal untuk peningkatan saturasi pada pasien
CKR (cedera kepala ringan)
3. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti dan
manfaat pemberian terapi nasal untuk peningkatan saturasi pada pasien
CKR (cedera kepala ringan)
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini & Hafifah. (2014). Hubungan Antara Oksigenasi Dan Tingkat


Kesadaran Pada Pasien Cedera Kepala Non Trauma Di ICU RSU Ulin
Banjarmasin. Semarang: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. www.keperawatan.undip.ac.id ( Diakses 12 Oktober
2016).
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. http://www.depkes.go.id/resources
/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf (Diakses 25 September
2016).
Hendrizal. (2014). Pengaruh Terapi Oksigen Menggunakan Non-
Rebreathing Mask Terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah Pada Pasien Cedera
Kepala. Jurnal
Kesehatan Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.p
hp/jka/article/download/23/18 (Diakses 09 Desember 2016)
Ratnasari. (2015). Hubungan Penanganan Oksigenasi Pasien Gawat
Dengan Peningkatan Kesadaran Kuantitatif Pada Pasien Cedera Otak Sedang Di
IGD RSUD DR Abdoer Rahem Situbondo. Jurnal Keperawatan Fikes UMJ.
http://digilib.unmuhjember.ac.id/fi les/disk1/67/umj-1x-destyyurit- 3312-1-
jurnalf-x.pdf (Diakses 09 Desember 2016)
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Vol. 3. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Safrizal, Saanin, & Bachtiar. (2013). Hubungan Oxygen Delivery
Dengan Outcome Rawatan Pasien Cedera Kepala Sedang. Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Unand/RSUP Dr. M. Djamil Padang.
http://www.angelfire.com/nc/neur osurgery/Safrizal.pdf (Diakses 12 Oktober
2016)
Terry & Weaver. (2013). Keperawatan Kritis Demystified. Yogyakarta:
Rapha Publishing Widiyanto & Yamin. (2014). Terapi Oksigen Terhadap
Perubahan Saturasi Oksigen Melalui Pemeriksaan Oksimetri Pada Pasien Infark
Miokard Akut (IMA). Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah.
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/1135/118
9 (Diakses 12 Oktober 2016).
Wijaya & Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai