Anda di halaman 1dari 15

PATOFISIOLOGI

Stress

Nafsu makan menurun, susah tidur

Produksi asam amino menurun

Nutrisi di otak berkurang

Pembentukan Neurotransmiter berkurang

Serotonin menurun

Depresi

Tingkat kewaspadaan menurun

Self Injury.

PENGOBATAN/ TERAPI

Langkah pertama dalam usaha mengobati atau menangani seorang pasien


ialah mengidentifikasi atau menetapkan masalah-masalah dibidang:

1. Fisik- organik
2. Psikologik
3. Sisio- rehabilitative
Masalah dibidang fisik- organic ditangani dengan cara yang disebut terapi
somatic yang dapat terdiri atas beberapa macam sesuai dengan kebutuhan,
misalnya:
1. Memberi obat (farmakoterapi)
2. TEK (Terapi Elektro Konvulsi atau terapi Kejang Listrik = TKL)
3. Memberi cairan
4. Tindakan Pembedahan
5. Kombinasi
Masalah dibidang psikologik ditangani dengan psikoterapi yang bersifat :
1. Rekonstruksi
2. Suportif
3. Reproduktif
4. Kognitif terapi
5. Behavior terapi
6. Psikoterapi
Masalah dibidang social ditangani dengan terapi sosio-rehabilitatif yang
difokuskan pada:
1. Kondisi social pasien
2. Kondisi lingkungan.
Obat-obat psikotropik dapat dibagi atas 6 kelompok dimana 4 diantaranya
adalah yang paling penting sering dipakai didalam klinik yaitu:
a. Kelompok anti psikotik
1) Golongan Phenothiazune
2) Golongan Thioxanthene
3) Golongan Diphenylbutylpiperidine
4) Golongan dihidroindolone
5) Golongan Butyrophenone
6) Golongan Dibenzoxapine
7) Golongan Dibenzodiazepine
Salah satu mekanisme kerja golongan obat diatas yaitu mampu
memblokir reseptor-reseptor dopamine didalam susunan saraf pusat
(SSP).
b. Kelompok antidepresan
c. Kelompok anti cemas
d. Kelompok anti mania
Yang tidak lazim dipakai adalah:
a. Kelompok psikostimulan
b. Kelompok psikodisleptik

Tindakan Psikoterapi

Psikoterapi ialah setiap bentuk pengobatan terhadap gangguan-gangguan


mental, perilaku-perilaku maladaptive dan masalah-masalah yang dianggap
sebagai sesuatu yang bersifat emosional, dimana seorang yang sudah
terlatih secara hati-hati menciptakan hubungan professional dengan pasien,
dengan tujuan menghilangkan, memodifikasi, mengurangi atau menghambat
gejala-gejala yang sudah ada, melemahkan atau memulihkan pola-pola
perilaku yang terganggu dan meningkatkan pertumbuhan serta
perkembangan kepribadian yang positif.

L.R. Wollerg dalam bukunya The Technique Of Pshycotherapy membeda-


bedakan 3 macam psikoterapi:

1) Psikoterapi Suportif
Hal ini bertujuan mendorong atau meningkatkan perkembangan
penggunaa yang optimal dari asset-aset pasien. Sasarannya ialah
menguatkan pertahanan yang ada, memperbanyak mekanime-
mekanisme baru untuk mempertahankan control dan memulihkan
sesuatu keseimbangan adaptif. Contoh-contoh psikoterapi suportif:
a. Bimbingan (Quidance)
Pasien dibimbing dan disuruh mencari cara-cara menetapkan serta
mendapatkan tujuan-tujuan, spekulasi, dan cara-cara mengenali dan
menghindari bidang-bidang berkomplit serta situasi-situasi yang
memancing kecemasan.
b. Ventilasi
Dalam suasana akrab dan aman, terkadang dengan jaminan
kerahasiaan pasien diberi kesempatan mengeluarkan unek-uneknya
baik berupa perasaan maupun pikiran yang sangat menekan dirinya.
c. Sugest
Memberi saran maupun nasehat yang sedikit banyak relevan untuk
dilaksanakan agar masalah serta dampaknya dapat terkontrol
sebanyak mungkin.
d. Persuasi
Membujuk agar melakukan barbagai hal yang positif berkaitan dengan
penyakit atau masalahnya.
e. Penjaminan (Reassurance)
Memberi jaminan bahwa apa yang dipikirkan atau akan dilakukan,
akan mencapai hasil berdasarkan fakta atau realita baik yang ada pada
dirinya maupun yang berada dilingkungannya.
f. Manipulasi lingkungan
Mengoreksi lingkungan agar bersifat suportif dalam pendidikan pasien
atau kalau tidak mungkin memindahkan pasien ke tempat yang lebih
kondusif suasananya.
g. Berbagai perilaku therapist yang dapat berdampak suportif, misalnya:
1. Memberi penjelasan yang jujur
2. Sikap menolong dan pengertian
3. Mendengar, member perhatian dan kesempatan serta
penghargaan
4. Memberi pengertin dan empati

Perlu diketahui bahwa psikologi supertif cenderung dapat membuat


pasien tergantung pada terapistny. Oleh karena itu sejak permulaan
therapist harus memperlihatkan pada pasien segi-segi atau bagian-bagian
dari proses terapi yang mutlak harus dilakukan oleh pasien sendiri disertai
jaminan akan dibantu atau bersama-sama mencari jalan keluar bilamana
ia gagal atau berhasil.

2) Psikoterapi Reedukatif
Tujuannya adalah member pasien insight atau tilikan kepada konflik-
konflik yang lebih bersifat sadar, kemudian secara hati diarahkan
kemodifikasi sasaran dan penggunaan maksimal dari potensi-potensi
yang dimiliki. Contoh-contoh misalnya:
a. Relationship therapy, artinya mendidik kembali cara-cara berhubungan
yang baik.
b. Attitude therapy, Mendidik kembali cara bersikap dan berprilaku.
c. Reconditioning
3) Psikoterapi Rekonstruktif
Tujuannya ialah member tilikan kedalam konflik-konflik yang bersifat
tak sadar dan terjadinya perubahan-perubahan yang besar dari struktur
kepribadian.
Pada terapi ini dicari dinamika dari penyebab-penyebab yang
mendasar atau yang paling dalam yang menjadi penyebab dari timbulnya
gangguan mental, perilaku-perilaku yang terganggu atau masalah.
Contoh, Misalnya psikoterapi:
a. Yang berorientasi pada psikoanalisa
b. Menurut ajaran Alder dan Jung
c. Menurut konsep-konsep cultural interpersonal dari Sullivan atau
Horney

Terapi sosio- Rehabilitatif

Tujuannya terapi ini adalah melakukan upaya-upaya baik terhadap pasien


maupun lingkungannya yang dapat membantu pasien untuk mengalami
sosialisasi kembali serta dapat meningkatkan taraf social ekonominya.

a. Pada pasien dapat dilakukan misalnya


1) Melibatkan dalam kegiatan kelompok, permainan bersama, olahraga
dsb.
2) Memberi bekal keterampilan sesuai bakat dan minatnya.
b. Pada lingkungan, misalnya
1) Memberikan penjelasan dan pengertian pada keluarga dan lingkungan
mengenai keadaan pasien.
2) Mendeteksi dan kemudian mengurangi atau menghilangkan factor-
faktor stressor dilingkungan.
3) Mendeteksi dan kemudian mempertahankan atau meningkatkan
factor-faktor yang mendukung.

Prevensi (Pencegahan)

Usaha-usaha dibidang ini adalah:

1. Prevensi Primer
Tujuannya mencegah timbulnya gangguan mental atau masalah,
misalnya:
a. Mendeteksi dan mengurangi atau menghilangkan factor penyebab
b. Mendidik hidup sehat
2. Prevensi sekunder
Tujuannya mendeteksi kasus-kasus sedini mungkin dan kemudia:
a. Memberi pengobatan dengan segera
b. Menganjurkan untuk teratur memeriksakan diri atau mempertahankan
pengobatan selama waktu tertentu untuk mencegah kekambuhan atau
timbulnya cacat.
3. Prevensi tersier
Ditujukan pada pasien menahun dengan cacat menta, misalnya:
a. Pengawasan pengobatan agar tidak terjadi cacat lebih lanjut.
b. Usaha-usaha rehabilitasi dengan memperhitungkan cacat yang sudah
ada, bakat dan minat

Sinta, Dewi. (2001). Ilmu Jiwa 2. Jakarta:EGC


7. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Primer
1. Air way (Bebasnya Jalan Napas)
a. Cek ada tidaknya sumbatan jalan nafas
Total/jalan nafas tertutup= pada pasien sadar pasien
memegang leher, gelisah, sianosis, sedangkan pada pasien
tidak sadar tidak terdengar suara nafas dan sianosis
Parsial/masih ada proses pertukaran gas= tampak kesulitan
bernafas, takhipneu, bradipneu, irregular. Juga terdengar
suara nafas gargling, snoring, atau stridor.
b. Periksa ada tidaknya kemungkinan fraktur servikal
2. Breathing (Adekuat pernapasan)
a. Look : lihat pergerakan dada simetris atau tidak, irama teratur
atau tidak, kedalaman frekuensi cepat atau tidak, kaji ada luka,
jejas atau hematom.
b. Listen : dengarkan dengan telinga atau stetoskop adanya suara
tambahan
c. Feel : rasakan adanya aliran udara
3. Circulation (Adekuat jantung dan sirkulasi tubuh)
a. Periksa ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah besar
(nadi karotis, nadi femoralis)
b. Mengenal ada tidaknya tanda-tanda syok, serta ada tidaknya
perdarahan eksternal yang aktif.
4. Disability
a. Metode AVPU (alert-verbal-pain-unresponse)
b. Penilaian GCS/Glasgow Coma Scale
c. Lihat pupil isokor/anisokor
5. Exposure
Kaji tanda-tanda trauma yang ada

B. Pengkajian sekunder
1. Fahrenheit (suhu tubuh)
Kaji :
a. Suhu tubuh
b. Suhu lingkungan
2. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontinyu
Kaji :
a. Tekanan darah
b. Irama dan kekuatan nadi
c. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
d. Saturasi oksigen
3. Head to assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki)
Pengkajian Head to toe
a. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
2) Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah
sakit
3) Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
4) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada
organ tubuh yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q),
radian (R), severity (S) dan time (T)
5) Kapan makan terakhir
6) Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi
pembedahan/kehamilan
7) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
8) Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
b. Pengkajian kepala, leher dan wajah
1) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang
wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda
asing.
2) Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda
perdarahan, benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta
adanya keluaran.
3) Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang
wajah, kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.
4) Kaji adanya kaku leher.
5) Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea,
distensi vena leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan,
emfisema subcutan dan krepitas pada tulang.
c. Pengkajian dada
1) Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan
2) Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
3) Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
4) Amati penggunaan otot bantu nafas
5) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi.
d. Pengkajian abdomen dan pelvis
Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :
1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi,
abrasi, distensi abdomen, jejas.
3) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
4) Nadi femoralis
5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
6) Bising usus
7) Distensi abdomen
8) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada
meatus, ekimosis, tonus spinkter ani
e. Ekstremitas
Pengkajian di ekstremitas meliputi :
1) Tanda-tanda injuri eksternal
2) Nyeri
3) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
4) Sensasi keempat anggota gerak
5) Warna kulit
6) Denyut nadi perifer
f. Tulang belakang
Pengkajian tulang belakang meliputi :
1. Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang,
maka pasien dimiringkan untuk mengamati :
a) Deformitas tulang belakang
b) Tanda-tanda perdarahan
c) Laserasi
d) Jejas
e) Luka
2. Palpasi deformitas tulang belakang
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :
1) Radiologi dan scanning
2) Pemeriksaan laboratorium : Analisa gas darah, darah tepi,
elektrolit, urine analisa dan lain-lain

C. Contoh kasus

Anak S (17 tahun) pernah mencoba untuk menyakiti dirinya sendiri


dengan menyuntikan racun kedalam tubuhnya, saat itu neneknya
melihat, lalu dibawanya ke rumah sakit. Ini terjadi seminggu setelah
kematian ayahnya yang meninggal akibat kecelakaan mobil di lalu lintas
saat akan menjemput anak S di sekolahnya. Sebelumnya ibu anak S juga
meninggal ketika melahirkannya. Sehingga dia merasa bahwa kedua
orang tuanya meninggal akibat kesalahannya. Anak S selalu menangis
dikamar, sering menyendiri, mencoba melukai tubuhnya dan cenderung
ingin bunuh diri. Dan untuk kedua kalinya, Anak S mencoba mencederai
dirinya dengan menggores kulitnya di WC sekolah, tapi karena temannya
melihat sikap dan tingkah lakunya yang sedikit aneh jadi temannya
melaporkan ke ruang guru dan hal itu dapat dicegah. Anak S
menanggung rasa malu karena teman-temannya banyak membicarakan
tentangnya.

Dan saat di rumah dia tidak mau bertemu dengan orang lain dan
sering tiba-tiba menangis, .neneknya menjadi takut. Akhirnya neneknya
membawa ke Psychiatric Ward. Di awal pengkajian An.S mengatakan
bahwa mengatakan bahwa dirinya benar-benar tidak berguna dan merasa
apa yang terjadi adalah kesalahannya padahal dulunya dia termasuk
siswa yang periang.

D. Pengkajian Sekunder
1. Identitas Klien
Nama : Ank. S
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Informan : Pasien dan nenek ank.S
2. Alasan Masuk RS
untuk mencegah klien melakukan tindakan self injury lagi dan dari
keluarga pasien, belum ada penanganan terhadap tindakan anak S
tersebut.
3. Faktor Pencetus
a. Riwayat Keluarga : -
b. Penyebab self injury : Anak S kehilangan ayahnya seminggu yang
lalu dan dirinya merasa bersalah atas kehilangan tersebut, menurut
ank S, kematian orang tuanya adalah akibat kesalahannya.
c. Perilaku Self Injury dimasa lalu : Mencoba menyuntikan racun
kedalam tubuhnya dan dua hari kemudian mencoba menggores
kulitnya di WC sekolah.
4. Riwayat Pengobatan: -
5. Penyalahgunaan obat dan alcohol: -
6. Riwayat pendidikan dan pekerjaan: Pelajar SMA
7. Respon fisiologik dan emosional:
a. Respon fisiologik: tampak bekas suntikan ditangan dan goresan
dikulit.
b. Respon emosional: merasa putus asa dan klien sering menangis
sendiri dengan ekspresi wajah tampak murung.

8. Faktor risiko self injury dan legalitas perilaku self injury klien
a. Tujuan klien: menghilangkan perasaan bersalahnya
b. Pasien sudah 2x melakukan percobaan self injury
c. Keadaan jiwa klien: keputusasaan atas hidup yang menimpanya.
9. Sistem pendukung yang ada
Sistem pendukung keluarga: keluarga terutama neneknya tidak
mengetahui apa yang dilakukan untuk mengatasi perilaku klien
sehingga keluarga mengantarkan klien ke Psychiatric Ward.
10. Riwayat psikososial
a. Genogram

X X

Ket: : Laki-Laki : Garis perkawinan x


: Meninggal

: Perempuan - - - - - - - : Tinggal bersama


: Ank.S

Klien tinggal bersama nenek dan ayahnya. Klien berusia 17 tahun.


Ibu klien meninggal setelah melahirkanya. Beberapa tahun setelah
itu ayah klien meninggal dikarenakan kecelakaan lalu lintas. Klien
tinggal dengan neneknya setelah ayah dan ibu klien meninggal.

b. Konsep Diri
1) Gambaran Diri : mengungkapkan keputus asaan dan kesedihan.
2) Identitas: Ketidak pastian memandang diri, merasa hidupnya
sudah tidak berguna lagi.
3) Peran : Berhenti fungsi peran yang disebabkan kehilangan dan
berduka.
4) Ideal Diri : Mengungkapkan keputusasaaan akibat kehilangan
orang tuanya.
5) Harga Diri: rasa bersalah terhadap diri sendiri sehingga pasien
selalu mengancam akan melakukan tindakan self injury.
c. Hubungan social
1) Orang yang berarti: ayah dan ibu
2) Peran serta kegiatan kelompok atau masyrakat: tidak ada
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: pasien
tampak agresif terhadap diri sendiri untuk menyakiti dirinya,
sehingga kurangnya hubungan social dengan orang lain.
d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan: agama islam
2) Kegiatan ibadah: tidak ada
11. Status Mental
a. Penampilan
Pengguanaan pakaian: tidak rapi
Jelaskan: Klien memakai pakaian yang tidak rapi, bajunya tampak
kusut.
b. Pembicaraan: pasien berbicara lambat, dan sedikit membisu, tapi
saat membicarakan keluarganya dia tampak menangis dan
berbicara keras.
c. Aktivitas motorik: Gelisah, lesuh
Jelaskan : pasien merasa tidak tenang dan mengungkapkan
ketidakberdayaan untuk hidup.
d. Alam perasaan: putus asa
Jelaskan: klien tampak putus asa dan murung.
e. Afek: Datar
Jelaskan : klien menunjukkan ekspresi datar ketika diberi stimulus
menyenangkan atau menyedihkan.
f. Interaksi selama wawancara: bermusuhan, kontak mata (-)
Jelaskan : klien menujukkan sikap tidak ingin diganggu, mengancam
akan melakukan tindakan self injury dan kontak mata klien tampak
pandangan kosong.
g. Persepsi: normal
Jelaskan : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
h. Proses Pikir: pengulangan pembicaraan
Jelaskan: klien selalu mengulang-ulang pembicaraan dengan
mengancam ingin malakukan tindakan self injury bahkan bunuh diri.
i. Tingkat kesadaran : komposmentis/ kesadaran penuh
12. Pohon Masalah

Risiko Self Injury

Gangguan Konsep
Diri : Harga Diri
Rendah
Koping Individu
Inefektif
Kehilangan
E. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Tinggi Terhadap Mutilasi Diri berhubungan dengan Sejarah
perilaku perilaku multilatif / melukai diri sebagai respon terhadap
kehilangan.
Definisi: Risiko tinggi terhadap mutilasi Diri adalah suatu keadaan
seseorang berada pada risiko yang tinggi untuk melakukan suatu
tindakan yang dapat melukai dirinya, bukan membunuh, yang
mengakibatkan kerusakan jaringan dan pelepasan tegangan.

Intervensi dengan rasional tertentu


a. Tindakan untuk melindungi klien apabila perilaku-perilaku mutilatif
diri, seperti memukul-mukul, membentur-benturkan kepala atau
perilaku-perilaku histeris lainnya menjadi nyata. Perawat
bertanggung jawab untuk menjamin keselamatan pasien.
b. Helm dapat digunakan untuk melindungi terhadap tindakan
memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik-
narik rambut, dan pemberian bantalan yang sesuai untuk
melindungi ekstremitas terluka selama terjadinya gerakan-gerakan
histeris.
c. Coba untuk menentukan jika perilaku-perilaku mutilitatif diri terjadi
sebagai respons terhadap kehilangan, dan jika terjadi, terhadap apa
kehilangan tersebut dapat dihubungkan. Perilaku-perilaku
mutilatif dapat dicegah jika penyebabnya dapat ditentukan.
d. Bekerja pada dasar satu perawat untuk satu klien, untuk
membentuk kepercayaan.
e. Tawarkan diri kepada klien selama waktu-waktu menigkatnya
histeris, dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada
perilaku-perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman.

2. Kerusakan Interaksi Sosial berhubungan dengan Gangguan Konsep Diri

Intervenri dengan rasional tertentu:


a. Berfungsi dalam hubungan satu per satu dengan klien. Interaksi
perawat dengan pasien yang konsisten meningkatkan
pembentukan kepercayaan.
b. Sampaikan sikap yang hangat, dukungan dan kebersediaan ketika
pasien berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
Karakteristik-karakteristik ini meningkatkan pembentukan
dan mempertahankan hubungan saling mempercayai.
c. Lakukan denga perlahan, jangan memaksa melakukan interaksi-
interaksi. Mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata.
Perkenalkan secara berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman,
pelukan. Pasien autistic dapat merasa terancam oleh suatu
rangsangan yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa.
d. Dengan kehadiran perawat beri dukungan pada pasien yang
berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain
dilingkungannya. Kehadiran seseorang yang telah terbentuk
hubungan saling percaya, memberikan rasa aman.

Hasil Pasien yang Diharapkan/ Kriterian Pulang:


a. Pasien mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
b. Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsif pada wajah dan
perilaku-perilaku non verbal lainnya dalam berinteraksi dengan
orang lain
c. Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik

3. Risiko Tinggi Terhadap Kekerasan diarahkan pada diri sendiri atau


orang lain berhubungan dengan kemarahan dalam batin sendiri,
mengakibatkan keadaan jiwa menjadi tertekan.

Intervensi dengan rasional tertentu:


a. Amati perilaku pasien secara sering. Lakukan hal ini melalui
aktivitas sehari-hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya rasa
waspada dan kecurigaan. Pasien-pasien pada risiko tinggi
untuk melakukan pelanggaran memerlukan pengamatan
yang seksama untuk mencegah tindakan yang
membahayakan bagi diri sendiri atau orang lain.
b. Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari pasien yang
menyatakan persetujuannya untuk tidak mencelakai diri sendiri dan
menyetujui untuk mencari staf pada keadaan dimana pemikiran
kearah tersebut timbul. Diskusikan tentang perasaan-perasaan
untuk mencederai diri sendiri dengan seseorang yang
dipercaya memberikan suatu derajat perasaan lega kepada
pasien. Suatu perjanjian membuat permasalahan menjadi
terbuka dan menempatkan beberapa tanggung jawab bagi
keselamatannya dengan pasien. Suatu sikap menerima
pasien sebagai seseorang yang patut diperhatikan telah
disampaikan.
c. Bertindak sebagai model peran untuk ekspresi yang sesuai dari
perasaan marah, dan berikan penguatan positif pada pasien untuk
mencoba memastikan. Hal ini vital bahwa pasien
mengekspresikan perasaan-perasaan marah, karena
perilaku yang dapat merusak diri-sendiri seringkali terlihat
sebagai suatu akibat dari kemarahan diarahkan pada diri
sendiri.
d. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan
pasien. Keselamatan fisik pasien adalah prioritas dari
keperawatan.
e. Usahakan untuk bisa tetap bersama pasien jika tingkat kegelisahan
dan tegangan mulai meningkat. Hadirnya seseorang yang dapat
dipercaya memberikan rasa aman.
f. Petugas harus mempertahankan dan menyampaikan dengan sikap
yang tenang terhadap pasien. Ansietas adalah sesuatu yang
mudah menjalar dan dapat transmisikan dari petugas ke
pasien dan sebaliknya. Sikap yang tenang menyampaikan
suatu rasa control dan perasaan aman bagi pasien.
g. Berikan obat-obatan penenang sesuai resep dokter. Pantau
ketidakefektifan obat-obatan dan efek-efek samping yang
merugikan. Obat-obatan antiansietas (mis.. diazepam,
klordiazepoksida, alprazolam) memberikan perasaan
terbebas dari efek-efek imobilisasi dari ansietas dan
memudahkan kerjasama pasien dengan terapi.

Hasil yang diharapkan/ Kriteria pulang:


a. Pasien mencari petugas untuk mendiskusikan perasaan-perasaan
yang sebernarnya.
b. Psaien mengetahui, mengungkapkan, dan menerima kemungkinan
konsekuensi dari perilaku maladaptive diri sendiri.

4. Koping Individu tidak Efektif berhubungan dengan Harga Diri Rendah

Intervensi dengan Rasional tertentu:


a. Jika pasien hiperaktif, buat lingkungannya menjadi aman untuk
gerakan otot besar yang terus-menerus. Atur kembali posisi
perabotan dan benda-benda lainnya untuk mencegah terjadinya
cedera. Keselamatan fisik pasien adalah prioritas
keperawatan.
b. Jangan mendebat, bertengkar mulut, merasionalisasikan, atau
melakukan tawar-menawar dengan pasien. Mengesampingkan
usaha-usaha ini mungkin berhasil untuk mengurangi
perilaku-perilaku manipulative.
c. Berikan dorongan semangat untuk mendiskusikan perasaan-
perasaan marah. Bantu pasien untuk mengidentifikasi objek
sebenarnya dari sikap permusuhan. Menghadapi perasaan-
perasaan secara jujur dan langsung mencegah pemindahan
rasa marah kepada orang lain.
d. Selidiki bersama pasien cara-cara alternative untuk mengatasi rasa
frustasi yang paling cocok dengan gaya hidupnya. Berikan
dukungan dan umpan balik positif kepada pasien sambil strategi-
strategi baru dicoba. Umpan balik positif mendorong semangat
untuk menggunakan perilaku-perilaku yang dapat diterima.

5. Gangguan Harga Diri berhubungan dengan Disfungsi Sistem Keluarga

Intervensi dengan Rasional tertentu:


a. Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis. Penting bagi
Pasien untuk mencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-
aktivitas dimana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin.
Suskes meningkatkan harga diri.
b. Sampaikan perhatian tanpa syarat bagi pasien. Komunikasi dari
pada penerimaan anda terhadapnya sebagai makhluk hidup
yang berguna dapat meningkatkan penghargaaan diri.
c. Sediakan waktu bersama pasien, keduanya satu ke satu basis dan
pada aktivitas-aktivitas kelompok. Hal ini untuk menyampaikan
pada pasien bahwa anda merasa dia berharga bagi waktu
anda.

Anda mungkin juga menyukai