Anda di halaman 1dari 24

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“ LANSIA DIMENSIA”

Disusunoleh :
1. Mochammad Firmansyah (2019.04.043)
2. Yahya Afisena (2019.04.084)
3. Freda Adi Wardana (2019.04.025)
4. Zakaria (2019.04.085)
5. Bella Ihsanul Amal (2019.04.010)
6. Rizky Oktaviani (2019.04.067)
7. Ni Putu Kusuma Wardani (2019.04.051)
8. Ayu Chandani (2019.04.007)
9. Iqvina Aulia Rahma (2019.04.035)
10. Nida Fitria (2019.04.032)
11. Ismi Kamelia (2019.04.036)
12. Ardlian Lutdilia Arifin (2019.04.006)
13. Ayudia Arinda (2019.04.008)
14. Riyanti Zanuar (2019.04.065)
15. Oke Puspita Anggreni (2019.04. 055)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Lansia Dimensia


Sub topik : Dimensia Pada Lansia
Hari/ Tanggal : Senin, 20 September 2020
Sasaran : Lansia
Tempat : Dari Rumah
Alat bantu : Hp (Video Call via Whatsapp), Internet
Jaringan Internet : Daring
Waktu : 30 Menit

A. Latar Belakang

Lansia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia. Lansia
adalah keadaan yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang berkaitan dengan penurunan
kemampuan untuk hidup (Ferry dan Makhfudli, 2009). Menurut UU No. 13 tahun
1998 tentang kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun (Dewi, S.R, 2014). Namun, menurut WHO, batasan
lansia dibagi atas: usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat
tua (very old) diatas 90 tahun (Notoadmodjo, 2011).
Populasi lansia di dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat, bahkan
pertambahan lansia menjadi yang paling mendominasi apabila dibandingkan dengan
pertambahan populasi penduduk pada kelompok usia lainnya. Menurut WHO,
populasi lansia di Asia Tenggara sebesar 8 % atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun
2050 diperkirakan populasi lansia akan terus meningkat hingga 3 kali lipat. Pada
tahun 2000 didapatkan data jumlah lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total
populasi, sedangkan pada tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah lansia menjadi
24,000,000 (9,77%) 1 2 dari total populasi dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah
lansia akan terus meningkat hingga 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Di
Indonesia pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan sekitar 80.000.000
(Kemenkes RI, 2018).
Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut (lansia) tentu menimbulkan masalah
terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Masalah tersebut jika tidak
ditangani akan berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Masalah yang
kompleks pada lansia baik dari segi fisik, mental, dan sosial berkaitan dengan
kesehatan dan kesejahteraan mereka (Notoadmodjo, 2011). Pertambahan usia dan
peningkatan prevalensi penyakit tidak menular, merupakan faktor utama penyebab
penurunan fungsi kognitif dan intelektual yang kelak akan meningkatkan penyakit
Alzheimer dan demensia pada kelompok lanjut usia. Penurunan fungsi kognitif
berdampak pada menurunnya aktivitas sosial sehari-hari pada lanjut usia yang
menjadi problem dalam kesehatan masyarakat, dan berdampak pada bertambahnya
pembiayaan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Didunia jumlah lansia yang
mengalami demensia sebanyak 4,6 juta kasus yang dilaporkan dan diprediksi pada
tahun 2050 jumlah lansia penderita demensia di dunia mencapai 100 juta
(Alzheimer Disease International, 2009).
Pada tahun 2015, penderita demensia di dumia sebanyak 47 juta (atau sekitar 5%
dari populasi lansia di dunia), diperkirakan meningkat 3 menjadi 75 juta pada tahun
2030 dan 132 juta pada tahun 2050. Di Indonesia, jumlah Orang Dengan Demensia
(ODD) diperkirakan akan makin meningkat dari 960.000 di tahun 2013, menjadi
1.890.000 di tahun 2030 dan 3.980.000 ODD di tahun 2050 (World Alzheimer
Report, 2012;Kemenkes, 2015). Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu
fungsi kognitif yang sering kali paling awal mengalami penurunan. Kerusakan
kognitif pada lansia yang berupa penurunan daya ingat biasa disebut dengan
demensia. Demensia merupakan suatu sindrom yang biasanya bersifat kronis atau
progresif dimana ada kerusakan fungsi kognitif yaitu kemampuan untuk memproses
pikiran di luar apa yang mungkin diharapkan dari penuaan normal. Hal ini
mempengaruhi ingatan, pemikiran, orientasi, pemahaman, perhitungan, kapasitas
belajar, bahasa, dan penilaian. Namun tidak mempengaruhi status kesadaran.
Gangguan dalam fungsi kognitif biasanya disertai, dan kadang-kadang didahului
oleh penurunan kontrol emosi, perilaku sosial, atau motivasi (WHO, 2016).
Demensia adalah salah satu penyebab utama kecacatan dan ketergantungan di
antara orang dengan lanjut usia di seluruh dunia. Hal ini luar biasa tidak hanya
untuk orang-orang yang mengalami demensia, tetapi juga untuk pengasuh dan
keluarga mereka. Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang demensia
mengakibatkan stigmatisasi dan hambatan untuk diagnosis dan perawatan. Dampak
demensia pada pengasuh, 4 keluarga dan masyarakat dapat bersifat fisik, psikologis,
sosial dan ekonomi (WHO, 2016). Pada tahun 2015 Kemenkes RI telah berupaya
dalam menanggulangi penderita Demensia dengan membuat strategi nasional
penanggulangan penyakit alzheimer dan demensia berupa 7 langkah aksi
menanggulangi penyakit alzheimer dan demensia: lainnya menuju lanjut usia sehat
dan produktif. Salah satu langkah aksi penanggulangan alzheimer dan demensia
tersebut ialah kampanye kesadaran publik dan promosi gaya hidup sehat. Dalam
aksi tersebut pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
bahwa demensi “pikun” bukan merupakan bagian dari penuaan normal sehingga
diperlukan berbagai upaya dan kegiatan gaya hidup otak sehat (brain healthy
lifestyle), sepanjang hayat yang meliputi aktivitas fisik, mental, sosial, dan konsumsi
gizi seimbang
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Setelah mendapat pendidikan kesehatan, diharapkan warga Kauman mengetahui,
memahami, mencegah dan mengatasi kepikunan pada lansia dengan baik.
Sehingga mengurangi risiko timbulnya kepikunan pada lansia.

2. Tujuan Khusus
a. Lansia mengetahui dan memahami tentang pengertian dari dimensia
b. Lansia mengetahui dan memahami tentang tanda dan gejala yang muncul
pada dimensia
c. Lansia dapat menyebutkan serta menjelaskan faktor penyebab demensia
dengan tepat.
d. Lansia mengetahui dan memhami mengenai langkah pengobatan apabila
ditemukan tanda dan gejala demensia
e. Lansia menegetahui peran keluarga dalam pencegahan demensia pada
lansia

C. Pokok Bahasan
1. Pengertian dimensia
2. Tanda dan gejala dimensia
3. Faktor prnyebab dimensia
4. Pengobatan pada dimensia
5. Peran keluarga untuk penderita dimensia

D. Metode
1. Presentasi
2. Tanya jawab
E. Alat Bantu
1. Leptop
2. Leaflet

F. Setting Tempat

: Lansia :
Observer

: Perawat

: Keluarga

G. Kegiatan Penyuluhan

N Kegiatan Penanggung Waktu


o Jawab
1 Pendahuluan: Ketua 5 Menit
a. Pembukaan
b. Perkenalan
mahasiswa
c. Menjelaskan tujuan
penyuluhan
d. Menyepakati
kontrak waktu
e. Memperkenalkan
permainan yg akan
dilakukan
2 Kegiatan Inti Penyuluhan Penyuluh 30 Menit
Menyampaikan materi
tentang:
a. Pengertian dari
Dimensia
b. Tanda dan gejala
Dimensia
c. Faktor penyebab
dari Dimensia
d. Pengobatan untuk
Dimensia
e. Peran keluarga
untuk Dimensi
3 Penutup Moderator 10 Menit
 Memberi Kesempatan
masyarakat untuk
bertanya
 Mengevaluasi materi
yang sudah
disampaikan
 Menyimpulkan materi
yang disampaikan
 Mengakhiri kegiatan
penyuluhan dengan
salam
 Kegiatan ramah tamah

G. Evaluasi
a) Struktur

1. Pra planning sudah disiapkan sebelum kegiatan dilaksanakan dan sudah


dikonsulkan dengan pembimbing.
2. Alat / media lengkap dan siap digunakan
3. Tempat dan waktu sesuai jadwal
b) Proses
a. Kegiatan Penyuluhan tentang Dimensia yang dilaksanakan diharapkan
berjalan lancar.
b. Pada saat kegiatan Penyuluhan diharapkan terjadi interaksi antara mahasiswa
dan sasaran
c. Sasaran yang hadir diharapkan 80% mengikuti kegiatan dengan baik dan
tidak ada yang meninggalkan tempat sampai kegiatan berakhir
c) Hasil
a. Evaluasi Kognitif
Setelah mengikuti penkes, diharapkan warga mampu menjalaska
1) Lansia mampu menjelaskan pengertian hingga pencegahan dan
perawatan demensia dalam bahasanya sendiri
2) Lansia dapat menyebutkan dan menjelaskan tanda dan gejala pada
demensia.
3) Lansia mampu menyebutrkan faktor prnyebab dimensia
4) Lansia mengetahui proses pengobatan dimensia
5) Lansia mengetahui peran keluarga untuk dimensia
b. Evaluasi Afektif
1) lansia berjanji akan menjaga pola hidup untuk mencegah timbulnya
kepikunan atau demensia.
2) Lansia berjanji akan merawat orang tua yang sudah lansia dengan baik
sehingga terhindar dari kepikunan atau demensia.
3) Lansia berjanji akan merawat orang tua yang sudah lansia dengan baik
yang telah menderita kepikunan atau demensia.
c. Evaluasi Psikomotor
Setiap warga dapat memberikan perawatan guna pencegahan kepikunan atau
demensia pada lansia.
Lampiran Materi

A. Pendahuluan
Lanjut usia tidak identik dengan pikun (dementia) dan perlu diketahui bahwa
pikun bukanlah hal normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup normal tanpa
mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah laku seperti dialami
oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia
adalah penyakit yang diderita lansia. Tapi kenyataannya demensia dapat diderita
oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin.
Berdasarkan dari sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia
seringkali terjadi pada lansia yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. demensia
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu 1. Demensia senilis (> 60 tahun), 2. Demensia
prasenilis (<60 tahun). sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk
demensia alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia
85 tahun dan 32% pada usia 90 tahun). sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 30
juta penduduk dunia mengalami demensia dengan berbagai sebab.

B. Pengertian
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit
otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi
terjejas bila mengalami demensia. Penyakit kepikunan ditandai dengan hilangnya
ingatan atau kesulitan seseorang untuk memperoleh informasi yang sudah tersimpan
di dalam otak. Meskipun kepikunan merupakan bagian umum dari penuaan, kondisi
ini juga dapat berubah sebuah gejala penyakit atau efek samping dari konsumsi
obat-obatan atau suatu tindakan.
Ingatan dapat dipengaruhi oleh proses penuaan. Semakin tua seseorang,
berbagai macam proses dan reaksi kimia terjadi pada beberapa organ vital, salah
satunya adalah otak. Perubahan ini disisi lain dapat mempengaruhi bagian pada otak
yang bertanggung jawab dengan sistem saraf panca indera dan ingatan. Ini dapat
menjelaskan bagaimana orang yang usianya lebih tua, lebih sulit belajar hal yang
baru atau menginta informasi yang baru.
Pada umumnya demensia terjadi pada usia lanjut (>65 tahun) dan merupakan
gangguan yang ditandai oleh gangguan kognitif, emosional dan psikomotor yang
menyebabkan penderita tidak mampu mengikuti aktifitas sosial dan mengurus diri
untuk keperluannya sehari-hari. Pada demensia terjadi kemerosotan mental yang
terus menerus, makin lama makin buruk (progresif) meliputi penurunan daya ingat
akan hal yang baru saja terjadi, kemunduran kemahiran berbahasa, kemunduran
intelektual, perubahan perilaku dan fungsi-fungsi otak lainnya sehingga
mengganggu aktifitas sehari-hari.

C. Tanda dan gejala


Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam
puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini
dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah
kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan
sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke
rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal
yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang
positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang
harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik,
pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan
juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang
sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat
mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada
Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan
fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan
yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan,
marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C.,
Mahoney, E. 1998).

Tanda dan gejala:


1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. Kesulitan mengingat atau
ingatan jangka pendek.
2. Kesulitan dalam mengingat nama atau mengenali wajah.
3. Tersesat di lokasi yang sudah familiar.
4. Sering salah menyebutkan nama benda.
5. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
6. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
7. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa
takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
8. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
9. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
10. Sering mengulang kata-kata
11. Cepat marah dan sulit di atur.
12. Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru.
13. Kurang konsentrasi.
14. Kurang koordinasi gerakan.
15. Kurang kebersihan diri.
16. Apatis, tidak ada minat beraktivitas atau bersosialisai
17. Menghindari tugas yang biasa dikerjakan
18. Suasana hati mudah berubah-ubah
Gejala yang umumnya dirasakan dari segi kognitif meliputi:
1. Hilang ingatan.
2. Kesulitan berkomunikasi.
3. Kesulitan berbahasa dan betutur kata.
4. Sulit memecahkan masalah atau merencanakan sesuatu.
5. Konsentrasi menurun.
6. Sulit menilai situasi dan mengambil keputusan.
7. Sulit mengkoordinasikan pergerakan tubuh.
8. Merasa bingung.
Sedangkan gejala yang dirasakan dari segi psikologis meliputi:
1. Depresi.
2. Gelisah.
3. Perubahan perilaku dan emosi.
4. Merasa ketakutan (paranoid).
5. Agitasi.
6. Halusinasi.

D. Faktor penyebab
1. Pertambahan usia
2. Makanan yang tidak seimbang, kekurangan vitamin B1, B6, B12 dan asam folat.
3. Kebiasaan enggan berfikir atau sering mengosongkan pikiran.
4. Kurang bergerak atau kurang beraktivitas.
5. Kurang berkomunikasi atau bersosialisasi pada sesama.\
6. Akibat dari stres atau depresi. Orang yang stres cenderung tidak terkontrol dalam
makan dan berperilaku. Pada saat seseorang mengalami stres maka sel-sel
hippocampus (bagian otak sebelah dalam) terpaksa bekerja lebih keras sehingga
otak menjadi lelah dan mudah rusak.
7. Kebiasaan merokok.
8. Kebiasaan buruk minum-minuman alkohol.
9. Jenis kelamin yang mempengaruhi.
10. Kurangnya istirahat atau tidur yang kurang efektif bagi lansia.
11. Menurunnya fungsi sel syaraf otak menjadi salah satu penyebab munculnya
penyakit pikun. Sel syaraf otak yang rusak akan membuat kemampuan
mengingat dan berpikir seseorang menjadi lemah.

E. Siapa yang Perlu Ditemui dan Pengobatan yang Tersedia

Untuk mendiagnosa seseorang terkena demensia atau tidak, dibutuhkan waktu


untuk benar-benar mempelajari gejala yang timbul. Hal pertama yang dapat
dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter keluarga atau dokter umum.
Pemeriksaan meliputi penyelidikan terhadap kegiatan keseharian pasien, dan kapan
gejala-gejala tersebut timbul. Pemeriksaan fisik, laboratorium, dan kemampuan
mental juga dibutuhkan untuk mendiagnosa demensia.Ketika demensia sudah
terdiagnosis, dokter umum dapat merujuk pasien kepada dokter spesialis,
tergantung pada umur dan gejala yang dirasakan pasien. Dokter spesialis yang
mungkin ditemui adalah ahli geriatrik (khusus pasien lanjut usia) atau dokter
spesialis saraf.

Salah satu tahap penting dari pengobatan demensia adalah menentukan jenisnya.
Ada demensia yang dapat disembukan asalkan penyebab demensia ini dapat
dihilangkan. Namun jika pasien mengidap demensia yang tidak dapat disembuhkan,
maka satu-satunya cara adalah mengendalikan gejala demensia. Pengobatan yang
tersedia adalah sebagai berikut:

1. Penghambat Kolinesterase – adalah sebuah terapi yang mengaktifkan


beberapa zat kimia yang dapat meningkatkan kemampuan mengingat dan
berpikir pasien.

2. Memantine – bila digabungkan bersama dengan penghambat kolinesterase


akan memberikan hasil yang lebih baik.
3. Terapi pekerjaan – Penderita demensia membutuhkan bantuan untuk
menjalankan kehidupan kesehariannya dan perawatan yang teratur.

Kapan Perlu Menemui Dokter Spesialis Demensia?

Ketika terdapat kecurigaan timbulnya gejala dari demensia pada anggota


keluarga, pasien dianjurkan untuk berkonsultasi dengan seorang spesialis. Berikut
adalah gejala yang sering ditemukan:

1. Bermasalah dengan ingatan sehari-hari atau pikun.


2. Bermasalah dalam memusatkan perhatian, membuat sebuah perencanaan atau
pengaturan.
3. Bermasalah dalam menemukan kata-kata untuk dalam berkomunikasi.
4. Bermasalah mengenai gambar dan ruang.
5. Bermasalah mengenai arah.

F. Pencegahan dan perawatan demensia (kepikunan) pada Lansia oleh keluarga


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak. Keluarga memiliki peran penting dalam pencegahan dan perawatan
lansia denagn kepikunan, selain dari tindakan media. Karena keluarga yang selalu
dekat pada lansia, sehingga dapat mengontrol setiap aktivitas lansia.
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan
hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan
sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam
proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat
secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang
akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia,
sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota
keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal
mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman.
Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia
tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun
setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak
akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima
kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah
tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah
dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada
dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul
akibat demensia
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia.

Yaitu sebagai berikut:


1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan.
2. Memperbaiki asupan makanan bagi lansia, yaitu dengan menyajikan makanan
yang bergizi tinggi dan seimbang. Makanan yang disajikan untuk makanan yang
baru, atau bukan makanan yang telah mengalami pemasakan berulang dan proses
masak yang tepat. Sehingga asupan gizi pada makanan dapat terserap baik oleh
lansia.
a. Vitamin E, untuk memperlambat Alzheimer dan kondisi demensia terkait.
Vitamin E biasanya dikonsumsi dalam dosis rendah untuk menghindari
komplikasi seperti kematian, khususnya bagi penderita penyakit jantung.
b. Asam folat omega 3. Walau masih memerlukan riset lebih lanjut, omega 3
dipercaya dapat membantu menekan risiko seseorang terserang demensia.
c. Makanan yang disarankan : buah berrie, kuning telur, ikan laut, minyak
ikan, kacang-kacangan, buah bit, dan sayuran.
3. Memberikan bacaan berupa buku, majalah atau koran yang merangsang otak
untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
4. Memfasilitasi lansia dengan pemberian terapi musik, yaitu musik yang disukai
lansia. Atau kegiatan seni yang disukai oleh lansia. Sehingga dapat memberikan
aktivitas otak pada lansia.
5. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
c. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
6. Ajak lansia untuk berkomunikasi, dengan mengingatkan pada suatu peristiwa
yang pernah dialami lansia. Akan lebih baik jika komunikasi dilakukan bersama
anak dan cucu. Sehingga menimbulkan perasaan nyaman, aman dan tenang.
Selain itu, kasih sayang dan kehangatan yang tinggi dari keluarga,
menghindarkan lansia dari pengosongan pikiran, dimana hal tersebut akan
memunculkan kepikunan.
7. Ajak lansia untuk beraktivitas ringan, seperti membersihkan rumah, berjalan,
berolahraga bersama atau kegiatan lain yang biasa dilakukan lansia.
8. Ajarkan pada lansia untuk selalu membersihkan diri, memilih pakaian yang
serasi, dan pemantasan diri dengan baik.
9. Ajarkan lansia untuk menempatkan barang atau benda dengan tepat, sehingga
dapat terhindar dari lupa.
10. Hindarkan lansia sendiri, karena berisiko untuk mengalami perubahan
kepribadian.
11. Mengajak lansia untuk bersosialisasi di masyarakat, sehingga lansia dengan
orang-orang yang ada di sekitar rumah.
12. Beristirahat dengan cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho,Wahjudi.1999 Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta: Buku Kedokteran EGC


Stanley,Mickey. 2007.Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta:EGC
Nasrullah,Dede.2016.Buku Ajar Keperawatan Gerontik jilid.1 Dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan NANDA,NIC dan NOC.Jakarta:CV. Trans Info Media
Demensia itu . Etiologi Demensia.. Penatalaksanaan
..
Beberapa penyakit dapat
Demensia merupakan disembuhkan sementara sebagian 1.  Farmakoterapi
besar tidak dapat disembuhkan.
sindrom yang ditandai oleh Gejala utama dari demensia adalah Sebagian besar kasus demensia tidak dapat
berbagai gangguan fungsi penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), disembuhkan.
kognitif tanpa gangguan a.  Untuk antikoliesterase
Tanda dan Gejala Demensia
kesadaran. Gangguan fungsi b.    obat -obatan anti platelet seperti Aspirin
kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, c. obat anti-depresi
bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan d. Untuk anti-psikotik
konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
2.      Dukungan atau Peran Keluarga
Klasifikasi Demensia
a.  Mempertahankan lingkungan yang familiar
1.  Menurut Kerusakan Struktur Otak akan membantu penderita tetap memiliki
 Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada
  a. Tipe Alzheimer orientasi.
penderita demensia, “lupa” menjadi bagian
b. Demensia Vascular b. Memarahi atau menghukum penderita
keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Menurut Umur: tidak akan membantu, bahkan akan
a. Demensia senilis ( usia >65tahun)  Gangguan orientasi waktu dan tempat,
memperburuk keadaan.
b. Demensia prasenilis (usia  Ekspresi yang berlebihan
c. Meminta bantuan organisasi yang
<65tahun)  Adanya perubahan perilaku memberikan pelayanan sosial dan
3. Menurut perjalanan penyakit : perawatan, akan sangat membantu.
a.  Reversibel
b. Ireversibel

Pencegahan Dan Perawatan Demensia


Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko
terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
 Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel
otak
 Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir
hendaknya dilakukan setiap hari.
 Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan
teman yang memiliki persamaan KELOMPOK VI (ENAM)
 Mochammad Firmansyah  Ni Putu Kusumawardani
minat atau hobi
 Yahya Afisena  Ayu Chandani
 Freda Adi Wardana  Iqvina Aulia Rahma
 Zakaria  Nida Fitria
 Ismi Kamelia
 Bella Ihsanul Amal
 Ardlian Lutfilia Arifin
 Rizky Oktaviani
 Ayudia Arinda  Oke Puspita Anggreni
 Riyanti Zanuar

SEKOLAH
TINGGI
ILMU
KESEHATAN BANYUWANGI
2020
RESUME PENYULUHAN TENTANG DEMENSIA PADA LANSIA

1. Penyuluhan diberikan pada tanggal 20 September 2020 jam 16.00 bertempat di rumah
warga melalui daring
2. Penyuluyhan diberikan selama 30 menit dengan durasi waktu 10 menit penyampaian
materi dan 20 menit tanya jawab.
3. Peserta yang mengikuti penyuluhan dengan penuh perhatian 80%
4. Semua orang mampu menjawab pertanyaan yang diajukan pemateri
 Pertanyaan
 Apa pengertian demensia ?
 Apa tanda dan gejala demensia?
 Apa penyebab demensia ?
 Jawaban :
 Demensia adalah Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar
dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan
konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
 Tanda dan gejala demensia adalah menurunnya daya ingat, gangguan
orientasi waktu dan tempat, ekspresi yang berlebihan
 Penyebab demensia adalah pertambahan usia, makanan tidak seimbang,
kebiasaan merokok, akibat dari stress dan depresi.
DOKUMENTASI PENYULUHAN

Anda mungkin juga menyukai